16
OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA USAHA TANI BERBASIS TANAMAN SAYURAN Optimizing Multifunctionality of Agriculture on Vegetable- Based Farming Ai Dariah dan Edi Husen Balai Penelitian Tanah (Indonesian Soil Research Institute) Abstract The perception that vegetable-based farming system is not environ- mentally benign due to its potential negative impact on soil erosion can not be fully denied, especially for vegetable farming areas with relatively steep slope without proper soil conservation measures. Under most of existing soil management practices, the positive externalities or multifunctionality to the environment are still much higher than its negative ones. Some farmers still believed that implementation of soil conservation measures would reduce crop yields due to planting area reduction or disease stimulation because of higher soil moisture content under conserved lands. Limited dissemination and supports on soil conservation measures also limits the environmental services by this farming system. This paper presents financial analysis of vegetable- based faming in relation to its ability to support rural food safety and farmer’s capability to manage the land. In addition, we also discuss the biophysical condition of vegetable farming system in upland areas, and various soil conservation techniques that can be implemented to optimize the multifunctionality of vegetable-based farming, especially in controlling soil erosion and flood and maintaining other ecological functions. Abstrak Anggapan bahwa sistem usaha tani sayuran tidak ramah lingkungan terkait dengan potensi erosi yang ditimbulkannya tidak sepenuhnya salah, terutama sayuran yang diusahakan pada lahan-lahan yang relatif curam tanpa tindakan konservasi yang memadai. Dengan tingkat pengelolaan lahan saat ini (eksisting), eksternalitas positif atau multifungsi sistem usaha tani sayuran bagi lingkungan masih jauh lebih besar daripada eksternalitas negatifnya. Sebagian petani masih meyakini bahwa penerapan teknik konservasi akan mengurangi produksi terkait dengan berkurangnya areal tanam atau munculnya berbagai penyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi tanah

OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

  • Upload
    dohanh

  • View
    216

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA USAHA TANI BERBASIS TANAMAN SAYURAN

Optimizing Multifunctionality of Agriculture on Vegetable-Based Farming

Ai Dariah dan Edi Husen

Balai Penelitian Tanah (Indonesian Soil Research Institute)

Abstract

The perception that vegetable-based farming system is not environ-mentally benign due to its potential negative impact on soil erosion can not be fully denied, especially for vegetable farming areas with relatively steep slope without proper soil conservation measures. Under most of existing soil management practices, the positive externalities or multifunctionality to the environment are still much higher than its negative ones. Some farmers still believed that implementation of soil conservation measures would reduce crop yields due to planting area reduction or disease stimulation because of higher soil moisture content under conserved lands. Limited dissemination and supports on soil conservation measures also limits the environmental services by this farming system. This paper presents financial analysis of vegetable-based faming in relation to its ability to support rural food safety and farmer’s capability to manage the land. In addition, we also discuss the biophysical condition of vegetable farming system in upland areas, and various soil conservation techniques that can be implemented to optimize the multifunctionality of vegetable-based farming, especially in controlling soil erosion and flood and maintaining other ecological functions.

Abstrak

Anggapan bahwa sistem usaha tani sayuran tidak ramah lingkungan terkait dengan potensi erosi yang ditimbulkannya tidak sepenuhnya salah, terutama sayuran yang diusahakan pada lahan-lahan yang relatif curam tanpa tindakan konservasi yang memadai. Dengan tingkat pengelolaan lahan saat ini (eksisting), eksternalitas positif atau multifungsi sistem usaha tani sayuran bagi lingkungan masih jauh lebih besar daripada eksternalitas negatifnya. Sebagian petani masih meyakini bahwa penerapan teknik konservasi akan mengurangi produksi terkait dengan berkurangnya areal tanam atau munculnya berbagai penyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi tanah

Page 2: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Dariah dan Husen

menyebabkan jasa lingkungan sistem usaha tani tidak optimal. Tulisan ini menyajikan analisis usaha tani sayuran terkait dengan kemampuan usaha tani ini mendukung kemandirian pangan desa dan kemampuan petani sayuran mengelola lahan usaha taninya. Selain itu juga kondisi biofisik lahan usaha tani sayuran di daerah dataran tinggi dan berbagai teknik konservasi tanah yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan multifungsi pertanian sayuran, khususnya dalam mengen-dalikan erosi dan banjir serta memelihara fungsi-fungsi ekologis.

PENDAHULUAN

Sayuran merupakan salah satu produk pertanian yang penting bagi ketahanan pangan nasional. Selain pangsa pasarnya yang terus meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk pemenuhan kebutuhan domestik maupun ekspor (Departemen Pertanian, 2004; FAO, 2004), sebagian besar usaha tani sayuran di Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif karena efisien secara finansial dalam pemanfaatan sumber daya domestik (Arsanti dan Boehme, 2006). Namun demikian, usaha tani sayuran sering dituding tidak ramah lingkungan, antara lain karena potensi terjadinya erosi pada lahan sayuran relatif tinggi. Pendapat ini tidak sepenuhnya salah, terutama pada usaha tani sayuran yang diusahakan di lahan berlereng relatif curam dengan usaha pencegahan erosi yang kurang memadai.

Praktek pengelolaan lahan yang umum diterapkan petani saat ini menyebabkan multifungsi (eksternalitas positif) usaha tani sayuran, khususnya dalam pengendalian erosi dan banjir tidak optimal. Hasil penelitian Arsanti dan Boehme (2006) di daerah sentra produksi sayuran Pangalengan (Jawa Barat), Kejajar Wonosobo (Jawa Tengah), dan Berastagi (Sumatera Utara) menunjukkan besaran erosi yang beragam (rendah sampai tinggi/parah), baik di daerah sentra produksi yang sama maupun antar daerah sentra produksi yang berbeda. Menurutnya tingkat erosi di sebagian besar daerah yang diteliti relatif tidak terlalu membahayakan dengan erosi <652 ton ha-1 tahun-1. Namun bila mengacu pada batas erosi yang dapat dibiarkan (tolerable soil loss) yang maksimal hanya sekitar 13,5 ton/ha/tahun (Thomson dalam Arsyad, 2000), maka tingkat erosi yang terjadi pada lahan sayuran ini sudah tergolong membahayakan. Bila dilakukan tindakan konservasi yang memadai, tingkat erosi pada lahan sayuran dapat ditekan sampai <13,5 t/ha/th (Erfandi et al., 2002; Haryati dan Kurnia, 2001; Soleh dan Arifin, 2003). Data ini mengindikasikan bahwa eksternalitas positif atau multifungsi usaha tani sayuran dalam pengendalian erosi masih dapat ditingkatkan bila semua pelaku usaha tani menerapkan teknologi konservasi tanah yang tepat.

264

Page 3: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Optimalisasi Multifungsi Pertanian

Penyebab belum semua pelaku usaha tani sayuran menerapkan teknik konservasi antara lain adalah: (i) adanya keyakinan dari sebagian pelaku usaha tani bahwa penerapan teknik konservasi tanah seperti pembuatan teras bangku akan memicu terjadinya serangan penyakit akibat memburuknya drainase tanah, (ii) produksi sayuran akan menurun karena berkurangnya areal tanam, dan (iii) sebagian petani, khususnya petani yang penguasaan lahannya relatif sempit, tidak memiliki tenaga dan modal yang cukup untuk membuat ataupun memelihara bangunan konservasi yang sudah ada walaupun secara finansial usaha tani sayuran menguntungkan. Pengalaman petani sayuran di daerah Kopeng (Jawa Tengah) dan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan teknik konservasi tanah dengan berbagai varian yang cocok untuk berbagai komoditas sayuran tidak menurunkan produksi yang terkait dengan memburuknya drainase. Kurangnya sosialisasi tentang adanya berbagai teknik konservasi tanah untuk menanggulangi berbagai dampak negatif tersebut menyebabkan persepsi atau keyakinan ini terus berlanjut. Dukungan pemerintah dan masyarakat tentang pentingnya penerapan konservasi tanah serta sosialiasi berbagai teknik konservasi kepada pelaku usaha tani akan mengoptimalkan multifungsi usaha tani sayuran, baik dalam pengendalian erosi dan banjir maupun dalam memelihara fungsi-fungsi ekologis di kawasan hulu.

Makalah ini merupakan sintesis dari berbagai hasil penelitian konservasi tanah dan multifungsi pertanian yang dipadukan dengan beberapa pengalaman dan pengamatan di lapangan. Uraian dalam makalah ini mencakup peranan usaha tani sayuran dalam mendukung ketahanan pangan, kondisi dan permasalahan lahan usaha tani di beberapa daerah sentra produksi sayuran, dan berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengoptimalkan multifungsi pertanian pada sistem usaha tani sayuran dalam pengendalian erosi dan banjir dengan penerapan teknik konservasi tanah.

USAHA TANI SAYURAN MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

Tingkat pendapatan keluarga petani sering digunakan sebagai salah satu parameter untuk menilai seberapa jauh fungsi suatu sistem penggunaan lahan mampu mendukung kemandirian pangan masyarakat desa. Parameter ini juga menjadi acuan untuk mengukur tingkat kemampuan petani mengelola lahannya secara lebih baik.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial usaha tani berbasis tanaman sayuran memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan usaha tani tanaman pangan maupun kebun campuran.

265

Page 4: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Dariah dan Husen

Penelitian Irawan et al. (2004) di DAS Kaligarang, Jawa Tengah dan DAS Citarum, Jawa Barat menyimpulkan bahwa pendapatan petani lahan sayuran mencapai 25 sampai 40 kali lebih besar dibanding petani tanaman pangan dan kebun campuran. Secara lebih rinci Nurida dan Dariah (2006) memaparkan data pendapatan petani pada berbagai tipe penggunaan lahan di DAS Citarum dan DAS Kaligarang. Di DAS Citarum, hanya usaha tani sayuran yang mampu memenuhi kebutuhan hidup minimum, bahkan pendapatan yang dicapai jauh di atas kebutuhan hidup minimum. Sedangkan di DAS Kaligarang, walaupun pendapatan petani pada berbagai sistem usaha tani yang dianalisis mampu memenuhi kebutuhan hidup minimum, sistem usaha tani sayuran tetap paling menguntungkan dibandingkan dengan sistem usaha tani tanaman pangan dan kebun campuran (Tabel 1).

Tabel 1. Pendapatan dan kebutuhan hidup minimum (KHM) petani pada berbagai tipe penggunaan lahan di DAS Citarum dan Kaligarang

Tipe Penggunaan Lahan Kering Uraian Pangan Sayuran Kebun campuran DAS Citarum Pendapatan petani (Rp./th) 2.237 31.398 5.880 Setara gabah (ton/th) 1,49 20,93 3,92 Setara beras (ton/th) 0,89 12,56 2,39 Proporsi terhadap KHM (%) 35,8 502,6 94,1 DAS Kaligarang Pendapatan petani (Rp./th) 14.444 15.557 9.846 Setara gabah (ton/th) 9,63 10,37 6,56 Setara beras (ton/th) 5,78 6,22 3,94 Proporsi terhadap KHM (%) 231,2 249,0 157,6

Sumber: Nurida dan Dariah (2006)

Relatif tingginya tingkat pendapatan petani sayuran dibanding petani tanaman pangan (lahan kering) maupun kebun campuran menguatkan pendapat bahwa sistem usaha tani sayuran berperan besar dalam mendukung perekonomian dan kemadirian pangan masyarakat desa yang secara luas berkontribusi pada ketahanan pangan nasional. Hasil observasi lapangan di beberapa sentra produksi sayuran seperti di daerah Pangalengan (Jawa Barat) dan Kopeng (Jawa Tengah) menunjukkan bahwa sebagian besar petani sayuran mampu mengelola dan memelihara lahannya secara baik walaupun di beberapa tempat ditemukan

266

Page 5: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Optimalisasi Multifungsi Pertanian

beberapa lahan usaha tani yang penerapan teknik konservasi tanahnya belum optimal.

KONDISI BIOFISIK LAHAN USAHA TANI BERBASIS SAYURAN

Usaha tani sayuran di Indonesia dijumpai baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Sistem usaha tani sayuran di dataran tinggi atau di bagian hulu dari suatu daerah aliran sungai (DAS) sering mendapat perhatian dan sorotan karena fungsi ekologis daerah ini sebagai wilayah konservasi atau penyangga bagi kawasan di bawahnya (hilir).

Secara umum kawasan DAS bagian hulu mempunyai iklim yang memenuhi persyaratan optimum untuk pengembangan berbagai komoditas sayuran. Oleh karena itu agro-ekosistem tanaman sayuran umumnya terletak di kawasan tersebut. Ciri umum kawasan ini adalah dominannya lahan dengan tingkat kemiringan yang tergolong curam. Tanah yang umum digunakan untuk usaha tani sayuran berkembang dari bahan gelas volkan, yaitu tanah Andisols atau tanah yang memiliki sifat-sifat andik (andic properties). Tanah seperti ini umumnya mempunyai porositas yang baik, sehingga peresapan air ke dalam tanah dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi, karena tekstur tanahnya didominasi oleh fraksi ringan (debu) yang sangat mudah untuk diangkut oleh aliran permukaan, maka begitu tanah jenuh dan terjadi aliran permukaan, tanah menjadi sangat mudah tererosi. Tabel 2 menyajikan sifat fisik beberapa tanah di dataran tinggi di Jawa Barat yang sebagian besar merupakan sentra produksi sayuran.

Tabel 2. Beberapa sifat fisik tanah-tanah dataran tinggi di Jawa Barat

Sifat fisik tanah Hydric Dystrandepts(Segunung)

Ultic Hapludands (Batulawang)

Typic Melanudands (Pangalengan)

Berat isi (g/cm) 0,85 0,80 0,70 Porositas (%/vol) - 62,1 68,5 Pasir (%) 44 23 27 Debu (%) 37 48 54 Liat (%) 19 29 19 Sumber: Kurnia et al. (2004).

Berdasarkan sifat-sifat bawaan (inherent) lahannya seperti kemiringan lahan dan kepekaan tanah terhadap erosi serta curah hujan, peluang terjadinya erosi pada lahan yang digunakan untuk pertanaman sayuran ini tergolong tinggi.

267

Page 6: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Dariah dan Husen

Oleh karena itu, penerapan teknik pengelolaan lahan yang tepat sangat diperlukan agar tingkat erosi dapat ditekan pada tingkat erosi yang diperbolehkan (tolerable soil loss) dan fungsi DAS bagian hulu sebagai daerah resapan/penyangga dapat dipertahankan.

Meskipun sayuran seringkali dipandang sebagai bentuk usaha tani yang rawan erosi, hasil penelitian Erfandi et al. (2002) menunjukkan adanya kontribusi usaha tani sayuran dalam mengurangi erosi dan aliran permukaan (Gambar 1). Tingkat erosi pada tanah Andic Eutrodept yang diberakan (terbuka) >100 t/ha dengan aliran permukaan >500 m3/ha. Penanaman tanaman sayuran pada tanah tersebut (meskipun belum dilakukan aplikasi teknik konservasi) mampu menurunkan erosi rata-rata menjadi 1/3 kali erosi pada tanah bera dan aliran permukaan juga berkurang sampai 48%. Meskipun penanaman sayuran dapat menurunkan tingkat erosi secara nyata, tingkat erosi yang terjadi masih di atas tolerable soil loss (erosi yang dapat dibiarkan). Untuk lebih mengoptimalkan fungsi lahan sayuran dalam menekan erosi dan aliran permukaan, penerapan teknik konservasi yang tepat diperlukan.

0

100

200

300

400

500

600

700

Bera Sayuran Bera Sayuran

1999 2000

Run

-off

(m3/

ha)

0

100

200

300

400

500

600

700

Ero

si (t

/ha)

Run-off (m3/ha)

Erosi (t/ha)

Gambar 1. Erosi dan aliran permukaan pada tanah terbuka (bera) dan lahan sayuran (buncis-kubis) tanpa aplikasi teknik konservasi di daerah Campaka, Cianjur (Sumber: Erfandi et al., 2002).

268

Page 7: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Optimalisasi Multifungsi Pertanian

PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI UNTUK OPTIMALISASI MULTIFUNGSI USAHA TANI BERBASIS SAYURAN

Teknik konservasi tanah pada lahan usaha tani berbasis tanaman sayuran bersifat spesifik. Selain harus efektif mencegah erosi dan aliran permukaan, teknik konservasi tanah yang akan diaplikasikan juga dapat menciptakan kondisi drainase yang baik, karena umumnya tanaman sayuran sangat sensitif terhadap penyakit bila kondisi drainase tanah buruk. Beberapa peneliti seperti Suzui (1984) dan Sumarna dan Kuswardini (1992) menyatakan perlunya menciptakan kondisi aerasi tanah yang baik pada pertanaman sayuran agar tidak membahayakan pertumbuhan tanaman. Hal inilah yang menjadi alasan petani lebih menyukai bentuk-bentuk bedengan yang searah lereng, meskipun hal tersebut tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah.

Hasil observasi yang dilakukan di DAS Kaligarang dan Daerah Dieng, Jawa Tengah, dan Sub-DAS Citarik yang merupakan bagian hulu dari DAS Citarum, Jawa Barat menunjukkan bahwa petani sayuran di daerah ini umunya sudah mengaplikasikan teknik konservasi berupa teras bangku, namun teras bangku dibuat miring keluar dengan alasan untuk mencegah terjadinya drainase yang buruk. Bahkan untuk lebih mejamin drainase yang baik, petani juga membuat bedengan searah lereng. Hasil penelitian Haryati dan Kurnia (2001) pada tanah Andisols di Kecamatan Batur, Banjarnegara (Jawa Tengah) menunjukkan bahwa erosi pada lahan sayuran dengan teras bangku miring ke luar dan bedengan searah lereng rata-rata sekitar 10,5 t/ha. Tingkat erosi yang dicapai sudah relatif rendah. Hasil penelitian lain pada tanah Andisols Batulawang, Pacet, Cianjur (Jawa Barat) oleh Suganda et al. (1997) dan tanah Inceptisols (Andic Eutrodepts) di daerah Campaka, Cianjur oleh Erfandy et al. (2002) menunjukkan bahwa erosi yang terjadi pada lahan sayuran yang ditanam pada bedengan searah lereng (tanpa teknik konsevasi tanah) >30 t/ha (Tabel 3).

Beberapa peneliti telah mengembangkan teknik konservasi tanah yang sifatnya spesifik untuk lahan usaha tani berbasis sayuran. Teknik konservasi yang dikembangkan merupakan penyempurnaan atau pengembangan cara-cara yang biasa dilakukan petani. Haryati dan Kurnia (2001) mencoba mempertahankan bentuk teras bangku yang miring ke luar, namun arah bedengan diperbaiki yakni menjadi sejajar kontur atau miring 45o terhadap kontur. Hasil pengukuran erosi menunjukkan bahwa perubahan arah bedengan dapat mengurangi erosi sebesar 30%. Pada lahan sayuran yang belum diteras, Suganda et al. (1997) mencoba menyempurnakan cara-cara yang biasa dilakukan petani, yakni dengan membiarkan bedengan tetap searah lereng, namun setiap 4,5 m dipotong untuk

269

Page 8: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Dariah dan Husen

guludan searah kontur. Dengan perbaikkan ini, erosi dapat ditekan sampai 2,5 kali lebih kecil dibanding cara petani (Tabel 3).

Tabel 3. Erosi dan aliran permukaan pada lahan sayuran dengan berbagai teknik pengelolaan

Dampak (% pengurangan)* Lokasi/ Tanah/

Curah hujan/ Lereng/ jenis tanaman sayur

Teknik Pengeloaan lahan

Erosi (t/ha)

Run-off (m3/ha) Erosi

(%)aRun-off

(%)b

Sumber

- Teras bangku miring keluar,bedengan searah lereng (cara petani)

10,5

457,75

-

-

- Teras bangku miring keluar, bedengan sejajar kontur

7,2

410,59

31,4

10,30

Pekasiran, Banjarnegara/ Andisols/ 3500mm/ 5-15%/ Kentang

- Teras bangku miring keluar, bedengan 45o terhadap kontur

7,3

363,37 26,7 28,61

Haryati dan Kurnia (2001)

- Bedengan searah lereng (cara petani)

40,6 589,63

-

-

- Bedengan searah lereng, setiap 5 m dibuat guludan searah kontur

15,4 329,50 62,1 44,1

Campaka, Cianjur/ Andic Eutropepts/ 2000-2500 mm/ 10-20%/ Kc merah-buncis-kubis

- Bedengan searah kontur 2,9 141,65 92,9 75,97

Erfandi et al, 2002

- Bedengan 10 m searah lereng (cara petani)

65,1

759,60

-

-

- Bedengan searah lereng, setiap 4,5 m dipotong guludan diperkuat tnm katuk

40,2

603,80

38,1

20,5

- Bedengan searah lereng, setiap 4,5 m dipotong guludan diperkuat tnm cabe

46,7

634,70

28,3

16,4

Batulawang,Pacet, Cianjur/ Andisols/ 200-2500 mm/ 9-22%/ buncic-kubis

- Bedengan searah kontur 40,5 498,10 37,8 35,6

Suganda et al, 1997

- Guludan searah lereng tanpa strip rumput (cara petani)

16,3

453,20

-

-

- Guludan searah lereng tanpa strip rumput dengan strip cropping

11,8

351,10

27,7

22,52

- Guludan searah kontur dengan strip cropping

9,9

293,70

39,2

35,2

Sundoro, Lumajang/ Andisols/ 15%/ kentang

-Guludan miring 45o dengan strip crpping

11,43 327,60 29,9 27,7

Soleh dan Arifin, 2003

* a=( erosi pada lahan dengan tingkat pengelolaan petani dikurangi erosi pada lahan dengan perbaikan sistem pengelolaan) dibagi erosi pada lahan dengan tingkat pengelolaan petani) dikali 100%; b=( run-off pada lahan dengan tingkat pengelolaan petani dikurangi run-off pada lahan dengan perbaikan sistem pengelolaan) dibagi run-off pada lahan dengan tingkat pengelolaan petani) dikali 100%

270

Page 9: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Optimalisasi Multifungsi Pertanian

Penerapan teknik konservasi secara vegetatif pada lahan sayuran juga cukup efektif mengurangi erosi. Hasil penelitian Soleh dan Arifin (2003) di Sundoro, Lumajang (Jawa Timur) menunjukkan bahwa aplikasi strip rumput dengan jarak antar strip 10 m dan bedengan tetap searah lereng dapat menurunkan erosi sekitar 28% (dari 16 t/ha menjadi 12 t/ha). Penerapan strip rumput yang disertai dengan perubahan arah bedengan dapat menurunkan erosi sampai <10 t/ha (Tabel 3).

Perbaikan pengelolaan lahan sayuran dengan menerapkan teknik konservasi tanah selain dapat mengoptimalkan fungsi pencegahan/pengurangan erosi, juga efektif dalam mengurangi aliran permukaan, sehingga upaya ini juga sekaligus meningkatan fungsi lahan sayuran dalam mengurangi (mitigasi) intensitas banjir di daerah hilir.

Dampak penerapan teknik konservasi tanah terhadap pengurangan areal tanam dan produksi tanaman sayuran

Pengurangan luas bidang olah yang berdampak pada pengurangan populasi tanaman merupakan faktor yang sering dipertimbangkan dalam pemilihan alternatif teknik konservasi tanah. Faktor ini juga sangat menentukan tingkat adopsi petani terhadap teknik konservasi yang diintroduksi. Suganda et al. (1997) menyatakan bahwa pembuataan guludan searah kontur menyebabkan populasi tanaman berkurang 3 sampai 30%. Tabel 4 menyajikan perkiraan pengurangan areal tanam sebagai dampak dari aplikasi teknologi konservasi tanah.

Tabel 4. Perkiraan pengurangan areal tanam sebagai dampak dari aplikasi teknik konservasi tanah pada lahan sayuran

Pengurangan areal tanam sebagai dampak penerapan (%) Kemiringan lahan (%) Gulud searah

kontur Strip rumput searah kontur Teras bangku

<10 <6 <3 <14 10-15 6-9 3-6 14-22 15-20 9-12 6-9 22-29 20-25 12-15 9-12 29-36 25-30 15-18 12-15 36-42 >30 >18 >15 >42 Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pene-rapannya (HOK/ha)*

60-160 4-40 600-1200

* bervariasi berdasarkan kemiringan lahan

271

Page 10: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Dariah dan Husen

Pengurangan areal tanam dapat dikonpensasi dengan jalan menanam tanaman yang mempunyai nilai jual. Suganda et al.(1997) menanam tanaman katuk dan cabe sebagai penguat gulud. Secara periodik tanaman cabe dan katuk memberikan hasil yang mempunyai nilai tambah. Penanaman strip rumput juga dapat mengkonpensasi dampak pengurangan areal tanam. Hasil perhitungan finansial yang dilakukan oleh Soleh dan Arifin (2003) menunjukkan bahwa hasil pangkasan rumput berkontribusi dalam penambahan tingkat keuntungan petani. Rumput gajah yang ditanam sebagai tanaman strip dengan jarak antar strip 10 m menghasilkan biomas sebesar 44,5-56,5 t/ha.

Teras bangku pada lahan sayuran (yang umumnya miring ke luar) akan lebih efektif dalam menahan erosi dan aliran permukaan bila teras diperkuat oleh tanaman konservasi baik pada bibir maupun tampingan teras. Jenis tanaman konservasi yang disarankan adalah jenis tanaman yang secara ekonomi mempunyai nilai tambah, misalnya rumput pakan ternak atau tanaman cash crop lainnya. Namun demikian, faktor kompetisi antara tanaman konservasi dan tanaman utama (sayuran) perlu diperhitungkan.

Persepsi petani terhadap pengaruh dari penerapan teknologi konservasi terhadap produksi sayuran cukup bervariasi (Gambar 2). Hasil studi kasus di daerah sentra produksi sayuran Pangalengan (Jawa Barat) dan Kopeng (Jawa Tengah) menunjukkan bahwa petani sayur di Pangalengan yang berpendapat bahwa penerapan teknik konservasi dapat menurukan produksi sayuran hampir seimbang dengan yang berpendapat bahwa penerapan teknik konservasi dapat meningkatkan produksi sayuran mereka. Petani sayur di Kopeng yang berpendapat bahwa penerapan teknik konservasi memberikan pengaruh yang positif terhadap produksi sayuran lebih banyak daripada yang berpendapat sebaliknya. Mereka mempunyai keyakinan bahwa aplikasi teknik konservasi dapat mengurangi kehilangan pupuk.

Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penerapan teknik konservasi tanah tidak menyebabkan terjadinya perubahan hasil tanaman, malahan sebagian menunjukkan adanya perbaikan hasil dengan penerapan teknik konservasi tanah (Tabel 5).

272

Page 11: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Optimalisasi Multifungsi Pertanian

0

25

50

75

Jawa Barat Jawa Tengah

%

Meningkatkan hasil

Menurunkan hasil

Tidak ada pengaruh

Tidak tahu

Gambar 2. Persepsi petani di daerah Kopeng dan Pangalengan terhadap pengaruh dari penerapan teknik konservasi pada hasil produksi tanaman sayuran (Sumber: Agus et al., 2005)

Kesanggupan petani sayur untuk mengaplikasikan teknologi konservasi (Studi kasus di daerah Pangalengan dan Kopeng)

Petani sayuran di daerah Kopeng (Jawa Tengah) sudah menerapkan konservasi tanah. Sedangkan di Pangalengan (Jawa Barat) >50% petani sayuran yang disurvei belum menerapkan teknik konservasi tanah (Gambar 3), sehingga fungsi lahan sayuran di daerah ini dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan belum optimum. Alasan petani tidak menerapkan teknik konservasi terutama terkait dengan status lahan yang mereka gunakan yang merupakan lahan sewa. Alasan lain yang cukup menonjol adalah karena petani tidak paham akan manfaat konservasi. Sebagian petani menganggap bahwa lahannya cukup datar sehingga tidak perlu tindakan pencegahan erosi meskipun sebenarnya lahan yang mereka gunakan tidak benar-benar datar (kemiringan sekitar 5-8%). Sekitar 12% petani di Pangalengan menyatakan bahwa penerapan teknik konservasi dapat menyebabkan peningkatan serangan penyakit.

273

Page 12: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Dariah dan Husen

Tabel 5. Pengaruh penerapan teknik konservasi terhadap produksi tanaman sayur

Lokasi/ Tanah Teknik Pengeloaan lahan Jenis tanaman sayuran

Produksi (t/ha)

Sumber

- Teras bangku miring keluar,bedengan searah lereng (cara petani)

16,29

- Teras bangku miring keluar, bedengan sejajar kontur

16,12

Pekasiran, Banjarnegara/ Andisols/

- Teras bangku miring keluar, bedengan 45o terhadap kontur

kentang

16,14

Haryati dan Kurnia (2001)

- Bedengan searah lereng (cara petani)

Kc.merah buncis kubis

2,55 5,55 9,65

- Bedengan searah lereng, setiap 5 m dibuat guludan searah kontur

Kc.merah buncis kubis

2,35 5,50 9,70

Campaka, Cianjur/ Andic Eutropepts

- Bedengan searah kontur Kc.merah buncis kubis

2,50 5,30 9,25

Erfandi et al. (2002)

- Bedengan 10 m searah lereng (cara petani)

buncis kubis

6,10 30,30

- Bedengan searah lereng,setiap 4,5 m dipotong guludan diperkuat tnm katuk

buncis kubis

5,60 24,10

- Bedengan searah lereng,setiap 4,5 m dipotong guludan diperkuat tnm cabe

buncis kubis

6,10 28,20

Batulawang,Pacet, Cianjur/ Andisols

- Bedengan searah kontur buncis kubis

5,90 27,60

Suganda et al. (1997)

- Guludan searah lereng tanpa strip rumput (cara petani)

10,63

- Guludan searah lereng tanpa strip rumput dengan strip cropping

11,21

- Guludan searah kontur dengan strip cropping

12,64

Sundoro, Lumajang/ Andisols

- Guludan miring 45o dengan strip crpping

Kentang

13,57

Soleh dan Arifin (2003)

- Bedengan searah kontur 14,88 Batur, Banjarnegara/ Andisols

- Diagonal terhadap kontur

Kentang 15,55

Sutapraja dan Asandhi (1998)

274

Page 13: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Optimalisasi Multifungsi Pertanian

0%

25%

50%

75%

100%

Jawa Barat Jawa Tengah Alasan tidakmenerapkankonservasi

Tidak menerapkan konservasiMenerapkan konservasiMenghindari H & PLahan cukup datarTidak tahu manfaat konservasiBukan pemilik lahan

Gambar 3. Proporsi petani di daerah Kopeng dan Pangalengan yang mengaplikasikan teknik konservasi dan beberapa alasan petani tidak menerapkan teknik konservasi (Sumber: Agus et al., 2005).

Sebagian besar petani sayur di daerah Kopeng dan Pangalengan menyadari bahwa manfaat dari perbaikan pengelolaan lahan di daerah hulu juga dapat dinikmati oleh masyarakat di daerah hilir. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa sudah sewajarnya masyarakat di daerah hilir turut berkontribusi dalam perbaikan dan pemeliharaan sistem pengelolaan lahan di daerah hulu. Bantuan minimum yang diharapkan petani untuk penerapan tindakan konservasi bervariasi, rata-rata sekitar 50% dari total biaya yang diperlukan. Sedangkan petani sayuran yang telah menerapkan teknik konservasi tanah dengan baik seperti di daerah Kopeng mengharapkan adanya penghargaan atas usaha-usaha pengendalian erosi yang mereka terapkan. Petani di daerah Kopeng memerlukan biaya untuk pemeliharaan teras yang telah mereka bangun sekitar 85 HOK/ha/tahun (Rp.725.000/ha/tahun). Pemeliharaan teras ini dapat memperta-hankan tingkat erosi pada level yang rendah. Beberapa hasil penelitian pada tanaman semusim (khususnya pangan) pada areal berteras bangku dengan penguat rumput menunjukkan tingkat erosi <5 t/ha.

Bentuk penghargaan kepada petani sayuran di daerah hulu dapat juga diberikan dalam berbagai bentuk kebijakan. Sebagian besar petani (baik di Jawa Barat maupun di Jawa Tengah) mengharapkan adanya kebijakan pemerintah dalam bentuk subsidi sarana produksi, khususnya untuk pupuk dan pestisida yang saat ini harganya dirasakan petani terlalu mahal. Kebijakan lain yang banyak diharapkan petani sayuran adalah jaminan harga terhadap komoditas yang mereka hasilkan (Gambar 4).

275

Page 14: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Dariah dan Husen

0

10

20

30

40

50

Jaminanhargapanen

Subsidisaprodi

Penyuluhan Sarana &Prasarana

Bantuanmodal

Uang/ Gaji Lainnya

%

Jawa Barat

Jawa Tengah

Gambar 4. Kebijakan pemerintah yang diharapkan oleh petani sayuran di daerah Pangalengan (Jawa Barat) dan Kopeng (Jawa Tengah) (Sumber: Agus et al., 2005).

PENUTUP

Sistem pengelolaan lahan sayuran yang selama ini diterapkan petani, terutama petani sayuran di daerah dataran tinggi telah memberikan sumbangan besar tidak hanya dalam meningkatkan perekonomian dan kemandirian pangan desa, tetapi juga dalam memelihara mutu lingkungan, khususnya dalam pengendalian erosi dan banjir di daerah hilir. Namun eksternalitas positif atau multifungsi pertanian sayuran ini bagi lingkungan masih belum optimal. Fakta bahwa belum semua pelaku usaha tani sayuran menerapkan teknik konservasi tanah tidak sukar untuk dipahami. Sebagian petani masih beranggapan bahwa penerapan teknik konservasi akan mengurangi produksi sayuran karena berkurangnya areal tanaman atau munculnya penyakit tanaman. Sebagian petani lain kesulitan dalam mengalokasikan tenaga dan modal untuk konservasi tanah. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan teknik konservasi yang tepat tidak menurunkan produksi sayuran.

Dalam rangka mengoptimalkan multifungsi usaha tani sayuran terutama dalam pengendalian erosi dan banjir, sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi yang sesuai perlu diupayakan. Disamping itu, dukungan pemerintah

276

Page 15: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Optimalisasi Multifungsi Pertanian

bersama-sama masyarakat diperlukan untuk mendukung penerapan teknik konservasi. Upaya ini tidak hanya bermanfaat bagi keberlanjutan produktivitas lahan di kawasan hulu (dataran tinggi) tetapi juga menjaga fungsi-fungsi ekologis kawasan ini dalam melindungi kawasan di bagian hilir.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., Irawan, E. Husen, A. Dariah, R. L. Watung, N. L. Nurida, Maswar, and S.H. Tala’ohu. 2005. Optimizing multifunctionality of agriculture through land management practices. Report Phase II-Year 2, ASEAN Countries - MAFF Japan Cooperation. Soil Research Institute, Bogor, Indonesia

Arsanti, I.W. dan M. Boehme. 2006. Sistem Usaha tani Tanaman Sayuran di Indonesia: Apresiasi Multifungsi Pertanian, Ekonomi dan Eksternalitas Lingkungan. Seminar Multifungsi Pertanian. Lido 26-27 Juni 2006. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Lembaga Sumberdaya Informasi – Institut Pertanian Bogor. IPB Press. Bogor.

Departemen Pertanian. 2004. Statistik Pertanian. Pusat Data dan Statistik, Departemen Pertanian. Jakarta..

Erfandi, D., U. Kurnia, dan O. Sopandi. 2002. Pengendalian erosi dan perubahan sifat fisik tanah pada lahan sayuran berlereng. hlm. 277-286 dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Lahan dan Pupuk: Buku II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Cisarua-Bogor, 30-31 Oktober 2001.

FAO (Food Agriculture Organization). 2004. Statistical Database. New York, USA.

Haryati, U. dan U. Kurnia 2001. Pengaruh teknik konservasi terhadap erosi dan hasil kentang (Solanum tuberosum) pada lahan budidaya sayuran. Hlm. 207-219 dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Cisarua-Bogor, 30-31 Oktober 2001. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Buku II.

Irawan, E. Husen, Maswar, Robert L. Watung, dan F. Agus. 2004. Persepsi dan Apresiasi Masyarakat terhadap Multifungsi Pertanian: Studi Kasus di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Hal. 21-43 dalam Prosiding Seminar Multifungsi Pertanian dan Konservasi Sumberdaya Lahan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Kurnia, U., H. Suganda, D. Erfandi, dan H. Kusnadi. 2005. Teknologi Konservasi Tanah pada Budidaya Sayuran Dataran Tinggi. dalam Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Pertanian Berlereng. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

277

Page 16: OPTIMALISASI MULTIFUNGSI PERTANIAN PADA · PDF filepenyakit disebabkan lebih tingginya kadar air tanah pada lahan yang dikonservasi. Kurangnya sosialisasi tentang berbagai teknik konservasi

Dariah dan Husen

Nurida L.N. dan A. Dariah 2006. Beberapa tipe penggunaan lahan kering: peranannya sebagai pendukung ketahanan pangan dan pelestarian lingkungan (Studi Kasus di DAS Citarum Hulu dan DAS Kaligarang). Seminar Nasional Sumberdaya Lahan. Bogor, 18-19 September 2006. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian.

Soleh, M. dan Z. Arifin. 2003. Usaha tani Berbasis Tanaman Kentang di Lahan Berereng Dataran Tinggi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur.

Suganda, H., M. S. Djunaedi, D. Santoso, dan S. Sukmana. 1997. Pengaruh cara pengendalian erosi terhadap aliran permukaan, tanah tererosi, dan produksi sayuran pada Andisols. Jurnal Tanah dan Iklim 15: 38-50.

Sumarna, A. dan Y. Kuswardini. 1992. Pengaruh jumlah pengairan air terhadap pertumbuhan dan hasil cabe paprika (Capsicum annum I var. Grosoom) cultivar onon dan polo wonder A. Buletin Penelitian Hortikultura XXIV (1): 5-58.

Sutapraja, H. dan Asandhi. 1998. Pengaruh arah guludan, mulsa, dan tumpangsari terhadap pertumbuhan dan hasil kentang serta erosi di Dataran Tinggi Batur. Jurnal Hortikultura 8 (1): 1.006-1.013.

Suzui, T. 1984. Ecology of Phytophtora diseases in vegetable crops in Japan. In Soilborne Crop Diseaseas in Asia. Food and Fertilzer Technology Center for the Asian and Fasific Region 26:137-148.

278