20
61 Journal of Politics and Policy Volume 3, Number 1, December 2020 Jokowi Effect Or Krisdayanti Effect? An Analysis Of The Phenomenon Of Reverse Coattail Effect By Celebrity Politics In The 2019 Concurrent Election Efek Jokowi Atau Efek Krisdayanti? Analisis Fenomena Efek Ekor Jas Terbalik Oleh Pesohor Politik Dalam Pemilihan Umum Serentak 2019 Talitha Zerlina Surya Dewa a , Wawan Sobari b , Ibnu Asqori Pohan c abc Universitas Brawijaya Kota Malang, Jawa Timur, Indonesia a [email protected] , b [email protected] , c [email protected] Abstract Previous studies on the relationship between the electability of presidential and legislative candidates in Indonesia followed the coattail effect theory. The decision to vote for presidential candidate contributes to the decision to vote for a party or legislative candidate. Nonetheless, this theory is not entirely appropriate in explaining the electability of celebrity legislator candidate in the 2019 Concurrent Election. The case study of elected celebrity politics Krisdayanti in the constituency of East Java V (Malang Regency, Malang City, Batu City) in the 2019 Concurrent Election shows an opposite logic. The decision to vote for Krisdayanti actually led to the decision to vote for the Candidate Pair Joko Widodo-Ma'ruf Amin (Jokowi-Ma'ruf) or it shows the working of the reverse coattail effect theory. Krisdayanti operationally performed dual role as a celebrity politician and celebrity endorser for Jokowi-Ma'ruf. Krisdayanti's electoral influence endorse constituents to vote for Jokowi-Ma'ruf. If it is not used as the main consideration, the voters admit that Krisdayanti's endorsement is able to strengthen their decision to vote for Jokowi-Ma'ruf. In other words, the operation of the reverse coattail effect theory shows the Krisdayanti effect encourage and strengthen the decision to vote for Jokowi-Mar'ruf. Keywords: the 2019 concurrent elections, krisdayanti, celebrity politics, reverse coattail effect.

Jokowi Effect Or Krisdayanti Effect? An Analysis Of The

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

61

Journal of Politics and Policy Volume 3, Number 1, December 2020

Jokowi Effect Or Krisdayanti Effect? An Analysis Of The

Phenomenon Of Reverse Coattail Effect By Celebrity Politics In The

2019 Concurrent Election

Efek Jokowi Atau Efek Krisdayanti? Analisis Fenomena Efek Ekor

Jas Terbalik Oleh Pesohor Politik Dalam Pemilihan Umum

Serentak 2019

Talitha Zerlina Surya Dewaa, Wawan Sobari

b, Ibnu Asqori Pohan

c

abc Universitas Brawijaya

Kota Malang, Jawa Timur, Indonesia

[email protected] ,

[email protected] ,

[email protected]

Abstract Previous studies on the relationship between the electability of presidential and legislative

candidates in Indonesia followed the coattail effect theory. The decision to vote for

presidential candidate contributes to the decision to vote for a party or legislative candidate. Nonetheless, this theory is not entirely appropriate in explaining the electability of celebrity

legislator candidate in the 2019 Concurrent Election. The case study of elected celebrity

politics Krisdayanti in the constituency of East Java V (Malang Regency, Malang City, Batu City) in the 2019 Concurrent Election shows an opposite logic. The decision to vote for

Krisdayanti actually led to the decision to vote for the Candidate Pair Joko Widodo-Ma'ruf

Amin (Jokowi-Ma'ruf) or it shows the working of the reverse coattail effect theory. Krisdayanti operationally performed dual role as a celebrity politician and celebrity

endorser for Jokowi-Ma'ruf. Krisdayanti's electoral influence endorse constituents to vote

for Jokowi-Ma'ruf. If it is not used as the main consideration, the voters admit that

Krisdayanti's endorsement is able to strengthen their decision to vote for Jokowi-Ma'ruf. In other words, the operation of the reverse coattail effect theory shows the Krisdayanti effect

encourage and strengthen the decision to vote for Jokowi-Mar'ruf.

Keywords: the 2019 concurrent elections, krisdayanti, celebrity politics, reverse coattail

effect.

62

Abstrak Studi-studi sebelumnya tentang keterkaitan antara keterpilihan kandidat calon presiden dan

calon legislator di Indonesia mengikuti teori efek ekor jas (coattail effect). Intinya,

keputusan memilih calon presiden berkontribusi mendorong keputusan dalam memilih partai

atau calon anggota legislatif. Namun teori tersebut tidak sepenuhnya sesuai dalam menjelaskan keterpilihan pesohor kandidat legislator dalam Pemilihan Umum (pemilu)

Serentak 2019. Studi kasus keterpilihan pesohor politik Krisdayanti di Daerah Pemilihan

Jawa Timur V (Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu) dalam Pemilu Serentak 2019 menunjukkan logika sebaliknya. Keputusan memilih Krisdayanti justru mendorong

keputusan memilih Pasangan Kandidat Joko Widodo-Ma‟ruf Amin (Jokowi-Ma‟ruf) atau

menunjukkan bekerjanya teori reverse coattail effect (efek ekor jas terbalik). Dalam

praktiknya, Krisdayanti berperan ganda sebagai celebrity politician dan celebrity endorser Pasangan Kandidat Jokowi-Ma‟ruf dalam pemilu serentak 2019. Kontribusi pengaruh

elektoral Krisdayanti terhadap perolehan suara Pasangan Jokowi-Ma‟ruf didapat melalui

praktik endorsment terhadap pasangan Jokowi-Ma‟ruf. Para pemilih di Daerah Pemilihan Jawa Timur V mempertimbangkan endorsement Krisdayanti terhadap Pasangan Jokowi-

Amin untuk memutuskan memilih pasangan kandidat tersebut. Bila tidak dijadikan sebagai

pertimbangan utama, endorsment Krisdayanti diakui oleh pemilih mampu menguatkan pilihan mereka terhadap pasangan Jokowi- Ma‟ruf. Dengan kata lain, bekerjanya teori

reverse coattail effect menunjukan efek Krisdayanti mendorong dan menguatkan keputusan

memilih pasangan Jokowi-Mar‟ruf.

Kata Kunci: pemilu serentak 2019, krisdayanti, pesohor politik, efek ekor jas terbalik

PENDAHULUAN

Indonesianis asal Australia, Gregory Fealy (2014), mengemukakan bahwa

“Indonesian politics is increasingly driven by personalities than by party machines”.

Personal kandidat lebih berkontribusi daripada peran mesin partai politik. Salah satu

manifestasi menguatnya personalitas individu dalam politik Indonesia terlihat melalui

keterpilihan pesohor (selebritas) dalam pemilihan umum (pemilu). Sejak Pemilu 2004,

puluhan pesohor telah telah menduduki jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Merujuk hasil Pemilu 2004, terdapat 13 dari 48 partai politik (parpol) yang

menggandeng pesohor sebagai calon anggota DPR RI. Pada Pemilu 2009, 11 dari 38

partai peserta Pemilu melibatkan pesohor dalam kontestasi legislatif. Kemudian, pada

Pemilu 2014, terdapat 10 dari total 12 Partai yang mengajukan pesohor sebagai calon

legislator (Nurrochman 2018). Terakhir, pada pemilu serentak 2019, 10 parpol

mencalonkan pesohor sebagai anggota DPR RI dari total 16 partai nasional peserta

pemilu (Pasha 2019).

63

Tabel 1 Akumulasi Pencalonan Pesohor oleh Partai Politik

Tahun Pemilu Jumlah Partai

Nasional Peserta

Pemilu

Jumlah Partai yang

Menggandeng Pesohor

Sebagai Calon Anggota DPR RI

Persentase

2004 48 13 27 %

2009 38 11 29%

2014 12 10 83%

2019 16 10 62% Sumber: diolah oleh Penulis, (2019)

Meskipun mengalami pasang surut, jumlah pesohor yang menjadi calon

legislator dalam empat pemilu terakhir menunjukkan tren meningkat. Demikian pula

dengan angka keterpilihan mereka. Tabel 2 menunjukkan tren yang sama. Angka

keterpilihan pesohor meningkat dari 1,2 persen pada Pemilu 2004 menjadi 2,43 persen

pada 2019. Perbedaannya dengan pemilu sebelumnya, Pemilu 2019 kali pertama bagi

para pesohor berkompetisi dalam pemilu serentak. Pemilu legislatif yang diikuti para

pesohor itu dilaksanakan bersamaan dengan pemilu presiden.

Tabel 2. Akumulasi Keterpilihan Pesohor Dalam Pemilu

Tahun Jumlah

Pesohor yang

Mencalonkan diri

Jumlah

Pesohor

yang terpilih

Persentase* Jumlah

seluruh

Anggota DPR

Persentase**

2004 38 7 18% 550 1,20%

2009 61 19 31% 560 3,30%

2014 77 22 29% 560 3,92%

2019 91 14 15% 575 2,43% Sumber: diolah oleh penulis, (2019)

Keterangan:

Persentase*: Persentase pesohor yang terpilih sebagai Anggota DPR RI dari total keseluruhaan pesohor

yang terdaftar dalam DCT KPU

Persentase**: Persentase Pesohor yang terpilih sebagai anggota DPR RI dari total kursi di DPR

Dari 14 pesohor yang terpilih dalam Pemilu Serentak 2019, Rano Karno, Rieke

Diah Pitaloka, Rachel Maryam, Dede Yusuf dan Krisdayanti merupakan pesohor yang

memperoleh suara tertinggi nasional. Di antara lima pesohor tersebut, Krisdayanti

merupakan pesohor yang baru kali pertama terlibat dalam kontestasi pemilu. Diva

terkenal ini berhasil mendulang perolehan suara tertinggi di Dapil Jatim V yaitu

sejumlah 132.131 suara.

64

Gambar 1.

Perolehan suara Krisdayanti di Dapil Jatim V

Sumber:kpujatim.go.id (2019)

Walaupun besaran kuantitas pesohor di DPR RI tidak signifikan, John Street

memandang fenomena bergabungnya pesohor dalam institusi politik sebagai ekspresi

politik yang berimplikasi terhadap peningkatan prilaku demokratis (Wheeler 2012).

Celebrity politics adalah pesohor yang memiliki pengaruh dalam politik. Lebih

spesifik mengarah pada tindakan menggunakan popularitas sebagai platform untuk

mempengaruhi orang lain dalam ranah politik (Ribke 2015). Eric Louw berpandangan

bahwa “celebrity politics as the latest manifestation of the fame game” (dalam Ribke

2015). Logika yang digunakan Louw merujuk pada gagasan „makna poputaritas telah

mendistorsi debat rasional untuk menjual ide-ide maupun perspektif kepada publik‟.

Dalam menganalisis hubungan pesohor dan politik, John Street mereduksi

Tipology celebrity politics Darrell West dan John Orman menjadi 2 kategori, yaitu

celebrity politician dan celebrity endorser (Wheeler 2013). Celebrity politician

(pesohor politisi) ialah mereka yang terpilih atau dicalonkan dalam pemilu dan berlatar

belakang dari kalangan entertainment, industri pertunjukan, olahraga, dan menggunakan

popularitasnya untuk terpilih (Street 2004).

Sementara celebrity endorser (pesohor pendorong atau pendukung) adalah

pesohor yang berusaha mempengaruhi pelaksanaan kekuasaan politik melalui

popularitas dan status mereka (Marsh 2010). Melalui endorsment-nya pesohor

membentuk seorang kandidat yang ikut dalam pemilu direkognisi oleh publik

(Zudenkova 2011). Endorsment dari pesohor diyakini dapat memengaruhi sikap

memilih calon, persepsi terhadap kredibilitas calon, dan intensitas perilaku memilih

65

(Zudenkova 2011).

Dalam pelaksanaan Pemilu Serentak 2019, Krisdayanti menjalankan peran

ganda sebagai pesohor politisi sekaligus pesohor penyokong yang membantu

mengkampanyekan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) dalam

pemilu legislatif dan Pasangan Joko Widodo-Ma‟ruf Amin (Jokowi-Ma‟ruf) dalam

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pemilu Eksekutif). Peran Krisdayanti sebagai

pesohor penyokong inilah yang kemudian memberikan efek terhadap perolehan suara

parpol dan suara calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang

diasosiasikan oleh Krisdayanti (reverse coattail effect).

Hingga saat ini traditional coattail effect (efek ekor jas tradisional) masih

mendominasi literatur coattail effect. Sementara reverse coattail effect (efek ekor jas

terbalik) belum banyak di eksplorasi oleh para sarjana politik di seluruh dunia (Golder

2006), termasuk di Indonesia. Barry Ames ialah sarjana yang mempopulerkan istilah

reverse coattail effect. Ia menjelaskan bahwa efek ekor jas terbalik terjadi ketika

kandidat populer di tingkat bawah menopang kandidat partai mereka untuk level

pemerintahan yang lebih tinggi (Ames, 1994).

Ames (1994) menambahkan, calon presiden memiliki kesulitan untuk

menjangkau semua pemilihnya. Dengan ini, reverse coattails merupakan teknik

pemasaran modern untuk menjangkau pemilih secara langsung, melalui endorsment

yang dilakukan oleh kandidat legislatif dan partai pengusung di tingkat lokal

(Broockman 2009). Kandidat legislatif dan partai pengusung tingkat lokal memiliki

kekuatan untuk memobilisasi dan memengaruhi suara pemilih.

Sebagian besar literatur yang membahas pesohor politik masih menaruh perhatian

pada strategi kemenangan, perubahan habitus sebelum dan sesudah bergabungnya

pesohor ke dalam institusi politik, dan representasi kapabilitas. Kajian seputar pesohor

politik yang melihat peranan pesohor sebagai politician maupun endorser, yang

dijalankan secara terpisah maupun bersamaan jarang dieksplorasi. Hal ini tidak jauh

berbeda dengan kajian coattail effect yang juga masih didominasi coattail effect

traditional yang melihat efek kontaminasi kandidat presiden terhadap konfigurasi suara

partai di parlemen. Kajian yang membahas seputar praktik reverse coattail effect masih

sulit ditemukan, apalagi dalam konteks Pemilu Serentak. Inilah yang kemudian menjadi

celah akademik yang berusaha diisi oleh studi ini.

Lebih spesifik melalui paradigma penelitian konstruktivis, studi ini bertujuan

untuk memperluas kajian celebrity politics dengan mengkaji peran ganda Krisdayanti

66

sebagai celebrity politician dan celebrity endorser. Lebih lanjut studi ini

mengeksplorasi konsep dan praktik reverse coattail effect yang terjadi pada Pemilu

Serentak 2019. Penelitian ini secara operasional lebih spesifik menelaah bagaimana

hubungan kekuatan elektoral Krisdayanti terhadap konfigurasi suara PDI-Perjuangan

dan pasangan Jokowi-Ma‟ruf.

METODE

Studi ini menggunakan paradigm post-positivist dengan data kualitatif sebagai

cara berfikir, analisis dan eksplorasi peran celebrity politics serta praktik reverse

coattail effect yang berlangsung dalam Pemilu Serentak 2019. Argumentasi utama

pilihan paradigma ini berdasarkan pada alasan ontologis, justifikasi epistimologis,

argumen aksiologis, dan argumen retoris, serta pertimbangan metodologis yang tepat

(Creswell 2007).

Guna mencapai tujuan tersebut, secara oprasional riset ini menggunakan studi

kasus sebagai metode penelitian. Alasan esensial mengaplikasikan metode studi kasus

karena penelitian ini melakukan “eksplorasi suatu kajian, aktivitas dan proses satu atau

lebih individu” (Stake dalam Creswell 2007). Eksplorasi penting untuk mengetahui

bagaimana peran Krisdayanti sebagai pesohor politisi dan pesohor penyokong, serta

praktik ekor jas terbalik yang muncul sebagai efek kontaminasi dalam Pemilu Serentak

2019.

Relevan dengan metode penelitian yang dipilih, studi ini menggunakan

wawancara dan observasi untuk menganalisis bagaimana peran ganda Krisdayanti serta

praktik reverse coattail effect pada Pemilu Serentak 2019, khususnya di Daerah

Pemilihan (Dapil) Krisdayanti atau Dapil Jawa Timur V (Kota Malang, Kabupaten

Malang, dan Kota Batu).

Lebih spesifik lokasi penelitian yang dipilih adalah wilayah di Dapil Jatim V

yang menjadi lumbung suara Krisdayanti. Pertama, lumbung suara Krisdayanti di Kota

Malang, terletak di Kecamatan Sukun, Kelurahan Bandungrejosari, tepatnya di TPS 16

(RW 2). Kedua, perolehan suara Krisdayanti terbesar di Kabupaten Malang, terletak di

Kecamatan Dampit, Desa Pamotan, tepatnya di TPS 50 (Dusun Dawuhan). Ketiga,

persentase perolehan suara tertinggi Krisdayanti di Kota Batu, terletak di Kecamatan

Batu, Kelurahan Sisir tepatnya di TPS 9 (Jalan Kapten Ibnu).

Selanjutnya, data digali dari nasumber yang memiliki pengetahuan dan/atau

pengalaman langsung yaitu, Krisdayanti sebagai aktor utama yang menjalankan peran

67

sebagai pesohor politisi dan pesohor penyokong dalam Pemilu Serentak 2019. Selain

itu, studi ini mewawancarai Ketua Tim Krisdayanti, Anggota Tim Pemenangan

Krisdayanti, dan pemilih Dapil Jatim V (Kota Malang, Kabupeten Malang, dan Kota

Batu).

Pemilih ditentukan berdasarkan kriteria „informan‟ sebagai sumber bukti yang

didapat dari wawancara (Yin 2003). Informan yang diwawancarai adalah pemilih Dapil

Jatim V yang memilih Krisdayanti sekaligus pasangan Jokowi-Ma‟ruf dalam Pemilu

Serentak 2019. Informan juga merupakan pemilih Dapil Jatim V yang kediamannya

dikunjungi langsung oleh Krisdayanti saat proses Kampanye dan bisa membantu

mengakses informan lainnya (snow ball). Terdapat 26 pemilih Dapil Jatim V di

KabupatenMalang, Kota Malang, dan Kota Batu yang menjadi informan. Akumulasi

keseluruhan informan dalam penelitian ini berjumlah 32 orang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Krisdayanti Sebagai Pesohor Politik (celebrity politics)

Boorstin (1983) berpandangan bahwa „pesohor adalah orang yang dikenal luas

karena keterkenalannya‟. Argumen Boorstin ini relevan dengan temuan studi ini.

Dalam pencalonannya sebagai anggota DPR RI tidak sukar bagi masyarakat Dapil Jatim

V untuk mengetahui atau mengenal figur Krisdayanti. Hal ini berkenaan dengan label

Diva Pop Indonesia yang melekat padanya.

Laporan Hasil Survey Perilaku Memilih Masyarakat Dapil V Jawa Timur pada

Pemilu Legislatif 2019 yang dilakukan PuSDeHAM Surabaya (28 September- 8

Oktober 2018) (setelah pengumuman Daftar Calon Tetap) menunjukkan popularitas

Krisdayanti menempati posisi tertinggi di antara Calon Anggota DPR RI lainnya.

Gambar 2 menunjukkan popularitas Krisdayanti. Sebanyak 89 persen pemilih Dapil

Jatim V yang menjadi responden dalam survei tersebut mengetahui/mengenal

Krisdayanti. Rekognisi terhadap Krisdayanti bahkan mengungguli para caleg petahana,

seperti Ahmad Basarah (PDIP), Latifah Shohib (PKB), Ridwan Hisyam (Golkar), dan

Kresna Dewanata P (Nasdem).

68

Gambar 2. Popularitas Caleg DPR RI Dapil Jawa Timur V

Sehubungan dengan popularitas, Mills (dalam Ribke 2015) menyebutkan bahwa

pesohor tidak memiliki otonomi dan kekuatan yang efektif, mereka menempati posisi

istimewa karena popularitasnya. Hal ini diakui oleh Ketua Tim Pemenangan

Krisdayanti,

“Ada 3 (tiga) poin yang menentukan kemenangan Ibu

Krisdayanti (KD). Satu, soal popularitas dia. Dari 100

orang yang disurvei, hanya 8 orang yang menyatakan tidak

kenal KD. Yang kedua, adalah Tim, dan tiga adalah

dukungan dari suaminya. Tiga poin ini yang menentukan”

(Wawancara, 12 Desember 2019).

Apa yang disampaikan oleh Ketua Tim Pemenangan Krisdayanti tersebut dibenarkan

langsung oleh Krisdayanti melalui pernyataannya ketika ditanya prihal faktor yang

mendeterminasi keterpilihannya sebagai Anggota DPR RI;

“Ya mungkin selain dikenal, saya turun langsung ke rakyat,

saya mendatangi hampir lebih 500 titik. Ini dasar

pemikiran suami saya, secara strategi dan juga dukungan

moril materil semuanya saya dapatkan dari beliau, baik

arahan maupun bimbingan. Sempat juga drop karena

memang kita tahu di atas-atas kita banyak incumbent. Tapi

Alhamdulillah, berkat ketekunan dan juga kerja keras

seluruh tim dan relawan saya terpilih” (Wawancara, 13

Januari 2020).

Sumber: Laporan Survei Perilaku Memilih Masyarakat Dapil V Jawa Timur pada Pemilu Legislatif 2019, oleh

Pusat Studi Demokrasi dan HAM (PuSDeHAM) Surabaya (2018)

69

Pernyataan Krisdayanti dan Ketua Tim Pemenangannya tersebut secara tidak

langsung memperluas pandangan Mills (dalam Ribke 2015). Popularitas bukan satu-

satunya faktor penentu keberhasilan Krisdayanti dalam menempati posisi sebagai

legislator saat ini. Terdapat dua faktor lain yang berkontribusi atas keterpilihan

Krisdayanti, yaitu kontribusi langsung dari suaminya dan peran tim

pemenangan/relawan.

Salah satu anggota tim pemenangan Krisdayanti mengungkapkan bahwa Suami

Krisdayanti, Raul Lemos memiliki peranan besar dalam penyusunan gagasan hingga

strategi pemenangan Krisdayanti. Salah satu contohnya jargon “Perempuan Kuat,

Indonesia Hebat” yang diusung Krisdayanti digagas langsung oleh Raul Lemos. Tidak

hanya itu Raul juga senantiasa setia menemani Krisdayanti dalam setiap kunjungan

kampanye (Wawancara, 11 Januari 2020). Kemudian, keterpilihan Krisdayanti juga

ditopang oleh kerja keras tim serta relawan yang membantu proses pemenangannya.

Mengacu pada pemaknaan celebrity politics menurut Eric Louw, „celebrity

politics mendistorsi debat rasional untuk menjual ide-ide dan perspektif kepada pemilih‟

kontekstual dengan jawaban yang diberikan pemilih Dapil Jatim V; “Diluar dia

membawa misi apa, yang saya tau dia terkenal, menarik, cantik, ya gitu aja”

(Wawancara, 25 November 2019).

Pemilih tidak menjadikan gagasan/ide yang diusung Krisdayanti sebagai

pertimbangan dalam menentukan pilihannya. Kapasitas Krisdayanti pun menjadi salah

satu aspek yang luput dari pertimbangan pemilih.

Berikut jawaban pemilih Dapil Jatim V ketika ditanya terkait alasan memilih

Krisdayanti;

“Ngefans mbak sama Krisdayanti, sebagai orang yang suka ngeliat di Tv yoo jadi

alasan mabak” (Wawancara, 25 November 2019).

“Iya mbak, saya milih dia karena dia seorang penyanyi, orangnya ramah, ngerti

rakyat kecil” (Wawancara, 26 November 2019).

“Ya dari dulu saya seneng Krisdayanti mbak, mulai dia jadi penyanyi di Jakarta”

(Wawancara, 27 November 2019).

“Karena memang dee‟ (dia) artis semua orang sudah tau. „wes artis langsung coblos

ae‟ (karena artis langsung coblos saja)” (Wawancara, 26 November 2019).

70

B. Krisdayanti Sebagai Pesohor Politisi (Celebrity Politician)

Street (2004) mengemukakan bahwa untuk memperoleh kekuasaan, celebrity

politician cenderung mengkapitalisasi posisi mereka sebagai publik figur yang populer.

Melalui pandangannya ini, Street secara implisit menyampaikan popularitas saja tidak

cukup untuk menunjang keterpilihan pesohor. Namun lebih jauh popularitas harus

diimbangi dengan kemampuan mengkapitalisasikannya. Ini mengungkap bahwa tidak

semua pesohor yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI pada Pemilu Serentak

2019 memiliki kemampuan untuk mengkapitalisasi modal popularitas yang dimilikinya

(91 pesohor). Hanya terdapat 15 persen atau setara dengan 14 orang pesohor yang

mampu terpilih untuk menduduki kursi DPR RI.

Kemampuan Krisdayanti dalam mengkapitalisasikan popularitas yang

dimilikinya ini dimanifestasikan dalam starategi kampanye. Studi ini

mengklasifikasikan strategi kampanye Krisdayanti menjadi empat yaitu; segmentasi

masa, lokasi kunjungan, pendekatan/metode kampanye, dan kemampuan menempatkan

diri.

Pertama, segmentasi masa. Secara spesifik Krisdayanti menetapkan perempuan

(ibu- ibu) sebagai segmentasi utama dalam kampanyenya. Ketua Tim Pemenangan

Krisdayanti menyebutkan; “Segmentasi utama kita ibu-ibu, karena tagline-nya

„Perempuan Kuat, Indonesia Hebat‟” (Wawancara, 12 Desember 2019). Melalui Jargon

“Perempuan Kuat, Indonesia Hebat” yang digagas oleh suaminya, Krisdayanti berhasil

membangkitkan semangat perempuan (ibu-ibu) untuk menjadi pelopor pemenangannya.

Ketua Tim Pemenangan menyampaikan:

“KD terpilih karena mayoritas hampir 100 persen timnya

(relawan) itu ibu- ibu. Ternyata perempuan, ibu- ibu dalam

politik itu sesuatu yang hebat sekali. Dan kita sudah

buktikan di Krisdayanti. Jadi Perempuan Kuat Indonesia

Hebat, ini fakta di Ibu Krisdayanti” (Wawancara, 12

Desember 2019).

Kedua, lokasi kunjungan. Selama proses kampanye, terdapat 500 titik

kunjungan yang didatangi langsung oleh Krisdayanti. Adapun lokasi yang menjadi

tempat kunjungan kampanye adalah rumah pemilih Dapil Jatim V yang dirasa tidak

diperhitungkan di wilayah tempat tinggalnya. Anggota tim pemenangan Krisdayanti

menyampaikan “Kita sadar bahwa KD itu populer, caranya gimana, ya sudah jemput

bola aja, dateng ke rumah-rumah yang mungkin sekiranya nggak dianggep sama desa

itu (Wawancara, 07 November 2019). Tim pemenangan tidak menjadikan kepala desa

71

sebagai perantara untuk bertemu warga, karena dinilai lebih efektif bertatap muka

langsung dengan warga.

Ketiga, pendekatan/metode kampanye. Popularitas yang melekat pada

Krisdayanti menginspirasi tim pemenangan untuk mengadopsi pendekatan yang

menonjolkan sisi keartisan Krisdayanti, namun tetap menyesuaikannya dengan konteks

pencalonan Krisdayanti sebagai Anggota DPR RI. Tim pemenangan menyampaikan:

“Karena dia pesohor yang jadi politisi ada memang

konsepan yang kita susupi misalnya, contoh gimana sih

biar keliatan politisinya, oke kita ngomong nasionalisme.

Gimana kalo di setiap titik nggak cuman nyanyi, gimana

kalo kita ngomong menghafal pancasila, dan menyanyikan

lagu Indonesia Raya atau lagu nasional lain” (Wawancara,

07 November 2019).

Pernyataan tim pemenangan Krisdayanti ini dikonfirmasi oleh Krisdayanti:

“Jadi dengan hadiah selfie, kemudian kita bacakan

Pancasila untuk menanamkan cinta tanah air dan bangsa,

trus kita nyanyi bareng. Jadi saya bawa toa kemana- mana.

Sambil bawa speaker kemana-mana, saya nyanyi gratis

dan itu cara yang paling sederhana dan alhamdulillah

punya impact yang luar biasa untuk semua konstituen”

(dikutip dari Mata Najwa, 2019).

Keempat, kemampuan menempatkan diri. “Ada identitas Ibu Krisdayanti yang

tidak ditahu orang. Kultur Jawa-nya sangat agung sekali menurut saya” (Wawancara

Tim Pemenangan, 12 Desember 2019). Selain berkunjung ke Desa dan Dusun yang

terdapat di Malang Raya, diketahui bahwa Krisdayanti juga memiliki kecerdasan sosial

yang baik. Hal ini terlihat melalui kemampuannya dalam menempatkan diri. Contoh

sederhanya, ketika melakukan kunjungan kampanye, Krisdayanti bersikap ramah dan

santun dan tak jarang ia juga menggunakan bahasa Jawa untuk mencairkan sekat dalam

proses interaksinya dengan masyarakat Dapil Jatim V.

Kemudian, dalam menganalisis peran Krisdayanti sebagai pesohor politisi, studi

ini menggunakan Karakteristik Peran Celebrity politician Marsh, Hart dan Tindall

(2010), yang diturunkan dalam empat unsur yaitu fondasi, nature dari kepemimpinan,

hubungan dengan lembaga politik, dan modal kepemimpinan.

72

Tabel 3. Krisdayanti Sebagai Celebrity Politician

Unsur

Krisdayanti Sebagai Celebrity Politician

Fondasi Krisdayanti yang sudah memulai karirnya sebagai seorang penyanyi

sejak usia 12 tahun, berusaha mencari jabatan di institusi politik, dengan mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI dalam Pemilu

Serentak 2019

Nature dari

kepemimpinan

Dengan keterpilihannya, Krisdayanti menempati posisi sebagai

Anggota Komisi IX DPR RI.

Hubungan dengan

lembaga politik

Dengan sifat formal, melekat dan mendukung sistem, Krisdayanti

menerima tawaran PDI- Perjuangan untuk bergabung menjadi bagian

partai. Kemudian ia mengikuti kompetisi elektoral dan bersaing dengan 7.968 Caleg DPR RI untuk mengisi satu diantara 575 kursi. Atau lebih

spesifik, Krisdayanti berkompetisi dengan 115 Caleg di Dapil Jatim V

untuk mengisi 8 kursi yang tersedia.

Modal

Kepemimpinan

Sebagai figur terkenal dari luar politik ini kali pertama bagi Krisdayanti untuk mengikuti kontestasi elektoral dan kemudian

berhasil terpilih dengan perolehan suara terbesar di Dapilnya.

Berdasarkan keempat unsur tersebut Krisdayanti dapat diidentifikasi sebagai pesohor

politisi (celebrity politician), yang mencari jabatan politik untuk menempati posisi

kepemimpinan formal di DPR RI melalui kompetisi elektoral pada Pemilu Serentak

2019.

C. Krisdayanti Sebagai Pesohor Penyokong (Celebrity Endorser)

Selain berperan sebagai celebrity politician, Krisdayanti juga memiliki peran

ganda sebagai celebrity endorser yang berusaha memengaruhi pemilih dengan

popularitas dan status yang melekat padanya. Dalam Pemilu Serentak 2019 Krisdayanti

turut serta dalam mengkampanyekan PDI-Perjuangan (PDI-P) dan Pasangan Jokowi-

Ma‟ruf. “Iya betul KD memang tugasnya double, dia juga bantu menangin

(memenangkan) suara PDI dan Jokowi juga (Wawancara Tim Pemenangan, 07

November 2019).

Bahkan melalui keterlibatannya sebagai bagian dari Tim Pemenangan Nasional

(TKN), Krisdayanti tidak hanya mengkampanyekan PDI-Perjuangan serta Pasangan

Jokowi-Ma‟ruf di Daerah Pemilihannya saja (Dapil Jatim V), namun juga di berbagai

daerah lain di Indonesia.

Sama halnya dengan celebrity politician, dalam menganalisis peran Krisdayanti

sebagai endorser, studi ini juga menggunakan Karakteristik peran celebrity endorser

yang diadopsi dari Marsh, „t Hart dan Tindall (2010).

Sumber: Dari berbagai media, diolah (2020)

73

Tabel 4. Krisdayanti Sebagai Celebrity Endorser

Unsur

Krisdayanti Sebagai Celebrity Endorser

Fondasi Sebagai seorang pesohor yang digandrungi Krisdayanti memberikan

bantuan berupa dukungan publik untuk PDI- Perjuangan dan Pasangan Jokowi- Ma‟ruf Amin.

Nature dari

kepemimpinan

Momentum Pimilu Serentak 2019, dimanfaatkan Krisdayanti sebagai

sarana untuk mempengaruhi prilaku penggemar di arena politik.

Hubungan dengan

lembaga politik

Krisdayanti berusaha memobilisasi dukungan pemilih untuk PDI- Perjuangan dan Pasangan Jokowi- Ma‟ruf Amin melalui endorsment

yang dilakukannya.

Modal Kepemimpinan Dikenal luas dengan sebutan Diva Indonesia, Krisdayanti memiliki

akses terhadap publik khususnya Pemilih Dapil Jatim V. Sumber: diolah (2020)

Melalui keempat unsur tersebut Krisdayanti dapat diidentifikasi sebagai celebrity

endorser. Kemudian, dalam upaya menggambarkan secara spesifik bagaimana peran

Krisdayanti sebagai celebrity endorser, studi ini mengelaborasi bagaimana endorsement

Krisdayanti terhadap PDI-Perjuangan dan Pasangan Jokowi-Ma‟ruf.

D. Krisdayanti sebagai endorser PDI-Perjuangan

Ketua umum PDI-Perjuangan, Megawati Soekarnoputri menyampaikan pesan

perjuangan kepada seluruh kader partainya; “Seorang kader seharusnya selalu mengabdi

dan berjuang buat kebesaran partainya! Bukan sebaliknya! Bergantung dan mencari

makan pada partainya! CAMKAN!”. Melalui seruan perjuangan ini kader PDI-

Perjuangan dituntut berjuangan dan mengabdi untuk kebesaran partainya. Salah satu

manifestasi dari perjuangan dan pengabdian yang telah dilakukan Krisdayanti ialah

dengan konsistensinya dalam mempromosikan partai berlogo banteng ini disetiap

kunjungan kampanyenya.

Berbeda dengan kader lainnya, PDI- Perjuangan kerap kali melibatkan

Krisdayanti dalam setiap kegiatan partai sebagai pengisi acara (menyanyi). Selain itu,

Krisdayanti menjadi brand Ambassador atribut PDI-P pada Pemilu Serentak 2019.

Inilah yang kemudian menjadikan endorsment Krisdayanti istimewa. Sementara itu,

sebagai salah satu ikon partai, Krisdayanti lebih dominan dalam mempromosikan PDI-P

dibandingkan dengan 11 (sebelas) pesohor lain yang diusung oleh PDI-P.

74

E. Krisdayanti Sebagai Endorser Pasangan Jokowi-Ma’ruf

Dalam wawancara langsung, Krisdayanti menjawab lugas ketika ditanya perihal

endorsment yang dilakukannya terhadap pasangan Joko Widodo-Ma‟ruf Amin, “Iya,

saya juga mendorong kemenangan pak Jokowi, Partai dan juga saya sendiri

(Wawancara, 13 Januari 2020). Dengan pernyataan senada Ketua Tim Pemenangan

Krisdayanti menguatkan:

“Karena Krisdayanti juga bertugas untuk itu. Di 500 titik

Kunjungannya KD juga mengkampanyekan Jokowi. KD

berkontribusi besar terhadap kemenangan Jokowi. Bahkan

ibu Krisdayanti bukan hanya di Dapilnya, dia juga

dipanggil di Provinsi lain untuk kampanye Jokowi. Karena

dia juga bagian dari Tim Kampanye Nasional Jokowi. Dia

sampaikan ke bawah, „ibu- ibu, ini Jokowi ayo kita pilih

dua kali dia orang baik, kalo ada yang lebih baik nggak

papa pilih yang lain, tapi kan dia baik. Jokowi dengan

pengalamannya sangat lengkap ibu- ibu” (Wawancara, 12

Desember 2019).

Pernyataan Ketua Tim Pemenangan Krisdayanti memberikan gambaran

bagaimana Krisdayanti mempersuasi pemilih Dapil Jatim V untuk memberikan

suaranya kepada pasangan Jokowi-Ma‟ruf. Dengan mengkampanyekan Pasangan

Jokowi-Ma‟ruf, Krisdayanti berperan membentuk bagaiman pasangan Capres dan

Cawapres ini dilihat oleh publik.

Endorsment Krisdayanti terhadap Jokowi-Ma‟ruf dijadikan pemilih sebagai

pertimbangan untuk memilih Pasangan Jokowi-Ma‟ruf. Studi ini juga menunjukan

ketika tidak dijadikan pertimbangan utama, endorsment tersebut diakui oleh pemilih

mampu menguatkan pilihan mereka terhadap pasangan Jokowi-Ma‟ruf.

Berikut jawaban Pemilih Dapil V Jatim di Kota Malang, ketika ditanya „apakah

endorsment yang dilakukan Krisdayanti menjadi pertimbangan dalam memilih

pasangan Jokowi-Ma‟ruf Amin?‟;

“Kalo pertimbangan utama sih ndak, tapi menguatkan pilihan yoo iya”

(Wawancara, 25 November 2019).

“Karena kita basisnya Banteng jadi milih Jokowi, cuman karena Krisdayanti

ngajak milih Jokowi, yoo makin yakin” (Wawancara 25 November 2019).

“Yo podo- podo merah yo mendukung satu sama lain mbak, milih Krisdayanti, yoo

milih Jokowi” (Wawancara 25 November 2019).

Berbeda dengan Kota Malang, berikut jawaban Pemilih Dapil Jatim V di

Kabupaten Malang ketika ditanya dengan pertanyaan yang sama;

“Krisdayanti mengkampanyekan Jokowi meyakinkan masyarakat. Disini juga

75

mutlak sekali suara pak Jokowi. Mutlak sekali, dikuatkan Krisdayanti wajah sudah

populer” (Wawancara 26 November 2019).

“Bu Kris yo bilang „Presiden nomor satu DPR nomor dua‟. Bu Kris menang, Pak

Jokowi menang, jagoku menang. Alhamdulillah wes” (Wawancara 226 November

2019).

“Kan Krisdayanti aja memberikan dukungan ke bapak Jokowi ya saya juga. Juga

kan pak Jokowi sudah 5 tahun kemaren ya mending diselesaikan daripada mulai

lagi dari nol” (Wawancara 26 November 2019).

“Itu memang sudah satu paket” (Wawancara 26 November 2019).

“Pertimbangan kesatu karena Krisdayanti, kedua pak Jokowi memilikirkan rakyat

yang tidak mampu seperti saya. Kalo saya itu di dalam doa mendoakan Krisdayanti

mendoakan bapak Jokowi” (Wawancara 26 November 2019).

Jawaban variatif pemilih Dapil Jatim V di Kabupaten Malang tersebut, juga

diperoleh di Kota Batu

“Itu jadi pertimbangan, karena warga yang milih Krisdayanti di sini bisa

dipastikan juga milih Jokowi” (Wawancara 27 November 2019).

“Krisdayanti dukung Jokowi yo awak‟e dewe melu. (Krisdayanti dukung Jokowi ya

kita ikut)” (Wawancara 27 November 2019).

“Salah satunya itu iya, tapi kan sebelum tau Krisdayanti mencalonkan saya sudah

punya simpati dengan Jokowi apalagi ditambah Krisdayanti milih Jokowi. Jadi ya

pilihan saya itu” (Wawancara 27 November 2019).

Dari pernyataan pemilih Dapil Jatim V di Malang Raya tersebut tergambarkan

bagaimana praktik reverse coattail effect bekerja. Pertama, keputusan memilih calon

presiden karena didorong oleh keputusan memilih Krisdayanti. Kedua, sosok

Krisdayanti menguatkan pilihan terhadap calon presiden. Ketiga, sosok Krisdayanti

menguatkan identifikasi partai terhadap PDI-P dan calon presiden. Keempat, keputusan

memilih Krisdayanti diikuti keputusan memilih Jokowi.

F. Kontribusi Kekuatan Elektoral Krisdayanti Terhadap Perolehan Suara PDI-

Perjuangan

Berdasarkan hasil perhitungan resmi Komisi Pemilihan Umum Republik

Indonesia, PDI-Perjuangan memperoleh suara tertinggi sebanyak 27,5 juta suara atau

setara 128 Kursi di DPR RI periode 2019-2024. Capaian ini Konsisten hingga ke tingkat

Provinsi, salah satunya Jawa Timur. Hasil rekapitulasi suara partai dan Caleg di seluruh

Dapil di Jawa Timur, menempatkan PDI- Perjuangan di urutan pertama dengan

perolehan suara 4.319.666 (Andayani 2019). Melalui metode konversi suara Sainte

Lague, terdapat 20 kader PDI-P di Jawa Timur yang berhasil melenggang ke Senayan.

Di Jawa Timur, dari total keseluruhan 11 Dapil suara tertinggi Caleg PDI-

Perjuangan tersebar di empat daerah pemilihan yaitu Dapil Jatim 1 (Puti Guntur

76

Soekarno), Dapil Jatim V (Krisdayanti), Dapil Jatim VI (Guruh Soekarno Putra), dan

Dapil Jatim VII (Ine Ammania). Inilah yang kemudian menjadi prestasi bagi

Krisdayanti. Raihan suaranya hampir mengimbangi suara Calon Wagub Puti Guntur

Soekarno dan mengungguli suara Caleg PDI-P dengan nama besar lain, seperti

Bambang DH (Ketua DPP PDI-P Bidang Pemenangan Pemilu (Bappilu), Wakil MPR

RI sekaligus Wasekjen DPP PDI- Perjuangan Ahmad Basarah, Arteria Dahlan (Caleg

Petahana), hingga Johan Budi Sapto (Jubir Istana Kepresidenan) (Koloway 2019).

Gambar 3. Rekapitulasi Suara Partai PDI-Perjuangan di Dapil Jatim V

Akumulasi 132.131 perolehan suara Krisdayanti setara dengan 23,58 persen

raihan suara PDI-P di Dapil Jatim V. Fakta inilah yang mengafirmasi teori Ames (1994)

tentang reverse coattail effect (efek ekor jas terbalik). Sebagai kandidat populer, secara

tidak langsung Krisdayanti memberikan efek kontaminasi terhadap Perolehan suara

PDI-P dan Pasangan Jokowi-Ma‟ruf. Efek kontaminasi tersebut merupakan output dari

endorsment yang dilakukan oleh Krisdayanti dalam setiap kampanyenya, utamanya di

Dapil Jatim V.

Sumber:dikutip dari laman kpujatim.go.id, 2019

77

G. Kontribusi Kekuatan Elektoral Krisdayanti Terhadap Perolehan Suara

Pasangan Jokowi-Ma’ruf

Dalam konteks Indonesia, Pyne dkk (2002), Triono (2017), dan Solihah (2018)

meyakini skema pemilu serentak memungkinkan terjadinya coattail effect. Preferensi

calon Presiden memengaruhi keterpilihan anggota legislatif partai koalisi. Akan tetapi

dalam praktiknya, teori ini tidak bekerja. Sebaliknya, studi ini menunjukan secara

spesifik bagaimana reverse coattail effect dari pesohor calon anggota legislatif

mendorong keputusan memilih calon presiden dalam Pemilu Serentak 2019.

Pada Pemilu Serentak 2019 Krisdayanti turut serta berjuang untuk kemenangan

pasangan Jokowi-Ma‟ruf melalui endorsment yang dilakukannya, baik di dapilnya

maupun di dapil lain di Indonesia. Krisdayanti juga secara intensif mempromosikan

Capres Petahana tersebut melalui akun media sosialnya. Dengan kata lain Krisdayanti

turut berkontribusi terhadap kemenangan Jokowi sebagai kandidat Presiden yang

diusung oleh partai yang sama atau mencalonkan Krisdayanti. Krisdayanti memiliki

kekuatan untuk mempersuasi pemilih untuk secara bersamaan memilih dirinya dan

Capres Jokowi.

Strategi operation reverse coattail yang digencarkan dapat diidentifikasi sebagai

salah satu faktor pendorong kemenangan Jokowi-Ma‟ruf dalam Pemilu Serentak 2019.

Selain jawaban langsung dari informan, data perolehan suara Jokowi-Ma‟ruf di tingkat

wilayah (Dapil Jatim V) memperlihatkan adanya kesesuian dengan perolehan suara

Krisdayanti.

Di Kota Malang perolehan suara terbesar Krisdayanti dan pasangan Jokowi-

Ma‟ruf terdapat di Kecamatan Sukun. Perolehan suara Krisdayanti sebesar 8.514 suara

berkontribusi terhadap perolehan suara pasangan Jokowi-Ma‟ruf sebanyak 86.150

suara. Hal serupa juga terjadi Kota Batu. Perolehan suara terbesar keduanya terletak di

Kecamatan Batu. Perolehan suara Krisdayanti sebesar 7.017 suara berkontribusi atas

perolehan suara Pasangan Jokowi-Ma‟ruf sejumlah 44.949 suara.

Berbeda dengan dua wilayah di Malang Raya lainnya, di Kabupaten Malang

perolehan suara Krisdayanti dan pasangan nomor urut 1 Jokowi-Ma‟ruf terletak di

wilayah yang berbeda. Suara Krisdayanti terbesar diperoleh di Kecamatan Dampit

(6.284 suara), sedangkan raihan suara terbesar Pasangan Jokowi-Ma‟ruf di Kecamatan

Singosari. Walaupun demikian perolehan suara Pasangan Jokowi-Ma‟ruf di Dampit

(61.334 suara) tetap terbilang besar karena menempati posisi ketiga setelah perolehan

suara di Kecamatan Singosari dan Pakis.

78

KESIMPULAN

Studi ini menyimpulkan empat poin kesimpulan. Sebagai celebrity politics,

popularitas Krisdayanti tidak menjadi satu-satunya faktor penentu keberhasilannya

terpilih menjadi anggota DPR RI. Terdapat dua faktor lain yang turut berkontribusi,

yaitu kontribusi langsung dari suaminya dan kerja keras tim pemenangan dan/relawan

relawan yang membantu proses pemenangannya.

Kedua, Krisdayanti miliki peran ganda sebagai celebrity politician sekaligus

celebrity endorser dalam pelaksanaan pemilu serentak 2019. Sebagai celebrity

politician, Krisdayanti tidak hanya terkenal, namun lebih dari itu Krisdayanti juga

memiliki kemampuan untuk mengkapitalisasi modal popularitas yang dimilikinya. Hal

ini termanifestasi dalam stategi kampanye yang digunakan olehnya. Sebagai celebrity

endorser PDI-P dan pasangan Jokowi-Ma‟ruf dalam Pemilu Serentak 2019, Krisdayanti

turut serta dalam mengkampanyekan PDI-Perjuangan dan Pasangan Jokowi-Ma‟ruf.

Bahkan melalui keterlibatannya sebagai bagian dari Tim Pemenangan Nasional (TKN),

Krisdayanti tidak hanya mengkampanyekan PDI-P dan pasangan Jokowi-Ma‟ruf di

dapilnya saja (Dapil Jatim V), namun juga berkampanye di berbagai daerah lain di

Indonesia.

Ketiga, kontribusi kekuatan elektoral Krisdayanti terhadap perolehan suara

pasangan Jokowi-Ma‟ruf dilakukan melalui endorsment terhadap pasangan Jokowi-

Ma‟ruf. Para pemilih di Dapil Jatim V mempertimbangkan endorsement Krisdayanti

terhadap Pasangan Jokowi-Ma‟ruf untuk memutuskan memilih pasangan kandidat

tersebut. Bila tidak dijadikan sebagai pertimbangan utama, endorsment Krisdayanti

diakui oleh pemilih mampu menguatkan pilihan mereka terhadap pasangan Jokowi-

Ma‟ruf.

Berdasarkan uraian tersebut, implikasi akademis dari studi ini, yaitu menunjukan

dampak perubahan skema pemilu (pemilu serentak) memungkinkan adanya peran ganda

celebrity politics yakni sebagai politician sekaligus endorser. Dalam praktiknya, pemilu

serentak juga mendorong terjadinya reverse coattail effect atau efek kandidat legislatif

pesohor terhadap keterpilihan calon presiden. Dengan demikian, studi ini menyanggah

studi sebelumnya dari Pyne dkk (2002), Triono (2017), dan Solihah (2018) tentang efek

ekor jas dalam pemilu (pilihan terhadap calon presiden berkontribusi mendorong

keputusan dalam memilih partai atau calon anggota legislatif). Sebaliknya, pemilu

serentak justru memungkinkan bekerjanya efek ekor jas terbalik. Keputusan

menjatuhkan pilihan terhadap kandidat calon presiden didorong oleh keputusan pilihan

79

terhadap pesohor calon legislator dan pilihan terhadap pesohor calon legislator

menguatkan keputusan memilih calon presiden.

DAFTAR PUSTAKA

Ames, B. (1994) „The in Reverse Coattails Effect : Local Party Brazilian Presidential

Election‟, American Political Science Review, 88.1. pp. 95–111.

Bobby Koloway. (2019). „Rebut 20 Kursi DPR RI PDIP Juara Pemilu Di Jatim

Kalahkan PKB, Bikin Demokrat PAN PKS Gigit Jari‟, TribunMadura.Com.

Boorstin, D. (1983). From hero to celebrity. Celebrity Culture Reader, 72-90.

Creswell, J.W. (2007). Qualitative inquiry and research method: Choosing among five

approaches. Thousand Oaks, CA: Sage.

Broockman, D. E. (2009). Do congressional candidates have reverse coattails? Evidence

from a regression discontinuity design. Political Analysis, 418-434.

Marsh, D., Hart, P. T., & Tindall, K. (2010). Celebrity politics: The politics of the late

modernity? Political studies review, 8(3), 322-340.

Dwi Andayani. (2019). „Rekapitulasi Nasional KPU: PDIP Tertinggi Di Jatim, PKB

Kedua‟, Detiknews, <https://news.detik.com/berita/d-4549596/rekapitulasi-

nasional-kpu-pdip-tertinggi-di-jatim-pkb-kedua> [accessed 5 February 2020].

Fealy, G. (2014). Indonesia's Legislative Elections: The Importance of Money and

Personalities.

Street, J. (2004). Celebrity politicians: Popular culture and political representation. The

British journal of politics and international relations, 6(4), 435-452.

Golder, M. (2006). Presidential coattails and legislative fragmentation. American

Journal of Political Science, 50(1), 34-48.

Ribke, N. (2015). Celebrity Politics: a Theoretical and Historical Perspective. In A

Genre Approach to Celebrity Politics (pp. 1-15). Palgrave Macmillan, London.

Nurrochman. (2018). „Caleg Pesohor Dan Pragmatisme Partai‟, detik.com,

<https://news. detik.com/kolom/d-4136595/caleg-pesohor-dan-pragmatisme-

parpol> [accessed 25 September 2019].

Pusat Studi Demokrasi dan HAM (PuSDemHAM). (2019). „Laporan Survey Perilaku

Memilih Masyarakat Dapil V Jawa Timur Pada Pemilu Legislatif 2019‟.

Surabaya: PuSDeHAM. pp. 1–65.

Solihah, R. (2018). Peluang dan tantangan pemilu serentak 2019 dalam perspektif

politik. JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 3(1), 73-88.

80

Ulfi Ramadhania Pasha.(2019). „Ini Daftar Artis Yang Lolos Ke DPR Di Pemilu 2019‟,

Cermati.Com, <https://www.cermati.com/artikel/ini-daftar-caleg-artis-yang-

lolos-ke-dpr-di-pemilu-2019> [accessed 25 September 2019].

Wheeler, M. (2012). The democratic worth of celebrity politics in an era of late

modernity. The British Journal of Politics and International Relations, 14(3),

407-422.

Wheeler, Mark. (2013). Celebrity Politics. Malden, USA: Polity Press.

Yin, R.K. (2003). Case Study Research: Design and Methods 3rd Edition. Thousand

Oaks, California: Sage Publications.

Zudenkova, Galina. (2011) „A Political Agency Model of Coattail Voting A Political

Agency Model of Coattail Voting‟, Munich Personal RePEc Archive, pp. 1–28.