134
JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist) VOL. 8, NO. 3, JANUARI – APRIL 2014 TERBIT TIGA KALI SETAHUN (PERIODE JANUARI, MEI, SEPTEMBER) Penanggung Jawab: Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes. Redaktur: Yusrawati Hasibuan SKM., M.kes. Penyunting Editor: Drg. Ngena Ria, M.Kes. Nelson Tanjung, SKM., M.Kes. Desain Grafis & Fotografer: Sri Utami, S.Pd., SST., M.Kes. Drg. Herlinawati Daulay, M.Kes. Rina Doriana Pasaribu, SKM. Sekretariat: Mardan Ginting, S.Si., M.Kes. Lavinur, S.T., M.Si. Elisabeth Surbakti, SKM., M.Kes. Sumarni, SST Hafniati Alamat Redaksi: Jl. Let Jend Jamin Ginting KM 13.5 Kelurahan Laucih Kec. Medan Tuntungan Telp: 061-8368633 Fax: 061-8368644 DAFTAR ISI Editorial Hubungan Perilaku Mahasiswa Poltekkes yang Menggunakan Fixed Apliance Tentang Menyikat Gigi dengan Nilai Ohi-S di Poltekkes Kemenkes Medan Tahun 2013 oleh Herlinawati, Ngena Ria, Zuraidah Nasution................................................. ………..211-217 Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan Pasir dan Arang Kayu Terhadap Penurunan Jumlah Bakteri Coli-Form, Kekeruhan dan Salinitas untuk Kebutuhan Air Minum oleh TH. Teddy Bambang, Suprapto, Mardan Ginting................................... 218-228 Pengaruh Diskriminasi Gender dalam Keluarga Terhadap Pemilihan Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2013 oleh Irma Linda, Arihta Sembiring, Fitriyani Pulungan.......... ……………............................... 229-237 Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Tentang Kanker Serviks Terhadap Pemeriksaan IVA pada Wanita Usia Subur di Desa Tuntungan II Kecamatan Pancur Batu Tahun 2013 oleh Melva, Yusrawati Hasibuan, Dewi Meliasari ...............................................................238-243 Pelatihan dan Pendidikan Mempengaruhi Bidan Praktek Mandiri dalam Pemberian Vitamin K 1 pada Bayi Baru Lahir di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 oleh Idau Ginting, Evi Desfauza, Elizawarda............................................................244-249 Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Penggunaan Cream Pemutih Wajah pada Mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan oleh Dewi Setiyawati..….......................................................250-257 Peningkatan Angka Peroksida pada Minyak Goreng Curah Terhadap Penggorengan Berulang Tempe oleh Rosmayani Hasibuan........................................... 258-262 Uji Efek Antibakteri Rebusan Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus oleh Jafril Rezi, Rini Andarwati Zulfa Ismaniar Fauzi............................................ 263-266 ISSN 1907-3046

ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

  • Upload
    lytram

  • View
    305

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

JURNAL ILMIAH

PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist)

VOL. 8, NO. 3, JANUARI – APRIL 2014

TERBIT TIGA KALI SETAHUN (PERIODE JANUARI, MEI, SEPTEMBER)

Penanggung Jawab: Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes.

Redaktur:

Yusrawati Hasibuan SKM., M.kes.

Penyunting Editor: Drg. Ngena Ria, M.Kes.

Nelson Tanjung, SKM., M.Kes.

Desain Grafis & Fotografer: Sri Utami, S.Pd., SST., M.Kes.

Drg. Herlinawati Daulay, M.Kes. Rina Doriana Pasaribu, SKM.

Sekretariat:

Mardan Ginting, S.Si., M.Kes. Lavinur, S.T., M.Si.

Elisabeth Surbakti, SKM., M.Kes. Sumarni, SST

Hafniati

Alamat Redaksi: Jl. Let Jend Jamin Ginting KM 13.5

Kelurahan Laucih Kec. Medan Tuntungan Telp: 061-8368633 Fax: 061-8368644

DAFTAR ISI Editorial Hubungan Perilaku Mahasiswa Poltekkes yang Menggunakan Fixed Apliance Tentang Menyikat Gigi dengan Nilai Ohi-S di Poltekkes Kemenkes Medan Tahun 2013 oleh Herlinawati, Ngena Ria, Zuraidah Nasution.................................................………..211-217 Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan Pasir dan Arang Kayu Terhadap Penurunan Jumlah Bakteri Coli-Form, Kekeruhan dan Salinitas untuk Kebutuhan Air Minum oleh TH. Teddy Bambang, Suprapto, Mardan Ginting...................................218-228 Pengaruh Diskriminasi Gender dalam Keluarga Terhadap Pemilihan Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2013 oleh Irma Linda, Arihta Sembiring, Fitriyani Pulungan..........……………...............................229-237 Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Tentang Kanker Serviks Terhadap Pemeriksaan IVA pada Wanita Usia Subur di Desa Tuntungan II Kecamatan Pancur Batu Tahun 2013 oleh Melva, Yusrawati Hasibuan, Dewi Meliasari...............................................................238-243 Pelatihan dan Pendidikan Mempengaruhi Bidan Praktek Mandiri dalam Pemberian Vitamin K 1 pada Bayi Baru Lahir di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 oleh Idau Ginting, Evi Desfauza, Elizawarda............................................................244-249 Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Penggunaan Cream Pemutih Wajah pada Mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan oleh Dewi Setiyawati..….......................................................250-257

Peningkatan Angka Peroksida pada Minyak Goreng Curah Terhadap Penggorengan Berulang Tempe oleh Rosmayani Hasibuan...........................................258-262 Uji Efek Antibakteri Rebusan Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus oleh Jafril Rezi, Rini Andarwati Zulfa Ismaniar Fauzi............................................263-266

ISSN 1907-3046

Page 2: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Efektifitas Metode Ceramah dan Bermain dalam Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Terhadap Pengetahuan Siswa/i SD N 064026 Ladang Bambu Medan Tuntungan 2014 oleh Ety Sofia Ramadhan.............................................................267-271 Pengaruh Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Diskusi Kelompok Tentang Alat Pelindung Diri Terhadap Peningkatan Perilaku Pekerja Las di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 oleh Geminsah Putra Siregar.......................................272-276 Pemeriksaan Badan Keton pada Urine Penderita Diabetes Mellitus Tipe II (Niddm) yang di Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan oleh Ice Ratnalela Siregar........................................…………….....277-279 Uji Efektifitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amarylifolius) Sebagai Larvasida Terhadap Larva Aedes aegypti oleh Suparni.....................…...…280-284 Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Mencit oleh Nasdiwaty Daud.....................……285-290 Analisa Kadar Timbal pada Sayur Kubis (Brassica oleracea L.var. capitata L) yang Ditanam di Pinggir Jalan Tanah Karo Berastagi oleh Sri Bulan Nasution................................................................291-298 Rebusan Rimpang Alang-Alang (Imperata Cylindrical L) Memberikan Efek Diuretik pada Mencit (Mus Musculus) di Menit Ke 90 oleh D. Elysa Putri Mambang.............................................................299-304 Perbedaan Motivasi untuk Melakukan Senam Nifas pada Ibu Postpartum yang Diberikan Pendidikan Kesehatan dengan yang Tidak Diberikan Pendidikan Kesehatan di Rumah Sakit Bina Kasih Medan oleh Jujuren Br. Sitepu....………....…...…................305-309 Perbedaan Berkumur Menggunakan Air Rebusan Daun Sirih dengan Formula Protector Citrus Mint Terhadap Penurunan Indeks Plak pada Siswa/i Kelas IV SD Negeri No. 066428 Medan Tuntungan oleh Sri Junita Nainggolan, Asnita Bungaria Simaremare....…310-316 Pengaruh Karakteristik Ibu dan Dukungan Suami Terhadap Pemeriksaan Kehamilan di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan oleh Rosmawaty Harahap, Meidiawaty Siregar........317-325 Efektivitas Mengunyah Buah Bengkuang Terhadap Penurunan Debris Indeks pada Siswa Kelas III A SD Negeri 060930 Titi Kuning Tahun 2014 oleh Sondang.......................................................……326-329

Page 3: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Prevalensi Karies Gigi di TK Islam Ar – Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2014 oleh Rawati Siregar........................330-335 Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Berhubungan dengan Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2013 oleh Julietta Hutabarat...................336-339

Page 4: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

PENGANTAR REDAKSI

Jurnal PANNMED merupakan salah satu wadah untuk menampung hasil penelitian Dosen Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Jurnal PANNMED Edisi Januari – April 2014 Vol. 8 No. 3 yang terbit kali ini menerbitkan sebanyak 21 Judul Penelitian. Redaksi mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Direktur atas supportnya sehingga Jurnal ini dapat terbit 2. Dosen-dosen yang telah mengirimkan tulisan hasil penelitiannya dan semoga dengan terbitnya jurnal

ini dapat memberi semangat kepada dosen yang lain untuk berkreasi menulis hasil penelitian sehingga bisa diterbitkan ke Jurnal Pannmed ini.

Akhir kata, kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun agar jurnal ini dapat menjadi jurnal yang berkualitas seperti harapan kita bersama.

Redaksi

Page 5: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

211

HUBUNGAN PERILAKU MAHASISWA POLTEKKES YANG MENGGUNAKAN FIXED APLIANCE TENTANG MENYIKAT GIGI DENGAN NILAI OHI-S DI POLTEKKES KEMENKES MEDAN

TAHUN 2013

Herlinawati1, Ngena Ria1, Zuraidah Nasution1 1 Direktorat Poltekkes Kemenkes Medan

Abstrak

Fixed appliance atau disebut juga pesawat orthodonti cekat merupakan alat orthodonti yang dilengketkan langsung pada gigi. Dewasa ini pemakaian fixed appliance semakin banyak diminati kawula muda untuk memperbaiki dan mengoptimalkan fungsi gigi sebagai alat kunyah dan untuk mengoptimalkan fungsi estetika gigi. Piranti fixed appliance memiliki bentuk yang rumit sehingga mempermudah lengketnya plak lebih lama dan dapat meningkatkan resiko terjadinya karies, gingivitis dan penyakit periodontal. Adanya piranti fixed appliance yang menempel pada gigi-gigi akan menyulitkan untuk membersihkan gigi sehingga cenderung terjadi penumpukan plak pada gigi disekitar bracket dan mahkota gigi pada tepi gingival. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku mahasiswa yang memakai fixed appliance tentang menyikat gigi dengan nilai OHI-S di Poltekkes Kemenkes Medan. Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan desain cross sectional . Populasi dalam penelitian ini berjumlah 122 orang dan sampel adalah seluruh populasi yaitu 122 orang (total populasi). instrumen yang dipakai yaitu kaca mulut, pinset, sonde, nier bekken, handuk bersih kuesioner dan formulir pemeriksaan. Analisis data bivariat dengan menggunakan uji chi-square dan Spearman’s rho dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kategori pengetahuan mahasiswa tidak berhubungan dengan kriteria OHI-S (p > 0,05) sedangkan kategori sikap dan tindakan mempunyai hubungan dengan kriteria OHI-S (p < 0,05). Nilai OHI-S rata-rata adalah 2,68. Dianjurkan kepada mahasiswa yang menggunakan fixed appliance agar lebih meningkatkan kebersihan gigi dan mulutnya, mengikuti petunjuk dari dokter gigi spesialis orthodonti tentang cara menyikat gigi dan sikat gigi yang digunakan.

Kata Kunci : Perilaku Menyikat Gigi, OHI-S, Fixed Appliance

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO sehat adalah suatu kondisi yang menyatakan sehat fisik, mental, sosial dan bukan hanya bebas dari penyakit atau cacat. Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak tidak hanya perorangan, tetapi juga kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Pasal 10, dinyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan pencegahan, pengobatan dan pemulihan yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan. Dalam Undang-undang Kesehatan No.36 tahun 2009 Pasal 93 ayat 1 dan 2 yaitu pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang dapat dilakukan dengan tindakan pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, serta pemulihan kesehatan gigi yang dilaksanakan oleh pemerintah setempat dan

dapat juga dilakukan melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, sekolah dan masyarakat. Perilaku kesehatan merupakan suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman serta lingkungan. Masyarakat sudah banyak yang secara teratur menyikat gigi, tetapi sebagian besar tidak mempraktekkan menyikat gigi dengan cara yang baik dan benar sehingga hasilnya tidak optimal. Hal tersebut diketahui dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 bahwa di Indonesia 91,1% orang menggosok gigi setiap hari, namun hanya 7,3% dari keseluruhan yang mengikuti petunjuk untuk menggosok gigi. Berdasarkan Survei Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan (1999), menyebutkan bahwa gangguan maloklusi di Indonesia menduduki peringkat ke kedua dari masalah kesehatan gigi. Kelainan susunan gigi atau maloklusi, baik ringan hingga berat sering terjadi penyebab utama adalah faktor keturunan (genetik). Fixed appliance atau disebut juga pesawat orthodonti cekat merupakan alat orthodonti yang dilengketkan langsung pada gigi. Piranti fixed

Page 6: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

212

appliance memiliki bentuk yang rumit sehingga mempermudah lengketnya plak lebih lama dan dapat meningkatkan resiko terjadinya karies, gingivitis dan penyakit periodontal. Bracket dilekatkan pada masing-masing gigi dan akan tetap melekat hingga perawatan selesai (rata-rata satu sampai dengan 2 dua tahun). Adanya piranti fixed appliance yang menempel pada gigi-gigi akan menyulitkan untuk membersihkan gigi sehingga cenderung terjadi penumpukan plak pada gigi disekitar bracket dan mahkota gigi pada tepi gingival (Orlang,H, dkk, 2001). Fungsi dari fixed appliance ini adalah untuk memperbaiki dan mengoptimalkan fungsi gigi sebagai alat kunyah dan estetika gigi. Alat ini awalnya dirancang dan dikembangkan oleh ahli-ahli Kedokteran Gigi khususnya di bidang orthodonsi, yaitu ilmu kedokteran gigi yang mempelajari kelainan pertumbuhan dan perkembangan kraniodentofasial yang berhubungan dengan fungsi sistem stomatognasi dan estetika (Arnof, 2012). Perawatan oral hygiene yang tepat seharusnya diajarkan dan ditekankan pada pasien saat pemasangan fixed appliance. Selama perawatan fixed appliance perlu dilakukan tindakan pencegahan plak sehingga akan didapatkan oral hygiene yang baik. Program oral hygiene yang baik ini menjadi tanggung jawab pasien, orang tua, dan dokter gigi. Salah satu upaya pencegahan plak adalah dengan melakukan kontrol plak. Diantara bermacam-macam kontrol plak metode yang paling sederhana, aman dan efektif adalah menyikat gigi. Dokter gigi umumnya selalu menganjurkan pasien yang menggunakan fixed appliance untuk menyikat giginya minimal 2 kali sehari yaitu pagi hari setelah sarapan dan sebelum tidur malam (Pintauli S, Hamada T, 2008). Dianjurkan menggunakan sikat gigi desain khusus yaitu baris tengah bulu sikat lebih pendek dibandingkan bulu sikat pada kedua pinggirnya untuk membantu penyingkiran plak disekitar bracket. Lamanya menyikat gigi sebaiknya 2 – 3 menit agar semua permukaan gigi dapat disikat dengan baik, walaupun sebenarnya penentuan waktu ini tidak bisa sama pada setiap orang terutama pada orang yang sangat memerlukan program kontrol plak.

Berdasarkan penelitian Pakpahan T. (2012), di Jurusan Keperawatan Gigi dan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan bagi pengguna fixed appliance menunjukkan OHI-S rata-rata sebesar 2,29 melebihi target Nasional ( ≤ 2). Penelitian Basdra dkk, melihat hampir 50% pasien fixed appliance secara klinis djumpai white spot selama perawatan. white spot ini disebabkan larutnya permukaan email sehingga terjadi proses demineralisasi karena bakteri yang menghasilkan asam. Demineralisasi tersebut merupakan proses awal karies pada email. Survei awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 37 orang mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi dan Kebidanan Poltekkes Medan yang menggunakan fixed appliance, ternyata 21 orang (56,7%) belum memakai sikat gigi khusus untuk menyikat gigi dengan alasan harga sikat gigi yang relatif mahal dan tidak terbiasa menggunakannya.

Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana hubungan perilaku mahasiswa Poltekkes yang memakai fixed appliance tentang menyikat gigi dengan nilai OHI-S Di Poltekkes Kemenkes Medan tahun 2013. METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Poltekkes Kemenkes Medan yaitu pada Jurusan Analis, Farmasi, Keperawatan, Keperawatan Gigi dan Kebidanan Medan.

Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Juli sampai dengan bulan Oktober Tahun 2013.

Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei analitik dengan rancangan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku mahasiswa yang menggunakan fixed appliance tentang menyikat gigi terhadap nilai OHI-S di Poltekkes Kemenkes Medan Tahun 2013.

Populasi Penelitian

Menurut Budiarto, E. (2002) populasi adalah kumpulan semua individu yang akan diukur atau diamati ciri-cirinya dalam suatu batas tertentu. Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan dilakukan (Hastono,S.P, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Poltekkes Kemenkes Medan yang menggunakan fixed appliance di Jurusan Analis Kesehatan (11 orang), Farmasi (14 orang), Keperawatan (8 orang), Keperawatan Gigi (65 orang) dan Kebidanan Medan (24 orang) dengan jumlah dari ke lima jurusan tersebut sebanyak 122 orang. Sampel Penelitian :

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi (total populasi) dengan jumlah 122 orang. Kriteria inklusi :

a. Bersedia menjadi responden selama penelitian.

b. Sehat saat penelitian. c. Mahasiswa yang menggunakan fixed

appliance pada Jurusan Analis, Farmasi, Keperawatan, Keperawatan gigi dan Kebidanan Medan.

Teknik Pengumpulan Data Data Primer :

Data primer yang diperoleh dari hasil jawaban kuesioner yang dibagikan secara langsung pada siswa tentang menyikat gigi. Sebelum mahasiswa menjawab kuesioner, peneliti terlebih dahulu memberi penjelasan masing-masing butir pertanyaan. Kemudian dilakukan pemeriksaan pada mahasiswa meliputi nilai OHIS.

Page 7: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Herlinawati,, dkk. Hubungan Perilaku Mahasiswa…

213

Dalam melakukan pemeriksaan, peneliti menggunakan alat dan bahan sebagai berikut :

Alat : 1. Kaca mulut 2. Sonde 3. Pinset 4. Nier bekken 5. Celemek 6. Handuk bersih 7. Formulir pemeriksaan 8. Lembar Kuesioner

Bahan :

a. Disclosing solution b. Bahan desinfektan (dettol) c. Kapas d. Air bersih

Data sekunder :

Data sekunder diperoleh dari Jurusan-jurusan yang ada di Poltekkes Kemenkes Medan. Data yang diambil adalah data Mahasiswa Jurusan Analis, Farmasi, Keperawatan, Keperawatan Gigi dan Kebidanan Medan.

Teknik Mengukur Data

Skala yang digunakan yaitu skala Likert, kuesioner dalam penelitian ini adalah berupa daftar pertanyaan. Pertanyaan tentang perilaku sebanyak 30 soal meliputi pengetahuan 12 soal, sikap dan tindakan masing-masing 9 soal. Bentuk pertanyaan untuk pengetahuan terdiri dari 3 jawaban, untuk jawaban yang benar diberi nilai 1 dan nilai 0 jika salah. Pertanyaan tentang sikap 3 jawaban untuk jawaban yang setuju diberi nilai 2, kurang setuju diberi nilai 1 dan tidak setuju diberi nilai 0. Pertanyaan/pernyataan tentang tindakan terdiri dari 2 pilihan jawaban kalau jawaban ya diberi nilai 1 dan nilai 0 kalau jawaban tidak. Pengetahuan disebut : Kurang dengan nilai : 0 – 4 Cukup dengan nilai : 5 - 8 Baik dengan nilai : 9 – 12 Sikap disebut : Kurang dengan nilai : 0 – 6 Cukup dengan nilai : 7 – 12 Baik dengan nilai : 13 – 18 Tindakan disebut : Kurang dengan nilai : 0 – 3 Cukup dengan nilai : 4 – 6 Baik dengan nilai : 7 – 9

Data yang telah dikumpulkan diolah dengan

langkah-langkah sebagai berikut : 1. Proses editing (memeriksa) Proses editing, penyuntingan data yang

dilakukan untuk menghindari kesalahan atau

kemungkinan adanya format pemeriksaan yang belum terisi.

2. Proses coding (pengkodean) Pemberian kode dan scoring pada tiap pemeriksaan untuk memudahkan proses entry data.

3. Entry Data, memasukkan data ke komputer. 4. Cleaning data, sebelum analisis data

dilakukan pengecekan dan perbaikan data yang sudah masuk.

5. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perhitungan uji statistic memakai bantuan program komputer.

Analisa Data Data dikumpulkan melalui pemeriksaan Debris Index dan Calculus Index serta membagikan kuesioner pada responden. a. Analisis data univariat, untuk melihat gambaran

dan karakteristik setiap variabel indevenden (bebas) dan variable dependen (terikat).

b. Analisis data bivariat, untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan terikat, Analisa statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square dan Spearman’s rho dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Penelitian mengenai hubungan perilaku mahasiswa yang menggunakan fixed appliance tentang menyikat gigi dengan nilai OHI-S di Poltekkes Kemenkes Medan tahun 2013, diperoleh hasil sebagai berikut : 4.1.1.Karakteristik Responden Hasil Penelitian terhadap Karakteristik Responden mahasiswa yang menggunakan fixed appliance dapat dilihat pada tabel 4.1.1. berikut : Table 4.1.1. Distribusi Karakteristik Mahasiswa

yangMenggunakan Fixed Appliance di Poltekkes Kemenkes Medan Tahun 2013

No KARAKTERISTIK JUMLAH %

1 Umur (tahun) (orang) a.17 - 19 80 b. 20 - 23 42

65,6 34,4

2 Jenis Kelamin a. Laki-laki

b. Perempuan 7 115

5,7 94,3

Total 122 100 Dari tabel 4.1.1. menunjukkan bahwa umur responden sebagian besar pada kelompok umur 17 – 19 tahun yaitu 80 orang (65,6%). Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih banyak yakni 115 orang (94,3%).

Page 8: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

214

Tabel 4.1.2. Distribusi Responden Yang Menggunakan Fixed Appliance Berdasarkan Jurusan dan Pelaksana (yang merawat) pada Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Medan Tahun 2013

No Jurusan Jumlah (orang) % 1 a.Keperawatan Gigi 65 53,3 b.Kebidanan Medan 24 19,7 c.Farmasi 14 11,5 d.Analis kesehatan 11 9,0 e.Keperawatan 8 6,5 Pelaksana (yang Merawat) 2 a.Dokter Gigi Spesialis

Orthodonti 4 3,2

b.Dokter Gigi 86 70,5 c.Perawat Gigi 32 26,3 Total 122 100

Jurusan yang paling banyak menggunakan fixed Appliance adalah Keperawatan Gigi yaitu 65 orang (53,3%) dan pelaksana (yang merawat) hanya 4 orang (3,2%) pada dokter gigi spesialis orthodonti. Variabel pengetahuan, sikap dan tindakan responden tentang menyikat gigi dapat dilihat pada tabel 4.1.3. Tabel 4.1.3. Distribusi Responden Berdasarkan

Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Tentang Menyikat Gigi di Poltekkes Kemenkes Medan Tahun 2013

Dari tabel 4.1.3 menunjukkan bahwa pengetahuan responden 48,4 % kategori baik, 47,5% cukup dan 4,1% tingkat pengetahuan kurang. Pada sikap 81,2% kategori baik, 18,0% cukup dan 0,8% kurang. Sedangkan tindakan 54,9% yang kategori baik, 36,1% tergolong cukup dan 9,0 persen tergolong kurang.

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kategori nilai OHI-S pada mahasiswa Poltekkes Kemenkes Medan tahun 2013, dapat dilihat pada tabel 4.1.4. Tabel 4.1.4. Distribusi Responden Berdasarkan

Kriteria OHI-S dan Rata-rata nilai OHI-S Pada Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Medan Tahun 2013

Kriteria Jumlah % Mean OHI-S a.Baik 0 0 b.Sedang 99 81,1 2,68 c.Buruk 23 18,9 Total 122 100

Dari tabel 4.1.4. menunjukkan bahwa kriteria baik tidak ada (0%), kriteria sedang 99 orang (81,1%) dan kriteria buruk 23 orang (18,9%). Sedangkan rata-rata nilai OHI-S adalah 2,68 (kriteria sedang). Analisis Bivariat

Hubungan pengetahuan,sikap, tindakan mahasiswa yang menggunakan fixed appliance tentang menyikat gigi dengan nilai OHI-S di Poltekkes Kemenkes Medan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 4.1.5. Tabel 4.1.5. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Responden dengan nilai OHI-S di Poltekkes Kemenkes Medan Tahun 2013

Kategori Pengetahuan

Kategori OHIS Jumlah

p Baik Sedang Persentase Buruk Persentase

a.Baik b.Cukup c.Kurang

0 0 0

47 47 5

38,5 38,5 4,1

12 11 0

9,8 9,1 0

59 58 5

0,536

Total 0 99 81,1 23 18,9 122 Kategori Sikap

a.Baik b.Cukup c.Kurang

0 0 0

66 29 6

54,1 23,8

4,9

14 5 2

11,5 4,1 1,6

80 34

8

0,037

Total 0 101 82,8 21 17,2 122 Kategori Tindakan

a.Baik b.Cukup c.Kurang

0 0 0

67 30 2

54,9 24,6 1,6

0 14 9

0 11,5 7,4

67 44 11

0,000

Total 0 99 81,1 23 18,9 122 Dari tabel 4.1.5. menunjukkan bahwa pengetahuan dari mahasiswa (responden) dengan kategori baik terdapat kategori OHI-S baik tidak ada, kategori sedang sebanyak 47 orang (38,5%) dan buruk 12 orang (9,8%), untuk kategori pengetahuan cukup : kategori OHI-S baik tidak ada, sedang 47 orang (38,5%) dan buruk 11 orang (9,1%) untuk kategori kurang kategori OHI-S baik tidak ada, kategori sedang OHI-S. 5 orang (4,1%) dan kategori kurang tidak ada. Dari hasil uji chi-square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara yang berpengetahuan baik dengan cukup serta kurang (p>0,05) terhadap kriteria OHI-S.

No Variabel

JUMLAH (Orang) %

1. Pengetahuan a. Baik b. Cukup Kurang

59 48,4 58 47,5 5 4.1

Total 122 100 1. Sikap

a. Baik b. Cukup c. Kurang

80 81,2 34 18,0 8 0,8

Total 122 100 2. Tindakan

a. Baik b. Cukup c. Kurang

67 54,9 44 36,1 11 9.0

Total 122 100

Page 9: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Herlinawati,, dkk. Hubungan Perilaku Mahasiswa…

215

Pada tabel 4.1.5. menunjukkan sikap dari mahasiswa (responden) dengan kategori baik terdapat kategori OHI-S baik tidak ada, kategori sedang sebanyak 66 orang (54,1%) dan buruk 14 orang (11,5%), untuk kategori sikap cukup : kategori OHI-S baik tidak ada, sedang 29 orang (23,8%) dan buruk 5 orang (4,9%) untuk kategori kurang kategori OHI-S baik tidak ada, kategori sedang 6 orang (4,9%) dan kategori kurang 2 orang (1,6%). Dari hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan bermakna antara yang bersikap baik dengan cukup serta kurang (p<0,05) terhadap kriteria OHI-S.

Pada tabel 4.1.5. menunjukkan tindakan dari mahasiswa (responden) dengan kategori baik terdapat kategori OHI-S baik tidak ada, kategori sedang sebanyak 67 orang (54,9%) dan buruk tidak ada, untuk kategori tindakan cukup : kategori OHI-S baik tidak ada, sedang 30 orang (24,6%) dan buruk 14 orang (11,5%) untuk kategori kurang kategori OHI-S baik tidak ada, kategori sedang 2 orang (1,6%) dan kategori kurang 9 orang (7,4%). Dari hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara yang mempunyai tindakan baik dengan cukup serta kurang (p<0,05) terhadap kriteria.

Pembahasan Analisa Univariat Karakteristik responden yang diteliti meliputi umur dan jenis kelamin. Dari tabel 4.1.1.menunjukkan umur responden yang paling dominan adalah antara 17 -19 tahun yaitu sebanyak 80 orang (65,6%), sedangkan untuk jenis kelamin perempuan yang paling banyak menggunakan fixed appliance yaitu sebanyak 115 orang (94,3%) sesuai dengan kodrat perempuan yang cenderung menjaga estetis. Pada Tabel 4.1.2. Jurusan yang paling banyak menggunakan fixed appliance adalah Jurusan Keperawatan Gigi 65 orang (53,3%). Sedangkan pelaksana fixed appliance (yang merawat) pada responden ternyata hanya 4 orang (3,2%) dokter gigi spesialis orthodonti. Menurut Arnof (2012) pada penggunaan alat orthodonti cekat yang direkatkan pada gigi, tindakan pemasangan, perawatan dan pelepasannya seharusnya hanya dapat dilakukan oleh dokter gigi spesialis orthodonti yang sudah mempunyai keterampilan khusus. Terdapat 32 orang (26,3%) yang merawat (pemasang fixed appliance) adalah perawat gigi dengan alasan biaya yang dikeluarkan relatif murah namun tanpa mempertimbangkan keberhasilan perawatan dan efek yang akan ditimbulkan. Rata-rata nilai OHI-S adalah 2,68, sedangkan target nasional adalah ≤ 2. Menurut Danvita (2004) menyatakan bahwa sebelum memulai suatu perawatan orthodonti pada pasien, perlu diperhatikan tujuan dari perawatan, yaitu mengoreksi susunan gigi geligi dengan tetap memperhatikan kebersihan gigi dan mulut. Untuk pemeliharaan kesehatan gigi, dibutuhkan kemandirian pasien dalam tindakan pencegahan penumpukan plak pada permukaan gigi, yaitu menyikat gigi dan berkumur. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007,

walaupun 77,2% masyarakat telah menyikat gigi namun menyikat gigi sesuai anjuran hanya 8,1%. Menurut Wendari (2001) bahwa keberhasilan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dipengaruhi oleh factor penggunaan sikat gigi yang dipilih, metode serta frekuensi dan waktu penyikatan gigi yang tepat waktu. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa tidak menggunakan sikat gigi khusus untuk penggunaan fixed appliance. Biomechan, N (2009) menyatakan bahwa adanya alat yang menempel pada permukaan gigi akan menyulitkan untuk membersihkan gigi sehingga cenderung terjadi penumpukan plak disekitar bracket dan sepertiga mahkota gigi pada tepi gingiva. Menurut Wahyu (2009), dalam perawatan orthodontik pasien harus lebih memberi perhatian khusus dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut. Penggunaan sikat gigi yang didisain khusus akan mempermudah pembuangan plak pada permukaan gigi dan mencegah lepasnya bracket saat menyikat gigi. Analisa Bivariat Hubungan Pengetahuan dengan Nilai OHI-S Pengetahuan mahasiswa yang menggunakan fixed appliance tentang menyikat gigi dibutuhkan untuk mengukur sejauh mana pemahaman mahasiswa berkaitan dengan menyikat gigi. Hasil penelitian berdasarkan uji chi-square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara mahasiswa yang mempunyai pengetahuan baik dengan cukup serta kurang (p>0.05) terhadap kriteria OHI-S. Menurut Azwar (1996) bahwa pengetahuan tentang kesehatan sering tidak sejalan dengan sikap dan tindakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Disamping fasilitas,juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Nilai OHI-S adalah merupakan penjumlahan dari Debris Index dan Calculus Index. Pemeriksaan OHI-S dari kelima jurusan dilakukan peneliti pada jam istirahat siang hari (antara jam 12 00 WIB sampai dengan 14.00 WIB) sesuai dengan waktu yang disediakan oleh masing-masing Jurusan. Menurut Newman,et al.(2006) menjelaskan bahwa setelah seseorang menyikat gigi, pada permukaan gigi akan terbentuk lapisan bening dan tipis yang disebut dengan pelikel. Pelikel ini belum ditumbuhi mikroorganisme, apabila pelikel sudah ditumbuhi mikroorganisme maka disebut plak. Plak berupa lapisan tipis bening yang menempel pada permukaan gigi, terkadang pada permukaan gusi dan lidah. Lapisan ini adalah kumpulan sisa-sisa makanan, mikroorganisme, protein dan saliva. Plak selalu berada pada rongga mulut karena pembentukannya setiap saat, dan akan hilang setelah menggosok gigi. Pada penelitian ini mahasiswa (responden) sudah makan siang dan kondisinya tidak memungkinkan untuk melakukan sikat gigi karena berada di lingkungan

Page 10: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

216

kampus. Selain itu menurut Panjaitan, M (1997) bahwa keadaan OHI-S sangat dipengaruhi oleh asupan makanan di luar jam-jam makan yang tidak langsung menyikat gigi. Hubungan sikap Responden dengan Nilai OHI-S Sikap mahasiswa (responden) yang menggunakan fixed appliance pada tabel 4.1.5 menunjukkan ada hubungan antara responden yang bersikap baik dengan cukup serta kurang terhadap nilai OHI-S, hal ini dapat dilihat dari hasil uji chi-square (p <0,05). Menurut Notoatmodjo (2007), Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Hubungan Tindakan Responden dengan Nilai OHI-S Tindakan mahasiswa (responden) yang menggunakan fixed appliance pada tabel 4.1.5 menunjukkan ada hubungan antara yang mempunyai tindakan yang baik dengan cukup serta kurang terhadap nilai OHI-S, hal ini dapat dilihat dari hasil uji chi-square (p <0,05). Menurut Notoatmodjo (2003), tindakan sangat dipengaruhi oleh sikap seseorang walaupun sebenarnya harus diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Disamping fasilitas,juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.

Dari hasil penelitian terhadap responden ternyata sebagian besar belum menggunakan sikat gigi khusus orthodonti untuk menyikat gigi, dengan alasan harga sikat gigi yang relative mahal dan tidak terbiasa menggunakannya. Menurut Sukmawaty W (2010), salah satu syarat sikat gigi khusus orthodonti adalah bentuk bulu sikat pada bagian tengah lebih pendek dari kedua pinggirnya. Sikat gigi khusus ini dipakai karena mampu membersihkan kotoran yang menempel disela – sela gigi dan kawat, yang tidak bisa dijangkau oleh sikat gigi biasa. Hal yang harus diperhatikan bahwa pasien perlu hati – hati pada waktu membersihkan plak yang menempel pada kawat agar tidak sampai merusak kawat giginya. Hubungan Perilaku Responden dengan Nilai OHI-S Hasil uji Spearman’s rho pada penelitian menunjukkan ada hubungan perilaku dengan nilai OHI-S (p< 0,05). Menurut Notoatmodjo (2003), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku yaitu faktor intern dan ekstern, dimana faktor ektern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik sedangkan intern mencakup : pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian pada mahasiswa yang menggunakan fixed appliance dapat disimpulkan bahwa :

1. Tidak ada hubungan antara yang berpengetahuan

baik , cukup dan kurang dengan kriteria OHI-S (p = 0,536).

2. Ada hubungan antara yang bersikap baik ,cukup dan kurang dengan kriteria OHI-S (p = 0,037).

3. Ada hubungan antara yang mempunyai tindakan baik, cukup dan kurang terhadap kriteria OHI-S (p = 0.001).

4. Ada hubungan perilaku mahasiswa yang menggunakan fixed appliance dengan kriteria OHI-S (p < 0.02).

5. Nilai OHI-S rata-rata mahasiswa yang menggunakan fixed appliance di Poltekkes Kemenkes Medan adalah 2,68.

Saran 1. Dianjurkan kepada mahasiswa yang

menggunakan fixed appliance agar lebih meningkatkan pemeliharaan kebersihan gigi dan mulutnya, dengan memperhatikan sikat gigi yang digunakan metode penyikatan gigi serta frekuensi dan waktu yang tepat.

2. Dianjurkan kepada mahasiswa yang menggunakan fixed appliance supaya kontrol secara rutin dan melakukan pembersihan karang gigi.

3. Dianjurkan kepada mahasiswa yang menggunakan fixed appliance agar tindakan perawatan dilakukan oleh tenaga yang sesuai dengan kompetensinya (dokter gigi spesialis orthodonti).

4. Diharapkan diadakan penelitian lanjutan karena masih dijumpai OHI-S melebihi standar nasional, meskipun memiliki pengetahuan yang baik tetapi tidak memiliki kriteria OHI-S yang baik.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian suatu

Pendekatan Praktek, Rineka cipta. Jakarta.

A R Thom, P A Cook, dkk, (1995) alat-alat orthodonsi Cekat, EGC, Jakarta.

Azwar, A. 1996, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

Budiarto, E. (2002), Biostatistika untuk kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, EGC Jakarta.

Dalimunthe SH. 2005. Periodontia USU Press Departemen Kesehatan, 2004 Survei Kesehatan

Nasional, Laporan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Gawkrodger, David, J, 2004, Human Desease For Dentists, Blackwell,UK.

Page 11: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Herlinawati,, dkk. Hubungan Perilaku Mahasiswa…

217

Herijulianti E, dkk. 2001. Pendidikan Kesehatan Gigi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Hastono S. P. 2001. Modul Analisis Data Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Jakarta.

Houwink B et al. 1993. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Alih Bahasa. Suryo S, Abyono R. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

http://Kawat –gigi.blogspot.com/2011/09/apa-itu-orthodonti.html.

http://drg.Arnof.blogspot.com/2012/apa-itu-fixed orthodonti

http://Kesehatan.gigi.blogspot.com/2008/02/kawat-gigi-bracket.html.

http://Lalimuntadir.wordpress.com/2009/22/tips-perawatan-bracket.

Mokhtar , M (2002) Dasar-Dasar Orthodonti, 2nd, Bina Insani Pustaka, Medan.

Mokhtar, M .2007. Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. Yoga Ink. Medan.

Newman, et.al. (2006) Carranza’s Clinical Periodontology.10 th ed, St. Llouis, Saunders Elsevier.

Notoatmojo S. 2002. Metode Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmojo S. 2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta. Jakarta.

Orlangh, H, dkk,2001, Persepsi Profesional Manfaat dari perawatan Ortodonti, European Journal of orthodontics.

Panjaitan M. 1997. Ilmu Pencegahan Karies Gigi. Cetakan Ke-2. USU Press. Medan.

Pintauli S,. Hamada T , 2008, Menuju Gigi dan Mulut Sehat Pencegahan dan Pemeliharaan, USU Press, Medan.

Pratiwi, D. (2007). Gigi Sehat, Merawat Gigi Sehari-hari. Jakarta: Kompas.

Situmorang, N. 2004, Dampak Karies Gigi dan Penyakit Periodontal terhadap Kualitas Hidup Jakarta.

Susanto,A, (2007), Kesehatan Gigi Dan Mulut, Sunda Kelapa Pustaka, Jakarta.

Page 12: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

218

PENGARUH WAKTU KONTAK AIR PAYAU DALAM SARINGAN PASIR DAN ARANG KAYU TERHADAP PENURUNAN JUMLAH BAKTERI COLI-FORM, KEKERUHAN DAN SALINITAS UNTUK KEBUTUHAN

AIR MINUM

TH.Teddy Bambang, Suprapto, Mardan Ginting

Abstrak

Air payau rasanya agak asin dan tidak segar umumnya keruh, tercemar oleh kotoran (tinja manusia) banyak mengandung bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit dysentri, kholera, typhoid fever, infectius hepatitis, polio dan lain-lain jika digunakan langsung untuk air minum tanpa terlebih dahulu di masak.Untuk mengatasi masalah air payau yang keruh, mengandung bakteri patogen (E.coli) dan kadar garam (salinitas) yang jumlahnya berlebihan, maka dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan saringan pasir dan arang aktif. Penelitian ini bersifat eksperimental semu, dengan rancangan yang digunakan ialah Pretest-Postest Control Group design. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh waktu kontak air payau dalam saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan jumlah bakteri Coli-form , kekeruhan dan salinitas untuk kebutuhan air minum.Sampel yang digunakan adalah air payau dari Pulau Sicanang Belawan, media Saringan pasir dan arang kayu dengan ketinggian 70 cm waktu kontak 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Pemeriksaan bakteri Coli-form pada sampel menggunakan pemeriksaan dengan tabung ganda, kekeruhan dengan Turbidity meter dan Salinitas menggunakan Refraktometer. Tempat penelitian dilakukan di ruang laboratorium terpadu Direktorat Poltekkes Kemenkes Medan dengan 3 (tiga) kali pengulangan.Analisa data dilakukan dari tahapan univariat, bivariat. Uji yang dipakai menggunakan t-test dan Anova dengan derajat kepercayaan 95% (α =0,05).Hasil penelitian diperoleh bahwa saringan pasir dan arang kayau dapat menurunkan MPN Coli-form, kekeruhan dan salinitas dengan waktu kontak 3 jam sebesar 95,8%, 85,6%, 85,7%, ada pengaruh waktu kontak 1 jam, 2 jam dan 3 jam air payau dalam saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan jumlah bakteri Coli-form dengan p=0,00 ( p < α =0,05), ada pengaruh waktu kontak air payau dalam saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan Coli fecal dengan p=0,00 ( p < α =0,05), ada pengaruh waktu kontak air payau dalam saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan kekeruhan dengan p=0,00 ( p < α =0,05) dan ada pengaruh waktu kontak air payau dalam saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan salinitas dengan p= 0,01 ( p < α =0,05). Petugas Puskesmas dapat mensosialisasikan saringan pasir dan arang aktif dengan ketinggian 70 cm pada masyarakat yang menggunakan air payau untuk memperoleh air minum yang memenuhi syarat kesehatan.

Kata Kunci: Saringan pasir arang kayu, Coliform,Kekeruhan dan Salinitas

Pendahuluan Air minum merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling penting bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan.Kelangsungan hidup dan kualitas hidup manusia agar dapat terjamin harus menjaga kelestarian sumberdaya alam, khususnya sumber daya air.Namun tidak semua daerah mempunyai sumberdaya air yang baik (Permenkes RI Nomor :492/Menkes/Per/V/2010).Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi,mencuci dan sebagainya. Air juga merupakan bagian dari lingkungan fisik yang sangat esensiel tidak hanya dalam proses-proses hidup tetapi juga untuk proses lain seperti untuk industri, pertanian, pemadam kebakaran, dan lain-lain ( Suparman,2006).

Wilayah pesisir pantai di Sumatera Utara seperti daerah Percut Sei Tuan, Pulau Sicanang,Pantai Labu, Pantai Cermin dan lainnya merupakan daerah-daerah yang sangat krisis akan sumber air tawar, sehingga timbul masalah pemenuhan kebutuhan air minum karena mereka memanfaatkan sumber air yang tersedia seperti air payau yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Air payau yang terdapat di daerah tersebut umumnya keruh, agak asin dan tercemar kotoran, dimana dari segi kualitas belum memenuhi syarat kesehatan.Air yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi masyarakat penggunanya. Berbagai gangguan kesehatan yang ditimbulkan dari air yang tidak memenuhi syarat kesehatan antara lain penyakit dysentery,thypus dan paratyphus, kholera, hepatitis- A dan poliomielitis ( Said Nusa Idaman, 1999).

Page 13: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

219

Pemanfaatan air untuk keperluan rumah tangga harus memenuhi persyaratan, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Persyaratan dari segi kuantitas adalah air tersebut harus mempunyai jumlah yang cukup untuk digunakan baik sebagai air minum, air mencuci dan keperluan rumah tangga lainnya. Persyaratan dari segi kualitas, air harus memenuhi persyaratan fisik, kimia, mikrobiologi dan radioaktif. Parameter fisik air minum menurut Permenkes RI No.492/Menkes/SK/VI/2010 tentang persyaratan kualitas air minum adalah tidak berbau,tidak berasa, kekeruhan : 5 NTU. Parameter mikrobiologi adalah untuk E.coli dan Total Bakteri Coli-form adalah: 0 (Nihil) /100 ml sampel air. Air payau mengandung beberapa jenis zat yang terlarut seperti garam-garam natrium khlorida, magnesium, kalsium, kalium dan sebagainya. Jumlah rata-ratanya berkisar antara 3,8 gr/l – 4,5 gr/l. Air payau jika digunakan untuk air minum rasanya agak asin dan tidak segar. Garam ( NaCl) dibutuhkan tubuh dalam membantu perkembangan kecerdasan atau kepandaian pada anak, juga selain itu berfungsi untuk membentuk zat tiroksin yang terbentuk dalam kelenjar tiroid. Sekalipun garam dibutuhkan oleh tubuh tetapi dalam dosis besar dapat meningkatkan tekanan darah yang merupakan sumber penyakit seperti diabetes, stroke dan jantung. Air payau yang tercemar oleh kotoran ( tinja manusia ) banyak mengandung bakteri pathogen yang dapat menyebabkan penyakit dysenteri, kholera, typhoid fever, infectius hepatitis, polio dan lain-lain jika digunakan langsung untuk air minum tanpa terlebih dahulu di masak (Depkes RI, 1991).Untuk mengatasi masalah air payau yang mengandung kadar garam yang jumlah berlebihan dan mengandung bakteri pathogen (E.coli), maka dapat dilakukan salah satunya dengan pengolahan air secara fisika dengan menggunakan media saringan pasir dan arang kayu (BPPT, 1999).Penyaringan (filtrasi) adalah proses melewatkan air melalui media untuk menghilangkan zat-zat yang tersuspensi (Kusnaedi,1998). Arang kayu dapat dipergunakan sebagai absorben cocok untuk pengolahan air olahan yang mengandung fenol dan bahan yang memiliki berat molekul tinggi. Arang kayu yang digunakan biasanya terbuat dari arang tempurung kelapa atau arang kayu sebagai media filtrasi (Kusnaedi,2006). Berdasarkan observasi peneliti di desa Pulau Sicanang Belawan merupakan desa yang berdekatan dengan kawasan pantai, air payau digunakan masyarakat sebagai sumber air bersih dengan cara pengambilan langsung ke daerah aliran sungai yang memiliki karakteristik salinitas 3,5 gr/l melewati batas yang telah ditetapkan Permenkes RI Nomor : 416/ Menkes/SK/XI/1990. Hal ini menunjukkan bahwa salinitas air di desa Pulau Sicanang tidak memenuhi syarat kesehatan untuk digunakan sebagai air bersih.

Perumusan Masalah Bagaimana pengaruh waktu kontak air payau dalam media saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan jumlah bakteri Coli form, penurunan kekeruhan dan salinitas untuk kebutuhan air minum ? Tujuan Penelitian 1.Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh waktu kontak air payau dalam media saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan jumlah bakteri Coli form, Coli-fecal, kekeruhan dan salinitas untuk kebutuhan air bersih. 2.Tujuan Khusus 1.Untuk menganalisis pengaruh waktu kontak air payau

selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam dalam media saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan MPN Coli form.

2.Untuk menganalisis pengaruh waktu kontak air payau selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam dalam media saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan kekeruhan dan salinitas.

3.Untuk mengetahui perbedaan pengaruh waktu kontak air payau selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam dalam media saringan pasir dan arang kayu terhadap MPN Coli form.

4.Untuk mengetahui perbedaan pengaruh waktu kontak air payau selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam dalam media saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan kekeruhan dan salinitas.

Hipotesa 1. Ada pengaruh waktu kontak air payau selama 1 jam, 2

jam dan 3 jam dalam media saringan pasir dan arang kayu terhadap

penurunan MPN Coli-form. 2. Ada pengaruh waktu kontak air payau selama 1 jam, 2

jam dan 3 jam dalam media saringan pasir dan arang kayu terhadap

penurunan kekeruhan dan salinitas. Manfaat penelitian 1.Masyarakat di daerah pantai dapat memperoleh air

bersih yang memenuhi syarat khususnya yang memanfaatkan air payau untuk kebutuhan sehari-hari.

2. Petugas Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten dan Puskesmas dapat mensosialisasikan media saringan pasir dan arang kayu kepada masyarakat untuk mengatasi masalah air payau untuk kebutuhan air minum.

Metodologi Penelitian 1.Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium

terpadu Direktorat Poltekkes Kemenkes Medan Jalan Jamin Ginting Km 13,5 Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan Medan.

Page 14: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

TH. Teddy Bambang, dkk. Pengaruh Waktu Kontak…

220

Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni – September 2013.

2.Desain dan metodologi penelitian 1. Jenis penelitian ini bersifat eksperimen semu

(quasi–experimental) yaitu untuk mengetahui pengaruh waktu kontak air payau dalam saringan pasir dan arang kayu terhadap jumlah bakteri Coli form dan penurunan kekeruhan dan salinitas.

Desain penelitian menggunakan metoda pre-test dan post-test kontrol design. Replikasi yang dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) kali.

Desain yang akan dilakukan seperti dibawah ini : X1,2,3 O1 R : X0 O2

Keterangan : X1,2,3 : Kelompok perlakuan. R : Replikasi. Xo : Kelompok Kontrol (menggunakan kerikil Ø 1-2 cm) O1 : Pengamatan jumlah Coli form, Coli

fecal, penurunan kekeruhan dan salinitas air payau sesudah melalui saringan pasir dan arang kayu selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam (kelompok perlakuan).

O2 :Pengamatan jumlah Coliform, penurunan kekeruhan dan salinitas air payau setelah melalui saringan kerikil selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam (kelompok kontrol).

3.Objek penelitian Objek penelitian ini adalah :

a. Air payau : diambil dari daerah Pulau Sicanang Belawan.

b. Pasir : digunakan pasir sungai dari Binjai. c. Kerikil : diperoleh dari sungai Tuntungan. d. Arang kayu : dipakai arang kayu bakau.

4. Pengumpulan data

Data primer diperoleh dengan cara memeriksakan air payau sebelum dan sesudah penyaringan saringan pasir dan arang kayu untuk bakteri Coli form, mengukur kekeruhan dan salinitas (kadar garam). 5. Tehnik analisis data Analisis data dilakukan dari tahapan univariat, bivariat. Uji yang dipakai untuk hipotesa pada analisa bivariat bertujuan untuk menguji pengaruh waktu kontak terhadap jumlah Coli form, Coli-fecal, penurunan kekeruhan dan salinitas dengan menggunakan uji t-test dependent dan untuk melihat perbedaan jumlah Coliform, penurunan kekeruhan dan salinitas dilakukan uji Anova (Analisis of variance ). Untuk melihat perbedaaan dari masing-masing variabel dilanjutkan dengan menggunakan uji “Tuckey-test”. Analisis data penelitian dengan menggunakan bantuan komputerisasi.

6. Bahan dan Prosedur Kerja a. Bahan : 1. Air payau 2. Pasir sungai ukuran diameter 0,25 – 0,50 mm. 3. Kerikil berdiameter 2 cm. 4. Arang kayu bakau berdiameter 2 cm. 5. Tabung paralon diameter 20 cm setinggi 100

cm. 6. Pipa paralon ½ inchi secukupnya. 7. Stock kran ½ inci 8. Kran ½ inchi. 9. Sok ½ inchi

10.Lem paralon/ pipa. 11.Selotip 12.Ijuk.

b. Alat : 1. Ayakan pasir ukur 0,25 – 0,50 mm. 2. Ayakan kawat ukuran 2 cm. 3. X-Turbidity meter. 4. Refraktometer.

c. Prosedur kerja :

1. Persiapkan media saringan pasir a). Ambil pasir kali berdiameter 0,25-0,50 mm

(volume 22 liter) tinggi 70 cm dan kerikil diameter 1 - 2 cm ( 3 liter ) tinggi 10 cm.

b).Kemudian cuci pasir kali dan kerikil hingga bersih (tidak keruh lagi air cucian).

c).Ambil arang kayu bakau diameter 2 cm ( volume 22 liter) tinggi 70 cm, kemudian dicuci sampai bersih.

2. Pembuatan media saringan pasir

a. Ambil tabung pipa paralon berdiameter 20 cm tinggi 100 cm.

b. Pasang dop diameter 20 cm dengan menggunakan lem paralon di bagian bawah tabung pipa paralon.

c. Lubangi dinding tabung paralon bagian bawah dengan bor listrik diameter ½ inchi dengan jarak 2,5 cm untuk tempat stok kran.

d. Pasang stok kran ½ inchi pada dinding tabung paralon yang telah dilubangi tadi.

e. Letakkan kerikil yang telah bersih dibagian dasar tabung setinggi 10 cm,

masukkan ijuk yang bersih setebal 5 cm diatasnya.

f. Masukkan pasir kali yang telah dicuci diatas lapisan ijuk ke dalam tabung pipa

paralon setinggi 70 cm.

3. Pembuatan Saringan arang kayu : a. Ambil tabung pipa paralon berdiameter 20 cm

tinggi 100 cm. b. Pasang dop diameter 20 cm dengan

menggunakan lem paralon di bagian bawah tabung pipa paralon.

c. Lubangi dinding tabung paralon bagian sisi kanan atas dengan jarak 10 cm untuk tempat stop kran dan sisi kiri bawah dengan bor listrik

Page 15: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

221

diameter ½ inchi jarak 2,5 cm dari bawah tabung pipa paralon.

d. Pasang stock kran ½ inchi pada dinding tabung paralon pada bagian atas dan stock kran ½ inchi pada bagian bawah yang telah dilubangi tadi.

e. Ambil slang plastik ¾ inchi sepanjang ± 80 cm, hubungkan slang dari tabung saringan pasir dengan tabung saringan arang kayu pada bagian sisi bawah yang telah dipasang stock kran tadi.

f. Pasang stop kran ½ inchi pada sisi kanan pipa paralon diameter 20 cm.

g. Isi tabung pipa paralon dengan arang kayu bakau berdiameter 1-2 cm yang telah bersih setinggi 70 cm dari dasar tabung.

4. Pelaksanaan penyaringan air payau dengan saringan pasir dan arang kayu setinggi 70 cm. a. Sebelum dilakukan penyaringan media

saringan pasir dan arang kayu disterilisasi dengan air mendidih sebanyak 3 kali.

b.Lakukan pemeriksaan awal Coli form, Coli-fecal, kekeruhan dan salinitas air payau sebelum penyaringan dilakukan ( pre-test ).

c.Tutup semua stop kran pada saringan pasir dan arang kayu,

alirkan air payau sebanyak 5 liter ke dalam tabung saringan pasir dan arang

kayu dengan kecepatan aliran 5 – 10 m/ jam. d. Biarkan selama 1 jam ( 60 menit ). e. Setelah 60 menit, buka stop kran saringan dan

ambil air hasil penyaringan dengan menggunakan botol sampel steril.

f. Lakukan pemeriksaan Coli form, Coli-fecal, kekeruhan dan salinitas air payau hasil penyaringan ( post-test ).

g. Lakukan yang sama untuk waktu kontak dalam saringan pasir dan arang kayu selama 2 jam (120 menit) dan 3 jam (180 menit).

h. Lakukan dengan replikasi 3 (tiga) kali dari masing-masing waktu kontak.

5. Pelaksanaan penyaringan air payau pada Kontrol a. Sebelum dilakukan penyaringan media

saringan kerikil disterilisasi dengan air mendidih sebanyak 3 kali.

b. Lakukan pemeriksaan awal Coli form,Coli-fecal, kekeruhan dan salinitas air payau sebelumnya ( pre-test ).

c. Tutup stop kran pada tabung paralon yang berisi kerikil Ø 1-2 cm

d. Alirkan air pada payau sebanyak 5 liter kedalam media tabung pipa paralon yang berisi kerikil Ø 1-2 cm dengan kecepatan 5-10 m/jam.

e. Biarkan air payau selama 60 menit didalam tabung paralon yang berisi kerikil Ø 1-2 cm setinggi 70 cm.

f. Setelah air payau 60 menit dalam tabung, buka stop kran ambil air dari hasil penyaringan dengan

g. Lakukan pemeriksaan Coli form, Coli-fecal, kekeruhan dan salinitas pada sampel air payau.

h. Lakukan hal yang sama untuk waktu kontak 2 jam dan 3 jam dalam tabung paralon berisi kerikil Ø 1 - 2 cm ( post-test ).

i. Lakukan dengan replikasi 3 (tiga) kali dari masing-masing waktu kontak.

Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pemeriksaan di Laboratorium terpadu Poltekkes Kemenkes Medan sebelum dan setelah penyaringan didapatkan sebagai berikut : 1. Analisis Univariat. a. Bakteri Coli form. Hasil pemeriksaan bakteriologis sebelum dan sesudah

penyaringan dalam waktu 1 jam, 2 jam dan 3 jam dapat dilihat padaTabel 4.1

Dari tabel 4.1 diatas terlihat bahwa rata-rata jumlah bakteri coli-form sebelum melalui saringan pasir dan arang kayu dan kontrol sebanyak Most Probable Number (MPN) atau perkiraan terdekat jumlah bakteri Coli-form = 265, penurunan rata-rata MPN bakteri Coli-form sesudah melalui saringan pasir dan arang kayu waktu kontak 1 jam sebanyak 57 (77,5 %), waktu kontak 2 jam sebanyak 18,3 (91,1 %) dan waktu kontak 3 jam sebanyak 11 (95,8 %).

Page 16: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

TH. Teddy Bambang, dkk. Pengaruh Waktu Kontak…

222

b. Kekeruhan. Hasil pemeriksaan kekeruhan sebelum dan sesudah

penyaringan dalam waktu 1 jam, 2 jam dan 3 jam dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini.

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat bahwa konsentrasi kekeruhan air payau sebelum penyaringan dan Kontrol rata-rata 36,025 NTU,setelah melalui saringan pasir dan arang kayu selalu waktu kontak 1 jam rata-rata menurun menjadi 4,41 NTU (87,7%) , waktu kontak setelah 2 jam rata-rata menurun menjadi 4,29 NTU (88,3%) dan setelah 3 jam rata-rata menjadi 5,20 NTU ( 85,6%).

c. Salinitas.

Penurunan salinitas sebelum dan sesudah penyaringan dalam waktu kontak 1 jam, 2 jam dan 3 jam dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini.

Berdasarkan tabel 4.3 diatas bahwa salinitas air payau sebelum penyaringan dan kontrol rata-rata 3,5 gr/l, setelah melalui saringan pasir dan arang waktu kontak 1 jam hasil rata-rata : 2,0 gr/l (42,8%), 2 jam waktu kontak hasil rata-rata : 1,3 gr/l dan waktu kontak 3 jam hasil rata-rata : 0,5 gr/l (85,7%).

2. Analisis Bivariat

a. Pengaruh waktu kontak air payau dengan penurunan Bakteri Coli-form.

Berdasarkan hasil uji t-test dependen pada waktu kontak air payau dalam saringan pasir dan arang kayu sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Dari tabel diatas dapat dilihat sesudah perlakuan dengan waktu kontak 1 jam air payau dalam saringan pasir dan arang kayu mempunyai rata-rata MPN Coli-form : 57 dengan 95%-CI ( 102,7793 - 307,8874) nilai pvalue :0,013 ( p< α = 0,05). Pada waktu kontak selama 2 jam mempunyai rata-rata MPN Coli-form :18,3 dengan 95% - CI ( 232,9851 – 260,3482) nilai pvalue : 0,001( p < α = 0,05 ). Pada waktu kontak selama 3 jam mempunyai rata-rata MPN Coli-form : 11 dengan 95% - CI ( 228,7888 – 279,2112 ) nilai pvalue : 0,001 (p < α = 0,05). b. Pengaruh waktu kontak air payau dengan

penurunan Kekeruhan. Berdasarkan hasil uji t-test dependen pada waktu kontak air payau dalam saringan pasir dan arang kayu sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini.

Dari tabel 4.7 diatas dapat dilihat sesudah

perlakuan dengan waktu kontak 1 jam air payau dalam saringan pasir dan arang kayu mempunyai rata-rata Kekeruhan = 4,4 NTU dengan pvalue : 0,001 ( p < α = 0,05 ). Pada waktu kontak selama 2 jam mempunyai rata-rata kekeruhan = 4,2 NTU dengan pvalue : 0,001 ( p < α = 0,05 ). Pada waktu kontak selama 3 jam mempunyai rata-rata kekeruhan = 5,2 dengan pvalue : 0,001 (p< α = 0,05). c. Pengaruh waktu kontak air payau dengan

penurunan Salinitas. Berdasarkan hasil uji t-test dependen pada waktu kontak air payau dalam saringan pasir dan arang kayu sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini.

Dari tabel 4.6 diatas dapat dilihat sesudah perlakuan dengan waktu kontak 1 jam air payau dalam saringan pasir dan arang kayu mempunyai rata-rata salinitas = 2,0 gr/l dengan 95% - CI (1,2516 – 1,7484) nilai pvalue =

Page 17: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

223

0,001 ( p< α = 0,05). Pada waktu kontak selama 2 jam mempunyai rata-rata salinitas = 1,3 gr/l dengan 95% - CI ( 1,7032 – 2,6968 ) nilai pvalue = 0,003 ( p< α = 0,05). Pada waktu kontak selama 3 jam mempunyai rata-rata salinitas = 0,5 gr/l dengan dengan 95% - CI (2,7516 – 3,2484 ) nilai pvalue =0,001. 3. Uji perbedaan pengaruh waktu kontak a. Uji beda Penurunan MPN Coli-form

F-hitung pada uji Anova diatas adalah 93,408 dengan probabilitas yaitu 0,001 karena α = 0,05, maka ada perbedaan pengaruh waktu kontak air payau pada waktu sebelum dan sesudah perlakuan selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam terhadap penurunan MPN Coli-form. Untuk melihat uji beda, selanjutnya pada tabel 4.8 dapat dilihat lebih jelas seperti pada hasil sebagai berikut:

Tabel 4.8. Uji beda waktu kontak air payau terhadap Penurunan MPN Coli-form dalam Saringan pasir dan Arang kayu

Melihat pada tabel 4.8 uji beda waktu kontak

pada Pre-tes dengan perlakuan 1 jam memiliki beda nyata penurunan MPN Coli-form dengan nilai pvalue =0,001< α = 0,05, pada 95%-CI (164,9764 – 245,6902), dengan perlakuan 2 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,001 < α = 0,05, pada 95%-CI ( 206,3098 – 287,0236), serta dengan perlakuan 3 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,001 < α = 0,05, pada 95%-CI (213,6431 – 294,3569). Perbedaan waktu kontak pada 1 jam dengan Pre-tes memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,001< α = 0,05, pada 95% - CI ( -245,6902 – ( -164,9764), waktu kontak 1 jam dengan 2 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,046 < α = 0,05, pada 95% - CI ( 0,9704 – 81,6902), waktu kontak 1 jam dengan 3 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,024 < α = 0,05, pada 95% - CI (8,3098 – 89,0236). Perbedaan waktu kontak pada 2 jam dengan Pre-tes memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,001< α = 0,05, pada 95% - CI ( -287,0236 – ( -206,3098), dengan waktu 1 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,046 < α = 0,05, pada 95% - CI ( -81,6902 – (-0,9764), serta dengan waktu 3 jam tidak memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,686 > α = 0,05, pada 95% - CI (-33,0236 – 47,6902).

b. Uji beda Penurunan Kekeruhan. Tabel 4.9. Penurunan Kekeruhan air payau pada

perlakuanTerhadap masing-masing waktu kontak

Sum of Squares

Df Mean Square

F Sig.

Between Groups Within Groups Total

2219,009 0,283 2219,292

3 8 11

739,670 0,035

20888,474

0,001

F-hitung pada uji Anova diatas adalah 20888,474 dengan probabilitas yaitu 0,001 karena α = 0,05, maka ada perbedaan pengaruh waktu kontak air payau pada waktu sebelum dan sesudah perlakuan 1 jam, 2 jam dan 3 jam terhadap penurunan kekeruhan.Untuk melihat uji beda, selanjutnya pada tabel 4.10 dapat dilihat lebih jelas seperti pada hasil sebagai berikut:

Waktu kontak Waktu kontak

(I) (J)

Mean Difference (I-J)

Std. Error

Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

Pre-tes 1 jam 2 jam 3 jam

205,33333* 246,66667* 254,00000*

17,50079 17,50079 17,50079

0,000 0,000 0,000

164,9764 206,3098 213,6431

245,6902 287,0236 294,3569

1 jam Pre test 2 jam 3 jam

-205,33333* 41,33333* 48,66667*

17,50079 17,50079 17,50079

0,000 0,046 0,024

-245,6902 0,9764 8,3098

-164,9764 81,6902 89,0236

2 jam Pre test 1 jam 3 jam

-246,66667* -41,33333* 7,33333

17,50079 17,50079 17,50079

0,000 0,046 0,686

-287,0236 -81,6902 -33,0236

-206,3098 -0,9764 47,6902

3 jam Pre test 1 jam 2 jam

-254,00000* -48,66667* -7,33333

17,50079 17,50079 17,50079

0,000 0,024 0,686

-294,3569 -89,0236 -47,6902

-213,6431 -8,3098 33,0236

Page 18: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

TH. Teddy Bambang, dkk. Pengaruh Waktu Kontak…

224

Tabel 4.10. Uji beda waktu kontak air payau terhadap Penurunan Kekeruhan dalam Saringan pasir dan Arang kayu

Melihat pada tabel 4.10 perbedaan waktu kontak

pada Pre-tes dengan 1 jam memiliki beda nyata penurunan Kekeruhan dengan nilai pvalue =0,001< α = 0,05, pada 95%-CI ( 31,2607 – 31,9693), dengan perlakuan 2 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,001 < α = 0,05, pada 95%-CI ( 31,3840 – 32,0926), serta dengan perlakuan 3 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,001 < α = 0,05, pada 95%-CI (30,4740 – 31,1826). Perbedaan waktu kontak pada 1 jam dengan Pre-tes memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,001< α = 0,05, pada 95% - CI ( -31,9693 – ( -31,2607), dengan perlakuan 2 jam tidak memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,445 > α = 0,05, pada 95% - CI ( -0,2310 – 0,4776), serta dengan perlakuan 3 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,001 < α = 0,05, pada 95% - CI ( -1,1410 – (-0,4324).

4.1.3.2. Uji beda Penurunan Salinitas Tabel 4.11. Penurunan Salinitas air payau pada

perlakuan Terhadap masing-masing waktu kontak

Sum of Squares

Df Mean Square

F Sig.

Between Groups Within Groups Total

14,603 0,120 14,722

3 8 11

4,868 0,015

324,500

0,001

F-hitung pada uji Anova diatas adalah 324,500 dengan probabilitas yaitu 0,001 karena α = 0,05, maka ada perbedaan pengaruh waktu kontak air payau pada waktu sebelum dan sesudah perlakuan selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam terhadap penurunan Salinitas.Untuk melihat uji beda, selanjutnya pada tabel 4.12 dapat dilihat lebih jelas seperti pada hasil sebagai berikut:

Tabel 4.12. Uji beda masing-masing waktu kontak air payau terhadap penurunan Salinitas dalam Saringan pasir dan Arang kayu

Waktu kontak Waktu kontak

(I) (J)

Mean Difference (I-J)

Std. Error

Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

Pre-tes 1 jam 2 jam 3 jam

31,61500* 31,73833* 30,82833*

0,15365 0,15365 0,15365

0,000 0,000 0,000

31,2607 31,3840 30,4740

31,9693 32,0926 31,1826

1 jam Pre test 2 jam 3 jam

-31,61500* 0,12333 -0,78667*

0,15365 0,15365 0,15365

0,000 0,445 0,001

-31,9693 -0,2310 -1,1410

-31,2607 0,4776 -0,4324

2 jam Pre test 1 jam 3 jam

-31,73833* -0,12333 -0,91000*

0,15365 0,15365 0,15365

0,000 0,445 0,000

-32,0926 -0,4776 -1,2643

-31,3840 0,2310 -0,5557

3 jam Pre test 1 jam 2 jam

-30,82833* 0,78667* 0,91000*

0,15365 0,15365 0,15365

0,000 0,001 0,000

-31,1826 0,4324 0,5557

-30,4740 1,1410 1,2643

Waktu kontak Waktu kontak (I) (J)

Mean Difference (I-J)

Std. Error

Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

Pre-tes 1 jam 2 jam 3 jam

1,50000* 2,20000* 3,00000*

0,10000 0,10000 0,10000

0,000 0,000 0,000

1,2694 1,9694 2,7694

1,7306 2,4306 3,2306

1 jam Pre test 2 jam 3 jam

-1,50000* 0,70000* 1,50000*

0,10000 0,10000 0,10000

0,000 0,000 0,000

-1,7306 0,4694 1,2694

-1,2694 0,9306 1,7306

2 jam Pre test 1 jam 3 jam

-2,20000* -0,70000* 0,80000*

0,10000 0,10000 0,10000

0,000 0,000 0,000

-2,4306 -0,9306 0,5694

-1,9694 -0,4694 1,0306

3 jam Pre test 1 jam 2 jam

-3,00000* 1,50000* -0,80000*

0,10000 0,10000 0,10000

0,000 0,000 0,000

-3,2306 -1,7306 -1,0306

-2,7694 -1,2694 -0,5694

Page 19: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

225

Melihat pada tabel 4.12 perbedaan waktu kontak pada Pre-tes dengan 1 jam memiliki beda nyata penurunan Salinitas dengan nilai pvalue =0,001< α = 0,05, pada 95%-CI ( 1,2694 – 1,7306), dengan waktu kontak 2 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,001 < α = 0,05, pada 95%-CI ( 1,9694 – 2,4306), serta dengan waktu kontak 3 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,001 < α = 0,05, pada 95%-CI (2,7694 – 3,2306). Perbedaan waktu kontak pada 1 jam dengan Pre-tes memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,001< α = 0,05, pada 95% - CI ( -1,7306 – ( -1,2694), dengan waktu kontak 2 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,001 < α = 0,05, pada 95% - CI ( 0,4694 – 0,9306), serta dengan waktu kontak 3 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,001 < α = 0,05, pada 95% - CI ( 1,2694 – 1,7306). Pembahasan 1. Penurunan bakteri Coli-form Pengamatan hasil analisis univariat terlihat bahwa penurunan jumlah bakteri Coli-form pada tabel 4.1, terlihat bahwa waktu kontak air payau 1 jam dalam saringan pasir dan arang kayu rata-rata penurunan MPN bakteri Coli-form adalah 77,5 %, pada waktu kontak 2 jam rata-rata penurunan MPN bakteri sampai 91,1 %, sedangkan pada waktu kontak air payau selama 3 jam rata-rata mencapai penurunan 95,8 %. Meningkatnya penurunan MPN bakteri Coli-form ini mulai dari waktu kontak 1 jam, 2 jam dan 3 jam; disebabkan tekanan air payau semakin lama semakin besar terhadap lapisan pasir dan arang kayu membuat butiran menjadi padat sehingga membuat semakin kecilnya porositas. Secara Fisika, partikel-partikel yang ada dalam sumber air yang keruh atau kotor akan tertahan oleh lapisan pasir yang ada pada saringan. Secara biologi, pada saringan akan terbentuk sebuah lapisan bakteri. Bakteri-bakteri dari genus Pseudomonas dan Trichoderma akan tumbuh dan berkembang biak membentuk sebuah lapisan khusus. Pada saat proses filtrasi dengan debit air lambat (100-200 liter/jam/m2 luas permukaan saringan), patogen yang tertahan oleh saringan akan dimusnahkan oleh bakteri-bakteri tersebut (SatrioWibowo;http://aimyaya.com/id). Disamping mekanis juga biologis pada lapisan pasir bagian atas terdapat lapisan lendir, yang berguna untuk menahan bakteri-bakteri. (Sanropie Djasio, dkk;1984). Bakteri Coli-form jika masih yang lolos dari saringan pasir akan diserap oleh saringan arang kayu. Hal ini menunjukkan bahwa saringan pasir dan arang kayu sangat berperan dan mampu menurunkan bakteri Coli-form dalam air payau. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian BPPT tahun 2000 dengan saringan pasir dapat menurunkan bakteriologi E.coli sampai 95%. Hasil analisis bivariat pada tabel 4.5 terlihat bahwa waktu kontak air payau 1 jam, 2 jam dan 3 jam dalam saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan bakteri Coli-form menunjukkan ada pengaruh dengan probabilitas masing-masing p-value = 0,013, p-value =0,001 dan p-value = 0,001 (p < α =0,05). Hal ini disebabkan lapisan pasir dan arang kayu dapat merapat penuh dan porositas

lapisan pasir dan arang menahan air payau dan terbentuk lapisan lendir pada permukaan pasir sehingga air payau yang mengandung bakteri tersaring. Melihat waktu kontak air payau tersebut dalam saringan, menunjukkan adanya perubahan yang signifikan terhadap penurunan jumlah bakteri Coli-form dimana probabilitas p = 0,001 (p < α =0,05) ini berarti ada pengaruh waktu kontak air payau selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam sangat signifikan terhadap penurunan bakteri Coli-form. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Herman,Hermawan, 2006 bahwa ada pengaruh saringan pasir lambat ketebalan 60 cm model IOS-SF terhadap penurunan total Coli-form ( p value = 0,001< α = 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk menurunkan bakteri Coli-form pada air payau dapat menggunakan saringan pasir dan arang kayu dengan waktu kontak selama ≥ 1 jam. 2. Penurunan bakteri Coli-fecal Dari tabel 4.2 diatas terlihat bahwa rata-rata MPN bakteri coli-fecal sebelum melalui saringan pasir dan arang kayu dan kontrol sebanyak 265, penurunan rata-rata MPN bakteri Coli-fecal sesudah melalui saringan pasir dan arang kayu waktu kontak 1 jam sebanyak MPN = 10 (96,2 %), waktu kontak 2 jam sebanyak MPN = 6 (97,7 %) dan waktu kontak 3 jam sebanyak MPN = 5 (98,1%).Melihat hasil penelitian diatas terdapat perbedaan prosentase penurunan yang signifikan, yaitu semakin lama waktu kontak air payau dalam media saringan pasir dan arang kayu, semakin besar prosentase penurunan MPN bakteri Coli-fecal dalam air payau. Hasil uji t-tes dependent pada tabel 4.6 penurunan MPN bakteri Coli-fecal mulai dari waktu kontak air payau selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam dalam saringan pasir dan arang kayu terlihat hasilnya p value =0,001 ( p < α = 0,05 ), berarti ada pengaruh waktu kontak air payau selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam dalam saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan bakteri Coli-fecal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Herman,Hermawan,2006 bahwa ada pengaruh ketebalan saringan pasir lambat model IOS-SF terhadap penurunan total Coli-tinja ( p value =0,001< α =0,05). Secara keseluruhan penyisihan kontaminan dengan proses filtrasi merupakan kombinasi dari beberapa proses yang berbeda – beda, dan yang terpenting adalah mechanical straining, sedimentasi, dan adsorpsi, dan aktivitas biologi (Huisman, 1974 dalam Safira Astari dan Rofiq Iqbal).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa saringan pasir dan arang kayu efektif dapat digunakan untuk menurunkan bakteri Coli-fecal dalam air payau dengan waktu kontak 1 jam ( rata-rata MPN = 10 ) telah memenuhi standar syarat air bersih bukan untuk perpipaan MPN Total Coliform = 50/100 ml sampel (Permenkes Nomor 416/1990). 3. Penurunan Kekeruhan Hasil penelitian pada tabel 4.3 terlihat bahwa konsentrasi kekeruhan air payau sebelum penyaringan dan kontrol rata-rata 36,025 NTU, setelah melalui saringan pasir dan arang kayu dengan waktu kontak 1 jam rata-rata kekeruhan 4,41

Page 20: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

TH. Teddy Bambang, dkk. Pengaruh Waktu Kontak…

226

NTU (87,7%) , waktu kontak 2 jam rata-rata kekeruhan menjadi 4,2 NTU (88,3%) dan waktu kontak 3 jam rata-rata menjadi 5,20 NTU (85,6%). Berdasarkan Permenkes Nomor 416/ 1990 persyaratan kualitas air minum, kadar maksimum kekeruhan yang diperbolehkan adalah 5 NTU. Jadi dari hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa dengan waktu kontak air payau selama 1 jam dan 2 jam dalam saringan pasir dan arang kayu telah dapat memenuhi persyaratan air minum dengan kadar kekeruhan < 5 NTU. Hasil uji t-tes independen pada tabel 4.7 dapat dilihat sesudah perlakuan dengan waktu kontak 1 jam, air payau dalam saringan pasir dan arang kayu mempunyai rata-rata kekeruhan = 4,4 NTU dengan p value :0,001 ( p < α = 0,05 ). Pada waktu kontak selama 2 jam mempunyai rata-rata kekeruhan = 4,2 NTU dengan p value :0,001 ( p < α = 0,05 ). Pada waktu kontak selama 3 jam mempunyai rata-rata kekeruhan = 5,2 NTU dengan p value :0,001 ( p < α = 0,05). Ini berarti bahwa ada pengaruh waktu kontak air payau selama mulai 1 jam, 2 jam dan 3 jam dalam saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan kekeruhan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa saringan pasir dan arang kayu efektif dapat digunakan untuk menurunkan kekeruhan dalam air payau dengan waktu kontak 1 jam. 4. Penurunan Salinitas. Hasil penelitian pada tabel 4.4 terlihat bahwa penurunan salinitas air payau sebelum penyaringan dan kontrol rata-rata 3,5 mg/l, setelah melalui saringan pasir dan arang waktu kontak 1 jam rata-rata salinitas : 2,0 mg/l penurunan (42,8 %), pada waktu kontak 2 jam rata-rata salinitas : 1,3 mg/l penurunan ( 62,8 %) dan pada waktu kontak 3 jam rata-rata salinitas menjadi : 0,5 mg/l penurunan (85,7 %). Berdasarkan hasil penelitian ini, bahwa penurunan salinitas air payau dalam saringan pasir dan arang kayu memerlukan waktu kontak semakin lama semakin menurun tertinggi pada waktu kontak 3 jam sebesar 85,7 %. Hasil uji t-test independet pada tabel 4.7 dapat dilihat sesudah perlakuan dengan waktu kontak 1 jam air payau dalam saringan pasir dan arang kayu mempunyai rata-rata salinitas = 2,0 mg/l dengan CI-95 % (1,2516 – 1,7484 ) nilai p value= 0,001 atau ( p < α = 0,05). Pada waktu kontak selama 2 jam mempunyai rata-rata salinitas = 1,3 mg/l dengan 95% - CI ( 1,7032 – 2,6968 ) nilai p value= 0,001 atau ( p < α = 0,05). Pada waktu kontak selama 3 jam mempunyai rata-rata salinitas = 0,5 dengan 95% - CI ( 2,7516 – 3,2484 ) nilai p value=0,001 atau ( p < α = 0,05). Melihat hasil uji t-test independent ada pengaruh yang signifikan waktu kontak air payau dalam saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan salinitas, dan menurut Permenkes Nomor : 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum konsentrasi salinitas = 2,5 gr/l. Jadi hasil penelitian dinyatakan telah memenuhi syarat. Menurut teori, karakteritik arang kayu berwarna hitam, tidak berbau, tidak berasa, dan mempunyai daya serap yang jauh lebih besar dibandingkan dengan karbon yang belum menjalani proses aktivasi, serta mempunyai

permukaan yang luas, yaitu antara 300-2000 m/gram. Luas permukaan yang luas disebabkan karbon mempunyai permukaan dalam (internal surface) yang berongga, sehingga mempunyai kemampuan menyerap gas dan uap atau zat yang berada didalam suatu larutan. Arang kayu menurut bentuknya dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu bentuk bubuk dan granular. Karbon bentuk bubuk digunakan untuk absorbsi dalam larutan, misalnya untuk menghilangkan warna (declorisasi), sedangkan karbon bentuk granular digunakan untuk absorbsi gas dan uap, dikenal pula sebagai karbon pengadsorbsi gas. Karbon bentuk granular kadang-kadang juga digunakan di dalam media larutan khususnya untuk deklorinasi air dan untuk penghilang warna didalam larutan serta pemisahan komponen-komponen dalam suatu sistem yang mengalir (Meilita, T, 2007). Pada penelitian ini arang kayu yang dipakai adalah arang kayu bakau belum diaktivasi dan memiliki berdiameter 1-2 cm. Kemungkinan karena arang kayu bakau yang dipakai dibeli dari toko, jadi belum diaktivasi dan tidak berbentuk granul; sehingga daya adsorbsi salinitas dalam air payau belum maksimal. Untuk itu perlu penelitian lanjutan terhadap saringan pasir dan arang kayu , dengan mengunakan arang kayu yang sudah diaktivasi dalam bentuk granul.

5. Uji beda penurunan MPN Coli-form Pada tabel 4.8 uji beda waktu kontak pada Pre-tes dengan 1 jam memiliki beda nyata penurunan MPN Coli-form dengan nilai pvalue =0,001< α= 0,05, pada 95%-CI ( 164,9764 – 245,6902), dengan waktu kontak 2 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,001 < α = 0,05, pada 95%-CI ( 206,3098 – 287,0236), serta dengan waktu kontak 3 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,001 < α = 0,05, pada 95%-CI (213,6431 – 294,3569). Perbedaan waktu kontak pada 1 jam dengan Pre-tes memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,001< α = 0,05, pada 95% - CI ( -245,6902 – ( - 164,9764), waktu kontak 1 jam dengan 2 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,046 < α = 0,05, pada 95% - CI ( 0,9704 – 81,6902), waktu kontak 1 jam dengan 3 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,024 < α = 0,05, pada 95% - CI ( 8,3098 – 89,0236).

Terlihat pada waktu kontak 1 jam memiliki beda nyata terhadap penurunan MPN Coli-form dengan waktu kontak pada 2 jam dan 3 jam. Ini berarti bahwa dengan waktu kontak air payau selama 2 jam dalam media saringan pasir dan arang kayu telah dapat menurunkan MPN Coli-form dari sebesar 57 menjadi 18,3 (penurunan MPN Coli-form mencapai 91,1 %). Hasil ini dinyatakan telah memenuhi syarat kualitas bakteriologis untuk air bersih (Permenkes No.416/1990, MPN Coli-form maksimum yang diperbolehkan untuk air bukan perpipaan = 50/100ml sampel).

6. Uji beda penurunan Kekeruhan. Pada tabel 4.10 uji beda terlihat perbedaan waktu kontak pada pre-tes dengan 1 jam memiliki beda nyata penurunan Kekeruhan dengan nilai pvalue = 0,001< α = 0,05, pada 95%-CI (

Page 21: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

227

31,2607 – 31,9693), dengan waktu 2 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,001 < α = 0,05, pada 95% - CI (31,3840 – 32,0926), serta dengan 3 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,001 < α = 0,05, pada 95%-CI (30,4740 – 31,1826). Perbedaan waktu kontak pada 1 jam dengan pre-tes memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,001< α = 0,05, pada 95% - CI ( -31,9693 – ( -31,2607), dengan waktu kontak 2 jam tidak memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,445 > α = 0,05, pada 95% - CI ( -0,2310 – 0,4776), serta dengan 3 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,001 < α = 0,05, pada 95% - CI ( -1,1410 – (-0,4324).

Ini berarti bahwa waktu kontak air payau dalam media saringan pasir dan arang kayu pada perlakuan 1 jam dengan 2 jam terhadap penurunan kekeruhan tidak berbeda nyata, jadi dapat disimpulkan bahwa dengan waktu kontak 1 jam air payau sudah dapat menghasilkan kekeruhan air bersih yang dihasilkan telah memenuhi syarat sesuai dengan Permenkes No.416/1990 bahwa kekeruhan kadar maksimum yang diperbolehkan 5 NTU. 7. Uji beda penurunan Salinitas. Pada tabel 4.12 uji beda waktu kontak air payau dalam media saringan pasir dan arang kayu pada pre-tes dengan 1 jam memiliki beda nyata penurunan Salinitas dengan nilai pvalue =0,001< α = 0,05, pada 95%-CI ( 1,2694 – 1,7306), dengan 2 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,001 < α = 0,05, pada 95%-CI ( 1,9694 – 2,4306), serta dengan 3 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,001 < α = 0,05, pada 95%-CI (2,7694 – 3,2306). Demikian juga perbedaan waktu kontak pada 1 jam dengan Pre-tes memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,001< α = 0,05, pada 95% - CI ( -1,7306 – ( -1,2694), dengan 2 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,001 < α = 0,05, pada 95% - CI ( 0,4694 – 0,9306), serta dengan 3 jam memiliki beda nyata dengan nilai pvalue =0,001 < α = 0,05, pada 95% - CI ( 1,2694 – 1,7306). Ini berarti bahwa waktu kontak 3 jam lebih baik penurunan salinitas air payau hasil saringan pasir dan arang kayu dibandingkan dengan waktu kontak 2 jam, dan 1 jam. Dengan kata lain untuk menurunkan salinitas air payau dengan media saringan pasir dan arang kayu memerlukan waktu kontak minimal 1 jam dengan penurunan dari pretes sebesar 3,5 gr/l menjadi 2,0 gr/l dan sudah sesuai dengan persyaratan air bersih (Permenkes Nomor 416/1990). Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Saringan pasir dan arang kayu dapat menurunkan MPN

Coli-form 95,8 %, kekeruhan 85,6 % dan salinitas 85,7 % dengan waktu kontak 3 jam.

2. Ada pengaruh waktu kontak air payau dalam saringan pasir dan arang kayu selama 1 j am, 2 jam dan 3 jam (p value< α = 0,05) terhadap penurun MPN Coli-form dan Coli-fecal.

3. Ada pengaruh waktu kontak air payau dalam saringan pasir dan arang kayu selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam ( p value<

α = 0,05) terhadap penurun kadar Kekeruhan.

4. Ada pengaruh waktu kontak air payau dalam saringan pasir dan arang kayu selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam (p value< α = 0,05) terhadap penurunan salinitas.

2. Saran 1. Masyarakat Pulau Sicanang pemakai air payau dapat

menggunakan saringan pasir dan arang kayu untuk menurunkan bakteri Coli form, Coli-fecal, Kekeruhan dan Salinitas dengan waktu kontak 1 jam.

2. Petugas Puskesmas Medan Labuhan dapat mensosialisaikan pemanfaatan saringan pasir dan arang kayu untuk memperoleh air bersih yang memenuhi syarat bagi masyarakat di daerah yang memanfaatkan air payau.

3. Perlu penelitian lanjutan penggunaan saringan pasir dan arang kayu dengan satu tabung, waktu kontak < 1 jam dan menggunakan arang batok kelapa bentuk granul yang telah diaktivasi dengan menambah parameter lain misalnya : Total Suspended Solid (TSS), pH, Fe, Mn terhadap air sumur gali / air sungai / air gambut.

Daftar Pustaka Aimyaya,2013;Saringan pasir arang,

http://nanosmartfilter.com, diakses tgl.17 Nop. 2013.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 1999; Kesehatan Masyarakat dan Teknologi Peningkatan Kualitas air, Direktorat Teknologi Lingkungan Deputi Bidang Teknologi Informasi,Energi, Material dan Lingkungan, Jakarta.

Depkes RI,2010;Keputusan Menteri Kesehatan RI No :492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, Jakarta.

-------------,1992;Petunjuk pelaksanaan dalam pengumpulan data Bakteriologis Usap Alat Makan/Masak, Usap Dubur Penjamah, Contoh Makanan Jadi dan Contoh Air, Jakarta.

-------------,1991; Pedoman bidang studi pengawasan pencemaran lingkungan fisik pada institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan Lingkungan, Jakarta.

-------------;2010;Permenkes RI No:492/Menkes/SK/IV/2010 Tentang Persyaratan air minum, Jakarta.

-------------;1990; Permenkes RI No: 416/Menkes/SK/XI/1990 Tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air bersih, Jakarta.

Hannafiah Kemas Ali, 2003; Rancangan Percobaan Teori & Aplikasi, cetakan 8, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Herman, Hermawan; 2006; Pengaruh ketebalan saringan pasir lambat model IOS-SF terhadap penurunan Total Coli-form dan Coli-tinja sebagai dampak penurunan

Page 22: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

TH. Teddy Bambang, dkk. Pengaruh Waktu Kontak…

228

kekeruhan pada air kolam sebagai air bersih, Thesis, Undip, Semarang.

Huisman (1974); Slow Sand Filter , University of Technology, Netherlands.

Indo Tecno plus, Manual Book I Water Test Kit AYI-10 Sanitarian Field Kit for Water Quality, Inscien Pro.

Kusnaedi, 2006; Mengolah air gambut dan Air Kotor untuk minum, Penebar, Swadaya, Jakarta.

------------, 1998; Pengolahan air, Bagian Peneribitan PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Meilita, T, 2007; Arang Aktif (Pengenalan dan proses pembuatannya), http://library.usu.ac.id/Arang Aktif, diakses tanggal 8 Nopember 2013.

Nusa, Idaman Said, 1999; Kesehatan Masyarakat dan Teknologi Kualitas Air , Peneribit Direktorat Teknologi Lingkungan,Deputi Bidang TIEML,BPPT, Jakarta.

Safira Astari, Rofiq Iqbal; Realibility of Slow Sand Filter for Water Treatment; Prodi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB-Bandung.

Satrio, Wibowo, Teknik Penjernihan Air, http://aimyaya.com/id, diakses tanggal 8 Nopember 2013.

Sugandi,E.Sugiarto,1994; Rancangan Percobaan Teori dan Analisis, Andi Offset, Yogyakarta.

Sumarno, 2000; Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik, AAK Yogyakarta.

Page 23: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

229

PENGARUH DISKRIMINASI GENDER DALAM KELUARGA TERHADAP PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI KECAMATAN BANDAR

PULAU KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2013

Irma Linda, Arihta Sembiring, Firiyani Pulungan Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan

Abstrak

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih merupakan salah satu cara paling efektif dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), oleh karena itu sasaran dari pembangunan kesehatan salah satunya adalah meningkatnya secara bermakna jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri dan melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan. Pada tahun 2010 di Kecamatan Bandar Pulau terdapat 2 orang ibu bersalin dan 1 orang ibu masa nifas meninggal. Hal ini disebabkan oleh karena persalinan di tolong oleh dukun (Profil kesehatan Puskesmas Aek Songsongan, 2010).Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh diskriminasi gender dalam keluarga (aksespelayanan kesehatan dan pengambilan keputusan) terhadap pemilihan penolong persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan tahun 2013. Jenis penelitian ini merupakan survei analitik dengan pendekatan explanatory research yang bersifat Cross Sectional yang dilakukan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan 2013. Penelitian dilaksanakan mulai Bulan Juli sampai dengan bulan September tahun 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin dalam 3 bulan terakhir yang berdomisili di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan dengan besar sampel 94 orang. Penentuan sampel secarapurposive sampling. Untuk menganalisis pengaruh diskriminasi gender dalam keluarga (akses pelayanan kesehatan danpengambilan keputusan) terhadap pemilhan penolong persalinan digunakan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh diskriminasi gender dalam keluarga aspek akses pelayanan kesehatan terhadap pemilihan penolong persalinan di kecamatan Bandar Pulau kabupaten Asahan tahun 2013 (p=0,030) dengan nilai koefisien regresi=-1,588, sehingga dapat dinyatakan bahwa bahwa diskriminasi gender dalam keluarga aspek akses ke pelayanan kesehatan yang kurang baik akan meningkatkan angka pertolongan persalinan dengan non tenaga kesehatan. Sedangkan diskriminasi gender dalam keluarga aspek pengambilan keputusan tidak berpengaruh secara bermakna. Diharapkan pada pengambil kebijakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan dapat merumuskan program kerja yang berperspektif gender seperti program promosi kesehatan tentang kesehatan reproduksi dan pertolongan persalinan dalam upaya pencegahan terjadinya komplikasi persalinan dan nifas serta kematian pada ibu. Kata Kunci: Diskriminasi Gender, Penolong Persalinan

PENDAHULUAN

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih merupakan salah satu cara paling efektif dalam upaya menurunkan angka kematian ibu, oleh karena itu sasaran dari pembangunan kesehatan salah satunya adalah meningkatnya secara bermakna jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri dan melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan (Bappenas, 2007).

Berdasarkan data Riskesda (2010),tahun 2002 persentase cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 66,7%, tahun 2009 meningkat menjadi 77,34% dan tahun 2010 meningkat lagi menjadi 82,3%. Harapan pada tahun 2015 proporsi persalinan oleh tenaga kesehatan 100% menurut kesepakatan global (Millenium Development Gools).

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Sumatera Utara menunjukkan kecendrungan peningkatan yaitu dari 81,61% tahun 2008, 85,93% tahun 2009 dan 86,73% tahun 2010. Pencapaian cakupan sangat bervariasi per kabupaten / kota namun angka ini juga belum mencapai target cakupan dalam visi Indonesia Sehat 2010 yaitu 90% (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2010).

Selain di tingkat propinsi tingginya AKI juga dapat dilihat di tingkat kabupaten seperti Kabupaten Asahan, AKI dalam tiga tahun terakhir masih tinggi. Pada tahun 2007 sebesar 6,43 per 1000 Kelahiran hidup atau 16 kematian ibu dari 24.898 kelahiran hidup, tahun 2008 sebesar 12,23 per 1000 kelahiran hidup atau 17 kematian ibu dari 13.897 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2009 sebesar 11,56 per 1000 atau 19 kematian ibu dari 16.435 kelahiran hidup, berdasarkan

Page 24: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

230

data tersebut AKI di kabupaten Asahan terlihat meningkat (Dinkes Kabupaten Asahan, 2010).

Pemanfaatan bidan atau petugas kesehatan lainnya dalam Pertolongan persalinan bagi ibu bersalin di Kabupaten Asahan pada dua tahun terakhir meningkat dari 84,17% tahun 2008 menjadi 90,23% tahun 2009. Namun pencapaian ini juga belum sesuai harapan MDG`s (Dinkes Kab.Asahan, 2010). Pada tahun 2010 di Kecamatan Bandar Pulau terdapat 2 orang ibu bersalin dan 1 orang ibu masa nifas meninggal. Hal ini disebabkan oleh karena persalinan di tolong oleh dukun (Puskesmas Aek Songsongan, 2010).

Faktor-faktor penyebab masih tingginya AKI, pada dasarnya dapat disebabkan karena banyak masalah sosial yang terkait dengan kesejahteraan perempuan yang bermuara pada kultur patriarki. Secara tidak langsung posisi sosial perempuan yang masih mengalami subordinasi di masyarakat, memberikan sumbangan dalam kesehatan reproduksi ibu. Pemahaman pentingnya perencanaan kehamilan, pencegahan kekerasan dan pembagian peran gender dalam rumah tangga sangat berkontribusi terhadap keselamatan dan kesehatan mental dan fisik ibu hamil serta janin dalam kandungannya (Handayani dan Sugiarti, 2002).

Adanya hambatan dalam akses pelayanan terhadap pelayanan kesehatan terutama dialami oleh perempuan karena adanya status perempuan yang tidak mendapat izin dari suami serta pemegang keputusan, siapa yang menolong persalinan istri kebanyakan masih ditentukan oleh suami (Azwar, 2001), sehingga terjadi subordinasi terhadap perempuan dengan keterbatasan perempuan dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan dirinya.

Berdasarkan hasil survey awal melalui wawancara dengan bidan desa di wilayah kerja Puskesmas Aek Songsongan, Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan menunjukkan adanya beberapa perilaku yang menyangkut pengambilan keputusan pemilihan penolong persalinan ditentukan oleh suami dan keluarga besar. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui pengaruh diskriminasi gender dalam keluarga (akses pelayanan kesehatan dan pengambilan keputusan) terhadap pemilihan penolong persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan tahun 2013.

MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian diharapkan dapat memberikan informasi khususnya kepada pengambil kebijakan dalam pelayanan kesehatan sebagai data dan bahan masukan dalam merumuskan perencanaan kebijakan dan program kerja dalam upaya mengurangi ketidaksetaraan gender dalam bidang kesehatan.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah

dikriminasi gender dalam keluarga yang terdiri dari akses pelayanan kesehatan dan pengambilan keputusan. Variabel dependen adalah pemilihan penolong persalinan.

Diskriminasi gender dalam keluarga khususnya terhadap wanita dapat dilihat melalui akses ibu ke pelayanan kesehatan yang masih dipengaruhi oleh keberadaan suami sebagai kepala rumah tangga menyangkut izin, biaya yang dibutuhkan, waktu, dan jarak ke sarana pelayanan. Pengambilan keputusan dalam memilih penolong persalinan yang merupakan hak ibu hamil atas dirinya sendiri, pada kenyataannya tidak dapat terpenuhi karena besarnya keterlibatan suami dan keluarga dalam pengambilan keputusan, hal ini akan berdampak kepada keterlambatan pertolongan terhadap gangguan dan komplikasi selama kehamilan dan persalinan. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei analitik dengan pendekatan explanatory research yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh diskriminasi gender dalam keluarga terhadap pemilihan penolong persalinan.

LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan dengan alasan bahwa di lokasi tersebut masih didapatkan persalinan yang ditolong oleh bukan tenaga kesehatan dan keputusan pemilihan penolong persalinan masih didominasi oleh suami dan keluarga besar. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli sampai dengan September 2013.

POPULASI DAN SAMPEL

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin dalam 3 bulan terakhir yang berdomisili di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan dengan jumlah ibu bersalin sebanyak 494 orang (Data PWS KIA, puskesmas Aek Songsongan, 2012). Penetapan ibu bersalin 3 bulan terakhir sebagai populasi dengan pertimbangan informasi tentang perawatan kehamilan dan keterkaitan diskriminasi gender terhadap pemilihan penolong persalinan (akses pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan) akan lebih banyak didapatkan. Besar sampel dalam penilitian ini sebanyak 94 orang.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive samplingyaitu mengambil sampel berdasarkan

Diskriminasi Gender dalam keluarga 1. Akses Pelayanan

kesekahatan 2. Pengambilan

Keputusan

Pemilihan Penolong Persalinan

Page 25: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Irma Linda, dkk. Pengaruh Diskriminasi Gender dalam...

231

pertimbangan yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. ANALISIS DATA Analisis data dilakukan melalui 3 tahapan, yaitu 1. Analisis univariat, untuk menggambarkan karakteristik

masing-masing variabel yang diteliti dengan menggunakan distribusi frekuensi dan persentase masing-masing kelompok, data ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi,

2. Analisis bivariat, untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antara 2 variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Analisis menggunakan uji statistik chi-square (χ2), dengan tingkat kemaknaan p<0.05 dan Confidence Interval (95%) dan untuk melihat besarnya hubungan variabel independent dengan pemilihan penolong persalinan dengan melihat nilai prevalence ratio.

3. Analisis multivariat, untuk mengetahui pengaruh variable-variabel independent secara bersama-sama terhadap satu variabel dependen yang bersifat dikotomus, dan untuk mengetahui variabel mana yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen pada taraf kepercayaan 95%. Uji statistik yang digunakan adalah analisis multiple logistic regression (regresi logistik) dengan metode seleksi forward stepwise (conditional).

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten

Asahan Kecamatan Bandar Pulau merupakan kecamatan

yang kondisi geografis perbukitan, sarana transportasi yang sulit, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang masih rendah, terdiri dari dari 10 desa dan 60 dusun dengan luas daerah 433.342 (Km2)serta jumlah penduduknya yang lebih banyak yaitu 20.508 jiwaterdiri dari 9.548 jiwa laki-laki, 10.285 jiwa perempuan dan 4.812 kepala keluarga dan terbagi dalam 10 desa, kecamatan Bandar Pulau mempunyaijumlah penduduk terbanyak di bandingkan dengan Kecamatan Aek Songsongan dan Kecamatan Rahuning.

Kecamatan Bandar Pulau mempunyai 4 Puskesmas Pembantu (Pustu) dengan 4 orang bidan Pustu, dan 7 orang bidan desa. Empat orang bidan desa menetap tinggal di wilayah kerjanya sedangkan 2 orang bidan desa menetap tinggal di luar wilayah kerjanya. Jumlah dukun yang terdapat di kecamatan Bandar Pulau sebanyak 20 orang dukun terdiri dari 7 orang dukun terlatih dan 13 orang dukun tidak terlatih.Sarana pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang berperan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat di kecamatan Bandar Pulau adalahPuskesmas Aeksongsongan. Berdasarkan data yang diterbitkan Badan Pusat Statistik Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Aeksongsongan yang

membawahi 3 kecamatan, yaitu kecamatan Aeksongsongan, kecamatan Rahuning dan kecamatan Bandar Pulau dengan jumlah penduduk sebanyak 54.502 jiwa per km2 dengan jumlah penduduk laki-laki sebayak 27.668 jiwa dan perempuan 26.834 jiwa.Sesuai dengan standar Indonesia Sehat 2010,1 puskesmas melayani30.000jiwa,hal ini menggambarkan bahwa puskesmas Aeksongsongan belum sesuai dengan standar karena puskesmas Aek songsongan melayani 54.502 jiwa.

Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Aek Songsongan tahun 2010, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di kecamatan Bandar Pulau dari 10 desa, 5 desa sudah mencapai target cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan visi Indonesia Sehat 2010 yaitu 90%, namun 5 desa lagi belum mencapai target cakupan nasional.Secara rinci dapat dilihat pada tabel 1. berikut: Tabel 1. Deskripsi Kecamatan Bandar Pulau.

No Desa Dusun

Jumlah penduduk

Pustu Bidan

1 Bandar pulau pekan

4 1.536 Ada 1

2 Padang Pulau

7 3.135 - 2

3 Gunung Berkat

5 1.524 Ada 1

4 Aek Nagali

6 2.037 - 1

5 Perkebunan Padang Pulau

4 507 - -

6 Gajah Sakti

5 1.724 - 1

7 Buntu Maraja

6 1.372 Ada 1

8 Gonting Malaha

6 2.979 Ada 2

9 Hutarao 6 2.206 - 1 10 Perkebu

nan Aek tarum

11 3.488 - 1

2. Gambaran Karakteristik Responden

Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi umur istri, suku, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak, umur suami, suku, pendidikan dan pekerjaan. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 26: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

232

Tabel 2. Distribusi Karakteristik Responden di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2013

No Karakteristik Responden

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1. Umur a. 15-19 4 4,3 b. 20-24 14 14,9 c. 25-29 42 44,7 d. 30-34 24 25,5 e. 35-39 9 9,6 f. 40-44 1 1,1

Jumlah 94 100,0 2. Suku

a. Jawa 83 88,3 b. Batak 10 10,6 c. Aceh 1 1,1

Jumlah 94 100,0 3. Pendidikan

a. SD 7 7,4 b. SMP 28 29,8 c. SMU 53 56,4 d. Perguruan Tinggi 6 6,4

Jumlah 94 100,0 4. Pekerjaan

a. Bekerja 43 45,7 b. Tidak bekerja 51 54,3

Jumlah 94 100,0 5. Jumlah Anak

a. ≤ 2 orang 70 74,5 b. > 2 orang 24 25,5

Jumlah 94 100,0 Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar

responden berumur 20-34 tahun yang merupakan usia reproduktif dan usia yang sehat untuk seorang wanita melakukan tugas reproduksinya. Sebahagian besar responden bersuku Jawa. Sebagian besar responden berpendidikan SMU dan tidak bekerja. Jumlah anak yang dimiliki lebih banyak ≤ 2 orang. Tabel 3. Distribusi Karakteristik Suami di Kecamatan

Bandar Pulau Kabupaten Langkat Tahun 2013

No Karakteristik Suami

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1. Umur a. 20-24 6 6,4 b. 25-29 31 33,0 c. 30-34 33 35,1 d. 35-39 16 17,0 e. 40-44 8 8,5

Jumlah 94 100,0 2. Suku

a. Jawa 80 85,1 b. Batak 12 12,8 c. Minang 1 1,1 d. Aceh 1 1,1

Jumlah 94 100,0

Tabel 3. (Lanjutan) No Karakteristik

Suami Jumlah (orang)

Persentase (%)

3. Pendidikan a. SD 9 9,6 b. SMP 24 25,5 c. SMU 53 56,4 d. Perguruan

Tinggi 8 8,5

Jumlah 94 100,0 4. Pekerjaan

a. Petani 50 53,2 b. Buruh 14 14,9 c. Pegawai

Swasta 14 14,9

d. Pedagang 13 13,8 e. Pegawai

Negeri Sipil 3 3,2

Jumlah 94 100,0 Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar suami

berumur 25-34 tahun yang merupakan usia produktif. Sebagian besar suami bersuku Jawa. Suami lebih banyak berpendidikan SMU dan bekerja sebagai petani. Keadaan ini juga menggambarkan masih kurangnya kesejahteraan hidup dari keluarga responden.

3. Distribusi Diskriminasi Gender dalam Keluarga

dan Pemilihan Penolong Persalinan Untuk mengetahui distribusi diskriminasi gender

dalam keluarga dan pemilihan penolong persalinan dilakukan analisis univariat dan disajikan dalam tabel disribusi fekuensi.

A. Diskriminasi Gender dalam Keluarga

Dari hasil uji analisis univariat terhadap diskriminasi gender dalam keluarga meliputi variabel akses pelayanan kesehatan dan pengambilan keputusan didapatkan hasil sebagai berikut: a. Akses Pelayanan Kesehatan Tabel4.Distribusi Diskriminasi Gender dalam

Keluarga Berdasarkan Aspek Akses Pelayanan Kesehatan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2013

No Diskriminasi Gender dalam Keluarga Aspek Akses Pelayanan Kesehatan

Jumlah (orang)

Persentase (%)

a. Kurang Baik 38 40,4 b. Baik 56 59,6

Jumlah 94 100,0 Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa

diskriminasi gender dalam keluarga berdasarkan aspek akses pelayanan kesehatan di Kecamatan bandar Pulau Kabupaten Asahan sebagian besar baik, hal ini menggambarkan mudahnya responden untuk mengakses dan mendapatkan pelayanan kesehatan.

Page 27: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Irma Linda, dkk. Pengaruh Diskriminasi Gender dalam...

233

b. Pengambilan Keputusan Tabel 5. Distribusi Diskriminasi Gender dalam

Keluarga Berdasarkan Aspek Pengambilan Keputusan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2013

No

Diskriminasi Gender dalam Keluarga Aspek Pengambilan Keputusan

Jumlah (orang)

Persentase (%)

a. Kurang Baik 40 42,6 b. Baik 54 57,4

Jumlah 94 100,0

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa diskriminasi gender dalam keluarga berdasarkan pengambilan keputusan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan sebagian besar baik. Hal ini menggambarkan sudah baiknya pembagian peran sebagai istri dan peran sebagai suami dalam pengambilan keputusan.

B. Pemilihan Penolong Persalinan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan pemilihan penolong persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 6. Distribusi Pemilihan Penolong Persalinan di

Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2013

No Penolong Persalinan Jumlah (orang)

Persentase (%)

1. Non Tenaga Kesehatan 15 16,0 2. Tenaga Kesehatan 79 84,0

Jumlah 94 100,0 Dari tabel di atas menunjukkan sebagian besar

responden memilih penolong persalinan dengan tenaga kesehatan sebanyak 84,0%. Keadaan ini menunjukkan sebagian kecil responden istri masih memilih non tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan yang dapat menimbulkan komplikasi pada saat bersalin dan nifas.

4. Hubungan Diskriminasi Gender dalam Keluarga

dengan Pemilihan Penolong Persalinan Untuk mengetahui hubungan antara diskriminasi

gender dalam keluarga (akses ke pelayanan kesehatan dan pengambilan keputusan) dengan pemilihan penolong persalinan dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square dan hasil pengolahan data disajikan pada tabel silang.

a. Hubungan Diskriminasi Gender dalam Keluarga

Aspek Akses Pelayanan Kesehatan dengan Pemilihan Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2013

Tabulasi silang hubungan diskriminasi gender dalam keluarga aspek akses pelayanan kesehatan

dengan pemilih penolong persalinan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7. Tabulasi Silang Hubungan Diskriminasi

Gender dalam Keluarga Aspek Akses Pelayanan Kesehatan dengan Pemilihan Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan tahun 2013

Diskriminasi Gender dalam keluarga aspek Akses Pelayanan Kesehatan

Penolong Persalinan

Jum lah PR 95%C

I P

Non tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan

n % n %

Kurang Baik 12 31,6 26 68,4 38 1,383 1,105-1,732

,001

Baik 3 5,4 53 94,6 56

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase pemilihan penolong persalinan non tenaga kesehatan pada responden yang memiliki akses pelayanan kesehatan kurang baik (31,6%), sedangkan responden memiliki akses pelayanan kesehatan baik (5,4%).

Hasil uji statistik dengan uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara akses pelayanan kesehatan dengan pemilihan penolong persalinan (p=0,001), dengan nilai prevalence ratio (PR)=1,383 artinya responden yang mengalami diskriminasi gender dalam keluarga yaitu aspek akses pelayanan kesehatan kurang baik mempunyai kemungkinan 1,383 kali lebih besar memilih penolong persalinan non tenaga kesehatan dibandingkan dengan responden yang memiliki akses pelayanan kesehatan baik.

b. Hubungan Diskriminasi Gender dalam Keluarga

Aspek Pengambilan Keputusan dengan Pemilihan Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2013

Tabulasi silang hubungan diskriminasi gender dalam keluarga aspek pengambilan keputusan dengan pemilihan penolong persalinan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 8.Tabulasi Silang Hubungan Diskriminasi

Gender dalam Keluarga Aspek Pengambilan Keputusan dengan Pemilihan Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2013

Diskriminasi Gender dalam Aspek Pengambilan Keputusan

Penolong Persalinan

Jumlah PR 95 % CI p Non

Nakes Nakes

n % % Kurang Baik 12 30 28 70,0 40 1,349 1,090-

1,669 0,001

Baik 3 5,6 51 94,4 54

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase pemilihan penolong persalinan non tenaga kesehatan pada responden yang memiliki pengambilan keputusan kurang baik (30,0%),

Page 28: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

234

sedangkan responden memiliki pengambilan keputusan baik (5,6%).

Hasil uji statistik dengan uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara diskriminasi gender dalam keluraga aspek pengambilan keputusan dengan pemilihan penolong persalinan (p=0,001), dengan nilai prevalence ratio (PR)=1,349 artinya responden yang mengalami diskriminasi gender dalam keluarga aspek pengambilan keputusan kurang baik mempunyai kemungkinan 1,349 kali lebih besar memilih penolong persalinan non tenaga kesehatan dibandingkan dengan responden yang memiliki pengambilan keputusan baik.

i. Pengaruh Diskriminasi Gender dalam

Keluarga terhadap Pemilihan Penolong Persalinan Untuk mengetahui pengaruh diskriminasi gender

dalam keluarga (akses pelayanan kesehatan dan pengambilan keputusan) terhadap pemilihan penolong persalinan secara bersama-sama dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik ganda (multiple logistic regression). Untuk melakukan analisis multivariat, dilakukan beberapa langkah yaitu: 1. Melakukan pemilihan variabel yang potensial

dimasukkan dalam model. Variabel yang dipilih sebagai kandidat adalah p<0,25.

2. Selanjutnya dilakukan pengujian secara bersma-sama dengan metode forward stepwise (conditional) untuk mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan penolong persalinan. Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh

semua variabel memiliki nilai probabilitas (p) lebih kecil dari 0,25. Selanjutnya semua variabel tersebut dimasukkan dalam model, kemudian dianalisis secara multivariat.

Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda diperoleh hasil bahwa hanya satu variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan penolong persalinan yaitu variabel akses ke pelayanan kesehatan dengan koefisien regresi= -1,588, p=0,030, sehingga dapat dinyatakan bahwa diskriminasi gender dalam keluarga aspek akses ke pelayanan kesehatan yang kurang baik akan meningkatakan angka pertolongan persalinan dengan non tenaga kesehatan. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel. 9. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi

Logistik Ganda Variabel B p Exp(B) 95% CI

Akses Pelayanan Kesehatan

-1,588 0,030 0,204 0,049 – 0,858

Constant -0,416

b. Pembahasan 4.2.1. Pemilihan Penolong Persalinan

Dari hasil penelitian sebagian besar responden memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan

(84,0%) di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan tahun 2013. Hal ini menunjukkan ibu sudah mengetahui persalinan yang aman sebaiknya dengan tenaga kesehatan. Fokus asuhan persalinan normal adalah persalinan bersih dan aman serta mencegah terjadinya komplikasi. Persalinan yang bersih dan aman memastikan setiap penolong persalinan mempunyai kemampuan, keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan persalinan yang aman. Ada lima dasar asuhan persalinan yang bersih dan aman, yaitu membuat keputusan klinik, asuhan sayang ibu dan sayang bayi, pencegahan infeksi, pencatatan dan mempersiapkan rujukan. Hasil penelitian juga menunjukkan sebagian kecil responden masih memilih non tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan yang dapat menimbulkan komplikasi pada saat bersalin dan nifas.

Gambaran karakteristik responden dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berumur 20-34 tahun yang merupakan usia reproduktif dan usia yang sehat untuk seorang wanita melakukan tugas reproduksinya. Sebagian besar responden bersuku Jawa, berpendidikan SMU dan tidak bekerja. Jumlah anak yang dimiliki lebih banyak ≤ 2 orang. Sedangkan karakteristik suami menunjukkan sebagian besar suami berumur 25-34 tahun yang merupakan usia produktif. Sebahagian besar responden suami bersuku Jawa. Suami lebih banyak berpendidikan SMU dan bekerja sebagai petani. Keadaan ini juga menggambarkan masih rendahnya kesejahteraan kehidupan dari keluarga responden.

Penelitian yang dilakukan Friati (2012) secara kualitatif menemukan bahwa pemilihan Bidan Desa sebagai penolong persalinan dipengaruhi oleh hubungan kedekatan antara anggota keluarga, peran individu dalam keluarga, peranan pasangan hidup, akses geografis yang terjangkau, akses ekonomi yang terjangkau, akses sosial atau budaya yang dapat diterima oleh masyarakat, pengetahuan ibu yang cukup memadai dan pengetahuan Bidan Desa yang baik.

Masalah mendasar yang sering menjadi kendala dalam peningkatan kesehatan perempuan adalah sering terjadinya nilai-nilai sosial budaya yang menempatkan posisi perempuan pada posisi subordinatif yaitu stereotip masyarakat terhadap peran dan kedudukan perempuan (Sumaryoto, 2003).

Menurut Manuaba (2001) peningkatan pelayanan antenatal care, penerimaan gerakan keluarga berancana, melaksanakan persalinan bersih dan aman (pelayanan kebidanan dasar), dan meningkatkan pelayanan obstetric essensial dan darurat yang merupakan pelayanan kesehatan primer. Tidak jarang ibu hamil yang kritis meninggal sesampai di rumah sakit, artinya si ibu terlambat mendapatkan pertolongan. Kejadian ini dapat berupa kasus kelainan letak janin, hipertensi, perdarahan (rupture uteri) karena dukun bayi terlatih mendorong janin keluar rahim. Dalam keadaan kritis ditangan dukun bayi terlatih barulah si ibu dirujuk ke rumah sakit.

Page 29: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Irma Linda, dkk. Pengaruh Diskriminasi Gender dalam...

235

4.2.2. Pengaruh Diskriminasi Gender dalam Keluarga terhadap Pemilihan Penolong Persalinan

1. Akses Pelayanan Kesehatan Akses pelayanan kesehatan merupakan peluang

atau kesempatan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ada yang mencakup izin dan persetujuan dari suami terhadap istri dalam memilh penolong persalinan, kemampuan istri memilih penolong persalinan terkait dengan perannya sebagai istri dan ibu dalam keluarga, serta pelayanan petugas kesehatan dalam asuhan kehamilan/persalinan.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa diskriminasi gender dalam keluarga berdasarkan akses pelayanan kesehatan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan sebagian besar baik (59,6%). Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara diskriminasi gender dalam keluarga aspek akses pelayanan kesehatan dengan pemilihan penolong persalinan (p=0,001). Hasil analisis pengaruh diskriminasi gender dalam keluarga berdasarkan akses pelayanan kesehatan terhadap pemilihan penolong persalinan menggunakan uji regresi logistik ganda menunjukkan ada pengaruh secara bermakna(p=0,030) dengan koefisien regresi= -1,588, sehingga dapat dinyatakan bahwa diskriminasi gender dalam keluarga aspek akses ke pelayanan kesehatan yang kurang baik akan meningkatakan angka pertolongan persalinan dengan non tenaga kesehatan.Hal ini dimungkinkan karena kurangnya kesadaran dan pemahaman yang baik dari responden untuk memilih penolong persalinan dan berdasarkan jawaban responden terhadap kuesioner akses pelayanan kesehatan didapatkan bahwa masih kurangnya keterlibatan suami dalam menyediakan fasilitas yang dibutuhkan istri untuk memeriksakan kehamilan dan pertolongan persalinan ke pelayanan kesehatan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Akmal (2003) secara kualitatif di Kecamatan Sentani Kabupaten Jayapura, bahwa beratnya beban kerja, kemiskinan dan kurangnya dukungan suami dalam memotivasi ibu hamil untuk melakukan antenatalcare, serta kurangnya kemauan para suami untuk mengerjakan pekerjaan domestik, pengetahuan warisan yang diperoleh keluarga serta peran dukun bersalin, telah mengkondisikan ibu hamil untuk memilih memeriksakan kandungan dan mempercayakan persalinan kepada dukun bersalin.

Hasil penelitian didukung oleh teori menurut Azwar(2001), bahwa ketidaksetaraan gender terlihat dari adanya hambatan dalam akses pelayanan terhadap pelayanan kesehatan terutama dialami oleh perempuan karena adanya status perempuan yang tidak mendapat izin dari suami sebagai pemegang keputusan, siapa yang menolong persalinan istri kebanyakan masih ditentukan oleh suami, sehingga terjadi subordinasi terhadap perempuan dengan keterbatasan perempuan dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan

dirinya. Lebih praktisnya dapat dinyatakan bahwa perempuan berhak mengambil keputusan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya. Angka kematian ibu dan bayi berkait dengan indikator, yaitu : terbatasnya akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama bagi penduduk miskin di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan. Penyediaan fasilitas pelayanan obstetrik neonatal emergensi komprehensif(PONEK), pelayanan obstetrik neonatal emergensi dasar (PONED), posyandu dan unittransfusi darah belum merata dan belum seluruhnya terjangkau oleh seluruh penduduk.Sistem rujukan dari rumah ke puskesmas dan ke rumah sakit juga belum berjalan denganoptimal. Ditambah lagi, dengan kendala geografis, hambatan transportasi, dan faktorbudaya. Terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan baik dari segi jumlah, kualitas danpersebarannya, terutama bidan petugas kesehatan di daerah terpencil sering kali tidak memperoleh pelatihan yang memadai.Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjagakesehatan dan keselamatan ibu. Indikator sosial ekonomi seperti tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah serta determinan faktor lainnya dapat mempengaruhi tingkat pemanfaatan pelayanan serta berkontribusi pada angka kematian ibu di Indonesia (Bappenas, 2010) 2. Pengambilan Keputusan terhadap Kehamilan

Pengambilan keputusan terhadap kehamilan mencakup penentuan perencanaan kehamilan, jumlah anak dalam keluarga, jarak kehamilan, tempat pemeriksaan kehamilan dan kebutuhan dana serta perlengkapan menjelang persalinan.

Dari hasil analisis penelitian ditemukan bahwa diskriminasi gender dalam keluarga berdasarkan pengambilan keputusan di kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan sebagian besar baik (57,4%). Hasil analisis menggunakan uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengambilan keputusan dengan pemilihan penolong persalinan (p=0,001). Namun hasil analisis pengaruh diskriminasi gender dalam keluarga aspek pengambilan keputusan terhadap pemilihan penolong persalianan menggunakan uji regresi logistik ganda menunjukkan tidak ada pengaruh secara bermakna. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar responden istri berumur 20-34 tahun yang merupakan usia reproduktif. Sebagian besar responden istri tidak bekerja. Jumlah anak yang dimiliki lebih banyak dengan jumlah ≤ 2 orang. Berdasarkan jawaban responden terhadap kuesioner pengambilan keputusan didapatkan pengambilan keputusan untuk perencanaan kehamilan, persiapan dana untuk pemeriksaan kehamilan dan persalinan serta perlengkapan untuk persalinan lebih banyak ditentukan atau diputuskan oleh suami. Hal ini menggambarkan perbedaan pendapat dari responden tentang peran sebagai istri dan peran sebagai suami dalam pengambilan keputusan.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan Astari (2005) di Cianjur, bahwa pengambil

Page 30: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

236

keputusan dalam keluarga umumnya adalah suami, kecuali pada istri yang bekerja, istri mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan. Proses pengambilan keputusan umumnya secara musyawarah. Meski hanya pada keluarga dengan istri bekerja keputusan diambil berdasarkan kesepakatan bersama.Sedangkan yang lainnya pengambilan keputusan dikembalikan pada pihak suami.

Hasil penelitian juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nabuasa (2006) di Kupang, terdapat beberapa pola pengambilan keputusan dalam keluarga mengenai perencanan kehamilan yang meliputi keputusan dibuat bersama oleh suami istri tanpa ada dominan diantara keduanya, keputusan dibuat oleh suami istri dengan pengaruh suami lebih besar, dan keputusan dibuat oleh suami dan istri dengan pengaruh dari luar terutama dari mertua.

Hasil penelitian juga didukung oleh teori menurut Makarao (2009), bahwa kesetaraan gender dalam kesehatan terbagi atas kesetaraan dalam hak, kesetaraan dalam sumber daya dan kesetaraan dalam menyuarakan pendapat. Adanya kesetaraan hak dalam peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam bidang kesehatan seperti kesetaraan hak dalam rumah tangga yaitu perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama dalam kesehatan, misalnya menentukan jumlah anak, jenis persalinan, pemilihan alat kontrasepsi, dan lain-lain. Selain itu, perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama dalam pengambilan keputusan.

Menurut hasil kesepakatan Konferensi Kependudukan dan Pembangunan Internasional (ICPD) di Kairo tahun 1994, hak-hak reproduksi mencakup hak untuk hidup bebas dari resiko kematian karena kehamilan, hak atas kebebasan dan keamanan atas kehidupan reproduksinya, hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi, hak atas kerahasiaan pribadi, hak kebebasan berpikir, hak memilih bentuk keluarga dan untuk membangun serta merencanakan keluarga, hak untuk memutuskan secara bebas mengenai jumlah anak, menentukan waktu kelahiran anak dan cara untuk mernperolehnya (Depkes RI, 2005). KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada pengaruh diskriminasi gender dalam keluarga

aspek akses pelayanan kesehatan terhadap pemilihan penolong persalinan secara signifikan sehingga dapat dinyatakan bila akses ke pelayanan kesehatan kurang baik maka semakin tinggi angka pertolongan persalinan dengan non tenaga kesehatan.

2. Tidak ada pengaruh diskriminasi gender dalam keluarga aspek pengambilan keputusan terhadap pemilihan penolong persalinan.

5.2. Saran 1. Diharapkan petugas kesehatan di puskesmas

Aek Songsongan dan bidan di desa dapat memberikan pendidikan kesehatan (penyuluhan) pada pasangan usia subur tentang peran (gender) laki-laki dan perempuan dalam keluarga khususnya keterlibatan suami dalam menyediakan fasilitas yang dibutuhkan istri untuk memeriksakan kehamilan dan pertolongan persalinan ke pelayanan kesehatan dan pengambilan keputusan untuk perencanaan kehamilan, persiapan dana untuk pemeriksaan kehamilan dan persalinan serta perlengkapan untuk persalinan lebih banyak ditentukan oleh suami sehingga dapat mendukung pemilihan penolong persalinan kepada tenaga kesehatan, melalui kegiatan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi), promosi atau kampanye langsung ke masyarakat melalui lintas sektoral dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat.

2. Diharapkan anggota keluarga dan masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang gender (peran) antara laki-laki dan perempuan sehingga tercipta kesetaraan gender untuk mendukung peningkatan status sosial perempuan di dalam keluarga dan masyarakat yang pada akhirnya akan terwujud kesehatan reproduksi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, I., 2001. Seks, Gender & Reproduksi

Kekuasaan, Yogyakarta : Tarawang Press. Akmal, Y., 2003, Kondisi Sosial Budaya Suku

Sentani dan Implikasinya pada Perilaku Ibu Hamil dalam Memanfaatkan Pelayanan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Puskesmas: Studi Kasus di Kecamatan Sentani, Kabupaten Jayapura, (Tesis); Program S2 FIK Universitas Indonesia,: http:www.lontar.ui.ac.id, diakses tanggal 21 Juni 2013.

Astari, A.M., 2005, Studi Kualitatif Pengambilan Keputusan dalam Keluarga Terkait dengan Komplikasi Perinatal di Kabupaten Cianjur Jawa Barat, (Tesis); Program Studi S2 Keperawatan Maternitas Universitas Indonesia,: http:www.lontar.ui.ac.id, diakses tanggal 21 Juni 2013.

Azwar, A., 2001. Bagaimana Mengatasi Kesenjangan Jender. Jakarta: Kantor Negara Pemberdayaan Perempuan.

Bappenas, 2007. Rencana Jangka Menengah Pembangunan Kesehatan Indonesia, Jakarta

________, 2010 Laporan Pencapaian Tujuan

Pembangunan Milenium Indonesia 2010, Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional , Jakarta

Page 31: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Irma Linda, dkk. Pengaruh Diskriminasi Gender dalam...

237

Darwizar. A 2002. Manajemen Terpadu Bayi Muda dan Manajemen Terpadu Balita Sakit, Suara Pembaharuan, Jakarta

Depkes, 1993, Pedoman Pelatihan Dukun Bayi, Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, Jakarta.

______,1998. Modul Safe Motherhood. (kerjasama Depkes RI-WHO dan FKM UI, Jakarta.

______, 2003. Program Penanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia Subur (WUS), Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

______, 2005. Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005 – 2009, Jakarta

Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2010, Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, tahun 2010, Medan

Dinkes Kab.Asahan, 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Asahan tahun 2010, Kisaran

Frianti, S.G., 2012, Pengambilan Keputusan Keluarga terhadap Pemilihan Bidan Desa sebagai Penolong Persalinan di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara, (Tesis); Program Studi S2 IKM FKM Universitas Sumatera Utara, http:www.repository.usu.ac.id, diakses tanggal 21 September 2013.

Handayani, T., dan Sugiarti, 2002, Konsep dan Teknik Penelitian Gender, Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.

Hidayat, M., 2005. Komunikasi Pengambilan Keputusan untuk Pemeliharaan Kesehatan Reproduksi pada Ibu-ibu Rumah Tangga di Pedesaan, Bandung : Fakultas Ilmu Komunikasi UNPAD.

Lemeshow, S., Hosmer, Jr, D, W., Klar, J. & Lwanga, S. K. 1997. Besar sampel dalam penelitian

kesehatan. Penerjemahan: Pramono, D. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Makarao, N.R., 2009, Gender Dalam Bidang Kesehatan, Bandung : Alfabeta.

Manuaba, IBG., 2001, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta.

Megawangi, R., 1999, Membiarkan Berbeda? : Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender, Bandung: Mizan.

Mosse, J.C., 1996. Gender dan Pembangunan, Edisi Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nabuasa, E., 2006, Dukungan Suami Terhadap Istri Selama Masa Kehamilan, Persalinan, dan Masa Nifas Berdasarkan Etnis Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Pasir Panjang Kota Kupang, Hasil Penelitian; Majalah Kesehatan Masyarakat vol.01.No.01 Desember 2006 38-50.

Notoatmodjo, S, 2005, Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, Jakarta.

____________, 2006. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Rineka Cipta, Jakarta.

Puskesmas Aek Songsongan, 2012. Rekapitulasi Laporan PWS KIA Bulan Desember 2012.

Resty K. 2003. Fungsi Ibu Sulit Diganti, Fungsi Isteri Dapat Diganti

Sumarnyoto., 2003. Pelayanan Bayi-Bayi Keluarga Miskin Yang Harus Dirawat Di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSAB Harapan Kita, Jakarta

http://www.promosikesehatan.com Riwidikdo, H., 2008, Statistik Kesehatan, Belajar Mudah

Tehnik Analisis Data dalam Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS), Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.

Sibagariang, E.E., Pusmaika, R., Rismalinda., 2010. Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta : CV. Trans Info Media.

Page 32: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

238

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG KANKER SERVIKS TERHADAP PEMERIKSAAN IVA PADA WANITA USIA SUBUR DI DESA

TUNTUNGAN II KECAMATAN PANCUR BATU TAHUN 2013

Melva, Yusrawati Hasibuan, Dewi Meliasari Jurusan Kebidanan Poltekkes Medan

` Abstrak

Kanker serviks merupakan jenis kanker yang sering terjadi pada wanita, dan merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia. Kebanyakan pasien datang sudah pada stadium lanjut sehingga penanganan secara medis sulit untuk dilakukan. Salah satu metode alternatif skrining kanker serviks yang dapat dilakukan adalah dengan inspeksi visual dengan pulasan asam setat (IVA). Penelitian ini untuk mengetahuai pengaruh pengetahuan dan sikap tentang kanker serviks terhadap pemeriksaan IVA di Desa Tuntungan Kecamatan Pancur Batu Tahun 2013. Metode penelitian adalah studi analitik observasional dengan rancangan pendekatan crossectional atau studi potong lintang. Populasi penelitian adalah WUS yang ada di Desa sebanyak 500 orang dan sampel penelitian adalah WUS yang pernah melakukan pemeriksaan dan tidak pernah melakukan pemeriksaan IVA dengan jumlah yang sama sebanyak 83 responden. Analisis data menggunakan uji Chi Square dan Regresi Logistik. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh antara pengetahuan dan sikap terhadap pemeriksaan IVA (p=0,046 dan p=0,007), dah hasil uji multivariat menunjukkan bahwa variabel sikap merupakan variabel dominan dengan nilai Exp (B) 3,424. Hendaknya lebih ditingkatkan lagi pemberian informasi tentang kesehatan reproduksi khususnya tentang deteksi dini kanker servkis. Kepada tenaga kesehatan untuk memberikan informasi dan bahan promosi kesehatan terhadap masyarakat terutama para wanita usia subur dalam rangka meminimalkan kejadian kanker serviks dan dampak yang menyertainya. Kata Kunci : kanker serviks, pemeriksaan IVA

Latar Belakang

Kanker serviks adalah kanker kedua yang paling umum pada wanita di seluruh dunia, dengan sekitar 500.000 kasus baru dan 250.000 kematian setiap tahun. Hampir 80% kasus terjadi di Negara berkembang (WHO, 2013).

Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di antara Negara berkembang dan urutan ke-10 di Negara maju atau urutan ke- 5 secara global. Menurut data Globocan 2008, terdapat 529.409 kasus baru kanker serviks dengan sekitar 274.883 kematian di dunia. Hampir 85% kasus terdapat pada negara-negara berkembang.

Di Asia Tenggara, terdapat 188.000 kasus baru kanker serviks, sekitar 102.000 kematian. Di Indonesia, terdapat 13.762 kasus baru dengan kematian 7.493 jiwa dalam setahun. Data dari 13 laboratorium patologi di Indonesia memperlihatkan bahwa kanker serviks menduduki urutan pertama dari 10 kanker terbanyak. (Perhimpunan Onkologi Indonesia, 2010).

Hampir 70% kanker serviks ditemukan dalam kondisi stadium lanjut (>stadium IIB). Hal ini karena rendahnya pelaksanaan skrining (5%.) Padahal, pelaksanaan skrining yang ideal adalah 80% . Penduduk Indonesia tahun 2008 yang berjumlah 230 juta. Angka 5% adalah angka kecil sekali. Padahal, wanita yang beresiko terkena kanker serviks adalah 58 juta (pada usia 15-64 tahun) dan 10 juta (pada usia 10-14 tahun). Jumlah kasus baru kanker serviks mencapai 40-45/hari dan jumlah

kematian yang disebabkan kanker serviks mencapai 20-25/hari (Samadi, 2011).

Menurut WHO 2008, sekitar 90-99% penyebab utama terjadinya kanker serviks adalah Human Papiloma Virus (HPV). Dibutuhkan waktu kurang dari tiga bulan dari saat terpapar HPV sampai dapat dideteksi. Setiap wanita beresiko terkena virus HPV, namun infeksi tersebut tidak selalu berkembang menjadi kanker serviks karena sebagian besar infeksi HPV (50-70%) akan menghilang melalui respon imun alamiah setelah melalui masa beberapa bulan hingga dua tahun. Namun apabila dibiarkan bahkan jika kekebalan tubuh menurun maka virus ini akan berkembang menjadi kanker serviks yang mematikan (Solekhah, 2012).

Penderita kanker serviks sering terlambat ditemukan akibat minimnya gejala yang ditimbulkan karena ketidaktahuan masyarakat. 70% penderita datang pada stadium lanjut, sehingga menyebabkan masih tingginya angka kematian akibat kanker serviks (Jonathan, 2000). Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mendeteksi penyakit ini secara dini, salah satunya adalah dengan metode IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat). Pemeriksaan IVA ini merupakan program skrining untuk menemukan tahap prakanker serviks. Hal ini penting karena sampai saat ini masih banyak ditemukan kanker serviks pada stadium lanjut (Samadi, 2011).

Metode IVA pertama kali ditemukan oleh Sankaranarayanan dkk. Deteksi dengan metode IVA ini

Page 33: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

239

sangat cocok diaplikasikan di Negara berkembang karena mudah, murah, efektif, tidak invasif, dapat dilakukan langsung oleh dokter, bidan atau paramedik. Hasilnya langsung bisa didapat, dan sensitivitas serta spesifitasnya cukup baik.

Pemeriksaan metode IVA mulai dicanangkan di Indonesia oleh Departemen Kesehatan antara tahun 2008 (Solekhah, 2012). Namun sampai saat ini masih banyak kaum wanita yang tidak bersedia melakukan pemeriksaan IVA. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang kanker serviks maupun pemeriksaan IVA serta sikap yang tidak mendukung program pemerintah tersebut.

Survey awal yang dilakukan di desa Tuntungan Kecamatan Pancur Batu tahun 2013 diketahui bahwa dari 500 wanita PUS pada kelompok umur 21 – 45 tahun, hanya 115 orang (23%) yang mau melakukan pemeriksaan IVA. Berdasarkan data tersebut maka diketahui bahwa partisipasi masyarakat masih rendah.

Permasalahan

Masih rendahnya partisipasi masyarakat (wanita usia subur) dalam program pemeriksaan IVA sehingga manjadi kendala untuk mendeteksi kanker serviks secara dini. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum: Mengetahui Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Tentang Kanker Serviks Terhadap Pemeriksaan IVA pada Wanita Usia Subur di Desa Tuntungan Kecamatan Pancur Batu 2013 b. Tujuan Khusus:

1. Mengetahui distribusi karakteristik (umur, pendidikan) wanita usia subur

2. Mengetahui distribusi pengetahuan wanita usia subur tentang kanker serviks

3. Mengetahui distribusi sikap wanita usia subur tentang kanker serviks

4. Mengetahui pengaruh pengetahuan wanita usia subur terhadap pemeriksaan IVA

5. Mengetahui pengaruh sikap wanita usia subur tentang kanker serviks terhadap pemeriksaan IVA

6. Mengetahui pengaruh variabel dominan terhadap pemeriksaan IVA

Manfaat Penelitian a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk tenaga kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi b. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi pada wanita usia subur khususnya dalam rangka deteksi dini kanker leher rahim. Hipotesis Penelitian

a. Ada pengaruh pengetahuan tentang kanker leher rahin terhadap pemeriksaan IVA pada Wanita Usia Subur di Desa Tuntungan Kecamatan Pancur Batu

b. Ada pengaruh sikap tentang kanker leher rahim terhadap pemeriksaan IVA pada Wanita Usia Subur di Desa Tuntungan Kecamatan Pancur Batu

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan menggunakan pendekatan desain crossectional akan mengukur seluruh variabel hanya satu kali saja pada saat yang bersamaan ketika penelitian berlangsung di desa Tuntungan II Kecamatan Pancur Batu.

Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur (500 orang) yang telah melakukan pemeriksaan IVA atau belum melakukan pemeriksaan IVA di Desa Tuntungan Kecamatan Pancur Batu yang dilakukan pada bulan April s/d September 2013

b. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini terkait dengan tujuan penelitian adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek maka jumlah sampel minimal pada penelitian ini adalah 83 orang.

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik, maka sampel penelitian ditambah dengan responden yang belum pernah dilakukan pemeriksaan tes IVA sebanyak jumlah sampel yang telah dilakukan pemeriksaan tes IVA (83 orang WUS), sehinga total sampel yang diteliti adalah 166 orang.

Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat a. Karakteristik

Sampel penelitian berjumlah 166 responden terdiri dari ibu yang telah melakukan pemeriksaan IVA dan yang tidak pernah melakukan pemeriksaan IVA dengan jumlah sama, yaitu 83 responden.. Dari hasil pengumpulan dan analisis data maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik

di Desa Tuntungan Kecamatan Pancur Batu Tahun 2013

No. Karakteristik Jumlah (n)

Presentase (%)

1 Pendidikan a. Pendidikan dasar b. Pendidikan

menengah c. Pendidikan

tinggi

90 71 5

54.2 42.8 3.0

2. Umur a. 21-35 b. 35-49

62 104

37.3 62.7

Total 166 100

Page 34: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Melva, dkk. Pengaruh Pengetahuan dan Sikap…

240

b. Pengetahuan Tabel 2.

Distribusi Responden berdasarkan Pengetahuan di Desa Tuntungan Kecamatan Pancur Batu Tahun

2013 Tingkat pengetahuan

Jumlah (n) Presentase (%)

a. Baik b. Cukup c. Kurang

74 76 16

44,6 45,8 9,6

Total 166 100

Distribusi responden berdasarkan pengetahuan, proporsi terbesar responden berpengetahuan cukup, yaitu sebesar 45,8%, dan proporsi terkecil adalah berpengetahuan kurang sebanyak 16 responden (9,6%).

c. Sikap

Tabel 3. Distribusi Responden berdasarkan Sikap

di Desa Tuntungan Kecamatan Pancur Batu Tahun 2013

Sikap

Jumlah (n)

Presentase (%)

Negatif Positif

42 124

25,3 74,7

Total 166 100

d. Jawaban pertanyaan tertutup Dalam kuesioner penelitian ini juga ditambahkan

pertanyaan tertutup yang diajukan terhadap responden baik yang belum pernah melakukan periksaan ataupun yang sudah pernah melakukan periksa IVA, hasil pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel. 4

Distribusi Jawaban Responden Belum Pernah Melakukan Pemeriksaan IVA

No. Alasan Belum Pernah Periksa IVA n %

1. Tidak pernah ada keluhan 9 10,9 2. Takut 40 48,2 3. Tidak tahu 4 4,8 4. Tidak pernah dengar 3 3,6 5. Malu 17 20,5 6. Sudah tua dan tidak ada

keluhan 5 6,0

7. Belum paham 2 2,4 8. Tidak punya uang/takut mahal

biayanya 2 2,4

9. Suami sudah meninggal 1 1,2 Total 83 100

Proporsi terbesar tentang alasan responden belum pernah melakukan pemeriksaan test IVA adalah karena takut atau tidak berani untuk melakukan sebanyak 40 responden (49,1%), disusul karena alasan malu untuk melakukan pemeriksaan sebanyak 17 responden (20,4%).

Tabel.5 Distribusi Jawaban Responden yang Pernah

Melakukan Pemeriksaan IVA

No. Alasan Pernah Periksa IVA N %

1. Ingin tahu kondisi kesehatannya

46 55,4

2. Menjaga kesehatan rahim 14 16,9 3. Ingin mendeteksi secara dini 4 4,8 4. Agar merasa nyaman 5 6 5 Perut sering merasa nyeri 10 13 6. Sering keputihan dan ada rasa

gatal 4 4,8

Total 83 100 Proporsi terbesar tentang alasan mengapa ibu pernah melakukan pemeriksaan test IVA adalah karena ingin tahu bagaimana kondisi kesehatannya terutama kesehatan rahimnya, yaitu sebanyak 46 responden (56,5%).

2. Analisis Bivariat Dalam analisis bivariat, dilakukan uji Chi Square

untuk melihat pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap pemeriksaan IVA. Hasil uji sebagai berikut :

a. Pengaruh Pengetahuan tentang Kanker Serviks terhadap Pemeriksaan IVA pada Wus di Desa Tuntungan Kecamatan Pancur Batu Tahun 2013.

Tabel 6.

Distribusi Responden Menurut Pemeriksaan IVA dan Pengetahuan tentang Kanker Serviks di Desa

Tuntungan Kecamatan Pancur Batu Tahun 2013

Pengetahuan Pemeriksaan IVA

P Belum Sudah Total n % N % n %

a. Kurang 12 75,0 4 25,0 16 100 0,046 b. Cukup 40 52,6 36 47,4 76 100

c. Baik 31 41,9 43 58,1 74 100 Total 83 83 166

Dari total responden yang berpengetahuan

kurang, 75 % belum pernah melakukan pemeriksaan IVA, sedangkan dari responden yang berpengetahuan baik 58,1% sudah pernah melakukan pemeriksaan. Hasil analisis bivariat pengaruh pengetahuan tentang kanker serviks terhadap pemeriksaan Test IVA, diperoleh hasil variabel pengetahuan menunjukkan nilai p < 0,05

Page 35: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

241

(p=0,046), yang dapat diartikan bahwa ada pengaruh variabel pengetahuan terhadap pemeriksaan IVA.

b. Pengaruh Sikap tentang Kanker Serviks terhadap Pemeriksaan IVA pada WUS di Desa Tuntungan Kecamatan Pancur Batu Tahun 2013

Tabel 7.

Distribusi Responden Menurut Pemeriksaan IVA dan Sikap tentang Kanker Serviks di Desa Tuntungan

Kecamatan Pancur Batu Tahun 2013

Sikap Pemeriksaan IVA

P Belum Sudah Total n % n % n %

Negatif

29

69,0

13

31,0 42 10

0 0,007 Positi

f 54

43,5

70

56,5

124

100

Total 83 83 166

Responden yang bersikap negatif, 69% belum pernah melakukan pemeriksaan IVA, sedangkan dari total responden yang mempunyai sikap positif 56,5% sudah pernah melakukan pemeriksaan IVA. Hasil analisis bivariat pengaruh sikap tentang kanker serviks terhadap pemeriksaan Test IVA, diperoleh hasil variabel sikap menunjukkan nilai p < 0,05 (p=0,007), yang dapat diartikan bahwa ada pengaruh variabel sikap terhadap pemeriksaan IVA.

3. Analisis Multivariat Tabel.8

Analisis Pengaruh Pengetahuan dan Sikap tentang Kanker Servik terhadap Pemeriksaan IVA di Desa

Tuntungan II Kec. Pancur Batu Tahun 2013

Variabel B S.E Wald df P

Value Exp (B)

Pengetahuan Sikap Constant

0,711 1,231 -1,889

0,262 0,792 0,528

7,356 9,877 12,815

1 1 1

0,007 0,002 0,000

2,035 3,424 0,151

Pada tabel diatas merupakan hasil analisis

multivariat dengan uji regresi logistik pada variabel pengetahuan dan sikap. Berdasarkan nilai coeffisien beta (B) yang tertinggi adalah variabel sikap yaitu 1,231. Ini menunjukkan bahwa variabel tersebut merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi pemeriksaan IVA . Besar pengaruh variabel tersebut dapat dilihat dari nilai Exp (B), yaitu 3,424, artinya variabel sikap mempunyai pengaruh 3 kali terhadap pemeriksaan IVA pada responden. Hal ini dapat diartikan bahwa ibu yang

mempunyai sikap positif mempunyai peluang 3 kali untuk melakukan pemeriksaan IVA dibandingkan dengan ibu yang sikapnya negatif . B. Pembahasan B1. Pengaruh Pengetahuan Tentang Kanker Serviks

Terhadap Pemeriksaan IVA pada Wanita Usia Subur di Desa Tuntungan II Kecamatan Pancur Batu

Proporsi pemeriksaan IVA terbesar terdapat pada kelompok responden dengan pengetahuan kurang (75%) responden belum pernah melakukan pemeriksaan IVA, sedangkan pengetahuan baik terdapat pada responden yang sudah pernah melakukan pemeriksaan IVA. Penelitian ini sejalan dengan Dewi et all dimana 70,0% responden dengan pengetahuan kurang tidak melakukan pemeriksaan IVA, sedang tingkat pengetahuan tinggi, cenderung melakukan pemeriksaan IVA.

Penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Amiruddin,R, 2006 , pengetahuan yang lebih tinggi sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan untuk kesehatannya. Pengetahuan ini juga sejalan dengan pendapat (Arikunto,2003) pendidikan merupakan salah factor yang mempengaruhi pengetahuan, dimana dalam penelitian proporsi terbesar (54,2%) dengan pendidikan dasar.

Tingkat pendidikan seseorang dapat mendukung atau mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang , orang dengan pendidikan yang rendah selalu diiringi dengan informasi dan pengetahuan yang terbatas sehingga semakin tingkat pendidikan semakin tinggi pula pemahaman seseorang.

Hal ini juga sejalan dengan alasan responden yang belum pernah melakukan pemeriksaan IVA disebabkan karena takut atau tidak berani (49,1%). Alasan lain adalah karena responden merasa malu untuk melakukan pemeriksaan IVA (20,4%), karena harus membuka organ kewanitaannya.

Informasi yang dapat disampaikan dari orang per orang merupakan salah satu factor yang menjadi pertimbangan seseorang dalam menentukan persepsi terhadap sesuatu objek, bila masyarakat kurang mendapat informasi akan mempunyai persepsi ne”gative yang dapat menyebabkan rasa takut dan malu untuk melakukan pemeriksaan IVA.

Pada responden yang pernah melakukan pemeriksaan IVA , proporsi terbesar berpendidikan tinggi dan berpengetahuan baik, dengan alasan ingin tahu kondisi kesehatannya (56,5%), juga menjaga kesehatan Rahim (17,4%).

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bhattcharjee di India, pengetahuan wanita mengenai program screening kanker serviks sangatlah rendah oleh kurangnya informasi. Hal serupa juga didapatkan oleh John yang melakukan penelitian di Rumania, bahwa pengetahuan wanita berusia diatas 18 tahun mengenai skrening kanker serviks sangatlah rendah, hal ini menyebabkan partisipasi untuk melakukan skrening juga rendah, Nurana juga mengemukakan rendahnya pengetahuan wanita mengenai kanker serviks membuat

Page 36: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Melva, dkk. Pengaruh Pengetahuan dan Sikap…

242

rendahnya keinginan perempuan untuk melakukan deteksi dini, hal ini dikarenakan perempuan Indonesia masih awam dengan kanker serviks sehingga berdampak pada rendahnya minat perempuan untuk melakukan deteksi dini kanker serviks. B.2. Pengaruh Sikap Tentang Kanker Serviks

Terhadap Pemeriksaan IVA pada Wanita Usia Subur di Desa Tuntungan Kecamatan Pancur Batu Tahun 2013

Terdapat hubungan yang bermakna dengan proporsi sikap negatif (69,0%) pada kelompok belum pernah melakukan pemeriksaan IVA sedangkan responden dengan proporsi sikap positif (56,5%) pada kelompok yang sudah pernah melakukan pemeriksaan IVA.

Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh hasil chi-square p value p=0,007 berarti nilai p < 0,05 ada pengaruh sikap terhadap pemeriksaan IVA. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Dewi et All (2012), ada hubungan yang bermakna antara sikap WUS dengan pemeriksaan IVA, dimana WUS yang bersikap negatif belum pernah melakukan pemeriksaan IVA dan WUS dengan sikap positif sudah pernah melakukan pemeriksaan IVA dengan nilai p=0,014. Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Ninik (2011) terdapat hubungan yang signifikan antara sikap wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan IVA dengan Nilai P=0,000, hasil penelitian Nurtini (2011) juga terdapat hubungan yang signifikan antara factor predisposisi (tingkat pengetahuan dan sikap) wanita usia subur untuk melakukan pemeriksaan IVA dengan nilai P= 0,000 Dalam menerima suatu kondisi, tidak cukup hanya dengan pengetahuan saja, disamping pengetahuan, adanya respon, rasa tanggung jawab, juga informasi dan pendidikan kesehatan merupakan hal penting dalam mempengaruhi sikap dan persepsi seseorang dalam mempengaruhi perilaku wanita dalam deteksi dini kanker serviks dengan metoda IVA. Penelitian Melva (2008) di RSUP H.Adam malik 91,7 % penderita kanker serviks tidak pernah melakukan deteksi dini kanker serviks dengan proporsi terbesar pendidikan rendah , ibu umumnya tidak bekerja , informasi yang kurang sehingga ibu tidak mengetahui adanya program deteksi dini kanker serviks dengan test IVA, mudah murah dan efektif, hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Nuranna (2011) 70 % kasus datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi stadium lanjut.

Umumnya kasus kanker cerviks cukup tinggi di Negara berkembang dimana factor penyebabnya adalah sosio ekonomi, datang mencari pengobatan kalau ada perlu atau kalau merasa ada keluhan., selain factor pengetahuan , juga factor budaya dimana dalam penelitian ini alasan responden belum pernah melakukan pemeriksaan test IVA adalah karena merasa takut (49,1%) juga merasa malu (20,4%) , serta tidak pernah ada keluhan . Hasil penelitian ada hubungan dengan pemeriksaan IVA, dimana proporsi sikap negative (69,0%) tidak melakukan deteksi dini kanker serviks dengan pemeriksaan IVA ,bila persepsi masyarakat negative akan

menjauh untuk melakukan pemeriksaan IVA, hal ini dapat terlihat dengan alasan responden tidak melakukan pemeriksaan IVA karena responden merasa takut, malu, memeriksakan diri bila ada keluhan, atau bila perlu, hal ini juga dipengaruhi oleh kurangnya informasi, pendidikan yang rendah, sehingga persepsi negatif yang dianut masyarakat tentang pemeriksaan IVA akan tetap berakhir pada nilai negative.

Sedangkan sikap positif melakukan pemeriksaan IVA dengan alasan responden melakukan pemeriksaan IVA, proporsi terbesar (56,5%) ingin mengetahui kondisi kesehatannya, menjaga kesehatan reproduksinya, responden yang melakukan pemeriksaan IVA umumnya berpendidikan tinggi yang berpengaruh terhadap pengetahuan juga mempengaruhi sikap WUS untuk mau melakukan pemeriksaan IVA.

B.3. Pengaruh tingkat pengetahuan dan Sikap WUS

tentang kanker Serviks terhadap pemeriksaan IVA.

Hal ini sesuai dengan hipotesis , ada hubungan pengetahuan dengan pemeriksaan IVA serta hubungan Sikap dengan pemeriksaan IVA, secara signifikan terdapat hubungan pengetahuan dan sikap dalam melakukan deteksi dini kanker serviks dengan pemeriksaan IVA, dimana semakin tinggi tingkat pengetahuan dan sikap maka kemungkinan akan berpengaruh terhadap pemeriksaan IVA.

Hasil analisis variable sikap merupakan factor yang paling berpengaruh terhadap pemeriksaan IVA dengan nilai Exp (B) yaitu 3,424 menunjukkan sikap mempunyai pengaruh 4 kali terhadap pemeriksaan IVA ,artinya wus yang mempunyai sikap positif merupakan factor untuk melakukan pemeriksaan IVA.

Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian Artiningsih (2011), terdapat hubungan yang simultan antara sikap positif WUS dalam melakukan pemeriksaan IVA, pengetahuan dan sikap berpengaruh terhadap pemeriksaan IVA, penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Dewi (2011), terdapat hubungan positif antara tingkat pengetahuan dan sikap WUS dengan melakukan pemeriksaan IVA. A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai pengaruh pengetahuan dan sikap tentang kanker serviks terhadap pemeriksaan IVA di Desa Tuntungan II Kec Pancur Batu tahun 2013.

1. Karakteristik responden proporsi terbesar berpendidikan dasar (54,2%), dan umur responden pada kelompok 35 – 49 thn (62,7%).

2. Pengetahuan responden proporsi terbesar berpengetahuan cukup (45,8%)

3. Sikap responden proporsi terbesar bersikap positif (74,7%).

4. Adanya pengaruh antara pengetahuan WUS terhadap pemeriksaan IVA (p=0,046), semakin tinggi pengetahuan

Page 37: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

243

WUS maka semakin tinggi perilaku pemeriksaan.

5. Adanya hubungan antara sikap terhadap pemeriksaan IVA (p=0,007) semakin baik sikap WUS, maka semakin positif perilaku pemeriksaan WUS

6. Sikap merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap pemeriksaan IVA (p=0,002).

Saran

1. Kepada petugas kesehatan (bidan) untuk lebih meningkatkan lagi pemberian informasi pentingnya deteksi dini kanker serviks dengan test IVA

2. Memasyarakatkan salah satu program pelaksanaan deteksi dini kanker serviks dengan test IVA.

3. Perlunya dukungan dari Departemen Agama, tokoh masyarakat, juga peran serta masyarakat yang dapat memberikan informasi, kepada masyarakat untuk memelihara kesehatan reproduksinya dengan melakukan deteksi dini kanker servik dengan pemeriksaan IVA.

4. Perlunya membudayakan pendidikan lebih awal tentang anatomi kesehatan reproduksi sehingga bisa merubah paradigma tentang kesehatan reproduksi di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA Artiningsih, A, 2011, Hubungan antara Pengetahuan dan

Sikap WUS dengan Pemeriksaan IVA dalam Rangka Deteksi Dini Kanker Serviks di Wilayah Puskesmas Blooto Kota Mojokerto, Tesis, Pasca Sarjana Kedokteran Keluarga, UNS

Aziz, Farid M, 2002 Deteksi Dini Kanker , Skrining dan Deteksi Dini Kanker Serviks : ed Ramli Muchils, Umbas Rainy, Panigoro S.Sonar, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta;97-110

Budiarto E, 2001 Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta, EGC, Cetakan I

Chabaud M, Munoz N, coottu C, Coursaget P, Anthonioz P, day N, et al, 1994 Human Papiloma Virus Infection in Women With Cervical Cancer in:

Stanley Ma, ed. Immunology of human papiloma viruses (HPVS). New York

EdiEdiannto Deri, 2008. Kanker Serviks, Buku Acuan Nasional: ed Aziz Farid, Andrijono, Saifuddin Bari A, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro Harjo

Hoskin J,Willem, Peres,Carlos A, Robert C, Young, 2000 Principle and Practice of Gynecologic Oncology 3 ed. PhiladelphiaLippincot – Raven;12-18;726-733.

Jonathan S.Berek, Neville F.Hacker, 2000, Practical Gynecologic Oncologic Third Edition Lippincott Wiliam, Philadelphia;349.

Murhti Bisma, 1995 Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Universitas Gajah Mada Press.

Notoatmadjo, S, 2002 Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi Rineke Cipta Jakarta.

Puspita, Y, dkk, 2011, Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu tentang Kanker Serviks dengan Pemeriksaan Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Pegandan, Kota Semarang

Riono, Yohanes, 1999 Kanker Leher Rahim, Dept of Sugery Holliwood Hospital, Australia,;1-4.

Samadi, H.P, 2011, Yes, I Know Everything about Canker Cerviks< Metagraf, Solo

Scaraberg, 1985 Karsinoma Serviks Uteri Dalam Onkologi, Penerbit Pustaka Jakarta.

Soebachman, A, 2011, Awas 7 Kanker paling Mematikan !, Syura Media Utama, Yogyakarta

Solekhah, S, 2012, Hubungan antara KarakteristikWanita terhadap Kesadaran terhadap Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) di Wilayah kerja Puskesmas Jekulo Kudus, Jurnal

Sri Dewi, N, 2012, Hubungan antara pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur dengan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat di Puskesmas Buleleng I, Tesis, Pasca Sarjana Kedokteran Keluarga, USM Surakarta

Tara Elizabeth MD, 2001 Kanker pada Wanita, Panduan Lengkap Pencagahan dan Pengendalian Kanker pada Wanita. Penerbit Ladang Pustaka dan Intimedia.1,26,30,35,46,76.

Tri Kusuma, R, Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Perubahan Perilaku Wanita dalam Pemeriksaan Dini Kanker Serviks Menggunakan Metoda Inspeksi Visual Asam Asetat

Page 38: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

244

PELATIHAN DAN PENDIDIKAN MEMPENGARUHI BIDAN PRAKTEK MANDIRI DALAM PEMBERIAN VITAMIN K 1 PADA BAYI BARU LAHIR

DI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013

Idau Ginting, Evi Desfauza, Elizawarda Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Medan

` Abstrak

Angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKBAL) di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu sekitar 34/1000 kelahiran hidup, terbesar masa neonatal yaitu sekitar 43%. Menurut Riskesdas 2007, penyebab kematian neonatal yaitu asfiksia, prematuritas dan BBLR, sepsis, hipotermi, kelainan darah/Ikterus, postmatur dan kelainan kongenital. Salah satu bentuk dari kelainan darah pada neonatal adalah defisiensi vitamin K (PDVK). Kematian bayi dengan perdarahan intrakranial akibat PDVK sekitar 10 – 50% pada rentang umur 2 minggu sampai 6 bulan.Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi bidan praktik mandiri dalam pemberian Vit K1 di kabupaten Deliserdang tahun 2013, Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan dapat digunakan untuk membuat suatu kebijakan. Rancangan penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain cross sectional, populasi adalah bidan praktek mandiri (BPM) di kabupaten Deli Serdang sebanyak 436 orang sampel sebanyak 82 orang, pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling dengan menggunakan tabel random C Survey, analisis data secara univariat, bivarial dan multivariat. Hasil penelitian dari analisis bivariat, ada 4 variabel yang berhubungan dengan pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir adalah sikap dengan p value 0,008, lama bekerja p value 0,016, pelatihan p value 0,000, dukungan dari pihak terkait p value 0,38 dari uji regresi logistik 87,8 % 4 faktor yang memiliki pengaruh dalam pemberian vitamin K1 oleh bidan praktek mandiri pada bayi baru lahir yaitu pelatihan dengan nilai B Expected paling besar 28,133, urutan kedua pendidikan nilai nilai B Expected 7,344, ketiga Lama bekerja nilai B Expected 6,130 dan urutan keempat Sikap nilai B Expected 6,130. Pelatihan sangat dominan mempengaruhi pemberian vitamin K1pada bayi baru lahir, maka diharapkan pada organisasi profesi (IBI) agar lebih sering memberikan penyegaran pada BPM dengan mengikutsertakan BPM dalam pelatihan-pelatihan dan seminar-seminar serta menguji pengetahuan dan sikap BPM yang berhungan dengan pertolongan persalinan dan bayi baru lahir pada saat memperpanjang surat izin praktek.

Kata Kunci : Pemberian suntikan Vitamin K1Bidan Pratek Mandiri

A. Latar Belakang

Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu sekitar 32/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Penyebab terbesar kematian balita terjadi pada masa neonatal yaitu sekitar 43 %. Menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2010, ada beberapa penyebab kematian neonatal yaitu asfiksia, prematuritas dan BBLR, sepsis, hipotermi, kelainan darah/Ikterus, postmatur dan kelainan kongenital (Depkes, 2009).

Salah satu bentuk dari kelainan darah pada neonatal tersebut adalah penyakit defisiensi vitamin K (PDVK). Sebagai manifestasi dari PDVK tersebut bisa terjadi perdarahan intrakranial pada bayi baru lahir pada proses persalinan dan dan juga bisa perdarahan paska pemberian imunisasi hepatitis B 0 (HB 0) yang dikenal sebagai kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI). Perdarahan intrakranial pada proses persalinan dapat

menyebabkan kematian atau kecacatan fisik (Erik, 2003).

Angka kejadian PDVK pada bayi baru lahir berkisar antara 1:200 sampai 1:400 kelahiran bayi yang tidak mendapat suntikan vitamin K, dan Kematian bayi dengan perdarahan intrakranial akibat PDVK sekitar 10 – 50 % pada rentang umur 2 minggu sampai 6 bulan, sedangkan kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI) dengan perdarahan yang terjadi 2 jam sampai 8 hari akibat PDVK selama tahun 2003 sampai 2006 sebanyak 42 kasus dan 65 % diantaranya meninggal (Depkes, 2009)

Upaya yang dilakukan oleh Depkes bersama tim teknis Health Technologi Assesment (HTA) Indonesia untuk mencegah kejadian PDVK ini adalah dengan merekomendasikan pemberian suntikan vitamin K1 pada semua bayi baru lahir. Pemberian suntikan vitamin K1 1 mg secara intra muskuler diberikan pada bayi setelah dilakukan inisisasi menyusui dini (IMD)

Page 39: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

245

selama 1 jam kerena sistem pencernaan pada bayi masih steril dan tidak adanya bakteri sintesis vitamin K yang bisa memproduksi vitamin K2. ASI oleh ibunya pun hanya mengandung sedikit vitamin K, Sehingga diperlukan tambahan vitamin K dari luar atau biasanya langsung sintesis yaitu vitamin K3. Atau pada banyak kasus, malah memberikan suntikan vitamin K1. Tentu diupayakan tubuh si bayi agar mampu mensintesa vitamin K1 tersebut tidak melalui usus. Bayi dapat mengalami pendarahan dalam karena berbagai macam sebab seperti adanya indikasi penyakit bawaan atau karena guncangan dari orang tuanya saat menggendong. Untuk itulah pemberian vitamin K pada bayi sangat diperlukan. Atau bayi mengalami penyakit sukarnya pembekuan darah (JNPK-KR, Depkes, 2008)

Bidan adalah salah satu profesi yang dapat bekerja (berpraktik) secara mandiri, salah satu kompetensi/kewenangan bidan dalam praktik mandiri tersebut adalah menolong persalinan normal termasuk memberikan suntikan Vitamin K1 dan imunisasi Hepatitis B 0 (HB 0) artinya dalam menolong persalinan normal tersebut bidan diharapkan dapat memberikan suntikan Vitamin K1 1 mg secara intra muskuler dan memberikan imunisasi HB 0 pada setiap bayi yang dilahirkan (Kemenkes, 2010)

Berdasarkan kunjungan penulis ke beberapa bidan praktik mandiri (BPM) menanyakan apakah telah melakukan penyutikan vit K1 pada bayi baru lahir, ternyata 60% bidan tersebut belum melakukan penyutikan Vitamin K1 pada setiap bayi baru lahir yang ditolongnya. Berdasarkan hal tersebut, timbul keinginan penulis untuk melakukan penelitian tentang faktor apa saja yang mempengaruhi bidan praktik mandiri dalam pemberian suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir di Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.

B. Metode Penelitan

Penelitian ini dilakukan di kabupaten Deli Serdang dilakukan dari bulan Juni s/d November 2012, pengumpulan data dari bulan Juli s/d Oktober 2013

Rancangan penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional; sebagai variabel independen adalah pengetahuan, sikap, pendidikan, lama bekerja, pelatihan dan dukungan terhadap bidan praktik mandiri dan variabel dependen adalah pemberian suntikan vitamin K1.

Penelitian ini menggunakan data primer, alat pengumpulan data kuestioner menggunakan angket terbuka dan tertutup.

Populasi adalah seluruh Bidan Praktek Mandiri di Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari 436 orang Bidan Praktek Mandiri.

Besarnya sampel diambil berdasarkan teori Notoatmodjo (2005) dengan rumus:

Analisis data dilakukan secara Analisis Univariat, Analisis Bivariat dengan menggunakan, dan multivariate menggunakan uji Regresi Logistik.

C. Hasil penelitian dan Pembahasan 1. Analisis Univariat

Gambaran dari faktor yang mempengaruhi Bidan Praktek Mandiri Memberikan Vitamin K1 akan dijabarkan pada tabel . 1

Tabel.1 Distribusi Responden Menurut Faktor yang

Mempengaruhi Bidan Praktek Mandiri Memberikan Suntikan Vitamin K1 di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Faktor Memberikan Tidak Mem

berikan N % N %

1. Pengetahuan Baik 34 75.6 11 24.4 Kurang 21 56,8 16 43,2

2. Sikap Mendukung 49 74,2 17 25,8 Tidak Mendukung 6 37,5 10 62,5

3. Pendidikan D-III / D-IV 50 70.4 21 29.6 D- I 5 45.5 6 54.5

4. Lama Bekerja 5 th 51 72,9 19 27,1 ≤ 5 th 4 33,3 8 66,7

5. Pelatihan Ada 50 87.7 7 12.3 Tidak ada 5 20 20 80

6. Dukungan Ada 48 72,7 18 27,3 Tidak ada 7 43,8 9 56,3

Gambaran pengetahuan responden dapat dilihat

pada tabel 4.1 kelompok yang memberikan suntikan vitamin K1 dan kelompok yang tidak memberikan suntikan vitamin K1, responden yang berpengetahuan baik lebih banyak memberikan suntikan vitamin K1 daripada yang berpengetahuan kurang sebanyak 34 responden (75.6%), responden yang berpengetahuan kurang lebih banyak tidak memberikan suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir.

Sebaran responden menurut sikap tentang pemberian suntikan vitamin K1 dapat dilihat pada tabel 4.1. sikap bidan praktek mandiri yang mendukung lebih banyak memberikan suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir sebanyak 49 (74,2%) dan sikap bidan yang tidak mendukung lebih banyak tidak memberikan suntikan vitamin K1 sebanyak 10 responden (62,5%).

Berdasarkan Pendidikan responden mayoritas berpendidikan D-III dan D-IV memberikan suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir dari pada berpendidikan D-l, yaitu sebanyak 50 responden (70.4%), sedang yang berpendidikan D-I lebih banyak tidak memberikan suntikan vitamin K1 sebanyak 6 responden (54.5%).

Berdasarkan lama bekerja responden ditemukan mayoritas lama bekerja bidan praktek mandiri > 5 tahun memberikan suntikan vitamin K1 sebanyak 51 responden (72,9%), sedangkan responden yang bekerja ≤ 5 tahun mayoritas tidak memberikan suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir sebanyak 8 responden (66,7%).

n = N 1 + N (d2 )

Page 40: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Idau Ginting, dkk. Pelatihan dan Pendidikan ...

246

Berdasarkan riwayat pelatihan mayoritas responden pernah mengikuti pelatihan yang relevan untuk pemberian suntikan vitamin K1 lebih banyak memberikan suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir sebanyak 50 responden (87.7%), sedangkan responden yang tidak pernah mendapatkan pelatihan lebih banyak tidak memberikan suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir yaitu sebanyak 20 responden (80 %).

Berdasarkan dukungan yang diberikan mayoritas responden lebih banyak mendapatkan dukungan memberikan vitamin K1 pada bayi baru lahir sebanyak 48 responden (72,7%), sedangkan responden yang tidak mendapat dukungan lebih banyak tidak memberikan sebanyak 9 responden (56,3%). 2 Analisis Bivariat

Hubungan faktor yang mempengaruhi BPM Dengan Pemberian Vitamin K1 Pada Bayi Baru Lahir

Tabel 2. Hubungan, pengetahuan, Sikap, Pendidikan, Lama Bekerja, Pelatihan dan Dukungan BPM Dengan Pemberian Suntikan Vitamin K1 Pada Bayi Baru Lahir di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Variabel Independen

Memberikan vit K1

Tidak memberikan Vit K1

F % F % Pengetahuan responden Baik 34 75,6 11 24,4 Kurang 21 56,8 16 43,2

Total 55 67,1 27 32,9 X2= 3.249, OR 2,35 (0.919 - 6.034) P. 0,99 Sikap responden Mendukung 49 74,2 17 25,8 Tidak mendukung

6 37,5 10 62,5

Total 55 67,1 27 32,9 X 2 7.872 OR. 4.804(1.517-15.213) P.0.008 Pendidikan responden D-III/D-IV 50 70,4 21 29,6 D-I 5 45,5 6 54,5 Total 55 67,1 27 32,9 X2. 2.688 OR 2.857 (0.785 -10.396 P. 0,165 Lama Bekerja <5 tahun 51 72,9 19 27,1

≤ 5 tahun 4 33,3 8 66,7 Total 55 67,1 27 32,9

X2 7.246 P. 0,009 OR =5.368(1.447-19.911 )

Pelatihan

Ada 50 87,7 7 12,3 Tidak Ada 5 20 20 80

Total 55 67,1 27 32,9 X2 36.085 P. 0,000 OR= 28.571(8.110-100.661)

Dukungan Ada 48 72,7 18 27,3

Tidak Ada 7 43,8 9 56,3 Total 55 67,1 27 32,9

X2 4.896 P. 0,038 OR=3.429 (1.111-0.577) a. Pengaruh Pengetahuan BPM dengan pemberian

Vitamin K1 pada bayi bayi baru lahir Berdasarkan analisis Bivariat dan multivariate

tentang pengetahuan responden P value 0,99 (>0,05), berarti secara statistic tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan BPM dengan pemberian suntikan vitamin K1. Dengan demikian pengetahuan BPM tidak mempengaruhi dalam pemberian suntikan Vitamin K1. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Budijanto (2008) yang mengatakan semakin tinggi tingkat pengetahuan bidan sangat mempengaruhi tingkat keterampilan dan juga penelitian ini teori Notoatmodjo (2003) yang menyatakan pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Dari hasil penelitian BPM yang memberikan suntikan vitamin K1 pada bayi sebanyak 55 orang yang berpengetahuan kurang sebanyak 21 orang (38,18%), jika dibandingkan dengan sikap, BPM yang memberikan suntikan lebih banyak mendukung, dan pernah mendapatkan pelatihan APN hal ini mungkin disebabkan BPM yang kurang waktu untuk membaca dan melakukan pekerjaannya secara monoton sesuai dengan prosedur tetap yang sudah ditentukan. b. Pengaruh Sikap BPM terhadap Pemberian

Vitamin K1 Pada Bayi Baru Lahir Berdasarkan analisis bivariat dan multivariat

tentang sikap responden didapat p value < 0,05 berarti ada pengaruh sikap BPM terhadap pemberian suntikan vitamin K1, penelitian ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003).

Sikap responden mayoritas mendukung terhadap pemberian suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yaitu sikap mendukung yang dilandasi dengan pengetahuan yang baik, ternyata dari hasil penelitian ini pengetahuan responden masih ada yang kurang, namun sikapnya mendukung. Menurut B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) pembentukan sikap dipengaruhi pengalaman pribadi, karena sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut dengan melibatkan faktor emosional. Sikap juga dapat timbul karena adanya pengaruh orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting tersebut.. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan peraturan yang ada. Media massa sebagai sarana komunikasi, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap

Page 41: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

247

terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. Selain itu juga jika bidan telah mendapatkan pelatihan dan dukungan yang mengharuskan setiap bayi baru lahir diberikan suntikan vitamin K1.

c. Pengaruh Pendidikan Responden Terhadap

Pemberian Suntikan Vitamin K1 Pada Bayi Baru Lahir. Berdasarkan analisis bivariat tentang pendidikan

responden didapat p value 0,165 > 0,05 berarti secara statistik tidak ada pengaruh pendidikan BPM terhadap pemberian suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir. Penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Arikunto (2002). Dari 82 responden 71 responden berpendidikan D-III dan D-IV dan sebanyak 21 orang (29,6%) tidak memberikan suntikan Vitamin K1 pada bayi baru lahir, hal ini disebabkan masa kerjanya masih kurang 5 tahun dan pelatihan belum pernah didapat.

Namun Hasil analisis uji regresi logistic menunjukkan p. value 0.016 OR 9.328 berarti pemberian suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir 9.328 kali lebih pada BPM dengan pendidikan D-III/D-IV dibanding BPM pendidikan D-I, tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi baru. Tingkat pendidikan seseorang dapat mendukung atau mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, dan taraf pendidikan yang rendah selalu bergandengan dengan informasi dan pengetahuan yang terbatas. Makin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula pemahaman seseorang terhadap informasi yang didapat dan pengetahuan pun akan semakin tinggi. Berarti pendidikan memiliki peran penting dalam menentukan kualitas manusia.

e. Pengaruh Lama Bekerja terhadap Pemberian

Suntikan Vitamin K1 Pada Bayi Baru Lahir Berdasarkan uji regresi Logistik bahwa lama

bekerja BPM terhadap pemberian suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir nilai P 0.034 (< 0,5) dan OR 5,368 artinya secara statistic ada pengaruh lama bekerja BPM terhadap pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir. BPM yang masa kerjanya > 5 tahun, memberikan vit K1 5,368 kali lebih dibandingkan BPM yang masa kerjanya < 5 tahun.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Budijanto (2008) yang menyatakan masa kerja mempengaruhi bidan dalam melakukan tindakan dalam memantau dan melakukan tindakan persalinan yang diprogramkan dan pemberian suntikan vitamin K1 sudah merupakan kebiasaan dan merupakan peraturan dari Menteri Kesehatan.

Hal ini juga sejalan dengan pendapat Muchlas (2005) bahwa masa kerja merupakan indikator yang dapat mempengaruhi peningkatan kemampuan keterampilan seseorang. Semakin lama masa kerja

seseorang tingkat kerampilan mengenai pekerjaanya akan meningkat.

f. Pengaruh Pelatihan Terhadap Pemberian

Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir Berdasarkan uji regresi Logistik bahwa

pelatihan terkait yang pernah diikuti BPM berpengaruh terhadap pemberian suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir dengan nilai P 0.000 (< 0,5) dan OR 28,571, artinya BPM yang pernah mengikuti pelatihan APN memberikan suntikan vitamin K1 28,571 kali dibandingkan dengan BPM yang tidak pernah mendapat pelatihan APN.

Penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Budijanto (2008) yang menyatakan bidan yang pernah mengikuti pelatihan APN tingkat kemahiran dan keterampilan dalam pemantauan dan bertindak semakin meningkat.

Pelatihan merupakan pengembangan ilmu dan tehnologi secara formal yang dilakukan oleh organisasi profesi atau oleh pemerintah karena adanya tuntutan pengembangan ilmu saat ini ataupun masa yang akan datang yang bersifat non karier ataupun peningkatan karier seseorang. Pelatihan merupakan pelatihan berbasis kompetensi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan kemahiran bidan dalam melakukan tindakan kebidanan. f. Pengaruh Dukungan terhadap Pemberian

Vitamin K1 Pada Bayi baru Lahir Berdasarkan uji bivariat secara chi-square

tentang dukungan dari pihak terkait yang diterima BPM terhadap pemberian suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir dengan p value 0,038 (< 0,5) artinya secara statistic ada hubungan dukungan yang diterima BPM dengan pemberian suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir.

Dari uji statistic regresi logistic diperoleh tidak adanya pengaruh antara dukungan pihak yang terkait dengan pemberian vitamin K1 oleh BPM dengan nilai P. 0.942,

Dukungan yang diberikan oleh atasan atau sejawat dapat meningkatkan rasa percaya diri dari BPM untuk memberikan suntikan vitamin K1. Menurut Sarafino dukungan adalah suatu bentuk kenyamanan, perhatian, penghargaan, ataupun bantuan yang diterima orang yang berarti, baik secara perorangan maupun kelompok, dukungan dapat berupa; empati, kepedulian, dan perhatian terhadap BPM, Dukungan yang diberikan dapat berupa Informatif, pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi serta petunjuk dalam pemberian vitamin K1. Dukungan yang diberikan oleh Departemen kesehatan dapat memberikan dukungan dengan pemberian vitamin K1 jika BPM mau mengamprah ke puskesmas .

Page 42: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Idau Ginting, dkk. Pelatihan dan Pendidikan ...

248

Tabel.9 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Pengetahuan, Sikap, Pendidikan, Lama Bekerja, Pelatihan Dan Dukungan Dengan Pemebrian Suntikan Vitamin K1 Pada Bayi Baru Lahir Di Kabupaten Deli Serdang

Variabel B SE Wald Sig B.Exp 95% CI Pengeta

huan -.635 0.826 0.591 0, 442 0, .530 0.105-

2.677 Sikap 2.121 0.989 4.602 0.032 8.339 1.201-

57.900 Pendidi

kan 2.256 0.938 5.784 0.016 9.544 1.518-

59.996 Lama Bekerja

2.107 0.945 4.969 0.026 8.226 1.290-52.468

Pelati han

3.514 0.806 19.019 0.000 33.598 6.924-163.028

Duku ngan

-.071 0.973 0.005 0.942 0.931 .138-6.275

Constan 12.306 2.788 19.486 -2 Log Likehood=54.159 G =49.761 P. .000

Hasil analisis diatas ternyata semua variabel model ini mempunyai p.value (sig) dibawah 0,05 berarti variabel sikap, pendidikan, lama bekerja dan pelatihan berpengaruh secara signifikan dengan pemberian suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir dengan Percentage Correct 87.8 % dan merupakan model akhir faktor penentu pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir. Dari analisis ini dapat disimpulkan bahwa dari keempat variabel yang berpengaruh dalam pemberian suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir (87,8 %) dipengaruhi oleh adalah variabel Pelatihan, Sikap, Pendidikan dan Lama bekerja, sedangkan yang paling dominan yang mempengaruhi adalah Pelatihan, dimana nilai B Expectednya paling besar (28.133 ).

D. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan mengenai pemberian suntikan vitamin K1 pada bayi barulahir di Kabupaten Deli Serdang 1. Tidak ada pengaruh pengetahuan BPM dengan

pemberian suntikan vitamin K1 pada bayi baru lahir

2. Adanya pengaruh sikap BPM dengan pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir

3. Tidak Ada pengaruh pendidikan BPM dengan pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir

4. Adanya pengaruh lama bekerja BPM dengan pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir

5. Adanya pengaruh pelatihan yang relevan (APN) BPM dengan pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir

6. Adanya pengaruh dukungan dari pihak terkait pada BPM dengan pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir

7. Dari uji multivariate terdapat 4 variabel yang mempengaruhi BPM dalam pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir yaitu ; pelatihan, pendidikan, lama bekerja dan sikap

8. Dari ke 4 variabel tersebut diatas, faktor yang sangat dominan mempengaruhi BPM memberikan vitamin K1 pada bayi baru lahir yaitu pelatihan dengan nilai B Expected yang paling tinggi yaitu 28,133

A. Saran 1. Berdasarkan kesimpulan diatas pengetahuan

responden tidak berhubungan dengan pemberian vitamin K1, maka diharapkan pada organisasi profesi (IBI) untuk memberikan penyegaran pada BPM dengan mengadakan pelatihan-pelatihan atau seminar pada BPM untuk dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan kerampilan BPM dalam pelaksanaan tugasnya. Pada saat BPM memperpanjang surat izin praktek diharapkan IBI dapat mengkaji ulang tentang pengetahuannya yang berhubungan dengan tugas praktek mandiri Bidan.

2. Bagi instusi pendidikan, agar dalam masa pendidikan D-III dan D-IV Kebidanan, teori pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir selalu ditekankan, sehingga setelah lulus dan melaksanakan praktek bidan mandiri ada pengaruhnya bagi bidan yang sudah mengikuti cpendidikan D-III dan D-IV terhadap pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir

3. Diharapkan pada peneliti selanjutkan untuk melanjutkan penelitian ini yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas mandiri bidan terutama perilaku bidan tentang perlindungan diri BPM dalam pertolongan persalinan

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineke Cipta. BKKBN, 2012. Buku Materi Informasi Kesehatan dan

Tumbuh Kembang Anak. Budjianto D dkk, 2008. Laporan penelitian yang berjudul

“upaya peningkatan manajemen pertolongan persalinan dan pasca persalinan oleh bidan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan” di Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.

Depkes RI, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI, 2009 pedoman Teknis Pemberian Injeksi Vitamin K1 Profilaktis Pada BBL.

HTA Indonesia, 2003. Profilaksis Pemberian Vitamin K pada Bayi Baru Lahir

Kemenkes RI, 2010, Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis Perlindungan Anak, Kemenkes RI.

Kosim M. Sholeh, 2003 ; Buku Panduan Manalemen Masalah Bayi Baru Lahir Untuk dokter, Perawat, Bidan di Rumah Sakit

Page 43: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

249

Rujukan Dasar Penerbit Kerjasama IDAI (UKK Perinatologi) MNH – JHPIEGO Departemen Kesehatan RI.

Murti, B., 1997; Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi Penerbit Gajah Mada University Press.

Notoatmodjo, S., 2003; Metodologi Penelitian Kesehatan Penerbit Rineka Cipta.

____________, 2007, Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku Penerbit Rineka Cipta.

Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, 2010. Bunga Rampai PP IBI

Saifuddin, AB., 2002; Buku Paduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sub Dit Kes Bayi dan Anak, 2000. Direktorat Kesehatan Keluarga, Program KHPPIA.

Sudjana., 2003. Metoda Statistika Penerbit Tarsito Bandung.

Wiknyosastro, Gulardi, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwino Prawirohardjo : Jakarta.

Page 44: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

250

PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP PENGGUNAAN CREAM PEMUTIH WAJAH PADA MAHASISWA JURUSAN ANALIS KESEHATAN

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN

Dewi Setiyawati Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Medan

Abstract

The widespread cosmetic use influenced by the life style of community recently has caused the increasing incident of skin disease or disorder due to the use of cosmetic. The incident of skin disorder, among other things, is caused by the wrong or excessive use of cosmetic, the poor cosmetic process, and the inappropriate use of active ingredients in cosmetics. This condition is the background of this study. The purpose of this explanatory survey study with the description of causal relationship between the variables through hypothesis testing was to analyze the influence of life style on the use of whitening facial cream by the students of Health Analyst Department of Health Polytechnic, Ministry of Health, Republic of Indonesia, Medan. The population of this study was all of the 239 students in the Health Analyst Department of Health Polytechnic, Ministry of Health, Republic of Indonesia, Medan. The result of this study with 4 (four) variables on 76 respondents using the whitening facial cream showed that 55 respondents (72.4%) used the whitening facial cream because of the factors of knowledge, 56 respondents (73.7%) because of students’ attitude, 41 respondents (53.9%) because of peer influence, and 46 respondents (60.5%) because of media influence. The result of statistical test using Chi-square test at α = 95% (p < 0.05) showed that there was the influence of life style on the use of whitening facial cream in the students in the Health Analyst Department of Health Polytechnic, Ministry of Health, Republic of Indonesia, Medan in which the factors of knowledge (p = 0.027 < 0.05), peer influence (p = 0.012 < 0.05), and media influence (p = 0.004 < 0.05). However, the result of the second multivariate test showed that media influence had the most dominant and significant influence (p = 0.004 < 0.05) with B = 2.069 and the factor of attitude did not have any influence at all (p = 0.275 > 0.05). Community members are suggested to be alert in choosing and using the cosmetics with whitening cream. The desire to looking beautiful should not be materialized by using any product that can bring bad impact to your face. Good eating pattern and healthy life can help make your skin and body smooth. If you want to use whitening facial cream, you may use the one which has been analyzed and tested by BPOM (Drugs and Food Control Agency). The prohibited certain brands can be found out in the media or releases issued by BPOM (Drugs and Food Control Agency).

Keyword : Life Style, Whitening Facial Cream

PENDAHULUAN

Munculnya penampilan perempuan dalam berbagai media baik media cetak maupun media elektronik tidak seluruhnya menggambarkan ruang lebih lebar untuk melihat secara kritis kedudukan perempuan dalam masyarakat, tetapi masih ideologis tentang perubahan gaya hidup, gaya hidup dapat memberikan pengaruh positif atau bahkan bisa menjerumuskan ke dalam hal-hal yang negatif bagi yang menjalankannya. Kehidupan yang sangat ngetrend terdapat dikehidupan modern pada saat ini pada kota-kota besar seperti jalan-jalan ke mall, pergi clubing, hang out bersama teman-teman di cafe, menjadi ciri khas kehidupan yang biasa terlihat.

Gaya hidup adalah hasil dari pergaulan diri kita dalam pencarian identitas dan sensibilitas kita dengan lingkungan dimana kita hidup bagaimana seseorang itu bisa terlihat cantik, menarik, anggun, dan glamour untuk

dapat hidup mewah seperti layaknya selebritis dunia yang menghabiskan uang dan waktunya. Gaya hidup merupakan pola hidup dimana seseorang membagi, menghabiskan dan mengelola waktu dan uangnya, yang diukur melalui pola asuh dan pola hidup (John C. Mowen dan Michel Minor, 1998), (James F. Engel,Roger D Black Well, dan Paul W. Miniard, 1994), (J. Paul Peter, Jerry C. Olsen, 1999).

Chaney (2003) juga mengatakan pada akhir modrenitas semua yang kita miliki akan menjadi budaya tontonan semua orang ingin menjadi penonton dan sekaligus di tonton ingin melihat tapi sekaligus di lihat, kamu bergaya maka kamu ada kalau kamu tidak bergaya siap siaplah untuk di anggap “tidak ada” di abaikan, di remehkan, atau mungkin di lecehkan itulah sebabnya kita perlu bersolek atau berias diri.

Gaya hidup menunjukkan pola kehidupan orang yang bersangkutan yang tercermin dalam kegiatan sehari-hari, minat, perilaku, dan pendapatannya terhadap sesuatu

Page 45: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

251

hal yang sudah melekat pada diri personal seseorang konsep ini bila di gunakan oleh pemasar secara cermat dapat membantu untuk memahami nilai-nilai konsumen yang terus berubah dan bagaimana nilai-nilai tersebut dapat mempengaruhi perilaku konsumen (Bilson Simamora, 2004).

Meluasnya pemakaian kosmetik yang dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat pada akhir-akhir ini telah menyebabkan meningkatnya insidensi penyakit atau kelainan kulit akibat pemakaian kosmetik. Pengaruh tersebut berupa reaksi yang dikehendaki atau efek samping yang tidak dikehendaki. Kelainan kulit yang terjadi antara lain disebabkan cara pemakaian kosmetik yang salah atau berlebihan, pengolahan kosmetik yang kurang baik, penggunaan bahan-bahan aktif dalam kosmetik yang tidak tepat (Purwanto, 2009).

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BB POM), tanggal 11 Juni 2009, mengeluarkan Publik Warning No. KH.00.01.43.2503 mengenai penarikan peredaran 70 item kosmetik yang mengandung bahan berbahaya atau bahan dilarang Merkuri, Hidrokinon, Asam Retinoat, Zat Warna Merah K.3 (CI 15585), Merah K.10 (Rhodamin B) dan Jingga K.1 (CI 12075). 70 item tersebut terdiri dari: 18 produk Kosmetik Rias Wajah dan Rias Mata, 7 produk Kosmetik Pewarna Rambut, 1 produk Kosmetik Sediaan Mandi, yang terbanyak adalah 44 produk Kosmetik Perawatan Kulit.

Larangan tersebut ditindak lanjuti dengan penarikannya oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di berbagai daerah di seluruh Indonesia, seperti yang dilakukan BBPOM di Medan dengan menarik 57 merk kosmetik yang dilarang termasuk kosmetik yang tidak terdaftar, diantaranya kosmetik pemutih (Sumutcyber, 2008).

Bagi banyak wanita mode atau trend baru yang muncul sangat mempengaruhi penampilannya dan sering kali yang menjadi perhatian adalah kulit, terutama kulit wajah. Hal tersebut membuat orang menggunakan berbagai kosmetik pemutih sebagai jalan pintas yang menjanjikan. Kulit sehat akan memberikan kesan segar sehingga wajah terlihat bersinar dan bersih. Berbagai kosmetik pemutih wajah dengan aneka merek, jenis, dan iklan menggiurkan pun bermunculan seperti jamur di musim hujan. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang dilakukan bahwa 70%-80% perempuan di Asia (yaitu : Cina, Thailand, Taiwan, dan Indonesia) ingin mempunyai kulit yang lebih putih. Sedangkan di Indonesia dari 85% penduduk wanita yang berkulit gelap sebanyak 55% diantaranya ingin agar kulitnya menjadi lebih putih (Nandityasari, 2009).

Gempuran promosi akan produk pemutih kulit tampaknya telah sukses membentuk opini kaum wanita bahwa kulit putih lebih menarik dan lebih cantik dibanding sawo matang atau hitam. Para pelaku bisnis akan mempromosikan dan memasarkan produknya melalui iklan yang menggambarkan produk mereka guna mencapai kepentingan mereka yaitu meraih keuntungan yang maksimal (Purwanto, 2009).

Penelitian Kusantati, dkk (2008), yang menyatakan bahwa perkembangan ilmu kosmetik serta

industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke 20 dan kosmetik menjadi salah satu bagian dari dunia usaha. Pada akhirnya, segala jenis produk kosmetik baik dalam bentuk lotion, pembersih wajah, sabun, cream malam, sampai bedak, yang menjanjikan warna kulit lebih putih sangat laku di pasaran (Sehatnews.com, 2011).

Pada prinsipnya, dalam jangka waktu lama cream pemutih memang dapat menghilangkan atau mengurangi hiperpigmentasi pada kulit. Berkurangnya hiperpigmentasi, kulit akan terlihat lebih putih. Zat pengubah pigmen seperti ini tentu dapat menimbulkan dampak di kemudian hari, sebab ada proses fisiologis normal yaitu pembentukan pigmen yang diganggu. Penggunaan terus-menerus justru akan menimbulkan pigmentasi dengan efek permanen. Akhirnya, kulit bisa menjadi lebih hitam daripada sebelumnya.

Rata-rata semua pemutih instan akan menimbulkan efek rebound saat pemakaian dihentikan, yaitu memberikan respon yang berlawanan. Pada awalnya memang terlihat bagus (dalam beberapa hari saja, kulit menjadi lebih mulus, kenyal, dan lebih putih), akan tetapi saat pemakaian dihentikan kulit akan menjadi gelap dan dapat timbul flek-flek atau kulit menjadi merah seperti udang rebus, kasar, bahkan mengelupas seperti kulit ular.

Efek samping kosmetik pada kulit sudah sejak lama ditemukan. Beberapa peneliti telah melakukan berbagai penelitian mengenai hal tersebut. Menurut Tzank (1955) sebanyak 7% dari semua kasus kerusakan kulit di sebuah klinik di Paris adalah akibat kosmetik. Sidi (1956) memperkirakan bahwa untuk seluruh Perancis angka ini mencapai 20%. Schulz (1954) menemukan bahwa di Hamburg, Jerman sekitar 10% dari semua kontak dermatitis disebabkan oleh preparat kosmetik. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan Dr. Retno Tranggono (1978) terhadap 244 pasien RSCM yang menderita noda-noda hitam 18,3% disebabkan oleh kosmetik (Tranggono dkk, 2007).

Berdasarkan catatan Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI, 2009), berkali-kali menerima pengaduan konsumen akibat penggunaan produk pemutih kulit. Ada salah satu konsumen mengalami belang-belang pada wajah, seperti panu dengan warna kemerahan dan iritasi, akibat pemakaian cream pemutih. Pemakaian merkuri dalam krim pemutih wajah bisa menimbulkan perubahan warna kulit, alergi, bintik hitam hingga iritasi. Manifestasi gejala keracunan merkuri akibat pemakaian krim kulit muncul sebagai gangguan sistem saraf, seperti tremor, insomnia, kepikunan, gangguan penglihatan, gerakan tangan abnormal (ataxia), gangguan emosi, gagal ginjal, batu ginjal.

Merkuri (Hg)/Air Raksa termasuk logam berat berbahaya, yang dalam konsentrasi kecilpun dapat bersifat racun. Pemakaian merkuri dalam kosmetik pemutih dapat menimbulkan berbagai hal, mulai dari perubahan warna kulit yang pada akhirnya dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit serta pemakaian dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan permanen otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin bahkan paparan jangka pendek dalam dosis tinggi juga dapat menyebabkan muntah-muntah, diare dan kerusakan

Page 46: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Dewi Setiyawati Pengaruh Gaya Hidup ...

252

paru-paru serta merupakan zat karsinogenik (penyebab kanker) pada manusia (Irfan, 2007).

Di satu sisi, konsumen kosmetik selalu bertambah, dan pasti akan diikuti dengan peningkatan kejadian efek samping kosmetik. Di sisi lain, informasi mengenai produk kosmetik tidak bertambah luas dari masa ke masa. Atau sekalipun ada, keterangan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan yang ada (Purnamawati, 2009).

Kecenderungan menunjukkan bahwa penggunaan kosmetik pemutih pada masyarakat membuat produsen kosmetik bersaing dalam memproduksi dan mempromosikan produk kosmetik pemutih. Mereka cenderung mencoba-coba dan berharap kulitnya menjadi putih dan cantik.

Penelitian yang dilakukan di Akademi Kebidanan Hafsah Medan oleh Deviana (2009) menunjukkana hasil : dari 74 mahasiswa diperoleh bahwa 36,49 % menyatakan mereka pernah menggunakan kosmetik pemutih wajah walaupun kosmetik yang digunakan tidak memiliki izin dari BPOM, 35,14% menyatakan pernah menggunakan salah satu kosmetik yang mengandung merkuri (Hg), dan 32,43% menyatakan pernah menggunakan kosmetik yang dilarang peredarannya oleh BPOM, serta 55,41% responden membeli produk di tempat penjualan kosmetik yang tidak resmi.

Penggunaan kosmetik terutama cream pemutih wajah, hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti terbatasnya informasi/pengetahuan baik dari media elektronik dan cetak, mengikuti trend/mode di kalangan mahasiswa, minimnya informasi dari produsen kosmetik pemutih, minimnya sosialisasi dari pemerintah mengenai kosmetik pemutih yang beredar di Indonesia.

Mahasiswa menggunakan kosmetik dikarenakan adanya dukungan dari kelompoknya (teman, media) bahwa menggunakan cream pemutih wajah akan menjadikan mereka lebih cantik. Cream pemutih wajah yang banyak digunakan oleh mahasiswa adalah cream pemutih wajah yang didapat dari warung/kedai yang menyediakan cream pemutih wajah tersebut, maupun mereka akan membeli cream pemutih wajah secara bersama-sama, dan umumnya mereka dapatkan di salah satu pasar yang ada di Kota Medan (Fina, 2006).

Penggunaan cream pemutih wajah secara terus menerus di kalangan mahasiswa akan memberikan dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga kebiasaan menggunakan cream pemutih wajah akan terus langgeng dan bertahan lama. Padahal belum tentu cream pemutih wajah yang mereka gunakan adalah cream pemutih wajah yang mendapat izin resmi dari pemerintah dan tidak berbahaya.

Umumnya masalah kesehatan, seperti halnya efek samping penggunaan kosmetik pemutih pada mahasiswa, dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor di luar perilaku. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat. Hal ini sesuai dengan semua aktivitas yang kita lakukan merupakan perilaku, dimana perilaku adalah hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan

lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Selain itu perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Sarwono, 2004; Notoatmojo, 2007).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan, sekarang ini mahasiswa tingkat I, II maupun III cenderung memiliki masalah atau keluhan tentang kulit mereka, terutama kulit wajah seperti timbulnya adanya noda bekas jerawat, jerawat, maupun warna kulit wajah yang kurang putih dan kurang bersih, dengan adanya berbagai macam merek kosmetik pemutih yang beredar di pasaran telah menarik minat mahsiswa untuk menggunakannya, mereka cenderung mencoba-coba dan berharap kulitnya menjadi putih dan cantik. Mahasiswa menggunakan kosmetik pemutih sebagai solusi masalah kulitnya tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan dampak dari kosmetik pemutih tersebut.

Berdasarkan survei pendahuluan peneliti di kampus Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan, banyak mahasiswa yang menggunakan cream pemutih wajah. Mahasiswa menggunakan cream pemutih wajah dengan alasan kecantikan. Dari enam (6) lokal kelas yang ada didapat 25 mahasiswa putri menggunakan cream pemutih wajah. dengan rata-rata lama pemakaian cream pemutih wajah lebih dari enam (6) bulan. Sebagian dari mahasiswa yang menggunakan cream pemutih wajah tersebut ada yang menunjukkan gejala efek samping berupa merah di wajah, rasa gatal, muncul flek hitam.

Penggunaan kosmetik pemutih pada mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Depkes RI Medan diperkirakan merupakan bentuk perilaku pemeliharaan kesehatan, karena tujuan pengunaan kosmetik tersebut selain untuk menutupi wajah dari paparan sinar matahari langsung juga bagian dari merawat kecantikan. Selain itu mahasiswa menggunakan cream pemutih wajah sangat berkaitan dengan bagaimana mereka membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku mahasiswa

Cream pemutih wajah yang digunakan oleh mahasiswa kebanyakan didapat dari informasi teman dan juga pengaruh media. Dari informasi yang didapat dari teman bahwa ada cream pemutih yang bisa membuat wajah kelihatan cantik.

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka peneliti ingin mengetahui pengaruh gaya hidup terhadap penggunaan cream pemutih di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan.

TUJUAN PENELITIAN

Untuk menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap penggunaan cream pemutih wajah oleh mahasiswa di Jurusan Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes RI Medan

Page 47: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

253

MANFAAT PENELITIAN 1. Sebagai masukan kepada Dinas Kesehatan dan

Balai POM untuk melakukan pengecekan dan pengawasan penggunaan produk kosmetik yang berbahaya.

2. Sebagai masukan bagi Poltekes Kemenkes RI Medan khususnya Jurusan Analis Kesehatan dan masyarakat pada umumnya tentang pentingnya pencegahan dari penggunaan kosmetik pemutih.

3. Sebagai pengembangan keilmuan dalam bidang kesehatan masyarakat yang bekaitan dengan penggunaan cream pemutih wajah.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan explanatory reseach yaitu penjelasan yang ditujukan untuk menganalisis pengaruh gaya hidup mahasiswi terhadap penggunaan cream pemutih wajah di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan. Survey explanatory adalah penjelasan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan dengan alasan bahwa banyak mahasiswi yang menggunakan cream pemutih wajah agar mereka terlihat lebih cantik dan putih. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dari peoses pengajuan judul, pencarian literatur, konsultasi dengan pembimbing, proposal, penelitian, pengolahan data, penyajian data, pembahasan kesimpulan dan saran. Keseluruhan proses penelitian tersebut dilakukan pada bulan Oktober 2011 – Januari 2012.

Populasi dan Sampel A. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswi yang ada di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan, dimana jumlah semua mahasiswi jurusan analis kesehatan berjumlah 239 orang.

B. Sampel

Penentuan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode random sampling , kemudian besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin dalam Soleh (2005)

2)(1 dNNn

+=

Keterangan: n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi yang diketahui (N=239 orang) d : Presisi atau tingkat kepercayaan/ketepatan yang

diinginkan (d=10% atau 0,1).

Perhitungan besarnya sampel adalah :

2)1,0(2391239

+=n

)01,0(2391239

+=n

n = 75,5 maka jumlah sampel dibulatkan menjadi 76 orang.

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka

jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 76 orang. Pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan proportional sampling dengan menghitung nilai sample fraction. Sample fraction adalah proporsi sampel dengan perbandingan sampel terpilih dengan jumlah populasi (Sedarmayati dan Hidayat, 2002). Rumus sample fraction dalam penelitian ini adalah:

Sampel = 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑡𝑡𝑃𝑃𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑃𝑃𝑡𝑡 𝑡𝑡𝑘𝑘𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃𝑡𝑡𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃

x Total sampel Maka sampel pada masing-masing Tingkat Kelas di Jurusan Analis Poltekkes RI Medan dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut : Tabel 3.1 Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian

Mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan

No Tingkat Kelas Populasi Perhitungan Jumlah

Sampel 1. Tingkat I 90 90/239x76 29 2. Tingkat II 71 71/239x76 22 3. Tingkat III 78 78/239x76 25

Jumlah 239 76 Pengambilan sampel terpilih dari setiap tingkat kelas dilakukan dengan metode simple random sampling yaitu mengambil sampel secara acak dengan cara undian sampai memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Pengetahuan terhadap Penggunaan

Cream Pemutih Wajah Dari hasil jawaban responden pada kuesioner

tentang pengetahuan yang dimiliki ternyata dipengaruhi oleh pengetahuan sebagai mahasiswa analis kesehatan berkaitan dengan faktor pendidikan. Sebanyak 76 responden diambil samplenya ternyata yang menyatakan bahwa mereka mempunyai pengetahuan yang baik tentang cream pemutih wajah ada sebanyak 55 orang yang menjawab mengetahui tentang bahaya cream pemutih, namun sebanyak 34 orang atau 61,8% tetap menggunakan cream pemutih, dan sebanyak 21 orang atau 38, 2% tidak menggunakan cream pemutih dan dari 21 orang yang menjawab kurang memiliki pengetahuan tentang cream pemutih ternyata ada sebanyak 19 orang atau 90,5% tmenggunakan cream pemutih dan sebanyak 2 orang atau 9,5% tidak menggunakannya..

Page 48: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Dewi Setiyawati Pengaruh Gaya Hidup ...

254

Hal yang membuat peneliti tertarik dalam penelitian ini adalah, bahwa pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan ternyata tidak membuat para mahasiswa mengurungkan niatnya menggunakan cream pemutih wajah, pengaruh gaya hidup dan ingin tampil cantik membuat mahasiswa tidak menghiraukan adanya bahaya yang lambat laun akan dideritanya, ini sesuai dengan pernyataan dari Channey memberikan suatu definisi sebagai berikut : Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Gaya hidup merupakan bagian dari kehidupan sosial sehari-hari dunia modern. Gaya hidup adalah seperangkat praktik dan sikap yang masuk akal dalam konteks waktu.

Mahasiswa menggunakan cream pemutih berdasarkan pola hidup ingin bergaya atau kebiasaan yang pengetahuannya diperoleh dari sosialisasi kehidupan sehari-hari namun hal ini mengakibatkan pengaruh pada diri seseorang untuk menggunakan cream pemutih tanpa mempertimbangkan pengetahuannya tentang cream pemutih dari dunia pendidikan yang sedang dijalaninyaninya, tingkat pengetahuan yang diamati pada penelitian ini yakni sebatas tahu (know) yang diukur dari kemampuan responden mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya (Notoatmodjo, 2005) dan Pengetahuan dapat didefenisikan sebagai suatu ingatan terhadap materi yang dipelajari, yaitu meliputi ingatan terhadap jumlah materi yang banyak dari fakta-fakta yang khusus, hingga teori-teori yang lengkap (Zaini dkk, 2002). Artinya adalah materi-materi pengetahuan tentang kosmetik dan bahaya cream pemutih yang terkandung didalamnya dapat membahayakan diri dari si mahasiswa itu sendiri yang menggunakannya, walau ternyata dapat dipengaruhi hingga si mahasiswa rela berkorban agar dapat bergaya didalam kehidupan dan sosialnya sehari-hari.

Pengetahuan tentang bahaya penggunaan cream pemutih wajah ternyata tidak menghalangi mahasiswa untuk memakainya, berpenampilan cantik dan menarik masih menjadi alasan mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis multivariat menunjukkan (P value = 0,027<0,05). Dengan nilai B = 1,934 bahwa ada pengaruh pengetahuan terhadap penggunaan cream pemutih wajah Mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan.

Pengetahuan pada hakikatnya adalah segenap apa yang diketahui manusia mengenai suatu objek yang langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi kehidupan manusia. Pengetahuan pada umumnya untuk menjawab dan memberikan solusi permasalahan hidup individu maupun kelompok. Seseorang atau kelompok, bahkan bangsa dengan menguasai pengetahuan akan memberikan kemampuan baginya yang selanjutnya akan membantu memecahkan masalah serta mengembangkan dan mengarahkannya kegaris yang benar. Maka pengetahuan menuntun kita untuk melakukan atau bertindak yang benar namun ada kalanya pengetahuan dapat dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan kelompok atau keinginan individu sesaat yang dapat berakibat baik maupun buruk.

Dapat dijelaskan juga pengetahuan dan persepsi

yang digabungkan dengan pengalaman langsung dengan suatu objek dan berhubungan dengan informasi dari berbagai sumber. Pengetahuan dan persepsi mengambil bagian dari keyakinan (Schiffman dan Kanuk, 2004). Pernyataan ini atau teori-teori ini sebenarnya dapat menuntun mahasiswa untuk dapat bersikap benar dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperolehnya atau pendidikan yang ditekoninya sesuai dengan bidang atau disiplin ilmunya tentang kesehatan, namun pengetahuan gaya hidup yang diperolehnya mengabaikan semuanya, ingin tampil cantik dan bergaya agar dapat menyesuaikan diri terhadap dunia modern, gaya hidup merupakan bagian dari pada pergaulan dan dunia modern Menurut David Channey (2000) gaya hidup telah menjadi ciri sebuah dunia modern. Artinya, siapapun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Tentang konsep gaya hidupnya.

Konsep gaya hidup yang kita lakoni dapat berakibat positif namun tidak jarang pula yang membuat kita terjerumus terhadap pola-pola gaya hidup yang menyesatkan, dampak dari pengguanaan cream pemutih yang berbahaya dan telah dilarang oleh pemerintah dalam hal ini BPOM tetap saja dilanggar, hasil penelitian ini jelas terlihat bahwa adanya mahasiswa menggunakan cream pemutih wajah merupakan pengaruh pengetahuan gaya hidup terhadap penggunaan cream pemutih wajah oleh mahasiswa jurusan analis kesehatan poltekkes Kemenkes RI Medan, yang artinya adalah mahasiswa poltekkes jurusan analis kesehatan kemenkes RI Medan tetap mengikuti perkembangan zaman dan pola-pola hidup modern, menggunakan cream pemutih wajah merupakan gaya hidup atau pola hidup modern para remaja dan mahasiswa.

Memiliki pengetahuan tentang bahan yang terkandung pada kosmetik yang dipergunakannya yaitu cream pemutih wajah ternyata tidak menuntun mahasiswa bertindak yang benar, dari hasil sebanyak 61,8% artinya adalah lebih dari setengah mahasiswa yang mengabaikan bahaya cream pemutih wajah walau pun mereka mempnunyai pengetahuan yang cukup tentang itu. Kontaminasi kehidupan modern yang negatif atau gaya hidup yang salah ternyata telah dan tanpa disadarinya sekarang telah dimasukinya, cepat atau lambat bahaya penggunaan cream pemutih yang berkepanjangan atau dalam jangka waktu lama dengan hanya alasan ingin tampil cantik putih menarik dan tidak beda dengan komunitasnya, akan dirasakan lebih dari setengah mahasiswa poltekkes jurusan analis kesehatan Kemenkes RI Medan. Pergunkanlah pengetahuan untuk memilih hidup yang benar.

B. Pengaruh Teman terhadap Penggunaan Cream

Pemutih Wajah Hidup bersosialisasi yang berhubungan

dengan masyarakat merupakan kehidupan yang wajar, walau kadang dapat berdampak baik maupun tidak

Page 49: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

255

baik, wajar bila seseorang tidak ingin berpenampilan beda dengan teman-temannya atau komunitas sesama mahasiswa, berbagi pengalaman merupakan bahagian kehidupan sehari-hari yang dapat menjadikan mereka terlihat sama akibat terpengaruh oleh penampilan atau menjadi gaya hidup mereka.

Berdasarkan penelitian terhadap 76 orang responden diketahui bahwa sebanyak 42 orang (55,3%) mahasiswa menyatakan menggunakan cream pemutih wajah karena pengalaman teman yang sudah menggunakan sebelumnya, hasil ini sesuai dengan pendapat yaitu teman adalah salah satu faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap gaya hidup remaja perempuan (Hotland, 2002 ) Dominasi pengaruh teman dapat disesuaikan dalam penelitian ini dari teori yang menyatakan Kuatnya pengaruh kelompok sebaya terjadi karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman sebaya sebagai kelompok. Kelompok teman sebaya memiliki aturan tertentu yang harus dipatuhi oleh remaja sebagai anggota kelompoknya. Penyesuaian remaja terhadap norma dengan berperilaku sama dengan kelompok teman (Monks dkk, 2004,).

Hal ini terlihat dari hasil analisis multivariat menunjukkan (P value = 0,012 <0,05). Dengan nilai B = 1,620 bahwa ada pengaruh teman terhadap penggunaan cream pemutih wajah pada Mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan.

Penampilan cantik sering menjadi inspirasi buat orang-orang disekitarnya, baik karena gaya busana mereka, gaya rambut mereka, kehalusan kulit wajah mereka ataupun perilaku mereka yang baik dan memang pantas diteladani . Ada dua hal yang menyebabkan seseorang menjadi konform yaitu pengaruh norma dan pengaruh informasi. Menurut (Sarwono, 2001). Pengaruh norma disebabkan oleh keinginan remaja untuk memenuhi harapan teman sebayanya sehingga dapat diterima oleh kelompoknya. Remaja akan mengikuti keinginan atau harapan teman sebayanya semata-mata hanya untuk mendapatkan penghargaan atau untuk menghindari hukuman, seperti takut dikatakan tidak gaul atau dijauhkan oleh teman-temannya. Sedangkan pengaruh informasi disebabkan karena adanya bukti-bukti dan informasi-informasi mengenai realitas yang diberikan oleh teman sebaya. Ketika remaja mampu berperilaku sama dalam aktivitas, minat dan memanfaatkan waktunya maka remaja akan menerima umpan balik mengenai kemampuannya. Hal ini terjadi karena individu percaya dengan apa yang dilakukan teman sebayanya tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam dirinya.

C. Pengaruh Media terhadap Penggunaan Cream

Pemutih Wajah Icon Perempuan cantik juga sering menjadi inspirasi buat orang-orang disekitarnya, baik karena gaya busana mereka, gaya rambut mereka, ataupun perilaku mereka yang baik dan memang pantas diteladani. Iklan merupakan salah satu alat bauran

promosi yang digunakan sebagai alat pengantar pesan untuk membentuk sikap konsumen Pengiklanan di media hingga kini masih dianggap cara paling efektif dalam mempromosikan produk, Periklanan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling dikenal, karena daya jangkaunya yang luas. Iklan yang disenangi konsumen terlihat menciptakan sikap merek yang positif dan keinginan untuk membeli yang lebih ketimbang iklan yang tidak mereka sukai. (Peter&Olson, 2000). Hasil penelitian dari 76 responden menunjukkan bahwa dari 46 orang mahasiswa katagori baik terdapat 27 orang (58,7%) mahasiswa menggunakan cream pemutih wajah karna pengaruh dari media dan 19 orang (41,3%) mahasiswa tidak menggunakan cream pemutih wajah. Dari 30 orang mahasiswa yang katagori kurang terdapat 26 orang (86,7%) mahasiswa menggunakan cream pemutih wajah karena pengaruh media, ternyata hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan, Periklanan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling dikenal, karena daya jangkaunya yang luas. Iklan yang disenangi konsumen terlihat menciptakan sikap merek yang positif dan keinginan untuk membeli. (Peter&Olson, 2000). Dari hasil analisis multivariat menunjukkan (P value = 0,004 <0,05). Dengan nilai B = 2,069 bahwa ada pengaruh media massa terhadap penggunaan cream pemutih wajah pada Mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara media iklan elektronik (televisi, radio, video film) dan media iklan cetak (koran, majalah, tabloid, brosur). Dari jawaban mahasiswa pada kuesioner tentang media massa ini, menggambarkan bahwa apa yang diinginkan dan cara pandang mahasiswa telah dirubah sesuai dengan keinginan produsen.

Kata Cantik telah dibentuk oleh media di dalam benak mahasiswa secara tidak sadar. Baik melalui iklan maupun tayangan-tayangan sinetron yang ada. Melalui ragam media, citra perempuan ditampilkan dengan berbagai daya tarik feminitasnya dan kelembutannya. Kalaupun ditampilkan maskulin, seperti agresif dan kasar serta berpakaian layaknya laki‐laki, hal itu akan dianggap sebagai penyimpangan belaka.

Pemasang iklan harus sangat hati-hati dalam melakukan pemilihan endorser. (Belch dan Belch, 2001 ) Sebagian besar endorser (pemeran) yang dipakai dalam iklan adalah perempuan perempuan dengan tubuh yang langsing dan tinggi, berkulit putih, hidung mancung, paras yang manis, dan berambut panjang lurus. Stereotype ini telah terbentuk dan menjadi pemisah untuk perempuan “cantik” dan perempuan “tidak cantik”. Begitu pula dengan sinetron‐sinetron kita, pemeran utama sebagian besar selalu “cantik”.

Page 50: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Dewi Setiyawati Pengaruh Gaya Hidup ...

256

KESIMPULAN 1. Gaya hidup mahasiswa Jurusan Analis Poltekkes

Kemenkes RI Medan pada umumnya banyak gaya hidup menggunakan cream pemutih yang dipengaruhi oleh 3 (tiga) variabel yaitu pengetahuan, teman dan media. Ternyata satu variabel sikap tidak memengaruhi dari gaya hidup mahasiswa.

2. Pengetahuan mahasiswa Jurusan Analis Poltekkes Kemenkes RI Medan berpengaruh terhadap gaya hidup penggunaan cream pemutih (P = 0,015).

3. Teman mahasiswa Jurusan Analis Poltekkes Kemenkes RI Medan berpengaruh terhadap gaya hidup penggunaan cream pemutih (P = 0,021).

4. Variabel yang paling berpengaruh terhadap gaya hidup penggunaan cream pemutih adalah media dengan nilai koefisien B = 6,731 atau (P = 0,009).

5. Variabel yang tidak memengaruhi terhadap gaya hidup penggunaan cream pemutih adalah sikap (P = 0,275).

SARAN Sesuai dengan kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Pengetahuan dan wawasan tentang penggunaan cream

pemutih wajah sangatlah mendukung dalam memilih produk yang akan kita gunakan, jangan hanya ingin tampil cantik hingga menggunakan sembarang produk yang dapat berakibat fatal

2. Tidak semua media yang kita dengar dan baca adalah benar, pilihlah media-media yang menyajikan iklan yang benar-benar kredible dan layak dipercaya.

3. Pergunakanlah cream pemutih wajah yang telah di analisa dan diuji oleh BPOM, untuk merk-merk tertentu yang dilarang dapat diketahui pada media-media atau yang dikeluarkan oleh BPOM.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, 2002. Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka

Cipta. Badan POM RI. 2008. Bahan Berbahaya Dalam Kosmetik.

In: Kosmetik Pemutih (Whitening), Naturakos, Vol.II1 No.8. Edisi Agustus 2008.Jakarta.

Bovee CL dan WF Arens, 1986, Comtemporary Advertising, Blionis: lnvin Homewood.

Chaney, David. 2003. Lifestyles : “Sebuah Pengantar Komprehensif” diterjemahkan oleh Nuraeni, Percetakan Jalasutra : Jakarta

Cyberwomen Healt. Ingin Kulit Wajah Putih, Haruskah Menggunakan Pemutih. http://cyberwomen.cbn.net.id/detail.asp? Kategori=helat&news no: 677 (28 Oktober 2008)

Deviana, Nina. 2009. Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Mahasiswa Mengenai Kosmetik Mengandung Merkuri (Hg) di Akademi Kebidanan Hafsyah Medan Tahun 2009. Skripsi, FKM USU, Medan

Engel, J.F., R.D.Blackwell and Paul W. Miniard.1990. Consumer Behaviour . Six Edition.USA: The Drydeen Press.

Engel, James F, dkk. 1992. Perilaku Konsumen .Edisi Keenam. Jilid 1. Terjemahan oleh F.X.Budiyanto. 1994. Jakarta: Binarupa Aksara

Fina, Daulay, Y.G., 2006. Analisa Kadar Logam Merkuri (Hg) pada Beberapa Produk Kosmetik Krim Pemutih Produksi China yang Beredar di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2006. Skripsi, FKM USU, Medan

George, Belch E & Michael A Belch. 2001. Advertising And Promotion : An Integrated Marketing Communications Perspective. 12th edition.

Hurlock, E. 1997. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Masa.

Alih Bahasa : .Jakarta: Penerbit Erlangga. Irawan, Handi. 2009. 10 karakteristik gaya

hidupkonsumen Indonesia (online).(www.handiirawan.com, diakses 6November 2009

Kasali, Rhenald. 1998. Membidik Pasar Indonesia:Segmentasi, Targeting, dan Positioning .Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Kotler, P. & Amstrong. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kusantati, Herni. 2008. Tata Kecantikan Kulit untuk SMK Jilid I. Jakarta :Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Available from:http: //www.cosmetology.co.id/files/cdk/files/19152/pdf/ Tata Kecantikan Kulit Untuk SMK [ Accessed : 24 Maret 2010].Media Konsumen, 2006

Macmillan.Mowen, John. C dan Minor, Michael. 2001. Perilaku Konsumen. Edisi Kelima. Jilid 1.Terjemahan oleh Lina Salim. 2002. Jakarta:PT Penerbit Erlangga

McGraw HillHamel, Gary & C.K. Prahalad. 1994. Competing for The Future. USA : Harvard Business School Press.

Monks, F.J. Knoers, A.M.P. Haditono, S.R. 2004. Psikologi Perkembangan.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nandityasari, Ika. 2009. Hubungan Antara Ketertarikan Iklan Pond’s di Televisi Dengan Keputusan Membeli Produk Pond’s Pada Mahasiswa. Skripsi. Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta:Jakarta

---------------------, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta

Peter, J Jaul & Jerry C Olson. 1996/1999. Consumer Behaviour. 5th Edition ; Alih Bahasa : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran, edisi ke-4. Terjemahan: Damos Sihombing & Peter Remy Yossi Pasla. Jakarta : Erlangga

Poetz, Maz, 2008. Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya dan Zat Warna yang Dilarang. http://roemahku.wordpress.com. Diakses 28 Juli

Page 51: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

257

2011 Poeradisastra, T. 2005. Menyibak Perilaku Konsumen

Indonesia. Majalah Swasembada No. 06/XXI/17-30 Maret 2005

Prabasmoro, Aquarini Priyatna. 2004. Putih, Feminitas dan Seksualitas Perempuan dalam Iklan Kita. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan (Edisi : Remaja Melek Media)

Purnamawati, Sri Suriani. 2009. Perilaku Pekerja Perempuan Penyapu Jalan Terhadap Kosmetik Pemutih di Kota Medan Tahun 2009. Tesis. Medan : Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Purwanto, Andi. 2009. Analisis Kesesuaian Iklan Produk Kosmetik Dengan Kep.Men.Kes Ri No: 386/Men.Kes/Sk/Iv/1994 Pada Lima Media Cetak Yang Beredar Di Kota Surakarta Periode Bulan Februari-April 2009. Sripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sachari, Agus. 2007. Budaya Visual Indonesia .Jakarta: Erlangga.

Sarwono, Solita. 2004. Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Gadja Mada University Press : Yogyakarta.

Singarimbun, M., 1989. Metode Penelitian Survey, Jakarta : LP3ES

Solomon, Michael. 1994 Consumer Behaviour Second Edition. USA: Allyn and Baccon

Sutisna. 2002. Perilaku Konsumen danKomunikasi Pemasaran. Bandung: Rosda http://sehatnews.com/berita/7889-Hati-hati-Menggunakan-Pemutih-Wajah. html, diakses tanggal 20 September 2011.

Tranggono, Iswari, Retno; Latifah, Fatimah, 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Yani, Mona Siska. 2008. Hubungan Faktor-faktor Risiko Terhadap Kejadian Melasma pada Pekerja Wanita Penyapu Jalan di Kota Medan Tahun 2008.

Zaini, Hisyam, dkk. 2002. Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Center for Teaching and Staf Development, IAIN Sunan Kalijaga.

Zebua, A.S, Nurdjayadi, R.D. 2001. Hubungan antara Konformitas dan Konsep Diri dengan Perilaku Konsumtif pada Remaja Putri. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan: Phronesis. Vol. 3, No.6.

Page 52: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

258

PENINGKATAN ANGKA PEROKSIDA PADA MINYAK GORENG CURAH TERHADAP PENGGORENGAN BERULANG TEMPE

Rosmayani Hasibuan

Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan

Abstrak

Minyak goreng merupakan kebutuhan pokok yang digunakan dalam memasak sebagai media penghantar panas pada proses menumis maupun menggoreng yang akan memberikan citarasa yang lebih lezat, dan aroma serta penampilan makanan yang lebih menarik. Kerusakan minyak goreng ditandai dengan terjadinya perubahan bau atau flavor dalam minyak yaitu berupa bau tengik yang disebabkan oleh karena penggunanan minyak goreng secara berulang - ulang dan juga karena penyimpanan minyak goreng yang tidak baik sehingga menyebabkan minyak terhidrolisis dan teroksidasi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peningkatan angka peroksida pada minyak goreng curah terhadap penggorengan berulang tempeyangdilaksanakan di Laboratorium Politeknik Kesehatan Jurusan Analis Kesehatan dengan menggunakan metode titrasi Iodometri pada bulanApril – Juni 2012. Dari hasil penelitian terhadap 5 (lima) sampel minyak goreng curah sebelum penggorengan, terdapat 1 (satu) sampel yang memenuhi syarat mutu minyak goreng sesuai dengan SNI-3741-1995 yaitu sampel A sebesar 1,99 meq/kg, sedangkan 4 (empat) sampel yang lainnya ( B, C, D dan E) tidak memenuhi syarat mutu minyak goreng, yaitu sebesar 2,19-2,80 meq/kg. Setelah dilakukan penggorengan berulang sebanyak 5 (lima) kali, terjadi peningkatan angka peroksida yaitupada penggorengan I sebesar 1,19-1,28 meq/kg, penggorengan II sebesar 2,30-2,62 meq/kg, penggorengan III sebesar 2,96-3,15 meq/kg,penggorengan IV sebesar3,67-4,00 meq/kg dan penggorengan V sebesar 5,44-5,76 meq/kg.

Kata Kunci : Minyakgorengcurah,Bilangan peroksida, Iodometri

PENDAHULUAN Latar Belakang

Salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting adalah pangan.Dalam kehidupan sehari-hari kita melakukan aktivitas.Untuk melakukan itu kita memerlukan energi, seperti halnya karbohidrat, protein, dan lemak merupakan sumber energi bagi tubuh (Budiyanto, 2004).Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein.Satu gram lemak dan minyakdapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal setiap gram (Winarno, 2005).Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. Badan WHO (1990) menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15 – 30 % kebutuhan energi totaldianggap baik untuk kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak esensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut – lemak.

Salah satu bahan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan lemak manusia adalah minyak goreng.Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan.Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Konsumsi minyak goreng biasanya digunakan sebagai media untuk menggoreng bahan

pangan, menambah cita rasa, ataupun shortening yang membentuk tekstur pada pembuatan roti (Dwi Oktaviani, 2009).

Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya matahari, tidak merusak flavour hasil gorengan, sedikit gum, menghasilkan produk dengan tekstur dan rasa yang bagus, asapnya sedikit setelah digunakan berulang-ulang, serta menghasilkan warna keemasan pada produk (SusinggihWijana, dkk, 2005).

Kerusakan minyak atau lemak juga diakibatkan pemanasan pada suhu tinggi (200 - 250°C), yang terjadi selama proses penggorengan, hal ini akan mempengaruhi kualitas minyak dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng (Sunita, Almatsier. 2004). Penggorengan merupakan proses thermal yang menghasilkan karakteristik makanan gorengan dengan warna coklat keemasan, tekstur krispi penampakan dan flafour yang diinginkan sehingga makanan gorengan sangat popular (Boskou, et al , 2006). Selama penggorengan akan terjadi oksidasi dari dekomposisi minyak yang dipengaruhi oleh bahan pangan dan kondisi penggorengan ( Chatzilazaro, et al, 2006 ).

Produksi komponen komponen minyak selama penggorengan dapat memberikan efek yang dapat merugikan kesehatan. Salah satu fenomena yang dihadapi dlm proses penggorengan adalah menurunnya kualitas minyak setelah digunakan secara berulang pada suhu yang

Page 53: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

259

relative tinggi ( 160-180⁰C). Paparan oksigen dan suhu tinggi pada minyak goreng akan memicu terjadinya oksidasi..(T. Panangan, Almunady. 2010)

Penggunaan minyak jelantah yang berkelanjutan oleh manusia dapat menyebabkan berbagai macam penyakit diantaranya penyakit kanker, dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya, dan pengendapan lemak dan pembuluh darah. Selain itu, selama penggorengan akan terbentuk senyawa akrolein yang bersifat racun dan menimbulkan gatal pada tenggorokan (Wildan, Farihan. 2002.).

Saat ini masih banyak ditemukan minyak goreng tidak bermerek tanpa kemasan di pasaran yang dijual secara eceran per-kilogram dengan harga murah atau lebih dikenal dengan minyak goreng curah, seperti yang terlihat di Pasar Aksara Medan. Minyak ini disimpan dalam wadah yang cukup besar seperti : jerigen, drum, atau wadah lain sejenisnya dan dalam keadaan terbuka sebelum disalurkan kepada masyarakat. Masyarakat selama ini masih banyak yang menggunakan minyak goreng curah yang didistribusikan dalam bentuk tanpa kemasan yang berarti bahwa minyak goreng curah sebelum digunakan banyak terpapar oksigen.Namun kondisi ini sering kali menjadi sebuah dilema, disatu sisi masyarakat kita cenderung masih berorientasi pada nilai ekonomis ketimbang nilai kesehatannya.

Selain daripada itu masyarakat Indonesia suka menggunakan minyak goreng secara berulang bahkan warna minyak gorengpun menjadi berubah coklat sampai kehitaman, hal ini sangat memungkinkan terjadinya oksidasi yang lebih tinggi (Aminah dan Isworo 2009 ). Salah satu makanan yang sering dikonsumsi masyarakat baik untuk di restoran maupun rumah tangga yang penggorengannya selalu dilakukan berulang adalah tempe. Penggorengan berulang paling sering dilakukan pada waktu menggoreng bahan tersebut, dimana terkadang sampai warna tempetersebut tidak bersih lagi seperti pertama kali digoreng.

Semakin banyak pengulangan penggorengan maka bilangan peroksida semakin meningkat.Berdasarkan standard mutu minyak goreng di Indonesia yang diatur dalam SNI-3741-1995 bahwa standard bilangan peroksida untuk minyak goreng adalah maksimal 2 meq/Kg (SusinggihWijana, dkk, 2005).

Mengingat banyaknya minyak goreng curah yang digunakan masyarakat, maka perlu dilakukan penelitian tentangangka peroksida dalam minyak goreng yang telah digunakan berulang.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis merumuskan masalah yaituseberapa besar peningkatanangka peroksida dalam minyak goreng yang telah digunakan berulang.

Tujuan Penelitian Tujuan umum Untuk mengetahuipeningkatan angka peroksidapada minyak goreng curah sesudah penggorengan berulang terhadap tempe. Tujuan khusus 1.Untuk menentukan angka peroksida dalam minyak goreng curah sebelum penggorengan. 2. Untuk menentukan angka peroksida dalam minyak goreng curah sesudah penggorengan berulang. Manfaat Penelitian 1.Sebagai bahan pengetahuan kepada masyarakat agar lebih teliti dalam memilih minyak goreng yang akan dikonsumsi setiap hari dan tidak membiasakan penggunaan minyak goreng secara berulang.

2.Sebagai bahan informasi untuk penelitian yang sama dengan bahan makanan yang berbeda

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan, Jurusan Analis.pada bulanApril – Juni 2012.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode survey yang bersifat deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan angka peroksida pada minyak goreng curah yang digunakan berulang sebanyak 5 (lima) kali. Populasi, sampel, dan Bahan makanan. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh minyak goreng curahyang diperjualbelikandari10 pedagang di Pasar Aksara Medan. Sampel Penelitian dan bahan.

Sampel pada penelitian yaitu 5 jenis minyak goreng curah dari 10pedagang. Sampel diambil dari ciri ciri minyak goreng yaitu tidak jernih, sedikit tengik dan wadah yang terbuka.Bahan makanan yang digoreng adalah tempe. Metode pemeriksaan

Metode pemeriksaan dilakukan dengan metode Iodometri dengan cara titrasi. Alat Alat - alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, Labu erlenmeyer bertutup, Labu ukur, Gelas ukur, Gelas kimia, Pipet berskala, Buret, Klem dan statif, Neraca analitik, Batang pengaduk, Penangas air Reagensia

Reagensia yang digunakan dalam penelitianini adalah,Natrium thiosulfat 0,1 N, Natrium thiosulfat 0,01 N,

Page 54: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Rosmayani Hasibuan Peningkatan Angka Peroksida ...

260

KI 20 %, Larutan KIO3 0,1 N, Larutan KIO3 0,01 N, HCL 4 N, Larutan amilum 1 % Prosedur Kerja Standarisasi larutan Na2S2O3 0,01 N Dipipet 10,00 ml KIO3 0,01 N lalu dimasukkan ke dalam labu erlemeyer 250 ml. Kemudian ditambah 10 ml KI 20 % dan 10 ml HCL 4 N masukkan ke dalam labu erlenmeyer di atas, kocok dan biarkan beberapa menit sambil ditutup dengan plastik. Lalu diencerkan dengan aquades sebanyak 10 ml. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 N hingga warna kuning muda Kemudian ditambah 1 ml amilum 1 % dan titrasi kembali dengan Na2S2O3 0,01 N hingga warna biru tepat hilang. Penetapan Blanko Kedalam labu erlenmeyer 250 ml, dimasukkan aquadest sebanyak 5,00 ml. lalu ditambah 30 ml campuran larutan dari 20 ml asam asetat glasial, 25 ml methanol 95%, dan 55 ml kloroform. Kemudian Ditambah satu gram kristal Kalium Iodida dan disimpan di tempat gelap selama 30 menit. Lalu ditambahkan 50,00 ml air suling bebas CO2, Dititrasi dengan larutan standard natrium thiosulfat dengan larutan kanji (amylum) sebagai indikator Penentuan Angka Peroksida Sebelum Penggorengan. Ditimbang ke dalam labu erlenmeyer 250 ml, sebanyak ± 5,0 gram minyak goreng curah yang belum digunakan untuk menggoreng, lalu ditambah 30 ml campuran larutan dari 20 ml asam asetat glasial, 25 ml methanol 95 %, dan 55 ml kloroform. Kemudian Ditambah satu gram kristal Kalium Iodida dan disimpan di tempat gelap selama 30 menit. Lalu ditambahkan 50,00 ml air suling bebas CO2, Dititrasi dengan larutan standard natrium thiosulfat dengan larutan kanji (amylum) sebagai indikator.

Penentuan Angka Peroksida Sesudah Penggorengan. Ditimbang ke dalam labu erlenmeyer 250 ml, sebanyak ± 5,0 gram minyak goreng curah yang sudah digunakan untuk menggoreng tempe ( 1 s/d 5 kali penggorengan ) lalu ditambah 30 ml campuran larutan dari 20 ml asam asetat glasial, 25 ml methanol 95 %, dan 55 ml kloroform. Kemudian Ditambah satu gram kristal Kalium Iodida dan disimpan di tempat gelap selama 30 menit. Lalu ditambahkan 50,00 ml air suling bebas CO2, Dititrasi dengan larutan standard natrium thiosulfat dengan larutan kanji (amylum) sebagai indikator Perhitungan

𝐴𝐴𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑃𝑃𝑃𝑃𝑘𝑘𝐴𝐴𝑃𝑃𝑡𝑡𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴𝑃𝑃 (𝑚𝑚𝑘𝑘𝑚𝑚/𝑡𝑡𝑡𝑡) =(𝑉𝑉1 − 𝑉𝑉𝑃𝑃)𝑥𝑥𝑇𝑇𝑥𝑥1000

𝑚𝑚

Keterangan : Vo adalah nilai numerik volume dari larutan natrium

thiosulfat untuk blanko, dinyatakan dalam ml V1 adalah numerik volume dari larutan natrium

thiosulfat untuk contoh, dinyatakan dalam ml T adalah normalitas larutan standard natrium

thiosulfat yang digunakan dinyatakan dalam meq/ml

m berat sampel ( gram )

HASIL DANPEMBAHASAN Data Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap minyak goreng curah di laboratorium Politeknik Kesehatan Jurusan Analis Kesehatan Medan, maka diperoleh hasil sebagai berikut

Tabel Data Penimbangan Sampel dan Hasil Titrasi.

NO

Kode Sampel

Berat Sampel Rata rata (gr)

Volume Titrasi Rata rata Na2S2O3 (ml)

SP

P1

P2

P3

P4

P5

SP

P1

P2

P3

P4

P5

1 A 5,0222 5,0488 5,0069 5,0085 5,0108 5,0618 1,50 2,15 3,30 4,85 6,75 9,70 2 B 5,0002 5,0235 5,0124 5,0339 5,0091 5,0186 1,75 2,40 3,60 5,20 7,00 10,00 3 C 5,0130 5,0421 5,0096 5,0050 5,0115 5,0516 1,90 2,50 3,80 5,35 7,20 10,00 4 D 5,0005 5,0240 5,0130 5,0350 5,0102 5,0192 1,60 2,20 3,40 4,90 7,00 9,90 5 E 5,0325 5,0502 5,0125 5,0138 5,0256 5,0745 1,80 2,40 3,60 5,20 7,05 9,95 6 F 0,50

Keterangan Sampel : A – E = Sampel Minyak Goreng Curah F = Blanko SP = Sebelum Penggorengan P1- P5 = 1s/d 5 x penggorengan

Page 55: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

261

Data Hasil Bilangan Peroksida Tabel.Angka Peroksida Sebelum dan Sesudah Penggorengan Berulang.

NO

Kode Sampel

Hasil (meq/kg)

SP

P1

P2

P3

P4

P5

1 A 1,99 3,30 5,60 8,68 12,47 18,17 2 B 2,50 3,78 6,18 9,33 13,33 18,92 3 C 2,80 3,96 6,58 9,69 13,36 18,80 4 D 2,19 3,38 5,78 8,74 12,97 18,73 5 E 2,53 3,76 6,18 9,33 13,03 18,62

Tabel.Peningkatan Angka Peroksida Pada Penggorengan Berulang

NO

Kode Sampel

Peningkatan Angka Peroksida (meq/kg)

P1

P2

P3

P4

P5

1 A 1,31 2,30 3,08 3,79 5,70 2 B 1,28 2,40 3,15 4,00 5,60 3 C 1,16 2,62 3,11 3,67 5,44 4 D 1,19 2,40 2,96 4,23 5,76 5 E 1,23 2,42 3,15 3,70 5,59

PEMBAHASAN Menurut SNI-3741-1995 tentang syarat minyak goreng untuk Angka peroksida maksimum adalah 2 meq/kg. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 5 (lima) sampel minyak goreng curah yang diperjualbelikan di Pasar Aksara Medan, terdapat hanya 1 (satu) sampel minyak goreng sebelum penggorengan yang hampir memenuhi syarat mutu minyak goreng yaitu sampel A yaitu sebesar 1,99 meq/kg sedangkan sampel yang lainnya tidak memenuhi syarat mutu minyak goreng, yaitu sampel A, C, D, dan E, lebih dari 2 meq/kg . Setelah dilakukan 5 (lima) kali pengggorengan, terdapat penigkatan yang signifikan pada tiap kali dilakukan penggorengan berulang.

Hal ini disebabkan karena pemanasan pada suhu tinggi yang terjadi selama proses penggorengan, terutama pada penggorengan yang dilakukan berulang-ulang dan ini akan mempengaruhi kualitas minyak dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Faktor yang mempercepat kerusakan minyak juga adalah adanya cahaya, oksigen, air, dan panas.Penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu dapat juga menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida pada minyak lalu membentuk gliserol, asam lemak bebas, dan menyebabkan pembentukan bilangan peroksida pada minyak. (SusinggihWijana, dkk, 2005). Penyimpanan minyak goreng curah di pasaran tidak terlalu memperhatikan nilai kesehatannya. Salah satu contoh penyimpanan minyak goreng yang salah yang sering kita lihat di pasar adalah, penyimpanaan pada wadah dalam kondisi terbuka, di mana bila minyak goreng dibiarkan terlalu lama kontak dengan udara dan juga cahaya akan menyebabkan minyak goreng teroksidasi dan terhidrolisis. Pada proses hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah

menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat mengakibatkan kerusakan lemak atau minyak karena terdapat sejumlah air di dalamnya, sehingga menimbulkan bau tengik. Hasil penelitian Alyas et al. (2006) menunjukkan peningkatan bilanganperoksida yang signifikan dengan meningkatnya suhu dan waktupenggorengan. Aidos et al. (2001) juga melaporkanbahwa peningkatan bilangan peroksida signifikan dengan peningkatan suhupenyimpanan. Hasil tersebut menunjukkan adanya efek sinergis suhu yangtinggi dengan waktu yang lama terhadap bilangan peroksida. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari 5 (lima) sampel sebelum penggorengan diperoleh hasil bilangan peroksidanya 1,99-2,80meq/kg.Dari 5 (lima) sampel minyak goreng curah yang dianalisa, terdapat 1 (satu) sampel minyak goreng sebelum penggorengan yang masih memenuhi syarat mutu minyak goreng yaitu sampel A, sebesar 1,99 meq/kg sedangkan sampel yang lainnya tidak memenuhi syarat mutu minyak goreng yaitu maksimum sebesar 2 meq/kg. Setelah dilakukan penggorengan berulang sebanyak lima kali, terjadi peningkatan angka peroksida pada penggorengan I adalah sebesar 1,19-1,28 meq/kg, penggorengan II sebesar 2,30-2,62 meq/kg penggorengan III sebesar 2,96-3,15 meq/kg, penggorengan IV sebesar 3,67-4,00 meq/kg dan penggorengan V sebesar 5,44-5,76 meq/kg. Saran Adapun saran yang dapat disampaikan penulis adalah : 1. Kepada produsen minyak goreng curah supaya

lebih memperhatikan penyimpanan minyak goreng

Page 56: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Rosmayani Hasibuan Peningkatan Angka Peroksida ...

262

agar tidak terjadi kerusakan kualitas minyak goreng yang akan didistribusikan kepada masyarakat, misalnya penyimpanan pada wadah yang tertutup dan terbuat dari bahan aluminium atau stainless dan menghindari kontaminasi dengan udara, air, dan juga matahari supaya tidak terjadi hidrolisis dan oksidasi pada minyak.

2. Dianjurkan kepada masyarakat untuk tidak menggunakan minyak goreng secara berulang, karena pemakaian minyak goreng yang berulang menyebabkan kerusakan pada minyak goreng itu sendiri, di mana hal ini akan mempengaruhi kualitas minyak goreng dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng.

3. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat meneliti tentang peningkatan angka peroksida terhadap bahan makanan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA Aidos, I., Padt, A.F.D.,Remko, B.M., and Luten, JB.,

(2001). Upgrading of Maatjesherring by-products: production of crude fish oil. Journal Agriculture and FoodChemistry Vol.49 No. 8:3697-3704.

Alyas, S.A., Abdullah, A., Idris, N.A. 2006. Change of Carotene Content DuringHeating of Red Palm Olein. Journal of Oil Research (Special Issue-April 2009),p.99-120

Aminah, S., Iswara T.J. 2009.Praktek penggorengan dan mutu minyak goring sisa pada rumah tangga Rt 05 Rw III Kedungmundu Tembalang Semarang.

Budiyanto, Moch.Agus Krisno. 2004. DasarDasar Ilmu Gizi. Edisi 3 Universitas Nuhammadiyah, Malang

Dwi Oktaviani, Nita. 2009. Hubungan lamanya pemanasan dengan Kerusakan Minyak Goreng Curah Ditinjau dari Bilangan Peroksida.Jurnal Biomedika. 1 (1) : 31-35.

Ketaren,Slamat.1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. ed1. Universitas IndonesiaJogjakarta.

Standar Nasional Indonesia 01-3741-1995. Cara Uji Minyak Goreng. DEPKES RI : Jakarta.

Sudarmadji, Slamat, dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian LibertyYogyakarta.

Sunita, Almatsier. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.ed-4. PT.Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Seto, Agung. 2001.Pangan dan Gizi. IPB: Bogor. T. Panangan, Almunady. 2010. Pengaruh Penambahan

Bubuk Bawang Merah (allium ascalonicum) Terhadap Bilangan Peroksida dan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Goreng Curah.Jurnal Penelitian Sains. hal : 1-3.

Wildan, Farihan. 2002. Penentuan Bilangan Peroksida dalam Minyak Nabati dengan Cara Titrasi.Balai Penelitian Ternak-Ciawi. P. O. Box 221: Bogor. Hal 63-69.

Wijana, Susinggih,dkk. 2005. Mengolah Minyak Goreng Bekas.ed1 Trubus Agrisarana: Surabaya.

Winarno, F.G. 2002.Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia Pustaka Utama:Jakarta

Page 57: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

263

UJI EFEK ANTIBAKTERI REBUSAN DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus

Jafril Rezi, Rini Andarwati, Zulfa Ismaniar Fauzi jurusan Farmasi Poltekkes Medan

` Abstrak

Salah satu penyebab infeksi adalah bakteri Staphylococcus aureus. Antibakteri telah memberikan kontribusi yang efektif terhadap kontrol infeksi Staphylococcus aureus. Salah satu tanaman tradisional yang dianggap memiliki khasiat antibakteri adalah daun sirsak (Annona muricata L.). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efektivitas rebusan daun sirsak (Annona muricata L.) sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri adalah sel prokariotik dan uniselular. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri gram positif dan dapat menyebabkan penyakit diare,nyeri otot, dan penyakit kulit seperti jerawat, borok dan bisul. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental secara uji mikrobiologi dengan pengambilan sampel secara purposive sampling. Sampel penelitian adalah daun sirsak (Annona muricata L.) yang diambil dari daerah Perumnas Mandala - Medan. Uji aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan metode difusi yaitu menggunakan media agar yang telah ditanami bakteri, kemudian dibuat 5 hole. Empat hole ditetesi larutan uji yaitu rebusan daun sirsak 10%, 20%, 30%, 40% dan satu hole ditetesi kontrol negatif yaitu aquadest. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, zona hambatan antibakteri yang memuaskan adalah 14-16 mm. Dari data hasil pengamatan dapat dilihat bahwa rebusan daun sirsak 10% dan 20% belum dapat dikatakan sebagai antibakteri, tetapi sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Rebusan daun sirsak 30% dan 40% telah dapat dikatakan sebagai antibakteri dengan masing-masing diameter zona hambatnya 14,8 mm dan 18,5 mm. Kontrol negatif yaitu aquadest ternyata tidak memiliki efek antibakteri. Kata Kunci : Staphylococcus aureus, Antibakteri, Daun Sirsak, Rebusan

Latar Belakang

Banyak sekali tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional, diantaranya daun sirsak (Annona muricata L.). Tanaman sirsak banyak digunakan sebagai tanaman obat, karena tanaman ini memiliki khasiat obat dan digunakan dalam penyembuhan maupun pencegahan penyakit. Penggunaan sirsak sebagai obat-obatan sebenarnya bukan merupakan suatu hal yang baru di Indonesia. Secara turun temurun, sirsak telah digunakan oleh sebagian masyarakat Indonesia untuk mengobati beberapa penyakit. Bagi etnis Sunda daun sirsak digunakan untuk menghilangkan mual, bisul, dan rematik. Etnis Kutai memilih daun sirsak untuk mengobati diare. Namun kini penelitian menemukan daun sirsak mampu membunuh sel kanker, bahkan daun sirsak ini lebih ampuh dibandingkan kemoterapi dalam pengobatan kanker (Wicaksono, 2012). Daun sirsak ini juga digunakan untuk mencegah dan mengobati abses, sebagai obat diabetes, mengatasi demam, mengobati borok, bisul, kurap, sebagai obat penenang, mengatasi jantung berdebar dan gangguan saluran kencing (Wicaksono, 2012). Selain itu daun sirsak juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. (Trubus Vol.10). Bakteri merupakan mikroorganisme bersel tunggal yang mempunyai bentuk dan susunan sel sederhana, umumnya bersifat pathogen yaitu dapat menghasilkan toksin berupa enterotoksin yang dapat

mencemari makanan dan apabila dikonsumsi manusia akan menimbulkan penyakit. Salah satu bakteri tersebut adalah Staphylococcus aureus (Pratiwi, 2008). Bakteri Staphilococcus aureus merupakan bakteri gram positif, bersifat hidup secara aerob fakultatif, tidak mempunyai flagel dan spora. Permasalahan dalam penelitian ini apakah ada efek antibakteri rebusan daun sirsak (Annona muricata L) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pada konsentrasi rebusan daun sirsak (Annona muricata L.) efektif menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental secara uji mikrobiologi, dimana dilakukan pada 2 kelompok yaitu: kelompok 1 : Kelompok bakteri Staphylococcus aureus yang diberikan rebusan daun sirsak dengan konsentrasi yang berbeda dan Kelompok 2 :Bakteri Staphylococcus aureus yang diberikan aquadest. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Medan, Jln. Air langga No. 20 Medan. Penelitian dilakukan selama 2 minggu. Populasi pada penelitian ini adalah daun sirsak yang diambil dari daerah Perumnas Mandala Medan. Sampel pada penelitian ini adalah daun sirsak muda, daun yang diambil adalah daun ketiga sampai kelima dari ujung.

Page 58: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

264

Daun sirsak dibersihkan dari pengotoran, dicuci dengan air bersih mengalir lalu ditiriskan. Iris daun sirsak dengan lebar 0,3 cm (3 mm). Keringkan pada suhu kamar, terlindung dari sinar matahari langsung kemudian daun yang sudah kering disimpan di dalam wadah plastik Alat yang digunakan autoklaf, batang pengaduk, cawan petri, erlenmeyer 100 ml, erlenmeyer 75 ml, gelas ukur, incubator, jangka sorong, kain flannel, kapas, kawat ose, kertas perkamen, labu tentukur, lampu spiritus, mikroskop, neraca analitik, oven, panci penangas, air pencetak lubang, pipet volume 1 ml, rak tabung reaksi, spidol, tabung reaksi, tali atau benang dan thermometer. Bahan yang digunakan daun sirsak (Annona muricata L.), aquadest, Media Muller Hinton Agar (MHA), Media Manotol Salt Agar (MSA), Nutrient Agar (NA),larutan NaCl 0,9%, larutan Fuchin, larutan Kristal Violet, larutan Lugol, Suspensi Mc. Farland Pembuatan rebusan daun sirsak adalah Konsentrasi rebusan daun sirsak (Annona muricata L.) yang akan dibuat adalah 10%, 20%, 30%, 40%. Untuk rebusan daun sirsak 40% adalah 40 gram daun sirsak yang kering, kemudian dimasukkan ke dalam panci dan diberi aquadest sebanyak 100 ml, panaskan di atas penangas air sampai suhu 900 C selama 30 menit sambil sesekali diaduk, kemudian serkai dengan menggunakan kain flannel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume rebusan 100 ml. a. Untuk membuat 5 ml rebusan daun sirsak 30%, dibuat dengan cara pengenceran dari rebusan daun sirsak 40% yaitu:

V1 . C1 = V2 . C2 V1 . 40% = 5 . 30% V1 =3,75 ml Maka pipet 3,75 ml rebusan daun sirsak 40%, tambahkan aquadest sampai 5 ml b. Cara yang sama dengan rebusan daun sisrak 30%,

maka untuk membuat 5 ml rebusan daun sirsak 20%, diambil sebanyak 2.5 ml. Maka pipet 2,5 ml rebusan daun sirsak 40%, tambahkan aquadest sampai 5 ml

c. Untuk membuat 5 ml rebusan daun sirsak 10% diambil 1.25 ml. Maka pipet 1,25 ml rebusan daun sirsak 40%, tambahkan aquadest sampai 5 ml Prosedur Kerja 1. Media Manitol Salt Agar (MSA) adalah: jumlah media yang harus dilarutkan dalam 1 liter aquadest pada etiket adalah 111 g/L. Banyaknya MSA yang diperlukan untuk 50 ml adalah :

50 𝑚𝑚𝑃𝑃1000 𝑚𝑚𝑃𝑃

𝑥𝑥 111 𝑡𝑡 = 5,55 𝑡𝑡 Pembuatan : 1. Timbang MSA sebanyak 5,55 g 2. Masukkan kedalam erlenmeyer, larutkan dengan

aquadest sebanyak 50 ml 3. Panaskan sampai mendidih 4. Angkat dan tutup Erlenmeyer dengan kapas, lapisi

dengan kertas perkamen, kemudian ikat dengan benang

5. Sterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit

6. Setelah steril, angkat dari autoklaf dengan perlahan-lahan dan hati-hati.

7. Dinginkan, lalu buka kertas perkamen yang diikatkan pada Erlenmeyer kemudian tuang kedalam cawan petri secara aseptis.

Media Nutrien Agar (NA) Jumlah media yang harus dilarutkan dalam 1 liter aquadest pada etiket adalah 20 g/L. Banyaknya Nutrien Agar yang dibutuhkan untuk 20 ml adalah:

20 𝑚𝑚𝑃𝑃1000 𝑚𝑚𝑃𝑃

𝑥𝑥 20 𝑡𝑡 = 0,4 𝑡𝑡 Pembuatan:

1. Timbang Nutrien Agar sebanyak 0,4 g 2. Masukkan kedalam erlenmeyer, larutkan

dengan aquades sebanyak 20 ml 3. Panaskan sampai mendidih 4. Angkat, lalu bagi dalam beberapa tabung

(sesuai kebutuhan), tutup dengan kapas, lapisi dengan kertas perkamen kemudian ikat dengan benang.

5. Sterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210 C selam 15 menit. Setelah steril, angkat dari autoklaf dengan perlahan-lahan dan hati-hati.

6. Dinginkan, buka kertas perkamen yang diikatkan pada tabung kemudian miringkan tabung yang berisi Nutrien Agar untuk memperoleh agar miring.

7. Biarkan sampai membeku, setelah itu lakukan penanaman bakteri dengan menggoreskan bakteri secara zig-zag pada media.

Media Mueller Hilton Agar (MHA)

Jumlah media yang harus dilarutkan dalam 1 liter aquadest pada etiket adalah 34 g/L. Banyaknya MHA yang diperlukan untuk 100 ml adalah:

100 𝑚𝑚𝑃𝑃

1000 𝑚𝑚𝑃𝑃 𝑥𝑥 34 𝑡𝑡𝐴𝐴𝑃𝑃𝑚𝑚 = 3,4 𝑡𝑡𝐴𝐴𝑃𝑃𝑚𝑚

Pembuatan 1. Timbang MHA sebanya 3,4 gram 2. Masukkan kedalam erlenmeyer, larutkan

dengan aquadest sebanyak 100 ml 3. Panaskan sampai mendidih 4. Angkat dan tutup erlenmeyer dengan kapas,

lapisi dengan kertas perkamen kemudian ikat dengan benang.

5. Sterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit.

Larutan NaCl 0,9% Pembuatan: NaCl ditimbang sebanyak 0,9 g lalu dilarutkan dengan aquadest hingga 100 ml dalam labu tentukur, kemudian disterilkan dalam autoclave pada suhu 1210 C selama 15 menit.

Page 59: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jafril Rezi, dkk. Uji Efek Antibakteri ...

265

Suspensi Standar Mc. Farland Pembuatan: Campurkan Larutan Asam Sulfat dan Larutan Barium KLorida kedalam tabung reaksi dan dikocok homogen. Apabila kekeruhan suspensi bakteri uji sama dengan kekeruhan suspense standar Mc. Farland, maka konsentrasi suspensi bakteri adalah 108 koloni/ml. Pembiakan Bakteri 1. Ambil satu ose dari suspensi bakteri

Staphylococcus aureus 2. Kemudian tanam ke media MSA dengan cara

menggoreskan 3. Inkubasi dalam inkubator pada suhu 370 C

selama 18 - 24 jam 4. Amati pertumbuhan koloni pada media 5. Hasil yang diperoleh adalah koloni berwarna

kuning keemasan, menunjukkan Staphylococcus aureus (+), lalu lakukan pengecatan gram dengan cara:

a. Ambil biakan bakteri yang telah berumur 18 - 24 jam, letakkan pada kaca objek yang telah diberikan aquadest lebih dahulu, lalu fiksasi

b. Tambahkan kristal violet, diamkan 1 - 2 menit, kemudian bilas dengan aquadest dan tambahkan larutan lugol, biarkan selama 1 menit

c. Setelah 1 menit lugol dibilas dengan alkohol 95%, diamkan selama 5-15 detik, bilas dengan aquadest

d. Tambahkan larutan Fuchsin diamkan kira-kira 20 detik, bilas dengan aquadest lalu keringkan, amati hasilnya di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40 dan 10 x 100. Jika bakteri tersebut adalah Staphylococcus aureus hasil pengecatan gram yang diperoleh dibawah mikroskop adalah bakteri berwarna ungu yang merupakan bakteri gram positif membentuk gerombol seperti buah anggur.

6. Koloni spesifik Staphylococcus aureus diambil satu ose lalu ditanamkan pada Nutrien Agar miring, inkubasi dalam inkubator pada suhu 370 C selama 18 - 24 jam

Pengenceraan Bakteri Staphyloccocus aureus 1. Masukkan kurang lebih 1 ml larutan NaCl

0,9% kedalam tabung kosong, kemudian ambil satu ose biakan bakteri Staphylococcus aureus yang berumur 18 - 24 jam yaitu biakan yang berasal dari Nutrien Agar

2. Tambahkan terus larutan NaCl 0,9% sampai diperoleh suspensi dengan kekeruhan yang sama dengan suspensi standar Mc. Farland, maka konsentrasi suspensi bakteri adalah 108

koloni/ml. 3. Pipet sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri

kedalam tabung reaksi kemudian tambahkan 9,9 ml larutan NaCl 0,9%, maka konsentrasi suspensi bakteri adalah 106 koloni/ml.

Uji Efektivitas Rebusan Daun Sirsak Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus 1. Sterilkan semua alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Buat persediaan inokulum. 3. Pipet 0,1 ml suspensi bakteri dengan konsentrasi

106 koloni/ml ke dalam 100 ml media MHA dengan suhu 450C - 500C lalu kocok sampai homogen, kemudian tuang segera sebanyak 15 ml kedalam cawan petri steril, lalu biarkan memadat.

4. Buat 5 hole, 4 hole untuk rebusan daun sirsak,1 hole untuk aquadest sebagai kontrol negatif.

5. Tetesi ke dalam hole 0,1 ml rebusan daun sirsak yang telah dibuat dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%.

6. Inkubasikan selama 24 jam pada suhu 370C. 7. Baca hasilnya dengan mengukur zona hambatan

berupa daerah yang tampak jernih yang tidak ditumbuhi oleh bakteri Staphylococcus aureus.

8. Diukur dalam satuan mm. Percobaan dilakukan triplo yaitu dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing rebusan daun sirsak.

Hasil Pengukuran hasil penelitian dilakukan dengan mengukur zona hambatan rebusan daun sirsak (Annona muricata L) yang dibuat dengan konsentrasi 10%, 20%, 30% dan 40% terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dimana terlihat daerah jernih disekitar lubang difusi (hole), seperti yang terlihat pada tabel berikut Tabel 4.1.1. Hasil pengamatan zona hambat rebusan daun

sirsak

Pembahasan

Pada konsentrasi 10% rata-rata zona hambatan 11,6 mm, 20% rata-rata zona hambatan 12,9 mm, 30% rata-rata zona hambatan 14,8 mm dan 40% rata-rata zona hambatan 18,5 mm. Dari hasil pengukuran zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan pemberian rebusan daun sirsak diatas, konsentrasi rebusan daun sirsak 30%

Konsentrasi Rebusan Daun Sirsak

Cawan Petri Rata-rata Zona Hambatan

(mm)

Zona Hambatan sebagai Antibakteri Menurut FI Ed. IV Hal 896 (mm)

I II III

10% 11,5 11,4 12,1 11,6 14 – 16

20% 12,8 13,5 12,6 12,9

30% 14,6 14,4 15,5 14,8

40% 17,3 19,4 18,9 18,5

Aquadest 0 0 0 0

Page 60: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

266

sudah dapat dikatakan sebagai antibakteri, karena menurut Farmakope Indonesia Edisi IV hal. 896 bahwa rata-rata zona hambat yang dapat dikatakan sebagai antibakteri adalah 14 – 16 mm. Pada kontrol negatif yaitu aquadest tidak memberikan efek antibakteri apapun. Pada konsentrasi 40% memberikan efek antibakteri yang memiliki zona hambat lebih luas daripada konsentrasi 30%. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi 40% memiliki rebusan daun sirsak yang lebih banyak daripada konsentrasi 30%. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari rebusan daun sirsak terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dapat disimpulkan bahwa tiap konsentrasi memberikan luas daerah hambat yang berbeda. 1. Pada konsentrasi 10% dan 20% rebusan daun sirsak

sudah terlihat adanya zona hambatan tetapi belum dapat dikatakan sebagai antibakteri.

2. Pada konsentrasi 30% sudah bersifat sebagai antibakteri dengan diameter zona hambatan 14,8 mm karena menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, bahwa rata-rata zona hambatan yang dapat dikatakan sebagai antibakteri adalah lebih kurang 14 – 16 mm.

3. Pada konsentrasi 40% bersifat sebagai antibakteri dengan diameter zona hambat yang lebih luas yaitu sebesar 18,5 mm.

4. Semakin besar konsentrasi rebusan daun sirsak yang digunakan, maka semakin luas zona hambatan antibakteri.

Saran 1. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk

meneliti khasiat lain dari daun sirsak (Annona muricata L.)

2. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti efek antibakteri rebusan daun sirsak

(Annona muricata L.) pada jenis bakteri lain seperti : Escherichia coli dan Salmonella.

3. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti efek antibakteri daun sirsak dalam bentuk sediaan lain

DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia

Edisi Ketiga. Jakarta Hariana, A. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Edisi

Ketiga. Jakarta: Penebar Swadaya Jawetz, E., Menick, J.L., dan Adelberg, E.A. 2001.

Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. Jakarta: Penerbit EGC

Jhonhref. 2007. Tanaman Obat Asli Milik Masyarakat Bangsa dan Negara.

Joe, W. 2012. Dahsyatnya Khasiat Sirsak. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Pelczar, M.J, Jr. dan Chan, E.C.S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2. Penerjemah: Hadioetomo, R.S, dkk. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga

S.Warisno. 2012. Daun Sirsak Langkah Alternatif Menggempur Penyaki. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Staf Pengajar Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara

Syamsuhidayat, S.S & Johnny, R.H. 1991. Inventaris Tanaman Obat.

Departemen Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Trubus volume 10. 2012. Herbal Indonesia Berkhasiat: Bukti Ilmiah & Cara Racik Edisi Revisi. Depok: PT Trubus Swadaya

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Wicaksono, A. 2012. Kalahkan Kanker dengan Sirsak. Jakarta: Citra Media Mandiri

Page 61: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

267

EFEKTIFITAS METODE CERAMAH DAN BERMAIN DALAM PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT TERHADAP

PENGETAHUAN SISWA/I SD N 064026 LADANG BAMBU MEDAN TUNTUNGAN 2014

Ety Sofia Ramadhan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan, Jurusan Keperawatan

Abstrak

Umumnya pendidikan kesehatan gigi dan mulut diperoleh melalui penyuluhan. Kelompok masyarakat yang sering dituju adalah anak-anak sekolah dasar, karena usia 6-14 tahun tergolong usia rentan dan merupakan masa yang baik untuk meletakkan dasar-dasar pendidikan kesehatan. Ada beberapa metode penyuluhan diantaranya metode ceramah dan bermain yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut pada siswa/i kelas V SD N 064026 Ladang Bambu, Medan Tuntungan. Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan Uji T-tes, sampel adalah seluruh siswa/i kelas V SD N 064026 Ladang Bambu Medan Tuntungan yang berjumlah 60 0rang siswa/i. Dari hasil penelitian yang didapat rata-rata skor pengetahuan sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode ceramah adalah 10,87, dengan metode bermain adalah 13. Nilai rata-rata skor pengetahuan sesudah penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode ceramah adalah 11,07. Dengan metode bermain adalah 14,3, kemudian dari hasil Uji statistik menunjukkan selisih skor rata-rata sebelum dan sesudah penyuluhan dengan metode ceramah adalah 2,3 dan selisih skor rata-rata sebelum dan sesudah penyuluhan dengan metode bermain sebesar 3,23 / p(0,016) ; p<0,05 secara statistik ada perbedaan yang bermakna. Dapat ditarik kesimpulan bahwa dari kedua metode penyuluhan yang digunakan dapat meningkatkan pengetahuan siswa/i tentang kesehatan gigi dan mulut namun metode bermain lebih efektif pada anak-anak dibandingkan dengan metode ceramah.

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan salah satu unsur dalam pembangunan nasional yang berguna untuk peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia. Dengan masyarakat yang sehat, akan dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, dimana sehat menurut WHO adalah suatu keadaan jasmani, rohani dan sosial yang sempurna tidak hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan (Depkes RI 2010).

Dalam UU RI No.23 tahun 1992 tentang kesehatan menjelaskan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Untuk peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat dan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dalam mengembangkan Visi dan Misi Departemen Kesehatan 2010, maka peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan gigi dan mulut dipoliklinik Gigi sebagai unit pelayanan yang memberikan pelayanan dasar

kepada masyarakat mutlak diperlukan (Dinkes Sul-Sel, 2001).

Kesehatan gigi dan mulut sebagai bagian integral dari pembangunan kesehatan semakin muncul dipermukaan. Pola hidup modern dengan konsumsi Refined Carbohydrate dan kesadaran tentang fungsi gigi dan mulut, serta transisi epidemiologi telah mendorong pemunculan kebutuhan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Sejalan dengan hal tersebut perlu dimantapkan langkah-langkah Depkes untuk tuntunan masyarakat dengan cara meratakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut, sekaligus meningkatkan mutu pelayanan (Dirjen PMKG, 1998).

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan meyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehinga masyarakat tidak hanya sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan mampu melakukan anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan juga merupakan suatu proses belajar non formal kepada sekelompok masyarakat tertentu, sehingga pada penyuluhan kesehatan gigi dan mulut diharapkan terciptanya suatu pengertian yang baik mengenai kesehatan gigi dan mulut. (Direktorat Kesehatan Gigi. Jakarta:1999:4-17).

Penyuluhan mempunyai efek terhadap anak-anak yang disuluh sehingga diharapkan akan terjadi perubahan

Page 62: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

268

tingkah laku yang meliputi aspek kognitif dan psikomotor (Gondhoyoewono. T 1997).

Menurut Rusli, 2003, pola penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak lebih berhasil jika dilakukan dengan berpedoman pada proses belajar dan bermain. Oleh karena itu, metode bermain di anggap lebih efektif dibandingkan metode ceramah.

Hasil penelitian Makuch, 2001, juga membuktikan bahwa metode bermain dapat meningkatkan pengetahuan anak lebih baik dibandingkan dengan metode ceramah. Penelitian yang dilakukan oleh Fuller, 2001, pada anak-anak SD di Inggris, juga menunjukkan bahwa metode bermain telah menjadi pelopor kesehatan secara lisan dalam promosi kesehatan gigi dan mulut. Menurut Budiharto, 1998, penyuluhan memiliki beberapa metode, antara lain yaitu metode ceramah, diskusi, curah pendapat, panel, bermain, demonstrasi, simposium dan metode seminar dan metode yang paling sering digunakan adalah penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode ceramah dan metode bermain. Metode bermain dianggap lebih efektif dan mempunyai nilai tambah dibandingkan dengan metode ceramah. Hal yang mendasari kegiatan penyuluhan dan pendidikan pada umumnya adalah proses belajar mengajar. Didalam proses belajar mengajar seorang pendidik (penyuluh) harus dapat memilih dan menggunakan metode mengajar yang cocok dan relevan.

Dilihat dari segi usia rentannya anak yang terkena penyakit, maka penyuluhan terutama ditujukan pada golongan yang rawan terhadap gangguan kesehatan gigi dan mulut yaitu anak sekolah dasar. Oleh karena usia 6-14 tahun merupakan usia transisi atau pergantian gigi desidui dengan gigi permanen (masa gigi bercampur). Disamping itu anak sekolah dasar kurang dapat menjaga kebersihan gigi dan mulut.

Dari latar belakang masalah di atas maka peneliti melakukan penelitian pada anak usia sekolah dasar untuk melihat efek penyuluhan dengan metode ceramah dan bermain dalam meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas V, karena munurut Gondhoyoewono secara psikologis anak kelas V SD sudah dapat menerima pengertian, realistis, kritis, sehingga diharapkan ada perubahan tingkah laku dalam menjaga kebersihan gigi dan mulutnya setelah diberikan penyuluhan dengan metode ceramah maupun bermain. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektifitas metode ceramah dan metode bermain dalam penyuluhan kesehatan gigi dan mulut terhadap pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut anak-anak sekolah dasar.

Manfaat penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan dalam perencanaan UKGS dan pelayanan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut di SD N 064026 jln. Bunga Ganyong Medan Tuntungan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran siswa/i sekolah dasar terhadap kesehatan gigi dan mulut.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber bagi penelitian selanjutnya dan sebagai bahan referensi di perpustakaan Jurusan Keperawatan Gigi Medan.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.

Hipotesis

Ada perbedaan skor pengetahuan kesehatan gigi dan mulut sebelum dan sesudah mendapatkan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode ceramah dan metode bermain. METODE PENELITIAN Jenis Dan Desain Penelitian

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen semu (quasi eksperiment) dengan metode pre and post test grup design. Dalam penelitian ini murid-murid dibagi atas dua kelompok yaitu satu kelompok diberi penyuluhan dengan metode ceramah dan satu kelompok lagi diberi penyuluhan dengan metode bermain dalam meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut pada siswa/i kelas V SD N. 064026 Jln. Bunga Ganyong Kelurahan Baru Ladang Bambu Medan Tuntungan.

Populasi Dan Sampel Penelitian

Menurut Soekidjo Notoadmojo bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i di SD N. 064026 Jln. Bunga Ganyong Kelurahan Baru Ladang Bambu Medan Tuntungan Tahun 2013 jumlah populasi pada penelitian ini adalah 521 orang siswa.

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang akan diteliti dianggap mewakili seluruh populasi (Arikunto: 2006). Sampel penelitian ini adalah seluruh siswa/i kelas V SDN. 064026 Jln. Bunga Ganyong Kelurahan Baru Ladang Bambu Medan Tuntungan yang berjumlah 60 orang siswa/i.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1.1. Analisis Univariat

Data yang dikumpulkan adalah data hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa/i SD N 064026 Jln. Bunga Ganyong Kelurahan Baru Ladang Bambu, Medan Tuntungan Tahun 2014. Penelitian langsung dilakukan kepada siswa/i dengan memberikan dua kali penyuluhan yaitu penyuluhan dengan metode ceramah dan metode bermain yang menjada sampel. Dari penelitian yang telah dilakukan maka, skor pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan dengan metode ceramah maupun bermain ada perbedaan. Setelah data terkumpul, dibuatlah

Page 63: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Ety Sofia Ramadhan Efektifitas Metode Ceramah ...

269

analisis data dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi untuk masing-masing kelompok sampel. Kemudian dilakukan pengolahan data statistik yaitu dengan mengunakan Uji t-Tes Tabel 1. Distribusi Frekuensi Skor Pengetahuan

Sebelum Penyuluhan Dengan Metode Ceramah Siswa/I Kelas V SD N 064026 Tahun 2014.

Katagori N Proporsi (%) Baik 18 60 Sedang 12 40 Buruk 0 0

Jumlah 30 100

Dari tabel di atas menunjukkan tingkat pengetahuan sisiwa/i sebelum penyuluhan dengan metode ceramah, menunjukkan yang berpengetahuan baik sebanyak 18 orang (60%), yang berpengetahuan sedang sebanyak 12 orang (40%) dan tidak ada yang berpengetahuan buruk.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Skor Pengetahuan

Sesudah Penyuluhan Dengan Metode Ceramah Siswa/I Kelas V SD N 064026 Tahun 2014.

Katagori N Proporsi (%) Baik 24 80 Sedang 6 20 Buruk 0 0

Jumlah 30 100 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan sisiwa/i sesudah penyuluhan dengan metode ceramah, menunjukkan yang berpengetahuan baik naik menjadi 24 orang (80%) sedangkan yang berpengetahuan sedang turun menjadi 6 orang (20%) dan tidak ada yang berpengetahuan buruk.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Skor Pengetahuan

Sebelum Penyuluhan Dengan Metode Bermain Siswa/I Kelas V SD N 064026 Tahun 2014.

Katagori N Proporsi (%) Baik 19 63,34 Sedang 11 36,66 Buruk 0 0

Jumlah 30 100 Dari tabel di atas menunjukkan tingkat

pengetahuan sisiwa/i sebelum penyuluhan dengan metode bermain, menunjukkan yang berpengetahuan baik sebanyak 19 orang (63,34%), sedangkan yang berpengetahuan sedang sebanyak 11 orang (36,66%) dan tidak ada yang berpengetahuan buruk.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Skor Pengetahuan Sesudah Penyuluhan Dengan Metode Bermain Siswa/I Kelas V SD N 064026 Tahun 2014.

Katagori N Proporsi (%) Baik 30 100 Sedang 0 0 Buruk 0 0

Jumlah 30 100 Dari tabel di atas menunjukkan tingkat

pengetahuan sisiwa/i sebelum penyuluhan dengan metode bermain, menunjukkan yang berpengetahuan baik sebanyak 30 orang (100%), sedangkan yang berpengetahuan sedang menurun menjadi 0 dan tidak ada yang berpengetahuan buruk.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Rata-Rata Skor

Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Penyuluhan Dengan Metode Ceramah Dan Bermain Siswa/I Kelas V SD N 064026 Tahun 2014.

Metode penyuluhan

Pengetahuan

Sebelum Sesudah Ceramah 10,87 13 Bermain 11,07 14,3

Dari tabel di atas dapat kita ketahui rata-rata skor

pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan dengan metode ceramah dan bermain, sebelum dilakukan penyuluhan dengan metode ceramah rata-rata skornya adalah 10,87 sedangkan sesudah dilakukan penyuluhan dengan metode ceramah rata-rata skornya adalah 13. Sebelum penyuluhan dengan metode bermain skor rata-ratanya adalah 11,07 dan setelah dilakukan penyuluhan dengan metode bermain skornya adalah 14,3.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Selisih Rata-Rata Skor

Pengetahuan Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan Dengan Metode Ceramah Dan Bermain Siswa/I Kelas V SD N 064026 Tahun 2014.

Metode Penyuluhan

N

Selisih rata-rata skor (mean)

Ceramah 30 2,13 Barmain 30 3,23

Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa selisih

rata-rata skor pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode ceramah dan bermain adalah, penyuluhan dengan metode ceramah 2,13 sedangkan untuk metode bermain adalah 3,23 dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode bermain lebih baik dibandingkan dengan metode ceramah.

Page 64: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

270

1.2 . Analisis Bivariat Analisis bivariat dalam penelitian ini

dimaksudkan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan antara hipotesis dengan tujuan peneliti sebenarnya. Setelah dilakukan Uji statistik maka hasil Uji dinyatakan ada perbedaan secara statistik karna apabila p<0,05 maka Ho ditolak yang artinya ada perbedaan yang bermakna, hasil Uji mendapatkan nilai p0,016 ; p<0,05.

Pembahasan

Pada siswa/i kelas V SD N 064026 Jln. Bunga Ganyong Medan Tuntungan menunjukan rata-rata skor pengetahuan sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode ceramah adalah 10,87 dan bermain adalah 11,07 ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut pada siswa/i SD N 064026 sudah baik.

Nilai rata-rata skor pengetahuan sesudah penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode ceramah adalah 13 dan bermain adalah 14,3 kemudian dari hasil Uji statistik menunjukan selisih skor rata-rata antara metode ceramah dan bermain sebesar 2,13 dan 3,23 secara statistik ada perbedaan yang bermakna (p0,016), hal ini membuktikan bahwa penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode ceramah maupun bermain dapat memberikan efek meningkatkan pengetahuan siswa/i namun penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode bermain lebih memiliki nilai tambah dan lebih efektif digunakan pada anak-anak karena dengan bermain anak-anak mampu mengembangkan imajinasi, potensi yang ada dalam dirinya, anak-anak akan lebih senang dan menjadikannya lebih aktif (Sudono A, 2000). Belajar dan bermain juga akan memberikan kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi serta mempraktekkannya (Sugianto M,1995).

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penyuluhan kesehatan gigi pada anak-anak lebih baik dilakukan dengan metode bermain. Hal ini juga dibuktikan oleh Makuch, 2001, bahwa metode bermain dapat meningkatkan pengetahuan anak lebih baik dibandingkan dengan metode ceramah. Penelitian yang dilakukan oleh Fuller, 2001, pada anak-anak SD di Inggris menunjukkan bahwa metode bermain telah menjadi pelopor kesehatan secara lisan dalam promosi kesehatan gigi dan mulut. Oleh penelitian Rusli, 2003, pada murid-murid SD St. Paulus kelas III dan V Jakarta Barat, peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan dengan metode bermain secara statistik ada perbedaan bermakna (p=0,0001).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haqqy Mardiah Universitas Sumatra Utara 2010 kepada siswa/i SD Islam An-Nizam Medan juga menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik (p=0,001).

Hal ini membuktikan bahwa penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode bermain lebih baik dari pada penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan mengunakan metode ceramah.

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

1. Rata-rata skor pengetahuan sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode ceramah dan bermain adalah 10,87 dan 11,07 ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut pada siswa/i SD N 064026 sudah baik.

2. Nilai rata-rata skor pengetahuan sesudah penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode ceramah dan bermain adalah 13 dan 14,3.

3. hasil Uji statistik menunjukan selisih skor rata-rata antara metode ceramah dan bermain sebesar 2,13 dan 3,23 secara statistik ada perbedaan yang bermakna p(0,016), hal ini membuktikan bahwa penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode ceramah maupun bermain dapat memberikan efek meningkatkan pengetahuan siswa/i, penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode bermain lebih memiliki nilai tambah dan lebih efektif digunakan pada anak-anak sekolah dasar.

B. Saran

1. Disarankan agar penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak lebih baik dilakukan dengan metode bermain dari pada metode ceramah karena dengan bermain proses belejar mengajar menjadi lebih aktif dan lebih menyenangkan sehingga cocok digunakan pada anak-anak.

2. Diharapkan adanya dukungan dari pihak sekolah untuk membuat program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) sehingga dokter atau perawat gigi dapat berperan aktif dalam mengedukasi dan mengontrol kesehatan gigi dan mulut para siswa/i dan akhirnya menimbulkan kebiasaan yang baik dalam merawat kesehatan gigi dan mulutnya.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto S, 2007. Prosedur penelitian, Reneka cipta.

Jakarta. Budiharto, 1998. Pendidikan Kesehatan Gigi. Staff

Pengajar Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1999. Upaya Kesehatan Gigi Masyrakat (UKGM). Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi. Jakarta.

Desmita, 2005. Psikologi perkembangan. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Fuller SS, 2001 The development of national oral health promotion programme for preschool children in England. Int Dent J.

Page 65: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Ety Sofia Ramadhan Efektifitas Metode Ceramah ...

271

Gondhoyoewono T, 1997. Peranan psikologi dan komunikasi pada program kesehatan gigi dan mulut. Majalah Kedokteran Gigi FKG USAKTI. Jakarta.

Good TL, Jere EB, 1990. Educational psychology a realistic approach, Ed. Ke-4. New York: LongMan.

Haqqy Mardhiah, 2010. Universitas Sumatra Utara, Medan.

Lorinda B dkk, 2001. Interviewing children about real and events: revisiting the narrative elaboration procedure. USA:Whittier Collage.

Makuch A, Recshke K.2001. Playing games in promoting childhood dental health. Patient Education and Counseling. Int Dent J.

McSharry G, Sam J, 2000. Role playing in science teaching and learning. School Science Review.

Rusli M, Gondhoyoewono T, 2003. Pengaruh metode bermain terhadap penyuluhan kesehatan gigi

dan mulut ( the effect of role playing method to dental health education . Fakultas Kedokteran Gigi. Jakarta.

Samsunuwiyati, 2010 Perkembangan anak, Perkembangan Fisik, Perkembangan Motorik, Perkembangan Kognitif, Perkembangan Psikososial.

Soekidjo Notoadmojo, 2005. Metode penelitian. Reneka cipta. Jakarta.

http://www.g-excess.com/id/ perkembangan-anak-perkembangan-fisik-motorik-kognitif-psikososial.html

Sudono A, 2000. Sumber belajar dan alat permainan. PT Grasindo. Jakarta.

Sugianto M, 1995. Bermain, mainan dan permainan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Suryosubroto B, 2002. Proses belajar mengajar di sekolah. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Page 66: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

272

PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI KELOMPOK TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI

TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PEKERJA LAS DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

TAHUN 2013

Geminsah Putra Siregar Staf Administrasi Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan

Abstract

There are some informal welding shops in Percut Sei Tuan Subdistrict, especially at Kelurahan Kenangan and Kenangan Baru. From the preliminary survey, it has been found that there are still many employees who do not use Personal Protection Devices (APD). The objective of the research was to know the influence of speech and group discussion methods in counseling on the increase of welding employees’ behavior. The type of the research was quasi-experiment with pretest-posttest group design; the research was conducted from February until May, 2013. The population was 42 welding employees at Kelurahan Kenangan and Kenangan Baru, and all of them were used as the samples. The result of bivariate analysis showed that there was the influence of speech method (p=0.000) and group discussion (p=0.000) in counseling on the increase of the employees’ knowledge, attitude.and action. The result of multivariate analysis showed that group discussion was better than speech in increasing the employees’ knowledge and attitude; it was identified by the high level of the average grade in group discussion: 6.67>4.67 for knowledge and 18.48>13.00 for attitude (p<0.05), While the action aspect showed no significant difference to the use of personal protective devices by value (p = 1.000). It is recommended that the management of the Health Office in Deli Serdang District as the policy maker should encourage all Public Health Centers (Puskesmas) in their working area to carry out the UKK (work health effort) program in order to increase the behavior of employees in informal sector, especially about personal protection devices and the Department of Labor in order to more actively monitor the informal sector workers especially workers in the use of welding personal protective devices. The owners of welding shops should provide personal protection devices to the employees according to their specialization and supervise workers to wear personal protective devices while working. Keyword : Speech, Discussion, Attitude, Personal Protection Devices

PENDAHULUAN Perkembangan industri yang pesat tanpa disertai dengan upaya pengamanan efek samping, penerapan teknologi akan menimbulkan berbagai masalah keselamatan dan kesehatan kerja dan kebakaran, cacat bahkan kematian. Oleh karena itu upaya-upaya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dan pencegahan kecelakaan kerja pada semua sektor kegiatan produksi harus terus dilakukan secara berkesinambungan (Depkes RI, 2005). Permasalahan kesehatan kerja pada pekerja di Indonesia umumnya antara lain rendahnya kemampuan pemeliharaan kesehatan dirinya dan keluarganya, rendahnya tingkat pendidikan pekerja serta beban kerja yang tidak sesuai dengan kapasitas kerjanya yang diperberat oleh pajanan-pajanan bahaya potensial akibat lingkungan kerja yang buruk (Depkes RI, 2008). Setiap tahun, di seluruh dunia, ada 270 juta kecelakaan kerja, 160 juta pekerja menderita penyakit akibat kerja, 2,2 juta kematian kerja dan kerugian finansial sebesar US $ 1,25 triliun (DK3N, 2007).

Data dari ILO (International Labour Organization) menyebutkan bahwa di Indonesia setiap tahunnya ada 99.000 kecelakaan kerja, sekitar 2.144 diantaranya meninggal dunia dan 42 orang cacat seumur hidup mengakibatkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia rugi Rp. 280 triliun akibat kecelakaan kerja (Harian Pos Kota Jakarta, 2012). Salah satu jenis pekerjaan sektor informal yang rentan terhadap kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja adalah pekerja las. Untuk menghindarkan kecelakaan tersebut, perlu penguasaan pengetahuan dan mengetahui tindakan-tindakan apa yang harus diambil bila terjadi kecelakaan (Wiryosumitro dan Okumura, 2004).

Hasil penelitian Prasetya et.al. (2007) menunjukkan bahwa pekerja pengelas yang selalu menggunakan APD pada usia dewasa 20%, pada masa kerja lama (lebih dari sama dengan 5 tahun) sebesar 16,7%, tingkat pengetahuan yang baik (10%), sikap yang mendukung (5%), ketersediaan APD cukup (35,7%).

Kegiatan pengelasan berorientasi dalam menyatukan logam-logam yang akan menghasilkan percikan api dan pecahan-pecahan logam berupa partikel

Page 67: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

273

kecil. Pengelasan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah karena memiliki resiko fisik yang sangat tinggi sehingga dalam pengerjaannya memerlukan keahlian serta peralatan khusus agar seorang pengelas (welder) tidak terkena kecelakaan kerja (Sonawan, 2003).

Hasil penelitian yang dilakukan Irmawati (2009) diketahui bahwa bahaya yang terdapat di bengkel las adalah tersulut peralatan las, percikan bunga api, terbentur benda keras dan asap (fumes). Sedangkan kecelakaan yang pernah terjadi yaitu percikan bunga api, tersulut peralatan las dan terbentur benda keras, selain itu juga pernah teradi kecelakaan kerja hingga menewaskan satu orang pekerja las yang disebakan terjadi ledakan oleh mesin las karbit.

Penyuluhan merupakan salah satu cara yang diberikan kepada pekerja dan tujuan jangka pendeknya adalah berusaha untuk merubah perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) ke arah yang lebih baik sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah guna terwujudnya peningkatan dan kualitas ke arah yang diidealkan (Sastraatmadja,1993).

Di Kecamatan Percut Sei Tuan khususnya Kelurahan Kenangan dan Kenangan Baru terdapat bengkel-bengkel las yang sifatnya informal yang umumnya mengerjakan pembuatan pagar, jerjak, jendela, pengelasan body mobil dan lain sebagainya. Rata-rata pekerja yang bekerja di bengkel las berjumlah 3-5 orang. Dari hasil survei diperoleh bahwa masih banyak pekerja yang bekerja pada saat mengelas tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), bahkan ada yang bekerja sambil merokok. Ketika dilakukan wawancara singkat kepada pekerja apakah pernah terjadi kecelakaan pada saat bekerja, mereka mengatakan pernah terjadi kecelakaan namun jarang yaitu berupa kaki yang tertusuk besi logam, tangan terbakar dan yang paling sering dialami adalah mata terasa perih setelah selesai bekerja. Informasi yang diperoleh dari pemilik bengkel-bengkel las bila dijumlahkan di tahun 2012 bahwa sudah ada tujuh kali kecelakaan kerja yang terjadi.

Sedangkan mengenai kondisi alat pelindung diri yang ada dari hasil survei diperoleh bahwa rata-rata alat pelindung diri yang ada di bengkel las hanya kaca mata dan pelindung wajah (face shield) hanya sebagian kecil (1 – 2) orang saja yang memakai sepatu kerja, sarung tangan, dan pakaian kerja dari seluruh pekerja yang ada di Kelurahan Kenangan dan Kenangan Baru.

Selain hal tersebut diatas menurut pekerja bahwa mereka tidak pernah dikunjungi oleh petugas puskesmas setempat dan Dinas Tenaga Kerja sebagai pihak yang terkait dan tidak pernah mendapatkan penyuluhan mengenai upaya kesehatan kerja dan monitoring, dimana upaya ini sangat penting sekali dilakukan agar perilaku pekerja tentang bahaya dan efek penyakit akibat kerja akan lebih baik dan mengurangi angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

TUJUAN PENELITIAN Menganalisis pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi kelompok tentang alat pelindung diri terhadap peningkatan perilaku pekerja las.

MANFAAT PENELITIAN a. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan

Kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas yang berada di wilayah kerjanya agar memberikan penyuluhan kepada tenaga kerja sektor informal dan Dinas Tenaga Kerja agar memberikan perhatian lebih kepada tenaga kerja sektor informal mengenai APD khususnya pada pekerja las.

b. Sebagai bahan masukan kepada pemilik bengkel-bengkel las yang ada di Kelurahan Kenangan dan Kenangan Baru agar lebih memperhatikan keadaan alat pelindung diri di bengkel las.

JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah (quasy-experiment) dengan rancangan pretest-postest group design (Notoatmodjo, 2003). Rancangan ini digunakan dengan pertimbangan bahwa penelitian lapangan untuk memenuhi kriteria randomisasi dari true experiment design sangat sulit dan biayanya mahal. Penelitian ini menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok yang diberi perlakuan penyuluhan metode ceramah dengan poster dan kelompok yang diberi perlakuan diskusi kelompok dengan modul tentang alat pelindung diri.

Adapun desain penelitian adalah sebagai berikut :

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja las yang terdapat di Kelurahan Kenangan dan

O1 X1 O2 O3 X2 O4

O1 pre-test untuk menilai perilaku sebelum dilakukan intervensi (perlakuan) penyuluhan metode ceramah dengan poster alat pelindung diri.

O3 pre-test untuk menilai perilaku sebelum dilakukan intervensi (perlakuan) penyuluhan metode diskusi kelompok dengan modul alat pelindung diri.

X1 intervensi (perlakuan) berupa penyuluhan metode ceramah dengan poster alat pelindung diri.

X2 untuk intervensi (perlakuan) berupa penyuluhan metode diskusi kelompok dengan modul alat pelindung diri.

O2 post-test untuk menilai perilaku sesudah dilakukan intervensi (perlakuan) penyuluhan metode ceramah dengan poster alat pelindung diri.

O4 post-test untuk menilai perilaku sesudah dilakukan intervensi (perlakuan) penyuluhan metode diskusi kelompok dengan modul alat pelindung diri. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi penelitian dilaksanakan di Kecamatan Percut Sei Tuan khususnya Kelurahan Kenangan dan Kenangan Baru. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari sampai dengan Mei 2013. POPULASI DAN SAMPEL

Page 68: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Geminsah Putra Siregar Pengaruh Penyuluhan dengan Metode ...

274

Kenangan Baru yang berjumlah 42 orang dan tersebar pada 12 bengkel las dimana di Kelurahan Kenangan jumlah pekerja sebanyak 24 orang dan Kelurahan Kenangan Baru 18 orang dan seluruh populasi dijadikan sampel. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengetahuan, Sikap Sebelum dan Sesudah

Ceramah dengan Poster dan Diskusi Kelompok dengan Modul

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap pekerja las tentang alat pelindung diri sesudah diberikan intervensi berupa ceramah dengan poster dan diskusi kelompok dengan modul. Bila dilihat dari perbandingan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden sebelum dan sesudah ceramah, maka didapati bahwa ada perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden sebelum dan sesudah diberikan ceramah yaitu sebelum diberikan ceramah dengan poster sebesar 11,05 dan sesudah diberi ceramah dengan poster meningkat menjadi 15,71, begitu juga dengan sikap sebelumnya 55,10 meningkat menjadi 69,52. Ini menunjukkan bahwa ada peningkatan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden yang signifikan (p<0,05). Bila dilihat dari perbandingan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden sebelum dan sesudah dilakukan diskusi kelompok dengan modul, maka didapati bahwa ada perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden sebelum dan sesudah dilakukan diskusi kelompok dengan media modul yaitu sebelum diberikan diskusi kelompok dengan modul sebesar 11,14 dan sesudah diberi diskusi kelompok dengan modul meningkat menjadi 17,81, begitu juga dengan sikap sebelumnya 55,85 meningkat menjadi 74,81. Ini menunjukkan bahwa ada peningkatan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden yang signifikan (p<0,05). Keadaan ini menggambarkan bahwa ceramah dengan poster dan diskusi kelompok dengan modul merupakan suatu kegiatan yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku responden meliputi perubahan pengetahuan dan sikap, dan sesudah diberikan ceramah dengan poster dan diskusi kelompok dengan modul tentang Alat Pelindung Diri (APD) maka responden mendapat pembelajaran yang menghasilkan suatu perubahan dari yang semula belum diketahui menjadi diketahui dan yang dulu belum mengerti menjadi mengerti. Peningkatan pengetahuan dan sikap kedua metode juga disebabkan oleh jumlah responden yang diberi ceramah dengan poster dan diskusi kelompok dengan modul relatif kecil sehingga lebih memudahkan responden untuk menerima dan memahami materi yang disampaikan, pendidikan responden yang sebagian besar baru menamatkan pendidikan SMA dan STM dan rata-rata masa kerjanya yang baru 3-11 tahun.

2. Perbandingan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Pekerja Sesudah Ceramah dan Diskusi Kelompok

Hasil penelitian diperoleh bahwa ada perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden sesudah ceramah dengan poster dan diskusi kelompok dengan modul dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap responden, dimana rerata nilai pengetahuan dan sikap responden dengan metode diskusi kelompok dengan modul lebih besar nilainya dibandingkan dengan metode ceramah dengan poster (6,67 > 4,67) dan untuk rerata nilai sikap menunjukkan bahwa metode diskusi kelompok mempunyai nilai yang lebih tinggi dari ceramah (18,48 > 13,00). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa antara metode diskusi kelompok dengan modul dan metode ceramah dengan poster secara statistik bermakna (p<0,05). sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010) mengemukakan bahwa diskusi kelompok lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan yang ditandai dengan lebih tingginya rerata nilai yaitu sebesar 3,07 dibandingkan dengan metode ceramah yaitu 1,13 dan sikap perawat dengan rerata nilai 6,27 dibandingkan dengan metode ceramah yaitu 2,40 dalam membuang limbah medis padat di Puskesmas Kota Medan. Ban dan Hawkins (1999) dalam tulisannya mengemukakan beberapa peran diskusi kelompok dalam perubahan perilaku sasaran antara lain diskusi kelompok dapat menambah pengetahuan karena diskusi kelompok dapat membantu anggotanya memadukan pengetahuan dengan memberikan kesempatan mengajukan pertanyaan atau menghubungkan informasi baru dengan informasi yang telah mereka dapat sebelumnya, kemudian diskusi kelompok dapat merubah sikap karena dapat menumbuhkan kesadaran anggota kelompok terhadap masalah yang dihadapinya dan terciptanya suasana saling mempercayai dalam kelompok membuat semua yang terlibat dapat melihat dan menghadapi masalah secara bersama-sama, dan diskusi kelompok dapat merubah perilaku karena perubahan perilaku seseorang ditandai dengan keberaniannya untuk mengambil keputusan. 3. Pemakaian APD Sebelum dan Sesudah Ceramah

dan Diskusi Kelompok Berdasarkan pengamatan awal tentang tindakan pekerja dalam memakai alat pelindung diri terlihat bahwa sebagian besar pekerja menggunakan satu jenis APD berupa pelindung wajah. Namun APD yang dipakai tidak memenuhi syarat sesuai dengan fungsi dari masing-masing APD yang seharusnya dipakai oleh seorang pekerja las secara lengkap pada saat bekerja, sedangkan hasil observasi sesudah dilakukan intervensi menunjukkan ada perubahan didalam hal pemakaian APD yaitu berupa bertambahnya jenis APD yang dipakai saat bekerja yaitu berupa penambahan APD masker. kondisi tersebut terjadi pada kedua kelompok penelitian yaitu kelompok intervensi yang diberi ceramah dengan poster dan diskusi kelompok dengan modul. Apabila kedua kelompok tersebut dibandingkan dalam hal rerata nilai tindakan pemakaian APD sebelum dan sesudah intervensi ceramah dengan poster menunjukkan ada peningkatan yaitu yang sebelumnya 0,81

Page 69: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

275

meningkat menjadi 1,71 dan diskusi kelompok dengan modul 1,00 meningkat menjadi 1,90. Namun berdasarkan hasil uji statistik ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan tindakan diantara kedua kelompok tersebut (p=1,000). Tidak berbedanya kedua kelompok tersebut dapat dimungkinkan oleh beberapa hal : 1. Regulasi/Peraturan di Tempat Kerja

Bengkel las yang menjadi objek penelitian rata–rata bersifat sektor informal (home industri) sehingga peraturan tentang pemakaian alat pelindung diri sesuai pekerjaan jarang diterapkan atau bahkan tidak ada. Ini terlihat pada saat observasi bahwa tidak ada tanda-tanda diterapkannya aturan tersebut misalnya, adanya tanda peringatan di bengkel seperti poster-poster apd.

2. Ketersedian Alat Pelindung Diri Berdasarkan undang-undang no.1 tahun 1970 menyatakan bahwa di setiap tempat kerja harus menyediakan alat pelindung diri sesuai dengan jenis pekerjaannya. Namun tidak semua tempat kerja dapat melaksanakan ketentuan undang-undang tersebut seperti misalnya usaha-usaha yang bergerak di sektor informal yang berskala kecil. Demikian juga yang terjadi pada objek penelitian di bengkel las yang terdapat di kelurahan kenangan dan kenangan baru tidak menyediakan seluruh jenis apd sesuai dengan jenis pekerjaan. Jenis apd yang tersedia hanya meliputi pelindung wajah dan masker sedangkan untuk pekerjaan tersebut seharusnya meliputi pelindung wajah, masker (respirator), sarung tangan kulit, sepatu kerja dan pakaian kerja.

3. Pengawasan Monitoring seharusnya dilakukan secara rutin sesuai denga peraturan perundangan yang berlaku. Namun pada sektor informal biasanya monitoring sangat jarang dilakukan. Kondisi tersebut terjadi di bengkel las yang menjadi objek penelitian dimana pihak pemilik bengkel tidak pernah melakukan monitoring kepada pekerja didalam hal pemakaian apd. Hal ini terlihat dari hasil wawancara singkat terhadap beberapa pekerja yang menyatakan bahwa tidak ditegur pada saat bekerja tidak menggunakan apd. Demikian juga halnya dengan pemerintah daerah setempat dalam hal ini Dinas Kesehatan dan Dinas Tenaga Kerja. Berdasarkan wawancara singkat dengan pemilik bengkel mengatakan bahwa tidak pernah ada monitoring dari pihak Dinas Kesehatan dan Dinas Tenaga Kerja. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sujito (2008) dalam tesis yang berjudul Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja Bengkel Las Listrik Di Putussibau Kabupaten Kapuas Hulu menyatakan bahwa dari hasil penelitian faktor umur, masa kerja, pengetahuan dan sikap tidak ada hubungan dalam pemakaian APD

sedangkan faktor ketersediaan APD berhubungan dalam pemakaian APD. Hasil penelitian ini juga dikuatkan oleh teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010) yang mengatakan bahwa ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku yaitu faktor predisposisi yang meliputi pengetahuan, pengalaman dan kepercayaan. Faktor pendukung yakni sarana, prasarana dan pemahaman konsep. Faktor pendorong yakni keluarga, pimpinan dan tokoh masyarakat. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Ada pengaruh penyuluhan metode ceramah dengan

poster dan diskusi kelompok dengan modul terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap responden. Secara statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara metode ceramah dengan poster dan diskusi kelompok dengan modul dimana berdasarkan nilai beda rata-rata antara metode diskusi kelompok dengan modul menunjukkan bahwa metode diskusi kelompok dengan modul lebih bermakna dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap pekerja, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode diskusi kelompok dengan modul lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah dengan poster dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap pekerja.

2. Ada pengaruh penyuluhan metode ceramah dengan poster dan diskusi kelompok dengan modul terhadap peningkatan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD). Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diberi ceramah dengan poster dan diskusi kelompok dengan modul dalam pemakaian Alat Pelindung Diri (APD).

2. Saran 1. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang

sebagai pembuat kebijakan diharapkan agar lebih mendorong puskesmas-puskesmas di wilayah kerjanya untuk melaksanakan upaya kesehatan kerja (UKK) melalui penyuluhan-penyuluhan khususnya metode diskusi kelompok dalam meningkatkan pengetahuan kepada pekerja sektor informal mengenai Alat Pelindung Diri (APD), dan Dinas Tenaga Kerja agar lebih aktif memonitoring para pekerja sektor informal khususnya pekerja las dalam pemakaian Alat Pelindung Diri (APD).

2. Kepada pemilik bengkel diharapkan agar melengkapi Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja sesuai dengan pekerjaannya dan agar mengawasi pekerja menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja.

Page 70: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Geminsah Putra Siregar Pengaruh Penyuluhan dengan Metode ...

276

DAFTAR PUSTAKA Ban, AW. and HS ,Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian.

Kanisius Jakarta. ________, 2005. Peningkatan Produktifitas Kerja Melalui

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta Depkes RI. 2008. Direktorat Bina Kesehatan Kerja

“Standar Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar”, Jakarta. DK3N, 2007. Visi, Misi dan Strategi Kebijakan dan

Program Keselamatan dan Kesehatan Nasional http://www.DK3N.go.id. Diakses pada tanggal 20 April 2013.

Harian Pos Kota Jakarta. 2012. Akibat Kecelakaan Kerja Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia rugi Rp. 280 triliun http : // www. Poskotanews . com/2012/10/16/pdbindonesia-rugi rp 280 triliun/tahun, diakses tanggal 29 Januari 2013.

Irmawati, A. 2009. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Di Bengkel Las Sidomukti Kraksaan (studi kasus).

______, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Prasetya, A. A. E. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Pada Tenaga Pengelas Bengkel Las Teralis Di Kawasan Barito Semarang. Undergraduate thesis, Diponegoro University. http:eprints.undip.ac.id/7027.

Sastraatmadja, E. 1993. Penyuluhan Pertanian (Falsafah, Masalah dan Strategi). Alumni. Bandung.

Sonawan. 2003. Pengantar untuk Memahami Proses Pengelasan Logam. Bandung : Alfabeta.

Sujito, P. 2008. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (Apd) Pada Pekerja Bengkel Las Listrik Di Putussibau Kabupaten Kapuas Hulu (Tesis).

Wiryosumitro dan Okumura, 2004. Teknologi Pengelasan Logam cet. 9 Jakarta Pradnya paramita.

Page 71: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

277

PEMERIKSAAN BADAN KETON PADA URINE PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II (NIDDM) YANG DI RAWAT INAP DI RSUP

H. ADAM MALIK MEDAN

Ice Ratnalela Siregar Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan

Abstrak

Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh tubuh. Penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup, atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif, sehingga terjadi kelebihan gula dalam darah. Kelebihan gula yang kronis dalam darah ( hiperglikemia) ini menjadi racun dalam tubuh. Sebagian glukosa yang bertahan di dalam darah itu melimpah ke system urin untuk di buang melalaui urin. Pada tubuh yang sehat pancreas melepas hormone insulin yang bertugas mengangkut gula melalui darah ke otot-otot dan jaringan lain untuk memasok energi. Pencetus utama Diabetes mellitus tipe II dapat di sebut karena factor obesitas atau kegemukan dan factor lain adalah adalah pola makan yang salah, proses penuaan, dan stress yang mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Kelompok diabetes mellitus tipe II dapat mengalai ketoasiosis, tetapi hal ini jarang terjadi.Ketoasidosis terjadi karena tidak adanya insulin yang di hasilkan. Akibat dari defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam-asam lemak bebas akan di ubah menjadi badan keton oleh hati. Badan ketone bersifat asam dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah badan keton akan menimbulkan ketoasidosis diabetic. Ketoasidosis diabetic adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang serius dan harus segera ditangani. Ketoasidosis diabetic memerlukan penanganan yang cepat dan tepat mengingat angka kematian yang tinggi. Pemeriksaan badan ketone pada urin penderita diabetes mellitus di lakukan di laboratorium. Telah di lakukan pemeriksaan badan ketone pada urine penderita diabetes mellitus tipe II yang di rawat inap di RSUP H Adam Malik Medan dengan sampel urine segar yang di laksanakan di laboratorium politeknik Kesehatan Jurusan Analis Kesehatan Medan pada tanggal 12-16 juli 2010 terhadap 20 orang pasien baik pria atau wanita. Dari hasil penelitiandi perolehkesimpulan bahwa pada saat melakukan penelitian tidak di temukan badan ketone pada urin penderita diabetes mellitus.

Kata Kunci : Diabetes Mellitus, Keton

PENDAHULUAN Latar Belakang

Diera globalisasi saat ini banyak jenis penyakit yang diderita oleh masyarakat mulai dari kalangan bawah sampai kalangan atas tanpa memandang ras, budaya, agama, usia, dan jenis kelamin. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan adalah Rumah sakit rujukan yang banyak di kunjungi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan dari berbagai penyakit. Rumah sakit ini berlokasi di jalan Bunga Lau Medan, yang terdiri dari dua ruangan yaitu Rindu A dan Rindu B. Di rumah sakit ini banyak pasien yang dirawat dengan berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit Diabetes Millitus yang di rawat di bagian penyakit dalam sub bagian endokrin.

Menurut WHO (organisasi kesehatan sedunia) tahun 2003 terdapat lebih dari 200 juta orang dengan diabetes di dunia. Angka ini akan bertambah menjadi 333 juta orang di tahun 2025. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan daerah yang paling banyak terkena pada abat ke 2 ini. Indonesia merupakan Negara dengan

jumlah diabetisi ke-4 terbanyak di dunia menurut versi WHO. Pada tahun 2000 di Indonesia terdapat 8,4 juta diabetisi (yang menderita penyakit diabetes) dan diperkirakan akan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (Soegondo, 2008).

Penelitian epidemiologi di Jakarta (urban), mendapat prevalensi DM 1,7% (1982), 5,7% (1993), dan menjadi 12,8% pada tahun 2001. Tahun 2003 diperkirakan prevalensi DM di daerah perkotaan menjadi 14,7% (8,2 juta diabetisi ) dan di daerah pedesaan 7,2% (5,5 juta diabetisi ). Tahun 2030 dengan prevalensi DM yang sama akan terdapat 12 juta diabetisi di daerah urban dan 8,1 di daerah rural. Sepuluh Negara di dunia yang paling banyak terdapat diabetisi saat ini menurut WHO, Brazil, dan Banglades (Soegondo, 2008).

Diabetes Millitus adalah suatu penyakit dimana tubuh penderita tidak bisa secara otomatis mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Pada tubuh yang sehat, pankreas melepaskan hormon insulin yang bertugas mengangkut gula melalui darah ke otot-otot dan jaringan lain untuk memasok energi (Mangoenprasodjo, 2005).

Page 72: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

278

Kelompok Diabetes Millitus tipe II dapat juga memgalami ketoasidosis, tetapi kasus ini jarangterjadi karena masih memiliki sedikit insulin, walaupun insulin tersebut tidak dapat berfungsi secara optimal akibat terjadinya resistensi insulin. Orang dengan diabetes mellitus tipe II dapat mengalami ketoasidosis apabila mengalami infeksi berat atau trauma sehingga tubuhnya dalam kondisi stress fisik yang berat (Soegondo,2008).

Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang serius dan harus segara ditanggani . Ketoasidosis diabetik memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat , mengingat angka kematian yang tinggi. Dengan demikian, sangat penting bagi penderita diabetes mellitus untuk mengontrol gula darah dan membuat menu makanan untuk menekan peningkatan kadar gula darahnya (Utama, H, 2003). Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana gambaran badan keton pada penderita diabetes mellitus tipe II yang dirawat inap di rumah sakit umum Haji Adam Malik Medan bagian Poliklinik Endokrin.

Perumusan Masalah Bagaimanakah gambaran badan keton pada penderita Diabetes Mellitus yang dirawat inap di RSU Pusat Haji Adam Malik Medan? Tujuan Penelitian Untuk mengetahui badan keton pada urin penderita Diabetes Mellitus yang dirawat inap di RSU Pusat Haji Adam Malik Medan. Manfaat Penelitian 1. Untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah,

pengalaman peneliti di bidang Kimia Klinik. 2. Sebagai informasi pada penderita Diabetes Mellitus

tentang badan keton yang terdapat pada urin.

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di laboratorium Politehnik Kesehatan Negeri Jurusan Analis Kesehatan Medan pada bulan Juli 2010, dengan menggunakan metode penelitian yang akan di pakai adalah bersifat deskriptif Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah dari jumlah total penderita Diabetes Millitus yang telah didiagnosa Dokter di RSUP Haji Adam Malik diambil sebanyak 20 sampel.

Bahan, Alat dan Reagensia Bahan Penelitian Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah Urin segar. Urin segar adalah urin yang kurang dari 2 jam setelah dikemihkan. Urin ditampung dalam wadah yang memiliki tutup yang rapat. Alat Penelitan Tabung reaksi Wadah tempat penampungan urin Rak tabung Pipet tetes Reagensia Reagensia yang digunakan pada penelitian adalah ferrichlorida 10%. Metode Pemeriksaan Metode pemeriksaan yang digunakan adalah secara Gerhardt. Prinsip Kerja Asam acetoasetat yang ada di dalam urin bereaksi dengan ferryclorida dan membentuk warna merah coklat (seperti anggur). Perosedur Kerja Langkah-langkah kerja pemeriksaan badan ketone menggunakan metode Gerhardt adalah: Ambil 5 ml urine, lalu masukkan ke dalam tabung

reaksi. Lalu tetesi dengan larutan Ferrichlorida 10% ke

dalam tabung sambil mengocok isinya. Jika terbentuk presipitat putih ferrifostat berhenti, lalu

saringlah cairan itu. Lalu pada filtrate diberikan beberapa tetes larutan

Ferrichlorida lagi. Perhatikan apa yang terjadi, adanya warna merah

coklat yang menandakan tes ini positif. Interpresrasi Hasil Positif bila terjadi warna merah anggur. Negatif bila tidak terjadi perubahan warna.

HASIL DAN BAHASAN Hasil Penelitian Dari penelitian yang dilakukan terhadap 20

sampel pasien dari total seluruh penderita Diabetes Mellitus Tipe II yang di rawat inap di RSUP H Adam Malik Medan, pada bulan juli 2010 maka di peroleh hasil sebagai berikut:

Page 73: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Ice Ratnalela Siregar Pemeriksaan Badan Keton ...

279

Tabel Hasil Pemeriksaan Badan Keton Pada Urine Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Yang Di Rawat Inap di RSUP H Adam Malik Medan

No Nama Pasien Umur (Tahun) Jenis Kelamin KGD Adrandom Hasil Keton Urine Keterangan 1 SR 40 Lk 350 mg/dl Negatif Normal 2 FS 55 Pr 400 mg/dl Negatif Normal 3 MN 52 Lk 280 mg/dl Negatif Normal 4 ED 50 Lk 300 mg/dl Negatif Normal 5 SP 60 Pr 350 mg/dl Negatif Normal 6 RD 57 Lk 380 mg/dl Negatif Normal 7 TS 53 Lk 420 mg/dl Negatif Normal 8 MS 55 Pr 360 mg/dl Negatif Normal 9 MH 52 Pr 420 mg/dl Negatif Normal 10 SN 62 Pr 310 mg/dl Negatif Normal 11 NR 55 Pr 345 mg/dl Negatif Normal 12 AS 56 Lk 410 mg/dl Negatif Normal 13 NS 61 Pr 320 mg/dl Negatif Normal 14 HT 58 Pr 250 mg/dl Negatif Normal 15 JK 60 Lk 280 mg/dl Negatif Normal 16 AG 45 Lk 300 mg/dl Negatif Normal 17 HL 50 Lk 250 mg/dl Negatif Normal 18 TN 67 PR 280 mg/dl Negatif Normal 19 BB 55 Lk 400 mg/dl Negatif Normal 20 DP 57 Pr 250 mg/dl Negatif Normal

Pembahasan Setelah di lakukan penelitian tentang pemeriksaan badan keton pada urin dengan menggunakan metode Gerhard menggumakan reagen ferri clorida 10% pada pasien yang sudah di rawat inap di RSUP H Adam Malik Medan terhadap 20 pasien yang sudah di diagnosa menderita diabetes mellitus tipe II, dari 20 penderita 100% di jumpai pada usia 40 tahun keatas dimana laki-laki 10 orang (50%) dan perempuan 10 orang (50%) pada umumnya badan keton pada urinnya adalah tidak ada atau hasilna dalah negative. Tidak ditemukannya badan keton pada urin penderita diabetes mellitus dapat di sebabkan karena penderita diabetes mellitus selalu mengontrol gula darah nya dan sedang mengkonsumsi obat. Biasanya badan keton di temukan pada urin penderita diabetes mellitus yang telah mengalami koma, yang di sebut Koma Diabetik. Koma pada penderita diabetes mellitus ini di akibatkan kadar glukosa darah terlalu tinggi, biasanya melebihi 600 mg/dl (Mangoenprasetio, setiono, 2005). Walaupun tidak ditemukannya badan keton pada urine, pemeriksaan laboratorium tetaplah sangat di perlukan, karena pemeriksaan laboratorium ini sangat bermanfaat untuk memantau perkembangan kesehatan dari pasien dan untuk menentukan salah satu diagnosa penyakit. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dari 20 sampel, laki-laki sebanyak 10 orang (50%) dan perempuan 10 orang (50%) yang di rawat inap di RSUP H Adam Malik Medan tidak di temukan badan keton pada urin penderita diabetes mellitus tipe II atau hasilnya Negatif.

Saran 1. Bagi penderita Diabetes Mellitus agar selalu

melakukan pemeriksaan badan keton pada urin nya. 2. Penderita diabetes mellitus selalu melakukan

pengontrolan kadar gula darahnya. 3. Penderita Diabetes Mellitus agar memperhatikan

makanan yang di konsumsinya. DAFTAR PUSTAKA

Soegondo Sidartawan, 2008, Hidup Sehat Mandiri

Dengan Diabetes Militus, Kencing Manis Sakit Gula, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta

Hutagalung, Halomoan, 2004, Karbohidrat, Medan Murrayk, Robert, 2009, Biokimia Harper, Buku

Kedokteran, Jakarta, Edisi 27 Baron, 1995, Capital Selecta Patologi Klinik, Buku

Kedokteran, Jakarta, Edisi 4 Sustrani, Lanny, 2006, Diabetes, PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta. Mangoenprasodjo, Setiono, 2005, Hidup Sehat Dan

Normal Dengan Diabetes Thinkfresh, Yogyakarta.

Price, Sylvia Anderson, 1995, Patofisiologi, Buku Kedokteran, Jakarta, Edisi 4

C. Smeltzer, Suzanne, 2004, Keperawatan Medical Bedah, Buku Kedokteran, Jakarta, Edisi 8.

R. A Nabyl, 2009, Diabetes Militus, Aulia Publishing, Yogyakarta

Shahap, Alwi, 2006, Diagnosa dan Peñatalaksanaan Diabetes Militus, Palembang

R. Gandasubrata, 2007, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Jakarta.

Tjokroprawiro, Askandar, 2007, Ilmu Penyakit Dalam, Airlangga University Press, Surabaya

Utama, H, 2003, Ilmu Penyakit Dalam, Gaya Baru, Jakarta, Edisi 1.

Robin, Stanle, 1995, Patologi, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, Edisi 4.

Page 74: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

280

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amarylifolius) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP LARVA Aedes

aegypti

Suparni Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Medan

Abstrak

Nyamuk Aedesaegypti merupakan (vektor) utama penyakit demam berdarah dengue yang benyak menyerang Negara tropis termasuk Indonesia. Tindakan pengendalian antara lain melakukan pemberantasan vektor dengan larvasida. Seperti tamaman tersebut adalah tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) mengandung senyawa saponin dan polifenol yang dapat menghambat bahkan membunuh larva Aedes aegypti. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun pendan wangi (Pandanus amaryllifolius) terhadap pertumbuhan dan perkembangan larva Aedes aegypti. Metode penelitian menggunakan deskritif eksperimental. Sampel adalah ekstrak daun pandan wangi dan sebagai indikator adalah larva Aedes aegypti instar III dan IV. Hasil pada konsentarsi ekstrak daun pandan wangi yang digunakan adalah 0% (g/ml) (kontrol), 5% (g/ml), 6.5% (g/ml), 8% (g/ml), 9.5% (g/ml), 11% (g/ml), 12.5% (g/ml), 14% (g/ml), 15.5% (g/ml), 17% (g/ml), 18.5% (g/ml) dan replikasi sebanyak tiga kali percobaan. :persentase kematian larva Aedes aegypti adalah 0% pada konsentrasi 0%, kematian larva Aedes aegypti 14.66% pada konsentrasi 5%, kematian larva Aedes aegypti 81.33% pada konsentrasi 6.5%, kematian larva 98.66% pada konsentrasi 8%, dan kemaian larva Aedes aegypti 100% pada konsentrasi 9.5% sampai konsentrasi 18.5%.

Kata Kunci : Aedes aegypti, Pandanus amarylifolius

PENDAHULUAN Latar Belakang Di banyak negara tropis, virus dengue sangat endemik. Di Asia, penyakit ini seringmenyerang di Cina Selatan, Pakistan, India, dan semua negara di Asia Tenggara. Sejak tahun 1981, virus ini ditemukan di Queensland, Australia. Di sepanjang pantai Timur Afrika, penyakit ini juga ditemukan dalam berbagai serotipe. Penyakit ini juga sering menyebabkan KLB di Amerika Selatan, Amerika Tengah, bahkan sampai ke Amerika Serikat sampai akhir tahun 1990-an. Epidemi dengue pertama kali di Asia terjadi pada tahun 1779, di Eropa tahun 1784, di Amerika selatan tahun 1835-an, dan di Inggris tahun 1922. (Widoyono, 2008) Sejak 1994, seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan terjadinya kasus DBD juga meningkat. Namun angka kematian menurun tajam dari 41,3% (1968) menjadi 3% (1984), dan sejak tahun 1991 angka kematian ini stabil dibawah 3%. (Ginanjar, 2004) Di Indonesia serangan oleh virus penyebab DBD untuk yang pertama kali hanya bersifat endemik. Sampai sekarang DBD senantiasa hadir di Indonesia dari musim ke musim. Tahun 2007 di bulan April wabah DBD dinyatakan melanda Jakarta. (Nadesul, 2007) Di musim hujan, hampir tidak ada daerah di Indonesia yang terbebas dari serangan penyakit DBD.

Penelitian menunjukan bahwa DBD telah di temukan di seluruh propinsi di Indonesia. Dua ratus kota melaporkan adanya kejadian luar biasa (KLB). Angka kejadian meningkat dari 0.005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 dan secara drastis melonjak menjadi 627 per 100.000 penduduk. Biasanya, jumlah penderita semakin meningkat saat memasuki bulan April. (Satari, 2008) Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia secara langsung, tetapi dapat ditularkan melalui nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti betina menyimpan virus dengue pada telurnya, selanjutnya akan menularkan virus tersebut ke manusia melalui gigitan. (Hastuti, 2008) Gejala klinis DBD berupa demam tinggi yang berlangsung terus menerusselama 2-7 hari dan manifestasi perdarahan yang biasanya diidahului dengan terlihatnya tanda khas berupa bintik-bintik merah (petechiae) pada penderita. (Gandahusada, 2004) Melihat kemungkinan adanya dampak negatif yang di timbulkan oleh Aedes aegyptitersebut maka perlu dilakukan pengendalian. Bentuk pengendalian ini perlu dilakukan segara mekanik, biologi, kimia, atau perubahan sifat genetik. Pengendalian yang populer saat ini adalah pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan insektisida kaerena bekerjanya lebih efektif dan hasilnya cepat terlihat bila di bandingkan dengan pengendalian biologi. Namun hal ini

Page 75: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

281

mempunyai dampak negatif antara lain pencemaran lingkungan, kematian predator, resistensi serangga sasaran, dapat membunuh hewan peliharaan, bahkan juga manusia. (Susana, 2003) Sehubungan dengan hal ini maka perlu dilakukan suatu usaha mendapatkan insektisida alternatif yaitu menggunakan insektisida alami, yakni insektisida yang dihasilkan oleh tanaman beracun terhadap serangga tetapi mempunyai efek samping terhadap lingkungan dan tidak berbahaya bagi manusia.(Susana, 2003) Salah satu tanaman yang mengandung insektisida botanik (alami) adalah daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius). Daun pandan wangi ini mengandung insektisida berupa saponin. Adanya senyawa saponin dalam daun pandan telah dibuktikan oleh Rohmawati (1995) yang menyatakan bahwa kandungan kimia daun pandan wangi adalah senyawa pahit berupa polifenol, flavonoid, saponin, minyak astiri dan alkaloid. Adanya saponin dalam daun pandan wangi juga telah ditulis oleh Sugati dan Jhonny (1991) yang mengatakan bahwa kandungan zat kimia dalam daun pandan wangi adalah alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, polifenol dan zat warna.(Susana, 2003) Diketahui bahwa saponin dan polifenol dapat menghambat bahkan membunuh larva nyamuk, saponin dapat merusak membran sel dan mengganggu proses metabolisme serangga sedangkan polifenol sebagai inhibitor pencernaan serangga termasuk nyamuk. (Pratama, 2010) Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui pengaruh keefektifitasan daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius)yang diketahui merupakan larvasida alami terhadap Aedes aegypti Perumusan Masalah Bagaimana keefektifitasan daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai lavasida Aedes aegypti Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui keefektifitasan ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai larvasida nyamuk Aedes aegypti untuk memutus mata rantai penularan penyakit demam berdarah. Tujuan Khusus

a. Mengetahui efektifitas ektrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) dalam membunuh larva nyamuk Aedes aegypti

b. Menentukan konsentrasi ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius)sebagai larvasida Aedes aegypti.

Manfaat penelitian a. Menambah ilmu pengetahuan khususnya bidang

ilmu kesehatan dalam kaitannya dalam usaha pemberantasan vektor

b. Sebagai informasi kepada masyarakat agar mengetahui dan memahami ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai larvasida Aedes aegypti.

c. Sebagai pengalaman untuk mengetahuan pada penelitian di bidang Entomologi.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif eksperimental karena peneliti melakukan percobaan ekstrak daun Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) pada larva Aedes aegypti kemudian mendeskripsikan hasilnya dalam sebuah tulisan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Entomologi jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan.

Waktu Penelitian Penelitian pengujian ekstrak daun Pandan wangi terhadap larva dilaksanakan pada bulan Juni s/d September 2013. Populasi dan Sampel Penelitian Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi penelitian adalah tanaman pandan wangi. Sedangkan sampel penelitian adalah ekstrak daun pandan wangi. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah secara kualitatif dengan menguji invitro nyata yang dinarasikan (deskriptif eksperimental). Indikator Indikator pada penelitian ini adalah larva Aedes aegypti instar III dan IV karena larva pada instar ini relatif memiliki sistem pertahanan lebih baik dari larva instar I dan II, sehingga dapat diasumsikan bahwa dosis yang mampu membunuh larva pada instar III dan IV mampu membunuh larva pada instar I dan II. Peralatan dan Bahan Dalam penelitian ini, alat – alat yang digunakan adalah sebagai berikut:(a) Wadah berupa kurungan kasa untuk meletakkan nyamuk, (b) Wadah nampan plastik untuk meletakkan larva selama pembiakan, (c) Corong kaca, (d) Pipet ukur 5 ml, (e) Pipet ukur 10 ml, (f) Pipet tetes, (g) Gelas kaca, (h)Kertas saring, (i)Paper cab, (j) Aspirator, (k) Gelas plastic, (l) Kain kasa, (m) botol plastik

Bahan makanan yang digunakan untuk pembiakan nyamuk adalah kelinci atau marmut, (b) Bahan makanan yang digunakan untuk pembiakan larva berupa serbuk hati ayam ataupun pelet ikan, (c) Alkohkol 70%, (d)Aquadest, (e) Serbuk pandan wangi.

Page 76: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Suparni Uji Efektifitas Ekstrak ...

282

Prosedur Kerja Prosedur Rearing Aedes aegypti Prosedur rearing Aedes aegypti adalah sebagai berikut: pembiakan nyamuk yang berasal dari bank telur nyamuk maupun penangkapan nyamuk Aedes aegypti dewasa di alam bebas dengan menggunakan aspirator; Nyamuk Aedes aegypti yang tertangkap dimasukkan ke dalam kurungan kasa yang berukuran 50 x 50 x 50 cm; Nyamuk yang berada dalam kurungan diberi makan (darah marmut) selama 45 menit dan air gula 10 % dan setelah itu masukkan wadah yang berisi air, bagian dalam wadah dilingkari kertas saring dengan posisi kertas saring 1/3 bagian masuk kedalam air sebagai tempat nyamuk bertelur; setiap hari wadah tersebut diperiksa untuk melihat adanya telur. Jika ditemukan, selanjutnya adalah proses penetasan telur yaitu dengan cara kertas saring yang berisi telur, dipindahkan ke nampan plastik yang berukuran 20 x 30 cm atau 30 x 40 cm lalu tambahkan air hingga 2/3 volume nampan; Telur yang menetas menjadi jentik (larva) diberikan makan berupa tepung hati ayam dan air nampan diganti setiap 3 hari agar tidak terjadi endapan makanan / kotoran yang terlalu lama; Larva yang berkembang menjadi pupa dimasukkan ke dalam gelas plastik yang diisi air ¼ bagian, kemudian gelas plastik tersebut dimasukkan ke dalam kandang (kurungan) nyamuk dewasa.

Prosedur pembuatan ekstrak daun pandan wangi a) Daun Pandan wangi dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan air bersih lalu ditiriskan sampai kering/di angin-anginkan. b) Hasil dari keringan daun pandan wangi tadi siap untuk di eksperimen. Lakukan perendaman dengan meletakakan daun pandan wangi tadi ke dalam toples lalu tambahkan alkohol 70%. c) Biarkan selama 1 minggu sambil digoyang-goyang kan jika terjadi endapan. d) setelah 1 minggu pisahkan ampas dengan filtrate. e) Lalu kembali biarkan filtrat selama 1 minggu dalam wadah/toples dengan keadaan wadah/toples terbuka. f) Lakukan pengenceran dengan penembahan aquades. g) Hasil pengenceran siap di eksperimen. Prosedur penelitian

Siapkan telur nyamuk Aedes aegypti hasil rearing dari bank telur; biarkan selama 3-4 hari hingga terjadi eksluskion telur menjadi larva; isilah setiap gelas kaca dengan pengenceran ekstrak daun padan wangi, masing-masing 5 % - 18.5 %; letakkan larva sebanyak 25 ekor pada tiap – tiap gelas kaca bersekat yang telah berisi air pengenceran; biarkan selama 24 jam dengan harapan larva nyamuk akan mati sebelum menjadi dewasa.

Tabel 1 : Prosedur pembuatan ekstrak daun pandan wangi(Pratama, 2009)

No Filtrat Aquadest Konsentrasi (%)

1 0 mL(Control) 100 mL 0 % 2 5 ml 95 mL 5 % 3 6.5 mL 93.5 mL 6.5 % 4 8 ml 92 ml 8 % 5 9.5 ml 90.5 ml 9.5 % 6 11 ml 89 ml 11 % 7 12.5 ml 87.5 ml 12.5 % 8 14 mL 86 mL 14 % 9 15.5 ml 84.5 ml 15.5 % 10 17 ml 83 ml 17 % 11 18.5 ml 81.5 ml 18.5 %

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tabel 2. Pengaruh ekstrak daun pandan wangi terhadap larva Aedes aegypti dalam waktu 24 jam

Konsentrasi ekstrak daun pandan wangi 0% 5% 6.5% 8% 9.5% 11% 12.5% 14% 15.5% 17% 18.5%

Percobaan 1 0 3 19 25 25 25 25 25 25 25 25 Percobaan 2 0 4 20 25 25 25 25 25 25 25 25 Percobaan 3 0 4 22 24 25 25 25 25 25 25 25

Total 0 11 48 74 75 75 75 75 75 75 75 Frekuensi kematian larva (dalam %)

0 14.66% 81.33% 98.66% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

Page 77: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

283

Setelah dilakukan 3 kali percobaan, ternyata terdapat perbedaan antara percobaan satu, percobaan dua dan percobaan tiga. Pada konsentrasi 5% terdapat perbedaan antara percobaan 1 (3 larva yang mati) dan percobaan 2 dan 3 (4 larva yang mati). Pada konsentrasi 6.5% terdapat perbedaan antara percobaan 1 (19 larva yang mati), pada pecobaan 2 (20 larva yang mati) dan pada percobaan 3 (22 larva yang mati). Pada konsentrasi 8% terdapat perbedaan antara percobaan 1 dan percobaan 2 (25 larva yang mati) dan pada percobaan 3 (24 larva yang mati). pada konsentrasi 9.5% sampai 18.5% semua larva mati.

Tabel 3 : Pengaruh ekstrak daun pandan wangi dalam waktu 1x24 jam (dalam 3 kali percobaan)

Waktu mati larva (dalam jam) 5% 6.5% 8% 9.5% 11% 12.5% 14% 15.5% 17% 18.5%

1 0 0 1 1 2 1 4 3 9 10 2 0 0 1 3 5 2 13 23 66 65 3 0 0 4 16 16 19 28 20 0 0 4 0 2 9 21 40 31 30 29 0 0 5 0 7 19 12 12 22 0 0 0 0 6 1 3 6 12 0 0 0 0 0 0 7 3 7 33 10 0 0 0 0 0 0 8 1 8 0 0 0 0 0 0 0 0 9 6 20 0 0 0 0 0 0 0 0

10 0 14 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 11 61 73 75 75 75 75 75 75 75

Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian diatas setelah dilakukan 3 kali percobaan ada konsentrasi 5% dari jam pertama sampai jam ke lima tidak ada reaksi mati larva, setelah masuk jam keenam 1 larva yang mati,pada jam ketujuh 3 larva yang mati, pada jam kedelapan 1 larva yang mati, pada jam kesembilan 6 larva yang mati, jumlah larva yang mati pada konsentrasi 5% hanya 11 larva yang mati.Pada konsentrasi 6.5% dari jam pertama sampai jam ketiga tidak ada reaksi mati larva, setelah masuk jam keempat 2 larva yang mati, pada jam kelima 7 larva yang mati, pada jam keenam 3 larva yang mati, pada jam ketujuh 7 larva yang mati, pada jam kedelapan 8 larva yang mati, pada jam kesembilan 20 larva yang mati, pada jam kesepuluh 14 larva yang mati, jumlah larva yang mati pada konsentrasi 6.5% hanya 61 larva yang mati. Pada konsentrasi 8% pada jam pertama 1 larva yang mati, pada jam kedua 1 larva yang mati, pada jam ketiga 4 larva yang mati, pada jam keempat 9 larva yang mati, pada jam kelima 19 larva yang mati, pada jam keenam 6 larva yang mati, pada jam ketujuh 33 larva yang mati, jumlah larva yang mati pada konsentrasi 8% 75 larva. Pada konsentrasi 9.5% pada jam pertama 2 larva yang mati, pada jam kedua 5 larva yang mati, pada jam ketiga 16 larva yang mati, pada jam keempat 40 larva yang mati, pada jam kelima 12 larva yang mati, jumlah larva yang mati pada konsentrasi 9.5% 75 larva. Pada konsentrasi 11% pada jam pertama 1 larva yang mati, pada jam ke dua 5 larva yang mati, pada jam ke tiga 19 larva yang mati, pada jam ke empat 31 larva yang mati, pada jam ke lima 12 larva yang mati, jumlah larva yang mati pada konsentrasii 11% 75 larva. Pada konsentrasi 12.5% pada jam pertama 3 larva yang mati, pada jam ke dua 23 larva yang mati, pada jam ke tiga 20 larva yang mati, pada jam ke empat 29 larva yang mati, jumlah larva yang mati ,pada konsentrasi 12.5% 75 larva yang mati. pada konsentrasi 14% pada jam pertama 4 larva

yang matji, pada jam ke djua 13 larva yang mati, pada jam ketiga 28 larva yang mati, pada jam keempat 30 larva yang mati, jumlah larva yag mati pada konsentrasi 14% 75 larva yang mati. pada konsentrasi 15.5% pada jam pertama 3 larva yang mati, pada jam kedua 23 larva yag mati, pada jam ketiga 20 larva yang mati, pada jam keempat 29 larva yang mati, jumlah larva yang mati pada konsentrasi 15.5% 75 larva yang mati. pada konsentrasi 17% pada jam pertama 9 larva yang mati, pada jam kedua 66 larva yang mati, jumlah larva yang mati 75 larva. Pada konsentrasi 18.5% pada jam pertama 10 larva yang mati, pada jam kedua 65 larva yang mati, jumlah larva yang mati pada konsentrasi 18.5% 75 larva yang mati.

Berdasarkan hasil penelitian diatas didapat pada konsentrasi 5% terdapat 14.66% larva yang mati, pada konsentrasi 6.5% terdapat 81.33% larva yang mati, pada konsentrasi 8% terdapat 98.66% larva yang mati dan pada konsentrasi 9.5% sampai 18.5% terdapat 100% larva yang mati.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pada konsentrasi 5% hanya 11 larva yang mati

dalam waktu 24 jam 2. Pada konsentras 6.5% hanya 61 larva yang mati

dalam waktu 24 jam 3. Pada konsentrasi 8% hanya 73 larva yang mati

dalam waktu 24 jam 4. Pada konsentrasi 9.5% semua larva yang mati

dalam waktu tujuh jam 5. Pada konsentrasi 11% semua larva yag mati

dalam waktu lima jam 6. Pada konsentrasi 12.5% semua larva yang mati

dalam waktu empat jam, pada konsentrasi 14% semua larva yang mati dalam waktu empat jam, pada konsentrasi 15.5% semua larva yag mati

Page 78: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Suparni Uji Efektifitas Ekstrak ...

284

dalam waktu empat jam, pada konsentrasi 17% semua larva yag mati dalam waktu dua jam, pada konsentrasi 18.5% semua larva yag mati dalam waktu dua jam

Saran 1. Dianjurkan kepada masyarakat untuk

menggunakan insektisida alami, salah satunya adalah ekstrak daun pandan wangi untuk menggantikan bubuk abate sebagai larvasida Aedes aegypti

2. Perlu dilakukan penelitian ulang dengan menggunakan spesies nyamuk yang lain dengan metode yang berbeda agar diketahui apakah ekstrak daun pandan wangi terdampak luas terhadap semua jenis nyamuk.

DAFTAR PUSTAKA Chalid Yadial sri, 2000, “Minuman Pandan wangi

(Pandanus amaryllifolius Roxb) Sebagai Minuman Sehat”, Universitas Ialam Negeri UIN, Jakarta.

Chooi Hean Ong, 2008, “Rempah Ratus Khasiat Makanan & Ubatan”, PRIN-AD SDN.BHD, Kuala Lumpur

Dalimarta Setiawan, 2006, “Tanaman Obat di Lingkingan Sekitar”, Puspa Swara, Jakarta

Gandahusada Srisasi, 2004, “Parasitologi Kedokteran Edisi Tiga”, Universitas Indonesia, Jakarta

Ginanjar Genis, 2004, “Demam Berdarah”, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung

Nadesul Handrawan, 2007, “Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah”, Buku Kompas, Jakarta

Hariana, 2008, “Tumbuhan Obat & Khasiatnya”, Penebar Swadaya, Jakarta

Hastuti Oktri, 2008, “ Demam Berdarah”, Penerbit Kanisuis, Yogyakarta

Pratama Ari Bangkit, 2010, “Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) Dalam Membunuh larva Aedes aegypti”, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pratama Ari Bangkit, dkk, 2009, “Pemanfaatan Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) Sebagai Larvasida Alami”, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta

Susana Dewi, dkk, 2003, “Potensi daun pandan wangi untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti”, Universitas Indonesia, Jakarta

Susana Dewi & Terang Uli J.Sembiring, 2011 “Entomologi Kesehatan”, Univesritas Indonesia, Jakarta

Satari I Hindra, dkk, 2008 “Demam Berdarah Perawatan di Rumah & Rumah Sakit “ , Puspa Swara, Jakarta

Sutanto Inge, 2008, “Parasitologi Kedokteran”, Universita Indonesia, JakartaWHO, 2005, “Pencegahan dan Pengendalian dengue dan Demam Berdarah”, Kedokteran EGC, Jakarta

Widoyono, 2008, “Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya”, Erlangga, Jakarta.

Page 79: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

285

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA MENCIT

Nasdiwaty Daud Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Medan

Abstrak

Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa di dalam darah. Indonesia menduduki peringkat ke-4 penderita diabetes mellitus di dunia setelah Amerika Serikat, India dan China. Banyak tumbuhan yang dapat dijadikan alternative sebagai obat diabetes, salah satunya adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ektrak etanol rimpang temulawak terhadap penurunan kadar gllukosa darah dan kadar yang paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental, dimana hewan uji yang digunakan adalah 18 ekor mencit, yang terbagi dalam 6 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor mencit. Kelompok 1 diberikan aquadest, kelompok 2 diberikan CMC 0,5%, kelompok 3 diberikan suspensi metformin 65 mg / Kg BB, kelompok 4 diberikan ekstrak etanol rimpang temulawak dosis 0,5 g / Kg BB, kelompok 5 diberikan ekstrak etanol rimpang temulawak dosis 1 g / Kg BB, kelompok 6 diberikan ekstrak etanol rimpang temulawak dosis 2 g / Kg BB. Kadar glukosa darah diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam setelah pemberian glukosa 1 g / Kg BB secara oral. Hasil dari penelitian menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh pemberian ekstrak etanol rimpang temulawak dosis 0,5 g / Kg BB, 1 g / Kg BB dan 2 g / Kg BB. Ekstrak etanol rimpang temulawak 2 g / Kg BB lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah daripada ekstrak etanol rimpang temulawak dengan dosis 0,5 g/ Kg BB dan 1 g / Kg BB serta mempunyai efek yang hampir sama dengan metformin. Kata Kunci : Diabetes mellitus, Ekstrak etanol rimpang temulawak, Metformin

PENDAHULUAN

Diabetes atau kencing manis adalah penyakit metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah, penyakit ini juga sering disebut “the great imitator” karena dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini timbul perlahan-lahan sehingga seseorang tidak menyadari berbagai perubahan dalam dirinya. Selain karena memang adanya faktor keturunan, diabetes juga bisa dipicu pola makan yang tidak sehat. Bahkan, faktor utama penyebab diabetes lebih besar disebabkan karena pola makan yang tidak sehat yakni pola makan yang tinggi karbohidrat disertai dengan konsumsi makanan siap saji yang sarat kalori karena terlalu berlemak dan banyak mengandung kadar gula, serta gerak fisik yang minim dilakukan. (Depkes RI, 2010)

Jumlah penderita diabetes meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) penderita diabetes di Indonesia diperkirakan akan mengalami kenaikan dari 8,4 juta jiwa pada 2000, menjadi 21,3 juta jiwa pada 2030. Tingginya angka kesakitan tersebut, menjadikan Indonesia menduduki ranking ke-4 dunia, setelah Amerika Serikat, India dan Cina. Selain itu, hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat Diabetes

Mellitus pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.

Kemajuan teknologi telah banyak mengangkat pengobatan tradisional ke forum ilmiah sehingga pemanfaatan tumbuhan sebagai obat semakin diteliti dan dijadikan sebagai salah satu metode pengobatan alternatif, sekaligus menjadi pilihan yang cukup bijaksana di tengah maraknya obat kimia dibanding obat tradisional. Banyak tumbuhan yang dijadikan alternatif sebagai obat diabetes mellitus, salah satunya adalah temulawak.

Obat tradisional sudah dikenal masyarakat sejak zaman dahulu. Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan tradisional juga merupakan alternatif dalam bidang pengobatan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kesehatan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan telah diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Temulawak memiliki khasiat sebagai antidiabetes. Pemanfaatan temulawak sebagai obat diabetes mellitus telah banyak dilakukan oleh masyarakat di Dusun IV Aek Song-songan, Asahan dan Jawa Tengah. Selain dapat

Page 80: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

286

dimanfaatkan sebagai obat, temulawak juga dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat, bahan penyedap masakan dan minuman, serta pewarna alami untuk makanan dan kosmetika. Bagian yang paling banyak dimanfaatkan adalah rimpangnya. Khasiat Temulawak telah banyak diketahui berdasarkan pengalaman empiris dan hasil penelitian. Rimpang temulawak memiliki banyak khasiat, antara lain sebagai analgetik, anthelmintik, anti bakteri dan anti fungi, antidiabetik, antihepatotoksik, anti inflamasi, anti oksidan, anti tumor, penekan saraf pusat, diuretika, hipolipidemik, hipotermik, insektisida dan lain-lainnya. (Sina, 2013)

Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Fitofarmaka harus memenuhi criteria sebagai berikut: aman sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan uji klinik, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi dan memenuhi persyaratan mutu berlaku.Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian medium dan tinggi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rimpang temulawak yang kering dalam bentuk ekstrak. Hal ini dilakukan untuk menghindari efek samping karena temulawak memiliki kandungan tepung yang cukup besar, sehingga ketika menggunakan perasan air temulawak mentah (tidak direbus atau diseduh dengan air panas), maka perasan tersebut harus diendapkan dahulu supaya tepungnya tidak ikut terminum karena tepung mentah dapat mengganggu fungsi ginjal. Dasar pemilihan dosis disesuaikan dengan dosis yang digunakan masyarakat dalam bentuk rebusan. Untuk melihat sejauh mana efek ekstrak etanol rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) terhadap penurunan kadar glukosa darah, peneliti menggunakan Metformin sebagai pembandingnya.

PERMASALAHAN

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak etanol rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) mempunyai efek penurunan kadar glukosa darah dan berapakah kadar ekstrak etanol yang paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini antara lain untuk membuktikan efektivitas ekstrak etanol rimpang temulawak sebagai penurun kadar glukosa darah dan mengetahui kadar ekstrak etanol rimpang temulawak yang paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah.

MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaaat penelitian ini yaitu untuk memberikan informasi kepada masyarakat khususnya penderita diabetes mellitus tentang pemanfaatan rimpang

temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) sebagai penurun kadar glukosa darah. Bagi akademis, gagasan ini dapat mendorong dan mengkaji lebih lanjut untuk memformulasikan sediaan yang mengandung temulawak, tidak hanya untuk penyakit diabetes. Serta untuk pengembangan bidang kesehatan dengan memanfaatkan obat-obat tradisional dan bahan alam.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

penelitian ini adalah metode eksperimental yaitu dengan menguji ekstrak etanol rimpang temulawak terhadap penurunan kadar gukosa darah dengan mencit (Mus musculus) sebagai hewan percobaan

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium farmakologi Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Medan. Penelitian dilakukan selama 2 minggu. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah rimpang temulawak yang diperoleh di sekitar perumahan masyarakat di Jalan Binjai Km 13,8 P. Besar, Sei Semayang, Kecamatan Sunggal. Sampel yang diuji pada penelitian ini adalah rimpang temulawak segar yang akan dikeringkan. Sampel diambil secara purposive sampling yaitu pengambilan sampel tanpa mempertimbangkan tempat dan letak geografisnya dengan kriteria yang ditentukan sendiri yaitu rimpang temulawak diambil dari tanaman yang siap panen yaitu memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering dan memiliki rimpang besar serta berwarna kuning kecoklatan. Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) dengan kondisi sehat yang diperoleh di peternakannya. Jumlah mencit yang digunakan sebanyak 18 ekor dengan berat 20-30 g. Persiapan hewan percobaan sebagai berikut : a. Pembuatan dan pembersihan kandang

Kandang mencit dibuat sebanyak 6 buah yang terbuat dari kayu dengan dinding atas dibuat dari kawat kasa. Kandang kemudian dibersihkan.

b. Penempatan mencit Setelah kandang dibersihkan, mencit diberi nomor pada ekornya kemudian dimasukkan ke dalam kandang masing-masing 3 ekor.

c. Adaptasikan mencit selama 1 minggu, beri makanan dan minuman yang baik serta lingkungan yang baik.

d. Sebelum digunakan untuk percobaan, puasakan mencit (hanya diberi air minum saja) selama 12 jam.

e. Beri kode pada tiap-tiap mencit yang akan digunakan.

Page 81: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Nasdiwaty Daud Uji Efektivitas Ekstrak Etanol ...

287

Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

beaker glass, batang pengaduk, cawan penguap,gelas ukur, glukometer, jarum suntik 1 ml, kayu dan kain penyaring, lumpang dan stamper, neraca Analitik, oral needle 1 ml, panci ekstrak, plastik dan karet, strip cek gula darah dan timbangan. Sementara bahan yang digunakan adalah Alkohol 96%, aquadest, ekstrak etanol rimpang temulawak, CMC 0,5% dan metformin.

Pembuatan Simplisia Rimpang Temulawak

Timbang sejumlah tertentu rimpang temulawak yang masih segar, dicuci bersih dengan air kemudian tiriskan. Rimpang temulawak diiris tipis-tipis lalu dikeringkan pada suhu rendah di luar matahari langsung.

Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak Pada penelitian ini pembuatan ekstrak rimpang temulawak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan alkohol 96%. Ekstrak dibuat sesuai ketentuan Farmakope Indonesia edisi III, masukkan 10 bagian rimpang temulawak yang telah dikeringkan ke dalam sebuah wadah, tuangi dengan 75 bagian etanol 96%, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya matahari sambil sering diaduk, serkai, peras cuci ampas dengan etanol 96% secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam wadah tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring. Kemudian maserat diuapkan pada suhu rendah yaitu pada suhu ± 400C dengan menggunakan alat rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental rimpang temulawak, kemudian keringkan. Pembuatan Pensuspensi 0,5% Sebanyak 0,5 g CMC (Carboxyl Methyl Celulose) ditaburkan ke dalam lumpang yang telah berisi aquadest panas sebanyak 20 ml, biarkan selama 15 menit sehingga diperoleh massa yang transparan, setelah mengembang digerus lalu diencerkan dengan sedikit aquadest. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah, cukupkan dengan aquadest hingga 100 ml. Pembuatan Suspensi Ekstrak etanol Rimpang Temulawak Pemberian rimpang temulawak sebagai penurun kadar glukosa darah dalam kehidupan sehari-hari diberikan dalam bentuk minuman yang dibuat dengan 25 g rimpang temulawak dalam 300 ml air panas. 100 g rimpang temulawak kering menghasilkan ekstrak kental sebanyak 33,01 g Dosis ekstrak rimpang temulawak pada manusia = 25 𝑡𝑡

100 𝑡𝑡

× 33,01 𝑡𝑡 = 8,25 𝑡𝑡 Konversi untuk mencit (20 g) = 0,0026. Dosis ekstrak rimpang temulawak untuk mencit = 8,25 g x 0,0026 = 0,021 g. Dosis per KgBB = 1000 𝑡𝑡

20 𝑡𝑡 x 0,021 g = 1 g / Kg BB

Maka, kadar Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak yang diujikan adalah: Kadar I = 1

2 × 1 𝑡𝑡 / 𝐾𝐾𝑡𝑡 𝐵𝐵𝐵𝐵 = 0,5 𝑡𝑡 / 𝐾𝐾𝑡𝑡 𝐵𝐵𝐵𝐵.

Timbang 0,5 g EERT, kemudian suspensikan dalam CMC 0,5 % ad 10 ml. Dosis untuk mencit 20 g = 20 𝑡𝑡

1000 𝑡𝑡 x 0,5 g / Kg BB = 0,010

g / Kg BB. Maka volume pemberian = 0,010 𝑡𝑡

0,5 𝑡𝑡 x 10 ml = 0,2 ml

Kadar II = 1 g / Kg BB. Timbang 1 g EERT, kemudian suspensikan dalam CMC 0,5 % ad 10 ml. maka dosis untuk mencit 20 g = 20 𝑡𝑡

1000 𝑡𝑡 x 1 g = 0,02 g / Kg

BB. Maka volume pemberian = 0,02 𝑡𝑡

1 𝑡𝑡 x 10 ml = 0,2 ml

Kadar III = 2 x 1 g / Kg BB = 2 g / Kg BB. Timbang 2 g EERT, kemudian suspensikan dalam CMC 0,5 % ad 10 ml. maka dosis untuk mencit 20 g = 20 𝑡𝑡

1000 𝑡𝑡 x 2 g = 0,04 g / Kg

BB. Maka volume pemberian = 0,04 𝑡𝑡

2 𝑡𝑡 x 10 ml = 0,2 ml

Pembuatan larutan Glukosa Glukosa yang digunakan adalah 10% dengan dosis 1 g / Kg BB. Konversi untuk mencit (20 g) = 0,0026. Dosis glukosa untuk mencit = 20

1000 × 1 g = 0,02 g

Timbang 10 g glukosa larutkan dengan aquadest sampai 100 ml. Maka,dosis pemberian larutan glukosa untuk 20 g mencit = 0,02 𝑡𝑡

10 𝑡𝑡 × 100 𝑚𝑚𝑃𝑃

= 0,2 ml Pembuatan Suspensi Metformin Dosis Metformin untuk manusia (dewasa) adalah 500 mg. Konversi untuk mencit 20 g = 0,0026 Maka dosis untuk mencit bobot 20 g = 500 mg x 0,0026 = 1,3 mg Dosis per KgBB = 1000 𝑡𝑡

20 𝑡𝑡 x 1,3 mg = 65 mg / Kg BB

Sediaan metformin adalah 500 mg/tab. Bobot 1 tablet = 550 mg. Untuk 100 mg Metformin = 100 𝑚𝑚𝑡𝑡

500 𝑚𝑚𝑡𝑡 x 550 mg =110 mg.

Timbang ∞ 100 mg, Kemudian suspensikan dalam 10 ml CMC 0,5% Volume yang akan diberikan pada mencit 20 g = 1,3𝑚𝑚𝑡𝑡

100𝑚𝑚𝑡𝑡

× 10 𝑚𝑚𝑃𝑃 = 0,13 𝑚𝑚𝑃𝑃 Maka, volume suspensi Metmormin yang diberikan pada mencit sesuai berat badan adalah 𝐵𝐵𝑘𝑘𝐴𝐴𝑃𝑃𝑡𝑡 𝑚𝑚𝑘𝑘𝑡𝑡𝑚𝑚𝑃𝑃𝑡𝑡 (𝑡𝑡)

20 𝑡𝑡 ×

0,13 𝑚𝑚𝑃𝑃 = 𝑌𝑌 𝑚𝑚l.

Page 82: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

288

Prosedur Kerja Pengambilan darah mencit dilakukan sebagai berikut: mencit dipegang punggungnya dengan perlakuan baik, kemudian ekor mencit dikeluarkan melalui jari kelingking dan jari manis. Bersihkan ekornya dengan alkohol 70%, kemudian keringkan. Setelah kering, ambil darah mencit dari pembuluh darah ekor mencit dan darah diteteskan pada strip yang telah disediakan pada glukometer. Prosedur Percobaan a. Hewan percobaan dibagi dalam enam kelompok

dan masing-masing kelompok terdiri dari tiga ekor mencit. Sebelum dilakukan percobaan, masing-masing kelompok ditimbang berat badannya dan diukur kadar glukosa darahnya sebagai kadar glukosa darah awal/normal. Puasakan semua mencit selama 12 jam sebelum dilakukan percobaan kemudian setiap mencit ditimbang berat badan puasa dan dilakukan pengukuran kadar glukosa darah puasa (KGDP).

b. Kelompok 1 (M1) diberikan aquadest sebagai kontrol, selanjutnya tiap 15 menit dilakukan pengukuran kadar glukosa darahnya sampai dua jam.

c. Kelompok 2 (M2) diberikan CMC 0,5 %, tiga puluh menit kemudian diberikan larutan glukosa 1 g / Kg BB, selanjutnya tiap 15 menit dilakukan pengukuran kadar glukosa darahnya sampai dua jam.

d. Kelompok 3 (M3) diberikan suspensi Metformin 65 mg / Kg BB, tiga puluh menit kemudian diberikan larutan glukosa 1 g / Kg BB, selanjutnya tiap 15 menit dilakukan pengukuran kadar glukosa darahnya sampai dua jam.

e. Kelompok 4 (M4) diberikan suspensi EERT 0,5 g / Kg BB, tiga puluh menit kemudian diberikan larutan glukosa 1 g / Kg BB, selanjutnya tiap 15 menit dilakukan pengukuran kadar glukosa darahnya sampai dua jam.

f. Kelompok 5 (M5) diberikan suspensi EERT 1 g / Kg BB, tiga puluh menit kemudian diberikan larutan glukosa 1 g / Kg BB, selanjutnya tiap 15 menit dilakukan pengukuran kadar glukosa darahnya sampai dua jam.

g. Kelompok 6 (M5) diberikan suspensi EERT 2 g / Kg BB, tiga puluh menit kemudian diberikan larutan glukosa 2 g / Kg BB, selanjutnya tiap 15 menit dilakukan pengukuran kadar glukosa darahnya sampai dua jam.

HASIL PENELITIAN Dari hasil penelitian Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Mencit, didapat hasil sebagai berikut:

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Kad

ar G

luko

sa D

arah

(mg/

dl)

waktu

Grafik Penurunan Kadar Glukosa Darah

CMC 0,5%

Metformin

EERT I

EERT II

EERT III

Page 83: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Nasdiwaty Daud Uji Efektivitas Ekstrak Etanol ...

289

PEMBAHASAN Kadar glukosa darah awal rata-rata kelompok M1 adalah 137,3 mg/dl, setelah dipuasakan menjadi 107,6 mg/dl. Kemudian diberi aquadest, setelah 30 menit kadar glukosa menjadi 104 mg/dl. Kadar glukosa darah awal rata-rata kelompok M2 adalah 134 mg/dl, setelah dipuasakan kadar glukosa darah menjadi 100,3 mg/dl. Setelah pemberian CMC 0,5%, diberi larutan glukosa 1 g / Kg BB dan terjadi kenaikan kadar glukosa darah maksimal menjadi 150,3 mg/dl pada menit ke -15. Pada menit ke-90 kadar glukosa darah perlahan-lahan menurun namun tidak mencapai kadar glukosa darah normal. Hal ini menunjukkan bahwa CMC tidak mempunyai efek penurun kadar glukosa darah karena CMC hanya bahan tambahan dalam pembuatan suspensi. Kadar glukosa darah awal rata-rata kelompok M3 adalah 133,3 mg/dl, setelah dipuasakan kadar glukosa darah menjadi 104 mg/dl. Setelah pemberian suspensi Metformin, diberi larutan glukosa 1 g / Kg BB dan terjadi kenaikan kadar glukosa darah maksimal menjadi 146,6 mg/dl, namun pada menit ke-30 menunjukan penurunan kadar glukosa darah secara bertahap dan stabil mendekati normal yaitu 138 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa onset of action dari suspensi metformin adalah pada menit ke-30. Hal ini menyatakan bahwa Metformin sebagai obat hipoglikemik oral mampu menahan kenaikan kadar glukosa darah pada pemberian glukosa. Kadar glukosa darah awal rata-rata kelompok M4 adalah 126,3 mg/dl, setelah dipuasakan kadar glukosa darah menjadi 104 mg/dl. Setelah 30 menit pemberian suspensi EERT dosis 0,5 g / Kg BB, diberi larutan glukosa 1 g / Kg BB dan terjadi kenaikan kadar glukosa darah maksimal menjadi 164 mg/dl pada menit ke-30, namun pada menit ke-45 menunjukan penurunan kadar glukosa darah secara bertahap dan stabil mendekati normal yaitu 159 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa onset of action dari suspensi ekstrak etanol rimpang temulawak dosis 0,5 g / Kg BB adalah pada menit ke- 45. Kadar glukosa darah awal rata-rata kelompok M5 adalah 108,6 mg/dl, setelah dipuasakan kadar glukosa darah menjadi 92 mg/dl. Setelah pemberian suspensi EERT dosis 1 g / Kg BB, diberi larutan glukosa 1 g / Kg BB dan terjadi kenaikan kadar glukosa darah maksimal menjadi 159,3 mg/dl pada menit ke-15, namun pada menit ke-30 menunjukan penurunan kadar glukosa darah secara bertahap dan stabil mendekati normal yaitu 155,6 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa onset of action dari suspensi ekstrak etanol rimpang temulawak dosis 1 g / Kg BB adalah pada menit ke-30. Kadar glukosa darah awal rata-rata kelompok M6 adalah 116,6 mg/dl, setelah dipuasakan kadar glukosa darah menjadi 100,3 mg/dl. Setelah pemberian suspensi EERT dosis 2 g / Kg BB, diberi larutan glukosa 1 g / Kg BB dan terjadi kenaikan kadar glukosa darah maksimal menjadi 161 mg/dl pada menit ke- 15, namun pada menit ke-30 menunjukan penurunan kadar glukosa darah secara bertahap dan stabil mendekati normal yaitu 1151 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa onset of action dari suspensi EERT dosis 2 g / Kg BB adalah pada menit ke-30.

Adanya perbedaan onset of action dari EERT 0,5 g / Kg BB, 1 g / Kg BB dan 2 g / Kg BB terhadap penurunan kadar glukosa darah disebabkan karena adanya kadar kurkuminoid pada EERT 2 g / Kg BB lebih banyak daripada EERT 0,5 g / Kg BB dan 1 g / Kg BB sehingga onset of action dari EERT 2 g / Kg BB lebih cepat daripada EERT 0,5 g / Kg BB dan 1 g / Kg BB. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Suspensi EERT dengan dosis 0,5 g / Kg BB, 1 g /

Kg BB dan 2 g / Kg BB mampu menahan kenaikan kadar glukosa darah pada mencit.

2. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka efek penurunan kadar glukosa darah semakin cepat.

3. Suspensi EERT dengan dosis 2 g / Kg BB (kadar III) lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah daripada suspensi EERT dengan dosis 1 g / Kg BB (kadar II) dan suspensi EERT dosis 0,5 g / Kg BB (kadar I).

Saran Disarankan kepada peneliti selanjutnya: 1. Meneliti khasiat lain dari rimpang temulawak. 2. Meneliti zat berkhasiat dari rimpang temulawak

sebagai penurun kadar glukosa darah.

DAFTARA PUSTAKA Anief, moh. Ilmu Meracik Obat. Universitas Gajah Mada:

Yogyakarta.Hal:177-178 Dalimartha, setiawan. 2000. Atlas Tumbuhan Obat

Indonesia Jilid 2. Jakarta: Trubus Agriwidya.Hal: 182-185.

Dalimartha, setiawan.1996. Ramuan tradisional untuk pengobatan Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar Swadaya.Hal: 8-10.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 32-33.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. Hal: 268.

Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia I. Jilid Pertama. Bakti Husada. Jakarta. Hal: 85-86.

Departemen Kesehatan RI. 2005. “Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus”. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Hal: 20-48.

Depkes RI, 2010. “Diabetes mellitus dapat dicegah” dari http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1314-diabetes-melitus-dapat-dicegah.html diakses pada 20 Juni 2013

Info Diabetes Melitus. 2012. “Data Statistik Jumlah Penderita Diabetes Di dunia Versi WHO”. Diakses pada 20 Juni 2013, dari http://indodiabetes.com/data-statistik-jumlah-penderita-diabetes-di-dunia-versi-who.html

Page 84: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

290

Kompas. 2010. “Penderita Diabetes di Indonesia Meningkat”. Dari http://health.kompas.com/read/2010/05/29/23013439/Penderita.Diabetes.di.Indonesia.Meningkat yang diakses pada 20 Juni 2013

Laurence,B.Keith, P. Donald, B dan Lain. 2008. Goodman and Goldman’s Manual of Farmacology and Therapeutics. Boston: Mc. Gran Hill. Hal: 620.

National Center for Complementary and Alternatif Medicine.2005.Treating Type 2 Diabetes with Dietary Supplements. http://nccam.nih.gov. [Juni 2013]

Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 761 Tahun 1992 tentang Pedoman Fitofarmaka. Jakarta : Sekretariat Negara.

Republika online. 2008. ”Penderita diabetes 213 juta jiwa pada 2030”. Diakses pada 20 juni 2013 dari http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/08/11/14/13794-penderita-diabetes-21-3-juta-jiwa-pada-2030.

Sina, yusuf. 2013. Sejuta Khasiat Herbal Temulawak: Penangkal Segala penyakit & Penjaga Stamina Tubuh. Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia.

Susanto, teguh. 2013. Diabetes, Deteksi, Pencegahan, Pengobatan. Jakarta: Buku Pintar. Hal: 23 -26

Tjay T.H dan Raharja K. 2006. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya.

Vogel, H. 2008. Drug Discovery and Evaluation Edisi III. Berlin: Spinger. Hal: 1351.

Cetakan Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal: 739-742.

Page 85: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

291

ANALISA KADAR TIMBAL PADA SAYUR KUBIS (Brassica oleracea L.var. capitata L) YANG DITANAM DI PINGGIR JALAN TANAH KARO

BERASTAGI

Sri Bulan Nasution Analis Kesehatan Kemenkes Medan

` Abstrak

Kubis (Brassica oleracea L.var capitata L) merupakan sumber vitamin serta mineral dan terkandung beberapa macam vitamin yang sangat penting untuk memenuhi nutrisi kita. Kubis cukup banyak mengandung vitamin C bila dibandingkan dengan sayuran yang lain. Penelitian Kadar Timbal ( Pb ) pada sayur Kubis dilakukan di Laboratorium Kimia Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan Jurusan Analis Kesehatan dan Balai Laboratorium Kesehatan Medan pada Bulan Maret – juli 2013. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar Timbal (Pb) pada sayur kubis. Sampel diambil Dipinggir Jalan Tanah Karo Berastagi sebanyak 5 sampel sayur kubis secara acak. Pemeriksaan Kadar Timbal pada Sayur Kubis dilakukan dengan Metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) panjang gelombang 248,3 nm dengan sampel berjumlah 5 sayur Kubis. Hasil uji kuantitatif diperoleh kadar Timbal pada Sayur Kubis berkisar 0,25 mg% - 0,55 mg%. Sedangkan batas maksimum Timbal pada sayuran menurut SNI sebanyak 0,5. Dan dari hasil tersebut menunjukkan dimana Kadar Timbal (Pb) pada Sampel 2 melebihi dari batas maksimum. Kata Kunci : Kubis, Kadar Timbal (Pb), Spektrofotometer Serapan Atom

LATAR BELAKANG

Kubis adalah tanaman yang termasuk dalam famili Cruciferae dan mempunyai nama latin Brassica oleracea. Tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman sayur yang umum diusahakan oleh para petani Indonesia. Di dalam kubis terkandung beberapa macam vitamin yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi kita, misalnya vitamin A 200 IU, vitamin B 20 IU, dan vitamin C 120 IU. Kubis terdiri dari beberapa jenis, yaitu kubis krop (Brassica Oleracea L. Var. Cagitata L.), kubis ini memiliki daun yang membentuk telur (krop). Warna daunnya yang putih, maka disebut juga dengan kubis putih atau kubis. (Tafajani, 2011)

Penanaman dipinggir jalan sangat berbahaya untuk di konsumsi karena dapat mempengaruhi keamanan sayuran. Pangan yang dikonsumsi sehari-hari merupakan hasil pertanian. Pangan seharusnya memenuhi kriteria ASUH (Aman, sehat, utuh, dan halal). salah satu parameter tersebut, yaitu Aman, termasuk dalam masalah mutu. Mutu dan keamanan pangan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat dan perkembangan sosial. Makanan yang bermutu baik dan aman diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan individu dan kemakmuran masyarakat. Sayuran merupakan sumber pangan yang mengandung banyak vitamin dan mineral yang secara langsung berperan meningkatkan kesehatan. Oleh karna itu, higienitas dan keamanan sayuran yang dikonsumsi menjadi sangat penting agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun banyak jenis sayuran yang beredar dimasyarakat tidak terjamin keamanannya karena diduga telah terkontaminasi logam-

logam berat seperti timbal. (Suismono, Widraningrum, 2007)

Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam. dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2.

Jumlah Pb di udara mengalami peningkatan yang sangat drastis sejak dimulainya revolusi industri di Benua Eropa. Asap yang berasal dari cerobongan pabrik sampai pada knalpot kendaraan telah melepaskan Pb ke udara. Hal ini berlangsung terus-menerus sepanjang hari, sehingga kandungan Pb di udara naik secara sangat mencolok sekali. Kenyataan ini secara dramatis dibuktikan dengan suatu hasil penelitian terhadap kandungan Pb yang terdapat pada lapisan es di Greenland pada tahun 1969. ( Palar, 2008).

Biasanya kadar Pb dalam tanah berkisar antara 5-25 mg/k, dalam air tanah dari 1-60 µg/I dan agak lebih rendah dalam air permukaan di alam; kadar di udara di bawah 1 µg/m³, tetapi dapat jauh lebih tinggi di tempat kerja tertentu dan di daerah yang lalu-lintasnya padat. (Frank, 2002).

Tanah mungkin mengandung komponen Pb arsenat yang stabil karena komponen ini banyak digunakan sebagai pestisida sebelum perang dunia kedua. Tetapi pada saat ini pestida tersebut tidak digunakan lagi karena telah banyak diganti dengan pestisida organik. Di daerah-daerah pertanian yang dekat dengan jalan-jalan raya pada umumnya kandungan Pb pada hasil-hasil pertaniannya lebih tinggi dibandingkan dengan hasil-hasil pertanian

Page 86: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

292

yang dipanen dari daerah-daerah yang jauh dari jalan raya. Hal ini menunjukkan bahwa pencemaran Pb umumnya berasal dari kendaraan-kendaraan bermotor. ( Fardiaz, 2006)

Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit. ( Palar, 2008)

Susunan saraf juga merupakan organ sasaran utama Pb. setelah tingkat pajanan tinggi, dengan kadar Pb darah di atas 80 µg/dl, dapat terjadi ensefalopati. Terjadi kerusakan pada arteriol dan kapiler yang mengakibatkan edema otak, meningkatnya tekanan cairan serebrospial, degenerasi neuron, dan perkembangbiakan sel glia. Secara klinis keadaan ini disertai dengan munculnya ataksia, stupor, koma, dan kejang-kejang. (Frank, 2002)

Dalam waktu dua hari yaitu pada hari sabtu dan minggu kendaraan roda dua yang lewat dari pukul 09.00-15.00 mencapai sebanyak 550 kendaraan,dan kendaraan roda 4 yang lewat dari pukul 09.00-15.00 mencapai 600 kendaraan. A. Mengenal Tanaman Kubis Berdasarkan tata nama botani, tanama kubis diklasifikasikan ke dalam: Diviso : Spermatophyta Sub diviso : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Papavorales Famili : Cruciferae (Brassicaceae) Genus : Brassica Spesies : Brassica oleraceae L. var. capitata L. (Rukmana, 2002)

Mula-mula kubis banyak terdapat dalam keadaan liar di sepanjang pantai laut Tengah, demikian juga di karang-karang dipantai inggris, Denmark, dan pantai barat perancis sebelah utara.

Kubis telah dikenal sejak zaman purbakala pada tahun 2500-2000 sebelum Masehi, dan tanaman tersebut sangat dipuja dan dimuliakan oleh orang mesir dan Yunani Kuna. Tanaman kubis mulai ditanam di kebun-kebun di Eropa kira-kira pada abad ke 9 dan di Amerika pada waktu permulaan pada emigran Eropa menetap. Ditanam di indonesia mungkin pada waktu orang Eropa mulai berdagang dan menetap di indonesia pada abad ke 16 atau 17.

Pada waktu Eropa mengelilingi dunia dengan naik kapal banyak yang menderita sariawan, tetapi setelah mereka membawa buah-buahan dan sayuran di antaranya kubis, mereka tidak lagi diserang penyakit sariawan, karena sayuran tersebut cukup banyak mengandung vitamin C. Tapi karena kubis tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama, mereka mulai menanamnya di tempat mereka mulai menetap dalam waktu yang lama. (Pracaya, 2000).

Bila berjalan-jalan di pegunungan yang tinggi, misalnya di Lembang dan Cianjur (Jawa Barat), atau ke Wonosobo (Jawa Tengah), Malang (Jawa Timur),

Berastagi (Sumatera Utara), banyak dijumpai kebun kubis. Kubis atau kol umumnya tumbuh di dataran tinggi. Sosok tanaman ini pendek-pendek. Bunganya berwarna kuning. Bunga kubis ini akan dapat muncul bila lingkungannya dalam 1 bulan bersuhu 5-10 °C. (Duryatmo, 2006).

B. Kandungan Gizi

Kubis termasuk salah satu sayuran daun yang digemari oleh hampir setiap orang. Cita rasanya enak dan lezat, juga mengandung gizi cukup tinggi serta komposisinya lengkap, baik vitamin maupun mineral. Kandungan gizi kubis 100 gram bahan segar seperti :Kalori 25,0 kal, Protein 1,7 gr, Lemak 0,2 gr, Karbohidrat 5,3 gr, Kalsium 64,0 mg, Fosfor 26,0 mg, Zat Besi 0,7 mg, Natrium 8,0 mg, Niacin 0,3 mg, Serat 0,9 gr, Abu 0,7 gr. (Direktorat Gizi Depkes R.I. 1981 dan Food & Nutrition Research Center, Manila 1964).

C. Syarat Tumbuh a. Iklim

Kubis dapat tumbuh di dataran tinggi (1000-2000 m dpl) untuk varietas dataran tinggi dan di dataran rendah (100-200 m dpl) untuk varietas dataran rendah. Suhu udara 15-20 °C dengan kelembapan 80-90 %. Pertumbuhan kubis paling baik di daerah yang hawanya dingin. Bila temperature turun sampai dibawah - 10°C dan tetap bertahan untuk waktu yang lama akibatnya tanaman menjadi sangat rusak. Kubis dapat bertahan pada temperature rendah apabila penurunan berlangsung dengan perlahan-lahan dan tanaman dalam keadaan setengah tumbuh. Tanaman muda mempunyai daerah temperature pertumbuhan yang lebih lebar dari pada tanaman yang tua. b. Tanah

Tanah yang dikehendaki tanaman kubis, yaitu tanah subur, gembur, dan banyak mengandung humus dengan ph berkisar 6,0-7,0. Kubis tidak dapat tumbuh baik di tanah yang sangat asam. Apabila ditanam pada ph 4,3 hasilnya sangat akan berkurang, tetapi apabila ph dinaikkan sampai 6,0 hasil akan meningkat cukup banyak. Pada ph antara 5,5 dan 6,5, phosphor masih dapat tersedia untuk tanaman. Untuk menaikkan ph dapat diberi kapur mati Ca (OH)2 dan jangan melebihi ph 6,5. Kecuali kalau ada serangan penyakit akar membengkak (clubroot) yang serius ph perlu dinaikkan sampai netral atau alkalis. (Rukmana, 2002) c. Sinar Matahari

Tanaman kubis memerlukan sinar matahari yang cukup. Apabila ditanam di tempat yang kurang mendapat sinar matahari, pertumbuhannya kurang baik, mudah terserang penyakit, pada waktu kecil terjadi pertumbuhan etiolasi. d. Air

Di daerah yang cukup sinar dan temperature yang cocok untuk pertumbuhan tanaman kubis dapat ditanam sepanjang tahun, Asal pada waktu musim hujan air tak tergenang dan pada waktu musim kemarau masih tersedia cukup air. (Pracaya, 2000)

Page 87: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Sri Bulan Nasution Analisa Kadar Timbal...

293

D. Persemaian dan Pembibitan Sebelum penanaman, bibit disemaikan dulu di

tempat pembibitan. Ada 2 cara persemaian, Yaitu: a. Persemaian di atas bedengan • Buat bedengan dengan lebar 1-1,2 m, panjang

berdasarkan kebutuhan, dan tinggi ± 20 cm. Kemudian, tebarkan pupuk kandang ± 1kg/m² ditambah NPK 85 gram/m² yang dicampur dengan tanah dan dihaluskan.

• Sebar benih secara merata kemudian tutup dengan tanah halus tipis-tipis dan siram bedengan dengan hati-hati.

• Buat atap untuk menaungi persemaian, tinggi sebelah timur 1,5 m dan sebelah barat 75 cm.

• Pelihara bibit tersebut sampai berdaun 4 dan bibit siap dipindah ke lahan dengan cara dicabut.

b. Persemaian dalam polybag pembibitan • Siapkan polybag pembibitan ukuran 6 x 8 cm

atau 8 x 10 cm. Isi polybag dengan media tanah. Campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 :1 ditambah NPK sebanyak 85 g/1 ember (isi 10 liter air).

• Basahi media tersebut kemudian masukkan benih kubis, 1 benih/polybag dan disiram. Atur polybag tersebut dengan bedengan-bedengan yang lebarnya 1-1,2 m dan panjang sesuai kebutuhan.

• Buat naungan seperti pada persemaian di atas bedengan.

• Pelihara bibit tersebut sampai berdaun 4 dan bibit siap dipindah ke lahan.(Siswandi, 2006) Selama di persemaian dilakukan pemeliharaan

bibit sebaik mungkin, terutama penyiraman dan pemupukan dengan ZA 30 gram atau Urea 15 gram dalam 9-10 liter air diikuti penyiraman air bersih, serta penyemprotan pestisida pada konsentrasi rendah (setengah dosis) bila ada serangan hama dan penyakit. Pemupukan ini dilakukan pada waktu bibit kubis berumur 1 minggu setelah penyapihan. Bibit kubis siap dipindah tanamkan ke kebun apabila sudah berdaun ± 4 helai.

c. Penyiapan Lahan (Pengolahan Tanah) Bersamaan dengan kegiatan pembibitan di

persemaian, lahan untuk kebun kubis segera diolah. Tahapan pengolahan tanah untuk bertanam kubis adalah sebagai berikut:

• Buang rumput-rumput liar (gulma) ataupun batu kerikil dari sekitar kebun.

• Olah tanah dengan cangkul atau bajak sedalam ± 30 – 40 cm hingga menjadi gembur, kemudian dibuat pula parit kelilingnya selebar 40 – 60 cm.

• Buat lubang tanam ukuran 30 x 30 x 30 c atau 40 x 40 x 40 cm pada jarak 60 cm x 50 cm. Kemudian tiap lubang tanam diisi pupuk kandang yang telah matang sebanyak 0,5 – 1,0 kg atau dosis per hektarnya antara 15 – 20 ton. Pupuk kandang ini dapat pula diberikan dengan cara dicampur merata dengan tanah pada saat membuat bedengan. (Rukmana, 2002)

E. Fase Tanam a. Proses fase tanam

• Jarak tanam: jarak tanam jarang 70x50 cm atau jarak tanam rapat 60x5 cm.

• Bibit: Bibit yang telah berumur 3-4 minggu memiliki 4-5 daun siap tanam.

• Pemupukan: Pupuk dasar diberikan sehari sebelum tanam dengan dosis anjuran setempat (kalau menggunakan paket BioFOB maka dianjurkan menggurangi 25-50%). Pupuk dasar dicampur secara merata, lalu diberikan pada lubang tanam yang telah diberikan pupuk Organo TRIBA, lalu ditutupi dengan tanah.

b. Cara Tanam • Buat lubang tanam dengan tunggal sesuai jarak

tanam. Pilih bibit yang segar dan sehat. Tanam bibit pada lubang tanam.

• Bila bibit disemai pada bumbung daun pisang langsung ditanam bersama bumbungnya.

• Bila bibit disemai pada polybag plastik, keluarkan bibit dari polybag lalu baru ditanam.

• Bila disemai dalam bedengan ambil bibit beserta tanahnya sekitar 2-3 cm dari batang sedalam 5 cm dengan solet (sistem putaran).

• Setelah ditanam, siram bibit air dengan air sampah basah. Kubis dapat ditumpang sarikan dengan tomat dengan cara tanam : 2 baris kubis 1 baris tomat. Tomat ditanam 3 atau 4 minggu sebelum kubis. (Tombe, 2010)

Tahap selanjutnya adalah pemeliharaan tanaman yang meliputi beberapa kegiatan pokok, yaitu:

1. Penyiraman (Pengairan) • Dilakukan dengan cara dileb atau

disiram,tergantung kepraktisan fasilitas yang ada. • Pada fase awal pertumbuhan dan keadaan tanah

yang kering, pengairan dilakukan 1-2 hari sekali. Pengairan selanjutnya dikurangi, tetapi tanah tidak boleh kekeringan.

2. Penyiangan (pendangiran) • Selama musim pertanaman kubis minimal

dilakukan penyiangan 2 kali bersamaan dengan kegiatan penggemburan tanah dan pemupukan, yaitu pada umur 2 dan 4 minggu setelah tanam.

• Penyiangan harus dilakukan dengan hati-hati dengan alat bantu kored atau pun cangkul, agar tidak merusak perakaran.

• Sambil menyiang, tanah dari parit dinaikkan kebedengan agar aerasi dan drainase tanahnya baik. (Rukmana, 2002).

F. Pemupukan

• Pemupukan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu dan diulang pada umur 4 minggu setelah tanam.

• Jenis dan dosis pupuk yang digunakan terdiri atas N,P,dan K atau campuran urea 250 kg atau setara dengan ZA 500kg/ha,TSP 200kg/ha,dan ZK atau KCl 200kg/ha. Pupuk TSP dan KCl atau ZK diberikan seluruh dosis pada waktu pemupukan

Page 88: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

294

pertama (umur 2 minggu setelah tanam) ditambah pupuk urea atau ZA setengah dosis. Sisa pupuk nitrogen setengah dosis lagi diberikan pada waktu tanaman berumur 4 minggu setelah tanam. Tiap tanaman kubis dipupuk sekitar 10-20 gram pupuk campuran setiap kali pemupukan.

• Tata cara pemberian pupuk yaitu mula-mula dibuat alur pupuk diatas bedengan sedalam 5 cm secara melingkar di sekeliling tanaman sejauh 10-15 cm atau disesuaikan dengan lebar mahkota daun. Dapat pula diatur mengikuti barisan tanaman, tetapi pada pemupukan susulan sebaiknya dalam larikan yang berbeda (arah memotong barisan tanaman). Berikutnya masukan pupuk secara hati-hati ke dalam alur-alur, kemudian tutup dengan tanah. Bila keadaan tanahnya kering, perlu diikuti dengan penyiraman (pengarian). (Rukmana, 2002)

G. Pengendalian Hama dan Penyakit 1.Hama

• Ulat tritip (Plutella xyloslella, L) Merupakan hama utama tanaman kubis, serangannya dapat menyebabakan kehilangan hasil antara 58-100%, terutama di musim kemarau. Ulat berwarna hijau, panjang 8-10 mm. Gejala serangan, daun berlubang-lubang, jika serangan hebat hanya menyisatkan urat daun.

• Ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis) Ulat berwarna hijau, panjang 18 mm, pada punggung terdapat garis berwarna hijau muda. Gejala serangan, bagian titik tumbuh tanaman rusak. Pengendalian dilakukan dengan cara mekanis, yaitu dengan mencari ulat kemudian dibunuh. Pemanfaatan musuh alami, misalnya Cotesia plutella dan penggunaan insektisida.

2.Penyakit • Busuk hitam

Penyebab penyakit bakteri Xanthomonas Campestris. Gejala serangan, mula-mula tepi daun berwarna kuning atau pucat kemudian meluas ke bagian tengah. Urat-urat daun hingga batang tampak hitam.

• Bercak daun Penyebab penyakit cendawan Alternaria brassicae. Gejala serangan, daun berbintik-bintik kelabu kemudian menjadi bercak cokelat. Pengendalian: Sebelum disemai, benih direndam dalam larutan sublimat 1 % selama 15 menit,pergiliran tanaman,dan penggunaan fungisida atau bakterisida.

H. Panen 1. Umur panen

Kubis dipanen pada umur 3-4 bulan setelah semai atau 2-3 bulan setelah pindah tanam, tergantung varietas. Selain umur, tanda kubis siap panen tampak pada krop yang telah mencapai ukuran maksimal, padat, dan kompak.

2. Cara panen Tata cara panen kubis adalah mula-mula

mematahkan daun-daun tua disebelah bawah krop; kemudian krop dipotong tepat di bagian bawahnya dengan alat bantu pisau yang tajam. Daun yang tua dan rusak dibersihkan, kemudian krop dimasukkan ke dalam keranjang untuk diangkut ketempat pengumpulan. Pada tanaman kubis yang dipelihara dengan baik (intensif) serta tidak mendapat serangan hama dan penyakit yang fatal, hasil panen dapat mencapai antara 20-40 ton/hektar, tergantung dari varietasnya. (Siswandi, 2006)

I. Kebun Sayur Dipinggir Jalan Berbahaya

Logam berat dapat terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar dengan penanaman dipinggir jalan seperti padi, rumput, beberapa jenis leguminosa untuk pakan ternak, dan sayuran. Manusia bukan hanya menderita sakit karena menghirup udara yang tercemar, tetapi juga akibat mengasup makanan yang tercemar logam berat. Sumbernya sayur-sayuran dan buah-buahan yang ditanam di lingkungan yang tercemar atau daging dari ternak yang makan rumput yang sudah mengandung logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Usaha-usaha untuk menanggulangi pencemaran logam berat di Indonesia sampai saat ini belum banyak dilakukan.

Hal ini terutama karena sebagian besar industri di Indonesia belum mempunyai sarana pengolahan limbah yang memadai. Usaha yang dapat kita lakukan untuk menghindari bahaya logam berat, antara lain dengan menghindari penanaman dipinggir jalan dan sumber bahan pangan yang memiliki risiko mengandung logam berat, mencuci dan mengolah bahan pangan yang akan dikonsumsi dengan baik dan benar. Selain itu, kita juga perlu memperhatikan dan peduli terhadap lingkungan agar pencemaran tidak semakin bertambah jumlahnya. Peningkatan pengetahuan mengenai logam berat juga dapat bermanfaat dan membuat kita lebih waspada terhadap pencemaran logam berat.

Logam berat di dalam bahan pangan ternyata tidak hanya terdapat secara alami, namun juga dapat merupakan hasil migrasi dari bahan pengemasnya. Oleh karena itu, pengemasan bahan pangan harus dilakukan secara hati-hati. Manusia bukan hanya menderita sakit karena menghirup udara yang tercemar, tetapi juga akibat mengasup makanan yang tercemar logam berat. Sumbernya sayur-sayuran dan buah-buahan yang ditanam di lingkungan yang tercemar atau daging dari ternak yang makan rumput yang sudah mengandung logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Usaha-usaha untuk menanggulangi pencemaran logam berat di Indonesia sampai saat ini belum banyak dilakukan. Hal ini terutama karena sebagian besar industri di Indonesia belum mempunyai sarana pengolahan limbah yang memadai.

Usaha yang dapat kita lakukan untuk menghindari bahaya logam berat, antara lain dengan menghindari sumber bahan pangan yang memiliki risiko mengandung logam berat, mencuci dan mengolah bahan yang akan dikonsumsi. Selain itu, kita juga perlu memperhatikan dan peduli terhadap lingkungan agar pencemaran tidak

Page 89: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Sri Bulan Nasution Analisa Kadar Timbal...

295

semakin bertambah jumlahnya. Peningkatan pengetahuan mengenai logam berat juga dapat bermanfaat bagi masyarakat. Logam berat di dalam bahan pangan ternyata tidak hanya terdapat secara alami, namun juga dapat merupakan hasil migrasi dari bahan pengemasnya. Oleh karena itu, pengemasan bahan pangan harus dilakukan secara hati-hati. (http://anekaplanta.wordpress.com/2010/01/25/kebun-sayur-di-pinggir-jalan-berbahaya/)

J. Timbal

Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam. dalam bahasa ilmiahnya dinamakan Plumbum dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam logam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2.

Dalam perkembangan industri kimia, dikenal pula aditive yang dapat ditambahkan ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor persenyawaan yang dibentuk dari logam Pb sebagai aditive ini ada 2 jenis yaitu (CH3)4-Pb (tetrametil-Pb) dan (C2H5)4-Pb (tetraetil-Pb). Bentuk-bentuk dari persenyawaan yang dibentuk oleh Pb dengan unsur kimia lainny, serta fungsi dari bentuk persenyawaan dapat dilihat sebagai berikut: Tetrametil-Pb dan Tetraetil-Pb kegunaan sebagai Aditive untuk bahan bakar kendaraan bermotor. (Palar 2008)

K. Sumber Polusi Timbal

Gas timbal terutama berasal dari pembakaran bahan aditif bensin dari kendaraan bermotor yang terdiri dari tetraetil Pb dan tetrametil Pb. Komponen-komponen Pb yang mengandung halogen terbentuk selama pembakaran bensin karena ke dalam bensin sering ditambahkan cairan antiletupan yang mengandung scavenger kimia. Bahan antiletupan yang aktif terdiri dari tetraetil Pb atau Pb(C2H5)4, Tetraetil Pb atau Pb(CH3)4, atau kombinasi dari keduanya. Scavenger ditambahkan supaya dapat bereaksi dengan komponen Pb yang tertinggal di dalam mesin sebagai akibat pembakaran bahan antiletupan tersebut. Komponen-komponen Pb yang dapat merusak mesin jika tertinggal, bereaksi dengan scavenger dan membentuk gas pada suhu tertentu saat mesin dijalankan, sehingga akan keluar bersama dengan bahan-bahan lainnyadan tidak akan merusak mesin. Dua macam scavenger yang sering digunakan adalah etilen dibromide (C2H4Br2) dan etilen dikhloride (C2H4CI2). Bahan aditif yang ditambahkan ke dalam bensin terdiri dari 62% tetraetil Pb, 18% etilen dibromide, 18% etilen dikhloride, dan 2% bahan-bahan lainnya.

Public Health Service di Amerika Serikat menetapkan bahwa sumber-sumber air alami untuk masyarakat tidak boleh mengandung Pb lebih dari 0.05 mg/I (0.05 ppm), sedangkan WHO menetapkan batas Pb di dalam air sebesar 0.1 mg/I.

Semua bahan pangan alami mengandung Pb dalam konsentrasi kecil, dan selama persiapan makanan mungkin kandungan Pb akan bertambah. Makanan-

makanan asam dapat melarutkan Pb dari peralatan masak, alat-alat makan, dan wadah-wadah penyimpanan yang terbuat dari alloy Pb atau keramik yang dilapisi glaze.

Di daerah-daerah pertanian yang dekat dengan jalan-jalan raya pada umumnya kandungan Pb pada hasil-hasil pertaniannya lebih tinggi dibandingkan dengan hasil-hasil pertanian yang dipanen dari daerah-daerah yang jauh dari jalan raya. Hal ini menunjukkan bahwa pencemaran Pb umumnya berasal dari kendaraan-kendaraan bermotor. ( Fardiaz, 2006)

L. Timbal di Udara

Jumlah Pb di udara mengalami peningkatan yang sangat drastis sejak dimulainya revolusi industri di Benua Eropa. Asap yang berasal dari cerobongan pabrik sampai pada knalpot kendaraan telah melepaskan Pb ke udara. Hal ini berlangsung terus-menerus sepanjang hari, sehingga kandungan Pb di udara naik secara sangat mencolok sekali. Kenyataan ini secara dramatis dibuktikan dengan suatu hasil penelitian terhadap kandungan Pb yang terdapat pada lapisan es di Greenland pada tahun 1969.

Di samping itu, dalam bahan bakar kendaraan bermotor biasanya ditambahkan pula bahan scavenger, yaitu etilendibromida (C2H4B2) dan etilendikhlorida (C2H4C12). Senyawa ini dapat mengikat residu Pb yang dihasilkan setelah pembakaran, sehingga di dalam gas buangan terdapat senyawa Pb dengan halogen.

Bahan aditif yang biasa dimasukkan ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor pada umumnya terdiri dari 62% tetraetil-Pb. 18% etilendikhlorida. 18% etilendibromida dan sekitar 2% campuran tambahan dari bahan-bahan yang lain. Jumlah senyawa Pb yang jauh lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa lain dan tidak terbakar musnahnya Pb yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan menjadi sangat tinggi. Berdasarkan pada analisis yang pernah dilakukan dapat diketahui kandungan bermacam-macam senyawa Pb yang ada dalam asap kendaraan bermotor.

Senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb dapat diserap oleh kulit. Hal ini disebabkan kedua senyawa tersebut dapat larut dalam minyak dan lemak. Sedangkan dalam lapisan udara tetraetil-Pb terurai dengan cepat karena adanya sinar matahari. Tetraetil-Pb akan terurai membentuk trietil-Pb, dietil-Pb dan monoetil-Pb. Semua senyawa uraian dari tetraetil-Pb tersebut memiliki bau yang spesifik seperti bau bawang putih. sulit larut dalam minyak akan tetapi semua senyawa turunan ini dapat larut dengan baik dalam air. Senyawa-senyawa Pb dalam keadaan kering dapat terdispersi di dalam udara, sehingga kemudian terhirup pada saat bernafas, dan sebagian akan menumpuk di kulit dan atau terserap oleh daun tumbuhan.

Sumber-sumber lain yang menyebabkan Pb dapat masuk ke udara ada bermacam-macam. Di antara sumber alternatif ini yang tergolong besar adalah pembakaran batu bara. asap dari pabrik-pabrik yang mengolah senyawa alkil-Pb, Pb-oksida. peleburan bijih dan transfer bahan bakar kendaraan bermotor. karena senyawa alkil-Pb yang terdapat dalam bahan bakar tersebut dengan sangat mudah menguap. ( Palar, 2008)

Page 90: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

296

M. Pencemaran Logam Berat Dari Pupuk Pencemaran tanah didefinisikan sebagai

peningkatan zat yang tidak diinginkan dalam tanah akibat aktivitas manusia yang telah menyebabkan kerusakan aktual maupun potensial terhadap mutu lingkungan. Logam berat merupakan komponen yang banyak terdapat di alam. Pencemaran logam berat dalam tanah terjadi jika konsentrasi logam berat sudah diatas batas ambang yang ditetapkan (Cottenie et al. 1982). Pemasuk logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia (pupuk buatan dan pestisida), kendaraan bermotor, limbah industri dan pertambangan, serta logam berat yang berasal dari bahan induk pembentuk tanah tersebut. Pertanian organik yang terbebas dari penggunaan bahan-bahan kimia sintetis tidak serta merta juga terbebas dari pencemaran, terutama logam berat. Bahan-bahan organik yang digunakan sebagai pupuk dapat menjadi sumber logam berat terutama timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dalam tanah yang akan terserap oleh tanaman. Alloway (1990) menyatakan bahwa pupuk organik memiliki kandungan Pb dan Cd yang cukup tinggi. (Khatimah, 2006). N. Keracunan oleh Logam Timbal

Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit.

Sebagian besar dari Pb yang terhirup pada saat bernafas akan masuk ke dalam pembuluh darah paru-paru. Tingkat penyerapan itu sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel dari senyawa Pb yang ada dan volume udara yang mampu dihirup pada saat peristiwa bernafas berlangsung. Makin kecil ukuran partikel debu, serta makin besarnya volume udara yang mampu terhirup maka akan semakin besar pula konsentrasi Pb yang diserap oleh tubuh. Logam Pb yang masuk ke paru-paru melalui peristiwa pernafasan akan terserap dan berikatan dengan darah paru-paru untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Lebih dari 90% logam Pb yang terserap oleh darah berikatan dengan sel-sel darah merah (erytrocyt).

Senyawa Pb yang masuk kedalam tubuh melalui makanan dan minuman akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh. Namun demikian jumlah Pb yang masuk bersama makanan dan atau minuman ini masih mungkin ditolerir oleh lambung disebabkan asam lambung (HCL) mempunyai kemampuan untuk menyerap logam Pb. Tetapi walaupun asam lambung mempunyai kemampuan untuk menyerap keberadaan logam Pb ini. Pada kenyataannya Pb lebih banyak dikeluarkan oleh tinja.

Pada jaringan dan organ tubuh, logam Pb akan terakumulasi pada tulang, karena logam ini dalam bentuk ion (Pb2+) mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat dalam jaringan tulang. Di samping itu, pada wanita hamil logam Pb dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir, Pb akan dikeluarkan bersama air susu.

Senyawa seperti tetraetil-Pb, dapat menyebabkan keracunan akut pada sistem syaraf pusat, meskipun proses keracunan tersebut terjadi dalam waktu yang cukup panjang dengan kecepatan penyerapan yang kecil.

Pada pengamatan yang dilakukan terhadap para pekerja yang bekerja menangani senyawa Pb, tidak ditemukan keracunan kronis yang berat. Gejala keracunan kronis ringan yang ditemukan berupa insomnia dan beberapa macam gangguan tidur lainnya. Sedangkan gejala pada kasus keracunan akut ringan adalah menurunnya tekanan darah dan berat badan. Keracunan akut yang cukup berat dapat mengakibatkan koma dan bahkan kematian.

Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit. logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal itu disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh.

O. Efek Timbal Terhadap Sistem Urinaria

Senyawa-senyawa Pb yang terlarut dalam darah akan dibawa oleh darah ke seluruh sistem tubuh. Pada peredaranya, darah akan terus masuk ke glomerolus yang merupakan bagian dari ginjal. Dalam glomerolus tersebut terjadi proses pemisahan akhir dari semua bahan yang dibawa darah, apakah masih berguna bagi tubuh atau harus dibuang karena sudah tidak diperlukan lagi. Ikut sertanya Pb yang terlarut dalam darah ke sistem urinaria (ginjal) dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran ginjal. Kerusakan yang terjadi tersebut disebabkan terbentuknya intranuclear inclusion bodies yang disertai dengan membentuk aminociduria, yaitu terjadinya kelebihan asam amino dala urine. ( Palar, 2008)

P. Penanggulangan Keracunan Timbal - Pertolongan pertama

Jika menemukan gejala-gejala keracunan timbal, masyarakat dapat memberi pertolongan pertama untuk sedapat mungkin menekan risiko dan dampaknya pada penderita. Untuk keracunan akut melalui saluran pencernaan misalnya, pasien sebaiknya segera dipindahkan agar tidak terpapar lagi dengan timbal. Bilas mulutnya dan berikan rangsangan untuk muntah ( untuk penderita yang sadar). Rujuklah segera ke bagian perawatan medis. Kasus-kasus keracunan kronis dapat ditekan dengan berbagai cara dengan merujuk factor-faktor yang memungkinkan terjadinya keracunan tersebut. Misalnya, mengurangi kadar timbal dalam bensin untuk mengurangi pemaparan timbal melalui pernafasan. Dengan demikian dapat diharapkan terjadi penurunan kadar timbal dalam darah manusia. Keracunan yang biasa terjadi karena tumpahan timbal di lingkungan industri – industri besar dapat dihindari dengan membersihkan tumpahan dengan hati-hati ( untuk tumpahan sedikit), atau dilakukan secara landfills (untuk tumpahan yang banyak).

Q. Upaya pencegahan

Berbagai upaya dan tindakan pengamanan perlu dilakukan dalam rangka mencegah dan mengurangi pencemaran Pb, baik yang berasal dari hasil pembakaran

Page 91: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Sri Bulan Nasution Analisa Kadar Timbal...

297

mesin mobil/motor maupun hasil industri atau dari makanan/minuman tercemar Pb. (http://hex-a.blogspot.com/2012/09/bahaya-timbal-bagi-kesehatan.html).

R. Prinsip Dasar

Selama bertahun-tahun detektor uap raksa mewakili penerapan analitis utama dari absorpsi atom. Tekanan uap raksa logam cukup besar sehingga membahayakan kesehatan dalam ruang yang ventilasinya tidak memadai. Detektor-detektor itu pada dasarnya adalah spektrofotometer primitive, dimana sumbernya adalah sebuah lampu uap raksa bertekanan rendah. Atom-atom raksa dieksitasi dalam dicas listrik lampu itu, memancarkan radiasi bila mereka kembali ke tingkatan elektronik yang lebih rendah, radiasi itubukan suatu kontinum ( tidak berkesinambungan ) melainkan terdiri dari frekuensi-frekuensi diskrit yang menyatakan transisi elektronik dalam atom raksa, dengan suatu garis yang istimewa kuatnya pada 253,7 nm yang berpadanan dengan selisih energi antara keadaan eksitasi pertama untuk Hg. (Day R.A, dkk,2002) U. Defenisi Operasional (DO) 1.Timbal Timbal adalah salah satu bahan pencemar utama saat ini dilingkungan. Hal ini bisa terjadi karena sumber utama pencemaran timbal adalah dari emisi gas buangan kendaraan bermotor. 2. Kubis Kubis adalah tanaman yang termasuk dalam famili Cruciferae dan mempunyai nama latin Brassica oleracea. Tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman sayur yang umum diusahakan oleh para petani Indonesia 3. Efek samping Senyawa seperti tetraetil-Pb, dapat menyebabkan keracunan akut pada sistem syaraf pusat, meskipun proses keracunan tersebut terjadi dalam waktu yang cukup panjang dengan kecepatan penyerapan yang kecil.gejala keracunan kronis ringan yang ditemukan berupa insomnia dan beberapa macam gangguan tidur lainnya. Sedangkangejala pada kasus keracunan akut ringan adalah menurunnya tekanan darah dan berat badan. Keracunan akut yang cukup berat dapat mengakibatkan koma dan bahkan kematian. V. Prosedur Kerja Sample Timbang sample sebanyak 1 gram. Masukkan kedalam cawan silika. Tambahkan 3 gr asam benzoat pada sample, Selanjutnya dipanaskan dalam furnance pada suhu 600 °C selama 6 jam sampai menjadi abu yang berwarna putih. Setelah itu abu dilarutkan dengan 5 ml HNO3 (p) sampai larut semua. Kemudian larutan diencerkan dengan akuadest. Kemudian dipanaskan di Hot plate, lalu dinginkan dan masukkan kedalam labu ukur. Setelah itu larutan diencerkan dengan aquadest sampai 100 ml. Baca hasil dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 248,3 nm. Larutan diinjeksikan pada alat Spektrofotometer Serapan Atom setelah alat dinolkan dengan pengaturan larutan blangko.

Pembacaa konsentrasi dilakukan 3x. (Baset, J, 1986 dalam Fitri Nurhayati). W.Perhitungan

𝐾𝐾𝑃𝑃𝑡𝑡𝑃𝑃𝑘𝑘𝑡𝑡𝑡𝑡𝐴𝐴𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃 (𝑚𝑚𝑡𝑡 %) = �𝑃𝑃 𝑥𝑥 𝑣𝑣𝑤𝑤

�𝑥𝑥 100% a : Konsentrasi Sample (ppm) b : Volume Pengenceran (ml) w : Berat Sample (mg) Contoh perhitungan sample No 2.

1. Sayur Kubis Berat sample (w) : 1,1438 gr

Pembacaan 1 (a1) : 0,0639 ppm Volume (v) : 100 ml

𝐾𝐾𝑃𝑃𝑡𝑡𝑃𝑃𝑘𝑘𝑡𝑡𝑡𝑡𝐴𝐴𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃 (𝑚𝑚𝑡𝑡 %)

= �𝑃𝑃 𝑥𝑥 𝑣𝑣𝑤𝑤

�𝑥𝑥 100%

= � 0,0639 𝑥𝑥 1001,1438 𝑥𝑥 1000

� 𝑥𝑥 100%

= �0,0639 𝑥𝑥 0,11,1438

� 𝑥𝑥 100% = 0,55 mg%

PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap kadar timbal (Pb) pada 5 sampel sayur kubis diperoleh hasil yang hampir sama yaitu pada sampel 1,3,4,5 dengan Kadar Timbal sekitar 0,25 mg% - 0,32 mg% dan hasil yang tertinggi terdapat pada sampel nomor 2 dengan Kadar 0,55 mg %. Hasil yang berbeda pada Sayur Kubis yang tertinggi yaitu dengan kadar 0,55 mg%, karena pada sayur tersebut yang banyak terdapat mengandung Kadar Timbal yaitu pada asap kendaraan, terjadi karena penanaman yang terlalu dekat ke pinggir jalan. Pencemaran logam berat terjadi selama proses prapanen yaitu selama penanaman dan pemeliharaan, juga disebabkan pemakaian pupuk mikro yang mengandung tembaga. (Suismono, Miskiyah, Widraningrum, 2007) Kontaminasi makanan juga bisa terjadi dari tanaman pangan (bidang pertanian) yang diberi pupuk dan pestisida yang mengandung logam. (Agustina Titin, 2007) Dari Tabel tersebut tersebut menunjukkan perbedaan kadar timbal yang besar dengan kata lain kadarnya hampir mendekati pada sampel 1,3 – 5 dan yang tertinggi mencapai 0,55 mg%. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 5 sampel sayur kubis diperoleh hasil Kadar Pb yang berbeda pada kelima sayur kubis. Pada sayur kubis diperoleh Kadar 0,25 mg% - 0,55 mg%. SARAN 1. Dianjurkan kepada para konsumen agar sayuran

dicuci bersih atau direndam 2 sampai 3 kali sebelum dimasak.

Page 92: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

298

2. Disarankan juga kepada masyarakat Tanah Karo Berastagi agar tidak menanam sayuran dekat dipinggir jalan atau dengan menggunakan pagar seng pada tanaman.

3. Disarankan juga untuk tindakan yang lebih bijak lagi adalah mengurangi pencemaran Timbal di lingkungan antara lain menggunakan bensin tanpa Timbal, Sehingga emisi Timbal ke udara berkurang.

4. Bagi pemerintah khususnya Dinas Pertanian hendaknya secara proaktif memberikan penyuluhan tentang sumber-sumber Timbal dan dampaknya terhadap kesehatan.

5. Kepada peneliti yang akan datang agar meneliti logam beracun lain yang ada pada sayur kubis tersebut sehingga dapat menjadi suatu informasi bagi masyarakat

DAFTAR PUSTAKA Duryatmo Sardi, 2006, “Seri Mengenal Sayur Disekitar

Kita, Cetakan Pertama”, PT Penebar Swadaya,Jakarta.

Fardiaz Srikandi, 2006, “Polusi Air Dan Udara”, Penerbit Kanisius, Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Jl. Cempaka 9, Deresan, Yongyakarta.

Lu C Frank, 2002, “Toksikologi Dasar Asas Organ Sasaran Dan Penilaian Risiko”, Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS), Jakarta.

Naria Evi, 2005, “Mewaspadai Dampak Bahan Pencemar Timbal (Pb) Dilingkungan Terhadap Kesehatan”, Jurnal Komunikasi Penelitian, Universitas Sumatera Utara.

Palar Heryando, 2008, “Pencemaran & Toksikologi Logam Berat Cetakan ke-empat”, Penerbit Rineka Cipta, Anggota IKAPI, Jakarta.

Pracaya, 2000, “Kol Alias Kubis, Penerbit PT. Penebar Swadaya, Jl. Gunung Sahari III/7 Jakarta.

Rukmana, 2002, “Bertanam Kubis, Cetakan ke-2”, Penerbit Kanisius Jl. Cempaka 9 Deresan, Yongyakarta.

Siswandi, 2006, “Budidaya Tanaman Sayuran Cetakan Pertama”, PT Citra Aji Parama, anggota IKAPI No.043/DIY/03, Jl. Laksada Adisucipto 29, Yogyakarta.

S.P.Tafajani S. Dudy, 2011, “Panduan Komplit Bertanam Sayur Dan Buah-buahan, Cetakan Pertama”, Penerbit Universitas Atma Jaya Jl. Moses Gatotkaca No. 28, Yogyakarta.

Tombe Mesak & Sipayung Hendra, 2010, “Bertani Organik Dengan Teknologi Biofob”, Penerbit Lily Publisher, Yongyakarta.

Day, R.A dan A. L. Underwood, 2002.” Analisis Kimia Kuantitatif”, Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga.

Baset, J., et al, 1986, Vogel Text Book Of Quantitative In Organic Chemistry, 4-th edition, Long Man, London, 810, 835 – 837.

Suismono, Miskiyah dan Widraningrum, 2007.” Bahaya Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Cemarannya.

Agustina Titin, Jurnal 2007.” Kontaminasi Logam Berat Pada Makanan dan Dampaknya Pada Kesehatan, Fakultas Tekhnik, UNNES.

Khatimah, 2006. “Perubahan Konsentrasi Timbal dan Kadmium Akibat Perlakuan Pupuk Organik Dalam Sistem Budi Daya Sayuran Organik “. Institut Pertanian Bogor.

(http://hex-a.blogspot.com/2012/09/bahaya-timbal-bagi-kesehatan.html)

(http:// Hildan Rosalina.blogspot.com/2012/08/Spektrofotometer Serapan Atom)

(http://anekaplanta.wordpress.com/2010/01/25/kebun-sayur-di-pinggir-jalan- berbahaya)

Page 93: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

299

REBUSAN RIMPANG ALANG-ALANG (IMPERATA CYLINDRICAL L) MEMBERIKAN EFEK DIURETIK PADA MENCIT (MUS MUSCULUS)

DI MENIT KE 90

D. Elysa Putri Mambang Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Medan

` Abstrak

Obat tradisional yang digunakan sebagai diuretik salah satunya adalah tumbuhan alang-alang (Imperata cylindrical L) dan yang digunakan adalah rimpangnya. Rimpang alang-alang mengandung manitol, glukosa, sakarosa, malic acid, citric acid, coixol, arundoin, cylindrene, cylindol A, graminone B, imperanene, stigmasterol, campesterol, β-sitosterol, fernenol, arborinone, arborinol, isoarborinol, simiarenol, anemonin dan tanin. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek diuretik dari rebusan rimpang alang-alang yang diberikan secara oral pada mencit sebagai hewan percobaan. Rebusan pada penelitian ini adalah sediaaan cair yang dibuat secara merebus rimpang alang-alang dengan air pada suhu 90̊ C selama 30 menit. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, dimana hewan uji yang digunakan adalah 18 ekor mencit, yang terbagi dalam 6 kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor mencit. Kelompok 1 sebagai kontrol (tidak diberikan apa-apa), kelompok 2 diberikan aquadest kelompok 3 diberikan rebusan rimpang alang-alang konsentrasi 30%, kelompok 4 diberikan rebusan rimpang alang-alang konsentrasi 40%, kelompok 5 diberikan rebusan rimpang alang-alang konsentrasi 30% dan kelompok 6 diberikan suspensi furosemida. Mencit kelompok 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 diteliti selama 4 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rebusan rimpang alang-alang konsentrasi 30%, 40% dan 50% menghasilkan efek diuretik pada menit ke 90. Sedangkan suspensi furosemida memberikan efek diuretik pada menit ke 60. Suspensi furosemida lebih cepat memberikan efek diuretik dari pada rebusan rimpang alang-alang.

Kata Kunci : Rebusan rimpang alang-alang, Diuretik, Furosemida

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah. Beraneka ragam tanaman dapat ditemukan di Indonesia. Hal tersebut didukung oleh iklim tropis dan posisi strategis Indonesia yang dilewati olah garis khatulistiwa. Kekayaan flora yang dimiliki tersebut kemudian banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan hidup sehari-hari diantaranya sebagai tanaman obat.

Masyarakat Indonesia sejak dahulu kala telah melakukan serangkaian upaya penanggulangan penyakit menggunakan bahan-bahan dari alam sebagai pengobatan tradisional. Berdasarkan UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, yang dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Banyak orang beranggapan bahwa penggunaan dari obat tradisional relatif lebih aman

dibandingkan dengan obat sintetis atau buatan pabrik. Penggunaan obat tradisional semakin meningkat diantaranya juga dikarenakan krisis ekonomi yang berpengaruh kepada daya beli masyarakat terhadap obat sintetis atau buatan pabrik. Namun demikian bukan berarti obat tradisional tidak memiliki efek samping yang merugikan. Untuk itu perlu diketahui kandungan dan penggunaan yang optimal dari obat tradisional tersebut.

Diantara berbagai tumbuhan obat yang diketahui baik bagi kesehatan yaitu rimpang alang-alang. Tanaman ini sudah lama dikenal masyarakat, banyak dijumpai di tempat terbuka. Akar dan batang alang-alang mengandung manitol, glukosa, sakarosa, malic acid, citric acid, coixol, arundoin, cylindrene, cylindol A, graminone B, imperanene, stigmasterol, campesterol, β-sitosterol, fernenol, arborinone, arborinol, isoarborinol, simiarenol, anemonin dan tanin. (Dalimartha, 2006). Khasiat rimpang alang-alang antara lain diuretik, kencing berdarah, kencing nanah, muntah darah, mimisan dan radang ginjal akut. (Arief Hariana, 2004) Akar alang-alang sudah pernah diteliti oleh Jaya Antonius Satrya, Fakultas Farmasi UNAIR untuk mengetahui efek antipiretik (pereda demam) infus akar

Page 94: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

300

alang-alang pada tikus putih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infus akar alang-alang konsentrasi 5%, 10%, dan 20% mempunyai efek antipiretik. Infus akar alang-alang konsentrasi 20% paling kuat efek antipiretiknya.

Furosemida digunakan untuk pengobatan diuretika, udema, kelainan ginjal (menghancurkan batu ginjal). Diuretika adalah zat-zat yang memperbanyak pengeluaran air kemih (diuresis) akibat khasiat langsung terhadap ginjal (Tjay Hoan, 2007). Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air (Ganiswara Sulistia G, 1995 ). Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengetahui dan membandingkan efek diuretik rebusan rimpang alang-alang (Imperata cylindrica L) dan furosemida terhadap volume urine mencit sebagai hewan percobaan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan efek diuretik rebusan rimpang alang-alang (Imperata cylindrica L) dan furosemida terhadap volume urine mencit. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan membandingkan efek diuretik rebusan rimpang alang-alang dengan furosemida menggunakan mencit sebagai hewan percobaan Pengambilan Sampel Sampel yang akan diuji dalam penelitian adalah rimpang alang-alang segar yang didapat di daerah Pancing Medan. Tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling yaitu tidak mempertimbangkan tempat tumbuh dan letak geografisnya. Hewan Percobaan Mencit 18 ekor Alat dan Bahan yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:Timbangan hewan (mencit), beaker glass 50 ml, 250 ml, oral needle, gelas ukur 10 ml,25 ml, 250 ml, penampung urine (spuilt 3 ml), kandang, kandang metabolism,panci rebusan,stopwatch, kain flannel, lumpang dan stamper, corong .

Bahan yang digunakan: mencit, rebusan rimpang alang-alang, aquadest, NaCl 0,9%,Suspensi furosemida. Pembuatan sediaan 1. Rebusan rimpang alang-alang

Rebusan yang dibuat adalah rebusan dengan konsentrasi 30%, 40% dan 50%

Perhitungan pembuatan rebusan rimpang alang-alang konsentrasi 30% :

Rimpang alang-alang 30% = 10030

x 100ml = 30 g

Perhitungan pembuatan rebusan rimpang alang-alang konsentrasi 40% :

Rimpang alang-alang 40% = 10040

x 100ml = 40 g

Perhitungan pembuatan rebusan rimpang alang-alang konsentrasi 50%:

Rimpang alang-alang 50% = 10050

x 100 ml = 50 g

maka rebusan rimpang alang-alang dibuat dengan menimbang 30 g, 40 g dan 50 g rimpang alang-alang yang masih segar kemudian masing masing dimasukkan ke dalam panci rebusan dan diberi aquadest sebanyak 100 ml. Panaskan diatas penangas air selama 30 menit setelah suhu diatas 90°C sambil sesekali diaduk, kemudian serkai selagi panas dengan menggunakan kain flanel, jika volume kurang tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume 100 ml. 2. Pembuatan pensuspensi CMC 0,5%

Sebanyak 0,5 g CMC ditaburkan kedalam lumpang yang telah berisi aquadest panas sebanyak 50 ml, dibiarkan selama 15 menit sehingga diperoleh massa yang transparan, setelah mengembang digerus lalu diencerkan dengan sedikit aquadest kemudian dimasukkan kedalam wadah. Cukupkan volume dengan aquadest hingga 100 ml

3. Pembuatan Suspensi Furodemida 0,1% Furosemida yang diambil adalah:

Furosemida 0,1% =ml

g50

05,0 x 50 ml = 0,05 g (50 mg)

20 tablet furosemida = 2984 mg Tiap tablet memiliki 40 mg furosemida murni sehingga furosemida murni dalam 20 tablet adalah 800 mg

serbuk furosemida yang ditimbang adalah: 80050

x 2984 =

186,5 mg Perhitungan Volume Suspensi Furosemida Volume suspensi yang diberikan pada mencit: • Berdasarkan tabel konversi dosis untuk mencit 20

g dibandingkan dengan manusia 70 kg = 0,0026 • Berdasarkan Farmakope Indonesia, dosis

furosemid untuk manusia = 40 mg. • Berat rata-rata orang Indonesia adalah 50 kg • Jadi untuk manusia yang beratnya 70 kg adalah =

5070

X 40 mg = 56 mg

• Dosis Furosemida yang diberikan untuk mencit adalah = 56 mg x 0,0026 = 0,1456 mg

• Volume suspensi yang dibuat adalah 50 mg dalam 50 ml

Page 95: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

D. Elysa Putri Mambang Rebusan Rimpang Alang-Alang...

301

• Volume suspensi furosemida yang dibutuhkan untuk mencit 20 g adalah:

mgmg

502,0

x 50 ml = 0,2 ml

Perhitungan Volume Rebusan rimpang alang-alang :g

BB20

x 0,2 ml

Perhitungan Volume Aquadest : g

BB20

x 0,2 ml

Perhitungan Volume NaCl 0,9% : g

BB20

x 0,2 ml

Prosedur Kerja 1. Mencit dipuasakan selama 12 jam 2. Mencit yang digunakan ditimbang, dicatat

beratnya masing-masing dan diberi tanda. 3. Hitung volume rebusan rimpang alang-alang, dosis

suspensi furosemida, aquadest dan volume NaCl 0,9%

4. Semua mencit diberikan larutan NaCl 0,9% b/v kecuali Mencit 1,2 dan 3 kemudian dibiarkan selama 15 menit

5. Mencit 1, 2, 3 tidak diberi apa-apa

6. Setelah 15 menit mencit 4, 5, 6 diberi aquadest 7. Setelah 15 menit mencit 7, 8, 9 diberi rebusan

rimpang alang-alang konsentrasi 30% 8. Setelah 15 menit mencit 10, 11, 12 diberi rebusan

rimpang alang-alang konsentrasi 40% 9. Setelah 15 menit mencit 13, 14, 15 diberi rebusan

rimpang alang-alang konsentrasi 50% 10. Setelah 15 menit mencit 16, 17, 18 diberi suspensi

Furosemida 11. Setelah semua mencit diberikan obat kemudian

dimasukkan kedalam kandang metabolisme 12. Amati dan catat perubahan 13. Catat volume urin tertampung setiap 30 menit

selama 4 jam. Hitung efek diuretik dengan kriteria rumus: VUT

VOB x 100%

Dimana: VUT: Volume Urin Tertampung VOB: Volume Obat Diberikan

14. Tetapkan khasiat diuretik tiap mencit dengan kriteria: VUTVOB

x 100% = 40% – 80% diuretik lemah 80% - 100% diuretik sedang >100% diuretik kuat

Dibuat grafik volume urine.

Hasil Penelitian Tabel 1.1 Data pengamatan Volume Urin

Perlakuan Volume urin (ml) 30’ 60’ 90’ 120’ 150’ 180’ 210’ 240’

Kontrol Mencit 1 0 0 0 0 0 0 0 0 Kontrol Mencit 2 0 0 0 0 0 0 0 0 Kontrol Mencit 3 0 0 0 0 0 0 0 0

Aquadest Mencit 4 0 0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 Aquadest Mencit 5 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 Aquadest Mencit 6 0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 RRA 30% Mencit 7 0 0 0,3 0,3 0,3 0,4 0,4 0,4 RRA 30% Mencit 8 0 0,1 0,1 0,2 0,2 0,2 0,3 0,3 RRA 30% Mencit 9 0 0 0,2 0,2 0,4 0,4 0,4 0,4 RRA 40% Mencit 10 0 0,2 0,2 0,4 0,4 0,4 0,5 0,5 RRA 40% Mencit 11 0,1 0,1 0,4 0,4 0,4 0,5 0,5 0,5 RRA 40% Mencit 12 0 0,2 0,2 0,3 0,4 0,4 0,6 0,6 RRA 50% Mencit 13 0 0,1 0,1 0,4 0,4 0,6 0,6 0,7 RRA 50% Mencit 14 0,2 0,2 0,6 0,6 0,7 0,7 0,8 0,8 RRA 50% Mencit 15 0,1 0,3 0,3 0,6 0,6 0,6 0,7 0,7 Suspensi

furosemida Mencit 16 0,3 0,3 0,7 0,7 0,9 1,0 1,0 1,0

Suspensi furosemida

Mencit 17 0 0,2 0,5 0,5 0,7 0,7 0,9 0,9

Suspensi furosemida

Mencit 18 0,1 0,3 0,3 0,3 0,7 0,7 0,7 0,9

Keterangan: RRA = Rebusan Rimpang Alang-alang

Page 96: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

302

Tabel 1.2 Rata-rata Volume Urin Tertampung Tiap 30 Menit Selama 4 Jam Perlakuan rata-rata Waktu (menit)

30 60 90 120 150 180 210 240 Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 Aquadest 0,06 0,1 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 RRA 30% 0 0,03 0,2 0,23 0,3 0,3 0,36 0,36 RRA 40% 0,03 0,16 0,26 0,36 0,4 0,43 0,53 0,53 RRA 50% 0,1 0,2 0,36 0,53 0,56 0,63 0,7 0,73 Suspensi Furosemida 0,13 0,27 0,5 0,5 0,77 0,8 0,8 0,93

Keterangan : RRA = Rebusan Rimpang Alang-alang Tabel 1.3 Persentase Volume Urin Tertampung Tiap 30 menit Selama 4 Jam

Perlakuan Rata-rata

Waktu (menit) 30 60 90 120 150 180 210 240

Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 Aquadest 12,5% 20,8% 27,1% 27,1% 27,1% 27,1% 27,1% 27,1% RRA 30% 0 6% 40% 46% 60% 60% 72% 72% RRA 40% 5,4% 28,6% 46,4% 64,3% 71,4% 76,8% 94,6% 94,6% RRA 50% 19,2% 38,5% 57,7% 101,9% 107,7% 121,2% 134,6% 140,4% Suspensi

Furosemida 23,2% 48,2% 89,3% 89,3% 137,5% 142,9% 142,9% 166,1%

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

30 60 90 120 150 180 210 240

volu

me

urin

(ml)

Waktu (menit)

Grafik rata-rata VUT tiap 30 menit

Kontrol

Aquadest

RRA 30%

RRA 40%

RRA 50%

Suspensi Furosemida

Page 97: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

D. Elysa Putri Mambang Rebusan Rimpang Alang-Alang...

303

keterangan : persentase volume urin = VUT/VOB x 100% 40% - 80% = diuretik lemah 80% - 100% = diuretik sedang > 100% = diuretik kuat Tabel 1.4 Nilai Kumulatif Volume Urin Tertampung Tiap Kelompok

Perlakuan Rata-rata % diuretik selama 4 jam Kontrol 0 Aquadest 27,1 % RRA 30% 72% RRA 40% 94,6% RRA 50% 140,4% Suspensi furosemida 166,1%

Pembahasan Semua mencit kecuali mencit 1, 2 dan 3 diberi

NaCl 0,9% untuk menginduksi urin. Mencit yang diberi suspensi furosemida secara oral mengalami diuresis pada menit ke-30 dan mengeluarkan urin sebanyak 0,9 ml selama 4 jam pengamatan, suspensi furosemida dapat memberikan efek diuresis yang lebih cepat dibandingkan dengan rebusan rimpang alang-alang. Mencit yang

diberikan rebusan rimpang alang-alang konsentrasi 30% secara oral mengalami diuresis pada menit ke-60 dan mencit yang diberikan rebusan rimpang alang-alang konsentrasi 40% dan 50% mengalami diuresis pada menit ke-30.

Semua mencit yang diberikan rebusan rimpang alang-alang secara oral memberikan efek diuretik pada menit ke-90 dan volume urin yang

020406080

100120140160180

30 60 90 120 150 180 210 240

pers

enta

se v

olum

e ur

in (%

)

waktu (menit)

Grafik Persentase VUT tiap 30 menit

Kontrol

Aquadest

RRA 30%

RRA 40%

RRA 50%

Furosemida

020406080

100120140160180

tidak diberikan apa-apa

Aquadest RRA 30% RRA 40% RRA 50% Suspensi Furosemida

pers

enta

se v

olum

e ur

in s

elam

4 ja

m (%

)

Sediaan yang diberikan

Persentase VUT selama 4 jam

Page 98: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

304

dihasilkan selama 4 jam adalah mencit yang diberikan rimpang alang-alang 30% sebanyak 0,36 ml, mencit yang diberikan rimpang alang-alang 40% sebanyak 0,53 ml dan yang diberi rebusan rimpang alang-alang 50% adalah 0,73 ml. Rebusan rimpang alang-alang 50% memberikan efek diuretik kuat sedangkan rebusan rimpang alang-alang 40% memberikan efek diuretik sedang dan rebusan rimpang alang-alang konsentrasi 30% memberikan efek diuretik lemah.

Suspensi furosemida lebih cepat memberikan efek diuretik dibandingkan rebusan rimpang alang-alang. Mencit yang diberikan aquadest tidak memberikan efek diuretik hal ini disebabkan aquadest tidak memiliki khasiat sebagai diuretic. Pada mencit 1, 2 dan 3 yang tidak diberikan apa-apa dan tidak mengeluarkan urin selama 4 jam pengamatan berlangsung.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Rebusan rimpang alang-alang konsentrasi 30%, 40%

dan 50% memberikan efek diuretik 2. Mencit yang diberi rebusan rimpang alang-alang

dengan konsentrasi 50% lebih banyak mengeluarkan urin dibandingkan konsentrasi 40% dan 30%, maka semakin tinggi konsentrasi rebusan rimpang alang-alang, semakin banyak urin yang dikeluarkan, semakin rendah konsentrasi rebusan rimpang alang-alang maka volume urin yang dikeluarkan semakin sedikit.

3. Rebusan rimpang alang-alang konsentrasi 30%, 40% dan 50% menghasilkan efek diuretik pada menit ke 90. Sedangkan suspensi furosemida memberikan efek diuretik pada menit ke 60. Suspensi furosemida lebih

cepat memberikan efek diuretik dari pada rebusan rimpang alang-alang.

Saran Kepada peneliti selanjutnya disarankan dapat meneliti khasiat dari rimpang alang-alang dalam bentuk sediaan ekstrak. DAFTAR PUSTAKA Dalimartha, Setiawan.2006. Atlas Tumbuhan Obat

Indonesia Edisi 4. Jakarta: Puspa Swara Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979.

Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta ---------------------. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.

Jakarta ---------------------, Farmakope Nederland Edisi V, Jakarta Rahman, A. U., Chaudhary, M.i., William. J. R, 2005 Drug

Development. Singapore: Hardwood Academic Publisher. Hal: 80

Ganiswara sulistia G, dkk, 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi 4, Bagian Farmakologi, Fakultas kedokteran-Universitas Indonesia, Jakarta

Hariana, Arief, Drs. H., 2004, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya seri 1, Jakarta: Penebar Swadaya

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardjo, 2007. Obat-Obat Penting Edisi Keenam. Jakarta: Gramedia

Voight, R.1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah mada university press

Eko, Manfaat Tanaman alang-alang yang Baik untuk Kesehatan Tubuh.

http://npicom.com/health/manfaat-tanaman-alang-alang diakses tanggal 21 Februari 2013)

Page 99: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

305

PERBEDAAN MOTIVASI UNTUK MELAKUKAN SENAM NIFAS PADA IBU POSTPARTUM YANG DIBERIKAN PENDIDIKAN

KESEHATAN DENGAN YANG TIDAK DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT BINA KASIH MEDAN

Jujuren Br. Sitepu Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan Jurusan Keperwatan Gigi

Abstrak

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu pelayanan kesehatan. SKRT memperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Untuk meminimalkan masalah atau komplikasi pasca persalinan seperti resiko perdarahan pasca postpartum salah satu aktivitas yang dianjurkan adalah senam nifas. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui perbedaan motivasi untuk melakukan senam nifas pada ibu postpartum yang diberikan pendidikan kesehatan dengan yang tidak diberikan pendidikankesehatan di RSU BINA KASIH. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Rancangan penelitian ini menggunakan pra- eksperimental yaitu dengan metode staticgroup comparison design, dan uji statistik yang digunakan yaitu uji mann whitney. Besar sampel yang digunakan untuk masing-masing kelompok yaitu 30 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling Insidental. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang langsung diberikan kepada responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok responden dengan perlakuan diperoleh hasil sebagian besar memiliki motivasi tinggi (85 %) sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan (75%) memiliki motivasi sedang dan sisanya memiliki motivasi rendah. Dari hasil uji beda yang dilakukan, didapatkan bahwa ada perbedaan motivasi untuk melakukan senam nifas pada ibu post partum yang diberikan pendidikan kesehatan dengan yang tidak diberikan pendidikan kesehatan, dengan p value sebesar 0.000.

Kata Kunci : Perbedaan Motivasi, Senam Nifas, Ibu Postpartum

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu pelayanan kesehatan, berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2009/2010 yang menunjukkan bahwa setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab (Ridwanamirudin, 2007). SKRT memperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Postpartum atau masa nifas merupakan masa setelah partus selesai dan berakhirnya setelah kira-kira 6 minggu. Delapan jam pasca persalinan, ibu harus tidur terlentang untuk mencegah perdarahan. Sesudah 8 jam, ibu boleh miring ke kiri atau ke kanan untuk mencegah trombosis (Mansjoer Arif, 2007).

Para ibu pasca melahirkan cenderung takut untuk melakukan banyak gerakan. Ibu biasanya khawatir gerakan-gerakan yang dilakukannya akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Setidaknya ada tiga alasan mengapa orang tidak melakukan senam nifas setelah persalinan, pertama, karena memang tidak tahu bagaimana senam nifas. Kedua karena terlalu bahagia dan yang dipikirkan hanya si kecil. Ketiga, jangankan berpikir untuk senam,

untuk bangun saja terasa sakit. Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, secara teratur setiap hari. Setelah 6 jam persalinan normal atau 8 jam setelah operasi sesar, ibu sudah boleh melakukan mobilisasi dini, termasuk senam nifas (Mutia Alisjahbana, 2008) . Saat melaksanakan senam nifas terjadi kontraksi otot-otot perut yang akan membantu proses involusi yang mulai setelah plasenta keluar segera setelah melahirkan. Ambulasi secepat mungkin dari frekuensi sangat diperlukan dalam proses involusi (tesisjogya,2006).

Peran bidan sebagai tenaga kesehatan menempati posisi utama dalam asuhan ibu-ibu post partum. Peran bidan yang dapat dilakukan salah satunya adalah peran bidan sebagai edukator yaitu peran dalam meningkatkan tingkat pengetahuanvtentang kesehatan, , sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan promosi kesehatan.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Mengetahui tentang perbedaan motivasi untuk melakukan senam nifas pada ibu postpartum yang diberikan pendidikan kesehatan dengan yang tidak diberikan promosi kesehatan.

Page 100: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

306

Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi tentang motivasi untuk melakukan

senam nifas pada ibu postpartum yang dilakukan pendidikan kesehatan

b. Mengidentifikasi tentang motivasi untuk melakukan senam nifas pada ibu postpartum yang tidak dilakukan pendidikan kesehatan.

c. Mengidentifikasi perbedaan motivasi untuk melakukan senam nifas pada ibu postpartum yang diberikan pendidikan kesehatan dengan ibu postpartum yang tidak diberikan pendidikan kesehatan.

Manfaat Penelitian

1. Bagi ibu postpartum Mengetahui tentang pentingnya senam nifas dalam mencegah terjadinya kemungkinan komplikasi pasca persalinan dan proses pengembalian organ-organ kandungan ke keadaan sebelum hamil.

2. Bagi RS Dengan adanya penelitian ini diharapkan bidan dapat meningkatkanpelayanan asuhan kebidanan serta memberikan motivasi khususnya pada pelaksanaan senam nifas bagi ibu postpartum.

Metode Penelitian A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif sedangkan rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis rancangan penelitian pra- eksperimental yaitu dengan metode static-group comparison design (Nursalam, 2008).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu postpartum yang berada di ruang Melati RSU Bina Kasih Medan sebanyak 60 orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini 60 orang, yang akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu satu kelompok dengan perlakuan dan satu kelompok kontrol, dimana masing-masing kelompok dengan jumlah sampel 30 orang, dengan menggunakan tehnik sampling Insidental. Penelitian ini menggunakan dua instrument penelitian yaitu media untuk melakukan pendidikan kesehatan dan alat ukur berupa kuesioner yang digunakan untuk mengukur motivasi ibu postpartum. Dalam penelitian ini uji statistik yang digunakan adalah uji mann whitney (Sugiyono, 2009).

Hasil Penelitian A. Karakteristik Responden

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan Ibu Postpartum

Di RSU.BINA KASIH MEDAN Kelompok

Umur Perlakuan F (%) Kontrol F (%) < 25 tahun 25-30 tahun >30 tahun

20 50 30

20 45 35

SD- SLTP SLTA D3 - S1

30 33,33 36,77

33,33 36,77

30 Petani Buruh tani Pedagang Wirasawsta Guru PNS IRT

20 0 5 30 5 25 20

25 0 20 25 0 10 20

4. Distribusi Frekuensi berdasarkan frekuensi Persalinan

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi Persalinan

Pada Ibu postpartum di RSU.BINA KASIH MEDAN Kelompok

Frekuensi persalinan

Perlakuan F (%) Kontrol F (%)

1 2 3

>3

25 40 15 20

25 40 25 10

Total 100 100

Page 101: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jujuren Br. Sitepu Perbedaan Motivasi untuk...

307

B. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Motivasi Ibu Postpartum Untuk Melakukan Senam Nifas Tabel 4. 3

Distribusi frekuensi responden berdasarkan motivasi untuk melakukan senam nifas pada ibu postpartum di RSU.BINA KASIH MEDAN

Kelompok Motivasi Perlakuan F (%) Kontrol F (%)

Rendah Sedang Tinggi

0 15 85

20 75 5

Total 100 100

C. Perbedaan motivasi untuk melakukan senam nifas pada ibu postpartum yang dilakukan pendidikan kesehatan dengan yang tidak dilakukan pendidikan kesehatan

Tabel 4.7 Perbedaan motivasi untuk melakukan senam nifas pada ibu postpartum yang dilakukan pendidikan kesehatan

dengan yang tidak dilakukan pendidikan kesehatan di RSU BINA KASIH MEDAN no Kelompok

Motivasi Σn p value

Mann Whitney rendah sedang tinggi 1

2

Perlakuan (dilakukan pendidikankesehatan)

Kontrol (tidak dilakukan Pendidikan kesehatan)

0 (0 %)

4(20%)

3 (15%) 15 (75%)

17 (85%) 1 (5 %)

20 (100%) 20(100%)

0.000

Berdasarkan tabel 4.7 terlihat bahwa responden

dengan perlakuan yang memiliki motivasi tinggi sebanyak 17 orang (85%), dan motivasi sedang sebanyak 3 orang (15 %) dengan sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 15 responden (75 %) memililki motivasi sedang, 4 orang (20%) dengan motivasi rendah dan 1 orang (5%) dengan motivasi tinggi. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa pvalue Mann-Withney sebesar 0.000, dimana alpha yang digunakan adalah 5%,sehingga p value (0.000) < alpha (0.05), berarti Ho ditolak. Kesimpulannya bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok yang diberikan pendidikankesehatan dengan kelompok yang tidak diberikan pendidikan kesehatan. Pembahasan

A. Karakteristik Responden

Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat motivasi seseorang karena usia dapat menjadi tolak ukur kesiapan fisik dan mental seseorang dalam menghadapi masalah. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir. Semakin tua umur seseorang semakin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi (wikipedia.com).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk kelompok perlakuan berdasarkan umur, paling banyak berusia antara 25-30 tahun sebanyak 10 orang (50 %), diikuti oleh umur diatas 30 tahun sebanyak 6 orang (30 %) dan umur kurang dari 25 tahun sebanyak 4 orang (20 %). Pada kelompok kontrol juga didominasi oleh usia 25-30 tahun yaitu sebanyak 9 orang (45 %). Usia 25-30 tahun merupakan usia subur, dimana pada usia ini merupakan usia yang matang untuk ibu-ibu merencanakan suatu kehamilan, baik itu pada kehamilan yang pertama, kedua

ataupun ketiga karena pada usia itu organ-organ reproduksi telah siap untuk dibuahi. Jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar dari responden baik responden dengan perlakuan pendidikan kesehatan yang sejumlah 8 orang (40 %) dan kelompok kontrol sejumlah 7 orang (35%) adalah berpendidikan SLTA. Hal ini sudah sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi yang menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu diantaranya ada tingkat pendidikan dan pekerjaan, dimana tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan yang lebih baik dapat mendorong seseorang untuk mendapatkan atau bersedia untuk melakukan sesuatu demi mencapai tujuan yang diharapkan.

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lian menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan maka semakin baik pula tingkat pengetahuannya sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Pengetahuan itu sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, simbol, prosedur tehnik dan teori. Semakin tinggi pendidikan seseorang dapat mempengaruhi tingginya motivasi seseorang. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap peran serta dalam perkembangan kesehatan. Sedangkan pekerjaan adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya.

Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu

Page 102: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

308

,bekerja merupakan kegiatan yang menimbulkan motivasi (wikipedia.com). Selain itu tingkat pendidikan erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan, dimana tingkat pengetahuan sangat mempengaruhi seseorang dalam melakukan suatu tindakan, salah satunya adalah melakukan senam nifas. Semakin banyak pengetahuan seseorang maka semakin baik pula tingkat motivasinya terhadap tindakan atau perilaku yang lebih baik. Pengetahuan seseorang yang kurang menyebabkan seseorang tidak mengetahui pentingnya manfaat senam nifas bagi ibu postpartum.

Berdasarkan hasil penelitian setelah diberikan pendidikan kesehatan didapatkan bahwa ibu-ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya memiliki motivasi untuk melakukan senam nifas lebih baik daripada ibu-ibu yang sudah lebih dari sekali melahirkan. Sedangkan untuk hari persalinan, ibu postpartum yang sudah hari ke- 3 atau lebih dari 3 hari melahirkan memiliki motivasi yang sama baiknya dengan yang sebelum 2 hari pasca persalinan. Hal ini tidak sesuai dengan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang malas untuk melakukan senam nifas yang menyebutkan bahwa ibu-ibu postpartum cenderung malas untuk melakukan senam nifas karena dipengaruhi oleh : 1. Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis juga mempengaruhi seseorang dalam melakukan senam nifas, misalnya karena rasa nyeri pasca melahirkan menyebabkan seseorang malas dan takut untuk melakukan senam nifas, karena dikwatirkan gerakan-gerakan dalam senam menimbulkan dampak yang kurang baik. 2. Faktor Psikologis

Psikologis sangat berperan penting dalam kesiapan seseorang untuk melakukan senam nifas. Rasa bahagia terhadap penerimaan bayi dan kesibukan dalam mengurus bayi membuat seorang ibu lupa untuk melakukan senam nifas yang mana sangat penting dalam pengembalian organ-organ reproduksi pasca melahirkan. (Mutia, 2008).

B. Perbedaan motivasi untuk melakukan senam nifas

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa diperoleh hasil untuk kelompok perlakuan atau yang diberikan pendidikan kesehatan terdapat 17 orang (85 %) memiliki motivasi untuk melakukan senam nifas tinggi dan 3 orang (15%) memiliki motivasi yang sedang. Sedangkan untuk kelompok kontrol diperoleh hasil bahwa responden yang tidak diberikan pendidikan kesehatan memiliki motivasi rendah untuk melakukan senam nifas yaitu sebanyak 4 orang (20 %) dan motivasi sedang sebanyak 15 orang (75%). Pada penelitian ini menggunakan uji statistik yaitu uji Mann withney dengan p value 0.000 dan alpha 5 %, dimana jika p value lebih kecil dari alpha maka Ho ditolak, yang artinya terdapat perbedaan motivasi yang signifikan antara responden yang diberikan pendidikan kesehatan dengan responden yang tidak diberikan pendidikan kesehatan.

Sesuai dengan hasil penelitian, pendidikan kesehatan ternyata berperan dalam perubahan sikap individu, karena didalam pendidikan kesehatan terkandung unsur- unsur komunikasi dan khususnya dalam upaya

mengubah sikap individu, strategi yang dapat digunakan adalah strategi persuasif. Selain itu pendidikan kesehatan juga memiliki tujuan untuk merubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat. Dalam pendidikan kesehatan terdapat berbagai tahapan-tahapan, salah satunyaadalah tahap motivasi. Pada tahap ini perorangan atau masyarakat diharapkan setelah mengikuti pendidikan kesehatan, benar-benar merubah perilaku sehari-harinya, sesuai dengan perilaku yang dianjurkan oleh pendidikan kesehatan. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan secara berurutan, tahap demi tahap, karena itu pelaksana harus menguasai benar ilmu komunikasi untuk tahap sensitisasi dan publisitas serta edukasi atau ilmu belajar mengajar yang sungguh – sungguh untuk melaksanakan pendidikan kesehatan pada tahap edukasi dan motivasi (Nursalam,2008).

Pendidikan kesehatan merupakan upaya menerjemahkan apa yang telah diketahui tentang kesehatan ke dalam perilaku yang diinginkan dari perorangan ataupun masyarakat melalui proses pendidikan. Dengan dilakukan pendidikan kesehatan maka pengetahuan seseorang atau responden tentang senam nifas akan terjadi peningkatan sehingga antara hasil penelitian terhadap responden yang diberikan pendidikan kesehatan dengan yang tidak diberikan pendidikan kesehatan akan berbeda hasilnya.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil bahwa motivasi mereka memang berbeda.

Kesimpulan Dan Saran A. Kesimpulan

1. Pada kelompok responden dengan perlakuan diperoleh hasil bahwa sebagian besar memiliki motivasi tinggi yaitu sebanyak 17 orang dan 3 orang memiliki motivasi sedang.

2. Pada kelompok kontrol didapatkan bahwa 15 orang memiliki motivasi sedang dan sisanya memiliki motivasi rendah sebanyak 4 orang dan tinggi sebanyak 1 orang.

3. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan dengan kelompok kontrol.

B. Saran

1. Bagi ibu postpartum Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan ibu postpartum bertambah tingkat pengetahuannya, khususnya tentang senam nifas dan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa motivasi ibu postpartum tergolong baik maka diharapkan sesegera mungkin mereka untuk dapat melaksanakan senam nifas.

2. Bagi RS Setelah dilakukan penelitian tentang pendidikan kesehatan terhadap motivasi untuk melakukan senam nifas pada ibu postpartum, diharapkan dari pihak RS berkenan untuk memberikan fasilitas untuk ibu-ibu postpartum kaitannya dengan pelaksanaan senam nifas, yaitu dengan membuka klinik untuk senam hamil dan

Page 103: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jujuren Br. Sitepu Perbedaan Motivasi untuk...

309

senam nifas di rehabilitasi medik. Berdasarkan penelitian tersebut juga RS dapat memprogramkan pendidikan kesehatan tentang senam nifas kepada para ibu-ibu postpartum di RSUBina Kasih Medan

3. Bagi institusi pendidikan Untuk institusi pendidikan, setelah dilakukan penelitian ini diharapkan penelitian ini dapat membantu dalam pengembangan ilmu keperawatan maternitas.

4. Bagi peneliti selanjunya Untuk penelitian selanjutnya perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam kaitannya dengan pelaksanaan senam nifas. Penelitian ini masih jauh dari sempurna maka diharapkan peneliti selanjutnya dapat lebih menyempurnakannya dengan menambahkan jumlah responden dan dengan menggunakan metode penelitian dan analisa yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul H, Azis. Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. 2003.

------------. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.2004.

Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. 2004.

Candra, B. Pengantar Statistik kesehatan. Jakarta : EGC. 1995

Helen, Farrer. Perawatan Maternitas.Edisi 2. Jakarta : EGC. 1999.

Hanifa, Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2002.

Mansjoer,arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. 1999.

Nursalam, M.nur .Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. 2007.

Purwanto, dkk. Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Administrasi Publik Dan Masalah Masalah Sosial.Yogyakarta : Gava Madia. 2007.

Safaria, Triantoro. Kepemipinan.Edisi pertama.Yogyakarta: Graha Ilmu. 2004

Suarsi, Yayan Bahtiar.Manajemen Keperawatan dengan Pendektan Praktis. Jakarta Erlangga 2004.

Suherni. Perawatan masa nifas. Yogyakarta : Fitramaya. 2008.

Sugiyono. Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. 2009

Senam nifas. 2006. 19 oktober, http://rsiaa-samarinda.netre.net.

Pengaruh frekuensi senam nifas terhadap perubahan fundus uteri. 2006, http://tesisjogya.com.

Alisjahbana, Mutia.Senam Nifas, Senam setelah melahirkan. 2008. 12 Oktober,

Page 104: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

310

PERBEDAAN BERKUMUR MENGGUNAKAN AIR REBUSAN DAUN SIRIH DENGAN FORMULA PROTECTOR CITRUS MINT TERHADAP

PENURUNAN INDEKS PLAK PADA SISWA/I KELAS IV SD NEGERI NO. 066428 MEDAN TUNTUNGAN

Sri Junita Nainggolan, Asnita Bungaria Simaremare Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan

` Abstrak

Sirih merupakan tumbuhan obat yang mengandung zat antiseptik pada seluruh bagiannya, dan termasuk dalam kelompok obat kesehatan gigi dan mulut. Obat kumur formula protector citrus mint bebas alkohol dan mampu membunuh kuman penyebab bau mulut. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik menggunakan eksperimen semu dengan rancangan pre-test dan post- test kontrol group desain dengan memakai air putih sebagai kelompok kontrol dan menggunakan uji t-Test. Penelitian ini menggunakan replikasi sebanyak tiga kali.. Sampel penelitian berjumlah 45 siswa.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan berkumur dengan air rebusan daun sirih dan formula protector citrus mint terhadap penurunan indeks plak. Hasil penelitian ini menunjukkan indeks plak rata-rata sebelum berkumur dengan air putih, air rebusan daun sirih dan formula protector citrus mint 100 % menunjukkan kriteria indeks plak buruk dan indeks plak sesudah berkumur dengan, indeks plak sesudah berkumur air rebusan daun sirih yaitu 66,7 dengan kriteria baik dan 33,3 % dengan kriteria sedang, indeks plak sesudah berkumur dengan formula protector citrus mint yaitu 100% sedangkan indeks plak sesudah berkumur air putih yaitu 6,7 % dengan kriteria baik, 93,3 % dengan kriteria sedang dengan kriteria baik. Kesimpulan uji t-Test dependent yaitu ada pengaruh antara berkumur air putih, air rebusan daun sirih dan formula protector citrus mint terhadap penurunan indeks plak, sedangkan uji t-Test Independent yaitu berkumur dengan formula protector citrus mint lebih efektif untuk menurunkan indeks plak dibandingkan dengan air putih dan air rebusan daun sirih.

Kata kunci : Air Rebusan Daun Sirih, Formula Protector Citrus Mint, Indeks Plak

PENDAHULUAN

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan umum yang berperan panting dalam fungsi pengunyahan, fungsi berbicara dan fungsi kecarrtikan. Ketiga fungsi tersebut sangat berperan penting dalam menjunjung perkembangan anak (Depkes Rl, 1996).

Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) tahun 2007 menyebutkan bahwa 23,4 % penduduk Indonesia mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut dan hanya 29,6% penduduk yang menerima perawatan dan pengobatan dari tenaga kesehatan gigi. Hal ini mengindikasikan bahwa masih terdapat masyarakat yang belum menyadari pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

Penyakit karies gigi dan jaringan pendukung gigi (periodontal) umumnya disebabkan oleh plak gigi, yang sampai saat ini masih menjadi masalah utema dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Plak gigi adalah lendir yang lengket yang berisi bakteri dan produk-produknya yang terbentuk pada permukaan gigi (Kidd dan Bechal, 1992).

Obat kumur menurut Farmakope Indonesia III adalah sediaan berupa larutan yang umumnya pekat yang harus diencerkan teriebih dahulu sebelum digunakan,

dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan.

Sirih adalah jenis tanaman yang banyak tumbuh dan dijumpai di daerah tropis seperti Indonesia. Beberapa literature menyebutkan bahwa daun sirih memiliki sifat menahan perdarahan, menyembuhkan luka, menguatkan gigi dan membersihkan tenggorokan. Minyak atsiri daun sirih diketahui memiliki daya antibakteri, hal ini disebabkan oleh karena adanya senyawa fenol dan turunannya yang dapat mengubah sifat protein sel bakteri (Jenie BS, 2007). Senyawa fenol tersebut antara lain katekin dan tannin. Dalam mencegah pembentukan plak gigi, katekin bekerja dengan cara mendenaturasi protein dari bakteri (Agustin DW, 2008 ).

Pada survei awal yang dilakukan pada siswa/i kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan, peneliti melihat bahwa banyak siswa/i yang mempunyai kriteria indeks plak walaupun di SD tersebut sudah pernah dilakukan penyuluhan dan pelayanan kesehatan gigi dan mulut dari puskesmas setempat. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin mengetahui tentang perbedaan berkumur menggunakan air rebusan daun sirih dengan formula protector citrus mint terhadap penurunan indeks plak pada siswa/i kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan iahun 2013.

Page 105: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

311

RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan berkumur menggunakan air rebusan daun sirih dengan formula protector citrus mint terhadap penurunan indeks plak pada siswa/i kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan.

TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan berkumur menggunakan air rebusan daun sirih dengan formula protector citrus mint terhadap penurunan indeks plak pada siswa/i kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan

Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui skor indeks plak rata-rata pada

siswa/i kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan sebelum dan sesudah berkumur air rebusan daun sirih

2. Untuk mengetahui skor indeks plak rata-rata pada siswa/i kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan sebelum dan sesudah berkumur dengan formula protector citrus mint.

3. Untuk mengetahui persentase kriteria indeks plak pada siswa/i kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan sebelum dan sesudah berkumur dengan air rebusan daun sirih.

4. Untuk mengetahui persentase kriteria indeks plak pada siswa/i kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan sebelum dan sesudah berkumur dengan formula protector citrus mint.

Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan dan ilmu pengetahuan bagi siswa/i kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan untuk menjaga kebersihan gigi dan mulutnya.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjulnya.

METODE PENELITIAN Jenis dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperiment atau sering disebut eksperimen semu yaitu suatu penelitian dengan adanya suatu perlakuan terhadap kelompok sampel dengan menggunakan kelompok kontrol (semua kelompok sampel mendapatkan perlakuan). Rancangan dalam penelitian ini menggunakan rancangan waktu ( time design series )/ rancangan pre-test dan post- test kontrol group design. Didalam penelitian ini dilakukan replikasi sebanyak tiga kali untuk melakukan kegiatan berkumur dengan menggunakan air putih, air rebusan daun sirih dan formula pprotector citrus mint pada hari yang berbeda unluk mengetahui perbedaan berkumur menggunakan air rebusan daun sirih dengan formula

protector citrus mint terhadap penurunan indeks plak pada siswa/i kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan tahun 2013

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan yang terletak di jalan Bekala Desa Sidomulyo kecamatan Medan Tuntungan. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kesehatan gigi dan mulut disekolah tersebut karena pada sekolah tersebut sudah pernah dilakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulut akan tetapi terdapat indeks plak yang buruk pada siswa/i SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan bulan Juli tahun 2013. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan yaitu dengan jumlah populasi 185 orang.

Sampel Penelitian

Peneliti mengambil sampel penelitian dengan Teknik Random Sampling. Teknik Random Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel ( Narbuko dan Abu Achmadi, 1991).

Sampel yang diambil oleh peneliti berjumlah 45 siswa yang selanjutnya 45 siswa dibagi menjadi 3 kelompok

Kelompok I yaitu 15 siswa yang berkumur dengan air rebusan daun sirih

Kelompk II yaitu 15 siswa yang berkumur dengan formula protector citrus mint

Kelompok 111 yaitu 15 siswa yang berkumur dengan airputih.

Lalu penelitian ini diulang sebanyak tiga kali dengan sampel yang sama pada hari yang berbeda. Persyaratan sampel:

Tidak menggunakan pesawat orthodontik Minimal harus ada 2 dari 6 gigi indeks Sampel jangan menyikat gigi pada pagi hari

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan adalah adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti yaitu data tentang indeks plak dengan teknik pemeriksaan langsung ke mulut siswa/i yang menjadi sampel. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi tertentu. Persiapan alat dan bahan sebagai berikut : Alat terdiri dari

1. Sonde 2. Kaca mulut 3. Pinset 4. Excavator 5. Gelas kumur 6. Lembar pemeriksaan

Page 106: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Sri Junita Nainggolan, Asnita Bungaria Simaremare Perbedaan Berkumur Menggunakan...

312

Bahan terdiri dari: 1. Masker 2. Hand schoen 3. Disclosing solution 4. Kapas 5. Desinfektan

Pelaksanaanya sebagai berikut : 1. Orang pertama (peneliti) memeriksa indeks plak

siswa/i 2. Orang kedua memanggil satu persatu siswa/i dari 3

kelompok yang telah dibagi sebelumnya dan mencatat hasil pemeriksaan sebelum berkumur di lembar pemeriksaan.

3. Berkumur dilakukan selama 30 detik untuk tiap siswa. Lamanya waktu berkumur dihitung menggunakan stopwatch.

4. Hasil pemeriksaan indeks plak dari 45 siswa dicatat oleh orang kedua dalam lembar pemeriksaan.

5. Kegiatan berkumur dan pemeriksaan indeks plak berlangsung hingga tiga kali pengulangan pada hari yang berbeda dengan teknik pelaksanaan yang sama.

6. Lembar pemeriksaan yang telah diisi oleh orang kedua dikumpul dan dihitung.

7. Indeks plak siswa/i dihitung dimulai dengan indeks plak baik, sedang dan buruk.

8. Selanjutnya menghitung persentase indeks plak dan setelah baik sebelum berkumur dan sesudah berkumur dengan air rebusan daun sirih, formula protector citrus mint dan air putih.

9. Membandingkan hasil indeks plak yang diperoleh sebelum berkumur dan setelah berkumur dengan air rebusan daun sirih, formula protector citrus mint dan air putih.

10. Data dimasukkan dalam tabel.

Pengolahan dan Analisa Data Setelah pengumpulan data maka dilakukan

analisa data dengan tehnik sebagai berikut : 1. Editing ( pemeriksaan )

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang telah diperoleh. Dalam melakukan editing ada beberapa hal yang harus diperhatikan : a. Memeriksa kelengkapan data b. Memeriksa kesinambungan data c. Memeriksa keseragaman data

2. Coding Coding adalah pemberian kode numeric (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.

3. Tabulasi data Tabulasi data dilakukan jika semua masalah dan coding telah selesai, sehingga data selanjutnya dimasukkan kedalam tabet.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Analisa Univariat Tabel 1. Distribusi Frekuensi Persentase Kriteria

Indeks Plak Rata-Rata Berkumur Dengan Air Rebusan Daun Sirih Pada /i Kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan

No Kriteria Indeks

Plak (IP)

Indeks Plak Sebelum

berkumur Air Rebusan Daun

Sirih

Indeks Plak Sesudah Berkumur Air

Rebusan Daun Sirih

Jumlah Siswa % Jumlah

Siswa %

1 Baik 0 0 10 66,7 2 Sedang 0 0 5 33,3 3 Buruk 15 100 0 100

Jumlah 15 100 15 100

Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa indeks plak sebelum berkumur air rebusan daun sirih dari 15 siswa yang diperiksa dalam 3 kali pemeriksaan terdapat seluruh siswa mempunyai kriteria indeks plak buruk dengan persentase 100% dan tidak terdapat kriteria baik maupun sedang dan persentase indeks plak sesudah berkumur air rebusan daun sirih terdapat 10 siswa dengan kriteria indeks plak baik dengan persentase rata-rata indeks plak 66,7% dan 5 siswa dengan kriteria indeks plak sedang dengan persentase rata-rata indeks plak 33,3% serta tidak terdapat kriteria indeks plak buruk.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Persentase Kriteria

Indeks Plak Rata-Rata Sebelum Berkumur Dengan Formula Protector Citrus Mint Pada /I Kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan

No Kriteria Indeks

Plak (IP)

Indeks Plak Sebelum Berkumur

Dengan Formula Protector Citrus

Mint

Indeks Plak Sesudah

Berkumur Dengan Formula Protector Citrus

Mint Jumlah Siswa % Jumlah

Siswa %

1 Baik 0 0 10 66,7 2 Sedang 0 0 5 33,3 3 Buruk 15 100 0 100 Jumlah 15 100 15 100

Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa indeks plak

sebelum berkumur dengan formula protector citrus mint dari 15 siswa yang diperiksa dalam 3 kali pemeriksaan terdapat seluruh siswa mempunyai kriteria indeks plak buruk dengan persentase rata-rata indeks piak yaitu 100% dan tidak terdapat kriteria baik maupun sedang dan persentase indeks plak dan sesudah berkumur formula protector citrus mint tidak terdapat siswa/l dengan kriteria indeks plak buruk dan sedang. Seluruh siswa/l

Page 107: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

313

menunjukkan kriteria indeks plak baik dengan persentase indeks plak rata-rata 100%. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Persentase Kriteria

Indeks Plak Rata-Rata Berkumur Dengan Air Putih Pada /I Kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan

No Kriteria Indeks

Plak (IP)

Indeks Plak Sebelum Berkumur Dengan Air Putih

Indeks Plak Sesudah

Berkumur Dengan Air Putih

Jumlah Siswa % Jumlah Siswa %

1 Baik 0 0 1 6,7 2 Sedang 0 0 14 93,3 3 Buruk 15 100 0 0 Jumlah 15 100 15 100

Dari Tabel 3. di atas terlihat bahwa persentase kriteria indeks plak sebelum berkumur air putih dari 15 siswa yang diperiksa dalam 3 kali pemeriksaan terdapat seluruh siswa mempunyai kriteria indeks plak buruk dengan persentase 100 % dan tidak terdapat kriteria bark maupun sedang dan persentase kriteria indeks plak sesudah berkumur air putih terdapat 1 siswa dengan kriteria indeks plak baik dengan persentase 6,7 % dan 14 siswa dengan kriteria indeks plak sedang dengan persentase 93,9 % serta tidak terdapat kriteria indeks plak buruk. Analisa Bivariat Dependent t-Test

Tabel 4. Paired Samples Statistics Untuk Kelompok berkumur Dengan Air Rebusan Daun Sirih

No Bahan Kumur

Paired Samples Test Mean Std t df P 95%

Lower Upper 1 Air

Rebusan Daun Sirih

1,33 0,146 35,28 14 0,000 1,255 1,417

Berdasarkan nilai perbandingan sebelum dan sesudah berkumur dengan air rebusan daun sirih, dapat diketahui nilai rata-rata yaitu 1,33 dengan standar deviasi 0,146, nilai t yaitu 35,28 dan derajat kebebasan 14. Berdasarkan hasil uji t-test dependent p<0,05, jadi ada perbedaan antara sebelum dan sesudah berkumur dengan air putih. Ho ditolak. Tabel 5. Paired Samples Statistics Untuk Kelompok

berkumur Dengan Formula Protector Citrus Mint

No Bahan Kumur

Paired Samples Test Mean Std t df P 95%

Lower Upper 1 Formula

Procetor Citrus Mint

1,46 0,099 57,25 14 0,000 1.413 1,522

Berdasarkan nilai perbandingan sebelum dan sesudah berkumur dengan formula protector citrus mint, dapat diketahui nilai rata-rata yaitu 1,46, dengan standar deviasi 0,099, nilai t yaitu 57,25 dan derajat kebebasan yaitu 14. Berdasarkan hasit uji t-test dependent p<0,05, jadi ada perbedaan antara sebelum dan sesudah berkumur dengan air putih. Ho ditolak. Tabel 6. Paired Samples Statistics Untuk Kelompok

berkumur Oengan Air Putih No Bhan

Kumur Paired Samples Test

Mean Std t df P 95% Lower Upper

1 Air putih

1,20 0,09 51,13 14 0,000 1,15 1,25

Berdasarkan nilai perbandingan sebelum dan

sesudah berkumur dengan air putih, dapat diketahui nilai rata-rata yaitu 1,20, dengan standar deviasi 0,09, nilai yaitu 51,13 serta derajat kebebasan yaitu 14. Berdasarkan hasil uji t-test dependent p<0,05, jadi ada perbedaan antara sebelurn dan sesudah berkumur dengan air putih. Hoditolak. Independent t-Test Untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara berkumur dengan menggunakan air putih, air rebusan daun sirih dan formula protector citrus mint terhadap penurunan indeks plak maka dilakukan t-Test independent. Adapun hasil t-Test independent yang dilakukan adalah sebagai berikut. Tabel 7. Independent Sampel Tes berkumur Dengan

Air Putih Dan Air Rebusan Daun Sirih Selisih rata-rata indeks plak berkumur dengan air putih dan air rebusan daun sirih

Levene’s test for equality

of variances

t-Test for equality of means

95%

f Sig T DF P Mean Lower Upper 2,30 0,14 -

3,02 28 0,005 -

0,134 -0,225 -0,043

Dari tabel diatas diketahui bahwa hasil uji t-Test independent yang dilakukan berdasarkan Levene's Test for equality of variances diperoleh nilai f hrtung 2,30 dengan probabilitas 0,14. Oleh karena p < 0,05 yaitu 0,005 menunjukkan bahwa Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara berkumur dengan air putih dan formula protector citrus mint. Tabel 8. Independent Sampel Tes berkumur Dengan

Air Putih Dan Formula protector citrus mint

Selisih rata-rata indeks plak berkumur dengan air putih dan formula protector citrus mint

Levene’s test for

equality of variances

t-Test for equality of means

95%

f Sig T DF P Mean Lower Upper 1,30 0,26 -7,27 14 0,000 -0,26 -0,333 -0,186

Page 108: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Sri Junita Nainggolan, Asnita Bungaria Simaremare Perbedaan Berkumur Menggunakan...

314

Dari label diatas diketahui bahwa hasil uji t-Test independent yang dilakukan berdasarkan Levene's Test for equality of variances diperoleh nilai f hitung 1,30 dengan prababilitas 0,26. Oleh karena p < 0,05 yaitu 0,000 menunjukkan bahwa Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara berkumur dengan air putih dan formula protector citrus mint. Tabel A.1.15. Independent Sampel Tes berkumur

Dengan Air Rebusan Daun Sirih Dan Formula protector citrus mint

Selisih rata-rata indeks plak berkumur dengan air rebusan daun sirih dan formula protector citrus mint

Levene’s test for equality

of variances

t-Test for equality of means

95%

f Sig T DF P Mean Lower Upper 0,73 0,40 -2,69 28 0,012 -0,125 -0,220 -0,030

Dari tabel diatas diketahui bahwa hasil uji t-Test

independent yang dilakukan berdasarkan Levene's Test for equality of variances diperoleh nilai f hrtung 0,73 dengan probabilitas 0,40. Oleh karena p < 0,05 yaitu 0,012 menunjukkan bahwa Ho ditotak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara berkumur dengan air putih dan. formula protector citrus mint.

Pembahasan

Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 45 siswa/i kelas IV SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok pertama berkumur dengan air putih, kelompok kedua berkumur denga air rebusan daun sirih dan kelompok yang ketiga berkumut dengan formula protector citrus mint. Dalam penelitian ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali untuk masing-masing sampel sehingga pemeriksaan diiakukan sebanyak 135 kali. Dari hasil penelitian awal yang telah dilakukan maka diketahui bahwa banyak siswa yang memiliki indeks plak dengan criteria buruk yang berarti rendahnya tingkat kebersihan gigi dan mulut.

Berdasarkan hasil pemeriksaan awal sebelum berkumur yang telah dilakukan terhadap seluruh sampel dapat diketahui bahwa selurun sampel (100%) memifiki kriteria indeks plak buruk namun sesudah berkumur dengan asr rebusan daun sirih diperoleh pemeriksaan indeks plak berubah dimana terdapat 55,56 % pemeriksaan indeks plak dengan criteria baik dan 44,44 % pemeriksaan indeks plak dengan criteria sedang, dengan nilai indeks plak rata-rata 0,96. Sedangkan untuk pemeriksaan sampel yang berkumur dengan formula protector citrus mint menunjukkan bahwa seluruh siswa memiliki indeks plak dengan criteria baik (100%) dengan indeks plak rata-rata 0,77 dan berkumur dengan air putih, kriteria indeks plak berubah dimana 33,33 % diperoleh pemeriksaan indeks plak dengan kriteria baik dan 66,7 % diperoleh pemeriksaan indeks plak dengan kriteria sedang, dengan nilai rata-rata indeks plak 1,10.

Dari hasil penelitian uji t-Test dependent,ketiga variabel tersebut didapatkan hasil bahwa p < 0,05 atau 0,000 < 0,05 sehingga Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga bahan kumur ini berpengaruh terhadap penurunan indeks plak.

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan selisih indeks plak rata-rata antara berkumur dengan air putih, air rebusan daun sirih dan fonnula protector citrus mint terhadap penurunan indeks plak, maka dtlakukan uji t-Test independent. Melalui pengtiitungan uji t-Test independent yang telah dilakukan dengan program computer, dengan melihat dari nilai equal variences assumed antara berkumur dengan air putih dengan air rebusan dan sirih dapat diketahui bahwa nilai probabilitas 0,14. Oleh karena p < 0,05 yaitu 0,005 menunjukkan bahwa Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara berkumur dengan air putih dan air rebsan daun sirih, dimana berkumur dengan air rebusan daun sirih lebih efekif dibandingkan berkumur dengan air putih., hal ini terlihat dari selisih rata-rata indeks plak sebelum dan sesudah berkumur dengan air rebusan daun sirih ( 1,33 ) lebih tinggi dibandingkan dengan selisih indeks plak rata-rata sebelum dan sesudah berkumur dengan air putih (1,20).

Dari hasil uji t-Test independent antara berkumur dengan air putih dan formula protector citrus mint dapat kita ketahui bahwa probabilitas 0,26. Oleh karena p < 0,05 yaitu 0,000 menunjukkan bahwa Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara berkumur dengan air putih dan formula protector citrus mint, dimana berkumur dengan formula protector citrus mint lebih efekif dibandingkan berkumur dengan air putih., hal ini terlihat dari selisih rata-rata indeks plak sebelum dan sesudah berkumur dengan air rebusan daun sirih (1,46) lebih tinggi dibandingkan dengan selisih indeks plak rata-rata sebelum dan sesudah berkumur dengan air putih (1,20).

Dari hasil uji t-Test independent antara berkumur dengan air rebusan daun sirih dan formula protector citrus mint dapat kita ketahui bahwa probabilitas 0,40. Oleh karena p < 0,05 yaitu 0,012 menunjukkan bahwa Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara berkumur dengan air rebusan daun sirih dan. formula protector citrus mint dimana berkumur dengan formula protector citrus mint lebih efekif dibandingkan berkumur dengan air rebusan daun sirih, hal ini terlihat dari selisih rata-rata indeks plak sebelum dan sesudah berkumur dengan air rebusan daun sirih (1,46) lebih tinggi dibandingkan dengan selisih indeks plak rata-rata sebelum dan sesudah berkumur dengan air rebusan daun sirih (1,33).

Maka dari hasil uji t-Test independent dan berdasarkan selisih indeks plak sebelum dan sesudah berkumur dengan air putih, air rebusan daun sirih dan formula protector citrus mint dapat kita ketahui bahwa dari ketiga dari variabel tersebut formula protector citrus mint lebih efektif untuk menurunkan indeks plak. Formula protector citrus mint merupakan obat kumur yang bebas alkoho! sehingga aman digunakan. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan penelitian lain. Menurut Profesor Robin Seymout, dotter gigi restoratif dari Newscastle University, obat kumur umumnya mengandung sejumlah bahan yang dapat menimbulkan efek merugikan pada gigi dan gusi, jika tak digunakan dengan tepat dan lebih menyarankan agar mengonsumsi obat kumur bebas alkohol.

Page 109: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

315

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa berkumur dengan air putih, air rebusan daun sirih dan formula protector citrus mint sama-sama dapat menurunkan angka indeks plak, namun kandungan kimia yang terdapat didalam formula protector citrus mint lebih efektif untuk menurunkan indeks plak. Selain itu dapat kita ketahui bahwa kegiatan berkumur dapat menurunkan angka indeks plak. Namun fakor lain yang juga harus diperhatikan yaitu lamanya waktu berkumur, cara berkumur dan banyaknya jumlah bahan kumur.

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan Dari hasil penelitian yang di dapat oleh peneliti maka didapat simpulan bahwa 1. Indeks plak rata-rata sebelum berkumur dengan air

rebusan daun sirih adalah 2,28 yang termasuk dalam kriteria buruk. Sedangkan sesudah berkumur dengan air putih menjadi 0,96 yang termasuk dalam kriteria baik.

2. Indeks plak rata-rata sebelum berkumur dengan formula protector citrus mint adalah 2,24 yang termasuk dalam kriteria buruk. Sedangkan sesudah berkumur dengan air putih menjadi 0,77 yang termasuk dalam criteria baik.

3. Indeks plak rata-rata sebelum berkumur dengan air putih adalah 2,30 yang termasuk dalam kriteria buruk. Sedangkan sesudah berkumur dengan air putih menjadi 1,10 yang termasuk dalam kriteria sedang.

4. Persentase indeks plak sebelum berkumur air rebusan daun sirih 100% dengan kriteria buruk dan sesudah berkumur dengan air rebusan daun sirih yaitu 66,7 dengan criteria baik serta 33,3 % dengan criteria sedang.

5. Persentase indeks plak sebelum berkumur formula protector citrus mint 100% dengan kriteria buruk dan sesudah berkumur dengan formula protector citrus mint 100% dengan kriteria baik.

6. Persentase indeks plak sebelum berkumur air putih 100% dengan criteria buruk dan sesudah berkumur dengan air putih yaitu 6,7 dengan kriteria baik serta 93,3 % dengan criteria sedang.

7. Hasil penghitungan uji t-Test independent didapatkan bahwa Ho dftolak yang berarti ada perbedaan antara berkumur dengan air putih, air rebusan daun sirih dan formula protector citrus mint terhadap penurunan indeks plak.

8. Berkumur dengan formula protector citrus mint lebih efektif untuk menurunkan indeks plak.

B. Saran 1. Diharapkan agar siswa/l SD Negeri

No.066428 Medan Tuntungan agar lebih rajin untuk berkumur sehingga dapat meningkatkan kebersihan gigi dan mulut seperti berkumur dengan air putih, air rebusan daun sirih dan protector citrus mint serta meningkatkan intensitas berkumur sehabis makan dan setelah

menyikat gigi untuk mengurangi jumlah plak pada gigi sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya karies dan penyakit periodontal.

2. Diharapkan agar siswa/l SD Negeri No.066428 Medan Tuntungan agar lebih giat untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi 2 kali sehari, pagi sesudah makan dan malam sebelum tidur, melakukan kontrol ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali, mengonsumsi buah-buahan yang mengandung serat.

DAFTAR PUSTAKA Azwar, S.1997. Metode Penetitian: Pustaka Pelajar.

Yogyakarta. Gunawan, D.,1999. Ramuan Tradisional Untuk

Keharmonisan Suami Istri, : Penebar Swadaya. Bogor. Hongini, S., Mac

Aditiawarman., 2012. Kesehatan Gigi dan Mulut: Puslaka Reka

Cipta. Bandung. J.B.Visser. 1992. Patologi Gigi-Geligi: Keiainan-kelainan Jaringan Keras Gigi (terjemahan Sutatmi Suryo dan Rafiah Abyono), : Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kidd, L., Sally Joyston Bechal. Dasar-Dasar Karies : Penyakit dan Penanggulangannya (Terjemahan Narlan dan Safrida),: EGC.Jakarta.

Ningrum, E., Mery Murty., 2012. Dahsyatnya Khasiat Herbal Untuk Hidup Sehat:,

Dunia Sehat. Jakarta. Narbuko.C., Abu Achmadi.1991. Metodologi Penetitian: Bumi Aksara. Semarang

Panjaitan, M.1995. Etiologi Karies Gigi dan Penyakit Periodontal'. Universitas

Pintauli, S.2008. Menuju Gigi dan Mulut Sehat: USU Press. Medan.

Sumatera Utara Press. Medan. Panjaitan, M.1995. llmu Pencegahan Karies G/gi: Universitas Sumatera Utara Press. Medan.

Tarigan, R. 1989. Kesehatan Gigi dan Mulut EGG. Medan http://id.wikipedia,orgAMiki/Sjrih diakses pada tanggal 7 April 2013 http://www.plantamor.com/index.php?plant=1006 diakses pada tanggal 7 April 2013

http'.//lintashambatan.wordj3ress.comftagJienis-daun-sin'h/diakses pada tanggal 7 April 2013

http://repositorv.usu.ac.id/bitstream/123456789/19994/4/Chapter%20ll.pdf diakses pada tanggal 7 April 2013

http://repositorv.usu.ac.id/bitstream/123456789/25115/4/Chapter%20ll.pdf diakses pada tanggal 7 April 2013

http://diahmd.student.umm.ac.id/download-as-pdf/umm bloo article 35.pdf diakses pada tanggal 10 April 2013

http://www,forrnulaoralcar6.corn/portfolio-itern/protector-cool-n-fresh/diakses pada tanggal 10 April 2013

Page 110: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Sri Junita Nainggolan, Asnita Bungaria Simaremare Perbedaan Berkumur Menggunakan...

316

http://repositorv.usu.ac.id/faitstream/123456789/2686e/4/Chapter%20ll.pdf diakses pada tanggal 10 April 2013

http://cokelatbep.bloqspot.com/2012/07/tuqas-mikrobiologi-makalah-tentana-Dlak.html diakses padatanggal 10 April 2013

http://svafrinaazwan.wordpress.com/2012/12/12/karva-tulis-ilmiah/ diakses pada tanggal 15 April 2013

http://repositorv.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/50233/F08mrD.Ddf7seQue nce=l diakses pada tanggal 20 April 2013

http://raiasirih.blogspot.corn/jjiakses padatanggal 20 April 2013

http://firstadhitvas.bloQspot.com/2011/04/fakta-obat-kumur.html

diakses pada tanggal 20 April 2013

Page 111: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

317

PENGARUH KARAKTERISTIK IBU DAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI KECAMATAN ANGKOLA

TIMUR KABUPATEN TAPANULI SELATAN

Rosmawaty Harahap1, Meidiawaty Siregar2 1Dosen Prodi Kebidanan Padangsidempuan, Poltekkes Medan 2Dosen Prodi Kebidanan Padangsidimpuan, Poltekkes Medan

Abstract

One of the efforts to observe the progress of pregnancy in order to ascertain good health of the mother and the womb is by getting antenatal care. The result of the preliminary survey in working area of Health Centre Pargarutan, East Angkola district showed that according to the data 2009, the coverage of K4 was 73,5% and the data 2010, the coverage of K4 was only 78% (it is still far from the expected coverage by Ministry of Health , that 90%). This research was aimed to analyze the influence of the characteristics of the mother (parity, age, occupation, education) and husband’s support (informational, assessment, instrumental and emotional) on antenatal care. The type of the research was cross-sectional study. The research was carried out in Health Centre Pargarutan, East Angkola district. The population in this research were all pregnant women in Health Centre Pargarutan, East Angkola district with KIA book. The amount of the sample were 74 pregnant women with proportional sampling technique. Data analysis used multiple logistic regression test with significance level of 95% ( α < 0,05). The result of the research showed that there were influences of parity, emotional support and instrumental support on antenatal care. There was no influence of mother’s age, education, occupation, informational support and assessment/appreciation support on antenatal care. The most dominant variable influenced on antenatal care was emotional support. It is recommended that the policy-maker should conduct cooperation in order to improve the routine socialization and counseling on the antenatal care with involve the pregnant mother’s husbands to accompany them.

Keywords : Husband Support, Antenatal Care

PENDAHULUAN

Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan dapat dilihat dari peningkatan atau penurunan derajat kesehatan. Salah satu indikator derajat kesehatan tersebut adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Persoalan kematian yang terjadi disebabkan oleh pendarahan, eklamsi, aborsi, dan infeksi. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena pemberdayaan perempuan yang kurang baik, latar belakang pendidikan perempuan, masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu hamil baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami.

Negara-negara di dunia memberi perhatian yang cukup besar terhadap Angka Kematian Ibu (AKI), sehingga menempatkannya di antara delapan tujuan yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs), yang harus dicapai sebelum 2015. Komitmen yang ditandatangani 189 negara pada September 2000, pada

prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan manusia (Yustina, 2007).

Menurut Profil kesehatan Indonesia (2010), AKI di Indonesia menunjukkan penurunan dari tahun 1994 yaitu 394/ 100.000 Kelahiran Hidup (KH) sampai dengan 2007 yaitu 228/ 100.000 KH, dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Walaupun sudah terjadi penurunan AKI di Indonesia, namun angka tersebut masih menempatkan Indonesia pada peringkat 12 dari 18 negara ASEAN dan SEARO (South East Asia Region, yaitu: Bangladesh, Bhutan, Korea Utara, India, Maladewa, Myanmar, Nepal, Timor Leste, dan lain-lain ).

Di Provinsi Sumatera Utara AKI juga masih tinggi pada tahun 2009 yaitu 238/100.000 kelahiran hidup. Kabupaten Tapanili Selatan menyumbang 10 kematian ibu dari angka kematian ibu tersebut. Penyebab kematian masih disebabkan oleh trias klasik (perdarahan, infeksi dan eklamsi), dan non medis (faktor ekonomi, sosial budaya) yaitu dari masyarakat. (Profil Dinkes Prov Tapanuli Selatan, 2009).

Menurut YPKP (Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan) (2006), ada dua penyebab kematian ibu yaitu penyebab langsung dan penyebab

Page 112: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

318

tidak langsung. Penyebab langsung mempunyai persentase terbesar di seluruh dunia mencapai 70%, sedangkan di negara berkembang berkisar 95%. Di Indonesia lebih dari 90% kematian ibu disebabkan oleh penyebab langsung (perdarahan, infeksi dan eklamsi); persalinan lama (lebih dari 12 jam); dan aborsi tidak aman. Perdarahan merupakan penyebab terbesar terjadinya kematian ibu di seluruh dunia (25%), infeksi/ sepsis (15%), aborsi tidak aman (13%), eklamsi (12%) dan persalinan obstruksi (8%).

Selanjutnya menurut Roeshadi (2006), di Indonesia kematian maternal sering kali berkaitan dengan faktor keterlambatan yaitu: terlambat memutuskan untuk mencari pelayanan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, dan terlambat menerima pelayanan yang adekuat. Pada terlambat pertama dan kedua, yang sering kali juga sebagai faktor terbanyak, peran pengambil keputusan menjadi penting baik keputusan kapan harus mendapat pertolongan atau keputusan dalam memilih tenaga penolong.

Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun 1980-an melalui program Safe Motherhood Initiative yang mendapat perhatian besar dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada akhir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan lagi upaya untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI melalui Making Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000. Strategi MPS memfokuskan pada 3 pesan yaitu: akses terhadap pelayanan oleh tenaga terampil, akses terhadap pelayanan rujukan jika terjadi komplikasi dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi terhadap keguguran (Dinkes, 2007).

Pesan pertama yaitu akses terhadap pelayanan oleh tenaga terampil, diharapkan semua ibu hamil dan bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan. Pelayanan kesehatan pada ibu-ibu hamil meliputi pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu sesuai standar. Pesan kedua setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, sehingga setiap ibu hamil harus berada sedekat mungkin pada sarana pelayanan yang mampu PONED (Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar).

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk memantau kemajuan kehamilan sehingga dapat dipastikan kesehatan ibu dan janin, maka perlu dilakukan pemeriksaan kehamilan (antenatal care). Pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan dapat diketahui secara dini adanya kelainan atau komplikasi yang menyertai kehamilan, sehingga penanganan dapat dilakukan dengan tepat dan mencegah kematian ibu dan janin (Saifuddin, 2002).

Kenyataan yang terjadi para ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan kehamilan. Banyak faktor yang menyebabkan ibu tidak memeriksakan kehamilannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan National Center for Women and Children's Health, Chinese Center for Disease Control and Prevention yang berjudul Analisis status program pemeriksaan antenatal di Cina tahun 2005

didapatkan hasil bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pemeriksaan kehamilan yaitu: usia, pendidikan, kebangsaan dan sosial ekonomi. Wanita dengan buta huruf memiliki tingkat pemeriksaan kehamilan yang lebih rendah dari pada yang tidak buta huruf (Cui dkk 2005).

Simkhada dkk (2008), berpendapat bahwa faktor-faktor yang memengaruhi wanita dalam melakukan pemeriksaan kehamilan adalah: pendidikan ibu, pendidikan suami, status perkawinan, ketersediaan sarana kesehatan, biaya, pendapatan rumah tangga, pekerjaan perempuan, paparan media dan memiliki riwayat komplikasi obstetri. Kepercayaan budaya dan ide-ide tentang kehamilan juga memiliki pengaruh pada penggunaan pelayanan antenatal. Paritas memiliki efek negatif secara statistik signifikan terhadap kehadiran memadai. Perempuan paritas lebih tinggi cenderung kurang menggunakan pelayanan antenatal, ada hubungan usia perempuan dengan kunjungan antenatal.

AKI di Indonesia sesungguhnya bisa dicegah jika dilakukan perbaikan terhadap akses pelayanan kesehatan bagi ibu. Akses ibu hamil ke tempat pelayanan kesehatan juga dipengaruhi dengan adanya dukungan suami serta peran keluarga untuk membawanya ke pelayanan kesehatan disaat timbulnya masalah dalam kehamilan (Muslihatun, Mufdillah, Setiyawati, 2009).

Dukungan suami merupakan bentuk peran serta suami dan hubungan baik yang memberi kontribusi penting bagi kesehatan. Adanya kehadiran orang terdekat dapat mempengaruhi emosional atau efek perilaku bagi ibu dalam menerima kehamilan serta akses terhadap pelayanan kesehatan (Salmah dkk, 2007)

Laki-laki sebagai suami ikut berperan dalam kehidupan dan kesehatan isterinya. Suami memainkan peran kunci selama masa kehamilan dan persalinan serta setelah bayi lahir. Keputusan dan tindakan mereka berpengaruh terhadap kesakitan dan kesehatan, kehidupan dan kematian ibu dan bayinya. Suami seharusnya menemani istrinya konsultasi sehingga suami juga dapat belajar mengenai gejala dan tanda-tanda komplikasi kehamilan, gizi yang baik dan istirahat yang cukup bagi ibu selama masa kehamilan (Lucianawaty, 2008).

Menurut Swasono (1998), sebagian besar masyarakat masih menganut pandangan bahwa kematian pada saat kehamilan dan persalinan adalah hal yang normal dan tidak dapat dihindari, bahkan kematiannya dianggap mati syahid yang membuat ibu akan masuk surga. Bahkan dianggap kodrat yang sudah seharusnya ditanggung oleh perempuan itu sendiri. Hal ini yang mengakibatkan kurangnya penanganan dan dukungan dari suami. Mulyadin (2008), mengatakan bahwa anggapan tersebut juga dianut oleh sebagian besar masyarakat Tapanuli Selatan.

Bentuk kepedulian dan keterlibatan suami dalam menjaga kehamilan isterinya itu dimanifestasikan dalam tindakan-tindakan seperti memerhatikan gizi/makanan ibu hamil, memeriksakan kehamilan sejak dini, menjaga kesehatan fisik dan mental ibu, berdoa kepada Tuhan, mengusahakan agar

Page 113: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Rosmawaty Harahap, Meidiawaty Siregar Pengaruh Karakteristik Ibu dan...

319

persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dan mengikuti tradisi (Beni, 2000).

Bentuk kepedulian suami terhadap istri sering terabaikan karena suami tidak paham apa yang harus diketahui dan apa yang harus dilakukan ketika istri sedang hamil. Dalam hal ini diperlukan penatalaksanaan agar suami dapat menjalankan peran mengantar istri yang sedang hamil ke kondisi sempurna sehingga tercapainya kesejahteraan ibu dan anak yang optimal.

Hasil studi pendahuluan di wilayah kerja Puskesmas Paragarutan data tahun 2009 cakupan K4 sebesar 73,5% dan data 2010 cakupan K4 hanya 78% (masih jauh dari data cakupan yang diharapkan oleh Departemen Kesehatan yaitu 90%). Dari beberapa orang bidan di desa yang cakupan K4 nya masih kurang menyatakan bahwa ibu-ibu hamil tersebut tidak mau datang ke Puskesmas atau Polindes untuk memeriksakan kehamilannya.

Para ibu hamil tersebut baru akan memeriksakan kehamilan apabila kehamilannya sudah kelihatan dan biasanya pada usia kehamilan sudah memasuki trimester II (4-6 bulan), dan selama ini yang dilakukan bidan di desa adalah melakukan home visit (kunjungan rumah) untuk melakukan pemeriksaan kehamilan dan dilakukan apabila bidan mengetahui ibu tersebut hamil. Di wilayah kerja Puskesmas Paragarutan sebagian besar pekerjaan para suami adalah petani. Petani tidak setiap hari harus ke sawah, ada waktu luang yang bisa digunakan untuk mengantar istri periksa hamil. Sebagian besar dari ibu hamil yang diperiksa di puskesmas dan polindes hanya datang sendiri tanpa ditemani oleh suami atau anggota keluarga lainnya. Dengan menemani istri setiap kali periksakan hamil, suami mendapatkan informasi yang sangat penting bagi kehamilan, sehingga suami dapat memberikan dukungan kepada istri yang sedang hamil, yang pada kenyataannya tidak dilakukan oleh sebagian besar para suami di wilayah kerja Puskesmas Pargarutan.

Dari fenomena tersebut terlihat bahwa ada masalah yang memengaruhi ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya, sehingga perlu dilakukan penelitian pengaruh karakteristik ibu dan dukungan suami terhadap pemeriksaan kehamilan di wilayah kerja Puskemas Pargarutan tahun 2012.

TUJUAN PENELITIAN

Untuk menganalisis pengaruh karakteristik ibu (paritas, usia, pekerjaan, pendidikan) dan dukungan suami (informasional, penilaian, instrumental, emosional) terhadap pemeriksaan kehamilan di wilayah kerja Puskesmas Pargarutan tahun 2012.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, jenis penelitian survey dengan pendekatan cross sectional merupakan penelitian dimana pengukuran atau

pengamatan dilakukan pada saat bersamaan pada data variabel independen dan dependen (sekali waktu). POPULASI DAN SAMPEL

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pargarutan Kabupaten Tapanuli Selatan dan memiliki buku KIA berjumlah 139 orang. dengan besar sampel diambil menggunakan rumus yang dikemukakan Slovin dalam Soleh (2005).Jumlah sampel dalam penelitian adalah 74 responden karena peneliti melakukan pembulatan keatas, hal ini disebabkan ada beberapa desa di Kecamatan Angkola Timur yang hanya terdapat 1 ibu hamil yang bila dihitung dengan rumus proporsi mendapatkan hasil 0,46. Bila dilakukan pembulatan kebawah maka desa yang hanya mempunyai jumlah ibu hamil 1 orang tidak termasuk menjadi responden.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Paritas terhadap Pemeriksaan

Kehamilan Paritas dalam penelitian ini dikategorikan

menjadi dua kategori, yaitu paritas berisiko bila ibu mempunyai paritas > 3 dan kategori tidak berisiko bila paritas ibu ≤ 3. Dari hasil penelitian didapatkan ibu dengan paritas yang tidak berisiko lebih banyak yang melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar 52,2% bila dibandingkan ibu dengan paritas yang berisiko. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa paritas ibu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesesuaian pemeriksaan kehamilan dengan nilai p value 0,013.

Paritas ibu memengaruhi kesesuaian pemeriksaan kehamilan di Kecamatan Angkola Timur disebabkan karena sebagian besar masyarakat telah mengenal program keluarga berencana, ini dibuktikan dengan data keluarga berencana yang tinggi. Dengan masyarakat telah mengenal program keluarga berencana membuat ibu yang mempunyai paritas >3 enggan untuk memeriksakan kehamilan. Keengganan ini disebabkan mereka merasa malu bila mempunyai anak lebih dari tiga. Selain itu ibu hamil dengan paritas berisiko yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar dikarenakan ibu tersebut merasa yakin bahwa kehamilannya baik-baik saja berdasarkan pengalaman kehamilan yang terdahulu. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Maulina (2010), penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan kunjungan antenatal care. Selanjutnya diperkuat oleh penelitian Swenson et al., (1993) dalam penelitiannya mendapatkan hasil wanita dengan paritas tinggi cenderung kurang memanfaatkan perawatan kehamilan, ibu paritas tinggi lebih percaya diri tentang kehamilannya dan merasa kurang perlu untuk melakukan perawatan kehamilan. Overbosch et al, (2004) bahwa paritas lebih tinggi pada umumnya merupakan penghalang untuk menggunakan pelayanan ANC.

Page 114: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

320

Dengan melakukan pemeriksaan kehamilan dapat diketahui perkembangan janin dalam kandungan dan dapat dideteksi secara dini bila terdapat kelainan. Pemeriksaan kehamilan diperlukan walau pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal dan bayi yang dilahirkan sehat. Selama ini upaya yang telah dilakukan oleh petugas kesehatan khususnya bidan di wilayah Puskesmas Pargarutan hanya melakukan penyuluhan pada saat posyandu.

Dengan hanya melakukan penyuluhan di posyandu dapat dipastikan hanya ibu yang datang ke posyandu yang mendapatkan informasi tersebut. Sementara ibu yang tidak hadir ke posyandu tidak mendapatkan informasi yaitu ibu hamil dengan paritas berisiko karena malu untuk datang ke posyandu. 5.1.2. Pengaruh Usia terhadap Pemeriksaan

Kehamilan Hasil penelitian secara statistik dengan

menggunakan uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara usia ibu dengan pemeriksaan kehamilan dengan nilai p value 0,070 (<0,05). Ibu hamil yang mempunyai usia tidak berisiko cenderung memeriksakan kehamilan sesuai dengan standar dibandingkan ibu yang mempunyai usia berisiko. Pada penelitian ini usia ibu digolongkan menjadi dua yaitu usia ibu 20-35 tahun digolongkan usia tidak berisiko dan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 digolongkan usia berisiko.

Di Kecamatan Angkola Timur didapati ibu yang mempunyai usia berisiko (usia <20 dan usia >35 tahun) tidak memeriksakan kehamilan sesuai standar sebanyak 25%. Meskipun hanya sebagian kecil ibu yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar, hal tersebut tidak boleh diabaikan karena sangat besar manfaat pemeriksaan kehamilan terhadap keselamatan jiwa ibu dan janin. Harus dilakukan upaya-upaya agar ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan. Ibu yang berusia <20 tahun tidak melakukan pemeriksaan kehamilan disebabkan karena merasa terlalu muda untuk hamil dibandingkan teman sebaya mereka. Ibu hamil yang berusia <20 tahun yang berada di Kecamatan Angkola Timur jarang keluar rumah. Ibu yang berusia >35 tahun tidak melakukan pemeriksaan kehamilan disebabkan mereka merasa malu untuk memeriksakan kehamilan, hal tersebut dapat dilihat pada saat ibu memeriksakan kehamilan selalu menggunakan kain untuk menutup bagian depan tubuh ibu. Mereka menganggap bahwa usia diatas 35 tahun tidak pantas lagi untuk hamil, apalagi bila diikuti dengan jumlah anak lebih dari 3 orang, semakin membuat mereka tidak memeriksakan kehamilan. Dari beberapa orang ibu juga mengatakan mereka merasa kehamilan merupakan hal yang alamiah sehingga tidak perlu periksa hamil. Hal yang diungkap ibu di daerah penelitian hampir sama dengan pernyataan Mathole et al (2004), yang mengatakan bahwa perempuan yang berusia <35 tahun lebih sering melakukan kunjungan ke klinik untuk meyakinkan bahwa bayi mereka tumbuh, sedangkan wanita yang lebih tua tidak pernah

mengalami masalah, tidak peduli dan menganggap kehamilan merupakan hal biasa.

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Ciceklioglu et al., (2005) yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara usia dengan pemeriksaan kehamilan. Matthews et al (2001), berpendapat bahwa mayoritas perempuan dalam usia tiga puluhan melakukan pemeriksaan kehamilan awal dan lebih sering daripada remaja dan wanita yang lebih tua.

Upaya petugas kesehatan di wilayah Puskesmas Pargarutan khususnya bidan yang bertugas di desa selama ini adalah mendatangi rumah ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Bagi bidan yang tinggal di desa dan mengikuti segala aktifitas kehidupan di desa binaan, bidan dapat mengetahui dengan pasti ibu-ibu yang hamil. Namun bila bidan yang bertugas di desa tidak tinggal didesa dikarenakan berbagai alasan, hal itu akan terlewatkan.

5.1.3. Pengaruh Pendidikan terhadap Pemeriksaan

Kehamilan WHO dalam Deswani (2003), menyatakan bahwa wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan masalah kesehatan baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya. Sehingga akan lebih mudah memanfaatkan pelayanan antenatal. Pendidikan memengaruhi cara berpikir, tindakan dan pengambilan keputusan yang akan dilakukan seseorang untuk memanfaatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan. Tingkat pendidikan juga memengaruhi kemampuan seseorang untuk mendengar, menyerap informasi dan dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini termasuk mendengarkan, menyerap informasi dan dalam mengambil keputusan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.

Berdasarkan uji regresi logistik didapatkan hasil p value 0,143 (<0,05), yang secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara pendidikan ibu terhadap kesesuaian pemeriksaan kehamilan. Dalam penelitian ini penelitian responden dikategorikan menjadi dua kategori yaitu responden yang menamatkan SD sederajat dan SLTP sederajat dikategorikan pendidikan dasar, dan bila responden menamatkan SLTA sederajat dan Perguruan Tinggi dikategorikan pendidikan tinggi

Ada beberapa penelitian yang menguatkan penelitian ini diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kristina (2000), yaitu tidak ada hubungan pendidikan ibu terhadap kunjungan ulang antenatal care yang dilakukan ibu. Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Maulina (2010), bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan kelengkapan kunjungan antenatal yang dilakukan ibu.

Sebagian besar ibu hamil yang menjadi responden dalam penelitian ini berpendidikan terakhir SLTA, yang bila dihubungkan dengan variabel pekerjaan sebagian besar responden bekerja sebagai petani. Selain tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan para responden juga kurang mengetahui manfaat periksa hamil. Hal itu disebabkan karena responden kurang mendapatkan informasi tentang

Page 115: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Rosmawaty Harahap, Meidiawaty Siregar Pengaruh Karakteristik Ibu dan...

321

pentingnya periksa hamil, karena sebagian waktu dihabiskan disawah.

Pendidikan responden yang tinggi tidak menjamin kesesuaian pemeriksaan kehamilan, hal ini disebabkan pendidikan yang dilalui oleh responden adalah pendidikan formal. Meskipun pendidikan tinggi membuat seseorang mudah menyerap informasi dan dalam mengambil keputusan, namun bila informasi tidak didapat maka seseorang tidak dapat mengambil keputusan. Dalam pendidikan formal responden tidak mendapatkan informasi tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan. Hal ini merupakan salah satu yang membuat responden tidak mengetahui pentingnya manfaat pemeriksaan kehamilan sehingga tidak melakukan pemeriksaan kehamilan.

5.1.4. Pengaruh Pekerjaan terhadap Pemeriksaan

Kehamilan Berdasarkan analisis bivariat yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa hipotesis ditolak dengan nilai p value 0,367 (> 0,05) yang berarti tidak ada pengaruh antara pekerjaan terhadap pemeriksaan kehamilan. Untuk selanjutnya variabel pekerjaan tidak dimasukkan lagi dalam model selanjutnya.

Hasil penelitian ini berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Sjofiatun (2000), pada penelitian Sjofiatun menyebutkan bahwa status ibu bekerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perawatan kehamilan di daerah pedesaan maupun didaerah perkotaan. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Kabir et al. (2005), perempuan yang bekerja lebih memanfatkan pelayanan antenatal care dibandingkan ibu rumah tangga dan ibu yang tidak bekerja. Selanjutnya wanita yang bekerja cenderung memulai antenatal care lebih awal (Magadi et al., 2002). Wanita yang bekerja di luar rumah selama kehamilan secara signifikan berhubungan terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan (Erci, 2003).

Ibu yang bekerja disektor formal memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi kesehatan, informasi tersebut didapatkan dari teman di tempat bekerja maupun dari media seperti dari Koran, majalah, internet dan lain-lain. Selain itu ibu yang bekerja secara formal akan mempunyai penghasilan sendiri dan menambah penghasilan keluarga sehingga dari segi ekonomi akan mapan dan mampu menggunakan fasilitas kesehatan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan baik.

Di Kecamatan Angkola Timur sebagian besar ibu yang bekerja di sektor informal yaitu sebagai petani. Petani bekerja di sawah dari pagi sampai sore hari, hal inilah salah satu penyebab ibu melakukan pemeriksaan kehamilan tidak sesuai dengan standar. Selain ibu menghabiskan waktu di sawah, pulang dari sawah ibu harus mengurus keluarga sehingga dapat dipastikan ibu tidak mempunyai kesempatan untuk periksa hamil. Selain itu juga tidak mendapatkan informasi tentang pentingnya periksa hamil baik dari petugas kesehatan maupun dari media lain. Sehingga ibu tidak tahu dan tidak punya waktu untuk memeriksakan kehamilannya. Ibu melakukan pemeriksaan kehamilan bila tidak ke sawah dan

mempunyai waktu, sebab selain ke sawah ibu juga mempunyai kegiatan lain seperti menganyam tikar untuk menambah penghasilan.

5.2 Pengaruh Dukungan Terhadap Pemeriksaan

Kehamilan 5.1.5. Pengaruh Dukungan Informasional terhadap

Pemeriksaan Kehamilan Berdasarkan hasil analisis uji statistik

menunjukkan dukungan informasional yang diberikan oleh suami tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesesuaian pemeriksaan kehamilan, dengan nilai p= 0,234 (> 0,05). Hasil penelitian ini menguatkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Maulina (2010), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kelengkapan pemeriksaan kehamilan.

Dukungan informasional adalah dukungan yang diberikan suami berupa pemberian informasi tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan (termasuk tablet fe, imunisasi TT, buku KIA), jumlah pemeriksaan, dan tempat pemeriksaan kehamilan. Secara statistik dukungan informasional dari suami tidak berpengaruh terhadap kesesuaian pemeriksaan kehamilan yang dilakukan oleh ibu. Dari tabulasi silang didapatkan hasil bahwa ibu yang tidak mendapatkan dukungan informasional hanya sedikit sekali perbedaannya antara yang tidak mendapat dukungan melakukan pemeriksaan kehamilan yang sesuai (43,8%), dengan yang tidak mendapat dukungan dan memeriksakan kehamilan yang tidak sesuai (56,3%).

Dari hasil penelitian yang dilakukan hanya 35,1% suami memberi informasi bahwa ibu harus periksa hamil, hal ini membuat ibu tidak memeriksakan kehamilannya. Informasi yang kurang diberikan oleh suami mungkin saja karena suami sendiri kurang memahami tentang manfaat, kerugian pemeriksaan kehamilan. Karena suami tidak mengetahui tentang penting pemeriksaan kehamilan maka suami tidak mencari tahu, sehingga suami tidak dapat memberikan informasi kepada ibu. Kurangnya pengetahuan suami tentang pemeriksaan kehamilan dapat juga disebabkan oleh faktor budaya yang menganggap bahwa urusan kehamilan, melahirkan merupakan urusan perempuan sehingga suami tidak perlu mencari informasi tentang pemeriksaan kehamilan.

Selain faktor budaya kurangnya pengetahuan suami disebabkan karena selama ini petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan tentang kehamilan hanya para ibu yang dijadikan sasaran tanpa melibatkan suami. Penyuluhan hanya dilakukan saat posyandu, sehingga dapat dipastikan yang mendengarkan penyuluhan itu hanya para ibu.

5.1.6. Pengaruh Dukungan Penilaian/ penghargaan

terhadap Pemeriksaan Kehamilan Hasil uji statistik dengan menggunakan regresi

logistik berganda didapatkan nilai p value 0,490 (p>0,05), hal tersebut menunjukkan bahwa variabel dukungan penilaian/ penghargaan tidak berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan.

Dukungan penilaian/ penghargaan dalam penelitian ini adalah upaya dari suami untuk

Page 116: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

322

memberikan umpan balik berupa pujian, bimbingan dan perhatian kepada ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. Dalam penelitian didapatkan hasil bahwa hanya 43,2% ibu yang mendapat pujian dari suami bila pulang memeriksakan kehamilan. Hal tersebut dapat saja membuat ibu merasa enggan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan selanjutnya.

Para suami yang berada ditempat penelitian bahkan wilayah Tapanuli Selatan khususnya mempunyai sifat tertutup. Sehingga tidak dapat mengungkapkan perasaannya secara terbuka. Ada perasan malu untuk memuji istri bila tindakan istri benar. Asumsi peneliti hal ini yang menyebabkan suami kurang memberikan dukungan penilaian/ penghargaan.

Hasil temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Deswani (2003), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan dukungan sosial dengan kunjungan antenatal yang dilakukan ibu.

5.1.7. Pengaruh Dukungan Instrumental terhadap

Pemeriksaan Kehamilan Hasil analisa statistik uji regresi logistik

berganda menunjukkan bahwa variabel dukungan instrumental pada α 5% berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan, dengan nilai p value 0,017(p<0,05). Ibu hamil yang mendapatkan dukungan instrumental dari suami cenderung melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar dibandingkan ibu yang tidak mendapat dukungan dari suami.

Dukungan instrumental menurut Cohen et al., (1985), menunjukkan ketersediaan sarana untuk memudahkan perilaku menolong orang yang menghadapi masalah berbentuk materi, pemberian kesempatan dan peluang waktu.

Dukungan instrumental dalam penelitian ini berupa upaya dari suami untuk memberikan bantuan dalam bentuk dana, waktu dan memfasilitasi ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Sehingga dengan didapatkannya dukungan instrumental dari suami, istri melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar yang ada. Hampir sebagian besar masyarakat di Indonesia demikian, suami adalah pengambil keputusan utama. Oleh karena itu dukungan dari suami akan sangat besar dampaknya terhadap keputusan ibu untuk memeriksakan kehamilan.

Faktor budaya yang menganggap bahwa kehamilan, persalinan merupakan urusan perempuan juga merupakan penyebab suami kurang memberikan dukungan instrumental kepada ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Hal tersebut berdasarkan hasil penelusuran jawaban responden bahwa 33,8% saja suami yang mengantarkan ibu memeriksakan kehamilan, berdasarkan jawaban tersebut seakan-akan suami tidak peduli terhadap kehamilan istri. Namun sebenarnya suami sangat antusias menanggapi kehamilan ibu, hal ini dibuktikan berdasarkan jawaban responden bahwa sebagian besar 60,8% suami menyediakan transportasi, membantu pekerjaan rumah agar ibu dapat memeriksakan kehamilan 56,8% dan mau

meninggalkan pekerjaan untuk mengantarkan ibu periksa hamil 62,2%.

Dukungan intrumental dari suami terhadap pemeriksaan kehamilan di Kecamatan Angkola Timur lebih pada dukungan yang tidak dilihat oleh orang lain hanya ibu yang merasakan dukungan tersebut, berdasarkan jawaban responden hanya 33,8% yang mengantarkan ibu periksa hamil. Sebenarnya dengan hanya mengantarkan ibu untuk periksa hamil secara tidak langsung indikator dukungan instrumental yang lain sudah dilakukan oleh suami, seperti menyediakan transportasi, mendampingi masuk ke ruang periksa, meninggalkan pekerjaan untuk mengantarkan ibu. Namun belum semua suami melakukan karena faktor budaya tersebut.

Peran tokoh agama sangat dibutuhkan dalam hal ini mengingat masyarakat Tapanuli Selatan sangat menghormati tokoh agama. Selain itu meningkatkan dukungan suami dapat dilakukan dengan meningkatkan konseling petugas kepada suami pada saat ibu memeriksakan kehamilan. Selama ini jarang dilakukan karena ibu hamil sering datang sendiri untuk periksa hamil tanpa ditemani suami. Sehingga informasi penting bagi suami tidak didengarkan langsung oleh suami.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Simkhada et al., (2008), wanita yang mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat selama kehamilan dua kali lebih mungkin untuk hadir dalam melakukan pemeriksaan kehamilan dibandingkan dengan wanita yang tidak mendapatkan dukungan. Demikian pula penelitian Simanjuntak (2002), menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan suami terhadap kunjungan antenatal yang sesuai.

5.1.8. Pengaruh Dukungan Emosional terhadap

Pemeriksaan Kehamilan Hasil uji statistik menunjukkan ada pengaruh

antara dukungan emosional yang diterima ibu dengan pemeriksaan kehamilan, dengan nilai p value 0,007 (p <0,05). Ibu hamil yang mendapatkan dukungan emosional lebih cenderung memeriksakan kehamilan sesuai standar dibandingkan ibu yang tidak mendapatkan dukungan emosional. Nilai exp (B) 9,335 yang berarti bahwa ibu yang mendapatkan dukungan emosional dari suami mempunyai kemungkinan 9,3 kali untuk melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar dibandingkan ibu yang tidak mendapatkan dukungan emosional dari suami.

Dukungan emosional suami dalam penelitian ini adalah adanya upaya dari suami untuk membantu kenyamanan dan ketenangan emosi, mencakup mendengarkan keluhan, empati, menunjukkan kasih sayang dan motivasi kepada ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilan.

Penelitian Carter 2002 dalam Kurniarum (2006), yang menyatakan bahwa dukungan suami memberikan kontribusi penting bagi kesehatan. Dukungan sosial yang dibutuhkan adalah berupa dukungan emosional yang mendasari tindakan. Dengan dukungan tersebut ibu akan merasa diperhatikan, dicintai, dimuliakan dan dihargai. Adanya kehadiran orang terdekat dapat mempengaruhi

Page 117: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Rosmawaty Harahap, Meidiawaty Siregar Pengaruh Karakteristik Ibu dan...

323

emosional atau efek perilaku bagi penerimanya. Dukungan selama kehamilan berpengaruh terhadap hasil kehamilan.

Menurut Henderson (2005), ada beberapa faktor yang berperan dalam meningkatkan kemampuan wanita dalam beradaptasi terhadap kehamilan, misalnya lingkungan sosial, dukungan sosial dan dukungan dari pemberi asuhan. Dukungan yang diberikan oleh suami dan keluarga dapat memengaruhi persepsi terhadap kehamilan dan memengaruhi tingkat kecemasan yang ibu alami.

Dukungan suami adalah bentuk dukungan dan hubungan baik merupakan kontribusi yang penting bagi kesehatan. Dukungan emosional yang mendasari pemberian dukungan sosial. Adanya kehadiran orang terdekat dapat memengaruhi emosional atau efek perilaku bagi penerimanya (Larson, 2004).

Seorang wanita pada saat hamil terjadi perubahan berupa peningkatan hormonal yang memengaruhi sistem tubuh baik fisik maupun psikologi. Perubahan psikologi yang terjadi sering membuat ibu merasa sedih, cemas dan apabila tidak mendapat dukungan dari orang sekitar ibu merasa tidak dihargai dan disayangi. Dukungan emosional membuat ibu merasa lebih dihargai, nyaman, aman dan disayangi. Hal ini dapat pula dipengaruhi oleh budaya. Budaya masyarakat Tapanuli Selatan yang menganut budaya Islam bahwa yang memegang peranan penting dalam rumah tangga adalah suami. Para ibu akan melakukan pemeriksaan kehamilan apabila ibu mendapat dukungan dari suami.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Erci (2003), Dukungan sosial yang diterima dari keluarga meningkatkan jumlah kunjungan dan ibu hamil melakukan kunjungan lebih awal. Sosial support berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kunjungan antenatal care. Dukungan sosial yang tidak memadai merupakan hambatan untuk memperoleh pelayanan kehamilan. . KESIMPULAN 1. Karakteristik ibu yang berpengaruh terhadap

pemeriksaan kehamilan adalah paritas ibu, sedangkan yang tidak berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan adalah usia, pendidikan dan pekerjaan ibu.

2. Dukungan suami yang berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan adalah dukungan instrumental dan dukungan emosional, sedangkan yang tidak berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan adalah dukungan informasional dan dukungan penilaian/ penghargaan.

3. Variabel yang paling dominan adalah dukungan emosional yang berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan.

SARAN Berdasarkan kesimpulan, maka dapat diberikan saran atau rekomendasi sebagai berikut: 1. Kepada Dinas Kesehatan Tapanuli Selatan perlu

bekerjasama dengan tokoh agama dalam

meningkatkan peran serta suami dalam pemeriksaan kehamilan

2. Kepada Puskesmas perlu melakukan peningkatan sosialisasi dan penyuluhan rutin tentang pemeriksaan kehamilan dengan mengikut sertakan para suami, agar suami paham bahwa dukungan suami mempunyai andil dalam peningkatan cakupan pemeriksaan kehamilan.

3. Penelitian ini hanya melihat dukungan suami dari persepsi ibu, perlu penelitian lanjutan tentang partisipasi suami sehingga dapat benar-benar diketahui hal yang paling berpengaruh terhadap kunjungan pemeriksaan kehamilan agar dapat memberi kontribusi terhadap riset ilmiah di masa akan datang.

DAFTAR PUSTAKA Admin.(2008). Peran Suami Dalam Persiapan Persalinan

Aman. http/www. Departemen Kesehatan, Indonesia.htm (dikutip tanggal 17 Jan 2010).

Andersen R.M., (1995), Revisiting The Behavior Model and Acces to Medical care. Journal of Health and Social Behavior.

Beni, R., (2000). Keterlibatan Suami pada Masa Kehamilan : Menuju Kesetaraan Gender dalam proses Reproduksi Sehat. Warta Demografi Vol 30 no 04 2006 (http://lib.atmadjaya.ac.id)

BKKBN. (2004). Diskriminasi Kerja Perempuan, Kekerasan Terhadap Perempuan. http;//www bkkbn.go.id

------------. (2007). Bahan Pembelajaran Peningkatan Partisipasi Pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi. BKKBN.Jakarta.

Bobak, Lowdermilk & Jensen, (2004), Buku Ajar Keperawatan Maternitas (Terjemahan Edisi 4), EGC, Jakarta.

Caplin, J.P., (2006), Kamus Lengkap Psikologi Alih Bahasa Kartini Kartono, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Catherine A Haney., Barbara A Israel. (2008). Health Behavior and Health Education: Theory, Research and Practice. Publisher Josseybass.

Ciceklioglu M., Soyer M.T., Ocek Z.A. (2003). Factor Associated With The Utilization and Content of Prenatal Care In a Western Urban Distric of Turkey. International Journal Of Quality In Health Care.

Cui. Y., Yang. L., Lü. MT., Analysis On The Status of Antenatal Checkup Program In Certain Areas of China, (2005), Zhonghua Liu Xing Bing Xue Za Zhi. 2009 Sep;30(9):887-90, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/.

Cuningham, DKK, (2005), Williams Obstetrics 21 st Edition, Medical Publishing.

Cohen, S. & Syme, S.L . ed (1985) Social Support and Health. Orlando Florida: Academic Press Inc.

Depdikbud. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia Balai Pustaka. Jakarta.

Page 118: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

324

Depkes RI, (2001), Yang Perlu Diketahui Petugas Kesehatan Tentang Kesehatan Reproduksi. Depkes RI. Jakarta.

Deswani, (2003), Hubungan Faktor Determinan pada Ibu Hamil dengan Kedatangan pada Kunjungan kepelayanan Antenatal dalam Keperawatan Maternitas dalam Konteks Keluarga Di Kelurahan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur, Thesis, Universitas Indonesia, Jakarta.

Dinkes Sumut , (2007), Pedoman Pemantauan Wilayah setempat Kesehatan Ibu dan Anak.

Erci B. (2003). Barrier To Utilization of Prenatal care Service In Turkey, Journal In Nursing Scholarship.

Glanz, K., Rimer, B K., Viswanath, K., (2008), Health Behavior and Health Education Theory, Research and Practice, Josseybass Publishing

Gottlieb, B.H. (1983) Social Support Strategies, Guidelines for Mental Health Prcatice. London. Sage Publication Beverly Hills.

Henderson. C., (2005), Konsep Kebidanan, EGC, Jakarta. Hamid, Z.M, (2003), Hubungan pengetahuan dan Sikap

Ibu dengan Pemeriksaan Kehamilan di Kabupaten Serang Provinsi Banten, Thesis, Universitas Indonesia, Jakarta.

Kabir M., Iliyasu Z., Abu Bakar I.S & Sani A.A., (2005), Determinant of Utilization of Antenatal Care Service in Kumbotso Village, Northern Nigeria. Tropical Doctor.

Kemalahayati. (2008). Dukungan Suami Terhadap Kesiapan Ibu Primigravida Menghadapi Persalinan di Daerah Pedesaan Langsa Nanggroe Aceh Darussalam, Thesis, Universitas Indonesia, Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta.

Kristina A. (2005) Hubungan Beberapa Karakteristik Ibu Dan Persepsi Ibu Terhadap Kualitas Pelayanan Dengan Kunjungan Ulang Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Padangsari Kota Semarang. Thesis, Universitas Diponegoro. Semarang.

Kurniarum A, (2006), Hubungan Dukungan Suami dengan Depressive Symptoms Pada Ibu Hamil dalam Ruang Lingkup Pedesaan dan Perkotaan, Thesis, UGM, Jogjakarta.

Larson, C., Sydsjo, G. & Josefsson. (2004) Health, Sociodemografi Data, and Pregnancy Outcome in Women With Antepartum Depressive Symptoms, Journal Obstetrics & Gynecology, 104:459-466.

Lucyanawaty, M. (2008). Keselamatan ibu (Safe Motherhood) dan perkembangan anak: Bagaimana peran laki-laki? http :// situs.kesrepro. info/gendervaw02.htm (dikutip tanggal 10 Juli 2009).

Magadi M.A., Madise N.J. & Rodrigues R.N., (2000). Frequency and Timing of Antenatal Care in Kenya; Explaining the Variations Between Women of Different Communities. Social Science & Medicine.

Mansur, H., (2009), Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan, Salemba Medika, Jakarta.

Manuaba, IBG.(1998). Ilmu Kebidanan. Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta.

Mathole T., Lindmark G., Majoko F., Ahlberg B.M., (2004). A Qualitative Study of Woman Perspectives of Antenatal Care In a Rural Area of Zimbabwe. Midwifery.

Matthew Z., Mahendra S., Kilaru A., & Ganapathy S., (2001). Antenatal Care, Care Seeking and Morbidity In Rural Karnataka India. Asia-Pasific Population Jurnal

Maulina C.H, (2010), Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Pemeriksaan Kehamilan pada Ibu yang Memiliki Balita di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal, Skripsi, Universitas Sumatera Utera. Medan.

Muchtar, A. (2004). Memaknai Hari Ibu dengan Menghormati Hak Reproduksinya. http :// situs.kesrepro. info/gendervaw02.htm (dikutip tanggal 10 Des 2010).

Muslihatun W.N., Mufdillah, Setiyawati N, (2009), Dokumentasi Kebidanan, fitramaya, Jogjakarta.

Nielsen B.B., Hedegaard M., Liljestrand J., Thilsted S.H. & Joseph A., (2001). Characteristic of Antenatal Care Attenders In a Rural Population In Tamil Nadu, South India, Health and Social Care in The Community. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/

Notoadmodjo, S., (2003). Pendidikan dan Prilaku Kesehatan Masyarakat. PT Rineka Citta. Jakarta.

--------------------, (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Overbosch G., Nsowah-Nuamah N., Van den Boom G & Damnyang L., (2004). Determinant of antenatal Care Use In Ghana. Journal of African Economies

Prawiroharjdo., (2002). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal YBP-SP. Jakarta.

Prianggoro. H.(2008), Ternyata Peran Suami Saat Istri Hamil Sangat Penting Karena Bisa mempengaruhi Kehamilan Termasuk Janin. http// situs.kesrepro. info/gendervaw02.htm (dikutip tanggal 2 Maret 2011)

Puspa. (2009). Fungsional Pengantar Kerja, http;//www. Infokerja-jatim

Roeshadi R.H., (2006), Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu pada Preeklamsi dan Eklamsi. http://Repositori.usu.ac.id diakses tanggal 23/4/2011

Saifuddin, A, B., (2001). Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwona Prawirohardjo, Jakarta.

----------(2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Salmah, Rusmiati, Maryanah, Susanti N.N., (2007), Asuhan Kebidanan Antenatal, EGC, Jakarta

Sarason. I.G., Sarason B (1997). Interrelation of Social Support Measures; Theoritical and Practical Implication. Journal of Personality and Social Psychology.

Simanjuntak T., (2002), Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Antenatal K4 di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara, Thesis, Universitas Indonesia, Jakarta.

Page 119: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Rosmawaty Harahap, Meidiawaty Siregar Pengaruh Karakteristik Ibu dan...

325

Simkhada B, Teijlingen ER, Porter M, Simkhada P., (2007), Factors Affecting The Utilization of Antenatal Care in Developing Countries: Systematic Review of The Literature, J Adv Nurs. 2008 Feb; 61(3) :244-60, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/

Sjofiatun, N. (2000). Pengaruh Karakteristik Wanita dan Rumah Tangga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Ibu di Indonesia (Analisis Data SDKI 1997). Thesis. Universitas Indonesia, Jakarta.

Soleh. (2005). Ilmu Statistika: Pendekatan Teoritis dan Aplikatif disertai contoh Penggunaan SPSS, Jakarta: Rekayasa Sains.o

Sudarsono. (2008). Karakter Is Striving System Which Underly Behavior, http;//www.pelita.or.id

Swasono M F.,(1998), Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Kontek Budaya, UI Press, Jakarta.

Swenson IE, Thang NM, VQ Nhan, PX Tieu. (1993). Faktor Related To The Utilization of Prenatal care In Vietnam. Journal Trop Med Hyg 1993 Apr;96(2):76-85. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/

Teddy KW., (2008). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prilaku; hthp// www. World press.com. dikutip tanggal 4 Desember 2010

Thaddeus.S dan Maine.D., (1994), Top Far fo Walk: Maternal Mortality in Context.

Tombukan, S., (2003). Hubungan Pengetahuan dengan Sikap ibu Hamil Tentang Tanda Bahaya Kehamilan di PKM Jetis Tahun 2002. FK. UGM Yogyakarta.

Wikjosastro. H, Saifuddin A.B, Rachimhadi.T, (1997), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

---------------------, (2002), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Yasril, Kasjono.H.S, Analisis Multivariat Untuk Penelitian Kesehatan, Mitra Cendikia, Jogjakarta.

Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan, (2006), Kesehatan Reproduksi Modul, Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan Bekerja sama dengan Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan dan Ikatan Bidan Indonesia, Jakarta.

Yulianto,WA. (2004). Refleksi Wafatnya RA Kartini bagi Para Suami. www.situs.kesrepro.info/gendervaw/apr/2004/gendervaw03.htm (dikutip tanggal 1April 2011).

Yustina I, (2007). Upaya Strategis Menurunkan AKI dan AKB. Jurnal Wawasan Ilmu-Ilmu Sosial, 13 (2) : 182 – 187.

Page 120: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

326

EFEKTIVITAS MENGUNYAH BUAH BENGKUANG TERHADAP PENURUNAN DEBRIS INDEKS PADA SISWA KELAS III A

SD NEGERI 060930 TITI KUNING TAHUN 2014

Sondang Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan

Abstrak

Kebersihan gigi dan mulut sangat perlu supaya tidak ada debris yang terbentuk dan menjadi tempat tinggal bakteri pembentuk lubang gigi.Menyikat gigi sebenarnya hanya membersihkan 1/4atau 25 % dari keseluruhan bagian gigi dan mulut.. Gunakan bantuan memakan buah buahan yang berserat dan berair seperti buah bengkuang untuk mengurangi sisa makanan yang menempel dipermukaa gigi karna apabila sisa makanan ( debris ) mengeras akan menjadi karang gigi yang melekat pada permukaan gigi, terutama pada permukaan kasar dan tidak rata. Untuk mengetahui efektivitas mengunyah buah bengkuang terhadap penurunan debris indeks pada siswa kelas III A SD NEGERI 060930 tahun 2007. Populasi terdiri dari 32 siswa yang diambil dari seluruh siswa kelas III A untuk dijadikan sampel. Untuk memeriksa debriks indeks dipakai alat bantu kaca mulut,sonde,pinset,buah bengkuang,disclosing solution,kapas,cairan desinfektan dan handuk. Dari hasil penelitian diperoleh rata - rata debris indeks sebelum mengunyah buah bengkuang sebesar 1,93dan rata - rata sesudah mengunyah buah bengkuang sebesar 0,69 dimana selisih penurunan debris indeks sebesar 1,24. Dari hasil penelitian yang dilakukan diambil kesimpulan bahwa mengunyah buah bengkuang dapat menurunkan debris indeks. Kata Kunci : Buah Bengkuang,Debris Indeks

PENDAHULUAN Latar Belakang

Menurut UU no 36 tahun 2009 BAB 1 pasal 1 tentang kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 mengacu pada Undang Undang R.I No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, adalah Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. (UU no 36 tahun 2009/ tentang kesehatan).

Sehat adalah suatu kondisi di mana segala sesuatu berjalan normal dan bekerja sesuai fungsinya dan sebagaimana mestinya.Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan yang mencirikan kondisi baik dan sejahtera dalam menjalani kehidupan, keadaan kesehatan seseorang termasuk seperti tubuh sehat, jiwa sehat, dan secara sosial memungkinkan untuk hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomi.

Gigi dan mulut merupakan bagian tubuh yang sangat penting. Didalam mulut terdapat terdapat banyak saraf yang berhubungan dengan seluruh bagian tubuh. Disekitar gigi yang yang dilingkari oleh jaringan gusi terdapat saraf-

saraf yang berhubungan dengan bagian tubuh kita. (Grace.W.Susanto,2011 )

Mulut merupakan pintu gerbang semua makanan dan dan minuman yang masuk ketubuh.makanan apa pun yang masuk kedalam mulut sebagian akan menyangkut atau tertinggal di diantara gigi,gusi,dan lidah. Sisa makanan kemudian membusuk dan memberikan respon peradangan (inflamasi), khususnya pada jaringan lunak (periodontal),atau respon pada gigi yang menyebabkan gigi berlubang.(Grace.W.Susanto,2011 )

Maka dari itu gigi dan mulut harus dijaga kebersihannya salah satunya dengan cara menyikat gigi secara teratur. Menyikat gigi yang di anjurkan adalah setiap pagi sehabis makan dan malam sebelum tidur. Untuk menentukan kebersihan gigi dan mulut seseorang dapat diukur dengan menggunakan indeks. Indeks adalah suatu angka yang menunjukan keadaan kebersihan gigi yang di dapat pada waktu melakukan pemeriksaan, dengan cara mengukur luas permukaan gigi yang tertutup oleh debris. Debris adalah sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi.

Angka debris indeks dapat di pengaruhi oleh jenis makanan yang di makan seseorang. Jenis makanan ini dapat berupa makanan yang berserat, berair atau makanan manis, lunak dan melekat. Selain faktor makanan debris indeks juga dapat di pengaruhi oleh faktor kebiasaan seperti menyikat gigi sesudah makandan sebelum tidur. Angka debris indeks ini dapat di turunkan dengan cara memakan makanan yang berserat dan berair.

Page 121: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

327

Buah – buahan merupakan makanan yang memiliki serat dan berbagai macam vitamin. Banyak manfaat yang diperoleh dari buah – buahan secara teratur. Selain bagus untuk kesehatan tubuh juga bagus untuk kesehatan gigi dan mulut. Serat dalam buah - buahan merupakan pembersih alamiah pada permukaan gigi,membantu membersihkan sisa makanan yang menempel pada gigi selama proses mengunyah.

Makanan dan kesehatan mulut yang baik merupakan faktor yang paling penting dalam pencegahan penyakit yang terdapat dalam mulut. Makanan yang berserat adalah makanan yang mempunyai daya pembersih gigi yang baik. Pada saat kita mengunyah makan ini dapat membersihkan gigi dari debris. Makanan yang bersifat seperti ini adalah jenis buah – buahan.(Tarigan,1990 )

Buah Bengkuang merupakan buah yang memiliki kandungan serat dan air yang cukup banyak. Selain itu buah ini juga memerlukan pengunyahan yang cukup keras sehingga dapat mendorong sekresi ludah. Sehingga buah bengkuang dapat membersihkan gigi dari sisa sisa makanan secara alami, jadi dapat mempengaruhi angka debris indeks seseorang. Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan perbedaan kebersihan gigi sebelum dan sesudah mengunyah buah bengkung.

Berdasarkan uraian data diatas, peneliti akan melakukan penelitian tentang Efektivitas Mengunyah Buah Bengkuang Terhadap PenurunanDebris Indeks. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas III A SD NEGERI 060930 Titi Kuning.

Tujuan 1.Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektivitas Mengunyah Buah Bengkuang Terhadap PenurunanDebris Indekspada Siswa kelas III A SD NEGERI 060930 Titi Kuning.

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang di teliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Bila subjek lebih dari 100 maka sample di ambil antara 10–15 %, atau 20 – 25% atau apa bila subyek kurang dari 100 lebih baik di ambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi (arikunto, 2002).

Dalam penelitian ini sampel yang di gunakan adalah siswa kelas III A yang berjumlah 32 orang (Total sampling ). Siswa kelas III A lebih mudah untuk diarahkan dan dibimbing dalam melaksanakan survei penelitian.

HASIL PENELITIAN Hasil Penelitian

Penelitian yang berjudul “Efektifitas Mengunyah Buah Bengkuang terhadap Penurunan Debris Indeks pada Siswa kelas III A SD NEGERI 060930 Titi Kuning” telah di laksanakan pada tanggal 16 dan 17 Mei 2014 di SD NEGERI 060930 Titi Kuning. Penelitian ini lakukan pada siswa kelas III A dengan jumlah sampel 32. 1. Debris Indeks Sebelum Mengunyah Buah Bengkuang

Dari Penelitian yang telah di lakukan di dapatkan hasil debris indeks sebelum mengunyah buah bengkuang, sebagai berikut : Tabel 1. Distribusi Frekuensi Presentase Debris Indeks

(DI) sebelum mengunyah buah bengkuang pada siswa kelas III A di SD NEGERI 060930 Titi Kuning.

Perlakuan Debris Indeks

N Total %

Rata - rata

Baik Sedang Buruk n % n % n %

Sebelum Mengunyah Buah Bengkuang

0 0%

12

37,5%

20

62,5%

32

100%

1,93

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa kriteria

Debris Indeks siswa kelas III A SD NEGERI 060930 Titi Kuning sebelum mengunyah buah bengkuang, sebagian besar adalah buruk dan sebagian kecil ada yang sedang. Untuk Debris Indeks dengan kriteria buruk mengunyah buah bengkuang berjumlah 20 siswa (62,5%). Sedangkan untuk Debris Indeks dengan kriteria sedang pada mengunyah buah bengkuang berjumlah 12 siswa (37,5%) dan rara – rata debris indeks sebelum mengunyah buah bengkuang adalah 1,93

2. Debris Indeks Sesudah Mengunyah Buah Bengkuang

Dari Penelitian yang telah di lakukan di dapatkan hasil debris indeks sesudah mengunyah buah bengkuang, sebagai berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuansi Prosentase Debris

Indeks (DI) sesudah mengunyah buah bengkuang pada siswa kelas III A di SD NEGERI 060930 Titi Kuning.

Perlakuan Debris Indeks

N Total %

Rata - rata Baik Sedang Buruk

n % n % n % Sesudah Mengunyah Buah Bengkuang

22

68,75%

10 31,25%

0 0% 32 10

0%

0,69

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa kriteria

Debris Indeks siswa kelas III A SD NEGERI 060930 Titi Kuning sesudah mengunyah buah bengkuang, sebagian besar adalah baik. Untuk Debris Indeks dengan kriteria baik pada mengunyah buah bengkuang berjumlah 22 siswa (68,75%) sedangkan kriteria sedang berjumlah 10 siswa ( 31,25%).Dan tidak ada lagi siswa yang termasuk pada Debris Indeks dengan kriteria buruk. Rata – rata debris indeks sesudah mengunyah buah bengkuang adalah 0,69.

3. Perbedaan Penurunan Debris Indeks Sebelum dan

Sesudah Mengunyah Buah Bengkuang Dari Penelitian yang telah di lakukan di dapatkan

hasil perbedaan penurunan debris indeks sebelum dan sesudah mengunyah buah bengkuang, sebagai berikut :

Page 122: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Sondang Efektivitas Mengunyah Buah...

328

Tabel 3. Nilai rata – rata dan nilai penurunan DebrisIndeks (DI) sebelum dan sesudah mengunyah buah bengkuang di SD NEGERI 060930 Titi Kuning.

Perlakuan Rata Rata Debris Indeks Penurunan Sebelum Sesudah

Mengunyah buah Apel 1,93 0,69 1,24

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa ada perbedaan antara sebelum dan sesudah mengunyah buah bengkuang. Hal Ini dapat dilihat dari rata rata penurunan Debris Indeks setelah mengunyah buah bengkuang adalah 1,24 PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa debris indeks siswa kelas III A SD NEGERI 060930 Titi Kuning mengalami penurunan setelah mengunyah buah bengkuang. Penurunan ini terjadi karena makanan berserat dan makanan padat mempunyai kemampuan untuk dapat mendorong sekresi ludah terhadap rongga mulut sehingga terjadi self cleansing di dalam mulut (Milati, 2009). Self cleansing adalah pembersihan secara alami pada gigi terhadap sisa sisa makanan yang tertinggal di dalam mulut (Grandfa, 2007)

Dari hasil penelitian yang telah di lakukan dapat di lihat bahwa debris indeks yang semula termasuk kategori buruk berubah menjadi kategori baik, hal ini terjadi karena makanan padat mempunyai kemampuan untuk dapat mendorong sekresi ludah terhadap rongga mulut sehingga terjadi self cleansing di dalam mulut. Makanan padat selalu mempunyai kandungan serat,dan membutuhkan kerja otot yang lebih untuk menghancurkan makanan. Makanan padat dan juga serat dari buah inilah yang secara fisiologis akan merangsang mulut manusia untuk menghancurkannya sebelum masuk ke saluran pencernaan (Milati, 2009). Sehingga saliva berfungsi sebagai pembersih mulut dari sisa makanan. Berdasarkan tabel dan gambar 3 dapat di lihat bahwa ada penurunan debris indeks antara sebelum dan setelah mengunyah buah bengkuang, yang artinya mengunyah buah bengkuang efektif dalam menurunkan angka debris indeks, hal ini dapat terjadi karena kandungan air dan kandungan serat pada buah bengkuang sangat banyak, yaitu kandungan serat sebesar 5 gram dan kandungan air sebesar 85,10 gram. Selain itu cara mengunyah dan jumlah kunyah yang di kendalikan dapat mempengaruhi penurunan debris indeks, karena mengunyah akan meningkatkan jumlah air ludah karena pengunyahan dipengaruhi oleh kekerasan dari jenis makanan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang efektifitas mengunyah buah bengkuah pada siswa kelas III -A di SD NEGERI 060930 Titi Kuning yang telah di lakukan dapat di simpulkan bahwa :

1. Kategori Debris indeks siswa sebelum mengunyah buah bengkuang sebagian besar adalah buruk dan sedang, dengan nilai rata rata 1,93

2. Kategori Debris indeks siswa sesudah mengunyah buah bengkuang sebagian besar adalah baik dan sedang, dengan nilai rata rata 0,69

3. Mengunyah buah bengkuang efektif menurunkan debris indeks karena adanya penurunan dari sebelum mengunyah buah bengkuang dan setelah mengunyah buah bengkuang sebesar 1,24

Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat peneliti berikan adalah:

1. Diharapkan kepada anak anak sekolah untuk mengkonsumsi buah berserat dan berair sesudah makan maupun untuk keseharian karena buah berserat dapat menurunkan angka debris indeks dan menjaga kebersihan gigi dan mlut.

2. Diharapkan kepada pihak puskesmas dan khususnya tenaga kesehatan gigi untuk memberikan penyuluhan tentang manfaat buah buahan yang berserat dan berair untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut

3. Diharapkan kepada orang tua agar mengontrol kesehatan gigi anaknya dengan cara menganjurkan memakan buah buahan yang berserat.

DAFTAR PUSTAKA Agam.F.E.2013.Seputar Kesehatan Gigi dan Mulut.

Yogyakarta:Andi Anandita T.P.2010.Menjaga Kebersihan Gigi dan

Mulut.Bandung:Quadra. Arikunto,S.2006.Prosedur Penelitan Suatu Pendekatan

Praktek.Jakarta:RinekaCipta Grandfa. 2007. Efektifitas Mengunyah Buah Apel dan

Buah Jambu biji Terhadap Perubahan Angka Debris Indeks pada Siswa Kelas VII SMP N 24 SEMARANG 2010. Duniasukasuka,blogspot.com/2010/07/karya-tulis-ilmiah

Herijulianti,E.T Svasti dan S Artini.2002.Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta:Kedokteran EGC

Machfoedz,I,2005.Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Anak-Anak dan Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitramaya

Milati.2009. Efektifitas Mengunyah Buah Apel dan Buah Jambu biji Terhadap Perubahan Angka Debris Indeks pada Siswa Kelas VII SMP N 24 SEMARANG 2010. Duniasukasuka,blogspot.com/2010/07/karya-tulis-ilmiah

Mc Devitt,W.E.2002.Anatomi Fungsional dari Sistem Pengunyahan.Jakarta:Kedokteran EGC

Notoatmojo,S.2010.MetodelogiPenelitian Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta

Page 123: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

329

Susanto,W,Grace.2011.Terapi Gusi Untuk Kesehatan dan Kecantikan.Semarang:Erlangga

Tarigan,asinta.1989.Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta:Kedokteran EGC

Tarigan, rasnita. 1990.Karies gigi.Jakarta:

http://buahbuahku.wordpress.com/2011/03/07/kandungan-zat-dan-manfaat-buah-bengkuang/

http://www.dedinewsonline.com/2011/09/manfaat-buah-bengkuang.htm

Page 124: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

330

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP PREVALENSI KARIES GIGI DI TK ISLAM AR – RAHMAN

JLN. MEDAN – TG. MORAWA KECAMATAN TANJUNG MORAWA TAHUN 2014

Rawati Siregar Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan

Abstrak

Status kesehatan anak sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap ibu terhadap anaknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan dan sikap ibu dengan prevalensi karies gigi anak di TK Islam Ar – Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2014.Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan Cross Sectional. Penelitian ini menggunakan uji Chi – square, pengolahan datanya dilakukan dengan menggunakan tabel Distribusi Frekuensi. Jumlah sampel adalah 25% dari populasi yaitu 30 orang ibu dan siswa/i TK Islam Ar – Rahman. Data yang diperoleh adalah data primer dan sekunder. Data primer yaitu status karies gigi (def-t) yang diperoleh dengan pemeriksaan langsung pada rongga mulut siswa/I dan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap ibu diperoleh dari kuesioner yang berisikan 25 pertanyaan.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah gigi yang diperiksa pada 30 siswa/i TK Islam Ar – Rahman adalah 595 gigi, rerata gigi susu yang terkena karies (d) sebesar 8,2, ekstraksi (e) sebanyak 0,2, dan def-t nya adalah 8,3. Tingkat pengetahuan ibu tentang kesehatan gigi dan mulut memiliki pengetahuan baik sebanyak 90% dan pengetahuan sedang sebanyak10%. Untuk tingkat sikap ibu terhadap kesehatan gigi dan mulut memiliki sikap positif sebanyak 96,66% dan memiliki sikap negative sebanyak 3,33%. Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu untuk tingkat pengetahuan hipotesisnya (H0) diterima yang artinya tidak ada pengaruh pengetahuan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan prevalensi karies anaknya, sedangkan untuk sikap hipotesisnya (H0) diterima yang artinya pengaruh sikap ibu dengan status karies gigi anaknya tidak signifikan karena kemungkinan biasa dari banyak faktor lain seperti perilaku si anak tersebut dalam menjaga kesehatan gigi dan mulutnya.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Prevalensi Karies Gigi

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Dari hasil penelitian Anak pada hakikatnya merupakan asset terpenting dalam tercapainya keberhasilan suatu Negara, karena merupakan generasi penerus bangsa selanjutnya. Derajat kesehatan anak pada saat ini belum bisa dikatakan baik karena masih banyak terdapat masalah kesehatan khususnya pada anak pra sekolah. Anak usia pra sekolah merupakan kelompok usia yang kritis karena pada usia tersebut rentan terhadap masalah kesehatan. ( Gobel. 2009 ). Demikian pula dengan kesehatan gigi anak balita, anak balita yang juga termasuk anak pra sekolah juga perlu diperhatikan kesehatannya, khususnya kesehatan gigi, anak balita yang mengalami gigi berlubang pada gigi sulungnya dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan gigi permanennya kelak. Untuk itu perlulah perawatan kesehatan gigi yang dilakukan orang tua secara rutin dengan memeriksakan gigi anak ke dokter gigi.

Perawatan gigi dan mulut pada masa balita / anak pra sekolah ternyata cukup menentukan kesehatan gigi dan mulut mereka pada tingkatan usia selanjutnya. Beberapa penyakit gigi dan mulut bisa mereka alami bila perawatan

tidak dilakukan dengan baik. Di antaranya karies ( lubang pada permukaan gigi)Sampai saat ini, karies gigi masih menjadi masalah kesehatan anak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 menyatakan angka kejadian karies pada anak masih sebesar 60-90%. Survey yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RepublikIndonesia menunjukkan prevalensi penduduk Indonesia yang menderita karies gigi sebesar 80%, dimana 90% diantaranya adalah golongan umur anak balita. Menurut Antara News sebagaimana dikutip oleh Maulani dan Jubilee, (2005) jumlah balita di Indonesia mencapai 30% dari 250 juta penduduk Indonesia, sehingga diperkirakan balita yang mengalami kerusakan gigi mencapai 75 juta lebih. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti Taverud (2009) menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi pada anaksangat bervariasi jika didasarkan atas golongan umur dimana anak berusia 1 tahun sebesar 5%, anak usia 2 tahun sebesar 10%, anak usia 3 tahun sebesar 40%, anak usia 4 tahun sebesar 55%, dan anak usia 5 tahun sebesar 75%. Dengan demikian golongan umur balita merupakan golongan rawan terjadinya karies gigi,memasuki usia pra sekolah resiko anak mengalami karies cukup tinggi. (tantursyah.blogspot.com).

Page 125: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

331

Di Indonesia laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI tahun 2001 menyatakan, diantara penyakit yang dikeluhkan dan yang tidak dikeluhkan prevalensi penyakit gigi dan mulut adalah tertinggi meliputi 60% penduduk. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga 2004, Situmorang (2005) menyatakan prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05% dan ini tergolong lebih tinggi dibandingkan Negara berkembang lainnya. Karies menjadi bukti tidak terawatnya kondisi gigidan mulut masyarakat Indonesia (www.usu.ac.id).

Efrinda menyatakan memasuki usia pra sekolah resiko anak mengalami karies cukup tinggi, Pengetahuan dan sikap orang tua terutama ibu dalam pemeliharaan gigi memberi pengaruh cukup signifikanterhadap sikap dan perilaku anak dalam pemeliharaan kesehatan gigi. Disamping itu perilaku anak sendiri menentukan status kesehatan gigi mereka, termasuk pola makan dan kebutuhan membersihkan gigi. Pada umumnyan anak sangat menggemari makanan manis seperti permen dan coklat yang diketahui sebagai substrat dan disukai oleh bakteri yang selanjutnya dapat melarutkan struktur gigi. Keadaan ini diperburuk dengan kemalasan anak dalam membersihkan giginya. Terkadang ibu salah dalam mempersepsikan tentang karies gigi, karena kurangnya informasi dan pengalaman serta pemahaman yang didapatkan. Mereka beranggapan bahwa karies gigi merupakan suatu hal yang wajar dialami pada anak kecil dan hal ini tidak perlu untuk terlalu dikhawatirkan dan cenderung dianggap remeh karena jarang membahayakan jiwa. Ada beberapa ibu yang berpendapat karies gigi merupakan penyakit yang disebabkan karena seringnya anak memakan-makanan manis dan malas dalam menggosok gigi dengan ciri gigi berbercak hitam namun ada pulabeberapa orang ibu yang tidak mengerti apa yang disebut dengan karies dentis tersebut. Banyak ibu yang mengatakan bahwa perawatan gigi ini tidak terlalu penting untuk dilakukan dan hanya membuang uang saja sehingga mereka membiarkan anak mereka jika mengeluh sakit gigi namun jika sudah nampak parah baru mereka bawake klinik gigi. Hal ini seharusnya dapat menjadi perhatian dari tenaga kesehatan agar dapat memberikan penyuluhan pada masyarakat khususnya padapara ibu agar lebih mempedulikan kesehatan gigi anak mereka. (www.rumah kusorgaku. wordpress.com

Anak usia 2-4 tahun memilikikegemaran untuk makan makanan yang manis, sedangkan orang tua kurang mempedulikan kebiasaan untuk menyikat gigi, jika seorang anak tidak mau menggosok gigi maka sebagai orangtua sebaiknya dapat memaksa anaknya untuk menggosok gigi terutama saat menjelang tidurmalam. Bila seorang anak tidak terbiasa menggosok gigi maka dari kebiasaan tersebut dapat menyebabkan anak yang mengalami karies. Selain itu kebiasaan minum susu menjelang tidur dengan menggunakan susubotol yangterlalulama,jugakebiasaanmengulumpermen dan makan-makanan manis. (

) Dari studi pendahuluan yang dilakukan pada

tanggal 10 Desember 2009 pada 10 ibu yang memiliki anak usia 3 - 6 tahun di Desa Sumberjo Rembang yang dilakukan secara insidental,diketahui bahwa 9 ibu diantaranya memiliki anak yang menderita karies gigi. Kebanyakan dari ibu yang anaknya menderita karies gigi menyatakan bahwa selama ini tidak begitu merisaukan dengan kondisi karies gigi yang diderita anaknya. Mereka kebanyakan menyatakan tidak melakukan upaya-upayauntuk mencegah terjadinya karies gigiseperti meminta anaknya agar tidak makan makanan yang mengandung kariogenik seperti gula-gula. Hal ini dilakukan karena menurut mereka lebih baik anaknya makan gula-gula dari pada tidak makan sama sekali.

www.kalbe.co.id). Hasil wawancara lebih lebih lanjut diperoleh data

bahwa selama ini menurut para ibu tidak ada penyuluhan yang diberikan kepada warga tentang pentingnyakesehatan gigi bagi anak balita. Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya sikap yang mendukung atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu melalui proses pendidikan. Orang tua dengan pengetahuan rendahmengenai kesehatan gigi dan mulut merupakan faktor predisposisi dari perilaku yang tidakmendukung kesehatan gigi dan mulut anak. Anak usia prasekolah (3-6 tahun) masih sangat bergantung pada orang tua dalam hal menjaga kebersihan dan kesehatan gigi. Pada umumnya, orang tua beranggapan bahwa anak usia prasekolah (3-6 tahun) sudah memiliki kemampuan yang cukup untuk membersihkan gigi, namun penting ditekankan kepada orang tua bahwa mereka harus terus membantu menyikat gigi anak-anak mereka.Anak usia prasekolah (3-6 tahun) dapat menyikat gigi mereka sendiri dengan dibantu oleh orang tua, setidaknya dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi berflouride seukuran kacang polong. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengetahuan dan sikap ibu terhadap prevalensi karies gigi anak di TK Islam Ar-Rahman Tanjung Morawa.

B. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode survey analitik

dengan pendekatan Cross Sectional. Metode survey analitik atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antar fenomena, baik antara faktor resiko dengan faktor efek, antar faktor risiko maupun antar faktor efek.

Penelitian ini dilakukan di TK Islam Ar-Rahman Tanjung Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Penentuan lokasi penelitian dilatarbelakangi beberapa alasan yaitu : Dilokasi penelitian ditemukan beberapa permasalahan kesehatan gigi terutama karies gigi pada kebanyakan siswanya. Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2014 sampai dengan Juli 2014. Populasi Penelitian ini adalah Ibu sebanyak 120 ibu dan siswa/i 120 anak

Page 126: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Rawati Siregar Pengaruh Pengetahuan dan...

332

Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini, berpedoman pada pendapat Arikunto (2006:134) yang menyatakan bahwa, "Apabila subjek kurang 100 orang maka diambil semua. Sehingga penelitiannya disebut penelitian populasi, selanjutnya bila populasinya besar dapat diambil antara 10-15% dan 20-25% lebih."Berdasarkan pendapat tersebut maka sampel diambil 25% dari populasi, yaitu 30 orang siswa/i TK Islam Ar – Rahman dan termasuk 30 orang responden (Ibu).

Pengambilan data dilakukkan dengan menggunakan instrument kuesioner .Kuesioner berisi 25 pertanyaan dimana 15 pertanyaan tentang pengetahuan ibu dan 10 pertanyaan tentang sikap ibu. Pada pertanyaan tentang pengetahuan bila jawaban benar diberi skor satu dan yang salah skor nol, dan pada pertanyaan tentang sikap diukur dengan skala likert, pilihan SS (Sangat Setuju) = 3, S (Setuju) =2, R(Ragu) = 1,TS (Tidak Setuju)= 0. Rentang nilai pengetahuan : Rumus = nilai maksimum – nilai minimum =

Penilaian pada akhir perhitungan adalah :

15 – 0 3 = 5

Buruk = 0 – 5 Sedang = 6 – 10 Baik = 11 – 15 Rentang nilai sikap : Rumus =

2 nilai maksimum – nilai minimum

= 2

30 – 0

= 15 Penilaian pada akhir perhitungan adalah : Negatif = 0 – 15 Positif = 16 – 30

= 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 30 siswa/i dan 30 responden yang merupakan ibu dari siswa/i TK Islam Ar – Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2014, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel. 4.1.1 Distribusi frekuensi def-t siswa/i TK Islam Ar – Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan

Tanjung Morawa Tahun 2014

Jumlah siswa/i Jumlah gigi susu Data def-t D E f def-t

30 595 245 5 0 250 Rata – rata 8.2 0.2 0 8.3

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa dari 30 siswa/i dengan jumlah gigi susu sebanyak 595 gigi, rata – rata gigi susu yang terkena karies (d) sebanyak 8,2, ekstraksi (e) sebanyak 0,2 dan def-t nya adalah 8,3. Tabel.4.1.2 Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang Kesehatan Gigi dan Mulut pada TK Islam Ar –

Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2014. No. Kategori Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) 1. 2. 3.

Baik Sedang Buruk

27 3 0

90 10 0

Jumlah 30 100 Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa pengetahuan ibu tentang kesehatan gigi dan mulut 90% memiliki pengetahuan yang baik dan 10% memiliki pengetahuan sedang. Tabel.4.1.3 Distribusi frekuensi sikap responden tentang Kesehatan Gigi dan Mulut pada TK Islam Ar –

Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2014. No. Kategori Sikap Frekuensi Persentase (%) 1. 2.

Positif Negatif

29 1

96,66 3,33

Jumlah 30 100 Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa sikap ibu tentang Kesehatan Gigi dan Mulut 96,66% memiliki sikap positif dan 3,33% memiliki sikap negatif.

Page 127: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

333

Tabel.4.1.4 Uji Chi Square pengaruh pengetahuan ibu terhadap prevalensi karies anaknya Menggunakan tabel 3x2

Tingkat Pengetahuan def-t Jumlah ≤2 ≥2 Baik 2 25 27

Sedang 0 3 3 Buruk 0 0 0 Jumlah 2 28 30

Nilai ekspektasi b1.k1 : (2+25) (2+0+0) / 30 = 54/30 = 1,8 b1.k2 : (2+25) (25+3+0) / 30 = 756/30 = 25,2 b2.k1 : (0+3) (2+0+0) / 30 = 6/30 = 0,2 b2.k2 : (0+3) (25+3+0) / 30 = 84/30 = 2,8 b3.k1 : (0+0) (2+0+0) / 30 = 0/30 = 0 b3.k2 : (0+0) ( 25+3+0) = 0/30 = 0

Cel O E O – E ( O – E )² ( O – E )²/ E b1.k1 2 1,8 0,2 0,04 0,022 b1.k2 25 25,2 -0,2 0,04 0,001 b2.k1 0 0,2 -0,2 0,04 0,2 b2.k2 3 2,8 0,2 0,04 0,014 b3.k1 0 0 0 0 0 b3.k2 0 0 0 0 0

X² hitung 0,237 Tabel.4.1.5 Uji Chi Square pengaruh sikap ibu terhadap prevalensi karies anaknya menggunakan tabel 2x2

Kategori Sikap def-t Jumlah ≤2 ≥2 Positif 2 27 29 Negatif 0 1 1 Jumlah 2 28 30

Nilai ekspektasi b1.k1 : (2+27) (2+0) / 30 = 58/30 = 1,93 b1.k2 : (2+27) (27+1) / 30 = 812/30 = 27,06 b2.k1 : (0+1) (2+0) / 30 = 2/30 = 0,06 b2.k2 : (0+1) (27+1) / 30 = 28/30 = 0,93

Cel O E O – E ( O – E )² ( O – E )²/ E b1.k1 2 1,93 0,07 0,0049 1,63 b1.k2 27 27,06 -0,06 0,0036 0,00012 b2.k1 0 0,06 -0,06 0,0036 0,00012 b2.k2 1 0,93 0,07 0,0049 1,63

X² hitung 3,260 Pembahasan Berdasarkan penelitian pada 30 siswa/i TK Islam Ar – Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa, didapatkan bahwa dari 595 gigi susu yang diperiksa, rata – rata yang terkena karies sebesar 8,3. Angka ini menunjukkan bahwa angka karies pada siswa/i tersebut lebih tinggi dari target pencapaian, dimana target def-t menurut WHO adalah ≤2. Dari hasil penelitian yang dilakukan di TK Islam Ar – Rahman dengan responden adalah ibu dari siswa/i TK Islam Ar – Rahman diketahui tingkat pengetahuan dari 30 orang responden (ibu) tentang kesehatan gigi dan mulut

90% memiliki pengetahuan baik dan 10% memiliki pengetahuan sedang. Sedangkan untuk tingkat sikap dari 30 orang responden (ibu) tentang kesehatan gigi dan mulut yaitu 96,66% memiliki sikap positif dan 3,33% memiliki sikap negatif. Kemudian data diolah dengan uji statistik dengan cara manual dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan dan sikap para ibu terhadap prevalensi karies gigi anaknya di TK Islam Ar – Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2014 dengan menggunakan uji Chi- square dengan tingkat signifikan ∝ = 5% dengan analisa hipotesis sebagai berikut :

Page 128: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Rawati Siregar Pengaruh Pengetahuan dan...

334

H0 : Ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan ibu terhadap prevalensi karies gigi pada anak Hipotesis diterima : X² hitung < X² tabel Hipotesis ditolak : X² hitung > X² tabel Dimana :

• X² hitung = ∑(𝑂𝑂 − 𝐸𝐸 )2 ( Perhitungan Chi-square )

E • X² tabel = ( Tabel nilai kritis distibusi Chi-

square ) • df = (b-1) (k-1) ( derajat

kebebasan ) = (3-1) (2-1) = 2

• derajat kepercayaan = 95% berdasarkan tabel Tabel.4.1.4 nilai distribusi Chi Square pengaruh pengetahuan ibu sebesar 0,237 dengan df (derajat kebebasan) adalah 2 serta derajat kepercayaan 95% sehingga didapat X² sebesar 5,991. Dilihat dari daerah kritis bahwa : X² hitung < X² tabel 0,237 < 5,991

H0 Diterima Dengan demikian apabila H0 diterima artinya “ tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan prevalensi karies gigi anaknya di TK Islam Ar – Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2014 “. Hal ini sama dengan penelitian Syahri (2011) yang menunjukkan tidak ada hubungan pengetahuan ibu dengan def-t. Sedangkan untuk pengaruh sikap responden (ibu) dapat dilihat dari Tabel 4.1.5 dengan tingkat signifikan ∝ = 5% dengan analisa hipotesis sebagai berikut : H0 : Ada pengaruh yang signifikan antara sikap ibu terhadap prevalensi karies gigi pada anak Dimana :

• X² hitung = ∑(𝑂𝑂 − 𝐸𝐸 )2 ( Perhitungan Chi-square )

E • X² tabel = ( Tabel nilai kritis distibusi Chi-

square ) • df = (b-1) (k-1) ( derajat

kebebasan ) = (2-1) (2-1) = 1

• derajat kepercayaan = 95% Berdasarkan tabel Tabel.4.1.5 nilai distribusi Chi Square pengaruh sikap ibu sebesar 3,260 dengan df (derajat kebebasan) adalah 1 serta derajat kepercayaan 95% sehingga didapat X² sebesar 3,841. Dilihat dari daerah kritis bahwa : X² hitung < X² tabel 3,260 < 3,841 H0 Diterima Dengan demikian apabila H0 diterima artinya “ tidak ada pengaruh yang signifikan antara sikap ibu dengan prevalensi karies gigi anaknya di TK Islam Ar – Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2014 “. Hal ini disebabkan karena dilihat dari hasil

penelitian hanya 2 orang siswa/i dari 30 orang yang angka def-t nya masih dibatas normal yaitu ≤2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prevalensi karies gigi tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap ibu terhadap kesehatan gigi akan tetapi dari banyak faktor lain seperti faktor etiologi, perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh si anak tersebut dalam menjaga kesehatan gigi dan mulutnya (Herijulianti dkk, 2002). KESIMPULAN Berdasarkan penelitian serta pembahasan yang dilakukan, dapat dikemukakan suatu hasil sebagai kesimpulan, yaitu : 1 Rata – rata def-t siswa/i TK Islam Ar – Rahman Jln.

Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2014 adalah 8,3. Angka ini menunjukkan bahwa angka karies pada siswa/i tersebut lebih tinggi dari target pencapaian, dimana target def-t menurut WHO adalah ≤2

2 Pengetahuan ibu mengenai kesehatan gigi dan mulut pada siswa/i TK Islam Ar – Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2014 yang berjumlah 30 orang, 90% memiliki pengetahuan yang baik dan 10% memiliki pengetahuan sedang.

3 Sikap ibu mengenai kesehatan gigi dan mulut pada siswa/i TK Islam Ar – Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2014 yaitu 96,66% memiliki sikap positif dan 3,33% memiliki sikap negative terhadap kesehatan gigi dan mulut anak.

4 Tidak ada pengaruh pengetahuan dan sikap ibu terhadap prevalensi karies gigi anak di TK Islam Ar – Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2014, hal ini dilihat dari hasil uji statistic dengan uji Chi-square didapatkan hasil hipotesinya (H0) diterima, dengan begitu dapat dikatakan pengetahuan dan sikap ibu tidak berpengaruh terhadap status karies gigi anaknya kemungkinan ada faktor lain.

SARAN 1. Bagi orang tua terutama ibu siswa/i TK Islam Ar –

Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2014 agar dapat lebih memperhatikan dan membimbing anaknya untuk menjaga kesehatan gigi dan mulutnya karena ibu merupakan orang yang paling dekat dan mengerti anak agar kesehatan gigi anak menjadi lebih meningkat dan lubang atau karies pada gigi bisa berkurang di masa depan saat anak sudah dewasa.

2. Bagi pihak sekolah TK Islam Ar – Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa agar lebih meningkatkan upaya dalam hal kesehatan gigi dan mulut siswa/i TK Islam Ar – Rahman dan bisa bekerja sama dengan puskesmas setempat.

Page 129: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

335

3. Bagi siswa/i TK Islam Ar – Rahman Jln. Medan – Tg. Morawa Kecamatan Tanjung Morawa dianjurkan agar menjaga kesehatan gigi dan mulutnya dengan memeriksakan giginya minimal 6 bulan sekali ke dokter gigi atau ke klinik gigi, menyikat gigi 2 x sehari pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur, juga berkumur – kumur atau menyikat gigi setelah makan – makanan manis seperti permen dan coklat.

DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan. 2002. Kamus Besar Bahasa

Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka. Anas, Muhammad. 2007.Pengantar Psikologi Sosial.

Makassar : Badan Penerbit UNM Arikunto, Suharsimi. 2006.Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Edwina & sally Joyston – Bechal. 1991. Dasar – Dasar

Karies penyakit dan Penanggulangannya. (terjemahan : Narlan Sumawinata & Safrida Faruk). Jakarta : EGC

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010.Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Salam, Burhanuddin. 2003. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. 2011.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

Surakhmad, Winarno. 2000.Pengantar Penelitian Ilmiah dan DasarMetode Teknik. Bandung : Transito.

Syahri. 2011, Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Para Ibu Dengan Status Karies Gigi Balitanya Di PAUD Sekar Mayang. KTI. Medan.

Tarigan, Rasinta. 1990. Karies Gigi. Jakarta : Hipokrates. Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian.

Yogyakarta : Graha Ilmu. www.kalbe.co.id. Diakses tanggal 22 April 2014 www.lintas.me/publisher/tantursyah.blogspot.com. Diakses

tanggal 22 April 2014 www.usu.ac.id /diglib/

www.rumahkusorgaku.wordpress.com.Diakses tanggal 22 April 2014

Page 130: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

336

PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL BERHUBUNGAN DENGAN INISIASI MENYUSU DINI DI KLINIK BERSALIN

SUMIARIANI KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN TAHUN 2013

Julietta Hutabarat Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan

` Abstrak

Di Indonesia menurut SDKI Tahun 2009 berkisar 40,21% bayi yang disusui dalam 1 jam pertama setelah kelahiran. Inisiasi menyusu dini masih sulit diterapkan karena pengetahuan ibu tentang inisiasi menyusu dini masih kurang. Inisiasi menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Pengetahuan akan berdampak pada sikap ibu tentang Inisiasi menyusu dini. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu hamil dengan sikap ibu terhadap Inisiasi menyusu dini di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2013. Jenis penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasinya 60 orang ibu hamil yang melakukan ANC di BPS Bunda. Sampel ibu hamil trimester II dan III sebanyak 42 orang. Teknik sampling menggunakan insidental sampling. Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan ibu hamil tentang Inisiasi menyusu dini baik 29 orang (69,0%) dengan sikap ibu positif 29 orang (69,0%). Pengetahuan ibu hamil dengan sikap ibu terhadap Inisiasi menyusu dini ada hubungan sangat signifikan (p = 0.000 < 0,005). Saran kepada pimpinan BPS Bunda melakukan sosialisasi kepada seluruh bidan yang bekerja di BPS, supaya pendidikan kesehatan tentang inisiasi menyusu dini diberikan saat ibu memeriksakan kehamilannya pada trimester ke III, sehingga ibu menyadari pentingnya malakukan inisiasi menyusu dini pada saat ibu dalam proses persalinan. Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Ibu Hamil, Inisiasi Menyusu Dini

PENDAHULUAN

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator untuk menggambarkan status kesehatan masyarakat. Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010, Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 30 per 1000 Kelahiran Hidup (KH). Angka ini masih cukup tinggi dibandingkan beberapa negara ASEAN seperti Brunei Darussalam, Malaysia dan Singapura, dimana AKBnya dibawah 10 per 1000 KH.

Data Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2008, AKB adalah sebesar 26,90 per 1.000 KH, dan AKB di Kabupaten Deli Serdang sebesar 126 per 1.000 KH. Penelitian WHO Tahun 2000 di enam Negara berkembang, resiko kematian bayi antara usia 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui, dan untuk bayi berusia di bawah dua bulan, angka kematian menjadi 48%.

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah bayi mendapat kontak kulit dengan kulit ibunya satu jam pertama setelah lahir selama paling sedikit satu jam, bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir, dan melalui IMD ibu dapat mengenali kemampuan alami bayi untuk menemukan sendiri payudara ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa bayi siap untuk menyusui (Prasetyono. 2009)

IMD berperan dalam meningkatkan kesehatan bayi dan balita dimana ; sekitar 40% kematian balita terjadi pada satu bulan pertama kehidupan bayi. IMD dapat mengurangi 22% kematian bayi 28 hari. Berarti IMD mengurangi angka kematian balita 8,8%. IMD dapat meningkatkan keberhasilan menyusu eksklusif dan lama menyusu sampai dua tahun. Dengan demikian dapat menurunkan kematian anak secara menyeluruh (Roesli U, 2008).

Penelitian di Jakarta pada tahun 2007 menunjukkan bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil dalam pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara Eksklusif (Roesli, U, 2008; 7) tetapi berdasarkan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2009 hanya 40,21% bayi yang disusui dalam 1 jam pertama setelah kelahiran.

TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu hamil Dengan Sikap Ibu Terhadap Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2013.

Page 131: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

337

METODE PENELITIAN JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk mengukur hubungan (korelasi) antara pengetahuan ibu hamil dengan sikap ibu terhadap inisiasi menyusu dini di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2013. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota Medan mulai bulan September sampai dengan bulan Desember Tahun 2013. POPULASI DAN SAMPEL

Populasi dalam penelitian ini adalah adalah seluruh ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota Medan. Sampel dalam penelitian ini yaitu semua ibu hamil trimester II dan III yang ditemui saat kunjungann ANC di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota Medan dengan jumlah ibu hamil 42 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Accidental Sampling.

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Data Univariat

Tabel 1 Distribusi Pengetahuan ibu hamil Tentang Inisiasi

Menyusu Dini di di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2013

Variabel Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Baik Kurang

29 13

69,0 31,0

Total 42 100

Tabel 2 Distribusi Sikap ibu hamil Tentang Inisiasi

Menyusu Dini di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2013

Variabel Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Positif Negatif

29 13

69,0 31,0

Total 42 100

Analisis Data Univariat Analisis data bivariat digunakan untuk

melihat kemaknaan hubungan antara variabel independent dan variabel dependent yang dilakukan dengan statistik Chi-Square (X2).

Tabel 3. Distribusi Hubungan Pengetahuan ibu hamil dengan

sikap ibu terhadap inisiasi menyusu dini di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota

Medan Tahun 2013

Pengetahuan

Sikap Total p value X2

Tabel Negatif Positif f % f % f %

Kurang Baik

11 2

85 6,8

2 27

15

93,2

13 29

100 100

𝜌𝜌= 0.000

3,481

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat diketahui

bahwa dari 13 ibu hamil yang memiliki pengetahuan kurang mayoritas dengan sikap negatif 85% dan 29 ibu hamil yang memiliki pengetahuan baik mayoritas dengan sikap positif 93,2%. Berdasarkan hasil korelasi seluruhnya diperoleh nilai p sebesar 0,000, oleh karena nilai p<0,005 (0.000<0,005) maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu hamil dengan sikap ibu terhadap inisiasi menyusu dini.

PEMBAHASAN Dari hasil penelitian “Hubungan Pengetahuan ibu hamil dengan sikap ibu terhadap inisiasi menyusu dini di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2013”,maka pembahasannya adalah sebagai berikut : 1. Pengetahuan

Berdasarkan tabel 1 dari 42 responden yang diteliti di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2013 mayoritas berpengetahuan baik 29 orang (69,00%) dan minoritas berpengetahuan kurang 13 orang (31%). Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo yang mengatakan pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya didapat dari pengalaman dan dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain.

Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu bersalin tentang IMD dengan pelaksanaan IMD oleh Choirul S, 2011, menunjukkan bahwa pelaksanaan IMD dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu hamil. Pengetahuan yang semakin baik akan mendorong ibu hamil untuk melakukan hal yang baik dan menguntungkan bagi dirinya termasuk IMD

Menurut Wawan. A (2011) Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa jika pengetahuan ibu hamil tentang IMD baik, maka akan mempengaruhi sikap ibu terhadap IMD

Page 132: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Julietta Hutabarat Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil...

338

Responden yang telah memahami tentang IMD tetapi belum melaksanakannya maka dapat melaksanakannya pada paritas berikutnya dengan didukung oleh tenaga kesehatan yang menolong persalinan.

2. Sikap

Berdasarkan tabel 2 dari 42 responden mayoritas bersikap positif 29 orang (69,0%) dan minoritas bersikap negatif 13 orang (31,0%). Hal ini juga sesuai dengan penelitian Choirul S (2011) tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil trimester III tentang inisiasi menyusu dini dengan sikap di RB Bhakti Ibu Semarang yang menunjukkan mayoritas responden bersikap positif 29 orang (63%) terhadap inisiasi menyusu dini. Hal ini sesuai dengan teori Rosenberg memfokuskan perhatiannya pada hubungan komponen kognitif dan komponen afektif. Pengertian kognitif dalam sikap tidak hanya mencakup kepercayaan tentang hubungan antara objek sikap itu dengan sistem nilai yang ada dalam diri individu. Komponen afektif berhubungan dengan bagaimana perasaan yang timbul pada seseorang yang menyertai sikapnya, dapat positif serta dapat juga negatif terhadap objek. Bila seseorang yang mempunyai sikap yang positif terhadap objek sikap, maka adanya hubungan dengan nilai-nilai positif yang lain yang berhubungan dengan objek sikap tersebut, demikian juga dengan sikap yang negatif (Wawan, A, 2011). Dari uraian tersebut diketahui adanya responden yang bersikap positif 29 orang (69,0%), hal ini disebabkan karena kecenderungan dan kebiasaan dari diri mereka sendiri (faktor internal) yaitu mampu mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi dan kondisi yang sebenarnya, dan mereka tahu bahwa inisiasi menyusu dini itu bermanfaat bagi kehidupan bayinya.

Dari 42 responden, masih ada ibu hamil yang bersikap negatif 13 orang (31,00%), hal ini menunjukkan bahwa masih ada responden yang masih ragu dalam melaksanakan inisiasi menyusu dini. Asumsi penulis hal tersebut terjadi dari pihak keluarga yang terkadang masih percaya dengan mitos-mitos yang beredar seperti bayi akan kedinginan, ibu akan kelelahan setelah proses melahirkan, ibu harus dijahit, bayi kurang siaga dan kolostrum tidak baik. 3. Hubungan Pengetahuan dengan sikap Ibu Hamil

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai p sebesar 0,001. Oleh karena nilai p<0,005 (0.001<0,005) maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu hamil dengan sikap ibu terhadap inisiasi menyusu dini di BPS Bunda Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa responden yang berpengetahuan kurang memiliki sikap negatif 11 orang (26,2%), responden yang berpengetahuan kurang memiliki sikap positif 2 orang (4,8%), responden yang berpengetahuan baik memiliki sikap positif 27 orang (64,3%), dan responden berpengetahuan baik memiliki sikap negatif 2 orang (4,8%).

Dengan demikian, hasil tersebut sesuai dengan pendapat Prasetyono (2009) yaitu kurangnya pengetahuan sangat mempengaruhi keberhasilan menyusui. Sehingga, karena tidak mempunyai pengetahuan yang memadai, ibu tidak mengerti tentang cara menyusui bayi yang tepat, manfaat ASI, berbagai dampak yang akan ditemui bila ibu tidak menyusui bayinya dan ibu bahkan tidak tahu tentang bagaimana inisiasi menyusu dini serta manfaat inisiasi menyusu dini.

Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Choirul S (2011) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu hamil trimester III tentang inisiasi menyusu dini dengan sikap terhadap inisiasi menyusu dini.

Menurut Alport dalam buku Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa, dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Jika dikaitkan dengan inisiasi menyusu dini, pengetahuan ibu tentang inisiasi menyusu dini akan membawa ibu hamil untuk berpikir dan berusaha agar bayinya ketika satu jam pertama setelah lahir dapat melakukan inisiasi menyusu dini. Dalam berpikir, komponen emosi dan keyakinan juga berperan, sehingga ibu tersebut berniat melakukan inisiasi menyusu dini pada bayinya yang bermanfaat untuk kehidupan bayinya.

Menurut peneliti seseorang yang memiliki pengetahuan tinggi akan lebih memahami tentang inisiasi menyusu dini serta akan membentuk sikap positif terhadap penerimaanya. Dengan kata lain sikap positif akan lebih banyak ditemukan pada responden yang memiliki pengetahuan baik dibandingkan dengan yang berpengetahuan kurang, sehingga individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakan bermanfaat baginya.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari 42 responden mengenai hubungan pengetahuan ibu hamil dengan sikap ibu terhadap inisiasi menyusu dini di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2013 diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1 Mayoritas ibu hamil berpengetahuan baik 29 orang

(69,0%), karena ibu terpapar dengan informasi tentang cara melakukan inisiasi menyusu dini dan manfaat inisiasi menyusu dini

2 Mayoritas ibu hamil bersikap positif terhadap inisiasi menyusu dini 29 orang (69,0%), karena ibu sudah mengetahui tentang inisiasi menyusu dini maka ibu bersikap positif terhadap inisiasi menyusu dini

3 Ada hubungan signifikan yang kuat antara pengetahuan ibu hamil dengan sikap ibu terhadap inisiasi menyusu dini di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2013.

Page 133: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

Jurnal Ilmiah PANNMED Vol. 8 No.. 3 Januari - April 2014

339

Saran 1. Disarankan kepada petugas kesehatan yang

bertugas di Klinik Bersalin Sumiariani Kecamatan Medan Johor Kota Medan untuk tetap memberikan pendidikan kesehatan tentang inisiasi menyusu dini baik melalui penyuluhan maupun konseling saat ibu memeriksa kehamilannya, sehingga ibu hamil menyadari pentingnya melakukan inisiasi menyusu dini pada saat ibu dalam proses persalinan dan juga mensosialisasikan kepada pihak keluarga tentang inisiasi menyusu dini agar mendukung ibu hamil dalam melaksanakan inisiasi menyusu dini ketika menghadapi proses persalinan .

2. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang IMD dengan variabel yang berbeda seperti variabel motivasi keluarga, persepsi ibu dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA Choirul S, 2011. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu

Hamil Trimester III Tentang Inisiasi Menyusu Dini Dengan Sikap Terhadap Inisiasi Menyusu Dini Di RB Bhakti Ibu Semarang, http://diglid.unimus.ac.id, diakses tanggal 21 November 2011.

Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2008. Profil Kesehatan Sumatera Utara 2008. http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20sumut%202008.pdf

Hidayat, A.A. (2011). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

JNPK-KR. 2008. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal

Bahan Tambahan Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta : JNPK-KR.

Kemenkes RI 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010, http://perpustakaanhb.wordpress.com/2011/11/12/profil-kesehatan indonesia-2010/

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Prasetyono. 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogyakarta : Diva Press.

Roesli, U. (2008). Inisiasi Menyusu Dini plus ASI Eksklusif. Jakarta : Pustaka Bunda.

Setiawan, A, Saryono, 2011. Metodologi Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1 dan S2. Yogyakarta: Nuha Medika.

Syarifudin, B, 2010. Panduan TA Keperawatan dan Kebidanan Dengan SPSS. Yogyakarta: Grafindo Litera Media.

Wawan, A. 2011. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.

Page 134: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/PANNMED... · Pengaruh Waktu Kontak Air Payau dalam Saringan ... Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang

340

UNDANGAN MENULIS DI JURNAL POLTEKKES MEDAN

Redaktur Jurnal Poltekkes Medan mengundang para pembaca untuk menulis di jurnal ini. Tulisan ilmiah yang dimuat adalah berupa hasil penelitian atau pemikiran konseptual dalam lingkup kesehatan.

Persyaratan yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Tulisan adalah naskah asli yang belum pernah dipublikasikan. 2. Tulisan disertai abstrak, ditulis satu spasi dengan bahasa Indonesia, maksimal 200 kata. 3. Kata kunci (keywords) minimal dua kata, ditulis di bawah abstrak. 4. Setiap naskah memiliki sistematika sub judul pendahuluan, diikuti oleh beberapa sub judul lain dan

berakhir dengan sub judul penutup atau simpulan. 5. Naskah diketik rapi dua spasi dalam bahasa Indonesia atau Inggris, font: Times New Roman, size: 12,

format: A4 justify. 6. Panjang naskah minimal delapan dan maksimal 18 halaman, termasuk rujukan. 7. Sistem rujukan adalah yang lazim digunakan dalam tulisan ilmiah, dengan konsistensinya. 8. Sumber rujukan/kutipan dimasukkan dalam tulisan (tanpa footnote) 9. Tulisan dikirim dalam CD, disertai print out-nya satu eksemplar, atau dikirim lewat E-mail. 10. Redaktur berhak mengedit dengan tidak merubah isi dan maksud tulisan. 11. Redaksi memberikan hasil cetak sebanyak satu eksemplar bagi penulis. 12. Naskah yang tidak dimuat akan dikembalikan bila dalam pengirimannya disertakan perangko

pengembalian, atau diambil langsung dari redaktur.