21
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 KONSEP EKUILIBRIUM PENENTUAN HARGA MENURUT PEMIKIRAN IBNU KHALDUN Oleh: Nor Hadi 1 Abstract This article describes the view of Ibnu Khaldun on pricing (equilibrium). Price is considered important because it is the replacement value of a commodity. As the price of a replacement, the price is the value of the goods or services. Ibnu Khaldun said objective price is the price obtained from the exchange market mechanism assuming there is no information asymmetry. This price is the result of the meeting mechanism between demand and supply. Thus, government intervention in pricing becomes unnecessary and it could create market distortions. In addition, the price is a result of market mechanisms. Ibnu Khaldun also found the government factor, the level of purchasing power, information disclosure, consumer tastes, as well as other shar'ī factors also affect the price. Keywords: price, market mechanisms, equilibrium, asymmetric information A. Pendahuluan Menelisik perilaku ekonomi manusia, sesungguhnya telah ada sejak manusia di muka bumi terlahir. Dikatakan demikian karena ekonomi adalah tatanan bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidup yang serba tidak terbatas, sementara alat pemuas kebutuhan serba terbatas (Sukirno, S adono, 2008). Karena sedikitnya alat pemuas kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk berperilaku tertentu agar supaya dapat memenuhi kebutuhannya. Nampaknya ekonomi konvensional yang lahir dari manifestasi filsafat positifis dengan semangat kapitalis telah lebih dulu memproklamirkan rumusan konsep bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut. Berbagai model ekonomi dirumuskan dan dituangkan untuk 1 Dosen Ekonomi & Bisnis Syari’ah STAIN Kudus

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Al- Qur‟an dan As-sunnah yang menjadi petunjuk umat dalam memerankan kehidupan didunia. Al-Qur‟an dan As-Sunnah sebagai pedoman

Embed Size (px)

Citation preview

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

1

KONSEP EKUILIBRIUM PENENTUAN HARGA

MENURUT PEMIKIRAN IBNU KHALDUN

Oleh: Nor Hadi1

Abstract

This article describes the view of Ibnu Khaldun on pricing (equilibrium). Price is

considered important because it is the replacement value of a commodity. As the

price of a replacement, the price is the value of the goods or services. Ibnu

Khaldun said objective price is the price obtained from the exchange market

mechanism assuming there is no information asymmetry. This price is the result

of the meeting mechanism between demand and supply. Thus, government

intervention in pricing becomes unnecessary and it could create market

distortions. In addition, the price is a result of market mechanisms. Ibnu Khaldun

also found the government factor, the level of purchasing power, information

disclosure, consumer tastes, as well as other shar'ī factors also affect the price.

Keywords: price, market mechanisms, equilibrium, asymmetric information

A. Pendahuluan

Menelisik perilaku ekonomi manusia, sesungguhnya telah ada

sejak manusia di muka bumi terlahir. Dikatakan demikian karena ekonomi

adalah tatanan bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidup yang serba

tidak terbatas, sementara alat pemuas kebutuhan serba terbatas (Sukirno, S

adono, 2008). Karena sedikitnya alat pemuas kebutuhan tersebut

manusia dituntut untuk berperilaku tertentu agar supaya dapat memenuhi

kebutuhannya.

Nampaknya ekonomi konvensional yang lahir dari manifestasi

filsafat positifis dengan semangat kapitalis telah lebih dulu

memproklamirkan rumusan konsep bagaimana memenuhi kebutuhan

tersebut. Berbagai model ekonomi dirumuskan dan dituangkan untuk

1 Dosen Ekonomi & Bisnis Syari’ah STAIN Kudus

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

2

memberikan legitimasi informasi meyakinkan sehingga dapat digunakan

untuk merancang kebijakan serta memprediksi kondisi-kondisi masa

datang serta menjelaskan keterkaitan kondisi atau variabel ekonomi.

Dengan berjalannya waktu, ekonomi konvensional telah menjadi

mainstream ekonomi yang menguasai seantero dunia yang diacu dan

dijadikan rujukan dalam perilaku ekonomi bangsa-bangsa dunia.

Problem ekonomi bukan hal yang sederhana, begitu banyak

variabel yang mempengaruhi dan begitu banyak motif masuk dan turut

serta menentukannya, baik sosial, politik, hukum, keamanan, budaya,

agama, dan bentuk lainnya. Akibatnya carut-marut ekonomi-pun tidak

terelakkan.

Kita semua menyaksikan entah berapa kali krisis ekonomi

melanda dunia, serta berapa banyak distorsi ekonomi menganggu stabilitas

bangsa-bangsa. Secara lebih spesifik, kita telah mengalami krisis ekonomi

yang sempat memporak-porandakan satabilitas bangsa, dan berapa banyak

kita dihadapkan kelangkaan bahan kebutuhan pokok seperti: minyak,

beras, gula, daging, Gas LPG, kedelai, kemiskinan, pengangguran,

korupsi, kolusi, nepotisme, dan seterusnya. Sementara, apa yang tidak ada

dan tidak dihasilkan di negeri ini.

Krisis Sub-Prime dari Amerika telah mengganggu ekonomi

Dunia. Negara-negara yang berafiliasi ekonomi akhirya harus pontang-

panting untuk memperoleh format kebijakan makro negaranya agar tidak

terimpas krisis Global tersebut. Itu semua adalah bukti problem ekonomi

sangat rumit dan sulit. Pertanyaanya adalah, mengapa semua itu bisa

terjadi?, apa yang salah dengan ekonomi yang ada selama ini?, model

ekonomi bagaimanakah yang lebih moderat dan ampuh untuk mengatur

tata perekonomian manusia?.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

3

Sesungguhnya jawaban problematika tersebut diatas telah ada

sejak abad 7 M yaitu dimana Rasulullah Muhammad SAW. diutus dengan

membawa ajaran yang disebut dengan Islam. Islam memberikan

keselamatan didunia dan akhirat dengan seperaangkai ajaran empiris bagi

umat manusia.

Al- Qur‟an dan As-sunnah yang menjadi petunjuk umat dalam

memerankan kehidupan didunia. Al-Qur‟an dan As-Sunnah sebagai

pedoman memiliki daya jangkau universal dalam segala aspek kehidupan

umat manusia dan mampu menembus cakrawala kehidupan yang ideal dari

masa-kemasa2. Dalam hal ekonomi, Islam mempunyai prinsip bahwa

ekonomi didudukkan untuk mengembangkan kebajikan bagi umat. Namun

demikian, isi lqura‟an dan Sunnah Rasul berupa konsep-konsep dasar yang

dalam tatataram empiris membutuhkan penafsiran membuat pelaksanaan

ekonomi Islam menjadi terkontektual menjadi kurang. Apalagi, Islam

masih sangat dipahami secasra normatif, maka empirisasi Islam menjadi

kurang lentur.

Sesungguhnya problem klasih tentang pemahaman Al-Qur‟an dan

Sunnah agar dapat dipahami secara lebih opertasional banyak dibahas para

ahli atau ilmuan muslim pada masa kejayaan tempo dulu. Ambil saja,

Imam Ghozali, al-Farabi, Ibnu Kaldum, Ibnu Taimiyah, dan sederetan

ilmuan Muslim lainnya. Produk permikiran telah membuktikan bahwa

ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi tidak

lekam karena zaman serta terkontek dalam berbagai medan. Namun

demikian, fakta menunjukkan bahwa kancah ekonomi Islam ternyata

2 Ikhwan Hamdani, 2003, Sistem Pasar dan Pengawasan Ekonomi (Islam)

dalam Perspektif Ekonomi Islam, (Jakarta: Nur Insani,t.th.), hal.12.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

4

masih satu langkah dibelakang dibandingkan dari dominasi ilmu ekonomi

konvensional (ilmu ekonomi kapitalis).

Artikel ini secara khusus akan membahas bagiamana penentuan

tingkat ekuilibrium dalam menentukan harga yang adil menurut Ibnu

Kaldum.. Signifikansi pembahasan topik didasarkan argumen bahwa harga

merupakan instrumen penting dalam praktik ekonomi. Hampir semua

kegiatan ekonomi selalu bersinggungan dengana harga, karena disitu

menampilkan leng transaction yang ocjective dan feriviable. Penentuan

harga dapat mengganggu unsur keadilan dan kerelaaan, yang mana, hal

tersebut dapat mengganggu halal dan haramnya satu transaksi.

Harga yang wajar cara pandang Islami bukanlah suatu konsesi,

melainkan juga ada hak fundamental yang dikuatkan (legitimasi) oleh

Hukum Negara. Negara selaku pemegang legitimasi memiliki kepentingan

untuk melindungi harga sehingga harga bukan hanya tergantung pada

kekuatan penawaran dan pemintaan sebagaimana disitir oleh ekonomi

aliran Klasik3.

Ibnu Khladun adalah salah satu tokok pemikir Islam yang

disegani karena produk pemikirannya yang sangat progresif, termasuk

bahasannya terkait dengan harga. Konsep tentang harga yang ditawarkan

oleh Ibnu Kaldum bahwa “ketika barang-barang tersedia sedikit, maka

harga-harga akan naik, begitu pula ketika jarak antar kota dekat dan aman

untuk melakukan perjalanan maka akan banyak barang yang diimpor

sehingga ketersediaan barang akan melimpah, dan harga-harga akan

turun”4. Konsep yang ditawarkan Ibnu Khaldun tersebut mencoba

3 Ibn Klhaldun, Muqddimah, terj. Ahmadie Toha, (Jakarta, Pustaka Firdaus,

1986), hal. 338 4 Ibid, h. 341

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

5

memasukkan banyak faktor yang bukan hanya penawaran dan permintaan

saja yang menentukan harga, melainkan banyak faktor lain termasuk aspek

spiritual. Untuk memberikan pembahasan secara komprehensif, konsep

Ibnu Khaldun tersebut akan dibahas dalam artikel ini.

B. Sejarah dan Karya Ibnu Khaldun

Menurut sejarah biografi Ibnu Khaldun, beliau berasal keluarga

yang mencintai ilmu pengetahuan. Dengan begitu, beliau terkondisikan

dengan lingkungan ilmuana yang cinta dan sangat menghormati ilmu

pengetahun. Ibnu Khaldun memiliki nama lengkap Abdurrahman Abu

Zaid Waliuddin bin Abu Abdillah Muhammad bin Ibrahim bin

Abdurrahman bin Khalid (terkenal dengan Khaldun). Ibnu Khaldun lahir

di Tunisia pada bulan Ramadhan tahun 732 H bertepatan dengan 27 Mei

1332 M. Ayah beliau bernama Abu Abdillah Muhammad adalah seorang

guru dan ulama berpengaruh yang memahami sastra arab. Disamping itu,

Ibnu Khaldum juga memiliki trah keluarga yang dekat dengan

pemerintahan saat itu, yaitu kakeknya yang bernama Muhammad bin Abi

Bakar Muhammad bin Khaldun memiliki kedudukan penting dalam

pemerintahan. Dengan postur keluarga seperti itu, akhirnya berpengaruh

terhadap kehidupan Ibnu Khaldun bersama empat orang saudara Iaki-

lakinya, yaitu: Umar, Musa, Muhammad, dan Abu Zakaria Yahya yang

menduduki jabatan menteri.5

Ibnu Khaldun berkembang sebagai sosok anak yang memiliki

kemampuan berpikir sangat kuat dan cerdas sehingga para gurunya-pun

sangat simpati padanya. Dalam sejarah dijelaskan bahawa, Ibnu Khaldun

5Ali Abduwahid, Ibnu Khaldun; Riwayat dan Karyanya, (Jakarta : Grafiti Pers,

t.th), hal. 9-

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

6

menapaki santri dengan menempuh pendidikan dari tanah kelahirannya

Tunisia. Kendati demikian, tidak mengurangi semangatnya, karena pada

saat itu Tunisia menjadai pusat berkumpulnya para ulama, dan para

sastrawan dari negara-negara Maghribi. Saat itu, Tunisia juga menjadi

pusat Hijrah para tilania Andalusia, yang mana, negara mereka sedang

dilanda peperangan. Ibnu Khaldun penganut mazhab Maliki yang

merupakan mazhab dianut oleh sebagian besar kaum muslimin Maghribi.

Sebagai orang yang menghargai ilmu dan faqih terhadap agama,

Ibnu Khaldun sangat menghormati para gurunya. Karena itu, banyak guru-

gurunya memiliki pengaruh besar dalam membentuk pemikirannya,

seperti: adalah Muhammad bin Abdil Muhaimin al-Hadlratni dan Abu

Abdillah Muhammad bin Ibrahim al-Abili. Disamping perhatiannya yang

besar terhadap guru-gurunya, ia juga tidak lupamencatat buku-buku

penting yang pernah dipelajarirtya. antara lain: al-Lamiyan fi al-Qira'at

dan al-Raa'iyih fi Rasmi al- Mushaf keduanya karangan Imani al-Syatibi,

dan kitab hadis Sheheh Muslim dan Kitab Al-Muwatho’nya Imam Malik.

Dalam sejarah pencarian ilmu sepanjang hidup, Ibnu Khaldun

pernah mendapat satu kondisi yang dapat menyebabkan harus terhenti.

Terjadi dua peristiwa bencana yang bersifat massal yaitu serangan

penyakit "Thaun" atau Pes sepanjang belahan dunia Timur dan Barat,

meliputi negara-negara Islam dari Samarkand hingga ke Maghribi, juga

Itatia, Andalusia dan sebagian besar negara-negara di Eropa6. Dalam

tragedi tersebut sekitar tujuh puluh orang meninggal dunia tiap hari,

termasuk kedua orang tuanya dan guru-gurunya.

6 Ali Ahmad, Hundred Great Muslim, (Lahore : Ferozoono Ltd., 1967), hal.

699

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

7

Ibnu Khaldun dalam sejarah karirnya, pada tahun 751 H pada

masa pemerintahan Sultan Tafrakin di Tunisia diangkat menjadi Kitabah

al-Alamah. Ibnu Khaldun juga pernah menjadi sekretaris kerajaan pada

masa pemerintahan Sultan Abu„Anan pada tahun 755 H, dan menjadi

anggota Majlis Ilmu Pengetahuan di Fez. Sejak saat itulah Ibnu Khaldun

aktif dalam kancah politik di Tunisia.

Ibnu Khaldun Hijrah ke Mesir pada tahun 1382 M atau tahun 784

H, yang pada pada akhirnya menghabiskan sisa umurnya disana sampai

pada tahun 808 H dengan memegang jabatan sebagai pengajar dari ketua

Majlis Pengadilan Tinggi7.

Para ilmuan tempo dulu maupun Ilmuan modern mengakui bahwa

Ibnu Khaldun merupakan pelopor sosiolog. Beliau merupakan pencetus

lahirnya sosiologi yang merangkum bahasan sejarah-filsafat, dan ekonomi-

polilik8. Karya ilmiah Ibnu Khaldun mengandung keorsinilan produk pikir

yang kritis dan mendalam, terutama yang terdapat dalam Muqaddimah.

Dari karya tersebut dapat ditangkap bahwa Ibnu Khaldun memiliki

pemikiran yang jelas dan terperinci mengenai keluasan aspek gejala-gejala

sosial dengan cakupannya terhadap keterhubungan antar gejala yang rinci

dan lus9.

Pendekatan deskriptif dan induktif dilakukan secara apik dan

holistik. Ibnu Khaldun dalam melakukan pembahasan tentang gejala-

gejala sosial memiliki memanfaatkan logika hukum-hukum positif

sehingga memberikan ruang kesimpulan kuat dan mencerminkan

7 Jamil Ahmad, Hundred Great Muslims, (Lahore : Ferozoono Ltd., 1967), hal.

699 8 Jamil Ahmad, Ibid., hal. 621

9 Ali Ahmad, Loc it, hal. 522

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

8

karakteristik gejala-gejala sosial dengan aneka asumsi pertumbuhan dan

perubahannya.

Ibnu Khaldun berpendapat bahwa gejala sosial tidaklah terjadi

secara “kebetulan menuruti hawa nafsu atau kehendak seseorang”, akan

tetapi terjadi menurut “hawa nafsu yang tetap tidak berubah-ubah”, baik

perkembangannya, pertumbuhannya, maupun berbagai bentuk keadaan

lainnya, seperti hukum-hukum yang menjadi asal besar-kecilnya bulan,

hukum-hukum siang dan malam, serta hukum-hukum perubahan musim.

Menagkap cara dan corak pemikiran Ibnu Khaldun seperti itu

akhirnya menghasilkan penemuan ilmu baru yang belum ada pada

masanya, yaitu "Ilmu Al- Insani" atau dikenal dengan "Sosiologi"10

. Ini

menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah orang pertama yang

menerangkan dengan lengkap evolusi dan kemajuan suatu masyarakat,

dengan alasan adanya sebab-sebab dan faktor-faktor tertentu, iklim, alat

produksi dan lain sebagainya serta akibat-akibatnya pada pertumbuhan

cara berfikir manusia dan pembentukan masyarakatnya. Dalam derap

majunya peradaban, dia mendapatkan keharmonisan yang terorganisasikan

secara sistematik dalam pemikirannya.

Dalam sepanjang hidup, Ibnu Khaldun banyak produk tulisan

sebagai buah pemikiran dihasilkan. Karena itu, Ibnu Khaldun banyak

memberikan sumbangan sangat fundamental dalam sejarah perkembangan

ilmu pengetahuan. Diantara karya besar Ibnu Khaldun, antara lain: (1)

kitab Muqoddimah, yang selesai ditulis pada pertengahan tahun 779 H; (2)

kitab Al- ‘Ibar; (3) kitab al- Ta’arif yang merupakan otobiografi Ibnu

Khaldun.

10 Ali Abdulwahid., Op.cit., hal. 92

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

9

C. Konsep Penetuan Harga Menurut Ekonomi Konvensional

Harga (price) merupakan parameter penting dalam transaksi

ekonomi. Ia merupakan media yang objective untuk menentukan nilai satu

barang maupun jasa karena kemampuan dapat di verifikasi serta arah

penentuannya dari dua belah pihak (leng transaction)11.

Secara etimologi, harga merupakan nilai banding (tukar) suatu

komoditi12. Sementara dilihat dari terminiloginya, harga merupakan kadar

pertukaran atau nilai sesuatu barang dan jasa yang diukur dengan uang”13

.

Kedua definisi tersebut mengandung makna bahwa harga merupakan nilai

pengganti dari barang dan jasa yang muncul sebagai akibat adanya

transaksi yang objective sehingga akan memberikan peluang dalam proses

verifikasi. Sebagai transaksi yang objektif, berarti harga merupakan hasil

kesepakatan dua belah pihak yang melakukan transaksi dan saling

menerima, sehimngga harga dapat dianggap sebagai pengganti nilai.

Dalam sistem ekonomi moderen, tingkat harga satu komoditi

tergantung pada berbagai faktor, seperti jenis pasar, bentuk penawaran dan

permintaan, selera konsumen, pendapatan masyarakat, kondisi ekonomi

dan sejenisnya. Pada pasar monopoli misalnya, penentuan harga sangat

ditentukan oleh campur tangan pemerintah secraa lebih besar. Hal itu akan

berbeda pada pasar persaingan sempurna, yang mana, harga lebih

ditentukan oleh mekanisme pasar.

11

Samuelson dan Nordhaus, Economics, (McGraw-Hill:t.p., 1985),12 th

Edition, hal. 20. 12

Peter Salim, Yenni Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :

Modern English Press, 1991), hal. 509. 13

Siti Rohani, Konsep Asas Ekonomi, (Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan

Pustaka, 1988),hal. 61.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

10

P

Q

S

E G, EX,

IMP

Penentuan harga dalam sistem Ekonomi Islam memiliki warna

yang berbeda dengan kedua pola sistem ekonomi tersebut diatas. Dalam

Islam, harga yang ditetapkan pada suatu barang menggambarkan harga

yang harus dibayar untuk memproduksi barang tersebut ditambah dengan

harga marginalnya sebagai keuntungan14

. Kurshid Ahmad dan Na‟iem

Siddiqi sebagaimana yang dikutip Muhammad Nejatullah Siddiqi

berpendapat: “Harga merupakan nilai suatu barang yang ditentukan oleh

kondisi rata-rata dan bias sesuai dengan hukum penawaran dan permintaan

dalam suatu pasar bebas dengan ketentuan bahwa perundangan-

perundangan Negara, rencana-rencanya, dan kebijakannya, atau segala

sesuatu pengawasan lainnya tidak mencampuri sistem jual beli, produksi

dan penyediaan komoditi-komoditi dan persaingan bebas”15

.

Dalam pasar persaingan sempurna,

penentuan harga disamping ditentukan oleh

kemampuan pasar (invisible hand) yang

dianggap sebagai kekuatan mencapai

keseimbangan dengan kemampuan tarik-

menarik penawaran dan permintaan, ternyata

masih banyak faktor lain yang turut menentukan. Faktor-faktor tersebut

dalam dunia nyata tidak bisa dikesampingkan atau tidak bisa diasumsikan

konstan.

Gambar sebagaimana tersebut diatas menunjukkan pola

terbentuknya harga, yaitu harga sangat ditentukan oleh tariuk-menarik

antara panawaran dan permintaan. Taruk menarik permintaan dan

14

Muhammad Nejatullah Siddiqi, Kegiatan Ekonomi Dalam Islam, ter. Anas

Sidik, (Jakarta: Bumi Kasara, 1991), hal. 29. 15

Muhammad Nejatullah Siddiqi, Pemikiran Ekonomi Islam : Suatu penelitian

kepustakkan masa kini, terj. AM. Saefuddin, (Jakarta : LIPPM, 1996), hal. 128.

D

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

11

penawaran tersebut banyak faktor yang turut mrnrntukan yaitu harga

barang itu sendiri, barang subsitusi, barang komplementer, selera, cita

rasa, pendapatan daan lainnya. Tarik-menarik penawaran tersebut akhir

menghasilkan harga yang disepakati taabg disimbolkan dengan

ekuilibrium (E). Disampimng itu, titik ekuilibrium juga ditentuan faktor

lainnya, yaitu kebijakan poemerintah (G), arus barang eksport dan import.

D. Konsep Ekuilibrium Penentuan Harga Menurut Ibnu Khaldun

Islam hadir menjadi penuntun segenap umat dalam menjalankan

aktifitas lewat norma dan etika yang diajarkannya. Islam sebagai doktrin

ekonomi, mengajarkan keadilan sosial dan pertumbuhan ekonomi secara

seimbang, oleh karena itu prinsip penetapan harga yang ideal dan

seimbang harus menjadi acuan.

Dalam kontek penentuan harga, Ibnu Khaldun memiliki

kesepahaman dengan konsep harga yang objective yang ditentukan oleh

pasar yang mencerminkan nilai Islami. Menurut pendapat Khaldun, harga

yang objective adalah harga yang ditentukan lewat hasil pertemuan antara

demand dan supply dengan asumsi tidak terdapat distorsi informasi

(asimetri inforemasi). Dengan demikian, kaidah saling rindho tercapai,

karena tidak terjadi penyembunyian informasi tentang barang yang di

akad-kan dalam jual beli maupn informasi lain terkait akad jual-beli.

Terhadap kasus kemungkinan terjadinya fluktusi harga, Ibnu

Khaldun mengakui hal itu. Menurut pengamanatan Ibnu Khaldun,

fluktuasi harga antar barang umumnya berbeda. Dalam pengamatan Ibnu

Khaldun perbedaan harga munglin terjadi antara bahan pokok (kebutuhan

primer) dengan kebutuhan skunder dan tersier.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

12

Penetuan harga kebutuhan pokok (kebutuhan primer), seperti:

bahan makanan dan pakaian memiliki kerentanan harga relatif kecil (in-

elastis) dibanding jenis barang lain (sekunder dan tersier). Ibnu Khaldun

berpendapat bahwa ”pada kota besar yang jumlah penduduknya padat

cenderung harrga bahan pokok adalah murah, sementara harga barang

sekunder dan tersier cenderung mahal. Hal itu berbeda dengan kota kecil

dengan jumlah penduduk yang tidak padat maka harga cenderung tinggi

terutama harga barang sekunder, terlebih bagi kota yang peradabannya

masih rendah”16

. Alasan pendapat Khaldum tersebut adalah pada kota

besar dengan kepadatan penduduk tinggi maka muncul perilaku kompetitif

yang berakibat naiknya produktifitas. Disamping itu, kota besar unumnya

mmperoleh perhatian dari pemerintrah dan produsen karena adanya

opportunity dalam ekonomi.

Konsep yang ditawarkan Ibnu Khaldun tersebut sesungguhnya

memiliki kesamaan pola dengan prinsip penetapan harga berdasarkan

mekanisme pasar. Pada saat pasar dalam keadaan normal, campur tangan

dalam bentuk apapun dari pihak penguasa adalah suatu kezaliman, karena

dapat merusak sistem pasar.

Penentuan harga dengan mengedepankan mekanisme pasar

berarti mencoba menemukan satu harga yang adil dan objektif selama

tidak terjadi distorsi informasi diantara yang melakukan akad jual-beli.

Mekanisme penentuan harga dilakukan dengan mengedepankan tarik-

menarik dipasar. Hal ini merupakan bagian dari ketentuan (hukum) Allah

SWT. Harga sebagaimana ketentuan Allah pernah disebutkan oleh Rasul

SAW. ketika menjawab pernyataan warga Madinah:

16

Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terj. Ahmad Toha, (Jakarta, Pustaka Firdaus,

1986), hal. 422.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

13

Dari Anas bin Malik RA, Ia berkata : pernah barang-barang di

Madinah naik di zaman Rasulullah SAW, orang-orang berkata: ya

Rasulullah SAW. bersabda: ”sesungguh Allah itu penetap harga,

yang menahan, yang melepas, yang memberi rizki. Sesungguhnya

aku berharap bertemu Allah dalam keadaan tidak seorangpun dari

kamu menuntut aku lantaran menzalimi pada jiwa dan harta.” (HR.

Ahmad, Abu Daud, Ath-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)17

.

Hadits Rasulullah SAW tersebut menggambarkan bahwa tidak ada

larangan dalam penentuan harga dengan menggunakan mekanisme pasar.

Hal itu juga berlaku kendatipun kondisi harga yang semakin meningkat.

Dalam kondisi normal, campur tangan pemerintah tidak disaranan. Porsi

pemerintah disini adalah untuk mengawal kenaikan harga, seperti dengan

program subsidi, maupun dengan isntrumen lainnya. Pengakuan

mekanisme pasar dalam penentuan harga juga diakui oleh Ibnu Taymiyah

sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Azim Islahi :

“Kenaikan dan kejatuhan harga tidak semestinya disebabkan

daripada kezaliman suatu pihak. Kadang-kadang kenaikan dan

kejatuhan disebabkan oleh kekurangan produksi atau kejatuhan

produksi atau kejatuhan import barang tersebut. Oleh karena itu,

jika permintaan barang tersebut meningkat, sedangkan

penawarannya berkurang maka harga akan naik. Sebaliknya

apabila penawarannya bertambah, sedangkan permintaannya

berkurang maka harga akan jatuh. Kekurangan dan kelebihan ini

mungkin bukan disebabkan tindakan pihak-pihak tertentu”18

.

Pendapat Ibnu Khaldun yang dipertegas dengan hadist dan

pendapat Ibnu Taymiyah tersebut diatas didasarkan pada fenomena bahwa

pada kota besar dengan penduduk padat cederung muncul kebijakan

prioritas persediaan yang ketat untuk menanggulangi kekurangan bahan

17

Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, ter. Zainal Arifin,

(Jakarta : Gema Insani Press, 1995), hal. 255. 18 Op Cit, hal. 55-56

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

14

pokok, disamping juga produktifitas masyaraat yang tinggi. Dalam kontek

seperti itu, maka jumlah barang yang tersedia lebih tinggi dibandingkan

dengan tingkat permintaan. Jika kondisinya seperti itu, maka harga barang

cenderung murah.

Ibnu Khaldun juga menjelaskan tentang bagaimana terjadinya

pengaruh timbal-balik antara permintaan pasar dan penawaran

sesuatu komoditi: “karena segala macam biji-bijian merupakan

sebagian dari bahan makanan pokok yang tingkat tingkat

permintaan bahan itu sangat besar, serta tidak seorang-pun tidak

membutuhkannya baik bulanan atau tahunan. Karena itu, tidak

dapat dipungkiri, masing-masing orang akan berusaha

mendapatkan makanan tersebut serta berusaha untuk surplus

melebihi kebutuhan. Hal itu akan dilakukan bagi siapa saja

penduduk kota sehingga terjadi surplus bahan pokok. Akibatnya,

harga makanan sering menjadi murah. Kecuali bila terjadi

penjangkitan penyakit karena kondisi alam yang berakibat pada

suplai makanan menjadi menurun.19

Pendapat Ibnu Khaldun tersebut sesungguhnya mengandung

konsep opportunity. Maksudnya, potensi tingginya tingkat permintaan

akan barang akan memicu produsen meningkatkan produksinya, karena

produsen berusaha memanfaatkan moment tingginya tingkat permintaan.

Meningkatnya produksi menyebabkan meningkatnnya suplai barangan

pokok dengan begitu maka harga akan murah. Keadaan ini akan terus

berlanjut (stabil) jika tidak terdapat sesuatu keadaan, seperti bencana alam

yang dapat menganggu produksi barang. Jika terjadi distorsi suplai barang,

baik karena bencana, maupun lainnya ada potensi harga barang akan naik.

Khaldun berpendapat bahwa harga barang kebutuhan pokok

umumnya cenderung stabil, hal itu karena kebutuhan bahan pokok

(kebutuhan primer) banyak pihak yang memiliki kepentingan. Namun

19

Ibid, hal. 421

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

15

demikian, hukum mekanisme pasar (tarik-menarik penawaran dan

permintaan) tetap berlaku kendatipun dalam penentuan harga bahan

pokok yaitu kecilnya penawaran sementara permintaan meningkat akan

menyebabkan harga barang naik. Tentang ini, Khaldun berpendapat: di

kota-kota kecil dengan penduduk sedikit, bahan makanan sedikit, karena

mereka memiliki suplai kerja yang kecil, dan karena melihat kecilnya kota,

orang-orang khawatir kehabisan makanan, karenanya mereka menyimpan

dan mempertahankan makanan yang mereka miliki.20

.

Dalam kontek ekuilibrium barang mewah, Ibnu Khaldun

berpendapat bahwa harga barang mewah cenderung mahal di pasar-pasar

dalam kota-kota besar dan maju, dikarenakan kemakmuran penduduk.

Tingkat kemakmuran masyarakat dapat meningkatkan kebutuhan terhadap

barang mewah tersebut, hal itu akan meningkatkan harga. Secara spesifik,

Khaldun berpendapat: tingkat kemakmuran masyarakaat satu daerah yang

padat penduduknya, dan penuh dengan kemewahan maka akan

meningkatkan permintaan barang mewah. Dengan demikian, persediaan

tidak bisa mencukupi kebutuhan, jumlah pembeli meningkat sekalipun

persediaan barang itu sedikit, sedangkan orang kaya berani membayar

tinggi, sebab kebutuhan mereka makin besar. Kondisi seperti itu akan

meningkatkan harga barang mewah21

.

Konsep yang ditawarkan Ibnu Khaldun tersebut sesungguhnya

lebih menitik beratkan mekanisme pasar dalam penentuan harga,

kendatipun Islam mengakui hal itu. Namun demikian, disamping harga

ditentukan oleh kekuatan penawaran-permintaan, secara empiris

20

Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terj. Ahmad Toha, (Jakarta: Pustaka Firdaus,

1986), hal. 422 21

Ibid, hal. 423

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

16

menunjukkan bahwa tingkat ekuilibrium (penentuan harga) juga

ditentukan faktor-faktor lain diluar kekuatan tersebut. Menurut Khaldun

bahwa kebijaksanaan atau peraturan pemerintah yang tercermin dalam

kebijakan yang dapat mempengaruhi produksi dan suplai, seperti

kebijakan fiskal, pajak, dan bea-cukai juga menetukan fluktuasi harga.

Lebih lanjut dinyatakan bahwa bahwa "bea cukai biasa, dan bea cukai

lainnya dipungutt atas beban makanan di pasar-pasar dan di pintu-pintu

kota raja, dan para pengumpul pajak menarik keuntungan dari transaksi

bisnis untuk kepentingan mereka sendiri. Karenanya, harga di kota lebih

tinggi daripada di padang pasir".

Pernyataan Khaldun tersebut mengandung makna bahwa pajak

terhadap sesuatu komoditi dapat dihitung sebagai beban produksi atau

kerja. Ini menyebabkan harga barang menjadi naik, hal itu berbeda dengan

harga pasar barangan yang berada di tempat-tempat yang tidak

menetapkan bea masuk. Harga barang ditentukan oleh biaya atau beban

produksi yang biasanya dalam konteks ekonomi modern disebut sebagai

modal produksi.

Terkait dengan peran biaya produksi menjadi bagian penentuan

harga barang, Khaldun berpendapat: "biaya pengadaan hasil pertanian juga

mempengaruhi nilai bahan makanan dan menentukan harganya,

sebagaimana sekarang tampak di Andalusia. Sebab, setelah orang kristen

merampas tanah-tanah yang subur dari orang Islam, dan mengusir mereka

ke daerah pinggir laut dan pegunungan yang tanahnya tidak subur, maka

orang-orang Islam terpaksa berusaha keras memperbaiki sawah dan

perkebunannya. Ini dikerjakan dengan mengeluarkan sumberdaya

tambahan, rabuk tanah dan bahan lain yang mahal. Semua itu dapat

menaikkan harga hasil pertanian, yang mereka perhitungkan sewaktu

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

17

menetapkan harga hasil bumi itu untuk dijual. Sejak masa itu, Andalusia

terkenal dengan harga-harga yang sangat mahal"22

.

Konsep Khaldun yang menarik dari teori harga adalah penentuan

keuntungan yang ternyata telah menjadi rujukan utama dalam berbagai

referensi termasuk Adam Smith. Ibnu Khaldun mendefinisikan

keuntungan sebagai nilai kerja yang mesti dibayar dan tercermin pada

harga sesuatu komoditi. Konsep Khaldun berargumen bahwa harga dasar

suatu komoditi itu mengambarkan biaya produksinya, sedangkan

marginnya adalah upah yang mesti dibayar oleh pembeli kepada produsen

yang menghasilkan komoditi. Konsep ini cukup rasional dan sangat jelas

dimana Khaldun mampu memisahkan harga menjadi harga dasar dan

harga keuntungan dengan sangat tepat dan beralasan. Pendapat ini juga

menggambarkan penghargaan yang tinggi terhadap nilai kerja sesorang.

Sumbangan pemikiran Khaldun lain adalah bagaimana

menentukan harga objective yang ditentukan lewat mekanisme pasar

alamaiah (invisible hand), yaitu tingkat harga yang ditentukan oleh

variabel-variabel yang merupakan faktor-faktor alamiah dari sebuah sistem

pasar bebas, seperti: penawaran dan permintaan, daya beli, faktor

produksi, dan kebijakan makro pemerintah23

.

Menurut Ibnu Khaldun terdapat berbagai faktor yang menentukan

tingkat ekuilibrium (penentuan harga), antara lain:

1. Permintaan dan Penawaran, tentang ini Ibnu Khaldun berpendapat

bahwa kenaikan penawaran atau penurunan permintaan menyebabkan

kenaikan harga, begitu juga sebaliknya penurunan penawaran atau

kenaikan permintaan akan menyebabkan penurunan harga, dengan

22

Ibid, hal. 422-423 23

Boediono,., Ekonomi Makro, (Yogyakarta , BP. FE, 1988), hal. 41.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

18

asumsi faktor diluar harga itu sendiri adalah konstan. Manakala

faktor-faktor selain harga bergerak atau mempengaruhi maka harga

akan bergerak secara tidak linier dengan pergeseran penawaran dan

permintaan.24

2. Nilai kerja, Ibnu Khaldun berpendapat ada perbedaan antara harga

dasar dengan keuntungan. Disni Khaldum memberikan cukup jelas

bahwa keuntungan merupakan kenaikan atas cost yang dikeluarkan

sebagai nilai tambah dari produksi.

3. Pemerintah, Dalam ulasan tersebut diatas Khaldun memiliki kesamaan

konsep tentang penentuan harga lewat mekanisme pasar (pasar bebas)

dengan mengurangi campur tangan pemerintah.. Market Invention

harus dicegah, karena dengan adanya Market Invention berarti

kekuasaan pemerintah digunakan dan dapat menjadi distorsi.

4. Daya beli, merupakan faktor penting dalam penentuan harga sehingga

dapat terlepas dari unsur pemaksaan harga. Kemapuan daya yang

sukarelayarat penting dalam membentuk harga objective. merupakan

sa, sehingga suatu permintaan bukan hanya diwujudkan oleh

keinginan dan kebutuhan individu erhadap suatu produk, tetapi juga

kemampuan bayar (membeli) individu terhadap produk tersebut.

5. Keterbukan, merupakan syarat penting untuk menghindari manipulasi.

Keterbukaan disini meliputi baik keterbukaan barang, mekanisme

transaksi, keterbukaan terkait cacat yang mungkin ada, keterbukaan

posisi halal-haram barang, dan sejenisnya yang dapat menggugurkan

transaksi berbasis syari‟ah.

24

Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Mrx (Dari Sosialisme utopis ke

Perselisihan Revisionisme), (Jakarta: Gramedia, 2000), hal. 183.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

19

E. Kesimpulan

Ibnu Khaldun sebagai ilmuan muslin tempo dulu memiliki konsep

progresif tentang ekonomi, khususnya terkait penentuan tingkat

keseimbangan harga normal atau keseimbangan harga yang didapat dari

mekanisme pasar. Harga keseimbangan (equilibrium price) merupakan

harga yang diperoleh dari kekuatan tarik-menarik antara permintaan dan

penawaran selama tidak terjadi distorsi informasi antara kedua belah pihak

yang melakukan akad. Justru Khaldum mengkritik pola penentuan harga

atas campur tangan pemerintah, karena harga tersebut dapat mengganggu

kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan tranaksi. Peran

pemerintah disini lebih didudukkan dalam kerangka pengawasan dan

pengendalian bila mungkin terjadi eksploitasi.

,Menurut Khaldun, disamping penawaran dan permintaan masih

terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya harga: intervensi

pemerintah, daya beli, nilai kerja, keterbukaan, dan kondisi barang yanag

dapat mengganggu atau menggagalkan transaksi menurut syari‟ah.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

20

Daftar Pustaka

Abdul Azim Islahi, Economic Concept of Ibn Taymiyah, London,

the Islamic Foudation, 1988.

Ali Ahmad, Hundred Great Muslim, Lahore : Ferozoono Ltd.,

1967.

Ali Abduwahid, Ibnu Khaldun; Riwayat dan Karyanya, Jakarta :

Grafiti Pers, tth.

Boediono, Ekonomi Makro, Yogyakarta : BP. FE., 1988.

Dapartemen Agama, Al Quran dan Terjemahannya, Semarang:

CV Toha Putra, 1990.

Ibnu Hajr, Bulughul al-Maram, terj. A. Hasan, Bandung: CV

Dipenogoro, Jilid I, 1988.

Ikhwan Hamdani, Sistem Pasar dan Pengawasan Ekonomi

(Islam) dalam Perspektif Ekonomi Islam, Jakarta, Nur Insani. 2003.

Ibnu Khaldun, Muqaddimah ibn Khaldun, Tunisia: 779 H.

Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terj. Ahmadie Toha, Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1986.

Keneth Lux, Adam Smith’s Mistake, Nosten : Shambala, 1990

Muhammad Nejatullah Siddiqi, Kegiatan Ekonomi Dalam Islam, ter. Anas

Sidik, Jakarta, Bumi Kasara, 1991.

Muhammad Nejatullah Siddiqi, Pemikiran Ekonomi Islam : Suatu

penelitian kepustakkan masa kini, terj. AM. Saefuddin, Jakarta, LIPPM,

1996.

Muhammad Nejatullah Shiddiqi, The Economic Enterprice in

Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1991.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

21

Mannan, Ekonomi Islam : Teori dan Praktek, terj. M. Nastagin,

Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. 1997.

Siti Rohani, 1988, Konse asas ekoomi, Kuala Lumpur, Dewan

Bahasa dan Pustaka.

Umar Chapra, Islam and Economic Development, terj. Ikhwan

Abidin Basri,Jakarta; tp, tt.

Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, ter. Zainal

Arifin, Jakarta, Gema Insani Press. 1995.

Franz Magnis Suseno, 2000, Pemikiran Karl Marx (Dari

Sosiaisme Utopis kePErselisihan Revisionalisme), Jakarta, Gramedia.

Wafi, Ali Abdullah, 1985, Ibnu Khaldun :Riwayat dan Karyanya,

Jakarta, GrafitiPress.