Upload
linda-fatrisia
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/29/2019 New Graves
1/48
Penyakit Graves IPOSTING OLEH ADMIN KAMIS, 17 JULI 2008
Penyakit Graves merupakan bentuk tiroktoksikosis (hipertiroid) yang paling sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan pada wanita
dari pada pria. Tanda dan gejala penyakit Graves yang paling mudah dikenali ialah adanya
struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/
hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, serta disertai dermopati, meskipun jarang.
(1,2,3)
Patogenesis penyakit Graves sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti. Namun
demikian, diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme yang
belum diketahui secara pasti meningkatnya risiko menderita penyakit Graves. Berdasarkan
ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara
lain dengan ditemukannya antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating
Hormone - Receptor Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi.(1,2)
2.1 Definisi
Penyakit Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering hipertiroidisme adalah
suatu penyakit otonium yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja
mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari
hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus,
oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati.(1,4,5,6)
2.2 Etiologi
Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit otoimun, dimana penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat,
dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit
yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid
didalam darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria,
dan dapat terjadi pada semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun
sampai 40 tahun.(2,6)
2.3 Patogenesis
Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada
didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi
http://medlinux.blogspot.com/2008/07/penyakit-graves.htmlhttp://medlinux.blogspot.com/2008/07/penyakit-graves.html7/29/2019 New Graves
2/48
terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam
membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal
dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang
erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme otoimunitas merupakan faktor
penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit
Graves.
Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg),
thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu
protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita yang
diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid
penderita penyakit Graves.
Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila terangsang oleh
pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan molekul-molekul
permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasikan antigen pada
limfosit T.
Gambar 1 : Patogenesis Penyakit Graves
http://1.bp.blogspot.com/_I0UHlGxoP6A/SH67zVIz_ZI/AAAAAAAAAIU/F-5q6SkClQI/s1600-h/New+Picture.png7/29/2019 New Graves
3/48
Faktor genetik berperan penting dalam proses otoimun, antara lain HLA-B8 dan HLA-DR3 pada
ras Kaukasus, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada ras Cina dan HLA-B17 pada orang kulit hitam.
Faktor lingkungan juga ikut berperan dalam patogenesis penyakit tiroid otoimun seperti penyakit
Graves. Virus yang menginfeksi sel-sel tiroid manusia akan merangsang ekspresi DR4 pada
permukaan sel-sel folikel tiroid, diduga sebagai akibat pengaruh sitokin (terutama interferon
alfa). Infeksi basil gram negatif Yersinia enterocolitica, yang menyebabkan enterocolitis kronis,
diduga mempunyai reaksi silang dengan otoantigen kelenjar tiroid. Antibodi terhadap Yersinia
enterocolitica terbukti dapat bereaksi silang dengan TSH-R antibody pada membran sel tiroid
yang dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves. Asupan yodium yang tinggi dapat
meningkatkan kadar iodinated immunoglobulin yang bersifat lebih imunogenik sehingga
meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya penyakit tiroid otoimun. Dosis terapeutik dari
lithium yang sering digunakan dalam pengobatan psikosa manik depresif, dapat pula
mempengaruhi fungsi sel limfosit T suppressor sehingga dapat menimbulkan penyakit tiroid
otoimun. Faktor stres juga diduga dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves, namun
sampai saat ini belum ada hipotesis yang memperkuat dugaan tersebut.
Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi sitotoksik
lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R
pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan
menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan
otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.
Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam jaringan
fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi glikosaminoglikans .
Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan perangsangan katekolamin, seperti
takhikardi, tremor, dan keringat banyak. Adanya hiperreaktivitas katekolamin, terutama epinefrin
diduga disebabkan karena terjadinya peningkatan reseptor katekolamin didalam otot jantung.(2)
2.4 Gambaran Klinis
A. Gejala dan Tanda
Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidalyang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar
tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala
hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan.
Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit
lembab, berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan
7/29/2019 New Graves
4/48
kelemahan srta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal
yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai
80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag
(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. (3)
Gambaran klinik klasik dari penyakit graves antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter
difus dan eksoftalmus. (5)
Perubahan pada mata (oftalmopati Graves) , menurut the American Thyroid Association
diklasifikasikan sebagai berikut (dikenal dengan singkatan NOSPECS) :
Kelas Uraian
0 Tidak ada gejala dan tanda
1 Hanya ada tanda tanpa gejala (berupa upper lid retraction,stare,lid lag)
2 Perubahan jaringan lunak orbita
3 Proptosis (dapat dideteksi dengan Hertel exphthalmometer)
4 Keterlibatan otot-otot ekstra ocular
5 Perubahan pada kornea (keratitis)
6 Kebutaan (kerusakan nervus opticus)
Kelas 1, terjadinya spasme otot palpebra superior dapat menyertai keadaan awal tirotoksikosis
Graves yang dapat sembuh spontan bila keadaan tirotoksikosisnya diobati secara adekuat.
Pada Kelas 2-6 terjadi proses infiltratif pada otot-otot dan jaringan orbita.
Kelas 2 ditandai dengan keradangan jaringan lunak orbita disertai edema periorbita, kongesti
dan pembengkakan dari konjungtiva (khemosis).
Kelas 3 ditandai dengan adanya proptosis yang dapat dideteksi dengan Hertel
exophthalmometer.
Pada kelas 4, terjadi perubahan otot-otot bola mata berupa proses infiltratif terutama padamusculus rectus inferior yang akan menyebabkan kesukaran menggerakkan bola mata keatas.
Bila mengenai musculus rectus medialis, maka akan terjadi kesukaran dalam menggerakkan
bola mata kesamping.
Kelas 5 ditandai dengan perubahan pada kornea ( terjadi keratitis).
Kelas 6 ditandai dengan kerusakan nervus opticus, yang akan menyebabkan kebutaan.
7/29/2019 New Graves
5/48
Oftalmopati Graves terjadi akibat infiltrasi limfosit pada otot-otot ekstraokuler disertai dengan
reaksi inflamasi akut. Rongga mata dibatasi oleh tulang-tulang orbita sehingga pembengkakan
otot-otot ekstraokuler akan menyebabkan proptosis (penonjolan) dari bola mata dan gangguan
pergerakan otot-otot bola mata, sehingga dapat terjadi diplopia. Pembesaran otot-otot bola
mata dapat diketahui dengan pemeriksaan CT scanning atau MRI. Bila pembengkakan otot
terjadi dibagian posterior, akan terjadi penekanan nervus opticus yang akan menimbulkan
kebutaan.
Pada penderita yang berusia lebih muda, manifestasi klinis yang umum ditemukan antara lain
palpitasi, nervous, mudah capek, hiperkinesia, diare, berkeringat banyak, tidak tahan panas dan
lebih senang cuaca dingin. Pada wanita muda gejala utama penyakit graves dapat berupa
amenore atau infertilitas.
Pada anak-anak, terjadi peningkatan pertumbuhan dan percepatan proses pematangan tulang.
Sedangkan pada penderita usia tua ( > 60 tahun ), manifestasi klinis yang lebih mencolok
terutama adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati, ditandai dengan adanya palpitasi ,
dyspnea deffort, tremor, nervous dan penurunan berat badan. (1,2)
Pada neonatus, hipertiroidisme merupakan kelainan klinik yang relatif jarang ditemukan,
diperkirakan angka kejadian hanya 1 dari 25.000 kehamilan. Kebanyakan pasien dilahirkan dari
ibu yang menderita penyakit graves aktif tetapi dapat juga terjadi pada ibu dengan keadaan
hipotiroid atau eutiroid karena tiroiditis autoimun, pengobatan ablasi iodine radioaktif atau
karena pembedahan. (8)
Gejala dan tanda apakah seseorang menderita hipertiroid atau tidak juga dapat dilihat atau
ditentukan dengan indeks wayne atau indeks newcastle yaitu sebagai berikut :
7/29/2019 New Graves
6/48
http://4.bp.blogspot.com/_I0UHlGxoP6A/SH68Y4dUmRI/AAAAAAAAAIc/rYfgg3xR9OA/s1600-h/New+Picture.bmp7/29/2019 New Graves
7/48
B. Pemeriksaan laboratorium
Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema dibawah ini :
http://3.bp.blogspot.com/_I0UHlGxoP6A/SH68_rAYoEI/AAAAAAAAAIk/W9WI-pNB-9k/s1600-h/New+Picture+(1).bmp7/29/2019 New Graves
8/48
Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves maupun
tiroiditis Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit Graves. Pemeriksaan
ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid atau pada eksoftamos unilateral
tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas. (2)
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan hipertiroidisme
umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar
hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-
tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin
stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan
meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.
Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid,
menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar
hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di
kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak
terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif
terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat
mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat
diperiksa kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4). (1,2,3)
http://4.bp.blogspot.com/_I0UHlGxoP6A/SH69UZ0exII/AAAAAAAAAIs/1coi9-Cm1zc/s1600-h/New+Picture+(1).png7/29/2019 New Graves
9/48
C. Pemeriksaan penunjang lain
Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG tiroid) untuk menegakkan
diagnosis penyakit Graves jarang diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes supresi tiroksin. (1)
D. Diagnosis Banding
Penyakit Graves dapat terjadi tanpa gejala dan tanda yang khas sehingga diagnosis kadang-
kadang sulit didiagnosis. Atrofi otot yang jelas dapat ditemukan pada miopati akibat penyakit
Graves, namun harus dibedakan dengan kelainan neurologik primer.
Pada sindrom yang dikenal dengan familial dysalbuminemic hyperthyroxinemia dapat
ditemukan protein yang menyerupai albumin (albumin-like protein) didalam serum yang dapat
berikatan dengan T4 tetapi tidak dengan T3. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan
kadar T4 serum dan FT4I, tetapi free T4, T3 dan TSH normal. Disamping tidak ditemukan
adanya gambaran klinis hipertiroidisme, kadar T3 dan TSH serum yang normal pada sindrom ini
dapat membedakannya dengan penyakit Graves.
Thyrotoxic periodic paralysis yang biasa ditemukan pada penderita laki-laki etnik Asia dapat
terjadi secara tiba-tiba berupa paralysis flaksid disertai hipokalemi.
Paralisis biasanya membaik secara spontan dan dapat dicegah dengan pemberian
suplementasi kalium dan beta bloker. Keadaan ini dapat disembuhkan dengan pengobatan
tirotoksikosis yang adekuat.
Penderita dengan penyakit jantung tiroid terutama ditandai dengan gejala-gejala kelainan
jantung, dapat berupa :
- Atrial fibrilasi yang tidak sensitif dengan pemberian digoksin
- High-output heart failure
Sekitar 50% pasien tidak mempunyai latar belakang penyakit jantung sebelumnya, dan
gangguan fungsi jantung ini dapat diperbaiki dengan pengobatan terhadap tirotoksikosisnya.
Pada penderita usia tua dapat ditemukan gejala-gejala berupa penurunan berat badan, struma
yang kecil, atrial fibrilaasi dan depresi yang berat, tanpa adanya gambaran klinis dari
manifestasi peningkatan aktivitas katekolamin yang jelas. Keadaan ini dikenal dengan
apathetic hyperthyroidism. (2)
E. Komplikasi
Krisis tiroid (Thyroid storm)
Merupakan eksaserbasi akut dari semua gejala tirotoksikosis yang berat sehingga dapat
mengancam kehidupan penderita.
7/29/2019 New Graves
10/48
Faktor pencetus terjadinya krisis tiroid pada penderita tirotoksikosis antara lain :
- Tindakan operatif, baik tiroidektomi maupun operasi pada organ lain
- Terapi yodium radioaktif
- Persalinan pada penderita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak diobati secara adekuat.
- Stress yang berat akibat penyakit-penyakit seperti diabetes, trauma, infeksi akut, alergi obat
yang berat atau infark miokard.
Manifestasi klinis dari krisis tiroid dapat berupa tanda-tanda hipermetabolisme berat dan
respons adrenergik yang hebat, yaitu meliputi :
- Demam tinggi, dimana suhu meningkat dari 38C sampai mencapai 41C disertai dengan
flushing dan hiperhidrosis.
- Takhikardi hebat , atrial fibrilasi sampai payah jantung.
- Gejala-gejala neurologik seperti agitasi, gelisah, delirium sampai koma.
- Gejala-gejala saluran cerna berupa mual, muntah,diare dan ikterus.
Terjadinya krisis tiroid diduga akibat pelepasan yang akut dari simpanan hormon tiroid didalam
kelenjar tiroid. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar T4 dan T3 didalam
serum penderita dengan krisis tiroid tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kadarnya pada
penderita tirotoksikosis tanpa krisis tiroid.
Juga tidak ada bukti yang kuat bahwa krisis tiroid terjadi akibat peningkatan produksi
triiodothyronine yang hebat. Dari beberapa studi terbukti bahwa pada krisis tiroid terjadi
peningkatan jumlah reseptor terhadap katekolamin, sehingga jantung dan jaringan syaraf lebih
sensitif terhadap katekolamin yang ada didalam sirkulasi. (2)
Hipertiroidisme dapat mengakibatkan komplikasi mencapai 0,2% dari seluruh kehamilan dan
jika tidak terkontrol dengan baik dapat memicu terjadinya krisis tirotoksikosis, kelahiran
prematur atau kematian intrauterin. Selain itu hipertiroidisme dapat juga menimbulkan
preeklampsi pada kehamilan, gagal tumbuh janin, kegagalan jantung kongestif, tirotoksikosis
pada neonatus dan bayi dengan berat badan lahir rendah serta peningkatan angka kematian
perinatal. (8)
PENGELOLAAN PENYAKIT GRAVES
Walaupun mekanisme otoimun merupakan faktor utama yang berperan dalam patogenesis
terjadinya sindrom penyakit Graves, namun penatalaksanaannya terutama ditujukan untuk
mengontrol keadaan hipertiroidisme.
Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis pengobatan terhadap hipertiroidisme akibat penyakit
Graves, yaitu : Obat anti tiroid, Pembedahan dan Terapi Yodium Radioaktif.
7/29/2019 New Graves
11/48
Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis,
usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya
serta penyakit lain yang menyertainya. (1,2)
3.1 Obat obatan
a. Obat Antitiroid : Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil dipasarkan
dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan
karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang isinya sama
dengan metimazol.
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi intratiroid yang
utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4, dengan cara
menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin, mengubah
struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi
ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya
PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-4 ke T-3 ini, PTU
lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan segera hormon tiroid di
perifer. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih
panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka waktu
pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat-obat
anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat
berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan.
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya diawali
dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis
pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari).
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap 6 jam.
Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali sehari.Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat menghambat
konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon secara cepat pada
fase akut dari penyakit Graves.
Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis tunggal sekali
sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan,
7/29/2019 New Graves
12/48
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 20 mg perhari. (2)
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada beratnya
tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200 mg/hari dan
metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama.
Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia.
Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari
dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis
eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum memberikan
efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap sampai dosis maksimal,
tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum
obat, aktivitas fisis dan psikis. (1)
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek samping, yaitu
agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping agranulositosis yang lebih kecil),
gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama
pengobatan. Agranulositosis merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian
terapi dengan Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium
radioaktif.. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk
mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid
antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut.
Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu
pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang
kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian
penggunaan obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya
dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau operasi. (1,2)
Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti dengan obat jenis
yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya. (1)
Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves adalah penyakit
autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi. Evaluasi pengobatan paling tidakdilakukan sekali/bulan untuk menilai perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis
obat selanjutnya. Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang
dapat mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis terkecil
yang masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan tiap 3
bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang menetap dapat diprediksi pada hampir 80%
7/29/2019 New Graves
13/48
penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid bila ditemukan keadaan-keadaan sebagai
berikut :
1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.
2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti Tiroid dosis
rendah.
3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.
Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-3 toksikosis),
karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis, sementara kadar TSH akan tetap
rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai.
Sedangkan parameter klinis yang dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar
tiroid, dan mata.
b. Obat Golongan Penyekat Beta
Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat bermanfaat untuk
mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor,
cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek
antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3
melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol umumnya
berkisar 80 mg/hari.3,4
Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan durasi kerja lebih
panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan metoprolol 50 mg/hari
dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa dengan propranolol.
Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek samping yang
dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan depresi, dan yang lebih
jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan trombositopenia. Obat golongan
penyekat beta ini dikontraindikasikan pada pasien asma dan gagal jantung, kecuali gagal
jantung yang jelas disebabkan oleh fibrilasi atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan pada
keadaan bradiaritmia, fenomena Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi
penghambat monoamin oksidase.
c. Obat-obatan LainObat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic contrast, potassium perklorat
dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek menurunkan kadar hormon tiroid, tetapi jarang
digunakan sebagai regimen standar pengelolaan penyakit Graves. Obat-obat tersebut sebagian
digunakan pada keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi
iodium radioaktif.
7/29/2019 New Graves
14/48
Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda dengan ukuran kelenjar
yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan dengan Obat Anti Tiroid (OAT) mudah
dilakukan, aman dan relatif murah, namun jangka waktu pengobatan lama yaitu 6 bulan sampai
2 tahun bahkan bisa lebih lama lagi. Kelemahan utama pengobatan dengan OAT adalah angka
kekambuhan yang tinggi setelah pengobatan dihentikan, yaitu berkisar antara 25% sampai
90%. Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain dosis, lama pengobatan,
kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium yang tinggi didalam
makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT.
Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk memantau respons terapi,
dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan kadar FT4 dan TSH.
3.2 Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin
Yang banyak diperdebatkan adalah pengobatan penyakit Graves dengan cara kombinasi OAT
dan tiroksin eksogen. Hashizume dkk pada tahun 1991 melaporkan bahwa angka kekambuhan
renddah yaitu hanya 1,7 % pada kelompok penderita yang mendapat terapi kombinasi
methimazole dan tiroksin., dibandingkan dengan 34,7% pada kelompok kontrol yang hanya
mendapatkan terapi methimazole.
Protokol pengobatannya adalah sebagai berikut :
Pertama kali penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan, selanjutnya 10 mg
perhari ditambah tiroksin 100 g perhari selama 1 tahun, dan kemudian hanya diberi tiroksin
saja selama 3 tahun. Kelompok kontrol juga diberi methimazole dengan dosis dan cara yang
sama namun tanpa tiroksin. Kadar TSH dan kadar TSH-R Ab ternyata lebih rendah pada
kelompok yang mendapat terapi kombinasi dan sebaliknya pada kelompok kontrol. Hal ini
mengisyaratkan bahwa TSH selama pengobatan dengan OAT akan merangsang pelepasan
molekul antigen tiroid yang bersifat antigenic, yang pada gilirannya akan merangsang
pembentukan antibody terhadap reseptor TSH. Dengan kata lain, dengan mengistirahatkan
kelenjar tiroid melalui pemberian tiroksin eksogen eksogen (yang menekan produksi TSH),
maka reaksi imun intratiroidal akan dapat ditekan, yaitu dengan mengurangi presentasi antigen.
Pertimbangan lain untuk memberikan kombinasi OAT dan tiroksin adalah agar penyesuaiandosis OAT untuk menghindari hipotiroidisme tidak perlu dilakukan terlalu sering, terutama bila
digunakan OAT dosis tinggi.
3.3 Pembedahan
Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma yang besar.
7/29/2019 New Graves
15/48
Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan pemberian OAT
(biasanya selama 6 minggu). Disamping itu , selama 2 minggu pre operatif, diberikan larutan
Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari, yang dimaksudkan untuk mengurangi
vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang
pendapat mengenai seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat.
Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan oftalmopati Graves
yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan ,
dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah menyisakan 2-3 gram jaringan tiroid.
Walaupun demikan kebanyakan penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah
mengalami tiroidektomi pada penyakit Graves.
Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan komplikasi
pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1% kasus.
3.4 Terapi Yodium Radioaktif
Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50 tahun yang lalu.
Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek ionisasi partikel beta dengan
penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi local pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek
yang berarti pada jaringan lain disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti dengan nekrosis
seluler, dan dalam perjalanan waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik.
Respons yang terjadi sangat tergantung pada jumlah I131 yang ditangkap dan tingkat
radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi hipofungsi tiroid dini
(dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun. Iodine131 dengan cepat dan
sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk kemudian dengan cepat pula terakumulasi
didalam kelenjar tiroid. Berdasarkan pengalaman para ahli ternyata cara pengobatan ini aman ,
tidak mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat karsinogenik ataupun teratogenik. Tidak
ditemukan kelainan pada bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang pernah mendapat pengobatan
yodium radioaktif.
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau menyusui. Pada pasien
wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium radioaktif perlu dipastikan dulu bahwa yangbersangkutan tidak hamil. Selain kedua keadaan diatas, tidak ada kontraindikasi absolut
pengobatan dengan yodium radioaktif. Pembatasan umur tidak lagi diberlalukan secara ketat,
bahkan ada yang berpendapat bahwa pengobatan yodium radioaktif merupakan cara terpilih
untuk pasien hipertiroidisme anak dan dewasa muda, karena pada kelompok ini seringkali
kambuh dengan OAT.
7/29/2019 New Graves
16/48
Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang kambuh. Reaksi alergi
terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena massa yodium dalam dosis I131 yang
diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram.
Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 12 minggu, dan bila perlu terapi dapat diulang.
Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obat-obat penyekat beta dan / atau
OAT.
Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif terutama dipengaruhi oleh besarnya dosis
I131 dan beberapa faktor lain seperti faktor imun, jenis kelamin, ras dan asupan yodium dalam
makanan sehari-hari.
Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme. Kejadian
hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis; makin besar dosis yang diberikan makin
cepat dan makin tinggi angka kejadian hipotiroidisme.
Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 Ci/g berat jaringan tiroid, didapatkan angka
kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun pertama dan sekitar 3% untuk tiap tahun
berikutnya.
Efek samping lain yang perlu diwaspadai adalah :
- memburuknya oftalmopati yang masih aktif (mungkin karena lepasnya antigen tiroid dan
peningkatan kadar antibody terhadap reseptor TSH), dapat dicegah dengan pemberian
kortikosteroid sebelum pemberian I131
- hipo atau hiperparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara (ketiganya sangat jarang terjadi)
- gastritis radiasi (jarang terjadi)
- eksaserbasi tirotoksikosis akibat pelepasan hormon tiroid secara mendadak (leakage) pasca
pengobatan yodium radioaktif; untuk mencegahnya maka sebelum minum yodium radioaktif
diberikan OAT terutama pada pasien tua dengan kemungkinan gangguan fungsi jantung.
Setelah pemberian yodium radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantau selama 3 sampai 6 bulan
pertama; setelah keadaan eutiroid tercapai fungsi tiroid cukup dipantau setiap 6 sampai 12
bulan sekali, yaitu untuk mendeteksi adanya hipotiroidisme. (2)
3.5 Pengobatan oftalmopati GravesDiperlukan kerjasama yang erat antara endokrinologis dan oftalmologis dalam menangani
oftalmopati Graves. Keluhan fotofobia, iritasi dan rasa kesat pada mata dapat diatasi dengan
larutan tetes mata atau lubricating ointments, untuk mencegah dan mengobati keratitis. Hal lain
yang dapat dilakukan adalah dengan menghentikan merokok, menghindari cahaya yang sangat
terang dan debu, penggunaan kacamata gelap dan tidur dengan posisi kepala ditinggikan untuk
7/29/2019 New Graves
17/48
mengurangi edema periorbital. Hipertiroidisme sendiri harus diobati dengan adekuat. Obat-obat
yang mempunyai khasiat imunosupresi dapat digunakan seperti kortikosteroid dan siklosporin,
disamping OAT sendiri dan hormon tiroid. Tindakan lainnya adalah radioterapi dan
pembedahan rehabilitatif seperti dekompresi orbita, operasi otot ekstraokuler dan operasi
kelopak mata.
Yang menjadi masalah di klinik adalah bila oftalmopati ditemukan pada pasien yang eutiroid;
pada keadaan ini pemeriksaan antibody anti-TPO atau antibody antireseptor TSH dalam serum
dapat membantu memastikan diagnosis. Pemeriksaan CT scan atau MRI digunakan untuk
menyingkirkan kemungkinan penyebab kelainan orbita lainnya.
3.6 Pengobatan krisis tiroid
Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan terhadap hipertiroidisme (menghambat produksi
hormon, menghambat pelepasan hormon dan menghambat konversi T4 menjadi T3, pemberian
kortikosteroid, penyekat beta dan plasmafaresis), normalisasi dekompensasi homeostatic
(koreksi cairan, elektrolit dan kalori) dan mengatasi faktor pemicu.
3.7 Penyakit Graves Dengan Kehamilan
Wanita pasien penyakit Graves sebaiknya tidak hamil dahulu sampai keadaan hipertiroidisme-
nya diobati dengan adekuat, karena angka kematian janin pada hipertiroidisme yang tidak
diobati tinggi. Bila ternyata hamil juga dengan status eutiroidisme yang belum tercapai, perlu
diberikan obat antitiroid dengan dosis terendah yang dapat mencapai kadar FT-4 pada kisaran
angka normal tinggi atau tepat di atas normal tinggi. PTU lebih dipilih dibanding metimazol pada
wanita hamil dengan hipertiroidisme, karena alirannya ke janin melalui plasenta lebih sedikit,
dan tidak ada efek teratogenik. Kombinasi terapi dengan tiroksin tidak dianjurkan, karena akan
memerlukan dosis obat antitiroid lebih tinggi, di samping karena sebagian tiroksin akan masuk
ke janin, yang dapat menyebabkan hipotiroidisme.
Evaluasi klinis dan biokimia perlu dilakukan lebih ketat, terutama pada trimester ketiga. Pada
periode tersebut, kadang-kadang - dengan mekanisme yang belum diketahui- terdapat
penurunan kadar TSHR-Ab dan peningkatan kadar thyrotropin receptor antibody, sehinggamenghasilkan keadaan remisi spontan, dan dengan demikian obat antirioid dapat dihentikan.
Wanita melahirkan yang masih memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui bayinya
dengan aman. (1)
DAFTAR PUSTAKA
7/29/2019 New Graves
18/48
1. Subekti, I, Makalah Simposium Current Diagnostic and Treatment Pengelolaan Praktis
Penyakit Graves, FKUI, Jakarta, 2001 : hal 1-5
2. Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan
Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI : Seri Endokrinologi-Metabolisme, Edisi Juli 2002, PIKKI,
Jakarta, 2002 : hal 9-18
3. Price A.S. & Wilson M.L., Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Alih Bahasa Anugerah P.,
Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995 : hal 1049 1058, 1070 1080
4. Corwin. E J, Patofisiologi, Edisi 1, EGC, Jakarta, 2001 : hal 263 265
5. Stein JH, Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Nugroho E, Edisi 3, EGC,
Jakarta, 2000 : hal 606 630
6. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Prof.Dr.Ahmad H. Asdie, Sp.PD-
KE, Edisi 13, Vol.5, EGC, Jakarta, 2000 : hal 2144-2151
7. Lembar S, Hipertiroidisme Pada Neonatus Dengan Ibu Penderita Graves Disease, Majalah
Kedokteran Atma Jaya Jakarta, Vol 3, No.1, Jakarta, 2004 : hal 57 64
8. Mansjoer A, et all, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3, Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta, 1999 : hal 594-598
9. Noer HMS, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 3, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta, 1996 : hal 725 778
7/29/2019 New Graves
19/48
7/29/2019 New Graves
20/48
Cermin Dunia Kedokteran No. 63, 199051
Pengelolaan dan Pengobatan
Hipertiroidi
A. Guntur
Hermawan
Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
PENDAHULUAN
Hipertiroidi (penyakit Graves, PG) atau juga disebut tirotok-
sikosis adalah suatu keadaan akibat peningkatan kadar hormon
tiroid bebas dalam darah. PG pertama kali dilaporkan oleh Parry
pada tahun 1825, kemudian Graves pada tahun 1835 dan di-
susul oleh Basedow pada tahun 1840.
1
Distribusi jenis kelamin
dan umur pada penyakit hipertiroidi amat bervariasi dari ber-
bagai klinik. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di
RSUP Palembang adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah
6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1 dan di RSHS Bandung 10 :1.
1
Sedangkan distribusi menumt umur di RSUP Palembang yang
terbanyak adalah pada usia 21 - 30 tahuii (41,73%), tetapi
menurut beberapa penulis lain puncaknya antara 30--40 tahun.
3
Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun
1960 diperkirakan 200 juta, 12 juta di antaranya terdapat di Indo-
nesia. Angka kejadian hipertiroidi yang didapat dari beberapa
klinik di Indonsia berkisar antara 44,44% -- 48,93% dari seluruh
penderita dengan penyakit kelenjar gondok.
1Di AS diperkirakan
0,4% populasi menderita PG, biasanya sering pada usia di bawah
40 tahun.
2
Dikenal beberapa penyakit yang dapat menyebabkan hiper-
7/29/2019 New Graves
21/48
tiroidi dengan penyebab tersering toxic diffuse goiterdan toxic
nodular goiter, baik jenis multinoduler maupun soliter.
1 4 5
Beberapa penyebab hipertiroidi yang lain dapat ditemukan pada
tiroiditis subakuta, chronic autoimmune thyroiditis, karsinoma
tiroid, struma ovarii, exogenous hyperthyroidism, hipertiroidi
karena pemakaian jodium.
6
' Da berbagai penyebab hiper-
tiroidi, penyakit Graves (PG) atau penyakit Basedow atau pe-
nyakit Parry merupakan penyebab paling sering ditemukan.
2
8 9
PG adalah suatu penyakit multisistemik yang karakteristik
dengan adanya struma difusa, tirotoksikosis, oftalmopati infil-
tratif dan kadang-kadang disgrtai dengan dermopati infiltratif.
2
PG dikatakan merupakan penyakit otoimun kelenjar tiroid, hal
ini disokong dengan adanya laperan-laporan tentang terdapat-
nya antibodi spesifik pada penderita PG.
2 10 11
Pengobatan penderita hipertiroidi sangat komplek, dan masih
banyak perbedaan pendapat dari para ahli tentang cara terbaik
dalam pengobatan.5
10
Faktor sex, umur, berat ringannya pe-
nyakit, penyakit lain yang menyertainya, penerimaan penderita
serta pengalaman dari pengelola hams dipertimbangkan.
10Pada kesempatan ini akan dibahas cara penanganan pen-
derita hipertiroidi dengan mengingat faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pemilihan cara pengelolaan dan juga dapat
mempengaruhi hasil pengobatan.
PATOFISIOLOGI
7/29/2019 New Graves
22/48
Hipertiroidi adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan
oleh sekresi berlebihan dari hormon tiroid yaitu tiroksin (T4)
dan triiodotironin (T3). Didapatkan pula peningkatan produksi
triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi
tiroksin (T4) di jaringan perifer.
1 2
Dalam keadaan normal hormon tiroid berpengaruh terhadap
metabolisme jaringan, proses oksidasi jaringan, proses pertum-
buhan dan sintesa protein. Hormon-hormon tiroid ini ber-
pengaruh terhadap semua sel-sel dalam tubuh melalui meka-
nisme transport asam amino dan elektrolit dari cairan ekstra-
seluler kedalam sel, aktivasi/sintesa protein enzim dalam sel dan
peningkatan proses-proses intraseluler.
12
Pada mamalia dewasa khasiat hormon tiroid terlihat antara
lain :
--
aktivitas lipolitik yang meningkat pada jaringan lemak
--
modulasi sekresi gonadotropin
--
mempertahankan pertumbuhan proliferasi sel dan maturasi
rambut
-- merangsang pompa natrium dan jalur glikolitik, yang meng-
hasilkan kalorigenesis dan fosforilasi oksidatif pada jaringan
hati, ginjal dan otot.
Dengan meningkatnya kadar hormon ini maka metabolisme
jaringan, sintesa protein dan lain-lain akan terpengaruh, keadaan
ini secara klinis akan terlihat dengan adanya palpitasi, taki-
7/29/2019 New Graves
23/48
7/29/2019 New Graves
24/48
Cermin Dunia Kedokteran No. 63, 1990
52
kardi, fibrilasi atrium, kelemahan, banyak keringat, nafsu
makan yang meningkat, berat badan yang menurun. Kadang-
kadang gejala klinis yang ada hanya berupa penurunan berat
badan, payah jantung, kelemahan otot serta sering buang air
besar yang tidak diketahui sebabnya.
2 7
Patogenesis PG masih belum jelas diketahui. Diduga pe-
ningkatan kadar hormon tiroid ini disebabkan oleh suatu akti-
vator tiroid yang bukan TSH yang menyebabkan kelenjar timid
hiperaktif. Aktivator ini merupakan antibodi terhadap reseptor
TSH, sehingga disebut sebagai antibodi reseptor TSH. Anti-bodi
ini sering juga disebut sebagai thyroid stimulating immuno-
globulin (TSI)
10 11
Dan ternyata TSI ini ditemukan pada hampir
semua penderita PG.
Selain itu pada PG sering pula ditemukan antibodi terhadap
tiroglobulin dan anti mikrosom.
10
11
Penelitian lebih lanjut
menunjukkan bahwa kedua antibodi ini mempunyai peranan
dalam terjadinya kerusakan kelenjar tiroid. Antibodi mikrosom
ini bisa ditemukan hampir pada 60 -70% penderita PG, bahkan
dengan pemeriksaan radioassaybisa ditemukan pada hampir
semua penderita, sedangkan antibodi tiroglobulin bisa ditemukan
pada 50% penderita.10
Terbentuknya autoantibodi tersebut
diduga karena adanya efek dari kontrol immunologik (immuno-
regulation), defek ini dipengaruhi oleh faktor genetik seperti
HLA
7/29/2019 New Graves
25/48
2
9 10 11
dan faktor lingkungan seperti infeksi atau stress.
9
Pada toxic nodular goiterpeningkatan kadar hormon tiroid
disebabkan oleh autonomisasi dari nodul yang bersangkutan
dengan fungsi yang berlebihan sedangkan bagian kelenjar se-
lebihnya fungsinya normal atau menurun.
4 13
DIAGNOSIS
Gambaran klinik hipertiroidi dapat ringan dengan keluhan-
keluhan yang sulit dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat
berat sampai mengancam jiwa penderita karena timbulnya hiper-
pireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps.
3
Keluhan utama biasa-
nya berupa salah satu dari meningkatnya nervositas, berdebar-
debar atau kelelahan. Dari penelitian pada sekelompok penderita
didapatkan 10 geiala yang menonjol yaitu
3 10 15 16
-
Nervositas
-
Kelelahan atau kelemahan otot-otot
-
Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik
-
Diare atau sering buang air besar
-Intoleransi terhadap udara panas
-
Keringat berlebihan
-
Perubahan pola menstruasi
7/29/2019 New Graves
26/48
-
Tremor
-
Berdebar-debar
-
Penonjolan mata dan leher
Gejala-gejala hipertiroidi ini dapat berlangsung dari beberapa
hari sampai beberapa tahun sebelum penderita berobat ke
dokter, bahkan sering seorang penderita tidak menyadari pe-
nyakitnya.
3
Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang khas
yaitu : seorang penderita tegang disertai cara bicara dan tingkah
laku yang cepat, tanda-tanda pada mata, telapak tangan basah
dan hangat, tremor, onchlisis, vitiligo, pembesaran leher, nadi
yang cepat, aritmia, tekanan nadi yang tinggi dan pemendekan
waktu refleks Achilles.
3 17
Atas dasar tanda-tanda klinis tersebut
sebenarnya suatu diagnosis klinis sudah dapat ditegakkan.'
Untuk daerah di mana pemeriksaan laboratorik yang spesifik
untuk hormon tiroid tak dapat dilakukan, penggunaan indeks
Wayne dan New Castle sangat membantu menegakkan diagnosis
hipertiroid. Pengukuran metabolisme basal (BMR), bila basil
BMR > 30, sangat mungkin bahwa seseorang menderita
hipertiroid.
Untuk konfirmasi diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan
hormon timid (thyroid function test), seperti kadar T4 dan T3,
kadar T4 bebas atau free thyroxine index(FT41). Adapun pe-meriksaan lain yang dapat membantu menegakkan diagno-
sis a.l.: pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi anti tiroglo-
bulin dan antimikrosom, pengukuran kadar TSH serum, test
penampungan yodium radioaktif(radioactive iodine uptake) dan
pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning)
7/29/2019 New Graves
27/48
18
19
Khir
18
me-
ngemukakan pendapatnya untuk menegakkan diagnosis PG,
yakni : adanya riwayat keluarga yang mempunyai penyakit yang
sama atau mempunyai penyakit yang berhubungan dengan
otoimun, di samping itu pada penderita didapatkan eksoftalmus
atau miksedem pretibial; kemudian dikonfirmasi dengan pe-
meriksaan antibodi tiroid.
DASAR PENGOBATAN
Beberapa faktor hams dipertimbangkan, ialah :
1.
Faktor penyebab hipertiroidi
2.
Umur penderita
3.
Berat ringannya penyakit
4.
Ada tidaknya penyakit lain yang menyertai
5.
Tanggapan penderita terhadap pengobatannya
6.
Sarana diagnostik dan pengobatan serta pengalaman dokter
dan klinik yang bersangkutan.
Pada dasarnya pengobatan penderita hipertiroidi meliputi :
A.
Pengobatan UmumB.
Pengobatan Khusus
C.
Pengobatan dengan Penyulit
Pengobatan Umum
7/29/2019 New Graves
28/48
2 20
:
1)
Istirahat.
Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita
tidak makin meningkat. Penderita dianjurkan tidak melakukan
pekerjaan yang melelahkan/mengganggu pikiran balk di rmah
atau di tempat bekerja. Dalam keadaan berat dianjurkan bed rest
total di Rumah Sakit.
2)
Diet.
Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral.
Hal ini antara lain karena : terjadinya peningkatan metabolisme,
keseimbangan nitrogen yang negatif dan keseimbangan kalsium
yang negatif.
3)
Obat penenang.
Mengingat pada PG sering terjadi kegelisahan, maka obat
penenang dapat diberikan. Di samping itu perlu juga pemberian
psikoterapi.
Pengobatan Khusus.
1) Obat antitiroid.
Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah thionamide,
yodium, lithium, perchlorat dan thiocyanat.
Obat yang sering dipakai dari golongan thionamide adalah
propylthiouracyl (PTU), 1 - methyl - 2 mercaptoimidazole
(methimazole, tapazole, MMI), carbimazole. Obat ini bekerja
7/29/2019 New Graves
29/48
7/29/2019 New Graves
30/48
Cermin Dunia Kedokteran No. 63, 199053
menghambat sintesis hormon tetapi tidak menghambat sekresi-
nya, yaitu dengan menghambat terbentuknya monoiodotyrosine
(MIT) dan diiodotyrosine (DIT), serta menghambat coupling
diiodotyrosine sehingga menjadi hormon yang aktif. PTU juga
menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi, serta
harganya lebih murah sehingga pada saat ini PTU dianggap
sebagai obat pilihan.
2 21 22
Obat antitiroid diakumulasi dan dimetabolisme di kelenjar
gondok sehingga pengaruh pengobatan lebih tergantung pada
konsentrasi obat dalam kelenjar dari pada di plasma. MMI dan
carbimazole sepuluh kali lebih kuat daripada PTU sehingga
dosis yang diperlukan hanya satu persepuluhnya.
Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 - 600 mg perhari
untuk PTU atau 30 - 60 mg per hari untuk MMI/carbimazole,
terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis tunggal setiap
24 jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU
atau carbimazole dosis tinggi akan memberi remisi yang lebih
besar.
23
Secara farmakologi terdapat perbedaan antara PTU dengan
MMI/CBZ, antara lain adalah :
1.
MMI mempunyai waktu paruh dan akumulasi obat yang lebih
lama dibanding PTU di clalam kelenjar tiroid. Waktu paruh MMI
6 jam sedangkan PTU + 1
1
/2
jam.
13
2.
Penelitian lain menunjukkan MMI lebih efektif dan kurang
7/29/2019 New Graves
31/48
toksik dibanding PTU (dikutip dari 13).
3.
MMI tidak terikat albumin serum sedangkan PTU hampir
80% terikat pada albumin serum, sehingga MMI lebih bebas
menembus barier plasenta dan air susu,
13
sehingga untuk ibu
hamil dan menyusui PTU lebih dianjurkan.
Jangka waktu pemberian tergantung masing-masing pen-
derita (6 - 24 bulan) dan dikatakan sepertiga sampai setengahnya
(50 - 70%) akan mengalami perbaikan yang bertahan cukup
lama. Apabila dalam waktu 3 bulan tidak atau hanya sedikit
memberikan perbaikan, maka harus dipikirkan beberapa ke-
mungkinan yang dapat menggagalkan pengobatan (tidak teratur
minum obat, struma yang besar, pernah mendapat pengobatan
yodium sebelumnya atau dosis kurang)
2 521 23
Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya
gatal-gatal, skin rash dapat ditanggulangi dengan pemberian anti
histamin tanpa perlu penghentian pengobatan. Dosis yang
sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera pengecap,
cholestatic jaundice dan kadang-kadang agranulositosis (0,2 -
0,7%), kemungkinan ini lebih besar pada penderita umur di
atas 40 tahun yang menggunakan dosis besar
.13 20 21 22 23
Efek
samping lain yang jarang terjadi. a.l. berupa : arthralgia, demam
rhinitis, conjunctivitis, alopecia, sakit kepala, edema, limfadeno-
pati, hipoprotombinemia, trombositopenia, gangguan gastro-intestinal.
9 13
2) Yodium.
Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara
akut tetapi dalam masa 3 minggu efeknya akan menghilang
7/29/2019 New Graves
32/48
karena adanya escape mechanism dari kelenjar yang bersangkut-
an, sehingga meski sekresi terhambat sintesa tetap ada. Akibat-
nya terjadi penimbunan hormon dan pada saat yodium dihenti-
kan timbul sekresi berlebihan dan gejala hipertiroidi meng-
hebat.
Pengobatan dengan yodium (MJ) digunakan untuk mem-
peroleh efek yang cepat seperti pada krisis tiroid atau untuk
persiapan operasi. Sebagai persiapan operasi, biasanya diguna-
kan dalam bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan biasanya
15 mg per hari dengan dosis terbagi yang diberikan 2 minggu
sebelum dilakukan pembedahan.
9
Marigold dalam penelitian-
nya menggunakan cairan Lugol dengan dosis 1/2 ml (10 tetes)
3 kali perhari yang diberikan '10 hari sebelum dan sesudah
operasi.
17
3) Penyekat Beta (Beta Blocker).
Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh
adanya hipersensitivitas pada sistim simpatis.
16
Meningkatnya
rangsangan sistem simpatis ini diduga akibat meningkatnya ke-
pekaan reseptor terhadap katekolamin.
13
16 19
Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan
akan menghambat pengaruh hati.Reserpin, guanetidin dan pe-
nyekat beta (propranolol) merupakan obat yang masih diguna-kan.
16
Berbeda dengan reserpin/guanetidin, propranolol lebih
efektif terutama dalam kasus-kasus yang berat.
24
7/29/2019 New Graves
33/48
Biasanya dalam
24 - 36 jam setelah pemberian akan tampak penurunan gejala.
Khasiat propranolol
14 17
:
-
penurunan denyut jantung permenit
-
penurunan cardiac output
-
perpanjangan waktu refleks Achilles
-
pengurangan nervositas
-
pengurangan produksi keringat
-
pengurangan tremor
Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat
menghambat konversi T4 ke T3 di perifer. Bila obat tersebut
dihentikan, maka dalam waktu 4 - 6 jam hipertiroid dapat
kembali lagi. Hal ini penting diperhatikan, karena penggunaan
dosis tunggal propranolol sebagai persiapan operasi dapat me-
nimbulkan krisis tiroid sewaktu operasi.
8
24
Penggunaan pro-
pranolol a.l. sebagai : persiapan tindakan pembedahan atau
pemberian yodium radioaktif, mengatasi kasus yang berat dan
krisis tiroid.4) Ablasi kelenjar gondok.
Pelaksanaan ablasi dengan pembedahan atau pemberian I
131
.
a) Tindakan pembedahan
7/29/2019 New Graves
34/48
Indikasi utaina untuk melakukan tindakan pembedahan
adalah mereka yang berusia muda dan gagal atau alergi terhadap
obat-obat antitiroid. Tindakan pembedahan berupa tiroidektomi
subtotal juga dianjurkan pada penderita dengan keadaan yang
tidak mungkin diberi pengobatan dengan I
131
(wanita hamil atau
yang merencanakan kehamilan dalam waktu dekat).
Indikasi lain adalah mereka yang sulit dievaluasi pengobatan-
nya, penderita yang keteraturannya minum obat tidak teijamin
atau mereka dengan struma yang sangat besar dan mereka
yang ingin cepat eutiroid atau bila strumanya diduga mengalami
keganasan, dan alasan kosmetik.
21 22 23
Untuk persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi
antara thionamid, yodium atau propanolol guna mencapai ke-
adaan eutiroid.
9
13
Thionamid biasanya diberikan 6 - 8 minggu
sebelum operasi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian larut-
an Lugol selama 10 - 14 hari sebelum operasi. Propranolol
dapat diberikan beberapa minggu sebelum operasi, kombinasi
obat ini dengan Yodium dapat diberikan 10 hari sebelum ope-
rasi.
13
Tujuan pembedahan yaitu untuk mencapai keadaan eutiroid
yang permanen.
19Dengan penanganan yang baik, maka angka
7/29/2019 New Graves
35/48
7/29/2019 New Graves
36/48
Cermin Dunia Kedokteran No. 63, 1990
54
kematian dapat diturunkan sampai 0.
13
b) Ablasi dengan I
131
.
Sejak ditemukannya I
131
terjadi perubahan dalam bidang
pengobatan hipertiroidi. Walaupun dijumpai banyak komplikasi
yang timbul setelah pengobatan, namun karena harganya murah
dan pemberiannya mudah, cara ini banyak digunakan.
22
Tujuan pemberian I
131
adalah untuk merusak sel-sel kelenjar
yang hiperfungsi. Sayangnya I
131
ini temyata menaikan angka
kejadian hipofungsi kelenjar gondok (30 -- 70% dalamjollow up
10 -- 20 tahun) tanpa ada kaitannya dengan besarnya dosis
obat yang diberikan. Di samping itu terdapat pula peningkatan
gejala pada mata sebanyak 1 -- 5% dan menimbulkan kekhawatir-
an akan terjadinya perubahan gen dan keganasan akibat peng-
obatan cara ini, walaupun belum terbukti.
21 22 23
Penetapan dosis
1131didasarkan atas derajat hiperfungsi serta
besar dan beratnya kelenjar gondok. Dosis yang dianjurkan
140 -- 160 micro Ci/gram atau dengan dosis rendah 80
micro Ci/gram.
2
7/29/2019 New Graves
37/48
Dalam pelaksanaannya perlu dipertimbangkan antara lain :
dosis optimum yang diperlukan kelenjar tiroid, besar/ukuran
dari kelenjar yang akan diradiasi, efektivitas I
131
di dalam jaring-
an dan sensitivitas jaringan tiroid terhadap I
131, 10
PENGOBATAN PG DENGAN PENYULIT
PG dan Kehamilan
Angka kejadian PG dengan kehamilan 0,2%. Selama ke-
hamilan biasanya PG mengalami remisi, dan eksaserbasi setelah
melahirkan.
23
Dalam pengobatan, yodium radioaktif merupakan kontra-
indikasi karena pada bayi dapat terjadi hipotiroidi yang irever-
sibel.
2
Penggunaan propranolol masih kontroversiil. Beberapa
peneliti memberikan propranolol pada kehamilan, dengan dosis
40 mg 4 kali sehari tanpa menimbulkan gangguan pada proses
kelahiran, tanda-tanda teratogenesis dan gangguan fungsi tiroid
dari bayi yang baru dilahirkan.
14
Tetapi beberapa peneliti lain
mendapatkan gejala-gejala proses kelahiran yang terlambat, ter-
ganggunya pertumbuhan bayi intra uterin, plasenta yang kecil,
hipoglikemi dan bradikardi pada bayi yang baru lahir.
Umumnya propranolol diberikan pada wanita hamil dengan
hipertiroidi dalam waktu kurang dari 2 minggu bilamana diper-siapkan untuk tindakan operatif.
7
Pengobatan yang dianjurkan hanya pemberian obat antitiroid
dan pembedahan. Untuk menentukan pilihan tergantung faktor
pengelola maupun kondisi penderita.
7/29/2019 New Graves
38/48
23
PTU merupakan obat
antitiroid yang digunakan, pemberian dosis sebaiknya serendah
mungkin.
13
Bila terjadi efek hipotiroidi pada bayi, pemberian
hormon tiroid tambahan pada ibu tidak bermanfaat mengingat
hormon tiroid kurang menembus plasenta.
13
Pembedahan dilakukan bila dengan pemberian obat antitiroid
tidak mungkin. Sebaiknya pembedahan ditunda sampai tri-
mester I kehamilan untuk mencegah terjadinya abortus
spontan.
14
Eksoftalmus
Pengobatan hipertiroidi diduga mempengaruhi derajat pe-
ngembangan eksoflmus.
2
Selain itu pada eksoftalmus dapat di-
berikan terapi a.l. : istirahat dengan berbaring terlentang, kepala
lebih tinggi; mencegah mata tidak kering dengan salep mata
atau larutan metil selulose 5%; menghindari iritasi mata dengan
kacamata hitam; dan tindakan operasi; dalam keadaan yang
berat bisa diberikan prednison peroral tiap hari.2 23
Krisis tiroid
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan tirotoksikosis yang se-
konyong-konyong menjadi hebat dan disertai a.l. adanya panas
badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat dan dapat dicetuskan
oleh antara lain : infeksi dan tindakan pembedahan.13
Prinsip pengelolaan hampir sama, yakni mengendalikan tiro-
toksikosis dan mengatasi komplikasi yang teijadi. Untuk me-
ngendalikan tirotoksikosis dapat digunakan terapi kombinasi
dengan dosis tinggi misalnya PTU 300 mg tiap 6 jam, KJ 10
7/29/2019 New Graves
39/48
tetes tiap 6 jam, propranolol 80 mg tiap 6 jam (IV 2 -- 4 mg tiap
4 jam) dan dapat diberikan glukokortikoid (hidrokortison
300 mg).
13
Sedangkan untuk mengatasi komplikasinya ter-
gantung kondisi penderita dan gejala yang ada. Tindakan hams
secepatnya karena angka kematian penderita ini cukup besar.
13
KEPUSTAKAAN
1.
Sumanggar Ps. Thyrotoxicosis di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP
Palembang. Dalam : Naskah Lengkap KOPAPDI V, Jilid I. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK UNDIP -- RS Kariadi, Semarang 1981, hal. 53.
2.
Ingbar SH Woeber KA. Disease of the Thyroid. In : Harrison's Principles
of Internal Medicine.IsselbacherKJ et.al. (eds) 9th ed. Tokyo : McGraw --
Hill Hogakusha Ltd. 1980. p. 1694.
3.
Werner SC. Hyperthyroidism : Introduction. In : The Thyroid, a funda-
mental and clinical text. Werner SC, Ingbar SH Eds. 4th Ed. Maryland;
Harper and Row. 1978, p. 591.
4.
Permono, Sri Walijoeni.Pola hipertiroidi di Poliklinik Tiroid. Karya Akhir.
Penelitian Retrospektif di Polildinik Tiroid BagianPenyakit Dalam Fak.
Kedokteran Universitas Airlangga R.S. Dr. Soetomo Surabaya, 1980;
hal. 31.
5.
Adimasta JH, Hassan A. Hyperthyroidi di Rumah Sakit Dr. Soetomo
Surabaya. Dalam : Saleh M dick. (eds) : Naskah lengkap Kopapdi IISurabaya. Libra Jaya Press. 1973; hal 450.
6.
Ober KF, Hennesy JF. Jodbasedow and Thyrotoxic Period Paralysis. Arch
Intern Med 1981; 141.
7.
7/29/2019 New Graves
40/48
Kaplan MM, Utiger PD. Diagnosis of Hyperthyroidism. In : Clinics in
Endocrinology and Metabolism; Thyrotoxicosis. Volpe R (ed) Vol. 7/No. 1
London, Philadelphia, Toronto. WB Saunders Co Ltd. March 1978; p. 197.
8.
Hoffenberg R. The Aetiology of Hyperthyroidism. Br Med J. 1974; 3 : 452.
9.
Yeo PPB. Hyperthyroidism Treatment and Prediction of Relapse. Med.
Progr 1984; 11 : 16.
10.
Gossage AAR, Munro DS. The Pathogenesis of Graves Disease. Clinics In
Endocrinology And Metabolism 1985; 14 : 299.
11.
Wall JR, Kuraki T. Immunologic Factors in Thyroid Disease. Med Clin
N Am 1985; 69 : 913.
12.
Shambaugh GE. Chemistry and actions of thyroid hormone : Biologic and
cellular effects. In : The Thyroid, a fundamental and clinical text. Werner
SC, Ingbar SH (Eds) 4 th ed. Maryland. Harper and Row,1978; p. 115.
13.
Cooper DS, Ridgway EC. Clinical Management of Patients with Hyper-
thyroidism. Med Clin N Am 1986; 69 : 953.
14.
Langer A, Hung CT, McA'Nulty JA, Harringan JT, Washington E. Adre-
nergic blockade. A new approach to hyperthyroidism during pregnancy.
Obstet Gynecol 1974; 44 : 181.
15.
Mc Larty DG, Brownlie BEW, Alexander WD, Papapetrou PD, Horton P.
Remission of thyrotoxicosis during treatment with propranolol. Br Med J
1973; 2 : 332.16.
Riddle MC, Schwartz TB. New tactics for hyperthyroidism : Sympathetic
blockade. Ann Inter Med 1970; 72 : 749.
17.
Mc Devitt DG, Shanks RG. Beta adrenoceptor blocking drugs in Hyper-
7/29/2019 New Graves
41/48
thyroidism. In : Avery GS (ed.) : Cardiovascular drugs. Vol 2. Adis Press.
Sydney, 1977. p. 161.
18.
Khir ASM. Suspected Thyrotoxicosis. Br Med J. 1985; 290 : 916.
19.
Spaulding SW, Lippes H. Hyperthyroidism. Med Clin North Am. 1985;
69 : 937.
7/29/2019 New Graves
42/48
7/29/2019 New Graves
43/48
Cermin Dunia Kedokteran No. 63, 199055
20.
Carmago CA, Kolb FO. Endocrine Disorders. In : Current Medical Diag-
nosis and Treatment 1984. Krupp MA, Chatton MJ. (eds) Lange Medical
Publ. Los Altos, California, 1984; p. 679.
21.
Robbins J, Rall JE, Gordon P. The Thyroid and Iodine Metabolism, In :
Duncan's Diseases of Metabolism. Bondy PK, Rosenberg LE. Eds. 7th. Ed.
Philadelphia, London, Toronto. WB Saunders Co. Tokyo : Igaku Shoin Ltd
1974; p. 1009.
22.
Solomon D. Treatment : Antithyroid Drugs, Surgery, Radioiodine; Selec-
tion of Therapy. In : The Thyroid, A fundamental and clinical test.
Werner SC, Ingbar SH. (Eds.) 4th Ed. Hagertown, Maryland, New York,
San Fransisco, London. Harper and Row. 1978; p. 814.
23.
Romaldini JH et al. Management of Hyperthyroidism with High Dosage of
Antithyroid Drugs (ATD) associated with Triiodothyronine (T3). In :
A. Tjokroprawiro, ED : VII International Thyroid. Sydned Australia,
February 3 8 1980. Selected Abstracts, 1980.
24.
Braverman LE. Therapeutic Considerations. In : Clinics in Endocrinology
and Metabolism; Thyrotoxicosis. Volpe R. (Ed) Vol. 7/No. 1 London,
Philadelphia, Toronto. WB Saunders Co Ltd. March 1978, p. 221.
25.
Camargo CA, Kolb FO, Endocrine Disorders. In : Current Medical Diag-
nosis and Treatment 1982. Krupp MA, Chatton MJ. (eds) Lange Medical
Publ. Maruzen Asia (Ptc) Ltd. 1982; p.662.
26.Hoffenberg R. The Thyroid. Medicine 1973; 3 : 224.
Nuclear Medicine
Nuclear medicine exams image body function rather than anatomy. This is done with the
use of small amounts of radioactive materials, also know as tracers, each of which is
7/29/2019 New Graves
44/48
designed to be attracted to specific organs or types of body tissue. Special cameras that
can map the distribution of the radioactive tracer create images which are studied by
radiologists.
Invision Sally Jobe radiologists read nearly 70 types of nuclear medicine exam results forboth diagnostic and therapeutic purposes. Nuclear medicine exams are among the
safest available in diagnostic imaging. An estimated 10 to 12 million nuclear medicine
exams are performed annually in the United States. Only small amounts of radioactive
tracer are used. The tracer loses most of its radioactivity in hours or days and is quickly
eliminated from the body.
This page contains the following information about nuclear medicine exams:
Reasons for Having a Nuclear Medicine Exam
Risks Involved in This Exam
Conditions to Let Your Doctor Know About
Insurance Coverage
Exam Locations
Preparation Guidelines
What to Expect During Your Exam
Recovering from Your Imaging Exam
Getting Your Exam Results
Additional Information
Reasons for Having a Nuclear Medicine Exam
Your physician may order a nuclear medicine exam to help detect a disorder or to treat a
particular condition.
Since nuclear medicine evaluates the functioning of an organ orgland, it can help identify
disease or abnormalities that cant be definitively diagnosed by looking only at the organ or
glands anatomy. Instead of just seeing if an organ looks right, the radiologist can find out
if the organ is working properly.
Therapeutic nuclear medicine is used to treat various conditions, including hyperthyroidism
and some types of cancer. This type of nuclear medicine works as a treatment by
http://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asphttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asphttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asphttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asphttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asphttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#reasonshttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#riskshttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#conditionshttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#insurancehttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#locationshttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#preparehttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#expecthttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#recoverhttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#resultshttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#addinfohttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asphttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asphttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asphttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asphttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asphttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asphttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#reasonshttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#riskshttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#conditionshttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#insurancehttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#locationshttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#preparehttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#expecthttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#recoverhttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#resultshttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#addinfohttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asphttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp7/29/2019 New Graves
45/48
destroying tissue. The radioactive tracer is designed to be attracted to the specific cells that
are causing the disease or condition. The radioactivity destroys those cells and
consequently causes the gland or tumor to shrink. This shrinkage can alleviate the
condition and/or its symptoms.
Risks Involved in This Exam
There is the risk of radiation exposure; however, it is generally less than the radiation
received during an x-ray and is generally well below the level that causes adverse affects.
Conditions to Let Our Doctor Know About
In advance of your exam, let your Invision Sally Jobe radiologist or technologist know if any
of the following circumstances apply to you:
Currently pregnant or breastfeeding
Claustrophobic
Iodine allergy
Insurance Coverage
Nuclear medicine exams are usually covered by insurance when ordered by a physician.
Check with your insurance carrier to be sure. Please bring your insurance card with you to
your exam.
Exam Locations
Nuclear medicine procedures are performed at the following Invision Sally Jobe partner
hospitals in the Denver, Colorado area:
Medical Center of Aurora
Littleton Adventist Hospital
Porter Adventist Hospital
Sky Ridge Medical Center
Swedish Medical Center
Preparation Guidelines
http://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asphttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp#tophttp://www.riainvision.com/invision/patientinfo/diagnostic/patinfo_diag_nucmed.asp7/29/2019 New Graves
46/48
Different nuclear medicine exams have different preparations. Below are the preparations
for three of the more common ones. You may receive additional or differing guidelines
based on your specific situation. Please contact the hospital at which you will have the
exam if you have any questions or need information pertaining to a different nuclear
medicine exam.
Bone Scans Bring most current x-ray, MRI, or CT images and reports
of area being scanned, if they werent done at Invision Sally
Jobe.
Bring any previous bone scans, if they werent done at
Invision Sally Jobe.
Hepatobiliary (HIDA)
Scan
Do not eat or drink 4 hours prior to the exam.
Do not take prescription pain medicine 12 hours prior to
the exam.
Eat a fatty meal (i.e. slice of cheese pizza or a burger)
the night before the exam.
Thyroid Uptake &
Thyroid Scan (RIAU)
Do not eat or drink after midnight, the day of the exam.
Stop taking thyroid hormones for at least 14 days prior to
the exam. (Check with your physician to ensure its safe.)
Stop taking kelp supplements for 4 weeks prior to the
exam.
Stop taking anti-thyroid medications 3 days prior to the
exam. (Check with your physician to ensure its safe.)
Do not schedule this exam within 3 weeks after receiving
an iodinated contrast study (such as CT or IVP).
What to Expect During Your Exam
The nuclear medicine technologist will explain the procedure, answer any questions youmight have, and then give you a small amount of radioactive tracer, which is injected,
swallowed, or inhaled. The imaging portion of your exam may begin immediately, or up to
several hours later, depending on the kind of study you are having. If your exam is
scheduled for later, you may leave the facility. Please find out when you should return and
if you can eat and drink while you are gone.
7/29/2019 New Graves
47/48
When it is time for your images to be taken, the technologist will help position you on the
exam table. A special camera will be positioned over the part of your body being studied to
create a series of images. It is important to hold as still as possible while the images are
being taken. The camera is open on both sides. For some exams the camera will be close
to your face.
Below are a few specific procedures and what to expect if you are having one of them
done. If you have questions regarding other procedures, please call the hospital at which
you are having the procedure.
Bone Scans
Bone scans require two visits to complete. Your first visit is for an injection and possibly a
set of images. You will be asked to return for your second visit 2-3 hours later, depending
on the type of bone scan you will be having. While you are gone, you will need to drink
plenty of water or juice. When you return, you will lie on the imaging table while images are
being taken. For limited and three phase bone scans, several different pictures are taken,
each lasting 3-4 minutes. For whole body bone scans, images last about 15 minutes each.
Your second visit will take 45 minutes for a limited or three phase scan, or 60 minutes for
whole body bone scan.
Hepatobiliary (HIDA) Scan With and Without Ejection Fraction
When your exam starts, an IV will be placed in your arm.
If you are having a HIDA only, radioactive tracer will be injected into your IV and images
will be taken every 5 minutes for an hour. After an hour, if needed, the images will be
shown to the radiologist to see if additional images are necessary.
If you are having a HIDA with an ejection fraction, two substances will be injected into your
IV line. The first is the radioactive tracer, which is followed by images every 15 minutes for
75 minutes. The second is an enzyme that will send a signal to your gallbladder to contract.
Imaging will be continuous for 40 minutes during this part.
Your exam will take approximately two hours. Sometimes the radiologist will ask for
delayed pictures, in which case you will have to return later for additional images. You may
bring music and head phones to listen to during this exam if you would like.
7/29/2019 New Graves
48/48
Thyroid Uptake and Scan
Thyroid uptake and scan exams require two visits to complete. During your first visit, you
will take radioactive iodine capsules by mouth. You will then have to wait 1 hour before you
eat or drink, but will be able to leave the facility immediately after the capsules are taken.
You will return for your second visit six hours after ingestion of the capsules for images to
be taken. The second visit will take about 45 minutes. You will lie on your back with the
camera above you while your uptake (this checks the activity of your thyroid) and images
are taken. Some patients will need to return the following morning for an additional uptake,
which will take about 5 minutes.
Recovering from Your Exam
You can return to your normal activities immediately after your nuclear medicine exam.
Getting Your Exam Results
Trained radiologists interpret all exams, and then report the specific results to the physician
who ordered your exam. In turn, your physician will pass the results onto you. Our
radiologists and technologists will be happy to answer questions about the exam procedure
itself; however, you will not receive your results from the technologist who performs your
exam.
Additional Information
The information on this page was taken in part from some of the following web site. Visit
this site for additional information on nuclear medicine.
Sources
Nuclear Medicine Research Council
Additional Sites
http://www.cbvcp.com/nmrc/http://www.cbvcp.com/nmrc/