Upload
risa-putri-utami
View
70
Download
8
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Safety, Health, And Environment
Citation preview
Tugas Farmasi Industri
Safety, Health, and Environment
Disusun oleh :
Rusyda Lathifah Dewras 260112140086
Cyntia D.F.S. Malau 260112140092
Meriam Gita Maulia 260112140103
Haniq Juniswapy Fauzi 260112140105
Windy dwininda 260112140116
M. Rizki Pamula H. 260112140119
PROGRAM STUDI PROFESI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2014
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................... 1
I. SAFETY, HEALTH, AND ENVIRONMENT.............................. 4
1.1 Sistem Pengolahan Limbah.............................................. 4
1.1.1 Definisi Limbah................................................................ 4
1.1.2 Karakteristik Limbah........................................................ 4
1.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Limbah................. 4
1.1.4 Jenis-Jenis Limbah............................................................ 5
1.1.5 Daur Ulang Limbah.......................................................... 6
1.1.6 Tujuan Daur Ulang dan Pemanfaatan Ulang.................... 6
1.1.7 Langkah Daur Ulang atau Pemanfaatan Ulang................ 7
1.1.8 Macam-Macam Limbah yang Dapat Didaur Ulang......... 7
1.1.9 Macam-Macam Limbah yang Dapat Dimanfaatkan Tanpa
Proses Daur Ulang............................................................ 8
II. PENGOLAHAN LIMBAH BERDASARKAN JENISNYA ... 8
2.1 Limbah Cair........................................................................ 9
2.1.1 Upaya Pengelolaan Lingkungan...................................... 10
2.1.2 IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)........................ 11
1
2.1.3 Pengolahan Limbah Cair................................................. 16
2.1.4 Indikator Kualitas Air...................................................... 17
2.1.5 Dampak Pencemaran Air................................................. 18
2.2 Limbah Padat...................................................................... 20
2.2.1 Upaya Pengelolaan Limbah Padat................................... 20
2.2.2 Pemantauan Limbah Padat............................................... 20
2.3 Limbah Suara dan atau Getaran.......................................... 20
2.3.1 Upaya Pengelolaan Limbah Suara dan atau Getaran....... 20
2.3.2 Pemantauan Limbah Suara dan atau Getaran.................. 21
2.4 Limbah Gas......................................................................... 21
2.5 Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)...................... 21
2.5.1 Pengertian Limbah B3...................................................... 22
2.5.2 Tujuan Pengelolaan Limbah B3....................................... 22
2.5.3 Identifikasi Limbah B3..................................................... 25
2.5.4 Pengelolaan dan Pengolahan Limbah B3......................... 27
2.5.5 Teknologi Pengolahan...................................................... 30
2.5.6 Proses Pembakaran (Inceneration) Limbah B3................ 34
III. MSDS (Material Safety Data Sheet) ........................................ 35
3.1 Pengertian Material Safety Data Sheet............................... 35
3.2 Uraian Penyajian Material Safety Data Sheet.................... 35
IV. SISTEM PENANGANAN KEADAAN DARURAT............... 44
2
4.1 Gawat Darurat..................................................................... 44
4.2 Rencana Gawat Darurat...................................................... 45
4.3 Manajemen Tanggap Darurat............................................. 45
4.4 Langkah-Langkah Penyusunan Gawat Darurat.................. 45
4.5 Sumber Peraturan................................................................ 46
4.6 Emergency Plan.................................................................. 46
4.7 Perawatan Gawat Darurat................................................... 46
4.8 Ketentuan Pintu Darurat..................................................... 47
4.9 Keselamatan Kerja pada Keadaan Darurat......................... 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 49
DISKUSI.................................................................................................. 50
3
I. Safety, Health, and Environment
1.1 Sistem Pengolahan Limbah
1.1.1 Definisi Limbah
Limbah adalah benda yang dibuang, baik berasal dari alam ataupun dari hasil
proses teknologi. Limbah dapat berupa tumpukan barang bekas, sisa kotoran hewan,
tanaman, atau sayuran. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses
produksi baik industri maupun domestik yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.
1.1.2 Karakteristik Limbah
Karakteristik limbah adalah sebagai berikut :
1. Berukuran mikro
2. Tidak berguna dan tidak dapat digunakan lagi atau bahkan ada yang
merugikan
3. Dapat dimanfaatkan secara langsung melalui proses daur ulang
4. Dapat digunakan sebagai bahan baku kegiatan atau indsutri langsung
5. Jenis limbahnya berupa limbah padat, limbah cair, limbah gas, debu, uap,
partikulat
6. Berdampak luan (penyebarannya)
7. Berdampak jangka panjang (antar generasi)
1.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Limbah
Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah sebagai berikut :
1. Volume limbah
2. Kandungan bahan pencemar
3. Frekuensi pembuangan limbah
4
1.1.4 Jenis-Jenis Limbah
- Berdasarkan sumbernya limbah digolongkan menjadi :
1. Limbah Organik yang mudah busuk.
Misalnya : sisa sayuran, sisa makanan, dedaunan, potongan rumput, dan
kotoran hewan
2. Limbah Organik yang tidak mudah membusuk.
Misalnya : kertas dan kayu
3. Limbah Anorganik.
Misalnya : plastik, pecahan kaca, karet, kaca, botol, dan besi.
4. Limbah berbahaya.
Misalnya, paku, bekas lampu neon, sisa racun tikus atau serangga, obat
kadaluarsa dan batu baterai bekas.
-Berdasarkan sifatnya, limbah dibedakan menjadi dua golongan :
1. Limbah yang dapat mengalami perubahan secara alami (degradable waste =
mudah terurai) yaitu limbah yang dapat mengalami dekomposisi oleh bakteri
dan jamur, seperti daun-daun, sisa makanan, kotoran, dan lain-lain.
2. Limbah yang tidak akan / sangat lambat mengalami perubahan secara alami
(nondegradable waste = tidak dapat terurai) misalnya : plastik, kaca, kaleng,
dan sampah sejenisnya.
-Berdasarkan karakteristiknya, limbah dapat digolongkan menjadi 4 macam,
yaitu :
1. Limbah cair
2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
4. Limbah B3 (Bahan Brebahaya dan Beracun)
1.1.5 Daur Ulang Limbah
5
Daur ulang adalah penggunaan kembali material atau barang yang sudah tidak
digunakan, menjadi bentuk lain.
1.1.6 Tujuan Daur Ulang dan Pemanfaatan Ulang
Daur ulang dan pemanfatan ulang mempunyai beberapa tujuan, antara lain sebagai
berikut :
1. Mengurangi jumlah limbah untuk mengurangi pencemaran atau kerusakan
lingkungan.
2. Mengurangi penggunaan bahan atau sumber daya alam.
3. Mendapatkan penghasilan karena dapat dijual ke masyarakat .
4. Melestarikan kehidupan makhluk yang terdapat di suatu lingkungan tertentu.
5. Menjaga keseimbangan ekosistem makhluk hidup yang terdapat di dalam
lingkungan.
6. Mengurangi sampah anorganik karena sampah anorganik ada yang dapat
bertahan hingga 300 tahun ke depan.
1.1.7 Langkah Daur Ulang atau Pemanfaatan Ulang
Untuk memudahkan proses daur ulang dan pemanfaatan ulang, langkah-langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pemisahan
Limbah yang akan didaur ulang atau dimanfaatkan ulang dipisahkan dengan
limbah yang harus dibuang ke tempat pembuangan.
2. Penyimpanan
Limbah yang sudah dipisahkan tadi disimpan dalam kotak yang tertutup.
Usahakan setiap kotak yang tertutup hanya berisi satu jenis material limbah
tertentu, misalnya kertas bekas atau botol bekas.
3. Pengiriman atau penjualan
Barang-barang yang sudah terkumpul dapat dijual ke pabrik yang
6
membutuhkan material bekas sebagai bahan baku atau dapat dijual atau
diberikan ke pemulung.
1.1.8 Macam-Macam Limbah yang Dapat Didaur Ulang
Berikut adalah beberapa jenis limbah atau material yang dapat dimanfaatkan
melalui daur ulang :
1. Kertas.
Semua jenis kertas dapat didaur ulang, seperti kertas koran dan kardus.
2. Gelas.
Botol kecap, botol sirup, dan gelas / piring pecah dapat digunakan untuk
membuat botol, gelas, atau piring yang baru.
3. Aluminium.
Kaleng bekas makanan dan minuman dapat dimanfaatkan kembali sebagai
kaleng pengemas.
4. Baja.
Baja sisa kontruksi bangunan akan berguna sebagai bahan baku pembuatan
baja baru.
5. Plastik.
Limbah plastik dapat dilarutkan dan diproses lagi menjadi bahan
pembungkus (pengepakan) untuk berbagai keperluan. Misalnya dijadikan tas,
botol minyak pelumas, botol minuman, dan botol sampo.
1.1.9 Macam-Macam Limbah yang Dapat Dimanfaatkan Tanpa Proses Daur Ulang
Beberapa jenis limbah ada yang dapat dimanfaatkan secara langsung atau pun
dilakukan melalui proses daur ulang. Berikut ini beberapa macam limbah yang dapat
dirasakan atau dimanfaatkan secara langsung.
7
1. Ampas tahu
Ampas tahu bisa digunakan untuk bahan makanan ternak. Limbah tersebut
biasanya mengandung gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan hewan ternak.
2. Eceng gondok
Eceng gondok dapat menjadi limbah perairan jika populasinya terlalu banyak
dan dapat dimanfaatkan untuk membuat barang kerajinan, seperti tas.
3. Sampah organik
Contohnya daun-daunan dan kotoran ternak. Kedua jenis sampah itu dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk alami bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman.
II. Pengolahan Limbah Berdasarkan Jenisnya
2.1 Limbah Cair
Air limbah adalah air yang bercampur zat padat (dissolved dan suspended) yang
berasal dari kegiatan rumah tangga, pertanian, perdagangan dan industri. Oleh karena
itu, dipastikan bahwa air buangan atau air limbah industri bisa menjadi salah satu
penyebab air tercemar jika tidak diolah sebelum dibuang ke badan air (Kesmas,
2013).
Penanganan limbah cair yang tidak benar dapat membahayakan masyarakat
karena dapat mencemari aliran sungai. Pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya sesuatu dalam air yang menyebabkan air tersebut menurun
kualitasnya atau tidak sesuai dengan peruntukkannya. Limbah cair dari industri
berasal dari ;
1. Bekas cucian peralatan produksi, laboratorium, laundry dan rumah tangga
2. Kamar mandi dan WC
3. Bekas reagensia di laboratorium
8
Pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun pengujian.
Pencemaran air yang dapat diamati maupun diuji meliputi :
1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen) air normal yang
memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran
nilai 6.5 – 7.5. Air limbah laboratorium yang belum terolah dan memiliki pH
diluar nilai pH netral, akan mengubah pH air sungai dan dapat mengganggu
kehidupan organisme didalamnya. Hal ini akan semakin parah jika daya
dukung lingkungan rendah serta langsung meresap ke dalam air tanah.
Limbah dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap logam.
2. Perubahan warna, bau dan rasa air normal dan air bersih tidak akan berwarna,
sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal
tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya
bau pada air lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar.
Air yang bau dapat berasal dari limbag atau dari hasil degradasi oleh mikroba.
Mikroba yang hidup dalam air akan mengubah organik menjadi bahan yang
mudah menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.
3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut Endapan, koloid dan bahan
terlarut berasal dari adanya limbah yang berbentuk padat. Limbah yang
berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan mengendap didasar sungai,
dan yang larut sebagian akan menjadi koloid dan akan menghalangibahan-
bahan organik yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit didegradasi
melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur menjadi uji COD (Widjajanti,
2011).
2.1.1 Upaya Pengelolaan Lingkungan
Upaya pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Pembuatan saluran drainase sesuai dengan sumber limbah :
9
Saluran air hujan langsung di alirkan ke selokan umum dan dibuat sumur
resapan
Saluran air dari kamar mandi/ WC di alirkan ke septic tank
Saluran dari tempat pencucian produksi dan laboratorium di alirkan ke
IPAL
2. Membuat instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
3. Khusus untuk limbah cair yang berasal dari gol β Laktam : sebelum di campur
dengan limbah non β Laktam, ditambahkan NaOH untuk memecah cincin β
Laktam.
2.1.2 IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)
Tujuan instalasi IPAL adalah untuk menurunkan kadar zat pencemar yang
terkandung dalam air limbah sehingga memenuhi persyaratan baku mutu yang di
tetapkan. Ada 3 hal yang harus di perhatikan :
1. Karakteristik dari Limbah
Limbah cair industri farmasi memiliki kandungan COD dan BOD serta kadar
fenol yang tinggi, tapi kadar limbah logamnya rendah dengan debit air limbah
yang tinggi.
2. Kemampuan Badan Air (assimilative capacity)
Pengolahan limbah cair sangat tergantung dari kemampuan badan air (air, kali,
dll) untuk menerima beban yang berupa limbah tanpa mengakibatkan
pencamaran. Semakin kecil polutan berarti semakin besar pula (assimilative
capacity) dari badan air tersebut.
3. Peraturan Tentang Limbah yang Berlaku
Tiap daerah memilki kebijakan yang berbeda terhadap standar Baku Mutu
Lingkungan. Peraturan tersebut di sesuaikan dengan keuntungan dari badan air
yang bersangkutan (beneficial use).
10
Pemantauan pengelolaan lingkungan terdiri dari beberapa hal:
a. Kualitas badan air permukaan inlet dan outlet sal.limbah, meliputi kadar COD,
BOD5, pH, TSS, N total serta parameter lain termasuk indikator biologis dan
mikrobiologi.
b. Kualitas badan sungai sebelum dan sesudah outlet IPAL (Muti, 2010).
2.1.3 Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan limbah cair dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Pretreatment
Saringan kasar, pemisahan pasir, bak penampung dan
homogeniseraliran/pencemaran, pemisah lemak dan minyak
2. Primery treatment
Tujuan : untuk menghilangkan buangan yang tak larut. Tahap pengolahan primer
limbah cair sebagian besar adalah berupa proses pengolahan secara fisika.
a. Penyaringa (Screening)
11
Pertama, limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring
menggunakan jeruji saring. Metode ini disebut penyaringan. Metode
penyaringan merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan-
bahan padat berukuran besar dari air limbah.
b. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Kedua, limbah yang telah disaring kemudian disalurkan kesuatu tangki atau bak
yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi lain yang
berukuran relatif besar. Tangki ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber
dan cara kerjanya adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga partikel
– partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk
proses selanjutnya.
c. Pengendapan
Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke tangki
atau bak pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama
dan yang paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair.
Di tangki pengendapan, limbah cair didiamkan agar partikel – partikel padat
yang tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Enadapn
partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian akan dipisahkan dari
air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut. Selain metode
pengendapan, dikenal juga metode pengapungan (Floation).
d. Pengapungan (Floation)
Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak atau
lemak. Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat
menghasilkan gelembung- gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120
mikron). Gelembung udara tersebut akan membawa partikel –partikel minyak
dan lemak ke permukaan air limbah sehingga kemudian dapat disingkirkan.
3. Secondary treatment
12
Tujuan : Untuk menghilangkan kontaminan-kontaminan lain yang tidak terproses
pada pengolahan primer. Beberapa cara yang dapat digunakan adalah dengan
“filtrasi sederhana, penambahan suatu koagulator (terutama untuk
menghilangkan kadar fenol), serta penambahan bahan- bahan kimia dengan
bahan-bahan flocolant(misalnya Al2O3, Ca(OH) 2, kaporit). Kontaminan yang
dapat dihilangkan adalahberupa padatan tersuspensi (solid suspended), senyawa
organik.
4. Tertiary treatment
Untuk menurunkan COD dan BOD serta menambah oksigen terlarut (DO).
Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder masih
terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan
atau masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini
disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair / air limbah.
Umunya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan
primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat,
dan garam- garaman. Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan
(advanced treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses kimia
dan fisika. Contoh metode pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah
metode saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacum
filter, penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan
osmosis bolak-balik.
5. Desinfeksi (Desinfection)
Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau
mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair. Meknisme
desinfeksi dapat secara kimia, yaitu dengan menambahkan senyawa/zat tertentu,
atau dengan perlakuan fisik. Dalam menentukan senyawa untuk membunuh
mikroorganisme, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
• Daya racun zat
13
• Waktu kontak yang diperlukan
• Efektivitas zat
• Kadar dosis yang digunakan
• Tidak boleh bersifat toksik terhadap manusia dan hewan
• Tahan terhadap air
• Biayanya murah
Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin
(klorinasi), penyinaran dengan ultraviolet(UV), atau dengan ozon (Oз). Proses
desinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses pengolahan limbah
selesai, yaitu setelah pengolahan primer, sekunder atau tersier, sebelum limbah
dibuang ke lingkungan.
6. Pengolahan Lumpur (Slude Treatment)
Setiap tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun tersier, akan
menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat
dibuang secara langsung, melainkan pelu diolah lebih lanjut. Endapan lumpur
hasil pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara diurai/dicerna secara
aerob (anaerob digestion), kemudian disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu
dibuang ke laut atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos,
atau dibakar (incinerated) (Anshari, 2013).
14
1. Penyaringan kasar
Tahap ini bertujuan untuk memisahkan partikel-partikel limbah yang berukuran
besar, sehingga tidak mengganggu dalam proses pengolahan selanjutnya.
2. Netralisasi
Yang dimaksud dengan netralisasi adalah mengatur keasaman air agar menjadi
netral (pH 7 - 8). Untuk air yang bersifat asam yang paling murah dan mudah
adalah dengan pemberian kapur/gamping
3. Koagulasi
Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia kedalam air agar kotoran
dalam air yang berupa padatan tersuspensi misalnya zat warna organik, lumpur
halus bakteri dan lain-lain dapat menggumpal dan cepat mengendap. Cara yang
paling mudah dan murah adalah dengan pembubuhan tawas/alum atau rumus
kimianya Al2(SO4)3.18 H2O. (berupa kristal berwarna putih).
4. Filtrasi
Proses ini bertujuan untuk mendapatkan air yang betul-betul jernih, penyaringan
dilakukan dengan mengalirkan air dari aerator ke bak penyaring yang terdiri dari
batuan kecil dan karbon aktif.
5. Aerasi15
Yang dimaksud dengan aerasi yaitu mengontakkan udara dengan air baku agar
kandungan zat besi dan mangan yang ada dalam air baku bereaksi dengan
oksigen yang ada dalam udara membentuk senyawa besi dan senyawa mangan
yang dapat diendapkan. Disamping itu proses aerasi juga berfungsi untuk
menghilangkan gas-gas beracun yang tak diinginkan misalnya gas H2S, Methan,
Carbon Dioksida dan gas-gas racun lainnya.
6. Sedimentasi
Air didiamkan sampai gumpalan kotoran yang terjadi mengendap semua (+ 45 -
60 menit). Setelah kotoran mengendap air akan tampak lebih jernih. Endapan
yang terkumpul didasar tangki dapat dibersihkan dengan menggunakan
penggaruk, yakni penggaruk akan bergerak dan menempatkan endapan pada
posisi yang akan dengan mudah disedot oleh pompa.
7. Penampungan akhir
Penampungan air hasil olahan (Muti, 2010).
2.1.4 Indikator Kualitas Air
Terdapat beberapa parameter yang umum digunakan sebagai indikator kualitas air
limbah diantaranya adalah (Alaerts dan Santika, 1987) :
a) BOD (Biological Oxygen Demand)
Adalah banyaknya oksigen (O2) yang dibutuhkan oleh bakteri aerobic untuk
menguraikan dan menstabilkan sejumlah senyawa organik dalam air melalui
proses oksidasi biologis aerobic dan dinyatakan dalam mg/L.
b) COD (Chemical Oxygen Demand)
COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organik yang terdapat dalam limbah cair dengan memanfaatkan oksidator
kalium dikromat sebagai sumber oksigen. Angka COD merupakan ukuran
bagi pencemaran air oleh zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi
melalui proses biologis dan dapat menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut
dalam air.
16
c) TSS (Total Susppended Solid)
Zat yang tersuspensi biasanya terdiri dari zat organik dan anorganik yang
melayang-layang dalam air, secara fisika zat ini sebagai penyebab kekeruhan
pada air. Limbah cair yang mempunyai kandungan zat tersuspensi tinggi tidak
boleh dibuang langsung ke badan air karena disamping dapat menyebabkan
pendangkalan juga dapat menghalangi sinar matahari masuk kedalam dasar air
sehingga proses fotosintesa mikroorganisme tidak dapat berlangsung.
d) DO (Dissolved Oxygen)
Adalah banyaknya oksigen (O2) yang terlarut dalam air dan dinyatakan
dalam mg/L.
e) BOD5 (Biological Oxygen Demand)
Adalah banyaknya oksigen (O2) yang dibutuhkan dalam kondisi penetapan
inkubasi selama 5 hari dalam suhu 20oC dan dalam kondisi yang gelap.
Pengujian ini untuk menyatakan degradasi zat organik melalui cara biologis
dan dinyatakan dalam mg/L (Kesmas, 2013).
Parameter Satuan Baku Mutu
BOD5 mg/L 150
BOD mg/L 50
COD mg/L 300
TSS mg/L 400
pH 6-9
2.1.5 Dampak Pencemaran Air
Dampak pencemaran air adalah sebagai berikut :
a. Zat organik terlarut
17
• Menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut → mengalami
kekurangan O2
b. Zat padat tersuspensi
• Menganggu kehidupan didalam sungai, mengalami dekomposisi
menyebabkan menurunnya kadar O2, bau busuk
c. Nitrogen dan fosfor
• Disebut sebagai nutrien → tumbuhnya ganggang
d. Minyak dan bahan bahan terapung
• Terganggu penetrasi sinar matahari serta masuknya oksigen dari udara
ke dalam sungai ( aerasi )
e. Logam berat, cyanida dan racun organik
• Merusak aquatic life & membahayakan kesehatan
f. pH
• pH yang rendah → mengancam kehidupan mahluk dalam air
• pH yang tinggi → sukar berbuih
g. Warna dan kekeruhan
• Mempengaruhi estetika
h. Dampaknya Terhadap Permukaan Tanah
• kerusakan pada permukaan tanah
• gangguan bio tanah, tumbuhan, merusak struktur permukaan
i. Dampaknya Terhadap Udara
• Gas tertentu yang dilepas ke udara dalam konsent. tertentu →
membunuh mahluk hidup (Widjajanti, 2011).
2.2 Limbah Padat
Limbah padat seperti sampah domestik dapat dibuatkan tempat sampah, kemudian dilakukan pembuangan ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Sisa-sisa kertas-karton dikumpulkan kemudian dijual ke pengumpul sampah. Debu/sisa-sisa serbuk, obat rusak/kadaluarsa serta lumpur dari IPAL di bakar di incinerator.
18
Gambar 1 : Incenerator
Pencemaran limbah padat adalah masuknya benda-benda padat ke dalam lingkungan,
sehingga menyebabkan kualitas lingkungan menurun atau membahayakan kehidupan
makhluk hidup atau tidak sesuai lagi dengan peruntukannya.
Limbah padat yang dihasilkan oleh industry farmasi, antara lain berasal dari:
Debu/serbuk obat dari system pengendalian debu (dust collector)
Obat rusak/kadaluarsa/obat sub standar (reject)
Kertas, karton, plastic bekas, botol dan alumunium foil dan sampah rumah tangga
Lumpur dari proses Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
19
2.2.1 Upaya Pengelolaan Limbah Padat
Upaya pengelolaan limbah padat adalah sebagai berikut :
Sampah domestik dibuatkan tempat sampah, kemudian dibuang ke tempat
pembuangan sampah akhir
Sisa-sisa kertas, karton, plastic dan alumunium foil dikumpulkan kemudian dijual ke
pengumpul sampah (perusahaan daur ulang sampah)
Debu atau sisa-sisa serbuk, obat rusak/kadaluarsa serta lumpur dari IPAL di bakar di
incenerator
2.2.2 Pemantauan Limbah Padat
Kualitas lingkungan (kebersihan) di dalam area industri, tidak ada limbah B-3 yang tercecer di area pabrik, dan sebagainya; derajat kebauan (kadar H2S) di sekitar area pabrik.
2.3 Limbah Suara dan atau Getaran
Pencemaran suara atau kebisingan dan/atau getaran adalah masuknya suara dan/atau
getaran yang tidak diinginkan ke dalam lingkungan sehingga kualitas lingkungan menurun
atau tidak sesuai dengan peruntukannya. Limbah suara dan getarandihasilkan antara lain dari
mesin-mesin pabrik, genset, dan steam boiler.
2.3.1 Upaya Pengelolaan Limbah Suara dan atau Getaran
Untuk menanggulangi kebisingan yang ditimbulkan oleh genset dibuat ruangan
berdinding dua (double cover) dan dilakukan perawatan mesin secara berkala
Untuk menanggulangi getaran yang ditimbulkan oleh mesin genset dan mesin-mesin
lain, mesin-mesin ditempatkan pada lantai yang telah dicor beton dan diberi penguat
(pengunci antara mesin dan lantai).
2.3.2 Pemantauan Limbah Suara dan atau Getaran
Angka kebisingan dan getaran di dalam dan diluar area pabrik
Kebisingan: maksimum 65dB
Getaran: maksimum 7,5 Hz20
2.4 Limbah Gas
Limbah gas yang mudah terbagak harus dilengkapi dengan head shields pada
kemasannya sebagai pelindung dan tambahan pelindung panas untuk mencegah
kenaikan suhu yang cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute pengangkutan khusus
selain juga adanya kewajiban kelengkapan Material Safety Data Sheets (MSDS) yang
ada di setiap truk dan di dinas pemadam kebakaran.
Gambar 2. Secured Landfill. Faktor hidrogeologi, geologi lingkungan, topografi, dan faktor-faktor lainnya harus diperhatikan agar secured landfill tidak merusak lingkungan. Pemantauan pasca-operasi harus terus dilakukan untuk menjamin bahwa badan air tidak terkontaminasi oleh limbah B3.
2.5 Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
2.5.1 Pengertian Limbah B3
Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa
suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun
yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup
21
dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia
serta mahluk hidup lain.
Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau
jumlahnya mengandung B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan
lingkungan, apapun jenis sisa bahannya.
Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa
(limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta
konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
2.5.2 Tujuan pengelolaan limbah B3
Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi
pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta
melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai
dengan fungsinya kembali.
Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3,
baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3,
harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada
kondisi semula. Dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan
rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan
kembali kepada fungsi semula.
2.5.3 Identifikasi limbah B3
Dalam peraturan perundang-undangan yakni keputusan kepala Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan nomor : Kep-05/BAPEDAL/09/1995 mengenai Simbol dan
22
Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3) telah diterangkan mengenai
simbol LB3 sebagai berikut :
SIMBOL ARTI KETERANGAN
Limbah B3 Mudah
Meledak
Dipasang pada kemasan limbah
B3 yang mudah meledak,
misalnya : Buangan limbah dari
pabrik peledak
Limbah B3 Cairan
Mudah Terbakar
Dipasang pada kemasan limbah
B3 cair yang mudah terbakar
secara spontan misalnya :
pelumas bekas, Buangan pelarut
benzene, toluene, aceton
Limbah B3 padatan
mudah terbakar
Dipasang pada kemasan limbah
B3 padatan yang bersifat mudah
terbakar secara spontan
Misalnya : buangan magnesium
23
Limbah B3 Reaktif Dipasang pada kemasan limbah
B3 yang akan mengalami reaksi
hebat jika bercampur dengan
bahan yang lain. Misalnya :
perklorat, metil keton peroksida
Limbah B3 Beracun Dipasang pada kemasan limbah
B3 yang bersifat meracuni,
melukai atau membuat cacat
sampai membunuh mahluk
hidup baik jangka pendek atau
panjang misalnya :sisa pestisida
dalam wadahnya
Limbah B3 Infeksi Dipasang pada kemasan limbah
B3 yang mengandung atau
terinfeksi kuman penyakit
Misalnya : Jarum Suntik bekas,
Bekas Perban
Limbah B3 Korosi Dipasang pada kemasan limbah
B3 Limbah yang dalam kondisi
asam atau basa (pH < dari 2 atau
pH > dari 12.5) dapat
menyebabkan nekrosis
(terbakar) pada kulit atau dapat
mengkaratkan (mengkorosikan)
logam. Misalnya : sisa asam
cuka , sisa asam cuka
24
2.5.4 Identifikasi Limbah B3
Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
1. Berdasarkan sumber
2. Berdasarkan karakteristik
Golongan limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi:
Limbah B3 dari sumber spesifik;
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan
dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Sedangkan golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan:
mudah meledak;
pengoksidasi;
25
sangat mudah sekali menyala;
sangat mudah menyala;
mudah menyala;
amat sangat beracun;
sangat beracun;
beracun;
berbahaya;
korosif;
bersifat iritasi;
berbahayabagi lingkungan;
karsinogenik;
teratogenik;
mutagenik.
Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 18
tahun 1999 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:
mudah meledak;
mudah terbakar;
bersifat reaktif;
beracun;
menyebabkan infeksi;
26
bersifat korosif.
Peningkatan karakteristik materi yang disebut B3 ini menunjukan bahwa pemerintah
sebenarnya memberikan perhatian khusus untuk pengelolaan lingkungan Indonesia.
Hanya memang perlu menjadi perhatian bahwa implementasi dari Peraturan masih
sangat kurang di negara ini.
2.5.5 Pengelolaan dan P engolahan L imbah B3
Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan,
pemanfatan, pengolahan dan penimbunan.
Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan
limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di
daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan ke
Bapedalda setempat.
Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995
tertanggal 5 September 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan:
Lokasi pengolahan
Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi
penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus:
27
1. daerah bebas banjir;
2. jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter;
Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:
1. daerah bebas banjir;
2. jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan
lainnya;
3. jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum
minimum 300 m;
4. jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m;
5. dan jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar alam,hutan lindung)
minimum 300 m.
Fasilitas pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
1. sistem kemanan fasilitas;
2. sistem pencegahan terhadap kebakaran;
3. sistem pencegahan terhadap kebakaran;
4. sistem penanggulangan keadaan darurat;
5. sistem pengujian peralatan;
6. dan pelatihan karyawan.
28
Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani
adalah limbah yang dalam volume kecil pun berdampak besar terhadap lingkungan.
Penanganan limbah B3 sebelum diolah
Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna
menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji
analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna
pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.
Pengolahan limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan
limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb:
1. proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi,
pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.
2. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan
penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi,
dialisa, osmosis balik, dll.
3. proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi
racun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut,
penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat
penimbunan akhir
4. proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah
menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran
harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah
29
B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa
pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi
proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis
dan materi limbah.
Hasil pengolahan limbah B3
Memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3 yang telah diolah dan
dilakukan pemantauan di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka
waktu 30 tahun setelah tempat pembuangan akhir habis masa pakainya atau ditutup.
Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil
limbah B3, harus melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3
bulan sekali).
2.5.6 Teknologi Pengolahan
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang
paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization,
dan Incineration.
1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning.
Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:
o menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam
lumpur
o mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
30
o mendestruksi organisme patogen
o memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih
memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada
proses digestion
o mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam
keadaan aman dan dapat diterima lingkungan
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
Concentration-thickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan
diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang
umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid
bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal
sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering
selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan
centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses
flotation pada tahapan awal ini.
Treatment-stabilization-and-conditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan
menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui
proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian
secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan
bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara
fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan
koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara
biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan
enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini
31
ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat
treatment, polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan
elutriation.
De-watering-and-drying
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur.
Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan
filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter press,
centrifuge, vacuum filter, dan belt press.
Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses
yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air
oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3
umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well.
2.Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga
dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat
didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan
(aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah
serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi
didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan
penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering
dianggap mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi
berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:
0. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam
limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar
32
1. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi
bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada
tingkat mikroskopik
2. Precipitation
3. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara
elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
4. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan
menyerapkannya ke bahan padat
5. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi
senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan
hilang sama sekali
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur
(CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah
metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai
solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan
Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
3. Incineration
Teknologi pembakaran (Incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam
teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah
hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan
solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya
memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak
kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun,
insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen
33
limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu,
insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating
value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan
berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya
energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling
umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple
hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste
injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln
mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan
gas secara simultan.
2.5.7 Proses Pembakaran (Inceneration) Limbah B3
Limbah B3 kebanyakan terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen. Dapat juga
mengandung halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Hadirnya elemen lain dalam
jumlah kecil tidak mengganggu proses oksidasi limbah B3. Struktur molekul
umumnya menentukan bahaya dari suatu zat organic terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan. Bila molekul limbah dapat dihancurkan dan diubah menjadi karbon
dioksida (CO2), air dan senyawa anorganik, tingkat senyawa organik akan berkurang.
Untuk penghancuran dengan panas merupakan salah satu teknik untuk mengolah
limbah B3.
Inceneration adalah alat untuk menghancurkan limbah berupa pembakaran
dengan kondisi terkendali. Limbah dapat terurai dari senyawa organik menjadi
senyawa sederhana seperti CO2 dan H2O.
Incenerator efektif terutama untuk buangan organik dalam bentuk padat, cair,
gas, lumpur cair dan lumpur padat. Proses ini tidak biasa digunakan limbah organik
34
seperti lumpur logam berat (heavy metal sludge) dan asam anorganik. Zat
karsinogenik patogenik dapat dihilangkan dengan sempurna bila insenerator
dioperasikan.
Incenerator memiliki kelebihan, yaitu dapat menghancurkan berbagai
senyawa organik dengan sempurna, tetapi terdapat kelemahan yaitu operator harus
yang sudah terlatih. Selain itu biaya investasi lebih tinggi dibandingkan dengan
metode lain dan potensi emisi ke atmosfir lebih besar bila perencanaan tidak sesuai
dengan kebutuhan operasional.
III. MSDS ( Material Safety Data Sheet)
3.1 Pengertian Material Safety Data Sheet
MSDS ( Material Safety Data Sheet) atau yang dalam Indonesia dikenal
dengan nama LDKB (Lembar Data Keselamatan Bahan) merupakan sebuah dokumen
yang wajib disertakan pada setiap bahan kimia, apapun jenis nya.
Dokumen MSDS atau LDKB dibuat khusus tentang suatu bahan (kimia)
mengenai pengenalan umum, sifat-sifat bahan, cara penanganan, penyimpanan,
pemindahan dan pengelolaan limbah buangan bahan kimia tersebut. Berdasarkan isi
dari MSDS maka dokumen tersebut harus diketahui dan digunakan oleh para
pelaksana yang terlibat dengan bahan kimia tersebut yakni produsen, pengangkut,
penyimpan, pengguna dan pembuang bahan kimia.
Data MSDS merupakan petunjuk standar keamanan dan keselamatan kerja.
digunakan secara luas didalam industri, pengangkutan (logistik), laboratorium, serta
pihak-pihak yang berhubungan dengan dengan bahan-bahan yang digunakan.
Pengetahuan tentang dokumen MSDS ini dapat mendukung budaya terciptanya
kesehatan dan keselamatan kerja.
MSDS dibuat oleh berbagai pihak seperti produsen bahan, industri , institusi
yang terkait dengan kesehatan dan keselamatan kerja bahkan perguruan tinggi.
35
Dokumen ini disusun secara ringkas dan skematik agar mudah dipahami. Setiap
dokumen diharuskan memberikan informasi yang benar dan akurat.
3.2 Uraian Penyajian Material Safety Data Sheet
Untuk MSDS suatu bahan yang dibuat dari beberapa penyusun sering berbeda
dalam hal urutan penyajian, penonjolan dan prioritas materi, tidak memuat beberapa
prosedur pendukung, atau detail proses yang berlaku standar tidak dituliskan secara
lengkap. Meskipun demikian pengguna atau dapat merujuk MSDS dari beberapa
sumber untuk dikomparasikan sehingga saling melengkapi. Terkait dengan
kepentingan pembuat MSDS, dokumen mungkin menonjolkan uraian yang terkait
dengan kepentingan mereka akan tetapi isi dari setiap MSDS memiliki kandungan
yang sebagian besar sama. Di dalamnya terdapat beberapa informasi yang minimal
ada pada MSDS secara umum yang terdiri dari 16 bab. Berikut penjelasan masing
masing bab.
1. Product and Company Identification / Produk dan Identitas Perusahaan
Sesuai dengan judul, bagian ini menjelaskan nama produk dan nama
perusahaan pembuat produk tersebut. Nama produk adalah nama yang dikenal
oleh masyarakat secara luas. Identitas perusahaan meliputi nama, alamat, dan
nomor telepon perusahaan serta tanggal pembuatan dokumen MSDS tersebut.
2. Composition/Information on ingredients / Komposisi /Informasi kandungan
bahan
Dalam bab ini menjelaskan deskripsi bahan/jenis, sifat, identitas, dan
konsentrasi bahan penyusun produk yang dibuat. Nama bahan kimia masing-
masing penyusun tercantum jelas beserta CAS number (Chemical Abstract
Services) termasuk prosentase komposisi dan batas kandungan maksimal yang
diijinkan (batas ambang berbahaya) dalam hubungannya kontak dengan tubuh
36
manusia sesuai dengan standar internasional. Standar yang dipakai umumnya
adalah ANSI atau OHSA
Komposisi yang detail (tepat) biasanya tidak akan ditulis dalam dokumen
MSDS mengingat hal ini merupakan rahasia perusahaan bagi produsen. Akan
tetapi bahan yang secara umum digunakan harus dicantumkan.
3. Hazards Identification / Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya potensi bahaya yang ditimbulkan diterangkan dalam bab
ini. Potensi bahaya bisa berupa bahaya terhadap tubuh manusia / kesehatan,
bahaa terhadap kebakaran dan bahaya terhadap reaktifitas dengan bahan lain.
Sifat-sifat bahaya :
Bahaya Kesehatan :
Menjelaskan berbagai cara bahan kimia bisa memapar tubuh pengguna
dengan beberapa cara misalnya penyerapan melalui kulit, pernafasan dan
lainnya. Informasi tentang gejala dan akibat terhadap kesehatan apabila tubuh
terjadi kontak dengan bahan tersebut seperti kejadian setelah :
Efek terkena paparan yang berlebihan
Kontak pada mata
Kontak pada kulit
Terhirup pada pernafasan
Bahaya kebakaran :
Informasi ini menentukan bahan tersebut termasuk kategori bahan mudah
terbakar, dapat dibakar, tidak dapat dibakar atau membakar bahan lain.
Kemudahan zat untuk terbakar ditentukan oleh :
a. Titik nyala : suhu terendah dimana uap zat dapat dinyalakan.
b. Konsentrasi mudah terbakar : daerah konsentrasi uap gas yang dapat
dinyalakan. Konsentrasi uap zat terendah yang masih dapat dibakar
disebut LFL (low flammable limit) dan konsentrasi tertinggi yang masih
37
dapat dinyalakan disebut UFL (upper flammable limit). Sifat kemudahan
membakar bahan lain ditentukan oleh kekuatan oksidasinya.
c. Titik bakar : suhu dimana zat terbakar sendirinya.
Bahaya reaktivitas :
Sifat bahaya akibat ketidakstabilan atau kemudahan terurai, bereaksi
dengan zat lain atau terpolimerisasi yang bersifat eksotermik (menghasilkan
panas) sehingga eksplosif atau reaktivitasnya terhadap gas lain sehingga
menghasilkan gas beracun.
Dari ketiga kondisi bahaya tersebut maka dibuatlah label bahaya untuk
memudahkan identifikasi bahaya yang ditimbulkan oleh bahan tersebut.Label
bahaya diberikan dalam bentuk gambar untuk memberikan pemahaman cepat
sifat bahaya. Label yang dipakai ada dua, yaitu menurut PBB (internasional)
dan NFPA (Amerika).
Label MSDS tanda bahaya dikelompokkan menjadi 4 hal sesuai dengan
simbol belah ketupat yang terdiri dari 4 bagian (lihat gambar).
38
Arti label tersebut adalah : a. Bagian sebelah kiri berwarna biru menunjukkan
skala bahaya kesehatan. b. Bagian sebelah atas berwarna merah menunjukkan skala
bahaya kemudahan terbakar. c. Bagian sebelah kanan berwarna kuning menunjukkan
skala bahaya reaktivitas. d. Bagian sebelah bawah berwarna putih menunjukkan skala
bahaya khusus lainnya.
Angka yang tertera pada masing-masing kotak merujuk pada tabel berikut :
Skor Arti
Bahaya terhadap kesehatan
4 Bahan kimia yang dengan sangat sedikit paparan
(exposure) dapat menyebabkan kematian atau sakit
parah.
3 Bahan kimia yang dengan sedikit paparan dapat
menyebabkan sakit serius atau sakit parah.
2 Bahan kimia yang dengan paparan cukup intens atau
berkelanjutan dapat menyebabkan kemungkinan sakit
parah atau penyakit menahun.
1 Bahan kimia yang dengan terjadinya paparan dapat
menyebabkan iritasi atau sakit.
0 Bahan kimia yang akibat paparan termasuk dalam
kondisi terbakar tidak mengakibatkan sakit atau
bahaya kesehatan.
39
Bahaya kemudahan terbakar
4 Bahan kimia yang akan teruapkan dengan cepat atau
sempurna pada tekanan atmosfer dan temperatur
kamar atau bahan kimia yang segera terdispersi di
udara dan bahan kimia tersebut akan terbakar dengan
cepat.
3 Bahan kimia berupa cairan atau padatan yang dapat
menyala pada semua temperatur kamar.
2 Bahan kimia yang harus dipanaskan atau
dikondisikan pada temperatur tinggi tertentu
sehingga dapat menyala.
1 Bahan kimia yang harus dipanaskan terlebih dahulu
sebelum nyala dapat terjadi.
0 Bahan kimia yang tidak dapat terbakar.
Bahaya Reaktivitas
4 Bahan kimia yang secara sendirian memiliki
kemungkinan meledak atau terdekomposisi dan
40
menimbulkan ledakan atau bereaksi pada tekanan dan
temperatur normal.
3 Bahan kimia yang secara sendirian memiliki
kemungkinan meledak atau terdekomposisi dan
menimbulkan ledakan atau bereaksi tetapi
membutuhkan bahan inisiator atau harus dipanaskan
pada kondisi tertentu sebelum inisiasi atau bahan
yang bereaksi dengan air dan menimbulkan ledakan.
2 Bahan kimia yang segera menunjukkan perubahan
kimia drastis akibat kenaikan temperatur atau tekanan
atau reaksi secara cepat dengan air dan mungkin
membentuk campuran bahan peledak dengan air.
1 Bahan kimia yang secara sendirian stabil tetapi dapat
menjadi tidak stabil akibat kenaikan temperatur atau
tekanan.
0 Bahan kimia yang secara sendirian stabil kecuali
pada kondisi nyala api dan bahan tidak reaktif
dengan air.
4. First Aid Measures / Tindakan Pertolongan Pertama
Pada bab ini menjelaskan cara tindakan awal apabila terjadi kontaminasi,
paparan . karena penghirupan uap / gas, terkena mata dan kulit atau tertelan
dari bahan.
5. Fire fighting measures / Penanganan Penanggulangan Kebakaran
41
Tindakan penganggulangan kebakaran menjelaskan media pemadam api dan
kebakaran akibat dari terbakarnya bahan ini. Selain itu juga disertakan
tatacara pemadaman kebakaran disertai APD (alat pelindung diri) yang
memadai. Selain itu keterangan mengenai sifat bahan mudah terbakar, titik
nyala, Batas kemampuan terbakar, batas suhu terendah dan tertinggi mudah
terbakar dan bahaya khusus juga disertakan dalam bab ini.
6. Accidential Release measures / Penanggulangan kondisi darurat Tumpahan
dan Kebocoran
Dalam bab ini dijelaskan tentang hal-hal yang harus dilakukan apabila bejana
penyimpan bahan kimia bocor atau tumpah (bahkan menguap).
7. Handling and storage / Penanganan dan Penyimpanan
Bab ini menjelaskan tata cara penanganan dan penyimpanan bahan serta
kondisi khusus yang diperlukan dalam penyimpanan bahan. Kondisi gudang
yang aman serta suhu dan kelembaban yang aman bagi bahan.
8. Exposure control / personal protection / Pengendalian Pemaparan /
Perlindungan
Diri
Dalam bahasa sehari-hari disebut Alat pelindung diri. Bab ini menjelaskan
Informasi tentang alat bantu dan pelindung yang perlu pada saat pemakaian
bahan tersebut. Alat pelindung diri sebagai usaha untuk mengurangi keterpaan
bahan, antara lain sebagai berikut: :
a. Perlindungan pernafasan
b. Ventilasi
c. Sarung tangan pelindung
d. Pelindung mata
e. Peralatan pelindung lainnya
f. Pengawasan perlindungan
42
9. Physical and Chemical Properties / Spesifikasi Fisika dan Kimiawi
Bab ini menjelaskan informasi secara fisika dan kimia. pengaruhnya terhadap
kondisi sekitarnya dan menunjukkan batas atau saat material tersebut bisa
berubah bentuk (mencair, menyublim atau membeku) Penjelasan sifat-sifat
fisikan dan kimia antara lain : titik didih, massa jenis, tekanan uap, kerapatan
uap, titik beku atau titik cair, kerapatan cairan, pH, kelarutan, penampakan
fisik dan bau, dan sebagainya.
10. Stability and Reactivity / Stabilitas dan Reaktivitas
Mencantumkan sifat stabilitas dan reaktivitas. Berisi tentang kondisi yang
harus dihindari, reaksi bahan apabila tercampur dengan bahan lain seperti air,
minyak, udara, produk dekomposisi yang berbahaya, produk polimerisasi
yang berbahaya atau bahan kimia lain. Selain itu bab ini menjelaskan situasi
dan kondisi yang harus dihindari untuk mencegah resiko reaksi bahan
tersebut.
11. Toxicological Information / Data Toksikologi
Bab ini menjelaskan sifat racun terhadap tubuh berdasarkan analisis kimiawi
medis. Sifat-sifat racun yang mungkin pada tubuh berdasarkan hasil pengujian
secara medis dan maupun hasil laporan yang pernah diterima. Keterangan
sifat racun seperti: efek lokal, pemaparan akut, dan kronik, termasuk efek
karsinogen, teratogen, reproduksi, mutagen, dan interaksi bahan dengan obat,
alcohol.
12. Ecological Information and Consideration / Informasi Ekologi Lingkungan
Menjelaskan bahaya terhadap lingkungan, dampak lingkungan, degradasi, dan
bioakumulasi dan bagaimana menangani limbah atau buangan bahan baik
berupa padat, cair maupun gas. Termasuk di dalamnya cara pemusnahan.
13. Disposal Consideration / Pembuangan Limbah
43
Informasi tentang teknis pembuangan limbah termasuk pembuangan wadah
bekas bahan kimia. Dalam bab ini menjelaskan hal-hal berikut :
a. Langkah-langkah yang harus diambil untuk pengumpulan limbah
b. Prosedur pengelolaan dan pengolahan limbah di lapangan
c. Prosedur pengelolaan dan pengolahan limbah di laboratorium
d. Metoda pemusnahan limbah bahan kimia.
14. Transport Information / Informasi Pengangkutan
Pengangkutan bahan menjadi perhatian khusus dalam penanganan. Beberapa
persyaratan internasional harus dicantumkan agar pemegang MSDS bisa
mengidentifikasi secara jelas cara pengangkutan yang aman. Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam pengangkutan antara lain : nama dan jenis
transportasi, tanda kelas bahaya bahan, tanda label (yang tertera pada bab 3
identifikasi bahaya), tanda merk, prosedur darurat akibat kecelakaan, prosedur
penanganan awal yang harus dilakukan selama tranportasi. Untuk informasi
standar pengangkutan ke luar negeri mengikuti peraturan peraturan
internasional. Di dalamnya terdapat pasal-pasal dan kode yang menjelaskan
tatacara pengangkutan bahan. Peraturan Internasional tersebut antara lain :
USA DOT : USA Department of Transportation RID/ADR:Agreement on
Dangerous Goods by Road / Regulations concerning the International
Transport of Dangerous Goods by Rail IMO: International Maritime
Organisation ICAO/IATA : International Civil Aviation Organization /
International Air Transport
Association IMDG : International Maritime Dangerous Goods
15. Regulatory Information / Informasi Peraturan Perundang-undangan
Bab ini menjelaskan tentang pertaturan perundang-undangan yang terkait
dengan bahan yang tertera pada MSDS ini, termasuk pemberian tanda/simbol
dan label, standar dan norma yang berlaku baik dalam kemasan maupun
dalam handling pengangkutan.
44
16. Other Information / Informasi Lainnya
Dalam bab ini diberikan informasi lain yang perlu bagi keselamatan dan kesehatan pekerja seperti pelatihan, saran penggunan bahan, dan persyaratan, peraturanperaturan lainnya yang mengikat serta sumber informasi lebih lanjut.
IV. Sistem Penanganan Keadaan Darurat
4.1 Gawat Darurat
Situasi/kondisi kehidupan atau kesejahteraan individu manusia atau masyarakat akan terancam, apabila tidak dilakukan tindakan yang tepat dan segera, sekaligus menuntut tanggapan dan cara penanganan yang luar biasa (diluar prosedur rutin/standar).
4.2 Rencana Gawat Darurat
Suatu rencana formal tertulis, yang berdasarkan pada potensi kecelakaan yang dpt terjadi di instalasi & konsekuensi-konsekuensinya yg dpt dirasakan di dalam dan di luar tempat kerja serta bagaimana hrs ditangani. Perencanaan darurat harus mencakup penanganan keadaan darurat di dalam dan di luar pabrik.
4.3 Manajemen Tanggap Darurat Mengurangi dampak bahaya yang ditimbulkan Menyiapkan langkah-langkah penyelamatan untuk melindungi
manusia ( Karyawan dan Masyarakat sekitar ) dan harta benda Tanggap saat menghadapi emergency dan menyediakan fasilitas yang
diperlukan Menerapkan sistem pemulihan agar komunitas menjadi normal setelah
terjadi bencana
4.4 Langkah-langkah Penyusunan Tanggap Darurat Mitigation (Mitigasi )
Kajian awal yang dilakukan untuk mengeliminasi atau menurunkan Derajat Resiko jangka panjang terhadap Manusia atau harta Benda yang diakibatkan oleh Bencana.
Preparedness (Kesiapsiagaan)
45
Kegiatan yang dilakukan lebih lanjut berdasarkan Hasil Mitigasi, yang mencakup Pengembangan Kemampuan Personil, Penyiapan Prasarana, Fasilitas dan Sistem bila terjadi keadaan Emergency
Response (Kesigapan) Kemampuan penanggulangan saat terjadi keadaan krisis/bencana yang terencana, cepat, tepat dan selamat (termasuk tanda bahaya, evakuasi, SAR, pemadaman kebakaran. dll)
Recovery (PemulihanKegiatan jangka pendek untuk meulihkan kebutuhan pokok minimum kehidupan masrarakat yang terkena bencana, dan jangka panjang mengembalikan kehidupan secara normal
4.5 Sumber PeraturanSumber peraturan sistem penanganan keadaan darurat adalah dari sumber
berikut :1. Persyaratan OHSAS 18001 Tahun 20072. Persiapan Tanggap Darurat3. Persyaratan Permenaker 05/MEN/1996
Prosedur Menghadapi Keadaan Darurat atau BencanaProsedur Mengahadapi Insiden Prosedur Rencana Pemulihan Keadaan Darurat
4.6 Emergency Plan Identifikasi potensial kecelakaan dan kejadian darurat. Identifikasi personel yang melakukan penanggulangan selama
kejadian darurat. Tanggung jawab, wewenang dan tugas-tugas dengan tanggung jawab
khusus selama kejadian darurat. Prosedur evakuasi termasuk denah evakuasi. Identifikasi dan lokasi material berbahaya dan tindakan darurat yang
dipersyaratkan. Hubungan dengan jasa pihak eksternal terkait dengan kejadian darurat. Komunikasi dengan badan pemerintah. Komunikasi dengan publik. Proteksi/perlindungan rekaman dan peralatan penting.
46
Informasi yang dibutuhkan selama kejadian darurat seperti gambar denah lokasi perusahaan, data material berbahaya, prosedur, instruksi kerja dan nomor telepon penting.
Keterlibatan pihak eksternal dalam emergency plan harus secara jelas diatur dan didokumentasikan.
4.7 Peralatan Gawat DaruratHarus Diuji Kelayakannya dalam waktu yang terencana:• Sistem alarm. • Lampu dan tenaga listrik darurat. • Peralatan pemadam kebakaran. • Fasilitas komunikasi. • Tempat perlindungan. • Tempat pencuci mata
4.8 Ketentuan Pintu Darurat Setiap personel yang terlibat dalam organisasi harus memahami lokasi,
dan rute pintu darurat (emergency exit). Memiliki minimum dua rute darurat yang digunakan untuk menjadi
jalan untuk ke tempat evakuasi personel. Rute pintu darurat (emergency exit) harus berada pada lokasi yang
permanen dan sepanjang rute tidak terdapat bahan/peralatan yang mudah terbakar.
Rute pintu darurat (emergency exit) harus menuju daerah yang mudah di akses dari luar
Rute pintu darurat (emergency exit) harus menyediakan tanda yang dapat menyala sepanjang rute
Rute ini harus selalu dipelihara untuk memastikan kelayakannya.
4.9 Keselamatan Kerja Pada Keadaan Darurat Desain dan konstruksi rute keluar
i. Pembuatan desain rute keluar yang permanenii. Pastikan bahwa jumlah rute keluar disesuaikan dengan jumlah semua
karyawan, ukuran gedung, kepemilikannya, dan struktur bangunaniii. Material bahan untuk membuat jalur/rute keluar bersifat tahan apiiv. Pastikan ukuran (baik tinggi maupun lebarnya) sesuai dengan
kebutuhan
47
v. Pastikan bahwa pintu untuk akses keluar memiliki engsel samping dan dapat digerakkan searah dengan perjalanan keluar
vi. Rancang rute keluar menuju area luar dengan luas yang sesuai dengan jumlah muatan
Pelayanan medis dan pertolongan PertamaI. Untuk menangani kecelakaan di tempat kerja yang potensial,
pemilik harus menjamin adanya personel medis dan ketersediaan suplai pertolongan pertama bagi pekerja
II. Dilakukan pelatihan kepada personel untuk memberikan pertolongan pertama
Alat pemadam kebakaran portablei. Pekerja yang menggunakan alat pemadam kebakaran portable
dapat mengatasi atau mengontrol kebakaran hingga bantuan pemadam kebakaran tiba.
ii. Sebelum keadaan darurat terjadi, majikan harus memutuskan apakah pekerja diizinkan untuk menggunakan alat pemadam kebakaran atau mengevakuasi dengan segera.
iii. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai penempatan, pengguanaan, perawatan, dan pengecekan alat pemadam kebakaran.
iv. Bila alat pemadam kebakaran disediakan bagi karyawan, berikan program pendidikan pada awal pekerjaan dan setidaknya dilakukan kembali setelah 1 tahun
Karyawan dan sistem alarm
Sistem alarm karyawan menyiagakan pekerja untuk memulai melakukan aksi darurat.
Rencana aksi daruratUntuk menyiapkan segala kemungkinan, rencana aksi darurat
menetapkan prosedur yang mencegah kefatalan, kecelakaan, dan kerusakan property.
Rencana aksi kebakaran
48
Rencana ini mempersyaratkan pemilik untuk mengidentifikasi material yang dapat terbakar dan memiliki mudah terbakar yang disimpan di tempat kerja dan jaln untuk mengontrol bahaya kebakaran di tempat kerja
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Irma. 2013. Penanganan Limba Cair. Available at : http://ans-
olahlimbah.com/2013/02/penangan-limbah-cair.html [26 November 2014]
Kesmas. 2013. Pengertian BOD, COD, TSS pada Air Limbah. Available at :
http://www.indonesian-publichealth.com/2013/01/pengertian-bod-cod-tss-pada-
air-limbah.html [26 November 2014].
Muti. 2010. Air Limbah. Available at : http://www.airlimbah.com [26 November
2014]
Widjajanti, Endang. 2011. Penangan Limbah Laboratorium Kimia. Yogyakarta :
UNY
49
DISKUSI
1. Adilla R.
Apa limbah yang paling banyak dari industri? Siapa penanggungjawabnya? Ada
syaratnya tidak? Siapa yang bisa melaporkannya?
Jawaban :
Limbah yang paling banyak di industri adalah limbah cair dibandingkan dengan
limbah yang lainnya.
Yang bertanggungjawab untuk pengolahan limbah di industri adalah SHE
Officer.
Setiap orang bisa melaporkan langsung kepada Badan Lingkungan Hidup jika
melihat adanya pencemaran limbah didaerahnya.
Setiap limbah ada persyaratannya. Untuk limbah cair memiliki persyaratan yaitu
a) BOD (Biological Oxygen Demand)
Adalah banyaknya oksigen (O2) yang dibutuhkan oleh bakteri aerobic untuk
menguraikan dan menstabilkan sejumlah senyawa organik dalam air melalui
proses oksidasi biologis aerobic dan dinyatakan dalam mg/L.
b) COD (Chemical Oxygen Demand)
COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organik yang terdapat dalam limbah cair dengan memanfaatkan oksidator
50
kalium dikromat sebagai sumber oksigen. Angka COD merupakan ukuran
bagi pencemaran air oleh zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi
melalui proses biologis dan dapat menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut
dalam air.
c) TSS (Total Susppended Solid)
Zat yang tersuspensi biasanya terdiri dari zat organik dan anorganik yang
melayang-layang dalam air, secara fisika zat ini sebagai penyebab kekeruhan
pada air. Limbah cair yang mempunyai kandungan zat tersuspensi tinggi tidak
boleh dibuang langsung ke badan air karena disamping dapat menyebabkan
pendangkalan juga dapat menghalangi sinar matahari masuk kedalam dasar air
sehingga proses fotosintesa mikroorganisme tidak dapat berlangsung.
d) DO (Dissolved Oxygen)
Adalah banyaknya oksigen (O2) yang terlarut dalam air dan dinyatakan
dalam mg/L.
e) BOD5 (Biological Oxygen Demand)
Adalah banyaknya oksigen (O2) yang dibutuhkan dalam kondisi penetapan
inkubasi selama 5 hari dalam suhu 20oC dan dalam kondisi yang gelap.
Pengujian ini untuk menyatakan degradasi zat organik melalui cara biologis
dan dinyatakan dalam mg/L (Kesmas, 2013).
2. Virna Oktarina
Apa saja koagulator yang digunakan? Keadaan darurat berupa recovery?
Jawaban :
Ada struktur dan tim tim yang di tunjuk untuk bertanggung jawab pada kejadian
dan simulasi gawat darurat.
Dan paling umum dalam sebuah industri dilakukan dalan kurun setahun sekali.
Koagulator yang paling sering digunakan di industri farmasi adalah PAC
(Polyaluminium Chloride).
51
3. Natalia Wijaya
Apa saja parameter limbah cair dan persyaratannya ?
Jawaban :
Parameter Satuan Baku Mutu
BOD5 mg/L 150
BOD mg/L 50
COD mg/L 300
TSS mg/L 400
pH 6-9
4. Fanny Roselia
Jarak rancangan bangunan untuk pengolahan limbah dan tempat produksi? Dan
apa treatment untuk produk β-Laktam?
Jawaban :
Jaraknya 2 km antara tempat pengolahan limbah dengan tempat produksi obat.
Khusus untuk limbah cair yang berasal dari golongan β-Laktam sebelum di
campur dengan limbah non β-Laktam ditambahkan NaOH untuk memecah cincin
β-Laktam. Dan kemudian baru diolah ditempat pengolahan limbah.
5. Rahmat
Apa treatment untuk produk β-Laktam?
Jawaban :
52
Khusus untuk limbah cair yang berasal dari golongan β-Laktam sebelum di
campur dengan limbah non β-Laktam ditambahkan NaOH untuk memecah cincin
β-Laktam. Dan kemudian baru diolah ditempat pengolahan limbah.
6. Tina Arselina
Implementasi 3R (reuse, recycle, reduce) bagaimana dalam industri?
Jawaban:
Contohnya pada PT. Sinkona Indonesia Lestari menggunakan kembali produk
samping mereka untuk difermentasi dan untuk didisinfektan
53