33
INTERNATIONAL LABOR ORGANIZATTION (ILO) Dosen Pengampu : Tomy Firmanda S.psi M.si Oleh: Shinta Dewi P.A (110541100082) Nurul Khasanah (120541100011) Ismi Hikmatul .L (120541100015) Lilik Hidayati (120541100026) Kelas A PRODI PSIKOLOGI

International labour organizattion (ilo)

Embed Size (px)

Citation preview

INTERNATIONAL LABOR

ORGANIZATTION (ILO)

Dosen Pengampu : Tomy Firmanda S.psi M.siOleh:

Shinta Dewi P.A (110541100082)Nurul Khasanah (120541100011)Ismi Hikmatul .L (120541100015)Lilik Hidayati (120541100026)

Kelas A

PRODI PSIKOLOGIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA (FISIB)UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA (UTM)

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Organisasi internasional memiliki peranan penting dalam membantu

negara-negara mengatasi berbagai permasalahan yang dapat diatasi sendirian

oleh negara tersebut. Dalam paradigma liberalisme, keberadaan organisasi

internasional menjadikan negara berada dalam lingkup interaksi yang dinamis

tidak hanya berinteraksi dengan negara lainnya, tetapi juga dengan aktor-

aktor non-negara. Organisasi internasional memilliki tujuan tertentu, dan

apabila negara sudah bergabung ke dalam organisasi tersebut, maka segala

bentuk hak dan kewajiban yang ada dalam organisasi internasional haruslah

dipatuhi.

Organisasi internasional menangani permasalahan global. Dalah

satunya adalah perlindungan tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan manusia-

manusia yang berkontribusi terhadap perekonomian negara. Untuk

melindungi hak-hak mereka, negara menyediakan seperangkat aturan dan

undang-undang yang mampu melindungi hak-hak tenaga kerja.

Perlindungan pekerja sangatlah penting bagi para pekerja. Hal ini

mencegah mereka dari tindakan eksploitasi maupun memberikan kenyamanan

selama bekerja. Sangat penting juga untuk memperhatikan sektor pekerjaan

informal, karena para pekerja yang bekerja di sektor ini juga memiliki tugas-

tugas rutin sama halnya seperti pekerja pada umumnya.

Dalam upaya perlindungan pekerja, semua pihak harus sabar dan

terlibat. Kegiatan perlindungan pekerja di Indonesia ditangani baik oleh Non-

Govermental Organizattion (NGO), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),

lembaga pemerintahan, organisasi internasional, hingga komunitas-komunitas

lokal. Organisasi internasional yang khusus menangani ketenagakerjaan

adalah International Labor Organizattion (ILO). ILO merupakan sebuah

organisasi international bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang

menangani bidang ketenagakerjaan di dunia internasional. ILO sendiri sudah

banyak berkontribusi di Indonesia menangani beberapa program untuk

mengatasi masalah seputar ketenagakerjaan. Salah satu masalah tersebut

adalah mengenai penegakan hak-hak pekerja di Indonesia, baik sektor formal

maupun informal.

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana sejarah terbentuknya ILO?

b. Apa saja tugas dan wewenang ILO?

c. Bagaimana struktur organisasi ILO?

3. Tujuan

a. untuk mengetahui sejarah berdirinya ILO

b. untuk memaparkan tugas dan wewenang ILO

c. untuk mengetahui struktur organisasi ILO

4. Manfaat

Manfaat teoritis :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau mempelajari

pengetahuan untuk ilmu di bidang psikologi khususnya di bidang

undang- undang ketenagakerjaan.

Manfaat praktis :

Agar pembaca bisa mengetahui atau memahami suatu pembelajaran

atau pengetahuan yang telah di dapatkan dalam bidang psikologi

khususnya di bidang undang – undang ketenagakerjaan.

BAB II

ISI

1. ILO Sebagai Organisasi Internasional

Internasional Labor Organizattion atau ILO merupakan bagian dari

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hingga saai ini. Didirikan tahun 1919,

ILO merupakan bagian dari Perjanjian Versailles yang mengakhiri Perang

Dunia I. Sebagai bagian dari PBB menangani masalah perburuhan, baik itu

masalah domestik maupun masalah internasional. ILO didirikan atas dasar

kepercayaan bahwa kedamaian yang universal dan abadi dapat diwujudkan

jika berdasarkan keadilan sosial.

2. Latar Belakang Berdirinya ILO

Kekalahan Jerman pada Perang Dunia I melahirkan sebuah perjanjian

damai. Jerman yang saat itu sudah tidak dapat lagi melawan dalam

peperangan, karena kehabisan pasukan dan kelaparan yang melanda rakyat

Jerman akibat blokade dari Inggris, akhirnya menyerah. Gencatan senjata

ditandatangani Jerman pada “jam 11 tanggal 11 bulan 11” (11/11/11) di dekat

Kota Compiegne, Perancis.

Setelah Jerman menyerah, digelarlah sebuah konferensi perdamaian

pada tanggal 12 Januari 1919 di Istana Versailles di Paris, Perancis.

Konferensi imi dihadiri pemimpin politik dari 32 negara. Dalam konferensi

ini, para pemimpin negara besar yang memenangkan peperangan membawa

berbagai kepentingan. Meskipun begitu, Woodrow Wilson, Presiden Amerika

Serikat saat itu yang memiliki kepentingan mewujudkan dunia liberal yang

dicerminkan dalam Empat Belas Poin yang diusungnya, berhasil memaksa

seluruh negara yang hadir saat itu untuk menyetujui sebuah perjanjian

inisiatif, untuk membentuk liga antarbangsa, yang berbeda dari apa yang

mereka harapkan.

Wilson menginginkan perdamaian yang memaafkan dan bermurah hati

kepada seluruh musuh yang telah dikalahkan Amerika saat itu. Hal ini

bertentangan dengan yang diinginkan sekutu Amerika. Mereka lebih

menginginkan tindakan kasar pada Jerman untuk mencegah kebangkitan

kekuatan militer Jerman yang dapat diterima oleh aliansinya. Meskipun

begitu, pada akhirnya Liga Bangsa-Bangsa tetap terbentuk.

Dari visi Wilson, perjanjian Versailles melahirkan sebuah terobosan

baru dalam dunia internasional yang menjadi pendahulu Persatuan Bangsa-

Bangsa, yaitu Liga Bangsa-Bangsa. Organisasi ini juga menjadi awal untuk

pembentukan keamanan kolektof. Liga Bangsa-Bangsa (LBB) merupakan

usaha mengakhiri perang dengan menjauhi keseimbangan kekuatan dan

membuat sebuah organisasi supranasional internasional. Pembentukan Liga

Bangsa-Bangsa kemudian menjadi salah satu syarat umum dari perjanjian

Versailles.

Adanya balance of power (keseimbangan kekuatan) antar neara di

dunia internasional diyakini Wilson sebagai penyebab konflik dan harus

digantikan oleh sesuatu yang baik. Dasar dari LBB adalah prinsip keamanan

kolektif, dengan asumsi bahwa semua anggota LBB memiliki kepentingan

yang sama dalam perdamaian dan kestabilan global. Meskipun begitu, prinsip

keamanan kolektif ini dapat berefek pada terenggutnya kedaulatan negara

dalam mempertahankan perdamaian. Hal ini kemudian menyebabkan

berbagai perdebatan terjadi. Meskipun menuai banyak kontroversi di awal,

LBB tetap berdiri. Tahun 1920 merupakan tahun kejayaan LBB, di mana

LBB dianggap berhasil membawa perdamaian. Hal ini sebenarnya didukung

oleh trauma para pemimpin dan rakyat akan Perang Dunia I hingga mereka

takut untuk memulai perang lainnya.

Seiiring berjalannya waktu, konflik mulai banyak bermunculan. LBB

tidak mampu menangani konflik-konflik tersebut dan dianggap gagal. Dari 37

sengketa antara tahun 1920 hingga 1937, hanya 14 yang dilaporkan ke LBB,

dan hanya enam yang diselesaikan dengan usaha dari LBB. Dari sudut

pandang sistem global, salah satu sumber kegagalan LBB adalah distribusi

kekuatan yang multipolar yang memungkinkan negara untuk menghindari

aksi kolektif. Selain itu kegagalan global dalam menanggapi secara efektif

keruntuhan ekonomi telah membawa dunia kepada Perang Dunia II. Meski

begitu, LBB telah membentuk sebuah dasar yang dapat digunakan dalam

PBB. Organisasi-organisasi yang bertahan sejak LBB dibentuk salah satunya

adalah ILO. ILO telah bekerja menentukan stansar bagi pekerja agar para

pekerja mendapatkan hak-hak mereka sejak awal.

Selama masa berdirinya, ILO telah bertahan melewati berbagai masa

sulit seperti Great Depression,Perang Dunia II, dan Perang Dingin. ILO

merupakan salah satu contoh organisasi multirateral yang sukses karena

mampu berubah, beradaptasi, dan melakukan pembaharuan. ILO berdiri tahun

1919 sebagai bagian dari Liga Bngsa-Bangsa. Konstitusi ILO disusun sekitar

bulan Januari hingga bulan April tahun 1919, oleh Komisi Pekerja yang

dibuat oleh Konferensi Perdamaian. Konstitusi tersebut mengandung ide dari

Internattional Associattion for Labour Legislation (Asosiasi Internasional

untuk Perundang-undangan Pekerja), yang didirikan di Basel tahun 1901.

Kekuatan pendorong untuk pembuatan ILO muncul dari pertimbangan

keamanan, kemanuasiaan, politik dan ekonomi. ILO berakar pada keadaan

sosial di Eropa dan Amerika Utara di mana terjadi Revolusi Industri

mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa pada saat itu. ILO juga

muncul sebagai sebuah ide menanggapi isu mengenai harga pekerja manusia

dalam Revolusi Industri.

Sebagai sebuah organisasi, ILO berdiri denga kepentingan berbagai

pihak yang memiliki motivasi berbeda namun saling berhubungan. Mereka

adalah pemerintah, perusahaan, dan para pekerja. Motivasi yang mendorong

berdirinya ILO yang paling pertama adalah kemanusiaan. Kondisi para

pekerja yang berada di bawah eksploitasi semakin banyak. Tidak ada yang

memperhatikan kesehatan, keluarga, dan kenaikan pangkat mereka dalam

perusahaan. Semakin hari keadaan ini semakin tidak bisa diterima.

Motivasi yang kedua adalah politik. Tanpa adanya usaha untuk

memperbaiki nasib mereka, para pekerja yang jumlahnya semakin meningkat

ini dapat membuat sebuah gerakan mogok, bahkan revolusi. Ini tentunya

dapat merugikan negara dan perusahaan serta menghambat laju pertumbuhan

perekonomian. Di lain pihak tentunya akan menurunkan reputasi pemeintah

yang berkuasa saat itu.

Motivasi ketiga adalah ekonomi. Keadaan pekerja yang tidak

diperhatikanmengakibatkan membengkaknya ongkos produksi, membuat

reformasi sosial, dan menyebabkan perusahaan yang bermasalah ini tidak

akan mampu bersaing dengan perusahaan lainnya di negara lain. Tentunya

akan merugikan perusahaan dan kemudian negara pada akhirnya. Roda

perekonomian macet karena perusahaan bermasalah, kemudian negara

dianggap gagal melindungi rakyatnya jika membiarkan para pekerjanya hidup

dalam kesengsaraan. Padahal sejatinya para pekerja ini telah membantu

mambangun negara.

Motivasi-motivasi inilah yang kemudian dituangkan dalam preamble

Konstitusi 1919, yang semakin menegaskan pemikiran dasar pendirian ILO

bahwa “perdamaian univelsal dan abadi dapat dibentuk hanya jika didasarkan

pada keadilan sosial. Pemikiran ini masih tetap relevan dengan era globalisasi

saat ini dan merupakan dasar ideologi ILO hingga sekarang. Pemikiran

tersebut juga kemudian diklarifikasi secara lebih lanjut dalam deklarasi

Philadelphia tahun 1944 sebagai penjabaran dan kegunaan ILO.

3. Visi, Misi & Mandat ILO

ILO memiliki visi sesuain motivasi pendiriannya yaitu mewujudkan

pekerjaan yang layak untuk pria dan wanita. Adapun visi itu berbunyi

“Kondisi Universal yang manusiawi untuk para pekerja sebagai sebuah

ekspresi dari keadilan sosial dan kondisi damai diantara bangsa-bangsa. Hal

ini tercantum dalam agenda terbesar ILO, yaitu Agenda Pkerjaan Layak. Visi

ini mewakili seluruh devisi pekerja dan selluruh aspek pekerjaan. Dengan

didapatkannya pekerjaan yang layak serta kondisi yang layak, seluruh aspek

tujuan seperti contohnya kesehatan pekerja, upah yang layak, perlindingan

sosial, perlindunngan hukum, lingkungan kerja yang layak, dan hak-hak dasar

pekerja akan tercapai.

ILO diberi mandat untuk mewujudkan, melalui dialog sosial dan

tripartisme, nilai-nilai universal dari kebebasan, martabat manusia, keamanan

dan non-diskriminasi di dalam dunia pekerjaan. ILO memiliki misi

mempromosikan keadilan sosial serta menghargai dan mengakui hak-hak

asasi manusi dan buruh secara internasional, meneruskan misi para

pendirinya bahwa perdamaian buruh sangat penting untuk kemakmuran. Juan

Somavia, mantan Direktur Jenderal ILO, mengatakan misi ILO adalah untuk

mempromosikan kesempatan bagi wanita dan pria untuk mendapat pekerjaan

yang layak dan produktif, dengan janji kebebasan, kesetaraan, keamanan, dan

kehormatan manusia.

4. Tujuan ILO

ILO sebagai organisasi juga memiliki tujuan. Tujuan organisasi bisa

jadi merupakan alasan mengapa organisasi tersebut didirikan dan juga sebagai

acuan gerak organisasi tersebut. Tujuan ILO secara umum adalah menangani

masalah buruh atau pekerja. Tertulis dalam Deklarasi Philadelphia tahun

1944 tujuan dan kegunaan ILO berdiri. ILO berdiri untuk menegakkan hak-

hak pekerja, dari peningkatan standar hidup, kebijakan upah, jam kerja,

kontrak kerja, permasalahan pekerja anak, perlindungan kehamilan bagi

pekerja wanita, perawatan kesehatan pekerja, kebijakan mengenai pekerja

dengan skill atau kemampuan khusus yang tersertifikasi, migrasi pekerja,

standar lingkungan kerja, hingga prosedur keselamatan dalam pekerjaan.

Sejak pertama didirikan, ILO selalu berpegang pada prinsip bahwa buruh

bukanlah komoditas.

Selain itu, Ilo saat ini memiliki empat tujuan strategis untuk mencapai

tujuan utama berdirinya ILO. Diantaranya adalah mempromosikan dan

merealisasikan prinsip-prinsip dan hak-hak standar dan dasar dalam

pekerjaan, mewujudkan kesempatan yang lebih besar untuk wanita dan pria

untuk pekerjaan dan upah yang layak, meningkatkan jangkauan dan

efektivitas perlindungan sosial untuk semua, memperkuat tripartisme dan

dialog sosial. Seluruh tujuan strategis ini tertuang ke dalam agenda besar ILO

yaitu Agenda Pekerjaan Layak.

5. Strategi ILO

Untuk mencapai tujuan seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, ILO

memiliki strategi-strategi. Yang pertama adalah memformulasikan kebijakan

internasional dan program-program untuk mempromosikan hak asasi

manusia, peningkatan kondisi kerja dan kondisi hidup, serta meningkatkan

kesempatan kerja. Yang kedua adalah pembuatan standar buruh internasional

yang diiringi sistem unik untuk mengawasi aplikasinya. Yang ketiga adalah

pembuatan program ekstensif kerjasama teknis internasional yang

dirumuskan dan diimplementasikan dalam kemitraan dengan berbagai

pilihan, untuk membantu negara-negara menerapkan kebijakan ini menjadi

tindakan nyata secara efektif. Yang keempat adalah pelatihan, pendidikan,

serta penelitian untuk memaksimalkan semua usaha ini.

Dalam perumusan kebijakan dan pembuatan program, ILO

menggunakan prinsip tripartisme. ILO membuat sebuah dialog sosial yang

melibatkan perwakilan dari tiga pihak yang berkepentingan dalam

permasalahan pekerja yaitu nega, pengusaha, serta pekerja. Dengan prinsip

ini, ILO dapat mengakomodasi seluruh kepentingan yang ada dari berbagai

perspektif untuk mencapai sebuah solusi yang disepakati seluruh pihak.

6. Struktur ILO

Ilo merupakan organisasi yang berprinsip pada tripartisme, yaitu dialog

dan kerjasama antara pemerintah, pemilik lapangan pekerjaan, dan pekerja,

yang tergabung dalam formulasi standar dalam menangani permasalahan

pekerja. Standar internasional pekerja dibuat dan diproses dalam struktur

tripartisme yang membuat ILO menjadi organisasi yang menarik dalam PBB.

ILO bekerja melalui tiga badan yang menyusun strukturnya Konferensi

Buruh Internasional, Badan Pengatur, dan Kantor Buruh Internasional. Ilo

selalu berusaha melibatkan pemerintah, pengusaha dan para pekerja dalam

pembuatan berbagai standar pekerja dan penyelesaian masalah-masalah

pekerja. Tiga badan ini bekrja di ranah yang berbeda namun memiliki satu

tujuan yang past, yaitu menegakkan hak-hak pekerja.

6.1 Konferensi Buruh Internasional

Badan ILO yang pertama adalah Konferensi Buruh Internasional.

Kebijakan ILO sebagian besar ditetapkan oleh konferensi ini yang

mengadakan pertemuan satu tahun sekali di Janewa, Swiss. Konferensi ini

membuat dan mengadopsi standar buruh internasional dan juga berperan

sebagai forum diskusi berbagai pertanyaan utama mengenai keadaan

sosial dan buruh.

Dalam konferensi, setiap negara anggota diwakili oleh dua orang

delegasi dari pemerintah, satu orang delegasi pengusaha, dan satu orang

pekerja. Perwakilan pemerintah umumnya berasal dari instansi

kementerian yang bekerja menangani permasalahan buruh di negaranya.

Sementara perwakilan pengusaha dan pekerja adalah orang yang disetujui

oleh masing-masing organisasi nasional mereka di negaranya. Setiap

delegasi bebas mengemukakan pendapat masing-masing dan

berkedudukan sederajat, meskipun ada perbedaan pendapat antara

pemerintah dan pekerja ataupun dengan pengusaha dari negara yang

sama, itu semua mencerminkan dinamika dalam konferensi ini dan akan

tetap dihargai dan dipertimbangkan. Kepala negara dan perdana menteri

juga turut andil dalam konferensi ini. Organisasi lainnya, baik organisasi

pemerintahan maupun non-pemerintahan, hadir sebagai pengamat.

6.2 Badan Pengatur

Struktur kedua yang menyusun ILO adalah Badan Pengatur. Badan

Pengatur adalah dewan eksekutif dari Kantor Buruh Internasional. Masa

jabatan dari Badan Pengatur ILO adalah tiga tahun. Pertemuan Badan

Pengatur diadakan setiap dua tahun sekali untuk sesi penuh pada bulan

Maret dan November, serta tiga tahun sekali dalam sesi satu hari setelah

pertemuan Konferensi Buruh Internasional. Keangotaan Badan Pengatur

terbagi menjadi dua jenis, yaitu 56 anggota reguler yang terdiri dari 28

negara perwakilan pemerintah, 14 anggota perwakilan pekerja, dan 14

anggota perwakilan pengusaha, serta 66 anggota deputi yang terdiri dari

28 anggota deputi pemerintah, 19 anggota deputi pekerja, dan 19 anggota

deputi pengusaha.

Badan Pengatur bertugas menjalankan fungsi eksekutif ILO selama

jeda waktu Konferensi tahunan. Beberapa fungsi dan Badan Pengatur ILO

adalah memilih Direktur Jenderal ILO dan mengarahkan serta mengawasi

kinerja Kantor ILO dan Direktu Jenderal.

6.3 Kantor Buruh Internasional

Selanjutnya struktur penyusun ILO yang terakhir adalah Kantor

Buruh Internasional. Kantor Buruh Internasional adalah sekretarian

permanen dari ILO. Kantor ini mengambil peranan penting dalam

menangani hampir semua kegiatan dan mempersiapkan segala kebutuhan

ILO. Kantor Buruh Internasional diawasi oleh badan Pengatur. Pimpinan

Kantor Buruh Internasional adalah Direktur Jenderal ILO. Pada 1 Oktober

2012, Guy Rider menempati jabatan Direktur Jederal ILO menggantikan

Juan Somavia. Pusat Kantor Buruh Internasional ada di Jenewa, Swiss.

Kantor Buruh Internasional juga memiliki 40 kantor lapangan yang

tersebar di seluruh penjuru dunia, salah atunya Indonesia. Kantor Buruh

Internasional memiliki sebuah pusat penelitian dan dokumentasi yang

berfungsi untuk menunjang pelaksanaan program-progman ILO.

6.4 Keanggotaan ILO

Keanggotaan organisasi merupakan syarat mutlak berdirinya

sebuah organisasi. Tanpa anggota, tidak akan ada organisasi.

Keanggotaan organisasi internasional dapat dilihat dari apakah ada

keterlibatan negara di dalamnya, dan sifat organisasi itu sendiri yang

universal maupun regional. International Labor Organizattion atau ILO

merupakan sebuah organisasi internasional yang beranggotakan negara-

negara di dunia. Sesuai Konstitusi ILO artikel 1 tentang keanggotaan ILO,

anggota ILO tersiri dari anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa yang

bergabung sejak 1 November 1945 ataupun negara-negara yang baru

bergabung setelahnya. Anggota ILO juga merupakan negara-negara yang

disahkan bergabung dengan PBB oleh Majelis Umum yang setelahnya

menghubungi Direktur Jederal International Labour Office untuk secara

formal diresmikan di bawah Konstitusi ILO.

Sesuai keanggotaannya, ILO dapat dikategorikan sebagai

organisasi pemerintahan internasional karena melibatkan negara-negara

dari berbagai belahan dunia di dalam keanggotaannya. Meskipun di

lapangan ILO bekerja bersama-sama dengan Non-Governmental

Organizattion (NGOs), ILO tidak dapat dikategorikan sebagai NGO

karena dalam konstitusinya tertulis dengan jelas hanya perwakilan negara,

baik pemerinta, pengusaha maupun pekerja dari negara yang dapat

menjadi anggotanya. ILO sendiri bukan merupakan organisasi regional,

karena ILO membuka keanggotaan tidak hanya untuk negara di letak

regional tertentu saja, melainkan dari seluruh dunia selama memenuhi

syarat yang tertuang dalam Konstitusi Ilo. Saat ini jumlah negara yang

menjadi anggota ILO adalah 185 negara.

7. Bidang Pekerjaan ILO

ILO menangani berbagai bidang yang mencakup isu-isu seputar

pekerja. Dimensi pekerja dalam ranah kerja ILO begitu luas. ILO menangani

permasalahn seputar pekerja mulai dari pekerja anak, kesetaraan gender untuk

pekerja, aturan kelayakan kerja, hukum tenaga kerja, kesehatan pekerja,

pekerja formal, pekerja rumah tangga, green jobs, pekerjaan di laut,

keselamatan dan keamanan kerja, keamanan sosial, upah pekerja, hingga

peningkatan kualitas pekerja.

7.1 Program ILO Secara Umum

Sejak tahun 1950-an, ILO telah menyediakan kerjasama teknis

kepada negara-negara anggotanya di semua benua dan dalam seluruh

aspek pembangunan ekonomi. Apabila hendak merujuk kepada tujuan

strategis ILO yang telah disebutkan sebelumnya, bidang pekerjaan ILO

dapat dibagi menjadi empat kelompok besar yang terangkum dalam

Agenda Pekerjaan Layak. Tujuan strategis pertama adalah

mempromosikan dan merealisasikan prinsip-prinsip dan hak-hak standar

dan dasar dalam pekerjaan. Sesuai tujuan ini, pekerjaan ILO adalah

membuat standar-standar hak pekerja berupa konvensi dan rekomendasi

bagi pemerintah, perusaan, dan pekerja. Konvensi sifatnya mengikat

secara hukum sementara rekomendasi tidak mengikat secara hukum

melainkan lebih kepada petunjuk pelaksanaan. Konvensi berisi prinsip-

prinsip dasar untuk diratifikasi dan diimplementasi negara-nrgara

sementara, rekomendasi berisi petunjuk pelaksanann lebih rinci yang

berkaitan dengan konvensi tersebut.

Tujuan strategis kedua adalah mewujudkan kesempatan yang

lebih besar untuk wanita dan pria untuk pekerjaan dan upah yang layak.

Berkaitan dengan tujuan ini, ILO bekerja dalam penciptaan lapangan

kerja. Sesuai dengan MDGs, bidang ini bertujuan untuk menciptakan

lapangan kerja yang produktif, demi perbaikan kualitas hidup para

pengangguran dan pekerja yang gajinya tidak mencukupi kebutuhan

sehari-hari yang menyebabkan mereka terjebak dalam lingkaran

kemiskinan.

Tujuan strategis ketiga adalah meningkatkan jangkauan dan

efektivitas perlindungan sosial untuk semua. Sesuai dengan tujuan

tersebut, ILO bekerja membuat berbagai program inisiatif untuk

meningkatkan perlindungan sosial agar pekerja mendapat kondisi kerja

yang layak mulai dari upah, jam kerja, dan kesehatan dan keselamatan

kerja, yang merupakan komponen pentng bagi pekerjaan yang layak.

Tujuan strategis yang terakhir atau keempat adalah memperkuat

tripartisme dan dialog sosial. Tujuam strategis ini menekankan kepada

penciptaan kondisi yang kondusif untuk sebuah dialog yang melibatkan

pemerintah, perusahaan, serta para pekerja untuk bersama-sama

merumuskan berbagai standar kebijakan nasional yang kemudian dapat

diimplementasikan juga.

Beberapa contoh program yang sedang dilaksanakan ILO saat ini

adalah program Better Work, program pekerjaan layak di negara-negara

anggota, meningkatkan keamanan dan kesehatan kerja melalui Agenda

Pekerjaan Layak, Fasilitas Kooperatif untuk Afrika (CoopAfrica), dan

sebagainya.

8. Pendanaan ILO

Seluruh kegiatan ILO membutuhkan sejumlah dana yang tidak sedikit.

Sebagai organisasi, ILO memiliki kebijakan keuangannya sendiri. Untuk

membiayai berbagai kegiatannya, ILO memiliki tiga sumber pendanaan,

yaitu:

1. Anggaran Reguler (Regular Budget/RB);

2. Akun pendukung Anggaran Reguler (Regular Budget Supplementary

Account/RBSA)

3. Sumber Anggaran-Tambahan untuk Kerjasama Teknis (Extra-

Budgetary Resources for Technical Cooperation/XBTC)

Anggaran Reguler (RB) memungkinkan ILO utnuk menjalankan

fungsinya, termasuk melaksanakan kerjasama teknis, secara lebih efektif dan

efisien. Untuk memenuhi kebutuhan dalam anggaran reguler ini, ILO

mendapatkan donasi tetap dari sejumlah negara anggotanya diantaranya

adalah Australia, Kanada, Denmark, Flanders, Irlandia, Italia, Jepang, Korea

Selatan, Luksemburg, Norwegia, Spanyol, Swedia, dan Swiss.

Akun Pendukung Anggaran Reguler (RBSA) merupakan anggaran

fleksibel yang tidak dialokasikan yang berfungsi untuk mendukung

pelaksanaan Agenda Pekerjaan Layak. RBSA sangat membantu aspek

kerjasama teknis. Penggunaan RBSA pada dasarnya sama seperti penggunaan

RB, dan keduanya juga diatur oleh Badan Pengatur, disesuaikan dengan

empat tujuan strategis ILO, dan dengan wilayah kerja. Sementara itu, Sumber

Anggaran-Tambahan untuk Kerjasama Teknis (XBTC) merupakan

sumbangan sukarela dari negara anggota untuk membantu pelaksanaan

kegiatan-kegiatan ILO. Keseluruhan anggaran ini memegang peran penting

dalam pelaksanaan Agenda Pekerjaan Layak ILO.

9. ILO di Indonesia

Sejak tanggal 12 Juni 1950 ketika Indonesia pertama kali menjadi

anggota ILO, ILO dan Indonesia telah banyak bekerja sama secara dekat. ILO

bekerja bersama dengan Kementerian Tenaga Kerja, Asosiasi Pengusaha

Indonesia (Apindo), dan tiga organisasi pekerja terbesar yaitu Konfederasi

Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh

Sejahtera Indonesia (KSBSI), serta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia

(KSPI). ILO Indonesia memiliki tujuan membangun masyarakat yang lebih

baik dan lebih adil, serta mencapai apa yang telah dimandatkan ILO yaitu

pekerjaan layak untuk semua.

Bekerjasama dengan pemerintah, ILO memiliki tiga prioritas yaitu

pertama, menghentikan eksploitasi dalam pekerjaan; kedua, penciptaan

lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan dan perbaikan kualitas hidup;

ketiga, dialog sosial untuk pertumbuhan ekonomi. Ketiga prioritas ini diiringi

dengan penyelesaian isu-isu gender di dalamnya yang semuanya terangkum

dalam Program Negara Pekerjaan Layak.

ILO di Indonesia memiliki sebuah kantor yang beralamat di Menara

Thamrin, Lantai 22, Jalan M.H Thamrin Kavling 3, Jakarta Pusat. Sejak

Agustus 2012, kantor tersebut dipimpim oleh Peter van Rooij. Sebagai salah

satu negara anggota ILO yang sudah cukup lama bergabung, Indonesia telah

meratifikasi berbagai konvensi ILO sebagai wujud kesungguhan dalam

menangani masalah pekerja yang terjadi di Indonesia. Hingga tahun 2008,

ada 18 konvensi ILO yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia. Sesuai

konvensi yang telah diratifikasi, Indonesia saat ini telah memiliki perundang-

undangan mengenai ketenagakerjaan diantaranya Undang-Undang No.25

tahun 1997, Peraturan Pelaksanaan Ketenagakerjaan 1925-200, dan Undang-

Undang No.13 tahun 2003. Semua undang-undang ini mengatur mengenai

berbagai prosedur dalam bidang ketenagakerjaan, salah satunya mengenai

batas jam kerja, waktu lembur, waktu libur, pemutusan hubungan kerja, umur

minimum pekerja, dan sebagainya. Semuanya didasari oleh standar

internasional dari ke-18 konvensi yang telah diratifikasi Indonesia.

BAB III

KASUS & ANALISIS

KASUS

Kasus Marsinah

Marsinah (10 April 1969?–Mei 1993) adalah seorang aktivis dan buruh

pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik

dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama

tiga hari. Mayatnya ditemukan di hutan di Dusun Jegong Kecamatan Wilangan

Nganjuk, dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.

Dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua jenazah

Marsinah, Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr.

Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya),

menyimpulkan, Marsinah tewas akibat penganiayaan berat. Marsinah memperoleh

Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun yang sama. Kasus ini menjadi catatan

ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal sebagai kasus 1713.

Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat

edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan

kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji

pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan,

namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan.

Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS)

Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT.

CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan

upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.

Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang

aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa

tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada

tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo. 3 Mei 1993, para buruh mencegah

teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun

tangan mencegah aksi buruh. 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka

mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari

Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka

perjuangkan dan ont diterima, termasuk oleh buruh yang absen. Sampai dengan

tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam

kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah

seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan

pihak perusahaan.

Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap

menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di

tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah

menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan

sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-

rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10

malam, Marsinah lenyap.

Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-

rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei

1993. Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda

Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan

Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan

Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik

Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.

Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur

resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya

perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama

diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V

Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat

control dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi

Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap

Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di

tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara

Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum aparat

kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.

Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang

yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang

yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI. Hasil penyidikan

polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian ontrol CPS) menjemput

Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik,

lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan

Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS)

mengeksekusinya.

Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan

sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun

mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas.

Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik

Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni).

Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan

ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan

kasus ini adalah “direkayasa”.

ANALISA KASUS

Didalam Posisi kasus yang sudah ada di atas, adapun kasus tersebut masuk

dalam katagori pelanggaran ham Berat karena di dalam perincian mengenai posisi

kasus diatas terdapat salah satu unsure yang memuat mengenai unsure-unsur

pelanggaran HAM Berat yakni Pasal 9 UU No 26 Tahun 2000 ( Unsure Kejahatan

Kemanusiaan ), dan juga mengandung unsure pelanggaran hak asasi manusia

mengenai hak hidup sebagaimana yang tercantumkan dalam ICCPR. Pasal 9 UU

No 26 Tahun 2000, dalam pasal ini menyebutkan bahwa: “Kejahatan terhadap

kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari

serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut

ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:

a. Pembunuhan;

b. Pemusnahan;

c. Perbudakan;

d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;

e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara

sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum

internasional;

f. Penyiksaan;

g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan

kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk

kekerasan seksual lain yang setara,

h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang

didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama,

jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal

yang dilarang menurut hukum internasional;

i. Penghilangan orang secara paksa;

j. Kejahatan apartheid.

Adapun Mekanisme yang harus di ambil dalam penyelesaian kasus ini

yakni mekanisme yang mengarah kepada departemen apa yang berhak untuk

melakukan proses penyelesaian kasus ini. Departemennya yakni Komnas HAM

dan jaksa agung sebagai departemen tertinggi dalam penyelesaian kasus

pelanggaran HAM Berat. Adapun peruses yang akan dilakukan oleh Komnas

HAM dan juga jaksa agung sendiri yakni sebagai berikut :

1. Tahap Penyelidikan ( Komnas HAM )

2. Tahap Penyidikan ( Jaksa Agung )

3. Tahap Penuntutan ( Jaksa Agung )

4. Pemeriksaan Di Pengadilan HAM

Sumber: Diolah dari UU No 26 Tahun 2000

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Internasional Labor Organizattion atau ILO merupakan bagian dari

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hingga saai ini. Didirikan tahun 1919,

ILO merupakan bagian dari Perjanjian Versailles yang mengakhiri Perang

Dunia I. Sebagai bagian dari PBB menangani masalah perburuhan, baik itu

masalah domestik maupun masalah internasional. ILO didirikan atas dasar

kepercayaan bahwa kedamaian yang universal dan abadi dapat diwujudkan

jika berdasarkan keadilan sosial.

Sedangkan, . Motivasi yang mendorong berdirinya ILO yang paling

pertama adalah kemanusiaan. Kondisi para pekerja yang berada di bawah

eksploitasi semakin banyak. Tidak ada yang memperhatikan kesehatan,

keluarga, dan kenaikan pangkat mereka dalam perusahaan. Semakin hari

keadaan ini semakin tidak bisa diterima.Motivasi yang kedua adalah politik.

Tanpa adanya usaha untuk memperbaiki nasib mereka, para pekerja yang

jumlahnya semakin meningkat ini dapat membuat sebuah gerakan mogok,

bahkan revolusi. Ini tentunya dapat merugikan negara dan perusahaan serta

menghambat laju pertumbuhan perekonomian. Di lain pihak tentunya akan

menurunkan reputasi pemeintah yang berkuasa saat itu.Motivasi ketiga adalah

ekonomi. Keadaan pekerja yang tidak diperhatikanmengakibatkan

membengkaknya ongkos produksi, membuat reformasi sosial, dan

menyebabkan perusahaan yang bermasalah ini tidak akan mampu bersaing

dengan perusahaan lainnya di negara lain. Tentunya akan merugikan

perusahaan dan kemudian negara pada akhirnya. Roda perekonomian macet

karena perusahaan bermasalah, kemudian negara dianggap gagal melindungi

rakyatnya jika membiarkan para pekerjanya hidup dalam kesengsaraan.

Padahal sejatinya para pekerja ini telah membantu mambangun

negara.Motivasi-motivasi inilah yang kemudian dituangkan dalam preamble

Konstitusi 1919, yang semakin menegaskan pemikiran dasar pendirian ILO

bahwa “perdamaian univelsal dan abadi dapat dibentuk hanya jika didasarkan

pada keadilan sosial. Pemikiran ini masih tetap relevan dengan era globalisasi

saat ini dan merupakan dasar ideologi ILO hingga sekarang. Untuk mencapai

tujuan seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, ILO memiliki strategi-

strategi. Yang pertama adalah memformulasikan kebijakan internasional dan

program-program untuk mempromosikan hak asasi manusia, peningkatan

kondisi kerja dan kondisi hidup, serta meningkatkan kesempatan kerja. Yang

kedua adalah pembuatan standar buruh internasional yang diiringi sistem unik

untuk mengawasi aplikasinya. Yang ketiga adalah pembuatan program

ekstensif kerjasama teknis internasional yang dirumuskan dan

diimplementasikan dalam kemitraan dengan berbagai pilihan, untuk

membantu negara-negara menerapkan kebijakan ini menjadi tindakan nyata

secara efektif. Yang keempat adalah pelatihan, pendidikan, serta penelitian

untuk memaksimalkan semua usaha ini.

Jadi, Untuk mencapai tujuan seperti yang telah dijabarkan sebelumnya,

ILO memiliki strategi-strategi. Yang pertama adalah memformulasikan

kebijakan internasional dan program-program untuk mempromosikan hak

asasi manusia, peningkatan kondisi kerja dan kondisi hidup, serta

meningkatkan kesempatan kerja. Yang kedua adalah pembuatan standar

buruh internasional yang diiringi sistem unik untuk mengawasi aplikasinya.

Yang ketiga adalah pembuatan program ekstensif kerjasama teknis

internasional yang dirumuskan dan diimplementasikan dalam kemitraan

dengan berbagai pilihan, untuk membantu negara-negara menerapkan

kebijakan ini menjadi tindakan nyata secara efektif. Yang keempat adalah

pelatihan, pendidikan, serta penelitian untuk memaksimalkan semua usaha

ini.