10
HUBUNGAN TINGKAT NYERI DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN FRAKTUR TULANG PANJANG DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU Hadindra Syahputra 1 , Jumaini 2 , Riri Novayelinda 3 Email: [email protected] 085271628656 Abstract The aim of this research is to analize the correlation between pain and anxiety on the long bone fracture patients. This research used descriptive correlation design with cross sectional approach. The sampling technique explored convenience sampling with 30 long bone fracture patients which selected based on inclusion criteria. The equipment was used to measure pain is pain scale. Anxiety scales used for measuring Hamilton’s instrument. Data analysis applied were univariate and bivariate by using chi-square test with P value is taken from Fisher’s Exact Test. The result of this research showed obtained the p value 0.04 < α 0,05. it can be concluded that there is a significant relationship between the level of pain with the level of anxiety in patients with long-bone fractures. Results of this study recommend to health workers in hospitals to provide interventions that may reduce pain so that anxiety can also be reduced. Key words : anxiety, fracture, pain. PENDAHULUAN Sistem muskuloskletal merupakan sistem yang berfungsi sebagai alat gerak dan menyusun tubuh manusia. Sistem muskuloskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot, dan struktur pendukung lainnya (tendon, ligamen, fasia, dan bursae). Struktur tulang berfungsi sebagai penyangga struktur tubuh dan memberi perlindungan terhadap organ-organ vital seperti otak, jantung, dan paru-paru. (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2006). Menurut Smeltzer dan Bare (2002) tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi sistem muskuloskletal yang optimal. Jumlah tulang ada 206 buah, yang terbagi dalam empat kategori; tulang panjang (misalnya femur, humerus, dan klavikula), tulang pendek (misalnya tulang tarsia dan karpia), tulang pipih (misalnya tulang sternum dan skapula), dan tulang tidak beraturan (misalnya tulang panggul). Kehilangan fungsi utama dari tulang dapat menyebabkan gangguan pada organ tubuh lain seperti resiko cedera pada organ dalam bagian rongga toraks (jantung, paru dan sebagainya) atau kehilangan fungsi penyangga dan gerak. Bentuk gangguan pada fungsi muskuloskeletal yang paling sering adalah fraktur (Lukman & Ningsih, 2011). Menurut Smeltzer dan Bare (2002), fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh kekuatan yang tiba- tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran penekukan, pemuntiran atau penarikan. Fraktur adalah retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan

JURNAL

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dsfer

Citation preview

Page 1: JURNAL

HUBUNGAN TINGKAT NYERI DENGAN TINGKAT KECEMASANPADA PASIEN FRAKTUR TULANG PANJANG

DI RSUD ARIFIN ACHMADPEKANBARU

Hadindra Syahputra1, Jumaini2, Riri Novayelinda3

Email: [email protected]

Abstract

The aim of this research is to analize the correlation between pain and anxiety on the longbone fracture patients. This research used descriptive correlation design with cross sectionalapproach. The sampling technique explored convenience sampling with 30 long bonefracture patients which selected based on inclusion criteria. The equipment was used tomeasure pain is pain scale. Anxiety scales used for measuring Hamilton’s instrument. Dataanalysis applied were univariate and bivariate by using chi-square test with P value is takenfrom Fisher’s Exact Test. The result of this research showed obtained the p value 0.04 < α0,05. it can be concluded that there is a significant relationship between the level of pain withthe level of anxiety in patients with long-bone fractures. Results of this study recommend tohealth workers in hospitals to provide interventions that may reduce pain so that anxiety canalso be reduced.

Key words : anxiety, fracture, pain.

PENDAHULUAN

Sistem muskuloskletal merupakansistem yang berfungsi sebagai alat gerak danmenyusun tubuh manusia. Sistemmuskuloskeletal terdiri dari tulang, sendi,otot, dan struktur pendukung lainnya(tendon, ligamen, fasia, dan bursae). Strukturtulang berfungsi sebagai penyangga strukturtubuh dan memberi perlindungan terhadaporgan-organ vital seperti otak, jantung, danparu-paru. (Suratun, Heryati, Manurung &Raenah, 2006).

Menurut Smeltzer dan Bare (2002)tulang manusia saling berhubungan satudengan yang lain dalam berbagai bentukuntuk memperoleh fungsi sistemmuskuloskletal yang optimal. Jumlah tulangada 206 buah, yang terbagi dalam empatkategori; tulang panjang (misalnya femur,humerus, dan klavikula), tulang pendek

(misalnya tulang tarsia dan karpia), tulangpipih (misalnya tulang sternum dan skapula),dan tulang tidak beraturan (misalnya tulangpanggul).

Kehilangan fungsi utama dari tulangdapat menyebabkan gangguan pada organtubuh lain seperti resiko cedera pada organdalam bagian rongga toraks (jantung, parudan sebagainya) atau kehilangan fungsipenyangga dan gerak. Bentuk gangguan padafungsi muskuloskeletal yang paling seringadalah fraktur (Lukman & Ningsih, 2011).

Menurut Smeltzer dan Bare (2002),fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulangyang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupapemukulan, penghancuran penekukan,pemuntiran atau penarikan. Fraktur adalahretak atau patah pada tulang yang utuh.Kebanyakan fraktur disebabkan oleh traumadimana terdapat tekanan yang berlebihan

Page 2: JURNAL

pada tulang, baik berupa trauma langsungdan trauma tidak langsung. Trauma langsung(benturan, pemukulan, kecelakaan lalu lintas)dan trauma tidak langsung (pukulanlangsung jauh dari lokasi benturan)menyebabkan terputusnya kontuinitas tulang.Fraktur lebih sering terjadi pada laki-lakidaripada perempuan dengan umur dibawah45 tahun dan sering berhubungan denganolah-raga, pekerjaan, atau luka yangdisebabkan oleh kecelakaan kendaraanbermotor (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Manifestasi klinis dari fraktur adalahhilangnya fungsi, deformitas, pemendekanekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal,perubahan warna dan nyeri yang merupakansensasi subjektif dan pengalaman emosionaltidak menyenangkan yang memperlihatkanketidaknyamanan secara verbal dan nonverbal berkaitan dengan kerusakan jaringanyang aktual dan potensial yang dirasakandalam kejadian-kejadian dimana terjadikerusakan (Potter & Perry, 2005).

Nyeri merupakan suatu kondisi yanglebih dari sekedar sensasi tunggal yangdisebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeribersifat subjektif dan sangat bersifatindividual. Stimulasi nyeri dapat berupastimulasi yang bersifat fisik dan mental,sedangkan kerusakan dapat terjadi padajaringan aktual atau pada fungsi egoseseorang individu. Nyeri merupakan sensasitidak menyenangkan yang terlokalisasi padasuatu bagian tubuh. Sifat-sifat inimenunjukkan kualitas nyeri: nyerimerupakan sensasi maupun emosi. Jikaadekuat, nyeri secara karakteristikberhubungan dengan perubahan tingkah lakudan respon stres yang terdiri darimeningkatnya tekanan darah, denyut nadi,kontraksi otot lokal (misalnya fleksi anggotabadan, kekakuan dinding abdomen) (Potter& Perry, 2005).

Nyeri akibat trauma ini munculsebagai akibat ujung-ujung saraf bebasmengalami kerusakan. Reseptor nyeri(nosiseptor) mencakup ujung-ujung sarafbebas yang berespon terhadap berbagairangsangan termasuk tekanan mekanis(trauma), deformasi, suhu yang ekstrim, dan

berbagai bahan kimia. Energi dari stimulus-stimulus ini dapat diubah menjadi energilistrik dan perubahan energi ini dinamakantransduksi. Transduksi dimulai di perifer,ketika stimulus terjadinya nyerimengirimkan impuls yang melewati serabutsaraf nyeri perifer yang terdapat di pancarindera, maka akan menimbulkan potensialaksi. Setelah proses transduksi selesai,transmisi impuls nyeri dimulai (Potter &Perry, 2010)

Kerusakan sel dapat mengakibatkanpelepasan neurotransmitter seperti histamin,bradikinin, serotonin, beberapaprostaglandin, ion kalium, ion hydrogen, dansubstansi P. Masing-masing zat tersebuttertimbun di tempat cedera termasuk fraktur,hipoksia, atau kematian sel. Substansi yangpeka terhadap nyeri yang terdapat disekitarserabut nyeri di cairan ekstraseluler,menyebarkan pesan adanya nyeri danmenyebabkan inflamasi (Renn & Dorsey,2005 dalam Potter & Perry, 2010).

Nyeri yang dirasakan oleh seseorangbersifat subyektif dan penanganannyatergantung dari mekanisme koping individutersebut. Hal ini didukung oleh penelitianAgiani (2012) yang berjudul hubunganpengunaan mekanisme koping terhadapintensitas nyeri pada pasien pasca bedahfraktur. Penelitian ini menunjukkan hasilrata-rata responden memiliki mekanismekoping maladaptif, yaitu sebanyak 16 orang(53,3%) dan 14 orang (46,7%) memilikimekanisme koping adaptif. Hasil untukintensitas nyeri responden yaitu, nyeri beratsebanyak 12 orang (40%), nyeri sedangsebanyak 11 orang (36,7%), dan nyeri ringansebanyak 7 orang (23,3%).

Menurut Smeltzer dan Bare (2002)nyeri yang dirasakan seseorang bukan hanyamempengaruhi kondisi fisiknya, tetapi jugamempengaruhi kondisi psikologisnya. Nyerimempengaruhi komponen emosional pasienserta seringkali disertai dengan kecemasan.Nyeri seringkali dijelaskan dalam istilahproses destrukif jaringan (seperti tertusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, sepertidirobek-robek, seperti diremas-remas) danatau suatu reaksi badan atau emosi (misalnya

Page 3: JURNAL

perasaan takut, mual, mabuk). Telebih lagi,perasaan nyeri dengan intensitas sedangsampai kuat disertai oleh rasa kecemasan(ansietas) dan keinginan kuat untukmelepaskan diri dari atau meniadakanperasaan itu (Kurt, 1999 dalam Potter danPerry, 2005).

Kecemasan merupakan gejolak emosiseseorang yang berhubungan dengan sesuatudiluar dirinya dan mekanisme diri yangdigunakan dalam mengatasi permasalahan,terlihat jelas bahwa kecemasan inimempunyai dampak terhadap kehidupanseseorang, baik dampak positif maupunnegatif. Pasien yang menjalani perawatan dirumah sakit dengan berbagai situasi dankondisi akan membuatnya semakin cemas(Asmadi, 2008).

Kecemasan adalah suatu sinyal yangmenyadarkan; ia memperingatkan adanyabahaya yang mengancam danmemungkinkan seseorang mengambiltindakan untuk mengatasi ancaman.Kecemasan merupakan respons terhadapsuatu ancaman yang sumbernya tidakdiketahui, internal, samar-samar, ataukonfliktual (Kaplan, Sadock, & Grebb,2010).

Potter dan Perry (2006) mengatakanhubungan nyeri terhadap ansietas bersifatkompleks. Ansietas sering kali meningkatkanpersepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapatmenimbulkan satu perasaan ansietas.Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistemlimbik yang diyakini mengendalikan emosiseseorang khususnya ansietas. Sistem limbikdapat memproses reaksi emosi terhadapnyeri, yakni memperburuk ataumenghilangkan nyeri.

Berdasarkan data DepartemenKesehatan Republik Indonesia (2009, dalamAgiani, 2012) sekitar delapan juta orangmengalami kejadian fraktur dengan jenisfraktur yang berbeda dan penyebab yangberbeda. Hasil survey tim Depkes RI inididapatkan 25% penderita fraktur mengalamikematian, 45% mengalami kecacatan fisik,15% mengalami stress psikologis karenacemas bahkan depresi dan, 10% mengalamikesembuhan dengan baik.

Berdasarkan data rekam medikRSUD Arifin Achmad pada tahun 2010tercatat kasus fraktur sebanyak 597 kasus.Pada tahun 2011 penderita fraktur meningkatdan tercatat sebanyak 671 kasus, dan padatahun 2012 penderita fraktur kembalimeningkat yaitu sebanyak 689 kasus. Kasusyang paling sering terjadi dari tahun ke tahunadalah fraktur tulang panjang seperti frakturfemur, humerus, tibia, radius, ulna, danklavikula baik yang tertutup maupunterbuka.

Peneliti melakukan studi pendahuluanpada tanggal 23 Maret 2013 di RSUD ArifinAchmad Ruang Cendrawasih II denganmewawancarai 10 orang pasien yangmengalami berbagai macam fraktur, 5 orang(50%) diantaranya mengalami nyeri beratdan 4 (40%) pasien mengalami nyeri sedangserta 1 (10%) pasien lainnya mengalaminyeri ringan. Peneliti juga melakukanwawancara untuk mengetahui kecemasanpada pasien fraktur, dan didapatkan hasilsebanyak 7 (70%) dari 10 orang tersebutmengatakan bahwa mereka khawatir dengankeadaannya saat ini. Tanda-tanda lainpendukung kecemasan juga ditemui penelitipada sejumlah pasien seperti, pasien terlihatgelisah, wajah yang terlihat pucat, sertamengeluhkan susah tidur.

Berdasarkan latar belakang diatas,peneliti merasa tertarik untuk melakukanpenelitian mengenai “Hubungan tingkatnyeri dengan tingkat kecemasan pada pasienfraktur tulang panjang di RSUD ArifinAchmad Pekanbaru”.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitianyang bersifat kuantitatif dengan desaindeskriptif korelasi menggunakan pendekatancross sectional. Menurut Dharma (2011),desain cross sectional adalah desainpenelitian analitik yang bertujuan untukmengetahui hubungan antara variabel dimanavariabel independen dan dependendidefinisikan pada satu satuan waktu.

Page 4: JURNAL

Populasi dalam penelitian ini adalahsemua pasien fraktur tulang panjang yangdirawat di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru.Rata-rata pasien pada tahun 2012 sebanyak57 orang setiap bulannya. Teknik samplingpada penelitian ini adalah conveniencesampling. Besar sampel yang digunakanyaitu 30 orang dengan kriteria insklusisebagai berikut:a) Pria dan wanita yang mengalami fraktur

tulang panjang dan dirawat di RSUDArifin Achmad Pekanbaru;

b) Rentang usia 15 tahun sampai dengan 65tahun

c) Bersedia menjadi responden dankooperatif.

Data penelitian diperoleh dengan alatpengumpulan data berupa kuesioner yangmengacu pada kerangka konsep penelitian.Alat pengumpulan data pada penelitian initerdiri dari kuesioner Skala Intensitas Nyeridengan Skala Nyeri Numerik (Potter &Perry, 2006). Dan untuk kuesioner mengenaikecemasan menggunakan skala penilaianHamilton. Kuesioner kecemasan terdiri dari14 pernyataan yang merupakan tanda dangejala serta respon yang ditunjukkan darikecemasan (Nursalam, 2003).

HASIL

Tabel 1Distribusi responden menurut usia diRuangan Cendrawasih II RSUD ArifinAchmad Pekanbaru (n=30)

Usia n %15-18 tahun 5 16,719-25 tahun 3 1026-65 tahun 22 73,3

Total 30 100

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwakarakteristik berdasarkan usia respondenyang terbanyak yaitu usia dewasa (26-65tahun) yang berjumlah 22 responden (73,3%)dan yang paling sedikit yaitu usia dewasa

awal (19-25 tahun) yang berjumlah 3responden (10%).

Tabel 2Distribusi responden menurut jenis kelamindi Ruangan Cendrawasih II RSUD ArifinAchmad Pekanbaru (n=30)

Jenis Kelamin n %Laki-laki 20 66,7

Perempuan 10 33,3Total 30 100

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwakarakteristik berdasarkan jenis kelaminresponden yang terbanyak yaitu laki-lakiberjumlah 20 responden (66,7%) danperempuan berjumlah 10 responden (33,3%).

Tabel 3Distribusi responden menurut statuspendidikan di Ruangan Cendrawasih IIRSUD Arifin Achmad Pekanbaru (n=30)

Status Pendidikan n %SD 6 20SMP 7 23,3SMA 16 53,3Perguruan tinggi 1 3,3

Total 30 100

Berdasarkan tabel 3 diperoleh hasilbahwa karakteristik berdasarkan statuspendidikan responden yang terbanyak yaitutingkat pendidikan SMA yang berjumlah 16responden (53,3%) dan yang paling sedikityaitu tingkat perguruan tinggi yangberjumlah 1 responden (3,3%).

Tabel 4

Distribusi responden menurut jenis fraktur diRuangan Cendrawasih II RSUD ArifinAchmad Pekanbaru (n=30)

Jenis Fraktur n %Ekstermitas atas 11 36,7Ekstermitas bawah 19 63,3

Total 30 100

Page 5: JURNAL

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwaarakteristik repsonden berdasarkan jenisfraktur yang terbanyak yaitu frakturekstermitas bawah yang berjumlah 19responden (63,3%) dan yang paling sedikityaitu fraktur ekstermitas atas dengan jumlahmasing-masing 11 responden (36,7%).

Tabel 5Distribusi responden menurut lama harirawat responden di Ruangan Cendrawasih IIRSUD Arifin Achmad Pekanbaru (n=30)

Lama Hari Rawat n %≤ 5 hari 16 53,3%> 5 hari 14 46,7%

Total 30 100%

Tabel 5 menunjukkan karakteristikresponden berdasarkan lama hari rawatdidapatkan bahwa responden yang dirawat ≤5 hari yang berjumlah 16 responden (53,3%).Sedangkan untuk responden yang dirawat > 5hari yang berjumlah 14 responden (46,7%).Peringkasan data ini diambil dengan caramengetahui median dari keseluruhan data.Menurut Hastono (2007) apabila data yangdimiliki distribusinya tidak normal makaperingkasan data diambil dari mengetahuinilai median data tersebut.

Tabel 6Distribusi responden menurut tingkat nyeriresponden di Ruangan Cendrawasih IIRSUD Arifin Achmad Pekanbaru (n=30)

Tingkat Nyeri n %Nyeri Ringan 6 20Nyeri Sedang 19 63,2Nyeri Berat 5 16,7

Total 30 100

Berdasarkan tabel 6 diketahui databahwa karakteristik berdasarkan tingkatnyeri didapatkan bahwa sebagian besarresponden merasakan nyeri pada tingkatnyeri sedang yang berjumlah 19 responden(63,2%).

Tabel 7Distribusi responden menurut tingkatkecemasan responden di RuanganCendrawasih II RSUD Arifin AchmadPekanbaru (n=30)

Tingkat Nyeri n %Kecemasan Ringan 16 53,3Kecemasan Sedang 13 43,3Kecemasan Berat 1 3,3

Total 30 100

Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwakarakteristik berdasarkan tingkat kecemasandidapatkan bahwa responden yang memilikitingkat kecemasan ringan lebih banyakberjumlah 16 responden (53,3%).

Tabel 8Distribusi tingkat nyeri dengan tingkatkecemasan pada pasien fraktur tulangpanjang di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru(n = 30)

Independen(TingkatNyeri)

Dependen(Tingkat

Kecemasan)Total

Pvalue

Ringan Sedang n %

0,04

Ringan15

71,4%6

28,6%21 100

%

Sedang1

11,1%8

88,9%9 100

%

Total16

53,3%14

46,7%30 100

%

Hasil analisis hubungan tingkat nyeridengan tingkat kecemasan pada pasienfraktur tulang panjang di RSUD ArifinAchmad didapatkan hasil bahwa dari 21responden yang mengalami nyeri ringanmemiliki tingkat kecemasan ringanberjumlah 15 responden (71,4%) danresponden dengan tingkat nyeri ringanmemiliki kecemasan sedang berjumlah 6responden (28,6%). Sedangkan dari 9responden yang mengalami nyeri sedangmemiliki tingkat kecemasan ringan hanya 1responden (11,1%) yang memiliki tingkat

Page 6: JURNAL

kecemasan sedang berjumlah 8 responden(88,9%).

Hasil uji statistik menggunakan chi-square diperoleh nilai P value 0,04 yangberarti P value < α 0,05. Hal ini berarti Hogagal ditolak, maka dapat disimpulkanbahwa ada hubungan yang bermakna antaratingkat nyeri dengan tingkat kecemasan padapasien dengan fraktur tulang panjang diRSUD Arifin Achmad.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yangdilakukan di RSUD Arifin Acmad Pekanbarudidapatkan hasil bahwa sebagian besarresponden berada dalam tahap tumbuhkembang dewasa yang berjumlah 22responden (73,3%). Menurut Potter danPerry (2010) masa dewasa merupakan masadimana terjadinya peningkatan keuangankeluarga sehingga banyak individu yangmemilih untuk bekerja di luar rumah.Pekerjaan-pekerjaan tersebut dapatmeningkatkan resiko terjadinya kecelakaankerja, baik lingkungan kerja maupun di jalanraya. Hal tersebut juga didukung olehpernyataan Reeves, Roux dan Lockhart(2001) bahwa fraktur lebih sering terjadipada umur dibawah 45 tahun yangdisebabkan oleh kecelakaan kendaraanbermotor.

Kejadian fraktur dapat terjadi padasemua tingkatan usia. Insiden fraktur padalaki-laki dan perempuan, puncaknya terjadipada usia dewasa (Smeltzer & Bare, 2002).Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatattahun 2009, terdapat 7 juta orang meninggaldikarenakan insiden kecelakaan yangmemiliki prevalensi cukup tinggi yakniinsiden fraktur ekstremitas bawah sekitar46,2 % dari insiden kecelakaan yang terjadi(Depkes RI, 2009).

Usia juga dapat berpengaruhterhadap persepsi nyeri pada pasien fraktur.Pada usia dewasa umumnya akanmelaporkan nyeri jika nyeri yang dirasakanbersifat patologis dan merusak fungsi fisik.Toleransi terhadap nyeri meningkat sesuai

dengan pertambahan usia, misalnya semakinbertambahnya usia seseorang maka semakinbertambah pula pemahaman terhadap nyeridan usaha mengatasinya (Priharjo, 1996dalam Eldawati 2011).

Berdasarkan jenis kelamin respondendidapatkan bahwa sebagian besar respondenberjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 20responden (66,7%). Hasil penelitian inisejalan dengan hasil penelitian yangdilakukan Moesbhar (2007) yangmenyatakan bahwa laki-laki lebih banyakmengalami fraktur terutama disebabkan olehkecelakaan lalu lintas. Hal ini diasumsikankarena laki-laki lebih sering keluar rumahdengan mobilitas yang tinggi danmenggunakan kendaraan bermotor(Moesbhar, 2007 dalam Eldawati, 2011).

Sjamsuhidajat & Jong (2005)mengatakan bahwa fraktur lebih seringterjadi pada laki-laki daripada perempuandengan umur dibawah 45 tahun dan seringberhubungan dengan olah-raga, pekerjaan,atau luka yang disebabkan oleh kecelakaankendaraan bermotor.

Berdasarkan status pendidikanresponden didapatkan bahwa statuspendidikan yang terbanyak berada di tingkatpendidikan SMA yang berjumlah 16responden (53,3%). Hal ini sesuai denganhasil penelitian yang dilakukan Agiani(2011) yang menyatakan bahwa secaraumum distribusi responden frakturekstremitas berdasarkan tingkat pendidikanterbanyak memiliki tingkat pendidikan SMUsebanyak 15 orang (50%), dan paling sedikitdengan tingkat pendidikan SD, yaitu 3 orang(10%).

Berdasarkan jenis fraktur yangdialami responden didapatkan bahwasebagian besar responden mengalami frakturekstremitas bawah yaitu berjumlah 19responden (63,3%). Hasil penelitian inisejalan dengan hasil penelitian yangdilakukan Eldawati (2011) di RSUPFatmawati Jakarta yang menyatakan bahwajenis fraktur yang banyak terjadi adalahfraktur ekstremitas bawah seperti frakturtibia, fraktur fibula dan fraktur femur.

Page 7: JURNAL

Berdasarkan lama hari rawatresponden didapatkan bahwa dari 30responden di ruangan Cendrawasih 2 RSUDArifin Achmad Pekanbaru yang diteliti,karakteristik responden berdasarkan lamahari rawat didapatkan bahwa responden yangdirawat ≤ 5 hari yang berjumlah 16responden (53,3%). Untuk responden yangdirawat > 5 hari yang berjumlah 14responden (46,7%). Menurut penelitian Setia(2012) yang membahas tentanghubungan antara kecemasan dan lama harirawat pasien infark miokard akutmenyatakan bahwa tidak terdapat hubunganantara lama hari rawat dengan tingkatkecemasan pasien. Bertentangan denganhasil penelitian Makmuri (2007) yangmenyatakan bahwa perbedaan lama harirawat responden dapat memberikan responskecemasan yang berbeda.

Secara substansi permasalahan yangsering terjadi pada fraktur diantaranyaperdarahan, rata-rata darah yang hilang dapatlebih dari 1200 ml dan 40 % memerlukantransfusi. Oleh karena itu kondisihemodinamik pre dan post operasi harusdilakukan penilaian. Kondisi kurang darahatau kurang suplay oksigen memungkinkanpasien pasca operasi akan merasa lebihlemah (Black & Hawks, 2009 dalamEldawati, 2011). Apabila kondisi pasienmasih dalam keadaan lemah, maka prosespengobatan akan terus dilanjutkan sehinggamenyebabkan lama hari rawat akanbertambah begitu pula dengan pasien frakturdengan komplikasi penyakit lain yang belumboleh dilakukan tindakan operasi. padapasien fraktur dengan komplikasi kelainaninsulin, sebelum dilakukan tindakan operasiterlebih dahulu harus mengembalikan nilaikadar gula darah dalam batas normal, agartidak terjadi masalah dalam prosespenyembuhan luka operasi, sehingga padapasien fraktur dengan komplikasi seperti iniakan mengalami penundaan tindakanoperasi, dan berdampak dengan penambahanlama hari rawat.

Berdasarkan tingkat nyeri respondendidapatkan bahwa sebagian besar respondenmerasakan tingkat nyeri sedang yang

berjumlah 19 responden (63,2%). Padaproses pengumpulan data penelitimenemukan responden yang sedangmendapatkan terapi analgetik baik premaupun post operasi, sehingga untukresponden dengan tingkat nyeri berat hanyadidapat 5 responden (16,7). Hal ini sejalandengan hasil penelitian yang dilakukanPrawani (2011) yang berjudul, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi PelaksanaanAmbulasi Dini pada Pasien Pasca OperasiFraktur Ekstremitas Bawah”. Dari hasilpenelitiannya ini didapat bahwa respondenterbanyak adalah responden yang mengalaminyeri sedang. Pada penelitiannya iniresponden juga mendapat terapi analgetikuntuk mengurangi rasa nyeri sehingga nyeriyang dirasakan tidak berat.

Berdasarkan tingkat kecemasanresponden didapatkan bahwa responden yangmemiliki tingkat kecemasan ringan lebihbanyak yaitu berjumlah 16 responden(53,3%). Berbeda dengan penelitianMakmuri (2007) yang menyatakan Tingkatkecemasan pasien fraktur femur yang akanmenjalani operasi ORIF (Open ReductionInternal Fixation) sesuai dengan HRS– A(Hamilton Rate Scale for Anxiety) yangpaling banyak adalah tingkat kecemasansedang, diikuti dengan kecemasan ringan,kecemasan berat hingga tidak mengalamikecemasan.

Hasil analisis hubungan tingkat nyeridengan tingkat kecemasan pada pasienfraktur tulang panjang di RSUD ArifinAchmad didapatkan hasil bahwa dari 21responden yang mengalami nyeri ringanmemiliki tingkat kecemasan ringanberjumlah 15 responden (71,4%) danresponden dengan tingkat nyeri ringanmemiliki kecemasan sedang berjumlah 6responden (28,6%). Untuk 18 respondenyang mengalami nyeri sedang memilikitingkat kecemasan ringan hanya 1 responden(11,1%), dan yang memiliki tingkatkecemasan sedang berjumlah 8 responden(88,9%).

Hasil uji statistik mendapatkan pvalue 0,04 yang berarti p value < α 0,05sehingga Ho gagal ditolak, maka dapat

Page 8: JURNAL

disimpulkan bahwa ada hubungan yangbermakna antara tingkat nyeri dengan tingkatkecemasan pada pasien dengan fraktur tulangpanjang di RSUD Arifin Achmad. Hasilpenelitian ini sejalan dengan hasil penelitianSumanto (2011) yang meneliti tentanghubungan tingkat nyeri dengan tingkatkecemasan pada pasien post operasi sectiocaesarea di RSU PKU MuhammadiyahGombong. Hasil penelitian Sumanto (2011)mengatakan terdapat hubungan antara tingkatnyeri dengan tingkat kecemasan pada pasienPost sectio caesarea (P = 0,038). Sumanto(2011) juga menambahkan semakin tinggitingkat nyeri seseorang maka semakin tinggipula tingkat kecemasannya.

Fraktur adalah terputusnyakontinuitas tulang yang disebabkan olehkekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yangdapat berupa pemukulan, penghancuranpenekukan, pemuntiran atau penarikan(Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Potter &Perry (2006) salah satu manifestasi klinisdari fraktur adalah nyeri. Nyeri akibat traumaini muncul sebagai akibat ujung-ujung sarafbebas mengalami kerusakan. Kerusakan seldapat mengakibatkan pelepasanneurotransmitter seperti histamin, bradikinin,serotonin, beberapa prostaglandin, ionkalium, ion hydrogen, dan substansi P.Masing-masing zat tersebut tertimbun ditempat cedera. Serabut A-delta dan serabut Cmentransmisikan impuls dari saraf periferdan mengaktifkan atau membuat pekaterhadap respon nyeri. Selanjutnya impuls iniakan berakhir di sistem saraf pusat yangkemudian akan mengenali adanya nyeri danmemperlihatkan perbedaan variasi persepsinyeri pada setiap individu. Proses terakhiradalah persepsi, dimana pesan nyeridisampaikan ke otak dan menghasilkanpengalaman yang tidak menyenangkan.

Menurut Smeltzer dan Bare (2002)nyeri yang dirasakan seseorang bukan hanyamempengaruhi kondisi fisiknya, tetapi jugamempengaruhi kondisi psikologisnya. Nyerimempengaruhi komponen emosional pasienserta seringkali disertai dengan kecemasan.Potter dan Perry (2006) mengatakanhubungan nyeri terhadap ansietas bersifat

kompleks. Ansietas sering kali meningkatkanpersepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapatmenimbulkan satu perasaan ansietas.Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistemlimbik yang diyakini mengendalikan emosiseseorang khususnya ansietas. Sistem limbikdapat memproses reaksi emosi terhadapnyeri, yakni memperburuk ataumenghilangkan nyeri.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian tentang hubungantingkat nyeri dengan tingkat kecemasan padapasien fraktur tulang panjang di RSUDArifin Achmad Pekanbaru menyatakanbahwa sebagian besar responden berumurantara 28 - 59 tahun, yaitu sebanyak 22responden (73,3%), dengan mayoritas jeniskelamin adalah laki-laki, yaitu berjumlah 20responden (66,7%) dan paling banyakberpendidikan SMU, yaitu sebanyak 16responden (53,3%), dengan jenis frakturterbanyak yaitu fraktur ekstremitas bawahyang berjumlah 19 responden (63,3%), dandengan lama hari rawat terbanyak yaitu yangdirawat ≤ 5 hari, yang berjumlah 16responden (53,3%). Hasil klasifikasi rata –rata responden memiliki tingkat nyeri denganintensitas nyeri sedang yaitu sebanyak 19responden (63,2%), dan untuk tingkatkecemasan didapatkan bahwa respondenyang memiliki tingkat kecemasan ringanlebih banyak berjumlah 16 responden(53,3%).

Berdasarkan uji statistik didapatkan Pvalue = 0,04. Hal ini menunjukkan adahubungan yang bermakna antara tingkatnyeri dengan tingkat kecemasan pada pasiendengan fraktur tulang panjang di RSUDArifin Achmad.

Peneliti berharap kepada berbagaipihak untuk menindaklanjuti penelitian iniantara lain:1. Ilmu Keperawatan

Diharapkan pada saat prosesbelajar mengajar, hasil penelitian inidapat memberi kan pemahaman bahwapasien dengan fraktur tidak hanya

Page 9: JURNAL

mengalami nyeri namun dapat disertaidengan kecemasan.

2. Bagi Rumah SakitDiharapkan bagi pihak rumah

sakit agar dapat lebih memahami bahwapasien fraktur tulang panjang yangmengalami nyeri juga akan mengalamikecemasan, sehingga perlu diberikandukungan dan penjelasan tentang apayang akan dilalui pasien, sehingga nyeridan cemas dapat berkurang.

3. Bagi Peneliti lainBagi peneliti lain yang akan

melanjutkan penelitian sejenis,hendaknya menambah jumlah sampelpenelitian, agar dapat mewakili daripopulasi yang ada sehinggamendapatkan hasil yang lebih optimal.

1. Hadindra Syahputra, S.KepMahasiswa Program Studi IlmuKeperawatan Universitas Riau

2. Ns. Jumaini, M.Kep, Sp.Kep.J DosenDepartemen Jiwa Program Studi IlmuKeperawatan Universitas Riau

3. Riri Novayelinda, S.Kp, MNg DosenDepartemen Maternitas dan AnankProgram Studi Ilmu KeperawatanUniversitas Riau

DAFTAR PUSTAKA

Agiani, S, P. (2012). Hubungan penggunaanmekanisme koping terhadapintensitas nyeri pada pasien pascabedah fraktur. Pekanbaru: UR.Naskah asli tidak dipublikasikan.

Asmadi. (2008). Tehnik proseduralkeperawatan: konsep dan aplikasikebutuhan dasar klien. Jakarta:Salemba Medika.

Dharma, K. K. (2011). MetodelogiPenelitian Keperawatan. JakartaTimur: Trans Info Media.

Eldawati. (2011). Pengaruh LatihannKekuatan Otot Pre Operasi terhadapKemampuan Ambulasi Dini PasienPasca Operasi Fraktur EkstremitasBawah di RSUP Fatmawati Jakarta.Diperoleh tanggal 30 Juni 2013 darihttp://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20280665-T%20Eldawati.pdf

Hastono, S. P. (2007). Analisis DataKesehatan. Jakarta: TidakDipublikasikan.

Kaplan, H. I., Sadock, B. J., & Grebb. J. A.(2010). Sinopsis psikiatri: ilmupengetahuan perilaku psikiatri klinis;jilid dua. Tangerang: BinarupaAskara.

Lukman., Ningsih. N. (2011). Asuhankeperawanan pada klien dengangangguan sistem Muskuloskeletal.Jakarta: Salemba.

Makmuri. (2007). Hubungan Antara TingkatPendikan terhadap TingkatKecemasan pada Pasien FrakturFemur Pre Operasi di RS Prof. Dr.Margono Soekoharjo Purwokerto.Diperoleh tanggal 30 Juni 2013.http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/files/disk1/28/jtstikesmuhgo-gdl-makmurihan-1378-2-hal.108-5.pdf

Nursalam. (2003). Konsep dan penerapanmetodologi penelitian ilmukeperawatan. Jakarta: SalembaMedika.

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005).Keperawatan dasar: konsep, prosesdan praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2010).Fundamental keperawatan. Jakarta:EGC.

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Buku ajarfundamental: konsep, proses danpraktik.. Jakarta: EGC.

Page 10: JURNAL

Prawani, S. (2011). Faktor-faktor yangMempengaruhi PelaksanaanAmbulasi Dini pada Pasien PascaOperasi Fraktur Ekstremitas Bawah.Repository UNRI. Diperoleh tanggal1 juli 2013 darihttp://repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/1890/1/JURNAL%20SATIA.pdf

Reeves, dkk. (2002). Keperawatan medikalbedah buku satu (J. Styono, Terj).Jakarta: Salemba Medika. (Naskahasli dipublikasikan tahun 1999).

Setia, P. L. (2012). Hubungan antarakecemasan dan lama hari rawatpasien infark miokard akut (IMA).Diperoleh tanggal 4 Juli 2013 dari:http://fkep.unand.ac.id/en/artikel-a-penelitian/abstrak/910-hubungan-antara-kecemasan-dan-lama-hari-rawat-pasien-infark-miokard-akut-ima

Sjamsuhidajat, R & Jong, W.D. (2005). Bukuajar ilmu bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Bukuajar kepeawatan medikal bedahBrunner & Sudaarth, vol.3, ed.8. alihbahasa: Monica E, Ellen P. Jakarta:EGC.

Sumanto, R. (2011). Hubungan tingkat nyeridengan tingkat kecemasan padapasien Post operasi Sectio Caesareadi RSU PKU MuhammadiyahGombong. Diperoleh tanggal 4 juli2013 dari:http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/files/disk1/27/jtstikesmuhgo-gdl-rahmatsuma-1330-2-hal.83--0.pdf

Suratun., Heryati., Manurung, S., & RaenahE. (2006). Klien gangguan sistemmuskuloskeletal: seri asuhankeperawanan. Jakarta: EGC.