83
LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED NATIONS CLIMATE CHANGE CONFERENCE/ BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE 2018 BONN, JERMAN, 30 APRIL 10 MEI 2018

LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA

PADA

UNITED NATIONS CLIMATE CHANGE CONFERENCE/

BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE 2018

BONN, JERMAN, 30 APRIL – 10 MEI 2018

Page 2: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

ii

LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA

PADA UNITED NATIONS

CLIMATE CHANGE CONFERENCE/

BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE (BCCC)

(SBI48, SBSTA48, APA1.5),

BONN, JERMAN, 30 APRIL – 10 MEI 2018

Jakarta, Mei 2018

Page 3: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

3

KATA PENGANTAR Paris Agreement yang telah disepakati pada COP21 di Paris, Perancis, memasuki tahap penyiapan pengaturan Modality, Procedure, and Guidelines (MPGs) untuk pelaksanaannya. Indonesia telah menjadi Negara Pihak Paris Agreement melalui ratifikasi dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2016, serta penyampaian Nationally Determined Contribution pada tahun 2016, dan berperan aktif dalam proses penyiapan implementasi Paris Agreement tersebut. Indonesia sangat berkepentingan dengan implementasi Paris Agreement mengingat kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan pantai rendah dan terpanjang nomor dua di dunia, serta memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim. Selain itu, Indonesia memiliki luas hutan serta rawa-gambut yang signifikan, yang menyebabkan Indonesia memiliki potensi tinggi baik sebagai sumber emisi (source) maupun sebagai sink. Sejalan dengan komitmen Indonesia terhadap solusi perubahan iklim dan sebagai negara peratifikasi Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC), Protokol Kyoto, dan Paris Agreement, COP23/CMP13/CMA1.2 menjadi momen penting bagi Indonesia untuk menyampaikan pandangannya terhadap pengendalian perubahan iklim global. Melalui tema “Working Together on Solutions” dengan fokus pada isu adaptasi dan climate finance yang dibawa oleh Fiji selaku COP Presidency, penyelenggaraan COP23/CMP13/CMA1.2 telah menghasilkan sejumlah keputusan dan kesimpulan penting yang salah satunya dikenal dengan “Fiji Momentum for Implementation” yang mencakup tiga hal mulai dari penyelesaian “Paris Agreement Work Programme”, “Talanoa Dialogue”, serta Implementasi dan Ambisi Pra 2020. Bonn Climate Change Conference (BCCC) untuk SBI48, SBSTA48, APA1.5 yang diselenggarakan di Bonn, Jerman, 30 April – 10 Mei 2018 merupakan rangkaian negosiasi pertama di tahun 2018 setelah COP23 di Bonn yang melanjutkan pembahasan detil elements di bawah Paris Agreement Work Programme mengenai MPGs untuk pelaksanaan Paris Agreement, pelaksanaan Talanoa Dialogue tahap pertama, serta agenda rutin lainnya di bawah SBI dan SBSTA. . Peran aktif Delegasi Republik Indonesia (DELRI) dalam Bonn Climate Change Conference (BCCC) untuk SBI48, SBSTA48, APA1.5 di Bonn, Jerman, 30 April – 10 Mei 2018, melanjutkan perjuangan Indonesia dalam mengawal kepentingan nasional baik melalui forum-forum negosiasi maupun non-negosiasi. Dalam negosiasi SBI48, SBSTA48, APA1.5, sebagian besar fokus Delegasi Indonesia adalah pembahasan substansi-substansi yang terkait dengan Rules Book of the Paris Agreement, atau secara resmi dikenal dengan Paris Agreement Work Program (PAWP), memastikan koherensi isu-isu yang saling terkait di dalam negosiasi dan juga isu lainnya yang merupakan kepentingan nasional. Indonesia juga memanfaatkan peluang untuk show case maupun berbagi informasi tentang kebijakan dan aksi-aksi terkait perubahan iklim, juga menarik pembelajaran dari aksi-aksi perubahan iklim global yang relevan dengan kondisi domestik. Target dari perundingan BCCC adalah dihasilkannya draft teks untuk basis negosiasi pada sesi perundingan selanjutnya.

Page 4: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

4

Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran hasil-hasil yang telah dicapai dari rangkaian pelaksanaan SBI48, SBSTA48, APA1.5 serta tindak lanjutnya baik di tingkat internasional (negosiasi UNFCCC) maupun di tingkat nasional (penyiapan negosiasi berikutnya dan implementasi komitmen di bawah Paris Agreement). Semoga Laporan DELRI ini dapat menjadi landasan untuk memperjuangkan kepentingan nasional dalam perundingan berikutnya, dan dalam waktu yang sama berkontribusi dalam upaya global pengendalian perubahan iklim, dan menjadi sumber informasi yang bermanfaat untuk implementasi komitmen Indonesia di tingkat nasional.

Jakarta, Mei 2018

Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc. National Focal Point Indonesia untuk UNFCCC/

Ketua DELRI BCCC 2018

Page 5: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

5

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 3

I. PENDAHULUAN..................................................................................................... 6

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 6

1.2 Misi Indonesia ........................................................................................... 8

II. DELEGASI REPUBLIK INDONESIA ..................................................................... 9

III. AGENDA DAN HASIL PERTEMUAN/PERSIDANGAN ..................................... 13

3.1. Agenda Persidangan (Plenary Meetings and Meetings of Groups of the Convention and Protocol Bodies) dan Pengelolaan Oleh Delegasi RI .... 13

3.2. Hasil Pertemuan/Persidangan ................................................................. 18

3.2.1 The Fifth Part of the First Session of Adhoc Working Group on the Paris Agreement (APA1.5) ....................................................... 18

3.2.2 The Forty-Eighth Session of Subsidiary Body for Implementation (SBI48) ..................................................................................... 22

3.2.3 The Forty-Eighth Session of Subsidiary Body of Scientific and Technological Advice (SBSTA48) ............................................. 31

IV. AGENDA DAN HASIL PERTEMUAN NON-PERSIDANGAN ............................ 38

4.1. Talanoa Dialogue .................................................................................... 38

4.2 Hasil Pertemuan Mandated Events and Workshops, dan Side Events ...40

4.2.1 Mandated Events and Workshops ............................................ 40

4.2.2 Side Events ............................................................................... 46

V. PERTEMUAN BILATERAL ............................................................................... 54

5.1. Pertemuan Bilateral Ketua Delegasi RI ................................................... 54

5.1.1 Pertemuan dengan Ketua Delegasi Australia ........................... 54

5.1.2 Pertemuan dengan Climate-Land Action-Rights Alliance (CLARA) ................................................................................... 55

5.1.3 Pertemuan dengan International Trade Union Confederation (ITUC) ....................................................................................... 56

5.2 Pertemuan Bilateral Lead Negotiator ....................................................... 57

5.2.1 Pertemuan RI dan Belanda ...................................................... 57

VI. CATATAN PENTING DAN TINDAK LANJUT ................................................... 59

6.1 Untuk Sesi Perundingan Berikutnya (Bangkok dan COP24 Katowice) ... 60

6.2 Talanoa Dialogue .................................................................................... 64

6.3 Tindak Lanjut Dalam Rangka Implementasi di Tingkat Nasional dan Antisipasi Fora Terkait ............................................................................. 65

VII. PENUTUP .......................................................................................................... 66

LAMPIRAN Lampiran 1 - Statement of Head of Delegation .................................................. 70

Lampiran 2 - Dokumen Hasil Persidangan SBI48, SBSTA48, dan APA1.5 ....... 78

Lampiran 3 - Daftar Delegasi Republik Indonesia .............................................. 81

Page 6: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

6

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Progres pada Pertemuan COP23/CMP13/CMA1 dilanjutkan dengan serangkaian sesi perundingan di tahun 2018, sebagaimana yang diputuskan COP23 terdiri dari:

a. Badan-badan Subsider UNFCCC atau Bonn Climate Change Conference/BCCC

(SBI48, SBSTA48, APA1.5), Bonn, Jerman, 30 April – 10 Mei 2018; b. Additional Negotiation Session, Bangkok, Thailand, 3 – 8 September 2018; c. Pertemuan Para Negara Pihak UNFCCC yang ke-24 atau the Twenty-fourth

session of the Conference of the Parties (COP24/CMP14/CMA1.3, Katowice,

Polandia, 3-14 Desember 2018).

Selain itu, salah satu keputusan COP23 UNFCCC di Bonn, Jerman 2017 adalah diluncurkannya Talanoa Dialogue, suatu proses inventarisasi berbagai upaya kolektif terkait progress menuju tujuan global jangka panjang Paris Agreement dan untuk menginformasikan persiapan implementasi Nationally Determined Contributions (NDCs). Talanoa Dialogue akan berlangsung sepanjang tahun, dengan fase preparatory dimulai di awal tahun 2018. Sesi Bonn Climate Change Conference (SBI48, SBSTA48, APA1.5) menjadi salah satu rangkaian utama dari fase preparatory, dimana sesi ini menjadi kesempatan bagi seluruh pihak untuk dapat menyampaikan pandangannya dan berinteraksi dalam dialog yang konstruktif, inklusif, dan transparan guna mempersiapkan pemenuhan komitmen global pengendalian perubahan iklim. Dengan mempertimbangkan tugas yang harus diselesaikan terkait dengan Paris Agreement Work Program sebelum penyelenggaraan COP24, dan dimulainya fase preparatory dari Talanoa Dialogue di awal tahun 2018, sesi Bonn Climate Change Conference yang telah dilaksanakan pada 30 April hingga 10 Mei 2018 merupakan forum negosiasi yang memiliki tingkat kepentingan yang cukup tinggi, guna mewujudkan rincian aturan main dan komitmen global tahun 2020 dan ke depannya. Menindaklanjuti hasil COP 23 terkait Bonn Climate Change Conference (SBI48, SBSTA48, APA 1.5) maka pada tanggal 30 April - 10 Mei 2018 telah diselenggarakan rangkaian persidangan dan non persidangan tersebut di Bonn, Jerman. Pertemuan SBI48, SBSTA48, APA1.5 UNFCCC telah dimulai secara resmi pada tanggal 30 April 2018 di World Conference Center Bonn (WCCB), Bonn, Jerman. Struktur pertemuan Bonn Climate Change Conference terdiri dari: a. Agenda perundingan di bawah Subsidiary Body of Implementation (SBI48),

Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA48), dan Ad-Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA1.5);

b. Talanoa Dialogue yang merupakan proses dari Facilitative Dialogue 2018, yang puncaknya di level politis (Kepala Negara/Menteri yang mewakili Parties) di COP24;

Page 7: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

7

c. Mandated Events yang merupakan pelaksanaan mandat dari Keputusan COPs sebelumnya dan berupa workshop/dialogue tentang implementasi Keputusan-Keputusan dimaksud;

d. Side Events dan pertemuan terkait lainnya; e. Koordinasi Harian Kelompok Negara yang dilaksanakan sejak sebelum

Perundingan dimulai sampai akhir masa perundingan, dimana Indonesia tergabung dalam Kelompok G77+China.

Penyelenggaraan persidangan SBI48, SBSTA48, APA1.5 UNFCCC, adalah sebagai berikut: a. Persidangan SBI48: mendukung proses negosiasi untuk implementasi

Konvensi, Protokol Kyoto dan Kesepakatan Paris, yang di dalam hal ini berkaitan dengan isu: transparansi, mitigasi, adaptasi, teknologi, peningkatan kapasitas dan pembiayaan.

b. Persidangan SBSTA48 : persidangan ini akan memfokuskan pada hal-hal yang

menjadi decision dalam COP23/CMP13, SBSTA47 di Bonn tahun 2017 dan pertemuan- pertemuan sebelumnya, serta membahas berbagai masukan Parties atas call for submission dengan tenggat waktu untuk dibahas di SBSTA48, yakni antara lain: Nairobi work programme on impacts, vulnerability and adaptation to climate change, Research and Systematic Observation (RSO), Methodological issues under the Convention (Harvested Wood Product), dan lainnya. Selain itu juga membahas hal pending dari SBSTA47 yakni terkait Modalities for the accounting of financial resources provided and mobilized through public interventions in accordance with Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement.

c. Persidangan sesi APA 1.5: merupakan sesi utama dalam mendukung

terselesaikannya Rules Book of Paris Agreement, yang mencakup bahasan mengenai NDC, Adaptation Communication, Transparency Framework, Global Stock-take, Compliance Committee, Adaptation Fund and other Further Matters related to implementation of the Paris Agreement.

Beberapa pertemuan dan kegiatan utama yang berlangsung pada rangkaian SBI48, SBSTA48, APA1.5 antara lain pertemuan koordinasi G-77+China; pertemuan dengan ASEAN Member States (AMS); Persidangan SBI 48, SBSTA 48, APA 1.5, Pertemuan Talanoa Dialogue; Joint SBI – SBSTA – APA 1.5 dengan Head of Delegations; dan Pertemuan Bilateral dengan negara sahabat dan organisasi internasional. Sidang diawali dengan Joint Plenary dari SBI48, SBSTA48, dan APA1.5 yang dilaksanakan pada tanggal 30 April 2018 yang bertujuan untuk mendengar pernyataan negara Pihak mengenai harapan outcome dan jalannya persidangan. Beberapa isu yang diangkat oleh negara, dan kelompok negara diantaranya adalah; pentingnya prinsip CBDR-RC untuk outcomes persidangan di bawah Paris Agreement Work Program (PAWP), menyoroti pentingnya draft teks sebagai hasil utama persidangan, serta harapan terhadap hasil signifikan dari agenda Talanoa Dialogue yang berlangsung pada sesi BCCC April – Mei 2018 tersebut.

Page 8: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

8

Pada kesempatan tersebut, Indonesia menyampaikan pandangannya terkait dengan harapan Indonesia terhadap outcomes sesi perundingan BCCC April - Mei 2018. Pandangan Indonesia menyoroti beberapa hal, di antaranya adalah: prinsip CBDR dan fairness harus dilanjutkan dalam operasionalisasi Perjanjian Paris, balanced outcome pada COP24 sehingga outcome BCCC April – Mei 2018 diharapkan menghasilkan basis negosiasi untuk sesi perundingan berikutnya sampai COP24, serta pentingnya keseimbangan dari kemajuan dalam pengembangan modalitas, prosedur, dan panduan untuk Transparency framework antara action dan support, termasuk dalam penangan agenda-agenda yang memiliki banyak keterkaitan seperti dengan APA1.5 agenda item 3 dan 4, dan agenda lainnya yang berkaitan dengan means of implementation. Indonesia juga menyampaikan bahwa enhanced transparency framework adalah krusial untuk monitoring progress kolektif melalui global stock take, serta dalam fasilitasi dan mendorong compliance terhadap Paris Agreement. Beberapa isu utama yang mengemuka dalam persidangan antara lain: penyelesaian penyusunan modalitas, prosedur, dan panduan bagi implementasi Paris Agreement (Paris Agreement Work Programme/ PAWP); dan pelaksanaan preparatory phase dari Talanoa Dialogue. Terkait dengan penyelesaian PAWP, para negara Pihak menginginkan agar sesi BCCC 2018 dapat menghasilkan negotiating text yang akan dibawa untuk diadopsi pada COP24 Katowice. Namun demikian, masih terdapat beberapa isu pending, diantaranya standardisasi pengukuran penurunan emisi masing-masing negara (NDC), pendanaan untuk aksi perubahan iklim, dan compliance. Secara umum, proses perundingan berlangsung kondusif. Kemajuan yang dicapai dalam menyusun PAWP belum cukup siginifikan secara menyeluruh pada semua isu, sehingga sesi tambahan di Bangkok September 2018 merupakan kesempatan berikutnya bagi Para Pihak untuk merundungkan titik kovergen pada isu-isu yang divergen. Penyelenggaraan SBI48, SBSTA48, dan APA1.5 menjadi bagian penting dalam perjalanan menuju pencapaian tujuan jangka panjang sebagaimana disebutkan dalam Paris Agreement, dan mendukung proses implementasi Paris Agreement di masing- masing Negara Pihak.

1.2 Misi Indonesia Misi Indonesia dalam Persidangan Bonn Climate Change Conference - SBI48, SBSTA48, APA 5 dibawah United Nations Climate Change Conference adalah: 1. Memperjuangkan kepentingan Indonesia dan berkontribusi pada upaya global

termasuk dalam pembahasan pengaturan rinci Modality, Procedure, and Guidelines (MPGs) untuk pelaksanaan Paris Agreement atau disebut Rules Book of Paris Agreement;

2. Mendorong proses perundingan untuk berfokus pada penyiapan dan penyampaian modalitas dan guidance yang dapat memfasilitasi aksi, memastikan bahwa tidak hanya pencapaian target, tetapi juga mempertimbangkan keberagaman tahap-tahap perkembangan dari Negara Pihak, terutama negara berkembang; dan

3. Mendorong peningkatan komitmen (peningkatan ambisi) negara maju baik dalam mengisi gaps dalam pencapaian target di bawah 2 derajat maupun dalam penyediaan supports.

Page 9: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

9

II. DELEGASI REPUBLIK INDONESIA Bonn Climate Change Conference (BCCC) 2018 dihadiri oleh 3.408 orang yang terdiri dari 1.970 orang mewakili 184 negara (Parties) dan 1.400 orang dari 410 observer organizations dan Sekretariat UNFCCC serta media. Delegasi Republik Indonesia (DELRI) pada BCCC 2018, Bonn, Jerman, 30 April – 10 Mei 2018 secara keseluruhan berjumlah 501 (lima puluh) orang dengan pengaturan kehadiran pada minggu pertama dan minggu kedua, yang merupakan perwakilan dari 12 (dua belas) Kementerian/Lembaga: 1. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 2. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman 3. Kementerian Luar Negeri (KemenLU) 4. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 5. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) 6. Kementerian Pertanian 7. Kementerian Keuangan 8. Kementerian Kesehatan 9. Kantor Staf Presiden (KSP) 10. Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Pengendalian Perubahan Iklim (UKP-

PPI) 11. Badan Restorasi Gambut (BRG) 12. Universitas Indonesia.

1 Sebagaimana tercatat dalam Final List of Participant, document FCCC/SB/2018/INF.1, 10 Mei 2018

(UNFCCC, 2018)

Delegasi Republik Indonesia pada Sesi Persidangan Minggu I

Page 10: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

10

Delegasi Republik Indonesia pada Sesi Persidangan Minggu II

Delegasi Republik Indonesia pada Sesi Persidangan Minggu I

Page 11: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

11

Susunan pimpinan Delegasi RI sebagai berikut:

Ketua Delegasi RI (DELRI) / Chief Negotiator

Nur Masripatin ● Penasehat Senior Menteri Lingkungan Hidup

dan Kehutanan Bidang Perubahan Iklim dan Konvensi Internasional

● National Focal Point Indonesia for UNFCCC (KLHK)

Alternate 1 Ketua DELRI Agustina Erni Deputi Menteri Bidang Kesetaraan Gender (KPPPA)

Alternate 2 Ketua DELRI Tukul Rameyo Adi Staf Ahli Menteri Bidang Sosio-Antropologi Maritim (Kemenko. Kemaritiman)

Alternate 3 Ketua DELRI Nurmala Kartini P. Sjahrir Penasihat Menko. Maritim Bidang Perubahan Iklim (Kemenko. Kemaritiman)

Lead Negotiators:

a. Mitigation Emma Rachmawaty Direktur Mitigasi Perubahan Iklim (KLHK)

b. Adaptation Sri Tantri Arundhati Direktur Adaptasi Perubahan Iklim (KLHK)

Sebagian Delegasi Republik Indonesia pada Sesi Persidangan Minggu II

Page 12: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

12

c. Transparency of Action and Support

Joko Prihatno Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV (KLHK)

d. Capacity Building Wahyu Marjaka Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional (KLHK)

e. Technology Transfer and Development

f. Compliance and others Muhsin Syihab, Direktur Pembangunan, Ekonomi, dan Lingkungan Hidup (KemLU)

g. Arrangement for Intergovernmental Meeting

h. Local Communities and Indigenous People Platform

i. Climate Finance Dudi Rulliadi Plt. Kepala Bidang Kerjasama Internasional dan Pembiayaan Perubahan Iklim (Kementerian Keuangan)

j. Article 6 of the Paris Agreement

Moekti Handajani Soejachmoen Asisten UKP-PPI

k. Response Measure Dida Gardera Asisten Deputi Pelestarian Lingkungan Hidup (Kemenko. Perekonomian)

l. Agriculture Edi Husen Peneliti pada Balai Penelitian Tanah, Balai Bear Litbang. Sumberdaya Lahan dan Pertanian (Kementerian Pertanian)

m. Gender and Climate Change

Agustina Erni Deputi Bidang Kesetaraan Gender (KPPPA)

n. Research and Systematic Observation

Syaiful Anwar Kepala Pusat Litbang Sosial Ekonomi, Kebijakan, dan Perubahan Iklim (KLHK)

Adapun susunan keseluruhan Delegasi RI pada BCCC 2018 dapat dilihat dalam Lampiran 3.

Page 13: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

13

III. AGENDA DAN HASIL PERTEMUAN/PERSIDANGAN

3.1. Agenda Persidangan (Plenary Meetings and Meetings of Groups of the Convention and Protocol Bodies) dan Pengelolaan Oleh Delegasi RI

Pertemuan/Persidangan sebagai sesi perundingan BCCC 2018 terdiri dari: 1) The Forty-eighth Session of Subsidiary Body for Implementation (SBI48)

Agenda SBI diselenggarakan guna mendukung proses negosiasi untuk implementasi Konvensi, Protokol Kyoto dan Kesepakatan Paris, yang di dalam hal ini berkaitan dengan isu: transparansi, mitigasi, adaptasi, teknologi, peningkatan kapasitas dan pembiayaan. Agenda dalam SBI juga membahas hal-hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan pertemuan antar pemerintah (organization of intergovernmental meeting) atau urusan administratif, keuangan dan kelembagaan.

SBI mendukung operasionalisasi Kesepakatan Paris yang diadopsi pada tahun 2015 dengan mengembangkan modalitas dan prosedur untuk Nationally Determined Contribution (NDC); penilaian berkala dari Technology Mechanism; response measure forum berdasarkan Paris Agreement, common time frames untuk NDC; dan ways of enhancing education, training and public awareness. Selain itu, menindaklanjuti progres dari sesi perundingan COP23/CMP13/CMA1.2, SBI48 juga membahas berbagai masukan Parties atas call for submission dengan tenggat waktu untuk dibahas di SBI48, seperti peningkatan keterlibatan Non-Party Stakeholders (NPS) dalam agenda arrangement for intergovernmental meeting, dan Fiji Momentum for Implementation, serta Koronivia joint work on agriculture.

Suasana Joint Plenary Meeting SBI48, SBSTA48, APA1.5 2018

Sumber: IISD/ENB | Kiara Worth

Page 14: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

14

2) The Forty-eighth Session of Subsidiary Body of Scientific and Technological Advice (SBSTA48) SBSTA adalah permanent subsidiary bodies untuk Konvensi yang ditetapkan oleh COP/ CMP, yang berfungsi untuk mendukung kerja COP, CMP dan CMA melalui penyediaan saran dan informasi mengenai hal-hal ilmiah dan teknologi yang berkaitan dengan Konvensi, Protokol Kyoto dan Kesepakatan Paris.

Bidang-bidang utama dari kerja SBSTA termasuk dampak, kerentanan dan adaptasi terhadap perubahan iklim, mempromosikan pengembangan dan transfer teknologi yang ramah lingkungan serta hal-hal lainnya yang berkenaan dengan inventarisasi emisi gas rumah kaca dari Negara Pihak Annex I. SBSTA melaksanakan urusan-urusan metodologis di bawah Konvensi, Protokol Kyoto dan Kesepakatan Paris, serta mempromosikan kolaborasi di bidang research and systematic observation.

Perundingan SBSTA48 memfokuskan pada hal-hal yang menjadi decision dalam COP23/ CMP13, SBSTA47 di Bonn tahun 2017 dan pertemuan-pertemuan sebelumnya, serta membahas berbagai masukan Parties atas call for submission dengan tenggat waktu untuk dibahas di SBSTA48, yakni antara lain: Nairobi work programme on impacts, vulnerability and adaptation to climate change, Research and Systematic Observation (RSO), Methodological issues under the Convention (Harvested Wood Product), dan lainnya. Selain itu juga membahas hal pending dari SBSTA47 yakni terkait Modalities for the accounting of financial resources provided and mobilized through public interventions in accordance with Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement.

3) The Fifth Part of the first Session of Adhoc Working Group on the Paris

Agreement (APA1.5) Pada 12 Desember 2015, Konferensi Para Pihak (COP) mengadopsi Kesepakatan Paris dengan keputusan 1 / CP.21. Adhoc Working Group on the Paris Agreement (APA) didirikan oleh keputusan yang sama untuk mempersiapkan pemberlakuan (entry into force) Kesepakatan Paris dan untuk mengadakan sesi pertama Konferensi Para Pihak yang berfungsi sebagai pertemuan Para Pihak pada Kesepakatan Paris (CMA).

Dengan entry into force dari Kesepakatan Paris pada Oktober 2016, para Negara Pihak telah menyepakati melalui Decision 1/CMA1 paragraf 5 yang memutuskan bahwa APA diharapkan menyelesaikan tugasnya sesuai mandatnya pada COP24, 3 – 14 Desember 2018 di Katowice, Polandia. Dengan tugasnya tersebut, tugas utama dari sesi perundingan APA adalah untuk menyelesaikan hal-hal terkait dengan Paris Agreement Work Program (PAWP) agar dapat diadopsi pada COP24.

Statement Indonesia pada

Joing Plenary Session SBI48, SBSTA48, APA1.5 2018

Page 15: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

15

Pengelolaan agenda persidangan SBI48, SBSTA48, APA1.5 oleh DELRI dibagi menjadi 14 (empat belas) kelompok isu yaitu: (1) Kelompok Mitigation; (2) Kelompok Adaptation; (3) Kelompok Transparency of Actions and Supports; (4) Kelompok Finance; (5) Kelompok Capacity-Building; (6) Kelompok Technology; (7) Kelompok Compliance; (8) Kelompok Article 6 of the Paris Agreement; (9) Kelompok Response Measure; (10) Kelompok Gender and Climate Change; (11) Kelompok Agriculture (Koronivia Joint Work on Agriculture); (12) Kelompok Research and Systematic Observation; dan (13) Arrangement for Intergovernmental Meeting (Engagement of Non-Party Stakeholder); (14) Kelompok Local Communities and Indigenous Peoples Platform.

Page 16: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

16

DOKUMENTASI INTERVENSI INDONESIA PADA SESI PERSIDANGAN

Request for Statement oleh Ketua DELRI

pada Sesi Persidangan APA Contact Group Agenda Item 3 - 8

Sumber: IISD/ENB | Kiara Worth

Intervensi Lead Negotiator DELRI Kelompok Isu Mitigasi pada

Sesi Persidangan APA1.5

Page 17: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

17

Intervensi Tim Negosiasi DELRI Kelompok Isu Transparency of Action and Support pada Sesi Persidangan APA1.5

Intervensi Lead Negotiator DELRI Kelompok Isu Art. 6 pada

Sesi Persidangan SBSTA48

Intervensi Lead Negotiator DELRI Kelompok Isu LCIP pada

Sesi Persidangan SBSTA48

Page 18: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

18

3.2. Hasil Pertemuan/Persidangan Persidangan BCCC (SBI48, SBSTA48, dan APA1.5 UNFCCC) 30 April – 10 Mei 2018, secara keseluruhan telah menghasilkan 33 (tiga puluh tiga) Kesimpulan, tediri dari: a. 1 (satu) Kesimpulan untuk gabungan keseluruhan agenda APA;

b. 18 (delapan belas) Kesimpulan SBI beserta 3 (tiga) draft Keputusan COP24

dan 1 (satu) Recommendation of SBI sebagai draft Keputusan COP24. Tiga draft Keputusan COP24 dari forum SBI48 yaitu mengenai: (i) Ways of enhancing the implementation of education, training, public

awareness, public participation and public access to information so as to enhance actions under the Paris Agreement (ACE)

(ii) Review of the Climate Technology Centre and Network (CTCN); (iii) Least Developed Countries (LDC) Work Porgramme; dan 1 (satu) Recommendation of SBI sebagai draft Keputusan COP24, mengenai Coordination of support for the implementation of activities in relation to mitigation actions in the forest sector by developing countries, including institutional arrangements (REDD+);

c. 14 (empat belas) Kesimpulan SBSTA. Sesuai kesepakatan, maka Chair SBI, Chair SBSTA dan Co-Chairs APA akan bekerjasama dan bersinergi dalam memfasilitasi perundingan negara pihak (Parties) pada sesi perundingan lanjutan di Bangkok, Thailand pada 3 – 8 September 2018) sampai diadopsinya modalitas, prosedur, dan panduan implementasi Paris Agreement di COP24/CMA1 di Katowice, Polandia pada 3-14 Desember 2018. Isu-isu contentious pada pembahasan Paris Agreement Work Programme (PAWP): (a) Mitigasi: panduan terkait feature, Information to Facilitate Clarity,

Transparency, and Understanding (ICTU) dan accounting, terkait: waktu pemberlakuan, diferensiasi, scope, serta isu land-use;

(b) Adaptasi: elemen yang perlu dikomunikasikan dalam pedoman Adaptation Communication (ACom);

(c) Transparency Framework (TF): keterkaitan TF dengan NDC, adaptasi, dan support (pendanaan, capacity building, transfer teknologi);

(d) Cooperative approach: terdapat perbedaan pandangan para pihak mengenai operasionalisasi Artikel 6 khususnya terkait scope, governance, robustness, menghindari double-counting, persyaratan partisipasi dan pelaporan, serta transposisi Clean Development Mechanism (CDM) termasuk share of proceeds untuk adaptasi.

3.2.1 The Fifth Part of the First Session of Adhoc Working Group on the Paris

Agreement (APA1.5) Ad-Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA) 1.5 di Bonn telah menghasilkan satu Kesimpulan untuk keseluruhan agenda item beserta Annex yang berisi Informal Notes dari keseluruhan agenda item (NDC, adaptation communication, transparency framework, global stock take, facilitation and compliance, Adaptation Fund and other

Page 19: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

19

matters). Detil Kesimpulan APA 1.5 di Bonn (Dokumen FCCC/APA/2018/L.2 dan FCCC/APA/2018/L.2/Add.1 per 10 Mei 2018) dapat diunduh pada https://unfccc.int/documents?search=&f%5B0%5D=body%3A4067. Beberapa butir penting dari Kesimpulan APA 1.5 Bonn adalah sebagai berikut: (a) Perlunya seluruh agenda items yang masuk dalam Paris Agreement Work

Programme/PAWP baik di bawah APA, SBI, maupun SBSTA, mencapai progress yang setara sehingga pada akhir perundingan di Katowice dapat diperoleh hasil yang seimbang (balanced outcomes PAWP) sebagai modalitas, prosedur, dan panduan implementasi Paris Agreement. Untuk ini APA meminta Co-Chairs dengan berkoordinasi dengan Chairs SBI dan SBSTA, menyiapkan Joint Reflection Notes yang berisi tentang progrtes PAWP yang dicapai sampai saat ini dan mengusulkan langkah-langkah penyelesaianya paling lambat pertengahan Agustus 2018.

(b) Guna memfasilitasi negosiasi di Bangkok, APA meminta Co-Chairs dengan dukungan para Fasilitator menyiapkan additional tool berdasarkan Informal Notes yang tercantum dalam Annex Kesimpulan APA 1.5 di Bonn, paling lambat 1 Agustus 2018.

(c) Mempertimbangkan pentingnya keterkaitan antar sejumlah elemen PAWP, maka untuk memfasilitasi negosiasi setelah sesi Bonn, APA sepakat untuk diselenggarakannya satu hari round table di Bangkok sebelum dimulainya pertemuan APA (pre-session), dengan fokus keterkaitan substansi dimaksud.

(d) Penegasan komitmen menyelesaikan PAWP secara transparan, inklusif, Party-driven, dan dengan cara yang efisien.

Ringkasan hasil per agenda item forum APA1.5 sebagai berikut: (1) Further guidance in relation to the mitigation section of decision 1/CP.21

(Nationally Determined Contributions): APA 1.5 Agenda Item 3 (a), (b), dan (c) Hasil dari pertemuan BCCC 2018 untuk agenda item tentang NDC ini adalah dikeluarkannya dokumen navigation tool, yang pada dasarnya merupakan ringkasan komprehensif dari Informal Note yang memuat seluruh input dan posisi seluruh Negara Pihak terutama mengenai substantive elements. Dokumen navigation tool ini bertujuan untuk memandu Informal Note agenda item 3, namun tidak dimaksudkan sebagai pengganti Informal note. Dokumen ini disepakati oleh Negara Pihak untuk menjadi bahan utama dalam pembahasan selanjutnya, dengan opsi bahwa Informal Note akan tetap dapat dpergunakan apabila diperlukan.

Navigations Tools memuat seluruh input dan posisi seluruh Parties terutama mengenai (a) substantive elements; (b) informasi CTU; (c) Accounting. Pendekatan ini dapat mengurangi duplikasi, klastering, dan mengidentifikasi opsi yang lebih jelas. Negara Pihak menyepakati bahwa Navigation Tools akan menjadi bahan utama dalam pembahasan selanjutnya.

Page 20: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

20

(2) Further guidance in relation to the adaptation communication, including, inter alia, as a component of nationally determined contributions, referred to in Article 7, paragraphs 10 and 11, of the Paris Agreement: APA agenda item 4 Grup G77 dan China telah mengusulkan draft struktur Pedoman Adaptation Communication dan disampaikan dalam pertemuan Informal Consultation ke-1. Usulan tersebut dalam pertemuan Informal Consultation ke-2 pada prinsipnya dapat diterima oleh negara maju sebagai kertas kerja awal, meskipun belum disepakati isinya, untuk dibahas dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya Co-Facilitator berdasarkan hasil kesepatan bersama menyusun tool yang merupakan penggabungan draft struktur usulan Grup G77 dan China dengan hasil pembahasan pertemuan sebelumnya yang termuat dalam Informal Note by Co-Facilitator pada tgl 14 November 2017di COP23. APA1.5 agenda item 4 telah menghasilkan informal note secara final pada 9 Mei 2018. Dokumen tersebut memuat rancangan struktur Pedoman Adaptation Communication, dengan format: (a) Preamble, purpose, adoption of the guidance, principles, Modalities for

communicating, submitting and updating the adaptation communication, Modalities to update/revise/review the guidance, Modalities of support for the preparation, updating and implementation of the adaptation communication, Linkages, dengan memberikan ruang untuk opsi-opsi perlu tidaknya komponen-komponen tersebut ada;

(b) Annex I: berisikan elements; (c) Annex II: yang disediakan dan ditujukan untuk mengakomodasi

masukan dari G77 & China yakni Annex II: Some Groups of the G77 and China consider Annex II could be the Appropiate Space for Guidance for NDCs.

(3) Modalities, procedures and guidelines for the transparency framework for

action and support referred to in Article 13 of the Paris Agreement: APA 1.5 agenda item 5 Hasil pertemuan tentang enhanced transparancy framework ini adalah dokumen Informal-Note by co-facilitators (IN) untuk MPGs for Transparency Framework (TF). Dokumen ini memuat input/submisi serta posisi seluruh parties, dengan mengakomodir ragam kondisi di setiap parties. Dokumen Informal Note ini terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian I yang merupakan penyempurnaan dokumen Informal Note APA 1.4 sebelumnya (November 2017); dan bagian II yang merupakan kompilasi dari tools by co-facilitators yang disusun dengan mendasarkan pada isu-isu penting (dari section A sampai H) bagian I dokumen tersebut.

Terkait dengan dokumen Informal Note, ada beberapa proposal negara yang masuk kepada co-facilitators untuk bisa menjadi bahan pendamping/ pelengkap dalam mencapai tujuan implementasi, khususnya untuk hal-hal terkait disclaimer, NDC dan Technical Expert Review (TER).

Page 21: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

21

(4) Matters relating to the Global Stocktake (GST) referred to in Article 14 of the Paris Agreement: APA 1.5 Agenda item 6 (a) dan 6 (b) Hasil pertemuan BCCC 2018 untuk agenda item GST adalah Informal Note by co-facilitator (IN). Dokumen Informal Note ini merupakan perbaikan dari sesi-sesi sebelumnya (APA 1.2 dan APA 1.3), dimana struktur informal note GST terdiri dari building blocks yang berupa beberapa tabel dengan dua kolom, dan berfungsi untuk membandingkan possible headings/subheadings (pada satu kolom) dan juga mengakomodasi isu, opsi, konsep dan pandangan (pada kolom lainnya) dari negara Pihak yang disampaikan dalam submisi.

(5) Modalities and procedures for the effective operation of the committee to

facilitate implementation and promote compliance referred to in Article 15, paragraph 2, of the Paris Agreement: APA 1.5 agenda item 7 Telah disepakati Informal Note final yang berisi antara lain tujuan, prinsip dan sifat; fungsi; pengaturan institusional; ruang lingkup; inisiasi; proses; tindakan dan output; identifikasi isu sistemik; sumber informasi; dan keterkaitan dengan CMA.

Indonesia menekankan prinsip-prinsip CBDR-RC, non-punitive, non-adversarial, transparan dan fasilitatif dalam pembahasan mengenai Compliance Committee.

(6) Further matters related to implementation of the Paris Agreement: APA

1.5 agenda item 8 (a), 8(b), dan Possible Additional Matter Telah menghasilkan informal note final yang berisi opsi-opsi way forward terkait: penyusunan initial guidance Green Climate Fund (GCF) dan Global Environment Facility (GEF); initial guidance untuk Least Developed Countries Fund (LDCF) dan Special Climate Change Fund (SCCF); guidance untuk penyesuaian existing NDC; modalitas penyampaian informasi pendanaan secara biennial kepada Negara berkembang; penentuan tujuan kualitatif on finance.

Isu contentious untuk pendanaan iklim adalah sebagai berikut: Modalitas komunikasi informasi pendanaan secara biennial: (a) Terdapat pandangan isu ini penting bagi negara berkembang dan

PAWP; (b) Di sisi lain negara maju berpandangan additional matter ini tidak menjadi

bagian PA dan informasi re-pendanaan akan dikomunikasikan sejalan dengan Article 9 para (5) melalui prosedur UNFCCC yang ada;

(c) African Groups of Negotiators (AGN) dan Like Minded Developing Countries (LMDC) menyampaikan Conference Room Paper (CRP) berisi draft procedural decision serta EU menyampaikan submisi in-session yg menjadi lampiran informal note.

Matters relating to the Adaptation Fund (AF): APA-8 1.5 (Bonn Session Mei 2018) telah menghasilkan informal note yang merupakan penyempurnaan dari pembahasan informal note pada APA 1.3 (Mei 2017) dan APA 1.4 (Desember 2017). Pada APA 1.5, telah dilakukan pula konsultasi dengan pakar hukum Sekretariat UNFCCC.

Page 22: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

22

Informal note hasil APA 1.5 agenda item8 (AF) menggambarkan elemen sebagai berikut: (a) Governance and institution arrangement

(guidance/accountability/reporting, AF serves the PA/date, exclusivity, transitional period, board composition/practices, arrangement for secretariat and trustee services)

(b) Operating modalities (operating modalities, role in the climate international architecture/linkages with other bodies and institutions, source of funding-eligibility, sources of funding)

(c) Safeguards (safeguards, work for the Adaptation Fund Board/ Other body).

Opsi-opsi pada sub elemen dari elemen a, b, dan c tersebut terdapat penambahan dan pengurangan sesuai diskusi negara Pihak.

3.2.2 The Forty-Eighth Session of Subsidiary Body for Implementation (SBI48) Subsidiary Body of Implementation (SBI) 48 di Bonn telah mengadopsi 8 (delapan) Kesimpulan dari agenda item yang merupakan bagian dari PAWP (Workstream I) dan 10 Kesimpulan dari agenda item lainnya (Workstream II), yaitu sebagai berikut: (a) Dari Workstream I mencakup : (i) Peningkatan education, training, public

awareness, public participation and public access to information, (ii) common time frame untuk NDC, (iii) modalitas dan prosedur operasionalisasi public registry mitigasi, (iv) modalitas dan prosedur operasionalisasi public registry adaptasi, (v) laporan adaptation committee, (vi) penilaian periodik untuk technology mechanims, (vii) identifikasi informasi yang diberikan oleh negara Pihak terkait Artikel 9 para (5) dari Paris Agreement (pendanaan dari negara maju), dan (viii) Dampak response measures (Modalitas, program kerja dan fungsi forum dampak response measures di bawah PA).

(b) Dari Workstream II mencakup : pelaporan negara non-annex I: review TOR

Consultative Group of Experts on National Comminication bagi negara non-Annex I/negara berkembang, (ii) Pelaporan negara non-annex I : penyediaan pendanaan dan bantuan teknis, (iii) koordinasi dukungan untuk implementasi aksi mitigasi negara berkembang di sektor kehutanan (REDD+), (iv) Koronivia joint work on agriculture : road map s/d COP-26, (v) capacity building bagi negara berkembang : di bawah UNFCCC, (vi) capacity building bagi negara berkembang : di bawah Protokol Kyoto; (vii) Dampak response measures (improved forum and work programme), (viii) kemajuan formulasi dan implementasi NPAs, (ix) review untuk implementasi Climate Technology Center and Network (CTCN), (x) Isu Least Developed countries (LDCs), dan beberapa terkait pertemuan berikutnya, administrasi dan budget.

Isu contentious pada Plenary SBI yakni kesimpulan yang tidak substantif dari the Consultative Group of Experts untuk pelaporan negara berkembang, yang dapat berdampak pada ketidakpastian dukungan pendanaan dan dukungan lainnya kepada negara berkembang untuk penyusunan National Communication dan pelaporan lainnya pasca 2020.

Page 23: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

23

Berikut ringkasan hasil SBI48 berdasarkan pengelompokkan Working Stream. Dari Workstream I: (1) Ways of enhancing the implementation of education, training, public

awareness, public participation and public access to information so as to enhance actions under the Paris Agreement (Action for Climate Empowerment/ACE): SBI48 agenda item 18 Hasil agenda item 18 terkait ACE menghasilkan 2 (dua) conclusions dan 1 (satu) draft decision. Kesimpulan (conclusion) pertama (dokumen FCCC/SBI/2018/L.3) memuat penghargaan terhadap submisi negara-negara terkait cara-cara peningkatan pelaksanaan ACE dan topik workshop ACE, hasil ACE Youth Forum dan hasil ACE Workshop. Negara-negara diminta menyampaikan submisi tanggal 10 Maret 2019 tentang agenda ACE Dialogue ke-7. SBI juga menyusun draft conclusion mengenai proses penyusunan TOR untuk pelaksanaan review Doha Work Programme (sebagai addendum) untuk diadopsi pada COP 24 (dokumen FCCC/SBI/2018/L.3/Add.1). Di samping itu, SBI menyusun draft decision mengenai cara-cara pelaksanaan ACE di bawah Paris Agreement untuk diadopsi oleh CMA 1 (draft decision sebagai addendum - dokumen FCCC/SBI/2018/L.3/Add.2).

Hal-hal yang menjadi kepentingan Indonesia telah terakomodir di dalam conclusion dan draft decision tersebut, terkait pelaksanaan ACE untuk pencapaian NDC dan pelibatan berbagai pemangku kepentingan.

(2) Common time frames for NDC: SBI48 agenda item 5

Parties telah menyepakati draft Conclusion agenda item Common Time Frame (dokumen FCCC/SBI/2018/L.4) dan telah diadopsi pada Joint Plenary dengan isi mencakup: prosedur untuk melaporkan hasilnya pada CMA1, serta butir-butir hasil informal consultation selama SBI48 (time applicability of, usefulness of, options for CTF dan advantages-disadvantages of those options), dan bahwa CTF akan dilanjutkan pada sesi SBI selanjutnya (bagian kedua SBs48) dan membuat rekomendasi untuk diadopsi pada CMA.

(3) Development of modalities and procedures for the operation and use of a public registry referred to in Article 4, paragraph 12, of the Paris Agreement: SBI48 agenda item 6 Agenda item ini membahas operasionalisasi dan penggunaan Public Registry untuk NDC. Hasil pembahasan berupa conclusion (dokumen FCCC/SBI/2018/L.7), dengan isi menyampaikan bahwa isu public registry for NDC akan dibahas pada pertemuan Additional Session di Bangkok, dengan masih menggunakan Informal Note yang dihasilkan pada APA 1.3 (Mei 2017), yang mencakup proposal dan elemen detil (modalities, procedure, roles dan navigation).

(4) Development of modalities and procedures for the operation and use of a

public registry referred to in Article 4, paragraph 12, of the Paris Agreement: SBI48 agenda item 7 Agenda item ini membahas operasionalisasi dan penggunaan Public Registry untuk Adaptasi. Hasil yang diperoleh adalah conclusion (dokumen

Page 24: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

24

FCCC/SBI/2018/L.8) yang menyampaikan bahwa isu ini akan dibahas pada pertemuan Bangkok atau COP nanti, dengan masih menggunakan informal note yang dihasilkan pada APA 1.3 (Mei 2017), yang mencakup proposal dan elemen detil (modalities, procedure, roles dan navigation). Dalam diskusi, ada signal bahwa perlu dilakukan inter-session workshop atau informal-informal pada pertemuan berikutnya (Bangkok/ Katowice), dimana country parties diundang untuk memberikan presentasi terkait public registry, sebagai sarana lesson learnt and sharing experiences terkait public registry.

(5) Report of the Adaptation Committee: Joint Agenda - SBI48 agenda item

11 dan SBSTA agenda item 4 Persidangan mengenai Adaptation Committee (AC) merupakan tindak lanjut dari penyampaian laporan yang telah diterima Parties dalam pertemuan SBI/ SBSTS-47 dengan mandat untuk menyiapkan rekomendasi kepada sidang COP24 sebagai bahan pertimbangan yang akan diadopsi dalam sidang CMA1. Hasil persidangan yang termuat dalam conclusion (dokumen FCCC/SB/2018/L.2) mencatat kemajuan yang dicapai terkait penyiapan tindak lanjut rekomendasi laporan AC dan kesepakatan untuk melanjutkan pembahasan berdasarkan revised informal note yang disusun oleh co-facilitators. Hal-hal yang termuat dalam informal note tersebut mencakup penyiapan rekomendasi mandat AC terkait dengan implementasi Paris Agreement, tindak lanjut kajian program kerja kelembagaan dibawah Konvensi, dan metodologi kajian kebutuhan adaptasi untuk membantu negara berkembang.

(6) Periodic Assessment of the Technology Mechanism: SBI48 agenda item

14 (a) Hasil agenda item 14a mengenai "Scope and Modalities for the periodic assessment of the Technology Mechanism in relation to supporting the implementation of the Paris Agreement" adalah conclusion (dokumen FCCC/SBI/2018/L.2) yang menyatakan bahwa SBI akan terus melakukan penjabaran terhadap scope and modalities pada sesi berikutnya, berdasarkan informal note yang disusun oleh co-facilitator. Informal note tersebut memuat masukan dari negara-negara dan menjadi dasar pembahasan. Tidak ada keberatan terhadap isu yang tercakup di dalam informal note, karena pada dasarnya sudah mencakup kepentingan Indonesia.

(7) Matters Related to Climate Finance - Identification of the information to be provided by Parties in accordance with Article 9, paragraph 5, of the Paris Agreement: SBI48 agenda item 15 Keputusan 12/CP 23, khususnya paragraph 5, memandatkan bahwa kerja SBI dibawah agenda item 15 harus mempersiapkan dan mengidentifkasi the information to be provided by Parties in accordance with Article 9, paragraph 5, of the Paris Agreement. Pembahasan hal ini pada SBI 48 menggunakan informal note yang dihasilkan pada COP 23 UNFCCC agenda item 10 (f): Process to identify information to be provided by Parties in accordance with Article 9.5 Paris Agreement. Informal note yang dihasilkan pada SBI 48 ini merupakan penyempurnaan informal note sebelumnya dengan menghilangkan elemen-elemen yang bersifat over lapping.

Page 25: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

25

Informal note tersebut mencakup elemen-elemen informasi yang harus disediakan oleh negara maju secara kualitatif dan kuantitatif dalam menyediakan dan memobilisasi pendanaan iklim yang dikomunikasi setiap 2 (dua) tahun sekali. Informasi penyediaan dan mobilisasi pendanaan iklim yang bersifat ex-ante tersebut diharapkan dapat mengindikasi kualitas dan kuantitas pendanaan iklim dari negara maju kepada negara berkembang yang berasal dari berbagai sumber pendanaan. Dalam hal ini negara maju berkeberatan apabila informasi secara kuantitatif tersebut dapat disediakan per sektor, jumlah besaran untuk mitigasi dan adaptasi, besaran untuk setiap channelnya. Negara maju diharapkan juga dapat mengindikasikan instrument dan channel yang akan digunakan untuk menyalurkan pendanaan tersebut. Selain itu, dihasilkan pula conclusions (dokumen FCCC/SBI/2018/L.13) yang prinsipnya berisi bahwa informal yang dihasilkan pada SBI 48 ini dapat menjadi pertimbangan lebih lanjut untuk sesi berikutnya dan meminta Co-Chair SBI berkonsultasi dengan Co-Chair APA untuk menjamin koherensi dan koordinasi atas keterkaitan agenda item ini dengan transparency framework.

(8) Impact of the implementation of response measures: Modalities, work

programme and functions under the Paris Agreement of the forum on the impact of the implementation of response measures – Joint agenda SBI48 agenda item 17 (b) dan SBSTA48 agenda item 9(b) Sesi SBI48&SBSTA48 telah menghasilkan revised informal document, meski tidak mencerminkan konsensus negara pihak. Namun negara pihak menyepakati suatu draft kesimpulan dan diadopsi menjadi conclusion (dokumen FCCC/SB/2018/L.3) yang menyatakan revised informal document menjadi dasar pembahasan sesi perundingan berikutnya. Revised informal document (https://unfccc.int/documents/65148) tersebut berisi tentang elemen-elemen yang masuk dalam masing-masing kategori tersebut, yakni: (a) pada bagian modalitas telah disepakati opsi-opsi bentuk pembahasan

workprogram termasuk technical studies, sharing experiences, Guidelines, pilot project, in-session workshop dan beberapa bentuk lainnya;

(b) pada bagian work program, selain program yang dilaksanakan selama ini, juga ada pilihan tambahan termasuk menjamin fokus pada sub national level, memaksimalkan economic growth, membantu investasi private sector;

(c) sedangkan pada bagian function, juga telah dihasilkan beberapa pilihan diantaranya identifikasi dampak, mengembangkan tools dan metodologi untuk menilai dampak, serta menfasilitasi keterkaitan antara pendanaan, teknologi dan peningkatan kapasitas. Untuk tindak lanjutnya, Indonesia berpandangan perlunya diskusi mengenai opsi-opsi yang telah ada di dalam informal document yang telah dipersiapkan oleh Chair.

Page 26: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

26

Dari Workstream II: (1) Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention: Review

of the terms of reference of the Consultative Group of Experts (TOR of CEG) on National Communications from Parties not included in Annex I to the Convention: SBI48 agenda item 4(b) Telah menghasilkan conclusion (dokumen FCCC/SBI/2018/L.14) yang berisi satu kalimat, menyatakan SBI akan melanjutkan pembahasan item ini pada sesi SBI49 di Desember 2018.

(2) Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention - Provision of financial and technical support: SBI48 agenda item 4(c) Telah menghasilkan conclusion (dokumen FCCC/SBI/2018/L.10) yang berisi satu kalimat, menyatakan SBI akan melanjutkan pembahasan item ini pada sesi SBI49 di Desember 2018.

(3) Coordination of support for the implementation of activities in relation to mitigation actions in the forest sector by developing countries, including institutional arrangements: SBI48 agenda item 9 Mengingat tidak tercapainya kesepakatan diantara negara pihak, dan mengingat sebelumnya telah diberlakukan Rule 16, maka pertemuan menyepakati Recommendation (dokumen FCCC/SBI/2018/L.9) beserta Addendum-nya yang diusulkan oleh Chair (dokumen FCCC/SBI/2018/L.9/Add.1), dimana SBI merekomendasikan draft conclusion untuk dipertimbangkan dan diadopsi oleh COP24, bahwa pada sesi ke-48 ini SBI dinyatakan telah menyelesaikan pekerjaannya terkait keputusan 10/CP.19 para 9 (yaitu me-review outcomes dari meetings, untuk mempertimbangkan existing institutional arrangements or the need for potential governance alternatives for the coordination of support for the implementation of the activities referred to in decision 1/CP.16, paragraph 70).

(4) Koronivia Joint Work on Agriculture (KJWA): Joint agenda - SBI48 agenda item 10 dan SBSTA48 agenda item 8 Perundingan dilaksanakan melalui Informal Consultation Group sebanyak 6 kali dengan membahas Roadmap workprogram, rencana pelaksanaan Workshop dan Expert meeting. Dalam proses Indonesia menekankan agar pengertian food security jangan sampai mengarah pada food quality, tetapi pada quantity dan accessibility. Negara berkembang lain juga menyampaikan pesannya seperti peningkatan capacity building, dan lain-lain. Draf KJWA disetujui dan kepentingan Indonesia tetap terjaga. Forum mencapai konsensus dan sepakat terhadap draf proposal roadmap. Kepentingan Indonesia telah masuk dalam Koronovia Workprogram yang telah disampaikan melalui submisi. Indonesia mendukung hasil kesimpulan dari Co-facilitator dan telah diadopsi oleh Chair SBI dengan dokumen FCCC/SB/2018/L.1. Tindak lanjut yang perlu dipersiapkan termasuk mengadakan Focus Group Discussion (FGD) membahas tentang submisi yang jatuh tempo pada tanggal 22 September 2018. FGD menjadi sangat penting agar kepentingan Indonesia dalam bidang pertanian mulai dapat didaftarkan di dalam pelaksanaan Koronovia Program ini.

Page 27: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

27

(5) Capacity-building in developing countries under the Convention: SBI48

agenda item 16 (a) Hasil agenda item 16a mengenai Capacity Building in Developing Countries under the Convention adalah conclusion (dokumen FCCC/SBI/2018/L.5) yang memuat pelaksanaan peningkatan kapasitas di negara berkembang, meliputi pemantauan dan review pelaksanaan kerangka peningkatan kapasitas, kemajuan yang dicapai, pentingnya peningkatan kapasitas dalam pelaksanaan konvensi dan Paris Agreement, pentingnya Durban Forum, kemajuan yang dicapai PCCB, NDC sebagai tema bersama PCCB dan Durban Forum, adanya kesenjangan dan kebutuhan (gaps and needs), serta pelibatan seluruh pemangku kepentingan di tingkat nasional, sub-nasional dan regional. Kepentingan Indonesia telah terakomodir, terutama terkait dengan dimasukkannya NDC sebagai fokus tema Durban Forum dan PCCB, serta pelibatan seluruh pemangku kepentingan.

(6) Capacity-building in developing countries under the Kyoto Protocol: SBI48 agenda item 16 (b) Hasil agenda item 16b mengenai Capacity Building in Developing Countries under Kyoto Protocol adalah conclusion (dokumen FCCC/SBI/2018/L.6) yang isinya pada dasarnya sama dengan conclusion agenda item 16a, namun terkait pelaksanaan Kyoto Protocol.

(7) Impact of the implementation of response measures - Improved forum and work programme: Joint agenda SBI48 agenda item 17(a) dan SBSTA48 agenda item 9(a) Pada perundingan SBI48 agenda item 17(a) dan SBSTA48 agenda item 9(a) tentang dampak yang dihasilkan dalam pelaksanaan Improved Forum and Work Program termasuk training workshop on economic modelling yang diselenggarakan pada 30 April – 1 Mei 2018. Pandangan negara pihak, termasuk Indonesia, tentang ruang lingkup dan proses dalam melakukan reviu terhadap program dan pelaksanaan improved forum telah disampaikan melalui submisi. Pelaksanaan reviu ini akan memperjelas pentingnya program terhadap economic diversification dan ketenagakerjaan untuk merespon dampak dari pelaksanaan response measure atau dampak dari perubahan iklim terhadap ekonomi negara. Hasil kesimpulan SBSTA48 dan SBI48 dalam conclusion (dokumen FCCC/SB/2018/L.4) adalah call for submission mengenai views on the work of the improved forum on the basis of the agreed scope of the review as contained in the annex dengan due date 21 September 2018. Untuk menindaklanjuti hasil dari BCCC ini, Indonesia perlu menyiapkan submisi mengenai pentingnya improved forum tersebut dengan memperhatikan guiding question. Diperlukan adanya pertemuan para pemangku kepentingan untuk membahas bersama isi dari submisi Indonesia.

(8) National Adaptation Plans (NAPs): SBI48 agenda item 13 Sesuai dengan keputusan COP21, SBI diminta untuk melakukan kajian terhadap kemajuan yang dicapai dalam proses formulasi dan implementasi NAPs berdasarkan hasil submisi, informasi yang diperoleh dari kuestioner,

Page 28: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

28

laporan sintesis yang disusun Sekretariat, serta hasil pertemuan para pakar yang dilaksanakan atas kerjasama LEG dan AC. Persidangan SBI48 pada agenda item ini membahas dokumen yang telah disusun untuk menyiapkan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan yang akan diadopsi dalam COP. Hasil yang dicapai adalah conclusion. Kesimpulan hasil persidangan secara garis besar memuat pertemuan yang telah dan akan dilaksanakan terkait NAPs. Conclusion agenda item 13 National Adaptation Plans (dokumen FCCC/SB/2018/L.4) memuat antara lain: (a) apresiasi terhadap aktivitas LDC Expert Group (LEG) atau Grup Ahli untuk Negara LDC dan Adaptation Committee (AC) terkait pertemuan para tenaga ahli dari Party untuk melakukan assessment terkait proses formulasi dan implementasi NAP, (b) kesepakatan terhadap usulan Group G77+China untuk dilaksanakannya agenda Side Event pada COP24 terkait NAPs termasuk pengalaman dan manfaat dalam pembangunan serta (c) persetujuan untuk pembahasan lanjutan isu ini pada SBI49 mendatang. Progres pembahasan NAPs sangat relevan dengan Indonesia yang saat ini juga sedang dalam proses pengajuan Proposal NAPs mengingat Indonesia telah mengajukan proposal NAPs ke GCF bekerjasama dengan UNDP. Sebagai tindak lanjut perlu dilakukan pencermatan terhadap draft text proposed by co-faciitator yang akan dibahas dalam pertemuan SBI berikutnya.

(9) Review of the Effective Implementation of Climate Technology Center and Network (CTCN): SBI48 agenda item 14 (b) Hasil agenda item 14b SBI adalah conclusion (dokumen FCCC/SBI/2018/L.15) yang menyatakan bahwa SBI mempertimbangkan hasil dan rekomendasi review independen pelaksanaan CTCN, serta management response UNEP terhadap hasil review tersebut. SBI juga menyusun draft decision (dokumen FCCC/SBI/2018/L.15/Add.1) mengenai hasil review tersebut untuk diadopsi pada COP 24, yang diantara isinya meminta Sekretariat untuk penyelenggaraan suatu Dialog pada SBI55 tahun 2021. Kepentingan Indonesia telah tercakup di dalam draft decision tersebut, karena sudah menyebutkan peningkatan dukungan terhadap NDE negara berkembang.

(10) Arrangement for Intergovernmental Meeting (Enhancing the Engagement of NPS): SBI48 agenda item 20 Pada sesi contact group membahas draft conclusion version 02 (7 May 2018) yang disediakan Sekretariat UNFCCC, Saudi Arabia menyampaikan intervensi yang meminta agar Observers tidak menyalahgunakan kesempatan keterlibatan yang diberikan dalam proses negosiasi. Saudi Arabia mengeluhkan bahwa suatu NGO memotret Delegasi Saudi saat melakukan intervensi, dan memasukkan ke media sosial, tetapi salah dalam melakukan quotation. Isu code of conduct ini, didukung oleh beberapa Negara seperti Nicaragua, Ekuador, dan India.

Page 29: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

29

Pembahasan menghasikan conclusion (dokumen FCCC/SBI/2018/L.12), antara lain berisikan: (a) Konsistensi penyebutan rangkaian pertemuan COP24 menjadi ‘the

Conference’. (b) Terkait para 13: (i) Permintaan submisi kepada Parties (sebelum 15

Maret 2018) terkait lokasi dan frekuensi sesi persidangan dari Supreme Bodies pasca 2020; (ii) Permintaan agar Sekretariat UNFCCC menyiapkan a synthesis report submisi dan information paper terkait implikasi budget dan lainnya masing-masing scenario, tanpa pre-judging outcome pembahasan isu tersebut sebelum SBI 50.

(c) Para 14-17: Masih banyak perbedaan pandangan dari Parties terkait engagement dari NPS, Parties diminta untuk mengidentifikasi opportunities bagi NPS untuk meningkatkan opennes, transparency, dan inclusiveness dan balance of representation of NPS. NPS dapat terus memanfaatkan portal online untuk submission, serta keinginan untuk melanjutkan kesuksesan first open dialog (oleh Presiden COP23).

Selain itu, SBI48 juga telah menghasilkan 2 (dua) dokumen conclusion lainnya yaitu pada agenda item 12 dan 21(b) yaitu: (11) Matters relating to the Least Developed Countries (LDCs): SBI48 agenda

item 12 Telah dihasikan Conclusion (dokumen FCCC/SBI/2018/L.17) dengan isi antara lain SBI menyambut two-year rolling work programme dari LEG tahun 2018–2019, dan mendorong LEG membuat prioritas pekerjaan sesuai ketersediaan sumber daya. Selain itu juga telah dihasilkan draft decision mengenai Work Programme LDC untuk diadopsi pada COP24 (dokumen FCCC/SBI/2018/L.17/Add.1).

(12) Administrative, Financial and Institutional matters - Budgetary matters:

SBI48 agenda item 21 (b) Telah dihasikan Conclusion (dokumen FCCC/SBI/2018/L.11).

Berikut pembahasan agenda item di bawah SBI yang tidak menghasilkan dokumen Kesimpulan:

(1) Reporting from Parties included in Annex I to the Convention - Status of

submission and review of seventh national communications and third biennial reports from Parties included in Annex I to the Convention; SBI48 agenda item 3(a) Guna persidangan SBI48 agenda item 3(a), Sekretariat telah menyiapkan dokumen Note by the Secretariat (dokumen FCCC/SBI/2018/INF.7 pada 6 April 2018) mengenai Status of submission and review of seventh national communications and third biennial reports. Persidangan agenda item 3(a) membahas dengan telah diadopsinya common tabular format (CTF) oleh negara Annex 1 pada COP-18, maka negara Annex 1 pada BR-nya harus sudah menggunakan Common Tabular Format. Tidak dihasilkan dokumen Kesimpulan untuk agenda item ini.

Page 30: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

30

(2) Reporting from Parties included in Annex I to the Convention - Compilation and synthesis of second biennial reports from Parties included in Annex I to the Convention: SBI48 agenda item 3(b) Sedangkan SBI48 agenda item 3(b) membahas draft negotiating text berupa conclusion proposed by the Chair (dokumen SBI48.DT.i3b per 30 April 2018) yang menyebutkan bahwa Biennial Report negara Annex I sudah mencakup informasi tentang quantified economy-wide emission reduction targets, mitigation actions dan effects-nya, penggunaan units dari market-based mechanisms and land use, land-use change and forestry activities, greenhouse gas emission trends dan projections, serta provision of financial, technological dan capacity-building support to developing country Parties. Akan tetapi tidak diadopsi pada plenary, sehingga tidak dihasilkan dokumen Kesimpulan untuk agenda item ini. .

(3) Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention - Information contained in national communications from Parties not included in Annex I to the Convention: SBI48 agenda item 4(a) Status persidangannya adalah held in abeyance.

(4) Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention -

Summary reports on the technical analysis of biennial update reports of Parties not included in Annex I to the Convention: SBI48 agenda item 4(d) SBI mencatat seluruh informasi dari report BUR Negara berkembang.

(5) Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention - Revision of the modalities and guidelines for International Consultation and Analysis: SBI48 agenda item 4(e) Negosiasi agenda item ini ditunda dan akan dilanjutkan pada SBI50.

(6) Gender and Climate Change: SBI48 agenda item 19 Menindaklanjuti hasil COP22 mengenai agenda item gender and climate change, Sekretariat UNFCCC telah menyediakan dokumen technical paper mengenai Entry points for integrating gender considerations into UNFCCC workstreams sebagai pertimbangan SBI48. Dalam sesi SBs48, agenda terkait gender diisi dengan pelaksanaan kegiatan in-session workshops (tiga mandated events) dan juga kegiatan GAD. Pelaporan seluruh kegiatan tersebut kemudian akan disampaikan pada sesi SBI49. Pembahasan isu gender pada sesi ini berfokus pada isu perempuan dan anak yang menjadi salah satu upaya prioritas dalam menangani dampak negatif perubahan iklim. Dalam pembahasan sesi ini, Indonesia telah mengangkat isu perlindungan anak sebagai bagian dari upaya mewujudkan kesetaraan gender. Perempuan dan anak tidak hanya dipandang sebagai korban akan dampak negatif perubahan iklim, melainkan memiliki potensi sesuai kapasitasnya masing-masing untuk mempengaruhi proses pelaksanaan kebijakan perubahan iklim, mulai dari proses perencanaaan, pengambilan keputusan, hingga akses sumberdaya. Kementerian PPPA telah berupaya memperioritaskan implementasi kebijakan kesetaraan gender di Indonesia melalui PPRG, Adaptasi Perubahan Iklim Fokus Anak (APIFA), kesiapan

Page 31: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

31

keluarga dalam menghadapi bencana melalui gugus tugas Kota Layak Anak, dan lainnya.

3.2.3 The Forty-Eighth Session of Subsidiary Body of Scientific and Technological Advice (SBSTA48)

Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) 48 di Bonn telah mengadopsi 14 Kesimpulan, yang terdiri atas: (a) Dari agenda items yang merupakan mandat langsung dari Paris Agreement: (i)

pengembangan dan transfer teknologi : kerangka kerja teknologi di bawah Article 10.4 Paris Agreement, (ii) dampak implementasi response measures (modalitas, program kerja dan fungsi forum dampak response measures di bawah PA), (iii) modalitas untuk akunting sumber pendanaan yang disediakan dan dimobilisasikan melalui intervensi publik in accordance with Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement, dan (iv) guidance untuk Article 6 Paris Agreement (6.2. guidance on cooperative approaches/ITMOS; rules, modalities, and procedures for 6.4; work programme under the framework of non-market approaches/6.8).

(b) Dari agenda items lainnya : (i) Koronivia joint work on agriculture : road map s/d COP-26, (ii) guideline pelaporan inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) untuk Annex I, (iii) guideline review teknis untuk informasi yang dilaporkan oleh Annex I, (iv) Nairobi Work Program (NWP) mengenai dampak, vulnerability dan adaptasi perubahan iklim, (v) laporan Adaptation Committee, (vi) LULUCF di bawah Article 3.3 dan 3.4 Protokol Kyoto (aktivitas tambahan untuk CDM), (vii) kerjasama dengan organisasi internasional, (vii) pembentukan Facilitative Working Group (FWG) untuk operasionalisasi Local Communities and Indigenous People Platform (LCIPP), (ix) research and systematic observation, dan (x) Dampak response measures (improved forum and work programme).

Isu-isu contentious pada Plenary SBSTA: (a) Pembentukan Facilitative Working Group (FWG) untuk operasionalisasi Local

Communities and Indigenous People Platform (LCIPP); pembentukan mekanisme representasi local communites (LC) dibawah UNFCC, memastikan keterwakilan LC dalam FWG, lifespan dan masa kerja FWG, pendanaan, serta safeguard pada paragraph preambular agar aktivitas FWG dan LCIPP tidak mengganggu integritas teritorial dan kedaulatan negara;

(b) Laporan IMO penurunan emisi dari sektor pelayaran: terdapat pandangan bahwa laporan IMO belum mencerminkan fakta bahwa tidak semua pihak terlibat dalam konsensus dalam adopsi initial strategy IMO, dan sampai pada akhir perundingan kesimpulan agenda item ini tidak dapat disepakati.

Ringkasan hasil per agenda item SBSTA48 disampaikan berikut di bawah ini yang terbagi ke dalam dua kelompok: (a) Agenda items yang merupakan mandat langsung dari Paris Agreement; dan (b) Agenda items lainnya. Untuk hasil agenda item yang merupakan joint agenda SBI48 dan SBSTA48, telah diuraikan dalam ringkasan hasil SBI48 di atas (tidak diulang di bagian SBSTA48 ini).

Page 32: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

32

Agenda items yang merupakan mandat langsung dari Paris Agreement: (1) Development and transfer of technologies - Technology Framework

under Article 10, paragraph 4, of the Paris Agreement: SBSTA48 agenda item 5 Hasil SBSTA agenda item 5 tentang Technology Framework adalah conclusion (dokumen FCCC/SBSTA/2018/L.7) yang menyatakan bahwa SBSTA akan terus melakukan penjabaran terhadap technology framework termasuk strukturnya. Dasar pembahasan adalah draft technology framework yang disusun oleh Chair of SBSTA, yang memuat hasil pembahasan selama SBSTA47 dan SBSTA48. Pembahasan dilanjutkan pada sesi tambahan SBSTA48 di Bangkok, September 2018. Kepentingan Indonesia sudah tercakup di dalam key themes yang dijabarkan dalam draft Technology Framework.

(2) Impact of the implementation of response measures - Modalities, work

programme and functions under the Paris Agreement of the forum on the impact of the implementation of response measures: Joint agenda SBSTA48 agenda item 9(b) dan SBI48 agenda item 17 (b) Hasil: lihat di bagian SBI48 (dokumen FCCC/SB/2018/L.3).

(3) Modalities for the accounting of financial resources provided and

mobilized through public interventions in accordance with Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement: SBSTA48 agenda item 13 Agenda item ini merupakan pending matters dari COP23. Merujuk pada mandat yang diberikan SBSTA berdasarkan keputusan 1/CP 21, para 57 bahwa SBSTA harus mengembangkan modalities for the accounting of financial resources provided and mobilized through public intervention sesuai dengan Artikel 9.7 Paris Agreement, maka SBSTA48 agenda item 13 telah menghasilkan conclusion (dokumen FCCC/SBSTA/2018/L.9) dan informal note yang berisi mengenai elemen-elemen yang harus dilaporkan oleh negara maju dalam melaporkan pendanaan iklim yang telah disediakan dan dimobilisasi melalui public interventions. Pada pembahasan agenda item ini, negara maju meminta agar salah satu elemen mengenai climate specific, yang menggambarkan bahwa bahwa dukungan pendanaan untuk perubahan iklim harus didefinisikan secara jelas untuk tujuan perubahan iklim, harus dihilangkan dari elemen tersebut. Selain itu, negara maju menginginkan agar pembahasan pada sesi berikutnya (Bangkok Session dan COP UNFCCC) masih dapat mendiskusikan informal note tersebut. Sementara negara berkembang menginginkan agar sesi berikutnya tidak merubah elemen-elemen yang ada pada informal note tersebut. Dalam Kesimpulan, salah satu butir penting yakni SBSTA meminta Chair of SBSTA untuk berkonsultasi dengan Co-Chairs of APA terkait dengan APA agenda item 5 Transparency Framework guna menghindari overlap dan duplikasi, serta memastikan penggabungan modalitas akunting sumber pendanaan yang dikembangkan SBSTA ini ke dalam MPG yang dikembangkan APA ai5 terlaksana secara tepat waktu.

Page 33: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

33

(4) Matters relating to Article 6 of the Paris Agreement - Guidance on

cooperative approaches referred to in Article 6, paragraph 2, of the Paris Agreement: SBSTA48 agenda item 12 (a) Hasil pembahasan: conclusion (dokumen FCCC/SBSTA/2018/L.12). Agenda ini menyepakati bahwa SBSTA akan melanjutkan elaborasi mengenai guidance on cooperative approaches reffered to in Article 6, paragraph 2 of the Paris Agreement; SBSTA mencatat informal document yang berisikan draft elemen dari guidance on cooperative approaches prepared by SBSTA Chair dalam merespon permintaan pada SBSTA47 dan dari revisi informal note prepared by the Co-Chairs; dan SBSTA sepakat untuk melanjutkan diskusi pada pertemuan sesi kedua dari SBSTA48 berdasarkan revisi dari informal note dengan catatan bahwa revisi informal note tidak mewakili kesepakatan dan mencerminkan semua pandangan dari Parties.

(5) Matters relating to Article 6 of the Paris Agreement - Rules, Modalities and

Procedures for the mechanism established by Article 6, paragraph 4, of the Paris Agreement: SBSTA 48 agenda item 12 (b) Hasil pembahasan: conclusion (dokumen FCCC/SBSTA/2018/L.13). Agenda ini menyepakati bahwa SBSTA akan melanjutkan elaborasi mengenai rules, modalities and procedures for mechanism established by Art.6.4 of the Paris Agreement; SBSTA mencatat informal document yang berisikan draft elemen dari rules, modalities and procedures for the mechanism prepared by SBSTA Chair dalam merespon permintaan pada SBSTA47 dan dari revisi informal note prepared by the Co-Chairs; SBSTA sepakat utnuk melanjutkan diskusi pada pertemuan sesi kedua dari SBSTA48 berdasarkan revisi dari informal note dengan catatan bahwa revisi informal note tidak mewakili kesepakatan dan mencerminkan semua pandangan dari Parties.

(6) Matters relating to Article 6 of the Paris Agreement - Work programme

under the framework for non market approaches referred to in Article 6.8 of the Paris Agreement: SBSTA48 agenda item 12 (c) Hasil pembahasan: conclusion (dokumen FCCC/SBSTA/2018/L.14). Agenda ini menyepakati bahwa SBSTA akan melanjutkan elaborasi mengenai draft decision on the work programme under the framework for non-market approaches referred to in Art.6.8 of the Paris Agreement; SBSTA mencatat informal document yang berisikan draft elemen dari draft decision on the workprogramme prepared by SBSTA Chair dalam merespon permintaan pada SBSTA47 dan dari revisi informal note prepared by the Co-Chairs; SBSTA sepakat untuk melanjutkan diskusi pada pertemuan sesi kedua dari SBSTA48 berdasarkan revisi dari informal note dengan catatan bahwa revisi informal note tidak mewakili kesepakatan dan mencerminkan semua pandangan dari Parties.

Agenda Items lainnya: (1) Koronivia Joint Work on Agriculture (KJWA): Joint agenda - SBSTA48

agenda item 8 dan SBI48 agenda item 10 Hasil: lihat bagian SBI48 (dokumen FCCC/SB/2018/L.1).

Page 34: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

34

(2) Methodological issues under the Convention - Revision of UNFCCC Reporting Guidelines (GLs) for Annual Inventory for Annex 1 Parties: SBSTA 48 agenda item 10(a) Untuk agenda item 10(a): Revision of the UNFCCC reporting guidelines on annual inventories for Parties included in Annex I to the Convention, telah dihasilkan conclusion (dokumen FCCC/SBSTA/2018/L.4). Pada dasarnya conclusion mendukung masukan lebih lanjut untuk Harvested Wood Product (HWP), juga mendukung negara pihak yang mau berbagi pengalaman menggunakan IPCC wetland supplement. Conclusion juga menyepakati agenda ini akan kembali dibahas pada SBSTA51 (November 2019 mendatang).

(3) Methodological issues under the Convention - Guidelines for the technical review of information reported under the Convention related to greenhouse gas inventories, biennial reports and national communications by Parties included in Annex I to the Convention: SBSTA 48 agenda item 10(b) Agenda Item 10(b) ini telah menghasilkan conclusion (dokumen FCCC/SBSTA/2018/L.5). Conclusion menekankan pentingnya desk-review untuk GHG inventory dan keterkaitannya dengan peran Sekretariat. Lebih jauh diharapkan agar lead reviewer dapat lebih banyak membagi pengalamannya. Hal terkait agenda ini akan dibahas kembali pada SBSTA51 (November 2019 mendatang).

(4) Methodological issues under the Convention - Emission from fuel used for international aviation and maritime transport: SBSTA48 agenda item 10(c) Agenda item 10(c) telah menghasilkan draft conclusion, yang dilengkapi dengan Proposal and Comment by Interested Parties (African Group, Chille, EU, Japan, Saudi Arabia, Singapore, dan Umbrella Group) yang menyebutkan adanya IMO Initial Strategy untuk penurunan emisi GRK dari kegiatan perkapalan. Draft tersebut tidak dapat diadopsi karena terdapat perbedaan pandangan atas isi conclusions (African Group mengusulkan perubahan, Saudi Arabia tidak dapat menerima draft tsb, dan negara-negara maju ingin mempertahankan draft conclusions tersebut). Kesimpulan dari sesi ini (dokumen FCCC/SBSTA/2018/L.6) akhirnya hanya memuat paragraf prosedural yang menyinggung mengenai dicatatnya laporan dari ICAO dan IMO, untuk kemudian dapat dibahas dalam sesi SBI selanjutnya. Sebagai catatan, di dalam negeri peningkatkan koordinasi antar Kementerian penanggung jawab sangat diperlukan untuk menjaga koherensi posisi Indonesia di UNFCCC dengan posisi di ICAO dan IMO.

(5) Nairobi Work Programme (NWP) on impacts, vulnerability and adaptation to climate change: SBSTA48 agenda item 3 Sesuai dengan keputusan COP10, NWP melanjutkan penyediaan knowledge yang diidentifikasi diperlukan oleh Parties berkaitan dengan the Cancun Adaptation Framework dan program kerja badan yang relevan dengan adaptasi

Page 35: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

35

di bawah Konvensi. Pertemuan SBSTA48 mengkaji NWP agar dapat diperkuat relevansi dan efektifitasnya untuk dilaporkan pada COP24.

Pembahasan terkait hal ini dilakukan melalui serangkaian pertemuan koordinasi kelompok G77-China dan informal consultation antara negara berkembang dan negara maju. Hasil pertemuan termuat dalam dokumen conclusion (dokumen FCCC/SBSTA/2018/L.8) yang memuat antara lain kesimpulan bahwa NWP telah berhasil menjalankan mandatnya dan mendorong NWP untuk melanjutkan peran sebagai penghubung knowledge untuk aksi adaptasi dan resiliensi, serta meningkatkan relevansi dan efektivitas NWP terkait implementasi Paris Agreement. Selain itu diusulkan juga isu tematik yang perlu menjadi perhatian NWP yaitu mengenai: cuaca ekstrim, ekosistem laut dan pantai, pertanian dan ketahanan pangan, slow onset events, hutan dan lahan, lahan basah, sistem dan komunitas perdesaan, sistem perkotaan serta livelihood dan dimensi ekonomi sektor terkait seperti pariwisata.

NWP dan organisasi mitra diminta untuk memfasilitasi pengumpulan dan diseminasi informasi mengenai perangkat monitoring dan metodologi untuk membantu negara berkembang yaitu: (a) Metodologi, perangkat, data, observasi dan sistem untuk ekonomi, pemodelan ekosistem dan iklim, skenario, terkait dengan kajian kerentanan dan risiko iklim; (b) Mobilisasi sumber pengetahuan, bekerjasama dengan organisasi terkait.

(8) Report of the Adaptation Committee: Joint Agenda - SBSTA agenda item

4 dan SBI48 agenda item 11 Hasil: lihat di bagian SBI48 (dokumen FCCC/SB/2018/L.2).

(9) Methodological issues under the Kyoto Protocol : Land use, land-use change and forestry under Article 3, paragraphs 3 and 4, of the Kyoto Protocol and under the Clean Development Mechanism: SBSTA 48 agenda item 11 Parties menyepakati draft conclusion yang kemudian diadopsi (dokumen FCCC/SBSTA/2018/L.2) yang menyatakan bahwa SBSTA akan: (a) melanjutkan agenda item ini di SBSTA50 (Juni 2019), (b) Merekomendasikan draft decision mengenai work programme terkait

LULUCF di bawah Article 3 para 3 dan 4 KP dan di bawah CDM, untuk dipertimbangkan dan diadopsi di CMP15 (November 2019),

(c) serta melaporkan ke CMP mengenai outcomes of work program ini pada CMP15.

(10) Cooperation with other international organizations: SBSTA agenda item

14 Telah dihasilkan conclusion (dokumen FCCC/SBSTA/2018/L.3) yang menyatakan SBSTA menyambut baik hasil ringkasan kegiatan kooperatif Sekretariat UNFCCC dengan organisasi internasional lainnya semenjak SBSTA46.

Page 36: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

36

(11) Local Communities and Indigenous People Platform (LCIPP): SBSTA48 agenda item 7 (a) Telah dihasilkan conclusion (dokumen FCCC/SBSTA/2018/L.10) (b) Beberapa isu contentious pada pembahasan:

● Penekanan bahwa aktivitas Facilitative Working Group (FWG) dan LCIPP tidak menganggu integritas territorial dan kedaulatan negara (usulan China didukung Indonesia);

● Keseimbangan keterwakilan dan mekanisme konstituensi LC; ● Modalitas FWG (pemilihan dan masa kerja, alternate, hasil kerja dan

mekanisme pelaporannya). (c) Posisi Indonesia bahwa keterlibatan Non Parties Stakeholder agar

melalui jalur/ mekanisme yang ada, telah terakomodir. Keterlibatan Non parties stakeholders pada process-proses UNFCCC adalah dengan tujuan untuk meningkatkan transparency, openness, dan inclusiveness dari proses UNFCCC tersebut.

(d) SBSTA akan melanjutkan pembahasan pada SBSTA49 (Desember 2018).

(12) Research and Systematic Observation: SBSTA48 agenda item 6

Telah menghasilkan Kesimpulan (dokumen FCCC/SBSTA/2018/L.11) dengan pokok-pokok isi sebagai berikut: (a) Garis besar struktur yang disetujui berisi:

● Memperhatikan (Note) statement dari organisasi seperti GCOS, IOC-UNESCO, IPCC, UN-OCEANS, WCRP, WMO

● Memperhatikan (Note) statement dari Parties (berupa appreciative word) ● Welcome RD10 dan informasi yg disediakan IPCCC ● Text akan berbasis informasi dari statement dan Dialog Riset 10. ● Invite the SBSTA to provide summary report on RD10 ● Invite submission on themes and considerations for further meeting of

the research dialogue (SBSTA 50 and beyond) ● Dialog Riset ke-10 (RD 10) bertujuan untuk menyediakan diskusi pada

the science – policy interface dalam mendukung aksi di bawah the Paris Agreement

(b) Parties diminta untuk mendorong mengorganisasi kerja yang relevan penyebab gap dan hal yang diperlukan untuk hal di atas, seperti: ● Peningkatan akses secara terbuka untuk data perubahan iklim ● Tingkat kerentanan daratan, lautan, pantai dan urban ekosisitem

terhadap perubahan iklim melalui pendekatan berbasis penilaian, khususnya sinergi antara mitigasi dan adaptaso serta co-benefit antar keduanya.

● Perubahan yang cepat untuk renewable energy landscape dan implikasinya untuk assessment opsi mitigasi dan co-benefit

● Peranan ocean pada global climate change, termasuk global energy balance dan siklus karbon, terkait dg dampak seperti ocean acidification, peningkatan muka air laut, ecosystem services, perlu diperhatikan pernyataan yang dikeluarkan oleh United Nations Decade of Ocean Science for Sustainable Development (2021-2030) oleh IOC-UNESCO.

● Kecepatan perubahan yang sedang berjalan dan yang terkini di Artic Region

● Analisa untuk global siklus karbon.

Page 37: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

37

(c) Parties diminta untuk submit pandangan mereka terkait hal tersebut untuk dialog riset yang akan dilakukan di SBSTA 50 dan submisi ke portal tanggal 15 Januari 2019.

(13) Impact of the implementation of response measures - Improved forum

and work programme: Joint agenda SBSTA48 agenda item 9(a) dan SBI48 agenda item 17(a) Hasil: lihat di atas bagian SBI48 (dokumen FCCC/SB/2018/L.4).

Page 38: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

38

IV. AGENDA DAN HASIL PERTEMUAN NON-PERSIDANGAN

4.1. Talanoa Dialogue

Salah satu keputusan the Twenty-third Session of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP23 UNFCCC) di Bonn, Jerman 2017 adalah diluncurkannya Talanoa Dialogue, suatu proses menginventarisir berbagai upaya kolektif terkait progress menuju tujuan global jangka panjang Paris Agreement dan untuk menginformasikan persiapan Nationally Determined Contributions (NDCs). Talanoa Dialogue terdiri dari preparatory phase, yang diselenggarakan sebagai mandated events pada BCCC (SBI48, SBSTA48, APA1.5) dan political phase yang akan diselenggarakan pada kesempatan COP24 di Katowice, Polandia. Talanoa Dialogue diselenggarakan dengan berpijak pada pertanyaan: (1) Where are we?, (2) Where do we want to go?, (3) How do we get there?. Pembukaan Talanoa Dialogue diselenggarakan pada 2 Mei 2018 oleh Sekretaris Eksekutif UNFCCC, Ms. Patricia Espinosa, dan dilanjutkan dengan intervensi dari High-level Climate Champion, Minister Ina Seruiratu dari Fiji yang menyampaikan kisah penggambaran kondisi yang dialami Fiji saat ini (where are we.) Selanjutnya penyampaian statement dari LDC Group, EIG, Umbrella Group, AOSIS, European Union, Turki, AILAC, India, dan 9 (sembilan) Konstituen, yakni YOUNGO (youth organizations), BINGOs (business and industry NGOs), Climate Action Network, Farmers Constituency, Indigenous Environmental Network, Local Governments and Municipal Authorities (LGMA) Constituency, RINGO (research community), TUNGO (trade union), Women and Gender Constituency. Dan diakhiri penyampaian kisah (stories telling) dari 4 (empat) panelist yaitu wakil IPCC, UNEP, Mahindra Group, dan Civil Society. PertemuanTalanoa Dialogue diselenggarakan pada hari Minggu, 6 Mei 2018, dengan diskusi bertujuan untuk menjawab tiga pertanyaan yaitu: 1) Where are we? (2) Where do we want to go?, (3) How do we get there?, melalui cara berbagi cerita, membangun empati dan kepercayaan, serta berbagi informasi mengenai praktek-praktek terbaik (untuk menghadapi perubahan iklim) yang telah dilakukan. Talanoa Dialogue diselenggarakan melalui diskusi 7 (tujuh) grup secara paralel, yaitu: Lakeba, Koro, Ba, Rakiraki, Tailevu, Kadavu, dan Bua. Setiap grup berisi sekitar 35 orang terdiri dari 20 perwakilan Negara Pihak UNFCCC (1 orang dari setiap Negara Pihak) dan 15 perwakilan Non-Party Stakeholder, dengan seorang fasilitator dan seorang rapportuer. Untuk mengaddress 3 pertanyaan utama, diskusi setiap grup terbagi ke dalam 3 sesi dimana masing-masing sesi (pertanyaan) diikuti oleh 5 NPS. Indonesia, diwakili oleh Head of Delegation, berpartisipasi pada grup Tailevu, duduk bersama dengan wakil dari 29 Party of UNFCCC (antara lain Amerika Serikat, Kamboja, Mexico, Italia, Lithuania, Saudi Arabia, dan Singapura), dan 15 NPS (antara lain CAN Canada, Greenpeace, African Farmer Union, CGIAR Research Program for Climate Change, Agriculture and Food Security/CCAFS, Vermont Law School, UNESCO dan UN-REDD). Fasilitator pada grup Tailevu yakni Ambassador Tui Cavuilati dan didampingi Mr. Ilisapeci Vakacegu selaku rapporteur. Adapun visualisasi

Page 39: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

39

jalannya diskusi grup Tailevu dapat diunduh pada tautan: https://attend-emea.broadcast.skype.com/en-US/. Pada kesempatan tersebut negara pihak diminta menyampaikan key points dari isi dokumen NDC-nya, kebijakan yang akan ditempuh dan program untuk mencapai visi masing-masing tantangan yang dihadapi, sedangkan Non Party Stakeholders (NPSs) menyampaikan kontribusi yang bisa dilakukan serta harapan kepada negara pihak. Hasil pembahasan dalam Talanoa Dialogue antara lain: dengan kondisi saat ini (komitmen kolektif melalui NDCs), secara global masih belum on-track untuk mencapai tujuan PA. Masih terdapat tantangan kurangnya pendanaan, kapasitas, dan teknologi. Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan mengatasi dampak perubahan iklim, diperlukan komitmen politis, kerangka regulasi yang jelas, kerja sama internasional dan kemitraan seluruh stakeholder, ilmu pengetahuan dan teknologi, pendanaan dan investasi. Hasil TD beserta submisi yang diterima dari para pihak akan disusun menjadi sebuah political paper yang akan menjadi bahan untuk Talanoa Dialogue pada COP 24. Penutupan Talanoa Dialogue dalam kesempatan BCCC 2018 diselenggarakan pada 9 Mei 2018, dimana Presiden COP23 (Fiji) menyampaikan pentingnya partisipasi para Menteri dalam Talanoa Dialogue di level politis pada COP24.

Sumber: IISD/ENB | Kiara Worth

Ketua DELRI pada Sesi Talanoa Dialogue (Grup Tailevu)

Page 40: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

40

4.2 Hasil Pertemuan Mandated Events and Workshops, dan Side Events Delegasi Republik Indonesia telah menghadiri sejumlah mandated events and workshop, dan side events antara lain:

4.2.1 Mandated Events and Workshops (1) Facilitative Sharing of Views (FSV) under International Consultation and

Analysis (ICA) process, sebagaimana SBI48 Agenda Item 2(c)

Perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hadir mewakili Delegasi Indonesia. FSV pada sesi SBI48 di Bonn menampilkan Chile dan Singapore untuk berbagi pengalaman dalam penyusunan Biennial Update Report (BUR). Chile memaparkan pengalamannya menyusun BUR II, kelembagaan untuk Inventory, MRV dan penyusunan BUR/NATCOM. Singapore memaparkan pengalamannya dalam menyusun BUR termasuk proses penyampaian data dan koordinasi yang dilakukan serta emisi GRK hasil inventori dtahun 2010 adalah sebesar 46,831.68 gigagram

CO2e. Selain itu, Singapore juga menyampaikan pledge untuk penurunan emisi pre-

2020 sebesar 16% di bawah BAU tahun 2020 yang dilengkapi dengan coverage and measures (power generation, waste and water, household, building, transport, dan industry). Aksi mitigasi yang paling dominan adalah sub sektor transportasi. (2) Technical Examination Process (TEP): Joint Agenda - SBI48 agenda item

2(d) dan SBSTA agenda item 2(d) (a) Technical Examination Process on Mitigation (TEP on Mitigation) by

Technical Expert Meeting (TEM) Sesuai mandat COP23, High Level Champions telah mengidentifikasi topik TEP-Mitigasi tahun 2018, yaitu Industry – implementation of circular economies and industrial waste reuse and prevention solutions. TEM dilaksanakan di SB-48 sebagai mandated event, untuk menanggapi key questions Talanoa Dialogue “Where are we?” dan “Where do we want to be?” dengan focus pembahasan mengenai innovations and best practices on waste-to-energy for reducing emissions and achieving the SDGs. Tanya-jawab berkisar pada potensi scale-up kegiatan-kegiatan dengan skala kecil yang dilakukan oleh masyarakat, dengan pendanaan yang bergantung pada dana project dengan periode yang relatif tidak panjang. Selain pertanyaan teknis yang mengelaborasi aspek applicability teknologi, teridentifikasi pula pentingnya aspek kebijakan baik di tataran nasional maupun sub-national. Session II dengan tema Policy options, technological innovations and best practices on circular economy, including elements of supply chain redesign. Saat ini telah dikembangkan konsep supply chain management (SCM) dan peran kunci yang dimainkannya sebagai sumber keunggulan kompetitif. SCM mengintegrasikan semua kegiatan dalam cakupan suatu project untuk mencapai tujuan dan yang membawa produk dekat dengan pembeli serta menciptakan kepuasan pelanggan. SCM juga menggabungkan isu-isu dari

Page 41: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

41

alur proses produksi misalnya di bidang manufaktur, transportasi, pembelian, dan pasokan fisik ke dalam suatu paket manajemen menyeluruh. Circular Economy dirancang sebagai model yang dapat dipergunakan untuk memperoleh perspektif baru tentang hubungan antara aliran sumber daya dan masalah ekonomi yang berbeda dengan model terbuka yang ada pada alur proses produksi. Diskusi interaktif mengidentifikasi bahwa pertanyaan kunci saat ini adalah cara untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip circular economy ke dalam sistem SCM. Beberapa studi kasus berdasarkan project atau kegiatan pembangunan, misalnya pengelolaan limbah di perkotaan, yang telah yang telah dan sedang dilakukan di beberapa negara (baik tingkat nasional, sub-nasional, maupun tingkat project), dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara keberlanjutan jangka panjang dan konsep sistem antar-organisasi yang sudah ada seperti SCM untuk menyatukan manfaat ekonomi dan lingkungan.

(b) Technical Examination Process on Adaptation (TEP on Adaptation)

TEP untuk isu adaptasi diselenggarakan atas kerjasama Adaptation Committee (AC), SBI dan SBSTA, pada tanggal 9-10 Mei 2018, dengan topik “Adaptation Planning for Vulnerable Groups, Communities and Ecosystem”. Pertemuan membahas berbagai pengalaman terkait proses adaptasi di tingkat komunitas baik dari aspek sosial-ekonomi, fisik dan fungsi jasa ekosistem (seperti mangrove) serta upaya upscaling (kendala dan tantangan) kedalam perencanaan adaptasi di tingkat nasional dan daerah dalam upaya menurunkan tingkat kerentanan dan risiko serta dampak perubahan iklim sejalan dengan mandat Paris Agreement dan Sendai Framework.

Disamping itu dipaparkan juga pengalaman pemanfaatan teknologi adaptasi dari beberapa kota dengan isu perubahan iklim yang berbeda-beda. Ketua Delegasi Indonesia menyampaikan paparan dalam sesi diskusi mengenai pengalaman Kota Jakarta dalam pengembangan teknologi adaptasi terkait risiko banjir. Pelajaran penting lainnya bahwa keberhasilan perencanaan dan implementasi adaptasi sangat ditentukan oleh beberapa aspek seperti komitmen yang tinggi dari semua pihak, didukung dengan regulasi yang dirancang dengan mempertimbangkan basis ilmiah yang berkualitas, terukur dan berdimensi jangka panjang (jangka waktu ratusan tahun) dengan proses evaluasi berkala dan governance diperkuat oleh proses komunikasi dengan komunitas dan politikus serta komitmen pendanaan Pemerintah serta pelibatan investor sehingga menghasilkan program yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi semua pihak dari aspek pencegahan risiko dan dampak perubahan iklim dengan tetap memperhatikan aspek kesejahteraan sosial, ekonomi dan perlindungan lingkungan.

(3) Suva Expert Dialogue (Loss and Damage/LnD), sebagaimana SBI48

Agenda Item 2(d) Hadir pada event ini adalah perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dialog pakar dilaksanakan dengan tujuan untuk menggali

Page 42: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

42

informasi, masukan dan pandangan mengenai upaya untuk memfasilitasi mobilisasi dan terjaganya keahlian, dan peningkatan dukungan termasuk pendanaan, teknologi dan pengembangan kapasitas untuk mencegah, meminimalkan dan menangani loss and damage terkait dampak negatif perubahan iklim, termasuk cuaca ekstrim dan slow onset events. Dialog pakar dilaksanakan pada tanggal 2-3 Mei 2018 dengan arahan SBI Chair dan Executive Committee of the Warsaw International Mechanism for Loss and Damage.

Topik yang dibahas dalam dialog mencakup Risk Assessment, Risk Transfer, Risk Reduction, dan Risk Retention. Selain itu telah dilaksanakan juga dialog dengan para pakar untuk menjawab pertanyaan terkait dengan ketersediaan instrumen, rancangan dan implementasi pendekatan dalam menangani isu LnD, kendala dan tantangan yang dihadapi, peluang untuk memperluas berbagai pendekatan dan instrumen, sumber-sumber dukungan, organisasi yang dapat mendukung implementasi, serta cross-cutting issues lainnya yang dapat memfasilitasi aksi LnD. Hasil dialog menunjukkan masih adanya pemahaman yang berbeda antara risk assessment terkait disaster dan climate change risk assessment.

(4) The 2nd Meeting of the Paris Committee on Capacity-building (PCCB), 3 – 5 Mei 2018, sebagaimana SBI48 Agenda Item 2(d) Dalam pertemuan ke-2 PCCB, Indonesia diwakili oleh Dr. Mahawan Karuniasa selaku anggota PCCB sebagai perwakilan Kawasan Asia PAsifik. Berikut ringkasan hasil pertemuan: (a) Pemilihan Co-Chairs Mei Tahun 2018-Mei 2019

Nominasi calon Co-Chair dari negara berkembang dan dari negara maju dan pemilihannya dilakukan langsung oleh anggota. Namun nominasi juga dilakukan melalui komunikasi informal dalam intersessional works sebelum pelaksanaan PCCB Meeting 2. Co-Chair terpilih untuk bulan Mei 2018-Mei 2019 yaitu: ● Marzena Chodor untuk negara maju (Polandia) ● Rita Mishaan untuk negera berkembang (Guatemala) Pengorganisasian Pertemuan: Menyepakati mengundang operating entities of the Mechanism and the constitutes body established under the Convention yaitu The Global Environment Facility; The Green Climate Fund; The Adaptation Committee; The Least Development Counties Expert Group; The Standing Committee on Finance; The Technology Executive Committee.

(b) Working Group of PCCB

Pada pertemuan 2nd PCCB 2, operating entities of the Mechanism and the constitutes body established under the Convention, PCCB membentuk working group untuk memperkuat kerja PCCB melalui implementasi rolling workplan sesuai dengan bidang WG yaitu: Working Group 1 on the linkages with existing bodies under the Convention; Working Group 2 on cross-

Page 43: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

43

cutting issues; Working Group 3 on enhancing the web-based capacity-building portal; Working Group 4 identifying capacity gaps and needs.

(c) Keterkaitan 7th Durban Forum dengan PCCB: Sharing pengalaman antar Parties dalam melakukan sinergi dengan badan lain dibawah Konvensi terkait kegiatan capacity-building, sesuai dengan salah satu mandate PCCB. Anggota PCCB Indonesia dan anggota Negara lain menyampaikan pengalamannya komitmen capacity building untuk implementasi NDC yang diperlukan stakeholder engegement jangka panjang dari berbagai stakeholder. Anggota Negara lain menyampaikan cross cutting issues hak asasi manusia, gender dan indigenous people.

(d) Perkembangan Implementasi Rolling Workplan 2017-2019 Tindak lanjut dari implementasi rolling workplan 2017-2019 sesuai dengan pengembangan kapasitas global: Mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam maupun diluar konvesi untuk mendukung terlaksananya rolling workplan 2017-2019; Membuka kemitraan dengan kelompok pakar untuk mendukung kinerja Working Group lebih operasional, khususnya pelaksanaan capacity gaps and needs assessment; PCCB juga akan mengembangkan kemitraan dengan Marrakech Partnership untuk mendukung agenda PCCB; PCCB akan memberikan perhatian pada isu loss and damage; Indonesia menjadi salah satu pilot countries agenda capacity-building (voluntary basis).

(e) Focus Area atau Tema PCCB 2019 PCCB menyepakati bahwa focus area atau tema PCCB tahun 2019 adalah sama dengan tahun 2018 yaitu: Capacity-building activities for the implementation of nationally determined contributions in the context of the Paris Agreement.

(f) Annual Technical Progress Report 2018 Annual Technical Progress Report PCCB tahun 2018 akan memberikan rekomendasi untuk COP 24 yang akan dilaksanakan pada bulan Desember 2018 di Kotawice, Polandia: Mendorong para pihak baik badan dibawah maupun diluar Konvensi untuk meningkatkan dukungan sumberdayanya untuk pelaksanaan kinerja PCCB; Mendorong para pihak baik badan dibawah maupun diluar Konvensi untuk meberikan dukungannya kepada negara berkembang dalam pelaksanaan capacity gaps and needs assessment serta upaya untuk untuk meningkatkannya.

(g) Penutupan 2nd PCCB Meeting Beberapa hal penting dalam PCCB closing Meeting yang hadiri Executive Secretary UNFCCC, Patricia Espinoza: Isu kapasitas adalah isu substansial untuk pencapaian upaya penanganan perubahan iklim global; Sekretariat UNFCCC memastikan akan terus memberikan dukungan kepada kerja PCCB; Sumberdaya saat ini memang menjadi isu penting di UNFCCC; Kewenangan adalah isu pentiing dalam institutional arrangement atau tata kelola implementasi NDC di tingkat nasional, demikian juga political will dari para pemimpin politik.

Page 44: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

44

(h) Agenda Tindak Lanjut PCCB The 3rd PCCB Meeting Tahun 2019; Capacity Building Day Event di COP 24; Tentative collaboration agenda dengan pihak potensial, antara lain untuk tingkat region di luar COP dan PCCB Meeting.

(5) The 6th Dialogue of Action for Climate Empowerment (ACE): Public Participation, Public Awareness, Public Access to Information and International Cooperation on these matters, 8 Mei 2018, sebagaimana SBI48 Agenda Item 2(d) Kehadiran Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kemenko. Kemaritiman, dan KLHK. Pertemuan dibuka oleh Ms. Patricia Espinosa, UNFCCC Executive Secretary, HE Mr. Frank Bainimarama, President COP 23, dan Mr. Emanuel Dlamini, Chair of the SBI. Dalam sambutannya, Ms. Espinosa menekankan pentingnya isu memberdayakan kaum perempuan di dalam krisis perubahan iklim. Mr. Bainimarama menekankan pentingnya dialog yang mempersatukan perbedaan dalam mengatasi Climate Change melalui spirit Talanoa Dialogue. Itulah sebabnya mereka menamakan dialog itu dengan nama Talonoa Dialogue yang artinya: One world, One people. Sementara Mr. Dlamini berpendapat kesadaran setiap anggota masyarakat mengenai krisis perubahan iklim ini merupakan tanggungjawab bersama. Dialog kali ini memfokuskan pada gender and youth, yakni memastikan bahwa solusi tentang isu Climate Change (CC) adalah gender-just karena perempuan adalah pilar utama bagi food security. Dialog terdiri dari sesi paparan dan sesi diskusi working group.Dalam sesi paparan, salah satunya disampaikan mengenai Lessons learned on raising awareness abd communicating climate change, yang diwakili oleh Climate Outreach (CSO). Dalam sesi working group, dibagi ke dalam 4 WG dengan masing-masing WG mendapatkan guiding question yakni: (a) Remote or Marginalized People WG: How can we ensure that we reach even remote or marginalized people dan communities when raising awareness on climate change?, (b) Gender WG: How can we raise awareness on the interlinkages between gender and climate change in local communities?, (c) Technology WG: How can we use technology (e.g. social media, internet, radio) to expand the reach of information on climate change and its impacts and solutions, taking into account differences in access and use by men, women, boys and girls?, (d) International Cooperation WG: How can international cooperation raise public awareness and mobilize climate action?

(6) In-Forum Training Workshop on Economic Modelling (Response

Measure), 30 April – 1 Mei 2018, Joint Agenda - SBI48 agenda item 2(d) dan SBSTA agenda item 2(d) Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Pembahasan dalam workshop meliputi model ekonomi yang telah dikembangkan dan digunakan, dampak terhadap tenaga kerja, sosial dan ekonomi akibat kebijakan mitigasi perubahan iklim. Penggunaan model

Page 45: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

45

ekonomi untuk membantu Pemerintah dalam pengembangan kebijakan tepat terutama dalam diversifikasi ekonomi dan penciptaan lapangan kerja hijau.

(7) In-Session Workshop on Action for Climate Empowerment (ACE) under

the Paris Agreement, 1 Mei 2018, sebagaimana SBI48 Agenda Item 2(d) Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. ACE Workshop on Capacity Building, sebagai program untuk sharing pengalaman tentang Implementasi artikel 6 under the Convention dan artikel 12 under Paris Agreement: suatu program penguatan implementasi dan dukungan terhadap Paris Agreement khususnya untuk dukungan terhadap artikel 6 dan 12 under Convention dan Paris Agreement. Secara substansial merupakan pertukaran pengalaman, informasi dan pengembangan kapasitas di tingkat international, nasional dan sub nasional dan berbagai tingkat yang berbeda, dan merupakan salah satu mekanisme pengembangan edukasi masyarakat di Talanoa Dialogue (Action for Climate Empowerment Dialogue)

(8) In-Session Workshop on Gender (Gender and Climate Change)

sebagaimana SBI48 Agenda Item 2(d) (a) In-Session Workshop on Gender Part I, 2 Mei 2018

Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA. In-session workshop ini dilaksanakan sebagai 45 mandat dari hasil persidangan SBI-47 (Decision 3/CP.23) yang bertujuan untuk menfasilitasi pertukaran informasi, pembelajaran dan praktik-praktik baik terkait penyediaan data terpilah menurut jenis kelamin dan analisis gender, anggaran yang responsive gender (ARG) dan mekanisme pelembagaannya sebagai bagian dari aktivitas E1 Rencana Aksi Gender bidang prioritas monitoring dan evaluasi. Workshop ini adalah Bagian 1 dari workshop yang disiapkan untuk membahas bidang prioritas E1 dari rencana aksi gender yang telah disepakati dalam SBI-47.

(b) In session workshop on gender and climate change Part II, 9 Mei 2018 Delegasi Indonesia diwakili oleh KPPPA dan Kemenko Kemaritiman. Hasil Pertemuan: ● Membahas tentang perencanaan, kebijakan dan kemajuan dalam

memperkuat keseimbangan gender. ● Mengetengahkan kesetaraan gender melalui kepemimpinan dan

partisipasi. ● Menyuarakan kepentingan kaum perempuan di forum internasional dan

di badan-badan internasional. ● Menyuarakan sejauh mana kaum perempuan bisa berperan dalam

pengambilan keputusan baik pada tingkat rumah tangga hingga tingkat nasional.

(9) Climate Finance: Long-term Climate Finance Workshop, 7 – 8 Mei 2018 Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kantor UKP-PPI. In Session Workshop on Long term Climate Finance – in 2018, Bagian I: Pertemuan bertujuan sharing Experiences and Lesson learnt from articulating and translating needs identified in country-

Page 46: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

46

driven processess into projects and programmes. Narasumber yang memberikan paparan dalam pertemuan tersebut adalah: Oliver Schmoll (Programme Manager Water Climate WHO), Wayne King (Director, Climate Change cook island, Dr Diarmid Campbell Lendrum (Team leader Climate Change and health Geneva) dan Tiffany Hodgson (Programme Officer UNFCCC Secretariat Adaptation.

4.2.2 Side Events

(1) Future of the Voluntary Carbon Markets in the Light of the Paris Agreement: Perspectives for Soil Carbon Projects. Pemerintah Jerman bekerjasama dengan Universitas dan lembaga penelitian di Eropa sedang melakukan analisis tentang masa depan voluntary carbon market dalam konteks implementasi Paris Agreement. Objek analisis adalah peatland dengan pertimbangan peran penting global peatlands dalam pencapaian target Paris Agreements, yang sampai saat ini belum mendapatkan insentif yang cukup untuk pelestariannya. Ketua Delegasi Indonesia diundang sebagai salah satu pembicara bersama Prof. Dr. Hans Joosten dan Dr. Moritz von Unger. Indonesia diundang untuk merespon/memberikan inpuit terhadap hasil antara analisis tersebut, setelah presentasi Prof. Dr. Hans Joosten tentang “The Paris Agreement and the Role of Peatlands; dan presentasi dari Dr. Moritz von Unger tentang Voluntary Climate Standards (VCS) and Soil Carbon emissions: A Comparative Analysis. Pandangan Indonesia dikaitkan dengan komitmen di bawah Paris Agreement melalui NDC, komitmen conditional dan unconditional, serta opportunity and challenges untuk implementasinya dalam konteks NDC dan Paris Agreement (mis. Article 6).

(2) Side Event FAO: ‘Koronivia for Climate Action: Raising Ambition through

Agricultural Sector’. Delegasi Indonesia dalam kesempatan ini diwakili oleh perwakilan Kementerian Pertanian, atas undangan FAO, menyampaikan presentasi mengenai submisi Indonesia yang merupakan paket program pertanian yang applicable dan dapat mendukung sustainable agriculture, poverty eradication dan farmer welfare. Indonesia juga menawarkan adanya kerjasama yang konstruktif untuk menerapkan program baik melalui tukar menukar pengalaman juga expertise yang tersedia. Selain Indonesia, Brasil, Malawi, New Zealand dan Uni Eropa membagi pengalaman tentang submisi dan pandangan mengenai Koronivia Joint Work Program.

(3) Multilevel Climate Governance: Cities and Regions Talanoa Dialogues

Delegasi Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Direktur Adapatasi Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, atas undangan ICLEI menyampaikan presentasi tentang strategi pelaksanaan adaptasi di Indonesia termasuk pengalaman dalam membangun NDC sector adaptasi. Selain itu Indonesia juga memperkenalkan tentang Information System of Vulnerability Data Index (Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan/SIDIK) serta Permen LHK dan Perdirjen PPI terkait adaptasi terutama Program Kampung Iklim (PROKLIM). Dalam kesempatan ini, Indonesia menggarisbawahi peran Pemerintah daerah terutama dalam menjalankan PROKLIM. Sebagai penutup, wakil Indonesia menekankan bahwa komitmen dari local government sangat penting dan harus

Page 47: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

47

bekerjasama dengan pemangku kepentingan untuk keberlanjutan dari program adaptasi.

(4) The 3rd Ecosystem Based Adaptation Knowledge Day Delegasi Indonesia diwakili oleh Direktur Adaptasi Perubahan Iklim menghadiri workshop mengenai Ecosystem Base Adaptaion (EbA) yang diselenggarakan oleh GIZ dan menjadi salah satu panelis pada sesi dengan tema “Entry Points & stakeholder alliances for strengthening EbA implementation and upscaling – a country / implementer perspective”. Pada kesempatan tersebut telah disampaikan pengalaman Indonesia dalam mengembangkan EbA dan memberikan masukan sebagai wakil instansi permerintah mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk upscalling pilot project. Disampaikan juga kepada peserta workshop bahwa untuk membangun ketahanan iklim Indonesia harus menjaga dan mempertahankan jasa lingkungan (environmental services), sebagaimana tercantum dalam dokumen NDC Indonesia, dengan menerapkan pendekatan berbasis lahan yang berkelanjutan dalam mengelola ekosistem darat, pesisir dan laut.

(5) Side Event The Energy and Resources Institute (TERI): ‘Scaling Up Climate

Finance towards Indonesia NDC Implementation’. Delegasi Indonesia dalam hal ini diwakili oleh perwakilan Direktorat Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional, KLHK menyampaiakan presentasi tentang Scaling Up Climate Finance towards Indonesia NDC Implementation atas undangan dari TERI. Dalam kesempatan ini, wakil Indonesia menjelaskan tentang isi Nationally Determined Countibution dan pembiayaan pemerintah yang tersedia serta gap yang dibutuhkan untuk implememtasikannya. Selaian itu, DELRI juga menjelaskan tentang Badan Layanan Umum yang didalamnya juga mempersiapkan pendanaan iklim. Dalam side event ini, dilakukan beebagi pengalaman oleh Indonesia, India dan Argentina sehingga memperoleh perbandingan kesiapan pendanaan di masing-masing negara.

(6) Human Rights and Climate Change Dinner at SB48, 2 Mei 2018 Delegasi Indonesia diundang oleh UNHR OHCR sebagai salah satu peserta dinner discussion, dan diwakili oleh perwakilan Kementerian Luar Negeri. Pertemuan dilaksanakan dalam bentuk working dinner dengan pembagian 9 (sembilan) kelompok secara acak. Diskusi dilakukan secara informal dengan pembahasan mengenai kaitan Human Rights and Climate Change (HRCC) mengingat isu ini hanya diangkat pada Preamble Paris Agreement, sehingga dirasakan perlu untuk membahas hal ini dari perspektif para Pihak. Para Pihak yang diwakili oleh peserta yang hadir memandang secara umum bahwa secara prinsip upaya pemenuhan komitmen dalam Paris Agreement akan secara langsung mengamankan hak-hak asasi manusia. Selain itu para Pihak khususnya Indonesia berpandangan bahwa meskipun terdapat perbedaan pandang mengenai definisi hak asasi manusia antara para Pihak, Paris Agreement tidak menciptakan kewajiban baru (no new obligations other than the existing). Terkait dengan ambisi, para Pihak sepakat bahwa peningkatan ambisi akan berdampak langsung pada pemenuhan hak asasi manusia. Dalam kaitannya dengan pembiayaan, perbedaan pengaturan hak asasi manusia pada negara tertentu seharusnya tidak menjadi barrier dalam akses mendapatkan climate

Page 48: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

48

projects. Isu HRCC sebaiknya dapat menjadi co-benefit dengan isu Sustainable Development Goal sehingga climate projects dapat memiliki cakupan luas dalam pelaksanaannya. DELRI memahami bahwa acara ini khusus diadakan untuk melakukan soft approach kepada Pihak yang hadir terhadap ide untuk menempatkan focal points on human rights pada Sekretariat UNFCCC melalui mekanisme sponsorhip (pembiayaan dari para Pihak). Indonesia perlu menyikapi berbagai pendekatan terhadap isu HRCC secara holistik karena adanya pembahasan pada tiap WG yang secara langsung menyentuh aspek HRCC, meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit.

(7) GCF: Update – 2018 Progress in supporting low emission and climate

resillient development: Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kantor UKP-PPI. Pertemuan dikemas dalam bentuk diskusi panel dengan pembicara yaitu Howard Bamsey (Executive Director), Paul Oquist dan Lennard Bage (Co-chair of the Board), Clifford Polycarp (Deputy director), Carolina Fuentes (Secretary of the Director). Pada kesempatan tersebut GCF menginformasikan/ memaparkan mengenai perkembangan terkini terkait upaya GCF dalam mendukung upaya pengurangan emisi dan mengembangkan ketahanan iklim dunia. Secara spesifik, GCF menginformasikan hal-hal sebagai berikut: a. GCF memiliki 76 proyek dengan jumlah dana 3.74 milyar dollar dengan

komposisi distribusi dana berdasarkan regional, jenis kegiatan, dan instrumen;

b. Terkait dengan kesiapan maka telah ditetapkan 4 area dukungan yaitu: NDA Strengthening, strategic framework, support for direct acces entities dengan pendanaan sampai dengan 1 juta dollar per negara per tahun, serta adaptation planning processes dengan pendanaan sampai dengan 3 juta dollar per negara;

c. Sampai dengan saat ini total dukungan pendanaan sebesar 90.3 juta dollar sudah disetujui untuk 94 negara.

(8) Brighter Green, Inc., UCRP. Eating for the Climate: Solutions for Climate

Action, Public Health & Accelerating Medicine Partnership; Land Use Optimization Regions Talanoa Dialogues Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Kesehatan. Pertemuan dikemas dalam bentuk diskusi panel dengan pembicara yaitu Caroline (Perwakilan Brighter Green), Marie (Perwakilan Nordic Council of Minister), Erin (Perwakilan John Hopkins director), Christina Tirado (Perwakilan LMULA). Pada kesempatan tersebut masing-masing perwakilan memaparkan berbagai hal tentang solusi yang dibutuhkan terkait dengan Kesehatan Masyarakat dan Optimalisasi penggunaan lahan dan peternakan dalam kaitannya dengan adaptasi perubahan iklim. Brighter Green memberikan input kepada proses lanjutan Talanoa Dialogue utamanya kepada beberapa pekerjaan penting agar dapat dilakukan dengan lebih ambisius. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam public health kaitannya dengan perubahan iklim:

Page 49: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

49

(i) Sistem pangan yang adil dan berkelanjutan; (ii) Upaya mengurangi efek GRK dan penyelenggaraan keamanan pangan; (iii) Kebijakan alternatif pola konsumsi dan produksi pangan masyarakat,

terutama untuk mengurangi konsumsi produk hewani; (iv) Peningkatan kerjasama civil society dengan pemerintah yang berbasis riset; (v) Laporan WHO (Data tahun 2014) penyakit yang timbul akibat perubahan

iklim sebagaimana berikut: penyakit yang dikarenakan pola diet dan obesitas seperti Heat, tunting, Diare, Malaria, Dengue (laporan WHO, 2014);

(vi) Anggaran adaptasi perubahan iklim dalam bidang kesehatan hanya <1.5% anggaran untuk adaptasi (laporan WHO, 2014).

(9) Workshop The Tipping Point Negotiations, diselenggarakan oleh Purdue

University, Utrecht University, Glasgow Caledonian University dan the University of Exeter Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Workshop dimaksudkan sebagai exercise negosiasi iklim yang merefleksikan logika Paris Agreement. Dalam exercise ini para peserta melakukan simulasi proses negosiasi terkait Paris Agreement (termasuk diantaranya submisi NDC), dalam rangka mencapai target global penurunan emisi dan peningkatan resiliensi iklim. Exercise yang dilakukan mencakup dua issues, yaitu: “climate tipping points”, dan “global temperature goals” (khususnya 1.5C), dimana para peserta melakukan observasi dan eksplorasi terhadap dampak-dampak di masa depan dan implikasi dari NDC yang telah disubmit, dengan proyeksi menuju abad ke-22. Simulasi dilakukan dengan menggunakan permainan berbasis komputer dengan metode yang interaktif. Metode simulasi ini dapat ditiru/dimanfaatkan sebagai salah satu cara untuk aware raising berbagai stakeholders terkait penanganan isu perubahan iklim di Indonesia.

(10) New Approaches to Gender Analysis to Support Gender Responsive National

Climate Policy by the German Environment Agency (GEA) Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kemenko Kemaritiman. Hasil pertemuan: a. Gender Impact Assessment (GIA) merupakan instrument untuk melacak

sejauh mana peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat menghambat partisipasi perempuan dalam kegiatan di ranah publik.

b. GIA sebagai instrument untuk menjembatani (for bridging) gap antara yang seharusnya (berlaku) dan yang tidak diberlakukan.

c. Apabila hal-hal negatif yang ditemukan pada gender inequality, maka design dan rencana kebijakan akan disusun ulang yang hasilnya adalah gender equality.

d. Ekpektasi sosial yang berbeda, peran dalam masyarakat dan struktur kekuasaan (power) karena perbedaan biologis, bisa dianalisis melalui instrument GIA

e. GIA bisa diterapkan di Indonesia untuk analisis kebijakan-kebijakan program-program yang tidak pro gender.

(11) Ocean Pathways Talanoa Dialogue

Delegasi Indonesia diwakili oleh perwakilan Kemenko. Kemaritiman. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari inisiatif The Ocean Pathway: Towards an Ocean

Page 50: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

50

Inclusive UNFCCC Process yang diluncurkan pada COP23. Pertemuan ini menghasilkan beberapa poin sebagai berikut: a. Advokasi dan dukungan aktif dalam negosiasi UNFCCC untuk implementasi

tujuan dan kegiatan Ocean Pathway, b. Kepemimpinan untuk komitmen kelautan yang kuat dalam NDCs, kebijakan

dan aksi perubahan iklim di level internasional dan domestik pada prioritas yang ada,

c. Kapasitas ilmiah dan teknis, in-kind ataupun dukungan lainnya yang diberikan untuk Ocean Pathway.

Tindak Lanjut: a. Proses Friends of the Ocean yang informal: The Ocean Pathway Partnership

(dengan platform laut dan kemitraan yang ada) untuk menyelenggarakan pertemuan rutin bagi para pihak di sela-sela Konferensi dan acara utama UNFCCC untuk pembaruan, diskusi dan untuk merencanakan aksi mendatang, yang dimulai di Bangkok September 2018,

b. Untuk memulai proses Ocean and Climate Talanoa Dialogue di tingkat regional dan di pertemuan-pertemuan Ocean and Climate Change mendatang. Ini akan dimulai dengan Juli acara Climate Action Pacific Partnership di Juli 2018 dan termasuk acara di San Francisco (California Summit), Bali (Our Ocean Conference) dan New York;

c. Untuk memberikan update rutin kepada anggota yang tertarik mengembangkan dokumen strategi dan pertemuan-pertemuan mendatang.

Page 51: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

51

DOKUMENTASI PARTISIPASI INDONESIA PADA SESI NON PERSIDANGAN

\

DELRI selaku Perwakilan Asia Pasifik sebagai Anggota PCCB 2017 – 2019 pada

The 2nd Meeting of PCCB

Sumber: IISD/ENB | Kiara Worth

Intervensi Deputi Kesetaraan Gender (KPPPA) pada Pertemuan 6th Dialogue on ACE dengan Fokus Gender and Youth, 8 Mei 2018

Page 52: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

52

Dr. Bess Tiesnamurti (Kementerian Pertanian) sebagai Pembicara pada Side Event FAO: Koronivia for Climate Action

Ketua DELRI pada PertemuanTechnical Expert Meeting - Adaptation

Kasubdit Sumberdaya Pendanaan (KLHK) sebagai Pembicara pada Side Event The Energy and Resources Institute (TERI)

Page 53: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

53

Sebagian DELRI Kelompok Isu Gender pada Pertemuan 6th Dialogue on ACE dengan Fokus Gender and Youth, 8 Mei 2018

Ketua DELRI sebagai Pembicara pada Workshop Discussion “Future of the Voluntary Carbon Markets in the Lights of PA”

Page 54: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

54

V. PERTEMUAN BILATERAL Dalam sela-sela menghadiri sesi perundingan BCCC 2018, Ketua Delegasi melakukan serangkaian pertemuan bilateral. Selain itu beberapa lead negotiator dan anggota DELRI telah mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan presentasi pada beberapa side event di BCCC.

5.1. Pertemuan Bilateral Ketua Delegasi RI 5.1.1 Pertemuan dengan Ketua Delegasi Australia Pertemuan Indonesia dan Australia bertujuan untuk saling bertukar pandangan terkait progres negosiasi dan peluang kerjasama Indonesia-Australia. Pada kesempatan ini Delegasi Australia dipimpin oleh Mr. Patrick Suckling, Ambassador for the Environmental and Climate Change) dan Delegasi RI dipimpin oleh Dr. Nur Masripatin selaku Ketua DELRI. Pada pertemuan tersebut, pihak Australia menyampaikan: a. Update terkait kerjasama Indonesia-Australia di bidang lingkungan dan

kehutanan, diantaranya: (i) rencana penyelenggaraan international conference terkait ‘Our Ocean’ tahun 2018 di Indonesia; (ii) kerjasama bidang MRV dan REDD+, termasuk Training tentang REDD+ di Australia; serta Training Junior Negosiator untuk Perempuan di tingkat ASEAN. Pada kesempatan tersebut Australia juga menawarkan investasi untuk clean energy serta training dan workshop untuk negosiator.

b. Menyampaikan apresiasinya terhadap kesuksesan penyelenggaraan 3rd Asia-Pacific Rainforest Summit (APRS) dan mengharapkan pendekatan kerjasama tersebut juga dilakukan pada pemyelenggaraan International Conference on Our Ocean mendatang.

c. Menyampaikan apresiasi Indonesia yang berani menyuarakan posisi/ kepentingannya sebagai individual country party dalam setiap kesempatan dan tidak selalu bergantung dengan posisi grup (dalam hal ini Grup G-77 dan China).

d. Ingin mengetahui pandangan Indonesia terkait dengan accounting finance yang selama ini dijadikan oleh negara berkembang untuk menghambat proses perundingan. Beberapa isu negoasiasi yang diangkat oleh Australia antara lain: MPG Transparency Framework dan finance. Australia mengeluhkan beberapa negara berkembang yang sebenarnya sudah maju/mampu tetapi menggunakan isu diferensiasi yang tidak sejalan dengan PA untuk menghambat negosiasi Transparency Framework. Tentang finance Australia mengeluhkan terhadap beberapa negara di atas yang juga menghambat proses negosiasi termasuk dengan mempersoalkan metode accounting finance yg dianggap tidak kredibel.

e. Australia berencana akan mengunjuni Indonesia pada akhir Juni setelah Idul Fitri 2018 untuk membicarakan rencana kerjasama bilateral.

Sebagai tanggapan Ketua DELRI menyampaikan hal-hal sebagai berikut: a. Menyambut baik hubungan bilateral Australia dan Indonesia di bidang

lingkungan dan kehutanan terjadi sejak lama dan menghasilkan pembelajaran

Page 55: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

55

yang positif dikedua belah pihak serta menyepakati untuk melanjutkan kerjasama.

b. Menyambut baik kemungkinan pelaksanaan training for negosiator namun tidak dibatasi untuk anak muda dan perempuan tapi juga para negosiator DELRI dan ASEAN. Di samping itu, perlu juga dilakukan pertemuan antara negosiator negara maju dan negara berkembang agar kedua belah pihak dapat saling memahami posisi masing-masing. Hal ini akan dikomunikasikan lebih lanjut untuk perencanaan waktu pelaksanaan.

c. Menyampaikan bahwa Australia dan Indonesia memiliki pandangan yg sama tentang MPG transparency framework dan dalam menginterpretasikan diferensiasi (CBDR-RC). Terkait finance Indonesia menyampaikan bahwa diperlukan komunikasi yang membangun kepercayaan (trust) antara negara maju dan negara berkembang dan memberikan rasa confident bagi negara berkembang.

5.1.2 Pertemuan dengan Climate-Land Action-Rights Alliance (CLARA) Pertemuan dengan perwakilan CLARA bertujuan untuk mendengar pandangan dari para Negara (baik negara maju maupun negara berkembang) mengenai hasil perundingan UNFCCC, khususnya mengenai change of ideas terkait Land Climate Action. CLARA merupakan konsorsium beberapa NGO, yang pada kesempatan ini diwakili oleh International Forests and Climate Program, Market for Change dan KKI-Warsi. Pertemuan dimulai dengan penyampaian tujuan bilateral meeting oleh perwakilan CLARA, yang terdiri dari beberapa poin utama di antaranya isu mengenai: Rigths; Equity; Ecosystem integrity; Environmental integrity; Not carbon neutral; Transparency; dan juga enhancing carbon stocks. Pada pertemuan tersebut Delegasi RI dipimpin oleh Dr. Nur Masripatin, menyampaikan bahwa ada beberapa tantangan dalam di Indonesia mengenai isu terkait land based approach diantaranya: 1) Harmonisasi prinsip-prinsip kelestarian dalam kerangka pembagian kewenangan pusat-daerah, serta antar sektor; 2) Pengakuan dan pemberian akses kepada masyarakat hokum adat untuk dapat mengelola hutan; 3) Kebijakan pemerintah untuk mengembangkan green/ clean energy dan bagaimana Indonesia merespon isu-isu terkait dengan CORSIA, ICAO dan IMO; 4) Terkait dengan Transparency Framework dan reporting, Indonesia telah memasukkan REDD+ sebagai bagian dari NDCnya, sehingga isu removals tidak dapat dipisahkan dengan emisi dan pelaporannya. Disamping itu, Indonesia juga memandang bahwa restotasi lahan gambut merupakan bagian dari menjaga ecosystem integrity; 5) Terkait dengan guidance of NDC, Indonesia berpandangan bahwa diferensiasi masih diperlukan untuk negara berkembang, namun demikian perlu ada common feature yang disepakati agar memudahkan pengukuran pencapaian upaya kolektif di tingkat global; 6) Terkait isu market dan non-market dalam NDC, Indonesia pada posisi tidak sepenuhnya menutup kemungkinan akan pendekatan market, namun demikian Indoensia masih mengutamakan pencapaian target NDC.

Page 56: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

56

5.1.3 Pertemuan dengan International Trade Union Confederation (ITUC) Pertemuan diselenggarakan pada 7 Mei 2018, untuk memenuhi permintaan dari International Trade Union Confederation (ITUC), dengan kehadiran Ms. Alison Tate - Director of Economic and Social Policy of ITUC dan Mr. Bert de Wel - Climate Policy Officer - ITUC and Senior Advisor - Just Transition Centre. Sementara HoD Indonesia didampingi oleh Direktur Pembangunan, Ekonomi, dan Lingkungan Hidup, Kementerian Luar Negeri. Ms. Tate menyampaikan maksud pertemuaan bahwa: (a) ITUC memiliki inisiasi untuk menyampaikan The Katowice Ministerial Declaration on Just Transition and Decent Work pada kesempatan COP24 di bulan Desember 2018, di Katowice, Polandia; (b) mendapatkan respon positif dari Party UNFCCC melalui Kementerian sebagai focal point di negara masing-masing, untuk mendapatkan semacam persetujuan dari Pemerintah nasional melalui diskusi dengan wakil Pemerintah langsung Selain itu, pihak ITUC juga menyampaikan dasar pertimbangan diadakannya Deklarasi Menteri adalah bahwa kebijakan mitigasi perubahan iklim yang menuju ke pembangunan rendah emisi memiliki serangkaian impact pada sektor ekonomi antara lain meliputi perubahan jenis kerja yang akan dialami oleh tenaga kerja, pola konsumsi dan gaya hidup. Sebagaimana dinyatakan dalam the “Shared vision for long-term cooperative action”, as presented in Decision 1/ CP.16, requires that “addressing climate change requires a paradigm shift towards building a low-carbon society that offers substantial opportunities and ensures continued high growth and sustainable development, based on innovative technologies and more sustainable production and consumption and lifestyles, while ensuring a just transition of the workforce that creates decent work and quality jobs’’. Lebih jauh pihak ITUC menyatakan bahwa dengan adanya Deklarasi Menteri tersebut tidak akan menciptakan hal baru (dalam negosiasi) namun lebih pada memperkuat Paris Agreement. Dengan deklarasi tersebut untuk salah satu target yang diharapkan adalah formalizing informal work.

Tanggapan Delegasi RI: a. KLHK akan menyampaikan inisiasi Deklarasi Menteri tersebut kepada

Kementerian/Lembaga yang kompeten melalui prosedur sebagaimana yang berlaku. Dengan diharapkan bahwa Kementerian/Lembaga tersebut dapat lebh lanjut mengkoodinasikannya dengan ILO terkait dengan isu ketenagakerjaan.

b. Secara lebih mendasar, pihak Indonesia mengharapkan bahwa Deklarasi tersebut tidak menimbulkan pengaruh / tidak berimplikasi terhadap NDC masing-masing negara, dan lebih diharapkan untuk mendukung implementasi msing-masing NDC. Dengan mengingat pertimbangan waktu kurang dari satu tahun guna mendapatkan dukungan Pemerintah nasional (party UNFCCC) terhadap Deklarasi Menteri tersebut, Kementerian Luar Negeri menyampaikan masukan bahwa pihak ITUC dapat menyampaikan practical examples yang telah terbukti (proven) dalam implementasinya.

Page 57: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

57

5.2 PERTEMUAN BILATERAL LEAD NEGOTIATOR 5.2.1 Pertemuan RI dan Belanda Delegasi Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Direktorat IGRK MPV, melakukan

pertemuan informal dengan perwakilan dari Ministry of Infrastructure and Environment

Netherland, Mr. Piet de Wildt. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut atas pertemuan

sebelumnya yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 8 Maret 2018, yakni terkait

annual work plan tahun 2018 dalam kerjasama Pemerintah Indonesia dan Belanda

dalam hal “Enhancement Indonesian GHG Inventory System”. Berdasarkan hasil

evaluasi terhadap kegiatan kerjasama pada tahun pertama (2017), maka pada tahun

kedua ini output yang diharapkan adalah mengisi kesenjangan dalam system IGRK

nasional, baik dalam hal data aktifitas, factor emisi, penguatan kelembagaan, dan

metodologi perhitungan termasuk perhitungan ketidakpastian, dan QC/QA. Pada

pertemuan disepakati bahwa kegiatan tahun 2018 dapat diatur sedemikian rupa

sehingga dapat memenuhi output yang ditetapkan.

Page 58: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

58

DOKUMENTASI PERTEMUAN BILATERAL INDONESIA

Pertemuan Bilateral DELRI dengan Climate – Land Action Rights Alliance (CLARA)

Pertemuan Bilateral Ketua DELRI dengan Delegasi Australia

Page 59: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

59

Pertemuan Bilateral DELRI dengan International Trade Union Confederation (ITUC)

Pertemuan Bilateral DELRI dengan International Trade Union Confederation (ITUC)

Page 60: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

60

VI. CATATAN PENTING DAN TINDAK LANJUT Secara umum, proses perundingan berlangsung kondusif. Kesimpulan APA dan SBI/SBSTA yang menjadi elemen Paris Agreement Work Programme (PAWP) beserta Informal notes yang dihasilkan, meskipun belum mencerminkan konvergensi posisi negara-negara, menjadi dasar yang cukup baik untuk pembahasan di sesi berikutnya di Bangkok guna penyelesaian PAWP dan adopsinya pada COP24/CMA1. Beberapa tindak lanjut yang diperlukan diuraikan berikut.

6.1 Untuk Sesi Perundingan Berikutnya (Bangkok dan COP24 Katowice)

Melihat waktu yang tersisa sampai target adopsi Paris Agreement rule book di COP24 Katowice, sesi negosiasi di Bangkok (September) kemungkinan sudah memfokuskan pada menghasilkan draft negotiating text sebagai basis negosiasi final di COP24. Untuk ini maka diperlukan penyiapan posisi Indonesia secara intensif dan terfokus serta detail menggunakan dokumen-dokumen yang dihasilkan dari Bonn, dengan dukungan Additional Tool yang akan disiapkan oleh Co-Chairs APA dan Joint Reflection Notes yang akan disiapkan oleh Co-Chairs APA berkoordinasi dengan Chairs SBI dan SBSTA, termasuk : (i) mencermati berbagai opsi yang terdapat pada dokumen-dokumen di atas sebagai basis untuk penentuan posisi RI pada pembahasan berikutnya, dan (ii) memastikan koherensi antar isu yang terkait baik antar agenda item di bawah APA (misal antara transparency framework dengan NDC, adaptation communication, global stock-take, dan lain-lain).

Sejumlah isu terkait yang perlu mendapatkan perhatian Chairs SBI dan SBSTA dan Co-Chairs APA sebagaimana dimuat dalam Statement of HoD pada Closing Plenary untuk sesi Bonn tanggal 10 Mei, dimana setiap butirnya mengandung substansi yang dapat digunakan sebagai basis penyusunan posisi detil (ke arah draft negotiating text) untuk perundingan di Bangkok, di antaranya: a. APA1.5: Seluruh Agenda Item APA (Agenda Item 3-8) b. SBSTA:

Agenda Item 4 mengenai report of adaptation committee (joint agenda SBSTA-SBI)

Agenda Item 5 mengenai development and transfer technologies

Agenda Item 7 mengenai operasionalisasi Local Communities and Indigenous People Platform;

Agenda Item 12 mengenai matters relating to Article 6 of the Paris Agreement;

Agenda Item 13 mengenai modalitas dari financial accounting; c. SBI48: Agenda item 9 mengenai Coordination of support for the implementation

of activities in relation to mitigation actions in the forest sector by developing countries, including institutional arrangements.

Page 61: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

61

Beberapa catatan penting lainnya dari beberapa isu/agenda antara lain: APA1.5

i. Adaptasi: (a) Mencermati perkembangan penyiapan pedoman Adaptation

Communication sehingga profil dan upaya adaptasi yang telah dilakukan Indonesia direkognisi secara internasional, termasuk kebutuhan yang diperlukan untuk membangun ketahanan terhadap dampak perubahan iklim. Prinsip country flexibility tetap diperjuangkan dalam memilih vehicle to communicate, sekaligus dengan tetap memperjuangkan elemen-elemen khusus agar dapat memenuhi kebutuhan untuk global stocktake.

(b) Mengawal keterkaitan agenda item 4 dengan 5 secara cermat.

ii. Transparancy Framework: Dokumen Informal-Note by co-facilitator telah mengakomodir seluruh submisi dan input dari Parties selama sesi APA1.5 berlangsung, termasuk posisi Indonesia. Perlu pencermatan lebih lanjut beberapa detil khususnya tentang link dengan NDC dan Adaptasi (adaptation communication), serta support (adanya indikasi penggunaan common tabular format) dan Technical Expert Review (terkait definisi untuk format dan frekuensi).

iii. Global Stocktake: Dokumen Informal-Note by co-facilitator telah mengakomodir seluruh submisi dan input dari Parties selama sesi APA1.5 berlangsung, termasuk posisi Indonesia. Pencermatan kembali terhadap building blocks yang telah tersedia perlu dilakukan, dengan memperhatikan perkembangan perundingan di agenda item lainnya (APA-3, APA-4 dan APA-5). Indonesia juga perlu mencermati proposal dari G77 dan China terkait dengan time frame visualisation: 2 years visualisation, 1 (one) year visualisation maupun Indonesia akan membuat time frame visualisation sendiri sesuai dengan kepentingan dan national circumtances maupun ketersedian data

iv. Committee to facilitate implementation and promote compliance:

Perlunya; (1) mencermati berbagai opsi yang terdapat pada informal note final sebagai basis untuk penentuan posisi RI pada pembahasan berikutnya, dan (2) mencermati koherensi dengan pembahasan isu-isu yang terkait (transparency framework, GST, dan lain-lain).

v. Matters relating to the Adaptation Fund:

Indonesia perlu mengkaji lebih lanjut opsi-opsi yang berada pada informal tersebut untuk pembahasan Bangkok Session dengan mempertimbangkan hal-hal prioritas yang perlu diputuskan pada COP24 UNFCCC di Katowice agar transfer AF dari Kyoto Protocol ke Paris Agreement dapat berjalan lancar. AF merupakan salah mekanisme pendanaan yang penting bagi Indonesia karena dapat diakses secara langsung untuk tujuan adaptasi.

Page 62: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

62

SBI48 Dari Workstream I, antara lain: (1) Action for Climate Empowerment (ACE):

(a) ACE merupakan upaya peningkatan kapasitas untuk pelaksanaan Paris Agreement. Indonesia perlu terus mengembangkan cara-cara baru pelaksanaan ACE (pendidikan, pelatihan, peningkatan kesadaran masyarakat, peningkatan peran masyarakat dan akses terhadap informasi).

(b) Negara-negara diminta untuk menyampaikan submisi mengenai ACE Dialogue ke-7 pada tanggal 10 Maret 2019. Untuk itu, Indonesia harus mempersiapkan submisi dengan mengambil masukan dari kebutuhan dan kesenjangan yang ada, maupun dari keberhasilan yang telah dicapai Indonesia.

(2) Common time frames for NDC

Indonesia perlu mempertahankan usulan bahwa siklus Common Time Frame (Art.4.10) harus sejalan dengan siklus lain yang diatur dalam PA misalnya terkait komunikasi NDC (Art. 4.9) dan siklus Global Stock-Take (GST).

Dari Workstream II, antara lain: (1) REDD+:

Usulan Indonesia tentang perlunya voluntary meeting on coordination of support for REDD+ implementation telah diakomodir oleh COP Presidencies sehingga tetap berlanjut. Indonesia perlu mengoptimalkan forum tersebut untuk koordinasi implementasi REDD+.

(2) Pertanian: Indonesia perlu menyiapkan submisi untuk serangkaian workshop (Decision 4/CP.23) yang telah disepakati dalam Road Map/Agenda on Koronivia Joint Work on Agriculture (KJWA) sebagai Kesimpulan hasil BCCC 2018 yaitu: (a) Due date 22 Oktober 2018: call for submission mengenai topik yang

akan diangkat dalam workshop, termasuk slot yang tersedia dalam workshop komponen 2a (Modalities for implementation of the outcomes of the five in-session workshops on issues related to agriculture and other future topics that may arise from this work) yang akan diselenggarakan pada 28 Desember 2018;

(b) Due date 6 Mei 2019: submisi mengenai topik workshop 2(b) (Methods and approaches for assessing adaptation, adaptation co-benefits and resilience) dan workshop 2(c) (Improved soil carbon, soil health and soil fertility under grassland and cropland as well as integrated systems, including water management);

(c) Due date 30 September 2019: submisi mengenai topik workshop 2(d) (Improved nutrient use and manure management towards sustainable and resilient agricultural systems);

Page 63: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

63

(d) Due date 20 April 2020: submisi mengenai topik 2(e) (Improved livestock management systems, including agropastoral production systems and others) dan workshop 2(f) (Socioeconomic and food security dimensions of climate change in the agricultural sector)

(e) Due date 28 September 2020: submisi mengenai future topics yang tidak termasuk List dalam Decision 4/CP.23 dan pandangan mengenai progres KJWA untuk dilaporkan pada COP26 di tahun 2020 (Decision 4/CP.23, paragraph 4)

(3) Response Measures:

Hasil kesimpulan SBSTA48 dan SBI48 dalam conclusion (dokumen FCCC/SB/2018/L.4) adalah call for submission mengenai views on the work of the improved forum on the basis of the agreed scope of the review as contained in the annex dengan due date 21 September 2018. Untuk menindaklanjuti hasil dari BCCC ini, Indonesia perlu menyiapkan submisi mengenai pentingnya improved forum tersebut dengan memperhatikan guiding question. Diperlukan adanya pertemuan para pemangku kepentingan untuk membahas bersama isi dari submisi Indonesia.

(4) Arrangement for Intergovernmental Meeting (Enhancing the Engagement

of NPS): (a) Indonesia perlu menyiapkan submisi terkait lokasi dan frekuensi sesi

dari Supreme bodies setelah SB 50, dan disubmit sebelum April 2019, sebagaimana diminta dalam Para 13.

(b) Indonesia perlu mengantisipasi dan mencermati hasil synthesis report dan information paper mengenai implikasi budget dan implikasi lain dari usulan mekanisme yang terkandung pada submisi dari Parties.

SBSTA48 Dari Agenda items yang merupakan mandat langsung dari Paris Agreement: (1) Teknologi:

Pembahasan mengenai Technology Framework masih akan diteruskan pada sesi SBSTA selanjutnya. Indonesia perlu mencermati dan mempersiapkan masukan mengenai key themes dan linkages Technology Framework, sehingga dalam pembahasan selanjutnya dapat memberikan masukan konkrit terhadap pelaksanaan Technology Framework.

(2) Finance:

Indonesia perlu mencermati keterkaitan erat elemen modalitas dari akunting financial resources PA Article 9 dan SBSTA agenda 13 untuk diintegrasikan ke MPG transparency framework dari APA ai 5.

(3) Nairobi Work Programme (NWP):

Perlunya pengumpulan data informasi dan kebutuhan pengetahuan Indonesia terkait isu tematik yang akan menjadi fokus kerja NWP.

Page 64: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

64

(4) Local Communities and Indigenous People Platform (LCIPP): Indonesia perlu terus mengawal keberimbangan keterwakilan Local Communities and Indigenous People dan bahwa aktivitas Facilitative Working Group (FWG) dan LCIPP tidak mengganggu integritas territorial dan kedaulatan negara. Di tingkat nasional, perlu segera dibentuk mekanisme dialog dan keterwakilan/konstituensi Local Communities (LC).

(5) Research and Systematic Observation (RSO):

Indonesia perlu menyiapkan submisi terkait dengan Topics Dialog Research ke depan sebagaimana ada dalam informal note ke-10 dari research dialogue (RD 10) yang telah disiapkan oleh SBSTA.

Agenda di bawah SBSTA dan SBI lainnya yang tidak terkait langsung dengan Paris Agreement Rule Book atau bahan mandated event terkait Beberapa pembahasan pada agenda item SBI48 yang tidak terkait langsung dengan Paris Agreement Rule Book atau bahan mandated event terkait yang juga dipandang memerlukan tindak lanjut yaitu: (1) Gender and Climate Change

Rekomendasi penting yang dihasilkan dalam acara ini yaitu, komunikasi nasional sebagai salah satu dokumen dalam memastikan berjalannya kebijakan kesetaraan gender, selain itu pemberdayaan perempuan menjadi bagian konkrit dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring serta pelaporan. Salah satu komponen yang harus disiapkan yaitu membentuk dan melatih sebanyak mungkin pakar gender di berbagai sektor untuk mendampingi Badan Kerja UNFCCC maupun negara yang tergabung dalam alur kerja UNFCCC.

(2) Suva Expert Dialogue (Loss and Damage/LnD)

Perlunya pengembangan berbagai aspek terkait isu LnD dengan memanfaatkan dan memperkuat kelembagaan, regulasi, instrument dan implementasi yang diperlukan dalam mengatasi/mencegah loss and damage terkait dampak perubahan iklim. Secara operasional perlu terus didorong peran K/L terkait, termasuk BNPB, dalam keseluruhan proses.

(3) Technical Examination Process (TEP) on Adaptation

Terkait Technical Examination Process on Adaptation (TEP on Adaptation), perlunya menyelenggarakan forum serupa TEP on Adaptation Planning for Vulnerable Groups, Communities and Ecosystem di tingkat nasional dengan mengangkat isu prioritas untuk memperkuat upaya adaptasi perubahan iklim dan menyediakan forum pertukaran informasi bagi para pemangku kepentingan di tingkat nasiona dan daerah.

6.2 Talanoa Dialogue

Terkait Talanoa Dialogue (TD) di tingkat nasional untuk penyiapan bahan mengikuti TD di COP24: (a) Talanoa Dialogue (TD) yang diselenggarakan di Bonn oleh COP23 Presidency

(Fiji) terbukti cukup efektif untuk mendorong setiap pihak (Party dan Non-Party

Page 65: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

65

Stakeholders) menyampaikan komitmen termasuk tantangan untuk mencapai komitmen melalui diskusi terstruktur yang diarahkan untuk menjawab 3 (tiga) pertanyaan yaitu: situasi saat ini (where are we now?), tujuan yang akan dicapai (where do we want to go?), dan cara mencapai tujuan (how do we get there?);

(b) Pada COP24, TD akan diselenggarakan untuk level politis (para Menteri) dan Presiden COP23 di Bonn telah mengingatkan kepada semua Parties agar dapat menyiapkan dengan sebaik-baiknya, dan setiap pihak (Party dan Non-Party Stakeholders) didorong untuk menyelenggarakan TD di berbagai level termasuk di nasional dan sub-nasional;

(c) Dalam rangka menindaklanjuti himbauan Presiden COP23 tersebut dan mempersiapkan bahan yang lebih komprehensif untuk Indonesia pada TD di COP24, diperlukan adanya penyelenggaraan koordinasi dengan pihak-pihak terkait suatu pertemuan multi-stakeholder kedua dalam rangka input level politis TD. Sebagai catatan, penyampaian input untuk TD pada COP24 paling lambat adalah 29 Oktober 2018 kepada Sekretariat UNFCCC.

6.3 Tindak Lanjut Dalam Rangka Implementasi di Tingkat Nasional dan Antisipasi Fora Terkait

(a) Dengan komitmen kolektif melalui NDCs yang masih belum mencukupi untuk

menekan kenaikan suhu bumi kurang dari 2C/1,5C, maka pembicaraan di level politis melalui berbagai fora telah mengarah bagaimana para pihak berkontribusi untuk meningkatkan ambisi aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

(b) Pendekatan Talanoa Dialogue (TD) dapat digunakan untuk proses stakeholders guna mengetahui status implementasi NDCs (level ambisi dalam konteks global dll), tujuan yang akan dicapai dan bagaimana mencapainya. Karena nature dari TD, maka dapat diharapkan dapat memperoleh informasi yang lebih komprehensif yang secara langsung/tidak langsung berisi janji maupun pandangan semua aktor yang terlibat, sehingga Indonesia dapat mengikuti fora di atas dengan bekal yang cukup untuk mengambil posisi, serta untuk elaborasi NDC lebih lanjut ke detil rencana per sektor (untuk mitigasi) dan cross-sectoralregional (untuk adaptasi);

(c) Koordinasi dengan Kementerian/Lembaga penanggung jawab dan pihak terkait melalui forum diskusi berkala terkait beberapa hal termasuk : (1) gender dan perubahan iklim, (2) Strategi ICAO dan IMO terkait target pengurungan emisi di sektor aviasi dan maritim, (3) perubahan iklim dan kesehatan, (4) isu pertanian (Koronivia Joint Work Programme), (4) ocean dan perubahan iklim, dan (5) isu hutan dan gambut.

Page 66: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

66

VII. PENUTUP Selama sesi persidangan, Indonesia telah menyampaikan pandangannya di berbagai bentuk dan level persidangan. Sejumlah Kesimpulan dan beberapa draft Keputusan COP 24/CMP14 telah dihasilkan baik yang merupakan elemen Paris Agreement Work Programme (PAWP) maupun yang merupakan bagian dari agenda rutin SBI dan SBSTA. Semua dokumen yang dihasilkan pada BCCC Mei 2018 menjadi catatan penting Indonesia untuk mempersiapkan substansi perundingan pada sesi-sesi perundingan berikutnya baik di Bangkok maupun di Katowice. Beberapa isu, sebagaimana yang telah diuraikan dalam Bab Catatan Penting dan Tindak Lanjut, juga perlu mendapat perhatian dan tindaklanjut di nasional diantaranya: (a) pada SBSTA48 terkait pembentukan Facilitative Working Group (FWG) untuk Operasionalisasi Local Communities and Indigenous Peoples (LCIPs) Platform yaitu pembangunan mekanisme keterwakilan local community; dan (b) pada APA 1.5 terkait dengan panduan untuk fitur dan informasi NDC, elemen pada Adaptation Communication, keterkaitan antara Transparency framework dengan NDC, Adaptasi, dan Means of Implementation, serta Cooperative Approach khususnya di bawah Art. 6 Paris Agreement. Keberhasilan Indonesia dalam menjaga posisi/ kepentingan Indonesia telah tercermin dalam draft-draft conclusion dan informal note yang dihasilkan di masing-masing agenda item persidangan baik di SBI48, SBSTA48 maupun di APA 1.5. Kondisi ini perlu terus dijaga dan ditingkatkan baik untuk penyiapan sesi-sesi perundingan selanjutnya maupun dalam implementasi Paris Agreement dan UNFCCC secara luas di dalam negeri.

*****

Page 67: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

67

DOKUMENTASI DELRI PADA PERTEMUAN KOORDINASI DAN KESEMPATAN LAINNYA

Suasana Pertemuan Koordinasi DELRI di Minggu I

Suasana Pertemuan Koordinasi DELRI di Minggu II

Page 68: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

68

Suasana Pertemuan Koordinasi DELRI di Minggu II

Sebagian DELRI pada Sela-sela Persidangan DELRI Minggu II

Page 69: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

69

Tim Negosiasi DELRI Kelompok Isu Transparency Framework pada Group Photo TF

Page 70: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

70

LAMPIRAN 1

STATEMENT OF HEAD OF DELEGATION

STATEMENT BY INDONESIA AT THE JOINT SESSION OF SBI48, SBSTA48, APA 1.5

30 April 2018

Indonesia associates itself with the statement made by Egypt on behalf of G77+China. Paris Agreement implementation involves transformation from past and current development approaches to a long-term low emission and climate resilient development path ways. The journey towards this long-term objective will affect all aspects of economy, social and governance of parties in many different ways. In this regards, the principle of CBDR and fairness shall be preserved in operationalization of the Paris Agreement. Indonesia shares objective of a balanced outcome at Katowice, the outcomes which could be implemented by all Parties with different national circumstances, capacities and capabilities. Indonesia stands ready to work together with other parties in a constructive manner. We have high expectation here in Bonn that we will be able to come up with texts, covering all issues of the PAWP, which could be the basis for negotiation, in order to achieve the aforementioned balanced outcome at Katowice. On the transparency framework, Indonesia sees the importance of balanced progress in the development of modalities, procedures, and guidelines for enhanced transparency framework for actions and supports, including in addressing a closed link with other agenda items such as Agenda items 3 and 4, and other agendas relating to means of implementation. We also of the view that enhanced transparency framework is crucial for monitoring collective progress through GST and in facilitating and promoting compliance to the Paris Agreement. It should be recognized, however, that developing countries’ capacity are much behind of the developed countries’. Capacity building, technology and financial supports are a must to help developing countries in whatever stages to progress towards necessary level of capacities to implement enhanced transparency framework.

Thank you.

Page 71: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

71

STATEMENT BY INDONESIA

AT THE APA HEADS OF DELEGATION MEETING 03 May 2018

Progress on APA item 4 and its linkage to APA item 5 Framing questions:

What would help to accelerate the development of further guidance on adaptation communication s?

How can we reduce the risks of duplication of work between items 4 and 5, and, at the same time, ensure that everything that needs to be developed is developed, and that nothing is left behind because Parties are not certain where to address it?

Thankyou Madam Co-Chairs,

Indonesia would like to associate ourselves with the statement made by Egypt on behalf of G77+China.

Responding to the first question, Indonesia views that we should focus on substantive matter. We appreciate the efforts done by the Co-Facilitators for preparing “Tool by Co-facilitators” to help discussion under the agenda item.

We also see the importance of join session between Agenda Item 4 and 5 in order to reduce the risk of duplication of work between the two agenda items, as well as to jointly identify elements to be included in the guidance for adaptation communication (agenda item 4) and/or in the guidance for transparency framework (agenda item 5).

Thank you Madam Co-Chairs.

Page 72: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

72

STATEMENT BY INDONESIA

AT THE APA HEADS OF DELEGATION MEETING on APA, SBI and SBSTA matters stemming from the

Paris Agreement Work Programme 04 May 2018

The Road to Katowice for the APA, SBI and SBSTA Framing questions intended to facilitate discussion:

What are the critical milestones on our road to Katowice and what is needed for each milestone?

What would help us to get from the initial basis for negotiations to draft decision text?

And what do we need to achieve here, by the end of this session? Thankyou Mr. Chair, Indonesia would like to associate ourselves with the statement made by Egypt on behalf of G77+China. First of all allow me to reflect on current progress:

We appreciate the leadership of Chairs of SBI and SBSTA and APA Co-Chairs, and the work of co-facilitator to push forward the discussion so far, in particular the agenda items under SBI and SBSTA, in producing a series of draft Conclusion to be adopted in December.

We recognize that not all agenda items are progressing in the same level, nevertheless, with the good spirit to adopt the PA rule book in Katowice, here in Bonn we have to come out with text for negotiation in the next session in Bangkok.

Here in Bonn, all agenda item under APA and relevant agenda items under SBI and SBSTA negotiating elements of the PA rule book must be able to finish the works with a target to deliver text for Bangkok negotiation. The text coming out from this session, should not exclude any elements, while as many as possible reduce duplication and repetition.

Page 73: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

73

Critical milestones:

This week: A decided structure of Guidelines with chapters and sub-chapter or headings-and

sub-headings of each agenda item of APA. A clear mandate given by Parties to co-facilitators may accelerate the process to define structure of the Guidelines of each item.

A series of draft Conclusion for possible SBs agenda items, including their clear further work, so Parties can focus on to work on APA agenda items.

Next week: A streamlined negotiation text for Guideline of each agenda item, contains

elements that already put by Parties in each chapter or heading, with or without bracketed text.

A series of draft Conclusion for all SBs agenda items, including their clear further work.

Towards Intersessional Meeting in Bangkok A Reflection Note from Co-Chairs of APA, based on the Bonn’s streamlined text.

Towards Katowice A pre-COP24 meeting with a focused discussion on how to accelerate the process

of PAWP development.

In Katowice Final negotiation of the PAWP to be adopted by the CMA1.

What is needed for each mil-estone: Focused or framing direction defined by Chairs of SBI and SBSTA and APA Co-

Chairs for some critical agenda items, based on the text resulted from each session.

What would help us to get from the initial basis for negotiations to draft decision text? And what do we need to achieve here, by the end of this session? Leadership and clear guidance of Chairs/Co-Chairs, including the expected

outcomes of each session. Commitment and flexibility to work together in producing a series of structured

Guidelines for all agenda items.

Thank you Mr. Chair.

Page 74: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

74

STATEMENT BY INDONESIA

AT THE JOINT PLENARY OF THE FIRST PART OF SBI48, SBSTA48, APA

1.5

10 May 2018

Thank you Mr. Chairs, Madam Co-Chairs

Indonesia associates ourselves with the statement made by Egypt on behalf of

G77+China.

We would like to reiterate our shared objective of a balanced outcome of the Paris

Agreement Work Program to be adopted in Katowice, which can be implemented by

all Parties with diverse national circumstances, capacities and capabilities.

We welcome conclusions under SBI, SBSTA and APA agenda items at this session.

We recognise, however, some issues remain to be resolved, in particular under

agenda items related to PAWP.

Having said that, Indonesia sees that the additional session in Bangkok will be the

time for all parties to find a compromised and acceptable solution on those unresolved

matters, particularly to agenda items under SBI and SBSTA with closed linkages to

APA.

Please allow me to highlight issues under subsidiary bodies’ and APA’s agenda items accordingly.

APA:

1. Agenda item 3 (NDC)

We welcome the Navigation Tool to supplement the informal note of APA 1-4 by the co-facilitators- a final iteration of 8th May, developed under your guidance and the assistance of co-facilitators. We understand that, along this Navigation Tool, the Informal Note of APA1.4 will still be used for upcoming negotiation sessions in particular with regards to outstanding substantive elements which we could not have sufficient time to discuss here in Bonn.

The Guidance on the three sub-items should be linked each other and aligned with the principles of other related agenda items of APA as well as SBI.

2. Agenda Item 4 (Adaptation Communication)

Our delegations encourage parties to continue works and reach agreement on the structure of the guidance timely with the implementation schedule. Adaptation communication is important for showing adaptation profile, gaps and needs of developing counties to build resiliency. We are taking into account

Page 75: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

75

country flexibility in choosing vehicle to communicate. However, common element should be defined clearly so it could serve the need of global stocktake.

We also recognize close linkage of agenda item 4 and 5. Therefore, coordination between these agenda items which has been carried out here need to be continue in the next session.

3. Agenda Item 5 (Transparency Framework)

In regards on responding the progress on APA 1.5 agenda item 5 on Modalities, Procedures and Guidelines for the Transparency Framework for action and support refer to in Article 13 of the Paris Agreement, Indonesia comprehends that the discussion made so far in Bonn is useful and comprehensive, although some further detail representing the essence of implementation may not be fully captured. Indonesia is ready to work further and urges parties and secretariat to accelerate the pace of negotiation in Bangkok, to have more significant results and positions toward Katowice.

Like Agenda Item 4, the linkage between APA-3 of NDC with APA-5-ETF has not yet been addressed here; clear proposal in how to move forward with these linkages is necessary for the next session.

3. Agenda item 6 (Global Stock-take)

Furthermore, we support informal note by the co-facilitators – final iteration of 8 May 2018 on matters relating to the global stocktake referred to in Article 14 of the Paris Agreement: Identification of the sources of input for the global stocktake and development of the modalities of the global stocktake.

Notwithstanding, Indonesia is of the views that there are several concerns required to be elaborated in this agenda item, for instance: GST mechanism that would be applied by Parties, the necessity of technical dialogue, and assessment mechanism for GST should be determined.

Indonesia identified there are needs to determine timeline for achieving GST which consist of preparatory phase, technical phase and political phase.

4. Agenda Item 7 (Facilitation and compliance)

Indonesia welcomes a final informal Note by the Co-facilitator to be used as a negotiation basis in Bangkok.

We urge all parties to focus on finding a way of some crucial issues such as regarding the modalities in communicating financial information biennially in the next session of APA.

5. Agenda Item 8 (Further matters related to implementation of PA).

Decision 1/CMP.13 stated that Adaptation Fund shall serve the Paris Agreement subject to and consistent with decision to be taken at CMA1.3. The CMP13 also decided to consider whether the AF shall serve the PA exclusively, under the guidance of and accountable to the CMA, following a recommendation from the CMA to the CMP at its 15th session.

Indonesia is also recalling that at the 4th informal consultations, based on the discussion amongst Parties and consulted with Secretariat’s legal expert, the informal note has been completed with more options and reduce unimportant element over the issues of: Governance and institutional arrangement, Operating modalities, and Safeguards.

Page 76: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

76

Indonesia welcomes the progress made by APA-8 regarding the Adaptation Fund. However, it is important to have prioritize of AF work that will be decided in Katowice to ensure that AF will smoothly transfer from KP to PA. Therefore, we would like to emphasize that Bangkok Session should make a significant progress by using the result of Bonn session as a basis discussion.

SBSTA:

On LCIP (SBSTA agenda item 7): Indonesia views the importance of the establishment of the Facilitative Working Group for the operationalization of the Local Communities and Indigenous People Platform. Indonesia views that the objective of this Facilitative Working Group and the LCIP Platform is to enhance transparency and participation, so that ensuring no one is left behind. In this regard, we view that it is of utmost importance to include the local communities in the Facilitative Working Group and the LCIP Platform. Indonesia stands ready to work together in the future to conclude the discussion on this matter.

There are some issues on the Matters relating to Article 6 of the Paris Agreement as agenda item 12 of SBSTA, we welcome the Draft Conclusions resulted from the process during the session, and appreciate the hard work made by the Co-Chairs and Secretariat in facilitating Parties with informal notes for Article 6-2, 6-4, and 6-8 of the Paris Agreement. Specifically, we look forward to have further progress, with three revised informal notes for further discussion in Bangkok in September this year. We understand that these revised informal notes will note represent a consensus or reflect all the views of Parties, however, we believe these notes will be useful to help us in order to have a guidance that will apply for the whole Article 6.

On matters related to climate financing, Indonesia views on the agenda item 13 of SBSTA is that the element of modalities for the financial accounting is important element to be incorporated into modalities, procedures and guidelines of transparency framework of the PA that will be implemented soon. Therefore, Indonesia would like to highlight that Bangkok Session can further discuss on recommendation over the work of SBSTA under agenda item 13 will be considered and adopted by COP 24 UNFCCC.

Regarding the issue of development and transfer of technologies, Indonesia urges all parties to elaborate on the key themes and linkages of Technology Framework to provide concrete guidance to the implementation of technology development and transfer in developing countries and effective implementation of the Technology Mechanism.

Related to report of Adaptation Committee which also will be discussed in Bangkok, we are ready to engage further works with all parties by taking into consideration informal note prepared by the co-facilitator for this agenda item. Adequate support for developing countries is essential and need to be elaborated well in relevant document for the implementation of Paris Agreement.

SBI:

On forestry issues (SBI agenda item 9: Coordination of support for the

implementation of activities in relation to mitigation actions in the forest sector by

Page 77: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

77

developing countries, including institutional arrangements). We welcome the

conclusion from the session here. Indonesia look forward the full implementation of

REDD+ with result-based payment following the Warsaw Framework and the other

COP decisions on REDD+. We appreciate the efforts of COP-Presidencies in

making “Voluntary meeting on coordination of support for REDD+ implementation”

possible to continue. The meeting is a useful avenue for exchange of experiences,

lessons and best practices among REDD+ countries, discuss challenges, as well

as for communication among REDD+ countries and with countries and institutions

providing support for REDD+ implementation.

Mr. Chairs –Madam Co-Chairs, Indonesia looks forward to working together with other

Parties under your guidance in Bangkok with the aim of finding a break through to

move the work of the PAWP forward and further progress towards the finalization of

draft outcomes to be adopted in Katowice.

In closing, allow me to take this opportunity to thank SBI and SBSTA Chairs and APA

Co-Chairs for your dedication and leadership, to all co-facilitators for their hard works

during the session, to the Secretariat for their dedication and passion, also our best

wishes to Mr. Haldor for his next life journey.

Thank you and we look forward to having your continuous Guidance for the forthcoming sessions.

Page 78: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

78

LAMPIRAN 2

DOKUMEN HASIL PERSIDANGAN SBI48, SBSTA48, DAN APA1.5

No. Agenda dan No. Dokumen Judul Dokumen Tautan

1.

APA1.5

FCCC/APA/2018/L.1 Report of the Ad Hoc Working Group on the Paris Agreement on the fifth part of its first session

https://unfccc.int/documents/67116

2. FCCC/APA/2018/L.2 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Agenda items 3–8

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l02_2.pdf

3. FCCC/APA/2018/L.2 Add.1

Draft conclusions proposed by the Co-Chairs (Addendum) on Agenda items 3–8

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l02a1.pdf

4.

Joint Agenda SBI48-

SBSTA48

FCCC/SB/2018/L.1 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Koronivia joint work on agriculture

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l01_2.pdf

5. FCCC/SB/2018/L.2 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Report of Adaptation Committee

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l02_1.pdf

6. FCCC/SB/2018/L.3 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Modalities, work programme and functions under the Paris Agreement of the forum on the impact of the implementation of response measures

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l02_1.pdf

7. FCCC/SB/2018/L.4 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Improved forum and work programme

https://unfccc.int/documents/67306

8.

SBI48

FCCC/SBI/2018/L.1 Draft report of the Subsidiary Body for Implementation on its forty-eighth session

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l02_0.pdf

9. FCCC/SBI/2018/L.2 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Scope of and modalities for the periodic assessment of the Technology Mechanism in relation to supporting the implementation of the Paris Agreement

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l02_0.pdf

10. FCCC/SBI/2018/L.3 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Ways of enhancing the implementation of education, training, public awareness, public participation and public access to information so as to enhance actions under the Paris Agreement

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l03_0.pdf

11. FCCC/SBI/2018/L.4 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Common time frames for nationally determined contributions referred to in Article 4, paragraph 10, of the Paris Agreement

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l04.pdf

12. FCCC/SBI/2018/L.5 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Capacity-building in developing countries under the Convention

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l05.pdf

13. FCCC/SBI/2018/L.6 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Capacity-building in developing countries under the Kyoto Protocol

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l06.pdf

14. FCCC/SBI/2018/L.7 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Development of modalities and procedures for the operation and use of a public registry referred to in Article 4, paragraph 12, of the Paris Agreement

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l07.pdf

15. FCCC/SBI/2018/L.8 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Development of modalities and procedures for the operation and use of a public registry referred to in Article 7, paragraph 12, of the Paris Agreement

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l08.pdf

Page 79: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

79

16. FCCC/SBI/2018/L.9 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Coordination of support for the implementation of activities in relation to mitigation actions in the forest sector by developing countries, including institutional arrangements

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l09.pdf

17. FCCC/SBI/2018/L.9/Add.1

Addendum Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Coordination of support for the implementation of activities in relation to mitigation actions in the forest sector by developing countries, including institutional arrangements

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l09a01.pdf

18. FCCC/SBI/2018/L.10 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Provision of financial and technical support

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l10.pdf

19. FCCC/SBI/2018/L.11 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Budgetary Matters

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l11.pdf

20. FCCC/SBI/2018/L.12 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Arrangements for intergovernmental meetings

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l12.pdf

21. FCCC/SBI/2018/L.13 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Matters related to climate finance: identification of the information to be provided by Parties in accordance with Article 9, paragraph 5, of the Paris Agreement

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l13.pdf

22. FCCC/SBI/2018/L.14 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Review of the terms of reference of the Consultative Group of Experts on National Communications from Parties not included in Annex I to the Convention

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l14.pdf

23. FCCC/SBI/2018/L.15 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Review of the effective implementation of the Climate Technology Centre and Network

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l15.pdf

24. FCCC/SBI/2018/L.15/Add.1

Addendum Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Review of the effective implementation of the Climate Technology Centre and Network

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l15a1.pdf

25. FCCC/SBI/2018/L.16 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on National adaptation plans

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l16.pdf

26. FCCC/SBI/2018/L.17 Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Matters relating to the least developed countries

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l17.pdf

27. FCCC/SBI/2018/L.17/Add.1

Addendum Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Matters relating to the least developed countries

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l17.pdf

28.

SBSTA48

FCCC/SBSTA/2018/L.1

Draft report of the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice on its forty-eighth session

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l01.pdf

29. FCCC/SBSTA/2018/L.2

Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Land use, land-use change and forestry under Article 3, paragraphs 3 and 4, of the Kyoto Protocol and under the clean development mechanism

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l02.pdf

30. FCCC/SBSTA/2018/ L.3

Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Cooperation with other international organizations

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l03.pdf

31. FCCC/SBSTA/2018/L.4

Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Revision of the UNFCCC reporting guidelines on annual inventories for Parties included in Annex I to the Convention

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l04_0.pdf

Page 80: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

80

32. FCCC/SBSTA/2018/L.5

Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Guidelines for the technical review of information reported under the Convention related to greenhouse gas inventories, biennial reports and national communications by Parties included in Annex I to the Convention

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l05_0.pdf

33. FCCC/SBSTA/2018/L.6

Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Emissions from fuel used for international aviation and maritime transport

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l06_0.pdf

34. FCCC/SBSTA/2018/L.7

Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Development and transfer of technologies: technology framework under Article 10, paragraph 4, of the Paris Agreement

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l07_0.pdf

35. FCCC/SBSTA/2018/L.8

Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Nairobi work programme on impacts, vulnerability and adaptation to climate change

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l08_0.pdf

36. FCCC/SBSTA/2018/ L.9

Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Modalities for the accounting of financial resources provided and mobilized through public interventions in accordance with Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l09_0.pdf

37. FCCC/SBSTA/2018/L.10

Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Local Communities and Indigenous Peoples Platform

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l10_0.pdf

38. FCCC/SBSTA/2018/L.11

Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Research and systematic observation

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l11_0.pdf

39. FCCC/SBSTA/2018/L.12

Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Guidance on cooperative approaches referred to in Article 6, paragraph 2, of the Paris Agreement

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l12_0.pdf

40. FCCC/SBSTA/2018/L.13

Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Rules, modalities and procedures for the mechanism established by Article 6, paragraph 4, of the Paris Agreement

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l13_0.pdf

41. FCCC/SBSTA/2018/L.14

Draft conclusions proposed by the Co-Chairs on Work programme under the framework for non-market approaches referred to in Article 6, paragraph 8, of the Paris Agreement

https://unfccc.int/sites/default/files/resource/l14_0.pdf

Page 81: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

81

LAMPIRAN 3 DELEGASI REPUBLIK INDONESIA

PADA UNITED NATIONS CLIMATE CHANGE CONFERENCE/ BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE (BCCC)

(SBI48, SBSTA48, APA1.5), Bonn, Jerman, 30 April – 10 Mei 2018 FCCC/SB/2018/INF.1

Ms. Nur Masripatin National Focal Point for UNFCCC Ministry of Environment and Forestry Ms. Agustina Erni Deputy Minister for Gender Equality Office of the Deputy Minister for Community Participation Ministry of Women’s Empowerment and Child Protection Mr. Tukul Rameyo Adi Senior Adviser to the Minister for Socio-Anthropology Agency for Marine and Fisheries Research and Development Ministry of Marine Affairs and Fisheries Ms. Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir Senior Advisor to the Coordinating Minister of Maritime Affairs for Climate Change Issues Coordinating Ministry of Maritime Affairs of the Republic of Indonesia Ms. Emma Rachmawaty Director for Mitigation of Climate Change Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Sri Tantri Arundhati Director for Adaptation of Climate Change Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Joko Prihatno Director of GHG Inventory and MRV Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Wahyu Marjaka Director of the Sectoral and Regional Resources Mobilization Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry

Mr. Muhsin Syihab Director for Development, Economic and Environmental Affairs Directorate of Development, Economic and Environmental Affairs Ministry of Foreign Affairs Ms. Moekti Handajani Soejachmoen Assistant to President's Special Envoy for Climate Change Office of the President's Special Envoy for Climate Change Mr. Dida Gardera Assistant to the Deputy Minister on the Environment Office of Deputy for Coordination in Energy, Natural Resources, and Environmental Management Coordinating Ministry for Economic Affairs Mr. Syaiful Anwar Director for Center of Research and Development of Social, Economy and Climate Change Research, Development, and Innovation Agency Ministry of Environment and Forestry Ms. Ratna Susianawati Director of Gender Equality in Infrastructure and Environmental Affairs Deputy of Gender Equality Ministry of Women Empowerment and Child Protection Mr. Edi Husen Researcher at Indonesian Soil Research Institute Indonesian Agency for Agriculture Research & Development Ministry of Agriculture Mr. Dudi Rulliadi Deputy Director for international Cooperation of Climate Finance, Center for Climate Finance and Multilateral Policy Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance

Page 82: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

82

Ms. Desak Made Wismarini Head for Bureau of General Affairs Bureau of General Affairs Ministry of Health Ms. Valentina Gintings Deputy Assistant for Children Protection in the Emergency Situations and Pornography Deputy of Children Protection Ministry of Women Empowerment and Child Protection Mr. Suparman Director for Bureau of Planning Bureau of Planning Coordinating Ministry of Maritime Affairs Ms. Bess Tiesnamurti Researcher Indonesian Center for Animal Research Development Ministry of Agriculture Mr. Hageng Suryo Nugroho Adviser for Environmental and Forestry Sector Department of Analysis and Oversight Strategic Issues on Social, Cultural and Ecological Affairs Executive Office of the President Ms. Yulia Suryanti Deputy Director of Monitoring of Mitigation Actions Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Novia Widyaningtyas Deputy Director of REDD+ Directorate of Climate Change Mitigation, Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Belinda Arunarwati Margono Deputy Director of MRV and Registry for Land-Based Sectors Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Ratnasari Deputy Director for GHG Inventory of Non Land-based Sectors, Directorate of GHG Inventory and MRV Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry

Ms. Tri Widayati Deputy Director for Manmade Ecology Adaptation Directorate of Climate Change Adaptation, Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Arif Wibowo Deputy Director for Identification and Analysis of Vulnerability Directorate for Climate Change Adaptation Ministry of Environment and Forestry Mr. Radian Bagiyono Deputy Director for Climate Change Negotiation Facilitation Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Ardina Purbo Deputy Director of Capacity Development and Low Carbon Technology Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Endah Tri Kurniawaty Deputy Deputy Director for Climate Finance Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Fauzana Mahmoed Thalib Deputy to Assistant of President's Special Envoy for Climate Change Office of the President's Special Envoy for Climate Change Ms. Ajeng Rachmatika Dewi Andayani Deputy to Assistant of the President's Special Envoy for Climate Change Office of the President's Special Envoy for Climate Change Mr. Kadim Martana Deputy Director for International Agreement Bureau of International Cooperation Ministry of Environment and Forestry Ms. Ciput Eka Purwianti Deputy Director for Gender Equality in Science and Technology Directorate of Gender Equality in Infrastructure and Environmental Affairs Ministry of Women Empowerment and Child Protection

Page 83: LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA UNITED …ditjenppi.menlhk.go.id/.../3-Laporan-Bonn-Climate-Conference-2018.pdf · Laporan Delegasi Republik Indonesia ini dimaksudkan untuk

83

Ms. Siti Nissa Mardiah Head of Division for Maritime Disaster Management Coordinating Deputy of Natural Resources and Services Coordinating Ministry for Maritime Affairs Mr. Andreas Albertino Hutahaean Deputy Director for Maritime Industry Empowerment Office of Deputy Minister on Human Resource, Science-Technology and Maritime Culture Coordinating Ministry of Maritime Ms. Akma Yeni Masri Head of Section for GHG Inventory of Energy and Industrial Sectors Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Wukir Amintari Rukmi Head of Section for the Facilitation of UNFCCC Negotiation Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Rizky Aulia Rahman Head of Subdivision for Climate Change International Forum Center for Climate Finance and Multilateral Policy Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance Mr. Aulia Putra Saragih Head of Section for Climate Change Adaptation Office of Deputy Assistant for Environment Coordinating Ministry for Economic Affairs Mr. Muhamad Edwin Arafat Head for Household Maintanance Sub Division Bureau of General Affairs Ministry of Health Ms. Iis Widyastuti Head of Section for Poverty Alleviation Directorate of Development, Economic, and Environmental Affairs Ministry of Foreign Affairs

Ms. Umi Yanti Febriana Silalahi Foreign Service Officer Directorate of Economic, Development and Environmental Affairs, Directorate General for Multilateral Cooperation Ministry of Foreign Affairs Mr. Pandu Rahadyan Wicaksono Foreign Service Officer Directorate of Economic Development and Environmental Affairs Ministry of Foreign Affairs Mr. Nugrahadi Hendro Yuwono Functional Diplomat at Directorate of Legal Affairs and Economic Treaties Directorate General of Legal Affairs and International Treaties Ministry of Foreign Affairs Mr. Rahmat Kurniawan Functional Diplomat at Directorate of Legal Affairs and Economic Treaties Directorate General of Legal Affairs and International Treaties Ministry of Foreign Affairs Ms. Sukarmi Staff Directorate of Environmental Health Ministry of Health Mr. Mahawan Karuniasa Marmono Advisor for Academic Quality Assurance and Partnership School of Environmental Science University of Indonesia Mr. Muhammad Farid Member of Expert Team to the National Focal Point Expert Team to the National Focal Point for UNFCCC Ms. Hasrina Sanusi Muliawan Technical Specialist on Climate Change Secretariat of Peatland Restoration Agency Peatland Restoration Agency Mr. Hatif Hawari Saputra Staff Directorate of Sectoral and Regional Resources Mobilization, Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry