Upload
rachyupurbowati
View
291
Download
6
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
VOL IV Nomor 2 Juni 2009
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi(STIE) PGRI DewantaraJombang
EKSISJurnal riset ekonomi dan bisnis
ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEBELUM DAN SESUDAH AKUISISI PADA PT. KALBE FARMA
(Studi Kasus pada PT. Bursa Efek Indonesia)
Rachyu Purbowati *
AbstractThis research is a study case at Indonesia Stock Exchange and take the financial data of PT Kalbe Farma entitle "Comparison Analysis Of Financial Performance Before and After Acquisition At PT Kalbe Farma (Study Case At Indonesia Stock Exchange)". The research aim is to know the comparison of financial performance at PT Kalbe Farma before and after acquisition if it's viewed of Liquidity Ratio, Leverage Ratio, Activity Ratio and Profitability Ratio.Based on the accounting of Liquidity Ratio, Leverage Ratio, Activity Ratio, and Profitability Ratio, the financial performance at the company is over decreased principally at 2007. It's caused of capital and source of the company is not used optimally. From the conclusion above, suggestion which can be accomplished is the used capital and source of the company and business strategy decision, it's better to do optimally, detail and carefully. Key Words : Acquisition, Financial Performance, Financial Ratio Analysis
Ekspansi usaha secara internal
merupakan ekspansi (perluasan usaha) dari
usaha yang telah ada (internal business
expansious), tanpa melibatkan unit-unit
usaha di luar (organisasi) perusahaan. Hal
ini dapat dilakukan dengan membuka
daerah-daerah pemasaran yang baru,
menambah (memperkenalkan) produk-
produk baru, menambah saluran-saluran
distribusinya yang baru atau dengan
menggunakan metode penjualan yang baru
dalam rangka meningkatkan omzet
penjualannya.
* Rachyu Purbowati adalah pengajar di STIE
PGRI Dewantara Jombang
Akuisisi (acquisition) adalah suatu
penggabungan usaha dimana salah satu
perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer)
memperoleh kendali atas aktiva netto dan
operasi perusahaan yang diakuisisi
(acquiree) dengan memberikan aktiva
tertentu, mengakui suatu kewajiban dan
mengeluarkan saham (PSAK no. 2 paragraf
8 tahun 1999).
Namun, pada umumnya tujuan
dilakukannya akuisisi adalah untuk
mendapatkan sinergi (nilai tambah), baik
sinergi di sisi operasi (operating synergy)
maupun sinergy di sisi keuangan (financial
synergy). Sinergi berarti bahwa nilai
gabungan dari kedua perusahaan yang
bergabung tersebut lebih besar dari
penjumlahan masing-masing nilai
perusahaan yang dihubungkan.
Operating synergy adalah sinergi yang
dinikmati oleh perusahaan karena
kombinasi dari beberapa operasi sehingga
dapat menekan biaya dan menaikkan
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
penghasilan. Sedangkan financial synergy
berasal dari penghematan yang dinikmati
perusahaan yang berasal dari sumber
pendanaan (financing) Dengan adanya
sinergi ini, diharapkan dapat tercapai tujuan
badan usaha yaitu memaksimalkan atau
peningkatan nilai badan usaha.
Analisis rasio pada umumnya terdiri
dari empat macam yaitu rasio likuiditas,
rasio leverage, rasio aktivitas dan rasio
profitabilitas. Analisis dan interprestasi dari
bermacam-macam rasio tersebut diatas
dapat memberikan gambaran tentang
kinerja keuangan sebelum dan sesudah
perusahaan melakukan akuisisi.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah : bagaimanakah
perbandingan kinerja keuangan PT. Kalbe
Farma sebelum dan sesudah akuisisi jika
dilihat dari rasio likuiditas, rasio leverage,
rasio aktivitas, dan rasio profitabilitas.
Diharapkan, dari hasil penelitian ini akan
terjawab permasalahan tersebut diatas.
Kajian Pustaka.
Penggabungan Usaha
Untuk mengatasi adanya saling
merugikan antara perusahaan yang satu
dengan perusahaan yang lain, perlu kiranya
diadakan suatu bentuk kerja sama yang
saling menguntungkan. Salah satu bentuk
kerjasama yang dapat ditempuh adalah
dengan melalui penggabungan usaha antara
dua atau lebih perusahaan dengan
perusahaan yang lain baik yang sejenis
maupun yang tidak sejenis. Penggabungan
usaha (business combination) adalah
pernyataan dua atau lebih perusahaan yang
terpisah menjadi satu entitas ekonomi
karena satu perusahaan menyatu dengan
(uniting wiith) perusahaan lain atau
memperoleh kendali (control) atas aktiva
dan operasi perusahaan lain (PSAK) No. 22
paragraf 08 tahun 1999. Dari definisi di
atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
penggabungan usaha merupakan usaha
pengembangan atau perluasan perusahaan
dengan cara menyatukan perusahaan
dengan satu atau lebih perusahaan lain
menjadi satu kesatuan ekonomi.
Ada 2 (dua) jenis penggabungan usaha
Jenis dan bentuk penggabungan usaha
(PSAK No. 22 paragraf 08 tahun 1999)
1) Akuisisi (acquisition) adalah suatu
penggabungan usaha dimana salah satu
perusahaan, yai tu pengakuisisi
(acquirer) memperoleh kendali atas
aktiva netto dan operasi perusahan yang
d i aku i s i s i (acqu i ree ) , d engan
memberikan aktiva tertentu, mengakui
suatu kewajiban, atau mengeluarkan
saham.
2) Penyatuan kepemilikan (uniting of
interest/pooling of interest) adalah suatu
penggabungan usaha dimana para
pemegang saham perusahaan yang
bergabung bersama-sama menyatukan
kendali atas seluruh, atau secara efektif
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
116 Rachyu Purbowati
seluruh aktiva neto dan operasi kendali
perusahaan yang bergabung tersebut dan
selanjutnya memikul bersama segala
resiko dan manfaat yang melekat pada
entitas gabungan, sehingga tidak ada
pihak yang dapat diidentifikasi sebagai
perusahaan pengakuisisi (acquirer).
Sedangkan menurut Arifin S (2002 : 240-
241), penggabungan dapat dibedakan
menjadi :
1) Dari bentuk penggabungannya, terbagi
menjadi : 1) Penggabungan horisontal,
yaitu penggabungan perusahaan-
perusahaan yang sejenis yang menjadi
satu perusahaan yang lebih besar, 2)
Penggabungan vert ikal , ya i tu
penggabungan perusahaan yang
sebelumnya, keduanya mempunyai
hubungan yang saling menguntungkan,
3) Penggabungan konglomerat, yaitu
m e r u p a k a n k o m b i n a s i d a r i
penggabungan horisontal dan vertikal.
Penggabungan konglomerat ini
merupakan gabungan dari perusahaan-
perusahaan yang memiliki usaha yang
berlainan misalnya perusahaan angkutan
bergabung dengan perusahaan jasa hotel
dan perusahaan makanan (catering).
2) Dari segi hukumnya, terbagi dibagi
m e n j a d i : 1 ) M e r g e r , y a i t u
penggabungan usaha dengan cara satu
perusahaan membeli perusahaan lain
yang kemudian perusahaan yang
dibelinya tersebut menjadi anak
perusahaannya atau dibubarkan, 2)
Konsolidasi, merupakan bentuk lain
dari merger, yaitu penggabungan usaha
dengan cara satu perusahaan bergabung
dengan perusahaan lain membentuk satu
perusahaan baru, 3) Afiliasi, yaitu
penggabungan usaha dengan cara
membeli sebagian besar saham atau
seluruh saham perusahaan lain untuk
memperoleh hak pengendal ian
(controlling interest).
Akuisisi
Ada beberapa pendapat dari para ahli
tentang definisi akuisisi. Menurut PSAK
No. 2 paragraf 08 tahun 1999 yang
menyatakan akuisisi (acqusition) adalah
suatu penggabungan usaha dimana salah
satu perusahaan, yaitu pengakuisisi
(acquirer) memperoleh kendali atas aktiva
neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi
(acquiree), dengan memberikan aktiva
tertentu, mengakui suatu kewajiban, atau
mengeluarkan saham. Sedangkan Michael
A. Hitt (2002 : 259) menyatakan bahwa
akuisisi yaitu memperoleh atau membeli
perusahaan lain dengan cara membeli
sebagian besar saham dari perusahaan
sasaran. Definisi lainnya menurut P.S
Sudarsanan (1999) dalam Christina
(2003:9) menyatakan bahwa Akuisisi
adalah sebuah perjanjian, sebuah
perusahaan membeli aset atau saham
perusahaan lain, dan para pemegang dari
perusahaan lain menjadi sasaran akuisisi
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan
Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 117(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)
berhenti menjadi pemilik perusahaan.
Motivasi Akuisisi
Alasan yang sering dikemukakan ketika
perusahaan bergabung dengan perusahaan
lain atau melakukan akuisisi adalah karena
dengan akuisisi, perusahaan mampu
mencapai pertumbuhan lebih cepat daripada
harus membangun unit usaha sendiri. Selain
itu, ada motivasi lain yaitu:
1) Sinergi. Sinergi merupakan nilai
gabungan dari kedua perusahaan yang
b e r g a b u n g , l e b i h b e s a r d a r i
penjumlahan masing-masing nilai
perusahaan yang digabungkan. Jadi,
kondisi saling menguntungkan dari
peristiwa akuisisi, akan terjadi jika telah
diperoleh sinergi. Sinergi yang
dihasilkan akuisisi ada dua jenis yaitu
operasional sinergi dan sinergi
keuangan. Operasional sinergi adalah
sinergi yang dinikmati perusahaan
karena kombinasi dari beberapa
operasi, sehingga dapat menekan biaya
a t a u m e n a i k k a n p e n g h a s i l a n .
Sedangkan sinergi keuangan, berasal
dari penghematan yang dinikmati
perusahaan yang berasal dari sumber
pendanaan (financing)
2) Peningkatan pendapatan. Dengan
adanya akuisisi, pendapatan dapat
meningkat karena kegiatan pemasaran
yang lebih baik, strategi benefits, dan
peningkatan daya saing. Pemasaran
yang lebih baik dapat terjadi karena
pemilihan bentuk dan media promosi
yang lebih tepat, memperbaiki sistem
distribusi, dan menyeimbangkan
komposisi produk. Strategi benefits
m e m u n g k i n k a n p e r u s a h a a n
mengembangkan produk, a tau
menembus target pasar yang semula
sulit untuk dilakukan. Sedangkan
peningkatan daya saing dapat terjadi
apabila penggabungan usaha tersebut
meningkatkan pengusaan pasar oleh
perusahaan sehingga menimbulkan
kekuatan monopoli.
3) Penurunan biaya. Penurunan biaya
mungkin dapat terjadi sebagai akibat
dari peningkatan unit yang dihasilkan,
sehingga menekan biaya rata-rata
(economies of scale) menghilangkan
manajemen yang kurang efisien dan
penggunaan sumberdaya yang
komplementer, juga merupakan
sumber-sumber untuk mengurangi
biaya.
4) Penghematan pajak. Perusahaan
melakukan akuisisi sebagai potensi
memperoleh penghematan pajak. Salah
satu sumber penghematan pajak adalah
untuk meningkatkan debt capacity.
Apabila penggabungan perusahaan
menyebabkan kombinasi perusahaan
tersebut mampu meminjam lebih besar
tanpa harus meningkatkan biaya
kebangkrutan, maka tambahan
pinjaman tersebut akan mampu
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
118 Rachyu Purbowati
memberikan manfaat dalam bentuk tax
savings.
5) Diversifikasi. Manajemen melakukan
akuisisi untuk tujuan diversifikasi
usaha, yaitu keinginan untuk memasuki
indus t r i yang l eb ih luas dan
menguntungkan dimana industri target
berada, dan dengan menggabungkan
dua badan usaha yang berbeda ini, maka
akan memiliki jenis usaha yang lebih
besar tanpa harus memulai usaha dari
awal, karena semuanya sudah dirintis
oleh perusahaan yang diakuisisi,
sehingga perusahaan pengakuisisi
hanya melanjutkan apa yang telah ada.
Suad Husnan (1998 : 658-660)
Proses Akuisisi
Proses akuisisi merupakan suatu faktor
penting, terutama karena pembelian suatu
unit bisnis tertentu pada umumnya berkaitan
dengan jumlah uang yang relatif besar dan
membutuhkan waktu yang relatif lama,
sehingga bagi perusahaan pengambil alih,
sebelum memutuskan untuk akuisisi
terhadap suatu perusahaan terlebih dahulu
akan berusaha memahami secara lebih jelas
mengenai prospek dan sasaran yang akan
dicapai.
Menurut Alfred Rappaport (1979)
dalam Christina (2003: 16) proses analisis
akuisisi melalui tiga tahap yaitu :
1) Planning. Proses perencanaan akuisisi
dimulai dengan suatu analisis terhadap
corporate objectives and product market
strategics. Analisis ini ditujukan untuk
memahami kekuatan dan kelemahan
yang meliputi berbagai aspek seperti
ekonomi, sosial, teknologi dan
sebagainya. Disamping itu, analisis ini
juga meliputi parameter-paratemeter
industri seperti proyeksi tingkat
pe r tumbuhan pasa r, pe ra tu ran
pemerintah dan faktor sumber daya
manusia dengan menggunakan berbagai
kriteria seperti kualitas manajemen,
profitabilitas, struktur modal dan
kriteria lainnya.
2) Search and Screen. Proses pencarian
dan pelacakan merupakan suatu
p e n d e k a t a n s i s t e m a t i k u n t u k
menggabungkan berbagai prospek
akuisisi yang menarik dan dianggap
menguntungkan. Proses pencarian lebih
menfokuskan pada “bagaimana” dan
“dimana” mencari calon perusahaan
yang akan diambil alih, yang dianggap
menunjukkan calon terbaik sesuai
dengan sasaran dan kriteria yang
dikembangkan dalam tahap proses
perencanaan.
3) Financial evaluation. Proses evaluasi
keuangan lebih memfokuskan pada
jawaban manajemen atas beberapa
pertanyaan mengenai harga tertinggi
yang harus dibayar oleh perusahaan
pengambil alih serta apa yang menjadi
resiko utama.
Perlakuan Akuntansi Akuisisi
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan
Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 119(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)
Dilihat dari segi akuntansinya, apabila
dua atau lebih badan usaha diselenggarakan
bersama atau digabungkan dengan tujuan
untuk melanjutkan usaha-usahanya yang
terdahulu. Sebagai akibat adanya kombinasi
tersebut, maka prosedur pencatatan
akuntansinya terdiri dari dua macam metode
yaitu metode pembelian (by purchase) dan
metode penyatuan kepentingan (by pooling
of interest) (Hadori Yunus (1981 : 251, 258)
1) Metode pembelian (by purchase), yaitu
apabila di dalam suatu kombinasi usaha
dari dua atau lebih badan usaha, dimana
bagian yang terpenting dari pemilikan
perusahaan atau perusahaan-perusahaan
yang diperoleh itu dieliminasikan. Atau
apabila penggabungan badan usaha
tersebut berakibat para pemilik
perusahaan yang bergabung tidak lagi
ikut berpartisipasi secara substansil di
dalam perusahaan tunggal yang
dibentuk. Dengan lain perkataan,
sebagai akibat kombinasi usaha itu
terjadi (timbul) suatu pemilikan baru.
2) Metode penyatuan kepentingan (by
pooling of interest), yaitu pada suatu
kombinasi usaha dari dua atau lebih
badan usaha, dimana pemegang-
pemegang dari bagian penting atas
pemilikan masing-masing badan usaha
itu menjadi pemilik dari badan usaha
yang kemudian memiliki harta kekayaan
dan usaha-usaha dari perusahaan yang
bergabung, baik secara langsung atau
melalui satu atau lebih anak perusahaan.
Analisis Rasio
Analisis Rasio adalah cara analisis
dengan mempergunakan perhitungan-
perhitungan rasio atas kuantitatif yang
disajikan dan neraca maupun rugi laba (Drs.
Amin Widjaya Tunggal, 1997 : 138 dalam
Christina, 2003 : 22). Selain itu, analisa
rasio juga dapat didefinisikan sebagai suatu
metode analisa untuk mengetahui
hubungan dari pos-pos tertentu dalam
neraca atau laporan laba rugi secara
individu atau kombinasi dari kedua laporan
tersebut (Munawir, 1995 : 37). Berdasarkan
pendapat dari dua ahli tersebut, dapat
diambil kesimpulan bahwa analisis rasio
keuangan merupakan kerangka kerja
perencanaan dan pengendalian keuangan
untuk menilai dan menganalisa prestasi
operasi perusahaan, yang bermanfaat untuk
membantu mengantisipasi kondisi-kondisi
di masa depan, serta sebagai titik awal
untuk melakukan perencanaan langkah-
langkah yang akan meningkatkan kinerja
perusahaan melalui perhitungan atas
angka-angka yang ada dalam neraca
ataupun laporan rugi laba.
Penggolongan Rasio Keuangan
Menurut Agus Sartono (2001 : 114),
rasio keuangan dibagi menjadi empat
kelompok yaitu: 1) Rasio likuiditas, yang
menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban finansial yang
berjangka pendek tepat pada waktunya, 2)
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
120 Rachyu Purbowati
Rasio aktivitas, menunjukkan sejauh mana
efisiensi perusahaan dalam menggunakan
assets untuk memperoleh penjualan, 3)
Financial leverage ratio, menunjukkan
kapasitas perusahaan untuk memenuhi
kewajiban, baik itu jangka pendek maupun
jangka panjang dan 4)Rasio profitabilitas,
d a p a t m e n g u k u r s e b e r a p a b e s a r
kemampuan perusahaan memperoleh laba,
baik dalam hubungannya dengan penjualan
assets maupun laba bagi modal sendiri.
Berbeda lagi dengan pengelompokan
rasio keuangan yang dikemukakan oleh
Brigham dan Houston (2006 : 95) yaitu:
1) Rasio likuiditas, untuk mengetahui
seberapa jauh perusahaan akan dapat
melunasi hutang-hutangnya pada saat
jatuh tempo.
2) Rasio manajemen aktiva, untuk
mengukur seberapa efektif perusahaan
mengelola aktivanya.
3) Rasio manajemen utang, untuk
mengukur seberapa jauh sebuah
perusahaan menggunakan pendanaan
melalui utang
4) Rasio profitabilitas, akan menunjukkan
kombinasi efek dari l ikuiditas,
manajemen aktiva dan utang pada hasil-
hasil operasi karena profitabilitas
merupakan hasil akhir dari sejumlah
kebijakan dan keputusan yang dilakukan
oleh perusahaan.
5) Rasio nilai pasar, akan menghubungkan
harga saham perusahaan pada laba, arus
kas, dan nilai buku per sahamnya.
Penggunaan Analisis Rasio
Pada umumnya, digunakan tiga cara
untuk menafsirkan rasio-rasio keuangan,
dengan asumsi bahwa metode akuntansi
yang dipergunakan oleh perusahaan
konsisten dari waktu ke waktu, dan sama
dengan yang d ipe rgunakan o leh
perusahaan-perusahaan lain. Jika ternyata
berbeda, maka analisis keuangan perlu
adanya penyesuaian. Maka, rasio-rasio
keuangan yang dihitung bisa ditafsirkan
sebagai berikut :
1) Membandingkan dengan rasio-rasio
keuangan perusahaan di masa lalu,
karena dalam periode waktu yang
berbeda, maka suatu perusahaan akan
membuat norma-norma tertentu yang
menunjukkan keberhasilan atau
kegagalan dalam hal keuangan di masa
mendatang.
2) Membandingkan dengan rasio-rasio
keuangan perusahaan-perusahaan lain
dalam satu industri, yang merupakan
pesaing bagi perusahaan yang
b e r s a n g k u t a n . H a l i n i d a p a t
menunjukkan mana perusahaan yang
kuat dan yang lemah keuangannya.
3) Membandingkan rasio-rasio keuangan
dengan kebijakan yang diambil
perusahaan, seperti dalam hal penjualan
kredit dan persediaan. (Suad Husnan,
1998 : 568).
Menurut Brigham dan Houston (2006 :
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan
Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 121(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)
119), analisis rasio digunakan oleh tiga
kelompok utama yaitu :
1) Manajer, yang menerapkan rasio untuk
m e m b a n t u m e n g a n a l i s i s ,
m e n g e n d a l i k a n d a n k e m u d i a n
meningkatkan operasi perusahaan.
2) Analisis kredit, yang menganalisis rasio-
rasio untuk membantu memutuskan
kemampuan pe rusahaan un tuk
membayar utang-utangnya.
3) Analisis saham, yang tertarik pada
e f i s i e n s i , r e s i k o d a n p r o s p e k
pertumbuhan perusahaan.
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
Berdasarkan penjelasan sebelumnya,
maka perbandingan mengenai analisis rasio
keuangan sebagai alat untuk mengukur
kinerja keuangan perusahaan dapat
digambarkan dalam suatu model teori
sebagai berikut:
Gambar 1 : Model Teori
Dalam penelitian ini, topik yang dipilih
ialah mengenai akuisisi perusahaan.
Perusahaan melakukan akuisisi sebagai
salah satu strategi ekspansi usaha dalam
rangka pertumbuhan usaha. Setelah
perusahaan melakukan akuisisi, maka
peneliti dapat mengambil data-data dari
perusahaan tersebut yang berupa laporan
keuangan yang terdiri dari neraca dan
laporan laba rugi. Laporan keuangan
tersebut dapat menggambarkan mengenai
proses akuntasi yang terjadi pada
perusahaan yang bersangkutan.
Selanjutnya, peneliti melakukan
analisis terhadap data-data laporan
keuangan tersebut melalui analisis rasio
keuangan yang terdiri dari rasio likuiditas,
rasio leverage, rasio aktifitas dan rasio
profitabilitas. Dengan menggunakan
analisis rasio keuangan tersebut, maka
dapat diperoleh suatu gambaran tentang
perkembangan keuangan perusahaan,
apakah baik atau buruk. Sehingga, peneliti
dapat menilai tentang kinerja perusahaan
tersebut sebelum dan sesudah pelaksanaan
a k u i s i s i p e r u s a h a a n , k e m u d i a n
membandingkannya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menitikberatkan pada
perbandingan kinerja keuangan perusahaan
sebelum dan sesudah akuisisi dengan
menggunakan data time series dari tahun
2003 sampai dengan 2007 pada PT. Kalbe
Farma yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
Obyek Penelitian
Adapun obyek penelitiannya adalah
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
122 Rachyu Purbowati
pada Bursa Efek Indonesia (BEI) yang
berlokasi di Jalan Basuki Rahmat No 46
Surabaya.
Sumber dan Jenis Data
P a d a d a s a r n y a , s u m b e r d a t a
dikelompokkan menjadi dua yaitu data
primer dan data sekunder. Menurut Marzuki
(2005:60) data primer merupakan data yang
diperoleh langsung dari sumbernya, diamati
dan dicatat untuk pertama kalinya.
Sedangkan menurut Husein Umar
(1997:69) data sekunder merupakan data
primer yang telah diolah lebih lanjut dan
disajikan dalam bentuk tabel atau diagram.
Dalam penelitian ini, sumber data yang
digunakan adalah data sekunder, yaitu data-
data yang didapatkan dari arsip yang
tersimpan di Bursa Efek Indonesia (BEI)
yang terdiri dari laporan keuangan
perusahaan.
Sedangkan jenis data yang digunakan
adalah deskriptif-kuantitatif. Pengertian
deskriptif menurut Sugiyono (2008 : 86)
adalah suatu penelitian yang merupakan
uraian sistematis tentang teori (bukan
sekedar pendapat pakar/penulis buku) dan
hasil-hasil penelitian yang relevan dengan
variabel yang diteliti. Sedangkan pengertian
kuantitatif menurut Marzuki (2005 : 15)
a d a l a h s u a t u p e n e l i t i a n y a n g
mempergunakan data angka dengan
berbagai klasifikasi dalam bentuk
persentase, frekuensi, nilai rata-rata dan
sebagainya yang diolah menggunakan
rumus-rumus matematis. Jadi, penelitian
deskriptif-kuantitatif merupakan suatu
penelitian dengan menggunakan data
berupa angka-angka yang kemudian
dikembangkan dengan mencari informasi
faktual dan membuat evaluasi, sehingga
diperoleh gambaran yang jelas.
Definisi Operasional
1) Akuisisi. Akuisisi merupakan salah satu
bentuk dari ekspansi usaha secara
eksternal, yaitu salah satu strategi yang
digunakan dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan perusahaan dengan cara
mengadakan penggabungan usaha.
Akuisisi dapat diartikan sebagai
pengambilalihan kepemilikan suatu
perusahaan dengan cara membeli
sebag ian a tau se lu ruh saham
perusahaan sasaran, yang bertujuan
untuk pertumbuhan perusahaan serta
memperluas daerah pemasaran.
2) Kinerja Keuangan Perusahaan.
Kinerja keuangan perusahaan diartikan
sebagai prospek, pertumbuhan dan
potensi berkembang yang baik,
dibandingkan dengan waktu serta
perusahaan yang bergerak pada bidang
yang sama. Penelitian kinerja keuangan
perusahaan yang ditimbulkan sebagai
akibat dari proses pengambilan
keputusan, akan menyangkut masalah
efektivitas pemanfaatan modal,
efisiensi dari probabilitas dari kegiatan
perusahaan. Dalam penilaian kinerja
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan
Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 123(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)
keuangan perusahaan, digunakan rasio
keuangan yang terdiri dari: 1) Rasio
likuiditas, 2) Rasio leverage, 3) Rasio
aktivitas, 4) Rasio profitabilitas.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah:
1. Field Research, yaitu pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara melakukan
penelitian langsung ke obyek penelitian
dengan cara dokumentasi, yaitu teknik
pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mencatat data-data yang
ada, yang bersumber dari dokumen-
dokumen perusahaan.
2. Library Research, yaitu pengumpulan
data yang dilakukan dengan membaca
buku-buku referensi serta literatur-
literatur yang ada hubungannya dengan
masalah yang dibahas dalam penelitian.
Teknik Analisa Data
D a l a m a n a l i s a i n i , p e n e l i t i
membandingkan kinerja keuangan
perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi
dengan cara menganalisis rasio keuangan
yang terdiri dari :
1) Rasio likuiditas, adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendek. Rasio yang dipakai
adalah :
?Rasio lancar (current ratio). Rasio ini
digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendek dengan menggunakan
aktiva lancarnya yang dihitung dengan
rumus :
Current ratio =
?Ratio cair (Acid Test Ratio). Rasio ini
d i g u n a k a n u n t u k m e n g u k u r
kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban jangka pendeknya, tanpa
memperhitungkan penjualan persediaan
yang dihitung dengan rumus :
Acid test ratio =
?Rasio leverage. Rasio yang digunakan
untuk mengukur berapa pinjaman
kebutuhan keuangan perusahaan
dengan menggunakan pendanaan
melalui utang. Rasio yang digunakan
adalah :
1. Rasio utang (debt ratio). Rasio ini
d igunakan untuk mengukur
prosentase jumlah dana yang
disediakan oleh para kreditor untuk
m e m b e l a n j a i t o t a l a k t i v a
perusahaan, yang dihitung dengan
rumus :
Debt ratio =
2. Rasio kewajiban terhadap modal
(debt to equity ratio). Rasio ini
digunakan untuk menghitung
prosentase modal sendiri yang
disesuaikan untuk membayar
lancarKewajiban
lancarAktiva
lancarkewajiban
persediaanlancarAktiva -
%100tan
xaktivatotal
gutotal
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
124 Rachyu Purbowati
hutang, dengan rumus sebagai
berikut :
Debt to equity ratio =
2) Rasio aktivitas. Adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur seberapa
efektif perusahaan memanfaatkan
semua sumber daya yang dikelolanya.
Rasio yang digunakan terdiri dari :
?Perputaran persediaan (inventory
turnover). Rasio ini digunakan untuk
mengetahui berapa kali terjadinya
perputaran persediaan selama satu tahun,
dengan rumus :
Inventory turnover =
?Perputaran aktiva (total asset turnover).
Rasio ini digunakan untuk menunjukkan
bagaimana efektivitas perusahaan dalam
menggunakan keseluruhan aktiva untuk
menciptakan penjualan, dihitung dengan
rumus :
Total aset turnover =
3) Rasio Profitabilitas. Adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur efektifitas
manajemen dilihat dari laba yang
dihasilkan terhadap penjualan dan
investasi perusahaan. Rasio yang
digunakan adalah sebagai berikut :
?Marjin laba atas penjualan (net profit
margin). Rasio ini digunakan untuk
menghitung kemampuan perusahaan
%100m od
tanx
altotal
gutotal
menghasilkan laba bersih pada tingkat
penjualan tertentu, rumusnya adalah :
Net profit margin =
?Hasil pengembangan modal sendiri
(return on equity). Rasio ini digunakan
u n t u k m e n g u k u r k e m a m p u a n
perusahaan dalam memanfaatkan modal
sendir i yang digunakan untuk
menghasilkan laba, dihitung dengan
rumus :
Return on equity =
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Perusahaan berkedudukan di Jakarta,
dimana kantor pusat berada di Gedung
KALBE, Jl. Let. Jend. Suprapto Kav. 4,
Cempaka Putih, Jakarta 10510 sedangkan
fasilitas pabriknya berlokasi di Kawasan
Industri Delta Silicon, Jl. M.H. Thamrin,
Blok A3-1, Lippo Cikarang, Bekasi, Jawa
Barat. Dalam hal pengembangan usahanya
untuk memenuhi permintaan pasar, maka
PT. Kalbe Farma Tbk merasa perlu untuk
melakukan akuisisi sehingga perusahaan
berpotensi untuk tumbuh dan berkembang
serta memperoleh posisi yang lebih baik
dalam persaingan bisnisnya. Dengan
adanya akuisisi ini, maka terdapat beberapa
anak perusahaan yang dimiliki secara
langsung maupun tidak langsung. Beberapa
nama anak perusahaan beserta prosentase
kepemilikannya adalah sebagai berikut:
persediaan
penjualanpokokaharg
aktivatotal
penjualan
%100xpenjualan
bersihlaba
%100mod
xsendirial
bersihlaba
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan
Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 125(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)
Tabel 2 : Struktur kepemilikan
perusahaan anak PT. Kalbe
Farma Tbk.
Sumber : BEI (2009)
Data yang diperoleh untuk menganalisa
kinerja keuangan PT. Kalbe Farma Tbk
ialah dengan menggunakan data berupa
neraca dan laporan laba rugi periode 2003
sampai dengan 2007.
Tabel 3 : PT. Kalbe Farma Tbk. dan Anak
Perusahaan Neraca konsolidasi
per 31 Desember (dalam ribuan
rupiah)
Tabel 4 : PT Kalbe Farma Tbk. Dan
Anak Perusahaan Laporan
Laba Rugi Konsolidasi Per 31
Desember (Dalam Ribuan
Rupiah)
Sumber: Data diolah (2009)
Berdasarkan neraca konsolidasi dan
laporan laba rugi konsolidasi di atas, maka
analisa dari data-data diatas adalah sebagai
Nama Perusahaan Kegiatan Usaha Tempat
kedudukan
%
kepemilikan
PT. Bintang Toedjoe PT. Hexpharm Jaya Laboratories PT. Saka Farma Laboratories PT. Finusolprima Farma International PT. Bifarma Adiluhung Innogene Kalbiotech Pte.Ltd PT. Dankos Farma PT. Pharma Metric Labs PT. Sanghiang Perkasa PT. Kalbe Morinaga Indonesia PT. Kageo Igar Jaya Tbk PT. Avesta Continental PCk PT. Indogravure
Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi Makanan kesehatan Makanan kesehatan Kemasan Kemasan Kemasan
Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Singapura Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Bekasi Bekasi Tangerang
100% 100% 80% 100% 100% 90,79% 100% 34,45% 100% 70% 63,10% 48,10% 24,61%
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007
AKTIVA
AKTIVA LANCAR
Kas dan setara kas
510,758,805
724,934,942
917,902,598
1,261,454,016
1,116,346,134 Bank yang dibatasi penggunaannya
230,084 - - -
Investasi jangka pendek-bersih
428,038,829
1,035,580,109
882,992,980
259,701,412
175,833,152
Deposito berjangka
9,982,500 - - - -
Piutang usaha
512,625,675
517,538,018
579,456,506
652,272,016
869,572,349
Piutang lain-lain
34,525,749
42,159,611
52,857,398
108,103,347
57,501,290
Persediaan-bersih
305,613,925
922,112,698
1,093,722,204
884,654,354
1,427,067,985
Aktiva lancar lainnya
19,198,004
67,559,765
127,874,196
155,093,116
113,686,716
Jumlah Aktiva Lancar
1,320,973,572
3,309,885,143
3,654,805,881
3,321,278,261
3,760,007,626
AKTIVA TIDAK LANCAR Piutang hubungan istimewa
11,512,387
38,474,707
12,335,782
9,814,071
7,881,258
Investasi jangka panjang
12,353,782
92,448,710 -
1,844,160
703,556 Aktiva pajak tangguhan-bersih
7,925,203
3,299,387
8,009,459
24,417,603
31,108,606
Tagihan restitusi pajak penghasilan -
6,577,819
21,487,012
12,108,377
21,115,908
Aktiva tetap-bersih
520,374,422
693,891,151
859,117,129
1,024,371,537
1,204,147,773 Aktiva tidak berwujud-bersih
61,330,215
58,598,782
63,615,572
70,057,757
71,023,153
Uang muka pembelian aktiva tetap
7,577,983
7,708,823
87,106,727
136,503,095
26,311,522
Rugi transaksi penjualan dan penyewaan
1,416,995
1,547,591
1,326,171
613,051
900,021
Aktiva tidak lancar lainnya
4,925,643
18,622,101
20,564,775
23,611,293
15,013,085
Jumlah Aktiva Tidak Lancar
627,416,831
921,169,072
1,073,562,629
1,303,340,944
1,378,204,881
JUMLAH AKTIVA
2,448,390,203
4,231,054,216
4,728,368,510
4,624,619,204
5,138,212,507
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 KEWAJIBAN DAN EKUITAS
KEWAJIBAN LANCAR
Pinjaman jangka pendek
28,171,818
31,330,978
16,791,654
31,357,608
43,716,670
Hutang usaha
103,118,924
317,742,513
306,454,180
344,374,324
328,290,780
Hutang lain-lain
19,329,879
38,233,121
61,108,521
40,248,428
45,740,153 Biaya masih harus dibayar
161,324,560
230,889,591
228,821,732
119,480,193
207,403,837
Hutang pajak
103,502,286
177,485,268
136,404,596
115,994,100
127,041,939
Hutang jangka panjang:
Wesel bayar
264,294,772
17,072,576
40,572,696 - -
Hutang bank
447,747,744
125,656,550
105,492,353
5,000,000 -
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007
GOODWILL NEGATIF
483,582
439,352
395,122
350,892 HAK MINORITAS ATAS AKTIVA BERSIH
194,536,770
348,272,443
517,339,203
549,236,821
629,811,540
ANAK PERUSAHAAN
EKUITAS
Modal saham
406,080,000
406,080,000
507,800,721
507,800,721
507,800,721
Proforma modal saham -
67,456,575 - - -
Agio saham
2,640,000
2,640,000
2,640,000
2,640,000
2,640,000 Selisih transaksi perubahan ekuitas
32,128,784
14,454,697
9,960,719
1,014,165
1,513,327
Selisih dari penilaian kembali aktiva tetap
265,408
4,153,340
4,153,340
4,153,340
4,153,327
Selisih transaksi restrukturisasi entitas
(4,111,259)
(183,142,016)
(36,758,674)
(36,758,674)
(36,758,674)
Laba(rugi) dari investasi jangka pendek-bersih
11,779,042
39,384,709
24,622,290
18,346,332
21,834,367
Selisih kurs atas penjabaran lap keu - - -
285,453
2,001,248
Saldo laba: Telah ditentukan penggunaannya
6,053,068
9,281,914
13,005,266
19,266,487
26,032,253
Belum ditentukan penggunaannya
374,122,812
1,238,341,231
1,863,582,478
2,478,068,978
3,075,956,684
Modal saham yang diperoleh kembali - - - -
(218,311,326)
Ekuitas-bersih
828,957,856
1,598,650,449
2,389,006,140
2,994,816,752
3,386,861,941
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS
2,448,390,203
4,231,054,216
4,728,368,510
4,624,619,204
5,138,212,507
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007
PENJUALAN BERSIH
2,889,209,193
5,042,817,552
5,870,938,591
6,071,550,438
7,004,909,852
BEBAN POKOK PENJUALAN
1,265,320,871
2,594,106,409
2,861,338,378
2,972,908,039
3,453,279,200
LABA KOTOR
1,623,888,322
2,448,711,143
3,009,600,213
3,098,642,399
3,551,630,652
BEBAN USAHA
Penjualan
878,802,586
1,252,483,149
1,548,272,703
1,630,792,432
1,979,034,803
Umum dan administrasi
164,057,342
250,857,643
314,073,416
368,712,092
397,314,070
Riset dan pengembangan
14,693,154
21,698,722
40,953,348
27,866,424
45,927,237
Jumlah Beban Usaha
1,057,553,082
1,525,039,513
1,903,299,467
2,027,370,948
2,422,276,110
LABA USAHA
566,335,240
923,671,630
1,106,300,745
1,071,271,451
1,129,354,542
PENGHASILAN (BEBAN) LAIN-LAIN
Penghasilan bunga
32,720,384
45,500,898
89,520,084
78,063,155
66,387,372 Laba atas penjualan investasi jangka pendek -
22,632,365
10,432,256
19,084,831
2,840,432
Laba atas penjualan aktiva tetap -
25,634,435
8,323,653
9,948,199
9,306,069
Laba selisih kurs-bersih
15,444,006 - -
875,113,872
26,755,340
Beban bunga dan keuangan
(66,118,691)
(83,836,147)
(92,975,054)
(72,473,293)
(56,354,725)
Beban pajak -
(5,021,974)
(25,326,382) - - Rugi penjualan investasi efek hutang
(7,421,557) - - - -
Rugi selisih kurs-bersih -
(101,820,583)
(18,432,701) - -
Beban penggabungan usaha - -
(15,949,473) - -
Beban pesangon karyawan
(6,703,283) - - - -
Rupa-rupa - bersih
(308,242)
(4,953,074)
(41,374)
(16,688,074)
(19,621,793) Beban/penghasilan lain-lain – bersih
(32,387,382)
(101,864,080)
(44,448,992)
18,809,932
29,312,695
LABA SEBELUM BEBAN PAJAK PENGHASILAN
533,947,858
821,807,550
1,061,851,754
1,090,081,383
1,158,667,237
BEBAN PAJAK PENGHASILAN
Tahun berjalan
137,619,576
(262,222,223)
(317,101,750)
(340,236,088)
(354,756,036)
Tangguhan
23,515,643
(15,706,776)
6,559,941
14,512,155
7,736,038 Jumlah Beban Pajak Penghasilan
161,135,219
(277,928,999)
(310,541,809)
(325,723,933)
(347,019,997)
LABA DARI AKTIVITAS NORMAL -
543,878,550
751,309,944 - -
POS LUAR BIASA -
(233,575) - - - LABA SEBELUM HAK MINORITAS
372,812,639
543,644,975
751,309,944
764,357,451
811,647,240
ATAS LABA BERSIH ANAK PERUSAHAAN
HAK MINORITAS ATAS LABA BERSIH
(49,928,088)
(92,947,097)
(97,980,545)
(87,775,797)
(105,953,043)
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
126 Rachyu Purbowati
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
114.629.754
985.067.427.1626.007.760.3 -=
berikut :
1. Rasio Likuiditas. Perkembangan rasio
likuiditas dapat dilihat melalui:
1.1 Current Ratio (CR). Current ratio
digunakan sebagai alat untuk
mengukur kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban janka
pendeknya dengan mengunakan aktiva
lancarnya. Perhitungannya adalah
sebagai berikut:
?Tahun 2003
= 1,14
?Tahun 2004
= 2,89
?Tahun 2005
= 4,05
?Tahun 2006
= 5,04
?Tahun 2007
= 4,98
1.2 Acid Test Ratio (ATR). Acid Test Ratio
digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaandalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya dengan mengunakan
akt iva lancar non persediaan.
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
?Tahun 2003
= 0,87
?Tahun 2004
= 2,09
?Tahun 2005
= 2,83
?Tahun 2006
= 3,70
?Tahun 2007
= 3,09
Berdasarkan perhitungan di atas, maka
dapat disusun tabel sebagai berikut:
lancarkewajiban
persediaanlancarAktivaATR
-=
161.321.161.1
925.613.305572.973.320.1 -=
521.288.144.1
698.112.922143.885.309.3 -=
lancarkewajiban
persediaanlancarAktivaATR
-=
lancarkewajiban
persediaanlancarAktivaATR
-=
824.515.903
204.722.093.1881.805.654.3 -=
611.759.658
354.654.884261.278.321.3 -=
lancarkewajiban
persediaanlancarAktivaATR
-=
3,70
lancarkewajiban
persediaanlancarAktivaATR
-=
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan
Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 127(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)
Tabel 5 : Rasio likuiditas PT. Kalbe
Farma Tbk. Periode 2003-2007
Sumber : Data diolah (2009)
Berdasarkan tabel di atas, dapat kita
lihat perkembangan Current Ratio dari
perusahaan. Pada saat sebelum akuisisi
yaitu tahun 2003 sebesar 1,14 dan tahun
2004 sebesar 2,89, hasil Current Ratio
mengalami peningkatan sebanyak 1,75.
Sedangkan sesudah akuisisi yaitu pada
tahun 2006 sebesar 0,87 dan tahun 2007
sebesar 2,09, hasil Current Ratio
mengalami penurunan sebanyak 0,06. Hal
ini menunjukkan bahwa pada tahun 2007
tersebut, kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya
dengan aktiva lancar menurun.
Sedangkan hasil dari perhitungan Acid
Test Ratio menunjukkan bahwa pada saat
sebelum akuisisi yaitu tahun 2003 sebesar
0,87 dan tahun 2004 sebesar 2,09
mengalami peningkatan sebesar 1,22. Dan
pada saat sesudah akuisisi yaitu tahun 2006
sebesar 3,70 dan tahun 2007 sebesar 3,09.
Has i l yang d iperoleh mengalami
penurunan sebesar 0,61. Hal ini berarti
bahwa kemampuan perusahaan dalam
memenuhi setiap rupiah kewajiban
lancarnya dengan aktiva lancar tanpa
persediaan, semakin menurun pada saat
sesudah akuisisi.
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007
Aktiva lancar 1.320.973.572 3.309.885.143 3.654.805.881 3.321.278.261 3.760.007.626
Kewajiban lancar 1.161.321.161 1.144.288.521 903.515.824 658.759.611 754.629.114
Persediaan 305.613.925 922.122.698 1.093.722.204 884.654.354 1.427.067.985
- Current ratio 1,14 2,89 4,05 5,04 4,98
- Acid Test Ratio 0,87 2,09 2,83 3,70 3,09
2. Rasio Leverage. Perhi tungan
berdasarkan rasio leverage terdiri dari:
2.1 Debt Ratio (DR). Debt Ratio digunakan
untuk mengukur jumlah dana yang
digunakan oleh para kreditor untuk
membelanjai total aktiva perusahaan.
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
?Tahun 2003
?Tahun 2004
?Tahun 2005
?Tahun 2006
?Tahun 2007
58,0203.390.448.2
576.895.424.1==
AktivaTotal
KewajibanTotalDR =
AktivaTotal
KewajibanTotalDR =
54,0216.054.231.4
742.647.283.2==
AktivaTotal
KewajibanTotalD R =
39,0510.368.728.4
815.583.821.1==
AktivaTotal
KewajibanTotalDR =
26,0204.619.624.4
510.170.080.1==
22,0507.212.138.5
134.188.121.1==
AktivaTotal
KewajibanTotalDR =
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
128 Rachyu Purbowati
2.2 Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini
digunakan untuk menghitung jumlah
modal sendiri yang disesuaikan untuk
membayar utang. Perhitungannya
adalah sebagai berikut :
?Tahun 2003
?
?Tahun 2005
?Tahun 2006
?Tahun 2007
Tabel yang dapat disusun berdasarkan
perhitungan di atas adalah sebagai berikut :
Tahun 2004
Tabel 6 : Ratio Leverage PT. Kalbe
Farma Tbk periode 2003-2007
Sumber : Data diolah (2009)
Dari perhitungan yang telah dilakukan,
perkembangan Debt Ratio dari tahun ke
tahun mengalami penurunan. Pada saat
sebelum akuisisi tahun 2003 sebesar 0,58
dan tahun 2004 sebesar 0,54 mengalami
penurunan sebesar 0,04. Sedangkan pada
saat sesudah akuisisi yaitu tahun 2006
sebesar 0,23 dan tahun 2007 sebesar 0,22
mengalami penurunan sebesar 0,01. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap kewajiban yang
dijamin dengan aktiva semakin kecil.
Sedangkan perhitungan berdasarkan
Debt to Equity Ratio, menunjukkan hal
yang sama, baik dilihat dari tahun-tahun
sebelum akuisisi yaitu tahun 2003 sebesar
1,72 dan tahun 2004 sebesar 1,43
mengalami penurunan sebesar 0,29,
maupun dari tahun-tahun sesudah akuisisi,
yaitu tahun 2006 sebesar 0,36 dan tahun
2007 sebesar 0,33 mengalami penurunan
sebesar 0,03. Dengan demikian, berarti
bahwa jaminan setiap kewajiban dengan
modal sendiri semakin kecil, atau dengan
kata lain jumlah aktiva yang didanai oleh
pemilik perusahaan semakin besar.
3. Rasio Aktivitas. Perhitungan rasio
aktivitas dilakukan menggunakan dua
pendekatan, sebagai berikut :
ModalTotal
KewajibanTotalDER =
7 2,18 5 6.9 5 7.8 2 8
5 7 6.8 9 5.4 2 4.1==
M odalTotal
K ew ajibanTotalD E R =
ModalTotal
KewajibanTotalDER =
ModalTotal
KewajibanTotalDER =
ModalTotal
KewajibanTotalDER =
43,1449.650.598.1
742.647.283.2==
76,0140.006.389.2
815.583.821.1==
36,0752.816.994.2
510.170.080.1==
3 3,09 4 1.8 6 1.3 8 6.3
1 3 4.1 8 8.1 2 1.1==
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007
Aktiva lancar 1.424.895.576 2.283.647.742 1.821.583.215 1.080.170.510 1.121.188.134
Kewajiban lancar 2.448.390.203 4.231.054.216 4.728.368.510 4.624.619.204 5.138.212.507
Persediaan 828.957.856 1.598.650.449 2.389.006.140 2.994.816.752 3.386.861.941
- Debt ratio 0,58 0,54 0,39 0,23 0,22
- Debt to Equity Ratio
1,72 1,43 0,76 0,36 0,33
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan
Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 129(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)
3.1 Inventory Turnover (ITO). Rasio ini
digunakan untuk mengetahui berapa
kali terjadinya perputaran persediaan
selama satu tahun. Perhitungannya
adalah sebagai berikut :
?Tahun 2003
?Tahun 2004
?Tahun 2005
?Tahun 2006
?Tahun 2007
3.2 Total Assets Turnover (TATO). Total
Assets Turnover digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan
dalam mengunakan keseluruhan aktiva
untuk menciptakan penjualan.
Perhitungannya adalah sebagai
berikut :
?Tahun 2003
?Tahun 2004
?Tahun 2005
?Tahun 2006
?Tahun 2007
Berdasarkan perhitungan di atas, maka
tabel yang dapat disusun adalah sebagai
berikut :
kali 3,985,815.910.317
871.320.265.1==
persediaanrataRata
PenjualanPokokHartaITO
-=
persediaanrataRata
PenjualanPokokHartaITO
-=
persediaanrataRata
PenjualanPokokHartaITO
-=
persediaanrataRata
PenjualanPokokHartaITO
-=
persediaanrataRata
PenjualanPokokHartaITO
-=
kali 2,81698.112.922
409.106.594.2==
kali 2,62204.722.093.1
378.338.861.2==
kali 3,36354.654.884
039.903.972.2==
kali 2,42985.067.427.1
200.279.453.3==
AktivaTotal
PenjualanTATO =
kali 1,18203.390.448.2
1932.889.209.==
kali 1,19216.054.231.4
552.817.042.5==
AktivaTotal
PenjualanTATO =
AktivaTotal
PenjualanTATO =
AktivaTotal
PenjualanTATO =
AktivaTotal
PenjualanTATO =
kali 1,24510.368.728.4
591.938.870.5==
kali 1,31204.619.624.4
438.550.071.6==
kali 1,36507.212.138.5
852.909.004.7==
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
130 Rachyu Purbowati
Tabel 7 : Rasio Aktivitas PT. Kalbe
Farma Tbk Periode 2003-2007
Sumber : Data diolah (2009)
B e r d a s a r k a n t a b e l d i a t a s ,
perkembangan Inventory Turnover
mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun.
Pada tahun sebelum akuisisi yaitu tahun
2003 sebesar 3,98 dan tahun 2004 sebesar
2,81 nilai Inventory Turnover mengalami
penurunan sebesar 1,17 kali. Sedangkan
pada tahun sesudah akusisi yaitu tahun 2006
sebesar 3,36 dan tahun 2007 sebesar 2,42
mengalami penurunan sebesar 0,94. Hal ini
menunjukkan bahwa perputaran barang
untuk persediaan semakin lambat dan
kurang efisien pada periode sesudah
akuisisi.
Sedangkan perkembangan dari segi
Total Assets Turnover mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, baik
sebelum akuisisi pada tahun 2003 sebesar
1,18 dan tahun 2004 sebesar 1,19
mengalami peningkatan sebesar 0,01,
maupun sesudah akuisisi pada tahun 2006
sebesar 1,31 dan tahun 2007 sebesar 1,36
mengalami peningkatan sebesar 0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
keseluruhan aktiva untuk menciptakan
penjualan dan menghasilkan laba,
berlangsung secara efektif.
4. Rasio Profitabilitas. Rasio ini dihitung
menggunakan dua cara yaitu :
4.1 Net Profit Margin (NPM). Rasio ini
d igunakan un tuk mengh i tung
kemampuan perusahaan meng-
hasilkan laba bersih pada tingkat
penjualan tertentu. Perhitungannya
adalah sebagai berikut :
?Tahun 2003
?Tahun 2004
?Tahun 2005
?Tahun 2006
?Tahun 2007
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007
Persediaan 317.910.815,5 922.112.698 1.093.722.204 884.654.354 1.427.067.925 Total aktiva 2.448.390.203 4.231.054.216 4.728.368.510 4.624.619.204 5.138.212.507 Penjualan 2.889.209.193 5.042.817.552 5.870.938.591 6.071.550.438 7.004.909.852 Harga pokok penjualan
1.265.320.871 2.861.338.378 2.861.338.378 2.972.903.039 3.453.279.200
-Inventory turnover -Total Assets turnover
3,98 1,18
2,81 1,19
2,62 1,24
3,36 1,31
2,42 1,36
Penjualan
BersihLabaNPM =
Penjualan
BersihLabaNPM =
0,11193.209.889.2
551.884.322==
Penjualan
BersihLabaNPM =
Penjualan
BersihLabaNPM =
10,0852.909.004.7
197.694.705==
Penjualan
BersihLabaNPM =
11,0591.938.870.5
9653.329.39==
09,0552.817.042.5
878.697.450==
11,0438.550.071.6
654.581.676==
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan
Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 131(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)
4.2 Return on Equity (ROE). Rasio ini
d i g u n a k a n u n t u k m e n g u k u r
kemampuan perusahaan dalam
memenfaatkan modal yang digunakan
u n t u k m e n g h a s i l k a n l a b a .
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
? Tahun 2003
?Tahun 2004
?Tahun 2005
?Tahun 2006
?Tahun 2007
Berdasarkan perhitungan di atas, maka
dapat disusun tabel sebagai berikut
Tabel 8: Rasio Profitabilitas PT. Kalbe
Farma Tbk periode 2003-2007
Sumber : Data diolah (2009)
B e r d a s a r k a n t a b e l d i a t a s ,
perkembangan Net Profit Margin sebelum
akuisisi pada tahun 2003 sebesar 0,11 dan
tahun 2004 sebesar 0,09 mengalami
penurunan sebesar 0,02. Sedangkan pada
saat sesudah akuisisi yaitu tahun 2006
sebesar 0,11 dan tahun 2007 sebesar 0,10
mengalami penurunan sebesar 0,01. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap rupiah laba
yang diperoleh dari penjualan cenderung
menurun.
Sedangkan perkembangan melalui
Return on Equity mengalami penurunan
dari tahun ke tahun, baik sebelum akuisisi
pada tahun 2003 sebesar 0,39 dan tahun
2004 sebesar 0,28 mengalami penurunan
sebesar 0,11. Sedangkan sesudah akuisisi
pada tahun 2006 sebesar 0,23 dan tahun
2007 sebesar 0,21 mengalami penurunan
sebesar 0,02. Hal ini menunjukkan bahwa
laba yang tersedia bagi pemegang saham
perusahaan mengalami penurunan.
Berdasarkan analisa di atas, maka
secara keseluruhan perhitungan Rasio
keuangan tersebut dapat disusun dalam
bentuk tabel sebagai berikut :
ModalJumlah
BersihLabaROE =
39,0856.957.828
639.812.322==
ModalJumlah
BersihLabaROE =
28,0449.650.598.1
8450.697.87==
ModalJumlah
BersihLabaROE =
27,0140.006.389.2
9653.329.39==
ModalJumlah
BersihLabaROE =
23,0752.816.994.2
654.581.676==
21.0941.861.386.3
7705.694.19==
ModalJumlah
BersihLabaROE =
Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007
Laba Bersih 322.812.639 450.697.878 653.329.399 676.581.654 705.694.197 Penjualan 2.889.209.193 5.042.817.552 5.870.938.591 6.071.550.438 7.004.909.852 Jumlah modal 828.957.856 1.598.650.449 2.389.006.140 2.994.816.752 3.386.861.941 Net Profit Margin 0,11 0,09 0,11 0,11 0,10 Return on Equity 0,39 0,28 0,27 0,23 0,21
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
132 Rachyu Purbowati
Tabel 9 : Perhitungan rasio keuangan
PT. Kalbe Farma Tbk Sebelum
dan sesudah akuisisi periode
2003-2007
Sumber : Data diolah (2009)
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa
perkembangan rasio keuangan PT. Kalbe
Farma Tbk terjadi secara fluktuatif dari
tahun ke tahun. Dengan kata lain, ada yang
mengalami penurunan dan ada yang
mengalami peningkatan. Dilihat dari rasio
likuiditas, kemampuan perusahaan untuk
membayar kewajiban finansial jangka
pendeknya dengan menggunakan aktiva
lancar, cenderung menurun pada saat
sebelum akuisisi sebesar 1,75 dan sesudah
akuisisi sebesar 0,06. Tetapi, jika
p e m b a y a r a n k e w a j i b a n t e r s e b u t
menggunakan aktiva yang benar-benar
likuid yaitu aktiva lancar di luar persediaan,
meningkat sebesar 1,22 sebelum akuisisi
dan sebesar 0,61 sesudah akuisisi.
Sedangkan berdasarkan Ras io
Leverage, kemampuan perusahaan dalam
membiayai investasinya melalui pendanaan
utang juga semakin menurun dari tahun ke
tahun. Berdasarkan Debt Ratio pada saat
sebelum akuisisi menurun sebesar 0,04 dan
sesudah akuisisi sebesar 0,01. Sedangkan
berdasarkan Debt to Equity Ratio pada saat
sebelum akuisisi menurun sebesar 0,29 dan
sesudah akuisisi menurun sebesar 0,03.
Begitu juga dari sisi Rasio Aktivitas.
Perkembangan keuangan perusahaan
berlangsung secara fluktuatif. Dilihat dari
perputaran persediaan pada saat sebelum
akuisisi menurun sebesar 1,17 dan sesudah
akuisisi menurun sebesar 0,94. Sedangkan
perputaran total aktivanya cenderung
meningkat pada saat sebelum akuisisi
sebesar 0,01 dan sesudah akuisisi
meningkat sebesar 0,05. Dengan adanya
penurunan dan peningkatan rasio aktivitas
ini, menunjukkan bahwa kemampuan
perusahaan dalam pemanfaatan sumber
daya kurang optimal.
Berdasarkan rasio profitabilitas yang
terdiri dari Net Profit Margin menurun pada
saat sebelum akuisisi sebesar 0,02 dan
sesudah akuisisi sebesar 0,01 dan Return on
Equity pada saat sebelum akuisisi menurun
sebesar 0,11 dan sesudah akuisisi menurun
sebesa r 0 ,02 . Maka kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba yang
berhubungan dengan penjualan dan jumlah
modal kurang efektif. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat penjualan perusahaan
menurun, sedangkan modal yang
digunakan untuk menghasilkan laba,
kurang dimanfaatkan oleh perusahaan.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan serta analisa yang telah
Sebelum Akuisisi Sesudah akuisisi Keterangan 2003 2004
2005 2006 2007
1. Rasio Likuiditas a. Current Ratio (CR) b. Acid Test Ratio (ATR)
2. Ratio Leverage a. Debt Ratio (DR) b. Debt to Equity Ratio (DER)
3. Rasio Aktivitas a. Inventory Turnover (ITO) b. Total Assets Turnover (TATO)
4. Rasio Profitabilitas a. Net Profit Margin (NPM) b. Return on Equity (ROE)
1,14 0,87 0,58 1,72 3,98 1,18 0,11 0,39
2,89 2,09 0,54 1,43 2,81 1,19 0,09 0,28
4,05 2,83 0,39 0,76 2,62 1,24 0,11 0,27
5,04 3,70 0,23 0,36 3,36 1,31 0,11 0,23
4,98 3,09 0,22 0,33 2,42 1,36 0,10 0,21
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan
Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 133(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)
diuraikan pada bab sebelumnya, dapat
simpulkan bahwa perkembangan kinerja
keuangan perusahaan pada saat sebelum dan
sesudah akuisisi secara keseluruhan
cenderung menurun setelah adanya akuisisi,
terutama pada tahun 2007 jika dibandingkan
dengan kondisi kinerja keuangan
perusahaan pada saat sebelum akuisisi yang
rata-rata lebih baik daripada sesudah
akuisisi. Hal itu tampak dari analisa rasio
likuiditas, rasio aktivitas dan rasio
profitabilitas yang cenderung menurun
setelah adanya akuisisi.
Saran
Berdasarkan simpulan di atas, yang
m e n u n j u k k a n b a h w a r a t a - r a t a
p e r k e m b a n g a n k i n e r j a k e u a n g a n
perusahaan pada PT Kalbe Farma
mengalami penurunan, disarankan agar
perusahaan hendaknya dapat lebih
meningkatkan kinerja keuangan pada
tahun-tahun selanjutnya dengan cara
memanfaatkan segala sumber daya yang ada
pada perusahaan secara optimal agar
memperoleh posisi yang lebih baik dalam
persaingan dan kompetensi yang semakin
ketat dalam dunia usaha. Selain itu, karena
akuisisi memberikan dampak atau pengaruh
terhadap nilai perusahaan, maka dalam
penentuan strategi bisnis perusahaan
hendaknya dilakukan secara cermat dan
hati-hati. Salah satu fungsi kontrol yang bisa
dilakukan adalah dengan mengadakan
evaluasi secara rutin terhadap kinerja
keuangan perusahaan da lam ha l
memperoleh sinergi dan pencapaian laba
yang op t imal an ta ra perusahaan
pengakuisisi dan perusahaan yang
diakuisisi.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin S. 2005. Pokok-pokok Akuntansi
Lanjutan. Yogyakarta : Liberty.
Brigham dan Houston. 2006. Dasar-dasar
Manajemen Keuangan. Jakarta :
Salemba Empat.
Christina. 2003. Analisis Dampak Kinerja
Keuangan Perusahaan sebelum
dan sesudah akuisisi pada PT.
Kalbe Farma yang terdaftar di
Bursa Efek Surabaya. Jombang :
Universitas Darul Ulum.
Hitt, Michael A, dkk. 2002. Merger dan
Akuisisi. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Husnan, Suad. 1998. Manajemen
Keuangan. Teori dan Penerapan.
Yogyakarta : BPFE.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 1999. Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta :
Salemba Empat.
Marzuki. 2005. Metodologi Riset :
Panduan Penelitian Bidang Bisnis
dan Sosial. Yogyakarta : Ekonisia.
Munawir, 1995. Analisis Informasi
Keuangan. Yogyakarta. Liberty.
Sartono, Agus. 2001. Manajemen
Keuangan : Teori dan Aplikasi.
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
134 Rachyu Purbowati
Yogyakarta : BPFE.
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for
Business. Jakarta : Salemba Empat
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian
Kuant i ta t i f , Kual i ta t i f dan
Research and Desain. Bandung :
Alfabeta.
Umar, Husein. 1997. Riset Akuntansi.
Jakarta : Gramedia.
Yunus, Hadori dan Harnanto. 1981.
Akuntansi Keuangan Lanjutan.
Yogyakarta : BPFE.
www.bluesea_heromi.blogspot.com/indust
rial business and analysis/html.
diakses pada tanggal 5 mei 2009
pukul 18.30 WIB.
www.digilib.petra.ac.id/jiunkkpe/s1/eman/
2001/akuisisi pdf. diakses pada
tanggal 8 mei 2009 pukul 18.15
WIB.
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan
Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 135(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)
PENGARUH GAJI DAN INSENTIF TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN BANK BPR JOMBANG
Yayuk Wahyuningtyas *
Erminati Pancaningrum *
AbstractAll organization wants its member can do their job well, included BPR Bank Jombang. One of the stimulus for this is award for the worker that is salary and bonus. This research was done in 2008, aimed to know the influence of salary and bonus to work motivation of the worker. The method is using simple linear regression with SPSS program. From the conclusion, it was proved that both salary and bonus' factors were influenced to work motivation of the worker and the most dominant factor influencing was bonus.Keywords: influence, salary, bonus, work motivation
Setiap orang bekerja mempnyai
harapan, begi tu juga perusahaan
m e m p u n y a i h a r a p a n t e r h a d a p
karyawannya, Oleh Schein (Gibson :
2001:34) disebut sebagai kontrak psikologis
yaitu orang mempunyai berbagai macam
harapan dari organisasi dan organisasi
mempunyai harapan dari padanya.
Harapan-harapan itu tidak hanya
meliputi berapa banyak pekerjaan yang
harus dilakukan dengan upah berapa tetapi
meliputi juga seluruh pola yang terdiri dari
hak-hak istimewa dan kewajiban antara
pekerjaan dan organisasi.
* Yayuk Wahyuningtyas
Universitas Wijaya Putra Surabaya dan
* Erminati Pancaningrum adalah pengajar di
STIE PGRI Dewantara Jombang
adalah pengajar di
Dari penjelasan tersebut dapatlah kita
katakan bahwa perusahaan sebagai suatu
organizational behavior mempunyai
harapan terhadap kuantitas dan kualitas
hasil kerja setiap karyawan dan sebaliknya
karyawan akan mengharapkan bahwa
prestasinya akan memberikan akibat-akibat
yang diharapkannya.
Salah satu motif orang bekerja adalah
untuk mendapatkan kontribusi yang sesuai
dengan pekerjaan yang telah dilakukan
guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan
seorang karyawan akan terdorong untuk
berperilaku dengan cara menurut mereka
akan mendapatkan imbalan. Seseorang
menjadi pekerja membawa serta tujuan,
harapan, berbagai jenis kebutuhan,
pengetahuan serta ketrampilan dan dengan
mengabdikan tenaga, waktu, pengetahuan
dan ke t rampi lan seseorang akan
mengharapkan berbagai jenis imbalan baik
nerupa imbalan ekstrinsik maupun berupa
imbalan instrinsik. dan imbalan ini akan
dievaluasi oleh orang yang menerimanya
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
dan jabatan tersebut akan dapat memotivasi
hasil karya yang baik apabila imbalan itu
b e r n i l a i o l e h o r a n g y a n g a k a n
menerimanya.
Dua faktor penting yang akan
digunakan karyawan berkaitan dengan
penghasilannya yaitu harapan dan persepsi
bahwa tenaga mereka diikiuti oleh sesuatu
hasil-hasil tertentu dan daya tarik dari hasil
itu bagi orang yang bersangkutan, bahwa
apakah seseorang mempunyai keinginan
untuk menghasilkan karya pada waktu
tertentu tergantung pada tujuan-tujuan
khusus orang yang bersangkutan dan pada
persepsi orang tersebut tentang nilai suatu
Motivasi kerja (kinerja) sebagai wahana
untuk mencapai tujuan (Sondang :
2000:23). Pada hakekatnya seorang
karyawan mempunyai harapan yang besar
dapat meningkatkan kinerja dan setiap
individu akan menduga bahwa dengan
tercapainya kinerja yang tinggi maka
imbalan yang akan diterimanya bertambah
besar.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh antara gaji dan
imbalan terhadap kinerja karyawan di Bank
Jombang. Hasil dari penelitian ini akan bisa
dijadikan pertimbangan oleh pihak
manajeman Bank Jombang untuk
melakukan langkah-langkah yang dianggap
perlu untuk memperbaiki kinerja Bank
Jombang.
A. Kajian Pustaka
1. Gaji
Gaji adalah pemberian kepada
karyawan dengan pembayaran finansial
sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang
dilaksanakan dan sebagai motivator untuk
pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan
datang (Handoko, 1993). Studi pemberian
imbalan Berkowitz dan rekannya
memperoleh kesimpulan bahwa nilai yang
dirasakan dari kerja dan penghargaan
imbalan atas diri seseorang merupakan
peramal yang penting untuk kepuasan atas
gaji (Berkowitz, dkk., 1987). Apabila
tingkat perolehan imbalan dirasakan
kurang adil, maka pemegang pekerjaan
akan mengalami ketidakpuasan dan
mencari jalan untuk mencari imbalan yang
lebih besar (Gibson, dkk., 2002).
Teor i dan penel i t ian di a tas
memperlihatkan bahwa gaji berpengaruh
positif terhadap kepuasan kerja, yakni
apabila kebijakan gaji cukup baik maka
kepuasan kerja karyawan tinggi, demikian
sebaliknya. Perusahaan perlu memberikan
perhatian yang lebih terhadap keberadaan
karyawannya agar loyalitas karyawan
terhadap perusahaan tetap tinggi. Salah satu
bentuk perhatian perusahaan yang
diberikan kepada karyawan yaitu gaji.
Menurut Rivai (2005:379-380), pemberian
gaji memiliki tujuan yaitu meliputi ikatan
kerja sama, kepuasan kerja, pengadaan
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Gaji dan Insentif Terhadap Motivasi Kerja
Karyawan Bank BPR Jombang 137
efektif, motivasi, stabilitas karyawan,
disiplin, pengaruh serikat buruh, pengaruh
asosiasi usaha atau kadin dan pengaruh
pemerintah.
Didalam pemberian gaji, manajer perlu
memperhatikan prinsip keadilan. Keadilan
disini berarti bahwa pemberian gaji harus
dihubungkan atau dibandingkan dengan
persyaratan yang harus dipenuhi oleh
karyawan yang bersangkutan., sehingga ada
keseimbangan antara pengorbanan dan
penghasilan.
Para karyawan biasanya menilai
keadilan pembayaran gaji mereka melalui
pembandingan besarnya gaji antara
karyawan satu dengan karyawan-karyawan
lain. Mereka merasa pendapatan yang
mereka terima adalah adil atau tidak
tergantung pada bagaimana mereka melihat
nilai relatifnya dibanding dengan yang lain.
Sebagian besar ketidakpuasan karyawan
diakibatkan adanya perbedaan dalam
pembayaran diantara jabatan dan individu.
Pada umumnya para karyawan akan
menerima perbedaan-perbedaan penggajian
berdasarkan pada perbedaan tanggung
jawab, kemampuan, pengetahuan,
produktivitas atau kegiatan-kegiatan
manajerial.
Selain prinsip keadilan, faktor lain
yang perlu diperhatikan mengenai masalah
gaji adalah kelayakan. Besarnya gaji yang
diterima karyawan harus dapat memenuhi
kebutuhannya pada tingkat normatif yang
ideal. Kelayakan ini bisa dibandingkan
dengan penggajian pada perusahaan-
perusahaan lain yang sejenis, atau
didasarkan pada peraturan pemerintah
tentang batas upah minimal regional dan
eksternal konsisten yang berlaku.
2. Insentif
Teori yang mengatakan bahwa
seseorang akan bergerak atau mengambil
tindakan karena ada insentif yang akan dia
dapatkan. Seseorang mau bekerja dari pada
sampai sore karena akan mendapatkan
intensif berupa gaji, apalagi jika akan
mendapatkan penghargaan, maka pasti
akan bekerja lebih giat lagi. Yang dimaksud
insentif bisa tangible atau intangible.
Seringkali sebuah pengakuan dan
penghargaan, menjadi sebuah motivasi
yang besar.
Ada sesuatu tentang tujuan itu sendiri
yang memotivasi perilaku. Mungkin ini
lebih jelas dalam motif perilaku seksual,
ditimbulkan dan dimotivasi oleh persepsi
yang memadai tentang objek tujuan
seksual. Jadi ciri stimulus dari tujuan
kadang memicu suatu perilaku motivasi. Ini
adalah ide dasar dibelakang teori insentif.
Jadi, kebalikan dengan dorongan teori
drive, teori insentif adalah “teori-teori
dorongan” tentang motivasi. Karena ciri-
ciri tertentu yang mereka miliki, objek
tujuan mendorong perilaku kearah tujuan
tersebut. Objek-objek tujuan yang
memotivasi perilaku disebut dengan
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Yayuk Wahyuningsih
138 Erminati Pancaningrum
insentif. Satu bagian penting dari banyak
teori insentif adalah bahwa individu-
individu mengharapkan kesenangan dari
pencapaian dari apa yang mereka sebut
dengan insent i f pos i t i f dan dar i
penghindaraan dari apa yan disebut dengan
insentif negatif.
3. Motivasi Kerja
Motivasi dapat didefinisikan sebagai
kesediaan untuk melakukan upaya yang
tinggi kearah tujuan organisasi, yang
dikondisikan oleh kemampuannya upaya itu
untuk memenuhi sesuatu kebutuhan
individu (Robbins, 2001: 198). Motivasi
kerja akan dapat meningkat manakala
karyawan dapat melaksanakan tugasnya
dengan efektif, kinerja yang dicapai
seimbang dengan besarnya imbalan yang
diterima dan imbalan yang diterima sesuai
dengan kebutuhan karyawan tersebut. Hal
ini sesuai dengan berbagai teori yang
mendasari motivasi antara lain:
a. Teori Kebutuhan dari Abraham H.
Maslow. Inti dari teori Maslow
adalah bahwa kebutuhan manusia
tersusun dalam suatu hirarkhi.
Tingkatan kebutuhan yang paling
rendah adalah kebutuhan fisiologis dan
yang paling tinggi adalah kebutuhan
aktualisasi diri.
b. Teori Kebutuhan dari Alderfer. Pada
dasarnya Alderfer dalam Gibson,
Ivancevich dan Donnely (2001 : 94)
setuju dengan pendapat Maslow,
namun menuru t d ia h i ra rkh i
kebutuhan itu hanya ada tiga yaitu : 1)
Existency (E), adalah kebutuhan yang
d ipuaskan o leh fak tor- fak tor
kebutuhan fisik seperti makanan, air,
udara, gaji/upah dan lain-lain, 2)
Relatednees (R), adalah kebutuhan
yang dipuaskan oleh hubungan sosial
dan hubungan antar pribadi yang
bermanfaat, 3)Growth (G), adalah
kebutuhan rasa puas yang dialami
seseorang bila ia dapat melakukan
upaya yang kreatif dan produktif.
c. Teori Prestasi dan Kekuasaan dari
David McClelland. McClelland
dalam Gibson, Ivancevich dan
Donnely (2002 : 97) bahwa banyak
kebutuhan yang diperoleh dari
kebudayaan. Melalui kehidupan
dalam suatu budaya, seseorang belajar
t e n t a n g k e b u t u h a n d e n g a n
mempelajarinya. Kebutuhan manusia
ada tiga macam, yaitu : Kebutuhan
Berprestasi (Need for Achievement =
nAch), Kebutuhan akan Kekuasaan
(Need for Power = nPow), dan
Kebutuhan untuk Berafiliasi dengan
orang lain (Need for Affiliation =
nAff).
Dari teori-teori di atas dapat
disimpulkan bahwa masing-masing teori
berusaha menjelaskan perilaku dari sudut
pandang yang berlainan. Walaupun
masing-masing teori tersebut mengandung
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Gaji dan Insentif Terhadap Motivasi Kerja
Karyawan Bank BPR Jombang 139
kritik namun tampak bahwa setiap individu
(karyawan) mempunyai kebutuhan yang
berasal dari pembawaan dan kebutuhan
yang dapat dipelajari.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Motivasi
Motivasi tidak secara otomatis
meningkatkan kinerja karyawan karena
banyak faktor yang berpengaruh pada
motivasi itu. Parter dan Miles (1974)
dalam Swasto (2000) mengemukakan, tiga
faktor utama yang mempengaruhi motivasi
yaitu :
a. Karateristik individu. Individu ialah
subyek organisasi yang memiliki
karakter yang berbeda-beda berdasarkan
kebutuhan dan pengalamannya. Ciri-ciri
itu membedakannya dari individu yang
lain. Menurut Gibson, Invansevich dan
Donnely (2002 : 52) dan ahli-ahli
lainnya, karateristik individu terdiri dari:
?Variabel psikologis (ciri kepribadian) :
kebutuhan nonmaterial nilai, sikap dan
minat;
?Variabel biografis (ciri individu) : usia,
kebutuhan material, masa kerja, jenis
kelamin, status perkawinan, dan
banyaknya tanggungan;
?Variabel fisiologis (ciri fisik individu),
yaitu ; kemampuan dasar meliputi :
kemampuan intelegensia/mental dan
kemampuan fisik;
?Variabel lingkungan, yaitu : keturunan
atau keluarga, kelas sosial dan
kebudayaan.
b. Karateristik Pekerjaan. Karateristik
pekerjaan adalah segala aspek dari
suatu pekerjaan yang menjelaskan sifat-
sifat umum yang dicerminkan dalam
persepsi oleh yang mengerjakannya
(Swasto, 2000 :27). Karateristik
pekerjaan meliputi beberapa faktor
yaitu:
?Ragam keterampilan, identitas tugas,
dan arti tugas.
?Otonomi yaitu suatu tingkat dalam
pekerjaan yang memberikan pekerja
k e b e b a s a n , k e m a n d i r i a n d a n
kebijaksanaan penjadwalan pekerjaan
dan menentukan pekerjaan harus
dilaksanakan (Schein, 1983 : 170 dalam
Sudjak, 1990)
?Umpan Balik yaitu tingkat dimana
pekerja mendapatkan informasi
mengenai efektif usahanya serta
pengetahuan tentang pelaksanaan tugas
dan hasil kerja atau kinerja dari suatu
pekerjaan yang dilakukan.
c. Karateristik Organisasi yaitu norma-
n o r m a o rg a n i s a s i y a n g a k a n
mempengaruhi tindakan karyawan
dann kesadarannya dalam aktivitas
sehari-hari saat bekerja (Swasto, 2002 :
27), meliputi:
? Kultur yaitu kebiasan dan budaya yang
d i k e m b a n g k a n o r a n g u n t u k
mengadakan perubahan Nadler (1986 :
264).
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Yayuk Wahyuningsih
140 Erminati Pancaningrum
?Kerjasama, kemampuan karyawan
untuk melaksanakan pekerjaan secara
bersama-sama dengan orang lain.
?Kepemimpinan adalah kemampuan
menggerakkan dan mengarahkan suatu
tindakan pada diri seseorang atau
kelompok orang untuk mencapai tujuan
tertentu pada situasi tertentu.
5. Kerangka Konseptual.
Gambar 1 : Kerangka Konseptual
6. Hipotesis.
Berdasarkan kerangka konseptual
diatas maka hipotesis yang berlaku adalah:
diduga ada pengaruh antara variabel gaji
(X ) dan variabel Insentif (X ) terhadap 1 2
Motivasi Kerja (Y) di Bank Jombang.
B. Metode Penelitian
1. Diskripsi Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah 28
karyawan bank Jombang, karena sampel
yang digunakan kurang dari 30 maka
ditetapkan dengan metode “ Sampling
Penuh “, dimana semua populasi yang ada
diambil menjadi sampel (Sugiyono, 78).
Karena populasi obyek penelitian kurang
dari 30 maka ditentukan pengambilan
sampling dengan teknik Sampling Penuh.
2. Variabel Penelitian dan Definisi
Operasional Variabel
Definisi konsep dan unsur-unsur
empiris terhadap variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian adalah:
1) Gaji, variabel ini mengacu pada :
imbalan uang, imbalan interpersonal
dan promosi
2) Insentif yaitu uang tambahan yang
diberikan kepada karyawan karena telah
melaksanakan tugas dengan baik
3) Motivasi Kerja, yaitu lebih difokuskan
pada karakteristik Organisasi. Variabel
ini dijabarkan kedalam item-item yaitu:
a) Kultur yai tu budaya yang
dikembangkan orang untuk mengatasi
perubahan, b) Persepsi yaitu pandangan
karyawan terhadap l ingkungan
kerjanya, diamati dari cara karyawan
mengartikan lingkungan kerjanya c)
Kerja sama yaitu kemampuan
karyawan untuk melaksanakan
pekerjaan bersama dengan orang lain.
4) Gaya kepemimpinan, adalah model
penerapan kepemimpinan seseorang.
5) Peraturan dan kebijaksanaan. Item ini
diukur dari prosedur kerja, desain
pekerjaan, program pengembangan/
p e l a t i h a n , k e b i j a k s a n a a n
kekaryawanan, sistem penggajian,
pemberian penghargaan serta misi
organisasi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Gaji dan Insentif Terhadap Motivasi Kerja
Karyawan Bank BPR Jombang 141
Untuk mendapatkan berbagai data yang
dibutuhkan, digunakan teknik pengambilan
data melalui observasi yaitu suatu cara
untuk mendapatkan data-data dengan terjun
langsung ke lapangan atau wilayah
pene l i t i an . Sedangkan ins t rumen
pengumpul data dipergunakan kuesioner,
yaitu membuat sejumlah pertanyaan tertulis
yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan
tentang pribadinya atau hal-hal yang ia
ketahui.
4. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini analisis data
dilakukan dengan metode regresi linear
sederhana, dengan alat bantu analisa
program SPSS. Teknik ini digunakan untuk
menguji adanya pengaruh antara variabel
bebas terhadap variabel tergantung, dengan
persamaan:
Dimana :
a = Harga konstan
b = Koefisien regresi yang menunjukkan
angka peningkatan ataupun penuru-
nan variabel dependen yang
didasarkan variabel independen.
å = Galat/tingkat kesalahan
Untuk menyatakan ada tidaknya
pengaruh gaji (X) secara parsial terhadap
motivasi kerja (Y) digunakan “uji t”,
dengan hipótesis:: H = 0 ………...... Tidak ada pengaruh0 1 ß
: H ≠ 0 ………… Ada pengaruh0 1
Apabila t hit > t tabel maka Hi ditolak
yang artinya ada pengaruh signifikan
variabel gaji (X ) maupun variabel Insentif 1
(X ) secara parsial terhadap variabel 2
motivasi kerja (Y). Sedangkan jika t hit < t
tabel maka Hi diterima yang artinya tidak
ada pengaruh signifikan variabel gaji (X ) 1
dan Insentif (X ) secara parsial terhadap 2
variabel motivasi kerja (Y)
Sedangkan hipotesa yang diajukan
untuk uji F (secara simultan) :
H : â = â = â = 0 ……. Tidak ada pengaruh0 1 2 3
H : â≠ß≠ß≠ 0 ………. Ada pengaruh0 1 2 3
Apabila F hitung > F tabel maka Ho
ditolak, artinya ada pengaruh signifikan
variabel Gaji (X ) dan Insentif (X ) secara 1 2
bersama terhadap motivasi kerja (Y),
apabila F hitung < F tabel maka Ho di
terima, artinya tidak ada pengaruh
signifikan variabel Gaji (X ) dan insentif 1
(X ) bersama terhadap motivasi kerja.2
D. Pembahasan
1. Analisa Diskriptif Variabel Gaji (X )1
Tabel 1 : Distribusi Skor Jawaban
Responden Untuk Variabel
Gaji (X )1
Sumber : Data primer diolah (2008)
Klasifikasi motivasi yang pertama atas
â
y = a + b (X) + e
Skor Item 1 2 3 4 5
F % f % f % f % F % Gaji mencukupi kebutuhan 0 0 3 10,7 5 17,8 12 42,8 8 28,5 Gaji selalu diterima tepat waktu
0 0 6 21,4 5 17,8 9 32,1 8 28,5
Gaji naik secara berkala 0 0 0 0 1 3,57 18 64,3 9 32,1 Gaji berbeda sesuai dengan beban pekerjaan
0 0 0 0 0 0 12 42,8 16 57,1
Gaji sesuai dengan pendidikan
0 0 0 0 0 0 10 35,7 18 64,3
Gaji sesuai dengan masa kerja
0 0 0 0 0 0 16 57,1 12 42,8
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Yayuk Wahyuningsih
142 Erminati Pancaningrum
dasar 6 (enam) item yang terkandung dalam
variabel Gaji (X ) yang terlihat pada tabel 11 1
diatas menunjukkan bahwa ada 4 (empat)
item pengukur yang indikator klasifikasi
termotivasinya cukup tinggi artinya dari ke
enam item di maksud ada pegawai yang
tidak termotivasi dalam bekerja atau item-
item itu tidak cukup merangsang mereka
untuk bekerja dengan lebih baik. Hal ini
terbukti dari tiga jawaban responden yang
telah memberikan pernyataan motivasi
rendah dengan skor terbanyak. Sedangkan
ke tiga jawaban responden dengan skornya
tertinggi ditunjukkan oleh : Memiliki
pengetahuan diluar bidang sekarang,
Peningkatan kerja akibat jenis tugas yang
banyak, Keyakinan yang kuat, dan
memperoleh kewenangan untuk mengatur.
2. Analisa Deskriptif Variabel
Insentif (X )2
Tabel 2: Distribusi Skor Jawaban
Responden Untuk Variabel
Insentif (X )2
Sumber : Data primer diolah. (2008)
Klasifikasi motivasi yang kedua atas
dasar empat item yang terkandung dalam
variabel Insentif (X ) yang terlihat pada 2
tabel dua diatas menunjukkan bahwa ada
satu item pengukur yang indikator
klasifikasi termotivasinya cukup tinggi
artinya dari ke tiga item di maksud ada
pegawai yang tidak termotivasi dalam
bekerja atau item-item itu tidak cukup
merangsang mereka untuk bekerja dengan
lebih baik. Hal ini terbukti dari tiga jawaban
responden yang telah memberikan dengan
skor terbanyak.
3. Analisa Deskriptif Variabel Motivasi
Kerja Pegawai (Y)
Tabel 3 : Distribusi Skor Jawaban
Responden Untuk Variabel
Motivasi (Y)
Sumber : Data primer diolah (2008)
4. Analisis Regresi Berganda Pengaruh
Variabel Gaji (X ) dan Insentif (X ) 1 2
Terhadap Motivasi kerja (Y)
Tabel 4 : Hasil Analisis Regresi Variabel
Gaji dan Insentif Terhadap
Motivasi Kerja
Sumber : Data primer diolah (2008)
Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui bahwa nilai F hitung sebesar
42,733 dengan angka probabilitasnya
sebesar 0,000 (p< 0,05). Sedangkan
Skor Item 1 2 3 4 5 f % f % f % F % f % Insentif diberikan tiap tahun
0 0 0 0 0 0 11 39,3 17 60,7
Insentif diberikan kepada yang berprestasi
0 0 0 0 0 0 20 71,4 8 28,6
Insentif memberikan rangsangan yang baik dalam bekerja
0 0 0 0 0 0 15 53,6 13 46,4
Insetive diberikan kepada semua karyawan
0 0 0 0 0 0 16 60,7 12 42,8
Skor Item 1 2 3 4 5
f % f % F % f % f % Mampu melaksanakan tugas tanpa bantuan orang lain
0 0 6 28,5 10 35,7 12 42,8 0 0
Percaya diri dan tepat dalam mengambil keputusan
0 0 4 10,7 8 28,5 10 37,7 6 21,4
Syarat-syarat mencapai prestasi
0 0 0 0 4 14,3 6 21,4 18 64,3
Kendala mencapai prestasi 0 0 1 3,57 3 10,7 18 64,3 6 21,4
Variabel B Beta t- hit Prob.
X1 0,376 0,758 5,920 0,000
X2 0,548 0,987 3,806 0,001
(Const.) -11,028 -3,811 0,001
Multiple R = 0,880
R2 –Adj = 0,774
F = 42,733
Prob = 0,000
Pengaruh Gaji dan Insentif Terhadap Motivasi Kerja
Karyawan Bank BPR Jombang 143
multiple R mempunyai nilai sebesar 0,880
yang menunjukkan adanya hubungan yang
cukup kuat antara variabel Gaji (X ) dan 1
Insentif (X ) terhadap Motivasi kerja (Y). 2
Variasi perubahan nilai variabel Motivasi
kerja (Y), dapat dijelaskan oleh seluruh
variabel bebas; Gaji (X ) dan Insentif (X ) 1 2
yang ditunjukkan dengan koefisien 2determinasi (R -Adj) sebesar 0,774, dan
sebesar 0,226 dipengaruhi oleh variabel
lain. Atau dapat dikatakan bahwa proporsi
kemampuan variabel-variabel Gaji dan
insentif dalam menjelaskan keragaman
variabel prestasi adalah sebesar 77,4%.
Nilai F-hitung sebesar 42,733 dengan
probabilitas 0,000 menunjukkan bahwa
persamaan regresi yang didapat, secara
statistik terbukti mampu menjelaskan
keragaman motivasi. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan nilai probabilitas
kesalahan model sebesar 0,000 adalah lebih
kecil dari nilai á = 0,05.
Dari hasil uji-F dapat ditarik kesimpulan
bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa
variabel Gaji dan Insentif mempunyai
pengaruh terhadap Motivasi kerja secara
simultan, dapat terbukti.
Berdasarkan hasil pengujian secara
parsial terhadap masing-masing variabel
bebas dapat diketahui :
1. Hasil analisis regresi variabel Gaji (X ) 1
terhadap Motivasi kerja (Y) pada tabel
diatas menunjukkan nilai p (0,000) <
0,05. Ini berarti secara parsial ada
pengaruh yang signifikan antara Gaji
terhjadap Motivasi kerja karyawan pada
taraf signifikansi 95%. Nilai koefisien
regresi (B) pada variabel Gaji (X ) 1
sebesar 0,376 menunjukkan bahwa bila
(X ) dinaikkan satu satuan, maka 1
Motivasi kerja (Y) akan menurun
sebesar 0,376, dengan asumsi variabel
lain konstan. Tingkat keberartian
pengaruh variabel Gaji terhadap
variabel prestasi secara statistik diuji
d e n g a n m e n g g u n a k a n u j i - t .
Berdasarkan hasil uji-t, variabel
perbaikan Gaji (X ) secara statistik 1
memberikan pengaruh perubahan yang
signifikan terhadap prestasi. Hal ini
terbukti dari nilai t-hitung 5,980
memberikan nilai probabilitas sebesar
0,000 adalah lebih kecil dari nilai á =
0,05.
2. Hasil analisis regresi variabel Insentif
(X ) terhadap Motivasi kerja (Y) pada 2
tabel diatas menunjukkan nilai p (0,000)
< 0,05. Ini berarti secara parsial ada
pengaruh yang signifikan antara Gaji
terhadap Motivasi kerja karyawan pada
taraf signifikansi 95%.. Sedangkan nilai
koefisien regresi (B) pada variabel
Insentif (X ) sebesar 0,548. Hal ini 2
menunjukkan bahwa bila (X ) dinaikkan 2
satu satuan, maka Motivasi kerja (Y)
akan meningkat sebesar 0,548. Tingkat
keberartian pengaruh variabel Insentif
terhadap variabel prestasi secara
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Yayuk Wahyuningsih
144 Erminati Pancaningrum
statistik diuji dengan menggunakan uji-
t. Berdasarkan hasil uji-t, variabel
Insentif (X ) secara statistik memberikan 2
pengaruh perubahan yang signifikan
terhadap prestasi. Hal ini terbukti dari
nilai t-hitung 3,806 memberikan nilai
probabilitas sebesar 0,001 adalah lebih
kecil dari nilai á = 0,05.
3. Menentukan pilihan diantara variabel-
variabel Gaji dan insentif sebagai
sebuah keputusan terhadap variabel
yang paling dominan mempengaruhi
prestasi digunakan koefisien beta, yaitu
koefisien regresi dari variabel bebas
yang telah dibakukan. Dari hasil
perhitungan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pengaruh yang paling
dominan berasal dari variabel Insentif
(X ) dengan nilai beta sebesar 0,987 2
dengan tingkat signifikan sebesar 0,001.
4. Dari hasil perhitungan regresi dengan
menggunakan program SPSS for
Windows, diperoleh model persamaan
sebagai berikut :
Y = -11,028 + 0,376 X1 + 0,548 X2
E. Simpulan.
Dari hasil perhitungan statistik dapat
dibuktikan bahwa hipotesis awal yang
menyatakan bahwa variabel gaji dan
insentif mempengaruhi motivasi kerja
karyawan dapat diterima. Dari hasil
pengujian secara simultan maupun parsial,
kedua variabel tersebut berpengaruh kuat
dan variabel yang berpengaruh paling
dominan adalah variabel insentif (X )2
F. Saran
Dari hasil pembahasan dan simpulan,
disarankan kepada pihak manajemen BPR
Bank Jombang agar memperhatikan
masalah gaji dan insentif. Apabila tidak
memungkinkan untuk menaikkan gaji
karena terbentur masalah prosedur,
karyawan bisa dimotivasi kinerjanya
dengan pemberian insentif sesuai dengan
tindakan nyata yang dilakukan masing-
masing karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2001. Prosedur
Penelitian : Suatu Pendekatan
Praktik. Cetakan kedelapan. Edisi
revisi. Rineka Cipta. Jakarta.
Davis, Keith and Werther, William B, 2002,
Human Resources and Personnel thManagement , 5 edition,
McGraw-Hill, Inc, USA.
Dharma, Agus, 2000, Manajemen Motivasi
kerja, Edisi Pertama, Rajawali,
Jakarta.
Dharma, Agus, 2000. Kepemimpinan
Dalam Organisasi. Edisi Pertama,
Rajawali, Jakarta.
Hani Handoko, T. 2001. Manajemen
Personalia dan Sumberdaya
Manusia . Penerbit Liberty,
Yogyakarta.
Malayu S.P. Hasibuan, 2001. Manajemen
Sumberdaya Manusia. PT. Toko
Pengaruh Gaji dan Insentif Terhadap Motivasi Kerja
Karyawan Bank BPR Jombang 145
Gunung Agung. Jakarta
Miftah Thoha. 2001. Perilaku Organisasi,
Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Rajawali Press. Jakarta
Sugiyono, 2001. Metode Penelitian Bisnis.
Alfabeta. Bandung
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Yayuk Wahyuningsih
146 Erminati Pancaningrum
PENGARUH DISIPLINTERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI
(Studi Kasus di BPR Bank Jombang)
Sasi Purwanti *
AbstractThe research which was done by the end of 2008 aimed to know whether “Discipline” influenced “Worker achievement” of BPR Bank Jombang. The kind of research is quantitative with simple regression analyse by using SPSS program. From the result was known that there was influence between “Discipline” to “Worker achievement” with significance degree 0.000 and 0,945 also R² 0,786. It meant that, about 78.6 % of “Worker achievement” influenced by “Discipline” factor and only 21,4% influenced by other factors. From those fact suggested, if organization wanted its workers worked better, it had to response its workers initiatives wisely, so the workers satisfied and it would influenced to the success of organization to in increase worker discipline, influencing to achievementKeywords: influence, discipline, worker achievement
Salah satu aspek penting yang perlu
diperhatikan dalam upaya meningkatkan
kualitas pelayanan BPR Bank Jombang
khususnya mengenai sumber daya manusia
adalah peningkatan kedisiplinan kerja
pegawai sebagai peningkatan pelayanan
sebab kemampuan yang dimiliki oleh
manusia atau tenaga kerja tanpa ditunjang
dengan kedisiplinan kerja yang tinggi maka
tugas atau pekerjaan yang dilaksanakan
tidak akan mencapai hasil yang maksimal
bahkan mungkin akan mengalami
kegagalan yang dapat merugikan
organisasi.
* Sasi Purwanti adalah pengajar di Universitas
Wijaya Putra Surabaya
Kedisiplinan adalah keinginan dan
kesadaran untuk mentaati peraturan-
peraturan perusahaan dan norma-norma
sosial. Hal ini mendorong gairah kerja,
semangat kerja, dan terwujudnya tujuan
perusahaan, pegawai dan masyarakat (H.
Malayu SP. Hasibuan (2000 : 23)
K e d i s i p l i n k e r j a y a n g b a i k
mencerminkan besarnya tanggung jawab
seseorang terhadap tugas-tugas yang
diberikan kepadanya. Semakin baik
disiplin kerja pegawai maka semakin tinggi
prestasi kerja yang akan dicapainya.
Disamping itu disiplin kerja merupakan
salah satu indikasi adanya semangat dan
kegairahan kerja yang dapat mendukung
terwujudnya pencapaian tujuan organisasi,
pegawai maupun masyarakat.
Penegakan disiplin kerja tidak dapat
diserahkan kepada para pegawai semata-
mata. Organisasi harus mempunyai
semacam pola pembinaan disiplin bagi
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
147 Sasi Purwanti
pegawainya. Menurut H. Malayu SP.
Hasibuan (2000 : 191), Kedisiplinan harus
ditegakkan dalam suatu organisasi
perusahaan. Tanpa dukungan disiplin
pegawai yang baik, sulit perusahaan untuk
mewujudkan tujuannya.
Organisasi yang baik harus berupaya
menciptakan peraturan dan tata tertib yang
akan menjadi rambu-rambu yang harus
dipatuhi oleh seluruh pegawai dalam
organisasi. Peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan disiplin tersebut antara
lain : 1) Peraturan jam masuk, pulang kerja
dan jam istirahat; 2) Peraturan dasar tentang
berpakaian dan bertingkah laku dalam
pekerjaan ; 3) Peraturan dan cara
melakukan pekerjaan dan berhubungan
dengan unit lain ; 4) Peraturan tentang apa
yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan oleh para pegawai selama dalam
organisasi dan sebagainya.
Sikap mental yang ditunjukkan dengan
kesungguhan untuk taat dan patuh terhadap
segenap ketentuan yang berlaku pada
gilirannya akan berkembang menjadi suatu
kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi
dirinya dan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam setiap aktivitasnya.
Potensi tersebut merupakan peluang yang
sangat penting untuk dikembangkan
sehingga para pegawai secara sukarela
menyumbangkan segenap potensi yang
dimilikinya demi keberhasilan pencapaian
tujuan organisasi. Dengan kata lain,
tertanamnya nilai disiplin pada setiap
pegawai negeri sipil dimanapun mereka
bertugas, niscaya fungsi-fungsi manajemen
akan mudah untuk direalisasikan pimpinan
organisasi.
Anggota organisasi yang tidak disiplin
akan diberikan hukuman dan hukuman
tersebut merupakan upaya sadar agar
anggota organisasi bersedia secara sukarela
mematuhi berbagai aturan dan kebijakan
yang telah ditetapkan oleh otoritas
tertinggi. Jika semua anggota organisasi
telah mempunyai komitmen yang tinggi
terhadap pentingnya aspek kedisiplinan
dalam bekerja maka hal tersebut akan
mempunyai korelasi yang positif terhadap
prestasi kerja mereka baik secara individu,
kelompok maupun prestasi organisasi
secara keseluruhan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi
kedisiplinan yang dikemukakan di atas
mungkin akan mempunyai pengaruh yang
berbeda pada organisasi atau instansi yang
berlainan, baik organisasi atau instansi
pemerintah maupun swasta. Untuk
mengetahui hubungan dari faktor
kedisiplinan tersebut terhadap tingkat
prestasi kerja pegawai dalam suatu
organisasi atau instansi tentunya
memerlukan suatu studi khusus yang lebih
dalam.
Peningkatan mutu kualitas pegawai
melalui proses penegakan kedisiplinan
kerja yang baik dan benar merupakan
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
148 Sasi Purwanti
kebutuhan yang mendasar. Peningkatan
penegakan kedisiplinan kerja pegawai
diharapkan dapat meningkatkan kinerja
atau prestasi kerja pegawai. Upaya untuk
meningkatkan prestasi kerja pegawai perlu
dilaksanakan penerapan faktor–faktor
penunjang kedisiplinan kerja yang efektif
dan berkesinambungan serta konsisten.
Faktor tersebut diharapkan dapat
menciptakan pegawai yang berprestasi dan
mampu mendukung pegawai Bank BPR
Jombang dalam menjalankan roda
pemerintahan dan pembangunan, sesuai
dengan tujuan dan tuntutan lingkungan yang
semakin kompleks.
Penelitian ini dilakukan pada akhir
tahun 2008, bertujuan untuk mengetahui
p e n g a r u h k e d i s i p l i n a n t e r h a d a p
peningkatan prestasi kerja pegawai dalam
melayani nasabah di BPR Jombang.
Diharapkan, dari hasil penelitian ini, akan
terjawab permasalahan yang diangkat
menjaditema penelitian ini.
Landasan Teori
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen adalah ilmu dan seni
mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber daya lainnya
secara efektif dan efisien untuk mencapai
suatu tujuan tertentu (H. Malayu SP.
Hasibuan, 2000:9). Sumber daya manusia
merupakan sesuatu yang paling dominan
didalam suatu organisasi maupun dalam
proses manajemen, berkaitan dengan hal
tersebut, Sondang P. Siagian (2001:23)
mengemukakan bahwa manusia modal
terpenting dari suatu organisasi, logis pula
untuk menerima pendapat bahwa investasi
terpenting yang dapat dan mungkin
dilakukan oleh suatu organisasi adalah
investasi insani. Alasan terkuat untuk
menyatakan demikian secara kategorikal
ialah bahwa pada analisa terakhir
manusialah yang akan menentukan berhasil
tidaknya organisasi mencapai tujuannya,
baik untuk jangka pendek, jangka sedang
maupun jangka panjang.
Kedisiplin Kerja
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin.
Istilah disiplin berasal dari bahasa latin
“Disciplina” yang menunjuk pada kegiatan
belajar dan mengajar. Sedangkan istilah
bahasa inggrisnya yaitu “Discipline” yang
berarti: 1) tertib, taat atau mengendalikan
tingkah laku, penguasaan diri; 2) latihan
m e m b e n t u k , m e l u r u s k a n a t a u
menyempurnakan sesuatu, sebagai
kemampuan mental atau karakter moral; 3)
hukuman yang diberikan untuk melatih
atau memperbaiki; 4) kumpulan atau
sistem-sistem peraturan-peraturan bagi
tingkah laku (Mac Millan dalam Tu'u,
2004:20). Selain itu, disiplin juga dapat
berarti tata tertib, ketaatan, atau kepatuhan
kepada peraturan tata tertib (Depdikbud
1988:208). Dalam bahasa Indonesia istilah
disiplin kerap kali terkait dan menyatu
dengan istilah tata tertib dan ketertiban.
Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai
(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 149
Dengan demikian, kedisiplinan hal-hal yang
berkaitan dengan ketaatan atau kepatuhan
seseorang terhadap peraturan atau tata tertib
yang berlaku.
Berdasarkan uraian di atas dapatlah
disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah
sikap seseorang yang menunjukkan
ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan
atau tata tertib yang telah ada dan dilakukan
dengan senang hati dan kesadaran diri.
Ada 3 (tiga) unsur dalam kedisiplinan
yaitu: 1) sikap mental (mental attitude) yang
merupakan sikap taat dan tertib sebagai
hasil atau pengembangan dari latihan,
pengendalian pikiran dan pengendalian
watak, 2) pemahaman yang baik mengenai
sistem peraturan perilaku, norma, kriteria,
dan standar yang sedemikan rupa, sehingga
pemahaman tersebut menumbuhkan
pengertian yang mendalam atau kesadaran,
bahwa ketaatan akan aturan. Norma, dan
standar tadi merupakan syarat mutlak untuk
mencapai keberhasilan (sukses), 3) sikap
kelakuan yang secara wajar menunjukkan
kesungguhan hati, untuk mentaati segala hal
secara cermat dan tertib (Prijodarminto S
1994:23).
Kedisiplin lahir, dan berkembang dari
sikap seseorang di dalam sistem nilai
budaya yang telah ada di dalam masyarakat.
Terdapat unsur pokok yang membentuk
disiplin, pertama sikap yang telah ada pada
diri manusia dan sistem nilai budaya yang
ada di dalam masyarakat. Sikap atau attitude
tadi merupakan unsur yang hidup di dalam
jiwa manusia yang harus mampu bereaksi
terhadap lingkungannya, dapat berupa
tingkah laku atau pemikiran. Sedangkan
sistem nilai budaya merupakan bagian dari
budaya yang berfungsi sebagai petunjuk
atau pedoman dan penunutun bagi kelakuan
manusia.
Perpaduan antara sikap dengan sistem
nilai budaya yang menjadi pengarah dan
pedoman tadi mewujudkan sikap mental
berupa perbuatan atau tingkah laku. Unsur
tersebut membentuk suatu pola kepribadian
yang menunjukkan perilaku disiplin atau
tidak disiplin.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kedisiplin
Kedisiplinan merupakan tingkah laku
manus ia yang kompleks , karena
menyangkut unsur pembawaan dan
lingkungan sosialnya. Ditinjau dari sudut
psikologi, bahwa manusia memiliki dua
kecenderungan yang cenderung bersikap
baik dan cenderung bersikap buruk,
cenderung patuh dan tidak patuh,
cenderung menurut atau membangkang,.
Kecenderungan tersebut dapat berubah
sewaktu-waktu tergantung bagaimana
pengoptimalannya. Sehubungan manusia
memiliki dua potensi dasar tersebut, maka
agar manusia memiliki sikap positif dan
berperilaku disiplin sesuai dengan aturan
maka perlu upaya optimalisasi daya-daya
jiwa manusia melalui berbagai bentuk
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
150 Sasi Purwanti
penanaman kedisiplin dan kepatuhan.
Upaya-upaya tersebut baik melalui
pembiasaan-pembiasaan, perubahan pola
dan sistem aturan yang mengatur tingkah
lakunya, kebijaksanaan, sistem sanksi, dan
penghargaan bagi pelaku dan pengawasan.
Ada dua faktor penyebab timbul suatu
tingkah laku disiplin yaitu kebijaksanaan
aturan itu sendiri dan pandangan seseorang
terhadap nilai itu sendiri (Subari, 1991:166).
Beberapa faktor yang mempengaruhi
kedisiplinan tersebut, antara lain yaitu: (1)
anak itu sendiri, (2) sikap pendidik, (3)
lingkungan, dan (4) tujuan (Haditono
1984:36). Mengacu pada pengertian bahwa
kedisiplinan merupakan suatu sikap,
tingkah laku dan perbuatan tentu
m e m p u n y a i b a n y a k f a k t o r y a n g
menunjangnya. Dalam hubungan ini H.
malayu SP. Hasibuan (2000:191)
mengemukakan bahwa pada dasarnya
banyak indikator yang mempengaruhi
tingkat kedisiplinan pegawai suatu
organisasi di antaranya adalah : 1) Tujuan
dan kemampuan, 2) Teladan pimpinan, 3)
Balas jasa, 4) Keadilan 5) Pengawasan
melekat (waskat), 6) Sanksi hukuman, 7)
Ketegasan, 8) Hubungan kemanusiaan.
Sa lah sa tu tu juan pember ian
kompensasi yang sangat erat dengan
kedisiplinan kerja adalah menghargai
perilaku yang diinginkan (reward desired
behavior) karena kompensasi dapat
mendorong perilaku-perilaku pegawai yang
diinginkan oleh perusahaan seperti prestasi
yang baik, kesetiaan, tanggung jawab dan
perilaku lain yang dapat menunjang
terwujudnya tujuan perusahaan. Hukuman
merupakan salah satu faktor penunjang
kedisiplinan yang penting dan sangat
berpengaruh terhadap hasil kerja yang
tercermin dari prestasi kerja pegawai yang
di jatuhkan kepada pegawai yang
melanggar peraturan disiplin baik di dalam
maupun di luar organisasi.
A d a b e b e r a p a f a k t o r y a n g
menghambat pendisiplinan yaitu: 1)
pimpinan kurang dapat menegakkan
disiplin terhadap semua pegawai, 2) belum
adanya tindakan yang tegas dalam
menghadapi pegawai-pegawai yang
melanggar peraturan dan 3) belum adanya
kesadaran pegawai akan pentingnya displin
kerja dan lain sebagainya
Pedoman Pendisiplinan
A g u s D h a r m a ( 2 0 0 0 : 1 8 3 )
mengungkapkan bahwa dalam tindakan
pendisiplinan perlu dijalankan dengan
memperhatikan beberapa pedoman seperti :
a. Pendisiplinan hendaknya dilakukan
secara pribadi, artinya tidak seharusnya
memberikan teguran kepada bawahan
dihadapan orang banyak.
b. P e n d i s i p l i n a n h a r u s b e r s i f a t
membangun, artinya memberikan
teguran handaknya juga disertai dengan
saran tentang bagaimana seharusnya
berbuat untuk tidak mengulangi lagi
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai
(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 151
kesalahan yang lama.
c. Pendisiplinan haruslah dilakukan oleh
atasan langsung dengan segera, artinya
jangan menunda-nunda pemberian
pendisiplinan sampai masalahnya
“terlupakan” sewaktu kesalahannya
masih “segar” teguran akan lebih efektif
daripada diberikan selang beberapa
waktu.
d. Keadilan dalam pendisiplinan sangat
diperlukan, artinya suatu kesalahan yang
sama handaknya diberikan hukuman
yang sama pula. Jangan melakukan
pendisiplinan dengan pilih kasih.
e. Pendisiplinan harus ada tindak lanjut,
artinya jika seorang pegawai melakukan
pelanggaran kecil diikuti dengan
peringatan lisan tidak selalu diperlukan
tindak lanjut. Akan tetapi, bila kesalahan
tersebut terjadi berulang-ulang atasan
perlu berbicara secara formal untuk
mengkaji masalah pegawai tersebut dan
dapat mempertimbangkan untuk
melakukan tindakan pendisiplinan yang
lebih keras.
Tindakan Pendisiplinan
Tindakan pendisiplinan merupakan
upaya untuk menghindari terjadinya
pelanggaran-pelanggaran. Keinginan
pegawai hendaknya dapat terintegrasikan
dengan tujuan organisasi, namun organisasi
harus mempunyai peraturan yang telah
disepakati bersama sehingga pelanggaran
terhadap peraturan tersebut harus dikenai
t indakan pendis ipl inan. Kegiatan
pendisiplinan ada dua tipe, yaitu preventif
dan korektif.
1) Tindakan Pendisiplinan Preventif.
Pendisiplinan yang bersifat preventif
adalah tindakan yang mendorong para
pegawai untuk taat pada berbagai
ketentuan yang berlaku dan memenuhi
standar yang telah ditetapkan (Sondang
P. Siagian, 2001:299). Keberhasilan
penerapan tindakan pendisiplinan
preventif terletak pada disiplin pribadi
para anggota organisasi. Agar disiplin
pribadi tersebut makin kokoh lebih
lanjut Siagian mengatakan paling tidak
ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh
manajemen yaitu : 1) Para anggota
organisasi perlu didorong agar
mempunyai rasa memiliki organisasi, 2)
Para pegawai perlu diberi penjelasan
tentang berbagai ketentuan yang wajib
ditaati dan standar yang harus dipenuhi,
3) Para pegawai didorong menentukan
sendiri cara-cara pendisiplinan diri
dalam kerangka ketentuan-ketentuan
yang berlaku umum bagi seluruh
anggota organisasi.
2) Tindakan Pendisiplinan Korektif. T.
H a n i H a n d o k o ( 2 0 0 0 : 2 0 9 )
mengemukakan bahwa pendisiplinan
korektif adalah kegiatan yang diambil
untuk menangani pelanggaran terhadap
aturan-aturan dan mencoba untuk
mengindari pelanggaran-pelanggaran
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
152 Sasi Purwanti
lebih lanjut. Selain itu, tindakan
pendisiplinan korektif dilakukan jika ada
pegawai yang nyata-nyata telah
melakukan pelanggaran atas ketentuan-
ketentuan yang berlaku atau gagal
memenuhi standar yang telah ditetapkan,
maka kepadanya dikenakan sanksi
disipliner (Sondang P. Siagian,
2001:306).
Sasaran-sasaran dari t indakan
pendisiplinan hendaknya bersifat positif,
bersifat mendidik dan mengoreksi bukan
tindakan negatif yang menjatuhkan pegawai
yang berbuat salah atau melanggar. Ada
beberapa sasaran tindakan pendisiplinan
seperti yang dikemukakan oleh T. Hani
Handoko (2000:209) sebagai berikut : 1)
Untuk memperbaiki pelanggar, 2) Untuk
menghalangi para pegawai yang lain
melakukan kegiatan-kegiatan yang serupa,
3) Untuk menjaga beberapa standar
kelompok supaya tetap konsisten dan efektif
4) Tujuan pendisiplinan agar dapat tercapai
maka pendisiplinan harus ditetapkan secara
bertahap yaitu mulai dari yang paling ringan
hingga pada yang berat.
Pembinaan kedisiplin kerja pegawai
d imaksudkan un tuk memperba ik i
efektivitas dan mewujudkan kemampuan
kerja pegawai dalam rangka mencapai
sasaran yang telah ditetapkan oleh
organisasi.
Prestasi Kerja
Prestasi merupakan suatu hal yang
telah orang sejak pertama kali manusia
dilahirkan karena setiap orang dilahirkan
dari berbagai keinginan; ingin dihargai,
ingin dipercayai, ingin disayangi berbagai
keinginan lainnya. Rao (2001:32)
menyatakan bahwa prestasi kerja
merupakan sarana penentu dalam mencapai
tujuan oraganisasi. untuk itu perlu secara
terus menerus berusaha meningkatkan
investasi kerja tersebut. Peningkatan
prestasi kerja pegawai perlu dibantu oleh
orang agar mereka mengerti semakin jelas
perannya, mengenali peluang untuk
m e n g e m b i l r e s i k o , m e n g a d a k a n
percobaan-percobaan dan bertumbuh
didalam perannya, mengerti kekuatan dan
kelemahan diri sendiri dalam menjalankan
berbagai fungsi daam tersebut.
P r e s t a s i k e r j a j u g a d a p a t
didefinisikan sebagai hasil kerja yang
dicapai oleh seseorang atau sekelompok
dalam suatu organisasi dalam kurun
waktu tertentu, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-
masing, dalam rangka upaya mencapai
tujuan organisasi yang bersangkutan
secara legal, tidak melanggar hukum
dan sesuai dengan moral maupun etika
(Prawirosentono, 2000:49).
Gomes (2000:11) menyatakan
bahwa prestasai kerja seringkali
berkaitan erat dengan dua faktor utama
yaitu: 1) Kesediaan/motivasi untuk
bekerja yang menimbulkan usaha, 2)
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai
(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 153
Kemampuan untuk melaksanakan
pekerjaan.
Dengan kata lain prestasi kerja adalah
fungsi interaksi antara motivasi kerja
dengan kemampuan. Atau P =F (M x A)
dimana P = Performance; M = Motivation
dan A = ability. Alasan dari hubungan
perkalian ini berarti apabila prestasi kerja
seseorang menurun maka ini dapat
merupakan hasil dari motivasi yang
menurun atau kemampuannya tidak baik,
hasil kedua komponen (motivasi) dan
kemampuan yang menurun.
Tujuan Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi kerja merupakan
suatu pedoman dalam bidang personalia
untuk mengetahui dan menilai hasil kerja
pegawai selama periode tertentu. Tujuan
penilaian prestasi kerja pegawai adalah :
1) Mengetahui keadaan ketrampilan dan
kemampuan setiap pegawai secara rutin.
2) Untuk digunakan sebagai dasar
perencanaan bidang personalia,
khususnya penyempurnaan kondisi
kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
3) Dapat digunakan sebagai dasar
pengembangan dan pendayagunaan
pegawai seoptimal mungkin; sehingga
dapat diarahkan perencanaan karier,
kenaikan pangkat dan jabatan, dan lain-
lain.
4) Mendorong terciptanya hubungan
timbal balik yang sehat antara atasan dan
bawahan.
5) Mengetahui kondisi tempat kerja
(kantor) secara keseluruhan dari bidang
personalia khususnya prestasi pegawai.
6) Secara pribadi, bagi pegawai dapat
mengetahui kekuatan dan kelemahan
masing-masing sehingga dapat memacu
perkembangan. Sebaliknya bagi atasan
yang menilai akan lebih memperhatikan
dan mengenal bawahan, sehingga dapat
membantu memotivasi pegawai dlam
bekerja.
7) Hasil penelitian pelaksanaan pekerjaan
dapat bermanfaat bagi penelitian dan
pengembangan di bidang personalia
secara keseluruhan. (Soeprihanto, 2001)
Ada dua cara metode penilaian
evaluasi prestasi kerja yaitu: Menurut
metode evaluasi prestasi kerja ada dua
yaitu :
1) Metode evaluasi antar pribadi, meliputi:
rating scale, checklist, peristiwa kritis,
peninjauan lapangan, tes dan observasi
prestasi kerja, dan
2) Metode evaluasi kelompok, meliputi:
metode ranking dan grading Swasto
(2000)
Standar Prestasi Kerja
Standar prestasi kerja mempunyai dua
manfaat :
1) Standard berfungsi sebagai sasaran
atau target bagi pelaksanaan kerja
pegawai. Tantangan pencapaian
sasaran bisa memotivasi para pegawai.
2) Standard adalah kriteria dengan mana
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
154 Sasi Purwanti
keberhasilan kerja dinilai atau diukur.
Tanpa standards, tidak ada sistem
pengawasan yang dapat mengevaluasi
pelaksaan kerja.
Sebelum menentukan standar prestasi
pelaksaan pekerjaan pada dasarnya
dibutuhkan beberapa aspek seperti
pengukuran kerja, penelitian, dan
penentuan standar waktu baik untuk
pekerjaan dengan mesin atau tanpa mesin.
Dari analisis terhadap aspek-aspek tersebut
dapat diperoleh satuan standar prestasi
pelaksaan pekerjaan.
Satuan standar prestasi pelaksaan
pekerjaan biasanya dapat dinyatakan dalam
sekian menit per unit/ per sepuluh / per
seratus/ per seribu atau dapat juga dengan
satuan lain: sekian menit per meter/ per yard 2/ per m / per ton, dsb .
Dalam bentuk rumus, maka prestasi dapat
diukur sebagai berikut :
Kenyataan dalam praktek, karena kesulitan
penelitian dan penentuan standar waktu dan
penetuan standar prestasi kerja maka
biasanya menggunakan dasar pengalaman,
judment dan rata – rata yang telah dicapai
sebelumnya oleh pegawai yang dianggap
cukup te rampi l da lam beker ja (
Soeprihanto, 2001)
Standar prestasi kerja menyajikan dua
fungsi, yaitu : 1) menentukan sasaran
(target) bagi pekerja sehingga para pekerja
paham apa yang dituntut perusahaan atas
dirinya, 2) menentukan kriteria ukuran
keberhasilan pelaksanaan suatu pekerjaan.
Prestasi Kerja Individu
Prestasi Kerja diartikan sebagi hasil
usaha seseorang yang dicapai dengan
kemampuan dan perbuatan dalam situasi
tertentu. Simamora (2001) menyatakan
bahwa prestasi kerja adalah tingkat
terhadap mana para pegawai mencapai
persyaratan-persyaratan pekrjaan.
Bernardin dan Russel (1993) juga
mendifinisikan bahwa prestasi kerja
merupakan catatan perolehan yang
dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan
tertentu atau kegiatan selama suatu periode
waktu tertentu.
Gambar 1: Keterkaitan Antara usaha,
Kemampuan, Kondisi Kerja
dan Prestasi Kerja (Diadopt
dari Klenger dan
Nalbandian, 2002)
Berdasarkan gambar diatas jelaslah
kiranya bahwa Prestasi Kerja merupakan
p e n j u m l a h a n d a r i u s a h a d a n
kecakapan/kemampuan/bakat. Prestasi
jammenit dalam 100mesin x waktu
dan kerjau input wakt
standarmenit dalam
kerjaoutput
Pr =estasi
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai
(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 155
Kerja bisa dikategorikan linerja individu
dan kinerja organisasi.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Prestasi Kerja Individu
Mar'at (2000) menyimpulkan: ada dua
faktor yang dapat mempengaruhi prestasi
kerja individu yaitu : 1) faktor individu dan
2) faktor situasi kerja. Prestasi kerja
individu ditentukan oleh seberapa besar
usaha yang ia lakukan dan seberapa besar
bakat atau kemampuan yang ia miliki. Setip
individu adalah uniq. Setiap individu
berbeda kemampuannya, wujud fisiknya,
motivasinya, dan lain-lain. Adapun faktor
situasi kerja, bisa mendukung atau
sebaliknya (menghambat). Faktor situasi
kerja yang mendukung prestasi kerja
individu misalnya hubungan yang baik antar
anggota organisasi, sarana prasarana yang
mendukung, adanya kejelasan tugas,
wewenang, dan tanggung jawab masing-
masing individu, adanya pengakuan dari
pimpinan atas prestasi bawhan, pimpinan
m e m a h a m i / m e m e n u h i k e b u t u h a n
/keinginan bawahan, bawahan memahami
keinginan atasan, dan lain-lain. Situasi kerja
yang mendukung tersebut diprediksikan
akan mampu meningkatkan prestasi kerja
individu.
Hubungan Penunjang Kedisiplinan dan
Prestasi Kerja
Pembahasan disiplin pegawai dalam
manajemen sumber daya manusia
berangkat dari pandangan bahwa tidak ada
manusia yang sempurna, luput dari
kekhilafan dan kesalahan. Oleh karena itu,
Sondang P. Siagian (2001 ; 305)
menyatakan bahwa, setiap organisasi perlu
memiliki berbagai ketentuan yang harus
ditaati oleh para anggotanya dan standar
yang harus dipenuhi.
Dis ip l in merupakan t indakan
manajemen untuk mendorong para anggota
organisasi memenuhi tuntutan berbagai
ketentuan tersebut. Dengan kata lain,
pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk
pelatihan yang berusaha memperbaiki dan
membentuk pengetahuan, sikap dan
perilaku pegawai sehingga para pegawai
tersebut secara sukarela berusaha bekerja
secara kooperatif dengan pegawai yang lain
serta meningkatkan prestasi kerjanya.
Malayu Sp. Hasibuan (2000 : 191)
menyatakan bahwa, kedisiplinan adalah
suatu fungsi operatif yang penting karena
semakin baik disiplin pegawai, maka
semakin tinggi prestasi kerja yang dapat
dicapainya. Tanpa disiplin pegawai yang
baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil
yang optimal.
Pimpinan dikatakan efektif dalam
kepemimpinannya, bila bawahannya
mempunyai kedisiplinan yang baik. Untuk
m e m e l i h a r a d a n m e n i n g k a t k a n
kedisiplinan yang baik adalah hal yang sulit
k a r e n a b a n y a k f a k t o r y a n g
mempengaruhinya. Peraturan dan
hukuman juga d iper lukan da lam
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
156 Sasi Purwanti
pendisiplinkan pegawai karena peraturan
memberikan bimbingan dan penyuluhan
bagi pegawai dalam menciptakan tata tertib
yang baik pada organisasi. Dengan tata
tertib yang baik, semangat kerja, moral
kerja, efisiensi dan efektifitas kerja
pegawai akan meningkat. Hal ini akan
mendukung tercapainya tujuan organisasi,
pegawai dan masyarakat. Hukuman juga
d i p e r l u k a n d a l a m m e n i n g k a t k a n
kedisiplinan dan mendidik pegawai agar
mentaati semua peraturan organisasi.
Pemberian hukuman harus adil terhadap
semua pegawai. Dengan keadilan sasaran
pemberian hukuman akan dapat tercapai.
Peraturan tanpa dibarengi pemberian
hukuman yang tegas bagi pelanggarnya
bukan menjadi alat pendidik bagi pegawai.
Kerangka Konseptual Pemikiran.
Gambar 2 : Kerangka Konsep
Berdasarkan gambar diatas maka
hipotesis yang berlaku pada penelitian ini
adalah: Diduga ada pengaruh antara
kedisiplinan kerja dan prestasi kerja
pegawai di BPR Jombang baik secara
serentak maupun parsial.
Metode Penelitian
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini semua
elemen yang ada dalam wilayah penelitian
yaitu seluruh pegawai pada BPR Jombang.
Suharsini Arikunto (2000:107)
berpendapat bahwa apabila subyeknya
kurang dari 100, lebih baik diambil semua
sehingga penelitiannya merupakan
penelitian populasi selanjutnya jika jumlah
subyeknya besar dapat diambil antara 10-
15% atau 20-25% atau lebih.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka
peneliti mengambil total sampel yang ada
yaitu 42 pegawai di Perusahaan Daerah
BPR Jombang Kabupaten Jombang. Data
atau informasi yang diperlukan untuk
penulisan skripsi ini diperoleh dengan cara
meminta keterangan melalui pengisian
angket dari semua populasi yang sekaligus
dijadikan sampel dalam penelitian ini.
Definisi Variabel Operasional
Penelitian ini terdiri dari 2 (dua)
variabel yaitu, kedisiplinan kerja (X) yang
merupakan variabel bebas dan prestasi
kerja (Y) merupakan variabel terikat
dengan operasionalisasi variabel sebagai
berikut:
1) Kedisiplinan Kerja (X), yaitu faktor
yang menopang dan mendorong
pegawai agar mempunyai suatu sikap,
tingkah laku dan perbuatan untuk
mentaati semua norma dan aturan yang
telah ditetapkan oleh organisasi, dengan
indikator-indikator :
a) Kesejahteraan pegawai diartikan
sebagai persepsi dari pegawai tentang
tingkat pendapatan yang berupa gaji
dan tunjangan yang diterima setiap
bulannya untuk memenuhi kebutuhan
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai
(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 157
minimum secara layak.
b) Hukuman/ketegasan d iar t ikan
sebagai persepsi atau pemahaman
pegawai terhadap hukuman atau sanksi
yang akan diterima jika mereka
melanggar ketentuan dan peraturan
yang berlaku.
c) Kemampuan merupakan persepsi
p e g a w a i t e r h a d a p k e s e s u a i a n
kemampuan yang dimiliki pegawai,
baik itu kemampuan pribadi maupun
kemampuan dari latar belakang
pendidikan.
d) Keteladanan pimpinan merupakan
sikap dan persepsi pegawai terhadap
pemimpin tentang sifat-sifat pemimpin
yang dapat dijadikan teladan atau
panutan bagi bawahannya, kemampuan
pemimpin untuk membangkitkan
semangat kerja dan disiplin kerja
bawahan.
2) PrestasiKerja (Y), yaitu hasil kerja yang
dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya dengan
menggunakan metode atau cara kerja
sesuai dengan kriteria dan ukuran yang
t e l a h d i t e t a p k a n d e n g a n
operasionalisasi variabel sebagai
berikut:
1) Kualitas kerja yaitu suatu mutu pekerja-
an yang akan dijadikan sebagai tolok
ukur keberhasilan suatu organisasi
dalam penyelesaian tugas.
2) Kuantitas kerja menunjukkan seberapa
banyak hasil kerja yang dilaksanakan
sesuai dengan rencana.
3) Ketepatan Waktu menunjukkan apakah
pegawai dalam menjalankan tugasnya
telah sesuai dengan sandart yang
ditetapkan oleh BPR Jombang.
Teknik Pengumpulan Data
Data utama (primer) yang digunakan
dalam penelitian ini diperoleh melalui
kuesioner yang dimaksudkan untuk
memperoleh data tertulis dari responden
berkaitan dengan imbalan, lingkungan
kerja, dan kinerja karyawan di lingkungan
BPR Jombang. Selain itu memperoleh data-
data pelengkap (data sekunder) yang lain,
diperoleh melalui dokumentasi (data arsip)
terutama untuk mengetahui sejarah
perusahaan, jumlah karyawan, struktur
orutrganisasi, dan lain-lain
Teknik Analisa Data
Untuk menganalisa data digunakan
Regresi Linear Sederhana menggggunakan
alat bantu analisa software SPSS, dengan
rumus :
Y = a + b X + e
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
X = Kedisiplinan Kerja
Y = Prestasi Kerja
e = Galat
Penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif maka untuk memperoleh data
d i p e rg u n a k a n s k a l a l i k e r t y a n g
dipergunakan dari masing-masing jawaban
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
158 Sasi Purwanti
untuk pengukuran ini, masing-masing
jawaban responden dengan skor : a) sangat
setuju (SS) dengan skor 5 (lima), b) setuju
(S) dengan skor 4 (empat), c) Kurang Setuju
(KS) dengan skor 3 (tiga), d) tidak setuju
(TS) skor 2 (dua) dan e) sangat tidak setuju
atau tidak pernah (STS) skor 1 (satu)
Pengujian Hipotesis
Dengan menentukan dan mengukur
pola hubungan antara variabel dan tingkat
signifikan koefisien korelasi tersebut,
selanjutnya dilakukan analisa nilai dengan
menggunakan ”uji F” dan ”Uji t” serta
meregresi hasil persamaan. Uji t digunakan
menguji tingkat keyakinan atau koefisien
regresi secara parsial dengan cara
membandingkan t hitung dengan t tabel
pada tingkat kepercayaan sebesar = 0,05.
Regresi antara variabel dependen (Y)
dengan variabel independen (X) dengan
hipotesis: : H =â = = 0 ……... Tidak ada pengaruh0 1 2 3
:H ß≠ß≠ß≠0…………. Ada pengaruh0 1 2 3
Apabila t hitung > t tabel, maka Ho
ditolak, yang berarti ada pengaruh variabel
kedisiplinan kerja (X) secara parsial
terhadap prestasi kerja (Y) sedangkan
apabila t hitung < t tabel maka Ho yang
berarti tidak ada pengaruh terhadap variabel
kedisiplinan kerja (X) secara parsial
terhadap prestasi kerja (Y).
Pembahasan
Analisis Data Dan Intepretasi
Pengujian secara serentak dilakukan
ß ß
dengan menggunakan “Uji F” dengan
t i n g k a t k e p e r c a y a a n 9 5 % a t a u
signifikansinya 0,05.
Tabel 1 : Analisis Regresi Variabel
Displin Kerja Terhadap
Prestasi Kerja
Sumber : Data primer diolah (2008)
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa nilai F hitung sebesar 160,494
dengan angka probabilitasnya sebesar
0,000 (p< 0,05). Sedangkan multiple R
mempunyai nilai sebesar 0,786 yang
menunjukkan adanya hubungan yang
cukup kuat antara variabel Disiplin Kerja
(X) terhadap prestasi kerja (Y). Variasi
perubahan nilai variabel prestasi kerja (Y),
dapat dijelaskan oleh seluruh variabel
bebas; Disiplin Kerja (X) yang ditunjukkan 2dengan koefisien determinasi (R -Adj)
sebesar 0,744, dan sebesar 0,256
dipengaruhi oleh variabel lain. Atau dapat
dikatakan bahwa proporsi kemampuan
variabel-variabel Disiplin Kerja (X) dalam
menjelaskan keragaman variabel prestasi
adalah sebesar 74,4%.
Nilai F-hitung sebesar 160,494 dengan
probabilitas 0,000 menunjukkan bahwa
persamaan regresi yang didapat, secara
statistik terbukti mampu menjelaskan
Variabel B Beta t- hit Prob. X 0,945 0,824 12,669 0,000
(Const.) 0,101 0,331 0,563 Multiple R = 0,786
R2 –Adj = 0,744 F = 160,494 Prob = 0,000 Ftabel = 3,96 t-tabel = 1,66
i.
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai
(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 159
keragaman Disiplin Kerja. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan nilai probabilitas
kesalahan model sebesar 0,000 adalah lebih
kecil dari nilai = 0,05. Dari hasil uji-F dapat
ditarik kesimpulan bahwa hipotesis yang
menyatakan bahwa Disiplin Kerja (X)
mempunyai pengaruh terhadap prestasi
kerja secara simultan, dapat terbukti.
Berdasarkan hasil pengujian secara
parsial terhadap masing-masing variabel
bebas diketahui :
1) Hasil analisis regresi variabel disiplin
kerja (X) terhadap prestasi kerja (Y)
pada tabel diatas menunjukkan nilai p
(0,000) < 0,05. Ini berarti secara parsial
ada pengaruh yang signifikan antara
Disiplin Kerja (X) terhadap prestasi
kerja pegawai pada taraf signifikansi
95%. Nilai koefisien regresi (B) pada
variabel Disiplin Kerja (X) sebesar
0,945 menunjukkan bahwa bila X
dinaikkan satu satuan, maka prestasi
kerja (Y) akan meningkat sebesar
0,945, dengan asumsi variabel lain
konstan.
2) Tingkat keberartian pengaruh variabel
Disiplin Kerja (X) terhadap variabel
prestasi secara statistik diuji dengan
menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil
uji-t, variabel perbaikan Disiplin Kerja
(X) secara statistik memberikan
pengaruh perubahan yang signifikan
terhadap prestasi. Hal ini terbukti dari
nilai t-hitung 1,66 memberikan nilai
probabilitas sebesar 0,000 adalah lebih
kecil dari nilai =0,05. Maka dari hasil
analisa diatas, model persamaan
regresinya adalah:
Y = 0,101 + 0,945 X
Persamaan tersebut menjelaskan
bahwa konstanta sebesar 0,101 mempunyai
arti jika tidak ada Disiplin kerja (X), maka
prestasi kerja pegawai (Y) sebesar 0,101.
Model regresi yang digunakan dapat
dikatakan sebagai model linier klasik,
karena berdasarkan uji asumsi klasik tidak
terjadi penyimpangan dalam model 2 tersebut. Besar kecilnya R yang diperoleh,
bukan merupakan ukuran un tuk
menyatakan tepat atau tidaknya model yang
dipakai (Gujarati, 1995). Berdasarkan hasil
penelitian di lapangan menunjukkan bahwa
variabel Disiplin Kerja mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap prestasi
kerja pegawai (p=0,000 < 0,05). Variasi
perubahan nilai variabel prestasi kerja
yang dapat dijelaskan oleh seluruh variabel
bebas (disiplin Kerja) secara simultan
sebesar 74,4%, selebihnya sebesar 25,6%
dijelaskan oleh variabel lain.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa Displin Kerja mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap Prestasi Kerja.
Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat
signifikansi dari perhitungan regresi yang
telah dilakukan, sedangkan nilai koefisien
determinasinya cukup kecil. Ini berarti
bahwa Disiplin Kerja masih kurang
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
160 Sasi Purwanti
diperhatikan sebagai variabel yang
mempunyai pengaruh terhadap penentuan
Prestasi Kerja pegawai. Oleh karena itu
dalam penelitian ini, peneliti juga telah
berhasil mengungkapkan bahwa perlu
dilakukan peningkatan Disiplin Kerja
pegawai untuk membantu peningkatan
penilaian Prestasi Kerja terhadap pegawai.
Dengan kata lain bahwa dalam pengukuran
Prestasi Kerja pegawai perlu diperhatikan
seberapa besar Disiplin Kerja pegawai
sebagai salah satu variabel yang mempunyai
pengaruh signifikan dalam penelitian ini.
Implikasi
Setelah dikaji lebih, penelitian ini juga
menemukan fakta bahwa Pegawai BPR
Jombang Kabupaten Jombang belum
memberikan perhatian serius pada
pembinaan pegawai, utamanya item
pengukuran displinan yang terkandung
dalam X yang dipandang amat lemah oleh
pegawai antara lain :
1) Disiplin Kerja (X) terdiri dari
kese jah te raan , hukuman a tau
k e t e g a s a n , k e m a m p u a n d a n
keteladanan pemimpin.
2) Prestasi Kerja (Y) terdiri dari Kuantitas
kerja dan Kualitas kerja
Dalam penelitian ini pembahasan lebih
menitikberatkan pada pendekatan kualitas
pribadi karena peneliti menganggap lebih
terkait dangan pembinaan pegawai, maka
setelah ditelusuri penyebab umumnya yang
utama adalah karena adanya penggunaan
kekuasaan (power) oleh pimpinan secara
berlebihan sehingga peraturan yang baku
sulit ditegakkan dan mengakibatkan
pengaruh Displin Kerja pegawai tadi
terabaikan. Untuk mencegah keadaan agar
tidak menjadi lebih para maka perlu adanya
goodwill (kehendak baik) dan political will
(kemauan politik) dari organisasi untuk
melaksanakan pengendalian secara
konsekuen. Hal ini penting dilakukan
karena hakekatnya adalah merupakan
pelaksanaan pengawasan melekat dan
m e n c e r m i n k a n k e b e r h a s i l a n
kepemimpinan seseorang.
Mengamati tingginya prestasi para
pegawai sebagaimana telah dibahas dimuka
dibandingkan dengan tingkat kepuasan
mereka yang rendah, maka sesuai dengan
teori ekspektasi (teori harapan) maka
pimpinan dapat dikategorikan kurang
memiliki tanggungjawab moral karena
tidak dapat menciptakan suasana kerja yang
memuaskan dan tidak dapat memenuhi
harapan pegawai. Suasana kerja dan
harapan pegawai itu meliputi fisik dan non
fisik. Secara fisik yaitu kebutuhan material
pegawai dan fasilitas kerja yang memadai.
Non fisik yaitu keamanan kerja, perilaku
kepemimpinan yang ramah, kebijaksana,
tegas, konsisten , ditaati dan lain-lain yang
mendorong hingga tingkat produktivitas
pegawai dapat ditingkatkan.
Dengan demikian teori harapan
bertentangan dengan penerapannya
Volume IV Nomor 2, Juni 2009Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai
(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 161
terbukti bahwa meskipun pegawai telah
berusaha mencapai tingkat kinerja yang
bagus namun kemungkinan akan
terpuaskan kebutuhannya oleh imbalan dari
organisasi sebagian besar belum tercukupi.
Selain itu setelah pegawai memperoleh
sebagian imbalan (imbalan yang sekarang)
maka ia akan termotivasi untuk berkinerja
lebih baik lagi asalkan organisasi menjamin
tersedianya ganjaran berikutnya, namun
jaminan kepastian nasib mereka tetap saja
tidak jelas (tidak sesuai harapan). Oleh
karena itu ganjaran bukan lagi merupakan
daya tarik untuk meningkatkan kinerja
pegawai karena ganjaran organisasional
tidak memenuhi harapan individu pegawai.
Meskipun pegawai kurang berprestasi
tidak cukup banyak namun dari item
pengukuran yang mempengaruhi Disiplin
Kerja pegawai, dapat diketahui bahwa
perhat ian Pegawai BPR Jombang
Kabupaten Jombang dalam pembinaan
pegawai masih banyak yang harus dibenahi
dan kalaupun pegawai yang displinnya
rendah tetap berprestasi itu bukan
disebabkan oleh ganjaran organsasi yang
memuaskan atau perilaku kepemimpinan
mendukung melainkan karena tingkat
kesadaran dan ketahanan karier pegawai
sendiri yang tangguh.
Se la in i t u s i s t em pember i an
penghargaan dan pengakuan terhadap
prestasi dan keberadaan pegawai, dianggap
belum banyak keberpihakannya kepada
kebutuhan pegawai tetapi sebaliknya lebih
berorientasi dan memihak kepada
kepentingan pimpinan. Oleh karena itu
teori penguat positif kendatipun baik
ternyata tidak dapat diterapkan secara baik
karena adanya faktor subyektif yang cukup
mengganggu.
Demikian pula penerapan teori
penguat negatif tidak efektif pelaksanaanya
bahkan penghentian penguatan dan
penghukuman sempat menimbulkan rasa
kecewa, frustasi dan dendam karena kurang
adanya pendekatan pribadi yang manusiawi
disebabkan hubungkan dengan pimpinan
seringkali tidak harmonis sehingga
kesetiaannya lebih didasarkan oleh rasa
takut dan dipaksakan.
Simpulan
Dari hasil pembahasan yang telah
dianalisa, dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel Disiplin Kerja (X) terhadap
prestasi kerja (Y) dengan tingkat signifikan
0,000 dan 0,945 serta R² 0,786 yang
artinya terdapat pengaruh yang signifikan
antara dua variabel tersebut dengan
sumbangan sebesar 78,6% dan sisanya
sebesar 21,4% adalah dipengaruhi variabel
lain. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa setiap pegawai memiliki persepsi
yang berbeda dalam menjalankan displin
kerjam dalam bekerja untuk meningkatkan
prestasi kerja, hendaknya sudah menjadi
tugas seorang pimpinan untuk mengetahui
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
162 Sasi Purwanti
secara pasti keadaan pegawai, sehingga
dapat memberikan program yang tepat
dalam meningkatkan disiplin kerja agar
prestasi pegawai meningkat. Hasil
penelitian menunjukkan adanya korelasi
yang positif antara disiplin dengan prestasi
kerja pegawai. Sehingga semakin
menjelaskan bahwa displin kerja memiliki
peranan yang penting dalam meningkatkan
kinerja pegawai.
Saran
Dari kesimpulan diatas maka
disarankan jika organisasi menginginkan
para pegawai dapat bekerja lebih baik lagi
seyogyanya organisasi merespon apa yang
menjadi inisatif pegawai dengan sikap
bijaksana, sehingga pegawai pun merasa
dihargai oleh organisasi dapat berkreasi
dengan daya inisiatif yang dimiliki yang
tidak merugikan organisasi bahkan dapat
menunjang keberhasilan organisasi untuk
meningkatkan disiplin kerja yang
berpengaruh pada prestasi. Selain itu
hubungan yang baik antara pimpinan dan
bawahan serta rekan sekerja hendaknya
selalu dijaga, sehingga akan memudahkan
arus informasi, selain itu keterbukaan
hendaknya diperhatikan oleh seorang
pimpinan, karena dengan adanya informasi
yang diketahui bersama atau semua pegawai
yang merupakan suatu kondisi awal yang
diperlukan bagi sistem kerja yang sukses
yang pada akhirnya meningkatkan disiplin
kerja dan akan meningkatkan prestasi kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2001. Prosedur
Penelitian : Suatu Pendekatan
Praktik. Cetakan kedelapan. Edisi
revisi. Rineka Cipta. Jakarta.
Davis, Keith and Werther, William B, 2000,
Human Resources and Personnel thManagement , 5 edition,
McGraw-Hill, Inc, USA.
Dharma, Agus, 2000, Manajemen Kinerja,
Edisi Pertama, Rajawali, Jakarta.
Hani Handoko, T. 2002. Manajemen
Personalia dan Sumberdaya
Manusia . Penerbit Liberty,
Yogyakarta.
Hasibuan, Malayu S.P.,2001. Manajemen
Sumberdaya Manusia. PT. Toko
Gunung Agung. Jakarta
Miftah Thoha. 2001. Perilaku Organisasi,
Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Rajawali Press. Jakarta
S i a g i a n , S o n d a n g P. , ( 2 0 0 0 ) ,
Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Jakarta, Gunung Agung
Siagian, Sondang P., (2001), Manajemen
Sumber Daya Manusia, Jakarta,
Bumi Aksara
Sugiono, (2000), Metodologi Penelitian
Administrasi, Bandung, Alfabeta.
Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai
(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 163
EVALUASI PBI No. 8/22/PBI/2006 PADA KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BPR SYARI'AH LANTABUR JOMBANG
Dwi Ermayanti *
Fatin Fadilla *
AbstractIn Risk Management there is a structure to determine the minimum capital that must be spared to anticipate the risk of loss potential. In order to determine the obligation of minimum capital allocation for BPRS, Bank Indonesia had issued PBI No. 8/22/PBI/2006. BPRS Lantabur which is used as the case of study in this thesis did not implement that regulation yet in calculating the risk of financial loss potential indicated by ATMR and several minimum capitals that must be allocated using CAR. This thesis wants to evaluate the implementation of PBI No. 8/22/PBI/2006 at BPRS Lantabur, Jombang.The objectives of the research are to evaluate how big the maximum financial loss within ATMR is, and to know the value of the capital surplus reserved by BPRS Lantabur over CAR. The data used in the research is the monthly balance and outstanding data of BPRS Lantabur from January 2007 until December 2008. Hypothesis which is used in the research is Back Testing Method. From the research, it is found that the mean of BPRS Lantabur's ATMR in 2008 compared to 2007 has been increased. Despite the capital surplus over CAR value, the mean of capital surplus in 2008 compared to 2007 has been decreased. From this result we can draw a conclusion that BPRS Lantabur need to implement PBI No. 8/22/PBI/2006 to control the minimum capital should be allocated in the loss condition.Keywords: CAR, ATMR, PBI No. 8/22/PBI/2006, Back Testing.
Tujuan Bank Indonesia adalah
mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut
Bank Indonesia mempunyai tugas-tugas,
salah satunya adalah menetapkan dan
melaksanakan dan melaksanakan kebijakan
moneter. Dalam rangka menetapkan
kebijakan dan pelaksanaan kebijakan
moneter.
* Dwi Ermayanti dan Fatin Fadilla adalah
pengajar di STIE PGRI Dewantara Jombang
B a n k I n d o n e s i a b e r w e n a n g
menetapkan sasaran-sasaran moneter
dengan memperhatikan sasaran laju inflasi
yang ditetapkannya; serta melakukan
p e n g e n d a l i a n m o n e t e r d e n g a n
menggunakan cara-cara yang termasuk
tetapi tidak terbatas pada :
1. Operasi pasar terbuka di pasar uang baik
rupiah maupun valuta asing;
2. Penetapan tingkat diskonto;
3. Penetapan cadangan wajib minimum;
4. Pengaturan kredit atau pembiayaan.
Cara-cara pengendalian moneter diatas
dapat dilaksanakan juga berdasarkan
prinsip syariah, dan pelaksanaan
ketentuannya ditetapkan dengan Peraturan
Bank Indonesia (PBI). Dalam rangka
pengaturan kredit atau pembiayaan
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
diperlukan adanya manajemen risiko.
Dalam manajemen risiko, kerugian dibagi
menjadi dua yaitu: pertama, kerugian yang
terjadi secara wajar dana dapat diserap oleh
bank dengan penyediaan cadangan-
cadangan dan provosi; kedua kerugian
diluar kewajaran yang dapat menghabiskan
modal bank.
S e m e n j a k t a h u n 2 0 0 1 t e l a h
menerbitkan PBI No. 3/21/PBI/2001
tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum (KPMM) Bank Umum, yang
kemudian mengalami penyempurnaan
d e n g a n d i t e r b i t k a n n y a P B I N o .
5/12/PBI/2003 tentang KPMM dengan
memperhitungan Risiko Pasar (Risk
Market) Bagi perbankan syariah peraturan
mengenai manajemen risiko mengacu pada
lembaga internasional Islamic Financial
Services Board (IFSB) yang memutuskan
untuk mengeluarkan standar mengenai rasio
kecukupan modal minimum (Capital
Adequacy Ratio) dan Risk Management bagi
perbankan syariah yang efektif berlaku
tahun 2007. Pada tahun 2005 BI
mengeluarkan PBI No. 7/13/PBI/2005
Te n t a n g K P M M B a n k U m u m
Berdasarkan Prinsip Syariah sebagai
antisipasi diberlakukannya ketentuan
tersebut oleh IFSB. PBI tersebut kemudian
m e n g a l a m i p e r u b a h a n d e n g a n
diterbitkannya PBI No. 8/7/PBI/2006
tentang Perubahan atas PBI No.
7/13/PBI/2005 tentang KPMM Bank
Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
Seiring waktu terdapat peraturan lain
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
mengenai Bank Perkreditan Rakyat
berdasarkan Prinsip Syariah, termasuk
diantaranya PBI No. 8/22/PBI/2006
Tentang KPMM Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah. PBI tersebut
juga disertai dengan peraturan pelaksanaan
mengenai perhitungan kewajiban modal
minimum yang termaktub dalam Surat
Edaran No. 8/26/DPbS/2006 Perihal
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
bagi Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan
Prinsip Syariah beserta Lampiran yang
kemudian mengalami perubahan dengan
dikeluarkannya Surat Edaran No.
9/14/DPbS/2007 Perihal Perubahan atas
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
8/26/DPbS/2006 tanggal 14 November
2006 perihal Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bagi Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah.
Berdasarkan uraian sebelumnya
rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah dengan tidak diterapkannya PBI
No.8/22/PBI/2006 dan perubahannya
sebeagaimana tercantum pada SE No.
9/14/DPbS/2007 pada BPRS Lantabur
menyebabkan rata-rata pembiayaan macet
tahun 2008 naik sebesar 1,07% dibanding
rata-rata pembiayaan macet tahun 2007
sehingga menimbulkan risiko kerugian
bagi BPRS Lantabur dan ketidak tahuan
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Evaluasi PBI No. 8/22/PBI/2006 Pada Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum 165BPR SYARI’AH LANTABUR Jombang
atas modal minimum yang harus
dicadangkan.
Dari rumusan masalah diatas, maka
BPRS Lantabur perlu segera menerapkan
PBI No.8/22/PBI/2006 dan perubahannya
sebagaimana tercantum pada SE No.
9/14/DPbS/2007 agar dapat mengatahui
risiko kerugian maksimum BPRS Lantabur
dan meningkatkan modal yang harus
dicadangkan (KPMM) BPRS untuk
mengantisipasi risiko tersebut. Dengan
menerapkan ketentuan perhitungan KPMM
berdasarkan PBI No. 8/22/PBI/2006 yang
telah sesuai dengan perubahan sebagaimana
tercantum pada SE 9/14/DPbS/2007 maka
BPRS Lantabur harus menyediakan KPMM
lebih tinggi dari actual loss. Dengan
demikian jika terjadi peningkatan
pembiayaan macet lagi pada tahun
berikutnya yang mengindikasihan bahwa
potensi pembiayaan macet semakin
meningkat, maka BPRS Lantabur akan
mempunyai cadangan yang cukup bahkan
lebih untuk menutupi pembiayaan macet
yang terjadi. Oleh karena itu diperlukan
evaluasi kebijakan dalam menentukan
besarnya r i s iko pembiayaan dan
dampaknya terhadap KPMM.
Dari latar belakang yang telah
disampaikan tersebut maka pertanyaan
yang dibahasa dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana implementasi ketentuan
P B I N o . 8 / 2 2 / P B I / 2 0 0 6 d a n
perubahannya sebagaimana tercantum
pada SE 9/14/DPbS/2007 oleh BPRS
Lantabur Jombang?
2. B e r a p a k a h p o t e n s i k e r u g i a n
maksimum pembiayaan macet yang
ditunjukkan melalui ATMR yang harus
dicadangkan oleh BPRS Lantabur
Jombang jika dihitung dengan
menggunakan PBI No. 8/22/PBI/2006
dan perubahannya sebagaimana
tercantum pada SE 9/14/DPbS/2007?
3. Berapakah modal minimum yang harus
dicadangkan menurut ketentuan PBI
No.8/22/PBI/2006 dan perubahannya
sebagaimana tercantum pada SE No.
9 / 1 4 / D P b S / 2 0 0 7 p a d a B P R S
Lantabur?
4. Apakah modal yang disediakan BPRS
Lantabur sudah diatas standar KPMM
sesuai dengan ketentuan PBI No.
8/22/PBI/2006 dan perubahannya
sebagaimana tercantum pada SE
9/14/DPbS/2007?
Diharapkan, pada akhir penelitian ini
akan terjawab permasalahan yang di angkat
dalam penelitian ini.
Kajian Pusataka
Bisnis perkreditan bank merupakan
suatu kegiatan yang menuntut pengelolaan
risiko secara serius serta memperhatikan
dan menerapkan regulasi yang ditetapkan
Bank Indonesia. Bank Pembiyaan Rakyat
Syariah merupakan salah satu macam dari
bisni perkreditan bank. Undang-Undang
No. 21 Tahun 2008 pasal (38) telah
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Dwi Ermayanti166 Fatin Fadilla
menegaskan agar bank syariah, yang terdiri
atas Bank Umum Syariah dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah untuk
melakukan manajemen risiko.
Tujuan bank untuk melakukan
manajemen risiko adalah untuk menjaga
agar aktivitas operasional bank tidak
menimbulkan kerugian yang melebihi
kemampuan bank untuk menyerap kerugian
tersebut atau membahayakan kelangsungan
usaha bank. Kerugian yang dialami oleh
bank dapat dibedakan menjadi kerugian
yang terjadi secara wajar yang dapat diserap
oleh bank dengan menyediakan cadangan-
cadangan atau provisi, dan kerugian diluar
kewajaran yang dapat menghabiskan modal
bank.
Melindungi modal bank merupakan
langkah yang paling konservatif yang dapat
dilakukan manajemen bank untuk
menjamin kelangsungan usaha bank. Bank
Indonesia mensyaratkan minimum modal
yang harus dimiliki suatu bank yang disebut
dengan CAR. CAR minimum yang harus
disediakan bank adalah sebesar 8% dari
risiko kerugian. Syarat ini dikeluarkana oleh
Bank Indones i a da l am PBI No .
8/22/PBI/2006 Tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum bagi Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah.
Didalam PBI No. 8/22/PBI/2006
tersebut dinyatakan bahwa Modal
minimum yang wajib dicadangakan
(KPMM atau CAR) sebesar 8% dari
ATMR. Untuk menerapkan PBI No.
8 / 2 2 / P B I / 2 0 0 6 , B a n k i n d o n e s i a
mengeluarkan SE No. 8/26/DPbS/2006
Perihal Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum bagi Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah beserta
Lampiran dan SE No. 9/14/DPbS/2007
Perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 8/26/DPbS/2006 tanggal
14 November 2006 perihal Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bagi Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah. Dari surat edaran diatas didapat
tata cara perhitungan ATMR dan KPMM.
Berdasarkan rumusan masalah, BPRS
Lantabur belum menerapkan PBI No.
8/22/PBI/2006 sesuai dengan perubahan
sebagaimana tercantum pada SE No.
9/14/DPbS/2007, yang menyebabkan
pembiayaan macet naik sehingga
menimbulakan terjadinya risiko kerugian.
Oleh karena itu, BPRS Lantabur perlu
m e l a k u k a n p e n e r a p a n P B I N o .
8/22/PBI/2006 sesuai dengan perubahan
sebagaimana yang tercantum pada SE No.
9/14/DPbS/2007 agar mengetahui berapa
besar risiko kerugian maksimum dan
mengetahui modal minimum yang harus
dicadangkan. Dengan mengetahui risiko
kerugian akibat pembiayaan macet, BPRS
Lantabur diharapkan dapat melakukan
tindakan-tindakan pencegahan agar rata-
rata pembiayaan macet tidak mengalami
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Evaluasi PBI No. 8/22/PBI/2006 Pada Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum 167BPR SYARI’AH LANTABUR Jombang
kenaikan
Hipotesis
Dalam penelitian ini hipotesis yang
akan diajukan adalah sebagai berikut:
Hipotesis Pertama:
H0 : BPRS Lantabur belum menerapkan
P B I N o . 8 / 2 2 / P B I / 2 0 0 6 d a n
perubahannya sebagaimana
t e r c a n t u m p a d a S E N o .
9/14/DPbS/2007 untuk memenuhi
standar minimum Rasio KPMM.
H1 : BPRS Lantabur sudah menerapkan
P B I N o . 8 / 2 2 / P B I / 2 0 0 6 d a n
p e r u b a h a n n y a s e b a g a i m a n a
t e r c a n t u m p a d a S E N o .
9/14/DPbS/2007 untuk memenuhi
standar minimum Rasio KPMM.
Hipotesis Kedua:
H0 : Modal yang dicadangakan BPRS
Lantabur sudah sesuai dengan
standar minimum rasio KPMM yang
terdapat pada PBI No.8/22/PBI/2006
dan perubahannya sebagaimana
t e r c a n t u m d a l a m S E N o .
9/14/DPbS/2007.
H1 : Modal yang dicadangakan BPRS
Lantabur tidak sesuai dengan standar
minimum rasio KPMM yang terdapat
pada PBI No. 8/22/PBI/2006 dan
p e r u b a h a n n y a s e b a g a i m a n a
t e r c a n t u m d a l a m S E N o .
9/14/DPbS/2007.
Metode Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa data sekunder yang
merupakan data yang digunakan dalam
laporan bulanan untuk disajikan pada
pihak-pihak yang berkepentingan baik
yang bersifat internal (kepentingan
perusahaan) maupun eksternal (sebagai
laporan kepada Bank Indonesia, Kantor
Akuntan dan sebagainya).
Data sekunder yang digunakan bersifat
runtun waktu (time series) yang merupakan
kondisi outstanding pembiayaan dan
neraca pada BPRS Lantabur. Data yang
diambil dimulai pada posisi bulan Januari
2007 hingga Desember 2008.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari
berapa cadangan minimum yang harus
d i s e d i a k a n d e n g a n m e n d e k a t a n
p e r h i t u n g a n AT M R d a n K P M M
berdasarkan pendekatan standar PBI No.
8/22/PBI/2006 sesuai dengan perubahan
sebagaimana tercantum pada SE No.
9/14/DPbS/2007. Sumber data utama
berasal dari seluruh jenis pembiayaan yang
dilakukan BPRS Lantabur dan neraca
bulanan BPRS Lantabur pada bulan Januari
2007 sampai dengan Desember 2008. Data
utama berdasarkan kolektibi l i tas ,
outstanding, dan agunan nasabah-nasabah
dengan berbagai penggunaan, baik yang
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Dwi Ermayanti
168 Fatin Fadilla
bersifat konsumtif maupun produktif yang
disalurkan oleh BPRS Lantabur.
Tahapan Analisa Data
Data diolah dengan cara menghitung
posisi outstanding pembiayaan berdasarkan
jenis pembiayaannya yang diberikan
kepada masing-masing nasabah secara
individual, kemudian dibedakan lagi
berdasarkan pada sektor ekonomi dan jenis
penggunaannya setiap bulan. Sedangkan
untuk data neraca, data yang terdapat dalam
neraca dimasukkan kedalam kelompok
yang ada dalam pos perhitungan KPMM.
Sesuai dengan pertanyaan dan tujuan
dalam penelitian, maka diperlukan tahapan
dalam penyelesaian masalah. Tahapan yang
dilakukan dalam menyelesaikan masalah
tersebut adalah dengan melakukan teknik
analisis data menggunakan analisis
kualitatif untuk melihat proses manajemen
risiko pembiayaan pada BPRS Lantabur.
Analisis kuantitatif dalam menghitung
besarnya potensi kerugian dari risiko
pembiayaan menggunakan pendekatan
standar Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR) dan uji validasi yang digunakan
adalah back testing.
Pembahasan.
Tabel 1: NPF tahun 2007 dan 2008
Sumber : Data Primer Diolah (2009)
Besarnya pembiayaan macet diketahui
dari besarnya perubahan rata-rata NPF
yang dapat dilihat pada tabel diatas. Dari
tabel tersebut diketahui bahwa terjadi
kenaikan rata-rata NPF pada tahun 2008
dibandingkan rata-rata NPF tahun 2007
sebesar 1,072%, dan menggambarkan
terjadinya kenaikan pembiayaan macet.
Untuk menjawab pertanyaan pertama
mengenai implementas i PBI No.
8/22/PBI/2006 sesuai dengan perubahan
sebagaimana tercantum pada SE No.
9/14/DPbS/2007, dilakukan pemilahan
data Neraca dan Outstansing pembiayaan
dan dan piutang bulan Januari 2007 hingga
Desember 2008. Setelah dilakuakan
Bulan Tahun 2007 Tahun 2008
Januari 2.06% 4.81%
Pebruari 1.91% 5.47%
Maret 3.39% 4.67%
April 2.09% 4.92%
Mei 4.78% 5.13%
Juni 4.12% 4.75%
Juli 4.81% 4.59%
Agustus 4.38% 4.14%
September 4.06% 4.53%
Oktober 4.06% 4.98%
Nopember 4.82% 5.51%
Desember 4.81% 4.66%
Rata – rata 3.77% 4.85%
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Evaluasi PBI No. 8/22/PBI/2006 Pada Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum 169BPR SYARI’AH LANTABUR Jombang
pemilahan, maka ditentukan bobot
risikonya sesuai dengan perubahan
sebagaimana tercantum pada SE No.
9/14/DPbS/2007 agar dapat menghitung
ATMR. Setelah berhasil menghitung
ATMR, maka dihitung KPMM BPRS
Syariah.
Untuk menjawab pertanyaan kedua,
maka Net Nominal setiap komponen yang
terdapat dalam neraca dan dalam komponen
perhitungan ATMR dikalikan dengan Bobot
Risiko sesuai dengna ketentuan dalam SE
No. 9/14/DPbS/2007. Rata-rata perhitungan
ATMR untuk tahun 2007 adalah Rp
2.174.345.200,- dengan nilai ATMR
tertinggi adalah Rp 2.868.236.840,- pada
bulan Desember dan nilai ATMR terendah
adalah Rp 1.567.526.360,- pada bulan
Januari. Rata-rata perhitungan ATMR untuk
tahun 2008 adalah Rp 4.696.447.650,-
dengan nilai ATMR tertinggi adalah Rp
5.970.479.740,- pada bulan Desember dan
n i la i ATMR terendah adalah Rp
3.180.383.550,- pada bulan Januari.
Untuk menjawab pertanyaan ketiga,
maka nilai ATMR setiap bulan harus
dikalikan dengan 8%. Dengan naiknya
risiko pada ATMR berati Modal Minimum
yang harus disediakan BPRS juga semakin
bertambah. Rata-rata perhitungan KPMM
u n t u k t a h u n 2 0 0 7 a d a l a h R p
2.174.345.200,- dikali 8% yaitu Rp
173.947.620,- dengan nilai KPMM tertinggi
adalah Rp 229.458.950,- pada bulan
Desember dan nilai KPMM terendah
adalah Rp 125.402.110,- pada bulan
Januari. Rata-rata perhitungan KPMM
u n t u k t a h u n 2 0 0 8 a d a l a h R p
4.696.447.650,- dikali 8% yaitu sebesar Rp
375.715.810,- dengan nilai KPMM
tertinggi adalah Rp 477.638.380,- pada
bulan Desember dan nilai KPMM terendah
adalah Rp 254.430.680,- pada bulan
Desember.
Untuk menjawab pertanyaa keempat,
maka dapat dilihat dari rata-rata kelebihan
modal yang disediakan pada tahun 2007
sebesar Rp 488.320.060,- dan rata-rata
kelebihan modal yang disediakan pada
tahun 2008 sebesar Rp 391.362.600,-.
Berdasarkan hasil perhitungan KPMM
tersebut dapat diketahui bahwa modal yang
disediakan PBRS Lantabur telah berada
diatas standar ketentuan PBI No.
8/22/PBI/2006 yang mana dilihat dari rata-
rata kelebihan modal yang disediakan.
Kenaikan rata-rata KPMM tahun 2007
dan 2008 cukup drastis karena lebih dari
dua kal i l ipat yai tu sebesar Rp
173.947.620,- dan Rp 375.715.810,-.
Sedangkan kenaikan rata-rata modal inti
dan modal pelengkap tahun 2007 dan 2008
yang sebesar Rp 662.267.678,- dan Rp
767.078.408,- tidak sebanyak kenaikan
KPMM. Hal tersebut mengindikasikan
adanya kerugian yang bertambah tanpa
disertai dengan kenaikan modal yang
sesuai, sehingga kelebihan cadangan modal
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Dwi Ermayanti
170 Fatin Fadilla
yang disediakan semakin menurun.
Adanya kenaikan rata-rata ATMR
mengindikasikan terjadinya ekspansi
pembiayaan dan piutang pada BPRS
Lantabur secara besar-besaran tanpa diiringi
dengan prinsip kehati-hatian pada
kolektabilitas nasabah, sehingga nasabah
yang kolektabilitasnya kurang lancar,
diragukan, dan macet bertambah. Walaupun
menurut PBI No. 8/24/PBI/2006 Tentang
Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank
Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip
Syariah, nilai CAR ( dilihat dari nilai Rasio
Modal) yang disediakan BPRS Lantabur
termasuk solvable, namun BPRS tetap
perlu menerapkan PBI No. 8/22/PBI/2006
supaya cadangan modal minimum dan
kenaikkan atau penurunan risiko kerugian
tetap terawasi dengan baik, mengetahui
berapa modal minimum yang harus
disediakan, serta menetapkan keputusan
lebih lanjut mengenailangkah-langkah yang
harus diambil selanjutnya jika kondisi-
kondisi tersebut terjadi demi kelangsungan
usaha BPRS Lantabur
Simpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang dilakukan sebelumnya
serta tujuan penelitian yang ingin dicapai,
maka diperoleh kesimpulan yang dapat
menjawab pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. BPRS Lantabur dapat menimplemen-
tasikan PBI No. 8/22/PBI/2006
menggunakan tata cara perhitungan
KPMM sesuai dengan SE No.
8/26/DPbS/2006 yang kemudian
mengalami perubahan sebagaimana
t e r c a n t u m d a l a m S E N o .
9/14/DPbS/2007 dengan menggunakan
data neraca dan data outstanding
pembiayaan bulan Januari 2007-
Desember 2008.
2. Rata-rata potensi kerugian yang di
gambarkan oleh ATMR pada tahun 2007
sebesar Rp 2.174.345.200,- dan pada
tahun 2008 rata-raat ATMR sebesar Rp
4 .696 .447 .650 , - j i ka d ih i tung
menggunakan PBI No. 8/22/PBI/2006
sesuai tata cara perhitungan pada SE No.
8/26/DPbS/2006 yang kemudian
mengalami perubahan sebagaimana
t e r c a n t u m p a d a S E N o .
9/14/DPbS/2007.
3. Rata-rata modal minimum yang harus di
cadangakan BPRS Lantabur pada tahun
2007 dilihat dari rata-rata perhitungan
KPMM sebesar Rp 173.947.620,-
sementara rata-rata modal minimum
yang harus dicadangkan pada tahun
2008 dilihat dari rata-rata KPPMM
adalah sebesar Rp 375.715.810,-.
4. Modal yang disediakan BPRS Lantabur
telah diatas standar ketentuan PBI No.
8/22/PBI/2006 sesuai tata cara
perhitungan SE No. 8/26/DPbS/2006
yang telah mengalami perubahan
sebagaimana tercantum pada SE No.
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Evaluasi PBI No. 8/22/PBI/2006 Pada Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum 171BPR SYARI’AH LANTABUR Jombang
9/14/DPbS/2007 dilihat dari rata-rata
kelebihan modal yang disediakan pada
tahun 2007 sebesar Rp 488.320.060,-
dan rata-rata kelebihan modal yang
disediakan pada tahun 2008 sebesar Rp
391.362.600,-.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat
dilihat bahwa potensi kerugian pembiayaan
BPRS Lantabur yang dilihat dari rata-rata
ATMR 2007 dan 2008 meningkat, oleh
karena i tu BPRS Lantabur harus
menerapkan PBI No. 8/22/PBI/2006 sesuai
dengan SE No. 8/26/DPbS/2006 yang telah
mengalami perubahan sebagaimana
tercantum dalam SE No. 9/14/DPbS/2007
agar dapat mengetahui berapa cadangan
modal minimum yang harus disediakan
untuk mengantisipasi terjadinya risiko
kerugian. Walaupun modal yang disediakan
BPRS Lantabur diatas standar ketentuan
PBI No. 8/22/PBI/2006 sesuai dengan SE
No. 8/26/DPbS/2006 yang mengalami
perubahan sebagaimana tercantum pada SE
No. 9/14/DPbS/2007, akan tetapi jumlah
kelebihan modal tersebut menurun jika
dilihat dari rata-rata kelebiham modal yang
disediakan pada tahun 2007 dan 2008. Oleh
karena itu akan lebih baik jika BPRS
melakukan pendekatan untuk menjaga
likuiditas ketimbang mengejar marjin laba
yang tinggi dengan melakukan ekspansi.
Akan lebih baik lagi jika BPRS Lantabur
me lakukan pengawasan t e rhadap
kolektabilitas nasabah kurang lancar,
diragukan, dan macet agar BPRS Lantabur
tetap dapat menjaga likuiditas sekaligus
menjaga perolehan margin.
DAFTAR PUSTAKA
A l i , M a s y h u d . A s s e t L i a b i l i t y
Management: Menyiasati Risiko
Pasar dan Risiko Operasional
dalam Perbankan . Jakarta.
Gramedia. 2004.
______Manajeman Risiko: Strategi
Perbankan dan Dunia Usaha
M e n g h a d a p i Ta n t a n g a n
Globalisasi Bisnis. Jakarta. Raja
Grafindo Persada. 2006.
Antonio, Muhammad Syafi'i. Bank
Syariah: Dari Teori ke Praktek.
Cetakan pertama. Gema Insani
Press. 2001.
Dewi, Vina Kharisma. Analisa Perhitungan
Risiko Pembiayaan dengan
M e n g g u n a k a n M e t o d e
Pendeka tan In terna l dan
Standar: Studi Kasus pada Bank
Syariah X. Thesis. Program
Pascasarjana Pr0gram Studi
Timur Tengah dan Is lam
Universitas Indonesia, tidak
dipublikasikan. 2005.
Handarto, Sulad Sri. Manajemen Risiko
Bagi bank Umum: Kisi-Kisi
Ujian Sertifikasi Manajemen
Risiko Perbankan Tingkat
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Dwi Ermayanti
172 Fatin Fadilla
I .Cetakan Kedua. Jakarta .
Gramedia. 2007.
Hosen, M Nadratuzzama dan Sunarwin
Kartika Setiati. Tuntunan Praktis
Menggunakan Jasa Perbanka
Syariah. Pusat Komunikasi
Ekonomi Syariah. PKES. Jakarta.
2007.
Idroes, Ferry N, Sugiarto. Manajemen
Risiko Perbankan dalam Konteks
K e s e p a k a t a n B a s e l d a n
Peraturan Bank Indonesia.
Yogyakarta. Graha Ilmu. 2006.
Jorion, Phelippe. Financial Risk Manager
Hanbook. Third Edition. New
Jersey. John Wiley and Sons, Inc.
2005.
Karim, Adiwarma. Bank Islam: Analisis
Fiqih dan Keuangan, Edisi tiga.
Cetakan tiga. PT Raja Grafindo
Persada. 2006.
Karim, Iswandono. Pengantar Akuntansi
Syariah. Jogjakarta. Enkonesia.
2002.
Muslich, Muhammad. Manajemen Risiko
Operasional:Teori dan Praktik.
Jakarta. PT Bumi Aksara. 2007.
Universitas Indonesia 84
Muljawan, Dadang. ett. al. A Capital
Adecuacy Framework for Islamic
banks: The Need to Reconsile
Depositors 'Risk Aversion With
M a n a g e r s ' R i s k Ta k i n g .
Loughborough University. United
Kingdom. 2004.
http://www.pkesinteraktif.com/download/
PERBANKANSyariah_PKES_s
ecure.pdf
Peraturan Bank Indonesia Nomor
8 /22/PBI/2006 Tanggal 5
Oktober 2006 Tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum
Bank Perkredi tan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah.
Qardawi, Yusuf. Pengantar Akuntansi
Syariah. Jakarta. Salemba Empat.
2002.
Setiawan, Budi. Evaluasi Perbandingan
Penerapan PBI No. 5/12/PBI
No.8/22/PBI/2006/2003 Dengan
PBI No. 8/7/PBI/2006 Terhadap
Rasio Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum (Studi Kasus
Pada Bank Syar iahMega
Indonesia dan Bank Jasa
Jakarta).
Suhardjono. Manajemen Perkreditan
Usaha Kecil dan Menengah.
Yogyakarata. Unit Penerbit dan
Percetakan AMP YKPN. 2003.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
8/26/DPbS/2006 Tanggal 14
N o v e m b e r 2 0 0 6 P e r i h a l
Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum bagi Bank Perkreditan
Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah.
_______ Nomor 9/14/DPbS/2007 Tanggal
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Evaluasi PBI No. 8/22/PBI/2006 Pada Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum 173BPR SYARI’AH LANTABUR Jombang
21 Juni 2007 Perihal Perubahan
atas Surat Edaran Nomor
8/26/DPbS/2006 Tanggal 14
N o v e m b e r 2 0 0 0 6 P e r i h a l
Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum bagi Bank Perkreditan
Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah.
Undang-Undang Bank Indonesia No 10
Ta h u n 1 9 9 8 Ta n g g a l 1 0
N o v e m b e r 1 9 9 8 Te n t a n g
Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan.
_______ Nomor 23 Tahun 1999 tanggal 17
Me i 1999 Ten tang Bank
Indonesia.
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Dwi Ermayanti
174 Fatin Fadilla
PENGARUH KONFLIK PERAN DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN
(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)
Achmed Zulkarnain *
Rita Mutiarni *
AbstractThis research aimed to know whether personal conflict and work stress influenced to worker's job. The research was done by the end of 2008 at PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo. The method used in the research was Double Linear Regression by using SPSS to help analyzing. From the result proved that personal conflict and work stress influenced to worker's job, and between those variable, work stress influence stronger to worker's JobKeywords: personal conflict, work stress, worker's job.
Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM) sangat penting posisinya dalam
suatu organisasi karena berhubungan
dengan produktivitas kerja karyawan.
Sebab pada hakekatnya MSDM, merupakan
suatu upaya pengintegrasian kebutuhan
personil dengan tujuan organisasi, agar
individu dapat memuaskan kebutuhannya
sendiri walaupun bekerja untuk tujuan
organisasi. Selain itu Manajemen Sumber
Daya Manusia mempunyai beberapa fungsi
operasional, salah satu diantaranya adalah
pemeliharaan.
* Achmed Zulkarnain adalah pengajar di
Universitas Islam Mojopahit Mojokerto
* Rita Mutiarni adalah pengajar di
STIE PGRI Dewantara Jombang
Fungsi ini menitik beratkan pada
pemeliharaan kondisi fisik para karyawan,
yaitu keselamatan dan kesehatan kerja serta
pemeliharaan sikap yang menyenangkan,
yaitu hubungan industrial yang harmonis
(Swasto, 20000 : 65).
Secara sederhana konflik menunjukkan
pada setiap ketegangan yang dialami
seseorang apabila ia berpendapat bahwa
kebutuhan atau keinginannya dihambat
atau dikecewakan (Hartono, 2002:2).
Misalnya orang-orang yang bekerja pada
perusahaan menginginkan mereka bisa
memenuhi kebutuhan hidupnya dari
pekerjaan yang dilakukannya. Sedangkan
p e m i l i k p e r u s a h a a n m e m p u n y a i
kepentingan untuk mengembangkan
perusahaan.
Konflik yang terjadi dalam kehidupan
perusahaan, apabila tidak ditangani secara
serius akan menimbulkan dampak yang
sangat berarti bagi usaha pencapaian tujuan
perusahaan, antara lain salah satunya
adalah rendahnya kinerja karyawan secara
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
keseluruhan, akan mempengaruhi
produktivitas perusahaan (Anorogo,
2000:107).
Akan tetapi tidak hanya itu saja akibat
yang ditimbulkan oleh konflik yang tidak
ditangani secara cermat dan tepat, dapat
pula berakibat langsung pada diri karyawan,
karena mereka berada dalam suasana,
terjepit, dan serba salah, sehingga
mengalami tekanan jiwa (stres).
Stres atau tekanan jiwa yang terjadi
pada diri karyawan sebetulnya tidak hanya
karena konflik yang dialaminya saja, namun
banyak faktor lain yang mempengaruhi.
Ivancevich dan Matteson (1980:223)
mengatakan bahwa sumber stress yang
penting dan telah sering diteliti adalah
sebagai berikut : 1) kekaburan peran dan
konflik peran, 2) kelebihan beban kerja, 3)
tanggung jawab atas orang lain, 4)
perkembangan karier, 5) kurangnya kohersi
kelompok, 6) dukungan kelompok yang
tidak memadai, 7) struktur dan iklim
organisasi, 8) wilayah dalam organisasi, 9)
karakteristik tugas, dan 10) pengaruh
kepemimpinan.
Sebetulnya stres atau tekanan jiwa,
merupakan keadaan wajar, terbentuk dalam
diri manusia sebagai respon terhadap setiap
hasrat atau kehendak (Anorogo dan
Widiyanti, 2000:163). Maka dari itu stres
tidak mungkin dihindari, karena merupakan
bagian dalam kehidupan sehari-hari pada
manusia. Terlebih lagi dalam zaman
kemajuan di segala bidang seperti sekarang
ini manusia makin sibuk. Di satu pihak
peralatan kerja makin modern dan efisien,
di lain pihak beban kerja di satuan-satuan
organisasi juga makin bertambah. Keadaan
ini tentu saja akan menuntut energi
karyawan yang lebih besar dari yang sudah-
sudah. Sebagai akibatnya pengalaman-
pengalaman yang disebut stres dalam taraf
yang cukup tinggi menjadi makin terasa.
S e b a g a i m a n a d i n g k a p k a n o l e h
Gitosudarmo dan Sudita (2002:57) bahwa
stres mempunyai dampak positif dan
negatif. Dampak positif stres pada tingkat
rendah sampai pada tingkat tinggi moderat
bersifat fungsional dalam arti berperan
sebagai pendorong peningkatan kinerja
karena . Sedangkan dampak negatif stres
pada tingkat yang tinggi adalah kinerja
karyawan menurun secara mencolok.
Kondisi ini tejadi karena karyawan akan
lebih banyak menggunakan tenaganya
untuk melawan stres dari pada untuk
melakukan tugas atau pekerjaannya.
Diduga fenomena seperti tersebut di
atas bisa saja terjadi pada semua perusahaan
swasta, terlebih lagi pada PT. Perkebunan
Nusantara X (Persero) Pabrik Gula
Watoetoelis Sidoarjo, menempati posisi
strategis dalam untuk memenuhi kebutuhan
ekspor.
Berpijak dari latar belakang tersebut,
maka kajian utama dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh antara
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Achmed Zulkarnain
176 Rita Mutiarni
konflik peran dan stres kerja terhadap
kinerja karyawan PT. Perkebunan
Nusantara X (Persero) Pabrik Gula
Watoetoelis Sidoarjo baik pengaruh secara
simultan maupun parsial, serta variabel
manakah yang berpengaruh lebih dominan.
Diharapkan, hasil dari penelitian ini bisa
menjadi masukan bagi PT. Perkebunan
Nusantara X (Persero) Pabrik Gula
Watoetoelis Sidoarjo.
Kajian Pustaka
Pengertian Konflik.
Diantara berbagai gejala yang timbul
dalam kehidupan organisasi adalah konflik,
suatu gejala yang merupakan suratan tangan
dalam garis kehidupan organisasi (Hartono,
2002:6). Dipelajari dari sisi dinamika
organisasi, konflik merupakan suatu
kekuatan besar yang dapat mengembangkan
organisasi namun juga dapat memecah
belahkan bahkan menghancurkan sama
sekali. Tidak beda dengan sumber kekuatan
lain yang memiliki organisasi, dalam
konflik tersimpan suatu asset besar yang
mungkin untuk dimanfaatkan demi
p e r t u m b u h a n d a n p e r k e m b a n g a n
organisasi.
Istilah konflik tidak akan pernah
kekurangan definisi. Sebagai suatu batasan
sederhana, konflik menunjuk pada setiap
ketegangan yang dialami seseorang apabila
ia berpandangan bahwa kebutuhan atau
keinginannya dihambat atau dikecewakan
(Hartono, 2002:4). Ketegangan tersebut
timbul karena orang tersebut mengalami
kebingungan/menginginkan dua hal yang
tidak klop satu sama lain. Chung dan
Meggison (1981) yang disitir oleh Hartono
(2002:2), menguraikan konflik sebagai
perjuangan antara kebutuhan, keinginan,
gagasan, kepentingan ataupun orang yang
saling bertentangan. Dengan kata lain,
konflik itu timbul karena ketidaksesuaian
(incongruency) dalam : (1) sasaran, (2)
nilai, (3) pikiran, (4) perasaan, dan (5)
perilaku. Untuk dapat lebih memahami
serta memanfaatkan keberadaan konflik
dalam organisasi diperlukan suatu cara
pandang yang tepat. Pengalaman nyata
dalam kehidupan organisasi, tidak jarang
menunjukkan adanya kesalahan persepsi
terhadap konflik terutama justru dikalangan
pimpinan.
Dari pendapat di atas, dapat diketahui
bahwa ciri-ciri atau karakteristik suatu
konflik, antara lain : (1) adanya suatu
perselisihan atau pertentangan, (2) adanya
dua atau lebih tujuan atau kepentingan, (3)
masing-masing ingin dimenangkan, dan (4)
dapat terjadi dalam diri individu atau
kelompok.
Jenis-Jenis Konflik Dalam Organisasi.
Gitosudarmo dan Sudita (2002:103),
menjelaskan bahwa ada enam jenis konflik
dalam organisasi, yaitu (1) konflik dalam
diri seseorang, (2) konflik antar individu,
(3) konflik antar anggota kelompok, (4)
konflik antar kelompok, (5) konflik antar
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 177(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)
organisasi, dan (6) konflik intra organisasi.
Berdasarkan pendapat Gibson, et al
(2000:255) penyebab utama terjadinya
tekanan jiwa (stres) adalah konflik peran.
Pendapat ini didukung pula oleh penelitian-
p e n e l i t i a n t e r d a h u l u y a n g t e l a h
dikemukakan sebelumnya. Selain itu pada
permasalahannya yang lain akan diteliti
disini adalah penekanannya pada kinerja
karyawan bukanm pada kinrtja organisasi.
Oleh sebab itu konflik peranlah yang lebih
tepat untuk diuraikan lebih lanjut secara
mendalam pada tulisan ini.
Konflik Peran.
Konflik peran didefinisikan oleh Brief,
et al (1981:236) sebagai ketidak cocokan
antara harapan-harapan yang berkaitan
dengan suatu peran. Selanjutnya Leigh, et al
(1988:114) menyatakan konflik peran itu
merupakan hasil dari ketidakkonsistenan
harapan-harapan berbagai pihak atau
persepsi adanya ketidak cocokan antara
tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai
individu, dan sebagainya.
Dalam organisasi formal, setiap posisi
mempunyai aktivitas tertentu yang
diharapkan. Aktivitas ini menetapkan
peran tersendiri untuk posisi tersebut dari
sudut pandang organisasi. Organisasi
mengembangkam uraian pekerjaan yang
mendefinisikan aktivitas masing-masing
posisi tertentu dan bagaimana dikaitkan
dengan posisi lain dalam organisasi.
Individu yang berbeda mempunyai
persepsi perilaku yang berbeda-beda atas
peran yang sudah ada. Dalam suatu
lingkungan organisasi, ketepatan persepsi
peran dapat menimbulkan dampak yang
pasti atas kinerja (Szilagyi, 1977:375).
Selanjutnya hal ini menjadi rumit dalam
suatu organisasi, karena terdapat tiga
persepsi yang berbeda dari peran yang
sama, yaitu : (a) persepsi organisasi, (b)
persepsi kelompok, dan (c) persepsi
individu. Oleh karena itu bilamana
penyesuaian terhadap seperangkat harapan
tentang pekerjaan yang bertentangan
dengan penyesuaian terhadap seperangkat
harapan lain, maka terjadilah apa yang
disebut konflik peran (Abrams dan Brown,
1989:311). Dengan karta lain konflik peran
m u n c u l j i k a s e o r a n g k a r y a w a n
mendapatkan peran yang tidak sesuai
dengan perilaku peran yang tepat.
Jenis-Jenis Konflik Peran
Gibson, et al (2000:258), membagi
konflik peran ke dalam tiga bentuk, yaitu:
a) Konflik Peran Pribadi. Konflik peran
pribadi terjadi ketika persyaratan peran
melanggar peran dasar, siksp,dan
kebutuhan individu yang memegang
posisi.
b) Konflik Interperan. Konflik interperan
terjadi ketika individu merumuskan
seperangkat harapan yang berbeda,
sehingga tidak mungkin bagi seseorang
yang memainkan peran dapat
memenuhi semua harapan tersebut. Hal
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Achmed Zulkarnain
178 Rita Mutiarni
ini lebih mungkin terjadi jika peran
tertentu mempunyai perangkat peran
yang kompleks (banyak kaitan peran
yang berbeda).
c) Konflik Antarperan. Konflik antarperan
bisa dihasilkan dari berbagai peran
(greenhaus dan Beuteel, 1985:76). Hal
ini terjadi karena individu secara
simultan melakukan banyak peran,
beberapa diantaranya mempunyai
harapan yang bertentangan.
Para ilmuan kepribadian setuju bahwa
seseorang yang dihadapkan dengan konflik
peran akan mengalami stres psikologis yang
mungkin menimbulkan masalah emosional
dan ketidaktegasan (Gibson, et al
2000:257). Beberapa tipe konflik peran
(terutama konflik intraperan) dapat
disebabkan oleh pelanggaran prinsip-
prinsip klasik komando (chain of command)
dan kesatuan komando (unity of command).
Dasar pemikiran tentang kedua prinsip ini
ialah bahwa pelanggaran itu mungkin akan
menyebabkan tekanan yang berlawanan
terhadap individu. Dengan kata lain, jika
individu dihadapkan dengan harapan atau
tuntutan yang berlawanan dari dua sumber
atau lebih, sehingga hasilnya akan terjadi
penurunan kinerja.
Selain itu, konflik antar peran dapat
digerakkan oleh harapan-harapan yang
bertentangan dari kelompok formal dan
informal, yang akibatnya serupa dengan
akibat konflik inter peran. Jadi, suatu
kelompok yang sangat padu mempunyai
tujuan yang tidak sesuai dengan tujuan
organisasi formal dapat menyebabkan
timbulnya konflik antar peran yang sangat
besar bagi anggotanya. Riset telah pula
dilakukan oleh Ivancevich dan Donnelly
(1974:272) Chonko (1982:217), Nicholson
dan Goh (1983:119), mengungkapkan
bahwa konflik peran seringkali terjadi dan
dengan akibat negatif atas kinerja di dalam
berbagai spektrum pekerjaan.
Pengertian Stres
Menurut Matteson dan Ivancevich
(1987:10), stres adalah respon seseprang
baik yang berupa emosi, fisik, dan kognitif
(konflik septual) terhadap situasi yang
meminta tuntutan tertentu pada individu.
Sedangkan ahli lainnya mengatakan stres
adalah pengalaman yang bersifat internal
y a n g m e n c i p t a k a n a d a n y a
ketidakseimbangan fisik dan psikis dalam
diri seseorang sebagai akibat dari faktor
lingkungan eksternal, organisasi, atau
orang lain (Szilgayi, 1999:367). Dari
pengertian di atas dapat dikemukakan
bahwa ada tiga komponen utama dari stres
yaitu komponen stimulus, komponen
respon, dan komponen interaksi.
Pertama, komponen stimulus meliputi
kekuatan-kekuatan yang menyebabkan
adanya ketegangan atau stres. Stimulus
stres dapat berasal dari lingkungan
eksternal, organisasi, dan individu. Kedua,
kompnen respon meliputi reaksi fisik,
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 179(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)
psikis atau perilaku terhadap stres. Paling
tidak ada dua respon terhadap stres yang
paling sering diidentifikasi, yaitu frustasi
dan gelisah. Ketiga, interaksi dari stres,
yakni interaksi antara faktor stimulis dengan
faktor respon dari stres.
Sedangkan menurut pemikiran Lazarus dan
Folkman (1986:235), yang mengkaji
fenomena stres secara mendalam, bahwa
stres terjadi manakala terdapat ketidak
seimbangan atau ketidaksesuaian yang
sangat berarti antara persepsi inbdividu
terhadap suatu tuntutan yang dihadapinya
dan kemampuannya mengatasi tuntutan
tersebut. Berdasarkan pendapat ini, maka
pengertian stres kerja meliputi lima
komponen analisis, yaitu : (1) situasi kerja
atau sumber-sumber stres kerja yang
potensial membuat stres, (2) penilaian
koginitif yang mencakup penilaian primer,
yaitu perbedaan individu berperan dalam
hubungan dengan persepsi individu
terhadap tuntutan/tekanan pekerjaan, dan
penilaian sekunder, yaitu kemampuan
individu dalam mengatasi tuntutan tersebut
bervariasi, (3) perbedaan individu, berupa
karakteristik, dan karakteristik lingkungan
yang mempengaruhi penilaian kognitif, (4)
respon stres kerja yang dialami individu,
dan (5) dampak stres yang bersifat fisik,
psikologis, dan organisatoris (Flectcher,
1999:212).
Dari acuan pendekatan penilaian
kognitif tersebut di atas, stres kerja dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai kondisi
kejiwaan yang dialami oleh individu
sebagai reaksi atas hasil penilaian terhadap
situasi kerja yang dapat mengecewakannya
dan yang dirasakan tidak dapat diatasi
secara memuaskan.
Stimulus Stres
Dapat dinyatakan secara kategorikal
bahwa dengan intensitas yang berbeda-
beda setiap pekerjaan dapat menimbulkan
stres (Siagian, 2001:140). Memang ada
pekerjaan-pekerjaan tertntu yang dapat
berakibat pada stres berat, tetapi ada pula
yang ringan. Perbedaan-perbedaan dalam
diri para karyawan berperan pula dalam
menentukan tingkat kemampuan seseorang
mengatasi stres yang dihadapinya.
Seperti dimaklumi, stres merupakan
interaksi antara seseorang dengan
lingkungannya dengan ciri ketegangan
emosional yang mempengaruhi kondisi
fisik dan mental seseorang. Para ahli telah
m e n e m u k a n f a k t o r - f a k t o r y a n g
menyebabkan timbulnya stres dalam
organisasi dapat dibedakan menjadi dua
kategorikal yaitu, faktor yang bersumber
dari luar dan faktor yang bersumber dari diri
individu itu sendiri (Gitosudarmo dan
Sudita, 2002:58). Penyebab stres yang
bersumber dari luar dibedakan lagi menjadi
stres yang bersumber dari dalam organisasi
dan dari luar organisasi. Penyebab stres
yang bersumber dari dalam organisasi,
yaitu faktor lingkungan fisik yang meliputi
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Achmed Zulkarnain
180 Rita Mutiarni
cahaya yang terlalu terang, situasi yang
gaduh dan temperatur yang terlalu panas.
Faktor pekerjaan meliputi adanya konflik
peran (orang memiliki beberapa peran yang
saling bertentangan), tidak jelasnya tugas
dan tanggung jawab seseorang, adanya
desakan waktu untuk menjelaskan suatu
tugas. Demikian juga faktor-faktor kerja
kelompok seperti norma-norma yang dianut
oleh kelompok yang harus dipatuhi oleh
anggotanya, kurangnya kekompakan di
antara angota kelompok dan kurangnya
dukungan dari kelompok. Sedangkan faktor
organisasi meliputi kurangnya dukungan
atasan, struktur organisasi yang terlalu
b i r o k r a t i s d a n p e n e r a p a n g a y a
kepemimpinan yang tidak sesuai dengan
kondisi dan karakteristik bawahan.
Akhirnya faktor karier juga dapat
menimbulkan adanya stres yaitu saat-saat
awal dari seseorang memasuki pekerjaan,
karier yang tidak maju dan pemecatan.
Sedangkan faktor di luar organisasi antara
lain seperti, keadaan keluarga yang tidak
hatmonis, hubungan dengan masyarakat
yang kurang bai ,k ser ta kondis i
keuangannya yang kurang baik pula.
Kemudian sumber stres yang berasal
dar i indiv idu i tu sendir i seper t i
kepribadiannya , kebutuhan, nilai, tujuan,
umur, dan kondisi kesehatan. Lebih lanjut
Sujak (1990: 180), menekankan faktor yang
bersifat pribadi dapat mempengaruhi stres
dan pada akhirnya akan berpengaruh pada
kinerja. Faktor-faktor dimaksud antara lain
: (a) harga diri yang berlebihan, (b)
k e m a m p u a n d a n k e b u t u h a n , ( c )
karakteristik kepribadian.
Dampak Stres
Siagian (2001:145), mengatakan
bahwa stres menampakkan dirinya dalam
berbagai bentuk seperti tekanan darah
tinggi, mudah tersinggung, sukar
mengambil keputusan yang paling
sederhana sekalipun, kehilangan nafsu
makan, cenderung mengalami kecelakaan,
dan berbagai bentuk lainnya. Berbagai
bentuk stres tersebut dapat digolongkan
pada tiga kategori, yaitu bersifat fisik,
psikologis, dan organisatoris. Bentuk yang
tergolong pada kategori fisik, antara lain :
perubahan yang terjadi pada metabolisme
seseorang, gangguan pernafasan, tekanan
darah tinggi, pusing, meningkatnya
kolesterol, jantung koroner, mulut menjadi
kering, kerongkongan membengkak, gatal-
gatal/bintik-bintik merah.
Bentuk stres yang tergolong pada kategori
psikologos, antara lain : ketegangan, resah,
mudah tersinggung, kebosanan, dan
bersikap menunda suatu tugas atau
pekerjaan, ketidakpuasan kerja, murung,
rendahnya kepercayaan, mudah marah, dan
lain sebagainya,
Sedangkan stres yang tergolong pada
kategori organisatoris, antara lain :
menurunnya produktivitas kerjam tingkat
ketidak hadiran tinggi, cara bicara yang
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 181(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)
berubah, gelisah, sukar tidur, rendahnya
kinerja, banyak kecelakaan dalam proses
kerja, sabotase, dan lain sebagainya.
Hubungan Konflik dan Stres
Sumber utama dari stres yang ada,
berhubungan dengan peran seseorang
dalam pekerjaan (Cooper dan Melhuish,
1980:588). Sejumlah besar penelitian dalam
bidang ini menitik beratkan pada konflik
atau kebimbangan peran, serta hasil
penelitian dari Pusat Riset Survey
Universitas Michigan menemukan bahwa
pria yang mengalami konflik peran lebih
banyak akan memiliki kepuasan kerja yang
lebih rendah dan ketegangan yang
berhubungan dengan pekerjaan yang lebih
tinggi (Cooper, 1995:25).
Aspek lain dari konflik yang diteliti
adalah tanggung jawab untuk orang. Key
(1974:321), menemukan bahwa tanggung
jawab untuk manusia lebih berhubungan
d e n g a n j a n t u n g k o r o n e r , s e b a b
bertambahnya tanggung jawab seseorang
seringkali berarti bahwa dia harus
menghabiskan lebih banyak waktu yang
digunakan untuk menghadapi tekanan dari
batas waktu (deadline) dan jadwal kerja.
I lmuwan per i l aku se jak lama
mengatakan bahwa hubungan yang baik
antara anggota-anggota kerja kelompok
merupakan faktor utama dalam kesehatan
individual dan perusahaan (Cooper,
1995:251). Namun baru sedikit riset yang
dilakukan dalam bidang ini, baik untuk
mendukung atau menentang hipotesis ini.
F r ench dan Cap l an (1973 :241 ) ,
menemukan kesimpulan, yaitu ketidak
percayaan terhadap hasil kerja orang lain,
yang berhubungan dengan konflik yang
tinggi, menyebabkan terjadi stres
psikologis dalam bentuk kepuasan kerja
yang rendah dan perasaan bahwa ada
ancaman dari pihak orang lain.
Kinerja Karyawan
Dalam penelitian ini faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan dikaitkan
dengan konflik peran dan stres. Oleh sebab
itu perlu dipahami terlebih dahulu
pengertian dari kinerja itu sendiri secara
lebih mendalam.
Menurut pendapat Dharma (1999:56)
kinerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau
produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan
seseorang atau sekelompok orang.
Pengertian tersebut melihat kinerja dari dua
sisi, yaitu dari sisi individu maupun dari sisi
organisasi. Sedangkan As'ad (1999:51),
memberikan pengertian kinerja sebagai
hasil yang dicapai oleh seseorang menurut
ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang
bersangkutan. Senada dengan pengertian
kinerja tersebut di atas Moenir (2002:79),
mendefinisikan kinerja adalah sebagai hasil
kerja seseorang pada kesatuan waktu atau
ukuran tertentu. Oleh karena itu Swasto
(2000:36), mensitir pendapat Seymour,
Kinerja merupakan tindakan-tindakan atau
pelaksanaan kegiatan yang dapat diukur.
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Achmed Zulkarnain
182 Rita Mutiarni
Dari beberapa pendapat tersebut di atas,
kinerja yang dimaksud dalam tulisan ini
adalah hasil yang telah dipreoleh oleh
karyawan berdasarkan ukuran yang berlaku
untuk suatu tugas atas pekerjaan yang
dilaksanakan dalam waktu tertentu.
Pengukuran Kinerja Karyawan
Ada beberapa syarat kriteria ukuran
kinerja karyawan yang baik ialah apabila
lebih reliabel, realitas, representatif, dan
dapat diprediksikan (As'ad, 1982:49).
Kemudian dikatakan juga bahwa yang
umum dipakai sebagai kriteria ukuran
kinerja karyawan, yaitu kualitas, kuantitas,
waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang,
a b s e n s i d a n k e s e l a m a t a n d a l a m
menjalankan pekerjaan. Sedangkan
menurut Lopez (1982:335) dalam studinya
mengukur kinerja karyawan secara umum,
yaitu 1) kuantitas kerja, 2) kualitas kerja, 3)
pengetahuan tentang pekerjaan, 4) pendapat
atau pernyataan yang disampaikan, 5)
keputusan yang diambil, 6) perencanaan
kerja, 7) daerah organisasi kerja.
Berdasarkan dari pendapat tentang
pengukuran kinerja karyawan di atas, dalam
penelitian ini indikator kinerja karyawan
yang digunakan adalah:
?Kuanti tas Pekerjaan. Kuanti tas
pekerjaan adalah jumlah atau banyaknya
pekerjaan yang dihasilkan karyawan.
?Kualitas Pekerjaan. Menurut Syarief
(2003:78), kualitas pekerjaan terdiri dari
kehalusan, keberhasilan, dan ketelitian
pekerjaan.
?Ketepatan Waktu. Dikatakan kinerja
k a r y a w a n i t u t i n g g i a p a b i l a
menyelesaikan tugas dengan cepat dan
tepat. Oleh sebab itu Dharma (1999:51)
menyatakan bahwa ketepatan waktu
dapat dilihat dari sesuai tidaknya
menyelesaikan pekerjaan dengan waktu
yang direncanakan.
Kerangka Konseptual.
Kerangka konseptual dalam penelitian
ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1: Kerangka Konseptual
Penelitian
Hipotesis
Berdasarkan latar belakang serta tujuan
dari peneltian ini maka rumusan hipotesis
dalam penelitian ini adalah :
?Diduga, konflik peran dan stress kerja
berpengaruh secara parsial dan simultan
terhadap stress kerja.
?Diduga variabel stres kerja berpengaruh
dominan terhadap kinerja karyawan di
PT. Perkebunan Nusantara X (Persero)
Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan dengan
metode survey, termasuk dalam kategori
penelitian asosiatif, yaitu penelitian yang
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 183(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)
bersifat menghubungkan dua variabel atau
lebih (Sugiono, 2001:29). Informasi primer
tentang data yang berhubungan dengan
variabel penelitian dikumpulkan dari
responden dengan menggunakan angket
(Singarimbun dan Efendi, 2000:9)
Diskripsi Populasi dan Penentuan
Sampel
Sugiyono, (2001:57) member i
pengertian bahwa populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek
y a n g m e m p u n y a i k u a n t i t a s d a n
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari kemungkinan
ditarik kesimpulannya. Berdasarkan dari
pendapat tersebut di atas, populasi
penelitian ini adalah keseluruhan karyawan
PT. Perkebunan Nusantara X (Persero)
Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo yang
berjumlah 840 orang. Sedangkan sampel
adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi
terebut (Sugiyono, 2001:48). Lebih
dipertegas lagi tentang sampel, jika populasi
besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajarinya semua yang ada pada
populasi, misalnya karena keterbatasan
dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti
dapat menggunakan sampel yang diambil
dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari
sampel i tu , kes impulannya akan
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu
sampel yang diambil dari populasi harus
betul-betul mewakili (representatif).
Agar peneli t ian ini dikatakan
representatif, maka sampel yang diambil
harus mewakili populasi. Arikunto (1992)
mengatakan “…….. bila subyeknya kurang
dar i seratus , lebih baik diambil
semuanya…… Selanjutnya, jika jumlah
subyeknya besar, dapat diambil antara
10%-15% atau 20%-25% atau lebih….”.
Diketahui jumlah populasi responden 840
orang maka diambil sekitar 10%. Dengan
demikian subyek pegawai yang diteliti
adalah 10% x 840 = 84 orang.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini meliputi dua jenis yakni data
primer dan data sekunder. Data primer
diperlukan untuk pengujian hipotesis yang
telah ditetapkan, sedangkan data sekunder
diperlukan untuk memberikan gambaran
(diskripsi) tentang obyek penelitian.
Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah: 1) Data Primer yang diperoleh
langsung dari responden melalui pengisian
kuisioner yang diberikan pada responden
berkaitan dengan konflik peran, stress dan
kinerja karyawan PT. Perkebunan
Nusantara X (Persero) Pabrik Gula
Watoetoelis Sidoarjo, 2) Data Sekunder
berupa data yang sudah diolah dalam
bentuk naskah tertulis atau dokumen antara
lain berupa jumlah karyawan, struktur
organisasi, serta informasi penting lainnya
yang digunakan untuk melengkapi data
yang diperlukan dalam penelitian ini. Data
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Achmed Zulkarnain
182 Rita Mutiarni
ini diperoleh melalui wawancara dan
dokumentasi.
Skala yang digunakan memiliki
dimensi interval 4 (empat) alternatif
jawaban. Ini merupakan modifikasi dari
skala Likert yaitu dengan meniadakan
kategori jawaban yang ditengah karena bisa
menimbulkan kecenderungan menjawab ke
tengah (Center Tendency Effect) (Hadi,
2002:43). Untuk mengukur perilaku
pemimpin dan kinerja dalam penelitian ini
digunakan skala indeks : Sangat Sering (4);
Sering (3); Kadang-Kadang (2); dan Tidak
Pernah (1).
Variabel Penelitian dan Definisi
Operasional Variabel
Untuk mengukur variabel –variabel
dalam penelitian ini, maka definisi
operasional variabelnya :
a) Konfl ik Peran, yaitu adalah
pertentangan yang terjadi berkaitan
dengan peran yang diberikan kepada
seorang karyawan dalam perusahaan
terhadap peran dasar yang telah ada
dalam dirinya, meliputi : 1)Konflik
peran pribadi, yaitu pertentangan yang
dialami oleh seorang karyawan antara
tuntutan peran yang dipersyaratkan
dengan perasaan (emosional). 2) konflik
intraperan adalah pertentangan yang
terjadi antara peran yang dilakukan oleh
seorang karyawan dengan hubungan
pr ibadi (personal ) , 3) konf l ik
antarperan adalah pertentangan yang
dialami oleh seorang karyawan karena
antara peran yang dimainkannya tidak
sesuai/tidak cocok dengan latar
belakang keahlihannya (profesi).
b) Stress, yitu adalah kondisi kejiwaan
yang dialami oleh seorang karyawan
karena ketidak sesuaian / ketidak
seimbangan yang sangat berarti antara
persepsinya dari suatu tuntutan yang
dihadapi dengan kemampuannya untuk
mengatasi masalah tersebut, meliputi: 1)
Stres fisik, yaitu kondisi kejiwaan yang
dialami oleh seorang karyawan yang
berakibat pada gangguan fisiknya, 2)
Stress Psikologis yaitu kondisi
kejiwaan yang menimbulkan gangguan
pernafasan, tekanan darah tinggi,
pusing, meningkatnya kolesterol,
jantung koroner, 3) Stres organisatoris
adalah kondisi kejiwaan yang terjadi
pada diri seorang karyawan yang
berakibat terganggunya kegiatan
organisasi.
c) Kinerja Karyawan, yaitu hasil kerja
yang dicapai oleh karyawan dalam
kurun waktu tertentu, berdasarkan
standar kerja yang ditetapkan
perusahaan, meliputi: 1) Kuantitas
pekerjaan yaitu jumlah pekerjaan yang
dihasilkan oleh seorang karyawan
dalam kurun waktu tertentu berdasarkan
standar kerja yang telah ditetapkan
perusahaan, 2) Kualitas pekerjaan
yaitu keteli t ian, kerapian, dan
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 185(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)
kesesuaian dari hasil pekerjaan yang
dilakukan oleh seorang karyawan dalam
kurun waktu tertentu berdasarkan
standar kerja yang telah ditetapkan
perusahaan , 3) Ketepatan waktu ialah
ketepatan waktu dalam menyelesaikan
tugas yang menjadi tanggung jawab
seorang karyawan dalam perusahaan,
berdasarkan standar kerja yang telah
ditetapkan.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian diuji bagaimana
pengaruh varibel konflik peran dengan
variabel stres kerja terhadap kinerja
karyawan, dengan menggunakan alat
analisa “Regresi Linear Berganda” dengan
alat bantu analisa SPSS. Rumus yang
digunakan adalah:
Y = a+ X1 + X2 + e
X1 = Konflik Peran
X2 = Stress Kerja
e = Standar error / tingkat
kesalahan
ß = Konstanta0
ß = Koefisien Regresi
a = Parameter
Y = Kinerja Karyawan
Pengujian Hipotesis
Untuk Uji Hipotesis dilakukan dengan
cara melakukan uji F untuk melihat
signkansi pengaruh variabel-variabel bebas
secara bersama-sama terhadap variabel
terikat. Hipotesa yang berlaku dalam
penelitian ini adalah:
ß ß
: H = = = 0 …….. Tidak ada pengaruh0 1 2 3
: H ß≠ß≠ß≠0 ………… Ada pengaruh0 1 2 3
Level of significant (á) yang digunakan
sebesar 5%. Selanjutnya menghitung nilai F
untuk mengetahui hubungan secara
simultan antara variabel bebas dan variabel
terikat dengan rumus sebagai berikut :
(Sudrajat, 2000 ; 94)
Setelah didapat hasil perhitungan,
selanjutnya membandingkan F hitung
dengan F tabel dengan ketentuan bahwa
derajat bebas pembilang adalah k dan
derajat bebas penyebut adalah ( n – k –1)
dengan convidence interval sebesar 95 %.
Apabila F hitung F tabel, maka Ho ditolak
yang berarti ada pengaruh yang signifikan
antara variabel peran konflik (X ) dan stress 1
kerja (X ) secara simultan terhadap kinerja 2
karyawan (Y) dan apabila F hitung = F
tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak
ada pengaruh yang signifikan antara
variabel peran konflik (X ) dan stress kerja 1
(X ) secara simultan terhadap kinerja 2
karyawan (Y)
L a n g k a h s e l a n j u t n y a a d a l a h
melakukan uji t untuk menguji tingkat
signifikansi pengaruh beberapa variabel
secara parsial.Hipotesa yang digunakan
adalah:
H : ß = 0 …………….tidak ada pengaruh0 j
H : â≠0 …………… Ada pengaruh0 j
Level of significant (á/2) yang digunakan
ß ß ß
GalatKT
gresiKTFhitung
Re=
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Achmed Zulkarnain
186 Rita Mutiarni
sebesar 2,5%. Selanjutnya menentukan
besarnya t hitung dengan menggunakan
persamaan :
(Sudrajat, 2000 : 122)
â = koefisien regresi variabel.j
Se (â ) = Standar Error Koefisien regresij
A p a b i l a t e l a h d i d a p a t h a s i l
perhitungannya, selanjutnya adalah
membandingkan t hitung dengan tabel,
dengan uji t dua arah. Dengan ketentuan
derajat kebebasan sebesar n – k –1 ,
convidence interval 95%. Apabila t hitung t
tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima,
yang artinya ada pengaruh variabel terikat
dan demikian sebaliknya.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Gambaran Variabel Penelitian
Dari hasil angket yang disebarkan
kepada 84 orang responden, yaitu
karyawan PT. Perkebunan Nusantara X
(Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo,
dapat diketahui gambaran variabel dalam
penelitian ini, baik variabel bebas maupun
variabel terikat. Jawaban responden
selanjutnya di kelompokkan berdasarkan
penilaian yaitu (1) = sangat rendah, (2) =
randah, (3) = tinggi, (4) = sangat tinggi.
K a t e g o r i r e n d a h , m e r u p a k a n
penggabungan dari kriteria penilaian
sangat rendah dan rendah. Sedangkan
kategori tinggi adalah penggabungan dari
kreteria penilaian tinggi dan sangat
tinggi.
Hasil Tabulasi Jawaban Responden Atas
Variabel Peran Sub Variabel Konflik
Peran Pribadi
Tabel 1: Jawaban responden tentang
konflik peran pribadi.
Sumber : Data diolah ( 2008)
Hasil Tabulasi Jawaban Responden Atas
Variabel Peran Sub Variabel Konflik
Interperan
Tabel 2 : Jawaban responden tentang
konflik interperan.
Sumber : Data diolah ( 2008)
Hasil Tabulasi Jawaban Responden Atas
Variabel Peran Sub Variabel Konflik
Antarperan
Tabel 3 : Jawaban responden tentang
konflik Antarperan.
Sumber : Data diolah ( 2008)
)( j
j
h itungSe
tb
b=
Kategori konflik peran pribadi
Tinggi Rendah No
Unsur–unsur Konflik Peran Pribadi
f % f % 1
2
3
Ketidaksesuaian peran dengan sifat
Ketidaksesuaian peran dengan sikap
Ketidaksesuaian dengan kepribadian
40
30
20
47,6
35,7
25
44
54
64
52,4
64,3
75
Kategori konflik Interperan
Tinggi Rendah No
Unsur–unsur Konflik Interperan
f % f % 1
2
3
Peran tidak mempelancar komunikasi
Peran tidak mendorong kerjasama
Peran tidak membangun kerjasama
38
15
42
45
16
50
46
69
42
55
84
50
Kategori konflik
Antarperan
Tinggi Rendah No Unsur–unsur Konflik Antarperan
f % f %
1
2
3
Ketidak sesuaian peran dengan minat
Ketidak sesuaian peran dengan keinginan
Ketidak sesuaian dengan kebutuhan
30
70
29
36
83,3
34,5
54
14
55
64
17
65,5
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 187(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)
Hasil Tabulasi Jawaban Responden Atas
Variabel Stress Kerja Sub Variabel Stress
Fisik.
Tabel 4: Jawaban responden tentang
stres fisik.
Sumber : Data diolah (2008)
Hasil Tabulasi Jawaban Responden Atas
Variabel Stress Kerja Sub Variabel Stress
Psikologis.
Tabel 5: Jawaban responden tentang
stres psikologis.
Sumber : Data diolah ( 2008)
Hasil Tabulasi Jawaban Responden Atas
Variabel Stress Kerja Sub Variabel Stress
Organisatoris
Tabel 6 : Jawaban responden tentang
stres organisatoris.
Sumber : Data diolah ( 2008)
Hasil Tabulasi Jawaban Responden Atas
Variabel Kinerja Karyawan Sub
Variabel Kuantitas Pekerjaan, Kualitas
Pekerjaan dan Ketepatan Waktu
Tabel 7: Jawaban responden tentang
kuantitas pekerjaan, kualitas
pekerjaan, dan ketepatan
waktu.
Sumber : Data diolah ( 2008)
Pengujian Hipotesis Pada Korelasi
Tingkat Nol (Zero Order Correlation)
Tabel 8: Analisis koefisien korelasi
konflik peran, stres kerja,
dan kinerja karyawan.
Sumber : Data diolah (2008).
Tabel di atas, menunjukkan bahwa
variabel konflik peran, stres kerja, dan
kinerja karyawan mempunyai hubungan
yang ditunjukan dengan besarnya nilai
koefisien korelasi. Nilai koefisien
korelasi konflik peran terhadap stres
kerja adalah r = 0,900; koefisien
Kategori stres fisik Tinggi Rendah No.
Unsur – unsur Stres fisik
f % f % 1 2 3 4 5 6 7 8
Gatal/ bintik merah Mulut menjadi kering Tenggorokan membengkak Gangguan pernafasan Tekanan darah tinggi Pusing Meningkatkan kolestrol Jantung koroner
42 41 58 14 26 29 27 66
50 49 69 14 31
34,5 32 78
42 43 26 70 58 55 57 18
50 51 31 83 58
65,5 68 22
Kategori stres psikologis Tinggi Rendah
No. Unsur – unsur Stres psikologis
f % f % 1 2 3 4 5 6 7 8
Ketegangan Keresahan Mudah tersinggung Mudah marah Ketidak puasan Kebosanan Tertundanya tugas Rendahnya kepercayaan diri
72 37 22 48 26 47 30 43
87 44 26 57 31 56
35,7 51
12 47 62 36 58 37 54 41
13 56 74 43 69 44
64,3 49
Kategori Stres Organisatoris Tinggi Rendah
No. Unsur – unsur Stres Organisatoris
f % f % 1 2 3 4 5 6 7
Ketidak hadiran tinggi Kelambanan proses kerja Cara berbicaraberubah Kegelisahan Sukar tidur Menurunnya produktivitas kerja Sabotase
52 64 41 53 58 58 58
62 76 49 63 69 69 69
32 20 43 31 26 26 26
38 24 51 37 31 31 31
Kategori kinerja karyawan
Tinggi Rendah
No. Unsur – unsur Kinerja karyawan
f % f % A 1
B 1 2 3 C 1
Kuntitas pekerjaan Sejumlah pekerjaan dihasilkan sesuai dengan standar Kualitas pekerjaan Ketelitian mengerjakan tugas Kerapian dalam pekerjaan Kesesuaian pelaksanan pekerjaan Ketepatan waktu Seluruh pekerjaan diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan
37
54 36 46
31
44 64 43 54 37
47 30 48 38 53
56
36 57 46
63
No. Variabel – variabel Konflik peran Stres kerja Kinerja
karyawan
1
2
3
Konflik peran
Stres kerja
Kinerja karyawan
1.0000
0,900
0,935
1.0000
0,807
1.0000
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Achmed Zulkarnain
188 Rita Mutiarni
korelasi konflik peran terhadap kinerja
karyawan adalah r = 0,935; dan
koefisien korelasi stres kerja terhadap
kinerja karyawan adalah r = 0,807.
Tanda koefisien korelasi positif,
maksudnya dua variabel mempunyai
hubungan searah (direct relation), seperti
pada variable konflik peran terhadap
variabel stres kerja. Hubungan searah
ini, artinya apabila konflik peran tinggi,
maka stres kerja tinggi. Sebaliknya jika
konflik peran rendah, maka stres kerja
rendah. Sedangkan apabila tanda
koefisien korelasinya negatif, hal ini
berarti dua variabel mempunyai
hubungan berlawanan arah (inverse
relation ship), seperti pada variable
konflik peran, stres kerja terhadap
variabel kinerja karyawan, hubungannya
berlawanan arah, artinya jika konflik
peran, stres kerja tinggi, maka kinerja
karyawan rendah. Sebaliknya apabila
konflik peran, stres kerja rendah, maka
kinerja karyawan tinggi.
Model Regresi
Tabel 9: Analisis regresi pengaruh
konflik peran terhadap stres
kerja, konflik peran dan stres
kerja terhadap kinerja
karyawan.
Sumber : Data diolah ( 2008)
Dari Tabel di atas, nilai koefisien
regresi mennjukkan positif, sehingga
hipotensis yang telah dirumuskan pada
bab II terdahulu (Ha) dapat diterima,
karena nilai = 0,807; P = 0,0000,
sehingga variabel konflik peran
berpengaruh secara signifikan terhadap
stres kerja, dengan nilai R² sebesar 0,934
Dengan kata lain sumbangan pengaruh
konflik peran terhadap stres kerja
sebesar 93,4 persen. Selebihnya
dipengaruhi oleh faktor – faktor lain.
Selanjutnya dari hasil Tabel diatas
tersebut di atas, dapat juga dilihat
bahwa koefisien regresinya positif, yang
mana masing – masing nilai x = 0;417, 1
P =0,0000, dan nilai x = 0,598; P 2
=0,0000, menunjukkan adanya pengaruh
yang signifikan antara konflik peran dan
stres kerja sebagai variabel bebas
dengan kinerja karyawan sebagai
variabel terikat. Dengan nilai R² sebesar
0,934. Dengan kata lain sumbangan
pengaruh konflik peran dan stres kerja
terhadap kinerja karyawan sebesar
93,4persen. Selebihnya dipengaruhi oleh
faktor – faktor lain.
Sedangkan variabel yang paling
berpengaruh dalam penelitian ini adalah
variabel stress kerja hal ini dibuktikan
dengan t-hit sebesar 12,382 dan B = 0,416
Pembahasan
Bertolak dari hasil analisis diskriptif
dan pengujian hipotensis di atas, maka
Variabel terikat Variabel bebas B SE B b T hitung
Kinerja karywan R² = 0,0,934 F = 574,517 P = 0,0000
Konflik peran Stres kerja
0,206 0,146
0,024 0,012
0,417 0,598
8,623 12,382
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 189(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)
pada bagian ini akan dibahas hasil
perhitungan dimaksud. Jika dilihat dari
gambaran kelompok usia, masa kerja,
dan pendidikan dari responden yang
apabila dikaitkan dengan masing – masing
variabel, dijumpai bahwa dari kelompok
usia, dan pendidikan secara keseluruhan
mempunyai kategori tinggi pada konflik
peran. Sedangkan kategori stres kerjanya
rendah. Hal ini diduga terjadi karena
sebagian besar responden dalam
memberikan jawaban pada angket
konflik peran, tidak mengukur
jawabannya pada dirinya sendiri, tetapi
para responden lebih melekatkan pada
posisi pimpinan, alasannya mereka
merupakan satu kesatuan, pada hal yang
diharapkan isian dari angket ini adalah
mengukur keadaan diri sendiri.
Sedangkan pada saat responden
memberikan jawaban pada angket stres
kerja para responder benar – benar
mengukurnya dengan keadaan yang
dialaminya sendiri.
Selanjutnya apabila dilihat dari
gambaran indikator – indikator masing –
masing variabel. Menunjukkan bahwa
sebagian besar responden cenderung
memberi nilai rendah terhadap indikator
– indikator dari variabel stres kerja. Ini
berarti bahwa karyawan teknik berarti
bahwa karyawan PT. Perkebunan
Nusantara X (Persero) Pabrik Gula
Watoetoelis Sidoarjo, yang mengalami
konflik peran dan stres kerja dapat
dikategorikan rendah jumlahnya.
Sedangkan sebagian besar responden
cenderung memberikan jawaban dengan
pilihan kategori tinggi terhadap indikator
– indikator dari variabel kinerja
karyawan. Artinya bahwa karyawan PT.
Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik
Gula Watoetoelis Sidoarjo memiliki
kinerja dengan kategori tinggi.
Konflik yang terjadi dalam
kehidupan perusahaan, menimbulkan
dampak yang sangat berarti bagi kinerja
karyawan secara keseluruhan (Anarogo,
1992:101). Kemudian Gitosudarmo dan
Sudita (1997:57), mengatakan bahwa
stres mempunyai dampak positif dan
negatif. Dampak positif stres pada
tingkat rendah sampai pada tingkat
moderat bersifat fungsional dalam arti
berperan sebagai pendorong peningkatan
kinerja karyawan. Sedangkan dampak
negatif stres kerja pada tingkat yang
tinggi adalah kinerja karyawan menurun
secara mencolok. Kondisi terjadi karena
karyawan akan lebih banyak
menggunakan tenaganya untuk melawan
stres dari pada untuk melakukan tugas
atau pekerjaannya.
Kedua pendapat di atas, terbukti
nyata bahwa dari hasil pengujian
hipotensis dalam penelitian ini,
menunjukkan ada pengaruh yang sangat
signifikan dari konflik peran dan stres
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Achmed Zulkarnain
190 Rita Mutiarni
kerja terhadap kinerja karyawan. Dalam
pengujian hipotensis tersebut diketahui
secara sendiri – sendiri, variabel bebas
dari konflik peran terhadap variabel
terikatnya yaitu kinerja karyawan dengan
nilai = 0,417 , lebih kecil dari variabel
stres kerja yang memiliki nilai = 0,598 ,
tehadap variabel kinerja karyawan.
Simpulan
Dari hasil pembahasan diketahui bahwa
Karyawan PT. Perkebunan Nusantara X
(Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo,
memiliki kategori konflik peran dan stres
kerja rendah, sedangkan kategori
kinerjanya tinggi. Selanjutnya konflik
peran dan stres kerja secara bersama –
sama berpengaruh positif terhadap kinerja
karyawan, dan secara statistik memiliki
pengaruh yang sangat signifikan. Dari
hasil penelitian juga tampak bahwa variabel
yang paling berpengaruh terhadap kinerja
karyawan adalah variabel Stress kerja.
Saran
Saran yang bisa diberikan untuk
manajemen PT. Perkebunan Nusantara X
(Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo
a d a l a h : p e r u s a h a a n h e n d a k n y a
memperhatikan konflik peran dan stres
kerja secara positif. Ada beberapa cara
yang bisa dilakukan antara lain dengan
meningkatkan hubungan kerja sama yang
harmonis antara atasan dan bawahan
serta sesama rekan kerja. Selain itu
dengan melaksanakan kegiatan – kegiatan
yang bersifat penyegaran, seperti
penataran, seminar atau lokakarya
tentang bagaimana mengelola stress juga
layak untuk dicoba. Pengalokasian waktu
untuk kegiatan relaksasi, rekreasi,
santapan rohani dan semacamnya disela –
sela waktu kerja asal tidak mengganggu
pekerjaan yang sedang dihadapi
hendaknya juga perlu dipertimbangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anorogo, P. dan N. Widiyanti. 1990.
Psikologi dalam Perusahaan.
PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Anorogo, P. 1992 Psikologi kerja. PT.
Rineka Cipta. Jakarta.
Arikunto, S. 1992. Prosedur Penelitian :
Suatu Pendekatan Prektik.
Edisi revisi. Cetakan Ke 8.
Penerbit Reneka Cipta Jakarta.
As'ad, M. 1991. Psikologi Industri.
Liberty. Yogyakarta.
Brief, A. P., R. S Schuler, dan M. Van
Sell. 1981. Managing Job
Stress. Boston : Little Brow
and Company.
Cooper, C. L,. 1995. Psikologi Untuk
Manager. Alih bahasa Lilian
Yowono. Arcan. Jakarta.
Corwin, R. G. 1987. “Pattern of
Organizational Conflict”.
Admin is t ra t ive Sc ience
Quarterly. pp. 507-520.
Dharma, A. 1986. Gaya Kepemimpinan
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 191(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)
yang Efektif bagi Manager.
CV. Sinar Baru. Bandung.
Flecther, B. 1991. Work, Stress, Disease
and Lipe Expectancy.
Chicheester. John Willey and
Sons Ltd.
Gibson, J.L J. M. Ivancevich, dan J.H.
Donnelly, Jr. 1992. Organisasi.
Ahli bahasa Djarkasih. PT.
Gelora Aksara Pratama.
Jakarta.
Gitosudarmo, I., dan I Nyoman Sudita.
1997. Perilaku Keorganisasian.
BPFE. Yogyakarta.
Hadi, S. 1996. Metode Research. Jilid I.
Yayasan Penerbit Fakultas
Psikologi Universitas Gajah
Madah. Yogyakarta.
Hammer, C. W., dan D.W. Organ. 1978.
Organizational Behavior : An
A p l i e d P s y c h o l o g y c a l
Approach. Bussiness Inc.
Dallas.
Hariman, T., dan R.L. Hilgert. 1982.
Supervision ; Consep and
Practices of Management.
Third Edition. South Western
Publising Co. Cincinnati. Ohio.
Heidjracman, dan S. Husnan. 1993.
Manajemen Personalia. Edisi 4.
BPFE. Yogyakarta.
Ivancevich, J.M., dan M.T. Metteson.
1980. Stres and Work.
Glenview III ; Scoth. Foresman
and Company.
Moenir, AS,1983. Pendekatan Manusiawi
dan Organisasi Terhadap
Pembinaan Kepegawaian. PT
Gunung Agung Jakarta
Mulyaningwati, E. llham, dan I. Santoso,
1997. “Prasetya” Bulletin
Nomor 112 Tahun VII. Edisi
Ke 4. PT. Danar Wijaya
Brawijaya University Press
Malang.
Nazir, M. 1983. Metode Penelitian.
Ghalia Indonesia, Cetakan
Pertama. Jakarta.
Syarif, R. 1987. Teknik Manajemen
Latihan dan Pengembangan.
Angkasa Bandung
Siagian, SP, 1995. Teori Organisasi, Bumi
Aksara, Jakarta
Singarimbun, M, dan S. Efendi, 1989.
Metode Penelitian Survey.
LP3ES. Jakarta.
Sudjana, 1996, Teknik Analisis Regresi
dan Korelasi, Bagi Para
Peneliti, Edisi Ketiga, Tarsito
Bandung
Sugiyono, 1994, Metode Penelitian
Adminstrasi. CV Alfabeta,
Bandung.
Sujak, A. 1990, Kepemimpinan Manajer,
Perilaku Organisasi, Rajawali
Jakarta.
Swasto, BS. 1996. Pengembangan
Sumber Daya Manusia,
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
Achmed Zulkarnain
192 Rita Mutiarni
Pengaruhnya terhadap Kinerja
dan Imbalan, Penerbit FIA
Unibraw Malang.
……….1996, Manajemen Sumber Daya
manusia, Penerbit FIA Unibra
Malang.
Winardi, 1992. Manajemen Prilaku
Organisasi. PT. Citra Aditya
Bakti Bandung.
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 193(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)
PENGARUH IMBALAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN
(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)
Lilik Meilani *
AbstractThe success organization is those which is success to combine between all its resource effectively and efficiently. This research aimed to know the influence of revenue of workers (wages, salary or bonus) and job environment to workers's productivity. The research took place at Perusahaan Daerah Jombang, by using double linear regression. From the research was proved that revenue factor and job environment are significantly influenced to worker's productivity, simultaneity and partiality and the most dominance is revenue factor (wages, salary, and bonus )Keywords : revenue, job environment, worker's productivity
Organisasi yang berhasil adalah yang
secara efektif dan efisien mampu
mengkombinasikan sumber daya yang
dimiliki guna mencapai tujuannya.
Siapapun yang mengelola organisasi, akan
mengolah berbagai tipe sumber daya guna
pencapaian tujuan organisasi tersebut. Aset
penting yang harus dimiliki oleh perusahaan
dan sangat diperhatikan oleh manajemen
adalah aset organisasi.
Pada intinya, tantangan-tantangan,
peluang-peluang, dan juga kekecewaan-
kekecewaan dalam pengelolaan organisasi
sering bersumber dari masalah-masalah
yang berhubungan dengan orang-orang atau
para karyawan (Simamora, 2001:23).
* Lilik Meilani adalah pengajar di Universitas
Mayjen Soengkono Mojokerto
Apa yang dilakukan oleh manusia
dalam organisasi termasuk dalam bentuk
perusahaan pada dasarnya tertuju pada
pemenuhan kebutuhannya sebagai
manusia. Manusia mempunyai kebutuhan
yang harus dipenuhi. Kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan ini merupakan hal
yang sangat penting dalam menempatkan
dirinya sebagai manusia (Nawawi,
2000:12).
Seseorang bekerja atau beraktifitas
dengan harapan bahwa hal tersebut akan
membawa pada keadaan yang lebih baik
dan memuaskan daripada keadaan sekarang
(Wakely dalam As'ad, 2001:34). Karyawan
akan merasa puas dalam bekerja apabila
aspek-aspek pekerjaan dan aspek-aspek
dirinya mendukung, sebaliknya jika aspek-
aspek tersebut tidak mendukung, karyawan
akan merasa tidak puas (Mangkunegara,
2000:43).
Dalam suasana perubahan lingkungan
yang semakin kompetitif sekarang ini,
ketidakpuasan karyawan dalam suatu
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
organisasi mungkin semakin sering terjadi.
Apabila ketidakpuasan karyawan dalam
suatu organisasi terjadi maka stabilitas dan
keberhasilan organisasi akan terhambat
(Munn, 2001:23). Oleh sebab itu betapa
pentingnya kinerja karyawan bagi suatu
organisasi.
Kinerja karyawan sangatlah penting
artinya bagi organisasi. Salah satu gejala
dan kurang stabilnya suatu organisasi
diantaranya adalah rendahnya kinerja
karyawan. Bentuk yang paling menonjol
dari rendahnya kinerja misalnya seperti
pemogokan kerja, pelambanan kerja,
mangkir, dan tingkat turnover karyawan
tinggi. Sebaliknya, kinerja karyawan yang
tinggi merupakan tanda bahwa organisasi
tersebut dikelola dengan baik (Davis dan
Newstron, 2001:28). Disisi lain, Nitisemito
(2001:39) juga menyatakan bahwa indikasi
kecenderungan umum dari menurunnya
kinerja karyawan dalam sebuah organisasi
antara lain : rendahnya produktivitas,
tingkat absensi yang naik/tinggi, tingkat
kerusakan yang naik/tinggi, kegelisahan
dimana-mana, tuntutan yang sering terjadi
dan sering terjadi pemogokan.
Perusahaan Daerah BPR Jombang,
telah melakukan berbagai pembenahan,
diantaranya adalah pembenahan sektor
sumber daya manusianya. Usaha tersebut
harus dilakukan mengingat persaingan di
masa depan semakin ketat dan kompetitif
serta tuntutan profesionalisasi kerja yang
t idak boleh d iaba ikan , seh ingga
peningkatan kinerja karyawan harus
ditingkatkan. Peningkatan kinerja
karyawan itu sendiri sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
faktor imbalan dan lingkungan kerja.
Kaitannya dengan hal tersebut, pimpinan
Perusahaan Daerah BPR Jombang merasa
perlu untuk melihat sejauhmana tanggapan
para karyawan terhadap imbalan dan
lingkungan kerja di Perusahaan Daerah
BPR Jombang, dengan demikian dapat
diambil upaya-upaya lebih lanjut.
Berangkat dari latar belakang tersebut,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisa
lebih jauh tentang pengaruh imbalan dan
lingkungan kerja terhadap kinerja
karyawan Perusahaan daerah BPR
Jombang, baik secara parsial maupun
simultan serta diantara kedua variabel
tersebut (imbalan – lingkungan kerja)
manakah yang lebih dominan berpengaruh.
Diharapkan, dari hasil penelitian ini akan
dapat diambil langkah-langkah konkrit
yang berguna bagi perusahaan.
Landasan Teori
Imbalan
Menurut jenisnya, imbalan atau balas
jasa dibagi dua macam, yaitu : imbalan
yang bersifat finansiil dan non finansiil
yang tidak secara langsung berkaitan
dengan prestasi kerja. Imbalan finansiil
merupakan sesuatu yang diterima oleh
karyawan dalam bentuk seperti : gaji atau
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Imbalan dan Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 195(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)
upah, bonus, premi, pengobatan, asuransi,
dan lain-lain yang sejenis yang dibayar oleh
organisasi. Imbalan non finansiil ,
dimaksudkan untuk mempertahankan
karyawan dalam jangka panjang seperti
penyelenggaraan program-program
pelayanan bagi karyawan yang berupaya
untuk menciptakan kondisi dan lingkungan
kerja yang menyenangkan, seperti program
rekreasi, cafetaria, dan tempat beribadah.
Umar (2001:45)
Imbalan terdiri dari dua jenis yaitu
imbalan instrinsik dan imbalan ekstrinsik
(Simamora, 2001:43; Gibson, 2001:32).
Imbalan instrinsik (instrinsic reward)
adalah imbalan-imbalan yang dinilai di
dalam dan dari mereka sendiri. Imbalan ini
melekat (inheren) pada aktivitas itu sendiri
dan pemberiannya tidak tergantung pada
kehadiran atau tindakan-tindakan atau hal-
hal lainnya, sedangkan imbalan ekstrinsik
(extrinsic reward) adalah imbalan yang
diberikan oleh pihak eksternal atau dari luar.
Imbalan ekstrinsik sering digunakan oleh
o r g a n i s a s i d a l a m u s a h a u n t u k
mempengaruhi perilaku dan kinerja
anggotanya (Simamora, 2001:45).
Imbalan instrinsik memiliki potenai
untuk memberikan pengaruh yang kuat
terhadap perilaku-perilaku individu di
dalam organisasi dan memiliki kebaikan-
kebaikannya melekat pada kenyataannya
bahwa imbalan dan motivasi kinerja yang
efektif. Kebaikan-kebaikannya melekat
pada kenyataan bahwa imbalan instrinsik
adalah self-administered dan dialami
langsung sebagai akibat pelaksanaan yang
efektif pada pekerjaan. Pertama, kesatuan
hubungan diantara kinerja yang efektif dan
pemberian imbalan instrinsik muncul
langsung dari persepsi pribadi bahwa dia
bekerja dengan baik. Kedua, kenyataan
bahwa imbalan instrinsik adalah self
administered berarti bahwa efektifitasnya
tidaklah tergantung pada kehadiran seorang
manajer untuk memberikan imbalan atau
pada rancangan sistem kompensasi
organisasional. Ketiga, karena imbalan
instrinsik dihasilkan sendiri oleh individu-
individu yang bersangkutan, maka imbalan
ini berbiaya rendah bagi organisasi
dibandingkan dengan imbalan-imbalan
seperti insentif moneter.
Poin penting yang perlu diperhatikan
bahwa imbalan ekstrinsik adalah semua
yang dihasilkan oleh sumber-sumber
eksternal untuk seseorang. Agar mendapat
imbalan-imbalan moneter, tunjangan
pelengkap dan penghasilan tambahan,
individu tersebut tergantung pada
kebijakan-kebijakan gaji dan imbalan dari
organisasi, sedangkan perolehan pujian dan
promosi tergantung pada persepsi dan
pertimbangan individu oleh atasannya.
Ketergantungan pada sumber-sumber
eksternal untuk pemberian imbalan-
imbalan ini, diiringi kenyataan bahwa
mayoritas imbalan ekstrinsik membawa
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
196 Lilik Meilani
beberapa biaya nyata yang perlu
d ipe r t imbangkan o leh o rgan i sas i
mempunyai dua implikasi penting. Pertama,
organisasi mestilah berupaya memastikan
sejauh mungkin bahwa imbalan-imbalan
ekstrinsik mahal yang ditawarkan pada
kenyataannya adalah imbalan-imbalan yang
sangat dihargai oleh anggota organisasi.
Kedua, perhatian besar harus diberikan
untuk meyakinkan bahwa imbalan-imbalan
ekstrinsik yang diberikan kepada anggota
organisasi tergantung pada kinerja yang
efektif (Simamora, 2001:46).
Gibson (2001:67) menjelaskan bahwa
imbalan instrinsik terdiri dari penyelesaian
tugas, prestasi, otonomi, dan perkembangan
pribadi, sedangkan imbalan ekstrinsik
terdiri dari gaji dan upah, tunjangan,
imbalan antar personal dan promosi,
s e d a n g k a n S c h u l l e r ( 2 0 0 1 : 8 2 )
menyebutkan bahwa imbalan jasa total
terdiri dari imbalan moneter atau
kompensasi dan imbalan non moneter.
Kompensasi dari imbalan jasa total tersebut,
seperti pada bagan berikut :
Gambar 1: Komponen Sistem Imbalan
Total
Sumber : Schuler dan Jackson (2001:82)
Ada 7 (tujuh) tujuan utama dalam
pemberian imbalan terhadap karyawan
(Schuller, 2001:88), yaitu :1) Menarik
p e l a m a r k e r j a y a n g p o t e n s i a l ,
2)Mempertahankan karyawan yang baik, 3)
M e r a i h k e u n g g u l a n k o m p e t i t i f ,
4)Meningkatkan produktivitas, 5)
Melakukan pembayaran sesuai aturan
hukum, 6) Memudahkan sasaran strategis,
7) Mengokohkan dan menentukan struktur
Menurut Simamora (2001:54) sistem
kompensasi haruslah dapat memikat dan
menahan karyawan-karyawan yang cakap.
Selain itu sistem kompensasi haruslah
memotivasi para karyawan dan mematuhi
semua peraturan hukum. Tujuan-tujuan
kompensasi ini meliputi beberapa maksud;
Pertama tujuan-tujuan memandu desain
s i s t em ga j i . Tu juan kompensas i
menentukan kebijakan gaji (misalnya gaji
untuk kinerja) dan elemen-elemen dari
sistem gaji (yakni merit dan/atau insentif).
Kedua tujuan-tujuan menjadi standar
terhadap keberhasilan sistem gaji
dievaluasi. Jika tujuan sistem gaji adalah
memikat dan mempertahankan staf-staf
yang sangat kompeten, namun karyawan-
karyawan kompeten meninggalkan
organisasi untuk menyambut gaji-gaji
yang lebih tinggi di perusahaan lain, maka
sistem kompensasi mungkin tidak berjalan
secara efektif.
Terdapat dua pertimbangan kunci
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Imbalan dan Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 197(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)
dalam sistem kompensasi yang efektif.
Pertama, sistem kompensasi haruslah
tanggap terhadap situasi. Sistem haruslah
s e s u a i d e n g a n l i n g k u n g a n d a n
mempertimbangkan tujuan-tujuan, sumber
daya, dan struktur organisasi. Kedua, sistem
kompensas i harus lah memot ivas i
karyawan-karyawan. Sistem sebaiknya
m e m u a s k a n k e b u t u h a n m e r e k a ,
memastikan perlakuan adil terhadap
karyawan, dan memberikan imbalan
terhadap kinerja. Bentuk lingkungan
organisasi mempengaruhi tipe-tipe
kompensasi yang diharapkan dan
didambakan oleh karyawan, jumlah dana
yang tersedia untuk kompensasi dan
diversitas imbalan yang ditawarkan.
Kompetisi merebut karyawan, kondisi
ekonomi lokal, regional dan nasional,
komposisi demografi tenaga kerja, dan
p e r a t u r a n - p e r a t u r a n p e m e r i n t a h
mempengaruhi tingkat dan tipe kompensasi
yang tersedia bagi karyawan. Pada saat
terdapat kekurangan tenaga kerja, manajer
memungkinkan menggunakan kompensasi
untuk memikat tipe-tipe karyawan yang
langka (Simamora, 2001:55).
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu
yang ada di sekitar pekerja dan dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang ada dibebankan
(Nitisemito, 2001:47). Menurut Taufiq
(1987:56) lingkungan kerja adalah suasana
lingkungan fisik tepat kerja dimana para
karyawan melaksanakan pekerjaan sehari-
hari. Disisi lain Ahyari (2001:32)
menjelaskan bahwa yang dimaksud
lingkungan kerja merupakan lingkungan
d i m a n a p a r a k a r y a w a n t e r s e b u t
melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-
hari. Adapun menurut Sedarmayanti
(2001:23) lingkungan fisik dalam arti
semua keadaan yang ada di sekitar tempat
kerja, akan mempengaruhi karyawan baik
secara langsung maupun secara tidak
langsung.
Lingkungan kerja di dalam suatu
perusahaan sangat penting untuk
diperhatikan oleh manajemen perusahaan.
Segala pekerjaan tidak akan bisa dijalankan
dengan efektif apabila tidak didukung
dengan lingkungan kerja yang memuaskan.
Meskipun sebenarnya lingkungan kerja ini
tidak langsung melaksanakan proses
kegiatan dalam suatu perusahaan yang
bersangkutan, namun lingkungan kerja ini
akan mempunyai pengaruh langsung
terhadap para karyawan yang bekerja
dalam suatu perusahaan tersebut. (Ahyari,
2001:33). Lingkungan kerja yang buruk
akan mempengaruhi pekerja, produktivitas
kerja menjadi menurun, karena pekerja
merasa terganggu dalam pekerjaannya,
hingga tidak dapat mencurahkan perhatian
penuh terhadap pekerjaan. Oleh karena itu
tugas pimpinan perusahaan untuk mengatur
keadaan lingkungan kerja karyawan agar
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
198 Lilik Meilani
diperoleh tingkat produktivitas yang
maksimal (Reksahadiprodjo, 2000:56).
Lebih jauh Reksahadiprodjo (2000:58)
menjelaskan yang dimaksud dengan
pengaturan lingkungan kerja adalah
pengaturan penerangan tempat kerja,
pengontrolan terhadap suara gaduh,
pengontrolan terhadap udara, pengaturan
kebersihan tempat kerja dan pengaturan
kebersihan tempat kerja dan pengaturan
keselamatan kerja. Di lain pihak, Nitisemito
(2001:43) menyatakan bahwa beberapa
faktor yang dapat dimasukkan dalam
lingkungan kerja serta besar pengaruhnya
terhadap kepuasan dan kegairahan kerja,
diantaranya adalah pewarnaan ruangan
kerja, kebersihan tempat kerja, pertukaran
udara yang sehat, penerangan yang
memadai, musik, keamanan tempat kerja
maupun lingkungan kerja dan kebisingan.
Pengertian Kinerja
Menurut pendapat Dharma (2000:30)
kinerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau
produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan
seseorang atau sekelompok orang.
Pengertian tersebut melihat kinerja dari dua
sisi, yaitu dari sisi individu maupun dari sisi
organisasi. Sedangkan As'ad (2000:47),
memberikan pengertian kinerja sebagai
hasil yang dicapai oleh seseorang menurut
ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang
bersangkutan. Oleh karena itu Swasto
(2001:30), mensitir pendapat Seymour,
Kinerja merupakan tindakan-tindakan atau
pelaksanaan kegiatan yang dapat diukur.
Dari beberapa pendapat tersebut di
atas, kinerja yang dimaksud dalam tulisan
ini adalah hasil yang telah dipreoleh oleh
karyawan berdasarkan ukuran yang berlaku
untuk suatu tugas atas pekerjaan yang
dilaksanakan dalam waktu tertentu.
Pengukuran Kinerja Karyawan
Ada beberapa syarat kriteria ukuran
kinerja karyawan yang baik ialah apabila
lebih reliabel, realitas, representatif, dan
dapat diprediksikan (As'ad, 2000:49).
Kemudian dikatakan juga bahwa yang
umum dipakai sebagai kriteria ukuran
kinerja karyawan, yaitu kualitas, kuantitas,
waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang,
absens i dan kese l ama tan da l am
menjalankan pekerjaan. Sedangkan
menurut Lopez (2000:335) dalam studinya
mengukur kinerja karyawan secara umum,
yaitu: 1) kuantitas kerja, 2) kualitas kerja,
3)pengetahuan tentang pekerjaan, 4)
p e n d a p a t a t a u p e r n y a t a a n y a n g
disampaikan, 5) keputusan yang diambil, 6)
perencanaan kerja, 7) daerah organisasi
kerja. Lebih lanjut Dharma (2000:32),
mengatakan hampir seluruh cara
p e n g u k u r a n k i n e r j a k a r y a w a n
mempertimbangkan beberapa hal yaitu:
?Kuantitas Pekerjaan, yaitu jumlah atau
banyaknya pekerjaan yang dihasilkan
karyawan.
?Kualitas Pekerjaan, terdiri dari
kehalusan, keberhasilan, dan ketelitian
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Imbalan dan Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 199(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)
pekerjaan (Syarief ,2000:76).
· Ketepatan Waktu, dilihat dari sesuai
tidaknya menyelesaikan pekerjaan
dengan waktu yang direncanakan
(Dharma ,2000:55)
Pengaruh Imbalan dan Lingkungan
Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Hubungan antara imbalan dan kepuasan
sifatnya tidak selalu konstan. Hubungan
tersebut sifatnya berubah-ubah disebabkan
karena faktor lingkungan maupun faktor
manusia yang selalu dinamis. Pada dasarnya
para karyawan atau karyawan bekerja yang
bekerja di perusahaan atau di organisasi
lainnya bertujuan untuk mendapatkan
penghasilan. Karyawan menggunakan
pengetahuan, ketrampilan, tenaga dan
sebagian waktunya untuk berkarya pada
perusahaan, di lain pihak ia mengharapkan
akan memperoleh imbalan dari pekerjannya
baik imbalan finansial maupun imbalan non
finansial (Mondy dan Noe, 1993; Umar,
2001).
Ada dua hal yang harus diperhatikan
dalam mengembangkan imbalan (Gibson,
2001:40). Yang pertama harus tersedia
cukup imbalan sehingga kebutuhan dasar
manusia dapat terpenuhi, peraturan
pemerintah, perjanjian perburuan, dan
keadilan manajerial, dan yang kedua
imbalan harus memperhatikan perbedaan
individual karena orang cenderung untuk
membandingkan imbalan mereka dengan
imbalan orang lain. Jika dirasakan ada
ketidak adilan, maka akan muncul
ketidakpuasan.
Nitisemito (2001:55) menjelaskan
beberapa hal yang berkaitan dengan upaya
peningkatan kinerja karyawan yang pada
akhirnya akan meningkatkan semangat dan
kegairahan kerja, yaitu : gaji yang cukup,
memperhatikan kebutuhan rohani, sekali-
kali perlu diciptakan suasana yang santai,
harga diri perlu mendapatkan perhatian,
tempatkan karyawan pada posisi yang
tepat, berikan kesempatan kepada mereka
untuk maju, perasaan aman menghadapi
masa depan perlu diperhatikan, usahakan
karyawan mempunyai loyalitas, sekali-kali
karyawan diajak berunding, pemberian
insentif yang terarah dan berikan fasilitas
yang menyenangkan. Hal lain yang tidak
kalah pentingnya dalam kaitannya dengan
kinerja karyawan adalah kondisi kerja yang
mendukung, dalam arti tersedianya sarana
dan prasarana kerja yang memadai sesuai
dengan sifat tugas yang harus diselesaikan.
Betapapun positifnya perilaku manusia
yang tercermin dalam kesetiaan yang besar,
disiplin yang tinggi dan dedikasi yang tidak
diragukan, tanpa sarana dan prasarana kerja
yang memadai, ia tidak akan bisa berbuat
banyak..
Kerangka Pemikiran
Beberapa studi telah menemukan
bahwa imbalan merupakan karakteristik
pekerjaan yang menjadi penyebab paling
mungkin terhadap ketidakpuasan kerja
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
200 Lilik Meilani
(Wexley, 1992:142). Lebih jauh Wexley
(1992:76) memberikan contoh bahwa
penelitian yang dilakukan oleh Porter pada
tahun 1961, 80 persen dari sampel para
manajer tidakpuas dengan imbalan atau
gajinya. Yang menjadi penyebab utama
ketidakpuasan adalah ketidakadilan, seperti
dijelaskan dalam teori Keadilan, para
pekerja menilai imbalannya dengan
membuat perbandingan-perbandingan
sosial. Imbalan yang diberikan untuk para
pekerja dalam posisi yang sama merupakan
satu penyebab terhadap keyakinan
seseorang tentang seberapa besar gaji yang
harus diterima. Semakin tinggi tingkat
pendidikan dan profesional pekerja semakin
tinggi kemungkinan ia melakukan
perbandingan sosial dengan orang-orang
yang profesinya sama diluar organisasi
(Goodman dalam Wexley, 1993:73).
Para manajer serta kategori-kategori
pekera non pengawas tertentu, seperti para
penjual yang biasanya lebih menyukai
imbalannya mencerminkan seberapa jauh
mereka melaksanakan pekerjaannya dengan
baik (Lawler dalam Wexley, 1992:34). Jika
imbalan tidak didasarkan atas pelaksanaan
kerja, pekerja yang sangat rajinbekerja akan
tidak puas dengan pendapatan yang sama
atau lebih rendah dari pekerja yang malas.
Namun demikian, suatu program insentif
yang memberikan ganjaran dengan imbalan
yang lebih tinggi terhadap pelaksanaan
kerja yang tinggi tidak pasti dapat
memberikan kepuasan.
Di samping pertimbangan keadilan,
kepusan t e rhadap imba lan akan
dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai-nilai
pekerja. Jika imbalan pekerja cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarga dan dirinya,
ia akan lebih puas dibandingkan jika ia
menerima imbalan lebih rendah dari yang
diperlukan untuk memenuhi standar hidup
yang memadai.
Upah juga merupakan suatu cara untuk
m e m e n u h i k e b u t u h a n - k e b u t u h a n
keamanan ter tenu. Seorang yang
mengkhawatirkan bencana ekonomi akan
kurang terpuaskan dengan tingkat imbalan
yang diberikan daripada seorang yang
merasa aman, dan lebih banyak imbalan
y a n g a k a n d i p e r l u k a n u n t u k
memuaskannya. Terakhir, sikap pekerja
terhadap upahnya akan mencerminkan
nilai-nilai yang melatar belakangi dirinya
terhadap materi dan uang. Imbalan
merupakan determinan yang lebih penting
bagi kinerja karyawan seseorang yang
memiliki nilai pemupukan materi dalam
hidupnya dibandingkan dengan yang tidak.
Hubungan tersebut sifatnya berubah-ubah
disebabkan karena faktor lingkungan
maupun faktor manusia yang selalu
dinamis.
Berdasarkan uraian di atas, maka
kerangka pemikiran yang dijadikan
landasan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Imbalan dan Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 201(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)
Gambar 2: Keranagka Konseptual
Pemikiran
Sedangkan hipotesis yang diuji pada
peneltian ini adalah faktor imbalan dan
lingkungan kerja berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan, baik secara
simultan maupun parsial dan faktor imbalan
adalah yang paling berpengaruh.
Metode penelitian
Populasi dan penentuan sampel
Populasi dalam penilitian ini adalah
semua karyawan Perusahaan Daerah BPR
Jombang. Berdasarkan data yang diperoleh
dari bagian kekaryawanan, jumlah
karyawan adalah 42 orang. Dan dalam
penelitian ini sampel yang digunakan adalah
seluruh total populasi berjumlah 42 orang
karyawan Perusahaan Daerah BPR
Jombang.
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel
1. Imbalan adalah segala sesuatu yang
diberikan oleh perusahaan kepada
perusahaan, sebagai bentuk balas jasa
dari kerja yang telah mereka lakukan
yang terdiri dari variabel : a) Imbalan
materiil adalah imbalan yang diberikan
oleh Perusahaan Daerah BPR Jombang
kepada karyawan dalam bentuk materi
atau uang dan b) imbalan non materiil
adalah imbalan yang diberikan oleh
Perusahaan Daerah BPR Jombang
dalam bentuk bukan materi atau uang.
2. Lingkungan kerja adalah lingkungan
fisik di sekitar karyawan yang secara
langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kerja karyawan
3. Kinerja karyawan adalah pernyataan
mengenai puas atau tidaknya seseorang
terhadap pekerjaannya. Variabel dari
kinerja karyawan adalah kinerja
karyawan karyawan, yaitu pernyataan
puas tidaknya karyawan Perusahaan
Daerah BPR Jombang terhadap
pekerjaan yang terlihat dari tingkat turn
over, absensi, pemogokan, tuntutan-
tuntutan, dan produktivitas kerja
karyawan.
Pengukuran Variabel Penelitian
Jenis data penelitian ini adalah data
o r d i n a l , o l e h k a r e n a i t u d a l a m
pengukurannya digunakan skala Likert,
dengan alternatif jawaban: a) sangat setuju
atau selalu (SS) dengan skor 5 (lima), b)
setuju atau sering (S) skor 4 (empat), c)
ragu-ragu atau kadang-kadang (R) dengan
skor 3 (tiga), d) tidak setuju atau hampir
tidak pernah (TS) skor 2 (dua) dan e) sangat
tidak setuju atau tidak pernah (STS) skor 1
(satu)
Teknik Pengumpulan Data
Data utama (primer) yang digunakan
dalam penelitian ini diperoleh melalui
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
202 Lilik Meilani
kuesioner yang dimaksudkan untuk
memperoleh data tertulis dari responden
berkaitan dengan imbalan, lingkungan
kerja, dan kinerja karyawan di lingkungan
Perusahaan Daerah BPR Jombang. Selain
itu memperoleh data-data pelengkap (data
sekunder) yang lain, diperoleh melalui
dokumentasi (data arsip) terutama untuk
mengetahui sejarah perusahaan, jumlah
karyawan, struktur orutrganisasi, dan lain-
lain.
Teknis Analisis Data
Ada dua metode analisis data dalam
penelitian ini, yaitu analisis statistik
deskriptif dan analisis statistik inferensial.
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk
memberikan deskripsi mengenai variabel
bebas dan terikat dengan meng-
gunakan tabel distribusi frekuensi.
Sedangkan untuk mengetahui pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat
digunakan analisis statistik inferensial
yakni analisis regresi linier berganda. Model
persamaan regresi yang digunakan untuk
menguji pengaruh antara variabel bebas
terhadap variabel terikat adalah :
Y = b + b X + b X + e0 1 1 2 2
Dimana :
Y = Kinerja karyawan karyawan
b = Intersep0
b b = Koefisien regresi X …… X1… 2 1 2
X = Imbalan 1
X = Lingkungan Kerja2
e = Error term
Untuk Uji Hipotesis dilakukan dengan
cara melakukan uji F untuk melihat
signkansi pengaruh variabel-variabel bebas
secara bersama-sama terhadap variabel
terikat. Hipotesa yang berlaku dalam
penelitian ini adalah: : H = = = 0 ……… Tidak ada pengaruh0 1 2 3
: H ß≠ß≠ß≠0 ………. Ada pengaruh0 1 2 3
Level of significant (á) yang digunakan
sebesar 5%. Selanjutnya menghitung nilai F
untuk mengetahui hubungan secara
simultan antara variabel bebas dan variabel
terikat dengan rumus sebagai berikut :
(Sudrajat, 2000 ; 94)
Setelah didapat hasil perhiutungan,
selanjutnya membandingkan F hitung
dengan F tabel dengan ketentuan bahwa
derajat bebas pembilang adalah k dan
derajat bebas penyebut adalah ( n – k –1)
dengan convidence interval sebesar 95 %.
Apabila F hitung F tabel, maka Ho ditolak
dan Hi diterima, artinya independent
variable secara keseluruhan mempengaruhi
dependent variable dan demikian
sebaliknya.
Langkah selanjutnya adalah
melakukan uji t untuk menguji tingkat
signifikansi pengaruh beberapa variabel
secara parsial.Hipotesa yang digunakan
adalah:
H : â = 0 …………….tidak ada pengaruh0 j
ß ß ß
GalatKT
gresiKTFhitung
Re=
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Imbalan dan Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 203(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)
H :â 0 ……………… Ada pengaruh0 j
Level of significant (á/2) yang digunakan
sebesar 2,5%. Selanjutnya menentukan
besarnya t hitung dengan menggunakan
persamaan :
(Sudrajat, 2000 : 122)â
ß = koefisien regresi variabel.j
Se (ß ) = Standar Error Koefisien regresij
A p a b i l a t e l a h d i d a p a t h a s i l
perhitungannya, selanjutnya adalah
membandingkan t hitung dengan tabel,
dengan uji t dua arah. Dengan ketentuan
derajat kebebasan sebesar n – k –1 ,
convidence interval 95%. Apabila t hitung t
tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima,
yang artinya ada pengaruh variabel terikat
dan demikian sebaliknya.
Pembahasan
Hasil Penelitian
Alat uji yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Regresi Linier
Berganda untuk mengetahui koefisien
regresi masing-masing variabel bebas X 1
dan X terhadap variabel bebas dengan alat 2
bantu analisa SPSS.
1. Descriptive Statistic dan Correlations.
Tabel 1
≠ Tabel 2
Tabel 2 menunjukkan variabel yang
dimasukkan tidak ada yang dikeluarkan
(removed), atau dengan kata lain kedua
variabel bebas dimasukkan dalam
perhitungan regresi. Angka R square adalah
0,761 , hal ini berarti sebesar 76,1% dari
Kepuasan karyawan Perusahaan Daerah
BPR Jombang dapat dijelaskan oleh
variabel Imbalan (X ) dan Lingkungan 1
Kerja (X ). Sedangkan sisanya 23,9% 2
dijelaskan oleh sebab-sebab lain. Semakin
besar nilai R square semakin kuat hubungan
ke dua variabel. Standar error of estimate
adalah 1,172 lebih kecil dari pada standar
deviasi dari standar deviasi dari variabel
Imbalan (X ) 3,816 dan Lingkungan Kerja 1
(X ) 1,775, sehingga model regresi ini lebih 2
sesuai sebagai prediktor daripada rata-rata
variabel dependen.
Tabel 3
Tabel 4
)( j
j
hitungSe
tb
b=
ANOVAb
170,932 2 85,466 62,251 ,000a
53,544 39 1,373
224,476 41
Regression
Residual
Total
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Lingk Kerja, Imbalana.
Dependent Variable: Kinerja Karyawanb.
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
204 Lilik Meilani
Dari uji ANOVA atau F test, didapat F
hitung adalah 62,251 dengan tingkat
signifikansi 0,0000 dan F tabel 3,09. Karena
probabilitas (0,000) mendekati 0 atau jauh
dari 0,05, maka model regresi ini bisa
digunakan untuk memprediksi Kepuasan
karyawan Perusahaan Daerah BPR
Jombang :
Tabel selanjutnya meng-gambarkan
persamaan regresi yaitu :
Y = -10,880 + 0,418 X + 0,344 X1 2
?Konstanta sebesar -10,880 menyatakan
bahwa jika tidak ada Variabel Imbalan
(X ) dan Lingkungan Kerja (X ), maka 1 2
Kepuasan Karyawan Perusahaan Daerah
BPR Jombang akan sama dengan
10,880. Koefisien regresi sebesar 0,418
untuk Imbalan (X ) menyatakan bahwa 1
setiap penambahan / peningkatan
Imbalan (X ) sebesar 1 (karena positif) 1
maka Kepuasan Karyawan Perusahaan
Daerah BPR Jombang akan sama dengan
0,418 dengan asumsi X sama dengan nol 2
(0).
?Untuk Lingkungan kerja (X ) setiap 2
bertambah/meningkat 1 maka Kepuasan
Karyawan Perusahaan Daerah BPR
Jombang akan sama dengan 0,416
dengan asumsi X samadengan nol (0).1
?Uji t untuk menguji signifikansi
konstanta dan variabel bebas. Terlihat
bahwa nilai probabilitas signikansi
adalah 0,000 atau jauh dibawah 0,05.
Sehingga koefisien regresi signifikan
atau variabel X dan X benar-benar 1 2
berpengaruh secara signifikan terhadap
Kepuasan Karyawan Perusahaan
Daerah BPR Jombang
?Dari hasil uji T tersebut nampak bahwa
variabel yang paling dominan/paling
berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan Perusahaan Daerah BPR
Jombang adalah variabel Imbalan (X ) 1
dengan pengaruhnya sebesar 7,730
sedangkan variabel Lingkungan Kerja
(X ) merupakan varibel berpengaruh 2
kedua dengan pengaruhnya sebesar
3,583 lebih kecil daripada variabel
Imbalan (X )1
Dari hasil yang telah didapat, bisa
dilihat bahwa pengaruh antara Variabel
Imbalan (X ) dan Lingkungan kerja (X ) 1 2
terhadap Kepuasan Karyawan Perusahaan
Daerah BPR Jombang terdapat probabilitas
yang jauh di bawah 0,05. (pada kolom
sig/significance terlihat angka 0,000).
Sehingga Ho ditolak, atau koefisen regresi
signifikan, atau Variabel Imbalan (X ) dan 1
Lingkungan Kerja (X ) benar-benar 2
berpengaruh terhadap Kepuasan kerja
Karyawan Perusahaan Daerah BPR
Jombang
Simpulan
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Imbalan dan Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 205(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)
Berdasarkan analisa dari hasil output
SPSS terbukti bahwa ada pengaruh yang
signifikan antara imbalan (X ) dan 1
Lingkungan Kerja (X ) secara parsial 2
terhadap kepuasan kerja karyawan (Y) dan
variabel yang berpengaruh paling dominan
terhadap kepuasan kerja karyawan adalah
Imbalan (X ) 1
Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarakan
kepada manajemen Perusahaan Daerah
BPR Jombang agar menyesuaikan imbalan
dan lingkungan kerja yang sesuai dengan
kematangan bawahan. Hal ini dimaksudkan
agar bawahan dapat melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tuntutan pekerjaannya. Selain
itu bagi jajaran pimpinan pada Perusahaan
Daerah BPR Jombang disarankan agar
luwes dan adil dalam menghadapi
bawahannya, serta efektif dalam
mengadaptasikan lingkungan kerja seperti
memperhatikan keamanan, kesejahteraan
dan ketenangan kerja sesuai dengan apa
yang diinginkan oleh bawahan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, A, 2001, Manajemen Produksi,
Perencanaan Sistem Produksi,
b u k u 2 , P e n e r b i t B P F E ,
Yogyakarta.
Arikunto, 2000, Prosedur Penelitian, Suatu
Pendekatan Praktik, Penerbit Rineka
Cipta, Jakarta.
Davis, K., John W. Newstrom, 2001,
Perilaku dalam Organisasi, Jilid 1,
Alih Bahasa : Agus Dharma, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Gibson, Ivancevich, Donnelly, 2001,
Organisasi : Perilaku Struktur,
Proses, Alih Bahasa Djoerbam
Wahid, Binarupa Aksara, Jakarta.
Gujarti, Domodar, N., 2001, Basic
Econometrics, Third Edition, Mc.
Graw-Hill, International Edition,
Economic Series, New york.
Handoko, T. Hani, 2001, Manajemen
Personalia dan Sumber daya
Manusia, Edisi Kedua, BPFE,
Yogyakarta.
Hasibuan, Malayu, SP., 2001, Organisasi
dan Motivasi Dasar Peningkatan
Produktivitas, Penerbit Bumi Aksara,
Jakarta.
Mangkunegara, AAAP., 2000, Manajemen
Sumber Daya Manusia Perusahaan,
Rosda, Bandung.
Nawawi, Hadari, 2000, Manajemen
Sumber daya Manusia untuk Bisnis
yang kompetitif, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Nitisemito, Alex S., 2000, Manajemen
Personalia (Manajemen Sumber
daya Manusia), Penerbit Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Robbins, SP., 2001, Perilaku Organisasi :
Konsep, Kontroversi, Aplikasi,
Penerbit : Prehalindo, Jakarta.
Siagian, SP., 2001, Manajemen Sumber
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
206 Lilik Meilani
Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.
_________, 2002, Teori Motivasi dan
Aplikasinya, Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta.
Simamora, H, 2001, Manajemen Sumber
daya Manusia, Edisi Kedua, Bagian
Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi, YKPN, Yogyakarta.
Singarimbun, M, dan Sofyan E ,2001,
Metode Penelitian Survey, Penrebit
LP3ES, Jakarta.
Sugiyono, 2000, Metode Penelitian Bisnis,
Penerbit Alfa Beta, Bandung..
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Imbalan dan Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan 207(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA DI BANK RAKYAT
INDONESIA (BRI) BANDAR KEDUNGMULYO JOMBANG
Alfiansyah Nur *
AbstractThe research which was done at BRI Bandar Kedungmulyo Jombang in 2008 aimed to know whether “Leadership Style” and “Worker Motivation” influenced “Work Productivity”. The kind of research is quantitative with simple regression analyse by using SPSS program. From the result was known that there was influence between “Leadership Style” and “Worker Motivation” to “Work Productivity” with significance degree 0.000 and R² 0,84. It meant that, about 84 % of “Work Productivity” influenced by “Leadership Style” and “Worker Motivation”. From those fact suggested, if organization wanted its workers worked better, it had to pay attention to connection between leader and employee (worker), so the company run well. Keywords: influence, Leadership Style, Worker Motivation, Work Productivity
Dalam upaya mencapai tujuan
perusahaan peranan seorang pemimpin
merupakan salah satu hal yang perlu
diperhat ikan dalam meningkatkan
semangat kerja karyawan, sebab melalui
jiwa kepemimpinannya diharapkan mampu
mengubah suasana kerja dalam perusahaan
dan dapat mengarahkan sesuai dengan yang
diharapkan.
Kepemimpinan pada dasarnya
berfungsi sebagai motor pengerak bagi
semua sumber dan sarana yang ada
diperusahaan, khususnya didalam
menjalankan aktifitasnya.
* Alfiansyah Nur adalah pengajar di
Universitas Wijaya Putra Surabaya
Dalam menjalankan aktivitasnya
sehari-hari perusahaan sering dihadapkan
pada masalah-masalah yang rumit dan
keadaan inilah yang membutuhkan peranan
dari seorang pemimpin untuk menentukan
langkah-langkah apa yang harus diambil
dan mengambil suatu keputusan.
Semangat ker ja da lam sua tu
perusahaan sangat membantu dalam
mencapai tujuan karena dengan semangat
dalam bekerja maka semua pekerjaan akan
lebih cepat selesai dari pada dikerjakan
d e n g a n m a l a s - m a l a s a n k a r e n a
kebutuhannya belum tercukupi keadaan ini
memudahkan karyawan yang kurang
termotivasi.
Apabila sebelumnya BRI Bandar
Kedungmulyo Jombang hanya memikirkan
bagaimana membuat menciptakan
pelayanan yang bagus dan berkualitas yang
dapat memenuhi target yang diinginkan,
maka tak kalah penting apabila ada
seseorang pemimpin yang dapa t
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
mengarahkan bawahan, menciptakan
hubungan yang baik antar bawahan dengan
demikian akan sendirinya memberikan
dorongan dalam menjalankan tugas.
Dalam rangka menunjang keberhasilan
BRI Bandar Kedungmulyo Jombang
diharapkan karyawan mau bekerja dengan
sebaik-baiknya, bertanggung jawab
terhadap pekerjaannya, sehingga tujuan
perusahaan dapat tercapai. Dilain pihak
k a r y a w a n m e n g h a r a p k a n g a y a
kepemimpinan yang sesuai dengan kondisi
lingkungan perusahaan sehingga dapat
menjadi faktor pendukung dalam
meningkatkan motivasi kerja karyawan.
Penelitian ini bertujuan untuk
m e n g u p a s l e b i h d a l a m t e n t a n g
permasalahan kepemimpinan yaitu :
Apakah gaya kepemimpinan dan motivasi
kerja karyawan berpengaruh baik secara
parsial maupun simultan terhadap
produktivitas kerja karyawan BRI Bandar
Kedungmulyo Jombang
Tinjauan Pustaka
Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan
y a n g d i p u n y a i s e s e o r a n g u n t u k
mempengaruhi orang-orang lain agar
bekerja mencapai tujuan dan sasaran. (T.
Hani Handoko, 2002 hal : 294). Selain itu,
pemimpin dapat didifinisikan sebagai
pribadi yang memiliki kecakapan khusus,
dengan atau tanpa pengangkatan resmi
dapat mempengaruhi kelompok yang
dipimpinnya, untuk melakukan usaha
bersama pengaruh pada pencapaian
sasaran-sasaran tertentu. (Kartini-Kartono,
2000 hal : 33).
Dari penger t ian dia tas dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan disini
s e b e n a r n y a k e m a m p u a n u n t u k
mempengaruhi orang untuk mencapai
tujuan, dengan bakat dan kemampuan
pemimpin untuk mengarahkan dan
mempengaruhi sikap, tingkah laku dan
perbuatan untuk mendapatkan yang
diinginkan bersama yaitu tujuan yang telah
ditetapkan.
Setiap pemimpin adalah individu yang
u n i k , y a n g m e m p u n y a i g a y a
kepemimpinan dengan ciri khas masing-
masing. Gaya kepemimpinan yang
berhubungan dengan bawahan ada dua
yaitu :
1. Gaya dengan orientasi tugas adalah
mengarahkan dan mengawasi secara
tertutup untuk menjamin bahwa tugas
dilaksanakan sesuai dengan yang
d i i n g i n k a n . G a y a i n i l e b i h
memperhatikan pelaksanaan pekerjaan
d a r i p a d a p e r k e m b a n g a n d a n
pertumbuhan karyawan.
2. Gaya dengan orientasi karyawan adalah
manajer berorientasi karyawan untuk
mencoba memot ivas i bawahan
dibanding mengawasi mereka, dan
mendorong pada anggota kelompok
untuk melaksanakan tugas-tugas
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Karyawan
Terhadap Produktivitas Kerja di Bank Rakyat Indonesia 209(BRI) Bandar Kedung Mulyo Jombang
dengan memberikan kesempatan
bawahan untuk berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan, menciptakan
suasana persahabatan serta hubungan-
hubungan saling mempercayai dan
menghormati dengan para anggota
kelompok. (T. Hani Handoko 2001 hal :
299).
Fungsi Kepemimpinan
Untuk dapa t memenuh i a t au
menjalankan tugasnya maka seorang
pemimpin harus mempunyai kemampuan
mengambil keputusan merupakan kriteria
u tama da lam meni la i e fek t iv i tas
kepemimpinan seseorang, ada kriteria lain
yang dapat digunakan yaitu kemampuan
seseorang pemimpin mejalankan fungsi-
fungsi kepemimpinannya.
Agar kelompok/perusahaan dapat
berjalan dengan efektif harus melaksanakan
dua fungsi utama :
a. Fungsi yang berhubungan dengan tugas
(pemecahan masa lah con toh :
memberikan saran penyelesaian,
informasi dan pendapat.
b. Fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok
(sosial) yaitu segala sesuatu yang dapat
membantu kelompok berjalan lebih
lancar persetujuan dengan kelompok
lain, penegah perbedaan pendapat dan
sebagainya. (T. Hani Handoko, 2001 hal
: 299).
Seorang pemimpin paling tidak harus
memiliki sifat dasar agar bisa memimpin
organisasinya dengan baik, yaitu:
1. Berpengetahuan yang luas. Seorang
p e m i m p i n h a r u s m e m p u n y a i
pengetahuan yang luas, terutama
menyangkut hal-hal yang ada
hubungannya dengan sifat dan tujuan
yang hedak dicapai, karena ia harus
mampu mengarahkan orang lain supaya
mereka tahu apa yang mereka
targetkan.
2. Mempunyai kemampuan untuk
secara cepat meyesuaikan diri
dengan lingkungan dimana seorang
ditempatkan. Perlu disesuaikan bahwa
suatu organisasi selalu dihadapkan
pada faktor-faktor lingkungan yang
mempunyai tekanan pengaruh (impact)
terhadap organisasi. Pengantisipasian
terhadap faktor-faktor lingkungan ini
harus dilakukan secermat mungkin dan
terus-menerus karena sifatnya yang
selalu berubah dan tidak nampak oleh
mata.
3. Kepekaan terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku
bawahan. Setiap pemimpin selalu
berhubungan dengan unsur manusia
(pegawai yang satu sama lain
mempunyai sifat karakter, perasaan,
keinginan dan kemampuan serta
pengetahuan yang berbeda-beda.
Kepekaan terhadap pengaruh-pengaruh
yang timbul dari para pegawai
dimaksudkan agar dapat diarahkan dan
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
210 Alfiansyah Nur
dipimpin untuk bekerjasama dan telah
merasa bersatu dengan pekerjaan,
memiliki rasa tanggung jawab terhadap
pekerjaannya, dengan demikian dapat
meningkatkan kegairahan kerja
t ingkatan pengabdian terhadap
pekerjaan dan terhadap organisasi
d e n g a n s u a d a n a i k l i m y a n g
menyenangkan.
4. Mempunyai sifat adil dan ramah.
Seorang pemimpin harus memiliki sifat
adil dan ramah terhadap semua orang
(pegawai) tanpa membedakan asal
keturunan, daerah seseorang dan
menghindarkan like or dislike di
samping itu setiap bawahan (pegawai)
harus mendapat koreksi dan bimbingan
dari pemimpin tersebut.
5. Berorientasi masa kini dan masa
depan. Dengan perubahan-perubahan
dan perkembangan-perkembangan
yang terjdi di luar organisasi.
6. Memiliki sifat sebagai guru dan
efektif. Seorang pemimpin harus
memiliki sifat sebagai pendidikan
(guru), sehingga mempunyai moral
yang tinggi yang mampu memberi
teladan dan contoh-contoh yang baik
kepada pegawainya.
7. Memiliki watak atau karakter.
Seorang pemimpin harus memiliki
karakter atau watak, dimana sikapnya
harus sesuai dengan wataknya,
berkepribadian yang kuat, mempunyai
pendirian dengan kata-kata yang dapat
dipercaya dan tidak mudah berubah-
rubah, berinisiatif, mempunyai rasa
tanggung jawab.
8. Memiliki stamina dan energi.
Seorang pemimpin harus mempunyai
kondisi badan dan jiwa yang sehat dan
atau stamina yang kuat agar mampu
untuk bertahan dan tidak mudah
menyerah kalau menghadapi kesulitan.
9. Memiliki sifat rasional dan obyektif.
Maksudnya seorang pemimpin harus
mempunyai kemampuan berpikir
secara konsepsional , bers ikap
bijaksana, sederhana dan bertindak
menurut akal budi yang sehat dan tidak
bertindak secara emosional, penuh
pertimbahan terhadap teman sejawat,
pegawai (bawahan) maupun terhadap
peralatan yang digunakan.
10. Memiliki daya kreatif dan inisiatif.
Seorang pemimpin harus berusaha
untuk menemukan cara-cara perbaikan
yang dapat ditempuh; dan berorientasi
kemasa depan dan masa kini dan bukan
masa lalu.
11. Memiliki iman yang kuat dan moral
yang tinggi. Seorang pemimpin harus
berani menangung resiko dari
k e p e m i m p i n a n n y a t e g a s m a u
menerima tanggung jawab dan
memikulnya, berinisiatif, setia, dan
mempunyai martabat.
12. Seorang pemimpin harus mem-
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Karyawan
Terhadap Produktivitas Kerja di Bank Rakyat Indonesia 211(BRI) Bandar Kedung Mulyo Jombang
punyai kemampuan berperan
sebagai integrator. Seorang pemimpin
harus mampu mengatur komponen
organisasi agar mampu bergerak
sebagai satu kesatuan yang bulat,
disamping itu memiliki sifat kebutuhan
hidup pegawai (bawahan) tanpa
melupakan adanya hierarki yang berlalu
d a l a m o r g a n i s a s i ; m e m i l i k i
k e m a m p u a n u n t u k
mengindentifikasikan hal-hal yang
strategis serta pengaruhnya terhadap
organisasi; objektif dalam menghadapi
dan memperlakukan (bawahan)
terutama yang menyangkut karier dan
“nasibnya” dan pembagian kerj sesuai
dengan spesialisasi yang dimiliki oleh
pegawai tersebut (Drs. Domi C
Matutina, Drs. Poltak Manurung, Drs.
Sudarsono 2001 hal : 129).
Motivasi
Motivasi adalah keadaan dalam pribadi
seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-
kegiatan tertentu guna mencapai tujua. (T.
Hani Handoko 2000 hal: 252). Sedangkan
Drs. Faustio Cardoso Gomes menyatakan
bahwa motivasi dirumuskan sebagai
perilaku yang ditujukan pada sasaran
motivasi berkaitan dengan tingkat usaha
yang dilaksanakan oleh seseorang dalam
mengejar suatu tujuan. Motivasi berkaitan
dengan kepuasan pekerja dan performasi
pekerjaan.
Dari penger i tan dia tas dapat
disimpulkan bahwa motivasi adalah
tingkah laku yang didorong oleh adanya
kebutuhan untuk mencapai suatu tujuan
sehingga dengan demikian dapat
memuaskan individu tersebut, atau dapat
juga dikatakan bahwa motivasi pada
seseorang timbul karena adanya kebutuhan,
dan kebutuhan itu dapat dipenuhi dengan
melakukan tindakan tertentu sebagai usaha
timbal balik. Keinginan-keinginan dalam
diri seseorang merupakan ransangan yang
akan membangkitkan atau menimbulkan
motivasi pada dirinya.
Motivasi dapat dibagi menjadi dua bagian :
1. Motivasi langsung adalah yang di-
wujudkan dalam bentuk insentif yang
diberikan diatas balas jasa yang pokok
atau yang berlaku bagi seluruh
karyawan. Insentif ini berupa insentif
material (bonus, komisi, jaminan sosial)
dan insentif non material (penghargaan).
2. Motivasi tidak langsung adalah berupa
usaha manajemen untuk menciptakan
suasana kerja secara umum yang dapat
mendorong karyawan berprestasi secara
maximal yang dapat diberikan dalam
bentuk penyesuaian aspirasi individu,
dengan tu juan organ isas i dan
menciptakan situasi dalam organisasi
yang menunjang untuk berprestasi.
(Murti Sumarni-John Socprihanto 2000
: 132 ).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
212 Alfiansyah Nur
Motivasi
Motivasi seorang karyawan sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang
bersifat internal maupun eksternal.
Termasuk pada faktor-faktor internal adalah
: Persepsi seorng mengenai diri sendiri,
Harga diri, Harapan pribadi, Kebutuhan,
Keinginan, Kepuasan kerja dan Prestasi
kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor-faktor eksternal
yang turut mempengaruhi motivasi
seseorang antara lain ialah : Jenis dan sifat
pekerjaan, Kelompok kerja dimana
seseorang bergabung, Organisasi tempat
bekerja, Situasi lingkungan pada umumnya
dan Sistem imbalan yang berlaku dan cara
penerapannya.
Interaksi positif antara kedua
kelompok faktor tersebut pada umumnya
menghasilkan tingkat motivasi yang tinggi.
(Prof. Dr. Sondang P. Siagian hal : 294).
Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Terhadap Motivasi Kerja
Gaya kepemimpinan merupakan
perilaku seorang pemimpin dalam
menggerakan, mengarahkan maupun
membimbing karyawan atau pegawai dalam
mencapai suatu tujuan yang tela ditetapkan.
Untuk itu seorang pemimpin harus dapat
bekerja dengan gaya kepemimpinan yang
sesuai dengan situasi dan kondisi instansi
yang dihadapinya. Seorang pemimpin yang
efektif adalah pemimpin yang mampu
menunjukan jalan yang dapat ditempuh oleh
para bawahannya sehingga gerak maju dari
posisi yang yang diinginkan dimasa yang
akan datang berjalan dengan mudah.
Mudah dalam arti bahwa para bawahan
tersebut dihadapi dengan tenang, kalaupun
rintangan dan hambatan dengan tiba-tiba
maka karyawan sudah dibekali kemampuan
atau keahlian meyelesaikan masalah. Dan
tidak menutup kemungkinan setiap saat
dimintai bantuan penyelesaiakan masalah
atasannya.
Dalam menentukan tujuan itu
seseorang pemimpin menge tahu i
kemampuan dan kedewasaan yang dimiliki
karyawan. Mereka akan melaksanakan
tugas tersebut dengan sebaik mungkin
karena seorang pemimpin juga sebagai
motivator ia harus mengenal perbedaan
individu dalam instansi atau organisasinya.
Keharmonisan disuatu instansi atau
organisasi apapun situasinya teragantung
pada pimpinan dan bawahan untuk bisa
menjalin hubungan baik. Dengan demikian
p e m i m p i n h a n y a m e n j a l a n k a n
kepemimpinannya sesuai dengan situasi
dan kondisi untuk dapat meningkatkan
motivasi kerja karyawan.
Produktivitas
Produktivitas adalah suatu konsepsi
yang melibatkan hubungan yang rapat
antara keluaran (out put) dari pada alam
yang ditentukan dan masukan (input) dari
pada sumber-sumber yang nyata.
Produktivitas tidak hanya dicapai oleh
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Karyawan
Terhadap Produktivitas Kerja di Bank Rakyat Indonesia 213(BRI) Bandar Kedung Mulyo Jombang
tenaga manusia, tetapi dapat juga diukur dan
dicapai oleh faktor produksi lain seperti
mesin. Tetapi dalam hal ini penulis
menghitung faktor produksi yang dapat
dicapai oleh tenaga manusia. Dengan
adanya penggunaan tenaga kerja manusia
dalam jumlah besar maka dibutuhkan
adanya kesadaran dan kerjasama dari tenaga
kerja itu sendiri sebagai pelaksana untuk
merealisasikan tujuan perusahaan untuk
itulah dibuthkan adanya kebijakan
pimpinan perusahaan agar mereka
menggunakan keahlian serta kemampuan
semaksimal mungkin. Dari pengertain
tersebut dapat disimpulkan bahwa, unsur
produktivitas kerja karyawan itu meliputi :
Hasil yang dicapai seseorang dengan
adanya usaha/masukan, Ukuran dari suatu
kemampuan dan Dalam situasi dan
kondondisi tertentu.
Dari sini dapat dikatakan bahwa
produktivitas itu dapat diukur melalui suatu
hasil perbandingan antara hasil produksi
atau out put dengan jumlah waktu/biaya
yang dipergunakan untuk bekerja
/input.
Dengan adanya motivasi yang
diberikan pimpinan, berupa dorongan,
arahan, bimbingan, serta pemberian fasilitas
dan pemenuhan kebutuhan sehingga
karyawan dapat termotivasi dengan
termotivasinya karyawan dalam bekerja
maka semangat kerja dapat meningkatkan
produktivitas.
Motivasi adalah pandangan hidup
yang dibentuk berdasarkan kebutuhan dan
keinginan karyawan. Jadi penting
diperhatikan oleh pimpinan untuk
mengetahui. Bagaimana cara memotivasi
karyawan yang lebih efektif.
Pimpinan yang dapat melihat motivasi
sebagai sistem, yang mencakup sifat-sifat
individu, pekerjaan dan situasi kerja dan
memahami hubungan secara isentif
motivasi dan produktivitas. Selain itu
pemimpin harus bisa merealisasikan
peningkatan produktifitas dari para
karyawan secara maxsimal.
Kerangka Konseptual
Gambar 1 : Kerangka Konsep
Hipotesis
Berdasarkan gambar diatas maka
hipotesis yang berlaku pada penelitian ini
adalah : Diduga, faktor gaya kepemimpinan
dan motivasi kerja karyawan berpengaruh
dominan terhadap produktivitas kerja
karyawan BRI Bandar Kedungmulyo
Jombang.
Metode Penelitian
Hipotesis
Berdasarkan gambar diatas maka
hipotesis yang berlaku pada penelitian ini
adalah : Diduga, faktor gaya kepemimpinan
dan motivasi kerja karyawan berpengaruh
dominan terhadap produktivitas kerja
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
214 Alfiansyah Nur
karyawan BRI Bandar Kedungmulyo
Jombang.
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian.
Penelitian ini termasuk dalam
penelitian asosiatif yang dilaksanakan
dengan metode survey, yaitu jenis penelitian
yang bersifat menghubungkan dua variabel
atau lebih (Sugiono, 2001:29). Informasi
primer tentang data yang berhubungan
dengan variabel penelitian dikumpulkan
dari responden dengan menggunakan
angket (Singarimbun dan Efendi, 2000:9)
Populasi dan Sampel
Populasi yaitu keseluruhan obyek
penelitian, apabila seseorang ingin meneliti
semua elemen yang merupakan penelitian
populasi. Studi penelitian ini disebut juga
sebagai studi populasi. Dalam penelitian ini
yang menjadi populasi adalah karyawan di
BRI Bandar Kedungmulyo Jombang.
Jumlah karyawan keseluruhan adalah 30
orang. Sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti. Dinamakan
penelitian sampel apabila kita bermaksud
untuk menggeneralisasi hasil penelitian
sampel , menggenera l i sas i ada lah
mengangkat kesimpulan penelitian sebagai
suatu yang berlaku bagi populasi. Karena
populasi hanya 30 orang maka diambi
sampel penuh.
Variabel dan Definisi Variabel
1. Gaya kepemimpinan (X ) merupakan 1
perilaku seorang pemimpin dalam
menggerakan, mengarahkan maupun
membimbing karyawan atau pegawai
dalam mencapai suatu tujuan yang tela
ditetapkan.
2. Motivasi (X ) adalah tingkah laku yang 2
didorong oleh adanya kebutuhan untuk
mencapai suatu tujuan sehingga dengan
demikian dapat memuaskan individu
tersebut, atau dapat juga dikatakan
bahwa motivasi pada seseorang timbul
karena adanya kebutuhan, dan
kebutuhan itu dapat dipenuhi dengan
melakukan tindakan tertentu sebagai
usaha timbal balik
3. Produkt iv i tas (Y) sua tu has i l
perbandingan antara hasil produksi atau
out put dengan jumlah waktu/biaya yang
dipergunakan untuk bekerja/input.
Jenis Data dan Metode Pengumpulan
Data.
U n t u k k e p e r l u a n p e n e l i t i a n ,
diperlukan serangkaian data untuk diolah
dan pada akhirnya ditarik kesimpulan atas
kasus yang sedang diteliti. Penelitian ini
menggunakan dua jenis data yaitu: 1) Data
primer adalah data yang langsung
diperoleh dari responden, yaitu informasi
mengenai gaya kepemimpinan, motivasi
kerja tingkat produktivitas di BRI Bandar
Kedungmulyo Jombang, 2) Data
Sekunder adalah data yang dikumpulkan
oleh peneliti berupa berbagai keterangan,
dokumentasi dan literatur yang ada pada
BRI Bandar Kedungmulyo Jombang. Ini
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Karyawan
Terhadap Produktivitas Kerja di Bank Rakyat Indonesia 215(BRI) Bandar Kedung Mulyo Jombang
dimaksudkan untuk melengkapi berbagai
data yang tidak bisa didapat langsung dari
responden.
Adapun metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah melalui:
1)Dokumentasi, yaitu dengan melihat atau
menggunakan arsip catatan kerja yang ada
hubungannya dengan pembahasan, 2)
Kuisioner, yaitu pemberian pertanyaan
k e p a d a k a r y a w a n B R I B a n d a r
Kedungmulyo Jombang dalam sebuah
angket. Angket berisi pertanyaan dengan
alternatif lima buah jawaban.
Sedangkan peni la ian jawaban
menggunakan bentuk skala yaitu skala
likert, dengan skor nilai : Sangat Setuju (5);
Setuju (4); Ragu-ragu (3); Tidak Setuju (2),
Sangat tidak setuju (1)
Metode Analisa Data
Teknik analisa yang penulis gunakan
adalah ”Analisa Regresi Berganda”. Tujuan
utama dilakukan analisa regresi berganda
adalah untuk menduga besarnya koefisien
regresi yang nantinya akan menunjukan
besarnya pengaruh variabel terikat, dengan
rumusan:
Y = a + b X + b X + e1 1 2 2
Y : Variabel terikat (tak bebas)
produktivitas
X : Gaya kepemimpinan1
X : Motivasi2
a : Bilangan konstanta
e : Standar eror
b : Koefisien regresi gaya 1
kepemimpinan
b : Koefisien regresi motivasi 2
karyawan
Pembahasan
Secara umum ada cara atau gaya yang
dilakukan seorang pemimpin dalam
menjalankan kepemimpinannya adalah
gaya yang berorientasi tugas dan gaya yang
berorientasi karyawan.
Berdasarkan hasil penyebaran angket
yang diberikan karyawan BRI Bandar
Kedungmulyo Jombang bahwa gaya
kepemimpinan yang dilaksanakan
merupakan gaya kepemimpinan yang
berorientasi karyawan yang ciri-cirinya
pemimpin berusaha memotivasi bawahan /
karyawan dalam melakukan pekerjaan
dibanding mengawasi mereka, dan
mendorong pada anggota kelompok untuk
melaksanakan tugas-tugas dengan
memberikan kesempatan bawahan untuk
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan,
menciptakan suasana persahabatan serta
sa l ing mempercayai ser ta sa l ing
menghormati dengan para anggota. Dengan
demikian karyawan merasa dirinya
dihargai dengan begitu akan lebih mudah
te rmot ivas i dan secara o tomat i s
produktivitas akan meningkat.
Dari hasil perhitungan regresi dengan
menggunakan program SPSS for Windows,
diperoleh model persamaan sebagai
berikut :
Y = 4,046 + 0,472 X1 + 0,451 X2
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
216 Alfiansyah Nur
SE 1,595 0,349 0,239
t ( -2,536) (1,351) (-1,889)
R² = 0,822
F = 3,748
Y = Kepuasan Kerja
X1 = Gaya Kepemimpinan
X2 = Motivasi
Hasil perhitungan regresi diatas
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan
dan motivasi mampu menjelaskan sebesar
84,7% keragaman total dari Kepuasan kerja,
yang dapat dilihat dari koefisien determinasi
R² yang sebesar 0,822 Sedangkan koefisien
non determinasi adalah 1 – R² yaitu sebesar
0,188, menjelaskan bahwa sebesar 25,3%
dari model persamaan diatas dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak dimasukkan dalam
model ini karena tidak menjadi obyek utama
dari penelitian ini.
Untuk menguji ada tidaknya peranan
variabel independen terhadap variabel
dependen secara simultan, maka diperoleh F
tabel sebesar 2,66 dengan á = 1% dan
derajat kebebasan 2 dan 30 (d.f. bagi
pembilang v1 = k -1 dan d.f. bagi penyebut
V = n-k-1)2
Dengan F hitung sebesar 3,748 (lebih
besar dari F tabel), maka F hitung berada di
daerah Ho : â1=â2=0 ditolak, dan Hi : â1≠
â2≠0 diterima, yang berarti bahwa hasil
ujinya sangat nyata dan meyakinkan, karena
X dan X secara serentak mempunyai 1 2
peranan yang sangat penting terhadap Y.
Kemudian untuk menguji ada tidaknya
pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen (uji
secara parsial) dilakukan dengan uji t dua
arah :
1. Variabel X (Gaya Kepemimpinan)1
Dengan derajat kebebasan sebesar 30 (n-
k-l) dan tingkat kepercayaan á = 5%
secara dua arah (Two-tailed test),
diperoleh t tabel sebesar 1,064. Nilai t
hitung yang diperoleh dari perhitungan
regresi adalah 1,351. Karena t hitung
lebih besar dari t tabel maka berada di
daerah penerimaan Ho : â1>0. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap produktivitas
kerja . 2. Variabel X (Motivasi)2
Dengan derajat kebebasan sebesar 30
(n-k-l) dan tingkat kepercayaan á = 5%,
secara dua arah (Two-tailed test),
diperoleh t tabel sebesar 1,064. Nilai t
hitung yang diperoleh dari perhitungan
regresi untuk variabel ini adalah 1,889.
Karena t hitung lebih besar dari t tabel
maka berada di daerah penolakan Ho :
â2<0, atau menerima Hi : â2>0. Hal ini
berarti bahwa motivasi mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
produktifitas kerja,
Dari persamaan diatas dapat dilihat
bahwa koefisien regresi yang dihasilkan
adalah
a. Konstanta (a) = 4,046 artinya bahwa
nilai Y sama dengan 11,886 jika X 1
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Karyawan
Terhadap Produktivitas Kerja di Bank Rakyat Indonesia 217(BRI) Bandar Kedung Mulyo Jombang
atau Gaya kepemimpinan dan X atau 2
motivasi adalah konstan atau sama
dengan nol.
b. Variabel X (gaya kepemimpinan) â1 = 1
0,472 artinya jika X atau gaya 1
kepemimpinan naik sebesar satu unit
maka Y atau produktifitas kerja juga
akan naik sebesar 0,472, jadi
mempunyai hubungan yang positif
dengan variabel Y.
c. Variabel X (motivasi) â2 = 0,451 2
artinya jika X atau motivasi naik satu 2
unit maka Y atau produktivitas juga
akan naik sebesar 0,451, dalam hal ini
variabel X mempunyai hubungan 2
yang positif dengan variabel Y.
Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan
yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa gaya kepemimpinan yang digunakan
oleh BRI Bandar Kedungmulyo Jombang
adalah gaya yang berorientasi pada
karyawan yang ciri-cirinya: 1) Pemimpin
berusaha memotivasi bawahan atau
karyawan yang melakukan pekerjaan
dibanding mengawasi mereka, 2)
Mendorong pada anggota kelompok untuk
melaksanakan tugas-tugas dengan
memberikan kesempatan bawahan untuk
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan,
3) Menciptakan suasana persahabatan serta
saling mempercayai dan menghormati
dengan para anggota. Selain itu juga dapat
disimpulkan bahwa pengaruh hubungan
gaya kepemimpinan dan motivasi kerja
berpengaruh secara simultan terhadap
produktivitas. Hal ini dapat dilihat dengan 2koefisien determinasi (R ) dapat diketahui
pengaruhnya sebesar 84% dengan
persamaan regresi : Y = 4,046 + 0,472 X1
+ 0,451
Saran
Dari simpulan yang telah disampaikan
bahwa gaya kepemimpinan dan motivasi
kerja karyawan terbukti berpengaruh
kepada produktivitas kerja karyawan, maka
disarankan kepada pihak manajemen BRI
Bandar Kedungmulyo Jombang agar tetap
memperhatikan hal ini. Jajaran pimpinan
juga sebaiknya menjaga hubungan yang
sudah terjalin dengan baik kepada
karyawan, karena gaya kepemimpinan
yang d i te rapkan d i BRI Bandar
Kedungmulyo Jombang terbukti sesuai
u n t u k k e r y a w a n k a r e n a g a y a
kepemimpinan yang dianut adalah yang
berorientasi pada karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Anto Dajan, 2000, Pengantar Metode
Statistik, Jilid I, II LP3ES,
Jakarta.
Drs. Soekarno K, 2001, Dasar-dasar
Manajemen, Miswar Jakarta.
Drs. Domi C. Matutina, Drs. Poltak
Manurung, Drs. Sudarsono SH,
2000, Manajemen Personalia,
Rineka Cipta.
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
218 Alfiansyah Nur
Drs. Faustio Cardoso Games, 2000, MSDM,
Andi Yogyakarta.
Dergibson Siagian Sugiarto, 2000, Metode
Statistika Untuk Bisnis dan
Ekonomi, PT. Gramedia Pustaka
Utama Jakarta.
Murti Sumarni-John Soeprihanto, 2001,
Pengantar Bisnis Edisi 4, Liberti
Yogyakarta.
Prof. Dr. Sandang P. Siagian, MPA, 2001,
Manajemen Sumber Daya
Manusia, PT Aksara Jakarta.
Suharsimi Arikunto, 2000, Prosedur
Penelitian, IKIP Yogyakarta.
T. Hani Handoko, 2001, Manajemen Edisi
2, BPFE Yogyakarta.
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Karyawan
Terhadap Produktivitas Kerja di Bank Rakyat Indonesia 219(BRI) Bandar Kedung Mulyo Jombang
PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP PRODUK RUSAK AKHIR PROSES DALAM PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DAN
LABA BRUTO PADA PT. SUB JOMBANG
Lina Nasehatun Nafida *
AbstractThis research which took place at PT SUB Jombang ( playwood company) aimed to know deeper about how the way of accounting of defect product in cost of good produce and gross profit calculation. From the research was known that the counting of gross profit as the addition of sales or as the reduction of cost good sales were equal.Keywords: broken product, cost of good produce, gross profit
Dewasa ini banyak perusahaan yang
berproduksi barang yang sejenis dan
mempunyai manfaat atau fungsi yang sama.
Hal ini menimbulkan persaingan yang ketat
antar perusahaan dalam pemasarannya.
Untuk mengantisipasi persaingan tersebut,
setiap perusahaan harus menggunakan
kemampuannya untuk menggelola
usahanya semaksimal mungkin atau dengan
bekerja keras secara efektif dan efisien serta
terus menerus mempertahankan dan
mengembangkan pemasarannya. Berhasil
tidaknya usaha tersebut tergantung dari
perusahaan itu sendiri.
* Lina Nasehatun Nafida adalah pengajar di
STIE PGRI Dewantara Jombang
Perusahaan industri merupakan
perusahaan yang kegiatannya mengolah
bahan mentah menjadi bahan jadi baik itu
barang yang dikonsumsi oleh konsumen
maupun yang akan menjadi bahan baku
untuk pemprosesan lebih lanjut. Dalam
kegiatan berproduksi diperlukan biaya dan
biaya itu haruslah dialokasikan secara tepat
ke unit-unit produksi dalam persediaan
akhir maupun ke unit-unit yang akan dijual
selama satu periode, kesalahan dalam
mengalokasikan biaya akan berpengaruh
pada perhitungan laba rugi yang diperoleh
pada periode tertentu, karena pada tiap
akhir periode akuntansi akan selalu
diadakan matching antara beban yang
terjadi dengan pendapatan pada periode
tersebut. Jadi kesalahan mengalokasikan
biaya akan dapat berakibat kesalahan pada
perhitungan laba rugi.
Hampir pada setiap kegiatan produksi
tidak lepas dari masalah produk yang rusak
sebagai akibat dari teknologi dan faktor-
faktor produksi yang dipilih dalam upaya
mendapatkan nilai tambah yang sebesar-
besarnya. Karena itu adanya produk rusak
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
bersifat inheren atau tidak terhindarkan
terjadinya. Dengan kata lain sebagai dari
produk rusak merupakan bagian yang tak
terpisahkan pada suatu tingkat operasi yang
efisien sekalipun. Namun karena pada
dasarnya semua itu merupakan kerugian
maka upaya untuk mengurangi pada suatu
kondisi operasi yang paling efisen disebut
normal. Sedangkan jumlah selebihnya yang
diharapkan tidak perlu terjadi pada kondisi
operasi yang paling efisien tersebut harus
diperlakukan sebagai abnormal.
Produk rusak mengakibatkan kenaikan
biaya produksi atau harga pokok produksi,
karena itu tidak boleh dipandang sebagai
masalah kecil. Kenaikan biaya produksi,
pada gilirannya akan mengurangi daya
saing perusahaan dan pada akhirnya
terhadap kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba. Produk rusak di luar
batas toleransi harus dicegah atau
dihindarkan terjadinya. Oleh karena itu
informasi tentang banyaknya produk rusak
dan faktor-faktor yang menyebabkan
mutlak diperlukan oleh manajemen. Biaya
produksi yang melekat pada produk rusak
t i d a k b i s a d i a b a i k a n d e n g a n
menganggapnya sebagai bagian harga
pokok akhir yang tidak teridentifikasi.
PT. SUB Jombang yang bergerak untuk
menghasilkan triplek yang siap dijual
kadang-kadang masih mengalami hambatan
dalam proses produksi. Hal ini disebabkan
karena proses produksi dari pembuatan
triplek yang tidak selalu baik bahkan sering
dijumpai adanya triplek yang harus diolah
kembali karena adanya kerusakan pada saat
diproduksi. Oleh sebab itu perusahaan
berinisiatif untuk mengolah kembali
p r o d u k t e r s e b u t y a n g n a n t i n y a
d iperh i tungkan pu la b iaya yang
dikeluarkan untuk proses produksi terhadap
triplek yang rusak akhir proses.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui lebih dalam tentang perlakuan
produk rusak pada perusahaan, khususnya
terhadap pengambilan keputusan untuk
mengelola lebih lanjut atau tidak produk
rusak yang nantinya juga akan berpengaruh
pada laba perusahaan. Tujuannya adalah
untuk mengetahui perlakuan akuntansi
terhadap terhadap produk rusak akhir
proses dengan melihat biaya-biaya yang
relevan dalam memperhitungkan harga
pokok produksi dan laba bruto.
Tinjauan Pustaka
Pengertian Biaya
Pemahaman mengenai biaya penting
sekali karena penerapan biaya yang tepat
dapat digunakan untuk membantu proses
perencanaan, pengendalian, dan pembuatan
keputusan ekonomi. Ketidaktepatan atau
kesalahtafsiran biaya, bisa berakibat
pembuatan keputusan yang kurang tepat.
Sebelum kita mengetahui macam-macam
biaya dan penggolongannya, terlebih
dahulu harus mengerti tentang arti biaya
tersebut. R.A Supriyono (1987 : 185)
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses
Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 221Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang
menyatakan bahwa sebagai pengorbanan
ekonomis yang dibuat untuk memperoleh
barang atau jasa. Dengan kata lain biaya
adalah harga perolehan barang atau jasa
yang diperlukan oleh organisasi. Besarnya
biaya diukur dalam satuan moneter, di
Indonesia adalah rupiah, yang jumlahnya
dipengaruhi oleh transaksi dalam rangka
pemilihan barang dan jasa tersebut.
Sedangkan Harnanto (1992 : 24)
mengatakan bahwa biaya adalah jumlah
uang yang dinyatakan dari sumber-sumber
ekonomi yang dikorbankan untuk
mendapatkan sesuatu atau mencapai tujuan
tertentu.
Dari pengertian di atas terdapat unsur
pokok dalam definisi biaya yang dapat kita
simpulkan bahwa yang dimaksud dengan
biaya adalah suatu pengorbanan sumber
ekonomis, diukur dalam satuan uang yang
jumlahnya dipengaruhi oleh transaksi dan
pengorbanan untuk dapat memberikan
manfaat dan tujuan pada saat ini atau masa
yang akan datang.
Manfaat Data Biaya
Biaya-biaya yang dikumpulkan sesuai
dengan golongan atau klasifikasi yang
diinginkan, kemudian disajikan dan
dianalisa, akan sangat bermanfaat bagi
manajemen. Data biaya tersebut akan dapat
dimanfaatkan oleh manajemen untuk
berbagai tujuan. Manfaat dari data biaya
antara lain :
1. Untuk Tujuan Pengawasan. Data biaya
yang dihasilkan dari akuntansi biaya
merupakan salah satu data yang
digunakan manajemen dalam membuat
perencanaan baik rencana produksi,
bahan baku, tenaga kerja langsung, dan
overhead pabrik. Selain itu akuntansi
biaya juga melakukan pencatatan-
pencatatan biaya yang terjadi. Dalam
proses pencatatan tersebut data biaya
dapat digunakan untuk mengawasi
kegiatan perusahaan yaitu dengan
m e m b a n d i n g k a n a n t a r a b i a y a
sesungguhnya dengan biaya yang
ditargetkan.
2. Membantu dalam Penetapan Harga
Jual. Penentuan harga jual dapat
dilakukan untuk suatu periode yang
diinginkan, melalui pengetahuan
tentang data biaya dan volume
penjualan masa lalu. Harga jual yang
ditentukan tentu saja diusahakan haga
jual yang minimal dapat menutup semua
biaya yang terjadi.
3. Untuk Menghitung R/L Periodik.
Perhitungan rugi laba periodik untuk
suatu perusahaan dilakukan dengan
j e l a s , m e m p e r t e m u k a n a n t a r a
penghasilan (dalam hal ini hasil
penjualan) dengan biaya-biaya yang
terjadi.
4. Untuk Pengendalian Biaya. Yang
dimaksud pengendalian biaya dalam hal
ini adalah pengendalian melalui
akuntansi per tanggungjawaban.
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
222 Lina Nasehatun Nafida
Akuntans i per tanggungjawaban
merupakan sistem akuntansi yang
disusun sedemikian rupa sehingga
pengumpulan dan pelaporan biaya dan
penghasilan sesuai dengan bidang
pertanggungjawaban dalam organisasi.
5. Untuk Pengambilan Keputusan. Data
biaya sangat diperlukan oleh manajemen
dalam pengambilan keputusan.
P e n t i n g n y a d a t a b i a y a u n t u k
pengambilan keputusan manajemen
misalnya keputusan untuk memproduksi
sendiri komponen yang diproduksi atau
membeli di pasaran bebas guna merakit
suatu model produk.
Penggolongan Biaya.
Untuk menyajikan informasi biaya
yang bermanfaat pada berbagai tingkatan
manajemen, biaya dapat digolongkan sesuai
dengan informasi yang diperlukan oleh
manajemen. Kebutuhan informasi ini
mendorong timbulnya berbagai cara
penggolongan biaya sehingga dikenal
konsep penggolongan biaya yang berbeda
untuk tujuan yang berbeda. Informasi
manajemen dapat digunakan oleh
manajemen untuk berbagai tujuan. Jika
tu juan manajemen berbeda maka
diperlukan cara penggolongan biaya yang
dapat memenuhi informasi untuk semua
tujuan.
1. Penggolongan Biaya Sesuai dengan
Fungsi Pokok Kegiatan Perusahaan
a. Biaya Bahan Baku, yaitu biaya yang
dikeluarkan untuk kebutuhan bahan
baku dan bahan penolong.
b. Biaya Tenaga Kerja, yaitu biaya yang
dikeluarkan untuk membayar tenaga
kerja produksi langsung.
c. Biaya Overhead Pabrik, yaitu biaya lain
yang dikeluarkan selama terjadi
produksi.
2. Penggolongan Biaya Sesuai dengan
Fungsi Pokok Kegiatan Perusahaan
a. Biaya Produksi, yaitu biaya-biaya yang
terjadi untuk mengolah bahan baku
menjadi barang yang siap jual, elemen
biaya produksi terdiri dari biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung dan
BOP
b. Biaya Pemasaran, yaitu biaya-biaya
yang terjadi untuk melaksanakan
kegiatan pemasaran produk.
c. Biaya Administrasi Dan Umum, yaitu
biaya–biaya untuk mengkoordinasi
kegiatan produksi dan pemasaran
produk.
d. Biaya Keuangan, yaitu semua biaya yang
terjadi dalam melaksanakan fungsi
keuangan
3. Penggolongan Biaya ke dalam Biaya
Produk dan Biaya Periode
a. Biaya Produk, yaitu biaya yang dapat
diidentifikasikan sebagai bagian harga
perolehan persediaan, biaya ini
merupakan harga perolehan barang
dagangan yang dibeli dengan tujuan
untuk dijual atau harga pokok produk
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses
Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 223Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang
yang dihasilkan perusahaan dengan
tujuan untuk dijual.
b. Biaya Periode, meliputi biaya yang dapat
diidentifikasikan dengan ukuran periode
atau jarak waktu tertentu daripada
dengan pemindahan barang atau
pengerahan jasa.
4. Penggolongan Biaya berdasar Perilaku
Biaya
Penggolongan biaya berdasarkan
perilaku biaya adalah dalam rangka
menyajikan informasi biaya yang
bermanfaat untuk : 1) Menyusun rencana
kegiatan, 2) Membuat keputusan khusus, 3)
Mengendalikan kegiatan perusahaan.
Atas dasar perilakunya, biaya dapat
dikelompokkan ke dalam :
a. Biaya Tetap, yaitu biaya yang jumlah
totalnya tetap konstan, tidak dipengaruhi
oleh perubahan volume kegiatan atau
aktivitas sampai dengan tingkatan
tertentu.
b. Biaya Variabel, yaitu biaya yang jumlah
totalnya berubah secara sebanding
dengan perubahan volume kegiatan.
Semakin tinggi volume kegiatan maka
semakin tinggi pula total biaya variabel.
Elemen biaya variabel ini terdiri atas :
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung yang dibayar per buah produk /
per jam, biaya overhead pabrik variabel,
biaya pemasaran variabel.
c. Biaya Semi Variabel, yaitu biaya yang
jumlah totalnya berubah sesuai
perubahan volume kegiatan.
5. Penggolongan Biaya Sesuai dengan
Obyek atau Pusat Biaya
Penggolongan biaya ini bertujuan
untuk : 1) Pembebanan biaya kepada setiap
pusat biaya dengan adil dan teliti, 2)
Pengendalian biaya, 3) Pembuatan
keputusan.
Atas dasar obyek atau pusat biaya,
biaya digolongkan menjadi :
a. Biaya Langsung, yaitu biaya yang terjadi
atau manfaatnya dapat diidentifikasikan
kepada obyek atau pusat biaya tertentu.
b. Biaya Tidak Langsung, yaitu biaya yang
terjadi atau manfaatnya tidak dapat
diidentifikasikan pada obyek atau pusat
biaya tertentu.
6. Penggolongan Biaya Sesuai dengan
Periode Akuntansi Dimana Biaya
akan Dibebankan
Penggolongan biaya ini bertujuan
untuk ketelitian dan keadilan pembebanan
biaya pada periode akuntansi yang
menikmatinya. Penggolongannya dapat
dibedakan menjadi:
a. Pengeluaran Modal, yaitu pengeluaran
yang akan dapat memberikan manfaat
pada beberapa preiode akuntansi atau
penge lua ran yang akan dapa t
memberikan manfaat pada periode
akuntansi yang akan datang.
b. Pengeluaran Penghasilan, yaitu pe-
ngeluaran yang akan memberikan
manfaat hanya pada periode akuntansi
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
224 Lina Nasehatun Nafida
dimana pengeluaran terjadi.
7. Penggolongan Biaya untuk Tujuan
Pengendalian Biaya
Penggolongan ini dikelompokkan
menjadi:
a. Biaya Terkendalikan, yaitu biaya yang
secara langsung dapat dipengaruhi oleh
seorang pimpinan tertentu dalam jangka
waktu tertentu.
b. Biaya tidak Terkendalikan, yaitu biaya
yang tidak dapat dipengaruhi oleh
seorang pimpinan/ pejabat tertentu
berdasar wewenang yang dia miliki atau
tidak dapat dipengaruhi oleh seorang
pejabat dalam jangka waktu tertentu.
8. Penggolongan Biaya Sesuai dengan
Tujuan Pengambilan Keputusan.
Untuk tujuan pengambilan keputusan
manajemen, pengelompokannya adalah:
a. Biaya Relevan, yaitu biaya masa depan
yang berbeda pada berbagai macam
alternatif. Biaya tersebut akan
m e m p e n g a r u h i p e n g a m b i l a n
keputusan, oleh karena itu biaya
tersebut harus diperhitungkan dalam
pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan dapat berupa pemilihan dua
alternatif atau pemilihan lebih dari dua
alternatif.
b. Biaya tidak Relevan, yaitu biaya yang
tidak mempengaruhi pengambilan
keputusan. Umumnya adalah biaya
masa lalu atau biaya yang tidak
berbeda pada berbagai alternatif.
Pengertian Harga Pokok Produksi
Didalam perusahaan produksi atau
manufaktur semua biaya yang terjadi
selama satu periode akuntansi yang
berhubungan dengan produksi yang
dihasilkan baik secara langsung maupun
tidak langsung akan menjadi harga pokok
produksi.
Pengertian harga pokok produksi
menurut Mulyadi (2003) mengemukakan
bahwa Harga Pokok Produksi adalah
jumlah biaya yang seharusnya untuk
memproduksi suatu barang ditambah
biaya-biaya yang lain sehingga barang itu
berada dipasar. Sedangkan menurut Henry
Simamora (1999) adalah gambaran
kuantitatif dari pengorbanan yang harus
dilakukan oleh produsen pada penukaran
barang-barang atau jasa-jasa yang
ditawarkan dipasar.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas
maka dapat disimpulkan bahwa harga
pokok produksi adalah biaya produksi yang
melekat pada produk atau unit yang
dihasilkan atau diproduksi. Sedangkan
biaya produksi disini adalah jumlah semua
bahan baku yang dimasukkan dalam proses
produksi dan semua biaya–biaya pabrik
yang digunakan untuk mengolah suatu
produk sehingga produk tersebut menjadi
produk jadi.
Metode Pengumpulan Biaya Harga
Pokok Produksi
Sesuai dengan sifat proses produksi
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses
Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 225Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang
s u a t u p e r u s a h a a n , m a k a p r o s e s
pengumpulan data biaya produksi dalam
penentuan harga pokok produk menurut
M a r d i a s m o ( 1 9 9 4 : 2 7 ) d a p a t
dikelompokkan menjadi dua metode, yaitu :
1. Metode harga pokok pesanan, yaitu
metode pengumpulan biaya produksi
yang diterapkan pada perusahaan yang
menghasilkan produk atas dasar
pesanan. Karakteristik metode harga
pokok pesanan adalah sebagai berikut :
a. Harga pokok produk dihitung untuk
setiap produk pesanan.
b. Penentuan harga pokok setiap produk
pesanan dilakukan setelah produk
tersebut selesai dikerjakan.
c. Harga pokok per unit produk pesanan
dihitung dengan cara membagi harga
pokok produk pesanan dengan
jumlah unit produk pesanan yang
bersangkutan.
2. Metode harga pokok proses, yaitu
metode pengumpulan biaya produksi
yang diterapkan pada perusahaan yang
menghasilkan produk secara massa.
Karakteristik metode harga pokok
proses adalah sebagai berikut
a. Harga pokok produk dihitung
berdasarkan periode tertentu
(umumnya satu bulan).
b. Harga pokok produk ditentukan pada
akhir periode tertentu.
c. Harga pokok per unit produk dihitung
dengan cara membagi harga pokok
produk selesai dengan jumlah unit
produk selesai dalam periode yang
bersangkutan.
Metode Penentuan Harga Pokok
Produksi
Metode penentuan harga pokok
produksi adalah cara memperhitungkan
unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok
produksi. Dalam memperhitungkan unsur-
unsur biaya ke dalam harga pokok
produksi, menurut Mulyadi (1992 : 18)
terdapat dua pendekatan yaitu :
a. Full costing merupakan metode
penentuan harga pokok produksi yang
memperhitungkan semua unsur biaya
produksi ke dalam harga pokok
produksi, yang terdiri dari biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead pabrik, baik yang
berperilaku variabel maupun tetap.
b. Variabel costing merupakan metode
penentuan harga pokok produksi yang
hanya memperhitungkan biaya
produksi yang berperilaku variabel ke
dalam harga pokok produksi yang
terdiri dari biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead pabrik variabel.
Tujuan Perhitungan Biaya Harga
Pokok Produksi
Biaya produksi terdiri dari biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead pabrik. Dimana biaya-biaya
tersebut terjadi dalam hubungannya dengan
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
226 Lina Nasehatun Nafida
pengolahan bahan baku menjadi produk
jadi. Adapun tujuan perhitungan biaya
produksi adalah :
1. Untuk Menentukan Harga Penjualan
yang Menguntungkan. Dalam rangka
penentuan harga produk agar dapat
memperoleh keuntungan, maka
seorang produsen harus mengetahui
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi produk tersebut, atau
dengan kata lain harus mengetahui
h a r g a p o k o k p r o d u k y a n g
bersangkutan ditambah dengan
prosentase laba yang diharapkan.
2. Untuk Mengetahui Atau Menilai
Efisiensi Proses Produksi. Harga
pokok suatu hasil produksi merupakan
suatu patokan yang harus dipegang
oleh manajemen perusahaan. Oleh
sebab itu, sebelum produksi dinilai,
terlebih dahulu masing-masing unsur
biaya harus benar-benar mendapatkan
perencanaan dan pengawasan. Dengan
demikian, adanya patokan tersebut
maka dapat diperoleh efisiensi.
3. Memberikan kemungkinan kepada
pimpinan perusahaan memperoleh
bahan-bahan yang mereka butuhkan
pada waktu mereka harus mengambil
keputusan.
4. Untuk memperoleh suatu dasar
penilaian untuk neraca dari barang-
barang hasil jadi yang dibuat sendiri
yang masih terdapat dalam persediaan
pada tanggal penyusunan neraca.
Pengertian Produk Cacat
Mulyadi (1999:328) berpendapat,
produk cacat adalah produk yang tidak
memenuhi syarat standar mutu yang telah
ditentukan, tetapi dengan pengeluaran
b iaya penger jaan kembal i untuk
memperbaikinya, produk tersebut secara
ekonomis dapat disempurnakan lagi
menjadi produk yang baik. Sedangkan
Abdul Halim (1996:213) menyatakan
produk cacat adalah produk yang
dihasilkan dari proses yang tidak
memenuhi standar, namun secara ekonomis
bila diperbaiki lebih menguntungkan bila
dibandingkan langsung dijual. Dengan kata
lain biaya perbaikan terhadap produk cacat
masih lebih rendah dari pada penjualan
produk cacat tersebut setelah diperbaiki.
Dar i de f in i s i d i a t as , dapa t
disimpulkan produk cacat adalah produk
yang tidak memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan, yang secara ekonomis
tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang
baik. Produk cacat berbedah dengan sisa
bahan karena sisa bahan merupakan bahan
yang mengalami kerusakan dalam proses
produksi, sehingga belum sempat menjadi
produk, sedangkan produk cacat
merupakan produk yang telah menyerap
biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya
overhead pabrik.
Pengertian Produk Rusak
Abdul Halim (1996:139) menyatakan
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses
Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 227Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang
produk rusak adalah produk yang dihasilkan
dari proses produksi yang tidak memnuhi
standar yang telah ditentukan. Produk rusak
mungkin dapat diperbaiki namun biaya
yang dikeluarkan akan lebih besar dari hasil
jualnya setelah diperbaiki. Dengan kata lain
secara ekonomis tidak menguntungkan. Jadi
produk rusak tidak akan diproses lebih
lanjut. Produk rusak mungkin laku dijual
mungkin pula tidak laku dijual.
Standar Produk Rusak
Standar produk rusak atau bisa disebut
sebagai abnormal apabila memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a. Tidak diharapkan terjadi dalam kondisi
operasi yang efisien.
b. Bersifat tidak Inheren pada tingkat
operasi yang direncanakan.
c. Bersifat terkendali, dalam arti supervisor
dapat mempengaruhi tingkat efisiensi
operasi.
Setiap perusahaan dalam aktivitas
kegiatan berproduksi tidak terlepas dari
produk rusak. Faktor-faktor seperti ;
kerusakan mesin, pemakaian bahan
dibawah kualitas standart, kecelakaan,
semuanya merupakan penyebab timbulnya
produk rusak yang sebenarnya tidak perlu
terjadi atau berada dalam jangkauan
pengendalian management. Harga pokok
atau biaya produksi yang melekat pada
produk rusak bersifat abnormal, karena
pada dasarnya dapat dihindarkan,
diperlakukan sebagai suatu kerugian dalam
periode terjadinya produk rusak.
Dalam perusahaan Triplek Jombang,
penetapan standar dari produk rusak adalah
produk yang diker jakan tersebut
mengalami kerusakan karena proses
produksi dari mesin yang digunakan.
Selama ini pada perusahaan tersebut yang
memproses triplek dari 100% produk
triplek yang di masukkan ada ± 15% – 20%
kerusakan yang terjadi, sehingga
perusahaan perlu untuk melakukan
perbaikan terhadap produk tersebut.
Perlakuan Produk Cacat
Dalam hubungannya dengan produk
cacat harus diketahui dahulu sifat dan
penyebab dari kegagalan produk tersebut.
Abdul Halim (1996:144-145, 219)
berpendapat bahwa perlakuan produk cacat
menurut sifatnya dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1. Produk cacat bersifat normal di dalam
perusahaan, maka biaya tambahan
untuk memperbaiki akan menambah
biaya produksi akibat selanjutnya
harga pokok per unit akan menjadi
lebih tinggi, sedangkan kuantitas
produksi yang dihasilkan tetap.
2. Produk cacat bersifat tidak normal,
m a k a b i a y a t a m b a h a n a k a n
diperlakukan sebagi rugi produk cacat.
Dengan demikian biaya produksi dan
biaya per unit tidak bertambah.
Sedangkan penyebab terjadinya
produk cacat adalah sebagai berikut:
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
228 Lina Nasehatun Nafida
1. Produk cacat timbul karena sulitnya
pengerjaan. Bila produk cacat timbul
dari sulitnya proses pengerjaan maka
perlakuan akuntansi terhadap biaya
tambahan tersebut adalah dengan
menambahkan pada harga pokok
produksi.
2. Produk cacat timbul bersifat normal.
Bila produk cacat timbul dari sifat
normal proses produksi, maka
perlakuan terhadap biaya tambahan
tersebut adalah memasukkan biaya
t a m b a h a n p a d a o v e r h e a d
sesungguhnya.
3. Produk cacat timbul karena kurangnya
pengawasan. Bila produk cacat timbul
karena kurangnya pengawasan
produksi yang dilakukan, maka
perlakuan terhadap biaya tambahan
tersebut adalah dengan mendebit atau
membebankan pada rugi produk cacat.
Perlakuan Penjualan Produk Cacat
Terhadap beberapa per lakuan
perjualan produk cacat yang biasanya
dipergunakan oleh perusahaan yaitu :
1. Diperlakukan sebagai tambahan pen-
dapatan penjualan
2. Diperlakukan sebagai pengurang
harga pokok penjulan
3. Diperlakukan sebagai pengurang total
biaya produksi
Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk
Rusak
Akuntansi terhadap produk rusak
tergantung pada tipe produksinya atau
departement-departement yang tercakup
dalam produksinya. Idealnya akuntansi
terhadap produk rusak harus mencakup
tahap - tahap sebagai berikut ( Harnanto
1992; 391 ) ;
a. Tahap alokasi biaya produksi kepada
harga pokok produksi akhir, produk
rusak normal dan produk rusak
abnormal.
b. Tahap pembebanan harga pokok
produksi rusak baik kepada produk
akhir ( untuk yang rusak normal )
maupun kepada rugi produk abnormal
( untuk yang rusak abnormal ).
Tahap-tahap tersebut diperlukan untuk
mengambarkan realita dan menekankan
bahwa harga pokok produk rusak adalah
product cost sama seperti halnya harga
pokok produk rusak akhir, yang perlakuan
akuntansinya tergantung pada ada atau
tidak adanya manfaat dimasa yang akan
datang harus diperlakukan pada suatu
kerugian.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada PT
Sejahtera Usaha Bersama, yaitu perusahaan
yang bergerak di bidang playwood (triplek)
yang beralamatkan di Jl. Raya Diwek
Jombang. Penelitian ini dilaksanakan pada
akhir 2008 sampai awal 2009. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data
produksi tahun 2007 dan 2008.
U n t u k k e p e r l u a n p e n e l i t i a n ,
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses
Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 229Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang
diperlukan sejumlah yang akan diteliti
sebagaimana permasalahan yang diangkat.
Data yang dikumpulkan sebagai bahan
penelitian bersumber dari data sekunder,
yaitu data primer yang telah diolah lebih
lanjut dan disajikan baik oleh pihak
pengumpul data primer atau oleh pihal lain
misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau
diagram - diagram. Dengan kata lain data
sekunder yaitu data yang diperoleh dari data
dokumen perusahaan dan informasi dari
pihak lain yang berkaitan atau berkompeten
dengan permasalahan yang digunakan
penelitian untuk diproses lebih lanjut.
Definisi Operasional
1. Produk Rusak, yaitu merupakan
produk yang tidak memenuhi standart
mutu yang telah ditetapkan, yang
secara ekonomis tidak dapat diperbaiki
menjadi produk yang baik. Produk
rusak berbeda dengan sisa bahan
karena sisa bahan merupakan bahan
yang mengalami kerusakan dalam
proses produksi, sehingga belum
sempat menjadi produk, sedangkan
produk rusak merupakan produk yang
telah menyerap biaya bahan, biaya
tenaga kerja dan biaya overhead pabrik
2. Harga Pokok Produksi, yaitu biaya
dari suatu produksi dimana sering
disebut juga biaya produksi yang
adalah jumlah dari tiga unsur biaya,
yaitu : biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, dan biaya overhead
pabrik. Harga pokok produksi juga
memiliki pengertian seluruh biaya
yang dibebankan dalam kaitannya
dengan proses pengolahan bahan baku
menjadi barang jadi.
3. Laba Bruto, yaitu selisih antara
penjualan bersih dengan harga pokok
penjualan. Disebut laba kotor karena
jumlah ini masih harus dikurangi
dengan biaya-biaya usaha.
Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh selanjutnya
diolah dan kemudian dianalisis dengan
pembebanan biaya produk rusak
dibebankan pada seluruh produksi yang
berdasarkan tarif BOP.
1. Menentukan apakah produk tersebut
rusak normal atau rusak abnormal.
Produk rusak normal menurut
perusahaan adalah produk yang rusak
dengan standar kualitas kurang dari
85%, dan apabila produk tersebut
diperbaiki maka akan terdapat biaya
tambahan sehingga hal ini dapat
menurangi harga jual triplek. Produk
rusak abnormal menurut perusahaan
adalah produk yang rusak dengan
standar kualitas kurang dari 80%, dan
apabila produk tersebut diperbaiki
maka akan terdapat biaya tambahan
sehingga hal ini dapat mengurangi
harga jual triplek
a. Menghitung biaya produksi Produk
rusak normal atau rusak abnormal
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
230 Lina Nasehatun Nafida
Biaya produksi terdiri dari :
Biaya Bahan Baku = Jumlah Produksi
Biaya BB
Biaya TKL = Hasil Produksi
Upah Langsung
B O P = Upah langsung
Tarif B O P
b. Menghitung biaya perbaikan produk
rusak normal dan rusak abnormal
Biaya produksi terdiri dari :
Bahan Baku = Jumlah Produk Rusak/
cacat x Biaya BB
Tenaga Kerja = Jumlah Produk Rusak/
cacat x Upah langsung
B O P = Jumlah produk Rusak/
cacat x Tarif B O P
c. Menentukan perlakuan akuntansi produk
rusak normal dan rusak abnormal
Perlakuan akuntansi terhadap produk
rusak adalah tergantung dari sifat dan sebab
terjadinya (Mulyadi 1999:324)
?Jika produk rusak terjadi karena
sulitnya pengerjaan maka harga pokok
produks i d ibebankan sebaga i
tambahan harga pokok produksi. Jika
produk rusak masih laku dijual maka
hasil penjualannya diperlukan sebagai
pengurangan biaya produk pesanan
yang menghasilkan produk rusak
tersebut
?Jika produk rusak merupakan hal yang
normal t e r j ad i da lam p roses
pengelolaan produk maka kerugian
yang timbul sebagai akibat terjadinya
produk rusak yang dibebankan kepada
produksi secara keseluruhan dengan
cara memperhitungkan kerugian
tersebut di dalam biaya overhead
pabrik.
2. Menentukan perlakuan akuntansi
terhadap hasil penjualan
Terhadap beberapa per lakuan
perjualan produk rusak yang biasanya
dipergunakan oleh perusahaan yaitu :
a. Diperlakukan sebagai tambahan
pendapatan penjualan
b. Diperlakukan sebagai pengurang
harga pokok penjulan
Pembahasan
Tabel 1 : PT. SUB Jombang Standart
Produksi/Pemakaian Bahan
baku Per Hari Tahun 2007
Sumber Data: PT. SUB Jombang
Tabel 2 : PT. SUB Jombang Volume
Produksi Triplek Tahun 2007
(dalam unit)
Sumber Data : PT. SUB Jombang
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses
Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 231Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang
Sumber data lain sebagai berikut:
Upah Tenaga Kerja Langsung @Rp. 18.000
Jumlah Tenaga Kerja Langsung 145 orang
Harga jual produk selesai @ Rp. 350
Harga jual produk rusak normal @ Rp. 300
Harga jual rusak abnormal @ Rp. 250
Jumlah produksi per hari 156.000 unit
Pembebanan dan pemecahan masalah
sebagai berikut:
1. Perhitungan biaya-biaya yang dimasuk-
kan ke dalam produksi adalah :
Biaya bahan baku =
Jumlah Produksi x Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja langsung =
Hasil produk x Upah langsung
Biaya overhead pabrik =
upah langsung x Tarif BOP
Jumlah = Biaya bahan baku + Biaya
tenaga kerja langsung + Biaya overhead
pabrik
Biaya bahan baku :
= 1.222.470.000 x Rp. 2,908
= Rp. 3.554.942.760
Biaya tenaga kerja :
= 46.072.000 x Rp. 18
= Rp. 770.830.632
Biaya overhead pabrik
= 770.830.632 x 50 %
= Rp. 385.415.316
Jumlah = Rp. 3.554.942.760
Rp. 770.830.632
Rp. 385.415.316
Rp. 4.711.188.788
Catatan :
Jumlah produksi :
= (15 + 15 + 6 + 6 + 0,30) x 289 hari
= 42,30 x 289
= 1.222.470.000
Biaya bahan baku :
= Rp. 2,908 / Unit
Biaya tenaga kerja :
= Rp. 16,731 / Unit
BOP :
= Biaya Tenaga Kerja Tak Langsung
x 50%
= Rp. 16,731 x 50%
= Rp. 8,635/Unit
2. Perhitungan kerugian karena produk
rusak.
Harga Jual Produk Rusak Normal :
= Jml Produk Rusak Normal x H.J.
Harga Jual Produk Rusak Abnormal :
= Jml Produk Rusak Abnormal x H.J.
= Jumlah ( Harga Jual Produk Rusak
Normal + Harga Jual Produk Rusak
Abnormal)
Produk Rusak Normal :
= 4.700.800 x Rp. 300
=
Rp. 18.000 x 145.
156.000 Unit
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
232 Lina Nasehatun Nafida
= Rp. 1.493.760.610
Produk Rusak Abnormal
= 2.244.840 x Rp. 250
= Rp. 477.499.389,6
Jumlah Rp. 1.493.760.610
Rp. 477.499.389,6
Rp. 1.971.210.000
Catatan :
Dalam per unit produk jadi menyerap 27
unit bahan baku, dapat dihitung sebagai
berikut:
= 27,115 / Unit = 27 / Unit (pembuatan)
Dapat dijelaskan bahwa harga pokok
per unit adalah:
Bahan baku 27 unit @ Rp. 2,908
= Rp. 78,516
Tenaga kerja langsung (TKL)
= Rp. 16,731
Biaya overhead pabrik 50% x TK
= Rp. 8,635
Jumlah = Rp. 103.612
Bahan baku
= 78,516/103,612 x Rp 1.971.210.000
= Rp. 1.493.760.610
TK langsung
= 16,731/103,612 x Rp.1.660.480.000
= Rp. 318.305.934,7
Biaya FOH
= 8,635/103,612 x Rp. 1.660.480.000
= Rp. 159.143.454,9
Jumlah = Rp. 1.971.210.000
Tabel 3 : PT. SUB Jombang Produk-
produk rusak normal dan rusak
abnormal yang selesai
dikerjakan
Sumber : data diolah
3. Perhitungan Harga Pokok Penjualan
Produk selesai 39.126.360 Unit
Harga pokok penjualan :
= 39.126.360 x Rp. 70,1
= Rp. 2.742.757.836
4. Penjualan untuk produk selesai
(39.126.360 Unit) harga @ Rp. 350
Produk selesai
= Jumlah Produk selesai x Harga ( unit)
= 39.126.360 x Rp 350
= Rp. 13.649.226.000
Tabel 4 : PT. SUB Jombang Laporan
L a b a – R u g i S eb e lu m
P e n e r a p a n P e r l a k u a n
Kuntansi Produk Rusak 31
Desember 2007 (Dalam
Rupiah)
Sumber: data diolah
Total produksi (bahan baku)
Hasil Produksi (unit)
=
=
4.230.000
156.000 Unit
URAIAN BB (Rp)
BTKL (Rp)
BOP (Rp)
JUMLAH (Rp)
Biaya Produksi Penjualan produk rusak
3554.942.760 (1.493.760.61
0)
770380.632 (318.305.934,7)
385.415.316 (159.143.454,
9)
4.711.188.788 (1.971.210.00
0) Biaya produksi netto 2.061.182.150 452.524.697,3 226.271.861,1 2.739.978.788 Harga pokok produksi per unit Biaya Produksi Netto 39.126.360 unit
52,7 11,6 5,8 70,1
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses
Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 233Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang
Catatan :
Harga pokok penjualan ada selisih
lebih Rp. 7, karena adanya pengaruh
pembulatan angka dibelakang koma.
Persediaan barang jadi 1 januari 2006 =
Persediaan barang jadi akhir 31 Des 2007 =
Rp. 9.324.572.
Persediaan barang jadi 31 Des 2007=
Persediaan barang jadi akhir 1 januari 2008
Barang jadi 93.374 unit
Harga pokok per unit Rp. 70,1
Jadi : persediaan 31 Desember 2001
= 93.374 x Rp 70,1.
= Rp. 6.545.517,4
Persediaan BDP awal 156.000 unit x
Rp 70,1 = Rp. 10.935.600
Persediaan BDP akhir 156.000 unit x
Rp. 70,1 = Rp. 10.935.600
Terhadap beberapa perlakuan perjualan
produk rusak yang biasanya dipergunakan
oleh perusahaan yaitu :
a. Diperlakukan sebagai tambahan
pendapatan penjualan Tahun 2007
b. Diperlakukan sebagai pengurang
harga pokok penjulan Tahun 2007
Tabel 5 : PT.SUB Jombang Standart
Produksi/Pemakaian Bahan
baku Per Hari Tahun 2008
Sumber data : PT. SUB Jombang
Tabel 6 : PT. SUB Jombang Volume
Produksi Triplek Tahun
2008 (dalam unit)
Sumber data : PT. SUB Jombang
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
234 Lina Nasehatun Nafida
Sumber data lain sebagai berikut:
Upah TKL @ Rp. 18.000
Jumlah TKL 150 orang
Harga jual produk selesai @ Rp. 350
Harga jual produk rusak normal @ Rp. 300
Harga jual rusak abnormal @ Rp. 250
Jumlah produksi per hari 169.000 unit
Pembebanan dan pemecahan masalah
sebagai berikut:
1. Perhi tungan biaya-biaya yang
dimasukkan ke dalam produksi adalah :
Biaya bahan baku
= Jumlah Produksi x Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja langsung
= hasil produk x Upah langsung
Biaya overhead pabrik
= upah langsung x Tarif BOP
= Jumlah
Biaya bahan baku
= 1.367.925.000 x Rp. 2,911
= Rp. 3.982.029.675
Biaya tenaga kerja
= 50.531.000 x Rp. 15,976
= Rp. 807.283.256
Biaya overhead pabrik
= 807.283.256 x 50%
= Rp. 403.641.627
Jumlah Rp. 3.982.029.675
Rp. 807.283.256
Rp. 403.641.627
Rp. 5.192.954.558
Catatan :
Jumlah produksi
= (16,25 + 16,25 + 6,5 + 6,5 + 0,32)
x 299 hari
= 45,75 x 299
= 13.679,25
= 1.367.925.000
Biaya tenaga kerja :
= Rp. 15,976 / Unit
BOP = Biaya Tenaga Kerja Tak
Langsung x 50%
= Rp. 15,976 x 50%
= Rp. 7,988 /Unit
2. Perhitungan kerugian karena produk
rusak
Harga Jual Produk Rusak Normal
= Jml Produk Rusak Normal x H.J.
Harga Jual Produk Rusak Abnormal
= Jml Produk Rusak Abnormal x H.J.
Jumlah
= (Harga Jual Produk Rusak Normal +
Harga Jual Produk Rusak Abnormal)
Produk Rusak Normal
= 4.662.710 x Rp. 300
= Rp. 1.398.813.000
Produk Rusak Abnormal
= 1.431.430 x Rp. 0 =
Rp. 0
Jumlah Rp. 1.398.813.000
Rp. 0
Rp. 1.398.813.000
Catatan :
Dalam per unit produk jadi menyerap
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses
Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 235Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang
27 unit bahan baku, dapat dihitung
sebagai berikut:
= 27,115 / Unit = 27 / Unit (pembuatan)
Dapat dijelaskan bahwa harga pokok
per unit adalah:
Bahan baku 27 unit @ Rp. 2,911
= Rp. 78,597
Tenaga kerja langsung (TKL)
= Rp. 15,976
Biaya overhead pabrik 50% x TK
= Rp. 7,988
Jumlah = Rp. 102,561
Bahan baku :
= 78,597/102,561 x Rp 1.398.813.000
= Rp. 1.071.971.854
TK langsung :
= 15,976/102,561 x Rp.1.398.813.000
= Rp 276.995.963,1
Biaya FOH :
= 7,988/102,561 x Rp.1.398.813.000
= Rp 108.947.048,5
Jumlah = Rp. 1.398.813.000
Tabel 7 : PT. SUB Jombang Produk-
produk yang selesai dikerjakan
Tahun 2008
Sumber : data diolah
3. Perhitungan Harga Pokok Penjualan
Produk selesai 44.436.860 Unit
Harga pokok penjualan 44.436.860
x Rp. 85,4 = Rp. 3.794.907.844
4. Penjualan untuk produk selesai
44.436.860 Unit harga @ Rp. 350
Produk selesai
= Jumlah Produk selesai x Harga per unit
= 44.436.860 x Rp 350
= Rp. 15.552.901.000
Tabel 4.9 : Laporan Laba – Rugi PT.
Triplek Playwood Jombang
Sebelum Penerapan
Perlakuan Akuntansi Produk
Rusak 31 Desember 2008
(Dalam Rupiah)
Sumber : Data diolah
Catatan :
Harga pokok penjualan ada selisih
lebih Rp. 43, karena adanya pengaruh
pembulatan angka dibelakang koma.
Persediaan barang jadi 1 januari 2008 =
Persediaan barang jadi 31 Desember 2008 =
Rp. 6.545.517,4
Persediaan barang jadi 31 Desember 2008
Barang jadi : 67.672 unit
Harga pokok per unit : Rp. 85,4
Jadi persediaan 31 Desember 2005
= 67.672 x Rp 85,4. = Rp. 5.779.188,8
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
236 Lina Nasehatun Nafida
Persediaan BDP awal 67.672 unit x Rp 85,4
= Rp. 14.432.600
Persediaan BDP akhir 67.672 unit x Rp 85,4
= Rp. 14.432.600
Terhadap beberapa perlakuan perjualan
produk rusak yang biasanya dipergunakan
oleh perusahaan yaitu :
a. Diperlakukan sebagai tambahan
pendapatan penjualan Tahun 2008
b. Diperlakukan sebagai pengurang harga
pokok penjulan Tahun 2008
Setelah diteliti lebih lanjut jelas bahwa
produk rusak normal dan produk rusak
abnormal ternyata masih memiliki nilai
jual, walaupun masing-masing produk
tersebut dalam pemrosesannya menjadi
produk jadi memerlukan biaya-biaya
tambahan. Hal ini dibuktikan dengan hasil
perhitungan laba rugi tahun 2006, tahun
2007 dan tahun 2008 yang terus mengalami
peningkatan dari penjualan produk rusak
normal dan produk rusak abnormal. Dalam
perhitungan tersebut baik perhitungan
menggunakan laba kotor dengan
d i p e r l a k u k a n s e b a g a i t a m b a h a n
pendapatan penjualan dan diperlakukan
sebagai pengurang harga pokok penjualan
hasil perhitungannya adalah sama.
Simpulan
Perusahaan PT. SUB Jombang
memperlakukan biaya-biaya yang telah di
pakai oleh produk rusak akhir proses ke
dalam biaya tambahan untuk pengerjaan
kembali produk rusak normal tersebut. Jika
produk rusak bukan merupakan hal yang
biasa terjadi dalam proses produksi, karena
karakteristik pengerjaan triplek, maka
biaya pengerjaan kembali produk rusak
dapat dibebankan sebagai tambahan biaya
produksi yang bersangkutan. Jika produk
rusak merupakan hal yang biasa terjadi
dalam proses pengerjaan produk, maka
b iaya penger jaan kembal i dapa t
dibebankan kepada seluruh produksi
dengan cara memperhitungkan biaya
pengerjaan kembali tersebut ke dalam tarif
biaya overhead pabrik.
Selain itu perlakuan perhitungan laba
diperlakukan sebagai tambahan pendapatan
penjualan dan diperlakukan sebagai
Volume IV Nomor 2, Juni 2009
Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses
Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 237Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang
pengurang harga pokok penjualan hasilnya
adalah sama. Dimana kedua perhitungan
tersebut sama-sama mendapatkan laba yaitu
pada tahun 2006 sebesar Rp. 8.777.191.260,
tahun 2007 sebesar Rp. 10.950.635.945 dan
tahun 2008 sebesar Rp. 11.756.173.301.
Saran
Dengan melakukan per lakuan
akuntansi terhadap produk rusak akhir
proses serta menghitung Harga Pokok
Produksi, diharapkan perusahaan dapat
mengetahui perhitungan keuntungan dan
kerugian perusahaan akibat pemrosesan
lebih lanjut produk rusak normal dan produk
rusak abnormal .
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim, Dasar-Dasar Akuntansi
Biaya, Edisi 4, BPFE, Yogyakarta :
1996
D.M. Abas k, Akuntansi dan Analisis Biaya,
Edisi 1, BPFE, Yogyakarta, 1994
Harnanto, Akuntansi Biaya Perhitungan
Harga Pokok Produk, Edisi
Pertama, BPFE, yogyakarta,1992
Hansen dan Mowen, Manajemen Biaya
D e n g a n M e n g g u n a k a n
Pendekatan Manajemen Biaya,
Edisi 6, Jilid 1, Peneribit Erlangga,
Jakarta,1999
Mardiasmo, Akuntansi Biaya Penentuan
Harga Pokok Produksi, Edisi I,
Andi Offset, Yogyakarta : 1994.
Mas'ud Machfoedz, Akuntansi Manajemen
Perencanaan dan Pembuatan
Keputusan Jangka Pendek, Buku
I , Edis i 5 , STIE WIDYA
WIWAHA, Yogyakarta : 1996
Marzuki, Metodelogi Riset, Penerbit FEUI,
Yogyakarta, 1987
Mazt Usry, Akuntansi Biaya dan Harga
Pokok, Edisi 7, Jilid 1, Penerbit
Erlangga, Jakarta, 1984
Mulyadi, Akuntansi Biaya, Edisi 5, Aditya
Media, Yogyakarta : 1991
Mulyadi, Akuntansi Biaya, Edisi 5, Cetakan
6, Yogyakarta, Aditya Media,
1999
R.A Supriyono, Akuntansi Manajemen I :
K o n s e p D a s a r A k u n t a n s i
M a n a j e m e n d a n P r o s e s
Perencanaan, Edisi I, BPFE,
Yogyakrta : 1987.
R.A Supriyono, Akuntansi Biaya :
P e n g u m p u l a n B i a y a d a n
Penentuan Harga Pokok, Buku I,
Edisi 2, BPFE, Yogyakarta : 1983
R. Soemita, Akuntansi Biaya dan Harga
Pokok, Buku I, Edisi 2, Akademi
Akuntansi Bandung (A2B),
Bandung : 1983
Soemarso S.R, Akuntansi Suatu Pengantar,
Edisi 4
Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang
238 Lina Nasehatun Nafida