Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

  • Upload
    ammar

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    1/27

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Piringan cakram

    Rem cakram dapat digunakan dari berbagai suhu, sehingga hampir semua kendaraan

    menerapkan sistem rem cakram sebagai andalannya. selain itu rem cakram tahan terhadap

    genangan air sehingga pada kendaraan yang telah menggunakan rem cakram dapat menerjang

     banjir. Kemudian rem cakram memiliki sistem rem yang berpendingin diluar (terbuka)

    sehingga pendinginan dapat dilakukan pada saat kendaraan bermotor melaju, ada beberapa

    cakram yang juga dilengkapi oleh ventilasi (ventilatin disk ) atau cakram yang memiliki

    lubang sehingga pendinginan rem lebih maksimal digunakan.

     pegunaan rem cakram banyak dipergunakan pada roda depan kendaraan karena gaya

    dorong untuk berhenti pada bagian depan kendaraan lebih besar dibandingkan di belakang

    sehingga membutuhkan pengereman yang lebih pada bagian depan. Namun saat ini telah

     banyak kendaraan roda dua yang menggunakan rem cakram pada kedua rodanya.

    Piringan cakram merupakan komponen yang sangat penting dalam sebuah

    kendaraan yang berfungsi untuk menghentikan atau menghambat laju putaran roda atau

    kendaraan. Ditinjau dari kondisi sistem kerja yang demikian maka pemilihan material

    dan proses pembentukan dalam proses produksi rem cakram sangatlah penting, dimana

    material harus dapat memenuhi syarat-syarat diantaranya: tahan terhadap suhu yang

    tinggi, mampu menahan beban, keuletan, kekuatan dan tahan aus.

    Karena rem cakram yang sifatnya terbuka sehinga memudahkan debu dan lumpur

    menempel, lama kelamaan lumpur (kotoran) tersebut dapat menghambat kinerja

     pengeraman sampai merusak komponen pada bagian disc brake,  Oleh sebab itu perlu

    dilakukan pembersihan sesering mungkin.  Keausan umumnya didefinisikan sebagai

    kehilangan material secara progresif akibat adanya gesekan (friksi) antar permukaan

     padatan atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil

     pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya (Yuwono, 2008).

    Keausan merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap material yang mengalami gesekan

    dengan material lain. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respons

    material terhadap sistem luar (kontak permukaan).

    Material apapun dapat mengalami keausan yang disebabkan oleh berbagai

    mekanisme yang beragam. Aus terjadi karena adanya kontak gesek antara dua

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    2/27

     permukaan benda dan menyebabkan adanya perpindahan material. Hal ini menyebabkan

    adanya pengurangan dimensi pada benda tersebut. Keausan dapat juga berarti kehilangan

    material secara bertahap dari permukaan benda yang bersentuhan akibat dari adanya

    kontak dengan solid (benda padat), liquid (benda cair), atau gas pada permukaannya.

    Keausan yang terjadi pada setiap sistem mekanisme sebenarnya sangat sulit

    diprediksi secara teori atau perumusan, karena banyak faktor dilapangan yang

    menyebabbkan kesulitan dan kekeliruan dalam memprediksi keausan tersebut.

    Gambar 2.1: Keausan Piringan Cakram (http://www.google.com/ 

    ariblogmotor) 

    Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang

     berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan

     benda uji. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode yang

    semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Pengujian laju

    keausan dapat dinyatakan dengan pembandingan jumlah kehilangan/pengurangan

    spesimen tiap satuan luas bidang kontak dan lama pengausan (Viktor Malau dan Adhika

    widyaparaga, 2008). 

    Gambar 2.2: Piringan Cakram (Viktor Malau dan Adhika widyaparaga, 2008).

    2.2 Material Rem Cakram

    http://www.google.com/http://www.google.com/http://www.google.com/http://www.google.com/

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    3/27

    Dalam memilih material untuk piringan cakram, perlu untuk mempertimbangkan

    koefisien gesekan antara material dan sifat termal, karena cukup panas yang dihasilkan

    selama pengereman. Konvensional, piringan cakram untuk kendaraan penumpang telah

    dibuat dari besi abu-abu unalloyed terdiri dari serpihan grafit dalam matriks perlitik.

    Selain pertimbangan termal dan mekanik, bahan untuk rem cakram rotor harus

    menunjukkan ketahanan aus yang baik. Dalam besi unalloyed, ketahanan aus terutama

    fungsi dari struktur matriks dan kekerasannya. (ASM Handbook, Vol.1, 2005)

    Pemaduan besi karbida dapat menciptakan ketahanan aus sehingga menjadi lebih

    merupakan fungsi dari properti dari karbida. Namun, ketika vanadium, titanium dan

    kromium ditambahkan untuk besi dalam jumlah yang berlebihan, penurunan kekuatan

    terjadi timbul dari pembentukan karbida intergranular dalam matriks. Carbide

    menstabilkan elemen seperti kromium, molibdenum serta vanadium juga meningkatkan

    kecenderungan pembentukan ferit bebas yang merugikan kekuatan dan sifat tribological.

    Untuk alasan ini, elemen-elemen ini biasanya digunakan pada tingkat yang di bawah

    mereka di mana karbida bebas terbentuk agar manfaat dari karbida bebas memakai tidak

    diperoleh. Hal ini juga dipertimbangkan bahwa penggunaan struktur paduan tinggi

    mengandung bebas karbida akan menyebabkan pembentukan "titik panas" yang

    mengakibatkan judder rem dan panas retak. Selain besi cor kelabu, piringan cakram juga

    dibuat dengan menggunakan meterial besi besi cor nodular. Besi cor nodular memiliki

    grafit berbentuk bulat bersifat ulet tahan terhadap retak (Yamagata, H, 2005 ).

    a) Besi Cor

    Besi cor adalah paduan golongan besi dengan karbon 2,14 %wt , pada

    umumnya besi cor memiliki 3,0 sampai 4,5 % wt C, dan unsur paduan lainnya. Suhu

     pencairan besi cor antara 1150 °C sampai 1300 °C jauh lebih rendah daripada baja (

    Callister, 2007). Hal ini menguntungkan karena mudah dicairkan, bahan bakar lebih

    irit dan dapur peleburan lebih sederhana. Besi cor cair selain mudah mengisi cetakan

    yang rumit, material ini harganya murah dan serba guna bila ditinjau dari segi desain

     produk.

    Secara umum besi cor dapat dikelompokkan berdasarkan keadaan dan bentuk

    karbon yang terkandung di dalamnya menjadi empat golongan di bawah ini :

    1)  Besi cor kelabu ( grey cast iron), karbonnya berupa grafit berbentuk flake

    (serpih) dengan matriks ferritik atau perlitik.

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    4/27

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    5/27

    Tipe A memilki serpih-serpih grafit yang terbagi rata dan orientasinya

    sebarang. Struktur seperti ini timbul pada besi cor kelas tinggi dengan matriks

     perlit dan ukuran grafit yang cocok. Selain itu terdapat juga potongan-potongan

    grafit yang bengkok yang memberikan kekuatan tertinggi pada besi cor. Grafit

     bengkok ini diperoleh dengan cara meningkatkan pengendapan kristal-kristal

    sepanjang austenit proeutektik.

    Besi cor dengan kandungan karbon tinggi sukar mempunyai potongan-

     potongan grafit bengkok disebabkan oleh pengendapan kristal yang sedikit. Karena

    itu perlu dilakukan penghilangan oksida dan inokulasi penggrafitan pada besi cair.

    2)  Tipe B

    Potongan grafit tipe B memiliki bentuk seperti bunga ros (rosette) dengan

    orientasi sebarang. Struktur ini merupakan salah satu sel eutektik yang bagian

    tengahnya mempunyai potongan-potongan eutektik halus dari grafit dan sepih-

    serpih grafit radial di sekitarnya. Struktur seperti ini biasanya ditemukan pada

     produk coran tipis yang mengalami pendinginan cepat. Tipe rosette tersebar dalam

     besi cor yang mempunyai kandungan karbon tinggi karena banyak pengendapan

    grafit.

    3)  Tipe C

    Struktur ini muncul pada sistem hipereutektik. Pada tipe C ukuran serpih

    saling menumpuk dengan orientasi sebarang. Hal ini disebabkan jumlah grafit yang

     begitu banyak sehingga ferrit sangat mudah mengendap. Namun demikian,

     pengendapan ferrit mengakibatkan struktur menjadi lemah sehingga besi cor

    dengan tipe grafit seperti ini sangat jarang dipakai.

    4)  Tipe D

    Struktur ini mempunyai potongan-potongan grafit eutektik yang halus yang

    mengkristal di antara dendrit-dendrit kristal austenit. Karena itu potongan grafittipe ini dikenal juga sebagai penyisihan antar dendrit dengan orientasi sembarang.

    Keadaan ini disebabkan oleh pendinginan lanjut pada proses pembekuan eutektik

    seperti oksidasi dalam pencairan. Potongan grafit seperti ini menyebabkan besi cor

    memiliki kekuatan yang tinggi dengan keuletan yang rendah.

    5)  Tipe E

    Potongan grafit tipe E muncul apabila kandungan karbon agak rendah. Hal

    ini akan mengurangi kekuatan karena jarak yang dekat antara potongan-potongan

    grafit terdistribusi seperti pada tipe D. Tetapi kadang-kadang kekuatannya tinggi

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    6/27

    yang disebabkan karena kandungan karbon yang rendah dan berkurangnya

     pengendapan grafit.

    Berdasarkan ASM vol.1 untuk tipe-tipe grafit tersebut diatas ditunjukkan

     pada Gambar 2.3 berikut ini.

    Gambar 2.3 Tipe-tipe grafit pembesaran 100x (ASM vol.1, 1990)

    Tabel 2.1 : Tabel Komposisi kimia standar besi cor (ASM vol.9, 2004)

    c)  Besi Cor Nodular

    Besi cor nodular juga dikenal dengan nama besi cor ductile adalah besi cor

    yang mempunyai grafit yang tampak seperti bola. Karbon yang terdapat berbentuk

    nodule grafit yang diperoleh dengan menambahkan bahan yang mengandung

    magnesium seperti nikel- magnesium atau magnesium tembaga- ferro silikon dalam

     besi cor kalabu cair. Jumlah magnesium yang diperluka tergantung dari kadar belerang yang ada. Mula  –   mula kadar belerang diturunkan dengan cara

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    7/27

    mengubahnya menjadi sulfida magnesium. Sisa magnesium yang ada merubah bentuk

    menjadi nodular. ( Amsterad, B.H. 1995 ). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar

    2.4. 

    Gambar 2.4  : Mikrostruktur besi cor ductile  (a) As-cast ferritic. (b) As-cast

     pearlitic; hardness, 255 HB. (c) Ferritic, annealed 3 h at 700 °C (1290

    °F). (d)  Pearlitic ductile iron quenching   oli dan di temper 255 HB.Semua gambar dengan etsa 2% nital. 100× (ASM vol.1, 2005 )

    Mengenai komposisi kimia besi cor nodular bisa dilihat pada Tabel 2.1. 

    Spesifikasi penggolongan besi cor nodular berdasar pada sifat, kekuatan, kekerasan

    yang dimiliki tingkatan besi cor nodular serta memperhatikan komposisi kimia untuk

    kegunaan mekanik. Tabel 2.2 :

    Tabel 2.2 : Komposisi dan penggunaan umum serta tingkat kelas Besi cor nodular / besi cor ductile (ASM vol.1, 2005 ) 

    Spesifikation

    no.

    Grade or

    class

    UNC TC ( a

    )

    Typical Composition % disription General uses

    Si Mn P S

    ASTM A 395;ASME SA395

    60-40-18 F32800 3.00min

    2.50

    Max

    (b) 

    ...  ... 0.08

    max ;

    Ferritic;annealed

    Pressure-containing parts for

    use at elevatedtemperatures

    ASTM A 476;

    SAE

    AMS 5316C

    80-60-03 F34100 3.00

    min(c) 

    3.0

    max

    ... 0.08

    max

    0.05

    max

    As-cast Paper mill

    dryer rolls, at

    temperaturesup to 230 °C

    (450 °F)

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    8/27

    ASTM A 536 60-40-

    18(d) 

    F32800 Ferritic;

    may be

    annealed

    Shock-resistant

     parts;low-temperatur

    e service

    SAE J434 D4018(e) F32800 3.20− 4.10

    1.80−3.00

    0.10−1.00

    0.015

    −0.10

    0.005− 

    0.035Ferritic Ferritic

    Moderately

    stressed partsrequiring good

    ductility andmachinability

    D4512(e)  F33100 Ferritic/ pearlitic

    Moderatelystressed parts

    requiring

    moderatemachinability 

    D7003(e) F34800 Pearlitic  Highly

    stressed parts requiring

    very goodwear

    resistance andgood responseto selectivehardening 

    (a)   Note: For mechanical properties and typical applications, see Table. (b) TC, total carbon. (c) The silicon limitmay be increased by 0.08%, up to 2.75 Si, for each 0.01% reduction in phosphorus content. (d) Carbonequivalent (CE), 3.8−4.5; CE = TC + 0.3 (Si + P). (e) Composition subordinate to mechanical properties;

    composition range for any element may be specified by agreement between supplier and purchaser.

    2.3 Sifat-sifat material

    2.3.1  Struktur Mikro

    Mikrografi adalah metode yang digunakan untuk memperoleh gambar yang

    menunjukkan struktur mikro pada hal ini struktur logam dan paduannya. Dengan

     pengujian mikrografi ini kita dapat mengetahui struktur dari suatu logam dengan

    memperjelas batas-batas butir logam. Dalam setiap butir, semua sel satuan teratur dalam

    satu arah dan satu pola tertentu.

    Batas butir mempunyai lima derajat kebebasan, Pada batas butir antara dua butir

    yang berdekatan terdapat daerah transisi yang tidak searah dalam kedua butiran tadi.

    Batas butir dapat kita anggap berdimensi dua, bentuknya mungkin melengkung dan

    sesungguhnya memiliki ketebalan tertentu yaitu antara dua sampai tiga jarak atom.

    Ketidakseragaman orientasi antara butiran yang berdekatan menghasilkan tumpukan

    atom yang kurang efisien sepanjang batas.

    Struktur mikro sangat penting dalam suatu logam dalam suatu logam yang

    diperlukan untuk mengetahui sifat-sifat dari logam tersebut. Strukturmikro pada baja

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    9/27

    akan mempengaruhi sifat-sifat mekanik dan juga sifat fisik. Struktur matrik pada baja

    antara lain:

    a) 

    Ferrite (besi alpha) 

     b)  Austenit (besi gamma)

    c)  Besi Delta

    d) 

    Cementit (Karbida besi)

    e)  Bainit

    f)  Martensit

    g) 

    Perlit

    Struktur mikro dari baja pada umumnya tergantung dari kecepatan

     pendinginannya dari suhu daerah austenit sampai suhu kamar. Karena perubahan struktur

    ini maka dengan sendirinya sifat-sifat mekanik yang dimiliki baja juga akan berubah.

    Fase  –   fase berubahnya struktur mikro akibat pemanasan dapat dilihat dalam Gambar

    2.5 diagram Kesetimbangan Fe –  C.

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    10/27

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    11/27

     

    Tabel 2.3. Spesifikasi baja lunak (JIS) 

    Standar enisTebal Plat (t)

    (mm)

    Komposisi kimia (%) Kekuatan

    uluh

    (kg/mm2)

    Kekuatan

    Tarik

    (kg/mm2)

    erpanjang

    n

    (%)C Si Mn S

       B  a   j  a  r  o

       l  p  a  n  a  s  u  n

       t  u   k   k  o  n  s   t  r  u

       k  s   i  u  m  u  m

       G   3   1   0   1   –

       1   9   7   6

    SS 34

    t

    5 < t

    16 < t

    40 < t

    ≤ 5 

    ≤ 16 

    ≤ 40  - - -

    ≤ 0,05  ≤ 0,05  ≥ 21 

    ≥ 20 

    ≥ 18 

    34 –  44

    ≥ 26 

    ≥ 21 

    ≥ 26 

    ≥ 28 

    SS 41

    t

    5 < t

    16 < t

    40 < t

    ≤ 5 

    ≤ 16 

    ≤ 40 - - -

    ≤ 0,05  ≤ 0,05  ≥ 25 

    ≥ 24 

    ≥ 22 

    1 –  52

    ≥ 21 

    ≥ 17 

    ≥ 21 

    ≥ 23 

    SS 50

    t

    5 < t

    16 < t

    40 < t

    ≤ 5 

    ≤ 16 

    ≤ 40 - - -

    ≤ 0,05  ≤ 0,05  ≥ 29 

    ≥ 28 

    ≥ 26 

    50 –  62

    ≥ 19 

    ≥ 15 

    ≥ 19 

    ≥ 21 

    SS 55

    t

    5 < t

    16 < t

    40 < t

    ≤ 5 

    ≤ 16 

    ≤ 40  ≤ 0,30  - ≤ 1,6  ≤ 0,40 

    ≤ 0,04 

    ≥ 41 

    ≥ 40 

    ≥ 50 

    ≤ 16

    ≥ 13 

    ≥ 27 

       B  a   j  a  r  o

       l  u  n

       t  u   k   k  e   t  e   l   &

       b  e   j  a  n  a

       t  e   k  a  n

       t  e  m  p  e  r  a   t  u  r

       t   i  n  g  g

       i   G   3   1   0   3   –

       1   9   7   7

    SB 42

    t

    25 < t

    50 < t

    ≤ 25 

    ≤ 50 

    ≤ 200 

    ≤ 0,24 

    ≤ 0,27 

    ≤ 0,30 

    0,15 – 0,30 ≤ 0,90  ≤ 0,035  ≤ 0,04  ≥ 23  2 –  56≥ 21 

    ≥ 25 

    SB 46t

    25 < t

    50 < t

    ≤ 25 ≤ 50 

    ≤ 200 

    ≤ 0,28 ≤ 0,31 

    ≤ 0,33 

    0,15 – 0,30 ≤ 0,90  ≤ 0,035  ≤ 0,04  ≥ 25  6 –  60≥ 19 

    ≥ 25 

    SB 49

    t

    25 < t

    50 < t

    ≤ 25 

    ≤ 50 

    ≤ 200 

    ≤ 0,31 

    ≤ 0,33 

    ≤ 0,35 

    0,15 – 0,30 ≤ 0,90  ≤ 0,035  ≤ 0,04  ≥ 27  9 –  63≥ 27 

    ≥ 21 

       B  a   j  a  r  o

       l  p  a  n  a  s  u  n

       G   3   1   0   6   –

       1   9   7   7

    SM 41A

    t

    5 < t

    16 < t

    40 < t

    50 < t

    ≤ 5 

    ≤ 16 

    ≤ 40 

    ≤ 50

    ≤ 100 

    ≤ 0,23 

    ≤ 0,25 

    ≤ 2,5C  ≤ 0,04  ≤ 0,04 

    ≥ 25 

    ≥ 24 

    ≥ 22 

    1 –  52

    ≥ 23 

    ≥ 18 

    ≥ 22 

    ≥ 24 

    ” 

    SM 41B

    t

    5 < t

    16 < t

    40 < t

    50 < t

    ≤ 5 

    ≤ 16 

    ≤ 40 

    ≤ 50 

    ≤ 100 

    ≤ 0,20 

    ≤ 0,22 

    ≤ 0,35  ≤ 0,6– 1,2 ≤ 0,04  ≤ 0,04 

    ≥ 25 

    ≥ 24 

    ≥ 22 

    1 –  52

    ≥ 23 

    ≥ 18 

    ≥ 22 

    ≥ 24 

    ” 

    SM 41C

    t

    5 < t

    16 < t

    40 < t

    ≤ 5 

    ≤ 16 

    ≤ 40 

    ≤ 50 

    ≤ 0,18  ≤ 0,35  ≤ 1,4  ≤ 0,04  ≤ 0,04 

    ≥ 25 

    ≥ 24 

    ≥ 22 

    1 –  52

    ≥ 23 

    ≥ 18 

    ≥ 22 

    ≥ 24 

       P

       l  a   t   b  a   j  a  u

       /   b  e   j  a  n  a

       t  e   k  a  n

       t  e  m  p  e .  s  e

       d  a  n  g

       G

       3   1   1   5   –

       1   9   7   7

    SPV 24

    T

    16 < t

    0 < t

    50 < t

    ≤ 16 

    ≤ 40 

    ≤ 50 

    ≤ 100 

    ≤ 0,18

    ≤ 0,20 

    0,15-0,35 ≤ 1,4  ≤ 0,035  ≤ 0,04 

    ≥ 24 

    ≥ 22 1 –  52

    ≥ 17 

    21

    ≥ 24 

    (Sumber : Wiryosumarto, 2008).

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    12/27

    Baja lunak termasuk baja kadar karbon rendah. Biasanya mempunyai kekuatan

    tarik antara 40  –   50 Kg/mm2. Baja karbon rendah sangat luas penggunaannya sebagai

     baja konstruksi, rangka kendaraan, mur, baut, pipa, tangki minyak, ketel, bejana tekan

    dan penggunaan pada suhu tinggi, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.3.  Baja

    karbon rendah memiliki sifat pengerjaan yang baik seperti sifat keuletan, sifat mampu

    tempa, kelunakan dan mampu mesin yang baik. Sehingga dengan keadaan tersebut baja

    karbon rendah sangat baik sekali untuk disambung dengan proses pengelasan. Untuk

     pemakaian pada suhu tinggi baja sejauh mungkin bebas dari nitrogen dengan jalan

    menambahkan Al tetapi tidak melebihi 300 gr/ton baja cair (Wiryosumarto, 2008).

    Komposisi kimia baja tersebut adalah C ≤ 0,23%, S ≤ 0,04% dan P ≤ 0,04%.

    Baja yang tidak mengandung unsur lain selain Si dan Mn disebut baja lunak (mild steel),

    yang banyak dipakai untuk konstruksi baja karena mempunyai sifat mampu las dan

    mampu bentuk yang baik (Surdia, 2005).

    1.  Ferrite

    Ferrite adalah fase larutan padat yang memiliki struktur BCC (body

    centered cubic). Ferrite dalam keadaan setimbang dapat ditemukan pada temperatur

    ruang, yaitu alpha-ferrite atau pada temperatur tinggi, yaitu delta-ferrite. Secara

    umum fase ini bersifat lunak ( soft ), ulet (ductile), dan magnetik (magnetic) hingga

    temperatur tertentu, yaitu T curie. Kelarutan karbon di dalam fase ini relatif lebih

    kecil dibandingkan dengan kelarutan karbon di dalam fase larutan padat lain di

    dalam baja, yaitu fase Austenite.

    Pada temperatur ruang, kelarutan karbon di dalam alpha-ferrite hanyalah

    sekitar 0,05%. Berbagai jenis baja dan besi tuang dibuat dengan mengeksploitasi

    sifat-sifat ferrite. Baja lembaran berkadar karbon rendah dengan fase tunggal ferrite

    misalnya, banyak diproduksi untuk proses pembentukan logam lembaran. Dewasa

    ini bahkan telah dikembangkan baja berkadar karbon ultra rendah untuk karakteristik

    mampu bentuk yang lebih baik. Kenaikan kadar karbon secara umum akan

    meningkatkan sifat-sifat mekanik ferrite sebagaimana telah dibahas sebelumnya.

    Untuk paduan baja dengan fase tunggal ferrite, faktor lain yang berpengaruh

    signifikan terhadap sifat-sifat mekanik adalah ukuran butir.

    2.  Austenite

    Fase Austenite memiliki struktur atom FCC ( Face Centered Cubic). Dalam

    keadaan setimbang fase Austenite ditemukan pada temperatur tinggi. Fase ini

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    13/27

     bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi. Kelarutan atom

    karbon di dalam larutan padat Austenite lebih besar jika dibandingkan dengan

    kelarutan atom karbon pada fase Ferrite. Secara geometri, dapat dihitung

     perbandingan besarnya ruang intertisi di dalam fase Austenite (kristal FCC) dan fase

    Ferrite (kristal BCC).

    Perbedaan ini dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena transformasi

    fase pada saat pendinginan Austenite yang berlangsung secara cepat. Selain pada

    temperatur tinggi, Austenite pada sistem Ferrous dapat pula direkayasa agar stabil

     pada temperatur ruang. Elemen-elemen seperti Mangan dan Nikel misalnya dapat

    menurunkan laju transformasi dari gamma-austenite menjadi alpha-ferrite.

    Dalam jumlah tertentu elemen-elemen tersebut akan menyebabkan

    Austenite stabil pada temperatur ruang. Contoh baja paduan dengan fase Austenite

     pada temperatur ruang misalnya adalah Baja Hadfield (12% Mg) dan Baja Stainless

    18-8 (8%Ni).

    3.  Cementite

    Cementite atau carbide dalam sistem paduan berbasis besi adalah

     stoichiometric inter metallic compund   Fe3C yang keras (hard ) dan getas (brittle).

     Nama cementite berasal dari kata caementum  yang berarti  stone chip  atau

    lempengan batu. Cementite sebenarnya dapat terurai menjadi bentuk yang lebih

    stabil yaitu Fe dan C sehingga sering disebut sebagai fase metastabil.

     Namun, untuk keperluan praktis, fase ini dapat dianggap sebagai fase stabil.

    Cementite sangat penting perannya di dalam membentuk sifat-sifat mekanik akhir

     baja. Cementite dapat berada di dalam sistem besi baja dalam berbagai bentuk

    seperti: bentuk bola (sphere), bentuk lembaran (berselang seling dengan alpha-ferrite), atau partikel-partikel carbide kecil. Bentuk, ukuran, dan distribusi karbon

    dapat direkayasa melalui siklus pemanasan dan pendinginan.

    Jarak rata-rata antar karbida, dikenal sebagai lintasan Ferrite rata-rata

    (Ferrite Mean Path), adalah parameter penting yang dapat menjelaskan variasi sifat-

    sifat besi baja. Variasi sifat luluh baja diketahui berbanding lurus dengan logaritmik

    lintasan ferrite rata-rata.

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    14/27

    2.3.2  Pengujian Komposisi Kimia

    Proses pengujian komposisi kimia berlangsung dengan pembakaran bahan

    menggunakan elektroda dimana terjadi suhu rekristalisasi, dari suhu rekristalisasi terjadi

     penguraian unsur yang masing-masing beda warnanya. Penentuan kadar berdasar sensor

     perbedaan warna. Proses pembakaran elektroda ini tidak lebih dari tiga detik. Pengujian

    komposisi dapat dilakukan untuk menentukan jenis bahan yang digunakan dengan

    melihat persentase unsur yang ada.

    Uji komposisi merupakan pengujian yang berfungsi untuk mengetahui seberapa

     besar atau seberapa banyak jumlah suatu kandungan yang terdapat pada suatu logam,

     baik logam ferro maupun logam non ferro. Uji komposisi biasanya dilakukan ditempat

     pabrik-pabrik atau perusahaan logam yang jumlah produksinya besar, ataupun juga

    terdapat di Instititut pendidikan yang khusus mempelajari tentang logam.

    Untuk mengetahui komposisi logam cair dilakukan inspeksi logam cair. Alat uji

    yang digunakan CE meter atau spektrometer . Seperti yang dijelaskan sebelumnya setelah

    diketahui komposisi logam cair dengan pengujian komposisi dilakukan proses

     penyesuaian untuk mencapai komposisi yang sesuai dengan standar. Pada Gambar 2.6 

    ada tiga bagian utama proses pengujian komposisi yaitu (Hendri, 2002).

    1.   Furnace berisi logam cair yang dilebur dari beberapa raw material  

    2. 

    Standar material yang menentukan kandungan komposisi masing-masing unsur yang

    ditetapkan

    3. 

    Proses pengujian komposisi yang menggunakan CE meter dan Spectrometer .

    Gambar 2.6 Ilustrasi proses pengujian komposisi dan proses penyesuaian (Hendri,

    2002)2.3.3  Pengujian Struktur Mikro

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    15/27

    Struktur mikro adalah struktur terkecil yang terdapat dalam suatu bahan yang

    keberadaannya tidak dapat di lihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan

    alat pengamat struktur mikro diantaranya; mikroskop cahaya, mikroskop electron,

    mikroskop field ion, mikroskop field emission dan mikroskop sinar-X. Penelitian ini

    menggunakan mikroskop cahaya, adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro ini

    adalah:

    1.  Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan cacat pada bahan.

    2.  Memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui.

    Langkah-langkah untuk melakukan pengamatan struktur mikro dapat memakai

    referensi ASTM E3 dari persiapan sempel dan prosedur pengujian mikroskop sebagai

     berikut :

    a. 

    Cutting (Pemotongan)

    Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik

    merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan

     pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen,

    Sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap

    representatif.

    Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan

    sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempattertentu (kritis) yang mana ditunjukan pada Gambar 2.7  dengan memperhatikan

    kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada

    daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh,

    untuk pengamatan struktur mikro material yang mengalami kegagalan.

    Maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah

    kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang

    diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan.

    Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai.

    Symbol

    in

    diagram

    Suggested designation

    A Rolled Surface

    B Direction of rolling

    C Rolled edge

    D Plannar edgeE Longitudinal section perpendicular

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    16/27

    Gambar 2.7  Metode menentukan lokasi pemotongan untuk menentukan

    area yang dimikrografi (ASTM Handbook E18, 2002).Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang

    digunakan, yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian,

     pemotongan abrasi (abrasive cutter ), gergaji kawat, dan EDM ( Electric Discharge

     Machining )yang bisa dilihat pada Tabel 2.4.

    Tabel 2.4. Macam-macam pisau pemotong material (ASTM E18, 2002)

    Hardness HV Materials abrasive BondBond

    Hardness

    Up to 300 non-ferrous (Al, Cu) SiC P or R Hard

    Up to 400 non-ferrous (Ti) SiC P or R med hard

    Up to 400 soft ferrous Al2O3  P or R Hard

    Up to 500 Medium soft ferrous Al2O3 P or R med hard

    Up to 600 Medium hard ferrous Al2O3  P or R Medium

    Up to 700 hard ferrous Al2O3

    P or

    R&R med soft

    Up to 800 very hard ferrous Al2O3 

    P or

    R&R Soft

    > 800 extremely hard ferrous CBN P or R Hard

    more brittle ceramics diamond P or R very hardtougher ceramics diamond M ext hard

    P –  phenolic R&R - resin and rubber

    R –  rubber M –  Metal

    Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi

    menjadi dua, yaitu:

     

    Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda

    to rolled surface

    F Transverse section

    G Radial longitudinal section

    H Tangential longitudinal section

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    17/27

      Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan diamond saw 

    b.  Mounting

    Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan

    akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan

    akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran logam

    tipis, potongan yang tipis dan lain-lain. Untuk memudahkan penanganannya, maka

    spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting ).

    Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah :

      Bersifat inert  (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)

      Sifat eksoterimis rendah

      Viskositas rendah

      Penyusutan linier rendah

      Sifat adesif baik

      Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel

      Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan

    yang terdapat pada sampel

      Khusus untuk etsa elektrolitik   dan pengujian SEM, bahan mounting harus

    kondusif

    Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis

    reagen etsa  yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material

     plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan

    hardener atau bakelit . Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan

    lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan

    tekanan.

    Penggunaan castable resin  lebih mudah dan alat yang digunakan lebih

    sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan.

     Namun bahan castable resin  ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak)

    sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang

     paling baik adalah menggunakan thermosetting resin  dengan menggunakan material

    bakelit . Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam.

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    18/27

     

    c.  Grinding (Pengamplasan)  

    Tabel 2.5. Ukuran grit amplas standart Eropa dan USA (ASTM E18, 2002).

    FEPA ANSI/CAMI

    Grit Number Size ( m)Grit

     Number

    Size

    ( m)

    P120 125.0 120 116.0

    P150 100.0 180 78.0

    P220 68.0 220 66.0

    P240 58.5 ….  …. 

    P280 52.2 240 51.8

    P320 46.2 ….  …. 

    P360 40.5 280 42,3

    P400 35.0 320 34.3

    P500 30.2 ….  …. 

    P600 25.8 360 27.3

    P800 21.8 400 22.1

    P1000 18.3 500 18.2

    P1200 15.3 600 14.5

    P1500 12.6 800 11.5

    P2000 10.3 1000 9.5

    P2500 8.4 1500 8.0

    not found in the FEPA granding system

    ANSI - Amirican National Standart institute

    CAMI - Coated abrasives manucfacturers institute

    FEPA - european federation of abrasive producers

    Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi memiliki

     permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar pengamatan

    struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas

    amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    19/27

    harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi

    (2000 mesh) bisa dilihat pada Tabel 2.5. Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung

     pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh

     pemotongan.

    Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air.

    Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang

    timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa

     pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan

     perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah

    sebelumnya.

    d. Polishing (Pemolesan )  

    Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan.Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan

    dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde

    0.01 μm. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus rata. Apabila

     permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan

    sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara

    acak oleh permukaan sampel.

    Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian

    dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan antara lain yaitu sebagai

     berikut :

    1.  Pemolesan elektrolit kimia

    Hubungan rapat arus dan tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material

    yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan

    hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada

    tegangan tinggi terjadi proses pemolesan.

    2. Pemolesan kimia mekanis

    Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan

    serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan

     pengetsa yang umum digunakan.

    3. Pemolesan elektro mekanis (Metode Reinacher) 

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    20/27

    Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring

     pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan

     perunggu.

    e.  Etching (Etsa)

    Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara

    selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik

    menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel, sehingga detil struktur yang

    akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, struktur

    mikro baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang tepat

    untuk memilih zat etsa yang tepat.

    1.  Etsa kimia

    Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia, lihat

    Tabel 2.6  dimana zat etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri

    sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang diamati.

    2.  Elektro etsa ( Etsa Elektrolitik )

    Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektroetsa. Cara ini

    dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu

     pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk  stainless steel   karena dengan

    etsa kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya.

    Tabel 2.6  Jenis-jenis Etsa kimia pada uji mikrografi material (ASTM Handbook E18,

    2002).

    6H HCL plus 2 glhexametylene tetamine

    immerse specimentin solution for 1 to 15 min. good forsteels.cleaning action can be enhanced by light brushing or by brief (5 s) periods in an ultrasonic cleaner

    3 mL HCLuse a fresh solution at room temperature. Use in an ultrasoniccleaner for about 30 s

    4 mL 2-Butyne-, 4 diolinhibitor

    50 mL water

    49 mL waterwash speciment in alcohol for 2 min in ultrasonic cleaner beforeand after a 2 min ultrasonic cleaning period with the inhibeted

    acid bath

    49 mL HCL2 mL Rodine -50

    Inhibitor

    6 g sodium cyanide electrolytic rust removal solution. Use under a hood with care.

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    21/27

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    22/27

     N – 2n-1 (2.1) Dimana N

    adalah jumlah butir per inch2  dengan perbesaran 100X. Metode ini cocok untuk

    sampel dengan butir beraturan.

    2.  Metode intercept

    Plastik transparan dengan grid (bergaris kotak-kotak) diletakkan di atas foto

    atau sampel. Kemudian dihitung semua butir yang berpotongan pada akhir garis

    dianggap setengah. Perhitungan dilakukan pada tiga daerah agar mewakili. Nilai

    diameter rata-rata ditentukan dengan membagi jumlah butir yang berpotongan

    dengan panjang garis. Metode ini cocok untuk butir yang tidak beraturan.

    3.  Metode Planimetri

    Metode ini menggunakan lingkaran yang umumnya memiliki 5000 mm2.

    Perbesaran. Sehingga ada sedikitnya 75 butir yang berada di dalam lingkaran.

    Kemudian hitung jumlah total semua butir dalam lingkaran ditambah setengah dari

     jumlah butir yang berpotongan dengan lingkaran.

    2.3.4 Pengujian Kekerasan Logam

    Kekerasan merupakan ketahanan suatu material terhadap penetrasi material

    lain. Pada umumnya kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi, dan untuk

    logam dengan sifat tersebut merupakan ketahanannya terhadap deformasi plastik atau

    deformasi permanen. Ada 2 (dua) tipe pengidentasian, yaitu statik dan dinamis. Test

    identasi statik yang umumnya dipakai merupakan pengidentasian yang dilakukan

     pada permukaan material dengan beban tertentu. Sedangkan test identasi dinamik

    meliputi beban bebas yang dijatuhkan yang memberikan impak terhadap material.

    Berikut ini metode-metode pengujian logam :

    a) 

    Metode Brinell

    Penetrator yang digunakan berupa bola baja yang dikeraskan dengan

    diameter 0,625 s/d 10 mm dan standard beban 0,97 s/d 3000 Kgf. Lama

     penekanan 10 s/d 30 detik. Bola harus berupa baja yang dikeraskan, ditemper,

    dan dengan kekerasan minimum 850 VPN.

    Kekerasan yang diberikan merupakan hasil bagi beban penekan dengan

    keras permukaan lekukan bekas penekanan dari bola baja yang ditunjukan pada

    Gambar 2.9.

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    23/27

     

      22 -2

    d  D D D

     F  HB

      (2.2)

    Dimana : HB = Nilai kekerasan Brinell

    F = Beban yang diterapkan (Kg)

    D = Diameter bola (mm)

    d = diameter (mm)

    Diameter lekukan diukur pada kaca pembesar dengan menggunakan mistar

    yang sesuai dengan pembesarannya. HB dilihat langsung dalam Tabel 2.7 yang

    tertera pada body preparat . Bola baja hanya digunakan untuk mengetes baja yang

    dikeraskan, besi tuang kelabu dan non logam.

    Tabel 2.7. Standar Uji Brinell (ASTM E-10,1990)

    Diameter Bola (mm) Beban ( kg ) Daerah Angka

    Kekerasan

    10 mm 3000 96 s/d 600

    10mm 1500 48 s/d 300

    10mm 500 16 s/d 100

    b)  Metode Rockwell

    Pengujian kekerasan Rockwell didasarkan pada kedalaman masuknya

     penekan benda uji. Nilai kekerasan dapat langsung dibaca setelah beban utama

    Gambar 2.9  Metode Brinell (Callister,2007).

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    24/27

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    25/27

    telah dikembangkan selama bertahun-tahun dimana indentor kecil ditekan ke permukaan

    material yang akan diuji, dengan beban terkontrol. Kedalaman atau ukuran yang

    dihasilkan indentasi diukur dan dikonversikan dengan angka kekerasan semakin besar dan

    dalam semakin rendah indeks kekerasannya. Tes Kekerasan lebih sering dilakukan

    daripada uji mekanis lainnya karena beberapa alasan yaitu (Calister, 2007) :

    1. 

    Tes kekerasan relatif sederhana dan murah, tidak ada spesimen khusus yang perlu

    disiapkan.

    2.  Tes ini tidak merusak spesimen terlalu berlebihan sperti retak atau patah, hanya sebuah

    cekungan kecil.

    3.  Sifat mekanik lain sering dapat diperkirakan dari data kekerasan,

    seperti kekuatan tarik.

    Terdapat tiga jenis umum mengenai ukuran kekerasan yang tergantung pada

    cara melakukan pengujian. Ketiga jenis tersebut adalah kekerasan goresan, kekerasan

    lekukan dan kekerasan pantulan (rewbound hardness). Akan tetapi pengujian yang sering

    dilakukan adalah pengujian penekanan. Pada pengujian penekanan terdapat beberapa alat

    uji yang dapat digunakan, antara lain alat uji  Brinell, Vickers, Rockwell dan 

    microhardness.

    c) 

    Metode Vickers

    Banyak masalah metalurgi yang membutuhkan penentuan kekerasan pada

     permukaan yang sangat kecil misalnya penentuan kekerasan pada permukaan

    terkarburasi, daerah sambungan, daerah difusi dua material yang berbeda dan penentuan

    kekerasan pada  part   jam tangan. Untuk pengujian spesimen-spesimen sangat kecil ini,

    mengunakan uji Vickers dan untuk prosedur pengujian menggunakan referensi ASTM E

    384.

    Pada metode ini, digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut

    136o, seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.10. Prinsip pengujian adalah sama dengan

    metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal.

    Beban yang digunakan biasanya 1 s/d 120 kg. Panjang diagonal diukur dengan skala

     pada mikroskop pengujur jejak. Untuk menghitung nilai kekerasan suatu material

    menggunakan rumus sebagai berikut:

    2

    21   D D D

       

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    26/27

     2

    854,1 D

     F  HVN    

    Dimana : F = Beban yang ditetapkan

    D = Panjang diagonal rata-rata

    D1  = Panjang diagonal 1

    D2  = Panjang diagonal 2

    D = Panjang diagonal rata-rata

    Gambar 2.10 Indentasi dengan metode Vickers (ASM Hand book, 2000)

  • 8/17/2019 Jtptunimus Gdl Dwioktaisn 7582 3 Babii

    27/27