Upload
wendy-wongso
View
46
Download
6
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Journal de Instituto et Tropicana Medicina
Citation preview
LAPORAN DISKUSIPEMICU 2
MODUL SARA DAN JIWA
Disusun Oleh:Kelompok Diskusi 7
1. Galatia Nugraha I11109053
2. Gandra Wahyudi I11110064
3. Gapar I11111001
4. Dyanti Warrahmah Dewi I11111007
5. Nur’azmi Ayuningtyas I11111009
6. Leo Rinaldi I11111023
7. Marta Sonya I11111030
8. Riska Dwi Kusuma I11111043
9. Steven Octa Chandra I11111050
10. Ni’matul Muthmainnah I11111054
11. Apriyan Yudha Putranto I11111069
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2013
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Pemicu 3 :
Seorang laki-laki berusia 56 tahun dibawa ke UGD dengan keluhan kelemahan tubuh sisi kiri sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini timbul mendadak pada pagi hari saat pasien bangun tidur dan akan berjalan ke kamar mandi. Pasien menderita tekanan darah tinggi sejak tujuh tahun yang lalu, namun tidak pernah berobat teratur. Pasien mempunyai kebiasaan merokok 3 bungkus/hari sejak usia 30tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, tekanan darah 200/120 mmHg, frekuensi nadi 110 kali/menit, frekuensi pernapasan 20 kali/menit, suhu 36,5C. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan saat pasien diminta tersenyum sudut mulut tertarik ke kanan, namun pasien dapat memejamkan kedua mata dengan kuat. Pada saat lidah dijulurkan, tampak lidah berdeviasi ke kiri. Posisi tungkai kiri saat berbaring tampak eksorotasi dan tidak dapat diangkat. Tungkai kiri hanya dapat digeser. Lengan kiri masih dapat diangkat namun tidak dapat menahan kekuatan yang diberikan oleh dokter. Bicara pasien terdengar kacau dan tidak dapat dimengerti. Namun pasien mengerti diajak bicara dan dapat menurut perintah yang diberikan oleh dokter. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar gula darah sewaktu 350mg/dL, kolesterol LDL 190 mg/dL, kolesterol HDL 57 mg/dL.
1.2. Kata Kunci
a. Laki-laki 56 th
b. Kelemahan tubuh sisi kiri
c. Keluhan timbul mendadak pagi hari
d. Afasia motorik
e. Riwayat hipertensi dan perokok berat
f. Tersenyum sudut mulut tertarik ke kanan
g. Deviasi lidah ke kiri
h. Kekuatan otot : lengan kiri : 3
Tungkai kiri : 2
i. GDS : 350mg/dL, LDL 190 mg/dL, HDL 57 mg/dL.
1.3. Rumusan Masalah
Laki-laki 56 tahun, menderita hipertensi sejak 7 tahun yang lalu, mengalami kelumpuhan mendadak tubuh sisi kiri.
1.4. Analisis Masalah
1.5. Hipotesis
Laki-laki 56 tahun mengalami hemiparesis sinistra akibat stroke non hemoragik.
1.6. Pertanyaan Diskusi
1. Bagaimana vaskularisasi otak2. Stoke
a. Definisi & epidemiologib. etiologic. Klasifikasid. Patofisiologie. Faktor resikof. Gejalag. Skoring untuk menilai psien stroke.
3. Bagaimana membedakan stroke hemoragik & non hemoragik?
4. Afasiaa. Definisi & klasifikasi
Studi kasus
5. Bagaimana interpretasi pemeriksaan lab dengan dx pasien?6. Bagaimana cara menyingkarkan dd?7. Bagaimana cara menentukan derajat keparahan dlm kasus ini?8. Apa pp yang tepat untuk kasus ini?9. Tatalaksana awal hipertensi pada fase akut ( pd kasus ini)10. Tatalaksana yg tepat utk di kasus?11. Prognosis pasien tersebut? 12. Pencegahan stroke?13. penyebab lain gangguan nervus hipoglosus fasialis & gangguan fungsi bicara?14. mengpa kekuatan otot tungkai & lengan berbeda?15. mslah emosional yang mungkin timbul pada pasien stroke?16. mengapa keluhan muncul dipagi hari?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bagaimana vaskularisasi otak?1,25
Suplai darah serebral berasal dari arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Arteri
utamanya, arteri serebri media dan arteri serebri anterior serta arteri khoroidalis anterior
(sirkulasi anterior). Kedua arteri vertebralis bergabung di garis tengah pada batas kaudal pons
untuk membentuk arteri basilaris, yang menghantarkan darah ke batang otak dan serebelum,
serta sebagian hemisfer serebri melalui cabang terminalnya, arteri serebri posterior. Sirkulasi
anterior dan posterior berhubungan satu dengan lainnya melalui sirkulus arteriosus Willisi.
Pembuluh darah tersebut saling berhubungan di ekstrakranial melalui cabang-cabang kecil di
otot dan jaringan ikat, yang dapat menjadi penting pada proses patologis tertentu yang
mengenai pembuluh darah.
Arteri karotis interna membentuk bifurkasio di atas prosesus klinoideus, bercabang menjadi
arteri serebri anterior di bagian medial dan arteri serebri media di lateral. Arteri serebri media
adalah cabang terbesar arteri karotis interna.
Arteri serebri media terbagi menjadi cabang-cabang kortikal utama di dalam sisterna
insularis. Cabang-cabang ini memperdarahi area lobus parietalis, frontalis, dan temporalis
yang luas.
Arteri serebri anterior (ACA) berasal dari bifurkasio arteri karotis interna dan kemudian
berjalan kea rah medial dan rostral. Area otak yang menerima suplai darah dari arteri serebri
anterior antara lain adalah area korteks motorik dan sensorik primer yang luas dan gyrus
cinguli.
Kebutuhan energi oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena out aliran darah ke
otak harus berjalan lancar. Adapun pembuluh darah yang memperdarahi otak diantaranya
adalah :
1.Arteri Karotis ;
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri karotis
komunis setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung bercabang dari
arkus aorta, tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari arteri brakiosefalika.
Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah dan taring. Cabang dari
arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea media, memperdarahi struktur-struktur di
daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah duramater. Arteri
karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus
karotikus. Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususnya berespon
terhadap perubahan tekanan darah arteri, yang secara reflex mempertahankan suplai
darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma
optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri media adalah
lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Setelah masuk ke ruang subaraknoid dan
sebelum bercabang-cabang arteri karotis interna mempercabangkan arteri ophtalmica
yang memperdarahi orbita. Arteri serebri anterior menyuplai darah pada nucleus
kaudatus, putamen, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-
bagian lobus frontalis dan parietalis.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis
dan frontalis. Arteri ini sumber darah utama girus presentralis dan postsentralis.
2. Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subclavia sisi yang sama.
Arteri subclavia kanan merupakan cabang dari arteri inomata, sedangkan arteri
subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki
tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata.
Kedua arteri tersebut bersatu membentuk arteri basilaris. Tugasnya mendarahi
sebagian diensfalon, sebaian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis dan
organ-prgan vestibular.
3.Sirkulus Arteriosus Willisi
Arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris disatukan oleh pembuluh-
pembuluh darah anastomosis ya itu sirkulus arteriosus willisi.
2.2 Stoke
a. Definisi & epidemiologi2,3
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi SSP fokal
(atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung
lebih dari 24 jam.
Iskemik global--- bila secara absolute tidak ada aliran darah serebral maka akan terjadi
kerusakan neuron secara ireversibel.
folak—selalu terdapat sirkulasi (melalui kolateral), sehingga masih terdapt darah yang
mengandung oksigen dan glukosa yang mengalir ke region serebral lain meskipun dalam
derajat yang berbeda-beda.
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak dengan awitan
akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor.
Trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat.
Epidemiologi15, 16, 24
Stroke merupakan penyebab kematian tersering di Negara maju, setelah penyakit jantung dan
kanker. Insidensi tahunan adalah 2 per 100 populasi. Mayoritas stroke adalah infark serebral.
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu didunia dan penyebab kematian nomor
tiga di dunia. Dua per tiga stroke terjadi di Negara berkembang. Pada masyarakat barat, 80%
penderita mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke
meningkat seiring pertambahan usia.
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan. Sekitar 0,2%
dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganyaakan meninggal pada
tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kekacauan, dan sepertiga sisanya
dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai
penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta)dari total kematian per tahunnya.
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 10-15%
merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas
pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20%
saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu ada sekitar 40-
80% akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal
pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47%wanita dan
53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun. Pasien
dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-lakimenunjukkan outcome yang
lebih buruk.
Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33
propinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45
tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66%
di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua (RISKESDAS, 2007).
Berdasarkan data dari RSUP Dr. Sardjito Jogjakarta, dari tahun 2004 sampai 2009,
didapatkan jumlah kunjungan pasien dengan kasus stroke seperti di bawah ini:
b. Etiologi16, 18
Etiologi Stroke
1. EmboliMerupakan kasus tersering. Kemungkinan emboli meningkat dari lesi ateroma lokal (atheromatous thromboembolism) pada dinding arteri besar (macroangiopathy) pada otak maupun jantung.
2. TrombosisOklusi pada ujung arteri kecil (microangiopathy) yang menyebabkan infark lakunar. Hal ini disebabkan oleh hialin atau sklerosis proksimal pada penetrasi arteri. Dapat disebabkan oelh hipertensi, diabetes dan gangguan sawar darah otak yang menyebabkan kerusakan protein plasma pada dinding arteri.
3. Kasus lainYaitu termasuk kelainan hematologi seperti koagulopati, abnormal viskositas darah, anemia, leukimia.
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:
Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komlikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Oba t va sop re s so r , koka in , he rpe s s imp leks ense f a l i t i s , d i s eks i
a r t e r i veretbral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis
c. Klasifikasi21,22
KLASIFIKASI Berdasarkan gambaran patologik yang terjadi, stroke dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu stroke iskemik (infark) dan stroke hemoragik (perdarahan).
Pada stroke iskemik, gangguan fungsi otak disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otak karena proses trombosis, emboli, atau sebab lainnya. Sehingga stroke iskemik digolongkan lagi menjadi stroke iskemik trombotik, stroke iskemik embolik, dan stroke
iskemik karena sebab lainnya (misalnya sindroma antifosfolipid, defisiensi protein C dan S, homosisteinemia, anemia sel sickle, polisitemia vera).
Pada stroke hemoragik, perdarahan dapat terjadi didalam parenkim otak (disebut stroke perdarahan intraserebral), maupun didalam ruang subaraknoid (disebut stroke perdarahan subaraknoid). Tiga faktor yang menjadi penyebab utama stroke hemoragik, yaitu: (1) faktor anatomik (lesi atau malformasi pembuluh darah otak), (2) faktor hemodinamik (hipertensi), dan (3) faktor hemostatik (berkaitan dengan fungsi trombosit dan sistim koagulasi).
Klasifikasi stroke menurut defisit neurologisnya
Transient Ischemic Attack (TIA)
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan timbulnya defisit neurologis akut yang berlangsung kurang dari 24 jam. Stroke ini tidak akan meninggalkan gejala sisa sehingga pasien tidak terlihat pernah mengalami serangan stroke. Akan tetapi adanya TIA merupakan suatu peringatan akan serangan stroke selanjutnya sehingga tidak boleh diabaikan begitu saja.
Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Kondisi RIND hampir sama dengan TIA, hanya saja berlangsung lebih lama, maksimal 1 minggu (7 hari). RIND juga tidak meninggalkan gejala sisa.
Complete stroke
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan deficit neurologist akut yang berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke ini akan meninggalkan gejala sisa.
Stroke in Evolution (Progressive Stroke)
Stroke ini merupakan jenis yang terberat dan sulit ditentukan prognosanya. Hal ini disebabkan kondisi pasien yang cenderung labil, berubah-ubah, dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih buruk.
d. Patofisiologi21,22,23
Infark regional kortikal, subkortikal, ataupun infark regional di batang otak terjadi karena kawasan perdarahan suatu arteri tidak/ kurang mendapat jatah darah. Aliran darah ke otak normalnya adalah 50–60 mL/100 gr jaringan otak per menit. Jika turun hingga dibawah 20 mL/100 gr jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan terhenti meskipun struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversible. Jika aliran darah ke otak turun sampai
<10mL/100 gr jaringan otak per menit, akan terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan membran yang ireversibel membentuk daerah infark.
Penurunan aliran darah otak menghasilkan beberapa aliran kejadian, yang jika tidak diatasi dapat menyebabkan produksi dan akumulasi toksin serta apoptosis sel neuron otak.
Sirkulasi yang menurun ke daerah tersebut oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat ataupun pecah. Lesi yang terjadi dinamakan infark iskemik jika arteri tersumbat dan infark hemoragik jika arteri pecah. Maka dari itu, stroke dapat dibagi dalam stroke iskemik dan stroke hemoragik. Penyakit pembuluh darah kecil (mis. vaskulitis atau lupus) dan kualitas darah (mis. polisitemia atau koagulopati) juga menentukan proses patologis dari stroke22, 23.
e. Faktor resiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non hemoragik,
diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi.
Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokertomengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke menunjukan faktor
risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan
hiperkolesterol 8,97%.5,4
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :11,10
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali
dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di bawah 45
tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke
didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65
tahun.6,8
2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih banyak
menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka kematianya masih
belum jelas. Penelitian yang di lakukan oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD
Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita
stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari
penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik.6,17
3. Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam keluarga,
terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari
65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan
pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke
sebesar 29,3%.1
4. Ras atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara di
Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya
Yogyakarta).6
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun
kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.6
2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini sering
di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan
stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan
darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan
darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada
dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan
otak.1,9
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi jantung
juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi
atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga
menyumbat pembuluh darah otak.11
4. (DM) Diabetes melitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah
yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam
Malik Medan dengan desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko
terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.5
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemik
otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi
tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling
sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para
pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3
akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.2,9
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol dan
trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan
dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein
sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama
lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas
rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang
paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein
tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau
trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung
meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan
penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL
<40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam
pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010), dari
penelitianya 43 pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL
yang rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.9,6,11
7. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus.
Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan predisposisi
penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body
mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter
dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99
kg/m2selebihnya adalah obesitas.5
Rokok sebagai faktor risiko stroke
Asap rokok merupakan faktor risiko penting untuk semua penyebab kematian karena
penyakit vascular. Farmingham merupakan yang pertama kali membahas hubungan merokok
dengan jenis stroke, banyaknya jumlah rokok yang dikonsumsi, dan efek dari berhenti
merokok. Mereka menyimpulkan bahwa merokok menimbulkan kontribusi yang sangat
signifikan pada faktor risiko stroke dan khususnya infark otak. Perokok berat (>40
rokok/hari) risikonya meningkat 2 kali dibandingkan dengan perokok sedang (>10
rokok/hari), dan risiko bertambah meningkat dengan bertambahnya jumlah rokok yang
dikonsumsi setiap hari. Asap rokok menyebabkan disfungsi dari endotel pada pembuluh
darah, yangberhubungan dengan perubahan pada proses hemostasis dan marker pada proses
inflamasi.
Rokok juga meningkatkan konsentrasi fibrinogen, menurunkan aktivitasfibrinolitik,
meningkatkan agregasi platelet, dan menyebabkan polisitemia. Terdapat berbagai mekanisme
tentang hubungan antara merokok dengan risiko stroke iskemik. Pertama merokok
dihubungkan dengan kenaikan konsentrasi fibrinogen, kenaikan agregasi platelet, kenaikan
hematokrit, menurunkan proses fibrinolitik, dan menurunkan aliran darah di otak yang
disebabkan karena vasokonstriksi, yang mana mempercepat pembentukan thrombus. Kedua
merokok menurunkan HDL kolesterol dan melukai endotel sel, yang menimbulkan atheroma.
Berbagai efek tersebut meningkatkan risiko terjadinya iskemik stroke. Sedangkan mekanisme
antara merokok dengan risiko perdarahan subaraknoid tidak pasti.
Walapun terdapat beberapa penemuan bahwa merokok meningkatkan pelepasan proteinase
dari makrofag pulmonari, yang mnyebabkan mudah pecahnya aneurisma otak, dan
meningkatkan stres hemodinamik pada sirkulus willisi melalui peningkatan aterosklerosis di
basal otak dan arteri karotis . Nikotin juga meningkatkan tekanan darah dalam waktu cepat,
nadi, dan aliran darah dari jantung, dan juga menyebabkan penyempitan pembuluh darah.
Seperti yang sudah disebutkan di atas nikotin meningkatkan konsentrasi noreepinefrin dalam\
sirkulasi dan peningkatan pelepasan vasopressin, endorphin-beta, hormone
adrenokortikotropik (ACTH), dan kortisol. Perangsangan simpatis melalui peningkatan
noreepinefrin pada jantung akan meningkatkan seluruh aktivitas jantung, keadaan ini tercapai
dengan naiknya frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung. Pada tekanan arteri perangsangan
simpatis meningkatkan daya dorong oleh jantung dan tahanan terhadap aliran darah yang
biasanya menyebabkan peningkatan
segera yang bermakna pada tekanan arteri. Vasopressin merupakan hormon yang
disekresikan oleh sel nukleus hipotalamus dan disimpan dalam hipofise posterior, hormon ini
mengkonstriksikan pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah . Kortisol menyebabkan
hipertensi kemungkinan karena efek ringan mineralkortikoid. Begitu juga dengan
peningkatan ACTH dan endhorpin-beta di mana hal tersebut merupakan hormon yang
mengatur sekresi kortisol .
Karbon monoksida juga ada dalam asap rokok, di mana efeknya menimbulkan
pengurangan oksigen yang dibawa dalam aliran darah. Karbon monoksida juga menimbulkan
efek pada bagian dalam pembuluh darah arteri, dan juga menyebabkan terjadinya sumbatan
lemak di arteri. Kerusakan pada endotel vaskuler, menimbulkan penumpukan monosit dan
lipid (berupa lipoprotein berdensitas rendah) pada tempat kerusakan. Monosit masuk ke
dalam lapisan intima dinding pembuluh dan berdiferensiasi menjadi makrofag, yang
selanjutnya mencerna dan mengoksidasi tumpukan lipoprotein, sehingga penampilan
makrofag menyerupai busa. Sel busa makrofag ini kemudian bersatu pada pembuluh darah
dan membentuk fatty steak. Dengan berjalannya waktu fatty steak menjadi lebih besar dan
bersatu, dan jaringan otot polos serta jaringan fibrosa disekitarnya berproliferasi untuk
membentuk plak yang makin lama makin besar. Makrofag juga melepaskan zat yang
menimbulkan inflamasi dan proliferasi lebih lanjut dari jaringan fibrosa dan otot polos pada
permukaan dalam dinding arteri. Fibroblas plak akhirnya menimbun sejumlah besar jaringan
ikat padat, sklerosis menjadi sangat besar dan arteri menjadi kaku dan tidak lentur.
Selanjutnya garam kalsium seringkali mengendap bersama dengan kolesterol dan lipid yang
lain dari plak, yang menimbulkan kalsifikasi sekeras tulang yang dapat membuat arteri
seperti saluran kaku. Kedua tahap lanjut dari penyakit ini disebut pengerasan arteri. Kedua
efek ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme sel.
Sehingga pembuluh darah menjadi mudah pecah ditambah dengan meningkatnya tekanan
darah, maka pembuluh darah ruptur dan terjadi perdarahan dalam otak.
f. Gejala3, 17,21,22
Serangan stroke jenis apapun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat akut. Tanda dan gejala stroke menurut De Freitas et al., 2009 adalah sebagai berikut1:
Hemidefisit motorik Hemidefisit sensorik Penurunan kesadaran Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus (XII) yang bersifat sentral Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi
intelektual (demensia) Buta separuh lapang pandang (hemianopsia) Defisit batang otak.
Lesi pada vascular menentukan manifestasi klinis yang ditemukan pada setiap pasien stroke, hal ini lebih umum disebut sebagai suatu sindroma. Diagnosis klinis dapat dibuat ber-dasarkan pengenalan sindroma-sindroma dan riwayat perkembangan suatu stroke. Proses oklusi dan hemoragia mewujudkan sindroma-sindroma khas dan sekaligus mencirikan sifat dan jenis patologinya. Adapun sindroma-sindroma yang berkorelasi dengan segi-segi proses oklusi dan hemoragi yang dicerminkannya pada perkembangan terjadinya defisit neurologis ialah: (1) transient ischemic attack, (2) stroke-in-evolution, (3) completed stroke, dan (4) hemorrhagic stroke2.
Manifestasi klinis bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasi. Gejala klinis dan defisit neurologic yang ditemukan berguna untuk menilai lokasi iskemi. /1. Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan
hemihipestesi kontralateral yang terutama melibatkan tungkai.
2. Gangguan peredaran darah arteri media serebri media menyebabkan hemiparesis dan
hemihipestesi kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi
luhur berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) atau hemispatial neglect (bila
mengenai area otak nondominan).
3. Gangguan peredaran darah arteri serebri posterior meimbulkan hemianopsi homonym
atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik maupun sensorik.
Gangguan daya ingat terjadi bila terjadi infark pada lobus temporalis medial. Aleksia
tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual dominan dan splenium
korpus kalosum. Agnosia dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah)
timbul akibat infark pada korteks temporooksipitalis inferior.
4. Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf cranial seperti
disartri, diplopic dan vertigo; gangguan serebelar seperti ataksia atau hilang
keseimbangan; atau penurunan kesadaran.
5. Infark lakunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motorik atau
sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.
Gejala Klinis Stroke Hemoragik16
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi
biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah
sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan
pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi
batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea,
dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain:
ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,
hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang
mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia,
wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.
A. Perdarahan Intraserebral20
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,
serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,
sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti
kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu
atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik
untuk menit.
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada
saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:[8]
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu
harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.[8]
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun,
merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin
menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. [8]
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi
lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala
terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. [2]
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: [2,8]
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau
jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: [2,8]
Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat
membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal)
dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah
dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti
kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau
memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.
g. Skoring untuk menilai pasien stroke20
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien. Beberapa
gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis, gangguan
sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia, disfagia,
disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara
mendadak. [1]
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan
Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien
stroke dengan perdarahan intraserebral.[9]
Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai
perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan
perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. [10]
Sistem grading yang dipakai antara lain :
Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage
Grade Kriteria
I Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku
II Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit
neurologis
III Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
IV Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala deselerasi
awal
V Koma
WFNS SAH grade
WFNS grade GCS Score Major facal deficit
01 15 -2 13-14 -3 13-14 +4 7-12 + or -5 3-6 + or -
Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya aneurisma.
Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM)
Untuk membedakan jenis atau penyebab stroke bisa menggunakan algoritma stroke Gadjah Mada (ASGM) dan penilaian skor Siriraj.
Pada ASGM hal yang dinilai :1. penurunan kesadaran2. nyeri kepala3. reflek babinski.
Menurut ASGM, jika terdapat 2 atau 3 dari ketiga kriteria tersebut, maka dapat ditegakkan diagnosis stroke perdarahan ( hemoragik). Jika ditemukan 1 kriteria yaitu penurunan kesadaran atau nyeri kepala saja, maka dapat ditegakkan diagnosis stroke perdarahan. Jika hanya didapatkan uji babinski positif atau dari ketiga kriteria tidak ada yang terpenuhi, maka dapat ditegakkan diagnosis stroke iskemik.
Analisa :3 atau 2 ada , stroke hemorhagik (SH).1 ada. A ada SH, B ada SH, C ada Stroke non hemoragik (SNH).Tak ada ketiganya , SNH.
Siriraj Hospital Score 20
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,
meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,
hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic
Attack (TIA).
2.3 Bagaimana membedakan stroke hemoragik & non hemoragik?3
Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan darah diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.
Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah diastolik) – (3 x atheroma) – 12.
Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Pembacaan:
Skor > 1 : SH
< 1 : SNH
0 : Ct-scan
Gejala Klinis Perdarahan
Intraserebral
(PIS)
Perdarahan
Subarachnoid
(PSA)
Stroke Non
hemoragic
(SNH)
Gejala Defisit
Fokal
Berat Ringan Berat/ringan
Awitan (onset) Meni/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Gebat Sangat hebat Ringan/tidak ada
Muntah pada
awalnya
Sering Sering Tidak, kecuali lesi
di batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak sering
Kaku kuduk Jarang Biasa ada Tidak ada
Kesadaran Biasa hilang Bisa hilang
sebentar
Dapat hilang
Hemiparesis Sering sejak awal Awal tidak ada Sering sejak awal
Deviasi mata Bisa ada Jarang Mungkin ada
Likuor Sering berdarah Berdarah Jernih
Gejala Klinis Stroke Hemoragik Stroke Non HemoragikPIS PSA
1. Gejala defisit lokal Berat Ringan Berat/ringan
2. SIS sebelumnya Amat jarang - +/ biasa
3. Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
4. Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/ tak ada
5. Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak, kecuali lesi di batang otak
6. Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
7. Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang sebentar
Dapat hilang
8. Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada permulaan
Tidak ada
9. Hemiparesis Sering sejak awal Tidak ada Sering dari awal10. Deviasi mata Bisa ada Tidak ada mungkin ada
11. Gangguan bicara Sering Jarang Sering12. Likuor Sering berdarah Selalu berdarah Jernih
13. Perdarahan Subhialoid Tak ada Bisa ada Tak ada
14. Paresis/gangguan N III - Mungkin (+) -
HAsil CT scan
Non hemoragic
Hemoragic
2.4 Afasia
Definisi dan Penyebab
Istilah afasia berasal dari kata Yunani yang berarti ‘aphatos’ atau ‘tidak bisa berkata-kata’.
Afasia merupakan gangguan bahasa atau komunikasi akibat terjadinya gangguan atau kerusakan otak.
Bagian otak yang bertanggung jawab untuk bahasa berada di sisi kiri. Kerusakan mungkin terjadi karena beberapa sebab berikut:
1. Stroke
Stroke menyebabkan darah tidak mampu mencapai bagian tertentu otak yang antara lain dipicu oleh kematian sel otak karena tidak mendapatkan cukup oksigen.
2. Benturan pada kepala
Benturan keras ke kepala juga dapat merusak otak.
3. Infeksi dan tumor
Infeksi dan tumor pada otak bisa menyebabkan afasia. Kerusakan ini dapat mempengaruhi pemahaman bahasa serta kemampuan membaca dan menulis.
Jenis Afasia
Berikut adalah jenis afasia:
1. Wernicke Aphasia
Wernicke Aphasia juga dikenal sebagai ‘Receptive Aphasia’ atau ‘Fluent Aphasia’ atau ‘Sensory Aphasia’.
Dalam kasus ini, sisi kiri tengah otak (bagian kendali bahasa) mengalami kerusakan sehingga mengarah ke afasia. Orang yang mengalami kondisi ini masih bisa membentuk kalimat panjang, tetapi dengan tingkat kesulitan tertentu. Kalimat yang terbentuk bisa saja tidak masuk akal yang berupa rangkaian kata-kata tanpa arti tanpa mereka sendiri menyadarinya. Selain itu, penderita juga menghadapi kesulitan memahami apa yang dikatakan orang lain. Terjadi pula penurunan kemampuan membaca sekaligus menulis.
2. Broca’s Aphasia
Jenis Afasia ini juga dikenal sebagai ‘Non Fluent Aphasia’ atau ‘Expressive Aphasia’ atau ‘Motor Aphasia’. Kondisi ini terjadi akibat kerusakan di bagian depan otak yang merupakan daerah yang dominan untuk kemampuan bahasa. Seseorang yang menderita jenis afasia ini akan mengalami kesulitan membentuk kalimat lengkap. Mereka juga kesulitan dalam menentukan arah apakah ‘kiri’ atau ‘kanan’. Namun, penderita umumnya masih bisa memahami apa yang dikatakan orang lain tanpa kesulitan berarti. Berbeda dengan Wernicke aphasia, orang yang mengalami Broca’s aphasia masih sadar ketika mengatakan hal yang salah (tidak masuk akal).
3. Global Aphasia
Ini adalah kasus parah yang merupakan gabungan dari dua afasia sebelumnya. Orang yang mengalami kondisi ini kehilangan kemampuan total untuk berbicara atau menulis atau membaca. Global afasia akan membuat seseorang sama sekali tidak mampu berkomunikasi.
4. Anomia Aphasia
Jenis afasia ini juga dikenal sebagai ‘Nominal Aphasia’ atau ‘Anomic Aphasia’ atau
‘Amnesic Aphasia’. Segala macam trauma yang mempengaruhi otak bisa memicu masalah
ini. Anomia aphasia membuat penderitanya mengalami kesulitan mengingat kata untuk
menyusun kalimat saat berbicara atau menulis.
STUDI KASUS
2.5 Bagaimana interpretasi pemeriksaan lab dengan dx pasien?
2.6 Bagaimana cara menyingkarkan dd?
2.7 Bagaimana cara menentukan derajat keparahan dlm kasus ini?
2.8 Apa pp yang tepat untuk kasus ini?15,18
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan
diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya
adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan kadar serum
glukosa.
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial
lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki
kejadian signifikan dengan stroke.
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain
2.9 Tatalaksana awal hipertensi pada fase akut ( padakasus ini)3
Hipertensi: diturunkan apabila sistolik .220mmHg dan/atau diastolic .120 mmHg
dengan penurunan maksimal 20% dari tekanan arterial rata-rata awal perhari.
1. Bila sistolik .230mmHg atau diastole .140 mmHg berikan nikardipin
(5-15Mg/jam infuse kontinu), diltiazem (5-40 mg/kg/mneitt infuse kontinu) atau
nimodipin (60 mg/ 4 jam PO)
2. Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolic 105-140 mmHg atau
tekanan arterial rata-rata 130 mmHG pada dua kali pengukuran tekanan darah
dengan selang 20 menit atau pada keadaan hipertensi gawat darurat dapat
diberikan:
a. Labetolot 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Ulangi atau gandakan setiap 10
menit sampai maks 300 mg atau berikan dosis awal berupa bolus yang diikuti
oleh labetolo drip 2-8 mg/menit.
b. Nikardipin
c. Diltiazem
d. Nimodipin
3. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan diastolic <105 mmHg, tangguhkan
pemberian obat antihipertensi.
2.10 Tatalaksana yg tepat utk di kasus?3
Tatalaksana pada kasus.
1. Nutrisi
2. Hidrasi intra vena: koreksi dengan NaCl 0,9% jika hipovolemik
3. Hiperglikemi: koreksi dengan insulin skala luncur. Bila stabil beri insulin regular
subkutan.
4. Neurorehabilitasi dini : stimulasi dini secepatnya dan fisioterapi gerak anggota
badan aktif maupun pasif.
Terapi spesifik stroke iskemik akut. 21,22
1. Trombolisis rt-PA intravena/intraarterial pada <= 3 jam setelah awitan stroke
dengan dosis 0,9 mg/kg.
2. Antiplatelet: asam salisilat 160-325 mg/hari 48 jam setelah awitan stroke atau
clopidogrel 75 mg/hr.
3. Obat neuroprotektif
A. Penatalaksanaan Pasien Stroke IskemikPenderita yang sudah dinilai bahwa ia mengidap stroke iskemik tahap dini (yaitu
stroke-in-evolution dan completed stroke dengan utuhnya kesadaran) mendapatkan perawatan stroke iskemik. Dan mereka yang melalui pungsi lumbal ternyata telah mengidap infark hemoragik serebri atau hemoragia (hematoma serebri) mendapatkan perawatan stroke hemoragik.
Tindakan terapeutik diselenggarakan dengan maksud-maksud berikut:I. Pemberantasan edema serebri untuk memperbesar aliran darah cerebral
umum dengan harapan dapat memperbaiki aliran darah cerebral regional yang sedang dalam keadaan insufiensi.
II. Pemeliharaan tekanan perfusi serebral yang optimal.III. Mengadakan terapi korektif terhadap segala macam kelainan yang telah
ditemukan pada pemeriksaan fisik dan laboratorik.IV. Rehabilitasi.
Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tubuh setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Berantas edema serebri untuk memperbesar aliran darah serebral umum atau jika didapatkan peningkatan tekanan intrakranial. Biasanya digunakan golongan osmotik diuretika seperti mannitol, urea, dan gliserol. Beri mannitol intravena 0,25–1 gr/kgBB/30 menit, dan harus dilakukan pemantauan osmolaritas (jaga agar <320 mmol).
Pantau tekanan darah agar tekanan perfusi serebral dipertahankan optimal. Penilaian tekanan darah dalam kasus stroke harus berpangkal pada tekanan darah pasien sebelum mengidap stroke dan tidak boleh berpangkal pada batasan kenormalan umum. Tekanan darah sebelum stroke dapat dianggap sebagai tekanan perfusi serebral yang memang baik pada pasien tersebut, sehingga penurunan tekanan darah tidak diperlukan. Tekanan darah hanya perlu diturunkan jika tekanan sistolik 220 mmHg, diastolic 120 mmHg, serta Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit) atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan
maksimal tekanan darah adalah sebesar 20% dari tekanan darah semula, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, α/-blocker, ACE inhibitor, CCB.
Terapi korektif pada kadar glukosa darah yang >150 mg/dL sampai batas GDS 150 mg/dL dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Awasi hipoglikemia (kadar glukosa darah < 60 mg/dL atau <80 mg/dL dengan gejala), bila terjadi segera atasi dengan dekstrosa 40% intravena sampai kembali normal, atau dapat dipertimbangkan pengguaan diuretic gliserol. Pasien dengan riwayat diabetes mellitus tidak dikontrol harus dilakukan analisis gas darah untuk kontrol ketoasidosis metabolic.
Berikan terapi khusus berupa antiplatelet seperti aspirin atau antikoagulan atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator, alteplase) pada kasus akut, dapat juga diberikan neuroprotektor, yaitu sitikolin atau pirasetam.
2.11 Prognosis pasien tersebut?
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan
2.12 Pencegahan stroke?
1. PrimerPasien dengan simpomatik stenosis diberikan antiplatelet terapi yang terdiri dari aspirin, kombinasi aspirin-dipiridamol atau klopidogrel. Endarterectomy dapat dilakukan dengan indikasi stenosis derajat berat (80%-90%). Antikoagulan dapat diindikasikan pada pasien dengan atrial fibrilasi tanpa penyakit jantung rematik, tergantung dari resiko individu (TIA, usia, komorbiditas)
2. SekunderTerapi anti platelet diberikan pada pasien TIA, mild-stroke, stroke aterotrombotik), antikoagulan oral diberikan pada pasien dengan emboli jantung, diseksi arteri; endarterectomy (pada stenosis carotis simtomatis 70%-80% atau pasca stroke).
2.13 penyebab lain gangguan nervus hipoglosus fasialis & gangguan fungsi bicara?27,28,29
Gangguan Fungsi Berbicara
Stimulus auditif dihantar dari perifer melalui system auditif ke area auditif primer di girus
Hisch, pada kedua lobus temporalis. Di hemisfer dominan, informasi diteruskan dari area
auditif primer, langsung ke area asosiatif auditif di bagian posterior lobus temporalis superior.
Informasi dari hemisfer yang non-dominan dihantar melalui korpus kalosum ke area asosiasi
auditif di hemisfer yang dominan.1
Area asosiasi auditif dapat dianggap sebagai pusat identifikasi kata dan dikenal sebagai area
Wernicke, area 22 di lobus parietalis.1,2 Setelah suara diidentifikasi sebagai symbol bahasa,
informasi ini diteruskan ke area pengenalan kata yang mungkin terletak di bagian inferior
lobus parietal di hemisfer yang dominan. Pengenalan simbol bahasa didasarkan pengalaman
masa silam. Fungsi area pengenalan bahasa bukan hanya mengenali simbol bahasa, tetapi
juga hubungan satu simbol dengan yang lainnya. Bila fungsi ini telah dilaksanakan, informasi
dikembalikan ke atau melalui area Wernicke ke area-area di otak yang berkaitan dengan
enkoding atau berespons terhadap bahasa. Memproduksi bahasa mungkin dimediasi melalui
area pengenalan bahasa diikuti penyampaian informasi ke area identifikasi kata. Komunikasi
ditegakkan antara area identifikasi kata dengan area enkoding motor melalui serabut asosiasi
yang menghubungkan menghubungkan bagian posterior girus temporal superior dengan area
operkuler pada lobus frontal.1
Area enkoding motorik (area Broca/area 44) bertanggung jawab untuk konversi simbol
bahasa ke aktivitas motor.1,2 Informasi dari area Broca disampaikan ke area motor primer
pada hemisfer untuk dikonversi menjadi gerakan motorik yang dibutuhkan yang
memproduksi bicara. Pada waktu yang bersamaan terdapat komunikasi antara area Broca
dengan area motorik suplementer yang terletak di bagian medial girus frontal superior.
Selanjutnya terjadi komunikasi dari area motorik suplementer ke area motorik primer.1
Lengkung refleks dari area Broca melalui area motorik suplementer ke area motorik primer
tampaknya bertanggung jawab terhadap kemulusan konversi informasi di area motorik primer
menjadi impuls yang memproduksi bicara.1
Simbol bahasa visual diterima sebagai impuls visual di pusat visual primer di lobus oksipital
kedua hemisfer. Informasi diteruskan ke area asosiasi visual, tempat terjadinya pengenalan
dan identifikasi simbol bahasa. Kemudian terdapat dua jalur. Jalur pertama dari area asosiasi
visual yang dominan langsung ke area identifikasi kata. Jalur kedua, informasi dari area
asosiasi visual non-dominan menyilang ke hemisfer yang dominan melalui korpus kalosum.1
Informasi yang berhubungan dengan penamaan objek datang dari area asosiasi kedua
hemisfer ke area pengenalan kata di hemisfer yang dominan. Pada waktu ini, area pengenalan
impuls yang berhubungan dengan penamaan objek memasuki sistem bahasa dan ditransmisi
ke area Wernicke.1
Sumber: Baehr M, Frotscher M. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed. Stuttgart:
Thieme; 2005. p. 385.
Terdapat dua komponen utama dalam kemampuan berbahasa. Pertama adalah komponen
sensorik atau input termasuk fungsi telinga dan mata. Komponen kedua adalah kemampuan
motorik menggerakkan otot yang berfungsi dalam menghasilkan suara, vokalisasi dan
kontrolnya. Gangguan pada salah satu komponen dapat menyebabkan menurunnya bahkan
hilangnya kemampuan berbahasa.
Gangguan bicara dapat dibagi menjadi 4 kategori yaitu
1. Kehilangan atau kerusakan dalam mengeluarkan atau mengintegrasikan bahasa
lisan atau tulisan karena lesi otak yang disebut sebagai afasia atau disfasia (tabel 1)
2. Gangguan bicara dan bahasa yang memengaruhi fungsi mental secara umum. Pada
gangguan ini, fungsi bicara dan bahasa tidak hilang namun terjadi kekacauan dalam
penyusunannya. Misalnya pada penderita Alzeihmer dimana terjadi penurunan secara
perlahan. Palilalia, ekolakia, parrot-like merupakan jenis gangguan ini. Individu autis dan
skizofrenia yang berbicara tanpa ada maksudnya merupakan kategori ini.
3. Kerusakan dalam artikulasi denggan fungsi mental dan komprehensi bahasan
lisan serta tulisan yang normal. Ini mungkin dikarenakan paralisis spastis atau flaksid,
kekakuan, ataksia, kejang repetitif. Disartia dan anartia merupakan kategori kelainan jenis
ini.
4. Perubahan atau hilangnya suara karena gangguan pada persarafan laring yang disebut
afonia atau disfonia. Artikulasi dan bahasa tidak terpengaruhi.
Afasia
Broca3,4
Lesi yang
merusak girus
frontalis
inferior kiri
menyebabkan
hilangnya
kemampuan
bicara yang
disebut
sebagai afasia
ekspresif. Namun pasien tetap dapat memikirkan kata-kata yang ingin diucapkannya, dapat
menuliskan kata-kata, dan mengerti ketika melihat maupun mendengar kata-kata.
Afasia Wenicke3,4
Lesi pada afasia Wernicke terletak di lobus temporal lateral bagian superior kiri dekat
dengan korteks auditori primer yang menandakan peran utama daerah auditori dalam
pengaturan bahasa. Afasia Wernicke ditandai dengan hilangnya kemampuan pemahaman
kata-kata lisan atau tulisan yang dikenal dengan afasia reseptif. Karena area Broca tidak
terganggu, pasien dapat berbicara lancar, namun tidak mengerti maksud kata-kata yang
diucapkannya.
Afasia Global3,4
Afasia global (gambar 7) merupakan kerusakan area
bicara Broca maupun Wernicke sehingga hilang
kemampuan berbicara dan mengerti kata-kata lisan
maupun tulisan. Lesi pada kedua bagian ini biasanya
disebabkan oleh oklusi arteri karotis internal kiri dari
arteri serebral proksimal medial, tetapi dapat
disebabkan pula karena pendarahan, tumor atau lesi
lain. Sementara itu, pasien dengan lesi mengenai insula
sulit mengucapkan fenom dengan urutan yang benar
dan biasanya mengeluarkan suara dengan kata yang diinginkan namun tidak
sepenuhnya benar.
Nervus Fasialis (VII)
Nervus fasialis mempersarafi otot ekspresi wajah dan juga beberapa daerah lainnya. Adanya
gangguan fungsi nervus ini dapat digunakan untuk menentukan lokasi lesi. Fungsi motorik
saraf dapat dinilai saat wajah dalam keadaan istirahat, kemudian mengangkat alis,
mengerutkan bibir, menggembungkan pipi, tersenyum, memajukan dagu, dan bersiul. Pada
kelemahan berat otot penutup mata, pasien sulit melindungi kornea.1
Kelemahan N VII dapat terjadi bilateral atau unilateral. Jika unilateral perlu dicari apakah
termasuk kelemahan tipe UMN atau LMN. Kelemahan LMN dapat disebabkan oleh
kerusakan nucleus fasialis dibatang otak atau nervusnya, yaitu jaras akhir bersama, yang akan
Gambar 7 Gangguan Bicara pada Korteks Serebri4
menyebabkan semua otot ekspresi wajah lumpuh. Namun, pada lesi UMN, yaitu lesi diantara
korteks cerebri kontralateral dan pons, otot-otot pada bagian atas wajah dapat berfungsi
dengan baik. Hal ini karena LMN pada bagian atas wajah diinervasi secara bilateral oleh
serat-serat kortikopontin, sehingga meskipun neuron dari korteks kontralateral rusak,
persarafan ipsilateral masih berfungsi dengan baik.1
Gambar 2. Komponen Nervus Fasialis
Sumber: http://info.med.yale.edu/caim/cnerves/cn7/cn7_1.html
Gambar 3. Lesi pada Nervus Fasialis2
(ai) dan (aii) lesi pada UMN, (bi) dan (bii) lesi pada LMN
Beberapa tipe kelemahan otot wajah:2
Unilateral facial paralysis
Unilateral LMN
Bilateral facial weakness
2.14 mengapa kekuatan otot tungkai & lengan berbeda?
Oklusi diperkirakan ada pada arteri serebri media dextra cabang superior dan arteri serebri anterior dextra ramus parasentrales. Lokasi oklusi ini diperkirakan dari gejala klinis pasien dengan pengetahuan akan vaskularisasi otak, bantuan CT-Scan dan angiografi masih merupakan baku emas dalam menentukan lokasi oklusi pada rumah sakit dengan fasilitas memadai. Berikut adalah pembahasan mengenai lokasi oklusi pada pasien ini:
1. Gejala hemiparese unilateral sinistra pada lengan dan tungai serta hemiparese tipe Upper Motor Neuron pada N. VII dan XII menadakan lesi berlokasi di (a) korteks serebri pada girus pre- dan postcentralis kontralateral, atau (b) kapsula interna kontralateral.
2. Kelemahan tidak seragam pada lengan dan tungkai kiri dengan kelemahan yang lebih berat pada tungkai menandakan lesi tidak hanya melibatkan arteri serebri media cabang superior dextra saja sebab arteri ini memiliki peran minimal pada area sensomotorik pada tungkai.
Gejala afasia motorik tanpa afasia sensorik menandakan lesi juga melibatkan area Broca pada korteks serebri hemisfer yang lebih dominan (pasien kemungkinan memiliki dominansi otak kanan)
2.15 masalah emosional yang mungkin timbul pada pasien stroke?24
Masalah emosional sering kali diderita oleh pasien stroke, seperti depresi dan lain-lain. Hal
ini dikarenakan system limbic terlibat dalam ekspresi manusia seperti emosi, behavior,
perasaan dan ekspresi motorik, yang berkaitan satu sama lain membentuk suatu sirkuit.
Gangguan salah satu area di otak akan mempengaruhi sebagian atau seluruh sirkuit tersebut,
sehingga masalah-masalah psikiatri dapat terjadi.
Pasien yang mengalami stroke cendrung rentan terhadap gangguan depresi. Hai ini
disebabkan oleh perubahan lingkungan dan disabilitas diri yang membuatnya kecewa dan
putus asa.
2.16 mengapa keluhan muncul dipagi hari?
1. Pada pagi hari darah lebih mudah mengalami penggumpalan dan memicu
penyumbatan. Berhubungan dengan itu maka pengobatan lebih tepat pada pagi hari.
Insiden terjadinya serangan tercatat paling tinggi pada hari senin, pukul 4-10 pagi.
(Penelitian Tokyo Women’s Medical University 2005)
2. Kemampuan relaksasi pembuluh darah dan kemampuan sel progenitor endotel
melemah pada pagi hari dan mening at pada malam hari. Apabila terjadi disfungsi
endoterl makan akan menyebabkan serangan stroke.
Kesimpulan
Laki-laki 56 tahun mengalami hemiparesis sinistra akibat stroke non hemoragik.
Daftar Pustaka
1. Snell RS. The Blood Supply of the Brain and Spinal Cord. In: Clinical Neuroanatomy. 7 th
Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010.
2. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi. Edisi 8. Jakarta: Erlangga.2007
3. Sumber: Dewanto, George. Dkk. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.2009
4. Sinaga SA. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2002-2006. FKM USU. Medan. 2008.http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16617. (3 januari 2012).
5. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 2.EGC. Jakarta. 2006: 1110-19.
6. Rismanto. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di Instalasi Rawat Jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.FKM UNDIP.Semarang.2006.http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=3745. (1 februari 2012)
7. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.
8. Ritarwan K.Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke YangDirawat Di Rsup H. Adam Malik Medan.FK USU.medan.2003.
9. Utami IM.Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada Penderita Stroke Di Rsud Kabupaten Kudus.FK UNDIP.Semarang.2002.http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf (3 februari 2012).
10. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.
11. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2011: 29-30.
12. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 1.EGC. Jakarta. 2006: 580-81.
13. Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010.http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421 (1 januari 2012)
14. Andaka D. Normalkah Body Mass Index (BMI) Anda?.2008.http://www.andaka.com/normalkah-body-mass-index-bmi-anda.php.(1 januari 2012)15. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : September 29, 2012.
16. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.17. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : September 29, 2012.
18. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
19. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Access On : October 1, 2012
20. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. [Tanggal: 2 Oktober 2012]
21. Setyopranoto I. Stroke: gejala dan penatalaksanaan. Yogyakarta: Fakulas Kedokteran Gajah Mada. 2011.
22. Sidharta P, Lazuardi S, Tjong SS, Santoso S, Hanafi BT, Susanto P, Dewantoro G: Stroke. Neurologi klinis dalam praktek umum. Jakarta: Dian Rakyat. 2004.
23. Lindsay KW, Ian B, Geraint F. Neurology and neurosurgery illustrated, 5th ed. New York: Elsevier. 2010.
24. Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.25 Baehr M, Frotscher M. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed. Stuttgart: Thieme; 2005.
26. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p. 156-75.
27. Baehr M, Frotscher M. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed. Stuttgart: Thieme; 2005. p. 385-9.
28. Snell RS. Struktur dan lokalisasi fungsional cortex cerebri. Dalam: Alifa D, Huriawati H (editor). Neuroanatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. hlm. 312-36.
29. Ropper AH, Brown RH. Disorders of speech and language. In: Adams and Victor’s principles of neurology 8th ed (e-book). McGraw-Hill Companies; 2005. p. 417-21.