30
(2006) 1 IMPLEMENTATION OF QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) METHOD TO ENHANCE THE QUALITY OF TAX AUDIT: A CASE STUDY OF "X" REGIONAL OFFICE OF DIRECTORATE GENERAL OF TAXES * Arifin Rosid ** ABSTRACT Based on Directorate General of Taxes’s Road Map of 2005 - 2009, one of the important strategies to improve quality of tax administration was performed by measuring the level of taxpayer satisfaction. Issues regarding with the quality has become an important concern in recent years, as it played an important role for tax authorities which heavily rely on self assessment system. According to the OECD (2001), the quality can be measured at least in three aspects. Firstly, the measured quality of service punctuality is measured from the average processing time used to perform a particular public service. Secondly, the quality which associated with the level of legal and professional standards that can be measured by monitoring and evaluating performance. Thirdly, the quality which associated with the level of taxpayer satisfaction that can be learned through a survey of taxpayers. This study was conducted not only to analyze the level of taxpayer satisfaction, but also to formulate several strategic steps that can be taken into account to improve the quality of tax audits in East Java II Regional Office of DGT, using the Quality Function Deployment (QFD) method. Keywords: taxpayer’s satisfaction, quality of tax audit, Quality Function Deployment *) submitted in fulfilment of the requirements for the Rank Upgrading Adjustment Examination Grade VI for Master (S2) degree holder in Ministry of Finance of Republic of Indonesia ** ) Tax officer, Directorate General of Taxes

Karya tulis upkp vi 2006

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

1

IMPLEMENTATION OF QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) METHOD

TO ENHANCE THE QUALITY OF TAX AUDIT: A CASE STUDY OF "X"

REGIONAL OFFICE OF DIRECTORATE GENERAL OF TAXES *

Arifin Rosid **

ABSTRACT

Based on Directorate General of Taxes’s Road Map of 2005 - 2009, one of the important

strategies to improve quality of tax administration was performed by measuring the level

of taxpayer satisfaction. Issues regarding with the quality has become an important concern

in recent years, as it played an important role for tax authorities which heavily rely on self

assessment system. According to the OECD (2001), the quality can be measured at least in

three aspects. Firstly, the measured quality of service punctuality is measured from the

average processing time used to perform a particular public service. Secondly, the quality

which associated with the level of legal and professional standards that can be measured by

monitoring and evaluating performance. Thirdly, the quality which associated with the

level of taxpayer satisfaction that can be learned through a survey of taxpayers. This study

was conducted not only to analyze the level of taxpayer satisfaction, but also to formulate

several strategic steps that can be taken into account to improve the quality of tax audits in

East Java II Regional Office of DGT, using the Quality Function Deployment (QFD)

method.

Keywords: taxpayer’s satisfaction, quality of tax audit, Quality Function Deployment

*) submitted in fulfilment of the requirements for the Rank Upgrading Adjustment Examination

Grade VI for Master (S2) degree holder in Ministry of Finance of Republic of Indonesia

** ) Tax officer, Directorate General of Taxes

Page 2: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

2

PENERAPAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD)

UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMERIKSAAN PAJAK:

STUDI KASUS DI KANWIL DJP "X" *

Arifin Rosid **

ABSTRAKSI

Berdasarkan Road Map DJP 2005 – 2009, salah satu strategi untuk meningkatkan

pelayanan pajak dilakukan dengan cara mengukur tingkat kepuasan wajib pajak.

Permasalahan mengenai kualitas, khususnya kualitas pelayanan atau kepuasan wajib pajak,

menjadi perhatian penting beberapa tahun terakhir ini. Menurut OECD (2001), kualitas

setidaknya dapat diukur dari tiga aspek. Pertama, kualitas yang diukur dari ketepatan

waktu pelayanan yang diukur dari rata-rata waktu proses yang digunakan untuk melakukan

pelayanan publik. Kedua, kualitas yang berkaitan dengan tingkat legalitas dan standar

profesional yang dapat diukur melalui pengawasan dan pengevaluasian kinerja. Ketiga,

kualitas yang berkaitan dengan tingkat kepuasan wajib pajak yang dapat dipelajari melalui

survei yang dilakukan terhadap wajib pajak. Tulisan ini dibuat untuk tidak hanya

menganalisa tingkat kepuasan Wajib Pajak, namun juga merumuskan langkah-langkah

strategis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan pajak di Kanwil

DJP "X", dengan menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD).

Kata kunci: tingkat kepuasan wajib pajak, kualitas pemeriksaan, Quality Function

Deployment (QFD)

*) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mengikuti Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat

VI bagi pemegang ijasah Strata Dua (S2)di Kementerian Keuangan Republik Indonesia

**) Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penulisan

Untuk meningkatkan pendapatan negara, sistem dan prosedur perpajakan terus

disempurnakan dan disederhanakan dengan memperhatikan azas keadilan, pemerataan,

manfaat dan kemampuan masyarakat melalui peningkatan mutu pelayanan dan kualitas

aparat yang tercermin dalam peningkatan kejujuran, tanggung jawab dan dedikasi serta

melalui penyempurnaan sistem perpajakan.

Saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang berupaya untuk meningkatkan

pelayanan pajak sebagai salah satu arah sasaran untuk mencapai tujuan yang ingin

dicapai oleh DJP, sebagaimana tercantum dalam Road Map DJP 2005 – 2009. Upaya

Page 3: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

3

peningkatan pelayanan pajak, diantaranya dilakukan dengan cara : (1) pengukuran

tingkat kepuasan wajib pajak, (2) peningkatan pelayanan melalui penyederhanaan

prosedur dan pemanfaatan TI, (3) perbaikan manajemen pemeriksaan pajak, (4)

perbaikan manajemen penyidikan pajak, dan (5) perbaikan manajemen penagihan

pajak.

Tabel 1

Persentase Penerimaan Pajak PENERIMAAN

NEGARA

TAHUN

94/95 95/96 96/97 97/98 98/99 99/00 2000 2001 2002 2003

Pajak 66.91 68.25 66.46 69.70 65.47 62.77 56.45 61.72 70.42 75.60

Bukan Pajak 33.09 31.75 33.54 30.30 34.53 37.23 43.55 38.28 29.58 24.40

Sumber : Noor Fuad (2004:416) dalam Kebijakan Fiskal : Pemikiran, Konsep, dan Implementasi

Upaya peningkatan pelayanan kepada wajib pajak menjadi sangat penting,

karena peranan pajak dalam penerimaan negara semakin meningkat. Kalau pada tahun

1994/1995 peranan pajak yang dikelola DJP hanya 66.91 % dari penerimaan negara,

maka pada tahun 2003 peranannya telah meningkat menjadi 75,60 %, sebagaimana

terlihat dalam Tabel 1 atau Grafik 1. (Noor Fuad, 2004:416).

Gambar 1

Road Map Direktorat Jenderal Pajak

2005 – 2009

Sumber : Presentasi Bahan Rapat Pimpinan DJP (2005), http://portaldjp/artikel, diolah kembali

oleh penulis

Berdasarkan Road Map DJP 2005 – 2009 tersebut, salah satu strategi untuk

meningkatkan pelayanan pajak dilakukan dengan cara mengukur tingkat kepuasan

Peningkatan

penerimaan negara dan pengamanan

keuangan negara

dengan mempertimbangkan

perkembangan dunia

usaha dan aspek keadilan masyarakat

1. Reformasi kebijakan dan administrasi

perpajakan

2. Peningkatan kepatuhan Wajib Pajak

3. Peningkatan pelayanan pajak

4. Peningkatan efektivitas dan efisiensi

organisasi

5. Peningkatan capacity building SDM

dalam pemungutan pajak

Sasaran Arah Sasaran

1. Pengukuran tingkat

kepuasan Wajib Pajak

2. Peningkatan pelayanan melalui

penyederhanaan prosedur dan

pemanf. TI

3. Perbaikan manajemen

pemeriksaan pajak

4. Perbaikan manajemen

penyidikan pajak

5. Perbaikan manajemen penagihan

pajak

Strategi

Page 4: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

4

wajib pajak. Kebijakan yang diambil oleh DJP dalam mengukur tingkat kepuasan wajib

pajak adalah dengan cara : (1) pemanfaatan dan pengembangan survey pengukuran

kepuasan wajib pajak dan (2) penetapan dan penyempurnaan bench-mark pengukuran

tingkat kepuasan WP sebagai dasar perbaikan kinerja.

Kebijakan yang diambil oleh DJP tersebut sesuai dengan pernyataan The

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) Committee of

Fiscal Affairs Forum on Strategic Management (2001:3) dalam artikelnya yang

berjudul “Performance Measurement in Tax Administrations” yang menyatakan bahwa

untuk menghadapi defisit anggaran yang terus berkembang dan meningkatnya

kebutuhan akan kualitas pelayanan publik, pemerintah harus berupaya untuk mencari

cara-cara baru untuk membuat sektor publik lebih efektif dan responsif terhadap

kebutuhan dari wajib pajak sebagai klien pemerintah.

Grafik 1

Persentase Penerimaan Pajak

Persentase Penerimaan Negara

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1994

/199

5

1995

/199

6

1996

/199

7

1997

/199

8

1998

/199

9

1999

/200

0

2000

2001

2002

2003

Tahun

Pers

en

Penerimaan Pajak

Penerimaan

Bukan Pajak

Sumber : Noor Fuad (2004:416) dalam Kebijakan Fiskal: Pemikiran,

Konsep, dan Implementasi

Dalam artikel tersebut, pengukuran kinerja dalam administrasi perpajakan

diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu : (a) mengukur hubungan keluaran (output)

dengan masukan (input), (b) mengukur kualitas dan tingkat kepuasan wajib pajak, dan

(c) mengukur keluaran yang berhubungan dengan penerimaan pajak dan tingkat

kepatuhan wajib pajak (OECD, 2001:4).

Permasalahan mengenai kualitas, khususnya kualitas pelayanan atau kepuasan

wajib pajak, menjadi perhatian penting beberapa tahun terakhir ini. Menurut OECD

(2001:5), kualitas setidaknya dapat diukur dari tiga aspek. Pertama, kualitas yang

diukur dari ketepatan waktu pelayanan yang diukur dari rata-rata waktu proses yang

digunakan untuk melakukan pelayanan publik. Kedua, kualitas yang berkaitan dengan

tingkat legalitas dan standar profesional yang dapat diukur melalui pengawasan dan

pengevaluasian kinerja. Ketiga, kualitas yang berkaitan dengan tingkat kepuasan wajib

pajak yang dapat dipelajari melalui survei yang dilakukan terhadap wajib pajak.

Lebih lanjut, OECD (2001:42-43) membuat kriteria yang berbeda berkaitan

dengan pengukuran kualitas, yaitu kualitas berdasarkan peraturan perundang-undangan

Page 5: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

5

perpajakan dan standar profesional (yang diukur berdasarkan tingkat kesalahan

tertentu, ketepatan waktu pelayanan, penggunaan standar kualitas pelayanan, dan lain-

lain) dan kualitas berdasarkan persepsi dari wajib pajak (yang diukur dengan

melakukan survei terhadap wajib pajak).

Kualitas layanan publik mempunyai peranan penting bagi pemerintah. Osborne

dan Gaebler (1999:389) dalam bukunya “Reinventing Goverment: How the

Entrepreneurial Spirit is Transforming the Pubblic Sector” mengatakan, masyarakat

tentu menginginkan pemerintahan yang efisien, namun lebih banyak yang

menginginkan pemerintahan yang efektif. Efisien adalah ukuran berapa banyak biaya

untuk masing-masing unit output, sedangkan efektifitas adalah seberapa tinggi kualitas

keluaran tersebut.

Tabel 2

Quality Performance Indicators

PERFORMANCE CRITERIA PERFORMANCE INDICATORS

Quality according to legal and

professional standards

Product quality Frequency of errors by the tax

authorities corrected through the

simplified complaints procedure

Number of tax assessments decided

by the tax authorities altered by the

courts

Quality of registers

Process quality Average processing time for

complaints

Quality Assurance Standard of internal quality

assurance programmes

Quality according to taxpayer

perceptions

Product quality Perceptions of professionalism

Process quality Perceptions of availability,

information etc

Confidence Perceptions of the tax authorities

ability to their job

Sumber : The OECD Committee of Fiscal Affairs Forum on Strategic Management, Performance

Measurement in Tax Administrations, 4 May, 2001, hal. 42. http://portaldjp/artikel

Sedangkan apabila dikaitkan dengan perspektif pemerintah terhadap

masyarakat, manajemen publik baru memandang bahwa masyarakat sebagai pelanggan

(customers). Istilah pelanggan digunakan untuk menunjukkan hampir semua pertemuan

dengan instansi publik. Dalam hal ini wajib pajak adalah pelanggan dari kantor

pelayanan pajak. Sebagai pelanggan, masyarakat dilayani seperti tata cara dalam bisnis.

Penekanannya pada efektivitas, efisiensi, dan penurunan biaya. (Rosenbloom dan

Kravchusk, 2002, sebagaimana dikutip oleh Tim Pusdiklat Pegawai BPPK, 2006:6)

Lebih lanjut, menurut William Dunn (2000:109) dalam bukunya “Public Policy

Analysis: An Introduction, Second Edition” menyatakan bahwa sistem pemungutan

pajak adalah sistem kebijakan publik yang mencakup hubungan timbal balik antara tiga

Page 6: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

6

unsur: yaitu; kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan. Yang

dipantau dari kebijakan publik adalah : keluaran (outputs) dan dampak (impacts).

Keluaran kebijakan meliputi : barang, layanan atau sumber daya yang diterima oleh

kelompok sasaran, sedangkan dampak berkenaan dengan akibat yang diharapkan

(Dunn 2000:513).

Dikaitkan dengan kegiatan pemeriksaan pajak sebagai salah satu bentuk

layanan publik, kualitas pemeriksaan pajak menjadi sesuatu yang perlu mendapat

perhatian besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Peneliti Laboratorium

Jurusan Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia (2001) terhadap 568 Wajib

Pajak (305 Wajib Pajak badan dan 153 Wajib Pajak perorangan), diyatakan bahwa

sebanyak 39,3 % responden menyatakan sikap pemeriksa pajak sangat arogan dan 27,5

% sikap pemeriksa pajak tidak arogan. Untuk tingkat obyektifitas pemeriksaan, 47,2 %

responden menyatakan bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Karikpa lebih

obyektif dibandingkan pemeriksaan oleh KPP, sedangkan 46,9 % responden

menyatakan bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Karikpa tidak obyektif

dibandingkan dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh KPP. Mengenai dualisme tugas

pemeriksaan, sebanyak 81 % responden menyatakan bahwa pemeriksaan yang selama

ini dilakukan oleh KPP dan juga Karikpa dapat menimbulkan dualisme pemeriksaan

dan 19 % responden menyatakan bahwa pemeriksaan pajak yang selama ini dilakukan

oleh KPP dan juga Karikpa tidak menimbulkan dualisme pemeriksaan. Penelitian

tersebut pada akhirnya menyimpulkan bahwa : (1) diperoleh tingkat pencapaian hasil

yang positif dari segi volume, keramahan dan media informasi pada pelayanan dan

penyuluhan, dan untuk pemeriksaan pajak menunjukkan tingkat pencapaian yang

negatif, terlihat pada tingkat ketidakpuasanWajib Pajak (teori Holloway), (2)

ditemukan tingkat kesulitan atau permasalahan (62 %) dengan kesulitan yang banyak

dialami dalam hal perhitungan pajak (21,2 %), yang disebabkan oleh peraturan yang

tidak jelas (27,7 %) dan prosedur yang berbelit-belit (21,2 %). Rendahnya tingkat

kepercayaan Wajib Pajak terhadap aparat pajak menyebabkan Wajib Pajak memilih

menggunakan tenaga konsultan pajak dalam menyelesaikan masalah tersebut (24,5 %)

dan (23 %) berusaha menyelesaikan sendiri. Dengan kondisi tersebut, maka tingkat

pencapaian hasil di pelayanan dan penyuluhan adalah negatif apabila ditinjau dari segi

kepuasan pelanggan (Wajib Pajak), dan (3) tingkat pencapaian hasil yang negatif pada

pemeriksaan disebabkan oleh masih dominannya sikap arogansi pemeriksa pajak (67,7

%).

Salah satu rekomendasi yang diberikan oleh Tim Peneliti Laboratorium Jurusan

Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia adalah meninjau kembali kebijakan

administrasi pajak agar lebih pasti, jelas, sederhana sehingga mudah dimengerti dan

dipahami oleh Wajib Pajak serta mengadakan pelatihan–pelatihan bagi aparat pajak,

terutama masalah moral dan etika kerja.

Page 7: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

7

1.2. Identifikasi Masalah

Dari uraian tersebut diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

“Perlunya menganalisa tingkat kepuasan Wajib Pajak dalam rangka meningkatkan

kualitas pemeriksaan pajak pada Kantor Wilayah DJP "X"”.

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk memahami dimensi dari

kualitas pemeriksaan pajak, tingkat kepuasan wajib pajak terhadap kegiatan

pemeriksaan yang dilakukan oleh tim fungsional pemeriksa pajak Kanwil DJP

Jabagtim II, serta langkah-langkah responsif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

kualitas pemeriksaan pajak.

1.4. Metode Penelitian

A. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penulisan karya

tulis ini ialah melalui :

1. Metode Penelitian Lapangan (Field Research Method) yaitu dengan melakukan

survei terhadap wajib pajak yang telah dilakukan pemeriksaan oleh Tim

Fungsional Kanwil DJP Jabagtim dan peninjauan ke Bidang Pemeriksaan

Penyidikan dan Penagihan Pajak (P4) Kanwil DJP "X" untuk mendapatkan data

yang diperlukan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Metode yang

digunakan ialah observasi langsung dengan kuisioner serta kegiatan tanya

jawab dengan pihak-pihak yang berkepentingan.

2. Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research Method) yaitu penelitian

literatur melalui buku-buku, jurnal-jurnal, laporan-laporan, dan peraturan-

peraturan yang berlaku untuk mendapatkan landasan teoritis yang mencukupi.

B. Metode Analisis

Metode analisis permasalahan yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan

pada penggunaan metode Quality Function Deployment (QFD) yang merupakan suatu

metode perencanaan dan pengembangan produk (barang maupun jasa) yang terstruktur,

yang memungkinkan tim pengembangan kualitas untuk menentukan secara jelas,

keinginan dan kebutuhan pelanggan dan kemudian melakukan evaluasi secara

sistematis tentang kemampuan dalam menghasilkan produk untuk memuaskan

pelanggan atau konsumen (Cohen L., 1995 sebagaimana dikutip oleh Eko Nurmianto,

2004:10)

Fokus utama QFD terletak pada pemenuhan harapan pelanggan atau konsumen

yang didapatkan dari Voice of the Customer (VOC) yang kemudian diterjemahkan

dalam perbaikan atau penyesuaian karakteristik atau atribut produk barang maupun

jasa.

Page 8: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

8

1.5. Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya terbatas pada kegiatan yang

telah dilakukan pemeriksaan pajak oleh tim fungsional pemeriksa pajak Kanwil DJP "X"

pada tahun 2005.

1.6. Sistematika Penulisan

Karya tulis ini terbagi menjadi empat bab dan tiap bab terbagi dalam subbab-subbab

dengan urutan pembahasan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini, penulis akan menguraikan latar belakang penulisan,

merumuskan permasalahan, tujuan penulisan, metodologi penelitian, ruang

lingkup pembahasan, serta sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini, penulis akan menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan

jasa, kualitas pelayanan, penyebab rendahnya kualitas pelayanan, serta

pengertian dari QFD yang digunakan sebagai alat analisis.

BAB III ANALISIS

Dalam bab ini, penulis akan melakukan analisis permasalahan berkaitan

dengan kualitas pemeriksaan pajak dan pemecahan masalah mengacu yang

pada bab-bab sebelumnya.

BAB IV PENUTUP

Dalam bab ini, penulis akan menguraikan secara singkat isi dari karya tulis,

terutama pokok masalah, hasil analisis data, dan pembahasan dari hasil

analisis tersebut. Selain itu penulis akan memberikan saran-saran perbaikan

yang dapat dilakukan berdasarkan analisis yang telah dilakukan.

II. LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Kualitas Pelayanan

Menurut Kotler (1994) sebagaimana dikutip oleh Eko Nurmianto (2004:2), jasa

adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada

pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan

apapun.

Sedangkan karakteristik jasa menurut Tjiptono (1998) sebagaimana dikutip oleh

Eko Nurmianto (2004:3) meliputi:

1. Intangibility (tidak berwujud), disini terdapat dua pengertian yaitu

sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa dan sesuatu

yang tidak dapat dengan mudah didefnisikan, diformulasikan atau

dipahami secara rohaniah.

Page 9: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

9

2. Insparability (tidak dapat dipisahkan), maksudnya disini jasa diproduksi

dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan. Jasa tidak dapat

dipisahkan dari penyedia jasa dan konsumen dan interaksi kedua pihak

ini mempengaruhi hasil tersebut.

3. Variability (keragaman), berarti jasa sangat bersifat variabel yang

mempunyai banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis tergantung kepada

siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.

4. Perishability (tidak tahan lama), maksudnya jasa tidak tahan lama dan

tidak dapat disimpan. Lebih jauh, pasar jasa berubah-ubah.

Menurut American Society for Quality Control, (Kotler, 1997) sebagaimana

dikutip oleh Eko Nurmianto (2004:5), kualitas didefinisikan sebagai keseluruhan ciri

serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya

untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.

Sedangkan menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990) sebagaimana

dikutip oleh Eko Nurmianto (2004:5), dimensi-dimensi kualitas dapat disederhanakan

menjadi lima dimensi kualitas yang utama, yaitu :

1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan

pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan terpercaya.

2. Responsivness (ketanggapan/kepedulian) yaitu kemauan untuk

membantu pelanggan dengan tanggap dan peduli terhadap keluhan dan

harapan pelanggan.

3. Assurance (jaminan kepastian) yaitu kompetensi yang dimiliki sehingga

memberikan rasa aman dari bahaya atau keraguan dan kepastian yang

mencakup pengetahuan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki staf.

4. Empathy (perhatian) yaitu sifat dan kemampuan untuk memberikan

perhatian penuh kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan

kontak, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan pelanggan

secara individual.

5. Tangibles (wujud) yaitu penampilan secara fisik yang meliputi fasilitas,

peralatan, pegawai, sarana informasi/komunikasi.

Lebih lanjut, pengertian kualitas pelayanan dapat disimpulkan sebagai

kemampuan service provider untuk memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan

kalau dapat melebihi ekspektasi pelanggan. (Tim Pusdiklat Pegawai BPPK, 2006:27).

2.2. Pengertian Pemeriksaan Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara

Perpajakan, pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan,

mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

Page 10: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

10

Sedangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 545/KMK.04/2000

tanggal 29 Desember 2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan Pasal

1 Huruf a dinyatakan bahwa pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,

mengumpulkan dan mengolah data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka

pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan

peraturan perundangan-undangan perpajakan. Sedangkan dalam Pasal 2 Angka 1

Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 545/KMK.04/2000 ditegaskan bahwa tujuan

pemeriksaan adalah untuk menguji pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain

dalam rangka melaksanakan ketentuan perpajakan.

Berdasarkan keputusan tersebut, Pedoman Umum Pemeriksaan diatur sebagai

berikut :

1. Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang:

- telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki

keterampilan sebagai pemeriksa pajak;

- bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap

terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan

tercela;

- menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta

memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan sebenarnya tentang

wajib pajak;

2. Temuan hasil pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan

sebagai bahan untuk menyusun Laporan Pemeriksaan Pajak.

Beberapa Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan wajib pajak adalah

sebagai berikut:

1. Dalam hal Pemeriksaan Lapangan, wajib pajak berhak meminta kepada

Pemeriksa pajak untuk memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan

Tanda Pengenal Pemeriksa;

2. Wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa pajak untuk memberikan

penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan;

3. Dalam hal Pemeriksaan Kantor, wajib pajak wajib memenuhi panggilan

untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang

ditentukan;

4. Wajib pajak wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-

catatan, dan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran

pemeriksaan dan memberikan keterangan dalam jangka waktu paling lama

7 (tujuh) hari sejak tanggal surat permintaan, dan apabila permintaan

tersebut tidak dipenuhi oleh wajib pajak, maka pajak yang terutang dapat

dihitung secara jabatan;

5. Wajib Pajak berhak meminta kepada pemeriksa pajak rincian yang

berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan

Surat Pemberitahuan;

Page 11: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

11

6. Wajib pajak atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan

persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujuinya;

7. Dalam hal Pemeriksaan Lengkap, wajib pajak atau kuasanya wajib

menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan

tersebut tidak atau tidak seluruhnya disetujui;

Beberapa Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pelaksanaan Pemeriksaan

adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau lebih pemeriksa pajak;

2. Pemeriksaan dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, di kantor

wajib pajak atau di kantor lainnya atau di pabrik atau di tempat usaha atau

di tempat pekerjaan bebas atau di tempat tinggal wajib pajak atau di tempat

lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak;

3. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila dipandang perlu

dapat dilanjutkan di luar jam kerja;

4. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan;

5. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan;

6. Hasil Pemeriksaan Lapangan yang seluruhnya disetujui wajib pajak atau

kuasanya, dibuatkan surat pernyataan tentang persetujuan tersebut dan

ditandatangani oleh wajib pajak yang bersangkutan atau kuasanya;

7. Terhadap temuan sebagai hasil Pemeriksaan Lengkap yang tidak atau tidak

seluruhnya disetujui oleh wajib pajak, dilakukan Pembahasan Akhir Hasil

Pemeriksaan dan dibuatkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan;

8. Berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak, diterbitkan Surat Ketetapan Pajak

dan Surat Tagihan Pajak, kecuali pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan

penyidikan.

2.3. Faktor Penyebab Rendahnya Kualitas Pemeriksaan Pajak

Menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990) sebagaimana dikutip oleh

Eko Nurmianto (2004:9), penyebab potensial dari buruknya kualitas pelayanan suatu

perusahaan adalah karena adanya lima kesenjangan atau gap yang mengakibatkan

kegagalan penyampaian jasa, yaitu :

1. Kesenjangan antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen.

Kesenjangan ini terjadi karena ketidakpahaman manajemen terhadap

keinginan pelanggan, sehingga tidak diketahui bentuk kualitas jasa yang

diinginkan pelanggan.

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan pelanggan

dengan spesifikasi kualitas jasa. Pihak manajemen mungkin benar dalam

memahami keinginan pelanggan, tetapi tidak dapat menerapkan standar

pelayanan yang spesifik. Dalam hal ini ada tiga kemungkinan penyebab

yaitu tidak ada komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa,

kurangnya sumber daya atau karena kelebihan permintaan.

Page 12: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

12

3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dengan penyampaian jasa.

Penyebab kesenjangan ini karena para pelaksana belum memahami tugas,

kurang terampil dan tidak memenuhi standar kinerja.

4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal. Hal

ini terjadi karena tidak jarang harapan pelanggan dipengaruhi oleh

pernyataan atau janji penyedia jasa.

5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dengan jasa yang diharapkan. Hal

ini dapat terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja penyedia jasa dengan

cara yang berbeda dan memiliki persepsi keliru mengenai kualitas jasa.

Berdasarkan uraian diatas, maka secara konseptual faktor-faktor yang

menyebabkan rendahnya kualitas pemeriksaan pajak dapat digambarkan dalam Gambar

2. Berdasarkan gambar tersebut, Gap 1 terjadi karena ketidakpahaman manajemen

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap keinginan wajib pajak, sehingga tidak

diketahui bentuk kualitas pemeriksaan pajak yang diinginkan oleh wajib pajak. Gap 2

terjadi karena manajemen DJP mungkin benar dalam memahami keinginan wajib

pajak, tetapi tidak dapat menerapkan standar kualitas pemeriksaan pajak yang spesifik.

Dalam hal ini ada tiga kemungkinan penyebab yaitu tidak ada komitmen total

manajemen DJP terhadap kualitas pemeriksaan pajak, kurangnya sumber daya atau

karena banyaknya kegiatan pemeriksaan pajak yang dilakukan (overload). Gap 3

terjadi karena para pelaksana (dalam hal ini pemeriksa pajak) belum memahami tugas,

kurang terampil dan tidak memenuhi standar kinerja pemeriksaan pajak yang telah

ditetapkan.

Gap 4 terjadi karena tidak jarang harapan pelanggan dipengaruhi oleh

pernyataan atau janji penyedia jasa. Gap 5 terjadi apabila wajib pajak mengukur

kinerja kualitas pemeriksaan pajak dengan cara yang berbeda dan memiliki persepsi

keliru mengenai kualitas pemeriksaan pajak.

2.4. Pengertian Quality Function Deployment (QFD)

Quality Function Deployment (QFD) yang merupakan suatu metode

perencanaan dan pengembangan produk (barang maupun jasa) yang terstruktur, yang

memungkinkan tim pengembangan kualitas untuk menentukan secara jelas, keinginan

dan kebutuhan pelanggan dan kemudian melakukan evaluasi secara sistematis tentang

kemampuan dalam menghasilkan produk untuk memuaskan pelanggan atau konsumen

(Cohen L., 1995 sebagaimana dikutip oleh Eko Nurmianto, 2004:10)

QFD adalah sistem kualitas yang secara menyeluruh mempunyai tujuan khusus

untuk memuaskan pelanggan. Metode ini menekankan upaya untuk memaksimalkan

kepuasan pelanggan (kualitas positif) yang diukur secara metrik. QFD memusatkan

perhatian pada penciptaan nilai melalui proses pencarian baik melalui kebutuhan

pelanggan yang “spoken” maupun “unspoken”, kemudian menerjemahkannya kedalam

respon teknis yang dapat diambil dan mengkomunikasikan ke dalam perusahaan. Lebih

jauh lagi, QFD juga memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk

Page 13: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

13

memprioritaskan kebutuhan mereka, menceritakan tingkat layanan perusahaan

dibandingkan pesaing, dan kemudian secara langsung mengoptimalkan atribut kualitas

jasa yang akan menciptakan “competitive advantage” paling besar. Dengan demikian,

QFD adalah suatu proses sistematis yang dapat membantu perusahaan untuk dapat

secara cepat mengetahui dan menggabungkan kebutuhan pelanggan kedalam jasa atau

produk yang dihasilkan

Gambar 2

Kerangka Konseptual Penyebab Rendahnya

Kualitas Pemeriksaan Pajak

Sumber : Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990) sebagaimana dikutip oleh Eko Nurmianto (2004:11),

diolah kembali oleh penulis

QFD pertama kali diterapkan di Mitsubhisi Heavy Industry, Kobe Shipyards,

Jepang pada tahun 1972. Setelah empat tahun studi perkembangan, pembersihan, dan

pelatihan, QFD sukses diterapkan di dalam produksi mini Van oleh Toyota.

Saat ini perusahaan terkenal seperti Boeing, DuPont, General Electric,

McDonald's, McDonnell Douglas, Motorola, Peugeot, Procter & Gamble, Shell Oil

Company, Siemens, Toyota, Volkswagen AG, Volvo, dan Xerox telah menerapkan

QFD dalam kegiatan bisnis mereka. Data dari ASI’s QFD Clients (www.asiusa.com)

Komunikasi dari

mulut ke mulut

Kebutuhan

pribadi

Pengalaman

masa lalu

Kualitas pemeriksaan

yang diharapkan

Kualitas pemeriksaan

yang dirasakan

Kualitas pemeriksaan

yang disampaikan ke

wajib pajak

Penjabaran kualitas

pemeriksaan

Persepsi manajemen DJP

mengenai kualitas

pemeriksaan pajak

Komunikasi

eksternal kepada

wajib pajak

Wajib

Pajak

Pemeriksa

Pajak

Gap 1

Gap 2

Gap 3

Gap 4

Gap 5

Page 14: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

14

menunjukkan bahwa saat ini kurang lebih 158 perusahaan terkenal di dunia menjadi

klien dari American Supplier Institute (ASI) dalam penerapan QFD.

QFD juga dapat dimodifikasi untuk disesuaikan dengan penerapan di industri

jasa. Mulai tahun sembilan puluhan, penerapan QFD tersebar luas di banyak di area

layanan jasa, seperti : (1) Edukasi (curriculum design) : University of Cicinnati,

Winconsin University, termasuk Polytechnic Singapore, dan Grand Valley State

University; (2) Kesehatan : University of Michigan Medical Centre dan Princeton Foot

Clinic; (3) Pariwisata : restaurant and hotel chain, house keeping system di Hotel Ritz-

Carlton.

Dikaitkan dengan faktor-faktor yang menjadi penyebab potensial dari buruknya

kualitas pelayanan suatu perusahaan menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry, QFD

merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan antara jasa yang

dialami dengan jasa yang diharapkan (Gap 5), yaitu apabila wajib pajak mengukur

kinerja kualitas pemeriksaan pajak dengan cara yang berbeda dan atau memiliki

persepsi keliru mengenai kualitas pemeriksaan pajak

2.5. Tahapan Penerapan Quality Function Deployment (QFD)

Penerapan QFD terdiri dari tiga tahap, dimana seluruh kegiatan yang dilakukan

pada masing-masing tahapan dapat diterapkan seperti layaknya suatu proyek, dengan

terlebih dahulu dilakukan tahap perencanaan dan persiapan, ketiga tahapan tersebut

adalah:

Gambar 3

House of Quality

1. Tahap pengumpulan suara pelanggan (Voice of Customer). Pada tahap ini

dilakukan survey untuk memperoleh suara pelanggan yang tentu akan

memakan waktu dan membutuhkan ketrampilan mendengarkan. Proses

QFD membutuhkan data pelanggan yang ditulis sebagai atribut-atribut dari

produk atau jasa. Atribut-atribut atau kebutuhan-kebutuhan ini merupakan

keuntungan potensial yang dapat diterima pelanggan dari produk atau

C

D B A

F

E

Page 15: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

15

servicenya. Prosedur umum dalam perolehan suara pelanggan adalah untuk

menentukan atribut-atribut pelanggan (data kualitatif) dan mengukur

atribut-atribut (data kuantitatif). Data kualitatif secara umum diperoleh dari

pembicaraan dan observasi dengan pelanggan sementara data kuantitatif

diperoleh dari survei atau penarikan suara.

Keterangan:

A : Voice of Customer (VOC), berisi data keinginan dan harapan

pelanggan

B : Marik perencanaan, berisi tentang hasil riset dan perencanaan

strategi

C : Respon teknis, berisi deskripsi teknis yang berpengaruh terhadap

Customer Need (Bagian A)

D : Hub (relationship), berisi penilaian hubungan antara pengaruh

respon teknis dengan VOC

E : Matrik korelasi teknis, berisi tentang hubungan antar elemen

respon teknis

F : Matrik teknis, berisi tentang prioritas respon teknis.

2. Tahap menyusun rumah kualitas (House of Quality). Penerapan metode

Quality Function Deployment dalam proses perancangan produk dan jasa

diawali dengan pembentukan matriks perencanaan produk atau sering

disebut sebagai House of Quality (rumah kualitas). Gambar 3 menunjukkan

bentuk umum matriks perencanaan atau rumah kualitas, dalam gambar ini

digunakan simbol huruf A hingga F yang menunjukkan urutan pengisian

bagian-bagian dari matriks perencanaan tersebut.

3. Tahap analisa dan implementasi. Pada tahap ini dilakukan analisa terhadap

parameter yang dihasilkan dengan menggunakan matrik yang ada dalam

rumah kualitas. Selanjutnya dilakukan implementasi dalam proses aktivitas

penyediaan jasa dan produk.

III. ANALISIS

3.1. Analisis Permasalahan

Kriteria kualitas yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada kualitas

menurut OECD (2001) dalam artikelnya yang berjudul Performance Measurement in

Tax Administrations, yang terdiri dari: pertama, kualitas berdasarkan peraturan

perundang-undangan perpajakan dan standar profesional (yang diukur berdasarkan

Page 16: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

16

tingkat kesalahan tertentu, ketepatan waktu pelayanan, penggunaan standar kualitas

pelayanan, dan lain-lain) dan kedua, kualitas berdasarkan persepsi dari wajib pajak

(yang diukur dengan melakukan survei terhadap wajib pajak).

Saat ini kinerja pemeriksaan pajak yang dilaksanakan oleh tim fungsional

pemeriksa pajak Kanwil DJP "X" belum diketahui secara pasti kualitasnya.

Berdasarkan data yang ada, selama tahun 2005 tim fungsional pemeriksa pajak

Kanwil DJP "X" telah melaksanakan pemeriksaan pajak terhadap 67 wajib pajak. Dari

total 67 kegiatan pemeriksaan pajak yang dilakukan, 33 pemeriksaan diselesaikan

secara tepat waktu dan 34 pemeriksaan diselesaikan tidak tepat waktu. Rincian jumlah

kegiatan pemeriksaan pajak tiap bulan selama tahun 2005 yang diselesaikan secara

tepat waktu dan tidak tepat waktu dapat dilihat pada Tabel 3.

Kondisi ini menunjukkan bahwa apabila dilihat dari sisi kriteria kualitas yang

pertama menurut OECD, yaitu kualitas berdasarkan peraturan perundang-undangan

perpajakan dan standar profesional (yang dalam hal ini dipersempit diukur berdasarkan

ketepatan waktu pelayanan), kinerja kualitas pemeriksaan yang dilakukan oleh tim

fungsional pemeriksa pajak Kanwil DJP "X" tidak dapat dikatakan bagus.

Tabel 3

Status Penyelesaian

Pemeriksaan Pajak Tahun 2005

Bulan Tepat

waktu

Terlambat Total % Tepat

Waktu

Januari 1 2 3 33%

Pebruari 1 3 4 25%

Maret 5 4 9 56%

April 2 1 3 67%

Mei 2 0 2 100%

Juni 3 3 6 50%

Juli 2 4 6 33%

Agustus 5 3 8 63%

September 1 2 3 33%

Oktober 5 3 8 63%

Nopember 1 3 4 25%

Desember 5 6 11 45%

Total 33 34 67 49%

Sumber : Buku register pemeriksaan dan dokumen terkait lainnya, diolah

kembali oleh penulis

Dengan rata – rata status penyelesaian pemeriksaan pajak yang tepat waktu

sebesar 49% menunjukkan bahwa hampir setengah dari kegiatan pemeriksaan pajak

diselesaikan melebihi jangka waktu yang telah ditentukan.

Selanjutnya, apabila kualitas pemeriksaan diukur berdasarkan kriteria kedua

menurut OECD, yaitu kualitas berdasarkan persepsi dari wajib pajak atau kualitas

pemeriksaan yang dirasakan oleh wajib pajak (yang diukur dengan melakukan survei

terhadap wajib pajak), maka hal ini belum dapat diketahui jawabannya.

Page 17: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

17

Mengetahui tingkat kepuasan dari sisi persepsi wajib pajak menjadi sesuatu

yang penting, karena pengukuran tingkat kepuasan wajib pajak merupakan salah satu

strategi untuk meningkatkan pelayanan pajak sebagai salah satu arah sasaran yang

tercantum dalam Road Map DJP 2004 – 2009.

Berdasarkan Road Map DJP 2004 – 2009, kebijakan yang diambil oleh DJP

dalam mengukur tingkat kepuasan wajib pajak adalah dengan cara :

1. Pemanfaatan dan pengembangan survey pengukuran kepuasan wajib pajak,

dan

2. Penetapan dan penyempurnaan bench-mark pengukuran tingkat kepuasan

WP sebagai dasar perbaikan kinerja.

3.2. Pemecahan Masalah

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Quality Function Deployment (QFD)

yang merupakan suatu metode perencanaan dan pengembangan produk (barang

maupun jasa) yang terstruktur, yang memungkinkan tim pengembangan kualitas untuk

menentukan secara jelas, keinginan dan kebutuhan pelanggan dan kemudian

melakukan evaluasi secara sistematis tentang kemampuan dalam menghasilkan produk

untuk memuaskan pelanggan atau konsumen.

Berkaitan dengan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, penulis

mencoba untuk menerapkan penggunaan metode QFD untuk menganalisa tingkat

kepuasan wajib pajak dalam rangka meningkatkan kualitas pemeriksaan pajak oleh tim

fungsional pemeriksa pajak Kanwil DJP "X".

Untuk itu penulis telah melakukan survey terhadap 30 wajib pajak responden

yang terpilih secara probability sampling dari total 67 wajib pajak yang telah diperiksa

selama tahun 2005. Kuisioner yang digunakan untuk melakukan survey dapat dilihat di

Lampiran 1.

Meskipun penelitian dalam karya tulis ini merupakan penelitian kualitatif yang

diolah menggunakan statistik deskriptif, penulis tetap melakukan uji validitas dan uji

reliabilitas terhadap jawaban kuisioner yang diberikan oleh wajib pajak responden,

dengan pertimbangan :

1. Uji validitas dimaksudkan untuk mengetahui ketepatan kondisi nyata yang ada

di lapangan dengan data yang dikumpulkan dari responden. Ketepatan yang

dimaksudkan adalah isi kuisioner dapat dipahami oleh responden sehingga

responden mampu menjawab dengan kondisi yang ada. Data yang diuji

validitas yaitu data tingkat kepuasan wajib pajak dan dilakukan dengan

membandingkan nilai rhitung dengan rtabel. Apabila nilai rhitung positif dan rhitung >

rtabel maka butir pertanyaan kuisioner tersebut valid (Arif Pratisto 2004:254)

2. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi hasil kuisioner.

Konsistensi dalam pengujian ini diartikan bahwa berapa kalipun variabel-

variabel kuisioner ditanyakan kepada responden yang berlainan, hasilnya tidak

akan menyimpang terlalu jauh dari rata-rata jawaban responden. Data yang

diuji reliabilitas yaitu data tingkat kepuasan wajib pajak dan dilakukan dengan

Page 18: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

18

membandingkan nilai Cronbach Alpha. Menurut Nunnaly (1967) sebagaimana

dikutip oleh Imam Ghozali (2005:42), suatu variabel dikatakan reliabel jika

memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60.

Hasil uji validitas dengan SPSS v.12 terhadap data kepuasan wajib pajak

menunjukkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4

Hasil Uji Validitas

Tingkat Kepuasan Wajib Pajak

Atribut r hitung r tabel Kesimpulan

Atribut01 0,378 0,2407 valid

Atribut02 0,571 0,2407 valid

Atribut03 0,624 0,2407 valid

Atribut04 0,621 0,2407 valid

Atribut05 0,549 0,2407 valid

Atribut06 0,308 0,2407 valid

Atribut07 0,343 0,2407 valid

Atribut08 0,342 0,2407 valid

Atribut09 0,449 0,2407 valid

Atribut10 0,382 0,2407 valid

Atribut11 0,319 0,2407 valid

Atribut12 0,256 0,2407 valid

Atribut13 -0,181 0,2407 tidak valid

Sumber : Lampiran 4, diolah kembali oleh penulis

Meskipun terdapat satu butir pertanyaan yang tidak valid, penulis memutuskan

untuk mengabaikan hasil tersebut dengan pertimbangan bahwa statistik yang

digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif dan ketidakvalidan tersebut

hanya menunjukkan bahwa butir pertanyaan tersebut kurang dapat dipahami oleh wajib

pajak responden.

Hasil uji reliabilitas dengan SPSS v.12 menunjukkan bahwa kuisioner yang

diajukan kepada wajib pajak responden cukup reliable. Hal ini dapat diketahui dari

nilai nilai Cronbach Alpha yang lebih besar dari 0,60 yaitu 0,75, seperti yang

ditunjukkan dalam tabel 5 berikut:

Tabel 5

Hasil Uji Reliabilitas

Tingkat Kepuasan Wajib Pajak

Cronbach's

Alpha

Cronbach's Alpha

Based on

Standardized Items

N of

Items

0,753 0,754 13

Sumber : Lampiran 4

1. Tahap Pertama Penerapan QFD

Page 19: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

19

Tahap pertama implementasi QFD adalah pengumpulan suara pelanggan.

Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan sebelumnya, penulis mendapatkan atribut-

atribut yang kemungkinan dipentingkan oleh wajib pajak dalam pelaksanaan

pemeriksaan pajak yang dibagi kedalam lima kelompok besar dimensi kualitas

sebagaimana tercantum dalam Tabel 6 berikut:

Tabel 6

Dimensi Kualitas dan Tingkat Kepentingan Wajib Pajak

Selanjutnya, berdasarkan data mengenai atribut-atribut yang kemungkinan

dipentingkan oleh wajib pajak dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak, dibuat respon

teknis sebagaimana diuraikan dalam Tabel 7. Respon teknis merupakan langkah-

langkah perbaikan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi yang ada.

Tabel 7

Respon Teknis atas Tingkat Kepentingan Wajib Pajak

Dimensi Kualitas Deskripsi

Assurance a. Pemeriksaan dilakukan secara obyektif dan terbuka

b. Hasil pemeriksaan didasarkan pada temuan yang

andal dan peraturan perundang-undangan

Empathy c. Dalam pelaksanaan pemeriksaan, pemeriksa pajak

menghormati pendapat dan pemahaman Wajib Pajak

d. Pemeriksa pajak bersikap ramah dan komunikatif

e. Pemeriksa Pajak menjelaskan maksud dan tujuan

pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa

Responsivness f. Pemeriksa Pajak memberikan informasi tentang hasil

pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat

Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan dengan jelas

dan mudah dimengerti

g. Pemeriksa Pajak memberitahukan kepada Wajib Pajak

tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang

berbeda antara SPT dengan hasil pemeriksaan

Tangible h. Tempat pembahasan hasil pemeriksaan (closing

conference) yang representatif

i. Ketersediaan sarana komunikasi seperti telepon,

faksimil, dan e-mail

Reability j. Pemeriksaan diselesaikan secara tepat waktu

k. Wajib Pajak diberikan jangka waktu yang cukup

untuk menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk

pemeriksaan

l. Wajib Pajak diberikan jangka waktu yang cukup

untuk menanggapi temuan pemeriksaan

m. Dokumen WP dikembalikan secara tepat waktu

setelah pemeriksaan selesai

Tingkat Kepentingan Wajib Pajak Deskripsi Respon Teknis

1. Pemeriksa Pajak memberikan informasi

tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal

yang berbeda antara Surat Pemberitahuan

dengan hasil pemeriksaan dengan jelas

dan mudah dimengerti

Memberi kesempatan Wajib Pajak untuk

menanyakan hasil pemeriksaan yang kurang

jelas

2. Dalam pelaksanaan pemeriksaan, Mengadakan in house training tentang

Page 20: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

20

S

Selanjutnya, berdasarkan data mengenai atribut-atribut yang kemungkinan

dipentingkan oleh wajib pajak dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak, dibuat kuisioner

untuk mengetahui data tingkat kepentingan dan data tingkat kepuasan dari wajib pajak.

Data tingkat kepentingan diisi dengan cara mencantumkan nilai urut dari

atribut-atribut yang ada sesuai dengan urutan kepentingannya, nilai 1 artinya paling

penting dibandingkan yang lain, kemduian 2, 3, dan seterusnya sampai nilai terakhir

sejumlah atributnya. Rekap data tingkat kepentingan selengkapnya dapat dilihat di

Lampiran 2.

Sedangkan data tingkat kepuasan berisikan penilaian wajib pajak dengan skala

1 sampai dengan 5 yang memiliki arti sebagai berikut : 1 berarti sangat tidak puas, 2

berarti tidak puas, 3 berarti cukup puas, 4 berarti puas, dan 5 berarti sangat puas. Rekap

data tingkat kepuasan selengkapnya dapat dilihar di Lampiran 3.

Hasil survei menunjukkan bahwa tiga urutan tertinggi tingkat kepentingan

wajib pajak dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak adalah: 1) pemeriksaan diselesaikan

pemeriksa pajak menghormati pendapat

dan pemahaman Wajib Pajak

moral dan etika

3. Hasil pemeriksaan didasarkan pada

temuan yang andal dan peraturan

perundang-undangan

Mengadakan in house training tentang

pemeriksaan pajak

4. Pemeriksa pajak bersikap ramah dan

komunikatif

Mengadakan in house training tentang

moral dan etika

5. Pemeriksaan dilakukan secara obyektif

dan terbuka

Mengadakan in house training tentang

pemeriksaan pajak

6. Pemeriksa pajak menjelaskan maksud dan

tujuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak

yang akan diperiksa

Menghimbau pemeriksa untuk selalu

menjelaskan maksud dan tujuan

pemeriksaan

7. Pemeriksa memberitahukan kepada Wajib

Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa

hal-hal yang berbeda antara SPT dengan

hasil pemeriksaan

Memastikan SPHP telah dikirim melalui

pemanfaatan menu aplikasi SIMPP

8. Pemeriksaan diselesaikan secara tepat

waktu

Mengawasi jangka waktu pemeriksaan

dengan memanfaatkan menu aplikasi

SIMPP

9. Dokumen WP dikembalikan secara tepat

waktu setelah pemeriksaan selesai

Menyediakan buku pengawasan

pengembalian dokumen

10. Ketersediaan sarana komunikasi seperti

telepon, faksimil, dan e-mail

Menyediakan sarana komunikasi

11. Wajib Pajak diberikan jangka waktu yang

cukup untuk menyerahkan dokumen yang

diperlukan untuk pemeriksaan

Surat permintaan dikirim secara elektronik

sebelum dikirim secara fisik

12. Wajib Pajak diberikan jangka waktu yang

cukup untuk menanggapi temuan

pemeriksaan

Surat pemberitahuan hasil pemeriksaan

dikirim secara elektronik sebelum dikirim

secara fisik

13. Tempat pembahasan hasil pemeriksaan

(closing conference) yang representatif

Menyediakan tempat yang representatif

Page 21: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

21

secara tepat waktu, 2) pemeriksaan dilakukan secara obyektif dan terbuka, dan 3) hasil

pemeriksaan didasarkan pada temuan yang andal dan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan tiga urutan terendah masing-masing adalah 1) tempat pembahasan hasil

pemeriksaan (closing conference) yang representatif, 2) pemeriksa pajak menjelaskan

maksud dan tujuan pemeriksaan kepada wajib pajak yang akan diperiksa, dan 3)

dokumen WP dikembalikan secara tepat waktu setelah pemeriksaan selesai. Rincian

urutan tingkat kepentingan wajib pajak dapat dilihat pada Tabel 8 berikut:

Tabel 8

Urutan Tingkat Kepentingan Wajib Pajak

No Tingkat Kepentingan Wajib Pajak Importance

Rating

1 Pemeriksaan diselesaikan secara tepat waktu 0,9791

2 Pemeriksaan dilakukan secara obyektif dan terbuka 0,9707

3 Hasil pemeriksaan didasarkan pada temuan yang andal

dan peraturan perundang-undangan

0,9674

4 Dalam pelaksanaan pemeriksaan, pemeriksa pajak

menghormati pendapat dan pemahaman Wajib Pajak

0,9524

5 Pemeriksa pajak bersikap ramah dan komunikatif 0,9440

6 Ketersediaan sarana komunikasi seperti telepon, faksimil,

dan e-mail

0,9308

7 Pemeriksa Pajak memberitahukan kepada Wajib Pajak

tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda

antara SPT dengan hasil pemeriksaan

0,9183

8 Pemeriksa Pajak memberikan informasi tentang hasil

pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat

Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan dengan jelas dan

mudah dimengerti

0,9088

9 Wajib Pajak diberikan jangka waktu yang cukup untuk

menanggapi temuan pemeriksaan

0,9062

10 Wajib Pajak diberikan jangka waktu yang cukup untuk

menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk

pemeriksaan

0,8864

11 Dokumen WP dikembalikan secara tepat waktu setelah

pemeriksaan selesai

0,8857

12 Pemeriksa Pajak menjelaskan maksud dan tujuan

pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa

0,8802

13 Tempat pembahasan hasil pemeriksaan (closing

conference) yang representatif

0,8700

Sedangkan untuk tingkat kepuasan, hasil survey menunjukkan bahwa hanya

terdapat 2 atribut tingkat kepentingan wajib pajak dalam pelaksanaan pemeriksaan

pajak yang memenuhi tingkat kepuasan yang ditargetkan. Disini penulis menetapkan

target tingkat kepuasan dari masing-masing atribut tingkat kepuasan adalah sebesar

minimal 3,5. Rincian tingkat kepuasan dan target yang ingin dicapai dapat dilihat

dalam Tabel 9 berikut :

Page 22: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

22

Tabel 9

Tingkat Kepuasan Wajib Pajak dan Target Yang Ingin Dicapai

No

Tingkat Kepentingan Wajib Pajak

Cust.

Satisf.

Perf.

Goal

1 Pemeriksa Pajak memberikan informasi tentang hasil

pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat

Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan dengan jelas dan

mudah dimengerti

3,17 3,5

2 Dalam pelaksanaan pemeriksaan, pemeriksa pajak

menghormati pendapat dan pemahaman Wajib Pajak

3,13 3,5

3 Hasil pemeriksaan didasarkan pada temuan yang andal

dan peraturan perundang-undangan

3,17 3,5

4 Pemeriksa pajak bersikap ramah dan komunikatif 3,03 3,5

5 Pemeriksaan dilakukan secara obyektif dan terbuka 2,93 3,5

6 Pemeriksa pajak menjelaskan maksud dan tujuan

pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa

3,63 3,5

7 Pemeriksa memberitahukan kepada Wajib Pajak tentang

hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara SPT

dengan hasil pemeriksaan

3,37 3,5

8 Pemeriksaan diselesaikan secara tepat waktu 2,87 3,5

9 Dokumen WP dikembalikan secara tepat waktu setelah

pemeriksaan selesai

3,50 3,5

10 Ketersediaan sarana komunikasi seperti telepon, faksimil,

dan e-mail

2,97 3,5

11 Wajib Pajak diberikan jangka waktu yang cukup untuk

menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk

pemeriksaan

3,30 3,5

12 Wajib Pajak diberikan jangka waktu yang cukup untuk

menanggapi temuan pemeriksaan

3,03 3,5

13 Tempat pembahasan hasil pemeriksaan (closing

conference) yang representatif

3,07 3,5

2. Tahap Kedua Penerapan QFD

Tahap kedua penerapan adalah menyusun rumah kualitas. Tahap ini dimulai

dengan memproses perancangan produk dan jasa yang diawali dengan pembentukan

matriks perencanaan produk atau sering disebut sebagai House of Quality (rumah

kualitas).

Langkah pertama adalah menentukan nilai Improvement Ratio. Nilai ini

merupakan perbandingan terbalik antara Goal dengan Customer Satisfaction

Performance. Nilai Improvement Ratio menunjukkan besarnya upaya yang harus

dicapai oleh perusahaan untuk mencapai Goal. Nilai Improvement Ratio sebesar satu

menunjukkan bahwa nilai Customer Satisfaction Performance perusahaan telah sesuai

dengan nilai Goal. Dengan demikian apabila terdapat nilai Customer Satisfaction

Performance melebihi nilai Goal yang ditetapkan, nilai Goal harus disesuaikan

menjadi sebesar nilai Customer Satisfaction Performance. Rincian nilai Goal dan

Improvement Ratio dapat dilihat pada Tabel 10 berikut :

Page 23: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

23

Tabel 10

Nilai Goal dan Improvement Ratio

No Tingkat Kepuasan Pelanggan Goal Improv.

Ratio

Status

1 Pemeriksa Pajak memberikan informasi

tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal

yang berbeda antara Surat Pemberitahuan

dengan hasil pemeriksaan dengan jelas dan

mudah dimengerti

3,5 1,105 Belum

tercapai

2 Dalam pelaksanaan pemeriksaan, pemeriksa

pajak menghormati pendapat dan

pemahaman Wajib Pajak

3,5 1,117 Belum

tercapai

3 Hasil pemeriksaan didasarkan pada temuan

yang andal dan peraturan perundang-

undangan

3,5 1,105 Belum

tercapai

4 Pemeriksa pajak bersikap ramah dan

komunikatif

3,5 1,154 Belum

tercapai

5 Pemeriksaan dilakukan secara obyektif dan

terbuka

3,5 1,193 Belum

tercapai

6 Pemeriksa pajak menjelaskan maksud dan

tujuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak

yang akan diperiksa

3,6 1,000 Tercapai

7 Pemeriksa memberitahukan kepada Wajib

Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-

hal yang berbeda antara SPT dengan hasil

pemeriksaan

3,5 1,040 Belum

tercapai

8 Pemeriksaan diselesaikan secara tepat

waktu

3,5 1,221 Belum

tercapai

9 Dokumen WP dikembalikan secara tepat

waktu setelah pemeriksaan selesai

3,5 1,000 Tercapai

10 Ketersediaan sarana komunikasi seperti

telepon, faksimil, dan e-mail

3,5 1,180 Belum

tercapai

11 Wajib Pajak diberikan jangka waktu yang

cukup untuk menyerahkan dokumen yang

diperlukan untuk pemeriksaan

3,5 1,061 Belum

tercapai

12 Wajib Pajak diberikan jangka waktu yang

cukup untuk menanggapi temuan

pemeriksaan

3,5 1,154 Belum

tercapai

13 Tempat pembahasan hasil pemeriksaan

(closing conference) yang representatif

3,5 1,141 Belum

tercapai

Langkah selanjutnya adalah menentukan besaran nilai Satisfaction Point. Nilai

Satisfaction Point merupakan besaran yang mempengaruhi tingkat kepuasan wajib

pajak. Sehingga nilai Satisfaction Point pada masing-masing atribut menunjukkan

pengaruh masing-masing atribut tersebut terhadap kemampuan untuk memuaskan

kepentingan wajib pajak. Nilai yang biasa dipakai adalah : 1 untuk tanpa titik

kepuasan; 1,2 untuk titik kepuasan menengah; dan 1,5 untuk titik kepuasan tinggi.

Berdasarkan analisa penulis, atribut yang diperkirakan mempunyai Satisfaction

Point tinggi adalah empat atribut yang paling penting menurut Wajib Pajak.

Selanjutnya, setelah diketahui nilai dari Importance To Customer, Improvement

Ratio, dan Satisfaction Point maka dihitung nilai Raw Weight yang merupakan hasil

Page 24: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

24

perhitungan dari data dan keputusan yang dibuat selama matrik perencanaan. Nilai Raw

Weight merupakan perkalian dari ketiga variabel tersebut.

Tabel 11

Nilai Satisfaction Point, Raw Weight dan Normalized Raw Weight

No Tingkat Kepentingan Pelanggan Satisf.

Point

Raw

Weight

Norm.

RW

1 Pemeriksa Pajak memberikan informasi tentang

hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda

antara Surat Pemberitahuan dengan hasil

pemeriksaan dengan jelas dan mudah dimengerti

1,2 1,205 0,071

2 Dalam pelaksanaan pemeriksaan, pemeriksa pajak

menghormati pendapat dan pemahaman Wajib

Pajak

1,5 1,596 0,094

3 Hasil pemeriksaan didasarkan pada temuan yang

andal dan peraturan perundang-undangan

1,5 1,604 0,094

4 Pemeriksa pajak bersikap ramah dan komunikatif 1,2 1,307 0,077

5 Pemeriksaan dilakukan secara obyektif dan

terbuka

1,5 1,737 0,102

6 Pemeriksa pajak menjelaskan maksud dan tujuan

pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan

diperiksa

1,0 0,880 0,052

7 Pemeriksa memberitahukan kepada Wajib Pajak

tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang

berbeda antara SPT dengan hasil pemeriksaan

1,2 1,146 0,067

8 Pemeriksaan diselesaikan secara tepat waktu 1,5 1,793 0,105

9 Dokumen WP dikembalikan secara tepat waktu

setelah pemeriksaan selesai

1,2 1,063 0,062

10 Ketersediaan sarana komunikasi seperti telepon,

faksimil, dan e-mail

1,2 1,318 0,077

11 Wajib Pajak diberikan jangka waktu yang cukup

untuk menyerahkan dokumen yang diperlukan

untuk pemeriksaan

1,2 1,218 0,066

12 Wajib Pajak diberikan jangka waktu yang cukup

untuk menanggapi temuan pemeriksaan

1,2 1,255 0,074

13 Tempat pembahasan hasil pemeriksaan (closing

conference) yang representatif

1,0 0,993 0,058

Nilai Raw Weight selanjutnya dikonversikan ke dalam skala antara 0 sampai

dengan 1 (atau dengan persentase) yang disebut dengan nilai Normalized Raw Weight.

Rincian Nilai Satisfaction Point, Raw Weight, dan Normalized Raw Weight untuk

masing-masing atribut dapat dilihat pada Tabel 11.

Rincian secara keseluruhan dari Matriks Perencanaan (Planning Matrix) berupa

(a) Importance to Tax payer, (b) Tax Payer Satisfaction Performance, (c) Goal, (d)

Improvement Ratio, (e) Satisfaction Point, (f) Raw Weight, dan (g) Normalized Raw

Weight dapat dilihat pada Tabel 12 berikut :

Page 25: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

25

Tabel 12

Matrik Perencanaan (Planning Matrix)

Imp

ort

ance

To

Tax

Pay

er

Tax

Pay

er

Sat

isfa

cto

n P

erfo

rman

ce

Go

al

Im

pro

vem

ent

Rat

io

= (

c )

/ (b

)

Sat

isfa

ctio

n

Po

int

Raw

Wei

gh

t =

(a)

x (

d)

x (

e)

No

rmal

ized

Raw

Wei

gh

t

Atribut (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g)

1. Informasi hasil pemeriksaan yang jelas dan

mudah dimengerti

0,909 3,17 3,50 1,105 1,2 1,205 0,071

2. Penghormatan terhadap pendapat dan

pemahaman Wajib Pajak

0,952 3,13 3,50 1,117 1,5 1,596 0,094

3. Temuan pemeriksaan yang andal dan

berdasarkan peraturan perundang-undangan

0,967 3,17 3,50 1,105 1,5 1,604 0,094

4. Pemeriksa pajak bersikap ramah dan

komunikatif

0,944 3,03 3,50 1,154 1,2 1,307 0,077

5. Pemeriksaan dilakukan secara obyektif dan

terbuka

0,971 2,93 3,50 1,193 1,5 1,737 0,102

6. Pemeriksa Pajak menjelaskan maksud dan

tujuan pemeriksaan

0,880 3,63 3,63 1,000 1,0 0,880 0,052

7. Pemeriksa Pajak memberitahukan hasil

pemeriksaan

0,918 3,37 3,50 1,040 1,2 1,146 0,067

8. Pemeriksaan diselesaikan secara tepat

waktu

0,979 2,87 3,50 1,221 1,5 1,793 0,105

9. Dokumen WP dikembalikan secara tepat

waktu setelah pemeriksaan selesai

0,886 3,50 3,50 1,000 1,2 1,063 0,062

10. Ketersediaan sarana komunikasi seperti

telepon, faksimil, dan e-mail

0,931 2,97 3,50 1,180 1,2 1,318 0,077

11. Jangka waktu yang cukup untuk

menyerahkan dokumen pemeriksaan

0,886 3,30 3,50 1,061 1,2 1,218 0,066

12. Jangka waktu yang cukup untuk

menanggapi temuan pemeriksaan

0,906 3,03 3,50 1,154 1,2 1,255 0,074

13. Tempat pembahasan hasil pemeriksaan

(closing conference) yang representatif

0,870 3,07 3,50 1,141 1,0 0,993 0,058

3. Tahap Ketiga Penerapan QFD

Tahap ketiga dari penerapan QFD merupakan tahap analisa dan implementasi.

Pada tahap ini dilakukan analisa terhadap parameter yang dihasilkan dengan

menggunakan matrik yang ada dalam rumah kualitas.

Page 26: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

26

Pada tahap ini dihitung nilai Contribution yang merupakan besaran yang

menunjukkan kontribusi dari respon teknis yang ada terhadap pemenuhan keinginan

atau tingkat kepentingan wajib pajak.

Tabel 13

Nilai Contribution dan Normalized Contribution

Selanjutnya berdasarkan nilai Contribution, dihitung nilai Normalized

Contribution yang merupakan hasil konversi ke dalam skala antara 0 sampai dengan 1

(atau dengan persentase) dari nilai Contribution. Berdasarkan pengolahan data yang

terdapat dalam rumah kualitas, nilai Contribution dan nilai Normalized Contribution

untuk masing-masing respon teknis adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel 13.

Rincian data dalam rumah kualitas (House of Quality) dari pemeriksaan pajak

selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 5.

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa respon teknis berupa pengadaan in

house training tentang pemeriksaan pajak memberikan kontribusi yang paling tinggi

terhadap pemenuhan kebutuhan wajib pajak (dengan nilai Contribution sebesar 2,830

atau 25,18%), disusul kemudian pengadaan in house training tentang moral dan etika

(dengan nilai Contribution sebesar 1,946 atau 17,31%), dan pengawasan jangka waktu

pemeriksaan dengan memanfaatkan menu aplikasi SIMPP dengan nilai Contribution

sebesar 0,948 atau 8,43%). Sedangkan respon teknis berupa penyediaan tempat closing

conference yang representatif memberikan kontribusi paling kecil terhadap pemenuhan

kebutuhan wajib pajak (dengan nilai Contribution sebesar 0,525 atau 4,67%).

Respon Teknis Contr. Normalized

Contr.

1. Memberi kesempatan Wajib Pajak untuk

menanyakan hasil pemeriksaan yang kurang jelas

0,637 5,67%

2. Mengadakan in house training tentang moral dan

etika

1,946 17,31%

3. Mengadakan in house training tentang

pemeriksaan pajak

2,830 25,18%

4. Menghimbau pemeriksa untuk selalu menjelaskan

maksud dan tujuan pemeriksaan

0,696 6,19%

5. Memastikan SPHP telah dikirim melalui

pemanfaatan menu aplikasi SIMPP

0,912 8,11%

6. Mengawasi jangka waktu pemeriksaan dengan

memanfaatkan menu aplikasi SIMPP

0,948 8,43%

7. Menyediakan buku pengawasan pengembalian

dokumen

0,562 5,00%

8. Menyediakan sarana komunikasi 0,927 8,24%

9. Surat permintaan dikirim secara elektronik

sebelum dikirim secara fisik

0,596 5,31%

10. Surat pemb. hasil pemeriksaan dikirim secara

elektronik sebelum dikirim fisik

0,663 5,90%

11. Menyediakan tempat yang representatif. 0,525 4,67%

Page 27: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

27

Gambar 4

House of Quality Pemeriksaan Pajak

IV. PENUTUP

4.1. Simpulan

Berdasarkan uraian-iuraian yang telah disampaikan, dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang berupaya untuk

meningkatkan pelayanan pajak sebagai salah satu arah sasaran untuk

mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh DJP, sebagaimana tercantum

dalam Road Map DJP 2005 – 2009. Upaya peningkatan pelayanan pajak,

diantaranya dilakukan dengan cara : (1) pengukuran tingkat kepuasan wajib

pajak, (2) peningkatan pelayanan melalui penyederhanaan prosedur dan

pemanfaatan TI, (3) perbaikan manajemen pemeriksaan pajak, (4) perbaikan

manajemen penyidikan pajak, dan (5) perbaikan manajemen penagihan

pajak.

Page 28: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

28

2. Mengacu Road Map DJP 2005 – 2009, kebijakan yang diambil oleh DJP

dalam mengukur tingkat kepuasan wajib pajak adalah dengan cara : (1)

pemanfaatan dan pengembangan survey pengukuran kepuasan WP dan (2)

penetapan dan penyempurnaan bench-mark pengukuran tingkat kepuasan

WP sebagai dasar perbaikan kinerja.

3. OECD membuat dua kriteria berkaitan dengan pengukuran kualitas, yaitu:

(1) kualitas berdasarkan peraturan perun-dang-undangan perpajakan dan

standar profesional (yang diukur berdasarkan tingkat kesalahan tertentu,

ketepatan waktu pelayanan, penggunaan standar kualitas pelayanan, dan

lain-lain) dan (2) kualitas berdasarkan persepsi dari wajib pajak (yang

diukur dengan melakukan survei terhadap wajib pajak).

4. Kualitas pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh tim fungsional pemeriksa

pajak Kanwil DJP "X", mengacu pada kriteria pertama yang ditetapkan oleh

OECD (yang dalam hal ini dipersempit diukur berdasarkan ketepatan waktu

pelayanan), belum dapat dikatakan bagus karena rata – rata status

penyelesaian pemeriksaan pajak tepat waktu yang hanya sebesar 49%

menunjukkan bahwa hampir setengah dari kegiatan pemeriksaan pajak

diselesaikan melebihi jangka waktu normatif yang telah ditentukan.

5. QFD merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk untuk

memahami dimensi dari kualitas pemeriksaan pajak, tingkat kepuasan wajib

pajak terhadap kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh tim fungsional

pemeriksa pajak Kanwil DJP Jabagtim II, serta langkah-langkah responsif

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan pajak.

6. Berdasarkan hasil survey dapat diketahui bahwa tiga urutan tertinggi tingkat

kepentingan wajib pajak dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak adalah: 1)

pemeriksaan diselesaikan secara tepat waktu, 2) pemeriksaan dilakukan

secara obyektif dan terbuka, dan 3) hasil pemeriksaan didasarkan pada

temuan yang andal dan peraturan perundang-undangan. Sedangkan tiga

urutan terendah masing-masing adalah 1) tempat pembahasan hasil

pemeriksaan (closing conference) yang representatif, 2) pemeriksa pajak

menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada wajib pajak yang akan

diperiksa, dan 3) dokumen WP dikembalikan secara tepat waktu setelah

pemeriksaan selesai.

7. Hasil analisa dengan QFD menunjukkan bahwa respon teknis yang perlu

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan wajib pajak dan meningkatkan

kualitas pemeriksaan yang memberikan kontribusi tertinggi adalah

mengadakan in house training tentang pemeriksaan pajak (dengan nilai

Page 29: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

29

Contribution sebesar 2,830 atau 28,82%), disusul kemudian mengadakan in

house training tentang moral dan etika (dengan nilai Contribution sebesar

1,946 atau 19,81%), dan pengawasan jangka waktu pemeriksaan dengan

memanfaatkan menu aplikasi SIMPP dengan nilai Contribution sebesar

0,948 atau 9,65%). Sedangkan respon teknis berupa penyediaan tempat

closing conference yang representatif memberikan kontribusi paling kecil

terhadap pemenuhan kebutuhan wajib pajak (dengan nilai Contribution

sebesar 0,17 atau 1,8%)

4.2. Saran

Berdasarkan uraian-iuraian yang telah disampaikan, dapat diusulkan saran-

saran sebagai berikut :

1. Perlunya menyelenggarakan pelatihan atau in house training yang berkaitan

dengan teknis pemeriksaan pajak serta moral dan etika, agar kualitas

pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh tim fungsional pemeriksa pajak

Kanwil DJP "X" dapat meningkat.

2. Perlunya mengoptimalkan penggunaan menu-menu aplikasi yang terdapat

dalam Sistem Informasi Manajemen Pemeriksaan Pajak (SIMPP) untuk

meningkatkan kinerja pemeriksaan melalui : 1) membantu pemeriksa untuk

mengelola kegiatan pemeriksaan yang dilakukan dan 2) membantu kepala

bidang dalam melakukan pengawasan kegiatan pemeriksaan, yang

selanjutnya akan meningkatkan kualitas pemeriksaan berdasarkan peraturan

perundang-undangan perpajakan dan standar profesional (yang dalam hal

ini diukur dari ketepatan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan).

A. DAFTAR PUSTAKA

Arif Pratisto, 2004. “Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan

SPSS 12.” Jakarta, Elex Media Komputindo, hal. 241-249.

Eko Nurmianto, 2004. “Manajemen Produksi.” Surabaya, Program Pascasarjana

Magister Manajemen, Universitas Narotama, hal. 2-11.

Glenn Mazur, 1997. “Voice of Customer Analysis: A Modern System of Front-End

QFD Tools, With Case Studies.” Download : http://www.google.co.id

Glenn Mazur, 1993. “QFD for Service Industries, From Voice of Customer to Task

Deployment.” Michigan, Japan Business Consultants Ltd., The Fifth

Symposium on Quality Function Deployment. Download :

http://www.google.co.id

Page 30: Karya tulis upkp vi   2006

(2006)

30

Heru Subiyantoro dan Singgih Riphat (editor), 2004. “Kebijakan Fiskal : Pemikiran,

Konsep, dan Implementasi.” Jakarta, Penerbit Kompas, hal. 415-416.

Imam Ghozali, 2005. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.”

Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, hal. 41-45.

Kenneth Crow, 2002. “Performing QFD Step By Step.” DRM Associates, download:

http://www.npd-solutions.com

Muchtar Tumin, 2001. “Akuntabilitas DJP Di Mata Publik.” Jakarta, Berita Pajak

No.1439 15 Maret 2001 hal. 8-9.

Osborne and Gaebler, 2000. “Reinventing government: How the entrepreneurial spirit

is transforming the public sector.” (terjemahan). Jakarta, Pustaka Binaman

Pressindo, hal. 389-390.

The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Committee

of Fiscal Affairs Forum on Strategic Management, 2001. “Performance

Measurement in Tax Administrations.” Download: http://portaldjp/artikel.

Tim Pusdiklat Pegawai, 2006. “Bahan Diklat UPKP VI: Materi Pokok Etika

Birokrasi.” Jakarta, Pusdiklat Pegawai, BPPK, Departemen Keuangan,

Modul III hal. 5-6.

William Dunn, 2000. “Public Policy Analysis: An Introduction Second Edition.”

(terjemahan). Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, hal. 109 dan 513.

Yoji Akao, 1997. “QFD: Past, Present, Future.” Asahi University, International

Symposium on QFD ’97 - Linkoping, download: http://www.google.co.id

B. DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir Kuesioner QFD Pemeriksaan Pajak

Lampiran 2 Rekap Data Tingkat Kepentingan Wajib Pajak

Lampiran 3 Rekap Data Tingkat Kepuasan Wajib Pajak

Lampiran 4 Uji Validitas dan Reliabilitas Tingkat Kepuasan Wajib Pajak

Lampiran 5 Rumah Kualitas Pemeriksaan Pajak