25
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH DENGUE (PSN-DBD) DI KELURAHAN CIGUGUR TENGAH KOTA CIMAHI OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M.Kes Dengue Homorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by virus which spreads through Aedes mosquito (Stegomiya). According to WHO (2000), DHF is a major public health problem since it is a main cause of hospitalization and major contributor to child mortality. In the Cimahi City, the highest cases og DHF occurred in the District of Central Cigugur and the larva assessment showed that larva-free value of District of Central Cigugur was still under 95%, or in other word the larva value was more than 5%. The emphasis of combating DHF is through implementing the eradication of the mosquito (PSN-DBD) Hopefully the program would suppress the population of the mosquito which will consequently reduce the transmission of the disease and eradicate Aedes aegypty mosquito. This study aims to abtain a description on factor related to community behavior toward the eradication of DHF mosquito in District of Central Cigugur. Factors under study were predisposing factors (education, occupation, economic status, knowledge, attitude)., enabling factors (availability of facilities to eradicate DHF), and reinforcing factors (exposure to extension and larva assessment). The desigh of the study was a sross sectional. Population was houses location in District of Central Cigugur/district endemic,. Subjects through Multistage Sampling resulted in 400 respondents The study showed that more than half of the respondents (53%) had positive behavior toward PSN-DBD, while the rest 47% had less than positive behavior. The bivariate analysis using chi-square showed that there was a significant relationship between independent variables education (p- value=0,000), economic status (p-value= 0,022), knowledge (p-value= 0,000), attitude (p-value= 0,000), facilities (p-value= 0,001), exposure to extension (p- value= 0,001) and larva assessment (p-value= 0,000) with dependent variable (respondents behavior toward PSN-DBD). The multivariate analysis using multiple logistic regression form showed that two were two variables simultaneously related to behavior toward PSN-DBD, those were education (p-value=0,000) and facilities (p-value= 0,000) with education as the most dominant factor (OR=24,134). This meant that respondent with high education had 24,134 times higher chance to had positive behaviore toward PSN-DBD compared to respondent with low education. Based on the results, it is suggested to implement periodic larva assessment in each district in the Cimahi City four times a year, to increase the extension activities to widely spread information on PSN-DBD emphasized on “3M” activities (menutup= to clise, menguras= to clean and mengubur= to bury) on every occasion and public meeting as well as through local information facility (published and electronic media) continuously as to improve positive community behavior toward PSN-DBD focused on endemic areas in the City of Cimahi. References : 33 (1984-2005)

OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 1

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH DENGUE (PSN-DBD) DI KELURAHAN CIGUGUR TENGAH

KOTA CIMAHI

OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M.Kes

Dengue Homorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by virus which spreads through Aedes mosquito (Stegomiya). According to WHO (2000), DHF is a major public health problem since it is a main cause of hospitalization and major contributor to child mortality. In the Cimahi City, the highest cases og DHF occurred in the District of Central Cigugur and the larva assessment showed that larva-free value of District of Central Cigugur was still under 95%, or in other word the larva value was more than 5%. The emphasis of combating DHF is through implementing the eradication of the mosquito (PSN-DBD) Hopefully the program would suppress the population of the mosquito which will consequently reduce the transmission of the disease and eradicate Aedes aegypty mosquito. This study aims to abtain a description on factor related to community behavior toward the eradication of DHF mosquito in District of Central Cigugur. Factors under study were predisposing factors (education, occupation, economic status, knowledge, attitude)., enabling factors (availability of facilities to eradicate DHF), and reinforcing factors (exposure to extension and larva assessment). The desigh of the study was a sross sectional. Population was houses location in District of Central Cigugur/district endemic,. Subjects through Multistage Sampling resulted in 400 respondents The study showed that more than half of the respondents (53%) had positive behavior toward PSN-DBD, while the rest 47% had less than positive behavior. The bivariate analysis using chi-square showed that there was a significant relationship between independent variables education (p-value=0,000), economic status (p-value= 0,022), knowledge (p-value= 0,000), attitude (p-value= 0,000), facilities (p-value= 0,001), exposure to extension (p-value= 0,001) and larva assessment (p-value= 0,000) with dependent variable (respondents behavior toward PSN-DBD). The multivariate analysis using multiple logistic regression form showed that two were two variables simultaneously related to behavior toward PSN-DBD, those were education (p-value=0,000) and facilities (p-value= 0,000) with education as the most dominant factor (OR=24,134). This meant that respondent with high education had 24,134 times higher chance to had positive behaviore toward PSN-DBD compared to respondent with low education. Based on the results, it is suggested to implement periodic larva assessment in each district in the Cimahi City four times a year, to increase the extension activities to widely spread information on PSN-DBD emphasized on “3M” activities (menutup= to clise, menguras= to clean and mengubur= to bury) on every occasion and public meeting as well as through local information facility (published and electronic media) continuously as to improve positive community behavior toward PSN-DBD focused on endemic areas in the City of Cimahi. References : 33 (1984-2005)

Page 2: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 2

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan penyebarannya melalui nyamuk Aides (Stegomiya). Menurut WHO (2000) DBD merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebab utama banyaknya rawat inap di rumah sakit serta kematian anak. Di Kota Cimahi jumlah tertinggi kasus DBD terdapat di Kelurahan Cigugur Tengah dan dari hasil pemeriksaan jentik, angka bebas jentik di Kelurahan Cigugur Tengah masih di bawah 95% atau dengan kata lain angka bebas jentiknya lebih dari 5%. Titik berat pemberantasan penyakit DBD adalah dengan pelaksanaan PSN-DBD dengan harapan bila kegiatan ini berjalan dengan baik akan dapat menenkan berkembangbiaknya nyamuk dan pada akhirnya akan dapat menurunkan tingkat penularan dan pemberantasan nyamuk Aedes Aegypty. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran factor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Cigugur Tengah. Factor-faktor yang diduga adalah factor predisposing (pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, pengetahuan, sikap), factor enabling (ketersediaan sarana pemberantasan DBD) dan factor reinforcing (keterpaparan penyuluhan dan pemeriksaan jentik). Disain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional), populasi dalam penelitian ini adalah rumah yang ada di Kelurahan Cigugur Tengah, cara pengambilan sampe dengan Multistage Sampling setelah dilaukukan perhitungan sample diperoleh sample berjumlah 400 responden. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berperilaku baik dalam PSN-DBD yantu sebesar 53% dan sebesar 47% responden yang berperilaku kurang baik. Hasi uji bivariat dengan menggunakan uni statistic chi square menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara variabel independent yaitu pendidikan (p-value= 0,000), status ekonomi (p-value= 0,029), pengetahuan (p-value= 0,000), sarana dan prasarana (p-value= 0,001), keterpaparan penyuluhan (p-value= 0,001) dan pemeriksaan jentik (p-value= 0,000) dengan variabel dependen yaitu perilaku responden dalam PSN-DBD. Hasil uji multivariate Regresi Logistik Ganda terdapat dua variabel secara bersama-sama yaitu pendidikan dan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD dan dari kedua variabel tersebut variabel yang paling dominant berhubungan adalah pendidikan (nilai OR terbesar yaitu 24,312). Dengan kata lain responden yang berpendidikan tinggi akan berpeluang 24,312 kali mempunyai perilaku baik terhadap PSN-DBD disbanding responden yang berpengetahuan kurang baik. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disarankan agar kegiatan pemeriksaan jentik berkala perlu dilaksanakan pada setiap kelurahan yang ada di Kota Cimahi 4 kali dalam setahun serta perlu peningkatan kegiatan penyuluhan melalui penyebarluasan informasi PSN-DBD yang ditekankan kepada kegiatan “3M” (menutup, menguras dan mengubur) dalam setiap kesempatan pertemuan dengan masyarakat maupun melalui sarana informasi local (media cetak, elektronik) secara kontinyu dengan harapan dapat meningkatkan perilaku yang baik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasan informasi lebih difokuskan terutama pada daerah yang endemis di Kota Cimahi. Kepustakaan:33 (1984-2005)

Page 3: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 3

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan penyebarannya melalui nyamuk Aedes (Stegomiya). Sejak lebih dari dua abad yang lalu kasus penyakit demam berdarah dengue terdapat peningkatan global yang dramatis terhadap timbulnya Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengeu (DBD) dan syndrom syok (SSD). Menurut WHO (2000) Demam Berdarah Dengue menjadi permasalahan global karena: a) Dua setengah sampai tiga milyar orang beresiko terserang penyakit ini b) Aedes Aegypty adalah vector epidemi utama c) Penyakit yang biasanya melanda daerah perkotaan, juga mulai menyerang

daerah pinggiran/pedesaan d) Diperkirakan terdapat sekitar 50-100 juta kasus dengue pertahunnya e) Sebanyak 500.000 kasus DBD memerlukan perawatan di Rumah Sakit dan

penyakit ini setiap tahunnya menyerang 90 % pada anak-anak dibawah 15 tahun. f) Secara epidemis bersifat siklis (berulang dalam waktu tertentu).

Di Asia Tenggara penyakit DBD pertama kali ditemukan di Manila (Philipina) pada tahun 1953, kemudian menyebar keberbagai negara. Di Indonesia penyakit ini mulai ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, kemudian menyebar, yang sampai kini di semua propinsi di Indonesia sudah terjangkit penyakit ini, (Depkes, 1995). Kota Cimahi merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat dimana jumlah tertinggi kasus DBD terutama di Kecamatan Cimahi Tengah, dan pada enam bulan terakhir terdapat empat orang meninggal dunia karena penyakit ini, data kasus DBD seperti terlihat pada tabel 1 berikut ini

Tabel 1 Jumlah Penyakit DBD Perkecamatan di Kota Cimahi Tahun 2004

No KECAMATAN Kelurahan Jumlah

1

Cimahi Utara

Pasir kaliki Cibabat Citeureup Cipageran

9 77 30 29

Total 145

2 Cimahi Tengah Cimahi Karangmekar Padasuka Setiamanah Baros Cigugur Tengah

24 13 53 24 21 85

Total 209

3 Cimahi Selatan Cibeber Leuwigajah Utama Cibeureum Melong

19 17 5 63 36

Total 130

Kota Cimahi 484

Sumber :Dinkes Kota Cimahi (2004)

Page 4: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 4

Tingginya kasus demam berdarah di di Kecamatan Cimahi Tengah disebabkan oleh berbagai faktor, hasil survey yang dilakukan oleh peneliti factor sanitasi lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya melakukan “3M” menjadi factor yang paling berperan dalam timbulnya kasus demam beradah.

Sampai saat ini vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virus dengue belum ada, oleh karena itu pemberantasan penyakit DBD terutama dilaksanakan dengan membasmi nyamuk penularnya. Fogging dengan insektisida memang dapat dengan seketika mematikan semua nyamuk dewasa sehingga penularan dapat dihentikan, tetapi jika jentiknya masih dibiarkan hidup maka penyebaran penyakit itu akan terulang kembali karena dalam waktu singkat jentik-jentik tersebut muncul menjadi nyamuk-nyamuk baru yang menetas dari tempat perkembangbiakannya (sarang nyamuk). Atas dasar inilah, maka cara yang efektif untuk memberantas nyamuk aedes aegypti adalah dengan membasmi sarangnya yang dikenal dengan “Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue” (PSN-DBD) yang dikenal dengan istilahnya “3M” yaitu (1) menguras tempat penampungan air atau menabur abate, (2) menutup rapat-rapat tempat penampungan air, dan (3) mengubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti (Depkes;1996). Seperti disebutkan diatas, bahwa titik berat pemberantasan penyakit DBD adalah dengan pelaksanaan PSN-DBD dengan harapan bila kegiatan ini berjalan dengan baik akan dapat menekan berkembangkiaknya nyamuk, minimal angka bebas jentik pada pemeriksaan jentik berkala lebih dari 95% (angka jentik kurang dari 5%) dimana dengan angka tersebut dapat menurunkan tingkat penularan dan pemberantasan nyamuk Aedes Aegypty. Mourbas (2000) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti di Pelabuhan Teluk Bayur Padang menunjukkan bahwa terdapat enam variabel yang berhubungan secara bermakna dengan perilaku terhadap PSN yaitu pengetahuan, sikap, sarana dan prasana, penyuluhan kesehatan, pemberantasan nyamuk dewasa dan pemeriksaan jentik Aedes Aegypti. Kusriastuti dkk (2001) dalam penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan aktifitas ibu kades dalam kegiatan “Paket Bersama” PSN-DBD di Purwokerto menunjukkan bahwa faktor-faktor predisposisi (pendidikan, jumlah anak, pengetahuan tentang penyakit DHF, sikap kader, kebiasaan melaksanakan piket bersama, lama menjadi kader), faktor-faktor enabling (frekuensi pertemuan kader, pencatatan pelaporan, kebiasaan masyarakat, dukungan suami) dan faktor-faktor Reinforcing (Supervisi atasan dan penghargaan) mempunyai hubungan dengan kegiatan “Paket Bersama” PSN-DBD di Purwokerto. B. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas dapat di rumuskan bahwa untuk menurunkan Penyakit DBD harus dilaksanakan PSN-DBD secara terus menerus dan ini di manifestasikan oleh Abj > 95%.Pemberantasan sarang nyamuk merupakan masalah kesehatan masyarakat kota Cimahi dan dapat menimbulkan kejadian luar biasa demam berdarah dengue dan meresahkan masyarakat dan sering menyebabkan kematian terutama pada anak-anak. PSN DBD merupakan manefestasi perilaku,namun hingga saat ini belum pernah dilakukan di kota Cimahi sehingga masalah penelitiannya adalah : 1. Belum diketahuinya perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk.

Page 5: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 5

2. Belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum Diperolehnya gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah dengue di Kota Cimahi.

2. Tujuan Khusus a. Faktor predisposi

1. Diketahuinya hubungan antara variabel pendidikan dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD

2. Diketahuinya hubungan antara variabel pekerjaan dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD

3. Diketahuinya hubungan antara variabel status ekonomi dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD.

4. Diketahuinya hubungan antara variabel pengetahuan dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD.

5. Diketahuinya hubungan antara variabel sikap dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD.

b. Faktor Pemungkin Diketahuinya hubungan antara variabel ketersediaan sarana pemberantasan DBD dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD

c. Faktor Penguat 1. Diketahuinya hubungan antara variabel keterapaparan dengan perilaku

masyarakat dalam PSN-DBD 2. Diketahuinya hubungan antara variabel pemeriksaan jentik nyamuk Aedes

Aegipty dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD d. Mengetahui faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan perilaku

masyarakat dalam PSN-DBD D. Kerangka Konsep Secara teori uraian bab terdahulu,aspek perilaku masyarakat sangat erat kaitannya dengan keberhasilan upaya pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN-DBD) yang berkaitan dengan variabel perilaku yang tedapat dalam teori Green (1980) dan sekaligus menjadi kerangka konsep dalam penelitian ini

peneliti membatasi untuk predisposing hanya diambil pendidikan,pekerjaan,status

ekonomi pengetahuan,dan sikap,sedangkan untuk faktor enabling hanya diambil

sarana dan prasran pemberantasan sarang nyamuk DBD dan faktor Reinforcing hanya diambil keterpaparan penyuluhan dan pemeriksaan jentik nyamuk Aedes Aegypti. Kerangka konsep yang dibuat dengan berpedoman pada Teori Green seperti gambar dibawah ini :

Page 6: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 6

Kerangkan Konsep a) Variabel Independen Variabel Dependen

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik yang dilakukan secara observasional, dimana untuk mengetahui tentang hubungan antara pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, pengetahuan, sikap, ketersediaan sarana dan prasarana PSN-DBD, keterpaparan penyuluhan dan pemeriksaan jentik nyamuk, Aedes Aegypti dengan perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk pada penyakit DBD. Desain penelitian ini adalah secara potong lintang (Cross sectional), karena pendekatan ini bersifat sesaat pada suatu waktu dan tidak diikuti secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu, disamping itu keuntungan menggunakan pendekatan ini adalah mudah dilaksanakan, ekonomis baik dari segi biaya maupun waktu. B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah diwilayah Cigugur Tengah dan yang terambil menjadi sample adalah RW 03, RW 04, RW 06, RW 10, RW 13, RW 14, RW 15, dan RW 18 Kelurahan endemic DBD (Cigugur Tengah) dengan pengambilan sampel rumah tangga dan setiap rumah dipilih secara acak: sejumlah 400 responden. Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus Ariawan (1998:20) sebagai berikut:

I. FAKTOR PREDISPOSISI � Pendidikan � Pekerjaan � Status Ekonomi � Pengetahuan � Sikap

FAKTOR PEMUNGKIN � Sarana dan

Prasarana PSN-DBD

FAKTOR PENGUAT

� Keterpaparan

penyuluhan

� Pemeriksaan jentik

nyamuk Aedes

Aegypty

Perilaku

Masyarakat

dalam

PSN-DBD

Page 7: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 7

Z ² 1-α / 2 P (1-P) n =

d² (1.96) ² x 0,5 (1-0,5)

n = (0,05) ² Keterangan: n = Sampel penelitian Z = 1-α / 2 = 1,96 α = 0,05 P = Proporsi perilaku yang baik = 0,5 d = 0,05 Cara pengambilan sampel dengan Sistematis Random Sampling dengan langkah sebagai berikut: dari data di lapangan bahwa Kelurahan Cigugur Tengah terdiri dari 19 RW dan setiap RW pengambilan sample dengan cara acak dimulai dari rumah bapak RW dan dilewati sebanyak rasio banyaknya rumah dengan sampel yang dibutuhkan, misalnya RW 01 dengan jumlah rumah tangga 80 maka sampel dari rumah Bapak RW kemudian dilewati empat rumah yang menjadi sampel berikutnya. HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat Variabel Dependen Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berperilaku baik sebanyak 212 orang (53%), sedangkan yang berperilaku kurang baik sebanyak 188 orang (47%), seperti terlihat pada tabel 2 berikut ini

Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Variabel Dependen

Variabel Dependen Jumlah Persentase

Perilaku dalam PSN-DBD

• Baik

• Kurang Baik

212 188

53 47

Jumlah 400 100

= 385 dibulatkan = 400

Page 8: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 8

B. Analisis Univariat Variabel Independen Tabel 2

Distribusi Responden Menurut Variabel Independen Variabel Independen Jumlah %

Pendidikan

• Tinggi

• Rendah

187 213

46,8 53,3

Pekerjaan

• Tidak bekerja

• Bekerja

283 117

29,3 70,8

Status Ekonomi

• Tinggi

• Rendah

138 262

34,5 65,5

Pengetahuan

• Baik

• Kurang baik

242 258

60,5 39,5

Sikap

• Mendukung

• Tidak mendukung

211 189

52,8 47,3

Sarana dan Prasarana

• Tersedia

• Tidak tersedia

243 157

60,8 39,3

Keterpaparan Penyuluhan

• Terpapar

• Tidak terpapar

209 191

52,3 47,8

Pemeriksaan Jentik

• Pernah

• Tidak pernah

141 259

35,3 64,8

C. Keberadaan Jentik

Tabel 3 Distribusi Responden Menurut Keberadaan Jentik Di Rumah Responden

Keberadaan Jentik Jumlah %

Rumah ada jentik Rumah bebas jentik

107 293

26,75 73,25

D. Analisis Bivariat 1. Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Responden dalam PSN-DBD.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa proporsi responden yang berpendidikan tinggi yang mempunyai perilaku baik dalam PSN-DBD sebesar 74,3 %, dan ini lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi responden yang pendidikannya rendah yaitu sebesar 34,3 %. Hasil uji statistic menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan perilaku dalam PSN-DBD antara responden yang berpendidikan tinggi dengan responden yang berpendidikan rendah (P = 0,000)

Nilai OR = 5,554 (95% CI: 3,601-8,565) menunjukkan responden yang berpendidikan tinggi mempunyai peluang untuk berperilaku baik dalam PSN-DBD sebesar 5,554 kali dibandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah;

Page 9: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 9

Tabel 3 Hubungan pendidikan dengan Perilaku

Pendidikan Perilaku Jml P Value

OR Baik Kurang

baik

Tinggi (SMU & PT)

Rendah (SD & SMP)

139 (74,3%)

73 (34,3%)

48 (25,7%) 140

(65,7%)

187 213

0,000

5,554

Jumlah 212 (53 %)

188 (47 %)

400

2. Hubungan Pekerjaan dengan Perilaku Responden dalam PSN -DBD Dalam penelitian ditemukan proporsi responden yang bekerja dan berperilaku baik sebesar 55,6 %, lebih besar dibandingkan dengan proporsi responden yang tidak bekerja yaitu sebesar 51,9 %. Dari hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna perilaku dalam PSN-DBD antara responden yang bekerja dengan responden yang tidak bekerja (P=0,583). Seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4 Hubungan Pekerjaan dengan Perilaku PSN

Pekerjaan Perilaku Jml P

Value OR

Baik Kurang baik

Bekerja

Tidak bekerja

65 (55,6%) 147

(51,9%)

52 (44,4%) 136

(48,1%)

117

283

0,583

1,156

Jumlah 212 (53 %)

188 (47 %)

400

3. Hubungan Status Ekonomi dengan Perilaku Responden dalam PSN-DBD. Dari hasil penelitian hubungan antara status ekonomi dengan perilaku responden dalam PSN-DBD terlihat bahwa responden yang status ekonominya tergolong tinggi dan berperilaku baik sebesar 60,9 a5, lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi responden yang status ekonominya tergolong rendah yaitu sebesar 48,9 %. Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna perilaku dalam PSN-DBD antara responden yang berstatus ekonomi tinggi dengan responden status ekonomi rendah (P=0,029). Dari nilai OR = 1,628 (95% CI: 1,071-2,476) menunjukkan responden yang status ekonominya tergolong tinggi mempunyai peluang untuk berperilaku baik dalam PSN-DBD sebesar 1,628 kali dibandingkan dengan responden yang status ekonominya rendah. Seperti terlihat pada tabel berikut ini:

Page 10: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 10

Tabel 7 Hubungan Status Ekonomi dengan Perilaku PSN

Status Ekonomi

Perilaku Jml P Value

OR

Baik Kurang baik

Tinggi

Rendah

84 (60,9%) 128

(48,9%)

54 (39,1%) 134

(51,1%)

138

262

0,029

1,628

Jumlah 212 (53 %)

188 (47 %)

400

4. Hubungan pengetahuan dengan Perilaku Responden dalam PSN-DBD Dari hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan perilaku responden dalam PSN-DBD terlihat proporsi responden yang berpengetahuan baik dan berperilaku baik sebesar 62 %, lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi responden yang berpengetahuan kurang baik yaitu sebesar 39,2 %. Hasil uji statistic menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna perilaku dalam PSN-DBD antara responden yang berpengetahuan baik dengan responden yang pengetahuan kurang baik (P=0,000) Nilai OR = 2,525 (95% CI: 1,673-3,810) menunjukkan responden yang berpengetahuan baik mempunyai peluang untuk berperilaku baik dalam PSN-DBD sebesar 2,525 kali dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan kurang baik, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku PSN

Pengetahuan Perilaku Jml P

Value OR

Baik Kurang baik

Baik

Kurang baik

150 (62%) 62

(39,2%)

92 (38%) 96

(60,8%)

242

258

0,000

2,525

Jumlah 212 (53 %)

188 (47 %)

400

5. Hubungan sikap dengan Perilaku Responden dalan PSN-DBD Hasil penelitian ditemukan bahwa proporsi responden yang bersikap mendukung kegiatan PSN-DBD dan berperilaku baik sebesar 63,5 %, lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi responden yang bersikap tidak mendukukng yaitu sebesar 41,3 %. Hasil uji statistic menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna proporsi perilaku dalam PSN-DBD antara responden yang mendukung kegiatan PSN-DBD dengan responden yang tiak mendukung kegiatan PSN-DBD. (p=0,000) Nilai OR=2,477 (95% CI: 1,655-3,706) menunjukkan responden yang bersikap mendukung kegiatan PSN-DBD mempunyai peluang untuk berperilaku baik dalam PSN-DBD sebesar 2,477 kali disbanding dengan responden yang bersikap tidak mendukung kegiatan PSN-DBD. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini

Page 11: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 11

Tabel 6 Hubungan Sikap Dengan Perilaku PSN

Sikap Perilaku Jml P

Value OR

Baik Kurang baik

Mendukung

Tidak mendukung

134 (63,5%)

78 (41,3%)

77 (36,5%) 111

(58,7%)

211

189

0,000

2,477

Jumlah 212 (53 %)

188 (47 %)

400

6. Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Perilaku Responden dalam PSN-

DBD. Dari hasil analisis hubungan antara sarana dan prasarana dengan perilaku responden dalam PSN-DBD terlihat proporsi responden yang menyatakan tersedia sarana dan prasarana dalam kegiatan PSN-DBD dan berperilaku baik sebesar 59,7 %, lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi responden yang menyatakan tidak tersedia sarana dan prasarana dalam kegiatan PSN-DBD yaitu sebesar 42,7 %. Hasil uji statistic menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan perilaku dalam kegiatan PSN-DBD antara responden yang menyatakan tersedia sarana dan prasaran dengan responden yang menyatakan tidak adanya sarana dan prasarana. (P=0,001) Nilai OR = 1,988 (95% CI: 1,323-2,986) menunjukkan responden yang menyatakan tersedia sarana dan prasarana dalam kegiatan PSN-DBD mempunyai peluang untuk berperilaku baik dalam PSN-DBD sebesar 1,988 kali dibandingkan dengan responden yang menyatakan tidak tersedia sarana dan prasarana dalam kegiatan PSN-DBD. Untuk lebih jelasnya dapa dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 7 Hubungan Sarana dan Prasaran dengan Perilaku PSN

Sarana dan Prasarana

Perilaku Jml P Value

OR

Baik Kurang baik

Tersedia

Tidak tersedia

145 (59,7%)

67 (42,7%)

98 (40,3%)

90 (57,3%)

243

157

0,001

1,988

Jumlah 212 (53 %)

188 (47 %)

400

7. Hubungan Keterpaparan Penyuluhan dengan Perilaku Responden dalam

PSN-DBD. Dari hasil penelitian didapatkan responden yang terpapar penyuluhan dan berperilaku baik sebesar 61,2 %, lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang tidak terpapar penyuluhan yaitu sebesar 44 %. Hasil uji statistic menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna proporsi perilaku responden antara responden yang terpapar penyuluhan dengan responden yang tidak terpapar penyuluahan. (p=0,001) Nilai OR=2,013 (95% CI: 1,351-2,999) menunjukkan responden yang terpapar penyuluhan mempunyai peluang untuk berperilaku baik dalam PSN-DBD sebesar

Page 12: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 12

2,013 kali dibandingkan dengan responden yang tidak terpapar penyuluhan. Lihat tabel berikut ini.

Tabel 8 Hubungan Keterpaparan dengan Perilaku PSN

Keterpapar

an Penyuluhan

Perilaku Jml P Value

OR

Baik Kurang baik

Terpapar

Tidak terpapar

128 (61,2%)

84 (44%)

81 (38,8%) 107 (56%)

209

191

0,001

2,013

Jumlah 212 (53 %)

188 (47 %)

400

8. Hubungan Pemeriksaan Jentik dengan Perilaku Responden dalam PSN-DBD.

Hasil analisis hubungan pemeriksaan jentik dengan perilaku responden dalam PSN-DBD. Terlihat proporsi responden yang menyatakan pernah dilakukan pemeriksaan jentik dan berperilaku baik sebesar 70,9 %, lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi responden yang menyatakan tidak pernah dilakukan pemeriksaan jentik yaitu sebesar 43,2 %. Hasil analisis statistic menunjukkan adanya hubungan yang signifikan pemeriksaan jentik dengan perilaku dalam PSN-DBD (P=0,000). Nilai OR = 3,201 (95% CI: 2,064-4,965) menunjukkan responden yang menyatakan pernah dilakukan pemeriksaan jentik mempunyai peluang berperilaku baik dalam PSN-DBD sebesar 3,201 kali dibandingkan dengan responden yang menyatakan tidak pernah dilakukan pemeriksaan jentik, seperti terlilhat pada tabel berikut ini:

Tabel 9 Hubungan Pemeriksaan Jentik dengan Perilaku PSN

Pemeriksaan Jentik

Perilaku Jml P Value

OR

Baik Kurang baik

Pernah

Tidak pernah

100 (70,9%) 112

(43,2%)

41 (29,1%) 147

(56,8%)

141

259

0,000

3,201

Jumlah 212 (53 %)

188 (47 %)

400

E. ANALISIS MULTIVARIAT Analisis multivariate bertujuan untuk mendapatkan model yang terbaik dan menentukan faktor yang dominant pada perilaku responden dalam PSN-DBD. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap beberapa factor yang berhubungan dengan perilaku responden dalam PSN-DBD secara bersama-sama untuk memperoleh jawaban factor independent mana yang berhubungan dengan perilaku responden dalam PSN-DBD. Tahap analisa multivariate meliputi pemilihan variabel model kandidat multivariate, pembuatan model an analisis interaksi.

Page 13: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 13

1. Pemilihan Model Kandidat Multivariat Tahap pertama dilakukan penentuan variabel yang akan masuk dalam pemodelan dengan nilai p value < 0,25. Hasil penelitian perilaku responden dalam PSN-DBD ditemukan ada 7 variabel yaitu pendidikan, status ekonomi, pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana, keterpaparan penyuliuhan dan pemeriksaan jentik yang memiliki p < 0,25. Dengan demikian 5 variabel tersebut masuk ke dalam model bentuk multivariate seperti terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 10

Hasil Analisis Regresi Logistik Sederhana antara Variabel Independen dengan Perilaku Responden dalam PSN-DBD di Kelurahan Cigugur Tengah Kecamatan

Cimahi Tengah.

No VARIABEL p-value

1 Pendidikan 0,000

2 Pekerjaan 0,510

3 Status Ekonomi 0,022

4 Pengatahuan 0,000

5 Sikap 0,000

6 Saran dan prasarana 0,001

7 Keterpaparan penyuluhan 0,001

8 Pemeriksaan Jentiik 0,000

b. Pemilihan Model Multivariat Dari 7 variabel independent yang masuk dalam model multivariate selanjutnya dianalisis dengan mempertimbangkan penilaian yaitu pembuangan variabel yang nilai p-valuenya tertinggi kemudian diolah lagi dengan tidak mengikutkan variabel yang nilai p-valuenya tertinggi, sampai didapatkan nilai ratio loglikerhood (p< 0,05), hasil akhir pemilihan model multivariate seperti terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 11 Hasil Akhir Pemilihan Model Multivariat di Kelurahan Cigugur Tengah

Kecamatan Cimahi Tengah

VARIABEL Pendidikan Sarana Konstanta

B 3,184 -1,825 -2,422

Wald 47,206 15,661 42,451

DF 1 1 1

Sig 0,000 0,000 0,000

OR 24,142 0,161 0,089

95% CI OR Lower Upper

9,732 0,065

59,840 0,389

Page 14: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 14

Pada tabel diatas terlihat bahwa variabel yang paling dominant berhubungan dengan perilaku responden dalam PSN-DBD adalah pendidikan dan sarana dan prasarana. Dari hasil tersebut juga terlihat variabel yang mempunyai Odd Ratio (OR) terbesar yaitu variabel pendidikan sebesar 24,132 dengan demikian variabel pendidikan yang paling besar pengaruhnya terhadap perilaku responden dalam PSN-DBD setelah dikontrol oleh variabel sarana dan prasarana.

PEMBAHASAN

1. Perilaku Responden dalam PSN-DBD Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 53 % perilaku masyarakat dalam PSN-DBD sudah baik dan lebih besar dibandingkan dengan perilaku masyarakat yang perilakunya masih kurang baik yaitu sebesar 47 %. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Idris, M (2003) di Kota Jambi yang menemukan perilaku masyarakat terhadap PSN-DBD sebesar 58,8 %. Sarwono, S (1993) menyatakan bahwa perilaku masyarakat merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain perilaku merupakan respon / reaksi seseorang, individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya, sedangkan respon dapat bersifat aktif maupun pasif. Factor perilaku merupakan penyebab utama dari penularan DBD oleh karena itu upaya penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD merupakan kesehatan yang harus direncanakan baik secara lintas program maupun lintas sektor terkait serta mensepakati mekanisme koordinasi sehingga memperlancar penggerakan PSN-DBD Dari data yang didapatkan oleh peneliti mengenai tingginya angka penderita demam berdarah di wilayah Cigugur Tengah selama tahun 2004 yang mencapai 85 kasus dan ada 8 (delapan) orang yang meninggal dunia karena penyakit demam berdarah, hal ini sangat bertolak belakang dengan hasil peneliti yang didapatkan perilaku masyarakat yang sebagian besar sudah baik perilakunya dalam PSN-DBD, hal ini merupakan suatu hal yang menarik untuk di kaji oleh peneliti, dimana masyarakat pada enam bulan yang lalu setelah banyaknya kasus demam beradarah bahkan ada yang meninggal dunia, masyarakat mulai sadar akan kurangnya kesadaran mereka untuk melakukan PSN-DBD, kemudian dengan kampanye PSN-DBD oleh pemerintah hal itu memberikan dampak baik bagi masarakat untuk lebih giat melakukan PSN-DBD. Banyaknya masyarakat yang sudah berperilaku baik dalam PSN-DBD yang mencapai 53 %, hal ini belum menjadi suatu keberhasilan dalam program penyuluhan akan pentingnya PSN-DBD, karena masih ada 47 % masyarakat yang perilakunya kurang baik dalam program PSN-DBD di wilayah Cigugur Tengah, dan ini merupakan dorongan dan panggilan bagi petugas kesehatan untuk bekerja sama dengan sector lain dalam hal mensukseskan kampanye pemberantasan sarang nyamuk, dengan target menyadarkan masyarakat akan pentingnya PSN sehingga masyarakat mau dan terdorong untuk melakukan PSN-DBD.

Page 15: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 15

2. Pendidikan Responden Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang pendidikan rendah lebih banyak dibandingkan pendidikan tinggi, ini terlihat bahwa responden yang berpendidikan rendah sebesar 53,3 % dan pendidikan tinggi 46,8 %. Namun bila dilihat dari perilaku responden yang berperilaku baik dalam PSN-DBD ternyata proporsi responden yang berpendidikan tinggi berperilaku baik lebih banyak dari pada responden yang berpendidikan rendah. Dari hasil uji statistic chi-square diperoleh nilai p-value=0,000, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan proporsi perilaku responden yang berperilaku baik dalam PSN-DBD antara responden yang berpendidikan tinggi dan yang berpendidikan rendah dengan perkataan lain dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan perilaku dalam PSN-DBD. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Holani (1994) dan Mourbas (2000) menemukan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara pendidikan dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD Dalam penelitian ini pendidikan tinggi responden terdiri dari responden yang lulus SMA dan responden yang lulusan perguruan tinggi, ternyata setelah dilakukan penelitian responden yang lulusan SMU dan pendidikan tinggi lebih berkencenderungan berperilaku baik dalam PSN-DBD, itu bisa diartikan bahwa responden yang berpendidikan tinggi mempunyai pemahaman tentang bahaya penyakit demam berdarah lebih baik di bandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah dan responden yang berpendidikan tinggi lebih mempunyai kesadaran akan pentingnya melakukan pencegahan terhadap penularan penyakit demam berdarah, Kemaknaan penelitian ini didukung oleh Notoadmojo (1993) yang menyatakan semakin tinggi pendidikan masyarakat akan semakin memudahkan mereka menyerap dan memahami pesan-pesan kesehatan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dan sebaliknya. Dari hasil analisis multivariate ternyata variabel pendidikan mempunyai Odd Ratio (OR) terbesar yaitu 24,132 dengan demikian variabel pengetahuan yang paling besar hubungannya dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD atau responden dengan pengetahuan tinggi akan berpeluang berperilaku baik 24,132 kali disbanding dengan responden yang berpengetahuan rendah setelah dikontrol oleh variabel sarana dan prasarana. Dengan demikian masyarakat yang berpendidikan tinggi dan tersedianya sarana dan prasarana dalam PSN-DBD terkait dengan perubahan perilaku masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk deman berdarah 3. Pekerjaan Responden

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa proporsi responden yang tidak bekerja lebih banyak dibandingkan dengan responden yang bekerja, yaitu untuk kelompok resonden yang tidak bekerja sebesar 70,8 % dan responden yang bekerja sebesar 29,3 %, tetapi lain halnya bila dilihat dari proporsi perilaku responden yang berperilaku baik dalam PSN-DBD antara responden yang tidak bekerja dan yang bekerja hampir sama. Dari hasil uji statistic chi square diperoleh nilai p-value sebesar 0,583 berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan perilaku dalam PSN-DBD

Page 16: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 16

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Holani (1994) dan Idris, M (2003) yang mendapatkan tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan partisipasi responden dalam kegiatan PSN-DBD.

Peneliti mencoba menelusuri permasalahan ini dan ada beberapa hal yang mungkin mempengaruhi ketidakmanaan ini adalah responden walaupun bekerja dan mereka sibuk dengan pekerjaannya sehari-hari namun mereka tetap melakukan “3M” (menguras, menutup dan mengubur) tempat penampungan air 1 (satu) minggu sekali dengan memanfaatkan hari libur atau pekerjaan tersebut dilakukan oleh pembantu atau anggota keluarga yang lain. Setelah peneliti melakukan wawancara kepada resonden ternyata responden yang tidak bekerja mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan tidur, nongkrong dan bermain sehingga tidak mempunyai rencana kerja yang rutin per harinya, sedangkan bagi responden yang bekerja walaupun sibuk dengan pekerjaannya sehari-hari, tapi mereka mempunyai rencana kerja yang jelas, kapan mereka kerja dan istirahan. Dan mereka juga tahu kapan mereka harus menguras. menutup dan mengubur barang-barang bekas, seminggu sekali dengan memanfaatkan hari libur atau pekerjaan tersebut dilakukan oleh pembantu atau anggota keluarga yang lain 4. Status Ekonomi Responden

Berdasarkan hasil penelitian terhadap aspek status ekonomi ditemukan responden yang status ekonominya tergolong rendah sebesar 65,5 %, dan itu lebih banyak bila dibandingkan dengan responden yang berstatus ekonomi tinggi yaitu sebanyak 34,5 %, tetapi bila dilihat dari perilaku responden yang berperilaku baik dalam PSN-DBD terdapat perbedaan proporsi antara responden yang berstatus ekonomi tergolong tinggi dengan responden yang tergolong ekonomi rendah. Hasil uji staistik chi-square diperoleh nilai p-value sebesar 0,022 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan perilaku responden dalam PSN-DBD antara responden yang berstatus ekonomi tinggi dengan responden yang berstatus ekonomi rendah atau terdapat hubungan yang bermakna antara status ekonomi dengan perilaku responden dalam PSN-DBD.

Dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap responden di wilayah Kelurahan Cigugur Tengah dengan sempitnya lahan untuk mengubur barang-barang bekas, banyak masyarakat yang mengeluh akan kurangnya sarana dan prasana untuk memberantas nyamuk Aides Agepty seperti tidak adanya abate di setiap rumah karena abate yang di berikan melalui puskesmas sangat terbatas dan bila masyarakat dianjurkan untuk beli abate meraka mengeluh tidak mempunyai dana, demikian juga dengan rencana pengasapan/Foging banyak masyarakat yang mau dilaksanakannya foging, tapi masalahnya masyarakat tidak mau bila program foging itu dipungut biaya, padahal program foging dari Dinas Kesehatan memang gratis tapi orang yang melaksanakannya perlu biaya akomodasi dan upah, tapi masyarakat masih banyak yang kurang mengerti akan hal itu.

Fenomena ini perlu dipertimbangkan dan perhatian bagi program PSN-DBD dimana petugas kesehatan dalam penyuluhan kesehatan lingkungan dan PSN lebih memperhatikan masyarakat yang status ekonominya tergolong rendah dan bukan berarti masyarakat yang status ekonominya tergolong tinggi diabaikan. 5. Pengetahuan Responden

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang berpengatahuan baik lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan kurang baik, hal ini terlihat dari responden yang berpengetahuan baik sebesar 60,5 % dan responden

Page 17: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 17

yang berpengetahuan kurang baik sebesar 39,5 %. Begitu pula bila dilihat dari proporsi perilaku responden yang berilaku baik dalam PSN-DBD didapat lebih banyak proporsi responden yang berpengetahuan baik yang berperilaku baik dalam PSN dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan kurang baik. Hasil uji statistic chi-square diperoleh nilai p-value sebesar 0,000 maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan perilaku responden dalam PSN-DBD antara responden yang berpengetahuan baik dan berpengetahuan kurang baik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Idris M (2003) dan Mourbas (2000) yang menyatakan ada hubugan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku dalam PSN-DBD.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori Green dalam Notoatmodjo (1985) yang menyatakan bahwa pengetahuan mempunyai pengaruh sebagai motivasi awal bagi seseorang dalam berperilaku. Selain itu Notoatmodjo (1993) juga menyatakan bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan masyarakat akan pentingnya pemberantasan sarang nyamuk akan mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan dalam PSN-DBD, masih banyaknya masyarakat yang kurang pengetahuannya tentang PSN-DBD ini adalah tanggung jawab petugas kesehatan untuk memberi penyuluhan yang insentif mengingat bahaya yang diakibatkan oleh penyakit demam berdarah ini bisa mengakibatkan kematian, petugas kesehatan harus menyadari bahwa pendidikan masyarakat yang sebagian besar hanya lulusan SMP dan ini akan berpengaruh terhadap pemehaman mereka terhadap suatu informasi yang diperoleh, oleh karena itu pendekatan yang edukatif dan kooperatif bersama aparat kelurahan setempat harus dilakukan.

Pengalaman peneliti dilapangan adalah hal yang sangat berharga dimana masyarakat masih banyak yang menolak bila dilakukan pemeriksaan jentik naymuk di rumah mereka dengan alasan mereka terganggu dan kurang kooperatifnya masyarakat menjadi pertanyaan besar bagi peneliti dan dengan koordinasi melalui aparat setempat akhirnya peneliti mendapatkan informasi bahwa sebagian besar masyarakat mau didatangi rumahnya kalau memberikan sesuatu seperti uang, sembako dan lainnya. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya PSN-DBD, sebagian masyarakat masih berpikir bahwa pemeriksaan jentik nyamuk itu tidak memberikan keuntungan secara materi kepada mereka, tapi mereka tidak sadar bahwa kegiatan ini adalah untuk kepentingan mereka juga. 6. Sikap Responden dalam penelitian ini ditemukan jumlah responden yang bersikap mendukung lebih banyak (52,8 %) dibanding responden yang bersikap tidak mendukung (47,3 %), hasil ini juga diikuti dengan banyaknya proporsi responden yang berilaku baik dalam PSN-DBD pada responden yang bersikap mendukung dibandingkan dengan responden yang bersikap tidak mendukung. Hasil uji statistic chi square diperoleh nilai p-value sebesar 0,000 maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna perilaku responden dalam PSN-DBD antara responden yang bersikap mendukung dengan responden yang bersikap tidak mendukung. Menurut Mar’at (1984) menyatakan bahwa sikap merupakan produk dari proses sosialisai, dimana seseorang akan bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya. Dalam kaitannya sikap ini sangat erat hubungannya dengan pengetahuan yang diperoleh baik dari pengalaman sendiri maupun dari lingkungannya.

Page 18: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 18

Hal ini sesuai dengan Sarwono (1993) dimana sikap adalah suatu kecenderungan untuk merespon secara positif maupun negatef terhadap suatu obyek melalui suatu persuasi, panutan dari seseorang atau dari kelompok sosialnya. Hal ini sesuai dengan apa yang ditemukan Green dalam Notoatmodjo (1985) bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, keyakinan dan lain-lain. Dengan demikian sikap masyarakat yang positif akan berpengaruh terhadap perilakunya sendiri terhadap PSN. Walaupun perilaku seseorang dipengaruhi oelh sikap namun tidak selamanya sikap akan otomatis terwujud dalam suatu tindakan, karena untuk dapat terwujudnya suatu sikap menjadi kekuatan yang nyata diperlukan factor pendukung antara lain fasilitas, dukungan dari pihak lain serta pengalaman, lingkungan dan motivasi (Azwar 1988). Teori ini sesuai dengan apa yang ditemukan oleh peneliti di lapangan, bahwa masyarakat sudah menyikapi program pemberantasan sarang nyamuk dengan baik, tetapi kendala yang dialami oleh masyarakat adalah mengenai dana, kalau hanya menutup, menguras dan mengubur dengan segala keterbatsan sarana dan prasaran yang dimiliki, masyarakat masih mau melakukan, tetapi lain halnya dengan pengadaan abate dan foging, masyarakat mau dilakukan foging kalau itu dilakukan dengan gratis tanpa dipungut biaya sedikitpun demikian pula dengan abate, masyarakat berkeinginan abate tiap rumah diberikan secara cuma-cuma. Sikap masyarakat ini terungkap setelah dilakukan pertemuan di kantor Kelurahan Cigugur, banyak masyarakat yang mengeluhkan kondisi ekonomi mereka dan hal ini memang wajar karena sebagian besar masyarakat adalah ekonomi rendah dengan penghasilan yang pas-pasan. Oleh karena itu setiap kegiatan yang mengeluarkan biaya, masyarakat banyak yang tidak mendukung kecuali biaya itu ditanggung oleh pemerintah, hal ini merupakan masukan yang berharga bagi semua pihak untuk dijadikan pertimbangan terutama dana bila melakukan kegiatan di wilayah Cigugur Tengah. 7. Sarana dan Prasarana

Dari hasi penelitian didapatkan jumlah responden yang tersedia sarana dan prasarana dalam PSN-DBD sebesar 60,8% lebih banyak dibandingkan dengan responden yang tidak tersedia sarana dan prasarana yaitu sebesar 39,3 % dan bila dilihat secara proporsi terlihat juga responden yang berperilaku baik dalam PSN-DBD pada responden yang tersedia sarana dan prasana lebih banyak di bandingkan dengan responden yang tidak tersedia sarana dan prasarana dalam PSN-DBD. Hasil uji statistic chi square diperoleh nilai p-value sebesar 0,001 maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan perilaku responden dalam PSN-DBD antara yang responden yang tersedia sarana dan prasaran dengan responden yang tidak tersedia sarana dan prasarana.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Idris (2003) dan Mourbas (2000) yang menyatakan terdapat hubungan antara sarana dan prasarana untuk kegiatan PSN dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD.

Hasil ini sesuai dengan Green dalam Notoatmodjo (1985) yang mengungkapkan sarana dan prasarana merupakan factor yang akan mendukung masyarakat untuk berbuat atau berperilaku baik dalam kesehatan, artinya dengan adanya factor pendukung (sarana dan prasarana), maka masyarakat akan melakukan kegiatan yang nyata dalam pemberantasan sarang nyamuk Ades aegypti.

Dengan demikian peranan sarana dan prasarana merupakan penunjang kegiatan PSN-DBD, terutama dalam hal tersediaan abate diperlukan perencanaan

Page 19: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 19

yang baik dalam hal pemenuhan kebutuhan abate untuk pelaksanaan PSN-DBD sehingga mencapai target PSN-DBD, sebagaimana peneliti temukan dilapangan masih banyak masyarakat yang tidak mempunyai abate, hal itu dikarenakan ketersediaan abate di Puskesmas yang terbatas sehingga banyak masyarakat yang tidak kebagian abate, abate sangat penting dalam hal PSN-DBD, Karena abate berfungsi membunuh jentik nyamuk yang ada penampungan air, kalau dibandingkan dengan fogging justru abate lebih efektif dalam PSN karena Fogging hanya membunuh nyamuk dewasa. Untuk mengupayakan ketersediaan abate dengan mengingat keterbatasan anggaran yang bersumber dari Negara, maka pemerintah daerah hal ini perlu mencari sumber pembiayaan selain APBN yaitu anggaran APBD untuk penanggulangan penyakit yang berpotensial terjadinya wabah ini. Dalam analisis multivariate variabel sarana dan prasarana merupakan variabel yang sangat dominant berhubungan dengan perlaku masyarakat dalam PSN-DBD, kalau peneliti amati di lapangan sarana yang paling dikeluhkan oleh masyarakat adalah tidak adanya lahan untuk mengubur barang-barang bekas, karena perumahan yang sangat padat sehingga lahan untuk mengubur kadang-kadang tidak tersedi lagi oleh masyarakat, sehingga banyak barang bekas seperti kaleng, botol yang tertumpuk di belakang rumah dan itu adalah sumber bersarangnya nyamuk Ade aegyti. Oleh karena itu yang paling efektif adalah menguras, menutup dan pemeberian abate di tempat penampungan air masyarakat. 8. Keterpaparan Penyuluhan Dari hasil penelitian ditemukan bahwa responden dengan keterpaparan penyuluhan, terdapat sebesar 52,3 % responden mengatakan pernah mendapatkan penyuluhan dari petugas kesehatan, sedangkan responden yang menyatakan tidak pernah mendapat penyuluhan sebesar 47,8 %, dan kalau kita dilihat dari proporsi responden yang berperilaku baik dalam PSN-DBD didapat lebih banyak proporsi responden yang berperilaku baik dalam PSN-DBB didapatkan lebih banyak proporsi responden yang pernah mendapat penyuluhah dari petugas kesehatan dibandingkan dengan responden yang tidak pernah mendapat penyuluhan dari petugas kesehatan. Hasil uji statistic chi square diperoleh nilai p-value sebesar 0,001 maka dapat disimpulakan terdapat perbedaan yang bermakna proporsi perilaku responden dalam PSN-DBD antara responden yang pernah mendapat penyuluhan dengan responden yang tidak pernah mendapat penyuluhan. Hasil ini didukung oleh Skiner (1981) dan Idris (2003) yang menyatakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsangan dan respond an Mantra (1997), yang menyatakan perilaku adalah respon individu terhadap stimulus, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Perangsangan, respon atau stimulus dalam hal ini adalah penyuluhan kesehatan tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD baik yang berasal dari petugas kesehatan maupun dari media elektronika atau sumber informasi lain. Hasil ini juga sesuai dengan teori Green dalam Notoatmodjo (1985) yang menyatakan bahwa perubahan masyarakat didukung oleh factor penguat yaitu penyuluhan kesehatan dari petugas kesehatan akan memotifasi masyarakat untuk berbuat nyata. Masih kurangnya penyuluah oleh petugas kesehatan dikarenakan bahwa keterbatasan tenaga kesehatan, sehingga petugas kesehatan lebih berorientasi di Puskesmas sebagai tempat pengobatan, sehingga petugas akan turun kelapangan kalau sudah masalah kesehatan itu mewabah, dan tindakan ini salah padahal kalau

Page 20: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 20

mereka mengerti pentingnya pencegahan daripada pengobatan, maka petugas kesehatan akan beorientasi pada program penyuluhan dari pada 9. Pemeriksaan Jentik Peneliti dari hasil survey dilapangan didapatkan bahwa masyarakat yang menyatakan tidak pernah dilakukan pemeriksaan jentik sebesar 35,3 %, sedangkan responden yang menyatakan tidak pernah dilakukan pemeriksaan jentik yaitu sebesar 64,8 %, namun bila dilihat dari perilaku responden yang berperilaku baik dalam PSN-DBD terdapat perbedaan proporsi antara responden yang pernah dilakukan pemerisaan jentik dengan yang tidak dilakukan pemerisaan jentik. Hasil uji statistic chi square diperoleh nilai p-value 0,000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan perilaku responden dalam PSN-DBD antara responden yang pernah dilakukan pemeriksaan jentik dengan responden yang tidak pernah dilakukan pemeriksaan jentik. Hasil analisis dengan nilai OR 3,201 berarti responden yang pernah dilakukan pemeriksaan jentik mempunyai peluang sebesar 3,201 kali untuk berperilaku baik dalam PSN-DBD dibandingkan dengan responden yang tidak pernah dilakukan pemeriksaan jentik. Seperti peneliti lakukan dilapangan dengan wawancara dengan masyarakat, bahwa masih banyak masyarakat yang mengatakan tidak pernah dilakukan pemeriksaan jentik, sehingga mereka menyangka bahwa keberadaan jentik hanya ada di bak panampungan air seperti; bak mandi dan bak pencucian pakaian, padahal masih banyak tempat lain yang masyarakat kurang sadari bahwa itu adalah tempat berkembangnya nyamuk Ades Aegypti seperi; tempat minum burung, ban bekas dan lain sebagainya. Sebagaimana kita ketahui bahwa dengan dilakukannya pemeriksaan jentik maka petugas kesehatan langsung bisa melakukan penyuluhan kepada tiap keluarga. Menurut Depkes RI (1996) pemeriksaan jentik berkala adalah kegiatan pemeriksaan terhadap tempat penampungan air (TPA), dilaksanakan 4 kali dalam setahun dan hasil pemeriksaan jentik berkala tersebut dapat digunakan untuk memotivasi masyarakat agar gerakan PSN dapat dilakukan secara rutin pada setiap kesempatan. Dengan adanya pemeriksaan jentik Aedes aegypti oleh petugas kesehatan, hal ini terlihat sangat mendorong masyarakat untuk berbuat melaksanakan kegiatan PSN-DBD. Hasil ini sesuai dengan teori Green dalam Notoatmodjo (1985) yang menyatakan dlam perubahan perilaku masyarakat didukung oleh factor penguat dan dengan adanya pemeriksaan jentik Aedes aegypti oleh petugas kesehatan, akan memotivasi masyarakat untuk melakukan kegiatan PSN. 10. Keberadaan Jentik

dari hasil penelitian ini rumah responden yang ada jentik sebanyak 26,75%, hasil ini sangat jauh bila dibandingkan dengan penelitian Mourbas sebesar 12% dan Idris sebesar 11,5%, padahal Rekomendasi Depkes bahwa angka jentik harus dibawah 5% hal ini dimaksudkan untuk bila terjadi letusan kasus akan membatasi kejadian luar biasa.

Tingginya angka keberadaan jenti nyamuk ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat akan keberadaan jentik nyamuk, dimana masyarakat hanya melihat jentik nyamuk pada bak mandi, bak pencucian pakaian atau bak yang menampung air banyak, padahal masih banyak tempat yang menjadi berkembangnya jentik nyamuk Aedes aegypti seperti ban bekas, tempat minum burung dll. Disisi lain

Page 21: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 21

masyarakat masih selalu mengharapkan adanya fogging untuk memberantas nyamuk, padahal kegiatan fogging hanya membunuh nyamuk yang dewasa dan jentik nyamuk tidak akan mati dengan fogging.

Rendahnya pengetahuan masyarakat akan hal ini dikarenakan masih kurangnya kegiatan penyuluhan oleh petugas kesehatan, selama ini petugas kesehatan bekerjasama dengan aparat desa mengadakan penyuluhan hanya di kantor desa dengan mengundang masyarakat untuk berkumpul, tapi masih banyak masyarakat yang tidak pernah mendapat penyuluhan karena ketika disuruh kumpul di kantor desa meraka banyak yang bekerja di pagi hari, oleh karena itu seharusnya petugas kesehatan dan aparat desa melakukan penyuluhan tidak hanya terbatas di kantor desa, tapi bisa dilakukan melalui posyandu, kader desa yang telah ditunjuk, bahkan petugas bisa datang di sore hari kerumah penduduk untuk melakukan penyuluhan.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden berperilaku

baik dalam PSN-DBD yaitu sebesar 53 %, sudah cukup baiknya perilaku masyarakat dalam PSN-DBD karena banyaknya kasus demam berdarah bahkan ada yang meninggal dunia, tapi masih ada 47 % masyarakat yang masih kurang baik perilakunya dalam PSN-DBD dan hal ini merupakan dorongan petugas kesehatan dengan aparat pemerintah untuk meningkatkan penyuluhan PSN-DBD.

2. Dari delapan variabel independent yang diteliti ada tujuh variabel (pendidikan, status ekonomi, pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana, keterpaparan penyuluhan dan pemeriksaan jentik) yang berhubungan secara bermakna dengan variabel dependen (perilaku masyarakat PSN-DBD)

3. Terdapat dua variabel (pendidikan dan sarana dan prasarana) yang paling dominan berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD di Kelurahan Cigugur Tengah.

4. Dalam penelitian ini juga sekaligus dilakukan observasi jentik dimana dari penelitian ini didapatkan angka yang masih tinggi yaitu 26,75 %, dimana dalam rekomendasi departemen kesehatan yaitu kurang dari 5 %.

B. Saran 1. Untuk Masyarakat Keberhasilan program PSN-DBD sangat ditentukan oleh dukungan masyarakat terhadap petugas kesehatan, oleh karena itu masyarakat sebagai subyek program harus senantiasa mendukung dan memberikan respon yang baik kepada petugas kesehatan dalam melaksanakan kegiatan PSN, dan lebih penting dari itu adalah supaya masyarakat selalu mengikuti petunjuk dan saran dari petugas yang melakukan penyuluhan tentang PSN-DBD, karena sikap yang baik dan perilaku yang mendukung terhadap program PSN-DBD merupakan kunci keberhasilan program PSN.

Page 22: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 22

2. Puskesmas

1. Seperti telah diketahui hasil dari analisis multivariate terdapat bahwa pendidikan dan sarana dan prasarana merupakan variabel yang paling dominan, Puskesmas sebagai ujung tombak keberhasilan program kesehatan harus senantiasa melakukan pembinaan di wilayah kerja dalam PSN-DBD dengan cara memberikan penyuluhan secara rutin melalui posyandu, majelis ta’lim dan kegiatan organisasi masyarakat dengan melibatkan kader, aparat kelurahan dan tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda.

2. Mengenai sarana dan prasarana supaya Puskesmas Cigugur Tengah menyediakan abate yang cukup dan dibagikan kepada masyarakat secara cuma-cuma..

3. Perlu digalakkan kegiatan PSN-DBD yaitu dengan mendukung pelaksaan kegiatan PSN-DBD melalui pelaksanaan kegiatan pemeriksaan jentik minimal membentuk satu kelurahan model PSN-DBD.

4. Kader sebagi anggota masyarakat yang secara sukarela menggerakkan masyarakat dalam PSN-DBD perlu dibekali dengan pengetahuan yang memadai melalui pelatihan.

5. Selain pemeriksaan jentik perlu dicari alternative lain bentuk penyuluhan yang tepat sesuai dengan kondisi dan kultur masyarakat Kelurahan Cigugur Tengah.

6. Perlu diadakan lomba dan pemberian pernghargaan bagi kader, RT, RW dengan angka jentik kurang dari 5 %.

7. Melakukan penyuluhan mengenai “3M” terutama dalam mengubur barang-barang bekas, supaya masyarakat mampu mengolah barang-barang bekas karena keterbatasan lahan, dan tidak adanya tempat pembuangan akhir untk sampah

3. Dinas Kesehatan Kota Cimahi

1. Perlu digalakkan kegiatan PSN-DBD yaitu dengan mendukung pelaksaan

kegiatan PSN-DBD melalui pelaksanaan kegiatan pemeriksaan jentik minimal membentuk satu kelurahan model PSN-DBD

2. Mengadakan advokasi ke Pemda supaya Pemda lebih mengaktifkan tim pokjanal DBD dan ke tim PKK untuk mengaktifkan kader-kadernya dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan jentik dalam PSN-DBD atau dapat mencontoh kegiatan yang dilakukan oleh kader Dasawisma di Kota Purwokerto dalam kegiatan piket bersama

3. Perlu diadakan lomba dan pemberian pernghargaan bagi kader, RT, Kelurahan serta Kecamatan dengan angka jentik kurang dari 5 %.

4. Melakukan koordinasi dengan pihak terkait berhubungan dengan pembuangan sampah, karena sampah merupakan salah satu yang dapat menyebabkan

Page 23: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 23

DAFTAR PUSTAKA

Ariawan, (1998)

Cara Pengambilan Besaran Sampel, FKM-UI, Depok

Azrul Azwar, (1993)

Pengantar Pendidikan Kesehatan, Sastra Hudaya, Jakarta.

Bidiarto, E (2001)

Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, EGC, Jakarta.

Budiarto, E (2003)

Metodologi Penelitian Kedokteran, EGC, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI (1994)

Membina Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah

Dengue (PSN-DBD), Direktorat PPM dan PLP, Jakarta

Departemen Kesehatan RI (1995)

Mengerakkan Masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) , Direktorat PPMdan PLP, Jakarta

Departemen Kesehatan RI (1996)

Modul Pelatihan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD), Direktorat PPM dan PLP, Jakarta

Departemen Kesehatan RI (1998)

Petunjuk Teknis Penggerakkan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD), Direktorat PPM dan PLP, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI (1999)

Petunjuk Teknis Bulan Gerakkan 3M Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD), Direktorat PPM dan PLP, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI (1999)

Panduan Umum Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan Ibid an

Anak, Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota Cimahi, (2004)

Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Cimahi, Sub Dinad Bina Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, Cimahi.

Dinas Kesehatan Kota Cimahi, (2005)

Laporan Tahunan Penyakit Menular di Kota Cimahi, Sub Dinas Bina

Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, Cimahi.

Page 24: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 24

Irianto, A (2003)

Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya, Prenada Media, Jakarta.

Ismoyowati, (1999)

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Masyarakat dalam

Pemberantasan Penyakit Malaria di Nusa Tenggara Timur, Thesis program

Pascasarjana FKM-UI, Depok.

Kusriastuti, R, dkk, (2001)

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Aktifitas Ibu Kader dalam Kegiatan “Piket Bersama” PSN-DBD di Purwokerto. Direktorat PPM dan PLP, Jakarta.

Mantra, IB, (1997)

Strategi Penyuluhan Kesehatan, Pusat Penyuluhan Kesehatan Depkes RI, Jakarta.

Mourbas, M, 2000

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Masyarakat Terhadap

Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegipty di Pelabuhan Teluk Bayur Padang, Thesis Program, Pascasarjana FKM-UI, Depok.

Mueller, JD, (1996)

Mengukur Sikap Sosial, Cetakan Kedua, Bumi Aksara, Jakarta.

Muninjaya, G (2002)

Langkah-langkah Praktis Penyusunan Proposal dan Publikasi Ilmiah, EGC,

Jakarta.

Notoadmodjo, S, (1984)

Pengantar Pendidikan Kesehatan Masyarakat, FKM-UI, Jakarta.

Notoadmodjo, S, (1993)

Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan, Badan Penerbit FKM-UI, Depok

Notoadmodjo, S, (2003)

Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Andi Offset,

Yogyakarta.

Notoadmodjo, S, (2002)

Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

Green, L, (1980)

Health Education Planning A Diagnostic Approach, First Edition, Publishing

Company, The Jhons Hopkins University, California.

Page 25: OLEH: Agus Riyanto, SKM.,M - · PDF filebaik pada masyarakat dalam PSN-DBD, penyuluhan/penyebarluasaninformasi lebihdifokuskanterutamapadadaerahyangendemis di KotaCimahi. Kepustakaan:33

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 25

Gibson, James L, (1993)

Organisasi dan Manajemen Perilaku Struktur Proses, Erlangga, Edisi

Keempat, Jakarta.

Priohastono, S, (1993)

Analisa Data, Program Pascasarjana FKM-UI, Depok

Pranoto, dkk (1989)

Aspek Entomologi Demam Berdarah Dengue, Semiloka DBD, UI, Depok.

Sarwono, S (1993)

Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya, Gajah Mada

Universitas, Yogyakarta.

Sabri, L, Hastomo, SP, (1999)

Modul (MA 2600) Biostatistik dan Statistik Kesehatan, Jurusan Kependudukan

dan Biostatistik, FKM-UI, Depok.

Sastroasmoro, Ismael, (2002)

Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi ke-2, Sagung Seto, Jakarta.

Singarimbun, Masti dan Effendi, (1998)

Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta

Sugiarto, Siagian, dkk (2003)

Teknik Sampling, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

World Health Organization, Depkes RI, 2000

Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue. SEARO