21
ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) Ichwansyah Tampubolon Jurusan Dakwah STAIN Padang Sidempuan Jl. Ade Irma Suryani Nasution No.6 Padang Sidempuan 22726 Email: [email protected] Abstract: Orientation and Type of Modernization in Islam (A Study on Moslem Community Response). The aim of this article is to talk about the orientation of modernization and to describe the tipology of responses of ummah towards modernization in the Islamic world. Although modernization had always been a controversial issue in Islamic world, principally, there was no difference of spirit or orientation among Moslem community in order to optimize the understanding of divine doctrines and to contextualize it in all aspects of human life in modern Islamic world towards modernization. They have, however, variant responses to modernization. There were three mainstreams of responses in several varieties among Moslem community to modernization, such as revivalism-conservatism-puritanism; adaptive-reformism-liberalism, and radicalism-fundamentalism. Key words: orientation, type of modernization, responses, revivalism, reformism, radicalism Abstrak: Orientasi dan Corak Pembaruan dalam Islam (Kajian terhadap Respons Masyarakat Islam). Artikel ini membahas seputar orientasi modernisasi dan berupaya untuk menggambarkan tipologi tanggapan umat secara umum terhadap modernisasi di dunia Islam. Meskipun modernisasi merupakan isu yang diperdebatkan secara kontroversial di dunia Islam, para prinsipnya umat Islam tidak memiliki persoalan dalam aspek semangat dan orientasi dalam upaya mengoptimalkan pemahaman terhadap ajaran-ajaran kewahyuan dan berupaya mengkontekstualisasikannya dalam seluruh aspek kehidupan di dunia modern dalam rangka menghadapi modernisasi. Namun dalam perjalanannya, umat Islam memiliki tiga model tanggapan terhadap modernisasi dengan berbagai variannya masing-masing, yaitu: revivalis-konservatif-puritanistik, adaptif-reformis-liberalism, dan radikal-fundamentalism. Kata kunci: orientasi, corak pembaruan, respons, revivalisme, reformisme, radikalisme Pendahuluan Dunia Islam pada umumnya telah kehilangan kekuatannya di bidang politik, militer, dan budaya sejak abad ke-19 dan awal abad ke-20 dalam menghadapi kolonialisme dan imperialisme bangsa-bangsa Eropa yang beragama Kristen. Kenyataan itu mencapai titik kulminasi ketika kekuasaan kekaisaran Turki Usmani mengalami kemunduran demi kemunduran sehingga menyebabkan pergeseran dan subordinasi umat Islam dalam peta kekuatan dunia. Kekuasaan kerajaan-kerajaan Muslim di hampir seluruh penjuru dunia beralih ke tangan Eropa yang sejak berabad-abad sebelumnya telah melakukan misi perdagangan dan secara perlahan mengintervensi negeri-negeri Muslim secara politik-militer dengan didukung oleh propaganda teknologi dan modernisasi. Kenyataan ini sekaligus menjadi pembangkit kesadaran, inspirasi, dan instrospeksi umat Islam untuk mempertanyakan apakah keberhasilan kolonialisme dan emperialisme Barat disebabkan superioritas Barat atas Islam atau ada faktor lain yang menjadi penyebab utamanya. Dalam merespons hal ini umat Islam pada umumnya sepakat melakukan pembaruan. Namun, dalam perwujudannya sangat beragam seiring dengan keragaman paradigma pemikiran keagamaan yang dimiliki oleh komunitas Muslim di seluruh dunia. Di antara mereka ada yang berupaya mengadaptasi cita-cita Barat, mengadvokasi pemisahan agama dan politik, penolakan secara menyeluruh, dan melakukan perjuangan bersenjata melawan kekuatan Barat. 1 1 John L. Esposito, Islam: The Straight Path, (New York: Oxford University Press, 1998), h. 126-127. 13 |

ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM(KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM)

Ichwansyah TampubolonJurusan Dakwah STAIN Padang Sidempuan

Jl. Ade Irma Suryani Nasution No.6 Padang Sidempuan 22726Email: [email protected]

Abstract: Orientation and Type of Modernization in Islam (A Study on Moslem Community Response). The aimof this article is to talk about the orientation of modernization and to describe the tipology of responses ofummah towards modernization in the Islamic world. Although modernization had always been a controversialissue in Islamic world, principally, there was no difference of spirit or orientation among Moslem community inorder to optimize the understanding of divine doctrines and to contextualize it in all aspects of human life inmodern Islamic world towards modernization. They have, however, variant responses to modernization. Therewere three mainstreams of responses in several varieties among Moslem community to modernization, such asrevivalism-conservatism-puritanism; adaptive-reformism-liberalism, and radicalism-fundamentalism.

Key words: orientation, type of modernization, responses, revivalism, reformism, radicalism

Abstrak: Orientasi dan Corak Pembaruan dalam Islam (Kajian terhadap Respons Masyarakat Islam). Artikelini membahas seputar orientasi modernisasi dan berupaya untuk menggambarkan tipologi tanggapan umatsecara umum terhadap modernisasi di dunia Islam. Meskipun modernisasi merupakan isu yang diperdebatkansecara kontroversial di dunia Islam, para prinsipnya umat Islam tidak memiliki persoalan dalam aspek semangatdan orientasi dalam upaya mengoptimalkan pemahaman terhadap ajaran-ajaran kewahyuan dan berupayamengkontekstualisasikannya dalam seluruh aspek kehidupan di dunia modern dalam rangka menghadapimodernisasi. Namun dalam perjalanannya, umat Islam memiliki tiga model tanggapan terhadap modernisasidengan berbagai variannya masing-masing, yaitu: revivalis-konservatif-puritanistik, adaptif-reformis-liberalism,dan radikal-fundamentalism.

Kata kunci: orientasi, corak pembaruan, respons, revivalisme, reformisme, radikalisme

Pendahuluan

Dunia Islam pada umumnya telah kehilangankekuatannya di bidang politik, militer, dan budayasejak abad ke-19 dan awal abad ke-20 dalammenghadapi kolonialisme dan imperialismebangsa-bangsa Eropa yang beragama Kristen.Kenyataan itu mencapai titik kulminasi ketikakekuasaan kekaisaran Turki Usmani mengalamikemunduran demi kemunduran sehinggamenyebabkan pergeseran dan subordinasi umatIslam dalam peta kekuatan dunia. Kekuasaankerajaan-kerajaan Muslim di hampir seluruhpenjuru dunia beralih ke tangan Eropa yang sejakberabad-abad sebelumnya telah melakukan misiperdagangan dan secara perlahan mengintervensinegeri-negeri Muslim secara politik-militerdengan didukung oleh propaganda teknologidan modernisasi. Kenyataan ini sekaligus menjadi

pembangkit kesadaran, inspirasi, dan instrospeksiumat Islam untuk mempertanyakan apakahkeberhasilan kolonialisme dan emperialismeBarat disebabkan superioritas Barat atas Islamatau ada faktor lain yang menjadi penyebabutamanya. Dalam merespons hal ini umat Islampada umumnya sepakat melakukan pembaruan.Namun, dalam perwujudannya sangat beragamseiring dengan keragaman paradigma pemikirankeagamaan yang dimiliki oleh komunitasMuslim di seluruh dunia. Di antara mereka adayang berupaya mengadaptasi cita-cita Barat,mengadvokasi pemisahan agama dan politik,penolakan secara menyeluruh, dan melakukanperjuangan bersenjata melawan kekuatan Barat.1

1 John L. Esposito, Islam: The Straight Path, (New York:Oxford University Press, 1998), h. 126-127.

13 |

Page 2: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

Beragamnya respons umat Islam terhadappembaruan itu pada gilirannya melahirkansejumlah orientasi dan corak pembaruan dalamIslam.

Pengertian Pembaruan dalam Islam

Kalangan intelektual Muslim menggunakanberbagai istilah ketika menjelaskan seputarpembaruan dan bahkan mereka tidak jarangberkutat dalam polemik ketika mengguna-kan istilah itu. Dari sejumlah istilah yang adaseputar pembaruan, khususnya dalam konteksintelektualisme Islam di Indonesia, padaumumnya mereka menggunakan salah satudari istilah berikut ini secara bertukar pakai,yaitu: pembaruan, reformasi, modernisme, dantajdîd. Dari sejumlah istilah itu, tampaknya istilahpembaruan lebih sering digunakan oleh intelektualMuslim di Indonesia oleh karena dipandanglebih netral daripada istilah modernisme yangbernuansa westernisme,2 atau istilah tajdîd yangbernuansa arabisme.

Pembaruan sering diartikan secara ter-minologis sebagai segala usaha, berbentukpemikiran maupun gerakan, yang bertujuan untukmemperbaharui atau mengubah faham, adatistiadat, institusi-institusi dan lain sebagainya yangsudah dipandang tertinggal, untuk disesuaikandengan suasana dan semangat baru yang di-timbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuandan teknologi.3 Dalam hal ini, upaya pembaruanmencakup aspek pemahaman/pemikiran terhadapajaran Islam, ekspresi keberagamaan secara islami,budaya material keislaman, dan pola interaksisosial-politik keagamaan sesuai dengan tantangandan tuntutan perkembangan peradaban modern.Berkaitan dengan pembaruan di bidang pemikiran,dapat dimaknai sebagai upaya menafsir ulangteks-teks keagamaan dengan tafsiran barutanpa mengubah atau keluar dari substansiteks. Pembaruan di bidang pemikiran bisapula berarti memperbaharui ingatan orang

2 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam dariFundamentalisme, Modernisme Hingga Postmodernisme (Jakarta:Paramadina, 1996), h. xi.

3 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; SejarahPemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 11-12.

yang telah melupakan ajaran Islam yang benardengan memberikan penjelasan dan argumentasi-argumentasi baru sehingga meyakinkan orangyang sebelumnya ragu dan meluruskan kekeliruanatau kesalahpahaman mereka yang keliru dansalah paham.4 Jadi, pembaruan di bidang pe-mikiran tidak berorientasi untuk mengubahprinsip-prinsip agama, teks-teks atau pesan teks,sebab, ajaran Islam sudah final, absolut, sakral,dan tidak boleh ditambahi ataupun dikurangi(ghairu qâ bilin li al-niqâ s wa taghyîr). Sementarapembaruan di bidang gerakan berarti upayamengadopsi tata cara modern dan menggunakansarana/prasarana saintifik dan teknologi gunapengembangan dan peningkatan harkat/martabatkehidupan masyarakat Muslim di zaman kekiniandi berbagai bidang kehidupan.

Istilah pembaruan sering pula dipadankandengan istilah reformasi, modernisasi, dan tajdîddengan resonansi medan makna yang bervariasi.Istilah reformasi biasanya digunakan dalambidang teologi dan politik. Jika di bidang teologi,reformasi dimaknai sebagai upaya pemahamanbaru terhadap konsep-konsep lama tentangketuhanan, maka di bidang politik, reformasidimaknai sebagai upaya pembaruan sistem dankultur politik pemerintahan. Kemudian daripadaitu, istilah modernisasi mengandung cakupanmakna dan konteks yang sangat luas, meliputi:sejarah, filsafat, seni, politik, ekonomi, sosial,budaya, dan agama. Dari perspektif sejarah,modernisasi merujuk kepada konteks ruangdan waktu tertentu sebagaimana dialami olehmasyarakat Eropa Barat, seperti: Inggris, Belanda,Perancis Utara, dan Jerman Utara sekitar abadke-16 hingga abad ke-18. Masyarakat Eropa Baratketika itu mengalami revolusi politik dan revolusiindustri yang pada gilirannya melahirkan semangatpembaruan di bidang sistem pemerintahan,dari sistem kerajaan kepada sistem demokrasikonstitusional, kekuasaan berdasarkan hukum,dan prinsip kedaulatan bangsa-bangsa. Dalampada itu, revolusi industri di Inggris memberikanstimulus modernisasi di bidang ekonomi berupa

4 M. Quraish Shihab, Logika Agama, (Jakarta: LenteraHati, 2006), h. 63.

| 14

Page 3: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

Ichwansyah Tampubolon: Orientasi dan Corak Pembaruan dalam Islam

industrialisasi komoditas barang dan jasa olehtenaga kerja bebas di kawasan perkotaan,sehingga menyebabkan terjadinya urbanismedan model gaya hidup bercorak konsumeristik-kapitalistik.5

Kemudian daripada itu, secara filosofis-konseptual, modernisasi terbingkai dalamsejumlah konsep teoritis, di antaranya: per-tumbuhan ekonomi berkelanjutan, sekularisme,percampuran norma-norma westernisme dansekularisme, partisipasi politik masyarakat,demokratisasi, mobilitas sosial, transformasikepribadian, urbanisasi, profesionalisme kerjaberdasarkan prinsip efektivitas dan efisiensi,penerapan ilmu dan teknologi dalam prosesproduksi, antagonisme terpendam (latent) ataunyata (manifest) antara majikan dan buruh,ketimpangan dan ketidakadilan sosial, sistemekonomi liberal, pasar bebas, rasionalisasiobjektivikasi, budaya pop, dan lain-lain.6 Darisejumlah konsep teoritis tersebut, modernisasi

menggali lebih dalam prinsip-prinsip universalkewahyuan dan mengembangkannya secaralebih luas, lalu membuka baginya ruang dialogdengan peradaban modern guna memperolehkemaslahatan umum, pada umumnya dan gunamemajukan masyarakat Muslim di berbagai bidangkehidupan.

Selanjutnya, modernisasi sering pula di-padankan maknanya dengan istilah tajdîd, yangmemiliki arti sebagai berikut:

(a) menyesuaikan ajaran agama dengan kehidup-an kontemporer dengan cara menafsirkanajaran agama sesuai dengan perkembanganilmu pengetahuan serta kondisi sosial.8

(b) memperbaharui sesuatu yang telah usang,rusak atau kurang relevan, sehingga perluperemajaan.

(c) revivalisasi dan reaktualisasi petunjuk-petunjuk ilmiah dan amaliah yang dijelaskanoleh Alqur’an dan Sunnah serta pemahaman

9

dalam pengalaman dunia Barat pada gilirannyaterkristalisasi dalam empat fenomena penting,yaitu: sekularisme, kemajuan sains dan teknologi,demokratisasi, dan budaya pop.

Relatif berbeda dengan dunia Barat,modernisasi di dunia Islam7 dipahami sebagaiusaha menyelaraskan nilai-nilai Islam yangdifahami secara tekstual dan dipraktikkan secara

salaf.

Dalam konteks Muhammadiyah misalnya,istilah tajdîd sering digunakan dalam pengertianpembaruan. Muhammadiyah sebagai salah satuorganisasi pembaharu terbesar di Indonesia,menggunakan istilah tajdîd dalam kaitannyadengan persoalan ideologi (keyakinan hidup dancita-cita), garis perjuangan (khittah), amal usaha,

10

tradisional dalam kultur-keberagamaan untuk dan organisasi. Muhammadiyah memaknai tajdîd

kemudian disesuaikan dengan pemahamansecara kontekstual dan praktik baru secarafungsional bagi kemaslahatan umum gunamengisi dan mengikuti tuntutan kemajuan danperkembangan peradaban umat manusia zamankekinian, khususnya dalam persoalan-persoalansosial kemasyarakatan di berbagai bidang, seperti:interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi,pendidikan, dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk

sebagai sebuah upaya pemahaman kembali ajarandasar Islam dalam konteks kemodernan secaraaktual dan kontekstual dengan didasarkan atasprinsip-prinsip tauhid dan kemaslahatan umum.Dalam konteks keyakinan dan ideologi tajdîd yangdimaksudkan oleh Muhammadiyah mengambilbentuk puritanisme atau pemurnian akidah darisikap dan perilaku takhyul, bid`ah, churafat (biasadikenal dengan istilah TBC). Sementara tajdîd di

5 Keterangan lebih lanjut, F. Budi Hardiman, Filsafat ModernDari Machiavelli sampai Nietzsche, (Jakarta: PT Gramedia, 2007),h. 1-13. Bandingkan, Z. Kampf, On Modernism: The Prospects forLiterature and Freedom, (Cambridge: MIT Press, 1967), h. 5.

6 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern…, h. 13.7 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern…, h. 13. Bandingkan,

D. Lerner, “Modernization: Social Aspect”, dalam InternationalEncyclopedia of the Socials Sciences, ed. D. Sills, (New York:Macmillan and Free Press, 1968), h. 386.

8 Abu al-Hasan al-Nadwi, Al-Syûrâ Baina al-Fikrah al-Islâ miyah wa al-Fikrah al-Gharbiyyah, (Kairo: Maktabah al-Taqaddum, 1977), h. 71.

9 Bustami Muhammad Sa`id, Gerakan Pembaruan Agamaantara Modernisme dan Tajdiduddin, terj. Ibn Marjan danAbdurraman, (Bekasi: Wacana Lazuardi Amanah, 1995), h. 3.

10 Haedar Nashir, “Pengantar Memahami ManhajMuhammadiyah” dalam Imron Nasri, dkk. (Penghimpun),Manhaj Gerakan Muhammadiyah Ideologi, Khittah, dan Langkah,(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2009), h. xxi-xxii.

15 |

Page 4: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

bidang khittah, amal usaha, dan organisasi sertapersoalan-persoalan praktis muamalat lainnya,pada umumnya Muhammadiyah bersikap adaptif-pragmatis mengikuti semangat modernisasi atasdasar prinsip ijtihad guna mewujudkan kemajuandan kemaslahatan umat dan seluruh manusia dibawah sinaran ajaran Islam.11

Namun, sebahagian dari komunitas Muslimenggan menggunakan berbagai istilah yangberkonotasi dengan pembaruan sebagaimanayang dianut oleh kalangan konservatisme-ortodoks. Sebab, setiap upaya pembaruan ataumodernisasi, dalam pandangan mereka, tidak sajaakan menggusur keyakinan dan praktik-praktikkeagamaan yang dianggap sudah mapan, akantetapi juga dapat menyesatkan dan menggiringumat kepada sekularisme dan westernisme.Mereka sangat mengkhawatirkan bahwa jikaupaya-upaya pembaruan dilakukan di duniaIslam sebagaimana yang terjadi pada masa-masaawal modernisme Islam di Turki dan modernismeKristen di dunia Barat, maka dunia Islam akanmengalami pengalaman sejarah westernisme dansekularisme yang diyakini sangat bertentangandengan ajaran Alquran dan hadis serta dapatmengkikis tradisi salaf yang telah diwarisi berabad-abad tahun.12

Latar Belakang Pembaruan di Dunia Islam

Pembaruan dalam Islam yang telah ber-langsung sejak abad ke-13 hingga abad ke-19 itu,setidaknya, dilatarbelakangi oleh empat faktorutama, yaitu:

1. Keyakinan masyarakat Muslim terhadapsupremasi ajaran dasar Alquran dan hadis (al-islam ya`lû wa la yu`lâ `alaih) daripada ajaranyang lain. Keyakinan ini diikuti oleh semangat

11 Bandingkan Syamsul Anwar, “Manhaj Ijtihad/Tajdiddalam Muhammadiyah”, dalam Mifedwill Jandra dan M. SafarNasir (ed.), Tajdid Muhammadiyah untuk Pencerahan Peradaban,(Yogyakarta: MT-PPI PP Muhammadiyah dan UAD Press, 2005),

ijtihad untuk memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam kehidupanmasyarakat Muslim zaman modern.

2. Reaksi terhadap berbagai paham dan praktiktarekat yang ditengarai telah menggiringkeyakinan, pemahaman, sikap dan perilakumasyarakat Muslim ke arah fatalistik,sehingga mereka cenderung meminggirkandan menafikan partisipasi aktifnya dalammenjalankan dan mempelopori tugas-tugassosial-kemasyarakatan secara kreatif daninovatif.13

3. Reaksi terhadap hegemoni kolonialisme/kapitalisme Barat atas dunia Muslimdan kesadaran akan kemunduran danketertinggalan peradaban Islam zamanmodern dari peradaban Barat di sisi lain.Berkaitan dengan hal ini, dunia Islam zamanmodern tampaknya berkeinginan untukmenggali kembali memori sejarah kejayaanperadaban Islam klasik sebagaimana yangpernah dialami pada zaman Umayyah danAbbasiyah, atau setidak-tidaknya sebagaimanayang diperankan oleh tiga kerajaan Islamterakhir, yaitu: Dinasti Turki Usmani, DinastiSafawi di Persia, dan Dinasti Mughal diIndia,14 untuk dijadikan sebagai inspirasi bagiterwujudnya kemajuan umat Islam di zamankekinian.

4. Keinginan untuk merekonstruksi tatanankehidupan masyarakat Islam di zamanmodern secara sosio-moral dan sosio-etnikagar sesuai dengan atau setidak-tidaknyalebih mendekati cita Islam ideal.

Dilatarbelakangi oleh setidaknya keempatalasan itu, kalangan intelektual, para penguasa/raja-raja, elit militer, elit politik di dunia Muslimberusaha untuk melakukan pembaruan diberbagai bidang kehidupan agar peradabanmasyarakat Muslim zaman modern bisa setaradengan kemajuan masyarakat Barat. Di bidangpolitik, misalnya, muncul ide-ide reformatif

h. 63-81, terutama, h. 71-72. Fathurrahman Djamil, “TajdidMuhammadiyah Pada Seratus Tahun Pertama”, dalam MifedwillJandra dan M. Safar Nasir (ed.), Tajdid Muhammadiyah..., h. 83-106, terutama h. 87-88.

12 Bandingkan, Ibrahim A. Abu Rabi`, Intellectual Origin ofIslamic Resurgence in the Modern Arab World, (New York: StateUniversity of New York Press, 1996), h. 92-137.

13 M. Din Syamsuddin, “Mengapa Pembaruan Islam”,dalam Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, No. 1, vol. IV,tahun 1993, h. 68.

14 Bandingkan, Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikirandan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Jakarta: RajaGrafindo, 1995), h. 7.

| 16

Page 5: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

Ichwansyah Tampubolon: Orientasi dan Corak Pembaruan dalam Islam

ke arah pembagian kekuasaan, dari bentukpemerintahan monarkhi/khilafah menjadisistem pemerintahan demokratis/republik, darisistem negara agama menjadi negara bangsa(nation state). Di bidang militer, muncul ide-ide modernisasi alat-alat utama dan sistempertahanan (alutsista) negara. Di bidangpendidikan, muncul ide-ide pembaruan sistempendidikan, dari sistem pendidikan pesantren,madrasah, halaqah, dan zawiyah yang semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama menujusistem pendidikan modern berbentuk sekolah,institut, dan universitas yang mengkaji ilmu-ilmu kealaman, ilmu-ilmu sosial, dan humaniora,di samping ilmu-ilmu kegamaan. Di bidangkeagamaan, muncul pemahaman tauhid secarapuritan yang berjalan seiring dengan upaya-upayainovatif dan progressif di bidang kehidupanduniawi (muamalat). Hal itu dilakukan dengancara memperbaharui pemahaman keyakinanyang bercampur aduk secara adaptif-sinkretikdengan keyakinan agama lokal dan mengikispraktik-praktik kultur-keagamaan yang di-pandang berdimensi takhyul, bid`ah, khurafat,dan pesimistik. Lalu, menggantikannya dengansikap dan perilaku yang realistik-rasionalistikke arah kemajuan di berbagai bidang sosial-keagamaan, dan lain-lain.15

Tema Sentral Pembaruan di Dunia Islam:Respons dan Tipologi Pemahaman

Dalam konteks kekinian, pembaruan dalamIslam memiliki orientasi dan tema yang semakinkompleks seiring dengan perkembangan,dinamika, dan tantangan zaman yang bergumuldengan sejumlah keunikan tradisi Islam klasikselama berabad-abad. Tema sentral pembaruandalam Islam itu, tidak jarang pula mengalamipergeseran ke arah lebih praktis dan strategis

keagamaan khususnya dalam aspek pemurniankeyakinan tauhid dan praktik-praktik peribadatansebagaimana yang biasa dikenal dalam istilahtakhyul, khurafat, dan bid`ah, maka sejakabad ke-20, orientasi pembaruan dalam duniaIslam lebih ke arah kontekstualisasi nilai-nilaikeagamaan di berbagai bidang kehidupan modern.Adapun tema-tema pembaruan yang acap kalimuncul pada abad ke-20 di dunia Islam, bahkanhingga dewasa ini, biasanya berkenaan denganmasalah interrelasi wahyu dan akal, agama dannasionalisme, agama dan negara, hukum, sosial,ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, HakAzasi Manusia (HAM), keadilan sosial, dan lain-lain.16

Menyikapi berbagai tema sentral pembaruanitu, para intelektual Muslim tidak memilikikebulatan pandangan dan pemahaman sertapengaplikasiannya sangat beragam dalamkehidupan komunitas Muslim. Perbedaan itu tidakterlepas dari keragaman sudut pandang yangmereka gunakan dalam membingkai secara teoritispola hubungan antara dimensi normativitas agamadengan situasi dan kondisi masyarakat Muslimyang memiliki latar belakang kultur, demografi,geografi, sosial-politik, dan lain-lain yang sangatunik dan beragam. Menggambarkan fenomenaini, muncul banyak istilah yang dikemukakan olehpara sarjana berkaitan dengan corak pembaruandalam Islam. John Obert Voll menggunakanistilah pembaruan bercorak adaptasionistik-pragmatik, konservatif, fundamentalistik, danindividualistik. Di samping itu, ia juga terkadangmenggunakan kategori sekulerisasi/ westernisasidan revivalisme.17 Lalu, terdapat pula sejumlahkategori teoritik menyangkut corak pembaruandalam Islam atau yang hubungan dengan responsterhadap pembaruan dalam Islam, di antaranyaseperti: radikal, salafi, puritan, formalistik,

dalam kaitannya dengan persoalan politik, sosial,16 Ibrahim M. Abu Rabi`, Contemporary Arab Thought:ilmu pengetahuan, hukum, ekonomi, dan lain-

lain. Jika pada era sebelum abad ke-20 temasentral pembaruan dalam Islam lebih berorientasipada upaya menghidupkan kembali nilai-nilai

15 Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan,1995), h. 147.

Studies in Post-1967 Arab Intellectual History, (London: PlutoPress, 2004), khususnya Bab I dan II. Bandingkan M. AminRais, “Kata Pengantar”, dalam John J. Donohue dan John L.Esposito, Islam dan Pembaharuan Ensiklopedi Masalah-Masalah,terj. Machnun Husain, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 1995), h.xii-xv.

17 John Obert Voll, Politik Islam Kelangsungan dan Pe-rubahan di Dunia Modern, terj. Ajat Sudrajat, (Yogyakarta:Titian Ilahi Press, 1997), h. 54-56, 140.

17 |

Page 6: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

tekstual; moderat, reformis, akomodatif, pribumi,tradisional, neo-modernism; inklusif, liberal,substantif, modernis, kontekstual, dan lain-lain.18

Jadi, orientasi dan tipologi pembaruan dalamIslam itu sangat pluralistik. Sekalipun demikian,berbagai orientasi dan tipologi tersebut tidakmesti dimaknai dengan sudut pandang “kacamata kuda”, sebab di antaranya terdapat “titik-titik singgung” sebagaimana diuraikan sebagaiberikut ini: 19

a. Pembaruan Bercorak Revivalistik-Konservatif-PuritanistikPembaruan bercorak revivalistik-konservatif-

puritanistik berorientasi untuk menghidupkankembali dan melestarikan pola keyakinan,pemahaman, dan praktik-praktik kehidupankeberagamaan secara puritan bersumber dariajaran Alqur’an dan Sunnah serta tradisi generasiMuslim terdahulu (salaf). Sementara corakkeyakinan, pemahaman, dan praktik-praktikkehidupan Muslim zaman kemunduran Islam,dalam pandangan pendukung aliran revivalistik-puritanistik ini, harus ditinggalkan oleh karenajauh menyimpang dan bahkan tidak konsistenmemegang teguh ajaran Islam. Pemahamanakidah dan pengamalan praktik-praktik ritual/ibadah mereka, dipandang oleh kalanganrevivalis-konservatif-puritanistik, telah tercemaridan bercampur-aduk secara sinkretik denganunsur-unsur dari luar Islam. Misalnya, pemahamanteologis dan praktik-praktik kultusisme terhadaptokoh-tokoh kharismatik tertentu (seperti wali,ulama, raja, dll.) dan diyakini dapat dijadikansebagai media perantara (wasilah) dalam ber-komunikasi dengan Allah. Dalam pandangankalangan revivalis-konservatif-puritanistik, ke-yakinan dan praktik keberagamaan seperti iniberasal dari budaya lokal pra-Islam, sarat dengan

18 Bandingkan, Ahmad Jainuri, “Landasan TeologisGerakan Pembaruan Islam, dalam Jurnal Ilmu dan KebudayaanUlumul Qur’an, No. 3, Vol. VI, Tahun 1995, h. 38. R. William Liddle,“Skriptulisme Media Dakwah: Suatu Bentuk Pemikiran danAksi Politik Islam di Indonesia Masa Orde Baru”, dalam Mark R.Wood (ed.), Jalan Islam Memetakan Paradigma Mutakhir IslamIndonesia, terj. Ihsan Ali Fauzi, (Bandung: Mizan, 1999), h. 304.

19 Bandingkan, Youssef M. Choueiri, Islamic Fundamentalism,h. 47. John Obert Voll., Politik Islam..., h. 140

tradisi Hindu/Budha, ordo-ordo tarekat, dan lain-lain yang bernuansa kemusyrikan. Orientasinyatidak lebih dari sekedar upaya untuk mencaritempat pelarian diri dari berbagai persoalanhidup secara pesimistik guna mencari ketenanganbatin.

Dalam pandangan kalangan revivalis-konservatif-puritanistik, fenomena degradasiberagama seperti itu merupakan bukti nyatabahwa sebagian komunitas Muslim tidak siapbersikap mandiri dan kritis dalam beragama.Mereka tidak bisa mengembangkan nalarnyadalam memahami ajaran dasar Islam, termasukuntuk menangani berbagai masalah kehidupanberdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi.Sebab, bagi mereka pintu ijtihad sudah tertutupdan satu-satunya tempat mengadu secara taklidi(taken for granted) adalah pendapat para ulamatradisional terlepas hal itu memiliki relevansi dankontribusi atau tidak bagi kemajuan umat zamankekinian. Bagi mereka, agama hanyalah mengurusipersoalan-persoalan ritual ibadah/spritualitas dankalaupun ada hubungannya dengan persoalanduniawi itu pun tidak lebih dari sekedar menjadialat legitimasi bagi kepentingan politik-kekuasaanpihak-pihak tertentu.

Situasi dan kondisi riil kehidupan masyarakatMuslim seperti itu, melatarbelakangi bangkit-nya gerakan pembaruan model revivalis-konservatif-puritanistik yang berorientasi untukmengembalikan kesadaran, keyakinan, dan pe-ngamalan umat Islam kepada ajaran dasar Islam.Dalam jargonnya, mereka menganjurkan agarumat kembali kepada Alqur’an dan Sunnah (al-ruju` ila kitabillah wa sunnah al-rasul), serta diiringioleh semangat ijtihad dalam rangka menjawabdan memecahkan persoalan-persoalan kehidupansehari-hari yang tidak ditemukan petunjuknyasecara jelas dan tegas dalam kedua sumber dasarajaran Islam itu. Artinya, di samping ajaran dasarAlqur’an dan hadis kalangan revivalis-pritanistikjuga menekankan pentingnya penggunaan akaldalam beragama daripada mengikuti tradisikeagamaan secara taken for granted. Hanyasaja, pemahaman kalangan revivalis-konservatif-puritanistik terhadap ayat-ayat Alqur’an dan hadisbersifat harfiah, kaku, hitam-putih, rigid, dan

| 18

Page 7: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

Ichwansyah Tampubolon: Orientasi dan Corak Pembaruan dalam Islam

tanpa kompromi, khususnya berkaitan denganpersoalan keyakinan akidah dan hukum syariatagama. Misalnya, terhadap ayat-ayat hukum,seperti: hukum potong tangan bagi pencuri atauhukuman cambuk/rajam bagi pezina, merekapahami semata-mata secara harfiah.20

Dalam catatan sejarah pembaruan di duniaIslam, Ibn Taymiyah (l.1263) sering ditahbiskansebagai pelopor pembaharu bercorak revivalis-konservatif-puritanistik. Ia melakukan kritiksecara tajam terhadap pemahaman sufistik,pemikiran filosofis-rasionalistik, dan pemikirankalam fatalistik. Dia juga menentang dengan keraspraktik-praktik ibadah model tarekat.

Pembaruan model Ibn Taymiyah itu padagilirannya menjadi prototipe, inspirasi, danbahkan mempengaruhi sejumlah pembaruandalam Islam pada masa-masa berikutnya denganberbagai variannya, sebagaimana banyak tersebardi Arab Saudi, India, dan Afrika. Di Arab Saudipada abad ke-18 M, muncul pemikiran dangerakan pemurnian (purifikasi) akidah dan praktikkeagamaan yang dipelopori oleh Muhammadibn Abdul Wahab (w.1792) dengan didukungsecara politik dan militer oleh Raja Ibn Saud.Pemikiran dan gerakan pembaruan ini, padagilirannya melahirkan kelompok Wahabiyah yangberupaya mengembalikan keyakinan dan praktikkeislaman secara murni, konsekuen, dan radikal.21

Di India, muncul tokoh pembaharu, seperti:Ahmad Sir Hindi (w.1625), Syah Waliullah al-Dahlawi (w.1762) yang berperan sebagai peloporgagasan pemurnian akidah sebagaimana yangterdapat pada masa Rasulullah saw. sahabat, danulama salaf.22 Namun, berkaitan dengan hal iniSyah Waliullah al-Dihlawi menempuh cara yangrelatif berbeda dengan gerakan Wahabi. Jikagerakan Wahabi sangat anti terhadap paham danpraktik tarekat-sufistik, maka Waliullah al-Dihlawitidak menolak praktik-praktik sufisme secarakeseluruhan. Ia berusaha mengassimilasi antara

20 Akbar S. Ahmed, Discovering Islam..., h. 313-314.21 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik..., h. 112, 113, 141.

ortodoksi sunnah dengan sufisme. Kemudiandaripada itu, ia juga memanfaatkan gerakantarekat-sufistik untuk tujuan pembaruan di bidangsosial, politik, dan ekonomi masyarakat Muslimdi benua India.23

Model pembaruan bercorak revivalistik-konservatif-puritanistik pada zaman pra-modernmulanya bersifat internal, lokal/regional, danbelum berinteraksi dengan peradaban duniaBarat modern. Gerakan ini muncul lebihdisebabkan oleh persoalan degradasi moralkeagamaan di lingkungan masyarakat Islamsendiri yang ditengarai telah mengalamikerusakan yang sangat serius. Mereka larut dalampraktik-praktik keberagamaan secara sinkretikdisebabkan pengaruh dari ajaran/praktik-praktiktarikat dan juga infiltrasi keyakinan dan budayalokal. Oleh karena itu, model pembaruan yangdilakukan lebih berorientasi pada pemurniankeyakinan dan pemahaman tauhid bahwa AllahSwt. sebagai satu-satunya yang berkuasa atassegala sesuatu di alam semesta. Manusia tidakboleh menyekutukan-Nya dengan makhluk,sehingga tidak ada alasan bagi manusia untukmenyerahkan hidupnya atau tunduk kepadasesamanya. Sebab, tempat berserah diri danketundukan hanyalah kepada Allah yang sekaligussebagai tujuan hidupnya.24 Konsekuensinya,praktik-praktik penghormatan yang berlebihan(kultusisme) kepada para tokoh agama dankecenderungan memposisikan mereka sebagaimedia perantara (wasilah) dalam berdoa kepadaAllah harus dihentikan, termasuk praktik-praktikkeagamaan lainnya yang dipandang tidak di-contohkan oleh Nabi Muhamad saw. Artinya,semua sikap dan perilaku keberagamaan yangtidak ditemukan legitimasinya dalam Alqur’andan hadis harus ditinggalkan, sebab dipandangsebagai perbuatan bid`ah. Dalam melancar-kan aksinya mereka kerap bertindak secaraekstrim dan anarkhis dalam upaya melakukanpembaruan di bidang pemahaman dan praktik-praktik keberagamaan. Mereka tidak segan-segan membubarkan perkumpulan-perkumpulan

22 Keterangan lebih lanjut, Syah Waliyullah al-Dihlawi,Hujjatullah al-Balighah (Argumen Puncak Allah) Kearifan danDimensi Batin Syariat, Penerjemah Nuruddin Hidayat dan C.Ramli Bihar Anwar, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005).

23 Syah Waliyullah al-Dihlawi, Hujjatullah al-Balighah…, h. 71.24 Akbar S. Ahmed, Living Islam, (Bandung: Mizan, 1997),

h. 172.

19 |

Page 8: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

tarekat, menghancurkan benda-benda ataupraktik-praktik ritualistik yang dianggap dapatmenggiring masyarakat kepada klenikisme dankultusisme (takhayyul, bid’ah, dan khurafat).Mereka tidak segan-segan menghancurkandan sekaligus meratakan batu-batu nisan/bangunan kuburan-kuburan para tokoh agamadan mengintimidasi masyarakat yang melaku-kan tradisi ziarah kubur untuk mengharapkeselamatan, rizki, dan berkah (tabarruk).Sebab, menurut mereka ajaran dan praktik-praktik seperti itu tidak berasal dari sunnahNabi, model ziarah kubur seperti itu merupakancerminan dari praktik kemusyrikan.25

Namun dalam perkembangannya pem-baruan model revivalistik-konservatif-puritanistiksebagaimana meluas di zaman modern jugamenggunakan jalur kekuasaan-politik dan militerguna melancarkan aksi pemurnian akidah danibadah itu secara efektif dan massif. Cara sepertiitu diidentikkan dengan jihad fisik di sampinguntuk membakar keyakinan dan loyalitas umat.Tampaknya, jalur kekuasaan politik dan militersengaja ditempuh agar cita-cita permunianajaran agama dapat diwujudkan dan dijaminkeberlangsungannya. Cara seperti itu dipeloporioleh Muhammad ibn Abdul Wahab yang padagilirannya mendirikan kelompok Wahabiyyah yangdibantu secara politik dan militer oleh kerajaanIbn Saud sehingga pengaruhnya menyebar keseluruh penjuru wilayah Arab dan dunia non-Arab.26 Di Afghanistan, misalnya, muncul SayyidAhmad al-Brelvi atau Ahmad Syahid (1786-1831)yang mengobarkan jihad untuk memurnikanIslam dari pengaruh budaya lokal, Hindu, danShikh. Dia juga berupaya mendirikan negaraIslam di wilayah Afghanistan. Namun, usahanyamendirikan negara itu tidak berumur panjangoleh karena tidak memperoleh dukungan yangcukup solid dari masyarakat suku. Negara itukemundian hancur akibat terjadinya peperangandengan kaum Sikh di Balakot.27 Gerakan Padri di

25 Akbar S. Ahmed, Living Islam, h. 304.26 Muhammad Asad, Road to Mecca. Penerjemah Fuad

Hashem, (Bandung: Mizan, 2004), h. 297-301.

Sumatera Barat, Tarekat Sanusiah di Afrika Utara,Usman Dan Fodio (1754-1817) di Nigeria jugamenggunakan cara-cara militer dalam menegak-kan ajaran Islam murni dengan melancarkanideologi perang jihad melawan penguasa lokalyang dipandang telah berlaku zalim dan me-nyeleweng dari ajaran Islam murni. Akan tetapi,uniknya, dalam kasus pergerakan Usman DanFodio, di samping memproklamasikan gerakanIslam murni, mendirikan Kekhalifahan Sokoto(namun usianya sangat sebentar), konon ia jugamenyakini ajaran Mahdi`isme atau Mesianisme.28

b. Pembaruan Bercorak Adaptif-Reformistik-LiberalPembaruan dalam Islam bercorak reformistik

yang muncul sejak akhir abad ke-19, padaprinsipnya memiliki ideologi dan cita-cita idealyang relatif sama dengan kelompok konservatif-revivalistik, yaitu berupaya mengembalikanmodel dan praktik kehidupan ideal masyarakatMuslim zaman kenabian di era kekinian. Merekaberupaya mempertahankan nilai, norma, danperilaku yang memiliki dasar atau contoh padamasa kenabian. Mereka memandang ajaran dasarIslam bersifat tetap dan tidak terpengaruhpada perubahan zaman. Mereka menjadikanIslam ideal zaman kenabian sebagai prototipeatau cetak biru (blue print) dan inspirasi bagipengembangan pemikiran Islam zaman kekinian.Jika terdapat unsur yang tidak sesuai denganatau tidak ditemukan presedennya dalamsejarah Islam, umat Islam zaman kekinian wajibmembuangnya.

Namun, kalangan reformis juga tidak me-nafikan realitas dinamika dan perubahan zamansebagai sunnahtullah yang tidak mungkin dapatdiinkari, sehingga keyakinan dan sikap untukkembali sepenuhnya ke masa lalu secara ideal-puritanistik dipandang sebagai tindakan autopisdan tidak objektif. Mereka menyadari bahwaberbagai unsur tradisi lokal dan kultur antarbangsapenganut agama Islam dapat berassimilasi danbahkan bersinkretisasi dengan tradisi kenabian,baik dalam formulasi model lama (the old fashion)

27 Akbar S. Ahmed, Living Islam, h. 21. Azyumardi Azra,Pergolakan Politik, h. 113. 28 Tarmizi Taher, “Anatomi Radikalisme…”, h. 15.

| 20

Page 9: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

Ichwansyah Tampubolon: Orientasi dan Corak Pembaruan dalam Islam

“tempo doeloe” maupun dalam bentuk inovatifzaman kekinian. Hal itu tidak terlepas daripenyebaran penganut ajaran Islam di seluruhdunia dalam waktu yang cukup lama. Dalampada itu, tantangan dan hambatan yang dihadapioleh umat Islam di berbagai penjuru dunia puntidaklah sama. Namun, kalangan reformis dalamhal ini mengadopsi unsur-unsur lain di luar Islamyang sifatnya positif-konstruktif dan menentangunsur-unsur yang bersifat negatif-destruktif.Artinya, pembaruan bercorak reformistik bersifatadaptasionistik-pragmatik terhadap pemikiran danteknik-teknik modern dalam rangka menciptakanmodel pemerintahan dan bahkan gerakankeagamaan.29

Kemudian daripada itu, menyikapi semboyan“pintu ijtihad telah ditutup dan pentingnyabersikap taklid”, kalangan reformis menentangnyadengan keras. Bagi mereka ijtihad pentingdilakukan dan dapat dibenarkan dalam upayamengikuti dinamika perkembangan dan tuntutanzaman ke arah yang lebih berkemajuan, khususnyaberkaitan dengan persoalan kehidupan sosialkemasyarakatan (muamalat), selama hal itu tidakmenyimpang dari tujuan dan nilai-nilai ajarandasar Alqur’an dan hadis.

Kemudian daripada itu, kalangan reformislebih memilih jalur kultural dan cara-cara damaidalam melancarkan pembaruannya daripadajalur politik dan kekuatan militer. Merekamenonjolkan pendekatan secara damai danmenghindari terjadinya konflik/ kekerasan secaravertikal maupun horizontal. Pemikiran danpergerakan reformisme yang cenderung bercorak“jalan tengah“ ini berupaya memadukan danmenyelaraskan ajaran Islam dengan budayamodern secara harmonis-mutualistik. Meskipun,disadari dengan cara seperti itu perubahan akanterjadi secara perlahan, namun hal itu dipandanglebih arif dan bijaksana dalam upaya menegakkankembali ajaran dasar Alqur’an dan hadis dizaman kekinian. Model pembaruan reformistikini tampak dalam jejak langkah Jalaluddin al-Afghani (w.1897), Muhammad Abduh (1849-1905),

29 Bandingkan, John Obert Voll, Politik Islam Kelangsungan

Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935), SayyidAhmad Khan (1817-1898), Ahmad Dahlan (1868-1923), dan lain-lain. Mereka mengakomodasipemikiran-pemikiran baru yang berkembang dizaman modern dan menolak sikap rigid/pasifyang ditonjolkan oleh para ulama ortodoks.Bagi mereka, menegakkan nilai-nilai Islamtidak cukup hanya dengan cara menghadirkankembali warisan Islam (turas al-islami) masalalu, akan tetapi juga harus mempertimbangkandinamika perkembangan sosial, ekonomi, politik,pendidikan, dan lain-lain yang berkaitan denganhajat hidup keumatan dan kemanusiaan. Olehsebab itu, ketika melakukan penafsiran terhadapajaran dasar Alquran dan hadis, mereka tidaksemata-mata menggunakan metode tekstual-harfiah, akan tetapi juga mengedepankanmetode kontekstual-ta`wil dalam rangka men-capai keselarasan antara perintah/laranganajaran agama dan tuntutan zaman. Dalampandangan mereka, sekalipun tidak pernahditemui rujukannya pada masa kerasulan, tidakberarti kemajuan peradaban modern seluruh-nya bertentangan dengan semangat dan ajaranIslam,. Konsep demokrasi misalnya, merekamensejajarkannya dengan prinsip musyawarah(syura) dan ijma`.30 Demikian pula halnya,ketika menyikapi dan merespons persoalansistem organisasi, birokrasi, dan representasidalam kepemimpinan zaman modern, merekadapat menerima dan menerapkannya dalamsistem kepemimpinan politik di dunia Islam.Termasuk pula budaya modern dalam bidang ilmupengetahuan dan teknologi dipandang sesuaiatau tidak bertentangan dengan ajaran Islam.Bahkan, dalam pandangan para pembaharubercorak reformis, negara-negara Barat (Eropamodern) dapat dijadikan sebagai kiblat dalamupaya pencapaian kemajuan peradaban yangdilatari oleh semangat dan kerja keras dalammenggali ilmu pengetahuan dan teknologi sertapenguasaan mereka di bidang ekonomi danpolitik. Negara-negara Barat modern, merekapandang sebagai tipikal masyarakat maju,terdidik, kaya, dan berperadaban. Sedangkan,

dan Perubahan di Dunia Modern, Penerjemah Ajat Sudrajat,(Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), h. 54-56. 30 John Obert Voll, Politik Islam…, h. 33

21 |

Page 10: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

masyarakat Muslim zaman modern dipandangsebagai masyarakat mundur, miskin, bodoh, danterbelakang. Masyarakat Eropa adalah sosokyang tampan, terdidik, beradab, dan menawan.Sedangkan masyarakat Muslim adalah kotor,miskin, dan tidak terpelajar.31

Atas dasar pandangan seperti itu, bagikalangan reformis kemajuan peradaban Eropazaman modern merupakan sumber inspirasidan memberikan dorongan yang sangat kuatbagi mereka untuk dapat mentransformasikan-nya dalam kehidupan masyarakat Muslim dihampir semua segi kehidupan. Artinya, merekaberkeinginan untuk menegakkan nilai-nilai Islamdalam formulasi pengalaman kemajuan peradab-an dunia Barat. Mereka berupaya mewujudkanatau membumikan nilai-nilai ajaran agama Islamdalam bentuknya yang modern dan maju. Bagimereka, kemajuan peradaban Barat itu hampirtidak ada yang bertentangan dengan ajaranIslam, kecuali dari aspek perbedaan keyakinandan ritual keagamaannya. Dalam hal ini, ber-kaitan dengan aspek pembaruan di bidangpemikiran teologis, misalnya, kalangan reformismendukung pemikiran-pemikiran Abduh yangkerap mengedepankan pandangan-pandanganMu`tazilah yang mendorong sikap dan perilakurasional-optimistik dalam berpikir, bersikap, danbertindak. Hal ini penting sebagai dasar bagiupaya umat menentukan masa depannya ke arahyang lebih berkemajuan secara dinamis. Di bidangpendidikan Islam, kalangan reformis menekankanperlunya rekonstruksi sistem pendidikan Islamdengan cara menyeimbangkan muatan kurikulumpendidikan berupa ilmu-ilmu kewahyuan danilmu-ilmu non-kewahyuan didukung oleh duniapers dan penerbitan. Hal ini dipandang sangatpenting bagi upaya pencerdasan umat secaraformal maupun informal. Di bidang politik, merekamencanangkan sebuah sistem pemerintahan Islamyang kuat dan bersatu berbentuk Pan-Islamisme.Sementara terhadap konsep nasionalisme Barat,fanatisme primordialistik, mereka menentangnyadengan keras oleh karena dipandang tidak sesuaidengan ajaran Islam.

31 John Obert Voll, Politik Islam…, h. 36-37

Dalam perjalanannya, oleh karena sifatnyayang terkesan “berlayar di atas dua perahu”gerakan reformisme ini menghadapi tantanganyang lebih kompleks dibandingkan pemikirandan gerakan revivalis. Di satu sisi, merekamenghadapi dilema ketika berupaya menirudan mengikuti kemajuan peradaban Barat dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi, namunpada saat yang sama mereka juga membencidan menentang hegemoni politik, ekonomi,dan militer bangsa-bangsa Barat. Di sisi lain,mereka juga menghadapi tuduhan dan bahkandicurigai sebagai antek-antek bangsa-bangsaEropa yang menjual idealisme keagamaan atasnama mengikuti perkembangan kemajuan zaman,khususnya oleh kalangan revivalis-ortodoksMuslim. Menghadapi kenyataan ini merekamemilih jalan pencerahan secara kultural melaluilembaga-lembaga pendidikan guna memperolehilmu pengetahuan dan teknologi sebagai syaratutama bagi tercapainya peradaban di duniamodern.

Pemikiran dan pergerakan kebangkitan Islambercorak reformisme ini memiliki pengaruh yangsangat luas di kalangan masyarakat Islam, sekali-pun para pelopor pemikiran dan pergerakannyatidak dapat merealisasikan agenda-agenda dikehidupan nyata. Namun, bila dibandingkandengan pemikiran dan pergerakan revivalismeIslam, corak reformisme itu relatif lebih tepatguna dan berhasil memodernisasi pola kehidupanumat Islam. Di Indonesia, misalnya, pemikiran danpergerakan kebangkitan keagamaan bercorakreformisme ini tampak dalam kiprah organisasiMuhammadiyah. Organisasi Islam modern yangterbesar di dunia ini, telah berhasil memobilisasikebangkitan umat setidaknya di dunia pendidikan,kesehatan, sosial, dan ekonomi. Secara sosio-kultural, organisasi yang didirikan oleh K.H. AhmadDahlan ini juga dipandang berhasil menampilkanwajah komunitas Muslim yang modern, terdidik,urban, demokratis, dan rasional.

c. Pembaruan Bercorak RadikalFundamentalistik

Pembaruan bercorak radikal-fundamentalistikdalam Islam muncul oleh karena kegagalan

| 22

Page 11: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

Ichwansyah Tampubolon: Orientasi dan Corak Pembaruan dalam Islam

pembaruan model revivalisme maupun reformisme.Dalam pandangan kelompok ini, strategi danpendekatan model pembaruan revivalis-konservatif-puritanistik terlalu lunak-tradisional, sementarastrategi dan pendekatan adaptif-reformistik-liberal dianggap terlalu “sinkretik” dan cenderungkooperatif dalam menyikapi dan menghadapihegemoni Barat. Kedua model pembaruan itudipandang tidak efektif dan tidak dapat diandalkanuntuk melahirkan kemajuan peradaban Islamkontemporer.

Pembaruan bercorak radikal-fundamentalistik,sebagaimana pembaruan model revivalistik-konservarif-pur itanistik, juga menekankankepatuhan secara totalitas terhadap ketentuan-ketentuan Alqur’an dan hadis dan tidak adakompromi sama sekali terhadap segala ajarandi luar kedua sumber ajaran Islam itu, baikberkaitan dengan upaya menjawab persoalan-persoalan duniawi maupun ukhrawi. Bedanya,jika pembaruan model revivalis-konservatif-puritanistik, dalam tataran tertentu, relatifrela membuka diri dan ruang bagi modernitasatau pihak non-Islam bagi upaya melakukanperubahan kepada kemajuan, maka kelompokradikal-fundamentalistik lebih cenderung menutupdiri dari pergaulan dengan pihak di luar Islamatau dengan pihak Islam yang tidak sependapatdengan mereka, tidak menginginkan bentuk kerjasama apapun dengan pihak-pihak lain, lebih seringmengkritik perubahan modernitas daripadamengadopsinya. Modernisme bagi mereka samadengan westernisme-sekularisme.

Oleh sebab itu, dalam pandangan sebagianpihak, kalangan radikal-fundamentalistik itumerupakan kelompok yang sangat anti terhadapmodernitas.32 Padahal, sesungguhnya kalanganradikalis tidak menolak modernitas secarakeseluruhan, mereka mengapresiasi kemajuanperadaban modern khususnya berkaitan denganilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan,mereka menggunakan fasilitas teknologi moderndemi mencapai tujuannya.33 Mereka hanya

32 Bruce B. Lawrence, Defenders of God, (New York:Harper & Raw Publishers, 1989), h.1-2

33 Steve Bruce, Fundamentalisme Pertautan SikapKeberagamaan dan Modernitas. Penerjemah Herbayu A.

tidak sepakat dengan ideologi yang berdiri dibelakang modernisme itu, seperti: sekularismedan materialisme.34 Bahkan, menurut mereka,dewasa ini kehidupan ala modernisme tidakhanya terjadi di dunia Barat, dalam kehidupanmasyakarat Muslim pun sistem praktik-praktikjahiliyyah modern telah diterapkan di berbagaibidang, meliputi: teologis, kultural, dan politik.Menurut mereka, secara teologis masyarakatMuslim zaman modern pada umumnya tidakmendasari kehidupannya pada ketentuan Allah.Secara kultural, masyarakat Muslim telah di-rasuki oleh ideologi materialisme, hedonisme,konsumerisme, Marxisme, kapitalisme, na-sionalisme, liberalisme, dan sekularisme. Atasdasar itu, kalangan radikalis-fundamentalistikmenolak semua tatanan kehidupan modern diberbagai bidang kehidupan. Di bidang politik,mereka menolak sistem negara bangsa (nationstate) oleh karena bertentangan dengan prinsipuniversalisme Islam. Demikian pula halnyaterhadap konsep demokrasi (kekuasaan di tanganrakyat), mereka tidak mengakuinya, oleh karenadiyakini hal itu bertentangan dengan konsepkekuasan Tuhan. Bagi mereka, negara seharusnyatidak didirikan untuk menyalurkan kehendakrakyat, akan tetapi untuk mewujudkan kehendakTuhan. Dalam pada itu, mereka menentangpemisahan antara agama dan politik. Selanjutnya,di bidang hukum, mereka memilih penerapanSyari’ah sebagai satu-satunya ketentuan hukumdalam mengelola dan mengatur kehidupanmasyarakat Muslim. Islam, bahkan diyakinimenyediakan seperangkat aturan tentang politik,ekonomi, budaya, dan sebagainya, sehinggaseluruh ideologi dan pemikiran non-Islam tidakdiakui. Bahkan, wilayah-wilayah yang didiamioleh kelompok-kelompok yang tidak seideologidengan mereka, dikategorikan sebagai zonaperang (dar al-harb).35

Di samping melakukan penolakan ataubahkan perlawanan terhadap modernisme Barat,

Noerlambang, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 2134 Mark Juergensmeyer, The New Cold War? Religious

Nationalism Confronts the Secular State, (Berkeley, Universityof California Press, 1993), h. 35-39.

35 Khamami Zada, Islam Radikal Pergulatan Ormas-OrmasIslam Garis Keras di Indonesia, (Jakarta: Teraju, 2002), h.59.

23 |

Page 12: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

kelompok ini juga berupaya mengganti tatanantersebut dengan bentuk tatanan lain dan berbedasecara total. Selanjutnya, mereka sangat militandalam berkeyakinan bahwa ideologi dan programyang mereka milikilah yang paling sempurna danbenar, sedangkan sistem lain mereka pandangnonsens.36 Guna mewujudkannya, jika dipandangperlu mereka siap mengadakan perlawanan,khususnya terhadap kelompok yang mengancameksistensi atau identitas mereka. Mereka akanberjuang untuk (fight for) menegakkan cita-citakelompoknya atas dasar nilai-nilai tertentu (fightwith) yang bersumber dari masa lalu atau hasilkonstruksi baru. Mereka siap untuk melawan(fight against) kelompok lain yang dipandangsebagai musuh oleh karena penyimpangan yangmereka lakukan. Bahkan, mereka tidak jarangmengatasnamakan Tuhan atau ideologi-ideologitertentu untuk keperluan perjuangan (fightunder).37 Oleh karena itu, antara kelompok radikaldan fundamentalis tampak adanya kemiripan-kemiripan.

Secara ringkas, radikal-fundamentalistikIslam memiliki beberapa prinsip sebagai berikut.Pertama, Alqur`an dan hadis merupakan pedomansatu-satunya dalam mengatur seluruh bentukaktivitas dan struktur lembaga kehidupan ma-syarakat. Kedua, menegakkan kekuasaan dankedaulatan Allah dalam kehidupan sehari-harimerupakan kewajiban. Ketiga, Allah merupakanHakim segala bentuk/nilai perbuatan kebaikandan keburukan, kebenaran dan kesalahanyang dilakukan oleh manusia. Keempat, perlumewujudkan ajaran agama dalam setiap aspekkehidupan dengan mengacu kepada masa lampau(masyarakat Makkah dan Madinah pada abad ke-7). Doktrin ini biasa disebut dengan istilah prinsiphakimiyyah. Berdasarkan keyakinan ini, Islamdijadikan sebagai ideologi yang self-sufficient,dan memperlakukannya sebagai pembeda darikelompok lain. Bahkan, kelompok lain yang tidak

seperti itu, mereka posisikan sebagai musuh ataulawan tanding untuk tidak mengatakan sebagaiorang kafir.38

Pemikiran dan ideologi radikal-fundamentalistikseperti itu dipelopori oleh Abul A`la al-Maududi(l.1903), Sayyid Qutb, Hasan al-Banna, an-Nadwi,dan lain-lain. Dalam bentuk pergerakan, Islamberorientasi radikalisme terlembagakan di sejumlahorganisasi, seperti: al-Ikhwan al-Muslimun, Jamaahal-Islamiyah (FIS), Gerakan Jihad, Revolusi NegaraIslam Syiah di Iran, Front Pembela Islam, Hizbal-Tahrir, Majelis Mujahidin, KISDI, Laskar Jihad,dan lain-lain. Pembaruan berpola radikalisme itukemudian tersebar luas secara trans-nasional diwilayah-wilayah Muslim secara trans-nasional.

Oleh karena itu, pemahaman ideologiskeislaman, sikap dan perilaku keberagamaankalangan radikalistik-fundamentalik Muslimsangat militan, fanatik, radikal, kaku, dantekstual. Sedangkan terhadap kelompok lain,mereka bersikap dan berperilaku sangat antipati,reaktif, menentang, dan non-kompromi, terutamaterhadap setiap penguasa (Muslim maupun non-Muslim) yang kooperatif dengan bangsa asing(non-Muslim). Bagi kalangan radikalis, khususnyapascakemerdekaan, pembaruan dalam Islam harusmenggunakan pendekatan politik. Pembaruanharus dimulai dari pihak elit dan penguasa(“reislamisasi dari atas”), oleh karena merekamemiliki dominasi dan monopoli kekuasaan,sehingga lebih efektif untuk memobilisasimasyarakat. Pembaruan model ini tumbuh suburdan berkembang di negara Iran, Pakistan, danSudan. Manakala para penguasa tidak berinisiatifdan tidak kooperatif melakukan pembaruandari atas (“reislamisasi dari atas”), kalanganradikalistik-fundamentalistik Muslim menjadi pihakyang berdiri di garda terdepan menentang rezimyang sedang berkuasa, sebagaimana tampakdalam sejarah revolusi Islam Iran, Libanon, negaraIslam Pakistan, dan Sudan di zaman modern.39

mengikuti atau tidak sejalan dengan ideologi38 John L. Esposito, Islamic Threat, Myth or Reality? (New

36 Horce M. Kallen, “Radicalism” dalam Edwin R.A.Seligman, Encyclopedia of The Social Sciences, (New York: TheMacmillan Company, 1972), Vol. XIII-XIV, h. 51-54.

37 Marty E. Martin dan R. Scott Appleby, “Introduction”dalam Fundamentalism Observer, (Chicago: University ofChicago Press, 1993).

York and Oxford: Oxford University Press, 1992), h. 69. TarmiziTaher, “Anatomi Radikalisme Keagamaan dalam SejarahIslam”, dalam Bahtiar Effendy dan Hendro Prasetyo (ed.),Radikalisme Agama, (Jakarta: PPIM-IAIN, 1998), h. 1-44. SteveBruce, Fundamentalisme Pertautan..., h. 18-21.

39 Tarmizi Taher, “Anatomi Radikalisme…”, h. 34. Steve

| 24

Page 13: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

Ichwansyah Tampubolon: Orientasi dan Corak Pembaruan dalam Islam

Revolusi Islam Iran, sesungguhnya merupa-kan pertarungan politik antara kalanganmullah (ulama) dengan penguasa Shah RezaPahlevi. Kalangan mullah menentang kebijakanpenguasa ketika itu yang berusaha melakukanmodernisasi secara besar-besaran dalam aspeksosial, pendidikan, dan kebudayaan masyarakatIslam Iran. Di samping itu, keberadaan dan posisimullah yang secara turun-temurun merupakanbagian dari sistem sosial masyarakat IslamIran tidak begitu diakomodasi dalam sistempemerintahan modern model nation state Barat.Bahkan, pemerintah juga bersikap keras terhadapkalangan oposisi yang sebagian besar didukungdan dipimpin oleh para mullah. Oleh karenaitu, meskipun Reza Pahlevi dipandang suksesmenjadikan negara Iran sebagai negara yangterkemuka ketika itu di kawasan Timur Tengah,namun kecenderungannya yang bersifat kebarat-baratan dan sekuler tidak diterima sepenuhnyaoleh rakyat. Situasi dan kondisi ini mendorongmunculnya gerakan radikalisme agama di Iranyang berpuncak pada terjadinya gerakan peoplepower dalam bentuk revolusi Islam Iran yangdipimpin oleh Ayatullah Khomeini, sehinggaberhasil menumbangkan rezim pemerintah.Berbeda dengan proses reislamisasi yangberlangsung di Iran, di mana kalangan mullahbergandengan tangan dengan masyarakatMuslim Syiah ketika menggulingkan pemerintah,reislamisasi di Pakistan dan Sudan kelompokradikal bekerja sama dengan pihak militer dalammelancarkan program-programnya. Para tokohradikalis mendukung kalangan militer yangdipimpin oleh Zia ul-Haq untuk menggulingkanrezim sekuler Zulfikar Ali Bhutto di Pakistan.Sementara di Sudan, gerakan radikalisme Islammasuk dalam kekuasaan ketika proses reislamisasitelah berjalan lama.40

Ditinjau dari perspektif sejarah, munculnyapemahaman, sikap, dan perilaku radikal-fundamentalistik dalam Islam tidak terlepas daribeberapa faktor. Pertama, kondisi psikologisumat yang terjajah dan tertinggal di bawah

Bruce, Fundamentalisme Pertautan..., h. 55-90.40 Tarmizi Taher, “Anatomi Radikalisme…”, h. 44.

hegemoni sosial-politik kolonialisme danimperialisme Barat yang beragama non-Muslim.Oleh karena itu, muncul keinginan umat Islamdi seluruh penjuru dunia untuk melawan danmemerdekakan diri dari penjajahan bangsa-bangsa non-Muslim itu. Konsekuensinya, satu-satunya jalan yang harus ditempuh adalahmelalui perjuangan fisik dan militer atas dasarsemangat jihad mengusir penjajah yang diklaimsebagai kelompok kafir.

Kedua, kekecewaan terhadap para penguasadan kegagalan dalam memperjuangkan aspirasipolitik untuk menegakkan negara Islam. Padaumumnya, setelah memperoleh kemerdekaan,kelompok radikal berkeinginan mendirikan negaraIslam bukan meniru model negara bangsa (nationstate) ala Barat. Namun, mereka juga tidakjarang memperoleh kekecewaan dan kegagalandi bidang politik oleh karena pihak penguasasering tidak mengakomodasi keinginan politikmereka, sehingga tingkat ketidakpercayaanterhadap para penguasa sangat rendah. Di Mesirmisalnya, al-Ikhwan al-Muslimun mendukungsepenuhnya gerakan revolusi rakyat Mesir yangdipimpin oleh Gamal Abdul Nasser pada 1952untuk menumbangkan Anwar Sadat, penguasaMesir saat itu yang menjadi boneka Barat.Namun, setelah usaha itu berhasil dan Nasserkemudian dinobatkan menjadi presiden Mesir,aspirasi Ikhwan al-Muslimun untuk menjadikanIslam sebagai dasar negara tidak dihiraukan olehpenguasa. Akibatnya, Ikhwan al-Muslimun sangatanti dan tidak mau berkompromi dengan parapenguasa Mesir yang dipandang berkiblat dankooperatif dengan bangsa-bangsa Barat. Bahkan,dari kalangan mereka menjadi otak dan sekaligusdalang bagi pembunuhan Presiden Gamal AbdulNasser dan Presiden Anwar Sadat. Jamaah al-Islami di India, atas nama universalisme Islammenolak upaya pendirian negara Islam Pakistanyang dipelopori oleh Muhammad Ali Jinnah yangbersikap akomodatif terhadap ide-ide negarabangsa (nation state).41 Demikian pula halnya di

41 Ann Elizabeth Meyer, “The Fundamentalist Impact onLaw, Politics and Constitution,” in Iran, Pakistan, and the Sudan”dalam Marty dan R. Scott Appleby (ed.), Fundamentalism andthe State, Remaking Polities, Economies and Militance, (Chicago:

25 |

Page 14: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

wilayah-wilayah Muslim lainnya, seperti: Sudan,Aljazair, Irak, Suriah, Yordania, Sudan, Tunisia,Pakistan,dan Indonesia.42

Ketiga, pergulatan politik dengan kelompok-kelompok lain yang berideologi sekuler yangberkembang di negara-negara berpendudukMuslim. Maraknya kelompok Marxisme,Komunisme, dan Sosiolisme di wilayah-wilayahberpenduduk Muslim yang tidak jarang pulamengguncang kekuasaan penguasa Muslim turutmemantik sikap penolakan dan penentangansecara keras tanpa kompromi. Namun, ironisnyasikap militansi mereka itu sering kali menjadimodal dan keuntungan politik bagi para penguasa.Artinya, perjuangan politik mereka lebih banyakdimanfaatkan oleh para elit penguasa untukmencapai tujuan kelompoknya, sedangkankepentingan kalangan radikal sering kalidiabaikan.43

Keempat, kalangan radikal memandangbahwa ideologi pembaruan dalam Islam tidakcukup hanya pada tataran semboyan dan selogan.Kebangkitan Islam tidak cukup hanya denganmengumandangkan semangat “kembali kepadaAlqur’an dan hadis” (al-ruju` ila kitabillah wasunnatirrasul), atau semangat mencari sintesisantara nilai-nilai/tradisi Islam dengan kemajuanbudaya modern yang lebih baik (al-muhafazhahala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu al-jadid al-aslah), akan tetapi harus menjadikan Islamsebagai pedoman unggulan untuk semua urusandunia dan akhirat (al-islam ya`lu wa yu`la `alaih)secara total dan menyeluruh sepanjang masa.Sebaliknya, umat Islam tidak perlu meng-adopsi pemikiran atau meniru-niru budaya lain,terlebih-lebih budaya Barat, sebab meminjamkebudayaan Barat justru dapat membahayakandan memperlemah posisi masyarakat Muslimdaripada memajukan kehidupan umat di zamankekinian.44

Kelima, meluasnya pergolakan politik, krisisekonomi, dan dominasi budaya Barat di negara-

negara Muslim secara berkepanjangan, sehinggamenyebabkan munculnya titik jenuh militansi disebagian kalangan Islam radikal, seperti Ikhwanal-Muslimun untuk kemudian secara perlahan,dalam pandangan sebagian pihak, berubah kearah moderat. Menyikapi perubahan sikap danmilitansi itu, kelompok-kelompok yang semulabersimpati dan bahkan menjadi bagian darikelompok al-Ikhwan al-Muslimun, memutus-kan untuk meninggalkannya dan mendirikankelompok-kelompok sempalan baru yang jauhlebih radikal. Misalnya, kelompok al-Takfir waal-Hijrah, Kelompok Jihad, dan al-Jama`ah al-Islamiyah. Bagi kelompok-kelompok ini ajaranIslam merupakan harga mati yang tidak bolehditawar dan sedangkan tatanan sosial sekulerzaman modern wajib untuk ditolak. SyukriMustafa, seorang tokoh utama kelompok al-Takfir wa al-Hijrah, misalnya, berpandangan bahwasetiap dosa sama dengan kemusyrikan, seluruhajaran agama wajib ditaati secara utuh, kalautidak amalannya menjadi tidak berguna. Muslimyang tidak menyahuti ajakan untuk berjuang dijalan Allah adalah kafir. Oleh karena sudah kafir,ia pantas dibunuh. Mesjid tidak bisa dikategorikansebagai mesjid Allah (baitullâ h) kecuali semuaorang yang menggunakannya telah menjalankanajaran Islam secara totalitas. Demikian juga halnyaorganisasi al-Jamâ `ah al-Islâ miyah, merekatidak hanya menentang rezim Anwar Sadat danbahkan mengeluarkan fatwa hukuman mati bagipresiden Mesir itu. Organisasi ini bekerja samadengan kelompok jihad yang kemudian berhasilmengeksekusi mati Gamal Abdul Nasser presidensetelah Anwar Sadat.45

Sementara itu, dalam perspektif orientalis,isu-isu yang diperbincangkan oleh kalanganIslam radikal-fundamentalistik sesungguhnyamerupakan fenomena pemikiran modern yangtidak ditemui dalam khazanah Islam klasik.Misalnya, konsep negara Islam tidak dikenal padamasa klasik, konsep negara bangsa (nation state)misalnya, baru muncul dalam terminologi politik

The University of Chicago Press, 1993), h. 124.42 Khamami Zada, Islam Radikal..., h. 6143 Gilles Kepel, The Revenge of God, (Cambridge: The

Polity Press, 1994), h. 1844 Ibrahim A. Abu Rabi’, Intellectual Origin…, h. 137.

45 Abdel Azim Ramadan, “Fundamentalist Influence inEgypt: The Strategies of Muslim Brotherhood and the TakfirGroup”, dalam Martin E. Marty dan R. Scott Appleby (ed.),Fundamentalism Observer, h. 158-161.

| 26

Page 15: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

Ichwansyah Tampubolon: Orientasi dan Corak Pembaruan dalam Islam

masyarakat Muslim pada masa penjajahan dizaman modern. Demikian pula halnya konsepekonomi Islam belum pernah dikembangkandalam sejarah Islam klasik, akan tetapi barudiperdebatkan ketika umat Islam berhadapandengan konsep ekonomi modern. Oleh karenaitu, para sarjana Barat pada umumnya mengklaimbahwa kalangan radikalis pada dasarnya tidaksedang berusaha menegakkan kembali tatanansosial yang pernah ada dalam sejarah Islamklasik, akan tetapi berusaha merumuskantatanan dan solusi bagi kehidupan sosial danpolitik baru yang diformulasi dari ajaran-ajaranagama dalam rangka menghadapi tantangan dantuntutan perkembangan peradaban modern.46

Artinya, kalangan radikalis lebih mempersoalkantatanan nilai dalam kehidupan masyarakat Muslimzaman modern sebagaimana yang berlangsungdi negara-negara berpenduduk Islam daripadabentuk-bentuk institusi atau capaian-capaianmodernitas.

Dampak Pemikiran dan GerakanPembaruan terhadap KehidupanBeragama

Upaya pembaruan dalam Islam dalambentuk pemikiran dan pergerakan telah ber-dampak terhadap munculnya pandangan dunia(worldview), sikap, dan perilaku masyarakatMuslim di zaman kekinian secara beragam.Kalangan revivalis-konservatif-puritanistik danradikal-fundamentalistik yang cenderung meng-gunakan pola pikir deduktif-tekstual-skriptualdalam memaknai ajaran agama dalam kaitannyadengan persoalan-persoalan kehidupan muamalatduniawi akan mengalami kesulitan yang luarbiasa, khususnya ketika berhadapan denganperubahan dan perkembangan zaman modern.Mereka menjadi kurang begitu peduli terhadapisu-isu keagamaan yang bersifat kontekstual,aktual, dan faktual. Kalau pun dipaksakan,

sosial kemasyarakatan yang selalu berubah danberkembang dengan sangat cepat dan massif.47

Ringkasnya, sudut pandang yang cenderungpada penekanan finalitas, ketertutupan(closed system), ketetapan (stationary), dankeeksklusivan akan berdampak terhadap polapikir, sikap, dan perilaku yang picik, taklid, takenfor granted, bersikap eksklusif, fanatik, statusquo, radikal, dan bertindak secara emosional,tidak kreatif, fatalistik, anarkhis, terlebih-lebihbila berhubungan dengan upaya menjawabkompleksitas persoalan yang muncul dan ber-kembang di zaman kekinian.48 Paradigma berpikirdan bersikap seperti itu pada gilirannya akanbanyak memicu terjadinya konflik di kalanganumat beragama secara internal maupun eksternalatas nama agama atau atas nama membelaTuhan dan ranahnya tidak terbatas pada ruangwacana keagamaan, akan tetapi juga pada ruangkehidupan sosial kemasyarakatan.

Di pihak lain, pola pikir adaptif-reformis-liberalyang pada umumnya berpegang pada modelpemaknaan terhadap ayat-ayat Alqur’an dan teks-teks hadis secara allegoris (ta`wîl) dalam kaitannyadengan persoalan-persoalan kekinian, cenderungsama-sama menekankan sifat ketidakfinalansuatu pemikiran (open ended), keterbukaan(open system), kesedang- berprosesan (on goingprocess), kesedangpencarian bentuk (on goingformation), dan keinklusivan. Paradigma berpikirdan bersikap seperti ini menghindarkan se-seorang dari belenggu dan jebakan keberagama-an secara eksoteris-organisatoris. Akibatnya,sikap dan perilaku keberagamaan merekalebih mengedepankan inklusivitas, toleransi,dan substansi ajaran agama dalam kehidupansehari-hari daripada simbol-simbol dan kulturkeagamaan secara formalistik. Namun, tidakpula dapat dipungkiri bahwa model berpikirsecara reformis-liberal, akan mempertaruhkanstatus quo tradisi Islam dalam kaitannya dengan

sudut pandangnya kurang tajam dalam melihatdan mencermati fenomena alam, budaya, dan

46 Ira M. Lapidus, “Islamic Political Movement: Patternsof Historical Chage”, dalam Edmund Burke III dan Ira M.Lapidus, (ed.), Islam, Politics and Social Movements, (Berkeley:University of California Press, 1988), h. 3

47 Hasan Hanafi, Dirâsât Islamiyah, (Kairo: Maktabah al-Anjilu al-Misriyyah, t.th.), h. 393-415.

48 Bandingkan, Ismail Raji al-Faruqi, “Islamization ofKnowledge: Problems, Principles and Prospective,” dalamThe International Institute of Islamic Thought, Islam: Source andPurpose of Knowledge, (Herndon, Virginia, U.S.A.: IIIT, 1988), h.15-63, terutama h. 18-19

27 |

Page 16: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

dominasi kultur modern. Artinya, dominasi kulturmodern dapat saja mengikis atau meminggirkantradisi Islam yang telah dianut secara turun-temurun.

Dalam pada itu, keragaman sistem dan polapikir antara kelompok pembaharu seperti itutidak saja berdampak terhadap terbentuknyakelompok-kelompok keagamaan yang salingbergesekan atau berhadap-hadapan antara satudengan yang lain, akan tetapi juga berdampakterhadap munculnya sikap saling reaktif bercorakfanatisme mazhab. Dalam pandangan kelompokkelompok revivalis-konservatif-radikalistik dankelompok radikal-fundamentalistik, kelompokadaptif-reformis-liberal memperlakukan teks-tekskewahyuan secara tidak lazim, sulit dicerna, bid’ah,sesat, dan bahkan kufur.49 Oleh karena itu, merekaharus dihindari, dicurigai, dan bahkan dibunuh.Sebaliknya, kelompok kelompok adaptif-reformis-liberal memandang kelompok revivalis-puritanis-radikalistik dan kelompok radikal-fundamentalistikterlalu memaksakan keunggulan otoritas teks-tekskewahyuan atas penggunaan nalar manusia, sertatidak memperhatikan perkembangan kompleksitasdinamika dan problematika kehidupan umatmanusia zaman kekinian. Mereka memandangbahwa pemahaman, sikap, dan perilakurevivalis-puritanis-radikalistik seperti itu sangatkontraproduktif dengan upaya mewujudkanperkembangan dan kemajuan peradaban Islamdi zaman modern.

Akibatnya, antar kelompok masyarakatMuslim dengan berbagai orientasi dan modelpembaruan yang diusungnya itu tidak jarangterjebak dalam sikap dan perilaku saling kafirmengkafirkan, murtad-memurtadkan, sekuler-mensekulerkan, saling menghina dan mem-bodohkan. Artinya, potensi mereka menjaditerpecah-pecah, relatif tidak ada kerja samayang kuat, dan tidak fokus oleh karena kom-pleksnya persoalan yang mereka hadapi,sehingga sangat berpeluang melahirkan konflikdan keputusasaan. Fenomena konflik dan ke-putusasaan biasanya akan semakin tajam dan

49 M.T. Misbah Yazdi, Philosophical Introduction: AnIntroduction to Contemporary Islamic Philosophy, (New York:University of Binghamton, 1999), h. xv-xvi

massif ketika pemahaman, sikap, dan perilakumereka bergumul dengan berbagai kepentingansosial-politik yang sedang mereka perjuangkan,tantangan dan ancaman yang sedang merekahadapi pada suatu era dan wilayah tertentusecara internal maupun eksternal. Agaknya,kenyataan ini menjadi jawaban pertanyaanmengapa pembaruan dalam Islam dalam rangkameningkatkan harkat dan martabat peradabanIslam zaman kekinian tidak dapat atau sangatsulit untuk diwujudkan. Tarik-menarik ideologipemikiran dan pergerakan antarkelompokpembaharu di satu sisi, kepentingan penguasadi sisi lain, ditambah dengan situasi dan kondisimasyarakat Muslim yang tertinggal dalamkebodohan dan kemiskinan serta hegemoni dandominasi bangsa-bangsa lain di berbagai bidangsangat besar pengaruhnya dalam memperlambatproyek kebangkitan itu. Tampaknya upayapembaruan itu memiliki beban yang sangatbesar dan kompleks dalam dirinya maupun daripihak luar.

Mencari Format Alternatif PembaruanIslam Era Kekinian

Orientasi dan corak pembaruan modelrevivalis-konservatif-puritanistik dan kelompokradikal-fundamentalistik boleh jadi sesuai danterpuji untuk wilayah dan masyarakat yangbersifat homogen. Masyarakat yang homogen,misalnya, mereka pada umumnya memiliki polapikir, sikap, dan perilaku keagamaan yang relatifsama. Mereka selalu memandang seluruh ajaranagama bersifat tauqify. Mereka mengutamakanwahyu daripada akal. Teks dianggap sebagaisatu-satunya otoritas yang memiliki kekuasaan.Sedangkan akal sifatnya pasif dan tidak memilikikreativitas atau kebebasan intelektual sama-sekali. Peranan akal pikiran dalam memahamidan menafsirkan hal-hal yang terkait dengansoal keberagamaan manusia sangat terbatas.Fungsi dan peranan akal diletakkan pada posisiabdi dari teks, mengukuhkan (korfirmasi) danmembenarkan (legitimasi) otoritas teks. Bahkan,mereka langsung mencurigai dan menuduhproduk akal sebagai pemahaman bid`ah, sesat-menyesatkan, dan bahkan dapat menggiring

| 28

Page 17: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

Ichwansyah Tampubolon: Orientasi dan Corak Pembaruan dalam Islam

seseorang ke neraka. Artinya, corak pemikirandan pergerakan revivalis-konservatif-puritanistikdan kelompok radikal-fundamentalistik lebihmenekankan dimensi kepatuhan secara totalitas(ta`abbdudy) daripada dimensi rasionalitas(ta`aqquly) dalam menyikapi seluruh persoalanduniawi maupun ukhrawi.

Padahal jika ditinjau lebih jauh, agaknyaorientasi dan corak pembaruan secara revivalis-puritanis-radikalistik lebih cocok dan efektifjika digiring ke wilayah pemurnian akidah,ibadah, dan akhlak. Sedangkan terhadap upayamemperbaharui persoalan-persoalan keduniawian,pemahaman, sikap, dan perilaku seperti itu seringdipandang sebagai faktor penghambat laju dayakreativitas dalam menciptakan ilmu pengetahuandan teknologi. Sebab, pemahaman, sikap, danperilaku seperti itu mengarahkan seseorangkepada kefasifan dan romantisistik, kembalikepada masa lalu daripada bersifat objektif-rasionalistik, dan kreatif. Padahal, persoalan ataupenyakit peradaban yang dihadapi oleh umatIslam pada saat ini boleh jadi solusinya tidak lagisesuai dan tepat jika menggunakan “ramuan”masa lalu.

Atas dasar itu, pola pemikiran rivivalis-konservatif-puritanistik dan kelompok radikal-fundamentalistik harus mampu memahami,berdialog, dan mengambil manfaat sisi-sisifundamental yang dimiliki oleh pola pemikiran danpergerakan adaptif-reformis-liberal (optimalisasifungsi akal dan observasi/ eksperimentasi) secaraintegral-interkonektif sesuai dengan ranahpembaruannya masing-masing. Artinya, gunamenggali esensi ajaran atau doktrin keagamaan,terutama bila dihadapkan dengan berbagaipersoalan dalam kehidupan manusia dengankonteks yang beragam, perlu didudukkan polapemikiran dan pergerakan secara proporsionaldan saling berhubungan satu sama lain, sehinggakesimpulan atau solusi yang ditawarkannyatentang suatu persoalan dapat lebih arif,bijaksana, kontekstual, dan tepat guna. Olehkarena itu, pengembangan dan pencerahancorak pemikiran revivalis-konservatif-puritanistikdan kelompok radikal-fundamentalistik sangatdimungkinkan dan harus dilakukan agar tidak

mengalami penyempitan horizon cara pandangterhadap realitas keberagamaan manusia di duniakekinian yang semakin kompleks dan global.

Perpaduan paradigma berpikir dan bertindaksecara revivalis-konservatif-puritanistik, radikal-fundamentalistik, dan adaptif-reformis-liberalsecara integratif-interkonektif dan proporsional itusangat mendesak untuk dilakukan sebagai dasarbangunan pemikiran dan gerakan pembaruanIslam zaman kekinian. Hal ini penting untukdicacat mengingat kompleksitas persoalanyang dihadapi oleh umat di satu sisi, sertaketerbukaan antarbangsa di sisi lain yang me-nuntut kearifan dan kebijaksanaan tersendiridalam membangun peradaban umat manusiasecara global. Artinya, dalam hal keyakinan tauhid,peribadatan, dan akhlak, pemahaman umat bisasaja bersifat puritan dan radikal, namun dalamhal memaknai dan menyikapi tradisi Islam danperadaban modern, umat Islam agaknya lebihmengedepankan dan mempertimbangkan aspekhikmah berupa manfaat yang lebih besar danlebih maslahat bagi kepentingan umat manusiasecara keseluruhan dalam batas-batas nilai-nilaiketuhanan dan kemanusiaan. Mereka cukupmenjadikan keyakinan tauhid sebagai jangkar atautitik pusaran spritual guna dapat berakselesarisecara sirkular dengan tradisi keislaman masa laludan kemajuan peradaban zaman kekinian dalamrangka mempersiapkan tatanan baru peradabanIslam yang lebih berwarna dan berdimensiuniversal (rahmatan li al-`â lamîn) pada masayang akan datang.

Penutup

Pembaruan dalam Islam pada hakikat me-rupakan upaya optimalisasi pemahaman danpengamalan umat terhadap ajaran wahyu(Alquran dan Sunah) agar dapat dikontekstualisasisecara rasional, objektif, efektif, dan transformatifdalam rangka menjawab tantangan zaman,membebaskan masyarakat Muslim dari ke-tertinggalan, kebodohan, dan mentalitasketaklidan. Namun, dalam upaya untuk me-wujudkannya para pembaharu terfragmentasidalam beragam corak pemikiran dan pergerakandi bidang sosial, politik, dan kultur keagamaan,

29 |

Page 18: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

yang secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam tiga bentuk dengan berbagai variannyayaitu: revivalis-konservatif-puritanistik, adaptif-reformis-liberal, dan radikal-fundamentalistik. Halitu terjadi, agaknya disebabkan oleh dinamika,fluktuasi maupun intensitas, setidaknya empatfaktor utama yang saling tarik-menarik secaraberjalin-berkelindan dan simultan di kalanganpara kelompok pembaharu. Keempat faktor ituadalah sebagai berikut. Pertama, dominasi danpenetrasi kolonialisme dan imperialisme Baratterhadap dunia Muslim. Kedua, situasi dan kondisiketertinggalan dan kemunduran umat Islam diberbagai daerah/wilayah50 dalam berbagai bidangkehidupan. Ketiga, dorongan dari ajaran wahyuagar umat Islam meraih kebahagiaan duniawi danukhrawi. Keempat, keinginan untuk menciptakantatanan kehidupan umat yang lebih maju,bermartabat, dan sejahtera serta memperolehberkah dari Tuhan (baldatun tayyibatun wa rabbunghafurun).

Tarik-menarik dan kesalingterkaitan ke-empat aspek tersebut pada gilirannya sangatmempengaruhi orientasi dan corak ataumodel pembaruan dalam Islam. Fenomena itutermanifestasi dalam berbagai aliran, mazhab,dan komunitas Muslim di seluruh penjuru dunia,sehingga wujud pembaruannya baik dalam bentukpemikiran maupun gerakan menjadi sangatvariatif dan unik. Pembaruan dalam Islam di Turki,misalnya relatif berbeda dengan pembaruan dalamIslam di Mesir, India, dan Indonesia, meskipunmereka menggunakan jargon pembaruan yangsama “kembali kepada ajaran dasar Alqurandan hadis” (al-rujû` ilâ kitâbillâh wa sunnah al-rasûl). Ironisnya, berdasarkan catatan sejarah

50 Kemunduran peradaban dunia Islam dilatarbelakangioleh beberapa faktor utama, di antaranya (a) konflikkepentingan politik di kalangan para penguasa maupunpertikaian secara militer di antara kerajaan Islam; (b) gayahidup para penguasa yang glamour dan boros padahalsumber-sumber pendapatan negara semakin berkurang danmengalami krisis; (c) sikap represif para penguasa terhadapmasyarakat dan ulama yang kemudian berdampak terhadapmunculnya ketidakharmonisan sosial-politik; (d) ekspansibangsa asing terhadap kekuasaan kerajaan Islam. Akbar S.Ahmed, Discovering Islam, Making Sense of Muslim History andSociety, (London and New York: Routledge, 1993), h. 86-89.Youssef M. Choueiri, Islamic Fundamentalism, (Boston: TwaynePublishers, 1990), h. 21.

peradaban modern, hingga kini ketiga corakpemikiran dan pergerakan kebangkitan kembaliumat Islam itu belum mampu menghasilkankemajuan bagi kehidupan masyarakat Muslim.Hal ini dapat dibuktikan dengan minimnya (untuktidak mengatakan tidak ada) prestasi mereka diberbagai bidang kehidupan, terutama dalam halilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, politik,militer dan lain-lain. Pertanyaannya kemudianapakah ketiga pola pemikiran dan pergerakankebangkitan itu masih signifikan dan relevandigunakan dalam upaya pembaruan dalam Islamsecara optimal di zaman kekinian? Tidakkahada alternatif corak pembaruan lain yang lebihpresentatif, proporsional, dan relevan dengankecenderungan perubahan yang terjadi dewasaini sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing umat Islam dalam semangat integratif-integralistik?

Pustaka Acuan

Abu Rabi`, Ibrahim M., Contemporary ArabThought : Studies in Post-1967 ArabIntellectual History. London: Pluto Press,2004.

Abu Rabi`, Ibrahim M., Intellectual Origin of IslamicResurgence in the Modern Arab World. NewYork: State University of New York Press,1996.

Ahmed, Akbar S., Discovering Islam, Making Senseof Muslim History and Society. London andNew York: Routledge, 1993.

Ahmed, Akbar S., Living Islam. Bandung: Mizan,1997.

Anwar, Syamsul. “Manhaj Ijtihad/Tajdid dalamMuhammadiyah”, dalam Mifedwill Jandra danM. Safar Nasir (ed.), Tajdid Muhammadiyahuntuk Pencerahan Peradaban, Yogyakarta:MT-PPI PP Muhammadiyah dan UAD Press,2005.

Asad, Muhammad, Road to Mecca, PenerjemahFuad Hashem. Bandung: Mizan, 2004. Asmuni,

Yusran, Pengantar Studi Pemikiran danGerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.Jakarta: Raja Grafindo, 1995.

Azra, Azyumardi, Pergolakan Politik Islam dari

| 30

Page 19: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

Ichwansyah Tampubolon: Orientasi dan Corak Pembaruan dalam Islam

Fundamentalisme, Modernisme hinggaPostmodernisme, Jakarta: Paramadina, 1996.

Bruce, Steve, Fundamentalisme Pertautan SikapKeberagamaan dan Modernitas. PenerjemahHerbayu A. Noerlambang, Jakarta: Erlangga,2003.

Choueiri, Youssef M. Islamic Fundamentalism,Boston: Twayne Publishers, 1990.

Djamil, Fathurrahman. “Tajdid MuhammadiyahPada Seratus Tahun Pertama”, dalam MifedwillJandra dan M. Safar Nasir (ed.), TajdidMuhammadiyah untuk Pencerahan Peradaban,Yogyakarta: MT-PPI PP Muhammadiyah danUAD Press, 2005.

Esposito, John L., Islam: The Straight Path. NewYork: Oxford University Press, 1998.

Esposito, John L., Islamic Threat, Myth or Reality?New York and Oxford: Oxford UniversityPress, 1992.

Faruqi, Ismail Raji al-, “Islamization of Knowledge:Problems, Principles and Prospective,” dalamThe International Institute of Islamic Thought,Islam: Source and Purpose of Knowledge,Herndon, Virginia, U.S.A.: IIIT, 1988.

Hanafi, Hasan. Dirâsât Islâ miyah, Kairo: Maktabahal-Anjilu al-Misriyyah, t.th.

Hardiman, F. Budi. Filsafat Modern Dari Machiavellisampai Nietzsche, Jakarta: PT Gramedia,2007.

Jainuri, Ahmad. “Landasan Teologis GerakanPembaruan Islam, dalam Jurnal Ilmu danKebudayaan Ulumul Qur’an, No. 3, Vol. VI,1995.

Juergensmeyer, Mark. The New Cold War?Religious Nationalism Confronts the SecularState, Berkeley: University of CaliforniaPress, 1993.

Kampf, Z. On Modernism: The Prospects forLiterature and Freedom, Cambridge: MITPress, 1967.

Kallen, Horce M., “Radicalism” dalam Edwin R.A.Seligman, Encyclopedia of The Social Sciences,New York: The Macmillan Company, 1972.Vol. XIII-XIV. h. 51-54

Kepel, Gilles, The Revenge of God, Cambridge:

The Polity Press, 1994.

Lapidus, Ira M., “Islamic Political Movement:Patterns of Historical Chage”, dalam EdmundBurke III dan Ira M. Lapidus, (ed.), Islam,Politics, and Social Movements, (Berkeley:University of California Press, 1988.

Lawrence, Bruce B., Defenders of God, New York:Harper & Raw Publishers, 1989.

Lerner, D. “Modernization: Social Aspect”, dalamInternational Encyclopedia of the SocialsSciences, ed. D. Sills, New York: Macmillanand Free Press, 1968.

Martin, Marty E. dan Appleby, R. Scott,“Introduction” dalam Fundamental ismObserver, Chicago: University of ChicagoPress, 1993.

Meyer, Ann Elizabeth. “The FundamentalistImpact on Law, Politics and Constitution,”in Iran, Pakistan, and the Sudan” dalam Martydan R. Scott Appleby (ed.). Fundamentalismand the State, Remaking Polities, Economies,and Militance, Chicago: The University ofChicago Press, 1993.

Nadwi, Abû al-Hasan al-, Al-Syûrâ Baina al-Fikrahal-Islâ miyah wa al-Fikrah al-Gharbiyyah, Kairo:Maktabah al-Taqaddum, 1977.

Nashir, Haedar, “Pengantar MemahamiManhaj Muhammadiyah” dalam ImronNasri, dkk. (Penghimpun), Manhaj GerakanMuhammadiyah Ideologi, Khittah, dan LangkahYogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2009.

Nasution, Harun, Islam. Rasional Gagasan danPemikiran, Bandung: Mizan, 1996.

Nasution, Harun, Pembaharuan dalam IslamSejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: BulanBintang, 1975.

Rais, M. Amin. “Kata Pengantar”, dalam JohnJ. Donohue dan John L. Esposito, Islam danPembaharuan Ensiklopedi Masalah-Masalah,terj. Machnun Husain, Jakarta: PT GrafindoPersada, 1995.

Ramadan , Abdel Azim. “FundamentalistInfluence in Egypt: The Strategies of MuslimBrotherhood and the Takfir Group”, dalamMartin E. Marty dan R. Scott Appleby (ed.).

31 |

Page 20: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain

MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

Fundamentalism and the State, RemakingPolities, Economies, and Militance, Chicago:The University of Chicago Press, 1993.

Sa`id, Bustami Muhammad. Gerakan PembaruanAgama antara Modernisme dan Tajdiduddin,terj. Ibn Marjan dan Abdurraman, Bekasi:Wacana Lazuardi Amanah, 1995.

Shihab, M. Quraish. Logika Agama. Jakarta:Lentera Hati, 2006.

Syamsuddin, M. Din. “Mengapa PembaruanIslam”, dalam Jurnal Ilmu dan KebudayaanUlumul Qur’an, No. 1, vol. IV, thn. 1993.

Taher, Tarmizi, “Anatomi Radikalisme Keagamaandalam Sejarah Islam”, dalam Bahtiar Effendydan Hendro Prasetyo (ed.). RadikalismeAgama. Jakarta: PPIM-IAIN, 1998.

Voll, John Obert, Politik Islam Kelangsungan danPerubahan di Dunia Modern, Yogyakarta: TitianIlahi Press, 1997.

Yazdi, M.T. Misbah, Philosophical Introduction:An Introduction to Contemporary IslamicPhilosophy, New York: University ofBinghamton, 1999.

Page 21: ORIENTASI DAN CORAK PEMBARUAN DALAM ISLAM (KAJIAN TERHADAP RESPONS MASYARAKAT ISLAM) · 2019. 10. 27. · interaksi sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain