Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
OPEN ACCES
Vol. 14 No. 1: 10-15 Mei 2021
Peer-Reviewed
AGRIKAN
Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072)
URL: https: https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/
DOI: 10.29239/j.agrikan.14.1.10-15
Pandangan Persepsi Nelayan terhadap Ikan Layak Tangkap di Tempat Pendaratan Ikan Kuala Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi
Sumatera Utara
(View Fishermen's Perception of Fish Worth Catching at The Fish Landing Site Kuala Sorkam Central Tapanuli Regency North Sumatra Province)
Irwan Limbong1, Fitri Ariani1 dan Rosmasita1
1 Dosen Program studi Teknologi Penangkapan Ikan, Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Matauli, Pandan,
Indonesia, Email : [email protected]; [email protected]; [email protected]
Info Artikel:
Diterima : 06 Des. 2020
Disetujui : 17 Feb. 2021
Dipublikasi : 18 Feb. 2021
Artikel Penelitian
Keyword:
Perception, Gill Net, Kuala
Sorkam
Korespondensi:
Irwan Limbong
Sekolah Tinggi Perikanan dan
Kelautan Matauli, Pandan-
Indonesia
Email:
Copyright© Mei
2021 AGRIKAN
Abstrak. Alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Tapanuli Tengah didominasi oleh alat tangkap jaring
insang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli di Tempat Pendaratan Ikan Kuala Sorkam Kabupaten
Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Objek penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah nelayan gillnet
yang terdapat di TPI Kuala Sorkam sebagai narasumber, nelayan tersebut dibedakan menjadi nelayan pemelik,
nakhoda dan anak buah kapal. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah perangkat pengumpul
data, alat komunikasi dan laptop. Proses pengoperasian alat tangkap Gill Net memiliki empat tahap yaitu
menentukan lokasi penangkapan (fishing gound), pemasangan jaring, penarikan jaring, dan proses terakhir
yaitu pemindahan hasil tangkapan ke dalam palka. Persepsi nelayan Gill Net di TPI Kualla Sorkam secara
umum masuk kategori “sedang” lebih dari 50% nelayan dalam kategori tersebut mencoba mematuhi peraturan
yang ada namun pengetahuan nelayan terhadap ukuran ikan layak tangkap masih kurang
Abstract. The fishing equipment used in Central Tapanuli Regency is dominated by gill net fishing
equipment. This research was conducted in July at the Fish Landing Site Kuala Sorkam Central Tapanuli
Regency, North Sumatra. The research object used in this research is gillnet fishermen located in TPI Kuala
Sorkam as resource persons, the fishermen are distinguished into fishermen, skippers and crew. The equipment
used in this research is data collection devices, communication devices and laptops. The operation process of
Gill Net fishing equipment has four stages, namely determining the location of fishing gound, net installation,
net withdrawal, and the final process of moving the catch into the hold. Perception of Gill Net fishermen in TPI
Kualla Sorkam generally fall into the "medium" category more than 50% of fishermen in that category try to
comply with existing regulations but fishermen's knowledge of the size of fish worth catching is still lacking
I. PENDAHULUAN
Alat tangkap yang digunakan di Kabupaten
Tapanuli Tengah didominasi dengan alat tangkap
jaring insang. Menurut Martasuganda (2002),
jaring insang atau yang biasa disebut dengan
gillnet adalah salah satu jenis alat tangkap ikan
berbahan jaring yang memiliki bentuk empat
persegi panjang dimana ukuran mata jarring (mesh
size) sama, jumlah mata jaring ke arah horizontal
(mesh length/ML) jauh lebih banyak dari jumlah
mata jaring ke arah vertikal (mesh depth/MD).
Gillnet dipilih sebagai alat tangkap yang
direkomendasikan oleh pemerintah karena gillnet
merupakan salah satu alat tangkap yang ramah
lingkungan dan dapat meningkatkan hasil
tangkapan.
Kegiatan penangkapan ikan saat ini sudah
banyak yang menggunakan alat tangkap yang
ramah lingkungan dan memperhatikan kelestarian
sumber daya yang ada, walaupun begitu masih
banyak terjadinya penangkapan ikan yang
berlebih (overfishing) pada suatu perairan.
Fenomena overfishing juga akan menyebabkan
banyaknya hasil tangkapan undersize yang
mengakibatkan harga jual ikan yang rendah bagi
nelayan. Selain overfishing, nelayan juga kerap
menangkap ikan/organisme yang bukan sasaran
penangkapan (non-target species), termasuk jenis
ikan yang dilindungi oleh peraturan perundang-
undangan atau jenis ikan yang terancam punah.
Peraturan mengenai ketentuan ukuran ikan
layak tangkap (legal size) pada alat tangkap gillnet
belum diterapkan. Hingga saat ini kebijakan yang
mengatur alat tangkap gillnet hanya sebatas pada
ukuran panjang tali ris ≤ 500 - 2.500 m dan mesh
size yang berukuran ≥ 1,5 inci. Peraturan tersebut
tercantum pada Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
11
71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan
Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia. Walaupun gillnet merupakan alat
tangkap yang direkomendasikan oleh pemerintah
namun gillnet milenium memiliki hasil tangkapan
yang beragam mulai dari jenis hingga ukuran ikan
yang tertangkap. Hal tersebut jika tidak dikelola
dan dikontrol dengan baik akan mengakibatkan
masalah terhadap pengelolaan perikanan
berkelanjutan. Konda (1966) menyatakan bahwa
kisaran ukuran ikan yang tertangkap oleh suatu
mata jaring dapat diprediksi berdasarkan
hubungan antara panjang dan keliling badan ikan.
Ikan akan lolos melewati mata jaring karena
keliling maksimum badan ikan (maximum girth)
lebih kecil dari keliling mata jaring (mesh
perimeter).
Persepsi nelayan belum tentu sama di
kalangan pemilik modal (nelayan juragan),
nakhoda, dan anak buah kapal (nelayan buruh
atau pekerja). Menurut Wiyono (2009), orientasi
nelayan pemilik memberikan penilaian yang
berbeda dengan nelayan ABK dan nahkoda. Hal
ini tidak lepas oleh berbagai macam faktor, salah
satu diantaranya adalah faktor ekonomi,
pengetahuan, dan pengawasan (Ernita 2016).
Sosialisasi dianggap penting untuk dilakukan
pemerintah dalam mengetahui persepsi
dikalangan nelayan, yaitu sosialisasi peraturan
perundanganundangan yang berlaku, yang
disertai dengan himbauan atau ajakan untuk
mematuhi aturan tersebut. Penyuluhan melalui
sosialisasi dapat meningkatkan kapasitas diri
nelayan, peningkatan kemampuan nelayan,
perbaikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
nelayan (Amanah 2006).
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli di
Tempat Pendaratan Ikan Kuala Sorkam Kabupaten
Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Peta Lokasi
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi Penelitian di Tempat Pendaratan Ikan Kuala Sorkam
Objek penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah nelayan gillnet yang terdapat
di TPI Kuala Sorkam sebagai narasumber, nelayan
tersebut dibedakan menjadi nelayan pemelik,
nakhoda dan anak buah kapal. Peralatan yang
digunakan pada penelitian ini adalah perangkat
pengumpul data, alat komunikasi dan laptop.
Data yang dikumpulkan mencakup: (1)
Metode mengoperasikan Gill net, (2) pengetahuan
nelayan tentang konsep keberlanjutan perikanan
tangkap. Pengumpulan data sebagian besar
dilakukan dengan wawancara menggunakan
kuesioner sedangkan sejumlah jenis data seperti
data produksi hasil tangkapan gillnet diperoleh
dari instansi terkait. Wawancara menggunakan
kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data
tentang spesifikasi unit penangkapan ikan yang
mengoperasikan gillnet, persepsi nelayan terhadap
ukuran ikan yang ditangkap, persepsi nelayan
terhadap konsep legal size, dan tindakan nelayan
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
12
serta alasannya. Kuesioner yang digunakan terdiri
dari pertanyaan terbuka dan tertutup. Responden
yang diwawancarai terdapat sejumlah 30
responden meliputi 6 nelayan pemilik kapal, 6
nelayan nakhoda, dan 18 nelayan ABK.
Sebagaimana Bailey (1987) menyatakan bahwa
untuk penelitian yang menggunakan analisis data
statistik, ukuran sampel paling minimum adalah
30 sampel.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Metode Pengoperasian Gill Net
Alat tangkap gill net di operasikan pada
malam hari dengan memiliki posisi yang dapat
dilettakan pada permukaan, kolom, maupun dasar
perairan. Ketika melakukan pengoperasian
penangkapan kondisi cuaca langit sedang terang
dan terdapat bulan, maka jaring di turunkan ke
dasar perairan. Namun jika langit gelap dan tidak
berbulan, maka jaring di naikkan ke kolom
perairan. Nelayan yang mengoperasikan alat
tangkap Gill Net di Kuala Sorkam memiliki
ukuran < 10 GT biasa akan bergerak di sore hari
kemudian pulang dan mendaratkan hasil
tangkapan di pagi hari.
Proses pengoperasian alat tangkap Gill Net
memiliki empat tahap yaitu menentukan lokasi
penangkapan (fishing gound), pemasangan jaring,
penarikan jaring, dan proses terakhir yaitu
pemindahan hasil tangkapan ke dalam palka.
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
pemasangan jaring adalah 40 menit, sedangkan
lama perendaman alat tangkap Gill Net yaitu 3-5
jam perendaman.
3.2. Nelayan Gill Net
Nelayan gill net dapat dibagi menjadi tiga
jenis berdasarkan perannya yaitu nelayan
pemilik/juragan, nelayan nakhoda, dan nelayan
ABK. Nelayan Gill Net di Kuala Sorkam sebagian
besar berprofesi sebagai nelayan penih, dimana
perkerjaan yang dilakukan hanya sebagaian saja
dan tidak sa,a jumlahnya pada setiap kapal. Kapal
yang memiliki ukuran < 10 GT biasanya
dioperasikan oleh 1-4 orang, kapal berukuran 10-
30 GT sebanyak 5-8 orang, untuk kapal berukuran
> 30 GT biasanya di operasikan 8-12 orang, kapal
pemilik berukuran <10 GT memiliki peran
sekaligus sebagai nakhoda dan mengoperasikan
kapalnya seorang diri dadn sebagaian dibantu
oleh 2-3 orang ABK. Sedangkan pemilik kapal >
30GT biasanya tidak mengikuti operasi
penangkapan dan hanya sesekali mengunjungi
kapalnya untuk melakukan pengecekan. Umur
nelayan responden di TPI Kuala Sorkam berkisar
antara 29-70 tahun. Nelayan pemilik rata-rata
berusia 41-50 tahun sedangkan nelayan nakhoda
dan nelayan ABK ratarata berusia 31-40 tahun.
Tingkat pendidikan nelayan masih rendah, rata-
rata hanya mencapai SD dan SMP, namun terdapat
nelayan yang mencapai tingkat perguruan tinggi
yaitu nelayan yang berprofesi sebagai nelayan
pemilik.
Nelayan gill net di Kuala Sorkam
mengunakan sistem bagi hasil untuk upah atau
pendapatan yang didapatkan. Nelayan yang
bekerja di kapal berukuran < 20 GT menggunakan
perbandingan 5:5, dimana bagian sebesar 50%
untuk pemiliki kapal dan 50 % untuk buruh,
sedangkan nelayan yang bekerja ukuran > 20 GT
menggunakan perbandingan 6:4 dimana 60%
merupakan bagaian untuk pemilik kapal dan 40%
dibagi rata untuk buruh, terkecuali nakhoda yang
mendapatkan 2 kali lebih besar dibandingkan
buruh. Sistem bagi hasil yang didapatkan oleh
nelayan sudah dipotong dengan segala keperluan
aktivitas penangkapan seperti perbekalan dan
perbaikan alat. Aristaking (2012) menyatakan hasil
penjualan pada hasil tangkapan akan memiliki
retribusi yang di kurangi dengan jumlah biaya
BBM dan biaya perbekalan.
3.3. Hasil Tangkapan
Jumlah ikan yang didaratkan oleh kapal
penangkapan ikan gill net di Kuala Sorkam selama
melakukan penelitian terdiri dari jenis ikan
diantaranya adalah sebagai berikut ikan tinggiri
(Scomberamau Corommerson), ikan manyung
(Arius thalassinus), ikan kwee (Caranx Ignobilis),
ikan selar kuning (Selaroides leptolepis), ikan
kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma),
ikan gulamah (J. trachycephalus), ikan campuran
untuk lebih lengkapnya bisa dilihat pada
Gambar 2.
3.4 Persepsi Nelayan
Sikap atau persepsi yang menunjukan hal
positif dinyatakan besar nelayan terhadap
pertanyaan bahwa ikan yang dilindungi oleh
peraturan pemerintah sebaiknya diloloskan dan
tidak dapat di perjual belikan. Nelayan memiliki
alasan untuk setuju dengan pertanyaan tersebut.
Selain karena alasan tidak ingin berurusan dengan
hukum, nelayan menanggap bahwa spesies ikan
yang dilindungi tidak memiliki nilai jual dan jika
dibawah pulang hanya akan mengganggu aktivitas
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
13
nelayan saat di atas kapal serta memenuhi palka
kapal. Alasan tersebut mempengaruhi nelayan
yang denga tidak sengaja menangkap spesies ikan
yang dilindungi akan membuangnya kembali
kelaut.
Gambar 2. Komposisi hasil tangkapan ikan jaring Gill Net di Kuala Sorkam
Sikap negatif dinyatakan oleh sebagian
besar nelayan terhadap pernyataan ikan yang
belum layak tangkap seharusnya diloloskan serta
ikan yang belum layak tangkap namun ditangkap
secara terus menerus akan menyebabkan habisnya
ikan di laut. Nelayan beranggapan bahwa
keberadaan ikan di laut saat ini masih banyak dan
tidak akan habis saat ini. Selain itu, nelayan juga
tidak mengetahui jika ikan tersebut sudah layak
tangkap atau belum, karena alat tangkap Gill Net
yang digunakan oleh nelayan merupakan alat
tangkap yang tidak menargetkan pada suatu
spesies dan suatu ukuran tertentu sehingga jika
terdapat ikan-ikan muda yang terjerat pada jaring
nelayan, ikan tersebut akan tetap dijual karena
sebagian besar ikan yang telah terjerat sudah
dalam keadaan mati dan tidak mungkin untuk
dilemparkan kembali kelaut (Tabel 1)
Tabel 1. Jumlah Responden yang Memberikan Jawaban Benar Tentang Persepsi Terkait
Perikanan Berkelanjutan
Pertanyaan S N TS
1. Alat tangkap yang dioperasikan seharusnya hanya
alat tangkap yang ramah lingkungan
2. Jika saya diberikan kebebasan dalam memilih alat
tangkap saya akan memilih alat tangkap saya akan
memilih alat tangkap ramah lingkungan
3. Ikan yang belum layak tangkap namun ditangkap
secara terus menerus akan menyebabkan habisnya
ikan di laut
4. Ukuran ikan belum layak tangkap seharusnya
diloloskan
5. Ikan yang dilindungi yang tertangkap sebaiknya di
loloskan
6. Ikan yang dilindungi peraturan pemerintah tidak
dapat diperjual belikan
7. Peraturan pemerintah mengenai konsep legal size
membantu dalam mencapai pengelolaan perikanan
yang berkelanjutan
12 12 6
15 11 4
4 5 21
8 7 15
20 7 3
20 10 0
8 8 14
Keterangan : S: setuju, N: Netral: TS: Tidak Setuju
Menurut Iqbal (2017), persepsi
dipengaruhi oleh beberapa faktor didalam suatu
sistem itu sendiri dan faktor yang berasal dari luar
diri dan faktor lingkungan. Nelayan yang
memiliki sikap atau persepsi negatif tersebut tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan
pengetahuan yang rendah, tetapi dipengaruhi oleh
faktor lingkungan yang mengakibatkan jika
terdapat harga dan nilai jual dari spesies ikan yang
tertangkap, maka nelayan akan tetap menjualnya.
Nelayan juga beragapan negatif terhadap
pertanyaan jika suatu saat nanti terdapat peraturan
pemerintah yang menerapkan larangan terhadap
penangkapan ikan dengan ukuran tertantu. Hal
tersebut dianggap memberatkan para nelayan,
terutama nelayan kalangan buruh yang khawatir
karena pendapatannya semakin berkurang jika
peraturan tersebut di terapkan.
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
14
Tabel 2. Tabel Respon Terhadap Persepsi
Kategori persepsi Interval Jumlah Responden Porsi (%)
Rendah < 12 5 14%
Sedang 12-16 16 56%
Tinggi >16 9 30%
Total 30 100%
Sumardi (1997) menyatakan bahwa tindakan
seseorang terhadap keberadaan suatu objek, dalam
hal ini keberadaan sumberdaya ikan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu faktor individu baik
dari dalam maupun dari luar. Faktor individu
meliputi keadaan seseorang terdiri dari status
sosial, ekonomi, dan budaya. Sedangkan yang
berasal dari faktor luar meliputi segala sesuatu
yang ada disekitarnya yang mampu
mempengaruhi seseorang untuk berperan
terhadap suatukegiatan tertentu, seperti
masyarakat dan kebijakan pemerintah.
Faktor-faktor yang dirasa sangat
berpengaruh di kalangan nelayan Gill Net yaitu
faktor sosial dan faktor ekonomi. Faktor sosial
yang dimaksud adalah lingkup pergaulan.
Lingkup pergaulan nelayan (pemilik, nakhkoda,
dan ABK) cenderung sama, yaitu hanya disekitar
darmaga dan di laut (Ernita 2016). Sehingga pola
pikir dan cara pandang mereka terhadap suatu
masalah juga cenderung sama. Faktor ekonomi
mendasari nelayan di berbagai tindakan yang
dilakukan. Nelayan Gill Net di TPI Kuala Sorkam
merupakan nelayan penuh yang berarti mereka
hanya mengandalkan profesi mereka sebagai
nelayan. Jika hasil tangkapan yang didapatkan
hanya sedikit dan tidak memenuhi target, maka
nelayan tidak dapat membeli kebutuhan sehari-
hari untuk keluarga dan untuk pergi melaut.
Menurut Yusuf (2015), tingkat kesejahteraan
nelayan yang rendah menyebabkan mereka
memiliki pemikiran untuk mendapatkan hasil
tangkapan yang lebih instan, meskipun melanggar
peraturan yang berlaku.
IV. PENUTUP
Proses pengoperasian alat tangkap gill net
memiliki empat tahap yaitu menentukan lokasi
penangkapan (fishing gound), pemasangan jaring,
penarikan jaring, dan proses terakhir yaitu
pemindahan hasil tangkapan ke dalam palka.
Persepsi nelayan Gill net di TPI Kuala Sorkam
secara umum masuk kategori “sedang” lebih dari
50% nelayan dalam kategori tersebut mencoba
mematuhi peraturan yang ada namun pengetahuan
nelayan terhadap ukuran ikan layak tangkap
masih kurang.
UCAPAN TERIMA KASIH.
Pada kesemapatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih banyak terhadap
Yayasan Matauli yang telah memberikan bantuan
dana penelitian dan Bapak Ketua Sekolah Tinggi
Perikanan dan Kelautan Matauli yaiut Dr. Ir. Joko
Samiaji. M.Sc dan beserta Tim peneliti.
REFERENSI
Amanah S. 2006. Penyuluhan Perikanan: Perubahan Berencana bagi Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal
Penyuluhan. 2(4):62-69.
Aristaking W. 2012. Optimasi Teknis Perikanan Gillnet Millenium di Desa Karangsong, Kabupaten
Indramayu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bailey KD. 1987. Methods of Social Research. London (UK): Free Press.
Ernita M. 2016. Persepsi Nelayan Pancing Tonda Terhadap Perikanan yang Bertanggung Jawab di
Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Iqbal A. 2017. Sosial ekonomi dan persepsi masyarakat terhadap program Fire Free Village (FFV) PT
RAPP, Riau [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
15
Konda M. 1966. Studies on the Optimum Mesh of Salmon Gillnet. Faculty of Fisheries Hokkaido
University. 14: 88p.
Martasuganda S. 2002. Teknologi Penangkapan Jaring Insang. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI. 2016. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
56/PERMEN-KP/2016 tentang Larangan Penangkapan 28 dan/atau Pengeluaran Lobster
(Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp).
Wiyono ES. 2009. Persepsi Nelayan terhadap Sumberdaya Perikanan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian
dan Agribisnis. 9(3):330-334.
Sumardi S. 1997. Peranan Nilai Budaya Daerah dalam Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dirjen Kebudayaan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Yusuf NP. 2015. Tinjauan Kriminologi terhadap Kejahatan Penangkapan Ikan Secara Illegal (Illegal
Fishing) oleh Nelayan (Studi kasus di Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2011-2014)
[skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.