Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
NASKAH PUBLIKASI
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR DITINJAU DARI
KOMITMEN ORGANISASI DAN LEADER MEMBER EXCHANGE
PADA PERAWAT RUMAH SAKIT DI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Oleh :
RETNO WIDYA UTAMI
14320058
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2019
2
3
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR REVIEWED FROM
ORGANIZATIONAL COMMITMENT AND LEADER MEMBER
EXCHANGE TO NURSES IN HOSPITAL “X” IN YOGYAKARTA
Retno Widya Utami
Rina Mulyati
INTISARI
ABSTRACT
This study aims to determine how the relationship of organizational commitment
to organizational citizenship behavior, leader member exchange to organizational
citizenship behavior (OCB), as well as the relationship between organizational
commitment and leader member exchange to organizational citizenship behavior
in nurses "X" Hospital in Yogyakarta. Organizational commitment can be a
predictor of OCB, leader member exchange can be a predictor of OCB emergence
as well, simultaneously organizational commitment and leader member exchange
can be a predictor of OCB emergence in nurses. The respondents of this study
were 200 nurses who worked at one of the private hospitals in Yogyakarta. The
Organizational Citizenship Behavior Scale is using a scale from Podsakof,
Mackenzie, Moorman and Fetter (1990) which consists of 24 items and based on
aspects of Organ (1988) and has been formulated by Argentero, Cortese and
Fereti (2008) based on adaptation that refers to aspects of research studies Organ,
organizational commitment scale is the result of modification that refers to aspects
of the research conducted by Allen and Meyer and consists of 24 items and the
leader member exchange scale is the result of adaptation that refers to aspects of
research conducted by Liden and Maslyn which consists of 12 items. The method
of data analysis conducted in this study is a multiple linear regression test
technique with SPSS 21.0 for windows. The results showed a predictor of
organizational commitment and leader member exchange on OCB with an F value
of 38,278 with a significance value of p = 0,000 (sig <0.05) and each
organizational commitment contributed a predictor of 0.387 and leader member
exchange gave a predictor contribution of 0.267
Keywords: organizational citizenship behavior, organitational commitment, leader
member exchange, nurse
4
PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah
Rumah sakit adalah tempat dimana individu mendapatkan pelayanan
kesehatan. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentang rumah sakit, tugas rumah sakit yakni memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Untuk mengobati orang yang sakit pun, rumah sakit
membutuhkan profesi-profesi tenaga ahli untuk menangani pasien sesuai dengan
penyakityang dideritanya. Profesi-profesi dalam rumah sakit diantaranya adalah
dokter, bidan, perawat, apoteker, rekam medis dan beberapa macam lainnya.
Salah satu profesi yang mendampingi pasien adalah perawat. Perawat adalah
individu yang sudah menyelesaikan pendidikan diploma ataupun sarjana, dan
memiliki kompetensi untuk melakukan penanganan kepada pasien.
Rumah Sakit tempat peneliti melakukan penelitian merupakan salah satu
rumah sakit swasta yang berada di Kota Yogyakarta, rumah sakit ini berdiri tahun
2000. Adapun visi Rumah Sakit “X” adalah merealisasikan konsep rahmatan
lil’alamin melalui komitmen pada layanan kesehatan bertaraf internasional
berdasar ketentuan rumah sakit syariah, dan misi untuk mengembangkan layanan
prima yang fokus pada kebutuhan pasien didukung dengan teknologi tepat guna
sesuai standar internasional serta membangun human capital yang trampil,
profesional dan kompeten berdasar nilai budaya Islami.
Perawat merupakan salah satu sumber daya manusia dalam rumah sakit
yang memegang peranan penting bagi berlangsungnya kegiatan rumah sakit.
Tercapai tidaknya tujuan organisasi sangat mempengaruhi perkembangan
5
organisasi nantinya. Hal ini mempengaruhi jika tercapai atau tidaknya tujuan
organisasi dipengaruhi oleh perilaku positif dari karyawan di organisasi tersebut.
Studi mengenai perilaku keorganisasian menyatakan terdapat tiga faktor yang
menjadi penentu perilaku dalam organisasi, yaitu individu, kelompok, dan struktur
(Soegandhi, Sutanto, Setiawan, 2013). Perilaku positif dari karyawan seperti
sikap saling tolong menolong, memberi saran, aktif berpartisipasi, tidak
menggunakan waktu kerjanya untuk sesuatu yang tidak perlu di luar pekerjaan.
Perilaku prososial yang dilakukan karyawan dalam organisasi ini dikenal dengan
istilah Organizational Citiznship Behavior (OCB).
Organ (Andriani dkk., 2012) menyatakan bahwa OCB sangat penting bagi
sebuah organisasi dikarenakan dapat meningkatkan kinerja secara keseluruhan
pada organisasi, baik kinerja untuk diri sendiri maupun kinerja untuk kelompok
kerja. Organ mendefiniskam OCB sebagai perilaku karyawan yang melebihi
peran yang diwajibkan, yang tidak secara langsung diakui oleh sistem reward
(penghargaan) formal merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari
kewajiban kerja fomal seorang karyawan, namun dapat mendukung keberfungsian
organisasi tersebut secara efektif.
Diharapkan, perawat memiliki tingkat OCB yang tinggi. Muncul tingginya
tingkat OCB pada karyawan dapat menumbuhkan sikap tolong menolong dimana
karyawan tidak memiliki keharusan untuk menolong karyawan yang lain, contoh
lainnya adalah dengan mem-back up pekerjaan sesama rekan kerja agar selesai
dengan tepat sesuai dengan target yang sudah ditetapkan oleh perusahaan demi
tercapainya tujuan dari organisasi itu sendiri. Memiliki karyawan yang mumpuni
6
merupakan investasi yang besar bagi sebuah organisasi. Pemahaman akan tujuan,
visi dan misi organisasi cenderung untuk lebih mudah dicapai ketika karyawn
dalam organisasi tersebut memiliki sikap kerja yang baik. Sikap kerja tentunya
tidak hanya ditujukan oleh karyawan dengan karyawan, namun juga karyawan
dengan perusahaan, yang dalam hal ini merupakan antara perawat dengan pihak
rumah sakit. Memiliki kayawan dengan kualitas yang baik, tentunya akan menjadi
aset berharga bagi pihak perusahaan, dalam hal ini rumah sakit. Memiliki sumber
daya manusia dengan kualitas yang baik tidak serta merta didapatkan beegitu saja,
namun perlu untuk diolah. Peningkatan kualitas perawat ini dapat dilakukan
dengan mengembangkan sumber daya manusianya. Beberapa cara yang dapat
dilakukan adalah dengan adanya peningkatan kualitas pendidikan maupun
memberikan pelatihan-pelatihan dengan tujuan memungkinkan perawat untuk
mengembangkan kemampuannya untuk memberikan penanganan dalam melayani
pasien. Penting bagi perawat untuk menyadari akan tujuan yang ingin dicapai oleh
rumah sakit. Melek dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai perawat, perawat
perlu untuk mengetahui rumah sakit sedang berada dalam kondisi seperti apa dan
dalam situasi yang bagaimana. Kepedulian perawat akan kebutuhan rumah sakit
akan memudahkan rumah sakit untuk mencapai visi dan misinya. Sikap terbuka
antara atasan dan bawahan perlu dimiliki setiap anggota, hal ini untuk mengurangi
salah paham yang memungkinkan terjadi ketika sedang bekerja. Akibat yang
dapat ditimbulkan dari kesalah pahaman dapat berupa munculnya konflik, rasa
saling tidak percaya, maupun berkurangnya sikap saling tolong menolong.
Konflik yang kerap ditemui dapat berupa perasaan ketidakpuasan terhadap
7
posedur kerja, ketidakadilan dalam kompensasi yang diterima, munculnya
keluhan terhadap pelayanan, sampai beban kerja yang berlebihan (Nugroho,
2006). Perawat selalu berhubungan secara langsung dalam menghadapi pasien,
kekhawatiran lain yang muncul ketika perawat terlibat konflik dan tidak dapat
bekerja secara maksimal adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien yang
kurang baik, sehingga berpengaruh terhadap jasa yang diberikan dan kepuasan
pasien, yang dapat mempengaruhi citra rumah sakit dimata pasien.
Menyadari pentingnya OCB bagi karyawan, hal ini perlu untuk disadari
bahwa pengoptimalan OCB karyawan penting dilakukan, atau dalam konteks ini
dimaksudkan dengan pengoptimalan OCB pada perawat. Podsakoff dkk (Gray,
2006) menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang dapat mempengaruhi OCB
dalam diri karyawan. Faktor-faktor tersebut adalah karakteristik individual,
karakteristik organisasional, karakteristik tugas/pekerjaan dan perilaku pemimpin.
Salah satu yang dapat memunculkan rasa saling menolong terhadap
individu adalah komitmen individu tersebut untuk berada didalam organisasi.
Adanya komitmen terhadap organisasi akan membuat seseorang memiliki
keterikatan emosional dengan organisasi sehingga individu tersebut melakukan
identifikasi nilai maupun aktivitas organisasi, sehingga kuat identifikasi yang
dilakukan, akan terjadi internalisasi nilai organisasi sehingga dirinya akan
semakin terlibat dengan apa yang dilakukan oleh organisasi. Salah satu akibat dari
proses tersebut akan terlihat dari kinerjanya. Sebagaimana salah satu aspek
komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Luthans (2006) adalah kerelaan
untuk bekerja semaksimal mungkin demi kepentingan organisasi.
8
Komitmen organisasi merupakan sifat hubungan antara individu dengan
organisasi kerja, dimana individu mempunyai keyakinan diri terhadap nilai-nilai
dan tujuan organisasi kerja, adanya kerelaan untuk menggunakan usahanya secara
sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi kerja serta mempunyai keinginan
yang kuat untuk tetap menjadi bagian dari organisasi kerja. Dalam hal ini individu
mengidentifikasikan dirinya pada suatu organisasi tertentu tempat individu
bekerja dan berharap untuk menjadi anggota organisasi kerja guna turut
merealisasikan tujuan-tujuan organisasi kerja (Kuntjoro, 2009). Bagi organisasi,
sangat penting untuk memiliki sumber daya manusia yang tepat. Memiliki
sumber daya manusia dapat menjadi penentu bagi keberhasilan organisasi untuk
mencapai visi dan misi, maupun tujuannya. Berhasil atau tidaknya kinerja
individu dalam melaksanakan tugasnya dapat diihat dari tingkat kompetensi,
profesionalisme, juga komitmen individu tersebut terhadap pekerjaannya. Melihat
komitmen organisasi sebagai salah satu hal yang berhubungan positif dengaan
kinerja, komitmen dianggap penting untuk menjadi penggerak seseorang dalam
bekerja. Adanya komitmen organisasi bagi individu dapat mendorong individu
untuk meningkatkan kualitas kinerja. Hal ini dikarenakan karyawan yang
memiliki komitmen terhadap organisasinya, maka akan mengedepankan
kepentingan perusahaan dan memberikan performansi terbaiknya untuk
perusahaan. Setiap individu yang terlibat dalam suatu organisasi sebaiknya
memiliki komitmen organisasi dalam bekerja, dikarenakan dengan memiliki
komitmen organisasi karyawan dapat membantu organisasi untuk mencapai visi
dan misi perusahaan.
9
Komitmen organisasi adalah keinginan mengenai karyawan dimana
karyawan ingin terlibat dengan organisasi. Keinginan karyawan untuk terlibat
dengan organisasi merupakan sesuatu yang patut untuk dipertahankan. Dari
beberapa literatur yang sudah terlebih dahulu diterbitkan, didapatkan hasil dengan
adanya komitmen organisasi pada individu, maka hal itu dapat meningkatkan
Organizational Citizenship Behavior (OCB) karyawan pada perusahaan, dengan
meningkatnya Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan
berdampak pada loyalitas karyawan terhadap organisasinya.
Komitmen dari seorang karyawan dapat muncul dalam lingkungan yang
saling mendukung. Lingkungan yang suportif dapat menciptakan kayawan untuk
berperilaku baik, sehingga karyawan mau dan mampu untuk melaksanakan
pekerjaan diluar dari jobdescnya. Peran atasan sangat berpengaruh terhadap
kinerja maupun loyalitas karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi tempatnya
bekerja.
Leader Member Exchange (LMX) atau pertukaran peran atasan bawahan
dalam dunia kerja perawat penting untuk dilakukan karena setiap perawat akan
mendapatkan perawat in charge dan bertanggung jawab atas perannya. LMX
didefiisikan sebagai kualitas hubungan antara leader, supervisor dengan bawahan
mereka dalam lingkungan kerja dan bagaimana mereka dapat saling
mempengaruhi (Erdogan & Enders, 2007). Penelitian ini menggunakan Leader
Member Exchange sebagai salah satu variabel penelitiannya terhadap penelitan
pada perawat dikarenakan perawat merupakan salah satu personel utama dalam
institusi medis. Hal ini juga diyakini dengan tingginya kualitas hubungan antara
10
atasan dengan bawahan menjadi penting untuk terciptanya kondisi emosional
yang positif dan performansi kerja perawat. Perawat dapat dikatakan salah satu
personel utama dalam instutusi medis disebabkan karena beban kerjanya yang
substansial, perawat juga merupakan tangan pertama yang menghadapi keadaan
darurat, selain itu juga bekerjasama dalam kaitan dengan pekerjaan yang kritis.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Erdogan dan Enders (2007) menyatakan
bahwa tingginya LMX dapat memberikan keuntungan kepada karyawan dalam
bentuk yang konkrit atau nyata seperti peningkatan produktivitas, pemberdayaan,
improvisasi maupun peningkatan gaji, terdapat juga keuntungan yang lain dalam
bentuk tidak konkrit seperti komunikasi bawahan dengan atasan dan munculnya
hubungan atas dasar percaya. Adanya petukaran peran atasan bawahan ini dapat
melihat sejauh mana perawat saling bekerja sama antara satu dengan yang lain
untuk menunjukkan inisiatif dalam melakukan pekerjaannya. Output dari LMX
adalah terciptanya keterikatan antara atasan dengan bawahan. Maka dengan
munculnya LMX pada perawat, diharapkan perawat memberikan yang terbaik
terhadap pekerjaannya seperti memperlakukan pasien rumah sakit dengan baik,
merasa nyaman untuk bekerja didalam organisasi sehingga tidak tertekan dalam
melakukan pekerjaannya karena merasa ada yang mendukung pekerjaan mereka.
Kaitannya dengan teori pertukaran sosial, kualitas LMX yang tinggi dapat
meningkatkan motivasi intrinsik karyawan untuk melakukan pekerjaan mereka
dengan baik, sehingga memungkinkan bahwa karyawan dengan kualitas LMX
yang tinggi akan menjadi lebih terlibat dalam organisasi dan pekerjaannya.
11
METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah perawat Rumah Sakit “X” di
Yogyakarta baik wanita maupun pria sebanyak 200 orang responden yang berusia
19-48 tahun.
B. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode self report
yang berbentuk kuesioner. Kuesioner penelitian terdiri dari data demografis dan
skala psikologis. Data demografis terdiri atas: nama, usia, jenis kelamin, status
pernikahan, dan pendidikan terakhir. Skala psikologis terdiri dari: Organizational
Citizenship Behavior (OCB), komitmen organisasi dan leader member exchange
(LMX) yang dimodifikasi oleh peneliti melalui kajian literature.
Pengumpulan data menggunakan metode survey, yakni dengan
menyebarkan kuesioner dengan menggunakan model skala Likert yang terdiri dari
lima alternatif pilihan jawaban kemudian subjek diminta untuk memilih salah satu
dari kelima alternatif pilihan jawaban kemudian subjek diminta untuk memilih
salah satu dari kelima alternatif pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan
keadaan subjek. Skala yang digunakan peneliti terdiri dari sejumlah pernyataan
favorable. Penyekoran bergerak dari skor 5-1 untuk aitem fav.
1. OCB
OCB diukur dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh
Podsakoff, MacKenzie, Moorman dan Fetter (1990) yaitu Organizatinal
Citizenship Behavior Scale (OCBS). OCBS digunakan untuk mengukur
12
perilaku OCB pada karyawan. OCBS disusun berdasarkan aspek yang
dikemukakan oleh Organ (1988) yaitu perilaku menolong (altruism),
dukungan pekerja atas fungsi-fungsi administrative (civic virtue), kesadaran
karyawan dalam bekerja (conscientiousness), tindakan pencegahan terhadap
masalah yang akan dihadapi oleh rekan kerja (courtesy), dan perilaku
toleransi sesama karyawan serta tidak mencari-cari kesalahan di tempat kerja
dan mengeluh terhadap hal-hal yang sepele (sportmanship). Skala OCB pada
alat ukur OCBS berjumlah 24 aitem. Subjek diminta untuk menanggapi
pernyataan-pernyataan yang diajukan dalam skala tersebut dengan memilih
salah satu dari lima macam pilihan yang diajukan, yaitu selalu (SL), sering
(SR), kadang-kadang (KD), jarang (JR), dan tidak pernah (TP).
Pemberian skor dalam setiap aitem bergerak dari angka 1 sampai
dengan 5. Untuk aitem yang bersifat favorable, skor tertinggi yang diberikan
adalah 5 untuk jawaban selalu (SL), 4 untuk jawaban sering (SR), 3 untuk
jawaban kadang-kadang (KD), 2 untuk jawaban jarang (JR) dan 1 untuk
jawaban tidak pernah (TP). Sebaliknya, untuk aitem yang bersifat
unfavorable, skor tertinggi yang diberikan adalah 5 untuk jawaban tidak
pernah (TP), 4 untuk jawaban jarang (JR), 3 untuk jawaban kadang-kadang
(KD), 2 untuk jawaban sering (SR), dan 1 untuk jawaban selalu (SL).
Semakin tingi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi perilaku OCB
yang dimiliki oleh individu tersebut. Sebaliknya,semakin rendah skor yang
diperoleh, maka semakin rendah perilaku OCB yang dimiliki oleh individu
tersebut. Sebelum menyusun skala, penulis membuat blue print skala OCBS
13
terlebih dahulu. Tabel 1 menunjukkan blue print skala OCBS yang akan
dibuat oleh penulis:
Tabel 1
Disribusi aitem skala Organizational Citizenship Behavior
2. Komitmen Organisasi
Pada penelitian ini, pengukuran komitmen organisasi menggunakan
terdiri dari tiga aspek yaitu komitmen afektif, komitmen berkelanjutan dan
komitmen norrmatif. Skala ini terdiri dari 24 butir aitem dengan pernyataan
yang favorable dan unfavorable. Pada aitem ini skor yang diberikan bergerak
dari skala 1 sampai 7, dengan rincian skor 1 untuk pernyataan Sangat Tidak
Sesuai (STS); skor 2 untuk pernyataan Tidak Sesuai (TS); skor 3 untuk
pernyataan Agak Tidak Sesuai (AS); skor 4 untuk pernyataan Sesuai (S), skor
5 untuk pernyataan Agak Sesuai (SS), skor 6 untuk pernyataan Sesuai S, dn
skor 7 untuk pernyataan Sangat Sesuai 9SS). Distribusi aitem skala komitmen
organisasi
Aspek Aitem Aitem Total
Favorable Unfavorable
Conscientiousness 3, 18, 21, 22, 24 - 5
Sportsmanship - 2, 5, 7, 16, 19 5
Civic Virtue 6, 9, 11, 12 - 4
Courtesy 4, 8, 14, 17, 20 - 5
Altruism 1, 10, 13, 15, 23 - 5
Jumlah 19 5 24
14
Tabel 2
Distribusi aitem skala komitmen organisasi
Aspek
Butir Favourable Butir Unfavourable
Nomor butir Jumlah Nomor butir Jumlah
Komitmen
Afektif
1, 2, 3, 7 4 4, 5, 6, 8 4
Komitmen
Kontinuan
10, 11, 13,
14, 15, 16,
17
7 9, 12 2
Komitmen
Normatif
18, 21, 22,
23, 24
5 19, 20, 25 3
Jumlah 16 9
3. Leader Member Exchange
Pada penelitian ini, pengukuran leader member exchange menggunakan
terdiri dari empat aspek yaitu afektif, kesetiaan, kontribusi dan profesional.
Skala ini terdiri dari 12 butir aitem dengan pernyataan yang favorable. Pada
aitem ini skor yang diberikan bergerak dari skala 1 sampai 5, dengan rincian
skor 1 untuk pernyataan Sangat Tidak Sesuai (STS); skor 2 untuk pernyataan
Tidak Sesuai (TS); skor 3 untuk pernyataan Ragu-Ragu (R); skor 4 untuk
pernyataan Sesuai (S); dan skor 5 untuk pernyataan Sangat Sesuai (SS).
15
Distribusi aitem untuk skala Leader Member Exchange
Tabel 3
Distribusi aitem skala Leader Member Exchange
Aspek
Butir Favourable
Nomor butir Jumlah
Affect 1,2,3 3
Loyalitas 4,5,6 3
Kontribusi 7,8,9 3
Profesionalitas 10,11,12
Jumlah 12
B. Metode Analisis Data
Sebelum melakukan uji hipotesis, dilakukan uji asumsi yakni uji normalitas dan
uji linieritas. Teknik analisis data untuk menguji hipotesis yang digunakan di
dalam penelitian ini adalah tekni analisis korelasi. Analisis korelasi untuk menguji
hubungan antara variabel OCB dengan Komitmen Organisasi dan OCB dengan
LMX. Metode analisis data dilakukan dengan bantuan SPSS Statistic 21.00 For
Windows.
HASIL PENELITIAN
A. Uji Asumsi
Uji asumsi merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum
dilakukannya uji hipotesis. Uji asumsi yang dilakukan pada penelitian
ini terdiri dari uji normalitas, uji linieritas data, homoskedasitas, dan
16
multikolinieritas. Pengujian ini dilakukan menggunakan program
SPSS for windows versi 21.00
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data yang
digunakan terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas
diketahui melalui perhitungan Kolmogorof Smirnov. Apabila hasil
p > 0.05 maka dinyatakan data berdistribusi normal atau mewakili
populasi yang ada.
Tabel 4
Uji Normalitas
Variabel Penelitian One-Sample Kolmogorov-
Smirnov Test-Unstandarized
Residual
Keterangan
KS-Z Asymp Sig
Organizational
Citizenship Behavior
0.852
0.462 Terpenuhi
Variabel Penelitian One-Sample Kolmogorov-
Smirnov Test
Keterangan
Statistic Sig
Komitmen
Organisasi
0.048
0.200 Terpenuhi
Leader Member
Exchange 0.043 0.200 Terpenuhi
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa hasil uji normalitas dari
tiga skala yang digunakan data OCB terdistribusi normal, begitu pula data
komitmen organisasi dan Leader Member Exchange terdistribusi secara
normal. Skala Organizaional Citizenship Behavior menunjukkan angka
17
KS-Z = 0.0852 dan p = 0.462 (p > 0.05), skala komitmen organisasi
menunjukkan angka KS-Z = 0.048 dan p = 0.200 (p>0.05), dan skala
leader member exchange menunjukkan angkan KS-Z = 0.043 dan p =
0.200 (p>0.05).
Uji Linieritas
Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan
linier antara variabel bebas dan variabel tergantung dalam
penelitian. Apabila hasil menunjukkan p < 0.05 maka dapat
dinyatakan bahwa kedua variabel bersifat linier.
Tabel 5
Uji Linieritas
Variabel
Penelitian
F
Linierity
Sig F Deviation
from
Liniearity
Keterangan
Komitmen
Organisasi dan
OCB
65.489 .000 0.333 Linier
Leader Member
Exchange dan
OCB
36.168 .000 0.05 Linier
Pada tabel dapat diketahui bahwa hasil uji linieritas
memenuhi asumsi linieritas dengan nilai F= 65.489 dengan nilai p
= 0.000 (p<0.05) dan F= 36.168 dengan nilai p = 0.000 (p<0.05).
Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara komitmen
organisasi terhadap organzational citizenzhip behavior dan leader
member exchange terhadap organizational citizenship behavior
yang dirasakan perawat.
18
Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas merupakan kondisi dimana antara satu
prediktor dengan prediktor lain dalam regresi memiliki korelasi
yang tinggi. Korelasi yang tinggi menunjukkan bahwa wilayah
mereka berhimpitan, alias overlap (Widhiarso, 2011).
Multikolinieritas dapat diketahui dengan SPSS melalui nilai
Variance Inflation Factors (VIF) dan tolerance.
Tabel 6
Uji Multikolinieritas
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. Collinearity
Statistics
B Std.
Error
Beta Tolerance VIF
(Constant) 37.728 3.720 10.141 .000
Komitmen
Organisasi
.354 .057 .412 6.231 .000 .837 1.194
LMX .248 .080 .205 .205 .002 .837 1.194
Berdasarkan tabel dapat diketahui hasil uji multikolinieritas
menunjukkan bahwa pada komitmen organisasi memiliki nilai tolerance =
0.837 dengan VIF 1.194. Kemudian pada leader member exchange
memiliki nilai tolerance = 0.837 dengan VIF 1.194. Hal tersebut
menandakan tidak terjadi multikolinieritas antar variabel dikarenakan nilai
tolerance > 0.10 dan niai VIF < 10.
19
Uji Homoskedasitas
Tabel 7
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error
Beta Tolerance VIF
1
(Constant) -1,00E-
13 3,72 0 1
TOTAL_KO 0 0,057 0 0 1 0,837 1,194
TOTAL_LMX 0 0,08 0 0 1 0,837 1,194
Berdasarkan hasil analisis di atas menunjukkan bahwa nilai F yang
ditemukan sebesar 0.000 dengan sig 1.194. oleh karena nilai sig tersebut
lebih besar dari 0.05 maka dapat disimpulkan tidak terjadi heterosidasitas.
Dengan demikian persyaratan analisis regresi terpenuhi
B. Uji Hipotesis
Hipotesis mayor yang diajukan dalam penelitian yaitu ada
hubungan antara komitmen organisasi dan leader member
exchange terhadap organizational citizenship behavior. Hipotesis
mayor pada penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan
teknik analisis regresi berganda.
Terdapat dua hipotesis minor pada penelitian, hipotesis
minor yang pertama yaitu terdapat hubungan antara komitmen
organisasi dan organizational citizenship behavior pada perawat
RS “X”. Sedangkan hipotesis minor yang kedua yaitu terdapat
hubungan antara leader member exchange dan organizational
citizenship behavior pada perawat RS ”X”
20
Tabel 8 Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
1 ,529a 0,28 0,273 7,73371
Pada tabel dapat dilihat sumbangan prediktor sebesar 52.9% .
Angka tersebut menunjukkan derajat korelasi antara variabel komitmen
organisasi dan leader member exchange dengan OCB. R square sebesar
0.280 menunjukkan bahwa itu adalah angka koefisien determinasinya,
yang berarti bahwa variansi dalam OCB dapat dijealskan oleh komitmen
organisasi dan leader member exchange melalui model sebesar 28.00%
sisanya (72.00) berasal dari variabel lain. Atau dengan bahasa
sederhananya, besarnya kontribusi atau sumbangan komitmen organisasi
dan leader member exchange terhadap OCB adalah sesar 28.00%
Tabel 9
Model Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
Regressio
n
4578,799 2 2289,4 38,278 ,000b
Residual 11782,621 197 59,81
Total 16361,42 199
Hasil pengujian tersebut ditemukan harga F hitung sebesar 38.278 dengan
sig. = 0.000. Oleh karena nilai sig. <0.05 maka Ho (ρ = 0) ditolak yang artinya
komitmen organisasi dan leader member exchange secara simultan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap OCB.
21
Tabel 10
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std.
Error
Beta
1
(Constant) 37,728 3,72 10,141 0
TOTAL_KO 0,354 0,057 0,412 6,231 0
TOTAL_LMX 0,248 0,08 0,205 3,106 0,002
Y’ = 37.728 + 0.354 X1 + 0.248 X2
Pengujian koefisien garis regresi dilakukan sebagai berikut:
Untuk variable Komitmen Organisasi (X1) ditemukan nilai b1 = 0.354 dengan t =
6.231 dan Sig. = 0.000. Oleh karena nilai sig. < 0.05 maka Ho (β1 = 0) ditolak
yang artinya komitmen organisasi berpengaruh terhadap OCB.
Untuk variabel Leader Member Exchange (X2) ditemukan nilai b2 = 0.248
dengan t = 3.106 dan sig. = 0.002 oleh karena nilai sig. <0.05 maka Ho (β2 = 0)
ditolak yang artinya leader member exchange berpengaruh terhadap OCB.
Analisis Tambahan
Analisis tambahan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
uji beda One Way Anova, Independent-Samples T Test,Mann Whitney, dan
Kruskal Wallis. Uji beda One Way Anova dan Independent-Samples T Test
digunakan pada variabel komitmen organisasi dan LMX, sedangkan untuk
variabel OCB menggunakan uji beda Mann Whitney dan Kruskal Wallis. Uji
beda kedua variabel dilakukan berdasarkan masa kerja dan pendidikan
terakhir. Sebelum melakukan uji beda, peneliti terlebih dahulu melakukan uji
22
homogenitas. Peneliti melakukan uji homogenitas dengan menggunakan
Levene’s Test, dimana data dapat dikatakan homogen apabila nilai p > 0,05.
Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 11
Hasil Uji Homogenitas
Kategori P Keterangan
OCB Komitmen
Organisasi
Leader
Member
Exchange
Masa Kerja 0.297 0.602 0.487 Homogen
Pendidikan
Terakhir
0.220 0.236 .153 Homogen
Tabel 12
Hasil Uji Beda Kategori Masa Kerja
Variabel Chi-Square P Keterangan
OCB 1.665 .435 Tidak ada beda
Variabel F P
Komitmen Organisasi 2.178 .116 Tidak ada beda
Leader Member Exchange .060 .942 Tidak ada beda
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa hasil uji beda
Kruskal-Wllis dari variabel OCB diperoleh Chi-Square sebesar 1.665
dengan nilai p = .435 (p>0.05). hal ini berarti tidak terdapat perbedaan
pandangan karyawan terhadap OCB berdasarkan masa kerja.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa hasil uji beda One Way
Anova dari variabel komitmen organisasi diperoleh nilai F sebesar
2.178 dengan nilai p = .116 (p>0.05) dan LMX diperoleh nilai F
sebesar .060 dengan nilai p = .942 (p>0.05).Hal ini berarti tidak
23
terdapat perbedaan komitmen organisasi dan LMX yang dimiliki
perawat berdasarkan masa kerja.
Tabel 13
Hasil Uji Beda Kategori Pendidikan Terakhir
Variabel Chi-Square P Keterangan
OCB .145 .930 Tidak ada beda
Variabel F P
Komitmen Organisasi .736 .480 Tidak ada beda
Leader Member Exchange 2.208 .113 Tidak ada beda
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa hasil uji beda
Kruskal-Wllis dari variabel OCB diperoleh Chi-Square sebesar .145
dengan nilai p = .930 (p>0.05). hal ini berarti tidak terdapat
perbedaan pandangan karyawan terhadap OCB berdasarkan
pendidikan terakhir. Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa hasil
uji beda One Way Anova dari variabel komitmen organisasi
diperoleh nilai F sebesar .736 dengan nilai p = .480 (p>0.05) dan
LMX diperoleh nilai F sebesar 2.208 dengan nilai p = .113 (p>0.05).
Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan komitmen organisasi dan
LMX yang dimiliki perawat berdasarkan pendidikan terakhir.
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan yang positif antara komitmen organisasi dan leader
member exchange (LMX) dengan OCB. Berdasarkan analisis data
yang telah dilakukan, diketahui bahwa komitmen organisasi
24
memiliki hubungan dengan OCB, begitu pula LMX yang memiliki
hubungan yang positif dengan OCB. Hubungan antara komitmen
organisasi menunjukkan bahwa semakin tinggi persepsi perawat
terhadap komitmen organisasi ditempat perawat bekerja, maka
akan semakin tinggi OCB yang dimiliki oleh perawat. Hasil juga
dapat menunjukan hal yang sebaliknya, semakin rendah persepsi
perawat terhadap komitmen organisasi di rumah sakit, maka
semakin rendah OCB yang dimiliki perawat. Begitu pula pada
hubungan LMX dengan OCB yang menunjukkan semakin tinggi
LMX pada perawat, maka OCB yang dimiliki perawat akan
semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah persepsi
perawat terhadap LMX, semakin rendah pulalah OCB yang
dimiliki perawat. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis dalam
penelitian yang berjudul Hubungan antara komitmen organisasi
dengan OCB dan Leader member exchange dengan OCB dapat
diterima. Hal ini serupa dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Asideo, Asfro dan Adji dan Fitria, Dewi dan Febriana.
Penelitian yang dilakukan oleh Asideo, Asfro dan Adji di
Ghana menunjukkan bahwa bank di Ghana dapat memberikan
pengaruh yang lebih baik dan meningkatkan kinerja karyawan
dengan mengkombinasikan komitmen organisasi dan OCB.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Fitria, Dewi dan Febriana pada
perawat Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha menyebutkan
25
komitmen organisasi dapat meningkatkan OCB sebesar 17,8%. Hal
ini menunjukkan bahwa tinggi atau rendahnya komitmen organisasi
mempengaruhi tinggi atau rendahnya OCB pada perawat.
Penelitian Komitmen Organisasi ini bertolak belakang
dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh Khaleh dan
Naji yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara komponen afektif dan normatif dan OCB.
Menurut Organ (1988) bahwa orang yang dimungkinkan memiliki
perilaku OCB hanya jika orang tersebut diperlakukan sebagai
warga negara. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang dapat
memperlakukan karyawan dengan baik selama bekerja,
memungkinkan karyawan memiliki perilaku OCB.
Selain itu bagaimana komitmen organisasi dapat
memunculkan OCB dinyatakan oleh Powter, Mowday dan Steer
(1982) bahwa individu yang berkomitmen dengan organisasi
adalah individu yang bersedia untuk memberikan sesuatu sebagai
kontribusi bagi organisasi seingga kinerja inidividu tersebut akan
meningkat. Komitmen yang kuat akan memungkinkan sikap
karyawan untuk berusaha dalam menghadapi tantangan dan
tekanan yang ada. Keberhasilan dalam menghadapi tantangan itu
yang kemudian akan menumbuhkan kebanggaan tersendiri
terhadap organisasinya. (Toegijono, 2007). Untuk menciptakan,
menjaga atau mengembangkan OCB perusahaan perlu untuk
26
memperkuat faktor-faktor komitmen organisasi seperti faktor
personal yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pengalaman kerja, kepribadian. Kemudian karakteristik pekerjaan
melingkupi lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik
peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.
Selanjutnya arakteristik struktur, yang dimaksud dengan
karakteristik struktur adalah besar atau kecilnya organisasi, bentuk
organisasi, kehadiran serikat pekerja, tingkat pengendalian yang
dilakukan organisasi. Selain itu, pengalaman kerja. Karyawan yang
memiliki pengalaman kerja lebih lama dibandingkan dengan
pengalaman kerja yang belum lama mempunyai tingkat komitmen
yang berbeda.
Karyawan yang memiliki affective commitment yang tinggi
dapat dipastikan memiliki motivasi kerja yang tinggi dan
menunjukkan perilaku OCB (McShane & Glinow, 2003).
Pernyataan tersebut didukung pula oleh Greenberg dan Baron
(2000). Semakin tinggi komitmen karyawan terhadap organisasi,
maka semakin karyawan tersebut ingin ber-perilaku melebihi
tuntutan tugas apabila dibutuhkan. Hal ini mengarahkan karyawan
untuk terlibat dalam berbagai bentuk OCB.
Karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi akan
memunculkan perbedaan sikap dibandingkan yang karyawan
berkomitmen rendah. Komitmen organisasi yang tinggi
27
menghasilkan tingginya performa kerja, rendahnya tingkat absen,
dan rendahnya tingkat keluar-masuk (turnover) karyawan.
Karyawan yang berkomitmen tinggi akan memiliki produktivitas
tinggi (Luthans, 2002).
Perawat yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi
seperti keinginan untuk tetap bertahan di organisasi akan bekerja
dengan baik dan tumbuh rasa kepemilikan organisasi sehingga akan
melakukan hal-hal yang menguntungkan bagi organisasi secara
sukarela (conscientiousness). Karyawan yang memiliki kesamaan
nilai-nilai organisasi dengan nilai yang ada pada dirinya akan
menerima bentuk-bentuk peraturan dan kebijakan yang ada dalam
organisasi. Sehingga perawat akan mematuhi peraturan yang
berlaku (sportsmanship). Perawat yang bekerja keras demi
kemajuan organisasi akan bekerja lebih demi kelancaran jalannya
organisasi. Perawat akan berusaha lebih besar untuk menunjukkan
kinerja yang baik. Sehingga dapat meningkatkan kualitas
kinerjanya. Mereka juga akan memiliki rasa empati untuk
membantu pekerjaan rekan kerjanya (altruism) yang mempunyai
beban kerja lebih banyak, dengan begitu akan menumbuhkan sikap
peduli antar perawat dan mencegah masalah di dalam organisasi
baik masalah dengan pekerjaan, atasan maupun rekan kerja
(courtesy).
28
Pegawai dengan afektif komitmen yang tinggi akan lebih
menunjukkan OCB dibandingkan karyawan lain yang tidak
menunjukkan sikap afektif (Mayer and Alen, 1997). Beukhof, de
Jong & Nijhof (1998) Menyatakan bahwa tingkat kesuksesan
organisasi juga ditentukan dengan bagimana organisasi
memberikan stimulasi komitmen terhadap organisasi itu sendiri.
Dengan memberikan stimulasi komitmen organisasi secara efektif,
keterikatan psikologis karyawan terhadap organisasi menjadi
semakin kuat dan memunculkan kekuatan kemauan
mengindikasikan sikap OCB yang lebih baik. Tingkat kesuksesan
organisasi juga ditentukan dengan bagimana organisasi
memberikan stimulasi komitmen terhadap organisasi itu sendiri.
Dengan memberikan stimulasi komitmen organisasi secara efektif,
keterikatan psikologis karyawan terhadap organisasi menjadi
semakin kuat dan memunculkan kekuatan kemauan
mengindikasikan sikap OCB yang lebih baik.
Hal ini semakin dipertegas bahwa terdapat hubungan antara
komitmen organisasi dan OCB. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang sudah dilakukan oleh Ticoalu (2013) menjelaskan bahwa
Organizational Citizenship Behavior (OCB), dan komitmen
organisasional secara bersama berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan. Artinya karyawan yang memiliki OCB dan
memiliki komitmen organisasional akan dapat meningkatkan
29
kinerja karyawan, baik bagi organisasi maupun bagi diri sendiri.
Secara Empiris, penelitian ini mendukung penelitian-penelitian
yang sudah ada sebelumnya, bahwa terdapat hubungan positif
antara komitmen organisasi dengan organizational citizenship
behavior.
Analisis tambahan yang dilakukan pada penelitian ini
yakni pada masa kerja dan pendidikan terakhir. Tidak ada
perbedaan baik dari masa kerja maupun tingkat pendidikan
perawat yang mempengaruhi komitmen organisasi. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Robbins (2003)
yang menyatakan bahwa semakin lama seorang karyawan terlibat
didalam organisasi maka semakin memberi peluang untuk
menerima tugas yang sifatnya lebih menantang, otonomi yang
lebih besar, keleluasaan dalam bekerja maupun tingkat imbalan
ekstrinsik yang lebih tinggi. Namun hal ini berbeda dengan yang
disebutkan Kretner dan Knicki (2004) menyebutkan bahwa masa
kerja yang lama akan cenderung mengakibatkan seorang pegawai
lebih merasa betah berada dalam organisasi, hal ini dapat
disebabkan karena adanya adaptasi dengan lingkungan yang
cukup lama sehingga seorang pegawai akan merasa nyaman
dengan pekerjaannya. Penelitian ini berbeda dengan hasil peneliti
yang dilakukan oleh peneliti pada Rumah Sakit “X” dikarenakan
ketika masuk dengan status sebagai perawat Rumah Sakit “X”,
30
perawat mendapat perlakuan yang sama, jatah yang serupa dan
orientasi terlebih dahulu agar compact dengan budaya organisasi
Rumah Sakit “X”.
Tidak terdapat perbedaan pula pada tingkat pendidikan
pada perawat terkait dengan komitmen organisasi. Hal ini
berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Angle
dan Perry (1982) serta Steers (1977) yang menyatakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin
tinggi pula harapannya sehingga tidak mungkin dipenuhi oleh
organisasi, akibat yang ditimbulkan adalah semakin rendah
komitmen karyawan pada organisasi. Selanjutnya, didapat pada
penelitian Mathieu dan Zajac (1990) tingkat pendidikan
berkorelasi negatif kecil dengan komitmen organisasi bahwa.
Hal ini senada dengan hasil yang dilakukan oleh peneliti karena
perawat diperlakukan dengan sama dan adil sekalipun tingkat
pendidikannya berbeda-beda.
Selanjutnya, tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara masa kerja dengan OCB. Hal ini dikarenakan semua
perawat mendapat kesempatan yang sama untuk meningkatkan
kemampuan mereka dan mengikuti pelatihan sesuai kebutuhan
dan sepenuhnya dipenuhi pihak rumah sakit. Sedangkan dilihat
dari tingkat pendidikan, tidak terdapat perbedaan pula antara
perawat terhadap OCB. Hal ini senada dengan penelitian yang
31
dilakukan oleh Uzonwanne (2014) bahwa tidak terdapat
perbedaan antara tingkat pendidikan karyawan dalam memiliki
OCB, seperti yang dilakukan peneliti. Tidak adanya perbedaan ini
dapat dikarenakan perawat mendapatkan perlakuan yang sama,
diberikan proses training untuk menambah skill dan wawasan,
dan diberikan info terkini mengenai keperawatan oleh organisasi.
Persepsi Leader-Member Exchange (LMX) juga diyakini
sebagai prediktor organizational citizenship behavior (OCB).
Miner (1988) menyatakan bahwa interaksi atasan bawahan yang
berkualitas tinggi akan memberikan dampak seperti meningkatnya
kepuasan kerja, produktivitas, dan kinerja pegawai. Riggio (1990)
menyebutkan hal yang serupa, apabila interaksi atasan-bawahan
berkualitas tinggi maka seorang atasan akan berpandangan positif
terhadap bawahannya sehingga berdampak bawahannya akan
merasakan bahwa atasan banyak memberikan dukungan dan
motivasi. Hal ini akan meningkatkan rasa percaya diri dan hormat
bawahan pada atasan sehingga mereka termotivasi untuk
melakukan hal ”lebih dari” sekedar yang diharapkan oleh atasan
mereka.
Teori Leader Member Exchange (LMX) telah menyajikan
suatu kerangka bermanfaat menguji hubungan antara supervisor
dan para bawahan dan telah menjadi fokus banyak penelitian
(Gerstner dan Day; Graen dan Uhl-Bien dalam Harris et al., 2007).
32
LMX merupakan salah satu sifat kepemimpinan yang berhubungan
dengan tingkat kedekatan antara atasan dan bawahannya.
Karyawan yang memiliki kualitas hubungan yang tinggi
dimungkinkan akan memiliki peringkat kerja yang cenderung lebih
tinggi pula, niat karyawan untuk berhenti bekerja yang rendah,
kepuasan yang lebih besar terhadap atasan dan kepuasan
keseluruhan yang lebih besar dibanding atasan-bawahan dengan
hubungan yang rendah (Hanzaee & Mirvaisi, 2013).
LMX diyakini sebagai prediktor OCB. Miner (dalam
Kambu, 2012) mengemukakan pendapat bahwa adanya interaksi
atasan-bawahan yang berkulitas tinggi akan memberikan pengaruh
seperti meningkatnya motivasi kerja, produktivitas, dan juga
kinerja pegawai. Riggio (2009) menyatakan bahwa bila interaksi
atasan dan bawahan berkualitas tinggi maka seorang atasan akan
memiliki pandangan positif terhadap bawahannya yang
memunculkan perasaan pada bawahan bahwa atasan banyak
memberikan dukungan dan motivasi, dengan adanya hal ini
tentunya akan meningkatkan rasa percaya diri dan hormat bawahan
pada atasan sehingga mereka tergerak untuk melakukan pekerjaan
yang lebih dari apa yang diharapkan oleh atasan mereka.
Hasil penelitian mengenai korelasi antaa LMX dan OCB
ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wayne,
Shore, Bommer & Tetrick dalam Asgari, et, al. (2002), yang
33
menyebutkan bahwa LMX memiliki pengaruhyang signifikan
pada OCB karyawan sebagai LMX yang tinggi dalam memotivasi
karyawan untuk menunjukkan perilaku extra role tanpa ada
penghargaan formal dari organisasi tersebut. Sedangkan
penelitian ini menunjukkan hasil yang bertolak belakang dengan
penelitian yang sebelumya dilakukan oleh Andre Okatvio degan
kesimpulan LMX tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap OCB.
Kualitas hubungan yang tinggi menyerupai hubungan
kemitraan yang berdasar pada rasa saling menghargai, percaya,
dan mutual obligation (kewajiban terhadap sesama). Sedangkan
kualitas hubungan yang rendah hubungannya hanya terbatas pada
kontrak kerja (Wech, 2002). Tidak ada perbedaan baik dari masa
kerja maupun tingkat pendidikan perawat yang mempengaruhi
LMX. Karena komponen yang melibatkan peran atasan dan
bawahan adalah atasan dan bawahan itu sendiri. Tingginya LMX
di Rumah Sakit “X” dapat dilihat dari masa kerja karyawan
dimana tidak terdapat perbedaan yang mempengaruhi LMX
walaupun adanya masa kerja yang bebeda-beda dari setiap
responden. Hal ini menujukkan bahwa hubungan hubungan
pertukaran antara atasan dan bawahan yang dapat
dikarakteristikkan dengan adanya rasa saling percaya, saling
menghargai, saling menyukai, dan saling mempengaruhi antara
34
pimpinan dengan bawahan sangat baik. Tingkat perlakuan-
perlakuan khusus yang diberikan pimpinan kepada karyawan.
Karyawan mendapat perhatian lebih dari pimpinan, diberikan
kesempatan langsung untuk berinteraksi oleh pimpinan dan
diberikan andil untuk mengambil keputusan maka akan
mempengaruhi munculnya leadr member exchange di setiap diri
individu. Suatu kualitas hubungan yang tinggi akan terjadi pada
suatu kondisi yang memungkinkan munculnya rasa saling
ketergantungan, kesetiaan dan dukungan, sehingga karyawan
dapat bekerja dengan tenang dan memunculkan performansi
kinerja yang tinggi. Selain itu, perbedaan tingkat pendidikan yang
dimiliki oleh individu ternyata tidak mempengaruhi LMX. Hal ini
dapat dikarenakan karena semua perawat diperlakukan secara adil
ketika sudah terlibat didalam organisasi sehingga performansi
kinerja yang dimunculkan pun setara.
Menurut pendapat Truckenbrodt (2002) mengatakan
indikator variabel leader member exchange antara lain: tingkat
perlakuan-perlakuan khusus yang diberikan pimpinan kepada
karyawan, tingkat perhatian yang memadai dari pimpinan
terhadap karyawan, tingkat kepercayaan pimpinan terhadap
karyawan dan sebaliknya, tingkat kesediaan menerima tambahan
tanggungjawab dari perusahaan, tingkat kesediaan karyawan
untuk menerima tugas yang tidak terstruktur. Deluga (dalam
35
Wang et al., 2004) menyatakan bahwa kepercayaan yang
dibangun akan berhubungan dengan OCB karyawan. Sebagai
konsekuensi sebuah pertukaran sosial, karyawan percaya pada
supervisor secara langsung akan berpengaruh pada OCB
mereka. Aquino dan Bommer (dalam Asgari et al., 2008)
menyatakan bahwa orang yang menerima beberapa manfaat bagi
yang lain secara tidak langsung mempunyai kecenderungan
untuk kembali atau merasakan kepentingan dan interaksi yang
dikenal sebagai hal timbal balik yang positif. LMX mempunyai
pengaruh penting pada OCB yang memotivasi bawahan untuk
menunjukkan perilaku extra-role tanpa penghargaan formal dari
organisasi itu. Penelitian yang dilakukan Tsui, et al., (1997)
mengindikasikan bahwa ketika kualitas LMX tinggi, bawahan
tidak hanya akan memiliki kepercayaan yang tinggi kepada
supervisor, tetapi juga supervisor akan secara aktif
mempertimbangkan pengembangan karier masa depan para
bawahan. Wayne dan Graen dalam Chen et al., 2007
menyatakan bahwa dukungan manajerial memberikan kepada
bawahan saat bawahan melakukan tugas yang akan
menyebabkan pengaruh timbal balik yang akan mengarah ke
OCB bawahan.
Hasil dari penelitian ini memberikan gambaran bahwa
hubungan komitmen organisasi dengan OCB sebesar 46,1 %, dan
36
hubungan LMX dengan OCB sebesar 42, 7 %. Berdasarkan hasil
tersebut, diketahui bahwa komitmen organisasi dan LMX masing-
masing dapat menjadi salah satu penyebab dari munculnya perilaku
OCB pada karyawan. Seperti penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya oleh Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh
Truckenbrodt (2000) bahwa peningkatan kualitas hubungan
pemimpin dan karyawan akan meningkatan derajat kepuasan kerja,
dan Komitmen Organisasional dari karyawan, serta Organizational
Citizenship Behavior. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh
Truckenbrodt (2000) mengungkapkan bahwa fokus dari
Leadership member exchange adalah dimaksudkan untuk
memaksimumkan keberhasilan perusahaan melalui interaksi kedua
belah pihak. Temuan penelitiannya membuktikan bahwa
peningkatan kualitas hubungan pemimpin dan karyawan akan
meningkatan derajat kepuasan kerja, dan Komitmen
Organisasional dari karyawan, serta Organizational Citizenship
Behavior.
Hal senada juga disebutkan oleh Setiawan dan Govaria
dalam Jurnal Agora Vol 2 No1 tahun 2014 dalam penelitiannya
yang berjudul PengaruhLeadership Member Exchange dan
Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship
Behavior Karyawan PT. Welco terdapat hubungan positif antara
komitmen organisasi dan leader member exchange terhadap OCB
37
dikarenakan Hubungan pemimpin dan karyawan yang baik dapat
menimbulkan Komitmen Organisasional dari karyawan yang akan
berpengaruh terhadap adanya perilaku yang baik dari
karyawan(OCB).
Meskipun penelitian ini dapat membuktikan bahwa
hipotesis diterima, namun terdapat kelemahan-kelemahan di
dalam penelitian ini. Kelemahan-kelemahan tersebut seperti
terdapat aspek yang hanya menyisakan 3 aitem, sehingga tidak
dapat dengan baik mewakili aspek tersebut. Selain itu, peneliti
tidak dapat secara langsung melakukan pengambilan data kepada
seluruh responden penelitian terutama pada perawat, sehingga
peneliti tidak mengetahui keadaan fisik dan lingkungan, maupun
situasi dan kondisi saat responden menjawab kuesioner dan dapat
berpengaruh terhadap respon jawaban yang diberikan.
38
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat diketahui bahwa terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara komitmen organisasi dan leader
members exchange terhadap OCB. Hal ini berarti semakin tinggi komitmen
organisasi dan leader member exchange maka semakin tinggi pula tingkat
OCB di dalam organisasi atau perusahaan. Begitupula sebaliknya, semakin
rendah skor komitmen organisasi dan leader member exchange maka semakin
rendah pula OCB karyawan di dalam organisasi atau perusahaan. Komitmen
Organisasi dapat menjadi prediktor OC, leader member exchange juga dapat
menjadi prediktorOCB. Secara bersamaan, komitmen orgaisasi dan leader
member exchange dapat menjadi prediktor OCB. Dengan begitu, hipotesis
penelitian ini diterima.
SARAN
Berdasarakan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran
yang dapat penulis berikan terkait proses dan hasil selama penelitian ini
berlangsung.
Saran-saran tersebut diantaranya adalah:
1. Bagi responden penelitian
Karyawan diharapkan dapat lebih memahami dan meningkatkan
komitmen organisasi agar dapat memuculkan OCB yang sangat penting
untuk kemajuan organisasi atau perusahaan sehingga mampu bersaing
secara global. Selain iu karyawan diharapkan dapat secara dengan aktif
39
dalam kegiatan seminar, training dan workshop yang diadakan oleh
organisasi atau perusahaan untuk meningkatkan pengetahuan karyawan.
2. Bagi organisasi atau perusahaan
Organisasi atau perusahaan hendaknya lebih meningkatkan proses
komitmen organisasi dan leader member exchange guna terciptanya OCB
yang dapat menunjang kemajuan organisasi atau perusahaan yang
bersangkutan, yakni dengan beberapa cara diantaranya mengadakan
seminar, training, workshop dan mengirim karyawan ke organisasi atau
perusahaan lain untuk belajar dan berbagi pengetahuan.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti/membahas lebih
mendalam mengenai variabel maupun faktor-aktor lainnya yang turut
empengaruhikomitmen orgaisasi dan leader member exchange di dalam
organisasi atau perusahaan. Selain itu, peneliti selanjutnya diharapkan
lebih memperluas populasi dan jumlah responden agar dapat digunakan
sebagai referensi atau pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya
yang berkaitan dengan komitme organisasi, leader member exchange dan
OCB.
40
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Nugroho. 2006. E-Commerce: Memahami Perdagangan Modern di Dunia
Maya. Bandung: Informatika Bangung.
Asgari dkk, The relationship between leader-member exchange, organizational
inflexibility, perceived organizational support, interactional justice and
organizational citizenship behaviour African Journal of Business Management
Vol.2 (8), pp. 138-145, August 2008
Allen, N. J., and Meyer, J. P. (1990). The Measurement and Antecedents of
Affective, Continuance, and Normative Commitment to the Organization. Journal
of Occupational Psychology, 1-18.
Allen & Meyer.1997. Commitment In The Workplace (Theory, Research and
Application). Sage Publication London.
Angle, H., & Perry, J. (1983). Organizational commitment: Individual and
organizational influences. Work and Occupations, 10, 123-146.
Andriani, G., Djalali, M. A., & Sofiah, D. (2012). Organizational citizenship
behavior dan kepuasan kerja pada karyawan. Jurnal Penelitian Psikologi, 03, 341-
354.
Darto, M. (2014). Peran Perilaku Kewargaan Organisasi (OCB) dalam
Peningkatan Kinerja Individu di Sektor Publik: Sebuah Analisis Teoritis dan
Empiris. Jurnal Borneo Administrator, Vol.10, No.1
Elanain, H.A. (2007). Relationship between personality and organizational
citizenship behavior : does personality influence employee citizenship?.
International Review of Business Research Papers, Vol. 3, No.4, 31-43
Erdogan, B., & Enders, J. (2007). Support from the top: Supervisors' perceived
organizational support as a moderator of leader-member exchange to satisfaction
and performance relationships. Journal of Applied Psychology, 92(2), 321–330.
Gray, J. H., Densten, I. L., 2005. Towards an integrative model of organizational
culture andknowledge management.International Journal of Organisational
Behaviour,Vol. 9 (2),594–603
Garay. (2006). Kinerja extra-role dan kebijakan kompensasi. Sinergi, Vol. 8 No.1
Harris, K. J., Harris, R. B., & Eplion, D. M. (2007). Personality, leader-member
exchanges, and work outcomes. Journal of Behavioral and Applied Management,
8(2), 92–107.
Hanzaee, Kambiz Heidarzadeh dan Mirvaisi, Majid. (2013). “A Survey on Impact
of Emotional Intelligence, Organizational Citizenship Behaviors and Job
Satisfaction on Employees Performance in Iranian Hotel Industry”. Management
Science Letters. Vol. 3: pp 1395–1402.
41
Ivancevich, J.M., Konopaske, R., & Matteson, M.T. (2007). Perilaku dan
manajemen organisasi: edisi ketujuh, jilid 1. Jakarta: Erlangga
Kuntjoro, Z.S. 2002. Komitmen Organisasi. Diperoleh dari :
http://www.epsikologi.com/masalah/250702.htm
Kuntjoro, Zainnudin. Sri. 2009. Komitmen Organisasi. [Online], Tersedia:
http://www.e-psikologi.com/masalah/faktor.html[3Maret 2014]
Kreitner, R., & Kinicki, A. (2004). Organizational behavior. Boston, MA:
McGraw- Hill Irwin.
Luthans, F. (2002) Positive Organizational Behavior: Developing and Managing
Psychological Strengths. Academy of Management Executive, 16, 57-75.
Luthans, F., Avey, J.B., Avolio, B.J., Norman, S.M., & Combs, G.M. (2006).
Psychological capital development: toward a micro-intervention. Journal of
Organizational Behaviour, 27, 383-393
Liden, RC., Maslyn, JM. (1998). Multidimensionality Of Leader Member
Exchange: An Empirical Assessment Through Scale Development. Journal
of Management, Vol. 21, No.1, 43-72
Mas'ud, Fuad. 2002. 40 Mitos Manajemen Sumber Daya Manusia : Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. ……….2004. Survai Diagnosis
Organisasional Konsep dan aplikasi. Badan Penerbit Universitas diponegoro
Semarang
McShane, S.L. and Von Glinow, M.A. (2003) Organizational Behaviour.
International Edition, McGraw-Hill Education, New York.
Mathis, R.L. & J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen
Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat.
Nijhof, J.W., de Jong, M.J. and Beukhof, G. (1998) Employee Commitment in
Changing Organisations: An Exploration. Journal of European Industrial Training,
22, 243-248.
Nusantara, Billy Kharisma. 2015. Pengaruh Leader Member Exchange Dan
Budaya Organisasi Terhadap Loyalitas Karyawan. Universitas Negeri
Yogyakarta.
Organ, D.W., Podsakof, M.P., MacKenzie, B.S. 2006. Organizational Citizenship
Behavior. USA : Sage Publications, Inc
Riggio, Ronald E. 1990. Introduction to industrial/organizational Psychology.
Glinview, Illinois: Scott, Foresman/Little, Brown Higher Education
Robin S dan Judge. 2008. Perilaku Organisasi Buku2. Jakarta:Salemba Empat Hal
256
42
Soegandhi, V. M., Sutanto, E. M., & Setiawan, R. (2013). Pengaruh kepuasan
kerja dan loyalitas kerja terhadap organizational citizenship behavior pada
karyawan PT. Surya Timur Sakti Jatim. Agora, 1, (tanpa halaman).
Schultz, D. P. & Schultz, S. E. (1998). Psychological Work Today: An
introduction to industrial & organizational psychology. 7th eds. New Jersey:
Prentice Hall.
Sopiah. (2008). Perilaku Organisasi, Yogyakarta: Andi Offset.
Steers, R.M. (1977) Antecedents and Outcomes of Organisational Commitment.
Administrative Science Quarterly, 22, 46-56.
Sumiyarsih, W., Mujiasih, E., & Ariati, J. (2012). Hubungan antara kecerdasan
emosional dengan organizaional citizenship behavior pada karyawan CV.
Aneka Ilmu Semarang. Jurnal Psikologi Undip, Vol. 11, No.1
Ticolau, Linda Kartini. 2013. OCB Dan Komitmen Organisasi Pengaruhnya
Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal EMBA, Vol.1, No. 4
Truckenbrodt, Y. B. (2000). The relationship between leader-member exchange
and commitment and organizational citizenship behavior. Acquisition Review
Quarterly, 233-24
Uzonwanne, Francis C. PhD IOSR Organizational Citizenship Behaviour and
Demographic Factors among Oil Workers in Nigeria Journal Of Humanities And
Social Science (IOSR-JHSS) Volume 19, Issue 8, Ver. V (Aug. 2014), PP 87-95
Wayne, S.J., Shore, L.M., Bommer, W.H. and Tetrick, L.E. (2002) The Role of
Fair Treatment and Rewards in Perceptions of Organizational Support and
Leader-Member Exchange. Journal of Applied Psychology, 87, 590-598.
Widhiarso, Wahyu.2011. Uji Hipotesis Komparatif. Yogyakarta: FP UGM
Wech, BA. Effect on Organizational Citizenship Behavior, Supervisory Fairness,
and Job Satisfaction Beyond the Influence of Leader Member Exchange. 2002.
Business Society. Vol . 41, No.3 353-360