Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
61
Journal of Politics and Policy Volume 3, Number 1, December 2020
Jokowi Effect Or Krisdayanti Effect? An Analysis Of The
Phenomenon Of Reverse Coattail Effect By Celebrity Politics In The
2019 Concurrent Election
Efek Jokowi Atau Efek Krisdayanti? Analisis Fenomena Efek Ekor
Jas Terbalik Oleh Pesohor Politik Dalam Pemilihan Umum
Serentak 2019
Talitha Zerlina Surya Dewaa, Wawan Sobari
b, Ibnu Asqori Pohan
c
abc Universitas Brawijaya
Kota Malang, Jawa Timur, Indonesia
Abstract Previous studies on the relationship between the electability of presidential and legislative
candidates in Indonesia followed the coattail effect theory. The decision to vote for
presidential candidate contributes to the decision to vote for a party or legislative candidate. Nonetheless, this theory is not entirely appropriate in explaining the electability of celebrity
legislator candidate in the 2019 Concurrent Election. The case study of elected celebrity
politics Krisdayanti in the constituency of East Java V (Malang Regency, Malang City, Batu City) in the 2019 Concurrent Election shows an opposite logic. The decision to vote for
Krisdayanti actually led to the decision to vote for the Candidate Pair Joko Widodo-Ma'ruf
Amin (Jokowi-Ma'ruf) or it shows the working of the reverse coattail effect theory. Krisdayanti operationally performed dual role as a celebrity politician and celebrity
endorser for Jokowi-Ma'ruf. Krisdayanti's electoral influence endorse constituents to vote
for Jokowi-Ma'ruf. If it is not used as the main consideration, the voters admit that
Krisdayanti's endorsement is able to strengthen their decision to vote for Jokowi-Ma'ruf. In other words, the operation of the reverse coattail effect theory shows the Krisdayanti effect
encourage and strengthen the decision to vote for Jokowi-Mar'ruf.
Keywords: the 2019 concurrent elections, krisdayanti, celebrity politics, reverse coattail
effect.
62
Abstrak Studi-studi sebelumnya tentang keterkaitan antara keterpilihan kandidat calon presiden dan
calon legislator di Indonesia mengikuti teori efek ekor jas (coattail effect). Intinya,
keputusan memilih calon presiden berkontribusi mendorong keputusan dalam memilih partai
atau calon anggota legislatif. Namun teori tersebut tidak sepenuhnya sesuai dalam menjelaskan keterpilihan pesohor kandidat legislator dalam Pemilihan Umum (pemilu)
Serentak 2019. Studi kasus keterpilihan pesohor politik Krisdayanti di Daerah Pemilihan
Jawa Timur V (Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu) dalam Pemilu Serentak 2019 menunjukkan logika sebaliknya. Keputusan memilih Krisdayanti justru mendorong
keputusan memilih Pasangan Kandidat Joko Widodo-Ma‟ruf Amin (Jokowi-Ma‟ruf) atau
menunjukkan bekerjanya teori reverse coattail effect (efek ekor jas terbalik). Dalam
praktiknya, Krisdayanti berperan ganda sebagai celebrity politician dan celebrity endorser Pasangan Kandidat Jokowi-Ma‟ruf dalam pemilu serentak 2019. Kontribusi pengaruh
elektoral Krisdayanti terhadap perolehan suara Pasangan Jokowi-Ma‟ruf didapat melalui
praktik endorsment terhadap pasangan Jokowi-Ma‟ruf. Para pemilih di Daerah Pemilihan Jawa Timur V mempertimbangkan endorsement Krisdayanti terhadap Pasangan Jokowi-
Amin untuk memutuskan memilih pasangan kandidat tersebut. Bila tidak dijadikan sebagai
pertimbangan utama, endorsment Krisdayanti diakui oleh pemilih mampu menguatkan pilihan mereka terhadap pasangan Jokowi- Ma‟ruf. Dengan kata lain, bekerjanya teori
reverse coattail effect menunjukan efek Krisdayanti mendorong dan menguatkan keputusan
memilih pasangan Jokowi-Mar‟ruf.
Kata Kunci: pemilu serentak 2019, krisdayanti, pesohor politik, efek ekor jas terbalik
PENDAHULUAN
Indonesianis asal Australia, Gregory Fealy (2014), mengemukakan bahwa
“Indonesian politics is increasingly driven by personalities than by party machines”.
Personal kandidat lebih berkontribusi daripada peran mesin partai politik. Salah satu
manifestasi menguatnya personalitas individu dalam politik Indonesia terlihat melalui
keterpilihan pesohor (selebritas) dalam pemilihan umum (pemilu). Sejak Pemilu 2004,
puluhan pesohor telah telah menduduki jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Merujuk hasil Pemilu 2004, terdapat 13 dari 48 partai politik (parpol) yang
menggandeng pesohor sebagai calon anggota DPR RI. Pada Pemilu 2009, 11 dari 38
partai peserta Pemilu melibatkan pesohor dalam kontestasi legislatif. Kemudian, pada
Pemilu 2014, terdapat 10 dari total 12 Partai yang mengajukan pesohor sebagai calon
legislator (Nurrochman 2018). Terakhir, pada pemilu serentak 2019, 10 parpol
mencalonkan pesohor sebagai anggota DPR RI dari total 16 partai nasional peserta
pemilu (Pasha 2019).
63
Tabel 1 Akumulasi Pencalonan Pesohor oleh Partai Politik
Tahun Pemilu Jumlah Partai
Nasional Peserta
Pemilu
Jumlah Partai yang
Menggandeng Pesohor
Sebagai Calon Anggota DPR RI
Persentase
2004 48 13 27 %
2009 38 11 29%
2014 12 10 83%
2019 16 10 62% Sumber: diolah oleh Penulis, (2019)
Meskipun mengalami pasang surut, jumlah pesohor yang menjadi calon
legislator dalam empat pemilu terakhir menunjukkan tren meningkat. Demikian pula
dengan angka keterpilihan mereka. Tabel 2 menunjukkan tren yang sama. Angka
keterpilihan pesohor meningkat dari 1,2 persen pada Pemilu 2004 menjadi 2,43 persen
pada 2019. Perbedaannya dengan pemilu sebelumnya, Pemilu 2019 kali pertama bagi
para pesohor berkompetisi dalam pemilu serentak. Pemilu legislatif yang diikuti para
pesohor itu dilaksanakan bersamaan dengan pemilu presiden.
Tabel 2. Akumulasi Keterpilihan Pesohor Dalam Pemilu
Tahun Jumlah
Pesohor yang
Mencalonkan diri
Jumlah
Pesohor
yang terpilih
Persentase* Jumlah
seluruh
Anggota DPR
Persentase**
2004 38 7 18% 550 1,20%
2009 61 19 31% 560 3,30%
2014 77 22 29% 560 3,92%
2019 91 14 15% 575 2,43% Sumber: diolah oleh penulis, (2019)
Keterangan:
Persentase*: Persentase pesohor yang terpilih sebagai Anggota DPR RI dari total keseluruhaan pesohor
yang terdaftar dalam DCT KPU
Persentase**: Persentase Pesohor yang terpilih sebagai anggota DPR RI dari total kursi di DPR
Dari 14 pesohor yang terpilih dalam Pemilu Serentak 2019, Rano Karno, Rieke
Diah Pitaloka, Rachel Maryam, Dede Yusuf dan Krisdayanti merupakan pesohor yang
memperoleh suara tertinggi nasional. Di antara lima pesohor tersebut, Krisdayanti
merupakan pesohor yang baru kali pertama terlibat dalam kontestasi pemilu. Diva
terkenal ini berhasil mendulang perolehan suara tertinggi di Dapil Jatim V yaitu
sejumlah 132.131 suara.
64
Gambar 1.
Perolehan suara Krisdayanti di Dapil Jatim V
Sumber:kpujatim.go.id (2019)
Walaupun besaran kuantitas pesohor di DPR RI tidak signifikan, John Street
memandang fenomena bergabungnya pesohor dalam institusi politik sebagai ekspresi
politik yang berimplikasi terhadap peningkatan prilaku demokratis (Wheeler 2012).
Celebrity politics adalah pesohor yang memiliki pengaruh dalam politik. Lebih
spesifik mengarah pada tindakan menggunakan popularitas sebagai platform untuk
mempengaruhi orang lain dalam ranah politik (Ribke 2015). Eric Louw berpandangan
bahwa “celebrity politics as the latest manifestation of the fame game” (dalam Ribke
2015). Logika yang digunakan Louw merujuk pada gagasan „makna poputaritas telah
mendistorsi debat rasional untuk menjual ide-ide maupun perspektif kepada publik‟.
Dalam menganalisis hubungan pesohor dan politik, John Street mereduksi
Tipology celebrity politics Darrell West dan John Orman menjadi 2 kategori, yaitu
celebrity politician dan celebrity endorser (Wheeler 2013). Celebrity politician
(pesohor politisi) ialah mereka yang terpilih atau dicalonkan dalam pemilu dan berlatar
belakang dari kalangan entertainment, industri pertunjukan, olahraga, dan menggunakan
popularitasnya untuk terpilih (Street 2004).
Sementara celebrity endorser (pesohor pendorong atau pendukung) adalah
pesohor yang berusaha mempengaruhi pelaksanaan kekuasaan politik melalui
popularitas dan status mereka (Marsh 2010). Melalui endorsment-nya pesohor
membentuk seorang kandidat yang ikut dalam pemilu direkognisi oleh publik
(Zudenkova 2011). Endorsment dari pesohor diyakini dapat memengaruhi sikap
memilih calon, persepsi terhadap kredibilitas calon, dan intensitas perilaku memilih
65
(Zudenkova 2011).
Dalam pelaksanaan Pemilu Serentak 2019, Krisdayanti menjalankan peran
ganda sebagai pesohor politisi sekaligus pesohor penyokong yang membantu
mengkampanyekan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) dalam
pemilu legislatif dan Pasangan Joko Widodo-Ma‟ruf Amin (Jokowi-Ma‟ruf) dalam
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pemilu Eksekutif). Peran Krisdayanti sebagai
pesohor penyokong inilah yang kemudian memberikan efek terhadap perolehan suara
parpol dan suara calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang
diasosiasikan oleh Krisdayanti (reverse coattail effect).
Hingga saat ini traditional coattail effect (efek ekor jas tradisional) masih
mendominasi literatur coattail effect. Sementara reverse coattail effect (efek ekor jas
terbalik) belum banyak di eksplorasi oleh para sarjana politik di seluruh dunia (Golder
2006), termasuk di Indonesia. Barry Ames ialah sarjana yang mempopulerkan istilah
reverse coattail effect. Ia menjelaskan bahwa efek ekor jas terbalik terjadi ketika
kandidat populer di tingkat bawah menopang kandidat partai mereka untuk level
pemerintahan yang lebih tinggi (Ames, 1994).
Ames (1994) menambahkan, calon presiden memiliki kesulitan untuk
menjangkau semua pemilihnya. Dengan ini, reverse coattails merupakan teknik
pemasaran modern untuk menjangkau pemilih secara langsung, melalui endorsment
yang dilakukan oleh kandidat legislatif dan partai pengusung di tingkat lokal
(Broockman 2009). Kandidat legislatif dan partai pengusung tingkat lokal memiliki
kekuatan untuk memobilisasi dan memengaruhi suara pemilih.
Sebagian besar literatur yang membahas pesohor politik masih menaruh perhatian
pada strategi kemenangan, perubahan habitus sebelum dan sesudah bergabungnya
pesohor ke dalam institusi politik, dan representasi kapabilitas. Kajian seputar pesohor
politik yang melihat peranan pesohor sebagai politician maupun endorser, yang
dijalankan secara terpisah maupun bersamaan jarang dieksplorasi. Hal ini tidak jauh
berbeda dengan kajian coattail effect yang juga masih didominasi coattail effect
traditional yang melihat efek kontaminasi kandidat presiden terhadap konfigurasi suara
partai di parlemen. Kajian yang membahas seputar praktik reverse coattail effect masih
sulit ditemukan, apalagi dalam konteks Pemilu Serentak. Inilah yang kemudian menjadi
celah akademik yang berusaha diisi oleh studi ini.
Lebih spesifik melalui paradigma penelitian konstruktivis, studi ini bertujuan
untuk memperluas kajian celebrity politics dengan mengkaji peran ganda Krisdayanti
66
sebagai celebrity politician dan celebrity endorser. Lebih lanjut studi ini
mengeksplorasi konsep dan praktik reverse coattail effect yang terjadi pada Pemilu
Serentak 2019. Penelitian ini secara operasional lebih spesifik menelaah bagaimana
hubungan kekuatan elektoral Krisdayanti terhadap konfigurasi suara PDI-Perjuangan
dan pasangan Jokowi-Ma‟ruf.
METODE
Studi ini menggunakan paradigm post-positivist dengan data kualitatif sebagai
cara berfikir, analisis dan eksplorasi peran celebrity politics serta praktik reverse
coattail effect yang berlangsung dalam Pemilu Serentak 2019. Argumentasi utama
pilihan paradigma ini berdasarkan pada alasan ontologis, justifikasi epistimologis,
argumen aksiologis, dan argumen retoris, serta pertimbangan metodologis yang tepat
(Creswell 2007).
Guna mencapai tujuan tersebut, secara oprasional riset ini menggunakan studi
kasus sebagai metode penelitian. Alasan esensial mengaplikasikan metode studi kasus
karena penelitian ini melakukan “eksplorasi suatu kajian, aktivitas dan proses satu atau
lebih individu” (Stake dalam Creswell 2007). Eksplorasi penting untuk mengetahui
bagaimana peran Krisdayanti sebagai pesohor politisi dan pesohor penyokong, serta
praktik ekor jas terbalik yang muncul sebagai efek kontaminasi dalam Pemilu Serentak
2019.
Relevan dengan metode penelitian yang dipilih, studi ini menggunakan
wawancara dan observasi untuk menganalisis bagaimana peran ganda Krisdayanti serta
praktik reverse coattail effect pada Pemilu Serentak 2019, khususnya di Daerah
Pemilihan (Dapil) Krisdayanti atau Dapil Jawa Timur V (Kota Malang, Kabupaten
Malang, dan Kota Batu).
Lebih spesifik lokasi penelitian yang dipilih adalah wilayah di Dapil Jatim V
yang menjadi lumbung suara Krisdayanti. Pertama, lumbung suara Krisdayanti di Kota
Malang, terletak di Kecamatan Sukun, Kelurahan Bandungrejosari, tepatnya di TPS 16
(RW 2). Kedua, perolehan suara Krisdayanti terbesar di Kabupaten Malang, terletak di
Kecamatan Dampit, Desa Pamotan, tepatnya di TPS 50 (Dusun Dawuhan). Ketiga,
persentase perolehan suara tertinggi Krisdayanti di Kota Batu, terletak di Kecamatan
Batu, Kelurahan Sisir tepatnya di TPS 9 (Jalan Kapten Ibnu).
Selanjutnya, data digali dari nasumber yang memiliki pengetahuan dan/atau
pengalaman langsung yaitu, Krisdayanti sebagai aktor utama yang menjalankan peran
67
sebagai pesohor politisi dan pesohor penyokong dalam Pemilu Serentak 2019. Selain
itu, studi ini mewawancarai Ketua Tim Krisdayanti, Anggota Tim Pemenangan
Krisdayanti, dan pemilih Dapil Jatim V (Kota Malang, Kabupeten Malang, dan Kota
Batu).
Pemilih ditentukan berdasarkan kriteria „informan‟ sebagai sumber bukti yang
didapat dari wawancara (Yin 2003). Informan yang diwawancarai adalah pemilih Dapil
Jatim V yang memilih Krisdayanti sekaligus pasangan Jokowi-Ma‟ruf dalam Pemilu
Serentak 2019. Informan juga merupakan pemilih Dapil Jatim V yang kediamannya
dikunjungi langsung oleh Krisdayanti saat proses Kampanye dan bisa membantu
mengakses informan lainnya (snow ball). Terdapat 26 pemilih Dapil Jatim V di
KabupatenMalang, Kota Malang, dan Kota Batu yang menjadi informan. Akumulasi
keseluruhan informan dalam penelitian ini berjumlah 32 orang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Krisdayanti Sebagai Pesohor Politik (celebrity politics)
Boorstin (1983) berpandangan bahwa „pesohor adalah orang yang dikenal luas
karena keterkenalannya‟. Argumen Boorstin ini relevan dengan temuan studi ini.
Dalam pencalonannya sebagai anggota DPR RI tidak sukar bagi masyarakat Dapil Jatim
V untuk mengetahui atau mengenal figur Krisdayanti. Hal ini berkenaan dengan label
Diva Pop Indonesia yang melekat padanya.
Laporan Hasil Survey Perilaku Memilih Masyarakat Dapil V Jawa Timur pada
Pemilu Legislatif 2019 yang dilakukan PuSDeHAM Surabaya (28 September- 8
Oktober 2018) (setelah pengumuman Daftar Calon Tetap) menunjukkan popularitas
Krisdayanti menempati posisi tertinggi di antara Calon Anggota DPR RI lainnya.
Gambar 2 menunjukkan popularitas Krisdayanti. Sebanyak 89 persen pemilih Dapil
Jatim V yang menjadi responden dalam survei tersebut mengetahui/mengenal
Krisdayanti. Rekognisi terhadap Krisdayanti bahkan mengungguli para caleg petahana,
seperti Ahmad Basarah (PDIP), Latifah Shohib (PKB), Ridwan Hisyam (Golkar), dan
Kresna Dewanata P (Nasdem).
68
Gambar 2. Popularitas Caleg DPR RI Dapil Jawa Timur V
Sehubungan dengan popularitas, Mills (dalam Ribke 2015) menyebutkan bahwa
pesohor tidak memiliki otonomi dan kekuatan yang efektif, mereka menempati posisi
istimewa karena popularitasnya. Hal ini diakui oleh Ketua Tim Pemenangan
Krisdayanti,
“Ada 3 (tiga) poin yang menentukan kemenangan Ibu
Krisdayanti (KD). Satu, soal popularitas dia. Dari 100
orang yang disurvei, hanya 8 orang yang menyatakan tidak
kenal KD. Yang kedua, adalah Tim, dan tiga adalah
dukungan dari suaminya. Tiga poin ini yang menentukan”
(Wawancara, 12 Desember 2019).
Apa yang disampaikan oleh Ketua Tim Pemenangan Krisdayanti tersebut dibenarkan
langsung oleh Krisdayanti melalui pernyataannya ketika ditanya prihal faktor yang
mendeterminasi keterpilihannya sebagai Anggota DPR RI;
“Ya mungkin selain dikenal, saya turun langsung ke rakyat,
saya mendatangi hampir lebih 500 titik. Ini dasar
pemikiran suami saya, secara strategi dan juga dukungan
moril materil semuanya saya dapatkan dari beliau, baik
arahan maupun bimbingan. Sempat juga drop karena
memang kita tahu di atas-atas kita banyak incumbent. Tapi
Alhamdulillah, berkat ketekunan dan juga kerja keras
seluruh tim dan relawan saya terpilih” (Wawancara, 13
Januari 2020).
Sumber: Laporan Survei Perilaku Memilih Masyarakat Dapil V Jawa Timur pada Pemilu Legislatif 2019, oleh
Pusat Studi Demokrasi dan HAM (PuSDeHAM) Surabaya (2018)
69
Pernyataan Krisdayanti dan Ketua Tim Pemenangannya tersebut secara tidak
langsung memperluas pandangan Mills (dalam Ribke 2015). Popularitas bukan satu-
satunya faktor penentu keberhasilan Krisdayanti dalam menempati posisi sebagai
legislator saat ini. Terdapat dua faktor lain yang berkontribusi atas keterpilihan
Krisdayanti, yaitu kontribusi langsung dari suaminya dan peran tim
pemenangan/relawan.
Salah satu anggota tim pemenangan Krisdayanti mengungkapkan bahwa Suami
Krisdayanti, Raul Lemos memiliki peranan besar dalam penyusunan gagasan hingga
strategi pemenangan Krisdayanti. Salah satu contohnya jargon “Perempuan Kuat,
Indonesia Hebat” yang diusung Krisdayanti digagas langsung oleh Raul Lemos. Tidak
hanya itu Raul juga senantiasa setia menemani Krisdayanti dalam setiap kunjungan
kampanye (Wawancara, 11 Januari 2020). Kemudian, keterpilihan Krisdayanti juga
ditopang oleh kerja keras tim serta relawan yang membantu proses pemenangannya.
Mengacu pada pemaknaan celebrity politics menurut Eric Louw, „celebrity
politics mendistorsi debat rasional untuk menjual ide-ide dan perspektif kepada pemilih‟
kontekstual dengan jawaban yang diberikan pemilih Dapil Jatim V; “Diluar dia
membawa misi apa, yang saya tau dia terkenal, menarik, cantik, ya gitu aja”
(Wawancara, 25 November 2019).
Pemilih tidak menjadikan gagasan/ide yang diusung Krisdayanti sebagai
pertimbangan dalam menentukan pilihannya. Kapasitas Krisdayanti pun menjadi salah
satu aspek yang luput dari pertimbangan pemilih.
Berikut jawaban pemilih Dapil Jatim V ketika ditanya terkait alasan memilih
Krisdayanti;
“Ngefans mbak sama Krisdayanti, sebagai orang yang suka ngeliat di Tv yoo jadi
alasan mabak” (Wawancara, 25 November 2019).
“Iya mbak, saya milih dia karena dia seorang penyanyi, orangnya ramah, ngerti
rakyat kecil” (Wawancara, 26 November 2019).
“Ya dari dulu saya seneng Krisdayanti mbak, mulai dia jadi penyanyi di Jakarta”
(Wawancara, 27 November 2019).
“Karena memang dee‟ (dia) artis semua orang sudah tau. „wes artis langsung coblos
ae‟ (karena artis langsung coblos saja)” (Wawancara, 26 November 2019).
70
B. Krisdayanti Sebagai Pesohor Politisi (Celebrity Politician)
Street (2004) mengemukakan bahwa untuk memperoleh kekuasaan, celebrity
politician cenderung mengkapitalisasi posisi mereka sebagai publik figur yang populer.
Melalui pandangannya ini, Street secara implisit menyampaikan popularitas saja tidak
cukup untuk menunjang keterpilihan pesohor. Namun lebih jauh popularitas harus
diimbangi dengan kemampuan mengkapitalisasikannya. Ini mengungkap bahwa tidak
semua pesohor yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI pada Pemilu Serentak
2019 memiliki kemampuan untuk mengkapitalisasi modal popularitas yang dimilikinya
(91 pesohor). Hanya terdapat 15 persen atau setara dengan 14 orang pesohor yang
mampu terpilih untuk menduduki kursi DPR RI.
Kemampuan Krisdayanti dalam mengkapitalisasikan popularitas yang
dimilikinya ini dimanifestasikan dalam starategi kampanye. Studi ini
mengklasifikasikan strategi kampanye Krisdayanti menjadi empat yaitu; segmentasi
masa, lokasi kunjungan, pendekatan/metode kampanye, dan kemampuan menempatkan
diri.
Pertama, segmentasi masa. Secara spesifik Krisdayanti menetapkan perempuan
(ibu- ibu) sebagai segmentasi utama dalam kampanyenya. Ketua Tim Pemenangan
Krisdayanti menyebutkan; “Segmentasi utama kita ibu-ibu, karena tagline-nya
„Perempuan Kuat, Indonesia Hebat‟” (Wawancara, 12 Desember 2019). Melalui Jargon
“Perempuan Kuat, Indonesia Hebat” yang digagas oleh suaminya, Krisdayanti berhasil
membangkitkan semangat perempuan (ibu-ibu) untuk menjadi pelopor pemenangannya.
Ketua Tim Pemenangan menyampaikan:
“KD terpilih karena mayoritas hampir 100 persen timnya
(relawan) itu ibu- ibu. Ternyata perempuan, ibu- ibu dalam
politik itu sesuatu yang hebat sekali. Dan kita sudah
buktikan di Krisdayanti. Jadi Perempuan Kuat Indonesia
Hebat, ini fakta di Ibu Krisdayanti” (Wawancara, 12
Desember 2019).
Kedua, lokasi kunjungan. Selama proses kampanye, terdapat 500 titik
kunjungan yang didatangi langsung oleh Krisdayanti. Adapun lokasi yang menjadi
tempat kunjungan kampanye adalah rumah pemilih Dapil Jatim V yang dirasa tidak
diperhitungkan di wilayah tempat tinggalnya. Anggota tim pemenangan Krisdayanti
menyampaikan “Kita sadar bahwa KD itu populer, caranya gimana, ya sudah jemput
bola aja, dateng ke rumah-rumah yang mungkin sekiranya nggak dianggep sama desa
itu (Wawancara, 07 November 2019). Tim pemenangan tidak menjadikan kepala desa
71
sebagai perantara untuk bertemu warga, karena dinilai lebih efektif bertatap muka
langsung dengan warga.
Ketiga, pendekatan/metode kampanye. Popularitas yang melekat pada
Krisdayanti menginspirasi tim pemenangan untuk mengadopsi pendekatan yang
menonjolkan sisi keartisan Krisdayanti, namun tetap menyesuaikannya dengan konteks
pencalonan Krisdayanti sebagai Anggota DPR RI. Tim pemenangan menyampaikan:
“Karena dia pesohor yang jadi politisi ada memang
konsepan yang kita susupi misalnya, contoh gimana sih
biar keliatan politisinya, oke kita ngomong nasionalisme.
Gimana kalo di setiap titik nggak cuman nyanyi, gimana
kalo kita ngomong menghafal pancasila, dan menyanyikan
lagu Indonesia Raya atau lagu nasional lain” (Wawancara,
07 November 2019).
Pernyataan tim pemenangan Krisdayanti ini dikonfirmasi oleh Krisdayanti:
“Jadi dengan hadiah selfie, kemudian kita bacakan
Pancasila untuk menanamkan cinta tanah air dan bangsa,
trus kita nyanyi bareng. Jadi saya bawa toa kemana- mana.
Sambil bawa speaker kemana-mana, saya nyanyi gratis
dan itu cara yang paling sederhana dan alhamdulillah
punya impact yang luar biasa untuk semua konstituen”
(dikutip dari Mata Najwa, 2019).
Keempat, kemampuan menempatkan diri. “Ada identitas Ibu Krisdayanti yang
tidak ditahu orang. Kultur Jawa-nya sangat agung sekali menurut saya” (Wawancara
Tim Pemenangan, 12 Desember 2019). Selain berkunjung ke Desa dan Dusun yang
terdapat di Malang Raya, diketahui bahwa Krisdayanti juga memiliki kecerdasan sosial
yang baik. Hal ini terlihat melalui kemampuannya dalam menempatkan diri. Contoh
sederhanya, ketika melakukan kunjungan kampanye, Krisdayanti bersikap ramah dan
santun dan tak jarang ia juga menggunakan bahasa Jawa untuk mencairkan sekat dalam
proses interaksinya dengan masyarakat Dapil Jatim V.
Kemudian, dalam menganalisis peran Krisdayanti sebagai pesohor politisi, studi
ini menggunakan Karakteristik Peran Celebrity politician Marsh, Hart dan Tindall
(2010), yang diturunkan dalam empat unsur yaitu fondasi, nature dari kepemimpinan,
hubungan dengan lembaga politik, dan modal kepemimpinan.
72
Tabel 3. Krisdayanti Sebagai Celebrity Politician
Unsur
Krisdayanti Sebagai Celebrity Politician
Fondasi Krisdayanti yang sudah memulai karirnya sebagai seorang penyanyi
sejak usia 12 tahun, berusaha mencari jabatan di institusi politik, dengan mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI dalam Pemilu
Serentak 2019
Nature dari
kepemimpinan
Dengan keterpilihannya, Krisdayanti menempati posisi sebagai
Anggota Komisi IX DPR RI.
Hubungan dengan
lembaga politik
Dengan sifat formal, melekat dan mendukung sistem, Krisdayanti
menerima tawaran PDI- Perjuangan untuk bergabung menjadi bagian
partai. Kemudian ia mengikuti kompetisi elektoral dan bersaing dengan 7.968 Caleg DPR RI untuk mengisi satu diantara 575 kursi. Atau lebih
spesifik, Krisdayanti berkompetisi dengan 115 Caleg di Dapil Jatim V
untuk mengisi 8 kursi yang tersedia.
Modal
Kepemimpinan
Sebagai figur terkenal dari luar politik ini kali pertama bagi Krisdayanti untuk mengikuti kontestasi elektoral dan kemudian
berhasil terpilih dengan perolehan suara terbesar di Dapilnya.
Berdasarkan keempat unsur tersebut Krisdayanti dapat diidentifikasi sebagai pesohor
politisi (celebrity politician), yang mencari jabatan politik untuk menempati posisi
kepemimpinan formal di DPR RI melalui kompetisi elektoral pada Pemilu Serentak
2019.
C. Krisdayanti Sebagai Pesohor Penyokong (Celebrity Endorser)
Selain berperan sebagai celebrity politician, Krisdayanti juga memiliki peran
ganda sebagai celebrity endorser yang berusaha memengaruhi pemilih dengan
popularitas dan status yang melekat padanya. Dalam Pemilu Serentak 2019 Krisdayanti
turut serta dalam mengkampanyekan PDI-Perjuangan (PDI-P) dan Pasangan Jokowi-
Ma‟ruf. “Iya betul KD memang tugasnya double, dia juga bantu menangin
(memenangkan) suara PDI dan Jokowi juga (Wawancara Tim Pemenangan, 07
November 2019).
Bahkan melalui keterlibatannya sebagai bagian dari Tim Pemenangan Nasional
(TKN), Krisdayanti tidak hanya mengkampanyekan PDI-Perjuangan serta Pasangan
Jokowi-Ma‟ruf di Daerah Pemilihannya saja (Dapil Jatim V), namun juga di berbagai
daerah lain di Indonesia.
Sama halnya dengan celebrity politician, dalam menganalisis peran Krisdayanti
sebagai endorser, studi ini juga menggunakan Karakteristik peran celebrity endorser
yang diadopsi dari Marsh, „t Hart dan Tindall (2010).
Sumber: Dari berbagai media, diolah (2020)
73
Tabel 4. Krisdayanti Sebagai Celebrity Endorser
Unsur
Krisdayanti Sebagai Celebrity Endorser
Fondasi Sebagai seorang pesohor yang digandrungi Krisdayanti memberikan
bantuan berupa dukungan publik untuk PDI- Perjuangan dan Pasangan Jokowi- Ma‟ruf Amin.
Nature dari
kepemimpinan
Momentum Pimilu Serentak 2019, dimanfaatkan Krisdayanti sebagai
sarana untuk mempengaruhi prilaku penggemar di arena politik.
Hubungan dengan
lembaga politik
Krisdayanti berusaha memobilisasi dukungan pemilih untuk PDI- Perjuangan dan Pasangan Jokowi- Ma‟ruf Amin melalui endorsment
yang dilakukannya.
Modal Kepemimpinan Dikenal luas dengan sebutan Diva Indonesia, Krisdayanti memiliki
akses terhadap publik khususnya Pemilih Dapil Jatim V. Sumber: diolah (2020)
Melalui keempat unsur tersebut Krisdayanti dapat diidentifikasi sebagai celebrity
endorser. Kemudian, dalam upaya menggambarkan secara spesifik bagaimana peran
Krisdayanti sebagai celebrity endorser, studi ini mengelaborasi bagaimana endorsement
Krisdayanti terhadap PDI-Perjuangan dan Pasangan Jokowi-Ma‟ruf.
D. Krisdayanti sebagai endorser PDI-Perjuangan
Ketua umum PDI-Perjuangan, Megawati Soekarnoputri menyampaikan pesan
perjuangan kepada seluruh kader partainya; “Seorang kader seharusnya selalu mengabdi
dan berjuang buat kebesaran partainya! Bukan sebaliknya! Bergantung dan mencari
makan pada partainya! CAMKAN!”. Melalui seruan perjuangan ini kader PDI-
Perjuangan dituntut berjuangan dan mengabdi untuk kebesaran partainya. Salah satu
manifestasi dari perjuangan dan pengabdian yang telah dilakukan Krisdayanti ialah
dengan konsistensinya dalam mempromosikan partai berlogo banteng ini disetiap
kunjungan kampanyenya.
Berbeda dengan kader lainnya, PDI- Perjuangan kerap kali melibatkan
Krisdayanti dalam setiap kegiatan partai sebagai pengisi acara (menyanyi). Selain itu,
Krisdayanti menjadi brand Ambassador atribut PDI-P pada Pemilu Serentak 2019.
Inilah yang kemudian menjadikan endorsment Krisdayanti istimewa. Sementara itu,
sebagai salah satu ikon partai, Krisdayanti lebih dominan dalam mempromosikan PDI-P
dibandingkan dengan 11 (sebelas) pesohor lain yang diusung oleh PDI-P.
74
E. Krisdayanti Sebagai Endorser Pasangan Jokowi-Ma’ruf
Dalam wawancara langsung, Krisdayanti menjawab lugas ketika ditanya perihal
endorsment yang dilakukannya terhadap pasangan Joko Widodo-Ma‟ruf Amin, “Iya,
saya juga mendorong kemenangan pak Jokowi, Partai dan juga saya sendiri
(Wawancara, 13 Januari 2020). Dengan pernyataan senada Ketua Tim Pemenangan
Krisdayanti menguatkan:
“Karena Krisdayanti juga bertugas untuk itu. Di 500 titik
Kunjungannya KD juga mengkampanyekan Jokowi. KD
berkontribusi besar terhadap kemenangan Jokowi. Bahkan
ibu Krisdayanti bukan hanya di Dapilnya, dia juga
dipanggil di Provinsi lain untuk kampanye Jokowi. Karena
dia juga bagian dari Tim Kampanye Nasional Jokowi. Dia
sampaikan ke bawah, „ibu- ibu, ini Jokowi ayo kita pilih
dua kali dia orang baik, kalo ada yang lebih baik nggak
papa pilih yang lain, tapi kan dia baik. Jokowi dengan
pengalamannya sangat lengkap ibu- ibu” (Wawancara, 12
Desember 2019).
Pernyataan Ketua Tim Pemenangan Krisdayanti memberikan gambaran
bagaimana Krisdayanti mempersuasi pemilih Dapil Jatim V untuk memberikan
suaranya kepada pasangan Jokowi-Ma‟ruf. Dengan mengkampanyekan Pasangan
Jokowi-Ma‟ruf, Krisdayanti berperan membentuk bagaiman pasangan Capres dan
Cawapres ini dilihat oleh publik.
Endorsment Krisdayanti terhadap Jokowi-Ma‟ruf dijadikan pemilih sebagai
pertimbangan untuk memilih Pasangan Jokowi-Ma‟ruf. Studi ini juga menunjukan
ketika tidak dijadikan pertimbangan utama, endorsment tersebut diakui oleh pemilih
mampu menguatkan pilihan mereka terhadap pasangan Jokowi-Ma‟ruf.
Berikut jawaban Pemilih Dapil V Jatim di Kota Malang, ketika ditanya „apakah
endorsment yang dilakukan Krisdayanti menjadi pertimbangan dalam memilih
pasangan Jokowi-Ma‟ruf Amin?‟;
“Kalo pertimbangan utama sih ndak, tapi menguatkan pilihan yoo iya”
(Wawancara, 25 November 2019).
“Karena kita basisnya Banteng jadi milih Jokowi, cuman karena Krisdayanti
ngajak milih Jokowi, yoo makin yakin” (Wawancara 25 November 2019).
“Yo podo- podo merah yo mendukung satu sama lain mbak, milih Krisdayanti, yoo
milih Jokowi” (Wawancara 25 November 2019).
Berbeda dengan Kota Malang, berikut jawaban Pemilih Dapil Jatim V di
Kabupaten Malang ketika ditanya dengan pertanyaan yang sama;
“Krisdayanti mengkampanyekan Jokowi meyakinkan masyarakat. Disini juga
75
mutlak sekali suara pak Jokowi. Mutlak sekali, dikuatkan Krisdayanti wajah sudah
populer” (Wawancara 26 November 2019).
“Bu Kris yo bilang „Presiden nomor satu DPR nomor dua‟. Bu Kris menang, Pak
Jokowi menang, jagoku menang. Alhamdulillah wes” (Wawancara 226 November
2019).
“Kan Krisdayanti aja memberikan dukungan ke bapak Jokowi ya saya juga. Juga
kan pak Jokowi sudah 5 tahun kemaren ya mending diselesaikan daripada mulai
lagi dari nol” (Wawancara 26 November 2019).
“Itu memang sudah satu paket” (Wawancara 26 November 2019).
“Pertimbangan kesatu karena Krisdayanti, kedua pak Jokowi memilikirkan rakyat
yang tidak mampu seperti saya. Kalo saya itu di dalam doa mendoakan Krisdayanti
mendoakan bapak Jokowi” (Wawancara 26 November 2019).
Jawaban variatif pemilih Dapil Jatim V di Kabupaten Malang tersebut, juga
diperoleh di Kota Batu
“Itu jadi pertimbangan, karena warga yang milih Krisdayanti di sini bisa
dipastikan juga milih Jokowi” (Wawancara 27 November 2019).
“Krisdayanti dukung Jokowi yo awak‟e dewe melu. (Krisdayanti dukung Jokowi ya
kita ikut)” (Wawancara 27 November 2019).
“Salah satunya itu iya, tapi kan sebelum tau Krisdayanti mencalonkan saya sudah
punya simpati dengan Jokowi apalagi ditambah Krisdayanti milih Jokowi. Jadi ya
pilihan saya itu” (Wawancara 27 November 2019).
Dari pernyataan pemilih Dapil Jatim V di Malang Raya tersebut tergambarkan
bagaimana praktik reverse coattail effect bekerja. Pertama, keputusan memilih calon
presiden karena didorong oleh keputusan memilih Krisdayanti. Kedua, sosok
Krisdayanti menguatkan pilihan terhadap calon presiden. Ketiga, sosok Krisdayanti
menguatkan identifikasi partai terhadap PDI-P dan calon presiden. Keempat, keputusan
memilih Krisdayanti diikuti keputusan memilih Jokowi.
F. Kontribusi Kekuatan Elektoral Krisdayanti Terhadap Perolehan Suara PDI-
Perjuangan
Berdasarkan hasil perhitungan resmi Komisi Pemilihan Umum Republik
Indonesia, PDI-Perjuangan memperoleh suara tertinggi sebanyak 27,5 juta suara atau
setara 128 Kursi di DPR RI periode 2019-2024. Capaian ini Konsisten hingga ke tingkat
Provinsi, salah satunya Jawa Timur. Hasil rekapitulasi suara partai dan Caleg di seluruh
Dapil di Jawa Timur, menempatkan PDI- Perjuangan di urutan pertama dengan
perolehan suara 4.319.666 (Andayani 2019). Melalui metode konversi suara Sainte
Lague, terdapat 20 kader PDI-P di Jawa Timur yang berhasil melenggang ke Senayan.
Di Jawa Timur, dari total keseluruhan 11 Dapil suara tertinggi Caleg PDI-
Perjuangan tersebar di empat daerah pemilihan yaitu Dapil Jatim 1 (Puti Guntur
76
Soekarno), Dapil Jatim V (Krisdayanti), Dapil Jatim VI (Guruh Soekarno Putra), dan
Dapil Jatim VII (Ine Ammania). Inilah yang kemudian menjadi prestasi bagi
Krisdayanti. Raihan suaranya hampir mengimbangi suara Calon Wagub Puti Guntur
Soekarno dan mengungguli suara Caleg PDI-P dengan nama besar lain, seperti
Bambang DH (Ketua DPP PDI-P Bidang Pemenangan Pemilu (Bappilu), Wakil MPR
RI sekaligus Wasekjen DPP PDI- Perjuangan Ahmad Basarah, Arteria Dahlan (Caleg
Petahana), hingga Johan Budi Sapto (Jubir Istana Kepresidenan) (Koloway 2019).
Gambar 3. Rekapitulasi Suara Partai PDI-Perjuangan di Dapil Jatim V
Akumulasi 132.131 perolehan suara Krisdayanti setara dengan 23,58 persen
raihan suara PDI-P di Dapil Jatim V. Fakta inilah yang mengafirmasi teori Ames (1994)
tentang reverse coattail effect (efek ekor jas terbalik). Sebagai kandidat populer, secara
tidak langsung Krisdayanti memberikan efek kontaminasi terhadap Perolehan suara
PDI-P dan Pasangan Jokowi-Ma‟ruf. Efek kontaminasi tersebut merupakan output dari
endorsment yang dilakukan oleh Krisdayanti dalam setiap kampanyenya, utamanya di
Dapil Jatim V.
Sumber:dikutip dari laman kpujatim.go.id, 2019
77
G. Kontribusi Kekuatan Elektoral Krisdayanti Terhadap Perolehan Suara
Pasangan Jokowi-Ma’ruf
Dalam konteks Indonesia, Pyne dkk (2002), Triono (2017), dan Solihah (2018)
meyakini skema pemilu serentak memungkinkan terjadinya coattail effect. Preferensi
calon Presiden memengaruhi keterpilihan anggota legislatif partai koalisi. Akan tetapi
dalam praktiknya, teori ini tidak bekerja. Sebaliknya, studi ini menunjukan secara
spesifik bagaimana reverse coattail effect dari pesohor calon anggota legislatif
mendorong keputusan memilih calon presiden dalam Pemilu Serentak 2019.
Pada Pemilu Serentak 2019 Krisdayanti turut serta berjuang untuk kemenangan
pasangan Jokowi-Ma‟ruf melalui endorsment yang dilakukannya, baik di dapilnya
maupun di dapil lain di Indonesia. Krisdayanti juga secara intensif mempromosikan
Capres Petahana tersebut melalui akun media sosialnya. Dengan kata lain Krisdayanti
turut berkontribusi terhadap kemenangan Jokowi sebagai kandidat Presiden yang
diusung oleh partai yang sama atau mencalonkan Krisdayanti. Krisdayanti memiliki
kekuatan untuk mempersuasi pemilih untuk secara bersamaan memilih dirinya dan
Capres Jokowi.
Strategi operation reverse coattail yang digencarkan dapat diidentifikasi sebagai
salah satu faktor pendorong kemenangan Jokowi-Ma‟ruf dalam Pemilu Serentak 2019.
Selain jawaban langsung dari informan, data perolehan suara Jokowi-Ma‟ruf di tingkat
wilayah (Dapil Jatim V) memperlihatkan adanya kesesuian dengan perolehan suara
Krisdayanti.
Di Kota Malang perolehan suara terbesar Krisdayanti dan pasangan Jokowi-
Ma‟ruf terdapat di Kecamatan Sukun. Perolehan suara Krisdayanti sebesar 8.514 suara
berkontribusi terhadap perolehan suara pasangan Jokowi-Ma‟ruf sebanyak 86.150
suara. Hal serupa juga terjadi Kota Batu. Perolehan suara terbesar keduanya terletak di
Kecamatan Batu. Perolehan suara Krisdayanti sebesar 7.017 suara berkontribusi atas
perolehan suara Pasangan Jokowi-Ma‟ruf sejumlah 44.949 suara.
Berbeda dengan dua wilayah di Malang Raya lainnya, di Kabupaten Malang
perolehan suara Krisdayanti dan pasangan nomor urut 1 Jokowi-Ma‟ruf terletak di
wilayah yang berbeda. Suara Krisdayanti terbesar diperoleh di Kecamatan Dampit
(6.284 suara), sedangkan raihan suara terbesar Pasangan Jokowi-Ma‟ruf di Kecamatan
Singosari. Walaupun demikian perolehan suara Pasangan Jokowi-Ma‟ruf di Dampit
(61.334 suara) tetap terbilang besar karena menempati posisi ketiga setelah perolehan
suara di Kecamatan Singosari dan Pakis.
78
KESIMPULAN
Studi ini menyimpulkan empat poin kesimpulan. Sebagai celebrity politics,
popularitas Krisdayanti tidak menjadi satu-satunya faktor penentu keberhasilannya
terpilih menjadi anggota DPR RI. Terdapat dua faktor lain yang turut berkontribusi,
yaitu kontribusi langsung dari suaminya dan kerja keras tim pemenangan dan/relawan
relawan yang membantu proses pemenangannya.
Kedua, Krisdayanti miliki peran ganda sebagai celebrity politician sekaligus
celebrity endorser dalam pelaksanaan pemilu serentak 2019. Sebagai celebrity
politician, Krisdayanti tidak hanya terkenal, namun lebih dari itu Krisdayanti juga
memiliki kemampuan untuk mengkapitalisasi modal popularitas yang dimilikinya. Hal
ini termanifestasi dalam stategi kampanye yang digunakan olehnya. Sebagai celebrity
endorser PDI-P dan pasangan Jokowi-Ma‟ruf dalam Pemilu Serentak 2019, Krisdayanti
turut serta dalam mengkampanyekan PDI-Perjuangan dan Pasangan Jokowi-Ma‟ruf.
Bahkan melalui keterlibatannya sebagai bagian dari Tim Pemenangan Nasional (TKN),
Krisdayanti tidak hanya mengkampanyekan PDI-P dan pasangan Jokowi-Ma‟ruf di
dapilnya saja (Dapil Jatim V), namun juga berkampanye di berbagai daerah lain di
Indonesia.
Ketiga, kontribusi kekuatan elektoral Krisdayanti terhadap perolehan suara
pasangan Jokowi-Ma‟ruf dilakukan melalui endorsment terhadap pasangan Jokowi-
Ma‟ruf. Para pemilih di Dapil Jatim V mempertimbangkan endorsement Krisdayanti
terhadap Pasangan Jokowi-Ma‟ruf untuk memutuskan memilih pasangan kandidat
tersebut. Bila tidak dijadikan sebagai pertimbangan utama, endorsment Krisdayanti
diakui oleh pemilih mampu menguatkan pilihan mereka terhadap pasangan Jokowi-
Ma‟ruf.
Berdasarkan uraian tersebut, implikasi akademis dari studi ini, yaitu menunjukan
dampak perubahan skema pemilu (pemilu serentak) memungkinkan adanya peran ganda
celebrity politics yakni sebagai politician sekaligus endorser. Dalam praktiknya, pemilu
serentak juga mendorong terjadinya reverse coattail effect atau efek kandidat legislatif
pesohor terhadap keterpilihan calon presiden. Dengan demikian, studi ini menyanggah
studi sebelumnya dari Pyne dkk (2002), Triono (2017), dan Solihah (2018) tentang efek
ekor jas dalam pemilu (pilihan terhadap calon presiden berkontribusi mendorong
keputusan dalam memilih partai atau calon anggota legislatif). Sebaliknya, pemilu
serentak justru memungkinkan bekerjanya efek ekor jas terbalik. Keputusan
menjatuhkan pilihan terhadap kandidat calon presiden didorong oleh keputusan pilihan
79
terhadap pesohor calon legislator dan pilihan terhadap pesohor calon legislator
menguatkan keputusan memilih calon presiden.
DAFTAR PUSTAKA
Ames, B. (1994) „The in Reverse Coattails Effect : Local Party Brazilian Presidential
Election‟, American Political Science Review, 88.1. pp. 95–111.
Bobby Koloway. (2019). „Rebut 20 Kursi DPR RI PDIP Juara Pemilu Di Jatim
Kalahkan PKB, Bikin Demokrat PAN PKS Gigit Jari‟, TribunMadura.Com.
Boorstin, D. (1983). From hero to celebrity. Celebrity Culture Reader, 72-90.
Creswell, J.W. (2007). Qualitative inquiry and research method: Choosing among five
approaches. Thousand Oaks, CA: Sage.
Broockman, D. E. (2009). Do congressional candidates have reverse coattails? Evidence
from a regression discontinuity design. Political Analysis, 418-434.
Marsh, D., Hart, P. T., & Tindall, K. (2010). Celebrity politics: The politics of the late
modernity? Political studies review, 8(3), 322-340.
Dwi Andayani. (2019). „Rekapitulasi Nasional KPU: PDIP Tertinggi Di Jatim, PKB
Kedua‟, Detiknews, <https://news.detik.com/berita/d-4549596/rekapitulasi-
nasional-kpu-pdip-tertinggi-di-jatim-pkb-kedua> [accessed 5 February 2020].
Fealy, G. (2014). Indonesia's Legislative Elections: The Importance of Money and
Personalities.
Street, J. (2004). Celebrity politicians: Popular culture and political representation. The
British journal of politics and international relations, 6(4), 435-452.
Golder, M. (2006). Presidential coattails and legislative fragmentation. American
Journal of Political Science, 50(1), 34-48.
Ribke, N. (2015). Celebrity Politics: a Theoretical and Historical Perspective. In A
Genre Approach to Celebrity Politics (pp. 1-15). Palgrave Macmillan, London.
Nurrochman. (2018). „Caleg Pesohor Dan Pragmatisme Partai‟, detik.com,
<https://news. detik.com/kolom/d-4136595/caleg-pesohor-dan-pragmatisme-
parpol> [accessed 25 September 2019].
Pusat Studi Demokrasi dan HAM (PuSDemHAM). (2019). „Laporan Survey Perilaku
Memilih Masyarakat Dapil V Jawa Timur Pada Pemilu Legislatif 2019‟.
Surabaya: PuSDeHAM. pp. 1–65.
Solihah, R. (2018). Peluang dan tantangan pemilu serentak 2019 dalam perspektif
politik. JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 3(1), 73-88.
80
Ulfi Ramadhania Pasha.(2019). „Ini Daftar Artis Yang Lolos Ke DPR Di Pemilu 2019‟,
Cermati.Com, <https://www.cermati.com/artikel/ini-daftar-caleg-artis-yang-
lolos-ke-dpr-di-pemilu-2019> [accessed 25 September 2019].
Wheeler, M. (2012). The democratic worth of celebrity politics in an era of late
modernity. The British Journal of Politics and International Relations, 14(3),
407-422.
Wheeler, Mark. (2013). Celebrity Politics. Malden, USA: Polity Press.
Yin, R.K. (2003). Case Study Research: Design and Methods 3rd Edition. Thousand
Oaks, California: Sage Publications.
Zudenkova, Galina. (2011) „A Political Agency Model of Coattail Voting A Political
Agency Model of Coattail Voting‟, Munich Personal RePEc Archive, pp. 1–28.