Click here to load reader
Upload
jamdafrizal
View
577
Download
105
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
NASKAH WAWACAN SAJARAH HAJI MANGSUR:
KAJIAN FILOLOGIS
Oleh
EVA SYARIFAH WARDAH
1
ABSTRACT
Wawacan Sajarah Haji Mangsur (WHSM) is one of kind in literature of history. The content tells about events which happened in a kingdom of Banten with the figure is Haji Mangsur.
The test of WHSM, in generally, found the shape of hand writing manuscript which is written by Arab-Pegon for the letters and Jawa-Banten for the language. The manuscript of WHSM that can be stock taking are 3 manuscript. Those third manuscript are, two manuscript are in the library of Leiden Universities Bibliothek, Nederland with the number of code are LOr. 7420 and LOr.7419, and one manuscript in National Library, Jakarta with the number of code is BG.183.
After describing those manuscript, in fact those manuscripts are in the sources. Based on the result of comparison those manuscripts are used inedition text.
Based on the result of critic text, so it is founded wrong writing on the text of WHSM, those wrong writing are subtitusion, addition, and lacuna. Those wrong writing are rewriting on edition text. Thesubstances of reading in proof manuscripts are repaired by changing, dcreasing, or adding, and written on critical instruments.
The methode of edition text which used in this thesis is proof methode. This methode is used, because on those manuscripts are founded one manuscript which more superior than another manuscripts with code number is LOr.7420.
This final research is recommemded to be a research source foe knowlegde, there are for history, literature, anthropology, and archeology.
Key Words: The manuscript of Wawacan Haji Mangsur, Philology
2
Wawacan Sajarah Haji Mangsur (WSHM) merupakan salah satu jenis karya sastra sejarah. Isinya menceritakan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di Banten pada masa kesultanan dengan tokoh Haji Mangsur.
Teks WSHM pada umumnya terdapat dalam bentuk naskah tulisan tangan yang ditulis dengan aksara Arab-Pegon bahasa Jawa-Banten. Naskah-naskah WSHM yang dapat diinventarisasi semuanya berjumlah 3 buah. Ketiga naskah tersebut berada di perpustakaan yaitu 2 naskah tersimpan di Perpustakaan Universities Bibliothek Leiden, Belanda dengan nomor kode LOr. 7420 dan LOr.7419 dan 1 naskah di Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor kode BG.183.
Setelah naskah-naskah tersebut dideskripsikan ternyata ketiga naskah itu berasal dari sumber yang sama. Berdasarkan hasil perbandingan naskah, ketiga naskah itu dipergunakan dalam suntingan (edisi) teks.
Berdasarkan hasil kritik teks, maka ditemukan kesalahan-kesalahan tulis pada teks WSHM, yaitu berupa substitusi, adisi, dan lakuna. Kesalahan-kesalahan tersebut diperbaiki dalam edisi teks. Bahan bacaan pada naskah landasan yang diperbaiki dengan cara diganti, dikurangi, atau ditambah dicatat di dalam aparat kritik.
Metode edisi teks yang dipergunakan dalam tesis ini yaitu metode landasan. Metode ini dipergunakan karena diantara ketiga naskah itu terdapat satu naskah yang lebih unggul dari kedua naskah lainnya, yaitu naskah dengan nomor kode LOr. 7420.
Hasil penelitian ini direkomendasikan untuk dijadikan sumber penelitian disiplin ilmu lain, diantaranya sejarah, sastra, antropologi, dan arkeologi.
Kata Kunci : Naskah Wawacan Haji Mangsur, Filologi
3
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulisan tesis berjudul “Naskah Wawacan Sajarah Haji
Mangsur: Kajian Filologis” ini dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan
salah satu syarat dalam penyelesaian studi pada Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulisan
tesis ini tidak dapat selesai, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segenap
kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Partini Sardjono Pradotokusumo selaku Ketua Komisi Pembimbing
yang dengan tulus ikhlas beliau telah meluangkan waktunya di sela-sela
berbagai kesibukan yang sangat padat untuk senantiasa memperhatikan dan
membimbing penulis mulai dari masa perkuliahan, penulisan tesis, sampai
dengan penyelesaian tesis ini.
2. Dr. Hj. Titin Nurhayati Ma’mun, M.S. selaku Anggota Komisi Pembimbing,
yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada saya untuk bertanya dan
dan berdiskusi di sela-sela kesibukan beliau yang sangat padat sebagai
Sekretaris Program Ilmu Sastra Pascasarjana. Perhatian yang beliau berikan
kepada saya yang tulus ikhlas membuat penulis tetap bersemangat dalam
melewati setiap rintangan yang saya hadapi. Dengan segala kerendahan hati
saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada beliau.
4
3. Dr. Mufti Ali yang telah membantu saya memfasilitasi dalam mendapatkan
kopian naskah untuk kepentingan penelitian tesis ini dari Universities
Bibliothek Leiden Belanda.
4. Seluruh staf dan karyawan Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran
Fakultas Sastra, khususnya Dr. Kalsum, M.Hum., selaku Ketua BKU Filologi
dan seluruh jajaran staf dosen di Bidang Kajian Utama Filologi yang telah
membekali ilmu, pengetahuan, dan pengalaman kepada penulis selama
menempuh pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
5. Prof. Dr. H. Dadang Suganda, M. Hum, selaku Dekan Fakultas Sastra
Universitas Padjadjaran.
6. Prof. Dr. Ganjar Kurnia, Ir. D.E.A., selaku Rektor Universitas Padjadjaran.
7. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Uham Burhanudin (alm) dan ibunda Titi
Rohanah atas curahan doa dan kasih sayang yang tulus ikhlas agar penulis
mendapatkan yang terbaik dalam pandangan Allah Swt dalam segala usaha
yang dilakukan.
8. Suami tercinta Drs. Kusmana Danandjaya, M.P.Kim dan anak-anakku
tersayang Sukma Ahmad Pratama dan Harry Ahmad Gunawan, atas doa, kasih
sayang serta dukungan baik moril maupun material kepada penulis selama
menempuh pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran
9. Semua kawan-kawan di BKU Filologi, yang telah berbagi keceriaan selama
menjalani studi di Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Penghargaan dan terimakasih juga penulis haturkan kepada semua pihak
yang telah membantu kelancaran penelitian dan penulisan tesis ini, namun tidak
5
dapat disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas amal dan kebaikan
semuanya.
Akhir kata, semoga tesis yang masih jauh dari kesempurnaan ini semoga
ada manfaatnya bagi kita semua, namun sehubungan dengan berbagai kekurangan,
maka dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan berbagai saran
untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Bandung, Januari 2010
Penulis,
Eva Syarifah Wardah
6
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………………………………………………….. I
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. Ii
ABSTRACT ………………………………………………………………. Iii
ABSTRAK …………………………………………................................. Iv
KATA PENGANTAR .…………………………………………………... V
DAFTAR ISI ………………………………………….............................. Viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….... Xi
DAFTAR SINGKATAN ………………………………………………....... Xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… Xiv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang Penelitian………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………….. 9
1.3 Maksud danTujuan Penelitian……………………………… 10
1.4 KegunaanPenelitian ……………………………………… 10
1.5 Sistematika Penulisan ………………………………........... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA ………………………………………… 13
2.1 Penelitian Terdahulu ……….………………………….. 14
2.2 Kondisi Naskah-Naskah Banten Merupakan Bagian Dari
Naskah Nusantara ……………………………………….....
17
2.3 Kajian Filologi …………………………………………… 22
2.3.1 Filologi ……………………………………………. 22
2.3.2 Penyuntingan Teks ………………………………….. 24
2.4 Kajian Sastra ………………………………………………. 27
2.4.1 Wawacan …………………………………………….. 28
7
2.4.2 Bentuk Karangan Wawacan ………………………… 30
2.4.3 Konvensi Pupuh …………………………………… 31
2.4.4 Sastra Sejarah ………………………………………. 33
2.4.5 Fungsi Sosial Karya Sastra ………………………….. 35
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN ……………………….. 37
3.1 Objek Penelitian ……………………………………………. 37
3.1.1 Inventarisasi Naskah ……………………………….... 37
3.1.2 Perbandingan Naskah ……………………………….. 38
3.1.3 Pemilihan Naskah ……………………………………. 41
3.1.4 Deskripsi Naskah ……………………………………. 42
3.1.4.1 Naskah A …………………………………….. 43
3.1.4.2 Naskah B …………………………………….. 46
3.1.4.3 Naskah C …………………………………….. 48
3.2 Kritik Teks …………………………………………………. 51
3.2.1 Perbandingan Teks WSHM yang Akan Di Edisi ……. 52
3.2.2 Perbandingan Jumlah Bait ……………………………. 53
3.2.3 Perbandingan Penggunaan Nama Pupuh …………….. 53
3.2.4 Perbandingan Episode ………………………………... 55
3.2.5 Perbandingan Kata Pembukaan ………………………. 56
3.2.6 Perbandingan Guru Lagu, Guru Wilangan,
dan Guru Gatra ……………………………………….. 58
3.2.7 Perbandingan Berupa Huruf Atau Suku Kata ………... 81
3.3 Bentuk-Bentuk Kesalahan Tulis Dalam Naskah Landasan…. 85
3.3.1 Substitusi ……………………………………………... 87
3.3.2 Adisi ………………………………………………….. 98
3.3.3 Lakuna ………………………………………………... 103
3.4 Pertalian Naskah ……………………………………………. 115
8
3.5 Penentuan Naskah yang Akan Diedisi ……………………... 117
3.6 Metode Edisi Teks ………………………………………….. 118
3.7 Tehnik Penyajian Edisi Teks ……………………………….. 121
3.8 Transliterasi dan Terjemahan ………………………………. 122
3.8.1 Transliterasi ………………………………………….. 122
3.8.2 Terjemahan ………………………………………....... 127
3.9 Fungsi Sosial dan Kedudukan Naskah WSHM ……………. 128
BAB IV EDISI TEKS TERJEMAHAN, DAN APARAT KRITIK ……... 133
4.1 Edisi Teks dan Terjemahan ………………………………… 133
4.2 Aparat Kritik ……………………………………………….. 133
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………. 189
5.1 Kesimpulan ………………………………………………… 189
5.2 Saran ………………………………………………………... 191
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 192
GLOSARIUM ............................................................................................. 195
DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………….. 196
LAMPIRAN- LAMPIRAN ............................................................................ 197
9
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Patokan Pupuh Berdasarkan Guru Lagu dan Guru Wilangan… 31
Tabel 2 Karakter Pupuh ………………………………………………. 32
Tabel 3 Jumlah Bait Pada Naskah A …………………………………. 45
Tabel 4 Jumlah Bait Pada Naskah B…………………………………… 48
Tabel 5 Jumlah Bait Pada Naskah C ………………………………….. 50
Tabel 6 Jumlah Bait Pada Tiap Naskah ………………………………. 53
Tabel 7 Perbandingan Penggunaan Pupuh ……………………………. 54
Tabel 8 Perbandingan Episode WSHM ………………………………. 56
Tabel 9 Perbandingan Kata Pembukaan ……………………………… 57
Tabel 10Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan dan Guru Lagu
Pupuh Asmarandana ………………………………………….
58
Tabel 11Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan dan Guru Lagu
Pupuh Sinom ………………………………………………...
62
Tabel 12Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan dan Guru Lagu
Pupuh Kinanti ………………………………………………..
64
Tabel 13Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan dan Guru Lagu
Pupuh Pangkur ………………………………………………..
67
Tabel 14Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan dan Guru Lagu
Pupuh Durma ………………………………………………..
72
Tabel 15Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan dan Guru Lagu
Pupuh Kinanti ………………………………………………..
75
Tabel 16Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan dan Guru Lagu
Pupuh Pangkur ………………………………………………..
78
10
Tabel 17 Perbandingan Bacaan Berupa Huruf atau Suku Kata ………... 82
Tabel 18 Substitusi Huruf atau Suku Kata …………………………….. 88
Tabel 19 Substitusi Kalimat …………………………………………… 94
Tabel 20 Adisi Huruf atau Suku Kata ………………………………….. 99
Tabel 21 Lakuna Huruf atau Suku Kata ……………………………….. 103
Tabel 22 Lakuna Kata ………………………………………………….. 106
Tabel 23 Lakuna Kalimat ………………………………………………. 112
Tabel 24 Transliterasi Arab-Latin Bentuk Konsonan …………………. 124
Tabel 25 Vokal, Vokal Panjang, dan Diftong ………………………….. 126
11
DAFTAR SINGKATAN
ANRI : Arsip Nasional Republik Indonesia
BB : Babad Banten
BG : Bataviaasch Genootschap
Br : Brandes
BPPP : Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
ed : editor
LOr : Leiden University, Oreintal Departemen
NBS : Netherlands Bible Society
PNRI : Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
SB : Sejarah Banten
SBB : Sejarah Banten Besar
SBK : Sejarah Banten Kecil
STAISMAN : Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Syaikh Mansyur
WSHM : Wawacan Sajarah Haji Mangsur
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Contoh Naskah A ………………………………………………… 196
Lampiran 2 Contoh Naskah B ………………………………………………… 198
Lampiran 3 Contoh Naskah C ……….……………………………………….. 200
Lampiran 4 Situs Batu Quran …………………….…….…………………….. 202
Lampiran 5 Makam Syaikh Mansyur …………………………......................... 203
Lampiran 6 Riwayat Hidup ……………………………………………………. 204
13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Naskah-naskah lama merupakan salah satu warisan budaya yang dapat
dijadikan sebagai sumber informasi tentang kehidupan leluhur bangsa Indonesia.
Kata ‘naskah’ di sini dimaksudkan sebagai karya tertulis produk masa lampau
sehingga dapat disebutkan sebagai naskah lama (Baried, 1985:54). Kata ‘naskah’
diikuti juga oleh atribut ‘lama’, di sini untuk menandai kejelasan pembatasan
konsep naskah, yang berarti bahwa naskah lama merupakan ciptaan yang terwujud
dalam bahasa-bahasa yang dipakai di Indonesia pada masa lampau dan atau
dipakai pada masa kini. Termasuk di sini karya-karya yang menggunakan bahasa
Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Aceh, Minang, dan sebagainya. Adapun dari bahan
yang gunakannya, yaitu kertas Eropa, dluwang (kertas Jawa), lontar atau lontara,
daun nipah untuk naskah-naskah Sunda, dan kulit kayu (pustaha) untuk naskah-
naskah Batak (Mulyadi, 1994: 44 -- 46).
Di dalam naskah-naskah itu terkandung pola pemikiran, tingkah laku, adat
istiadat, sistem pemerintahan, sistem kepercayaan, pendidikan, tradisi, dan lain
sebagainya yang mengandung nilai-nilai luhur. Bahkan naskah merupakan
dokumen bangsa yang menarik untuk diteliti, dilestarikan, dan disebarluaskan.
Dengan demikian naskah menjadi sesuatu yang penting untuk diketahui dan digali
informasi yang terkandung di dalamnya.
Akan tetapi, naskah itu sendiri mengandung serta mengundang berbagai
kendala bagi para penggunanya, termasuk peneliti. Di samping peneliti harus
14
memiliki keahlian dan pengetahuan tentang tradisi naskah, juga kondisi naskah
banyak yang telah rusak karena dimakan usia. Aksara dan bahasanya pun pada
umumnya sudah tidak dapat dipahami dan dipakai oleh masyarakat dewasa ini,
sehingga hal ini menjadi sebuah kendala untuk memahami informasi teks yang
terdapat di dalam naskah tersebut.
Bahasa dan aksara yang digunakan pada naskah-naskah lama yang ada di
Nusantara ditulis tangan dengan menggunakan aksara dan bahasa daerah pada
masa dan di tempat naskah itu lahir. Perkembangan bahasa yang terus berjalan
menyebabkan adanya kosa kata dalam naskah yang menjadi arkais (kuna) tidak
lazim dipakai lagi. Aksara, dan bahasa yang tidak lazim digunakan sekarang ini,
menyulitkan dibaca dan dipahami isinya.
Naskah yang beratus-ratus tahun usianya itu mengalami berkali-kali
penyalinan dan proses penyalinannya dilakukan dengan bebas, karenanya dapat
dijumpai dalam satu teks muncul dalam beberapa buah naskah salinan. Tradisi
penyalinan naskah yang berulang-ulang itu membuka kemungkinan terjadinya
kesalahan-kesalahan (tulis) selama proses penyalinan. Naskah salinan itu biasanya
mengalami perubahan yang dapat berarti sebuah kesalahan. Perubahan itu sendiri
ada yang berbentuk perubahan yang tidak disenganja dan ada pula berbentuk
disengaja. Bahkan sebagian adakalanya penyalin tidak mengetahui benar, apa isi
teks yang disalinnya itu sehingga kerapkali ada naskah yang berjudul sama namun
berbeda isi, berbeda plot, atau kadang-kadang menyimpang jauh dari isi naskah
asli. Selain itu, ada pula penyalin kreatif yang sengaja melakukan perubahan
dengan tujuan membuat variasi atau mempunyai tujuan lain dengan motivasi
penyalinannya.
15
Salah satu naskah Banten yang menarik perhatian penulis untuk diteliti
adalah naskah Wawacan Sajarah Haji Mangsur (untuk selanjutnya disingkat
WSHM) yang berjumlah 3 buah naskah. Dari ketiga naskah WSHM itu telah
disebut dalam studi Husein Djajadiningrat (1913: 1983) tentang Sadjarah Banten.
Menurut Djadjadiningrat (1983:1--15), naskah WSHM tergolong ke dalam
Sejarah Banten Kecil (SBK), yaitu suatu naskah yang bertanggal muda yang
isinya hanya menceritakan peristiwa yang terjadi di Banten dengan pokok cerita
mengenai peperangan antara Sultan Ageng dengan anaknya yang bernama Sultan
Haji, yang kemudian dikenal Kiai Haji Mangsur.
Di samping SBK, ada sekelompok naskah sejarah Banten yang disebut
Sejarah Banten Besar (SBB), yaitu sejarah Banten yang isinya mengungkapkan
sejarah Banten secara panjang lebar, mengaitkan Banten dengan tradisi-tradisi
sejarah yang lebih tua di tanah Jawa sebelum Islam, dari masa Islam, sampai
perdamaian yang terjadi antara Banten dan Belanda.
Berdasarkan tinjauan pada semua naskah-naskah Sadjarah Banten (SB),
menurut Pudjiastuti (2000:8) bahwa teks SBK lebih variatif daripada Sejarah
Banten Besar (SBB), karena selain teksnya disusun dalam bentuk puisi wawacan,
pokok ceritanya pun bermacam-macam. Berdasarkan pokok ceritanya teks-teks
SBK dapat dipilah menjadi lima versi, yaitu: (1) kisah pengislaman Banten oleh
Maulana Hasanuddin, (2) riwayat Maulana Hasanuddin, (3) kisah peperangan
antara Raja Bahujaya dari Banten Girang dengan Raja Sukarma dari Lampung, (4)
kisah Kiai Haji Mangsur, (5) peperangan Sutan Ageng Tirtayasa dengan putranya
Sultan Haji (Haji Mangsur).
16
Naskah WSHM ini sangat penting untuk diteliti tidak hanya dari segi
bentuk, bahasa, melainkan juga dari isi. Dari segi bentuk naskah WSHM disusun
dalam bentuk puisi wawacan, yaitu cerita panjang yang digubah dalam bentuk
dangding. Adapun dangding adalah puisi yang ditulis menurut aturan pupuh
(puisi yang ditembangkan). Pupuh yang dikenal dalam masyarakat Sunda ada 17
macam dan masing-masing mempunyai nama dan karakter tersendiri. Nama-nama
pupuh dan setiap karakter nya adalah sebagai berikut: Asmarandana (berahi,
kasih sayang), Balakbak (lucu, lawak), Danddanggula (keagungan, kebahagiaan),
Durma (marah, berkelahi, bertengkar), gambuh (bingung, bimbang), Gurisa
(lelucon pengisi sepi), Jurudemung (penyesalan), Kinanti (menanti, prihatin,
harapan), Ladrang (humor, teka-teki), Lambang (humor), Magatru (lelucon,
prihatin, untuk menyelingi cerita), Maskumambang (prihatin, meratap, sakit hati),
Mijil (susah, sedih, sepi, celaka), Pangkur (berkelana, nafsu, siap untuk
berperang), Pucung (nasihat, kaget, himbauan), Sinom (gembira, senang,
keindahan), dan Wirangrong (malu, sial, rugi). Akan tetapi tidak semua macam
pupuh digunakan dalam satu wawacan. Misalnya pupuh yang digunakan dalam
Pemakaiannya dalam wawacan bergantung pada kebutuhan cerita yang dikaitkan
dengan suasana cerita an karakter pupuh itu sendiri. Selain memiliki nama dan
karakter tertentu, pupuh itu pun mempunyai aturan dalam hal guru gatra (jumlah
suku kata pada tiap bait), guru lagu (ketentuan vokal pada suku kata di tiap ujung
larik), dan guru wilangan (jumlah suku kata pada tiap larik). Jumlah pupuh yang
digunakan dalam naskah WSHM sebanyak 5 macam pupuh, yaitu Asmarandana,
Sinom, Kinanti, Pangkur, dan Durma.
17
Naskah WSHM disusun dalam bentuk puisi wawacan tersebut merupakan
suatu karya sastra dalam bentuk dangding memiliki daya tarik tersendiri di
masyarakat Sunda termasuk di Banten. Hiburan melalui bacaan merupakan hal
yang langka, kebutuhan seperti itu terutama bacaan yang berisi cerita cukup
besar, karena itu kemunculan wawacan umumnya mendapat sambutan baik di
masyarakat, karena kebutuhan terhadap seni dalam hal-hal yang mengandung
estetika itu merupakan fitrah manusia. Penyajian isi cerita dengan berbagai unsur
rekaannya yang membumbui berbagai alur cerita membuat orang tertarik dan
senang mendengarnya tanpa menyebabkan kebosanan meskipun dibaca berulang-
ulang. Demikian juga dengan naskah Sajarah Haji Mangsur yang disusun dalam
bentuk wawacan tujuannya adalah untuk memudahkan penyampaian informasi
tentang isi yang terkandung dalam naskah tersebut supaya mudah diingat,
diterima, dicerna dan dipahami tanpa memerlukan pemikiran yang sulit atau
energi yang besar untuk lebih lama mengingatnya. Pengungungkapkan peristiwa
sejarah itu sebagai bukti keberadaan dan kebenarannya dengan tujuan agar tidak
hilang atau musnah.
Isi dari Naskah WSHM itu bertalian dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa Kesultanan Banten dengan tokoh Haji Mangsur. Dalam
pandangan masyarakat Banten Haji Mangsur itu adalah tokoh kharismatik yang
memiliki pengaruh besar di Banten. Dalam tradisi lisan yang berkembang di
masyarakat Haji Mangsur dikenal sebagai Sultan Haji yang memerintah pada
masa kesultanan di Banten. Demikian juga fakta di lapangan terdapat situs Batu
Qur’an dan makam Haji Mangsur yang terdapat di Desa Cibulakan dan di Desa
18
Cikaduweun Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang. Kedua tempat itu
selalu ramai dikunjungi para penziarah baik Banten, maupun dari luar Banten.
Selain itu kepopuleran nama Haji Mangsur tersebut tidak hanya dinisbahkan
untuk nama-nama pada tempat-tempat tertentu saja, bahkan diabadikan untuk
sebuah nama sekolah agama dan perguruan tinggi agama di Kabupaten
Pandeglang, yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Syaikh Mansyur
(STAISMAN).
Kebesaran nama Haji Mangsur sebagai mana dikemukakan di atas masih
tersimpan dalam bentuk naskah kuna yang memerlukan kajian ilmu tersendiri
yaitu filologi. Kajian filologi atas teks naskah WSHM diharapkan mampu
mengembalikan ingatan masyarakat Banten khususnya terhadap tokoh
kharismatik tersebut. Kajian filologis pun membantu memahami teks yang ditulis
dalam bahasa dan aksara yang tidak dikenal lagi masa sekarang ini supaya teks
lebih bermakna. Hal terpenting dari kajian filologis itu menyelamatkan informasi
yang terdapat dalam teks itu sendiri sekaligus di dalamnya tercakup upaya
pemeliharaan, penyimpanan, pendokumentasian, dan pelestarian naskah sebagai
warisan nenek moyang.
Keberadaan naskah WSHM ini tercatat dalam katalogus Literature Of
Java jilid II, Pigeaud (1968:432) sebanyak 2 naskah dengan kode naskah LOr.
7420 dan LOr. 7419. 1 naskah tercatat dalam Katalogus Naskah Sunda,
Inventarisasi dan Pencatatan, Ekadjati (1988:131--132) dengan kode naskah BG.
183. Naskahnya sendiri tersimpan di Universities Bibliothek Leiden Belanda dan
di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI). Sedangkan penelusuran
19
naskah WSHM di masyarakat tidak ditemukan, kecuali berita-berita yang bersifat
legenda atau dongeng-dongeng (tradisi lisan). Namun adanya 3 naskah yang
terdapat dalam katalog dan sekaligus menjadi bahan objek penelitian ini secara
tidak langsung menunjukkan bahwa naskah yang dimaksud pernah populer dan
dikenal masyarakat.
Ketiga naskah tersebut mempunyai keunikan tersendiri yang memerlukan
penanganan khusus di dalam menyampaikan informasinya. Keunikan yang
dimaksud adalah naskah WSHM ditulis dengan aksara Arab-Pegon dan bahasa
Jawa-Banten yang tidak memiliki tanda baca, ejaan, dll, sehingga tidak mudah
untuk dibaca dan dipahami isinya. Di samping itu bahannya pun mahal dalam
kepentingan penelitian ini hasil foto kopi sebanyak 3 naskah, 2 diantaranya
didapatkan dari Belanda.
Adapun dari segi isinya, naskah WSHM termasuk karya sastra sejarah,
yakni memberikan informasi atau pengetahuan yang berkaitan dengan peristiwa-
peristiwa sejarah di Banten. Menurut isi kandungannya, struktur karya sastra
sejarah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama mitos bersifat konvensi,
yakni mengantarkan pembaca kepada tradisi sastra yang telah dikenal oleh
masyarakat. Misalnya cerita Pangeran Haji (Sultan Haji) pulang menunaikan
ibadah haji dari Mekkah dan perahunya terdampar di Pulau Putri dan menikah
dengan putri Jin di Pulau tersebut. Setelah sadar telah melanggar pesan ayahnya
untuk tidak singgah di Pulau Putri kemudian kembali ke Mekkah untuk bertaubat
dan meminta do’a untuk pulang kembali ke Banten dengan menyelam melalui air
zam-zam, kemudian muncul di Cibulakan Cimanuk-Pandeglang. Bagian kedua
20
adalah yang mengandung aspek-aspek sejarah, bersifat inovatif serta mengandung
hal-hal yang baru yang merujuk suatu teks. Secara referensial sastra sejarah
merujuk pada fakta-fakta yang benar terjadi dan juga hal-hal yang fiktif atau
imajinatif dari pujangga atau penulisnya. Fakta-fakta itu diciptakan berdasarkan
pola pemikiran dan perasaan yang hidup dalam masyarakat yang mempengaruhi
penulis sebagai salah satu anggota masyarakat. Misalnya peristiwa peperangan
antara Pangeran Haji (Sultan Haji) yang dibantu Belanda dengan ayahnya Sultan
Ageng Tirtayasa untuk berkuasa dan menjadi raja di Kesultanan Banten. Cerita ini
dapat digunakan sebagai pembanding sumber sejarah apabila diadakan penelitian
secara cermat dan kritis melalui disiplin ilmu sejarah.
Dari keterangan di atas, bahwa keberadaan naskah WSHM populer di
masyarakat dan penting untuk diteliti baik, dari segi bentuk, segi aksara dan
bahasa, maupun dari segi isi. Akan tetapi kenyataan di masyarakat Banten
sekarang ini mengenai informasi tentang naskah WSHM ini kurang mendapat
perhatian dikarenakan dari ketidaktahuan orang tentang bagaimana sejarah Haji
Mangsur, tidak memiliki kepedulian terhadap naskah, mengabaikan pentingnya
wawacan, bahkan membuang atau menghilangkan naskah, dan tidak adanya
penghargaan terhadap naskah dibanding dengan orang lain (asing) yang
berhubungan dengan naskah itu. Dengan demikian informasi penting yang
terdapat dalam kandungan teks naskah itu sendiri akan menjadi hilang musnah.
Berdasarkan kenyataan tersebut, seharusnya naskah WSHM itu
mendapatkan perhatian cukup besar untuk diketahui informasinya yakni kaitannya
dengan sejarah Haji Mangsur, membuat orang peduli terhadap naskah WSHM
21
untuk membaca, memahami, dan mengkajinya, menjadikan wawacan itu penting
dalam naskah WSHM, adanya upaya untuk memelihara, menyelamatkan,
melestarikan, dan mendokumentasikan naskah WSHM itu. Selain itu isi naskah
WSHM ini dapat berkaitan dengan masalah agama, sejarah, sastra, bahasa,
antropologi, arkeologi, dll.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa naskah WSHM ini
telah disebut dalam studi Husein Djadjadiningrat dan Titik Pudjiastuti. Akan
tetapi penelitiannya tentang Sejarah Banten, sehingga sosok Haji Mangsur yang
penting tersebut tidak tercover semuanya. Atas dasar itu, pengkajian filologis
terhadap naskah WSHM penting dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan meneliti naskah Wawacan Sajarah Haji Mangsur secara filologi,
akan terjawab permasalahan sebagai berikut :
(1) Bagaimana edisi teks WSHM dan terjemahannya ke dalam bahasa
Indonesia ?
(2) Bagaimana hubungan pertalian antar naskah WSHM ?
(3) Bagaimana fungsi sosial dan kedudukan naskah WSHM bagi masyarakat?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
22
Maksud dari penelitian filologi adalah mendapatkan kembali naskah yang
bersih dari kesalahan dan mencari teks yang paling mendekati aslinya.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini,adalah sebagai berikut:
(1) menyajikan edisi teks WSHM yang dipandang lengkap dari segi alur atau
struktur ceritanya sehingga mudah dibaca, kemudian menerjemahkan teks
tersebut ke dalam bahasa Indonesia agar mudah dipahami.
(2) Mendapatkan hasil perbandingan antarteks dan pertalian naskah melalui
kegiatan kritik teks.
(3) Mengetahui gambaran kehidupan naskah WSHM dalam fungsi sosial dan
kedudukan naskah di masyarakat.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Secara Teoritis
Secara teoritis, kegunaan hasil penelitian filologi terhadap naskah WSHM
adalah sebagai berikut:
(1) Hasil penelitian filologi terhadap naskah WSHM sangat relevan dan perlu
dilakukan untuk kepentingan disiplin ilmu yang lain.Tanpa melalui kajian
secara filologi terlebih dahulu, maka naskah-naskah lama yang akan
dijadikan sebagai sumber data penelitian belum dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Di samping itu, naskah yang telah
dikaji secara filologi memperkecil kemungkinan untuk ditafsirkan secara
23
salah. Dengan demikian penelitian ini menjadi sangat penting untuk
dilakukan agar dapat disajikan edisi teks WSHM secara ilmiah.
(2) Naskah WSHM ditulis dalam bahasa Jawa-Banten dengan aksara Arab-
Pegon, sehingga sulit untuk dapat dibaca dan dikenal kembali oleh
kalangan masyarakat yang ingin mengetahui sebagian nilai tradisi lama
dari warisan budaya para leluhurnya.
(3) Edisi teks disertai terjemahan menjadi penting dilakukan untuk
mempermudah masyarakat, khususnya generasi muda dalam membaca dan
memahami isinya. Edisi teks WSHM dapat digunakan sebagai sumber data
bagi peneliti yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut, terutama dari
segi bentuk dan isinya dengan mempertimbangkan sifat-sifat dan tujuan
penulisannya sebagai karya sastra.
(4) Dari segi isi, naskah WSHM ini memberikan informasi tentang peristiwa-
peristiwa sejarah yang pernah terjadi di Banten pada masa kesultanan
dengan tokoh Haji Mangsur dapat bermanfaat bagi pengetahuan sejarah
khususnya sejarah lokal.
1.4.2 Kegunaan Secara Praktis
Adapun secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan:
(1) memberikan pengetahuan tentang peninggalan-peninggalan yang berupa
naskah-naskah lama di Banten, untuk lebih diperhatikan dan dijaga
kelestariannya sebagai bagian dari khazanah budaya lokal Banten.
24
(2) Dipandang penting kerjasama pihak pemerintah dalam hal ini intansi-
intansi yang terkait dengan masyarakat pemegang atau pemilik naskah
untuk selalu menjaga dan menyelamatkan naskah-naskah lama tersebut.
1.5 Sistematika Penulisan
Penyajian sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Bab I, berisi Pendahuluan, yang meliputi: latar belakang penelitian,
rumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II, berisi kajian pustaka, meliputi: penelitian terdahulu, keberadaan
naskah-naskah Banten merupakan bagian dari naskah nusantara, kajian filologis,
kajian sastra dan fungsi sosial karya sastra.
Bab III, berisi objek dan metode penelitian, meliputi: objek penelitian,
kritik teks, beberapa kesalahan tulis dalam teks landasan, pertalian naskah, metode
edisi teks, tehnik penyajian edisi teks, transliterasi dan terjemahan, dan fungsi
sosial dan kedudukan naskah WSHM.
Bab IV, berisi suntingan teks, aparat kritik, dan terjemahan. Bagian ini
merupakan inti dari tujuan pokok penelitian filologi.
Bab V, berisi kesimpulan dan saran.
25
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa tujuan penelitian filologi
terhadap naskah Wawacan Sajarah Haji Mangsur (WSHM) ini terdiri atas 3
tujuan, yaitu menyajikan edisi teks WSHM secara ilmiah. Untuk dapat
tersajikannya edisi teks secara ilmiah tersebut diperlukan kajian filologis. Selain
edisi teks, penelitian ini pun mengkaji bentuk/genre pupuh yang digunakan di
dalam naskah WSHM tersebut. Demikian juga dalam penelitian ini perlu
diketahui fungsi sosialnya dan kedudukan naskah WSHM di masyarakat. Untuk
mengetahui bentuk/ genre pupuh dan fungsi sosial diperlukan kajian sastra dalam
hal ini yang mengarah kepada segi bentuk/genre disebut puisi wawacan. Adapun
untuk mengetahui gambaran kehidupan naskah dalam fungsi sosial dan
kedudukannya di masyarakat diperlukan kajian sosiologis.
Sebelum mengemukakan tentang kajian filologis dan kajian sastra, terlebih
dahulu akan dikemukakan tentang penelitian-penelitian terdahulu secara luas dan
mendalam terhadap naskah-naskah Banten yang berisi Sejarah Banten. Naskah
dimaksud berjudul Sajarah Banten (SB), dan Babad Banten (BB), termasuk di
dalamnya Wawacan Sajarah Haji Mangsur. Demikian juga tentang kondisi
naskah-naskah Banten merupakan bagian dari naskah Nusantara.
2.1 Penelitian Terdahulu
26
Diantara para ahli Belanda yag pertama kali menjadikan naskah Sajarah
Banten (SB) atau Babad Banten (BB) sebagai objek kajian ilmiah, antara lain A.C
Vreede (1892), ia membuat ringkasan isi dan catatan teks versi SB pada naskah
LOr. 1982 untuk penyusunan katalogus naskah Jawa dan Madura. Selanjutnya
diikuti J.L.A Brandes (1894a, 1894b, 1900,1920) mengungkapkan SB kedalam
empat karangannya. Menurut Brandes SB dipandang memiliki ciri-ciri sebagai
sebuah babad yang lengkap seperti Babad Tanah Jawi.
C.M. Plyte, membuat suntingan teks SB yang tertera dalam pupuh ke-21
isinya menuturkan penyerangan tentara Banten ke ibukota Pakuan Padjadjaran
pada masa pemerintahan Maulana Yusuf.
Husein Djadjadiningrat (1913), mengkaji naskah Sejarah Banten dan
Babad banten ditinjau dari sudut sejarah dalam disertasi yang ditulis dalam bahasa
Belanda berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten: Bijdrage ter
Kenschesting van de Javaansche Geschiedeschrijving (Tinjauan Kritis Sejarah
Banten: Sumbangan bagi pengenalan Sifat-sifat Penulisan Sejarah Jawa), dalam
disertasinya itu Husein Djadjadiningrat berpendapat bahwa SB merupakan kronik
Jawa tertua yang dikenalnya. Meskipun sebagian besar dari isinya menguraikan
sejarah Banten, tetapi tradisi-tradisi sejarah Jawa yang lebih tua dan masa
mengenai pengislaman tanah Jawa yang kadang-kadang menyimpang dari apa
yang dijumpainya dalam kronik-kronik lain, juga ditampilkan. Ia mengkaji unsur
sejarah yang terkandung dalam teks SB dengan jalan mencocokan isi teks SB
dengan sejumlah data yang terdapat pada sumber asing dan kronik-kronik lainnya.
27
Dalam studinya Husein Djadjadiningrat mengkaji 10 nskah yang ditulis
menggunakan 3 aksara (Pegon, Jawa, dan Latin) dan berbahasa Jawa berasal dari
koleksi Snouk Hurgronje 4 buah naskah, koleksi Dr. D.A Rinkes 1 nskah, Bijbelb
Genootsscahap 1 naskah, koleksi Brandes 2 naskah, koleksi Warner 1 naskah, dan
koleksi keluarganya secara pribadi 1 naskah. Naskah-naskah tersebut kemudian
menjadi koleksi Perpustakaan Universitas Leiden sebanyak 6 naskah, koleksi
Perpustakaan Nasional sebanyak 2 naskah. Dari sudut kelengkapan teks nya,
semua naskah itu berstatus sebagai naskah salinan, sedangkan dari bacaan teks
nya dari 10 naskah dapat dibedakan atas 3 redaksi atau versi yang masing-masing
terdiri atas 3 naskah, 5 naskah, dan 2 naskah.
Menurut Pudjiastuti (2000:8), redaksi pertama terdiri atas 3 naskah, yaitu
LOr 7390, Br 86,bdan LOr 7387 disusun sekitar tahun 1662/1663 dan dianggap
sebagai karya asli. Kedua terdiri atas 2 naskah, yaitu NBS 236 dan Br 625,
disusun pada tahun 1625 Syaka (1701/1702 M), dianggap sebagai teks yang rusak
karena metrumnya kacau, dan vokalisasinya kadang-kadang tidak tepat. Redaksi
ketiga terdiri atas 6 naskah, yaitu naskah pribadi Husein Djadjadiningrat, disusun
tahun 1732 M yang merupaka salinan dengan beberapa penambahan teks dari
redaksi pertama.
Menurut Husein Djadjadiningrat, ke-10 naskah tersebut memiliki isi yang
sama, yaitu menceritakan sejarah Banten sejak menjelang masuknya agama islam
ke Banten hingga pecahnya peperangan antara Banten dengan Batavia pada
pertengahan abad ke-17. Bagian awal sampai dengan masuknya islam di daerah
ini ceritanya bersifat mitologis dan legendaris, banyak diambil dari tradisi Jawa
28
dan Nusantara, sedangkan cerita sesudahnya pada bagian akhir bersifat historis.
Pada Bab I berupa ikhtisar isi berdasarkan sifat ceritanya tidak disertai suntingan
teksnya sendiri. Oleh karena itu, dalam studi ini isi sejarah Banten dikaji
berdasarkan tinjauan sejarah bagi cerita yang bersifat sejarah (Bab II) serta dikaji
dengan pendekatan sastra dan historiografi tradisional pada bagian cerita yang
bersifat sejarah (Bab III). Model studi ini dipandang sebagai perintis dan pelopor
dalam mengkaji sebuah naskah yang berisi karya sastra sejarah.
Edel (1938) dalam disertasinya yang berjudul Hikayat Hasanoeddin. Edel
menyajikan suntingan teks Sejarah Banten Kecil (SBK) yang berjudul Sejarah
Banten Rante-Rante untuk dibandingkan dengan teks SB versi melayu yang
berjudul Hikayat Hasanoeddin.
Patmadiwiria (1991) dan Titik Pudjiastuti (1991), menyajikan suntingan
teks beserta terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia dan kajian tentang jenis
aksara dan amanat SB. Patmadiwiria menyunting teks SB yang tertera dalam
naskah yang berasal dari Cibeber tahun 1932 serta bersumberkan cerita lisan.
Selain itu pula membahas tokoh Hasanuddin dan Pucuk Umun yang menurut teks
nya hidup pada masa penyebaran agama islam. Kemudian Titik Pudjiastuti (1991)
menyunting teks SB pada naska LOr. 7389 serta perbandingan teks tersebut
dengan dengan 3 teks SB lainnya, sehingga tampak jelas memperlihatkan versi.
Pada tahun 2000 studi ini berupa disertasi berjudul Sadjarah Banten: Suntingan
Teks dan terjemahan disertai Tinjauan Aksara dan Amanat. Studi ini dapat
dikatakan menindaklanjuti studi Husein Djadjadiningrat. Pudjiastuti
mengklasifikasi naskah SB berdasarkan kuantitas dan kelengkapan isinya kedalam
29
dua kelompok besar, yaitu Sejarah Banten Besar (SBB), dan Sejarah Banten Kecil
(SBK). Isi SBB mengandung perbedaan bacaan dengan SBK sampai tingkat versi,
sehingga keduanya saling berhubungan. Titik Pudjiastuti mengkaji lebih jauh SB
ditinjau dari segi aksara pegon dalam sebagian naskah SB, yaitu 19 naskah dan
amanat yang dikandung dalam teksnya masing-masing.
Peneliti selanjutnya yang membahas teks SB adalah Drewes (1995). Ia
meringkas dan membahas isi teks SB LOr. 10767.1,2, sebuah naskah SBK yang
berisi cerita tentang Haji Mangsur, orang keramat dari Pandeglang.
Di samping penelitian teks SB sebagai sumber kajiannya, ada
jugabeberapa penelitian yang memanfaatkan teks SB sebagai pendukung
penelitiannya. Misalnya Uka Tjandrasasmita (1967) menggunakan teks SB untuk
dijadikan sumber penyusunan sejarah Banten priode Sultan Ageng Tirtayasa.
Talens (1993,1999) memanfaatkan informasi dari SB bagi kajian Antropologi
kekuatan ritual dan sejarah. Martin van Bruinnessen (1995) dan Ongkodharma
Untoro (1998) juga memanfaatkan informasi dari SB untuk kajian lembaga
keagamaan di Banten pada abad ke-16 dan 17. Adapun naskah WSHM kajian
filologis belum ada yang meneliti.
2.2 Kondisi Naskah-Naskah Banten Merupakan Bagian Dari
Naskah Nusantara
Jumlah naskah lama di Nusantara tidak terhitung banyaknya dengan
bentuk dan jenis yang beraneka ragam. Sebagaimana dikemukakan oleh Soebadio,
(1973:6), Indonesia merupakan khazanah raksasa bagi naskah kuno yang
30
kebanyakan tertulis dalam bahasa dan huruf daerah. Isi naskah itu beraneka
ragam, mulai dari naskah kesusastraan dalam arti terbatas sampai dengan sumber
keagamaan, kemasyarakatan, sejarah, yang sangat penting bagi pengetahuan kita
mengenai kebudayaan pada tiap-tiap daerah dan yang sebagai keseluruhan dapat
memberi gambaran lebih jelas mengenai kebudayaan Indonesia pada umumnya.
Hermansoemantri (1999:6) mengelompokkan naskah-naskah lama ini menjadi 4
kelompok, yaitu: (1) naskah yang berisi teks sejarah, (2) naskah keagamaan,
(3)naskah sains, dan (4) naskah kesusastraan. Di antara 4 kelompok ini, naskah
kesusastraanlah yang paling banyak mengalami penyalinan. Hal ini disebabkan
oleh fungsi-fungsi naskah kesusastraan di masyarakat yang pada umumnya
bersifat pelipur lara (hiburan).
Dari sekian banyak naskah Nusantara, sebagian diantaranya adalah naskah
Banten. Naskah Banten yang dimaksud adalah naskah yang dibuat di Banten dan
isinya umumnya bertalian dengan kehidupan masyarakat dan kebudayaan Banten
sepanjang sejarahnya, baik langsung maupun tidak langsung. Perkembangan
kesultanan Banten sepanjang abad ke-17 yang bercirikan islamisasi dan
perniagaan, sesungguhnya memberikan gambaran bahwa pada masa itu banyak
ditulis naskah-naskah yang berhubungan dengan pengajaran agama Islam dan
tradisi kehidupan di lingkungan masyarakat elit setempat.
Informasi mengenai keberadaan naskah-naskah Banten dapat ditelusuri
dari beberapa buku katalogus naskah, antara lain: Naskah Sunda: Inventarisasi
dan Pencatatan (Ekadjati dkk, 1988), Literatur of Java (Pigeaud,
1967,1968,1970), Catalogus van Malaesche en Soendaneesche Handschriften der
Leidsche Universiteists Bibliotheek (Junyboll), Katalog Induk-Induk Naskah
Nusantara, Jilid IV (Behreend, 1988), Khazanah Naskah: Panduan Koleksi-
31
Koleksi Naskah Indonesia Sedunia (Chambert Loir dan Oman Faturrahman,
1999), dan Direktory Edisi Naskah Nusantara (Ekadjati, 2000). Adapun naskah-
naskahnya sendiri berada di Perpustakaan Universitas Leiden (Belanda),
Perpustakaan Nasional (Jakarta), Museum Banten Lama.
Berdasarkan katalogus Naskah Sunda: Inventarisasi dan Pencatatan,
bahwa naskah Banten berjumlah 94 buah naskah, terdiri atas 31 naskah berada di
Perpustakaan Nasional Jakarta, 61 naskah berada di Perpustakaan Leiden
Belanda, dan 2 buah didapatkan di masyarakat Banten. Dari 94 naskah tersebut,
tampak bahwa bahan naskah, asal-usul naskah, bentuk karangan, jenis aksara, dan
bahasa yang digunakan, da jenis isi yang terkandung di dalamnya beraneka ragam.
Ini semua menggambarkan bahwa naskah-naskah Banten dibuat oleh penulis yng
tidak sama dan pada waktu yang berbeda.
Di samping sumber buku atau katalogus naskah, tidak tertutup
kemungkinan naskah-naskah Banten masih banyak yang tersebar di kalangan
masyarakat luas, sehingga keberadaannya sulit untuk diketahui. Biasanya terdapat
kesulitan yang disebabkan, antara lain: (1) naskah itu telah banyak berpindah
tangan dari pemilik semula. (2) para peneliti tidak mengetahui bahwa di daerah
tertentu sebenarnya terdapat naskah, sehingga keberadaannya luput dari
pengamatan. (3) naskah tersebut tidak boleh dibaca dan diteliti oleh siapa pun
karena dikeramatkan, dan (4) naskah itu merupakan barang warisan, sehingga
dirahasiakan dan disakralkan.
Dari segi bahan, naskah-naskah yang berasal dari wilayah Banten pada
umumnya ditulis pada dua jenis bahan naskah, yaitu daluwang dan kertas. Dari
segi jenis atau bentuk karangan, naskah-naskah Banten, yaitu prosa dan puisi.
Adapun jenis aksara yang digunakan terdiri atas aksara-aksara Jawa (Cacarakan),
32
Arab, Pegon, dan latin. Sedangkan bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa,
Sunda, Melayu, Arab, dan terselip bahasa Belanda. Menurut Ekadjati (1988:11)
naskah yang berbahasa Jawa-Banten dan Jawa Cirebon yang diketahui paling tua
usianya berasal dari akhir abad ke-17 Masehi.
Pudjiastuti (2000:97), mengemukakan bahwa naskah-naskah lama di
Banten yang bernafaskan Islam, seperti salinan Qur’an, doa-doa, tauhid, dan
pelajaran salat selalu ditulis dengan menggunakan aksara Arab dalam bahasa
Arab. Akan tetapi, tafsir Qur’an, terjemahan, dan uraian tentang keagamaan Islam
menggunakan bahasa Jawa-Banten, umumnya ditulis dalam aksara Pegon.
Adapun naskah yang berisi cerita sejarah (babad), legende para wali, cerita Islam,
primbon dan hukum adat Banten menggunakan bahasa Jawa ditulis dalam aksara
Pegon atau aksara Jawa.
Mengenai ragam bahasa yang digunakan oleh masyarakat Banten tidak
terlepas dari perjalanan sejarahnya itu sendiri. Sebagaimana dikemukakan Lubis
(2004: 85--86) bahwa pada tahun 1500-1800 Masehi, masyarakat Banten
mengenal dan memakai berbagai bahasa dalam pergaulan sehari-hari, yaitu bahasa
Sunda, bahasa Jawa, dan bahasa Melayu. Adapun bahasa dalam lingkungan
pesantren yang digunakan pula adalah bahasa Arab.
Sebelum kedatangan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) ke Banten
bahasa penduduk yang pusat kekuasaan politiknya di Banten Girang adalah
bahasa Sunda. Sedangkan bahasa Jawa dibawa oleh Syarif Hidayatullah dan
putranya Maulana Hasanuddin berbarengan dengan penyebaran Islam. Dalam
kontak budaya yang terjadi, bahasa Sunda dan Jawa itu saling mempengaruhi dan
membentuk dialek tersendiri.
33
Perkembangannya bahasa Jawa abad ke-17 tumbuh dan berkembang di
kraton, bahkan menjadi bahasa resmi kraton termasuk pada pusat-pusat
pemerintahan di daerah. Pengaruh kraton itu lah yang menyebabkan bahasa Jawa
berkembang pesat di Banten Utara. Bahasa Sunda dipakai oleh masyarakat Banten
Selatan, khusus bahasa Sunda di Baduy, disebut ”Sunda Wiwitan”. Adapun
bahasa Melayu dipakai di masyarakat pelabuhan dan pesisir Utara sampai
Tanggerang.
Di samping bahasa, masyarakat Banten pada kurun waktu tahun 1500--
1800 Masehi telah mengenal beragam bentuk aksara sebagai sarana untuk
menyampaikan ide melalui simbol-simbol tertulis. Melalui berbagai naskah dan
prasasti yang berasal pada kurun waktu yang sama masyarakat Banten
menggunakan aksara Jawa, Pegon, dan Latin. Oleh sebab itu, tidak heran apabila
Banten memiliki banyak peninggalan tertulis yang ditulis dengan huruf Jawa,
Arab (Pegon), dan Latin.
Naskah-naskah Banten khususnya yang menuturkan peristiwa-peristiwa
sejarah yang pernah berlangsung di Banten dalam bentuk wawacan sebanyak 3
buah, yaitu Wawacan Banten Girang (isinya menceritakan peperangan antara
Banten Girang. Wawacan Nyi Artati (mengisahkan asal mula telaga Lebak Dano
di Padarincang), dan Wawacan Kyai Haji Mangsur (Sajarah Haji Mangsur), isinya
bertalian dengan Kesultanan Banten dan Cirebon dengan tokoh Haji Mangsur
(Ekadjati, 1988: 131--132).
2.3 Kajian Filologis
2.3.1 Filologi
34
Secara etimologi kata filologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu philologia
artinya kegemaran berbincang-bincang. Kegemaran berbincang sangat dibina oleh
bangsa Yunani kuno, karena itu kata filologi berubah artinya menjadi “cinta
kepada kata” atau “senang bertutur”. Kemudian artinya berkembang menjadi
senang belajar, senang ilmu, senang kesusastraan, dan senang kebudayaan.
Filologi dalam arti sempit berarti mempelajari teks-teks lama yang sampai
kepada kita dalam bentuk-bentuk salinannya dengan tujuan menemukan teks asli
dan untuk mengetahui maksud penyusunan teks tersebut (Sudjiman, 1994: 10).
Sedangkan pengertian dalam arti luas berarti mempelajari kebudayaan, pranata
dan sejarah bangsa sebagaimana yang terdapat dalam bahan-bahan tertulis.
Berdasarkan pengertian di atas, filologi mengacu kepada penelitian
naskah-naskah kuna yang bacaannya sudah rusak (korup) dan dalam banyak
variasi penulisan, sehingga memerlukan penelaahan untuk memperbaiki dan
mendapatkan naskah yang mendekati aslinya (Baried, 1985:1--2). Sependapat
dengan Baried, Pradotokusumo (2005: 9) menambahkan bahwa filologi
merupakan ilmu bahasa dan studi tentang kebudayaan bangsa-bangsa beradab
seperti yang diungkapkan dalam bahasa, sastra, dan agama mereka, terutama yang
sumbernya di dapat dalam naskah-naskah (lama), sehingga secara umum dapat
disebut sebagai ilmu tentang naskah-naskah (lama/kuna).
Filologi pertama kali dikenal pada abad ke-3 SM di Eropa, tepatnya di
kota Iskandariyah (Alexandria), sebelah kota dipinggir Laut Tengah. Filologi
diperkenalkan oleh sekelompok ahli yang kemudian dikenal sebagai ahli filologi.
Orang yang pertama kali menggunakan istilah ini adalah Erastothanes, salah
35
seorang penelaah naskah-naskah Yunani kuna masa itu. Para ahli itu meneliti
naskah-naskah Yunani yang telah ditulis sejak abad ke-8 SM. Mereka berusaha
menemukan bentuk naskah yang asli dari naskah-naskah yang ditemukan dengan
memperbandingkan kesalahan penulisan yang ditemui, dan tujuan dari penulisan
naskah tersebut (Reynold & Wilson, 1978:5--6).
Dalam menghadapi naskah klasik, peneliti naskah terlebih dahulu harus
mengetahui pandangan tentang teori filologi. Ada dua jenis teori filologi yang
terkenal sampai sekarang, yaitu teori filologi tradisional dan teori filologi
moderen. Dalam filologi tradisional, kegiatan filologi menitikberatkan pada
perubahan yang terdapat di dalam teks naskah bahkan bacaan yang rusak (korup)
dianggap sebagai suatu kesalahan karena kelalaian pennyalin atau keinginan
sendiri untuk tidak setia dengan sumber salinan. Namun, apabila perubahan yang
terdapat di dalam naskah dianggap sebagai pengungkapan kreatifitas penyalin
dalam hal pemahaman dan penafsiran teks sesuai dengan zaman penciptanya teks
tersebut, maka dalam hal ini aspek kerja filologi disebut dengan filologi moderen
(Baried, 1985:3).
Sebagaimana dikemukakan Soebandio (1975:13), kondisi naskah di
Indonesia bukanlah merupakan suatu hal yang mudah untuk digali. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya bahwa kondisi naskah sudah banyak yang telah
rusak karena dimakan usia merupakan kendala bagi penggunanya, termasuk
peneliti. Selain itu masalah bahasa dan aksara pada umumnya sudah tidak dapat
dipahami dan dipakai oleh masyarakat dewasa ini, sehingga menjadi sebuah
kendala untuk memahami informasi teks yang terdapat di dalam naskah. Itulah
36
sebabnhya naskah di Indonesia mengalami kesalahan dan perbedaan antara
salinan yang satu dengan yang lainnya.
Filologi sebagai satu disiplin ilmu yang mempunyai tugas menangani
naskah-naskah lama, perkembangannya tergantung pada keselamatan naskah-
naskah itu sendiri, terutama naskah yang masih tersebar di masyarakat.
Sebaliknya manfaat naskah-naskah lama bagi kepentingan disiplin ilmu lain
sangat tergantung pula pada filologi. Manfaat tersebut akan terwujud jika filologi
mampu menggali apa-apa yang tergantung dalam teks.
2.3.3 Penyuntingan Teks
Setelah diadakan perbandingan naskah dan transliterasi, maka akan
diperoleh karakteristik dari masing-masing naskah tersebut. Untuk selanjutnya
dapat ditentukan naskah mana yang akan dijadikan sebagai dasar untuk suntingan
teks. Robson (1994:35) mengemukakan bahwa penyuntingan dilakukan apabila
menghadapi berbagai macam bacaan dalam naskahnya atau tempat yang
mencurigakan, harus memilih bacaan yang benar untuk mengembalikan
kebenaran teks itu seperti pada awal penulis itu menulisnya. Menurut
Pradotokusumo (1986: 159) penyuntingan naskah adalah suatu usaha untuk
menyajikan suatu teks kepada pembacanya.
Penyuntingan teks dibedakan atas dua hal yaitu penyuntingan naskah
tunggal dan penyuntingan naskah jamak. Untuk penyuntingan naskah jamak
menurut Robson (1994:26), langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menyelidiki naskah dengan membacanya apakah naskah-naskah tersebut memiliki
hubungan antara satu dengan yang lainnya. Djamaris (2006: 24) berpendapat
37
bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk penyuntingan naskah jamak,
yaitu metode gabungan dan metode landasan.
Penyuntingan naskah tunggal dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
metode standar dan metode diplomatik. Metode standar digunakan apabila isi
naskah itu dianggap sebagai naskah biasa, bukan cerita yang dianggap suci dari
sudut agama atau bahasa, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus atau
istemewa. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam edisi standar antara lain: (1)
mentransliterasi teks, (2) membetulkan kesalahan teks, (3) membuat catatan
perbaikan atau perubahan, (4) memberi komentar atau tafsiran, (5) membagi teks
dalam beberapa bagian, (6) menyusun daftar kata-kata sukar (glosari) (Djamaris,
2002: 24--25)
Metode suntingan diplomatik bertujuan menerbitkan satu naskah seteliti
mungkin tanpa melakukan perubahan, teks disajikan sebagaimana adanya. Metode
diplomatik digunakan apabila isi naskah dianggap penting bagi sejarah,
kepercayaan, atau bahasa sehingga diperlukan perlakuan khusus atau istimewa.
Tujuan metode diplomatik ini adalah untuk mempertahankan kemurnian teks.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam suntingan teks yang menggunakan metode
diplomatik, antara lain: (1) teks disajikan sepeerti apa yang terdapat dalam naskah
tanpa merubah seperti ejaan, tanda baca, atau pembagian teks, (2) apabila ada
kesalahan, maka kesalahan tersebut harus ditunjukkan dengan referensi yang
tepat, (3) saran untuk membetulkan teks, (4) komentar kemungkinan perbaikan
teks. Jadi, penyuntingan teks melalui metode diplomatik digunakan
38
mereporoduksi teks seteliti mungkin tanpa melakukan perubahan atau teks
disajikan apa adanya.
Penyuntingan naskah jamak dilakukan dengan dua metode, yaitu metode
gabungan dan metode landasan. Metode gabungan digunakan apabila menurut
tafsiran nilai naskah semua hampir sama. Artinya, naskah yang satu tidak lebih
baik dari naskah yang lain. Umumnya bacaan yang dipilih dalam suntingan adalah
yang mayoritas, dengan pertimbangan bahwa naskah yang banyak merupakan
saksi bacaan yang benar. Hasil suntingan teks yang disajikan dari metode
gabungan ini merupakan hasil gabungan bacaan dari semua naskah yang ada.
Sedangkan metode landasan digunakan apabila menurut tafsiran, ada salah naskah
yang unggul kualitasnya setelah dibandingkan dengan naskah yang lain (Robson
1978: 36).
Naskah yang dipilih sebagai dasar suntingan teks seperti dimaksudkan di
atas tidak berarti naskah tersebut akan bebas dari kesalahan. Kesalahan-kesalahan
yang dimaksudkan dalam naskah landasan akan dicatat dalam aparat kritik dan
diperbaiki berdasarkan kesaksian pada teks naskah pembanding. Demikian pula
varian-variannya dengan naskah pembanding akan dicatat dalam aparat kritik.
Hal ini penting apabila terdapat bacaan yang diganti, ditambah, dan dikurangi
ternyata tidak sesuai, data dari bacaan yang benar itu tidak hilang karena sudah
dicatat dalam aparat kritik.
39
2.4 Kajian Sastra
Karya sastra adalah untaian perasaan dan realitas sosial mencakup semua
aspek kehidupan manusia yang telah tersusun baik dan indah dalam bentuk benda
kongkrit seperti tulisan juga berwujud tuturan yang telah tersusun dengan rapi dan
sistematis dituturkan oleh tukang cerita atau yang terkenal dengan istilah karya
sastra lisan (Sangidu, 2005:38). Karya sastra menurut ragam bentuk nya terbagi
dua, yaitu puisi dan prosa. Karya sastra dalam penelitian ini adalah Naskah
Wawacan Sajarah Haji Mangsur. Naskah WSHM ini secara bentuk/genre
termasuk puisi wawacan. Untuk mengetahui mengetahui bentuk/genre puisi
wawacan tersebut serta fungsi sosial dan kedudukan naskah di masyarakat
diperlukan teori yang mengungkap terhadap karya sastra dalam penelitian ini
adalah naskah WSHM.
Masalah keanekaragaman seringkali sangat mengacaukan di bidang teori
sastra dan pendekatan terhadap karya sastra. Menurut Abrams bahwa kekacauan
dan keanekaragaman teori tersebut lebih mudah dipahami dan diteliti jika
berpangkal pada situasi karya sastra secara menyeluruh (the total situation of a
work of art) (Teeuw, 1984: 50). Abrams memberikan model pendekatan kritis
yang utama terhadap karya sastra sebagai berikut:
a. Pendekatan yang menitikberatkan karya itu sendiri; pendekatan ini
disebut pendekatan obyektif.
b. Pendekatan yang menitikberatkan penulis, pendekatan ini disebut
pendekatan ekspresif.
c. Pendekatan yang menitikberatkan semesta, yang disebut mimetik.
40
d. Pendekatan yang menitikberatkan pembaca, disebut pragmatik
Dari keempat model pendendekatan tersebut, untuk mengungkapkan naskah
dari segi bentuk/genre yaitu wawacan yang berbentuk dangding yaitu puisi yang
ditulis menurut aturan pupuh adalah pendekatan objektif menitikberatkan pada
struktur karya sastra itu sendiri. Adapun dari segi sosial dan kedudukan naskah di
masyarakat adalah pendekatan pragmatik, menitikberatkan pembaca, yakni
bagaimana menyampaikan informasi mengenai keberadaan naskah di masyarakat
serta bagaimana fungsi sosial dan kedudukan naskah itu dimasyarakat.
2.4.1 Wawacan
Naskah WSHM dituilis dengan huruf Arab-Pegon dalam bentuk puisi
wawacan. Wawacan adalah cerita panjang yang digubah dalam bentuk dangding.
Adapun dangding adalah puisi yang ditulis menurut aturan pupuh. Bentuk pupuh
mulai dikenal oleh masyarakat Sunda, terutama kaum bangsawan, setelah adanya
pengaruh politik dari Mataram (Jawa) pada abad ke-17 yang dibawa ke daerah
Sunda melalui kaum bangsawan (menak) dan kaum ulama (lingkungan
pesantren). Wawacan tidak lain dari hikayat yang ditulis dalam bentuk puisi
(dangding) tertentu yang disebut pupuh.
Mengenai pengertian wawacan, (Rosidi, 1966:11) mengemukakan bahwa
wawacan ialah hikayat yang ditulis dalam bentuk puisi tertentu yang dinamakan
dangding. Dangding ialah ikatan puisi yang sudah tertentu untuk melukiskan hal-
hal yang sudah tertentu pula. Dangding terdiri daripada beberapa buah bentuk
puisi yang disebut pupuh. Adapun secara harfiah, wawacan berasal dari kata
41
wawacaan atau babacaan, yang berarti apa-apa yang dibaca, dalam hal ini
berbentuk tulisan.
Pada umumnya teks wawacan diwadahi dalam sebuah buku atau naskah
yang proses penurunannya dilakukan melalui tradisi tulis dengan cara penyalinan.
Adapun penyampaiannya dilakukan melalui sebuah proses pembacaan, biasanya
dalam suatu acara tertentu di masyarakat, dibawakan oleh sebuah kelompok yang
terdiri dari seorang atau lebih pembaca (juru ilo) dan beberapa orang yang
melantunkannya dalam bentuk nyanyian (tembang). Adapun pergelarannya biasa
dikenal dalam kesenian beluk atau gaok.
Pada awal perkembangannya wawacan disebarluaskan melalui para ulama
di pesantren-pesantren, dan bupati serta pamong praja lainnya yang pernah
mempelajari pupuh dan bahasa Jawa. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya isi
wawacan, baik yang berbentuk naskah maupun yang sudah dicetak. Wawacan-
wawacan tersebut berisi ajaran Islam dan kisah-kisah islami baik saduran maupun
asli. Penulisan wawacan di lingkungan pesantren diperkirakan lebih banyak
menggunakan aksara pegon, karena pada lingkungan ini penguasaan baca tulis
aksara Arab sangat dominan. Misalnya tentang fiqh, tauhid, rukun iman, hikayat
nabi, dan sebagainya.
Adapun perkembangan selanjutnya wawacan tersebar melalui para
bangsawan dan priyayi Sunda seperti bupati, demang, dan pejabat di bawahnya,
termasuk penghulu. Ekadjati (2001) mengemukakan bahwa identitas penulis atau
penyusun naskah berasal dari tiga lingkungan sosial, yaitu lingkungan
kraton/pendopo, lingkungan agama (mandala, pesantren, kaum), dan lingkungan
42
rakyat biasa (petani, tokoh adat, dukun, guru). Sejalan dengan kebiasaan
masyarakat yang menulis anonim, misalnya dongeng, maka penulis wawacan pun
hanyasebagian kecil yang mencantumkan identitasnya, termasuk wawacan yang
ditulis di lingkungan pesantren. Sehingga penelusuran mengenai kepengarangan
dalam wawacan tidak semua dapat terselesaikan.
Perkembangan wawacan terhitung pesat setelah diajarkannya pupuh di
sekolah-sekolah. Selain itu ditampilkannya wawacan pada acara beluk atau gaok
menjadi media untuk dikenalnya teks wawacan di seluruh lapisan masyarakat
Sunda. Akan tetapi sekarang ini, kehidupan wawacan sudah tidak berkembang
lagi. Hanya satu dua pengarang yang memberanikan diri menulis wawacan. Hal
ini berkaitan dengan fungsi wawacan di masyarakat. Di samping itu, pagelaran
kesenian beluk atau gaok sudah sangat jarang dipentaskan lagi di masyarakat.
2.4.2 Bentuk Karangan Wawacan
Wawacan merupakan teks, yang umumnya naratif, ditulis dalam bentuk
pupuh. Menurut Soepandi (1985:3) pupuh berarti bait atau pada, aturan, lagu,
tembang, rangkaian bait yang memiliki pola yang sama, dan pola penyusunan
syair atau rumpaka.
Dalam tembang Sunda pupuh berjumlah 17, yaitu Kinanti, Sinom,
Asmarandana, Dangdanggula, Magatru, Mijil, Durma, Pangkur, Maskumambang,
Pucung, Jurudemung, Balakbak, Gambuh, Gurisa, Lambang, Ladrang, dan
wirangrong. Empat di antaranya, yaitu Kinanti, Sinom, Asmarandana,
Dangdanggula disebut Sekar Ageung, sedangkan 14 sisanya termasuk ke dalam
43
Sekar Alit. Nama pupuh yang sama pada tembang Jawa dan Sunda kadang
menempati kategori yang berbeda. Misalnya, pupuh Kinanti, Sinom,
Asmarandana, dan Dangdanggula dalam tembang Sunda termasuk ke dalam Sekar
Ageung, sedang dalam tembang Jawa keempat pupuh tersebut termasuk ke dalam
Sekar Alit. Pupuh lainnya, kecuali Ladrang, dalam tembang Sunda termasuk ke
dalam Sekar Alit, sedangkan dalam tembang Jawa termasuk ke dalam Sekar
Tengahan.
2.4.3 Konvensi Pupuh
Selain memiliki nama dan karakter tertentu, pupuh itu pun terikat oleh
aturan dalam hal berupa guru- gatra, yaitu ketentuan tentang jumlah baris atau
larik pada masing-masing bait, guru- wilangan, yaitu ketentuan tentang jumlah
suku kata pada tiap larik, dan guru- lagu, yaitu ketentuan tentang vokal pada suku
kata di tiap ujung larik. Dalam berbagai keterangan (Satjadibrata, 1952:13-17;
Soepandi, 1985:60-61), disebutkan bahwa aturan guru lagu dan guru wilangan
pupuh dalam tembang Sunda adalah sebagai berikut:
Tabel 1.
Patokan Pupuh Berdasarkan Guru-lagu dan Guru-wilangan
No
.
Nama
Pupuh
Baris/Larik ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Asmarandana 8-i 8-a 8-e/o 8-a 7-a 8-u 8-a
2 Balakbak 12-
a
3-e 12-a 3-e 12-
a
3-e
3 Dangdanggul 10- 10- 8-e/o 7-u 9-i 7-a 6-u 8- 12-i 7-a
44
a i a a
4 Durma 12-
a
7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
5 Gambuh 7-u 10-
u
12-i 8-u 8-o
6 Gurisa 8-a 8-a 8-a 8-a 8-a 8-a 8-a 8-
a
7 Jurudemung 8-a 8-u 6-e 8-a 8-u
8 Kinanti 8-u 8-i 8-a 8-i 8a 8-i
9 Lambang 8-a 8-a 8-a 8-a
10 Ladrang 10-
e
8-a 8-i 12-a
11 Magatru 12-
u
8-i 8-u 8-i 8-o
12 Maskumamb
ang
12-
i
6-a 8-i 8-a
13 Mijil 10-
i
6-o 10-e 10-i 6-i 6-u
14 Pangkur 8-a 11-
i
8-u 7-a 12-
u
8-a 8-i
15 Pucung 12-
u
6-a 8-e/o 12-a
16 Sinom 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-
i
12-a
17 Wirangrong 8-i 8-o 8-u 8-i 8-a 8-a
Tabel 2
Karakter Pupuh
No Nama Pupuh Karakter
1
2
3
4
Asmarandana
Balakbak
Dangdanggula
Durma
berahi, kasih sayang
lucu, lawak
keagungan, kebahagiaan
marah, berkelahi, bertengkar
45
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Gambuh
Gurisa
Jurudemung
Kinanti
Lambang
Ladrang
Magatru
Maskumambang
Mijil
Pangkur
Pucung
Sinom
Wirangrong
bingung, bimbang
lelucon pengisi sepi
penyesalan
prihatin, harapan, menanti
humor
humor, teka-teki
lelucon, prihatin, untuk menyelingi cerita
prihatin, meratap, sakit hati
susah, sedih, sepi, celaka
berkelana, nafsu, siap untuk berperang
nasehat, kaget, himbauan
gembira, senang, keindahan
malu, sial, rugi
2.4.4 Sastra Sejarah
Kaitannya dengan karya sastra sejarah, menurut isi yang dikandungnya,
struktur karya sastra sejarah terdiri dari dua bagian. Bagian pertama disebut
mitos/legendaris, bersifat konvensi, yakni mengantarkan pembaca kepada tradisi
sastra yang telah dikenal oleh masyarakatnya. Bagian kedua adalah sejarah, yaitu
bagian yang mengandung aspek sejarah, bersifat inovatif serta mengandung hal-
hal yang baru yang merujuk suatu teks. Secara referensial sastra sejarah merujuk
fakta-fakta yang benar terjadi dan juga hal-hal yang fiktif atau imajinatif dari
pujangga atau penulisnya.
Sartono Kartodirdjo (1968), menyebut naskah sejarah sebagai historiografi
tradisional yaitu penulisan sejarah menurut pandangan dan kepercayaan
masyarakat secara turun-menurun. Sebagai suatu karya sastra sudah tentu ciri-ciri
atau sifat suatu karya sastra, yaitu unsur imajinasi atau fantasi. Dalam karya sastra
46
sejarah unsur sejarah diolah dan dicampuradukan dengan unsur imajinasi,
misalnya dalam sastra lama hal ini terlihat berupa mitos, legende, atau dongeng.
Unsur ini menjadi ciri umum naskah sejarah.
Ditinjau dari cara pengungkapan isi naskah WSHM dapat dibagi atas dua
bagian. Pertama, bagian yang bersifat legendaris/mitos, dan kedua bersifat
historis. Bagian cerita yang bersifat legendaris terletak pada bagian awal yaitu
menceritakan peristiwa Pangeran Haji sepulangnya menunaikan ibadah haji dari
Mekkah dan singgah di Pulau Putri, setelah sadar melanggar pesan ayahnya
kemudian ia kembali ke Mekkah untuk bertaubat dan memohon untuk pulang
kembali ke Banten. Dengan pertolongan Allah ia pulang ke Banten melalui dasar
bumi, yaitu menyelam melalui sumur zam-zam, lalu ia berhasil keluar dari dasar
bumi dan muncul di desa Cibulakan Cimanuk-Pandeglang dan namanya berubah
menjadi Haji Mangsur. Adapun bagian yang bersifat historis terletak pada bagian
akhir, yaitu cerita tentang perjanjian Pangeran Haji (Sultan Haji) dengan Belanda,
kemudian peperangan antara Sultan Haji dengan ayahnya Sultan Ageng Tirtayasa,
dan Sultan-sultan yang memerintah di Banten setelah Sultan Haji. Namun
demikian dalam bagian yang bersifat legendaris pun tidak berarti tidak
mengandung unsur sejarah, hanya cara pengungkapannya menurut pola pemikiran
legendaris/mitos. Begitu pula dalam bagian yang bersifat historis terdapat unsur-
unsur legendaris.
Berdasarkan isi dan bentuknya, naskah WSHM termasuk golongan karya
sejarah tradisional (historiografi tradisional), artinya karya sejarah yang disusun
secara tradisional dengan menggunakan pola pemikiran dan pengertian sejarah
47
tradisional. Sejarah dalam pengertian tradisional tidak membedakan antara
kenyataan yang sesungguhnya dengan kenyataan bikinan pengarangnya. Hal ini
seperti tampak pada judulnya, penyusun WSHM mengakui sendiri bahwa
karangannya itu merupakan karya sejarah. Sejarah menurut pengertian penyusun
atau yang berlaku dalam masyarakat penyusun waktu itu. Sejarah menurut
pengertian mereka adalah (kisah tentang) peristiwa-peristiwa yang dianggap dan
dipercayai telah terjadi pada masa lampau. Peristiwa-peristiwa yang diungkapnya
tidak usah selalu menunjuk kepada kebenaran menurut kepercayaan atau
kebudayaan mereka. Dengan demikian sejarah tidak bedanya dengan sastra. Hal
itu diperkuat oleh bentuk karangan yang dipilihnya, yaitu bentuk puisi (tembang).
Selain itu, sejarah diartikan pula sebagai silsilah keturunan atau leluhur seseorang
atau sekelompok orang. Dalam hal ini, kisah tentang peristiwa-peristiwa yang
dianggap dan dipercayai yang dialami oleh Pangeran Haji (Sultan Haji) serta
tentang silsilah mereka yang ditarik ke atas (leluhur mereka) sampai ke Nabi
Muhammad Saw.
2.4.5 Fungsi Sosial Karya Sastra
Sastra dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis oleh
pengarang pada kurun waktu tertentu pada umumnya berkaitan dengan norma-
norma dan adat istiadat jaman itu (Sangidu, 2005: 41). Aspek terpenting dalam
kenyataan yang perlu dilukiskan oleh pengarang yang dituangkannya dalam karya
sastra adalah masalah kemajuan manusia. Karena itu, pengarang yang melukiskan
kenyataan dalam keseluruhannya tidak dapat mengabaikannya begitu saja dalam
48
masalah tersebut. Karya sastra merupakan tanggapan penciptanya (pengarang)
terhadap dunia (realitas sosial) yang dihadapinya. Di dalam sastra berisi
pengalaman-pengalaman subjektif penciptanya, pengalaman subjektif seseorang
(fakta individual), dan pengalaman sekelompok masyarakat (fakta sosial).
Kaitannya dengan karya sastra dalam penelitian ini, yakni naskah WSHM,
berdasarkan isi dan bentuknya, termasuk karya sastra sejarah tradisional, artinya
karya sejarah yang disusun secara tradisional dengan menggunakan pola
pemikiran dan pengertian sejarah tradisional. Sebagai karya sastra sejarah, naskah
WSHM bagi masyarakat Banten memiliki fungsi sosial, tidak hanya sebagai
sarana rekreatif (hiburan) saja, melainkan fungsi informatif, didaktis, dan
ekspresif. Demikian juga dengan kedudukan naskah di masyarakat bahwa
naskahWSHM menunjukkan populer di masyarakat Banten. Dalam tradisi lisan
yang berkembang di masyarakat Banten, tokoh Haji Mangsur sangat memiliki
pengaruh luas pada masyarakat Banten, tempat-tempat yang berkaitan dengan
Haji Mangsur seperti Situs Batu Qur’an dan makam Haji Mangsur mendapat
perhatian cukup besar oleh para penziarah yang berasal dari daerah sekitar Banten
maupun dari luar Banten, sehingga mendatangkan manfaat ekonomi bagi
masyarakat sekitar situs dan makam tersebut.
49
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
Naskah WSHM yang ditemukan untuk penelitian ini sebanyak 3 buah
naskah, agar penelitian terhadap naskah WSHM secara sistematis objek dan
metode penelitian ini dibagi dua, yaitu mengacu kepada naskah dan mengacu pada
teks. Berikut uraiannya:
3.1 Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah naskah-naskah berjudul Wawacan
Sadjarah Haji Mangsur beraksara Arab-Pegon dengan bahasa Jawa-Banten.
Naskah-naskah ini berisi pemaparan tentang, antara lain: sisilah Maulana
Hasanuddin, dan penyebaran Islam di Banten, Pangeran Haji pergi ke Mekkah
untuk menunaikan ibadah haji, peristiwa di Pulau putri tentang penyamaran Raja
Pandhita sebagai Sultan Haji berangkat menuju Banten, pemberontakan Sultan
haji terhadap ayah nya Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan-Sultan Banten setelah
Sultan Haji, pertobatan Pangeran Haji, dan penangkapan Sultan Ishak oleh
Belanda.
3.1.1 Inventarisasi Naskah
Keberadaan suatu naskah dapat diketahui dari berbagai sumber yang
memuat informasi tentang penyimpanan naskah-naskah tersebut. terhadap naskah
WSHM dilakukan dengan mencari sumber data dan informasi melalui (1) Metode
Studi Pustaka, dan (2) Metode Studi Lapangan (field research). Metode Studi
Pustaka, yaitu penelusuran melalui katalogus naskah, antara lain Katalogus
50
Literature of Java Jilid II (Pigeaud, 1968), Naskah Sunda: Inventarisasi dan
Pencatatan (Ekadjati dkk., 1988), Khazanah Naskah: Panduan Koleksi Naskah-
Naskah Indonesia Sedunia (Chambert Loir dan Oman Fathurahman, 1999), dan
Direktori Edisi Naskah Nusantara (Ekadjati, 2000).
Di samping katalogus, sumber data lain adalah buku atau daftar naskah
yang terdapat di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), Arsip
Nasional Indonesia (ANRI), Perpustakaan Daerah, dan sebagainya.
Metode Studi Lapangan, yaitu penelusuran naskah WSHM yang masih
tersimpan dan menjadi milik perseorangan di masyarakat yang mengetahui
kebudayaan Banten. Tempat yang dikunjungi penulis, antara lain pesantren dan
yayasan Syekh Mansur yang terletak di desa Cikaduwen Kecamatan Cimanuk
Kabupaten Pandeglang. Menurut informasi dari pengurus yayasan bahwa di
Cikaduwen terdapat kuburan Haji Mangsur (Syekh Mansur), sekarang ini sering
dikunjungi banyak orang untuk berziarah. Museum Banten Lama, dan Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3). Dari studi lapangan tersebut tidak
ditemukan naskah WSHM.
3.1.2 Perbandingan Naskah
Dengan merujuk pada sumber data di atas, penulis berhasil
mengumpulkan data penelitian berupa naskah WSHM sebanyak tiga buah. Di
dalam katalogus Literature Of Java jilid II Pigeaud (1968:432) tercatat 2 naskah
WSHM atau yang berkaitan dengan WSHM dan 1 naskah juga tercatat dalam
51
katalogus Naskah Sunda, Inventarisasi dan Pencatatan. Ekadjati dkk (1988, 131--
132). Ketiga naskah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sadjarah Hadji Mangsur, LOr. 7420, Jawa-Banten, Arab-Pegon, ukuran
teks 12x16 cm, jumlah baris 11-13 baris, 41 halaman, naskah ini terdiri
dari tiga teks. Untuk dijadikan bahan penelitian yaitu teks pertama yang
memiliki judul teks Salinan Wawacan Sajarah Haji Mangsur Dari Orang
Tanahara.
2. Sajarah Banten, BG 183 ukuran teks 12x16, 14 baris/halaman, Jawa,
Arab-Pegon, Puisi, 86 halaman.
3. Primbon Sadjarah Hadji Mangsur, LOr 7419, Jawa-Banten, Arab-Pegon,
ukuran teks 17x12 cm, 12-15 halaman, Puisi, 49 halaman, memuat
informasi Sadjarah Hadji Mangsur.
Ketiga naskah tersebut berada di perpustakaan, yaitu 2 naskah di
Perpustakaan Bibliothek Leiden Belanda dan 1 naskah di Perpustakaan Nasional
Jakarta. Untuk kepentingan penelitian ini menggunakan hasil foto kopi. Untuk
mengetahui kondisi fisik naskah dari ketiganya tersebut akan dilakukan
perbandingan naskah.
Naskah nomor urut 1 berjudul Sajarah Haji Mangsur, dengan kode naskah
LOr 7420 memiliki judul teks Salinan Wawacan dari Orang Tanahara. Tebal
naskah sebanyak 41 halaman, bentuk karangan puisi wawacan, jumlah bait
sebanyak 250 bait. Kondisi naskah baik, artinya masih utuh dan lengkap tidak
terdapat bekas lembaran kertas yang terlepas, tulisannya jelas dan rapih sehingga
mudah dibaca. Huruf, bahasa, dan tulisan dalam naskah menggunakan huruf
52
Arab-Pegon, bahasa Jawa-Banten, teks ditulis setiap lembar kertas tidak bolak-
balik. Bahan yang digunakan adalah kertas Eropa tanpa cap kertas. Mengenai
identitas penyalin tidak terdapat keterangan mengenai nama penyalin maupun
waktu dan tempat penyalinan.
Naskah nomor urut 2 berjudul Sajarah Banten, kode naskah BG 183,
Tebal naskah sebanyak 87 halaman, bentuk karangan puisi wawacan, jumlah bait
sebanyak 220 bait. Kondisi naskah sudah tidak begitu baik, karena lembaran
kertas sudah banyak yang terlepas dari jilid bukunya, tulisannya jelas dan rapih
sehingga mudah dibaca. Huruf, bahasa, dan tulisan dalam naskah menggunakan
huruf Arab-Pegon, bahasa Jawa-Banten, teks ditulis setiap lembar kertas tidak
bolak-balik tulisannnya. Bahan yang digunakan adalah kertas Eropa dengan cap
kertas Singa Belanda dalam perisai bermahkota dengan semboyan ‘Eendragt
Maakt Marg’ dengan cap tandingan Gerhard Loeber. Mengenai identitas penyalin
tidak terdapat keterangan mengenai nama penyalin maupun waktu dan tempat
penyalinan.
Naskah nomor urut 3 berjudul Primbon Sajarah Haji Mangsur, dengan
kode naskah LOr 7420. Tebal naskah sebanyak 49 halaman, bentuk karangan
puisi wawacan, jumlah bait sebanyak 237 bait. Kondisi naskah baik, artinya masih
utuh dan lengkap tidak terdapat bekas lembaran kertas yang terlepas, tulisannya
jelas dan rapih sehingga mudah dibaca. Huruf, bahasa, dan tulisan dalam naskah
menggunakan huruf Arab-Pegon, bahasa Jawa-Banten jelas terbaca, teks ditulis
setiap lembar kertas tidak bolak-balik. Bahan yang digunakan adalah kertas Eropa
tanpa cap kertas. Mengenai identitas penyalin tidak terdapat keterangan mengenai
53
nama penyalin maupun waktu dan tempat penyalinan. Akan tetapi ada keterangan
berupa kertas sisipan yang menerangkan bahwa naskah ini berasal dari Cimanuk-
Pandeglang. Berdasarkan perbandingan tersebut ketiga naskah WSHM
menunjukkan berasal dari sumber yang sama.
3.1.3 Pemilihan Naskah
Pemilihan naskah WSHM untuk penelitian ini dibagi menjadi dua katagori
yaitu pemilihan naskah skunder dan pemilihan naskah primer. Katagori skunder
adalah naskah WSHM yang telah disebut dalam studi penelitian orang lain,
kajiannya bukan menyajikan edisi teks. Sedangkan katagori primer adalah naskah
WSHM yang akan dipilih dan dijadikan dasar penelitian filologi dengan alasan
bahwa naskah ini populer, bernilai sejarah, dan memberikan kontribusi bagi
peristiwa sejarah, khususnya sejarah lokal. Out put dari penelitian ini adalah
menyajikan edisi teks secara ilmiah.
Pemilihan naskah skunder, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
bahwa naskah WSHM ini telah disebut dalam studi Husein Djajadiningrat (1913)
tentang Sejarah Banten dalam sebuah disertasi yang berjudul Tinjauan Kritis
Sejarah Banten: Sumbangan bagi Pengenalan Sifat-Sifat Pengenalan Penulisan
Sejarah Jawa. Menurut Djadjadiningrat menyebutkan bahwa naskah WSHM
tergolong ke dalam Sejarah Banten Kecil (SBK).
Selanjutnya Pudjiastuti (2000) dalam studinya tentang Sejarah Banten
dalam sebuah disertasi yang berjudul Sadjarah Banten: Suntingan Teks dan
Disertai Terjemahan Disertai Aksara dan Amanat. Dalam studinya tersebut
54
Pudjiastuti mengklasifikasi naskah SB berdasarkan kuantitas dan kelengkapan
isinya kedalam dua kelompok besar, yaitu Sejarah Banten Besar (SBB) dan
Sejarah banten Kecil (SBK) sampai tingkat versi. Pudjiastuti mengkaji lebih jauh
teks SB ditinjau dari segi aksara dan amanat.
Adapun pemilihan naskah primer dalam penelitian ini seperti telah
dikemukakan sebelumya ditemukan sebanyak 3 buah naskah. Untuk mengetahui
lebih jelasnya ketiga naskah tersebut akan dijelaskan pada deskripsi naskah.
3.1.4 Deskripsi Naskah
Naskah-naskah WSHM yang dikatagorikan sebagai naskah yang tidak satu
versi tidak dijadikan objek penelitian. Oleh sebab itu pendeskripsian naskah
terbatas pada naskah-naskah yang berdasarkan isi dan pengubahannya dianggap
satu versi. Naskah-naskah itu adalah disebut naskah A, B, dan C. Metode yang
digunakan dalam deskripsi ini adalah metode deskriptif. Semua naskah akan
dideskripsikan, yaitu nomor naskah, judul naskah, tempat penyimpanan naskah,
asal naskah, keadaan naskah, ukuran naskah, tebal naskah, jumlah baris, dan bait,
huruf, bahasa, dan tulisan, cara penulisan, tanda koreksi, bahan naskah, identitas
penyalin, dan isi cerita. Hal ini untuk memudahkan tahap penelitian selanjutnya
berupa pertimbangan (recentio), pengguguran (eliminatio), kolasi (colatio),
perbandingan naskah (Djamaris, 2002:11). Berikut ini deskripsi naskah A, B,
dan C.
3.1.4.1 Naskah A.
55
1) Nomor Naskah: LOr. 7420. Naskah ini tercatat dalam katalogus
Literature of Java Jilid II (Pegeaud, 1968)
2) Judul Naskah: Sadjarah Hadji Mangsur
3) Judul Teks: Salinan Wawacan dari Orang Tanahara
4) Tempat Penyimpanan Naskah: Museum Bibliothek Leiden Belanda
5) Asal Naskah: Naskah ini merupakan salah satu koleksi Snouk Hurgronje
tahun 1936. Pada bagian muka naskah terdapat sisipan selembar kertas
dalam ketikan huruf latin dalam bahasa Belanda yang menyebutkan
bahwa naskah ini berasal dari koleksi Snouk Hurgronje nomor 10 berisi
Sadjarah Haji Mangsur. Naskah ini telah didata oleh Sugiarto pada bulan
Oktober 1939 dan daftar pupuhnya dicatat dalam Cod 10.767 pada bulan
Juni 1967.
6) Keadaan Naskah: Kondisi naskah baik, artinya masih utuh dan lengkap.
Tulisannya jelas dan rapih, mudah dibaca.
7) Ukuran Naskah: 21,5 x 17 cm dengan ukuran ruang tulisan 15 x 11 cm.
8) Tebal Naskah: 41 halaman.
9) Jumlah Baris dan Bait: Teks setiap halamannya berisi 13 baris, kecuali
halaman 1 dan 2 hanya 11 baris. Jumlah bait sebanyak 250 bait.
10) Huruf, Bahasa, dan Tulisan: Tulisan pada naskah ini menggunakan huruf
Arab-Pegon, ukuran huruf sedang, artinya tidak terlalu besar dan tidak
terlalu kecil, serta jarak antara huruf dengan huruf pun sedang, tidak
terlalu renggang dan tidak terlalu rapat. Bahasa yang digunakan adalah
56
bahasa Jawa-banten. Teks ditulis dengan menggunakan warna tinta hitam,
jelas rapih, sehingga mudah dibaca
11) Cara Penulisan: Teks ditulis setiap lembar kertas tidak bolak-balik. Pada
tiap halaman teks ditulis dengan cara memanjang ke kiri, maksudnya
tidak bait demi bait. Pemisahan bait dengan bait menggunakan
tanda__:__, sedangkan tanda awal penulisan teks berupa nama pupuh
diteruskan bismillah. Di samping itu dalam setiap pergantian halaman,
khususnya dari halaman ganjil ke halaman genap setelah baris terakhir di
ujung kiri bawah , ditulis dengan kata yang akan ditulis pada halaman
berikutnya. Contoh tersebut adalah مسنا yang ditulis di halaman 7, dan
pada halaman berikutnya dimulai dengan tulisan مسنا Adanya . سکڠ
sistem penulisan halaman seperti tersebut, dimaksudkan untuk
memudahkan dalam pembacaan dan pemeriksaan apabila terdapat
halaman yang berserakan atau untuk petunjuk kesinambungan teks.
12) Tanda Koreksi: Mengenai tanda baca diperkirakan sudah mendapat
campur tangan dari pengamat atau pemerhati. Campur tangan tersebut
seperti dalam penomoran halaman yang ditulis dengan menggunakan alat
tulis pensil yang terdapat pada sudut atas setiap halaman, dan penomoran
yang terdapat pada margin sisi di sebelah bait atau bab nya untuk
mengganti bait dan nomor pupuh (bab).
13) Bahan Naskah: Kertas Eropa tanpa cap kertas, untuk kepentingan bahan
penelitian ini, yaitu menggunakan hasil fotokopi.
57
14) Identitas penyalin: Tidak terdapat keterangan mengenai nama penyalin,
maupun waktu dan tempat penyalinan.
15) Isi Cerita: Dimulai dengan silsilah Sunan Gunung Jati dan putranya
Maulana Hasanuddin secara garis naik (ia keturunan Nabi Muhammad),
pengislaman Banten, Pangeran Haji pergi Ke Mekkah untuk menunaikan
ibadah haji, peristiwa di Pulau Putri, penyamaran Raja Pandhita sebagai
Sultan Haji berangkat menuju Banten, pemberontakan Sultan Haji
terhadap ayahnhya Sultan Ageng Tirtayasa dibantu Belanda, Sultan-
Sultan Banten setelah Sultan Haji, pertobatan Pangeran Haji, dan
penangkapan Sultan Ishak oleh Belanda.
Tabel 3.
Jumlah bait pada Naskah A
3.1.4.2 Naskah B
1) Nomor Naskah: BG 183, naskah ini dalam katalogus Naskah Sunda,
Inventarisasi dan Pencatatan. Ekadjati dkk (1988, 131--132) dan terdaftar
dalam Literature of Java II (1968:875) dengan judul Sadjarah Banten Haji
Mangsur.
2) Judul naskah: Sadjarah Banten.
58
No. Nama Pupuh Pupuh Ke-n Jumlah Bait
1 Asmarandana I 45
2 Sinom II 18
3 Kinanti III 39
4 Pangkur IV 49
5 Durma V 29
6 Kinanti VI 39
7 Pangkur VII 31
Jumlah 250
3) Tempat Penyimpanan Naskah: Perpustakaan Nasional Jakarta.
4) Asal Naskah: Naskah ini semula mwrupakan koleksi Bataviaasch
Genootschaap van Kunsten en Wetenschappen, akan tetapi sekarang
tersimpan di Perpustakaan Nasional
5) Keadaan Naskah: Kondisi naskah sudah tidak begitu baik, karena
lembaran kertasnya banyak yang terlepas dari jilid bukunya. Naskah
dilindungi oleh karton tebal warna abu-abu muda berupa kotak yang diberi
dua utas tali sebagai pengunci pada sisinya. Sampul naskah dari karton
tebal berwarna coklat tua bermotif batik,
6) Ukuran Naskah: 20,5 x 16,5 cm dengan ukuran ruang tulisan 12 x 16,5
cm.
7) Tebal Naskah: Semua halaman keseluruhan 87 halaman, tetapi teks ditulis
pada halaman 2 - - 86. Halaman 1 berupa gambar tiang kapal lengkap
dengan benderanya yang berwarna dari atas ke bawah berwarna biru
unggu kuning, dan di bawah tiang terdapat tulisan Keraton Makuan
Banten, sedangkan halaman 87 kosong.
8) Jumlah Baris dan Bait: Setiap halaman berisi 13 halaman, kecuali halaman
1 hanya 11 baris, dan halaman 86 hanya 4 baris. Jumlah bait sebanyak 220
bait.
9) Huruf, Bahasa, dan Tulisan: Tulisan pada naskah ini menggunakan Arab-
Pegon, dengan bahasa Jawa-Banten. Teks ditulis menggunakan tinta warna
hitam.
59
10) Cara Penulisan: Teks ditulis pada setiap lembar kertas dengan cara
memanjang ke kiri menurut lebar kertas. Penomoran halaman ditulis
dengn pensil ditempatkan pada margin atas tengah, sedangkan nomor pada
(bait), dan pupuh (bab) ditempatkan di samping teksnya. Tidak ada
pemisah bait dengan bait, tanda yang digunakan pemisah antara bait
dengan bait berupa huruf ‘ Ь ’ kecil dalam tulisan tangan sambung huruf
latin, tetapi bagian atasnya lebih panjang dari bagian bawah _____.
11) Tanda Koreksi: Mengenai tanda baca diperkirakan sudah mendapat
campur tangan dari pengamat atau pemerhati. Campur tangan tersebut
seperti dalam penomoran halaman yang ditulis dengan menggunakan alat
tulis pensil yang terdapat pada sudut atas setiap halaman, dan penomoran
yang terdapat pada margin sisi di sebelah bait atau bab nya untuk
mengganti bait dan nomor pupuh (bab).
12) Bahan Naskah: Kertas Eropa dengan cap kertas Singa Belanda dalam
perisai bermahkota dengan semboyan ‘ Eendragt Maakt Marg’ dengan cap
tandingan Gerhard Loeber.
13) Identitas Penyalin: Tidak terdapat identitas penyalin, tahun, dan tempat
penyalinan.
14) Isi Cerita: Dimulai silsilah Nabi Muhammad, riwayat Sunan Gunung Jati
yang menurunkan Sultan-Sultan Banten, peperangan Sultan Ageng
Tirtayasa dengan anaknya Sultan Haji, dan diakhiri dengan penangkapan
Sultan Ishak yang disebut Sultan Gemuk oleh Belanda.
Tabel 4
60
Jumlah bait pada Naskah B
3.1.4.3 Naskah C.
1) Nomor Naskah: LOr 7419, naskah ini tercatat dalam Literatute of Java
jilid II (1968:432)
2) Judul Naskah: Primbon Sadjarah Hadji Mangsur.
3) Tempat Penyimpanan Naskah: Museum Bibliothek Leiden Belanda.
4) Asal Naskah: Naskah ini berasal dari koleksi Snouk Hurgronje nomor 9,
naskah ini telah didata oleh Sugiarto pada bulan Juni 1967.
5) Keadaan Naskah: Kondisi naskah baik, artinya masih utuh dan lengkap.
Tulisannya jelas dan rapih, mudah dibaca.
6) Ukuran Naskah: 17 x 12 cm.
7) Tebal Naskah: 49 halaman
8) Jumlah Baris dan Bait: Jumlah setiap halaman 15 baris, kecuali halaman
pertama hanya 11 baris, dan halaman terakhir hanya 9 baris. Jumlah bait
sebanyak 237 bait.
61
No. Nama Pupuh Pupuh Ke-n Jumlah Bait
1 Asmarandana I 502 Sinom II 173 Kinanti III 374 Pangkur IV 415 Durma V 296 Kinanti VI 187 Pangkur VII 28
Jumlah 220
9) Huruf, Bahasa, dan Tulisan: Tulisan teks ini menggunakan huruf Arab-
Pegon, ukuran huruf sedang, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.
Bahasa yang digunakan adalah Jawa-Banten. Teks ditulis dengan
menggunakan warna tinta hitam, jelas rapih, sehingga mudah dibaca.
10) Cara Penulisan: Teks ditulis setiap lembar kertas tidak bolak-balik. Pada
tiap halaman teks ditulis dengan cara memanjang ke kiri, maksudnya tidak
bait demi bait. Pemisahan bait dengan bait menggunakan tanda
_____,sedangkan tanda penulisan berupa judul pupuh pertama diletakan di
tengah margin. Di samping itu dalam setiap pergantian halaman,
khususnya dari halaman ganjil ke halaman genap setelah baris terakhir di
ujung kiri bawah , ditulis dengan kata yang akan ditulis pada halaman
berikutnya. Contoh tersebut adalah جر yang ditulis di halaman 1, dan يتا
pada halaman berikutnya dimulai dengan tulisan جر يتا Adanya . ين
sistem penulisan halaman seperti tersebut, dimaksudkan untuk
memudahkan dalam pembacaan dan pemeriksaan apabila terdapat halaman
yang berserakan atau untuk petunjuk kesinambungan teks.
11) Tanda Koreksi: Mengenai tanda baca diperkirakan sudah mendapat
campur tangan dari pengamat atau pemerhati. Campur tangan tersebut
seperti dalam penomoran halaman yang ditulis dengan menggunakan alat
tulis pensil yang terdapat pada sudut atas setiap halaman, dan penomoran
yang terdapat pada margin sisi di sebelah bait atau bab nya untuk
mengganti bait dan nomor pupuh (bab).
62
12) Bahan Naskah: Naskah ini menggunakan kertas Eropa tanpa cap kertas,
untuk bahan penelitian ini menggunakan hasil fotokopi.
13) Identitas Penyalin: Tidak terdapat identitas penyalin. Akan tetapi ada
keterangan berupa kertas sisipan yang menerangkan bahwa naskah ini
berasal dari Cimanuk.
14) Isi Cerita: Mengngisahkan silsilah Pangeran Haji yang kemudian terkenal
dengan julukan Kiai Haji Mangsur, tokoh keramat dari Cikaduwen
Pandeglang.
Tabel 5
Jumlah bait pada Naskah C
No. Nama Pupuh Pupuh Ke-n Jumlah Bait
1 Asmarandana I 452 Sinom II 183 Kinanti III 364 Pangkur IV 485 Durma V 296 Kinanti VI 367 Pangkur VII 25
Jumlah 237
3.2 Kritik Teks
Di dalam penelitian filologi kritik teks merupakan satu upaya pemurnian
teks. Kegiatan kritik teks ini biasanya meliputi identifikasi kesalahan salin tulis
dan alternatif perbaikannya. Upaya ini dimaksudkan untuk memperoleh sebuah
teks yang autentik. Inti kegiatan filologi dapat dikatakan penetapan bentuk sebuah
teks yang autentik (Baried, dkk., 1985: 67-70).
63
Menurut Baried (1985:59), kemunculan kritik teks dilatarbelakangi oleh
adanya kenyataan bahwa tradisi salin-menyalin naskah telah mengakibatkan suatu
teks atau cerita disalin berulang-ulang. Di dalam proses penyalinan tidak tertutup
kemungkinan timbulnya berbagai kesalahan atau perubahan terhadap teks yang
disalin. Hal ini disebabkan oleh berbagai kemungkinan, antara lain, penyalin
kurang memahami bahasa atau pokok persoalan naskah yang disalin, tulisannya
kurang jelas, kurang teliti, atau penyalin sengaja menambah, mengurangi, atau
bahkan mengubah teks yang disalinnya. Sehubuhungan dengan hal itu, Teeuw
(1984: 250) mengungkapkan bahwa sangat sulit untuk mempertahankan bentuk
teks asli dalam penyalinan naskah karena berbagai faktor. Kondisi seperti ini
mengakibatkan adanya varian, yaitu perbedaan antara naskah yang satu dengan
naskah yang lain yang diturunkan dari satu naskah (induk).
Sehubungan terjadinya kesalahan dan perubahan pada saat penyalinan
Djamaris (2002: 6) berpendapat, Pertama, penyalin menyalin suatu naskah secara
otomatis, tidak cermat dan tidak memperhatikan isi kalimat naskah yang
disalinnya, sehingga sering kali terdapat kesalahan tulis. Kedua, penyalin
menyalin naskah dengan cara memperhatikan isi kalimat naskah yang disalin,
sehingga ia dengan sengaja mengubah kata, menambah atau mengurangi kata-kata
atau susunan kalimat yang dianggapnya salah. Ketiga, penyalin menyalin suatu
naskah dengan gaya bahasanya sendiri, sehingga terdapat beberapa naskah yang
gaya bahasanya berbeda. Keempat, teks naskah yang disalin berasal dari sastra
lisan, sehingga ada bagian yang lupa atau susunan cerita yang berbeda.
64
Upaya untuk memperoleh teks, yang bersih dari kesalahan dilakukan
dengan kegiatan kritik teks. Sudjiman (1994: 44) menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan kritik teks adalah pengkajian dan analisis terhadap naskah
untuk menetapkan umur naskah, identitas pengarang, dan keotentikan pengarang.
Kritik teks berusaha untuk menentukan yang mana di antaranya yang autoritatif..
Usaha ini dilaksanakan dengan melakukan rekontruksi teks. Tujuan kritik teks
yaitu menyajikan sebuah teks dalam bentuk seasli-aslinya dan betul berdasarkan
bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang ada (Djamaris, 2002:14). Untuk
menyajikan edisi teks diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
3.2.1 Perbandingan Teks WSHM yang Akan Diedisi
Berdasarkan deskripsi naskah yang diuraikan pada sub bab 3.1.4 tersebut,
ketiga naskah WSHM mempunyai unsur-unsur perbadaan antara naskah yang satu
dengan naskah lainnya.
Meskipun semua naskah WSHM menceritakan hal yang sama dengan isi
dan urutan peristiwa yang sama, namun tidak semua naskah sama dalam cara
penyajian kata demi kata atau kalimatnya. Oleh sebab itu perlu dilakukan
perbandingan diantara naskah-naskah WSHM tersebut. Perbandingan ini berguna
untuk menentukan penggolongan naskah serta pertalian antar naskah. Adapun
hal-hal yang diperbandingkan meliputi: 1) jumlah bait, 2) penggunaan pupuh, 3)
episode, 4) kata pembukaan, 5) guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu, 6)
perbandingan bacaan berupa huruf atau suku kata.
3.2.2 Perbandingan Jumlah Bait
65
Jumlah bait pada tiap-tiap naskah WSHM ternyata berbeda satu dengan
yang lainnya. Adapun jumlah bait dari masing-masing pada tabel berikut:
Tabel 6
Jumlah Bait pada Tiap Naskah
No Naskah Jumlah Bait
1 A 250
2 B 240
3 C 237
Perbedaan jumlah bait pada tabel 6 tersebut tidak begitu mencolok.
Berdasarkan perbandingan antarnaskah, pada umumnya perbedaan ini disebabkan
oleh kesalahan penulis atau penyalin pada pemenggalan bait demi bait.
3.2.3 Perbandingan Penggunaan Pupuh
Penggunaan pupuh dalam WSHM berjumlah 5 pupuh yang terdiri dari:
Asmarandana, Sinom, Kinanti, Pangkur, dan Durma. Diantara kelima pupuh
tersebut, penggunaannya tidak sama pada tiap naskah WSHM diluhat dari jumlah
bait untuk tiap pupuh.
Setelah diperbandingkan dengan seksama, perbedaan jumlah bait untuk
tiap pupuh itu tidak selamanya berbeda dalam kandungan teksnya, tetapi karena
kesalahan penulis dalam pemenggalan bait. Ada teks yang seharusnya berada
dalam satu bait, tetapi karena kesalahan pemenggalan (pemberian tanda bait),
maka teks tersebut menjadi dua bait. Hal ini terjadi pada penggunaan pupuh
Asmarandana, dari ketiga naskah WSHM hanya satu naskah B yang jumlah
66
baitnya berbeda. Naskah A dan C berjumlah 45 bait, sedangkan naskah B
berjumlah 50 bait, padahal isi teksnya tidak berbeda sama sekali.
Untuk lebih jelasnya perbandingan penggunaan pupuh dan jumlah bait
dalam naskah-naskah WSHM dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7
Perbandingan Penggunaan Pupuh
No. No. Pupuh Nama Pupuh Teks A Teks B Teks C
1 I Asmarandana 45 50 45
2 II Sinom 18 17 18
3 III Kinanti 39 37 36
4 IV Pangkur 49 41 48
5 V Durma 29 29 29
6 VI Kinanti 39 18 36
7 VII Pangkur 31 28 25
Jumlah 250 220 237
Pada tabel 7 di atas tampak bahwa pupuh Kinanti merupakan pupuh yang
paling banyak digunakan dalam pengubahan WSHM, baik dilihat dari tiap naskah,
maupun dari jumlah keseluruhan naskah. Pupuh lainnya yang termasuk jumlah
baitnya, yaitu Pangkur, dan Asmarandana.
67
3.2.4 Perbandingan Episode
Naskah A, B, dan C memiliki jumlah episode yang sama, yaitu sebanyak 7
episode akan tetapi naskah yang memiliki lengkap urutan peristiwanya adalah
naskah A. Sedangkan urutan peristiwa dalam naskah B, dan C tidak begitu
lengkap, ini dapat dilihat pada jumlah bait dari ketiga naskah tersebut. Apabila
naskah A diambil sebagai sampel , maka peristiwa yang dibangun pada naskah A
terdiri dari peristiwa pokok yang dimaksud di sini yaitu urutan peristiwa yang
dianggap lengkap.
Urutan peristiwa dalam WSHM sejalan dengan urutan episodenya yang
terdiri dari: (1) Silsilah Maulana Hasanuddin dan penyebaran Islam di Banten, (2)
Pangeran Haji pergi Ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, (3) Peristiwa di
Pulau Putri, penyamaran Raja Pandhita sebagai Sultan Haji berangkat menuju
Banten, (4) Pemberontakan Sultan Haji terhadap ayahnhya Sultan Ageng
Tirtayasa, (5) Sultan-Sultan Banten setelah Sultan Haji, (6),
Pertobatan Pangeran Haji, dan (7) Penangkapan Sultan Ishak oleh Belanda.
Tabel 8
Perandingan Episode WSHM
Keterangan: v = ada
68
Naskah Eipsode-Episode WSHM
1 2 3 4 5 6 7A v v v v v v vB v v v v v v vC v v v v v v v
Pada tabel di atas tampak bahwa jika dilihat dari jumlah episode, naskah
A, B, dan C memiliki jumlah episode sama.
3.2.5 Perbandingan Kata Pembukaan
Perbandingan kata pembukaan dilakukan dengan cara membandingkan
kata demi kata pada bait awal setiap naskah. Cara seperti ini dianggap
representatif dalam mengungkapkan naskah induk yang digunakan dalam
penyalinan naskah-naskah WSHM tersebut. Dengan demikian akan tampak
apakah naskah-naskah WSHM itu disalin dari naskah induk yang sama atau tidak.
Hasil perbandingan kata pembukaan dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 9
Perbandingan Kata Pembukaan
No Naskah Kata Pembukaan
1 2 3
69
1
2
3
A
B
C
isun amimiti angawi,anulis angarang tembang,asmarandana tembange,nyaritakaken sajarah,supaya pada rogaba,nabi kita Kangjeng Rasul,lan pada den ingetana.
kawula arsa angawi,anulis angarang tembang,asmarandana tembange,nyaritakaken sajarah,nabi kita Muhammad,--------------------------iku pada den ingetana,
kawula arsa angawi,anulis angarang tembang,asmarandana tembange,nyaritakaken sajarah,nabi Kangjeng Rasulullah,------------------------------pada den ingetana,
Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa ketiga naskah WSHM memiliki kata
pembukaan yang dapat dikatakan sama. Perbedaannya hanya 1 kata, dan satu
baris terdapat pada naskah A, yaitu kata pertama baris ke-1 (isun amimiti).
Perbedaan kata pertama baris ke-1 merupakan pilihan kata, sedangkan satu baris
pada baris ke-5 tidak terdapat pada naskah B, dan C.
Meskipun baris ke-5 pada naskah A, tidak terdapat (hilang satu baris)
pada naskah B, dan C, namun secara konteks kalimat memiliki kesinanbungan.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dari kata pembukaan, ketiga naskah
WSHM ini tidak memiliki perbedaan yang mencolok sehingga untuk sementara
naskah ini masih dalam versi yang sama.
70
3.2.6 Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan, dan Guru Lagu
Tabel 10
Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan dan Guru Lagu
Pupuh Asmarandana
NO Bait NaskahGuru Gatra, Guru Wilangan, dan Guru Lagu
1 2 3 4 5 6 78-i 8-a 8-e/o 8-a 7-a 8-u 8-a
1 I A 9-i 8-a 8-e 8-a 8-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-a 7-a - 7-a 8-aC 9-i 8-a 7-e 7-a - 8-a 7-a
2 2 A 6-a 7-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 6-a 7-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
3 3 A 8-i 8-a 8-e 8-a 8-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 9-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 8-a 8-u 8-a
4 4 A 8-i 8-a 8-e 9-a 4-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 9-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 8-a 8-u 8-a
5 5 A 8-i 8-a 8-e 8-e 9-e 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
6 6 A 8-i 8-a 8-e 8-a 8-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-o 8-a 8-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-o - 8-a 8-u 8-a
7 7 A - 7-0 6-a 8-e 6-i 8-u 8-aB 10-i 7-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 7-a 7-a 8-u 8-a
8 8 A 8-i 8-a 8-o 8-e 7-a 8-u 8-aB 8-i 7-a 8-o 8-e 6-a 8-u 8-aC 8-i 7-a 8-o 8-e 6-a 8-u 8-a
9 9 A 8-i 8-a 8-e 8-a 8-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 7-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 7-u 8-a
10 10 A 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 5-e 6-a 7-a 7-u 7-aC 8-i 8-a 5-e 6-a 7-a 7-u 7-a
11 11 A 8-i 8-a 8-e 8-a 8-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 8-a 8-u 8-a
71
C 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a12 12 A 8-i 7-a 8-e 8-a 8-a 8-u 8-a
B 8-i 8-a 8-e 8-a 8-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
13 13 A 8-i 13-e 7-o 8-a 7-a 8-u 8-aB 8-i 8-e 6-o 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-e 8-o 8-a 7-a 8-u 8-a
14 14 A 8-i 8-a 10-e 7-a 5-a 8-u 3-aB 8-i 8-a 7-e 7-a 8-a 8-u 3-aC 8-i 8-a 9-e 8-a 8-a 8-u 8-a
15 15 A 8-i 9-a - 8-a 7-a 8-u 9-aB 8-i 9-a 8-e 8-a 7-a 9-u 7-aC 8-i 8-a 6-a 8-a 7-a 8-u 8-a
16 16 A 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 7-u 8-aB 8-i 8-a 9-e 9-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 9-a 7-a 8-u 8-a
17 17 A 8-i 8-a 8-e 8-a 7-i 10-u 8-aB 8-i 8-a - 8-a 7-i 8-u 7-aC 8-i 8-a - 8-a 7-i 8-u 7-a
18 18 A 8-i 7-a 8-o 8-a 8-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-o 8-a 8-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-o 8-a 7-a 8-u 8-a
19 19 A 8-i 8-a 8-e 8-a 8-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
20 20 AB
8-i11-i
8-a8-a
8-o8-a
8-a8-a
8-a6-a
8-u8-u
8-a8-a
C 9-i 8-a 9-e 8-a 7-a 8-u 8-a21 21 A 9-i 8-a 9-e 8-a 8-a 8-u 7-a
B 9-1 6-a 8-e 8-a 8-a 8-u 7-aC 8-i 9-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
22 22 A 8-i 8-a 9-a 8-a 7-a 4-o 8-aB 8-i 8-a 9-a 8-a 8-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 7-u 8-a
23 23 A 8-i 8-a 8-e 10-a 7-a 3-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-u 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 7-u 8-a
24 24 A 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
25 25 A 8-i 7-a 8-e 8-a - 8-u 5-iB 8-i 6-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a - 8-u 5-i
26 26 A 8-i 9-a 8-e 8-a 8-a 9-u 8-a
72
B 8-i 9-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 9-a 8-u 8-a
27 27 A 8-i 8-a 8-e 8-a 9-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
28 28 A 8-i 7-a 7-o 8-a - 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 7-a 7-a 7-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 7-u 8-a
29 29 A 8-i 8-a - 6-a 7-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 7-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 7-u 8-a
30 30 A 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
31 31 A 8-a 8-a 8-o 9-a 9-a 8-u 8-aB 3-i 8-a 8-o 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-o 8-a 8-a 8-u 8-a
32 32 A 8-i 8-a 8-e - 7-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 7-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 7-a
33 33 A 8-i 8-a 8-e 7-a 7-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 7-a 7-a 8-u 8-a
34 34 A 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
35 35 A 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 9-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 6-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
36 36 A 8-i 8-a 8-e 4-a 7-a 8-u 8-aB 8-i 7-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 10-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
37 37 A - - 9-e 8-a 7-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 9-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
38 38 A 8-i 8-a 8-e 10-a 8-e 9-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 9-a 8-e 8-u 8-aC 6-i 8-a 8-e 8-a 7-e 8-u 8-a
39 39 A 8-i 8-a 8-o 8-a 7-a 9-u 8-oB 8-i 8-a 8-o 8-a 7-a 9-u 8-oC 8-i 8-a 8-o 8-a 7-a 8-u 8-o
40 40 A 9-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 9-aB 8-i 8-a 8-o 8-a 6-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 7-e 8-a 7-a 8-u 8-a
73
41 41 A 8-i 8-a 8-e 8-a 9-a 9-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 9-a 9-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
42 42 A 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aB 8-i 8-a 9-i 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
43 43 A 8-i 8-a 10-a 8-a 7-a 10-u 8-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
44 44 A 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 10-aB 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 10-aC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-a
45 45 A 8-i 9-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-uB 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-uC 8-i 8-a 8-e 8-a 7-a 8-u 8-u
Pada tabel 10, banyaknya kesalahan berupa penyimpangan guru wilangan,
guru lagu, dan guru gatra dapat diprosentasekan sebagai berikut:
didapatkan data sebagai berikut:
Kesalahan berupa penyimpangan guru wilangan:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Kesalahan berupa penyimpangan guru lagu:
Naskah A:
Naskah B:
74
Naskah C:
Kesalahan berupa penyimpangan guru gatra:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Tabel 11
Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan dan Guru Lagu Pupuh Sinom
No Bait NasKah
Guru Gatra, Guru Wilangan, dan Guru Lagu1 2 3 4 5 6 7 8 9
8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-a46 1 A 9-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-a
B 3-a 8-i 8-a 6-i - 8-u 7-a 8-i 12-aC 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-a
47 2 A 8-a 8-i 8-a 8-i 9-i 8-u 8-a 8-i 12-uB 8-a 8-i 8-a 8-i 9-i 8-a 11-a 8-i 3-uC 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 7-u 7-a 8-i 12-a
48 3 A 8-a 11-a 8-i 8-e 7-i - 7-a 8-i 12-uB - 8-a 8-i 8-i 7-i - 7-a 8-i 12-uC 8-a 8-a 8-i 7-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-u
49 4 A 8-a 10-i 8-a 9-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-aB 8-a 10-i 8-a 9-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-aC 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-a
50 5 A - 8-i 8-a 9-i - 8-u 7-a 8-i 10-aB - 8-i 8-a 9-i 6-i 8-u 9-i 8-i 12-aC 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 13-a
51 6 A 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-aB 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-aC 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-a
52 7 A 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 6-i 12-aB 8-a 8-i 8-a 8-i 8-i 8-u 7-a 8-i 12-aC 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-a
75
53 8 A 8-a 8-i 4-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 14-aB 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-aC 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-a
54 9 A 8-a 8-i 8-a 8-i 6-i 8-u 8-a 8-i 12-aB 8-a 8-i 8-a 8-i 6-i 8-u 9-a 8-i 12-aC 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 10-u 7-a 8-i 12-a
55 10 A 9-a 8-a 8-a 8-i 7-i 8-u 9-a 6-i 12-aB 8-a 8-a 8-a 8-i 7-i 8-u 10-u 6-i 12-aC 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-a
56 11 A 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 8-a 7-i 12-aB 8-a 8-a 2-a 8-i 7-i 8-u 8-a 8-i 12-aC 8-a 8-a 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 7-i 12-a
57 12 A 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 13-aB 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-aC 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 11-a
58 13 A 8-a 10-i 8-a - 7-i 8-u 7-a 8-i 12-aB 8-a 8-i 11-a 7-u 2-a 8-u 7-a 8-i 12-aC 8-i 8-i 10-a 8-i 2-a 8-u 7-a 8-i 12-a
59 14 A 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 10-aB 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 13-aC 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-a
60 15 A 6-a 8-i 5-a 8-i - - 7-a 8-i 8-aB 9-a 8-i - 8-i 9-i 8-i 8-u 8-i 12-aC 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-a
61 16 A 8-a 8-i 9-a 7-i 6-i 9-u 8-a 8-i 12-aB 10-a 8-i 8-a 8-i 7-i 9-u 8-e 8-i 11-aC 8-a 9-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-a
62 17 A 8-a 7-i 8-a 8-i 10-u 8-u 9-a 8-i 12-aB 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 8-a 8-i 12-aC 8-a 8-i 8-a 8-i 7-i 9-u 4-a 8-i 12-a
63 18 A 8-a 8-i 8-i 8-i 7-i 8-a 7-a 8-i 12-aB 7-a 8-i 8-i 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-aC 7-a 8-i 8-a 8-i 7-i 8-u 7-a 8-i 12-a
Pada tabel 11, banyaknya kesalahan berupa penyimpangan guru
wilangan, guru lagu, dan guru gatra dapat diprosentasekan sebagai berikut:
didapatkan data sebagai berikut:
Kesalahan berupa penyimpangan guru wilangan:
76
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Kesalahan berupa penyimpangan guru lagu:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Kesalahan berupa penyimpangan guru gatra:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Tabel 12
Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan dan Guru Lagu Pupuh Kinanti
77
Pada
tabel
12,
78
No Bait Naskah Guru Gatra, Guru Wilangan, dan Guru Lagu1 2 3 4 5 6
8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i64 1 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
B 8-u 9-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 9-i 8-a 8-i 8-a 8-i
65 2 A 8-u 9-i 8-a 8-i 8-a 8-iB - - - - - -C 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
66 3 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 7-iB 8-u 7-i - - 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 6-a 8-a 8-i
67 4 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
68 5 A 8-u 8-i 10-a 8-i 8-a 8-iB 8-u 8-i 10-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 4-i 8-a 8-i
69 6 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iB 8-u 6-i 8-a 8-i 8-a 8-iC - - - - - -
70 7 A 8-u 8-i 8-a 7-a 8-a 8-iB 8-u 8-i 6-a 8-i 8-a 8-iC - 8-i 7-a 5-i - -
71 8 A 8-u 8-i 8-a 8-u 8-u 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-u 8-u 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-u 8-u 8-i
72 9 A 8-u 10-i 7-a 8-u 8-a 8-iB 8-u 8-i 7-a 8-u 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-u 8-a 8-i
73 10 A 8-u 9-i 8-a 8-i 8-a 8-iB 8-u 9-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
74 11 A 8-u 9-i 8-a 9-i 9-i 9-iB 8-u 9-i 8-a 9-i 9-i 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
75 12 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-i 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 7-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
76 13 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-u 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
77 14 A 8-a 8-i 8-a 8-i - -B 7-a 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i - -
78 15 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iB 8-u 8-i 9-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 9-a 8-i 8-a 8-i
79 16 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-aB 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-aC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-a
80 17 A 8-u 8-i 8-a 9-i 8-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 9-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
81 18 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iB 8-e 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-e 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
82 19 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
banyaknya kesalahan berupa penyimpangan guru wilangan, guru lagu, dan guru
gatra dapat diprosentasekan sebagai berikut:
didapatkan data sebagai berikut:
Kesalahan berupa penyimpangan guru wilangan:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Kesalahan berupa penyimpangan guru lagu
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Kesalahan berupa penyimpangan guru gatra:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Tabel 13
79
Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan dan Guru Lagu
Pupuh Pangkur
NO Bait NaskahGuru Gatra, Guru Wilangan, dan Guru Lagu
1 2 3 4 5 6 78-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
103 1 A 7-a 13-i 8-u 7-a 11-u 8-a 8-iB 8-a 13-i 8-u 7-a 11-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
104 2 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 9-a 11-i 8-i 9-u 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 5-u 7-a 12-u 8-a 8-i
105 3 A 10-a 11-i 8-u 6-a 4-a 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-u 2-a 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
106 4 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-u 12-u 7-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
107 5 A 8-a 11-i 8-u 8-i 12-u 8-a 9-iB 8-a 11-i 8-u 7-i 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-i 12-u 8-a 8-i
108 6 A 8-a 9-i 7-u 8-a 8-u 9-a 8-iB 8-a 10-i 9-u 7-a 9-u 7-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
109 7 A 8-u 7-i 10-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 9-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
110 8 A 7-a 11-i 8-u 7-a 14-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 12-i 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
111 9 A 8-a 11-i 9-u 8-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
112 10 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-o 9-a 8-oB 8-a 11-i 8-u 7-a 11-u 8-a 8-oC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-o
113 11 A 7-a 11-i 8-u 7-a 12-u 9-a 8-iB 7-a 11-i 8-u 7-a 12-u 6-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
114 12 A 8-a 11-i 6-u 7-u 14-o 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-u 16-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-u 12-o 8-a 8-i
115 15 A 8-a 12-i 8-u 8-a 12-u 8-a 10-iB 8-a 7-a 8-u 6-a 12-u 8-a 7-i
80
C 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 10-i116 16 A 8-a 11-i 8-o 7-a 12-u 8-a 8-i
B - - - - - - -C - - - - - - -
117 17 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-u 8-iB - - - - - - -C 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
118 18 A 8-a 14-i 8-u 7-a 15-u - -B - - - - - - -C 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
119 19 A 8-a 11-i 8-u 7-a 14-u 8-u 8-iB - - - - - - -C 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
120 20 A 8-a 13-i 8-u 7-a 12-u 8-u 8-iB - - - - - - -C 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
121 21 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-u 8-iB - - - - - - -C 8-a 11-i 8-u 7-a 13-u 8-a 8-i
122 22 A 8-a 11-i 13-u 7-a - - 10-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 11-i 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
123 23 A 8-a 11-i 9-u 8-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u - - - -C 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
124 24 A 8-a 10-i 9-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 10-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
125 25 A 5-u 14-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 7-a 11-i 8-u 7-a - - -C 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
126 26 A 8-a 11-i 8-o 7-a - - -B 8-a 11-i 8-o 7-a 10-u 8-a 12-iC 8-a 11-i 8-o 7-a 12-u 8-a 8-i
127 27 A 8-a 8-i 8-u 7-a 3-u 9-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 3-u 9-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
128 28 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 7-a 8-iB 8-a 12-i 8-u 7-a 12-u 7-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
129 29 A 8-a 11-i - 8-a 15-u 7-a 8-iB 7-a 9-i 8-u 8-a 8-u 7-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
130 30 A 8-a 12-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
81
B 8-a 12-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
131 31 A - - 8-u 12-a 8-a 8-a 8-iB 7-a 11-i 8-u 7-a 12-u 9-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 10-a 8-a 8-i
132 32 A 8-a 11-i 7-u 10-a 12-u 7-a 8-iB 8-a 15-i 7-u 10-a 12-u 8-a 8-iC 9-a 11-i 8-u 8-a 12-u 8-a 8-i
133 33 A 8-a 11-i 8-u 8-a 13-u 8-a -B 8-a 11-i 8-u 7-a 13-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
134 34 A - - 13-a 8-a 12-u 8-a 8-iB 7-a 12-i 8-u 8-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
135 35 A 8-a 9-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
136 36 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 10-iB 8-a 14-i 8-u 7-a 12-u 8-a 10-iC 8-a 9-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
137 37 A 8-a 12-i 7-u 8-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 9-u 8-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 12-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
138 38 A 8-a 14-i 8-u 7-a 11-a 8-a 8-iB 8-a 14-i 8-u 7-a 9-a 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
139 39 A 8-a 11-i 8-u 9-a 12-u 9-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 8-a 12-u 12-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
140 40 A 8-a 13-i 8-u 8-a 12-u 9-a 8-iB 8-a 13-i 8-u 8-a 12-u 12-a 17-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
141 41 A 8-a 12-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 12-i - 7-a 12-u 8-a 8-iC 15-a 11-i - 7-a 12-u 8-a 8-i
142 42 A 8-a 11-a 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
143 43 A 8-a 10-e 8-u 8-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 10-i 8-u 8-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
144 44 A 8-a 12-u 8-u 7-a 12-u 9-a 8-iB 9-a 12-u 8-u 8-a 11-u 9-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
82
145 45 A 8-a 11-i 8-u 7-a 7-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
146 46 A 7-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-aB 8-a 11-i 8-u 9-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 8-a 12-u 8-a 8-i
147 47 A 8-a 11-i 8-u 8-a 12-u 8-a 7-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 7-a 11-i 8-u 8-a 12-u 8-a 7-i
148 48 A 8-e 11-i 8-u 8-a 11-u 8-a 8-iB 17-i 11-i 8-u 8-a 12-u 8-a 8-iC 8-e 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
149 49 A 8-a 11-i 7-u 7-a 12-u 9-a 8-iB 8-a 11-i 7-u 7-a 10-a 9-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 11-u 8-a 8-i
150 50 A 8-a 10-i 9-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 10-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 9-u 7-a 12-u 8-a 8-i
151 51 A 8-a 15-i 11-u 6-a 9-o 5-a 8-iB 8-a 16-i 8-u 7-a 11-o 5-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
Pada tabel 13, banyaknya kesalahan berupa penyimpangan
guru wilangan, guru lagu, dan guru gatra dapat diprosentasekan sebagai
berikut:
didapatkan data sebagai berikut:
Kesalahan berupa penyimpangan guru wilangan:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Kesalahan berupa penyimpangan guru lagu:
83
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Kesalahan berupa penyimpangan guru gatra:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Tabel 14
Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan dan Guru Lagu
Pupuh Durma
NO Bait NaskahGuru Gatra, Guru Wilangan, dan Guru Lagu
1 2 3 4 5 6 712-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
152 1 A 12-a 8-a 6-a 7-a 8-i 5-a 7-iB 12-a 8-i 6-a 6-a 8-i 5-a 7-iC 12-a 8-i 6-a 6-a 8-i 5-a 7-i
153 2 A 15-e 7-i 6-a 6-a 8-i 5-a 8-iB 12-a 7-i 6-a 8-a 8-i 5-a 8-iC 13-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
154 3 A 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 8-iB 12-a 7-i 8-a 7-a 8-i 5-a 8-iC 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
155 4 A 12-a 8-i 6-a 7-u 8-i 5-a 7-iB 12-a 8-i 6-a 7-u 8-i 5-a 7-iC 12-a 7-i 6-a 7-u 8-i 5-a 7-i
156 5 A 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
84
B 11-e 7-i 6-a 7-i 8-i 5-a 7-iC 12-a 7-i 6-a 8-e 8-i 5-a 7-i
157 6 A 12-a 7-i 7-a 7-a 7-a 4-a 7-iB 12-a 7-i 6-a 8-a 8-i 5-a 4-iC 12-a 7-i 6-a 5-a 8-i 6-a 8-i
158 7 A 12-a 7-i 6-a 7-a 8-a 5-a 7-iB 12-a 7-i 7-a 7-a 9-i 5-a 7-iC 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
159 8 A 12-a - - 7-a 9-i 5-a 7-iB 12-a - - 7-a 8-i 5-a 7-iC 13-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
160 9 A 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-i 10-iB 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-i 9-aC 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-i 7-i
161 10 A 12-a 7-i 4-a 7-a 8-i 5-a 7-iB 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-iC 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
162 11 A 12-a 7-i 7-a 7-a 8-i 5-a 7-iB 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-iC 12-a 6-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
163 12 A 13-a 8-i 7-a 6-a 8-i 5-a 8-iB 13-a 9-i 7-a 7-a 8-i 5-a 8-iC 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
164 13 A 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-iB 12-a 7-i 7-a 7-a 8-i 5-a 4-iC 12-a 7-i 7-a 7-a 8-i 5-a 7-i
165 14 A 12-a 7-i 7-i 9-a 8-i 5-a 4-iB 12-a 13-a 6-a 7-a 8-i 5-a 4-iC 12-a 13-a 6-a 9-a 8-i 5-a 11-i
166 15 A 12-a 7-i 8-a 9-a 8-i 5-a 6-iB 12-a 8-a 7-a 7-a 8-i 3-a 8-iC 12-a - 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
167 16 A 12-a 8-i 6-a 7-a 8-i 4-a 7-iB 12-a 7-i 12-a 7-i 8-i 3-a 7-iC 12-a 8-i 6-a 4-a 8-i 4-a 7-i
168 17 A 12-a 8-i 6-a 5-a 8-i 2-a 7-iB 12-a 7-i 6-a 7-a 6-i 7-a 7-iC 12-a 7-i 6-a 5-a 4-a 5-a 7-i
169 18 A 12-a 7-i 7-a 8-a 8-e 4-a 7-iB 12-a 7-i 8-a 7-a 8-e 5-a 7-iC 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
170 19 A 12-a 8-i 7-a 7-a 8-i 5-a 7-iB 12-a 8-i 10-i 7-a 8-i 5-a 7-iC 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
85
171 20 A 13-a 8-i 6-a 7-i - 3-a -B 12-a 8-i 8-a 7-i - 6-a 8-iC 12-a 7-i 6-a 7-i 8-i 5-a 7-i
172 21 A 12-a 7-i 6-a - 8-i 5-a 7-iB 12-a 7-i 7-a 9-i 8-i 5-a 7-iC 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
173 22 A 12-a 7-i 7-a 7-a 8-i 4-a 8-iB 12-a 7-i 8-a 7-a 8-i 5-a 8-iC 12-a 7-i 8-a 7-a 8-i 4-a 7-i
174 23 A 10-a 7-i 6-a 3-a - 5-a 7-iB 12-a 7-i 6-a 7-a 13-i 5-a 7-iC 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
175 24 A 12-a 7-i 6-a 8-a 8-i 5-a 9-iB 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 9-iC 12-a 7-i 6-a 8-a 8-i 5-a 7-i
176 25 A 9-a 7-i 8-a 7-a 7-i 4-a 12-iB 12-a 7-i 7-a 7-a 8-i 4-a 8-iC 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
177 25 A 13-a 7-i 8-a 7-a 8-i 5-a 7-iB 9-a 8-i 8-a 7-a 8-i 5-a 7-iC 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
178 26 A 12-a 8-i 6-a 4-o 7-i 5-a 7-iB 12-a 8-i 6-a 11-a 6-i 5-a 7-iC 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
179 27 A 10-a 7-i 6-a 7-a 6-a 6-a 9-iB 10-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-iC 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
180 28 A 12-a 3-i 6-a 8-a 7-i 5-a 7-iB 12-a - 6-a 8-a 8-i 5-a 7-iC 12-a 7-i 6-a 7-a 8-i 5-a 7-i
Pada tabel 14, banyaknya kesalahan berupa penyimpangan guru
wilangan, guru lagu, dan guru gatra dapat diprosentasekan sebagai berikut:
didapatkan data sebagai berikut:
Kesalahan berupa penyimpangan guru wilangan:
Naskah A:
86
Naskah B:
Naskah C:
Kesalahan berupa penyimpangan guru lagu:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Kesalahan berupa penyimpangan guru gatra:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Tabel 15
Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan dan Guru Lagu Pupuh Kinanti
87
88
No Bait Naskah Guru Gatra, Guru Wilangan, dan Guru Lagu1 2 3 4 5 6
8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i181 1 A 8-u 8-i 8-a 7-i 8-i 8-i
B 8-u 8-i 8-a 7-i 8-i 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-i 8-i
182 2 A 8-u 8-i 7-u 8-i 8-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
183 3 A 4-u 8-i 9-a 8-i 8-a 7-iB 9-u 8-i 8-a 8-i 8-a 9-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
184 4 A 8-u 8-i 8-a 9-i 8-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 9-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
185 5 A 8-u 8-i 8-a 7-i 8-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
186 6 A 6-u 8-i 7-i 7-i 8-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
187 7 A 8-u 8-u 8-a 8-i 8-a 8-iB 8-u 10-u 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
188 8 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
189 9 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 9-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
190 10 A 12-u 8-i 3-e - 8-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 9-a 8-i 8-a 8-i
191 11 A 8-u 7-i 8-a 8-i 9-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 9-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
192 12 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
193 13 A 8-u - - - 6-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
194 14 A 8-u 8-o 8-a 8-i 8-a 8-iB 8-u 8-u 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
195 15 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
196 16 A 8-u 8-i 10-a 8-i 8-a 8-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-iC 7-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
197 17 A 8-u 8-a 8-e 8-i 7-a 8-iB 8-u 8-i 9-e 8-i 9-a 8-iC 7-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
198 18 A 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 10-iB 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 10-iC 8-u 8-i 8-a 8-i 8-a 8-i
199 19 A 9-u 8-a 8-a 8-i 8-a 8-iB 9-u 7-i 8-a 8-i 8-a 8-i
Pada tabel 15, banyaknya kesalahan berupa penyimpangan guru wilangan,
guru lagu, dan guru gatra dapat diprosentasekan sebagai berikut:
didapatkan data sebagai berikut:
Kesalahan berupa penyimpangan guru wilangan:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Kesalahan berupa penyimpangan guru lagu:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Kesalahan berupa penyimpangan guru gatra:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Tabel 16
89
Perbandingan Guru Gatra, Guru Wilangan dan Guru Lagu
Pupuh Pangkur
NO Bait NaskahGuru Gatra, Guru Wilangan, dan Guru Lagu
1 2 3 4 5 6 78-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
220 1 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 13-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 5-i 8-a 8-i
221 2 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 12-i 8-u 8-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 12-i 8-u - 12-u 8-a 8-i
222 3 A 8-a 12-i 8-u 6-a 13-u 8-a 9-iB 8-a 10-a 8-u 6-u 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 15-u 8-a 8-i
223 4 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 14-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
224 5 A 8-a 11-i 8-u 5-a - 5-a 8-iB 9-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
225 6 A 7-a 11-i 8-u 5-u 2-u 5-a 8-iB 7-a 11-i 8-u 4-u 2-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
226 7 A 7-a 10-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 13-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
227 8 A 7-a 10-i 8-u 8-a 12-u 8-a 8-iB 7-a 11-i 8-u 7-a 14-u 8-a 8-iC 8-a 9-i 8-u 7-a 13-u 8-a 8-i
228 9 A 8-a 11-i 8-u 8-a 7-a 7-e 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 6-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 8-a 8-a 8-a 8-i
229 10 A 8-i 11-i 8-u 7-a 12-u - 9-iB 8-a 11-i 8-u 8-a 11-u 8-a 9-iC 8-a 11-i 8-u 8-a 15-a 9-a 8-i
230 11 A 9-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 8-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 6-i 12-u 8-a 8-i
231 12 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a -B 8-a 11-i - 7-a 9-u 8-a -C 8-a 11-i 8-u 7-a 13-u 8-a 8-i
232 13 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
90
C 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i233 14 A 7-a 11-i 8-u 7-a 5-a - 8-i
B 8-a 11-i 8-u 7-a 10-a 5-i 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
234 15 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
235 16 A 8-a 12-i 9-u 8-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 10-i 9-u 8-a 14-u 8-a 8-iC 8-a 12-i 8-u 7-a 13-u 8-a 8-i
236 17 A 7-a 11-i 7-a 8-a 11-u 9-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 8-a 11-u 6-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
237 18 A 8-a 11-i 8-u 8-a 11-a 8-a 7-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 17-u 6-a 7-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-a 8-a 8-i
238 19 A 8-a 11-i 8-u 8-a 12-u 9-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 8-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
239 20 A 8-o 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 6-a 11-i 8-u - 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
240 21 A 8-a 11-i 9-u 7-a 12-u 8-a 7-iB 6-a 11-i 9-u 8-a 12-u 8-a 9-iC 8-a 11-i 8-u 8-a 12-u 8-a 8-i
241 22 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 6-a 13-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 6-a 12-u 8-a 8-i
242 23 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
243 24 A 8-a 11-i 8-u 9-a 12-u 8-a 8-aB 8-a 11-i 8-u 8-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
244 25 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 8-a 12-u 8-a 6-iC 8-a 11-i 8-u 6-a 12-u 8-a 8-i
245 26 A 8-a 11-i 8-u 8-a 4-u 8-a 8-iB 8-a 13-i 8-u 8-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 9-i 8-u 7-a - 8-a 8-i
246 27 A 8-a 11-i 8-i 8-a 10-u 10-a 8-iB 8-a 13-i 6-u 8-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 9-i 8-u 7-a 6-u 5-a 8-i
247 28 A 9-a 11-i 9-u 7-a 12-u 8-a 10-i
91
B 8-a 11-i 10-u 7-a 12-u 8-a 7-iC 2-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
248 29 A 8-a 11-i 8-u 7-a 11-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 10-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 5-i
249 30 A 5-a 11-i 7-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 5-a 11-i 5-u 7-a 12-u 8-a 8-i
250 31 A 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iB 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-iC 8-a 11-i 8-u 7-a 12-u 8-a 8-i
Pada tabel 16, banyaknya kesalahan berupa penyimpangan guru wilangan,
guru lagu, dan guru gatra dapat diprosentasekan sebagai berikut:
didapatkan data sebagai berikut:
Kesalahan berupa penyimpangan guru wilangan:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Kesalahan berupa penyimpangan guru lagu:
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
Kesalahan berupa penyimpangan guru gatra:
92
Naskah A:
Naskah B:
Naskah C:
3.2.7 Perbandingan Bacaan Berupa Huruf atau Suku Kata
Pada bagian ini naskah A, B, dan C diperbandingkan secara lebih terinci.
Bagian teks yang dipilih untuk perbandingan bacaan ini adalah bagian awal,
tengah, dan akhir. Bagian-bagian itu diperbandingkan dengan menggunakan
metode perbandingan teks. Metode ini digunakan karena kebebasan penyalin
naskah sangat terbuka, apalagi naskah yang bersifat hiburan. Dalam hal ini
mungkin penyalin sengaja menambah, mengurangi, atau bahkan mengubah
naskah tersebut, kecuali naskah-naskah yang dianggap sakral.
Adapun hasil perbandingan bacaan disajikan dalam bentuk tabel. Tiap
tabel berisi penggambaran tentang bacaan di dalam naskah-naskah WSHM yang
memperlihatkan adanya varian. Selanjutnya dilakukan perbandingan diantara
ketiga-tiganya dan akhirnya dipilih bacaan yang dinilai sebagai alternatif bacaan
yang baik dan tepat. Pertimbangan bacaan yang baik atau tidak didasarkan kepada
pertimbangan konteks kalimat dan tuntutan aturan penulisan pupuh, terutama pada
guru lagu (persamaan bunyi akhir pada tiap larik) dan aturan guru wilangan
(jumlah suku kata dalam tiap larik).
93
Di bawah ini disajikan perbandingan bacaan pada naskah-naskah WSHM,
yaitu perbandingan bacaan huruf demi huruf atau suku kata, perbandingan bacaan
berupa kata, dan perbandingan bacaan berupa kalimat.
Tabel 17
Perbandingan Bacaan Berupa Huruf atau Suku Kata
No HalamanBaitBaris Naskah Bacaan yang Tertulis
Bacaan yang Dipilih Berdasarkan Guru
Wilangan dan Guru Lagu
1
2
3
4
5
6
7
8
1,1,2
1,1,4
1,1,4
2,16,3
3,14,4
5,21,1
5,23,7
6,23,6
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
AB
angawingawiangawiti
sajarahsajarahsajak
ingkangingkangkang
mungamongmung
kaumkomekaume
jumenengjumenengjeneng
selamenaselamanaselamena
susuhunansusuhan
angawi (A)
sajarah (A)
kang (C)
mung (A)
kaume (C)
jeneng (C)
selamena (A,C)
susuhunan (A)
94
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
7,29,3
7,31,1
23,108,3
23, 111,3
26,124,3
27,129,3
28,134,2
28,140,4
30,141,2
30,144,5
31,148,2
C
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
susunuhan
dawuhdawengdawuh
warnanepamanewarnane
serdaduserdadusaradadu
anggupuhgupuhgupuh
ejinjinjin
manawimanawamanawi
golokgolokgalak
ngajakngajakangajak
duluringduluredulure
kumpulakumpulkumpul
picispicismimis
dawuh (A,C)
warnane (A,C)
saradadu (C)
gupuh (B,C)
jin (B,C)
manawi (A)
golok (A,B)
ngajak (A)
duluring (A)
kumpul (A,C)
picis (A,C)
95
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31,148,7
34,160,7
35,167,2
36,175,2
44,216,1
45,222,5
48,235,2
48,235,3
49,240,7
50,245,4
50,245,4
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
sarupanesarupanesarumane
pariyatnapapritahparayatna
balanirabalasirabalanira
boroniboronibarani
tumandektumandektumendak
nolinulyanulya
lan kulambikulambikelambih
punikapunikipunika
paraptanulya paraptaparapta
nagaranagarinagari
lakunilakunelakune
sarupane (A,B)
pariyatna (A)
balanira (A,C)
boroni (A,B)
tumendak (C)
nulya (B,C)
kelambih (C)
punuki (B)
parapta (A,C)
nagari (B,C)
lakune (B)
Catatan : Nomor halaman, bait, dan baris mengacu pada teks dalam naskah A.
96
Pada tabel 15, pada kolom bacaan yang dipilih maka terbukti bahwa
naskah A lebih unggul dari naskah B, dan C. Dari 30 kata yang diperbandingkan,
18 kata yang dipilih berasal dari naskah A. Ditinjau dari makna dalam konteks
kalimat, sebetulnya kata-kata yang diperbandingkan dari ketiga naskah itu pada
umumnya tidak menunjukkan perbandingan yang mencolok.
3.3 Bentuk-Bentuk Kesalahan dalam Naskah Landasan
Dalam penyalinan naskah tidak bisa dihindari adanya kesalahan atau
kekeliruan terhadap teks yang disalin. Hal ini disebabkan penyalinan tersebut
bersifat manual, yakni dengan menggunakan tulisan tangan. Kesalahan ini dapat
terjadi dalam dua bentuk yaitu secara mekanis dan non mekanis. Secara mekanis
artinya kesalahan itu terjadi secara tidak disengaja yang disebabkan oleh
kelelahan penyalin selama menyalin ataupun kekurangtelitian penyalin. Secara
non mekanis maksudnya kreatifitas penyalin yang dengan sengaja mengubah
salinannya untuk menyesuaikan isi salinan dengan kondisi pada saat penyalinan
dilakukan.
Kesalahan yang bersifat mekanis ini dapat berupa substitusi (substitution),
Adisi (addition), lakuna (lacunae), omisi (ommition), transposisi (transposition),
interpolasi (interpolation), haplografi (haplographie), dan ditografi (ditographie).
Penelitian ini melibatkan tiga buah naskah WSHM, yaitu naskah A, B, dan
C. Naskah A dijadikan naskah landasan, naskah B dan C dijadikan sebagai naskah
pembanding. Di dalam teks WSHM ditemukan kesalahan-kesalahan tulis (corupt)
antara lain:
97
1) Substitusi, yaitu penggantian huruf atau suku kata, kata, atau kalimat
2) Adisi, yaitu penambahan huruf atau suku kata, kata, atau kalimat.
3) Lakuna, yaitu penghilangan huruf atau suku kata, kata, atau kalimat.
Hasil kritik teks disajikan dalam bentuk teks otoritatif serta tabel yang
mengacu pada kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam naskah landasan (A).
Tiap tabel menyajikan deskripsi atau gambaran tentang bentuk yang salah dari
naskah landasan, yaitu naskah A dan bentuk perbandingannya dengan bentuk lain
(naskah B dan C) serta bentuk perbaikannya (edisi teks).
Berikut ini disajikan tabel-tabel kesalahan pada naskah landasan,
perbandingan dengan naskah B dan naskah C, serta bentuk perbaikannya berturut-
turut mulai dari substitusi, adisi, lakuna.
3.3.1 Substitusi
Pada bagian ini kesalahan tulis disajikan menjadi dua tabel, yaiut
substitusi huruf atau suku kata, dan substitusi kalimat. Pada bagian ini kesalahan
yang terdapat dalam naskah WSHM sebanyak 93 substitusi, yaitu 67 substitusi
huruf atau suku kata, dan 26 substitusi kalimat.
Nomor halaman, bait, dan baris pada tabel-tabel tersebut mengacu kepada
nomor halaman, bait, serta baris pada naskah A yang dijadikan sebagai naskah
landasan. Penyuntingan berdasarkan kesalahan guru lagu ini tiada lain merupakan
salah satu upaya ‘meluruskan’ teks berdasarkan estetika seni, sehingga naskah
WSHM merupakan naskah wawacan yang memiliki penulisan secara baik dan
benar sebagai teks yang berbentuk dangding.
98
Tabel 18
Substitusi Huruf atau Suku Kata
No Halaman Bait Baris
Naskah Tertulis Edisi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
3,14,4
5,21,7
5,22,6
5,23,4
6,25,2
7,31,1
7,31,4
7,32,1
8,28,5
9,38,7
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
AB
kaumkomekaume
bertapabertapabaratapa
-sirasari
ituikuika
lanlanlawan
paraptaparaptiparapti
-linggihlungguh
molanamolanamaulana
ngembanangembanangaben
ngembanngaben
kaume
baratapa
sira
ika
lawan
parapti
linggih
maulana
angaben
ngaben
99
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
9,39,5
9,40,1
9,40,7
9,41,2
9,43,4
10,47,6
12,52,4
12,54,7
14,59,9
14,63,2
14,63,3
C
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ngaben
maulanamolanamolana
parasanipurasanipalu pulosari
maulanamolanamolana
ngembanngambenngaben
amongamungamung
sakingsakingsing
wanadriwanandiriwanandri
angeswtreniangestreni ingngestreni
ngendeniangundaningindeni
sidasidasira
negarinagarinagara
molana
palu purosari
molana
ngaben
amung
saking*
wanandiri
ngestreni
ngdeni
sira
nagara
100
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
16,70,2
17,74,6
18,81,1
19,86,4
20,94,6
20,95,4
20,96,2
21,97,6
21,99,1
21,101,1
22,103,5
23,108,3
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
AB
mancatmuncatmanjat
sawudisudisudi
tumendektumendektumenduk
angentenangenten anganti
kaulakaulakula
nulyatumulyatumulya
upaheupaheupahi
pabean pabehanpabeanpabean
dodokdawengdadak
-tumandektumanduk
serdaduserdadusaradadu
kratonkaratone
manjat
sudi
tumenduk
anganti
kula
tumulya
upahi
pabean
daweng
tumanduk
saradadu
karaton
101
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
27,129,3
28,134,2
28,134,4
29,137,2
30,141,2
30,142,2
30,143,1
31,146,1
31,146,7
31,147,7
31,148,7
C
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
karaton
-nenggihnenggeh
-sakatahingsakatahe
ngarubungangrubungngerubung
perkakasepakaksepakakase
ana ingana inganeng
ponggawaponggawiponggawi
rancabalarancasilarancasila
bedahbarandahbarandah
paraptaparaptiparapti
lan lawan lan
singingning
nenggeh
sakatahing
ngerubung
perkakas*
aneng
ponggawi
rancasila
barandah
parapti
lawan
ing
102
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
31,149,3
31,149,5
32,152,2
32,152,7
33,156,3
35,167,2
36,171,1
37,175,4
37,179,5
39,187,2
40,196,1
44,215,3
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
AB
serdaduserdadusaradadu
lan lawan lan
paraptaparaptiparapta
parajuritprajuritprajurit
ributrebutrebut
ing rewangrewangerewang ing
kauningankuningankuningan
parajuritprajuritparajurit
ponggawaponggawiponggawi
punikupunikupuniki
turaneauraneatyrena
tumendektumendek
saradadu
lawan
prapti*
prajurit
rebut
ingwang*
kuningan
prajurit
ponggawi
puniki
aturane*
tumendak
103
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
44,216,1
44,216,3
45,219,2
45,222,2
45,222,5
48,235,2
48,235,3
50,243,7
50,245,4
50,245,4
C
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
tumendak
endaanedaaneda
panedapanedananda
angganteniagenteniden ganti
nolinulyanulya
lan kulambikulambikelambi
punikapunikipunika
tanyaatayaataya
nagaranagarinagari
lakunilakunelakune
katukatantutukaran-
aneda
neda*
nganteni*
nulya
kelambi
puniki
ataya
nagari
lakune
tukaran*
Keterangan : - tidak ada dalam teks
* edisi berdasarkan guru wilangan
104
Tabel 19
Substitusi Kalimat
No HalamanBaitBaris
Naskah Tertulis Edisi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1, 4, 5
2, 5, 3
2, 5, 4
2, 5, 5
2, 5, 6
2, 7, 6
2, 8, 7
5, 22, 7
6, 28, 2
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
A
yen binaktaqom pada ingetanasaking berkahing carita
Siti Patimah jenengePatimah iku wastanePatimah iku wastane
Puputra Hasan lan HusenPatimah iku puputraPatimah iku puputra
kakasih nang kabeh putraneHasan iku puputraHasan putra satunggal
Hasan lan Husen tah punikuqasim nenggeh wastanipunqasyim inggih wastanipun
Bagenda Ali puniku sumalahe kenang racunsumalahe kenang racun
gumati dadi khalifahwus aneng tegal Karbalakakalih inggih punika
sebab iku masih dudaing kono ingkang nagaraing kono ingkang nagara
kang ana watu gilang
qom pada ingetana
Patimah iku wastane
Patimah iku wastane
Hasan putra puputra
Qosyim inggih wastanipun
sumalake kenang racun
kakalih inggih punika
ing kono ingkang nagara
105
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
6, 28, 3
7, 31, 3
10, 44, 2
14, 61, 4
15, 63, 6
19, 85, 5
26, 122, 1
26, 122, 7
27, 126, 5
27, 131, 1
BC
ABC
A
BC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
AB
C
ABC
ABC
roro bade pundakawanroro bade pundakawan
ing kono santri rorodados titiga katahedados titiga katahe
lan santri wus lungguh sekatokalawan ki santri karokalawan ki santri karo
pan ajeg sujud malih aneda kaula gustianeda kaula gusti
ayune kalintang lintangwarnane kalintang ayuwarnane kalintang ayu
wus melebet ing jero purisakabeh sandang manirasakabeh sandang manira
-mara tah den isun iyaiya mara isun den upahi
angrapih ing kang punikaanulya angunus kerisangunus kang punang keris
-mang kane mangsa kalahu besukapan isun mangsa kalaha asayut
-nenggeh tubagus buangKi Boled nulya angucap
-sumaur bature sadaya samiboten angsal kaula tan den wehi
roro bade pundawan
dados titiga katahe
kalawan ki santri karo
aneda kaula gusti
warnane kalintang ayu
sakabeh sandang manira
mara tah den isun iya
anulya angunus keris
apan isun mangsa kalaha asayut
Ki Boled nulya angucap
boten angsal kaula tan den wehi
106
20
21
22
23
24
25
26
32, 153, 4
36, 172, 4
36, 174, 5
35, 186, 3
35, 186, 4
40, 193, 6
43, 212, 3
ABC
AB
C
AB
C
ABC
ABC
ABC
ABC
pan enggal sadayasadaya pan sampun mintarsadaya sampun mintar
-ika mangetan tekeng Batawitekeng Batawi pisan
-wonten sawijining kori iku den tinggali apan ora katinggali
pangeran arsa balik sing pundi marga kaulasing pundi marga kaula
atakon maring Syeh Ahmadkaula kapengen mulihkaula kapengen mulih
kongsi den rampogiumahe den baradehiumahe den baradehi
den hukum dening sang ratuanemu hukuming Allah-
sadaya sampun mintar
tekeng Batawi pisan
apan ora katinggali
sing pundi marga kaula
kaula kapengen mulih
umahe den baradehi
anemu hukuming Allah
2. Adisi
107
Tabel pada bagian ini pun disajikan dalam satu tabel, yaitu tabel adisi huruf atau
suku
kata. Nomor halaman, bait, dan baris mengacu pada nomor halaman, bait
dan garis pada naskah A sebagai naskah landasan. Edisi berdasarkan pada aturan
guru wilangan, hal itu dilakukan setelah teks tersebut dipertimbangkan
berdasarkan pada konteks kalimat. Edisi berdasarkan pada aturan guru wilangan
ini merupakan salah satu upaya untuk meluruskan teks berdasarkan pada estetika
seni, sehingga naskah WSHM memiliki penulisan yang benar secara penulisan
teks dangding. Bahkan adisi dalam teks WSHM yang tertera pada tabel-tabel di
bawah ini pada umumnya adalah adisi berdasarkan kesalahan guru wilangan
(kelebihan suku kata pada tiap baris). Edisi pada adisi huruf atau suku kata
berjumlah 47 adisi.
Tabel 20
108
Adisi Huruf atau Suku Kata
No HalamanBaitBaris
Naskah Tertulis Edisi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1, 2, 5
1, 3, 5
1, 4, 4
5, 21, 1
5, 21, 5
6, 27, 5
10, 44, 5
11, 49, 4
14, 61, 7
15, 71, 6
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
Khalipahingkhalipahingkhalipahing
yen den wacayen den wacayen den waca
ingkangingkankang
jumenengjumenengjeneng
mapanmapan pan
nenggeh kangkangkang
angandikangandikangandika
datantantan
mugiamugiamugi
kaulakaulakula
Khalipah*
yen waca*
kang
jeneng
pan
kang
ngandika
tan
mugi
kula
109
11
12
13
15
16
17
18
19
20
21
22
23
17, 74, 4
19, 86, 6
21, 98, 3
22, 103, 1
23, 109, 3
23, 109, 3
23, 111, 3
23, 111, 4
24, 112, 6
24, 113, 6
24, 114, 5
26, 124, 3
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
AB
apanapanpan
enggal denenggalwong asal
lan ramalan ramarama
angucapngucapngucap
den terusterusterus
tibanetibanetiba
anggupuhgupuhgupuh
amepekamepekmepek
lan pistolpistolpistol
wus parapta ingingparapta
tata baristata barisbaris
lan KiKi
pan
enggal
rama
ngucap
terus
tiba
gupuh
mepek
pistol
prapta*
baris
Ki
110
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
26, 125, 2
27, 130, 2
28, 133, 4
29, 138, 2
29, 140, 4
31, 150, 3
32, 153,7
33, 157, 3
33, 158, 5
34, 160, 7
34, 163, 2
C
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
Ki
ejinjinjin
desaneing desaing desa
uwongwongwong
TubagusTubagusTus
ngurusingurusingurus
sakabehkabehsakabeh
den enggalenggalenggal
asasahsasahsasah
ajuritjuritjurit
akundurkundurkundur
panggonanpanggonaningenggon
jin
desa*
wong
Tus
ngurus
kabeh
enggal
sasah
jurit
kundur
panggon*
111
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
35, 166, 2
35, 169, 4
36, 170, 2
36, 170, 3
37, 176,2
37, 177, 1
34, 178, 2
34, 178, 6
41, 198, 6
47, 229, 4
48, 237, 6
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
mambunemambune-
ayudayudayuda
akeh kangakeh kangakeh
asusunasusunsusun
kabeh kelebukalebukalebu
angurusiangurusingurusi
alinggihalinggihlinggih
lan sawijisawijisawiji
dados parajuritdados parajuritprajurit
ora mulihora mulihkena mulih
ing pabeanpabeanpabean
mambu*
yuda
akeh
susun
kelebu
ngurusi
linggih
sawiji
prajurit
mulih*
pabean
112
46 50, 243, 4 ABC
angurusingurusingurusi
ngurus*
Keterangan : - tidak ada dalam teks
*edisi berdasarkan guru wilangan
3. Lakunan
Kesalahan tulis pada bagian ini disajikan dalam tiga tabel yang terdiri dari
lakuna huruf atau suku kata, lakuna kata, dan lakuna kalimat. Dari ketiga tabel ini
diperoleh 120 lakuna yang terdiri dari 28 huruf atau suku kata, 68 lakuna kata, dan
24 lakuna kalimat. Nomor halaman, bait dan baris pada tabel ini mengacu kepada
nomor halaman, bait, serta baris pada naskah A sebagai naskah landasan. Selain
berdasarkan konteks kalimat, hasil edisi ini pun ditentukan berdasarkan pada
pertimbangan aturan pupuh (guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan).
Tabel 21
Lakuna Huruf atau Suku Kata
No HalamanBaitBaris
Naskah Tertulis Edisi
1
2
5, 24, 2
7, 32, 7
ABC
ABC
Punapunapunang
aranaranearane
Punang
arane
113
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
9, 39, 5
11, 48, 4
11, 48, 9
12, 52, 4
12, 54, 5
13, 55, 8
13, 56, 4
13, 56, 8
22, 103, 5
23, 108, 5
27, 128, 6
27, 129, 6
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
AB
ngandikangandikaangandika
sakehingsakehe ingsakehe
hajihajinehajine
wanandriwanandiriwanandri
wangunwangunawangun
nyebrangnyebranganyebrang
westaniden wastaniden wastani
derbederebederbe
serdaduserdadusaradadu
kanginkanginkang
wangunwangunawangun
anjalukanjaluk
angandika
sakehe ing
hajine
wanandiri
awangun
anyebrang
den wastani
derebe
saradadu
inkang
awangu
anjaluka
114
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
28, 132, 3
31, 148, 5
34, 162, 3
36, 174, 1
38, 181, 4
38, 132, 3
39, 185, 4
42, 204, 1
44, 214, 5
44, 216, 1
48, 237, 7
C
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
anjaluka
lungguhlungguhalungguh
kabehsakabehsakabeh
lawaslawaselawas
sabalasabalanirasabalanira
balikbalikabalik
wangsulwangsulanwangsulan
sujudasujudasujud
nalikanalikanenalikane
pinggirpinggiranpinggiran
endaanedaaneda
walandawalandawalandane
alungguh
sakabeh
lawase
sabalanira
abalik
wangsulan
asujud
nalikane
pinggiran
aneda
walandane
115
26
27
49, 238, 2
51, 250, 3
ABC
ABC
ninggalianinggalianinggali
raoswiraos-
aninggali
wiraos
Keterangan : - tidak ada dalam teks
Tabel 22
Lakuna Kata
No HalamanBaitBaris
Naskah Tertulis Edisi
1
2
3
4
5
6
1, 2, 1
2, 7,2
3, 13, 3
4 14, 5
4, 14, 7
4, 14, 7
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
-Tulis-
-Bagenda AliBagenda Ali
--nenggeh
-ing toyaing toya
--kaliwat
--dahaga
tulis
Bagenda Ali
Nenggeh
ing toya
kaliwat
dohga*
116
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
5,22,6
7,29,1
7,29,4
7,32,4
7,32,4
7,33,4
8,36,4
11,48,1
11,50,9
13,57,8
13,58,3
13,58,5
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
AB
-agupuhagupuh
-nulya katinggalnulya katinggal
-aglisaglis
-panpan
-wus marandikawus marandika
-sih-
-lagi padalagi pada
-iyaiya
-warna-warnawarrna-warna
-Abulmaali AhmadAbulmaali Ahmad
-jujulukjujuluk
-aneda
agupuh
nulya katinggal
aglis
pan
wus marandika
sih
lagi pada
iya
warna-warna
Abulmaali Ahmad
jujuluk
aneda
117
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
14,60,3
14,60,3
14,60,9
15,65,2
16,70,3
16,70,4
16,72,3
17,77,1
17,77,1
21,99,4
21,101,1
C
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
aneda
--uwis
-nulyanulya
-sujudsujud
-pulo-pulopulo-pulo
--putri
-Panggeran HajiPanggeran Haji
--den tanya sira
-lanlan
--pun
-sultan pintunesultan pintune
-aglis maniraaglis manira
uwis
nulya
sujud
pulo-pulo
putri
Panggeran Haji
den tanya sira
lan
pun
sultan pintune
aglis manira
118
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
22,105,4
22,105,5
23,108,2
23,108,5
23,109,2
23,110,1
26,124,3
27,126,7
27,127,2
28,131,5
28,134,1
28,134,2
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
AB
--ngelos sarayate
--Agung
-anggulati inganggulati ing
--piunika
-wus den susukwus den susuk
- sabab ikusabab iku
--iku
-Sultan HajiSultan Haji
-Ki TabliKi Tabli
-ing wesmanipun-
-Mas Hasan nulyaMas Hasan nulya
-wani
ngelos sarayate
Agung
anggulati ing
punika
wus den susuk
saba iku
iku
Sultan Haji
Ki Tabli
ing wesmanipun
Mas Hasan nulya
wani
119
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
30,143,2
30,145,5
32,151,4
32,151,6
34,161,3
34,165,2
35,168,4
35,169,6
36,171,6
36,171,7
37,176,1
C
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
wani
-Sultan AgungSultan Agung
-pepekpepek
-saksanasaksana
--mangulon
-langkunglangkung
--tumbak
-kita-
-wuswus
-sadayasadaya
-pada matipada mati
-polahepolahe
Sultan Agung
pepek
saksana
mangulon
langkung
tumbak
kita
wus
sadaya
pada mati
polahe
120
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
37,179,1
37,179,5
38,180,2
38,183,1
41,197,5
42,205,1
43,207,3
43,210,2
46,224,4
46,224,6
46,225,4
47,228,5
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
AB
--Kangjeng
-parapara
--Muhammad
-bebendonbebendon
--ki
-denden
--iku
-maringmaring
-katurankaturan
-kalawankalawan
--samapta
-kudu
Kangjeng
para
muhammad
bebendon
ki
den
iku
maring
katuran
kalawan
samapta
121
65
66
67
68
48,233,6
49,241,7
51,248,7
51,250,1
C
ABC
ABC
ABC
ABC
-
--sampean
-anaana
-yen-
-wus pada-
kudu
sampean
ana
yen
wus pada
Keterangan : - tidak ada dalam teks
* edisi berdasarkan guru wilangan
Tabel 23
Lakuna Kalimat
No HalamanBaitBaris
Naskah Tertulis Edisi
1
2
3
4,14,6
6,28,5
11,48,6
11,50,1
ABC
ABC
ABC
--punika sadaya lesu
-angleresi Banten Girangangleresi Banten Girang
--Wus tarek lawan tawakuf
punika sadaya lesu
angleresi Banten Girang
WUS tarek tawakuf
122
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
14,60,8
17,77,6
18,85,22
20,95,2
21,101,2
26,122,6
26,129,2
26,133,7
33,159,2
33,159,3
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
AB
C
ABC
ABC
ABC
--katahe kang dados abdan
-ora kena munggah hajiora kena munggah haji
-manira ing dalem puri-
-nanging ana kang sun jaluk nanging anakang sun Jaluk
-dumateng ing Sultan Hajidumateng ing Sultan Haji
-Sultan Haji ing BatawiSultan Haji ing Batawi
-TUMULI Tubagus BuangTumuli Tubagus Buang
-Yen Masing-masing Hasan nikahken putraneki Yen Masing-masing Hasan nikahken putraneki
-karya arsa amajahikarya arsa amajahi
--pada sikep jurit
--balane Tus Buang
Katahe kang dados abdan
ora kena mungguh haji
manira ing dalem puri
nanging ana kang sun jaluk
dumateng ing Sultan Haji
Sultan Haji ing Batawi
tumuli Tubagus Buang
Yen Mas Hasan nikahken putraneki
karya arsa amajahi
pada sikep jurit
balane Tus Buang
123
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
36,171,5
39,190,4
40,193,2
40,193,3
40,193,3
43,209,3
46,224,5
46,225,5
47,231,7
50,245,5
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
ABC
AB
C
ABC
ABC
AB
C
--Lawan sabalane sami
-iku Muhammad Muhyidiniku Muhammad Muhyidin
-Cina rusak den rampogiCina rusak den rampogi
-gawe rusuh ing nagaragawe rusuh ing nagara
-Mas Jakaria punikiMas Jakaria puniki
-wus aneng jero kedaton-
-ing Batawi jendral kapengin kapetuking Batawi jendral
kapengin kapetuk-sampe sekabeh pan sampun
--supayane sampun dadi
-ora gawe mantek suruh maring-
Lawan sabalane sami
iku Muhammad Muhyidin
Cina rusak den rampogi
gawe rusuh ing nagara
Mas Jakaria puniki
wus aneng jero kedaton
ing Batawi jendral kapengin kapetuk
sampune sakabh pan sampun
supayane sampun dadi
ora gawe madek suruh maring
Keterangan : - tidak ada dalam teks
124
3.4 Pertalian Naskah
Kecermatan dalam melakukan transliterasi, analisi, dan perbandingan
antarteks naskah yang ada dalam edisi naskah banyak nerupakansatu syarat untuk
mengetahui adanya penyimpanan-penyimpanan yang terjadi di dalam masing-
masing teks tersebut. Dari hasil perbandingan tadi, akan diketahui adanya
persamaan dan perbedaan dari masing-masing naskah berikut ksalahan bersama
secara filologis. Metode yang menitikberatkan pada kesalahan bsama yang
terdapat dalam naskah-naskah tertentu disebut metode stemma. Dalam hal ini
naskah-naskah itu disusun dalam sebuah stemma atau silsilah baskah yang
hubungan ditentukan dengan memperbandingkan kesalahan-kesalahan yang
dimiliki bersama itu.
Prinsip utama stemma ini, ialah kesalahan bersama yang berimbang
membuktikan bahwa teks naskah-naskah tersebut mengalami sejarah yang sama,
hal ini sejalan dengan pendapat Teeuw (1984:264) yang menyatakan bahwa
hubungan sejarah antara naskah itu dapat dipasikan berdasarkan metode stemma.
Saran utama dari metode stemma ini adalah kesalahan bersama yang terdapat
dalam teks naskah yang diperbandingkan. Pada prinsipnya, tidak mungkin
beberapa naskah yang telah mengalami satu tradisi penyalinan yang memakan
waktu panjang, tanpa mempunyai kesalahan sama sekali. Kesalahan bersama
tersebut membuktikan bahwa naskah-naskah tadi merupakan naskah-naskah yang
telah mengalami sejarah secara bersama dalam rentang waktu yang berbeda, dan
125
hal ini membuktikab bahwa naskah-naskah tersebut berasal dari setu induk yang
sama.
Berdasarkan pengamatan atas pada fisik naskah dalam hal penggunaan
pupuh dari masing-masing teks naskah yang ada, diketahui bahwa naskah WSHM
yang berhasil dihimpun berasal dari satu induk yang sama, naskah A, B, dan C
disebut dengan naskah salinan dari induk yang sama, karena memang diantara
ketiganya memiliki kasus kesalahan bersama (dalam berbagai kasus
penyimpangan) , namun kesalahan bersama tersebut tidak terjadi di tempat
kesalahan yang sama, melainkan tersebar di beberapa tempat kesalahan.
Berikut ini, disajikan bentuk stemma pertalian teks naskah WSHM yang
berhasil dihimpun.
Keterangan :a : Arketifß : HiperketifA,B,C : Naskah yang ada
: langsung : tidak langsung
126
3.5 Penentuan Naskah yang Akan Diedisi
Naskah yang akan dipergunakan untuk edisi teks adalah naskah Adalah,B,
dan C. langkah selanjutnya adalah yang akan dijadikan sebagai dasar edisi, yaitu
naskah yang dianggap terbaik dari ketiga naskah terpilih. Pada langkah ini naskah
A dipilih sebagai dasar edisi berdasarkan pada :
1) Secara kronologis cerita, isi teks pada naskah A lebih lengkap
dibandingkan kedua
naskah lainnya (kelengkapan episode cerita lebih lengkap)
2) kondisi naskah A baik dan utuh, pada naskah B banyak lembar
(halaman) yang menghitung sehingga tulisanya kurang jelas dan
sudah banyak coretan baik berupa coretan langsung maupun berupa
coretan tanda silang (X). naskah tulisanya agak kurang terbaca
karena tintanya kurang tebal.
3) Bahasa di dalam naskah A, berdasarkan perbandingan bacaan
berupa huruf atau suku kata, perbandingan kata, dan perbandingan
kalimat memperlihatkan memperlihatkan kualitas yang lebih baik.
Maupun demikian, apabila pada naskah A terdapar kekurangan atau
kesalahan akan dilakukan perbaikan berdasarkan bacaan pada teks yang
ada di dalam naskah B dan naskah C.
127
3.6 Metode Edisi Teks
Setelah diadakan perbandingan naskah dan transliterasi, maka akan
diperoleh karakteristik dari masing-masing naskah tersebut. Untuk
selanjutnya dapat ditentukan naskah mana yang akan dijadikan sebagai
dasar untuk edisi teks. Robson (1994:35) mengemukakan bahwa
penyuntingan dilakukan apabila menghadapi berbagai macam bacaan
dalam dalam naskahnya atau tempat yang mencurigakan, harus memilih
bacaan yang benar untuk mengembalikan kebenaran teks itu seperti pada
awal penulis itu menulisnya. Di samping itu, menurut Pradotokusumo
(1984:158-159) bahwa dalam perkembangan filologi, usaha untuk mencari
teks yang paling dekat dengan aslinya dan diperkirakan paling bersih dari
kesalahan, tidak lagi menjadi sarana yang paling menentukan.bagi seorang
filolog suntingan naskah adalah suatu usaha untuk menyajikan suatu teks
bagi pembacanya.
Naskah WSHM yang akan dikaji dalam penelitian ini berjumlah tiga buah.
Oleh karena itu, metode yang akan dilakukan untuk mengedisi naskah ini
adalah metode penyuntingan naskah jamak. Sebagaimana telah dijelaskan
dalam bab sebelumnya, bahwa ada dua metode yang digunakan untuk
mengedisi naskah jamak, yaitu metode gabungan dan metode landasan.
Setelah dilakukan perbandingan yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti
memutuskan untuk memakai metode landasan. Naskah yang akan
dijadikan landasannya adalah naskah A, naskah ini dianggap lebih unggul
dari dua naskah lainnya.
128
Dalam rangka edisi teks WSHM ini, pertama dipilih bacaan pada naskah
A, jika terdapat kesalahan, kekurangan atau kelebihan pada bacaan naskah
landasan, maka akan dilakukan perbaikan. Bacaan pada naskah landasan
yang diperbaiki itu di catat pula dalam aparat kritik. Metode demikian
disebut metode landasan (Robson, 1978:36). Tujuan dari penyuntingan
teks ini adalah berupaya membebaskan teks WSHM dari segala macam
kesalahan yang diperkirakan di atas. Upaya ini bertujuan agar teks WSHM
dapat dipahami dengan sejelasnya.
Naskah yang dipilih sebagai dasar edisi teks dimaksudkan diatas tidak
berarti naskah tersebut akan bebas dari kesalahan. Kesalahan-kesalahan
yang dimaksud dalam naskah landasan akan dicatat dalam aparat kritik
dan diperbaiki berdasarkan kesaksian pada teks naskah pembanding.
Demikian pula varian-variannya dengan naskah kesaksian pada teks
naskah pembanding akan dicatat dalam aparat kritik. Hal ini penting
apabila terdapat bacaan yang diganti, ditambah, dan dikurangi ternyata
tidak sesuai, data dari bacaan yang benar itu tidak hilang karena sudah
dicatat dalam aparat kritik.
Setelah dilakukan perbandingan bacaan berupa huruf atau suku kata,
perbandingan kata, dan perbandingan kalimat, ternyata naskah WSHM
memperlihatkan beberapa kesalahan. Misalnya bacaan yang kurang,
bacaan yang ditambah, serta kesalahan penulisan kata atau kalimat. Dari
hasil perbandingan ketiga naskah WSHM ( A, B, C,) tersebut, akan
dirumuskan hal-hal sebagai berikut :
129
1) Bacaan dari naskah A dipilih sebagai teks landasan, sedangkan varian
dari kedua naskah lainnya, yaitu A dan B dicatat di dalam aparat kritik.
2) Kesalahan, kekurangan, serta kelebuhan bacaan pada naskah landasan
akan diperbaiki dengan cara mengganti, menambah, atau mengurangi
berdasarkan kesaksian naskah-naskah WSHM lainnya, yaitu naskah B
dan C. bacaan pada naskah landasan yang diperbaiki, diganri,
dikurangi, atau ditambah itu di catat dalam aparat kritik. Hal ini
penting ada bacaan yang diperbaiki, diganti, dikurangi, atau ditambah
seperti dikemukakan oleh Ekadjati (1982:112), Prodotokusumo
(1984:127), Baried, dkk(1985:96) ternyata salah atau tidak sesuai
konteksnya, maka data dari bacaan yang benar itu tidak hilang karena
sudah dicatat dalam aparat kritik.
3.7 Tehnik Penyajian Edisi Teks
Penyalinan edisi teks sebagai hasil akhir dari sebuah garapan filologis
akan menjadi sebuah edisi teks yang baik apabila memenuhi dan memperhatikan
beberapa faktor seperti : (1) teknik transliterasi (2) aparat kritik yang menyajikan
varian-varian sebagai penyaksi atas sebuah korelasi, (3) penyajian teks, dan (4)
terjemahan.
Di samping hal tersebut di atas, penyajian edisi teks naskah yang
berbentuk puisi, termasuk teks wawacan, untuk memudahkan pembacaan dan
pemahaman sebaiknya disajikan dalam bentuk bait demi bait yang disusun oleh
larik demi larik; untuk menghindari hilangnya data dari teks penyaksi, aparat
kritik demi larik, untuk menghindari hilangnya data dari teks penyeleksi, aparat
130
kritik disajikan pada bagian aparat kritik. Adapun hal lain yang dipandang perlu
diantaranya adalah:
1. Huruf kapital digunakan untuk setiap permulaan pada dan kata-kata
yang dianggap sebagai nama diri, nama tempat, dan kata-kata yang
mengharuskan pemakaian huruf kapital lainnya;
2. Tanda (.) digunakan untuk setiap akhir pada dan tanda (,)dipakai untuk
setiap akhir padalisan dan menunjukan satu kesatuan sintaksis;
3. Urutan (xxx) seperti 001, 002, dan seterusnya yang disajikan di
sebelah kiri pada suntingan teks dan terjemahan, menunjukan urutan
nomor pada secara keseluruhan;
4. Urutan (xx) seperti (01), (02), dan seterusnya disajikan di sebelah
kanan nomor urutan pada edisi teks dan terjemahan, menunjukan
urutan nomor pada dalam setiap pupuh;
5. Angka-angka 1n 2, 3, dan seterusnya yang terdapat dalam suntingan
teks, baik angka tunggal ataupun angka kembar, menunjukan penanda
teks penyaksi yang disajikan di dalam aparat kritik;
6. Tanda [ ] dalam suntingan teks menunjukan bahwa penggalan huruf,
suku kata, kata, ataupun kalimat yang terdapat didalam tanda tersebut
tidak usah dibaca atau dihilangkan;
7. Tanda ( ) dalam suntingan teks menunjukan bahwa penggalan huruf,
suku kata, kata, ataupun kalimat yang terdapat didalam tanda tersebut
harus dibaca atau ditambahkan.
8. Tanda garis miring rangkap, // , dipergunakan untuk pembatas setiap
131
akhir halaman dengan maksud sebagai tanda pemisah antar halaman.
3.8 Transliterasi dan Terjemahan
3.8.1 Transliterasi
Salah satu tahapan kerja yang harus dilakukan dalam penelitian
filologi adalah transliterasi, yaitu pengalihan huruf demi huruf dariabjad yang satu
ke abjad yang lain (Baried, 1985:65; Lubis, 2001:80; Robson, 1994:24). Adapun
hal-hal yang harus diperhatikan di dalam transliterasi, diantaranya adalah
memelihara kemurnian bahasa lama dalam naskah, khususnya mengenai penulisan
kata, bacaan pada teks yang menunjukkan ciri khusus dan merupakan ciri ragam
bahasa lama, harus dipertahankan sebagaimana adanya, serta tidak dilakukan
penyesuaian bentuk penulisan dengan aturan yang berlaku pada saat ini, yaitu
aturan EYD. Adapun bacaan yang tidak menunjukkan ciri ragam bahasa lama,
penulisannya disesuaikan dengan penulisan menurut EYD dan kamus. Hal ini
dimaksudkan agar ciri khusus bahasa lama di dalam naskah tidak hilang begitu
saja. Upaya untuk tetap menjaga kemurnian ciri ragam bahasa lama di dalam
naskah ini menjadi hal yang penting.
Dalam edisi teks ini, pedoman transliterasi dilakukan untuk alih aksara
kata-kata atau kalimat bahasa Arab dalam naskah WSHM ini digunakan pedoman
transliterasi Arab-Latin yang tercantum dalam Surat keputusan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tertanggal 10 September
1987 No.158 tahun 1987 dan No. 0543 b/u/1987 tentang Pembakuan Transliterasi
132
Arab-Latin. Pembakuan transliterasi Arab-Latin menurut SKB tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Konsonan
Tata cara transliterasi aksara Arab ke dalam aksara latin dalam bentuk
konsonan adalah sebagai berikut:
Tabel 26
Transliterasi Arab-Latin Bentuk Konsonan
Huruf Arab Nama Huruf Huruf Latin Keterangan
ا alif Tidak dilambangkan
ب ba ba be
ت ta t te
ث sa Ś es titik diatas
ج jim J Je
ح ha Һ
X
Ha
خ kha kh ka dan ha
د dal d de
ذ ż z zet titik di atas
ر ra r er
ز zai z zet
133
س sin s es
ش syin sy es dan ye
ص șad S es titik di bawah
ض dad d de (dengan titik di
bawah)
ط ta t te (dengan titik di
bawah)
ظ za z zet (dengan titik di
bawah)
ع ‘ain …‘… koma terbalik di atas
غ gain g ge
ف fa f ef
ق qaf q ki
ك kaf k ka
ل lam l el
م mim m em
ن nun n en
و wau w we
ھ ha h ha
134
ء hamzah ..... apostrof
ي ya y ye
2. Vokal, Vokal Panjang, dan Diftong
Tabel 27
Vokal, Vokal Panjang, dan Diftong
No. Arab Latin No Arab Latin No. Arab Latin
1. + a 1. ا ā 1. ى ai
2. - і 2. ي ī 2. و au
3. u 3. و Ū
4. an
5. in
6. un
Beberapa aksara sebagai penanda konsonan yang ada dalam bahasa
Nusantara tidak terdapat dalam aksara Arab. Penanda konsonan itu adalah /c/,
/p/, /g/, /η/, dan /ň/. Konsonan-konsonan ini disesuaikan dengan bahasa nusantara
menjadi چ
Untuk konsonan ca, ڤ untuk konsonan pa, گ untuk konsonan ga, ڽ untuk
konsonan nya, dan ڠ untuk konsonan nga.
135
Tata cara penulisan aksara Arab Melayu tidak sama dengan aksara Arab Pegon di
Sunda, yang setiap hurupnya mempunyai penanda (harkat). Aksara Arab Melayu
yang digunakan dalam naskah-naskahnya semuanya ditulis tanpa penanda.
Namun, untuk menandakan vokalnya digunakan hurup-hurup saksi antara lain ا
(a), و (u/o), dan ي (i).
3.8.2 Terjemahan
Terjemahan merupakan suatu proses pemindahan pesan yang telah
diungkapkan di dalam bahasa sumber sehingga memiliki kesepadanan yang
sewajarnya di dalam bahasa sasaran. Melalui sajian terjemahan ini, amanat yang
terkandung di dalam bahasa sumber dapat dipahami secara utuh oleh pembacanya.
Menurut Robson (1994:55) menerjemahkan berarti menyajikan karya (teks)
tersebut dengan sedemikian rupa sehingga pembaca yang belum menguasai seluk-
beluk bahasa asli, tetapi meresa tertarik untuk menemukan lebih banyak tentang
sifat dan isi karya (teks) itu menjadi terbantu dengan adanya terjemahan.
Prinsip terjemahan adalah pemindahan arti dan peranan. Memindahkan arti
bergantung pada pengertian yang baik terhadap teks asli karena pengarang teks
klasik tidak ada yang dengan sengaja menulis teks tanpa makna. Perkataan yang
mirip dengan bahasa Indonesia jangan langsung diterjemahkan sebagaimana
adanya karena artinya mungkin berubah (dalam bahasa sumber), jadi
penafsirannya harus mempertimbangkan zaman, genre, dan teks itu sendiri.
Catford (1965:20) menjelaskan bahwa terjemahan merupakan pergantian atau
pemindahan teks suatu bahasa (bahasa sumber) ke bahasa lain (bahasa sasaran)
136
dengan padanannya. Sedangkan Nida & Taber menyatakan bahwa terjemahan itu
adalah pengungkapan nkembali pesan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran
dengan padanannya yang paling alamiah, pertama-tama artinya kedua gayanya.
Ada pula yang berpendapat bahwa terjemahan secara harfiah dapat
menjaga keaslian, yaitu agar terjemahan tidak menyimpang dari maksud
pengarang semula. Akan tetapi Pradotokosumo (1986:173) berpendapat bahwa
terjemahan secara harfiah mungkin masih dapat mengungkapkan pesan, jika teks
yang diterjemahkan itu dalam naskah-naskah genre prosa serta bahasa sumber dan
bahasa sasaran termasuk satu rumpun bahasa, sehingga tidak banyak terjadi
perubahan dalam bentuk gaya. Namun jika diterapkan dalam naskah-naskah genre
puisi, terjemahan secara harfiah akan menimbulkan kekakuan karena bahasa puisi
mempunyai ungkapan-ungkapan yang khas dan bertalian erat dengan latar
kebudayaannya.
Berdasarkan beberapa “cara” menerjemahkan sebuah teks seperti diungkap
di atas, maka dalam menerjemahkan teks WSHM ke dalam bahasa Indonesia tidak
dilakukan secara harfiah, tetapi diusahakan mencari padanannya yang sesuai
dengan gaya dan artinya. Oleh karenanya terjemahan yang dimaksud tidak
akan memenuhi tuntutan konvensi persajakan sepenuhnya sebagaimana teks
sumbernya. Akan tetapi diusahakan semaksimal mungkin agar pesan, kesan, dan
amanat yang terdapat di dalam teks sumbernya terlukis kembali dalam teks
terjemahan.
137
3.9 Fungsi Sosial dan Kedudukan Naskah WSHM
3.9.1 Fungsi Sosial Naskah WSHM
Naskah WSHM bagi masyarakat Banten mengarah kepada tiga fungsi
utama, yaitu informatif, didaktis, dan ekspresif. Naskah ini mengungkapkan
peristiwa-peristiwa dari perjalanan sejarah di Banten pada masa kesultanan
Banten. Meskipun cara pengungkapannya menggunakan pola pemikiran dan
pengertian sejarah tradisional. Pandangan tradisional sejarah diartikan kisah
tentang peristiwa-peristiwa yang dianggap dan dipercayai telah terjadi pada masa
lampau dengan tidak membedakan antara kenyataan yang sesungguhnya dengan
kenyataan bikinan pengarangnya. Sebagai karya sastra sejarah antara lain
tujuannya untuk mengagungkan tokoh atau menjungjung tinggi raja pada
zamannya, yaitu Sultan Haji.
Sebagai fungsi informatif, naskah ini memberikan informasi/pengetahuan
kepada masyarakat yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sejarah Banten
pada masa kesultanan, antara lain berisi: (1) Silsilah Sunan Gunung Jati (Cirebon)
dan anaknya Maulana Hasanuddin, (2) Pengislaman Banten oleh Maulana
Hasanuddin, (3) Penobatan Maulana Hasanuddin menjadi raja panembahan
Surosowan oleh ayahnya Maulana Hasanuddin, (4) Kisah Haji Mangsur (Sultan
Haji), (5) Peperangan Sultan Haji dengan ayahnya Sultan Ageng Tirtayasa, (6)
Sultan-sultan yang memerintah setelah Sultan Haji, dan (7) Penangkapan Sultan
Ishak oleh Belanda. Informasi ini dapat digunakan sebagai pembanding sumber
sejarah apabila diadakan penelitian secara cermat dan kritis melalui disiplin ilmu
sejarah.
138
Selain sebagai fungsi informatif, naskah WSHM juga berfungsi didaktis,
yakni memberikan pelajaran sejarah bagi masyarakat. Salah satunya tentang
catatan silsilah Haji Mangsur atau dikenal oleh masyarakat Pandeglang dengan
sebutan Syaikh Mansyur dan Riwayat Cibulakan/ Batu Qur’an bekas timbulnya
Syaikh Mansyur dari dasar bumi. Catatan tersebut sudah dicetak berupa buku
ringkasan oleh pengurus Situs Cibulakan/Batu Qur’an yang diketuai oleh Bpk.TB.
Aip Kusnaedi. Buku ini mudah didapatkan oleh masyarakat luas dengan cara
berkunjung Situs Cibulakan/Batu Qur,an di Cimanuk-Pandeglang atau di tempat
penjiarahan di makam Syaikh Mansyur Cikaduweun-Pandeglang. Buku catatan
ini berisi silsilah dan ringkasan perjalanan Syaikh Mansyur ketika pergi ke
Mekkah untuk menunaikan ibadah haji sampai kepulangannya kembali ke Banten
melalui dasar bumi dan muncul di Cibulakan Cimanuk-Pandeglang untuk
mengajarkan ajaran Islam sampai meninggalnya di Cikaduweun. Buku ini sangat
memberikan manfaat terutama bagi penjiarah dari luar Banten untuk lebih
mengenal sosok Haji Mangsur, Selain memberikan manfaat bagi penjiarah buku
silsilah ini juga dijadikan sebagai pengetahuan atau pelajaran sejarah tentang
peristiwa-peristiwa kesejarahan yang pernah terjadi di Banten pada masa
kesultanan.
Adapun fungsi ekspresif, yakni mengungkapkan perasaan, pertimbangan
dalam diri pengarang. Pengarang dapat menampilkan tokoh fiktif sebagai juru
bicara, dengan demikian hal itu dapat memberi kemungkinan kepada pengarang
untuk mengambil jarak terhadap perasaan yang diungkapkannya dengan cara yang
halus. Tokoh fiktif yang diungkapkan pengarang dalam naskah WSHM adalah
139
Haji Mangsur dipandang sebagai tokoh legendaris dan memiliki kesaktian yakni
cerita mengenai kepulangan Haji Mangsur untuk kembali ke Banten dengan
melalui dasar bumi menyelam dari sumur zam-zam, kemudian muncul di
Cibulakan Cimanuk- Pandeglang, ketika keluar dari dasar bumi, air terus keluar
dengan dahsyatnya sehingga kalau dibiarkan air itu terus keluar akan menjadi
lautan di Cibulakan tersebut. Kemudian air tersebut oleh beliau ditutupi dengan
Al- Quran dan beliau memohon kepada Allah supaya Al Qur’an tersebut menjadi
batu, sehingga dinamakan Batu Qur’an.
3.9.2 Kedudukan Naskah WSHM
Dalam tradisi lisan yang berkembang dalam masyarakat, cerita tentang
Haji Mangsur (Syaikh Mansyur) menyebar dan populer di kalangan masyarakat,
khususnya di Kabupaten Pandeglang. Tokoh ini sangat memiliki pengaruh yang
luas pada masyarakat sekitar Pandeglang dan Banten. Menurut salah seorang
kuncen di pemakaman Syaikh Mansyur Bpk Ishak bahwa pada bulan Mulud
(Rabiul Awal) atau malam jum’at makam Haji Mangsur sebagai salah satu tempat
yang ramai dikunjungi penziarah, baik dari dalam maupun dari luar Banten,
sehingga mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar pemakaman
tersebut. Misalnya dari sumbangan para pengunjung, hasil jualan makanan,
minuman dan cendera mata yang mereka jual di sekitar makam. Bahkan sebagian
dari mereka ada yang menjual wafak, air berkah, batu-batuan dan berbagai macam
benda lainnya yang dianggap memiliki kekuatan magis. Bahkan di dalam makam
pun akan dipandu oleh seorang muhajir (pemimpin pembaca doa ketika
berziarah), dan setelah selesai memimpin doa, para muhajir biasanya memohon
140
sodakoh dari para pengunjung. Selain itu mereka sering menawarkan do’a atau
hijib yang akan ia bacakan dengan imbalam sejumlah uang itu dan sebagian
dikelola untuk dana keberesihan mesjid serta pemakaman Syaikh Mansyur
(Wawancara 17 Oktober 2009).
Bagi masyarakat Pandeglang penghormatan kepada Haji Mangsur (Syaikh
Mansyur) sangat tinggi, di samping dipandang sebagai wali Allah orang yang
sangat dekat dengan Allah yang dipercayai memiliki karomah yang luar biasa.
Sebagai seorang tokoh kharismatik, oleh masyarakat setempat seperti benda-
benda yang pernah dimilikinya dianggap sebagai benda keramat yang dipercayai
sebagai mitos. Maka dari itu kepoluleran nama Haji mangsur baik di Kabupaten
Pandeglang maupun di Banten pada umumnya tidak hanya dinisbahkan untuk
nama-nama pada tempat-tempat tertentu saja, Bahkan namanya diabadikan untuk
sebuah nama sekolah agama dan perguruan tinggi agama di Kabupaten
Pandeglang, yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Syaikh Mansyur
(STAISMAN).
141
BAB IVEDISI TEKS, TERJEMAHANAN, DAN APARAT KRITIK
I. Pupuh Asmarandana (001 -- 045) /1/
001 (01)i 1Kaula arsa1 angawi2
anulis angarang tembangasmarandana tembangényaritakaken sajarah3 4supaya pada rogaba4
nabi 5kita Kangjeng Rasul5
lan6 pada dén ingetana
Aku ingin mengarangmenulis dalam tembangtembang asmarandanamenceritakan sejarahsupaya pada merasanabi kita kangjeng Rasuldan pada mengingatnya
002 (02)ii Ingkang arsa maca tulis1
iku angukupa2 menyanden inget maring gustiné karana Nabi Muhammadiku khalipah[ing] Allahlawan maning Nabi Rasuliku utusaning Allah
Kepada yang akan membacabakarlah kemenyaningatlah kepada Tuhankarena Nabi Muhammad ituadalah khalipah Allahlagi pula Nabi dan Rasulitu utusan allah
003 (03)iii Lawan carita punikilamun dén waca ing alassyétan ora wani kabéhmiwah saking sato galak1ora wani1 yén [dén] wacaing désya antuk rahayulamun ana ing lautan
Dan cerita inijika dibaca di hutansemua syetan semua tidak beranijuga binatang buas tidak beranijika dibaca di desa akan selamatjuga jika di lautan
004 (04)iv Sakabéh bejo tan waniangin barat datan arsalangkung déning pangraksanémalaikat kang1 angraksa2qom pada ingetena2
perang antuk rahayudéning3 sawabing carita
Semua perampok tidak akan beraniangin barat tidak maukarena demikian kuat penjaganyamalaikat yang menjagakalau perang pun akan selamatkarena berkah cerita ini
i 001 (01) 1-1A isun amimiti, 2B ngawi, 2C angawiti, 3C sajak, 4-4B ø, 4-4C ø, 5-5B kita Muhammad, 5-5C Kangjeng Rasulullah, 6B ika, 6C ø.
ii 002 (02) 1A ø, 1C ø, 2A anggone.iii 003 (03) 1-1B sakabeh orana.iv 004 (04) 1A ingkang, 1B ingkang, 2-2A yen binakta, 2-2C saking berkahing
carita, 3B saking
142
005 (05)i Sajarahing kangjeng nabiRasulullah apaputra1Patimah iku wastanéPatimah iku puputra1 ///2/2Hasan putra satunggalQosyim inggih wastanipun2
Husén3 paputra satunggal
Sejarah kangjeng NabiRasulullah berputrayang bernama Patimahpatimah itu berputraputranya bernamaHasan dan HusenHasan itu berputra seorang
006 (06)ii Nenggéh1 ingkang aran Qosyimanadéning Husén punika2
3papat iku (ing) katahé3
4kang lanang iku titiga4
kang istri wong satunggalPatimah kang wastanipunkang lanang ing kakasihnya
Yaitu yang bernama kosimadapun Husen berputra empatsemuanyayang laki-laki semua tigadan yang perempuan seorangyang perempuan namanya Patimahyang laki-laki yang bernama
007 (07)iii 1Kang putra1 2Bagénda Ali2
3kang wasta3 Sayidi4 Hasan5
6lan Husén iku duluré6
sasampuning7 Ali8 pejah9
nulia10 11hasan sumalah11
12sumalahé kenang racun12
dén13 Yajid14 dén15 kaniaya16
Ali Akbardengan Ali Asgor Zaenul Abidin… Hasan Husenia diaku putra oleh Baginda Aliitu sesudah Ali wafat
008 (08)iv kantun Husén lawan Qosyimkang putra1 déning hasannulya Yajid enggal mangko(dening) arsa amejahéingkang2 Husén punikadéning3 Husén 4derbé sunu4
5kakalih inggih punika5
Lalu Hasan meninggaltempatnya di Madinahterkena racun oleh Yajidyang telah menganiaya Husendan putranya pun jadi khalifah
i 005 (05) 1-1A Siti Patimah jenenge, puputra Hasan lan Husen, 2-2A kakasih nang kabeh putrane, Hasan lan Husen tah puniku, 2-2B Hasan iku puputra, Qosim nenggeh wastanipun, 3A Hasan
ii 006 (06) 1B nanggih, 2A puputra, 3-3B paputra kakalih mangko, 3-3C paputra kakalih mangko, 4-4C ø, 5A uwong, 5B inggih, 5C inggih
iii 007 (07) 1-1A ø, 1-1B kaputra dening, 2-2A ø, 3-3A kalawan, 4A Ali, 4B sayid, 5A asgor, 6-6A Zaenulabidin, 7A katarine, 7C sampune, 8A Hasan, 8B Ngali, 9A Husen, 10A pan, 10B nulya, 10C nulya, 11-11A kaputra dening, 12-12A Bagenda Ali puniku, 13A sasampuning, 13B dening, 14A Ali, 15A pejah, 16A ø, 16B kanihya
iv 008 (08) 1A paraja, 1C kaputra, 2A katuan, 2B ing, 2C ing, 3A lan, 3B pan, 3C ing, 4-4A putrane pun, 4-4C inggih puniku, 5-5B wus aneng Tegal Karbala, 5-5A gumati dadi khalifah
143
009 (09)i Kang lanang Zénulabidinkang istri wasta Patimahnulya Husén sarayatépindah ing Tegal Karbalakadatoné Husén sampun1 tilar lan kaumé2 Kangjeng Rasul wus anéng Tegal Karbala
Setelah lama memimpin negaraHusen lalu pergibermukim di Padang Karbalapindahnya sudah diketahui oleh Yajidsesudah pindah ke Padang Karbalalalu Yajid mempersiapkan pasukannya
010 (10)ii Yajid arsa amateni ing Husén lan wadya (bala)Duluré1 ing bala Husénamung2 kantun putrané lanQosyim ingkang atmacaHasan nenggéh dulur3 punkang4 putera pariyengga
Yajid ingin membunuh Husenia takut pasukannyahanya tinggal anaknya HusenKosim…………adapun Hasan dengan saudaranya dan anak ………..
011 (11)iii Den enggal sang raja Yajidanulya amangkal bala ///3/wong islam lan kafir kabeharsa ing Tegal Karbalanempuh qom1 Rasulullahsadaya pan sampun kumpul balane Yajid cilaka
Tidak lama kemudian sang rajaYajid segera mempersiapkan pasukannyasemua prajurit Islam dan kafiringin ke Tegal Karbalauntuk menyerang kaum Rasulullahsemua sudah berkumpulpasukan Yajid celaka
012 (12)iv Nenggeh kaum kangjeng nabi1pepek ing1 Tegal Karbalamun wong pitung dasa nenggeh2
kaum nabi Rasulullahkantun Husen kang3 warahdados khalipah ing rikukang liyan sami wanita
Adapun kaum kangjeng nabiberada di Padang karbalatetapi hanya tujuh puluh orangbanyaknya kaum Rasulullahtinggal Husen dan yang tua-tuayang menjadi khalipah di sanayang lainnya kaum wanita
013 (13)v Ingkang jaler alit-alitputrane1 Hasan lan Husen2ana tua2 nenggeh3 wadon4
nenggeh ing sawiji dinaYajid balane praptaing Karbala arsa nempuhmaring kaum Rasulullah
Yang laki-laki masih kecil-kecilsalah satunya putra Hasan dan Husenyang tua perempuantersebutlah suatu haripasukan Yajid tibadi Padang karbala ingin menuntutkepada kaum Rasulullah
i 009 (09) 1A lamun, 1B wus, 1C den, 2A ing tegal, 2B qomeii 010 (10) 1A dulur, 1B ø, 1C ø, 2A mung, 2B ø, 2C ø, 3A sadulur, 4A lawan
kang, 4B ø, 4C øiii 011 (11) 1A kaum, 1C kaumiv 012 (12) 1-1A aneng, 1-1B wus pepek aneng, 2A akeke, 3A ingkang, 3B
ingkangv 013 (13) 1A nenggeh sawiji putrane, 2-2B kang istri nenggeh kang, 3A ø, 3B ø,
4B ø
144
014 (14)i Wus 1jejer ing1 pinggir kalibalane yajid cilaka2qom den tunggu2 tayanekaume3 nabi panutankaliwat dohga 4ing toya4
5punika sadaya lesu5
kaliwat6 dohga7 toya8
Sudah berjejer di tepi sungaipasukan Yajid celakakaum nabi dijagai airnyakaum nabi panutansangat kehausan sangat menginginkanmeminum air
015 (15)ii Wus campuh saking prajuriting1 tengah Tegal Karbala2sampun pirang-pirang dinten2
sampun pirang-pirang dina [mangko] rame denira surak3kaya sajagat rubuh3
ing4 tengah Tegal Karbala
Sudah bertempur semua prajuritdi tengah Padang Karbalasudah beberapa harikaum Yajid samaramai berkeliarandi tengah Padang Karbala
016 (16)iii Adangdan balane Yajid akehe tanpa wilanganHusen mung1 [pitung] dasa balanewong2 Madinah sampun kesah [la]mun pada kirang toyalamun tah antuka2 banyuHusen mangsa kalah perang
Adapun pasukanYajid banyaknyatidak terhitungsedangkan pasukan Husen hanya tujuh puluhkaum Madinah sudah pergikarena kekurangan airandaikata kaum itu mendapat airHusen akan kalah perang
017 (17)iv Qosyim lan Husen wus matiAli Akbar Ali Asgar1wus pada (ing) mati kabeh1
aneng kantun wong wanitalan Zainul Abidin ///4/2pejah yudane2 pernahe lampusing3 tengah Tegal Karbala
Kosim dan Husen telah gugurAli Akbar- Ali Asgorsudah meninggal semuanyahanya tinggal kaum wanitadan Zainul Abidinyang sudah gugur tempat matinyadi tengah Padang Karbala
i 014 (14) 1-1A undarang, 1-1B anjejer ing, 1-1C ander ing, 2-2A kaum nabi den tonggoni, 2-2C pada den tonggoni, 3A kaum, 3B kome, 4-4A ø, 5-5A kalangkung kepengen anginum, 5-5B ø, 6A ø, 6B ø, 7A ø, 7B ø, 7C dahaga, 8B ø
ii 015 (15) 1A aneng, 1B aneng, 2-2A ø, 2-2C pirang-pirang dina, 3-3A umerab rame denira sewat, 3-3B kaya rubuh punang sajagat, 3-3C rame denira asayut, 4A aneng, 4B ø.
iii 016 (16) 1B among, 2A uwong, 2A antukiv 017 (17) 1-1B ø, 1-1C ø, 2-2A iku kang tuha, 3A aneng, 3B aneng, 3C aneng
145
018 (18)i Sakabeh kaume nabi1sakabeh aneng1 kunjaraZainul Abidin [tah] mangkokalawan istri Patimah2lan liane2 wanita3
angsal4 telung puluh tahunmedale saking kunjara
Semua kaun nabiseluruhnya dipenjaramaka Zainul Abidin bersama saudaranya Patimahdan kebanyakan wanita ketika ituusia tiga puluh tahun (ketika) keluar dari penjara
019 (19)ii [A]nenggeh Zainul Abidinwus medal saking kunjaraYajid wus kalah yudaneden[ing] Muhammad Hanapiyahyudane sampun1 kartaZainul Abidin [pun]ikunulya angalap ing garwa
Adapun Zainul Abidinsesudah keluar dari penjaraYajid sudah dikalahkanoleh Muhammad Hanapiyahpeperangan sudah usaiZainul Abidin itulalu menikah dengan perempuan
020 (20)iii [Ing] nagara1 Bani Israillungguhe jumeneng Sultan Zainul Abidin [tah] mangko2
mapan sampun tumaninahsinuhun3 j[um]eneng Sultan 4Zainul Abidin [pun]iku4
sampun karta ing negara
Dari Bani Israilmenjadi Sultan Zainul Abidinsudah mapania sudah tenangbeliau menjadi rajaZainul Abidin itutelah sejahtera negaranya
021 (21) Jeneng1 sultan sampun lami2nulya derbe2 putra [sa]tunggalbagus lenjang salirane3
kangjeng sayid sampun renapan4 sampun sinugrahan5
dening 6yang kang6 Mahaagung7
langkung dening baratapa8
Setelah lama menjadi Sultania mempunyai seorang putrayang tampan dan gagah perawakannyakangjeng sayid sudah pantastersebutlah ia sudah diberi anugraholeh yang Maha Agungoleh karena rajin bertapa
022 (22)iv Kang jujuluk Sayid[ina] Kingkinkang rama nulya ngandikaaris1 arum awacanaangandika ingkang putrasarira nulya2 lungahaing Cirebon sira3 /a/gupuh4
5ing kono ingkang nagara5
Yang bernama Sayidina Kingkinayahnya lalu berkatakepada putranya lembut manis kata-katanyaberkata kepada putranyaengkau pergilah ke Cirebonsebab itu masih buda
i 018 (18) 1-1A iku sami, 2-2A lan sakehe ing, 2-2B ngumure Patimah, 3B ika, 4A umure, 4B oleh
ii 019 (19) 1A nan sampuniii 020 (20) 1B istri ing nagara, 1C ing nagara, 2B punika, 2C lungguhe, 3A
susuhunan, 3B sampun, 4-4B amepok ing nagara ikuiv 021 (21) 1A jumeneng, 1B jumeneng, 2-2B derbe, 2-2C anulya derbe, 3A ing
salirane, 4A mapan, 4B mapan, 5A sinung nurgahan, 5B sinung nurgahan, 6-6A buang sukma kang, 7A agung, 8A bertapa, 8B bertapa
146
023 (23)i Negara Cirebon ikisebab iku masih budalungguha ing kono rekehnegara Cirebon ika1
durung ana (ing)kang Islam2mara sira den2 agupuh3
lah mara den selamena4
Negara Cirebon inimasih budataklukanlah dengan segeranegara Cirebon itu budabelum ada yang beragama Islamtaklukanlah segeraIslamkanlah semua !
024 (24)ii Kang putra nulya lumarising Cir/e/bon punang1 negaraing gunungjati lungguhewus jumeneng susuhunan ///5/Gunungjati kang mulyakabeh susuhunan sujuding Gunungjati punika
Putranya lalu berangkatke negara Cirebondi gunungjati tinggalnyaia sudah menjadi susuhunanGunungjati yang mulyasemua susuhunan taklukkepada Gunungjati itu
025 (25)iii Susuhunan Lemah Amrilawan1 susuhunan2 Jogyamiwah Demak lawan ampellawan susuhunan Bonang3sadaya la/wa/n susuhunan3
sadaya sariya sujuding Gunungjati 4kang mulya4
Susuhunan Lemah Amridan susuhunan Yogyatermasuk Demak dan Ampeldan susuhunan Bonangsemuanya taklukkepada Gunung jati itu
026 (26)iv Sebab itu putra nabiRasul1 Alaihissalaming Madinah astananeiku utusaning Allahsusuhunan2 luwih mulya3nenggeh putun3 nabi rasuling cirebon tumaninah
Karena ia putra nabiRasulullah Alaihissalamyang makamnya di Madinahitu utusan Allahsusuhunan yang sangat mulia ituadalah cucu Nabi Rasuldi Cirebon (ia) tenang
027 (27)v Susuhunan Gunungjatiderebe putra satunggallanang tur bagus warnanekang rama nulya ngandikaing arsane kang1 putra2/he putra sira den enggal/2
misawa ing tengah lautanggulati bakal negara
Susuhunan Gunungjatimempunyai seorang putralelaki yang tampan wajahnyaayahnya lalu berkatadihadapan putranyapergilah engkau segerake tengah lautanmencari bakal negara
i 022 (22) 1A ingkang putra aris, 2A ø, 2C enggal, 3A ø, 3C sari, 4A ø, 5-5A sebab iku masih buda
ii 023 (23) 1A itu buda, 1B iku, 2-2A rekeh kalah puniku, 3A ø, 3C gupuh, 4B selamana
iii 024 (24) 1A puna, 1B punaiv 025 (20) 1A lan, 1B lan, 2B susuhan, 3-3A ø, 3-3C ø, 4-4A punikuv 026 (26) 1A Rasulullah, 1B Rasulullah, 2A susuhunan kang, 2B susuhan, 2C
susuhunan kang, 3-3A anenggeh putune, 3-3B nenggih putu
147
028 (28)i Lan gawanen santri iki1roro bade pundakawan1
2dados titiga katahe2
3mangulon minggir3 lautan4
5angleresi Banten Girang5dawuh6 7ing Pasirimpun7
wonten8 alas Surosowan
Nah, bawalah santri ituyang ada batu gilangdi situ kedua santriJadi bertiga jumlahnyake Barat menelusuri pantaitepatnya di pesisirnya (Surosowan)
029 (29)ii Wonten ing pinggir kakisikninggali tengah lautankatingal1 warnane2
aglis3 nulya pinaranandening Kangjeng Molanatumulya ninggali watuMolana nulya sembahyang
Di tepi pantaimemandang ke tengah lautlalu dihampirioleh Kangjeng Molanalalu (ia) melihat batuMolana lalu sembahyang
030 (30)iii Nulya Molana Hasanudintuminggal maring samudrasagara asat tan suwepun sampun dadi daratanselo wus gilang-gilanganMolana Hasanudin wangsulmangidul ing Banten Girang
Lalu Molana Hasanudinmemandang ke tangah samudraseketika laut (menjadi) kering(dan) sudah menjadi daratanbatunya sudah (tampak) berkilau-kilauanMolana Hasanudin berbalikke selatan menuju Banten Girang
031 (31)iv 1Tana suwe nulya1 p/a/rapti2
Molana ing Banten // Girang/6/3kalawan ki santri karo3
linggih4 ing guha tembaga5 kang6 tapa anulya7 medalsujud ing Kangjeng Sinuhunwus pada malebet Islam
Lama (di sana) lalu tibaMolana di Banten Girangdan kedua santri sudah dudukdi gua tembaga ituyang sedang bertapa lalu keluar(darigua)dan (sujud) kepada kangjeng Sinuhun(mereka) sudah masuk (agama) Islam
032 (32)v /Nulya/ Maulana1 Hasanudinaris ingkang pangandikamaring ajar sekaronepan2 sira 3wus maradika3
wus manjing agama Islamjeneng emas lawan Agusjongjo4 arane5 manira6
Lalu Molana Hasanudinpelan berkatakepada kedua ajarkalian sudah masuk agama Islamkunamakan emas dan Agus Jong Jokalian berdua
i 027 (27) 1A nenggeh kang, 2-2B ø, 2-2C øii 028 (28) 1-1A kang ana watu gilang, 2-2A ing kono santri roro, 3-3A badane
dados, 3-3B metu lawan, 4A titiga, 5-5A ø, 6A ngulon, 6B daweg, 7-7A nurut pinggir laut, 8A laras
iii 029 (29) 1-1A ø, 2A ø, 2B pamane, 3A øiv 031 (31) 1-1B ø, 2A parapta, 3-3A lan santri wus lugguh sekaro, 4A ø, 4C
lungguh, 5A tembaga-tembaga, 6A iku kang, 7B nulyav 032 (32) 1A molana, 1B molana, 2A ø, 3-3A ø, 4B jeng, 5A aran, 6B ika, 6C ika
148
033 (33)i Lah mara sira den aglispariksasen duluriralan tekanane karsaneanut atawa sih1 oramanjing agama Islamtan enggal numulya rawuh Ki Jong Jo nulya aturan
Nah, segeralah kalianperiksalah saudara-saudaramudan tanyakan apa maunyamau ikut atau tidakmasuk agama Islamtak lama kemudian datang Ki Jong Jolalu melaporkan
034 (34)ii Ature kaula gustiderek kaula punikasampun sepi (ing) sedanten1
Molana nulya ngandikasadaya dulurnirakumpul maring Pucukumunaneng puncak Gunung Karang
Hamba lapor tuansaudara-saudara hamba itusudah tidak ada semua”Molana lalu berkata:“Semua saudaramuberkumpul bersama Pucukumundi puncak Gunung Karang”
035 (35)iii Ratu1 2Dewa Telawangi2
ing patapan Sela Petak ing3 Pucukumun pernahe4
lah payo kita pariksaMolana nulya mentaring pernahe Pucukumuntan enggal tumulya prapta
Dewa Talawangidi tempat pertapaannyakalian tangkaplah Pucukumunnah, mari kita periksaMolana lalu berangkatke tempat Pucukumuntak lama kemudian tiba
036 (36)iv Pucukumun wus kapanggih1ing sabala1 nira ajarpan iku kumpul sakabehlagi pada2 mupakatanMolana wus tumindaking arsane Pucukumunanut tah atawa ora
Pucukumun sudah ketemudi antara para ajar (murid-muridnya)yang semua sedang berkumpulsedang bermupakatMolana sudah bertindakdihadapan Pucukumun (ia bertanya)kau ikut atau tidak
037 (37)v 1Mulane isun parani1
2anute atawa ora2
ing3 agama Islam kabehPucukumun angandikakaula dereng karsapan kaula dereng anutkatah kasakten kaula
Pucukumun berkataHamba belum mausebabnya hamba belum ikutkarena banyak kesaktianku
i 033 (33) 1A ø, 1C ø.ii 034 (34) 1B sedenteniii 035 (35) 1A aran, 2-2C Den Gulati, 2-2A sira petaka, 2-2B guha ika, 3B ing si,
4A ø, 4B ika pernaheiv 036 (36) 1-1A ing sala, 1-1B ing sala, 1-1C kalawan sabala, 2A øv 037 (37) 1-1A ø, 1-1B mulane tah sun purani, 2-2A ø, 2-2B anuta atawa ora, 3A
maring, 3B sira ing
149
038 (38)i Molana sahure arislatah ageh wetukenakasaktenira sakabehPucukumun // angandika1
/7/benjang2 pada angaben3
/sato dawuh ing dinten salasa/awak4 pada ngaben5 sawunging Tegal Papak Waringin /lanjar/
Molana menjawab halusNah, kalau begitu segeralah keluarkansemua kesaktianmu”Pucukumun lalu berkata;besok sama-sama membawabinatang peliharaan di hari selasa
039 (39)ii Pucukumun nulya aglisanyipta wesi lan wajadipun wangun sawung mangko sampun dadi jago jalakMolana1 /nulya/ angandika2
maring pun3 santri punikusampun dados sawung patok
Pucuk umun lalu segeramencipta besi dan bajamenjadi ayam jagomaka sudah jadi ayam jago jalakMolana lalu berkata :kepada santrinya itusudah menjadi ayam jago putih
040 (40)iii Nganggo1 palu purosani2
dados ing dinten salasa/wus pepek/ ing3 Tegal Papak sakabeh4
sakatahing para ajarwus penuh5 /ing/ Tegal Papaksarta lawan PucukumunMolana6 Hasanudin p/a/rapta
Yang membawa palu besitepatnya pada hari selasasudah lengkap semua di Tegal Papaksemuanya, seluruh para ajarsudah pada ikut ke Tegal Papaktermasuk dengan PucukumunMolana Hasanudin tiba
041 (41)iv Sawunge sampun tinandingnulya ngaben1 punang iwak2
langkung dening gigitikekaya geledeg lan gelapsurak sakatahing3 ajarswarane rame gumuruh kaya rubuh punang jagat
Ayamnya sudah bertandinglalu digendong jagonyaluar biasa hantamannyaseperti petir dan gunturbersorak semua ajarsuaranya ramai bergemuruhseperti akan runtuh dunia
042 (42)v Nulya males jago putih/si/rep sakehing para ajarjago jalak lawan1 dan wales2
lebur ilang ingkang warnawusnane tanpa karnailang dadi awun-awunsirep sakatahing ajar
Lalu jago putih membalasdiam semua para ajarjago jalak dibalaslalu hilang wujudnyaakhirnya musnah tidak ketahuanhilang menjadi abumaka diamlah seluruh para ajar
i 038 (38) 1A nulya anganndika, 1B nulya ngandika, 2A benjang-benjang, 2B benjang kita, 3A ngemban, 3B ngemban, 4A dewaga, 5A ngemban
ii 039 (39) 1C Maulana, 2B ngandika, 2C ngandika, 3A puning, 3C puaniii 040 (40) 1A anggawa, 2A parasani, 2B purasani, 3A aneng, 3B aneng, 4B
mangko, 4C kabeh, 5A panut, 5B ø, 6C Maulanaiv 041 (41) 1A ngemban, 1B ngemban, 2A sato, 2B 2A sato, 2C 2A sato, 3A
sakehing para, 3B sakehing para.v 042 (42) 1A dan, 1B dan, 1C dan, 2B walesi
150
043 (43)i Pucukumun sahur/e/ arisya tuan kaula kasrahrencang kaula sakabeh1
amung2 k/a/ula boten kasrahkatah kesakten k/a/ulaMolana3 nulya amuwus4
saking Tegal Papak punika
Pucukumun menjawab sopanya Tuhan, hamba serahkansemua rakyat hambahanya hamba belum menyerahsebab masih banyak kesaktian hambaKangjeng Molana lalu segera pulangdari Tegal Papak itu
044 (44)ii 1Aglis nulya den nutuwi1
2wus // musna saking ajengan2
/8/3nulya ana3 sawaraneTuwan ing pundi kaulaMolana4 nulya5 ngandika6
lan mara santri den susulPucukumun lawan7 mega
Kemudian (ia) segera…….sudah musnah dari hadapan (molana)lalu terdengan suaranyaTuan dimana hamba ?”Molala lalu berkata :Nah, ayo santri susulahPucukumun ada diantaraawan dan kabut (mega)
045 (45)iii Palune denira nuli pucukumun 1yen kabedag1
yen kapendak nulya akeh pancaten punake ika noli den ditikena nulya bupuh pucuk umun nulya musna saking riku
Palunya diangkat lalu Pucuk Umun ada diantara awan dan mega Jika ketemu panjatlahbahunya kemudianpukul dengan palu maka terjatuhPucuk umun lalu menghilang dari sana
II. Pupuh Sinom (046 -- 063)
046 (01)iv 1Kangjeng sinuhun1 ngandika2
3ing santri denira aglisenggal manira wangsul(an) wus bayah jang jening3 gusti4
5Pucukumun dadi /i/blis5
bayah kersaning yang agung6iku /wus/ dadi siluman6
tan anut agama muslimsampun tetep7 wus dadi Batara Rama
Kangjeng sinuhun berkatakepada santrinya kalian segerakembali kekeluargamusudah kehendakYang Maha KuasaPucukumun menjadi iblissudah kehendakYang Maha Agung(ia) sudah menjadi silumantidak masuk agama Islamsudah kembali menjadi Batara Rama
i 043 (43) 1A katuran sadaya, 1B sadanten, 2A among, 3A Kangjeng Molana, 3C Pucukumum, 4A aglis wangsul, 4C muwus
ii 044 (44) 1-1B Pucukumum nulya aglis, 1-1C Wus lantas ing mega putih, 2-2C nulya aris angandika, 3-3A nulya aya, 3-3C dening, 4B Kangjeng Molana, 4C Maulana, 5B ø, 6A angandika, 7A ika owar lawan, 7B manjing ing kudup melati nulya tan enggal, 7C awar lan
iii 045 (45) 1-1A owar lan mengaiv 046 (01) 1-1B ø, 2A angandika, 3-3B ø, 3C widi, 5-5B ø, 6-6B bayah kersaning
yang sukma, 7A mantuk
151
047 (02)i Ajar wus dadi boyonganden/ing/ Molana1 Hasanudinden giring ing Banten GirangKi Jong Jo dadi papatihMolana2 HasanudinSaking3 Banten Girang /pun/iku4
kasamper5 den/ing/ kang ramasusuhunan Gunungjatinenggeh6 7punika den bakta maring7 kabah8
Para ajar (pendeta) sudah dibawa pindaholeh Molana Hasanudindigiring ke Banten GirangKi Jong Jo jadi pemimpinnyalalu Molana Hasanudindari banten Girang itudijemput oleh ayahandanyasusuhunan Gunungjatika’bah yaitu dibawa ke ka.bah
048 (03)ii 1Punika bener1 denira2
ning haji3 Masjidil Haramasujud ing Kangjeng Nabi4sakehe ing4 para wali5
lawan tawaf satari6wus tarek lawan // tawakup6 /9/daten kari wus sampurna(lan) dzikir saman tubadilhajine7 nipun pangeran arsa mulang8
Pada waktu itu adalahpergi haji tawaf di Masjidil Harambersujud kepada Kangjeng Nabi(dan) semua para wali sudah tareqdan tawaf satoridzikir saman tubadilsegala sesuatu sudah dianggap sempurnahajinya lalu pulang
049 (04)iii Den buntel kalawan rendabalik ing Banten1 Girang malihmariksa kang para ajartan2 enggal nulya3 paraptiajar sadaya samiwau nenggeh katahipundomas kirang tigang dasaakehe datan kaluwikantun seket ingkang tetep dados abdan
Ia dibungkus dengan kain rendakembali lagi ke Banten Girangia melihat para ajartidak lama kemudian (mereka) datangsemua para ajaryang semula banyaknyahanya tinggal tiga puluhjumlahnya tidak lebihhanya lima puluh yang mantap menjadi abdi
050 (05)iv 1Katahe kang dados abdan1
mung seket kirang kakalihdados nayaka punikasing2 Molana3 Hasanudin4inggih milane puniki4
sababe sujud rumuhunjeneng agus l/aw/an emas5 punika dados priyayiiya6 iku tunggu7 ing lawan kapuran
Hanya lima puluh kurang duayang menjadi nayakadari Molana Hasanudin(karena mereka) yang pertama sujud(maka) dinamakan Agus dengan emasmereka menjadi bangsawanyang menjaga pintu kapuran
i 047 (02) 1C Maulana, 2A noli Molana, 2B nuli Molana, 2C nulya Maulana, 3C sing, 4B punika, 5A den samper, 5B kasamper susuhunan, 6A singgih, 6B ø, 7-7B ø, 8A ing waktu, 8B ing waktu
ii 048 (03) 1-1B ø, 2B ø, 2C ing dina, 3A haji tawaf ing, 4-4A sakehing, 4-4C sakehe, 5A wali wus tareq, 6-6A ø, 6-6B ø, 7A haji, 8A wangsul, 8B wangsul, 8C wangsul
iii 049 (04) 1A Banten Girang, 1B Banten Girang, 2A datan, 2B datan, 3C nuliiv 050 (05) 1-1A ø, 1-1B ø, 2A saking, 2B saking, 3C Maulana, 4-4A ø, 4-4B ika
sabab nuli, 5B emas malih, 6A ø, 7B ingkang tunggu, 7C atunggu
152
051 (06) Lan malih lawang kawangsanrawuh maning pancanitiiku kang duwe bagianponggawa ingkang kakalihlajuning pinggir kalimangidul nurut lulurunglantas ing Kabadaranannuli ing Pulowartiiya iku den arani jero kuta
Dan pintu Kawangsankembali lagi ke pandanitimereka itu yang mendapat tugasadalah kedua punggawaberjaga di tepi sungaike sebelah selatan, sepanjang lorongterus ke Kabadaranlalu sampai ke Pulowartiitulah yang disebut dalam kota
052 (07)i Ajar saking Banten Girangsakabeh wus den pepekimaring alas Surasuwanambuka1 ing wanandiri2
sampun atata samigolok kujang lawan wadungpepek ing Watugilangbale bobot3 pancanitiwus kumerap sakabeh ambabad alas
Pendeta dari Banten Girangsemua sudah dilengkapi mereka berangkat ke hutan Surasuwanuntuk membuka hutansemua sudah diaturgolok kujang dan kapaklengkap di Watugilanguntuk…….. pancanitisudah menyebar semua membuka hutan
053 (08)ii Alas sakabeh wus padangsampun telas den abongi ///10/tatanduran warna-warna1
jagung kacang lawan parinanging /ta/tanduran2 dadilan wus pada gawe gubuk/sa/katahing para ajarwus rame ingkang nagari lawan3 suka atine ajar sadaya
Seluruh hutang sudah terangsudah habis dibakarbermacam-macam tanaman jagung kacang dan padiketika tanaman sudah tumbuh suburdan mereka sudah membuat rumahsemua ajar itusudah ramai negara lebih-lebihsemua ajar senang hatinya
054 (09)iii Nenggeh1 Kangjeng Maulana2
sampun jumeneng narpatiden tejo dening kang ramaSusuhunan Gunungjatirame awangun3 kardiajar4 sadaya (ing) sampun ngestreni5 Kangjeng Sultankangjeng rama nulya bali ing Cirebon pernahepun kangjeng rama
Tersebutlah Kangjeng Molanasesudah bertahta sebagai rajaia ditinjau oleh ayahandanyaSusuhunan Gunungjatiyang melihat kesibukannya membangunbersama para pendeta (ajar)sudah dinobatkan Kangjeng Sultanayahnya lalu kembali ke Cirebontempat tinggalnya ayahanda
i 052 (07) 1C ambubak, 2A wanadri, 2C wanadri, 3A ø, 3B buatii 053 (08) 1A ø, 2B tatanduran wus, 3A luwih-luwihiii 054 (09) 1B nenggih, 2A Molana, 2B Molana, 3A wangun, 3B wangun, 4C para
ajar, 5A angestreni, 5B angestreni ing
153
055 (10)i Banten1 wus dadi nagararame ing/kang/ pada parapti2
akeh ingkang pada dagangwong gunung lawan wong sabinlawan wus gawe tangsiwangun masjid Karangantuiku3 kang dados nagara4
anulya5 anyebrang6 kalilantas ngulon maring lulurung Kawangsan
Banten sudah menjadi negarabanyak yang datingdan banyak yang berdagang (niaga)orang gunung dan petanidan sudah membuat tangsimembangun mesjid karangantuitu yang menjadi (lambing) negaralalu menyebrang sungaiterus ke arah Barat sepanjang lorong kawangsan
056 (11)ii Yatah Kangjeng Maulana1
derebe putra sasiki2
lanang (ing) 3jenenging putra3
mangka nulya4 den wastani5
Molana Yusuf singgihpunika jenenging sunusampun agung kang6 putrapan sampun derebe7 rabinulya iku waktuning wangun munara
Tersebutlah Kangjeng Molanamempunyai seorang anak, lelakimaka dinamainyaMolana Yusufitu nama anaknyasudah dewasa putranyadan telah mempunyai istriketika sedang membangun menara
057 (12)iii Wangun gedong kadalemanPakuwan kang den westaniwangun masjid Kaparnatansedanten pan sampun dadirame ingkang makardititiyang umyung gumuruhMolana1 Yusuf /pu/putra (ing) Sultan Abdulmaali2
Muhammad Syeh3 Zainulalimin putra4
Dan membangun istanayang dinamakan pakuwan(dan) membangun masjid Kaparnatan(yang dalam) sehari sudah jadi(karena) banyak yang bekerjaorang ramai membicarakannyaMolana Yusuf berputraSultan Abdulmaali Muhammad Syeh Zainulalimin (Ia) berputra
058 (13)iv Molana1 Sultan Abunash/a/r2
Abdulqodir3 // /pu/putra malih/11/Sultan4 5Abulmaali Ahmad5
kang6 jujuluk7 ing8 narpati9 (ingkang) 10Molana Sultan10
Abdulmali kang jujulukSultan Agung puputraingkang arsa lunga hajikang jujuluk puniku Pangeran Dakar
Maulana sultan AbunasharAbdulqodir yang juga berputrayang terkenal dengan Molana Sultan AbdulmaaliSultan agung berputrayang ingin pergi hajinama putranya ituPangeran Dakar
i 055 (10) 1A Ing Banten, 2A arapta, 2B arapta, 3A iku kang, 3B itu kang, 4B nagara itu, 5A nulya, 5B nuli, 6A nyebrang, 6B nyebrang
ii 056 (11) 1A Molana, 1B Molana, 2B satunggal, 2C satunggal, 3-3B ø, 4B nuli, 4C noli, 5A westani, 6A ingkang, 6B ingkang, 7A derbe, 7C derbe
iii 057 (12) 1C Maulana, 2B Abu Maali, 2C Abul Maali, 3C ø, 4A puputra, 4C puputra
iv 058 (13) 1C Maulana, 2C Abunasri, 3A Abdulqodir nulya, 3C Abdulqohar nulya, 4A ø, 4B puputra sultan, 4C Maulana sultan, 5-5A ø, 6A ø, 6B ingkang, 7A ø, 8A ø, 8B maring, 9A ø, 9B agung, 10-10B ø, 10-10C ø
154
059 (14)i Pangeran matur anembahdatang kangjeng rama gusti kaula arsa ing Kabah kaula aneda idin ing kangjeng rama gustikaula kepengen lulusyen sawawi kang ramaanembah ing Kangjeng Gusti karsa ngideni1 k/aw/ula2 inggih jeng kesah
Pangeran berkata sambil menyembahdatang kangjeng ramakehadapan ayahandanyaHamba ingin hamba mohon izinkepada ayahanda rajahamba ingin benarjika ayahanda setujuberziarah ke makam Nabihasrat hamba mengetahui perjalanan Nabi
060 (15)ii Kang rama nulya1 aneda2
iya gusti anak mamikang3 uwis4 5jumeneng sultan5 ora kena lunga haji6iku laranganing widi6
7kang sampun jumeneng ratu7
8mantak rusuh nagara8
9ora kena munggah haji9
nulya10 sembah 11kang putra11 /ma/ring kangjeng rama
Ayahanda lalu memintaSudah menjadi janjikuasalkan hamba diizinkanoleh ayahandahamba ingin bersujud
061 (16)iii Sampun1 bayah jangji2 k/aw/ulaasal3 k/aw/ula den idinidening gusti kangjeng rama4 5aneda kaula gusti5
sujud6 ing7 Kangjeng Nabinembah8 ingkang Maha Agungmugi9 den tulusena10
pakesahe awakmaminulya eweuh manah/e/ kangjeng11 rama
Kepada Kangjeng nabidan menyembah Yang maha agungsemogalah dikabulkankepergian hamba “lalu bimbanglah hati ayahanda
i 059 (14) 1A ngendeni, 1B angundani, 2B gusti panutan, 2C gusti panutanii 060 (15) 1A anulya, 1B anulya, 2A ø, 3B ø, 4A ø, 4B ø, 5-5B ø, 6-6A ø, 6-6B
iya iku sebab cegahing widi, 7-7A ø, 7-7B kang arep dadi narpati, 8-8A ø, 8-8A kang sampun jumeneng ratu, 9-9A ø, 10A ø, 11-11A ø
iii 061 (16) 1B gusti sampun, 2C jangjining, 3C wong asal, 4A kawula, 4B rama yai, 5-5A pan ajeng sujud malih, 6A ø, 7A maring, 8A anembah, 8B anembah, 9A mugia, 9B mugia, 10B tulusane, 11B kang
155
062 (17)i Kangjeng rama angandika1maring putrane1 aririhiya gusti anakingwang maring putra nira aglis rarawata (ing) nuli2
enggo(ning) momomot3 sangu4
5barang rupa5 kadaharan6
7sangune wong7 lunga hajipan sadaya sangunesampun samapta
Ayahanda berkata :kepada putranya dengan pelanya anakkusegeralah engkau bersiap-siap naik perahudipenuhi dengan bekaldan makanan yang bamyakorang pergi haji itusemua bekal telah tersedia
063 (18)ii Nanging ingkang1 wewekasan/ingkang/ lamun sira2 lunga hajiaja mampir ing nagara3
ingkang aran Pulo Putriingkono ana // putri/12/4warnane kalintang ayu4
sira pasti kagembangyen kongsi sira ninggaliingetena wewekasing kangjeng rama
Tetapi ada pesankujika engkau jadi pergi hajijangan singgah di negeriyang namanya Pulo Putrikarena di sana ada putridwajahnya sangat cantikengkau pasti akan tergodajika sampai engkau melihatnyaingat-ingatlah pesan ayahanda
III. Pupuh Kinanti (064 -- 102)
064 (01)iii Sultan Agung wus malengukliwat susahe ingkang1 atininggali maring kang putralampahe sampun lumariskapale pan sampun mintarsampun nenggah ing jaladri
Sultan Agung tercenungsangat sedih hatinyamemandang kepada putranyayang sudah berjalan hajikapalnya sudah berangkatsudah berada di tengah samudra
065 (02)iv 1Kapal sampun nengah laut1
pulo-pulo2 3den wungkulisampun lebah Pulo Pinangkapal riren den jangkaritan enggal tumulya mintarsampun negah ing jaladri3
Kapal sudah ke tengah lautpulau-pulau sudah dilewatisudah sampai di Pulau pinangkapal berhenti dipasang jangkartak lama kemudian berangkat lagisudah berada di tengah samudra
i 062 (17) 1-1A putra nira, 2A nuli perahu, 3C ø, 4C sangu ing perahu, 5-5A lan sakatahing , 5-5C lan dadaharane sadaya, 6C ø, 7-7A ing wong arsa
ii 063 (18) 1A tah, 1B sih, 1C sih, 2A wawakasan, 2B wewekas, 2C wewekas, 2A sida, 2B sida, 3A negari, 3B nagari, 4-4A ayune kalintang lintang
iii 064 (01) 1A ingkang, 1B ingkangiv 065 (02) 1-1B ø, 2A pulo-pulo wus, 2B ø, 3-3B ø
156
066 (03)i Kapale pan sampun lajuing Madinah 1sampun p/a/rapti1
2pangeran tumulya manjat2
3ing Madinah sampun parapti3
aglis4 tawaf ing Masjidil haramsujud5 ing Kangjeng Nabi
Kapalnya sudah kencang berlayarsudah tiba di MadinahPangeran lalu turunsudah tiba di Madinahsegera tawaf di Masjidil Harambersujud kepada kangjeng nabi
067 (04) Wirid lan martabat pituzikir jahar lan satoritubadil lan zikir samantareq ingkang para walisadaya sampun sampurnapangeran arsa abalik
wirid dan martabat tujuhzikir jahar dan satoritubadil dan zikir saman(serta) belajar tareqat para walisemua sudah sempurnaPangeran bermaksud pulang
068 (04)ii Syeh Ahmad nulya amuwuspangeran yen arsa balik1inget wewekas1 kang/jeng/ ramasampun mampir2 /ing/ Pulo Putri3
yakti pangeran kagembangninggali maring sang putri
Syeh Ahmad lalu berkata:“Pangeran jika akan pulangingatlah pada pesan ayahmujangan singgah di Pulo Putri(karena) pasti pangeran tergodamelihat sang putri”
069 (06)iii 1Pangeran tumulya wangsul1 ///13/kapale2 pan3 4sampun praptisaksana tumulya mintarsampun negah ing jaladribahita kasilir baratkacandak ing Pulo Putri4
Pangeran lalu pulangsudah tiba di kapalnyadengan segera lalu berangkatsudah berada di tangah samudrakapalnya terseret angin barat(dan) terdaptar di Pulo putri
070 (07)iv 1Kapale riren tan /ana/ santun 1
pangeran2 manjat3 tumuli4
nulya5 putri6 7katinggalandenira7 Pangeran Haji8
9Pangeran Haji garjitaninggali maring sang putri9
kapalnya segera beristirahatPangeran segera turun (dari kapal)lalu terlihat Sang PutriPangeran haji senangmelihat sang putri
071 (08)v Pangeran Haji malengukapikir sajeroning1 atiapa ejin apa syetankang liwat wau sing rikuapa manusa2 /a/pa dewakula3 tembene ninggali
Pangeran Haji tercenungberpikir dalam hatinyajinkah atau syetanyang lewat tadi di sanamanusiakah atau dewabaru kali ini aku melihatnya
i 066 (03) 1-1 B tur aglis, 2-2B ø, 3-3B ø, 3-3C maro ing Madinah, 4B ø, 5B asujud, 5C wus sujud
ii 068 (05) 1-1A ingetna ing wewekase, 1-1B ingetna ing wewekase, 2C ø, 3C Manjeti
iii 069 (06) 1-1C ø, 2B ø, 3A ø, 3C ø, 4-4C ø.iv 070 (07) 1-1C ø, 2C ø, 3A mancat, 3B muncat, 4C ø, 5B anulya, 5C ø, 6A ø, 6B
ø, 7-7C ø, 8A ø, 9-9C ø.v 071 (08) 1A sajeroning, 1B sajeroning, 2C jin, 3A kaula, 3B kaula
157
072 (09)i Datan lami nulya rawuhpangeran1 mendek agelisanulya2 den tanya sira3
he wong ayu sira ikuapa ejin apa dewa/apa manusa apa syetan/sang putri sahure aris
tak lama kemudian dating (lagi sang Putri)mendekat kepada Pangeran Hajilalu ditanya ia “ hai, manusiakah engkaujin atau dewa manusia atau syetan “sang putrid menjawab sopan
073 (10)ii Ature amelas ayunkaula manusa yakti1
dulure Raja Panditakang murub ing pulo ikiPangeran Haji ngandikapunapa derebe laki
kata-katanya menghiba “ hamba manusia sejatisaudara Raja Pandhitayang menguasai pulau ini “Pangeran Haji berkata “ apa punya suami “
074 (11)iii Sang putri alon sumahurnulya anembah tumuliing arsane Haji Pangerandenira pan1 sampun ajrihkaula boten upama2
boten wonten ingkangsudi3
sang Putri menjawab pelansambil menyembahdihadapan Pangeran Haji“ engkau jangan takut “ (kata Pangeran Haji) “ hamba tidak pantastidak ada yang mau “
075 (12)iv Haji pangeran amuwuslamun ing mangsa punikimanawa ayun akramaputra sultan ing nagarisang putri 1nulya ngandika1
langkung boten saupami
Pangeran Haji berkata: “ jika saat ini (apakah)engkau mau menikahputra Sultan dari negeri (Banten)sang Putri menjawab sopanitu lebih tidak pantas
076 (13)v Pangeran aris amuwuswong ayu manira gustiwong ayu aris // wacana/14/lamun Pangeran sawawiwong ayu ature1 ika2
dateng ing Pangeran Haji
Pangeran sopan berkata“ aku mau denganmu,dinda “si cantik berkata sopan “ jika Pangeran setuju,demikian tutur si cantikkepada Pangeran Haji
077 (14)vi Lan1 daweg (ing) pangeran2 pun3
ing derek kaula gustikang wasta Raja Panditakang wonten ing dalem puri4anulya sira angucapmanira ing dalem puri4
marilah Gusti Pangeranmenghadap saudara hambayang bernama Raja Panditayang berada di dalam istana
i 072 (09) 1A ing Pangeran Haji, 1A ingarsa Pangeran Haji, 2C aglis, 3A ø, 3B øii 073 (10) 1A sayakti, 1B sayaktiiii 074 (11) 1A apan, 1B apan, 2A saupami, 2B saupami, 3A sawudiiv 075 (12) 1-1A sahure aris, 1-1B nulya nembahv 076 (13) 1 C aris, 2A arum, 2C wacanavi 077 (14) 1A ø, 2A gusti pangeran, 3A ø, 3B ø, 4-4A ø, 4-4C ø
158
078 (15)i Pangeran aris amuwusmaring manira sang putripayu kita pada turan1
ing derek andika yayi yen sawawi kalih karsaayun kaula rabeni
Pangeran sopan berkatakepada sang Putri“ mari kita menghadapsaudaramu dindajika disetujuiaku akan menikahimu
079 (16) Sang putri aris amuwuskados pundi awakmamidening balilu kaulaboten patuh ing nagaripangeran aris wacana maring sang putri punika
sang Putri menjawab sopanceritakan tentang aku…………………….dituduh tidak patuh kepada negaraPangeran berkata sopankepada sang Putri itu
080 (17)ii Lah payu medek rumuhunaturan awakmamimanira ayun akramaputra Sultan Banten1 singgihkang wasta Haji PangeranSultan Agung putraniki
nah, ayo kita menghadap dahuluceritakan tentang aku(bahwa) engkau akan menikah(dengan) putra Sultan Bantenbernama Pangeran Hajiputranya Sultan Agung
081 (18)iii Pangeran Haji tumenduk1
ing Raja Pandita anglingmanira Raja Panditaderebe saderek putriyen2 suwawi kalih karsaajeng kaula rabeni
Pangeran Haji menghormatkepada Raja Pandita (dan) berkata: “Anda, Raja Panditapunya saudara perempuanjika disetujuiaku akan nikahi “
082 (19) Raja pandita amuwusdatang ing Pangeran Hajilah daweg Haji Pangeranlamun andika sawawiakrama derek kaulananging boten saupami
Raja Pandita berkatakepada Pangeran Haji “Baiklah pangeran Hajijika anda setujumau bersaudara dengan hambatetapi (jika) tidak berkeberatan
083 (20)iv Nanging ana kang sun1 jaluksandange Pangeran Hajilamun sawawi ingkarsa2
daweg3 andika racutisakabeh sandang andikaaglis kaula salini
ada yang aku minta(yaitu) pakaian Pangeran Hajijika disetujuinah lebih baik anda lepaskansemua pakaianmulalu akan segera kuganti
i 078 (15) 1A aturan, 1B aturanii 080 (17) 1A sing Banten, 1B sing Banteniii 081 (18) 1A tumendek, 1B 1A tumendek, 2A lamun, 2B lamuniv 083 (20) 1A kaula, 2A kalih karsa, 2B kalih karsa, 3A lah daweg, 3B lah daweg
159
084 (21) Angiket pinggang alus-aluskalawan dastar cawanitinaretes lan kancana ///15/inten gumebyar ing aksipanganggo kang sarwa emaiket pinggang kang rinukmi
(dengan ikat pinggang yang indahdan ikat kepala putih(yang) bertahtakan permataintan yang cahayanya gemerlapan(dengan) semua perlengkapan serba emasikat pinggang emas yang indah
085 (22)i 1Nanging ana kang sun jaluk1
sandange2 Pangeran Hajisakabeh nulya sinandangdaweg3 andika racuti4
5sakabeh sandang manira5
6aglis nulya6 7sun salini7
segera pakaian Pangeran Hajisemua lalu dipakaiPangeran Haji sudah diganti Pakaiannyasudah masuk ke dalam istanaberpengantin dengan sang Putri
086 (23)ii Raja pandita anggupuhambadeg kapal tumulitunggangang/e/ Haji PangeranRaja Pandita angganti1
sampun nunggang maring kapalenggal2 jangkare den tarik
Raja Pandita cepat-cepatsegera mengambil kapalkendaraan Pangeran HajiRaja Pandita menggantikannyasudah naik kapalcepat jangkarnya diangkat
087 (24)iii Kapale pan sampun lajusampun nengah ing jaladriwarnane Haji Pangeranpanganten lawan1 sang Putrisampun suka ing pamindalewih bungah ingkang ati
kapalnya segera laju (berlayar)sudah berada di tangah samudratersebutlah Pangeran Haji (yang menjadi) penganten dengan sang Putrisangat bahagia dengan pernikahannyabukan main senang hatinya
088 (25) Angrasa rabine ayutan inget ing parajangjiwewekase ramaniradumateng Pangeran Hajilagih ana ing nagarapangandika rama gusti
(ia) merasa istrinya cantik(sehingga) tak ingat pada janji(dan) pesan ayahnyakepada Pangeran Hajiketika berada di negara (Banten)(ia) lupa pada kata-kata ayahnya
089 (26) Mandane andika iku wong ayu aneng nagarilungguh maring kaparnatansun lungguhaken ing korsipantes temen dadi nataing Banten tan ana tanding
“pantasnya engkau, (jika) kita sama-sama ke negri (Banten)duduk di singgasana(akan) kedudukan (dinda) di kursipantas benar menjadi (pendamping) rajadi Banten tak (akan ada yang dapat menandingi”
i 085 (22) 1-1A ø, 2A enggal sandange, 3A Haji Pangeran, 3B lah daweg, 4A wus den salini, 5-5A wus melebet ing jero puri, 6-6A panganten lan, 6C aglis, 7-7A sang putri, 7C kaula salin
ii 086 (23) 1A agenten, 1B agenten, 2A enggal deniii 087 (24) 1A lan
160
090 (27)i Sang Putri aris amuwus/ing/ arsane Pangeran Hajiatutur derek maniraRaja Pandita inguni1
anglindih ing kasultananing Banten punang nagari
sang Putri pelan menjawabdi hadapan Pangeran Haji:“menurut saudarakuRaja Pandita dahulu(bahwa ia akan) melibas kesultananBanten”
091 (28)ii Pangeran Haji malengukapikir sajeroning1 atimanda rusuh ing nagaripasti kang rama den lindihdenira Raja // Pandita/16/pasti rusuh kang nagari
Pangeran Haji lalu tercecungberfikir dalam hatinyapasti rusuh negarapasti ayahnya yang di libasoleh Raja Panditapasti rusuh negara
092 (29)iii Raja Pandita wus lajusampun1 p/a/rapta ing BatawiRaja Pandita wus mancatsaking kapale2 ing Batawinulya kapendak lan Jendrallan Kumendur Idler Semit
Raja Pandita sudah laju (berlayar)telah tiba di Betawiraja Pandita sudah turundari kapalnya di Betawilalu berjumpa dengan Jendraldan Komandur Idler Semit
093 (30)iv Raja Pandita amuturing Jendral lan Idler Semitheh tuwan awakmanirapan tambene rawuh hajipan kaula putra sultaning Banten punang nagari
Raja Pandhita berkatakepada Jendral dan Idler Semit“Hai Tuan, hamba (ini)baru pulang hajidan hamba putra Sultannegri Banten
094 (31)v Ya tuwan kaula maturkados pundi awakmamilamun boten den akuha1sabab k/a/ula sampun lami1
lamun rusuh ing nagarikula2 neda den tulungi
ya Tuan, (jika) hamba pulangbagaimanakah hamba (ini)jika tidak diakuisebab hamba sudah lama (meninggalkan negara)jika (nanti) negara kacauhamba mohon ditolong”
095 (32)vi Tuan1 jendral aris amuwus2
3dumateng ing sultan haji3
lamun boten den akuha manira tumulya4 aglislah isun5 arsa tulungalamun isun den upahi
Jendral sopan berkata“jika tidak diakuiaku akan segera membantu(tetapi) aku akan menolongjika aku dibayar”
i 090 (27) 1A ingkangii 091 (28) 1A sajeroning, 1B jenenganiii 092 (29) 1A wus sampun, 2A kapale, 2C kapaleiv 093 (30) 1A amuturing, 1C øv 094 (31) 1-1C ø, 2A kaula, 2B kaulavi 095 (32) 1A pan, 2A amuwus, 2B amuwus, 3-3A ø, 4A nulya, 5A isun
161
096 (33)i Sultan Haji waca1 gupuh2
iya mara sun upahi3
yen isun den tulungayen kongsi rusuh nagari4
5mara tah den isun iya5
mangko sun upehi nagari
Sultan Haji berkata;“ya akan saya bayarjika saya ditolongjika benar negara sampai kacaumaka akan bayar (dengan) negara”
097 (34)ii Wus dadi ing jangji nipunSultan haji nulya agliswangsul ing punang bahitanulya layare den tarikwus layar ingkang bahitaing pabean1 sampun2 prapti
sudah disepakati perjanjiannyaSultan Haji lalu segerakembali ke kapallalu layarnya ditariksudah berlayar kapalnya (ia) sudah tiba di Pabean
098 (35)iii Nulya manjat tana santuning pabehan Sultan Haji1kapengin kapetuk1 rama2
Sultan Agung wastanekianging wangko3 sih kangjeng Sultandatan // arsa anemoni/17/
lalu segera turunSultan Haji di Pabeaningin bertemudengan ayahnya yang bernama Sultan Agungtetapi Kangjeng Sultan sekarangtidak mau menemui
099 (36)iv Wus daweg1 ing alun-alunSultan Agung tan nemonisampun pirang-pirang dina2sultan pintune2 3den kancing3
warga ponggawa wakewuhan4
ngaturaken /kang/ rawuh haji
sudah berada di alun-alunSultan Agung tidak mau menemuisudah beberapa hariwarga Ponggawa kwbingunganmelaporkan bahwa yang datang (adalah) Haji
100 (37)v 1Wus lawas1 denira /a/tunggunanging boten den temonisadaya warga Ponggawaanut maring Sultan Hajinulya ing sawiji dinaSultan Haji ing Batawi
sudah lama ia menunggutetapi tidak ditemuisemua para ponggawasudah ikut kepada Sultan Hajilalu pada suatu hariSultan Haji ke Betawi
101 (38)vi 1Aglis manira1 tumanduk2
3Sultan Haji ing Batawi3
nulya katemu lan jendralsampun4 matur Sultan Hajiwau kita5 par/a/jangjianarsa tulung maring mami
lalu bertemu dengan jendralsudah berkata Sultan Haji “kita kan sudah membuat perjanjian(bahwa tuan) akan menolongku
102 (39)vii Wus lawas isun alungguhisun datan den temoni
sudah lama saya duduk (tetapi) saya tidak ditemui
i 096 (33) 1A aris, 1A wacana, 1C wacana, 2A amuwus, 3A upahe, 3B upahe, 4A ing nagari4, 5-5A ø, 5-5C iya mara isun den upahi
ii 097 (34) 1A pabean pabehan, 2C sultan, 3A parapti, 3B parapti, 3C hajiiii 098 (35) 1-1C ø, 2A lan rama, 2B lan rama, 2C ø, 3A sih, 3C øiv 099 (36) 1A dodok, 1C dadak, 2-2A ø, 3-3A ø, 3-3B akancing, 4A wakewuhanv 100 (37) 1-1A lawasevi 101 (38) 1-1A ø, 2A ø, 2B tumandek, 3-3A ø, 4A wus, 5C sampunvii 102 (39) 1A kaula, 2C daten
162
lamun tuan ayun tulungisun1 boten2 den temonimalah pirang-pirang dinalebah ing waktu puniki
kalau tuan akan menolonginilah saatnyamalah sudah berhari-harisaya tidak ditemui
IV. Pupuh Pangkur (103 -- 151)
103 (01)i Tuan1 Jendral nulya ngucap2
sampun susah k/a/ula kang anglodasi3
ing tandange Sultan Agungwus/ pepek baris walandaJayangsekar lawan maning saradadu4
wus pepek balane Jendralarsa tulung Sultan Haji
Jendral lalu berkata:“jangan sedih hamba yang akan melayani perangpada perlakuan Sultan Agungsudah lengkap pasukan BelandaJayangsekar dan juga serdadulengkap (semua) prajurit Jendral(yang) akan menolong Sultan Haji
104 (02)ii Sultan Agung nulya medal1
sasambat Sultan Agung maring Inggrispan datan tulung iku2
wong tua tukar /lan/ anak3
langkung susah Inggris manahe kalangkunganggur isun endah lungasuminggir // saking nagari /18/
Sultan Agung keluarKemudian Sultan Agung mengadu ke Inggris (tetapi Inggris) tidak mau menolongorang tua kok bertengkar dengan anaksangat menyusahkan Inggrishatinya sangat susah(memutuskan) lebih baik aku pergimenyingkir dari negri (ini)
105 (03)iii Sabab isun lewih1 susah/am/belani ayun angladosi jurityatah mangko Sultan Agunglangkung susahing2 manahnulya 3ngelos sarayate3 Sultan4 Agung5
barang-barang wus den gawamundur saking Bulowarni
sebab (ini) lebih menyulitkan aku(mana yang) akan dibela dalam peperanganmaka tersebutlah Sultan Agungsemakin menyusahkanlalu Sultanbarang-barangnya sudah dibawa(ia) mundur dari Bulowarni
106 (04)iv Mangetan ming Dukuh Malangnulya lantas ning Sawahluhur /pun/ikising Batawi sampun rawuhing Banten sampun munggahsampun sepi (ing) kratone Sultan Agungpunika1 pan sampun sukasakabeh ing bala kapir
ke timur ke Dukuh Malangdan kemudian ke Sawahluhurpasukan dari Betawi sudah datang(mereka) tiba di Banten (tetapi) sudah sepi keraton Sultan Agungitu menyenangkan Jendraldan semua pasukan kapir
i 103 (01) 1A ø, 2A angucap, 3A anglodasi jurit, 3B anglodasi jurit, 4A serdadu, 4B serdadu
ii 104 (02) 1B sasambat, 2A ø, 2B puniki, 2C ø, 3B akan ikuiii 105 (03) 1A lewih-lewih, 1C liwat, 2A susah, 3-3A ø, 3-3B ø, 4B ø, 5A ø, 5B øiv 106 (04) 1B jendral, 1C puniki
163
107 (05)i Ing kono den tumaninahSultan Agung ana ing rawa singitakeh ingkah pada sujuding rawa wangun nagri1
dadi rame wangun khatib lan mumurukwangun gedong Kadikaranlawan maning bendung2 kali
di sana sudah tenangSultan Agung berada di rawa angkerbanyak yang mengabdi (kepadanya)di rawa (angker itu ia) membangun negara(yang) jadi ramai karena (ia) berkhutbah dan mengajar agamamembangun gedung Kadikarandan membendung sungai
108 (06)ii Sultan Agung kang lagi susahanggulati ing1 enggon kang asingit2
ing karaton3 Sawahluhurmusna4 lantas mangetanalas Pontang punika5 ingkang6 den jug-jugelor ning7 Desa8 Ulabanrawa singit kang den ungsi
Sultan Agung sedang susahmencari tempat yang sepidi kraton SawahluhurMolana lalu ke timurhutan Pontang yang ditujudi sebelah utara desa Ulabanrawa angker yang dijadikan tempat pengungsiannya
109 (07)iii 1Wangun gedong kadikaran1
2wus den susuk2 tibane maring3 masigitterus4 tiba5 ing Sidayununjang ing kali Pontangsampun dadi susukane Sultan Agungjujuluke Tirtayasabanyu suci adimurih
membangun terusan Tanaharajuga dari mesjidterus ke Sidayumelintasi sungan Pontangsudah jadi terusan Sultan agung (itu)(yang) digelari Tirtayasa(artinya) air suci yang utama
110 (08)iv Sabab iku1 Kangjeng Sultan ///19/nalikane sumingkir /sak/ing nagariing riku dening alungguhelor saking Ulabanlangkung rame wong2 maca Quran puniku3
kalawan wong maca kitabpan sadaya sampun dadi
itu sebabnya Kangjeng Sultanketika menyingkir dari negeridi sana Baginda bertahtadi sebelah utara desa Ulabansemakin ramai orang belajarsemarak orang membaca Qur’andan juga membaca kitab(karena) semuanya sudah jadi
i 107 (05) 1A nagari, 1B ø, 1C ø, 2A ambendung, 2B ø, 2C øii 108 (06) 1A ø, 2A sepi, 2B singit, 3A kraton. 3B karatone, 4A molana, 5A ø, 5B
ø, 6A kang, 7A saking, 7B saking, 8B øiii 109 (07) 1-1A Tanahara wus den susuk, 1-1C bedung lebah kadikaran, 2-2A ø,
3A ning, 4A den terus, 5A tibane, 5B tibaneiv 110 (08) 1A ø, 1C nyata, 2A mumuruk wong, 3A gumuruh, 3B puniki
164
111 (09)i Wus lami ning Tirtayasanulya mangko kawarta ing nagariSultan Haji nulya gupuh1
mepek2 baris walandalan wong Jawa Sultan Haji arsa angluruging nagara Tirtayasaing Sultan Agung puniki
sudah lama membina Tirtayasamaka kemudian terdengar di negeri (SurosowanSultan Haji lalu cepat-cepatmempersuapkan prajurit Belandadan orang Jawa, Sultan Haji bermaksud menyerbuke negara Tirtayasake (keraton) Sultan Agung ini
112 (10)ii Wus pepek baris walandalan wong Jawa wus pepek sadaya saminulya mintar tan asantungagaman /sam/pun samaptabedil tinggar mariyem 1lawan terebuspistol2 cilik lan pamurasmiwah obat lawan pelor
sudah lengkap barisan Belandadan orang Jawa semua sudah lengkaplalu berangkatsenjata sudah disiapkansenapan, tinggir meriyam, dantarbon, pistol kecil, dan pamurasjuga mesiu dan peluru
113 (11)iii Sampun pasang kang1 bahitalan bala sadaya wus tata samipada munggah ing perahupan enggal nulya mintar pasang layar mangetan pan sampun laju prapta2 Muhara Pontangwus /me/lebet bahita niki
sudah disiapkan perahudan semua pasukansemua sudah naiksegera ke perahu lalu pergi ke timur tersebutlah sudah laju berlayar (ketika) tibake muara Pontangsudah masuk ke perahunya
114 (12)iv Mudik saking Kali Pontang nulya parapta ing Sidayu linggihsadaya pan sampun kumpul1
sarju ing Lebahujungden2 baris3 tumbak mariyem lawan terbos4
bedil tinggar lan pamurassadaya wus den eseni
mudik dari sungai Pontanglalu tiba di Sidayusemua duduk beristirahatdi Lebahujungdiatur pasukan tombak, mariyamdan terbos, senapan, tinggar, dan pamurassemua sudah diisi
115 (13)v Anempuh ing TirtayasaSultan // Agung datan ngladeni1 jurit2
/20/sakabeh pada melayububar ning3 Tirtayasasabalane Sultan Agung pan melayuangungsi (ing) alas rancabala anusup ing singit4
menuju TirtayasaSultan agung tidak melayaniprajurit semua lariberpencar dari Tirtayasapasukan Sultan agungsemua pergi mengungsidi hutan Ranca pasukan sembunyidi rawa angker
i 111 (09) 1A anggupuh, 2A amepek, 2B amepekii 112 (10) 1-1A kalawan tarbon, 1-1B tarbon kumpul, 2A lan pistoliii 113 (11) 1A ø, 1B ø, 2A wus parapta ing, 2B ing, 2C paraptaiv 114 (12) 1A ø, 2B ø, 3A tata baris, 3B tata baris, 4B terbos kumpulv 115 (13) 1A angladeni, 1B ø, 1C angladosi, 2B ø, 2C ø, 3A saking, 3B ø, 4A
wana singit, 4B ø, 4C rawa singit
165
116 (14)i 1Sawareh ing Kepunduhankang sawareh ing Pamarayan (iki)iku angungsi ing konolungguh pada sewangansabalane (da)tan (ing) paranipun wus pada ngungsi kuripan/an/gulati wara kang singit1
sebagian di Kepunduhandan sebagian di Pamarayanmengungsi di situmasing-masing pada duduksemua pasukansudah mengungsimencari tempat yang sepi
117 (15)ii 1Sultan Haji balamanira /sam/pun wangsul Sultan Agung sampun sepiwus pada nunggang perahuSultan Haji /sam/pun mintar Sak(eh)ing Tirtayasa wus pada munduring Banten jumeneng1 sultan2
3sampun karta ing nagari3
pasukan Suktan Haji sudah kembali(tempat) Sultan Agung sudah sepisemua naik perahuSultan Haji sudah meninggalkanTirtayasasemua mundur ke Bantenmenduduki singgasanasudah maju negara
118 (16)iii 1Wus tetep jumeneng sultaning pakuwan k/a/raton wus1 den2 3linggihiwarga ponggawa wus anut/ing/ sultan kang rawuh anyarsampun rame3 keratone4 5wus gumuruh5
6saban dina suka-sukaing alun-alun abaris6
Sultan sudah menetapdi Keraton Pakuwanberkumpul di alun-alunsudah ikut kepada Sultan Hajiyang baru saja datang (Haji)sudah ramai bergemuruh di keratonnyaSultan Haji
119 (17)iv 1Nunggal dina babarisansakatahe warga Ponggawa baris den tata ing alun-alunanging /sih/ Tubagus Buangdatan1 arsa2 3anut /ing/ parentahipunlangkung3 4duka manah4 5sultaning ponggawa kang sawiji5
setiap hari berbarisseluruh warga Ponggawa diatur di alun-alunnamun Tubagus Buangtidak mau menuruti(sehingga) Sultan sangat marahkepada salah satu pegawainya (ini)
120 (18)v 1Tan anut maring // parentah/21/Sultan Haji1 tumindak2 3paribadiTus Buang den tanya gupuhanut /atawa ora/ maring SultanTus Buang (a)nulya sumahur pan isunmangsa anut anging sirasabab sira iku ejin3
tidak mau menurutperintah Sultan Hajilalu (ia) bertindak sendiriditanyanya Tubagus Buangikut atau tidak kepada SultanTubagus Buang lalu menjawabmasa aku ikut kepada engakausebab engkau itu adalah jin
i 116 (14) 1-1B ø, 1-1C øii 117 (15) 1-1B ø, 2A ratu, 2B ø, 2C tana, 3-3B øiii 118 (16) 1-1B ø, 2A den alun-alun, 2B ø, 3-3B ø, 4A keratone sultan haji, 5-5B
ø, 6-6A ø, 6-6B øiv 119 (17) 1-1B ø, 2A ayun arsa, 2B ø, 3-3B ø, 4-4A marahe, 4-4B ø, 5-5B øv 120 (18) 1-1B ø, 2A nulya tumindak, 2B ø, 3-3B ø
166
121 (19)i 1Ananging jumeneng Sultantan rumasa yen paranakan ejinSultan Haji nulya1 amuwus2
3ing arsane3 Tus4 5Buangyen mangkono5 nira6 7angalawan ratu7
8lah maraden rasakenamangko sun gada tumuli8
Sultan terdiammerasa bahwa dirinya keturunan jinSultan Haji marahkepada Tubagus Buang(bahwa) Tubagus Buang itumelawan rajamaka rasakan nanti segera kugada
122 (20)ii 1Yen sira arsa anggada1
tiba kena sun wales /ka/lawan kerisSultan Haji nulya2 gupuhnulya Tubagus Buang3ingarsane Tubagus Buang puniku3
4tumuli Tubagus Buang4
5anulya angunus keris5
jika engkau ingin membunuhkujika kena (awas) kubalas dengan kerisSultan Haji lalu cepat-cepat mengangkat gadalalu Tubagus Buang segera menghunus kerislalu warga Ponggawa memisahyang sedang bertengkar tersebut
123 (21)iii Warga ponggawa sadaya/a/tulungi Tus Buang lan Sultan Hajisakaro1 pada den rangkul2ajar/e/ /kang/ warga ponggawa2
3boten sahe wong tukaran /nga/lawan ratuTubagus Buang angucapbesuk sira sun tandangi3
semua warga ponggawamenoling Tubagus Buang dan Sultan Hajikeduanya dipelukwarga Ponggawa berkata:tidak baik bertengkar melawan rajaTubagus Buang berkatakelak kita segera bertanding
124 (22)iv Tubagus Buang angucap iku1 maring pandakawan kakalih2
Ki Boled Ki3 Tabli iku4
/pa/yo kita pada lungaing Nagara Sukaraja iku besukkita angalawan sultansabab dudu Ratu Asyim
Tubagus Buang lalu berkata:kepada kedua pelayannyaKi Boled dan Ki Tabli “ayo kita pergi dari negri (ini)ke Sukarajabesok (kita) akan melawan Sultansebab (dia) bukan keturunan raja mulia
125 (23)v 1Yakti iku yen gogodan1
sultan haji2 iku paranakan // jin3
/22/dudu putra Sultan Agungsalimuran iku iya 4putra sultan den tutup wesmanira punpara ponggawa tan wikanyen iku dulure putri4
(dia) itu bukan Sultan (yang sebenarnya)(yang) itu adalah keturunan jin(dia) bukan putra Sultan Agungitu putra Sultan yang palsu(karena itu) ditutup pintunya warga ponggawatidak tahu karena (dia) itu saudara Putri
i 121 (19) 1-1B ø, 2A amuwus, 2B ø, 3-3B ø, 4A tubagus, 4B ø, 5-5B ø, 6A manira, 6B ø, 6C ø, 7-7B ø, 7-7C tadahena gadanisun, 8-8B ø
ii 122 (20) 1-1B eh manira ngangkat gada, 1-1C tubagus buang angucap, 2A nulya angangkat gada, 3-3A ø, 3-3B tiba kena gadanira puniki, 4-4A ø, 5-5A angrapih ing kang tukar punuki, 5-5C angunus kang punang keris
iii 123 (21) 1A sakarone, 2-2B ø, 2-2C den sapih tatakaran, 3-3B ø.iv 124 (22) 1A ø, 1B ø, 2A kang kakalih, 2C wong kakalih, 3A lan Ki, 4A sampunv 125 (23) 1-1A pan iku dudu, 1-1B yakni iku gogodan, 2A sasurupan, 3A ejin, 4-
4B ø.
167
126 (24)i Mulane isun tan arsaanut maring parentahe punikibesuk sun ngalawan sewotmanawi1 /ka/dungsang-dungsang2
3apan isun mangsa kalaha asayut3
4lan isun mangsa wedaya4
ing5 yudane6 7sultan haji7
itu sebabnya saya tidak maupatuh kepada perintahnya(karena itu) kelak aku akan melawannya habis- habisanmudah-mudahan Sultan Haji kesulitandalam pertempuran dengankuakan lawan prajurit itu
127 (25)ii Wus minter Tubagus Buanglan Ki Boled 1Ki Tabli1 datan karidening manahe kalangkunglunga maring Sukaraja2ara dening ing Sukaraja2 punikupabuarane3 Mas Hasaning riku melebet kuli
sudah berangkat Tubagus Buangdengan Ki Boled tidak ketinggalanhatinya teramat (marah)ia pergi dari Sukarajamenuju ke Pabuaran (ke tempat) Mas Hasandi situ (ia) tinggal
128 (26)iii Ing pabuaran/e/ Mas Hasan1sampun lami Tus1 Buang dening /a/linggihanging Mas Hasan tan weruh iku Tubagus Buanglawas-lawas nenggih Mas Hasan punikutumulya awangun2 hajatlangkung rame wangun kardi
ke Pabuaran (ke tempat) Mas Hasansudah lama Tubagus Buang duduktetapi Mas Hasan tidak tahu (bahwa) ituTubagus Buangpada waktu itu Mas Hasansedang mengadakan hajatsangat ramai pestanya
129 (27)iv Lah1 iku Tubagus Buang2yen Mas Hasan nikahken putraneki2
nenggeh3 4Tus Buang puniku4
ngucap5 ing pandakawan6ing Ki Boled6 sira7 nulia8 den9 gupuh10
anjaluka11 papangananlan daging kebo satitik
demikianlah Tubagus Buangberkata kepada pelayannyakepada Ki Boled dan Ki Tabliengkau segeramintalah makanandan daging kerbau sedikit
i 126 (24) 1B manawa, 1C manawa, 2B gedong sapsahan, 3-3A ø, 3-3B mangkane mangsa kalahu besuk, 4-4A ø, 5A ø, 6A ø, 6B yudane punika ing 7-7A ø
ii 127 (25) 1-1A ø, 2-2A ø, 2-2B ø, 3A ing pabuarane, 3B ing pabuaraneiii 128 (26) 1-1B tubagus, 2A wangun, 2B wanguniv 129 (27) 1A ø, 1B puniku, 2-2A ø, 3A ø, 3B nenggih, 4-4A ø, 5A angucap, 5B
angucap, 6A ing Ki Boled lan Ki Tabli, 6-6B mara Ki Boled, 7C ø, 8A anulia, 8B ø, 9B ø, 9C ø, 10C jajaluk, 11A anjaluk, 11B anjaluk
168
130 (28)i Ki Boled tumulya kesyah ///23/lunga desa1 Mas Hasan wus2 /den/ pedekienggal manira anjalukwarnaning papangananlawan maning daging kebo sun anjalukMas Hasan wus garandakanan ulih salah sawiji
Ki Boled lalu pergipergi ke desa Mas Hasansetelah didekati segera ia mintamacam-macam makanandan juga daging kerbauakan meminta Mas Hasanberkata iasatu macam (makanan) pun tidak diperoleh
131 (29)ii 1Ki Boled nulya angucap1
2boten angsal kaula tan den wehi2
aris denira amatur maring Tubagus Buang3
risaksana tumendak4 5ing wesmanipun5
6katiga lan pandakawan6
panganten arep sun lindih
lalu (ia) berkatakepada Tubagus Buangyang turun Tubagus Buangbertiga dengan abdinyapengantin akan kurampas
132 (30)iii Tan enggal1 tumulya p/a/raptamaring desa panganten den2 tinggalisakaro pada alungguh3
panganten lagi unggah4
datan enggal Tubagus Buang punikupanganten sampun5 den selagaglis nulya den dodoki
tidak lama kemudian tiba (ia)ke desa pengantin itusudah dilihat keduanyapengantin sedang duduk-dudukdi pelaminantak lama Tubagus Buang itupengantinnya sudah digantilalu segera (pelaminannya) diduduki
133 (31)iv Ingkang lanang den kon lungamangsa iki isun ingkang anduwenipanganten tumulya mundurrusu wong1 Sukarajaaluyuran swarane2 umyung gumuruhtandange wong sukaraja3kaya arsa amejahi3
pengantin lelaki disuruh pergisekarang ini aku yang punyapengantin lelaki disuruh mundurgempar orang Sukarajaramai suara orang membicarakan, gemuruh suaranya
134 (32)v 1Mas hasan nulya1 samapta2
sakatahing3 4wong Sukaraja4 iki5
tumbak6 golok7 8lan pepentung8
ngrubung9 Tubagus Buangsakatahe wong kang pada angarubuganging datan derbe polahtan ana kang bisa musik
prilaku orang Sukarajasudah siap membawa tombak, golok dan pentunganmengerumungi Tubagus Buangsemua orang yang mengerumuninya(tetapi) tidak ada yang mampu bergeraktidak ada yang dapat bergerak
i 130 (28) 1A desane, 1B ing desa, 1C ing desa, 2C sunii 131 (29) 1-1A ø, 1-1B nenggeh Tubagus Buang, 2-2A ø, 2-2B sumaur bature
sadaya sami, 3A buang tubagus buang, 4A isun tumendak, 4B kang tumendek, 4C isun den tumendak, 5-5A ø, 5-5C ø, 6-6B padakawan lah weruh nira
iii 132 (30) 1C suare, 2B punika panganten wus den, 3A lungguh, 3B lungguh, 4A unggah-unggahan, 4B unggah-unggahan, 4C unggahan, 5A wus, 5B ewus
iv 133 (31) 1A uwong, 2A sawarane, 2B sawarane, 2C sahara, 3-3A øv 134 (32) 1-1A ø, 2B sambat 2A ø, 3A ø, 3C sakatahe, 4-4A ø, 5A ø, 5B puniki,
5C puniki, 6A wus sadiya tumbak, 7B golok, 7C galak, 8-8A lawan pentungan, 9A ngarubung, 9B angrubung, 9C ngerubung
169
135 (33)i Cengeng kang pada tuminggalora nana wong kang wani1 marekiTus Buang lagi alungguhlan panganten /i/stri /pun/ikadatan obah Tus buang dening alungguhsakabeh wong Sukaraja cengeng denira ninggali
tercengang yang melihatnyatidak ada orang yang berani mendekatiTubagus Buang sedang dudukdengan pengantin perempuantidak bergerak Tubagus Buang duduknyasemua orang Sukarajatercengang melihatnya
136 (34)ii Tus Buang aris ngandika ///24//ing Ki/ Boled1 takonana2 denira3 aglisapa karepe wong ikugamane racutenakumpulena sakabeh pakakas nipungawanen merene padasawiji ajana4 kari
Tubagus Buang berkata pelankepada Ki Boled “itu tanyakanlah segeraapa maunya mereka itusenjatanya lucutikumpulkan segala alat-alat itubawa ke sinisatu pun jangan ada yang ketinggalan
137 (35)iii Sakabeh wus rinacutan1
perkakas2 punika3 sadaya samilan4 wonge5 sakabeh turu6lah iku6 tangikena lan hajate sakabeh pada wong ikumangka wus tangi sadayanuli pada sujud sami
semua sudah dilucutisekalian senjata merekasemua orang yang tidurbangunkan semuanyadan semua orang itumaka ketika sudah terjaga semualalus semuanya sujud
138 (36)iv Sakabeh wus pada tobating1 Tus2 Buang mangka ngandika3 aris4
lamun sira ora weruhisun pan gusti siraiya isun wong kansunyatan puniku5
kang wasta Tubagus Buangisun kang den waris abdi
semua sudah bertobatkepada Tubagus Buangmaka (ia) berkata lembutjika (kalian) tidak tahuaku((ini) adalah rajamuaku (ini) orang saktinamaku Tubagus Buangaku yang diwariskan abdi
139 (37)v Sakabeh wong Sukaraja/pad/asujud lanang wadon gede ciliksakabeh wus pada anut nunggal dina aseba1
ana beras papamangan atur-aturgumuruh sawara2 ingkang3
pada atur-atur bukti
semua orang Sukarajasekalian sujud, laki-laki, perempuan besar kecilsemua sudah ikutsetiap hari mereka menghadapmembawa beras, makanan dan hantaranramai gemuruh suaranyayang menghaturkan makanan
i 135 (33) 1A øii 136 (34) 1B Boled lan Ki Tabli, 2A lah tokonana, 2b ika takonana, 3C den, 4A
aja ana kang, 4B aja ana kangiii 137 (35) 1C sirnacutan, 2A perkakase, 2B pakakse, 2C pakakase, 3B puniku, 4A
ø, 5B ewonge, 6-6A iku kabeh, 6-6B kabeh ikuiv 138 (36) 1B sadaya maring, 2A Tubagus, 2B Tubagus, 3A angandika, 3B
angandika, 4B garis, 5A ika, 5B øv 139 (37) 1A wong pada seba, 1B pada seba, 2A sawarane, 2B sawarane, 3B
bala-bala, 3C nira
170
140 (38)i Lan ana sawiji dinaingkang parapta Ki Tapa den1 wastanimarentah kukumpul baturngajak2 ngurus3 nagaraSultan Haji iku payo kita tempuhsabab dudu putra natasiluman4 dulure5 putri
dan pada suatu haritersebutlah ada seorang yang datang Ki Tapa namanya(ia) memerintahkan orang-orang untuk berkumpul(ia) mengajak mengurus negaraSultan Haji ituayo kita serang (dia)sebab (dia) bukan turunan raja (dia) itu jelmaan saudaranya Putri
141 (39)ii Putra1 Sultan Agung punika2
aneng3 Pulo Manjeti lawan sang putri (dening) 4kang laju angaku4
yen putra Sultan (ika)mangka iku payo pada kita tempuhsakabeh warga ponggawa ///25/kaya wong matapipirik
putra Sultan Agung ituada di Pulau Manjeti(ia) bersama sang Putriyang datang ini (ia) mengaku putra Sultanoleh karena itu ayo kita serangsemua warga ponggawaseperti orang yang gelap mata
142 (40)iii Sultan Agung dadi susahiya iku sabab warga ponggawi1
ora nana ingkang anut/pa/ngandika Kangjeng Sultansabab iku Sultan Agung dadi kundurlungane saparan-parananusup ing wana singit
Sultan Agung jadi susahkarena itu warga ponggawanyatidak ada yang mau menurutiperkataan Kangjeng Sultanitu sebabnya Sultan Agung pulangperginya tak tentu tujuanmenyusup ke hutan angker
143 (41)iv Aneng alas Rancasila1
ya2 ingkono3 Sultan Agung4 anepi5
adoh elor adoh ngidulora nan6 desa-desalan mulane Tus Buang ing mangsa ikudadi maring Sukarajaamepek bala sing ukir
di hutan Rancasiladi sana Sultan Agung menempati jauh dari utara dan selatantak ada desa-desaitu sebabnya Tubagus Buangakhirnya ke Sukaraja (untuk) mempersiapkan pasukan dari gunung
i 140 (38) 1A ingkang den, 1B kang den, 2C angajak, 3A ngurusi, 3B ngurusi, 4A salimuran, 4B wong salimuran saking Pulo Manjeti punika, 5A duluring
ii 141 (39) 1-1C ingkang laju ngaku putra, 2A punika, 2B punika, 3A ana ing, 3B ana ing, 4-4B ø, 4-4C ø
iii 142 (40) 1A ponggawaiv 143 (41) 1C rancabala, 2A iya, 2B ø, 3B ing riku, 4A ø, 5A enggone, 6A nana,
6B nana
171
144 (42)i Yen mangko1 Tubagus Buangwus amepek wong2 Sukaraja iki3
wong Sukaraja wus kumpulkabeh4 wong Sukarajalan Ki Tapa ing5 Sukaraja wus6 kumpul7
sakabeh bala wus gelar8
kalawan wong Gunung Magrib
tersebutlah Tubagus Buangsudah mempersiapkan orang Sukarajaorang Sukaraja berkumpulsemua orang SukarajaKi Tapa dan orang Sukaraja berkumpulsemua pasukan sudah bersiapdan juga orang Gunung Magrib
145 (43)ii Cihae lan CiampeyaGunung Muncung Cibadak Bagaleri/putih/ Bogor Pelabuhan RatuBinuangen Kawungpandakpepek1 sakabeh2 prajurit kumpulaneng tegal Kahuripanmupakat/an/ sadaya sami
Cihahe dan CihampeaGunung Muncung CibadakBagaleri putih, Bogor, BinuangKawungpandhak lengkapsemua prajurit berkumpuldi padang Kahuripansemua bermufakat
146 (44)iii Benteng kang kita barandah1
sabab iku akeh barang l/aw/an picisbedil obat pasti gumuh2enggon pada2 kita yuda3
wus mupakat sadaya prajuritipunpamuk lawan pamuk nulya/mentar/ ing benteng nulya parapti4
benteng yang akan kita serbusebab di sana banyak barang dan uangsenapan dan mesiu pasti bertimbunkita akan berperangsudah sepakat semua prajuritnya…………..lalu mereka berangkat ke bentengtak lama kemudian tiba
147 (45)iv Wus pada atata1 yudaCina // benteng wus telas pan den amuki/26/2Walanda lawan serdadu2
sampun3 pejah sadaya4
lan barange sakabeh pada den pikuloleh bedil lawan obat miwah barang lawan5 picis6
sudah bersiap melakukan peperanganbenteng Cina sudah rubuhdiserang Belandadan serdadu sudah mati semuabarang-barangnya diangkutmereka memperoleh senapan dan obatjuga barang dan uang
148 (46)v 1Barange wus rinayaken1
sarupane2 ora nana /ing/kang kariTus Buang pan sampun munduranjugjug pesanggrahan3
maring Betung ingkono4 sakabeh5 kumpulbalane Tubagus Buangnulya p/a/rapta ing6 Betawi
barang-barangnya sudah dirajahsemuanya tidak ada yang ketinggalanTubagus Buang sudah mundur (mereka) tiba di Pesanggrahandi Betung itulahsemua berkumpulpasukan Tubagus Buang
i 144 (42) 1B amepak, 3C bala wong, 3A puniku, 3B puniku, 4A sakehe, 4B sakabeh, 4C sakabeh, 5B ø, 5C wong, 6B ø, 7B akumpul, 8A gumelar, 8B gumelar
ii 145 (43) 1A ø, 2A kabeh, 2C kabeh sadayaiii 146 (44) 1A bedah, 2-2C engko banda, 2-2C ingkang, 3B barandah, 4A paraptaiv 147 (45) 1C tata, 2-2B bedil obat pasti kumpul, 3A wus pada, 3B pada, 4C
sadayane, 5A lan, 5C lan, 6C mimisv 148 (46) 1-1B obat kalawan senjata, iku kabeh wus den rayahi, 2C sarumane, 3A
ing pesanggrahan, 3B ing pesanggrahan, 4B ing gunung, 5A kabeh, 6A sing, 6C ning
172
149 (47)i Walanda lan Jayengsengkargumuruh Tus Buang nulya ninggaliWalanda lan saradadu1
kaya lalaron medal2langkung katah Walanda2 lawan3 serdadu4 prajurit5 isun sadayaden enggal denira cawis
kemudian tiba dari Betawi (pasukan) Belanda dan Jayengsengkar gemuruhTubagus Bung lalu melihat Belandaibaratnya seperti laronyang keluar bukan kepalang banyaknya (pasukan) Belanda dan serdadu “hai prajuritku semuasegeralah kalian bersiap-siap
150 (48)ii Yen akeh musuh paraptalah den enggal 1pada tandange jurit1
kabeh2 pada alok amukbalane Tubagus Buangwus tumandang Walanda pada den amuklangkung katah ingkang pejahbangke asusun atindih
karena banyak musuh yang datangmarilah cepat kalian hadapi (lalu) semua berseru mengamuk pasukantubagus Buang sudahbertindak (pasukan) Belandadiamuk banyak sekaliyang matibangkai tersusun tumpang tindih
151 (49)iii Jayangsengkar lan Walandaakeh1 mati dadi2 sagara getih3kang urip3 4pada malayu4
lan Tus5 Buang saksana6
risaksana anulya7 8mangulon mundur8
mangulon9 ning Tegal Papakparek ragas parnahneki
Jayangsengkar dan Belandabanyak yang mati (medan pertempuran) sudah jadi lautan darahmereka yang hidup melarikan dirimengungsi ke Sulakarta itudan Tubagus Buang seketika itulalu mundur ke barat ke Tegal Papaktempatnya dekat Ragas
V. Pupuh Durma (152 -- 179)
152 (01)iv Den warnane Sultan Haji angsal wartayen ana musuh prapti1
pernah/e/ /ing/ Tegal Papakingkang2 wasta T/ubag/us // Buang/27/iku3 kang dadi bupatiing4 Tegal Papak
tersebutlah Sultan Haji mendapat beritakalau ada musuh yang datangtempatnya di Tegal Papakyang bernama Tubagus Buangdialah pemimpinnyadi Tegal Papakdan banyaknya prajurit
i 149 (47) 1A serdadu, 1B serdadu, 2-2B lengkung-lengkung katahipun, 3A lan, 3C lan, 4B ø, 5A he prajurit, 5B he prajurit
ii 150 (48) 1-1A tanding parajurit, 1-1B pada tepang jurit, 2A sakabeh, 2C sakabehiii 151 (49) 1A akeh kang pada, 1B apan wus akeh kang, 2A wus dadi, 2B wus
dadi, 3-3A padha ngungsi, 3-3B kang urub, 4-4A Sulakarta puniku, 5A tubagus, 6A ø, 7A ø, 7B nulya, 7C ø, 8-8A mundur mangulon, 8-8B mundur mangulon, 9A ø, 9B ø
iv 152 (01) 1A parapta, 1B parapti 1C parapti, 2B kang, 2C kang, 3A puniku, 3B inggih, 4A aneng, 5A parajurit, 5C parjurit
173
lan akeh kang prajurit5
153 (02)i Sultan Haji nulya 1sigra mepek bala1
wong Jawa lan wong kapir/ang/lurug /ing/ Tegal Papak2sadaya sampun mintar2
sabalane Sultan Hajiing Tegal Papak enggal3 nulya4 parapti
Sultan haji lalu segeramempersiapkan pasukannya orang Jawadan orang kapiruntuk) menyerbu ke Tegal Papaksemuanya bergegaspasukannya Sultan Hajike Tegal Papak lalu segera datang
154 (03)ii Nulya mangsa1 Sultan Haji balanira/Tu/bagus Buang ninggalilamun musuh2 p/a/raptawong kapir3 /lan/ wong Jawa4
sabalane Sultan Hajilah pariyatna sakatahing5 parajurit6
kemudian pada suatu saatpasukan Sultan HajiTubagus Buang melihatbahwa musuh yang datangorang kapir dan orang Jawa (mereka) pasukan Sultan Haji“nah kita perintahkan semua prajurit (untuk melawan)
155 (04)iii Sampun campuh pan sampun tumbak tinumbakpedang pinedang1 malihrame denira yudabangke susun atumpukora lawan parajurit/de/ning kabaranan/wus/ dadi sagara getih
perang sudah terjadimereka saling menombakjuga saling memedangbertambah ramai pertempurannyabangkai bersusun bertumpukprajurit tidak melawanyang terluka(Tegal Papak) sudah menjadi lautan darah
156 (05)iv Akeh mati Sultan Haji balanira1
melayu /sa/daya samirebut2 urip /sewang-/sewanganrawa-rawa3 /den/ babentang4
palayune Sultan Hajilali ing raganyebrang ing rawa cekil
pasukan Sultan Haji banyak yang matisemuanya melarikan dirimencari selamat sendiri-sendirirawa-rawa dilewatiSultan Haji juga melarikan dirilupa akan dirinyamenyebrang ke rawa cekil
157 (06)v Nulya lantas nyebrang kali1 Kamayungantan ana wong sawijibatur/e/ pada sasah2
pejah3 4tampa wilangan4
5balanira Sultan Haji5
6 wus kalah6 yuda7
lalu terus menyebrangke sungai Kamayungantidak ada seorangpun yang menemaninyasemua menyebar dan matitidak terhitung jumlahnyasudah kalah lagi perangnya
i 153 (02) 1-1A sigara amepek balane, 1-1C segara mepek bala, 2-2A pan enggal sadaya, 2-2B sadaya pan sampun mintar, 3A den enggal, 4B tumulya, 4C tumulya
ii 154 (03) 1B maju, 1C mangseh, 2B ana musuh, 3B jawa, 4B kupar, 5C sakatahe, 6A parajurit, 6C parjurit
iii 155 (04) 1A pinedangan, 1B pinedanganiv 156 (05) 1C balane, 2A ribut, 3B malah rawa, 4B ungsuni, 4C palayunev 157 (06) 1C maring, 2A asasah, 3A kang pejah, 3B akeh ingkang pada pejah, 3C
akeh kang pejah, 4-4B ø, 4-4C ø, 5-5A yudane sampun kalah, 6-6A malih Sultan, 6-6C dening kabaratan, 7A ø, 7C ø, 8-8B ø, 8-8C balanira
174
8kang aran8 Sultan Haji yang namanya Sultan Haji
158 (07)i Tana dungu Tus Buang anulya pindahing Patahiran1 /pun/ikimangka2 nulya p/a/rapta(ing) Sultan /Haji/ balanirasaradadu 3lan Walandi3
ing Patahiran wus nempuh parajurit
tidak lama kemudian Tubagus Buangpindah ke Patahiranpada saat itu tibapasukan Sultan Hajiserdadu dan Belandadi Patahiran ramai prajurit bertempur
159 (08)ii Wus pariyatna1 balane Tubagus Buang2pada sikep juritbalane Tus Buang2
/ka/lawan balane Sultanwus campuh denira jurit3
ing Patahiran rame /de/nira ajurit
sudah diperintahkanpasukan Tubagus Buangdan pasukan Sultan (Haji)mereka sudah bertempur hadap-hadapandi Patahiran ramai mereka bertempur
160 (09)iii Sultan Haji balane lebur sadayasakarene kang uriprahayu Tus Buang ///28/ora nana ingkang pejahpepek sabalane sami(ing) Sultan Haji balanira1 kundur2 sami3
Sultan Haji pasukannya bercerai-beraimasih banyak yang hidupTubagus Buang selamatada yang matipasukannya masih lengkappasukan Sultan Haji pulang semua
161 (10)iv Sampun bubar yudane Tubagus Buangsabalan/e/ Sultan Hajilangkung1 katah /kang/ pejahTus Buang ing balanirasakabeh pada angalihing kadikaran /wus/ budal2 sadaya sami
sudah selesai pertempuran Tubagus Buangadapun pasukan Sultan Hajibanyak yang matiTubagus Buang dan pasukannyasemua sudah pindahke Kadikaran sudah berangkat semua
162 (11)v Sampun lantas sakabeh maring Karundanging1 Parung Sentul /a/linggihlawase2 dening (kang) tumaninahmusuh daten paraptanulya barang dina malihTubagus Buang nyebrang sadaya sami
semua sudah langsungmenuju ke Karundangdi Parung Sentul(mereka) beristirahat setelah beberapa lama tenangada musuh yang datanglalu hari berikutnyaTubagus Buang bersama prajuritnya Menyebrang
i 158 (07) 1C panyahiran, 2B mangkana, 3-3A lan walanda, 3-3B walanda ikiii 159 (08) 1A pariyatna, 1B papritah, 1C parayatna, 2-2A ø, 2-2B ø, 3A ajuritiii 160 (09) 1B balasira, 2A akundur, 3A sadaya sami, 3B sadayaiv 161 (10) 1A ø, 2B angkat, 2C lantasv 162 (11) 1C ø, 2A lawas, 2C lawas
175
163 (12)i Panenjoan1 Tus Buang ngulati parnahkang enak panggon2 juritiku3 Margasanamapan enak alega4
lawan padek Pulowartienak payudan ing Margasana linggih5
di peninjauannya,Tubagus Buang mencari tempatyang enak untuk berperangyaitu di Margasana(karena) enak dan luasdan dekat dengan Pulowartienak bertempur di sana di Margasana itu
164 (13)ii Nulya lantas Tus Buang sing panenjoan(den)ing Margasana alinggih1
ingkang2 tumaninahwus pepek bala sadayamariyem sampun cumawising Margasana sampun atata3 jurit
lalu terus Tubagus Buangke peninjauan di Margasana (mereka) beristirahatdi sana (mereka) tenangsudah lengkap semua pasukannyameriam sudah tersediadi Margasana sudah siap seluruh prajurit
165 (14)iii Lewih suka perange ing Margasanapasang tumbak1 lan2 bedil3
bangke susun tumpang tindih4 ing Margasana5 wong Jawa lawan wong kapiring Margasana 6wong Jawa6 7lawan kapir7
lebih seru pertempurannya di Margasana(mereka juga) mempersiapkan tombak dan senapanbangkai berusun tumpang tindihdi margasana ituorang Jawa dan orang kapirdi Margasana melawan orang kapir
166 (15)iv Sampun lawas yudane ing Margasanamambu1 2amis abacin2
wus3 mambu babatang4Tuan Tapa4 angucap5
wus sedeng pada angalihora enak mangan6
mambu7 amis8 abacin9
sudah lama pertempuran di Margasanabaunya amis busukbau mayat menmbusuk Tuan Tapa lalu berkatakepada Tubagus Buang “sudahlah semua segera pindahdi sini tidak enak baunya busuk
i 163 (12) 1A Ing panenjoan, 1B Ing panenjoan, 2A panggonan, 2B pangonaning, 2C enggon, 3A iku ing, 3B iku ing, 4A lega, 5A puniki, 5B alinggih
ii 164 (13) 1C linggih, 2A ingkono, 2B ing riku, 2C ingkono, 3A aneng tang, 3B øiii 165 (14) 1B ø, 1B ø, 2A lawan, 2B ø, 2C ø, 3B bedil lawan mimis tumbak-
tinumbakan, 3C bedil binedil tumbak pan tinumbak, 4C atindih perang, 5A Margasana punika, 6-6A ø, 6-6B ø, 7-7B tumbak tinumbakan
iv 166 (15) 1A mambune, 1B mambune, 1C ø, 2-2C ø, 3A kongas wus, 3B kongas, 3C ø, 4-4B tus buang, 5A nulya angucap, 5B bari tapa, 5C mara, 6A mapan, 6B ø, 7A mambune, 7B mambune, 8A ø, 8C amis lawan, 9C bacin
176
167 (16)i Tan langgana Tuwan Tapa nulya mentar1tan ngartos1 ingwang2 neki3
4Tus Buang4 // ngalih5 /ing/ Serang/29/sarta6 bala7 sadaya8
ing Serang wus tata juritdening9 tumulya Tus Buang kenang mimis
tidak setuju Tuan Tapa, lalu (ia) pergi(ia hanya) mengutus pembantunyaTubagus Buang pindah ke Serangbersama seluruh pasukannyadi Serang sudah diaturkemudian Tubagus Buang kena peluru
168 (17)ii Nulya ngucap Tus Buang ing pandakawanheh Boled sira1 yaktiiku lajo kena ing laku kita2 yuda3 (tan) 4gumingsir kapir4
sun5 kabarajan6
tangan /i/sun kenang mimis
lalu berkata Tubagus Buangkepada pengiringnya “Hai Boled ketahuilah olehmupertahankan (perjuangan ini) jangan goyahmelawan Jendral kapir itutanganku kena peluru
169 (18)iii Wus den racuti sandange Tubagus buangKi Boled /kang/ tunggu1 juritLan2 Ki Tabli ika3
rame denira yuda4
pangamuke nyaradoti5
wus6 kaisinan 7den amuk7 akeh /kang/ mati
sudah dilepaskan pakaian Tubagus BuangKi Boled yang menggantikannya memimpin Perangdan Ki Tabli ituramai pertempuran merekapamukan berbondong-bondongBelanda sudah menanggung malu karena banyak yang mati
170 (19)iv Sampun kumpul Sultan Haji balaniraWalanda akeh1 matibangke susun2 tumpang3
ing Banten /wus/ ora nanaiku tandes pada mati perang ing Serang/nuli/ musna (ing) Sultan Haji
sudah berkumpul pasukan Sultan Hajibelanda banyak yang matibangkai bersusun tumpang tindihdi Banten sudah tidak ada (Belanda)sudah tumpas mati semua perang di Seranglalu musnah Sultan Haji
171 (20)v Sampun minggat Sultan Haji tan kuningan1
tan weruh2 paranekibalane3 sampun telas den amuk dening Ki Tabli4lawan sabalane sami4
Sultan Haji sudah pergi melarikan diritidak ketahuan, tidak diketahui tempatnyasemua pasukannya sudah habis diamukoleh Ki Tabli
i 167 (16) 1-1A lan angutus, 1-1B agustus, 2A ing rewang, 2B rewange, 2C rewang ing, 3A reki, 3B sami, 4-4B enak tubagus buang, 5B angalih, 6C saparaptane, 7A balane, 7B balane, 8B sami, 8C ø, 9A den, 9B ø, 9C den
ii 168 (17) 1A sira den, 1B sira den, 2Aø, 2C ø, 3A aja, 3B ayuda, 3C ajagu, 4-4B pacuwan sira gumingsir, 4-4C mingsira, 5A ø, 5B isun, 5C isun, 6A jendral, 6B wus kabaran
iii 169 (18) 1B nunggung, 1C nanggung, 2A lawan, 3B punika, 4A ayuda, 5A nyeru wuwude, 5B borodone, 6A ø, 7-7A walanda
iv 170 (19) 1A akeh kang, 1B akeh kang, 2A asusun, 2B asusun, 3B atumpang tindih
v 171 (20) 1A kauningan, 2A weruh ing, 2B weruh ing, 3B bala sadaya, 4-4A ø, 4-4B ø, 5A ø, 5B denira, 6A ø, 7A ø, 7B walanda wus, 8-8A ø
177
iku5 sadaya6
walanda7 8pada mati8
172 (21)i Ingkang urip melayu ing Sulakartananging masih /den/ boroni1
den/ing/ bala2 Tus Buang3tekeng Batawi pisan3
Ki Boled lawan Ki Tabli den udag-udagnunggal lawang /den/ bungkari
yang selamat melarikan diri ke Sulakartatetapi masih terus diburuoleh pasukan Tubagus BuangKi Boled dan Ki Tabli dikejar-kejarsetiap pintu dibuka dengan paksa
173 (22)ii Pan sadaya Walanda wus tutup lawangnanging masih /den/ gulati1
tan kandeg ing2 yuda3
dening kalangkung sukanulya ana lawang sawiji iku4 kang menga5
Walanda6 pada manjing // /30/
semua Belandasudah menutup pintutetapi terus dicaritak terhenti pertempurannyakarena sangat senangnyalalu ada sebuah pintu yang terbukasemua belanda masuk
174 (23)iii Datan enggal1 Ki Boled sabalanira2
/am/buru walanda manjingtan wikan yen ana sajabaning3 piluang4
5apan ora katingali5
pan bumi rata Ki Boled /sa/balaneki
tak lama Ki Boled dan pasukannyamemburu Belanda (juga) masuktidak tahu jika ada lubangseperti tanah datar
175 (24)iv Sampun carem kabeh kalebu ing lawansurak kang bala kapir/kina/rebut lan sanjataprajurit1 /tan/ bisa polahgumuruh sawaraning kapirpamuk sadayapejah 2suka wong2 kapir
Ki Boled beserta pengikutnyasudah terjerumus semua masuk lubangbersorak pasukan kapir (mereka) dikeroyok dengan senjatapasukan (Ki Boled) tak bisa bergerakgemuruh suara kapirsemua pamuk matisenang orang kapir itu
i 172 (21) 1B boroni, 1C barani, 2B balane, 3-3A ø, 3-3B ika megetan tekeng batawi
ii 173 (22) 1B buruni, 1C guluti, 2A dening, 2C tan, 3B tandangira, 3C tandangira, 4A ing, 4C ø, 5C masih menga, 6A Walandane, 6B Walandane
iii 174 (23) 1C suare, 2A sabala, 3A ø, 3B manjingyen, 4B wonten luang, 4C lawang ika, 5-5A ø, 5-5B wonten sawijining kori iku den tingali
iv 175 (24) 1A parajurit, 1C parajurit, 2-2A suka tan dening, 2-2B katingalira
178
176 (25)i Sampun repeh polahe1 Tubagus Buangpamuk/e/ wus pada matikalebu2 3ing luwang3
kabeh wus pada pejahsampun4 karta ing5 nagari6sampuning karta6
jumeneng7 Ratu Sarip
sudah berhenti perlawanan Tubagus Buangpamuknya sudah mati semua masuk ke dalam lubangsemua sudah matisudah tenang negarakarena sudah bertahtaratu yang bernama Ratu Sarip
177 (26)ii 1Ratu Sarip1 ngurusi2 Banten nagarawus /den/ tata Pulowarti3
linggih4 kaparnatanwus karta ing nagaranulya Ratu sarip baliking kaparnatanSultan Ambon wastan/ek/i
Ratu Sarip yang mengurusi Bantennegara sudah diatur di Pulowartiduduknya di singgasanasudah aman negaralalu Ratu Sarip kembali (yang) menduduki singgasana (digantikan) (oleh) yang bernama Sultan Ambon
178 (27)iii Sultan Ambon tan arsa ing kaparnataning Gedong Cinde linggih1
iku gawe parnahwangun gedong satata2
kadatone3 paribadi4
nulya sumalah/wangun/ Sultan saking Kanari
Sultan Ambon ingin singgasananyadidudukan di Gedung Cindedi situ (ia) membangun istana pribaditidak lama (ia) wafat digantikan oleh Sultan Kanari
179 (28)iv Den wastani Kangjeng1 Sultan AbdulpatahMuhyidin Abdulqodirnulya derbe tingkah boten patut2 /lan/ wong katahwirang ing para3 ponggawi4
sawiji5 dina/den/ suduk6 Tubagus Ali
namanya Sultan AbdulpatahMuhyidin Abdulqodirlalu (ia) mempunyai perangaiyang tidak pantas pada orang banyakmalu semua ponggawadan suatu hari (ia) ditikam Tubagus Ali
i 176 (25) 1A ø, 2A kabeh kalebu, 3-3B ing pluwangan, 3-3C pluwangan, 4A wus, 4B wus, 5B maring, 6-6A pan sampuning, 6-6B pan wus karta, 7A jumeneng ratu kang wasta, 7B wus jumeneng
ii 177 (26) 1-1B ø, 2A angurusi, 2B 2A angurusi, 3B ing pulowarti, 4A lulungguh ing, 4B lulungguh ing
iii 178 (27) 1A alinggih, 1B alinggih, 2A ø, 2B gora jawasatata, 3A ø, 3B gedung, 4A paribadi tan lami
iv 179 (28) 1A ø, 1B ø, 2B paptut, 2C amaca, 3A ø, 4A ponggawa, 5A lan sawiji, 6A tusuk-tusuk
179
180 (29)i Yatah pejah (dening) Sultan AbdulpatahMuhammad1 Muhyidin2
nulya nganter Sultan ///31/jumeneng3 Sultan Ishaqsampun karta ing4 nagariwarga ponggawasukanira tan sepi
maka mati SultanAbdulpatah Muhyidinlalu diganti lagi Sultanyang bernama Sultan Ishaqsudah sejahtera negarawarga ponggawa sangat menyukainya
VI. Pupuh Kinanti (180 -- 218)
181 (01)ii Wonten ganti kang winuwuskang kari ing Pulo Putriingkang bener putra Sultanpuniku arsa abalik1
ing Banten punang nagarirahina wengi anangis
ada ganti cerita(tentang) yang tertinggal di Pulo Putri(yaltu) putra Sultan yang sebenarnya(ia) itu ingin kembalike negri Bantensiang malam (ia) menangis
182 (02)iii Aneda maring yang agungya Allah Pangeran mamhamba kepengen wangsulan1
ing kadaton hamba Gustimugiya den ampurahaing salah kaula gusti
memohon kepada Yang Agung“ya Allah ya Tuhankuhamba ingin pulangke kraton hamba ya Tuhansemoga dimaafkan segala kesalahan hamba ya Tuhan
183 (03)iv Bebendon1 ingkang yang2 agunging awak kaula gustiugia3 den ampuraha gogodan ing awakmamiya Allah pangeran hamba4kaula teda4 ing5 gusti
kepada Yang Maha Agung (aku serahkan)semoga Kau ampunicobaan padaku iniya Allah ya Tuhankuhamba mohon ya Tuhan
184 (04)v Rahina wengi melengukkatuwone awakmamiAllah ta’ala ngandika1ring Malaikat1 Jabrailjuputen umat Muhammadkang /ka/sasar ing Pulo Putri
siang malam tercenungampuni hamba (ya Tuhan)Allah ta’ala berkatakepada malaikat Jibril: “jemputlah umat Muhammadyang tersesat di Pulo Putri (itu)”
i 180 (29) 1A ø, 1B ø, 2B ø, 3A kang kakasih, 3B kang jumeneng, 4A øii 181 (01) 1A balik, 1B balikiii 182 (02) 1A wangsuliv 183 (03) 1A ø, 2A ø, 2B yang kang, 3A muga-muga, 4-4B kang kaula, 5A ø, 5B
tedak gustiv 184 (04) 1-1A maring Malaikat, 1-1B maring malikat
180
185 (05)i Pangeran nulya den juputden bakta ing Ka’bah malihsampun parapta ing Ka’bahasujud1 ing Kangjeng Nabitawaf ing Masjidil Haramwus tareq ing para wali
Pangeran lalu dijemputda bawa ke Ka’bah lagisudah sampai di Ka’bahsujud kepada Kangjeng Nabitawaf di Masjidil Haramsudah tareq kepada para wali
186 (06)ii Pangeran nulya1 umaturatobat ing para wali2sing pundi marga kaulakaula kapengen mulih2
Syeh Ahmad nulya ngandikadumateng // pangeran haji/32/
Pangeran berkata (setelah) bertobatkepada para waliPangeran ingin pulangbertanya kepada Syeh AhmadSyeh Ahmad lalu berkatakepada Pangeran Haji
187 (07)iii Saking riku marga agung1ning aer1 jam-jam puniki2
tan enggal silem pangeranpangeran silem tumuliwonten marga agung kalintangmarga saking jero bumi
“dari jalan besar itudari air zam-zam itunah, segeralah menyelam, pangeranPangeran segera menyelam(di dalam air itu) ada jalan yang luar biasa besarnyajalan dari dalam bumi
188 (08) Marga ika kang den uruttan enggal nulya paraptimedale saking Bulakankaleresan Rancapaksisaking riku dening medalHaji Mangsur jeneng reki
jalan itu yang ditelusuri (nya)tak lama kemudian (ia) sampaikeluar dari desa Bulakankebetulan Rancapaksidi situ tempat (ia) munculHaji Mangsur namanya
189 (09)iv Jujuluke Haji Mangsuring Cimanuk dening alinggihiku wus karsaning Allahora1 kongang dados2 narpatiDen Buang nama PangeranHaji Mangsur wastakeni
julukannya adalah Haji Mangsurdi Cimanuk tinggalnyaitu sudah kehendak Allahtidak diizinkan menjadi rajadibuang nama Pangeran(nya)Haji Mangsur namanya
190 (10)v Wus tetep aneng1 Cimanukboten wangsul ing nagariing Banten 2wus jeneng sultan2
3iku Muhammad Muhyidin3
jumeneng Sultan Abdulpatahsabab den suduk Tus Ali
sudah mebetap di Cimanuktidak pulang ke negara (Banten)(ketika itu) di Banten bertahta sebagai SultanAbdulpatahsebab ia (mati) ditikam Tubagus Ali
i 185 (05) 1A sujudii 186 (06) 1A ø, 1C haji, 2-2A pangeran arsa balik, atakon maring syeh ahmadiii 187 (07) 1-1A saking er, 1-1B saking jero er, 2A puniku, 2B puniku, 2C punikuiv .189 (09) 1C tan, 2A balik maningv 190 (10) 1A denira lungguh ing, 2-2A ø, 2-2C kang jumeneng sultan, 3-3A ø
181
191 (11)i Kang jumeneng Sultan Gemukdatan1 lami nulya matiganti dening Kangjeng Sultankang wasta Sultan Muhyidin2kaganti ing2 Sultan Ishaqiya iku kang gumati
yang menggantikannya (adalah) Sultan gemuktidak lama (ia) juga matidiganti oleh Kangjeng Sultanyang bernama Sultan Muhyidindiganti oleh Sultan Ishaqyang kemudian meninggal
192 (12) Ing nalikane punikuana kusuma sawijijujuluk Mas Zakarialawan Mas Tanda punikiakeh Cina pada rusakiku pada den rampogi
pada saat ituada seorang bangsawanpanggilannya Mas Zakariadan Mas Tandhabanyak Cina dirusakdan dirampok
193 (13)ii Ing nalika gawe rusuh1Cina rusak den rampogigawe rusuh ing nagaraMas Jakaria puniki1
akeh2 Cina 3pada rusak3
4umahe den baradehi4
ketika kerusuhan terjadidi negri Cinamenjadi sasaran perampokan(saat itu) Mas tandha di Lemah Duhur
194 (14)iii Mas Tanda ing Lemah DuhurMas Zakaria puniki1
Cina Putat kang den rusakiku ingkang den rampogiyen ngalawan penajahanlamun nurut // den rayahi2
/33/
Mas Zakaria di situ(hanya) Cina Putat yang dirusak ituyang dirampokjika melawan dibunuhjika menurut digeradah
195 (15) Kongsine nulya melayuing Ngabehisalam /pun/ikiparnahe /ing/ Tanaharaden ajak maring nerpatineda tulung parakaraCina rusak den rampogi
(Cina) kaongsi lalu melarikan dirike Ngabehisalamtempatnya di Tanahara(mereka) diajak menghadap raja(untuk) minta tolong mengnaiCina yang dirusak dan dirampok
196 (16)iv Aturane1 ing2 sang ratuabdanipun Kangjeng GustiCina3 ingkang sampun telaskongsi Putat den rampogipuniki atur kauladumateng ing Kangjeng Gusti
laporannya kepada rajaabdi bagindasudah menghabisi Cina-Cina(mereka) merampok Cina Kongsi dan Cina Putatdemikian laporan hambakepada Kangjeng Gusti
i 191 (11) 1A den, 2-2A kang ganti dening, 2-2B anggenteni ingii 193 (13) 1-1A ø, 2A ing nagari, 3-3A ø, 4-4A kongsi den rampogiiii 194 (14) 1A ingkono, 1B puniku, 1C ing gawe iki, 2A baradahiiv 196 (16) 1B turane, 1C atyrena, 2A maring, 3A cina-cina
182
197 (17)i Sang ratu 1tumulya muwus1
/ing/ sakehe para ponggawi2
lah3 mara pariksanana4sapa ingkang anglampahilamun yakti5 Ki6 Mas Tandaiku kang dadi bupati
Baginda lalu berkatakepada semua ponggawa“Nah, ayo segera diperiksasiapa yang melakukannyajika iku Mas Tandhayang menjadi pemimpinnya
198 (18)ii Lah pada Cikelen gupuhgawanen marene aglissun hukum lawan syereatendah karta ing nagariMas Tanda dados khalipahMas Zakaria prajurit1
tangkaplah (ia) segerabawalah cepat ke siniakan kuhukum dengan syari’atagar negara menjadi amanMas Tandha yang jadi pemimpinnyaMas Zakaria jadi prajuritnya
199 (19)iii Nulya nira1 tana santun2sakehe warga2 ponggawi3
kalawan Ngabehisalamlawan maning Cina KongsiKi Patih lan Arya Sobahkalawan Pangeran Ardi
lalu dengan segera iaseluruh warga ponggawabeserta Ngabehisalamdan juga Cina kongsiKi Patih dan Ariya Sobahjuga dengan Pangeran Ardi
200 (20)iv Mas Tanda ingkang den jugjug1
iku kang dados bupatilamun sih Mas Zakariaiku lamun ulih-ulihkumpul ing2 umahe Mas Tandaingkono maris upeti
as Tandha yang dikenalyang menjadi pemimpinnyajika Mas Zakaria itu yang dapat (ditangkap)berkumpul di rumahnya Mas Tandhadi situ (ia) membayar upeti
201 (21)v Ingkono anggone andumbarang-barang lawan picis1mangka lamun1 (ing) palastaMas Tanda ulih upetikarane iku Mas Tandabener itungane iki
di situ digunakan (tempat) menyimpanbarang-barang dan uangmaka kalau………Mas Tandha dapat upetikarena itu Mas Tandhaperhitungannya tepat
202 (22)vi Nenggeh ing waktu punikuSultan Ishak // lan Ki Patih/34/ngandika1 /ing/ warga ponggawapariksanen /de/nira aglisCina kang pada /den/ rayahikang ngalawan den pejahi
pada waktu ituSultan Ishaq dan Ki Patihberkata kepada para ponggawaperiksalah segera oleh kalian semuaCina yang dijarahyang melawan dibunuh
i 197 (17) 1-1A tumulya amuwus, 1-1B nulya amuwus, 1-1C tu,ulya muwus, 2A ponggawa, 3A malah, 4A pariksanen, 4B age pariksanen, 5B iku, 6A ø, 6B ø
ii 198 (18) 1A dados parajurit, 1B dados prajuritiii 199 (19) 1A manira, 1B manira, 1C nintar, 2-2B arya sobah, 3A ponggawa, 3B
punikiiv 200 (20) 1A jujuluk, 1B , 2B ø, 2C anengv 201 (21) 1-1B ø, 1-1C lamun sampunvi 202 (22) 1A angandika, 1B ø
183
203 (23) Pada mentar tan na santunAria Sobah lan /Pangeran/ Ardisarta lan Ngabehisalamlawan maning Cina kongsip/a/rapta ing umah/e/ Mas Tandatembene lorod pabaris
(mereka) segera pergiAriya Sobah dan Pangeran Ardidan Ki Ngabehisalamdan juga Cina kongsitiba di rumah Mas Tandhayang baru membubarkan pasukan
204 (24)i Nalikane1 wayah shubuhMas Tanda masih agulingnulya Ki2 Ngabehisalamanggadeg ing lawang rekiden nyana kang3 saban-sabanora nyana yen nar(a)pati
ketika waktu subuhMas Tandha masih tertidurlalu Ki Ngabehisalamberdiri di depan pintudikira seperti yang biasanyatidak tahu bahwa (itu urusan) raja
205 (25)ii Mas Tanda sampun den1 barutsawise2 dening3 talenimangka rabine tumandangdening4 arsa ambelanianging Mas Tanda tan arsaisun aja den belani
Mas Tandha sudah diringkussesudah diikatmaka istrinya berbuat sesuatu(ia) mau membela (suaminya)tetapi Mas tandha tidak inginaku jangan dibela
206 (26)iii Nulya rabine anubrukteruse angunus kerisenggal manira den candakdenira Pangeran ArdiMas Tanda nulya angucap1
isun aja den belani
lalu istrinya menubrukterus menghunus keriscepatlah aku ditangkapPangeran ArdiMas tandha lalu berkata: “Aku jangan dibeladan aku jangan dicontoh
207 (27)iv Lan aja isun den gugu/sa/bab iku Pangeran Ardiiku1 2wirang ing2 nagarasabab parentah narpatiwus bayah den apakenasabab karsa ing narpati
sebab itu Pangeran Ardinanti malu negarakarena (ia) diperintah raja(saya) sudah pasrah mau diapakan jugasebab (itu) kehendak raja
208 (28)v Mas Tanda pan sampun lajuing Tanahara 1wus prapti1
risaksana nulya lantasing Banten sampun paraptiwus katur ing Kangjeng Sultanmapan sampun den tampani
Mas tandha sudah langsung (dibawa)sudah tiba di Tanaharalalu dengan segerasudah tiba di Bantensudah dilaporkan kepada Kangjeng Sultandan sudah diterima
i 204 (24) 1A nalika, 2A ø, 2C ø, 3A kenaii 205 (25) 1A ø, 2B sasampune, 3A den, 3C depun, 4A pan, 4B ikuiii 206 (26) 1A ngucap, 1B nagaraiv 207 (27) 1a ø, 1B ø, 2-2B mang anengv 208 (28) 1-1A sampun parapti, 1-1B sampun parapti
184
209 (29)i Anulya den1 bakta2 lajuing kadaton // 3tur den aglis3
/35/4wus aneng jero kadaton4
rabina kang iku ngiringMas Tanda nulya angucapisun wus aja den giring
lalu langsung dibawa ke istanaistrinya ikut mengiringiMas Tandha lalu berkata:aku tak usah diantar
210 (30)ii Lan ana wewekas isunmaring1 manira2 pawestriiku pada angingetenatekeng3 waktu taun Alipana bebendoning Allah4
dumateng maring narpati
ada pesankupadamu istrikuini, hendaklah diingatkelak pada tahun Alip(akan) ada hukuman dari Tuhankepada raja
211 (31)iii Besuk ulih telung taunana wawalesing Gustidumawuh maring yang natalangkung saking awakmamiisun wus den apakenaparanti1 dadi wong cilik
kelak setelah tiga tahun(akan) ada pembalasan Tuhankepada Bagindalebih dari dirikusaya sudah diperlakukan sewenang-wenang(memang begini) jadi rakyat kecil
212 (32)iv Den hukum dening sang ratuparanti1 dadi wong cilik2anemu hukuming Allah2
mangko lamun isun matiiku ana hukum3 Allahdumateng maring narpati
(yang) dihukum oleh rajasangat pantas jadi rakyat kecildihukum oleh sang rajakelak jika saya matiakan tiba hukuman Allahkepada raja
213 (33) Besuk ulih telung taunbener waktu taun Alipana kapal saking Serangarsa ngagempur nagari pan saking raja Walanda angarusak /mar/ing narpati
kelak setelah tiga tahuntepat pada tahun alipada kapal dari Serang(yang) akan menyerang negara (Banten)Belanda (ingin) menghancurkan raja
214 (34)v Barang ulih telung taunbener waktu taun Alipana kapal ingkang p/a/raptaana kapal wara-wiriwus layuh ing1 pinggiran2
noli nunggang p/e/rahu cilik
setelah tiga tahuntepat pada tahun Alipada kapal yang datangada kapal yang berlayar hilir mudiksudah merapat ke tepilalu (awaknya) naik perahu kecil
i 209 (29) 1A ø, 2B bakti laju, 3-3A ø, 3-3C denira aglis, 4-4A ø, 4-4C øii 210 (30) 1A ø, 2C lah sira, 3A ø, 3B teka ing, 4A Pangeraniii 211 (31) 1A parantine, 1B parantine, 1C øiv 212 (32) 1A parantine, 1B parantine, 1C ø, 2-2A den hukum dening sang ratu, 2-
2C ø, 3A hukuming, 3B ø, 3C øv 214 (34) 1A maring, 1B aneng, 2A pinggir
185
215 (35)i Nulya mancat tana gupuhsaking Anyer mentas rekianulya sira tumendak1
ing Haji Abdullah mangkinature punang Walandamangkin daten Tuan Haji
lalu segera turundari Anyer merapatnyalalu ia mendekatkepada haji Sbdullah sekarangkata si Belandakepada Tuan Haji
216 (36)ii Kaula aneda1 tulungmanawi ana kang kulineda2 Walanda punikamangka angkat3 wong kakalihWalanda agung kalintangtembene isun // ninggali/36/
hamba mau minta tolongbarangkali ada yang kulidemikian pinta (si) Belanda itu(lalu) diangkat (oleh) dua orangBelanda yang sangat besar itubaru pertama kali ini aku melihatnya
217 (37) Walanda kalintang agungmangsa ana kang madaniden pikul dening wong papatora obah ora usikanuli wong kalih kawanWalanda ingkang sawiji
Belanda yang bukan main besarnyatidak akan ada yang menyamainyadipikul oleh empat orangtldak bergerak sama sekalilalu ditambah empat orang (lagi)(untuk mengangkat) satu orang Belanda
218 (38)iii Walanda gotong1 wong wolu2
parandenge tiba tangilan3 kuline welung4 pasmatsapasmane wong sawijiparandene pada payahing Margalangu parapti5
satu orang Belanda dipikul oleh delapan orangmeskipun demikian (kuli-kuli itu) masih jatuh bangunsemua kulinya delapan pasangkuli untuk satu orangmeskipun demikian (kuli-kuli itu) tampak payahmereka tiba di Margalangu
219 (39)iv Sing Anyar ning Margalanguwong kalih kawan nganteni1
parapta maring pabeanWalanda pada ninggalipan sami goyang kepalasabab tembene ninggali
dari Anyer ke Margalangukedelapan orang itudigantikan (sampai) tiba di PabeanBelanda semua melihatnyasemua pada menggelengkan kepalasebab baru sekali ini melihatnya
VII. Pupuh Pangkur (220 -- 250)
i 215 (35) 1A tumandek, 1B tumandekii 216 (36) 1A enda, 2A paneda, 2B paneda, 2C nanda, 3A kaangkat, 3C kangkatiii 218 (38) 1A den gotong, 1B kagotong, 2A wowolu, 3B pan, 3C pan, 4A wong,
5A denira paraptaiv 219 (39) 1A angganteni, 1B agenteni, 1C den ganti
186
220 (01)i Wus medek ing Sultan Ishaqtan anjaluk tulung wong ayun kuliwus ulih ning Tegal Tanjung/pun/ika wong kalih kawan1 lan2 3puniku pikulane pering betung3
kuline sapuluh pasmating dalem kuli sawiji
sudah menghadap Sultan Ishaqhamba bermaksud minta tolong (barangkali) ada yang mau kuli(hamba) sudah mendapat orang Tegal Tanjungkedelapan orang ini dan pikulannya babbu betungkulinya menjadi sepuluh pasang per orang
221 (02)ii Sing Banten ning Sulakarta1walung puluh1 real kuline2 ringgitpuniku ing wong wowolusaksana3 nulya4 mentar5
wong wowolu punika pan sampun lajuwus parapta6 ing Sulakartakuline wus den bayari
dari Banten ke Sulakartadibayar delapan puluh realupah kulinya dihitung ringgitkedelapan orang itutak lama kemudian segera berangkatkedelapan orang tersebutsudah berjalansudah tiba di Sulakarta para kuli sudah dibayar
222 (03)iii Wong kuli sampun den bayarnulya1 lantas kuli2 ning pasar balik3
pan kabeh pada tutuku rupaning4 barang-barang5
tuku romal // kelambih6 kalawan7 sarung/37/lawan maning papanganan8nuli sampun8 pada mulih
orang yang kuli sudah dibayarlalu terus ke pasar(ketika) pulang semua membeli bermacam- macam barangmembeli ikat kepala dan bajudan sarungjuga makanantak lama kemudian mereka pulang
223 (04)iv Ing dadalan suka-sukasabab Gemuh ulih1 sandang la/wa/n picisnulya p/a/rapta /ing/ wesmanipunanak rabine mapagtekang wesma tegane si bapa gemuhdening ulih barang-baranggemuh tapih lawan picis
di jalan bersenang-senangsebab Gemuh ayahnya mendapat pakaian dan uanglalu tiba dirumahnyaanak istrinya gembira (menyambut) datangnya si bapak si Gemuhkarena mendapat bermacam-macam barangsamping si Gemuh dan uang
i 220 (01) 1C kalawan, 2A lawan, 2B lawan, 2C ø, 3-3B pikulane pering betung puniku, 3-3C pikulane pring
ii 221 (02) 1-1B ewong wolu wolung puluh, 2A kuliyane, 2B ø, 2C burohane, 3A risaksana, 3C ø, 4B tumulya, 4C ø, 5C ø, 6A wus parapta, 6B wus parapta
iii 222 (03) 1A noli, 2A wong kuli, 2C wong kuli, 3B ø, 3C bacin, 4A paning, 4B tuku, 5B warna-warna, 5C tuku-tuku, 6A lan kulambi, 6B kulambi, 7C kalawan atuku, 8-8A tan rismapune
iv 223 (04) 1B si bapa ulih
187
224 (05)i Tan1 enggal2 nulya paraptasurat saking Sulakarta punikidumawuh maring sang ratuKi Patih enggal3 katuran4
5ing Batawi jendral kapengin kapetuk5
kalawan6 7warga ponggawa7kaula8 wonten hawatir
tak lama lalu datangsurat dari Sulakarta(yang) meminta kepada BagindaKi Patih ituhamba jangan khawatir
225 (06)ii Ki Patih tumulya1 (a)dangdanbahitane layar lawan kemudipawelah lan juru batuiku2 sampun samapta3
4sampune sakabeh pan sampun4 penuhbadendang5 lawan badayasakabeh pan sampun cawis
Ki Patih lalu bersiap-siapkapalnya berlayardengan juru mudi dan awak kapaldan juru bantusudah penuh perahudengan bawaansemua sudah tersedia
i 224 (05) 1B datan, 2C suwe, 3A ika, 4A ø, 5-5A ø, 6A ø, 7-7C ki patih ika, 8C yen rawuh
ii 225 (06) 1A nulya, 1B nulya, 2A punika, 3A ø, 3B ø, 4-4A ø, 4-4B ø, 5A bandara ing
188
226 (07)i Saksana anulya1 mintaring Betawi tan suare2 paraptiJendral Mas Halak kapetukkalawan Arya Sobakatinggalan Ki Patih nulya den tungtunkerise wus rinacutanpunika sadaya sami
tak lama lalu berangkatke Betawi tak lama kemudian tibaJendral Mas Halak (sudah berjumpa)dengan Ariya Sobaterlihat Ki Patih lalu dibimbingkerisnya sudah dilepaskantak lama keduanya (berjalan) bersama
227 (08)ii Anulya1 den bakta lantasdening2 Jendral 3warga ponggawa3 iki4
barang risampuning kumpulJendral nulya ngandika5
6ing Ki6 Patih mulane pengen7 ketemukaula kapengen tanyasanggupe Kiai Patih
lalu langsung dibawaoleh Jendralbeserta ponggawanya inilalu setelah semua berkumpulJendral lalu berkata: “ya Patih sebabnya saya ingin bertemuhamba ingin bertanya (tentang)kesanggupan Ki Patih
228 (09)i Gawe gedong ing Jungkulanlan aya sababe // isun undangi/38/yen Ki Patih boten sanggupArya Soba punika1
kudu2 gawe gedong 3jungkulan puniku3
ingkang4 4dadi Arya Soba4
ingkang sanggup paribadi
membuat gedung di Jungkulanitu sebabnya aku mengundang (ke sini)jika Ki Patih tidak sanggupAriya Soba yang bersediamembuat gedung Jungkulanyang (harus )sanggup jadinyayang (harus) sanggup sendirian
229 (10)ii awe gedong Pulomerak1
mangsa iki tan kena mulih Ki Patihsakabeh mangko sun tutupmulih2 Ariya Soba3sabab iku Ariya Soba3 ing4 sanggup5
6anulya ponggawai ika6
sabab wus7 jumeneng patih
membuat gedung di Pulobaksisaat ini (ia) tidak boleh pulangKi Patih(berkata) sekarang semua pintu kututupAria Soba tidak (boleh) pulangsebab Ariya Soba yang sanggup (membuat) Gedungsebab (engkau) sudah menjadi Patih
i 226 (07) 1A nulya, 1C tumulya, 2A enggal, 2B enggal tumulyaii 227 (08) 1A nulya, 1C tumulya, 2C maring, 3-3A ponggawa, 3-3C ponggawa
sadaya, 4A puniki, 5A angandika, 6-6B inggih, 7A kapengen, 7B isun karsa, 7C kapengen
i 228 (09) 1A nyanggupena, 1C kang kaduga, 2A ø, 2C ø, 3-3A jungkulan, 3-3C ing jungkulan, 4C dadi yen, 4B ø, 5-5A sanggup dadine, 5-5C Arya Soba
ii 229 (10) 1A Pulobaksi, 2A ora mulih, 2B ora mulih, 2C kena mulih, 4A ingkang, 3-3B paracaya Aria Soba, 3-3C sabab iku tinarima, 4B puniku, 5B ø, 5C Jendral Arya Soba, 6-6A ø, 6-6C sabab iku tumulya arya, 7A iku, 7C iku
189
230 (11)i 1Ponggawa kabeh1 kewuhansenapati umatur maring Ki Patihpuniku andika sanggupmangko2 /yen/ 3rawuh ing umah3
apa jereh endah kita kenging mantukyen sampai rawuh ing umahulih enak-enak pikir
semua ponggawa kebingungansenapatinya berkata kepada Ki Patihapakah anda sanggupnanti setelah sampai di rumahbagaimana nanti sajasupaya kita boleh pulangjika sudah sampai di rumahbisa enak berfikir
231 (12)ii Ki patih nulya angucapmaring Jendral ature kaula gustiing parentah1 andika sanggupmaraki patih siralakona2 gawe gedong sakaro ikunoli arep sun pariksa3supayane sampun dadi3
Ki Patih lalu berkatamelapor kepada Jendralsaya sanggup menuruti perintahanda sanggupkemari Patihsanggupilah membuat kedua gedung itunanti saya akan periksa
232 (13) Arep balik para ponggawamaring Banten sakabeh bature Patihwus pada nunggang perahuiku pada mupakatanbayah iki yen bakal kapendak rusuhiki dadalaning perangbakal rusuh ing nagara
akan kembali para ponggawa ke Bantensemua para pengiring Patihsemua sudah naik perahumereka semua sepakatbahwa ini akan menjadi sumber kerusuhanini merupakan jalan terjadinya perangakan rusuh negara
233 (14)i Den1 enggal nulya paraptamaring Banten /wus/ 2pada manjat2 tumuli(ing) warga ponggawanipun /Ki/ Patih nulya aturan ing Kangjeng Sultan 3kaula nuhun atur3
dumateng4 (dening) sampean5
ature kaula gusti
tak lama kemudian (mereka) datangke Banten, semua sudah turunsemua warga ponggawaKi Patih lalu melaporkan kepada Kangjeng Sultanlaporanku ini tuan
234 (15)ii Kaula /ka/petuk lan1 Jendralan puniku neda gedong Pulopaksilawan ing Jungkulan ikupunika kang den neda dening Jendral // yen kaula boten sanggup/39/warga ponggawa sadayapunika tan asung mulih
hamba (sudah) bertemu dengan Jendralia minta (dibangunkan) gedung Pulopaksidan di Jungkulan demikian permintaan Jendraljika hamba tidak sanggupsemua warga ponggawasemua tidak boleh pulang
i 230 (11) 1-1A Ponggawa sakabeh, 1-1B pora ponggawa, 2A mangkin, 2B lah mara, 3-3B age patih
ii 231 (12) 1A ing parentah, 1B ø, 1C ing parentah, 2A lakonana, 2B ø, 2C lakonana, 3-3A ø, 3-3B ø
i 233 (14) 1A ø, 1B tan, 2-2A pada mancat, 2-2B manjat pada, 2-2C pada mancat, 3-3A ø, 3-3B ature kaula, 4A ø, 4B puniki, 5A ø, 5B ø
ii 234 (15) 1A1C punika, 2A kang kenan, 2B yen, 2C kang diken, 3A ingkang, 3B ingkang, 4A ing, Jungkulan, 4B ing Jungkulan, 5B lan ing pulomerak, 5C lan pulomerak, 6A ø, 6B ingkang
190
235 (16)i Ing tutup ing SulakartaAriya Soba puniki1 kenan2 mulihAriya Soba kang3 sanggupgawe gedong jungkulan4
Pulopaksi5 Ariya Soba kang6 sanggup punika atur kauladumateng ing Kangjeng Gusti
ditutup di SulakartaAriya Soba ini jika (hamba) pulangAriya Soba yang sanggupmembuat gedung di Jungkulan dan PulopaksAriya Soba yang sanggupdemikianlah laporan hambakepada Kangjeng Gusti
236 (17) Wiraos1 derek palastadaten lami kumendur nulya paraptiataya2 gedong puniku3
dadi atawa4 oraKangjeng Sultan salirane5 wus6 kumendurKi Patih denira kebat7
den suduk kalawan keris
perasaan belun (lagi) tenangtak lama Kumendur datangbertanya tentang gedung itujadi atau tidakKangjeng Sultan berkata kepada KumendurKi Patih, kautikamlah (ia) dengan keris
237 (18)ii Kumendur nulya kajengkanglantas pejah ponggawa sadaya tangiSultan nulya alak amukpabean1 pada /den/ bedak2wus den amuk dening2 wargane3 ponggawa4
iku lojine5 wus ingunggahanWalandane6 den pateni
Kumendur lalu jatuh terjengkallangsung mati,semua punggawa bangunSultan lalu menyerukan perangpabean diserbusudah diacak-acakoleh warga punggawadan sudah dinaikiorang Belanda itu, dibunuh
238 (19)iii Cina-Cina pada gusaraninggali1 bangkai Walanda ing lojiwong Cina pada melayuora inget ing2 barang wus den tinggal pirang-pirang peti iku3lan akeh kang3 bararadahulih tembako lan gambir
Cina-Cina semua panikmelihat bangkai Belanda di dalam Lojiorang Cina semua laritidak ingat barangnya, semua ditinggalberpeti-petidan banyak yang menjarah(ada yang) mendapat tembakau dan gambir
i 235 (16) 1A raos, 2A tanya, 3A punika, 4A tah atawa, 4B arawasih, 5B sira, 5C sarirane, 6A ø, 6B nulya, 7A akibat, 7B ø
ii 237 (18) 1A ing pabehan, 2-2B walandane nulya malayu, 3A warga, 3B, denira, 3C warga, 4B nulya malayu, 5A iku lojine, 5B ø, 5C iku lojine, 6A walanda, 6B walanda
iii 238 (19) 1A ningali, 1B aningal, 2A maring, 2B baring, 3-3A akeh kang pada
191
239 (20)i Lenga pirang-pirang etang1
jawadah satu gipang datan karialuwaran gula watutanggume2 gula3 sakar4
kang sawaneh ulih suntir lawan kartukang sawaneh ulih barangkeju kentang lawan roti
minyak bertong-tongjawadah, gipangtidak ada yang ketinggalangula batu tanggumedan gula sakar yang masih bagusdapat disintir dengan kartunyayang masih bagus-bagusdapat keju, kentang, dan rotiada yang mendapatkantembakau dan gambir
240 (21)ii Ana ingkang ulih barangkang sawaneh ulih tembako gambiruwat-uwat wus1 den pikulbarang Cina wus2 telasdatan enggal Walanda sampun gumuruhyen iku balane Jendralparapta3 saking4 // Betawi/40/
penyengga sudah dipikulbarabg Cina sudah habis (dijarah)tak lama (pasukan) Belanda (datang)gemuruh (suaranya)bahwa itu (adalah) pasukan Jendraldatang dari Betawi
241 (22)iii Gumuruh baris WalandaJayengsekar penuh aneng pancanitiwong desa umyung gumuruh/ana/ kang anusup1 ing alas(ing)kang sawareh 2iku pada2 melayuumpetan ing dukuh anaana3 ing Salarakuning
gemuruh (suara) tentara BelandaJayengsekar penuh di Pancanitiorang desa ramai membicarakanada yang menyusup ke hutanyang lainnya ada yang larimenyusup ke kampungada yang ke Salakuning
242 (23) Rusuh ingkang bala kuparing madrasah penuh dening bala kapirpabaris kalawan pamuking Pakuwan /sampun/ samaptasupayane den cegat Pangeran RatuPangeran ratu lan Jendralkakanten rahina wengi
kacau prajurit kapir di Madrasahpenuh dengan prajurit kapirpasukan dan kaum pemberontaksudah siap di PakuanPangeran ratu berusaha mencegahPangeran Ratu dan Jendralbergandengan (terus) siang dan malam
i 239 (20) 1A enbong, 1B ø, 2B ø, 2C cinane, 3A lan gula, 3B ø, 3C wus ora, 4A sakar, 4B ø, 4C nana
ii 240 (21) 1A sampun, 1B sampun, 2B sampun, 2B sampun, 3B nulya parapta, 4A sing, 4B sing
iii 241 (22) 1B nusup, 1C nusup, 2-2B ana kang neda, 3A ø
192
243 (24)i Anjaluk ing Sultan Ishaqmulane isun teka merene ikiora arep gawe rusuharep ngurus1 nagaraendah terang tandaning wong urus-urussupayane mupakat2
endah karta ing nagari3
(Jendral) meminta kepada Sultan Ishaqsebabnya saya kemari inibukan untuk membuat kerusuhan(tetapi) ingin mengatur negara(supaya) jelas tandanya orang membantusupaya mufakat(dan) negara aman sentosa
244 (25)ii Iku ewong enggo apadening1 umahe pada akeh hawatiring kene pating pelenguksun2 ora niat alabatur isun iku ingkang wus kapungkurnajan kita gawe perangiku mangsa urip3 maning
orang-orang itu untuk apasemua yang di rumah banyak (yang) khawatirsemua (pasti) termenungsaya tidak bermaksud burukanak buahku yang sudah mati di masa lalumeskipun kita perangniscaya akan hidup lagi
245 (26)iii Iku wus den apakenaiki bahe ing buri ketemu1 maningora guna mantak rusuhlakune2 wong tukaran3
4ora gawe mantek suruh maring4 batur5
Cina pada kaburusahbarange den baradahi6
itu sudah tidak dapat diapa-apakan lagihanya saja yang telah terjaditidak akan ada lagikejadian orang yang bertengkartidak menyebabkan kekacauan rakyatbanyak Cina yang rusakbarang-barangnya diangkut
246 (27)iv Ujare Jendral Mas halakarsa1 ing Pangeran Ratu punikiSultan masih tutup pintu2
Pangeran angandika3
dening4 sakabehe5 parajurit nipunlan6 sanak7 pada mulihaing umah akeh hawatir ///41/
(demikian) kata Jendral Mas Halakkepada Pangeran Ratuapakah Sultan masih tutup pintulalu Pangeran berkata pelankepada semua prajuritnya “wahai, saudara-saudara pulanglahorang rumah banyak yang khawatir
247 (28)v 1Lan Walanda1 ora2 perangpatekane Jendral marene ikihajat3 kapengen katemukalawan Sultan Ishaqlamun kita dudulur kalawan isunkapengen kapendak basa
Belanda tidak ingin perangkedatangan Jendral ke sinimaksudnya ingin bertemudengan Sultan Ishaq
i 243 (24) 1A angurusi, 1B ngurusi, 1C ngurusi, 2A mupakatan, 2B kang mupapat, 2C mupakatan, 3A nagara
ii 244 (25) 1A ing, 1B ing, 1C ø, 2A isun, 2B isun, 2C ø, 3A uripa, 3B øiii 245 (26) 1A aja ketemu, 1B aja ketemu1, 1C ø, 2A lakuni, 3A katukatan, 3B
tutukaran, 3C ø, 4-4A ø, 4-4C ø, 5A batur-batur, 5B ø, 6A gotongi, 6B øiv 246 (27) 1A ø, 1B arsa taken, 1C ø, 2A korni, 2B ø, 3A aris ngandika, 3B ratu
ngandika, 3C ø, 4A ing, 4B ing, 4C ø, 5A sakehe, 5C ø, 6A lah, 6C ø, 7A sanak-sanak, 7B sanak-sanak, 7C ø
v 247 (28) 1A walanda, 1C ø, 2A ora arep, 2C ø, 3A hajate, 3B iki hajate, 3C ø, 4A agi isun, 4B ø, 4C ø
193
sakecap sun4 arep mulih sesungguhnya ia bersaudara dengankuingin bertemu(meskipun) sejenak ketika hendak pulang
248 (29)i Pangeran jumeneng SultanSultan Ishaq (ingkang) ulih upetiendah ragem wong dadulurPangeran Ratu gembangdening1 balane Jendral Mas Halak ikupangeran anggedog lawangangaku2 yen3 dulurneki
Pangeran menjadi SultanSultan Ishaq mendapat upetibiar bersama saudara-saudaranyaPangeran Ratu Gembangdengan pasukan Jendral Mas HalakPangeran membuka pintumengundang saudaranya
249 (30)ii Kang rayi katuran1 medalsampun susah parakanten punikiwiraos2 sampun kapetuklan3 k/a/ula sampun terangnulya menga lunga wesi wus den tubruksaradadu lan Walandasadaya malebet sami
kakaknya diminta untuk keluarjangan khawatir tentang masalah iniperasaan (kami) sudah bertemuhamba sekarang sudah jelaslalu pintu besi terbukasudah disergap (Sultan Ishaq) oleh serdadudan Belanda semua masuk (ke Istana)
250 (31)iii Wus pada1 tunjang2 tinunjangiya iku rebut barang l/aw/an picisPangeran ratu melengukdulure sampun /den/ baktaing pabean nulya mancat ing perahuSultan Ishaq sampun mentarmangetan maring Betawi
sudah berebutan saling menunjang(mereka) berebut barang dan uangPangeran Ratu termenung(melihat) saudaranya sudah dibawake pabeanlalu naik ke perahuSultan Ishaq sudah berangkatke timur ke Betawi
i 248 (29) 1A ing, 1B ø, 1C ø, 2A angundang, 3A , 3C øii 249 (30) 1A ø, 1C ø, 2A raos, 2C ø, 3B paniii 250 (31) 1A ø, 1C ø, 2B ø, 2C ø
194
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Bertitik tolak dari tujuan penelitian dan berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan, maka hasil penelitian secara filologis terhadap naskah-naskah
WSHM dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Tiga naskah WSHM yang berhasil diinventarisasi memiliki persamaan
dan perbedaan baik dari segi penggunaan pupuh, pemaparan isi, dan
pokok-pokok bahasan serta bahasa yang digunakan. Ketiga naskah ini
tidak memiliki perbedaan yang besar sehingga naskah-naskah ini
merupakan diperkirakan dari satu induk yang sama. Dalam hal ini
perbedaan yang terdapat pada naskah A, B, dan C mengindikasikan
naskah-naskah ini berada dalam satu versi. Tiga naskah inilah yang
195
dijadikan sebagai naskah yang akan diedisi dengan pendekatan filologi
untuk mendapatkan teks yang bersih dari kesalahan dan mendekati
teks aslinya. Tiga naskah tersebut adalah tercatat dalam Katalogus
Naskah, dan tersimpan di Perpustakaan Bibliothek Leiden Belanda dan
Perpustakaan Nasional RI Jakarta. Di antara ketiga naskah ini, naskah
yang menjadi dasar edisi adalah naskah yang dalam penelitian ini
disebut sebagai naskah A, dengan pertimbangan naskah ini memiliki
teks yang lebih lengkap,kesalahan yang terdapat pada ketiga naskah
masih dalam tataran yang sama, dalam hal ini perbedaannya tidak
terlalu besar, dan keterbacaan teks naskah A lebih baik. Dengan
mengadakan perbandingan naskah dapat dihasilkan teks yang
mendekati autografnya dengan berlandaskan pada naskah A.
2) Melalui perbandingan antar teks WSHM, yaitu naskah A, naskah B,
dan naskah C ditemukan beberapa kesalahan yaitu: (1) substitusi
sebanyak 93 buah, (2) Adisi sebanyak 47 buah, (3) Lakuna sebanyak
120 buah. Dari kesalahan-kesalahan yang ditemukan ini, ternyata
kesalahan dalam bentuk lacuna dan substitusi yang paling banyak
ditemukan. Kesalahan ini mengindikasikan kekurangtelitian penyalin
dalam menuliskan kata-kata sehingga kesalahan ini dapat dikatakan
sebagai kesalahan mekanis.
3) Naskah WSHM yang diteliti memiliki hubungan yang dekat dan
berasal dari induk yang sama karena memiliki kesamaan seperti
196
bahasa, urutan serita (pupuh), struktur naratif, dan kasus
penyimpangan yang tidak terlalu berbeda.
4) Bagi masyarakat Banten, naskah WSHM berfungsi memberikan
pelajaran untuk mengetahui informasi-informasi kesejarahan di
Banten. Dalam tradisi lisan yang berkembang di masyarakat Haji
Mangsur dikenal sebagai Sultan Haji yang memerintah pada masa
kesultanan di Banten. Fakta di lapangan terdapat situs Batu Qur’an dan
makam Haji Mangsur yang terdapat di Desa Cibulakan dan di Desa
Cikaduweun Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang. Kedua
tempat itu selalu ramai dikunjungi para penziarah baik Banten,
maupun dari luar Banten. Selain itu nama Haji Mangsur diabadikan
pada nama sekolah agama dan perguruan tinggi agama di Kabupaten
Pandeglang, yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Syaikh Mansyur
(STAISMAN).
5.2. Saran
1) Edisi teks WSHM ini dapat digunakan sebagai sumber penelitian
dalam bidang sejarah, sastra, antropologi, dan arkeologi ( Situs Batu
Qur’an yaitu tempat keluarnya Haji Mangsur dari dasar bumi yang
terdapat di Cibulakan- Cimanuk kabupaten Pandeglang ).
197
2) Sebagai bentuk pupuh edisi teks WSHM ini pun dapat dijadikan media
uji coba dalam mengukur hasil gubahan yang baik untuk
ditembangkan.
3) Situs Batu Qu’ran dan Makam Syaikh Mansyur (Haji Mangsur) dapat
dijadikan aset wisata yang berharga bagi pemerintah daerah sebagai
kawasan cagar budaya yang harus diperhatikan dan dipelihara .
4) Bagaimanapun idealnya hasil penelitian filologi, itu tak akan
bermanfaat jika tanpa koordinasi dengan lembaga disiplin ilmu lain.
Untuk itu, paling tidak diperlukan media publikasi yang
menginformasikan mengenai kandungan isi dari berbagai naskah
sebagai hasil penelitian filologi.
DAFTAR PUSTAKA
Baried, Siti Barorah, dkk. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Catford, J.C. 1965. A Linguistic Theory of Translations. London: Oxford University Press.
Cortesao, Armando. 1944. The Suma Oreintal of Tome Pires; An Account of the East, From the Red Sea to Javan, Written in Malacca and India in1512-1515. Volume I. London: Printed for the Hakluyt Society.
198
Djajadiningrat, Hoesen. 1983. Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, Sumbangan Bagi Pengenalan Sifat-Sifat Sejarah Jawa. Karangan Terj. KITLV & LIPI. Jakarta: Djambatan.
Djamaris, Edwar. 1990. Menggali Khasanah Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia Lama). Jakarta: Balai Pustaka.
_____ ,1991. Tambo Minangkabau: Suntingan Teks Disertai Analisis Struktur.Jakarta: Balai Pustaka.
_____ ,2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV Manasco.
Ekadjati, Edi. S. 1981. Wawacan Sajarah Galuh. Jakarta: Lembaga Penelitian Prancis untuk Timur Jauh.
_____ ,1988 Naskah Sunda, Inventarisasi, dan Pencatatan. BandunKerjasama Lembaga Penelitian Unpad dengan Toyota Foundation.
_____ ,2000 Direktori Edisi Naskah Nusantara. Jakarta: Yayasan OborIndonesia.
Hermansoemantri, Emuch. 1986 Identifikasi Naskah. Diktat Perkuliahan Metode penelitian Naskah Pada Pakultas Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung.
Ikram, Achdiati. 1978. Hikayat Sri Rama, Suntingan Naskah Disertai Telaah Struktur dan Amanat. Disertasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
_____ ,1997 Filologia Nusantara. Jakarta. Pustaka Jaya.Kartodirdjo, Sartono. 1982. Pemikiran Perkembangan Historiografi Indonesia:
Suatu Alternatif. Jakarta: Gramedia.
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1987. Pedoman Transliterasi Arab-Latin. Tanggal 10 September 1987 No. 158 tahun 1987 dan No. 0543 b/u/1987.
Lubis, Nabilah.1996. Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Forum Kajian Bahasa dan Sastra Fak. Adab IAIN Syarif Hidayatullah.
Lubis, Nina H. 2003. Sejarah Tatar Sunda Jilid I. Bandung: Lembaga Penelitian Unpad dan Masyarakat Sejarawan Cabang Jawa Barat.
_____ ,2004. Banten Dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama, dan Jawara.Jakarta: LP3ES.
199
Michrob, Halwany danChudari A. Mujahid. 1993. Catatan Masa Lalu Banten. Serang: Penerbit Saudara
Mulyadi, S.E.R, (Ed).199. Naskah dan Kita. Depok. Fak. Sastra UI. Nomor:
12/1 1991.
Nida, Eugene A. & Charles R. Taber. 1974. The Theory and Practise of Translations. Leiden: Published the United Bihle Societes by E.J Brill.
Patmadiwiria, Munadi. 1977. Kamus Dialek Jawa-Banten-Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa Depdikbud.
Pigeaud, Th. G. Th. 1968. Literature of Java Catalogue raissone of Javanese Manuscript in the Library of the University of Leiden and other public Collections in the Nederlands. Vol. II. Descriptipe List of Javanese Manuscript. The Hague: Nijhoff.
Pradotokusumo, Partini Sardjono. 1968. Kakawin Gajah Mada (Sebuah Karya Sastra kakawin Abad Ke-20; Suntingan Naskah serta Telaah Struktur, Tokoh dan hubungan Antarteks). Bandung: Bina Cipta.
_____ ,2002 Pengkajian Sastra. Bandung: Wacana.
Pudjiastuti, Titik . 2000. Sadjarah Banten; Suntingan Teks dan Terjemahan Disertai Tinjauan Aksara dan Amanat. Disertasi. Jakarta: Program Pascasarjana UI.
Robson, S. O. 1978. Pengkajian Sastra-Sastra Tradisional. Bahasa dan Sastra. Th IV, No. 6. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan sastra.
_____ ,1944. Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta : Publikasi Bersama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Universitas Leiden.
Rosidi, Ajip. 1966. Kesusastraan Sunda Dewasa Ini. Tjirebon: Tjupumanik.
Sangidu. 2005 Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Tehnik dan Kiat. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Satjadibrata, R. 1953. Rasiah Tembang Soenda. Jakarta: Bale Poestaka.
Soebadio, 1975. Haryati. Penelitian Naskah Lama Indonesia. Buletin Yarpena No 7 11. Juni 1975.
200
Soejatmoko (ed.). 1995. Historiografi Indonesia; Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Sopandi, Atik. 1985. Lagu Pupuh dan Notasinya. Bandung: Pustaka Buana.
Sudjiman, Panuti. 1994. Filologi Melayu. Jakarta: Pustaka Jaya.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
GLOSARIUM
Ajar = guru, resi, pandita
Akrama = diri sendiri, diri saya
Bahita = kapal
Barandah = serbuan
Girang = tinggi
Jaladri = laut
201
Kakisik = pesisir
Maradika = bebas
Pancaniti = bangunan yang terdapat di kraton tempat menunggu para tamu yang
akan menghadap raja
Parapta, prapti = tiba, datang
Priyangga = diri sendiri
Pundakawan = pembantu
Sawawi, suwawi = segera lebih baik
Sawung = ayam
Selo = batu
Sumalah = wafat
Sunu = anak
Wanandiri = hutan
Wewekasan = pesan-pesan
202
LAMPIRAN
Lampiran 1, Contoh Naskah A
( Halaman Pertama )
203
Contoh Naskah A
( Halaman Terakhir )
Lampiran 2 Contoh Naskah B
( Halaman Pertama )
Contoh Naskah B
( Halaman Terakhir )
Lampiran 3, Contoh Naskah C
( Halaman Pertama )
Contoh Naskah C
( Halaman Terakhir )
204
Lampiran 4
(Situs Batu Qur’an Cibulakan-Cimanuk Kabupaten Pandeglang)
205
Lampiran 5
(Situs Makam Haji Mangsur Cikaduweun- Cimanuk Pandeglang)
206
Riwayat Hidup
207
N a m a : Eva Syarifah Wardah
Tmp/Tgl.Lahir : Garut, 11 Agustus 1972
Pekerjaan : Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah dan Adab IAIN “Sultan
Maulana Hasanuddin” Banten
Alamat Rumah : Jl. Ciruas-Walantaka Km 3,5 Kp Pesanggrahan Rt 02/030
Walantaka – Serang 42183.
Alamat Kantor : Jl. Jend. Sudirman No 30 Serang 42118 Tlp. (0254)
200323-208849 Fax. 200022.
Riwayat Pendidikan : - MI Garut tahun 1984
- MTs. YAPIKA Kurnia Kersamanah-Garut tahun 1987
- PGAN Cianjur tahun 1990
- IAIN “SGD” Bandung 1995
208
209
210