25
A. Pengertian Fraktur adalah diskontinuitas atau kepatahan pada tulang baik bersifat terbuka atau tertutup. Fraktur Radius ulna terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, yang dapat diabsorpsi (Sjamsuhidajat, 2005) Patah tulang terbuka disebut juga dengan compound fracture tersebur memiliki beberapa definisi dari masing-masing literatur. Salah satu pengertian yang dikemukakan tersebut adalah keadaan patah tulang yang terjadi dengan adanya hubungan antara jaringan tulang yang patah tersebut dengan lingkungan eksternal dari kulit, sehingga dapat mengakibatkan infeksi (Sjamsuhidajat, 2004). Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna, pada anak biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah masih berhubungan satu sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen tulang. 1. JENIS FRAKTUR a. Fraktur komplit : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran. b. Fraktur tidak komplit : patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang. c. Fraktur tertutup : kulit tidak robek

Lp Fraktur Radius Ulna

Embed Size (px)

DESCRIPTION

AHMAD

Citation preview

Page 1: Lp Fraktur Radius Ulna

A. Pengertian

Fraktur adalah diskontinuitas atau kepatahan pada tulang baik bersifat terbuka atau

tertutup. Fraktur Radius ulna terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis

dan luasnya, yang dapat diabsorpsi (Sjamsuhidajat, 2005) Patah tulang terbuka disebut

juga dengan compound fracture tersebur memiliki beberapa definisi dari masing-masing

literatur. Salah satu pengertian yang dikemukakan tersebut adalah keadaan patah tulang

yang terjadi dengan adanya hubungan antara jaringan tulang yang patah tersebut dengan

lingkungan eksternal dari kulit, sehingga dapat mengakibatkan infeksi (Sjamsuhidajat,

2004).

Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna, pada anak

biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah masih

berhubungan satu sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa

biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai

dislokasi fragmen tulang.

1. JENIS FRAKTUR

a. Fraktur komplit : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami

pergeseran.

b. Fraktur tidak komplit : patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang.

c. Fraktur tertutup : kulit tidak robek

d. Fraktur terbuka : fraktur dengan luka pada kulit atau membrane mukosa sampai

kepatahan tulang.

e. Greenstick : fraktur dengan salah satu sisi tulang patah, sedangkan sisi yang lain

membengkak.

f. Transversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang.

g. Kominutif : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.

h. Depresi : fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedepan.

i. Kompresi : fraktur dimana tulang mengalami kompresi (tulang belakang).

j. Patologik : terjadi pada tulang oleh ligament tendo atau daerah perlekatannya.

Page 2: Lp Fraktur Radius Ulna

2. ETIOLOGI

a. Trauma

b. Gerakan pintir mendadak.

c. Kontraksi otot extreme

d. Keadaan patologik : osteoporosis, neoplasma

e.

3.  PATOFISIOLOGI

a. Fraktur kaput radius sering terjadi akibat jatuh dan tangan menyangga dengan

siku ekstensi. Bila terkumpul banyak darah dalam sendi siku (hemarthosis) harus

diaspirasi untuk mengurangi nyeri dan memungkinkan gerakan awal.

b. Bila fraktur mengalami pergeseran dilakukan pembedahan dengan eksisi kaput

radii bila perlu. Paska operasi lengan dimobilisasi dengan bebat gips posterior dan

sling. Fraktur pada batang radius dan ulna (pada batang lengan bawah) biasanya

terjadi pada anak-anak. Baik radius maupun ulna keduanya dapat mengalami

patah. Pada setiap ketinggian, biasanya akan mengalami pergeseran bila kedua

tulang patah.

c. Dengan adanya fraktur dapat menyebabkan atau menimbulkan kerusakan pada

beberapa bagian. Kerusakan pada periosteum dan sumsum tulang dapat

mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang. Sumsum

kuning yang keluar akibat fraktur terbuka masuk ke dalam pembuluh darah dan

mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan emboli lemak. Apabila emboli

lemak ini sampai pada pembuluh darah yang sempit dimana diameter emboli

lebih besar daripada diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran

darah yang mengakibatkan perubahan perfusi jaringan.

d. Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat

karena adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan pada tulang itu

sendiri mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang) dan dapat

menekan persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan

gangguan syaraf ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan. 

Page 3: Lp Fraktur Radius Ulna

Klasifikasi fraktur terbuka menurut Stanley (2011), meliputi:

Grade I

Luka kecil kurang dan 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat

tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak, biasanya bersifat simpel,

tranversal, oblik pendek atau komunitif.

Grade II

Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang hebat

atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan.

Grade III

kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur

neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe: tipe IIIA

yaitu jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah, tipe IIIB disertai dengan

kerusakan dan kehilangan jaringan lunak, tulang tidak dapat di cover soft tissue,

tipe IIIC disertai cidera arteri yang memerlukan repair segera. Debridement

merupakan suatu tindakan eksisi yang bertujuan untuk membuang jaringan

nekrosis maupun debris yang mengahalangi proses penyembuhan luka dan

potensial terjadi atau berkembangnya infeksi sehingga merupakan tindakan

pemutus rantai respon inflamasi sistemik dan maupun sepsis. Tindakan ini

dilakukan sejak awal mungkin, dan dapat dilakukan tindakan ulangan sesuai

kebutuhan (Smeltzer & Bare (2002).

4. MANIFESTASI KLINIK

Berikut adalah manifestasi klinik dari fraktur antebrachii menurut Mansjoer (2000) :

1. Fraktur Colles

a. Fraktur metafisis distal radius dengan jarak _+ 2,5 cm dari permukaan sendi

distal radius

b.  Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal

c. Subluksasi sendi radioulnar distal

d.  Avulsi prosesus stiloideus ulna.

2. Fraktur Smith

Page 4: Lp Fraktur Radius Ulna

Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan

deviasi ke radial (garden spade deformity).

3. Fraktur Galeazzi

Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan

tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.

4. Fraktur Montegia

Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi

gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan

pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang menyebabkan

fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi. Lihat

kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan pertengahan radius.

Pemeriksaan penunjang menurut Doenges (2000), adalah :

1.      Pemeriksaan rontgen

2.      Scan CT/MRI

3.      Kreatinin

4.      Hitung darah lengkap

5.      Arteriogram

6. PENATALAKSANAAN

Berikut adalah penatalaksanaan fraktur antebrachii menurut Mansjoer (2000):

1. Fraktur Colles Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisas

dengan pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai

dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen

distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk mengoreksi

deviasi radial) dan diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi supinasi).

Imobilisasi dilakukan selama 4 - 6 minggu.

2. Fraktur Smith

Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi

ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles). Lalu

diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4 - 6 minggu.

Page 5: Lp Fraktur Radius Ulna

3. Fraktur Galeazzi

Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral untuk

dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.

4. Fraktur Montegia

Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong melakukan

tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi penuh. Setelah

itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke tempat semula. Imobilisasi gips

sirkuler dilakukan di atas siku dengan posisi siku fleksi 90° dan posisi lengan

bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan

fiksasi interna Open Reduction Internal Fixatie (ORIF) (plate-screw).

Pada kasus ini menggunakan dua metode operasi yaitu dengan debridement dan

menggunakan internal fixasi karena dengan metode konservatif sudah tidak

mungkin dapat dilakukan, hal ini dikarenakan fragmen fraktur sulit untuk

menyambung dengan baik. Selain itu, penyambungan tulang fragmen langsung

lebih baik dari pada tanpa operasi (Muttaqin, 2009).

7. KOMPLIKASI

Menurut Long (2000), komplikasi fraktur dibagi menjadi :

1. Immediate complication yaitu komplikasi awal dengan gejala

a. Syok neurogenic

b. Kerusakan organ syaraf

2. Early complication

a. Kerusakan arteri

b. Infeksi

c. Sindrom kompartemen

d.  Nekrosa vaskule

e. Syok hipovolemik

3. Late complication

a. Mal union

b. Non union

c. Delayed union

Page 6: Lp Fraktur Radius Ulna

1. Proses Penyembuhan Tulang

Kebanyakan patah tulang sembuh melalui osifikasi endokondial ketika tulang

mengalami cedera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut,

namun tulang mengalami regenerasi sendiri. Ada beberapa tahapan dalam

penyembuhan tulang :

a)    Inflamasi

Dengan adanya patah tulang, tulang mengalami respon yang sama dengan bila

ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan

yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang.

Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan

darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih

besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi,

pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan

hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.

b)    Proliferasi Sel

Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk

benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk

revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast.

Fibroblast dan osteoblast (berkembang dan osteosit, sel endotel, sel

periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks

kolagen pada patahan tulang.

c)    Pembentukan kalus

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai

sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang

digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur.

Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek-

secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang.

d)    Osifikasi

Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah

tulang melalui proses penulangan endokondrial.

e)    Remodeling

Tahap akhir perbaikan tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan

reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling

Page 7: Lp Fraktur Radius Ulna

memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya

modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang

melibatkan tulang kompak dan kanselus – stres fungsional pada tulang.

8. TERAPI DAN PENATALAKSANAN KEPERAWATAN

Agar hasil tindakan memberikan hasil yang maximal.”Goal” dari tindakan bedah

orthopaedi adalah maximum rehabilitasi penderita secara utuh (“Maximum

rehabillitation of patients as a whole”).

Tindakan yang harus diperhatikan agar ektremitas dapat berfungsi sebaik-baiknya

maka penanganan pada trauma ektremitas meliputi 4 hal (4 R) yaitu :

a. RECOGNITION

Untuk dapat bertindak dengan baik, maka pada trauma ektremitas perlu diketahui

kelainan yang terjadi akibat cedernya. Baik jaringan lunak maupun tulangnya

dengan cara mengenali tanda-tanda dan gangguan fungsi jaringan yang

mengalami cedera.

Fraktur merupakan akibat dari sebuah kekerasan  yang dapat menimbulkan

kerusakan pada tulang ataupun jaringan lunak sekitarnya.

Dibedakan antara trauma tumpul dan tajam. Pada umumnya trauma tumpul akan

memberikan kememaran yang “diffuse” pada jaringan lunak termasuk gangguan

neurovaskuler yang akan menentukan ektremitas.

b. REDUCTION

Adalah tindakan mengembalikan ke posisi semula, tindakan ini diperlukan agar

sebaik mungkin kembali ke bentuk semula agar dapat berfungsi kembali sebaik

mungkin . Penyembuhan memerlukan waktu dan untuk mempertahankan hasil

reposisi(retaining) penting dipikirkan tindakan berikutnya agar rehabilitasi dapat

memberikan hasil sebaik mungkin.

c. RETAINING

Adalah tindakan imobilisasi untuk memberi istirahat pada anggota gerak yang

sehat mendapatkan kesembuhan. Imobilisasi yang tidak adequat dapat

memberikan dampak pada penyembuhan dan rehabilitasi.

d. REHABILLITASI

Adalah mengembalikan kemampuan dari anggota/alat yang sakit/cedera agar

dapat berfungsi kembali. Falsafah lama mengenai rehabilitasi ialah suatu tindakan

setelah kuratif dan hanya mengatasi kendala akibat sequaele atau kecacatan;

Page 8: Lp Fraktur Radius Ulna

padahal untuk mengembalikan fungsi sebaiknya rehabilitasi, yang menekankan

pada fungsi, akan lebih berhasil bila dapat dilaksanakan secara dini, mencegah

timbulnya kecacatan.

e. DISLOKASI

Dislokasi sendi perlu dilakukan reposisi segera karena akibat dari penundaan

akan dapat menimbulkan keadaan avaskuler nekrosis dari bonggol tulang yang

menyebabkan nyeri pada persendian serta kekakuan sendi.

Dalam fase shock lokal (antara 5-20 menit) dimana terjadi relaksasi dari otot

sekitar sendi dan rasa baal (hypestesia) reposisi dapat dilakukan tanpa narkose,

lewat dari fase shock lokal diperlukan tindakan dengan pembiusan untuk

mendapatkan relaksasi waktu melakukan reposisi. Apabila tidak berhasil maka

perlu dipikirkan terjadi “button hole ruptur” dari kapsul (simpai) sendi yang dapat

“’mencekik” sirkulasi perdarahan daerah bonggol sendi, hal ini memerlukan

tindakan reposisi terbuka. Untuk mendapatkan lingkup gerak sendi yang baik,

maka selama dilakukan imobilisasi diberikan latihan isometrik kontraksi otot

guna mencegah”disuse Athrophy”.

9. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

Regio antebachii  Dextra

Look : Tampak luka, terdapat penonjolan abnormal tulang,  oedem (+), terdapat

deformitas (+) pada sepertiga distal, tidak tampak pemendekan dibandingkan

dengan antebrachii dextra, angulasi (+), tak tampak sianosis pada bagian distal

lesi

Feel : Nyeri tekan setempat (+), krepitasi (+), terdapat nyeri ketok sumbu,

sensibilitas (+), suhu rabaan hangat, kapiler refil (+)

Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat, sakit bila digerakkan, gangguan persarafan

tidak ada tampak gerakan terbatas (+), sendi-sendi pada bagian distal tidak

dapat digerakkan.

Page 9: Lp Fraktur Radius Ulna

Regio Vertebra servikal

Look : Tidak tampak kelainan,  tidak ada deformitas, krepitasi

Feel : Nyeri tekan (-)

Move : Gerak dapat digerakkan

Deferensial Diagnosis

Fraktur Radius Ulna Dextra, kom plit displaced :

- Nyeri yang sangat pada gerakan aktif maupun pasif

- Terdapat pembengkakan

- Deformitas (+)

- Fraktur Radius ulna Dextra, komplit undisplaced.

- Dapat di singkirkan karena pada kasus ini tidak terdapat tanda-tanda

pemendekan tulang.

Fraktur Radius ulna sinistra, inkomplit :

Dislokasi siku :

Tidak terdapat gejala :

- rasa sendi yang keluar.

Akan tetapi terdapat gejala dislokasi yang lain yang berupa :

- trauma nyeri

- Nyeri yang sangat

- Gerak terbatas.

Coles fraktur :

- Tidak ada tanda dinner fork deformity

- Smith fraktur

- Galeazzi fraktur

- Monteggia fraktur 

1. Diagnosa Keperawatan

A. Pre-Operasi

1. Nyeri b.d spasme otot, kerusakan akibat fraktur.

2. Ketidakmampuan beraktivitas b.d fraktur dan cidera jaringan sekitar.

3. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d fraktur terbuka kerusakan jaringan

lunak.

4. Gangguan pola tidur b.d nyeri.

Page 10: Lp Fraktur Radius Ulna

B. Post Operasi

1. Nyeri b.d luka operasi.

2. Risiko tinggi terjadi komplikasi post operasi b.d immobilisasi.

3. Ketidakmampuan beraktivitas b.d pemasangan gips dan fiksasi.

4. Risiko tinggi terjadi infeksi b.d luka post operasi.

5. Kurang pengetahuan klien tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh

dilakukan dan perawatannya saat di rumah.

6. Gangguan harga diri b.d perubahan peran dan perubahan bentuk fisik

atau tubuh.

2. Perencanaan Keperawatan

A. Pre-Operasi

1. Nyeri b.d spasme otot, kerusakan akibat fraktur.

Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 2 X 24 jam :

Nyeri berkurang atau terkontrol

Klien mengatakan nyeri berkurang.

Ekspresi wajah tenang.

Intervensi

1. Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)

R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya nyeri.

2. Kaji keluhan nyeri klien : lokasi, intensitas, karakteristik.

R/ Menentukan tindakan yang tepat sesuai kebutuhan klien.

3. Beri posisi yang nyaman sesuai anatomi tubuh manusia.

R/ Posisi sesuai anatomi tubuh membantu relaksasi sehingga

mengurangi rasa nyeri.

4. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.

R/ Nafas dalam mengendorkan ketegangan syaraf.

5. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips.

R/ Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang yang

cedera.

6. Beri therapi analgetik sesuai program medik.

Page 11: Lp Fraktur Radius Ulna

R/ Analgetik menghambat pembentukan prostaglandin pada otak dan

jaringan perifer.

2. Ketidakmampuan beraktivitas b.d fraktur dan cidera jaringan sekitar.

Kebutuhan hygiene, nutrisi dan eliminasi.

Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan

klien dan sesuai program medik.

Intervensi:

1. Kaji tingkat kemampuan beraktivitas klien.

R/ Menentukan intervensi yang sesuai dengan kebutuhan klien.

2. Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)

R/ Sebagai data dasar dalam melakukan tindakan keperawatan.

3. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dilakukan

sendiri.

R/ Kerjasama antara perawat dan klien mengefektifkan tercapainya

hasil dari tindakan keperawatan.

4. Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan.

R/ Klien dapat memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan sendiri

dengan cepat.

5. Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan klien.

R/ Membantu memenuhi kebutuhan klien.

3. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.

Infeksi tidak terjadi

Tidak ada kemerahan, pus, peradangan

Leukosit dalam batas normal

Tanda-tanda vital stabil.

Intervensi:

1. Observasi tanda-tanda vital (S, TD, N, P)

R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya infeksi.

2. Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.

Page 12: Lp Fraktur Radius Ulna

R/ Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi

perkembangbiakan bakteri.

3. Tutup daerah luka dengan kasa steril.

R/ Kasa steril menghambat masuknya kuman ke dalam luka.

4. Rawat luka fraktur dengan teknik aseptik.

R/ Mencegah dan menghambat perkembangbiakan bakteri.

5. Beri therapi antibiotik sesuai program medik.

R/ Antibiotik menghambat hidup dan berkembang biaknya bakteri.

B. Post-Operasi

1. Nyeri b.d luka operasi

Nyeri berkurang sampai dengan hilang.

Ekspresi wajah tenang.

Intervensi:

1. Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)

R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya nyeri.

2. Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.

R/ Menentukan tindakan yang tepat sesuai kebutuhan klien.

3. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam.

R/ Nafas dalam dapat mengendorkan ketegangan sehingga dapat

mengurangi rasa nyeri.

4. Beri posisi yang nyaman pada tulang yang fraktur sesuai anatomi.

R/ Posisi anatomi membuat rasa nyaman dan melancarkan sirkulasi

darah.

5. Anjurkan klien untuk imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah

baring.

R/ Mengurangi nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang.

6. Beri therapi analgetik sesuai program medik.

R/ Menghambat dan menekan rangsang nyeri ke otak.

2. Ketidakmampuan beraktivitas b.d pemasangan gips atau fiksasi.

Kebutuhan hygiene, nutrisi, dan eliminasi terpenuhi.

Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan

klien dan sesuai program medik.

Page 13: Lp Fraktur Radius Ulna

Rencana Tindakan :

1. Observasi tanda-tanda vital (S, N, TD, P)

R/ Sebagai data dasar untuk menentukan tindakan keperawatan.

2. 2)      Kaji tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas secara

mandiri.

R/ Menentukan tindakan keperawatan sesuai kondisi klien.

3. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan hygiene nutrisi, eliminasi

yang tidak dapat dilakukan sendiri.

R/ Kerjasama antara perawat dan klien yang baik mengefektif-kan

pencapaian hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan.

4. Dekatkan alat-alat dan bel yang dibutuhkan klien.

R/ Klien dapat segera memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan

sendiri.

5. Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan klien.

R/ Kerjasama antara perawat dan keluarga klien akan membantu

dalam mencapai hasil yang diharapkan.

6. Anjurkan dan bantu klien untuk mobilisasi fisik secara bertahap

sesuai kemampuan klien dan sesuai program medik.

R/ Mobilisasi dini secara bertahap membantu dalam proses

penyembuhan.

3. Resiko tinggi terjadi komplikasi post operasi b.d immobilisasi.

Komplikasi setelah operasi tidak terjadi.

Rencana Tindakan :

1. Kaji keluhan klien

R/ Mengetahui masalah klien.

2. Observasi tanda-tanda vital (TD, N)

R/ Untuk mendeteksi adanya tanda-tanda awal komplikasi.

3. Anjurkan klien mobilisasi secara bertahap

R/ Meningkatkan pergerakan sehingga dapat melancarkan aliran

darah.

4. Kolaborasi dengan dokter.

R/ Mengetahui dan mendapatkan penanganan dengan tepat.

Page 14: Lp Fraktur Radius Ulna

4. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d luka post operasi.

Infeksi post operasi tidak terjadi.

Klien tidak mengalami infeksi tulang.

Rencana Tindakan :

1. Observasi tanda-tanda vital (TD, N, S, P)

R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya infeksi.

2. Rawat luka operasi dengan tehnik aseptik.

R/ Mencegah dan menghambat berkembang biaknya bakteri.

3. Tutup daerah luka dengan kasa steril.

R/ Kasa steril menghambat masuknya kuman dalam luka.

4. Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.

R/ Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi

perkembangbiakan bakteri.

5. Beri terapi antibiotik sesuai program medik.

R/ Antibiotik menghambat hidup dan berkembang biaknya bakteri.

5. Kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh

dilakukan dan perawatan di rumah b.d kurang informasi.

Klien dapat mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan

perawatan saat di rumah.

Rencana Tindakan :

1. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penatalaksanaan perawatan

di rumah.

R/ Mengukur sejauh mana tingkat pengetahuan klien.

2. Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan latihan pasif dan aktif

secara teratur.

R/ Dengan latihan aktif dan pasif diharapkan mencegah terjadinya

kontraktur pada tulang.

3. Berikan kesempatan pada klien untuk dapat bertanya.

R/ Hal kurang jelas dapat diklarifikasikan kembali.

4. Anjurkan klien untuk mentaati terapi dan kontrol tepat waktu.

R/ Mencegah keadaan yang dapat memperburuk keadaan fraktur.

5. Anjurkan klien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan

yang fraktur.

Page 15: Lp Fraktur Radius Ulna

R/ Mencegah stres tulang.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3,

Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Black, Joyce M (1997). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Continuity of

Care. 5th edition, 3rd volume. Philadelphia. W.B Saunders Company.

Page 16: Lp Fraktur Radius Ulna

Carpenito, Lynda Jual (1997). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi

keenam, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doengoes, Marilynn. E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Jakarta. Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Evelyn. C. Pearce (1999). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Cetakan ke-22, Jakarta.

Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum.

Price, Sylvia. A (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4 buku

2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.