Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
INTERNATIONAL TROPICAL TIMBER ORGANIZATION
REPORT
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
Disusun oleh: Ir. Cecep Saepulloh
ITTO TFL-PD 010/09 REV.1
2010
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 1 dari 28
KATA PENGANTAR
Laporan ini adalah laporan Kegiatan Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement
in Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR pada Proyek ITTO TFL-PD 010/09
Rev.1 (M) untuk kegiatan 1.1. Laporan ini disusun atas dasar Kontrak kerjasama (Contractual
Agreement) antara ITTO Project TFL-PD 010/09 Rev. 1 (M) dengan Ir. Cecep Saepulloh dan
Notification of Letter (NOL) a.n Ir. Cecep Saepulloh sebagai Konsultan.
Dalam laporan ini secara sistematik dipaparkan ruang lingkup kegiatan, perumusan masalah,
metodologi dengan kerangka pendekatannya, kondisi umum Hutan Rakyat dan hasil kegiatan.
Penjelasan penting dalam laporan ini adalah hasil kegiatan telaah dan evaluasi para pihak yang
relevan yang terlibat dalam pelaksanaan SVLK pada Hutan Rakyat dan Hutan Tanaman Rakyat
yang meliputi pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholders) yang terlibat dalam implementasi
SVLK dari sumber bahan baku kayu rakyat , pola kegiatan dalam proses produksi atau suplai bahan
baku kayu rakyat, peran stakeholders, identifikasi masalah dalam penerapan SVLK di masing-
masing stakeholders, serta dilengkapi dengan luas dan potensi hutan rakyat di P. Jawa,
perkembangan konsumsi Kayu Rakyat di Industri di Jawa.
Harapan kami, Laporan ini dapat memenuhi tujuan dari kegiatan Review dan Evaluasi Para
Pemangku Kepentingan dalam Pelaksanaan SVLK dari Hutan Rakyat/Hutan Tanaman Rakyat
(Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in Implementing TLAS for Timber
Sources from HR and HTR) yang merupakan hasil akhir (output) dari kegiatan 1.1.
Atas perhatian, kepercayaan dan kesempatan yang diberikan, kami mengucapkan terima kasih.
Jakarta, Februari 2011.
Ir. Cecep Saepulloh
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 2 dari 28
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL 3
I. PENDAHULUAN 4
1.1 Latar belakang 4
1.2 Tujuan 5
1.3 Dasar Pelaksanaan 5
1.4 Ruang Lingkup Pelaksanaan Kegiatan 5
1.5 Perumusan Masalah 6
II. METODOLOGI 8
2.1 Kerangka Pendekatan 8
2.2 Metode Pengambilan Data 10
III. KONDISI UMUM HUTAN RAKYAT DI PROPINSI JABAR, JATENG DAN JATIM
11
IV. HASIL KEGIATAN 13
4.1 Pihak-pihak Pemangku Kepentingan (Stakeholders) yang Terlibat dalam Implementasi SVLK dari Sumber Bahan Baku Kayu Rakyat (HR atau HTR)
13
4.2 Pola Kegiatan dalam Proses Produksi atau Suplai Bahan Baku Kayu Rakyat
18
4.3 Peran Stakeholders (Pemilik Lahan, Pengumpul, Pengguna Kayu) dalam Pemenuhan Legalitas Kayu
19
4.4 Identifikasi Masalah dalam Penerapan SVLK di Masing-masing Stakeholders
22
V. KESIMPULAN 25
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 3 dari 28
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Gambar Daftar Gambar Hal
II-1 Kerangka Pendekatan Kegiatan Review dan Evaluasi Para Pihak Terkait dalam Pelaksanaan SVLK dari Hutan RakyatHutan Tanaman Rakyat
9
III-1 Prosentase Luasan Hutan Rakyat dan Potensi Tegakan Hutan Rakyat 12
III-2 Perkembangan Konsumsi Kayu Rakyat oleh IPHHK dan Kontribusi Kayu Rakyat di Pulau Jawa
12
IV-1 Rantai Peredaran Kayu Rakyat 19
IV-2 Sistem Pergerakan Kayu HR & HTR 21
Tabel Daftar Tabel Hal
III.1 Luas dan Potensi Hutan Rakyat di Pulau Jawa 11
IV.1 Kelompok dan Kategori Stakeholders 13
IV.2 Kelompok Tani Hutan Rakyat 14
IV.3 Pengepul Kayu Rakyat 15
IV.4 Industri Pengguna Kayu Rakyat 16
IV.5 Asosiasi dan LSM Pendamping Hutan Rakyat 17
IV.6 Peran Stakeholders 20
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 4 dari 28
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem penjaminan legalitas kayu (Timber Legality Assurance System) yang disebut Sistem
Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dikembangkan dalam rangka melaksanakan tata kelola kehutanan,
penegakan hukum dan promosi perdagangan kayu legal dengan melibatkan para pihak baik
penyusunan standar verifikasi legalitas kayu maupun kelembagaannya dengan prinsip governance,
credibility, dan representativeness.
Berdasarkan proses para pihak tersebut telah ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.38/Menhut-II/2009 tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi
Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak, dan Peraturan
Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor P.6/VI-Set/2009 tentang Standard dan Pedoman
Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu yang
memerlukan pedoman untuk pelaksanaannya.
Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada
Pemegang Izin atau pada Hutan Hak meliputi Standard dan Pedoman Verifikasi Legalitas Kayu
yang Berasal Dari Hutan Negara (IUPHHK-HA/HPH, IUPHHK-HTI/HPHTI, IUPHHK-RE),
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2, yang Berasal Dari Hutan Negara Yang Dikelola Oleh
Masyarakat (IUPHHK-HTR, IUPHHK-HKm), sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3, pada
IUIPHHK dan IUI Lanjutan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4, yang Berasal Dari Hutan
Hak, sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5; dan Bagi Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK),
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 6.
Dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan dengan International Tropical
Timber Organization (ITTO) melalui ITTO Project TFL-PD 010/09 Rev.1 (M), lebih ditekankan pada
peningkatan kapasitas bagi seluruh pemangku kepentingan termasuk lembaganya agar
pelaksanaan peraturan tersebut berjalan efektif, khususnya bagi pemilik hutan rakyat dan hutan
tanaman rakyat yang berada di P. Jawa yang meliputi wilayah Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah,
DIY dan Jawa Timur.
Secara menyeluruh kegiatan proyek ini akan fokus pada beberapa kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatan kapasitas bagi pihak yang terlibat dalam pelaksanaan sistem verifikasi legalitas kayu
pada hutan rakyat melalui kegiatan sosialisasi tentang pedoman SVLK (TLAS), penilaian terhadap
Lembaga Pemantau Independen pelaksanaan TLAS untuk Hutan Rakyat dan Hutan Tanaman
Rakyat, dan pelaksanaan pelatihan serta penguatan kelembagaan pelaksana SVLK. Beberapa
tahapan kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan tersebut diatas adalah kegiatan telaah dan
evaluasi para pihak yang relevan yang terlibat dalam pelaksanaan SVLK pada Hutan Rakyat dan
Hutan Tanaman Rakyat.
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 5 dari 28
Kegiatan telaah dan evaluasi para pihak yang relevan yang terlibat dalam pelaksanaan SVLK pada
Hutan Rakyat dan Hutan Tanaman Rakyat merupakan kegiatan 1.1 yang dilaksanakan oleh
Konsultan selama 2 bulan. Hasil dari pelaksanaan kegiatan dituangkan dalam Laporan Kegiatan
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in Implementing TLAS for Timber
Sources from HR and HTR.
1.2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan Review dan Evaluasi Para Pemangku Kepentingan dalam Pelaksanaan SVLK
dari Hutan Rakyat/Hutan Tanaman Rakyat (Review and Evaluate the Relevant Stakeholders
involvement in Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR) adalah :
- Mengetahui simpul-simpul pergerakan kayu rakyat mulai dari blok tebangan (sumber bahan
baku) sampai ke industri penggunanya.
- Mengetahui pihak-pihak yang terkait dalam pergerakan kayu rakyat sampai ke Industri
penggunanya (Pemilik Hutan Rakyat, Pemegang HTR, Pengumpul kayu/Broker).
1.3. Dasar Pelaksanaan
‐ Kontrak kerjasama (Contractual Agreement) antara ITTO Project TFL-PD 010/09 Rev. 1 (M)
dengan Ir. Cecep Saepulloh.
‐ Notification of Letter (NOL) a.n Ir. Cecep Saepulloh
1.4. Ruang Lingkup Pelaksanaan Kegiatan
1. Mengidentifikasi Pihak-pihak pemangku kepentingan yang terlibat dalam Implementasi SVLK
dari sumber bahan baku Kayu Rakyat (HR atau HTR)
2. Analisis pola kegiatan dalam proses produksi atau suplai bahan baku “ kayu rakyat”
3. Analisis peran stakeholders (pemilik lahan, pengumpul, pengguna kayu) dalam pemenuhan
legalitas kayu
4. Perumusan issue/masalah dalam penerapan SVLK
5. Rekomendasi-rekomendasi bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan stakeholder
lainnya.
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 6 dari 28
1.5. Perumusan Masalah
Penggunaan kayu yang berasal dari hutan rakyat semakin meningkat akibat menurunnya potensi
hutan alam yang dapat di gunakan oleh Industri Kayu yaitu pada tahun 2009 suplai kayu dari Hutan
Alam hanya 5.13 juta meter kubik. Pada saat ini terdapat trend penurunan pasokan bahan baku dari
hutan alam dan terjadi peningkatan pasokan bahan baku dari Hutan Tanaman termasuk dari Hutan
Rakyat, dimana pada tahun 2009 suplai kayu dari Hutan Tanaman sebesar 22.84 juta meter kubik.
Berdasarkan data Statistik Kehutanan tahun 2008 tercatat penggunaan bahan baku industri kayu
yang berasal dari hutan rakyat di Jawa adalah di Jawa Timur sebesar 234 ribu m3, di Jawa Tengah
sebesar 922 ribu m3 dan di Jawa Barat sebesar 81 ribu m3. Dan berdasarkan hasil studi BPKH IX,
DIY dan MFP tahun 2009, potensi kayu hutan rakyat di Pulau Jawa dan Madura sekitar 26.363.582
m2 dengan rincian dari Propinsi Banten 1.354.739,22 (5%), Propinsi Jawa Barat 8.821.114,97 m3
(33%0, Propinsi Jawa Tengah 5.128.540,50 m3 (19%), DIY 1.734.429,02 m3 (7%), Jatim
9.324.758,29 m3 (36%).
Berdasarkan kenyataan tersebut dapat dikatakan bahwa hutan rakyat, khususnya di Jawa dapat
dijadikan basis pasokan pengembangan industri kayu. Dimana dalam prakteknya pemasokan kayu
rakyat ke industri banyak melibatkan pihak-pihak lain selain pemilik lahan atau seperti
supplier/pengumpul atau lembaga lain yang berkecimpung dalam penyediaan bahan baku kayu
rakyat (koperasi). Masyarakat sebagai pemilik lahan yang sebenarnya merupakan salah satu pelaku
usaha belum secara mandiri berperan langsung, baik dalam proses penyediaan bahan baku sampai
pada proses pengurusan legalitas kayu. Dalam rangka untuk mendukung penggunaan kayu yang
berasal dari Hutan Rakyat maupun Hutan Tanaman Rakyat diperlukan suatu mekanisme dan tata
niaga kayu dari sumber kayu (hutan rakyat) sampai industri pengguna kayu yang terjamin legalitas
bahan bakunya, melalui kegiatan Identifikasi dan kajian struktur para pihak (stakeholders) yang
relevan dalam penerapan TLAS untuk HR/HTR di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Hutan Rakyat harus di akui saat ini adalah masa depan dunia bisnis perkayuan, sejak potensi dan
produksi kayu dari hutan alam terus menurun, namun perannya dalam menggerakan ekonomi
daerah cukup significant seperti terjadi di Jawa Timur Khususnya Kabupaten Lamongan.
Dalam konteks implementasi SVLK dalam penggunaan hasil hutan kayu yang bersumber dari hutan
hak atau hutan milik atau disebut sebagai hutan rakyat dan hutan tanaman rakyat (kayu Rakyat)
oleh Industri Primer hasil hutan kayu (IUIPHHK) dan oleh IUI lanjutan dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang ada di lapangan secara umum adalah sebagai berikut :
1. Peredaran kayu rakyat yang bersumber dari hutan hak belum secara menyeluruh tertib
administrasi penatausahaan kayunya menurut P.51/Menhut-II/2006 tentang penggunaan SKAU
untuk pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak (kesesuaian dokumen SKAU
dengan fisik kayu, keabsahan, dll.)
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 7 dari 28
2. Peredaran kayu rakyat saat ini lebih banyak dikuasai oleh para pengumpul kayu yang
bertransaksi dengan industri kayu, bukan transaksi pemilik kayu langsung dengan pembeli
(pihak industri), yang menyebabkan asal-usul kayu sesungguhnya sulit ditelusuri.
3. Batasan objek yang akan diverifikasi (SVLK) untuk hutan hak belum begitu jelas batasannya
apakah dari satuan atau kelompok pemilik hutan hak atau membentuk kelembagaan yang lebih
jelas (unit kelola masyarakat, kelompok tani , koperasi, dll.).
4. Bukti kepemilikan lahan berupa dokumen kepemilikan yang sah yang tidak konsisten
informasinya (perubahan pemilik lahan dan luasan lahan yang tidak diperbaharui, dll.)
5. Ketersediaan peta lokasi hutan hak tidak tersedia.
6. Minimnya sosialisasi informasi mengenai penatausahaan kayu yang berasal dari hutan hak bagi
masyarakat.
7. Informasi adanya SVLK atau sertifikasi legalitas kayu belum banyak diketahui dan dipahami oleh
masyarakat karena kurangnya sosialisasi.
Permasalahan yang dihadapi bagi industri pengguna hasil hutan kayu rakyat atau hutan hak
(HR/HTR) ini, terutama menyangkut tiga masalah pokok yakni :
1. Ketersediaan bahan baku yang mencukupi kebutuhan industri.
2. Kejelasan status kepemilikan lahan atau pemasok bahan baku kayu (pemasok atau
pengumpul/broker),
3. Kelengkapan dokumen sah hasil hutan dan dokumen administrasi lainnya.
Dalam kegiatan ini permasalahan lebih difokuskan pada legalitas kayu yang terkait dengan
kejelasan asal kayu, kejelasan status kepemilikan kayu dan para pihak yang terlibat dalam rantai
suply kayu rakyat dan kelengkapan dokumen sahnya hasil hutan yang menyertai kayu tersebut.
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 8 dari 28
II. METODOLOGI
2.1. Kerangka Pendekatan
Kegiatan Review dan Evaluasi Para Pihak Terkait dalam Pelaksanaan SVLK dari Hutan
Rakyat/Hutan Tanaman Rakyat (Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR) dilakukan melalui beberapa kegiatan
sbb :
1. Mengidentifikasi Pihak-pihak pemangku kepentingan yang terlibat dalam Implementasi SVLK
dari sumber bahan baku Kayu Rakyat (HR atau HTR) yang terdiri dari Petani Pemilik Kayu,
Supplier/Pengepul Kayu, Instansi Terkait, Industri
Dalam kegiatan ini dapat didefinisi masing-masing pihak sebagai berikut :
‐ Petani pemilik kayu adalah petani yang mempunyai hutan di lahan milik sendiri (hutan
hak/Hutan Rakyat) atau lahan negara (Hutan Tanaman Rakyat).
‐ Pemasok/pengepul adalah pihak yang menyedia bahan baku kayu rakyat dengan cara membeli
kayu dari petani.
‐ Instansi terkait adalah pemerintah yang telibat dalam tata usaha kayu rakyat khususnya terkait
dengan proses penerbitan legalitas kayu seperti aparat desa, Dinas Kehutanan setempat.
‐ Industri adalah pihak pengguna Sumber Bahan Baku yang berasal dari HR/HTR (industri
pengolahan kayu).
2. Analisis pola kegiatan dalam proses produksi atau suplai bahan baku “ kayu rakyat”
Analisis dilakukan pada beberapa kegiatan utama dalam proses suplai dan peredaran bahan
baku kayu rakyat yaitu penanaman, pemanenan, pemasaran dan disribusi kayu rakyat.
3. Analisis peran stakeholders (pemilik lahan atau pemilik kayu, pengumpul, pengguna kayu)
dalam pemenuhan legalitas kayu.
Secara garis besar kerangka pendekatan kegiatan Review dan Evaluasi Para Pihak Terkait dalam
Pelaksanaan SVLK dari Hutan Rakyat/Hutan Tanaman Rakyat seperti pada Gambar II-1 :
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 9 dari 28
Gambar II-1. Kerangka Pendekatan Kegiatan Review dan Evaluasi Para Pihak Terkait dalam Pelaksanaan SVLK dari Hutan Rakyat/Hutan Tanaman Rakyat
WORKSHOP & SOSIALISASI
SOSIALISASI DAN DISKUSI DENGAN STAKEHOLDERS
KONSULTASI DENGAN INSTANSI TERKAIT
PENDATAAN STAKEHOLDERS PENGUMPULAN DATA INDUSTRI
(SENTRA INDUSTRI)
DI 3 PROPINSI (JAWA BARAT, JAWA TENGAH, JAWA TIMUR)
IDENTIFIKASI STAKEHOLDERS
PETANI HUTAN PENGEPUL INSTANSI TERKAIT INDUSTRI
VERIFIKASI LAPANGAN
ANALISIS POLA KEGIATAN SUPLAI BAHAN BAKU KAYU RAKYAT
ANALISIS PERAN STAKEHOLDERS DALAM PEMENUHAN LEGALITAS KAYU
PERUMUSAN
PEMETAAN STAKEHOLDERS
ISUE/MASALAH DLM SVLK
REKOMENDASI: PEMERINTAH
PUSAT PEMERINTAH
DAERAH
OUTPUT
DATA INDUSTRI DATA SUMBER
BAHAN BAKU DARI HR/HTR,
DATA ASOSIASI PENGUMPUL KAYU
HASIL IDENTIFIKASI STAKEHOLDERS
DATA KEBUTUHAN KAYU DI 3 PROPINSI
DESK STUDY
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 10 dari 28
2.2. Metode Pengambilan Data
1. Data yang dibutuhkan
Data yang dibutuhkan dalam kegiatan ini meliputi data Primer dan Data Sekunder, yaitu : data
potensi kayu rakyat di 3 propinsi, data jenis industri pengguna bahan baku dari HR/HTR, data
stakeholders, Data Kebutuhan Kayu Rakyat di Propinsi Jawa Barat (meliputi Propinsi Banten), Jawa
Tengah (meliputi Propinsi DI Yogyakarta dan Jawa Timur.
2. Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan diperoleh melalui beberapa cara yaitu :
Pengumpulan data Sekunder (Desk Study)
Pengambilan Data Primer dilakukan dengan cara interview dengan stakeholders dan penyebaran
Kuesioner
Diskusi terbuka dengan para pihak melalui workshop dan meeting internal
Konsultasi dengan Instansi terkait
Kunjungan ke lapangan
3. Analisis Data dan Hasil
Hasil dari pengumpulan data kemudian dilakukan analisa yang terkait dengan :
Pemetaan pihak-pihak (stakeholders) yang terlibat dalam Implementasi SVLK dari sumber bahan
baku Kayu Rakyat (HR atau HTR) pemetaan stakeholders,
Identifikasi permasalahan dalam penerapan SVLK di HR/HTR
Rekapitulasi kebutuhan Bahan Baku Kayu Rakyat
Berdasarkan hasil analisa data tersebut akan dibuatkan rekomendasi untuk mendukung hasil dari
kegiatan (output).
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 11 dari 28
III. KONDISI UMUM HUTAN RAKYAT
DI PROPINSI JABAR, JATENG DAN JATIM
Pada umumnya hutan rakyat di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah hutan
dengan pola agroforestry. Pola tersebut keberadaannya didasarkan pada interaksi kebutuhan
masyarakat terhadap komoditas hasil hutan dan hasil-hasil komoditas lainnya baik yang
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun kepentingan yang bersifat komersial.
Beberapa tanamanperkayuan yang dikembangkan di hutan rakyat, seperti sengon(Paraserianthes
falcataria), kayu putih (Melaleuca leucadendron), aren(Arenga pinata), sungkai (Peronema
canescens), akasia (Acacia sp.),jati putih (Gmelina arborea), johar (Cassia siamea), kemiri
(Aleuritesmoluccana), kapuk randu (Ceiba petandra), jabon (Anthocepalluscadamba), mahoni
(Swietenia macrophylla), bambu (Bambusa), mimba(Azadirachta indica), cemara pantai (Casuarina
equisetifolia), dan kaliandra (Calliandra calothyrsus). Sedangkan bahan baku yang banyak
digunakan untuk industri adalah jenis-jenis kayu albasia (Paraserianthes falcataria), pinus (Pinus
merkusii), maesopsis (Maesopsis eminii), karet (Hevea spp.), gmelina (Gmelina arborea), jati
(Tectona grandis), mahoni (Swietenia macrophilla), jabon (Anthocephalus cadamba), mindi, sungkai
(Pheronema canesens) dan jenis-jenis rimba campuran.
Masing-masing propinsi mempunyai keunggulan jenis tanaman yang dikembangkan berdasarkan
kesesuaian jenis pohon dengan kondisi lahan pembudidayaannya seperti Jawa Barat banyak
mengembangkan jenis tanaman Pinus, Jati, Rasamala. Jawa Tengah banyak mengembangkan
jenis Jati, Sengon, Mahoni begitu pula di daerah Jawa Timur banyak dikembangkan jenis Waru,
Mahoni, Sengon, Jati. Berdasarkan Data Potensi Kayu dan Karbon di Pulau Jawa Tahun 2003 -
2008 Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II diketahui luasan dan potensi volume kayu rakyat di
P. Jawa sebagai berikut :
Tabel III.1. Luas dan Potensi Hutan Rakyat di P. Jawa
Provinsi Luas Hutan Rakyat (ha) Potensi volume kayu rakyat (m3)
2000-2003 2006-2008 2000-2003 2006-2008
Banten 336,460.63 322,152.59 9,410,738.00 9,011,156.43
D.I Yogyakarta 45,308.27 53,602.68 1,356,000.79 1,597,264.89
Jawa Barat 976,008.70 942,698.13 27,076,516.31 26,226,898.00
Jawa Tengah 767,596.51 742,923.51 23,084,410.85 22,352,370.73
Jawa Timur 665,232.94 523,534.68 17,856,000.36 15,572,179.77
Total 2,790,607.05 2,584,911.59 78,783,666.31 74,759,869.82
Sumber : (Studi BPKH IX, DIY dan MFP, 2009)
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 12 dari 28
Sedangkan berdasarkan data dari Dinas kehutanan Provinsi, BP-DAS dan statistik kehutanan tahu
2008 dapat terlihat prosentase luasan Hutan rakyat dan potensi tegakan hutan rakyat seperti pada
gambar dibawah.
Gambar III.1. Prosentase Luasan Hutan Rakyat dan Potensi Tegakan Hutan Rakyat
Perkembangan konsumsi kayu rakyat oleh IPHHK dan kontribusi Kayu Rakyat di P. Jawa
berdasarkan hasil kegiatan Pemolaan Industri Primer hasil hutan kayu berbasis Hutan Rakyat dapat
dilihat pada gambar berikut :
Gambar III.2. Perkembangan Konsumsi Kayu Rakyat oleh IPHHK dan Kontribusi Kayu Rakyat di
Pulau Jawa
Presentase Luas Hutan Rakyat di P. Jawa
Jawa Barat59%
Jawa Tengah18%
Jawa Timur15%
Banten8%
Presentase Potensi Tegakan Hutan Rakyat di P. Jawa
Jawa Barat65%
Jawa Tengah17%
Jawa Timur10%
Banten8%
Perkembangan Konsumsi Kayu Rakyat oleh IPHHK di P. Jawa
0
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
2003 2004 2005 2006
Tahun
Vo
lum
e (m
3)
Jawa Timur
Jawa Tengah
Jawa Barat + Banten
Persentase konsumsi Kayu di Jawa Pada periode Tahun 2003-2006
Import, 15,212 m3,
0%
Kayu Rakyat, 12,436,008 m3
59%Kayu Perum Perhutani,
2,496,478 m3 12%
Kayu Hutan alam, 6,047,137 m3
29%
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 13 dari 28
IV. HASIL KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan tinjauan dan evaluasi pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholders)
yang terlibat dalam implementasi SVLK pada hutan Rakyat dilakukan melalui workshop dan meeting
internal dengan pihak-pihak pemangku kepentingan. Workshop dilaksanakan di Propinsi:
‐ Jawa Tengah pada hari Kamis tanggal 28 Oktober 2010 bertempat di Hotel Grasia Semarang.
‐ Jawa Timur pada hari Rabu tanggal 24 November 2010 bertempat di Hotel Ibis Surabaya.
‐ Jawa Barat dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 1 Desember 2010 bertempat Hotel Lingga, Jl.
Soekarno Hatta No. 464 Bandung.
4.1. Pihak-pihak pemangku kepentingan (Stakeholders) yang terlibat dalam Implementasi
SVLK dari sumber bahan baku Kayu Rakyat (HR atau HTR).
Secara umum para pihak (stakeholders) yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam suplai bahan baku kayu rakyat ke industri terdiri dari Petani Pemilik Kayu , Supplier/Pengepul
Kayu, Instansi Terkait, Industri dan Pembeli (Buyer). Berdasarkan kelompok dan kategori,
stakeholders terbagi sebagai berikut :
Tabel IV.1 Kelompok dan kategori Stakeholders
Kelompok Stakeholder Kategory Stakeholder
Pemilik Lahan atau Hutan rakyat 1. Pemilik lahan (petani kayu rakyat)
2. Kelompok petani hutan rakyat/paguyuban
3. Koperasi
4. Asosiasi atau peguyuban
Pedagang kayu rakyat (Broker) 1. Pengepul atau Pedagang Kayu Rakyat
2. Perantara atau broker
Industri primer pengolah kayu 1. Penggergajian/ Sawmill (skala kecil dan besar)
2. Veneer (skala kecil dan besar)
3. Industri kayu lapis
Industri Lanjutan Pengolah kayu 1. Industri moulding, lantai kayu, dll.
2. Industri Furniture
3. Industri berbahan baku kayu lainnya
Pemerintah pusat dan Daerah 1. Kementrian Kehutanan
2. Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten
3. Pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten
4. Kecamatan dan Kepala Desa/Lurah
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 14 dari 28
Eksporter/trader 1. Ekspoter murni atau trader murni
2. Eksporter dengan kerjasama Pengrajin atau industri lokal (outsourcing)
Asosiasi 1. ASMINDO
2. APKINDO
3. ISWA
4. Asosiasi Pengusahan Kayu Rakyat
LSM 1. LSM yang menjadi LPI
2. LSM non LPI
LVLK LVLK yang terakreditasi
Penjelasan terkait stakeholders secara lebih rinci sebagai berikut :
1. Petani Hutan Rakyat
Petani yang mempunyai hutan di lahan milik sendiri (Hutan Rakyat) atau lahan negara (Hutan
Tanaman Rakyat) sebagai produsen dalam tata niaga kayu rakyat. Petani HR/HTR pada umumnya
melakukan kegiatan bercocok tanam dengan pola tumpang sari tanaman hutan pada lahan miliknya
atau sebagai petani penggarap lahan (pola kerjasama). Sebagai produsen, petani HR/HTR dalam
bentuk perorangan maupun membentuk kelompok tani atau bentuk Koperasi. Bukti kepemilikan
lahan oleh masyarakat berupa Surat Tanah (Sertifikat/Letter C/ Surat Keterangan Tanah). Dari hasil
survei teridentifikasi petani dan kelompok tani penyedia bahan baku kayu rakyat, seperti:
Tabel IV.2 Kelompok Tani Hutan Rakyat No Propinsi Petani Hutan Rakyat/Koperasi
Lokasi
Kelompok Tani Marga Bakti Kab. Lebak – Banten
Kelompok Tani Sri Mulya Kab. Cirebon
Kelompok Tani Marga Bhakti Banten
Koperasi Tani Bungur Makmur Banten
Koperasi Asosiasi Pengusaha Kayu Rakyat Jagawana Lestari Jabar
Kelompok tani Propolis Jaya Desa Cipasung, Jabar
Kelompok tani Mekar Saluyu I Desa Dukuh Dalem, Jabar
Kelompok tani Harapan Tani Desa Gara Tengah, Jabar
Kelompok tani Gunung Halimun Desa Selareuma, Jabar
Kelompok tani Sumur Dadap Desa Sukamukti, Jabar
1 Jawa Barat
Kelompok tani Bentang Jaya Desa Koreak, Jabar
Forum Komunitas Petani Petani Sumber Rejo Wonogiri
GOPHR Sukoharjo Alasombo, Jatingarang
Catur Giri Manunggal Giriwoyo-Wonogiri
KUD Bima Semanu Tegalrejo – Wonogiri
Koperasi Wana Lestari Menoreh Banjararum, Kulonprogo
Koperasi Wana Manunggal Lestari Jabung – Magetan, Selopuro – Yogyakarta
Koperasi Graha Mandiri Sentausa Jawa Tengah
Kelompok Tani Mekar Manunggal Jawa Tengah
Kelompok Sido Makmur Jawa Tengah
2 Jawa Tengah
KSU Sumber Graha Sejahtera Karya Mandiri Jawa Tengah
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 15 dari 28
Argo Bancak Magetan
Rimba Sari Pacitan
Wana Lestari Pacitan
Alas Makmur Probolinggo
Liga Tani Pasuruan
Sumber Jati Makmur Tuban
Wilis Sejahtera Kediri
Sumber Toto Jati Songo Tulung agung
Wana Lestari Situbondo
Giri Lestari Sampang
Darmaning Lestari Jember
Giri Tri Lestari Sampang
Panca Mulya Lestari Malang
3 Jawa Timur
Koperasi alas Mandiri Probolinggo
2. Pengepul/Anggota Pengepul
Pemasok yang menyedia bahan baku kayu rakyat dengan cara membeli kayu dari petani. Pengepul
Kayu Rakyat pada umumnya berbentuk Usaha Dagang (UD), CV maupun perorangan, dan
dibeberapa daerah, pengepul sudah membentuk organisasi dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT).
Sebagai pemasok bahan baku, pengepul menjadi perantara antara petani dan industri pengguna.
Pengepul yang besar biasanya mempunyai beberapa anggota pengepul perorangan atau kelompok
pembeli kayu. Dari hasil survei diperoleh pengepul kayu rakyat di beberapa lokasi antara lain :
Tabel IV. 3. Pengepul Kayu Rakyat
No Propinsi Supplier/Pengepul Lokasi
1 Jawa Barat CV. Cita Raya Ciamis Ciamis
CV. Budi Manis Sukabumi Suka Bumi
PK. Ayung Cianjur Cianjur
CV. Hegar Manah Bandung Bandung
2 Jawa Tengah & DI Yogyakarta PT. Dipantara Yogyakarta
UD Cahaya Baru Bantul
UD Gema Putra Jati Gunung Kidul
UD Limasan Jati Bantul
CV. Hafara Citra Mandiri Sleman
CV. Jati Mulya Bantul
Riana Jaya Bantul
CV. Mutiara Yogyakarta
UD Gajah Mada Bantul
UD Sari Jati Gunung Kidul
UD. Tresno Putro Kulon Progo
UD Berkah Jati (saw mill) Yogyakarta
UD Maju Mapan (saw mill) Yogyakarta
UD DEO DEA Sidowarno Yogyakarta
Note : untuk pengepul sebagian besar tercatat atas nama perorangan
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 16 dari 28
3. Industri Pengguna Bahan Baku Kayu Rakyat
Industri perkayuan yang ada meliputi industri besar dengan kapasitas > 6000 m3, yang umumnya
industri primer atau hulu dengan produk utama veneer, plywood, LVL dan kayu gergajian, industri
menengah dengan kapasitas 2000-6000 m3 dengan produk utama kayu gergajian dan industri kecil
dengan kapasitas < 2000 m3 yang umumnya industri hulu dengan produk utama kayu gergajian dan
industri hilir dengan produk utama membelair dan barang kerajinan. Secara umum kegunaan kayu
yang berasal dari hutan rakyat antara lain untuk bahan bangunan, bahan baku industri terutama
industri lokal, dan sumber energi. Industri lokal tersebut antara lain industri kerajinan rakyat,
perabotan rumah tangga, industri kayu lapis, Laminated Veneer Lumber (LVL), Glued Laminated
Lumber (Glulam), papan artikel dan Medium Density Fiberboaerd (MDF). Produk hutan rakyat
digunakan sebagai bahan baku bagi industri besar, industri menengah maupun industri kecil yaitu :
1. Industri Besar
Penggergajian
Kayu lapis, Laminated Veneer Lumber (LVL) dan blockboard
Glued Laminated Lumber (Gluam)
Medium Density Fiberboard
2. Industri Menengah
Furniture dan alat rumah tangga
Woodworking/molding/joinery/panel
Industri ukir
3. Industri Kecil
Perpatungan
Kerajinan rumah tangga dan Souvenir
Berdasarkan hasil survey, teridentifikasi beberapa industri yang menggunakan bahan baku berasal
dari Hutan Rakyat antara lain :
Tabel IV.4. Industri Pengguna Kayu Rakyat
No Propinsi Industri Lokasi
1 Jawa Barat PT. Sumber Graha Sejahtera Tangerang
PT. Jaya Cemerlang Industry Tangerang
PT. Albasi Priangan Lestari Banjar
Industri penggergajian kayu, Desa Sampora Jabar
Industri penggergajian kayu , Desa Selajambe Jabar
Industri penggergajian kayu , Desa Selajambe Jabar
Industri penggergajian kayu , Desa Cipasung Jabar
2 Jawa Tengah & DI Yogyakarta CV. Kelvindo Jepara
PT. Jawa Furni Lestari Yogyakarta
PT. Kayu Lapis Indonesia Semarang
PT. Herrison & Gill Semarang
PT. Serayu Makmur Kayuindo Banjarnegara
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 17 dari 28
No Propinsi Industri Lokasi
PT. Makmur Alam Sentosa Semarang
3 Jawa Timur PT. Anugrah Jati Utama Pasuruan
CV. Galih Jati Perkasa Magetan
PT. Bangun Sarana Wreksa Malang
PT. Wonojati Kediri
PT. Katwara Gresik
PT. Sono Prima Bojonegoro
PT. Karya Jati Jombang
PT. Seng Fong Moulding Perkasa Jombang
PT. Dong Shin Indonesia Pasuruan
PT. Kutai Timber Indonesia Probolinggo
PT. Sejahtera Utama Bersama Jombang
PT. Mustika Buana Sejahtera Lumajang
PT. Dharma Satya Nusantara Surabaya
4. Stakeholders lainnya
Dalam proses tata niaga kayu rakyat, selain stakeholder yang terlibat langsung ada beberapa pihak
yang merupakan pihak yang terlibat tidak langsung yaitu :
‐ Pemerintah Desa (Kepala Desa/Lurah)
‐ Dinas Kehutanan Kabupaten/UPTD (Petugas Penguji LHP)
‐ Asosiasi/LSM (ASMINDO, Forum Komunikasi Hutan Rakyat)
‐ Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Berdasarkan hasil survey, teridentifikasi Asosiasi dan LSM sebagai pendamping/fasilitator di Hutan
Rakyat antara lain :
Tabel IV.5. Assosiasi dan LSM Pendamping Hutan Rakyat
No Propinsi Assosiasi/LSM Lokasi
1 Jawa Barat ASMINDO Jabar Bandung
Yayasan Aktivitas Anak Rimba Bandung
ASHOKA Indonesia Bandung
Kanopi Bandung
Lembaga Alam Tropika Indonesia Bandung
TELAPAK Jawa Barat
2 Jawa Tengah & DIY ASMINDO-Jateng Semarang
ASMINSO-Yogyakarta Yogyakata
PERSEPSI Yogyakarta
SHOREA Yogyakarta
DAMAR Yogyakarta
PKHR Yogyakarta
Java Learning Center (JAVLEC) Jawa Tengah
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 18 dari 28
Paguyuban Petani Hutan Jawa (PPHJ) wilayah Jawa Tengah
3 Jawa Timur Yayasan Badan Keswadayaan Masyarakat ( YBKM) Tuban
PWP Pacitan
Pelestari alam terpadu (PESAT) Bojonegoro
LP3M Algheins Ponorogo
PERSEPSI-Jatim Madiun
LSM HISPAM Ngawi
Kelompok Tani Lestari Geger Tulungagung
Yayasan Tunas Hijau Surabaya
Yayasan Paramitra Malang
4.2. Pola kegiatan dalam proses produksi atau suplai bahan baku kayu rakyat
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pada Pasal 5 diatur bahwa hutan
berdasarkan statusnya ada hutan negara dan hutan hak. Hutan hak adalah hutan yang berada pada
tanah yang dibebani hak atas tanah. Hutan rakyat termasuk ke dalam hutan hak karena dibangun
pada tanah yang dibebani hak milik atas tanah tersebut.
Pada proses produksi atau suplai bahan baku kayu rakyat diketahui ada beberapa tahapan kegiatan
yaitu penanaman, pemanenan, disribusi dan pemasaran kayu rakyat. Masing-masing kegiatan
mempunyai pola dalam pelaksanaanya. Beberapa pola tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut :
‐ Pola penanaman meliputi : pola penanaman hutan rakyat yang dilakukan oleh pemilik lahan,
dilakukan bekerjasama melalui sistem sewa tanah atau sistem bagi hasil.
‐ pola pemanenan/penebangan meliputi: pola penebangan hasil kayu hutan rakyat yang dilakukan
oleh pemilik, dilakukan oleh pembeli. Pada proses pemanenan dibutuhkan ijin penebangan
sebagai dokumen legalitas kayu
‐ pola distribusi hasil kayu rakyat meliputi: pola distribusi kayu rakyat yang dilakukan oleh pemilik,
dilakukan oleh pembeli. Pada proses distribusi dibutuhkan ijin pengangkutan kayu rakyat sebagai
dokumen legalitas pengangkutan kayu
‐ pola pemasarannya meliputi: pola pemasaran kayu hasil hutan rakyat (dilakukan oleh pemilik,
dilakukan oleh pengepul, dilakukan oleh suplier.
Berdasarkan hasil survey, terdapat pola rantai niaga (suplai chain) hutan rakyat (HR/HTR) yaitu
‐ Pola satu yang terdiri dari Hutan Rakyat, Industri, Pembeli
‐ Pola dua yang terdiri dari Hutan Rakyat, Industri (skala kecil dan besar), IUI Lanjutan, Pembeli
‐ Pola tiga yang terdiri dari Hutan Rakyat , Pengepul/Pedagang kayu, Industri (skala kecil dan
besar), Pembeli
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 19 dari 28
‐ Pola empat yang terdiri dari Hutan Rakyat, Pengepul/Pedagang kayu, Industri (skala kecil dan
besar), Industri lanjutan, Pembeli
Rangkaian alur distribusi kayu dari hutan rakyat ke Industri pengolahan kayu dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar IV.1 Rantai Peredaran Kayu Rakyat
Pola 1 Hutan Rakyat IPHHK Buyer
Pola 2
Hutan Rakyat
IPHHK
(skala kecil dan besar)
IUI Lanjutan Buyer
Pola 3
Hutan Rakyat Pengepul/pedagang kayu IPHHK
(skala kecil dan besar) Buyer
Pola 4
Hutan Rakyat
Pengepul/pedagang kayu
IPHHK
(skala kecil dan besar)
IUI Lanjutan Buyer
4.3. Peran stakeholders (pemilik lahan, pengumpul, pengguna kayu) dalam pemenuhan
legalitas kayu
Sebelum ditetapkannya SVLK, Departemen Kehutanan telah mengembangkan sistem
Penatausahaan Hasil Hutan yang pada prinsipnya merupakan “Timber Tracking System” yang
dapat menjamin legalitas kayu. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.55/Menhut-II/2006 berikut aturan perubahannya, tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang
Berasal dari Hutan Negara.
Penatausahaan hasil hutan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan tersebut pada
intinya mengatur administrasi tata usaha hasil hutan mulai dari perencanaan produksi, proses
produksi, pengangkutan hasil hutan dan pemeriksaan hasil hutan pada setiap simpul/segmen
kegiatan dari hulu sampai ke hilir.
Prinsip dari verifikasi legalitas kayu adalah menguji keterlacakan sejak dari produk kayu mundur ke
sumber/ asal-usul kayu dan sekaligus menguji pemenuhan kewajiban dan ketaatan terhadap
peraturan yang berlaku yang mengalir secara konsisten.
Pada dasarnya mekanisme penatausahaan hasil hutan merupakan sistem kendali dan dapat dipakai
sebagai alat pelacakan kayu (timber tracking). Dengan Kebijakan penatausahaan yang merupakan
timber tracking system diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi konsumen/masyarakat.
Selain itu, Departemen Kehutanan juga telah menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.51/Menhut-II/2006 dan peraturan perubahannya yang mengatur tentang penggunaan Surat
Keterangan Asal Usul (SKAU) bagi kayu yang berasal dari hutan rakyat/ lahan masyarakat sebagai
dokumen legalitas.
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 20 dari 28
Pemenuhan Legalitas Kayu Rakyat diatur dalam Permenhut P 51/Menhut-II/2006 tentang tata
usaha hutan rakyat. Dalam mekanisme peredaran kayu atau suplai bahan baku kayu rakyat,
terdapat peran masing-masing pihak (stakeholders) yaitu peran dalam tata niaga kayu serta serta
peran rangka pemenuhan dokumen legalitas kayu dan proses perijinannya berdasarkan pola yang
dikembangkan pada tiap tahap kegiatan . Peran masing-masing stake holders disajikan pada tabel
dibawah.
Tabel IV. 6 Peran Stakeholders
Kelompok Stakeholder Peran Stakeholder
Pemilik Lahan atau Hutan rakyat - Pemilik lahan dan pemasok bahan baku kayu rakyat
- Menyediakan dokumen kepemilkan lahan dan dokumen lainnya yang diperlukan
Pedagang kayu rakyat (Pengepul) - Menjembatani permintaan kayu dari industri dengan pemilik kayu atau pemilik lahan
(perantara)
- Menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk proses penebangan sampai
dengan pengangkutan kayu rakyat ke industri (izin tebang, dokumen kayu SKAU atau
SKSKB cap “KR” (dokumen legalitas kayu)
- Membeli kayu rakyat dan menjual ke industri
Industri primer pengolah kayu - Membeli kayu bulat rakyat dari pengepul (pedagang kayu) atau langsung dengan pemilik
kayu/pemilik lahan
- Mengolah kayu rakyat menjadi produk jadi atau setengah jadi
- Mengirim produk kayu ke Industri lanjutan atau langsung export dan ke konsumen
- Menyediakan dokumen legalitas kayu untuk pengiriman (FAKO, invoice, packing list,
etc)
Industri Lanjutan Pengolah kayu
- Membeli kayu bulat rakyat dari pengepul (pedagang kayu) atau langsung dengan
pemilik kayu/pemilik lahan
- Mengolah bahan baku kayu menjadi produk jadi
- Mengirimkan /expert produk jadi dilengkapi dokumen export yang diperlukan
Pemerintah pusat dan Daerah
(Dinas Kehutanan, Kecamatan,
Kepala Desa)
- Pembuat kebijakan terkait TUK dan peredaran kayu rakyat
- Mengatur dan mengawasi peredaran dan tertib adminidtrasi TUK kayu rakyat
- Menyediakan dokumen SKSHHH (SKAU, SKSKB cap KR, FAKO, dll.)
- Pejabat penerbit SKSKHH (SKAU, SKSKB cap KR, FAKO,dll.)
- Surat Ijin Tebang (dibeberapa daerah, verifikasi lapangan, dll.)
Eksporter/trader - Export produk hasil hutan dengan dilengkapi dokumen export yang dipersyaratkan
Asosiasi
- Menyampaikan dan mensosialisasikan Kebikan SVLK kepada anggota nya.
- Mendorong anggotanya untuk menerapkan SVLK
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 21 dari 28
LSM/LPI
- Mendampingi kelompok Petani atau masyarakat dalam penerapkan SVLK
- Mengawasi proses SVLK sebagai LPI
- Memberikan informasi ketidaksesuaian penerapan SVLK
LVLK
- Melakukan verifikasi VLK
- Menerbitkan sertifikat SVLK
Secara umum sistem pergerakan kayu rakyat dari penanaman sampai di industri pengguna
dapat digambarkan sebagai berikut :
HR/HTR
Pengumpul KayuSaw Mill
TUJUAN AKHIR INDUSTRITUJUAN AKHIR INDUSTRI
Areal HR/HTR
TUJUAN AKHIR INDUSTRI
SKAU
SKSKB-KR
FA-KB
FA-KB
FA-KB
FA-KO
SIT
SIT
Gambar IV.2.
Dari pergerakan kayu dan pola kegiatan yang ada, maka dapat dlihat pihak-pihak mana yang ada
dalam system tata niaga kayu rakyat serta dokumen yang dibutuhkan dalam setiap simpul
pergerakan.
Dari hasil identifikasi para pihak yang terlibat dalam penerapan SVLK/TLAS akan terlihat peran
masing-masing pihak dalam rantai tata niaga kayu hutan rakyat khususnya terkait dengan
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 22 dari 28
keterlacakan kayu melalui dokumen legalitas yang menyertai kayu pada tiap simpul. Dalam tata
niaga kayu rakyat, hutan hak/lahan masyarakat dilindungi dengan bukti penguasaan atau pemilikan
atas tanah.
Dokumen hak atas tanah merupakan dokumen legalitas terhadap kepemilikan lahan yang
merupakan asal-usul dari mana kayu berasal (alat titel), sedangkan dalam pengangkutannya kayu-
kayu yang berasal dari hutan hak wajib dilindungi dengan dokumen SKAU yang diterbitkan oleh
Kepala Desa atau pejabat setara setelah memeriksa kebenaran jenis dan asal-usul. Dokumen
pendukung lainnya adalah Surat Penetapan Penerbit SKAU yang di keluarkan oleh instansi terkait,
dokumen kontrak jual beli kayu bulat, dokumen perijinan pengepul.
4.4. Identifikasi masalah dalam penerapan SVLK di Masing-masing stakeholder
Pada kenyataannya terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh para kelompok stakeholder
seperti yang teridentifkasi, pada tabel berikut:
Kelompok Stakeholder
Permasalahan
Pemilik Kayu (Pemilik hutan hak)
Pemilik kayu yang rata-rata adalah petani, banyak yang tidak memiliki dokumen kepemilikan lahan yang jelas, seperti sertifikat hak milik dan bukti kepemilikan lahan yang sah biasanya berupa letter C, Letter B, Girik, dll. (misal : nama pemilik lahan tidak sama dengan dokumen kepemilikan lahan, belum dibayarkan PBB nya, dll.)
Tidak adanya peta lokasi hutan hak/lahan (inidkator 1.1.1 b SVLK) sehingga pemilik lahan biasanya juga sulit untuk menentukan batas-batas kepemilikan lahannya yang jelas.
Minimnya pengetahuan dari para pemilik kayu (petani hutan hak) tentang peraturan penatausahaan kayu rakyat (P.51/menhut-II/2006), sehingga persyaratan peredaran kayu rakyat (dokumen kayu) tidak menjadi perhatian.
Proses penjualan kayu lebih banyak dilakukan dengan pengumpul (broker), karena industri enggan melakukan transaksi dengan jumlah kayu sedikit langsung dengan pemilik kayu, sehingga pengurusan dokumen kayu (SKAU atau FAKB cap KR) dilakukan oleh pungumpul secara kolektif dengan pemilik kayu lain yang menyebabkan sulitnya menelusuri asal-usul kayu yang jelas.
Pemilik kayu tidak mau terbebani pengurusan dokumen kayu, karena mengeluarkan biaya pengurusan sementara kayu yang dijual volumenya tidak banyak. Sehingga dalam dokumen kayu (SKAU atau FAKB cap KR) pemilik kayu atau pengirim menjadi atas nama pengumpul bukan pemilik kayu (pemilik lahan) atau bahkan pengiriman tidak disertai dokumen kayu yang sah.
Adanya ketentuan tentang SVLK belum diketahui dan dipahami karena kurangnya sosialisasi tentang SVLK kepada masyarakat (petani hutan rakyat)
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 23 dari 28
Pengumpul Kayu/Supplier
Kurangnya pemahaman terhadap peraturan penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak (contoh kasus : kesalahan menggunakan dokumen SKSHH yang sesuai : jenis kayu dan asal kayu).
Rumitnya pengurusan dokumen kayu (SKAU, dll.) yang berkaitan dengan peredaran kayu, sehingga lebih memilih tidak dilengkapi dokumen kayu yang sah.
Dibeberapa daerah, ada kesulitan untuk memperoleh dokumen kayu (misal FA-KB cap KR)
Pengumpul kayu tidak memiliki perijinan usaha yang lengkap dan atau berbadan hukum yang jelas
Ada pengumpul yang mempunyai TPK (Jepara) dan melakukan jual beli kayu dan belum diatur secara jelas dalam peraturan TUK yang berlaku.
Belum pernah mendapatkan sosialisasi SVLK
Pemerintah Pusat dan Daerah
Pemahaman terhadap isu sertifikasi hutan dan kayu dan SVLK belum merata di kalangan pemerintah daerah.
Data informasi tentang potensi hutan rakyat dan peredarannya masih sangat minim.
Pengawasan dan monitoring peredaran kayu rakyat yang tertib administrasi TUK masih kurang.
Belum ada penertiban atas pengusaha kecil perkayuan (sawmill dan rotary atau pembuat veneer) dalam skala kecil yang belum berbadan hukum dan memiliki perijinan yang sesuai
Adanya kebijakan pemerintah daerah yang tidak sinkron dengan pemerintah pusat (pungutan atau iuran daerah atas hasil hutan, Ijin tebangan kayu rakyat, dll.) dan kebijakan dimasing-masing daerah berbeda.
Masih perlunya penyesuaian dan mengakomodasi skema peredaran kayu yang aktual di lapangan namun belum terakomodasi di dalam peraturan penatausahaan kayu yang ada (Perhutani membeli dan menjual kayu rakyat).
Keterlibatan dalam proses penilaian SVLK sangat sedikit.
Perlu dipertimbangkan ruang lingkup SVLK untuk hutan hak atau kayu rakyat dalam lingkup per wilayah (per Desa, per Kecamatan atau per Kebupaten) buka per pemilik lahan atau kelompok pemilik lahan (petani atau kelompok tani)
Data tentang kayu yang beredar tidak valid.
Industri (IPHHK dan IUI lanjutan) yang mengolah kayu rakyat
Harga kayu rakyat yang dilengkapi dokumen kayu yang sah dan asal usulnya jelas lebih mahal dan sulit untuk mendapatkannya (kesulitan memenuhi persyaratan administrasi pengurusan dokumen kayu dan adanya pungutan-pungutan atau iuran daerah).
Pembelian kayu lebih disukai melalui perantara atau pengumpul kayu dan tidak langsung ke pemillik kayu karena tidak ingin terbebani pengurusan
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 24 dari 28
dokumen kayu, namun asal-usul kayu menjadi kurang jelas.
Tidak ada insentif dan perbedaan harga antara produk yang berasal dari kayu bersertifikat atau SVLK dan Non SVLK.
Banyaknya sawmill-sawmill dan rotary-rotary pembuat veneer dalam skala kecil di daerah yang tidak memiliki badan hukum dan perijinan yang jelas dan berpengaruh terhadap rantai pasokan dan status legalitas hasil hutan atau kayu yang diperdagangkan pada proses berikutnya dan belum ada penertiban dari pemerintah.
Tidak mempunyai prosedur atau sistem lacak balak di industrinya, sehingga kayu yang bersumber dari hutan hak atau kayu rakyat tidak teridentifikasi jelas.
Adanya biaya atas proses untuk mendapatkan sertifikasi SVLK.
Keterbatasan sumber daya manusia yang mampu untuk menjalankan sistem SVLK di perusahaan.
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 25 dari 28
V. KESIMPULAN
Hasil dari kegiatan kegiatan Review dan Evaluasi Para Pihak Terkait dalam Pelaksanaan SVLK dari
Hutan Rakyat/Hutan Tanaman Rakyat (Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement
in Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR) diperoleh kesimpulan sebagai berikut
:
1. Pola rangkaian tata niaga kayu rakyat yaitu :
‐ Pola empat rangkaian atau alur yang terdiri dari produsen primer (petani hutan rakyat), anggota
pengepul, pengepul dan konsumen akhir (industri pengolahan kayu)
‐ Pola tiga rangkaian atau alur yang terdiri dari produsen primer (petani hutan rakyat), pengepul
dan konsumen akhir (industri pengolahan kayu)
2. Pihak-pihak pemangku kepentingan (Stakeholders) yang terlibat dalam Implementasi SVLK dari
sumber bahan baku Kayu Rakyat (HR atau HTR) di propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur adalah :
‐ Petani Hutan Rakyat (pemilik lahan) berperan sebagai produsen bahan baku kayu rakyat.
‐ Pengepul (supplier) berperan sebagai pemasok yang menyedia bahan baku kayu rakyat dengan
cara membeli kayu dari petani dan berperan juga dalam proses pendistribusian serta
pengurusan dokumen legalitas kayu dan angkutan kayu.
‐ Pemerintah Desa (Kepala Desa/Lurah) yang mengeluarkan Surat Keterangan Kepemilikan/Asal
Kayu untuk mengajukan Surat Ijin Tebang ke Dinas Kehutanan. Dibeberapa daerah seperti di
Kabupaten Ciamis Kepala Desa/Lurah telah ditetapkan sebagai penerbit SKAU
‐ Dinas Kehutanan Kabupaten/UPTD berperan dalam pemberian Surat Ijin Tebang, Pengetokan
dan pengesahan LHP
‐ Asosiasi/LSM tidak berperan secara langsung dalam proses suplai bahan baku kayu rakyat,
tetapi lebih banyak peda peran mendampingan dan penguatan kapasitas kelembagaan Hutan
Rakyat.
‐ Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu berperan dalam melakukan verifikasi terhadap penerapan
sistem legalitas kayu serta menerbitkan sertifikat Legalitas Kayu. Verifikasi dilakukan oleh
Auditor.
3. Dalam mekanisme peredaran kayu atau suplai bahan baku kayu rakyat, terdapat peran masing-
masing pihak (stakeholders) yaitu peran dalam tata niaga kayu serta peran rangka pemenuhan
dokumen legalitas kayu dan proses perijinannya berdasarkan pola yang dikembangkan pada tiap
tahap kegiatan yaitu :
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 26 dari 28
Petani Hutan Rakyat (pemilik lahan) berperan sebagai Pemilik lahan dan pemasok bahan baku
kayu rakyat, Menyediakan dokumen kepemilkan lahan dan dokumen lainnya yang diperlukan
Pedagang Kayu Rakyat/Pengepul (supplier) berperan menjembatani permintaan kayu dari
industri dengan pemilik kayu atau pemilik lahan (perantara), menyiapkan dokumen-dokumen
yang diperlukan untuk proses penebangan sampai dengan pengangkutan kayu rakyat ke
industri (izin tebang, dokumen kayu SKAU atau SKSKB cap “KR” (dokumen legalitas kayu), dan
membeli kayu rakyat dan menjual ke industri
Industri primer pengolah kayu sebagai pembeli kayu bulat rakyat dari pengepul (pedagang kayu)
atau langsung dengan pemilik kayu/pemilik lahan, mengolah kayu rakyat menjadi produk jadi
atau setengah jadi, mengirim produk kayu ke Industri lanjutan atau langsung export dan ke
konsumen, menyediakan dokumen legalitas kayu untuk pengiriman (FAKO, invoice, packing list,
etc)
Industri lanjutan Pengolah Kayu sebagai pembeli kayu bulat rakyat dari pengepul (pedagang
kayu) atau langsung dengan pemilik kayu/pemilik lahan, mengolah bahan baku kayu menjadi
produk jadi dan mengirimkan /expert produk jadi dilengkapi dokumen export yang diperlukan
Pemerintah Pusat dan Daerah (Dinas Kehutanan, Kecamatan, Kepala Desa), berperan sebagai
pembuat kebijakan terkait TUK dan peredaran kayu rakyat, mengatur dan mengawasi peredaran
dan tertib adminidtrasi TUK kayu rakyat, menyediakan dokumen SKSHHH (SKAU, SKSKB cap
KR, FAKO, dll.), Pejabat penerbit SKSKHH (SKAU, SKSKB cap KR, FAKO,dll.) dan Surat Ijin
Tebang (dibeberapa daerah, verifikasi lapangan, dll.)
Exporter/trader melakukan export produk hasil hutan dengan dilengkapi dokumen export yang
dipersyaratkan
Asosiasi berperan untuk menyampaikan dan mensosialisasikan Kebikan SVLK kepada anggota
nya, serta mendorong anggotanya untuk menerapkan SVLK
LSM/LPI berperan dalam mendampingi kelompok Petani atau masyarakat dalam penerapkan
SVLK, mengawasi proses SVLK sebagai LPI dan memberikan informasi ketidaksesuaian
penerapan SVLK
LVLK berperan dalam melakukan verifikasi VLK dan menerbitkan sertifikat SVLK
4. Berdasarkan hasil studi BPKH IX, DIY dan MFP tahun 2009, potensi kayu hutan rakyat di Pulau
Jawa dan Madura sekitar 26.363.582 m2 dengan rincian dari Propinsi Banten 1.354.739,22 (5%),
Propinsi Jawa Barat 8.821.114,97 m3 (33%0, Propinsi Jawa Tengah 5.128.540,50 m3 (19%), DIY
1.734.429,02 m3 (7%), Jatim 9.324.758,29 m3 (36%).
5. Terdapat pusat - pusat penghasil kayu hutan rakyat yang cukup merata dalam setiap wilayah.
Hutan rakyat di setiap provinsi pada umumnya mempuyai keragaman jenis yang sama walaupun
Review and Evaluate the Relevant Stakeholders involvement in
Implementing TLAS for Timber Sources from HR and HTR
hal 27 dari 28
ada ciri khas tertentu tergantung dari potensi dan kondisi geografi di wilayah yang bersangkutan,
meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak. Salah satu contohnya di Kabupaten Ciamis selain jenis
sengon yang merupakan tanaman utama, jenis unggulan lain adalah mahoni, sedangkan di Provinsi
Jawa Tengah adalah jati dan di Provinsi Jawa Timur adalah sonekeling.
6. Kayu yang berasal dari HR/HTR digunakan untuk kebutuhan bahan baku untuk industri kayu baik
dalam skala besar, menengah dan kecil. Jenis industri yang menggunakan kayu yang berasal dari
Hutan Rakyat antara lain industri kayu gergajian, veneer, plywood, chips stick, flooring, meubel dan
bare core. Industri ini pada umumnya berada di sentra-sentra industri di masing-masing propinsi.
Sentra industri di Jawa Barat berada di Kabupaten Cirebon dan Tangerang. Sentra industri di Jawa
Tengah berada di Kabupaten Jepara, Cepu, Klaten, Yogyakarta, Semarang, Tegal, Temanggung
dan Wonosobo. Sentra industri Jawa Timur Gresik, Pasuruan dan Probolinggo.
7. Dalam penerapan SVLK masih dijumpai beberapa kendala yang dihadapi oleh para kelompok
stakeholder antara lain :
‐ Status kepemilikan lahan petani rakyat dan dokumen kepemilikan yang tidak jelas
‐ Minimnya pengetahuan dari para pemilik kayu (petani hutan hak) tentang peraturan
penatausahaan kayu rakyat (P.51/menhut-II/2006),
‐ Proses penjualan kayu lebih banyak dilakukan dengan pengumpul (broker) dan Pemilik kayu
tidak mau terbebani pengurusan dokumen kayu, serta rumitnya pengurusan dokumen kayu
(SKAU, dll.) yang berkaitan dengan peredaran kayu Dibeberapa daerah, ada kesulitan untuk
memperoleh dokumen kayu (misal FA-KB cap KR).
‐ Adanya ketentuan tentang SVLK belum diketahui dan dipahami karena kurangnya sosialisasi
tentang SVLK kepada masyarakat (petani hutan rakyat)
‐ Data informasi tentang potensi hutan rakyat dan peredarannya masih sangat minim.
‐ Belum ada penertiban atas pengusaha kecil perkayuan (sawmill dan rotary atau pembuat
veneer) dalam skala kecil yang belum berbadan hukum dan memiliki perijinan yang sesuai
‐ Adanya kebijakan pemerintah daerah yang tidak sinkron dengan pemerintah pusat
‐ Tidak ada insentif dan perbedaan harga antara produk yang berasal dari kayu bersertifikat atau
SVLK dan Non SVLK.
‐ Banyaknya sawmill-sawmill dan rotary-rotary pembuat veneer dalam skala kecil di daerah yang
tidak memiliki badan hukum dan perijinan yang jelas dan berpengaruh terhadap rantai pasokan
dan status legalitas hasil hutan atau kayu yang diperdagangkan pada proses berikutnya dan
belum ada penertiban dari pemerintah.
‐ Tidak mempunyai prosedur atau sistem lacak balak di industrinya, sehingga kayu yang
bersumber dari hutan hak atau kayu rakyat tidak teridentifikasi jelas.