24
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir diseluruh dunia dan tergolong spesies dengan variabilitas genetik yang besar dan dapat menghasilkan genotipe baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai karakteristik lingkungan. Dalam sejarah budidaya tanaman, jagung sudah ditanam sejak ribuan tahun yang lalu dan diduga kuat bersal dari Benua Amerika. Di Indonesia jagung merupakan bahan makanan pokok kedua setelah padi. Kehadiran gulma pada lahan pertanaman jagung tidak jarang menurunkan hasil dan mutu biji. Penurunan hasil bergantung pada jenis gulma, kepadatan, lama persaingan, dan senyawa allelopati yang dikeluarkan oleh gulma. Secara keseluruhan, kehilangan hasil yang disebabkan oleh gulma melebihi kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Meskipun demikian, kehilangan hasil akibat gulma sulit diperkirakan karena pengaruhnya tidak dapat segera diamati. Beberapa penelitian menunjukkan korelasi negatif antara bobot kering gulma dan hasil jagung, dengan penurunan hasil hingga 95% (Violic 2000). Jagung yang ditanam secara monokultur dan dengan masukan rendah tidak memberikan hasil akibat persaingan intensif dengan gulma (Clay and Aquilar 1998). Semua tumbuhan pada pertanaman jagung yang tidak dikehendaki keberadaannya dan menimbulkan kerugian disebut gulma. Gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung berasal dari biji gulma itu sendiri yang ada di tanah. Jenis-jenis gulma 1

Kompetisi Gulma Pd Tan. Jagung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jenis jenis gulma pada tanaman jagung, akibatnya pada jagung, dan cara pengendaliannya.

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir diseluruh dunia dan tergolong spesies dengan variabilitas genetik yang besar dan dapat menghasilkan genotipe baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai karakteristik lingkungan. Dalam sejarah budidaya tanaman, jagung sudah ditanam sejak ribuan tahun yang lalu dan diduga kuat bersal dari Benua Amerika. Di Indonesia jagung merupakan bahan makanan pokok kedua setelah padi. Kehadiran gulma pada lahan pertanaman jagung tidak jarang menurunkan hasil dan mutu biji. Penurunan hasil bergantung pada jenis gulma, kepadatan, lama persaingan, dan senyawa allelopati yang dikeluarkan oleh gulma. Secara keseluruhan, kehilangan hasil yang disebabkan oleh gulma melebihi kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Meskipun demikian, kehilangan hasil akibat gulma sulit diperkirakan karena pengaruhnya tidak dapat segera diamati. Beberapa penelitian menunjukkan korelasi negatif antara bobot kering gulma dan hasil jagung, dengan penurunan hasil hingga 95% (Violic 2000). Jagung yang ditanam secara monokultur dan dengan masukan rendah tidak memberikan hasil akibat persaingan intensif dengan gulma (Clay and Aquilar 1998). Semua tumbuhan pada pertanaman jagung yang tidak dikehendaki keberadaannya dan menimbulkan kerugian disebut gulma. Gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung berasal dari biji gulma itu sendiri yang ada di tanah. Jenis-jenis gulma yang mengganggu pertanaman jagung perlu diketahui untuk menentukan cara pengendalian yang sesuai. Selain jenis gulma, persaingan antara tanaman dan gulma perlu pula dipahami, terutama dalam kaitan dengan waktu pengendalian yang tepat.

1.2. Tujuan

Mengetahui jenis-jenis gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung.

Mengetahui kompetisi yang terjadi antara gulma dan jagung beserta dengan mekanisme dan efeknya

Mengetahui cara yang tepat dalam pengendalian gulma pada pertanaman jagung

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kompetisi Gulma

Gulma merugikan manusia dalam keadaan,tempat dan waktu tertentu. Tetapi, pada prinsipnya, gulma merupakan tumbuhan yang tidak dikehendaki tumbuh atau hidup di suatu tempat. Hal ini disebabkan karena gulma biasanya tumbuhan tersebut dapat berkompetisi dengan tanaman pokok yang dibudidayakan oleh manusia. Gulma dan tanaman budidaya mengadakan kompetisi dalam rangka mendapatkan factor factor tumbuh yang terbatas di suatu Agro-ekosistem. Apabila tanaman tersebut kalah dalam kompetisinya dengan gulma, biasanya tumbuhnya kurang atau terhambat pertumbuhannya,sehingga kurang mampu untuk berproduksi dengan baik.

Kompetisi diartikan sebagai perjuangan dua organisme atau lebih untuk memperebutkan objek yang sama. Baik gulma maupun tanaman mempunyai keperluan dasar yang sama untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal, yaitu unsure hara, air, cahaya, bahan ruang tumbuh dan CO2. persaingan terjadi bila unsur-unsur penunjang pertumbuhan tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup bagi keduanya. Persaingan antara gulma dengan tanaman adalah persaingan interspesifik karena terjadi antar spesies tumbuhan yang berbeda, sedangkan persaingan yang terjadi antar spesies tumbuhan yang sama merupakan persaingan intra spesifik.

Persaingan memperebutkan air

Gulma sama halnya dengan tumbuhan lain, yang banyak membutuhkan air untuk hidupnya . air diserap dari dalam tanah dan sebagian besar diuapkan (transpirasi) dan hanya sekitar 1% saja yang digunakan untuk proses fotosintesis. Untuk tiap kilogram bahan organic gulma membutuhkan 330-1900 liter air. Kebutuhan yang besar tersebut hampir dua kali kebutuhan pertanaman. Contoh gulma Helianthus annus membutuhkan air sebesar dua kali tanaman jagung. Persaingan memperebutkan air terutama terjadi pada pertanian lahan kering atau tegalan

Persaingan memperebutkan hara

Setiap lahan berkapasitas tertentu dalam mendukung pertumbuhan berbagaipertanaman dan pertumbuhan yang tumbuh di permukaannya. Jumlah bahan organic yang dapat dihasilkan pada lahan itu tetap walaupun komposisi tumbuhannya berbeda. Karena itu bila gulma tidak dikendalikan, sebagian hasil bahan organic pada lahan ituberupa gulma. Hal ini berarti bahwa pemupukan akan menaikan daya dukung lahan, tetapi tidak akan mengurangi komposisi hasil tumbuhan atau gangguan gulma tetap ada dan merugikan walaupun tanah dipupuk. Gulma memerlukan lebih banyak unsur hara daripada tanaman budidaya, terutama pada unsur hara makro.

Persaingan memperebutkan cahaya

Dalam keadaan air dan hara telah cukup untuk pertumbuhan maka factor pembatas berikutnya adalah cahaya matahari. Bila musim hujan maka berbagai pertanaman akan berebut untuk memperoleh cahaya matahari. Tumbuhan yang cepat tumbuh (lebih tinggi) dan tajuknya lebih rimbun akan memperoleh cahaya lebih banyak. Sedangkan tumbuhan lain yang lebih pendek, muda dan kurang tajuknya akan ternaungi oleh tumbuhan yang terdahulu sehingga pertumbuhannya akan terhambat.

Pengeluaran senyawa racun

Tumbuhan juga dapat bersaing antara sesamanya secara interaksi biokimia, yaitu salah satu tumbuhan mengeluarkan senyawa beracun ke sekitarnya dan dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan tumbuhan lainnya. Interaksi biokimia antara gulma dan pertanaman antara lain menyebabkan gangguan perkecambahan biji, kecambah jadi abnormal, pertumbuhan memanjang akar terhambat, perubahan susunan sel-sel akar dan lain sebagainya. Persaingan yang timbul akibat di keluarkannya zat yang meracuni tumbuhan lain disebut allelopati. Allelopati ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya karena sifatnya yang toksik.

2.2. Jenis Gulma pada Tanaman Jagung

Tanaman jagung dapat ditanami di lahan kering maupun lahan basah (berupa sawah). Jenis gulma yang didapatkan pada masing-masing lahan bervariasi. Kelembaban tanah dan pH tanah pada kedua lokasi pertanaman juga berbeda. Kelembaban tanah pada lahan kering lebih rendah (rata-rata 3-4%) dan kelembaban di lahan sawah (rata-rata 5-6%). pH tanah lahan sawah lebih asam (pH = 4,90) dibandingkan dengan lahan kering (pH = 5,24). Kelangsungan hidup gulma dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pH tanah, kelembaban tanah, aerasi dan lain-lain.

2.2.1. Gulma Tanaman Jagung pada Lahan Kering

No

Jenis

Persentase (%)

1

Borreria alata

40,03

2

Ageratum conyzoides L.

10,35

3

Digitaria setigera

6,56

4

Porophyllum ruderale

4,35

5

Phyllanthus niruri L.

4,18

6

Imperata cylindrica L.

3,90

7

Borreria repens

3,14

8

Polygala paniculata L.

3,13

9

Oxalis barrelieri L.

2,91

10

Axonopus compressus

2,91

1. Borreria alata

Gulma yang dominan pada pertanaman jagung di lahan kering adalah Borreria alata. Gulma ini sering dijumpai pada pertanaman di lahan kering dan tergolong gulma penting pada beberapa lahan tanaman pangan. Borreria alata termasuk gulma penting tanaman pangan yang dijumpai pada pertanaman padi gogo, jagung, kedelai, kacang tanah, dan ketela pohon. Akar tanaman ini tunggang. Bentuk batang basah/herba,tegak, tanaman tahunan, biasanya bercabang pada bagian bawah saja dengan tinggi 15-50cm. Daun lebar, berbentuk bulat panjang dengan tulang daun menyirip. Bunga biseksual, terdapat pada ketiak daun dan setiap ketiak daun terdiri dari banyak bunga. Buah memiliki biji yang sangat banyak.

2. Digitaria setigera R.&S.

Batang Digitaria setigera R.&S. memiliki panjang 20-80 cm. Daun berbentuk pisau linear atau lanset, panjang 3-25 cm dan lebar 3-12 mm. Bunga terdiri dari tandan, unilateral , panjang 4-15 cm. Habitat tanaman ini berada di lahan pertanian, di tepi jalan dan tepi sungai

3. Imperata cylindrica

Alang alang adalah salah satu gulma perennial yang memiliki sistem perakaran (rhizoid) meluas dengan tinggi tanaman maksimal 100 cm. Alang-alang selalu menjadi gulma penting bagi hampir semua tanaman budidaya di daerah tropis. Gulma ini tumbuh hingga ketinggian tak kurang dari 1 meter. Daun alang-alang tumbuh tegak dengan pelepah daun yang memiliki permukaan yang halus serta tulang daun utama berwarna keputihan. Alang-alang dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat karena memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi pada berbagai kondisi lingkungan.

Borreria alata Digitaria setigera Imperata cylindrica

2.2.2. Gulma Tanaman Jagung pada Lahan Basah (Sawah)

No

Jenis

Persentase (%)

1

Cuphea carthagenensis

19,74

2

Axonopus compressus

11,16

3

Fimbristylis miliaceae

9,79

4

Cyperus kyllingia

9,73

5

Echinochloa colonum

8,32

6

Oryza sativa L.

5,38

7

Eleusine indica L.

5,18

8

Ageratum conyzoides L.

4,38

9

Syanotis axillaris L.

3,22

10

Fimbristylis tomentosa

2,76

Pada pertanaman jagung di lahan sawah, gulma yang didapatkan umumnya adalah jenis gulma padi sawah. Hal ini dapat disebabkan masih adanya pengaruh dari lingkungan sawah dimana gulma yang tumbuh sebelumnya adalah gulma yang sesuai dengan tanah yang lembab atau bahkan sedikit basah. Sehingga gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung di lahan ini sebagian besar adalah gulma padi sawah

1. Cuphea carthagenensis

Gulma yang mendominasi pada pertanaman jagung di lahan sawah adalah Cuphea carthagenensis yaitu sebanyak 1815 individu. Jenis ini umumnya tumbuh melimpah pada habitat lembab, seperti di sepanjang saluran air atau drainase, dan rawa.

2. Cyperus kyllingia

Cyperus kyllingia atau teki pendel memiliki akar serabut dan batang berbentuk segitiga dan tumpul, berdiameter 1-1,5 mm, panjang 5-45cm. Daun berbentuk linier, agak kaku, berjumlah 2-4. Bunga inflorensia terminal bundar atau elips biseksual dengan buah berbentuk bikonveks,berwarna kuning,ada yang berwarna hingga coklat

3. Fimbristylis miliaceae (L.) Vahl

Akar tanaman ini yaitu serabut dan berwarna putih kotor. Batangnya tumpul sampai persegi tiga tajam, lunak, membentuk umbi dan berwarna hijau pucat. Daun berjumlah 4 10 helai dan letaknya berjejal pada pangkal batang, dengan pelepah daun yang tertutup tanah, helaian daun bentuk garis dan berwarna hijau tua mengkilat. Bunga majemuk, berbentuk bulir dan berwarna coklat.

Cuphea carthagenensis Cyperus kyllingia Fimbristylis miliaceae

2.2.3. Gulma pada Tanaman Jagung di Lahan Kering Maupun Lahan Basah

Pada kedua lahan pertanaman ditemukan 5 jenis gulma yang sama yaitu Ageratum conyzoides, Phyllanthus niruri, Cuphea carthagenensis, Axonopus compressus dan Borreira laevis. Diantara kelima jenis gulma ini, yang banyak ditemukan pada kedua lahan pertanaman biasanya jenis Ageratum conyzoides dan Cuphea carthagenensis. Indeks kesamaan Sorensen yang didapatkan untuk kedua lahan pertanaman adalah sebesar 20% ini berarti bahwa indeks kesamaan dari kedua lahan pertanaman tergolong rendah karena kurang dari 50%. Berarti komunitas gulma pada kedua lahan pertanaman dapat dikatakan berbeda, hal ini ditandai dengan rendahnya kesamaan jenis gulma yang ditemukan dari kedua lahan pertanaman jagung tersebut. Berdasarkan aturan uji beda aturan 50%, dua komunitas dikatakan berbeda nyata bila indeks kesamaannya kecil dari 50%. Berikut ini merupakan beberapa gulma yang terdapat pada lahan kering dan lahan basah tanaman jagung;

1. Ageratum conyzoides

Lahan sawah yang dijadikan sebagai daerah pertanaman jagung merupakan lahan yang telah dikeringkan dan tidak diairi selama ditanami jagung, kondisi tanahnya mengering sehingga Ageratum conyzoides dapat tumbuh dan berkembang di lahan sawah tersebut. Selain itu, Ageratum conyzoides merupakan gulma semusim yang memiliki jumlah biji yang banyak dan mudah tersebar. Akar tunggang, batang berbentuk bulat bercabang dan tumbuh tegak. Daun berbentuk bulat telur dimana pada bagian tepinya bergerigi dan berbulu.

2. Phyllanthus niruri

Meniran (Phyllanthus niruri) adalah tanaman semusim, tumbuh tegak, bercabang-cabang, dan tingginya antara 30cm-50cm. Tanaman ini memiliki batang yang berbentuk bulat berbatang basah dengan tinggi kurang dari 50cm, berwarna hijau, diameternya 3 mm. Daunnya majemuk, bentuk daun bulat telur (ovale), ujung daunnya tumpul dan berwarna hijau. Daun meniran ini termasuk pada tipe daun yang tidak lengkap yaitu pada bagian daun bertangkai karena tanaman ini hanya memiliki tangkai dan beberapa heliaan daun. Bunga tunggal yang terdapat pada ketiak daun menghadap ke arah bawah, menggantung dan berwarna putih. Memiliki daun kelopak yang berbentuk bintang, benang sari dan putik tidak terlihat jelas, mahkota bunga kecil dan berwarna putih.

Ageratum conyzoides Phyllanthus niruri

2.3. Persaingan Gulma dengan Tanaman Jagung

Tingkat persaingan antara tanaman dan gulma bergantung pada empat faktor, yaitu stadia pertumbuhan tanaman, kepadatan gulma, tingkat cekaman air dan hara, serta spesies gulma. Jika dibiarkan, gulma berdaun lebar dan rumputan dapat secara nyata menekan pertumbuhan dan perkembangan jagung. Gulma menyaingi tanaman terutama dalam memperoleh air, hara, dan cahaya. Tanaman jagung sangat peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu stadia pertumbuhan jagung di mana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum stadia V3, gulma hanya mengganggu tanaman jagung jika gulma tersebut lebih besar dari tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. Antara stadia V3 dan V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang tidak tertekan oleh gulma. Setelah V8 hingga matang, tanaman telah cukup besar sehingga menaungi dan menekan pertumbuhan gulma. Pada stadia lanjut pertumbuhan jagung, gulma dapat mengakibatkan kerugian jika terjadi cekaman air dan hara, atau gulma tumbuh pesat dan menaungi tanaman (Lafitte 1994).

Beberapa jenis gulma tumbuh lebih cepat dan lebih tinggi selama stadia pertumbuhan awal jagung, sehingga tanaman jagung kekurangan cahaya untuk fotosintesis. Gulma yang melilit dan memanjat tanaman jagung dapat menaungi dan menghalangi cahaya pada permukaan daun, sehingga proses fotosintesis terhambat yang pada akhirnya menurunkan hasil. Di banyak daerah pertanaman jagung, air merupakan faktor pembatas. Kekeringan yang terjadi pada stadia awal pertumbuhan vegetatif dapat mengakibatkan kematian tanaman. Kehadiran gulma pada stadia ini memperburuk kondisi cekaman air selama periode kritis, dua minggu sebelum dan sesudah pembungaan. Pada saat itu tanaman rentan terhadap persaingan dengan gulma. Gulma merupakan pesaing bagi tanaman dalam memperoleh hara. Gulma dapat menyerap nitrogen dan fosfor hingga dua kali, dan kalium hingga tiga kali daya serap tanaman jagung. Pemupukan merangsang vigor gulma sehingga meningkatkan daya saingnya. Nitrogen merupakan hara utama yang menjadi kurang tersedia bagi tanaman jagung karena persaingan dengan gulma. Tanaman yang kekurangan hara nitrogen mudah diketahui melalui warna daun yang pucat. Interaksi positif penyiangan dan pemberian nitrogen umumnya teramati pada pertanaman jagung, di mana waktu pengendalian gulma yang tepat dapat mengoptimalkan penggunaan nitrogen dan hara lainnya serta menghemat penggunaan pupuk

Allelopati merupakan senyawa biokimia yang dihasilkan dan dilepaskan gulma ke dalam tanah dan menghambat pertumbuhan jagung. Senyawa tersebut masuk ke dalam lingkungan tumbuh tanaman sebagai sekresi dan hasil pencucian dari akar dan daun gulma yang hidup dan mati dan pembusukan vegetasi. Senyawa allelopati menghambat perkecambahan benih tanaman, dan menghambat perpanjangan akar sehingga menyebabkan kekacauan sellular dalam akar (Anderson 1977 dalam Violic 2000).

2.4 Pengaruh Kompetisi Gulma terhadap Produktivitas Tanaman Jagung

Tumbuhan pada pertanaman jagung yang tidak dikehendaki keberadaannya dan menimbulkan kerugian dapat menurunkan produktifitas jagung. Gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung berasal dari biji gulma itu sendiri yang ada di tanah. Kehadiran gulma pada lahan pertanaman jagung tidak jarang menurunkan hasil dan mutu biji. Penurunan hasil bergantung pada jenis gulma, kepadatan, lama persaingan, dan senyawa allelopati yang dikeluarkan oleh gulma. Secara keseluruhan, kehilangan hasil yang disebabkan oleh gulma melebihi kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Meskipun demikian, kehilangan hasil akibat gulma sulit diperkirakan karena pengaruhnya tidak dapat segera diamati. Beberapa penelitian menunjukan korelasi negatif antara bobot kering gulma dan hasil jagung, dengan menurunnya hasil hingga 95% (Violic, 2000).

Kerugian akibat gulma terhadap tanaman budidaya bervariasi, tergantung dari jenis tanamannya, iklim, jenis gulmanya, dan tentu saja praktek pertanian di samping faktor lain. Di Amerika Serikat besarnya kerugian tanaman budidaya yang disebabkan oleh penyakit 35 %, hama 33 %, gulma 28 % dan nematoda 4 % dari kerugian total. Di negara yang sedang berkembang, kerugian karena gulma tidak saja tinggi, tetapi juga mempengaruhi persediaan pangan dunia.

Persaingan antara gulma dengan tanaman yang kita usahakan dalam mengambil unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah dan penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi baik kualitas maupun kuantitas. Cramer (1975) menyebutkan kerugian berupa penurunan produksi dari beberapa tanaman dalah sebagai berikut : padi 10,8 %; sorgum 17,8 %; jagung 13 %; tebu 15,7 %; coklat 11,9 %; kedelai 13,5 % dan kacang tanah 11,8 %.

Menurut Bangun (1988), penurunan hasil akibat kompetisi jagung dengan gulma dapat mencapai angka 16-62 persen. Suprapto (1998) juga mengemukakan bahwa penurunan hasil tersebut dapat berkisar antara 20-60 persen. Penurunan hasil tanaman akibat munculnya gulrna disebabkan oleh terjadinya persaingan (kompetisi) antara gulrna dan tanaman untuk memperebutkan unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh. Menurut Sukman dan Yakup (1991), beberapa jenis gulma tertentu menyerap lebih banyak unsur hara daripada tanaman budidaya.

Gulma mengkibatkan kerugian-kerugian lain, seperti :

1. Persaingan antara tanaman utama sehingga mengurangi kemampuan berproduksi, terjadi persaingan dalam pengambilan air, unsur-unsur hara dari tanah, cahaya dan ruang lingkup.

2. Pengotoran kualitas produksi pertanian, misalnya pengotoran benih oleh biji-biji gulma.

3. Allelopathy yaitu pengeluaran senyawa kimiawi oleh gulma yang beracun bagi tanaman yang lainnya, sehingga merusak pertumbuhannya.

4. Gangguan kelancaran pekerjaan para petani, misalnya adanya duri pada gulma.

5. Perantara atau sumber penyakit atau hama pada tanaman, misalnya Lersia hexandra dan Cynodon dactylon merupakan tumbuhan inang hama ganjur pada padi.

6.Gangguan kesehatan manusia, misalnya ada suatu gulma yang tepung sarinya menyebabkan alergi.

7.Kenaikkan ongkos-ongkos usaha pertanian, misalnya menambah tenaga dan waktu dalam pengerjaan tanah, penyiangan, perbaikan selokan dari gulma yang menyumbat air irigasi.

Dalam kurun waktu yang panjang kerugian akibat gulma dapat lebih besar daripada kerugian akibat hama atau penyakit. Di negara-negara sedang berkembang (Indonesia, India, Filipina, Thailand) kerugian akibat gulma sama besarnya dengan kerugian akibat hama.

2.5 Pengendalian Gulma

Keberhasilan pengendalian gulma merupakan salah satu faktor penentu tercapainya tingkat hasil jagung yang tinggi. Gulma dapat dikendalikan melalui berbagai aturan dan karantina; secara biologi dengan menggunakan organisme hidup; secara fisik dengan membakar dan menggenangi, melalui budi daya dengan pergiliran tanaman, peningkatan daya saing dan penggunaan mulsa; secara mekanis dengan mencabut, membabat, menginjak, menyiang dengan tangan, dan mengolah tanah dengan alat mekanis bermesin dan nonmesin, secara kimiawi menggunakan herbisida. Gulma pada pertanaman jagung umumnya dikendalikan dengan cara mekanis dan kimiawi. Pengendalian gulma secara kimiawi berpotensi merusak lingkungan sehingga perlu dibatasi melalui pemaduan dengan cara pengendalian lainnya.

2.5.1 Pengendalian secara Mekanis

Secara tradisional petani mengendalikan gulma dengan pengolahan tanah konvensional dan penyiangan dengan tangan. Pengolahan tanah konvensional dilakukan dengan membajak, menyisir dan meratakan tanah, menggunakan tenaga ternak dan mesin. Untuk menghemat biaya, pada pertanaman kedua petani tidak mengolah tanah. Sebagian petani bahkan tidak mengolah tanah sama sekali. Lahan disiapkan dengan mematikan gulma menggunakan herbisida. Pada usahatani jagung yang menerapkan sistem olah tanah konservasi, pengolahan tanah banyak dikurangi, atau bahkan dihilangkan sama sekali. Pada tanah Podzolik Merah Kuning (PMK) Lampung, hasil jagung tanpa olah tanah masih tetap tinggi hingga musim tanam ke-10 (Utomo 1997).

Pembajakan dan penggaruan dapat secara berangsur dikurangi dan diganti dengan penggunaan herbisida atau pengelolaan mulsa dari sisa tanaman dan gulma dalam sistem pengolahan tanah konservasi. Ketersediaan herbisida juga memungkinkan pemanfaatan lahan marjinal dan lahan miring yang bersifat sangat rapuh terhadap pengolahan tanah konvensional. Penggunaan herbisida memungkinkan penanaman jagung langsung pada barisan tanaman tanpa olah tanah.

Pada tanah Inceptisol yang bertekstur liat, gulma pada pertanaman tanpa olah tanah lebih sedikit daripada yang diolah secara konvensional, yang tercermin dari bobot gulma yang lebih ringan. Pada tanah Ultisol yang bertekstur lempung berdebu, 21 hari setelah tanam yaitu menjelang penyiangan pertama, gulma pada petak tanpa olah tanah lebih sedikit dibanding pada petak yang diolah secara konvensional. Sebelum penanaman jagung, gulma di petak tanpa olah tanah dikendalikan dengan penyemprotan herbisida, sedang di petak olah tanah konvensional, dikendalikan dengan pengolahan tanah. Pada 42 hari setelah tanam, yaitu menjelang penyiangan kedua, dan menjelang panen, jumlah gulma hampir sama di kedua petak (Fadhly et al. 2004). Menurut Roberts dan Neilson (1981) serta Schreiber (1992), jumlah benih gulma berkurang jika pengendaliannya menggunakan herbisida.

Pengendalian gulma dengan penyiangan menggunakan sabit, cangkul, dan alat mekanis nonmesin membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang tinggi. Untuk penyiangan dengan tangan seluas 1 ha lahan pertanaman jagung setidaknya dibutuhkan 15 hari orang kerja (Violic 2000). Penyiangan gulma dengan tangan menyerap 35-70% tenaga yang dibutuhkan dalam proses produksi (Ranson 1990). Penggunaan herbisida merupakan salah satu cara mengatasi masalah gulma. Herbisida membuka peluang bagi modifikasi cara penyiapan lahan konvensional yang menerapkan olah tanah intensif.

2.5.2 Pengendalian dengan Herbisida

Herbisida memiliki efektivitas yang beragam. Berdasarkan cara kerjanya, herbisida kontak mematikan bagian tumbuhan yang terkena herbisida, dan herbisida sistemik mematikan setelah diserap dan ditranslokasikan ke seluruh bagian gulma. Menurut jenis gulma yang dimatikan ada herbisida selektif yang mematikan gulma tertentu atau spektrum sempit, dan herbisida nonselektif yang mematikan banyak jenis gulma atau spektrum lebar.

Bahan aktif herbisida yang penting untuk pertanaman jagung adalah glifosat, paraquat, 2,4-D, ametrin, dikamba, atrazin, pendimetalin, metolaklor, dan sianazin. Bahan aktif herbisida tidak banyak mengalami peningkatan, tetapi yang bertambah adalah formulasi atau nama dagang herbisida.

Herbisida berbahan aktif glifosat, paraquat, dan 2,4-D banyak digunakan petani, sehingga banyak formulasi yang menggunakan bahan aktif tersebut. Glifosat yang disemprotkan ke daun efektif mengendalikan gulma rumputan tahunan dan gulma berdaun lebar tahunan, gulma rumput setahun, dan gulma berdaun lebar. Senyawa glifosat sangat mobil, ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman ketika diaplikasi pada daun, dan cepat terurai dalam tanah. Gejala keracunan berkembang lambat dan terlihat 1-3 minggu setelah aplikasi (Klingman et al. 1975).

Herbisida pascatumbuh yang cukup luas penggunaannya untuk mengendalikan gulma pada pertanaman jagung adalah paraquat (1,1-dimethyl-4,4 bypiridinium) yang merupakan herbisida kontak nonselektif. Setelah penetrasi ke dalam daun atau bagian lain yang hijau, bila terkena sinar matahari, molekul herbisida ini bereaksi menghasilkan hydrogen peroksida yang merusak membran sel dan seluruh organ tanaman, sehingga tanaman seperti terbakar. Herbisida ini baik digunakan untuk mengendalikan gulma golongan rumputan dan berdaun lebar. Paraquat merupakan herbisida kontak dan menjadi tidak aktif bila bersentuhan dengan tanah. Paraquat tidak ditranslokasikan ke titik tumbuh, residunya tidak tertimbun dalam tanah, dan tidak diserap oleh akar tanaman (Tjitrosedirdjo et al. 1984).

Herbisida 2,4-D digunakan untuk mengendalikan gulma berdaun lebar setahun dan tahunan, melalui akar dan daun. Aplikasinya mengakibatkan gulma berdaun lebar melengkung dan terpuntir. Senyawa 2,4-D terkonsentrasi dalam embrio muda atau jaringan meristem yang sedang tumbuh (Klingman et al. 1975).

2.5.3 Pengendalian secara Terpadu

Kepedulian terhadap lingkungan melahirkan sistem pengelolaan terpadu gulma yang meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mempelajari interaksi antara tanaman dan gulma, terutama kemampuan persaingan relatif dari tanaman selama berbagai fase perkembangan gulma. Pengelolaan gulma harus dipadukan

dengan aspek budi daya, termasuk pengolahan tanah, pergiliran tanaman, dan pengendalian gulma itu sendiri.

Pengelolaan gulma terpadu merupakan konsep yang mengutamakan pengendalian secara alami dengan menciptakan keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi perkembangan gulma dan meningkatkan daya saing tanaman terhadap gulma. Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengendalian secara terpadu: (1) pengendalian gulma secara langsung dilakukan dengan cara fisik, kimia, dan biologi, dan secara tidak langsung melalui peningkatan daya saing tanaman melalui perbaikan teknik budi daya, (2) memadukan cara-cara pengendalian tersebut, dan (3) analisis ekonomi praktek pengendalian gulma (Rizal 2004).

Pengelolaan gulma secara terpadu pada prinsipnya memanipulasi faktor pertanaman sehingga lebih menguntungkan bagi tanaman. Populasi jagung yang tinggi, misalnya, dapat menekan pertumbuhan gulma. Tollenar et al. (1994) secara kuantitatif menyimpulkan pengaruh kepadatan tanaman jagung terhadap gulma selama daur pertumbuhan: (i) gangguan gulma selama pertumbuhan jagung menjadi kecil jika gulma disingkirkan hingga stadia 3-4 helai daun jagung, (ii) pada saat kepadatan tanaman jagung meningkat dari 4 menjadi 10 tanaman/m2, biomas gulma menurun hingga 50%.

Pengelolaan gulma secara terpadu mengkombinasikan efektivitas dan efisiensi ekonomi. Jika penggunaan herbisida dikurangi maka pengolahan tanah setelah tanam diperlukan (Buchler et al. 1995). Pengolahan tanah dapat mencegah perkembangan resistensi populasi gulma terhadap herbisida, mengurangi ketergantungan terhadap herbisida, dan menunda atau mencegah peningkatan spesies gulma tahunan yang sering menyertai dan timbul bersamaan dengan pengolahan konservasi (Staniforth and Wiese 1985). Pada saat penggunaan herbisida diminimalkan atau dikurangi, pengolahan tanah setelah tanam diperlukan untuk mengendalikan gulma (Buchholtz and Doersch 1968). Mengurangi pengolahan tanah lebih efisien dalam penggunaan energi daripada mengurangi penggunaan herbisida (Clements et al. 1995).

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Gulma merugikan manusia dalam keadaan,tempat dan waktu tertentu. Gulma dan tanaman budidaya mengadakan kompetisi dalam rangka mendapatkan factor factor tumbuh yang terbatas di suatu Agro-ekosistem. Gulma yang dominan pada pertanaman jagung di lahan kering adalah Borreria alata. Gulma yang mendominasi pada pertanaman jagung di lahan sawah adalah Cuphea carthagenensis dan gulma yang banyak ditemukan pada kedua lahan pertanaman biasanya jenis Ageratum conyzoides dan Cuphea carthagenensis.

Gulma menyaingi tanaman terutama dalam memperoleh air, hara, dan cahaya. Tanaman jagung sangat peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu stadia pertumbuhan jagung di mana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Gulma juga mengeluarkan senyawa allelopati. Allelopati merupakan senyawa biokimia yang dihasilkan dan dilepaskan gulma ke dalam tanah dan menghambat pertumbuhan jagung. Allelopati menghambat perkecambahan benih tanaman, dan menghambat perpanjangan akar sehingga menyebabkan kekacauan sellular dalam akar.

Keberhasilan pengendalian gulma merupakan salah satu faktor penentu tercapainya tingkat hasil jagung yang tinggi. Gulma pada pertanaman jagung umumnya dikendalikan dengan cara mekanis dan kimiawi. Pengendalian gulma secara kimiawi berpotensi merusak lingkungan sehingga perlu dibatasi melalui pemaduan dengan cara pengendalian lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ariestiai. 2000. KAJIAN EFEKTIVITAS HERBISIDA GLIFOSAT-2,4-D 120/240 AS, GLIFOSAT-2,4-D 120/120 AS, DAN 2,4-1) 865 AS UNTUK PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.). [Online]. Tersedia: http:// repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/14539/2/A00ari.pdf (Diakses pada tanggal 4 April 2015)

Djafar, FD. 2014. [Online]. Tersedia : http:// eprints.ung.ac.id/6146/4/2013-1-54411-611309017-bab1-01082013123302.ps (Diakses pada tanggal 4 April 2015)

Fadhly, AF. Pengendalian Gulma pada Pertanaman Jagung. [Online]. Tersedia : balitsereal.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/satulima.pdf (Diakses pada tanggal 4 April 2015)

Solfiyeni. 2013. Analisis Vegetasi Gulma Pada Pertanaman Jagung (Zea mays L.) di Lahan Kering dan Lahan Sawah di Kabupaten Pasaman. Jurnal. Universitas Andalas. [Online] http://jurnal.fmipa.unila.ac.id/index.php/semirata/article/download/630/450 (Diakses pada tanggal 4 April 2015)

16