Upload
phamtruc
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
1
KONSEP EKUILIBRIUM PENENTUAN HARGA
MENURUT PEMIKIRAN IBNU KHALDUN
Oleh: Nor Hadi1
Abstract
This article describes the view of Ibnu Khaldun on pricing (equilibrium). Price is
considered important because it is the replacement value of a commodity. As the
price of a replacement, the price is the value of the goods or services. Ibnu
Khaldun said objective price is the price obtained from the exchange market
mechanism assuming there is no information asymmetry. This price is the result
of the meeting mechanism between demand and supply. Thus, government
intervention in pricing becomes unnecessary and it could create market
distortions. In addition, the price is a result of market mechanisms. Ibnu Khaldun
also found the government factor, the level of purchasing power, information
disclosure, consumer tastes, as well as other shar'ī factors also affect the price.
Keywords: price, market mechanisms, equilibrium, asymmetric information
A. Pendahuluan
Menelisik perilaku ekonomi manusia, sesungguhnya telah ada
sejak manusia di muka bumi terlahir. Dikatakan demikian karena ekonomi
adalah tatanan bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidup yang serba
tidak terbatas, sementara alat pemuas kebutuhan serba terbatas (Sukirno, S
adono, 2008). Karena sedikitnya alat pemuas kebutuhan tersebut
manusia dituntut untuk berperilaku tertentu agar supaya dapat memenuhi
kebutuhannya.
Nampaknya ekonomi konvensional yang lahir dari manifestasi
filsafat positifis dengan semangat kapitalis telah lebih dulu
memproklamirkan rumusan konsep bagaimana memenuhi kebutuhan
tersebut. Berbagai model ekonomi dirumuskan dan dituangkan untuk
1 Dosen Ekonomi & Bisnis Syari’ah STAIN Kudus
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
2
memberikan legitimasi informasi meyakinkan sehingga dapat digunakan
untuk merancang kebijakan serta memprediksi kondisi-kondisi masa
datang serta menjelaskan keterkaitan kondisi atau variabel ekonomi.
Dengan berjalannya waktu, ekonomi konvensional telah menjadi
mainstream ekonomi yang menguasai seantero dunia yang diacu dan
dijadikan rujukan dalam perilaku ekonomi bangsa-bangsa dunia.
Problem ekonomi bukan hal yang sederhana, begitu banyak
variabel yang mempengaruhi dan begitu banyak motif masuk dan turut
serta menentukannya, baik sosial, politik, hukum, keamanan, budaya,
agama, dan bentuk lainnya. Akibatnya carut-marut ekonomi-pun tidak
terelakkan.
Kita semua menyaksikan entah berapa kali krisis ekonomi
melanda dunia, serta berapa banyak distorsi ekonomi menganggu stabilitas
bangsa-bangsa. Secara lebih spesifik, kita telah mengalami krisis ekonomi
yang sempat memporak-porandakan satabilitas bangsa, dan berapa banyak
kita dihadapkan kelangkaan bahan kebutuhan pokok seperti: minyak,
beras, gula, daging, Gas LPG, kedelai, kemiskinan, pengangguran,
korupsi, kolusi, nepotisme, dan seterusnya. Sementara, apa yang tidak ada
dan tidak dihasilkan di negeri ini.
Krisis Sub-Prime dari Amerika telah mengganggu ekonomi
Dunia. Negara-negara yang berafiliasi ekonomi akhirya harus pontang-
panting untuk memperoleh format kebijakan makro negaranya agar tidak
terimpas krisis Global tersebut. Itu semua adalah bukti problem ekonomi
sangat rumit dan sulit. Pertanyaanya adalah, mengapa semua itu bisa
terjadi?, apa yang salah dengan ekonomi yang ada selama ini?, model
ekonomi bagaimanakah yang lebih moderat dan ampuh untuk mengatur
tata perekonomian manusia?.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
3
Sesungguhnya jawaban problematika tersebut diatas telah ada
sejak abad 7 M yaitu dimana Rasulullah Muhammad SAW. diutus dengan
membawa ajaran yang disebut dengan Islam. Islam memberikan
keselamatan didunia dan akhirat dengan seperaangkai ajaran empiris bagi
umat manusia.
Al- Qur‟an dan As-sunnah yang menjadi petunjuk umat dalam
memerankan kehidupan didunia. Al-Qur‟an dan As-Sunnah sebagai
pedoman memiliki daya jangkau universal dalam segala aspek kehidupan
umat manusia dan mampu menembus cakrawala kehidupan yang ideal dari
masa-kemasa2. Dalam hal ekonomi, Islam mempunyai prinsip bahwa
ekonomi didudukkan untuk mengembangkan kebajikan bagi umat. Namun
demikian, isi lqura‟an dan Sunnah Rasul berupa konsep-konsep dasar yang
dalam tatataram empiris membutuhkan penafsiran membuat pelaksanaan
ekonomi Islam menjadi terkontektual menjadi kurang. Apalagi, Islam
masih sangat dipahami secasra normatif, maka empirisasi Islam menjadi
kurang lentur.
Sesungguhnya problem klasih tentang pemahaman Al-Qur‟an dan
Sunnah agar dapat dipahami secara lebih opertasional banyak dibahas para
ahli atau ilmuan muslim pada masa kejayaan tempo dulu. Ambil saja,
Imam Ghozali, al-Farabi, Ibnu Kaldum, Ibnu Taimiyah, dan sederetan
ilmuan Muslim lainnya. Produk permikiran telah membuktikan bahwa
ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi tidak
lekam karena zaman serta terkontek dalam berbagai medan. Namun
demikian, fakta menunjukkan bahwa kancah ekonomi Islam ternyata
2 Ikhwan Hamdani, 2003, Sistem Pasar dan Pengawasan Ekonomi (Islam)
dalam Perspektif Ekonomi Islam, (Jakarta: Nur Insani,t.th.), hal.12.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
4
masih satu langkah dibelakang dibandingkan dari dominasi ilmu ekonomi
konvensional (ilmu ekonomi kapitalis).
Artikel ini secara khusus akan membahas bagiamana penentuan
tingkat ekuilibrium dalam menentukan harga yang adil menurut Ibnu
Kaldum.. Signifikansi pembahasan topik didasarkan argumen bahwa harga
merupakan instrumen penting dalam praktik ekonomi. Hampir semua
kegiatan ekonomi selalu bersinggungan dengana harga, karena disitu
menampilkan leng transaction yang ocjective dan feriviable. Penentuan
harga dapat mengganggu unsur keadilan dan kerelaaan, yang mana, hal
tersebut dapat mengganggu halal dan haramnya satu transaksi.
Harga yang wajar cara pandang Islami bukanlah suatu konsesi,
melainkan juga ada hak fundamental yang dikuatkan (legitimasi) oleh
Hukum Negara. Negara selaku pemegang legitimasi memiliki kepentingan
untuk melindungi harga sehingga harga bukan hanya tergantung pada
kekuatan penawaran dan pemintaan sebagaimana disitir oleh ekonomi
aliran Klasik3.
Ibnu Khladun adalah salah satu tokok pemikir Islam yang
disegani karena produk pemikirannya yang sangat progresif, termasuk
bahasannya terkait dengan harga. Konsep tentang harga yang ditawarkan
oleh Ibnu Kaldum bahwa “ketika barang-barang tersedia sedikit, maka
harga-harga akan naik, begitu pula ketika jarak antar kota dekat dan aman
untuk melakukan perjalanan maka akan banyak barang yang diimpor
sehingga ketersediaan barang akan melimpah, dan harga-harga akan
turun”4. Konsep yang ditawarkan Ibnu Khaldun tersebut mencoba
3 Ibn Klhaldun, Muqddimah, terj. Ahmadie Toha, (Jakarta, Pustaka Firdaus,
1986), hal. 338 4 Ibid, h. 341
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
5
memasukkan banyak faktor yang bukan hanya penawaran dan permintaan
saja yang menentukan harga, melainkan banyak faktor lain termasuk aspek
spiritual. Untuk memberikan pembahasan secara komprehensif, konsep
Ibnu Khaldun tersebut akan dibahas dalam artikel ini.
B. Sejarah dan Karya Ibnu Khaldun
Menurut sejarah biografi Ibnu Khaldun, beliau berasal keluarga
yang mencintai ilmu pengetahuan. Dengan begitu, beliau terkondisikan
dengan lingkungan ilmuana yang cinta dan sangat menghormati ilmu
pengetahun. Ibnu Khaldun memiliki nama lengkap Abdurrahman Abu
Zaid Waliuddin bin Abu Abdillah Muhammad bin Ibrahim bin
Abdurrahman bin Khalid (terkenal dengan Khaldun). Ibnu Khaldun lahir
di Tunisia pada bulan Ramadhan tahun 732 H bertepatan dengan 27 Mei
1332 M. Ayah beliau bernama Abu Abdillah Muhammad adalah seorang
guru dan ulama berpengaruh yang memahami sastra arab. Disamping itu,
Ibnu Khaldum juga memiliki trah keluarga yang dekat dengan
pemerintahan saat itu, yaitu kakeknya yang bernama Muhammad bin Abi
Bakar Muhammad bin Khaldun memiliki kedudukan penting dalam
pemerintahan. Dengan postur keluarga seperti itu, akhirnya berpengaruh
terhadap kehidupan Ibnu Khaldun bersama empat orang saudara Iaki-
lakinya, yaitu: Umar, Musa, Muhammad, dan Abu Zakaria Yahya yang
menduduki jabatan menteri.5
Ibnu Khaldun berkembang sebagai sosok anak yang memiliki
kemampuan berpikir sangat kuat dan cerdas sehingga para gurunya-pun
sangat simpati padanya. Dalam sejarah dijelaskan bahawa, Ibnu Khaldun
5Ali Abduwahid, Ibnu Khaldun; Riwayat dan Karyanya, (Jakarta : Grafiti Pers,
t.th), hal. 9-
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
6
menapaki santri dengan menempuh pendidikan dari tanah kelahirannya
Tunisia. Kendati demikian, tidak mengurangi semangatnya, karena pada
saat itu Tunisia menjadai pusat berkumpulnya para ulama, dan para
sastrawan dari negara-negara Maghribi. Saat itu, Tunisia juga menjadi
pusat Hijrah para tilania Andalusia, yang mana, negara mereka sedang
dilanda peperangan. Ibnu Khaldun penganut mazhab Maliki yang
merupakan mazhab dianut oleh sebagian besar kaum muslimin Maghribi.
Sebagai orang yang menghargai ilmu dan faqih terhadap agama,
Ibnu Khaldun sangat menghormati para gurunya. Karena itu, banyak guru-
gurunya memiliki pengaruh besar dalam membentuk pemikirannya,
seperti: adalah Muhammad bin Abdil Muhaimin al-Hadlratni dan Abu
Abdillah Muhammad bin Ibrahim al-Abili. Disamping perhatiannya yang
besar terhadap guru-gurunya, ia juga tidak lupamencatat buku-buku
penting yang pernah dipelajarirtya. antara lain: al-Lamiyan fi al-Qira'at
dan al-Raa'iyih fi Rasmi al- Mushaf keduanya karangan Imani al-Syatibi,
dan kitab hadis Sheheh Muslim dan Kitab Al-Muwatho’nya Imam Malik.
Dalam sejarah pencarian ilmu sepanjang hidup, Ibnu Khaldun
pernah mendapat satu kondisi yang dapat menyebabkan harus terhenti.
Terjadi dua peristiwa bencana yang bersifat massal yaitu serangan
penyakit "Thaun" atau Pes sepanjang belahan dunia Timur dan Barat,
meliputi negara-negara Islam dari Samarkand hingga ke Maghribi, juga
Itatia, Andalusia dan sebagian besar negara-negara di Eropa6. Dalam
tragedi tersebut sekitar tujuh puluh orang meninggal dunia tiap hari,
termasuk kedua orang tuanya dan guru-gurunya.
6 Ali Ahmad, Hundred Great Muslim, (Lahore : Ferozoono Ltd., 1967), hal.
699
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
7
Ibnu Khaldun dalam sejarah karirnya, pada tahun 751 H pada
masa pemerintahan Sultan Tafrakin di Tunisia diangkat menjadi Kitabah
al-Alamah. Ibnu Khaldun juga pernah menjadi sekretaris kerajaan pada
masa pemerintahan Sultan Abu„Anan pada tahun 755 H, dan menjadi
anggota Majlis Ilmu Pengetahuan di Fez. Sejak saat itulah Ibnu Khaldun
aktif dalam kancah politik di Tunisia.
Ibnu Khaldun Hijrah ke Mesir pada tahun 1382 M atau tahun 784
H, yang pada pada akhirnya menghabiskan sisa umurnya disana sampai
pada tahun 808 H dengan memegang jabatan sebagai pengajar dari ketua
Majlis Pengadilan Tinggi7.
Para ilmuan tempo dulu maupun Ilmuan modern mengakui bahwa
Ibnu Khaldun merupakan pelopor sosiolog. Beliau merupakan pencetus
lahirnya sosiologi yang merangkum bahasan sejarah-filsafat, dan ekonomi-
polilik8. Karya ilmiah Ibnu Khaldun mengandung keorsinilan produk pikir
yang kritis dan mendalam, terutama yang terdapat dalam Muqaddimah.
Dari karya tersebut dapat ditangkap bahwa Ibnu Khaldun memiliki
pemikiran yang jelas dan terperinci mengenai keluasan aspek gejala-gejala
sosial dengan cakupannya terhadap keterhubungan antar gejala yang rinci
dan lus9.
Pendekatan deskriptif dan induktif dilakukan secara apik dan
holistik. Ibnu Khaldun dalam melakukan pembahasan tentang gejala-
gejala sosial memiliki memanfaatkan logika hukum-hukum positif
sehingga memberikan ruang kesimpulan kuat dan mencerminkan
7 Jamil Ahmad, Hundred Great Muslims, (Lahore : Ferozoono Ltd., 1967), hal.
699 8 Jamil Ahmad, Ibid., hal. 621
9 Ali Ahmad, Loc it, hal. 522
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
8
karakteristik gejala-gejala sosial dengan aneka asumsi pertumbuhan dan
perubahannya.
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa gejala sosial tidaklah terjadi
secara “kebetulan menuruti hawa nafsu atau kehendak seseorang”, akan
tetapi terjadi menurut “hawa nafsu yang tetap tidak berubah-ubah”, baik
perkembangannya, pertumbuhannya, maupun berbagai bentuk keadaan
lainnya, seperti hukum-hukum yang menjadi asal besar-kecilnya bulan,
hukum-hukum siang dan malam, serta hukum-hukum perubahan musim.
Menagkap cara dan corak pemikiran Ibnu Khaldun seperti itu
akhirnya menghasilkan penemuan ilmu baru yang belum ada pada
masanya, yaitu "Ilmu Al- Insani" atau dikenal dengan "Sosiologi"10
. Ini
menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah orang pertama yang
menerangkan dengan lengkap evolusi dan kemajuan suatu masyarakat,
dengan alasan adanya sebab-sebab dan faktor-faktor tertentu, iklim, alat
produksi dan lain sebagainya serta akibat-akibatnya pada pertumbuhan
cara berfikir manusia dan pembentukan masyarakatnya. Dalam derap
majunya peradaban, dia mendapatkan keharmonisan yang terorganisasikan
secara sistematik dalam pemikirannya.
Dalam sepanjang hidup, Ibnu Khaldun banyak produk tulisan
sebagai buah pemikiran dihasilkan. Karena itu, Ibnu Khaldun banyak
memberikan sumbangan sangat fundamental dalam sejarah perkembangan
ilmu pengetahuan. Diantara karya besar Ibnu Khaldun, antara lain: (1)
kitab Muqoddimah, yang selesai ditulis pada pertengahan tahun 779 H; (2)
kitab Al- ‘Ibar; (3) kitab al- Ta’arif yang merupakan otobiografi Ibnu
Khaldun.
10 Ali Abdulwahid., Op.cit., hal. 92
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
9
C. Konsep Penetuan Harga Menurut Ekonomi Konvensional
Harga (price) merupakan parameter penting dalam transaksi
ekonomi. Ia merupakan media yang objective untuk menentukan nilai satu
barang maupun jasa karena kemampuan dapat di verifikasi serta arah
penentuannya dari dua belah pihak (leng transaction)11.
Secara etimologi, harga merupakan nilai banding (tukar) suatu
komoditi12. Sementara dilihat dari terminiloginya, harga merupakan kadar
pertukaran atau nilai sesuatu barang dan jasa yang diukur dengan uang”13
.
Kedua definisi tersebut mengandung makna bahwa harga merupakan nilai
pengganti dari barang dan jasa yang muncul sebagai akibat adanya
transaksi yang objective sehingga akan memberikan peluang dalam proses
verifikasi. Sebagai transaksi yang objektif, berarti harga merupakan hasil
kesepakatan dua belah pihak yang melakukan transaksi dan saling
menerima, sehimngga harga dapat dianggap sebagai pengganti nilai.
Dalam sistem ekonomi moderen, tingkat harga satu komoditi
tergantung pada berbagai faktor, seperti jenis pasar, bentuk penawaran dan
permintaan, selera konsumen, pendapatan masyarakat, kondisi ekonomi
dan sejenisnya. Pada pasar monopoli misalnya, penentuan harga sangat
ditentukan oleh campur tangan pemerintah secraa lebih besar. Hal itu akan
berbeda pada pasar persaingan sempurna, yang mana, harga lebih
ditentukan oleh mekanisme pasar.
11
Samuelson dan Nordhaus, Economics, (McGraw-Hill:t.p., 1985),12 th
Edition, hal. 20. 12
Peter Salim, Yenni Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Modern English Press, 1991), hal. 509. 13
Siti Rohani, Konsep Asas Ekonomi, (Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan
Pustaka, 1988),hal. 61.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
10
P
Q
S
E G, EX,
IMP
Penentuan harga dalam sistem Ekonomi Islam memiliki warna
yang berbeda dengan kedua pola sistem ekonomi tersebut diatas. Dalam
Islam, harga yang ditetapkan pada suatu barang menggambarkan harga
yang harus dibayar untuk memproduksi barang tersebut ditambah dengan
harga marginalnya sebagai keuntungan14
. Kurshid Ahmad dan Na‟iem
Siddiqi sebagaimana yang dikutip Muhammad Nejatullah Siddiqi
berpendapat: “Harga merupakan nilai suatu barang yang ditentukan oleh
kondisi rata-rata dan bias sesuai dengan hukum penawaran dan permintaan
dalam suatu pasar bebas dengan ketentuan bahwa perundangan-
perundangan Negara, rencana-rencanya, dan kebijakannya, atau segala
sesuatu pengawasan lainnya tidak mencampuri sistem jual beli, produksi
dan penyediaan komoditi-komoditi dan persaingan bebas”15
.
Dalam pasar persaingan sempurna,
penentuan harga disamping ditentukan oleh
kemampuan pasar (invisible hand) yang
dianggap sebagai kekuatan mencapai
keseimbangan dengan kemampuan tarik-
menarik penawaran dan permintaan, ternyata
masih banyak faktor lain yang turut menentukan. Faktor-faktor tersebut
dalam dunia nyata tidak bisa dikesampingkan atau tidak bisa diasumsikan
konstan.
Gambar sebagaimana tersebut diatas menunjukkan pola
terbentuknya harga, yaitu harga sangat ditentukan oleh tariuk-menarik
antara panawaran dan permintaan. Taruk menarik permintaan dan
14
Muhammad Nejatullah Siddiqi, Kegiatan Ekonomi Dalam Islam, ter. Anas
Sidik, (Jakarta: Bumi Kasara, 1991), hal. 29. 15
Muhammad Nejatullah Siddiqi, Pemikiran Ekonomi Islam : Suatu penelitian
kepustakkan masa kini, terj. AM. Saefuddin, (Jakarta : LIPPM, 1996), hal. 128.
D
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
11
penawaran tersebut banyak faktor yang turut mrnrntukan yaitu harga
barang itu sendiri, barang subsitusi, barang komplementer, selera, cita
rasa, pendapatan daan lainnya. Tarik-menarik penawaran tersebut akhir
menghasilkan harga yang disepakati taabg disimbolkan dengan
ekuilibrium (E). Disampimng itu, titik ekuilibrium juga ditentuan faktor
lainnya, yaitu kebijakan poemerintah (G), arus barang eksport dan import.
D. Konsep Ekuilibrium Penentuan Harga Menurut Ibnu Khaldun
Islam hadir menjadi penuntun segenap umat dalam menjalankan
aktifitas lewat norma dan etika yang diajarkannya. Islam sebagai doktrin
ekonomi, mengajarkan keadilan sosial dan pertumbuhan ekonomi secara
seimbang, oleh karena itu prinsip penetapan harga yang ideal dan
seimbang harus menjadi acuan.
Dalam kontek penentuan harga, Ibnu Khaldun memiliki
kesepahaman dengan konsep harga yang objective yang ditentukan oleh
pasar yang mencerminkan nilai Islami. Menurut pendapat Khaldun, harga
yang objective adalah harga yang ditentukan lewat hasil pertemuan antara
demand dan supply dengan asumsi tidak terdapat distorsi informasi
(asimetri inforemasi). Dengan demikian, kaidah saling rindho tercapai,
karena tidak terjadi penyembunyian informasi tentang barang yang di
akad-kan dalam jual beli maupn informasi lain terkait akad jual-beli.
Terhadap kasus kemungkinan terjadinya fluktusi harga, Ibnu
Khaldun mengakui hal itu. Menurut pengamanatan Ibnu Khaldun,
fluktuasi harga antar barang umumnya berbeda. Dalam pengamatan Ibnu
Khaldun perbedaan harga munglin terjadi antara bahan pokok (kebutuhan
primer) dengan kebutuhan skunder dan tersier.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
12
Penetuan harga kebutuhan pokok (kebutuhan primer), seperti:
bahan makanan dan pakaian memiliki kerentanan harga relatif kecil (in-
elastis) dibanding jenis barang lain (sekunder dan tersier). Ibnu Khaldun
berpendapat bahwa ”pada kota besar yang jumlah penduduknya padat
cenderung harrga bahan pokok adalah murah, sementara harga barang
sekunder dan tersier cenderung mahal. Hal itu berbeda dengan kota kecil
dengan jumlah penduduk yang tidak padat maka harga cenderung tinggi
terutama harga barang sekunder, terlebih bagi kota yang peradabannya
masih rendah”16
. Alasan pendapat Khaldum tersebut adalah pada kota
besar dengan kepadatan penduduk tinggi maka muncul perilaku kompetitif
yang berakibat naiknya produktifitas. Disamping itu, kota besar unumnya
mmperoleh perhatian dari pemerintrah dan produsen karena adanya
opportunity dalam ekonomi.
Konsep yang ditawarkan Ibnu Khaldun tersebut sesungguhnya
memiliki kesamaan pola dengan prinsip penetapan harga berdasarkan
mekanisme pasar. Pada saat pasar dalam keadaan normal, campur tangan
dalam bentuk apapun dari pihak penguasa adalah suatu kezaliman, karena
dapat merusak sistem pasar.
Penentuan harga dengan mengedepankan mekanisme pasar
berarti mencoba menemukan satu harga yang adil dan objektif selama
tidak terjadi distorsi informasi diantara yang melakukan akad jual-beli.
Mekanisme penentuan harga dilakukan dengan mengedepankan tarik-
menarik dipasar. Hal ini merupakan bagian dari ketentuan (hukum) Allah
SWT. Harga sebagaimana ketentuan Allah pernah disebutkan oleh Rasul
SAW. ketika menjawab pernyataan warga Madinah:
16
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terj. Ahmad Toha, (Jakarta, Pustaka Firdaus,
1986), hal. 422.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
13
Dari Anas bin Malik RA, Ia berkata : pernah barang-barang di
Madinah naik di zaman Rasulullah SAW, orang-orang berkata: ya
Rasulullah SAW. bersabda: ”sesungguh Allah itu penetap harga,
yang menahan, yang melepas, yang memberi rizki. Sesungguhnya
aku berharap bertemu Allah dalam keadaan tidak seorangpun dari
kamu menuntut aku lantaran menzalimi pada jiwa dan harta.” (HR.
Ahmad, Abu Daud, Ath-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)17
.
Hadits Rasulullah SAW tersebut menggambarkan bahwa tidak ada
larangan dalam penentuan harga dengan menggunakan mekanisme pasar.
Hal itu juga berlaku kendatipun kondisi harga yang semakin meningkat.
Dalam kondisi normal, campur tangan pemerintah tidak disaranan. Porsi
pemerintah disini adalah untuk mengawal kenaikan harga, seperti dengan
program subsidi, maupun dengan isntrumen lainnya. Pengakuan
mekanisme pasar dalam penentuan harga juga diakui oleh Ibnu Taymiyah
sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Azim Islahi :
“Kenaikan dan kejatuhan harga tidak semestinya disebabkan
daripada kezaliman suatu pihak. Kadang-kadang kenaikan dan
kejatuhan disebabkan oleh kekurangan produksi atau kejatuhan
produksi atau kejatuhan import barang tersebut. Oleh karena itu,
jika permintaan barang tersebut meningkat, sedangkan
penawarannya berkurang maka harga akan naik. Sebaliknya
apabila penawarannya bertambah, sedangkan permintaannya
berkurang maka harga akan jatuh. Kekurangan dan kelebihan ini
mungkin bukan disebabkan tindakan pihak-pihak tertentu”18
.
Pendapat Ibnu Khaldun yang dipertegas dengan hadist dan
pendapat Ibnu Taymiyah tersebut diatas didasarkan pada fenomena bahwa
pada kota besar dengan penduduk padat cederung muncul kebijakan
prioritas persediaan yang ketat untuk menanggulangi kekurangan bahan
17
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, ter. Zainal Arifin,
(Jakarta : Gema Insani Press, 1995), hal. 255. 18 Op Cit, hal. 55-56
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
14
pokok, disamping juga produktifitas masyaraat yang tinggi. Dalam kontek
seperti itu, maka jumlah barang yang tersedia lebih tinggi dibandingkan
dengan tingkat permintaan. Jika kondisinya seperti itu, maka harga barang
cenderung murah.
Ibnu Khaldun juga menjelaskan tentang bagaimana terjadinya
pengaruh timbal-balik antara permintaan pasar dan penawaran
sesuatu komoditi: “karena segala macam biji-bijian merupakan
sebagian dari bahan makanan pokok yang tingkat tingkat
permintaan bahan itu sangat besar, serta tidak seorang-pun tidak
membutuhkannya baik bulanan atau tahunan. Karena itu, tidak
dapat dipungkiri, masing-masing orang akan berusaha
mendapatkan makanan tersebut serta berusaha untuk surplus
melebihi kebutuhan. Hal itu akan dilakukan bagi siapa saja
penduduk kota sehingga terjadi surplus bahan pokok. Akibatnya,
harga makanan sering menjadi murah. Kecuali bila terjadi
penjangkitan penyakit karena kondisi alam yang berakibat pada
suplai makanan menjadi menurun.19
Pendapat Ibnu Khaldun tersebut sesungguhnya mengandung
konsep opportunity. Maksudnya, potensi tingginya tingkat permintaan
akan barang akan memicu produsen meningkatkan produksinya, karena
produsen berusaha memanfaatkan moment tingginya tingkat permintaan.
Meningkatnya produksi menyebabkan meningkatnnya suplai barangan
pokok dengan begitu maka harga akan murah. Keadaan ini akan terus
berlanjut (stabil) jika tidak terdapat sesuatu keadaan, seperti bencana alam
yang dapat menganggu produksi barang. Jika terjadi distorsi suplai barang,
baik karena bencana, maupun lainnya ada potensi harga barang akan naik.
Khaldun berpendapat bahwa harga barang kebutuhan pokok
umumnya cenderung stabil, hal itu karena kebutuhan bahan pokok
(kebutuhan primer) banyak pihak yang memiliki kepentingan. Namun
19
Ibid, hal. 421
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
15
demikian, hukum mekanisme pasar (tarik-menarik penawaran dan
permintaan) tetap berlaku kendatipun dalam penentuan harga bahan
pokok yaitu kecilnya penawaran sementara permintaan meningkat akan
menyebabkan harga barang naik. Tentang ini, Khaldun berpendapat: di
kota-kota kecil dengan penduduk sedikit, bahan makanan sedikit, karena
mereka memiliki suplai kerja yang kecil, dan karena melihat kecilnya kota,
orang-orang khawatir kehabisan makanan, karenanya mereka menyimpan
dan mempertahankan makanan yang mereka miliki.20
.
Dalam kontek ekuilibrium barang mewah, Ibnu Khaldun
berpendapat bahwa harga barang mewah cenderung mahal di pasar-pasar
dalam kota-kota besar dan maju, dikarenakan kemakmuran penduduk.
Tingkat kemakmuran masyarakat dapat meningkatkan kebutuhan terhadap
barang mewah tersebut, hal itu akan meningkatkan harga. Secara spesifik,
Khaldun berpendapat: tingkat kemakmuran masyarakaat satu daerah yang
padat penduduknya, dan penuh dengan kemewahan maka akan
meningkatkan permintaan barang mewah. Dengan demikian, persediaan
tidak bisa mencukupi kebutuhan, jumlah pembeli meningkat sekalipun
persediaan barang itu sedikit, sedangkan orang kaya berani membayar
tinggi, sebab kebutuhan mereka makin besar. Kondisi seperti itu akan
meningkatkan harga barang mewah21
.
Konsep yang ditawarkan Ibnu Khaldun tersebut sesungguhnya
lebih menitik beratkan mekanisme pasar dalam penentuan harga,
kendatipun Islam mengakui hal itu. Namun demikian, disamping harga
ditentukan oleh kekuatan penawaran-permintaan, secara empiris
20
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terj. Ahmad Toha, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1986), hal. 422 21
Ibid, hal. 423
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
16
menunjukkan bahwa tingkat ekuilibrium (penentuan harga) juga
ditentukan faktor-faktor lain diluar kekuatan tersebut. Menurut Khaldun
bahwa kebijaksanaan atau peraturan pemerintah yang tercermin dalam
kebijakan yang dapat mempengaruhi produksi dan suplai, seperti
kebijakan fiskal, pajak, dan bea-cukai juga menetukan fluktuasi harga.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa bahwa "bea cukai biasa, dan bea cukai
lainnya dipungutt atas beban makanan di pasar-pasar dan di pintu-pintu
kota raja, dan para pengumpul pajak menarik keuntungan dari transaksi
bisnis untuk kepentingan mereka sendiri. Karenanya, harga di kota lebih
tinggi daripada di padang pasir".
Pernyataan Khaldun tersebut mengandung makna bahwa pajak
terhadap sesuatu komoditi dapat dihitung sebagai beban produksi atau
kerja. Ini menyebabkan harga barang menjadi naik, hal itu berbeda dengan
harga pasar barangan yang berada di tempat-tempat yang tidak
menetapkan bea masuk. Harga barang ditentukan oleh biaya atau beban
produksi yang biasanya dalam konteks ekonomi modern disebut sebagai
modal produksi.
Terkait dengan peran biaya produksi menjadi bagian penentuan
harga barang, Khaldun berpendapat: "biaya pengadaan hasil pertanian juga
mempengaruhi nilai bahan makanan dan menentukan harganya,
sebagaimana sekarang tampak di Andalusia. Sebab, setelah orang kristen
merampas tanah-tanah yang subur dari orang Islam, dan mengusir mereka
ke daerah pinggir laut dan pegunungan yang tanahnya tidak subur, maka
orang-orang Islam terpaksa berusaha keras memperbaiki sawah dan
perkebunannya. Ini dikerjakan dengan mengeluarkan sumberdaya
tambahan, rabuk tanah dan bahan lain yang mahal. Semua itu dapat
menaikkan harga hasil pertanian, yang mereka perhitungkan sewaktu
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
17
menetapkan harga hasil bumi itu untuk dijual. Sejak masa itu, Andalusia
terkenal dengan harga-harga yang sangat mahal"22
.
Konsep Khaldun yang menarik dari teori harga adalah penentuan
keuntungan yang ternyata telah menjadi rujukan utama dalam berbagai
referensi termasuk Adam Smith. Ibnu Khaldun mendefinisikan
keuntungan sebagai nilai kerja yang mesti dibayar dan tercermin pada
harga sesuatu komoditi. Konsep Khaldun berargumen bahwa harga dasar
suatu komoditi itu mengambarkan biaya produksinya, sedangkan
marginnya adalah upah yang mesti dibayar oleh pembeli kepada produsen
yang menghasilkan komoditi. Konsep ini cukup rasional dan sangat jelas
dimana Khaldun mampu memisahkan harga menjadi harga dasar dan
harga keuntungan dengan sangat tepat dan beralasan. Pendapat ini juga
menggambarkan penghargaan yang tinggi terhadap nilai kerja sesorang.
Sumbangan pemikiran Khaldun lain adalah bagaimana
menentukan harga objective yang ditentukan lewat mekanisme pasar
alamaiah (invisible hand), yaitu tingkat harga yang ditentukan oleh
variabel-variabel yang merupakan faktor-faktor alamiah dari sebuah sistem
pasar bebas, seperti: penawaran dan permintaan, daya beli, faktor
produksi, dan kebijakan makro pemerintah23
.
Menurut Ibnu Khaldun terdapat berbagai faktor yang menentukan
tingkat ekuilibrium (penentuan harga), antara lain:
1. Permintaan dan Penawaran, tentang ini Ibnu Khaldun berpendapat
bahwa kenaikan penawaran atau penurunan permintaan menyebabkan
kenaikan harga, begitu juga sebaliknya penurunan penawaran atau
kenaikan permintaan akan menyebabkan penurunan harga, dengan
22
Ibid, hal. 422-423 23
Boediono,., Ekonomi Makro, (Yogyakarta , BP. FE, 1988), hal. 41.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
18
asumsi faktor diluar harga itu sendiri adalah konstan. Manakala
faktor-faktor selain harga bergerak atau mempengaruhi maka harga
akan bergerak secara tidak linier dengan pergeseran penawaran dan
permintaan.24
2. Nilai kerja, Ibnu Khaldun berpendapat ada perbedaan antara harga
dasar dengan keuntungan. Disni Khaldum memberikan cukup jelas
bahwa keuntungan merupakan kenaikan atas cost yang dikeluarkan
sebagai nilai tambah dari produksi.
3. Pemerintah, Dalam ulasan tersebut diatas Khaldun memiliki kesamaan
konsep tentang penentuan harga lewat mekanisme pasar (pasar bebas)
dengan mengurangi campur tangan pemerintah.. Market Invention
harus dicegah, karena dengan adanya Market Invention berarti
kekuasaan pemerintah digunakan dan dapat menjadi distorsi.
4. Daya beli, merupakan faktor penting dalam penentuan harga sehingga
dapat terlepas dari unsur pemaksaan harga. Kemapuan daya yang
sukarelayarat penting dalam membentuk harga objective. merupakan
sa, sehingga suatu permintaan bukan hanya diwujudkan oleh
keinginan dan kebutuhan individu erhadap suatu produk, tetapi juga
kemampuan bayar (membeli) individu terhadap produk tersebut.
5. Keterbukan, merupakan syarat penting untuk menghindari manipulasi.
Keterbukaan disini meliputi baik keterbukaan barang, mekanisme
transaksi, keterbukaan terkait cacat yang mungkin ada, keterbukaan
posisi halal-haram barang, dan sejenisnya yang dapat menggugurkan
transaksi berbasis syari‟ah.
24
Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Mrx (Dari Sosialisme utopis ke
Perselisihan Revisionisme), (Jakarta: Gramedia, 2000), hal. 183.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
19
E. Kesimpulan
Ibnu Khaldun sebagai ilmuan muslin tempo dulu memiliki konsep
progresif tentang ekonomi, khususnya terkait penentuan tingkat
keseimbangan harga normal atau keseimbangan harga yang didapat dari
mekanisme pasar. Harga keseimbangan (equilibrium price) merupakan
harga yang diperoleh dari kekuatan tarik-menarik antara permintaan dan
penawaran selama tidak terjadi distorsi informasi antara kedua belah pihak
yang melakukan akad. Justru Khaldum mengkritik pola penentuan harga
atas campur tangan pemerintah, karena harga tersebut dapat mengganggu
kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan tranaksi. Peran
pemerintah disini lebih didudukkan dalam kerangka pengawasan dan
pengendalian bila mungkin terjadi eksploitasi.
,Menurut Khaldun, disamping penawaran dan permintaan masih
terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya harga: intervensi
pemerintah, daya beli, nilai kerja, keterbukaan, dan kondisi barang yanag
dapat mengganggu atau menggagalkan transaksi menurut syari‟ah.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
20
Daftar Pustaka
Abdul Azim Islahi, Economic Concept of Ibn Taymiyah, London,
the Islamic Foudation, 1988.
Ali Ahmad, Hundred Great Muslim, Lahore : Ferozoono Ltd.,
1967.
Ali Abduwahid, Ibnu Khaldun; Riwayat dan Karyanya, Jakarta :
Grafiti Pers, tth.
Boediono, Ekonomi Makro, Yogyakarta : BP. FE., 1988.
Dapartemen Agama, Al Quran dan Terjemahannya, Semarang:
CV Toha Putra, 1990.
Ibnu Hajr, Bulughul al-Maram, terj. A. Hasan, Bandung: CV
Dipenogoro, Jilid I, 1988.
Ikhwan Hamdani, Sistem Pasar dan Pengawasan Ekonomi
(Islam) dalam Perspektif Ekonomi Islam, Jakarta, Nur Insani. 2003.
Ibnu Khaldun, Muqaddimah ibn Khaldun, Tunisia: 779 H.
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terj. Ahmadie Toha, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1986.
Keneth Lux, Adam Smith’s Mistake, Nosten : Shambala, 1990
Muhammad Nejatullah Siddiqi, Kegiatan Ekonomi Dalam Islam, ter. Anas
Sidik, Jakarta, Bumi Kasara, 1991.
Muhammad Nejatullah Siddiqi, Pemikiran Ekonomi Islam : Suatu
penelitian kepustakkan masa kini, terj. AM. Saefuddin, Jakarta, LIPPM,
1996.
Muhammad Nejatullah Shiddiqi, The Economic Enterprice in
Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1991.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
21
Mannan, Ekonomi Islam : Teori dan Praktek, terj. M. Nastagin,
Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. 1997.
Siti Rohani, 1988, Konse asas ekoomi, Kuala Lumpur, Dewan
Bahasa dan Pustaka.
Umar Chapra, Islam and Economic Development, terj. Ikhwan
Abidin Basri,Jakarta; tp, tt.
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, ter. Zainal
Arifin, Jakarta, Gema Insani Press. 1995.
Franz Magnis Suseno, 2000, Pemikiran Karl Marx (Dari
Sosiaisme Utopis kePErselisihan Revisionalisme), Jakarta, Gramedia.
Wafi, Ali Abdullah, 1985, Ibnu Khaldun :Riwayat dan Karyanya,
Jakarta, GrafitiPress.