6
10 OPEN ACCES Vol. 14 No. 1: 10-15 Mei 2021 Peer-Reviewed AGRIKAN Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072) URL: https: https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/ DOI: 10.29239/j.agrikan.14.1.10-15 Pandangan Persepsi Nelayan terhadap Ikan Layak Tangkap di Tempat Pendaratan Ikan Kuala Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara (View Fishermen's Perception of Fish Worth Catching at The Fish Landing Site Kuala Sorkam Central Tapanuli Regency North Sumatra Province) Irwan Limbong 1 , Fitri Ariani 1 dan Rosmasita 1 1 Dosen Program studi Teknologi Penangkapan Ikan, Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Matauli, Pandan, Indonesia, Email : [email protected]; [email protected]; [email protected] Info Artikel: Diterima : 06 Des. 2020 Disetujui : 17 Feb. 2021 Dipublikasi : 18 Feb. 2021 Artikel Penelitian Keyword: Perception, Gill Net, Kuala Sorkam Korespondensi: Irwan Limbong Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Matauli, Pandan- Indonesia Email: [email protected] Copyright© Mei 2021 AGRIKAN Abstrak. Alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Tapanuli Tengah didominasi oleh alat tangkap jaring insang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli di Tempat Pendaratan Ikan Kuala Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Objek penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah nelayan gillnet yang terdapat di TPI Kuala Sorkam sebagai narasumber, nelayan tersebut dibedakan menjadi nelayan pemelik, nakhoda dan anak buah kapal. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah perangkat pengumpul data, alat komunikasi dan laptop. Proses pengoperasian alat tangkap Gill Net memiliki empat tahap yaitu menentukan lokasi penangkapan (fishing gound), pemasangan jaring, penarikan jaring, dan proses terakhir yaitu pemindahan hasil tangkapan ke dalam palka. Persepsi nelayan Gill Net di TPI Kualla Sorkam secara umum masuk kategori “sedang” lebih dari 50% nelayan dalam kategori tersebut mencoba mematuhi peraturan yang ada namun pengetahuan nelayan terhadap ukuran ikan layak tangkap masih kurang Abstract. The fishing equipment used in Central Tapanuli Regency is dominated by gill net fishing equipment. This research was conducted in July at the Fish Landing Site Kuala Sorkam Central Tapanuli Regency, North Sumatra. The research object used in this research is gillnet fishermen located in TPI Kuala Sorkam as resource persons, the fishermen are distinguished into fishermen, skippers and crew. The equipment used in this research is data collection devices, communication devices and laptops. The operation process of Gill Net fishing equipment has four stages, namely determining the location of fishing gound, net installation, net withdrawal, and the final process of moving the catch into the hold. Perception of Gill Net fishermen in TPI Kualla Sorkam generally fall into the "medium" category more than 50% of fishermen in that category try to comply with existing regulations but fishermen's knowledge of the size of fish worth catching is still lacking I. PENDAHULUAN Alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Tapanuli Tengah didominasi dengan alat tangkap jaring insang. Menurut Martasuganda (2002), jaring insang atau yang biasa disebut dengan gillnet adalah salah satu jenis alat tangkap ikan berbahan jaring yang memiliki bentuk empat persegi panjang dimana ukuran mata jarring ( mesh size) sama, jumlah mata jaring ke arah horizontal (mesh length/ML) jauh lebih banyak dari jumlah mata jaring ke arah vertikal (mesh depth/MD). Gillnet dipilih sebagai alat tangkap yang direkomendasikan oleh pemerintah karena gillnet merupakan salah satu alat tangkap yang ramah lingkungan dan dapat meningkatkan hasil tangkapan. Kegiatan penangkapan ikan saat ini sudah banyak yang menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan memperhatikan kelestarian sumber daya yang ada, walaupun begitu masih banyak terjadinya penangkapan ikan yang berlebih (overfishing) pada suatu perairan. Fenomena overfishing juga akan menyebabkan banyaknya hasil tangkapan undersize yang mengakibatkan harga jual ikan yang rendah bagi nelayan. Selain overfishing, nelayan juga kerap menangkap ikan/organisme yang bukan sasaran penangkapan (non-target species), termasuk jenis ikan yang dilindungi oleh peraturan perundang- undangan atau jenis ikan yang terancam punah. Peraturan mengenai ketentuan ukuran ikan layak tangkap (legal size) pada alat tangkap gillnet belum diterapkan. Hingga saat ini kebijakan yang mengatur alat tangkap gillnet hanya sebatas pada ukuran panjang tali ris ≤ 500 - 2.500 m dan mesh size yang berukuran ≥ 1,5 inci. Peraturan tersebut tercantum pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

Pandangan Persepsi Nelayan terhadap Ikan Layak Tangkap di

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

10

OPEN ACCES

Vol. 14 No. 1: 10-15 Mei 2021

Peer-Reviewed

AGRIKAN

Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072)

URL: https: https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/

DOI: 10.29239/j.agrikan.14.1.10-15

Pandangan Persepsi Nelayan terhadap Ikan Layak Tangkap di Tempat Pendaratan Ikan Kuala Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi

Sumatera Utara

(View Fishermen's Perception of Fish Worth Catching at The Fish Landing Site Kuala Sorkam Central Tapanuli Regency North Sumatra Province)

Irwan Limbong1, Fitri Ariani1 dan Rosmasita1

1 Dosen Program studi Teknologi Penangkapan Ikan, Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Matauli, Pandan,

Indonesia, Email : [email protected]; [email protected]; [email protected]

Info Artikel:

Diterima : 06 Des. 2020

Disetujui : 17 Feb. 2021

Dipublikasi : 18 Feb. 2021

Artikel Penelitian

Keyword:

Perception, Gill Net, Kuala

Sorkam

Korespondensi:

Irwan Limbong

Sekolah Tinggi Perikanan dan

Kelautan Matauli, Pandan-

Indonesia

Email:

[email protected]

Copyright© Mei

2021 AGRIKAN

Abstrak. Alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Tapanuli Tengah didominasi oleh alat tangkap jaring

insang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli di Tempat Pendaratan Ikan Kuala Sorkam Kabupaten

Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Objek penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah nelayan gillnet

yang terdapat di TPI Kuala Sorkam sebagai narasumber, nelayan tersebut dibedakan menjadi nelayan pemelik,

nakhoda dan anak buah kapal. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah perangkat pengumpul

data, alat komunikasi dan laptop. Proses pengoperasian alat tangkap Gill Net memiliki empat tahap yaitu

menentukan lokasi penangkapan (fishing gound), pemasangan jaring, penarikan jaring, dan proses terakhir

yaitu pemindahan hasil tangkapan ke dalam palka. Persepsi nelayan Gill Net di TPI Kualla Sorkam secara

umum masuk kategori “sedang” lebih dari 50% nelayan dalam kategori tersebut mencoba mematuhi peraturan

yang ada namun pengetahuan nelayan terhadap ukuran ikan layak tangkap masih kurang

Abstract. The fishing equipment used in Central Tapanuli Regency is dominated by gill net fishing

equipment. This research was conducted in July at the Fish Landing Site Kuala Sorkam Central Tapanuli

Regency, North Sumatra. The research object used in this research is gillnet fishermen located in TPI Kuala

Sorkam as resource persons, the fishermen are distinguished into fishermen, skippers and crew. The equipment

used in this research is data collection devices, communication devices and laptops. The operation process of

Gill Net fishing equipment has four stages, namely determining the location of fishing gound, net installation,

net withdrawal, and the final process of moving the catch into the hold. Perception of Gill Net fishermen in TPI

Kualla Sorkam generally fall into the "medium" category more than 50% of fishermen in that category try to

comply with existing regulations but fishermen's knowledge of the size of fish worth catching is still lacking

I. PENDAHULUAN

Alat tangkap yang digunakan di Kabupaten

Tapanuli Tengah didominasi dengan alat tangkap

jaring insang. Menurut Martasuganda (2002),

jaring insang atau yang biasa disebut dengan

gillnet adalah salah satu jenis alat tangkap ikan

berbahan jaring yang memiliki bentuk empat

persegi panjang dimana ukuran mata jarring (mesh

size) sama, jumlah mata jaring ke arah horizontal

(mesh length/ML) jauh lebih banyak dari jumlah

mata jaring ke arah vertikal (mesh depth/MD).

Gillnet dipilih sebagai alat tangkap yang

direkomendasikan oleh pemerintah karena gillnet

merupakan salah satu alat tangkap yang ramah

lingkungan dan dapat meningkatkan hasil

tangkapan.

Kegiatan penangkapan ikan saat ini sudah

banyak yang menggunakan alat tangkap yang

ramah lingkungan dan memperhatikan kelestarian

sumber daya yang ada, walaupun begitu masih

banyak terjadinya penangkapan ikan yang

berlebih (overfishing) pada suatu perairan.

Fenomena overfishing juga akan menyebabkan

banyaknya hasil tangkapan undersize yang

mengakibatkan harga jual ikan yang rendah bagi

nelayan. Selain overfishing, nelayan juga kerap

menangkap ikan/organisme yang bukan sasaran

penangkapan (non-target species), termasuk jenis

ikan yang dilindungi oleh peraturan perundang-

undangan atau jenis ikan yang terancam punah.

Peraturan mengenai ketentuan ukuran ikan

layak tangkap (legal size) pada alat tangkap gillnet

belum diterapkan. Hingga saat ini kebijakan yang

mengatur alat tangkap gillnet hanya sebatas pada

ukuran panjang tali ris ≤ 500 - 2.500 m dan mesh

size yang berukuran ≥ 1,5 inci. Peraturan tersebut

tercantum pada Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Republik Indonesia Nomor

Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)

11

71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan

Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di

Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik

Indonesia. Walaupun gillnet merupakan alat

tangkap yang direkomendasikan oleh pemerintah

namun gillnet milenium memiliki hasil tangkapan

yang beragam mulai dari jenis hingga ukuran ikan

yang tertangkap. Hal tersebut jika tidak dikelola

dan dikontrol dengan baik akan mengakibatkan

masalah terhadap pengelolaan perikanan

berkelanjutan. Konda (1966) menyatakan bahwa

kisaran ukuran ikan yang tertangkap oleh suatu

mata jaring dapat diprediksi berdasarkan

hubungan antara panjang dan keliling badan ikan.

Ikan akan lolos melewati mata jaring karena

keliling maksimum badan ikan (maximum girth)

lebih kecil dari keliling mata jaring (mesh

perimeter).

Persepsi nelayan belum tentu sama di

kalangan pemilik modal (nelayan juragan),

nakhoda, dan anak buah kapal (nelayan buruh

atau pekerja). Menurut Wiyono (2009), orientasi

nelayan pemilik memberikan penilaian yang

berbeda dengan nelayan ABK dan nahkoda. Hal

ini tidak lepas oleh berbagai macam faktor, salah

satu diantaranya adalah faktor ekonomi,

pengetahuan, dan pengawasan (Ernita 2016).

Sosialisasi dianggap penting untuk dilakukan

pemerintah dalam mengetahui persepsi

dikalangan nelayan, yaitu sosialisasi peraturan

perundanganundangan yang berlaku, yang

disertai dengan himbauan atau ajakan untuk

mematuhi aturan tersebut. Penyuluhan melalui

sosialisasi dapat meningkatkan kapasitas diri

nelayan, peningkatan kemampuan nelayan,

perbaikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap

nelayan (Amanah 2006).

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli di

Tempat Pendaratan Ikan Kuala Sorkam Kabupaten

Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Peta Lokasi

penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Tempat Pendaratan Ikan Kuala Sorkam

Objek penelitian yang digunakan pada

penelitian ini adalah nelayan gillnet yang terdapat

di TPI Kuala Sorkam sebagai narasumber, nelayan

tersebut dibedakan menjadi nelayan pemelik,

nakhoda dan anak buah kapal. Peralatan yang

digunakan pada penelitian ini adalah perangkat

pengumpul data, alat komunikasi dan laptop.

Data yang dikumpulkan mencakup: (1)

Metode mengoperasikan Gill net, (2) pengetahuan

nelayan tentang konsep keberlanjutan perikanan

tangkap. Pengumpulan data sebagian besar

dilakukan dengan wawancara menggunakan

kuesioner sedangkan sejumlah jenis data seperti

data produksi hasil tangkapan gillnet diperoleh

dari instansi terkait. Wawancara menggunakan

kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data

tentang spesifikasi unit penangkapan ikan yang

mengoperasikan gillnet, persepsi nelayan terhadap

ukuran ikan yang ditangkap, persepsi nelayan

terhadap konsep legal size, dan tindakan nelayan

Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)

12

serta alasannya. Kuesioner yang digunakan terdiri

dari pertanyaan terbuka dan tertutup. Responden

yang diwawancarai terdapat sejumlah 30

responden meliputi 6 nelayan pemilik kapal, 6

nelayan nakhoda, dan 18 nelayan ABK.

Sebagaimana Bailey (1987) menyatakan bahwa

untuk penelitian yang menggunakan analisis data

statistik, ukuran sampel paling minimum adalah

30 sampel.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Metode Pengoperasian Gill Net

Alat tangkap gill net di operasikan pada

malam hari dengan memiliki posisi yang dapat

dilettakan pada permukaan, kolom, maupun dasar

perairan. Ketika melakukan pengoperasian

penangkapan kondisi cuaca langit sedang terang

dan terdapat bulan, maka jaring di turunkan ke

dasar perairan. Namun jika langit gelap dan tidak

berbulan, maka jaring di naikkan ke kolom

perairan. Nelayan yang mengoperasikan alat

tangkap Gill Net di Kuala Sorkam memiliki

ukuran < 10 GT biasa akan bergerak di sore hari

kemudian pulang dan mendaratkan hasil

tangkapan di pagi hari.

Proses pengoperasian alat tangkap Gill Net

memiliki empat tahap yaitu menentukan lokasi

penangkapan (fishing gound), pemasangan jaring,

penarikan jaring, dan proses terakhir yaitu

pemindahan hasil tangkapan ke dalam palka.

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan

pemasangan jaring adalah 40 menit, sedangkan

lama perendaman alat tangkap Gill Net yaitu 3-5

jam perendaman.

3.2. Nelayan Gill Net

Nelayan gill net dapat dibagi menjadi tiga

jenis berdasarkan perannya yaitu nelayan

pemilik/juragan, nelayan nakhoda, dan nelayan

ABK. Nelayan Gill Net di Kuala Sorkam sebagian

besar berprofesi sebagai nelayan penih, dimana

perkerjaan yang dilakukan hanya sebagaian saja

dan tidak sa,a jumlahnya pada setiap kapal. Kapal

yang memiliki ukuran < 10 GT biasanya

dioperasikan oleh 1-4 orang, kapal berukuran 10-

30 GT sebanyak 5-8 orang, untuk kapal berukuran

> 30 GT biasanya di operasikan 8-12 orang, kapal

pemilik berukuran <10 GT memiliki peran

sekaligus sebagai nakhoda dan mengoperasikan

kapalnya seorang diri dadn sebagaian dibantu

oleh 2-3 orang ABK. Sedangkan pemilik kapal >

30GT biasanya tidak mengikuti operasi

penangkapan dan hanya sesekali mengunjungi

kapalnya untuk melakukan pengecekan. Umur

nelayan responden di TPI Kuala Sorkam berkisar

antara 29-70 tahun. Nelayan pemilik rata-rata

berusia 41-50 tahun sedangkan nelayan nakhoda

dan nelayan ABK ratarata berusia 31-40 tahun.

Tingkat pendidikan nelayan masih rendah, rata-

rata hanya mencapai SD dan SMP, namun terdapat

nelayan yang mencapai tingkat perguruan tinggi

yaitu nelayan yang berprofesi sebagai nelayan

pemilik.

Nelayan gill net di Kuala Sorkam

mengunakan sistem bagi hasil untuk upah atau

pendapatan yang didapatkan. Nelayan yang

bekerja di kapal berukuran < 20 GT menggunakan

perbandingan 5:5, dimana bagian sebesar 50%

untuk pemiliki kapal dan 50 % untuk buruh,

sedangkan nelayan yang bekerja ukuran > 20 GT

menggunakan perbandingan 6:4 dimana 60%

merupakan bagaian untuk pemilik kapal dan 40%

dibagi rata untuk buruh, terkecuali nakhoda yang

mendapatkan 2 kali lebih besar dibandingkan

buruh. Sistem bagi hasil yang didapatkan oleh

nelayan sudah dipotong dengan segala keperluan

aktivitas penangkapan seperti perbekalan dan

perbaikan alat. Aristaking (2012) menyatakan hasil

penjualan pada hasil tangkapan akan memiliki

retribusi yang di kurangi dengan jumlah biaya

BBM dan biaya perbekalan.

3.3. Hasil Tangkapan

Jumlah ikan yang didaratkan oleh kapal

penangkapan ikan gill net di Kuala Sorkam selama

melakukan penelitian terdiri dari jenis ikan

diantaranya adalah sebagai berikut ikan tinggiri

(Scomberamau Corommerson), ikan manyung

(Arius thalassinus), ikan kwee (Caranx Ignobilis),

ikan selar kuning (Selaroides leptolepis), ikan

kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma),

ikan gulamah (J. trachycephalus), ikan campuran

untuk lebih lengkapnya bisa dilihat pada

Gambar 2.

3.4 Persepsi Nelayan

Sikap atau persepsi yang menunjukan hal

positif dinyatakan besar nelayan terhadap

pertanyaan bahwa ikan yang dilindungi oleh

peraturan pemerintah sebaiknya diloloskan dan

tidak dapat di perjual belikan. Nelayan memiliki

alasan untuk setuju dengan pertanyaan tersebut.

Selain karena alasan tidak ingin berurusan dengan

hukum, nelayan menanggap bahwa spesies ikan

yang dilindungi tidak memiliki nilai jual dan jika

dibawah pulang hanya akan mengganggu aktivitas

Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)

13

nelayan saat di atas kapal serta memenuhi palka

kapal. Alasan tersebut mempengaruhi nelayan

yang denga tidak sengaja menangkap spesies ikan

yang dilindungi akan membuangnya kembali

kelaut.

Gambar 2. Komposisi hasil tangkapan ikan jaring Gill Net di Kuala Sorkam

Sikap negatif dinyatakan oleh sebagian

besar nelayan terhadap pernyataan ikan yang

belum layak tangkap seharusnya diloloskan serta

ikan yang belum layak tangkap namun ditangkap

secara terus menerus akan menyebabkan habisnya

ikan di laut. Nelayan beranggapan bahwa

keberadaan ikan di laut saat ini masih banyak dan

tidak akan habis saat ini. Selain itu, nelayan juga

tidak mengetahui jika ikan tersebut sudah layak

tangkap atau belum, karena alat tangkap Gill Net

yang digunakan oleh nelayan merupakan alat

tangkap yang tidak menargetkan pada suatu

spesies dan suatu ukuran tertentu sehingga jika

terdapat ikan-ikan muda yang terjerat pada jaring

nelayan, ikan tersebut akan tetap dijual karena

sebagian besar ikan yang telah terjerat sudah

dalam keadaan mati dan tidak mungkin untuk

dilemparkan kembali kelaut (Tabel 1)

Tabel 1. Jumlah Responden yang Memberikan Jawaban Benar Tentang Persepsi Terkait

Perikanan Berkelanjutan

Pertanyaan S N TS

1. Alat tangkap yang dioperasikan seharusnya hanya

alat tangkap yang ramah lingkungan

2. Jika saya diberikan kebebasan dalam memilih alat

tangkap saya akan memilih alat tangkap saya akan

memilih alat tangkap ramah lingkungan

3. Ikan yang belum layak tangkap namun ditangkap

secara terus menerus akan menyebabkan habisnya

ikan di laut

4. Ukuran ikan belum layak tangkap seharusnya

diloloskan

5. Ikan yang dilindungi yang tertangkap sebaiknya di

loloskan

6. Ikan yang dilindungi peraturan pemerintah tidak

dapat diperjual belikan

7. Peraturan pemerintah mengenai konsep legal size

membantu dalam mencapai pengelolaan perikanan

yang berkelanjutan

12 12 6

15 11 4

4 5 21

8 7 15

20 7 3

20 10 0

8 8 14

Keterangan : S: setuju, N: Netral: TS: Tidak Setuju

Menurut Iqbal (2017), persepsi

dipengaruhi oleh beberapa faktor didalam suatu

sistem itu sendiri dan faktor yang berasal dari luar

diri dan faktor lingkungan. Nelayan yang

memiliki sikap atau persepsi negatif tersebut tidak

hanya dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan

pengetahuan yang rendah, tetapi dipengaruhi oleh

faktor lingkungan yang mengakibatkan jika

terdapat harga dan nilai jual dari spesies ikan yang

tertangkap, maka nelayan akan tetap menjualnya.

Nelayan juga beragapan negatif terhadap

pertanyaan jika suatu saat nanti terdapat peraturan

pemerintah yang menerapkan larangan terhadap

penangkapan ikan dengan ukuran tertantu. Hal

tersebut dianggap memberatkan para nelayan,

terutama nelayan kalangan buruh yang khawatir

karena pendapatannya semakin berkurang jika

peraturan tersebut di terapkan.

Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)

14

Tabel 2. Tabel Respon Terhadap Persepsi

Kategori persepsi Interval Jumlah Responden Porsi (%)

Rendah < 12 5 14%

Sedang 12-16 16 56%

Tinggi >16 9 30%

Total 30 100%

Sumardi (1997) menyatakan bahwa tindakan

seseorang terhadap keberadaan suatu objek, dalam

hal ini keberadaan sumberdaya ikan dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu faktor individu baik

dari dalam maupun dari luar. Faktor individu

meliputi keadaan seseorang terdiri dari status

sosial, ekonomi, dan budaya. Sedangkan yang

berasal dari faktor luar meliputi segala sesuatu

yang ada disekitarnya yang mampu

mempengaruhi seseorang untuk berperan

terhadap suatukegiatan tertentu, seperti

masyarakat dan kebijakan pemerintah.

Faktor-faktor yang dirasa sangat

berpengaruh di kalangan nelayan Gill Net yaitu

faktor sosial dan faktor ekonomi. Faktor sosial

yang dimaksud adalah lingkup pergaulan.

Lingkup pergaulan nelayan (pemilik, nakhkoda,

dan ABK) cenderung sama, yaitu hanya disekitar

darmaga dan di laut (Ernita 2016). Sehingga pola

pikir dan cara pandang mereka terhadap suatu

masalah juga cenderung sama. Faktor ekonomi

mendasari nelayan di berbagai tindakan yang

dilakukan. Nelayan Gill Net di TPI Kuala Sorkam

merupakan nelayan penuh yang berarti mereka

hanya mengandalkan profesi mereka sebagai

nelayan. Jika hasil tangkapan yang didapatkan

hanya sedikit dan tidak memenuhi target, maka

nelayan tidak dapat membeli kebutuhan sehari-

hari untuk keluarga dan untuk pergi melaut.

Menurut Yusuf (2015), tingkat kesejahteraan

nelayan yang rendah menyebabkan mereka

memiliki pemikiran untuk mendapatkan hasil

tangkapan yang lebih instan, meskipun melanggar

peraturan yang berlaku.

IV. PENUTUP

Proses pengoperasian alat tangkap gill net

memiliki empat tahap yaitu menentukan lokasi

penangkapan (fishing gound), pemasangan jaring,

penarikan jaring, dan proses terakhir yaitu

pemindahan hasil tangkapan ke dalam palka.

Persepsi nelayan Gill net di TPI Kuala Sorkam

secara umum masuk kategori “sedang” lebih dari

50% nelayan dalam kategori tersebut mencoba

mematuhi peraturan yang ada namun pengetahuan

nelayan terhadap ukuran ikan layak tangkap

masih kurang.

UCAPAN TERIMA KASIH.

Pada kesemapatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih banyak terhadap

Yayasan Matauli yang telah memberikan bantuan

dana penelitian dan Bapak Ketua Sekolah Tinggi

Perikanan dan Kelautan Matauli yaiut Dr. Ir. Joko

Samiaji. M.Sc dan beserta Tim peneliti.

REFERENSI

Amanah S. 2006. Penyuluhan Perikanan: Perubahan Berencana bagi Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal

Penyuluhan. 2(4):62-69.

Aristaking W. 2012. Optimasi Teknis Perikanan Gillnet Millenium di Desa Karangsong, Kabupaten

Indramayu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bailey KD. 1987. Methods of Social Research. London (UK): Free Press.

Ernita M. 2016. Persepsi Nelayan Pancing Tonda Terhadap Perikanan yang Bertanggung Jawab di

Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Iqbal A. 2017. Sosial ekonomi dan persepsi masyarakat terhadap program Fire Free Village (FFV) PT

RAPP, Riau [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)

15

Konda M. 1966. Studies on the Optimum Mesh of Salmon Gillnet. Faculty of Fisheries Hokkaido

University. 14: 88p.

Martasuganda S. 2002. Teknologi Penangkapan Jaring Insang. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Menteri Kelautan dan Perikanan RI. 2016. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

56/PERMEN-KP/2016 tentang Larangan Penangkapan 28 dan/atau Pengeluaran Lobster

(Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp).

Wiyono ES. 2009. Persepsi Nelayan terhadap Sumberdaya Perikanan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian

dan Agribisnis. 9(3):330-334.

Sumardi S. 1997. Peranan Nilai Budaya Daerah dalam Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup di Daerah

Istimewa Yogyakarta. Dirjen Kebudayaan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Yusuf NP. 2015. Tinjauan Kriminologi terhadap Kejahatan Penangkapan Ikan Secara Illegal (Illegal

Fishing) oleh Nelayan (Studi kasus di Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2011-2014)

[skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.