Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA
EFEKTIVITAS METODE TOTAL PHYSICAL RESPONSE DALAM
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK AUTIS
Nama : Panca Dewi Astuti
NIM : K5112054
Email : [email protected]
No. HP : 085743458783
Pembimbing : 1. Dr. Abdul Salim M.Kes
2. Mohammad Anwar, M.Pd
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
SURAKARTA
2016
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
THE EFFECTIVENESS OF TOTAL PHYSICAL RESPONSE METHOD IN
IMPROVING LANGUAGE SKILL OF CHILD WITH AUTISM
Panca Dewi Astuti, Abdul Salim, Mohammad Anwar
Pendidikan Luar Biasa, FKIP Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
Abstract
The objective of this research is to investigate the impact of Total Physical Response
method in improving receptive and expressive language skills of 2nd
grade student with
autism in SLB Negeri Surakarta on academic year 2015/2016. This research applied
quantitative study with experimental method. Experimental approach applied in this research
was Single Subject Research. The subject of this research was a student with autism in 2nd
grade class of SLB Negeri Surakarta. The data research was obtained by performing
observation and interview. Collected data was analyzed by performing descriptive statistic
method which then was displayed in graphic. The components were analyzed by within
condition and between condition analysis. The result of data analysis showed that TPR
method influenced the receptive and expressive language skills improvement of subject RR. In
conclusion, Total Physical Response method is effective in improving receptive and
expressive language skills of 2nd
grade child student with autism in SLB Negeri Surakarta on
academic year 2015/2016.
Keywords: Total Physical Response method, receptive and expressive language,
student with autism.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
EFEKTIVITAS METODE TOTAL PHYSICAL RESPONSE DALAM
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK AUTIS
Panca Dewi Astuti, Abdul Salim, Mohammad Anwar
Pendidikan Luar Biasa, FKIP Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penerapan metode Total Physical
Response (TPR) terhadap peningkatan kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif siswa autis
kelas 2 di SLB Negeri Surakarta tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini termasuk
penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian eksperimen. Pendekatan ekperimen yang
digunakan adalah pendekatan Single Subject Research. Subjek penelitian seorang siswa autis
kelas 2 di SLB Negeri Surakarta. Data penelitian diperoleh dari hasil observasi dan
wawancara. Analisis data menggunakan statistik deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk
grafik. Komponen-komponen yang dianalisis yaitu analisis dalam dan antar kondisi. Hasil
analisis data menunjukkan adanya pengaruh penerapan metode TPR terhadap peningkatan
kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif subjek RR. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa metode Total Physical Response efektif dalam meningkatkan kemampuan bahasa
reseptif dan ekspresif anak autis kelas 2 di SLB Negeri Surakarta tahun ajaran 2015/2016.
Kata kunci : metode Total Physical Response, bahasa reseptif dan ekspresif, anak autis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENDAHULUAN
Autistik adalah gangguan
perkembangan neurobiologis yang
kompleks dan berlangsung seumur hidup.
Gangguan yang dialami meliputi gangguan
pada aspek perilaku, interaksi sosial,
komunikasi, dan bahasa serta gangguan
emosi persepsi sensorik bahkan pada aspek
motorik. Hal tersebut merupakan
kombinasi dari beberapa gangguan
perkembangan syaraf otak dan perilaku
anak yang muncul pada tiga tahun pertama
usia anak. Manifestasi gangguan pada
setiap anak autis ditunjukkan secara
beragam sehingga mereka memiliki
perilaku yang unik dan karakter yang
berbeda dari anak normal pada umumnya.
Salah satu bentuk gangguan yang paling
sering dialami oleh anak autis adalah
masalah dalam perkembangan bahasa. Ada
sejumlah perbedaan yang melekat pada
perkembangan bahasa anak autis
dibandingkan dengan perkembangan
berbahasa secara normatif.
Gangguan dalam perkembangan
bahasa yang dialami anak autis mencakup
dua aspek yaitu bahasa reseptif dan
ekspresif. Dalam kemampuan reseptif,
anak autis memiliki kesulitan dalam
memahami makna kata-kata orang lain
yang diucapkan kepadanya sehingga ia
kesulitan dalam melakukan tugas-tugas
tertentu. Anak autis tidak dapat
menggunakan kemampuan bahasa
ekspresif secara optimal yang ditunjukkan
dengan adanya kesulitan dalam
mengekspresikan keinginan dan perasaan
khususnya melalui bahasa lisan.
Hasil observasi pada seorang siswa
autis kelas 2 di SLB Negeri Surakarta
menunjukkan adanya kondisi anak autis
dengan gangguan berbahasa.
Perkembangan bahasa anak sangat
terlambat karena pada usia 13 tahun anak
belum menunjukkan kemampuan
berbicara. Anak bisa mengeluarkan suara,
akan tetapi suara yang dikeluarkan
terdengar tidak jelas dan sering tanpa arti.
Anak masih mengalami kesulitan dalam
menirukan kata-kata yang diajarkan.
Karena kurang dibiasakan untuk berbicara,
anak sulit mengungkapkan keinginannya
secara lisan sehingga guru dan orangtua
kurang bisa memahami keinginan dan
kebutuhan anak. Meskipun anak bisa
merespons saat namanya dipanggil, anak
kurang bisa memahami ucapan orang lain
dan memberi respons yang tepat karena
adanya kesulitan dalam memahami konsep
suatu kata. Dalam menjawab pertanyaan
sehari-hari, anak masih perlu diberi
prompt terlebih dahulu.
Berpijak dari permasalahan anak
autis dalam berbahasa, diperlukan
treatment untuk mengatasi masalah anak
autis dalam pengembangan bahasa reseptif
dan ekspresif. Anak autis mengalami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kesulitan dalam memahami kata-kata yang
diucapkan, sehingga akan lebih baik lagi
apabila pengajaran bahasa yang diberikan
pada anak autis melibatkan aktivitas fisik.
Pemilihan metode Total Physical
Response untuk meningkatkan
kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif
anak autis didasarkan pada temuan
berbagai ahli dan praktisi pengajaran
bahasa yang menyatakan bahwaTotal
Physical Response merupakan salah satu
metode pengajaran bahasa yang efektif
karena melibatkan respon gerak tubuh
anak untuk mendapatkan pengetahuan.
Total Physical Response adalah
metode pengajaran bahasa yang
dikembangkan pertama kali pada tahun
1970-an oleh Asher,seorang profesor
psikologi di Universitas San Jose
California. Metode Total Physical
Response dilandaskan pada hasil
pengamatan terhadap cara yang digunakan
bayi untuk memperoleh bahasa ibunya,
yang berlangsung dalam bentuk anak-anak
memberi respon fisik oleh terhadap
instruksi orang-tua atau orang lain di
sekitar mereka. Berdasarkan analisis
terhadap berbagai penelitian mengenai
penerapan Total Physical Response,
Carruthers (2006) menyimpulkan bahwa
metode Total Physical Response efektif
digunakan dalam pengajaran bahasa asing
bagi anak-anak, danbagi orang dewasa
dengan melakukan beberapa adaptasi.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan
di dalam kelas dengan menggunakan
metode Total Physical Response
menunjukkan bahwa terdapat kemajuan
pada siswa secara statistik dalam
memahami kata-kata baru. Dengan
memahami makna kata-kata, anak bisa
memberi respon yang tepat terhadap
ucapan orang lain. Meskipun beberapa
penelitian telah menemukan bahwa
metode Total Physical Response efektif
dalam pengajaran bahasa asing dan juga
dalam peningkatan penguasaan kosakata,
metode ini belum pernah diterapkan untuk
meningkatkan kemampuan bahasa reseptif
dan ekspresif anak autis.
Tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh penerapan
metode Total Physical Response (TPR)
terhadap peningkatan kemampuan bahasa
reseptif dan ekspresif siswa autis kelas 2 di
SLB Negeri Surakarta Tahun Pelajaran
2015/2016.
Istilah “autisme” pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1943 oleh
seorang psikiater yang bernama Leo
Kanner. Dia menangani sekelompok anak-
anak dengan ciri-ciri yang sama yaitu
mengalami kelainan sosial yang berat,
hambatan komunikasi dan masalah
perilaku. Anak-anak yang ditanganinya
menunjukkan sifat menarik diri
(withdrawal), membisu, dengan aktivitas
repetitif (berulang-ulang) dan stereotipik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(klise) serta senantiasa memalingkan
pandangannya dari orang lain sehingga
tampak seperti hidup dalam dunia sendiri.
(YPAC, 2013: 6)
“Autisme mengacu pada gangguan
atau kelainannya sedangkan anak yang
mengalami gangguan autisme dinamakan
anak autis. Istilah autisme itu sendiri
berasal dari kata “auto” yang berarti
sendiri” (Handoyo, 2004: 12). Jadi anak
autis seakan-akan hidup di dunianya
sendiri. Mereka cenderung menarik diri
dari lingkungan dan asyik bermain sendiri.
Keasyikan terhadap dunianya sendiri
menyebabkan anak autis kurang bisa
berinteraksi dengan orang lain di
lingkungan. Yuniar (dalam Pamuji, 2007:
2) menyatakan bahwa “Autis adalah
gangguan kompleks, yang mempengaruhi
perilaku dengan akibat kekurangmampuan
berkomunikasi, hubungan sosial dan
emosional dengan orang lain, sehingga
sulit mempunyai keterampilan dan
pengetahuan yang diperlukan sebagai
anggota masyarakat”.
Berdasarkan berbagai definisi yang
telah dijelaskan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa autisme adalah gangguan
perkembangan kompleks pada sistem
syaraf pusat yang muncul dan tampak
sejak lahir maupun sebelum usia 3 tahun,
yang menyebabkan adanya hambatan
perkembangan pada interaksi sosial,
komunikasi baik verbal maupun non
verbal, dan perilaku yang menyebabkan
anak seolah hidup dalam dunianya sendiri.
Banyak hal yang menyebabkan
autisme. Secara umum autisme
disebabkan karena faktor biologis, faktor
psikososial, faktor keracunan logam
berat, faktor gangguan pencernaan,
penglihatan dan pendengaran serta faktor
autoimun tubuh. Selain itu, faktor
penyebab autisme juga bisa berasal dari
dalam diri sendiri saat proses
perkembangan.
Anak autis mempunyai
karakteristik yang merupakan perilaku
khas yang sering ditunjukkan jika ia
dihadapkan dengan suatu objek dan
situasi tertentu. Karakteristik anak autis
disebut juga dengan trias autistik yang
meliputi tiga gangguan yaitu gangguan
pada interaksi dengan lingkungan sekitar
(orang sekitar, obyek, dan situasi),
gangguan dalam komunikasi, dan
gangguan dalam berperilaku motorik,
minat yang terbatas, dan respon sensoris
yang kurang memadai (Yuniar dalam
Pamuji, 2007: 11). Berbagai gangguan
yang telah disebutkan bisa jadi tidak
semuanya ada pada anak autis. Bentuk
gangguan bisa beraneka ragam, sehingga
hambatan yang dimiliki anak autis yang
satu belum tentu sama dengan anak autis
lainnya.
Bahasa merupakan aspek penting
dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
seseorang akan mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi dan berinteraksi
dengan orang di sekitarnya. “Bahasa
adalah alat penghubung, alat komunikasi
anggota masyarakat untuk berpikir,
merasa, dan untuk mengembangkan ide
dari pemikiran, perasaan , dan keinginan,
baru terwujud bila dinyatakan. Dan alat
untuk menyatakan itu adalah bahasa”
(Badudu dalam Pamuji, 2007: 109).
Bahasa juga didefinisikan sebagai
komunikasi atau ekspresi pikir dan
perasaan, yang berwujud vokal, dan
merupakan kombinasi dari beberapa bunyi
atau simbol-simbol tertulis yang
mengandung arti (Webster dalam
Sardjono, 2005: 5).
Perkembangan bahasa memerlukan
fungsi reseptif dan ekspresif. “Fungsi
reseptif adalah kemampuan anak untuk
mengenal dan bereaksi terhadap seseorang,
terhadap kejadian di lingkungan
sekitarnya, mengerti maksud mimik dan
nada suara dan akhirnya mengerti kata-
kata” (Hariyono,2010:1). Tilton (dalam
Yuwono, 2012: 63) mengemukakan
bahasa reseptif adalah “Kemampuan
pikiran manusia untuk mendengarkan
bahasa bicara dari orang lain dan
menguraikan hal tersebut dalam gambaran
mental yang bermakna atau pola pikiran,
dimana dipahami dan digunakan oleh
penerima”. Sedangkan Maurice (dalam
Yuwono, 2012: 63) mendefinisikan
“Kemampuan bahasa reseptif adalah
kemampuan anak dalam mendengar dan
memahami bahasa.”
Kemampuan berbahasa reseptif
banyak mendukung pemerolehan bahasa
ekspresif di dalam pemerolehan informasi
atau pembelajaran suatu bahasa. Dalam
peristiwa komunikasi sering kali
kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif
digunakan secara bersama-sama guna
mencapai tujuan komunikasi.
“Fungsi Ekspresif adalah
kemampuan anak mengutarakan
pikirannya, dimulai dari komunikasi
preverbal (sebelum anak dapat berbicara),
komunikasi dengan ekspresi wajah atau
mimik, gerakan tubuh, dan akhirnya
dengan menggunakan kata-kata atau
komunikasi verbal “ (Hariyono,2010:
1). Bahasa ekpresif adalah aspek penting
dalam kegiatan berkomunikasi verbal.
Bahasa ekspresif adalah penggunaan kata-
kata dan bahasa secara verbal untuk
mengkomunikasikan konsep atau pikiran.
Yuwono (2012: 66), mengungkapkan
“Bahasa ekspresif diartikan sebagai
kemampuan anak dalam menggunakan
bahasa baik secara verbal, tulisan, symbol,
isyarat ataupun gesture”. Kemampuan
bahasa ekspresif atau mengungkapkan
bahasa bagi anak artinya bukan hanya
mengeluarkan suara atau bunyi tetapi
bagaimana anak menyatakan keinginan,
kebutuhan, pikiran dan perasaan kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
orang lain.
“Bahasa erat kaitannya dengan
perkembangan berpikir individu.
Perkembangan pikiran individu tampak
dalam perkembangan bahasa yaitu
kemampuan membentuk pengertian,
menyusun pendapat, dan menarik
kesimpulan” (Pamuji, 2007: 110).
Perkembangan bahasa anak banyak terjadi
pada usia 0-5 tahun. Perkembangan bahasa
akan selalu mengalami peningkatan seiring
dengan meningkatnya usia anak.
Perkembangan bahasa anak sebaiknya
selalu diperhatikan dan diberi stimulasi
supaya bisa lebih optimal.
“Keterlambatan komunikasi dan
bahasa merupakan ciri yang menonjol
dan selalu dimiliki oleh anak autis.
Perkembangan komunikasi dan bahasa
anak autis sangat berbeda dengan anak
pada umumnya” (Yuwono,2012: 61).
Kesulitan komunikasi yang dialami anak
autis dikarenakan mereka mengalami
gangguan berbahasa (baik verbal maupun
non verbal). Sebagian besar dari mereka
dapat berbicara, namun tidak
menggunakan kemampuannya tersebut
untuk berkomunikasi, mereka lebih
sering mengucapkan kata-kata tidak jelas
(mengigau), tidak mampu menjawab
pertanyaan sederhana, sulit
mengungkapkan keinginannya secara
lisan, sulit mengikuti instruksi yang
diberikan dan sering melakukan echolalia
yaitu menirukan secara persis ucapan
orang lain. Selain itu, mereka juga tidak
menunjukkan minat untuk mengadakan
komunikasi dan sangat kesulitan
menggunakan kata ganti.
Penelitian tentang pemerolehan
bahasa anak autis yang dilakukan oleh
Ezmar dan Ramzi (2014) menemukan
adanya kesulitan komunikasi yang dialami
anak autis dalam kemampuan bahasa
reseptif dan bahasa ekspresif. Anak autis
mengalami hambatan dalam memahami
bahasa yang digunakan oleh orang lain
maupun dirinya sendiri dalam praktek
komunikasi sehari-hari sehingga ia
kesulitan untuk melakukan tugas
tertentu. Dalam kemampuan bahasa
ekspresif, aspek berbicara terjadi sangat
lambat dan membutuhkan waktu yang
lama untuk dapat menggunakan kalimat
dengan baik dan benar. Terkadang, anak
autis yang sudah bisa berbicara tidak
menggunakan kemampuan berbicara untuk
berkomunikasi sebagaimana mestinya. Hal
tersebut sejalan dengan yang dinyatakan
oleh Sunardi & Sunaryo (2007: 161-162)
bahwa anak autis cenderung mengalami
kesulitan bahasa secara reseptif maupun
ekspresif. Mereka mengalami kesulitan
dalam memahami perintah yang lebih
kompleks dan mengekspresikan ide dan
perasaannya, serta memahami reaksi orang
lain terhadap tindakannya.
Bahasa dan belajar berkaitan erat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
satu sama lain, sehingga dianggap
sebagai sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan. Seorang anak tidak mungkin
aktif dalam proses pembelajaran tanpa
menguasai bahasa. Siswa harus mampu
menerima dan menyampaikan informasi,
oleh karena hal tersebut latihan bahasa
harus mendahului tipe-tipe pengajaran
yang lainnya. Melatih anak autis untuk
dapat berbahasa dan berkomunikasi dua
arah tentu bukanlah suatu perkara mudah.
Dibutuhkan kegiatan pembelajaran yang
efektif, menarik dan menyenangkan
sehingga anak merasa nyaman dan
kemampuan bahasanya dapat tergali secara
optimal.
Total Physical Response adalah
metode pengajaran bahasa yang
dikembangkan pertama kalinya pada tahun
1970-an oleh Asher, seorang profesor
psikologi di Universitas San Jose
California. TPR berlandaskan pada hasil
pengamatan terhadap cara yang digunakan
bayi untuk memperoleh bahasa ibunya,
yang pada umumnya berlangsung dalam
bentuk percakapan yang didalamnya anak-
anak memberi respons fisik oleh terhadap
instruksi orangtua atau orang lain di
sekitar mereka. Sebagai contoh, ketika
seorang ayah berkata: "Lihat ayah" atau
"angkat tangan" si anak akan
melakukannya. Percakapan seperti ini
berlangsung selama beberapa bulan
sebelum si anak memberi respons verbal.
Meskipun selama percakapan si anak tidak
merespons secara verbal, dia sebenarnya
sedang berupaya menguasai elemen-
elemen bahasa yang didengarnya. Setelah
penguasaannya memadai, si anak akan
memberi respons verbal secara spontan.
Berdasarkan gambaran ini, (Richards and
Rogers, 1986: 87) mendefinisikan TPR
sebagai “a language teaching method built
around coordination of speech and action;
it attempts to teach language through
physical (motor) activity”. Sedangkan
menurut Larsen-Freeman (2008:107) TPR
disebut juga dengan ”The comprehension
approach” atau pendekatan pemahaman
yaitu suatu metode pendekatan bahasa
dengan instruksi atau perintah.
Tujuan umum dari metode Total
Physical Response adalah untuk
mengajarkan kecakapan lisan pada tingkat
permulaan. Pemahaman adalah sebuah alat
untuk mencapai tujuan yaitu untuk
mengajarkan dasar keterampilan berbicara.
Sebuah pembelajaran dengan metode Total
Physical Rsponse bertujuan untuk
menghasilkan peserta didik yang mampu
komunikasi tanpa hambatan sehingga
dapat dimengerti oleh penutur asli. Tujuan
instruksional khusus tidak dijelaskan,
karena akan bergantung pada kebutuhan
khusus dari peserta didik. Apapun tujuan
yang ditetapkan, bagaimanapun, harus
dicapai melalui penggunaan latihan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berbasis tindakan dalam bentuk imperative
(Richards & Rogers, 1986: 91).
Total Physical Response dirancang
untuk membantu siswa memperoleh
ungkapan-ungkapan baru melalui aktivitas
mendengar dan melakonkan kata-kata
tersebut. Tugas utama mereka adalah
melakonkan perintah-perintah yang
diucapkan guru secara berulang-ulang
hingga lancar (Richards and Rogers, 1986:
93). Pemberian perintah, model,
dukungan, dan hubungan yang akrab yang
berkelanjutan dari guru secara psikologis
akan membuat siswa belajar tanpa
tekanan. Dapat disimpulkan bahwa metode
Total Physical Response adalah metode
pembelajaran bahasa yang diadopsi dari
cara bayi belajar bahasa yaitu dengan
mendengarkan kalimat perintah kemudian
memberi respons fisik. TPR memiliki
prinsip belajar dengan melibatkan aktivitas
fisik untuk mendapatkan pengetahuan
sehingga dapat membantu siswa dalam
upaya mengembangkan kemampuan
berbahasa terutama dalam memahami
kosakata.
Metode TPR menekankan pada
pembelajaran bahasa melalui aktivitas fisik
dalam upaya mengembangkan kemampuan
berbahasa tingkat awal terutama
meningkatkan penguasaan kosakata. Anak
autis perlu menguasai kosa kata karena
dengan memahami kosa kata anak dapat
memahami makna kata-kata yang
disampaikan oleh orang lain dan
mempelajari segala hal yang ada di
lingkungan yang akhirnya mampu
menerapkan di kehidupan sehari-hari saat
berkomunikasi dan berinteraksi dengan
orang di sekitar. Edgar dale (dalam
Ningsih,2013: 5) mengemukakan bahwa,
Dalam belajar hal yang paling baik
adalah belajar melalui pengalaman
langsung, karena tidak hanya sekedar
mengamati tetapi terlibat langsung
dalam perbuatan dan bertanggung
jawab terhadap hasilnya. Prinsip
pengulangan juga masih diperlukan
dalam kegiatan pembelajaran,
Implikasi adanya prinsip
pengulangan bagi siswa adalah
kesadaran siswa untuk mengerjakan
latihan yang berulang-ulang untuk
satu macam permasalahan.
Pembelajaran dengan metode TPR
mengajarkan kosakata melalui gerakan
langsung atau pengalaman langsung dan
diberikan berulang-ulang. Materi yang
diberikan dapat berupa contoh atau
demonstrasi gerakan yang selanjutnya di
jabarkan sebagai bentuk perintah yang
diberikan secara berulang-ulang dan
selanjutnya direspons dengan gerakan fisik
oleh anak. Perintah atau materi yang
diberikan secara berulang-ulang akan
menjadi kebiasaan sampai siswa mengerti
dan merespons dengan gerakan fisik
mereka. Penerapan metode TPR
diharapkan dapat menciptakan suasana
belajar yang nyaman sehingga anak dapat
menikmati pembelajaran dan dapat belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
untuk berkomunikasi dengan baik. Hal ini
dikarenakan pada dasarnya metode TPR
dikembangkan untuk mengurangi tekanan
bagi anak di dalam kelas, dan membuat
suasana kelas menyenangkan. (Larsen-
Freeman, 2008: 107)
Metode Total Physical Response
memiliki banyak kelebihan diantaranya
dapat meningkatkan kemampuan
berbahasa anak, meyenangkan karena
mengandung unsur permainan, dan
melibatkan aktivitas fisik sehingga anak
akan aktif bergerak untuk mendapatkan
pengalaman langsung dalam belajar
bahasa. Total Physical Response telah
terbukti efektif dalam meningkatkan
kemampuan berbahasa anak termasuk
perbendaharaan kata, kemampuan
berekspresi, dan kelancaran
berkomunikasi.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan desain
eksperimen subjek tunggal yang dikenal
dengan istilah Single Subject Research
(SSR). Pelaksanaan penelitian
menggunakan desain A-B-A sebagai alat
ukur untuk melihat seberapa besar
pengaruh intervensi terhadap individu
dengan membandingkan kondisi baseline
sebelum dan sesudah diberikannya
perlakuan (intervensi).
Subjek penelitian adalah seorang
siswa dengan kriteria yaitu subjek
merupakan siswa autis kelas 2 autis SLB
Negeri Surakarta berinisial RR yang
kemampuan bahasa reseptif dan
ekspresifnya masih kurang berkembang.
RR berusia 13 tahun dan berjenis kelamin
laki-laki.
Instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian tentang
efektifitas metode Total Physical Response
untuk meningkatkan bahasa reseptif dan
ekspresif anak autis adalah observasi dan
wawancara. Teknik observasi terstruktur
digunakan untuk mendapatkan data
tentang kemampuan bahasa reseptif dan
ekspresif anak autis melalui pedoman
observasi yang sudah disiapkan.
Pelaksanaan observasi dilakukan dalam
kegiatan baseline 1, intervensi saat
pembelajaran dengan metode Total
Physical Response, dan baseline 2. Teknik
wawancara yang digunakan adalah teknik
wawancara terstruktur karena informasi
yang akan diperoleh sudah diketahui
dengan pasti. Wawancara dilakukan
kepada guru kelas dengan tujuan
mendapatkan data yang lebih jelas
mengenai kemampuan bahasa reseptif dan
ekspresif anak serta pembelajaran yang
dilakukan selama di SLB Negeri
Surakarta. Instrumen wawancara berupa
pertanyaan-pertanyaan tertulis.
Data yang diperoleh kemudian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dianalisis dalam statistik deskriptif
(kuantitatif) dengan tujuan untuk
memperoleh gambaran generalisisi yang
bisa digambarkan untuk memperjelas
tentang hasil intervensi dalam jangka
waktu tertentu. Analisis data dilakukan
melalui analisis dalam kondisi dan antar
kondisi. Analisis dalam kondisi adalah
analisis perubahan data dalam suatu
kondisi, misalnya kondisi baseline atau
kondisi intervensi. Sedangkan untuk
memulai menganalisis perubahan antar
kondisi, data yang stabil harus mendahului
kondisi yang akan dianalisis. Data yang
tidak stabil (bervariasi) akan menyebabkan
kesulitan untuk menginterprestasi
pengaruh intervensi terhadap variabel
terikat. Disamping aspek stabilitas, ada
tidaknya pengaruh intervensi terhadap
variabel terikat juga tergantung pada aspek
perubahan level, dan besar kecilnya
overlap yang terjadi antar kondisi yang
dianalisis.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan selama 16 hari
yang mencangkup baseline 1 (A-1)
sebanyak 4 sesi selama 4 hari , Intervensi
(B) sebanyak 8 sesi selama 8 hari dan
baseline 2 (A-2) sebanyak 4 sesi selama 4
hari.
Baseline 1 (A-1) adalah kondisi
awal subjek RR sebelum diberikan
intervensi (B) dengan metode TPR untuk
meningkatkan kemampuan bahasa reseptif
dan ekspresif. Kemampuan bahasa reseptif
dan ekspresif subjek RR pada sesi 1
sampai sesi 4 mendapatkan skor yang
relatif rendah, yaitu berkisar dari 30,00
sampai 33,33. Dari data baseline 1 (A-1)
tersebut, dapat diketahui adanya
kecenderungan kestabilan kemampuan
bahasa reseptif dan ekspresif subjek RR
sebelum dilakukan intervensi (B).
Fase intervensi (B) dilakukan
dalam 8 sesi. Nilai terendah yang
diperoleh subjek RR adalah 51,67 dan nilai
tertinggi yang diperoleh subjek adalah
63,33. Pada fase intervensi subjek RR
mengalami peningkatan kemampuan
bahasa reseptif dan ekspresif. Hal tersebut
ditunjukkan dengan skor yang diperoleh
subjek pada sesi 5 yaitu 51,67 kemudian
naik perlahan hingga pada sesi 8 diperoleh
nilai akhir 58,33 dan kemudian pada sesi
12 diperoleh nilai akhir 63,33.
Baseline 2 (A-2) adalah kondisi
subjek kondisi subjek RR setelah diberikan
intervensi (B) dengan metode TPR dalam
meningkatkan kemampuan bahasa reseptif
dan ekspresif. Kemampuan bahasa reseptif
dan ekspresif subjek subjek RR pada sesi
13 sampai dengan sesi 16 mendapatkan
skor berkisar dari 66,33 sampai 70. Dari
data baseline 2 (A-1) tersebut, dapat
diketahui adanya kecenderungan
kestabilan kemampuan bahasa reseptif dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ekspresif pada subjek RR setelah
dilakukan intervensi (B).
Kemampuan bahasa reseptif dan
ekspresif subjek RR secara keseluruhan
dapat disajikan ke dalam bentuk grafik.
Berikut disajikan grafik kemampuan
bahasa reseptif dan ekspresif subjek RR
yang meliputi fase baseline 1 (A-1), fase
intervensi (B), dan fase baseline 2 (A-2).
Gambar 1.1. Grafik Perkembangan
Kemampuan Bahasa Reseptif dan
Ekspresif Subjek RR
Hasil analisis dalam kondisi pada
setiap komponennya dapat dijabarkan
sebagai berikut: panjang kondisi penelitian
ini adalah 16 yang terdiri dari 4 pada
kondisi baseline 1, 8 pada kondisi
intervensi, dan 4 pada kondisi baseline 2.
Estimasi kecenderungan arah pada fase
baseline 1 menunjukkan kecenderungan
peningkatan, pada fase intervensi
menunjukkan kecenderungan peningkatan
dan pada fase baseline 2 menunjukkan
kecenderungan kestabilan data. Pada fase
baseline 1 (A-1) terdapat kecenderungan
stabilitas sebesar 100% yang berarti stabil,
kecenderungan fase intervensi (B) sebesar
88% yang berarti stabil, dan
kecenderungan stabilitas fase baseline 2
(A-2) sebesar 100 % yang berarti stabil.
Kecenderungan jejak data pada fase
baseline 1 (A-1) adalah cenderung naik.
Pada fase intervensi (B) kecenderungan
jejak datanya mengalami kenaikan dan
cenderung tetap di akhir sesi. Pada fase
baseline 2 (A-2) kecendererungan datanya
cenderung tetap. Level stabilitas dan
rentang pada fase baseline 1 (A-1) data
yang diperoleh stabil dengan rentang skor
30,00 – 33,33. Pada fase intervensi (B)
data yang diperoleh stabil dengan rentang
skor 51,67 – 63,33. Pada fase baseline 2
(A-2) data yang diperoleh stabil dengan
rentang skor 63,33 – 70,00. Ketiga fase
tersebut menunjukkan kestabilan data.
Pada fase baseline 1 (A-1) level
perubahannya adalah 0 sehingga tidak ada
perubahan, fase intervensi (B) level
perubahannya adalah membaik sebesar
+11,66 dan untuk fase baseline 2 (A-2)
level perubahan yang diperoleh adalah
membaik sebesar +1,67 Level perubahan
terkecil ketika baseline 1 (A-1) dan level
perubahan terbesar terjadi pada fase
intervensi (B).
Hasil analisis antar kondisi pada
setiap komponennya dapat dijabarkan
sebagai berikut: Variabel yang diubah
pada kondisi baseline 1 (A-1) ke intervensi
(B) adalah 1 dan intervensi (B) ke baseline
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2 (A-2) adalah 1 yaitu kemampuan bahasa
reseptif dan ekspresif pada anak autis kelas
2. Perubahan kecenderungan arah dari
fase baseline 1 (A-1) ke intervensi (B)
adalah naik ke naik. Pada perubahan
kecenderungan arah fase intervensi (B) ke
baseline 2 (A-2) adalah naik ke tetap.
Perubahan kecenderungan stabilitas di
semua fase adalah stabil ke stabil.
perubahan level dari fase intervensi (B) ke
baseline 1 (A-1) adalah meningkat
(+18,34). Selanjutnya pada fase baseline 2
(A-2) ke intervensi juga meningkat (+5).
data overlap pada B/A-1 adalah sebesar
0%. Data overlap pada A-2/B adalah
sebesar 0%.
Untuk mengetahui perkembangan
kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif
subjek RR dapat dilihat melalui grafik.
Data pada grafik berasal dari mean level
yang diperoleh subjek RR pada setiap fase
baseline 1, intervensi, dan baseline 2.
Adapun grafik perkembangan penguasaan
kosakata adalah sebagai berikut:
Gambar 1.2. Grafik Mean Level
Kemampuan Bahasa Reseptif dan
Ekspresif
Berdasarkan grafik tersebut, dapat
dilihat bahwa terdapat peningkatan mean
level pada setiap fase. Mean level pada
baseline 1 (A-1) adalah 32,49, pada fase
intervensi (B) mean level meningkat
menjadi 59,16 dan pada fase baseline 2
(A-2) mean levelnya meningkat lagi
menjadi 69,58. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa penerapan metode
Total Physical Response efektif dalam
meningkatkan kemampuan bahasa reseptif
dan ekspresif anak autis kelas 2 di SLB
Negeri Surakarta tahun pelajaran
2015/2016.
Penelitian yang dilaksanakan
bertujuan untuk mengetahui efektivitas
penerapan metode Total Physical
Response dalam meningkatkan
kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif
anak autis kelas 2 di SLB Negeri Surakarta
tahun pelajaran 2015/2016. Hasil
penelitian terhadap subjek RR
menunjukkan bahwa metode TPR efektif
dalam meningkatkan kemampuan bahasa
reseptif dan ekspresif anak autis kelas 2 di
SLB Negeri Surakarta tahun pelajaran
2015/2016. Hal tersebut terbukti dengan
nilai observasi yang diperoleh subjek
mengalami peningkatan. Adanya
peningkatan kemampuan bahasa reseptif
dan ekspresif anak autis dalam penelitian
yang dilakukan dikarenakan metode TPR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam pembelajaran menekankan pada
keaktifan siswa dalam kegiatan langsung
yang berhubungan dengan kegiatan fisik
dan gerakan.
Metode TPR dalam pembelajaran
menekankan pada keaktifan siswa dalam
kegiatan langsung yang berhubungan
dengan kegiatan fisik dan gerakan. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan
Richards and Rogers (1986: 87) yang
mendefinisikan TPR sebagai “a language
teaching method built around
coordination of speech and action; it
attempts to teach language through
physical (motor) activity”. Metode TPR
pada penelitian ini menggunakan latihan
pengulangan dengan menggunakan
perintah (Imperative Drill) dalam proses
pembelajaran. Penerapan metode TPR
dapat mengajarkan anak autis dalam
belajar memahami kata dengan baik
karena dilakukan secara berulang-ulang
pada proses pembelajarannya, serta
membantu anak dalam memahami makna
kata dengan mudah. Pembelajaran dengan
aktivitas fisik dan pengulangan tersebut
didukung oleh pendapat Dale (dalam
Ningsih,2013: 5) yang mengemukakan
bahwa,
Dalam belajar hal yang paling baik
adalah belajar melalui pengalaman
langsung, karena tidak hanya sekedar
mengamati tetapi terlibat langsung
dalam perbuatan dan bertanggung
jawab terhadap hasilnya. Prinsip
pengulangan juga masih diperlukan
dalam kegiatan pembelajaran,
Implikasi adanya prinsip
pengulangan bagi siswa adalah
kesadaran siswa untuk mengerjakan
latihan yang berulang-ulang untuk
satu macam permasalahan.
Dengan adanya aktivitas fisik, anak
autis dituntut supaya aktif bergerak untuk
mendapatkan pengalaman langsung dalam
belajar bahasa. Interaksi yang terjadi saat
pemberian perintah dalam metode TPR
juga merangsang anak untuk memberi
respons terhadap apa yang diperintahkan.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Larsen-Freeman (2008:107) bahwa TPR
disebut juga dengan”The comprehension
approach” atau pendekatan pemahaman
yaitu suatu metode pendekatan bahasa
dengan instruksi atau perintah. Setelah
memahami konsep dan dibiasakan untuk
merespons maka anak autis mampu untuk
mengenali lingkungan sekitarnya,
memahami ucapan orang lain,
menunjukkan keinginan dan perasaannya,
serta mulai untuk menunjukkan
kemampuan berbicara. Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya peningkatan
kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif
subjek RR setelah diberi intervensi dengan
metode TPR. Pada awal fase intervensi,
subjek RR mengalami peningkatan dalam
mengenali lingkungan dan memahami
ucapan orang lain. Setelah diberi
intervensi berkali-kali, kemampuan bahasa
ekspresif subjek juga ikut meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hasil penelitian Nehrulita (2015)
menemukan bahwa metode Total Physical
Response terbukti efektif dalam
pengajaran kosakata terhadap anak
tunarungu. Hal ini karena anak lebih
mudah dalam belajar memahami kosakata
karena melibatkan aktivitas motorik yang
membuat siswa menjadi lebih aktif dalam
pembelajaran yang menyenangkan dan
tanpa tekanan. Hasil penelitian tersebut
mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti yang menemukan
bahwa selain dapat meningkatkan
kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif,
metode TPR juga mengandung unsur
gerakan permainan sehingga dapat
menciptakan suasana hati yang positif
pada anak autis. Meskipun memiliki
variabel terikat dan subjek yang berbeda,
kedua hasil penelitian tersebut
membuktikan pernyataan Larsen-Freeman,
2008: 107 bahwa metode TPR
dikembangkan untuk mengurangi tekanan
bagi anak di dalam kelas dan membuat
suasana kelas lebih menyenangkan. Selain
menyenangkan, aktivitas fisik yang
dilakukan dalam penerapan metode TPR
juga bisa dijadikan terapi bagi anak autis,
terutama untuk meningkatkan respons,
kepatuhan, dan keterampilan motorik.
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan dan diperkuat dengan hasil
penelitian relevan, diperoleh hasil bahwa
TPR efektif untuk meningkatkan
kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif
anak autis kelas 2 di SLB Negeri
Surakarta. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa TPR dapat digunakan
untuk meningkatkan kemampuan bahasa
reseptif dan ekspresif dengan aktivitas
yang lebih beragam pada siswa dengan
keterbatasan lainnya. Penjabaran
kekurangan dalam penelitian yang telah
dilakukan dapat dijadikan masukan bagi
peneliti lain yang akan menggunakan Total
Physical Response sebagai intervensi
dalam penelitian.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan hasil
penelitian pada bab sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa penerapan metode
Total Physical Response efektif dalam
meningkatkan kemampuan bahasa reseptif
dan ekspresif anak autis kelas 2 di SLB
Negeri Surakarta tahun pelajaran
2015/2016.
Berdasarkan kesimpulan di atas,
dengan ini peneliti memberikan saran
sebagai berikut :
Kepala sekolah sebaiknya
mensosialisasikan tentang efektivitas
metode TPR dalam meningkatkan
kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif
anak autis di sekolah kepada guru dan
terapis dengan mengundang narasumber
yang menguasai metode TPR. Kepala
sekolah juga diharapkan dapat mendukung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan menyediakan fasilitas pembelajaran
yang diperlukan dalam penerapan metode
TPR.
Guru hendaknya menerapkan
metode TPR dalam pembelajaran di kelas
sehingga kemampuan bahasa reseptif dan
ekspresif siswa autis dapat meningkat.
Terapis hendaknya menggunakan
metode TPR sebagai bentuk terapi dalam
meningkatkan kemampuan bahasa reseptif
dan ekspresif anak autis.
DAFTAR PUSTAKA
Carruthers, S. W. 2006. “The Total
Physical Response Method and Its
Compatibility with Adult ESL
Learners”. Diperoleh 20 Oktober
2015 dari: EBSCO ERIC database.
(ED428927).
Ezmar & Ramli. (2014). Bahasa Anak
Autis di SLB Cinta Mandiri
Lhoksumawe. Diperoleh 16 Maret
2016 dari http:
//metamorfosa.stkipgetsempena.ac.
id/home/ article/view/18/14.
Hariyono, Y. B. (2010). Perkembangan
Bahasa pada Bayi. Diperoleh 24
Maret 2016, dari
http://jboscohariyono.blogspot.co.i
d/2011/04/perkembangan-bahasa-
pada-bayi.html.
Larsen-Freeman, D. (2008). Technique
and Principles in Language
Teaching. Oxford: Oxford
University Press.
Nehrulita, H. (2015). Pengaruh Metode
Totall Physical Response (TPR)
terhadap pemahaman kosakata
anak tunarungu kelas persiapan di
TKLB-B Dharma Wanita Sidoarjo.
Diperoleh pada tanggal 17
Desember 2015 dari
http://ejournal.unesa.ac.id/article.
16195/15/article.pdf
Ningsih,N.I. (2013). Pengaruh Metode
TPR (Total Physical Response)
Terhadap Hasil Belajar Bahasa
Inggris pada Materi Pokok Activity
Siswa kelas III MI Badrussalam
Surabaya. Diperoleh pada tanggal
27 Maret 2016 dari
ejournal.unsea.ac.id/article/313/12/
article.doc
Pamuji. (2007). Model Terapi Terpadu
Bagi Anak Autisme. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Richard, J and Rogers, T. (1986).
Approach and Methods in
Language Teaching. Cambridge:
Cambridge University Press.
Sardjono. (2005). Terapi Wicara. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Sunardi & Sunaryo. (2007). Intervensi
Dini Anak Berkebutuhan Khusus.
Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
YPAC. (2013). Buku Penanganan dan
Pendidikan Autis di YPAC.
Diperoleh 17 Januari 2016 dari
http//:ypac-nasional.org/buku-
penanganan-dan-pendidikan-autis-
di-ypac/.
Yuwono, J. (2012). Memahami Anak
Autistik (Kajian Teoritik dan
Empirik). Bandung: Alfabeta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user