21
PENGARUH MENGUNYAH PERMEN KARET XYLITOL TERHADAP RASA HAUS PADA PASIEN CKD DENGAN TERAPI HEMODIALISA Effect Of Chewing Xylitol Gum Toward Thirst of CKD Patients Who Undergo Hemodialysis Ni Putu Eka Ariani 1 , I Dewa Putu Gede Putra Yasa 2, I Made Arisusana 3 , 1 STIKes Wira Medika PPNI Bali 2 Poltekes Denpasar 3 STIKes Wira Medika PPNI Bali Jalan Kecak No 9A Gatot Subroto Timur Denpasar – Bali, 80239, e-mail: [email protected] ABSTRAK Pendahuluan: Pasien Cronic Kidney Desease yang menjalani terapi hemodialisis umumnya mengeluh haus dan mulut kering karena penurunan sekresi saliva yang disebabkan oleh peningkatan kadar urea dalam darah dan pembatasan cairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mengunyah permen karet xylitol terhadap rasa haus pada pasien CKD dengan terapi hemodialisis di ruang hemodialisis BRSU Tabanan. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah quasy ekperiment dengan rancangan nonequivalen control group. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non propability sampling dengan tehnik purposive sampling yang melibatkan 20 responden dengan 10 kelompok perlakuan dan 10 kelompok kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur rasa haus menggunakan Dialysis Thirst Inventory (DTI) yang pengukurannya dilakukan sebelum mengunyah permen karet xylitol dan setelah mengunyah dua butir (3gram) permen karet xylitol oleh pasien dengan terapi hemodialisis selama lima menit dengan interval waktu empat jam sekali selama satu hari. Hasil: Rata-rata nilai rasa haus pada kelompok perlakuan sebelum mengunyah permen karet sebesar 32,80, dan setelah mengunyah permen karet menjadi 21,7 (p=0,000) dan rata-rata nilai rasa haus awal pada kelompok kontrol sebesar 33,00 dan rata-rata nilai rasa haus akhir 32,4 (p=0,081). Diskusi: Rata- rata selisih nilai rasa haus pada kelompok perlakuan dan kontrol (p=0,000) yang bearti ada pengaruh yang signifikan mengunyah permen karet xylitol terhadap rasa haus pada pasien CKD dengan terapi hemodialisis. Kata kunci : Permen Karet Xylitol, Rasa Haus, Hemodialisis (HD) ABSTRACT Introduction: Chronic Kidney Disease patients who undergo hemodialysis commonly complain about thirst and xerostomia due to decrease of salivary secretion that cause by increase of urea on blood and fluid restriction. The purpose of study is to know the effect 1

Manuskrip.mengunyah permen karet xylitol

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pengaruh menyunyah permen karet xylitol terhadap rasa haus pada pasien dengan terapi hemodialisa

Citation preview

PENGARUH MENGUNYAH PERMEN KARET XYLITOL TERHADAP RASA HAUS PADA PASIEN CKD DENGAN TERAPI HEMODIALISA

Effect Of Chewing Xylitol Gum Toward Thirst of CKD Patients Who Undergo Hemodialysis

Ni Putu Eka Ariani1, I Dewa Putu Gede Putra Yasa2, I Made Arisusana3, 1STIKes Wira Medika PPNI Bali2Poltekes Denpasar3STIKes Wira Medika PPNI BaliJalan Kecak No 9A Gatot Subroto Timur Denpasar Bali, 80239, e-mail: [email protected]

ABSTRAKPendahuluan: Pasien Cronic Kidney Desease yang menjalani terapi hemodialisis umumnya mengeluh haus dan mulut kering karena penurunan sekresi saliva yang disebabkan oleh peningkatan kadar urea dalam darah dan pembatasan cairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mengunyah permen karet xylitol terhadap rasa haus pada pasien CKD dengan terapi hemodialisis di ruang hemodialisis BRSU Tabanan. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah quasy ekperiment dengan rancangan nonequivalen control group. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non propability sampling dengan tehnik purposive sampling yang melibatkan 20 responden dengan 10 kelompok perlakuan dan 10 kelompok kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur rasa haus menggunakan Dialysis Thirst Inventory (DTI) yang pengukurannya dilakukan sebelum mengunyah permen karet xylitol dan setelah mengunyah dua butir (3gram) permen karet xylitol oleh pasien dengan terapi hemodialisis selama lima menit dengan interval waktu empat jam sekali selama satu hari. Hasil: Rata-rata nilai rasa haus pada kelompok perlakuan sebelum mengunyah permen karet sebesar 32,80, dan setelah mengunyah permen karet menjadi 21,7 (p=0,000) dan rata-rata nilai rasa haus awal pada kelompok kontrol sebesar 33,00 dan rata-rata nilai rasa haus akhir 32,4 (p=0,081). Diskusi: Rata-rata selisih nilai rasa haus pada kelompok perlakuan dan kontrol (p=0,000) yang bearti ada pengaruh yang signifikan mengunyah permen karet xylitol terhadap rasa haus pada pasien CKD dengan terapi hemodialisis.

Kata kunci: Permen Karet Xylitol, Rasa Haus, Hemodialisis (HD)

ABSTRACTIntroduction: Chronic Kidney Disease patients who undergo hemodialysis commonly complain about thirst and xerostomia due to decrease of salivary secretion that cause by increase of urea on blood and fluid restriction. The purpose of study is to know the effect chewing xylitol gum toward thirst of CKD patients who undergo hemodialysis at hemodialysis unit of Tabanan General Hospital. Method: This study is quasy eksperiment with nonequivalen control group design. Sampling on this study use non probability sampling with purposive sampling with 20 samples, 10 samples on experiment group while another 10 samples on control group. Thirst was measured by Dialysis Thirst Inventory (DTI) before chewed xylitol gum and after chewed two grains ( 3grams) xylitol gum on hemodialysis patients for five minutes every four hours in one day. Result: of study showed the mean score of thirst on experiments group pretest 32,80, posttest 21,7 (p=0,000) and mean score on control group pretest is 33,0, posttest 32,4 (p=0,081). Discussion: Mean different of thisty score of experiment group -11,10, control group -0,60 (p=0,000) from the result conclode that there was significance effect of chewing xylitol gum toward thirst of CKD patients who undergo hemodialysis.

Keywords: Xylitol Gum, Thirst, Hemodialysis (HD)

Alamat Korespondensi: Jalan Gatot Subroto 2 Blok G No 1Email: [email protected]

5

PENDAHULUANGagal Ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dan pada suatu derajat tertentu memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik (Sudoyo, 2009).Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan hingga tahun 2015 sebanyak 36 juta orang warga dunia meninggal akibat penyakit gagal ginjal. Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 380.000 penderita GGK menjalani hemodialisis reguler (USRDS, 2011). Persatuan Nefrologi Indonesia (Pernefri) 2004 menyatakan dalam Widiana (2005), di Indonesia diperkirakan ada 70.000 penderita gagal ginjal, dan penyakit ini menempati urutan pertama dari semua penyakit ginjal, dan khususnya di Bali, prevalensi gagal ginjal kronik mencapai 6%. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali jumlah pasien gagal ginjal kronik yang tercatat pada tahun 2012 sebanyak 915 orang.Berbagai masalah dapat terjadi pada pasien GGK seperti penambahan berat badan, edema, peningkatan tekanan darah, sesak nafas, mual muntah serta gangguan jantung. Pasien yang menjalani terapi hemodialisa sebagian besar harus mempertahankan pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya kelebihan cairan. Kelebihan cairan dapat meningkatkan Interdialytic Weight Gain (IWG) atau penambahan berat badan terutama saat proses dialisis.Melalui pembatasan cairan inilah maka resiko timbulnya komplikasi dapat ditekan. Namun, dengan adanya pembatasan cairan ini dapat pula menimbulkan beberapa efek pada tubuh penderita. Diantaranya adalah kekacauan hormonal, perubahan sosial dan psikologi, munculnya rasa haus dan xerostomia atau suatu gejala berupa mulut kering akibat produksi kelenjar ludah yang berkurang (Bots et al, 2005).Rasa haus adalah keluhan subjektif yang didapatkan karena faktor penurunan sekresi saliva sedangkan Xerostomia adalah istilah medis untuk masalah keluhan subjektif mulut kering (dry mouth), mulut kering adalah salah satu faktor yang dapat menstimulasi munculnya rasa haus. Keadaan mulut kering dan rasa haus dikarenakan penurunan sekresi saliva yang diperkirakan terjadi sebanyak 11-15% pada pasien GGK dengan terapi hemodialisa (Bots et al, 2005). Penyebab xerostomia pada pasien GGK dikarenakan kadar urea darah (BUN) lebih tinggi dari 8-23 mg/dl. Uremia yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya polineuropati. Neuropathi dan depresi pada system saraf otonom terutama terjadi pada Nervus Glosofaringeal dan Nervus Facialis yang mempersarafi kelenjar ludah dan dapat menyebabkan tertekannya saraf simpatis dan parasimpatis yang berfungsi sebagai sekretonik (Ameregon, 1991; Ganong, 2008; Cristopher, 2010).Rasa haus dan xerostomia yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi saliva dapat mengakibatkan rasa ketidaknyamanan pada rongga mulut, nyeri, peningkatan tingkat caries gigi, infeksi mulut kesulitan berbicara dan menelan makanan, sehingga asupan gizi pun menurun serta penambahan berat badan dikarenakan meningkatnya intake cairan. Keluhan-keluhan yang muncul ini dapat mempengaruhi tingkat kualitas hidup (Bots et al, 2005). Peningkatan sekresi saliva dapat dipengaruhi oleh berbagai rangsangan, yaitu rangsangan mekanis, rangsang kimia, dan rangsang neuronal. Rangsang mekanis dihasilkan dari aktifitas pengunyahan. Rangsang neuronal dihantarkan oleh system saraf otonom, baik simpatis maupun parasimpatis. Rangsang kimia diperoleh dari rangsangan seperti manis, asin, asam, pedas, dan pahit (Ameregon, 1991).Rangsangan mekanis dan kimiawi seperti mengunyah dan rasa manis dapat menggerakkan reflek saliva dengan menstimulasi reseptor yang dipantau oleh nervus trigeminal (V) dan nervus fasialis (VII) sebagai pengecap. Stimulasi saraf parasimpatis akan mempercepat sekresi pada semua kelenjar saliva, sehingga menghasilkan produksi saliva dalam jumlah banyak (Amerongen, 1991; Ganong, 2008; Christoper, 2010). Mengunyah makanan seperti permen karet dapat menstimulasi aliran saliva untuk bekerja lebih baik, konsumsi makanan yang membutuhkan pengunyahan yang banyak seperti permen karet yang manis juga bisa merangsang kelenjar saliva, dengan mengunyah permen karet sebanyak enam kali selama dua minggu dapat mengatasi penurunan sekresi saliva pada pasien GGK (Stephen dan Nicola, 2011). Selama ini cara untuk meningkatkan volume saliva dengan menggunakan saliva pengganti seperti gel pelembab antibakteri (oral balance), dan produk stimulant saliva seperti salagen, ditemukan hanya dapat mengurangi keluhan rasa haus sebanyak 10% (Veerman et al, 2005).Salah satu tehnik mengunyah yang baik adalah dengan mengunyah permen karet xylitol. Xylitol merupakan gula alkohol atau gula polialkohol tipe pentitol karena di dalam molekulnya xylitol mengandung lima rantai atom karbon atau lima golongan hidroxil. Xylitol dimetabolisme di hati dan dikonversikan menjadi D-xylulose dan glukosa oleh polyol dehydrogenase (Khairunissa, 2010).Xylitol merupakan pemanis yang aman bagi penderita diabetes dan hiperglikemia, sehingga banyak digunakan bertahun-tahun di Amerika, Rusia, dan Eropa. Xylitol diabsorbsi lebih lambat daripada gula biasa karena memiliki indeks glikemik yang sangat rendah yaitu tujuh sedangkan, gula memiliki indeks glikemik sampai 90 dan dilepaskan ke dalam darah 13 kali lebih cepat dibanding xylitol. Hal ini menyebabkan xylitol tidak memberi kontribusi terhadap meningkatnya gula darah dan juga tidak memberi efek hiperglikemik yang disebabkan respon insulin yang tidak cukup (Rachima, 2008).Seluruh permen karet jenis gula alcohol dapat digunakan untuk meningkatkan produksi saliva, namun salah satu permen karet jenis xylitol lebih sesuai karena mengandung kadar gula lebih rendah, karena permen karet yang mengandung xylitol mampu meningkatkan kuantitas saliva dan meningkatkan pH mukosa mulut lebih tinggi dibandingkan permen karet non xylitol (Corsello et al, 1994). Efektifitas mengunyah permen karet sebagai cara mengatasi xerostomia telah dibuktikan pada penelitan yang melibatkan 65 orang pasien dengan terapi hemodialisa dan diberikan permen karet selama dua minggu. Hasil penelitian menunjukkan penurunan gejala xerostomia dan rasa haus (Bots et al, 2005). Kuantitas atau jumlah saliva yang dihasilkan selama mengunyah permen karet pada pasien GGK dengan hemodialisa telah dibuktikan dengan penelitian dengan melibatkan 40 orang pasien dengan terapi hemodialisa yang diberikan permen karet, hasil dari penelitian ini menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna terhadap stimulasi mengunyah dengan pemberian permen karet (Yahrini, 2009).Hasil study pendahuluan di BRSU Tabanan dengan tehnik wawancara pada 10 orang pasien CKD dengan terapi hemodialisis pada tanggal 18 Maret 2014 menunjukkan bahwa 100% pasien mengeluh mengalami sensasi rasa haus dan mulut kering. Akibat sensasi rasa haus dan mulut kering tersebut, pasien sering melanggar aturan pembatasan cairan yang harus dijalankan. Menurut perawat BRSU Tabanan edukasi telah diberikan kepada pasien sebagai salah satu upaya untuk pembatasan cairan, akan tetapi masih banyak pasien yang tidak melakukan apa yang telah diinformasikan. Hal ini disebabkan oleh sensasi rasa haus yang dirasakan pasien. Dari hasil wawancara dengan perawat di Ruang Hemodialisa BRSU Tabanan sudah ada SOP tentang edukasi pembatasan cairan bagi pasien CKD dengan terapi Hemodialisis namun di dalamnya belum terdapat point anjuran untuk mengunyah permen karet xylitol sebagai salah satu cara untuk mengurangi asupan cairan.Melihat dampak masalah dan hasil study pendahuluan di atas, terlihat bahwa permen karet dapat meningkatkan produksi saliva pasien CKD melalui rangsangan mekanik dan kimiawi. Namun, penelitian tersebut belum dapat menjelaskan seberapa besar peningkatan produksi saliva dapat menurunkan rasa haus pada pasien dengan terapi hemodialisis. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh mengunyah permen karet xylitol terhadap rasa haus pada pasien CKD dengan terapi hemodialisis di Unit Hemodialisis BRSU Tabanan Tahun 2014.

BAHAN DAN METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah Quasy experimental dengan menggunakan rancangan nonequivalen control group yaitu rancangan penelitian yang mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimental (Nursalam,2013). Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani terapi Hemodialisis di Unit Hemodiaisis BRSU Tabanan dimana rata-rata populasi dalam sebulan adalah 645 pasien. . Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan teknik non probability sampling dengan tehnik purposive sampling. Sugiono (2011) menyatakan untuk penelitian eksperimen sederhana, yang menggunakan kelompok kontrol dan kelompok ekperimen diambil dengan dengan cara systematic sampling. Systematic sampling adalah tehnik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi. Pada penelitian ini sampel diambil dari populasi pasien CKD yang menjalani terapi Hemodialisis di unit Hemodialisis BRSU Tabanan yang ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi penelitian. Dalam hal ini peneliti menetapkan sampel yang digunakan sebanyak 20 orang. Penelitian dilakukan di Unit Hemodialisis BRSU Tabanan. Peneliti memilih tempat ini sebagai tempat penelitian karena banyak terdapat pasien CKD dengan terapi Hemodialisis. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 05 sampai 12 Juni 2014. Dalam penelitian ini variabel bebas adalah Mengunyah Permen Karet Xylitol dan variabel terikat adalah rasa haus pada pasien CKD dengan terapi Hemodialisis.Teknik pengumpulan data sebagai berikut: Pengkajian awal di lakukan 10 menit sebelum mengunyah permen karet xylitol dengan pedoman wawancara Dyalisis Thirst Inventory (DTI) untuk mengetahui score rasa haus pasien CKD dengan terapi Hemodialisis. Peneliti dibantu oleh dua orang peneliti pendamping. Setelah hasil dari pengkajian awal terkumpul, peneliti kemudian memberikan dua butir permen karet xylitol untuk dikunyah selama lima menit. Mengunyah dua butir permen karet xylitol selama lima menit dilakukan dengan interval waktu empat jam sekali selama satu hari. Pada keesokan harinya peneliti kembali melakukan pengukuran akhir nilai rasa haus menggunakan DTI. Mentabulasi data umum responden, data pengkajian awal dan pengkajian akhir pada kelompok kontrol dan perlakuan dan dilakukan analisis data.Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan lembar check list/ SPO Mengunyah Permen Karet Xylitol dan lembar wawancara berupa Dyalisis Thirst Inventory untuk mengukur rasa haus sebelum dan sesudah mengunyah permen karet xylitol yang dilakukan pada sampel yang diteliti. Analisis bivariat digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas Mengunyah Permen Karet Xylitol terhadap variabel terikat rasa haus pada pasien CKD dengan terapi Hemodialisa sebelum dan setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol dan perlakuan. Setelah semua data terkumpul, data kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan uji parametrik paired t test. Ha diterima apabila nilai p value < 0,05 artinya ada perbedaan nilai rasa haus sebelum dan setelah mengunyah permen karet xylitol. Setelah didapatkan hasil perbedaan nilai rasa haus sebelum dan setelah mengunyah permen karet xylitol pada kelompok kontrol dan perlakuan dilakukan uji independent t test. Ha diterima apabila nilai p value < 0,05 artinya ada perbedaan nilai rasa haus pada kelompok kontrol dan perlakuan pada pasien CKD dengan terapi Hemodialisis.

HASILTabel 1. Nilai rasa haus sebelum mengunyah permen karet xylitol pada kelompok perlakuanVn Min Maks Rata-rata

Rasa Haus Pretest10303532,80

Berdasarkan tabel satu dari 10 responden pada kelompok perlakuan sebelum mengunyah permen karet xylitol, diperoleh nilai rasa haus tertinggi 35, nilai rasa haus terendah 30, dengan nilai rata-rata rasa haus 32,80.

Tabel 2. Nilai rasa haus setelah mengunyah permen karet xylitol pada kelompok perlakuanVnMin Maks Rata-rata

Rasa Haus Posttest10182521,7

Berdasarkan tabel dua, didapatkan dari 10 responden pada kelompok perlakuan, setelah mengunyah permen karet xylitol, diperoleh nilai rasa haus tertinggi 25, nilai rasa haus terendah 18 dengan nilai rasa haus rata-rata 21,7.

Tabel 3. Analisis nilai rasa haus awal tanpa intervensi mengunyah permen karet xylitol pada kelompok kontrolVnMin Maks Rata-rata

Rasa Haus Pretest10303533,00

Berdasarkan tabel tiga dari 10 orang responden pada kelompok kontrol diperoleh nilai rasa haus awal tanpa itervensi mengunyah permen karet xylitol dengan nilai rasa haus tertinggi 35, nilai rasa terendah 30 dan nilai rata-rata rasa haus 33,0.

Tabel 4. Nilai rasa haus akhir tanpa intervensi mengunyah permen karet kylitol pada kelompok kontrolVnMin Maks Rata-rata

Rasa Haus Posttest10293532,4

Berdasarkan tabel empat dari 10 orang responden pada kelompok kontrol diperoleh nilai rasa haus akhir tanpa itervensi mengunyah permen karet xylitol dengan nilai rasa haus tertinggi 35, nilai rasa terendah 29 dan nilai rata-rata rasa haus 33,0.

Tabel 5. Perbedaan analisa nilai rasa haus pada pasien CKD dengan terapi hemodialisis sebelum dan setelah mengunyah permet karet xylitol pada kelompok perlakuanVnRata-rataSelisih rata-rataSDP

Rasa Haus Sebelum10

32,811,12,130,000

Rasa Haus Setelah

21,7

Berdasarkan tabel lima dari 10 responden dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai rasa haus responden sebelum dan setelah mengunyah permen karet xylitol pada kelompok perlakuan dengan selisih rata-rata perbedaan nilai rasa haus mencapai 11,1 dengan p=0,000. Dari hasil analisis bearti p0,05 dengan demikian H0 diterima. Bearti tidak ada perbedaan yang bermakna rata-rata nilai rasa haus pada pasien dengan terapi hemodialisis tanpa intervensi mengunyah permen karet xylitol.Tabel 7. Perbedaan rasa haus pada kelompok perlakuan dan kontrol pada pasien CKD dengan terapi hemodialisisVnRata-rataSelisih rata-rataSEP

Rasa Haus Perlakuan10

-11,1-10,5000,740,000

Rasa Haus Kontrol10

-0,60

Berdasarkan tabel tujuh dari 20 responden dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai rasa haus pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan perbedaan selisih rata-rata antara kelompok perlakuan dan kontrol -10,50 dengan p=0,000 Hal ini menunjukkan bahwa nilai signifikan (p