Upload
duongkien
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pelita Perkebunan 2003, 19(3), 104 -125
Kajian Agrononlis, Ekologis dan Ekonomis Terhadap Konversi Budi Daya Kakao
Anorganik ke Organik
Agronomical, Ecological and Econolnical Study of the Conversion of Inorganic to Organic Cocoa Cultivation
A. Adi Prawoto 1)
Ringkasan
PeJuang pasar produk organik'cukup besar, laju perdagangan produk organik di Uni Eropa dilaporkan dua kali lipat dibandingkan produk anorganik. Kecenderungan konsumen terhadap prodnk yang aman dari ballan pencemar serta diproduksi dengan sistem berkelanjutan juga semakin meningkat. Penelitian konversi llsahatani kakao anorganik ke organik telah dilaksanakan sejak akhir tahun 2000 di KP Kaliwining, Jember. Lokasi penclitian mcmiliki elevasi 45 m dpl., tipe iklim D (Schmidt & Ferguson) pada tanah scri Rcgosol (Inceptisol). Bahan tanam berupa kakao hibrida Ies 60 x Sca 6, umnr 10 tahun, jarak tanam 3m x 3m. Penelitian membandingkan tiga model pengelolaan kebun, yakni menggunakan organik pupuk kandang, organik belotong serra anorganik (kontrol). Areal kakao organik diusahakan tanpa pestisida dan pupuk anorganik, sementara areal kontrol diusahakan dengan pestisida, pupuk anorganik tctapi tanpa pupuk organik. Setelah tiga tahun bcrjalan, hasilnya menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik secara teratur dengan dosis 20 kg/pohon/tahun meningkatkan kadar e, N serta memperbaiki konservasi N dan lengas tanah. Habitus tanaman kakao lebih baik, populasi serangga penyerbuk Forcipomyia khususnya selama musim kemarau lebih tinggi, serangan VSD lebih ringan tetapi serangan Helopeltis tidak berbeda dengan kontrol. Hasil buah meningkat sekitar 30% untuk perlakuan organik pupuk kandang dan sekitar 78 % untuk perlakuan organik belotong terhadap kontrol, tetapi ukuran bijinya cenderung lebih kecil. Perlakuan organik tidak mempengaruhi kadar lemak dalam biji. Dengan prosedur pengolahan yang sarna, cita rasa biji kakao organik adalah nutty, sementara allorganik keasamannya sedang-tinggi. Residu pestisida tidak terdeteksi dalam biji anorganik maupun organik. Terbatas pada biaya langsung yang dianalisis, budi daya organik pupuk kandang jauh lebih menguntungkan daripada organik belotong, RIC ratio difcrensiaI organik pupuk kandang 15 dan organik belotong sckitar 5,2. Disimpulkan bahwa konvcrsi budi daya kakao anorganik ke organik apabila dilaksanakan secara konsekucn tidak mcnurunkan produktivitas, tctapi sebaliknya meningkatkan hasil dan pendapatan pckebun.
1) Pencliti (Researcher); Pusal Pcnclirian Kopi dan Kakao Indoncsia, JI. P.B. Sudirman 90, Jcmhcr 68Jl8, Indonesia.
Naskah diterima 1 Oktobcr 2003 (Manuscript received 1 October 2003).
104
Kajian agronomis, ekologis dan ekonomis terhadap konversi budi daya kakao anorganik ke organik
Summary
Market opportunity of organic product is prospective, rate of organic trade in European Union is twice than the inorganic product. Trend of consumers to health and uncontaminated product and produced by sustainable system is increasing. A study of cocoa organic .cultivation had been conducted since the end ql2000 at Kaliwining Experimental Station, Jember. Elevation of the study area is 45 m a.s.l. rainfall type D (Schmidt & Ferguson), and soil type Regosol. "'The planting material was hybrid of ICS 60 X Sca 6, 10 years old, using planting distance 3m x 3m. Three types of cultivation methods were: utilizing dung. organic filter press cake and conventional (control), arranged by demo-plot design. TIle organic area cultivated without pesticides (inorganic fertilizer). For control area, the cultivation used pesticides, inorganic fertilizer but without organic fertilizer. After three years, the result showed that application (~l organic fertilizer annually improved total C and N soil and the conservation ql nitrogen and water was better. Cocoa performance was better, Forcipomyia population especially during dry season was higher than control, VSD infection was lower but Helopeltis infestation was not different compared to control. Pod yield improved 78% for filter press cake treatment, and 30% for dung treatment, though bean size tended to be smaller. Based on the similar post harvest processing, flavor of cocoa organic treatment was nutty but the inorganic one gave medium-high acidity. Pesticide residue was absent both in the inorganic and the organic beans. Organic cultivation did not affect butter content. Based on the direct inputs, filter press cake treatment gave differential benefit/cost 5.2 and dung treatment about 15. It means that conversion of cocoa inorganic to organic cultivation gave opportunity to gain benefit 5 times for filter press cake and 15 times for dung to inorganic system. It is concluded that cocoa productivity did not decrease c.~used by organic cultivation but on the contrary increased yield and planters I income.
Key words: Theobroma cacao, organic cocoa, filter press cake, dung, yield, soil C, N, moisture, Forcipomyia, pesticide residue, flavour.
PENDAHULUAN perubahan di luar kebun amat bcsar, lebih
lebih sejak bergulirnya era reforrnasi,Sejarah perkebunan kakao'di Indone
tampak dari turunnya produktivitas, kualitas sia menunjukkan kondisi yang stabil sampai
hasil, debit air, kadar bahan organik tanah, tahun 1990 yang ditandai dengan serta naiknya suhu lingkungan. Produktivitas produktivitas rata-rata masih di atas 1.000 kakao rata-rata yang sebelum tahun 1990kg/ha. Perkembangari selanjutnya ditandai an mencapai sekitar 1.000 kg/ha luakadengan perubahan lingkungan fisik dan sosial
di dalanl dan terlebih di sekitar kebun, yang pada dekade 1992-2003 tinggal sekitar 400
berdalupak langsung maupun tidak kepada kg/ha (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
keragaan (performance) kebun. Dampak Indonesia, 2003).
105
Prawoto
Unruk Incngatasi Inasalah lingkungan yang berat tcrscbut, l11aka paradiglna pengeJolaan kebun kakao haruslah diubah dari yang bersifat eksploitatif Inenjadi yang kOlnpatibel dengan asas-asas lingkungan sehingga dapat tetapmenjau1in kelesrarian dan keberla~iutan pcmanfaatan sumber daya alan1 bagi gencrasi n1cndatang. Di lain pihak produk yang dihasilkan haruslah mcmenuhi kualitas nutrisi yang tinggi dan bebas dari
kandungan bahan kimia pencemar serta organisme yang berbahaya. Kecenderungan konsumen terhadap produk yang an1an dari bahan pencemar serta diproduksi dengan sisten1 berkelanjutan, seluakin meningkat.
Menurut FAG (1989) cit. Untung (1999), pertanian bcrkelanjutan adalah model pcngelolaan dan konscrvasi sumber daya alan1 dan oricntasi pcrubahan teknologi serta kelclnbagaan yang dilakukan sedclnikian rupa sehingga dapat mcnjaIllin pcmenuhan dan pemuasan kebutuhan n1anusia secara berkelanjutan bagi generasi sekarang dan rnendarang. Pertanian organik rnerupakan salah saru benruk pertanian berkelanjutan tcrsebut, yang didifinisikan sebagai sistcm budi daya tanaman yang serninimal mungkin menggunakan ballan kimia sintetik pada
lahl.u1 yang tidak terkontalllinasi bahl.U1 kin1ia sinretik (Kararna, 2001). Pertanian organik merllpakan sistem pertanian yang bertujuan
untuk tetap menjaga keselarasan dengan sistell1 alall1i, dengan rnernanfaarkan dan mengelnbangkan scmaksin1al mungkin proses-proses alaIni dalarn pcngclolaan usaha
tani. Pcrtanian organik tidak menggunakan kimia pcrtanicUl (pupuk buatan dc.U1 pestisida
kimia) dan memanfaarkan kembali limbahlimbah organik yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian.
Peluang pasar produk organik cuk."1lp besar. Angka-angka rinci dari pasar intcrnasional untuk produk organik telah diperoleh rnelalui studi ITC "Organic Food and Beverages -World Supply and Major European Markets", yang dipublikasi bulan Oktober 1999. Menufllt studi Ifl1
perdagangan produk organik telah menjadi bisnis utalna pada pasar glo hal. FAO mcn1perkirakan pasar produk organik tUll1buh ccpat dcngan laju sekitar 20 perscn untuk Jepang dan Singapura (Winaryo, 2001). Terdapat kescmpatan pasar yang lllat bagi ncgara bcrkembang di han1pir seluruh pasar utarlla, scbagai supplier produk-produk organik yang tidak diproduksi di Eropa dan Amerika Utara, seperti kopi, teh, kakao, rempah-ren1pah, buah-bllahan tropis, sayuran dan buah jeruk.
Perkcmbangan produk kakao organik dunia dimulai ketika OCP (Organic Commodity Project) 1l1emproduksi cokelat organik. Biji kakao organik diperoleh dari Kostarika, Panan1a, Peru. Ekuador, Brazil dan pula Ghana, Venezuela, dan Trinidad. Publikasi kakao organik dari SIPPO Inenyarakan hahwa produksi kakao organi k tahun 1999/2000 sebesar 11.680 ton herasaJ dari Madagaskar, Tanzania, Uganda, Belize, Bolivia, Kostarika, Rcpublik DC)lninika, Meksiko, Nikarabrua, Panama, Peru, Fiji dan Vanuatu, yang porsinya baru sekitar 3,27 % dari total produksi kakao di negara tersebut (ICCO, 2003). Menurut Green & Black's. organik dan/air trade cokelat tumbuh dengan laju 20-30% per tahun (ICCO, 2003).
Peneljtiall illi bertlljuan untuk 111 engetah u idam p a k k 0 n ve r sis is te tn
pengelolaan kebun kakao secara anorganik ke sisrcl11 organik terhadap tingkat daya hasil
106
Kajian agronomis, ekologis dan ekonomis terhadap konversi budi daya kakao anorganik ke organik
serta kualitas lingkungan biotik maupun abiotik kebun. Analisis ekonomis secara terbatas juga dilakukan.
BAlIAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di KP Kaliwining, topografi datar, elevasi 45 In dpl., tipe curah hujan D (Schmidt & Ferguson) dengan curah hujan rata-rata 1.700 mUl/th. Areal penelitian seluas dua hektar dirancang secara denl0plot pada areal kakao hibrida F 1 TCS 60 x Sca 6 wnur scpuluh tahun. Hamparan penelitian terdapat pada seri tanah Regosol dengan sifat tekstur dan kimia disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. 5ifat tanah areal penelitian
Table 1. Soil properries
Areal Areal belotong A I k 1Parameter . rea ontra pupuk kandang FLlter press C 1Parameter ontro area
Dung area cake area
C ('Yo) 2.39 2.61 2.67
N(%) 0.28 0.26 0.20
P,0" (mg/lOOg) 171 212 222
K20 (mgl 100g) 385 203 252
CaO (mgIlOOg) 954 999 733
MgO (mgl lOOg) 861 710 620
KTK (mel 100 g) 31.74 31.13 27.84
504 (ppm) 167 44 273
Fe (ppm) 6 4 4
Cl (ppm) 86 65 43
Mn (ppm) 122 174 204
Cu (ppm) 1 1 5
Zn (ppm) 4 8 5
pH (H10) 6.9 6.7 6.2
Pasir (Sand), % 19 14 18
Debu (Loam), % 46 52 51
Liat (Clay), % 35 34 31
Diteliti dua macam pola budi daya yaitu sistern organik dan anorganik masing-masing seluas satu hektar. Petak organik dibagi dua, yakni organik belotong dan pupuk kandang. Areal organik belotong dan pupuk kandang berdalnpingan sementara dengan areal anorganik dibatasi pertanalnan jati selebar 100 In. Tanalnan penaung digunakan lamtoro L-2, jarak tanaIn 6m x 61n. Halna Helopeltis dikendalikan secara biologis menggunakan semut hitam dan secara lnanual menggunakan jaring, sedangkan penyakit VSD secara mekanis dengan pemangkasan cabang-cabang terserang. Pengendalian guhna secara nlekanis dan "kesrik pendem" .
Perlakuan pada petak anorgani k sarna dengan yang lazim dilakukan kebun, penggwlaan pestisida dan pupuk anorganik lnenjadi masukan yang penting. Aplikasi pupuk urea 200 g/pohon, SP-36 100 g/ pohon, KCl 100 g/pohon per senles ter dengan cara membenamnya dalam alur di sekeliling pohon. Aplikasi semester I bulan Maret/April dan semester II bulan November/Desember. Dalanl petak ini tidak digunakan pupuk orgaIlik. Harna Helopel tis dikendalikan menggunakan insektisida, dan gullna menggunakan herbisida.
Belotong yang digunakan berasal dari PG Semboro (menggunakan proses sulfitasi) .Sebelum digunakan terlebih dahulu dikonlposkan di kebun selama enanl minggu dengan pembalikan setiap nlinggu agar diperoleh bahan organik yang matang. Dalaln aturan budi daya organik, maka belotong yang digunakan harus dicek oleh inspektor karena rawan kontaminasi bahan anorganik yang dilarang. Sementara itu pupuk kandang diperoleh dari lingkungan kebun setempat, dari ternak kambing dan
107
Prawoto
Tahel 2. Sitat pupuk organik yang digunakan pada tahun ke 2,3 dan 4
Table 2. Organic matter properties for the 2'/l'. 3rtl and 4th year
Parameter Th-2 (2'/l1 year) Th-3 (3,d year) Th-4 (4'1t )'ear)
Parameter Be1otong Pupuk kandang Be]otong Pupuk kandang Belotong Pupuk kanclang Fit. press cake Dung Fit. press cake Dung Fit. press cake Dung
N,% 1.60 0.37 1.48 0.78 3.28 0.74
C,% 29.45 2.42 20.55 12.63 18.21 12.05 Bh.org.(Org.matter), % 50.78 4.17 35.43 21.78 31.40 20.78 ON 18 7 14 16 6 16 P,% 1.31 0.25 2.10 0.35 1.38 0.30 K,% 0.94 0.74 0.94 1.19 0.79 1.62 Ca, % 0.42 0.36 2.50 0.40 4.61 1.55 Mg, % 0.38 0.38 0.26 0.40 0.46 0.62
S04' % 2.20 0.39 3.94 1.45 1.45 0.53 Na, ppm 313 849 0.03 0.26 409 928 Zn, ppm 191 122 154 107 197 99 Fe, % 2.20 3.33 2.75 3.65 2.08 2.05 Mn, ppm 1,446 1,506 1,043 820 1,300 900 Cu, ppm 164 52 109 54 96 49
Kualitas Sedang Kurang Baik Scdang Kurang Baik
Qualit}' Medium Less Good Medium Less Good
sapi. Pelnberian belotong dan pupuk kandang diulang setiap tahun sekali yaitu pada bulan Mei-Juni sebanyak 20 kg/pohon. Penyebaran dan pembenanlan bahan organik diLakukan di sekitar piringan pohon pada radius 75 en1.
Pararueter yang diamati Ineliputi
a. Dinamika lingkungan abiotik
Parameter ini nlcIiputi kadar Lengas dan bahan organik tanah serta tolal N tanah, diamati sehuJan sekaLi. Sampel tanah diambil dari 20 titik yang tersebar di dalanl areal, selanjutnya kompositnya dianaLisis di lahoratoriun1Tanah dan Pemupukan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Berkaitan dengan tolok ukur abiotik ini dicunati pula suhu dan kelembaban di dalaIll kebun kakao khususnya pada mUSi111 kelnarau, rnenggunakan alat tennohigr0111eler. Pengan1atan dilakukan pada pukul 8.00; 12.00 dan 16.00.
b. Dinamika lingkungan biotik
DiaInati populasi serangga khususnya Forcipomyia di dalam kebun kakao dan dilakukan dua kali yakni pada pertengahan 111usinl hujan dan lnusim kemarau. Serangga ditangkap menggunakan perangkap plastik bening berperekat ukuran 20 eIn x. 20 enl, yang digantung scLama 24 janl di bagian jorket tanaman kakao. Setiap petak perlakuan dipasang 10 perangkap. Identifikasi jenis dan jUlnlah serangga yang tertangkap dilakukan di Laboratorium Perlindungan Tanarnan.
Berkaitan dcngan dinalnika biotik kebun ini, diamati pula intensitas serangan han1a Hclopeltis dan pcnyakit VSD (Vascular Streak Dieback). Pengamatan serangan Helopellis dilakukan terhadap 50 contoh tanaman setiap perlakuan. lntensitas serangan dilakukan dcngan cara 111enghitung jumlah bereak akibat tusukan [-lelopeltis spp. terhadap 10 buah dari setiap pohon eontoh,
108
Kajian agronomis, ekologis dan ekonomis terhadap konversi budi daya kakao anorganik ke organik
kemudian dihitung dengan metode skoring dengan ketentuan berikut (Sulistyowati &
Mufrihati, 2004) :
Skor 1 : Buah bebas serangan. Skor 1 : Jumlah bercak 1-5. Skor 2 : JUlnlah bercak 6-10. Skor 3 : Jumlah bercak 11-15. Skor 4 : Junllah bercak 16-20. Skor 5 : Jillnlah bercak 20-25. Skor 6 : JUllllah bercak > 25.
Intensitas serangan Helopeltis dihitung deugan rumus berikut :
1: S..n. I I
1= x 100%
Sk' 1: nj c
Keterangall :
I = Intensitas serangan. Si = Skor serangan ke i (i = 0, 1,,2, 3, 4, 5, 6).
Ni = JumJah buah pada skor i. Sk = Skor serangan tertinggi (6).
Sementara itu pengamatan intensitas serangan VSD dilakukan secara kualitatif karena tanamannya sudah dewasa (tinggi 34 In). Gejala serangan VSD adalah khas dari kenampakan daunnya, yaitu berwarna kuning dcngan bcrcak-bercak hijau. Dari setiap pcrlakuan dipilih 50 pahon contoh secara random. jumlah cabang tersier atau kuarter dihitung dan Inasing-nlasing diamati intensitas serangannya dengan ketentuan berikut :
Bebas . Tidak ada gejala serangan pada daun.
Ringan . Gejala daun terserang kurang dari 20%.
Sedang Gejala daun terserang 21-50%.
Berat Gejala daun terserang > 50% .
Dalam penelitian ini pararneter serangan penyakit busuk buah Phytophthora palmivora tidak diamati secara khusus karena buah yang terserang selalu diturunkan darl dibenarn secara teratur.
c. Produksi buah serta kualitas hasil
Parameter hasil buah diamati dari total buah yang dipanen, dan hasil taksasi buah. Setahun sekali dilakukan pengamatan komponen produksi, meliputi bobot tongkol, jumlah biji, bobot biji basah, babot biji kering serta pod value. Kualitas biji yang diamati meliputi kadar lelnak serta beberapa komponen cita rasa biji. Analisis kadar lemak Inenggunakan Inetode AOAC (1975) .. dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Komponen cita rasa biji kakao pascafermentasi dan pengeringan meliputi aroma, flavour, acidity, bitterness, astringency (Rohan, 1963). Analisis dilakukan oleh elnpat orang panelis dengan skor 0-10 dengan kriteria: 1-2 low; 3-4 low-mediulrl; 5-6 medium; 7-8 }nedium-high; 9-10 high. Setelah itu dilanjutkan dcngan apresiasi akhir dengan kriteria sbb : 0 undrin.kable; 1-2 very bad; 3-4 bad; 5-6 acceptable; 7-8 good; 9-10 very good.
Dari aspek kualitas hasil iui diarllati pula kadar residu pestisida di dalaln biji kakao. Residu pestisida yang dianalisis adalah deltametrin dan sihalotrin karena kedua insektisida tersebut digunakan untuk mengendalikan hama Helopeltis yang menyerang buah kakao pacta petak anorganik. Preparasi dan analisis menurut Ministry of Public Health Welfare and Sport (1996). Ekstraksi dengan aseton/dikloralnetan
109
Prawoto
(1/1) dengan maserasi. Pelnekatan dengan peniup~anuqarake dalam .ekstrak. AnaJis~s
. .. '. . '., . .
dihikukan dengan kromatografi .gas (G~),
kolom HP~5, tenlpei"atur injektor ~.o.o°C temper~tur'kolo~ 100°C dan"tiap 2 lnenit naik 10°C sampai 280°C. Detektor digunakan ECD 30ooe, karier gas Helium
10 mlhneni t.
d. Analisis ekonomi
Dalam penelitian irii kajian ekonomi menggunakan analisis benefit/cost
diferensial, maksudnya bahwa biaya perlakuan kontrol dipakai sebagai pembanding. Komponen biaya yang dianalisis terbatas pada biaya langsung, scmentara biaya tidak langsung (biaya sertifikasi, inspeksi, dan lain-lain) tidak dimasukkan dalam analisis. Analisis menggunakan standar harga tabun ketiga dan harga biji kakao organik dan anorganik juga masih diasunlsikan sarna.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dinamika Kadar Lengas, C dan N Tanah
Penggunaan pupuk organik d£;tlam budi
daya pcrtanian tdah dilakukan sejak sebelum Masehi, tetapi seiring dengan nleningkatnya kebutuhan pangan maka kebutuhan unsur hara yang selnula lnasih dapat dipenuhi dari bahan organik, akhirnya tidak dapat dipenuhi
lagi. Manusia berusaha menenlukan dan menggunakan pupuk'anorgariik yang lnengandung unsur hara dalam jUlulah banyak secara besar-bcsaran dan lueninggalkan penggunaan pupuk organik. Masalnasa tersebut yaitu sekitar tahun 1960-an
yang dikenal. sebagai masaRevo]usi Hijau
memang rre.nghasj~.kan peningkat~n produksi pang£;ln ter~tam~' di ·ncg~r~·· keiigas~cara lnencolok (B~~l.sh;·.O~·~enland.cjt. ~ Abd~el1~il,
. ... ., ,~ .. ". . . . .'. . ... ..- .. .
1996). Peningkatan pi"oduksi aki1:;atIZevolusi Hijau terbukti tidak dapat bcrlmlgsung lama,' Bergeret cit. Abdoellah (1997) mcnyirnpulkan bahwa tanpa bahan organik, maka sistem pertanian akan bersifat rapuh
(jrngile) mudah tertToncan(T denaan",\, b b b
perubahan lingkungan yang kccil saja. Ditambah dengan kekhawatiran adanya pengaruh buruk bagi kesehatan dan lingkungan akibat penyelnaran pupuk kimia, kini nlanusia menyadari pcranan bahan organik dan berusaha kenlbali meningkatkan penggunaan bahan organik d,U1 lnengurangi penggunaan bahan-hahan anorganik.
Hasil penelitian ini Inenlbuk1:ikan bahwa bahan organik nlalnpu nlelnpertahankan lengas tanah dalam ambang yang nlendukung( pertumbuhan tanaman. Pada tahun pertama, di lokasi penelitian bcriangsung kClllarau panjang dengan tujuh hulan kering, hasil pcngamatan kadar lengas tanah pada pUl1cak rnusim kemarau tersebut (bulan Oktobel) menunjukkm1 bahwa kadar lengas tanah pada areal belotollg jauh lebih tinggi daripada areal kontrol yakni sebcsar 20,1 %, sementara pada areal pupuk kandang 11,6 % dan areal kontrol 7,5 %. Kondisi tanalnan kakao. dari areal belotong dan pupuk kandang selama musim kemarau tersebut nlasih nornlal, belurn rnenunjukkan gejala layu, tetapi dari areal kontrol daun sudah mulai layu, sebagian kering dan rontok.
Selama tidak berlangsung kelnarau panjang, yakni bulan kering sebanyak tiga bulan, kadar lengas tanah antarperlakuan
110
Kajian agronomis, ekologis dan ekonomis terhadap konversi budi daya kakao anorganik ke organik
60 --.. l:i2
50 ~ ... ·c'" ~
40E::·c-V)'-'- 30 t~
.ca c 20 ~ ,,, ~ bl) C 10 ~
-1
0
Jan Feb Mar April
[;S Pupuk kandang (Dung)
Mei Juni Juli
0 Bclotong (Filter press cake)
Ags Sep Okt Nov Des
§ Anorganik (Inorganic)
GambaI' 1. Variasi kadar lengas tanah.
flgure 1. Variation. ofsoil moisture content.
tidak berbeda jauh. Walaupun demikian kadar lengas dari areal belotong dan pupuk kandang rata-rata sepanjang tahun berturutturut 34,27 % dan 34,35 % sementara areal kontrol 30,90%. Gambar 1. menunjukkan rata-rata kadar lengas tanah selama tiga tahun pengamatan.
Peranan pupuk organik lainnya yang cukup nyata adalah terhadap kadar bahan organik tanah, serta hara nitrogen khususnya. J-Iasil pengamatan tahun pertama lnenunjukkan bah\va dibandingkan kontrol maka perlakuan belotong meningkatkan kadar C dan N dalam tanah berturut-turut sebesar 43,64 % dan 30,43 % sementara pupuk kandang sebesar 13,25% dan 4,34%. Terhadap kandungan unsur hara yang lain diduga juga tCljadi pcningkatan, tetapi dalam penelitian lni tidak dilakukan analisis. Hasil analisis kadar to tal C dan N tanah sel aIna tahun kedua juga mcnunjukkan kccenderungan yang sama, bahwa pcrlakuan
organik bclotong meningkatkan kadar C dan N tanah rata-rata sebesar 55,0% dan 32,8 % selnentara pupuk kandang sebesar 35,6 % dan 22,1 % terhadap kontrol.
Tampak dari Gambar 2 dan 3 bahwa aplikasi pupuk organik berpengaruh positif terhadap kadar bahan organik serta total N tanah dan pengaruh belotong cenderung lebih baik daripada pupuk kandang. Kadar C tanah perlakuan organik rata-rata di atas 2 %, ini berarti setara dcngan kadar bahan organik tanah lapis atas standar minimUJl1 yaitu 3,5 % (Pujiyanto, 1997).
Penurunan kadar bahan organik tanah merupakan indikator penurunan kesuburan tanah mineral di perkebunan kakao, hal itu disebabkan karena tidak seinlbangnya antara kchilangan dengan pcmasukan kc dalaln tanah. Di daerah tropika, laju penurunan bahan organik berlangsung cepat yaitu sekitar 2,5 % per tahun (Verstraete, ] 986). Kehilangan bahan organik dari tanah dapat
111
Prawoto
3.5 r
3 - r- r
~
-----. ~ ..::::: ~ .... :::: c '-..>
U '
2.5
2
r
-- r-
r- r
~
~
-u .... ('j "0
C':S
~
1.5
1
0.5
0 - - '-r - '--r - '--r - '--r '--- .....,. '--- .....,. ' '-
Jan Feb Mar April Mei JUDi Juli Ags Sep Okt Nov Des
bj Pupuk kandang (Dung)
Gambar 2.
Figure 2.
0.4
-----. ~ ..... ~ .... :::: c '-..>
6t>-,;
0.35
0.3
0.25
0.2
r
-'---
r-
Z .... C':S
"0 C':S
~
0.15
0.1
0.05
0 ' ~ - ' '--r
0 Belotong (Filter press cake) E3 Anorganik (Trlf)rganicj
Variasi kadar C tanah.
Variation of soil C content.
'---
r
- r
-
- ,...r
' '-T ' ~ - ' '--r '--- ~
-
'
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des
G] Pupuk kandang (Dung) 0 Belorong (Filter press cake) BAnorganik (Inorg(Ulir)
Gambar 3. Variasi kadar N tanah.
Figure 3. Variation of soil N content.
karena oksidasi biologis oleh organisme di dalam tanah, atau karena erosi tanah bagian aLas (Pujiyanto, 1997). Pengaruh pemberian pupuk organik bersifat kumulatif terhadap sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Pupuk
organik selain dapat n1cningkatkan kandungan bahan organik tanah, memperbaiki agtegasi tanah, juga dapat menjadi sUlnber hara bagi tanalnan kakao, dan dalam hal ini belotong banyak
112
Kajian agronomis, ekologis dan ekonomis terhadap konversi budi daya kakao anorganik ke organik
rnengandung unsur Ca, P, N, Zn, dan Cu, sementara pupuk kandang lebih banyak
mcngandung unsur Na dan Fe (Tabel 2). Hasil-hasil penelitian tentang pemberian bahan organik yang telah dilakukan
sebelulnnya juga lnenunjukkan hal yang
sarna, yakni bahan organik dapat
meningkatkan KTK tanah, nisbah C/N, N tanah, Ca, Mg, Na, pH, P tersedia dan
hormon (BAP) (Pujiyanto et at., 2003).
Tingginya kadar Ca dalam belotong
berdampak antagonis terhadap penyerapan
Mg. Hal ini ditandai dengan lebih rendah
nya kadar klorofil dalalll daun kakao dari
areal belotong dibandingkan areal kontrol
(Tabcl 3). Hasil ini sama dengan yang
dilaporkan Baon & Soenaryo (1988) bahwa
pClnberian belotong meningkatkan kandungan Ca dalam daun yang berdampak
lnenekan penyerapan Mg oleh tanaman .Mg
merupakan unsur struktural dari klorofil sebagai inti porfirin. Walaupun demikian
tampaknya perubahan tcrsebut tidak, mengganggu laju fotosintesis terbukti hasil
buah kakao yang diperlakukan belotong tidak
Iebih rendah daripada areal pupuk kandang
nlaupun kontrol.
Tabcl 3. Kadar klorofil daUll kakao
Table 3. Leaf chlorophyl content
Perlakuan Klorofil, mg/g
Treatment Chlorophyl. mg/g
Pupuk kalldang (Dung) 1.70
Belorong (Filt. press cake) 1.18
Anorganik (Control) 1.26
Neraca Nitrogen
Dalam bahasan ini yang dimaksud dengan neraca hara N adalah peningkatan kadar hara nitrogen dalam tanah relatif terhadap hara nitrogen yang diaplikasikan lewat pemupukan. Pembahasan diawali dengan perhitungan jumlah hara nitrogen yang terkandung dalam bahan pupuk serta dalaln tanah yang dipupuk. Dalam penelitian ini data yang digunakan merupakan rata-rata kandungan N tanah tahun kedua serta pupuk organik yang diaplikasikan pada tahun tersebut.
N Ntanah _. bahan
Pcrubahan x 100%
Nbahan
Talnpak dari Tabel 4 bahwa aplikasi pupuk (nitrogen khususnya) meningkatkan kadar N tanah jauh lebih tinggi daripada jun11ah nitrogen yang terkandung dalam pupuk yallg diberikan. Di antara tiga macarn pupuk yang diberikan, pcningkatan kadar N tanah dari pupuk kandang paling tinggi, disusul pupuk belotong kemudian urea. Perbedaan peningkatan kadar N tallah antara belotong dengan urea tidak terlalu besar, sementara peningkatan N dalam tanah akibat pupuk kandallg sekitar 2,4 kali urea dan 2,2 kali belotong. Pcrbcdaan ini kemungkinan besar discbabkan karena di dalaln pupuk kandang juga terkandung lebih banyak rnacanl dan jumlah mikroba yang meluiliki kemarl1puan melnbantu menambat nitrogen udara, sementara belotong karena dibasilkan dari industri Inaka jumlah dan n1acanl mikroba tersebut diduga lebih sedikit. Dcmikian pula halnya dengan urea murni tcntunya tidak 111engandung luikroba
113
Prawoto
Tahel 4. Perhitungan neraca hara nitrogen
Table 4. Calculation ofnitrogen balance
Dalam pupuk (In the manure) Dalam tanah (In the soin
Aplika<;i, Di hawah Pupuk Persen tethadapg/ph/th tajuk kakao
N TotalN, NManure pupukApplicated, (g)% g % %-age to theg.tree-/. Urulercocoa manureyear/ canopy, g
Urea Urea
400 46.00 184.00 0.23 1,242 575.00
Pupuk kandang Dung
20,000 0.58 99.36 0.27 1,458 1,367.39
Belotong Filter press cake
20,000 1.54 227.92 0.30 1,620 610.78
Catatan (NOles) : a) Asumsi hohot tanah proycksi tajuk kakao dengan jeluk 20cm = 540 kg (Soil lVl. under cocoa cllnop.v at
20 cm depch was 540 kg).
b) Total N dalam belotong & pupuk kandang berdasarkan bobot kering (N lolal in dung and./iller press cake based on the dry Wl).
yang dimaksud tetapi tetap memacu perkembangan mila'oba tanah yang mampu 1ucna1ubat nitrogen udara.
Di sanlping itu dari Tabel 4 tersebut ada juga yang menarik yakni aplikasi bahan organik me1ubantu konservasi N yang diaplikasikan sehingga lebih awet mengingat aplikasi pupuk organik hanya sekali setahun se1uentara pupuk anorganik dua kali setahun. Pupuk kandang dengan total N yang diaplikasikan hanya sekitar 54 % yang terkandung urea, temyata kandungan N tanah rata-rata dalam satu tahun justru 17,39 % lebih tinggi daripada yang dipupuk urea. Dcmikian pula halnya dengan pupuk belotong yang diaplikasikan, total N sekitar 23,87 % di atas urea dan kandungan dalalu tanah pada kurun waktu yang sarna ternyata 30,43 % di atas perlakuan urea. Hasil tersebut tcntunya dapat dipahami karena peruraian bahan organik akan nlenghasilkan humus
yang berdampak 1uemperbaiki struktur tanah, serta khususnya kapasitas tukar kation tanah, sehingga meningkatkan keluampuan tanah untuk menahan senlentara hara nitrogen dari pupuk dan kemudian melepaskannya kenlbali ke dalam tanah dalam jangka waktu lcbih panJang.
Habitus Tanalnan Kakao
Dalam perjalanan penelitian In1, berlangsung kcmarau panjang dcngan tujuh bulan kering. Habi tus tana1nan antarperlakuan berbeda jelas, areal organi k habitusnya tctap baik bclum lllcnunjukkan gejala layu, tetapi dari area] kontrol daun sudah Inulai layu, sebagian kering dan rontak. Pengamatan kadar lengas tanah pada waktu itu Inenunjukkan areal belotong menunjukkan sebesar 20,1 %, areal pupu1\: kandang 11,6 % dan areal kontrol 7,5 %.
114
Kajian agronomis, ekologis dan ekonomis terhadap konversi budi daya kakao anorganik ke organik
Tahel 5. Rata-rata suhu dan kelembaban udara siang hari di dalam kebun kakao
Table 5. Temperature and relmive humidiry under cocoa canopy
Pengamatan Pllpuk kandang Belotong Kontrol Observation Dung FiLt. press cake Control
Puku18:00 (8.00 AM)
• Suhu (Temp.), °C 26.5 26.2 28.7
• Kelemb. relatif (Relative hwnidi(v) , % 76.3 76.5 71.3
Pukul 12:00 (/2.00 AM)
• Suhu (Temp.), °C 32.0 33.7 34.8
• Kelemb. relatif (Relative humidity), % 56.0 53.0 51.7
Pukul 16:00 (4.00 PM)
• Suhu (Temp.),' °C 30.0 30.0 29.8
• Kelemb. relatif (Relative humidit.v) , % 60.0 59.7 60.5
Catalan (NOles) : Data diamati bulan Agustus (Observed on August).
Setelah penelitian berlangsung tiga tahtUl, habitus tanaman kakao lllulai berubah dan stabil, yakni areal kontrol karena dirawat lebih intensif maka habitusnya nlembaik, serasah meningkat sehingga kondisi iklinl mikro di dalam kebun hampir sarna dengan areal org(mik. Hasil pengatnatan suhu dan kelenlbaban udara di bawah tajuk kakao selamamusinl kelnarau Inendukung gejala tersebut (Tabel 5).
Populasi Serangga
Membaiknya habitus tanaman kakao dan stabil sepanjang tahun, Inenyebabkan Inulsa dauD kakao kering cukup tebal, dan suasana di dalam kebwl pada siang hari terasa lebih sejuk. Kondisi demikian ternyata juga berpengaruh positif terhadap populasi serangga penyerbuk bunga kakao yaitu Forcipomyia seperti tampak dari Gambar 4. Serangga yang terperangkap SelaIlla lllusim kemarau (September) terdiri atas empat ordo,
yakni Diptera, Homoptera, Coleoptera dan Hymenoptera. Di antara ordo Diptera dipisahkan antara genus Forcipolnyia dan Diptera lainnya. Dari ordo Lepidoptera tidak ada serangga yang berhasil terperangkap, sedangkan dari ordo lainnya datanya tertera dalam Gambar 4.
Tampak bahwa perlakuan ballan organik berdampak positif terhadap peningkatan populasi serangga penyerbuk Forcipornyia sp. Habitat yang disukai Forcipon1yia adalah lingkwlgan yang lembab, dingin dan gelap seperti kebun kakao yang tajuknya menutup, serasahnya tebal (Sulistyowati, 1985). Populasi Forcipomyia yang terperangkap per 20 cn12 dalam areal belotong rata-rata 19,5 ekor; pupuk kandang 17,6 ekor dan kontro] 13,5 ekor. Pcrbedaan populasi Forcipomyia dari areal belotong dengan pupuk kandang tidak berbeda jauh sebab kedua areal tersebut berdanlpingan, sehingga amat dilnungkinkan pergerakan serangga di antara kedua perlakuan tersebut.
115
--
Prawoto
l4
--- l2 p...0(;
~ .S cO ~ to @ f3' (l).... ...a.lo.... -- e:u 8o ~ ~ (l) t: '-"0.r;;.:::: 6 ro <::::
:::l ;::; p...~ o c 4p...1:l":;
2
o Fore. Dipt.
[S Pupuk kandang (DWlg)
Hom. <:01. HYln. DBelotong (Filter press cake) § Anorganik (lfw!K{miC)
Gambar 4. Populasi serangga dari areal penelitian yang tertangkap perangkap ukuran 20 x 20 cm2 pacta musim kemarau.
Figure 4. Insect population trapped by 20 x 20 cm2 trapping during dry season.
Catatan (Noles) : Fore = Foreipomyia; Dipt = Diptcra; Hom = Homoptcra; Col = Colleoptcra; Hym = Hymenoptera.
Perlakuan organik juga memperbaiki kehidupan fauna tanah, terbukti dalam setiap kali mengan1bil sampel tanah untuk diamati kadar lengas, N dan C, secara visual jumlah cacing tanah lebih banyak pada pertanaman yang dipupuk organik daripada yang tidak dipupuk.
Serangan Helopeltis dan Penyakit VSD
Walaupun hama Helopeltis spp. pada areal organik dikendalikan secara biologis menggunakan semut hitam (Dolichoderus. thoraxicus) dan secara manual menggunakan jaring, tetapi ternyata masih belum malupu melubebaskan tanaman sailla sekali dari serangan serangga ini. Tampak dari Tabel 6 bahwa tidak ada pohon kakao yang terbebas dari serangan Helopeltis, dan intensitas serangannya berat. Kondisi pada areal
kontrol juga sama, tetapi intensitas scrangan Helopeltis sedikit lebih rendall daripada areal organik. Pengendalian biologis dalam penelitian ini belum dapat Inengatasi serangan Helopeltis disebabkan karena untuk membangun populasi sen1ut hitan1 yang efektif perlu waktu yang laIua, dan pada awal penelitian ini tidak dilakukan blanket spraying. Pcngendalian secara luanualpun hanya terbatas pada nimfa, sebab setelah luenjadi imago efektivitasnya turun karena kemungkinan besar serangga akan terbang .ketika akan dijaring.
Sedikit berbeda dengan serangan Helopeltis, serangan penyakit VSD (Vascular Streak Dieback) menunjukkan kecenderungan bahwa pcrlakuan organik menyebabkan tanaman lebih tahan daripada perlakuan anorganik. Talupak dari Tabel 7 bahwa tidak ada tanaman yang
116
Kajian agronomis, ekologis dan ekonomis terhadap konversi budi daya kakao anorganik ke organik
Tabel O. Rata-rata jumlah buah terserang Helopeltis dan intensitas serangannya
Table 6. A verage ofinfesied pods by Helopeltis and its intensity
PerJakuan Pohon terserang, % Buah terserang, % Intensitas serangan, % Treatment Infested trees, % Infested pods, % Intensity, %
Pupuk kandang (Dung) 100 23.3 ± 15.3 64.19
Belotong (Filter press cake) 100 17.0 ± 12.3 64.38
Kontrol (Control) 100 26.1 ± 18.2 62.38
Catatan (Notes) : a) .Tumlah pohon contoh 50 (No. of sample 50 trees). b) Data ± simpangan baku (Data ± standard deviation).
Tabe1 7. Jumlah pohon terserang VSD, rata-ratajumlah cabang dan intensitas serangan
Table 7. Number of infected trees by VSD, no. ofbranches and intensity ofthe infection
Parameter Ppk. kandang Belotong Kontrol Parameter Dung Filter press cake Control
Pohon terscrang (Infected trees), % 100 100 100
Jumlah cabang/ph (Branch no. per tree) 123.7 ± 22.8 126.8 ± 20.1 121.3 ± 35.5
- Beba<; (Free), % 86.1 ± 24.5 88.5 ± 22.6 80.9 ± 27.3
- Ringan (Less), % 3.9 ± 3.] 1.9 ± 2.4 10.5 ± 8.4
- Sedang (Medium), % 4.4 ± 3.1 6.0 ± 3.6 3.0 ± 3.3
- Berat (Severe), % 5.6 ± 5.0 4.1 ± 3.9 5.7 ± 5.6
Data ± simpangan baku (Data ± standard deviation).
Tabel 8. Rata-rata jumlah buah kakao dipanen per pohon
Table 8. Number ofharvested po(L'l per tree
Hasil buah, tongkol/pohon (Pod yield per tree)
Perlakuan Treatment
Th-2 2 nd
year
Th-3 3 Td
year
Th-4 4 1 1>
vear
Rata-rata Average
Peningkatan thd. kontrol, %
Incr. to control, %
Pupuk kandang (Dung) 28.8 21.3 39.6 29.9 30.00
Belot.ong (Filter press cake) 29.7 50.2 43.0 41.0 78.26
Kontrol (Control) 22.2 13.5 33.3 23.0 0
117
Prawoto
bebas dari penyakit VSD, tetapi perlakuan organik meningkatkan jumlah cabang yang bebas VSD sebesar 6-8 % lebih tinggi terhadap kontrol, dan organik belotong menurunkan serangan be rat . sekitar 1% dibandingkan kontrol. Penyebabnya mudah untuk dipahami karena perlakuan organik membuat habitus tanarnan lebih sehat sepanjang tahun sehingga lebih tahan VSD.
HasH Buah
Pengaruh budi daya organik yang lebih penting tentunya terhadap hasil buah. Dari Tabel 8 kelihatan jelas pengaruh bahan organik terhadap produksi kakao, serta keunggulall belotong daripada pupuk kandang. Dibandingkan dengan kontrol, organik belotong meningkatkan hasil sebesar 78,1% dan organik pupuk kandang sebesar 29,9%. Penyebab dari peningkatan hasil buah kakao tersebut tentunya merupakan akumulasi dari pengaruh positif pupuk organik terhadap kadar bahan organik tanah,
Tabel 9. Komponen produksi pada tahun ketiga
Table 9. Yield component ac the Jrd year
kandungan lengas tanah, hara malero, Inikro. iklim mikro dalam kebun, serta terhadap populasi serangga penyerbuk. Hasil ini senada dengan penelitian Baon & Soenaryo (1988) bahwa belotong 25 kg/ph/th Ineningkatkan produksi kakao sebesar 23,9%, tetapi dalarn penelitian tersebut areal yang' diberi bahan organik nlasih diberi pupuk anorganik. Penelitian pada kclapa sawit juga menunjukkan bal1wa aplikasi 96 ton tandan kosong sawit per hektar meningkatkan produksi tandan buah segar sebesar 16,3 % (Manik, 2(02). Pada kopi Arabika dilaporkan pula bahwa pemberian
. .
kulit buah kopi 12,5 ton/ha meningkatkan produksi rata-rata selama lin1a tahun sebesar 53,5 % terhadap petak tanpa pupuk organik (Azizuddin, 1993).
Pemberian bahan organik dalaIn jumlah cukup dan konsisten setahul1 sekali tanpa pupuk anorganik bcrdampak positif terhadap hasil buah, tetapi ada kecenderungan berdampak negatif terhadap ukuran biji. Seperti tampak pada Tabel 9 .bahwa ukuran biji kakao kering perlakuan organik
Parameter Ppk. kandang
Dung Belotong
Fitt. prs. cake Kontrol Control
Bobot tongkol, g 515.5 ± 119.8 535.5± lOLl 571.4 ± 93.5
Pod weighc, g
Jllmlah biji/tongkol 31.3 ± 12.1 41.9 ± 6.6 35.4 ± 6.3
No. ofbeans per pod
Bobot 100bijikering,g 75.07 ± 3.52 76.00 ± 4.07 84.07 ± 4)8
100 beans we., g
Pod value 35.77 ± 1.69 31.47 ± 1.73 . 34.19 ± 1. 93
Cat.atan (Notes) : Data ± simpangan baku (Daca ± scandard deviation).
118
Kajian agronomis, ekologis dan ekonomis terhadap konversi budi daya kakao anorganik ke organik
cenderung lebih ringan daripada perlakuan anorganik dan perlakuan organik pupuk kandang kelihatan berbeda nyata dibandingkan perlakuan anorganik. Hal ini menunjukkan konsekuensi logis sebagai akibat darimakin banyaknya buah yang ditopang tanaman maka komponen produksi yang antara lain tercermin dari ukuran biji, sedikit dikorbankan.
Kualitas Biji
Parameter kualitas biji yang diamati terbatas pada kadar lemak serta beberapa komponen cita rasa biji. Tampak dari Tabel 10 bahwa usaha tani organik tidak 111empengaruhi kadar lemak dalam biji kakao. Kadar lemak n1emang lebih dipengaruhi oleh faktor genetis daripada lingkungan. Penelitian di Malaysia Inenunjukkan bahwa korelasi antara kadar lelnak dengan curah hujan, panjang
Tahd 10. Kadar Iemak dan skor nilai cita rasa hiji kakao
Table 10. Butter content and bean flavour
penyinaran matahari, suhu maksimum dan minilnum adalah lemah n1eskipun ada
kecendelungan kadar lemak turun manakala
curah hujan bulanan juga kurang (Lamin & Chong, 1998).
Cita rasa biji kakao menunjukkan data yang menguntungkan perlakuan organik.
Seperti tampak dari Tabel 10 bahwa apresiasi
para panelis terhadap organik pupuk kandang maupun belotong adalah baik, sen1entara dari kakao anorganik adalah acceptable Ineskipun perlakuan fermentasi dan pengeringan semua sampel adalah sarna.
Aroma dan flavour kakao anorganik adalah
medium, dan keasan1am1ya medium sampai
tinggi, sementara kakao organik aron1a dan flavour medium-tinggi dan keasamannya rendah-medium. Fenomena ini menarik
untuk dikaji lebih lanjut karena apabila
memang benar Inaka dapat Inelnberi llilai lebih tinggi lagi pada kakao organik.
Pnpnk kandang Belotong KontrolParameter Dung Filter press cake Control
Kadar lemak, % 49.11 49.94 48.90 BUlter content., %
Aroma
Flavor
Acidity
Bitterness
Astringent
8
8
4
4.5
5
Apresjasi final 8 Final appreciation
Komentar Somewhac nutty Conunenr
8
8
7
4.5
5
6
6
5
5
6
8 6
Somewhac mary Acidity: medium-high
119
Prawoto
Tabel 11. Residu pestisida deltametrin dan sihaLotrin dalam biji kakao
Table 11. Deltametrin and: sihalotrin residue in cocoa beans
Deltametrin Sihalotrin Perlakuan Treatment Hasil Limit deteksi Hasil Limit deteksi
Result Unlit of detection Result Limit ofdetection
Kontrol (Control) NO 40 ppb NO 60 ppb
Be1otong (Filter press cake) NO 40 ppb NO 60 pph
Pupuk kandang (Dung) NO 40 ppb NO 60 ppb
Catatan (Notes) : ND = tidak terdeteksi (Not detected).
Tabel 12. Daftar masukan (input) langsung per hektar per talmn
Table 12. Direct inputs per year per hectare
Perlakuan & Input Jumlah/ha Harga/Satuan Total, Rp
Treatment & Inputs Volume/ha Value/Unit
Pupuk kandang (Dung) Bahan pupuk (Material) Aplikasi pupuk (Fert. application) Pangkas kakao (Cocoa pruning) Pengendalian hlp (Pest/Disease control) Pengendalian gulma (Weed comrol)
80 mJ
24 HKO (mandavs) 24 HKO (mandays)
120 HKO (mandays) 12 HKO (mcllulays)
15,000 1,200,000 10,000 240,000 12,000 288,()OD. 12,000 1,440,000 10,000 120,000
Total hiaya (Cost), Rp/ha/th (year) 3,288,000
Belotollg (Filter press cake) • Bahan pupuk (Material)
Aplikasi pupuk (Fert. application) Pangkas kakao (Cocoa pruning) Pengendalian hlp (Pest/Disease control) PengendaJian gulma (Weed control)
80 m J
24 HKO (mandavs) 24 HKO (mandays)
120 HKO (mandays) 12 HKO (nlandays)
40,000 3,200,000 10,000 240,000 12,000 288,000 12,000 1,440,000 10,000 120,000
Total biaya (Costj, Rp/ha/th (year) 5,288,000
Anorganik (Control) Urea SP-36 KCI Herbisida (Herbicides) Insektisida (Insecticides) Aplikasi pupuk (Fert. application) Pangkas kakao (Cocoa pruning) Pengendalian hlp (Pest/Disease control) Pengendalian gulma (Weed control)
400 kg 200 kg 200 kg
1 liter 4 liter
10 HKO (mandays) 24 HKO (mandays 48 HKO (mandays) 4 HKO (mandays)
1,300 1,400 1,500
45,000 150,000
10,000 12,000 12,000 10,000
520,000 280,000 300,000 45,000
GOO,OOO 100,000 288,000 576,000
40,000
Total biaya (Cost), Rp/ha/th 6'ear) 2,749,000
120
Kajian agronomis, ekologis dan ekonornis terhadap konversi budi daya kakao anorganik ke organil
Residu Pestisida
Tabel 11 menyajikan data hasil analisis residu pestisida deltalnetrin dan sihalotrin dalanl biji kakao. Dengan prosedur analisis yang digunakan, diketahui bahwa waktu retensi Sihalotrin 7,25 menit dan Deltametrin 16,85 menit. Diketahui bahwa sampai alnbang yang dapat dianalisis, biji kakao perlakuan anorganik sekalipun tidak nlengandung residu pestisida deltametrin Inaupun sihalotrin, apalagi yang diusahakan secara organik. Dalam pengujian tersebut dilakukan pula proses spiking yakni penambahan standar pestisida ke dalam sampel biji, ternyata standar tersebut terdeteksi juga dalam krolnatognun. Hal ini menunjukkan bahwa prosedur yang digunakan sudah benar.
Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi usaha tani kakao organik dilakukan dengan memperhitungkan faktor-faktor input dan output mendasarkan
Tabel 13. Pendapatan fisik dan ekonomi per hektar
Table 13. Physical arul economicaL income per hectare
pacta standar harga taboo 2003. Dalam tulisan ini disampaikan perhitungan rata-rata tahun ke-2 dan 3 serra tahun ke-4. Komponen biaya (inputs) langsung yang digunakan selama penelitian tertera dalam Tabel 12 dan perhitungan pendapatan dalam Tabel 13. Komponen biaya yang digunakan terbatas pada biaya langsung, komponen biaya inspeksi dan sertifikasi tidak dimasukkan, dan harga produk organik Inasih disamakan dengan yang anorganik.
Dari Tabel -12 tampak bahwa biaya langsung untuk budi daya organik belotong dan pupuk kandang masing-masing 92,36 % dan 19,60% lebih tinggi daripada biaya produksi budi daya anorganik (kontrol). Penyebab dari perbedaan itu jelas tercantum dalam tabel tersebut, yakni harga bahan organik (belotong) serta tingginya biaya pengendalian hama dan penyakit. Harga belotong sekitar 2,7 kali lipat harga pupuk kandang. Pada areal organik, pengendalian Helopeltis khususnya dilakukan secara biologis menggunakan Dolichoderus
Rata-rata talmn ke-2 dan 3 Tahun ke-4
Perlah.'Uan A verage of2,ul and 3rcl year 4th year
Treatment Hasil (Yield), Pendapatan (Income), Hasil (Yield), Pendapatan (lncome), (kg/ha) Rp/ha (kg/ha) Rp/ha
Pupuk kandang 700.31 8,403,720 1,107.07 13,284,840 Dung
Belotong 1,269.46 15,233,520 1,366.38 16,396,560 Filter press cake
Kontro] 522.08 6,264,960 973.97 11,687,640 Control
Catalan (Notes) : Harga biji kakao organik dan anorganik diasumsikall sarna yakni Rp12.000,- per kg. Bean price assumption of cocoa organic and inorganic was similar, Rp12, 000, - per kg.
121
Prawoto
thoraxicus dibantu secara manual menggunakan jaring. Tenaga kerja untuk kegiatan
~ tersebut cukup banyak. Walaupun demikian, pendapatan yang diperoleh dengan perlakuan organik masih lebih tinggi daripada petak anorganik karena dengan perlakuan organik hasil buah dapat mcningkat scbesar 30-78 % (Tabel 8).
Analisis pendapatan untuk kegiatan ini dilakukan secara diferensial, 111aksudnya biaya petak kontrol digunakan sebagai pembanding. Perhitungannya sebagai tertera dalanl Tabel 14.
Walaupun biaya produksi untuk budi daya kakao organik belotong cukup l11ahal, tctapi karena mcndatangkan produksi yang lebih tinggi maka keuntungan yang diperoleh juga masih lebih tinggi daripada kedua perlakuan lainllya. Seperti tampak dari Tabel 13 dan perhitungan biaya dan keuntungan diferensial tersebut di atas, nlaka keuntungan diferensial budi daya organik belotong ratarata tahun ke-1-2 sekitar 3,7 kali lipat kontrol, seUlcntara organik pupuk kandang sebesar 1,6 kali kontrol. Sementara itu keuntungan tahun ke-3 berubah drastis, keuntungan diferensial budi daya organik pupuk kandang 1,2 kali kontrol senlentara organik bclotong turun menjadi tinggal 1,5 kali kontrol. Penyebab dari perubahan tersebut karena produksi kakao areal kontrol dan areal pupuk kandang lueningkat berturut-turut 86,56 % dan 58,1 % terhadap produksi rata-rata tahun kedua dan ketiga, sementara produksi kakao areal belotong hanya meningkat sebesar 7,63 %.
Terlepas dari perkembangan perolehan keuntungan tersebut, hasil penelitian ini membuktikan bahwa sampai tahun ketiga,
budi daya kakao secara organik tidak menyeb£ibkan penurunan produksi, melainkan justru sebaliknya meningkatkan pendapatan dan keuntLmgan karena produksi kakao justru Ineningkat. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tanaman kakao anlat responsif terhadap kadar bahan organik tarrah. Kalau pada era 1980-)~.nj)roduktivitas
kakao perkebu~an besar dL!a\VaTimur ratarata 1,2 ton/ha tctapi dalamkurun 19922003 menjadi hanya sekitar 400 kg/ha, salah satu penyebab yang patut ditengarahi adalah karena turunnya kadar bahan organik tallah, yakni dari rata-rata 2,1 % menjadi tinggal
0,7%. Bahan organik disadari mcmang bcsar pengaruhnya terhadap tanaman terutama dewasa ini lingkungan tumbuh Inakin marginal. Namun permasalahan klasik untuk pengembangannya masih tcrlctak pada penyediaannya dalaIl1 jumlah cukup, kuahtas yang baik serta harga yang terjangkau oleh pekebun.
Dari hasil perhirungan B/C ratio tersebut di atas tampak bahwa usaha tani kakao organik lebih nlenguntungkan daripada usahatani anorganik, dan organik pupuk kandang keuntungan yang diperoleh jauh lebih tinggi daripada organik belotong. Konversi usahatani kakao dari SiStc111 anorganik kc organik pupuk kandang berpeluang akan diperoleh keuntungan sekitar 10 sampai 20 kali lipat sedangkan dengan pupuk organik belotong kcuntungan yang diperoleh sekitar 5,2 kali lipat.
Melnang diakui bahwa dalam analisis biaya tersebut belum memperhitungkan biaya inspcksi dan sertifikasi yang besarnya tcrgantung pada lernbaga sertifikator yang ditentukan.
122
Kaj.ian agronomis, ekologis dan ekonomis terhadap konversi budi daya kakao anorganik ke organik
Tahel 14. Analisis pendaparan djfferensial
Table 14. Income analysis differentially
Variabel (Variable) Perhitungan (Calculation) Nilai (Value)
Biaya diferensial (Dejjerential cost), Rp
Kontrol (Control)
Belotong (Filter press cake)
Pupukkandang (Dung)
Keuntungan diferensial rata-rata th ke-2, 3, Rp Defferential profit. average ofthe 2/1tl and 3rtl yr.
Kontrol (Control)
Belotong (Filter Press cake)
Pupuk kandang (Dung)
Keuntungan diferensial th ke-4, Rp Defferential prOfit at the 4th year
Kontrol (Control)
Belotong (Filter Press cake)
Pupuk kandang (Dung)
Biaya petak kontrol - Biaya petak kontrol Cost of control plot - Cost of control plot
Biaya petak belotong - Biaya petak kontrol Cost offilt. press cake plot - Cost of control plot
Biaya petak pupuk kandang - Biaya petak kontrol Cost of dung plot - Cost of control plot
Pendapatan petak kontrol - Biaya petak kontrol Income of control plot - Cost ofcontrol plot
Pendapatan petak belotong - Biaya petak kontrol Income offilt. press cake plot - Cost of control plot
Pendapatan petak pupuk kandang-Biaya petak kontrol Income of dung plot - Cost of control plot
Pendapatan petak kontrol - Biaya petak kontrol Income of control plot - Cost of control plot
Pendapatan petak belotong - Biaya petak kontrol Income offilt. press cake plot - Cost of control plot
Pendapatan petak pupuk kandang-Biaya petak kontrol Income of dung plot - Cost of control plot
o
.2,539,000
539,000
3,515,960
12,484,520
5,654,720
8,938,640
13,647,560
10,535,840
Benefit/Cost diferensial rata-rata tahun ke 2 dan 3 Differential Benefit/Cost average ofthe 2ml and 3rtl yr.
Belotong (Filter press cake) Keuntungan diferensial petak belotong/Biaya diferensialnya (Profit differential offilt. press cake plot/Its differential cost)
4.92
Pupuk kandang (Dung) Keuntungan diferensial petak pp.kd./Biaya diferensialnya (Profit differential of dungplot/ Its differential cost)
10.49
Benefit/Cost diferensial tahun ke 4 Differential Benefit/Cost of the 4/h year
Belotong (Filter press cake) Keuntungan diferensial petak belotong/Biaya diferensialnya (Profit differential offilt. press cake plot/Its differential cost)
5.38
Pupuk kandang (Dung) Keuntungan diferensial petak pp.kd./Biaya diferensialnya (Profit differential of dung plot/ Its differential cost)
19.55
123
Prawoto
KESIMPULAN
U saha tani kakao organik dengan aplikasi pupuk organik yang teratur dalam jumlah cukup (20 kg/pohon/tahun) berpengaruh pada :
1. Peningkatan bahan organik tanah, konservasi N dan lengas tanah lebih baik.
2. Habitus tanalnan lebih baik dan stabil, populasi serangga penyerbuk Forcipomyia khususnya selalna musim kemarau Icbih tinggi, serangan VSD lebih nngan.
3. Hasil buah meningkat sekitar 78 % terhadap kontrol untuk perlakuan organik belotong dan sekitar 30 % untuk perlakuan organik pupuk kandang, tetapi ukuran bijinya cenderung lebih kecil.
4. Dengan prosedur pengolahan yang sarna, cita rasa biji kakao organik adalah nutty, semcntara anorganik keasamannya scdang-tinggi. Residu pestisida tidak terdeteksi dalaln biji anorganik Inaupun organik.
5. Terbatas pada biaya langsung yang dianalisis, budi daya organik pupuk kandang jauh lebih menguntungkan daripada organik belotong, B/C ratio diferensial organik belotong sekitar 5,2 scdangkan organik pupuk kandang sckitar 15. Artinya bahwa konversi usahatani kakao anorganik ke organik berpeluang untuk Inenlperoleh keuntungan sebesar kelipatan nilai tersebut.
6. Budi daya kakao organik seca,ra konsekuen tidak menurunkan produktivitas, tetapi sebaliknya nleningkatkan has iI dan pendapatan pekebun.
UCAPAN TERIMA KASIH .
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Sdr. Suhartoyo, Herwanto, dan Surani yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data dengan tekun. Ucapan terilna kasih juga disarnpaikan kepada Ir. Sugiyanto yang telah membantu analisis contoh pupuk serta tanah areal penelitian, serta If. Endang Mufrihati yang telah melnbantu pengamatan serangga di dalam areal penelitian. Ucapan serupa disarnpaikan kepada Ir. Sulistyowati dan para panelis yang telah Inembantu analisis cita rasa biji kakao, serta Pimpinan Bagian Proyek Penelitian Kopi dan Kakao Jenlber atas bantuan dananya sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar. Demikian pula kepada Pengurus KP Kaliwining yang telah m.elTIbantu menyediakan tenaga pembantu pelaksana penelitian, disampaikan terima kasih.
DAFfAR PUSTAKA
Abdoellah, S. (1996). Bahan organik, peranarmya bagi perkebunan kopi dan kakao. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 12, 70-78.
AOAC (1975). Fat content, p. 216-217. In: H. Horwizt (ED.) Official Nlethods of Analysis of the Association of Official Analytycal Chemist. Benyamin Franklin, 'vVashington.
Azizuddin, M. (1993). Organic farming for coffee. Indian Coffee , LVII, 18-20.
Baon, J.B. & Soenaryo (1988). Penggunaan belotong sebagai sumber bahan organik untuk kopi dan kakao. 1. Pengaruhnya terhadap status bara tanah dan tanaman. Pelita Perkebunan, 4,91-99.
124
Kajian agronomis, ekologis dan ekonomis terhadap konversi budi daya kakao anorganik ke organik
Ieeo (2003). Question and answer. hUp: [email protected].
Karama, A,S. (2001). Prospek pengembangan pertanian organik di Indonesia. Semiloka Usaha Pertanian Organik, Jakarta 12 Noven1ber 2001, 5 p.
Lamin, K. & Tan-Chun Chong (1998). Locational and seasonal effects on the butter content of selected cocoa clonal materials. Proc. Malaysian International Cocoa Conf., Kuala Lumpur, 26-27 Nov: 1998, ]72-176.
Manik, K.E.S. (2002). Perubahan beberapa sifat kimia tanah akibat pemberian tandan kosong pada areal tanaman ke]apa sawit di PI. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Lampung Selatan. J. Tanah Tropika, 7, 111-115.
Ministry of Public Health Welfare & Sport (1996). Multiresidue Methods, Analytical Methods for Pesticide Residue in Foodstuffs. Ministry of Public Health Welfare & Sport, The Netherlands.
Pujiyanto (1997). Penyediaan bahan organik di laban perkebunan kopi dan kakao. Wana Puslit Kopi dan Kakao, 13, 115-123.
Pujiyanto; Sudarsono; A. Rachim, S. Sabiham; A. Sastiono & J.B. Baon (2003). Pengaruh bahan organik dan jenis tanaman penutup tanah terhadap bentuk bahan organik tanah, distribusi agregat dan pertumbuhan kakao. 1. Tanah Tropika, 9, 73-85.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2003). Konsep dan implementasi sistem budidaya perkebunan pola konservasi. Diskusi Budidaya Perkebunan Pola Konservasi, PTPN XII (Persero), Surabaya, Juni 2003, 7p.
Rohan, T.A. (1963). Processing ofRaw Cocoa for Market. FAD Agric. Studies No. 5, Rome.
Sulistyowati, E. (1985). Serangga penyerbuk bunga cokelat dan permasalahannya. Menara Perkebunan, 53, 1-6.
Sulistyowati, E. & E. Mufrihati (2003). Delnonstrasi plot insektisida Marcis 25 EC untuk pengendalian hama penghisap buah Helopeltis spp. pacta tanalnan kakao. Laporan Intern Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Untung, K. (1999). Pembangunan pertanian berkelanjutan dalam persaingan lingkungan global dan pen1anfaatan sumberdaya optimal. Seminar Nasional Pembangunan Penanian pada Milenium Ill, Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta. 18 p.
Verstraete, W. (1986). Soil Microbiology. Laboratory of Microbial Ecology, RUG, Gent.
Winaryo (2001). Pertanian organik dunia. Makalah Workshop Pengkajian Potensi dan Prospek Pemasaran Baliem Highland Coffee di Kabupaten Jayawijaya , Wamena, 14 November 2002, 10 p.
***********
125