21
JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ) (Studi Kualitatif Komunikasi Terapeutik Tenaga Kesehatan Terhadap ODGJ Dalam Masa Pandemi Covid-19 di Griya PMI Peduli Surakarta) Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Oleh: Patricia Ferginia Tri Krisvenda NIM. D0217067 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2021

JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

JURNAL

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN

GANGGUAN JIWA (ODGJ)

(Studi Kualitatif Komunikasi Terapeutik Tenaga Kesehatan

Terhadap ODGJ Dalam Masa Pandemi Covid-19

di Griya PMI Peduli Surakarta)

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret

Oleh:

Patricia Ferginia Tri Krisvenda

NIM. D0217067

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2021

Page 2: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN

GANGGUAN JIWA (ODGJ)

(Studi Kualitatif Komunikasi Terapeutik Tenaga Kesehatan

Terhadap ODGJ Dalam Masa Pandemi Covid-19

di Griya PMI Peduli Surakarta)

Patricia Ferginia Tri Krisvenda

Tanti Hermawati

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRACT

This research is purposed to find out the implementation of therapeutic

communication by health workers to treat and cure ODGJ at Griya PMI Peduli

Surakarta during the Covid-19 pandemic and also the obstacles and solutions

applied. The theory used in this research is the symbolic interaction theory by

Mead which consists of the concept of mind, self and society.

This research uses qualitative methods with applies observation and in-

depth interviews to collect the data. The research informants were selected based

on purposive sampling technique. The data analysis technique uses the Miles and

Huberman method, while for the validity of the data using source triangulation

and method triangulation.

The results of this research are therapeutic communication that took place

at Griya PMI Peduli between the health workers and ODGJ consisting of pre-

interaction, orientation, work and termination phases during Covid 19 pandemic,

which all of them is applied with health protocols. The obstacles found during this

communication process are the presence of social distancing protocols, the use of

masks, psychological barriers and physical disability such as hearing disorders.

To accelerate the communication and overcome those problems, the health

workers use communication techniques in the form of treating patients as family

or friends, using language that is easy to understand, paying attention to tone of

voice, using action cues (touch, movements, body postures), paying attention to

eye contact, and providing humor.

Keywords: Therapeutic Communication, ODGJ, Covid-19 Pandemic

Page 3: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

Pendahuluan

Komunikasi hadir dalam kehidupan pada berbagai bidang, salah

satunya dalam bidang kesehatan yang bertujuan untuk membantu penyembuhan

pasien yakni komunikasi terapeutik. Keberadaan komunikasi terapeutik ini

menunjukkan peranan dan seberapa pentingnya komunikasi dalam bidang

kesehatan. Menurut Bensing dan Verhaak (2004), komunikasi merupakan

instrumen utama dalam pertemuan medis tenaga kesehatan dan pasien

(Mulyana, 2016, p. 36). Komunikasi yang terjalin ini termasuk dalam

komunikasi interpersonal. Lewat komunikasi ini, tenaga kesehatan mampu

membantu pasien meraih kesembuhan melalui terciptanya hubungan baik

antara keduanya dengan berlandaskan keterpercayaan. Dalam dunia kesehatan

sendiri, komunikasi ini berlaku dalam segala bidang perawatan kesehatan

termasuk didalamnya dalam merawat pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa

(ODGJ).

Penggunaan komunikasi terapeutik yang tepat dalam perawatan ODGJ

ini menjadi hal yang penting karena kesehatan jiwa masih menjadi persoalan

yang serius di Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Kementerian

Kesehatan (Riskesdas Kemenkes) tahun 2018, Indonesia mempunyai prevalensi

gangguan jiwa sebesar 7% (Hasil Utama Riskesdas 2018). Artinya setiap 1.000

rumah tangga di Indonesia terdapat tujuh rumah tangga yang mempunyai

anggota keluarga penderita ODGJ, sehingga diperkirakan jumlah ODGJ di

Indonesia sekitar 450 ribu banyaknya. Angka tersebut naik dari hasil

Riskesdas tahun 2013, dimana hanya 1,7% saja angka prevalensi gangguan

jiwa di Indonesia. Salah satu provinsi Indonesia yang menduduki peringkat atas

prevalensi ini adalah Jawa Tengah dengan angka 8,7%.

Banyak dari ODGJ di Jawa Tengah seperti penderita skizofrenia yang

dibuang ke Kota Surakarta (Susanto, 2015). Mereka biasanya akan diangkut

oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Dinas Sosial (Dinsos) Kota

Surakarta dari jalan-jalan atau emperan toko lalu ditampung di Griya Palang

Merah Indonesia (PMI) Peduli Surakarta. Penampungan ini dilakukan di griya

tersebut karena saat ini Dinsos Kota Surakarta belum memiliki tempat atau

Page 4: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

panti untuk merawat dan mengobati ODGJ dalam waktu yang lama. Selain itu

dikarenakan pula Griya PMI Peduli ini menerima berbagai kondisi dari ODGJ

dan merawat mereka secara gratis. ODGJ yang ada dalam griya ini juga berasal

dari titipan keluarga dan rekomendasi para pengurus. Adapun griya ini sendiri

merupakan milik PMI secara mandiri dan merupakan satu-satunya griya PMI di

Indonesia yang menampung ODGJ.

Sumber: Griya PMI Peduli Suakarta

Terlihat dari Grafik 1.1, pandemic Covid-19 saat ini tidak menghalangi

Griya PMI Peduli untuk tetap menerima dan merawat para ODGJ. Masih banyak

ODGJ yang masuk ke griya ini dari tahun 2020 – maret 2021. Walaupun begitu,

tetap tidak dapat dipungkiri kehadiran pandemic Covid-19 membawa perubahan

atau adaptasi dari banyak hal termasuk dalam perawatan yang biasa dilakukan

tenaga kesehatan. Hal ini dikuatkan dengan adanya urgensi penanganan

pandemic yang telah mampu mempengaruhi komunikasi keperawatan kesehatan

di tingkat klinis, kelembangaan, dan pemerintah (White, et al., 2020, p. 218).

Pandemi Covid-19 ini telah memaksa semua orang untuk berdaptasi dengan

kebiasaan baru yang taat protokol kesehatan seperti dengan pemakaian Alat

Pelindungi Diri (APD) misalnya masker.

Menurut Anderson (2020, p. 1), pemakaian APD seperti masker oleh para

tenaga kesehatan ini mampu mempengaruhi interaksi dengan kolega dan juga

pasien dan membuat komunikasi dengan pasien ini semakin sulit karena suara

yang keluar seperti teredam berada dibalik masker. Dari uraian paparan diatas,

161

118

47

89

47

137

100 90

37

10

121

75

31 56

34

79 54 53

27 5

40 43

16 33

13

58 46 37

10 5

0

50

100

150

200

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Maret2021

Total Laki-Laki Perempuan

Grafik 1.1 Jumlah ODGJ yang Masuk ke Griya PMI Peduli Surakarta Tahun 2012 – Maret 2021

Page 5: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

peneliti tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana tenaga kesehatan Griya PMI

Peduli Surakarta menerapakan komunikasi terapeutik dalam merawat ODGJ di

masa pandemic Covid-19 yang mengharuskan adanya protocol kesehatan dan

apa aja hambatan yang didapatkan selama perawatan berlangsung beserta solusi

mengatasinya.

Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan

diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan komunikasi terapeutik tenaga kesehatan terhadap

ODGJ dalam masa pandemic Covid-19 di Griya PMI Peduli Surakarta?

2. Apa saja hambatan yang timbul serta bagaimana solusi penangannya

dalam penerapan komunikasi terapeutik oleh tenaga kesehatan Griya PMI

Peduli pada ODGJ selama pandemic Covid-19?

Landasan Teori

1. Teori Interaksi Simbolik

Teori utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori

interaksi simbolik atau symbolic interaction (SI). Teori ini dipelopori oleh

George Herbert Mead. Menurut Littlejohn, Foss, & Oetzel (2017, p. 76),

interaksi simbolik menjelaskan ketika orang berinteraksi dengan orang lain

dari waktu ke waktu, mereka akan berbagi makna dan tindakan tertentu.

Terdapat tiga konsep yang dibahas dalam teori ini yakni pikiran (Mind), diri

(self) dan masyarakat (society) yang didefinisikan melalui interaksi dengan

orang lain.

a. Pikiran

“Mead mendefinisikan pikiran (mind) sebagai kemampuan untuk

menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dan Mead

percaya manusia harus mengembangkan pikiran melalui interaksi orang

lain,” (Wahyuningsih, Dida, Suminar, & Setianti, 2019, p. 56). Ketika

individu berinteraksi dengan dirinya, proses tersebut dimanifestasikan

sebagai pikiran. Pikiran dalam teori ini bisa digambarkan sebagai cara diri

Page 6: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

menginternalisasi masyarakat. Misalnya dengan berinteraksi dan

menggunakan bahasa.

b. Diri

Kemampuan untuk merefleksikan diri dari perspektif yang dimiliki

orang lain dianggap Mead sebagai diri (self). Dengan kata lain kita melihat

diri sendiri dari kaca mata orang lain atau yang bisa disebut sebagai looking

glas self atau cermin diri. Refleksi ini membantu seseorang untuk

menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar termasuk dalam penyesuaian

makna serta efek perilaku yang dilakukan. Dalam konsep ini, diri

dikembangkan lewat interaksi bersama orang lain.

c. Masyarakat

Definisi Mead terhadap masyarakat (society) adalah sebagai jejaring

hubungan sosial yang diciptakan masyarakat (Wahyuningsih, Dida,

Suminar, & Setianti, 2019, p. 57). Dari masyarakat inilah tempat

berbagai interaksi berlangsung. Masyarakat disini mampu mempengaruhi

menusia dalam berperilaku termasuk dalam menjalin komunikasi satu

sama lainnya.

2. Komunikasi

Menurut James A.F. Stoner, “Komunikasi adalah suatu rangkaian

peristiwa yang terkait dalam penyampaian pesan dari pengirim ke penerima.

Komunikasi adalah proses dimana seseorang berusaha memberikan pengertian

dengan cara pemindahan pesan,” (Mundakir, 2016, p. 17). Definisi dari Stoner

ini menekankan bahwa komunikasi merupakan sebuah proses pemindahan atau

penyampaian pesan yang terjadi antara pengirim dan penerima. Sependapat

dengan definisi komunikasi dari Stoner dalam, Mundakir (2016, p. 17)

mengungkapkan bahwa komunikasi adalah “Proses pengiriman atau pertukaran

(stimulus, signal, symbol, informasi) baik dalam bentuk verbal maupun non

verbal dari pengirim ke penerima pesan dengan tujuan adanya perubahan (baik

dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor). Dari dua definisi di atas,

bisa disimpulkan bila komunikasi merupakan sebuah proses pengiriman pesan

yang bisa berupa pesan verbal dan non verbal yang terjadi diantara pengirim

Page 7: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

pesan dan penerima pesan dengan tujuan penerima pesan mengetahui maksud

dari pengirim. Dalam komunikasi terdapat elemen-elemen berupa komunikator,

pesan, komunikan, umpan balik, media, dan efek.

3. Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik merupakan sebuah komunikasi intrapersonal

yang sangat memperhatikan kemampuan berbahasa. Hal ini dikarenakan

tujuan dari komunikasi tersebut untuk mencapai kesembuhan. Menurut

Pettergrew, “Komunikasi terapeutik adalah komunikasi verbal dan paraverbal

yang berlangsung antara penolong dan yang ditolong dengan menghasilkan

perasan psikologis (berfikir), emosi (perasaan), dan atau fisik (tindakan),”

(Wahyuningsih, Dida, Suminar, & Setianti, 2019, p. 117). Pengertian ini

selaras dengan pengertian komunikasi terapeutik yang dinyatakan Heri

Purwanto, “Komunikasi terapeutik ini adalah komunikasi yang direncakan

secara sadar dan bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan

pasien, dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan

penyembuhan pasien,” (Mundakir, 2016, p. 148). Dari berbagai pengertian

dan penjelasan komunikasi terapeutik ini, bisa disimpulkan bahwa komunikasi

terapeutik merupakan komunikasi intrapersonal terencana yang dilakukan tim

kesehatan dengan tujuan mencapai kesembuhan pasien yang menghasilkan

perasaan psikologis, emosi dan atau fisik.

a. Fase Komunikasi Terapeutik

1. Fase Prainteraksi Fase ini adalah fase awal persiapan sebelum memulai interaksi dengan

klien. “Hal-hal yang dilakukan pada fase ini yaitu evaluasi diri, penetapan

tahapan hubungan dan rencana interaksi” (Sarfika, Maisa, & Freska, 2018, p.

44). Segala hal yang sekiranya dibutuhkan untuk komunikasi akan

dipersiapkan.

2. Fase Orientasi Fase ini merupakan fase awal dimana pertemuan dengan klien terjalin.

Menurut Anjaswarni (Anjaswarni, 2016, p. 34), tiga kegiatan utama dalam

Page 8: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

fase ini adalah memberikan salam terapeutik, evaluasi dan memvalidasi

perasaan klien serta menentukan kontrak hubungan selanjutnya.

3. Fase Kerja Fase kerja yang merupakan fase inti hubungan dengan klien. Berbagai

kegiatan dalam fase ini menurut Sarfika, Maisa dan Freska (2018, p. 46) ini

adalah meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan diri; perilaku;

perasaan dan pikirannya, mengembangkan; mempertahakan dan

meningkatkan kemampuan klien secara mandiri dalam menyelesaikan

masalah, melaksanakan terapi, melaksanakan pendidikan kesehatan,

melaksanakan kolaborasi dan melaksanakan observasi serta monitoring.

4. Fase Terminasi Fase terakhir dalam komunikasi terapeutik adalah fase terminasi Fase

ini terdiri dari dua jenis yakni terminasi sementara dan terminasi akhir.

Berdasarkan Sarfika, Maisa dan Freska (2018, pp. 46-47), terminasi akhir

terjadi ketika klien pulang dari rumah sakit ataupun ketika perawat tidak

berdinas lagi pada rumah sakit tersebut, sementara untuk terminasi

sementara, akan bertemu lagi pada waktu yang ditentukan.

4. Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)

Menurut Tirtawati (2018, p. 18), “Gangguan jiwa adalah penyakit yang

dialami seseorang yang mempengaruhi emosi, pikiran dan tingkah laku mereka,

diluar kepercayaan budaya dan kepribadian mereka serta menimbulkan hendak

budaya bagi kehidupan mereka dan keluarga.” Gangguan jiwa bisa disebabkan

oleh banyak hal seperti peristiwa yang menahan emosi, latar belakang keluarga

yang tidak baik, penyakit otak, gangguan perhatian,

5. Covid-19

Coronaviruses (CoV) merupakan bagian dari keluarga virus yang

menyebabkan penyakit mulai dari flu hingga penyakit yang lebih berat seperti

Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) and Severe Acute

Respiratory Syndrome (SARS-CoV). Penyakit yang disebabkan virus corona,

atau dikenal dengan Covid-19, adalah jenis baru yang ditemukan pada tahun

2019 dan belum pernah diidentifikasi menyerang manusia sebelumnya (WHO,

Page 9: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

2020). Virus yang menyerang sistem pernapasan manusia ini bisa menyebar

dengan mudah melalui percikan air dari mulut atau air dari hidung ketika

bersin dan berbicara

Metodologi

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain kualiltatif. Metode

penelitian kualitatif ini mampu menjelaskan proses komunikasi terapeutik

yang terjalin antara tenaga kesehatan Griya PMI Peduli Surakarta dan ODGJ

beserta hambatan dan solusi mengatasinya yang terjadi di masa pandemic

Covid-19. Menurut Soemantri (2015, p. 58), penelitian adalah penelitian yang

“Berusaha mengkonstruksi realitas dan memahami maknanya. Sehingga,

penelitian kualitatif biasanya sangat memperhatikan proses, peristiwa dan

otentitas.” Dalam penelitian ini peneliti mempergunakan teknik purposive

sampling untuk mengambil sampel yang sesuai dengan penelitian.

Pengambilan sampel untuk tenaga kesehatan berdasarkan atas dua

perimbangan khusus yakni tenaga kesehatan yang turut terlibat dalam merawat

ODGJ dan memiliki pengalaman lebih dari 1,5 tahun bekerja di Griya PMI

Peduli Surakarta. Sementara untuk ODGJ kriterianya adalah ODGJ yang

lancar dalam berkomunikasi, tidak kambuh dan berkondisi baik dalam satu

bulan, berkelakuan baik dan minimal sudah 1,5 tahun dirawat di griya. Metode

yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data adalah observasi dan

wawancara mendalam. Adapun untuk teknis analisis datanya menggunakan

teknik analisis dari Miles dan Huberman yang terdiri dari tiga tahap yakni

reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Untuk

uji validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber dan triangulasi

teknik.

Sajian dan Analisis Data

1. Unsur-Unsur Komunikasi Terapeutik

Berdasarkan hasil observasi di Griya PMI Peduli Surakarta, ditemukan

beberapa unsur komunikasi dasar dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik di

masa pandemic Covid-19. Unsur-unsur tersebut adalah komunikator, komunikan,

pesan, umpan balik dan efek.

Page 10: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

2. Fase Komunikasi Terapeutik Di Masa Covid-19

Secara keseluruhan, tenaga kesehatan Griya PMI Peduli Surakarta

menerapakan komunikasi dalam bentuk yang sama yang terdiri dari empat fase

komunikasi terapeutik yakni fase pra interaksi, fase orientasi, fase kerja dan fase

terminasi yang berlandaskan kepercayaan. Yang berbeda di masa pandemic Covid-

19 ini adalah terdapatnya penyesuaian dan protokol kesehatan ketat yang

diterapkan.

a) Fase Pra Interaksi (Persiapan dan Perencanaan)

Pada tahapan pra interaksi, tenaga kesehatan Griya PMI Peduli Surakarta

akan mempersiapkan diri untuk berkomunikasi sekaligus merencanakan

komunikasi yang akan dijalankan bersama ODGJ di masa pandemic Covid-19.

Adapun hal-hal yang dilakukan dalam tahapan ini adalah memastikan diri

memenuhi protokol kesehatan dan pemeriksaan latar belakang atau riwayat

khusus ODGJ baru.

b) Fase Orientasi (Awal Interaksi)

Pada tahapan ini, tenaga kesehatan Griya PMI Peduli Surakarta mayoritas

akan memulai komunikasi dengan memperkenalkan diri. Cara ini ditempuh untuk

membangun awal iklim kepercayaan dari ODGJ kepada tenaga kesehatan yang

menjadi poin penting keberhasilan komunikasi. Dalam keberjalannya, tidak semua

tenaga kesehatan akan memperkenalkan diri pada ODGJ. Hal ini dikarenakan

tergantung dari situasi dan kondisi serta keadaan dari ODGJ apakah bisa diajak

berkenalan dengan baik atau tidak. Dalam fase orientasi ini, tenaga kesehatan

mulai menggali atau mendekatkan diri dengan ODGJ agar terbentuk kepercayaan

sebagai landasan komunikasi terapeutik. Dalam menciptakan kenyamanan, tenaga

kesehatan disini menganggap ODGJ sebagai teman atau keluarga agar bisa lebih

dekat dan membuat nyaman mereka secara mudah. Tenaga kesehatan akan

mengobrol biasa selayaknya teman atau keluarga. Selain itu, tenaga kesehatan

akan sering-sering mempergunakan waktu untuk berinteraksi dengan ODGJ.

Beberapa tenaga kesehatan juga memilih untuk memberikan humor untuk

menciptakan rasa nyaman tersebut.

c) Fase Kerja

Page 11: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

Pada fase kerja, kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk membantu

terjadinya perubahan perilaku dari ODGJ yang maladaptif menuju adaptif. Proses

kerja dari tenaga kesehatan di Griya PMI Peduli Surakarta banyak terjadi ketika

proses membagikan makan, pemberian obat, potong kuku, cukur rambut, olahraga

dan waktu senggang. Pada saat tersebut, tenaga kesehatan akan mulai meneruskan

membangun atau memperkuat komunikasi berlandaskan kepercayaan dengan para

ODGJ sekaligus berusaha lebih dekat dan menggali informasi yang lebih detail

dibanding dengan informasi dari tahap orientasi. Dalam fase kerja, terdapat hal-

hal yang akan dipantau dari ODGJ yakni berupa kondisi jiwa dan kesehatan

fisiknya.

Dalam fase kerja, kepedulian, penerimaan, sopan santun dan ketulusan

akan berusaha ditunjukan oleh tenaga kesehatan. Pendekatan masing-masing

tenaga kesehatan dengan ODGJ akan berbeda sesuai dengan kondisi ODGJ.

Tenaga kesehatan dalam fase ini juga berfokus pada penanganan setiap keluhan

yang diajukan ODGJ. Tenaga kesehatan di Griya PMI Peduli juga sering

memberikan motivasi kepada ODGJ karena penting untuk membuat ODGJ

semangat dan memiliki kondisi yang lebih baik. Sementara itu di masa pandemic

Covid-19, tugas dari tenaga kesehatan bertambah untuk mengawasi ODGJ agar

taat protokol kesehatan. Untuk perkembangan kondisi ODGJ yang sudah lebih

baik akan ditandai dengan kelancaran berkomunikasi dan tingkah lakunya yang

mampu mengontrol dirinya sendiri.

d) Fase Terminasi

Berdasarkan hasil observasi, dalam fase terminasi sementara para

tenaga kesehatan tidak melakukan penentuan waktu untuk kembali bertemu

dengan ODGJ. Terminasi sementara yang terjadi disini ketika tenaga kesehatan

hendak mengakhiri komunikasi yang terjalin dan melanjutkan komunikasi di

lain waktu. Tenaga kesehatan disini bertemu hampir setiap hari dengan ODGJ

sehingga tidak perlu melakukan penentuan waktu bertemu kembali. Sementara

itu untuk terminasi akhir, dilakukan ketika ODGJ akan dipulangkan ke rumah

setelah dirasa memenuhi standar untuk dipulangkan. Ketika tahap terminasi

Page 12: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

akhir ini ODGJ akan diberikan pesan-pesan khusus kepada ODGJ dan juga

keluarga sesuai kondisi yang dimiliki.

3. Hambatan Komunikasi Terapeutik Di Masa Covid-19

Berbagai hambatan komunikasi terapeutik yang terjadi di masa pandemic

Covid-19 ini antara lain adalah protokol jaga jarak, penggunaan masker, hambatan

psikologis, dan hambatan fisik gangguan pendengaran.

4. Teknik Komunikasi Yang Digunakan Tenaga Kesehatan Di Masa Covid-19

Berdasarkan dari hasil wawancara dan observasi, berbagai teknik yang

dilakukan adalah menganggap pasien sebagai keluarga atau teman, menggunakan

bahasa yang mudah dimengerti, memperhatikan nada bicara, menggunakan

isyarat tindakan, memperhatikan kontak mata dan memberikan humor

Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pembahasan Unsur-Unsur Komunikasi Terapeutik

Pada keberjalanan komunikasi terapeutik tenaga kesehatan dengan ODGJ

di Griya PMI Peduli Surakarta dalam masa pandemic Covid-19, unsur pengirim

pesan (komunikator) juga berperan sebagai penerima pesan (komunikan). Artinya

tenaga kesehatan dan ODGJ merupakan komunikator dan juga komunikan.

Pertukaran peran keduanya ini berlangsung dalam waktu yang cepat. Sebagai

contoh, tenaga kesehatan akan berperan sebagai komunikator atau sumber

komunikasi ketika memberikan pesan. ODGJ disini menjadi komunikan. Ketika

ODGJ merespon atau menjawab tenaga kesehatan yang dalam hal ini memberikan

umpan balik, ODGJ akan menjadi komunikator dan tenaga kesehatan berperan

sebagai komunikan.

Komunikator dan komunikan dalam komunikasi terapeutik ini akan

menyampaikan pesan tertentu. Dalam penyampaian pesan ini menggunakan

media berupa panca indra manusia. Seperti yang disampaikan dalam Sarfika,

Maisa dan Freska (2018, p. 23) bahwa “Banyak ahli berpendapat bahwa

pancaindra pun merupakan media komunikasi sehingga komunikator dapat

bertindak sebagai sumber sekaligus media.” Pesan yang disampaikan ini bisa

berupa pesan verbal ataupun pesan nonverbal dengan bentuk penyajian yang

beragam. Setelah pesan atau maksud pengirim diterima, akan terdapat efek.

Page 13: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

Sebagai contoh ketika tenaga kesehatan sebagai komunikator meminta ODGJ

sebagai komunikan untuk meminum obat. Efek yang terjadi adalah ODGJ yang

mau meminum obatnya .

2. Pembahasan Jalinan Komunikasi Terapeutik Di Masa Pandemi Covid-19

a) Fase Prainteraksi Tenaga Kesehatan Griya PMI Peduli Surakarta

Pada fase prainteraksi, para tenaga kesehatan mempersiapkan diri terlebih

dahulu dan melakukan perencanaan komunikasi terapeutik. Persiapan diri yang

dilakukan di masa pandemic Covid-19 ini oleh tenaga kesehatan sebelum bertemu

dengan OGDJ adalah memenuhi protokol kesehatan yang sudah diterapkan yakni

menggunakan masker serta ada yang memberlakukan kebersihan ekstra. Dengan

adanya persiapan yang dilakukan ini sejalan dengan apa yang disampaikan

Anjaswarni (2016, p. 33) mengenai fase prainteraksi yang mengungkapkan bahwa

fase ini merupakan persiapan sebelum melakukan komunikasi dengan klien.

Dalam fase pra interaksi ini juga memuat perencaan untuk komunikasi

yang akan dijalankan dengan mencari mengetahui latar belakang atau riwayat

khusus dari ODGJ. Oleh karena itulah pada ODGJ baru, akan dilakukan

pemeriksaan latar belakang secara mendalam, sementara untuk ODGJ lama tidak

dilakukan karena tenaga kesehatan sudah mengenal para ODGJ tersebut dan

hampir setiap hari bertemu sehingga mengetahui kondisi atau latar belakang

mereka. Pemeriksaan latar belakang yang dilakukan tenaga kesehatan dalam fase

pra interaksi ini sesuai dengan yang tercantum dalam Anjaswarni (2016, p. 33) bila

dalam fase ini didapatkan data klien.

b) Fase Orientasi Tenaga Kesehatan Griya PMI Peduli Surakarta

Setelah tahapan pra interaksi sudah dilakukan, fase lanjutnya adalah fase

orientasi. Disini tenaga kesehatan akan berupaya untuk mengenal lebih dalam

ODGJ dan membangun kepercayaan yang efektif. Cara awal untuk bisa

membangun kepercayaan di masa orientasi ini adalah dengan saling mengenal satu

sama lainnya. Oleh karena itulah tenaga kesehatan mayoritas akan mulai untuk

memperkenalkan diri terlebih dahulu. Namun perkenalan tidak selalu bisa

dilakukan karena terkait kondisi dan situasi dari ODGJ baru. Dalam orientasi ini

tenaga kesehatan dengan ODGJ akan mulai mengobrol selayaknya teman atau

Page 14: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

keluarga untuk bisa mengenal lebih dalam membentuk kepercayaan lalu

kenyamanan. Dengan cara ini pun tenaga kesehatan bisa menunjukan perhatian

hingga penerimaan terhadap ODGJ secara maksimal.

Kegiatan pada fase orientasi yang dilakukan tenaga kesehatan Griya PMI

Peduli Surakarta ini yang membangun kepercayaan dan kenyamanan sejalan

dengan Anjaswarni (2016, pp. 33-34) yang menyatakan “Memulai hubungan dan

membina hubungan saling percaya. Kegiatan ini mengidentifikasi kesiapan

perawat untuk membantu klien.” Dengan memulai dengan mengetahui satu sama

lainnya terutama untuk tenaga kesehatan akan menjadi tanda kesiapan dalam

menjalankan komunikasi. Komunikasi yang berlandaskan kepercayaan akan

memudahkan dalam kelancaran serta mencapai tujuan seperti yang disampaikan

perawat Siti Sofiyan sebagai berikut:

“Kalau kita nyebutnya BHPS (Bina Hubungan Saling Percaya). Kalau ODGJ,

kalau diajak berbicara, dia gak nyaman dengan kamu, dia gak akan jawab.

Jadi harus nyaman dulu. ODGJ itu beda dengan penyakit lain karena ODGJ

itu special banget ya. Jadi ya yang pertama yang harus kita lakukan si harus

tau ada beberapa tipe ODGJ. Ada yang ringan, sedang ataupun berat. Itukan

berbeda-beda juga dalam melakukan komunikasi dengan mereka.

Penangannya juga beda.” (Hasil Wawancara Siti Sofiyan, Senin, 8 Juni 2021)

Pernyataan perawat Siti Sofiyan di atas memvalidasi pentingnya

kenyamanan dan kepercayaan yang bisa terbentuk mulai dari fase orientasi. Hal ini

sekaligus memvalidasi apa yang Anjaswani tulis dalam bukunya seperti yang

sudah disampaikan sebelumnya. Sebagai tambahan, Sarfika, Maisa, dan Freska

(2018, p. 45) dalam bukunya mengungkapkan bahwa menyediakan kepercayaan,

penerimaan dan komunikasi yang terbuka menajdi salah satu tugas utama dalam

fase ini seperti yang sudah dilakukan para tenaga kesehatan Griya PMI Peduli

Surakarta

c) Fase Kerja Tenaga Kesehatan Griya PMI Peduli Surakarta

Awal fase ini terbentuk ketika ODGJ sudah masuk ke bangsal masing-

masing. Para ODGJ disini akan mendapatkan layanan pemberian obat rutin,

kontrol rutin ke dokter jiwa, olahraga dan permainan, pemenuhan kebutuhan

primer, pengembangan spiritual, pemantauan kesehatan sampai pencarian

keluarga dan pemulangan ODGJ. Tenaga kesehatan Griya PMI Peduli Surakarta

Page 15: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

dalam fase kerja komunikasi terapeutik dengan ODGJ ini juga berfokus pada

penanganan keluhan setiap ODGJ. Tenaga kesehatan akan berusaha untuk

mengatasi keluhan tersebut. Keluhan ini bersifat psikologis dan fisik.

Dalam fase kerja komunikasi terapeutik yang dilakukan di masa pandemic

Covid-19, tugas tenaga kerja bertambah dengan harus mengawasi dan memastikan

para ODGJ menerapkan protokol kesehatan. ODGJ. Untuk melihat keberhasilan

komunikasi terapeutik yang dijalankan bisa terlihat dari perkembangan kondisi

ODGJ. Perkembangan ini dilihat dari bagaimana ODGJ ketika berkomunikasi dan

tingkah lakunya. Mereka yang sudah baik akan mampu diajak berkomunikasi

lancar serta dikaryakan dan dimintai tolong untuk membantu operasional griya

sehari-hari karena tingkah lakunya yang tergolong stabil seperti membantu

memasak, menyapu, mencuci, mengepel, menghantarkan makanan ke ODGJ lain,

hingga membantu petugas dalam menjaga ODGJ lainnya.

Dalam tujuan akhir fase kerja yang dilakukan tenaga kesehatan terhadap

ODGJ di Griya PMI peduli ini bisa diketahui ada dua jenis yakni komunikasi yang

lancar dan tingkah laku yang stabil. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan

Anjaswarni (2016, p. 34) mengenai fase ini yang bukan hanya bertujuan untuk

mencapai tujuan yang diinginkan tetapi juga untuk memandirikan klien. Griya

berusaha untuk membuat ODGJ mandiri dengan mengajarkan atau mengkaryakan

mereka berbagai tugas sehari-hari sehingga ketika nantinya mereka kembali ke

rumah masing-masing akan mampu mudah diterima oleh masyarakat.

d) Fase Terminasi Tenaga Kesehatan Griya PMI peduli Surakarta

Dalam Fase terminasi sementara tenaga kesehatan dengan ODGJ di griya

ini bentuknya perpisahan sementara dan mereka akan bertemu lagi. Para tenaga

kesehatan tidak menentukan waktu akan bertemu lagi dengan ODGJ karena

memang mereka bertemu dengan ODGJ hampir setiap hari di jam-jam yang sama

sehingga tidak perlu kontrak waktu pertemuan yang ditentukan bersama.

Berdasarkan apa yang terjadi di lapangan dengan apa yang dijelaskan Sarfika,

Maisa, dan Freska (2018, p. 47) ini terdapat perbedaan. Menurut Sarfika pada

terminasi sementara terdapat waktu yang ditentukan untuk bertemu lagi

Page 16: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

sedangkan pada kenyataan di Griya PMI Peduli Surakarta tidak ada janji temu

yang disepakati.

Sedangkan dalam fase terminasi akhir, para tenaga kesehatan telah

menyelesaikan seluruh proses keperawatannya dan telah mampu mencapai

kondisi ODGJ yang baik. Oleh karena itu ODGJ akan dipulangkan ke keluarga

masing-masing bagi yang memiliki keluarga dan mau menerimanya. ODGJ yang

dipulangkan akan diberikan pesan khusus sesuai dengan kondisi atau latar

belakangnya. Dalam fase terminasi akhir ini sesuai dengan apa yang disampaikan

Sarfika, Maisa, dan Freska (2018, p. 47) didalam bukunya yang menyebutkan

bahwa fase ini akan terjadi ketika klien akan pulang dari rumah sakit (tempat

perawatan).

3. Pembahasan Hambatan Dan Teknik Komunikasi Terapeutik Di Masa

Pandemi Covid-19

Hambatan yang dialami tenaga kesehatan di masa pandemic Covid-19 dalam

menjalankan komunikasi terapeutik ini berbeda-beda dan ada yang sama.

Hambatan tersebut adalah adanya protokol jaga jarak, hambatan psikologis,

hambatan fisik gangguan pendengaran yang membuat komunikasi terapeutik di

gray ini tidak berjalan lancaR. Tenaga kesehatan menerapkan teknik-teknik

khusus di masa pandemic Covid-19 untuk mencapai kelancaran komunikasi

terapeutik dan menanggulangi hambatan komunikasi yang muncul. Teknik yang

dipergunakan ini akan membawa efek baik yang menguntungkan. Berbagai

teknik tersebut adalah sebagai berikut:

No Teknik Efek

1. Menganggap Pasien

Sebagai Keluarga atau

Teman

- Membantu proses pendekatan dengan

menciptakan kenyamanan dari proses

komunikasi yang dilakukan

- Komunikasi tanpa membedakan

- Mampu menunjukan perhatian, penerimaan

dan empati

2. Menggunakan Bahasa

yang Mudah Dimengerti

- ODGJ menerima informasi dengan mudah

- Menciptakan two ways communication

- Mencegah kebingungan ODGJ akan maksud

kata atau kalimat

3. Memperhatikan Nada

Bicara

- ODGJ mengetahui maksud informasi dari

tenaga kesehatan dengan baik

Page 17: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

4. Menggunakan Isyarat

Tindakan (gerakan,

sentuhan, sikap tubuh)

- ODGJ mudah paham akan informasi yang

diberikan tenaga kesehatan karena ada isyarat

tindakan

- ODGJ nyaman dalam berkomunikasi

5. Memperhatikan Kontak

Mata

- Menunjukan tenaga kesehatan seirus dan

memperhatikan ODGJ

- Menunjukan ekspresi seseorang

- Membantu membangun kepercayaan ODGJ

7. Memberikan Humor - Meningkatkan kedekatan

- Mengurangi tekanan stress Tabel 4..1 Teknik Komunikasi Terapeutik Tenaga Kesehatan Griya PMI Peduli Surakarta Dalam

Masa Pandemi Covid-19 Beserta Efeknya

Sumber: Hasil Wawancara dan Observasi

a) Penyelesaian Hambatan dengan Teknik Komunikasi Terapeutik

di Masa Pandemi Covid-19

Hambatan Dampak

Hambatan

Teknik Mengatasi

Hambatan

Efek Teknik

Protokol

jaga jarak

- Komunikas

i kurang

intensif

tidak bisa

sedekat

dulu seperti

sebelum

pandemic

- Sentuhan

jadi

dibatasi

- Menganggap Pasien

Sebagai Keluarga

atau Teman

- Menggunakan Basa

yang Mudah

Dimengerti

- Mmperhatikan

Nada Bicara

- Menggunakan

Isyarat Tindakan

(gerakan, sentuhan,

sikap tubuh)

- Memperhatikan

Kontak Mata

- Memberikan

Humor

- Membantu proses

pendekatan dan

kenyamanan dari proses

komunikasi yang

dilakukan

- Komunikasi tanpa

membedakan

- ODGJ menerima

informasi dengan

mudah

- Menciptakan two ways

communication

- Mencegah kebingungan

ODGJ akan maksud

kata atau kalimat

- ODGJ mengetahui

maksud informasi dari

tenaga kesehatan

dengan baik

- ODGJ mudah paham

akan informasi yang

Penggunaa

n Masker

- Menutup

ekspresi

muka

Hambatan

Psikologis

- Tidak

melakukan

instruksi

yang

diberikan

- Membantu proses

pendekatan dengan

menciptakan

kenyamanan dari proses

komunikasi yang

dilakukan

- Komunikasi tanpa

membedakan

- Mampu menunjukan

perhatian, penerimaan

dan empati ODGJ

menerima informasi

dengan mudah

- ODGJ menerima

informasi dengan

mudah

- Menciptakan two ways

communication

- Mencegah kebingungan

ODGJ akan maksud

kata atau kalimat

- ODGJ mengetahui

maksud informasi dari

tenaga kesehatan

dengan baik

- ODGJ mudah paham

akan informasi yang

diberikan tenaga

kesehatan karena ada

isyarat tindakan

- ODGJ nyaman dalam

berkomunikasi

- Meunjukan tenaga

kesehatan seirus dan

memperhatikan ODGJ

- Menunjukan ekspresi

- Membantu membangun

kepercayaan

- Meningkatkan

kedekatan

- Mengurangi tekanan

stress

- Menganggap

Pasien Sebagai

Keluarga atau

Teman

- Menggunakan

Basa yang

Mudah

Dimengerti

- Mmperhatikan

Nada Bicara

- Menggunakan

Isyarat Tindakan

(gerakan,

sentuhan, sikap

tubuh)

- Memperhatikan

Kontak Mata

- Memberikan

Humor

- Menganggap

Pasien Sebagai

Keluarga atau

Teman

- Menggunakan

Basa yang

Mudah

Dimengerti

- Mmperhatikan

Nada Bicara

- Menggunakan

Isyarat Tindakan

(gerakan,

sentuhan, sikap

tubuh)

- Memperhatikan

Kontak Mata

- Memberikan

Humor

Page 18: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

Hambatan

Fisik

Gangguan

Pendengara

n

- Tidak

mendengar

informasi

yang

diberikan

dengan

baik

diberikan tenaga

kesehatan karena ada

isyarat tindakan

- ODGJ nyaman dalam

berkomunikasi

Tabel 4.3 Penyelesaiaambatan dengan Teknik Komunikasi Tenaga Kesehatan di masa Pandemi Covid-19

Sumber: Observasi dan Wawancara

Semua hambatan yang muncul dalam berkomunikasi terapeutik di

masa Covid-19 bisa diselesaikan dengan ketujuh teknik yang sudah dijelaskan..

Seperti yang terlihat di tabel, dampak hambatan yang timbul bisa diselesaikan

dengan teknik komunikasi yang menghasilkan efek baik.

4. Relevansi Komunikasi Terapeutik Dengan Teori Interaksi Simbolik

a) Pikiran (Mind)

Dalam proses komunikasi terapeutik tenaga kesehatan Griya PMI Peduli

Surakarta dengan ODGJ di masa pandemic Covid-19 ini melibatkan dua bahasa

yakni bahasa Indonesia dan bahasa Jawa sebagai media untuk berkomunikasi.

Kedua bahasa tersebut memiliki symbol dan makna yang sama bagi ODGJ dan

tenaga kesehatan. Penggunaan bahasa yang dipahami ini menurut Mead sebagai

penggagas teori interaksi simbolik sebagai kemampuan individu dalam

menggunakan syimbol tertentu yang secara social memiliki makna yang sama.

Hal ini diperjelas dalam Prasanti (2017, p. 62), “Penggunaan bahasa atau isyarat

simbolik oleh manusia dalam interaksi social mereka pada gilirannya

memunculkan pikiran (mind) yang memungkinkan menginternalisasi

masyarakat.” Sementara itu para tenaga kesehatan juga menggunakan bentuk

komunikasi nonverbal yang terlihat dari kontak mata dan isyarat tindakan (sikap

Page 19: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

tubuh, sentuhan dan gerakan). Konsep pikiran menurut Mead juga mengambil

peran dalam penggunaan komunikasi nonverbal. Pasalnya komunikasi

nonverbal seperti gerakan juga merupakan symbol.

b) Diri (Self)

Proses komunikasi terapeutik tenaga kesehatan Griya PMI Peduli

Surakarta dengan ODGJ di masa pandemic Covid-19 ini berkaitan dengan

konsep diri (self) yang dikemukan Mead. Tenaga kesehatan memiliki

kemampuan untuk merefleksikan diri mereka sendiri dari perspektif atau sudut

pandang orang lain. Dalam tahapan ini, tenaga kesehatan atau saya (I) akan

berperan sebagai aku “Me” yang merupakan objek renungan. Dalam kata lain,

tenaga kesehatan menjadikan dirinya yang merupakan subjek (I) menjadi objek.

(Me). Objeknya disini adalah ODGJ. Jadi tenaga kesehatan memposisikan

dirinya sebagai ODG. Tenaga kesehatan sebagai subjek (I) akan

menginternalisasikan berbagai pengalaman yang ia miliki terkait objek

sosialnya (ODGJ) kedalam dirinya sendiri. Ia akan membuat interpretasi sendiri

dari perilaku yang ada disekitar objek (Me). Menurut Mead, melalui refeksi diri

menggunakan saya sebagai objek (me) dan saya sebagai subjek (I) inilah yang

membuat seseorang mampu menyesuaikan diri dalam makna, tindakan dan efek

yang dilakukan sesuai dimana mereka berada.

Apa yang dilakukan tenaga kesehatan dalam merefleksikan diri sesuai

dengan apa yang disampaiakan Mead. “Bagi Mead, diri berkembang dari

sebuah jenis pengambilan peran yang khusus, maksudnya membayangkan

bagaimana kita dilihat oleh orang lain,” (Wahyuningsih, Dida, Suminar, &

Setianti, 2019, p. 57). Kembali lagi ke konsep “I” dan “Me”, tenaga kesehatan

kembali merefleksikan dirinya sebagai keluarga atau teman. Hasil yang

didapatkan adalah hubungan komunikasi yang nyaman, hubungan dekat, akrab

dan tanpa membedakan. Disini hasil refleksi tersebut diterapkan ketika

berhadapan dengan ODGJ. Tenaga kesehatan yang menganggap ODGJ sebagai

teman dan keluarga akan memberlakukan mereka seperti dirinya yang

diberlakukan sebagai teman atua keluarga di lingkungannya.

c) Masyarakat (Society)

Page 20: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

Dalam komunikasi terapeutik di Griya PMI Peduli Surakarta terhadap

ODGJ, ODGJ dipengaruhi oleh particular others (orang terdekat yang

berpengaruh terhadap individu). Dalam hal ini peran particular other diambil

oleh para tenaga kesehatan, rekan ODGJ lain dan keluarga. Keberadan

particular other dalam komunikasi terapeutik ini menjadi contoh konsep

masyarakat menurut Mead. Definisi Mead mengenai masyarakat adalah

“Interaksi mengambil tempat di dalam sebuah struktur social yang dinamis –

budaya, masyarakat, dan sebagainya. Mead mendefisinikan masyarakat sebagai

jejaring hubungan social yang diciptakan manusia,” (Wahyuningsih, Dida,

Suminar, & Setianti, 2019, p. 58). Dalam masyarakat ini terdiri dari individu

yang mengambil peran sendiri secara aktif dan sukarela. Individu lainnya ini

merujuk pada orang-orang yang memberikan dampak dalam diri yakni seperti

keluarga dan teman. .

Kesimpulan

komunikasi terapeutik yang terjalin ini melibatkan empat fase atau

tahapan yang seluruhnya menerapkan protokol kesehatan yakni fase pra interaksi,

fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Hambatan yang muncul selama

proses komunikasi terapeutik dilakukan di masa pandemic Covid-19 ini beragam

antara satu tenaga kesehatan dengan tenaga kesehatan lainnya. Beragam hambatan

yang bermunculan ini adalah protokol jaga jarak, penggunaan masker, hambatan

psikologis dan hambatan fisik gangguan pendengaran.Untuk mengatasi hambatan

yang tersebut dan memastikan komunikasi berjalan lancar, terdapat teknik

komunikasi yang diterapkan oleh tenaga kesehatan. Teknik yang dipergunakan ini

adalah menganggap pasien sebagai keluarga atau teman, menggunakan bahasa

yang mudah dimengerti, memperhatikan nada bicara, menggunakan isyarat

tindakan , memperhatikan kontak mata, dan memberikan humor.

Daftar Pustaka

Page 21: JURNAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ORANG DENGAN …

Anderson, N. J. (2020). How COVID-19 Is Testing and Evolving Our

Communication Skills. Journal of Medical Imaging and radiation

Sciences 51, 1-3.

Bakken, T. L., & Sageng, H. (2016). Mental Health Nursing of Adults With

Intellectual Disabilities and Mental Illness: A Review of Empirical Studies

1994 - 2013. Archives of Psychiatric Nursing 30, 285-291.

Mulyana, D. (2016). Health and Therapeutic Communication: An Intercultural

Perspektive. Bandung: Rosda Interantional.

Putri, V. S., Mella, R., & Fitrianti, S. (2018). Pengaruh Strategi Pelaksanaan

Komunikasi Terapeutik Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan PAda Pasien

Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi. Jurna Akademika

Baitulrrahim Vol. 7 No 2, 138-147.

RI, B. P. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan RI.

Sherko, E., Sotiri, E., & Lika, E. (2013). Therapeutic Communication. JAHR,

Vol.4, No. 7, 457-466.

Suarabaru.id. (2020, 01 06). Pasien di Griya PMI Solo Terdata 130 Orang.

Retrieved from SuaraBaru.ID: http://suarabaru.id/2020/01/06/pasien-di-

griya-pmi-solo-terdata-130-orang/

Susanto, A. (2015, 08 31). Mereka yang Sukarela Merawat Penderita Skizofrenia.

Retrieved from Rappler: https://amp.rappler.com/indonesia/104025-

gangguan-jiwa-skizofrenia-dirawat-relawan-solo

White, S. J., Barello, S., Marci, E. C., Colombo, C., Eeckman, E., Gilligan, C., . . .

Krystallidou, D. (2020). Critical Observations on and Suggested Ways

Forward For Healthcare Communication During Covid-19: Peach Position

Paper. Patient Education and Counseling 104, 217-222.

Yildiz, E. (2019). What Do Nursing Students Tell Us About Their

Communication With People With Mental Illness? A Qualitative Study .

Journal of the American Psychiatric Nurses Association , 1-13.