416
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 1 INTERCROPPING SORGUM DAN KEDELAI UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN DAN PENDAPATAN USAHATANI KARET SORGHUM AND SOYBEAN INTERCROPPING TO INCREASE LAND PRODUCTIVITY AND INCOME FROM RUBBER FARMING Radite Tistama 1) , Ratih Dewi Hastuti 2) , Suharsono 3) , Cici Indriani Dalimunthe 1) , Yan Riska Venata Sembiring 1) 1) PT. Riset Perkebunan Nusantara 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Areal kebun karet yang belum menghasilkan (TBM) mempunyai potensi lahan yang dapat dimanfaatkan petani sebagai sumber penghasilan sebelum tanaman karet dapat disadap. Pemanfaatan gawangan kebun karet perlu memperhatikan dua aspek yaitu tanaman sela (intercropping) yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan dapat memberi manfaat bagi tanaman utamanya. Penelitian pola tanam karet TBM dengan intercropping sorgum dan kedele dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih, Laboratorium Balai Penelitian Tanah dan IPB. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor perlakuan dengan 3 ulangan. Faktor pertama yaitu jarak tanaman intercropping terhadap tanaman karet (J), dan perlakuan jenis tanaman intercropping (P). Penelitian dilakukan di gawangan tanaman karet umur 1 tahun (TBM 1) dan umur 3 tahun (TBM 3). Parameter pengamatan yaitu analisis hara, intensitas serangan jamur akar putih, berat basah kering, dan kelayakan ekonomi tanaman intercrop pada perkebunan karet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman intercropping (sorgum dan

intercropping sorgum dan kedelai untuk peningkatan produktivitas

Embed Size (px)

Citation preview

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 1

INTERCROPPING SORGUM DAN KEDELAI UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN DAN

PENDAPATAN USAHATANI KARET

SORGHUM AND SOYBEAN INTERCROPPING TO INCREASE LAND PRODUCTIVITY AND INCOME FROM RUBBER FARMING

Radite Tistama1), Ratih Dewi Hastuti2), Suharsono3), Cici Indriani

Dalimunthe1), Yan Riska Venata Sembiring1)

1) PT. Riset Perkebunan Nusantara 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK Areal kebun karet yang belum menghasilkan (TBM) mempunyai potensi lahan yang dapat dimanfaatkan petani sebagai sumber penghasilan sebelum tanaman karet dapat disadap. Pemanfaatan gawangan kebun karet perlu memperhatikan dua aspek yaitu tanaman sela (intercropping) yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan dapat memberi manfaat bagi tanaman utamanya. Penelitian pola tanam karet TBM dengan intercropping sorgum dan kedele dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih, Laboratorium Balai Penelitian Tanah dan IPB. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor perlakuan dengan 3 ulangan. Faktor pertama yaitu jarak tanaman intercropping terhadap tanaman karet (J), dan perlakuan jenis tanaman intercropping (P). Penelitian dilakukan di gawangan tanaman karet umur 1 tahun (TBM 1) dan umur 3 tahun (TBM 3). Parameter pengamatan yaitu analisis hara, intensitas serangan jamur akar putih, berat basah kering, dan kelayakan ekonomi tanaman intercrop pada perkebunan karet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman intercropping (sorgum dan

2 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

kedele) tidak mengganggu pertumbuhan tanaman karet pada jarak 1 m dari tanaman utama dengan mempertimbangkan faktor agroklimat dan waktu tanam. Produksi intercropping yang ditanam di gawangan karet yang tertinggi adalah sorgum dengan jarak tanam 0.5 m dari tanaman karet dibandingkan dengan perlakuan lainnya, seperti kedele maupun kombinasi (sorgum dan kedele). Namun untuk tanaman intercropping yang ditanam pada gawangan TBM 3 menunjukkan produksi dan pertumbuhan yang rendah karena pengaruh naungan/kanopi tanaman karet yang menghambat penyinaran matahari. Tanaman intercropping tidak memberikan dampak negatif terhadap tanaman karet, bahkan berpengaruh dalam penghambatan jamur akar putih. Kata kunci: Intercropping, sorgum, kedele, karet,

produktivitas, pendapatan, usahatani.

ABSTRACT Immature (TBM) Rubber plantation area had potential land to the farmers as source of income before the rubber crops be tapped. Utilization embankment of rubber plantation should noticed two aspectsthat of the intercropping crops which has high economic value and could give benefits to the main crop. Research cropping patterns of immature rubber intercropping with sorghum and soybean conducted at Sungei Putih Research Institute, Laboratory of Soil Research Institute and IPB. The research using randomized block design with 2 factors and 3 replications. First factor was distance of intercropping crop to rubber plant, and the types of plants of intercropping (P). The study was conducted embankment 1 year old of rubber plants (TBM 1) and 3 years (TBM 3). Observed characters are nutrient values , intensity of root white fungus, dried and wet weight, and the economic feasibility of plant intercrop in rubber plantations. The results

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 3

showed that intercropped crops (sorghum and soybeans) was not interfere growth of rubber plants at a distance of 1 m from the the main plant by considering the agro-climatic factors and time of planting. The highest intercropping production grown in the embankment of rubber was sorghum with spacing of 0.5 m of rubber trees compared with other treatments, such as soy or combination (sorghum and soybeans). But intercropping crop grown in embankment TBM 3 showed low production and low growth as the effect of shade/canopy rubber plants that impede solar radiation. Intercropping crops was not negative impact on rubber trees, even effect in the inhibition of white root fungus. Keywords: Intercropping, sorghum, soybean, rubber,

productivity, income, farm.

4 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN MODEL DALAM SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MANAJEMEN RISIKO UNTUK RANTAI

PASOK PRODUK-PRODUK TANAMAN PANGAN

DEVELOPMENT OF MODEL IN RISK MANAGEMENT DECISION SUPPORT SYSTEM FOR SUPPLY CHAIN OF FOOD CROPS’

PRODUCTS

Suharjito1), Ford Lumban Gaol1), Indra Dwi Rianto1), Reni Kustiari2), Marimin3)

1) Universitas Bina Nusantara

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK Sistem tata niaga pangan membutuhkan model mekanisme identifikasi dan evaluasi resiko rantai pasok, dan merumuskan mekanisme penentuan harga yang wajar pada tingkat petani. Analisis dalam penelitian ini menggunakan konsep penyeimbangan resiko setiap tingkatan rantai pasok jagung dengan pendekatan stakeholder dialog dan mengembangkan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen resiko rantai pasok. Pemodelan resiko menggunakan pendekatan Fuzzy AHP dan logika fuzzy dengan input data berupa pendapat beberapa ahli rantai pasok jagung. Variabel risiko yang perlu diantisipasi untuk pengendalian di tingkat petani yang beresiko tinggi adalah rendahnya kualitas, distorsi informasi, dan fluktuasi harga, ditambah sepuluh variabel lain yang berisiko sedang. Variabel risiko di tingkat agroindustri yang perlu penanganan dan pengendalian adalah rendah dan bervariasinya mutu pasokan. Pada tingkat pengepul, variabel yang berisiko sedang adalah kualitas pasokan yang rendah serta beragam, dan fluktuasi harga dan peramalan. Pada

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 5

tingkat distributor terdapat tiga variabel yang berisiko sedang yaitu perkiraan penjualan, akses, dan distorsi informasi. Selanjutnya pada tingkat konsumen, variabel yang berisiko sedang adalah fluktuasi harga dan ketidakpastian pasokan. Hasil verifikasi model negosiasi harga dengan pertimbangan penyeimbangan risiko rantai pasok, menghasilkan nilai harga yang lebih besar dari perkiraan harga rata-rata. Ini berarti bahwa model telah menunjukkan adanya pergeseran nilai risiko dari tingkat petani ke pihak lain dalam rantai pasok sesuai dengan kendala penyeimbangan risiko pada rantai pasok komoditas jagung. Dengan kata lain, model telah menunjukan hasil yang dapat menyeimbangkan resiko setiap tingkatan rantai pasok dengan memberikan nilai harga yang dapat memberikan distribusi keuntungan seimbang sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi. Hasil validasi dengan metode face validation menunjukkan bahwa model dapat diterapkan sebagai alat untuk membuat kesepakatan harga jagung di tingkat petani dengan konsekuensi setiap pelaku rantai pasok melengkapi mekanisme penentuan patokan harga setempat yang berlaku. Kata kunci: Rantai pasok jagung, penyeimbangan resiko rantai

pasok, optimasi fungsi utilitas risiko.

ABSTRACT Food trade system requires a model of the mechanism of identification and evaluation of supply chain risk, and formulate a reasonable pricing mechanism at the farm level. The analysis in this study uses the concept of balancing the risk of any level with the maize supply chain stakeholder dialogue approach and develop intelligent decision support system of supply chain risk management. Modeling risk using fuzzy approach AHP and fuzzy logic with data input form the opinion of some experts maize supply chain. Risk variables that

6 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

need to be anticipated for control at the farm level are poor quality, distortion of information, and the high risk of price fluctuations. In addition, there are ten other variables being risky. The variable level of risk in the agro-industry that needs handling and control is low and the quality varied supply of high risk, in addition there are nine other variables being risky. At the level of collectors, medium risk variables are in short supply quality and variety, and price fluctuations and forecasting. At the distributor level, there are three variables that risk being that sales forecasts, access, and distortion of information. Furthermore, at the consumer level, the variables being is at risk of fluctuating prices and uncertain supplies. Results of the verification model of negotiating a price with consideration of balancing the risk of supply chain produces a value greater price than the estimated average price. This means that the model has demonstrated the value shift risk from the farmer to the other parties in the supply chain in accordance with the constraints of balancing the risks to the supply chain maize. In other words, the model has shown results that can balance the risk of any level of the supply chain by providing value prices can provide a balanced distribution of profits in accordance with the level of risk. Validation results with face validation method showed the model can be applied as a means to make a deal price of corn at the farm level with the consequences of any supply chain actors complements the benchmark price determination mechanism Local (HPS) is applicable. Keywords: Corn supply chain, supply chain risk balancing,

optimization utility function of risk.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 7

PENINGKATAN KUALITAS GIZI BIJI SORGHUM MELALUI FERMENTASI Lactobacillus SP DAN Saccharomyces cereviceae UNTUK PRODUKSI TEPUNG SORGHUM TERFERMENTASI SEBAGAI

PENGGANTI TEPUNG TERIGU

IMPROVING SEED NUTRITION QUALITY OF SORGHUM THROUGH FERMENTATION OF Sorghum lactobacillus SP AND Saccharomyces

cereviceae FOR PRODUCTION OF FERMENTED SORGHUM AS

SUBSTITUTE OF WHEAT FLOUR

Nunuk Widhyastuti1), Alvi Yani2), Imelda K. E. Savitri3)

1) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Pattimura

ABSTRAK

Sorghum berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia sebagai

sumber karbohidrat non-beras karena kandungan karbohidrat

biji sorghum yang tinggi. Tanaman sorghum mempunyai

keistimewaan, yaitu lebih tahan terhadap kekeringan dan

genangan, dapat tumbuh hampir disetiap jenis tanah, relatif

lebih tahan terhadap hama dan penyakit, budidaya mudah dan

murah. Pemanfaatan biji sorghum menjadi produk pangan

olahan merupakan salah satu upaya untuk mendukung

program diversifikasi pangan. Selain itu, budidaya sorghum di

lahan kering dan kurang subur juga menunjang program

pemerintah dalam upaya pemanfaatan lahan marginal.

Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan sorghum sebagai

bahan pangan maupun pakan adalah rendahnya daya cerna

8 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

protein sorghum dan adanya senyawa antinutrisi, yaitu tannin,

antitrypsin dan asam fitat.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode standar

dalam pembuatan tepung sorghum secara fermentasi

menggunakan Lactobacillus sp., dan Saccharomyces

cerevisiae. Dengan menggunakan fermentasi yang tepat

diharapkan kualitis nutrisi sorghum dapat meningkat

sedangkan senyawa antinutrinya menurun sehingga akan

diperoleh tepung sorghum dengan kualitas yang baik.Metoda

yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada berbagai

referensi mengenai fermentasi biji-bijian dan umbi-umbian

untuk pembuatan tepung modifikasi dengan berbagai

modifikasi disesuaikan dengan fasilitas laboratorium, bahan

dan alat yang tersedia. Tahapan penelitian yang dilakukan,

yaitu: 1) seleksi biji sorghum, 2) pra-perlakuan biji sorghum,

3) penyiapan inokulum, 4) fermentasion biji sorghum, 5)

penepungan (pengeringan dan penggilingan), 6) analisa

mikrobiologi dan kimia, dan 7) organoleptic. Pembuatan

tepung sorghum dilakukan dengan menggunakan 4 perlakuan

dengan 3 ulangan, yaitu a) tanpa fermentasi, b) fermentasi

cair (dengan penambahan bakteri asam laktat dan khamir), c)

fermentasi padat (dengan penambahan jamur), d) fermentasi

padat + cair (dengan penambahan jamur, bakteri asam laktat

dan khamir). Nilai gizi dan senyawa anti-nutrisi pada tepung

sorghum sebelum dan sesudah fermentasi dianalisa dengan

menggunakan metoda standar sesuai dengan the International

of Official Agricultural Chemists (AOAC).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses fermentasi mampu

menurunkan kadar tannin tepung sorghum sebesar 29,13-

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 9

33,69% dan asam fitat sebesar 29,13-33,69% serta

menaikkan daya cerna protein sorghum sebesar 3,5-5 kali.

Sedangkan kadar protein, karbohidrat dan lemak serta

kandungan asam-asam amino relatif tidak berubah.Tepung

sorghum hasil fermentasi dapat digunakan sebagai pengganti

tepung terigu hingga 100% dalam pembuatan cookies dan

cake. Namun demikian, hasil uji organoleptik menunjukkan

bahwa substitusi tepung terigu oleh tepung sorghum hasil

fermentasi yang dapat diterima dengan baik oleh panelis untuk

cookies yaitu sebesar 75% dan cake sebesar 50%.

Kata kunci: Kualitas biji sorghum, proses fermentasi.

ABSTRACT Sorghum has the potency to be developed in Indonesia as non-rice source of carbohydrate because of its high carbohydrate content. Sorghum has special characters, i.e., it can be grown in any type of soils, relatively tolerant to pest and diseases, and easy and chieve to cultivate. The use of sorghum seed for processed food is one of the effort to support food diversification program. Some constraints of the use of sorghum as food and feed are low digestability, low protein and it cointains ant-nutrion compound such as tannin, antitrypsin and fitat acid. The objective of this research is to obtain standard method of sorghum flour processing by fermentation using Lactobacillus sp., and Saccharomyces cerevisiae. Apropriate fermentation are expected to increase the nutrion quality of sorghum and decrease the antitannin compound so that high sorghum flour can be obtained. The method for this research refer to some publication on some methos of fermentation of cereals and

10 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

tubers for modified flour which have been adjusted to the availability laboratorium facility, materials and tools. The steps of the research are: 1) selection of sorghum seeds, 2) pre-treatment on selected sorghum seeds, 3) preparation of the inocolum, 4) fermentation of sorghum seeds, 5) flouring (drying and grinding.), 6) micro-biological and chemical analysis, and 7) organoleptic test. The experiment of sorghum flouring consist of 4 treatment with 3 replication. The 4 treatments are: a) without fermentation, b) liquid fermentation (with the addition of lactat acid bactery and khamir), c) solid fermentation (with the addition of mushroom, d) liquid + solid fermentation (with the additon of mushroom, lactat acid bactery and khamir). The nutrition quality and the anti-nutrion comfound of the sorghum flour was determined using the AOAC standard method. The results of the experiment showed that the fermentation reduced the tannin contain of the sorghum flour between 21.13-33.69% and fitat acid 29,13-33,69%, while increasing the digestability of sorghum protein 3.5-5 times. The protein, carbohydrate and fat content, as well as the amino acid content relatively did not change. However, the the organoleptic test showed that wheat flour substitution by sorghum flour that was acceptable by panelist are 75% for cookies and 50% for cakes.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 11

KAJIAN KESESUAIAN VARIETAS SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU MOCAF DAN POTENSINYA DI JAWA

UNTUK MENOPANG KETAHANAN PANGAN NASIONAL

STUDY on SUITABILITY OF CASSAVA VARIETIES AS RAW MATERIALS of MODIFIED CASSAVA FLOUR (MOCAF) and its

potency IN JAVA SUPPORTI NATIONAL FOOD SECURITY

Achmad Subagio1), Yudi Widodo2), Yuliasri Ramadhani Meutia3), dan Deden TS Muliadi4)

1) Universitas Jember

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Balai Besar Industri Agro

4) PT. Kertalaksana

ABSTRAK

Modified Cassava Flour (Mocaf) adalah produk tepung dari singkong (Manihot esculenta Crantz) yang diproses dengan cara fermentasi. Informasi tentang ketersediaan dan kualitas singkong sebagai bahan baku utama Mocaf menjadi salah satu kendala. Informasi mengenai varietas yang cocok, usia dan daerah sentra produksi, khususnya Jawa, merupakan informasi penting bagi investor untuk berinvestasi pada pabrik Mocaf. Studi tentang kesesuaian varietas ubi kayu sebagai bahan baku dilakukan dengan uji coba produksi Mocaf dari berbagai varietas, umur dan karakteristik daerah untuk dicocokan dengan kemudahan proses, hasil, dan kualitas Mocaf. Pemetaan potensi singkong dilakukan dengan mempertimbangkan variabel varietas, produksi dan produktivitas, ketersediaan lahan dan penerimaan petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi fermentasi Mocaf sesungguhnya dapat dilakukan pada berbagai varietas singkong. Varietas yang paling sesuai adalah varietas

12 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Cimanggu, Adira-4, dan Malang-1. Sedangkan varietas UJ-5, Malang-4 dan Malang-6 agak sesuai, akat tetapi varietas Darul Hidayah dan UJ-3 tidak sesuai untuk Mocaf. Pengembangan singkong pada lahan pasir pesisir pantai selatan sangat potensial dilakukan, akan tetapi harus ditanam pada awal musim hujan, disertai pemupukan kombinasi pupuk organik (pupuk kandang/pupuk hijau) dan pupuk anorganik NPK. Dari sisi industri, total industri kecil dan menengah pengguna terigu di Jawa Timur yang terdidentifikasi sebanyak 228 IKM, terdiri atas 191 industri kecil dan 37 industri menengah. Terdapat 26 jenis produk pangan pengguna terigu yang berpotensi untuk disubstitusi Mocaf. Potensi Mocaf sebagai bahan pensubstitusi terigu pada produk-produk IKM pengguna terigu di Jawa Timur cukup tinggi yaitu sebesar 54.43%. Analisis SWOT menunjukkan Mocaf sebagai bahan pensubstitusi terigu pada berbagai produk memiliki posisi yang menguntungkan serta mempunyai peluang untuk berkembang, sehingga pangsa pasar dari produk ini masih sangat besar. Kata kunci: Varietas singkong, Mocaf, industri pengolahan

Mocaf.

ABSTRACTS

MOCAF (Modified Cassava Flour) is the product of flour from cassava (Manihot esculenta Crantz) processed by fermentation. One obstacle is the lack of information on availability and quality of cassava as the main raw material. Lack of information on suitable varieties, age and region producing, especially Java, are important factors for investors to invest on the MOCAF factory. In this research, the study of the suitability of cassava varieties as raw materials is done by trial MOCAF production of various varieties, age and characteristics of the region to be matched with the ease of the process, yield, and quality of MOCAF generated.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 13

Meanwhile, the mapping of cassava potency will be done by considering variable varieties, production and productivity, land availability and farmers acceptance. The results showed that the fermentation technology mocaf can be done on cassava with different varieties. Cimanggu varieties, Adira-4, and Malang-1 most appropriate for mocaf. While the variety UJ-5, 4th Malang and Malang-6 rather appropriate, but varieties Darul Hidayah and UJ-3 not suitable for mocaf. Cassava development in the southern coastal sand land potentially be done, but must be planted at the beginning of the rainy season and fertilization with a combination of organic fertilizer (manure / green manure) and inorganic fertilizer NPK. Total small and medium industries that use wheat in East Java were identified as many as 228 SMEs, consisting of 191 small industries and 37 secondary industries. There are 26 types of food products made from wheat potentially to be substituted mocaf. Mocaf potential as an ingredient wheat substituents on the products of SMEs in East Java is quite high at 54.43%. SWOT analysis showed that mocaf as a substituent of wheat in the manufacture of various products has a a profitable position and have the opportunity to thrive, so that market share of these products is still very large. Keywords: Variety, casava, MOCAF processing industry,

Provinve of East Java

14 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Gambar 1. Grading Mutu Gambar 2. Klaster 1

Gambar. 3. Pabrik MOCAF Gambar 4. Singkong

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 15

APLIKASI TEKNIK METAGENOM DALAM EKSPLORASI AGENS HAYATI DAN INDUKSI

RESISTENSI TERHADAP PENYAKIT KRESEK YANG DISEBABKAN OLEH XANTHOMONAS ORYZAE PV.

ORYZAE PADA TANAMAN PADI

APPLICATION OF METAGENONOMIC TECHNIQUE IN EXPLORING BIO-CONTROL AGENT AND INDUCTION OF

RESISTANT TO BACTERIAL LEAF BLIGHT DISEASE (XANTHOMONAS ORYZAE PV.ORYZAE) ON RICE

Giyanto1), Rustam2), Christoffol Leiwakabessy3)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Pattimura

ABSTRAK

Upaya swasembada beras terus dilakukan dengan berbagai

pengembangan teknologi pertanian. Penyakit hawar daun

bakteri (bacterial leaf blight) atau sering disebut penyakit

kresek yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae

(Xoo) merupakan salah satu penyakit padi yang dapat

menyebabkan kehilangan hasil hingga 60%. Salah satu upaya

mengurangi kehilangan hasil akibat serangan hama dan

patogen tanaman adalah dengan pengendalian hayati yang

digolongkan sebagai teknik pengendalian ramah lingkungan.

Selain melalui pendekatan teknik konvensional dalam

mendapatkan isolat agens hayati, teknik metagenom

merupakan teknologi molekuler yang memungkinkan

eksplorasi senyawa bioaktive maupun gen gen yang

16 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

bertanggung jawab terhadap induksi resistensi tanaman padi

terhadap serangan hama maupun patogen baik pada mikroba

yang hersifat dapat dibiakkan pada media sintetis (culturable)

maupun mikroba yang tidak dapat dibiakkan pada media

buatan (unculturable). Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan bakteri agens hayati maupun senyawa bioaktive

atau gen yang bertanggungjawab terhadap penekanan Xoo

melalui mekanisme antibiosis maupun induksi ketahanan

sistemik tanaman padi terhadap serangan Xoo. Hasil penelitian

initelah didapatkan 1034 isolat bakteri baik dari tanah,

rhizosfer, maupun bakteri endofit dari beberapa lingkungan

pertanaman padi yang bebeda beda. Sebanyak 18 isolat

bakteri memiliki mekanisme antibiosis yang sangat kuat

terhadap Xoo dan sebanyak 8 isolat bakteri endofit diketahui

menginduksi resistensi tanaman padi terhadap serangan Xoo.

Pendekatan teknik metagenom telah berhasil dilakukan

tahapan isolasi DNA total dari rhizosfer beberapa ekosistem

pertanaman padi, dan fragmentasinya dengan enzim restriksi,

preparasi plasmid pUC119, ligasi DNA sisipan pada plasmid

(vector

ekspresi. Pada penelitian ini pustaka genom (kumpulan dari E

fragmen DNA) berhasil dikonstruksi melalui teknik kloning

dengan seleksi biru putih yang sangat membantu

mengidentifikasi strain atau klon bakteri E. coli transforman

yang mengandung gen sisipan pada plasmid. Analisis

fungsional menunjukkan bahwa sebanyak. 715 klon pustaka

genom telah diuji potensi antibiosisnya terhadap X.oryzae pv

oryzae dan 27 diantaranya menunjukkan potensi antagonistik

terhadap bakteri uji. Sementara itu uji fungsional induksi

resistensi dari klon pustaka genom pada tanaman paditelah

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 17

ditemukan 18 klon pustaka genom sebagai penginduksi

resistensi tanaman padi.

Kata kunci: Metagenom, Xanthomonas oryzae pv oryzae,

induksi resistensi, hawar daun padi.

ABSTRACT

Rice self sufficient is the priority program of Indonesian

government through development of agricultural technology.

Bacterial leaf blight diseases (Xanthomonas oryzae pv. oryzae

(Xoo)) is the important diseases of rice that caused yield lost

to 60%. Biological control is one of the technique to control

plant pest and diseases that have been considered

environmental friendly. Isolation of biological control agent

using conventional method is not enough to cover

microorganism with potency as biological control agent

becaused not all microorganism associated with plant is

culturable, but mostly uncultucable. Metagenome technique is

one ot the powerfull methodto screen bioactive compounds or

genes responsible for atntibiosis or induced systemic resistance

of plant to pathogen. The aims of this research is to find

bacterial isolate(s), bioactive compound or gene(s) responsible

for controling Xoo through antibiosis and induced resistance of

rice plant. We isolated1034 bacteria isolates from soil, rhizosfer

or endophitic bacteria. Further investigation found 18 bacteria

have antibiosis activity againts Xoo and 8 isolates induced

systemic resistance of rice plant to Xoo. We also succesfully

employ the metagenomic technique in order to explore the

bioactive compound or gene(s) for controlling Xoo.We

succesfully employed DNA exctraction, fragmentation, and

plasmid preparation for construction of metegenomic library.

18 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Construction of metagenomic library has been done and

functional analysis of 715 metagenomic clones indicated that

27 clones positively have antagonistic activity to Xoo

Furthermore functional analysis of resistance induction of rice

plant to Xoo have been found 18 metagenomic clones

positively induced rice systemic resistance.

Keyword: Metagenome, Xanthomonas oryzae pv. oryzae,

induced resistance, bacterial leaf blight.

Gambar 1. Hasil kontruksi Gambar 2. Pengujian sifat

pustaka genom dengan teknik antibiosis klon pustaka meta-

seleksi biru – putih genom terhadap Xoo

Gambar 3. Visualisasi Plasmid pUC119 dengan pemotongan enzim

retriksi Apal

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 19

DESAIN KONSERVASI PREDATOR DAN PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA

PERTANAMAN PADI

DESIGN OF PREDATOR CONSERVATION AND PARASITOID

FOR PEST CONTROL IN RICE FIELD

Tamrin Abdullah1), Abdul Fattah2), Ramlan2), Nurariaty Agus1), Nur Ilmi3)

1) Universitas Hasanuddin

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Islam Muhammadyah Pare-Pare

ABSTRAK

Perubahan iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan padi dan

produksinya, serta populasi dan serangan organisme

pengganggu tanaman padi. Salah satu yang dapat dilakukan

untuk pengendalian hama padi yang efektif, ekonomis,

ekologis dan hasilnya dapat berkesinambungan adalah

konservasi predator. Dilakukan penelitian dengan perlakuan

terditri dari beberapa jenis tanaman yang ditanam di

pematang sawah sebagai shelter bagi predator yaitu : (a)

pisang + talas, (b) kacang panjang, (c) jagung + kedelai, (d)

gulma berbunga, dan (e) tanpa shelter (dibiarkan sesuai

kebiasaan petani) sebagai perlakuan kontrol. Hasil penelitian

menunjukkan terdapat berbagai jenis arthropoda predator,

baik yang tergolong kelas insekta, maupun kelas arachnida

yang tertarik pada tanaman shelter di pematang sawah.

Serangga predator didominasi oleh Ordo Coleoptera (Famili

Coccinellidae dan Famili Staphylinidae), Ordo Dermaptera

20 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

(Famili Carchinophoridae), serta Ordo Hymenoptera (Famili

Formcidae). Arachnida predator didominasi oleh Ordo Araneae,

khususnya laba-laba pemburu (Famili Lycosidae) dan laba-laba

pembuat jaring. Kumbang kubah (Famili Coccinellidae) yang

ditemukan antara lain Coccinella sp. dan Micraspis sp.

Pengamatan populasi hama pada pertanaman padi

menggunakan mesin penghisap bertenaga aki dan dikurung

dengan kurungan berukuran 1 m X 1 m x 2 m menunjukkan

jenis hama padi yang dominan adalah wereng hijau

Nephotettix sp., walang sangit Leptocorisa sp., ganjur Orselia

oryzae, serta hama putih palsu, Cnaphalocrosis medinalis,

dengan populasi rata-rata + 1 ekor/m2. Berdasarkan

potensinya dalam menurunkan produksi padi, maka populasi

empat jenis hama tersebut tergolong tinggi. Berturut-turut

populasi hama tertinggi per petak percobaan (160 m2)

terdapat sawah dengan shelter : kontrol (1.169 ekor), rumput

berbunga (904 ekor), kacang panjang (902 ekor), pisang dan

talas (851 ekor), dan terendah pada sawah ber-shelter jagung

dan kedelai (845). Populasi predator tertinggi ditemukan pada

padi sawah ber-shelter kacang panjang (331 ekor ),

selanjutnya berturut-turut adalah jagung dan kedelai (300

ekor), rumput berbunga (293 ekor), pisang dan talas (285 ekor

), dan populasi predator terendah pada sawah tanpa tanaman

shelter ((245 ekor). Dapat disimpulkan, penanaman tanaman

shelter di pematang sawah berperan dalam konservasi

predator untuk pengendalian hayati hama pada pertanaman

padi, dengan tanaman anjuran sebagai shelter kacang panjang

dan kedelai.

Kata kunci: Konservasi, predator, parasitoid, pengendalian,

hama, padi.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 21

ABSTRACT

Climate change effect on rice growth and production, as well

as the population and attacks of paddy pest. One that can be

done to control of paddy pest which are effective, economical,

ecological and sustainable is the conservation of predators.

Conducted the research with the treatment consists of several

types of crops grown in the rice field as shelter for predators,

namely: (a) banana + taro, (b) beans, (c) corn + soybean, (d)

flowering weeds, and (e) without shelter (accordance to

farmers habits) as a control treatment. The results showed

there were different types of arthropod predators, both of

which belong to the class of insects, arachnids and classes that

interested in plants shelter in the rice field. Insect predators

dominated by the Order Coleoptera (Family Coccinellidae and

Family Staphylinidae), Order Dermaptera (Family

Carchinophoridae), as well as the Order Hymenoptera (Family

Formcidae). Arachnid predators dominated by the Order

Araneae, particularly spider hunters (Family Lycosidae) and

spiders making webs. Dome beetles (Family Coccinellidae)

were found among others Coccinella sp. and Micraspis sp.

Observations pest populations for paddy cultivation using

battery-powered suction machine and locked with a cage sized

1m x 1m x 2 m indicating the type of of pests of paddy was

predominantly of green leafhoppers Nephotettix sp.,

Leptocorisa sp., Orselia oryzae, and Cnaphalocrosis medinalis,

with an average population + 1 head / m2. Based on its

potential to reduce the production of of paddy, the four types

of the pest population relatively high. The top pest populations

per experimental plot (160 m2) respectively there was rice

with shelter: control (1,169 head), flowering grasses (904

22 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

head), beans (902 head), banana and taro (851 head), and

lowest in the paddy field Air-shelter corn and soybeans (845

head). The highest predator populations found in rice paddy

shelter i.e beans (331 head), the next respectively was corn

and soybeans (300 haed), flowering grasses (293 head),

banana and taro (285 head), and the lowest predator

population in paddy field without shelter ((245 head). Could be

concluded, crops shelter in the paddy fields gave a role in the

conservation of predators as biological control of pests in

paddy field, with plant suggestions as shelter beans and soy.

Keywords: conservation, predators, parasitoids, control, pests, of paddy.

Gambar 1. Pematang sawah Gambar 2. Padi + kacang panjang

Gambar 3. DSCN Gambar 4. Talas

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 23

MODEL PENENTUAN MASA TANAM DAN PANEN PADI DAN LADANG RESOLUSI TINGGI UNTUK ADAPTASI

PERUBAHAN IKLIM

DETERMINATION MODEL PERIOD OF PLANTING AND HARVESTING RICE AND HIGH RESOLUTION FIELD FOR

CLIMATE CHANGE ADAPTATION

Armi Susandi1), Erizal Jamal2), Dedy Farhamsa3), Irsal Las2), Mamad Tamamadin1)

1) Institut Teknologi Bandung

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Tadulako

ABSTRAK Perubahan iklim telah menyebabkan perubahan pola curah hujan sehingga para petani akan semakin sulit untuk menentukan kapan untuk mulai menanam. Salah satu wilayah yang terkena dampak perubahan pola curah hujan adalah Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Para petani di wilayah ini setiap tahun selalu mengalami kegagalan panen karena keliru menentukan saat masa tanam. Penelitian ini bertujuan untuk membantu para petani dengan membangun peta prediksi pola tanam padi dan ladang di Kabupaten Belu. Metodologi yang digunakan terdiri dari 4 tahap, yaitu membangun model prediksi curah hujan metode Fast Fourier Transform and Least Square Non-Linear, membuat prediksi curah hujan bulanan, membuat peta prediksi curah hujan bulanan, dan melakukan overlay antara peta prediksi curah hujan dengan peta sawah dan ladang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perubahan curah hujan di periode ini membuat distribusi hujan di wilayah Belu semakin merata,

24 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

yaitu dari wilayah timur menuju barat. Pola tanam padi pun tidak saja didasarkan pada intensitas curah hujan yang turun. Pada lahan sawah yang beririgasi, yakni wilayah Belu bagian Utara, sawah dapat ditanami padi sebelum musim hujan datang. Penanaman padi sudah bisa dilaksanakan pada saat intensitas curah hujan tidak terlalu tinggi, yakni antara 120 hingga 150 mm/bulan. Berdasarkan hasil analisis iklim untuk estimasi potensi bencana, kejadian longsor dan banjir di wilayah Belu berpotensi meningkat di masa mendatang. Wilayah Atambua, Sasitamean, Malaka Tengah dan sekitarnya merupakan daerah yang paling rentan longsor, dan hama. Sedangkan Wilayah Sasitamean, Malaka Tengah, dan sekitarnya merupakan daerah yang paling rentan terhadap kekeringan. Kata kunci: Kabupaten Belu, curah hujan, prediksi, masa

tanam, padi, palawija, bencana.

ABSTRACT Climate change has led to changes in rainfall patterns so that the farmers would be more difficult to determine when to start planting. One of the areas affected by changing rainfall patterns are Belu district, province of East Nusa Tenggara. The farmers in this region is always a failure at the time of plantingevery year. Therefore, this study aims to help farmers to build maps of rice and palawija planting time prediction in the district of Belu. The methodology consists of four stages, namely building a rainfall prediction model using method of Fast Fourier Transform and Non-Linear Least Square, making predictions of monthly rainfall, making monthly rainfall prediction map, and overlaying the map of predicted rainfall and rice and palawija fields. The results showed that the pattern of rainfall change in this period makes the distribution of rainfall in the Belu district evenly, from the east to the west

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 25

side. Rice planting pattern was not only based on rainfall, but irrigated wetland rice can cause can be prior to planting rice cropping time. Generally, the northern part of Belu district already has irrigated land. Therefore, this region has been able to planting rice with rainfall intensity that is not too high. With approximately 120 mm/month up to 150 mm/month, it can already be planted. Based on the analysis to estimate potential climate disaster, landslide and floods in Belu district may increase in the future. Atambua, Sasitamean, Central Malaka, and its surrounding area is the most vulnerable area of landslides, and pests. Sasitamean region, Central Malaka, and the surrounding areas that are most vulnerable to drought. Keywords: Belu, rainfall, prediction, planting, rice, palawija,

potential, disaster

Gambar 1. Perangkat lunak model perubahan iklimGambar 2. Proyeksi curah hujan di Belu

26 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Gambar 3. Potensi hujan ekstrim dan banjir di Belu

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 27

ANALISIS TIPE HUJAN, PERUBAHAN INTER-DECADAL, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PADI

DI WILAYAH PAPUA

ANALYSIS TYPE OF RAIN, INTER-DECADAL CHANGES AND RICE DEVELOPMENT STRATEGY IN THE PAPUA

D. Wasgito Purnomo1), Tri Wahyu Hadi2), Aser Rouw3)

1) Universitas Negeri Papua

2) Institut Teknologi Bandung 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK Wilayah Papua memiliki perbedaan tipe hujan dalam periode analisis yang berbeda dan pola inter-decadal. Dengan kondisi ini maka diduga terdapat perubahan tipe hujan dalam skala waktu inter-decadal di wilayah tersebut. Penelitian bertujuan menganalisis variasi tipe hujan, variabilitas tipe hujan dalam skala waktu inter-decadal melalui telekoneksi dengan PDO, aktivitas konvektif dalam periode anomali curah hujan dalam skala waktu inter-decadal, serta strategi pengembangan padi di Papua dan evaluasi hubungan produksi padi dengan anomali iklim inter-decadal di zona semangga Tanah Miring, Merauke menggunakan model DSSAT. Penelitian dilakukan dengan desk study dan survey lapangan. Analisis data menggunakan PCA, Cluster, Running mean, Korelasi, dan CEOF (Complex Orthogonal Function Analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 21 cluster tipe hujan di Papua, yang merupakan variasi dari tipe hujan monsun, ekuatorial dan lokal. Tipe hujan monsun A meliputi A-1, A-2, A-3, A-4, dan A-5. Sementara, tipe hujan ekuatorial (B) meliputi B-1, B-2, B-3, B-4, B-5, B-6, B-7, B-8, B-9, dan B-10, sedangkan tipe hujan lokal C meliputi

28 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

C-1 dan C-2. Secara geografis tipe hujan tersebut bervariasi menurut tiga area utama, yaitu dataran rendah utara 7 cluster tipe hujan, deretan pegunungan tengah 5 cluster tipe hujan, dan dataran rendah selatan 9 cluster tipe hujan. Tipe hujan tersebut memiliki respon yang berbeda terhadap osilasi fase hangat (+) dan dingin (-) PDO, yaitu hubungan negatif, positif dan campuran dengan lag 14 tahunan di belakang osilasi PDO di Pasifik utara. Tipe hujan tertentu memperlihatkan perubahan tipe dalam skala waktu inter-decadal. Pada fase hangat, sebagian tipe hujan memiliki anomali yang tinggi, sebaliknya memiliki anomali rendah pada fase dingin PDO. Pada periode anomali rendah curah hujan, aktivitas konvektif annual dan semi-annual mendapat dukungan dari pengaruh lokal (land breeze) dari deretan pegunungan tengah, dan sea breeze pada area tertentu. Sedangkan pada fase anomali curah hujan tinggi, pengaruh lokal menurun signifikan, dibarengi dengan menguatnya magnitude konvektif oleh pola umum aktivitas konvektif benua maritim (sirkulasi general). Runtuhnya pengaruh konveksi lokal terhadap mode annual dan semi-annual menyebabkan berubahnya tipe hujan tertentu dalam skala waktu inter-decadal. Khusus untuk zona padi di Papua, Merauke memiliki tipe hujan monsun A, Manokwari memiliki tipe hujan monsun A-4, sedangkan zona pengembangan padi di Sorong memiliki tipe hujan lokal C-1. Pada periode anomali rendah tipe hujan monsun mengalami anomali tinggi 20-30 mm di atas rata-rata jangka panjang, sedangkan tipe lokal C-1 sebaliknya mengalami penurunan curah hujan pada periode anomali tinggi. Tipe hujan monsun pada kedua lokasi tersebut juga didukung oleh pengaruh lokal yang kecil pada aktivitas konvektif periode anomali rendah. Tipe hujan monsun A menunjukkan puncak di bulan Maret pada periode anomali tinggi, sedangkan periode anomali rendah cenderung sama yakni di bulan Februari-Maret dengan magnitude yang lebih rendah. Dari hasil evaluasi tipikal anomali curah hujan tinggi dan kaitannya dengan variabilitas

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 29

padi di Merauke, ditemukan waktu tanam optimal untuk periode MH dan MK. Diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan, pola anomali curah hujan akan mengalami perubahan mengikuti osilasi fase dingin PDO yang tampaknya sedang memasuki periode osilasi dingin. Kata kunci: Tipe hujan, variabilitas, inter-decadal, aktivitas

konvektif, AEZ Padi, Papua.

ABSTRACT The previous researcher has shown the different rainfall type in the different time period of the analysis and an inter-decadal pattern in the long term monthly data of a few rainfall stations in the Papua region, so that there was the rainfall pattern changing on inter-decadal time scale in the Papua region. In addition, This research was performed to: analyze the variation of the rainfall, calculate the rainfall type variability on inter-decadal time scale by the teleconnection with the Pacific decadal Oscillation (PDO), assess the convective activity in the rainfall anomaly on inter-decadal time scale, and analyze the strategy of rice development, by analyze the rainfall type in the rice agro ecological zone (AEZ) in the region of Papua, and study in the rice field zone in the Semangga Tanah Miring, Merauke region to evaluate relationship of rice production and climate variability on inter-decadal time scale using DSSAT model. We found 21 cluster of rainfall type in Papua, which is a variation of the type of the monsoon rainfall: A, A-1, A-2, A-3, A-4, A-5 and A-6; the equatorial type B: B- 1, B-2, B-3, B-4, B-5, B-6, B-7, B-8, B-9 & B-10, and the local type of C: C-1, and C-2. Rainfall type vary according to three main areas, 7 clusters of rainfalls type in the northern lowlands, 5 clusters of rainfall type at the central mountain range, and 9 clusters of rainfalls type in the southern lowlands. Those rainfall pattern

30 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

have different responds to the warm (+) and cold (-) PDO phase, that are positive, negative and other with the lag 14 years behind the oscillation of PDO in the north Pacific. In the warm period most of the rainfall type have a higher anomaly and lower in the cold period. In the lower rainfall anomaly period, the annual and semi-annual convective activity was supported by the local influence, land breeze by the center mountain ranges, and sea breeze in the specific are. In the higher rainfall anomaly period, the local influence drops dramatically, coincide with increasing of the strong magnitude of the annual and semi-annual convective activity of the general circulation in the Indonesian Maritime Continent. This mechanism was responsible to the changing of the certain rainfall type on inter-decadal time scale in the Papua region. In the rice filed zone in the Papua region that are Merauke, Sorong, and Manokwari have different rainfall type. Merauke shows the monsoon type A, Sorong shows the local type C-1, and the monsoon type A-4 in the Manokwari. In the higher anomaly period, the monsoon type shows higher anomaly in rainfall magnitude about 20-30 mm above it’s the longer period. Conversely, the local C-1 tends to lower in the higher anomaly period. Both A and A-4 also was influenced by the local activity to annual and semi-annual convective activity with the smaller magnitude than other type in lower anomaly period. The monsoon A has a peak in March on higher anomaly period, whereas in the lower period it has the same peak in February to April with the lower magnitude than higher anomaly period. The typical rainfall anomaly of the monsoon A in the higher period relationship with the rice filed production in the Semangga Tanah Miring, Merauke was investigated. We found the optimal planting time of the rice filed. We estimate in the next few years it will be changing in the rainfall anomaly following the cold (-) phase of PDO that has been going down to the cooling phase.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 31

Keywords: Rainfall type, Inter-decadal variability, the convective activity, the rice filed zone, Papua region.

Gambar 1. Variasi geografis tipe hujan di Papua

Gambar 2. Variabilitas inter-decadal tipe hujan di Papua terkait dengan osilasi fase hangat dan dingin pdo

32 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENENTUAN WAKTU TANAM DAN ESTIMASI HASIL BERDASARKAN PREDIKSI CURAH HUJAN

MUSIMAN ANSAMBEL UNTUK ANTISIPASI RISIKO KEKERINGAN PADA TANAMAN PADI SAWAH

DETERMINATION AND ESTIMATED OF PLANTING TIME BASED

ON SEASONAL RAINFALL FORECASTS ENSABLE TO ANTICIPATE RISK OF DROUGHT IN RICE FIELD

Tri Wahyu Hadi1), Kasdi Subagyono2), Elza Surmaini2),

Noersomadi3)

1) Institut Teknologi Bandung 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer

ABSTRAK

Pengetahuan tentang iklim sangat membantu petani dalam merencanakn kegiatan pertanian dan pilihan teknologi. Jika kekeringan dapat diprediksi, maka petani dapat mempersiapkan teknologi yang adaptif kekeringan. Petani juga dapat memilih untuk tidak menanam untuk menghindari kerugian akibat kekeringan. Penelitian bertujuan mengembangkan metode penentuan waktu tanam dan estimasi hasil padi dengan risiko gagal panen minimum menggunakan prediksi musiman ansambel yang bersifat probabilistik dan dapat dikuantifikasi. Kemampuan model prediksi musiman dianalisis dengan ROC dan peluang optimal untuk pegambilan keputusan menggunakan Youden’s Index. Akurasi prediksi pada peluang optimal dianalisis menggunakan metode Propotion Correct (PC). Hasil penelitian menunjukkan, curah hujan dan debit dapat menggambarkan keragaman indeks kekeringan padi (IKP) dengan baik, batas kritis curah

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 33

hujan untuk menentukan terjadinya kekeringan pada sawah irigasi dan tadah hujan. Metode constructed analog dengan prediktor angin U850 mb berpotensi untuk diterapkan untuk prediksi curah hujan di wilayah Indonesia, dengan prediksi yang cukup tinggi berkisar antara 60-80%. Prediksi batas kritis curah hujan menggunakan prediksi musiman ansambel menghasilkan prediksi kekeringan yang dapat dikuantifikasi probabilitasnya. Peluang optimal pengambilan keputusan berkisar 40-60% untuk di atas batas kritis dan 20-50% di bawah batas kritis, dengan akurasi berkisar antara 44-75%. Penggunaan prediksi curah hujan musiman, dapat memperpanjang lead time prediksi, yaitu batas kritis curah hujan Maret dan Juni dapat diprediksi bulan Januari dan April. Lead time 2 bulan dari waktu tanam menyediakan cukup waktu untuk menyusun strategi dan mempersiapkan sarana dan prasarana tanam pada musim tanam berikutnya. Dengan menggunakan prediksi musiman ansambel dapat dikuantifikasi peluang terjadi kekeringan pada tanaman padi MK1 dan MK2. Kata kunci: Iklim, waktu tanam, estimasi hasil, curah hujan,

ansambel, kekeringan, padi.

ABSTRACT

Research conducted to develop a method of determining the planting time and estimate yield of rice to minimum risk of failed harvesting using seasonally forecast probabilistic and ensemble, which can be quantified. Capability of seasonal prediction models were analyzed by ROC and optimum probabilities decision making using Youden's Index. The accuration of prediction at optimum probabilities were analyzed using Propotion Correct method (PC). The results showed, rainfall and water flow could illustrate the diversity of paddy drought index (IKP) properly, critical boundary of rainfall determined the occurrence of drought on irrigated and

34 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

rainfed rice field. Constructed analogous method to predict mb Wind U850 potential to be applied for forecast rainfall in parts of Indonesia, that forecasted fairly high ranging between 60-80%. Critical boundary of rainfall prediction using of ensemble seasonal forecast resulting in a prediction of drouht that can be quantified its probabilities. Probabilities optimum decision making were 40-60% of above critical limit and 20-50% below the critical limit, the accuracy range between 44-75%. The use of seasonal rainfall forecast, could prolong lead time forecast, the critical limit of rainfall in March and June can be predicted in January and April. Two monts lead time on planting time provide sufficient time to develop a strategy and prepare the infrastructure of planting in the next planting season. By using of seasonal ensemble forecast could be quantified probabilities of drought in rice plants MK1 and MK2. If the dryness predictable, farmers could took a risk technology that adaptive of drought. Farmers also could not to grow to avoid losses due to drought. Keywords: Time, cropping, estimates, yield, rainfall, ensemble,

dryness, paddy.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 35

KAJIAN PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PEMBENTUKAN MIKOTOKSIN DAN

PERTUMBUHAN KAPANG TOKSIGENIK

STUDIES ON THE EFFECT OF CLIMATE CHANGES ON

MYCOTOXIN FORMATION AND THE GROWTH TOXCYGENIC

FUNGI

Winiati P. Rahayu1), Wisnu Broto2), Santi Ambarwati1), Dian Herawati3)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Badan Pengawasan Obat dan Makanan

ABSTRAK

Perubahan iklim dapat menyebabkan peningkatan

pertumbuhan mikroba termasuk kapang toksigenik penghasil

mikotoksin.Pertumbuhan kapang toksigenik penghasil

mikotoksin pada jagung dan kedelai dapat menyebabkan

masalah pada keamanannya. Penelitian untuk mengetahui pola

pertumbuhan kapang toksigenik dan pembentukan

mikotoksinnya pada berbagai kondisi suhu dan kelembaban

ekstrim., Hasil penelitian menunjukkan, pertumbuhan kapang

A.ochraceus sebagai kapang toksigenik penghasil mikotoksin

tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan iklim (peningkatan

suhu lingkungan dan kekeringan). Akat tetapi pada A.flavus

dan F. Verticillioides, bertambahnya kelembaban ruang hingga

90% perlu diwaspadai karena berpotensi menstimulir kapang

toksigenik untuk menghasilkan mikotoksin. Pertumbuhan

A.flavus, A.ochraceus dan F. verticillioides dapat dihambat oleh

36 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

S. cerevisiae dengan daya hambat masing-masing 55%,

43%,dan 45% di laboratorium; pada jagung 52%, 59%, 45%,

dan 38%, 49%, dan 45% pada kedelai. Penghambatan

terbesar adalah pertumbuhan A. ochraceus pada jagung

(59%) dan terkecil dalah menghambat A. flavus pada kedelai

(38%). Penyimpanan jagung atau kedelai di dalam silo logam

perlu diwaspadai, karena suhu dalam silo dapat meningkat

lebih dari 30oC merupakan suhu rentan untuk pertumbuhan A.

flavus, A. ochracheus dan F.verticillioides. Silo perlu dilengkapi

dengan sistem aerasi kering dingin untuk menurunkan suhu

dan kelembaban sehingga pertumbuhan kapang penghasil

toksin dapat ditekan. Guna mengurangi risiko pertumbuhan

kapang tersebut di dalam silo pada suhu kamar(30oC),

kelembaban harus 70%. Apabila kapang toksigenik sudah

mencemari jagung dan kedelai sejak di lapang, maka kondisi

silo harus diatur pada kondisi yang ekstrim (suhu 20 atau 40oC

dan kelembaban 70%) agar kapang-kapang tersebut tidak

dapat membentuk mikotoksin.

Kata kunci: Jagung, kapang toksigenik, kelembaban, kedelai,

mikotoksin, suhu.

ABSTRACT

Climate change could spur increasing microbial growth

including toxigenic fungi producing mycotoxins. Growth of

toxigenic fungi producing mycotoxins in corn and soybeans

could cause problems in safety. Research to determine the

pattern of toxigenic fungi growth and mycotoxin formation in

various conditions of temperature and humidity extremes

Results showed that growth A.ochraceus as toxigenic fungi

producing mycotoxins not severely affected a climate changes

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 37

(increaseing of ambient temperature and dryness). However,

ifor A.flavus and F. Verticillioides, increasing up to 90%

humidity chamber needs to be examined, it was potential to

stimulate toxigenic fungi rhat produce mycotoxins. The growth

of A.flavus, A.ochraceus and F. verticillioides could inhibited by

of S. cerevisiae , the inhibitation respectively 55%, 43%, and

45% in the laboratory; on corn 52%, 59%, 45%, and 38%,

49%, and 45% in soybean. The largest inhibition of growth of

A. ochraceus in maize (59%) and the smallest was inhibiting

the A. flavus in soybean (38%). Corn or soybean storage in

metal silos need to watch out, because temperature in the silo

could increased by more on 30 oC a susceptible fot growth of

of A. flavus, A. ochracheus and F.verticillioides. Silo need to be

equipped with chilled dried aerated system to reduce the

temperature and humidity so that growth of toxinproducing

fungi could be reduced. To reduce the risk of fungi growth of

in the silo at room temperature (30 °C), humidity must be

70%. If from the field the toxigenic fungi already contaminate

corn and soybeans, the silos condition must be set in extreme

conditions (temperature 20 or 40 °C and humidity of 70%), so

that the fungus could not be form a mycotoxins

Keywords: Corn, toxigenic fungi, moisture, soybean,

mycotoxins, temperature.

38 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

-20

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Dia

me

ter

kolo

ni (

mm

)

Waktu pertumbuhan (hari)

Suhu 20 oC, RH70%

Suhu 20 oC, RH 80%

Suhu 20 oC, RH 90%

Suhu Ruang(29.9oC, RH 75 %)

Gambar 1. Pertumbuhan A. flavusbio 2237 di media CDA pada

suhu 20oC dan kelembaban 70, 80, dan 90%

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 39

PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI MELALUI PENGELOLAAN KESEHATAN TANAMAN SECARA

TERPADU

INCREASING SOYBEAN PRODUCTION THROUGH INTEGRATED

PHYTOSANITARY MANAGEMENT

Purnama Hidayat1), Marwoto2), Bambang Tri Rahardjo3)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Brawijaya

ABSTRAK

Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan

kedelai terus meningkat, namun peningkatan kebutuhan

tersebut belum diikuti oleh ketersediaan pasokan yang

mencukupi. Penelitian untuk mengetahui pengaruh varietas

dan pola pengelolaan kesehatan tanaman terhadap tingkat

serangan hama dan penyakit, struktur komunitas serangga,

dan produksi kedelai dilakukan dengan menggunakan

rancangan Split-Plot RAK. Petak utama adalah varietas yaitu

Anjasmoro dan Wilis, dan anak petak pengelolaan kesehatan

tanaman terdiri dari, Pengelolaan Kesehatan Tanaman Terpadu

(PKTT), Pengendalian Non-Kimiawi (PN-K), Pengendalian

Kimiawi (P-K) dan kontrol. Ukuran plot 2 x5 m diulang tiga kali.

Parameter pengamatan terdiri dari intensitas serangan hama

dan penyakit, kelimpahan dan keanekaragaman serangga.

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara

varietas dan pengelolaan kesehatan tanaman. Varietas Wilis

mendapat serangan organisme penggangu tumbuhan (OPT)

40 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

lebih rendah dan produksi lebih tinggi dibandingkan dengan

varietas Anjasmoro. Hal ini berbeda dengan hasil-hasil

penelitian sebelumnya, perbedaan tersebut mungkin

disebabkan oleh faktor iklim dimana curah hujan yang tinggi

mempengaruhi hasil produksi dan tingkat serangan OPT.

Dibandingkan dengan perlakuan yang lain, kelimpahan

populasi serangga yang paling banyak adalah pada kontrol,

dimana tidak dilakukan pengendalian serangga..lain itu

penambahan bahan organik juga sangat diperlukan agar

keberadaan mikroflora/mikrofauna dalam tanah dapat lebih

berkembang. Pola pengelolaan kesehatan tanaman dengan

menggunakan bahan kimia (perlakuan P-K) memberikan R/C

rasio tertinggi, namun demikian perlakuan ini mengurangi

keanekargaman serangga dalam ekosistem pertanaman

kedelai baik pada varitas Wilis maupun Anjasmoro, sehingga

keankearagaman serangga pada plot P-K paling rendah. Nilai

rasio R/C petak dengan pengelolaan kesehatan tanaman tanpa

pestisida (PKTT dan PN-K) lebih rendah daripada perlakuan

dengan kimiawi, namun lebih tinggi dibandingkan kontrol.

Selain itu pengelolaan tanpa pestisida sintetis (kimiawi)

merupakan cara yang ramah lingkungan serta mendukung

kelestarian musuh alami pada ekosistem pertanaman kedelai.

Katakunci: Kedelai, keanekaragaman, serangga, PHT, usaha

tani.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 41

ABSTRACT

Along with the increasing population, soybean demand also

increasing, but the increase have not been followed by

availability of adequate supplies. Research to determine the

effect of varieties and phytosanitary management pattern on

the level of pests and diseases, insect community structure,

and soybean production conducted by using a Split-Plot

design. The main plot was the variety namely Anjasmoro and

Willis, and the subplot consisted on phytosanitary

management, Integrated Phytosanitary Management (PKTT),

Control of Non-Chemical (PN-K), Control of Chemicals (PK) and

controls. 2 x5 m plot size was repeated three times. Parameter

observation consisted of the intensity of pests and diseases,

the abundance and diversity of insects. The results showed no

interaction between varieties and phytosanitary management.

Pest in Wilis varieties lower than Anjasmoro varieties, but the

production higher compared to Anjasmoro varieties. This was

in contrast with the outcame previous studies, these

differences may be due to climatic factors where high rainfall

affecting production and the level of pest attacked. Compared

with the other treatments, abundance of insect populations

most was in control, which was not to control the insect.

42 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Gambar 1. Varietas Jagung Anjasmoro

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 43

PENGEMBANGAN SISTEM PERINGATAN DINI BERBASIS SISTEM PAKAR UNTUK KETAHANAN

PANGAN

DEVELOPMENT OF EARLY WARNING SYSTEM BASED EXPERT SYSTEM FOR FOOD SECURITY

Supeno Mardi Susiki Nugroho1), Sudarmadi Purnomo2), Anggit

Wikanningrum3), Christyowidiasmoro1)

1) Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Universitas Wijaya Kusuma

ABSTRAK Tanaman kedelai merupakan salah satu sumber protein utama sebagai besar penduduk Indonesia. Produktivitas kedelai Indonesia rendah karena kendala penentuan waktu tanam yang tepat, iklim, dan serangan organisme penggangu tanaman. Dengan membangun sistem pendugaan waktu tanam yang tepat berbasis zona musim dan pendugaan produksi serta dilengkapi dengan visualisasi yang menarik dan representative, diharapkan dapat membantu menyusun kebijakan strategis kedelai nasional. Untuk itu, dilakukan penelitian pengembangan modul pendugaan produksi hasil kedelai dan musim tanam menggunakan metode Support Vector Regression (SVR) berdasarkan data pertumbuhan lahan dari BBSDLSP. Modul musim tanam menggunakan metode Bayesian Belief Network (BBN) dan dilengkapi dengan data curah hujan di setiap zona musim dari BMKG untuk menduga musim hujan dan kemarau yang akurat. Hasil pendugaan menunjukkan, pada modul pendugaan produksi didapatkan hasil akurasi yang rendah jika tahun digunakan sebagai variabel penduga. Jika ditambahkan data pertumbuhan luas

44 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

lahan maka akurasi pendugaan bertambah secara signifikan. Pada modul pendugaan musim tanam, dengan menggunakan data dari BMKG, pada tahun 2013 didapatkan hasil yang akurat dimana perubahan musim tidak terlalu menyimpang dari rata-rata curah hujan 30 tahun. Dengan demikian, untuk setiap pendugaan musim tanam harus digunakan dua buah data, yaitu data masukan berdasarkan pengamatan kondisi curah hujan saat ini selama 30 hari terakhir dan rata-rata curah hujan dari BMKG selama 30 tahun terakhir. Kata kunci: Iklim, sistem pakar, pendugaan waktu tanam,

kedelai.

ABSTRACT Soybean crop is one of the main sources of protein for Indonesian. Indonesian soybean productivity low due to the lack of determining appropriate planting time, climate, and pest. By establishing a system of prediction planting season and zone-based estimation of production and equipped with a representative and interesting visualization, is expected to help determine strategic policy of Indonesian soybean. For it, research conducted to design module development and production of soybean planting season using Support Vector Regression (SVR) based on growth of area data from BBSDLSP. Module the planting season using Bayesian Belief Network (BBN) and equipped with rainfall data each zone season from BMKG to predict rainy and dry seasons accurate. The test results showed, the prediction module production showed low accuracy if the year be used as a predictor variable. If the prediction data was added the land area, the accuracy of prediction increased. In the module prediction of the planting season, using data from BMKG, in 2013 obtained accurate results where the change of seasons was not deviated than the average of rainfall of 30 years. For each

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 45

prediction the planting season should be used two pieces of data, that is data input based on observations of current rainfall conditions during the last 30 days and the average of rainfall from BMKG over the last 30 years. Keywords: Dlimate, expert systems, prediction, time, planting,

soybean.

46 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN SISTEM PERINGATAN DINI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

PADI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BERBASIS GEOGRAFIC

INFORMATION SYSTEM

DEVELOPMENT of EARLY WARNING SYSTEM OF PEST CONTROL FOR RICE CROP TO ANTICIPATE CLIMATE

CHANGE IMPACT BASED ON GEOGRAFIC INFORMATION SYSTEM

Harisno1), Wahyunto2), Luthful Hakim3), Sarsito Wahono4)

1) Universitas Bina Nusantara

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Pusat dan Data dan Informasi Kementerian Pertanian

4) Balai Besar Peramalan Organisme Organisme Pengganggu Tumbuhan Karawang

ABSTRAK Pembangunan Sistem Informasi Peringatan Dini Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Padi (SIPERDITAN) merupakan sebuah sistem berbasis website yang dapat diakses melalui mobile browser. Sistem ini dapat membantu pihak pengambil kebijakan untuk melihat data luas dan intensitas serangan hama dan penyakit tanaman padi yang telah diinput oleh para staf POPT-PHP yang telah dilatih tentang penggunaan SIPERDITAN dengan menggunakan moobile application. Metode penelitian menggunakan waterfall model pembangunan dan pengembangan sistem, yang meliputi: (a) Analisis kebutuhan data dan informasi luas dan intensitas serangan hama dan penyakit tanaman padi, (b) Perancangan Sistem, (c) Implementasi dan (d) evaluasi dan monitoring

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 47

SIPERDITAN. SIPERDITAN dapat dioperasikan di lapangan untuk mengumpulkan data luas dan intensitas serangan hama dan penyakit tanaman padi, dan dapat dioperasionalkan dengan mudah, cepat dan murah tanpa harus menggunakan daftar tabel yang berisi kode propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa. Dengan adanya SIPERDITAN, para petugas PPOPT-PHP dapat memperpendek waktu perekaman dan penyimpanan data luas dan intensitas serangan hama dan penyakit tanaman padi, sehingga respon pimpinan dalam pengambilan keputusan terhadap masalah yang terjadi di lapangan dapat dilakukan dengan cepat dan benar. Kata kunci: Sistem informasi, SIPERDITAN, hama dan pneyakit

tanaman, padi

ABSTRACT Pest and Disease Early Warning Information System Development of Rice (SIPERDITAN) is a web-based system that can be accessed through a mobile browser. This system can help to see the Top Management of extensive data and intensity of pests and diseases of rice that has been inputted by the staff POPT-PHP has been trained on the use of SIPERDITAN by using mobile application. By using this methodology (waterfall model system development), which include: (a) Analysis of data and information widely and intensity of pests and diseases of rice plant, (b) Design System, (c) implementation and (d) evaluation and monitoring SIPERDITAN, overall activity can be carried out. The results obtained that SIPERDITAN can be operated in the field to collect extensive data and intensity of pests and diseases of rice crop can be operated easily, quickly and inexpensively without having to use a list of tables that contain code provinces, districts, sub-districts and villages. by using SIPERDITAN officials PPOPT-PHP can shorten recording time

48 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

and vast data storage and intensity of pests and diseases of rice crop, so the response in the decision-making led to the problems that occur in the field can be done quickly and correctly, especially in control of pests and diseases of rice plants appearing pest and disease potential of rice plants in the field.

Keywords: System, information, pest, control, GIS.

Gambar 1. OPT Tanaman Padi di Propinsi Jawa Barat

Gambar 6.11 Tabel OPT di Propinsi Jawa Barat

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 49

PENGELOLAAN EKOLOGI MIKROBIA PELARUT FOSFAT INDIGENOS PEMBENAH KESUBURAN

TANAH YANG TERCEMAR LIMBAH PENAMBANGAN EMAS TANPA IJIN UNTUK

PERTANAMAN KEDELAI

ECOLOGYCAL MANAGEMENT OF INDIGENOUS PHOSPHAT

SOLUBILIZING MICROBIA AS AMENDEMENT OF SOIL WHICH

IS CONTAMINATED BY POLLUTANT OF ILLEGAL GOLD

MINING ON SOYBEAN CROPS

Uyek Malik Yakop1), Lolita Endang Susilowati1), M. Yusuf1), Muji Rahayu2), Lalu Ahmad Gifary3)

1) Universitas Mataram

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

ABSTRAK

Penghambatan proses pendauran hara P akibat rendahnya

kehidupan dan aktivitas mikroorganisme pelarut fosfat (MPF)

akan berimpak pada pemenuhan fosfat bagi tanaman kedelai

yang berimbas pada penurunan produktivitas. Untuk itu

dilakukan penelitian dengan tujuan memperoleh teknologi

pengelolaan ekologi tanah yang dapat mengoptimasi

kehidupan & aktivitas MPF indigenos dalam melarutkan fosfat

sehingga diperoleh efisiensi penggunaan pupuk P bagi

tanaman kedelai dengan perolehan hasil panen yang cukup

tinggi. Sampel tanah diperoleh dari sawah irigasi dengan

sumber air irigasi terkontaminasi Hg dari Sungai Babak

Kecamatan Pringgarate. Penentuan titik sampling sampel

tanah dilakukan secara random sampling di 3 titik pengambilan

50 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

yaitu Stasiun 1 (sawah irigasi di lokasi hulu yang paling dekat

dari proses gelondongan); Stasiun 2 (sawah irigasi berjarak

tengah antara hulu dan hilir); Stasiun 3 (sawah irigasi bagian

hilir atau bagian terjauh dari proses gelondongan). Pada

masing-masing lokasi diambil sampel tanah pada kedalaman 0-

20 cm. Konsentrasi Hg pada masing-masing lokasi sampel

antara lain, Stasiun 1 = 1,74 ppm, Stasiun 2 = 20,44 ppm, dan

stasiun 3 konsentrasi Hg tidak terdeteksi. Isolasi dan seleksi

dilakukan untuk memperoleh isolat yang potensial untuk diuji

efektifitasnya sebagai pupuk hayati P. Rancangan Percobaan

dalam pengujian efektivitas ini dilakukan dengan Rancangan

Acak Lengkap, masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Pot

percobaan yang digunakan adalah pot berkapasitas 4 kg tanah

digunakan sebagai media tumbuh tanaman. Tiap pot

percobaan ditanam 3 benih kedelai dan setelah 10 hari

dilakukan penjarangan dengan meninggalkan 2 tanaman per

pot. Hasil penelitian sebagai berikut : (1) tanah sawah di lokasi

pengambilan sampel tanah mempunyai kendala kesuburan

tanah akibat kandungan bahan organik yang rendah, miskin

hara N dan kandungan logam Hg yang melebihi ambang

batas; (2) dari sejumlah ragam koloni MPF diperoleh 5 isolat

BPF yang memiliki indeks pelarutan fosfat (IPP) ≥ 1,5; (3)

berdasarkan hasil uji daya tumbuh isolat pada medium

pikovskaya padat yang mengandung 12ppm Hg diperoleh 4

isolat BPF yang tumbuh, satu isolat BPF tidak tumbuh dan 3

isolat JPF yang tumbuh; (4) dari 4 isolat BPF plus dua isolat

JPF dipilih dua isolat BPF yang diuji potensinya sebagai agen

pupuk hayati P.

Kata kunci: Bakteri, jamur, pelarut, fosfat, Hg, tanah sawah.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 51

ABSTRACT

Inhibition of P cycling process due to lack of life and activity of

microorganisms solvent phosphate (MPF) will impact on the

fulfillment of phosphate for the soybean crop that affected the

decline of productivity. For that conducted the research with

the aim of obtaining soil ecology management technology that

could optimize life and activity of indigenous MPF in dissolving

phosphate to obtain the efficient use of fertilizer P for soybean

in the acquisition a sufficiently high yield. Soil samples were

obtained from irrigation rice field, that water resources from

Babakan river District of Pringgarate contamination with Hg.

Determination of sampling points of soil samples conducted by

random sampling 3-point which Station 1 (rice field the

irrigation the closest upstream location from the the spindles);

Station 2 (irrigation rice field within the middle between the

upstream and downstream); Station 3 (irrigation rice field

downstream or furthest part of the process spindles). On each

of location were taken a soil sample at a depth of 0-20 cm. Hg

concentrations in each sample sites, ie. Station 1 = 1.74 ppm,

Station 2 = 20.44 ppm, and station 3 Hg concentrations

undetectable. Isolation and selection was carried out to obtain

isolates potential for the efficacy of a biological fertilizer P.

Experiments design applied was completely randomized

design, each treatment was repeated 3 times. Experiments

used pot with a capacity of 4 kg of soil as a medium for

growing plants. Each pot trial 3 soybean seed planted and

after 10 days of thinning by leaving 2 crop per pot. Results of

the research as follows: (1) soil rice field soil sampling

locations had soil fertility obstacles due to low organic matter

content, poor in nutrients N and Hg metal content that

52 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

exceeds the threshold; (2) colonies of MPF acquired 5 isolates

BPF that has a dissolution index phosphate (IPP) ≥ 1.5; (3)

based on the results of the test isolates on medium power

growing dense pikovskaya containing 12ppm Hg 4 isolates

acquired BPF growing, one strain dBPF does not grow and 3

JPF isolates growing; (4) of 4 isolates BPF plus two isolates JPF

has been isolates two isolat BPFt potential as agents of

biological fertilizer P.

Keywords: Bacteria, Fungi, Solvents, Phosphate, Hg, Paddy Soil.

Gambar 1. Bakteri dan jamur

pelarut fosfat yang terdapat di sampel tanah dari stasiun

Gambar 2. Makrokospis isolat CPF stasiun

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 53

PENGELOLAAN SISTEM PENGAIRAN DAN PEMUPUKAN TERPADU UNTUK MENINGKATKAN

PRODUTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI KABUPATEN

POSO SULAWESI TENGAH

INTEGRATED SOIL FERTILIZATION AND IRRIGATION SYSTEM

FOR INCREASING PRODUCTIVITY AND FARMERS’ INCOMEAT

NEWLY OPENED RICE FIELD IN POSO DISTRICT OF CENTRAL

SULAWESI PROVINCE

Syafruddin1), Saidah1), Sakka Samudin2), Hawalina3), Ita Mowidu2)

1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2) Universitas Tadulako,

3) Universitas Sintuwu Maroso

ABSTRAK

Penelitian dengan tujuan mendapatkan 1-3 varietas unggul

adaptif dan spesifik lokasi yang disertai dengan pergiliran

varietas pada lahan sawah bukaan baru dan tersedianya

teknologi pengelolaan jerami padi sebagai sumber bahan

organik dan hara tanaman yang murah, mudah dan dapat

meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani, .

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan acak

kelompok pola faktoria, dua faktor yaitu : kombinasi

perlakuan pemupukan (1). kompos jerami 5 t/ha + pupuk NPK

berdasarkan Uji tanah, (2). kompos jerami 2, 5 t/ha + pupuk

NPK berdasarkan Uji tanah + kompos jerami 2,5 t/ha dan (3).

kompos jerami 5 t/ha + ½ takaran pupuk NPK berdasarkan Uji

tanah dan (4). kompos jerami 2,5 t/ha + ½ takaran pupuk

54 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

NPK berdasarkan Uji tanah, faktor kedua adalah 6 varietas

unggul padi (Inpara 3, Mendawak, Mekongga, Banyuasin,

Dendang dan Varietas dominan setempat). Luas masing-

masing perlakukan adalah 10 m x 25 m diulang 3 kali Hasil

penelitian menunjukkan, tanah lokasi penelitian tergolong

Aeric Epiaquepts dan kurang subur. Pertumbuhan dan respon

tanaman sangat baik terhadap perlakuan pemupukan dan

pengairan baik varietas introduksi (varietas Inpara 3,

Mendawak, Mekongga, Dendang dan Banyuasin) maupun

varietas dominan setempat (varietas Ciherang). Hal ini terlihat

dari adanya peningkatan hasil panen antara 1,0 hingga 2,84

t/ha pada perlakuan pemupukan terpadu dibandingkan dengan

pemupukan yang dilakukan petan. Varietas unggul

meningkatkan produksi antara 2,05 hingga 2,21 t/ha

dibandingkan varietas lokal. Pemupukan NPK sesuai kondisi

tanah ditambah kompos jerami 5 t/ha menghasilkan usahatani

yang paling layak dikembangkan karena meningkatkan

pendapatan sebesar 28,61% hingga 32,56% dibandingkan

dengan usahatani padi teknologi setempat. Pada musin tanam

ke dua petani telah mengadopsi 2 jenis verietas yang

memberikan hasil sangat baik pada musim tanam 1 yaitu

verietas Banyuasin dan Mendawak.

Keywords: Pengairan, pemupukan, produtivitas, pendapatan, sawah, bukaan baru, Poso, Sulawesi Tengah.

ABSTRACT

An experiment with the purpose of obtaining 1-3 adaptive

varieties of spesific site and accompanied by rotation of

varieties in paddy fields new area, and availability of rice

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 55

straw management technology as a source of organic matter

and plant nutrients inexpensive, easy and could improve of

productivity and income of farmers.. The experimental design

used was randomized factorial design, ie the combination of

fertilization treatment (1). Composting straw 5 t/ha + npk

fertilizer based on soil test, (2). Compost hay 2, 5 t/ha + npk

fertilizer based on soil test + straw compost 2,5t/ha and (3).

Composting straw 5 t/ha + ½ dose of npk fertilizer based on

soil test and (4). Composting straw 2,5 t/ha + ½ dose of npk

fertilizer based on soil test, the second factor was 6 paddy

varieties (inpara 3, mendawak, mekongga, banyuasin,

dendang and dominant local varieties). Size of each treatment

was 10 mx 25 m and repeated 3 times. The results showed,

the type of soil in research sites classified aeric epiaquepts and

less fertile. The growth and response of all varieties to the

treatment of fertilization and irrigation are very good. It was

seen from the increase in yields between 1,0 to 2,84 t/ha in an

integrated fertilizer treatment compared to fertilizer by

farmers. Superior varieties increased production between 2,05

to 2,21 t/ha compared to local varieties. Npk fertilizer

according to soil conditions plus composting straw 5 t/ha

produced most feasible farming and developed as increase

revenue by 28.61% to 32.56% compared with the local paddy

farming technology. In the second planting season, farmers

have adopted two types verietas which gave very good results

in the first planting season i.e. Varieties of banyuasin and

mendawak.

Keywords: Irrigation, Fertilization, Productivity, Income, Fields,

New Openings, Poso, Central Sulawesi.

56 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Gambar 1. Pemupukan pada kegiatan KKP3N di Sulawesi Tengah

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 57

PENGGUNAAN NANOMAGNETIT SEBAGAI PEMBAWA UNSUR HARA GUNA PENINGKATAN

PRODUKTIVITAS JAGUNG BERWAWASAN LINGKUNGAN MENUJU KETAHANAN PANGAN DAN

ENERGI

THE USE OF NANOMAGNET AS NUTRIENT CARRIER FOR

ENVIRONMENTAL-FRIENDLY MAIZE PRODUCTIVITY INCREASE

TO ACHIEVE FOOD AND ENERGY SECURITY

Deden Saprudin1), Wiwik Hartatik2), Buchari3)

1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Institut Teknologi BAndung

ABSTRAK

Nanomagnetit dapat disintesis secara hidrotermal dalam skala

besar dengan bahan FeCl3, urea, dan sitrat. Nanomagnetit

yang terbentuk dapat digunakan sebagai media pembawa

ammonium. Waktu sintesis akan meningkatkan derajat

kristalinitas nanomagnetit yang berpengaruh terhadap

penyerapan dan pelepasan ammonium. Kadar ammonium

pada magnetit menurun dengan meningkatnya waktu sintesis

dari 3-12 jam, yaitu dari 0.92% menjadi 0.62%. Pelepasan

nanomagnetit yang disintesis selama 3 jam membutuhkan

waktu kesetimbangan pelepasan selama 12 jam, sedangkan

nanomagnetit yang disintesis selama 12 jam membutuhkan

waktu kesetimbangan pelepasan selama 6 jam. Berdasarkan

hasil sintesis dengan berbagai jenis reaktor, reaktor berukuran

besar lebih banyak endapan yang diperoleh. -

Kata kunci: ammonium, nanomagnetit, hidrotermal, reaktor.

58 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

ABSTRACT

Nanomagnetite can be hydrothermally synthesized on a large

scale with FeCl3, urea, and citrate. Nanomagnetit can be used

as a carrier of ammonium. Time for synthesis of

nanomagnetite would increase the degree of crystallinity of

nanomagnetit that affect the absorption and release of

ammonium. Ammonium levels in magnetite decreases from

0.92% to 0.62% with increasing synthesis time from 3 to 12

hours. Nanomagnetite that synthesized for 3 hours release

ammonium takes 12 hours for equlibrium, while nanomagnetit

synthesized over 12 hours takes equilibrium for 6 hours. Based

on a synthesis of the various types of reactors, large reactor-

sized derived efficient for synthesis.

Keyword: Ammonium, nanomagnetit, hydrothermal, reactor.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 59

PERANAN GLOMALIN TERHADAP PERBAIKAN FISIKA TANAH ULTISOL MELALUI PEMANFAATAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) INDIGENUS

PADA TANAMAN JAGUNG (ZEA MAYS, L)

GLOMALIN ROLE ON PHYSICAL IMPROVEMENT of UTISOL

THROUGH THE USE OF FUNGI Arbuscular mycorrhizal (AMF)

indigenus IN CORN (ZEA MAYS, L)

Amrizal Saidi1), Eti Farda Husin1), Azwar Rasyidin1), Ismon L.2), Eddiwal3)

1) Universitas Andalas

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Akademi Pembangunan Sumatera Barat

ABSTRAK

Penelitian pemanfaatan FMA indigenus untuk memperbaiki fisik

tanah dilakukan dalam tiga tahapan. Penelitian diawali dengan

eksplorasi FMA indigenus pada Ultisol dan dilanjutkan

pengujian untuk memperoleh isolat FMA terbaik terhadap

kolonisasi akar dan produksi glomalin pada kultur pot. Isolat

terpilih dari FMA akan diuji pada tanah Ultisol di rumah kaca

dan dilanjutkan pengujian di lapangan. Hasil penelitian

menunjukkan, pada tanah Ultisol Kabupaten Darmasraya

Sumatera Barat ditemukan sembilan spesies FMA yang terdiri

dari lima genus Glomus, yaitu Glomus etunicatum, Glomus

luteum, Glomus mossese, Glomus verruculosum, Glomus

versiforme, dua spesies dari Scutellospora gregaria,

Scutellospora heterogama, satu spesies dari Acaulospora

scrobiculata dan satu spesies dari Gigaspora sp. Hasil

percobaan pengujian menunjukkan bahwa spesies FMA yang

60 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

memberikan hasil terbaik terhadap kolonisasi akar dan

produksi glomalin adalah G. verruculosum, G. versiforme dan

G. luteum, dimana masing-masing menghasilkan glomalin dari

media tanam sebesar 1.29 mg g-1, 1.17 mg g-1, dan 1.15 mg

g-1.

Kata kunci: Fungi Mikoriza Arbuskula, indigenus, jagung,

perbaikan, tanah, utisol.

ABSTRACT

A research utilization of indigenus AMF to improve the soil

physical done in three stages. Research was initiated with an

exploration of AMF indigenus on ultisol, and continued of test

to obtain the best AMF isolates from root colonization and

production glomalin in pot culture. In ultisol Darmasraya

district of West Sumatra found nine amf species consisting of

five genera glomus, namelyGlomus etunicatum, Glomus

luteum, Glomus mossese, Glomus verruculosum, Glomus

versiforme, two species of Scutellospora gregaria,

Scutellospora heterogama, one species of Acaulospora

scrobiculata, one species of gigaspora sp. The experimental

showed that amf species that gave the best results on root

colonization and production of glomalin was G. Verruculosum,

G. Versiforme and G. Luteum, which produced glomalin at

each growing media i.e. 1,29 mg g-1, 1,17 mg g-1 and 1,15

mg g-1

Keywords: Fungi Mycorrhizal Arbuskula, Indigenus, Corn,

Repair, Soil, Utisol.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 61

IDENTIFIKASI GALUR-GALUR PADI GOGO TOLERAN TERHADAP KERACUNAN ALUMINIUM

IDENTIFICATION OF UPLAND RICE LINES TOLERANCE TO

ALLUMINIUM TOXICITY

Ida Hanarida1), Jaenudin Kartahadimaja2), Miftahudin3), Dwinita

Wikan Utami1), Alberta Dinar Ambarwati1)

1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2) Politeknik Negeri Lampung 3) Dinas Pertanian Lampung

ABSTRAK

Kemampuan pertanian untuk menyediakan beras sebagai

makanan pokok cenderung menurun dengan berkurangnya

areal pertanian padi. Pengembangan lahan untuk pertanian

padi diharapkan dapat dilakukan pada tanah-tanah marjinal,

seperti lahan kering dan lahan masam dimana kendala

cekaman Al merupakan salah satunya. Varietas padi toleran

cekaman Al diperlukan utuk meningkatkan produksi beras.

Teknologi ini telah diketahui ramah lingkungan, murah dan

mudah diadopsi petani. Galur-galur padi yang berlatar

belakang genetik luas yang memiliki toleransi terhadap

cekaman Al telah dihasilkan dari program pemuliaan. Galur-

galur generasi lanjut tersebut perlu diseleksi untuk

mendapatkan galur yang memiliki penampilan agronomis baik

dan toleran terhadap cekaman Al. Diversitas plasma nutfah

padi lokal toleran cekaman Al merupakan bahan dasar untuk

memperoleh varietas padi toleran cekaman Al. Salah satu

kontrol genetik dari sifat toleran cekaman Al diketahui terdapat

pada kromosom nomor 3. Marka molekular yang tersebar pada

62 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

gen-gen/QTL untuk toleransi terhadap cekaman Al dapat

digunakan untuk seleksi (marker assisted selection). Penelitian

untuk mengidentifikasi dan seleksi galur-galur padi gogo yang

beradaptasi pada lahan kering masam dengan toleransi

terhadap cekaman Al, dilakukan di Laboratorium, Rumah Kaca

dan Lapang. Hasil penelitian diperoleh dua ratus galur yang

diuji menghasilkan 86 galur toleran terhadap keracunan Al, 44

galur agak toleran dan 70 galur peka. Nilai Relatif Panjang

Akar (RPA) yang paling kecil adalah 0,19 dan paling tinggi

adalah 1. Galur peka dengan RPA paling kecil yaitu 0,19 adalah

galur nomer 4 (B11949C-MR-1-1), galur nomer 36 (B11787E-

MR-2-9-6) dengan RPA 0,20 dan 3 galur dengan RPA 0,21

masing-masing adalah galur nomer 17 (B12165D-MR-33-10-4)

hasil persilangan Batutugi/IRAT13, galur nomer 21 (B12822E-

MR-1) hasil persilangan B11597F-12//IRAT144/Asahan dan

galur nomer 47 (B11582F-MR-2-2) hasil persilangan

Memberamo/B. Sabit//Gajah Mungkur/Cabacu. Analisis PCR

dengan primer, RM2790 bersifat polimorfis terhadap galur-

galur toleran yang memiliki latar belakang genetik dari tetua

donor toleran Al, IR60080. Dari hasil analisis di atas maka

terindikasi bahwa region polimorfis terdapat di sekitar marka

RM489 sampai dengan RM2790 atau kurang lebih pada posisi

genetik 4, 467, 642-4, 505, 491 dari genome padi pada

kromosom 3. Informasi ini dapat digunakan dalam membantu

seleksi galur yang memiliki genotipe sama dengan galur

toleran (galur IR60080) pada posisi genetik di atas. Telah

ditanam 44 galur/varietas di lapang di Lampung Timur dari

hasil seleksi 200 galur galur di rumah kaca dan analisis

molekular.

Kata kunci: Identifikasi, galur, padi gogo, toleran, aluminium.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 63

ABSTRACT

The ability of agriculture to provide rice as a staple food tends

to decrease with the reduced land area which can be used for

rice cultivation. This requires improvement rice production

program directed to use land marginally, as dry and acid land,

where poisoning aluminium as a constrain factor in rice

production. Aluminium toxicity tolerant varieties is needed to

increase rice production in dry and acid lands. This technology

was environmentally friendly, cheaper and also easier for

farmers adopted. The rice lines with broad genetics

background which have the tolerant to Al toxicity character has

produced from breeding program. This advanced lines were

needed to be selected for obtain both of good performance on

agronomics characters and Al toxicity tolerant. The diversity of

Indonesian local rice germplasm is a basic foundation on

development of Al toxicity tolerant rice varieties. One of

genetic control of Al toxicity tolerant was known on

chromosome 3. The molecular markers spread out around the

genes/QTL for Al toxicity tolerant could be utilize for molecular

marker assisted selection. This research identifed and selected

the upland rice lines adapted on dry and acid land which

tolerant on Al toxicity as a promising rice lines, where were

done on laboratory scale, green house and field. The results of

this researched ie. based on 200 lines tested showed that 86

lines classify as Al tolerant , 44 lines moderate tolerant and 70

lines were sensitive to Al toxicity. The smalest of score Relatve

Root Length is 0.19 and the highest is 1. The sensitive lines

with small RRL value 0.19 is lines number 4 (B1194C-MR-1-1),

lines number 34 (B11787E-MR-2-9-6) with RRL value 0.20

and three lines with RRL value 0.20 were : the lines number 17

64 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

(B12165D-MR-33-10-4), progeny from Batutugi/IRAT13

crossing; the lines number 21 (B12822E-MR-1) progeny from :

B11597F-12//IRAT144/Asahan crossing and the line number

47 (B11582F-MR-2-2), progeny from Memberamo/B.

Sabit//Gajah Mungkur/Cabacu crossing. The PCR results using

RM2790 primer was polimorphis to the tolerant lines which

have a genetic background parent, the tolerant to Al toxicity,

IR60080. Related with the QTL alt3 on chromosome 3, the

polimorphis region were mapped on pasition between RM489

to RM2790 or in genetic position mapped 4, 467, 642 - 4, 505,

491 of the chromosome 3 on the genome browser. This

information could be used in assisting selection process of the

genotypes which have IR60080 genetic background. Currently,

44 lines has grown in Tamanbogo, East Lampung as selected

lines from the total 200 lines based on green house and

molecular screening.

Keywords: identification, strain, upland rice, tolerant, aluminum.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 65

BIOREMEDIASI MERCURI LAHAN PASCA TAMBANG EMAS RAKYAT UNTUK USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KALIMANTAN BARAT

MERCURI BIOREMEDIATION IN THE POST-GOLD-MINING

LAND FOR FOOD CROPS FARMING IN WEST KALIMANTAN

Rois1), Muhammad Hatta2), Khorun Nisa3)

1) Universitas Panca Bakti

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Pertambangan emas rakyat disinyalir memberikan dampak

buruk bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat.

Pencemaran logam berat dalam tanah akan berpengaruh

buruk terhadap tanaman. Penelitian bertujuan untuk (1)

mendapatkan isolat-isolat bakteri indigenous pada tanah

pasca-tambang emas yang mampu mengikat logam merkuri

(Hg), (2) membandingkan kemampuan isolat-isolat bakteri

tersebut dan bahan ameliorasi lumpur laut dan kompos tandan

kosong kelapa sawit (TKKS) dalam menurunkan cemaran Hg,

dan (3) meningkatkan produktivitas lahan pasca-tambang

emas menggunakan tanaman jagung. Contoh tanah diambil

dari lahan pasca-tambang emas kemudian dianalisis di

laboratorium untuk mengidentifikasi isolat-isolat bakteri serta

menguji toleransinya terhadap Hg pada konsentrasi 0; 0,1;

0,2; dan 0,3 ppm. Bakteri terpilih kemudian diuji di rumah

kaca dengan perlakuan sebagai berikut: (1) bakteri 108

sel/polibag (bi), (2) lumpur laut 90 g/polibag (lt), (3) kompos

66 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

TKKS 45 g/polibag (ks), dan (4) kombinasi ketiganya.

Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap, diulang

empat kali. Hasil isolasi dan identifikasi bakteri menemukan

lima genus bakteri yang dominan, yaitu Enterobacter sp.,

Escherichia sp., Acinetobacter sp., Microccus varians, dan

Pseudomonas sp. Dari lima genus bakteri tersebut, dua genus

yaitu Enterobacter sp. dan Escherichia sp. tahan terhadap Hg

sampai 0,3 ppm. Hasil analisis kadar Hg pada tanah pasca-

tambang emas sebelum perlakuan telah melewati ambang

batas kritis, rata-rata 0,074 mg/kg. Kadar Hg dalam biji dan

tongkol jagung yang tertinggi diperoleh pada perlakuan ltks

yakni 0,0024 mg/kg, perlakuan bi 0,0012 mg/kg, dan

perlakuan lainnya sama yaitu 0,0002 mg/kg. Kadar ini masih

berada di bawah ambang batas kritis pada tanaman. Perlakuan

biltks menghasilkan tinggi tanaman tertinggi 203,25 cm.

Perlakuan biks menghasilkan jumlah tongkol dan berat tongkol

per tanaman tertinggi, masing-masing 1,42 buah dan 171,67

g. Perlakuan ks menghasilkan berat 100 biji kering tertinggi

46,69 g, dan perlakuan biltks memberikan nilai tertinggi untuk

hasil jagung, yakni 8,40 t/ha. Perlakuan ks, biks, dan biltks

menunjukkan hasil terbaik untuk semua parameter yang

diamati.

Kata kunci: lahan, tambang emas, merkuri, bioremediasi,

tanaman pangan, Kalimantan Barat.

ABSTRACT

Gold mining activities may cause serious damage to the

environment and health of the people. Heavy metal

contamination in the soil will affect plant growth. The study

aimed (1) to find indigenous bacteria isolates which are able to

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 67

bind the mercury (Hg), (2) to compare the ability of those

isolates and soil ameliorants such as coastal sediment and oil

palm empty fruit bunch compost, as well as their combination

in reducing Hg pollution in post-gold-mining land, and (3) to

increase the productivity of post-gold-mining land using maize.

Soil samples were collected from post-gold-mining land and

then the bacteria were identified and tested their tolerance to

0, 0.1, 0.2 and 0.3 ppm Hg. The selected bacteria were tested

in the greenhouse using the following treatments: (1) bacterial

isolates of 108 cells per polybag (bi), (2) coastal sediment of

90 g/polybag (lt), (3) 45 g of oil palm empty fruit bunch

compost per polybag (ks), and (4) combination of those three

treatments. The treatments were arranged in randomized

block design with four replications. The results obtained five

dominant bacteria, i.e. Enterobacter sp., Escherichia sp.,

Acinetobacter sp., Miccrocus variants, and Pseudomonas sp.

Two of these bacteria,, i.e. Enterobacter sp. and Eschericia sp.

were tolerant to Hg up to 0.3 ppm. Hg concentration in post-

gold-mining land before the treatments had passed the critical

level of 0.074 mg/kg. The high Hg content in the grains and

ears of the maize were 0.0024 mg/kg for litks treatment,

0.0012 mg/kg for bi treatment, and 0.0002 mg/kg for other

treatments. These contents were below the critical levels for

plants. The biltks treatment resulted in the highest plant

height, i.e. 203.25 cm, whereas biks treatment resulted in the

highest number of ears and ears weight per plant, i.e. 1.42

and 171.67 g, respectively. The ks treatment resulted in the

highest dried seed weight, i.e. 46.69 kg. The biltks treatment

gave the highest yield, 1.e 8,40 t/ha. Ks, biks and biltks

treatments gave the best outcome of all traits.

Keywords: lands, gold mining, mercury, bioremediation, food crops, west Kalimantan.

68 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI REMEDIASI MELALUI PEMANFAATAN AKUMULATOR KEDELAI

PADA LAHAN PASCA PENAMBANGAN NIKEL

DEVELOPMENT OF REMEDIATION TECHNOLOGY USING

ACCUMULATOR AND SOYBEAN FOR NICKEL POST-MINING

LAND

Netty1), Hidrawati1), Elkawakib Syam'un2), Abdul Fattah3), Bahtiar Ibrahim1)

1) Universitas Muslim Indonesia Makassar

2) Universitas Hasanuddin 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Lahan bekas penambangan nikel memerlukan upaya

remediasi. Remediasi akan berjalan efektif dan efisien bila

menggunakan tanaman akumulator yang mampu menyerap

logam berat dari dalam tanah dalam jumlah tinggi dan

menghasilkan biomassa tinggi. Penelitian bertujuan untuk

mendapatkan teknologi remediasi lahan pasca-penambangan

nikel dengan menggunakan tanaman akumulator. Penelitian

dilakukan di Kebun Percobaan Universitas Hasanuddin dengan

menggunakan tanaman Melastoma dan kedelai dalam pot

dengan media tanah bekas penambangan nikel. Perlakuan

percobaan yaitu pemberian pupuk urea (0, 50, 100 dan 150

kg/ ha) dan bahan organik (0, 10 dan 20 t/ha). Akumulasi

nikel pada akar dan tajuk tanaman serta produksi biomassa

dianalisis untuk mengetahui potensi remediasi tanaman dan

prediksi waktu remediasi yang dibutuhkan sehingga lahan

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 69

bekas penambangan nikel aman untuk usaha tani tanaman

pangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian urea

dengan takaran 100 dan 150 kg/ha dan kombinasinya dengan

bahan organik 10 t/ha menghasilkan tinggi tanaman, jumlah

daun, dan luas daun tanaman kedelai dan Melastoma yang

lebih baik, tanpa gejala toksisitas pada media terkontaminasi

nikel. Pemberian urea takaran tinggi dan dikombinasikan

dengan bahan organik menghasilan biomassa yang lebih

rendah pada tanaman kedelai dan Melastoma. Pemberian

urea 100 dan 150 kg/ha dan kombinasinya dengan bahan

organik 10 t/ha pada media terkontaminasi nikel mampu

meningkatkan kandungan nikel lebih tinggi pada tajuk

tanaman daripada dalam akar. Prediksi waktu yang dibutuhkan

untuk meremediasi tanah yang terkontaminasi nikel (Ni 84,37-

91,54 mg/kg) untuk mencapai kondisi tanah yang aman untuk

usaha tani tanaman pangan (konsentrasi nikel 50 mg/kg)

relatif lama, yaitu 144 tahun.

Kata kunci: nikel, ahan pascapenambangan, remediasi,

tanaman akumulator, kedelai.

ABSTRACT

Nickel post-mining land needs remediation. Such remediation

could be efficient and effective using accumulator plants that

can absorb heavy metals from the soil and produce biomass in

high amount. The study aimed to obtain a technology for

rehabilitating nickel post-mining land using accumulator plants.

An experiment using Melastoma and soybean crop was

conducted at the green-house of Hasanuddin University using

soil from nickel post-mining land as the media. The treatments

consisted of the rate of urea fertilizer (0, 50, 100, 150 kg/ha)

70 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

and organic matters (0, 10, 20 t/ha). Accumulated nickel at

root and crown of crops and biomass production were

analyzed to determine the crops remediation potential and to

predict the time needed for such remediation so that the land

can be used for food crops production. The results showed

that applying 100 and 150 kg/ha of urea, combined with 10

t/ha organic matter resulted in high plant height, leaf number

and leaf area of soybean and melastoma with no symptom of

toxicity. It also increased nickel content higher in crown than

that in roots of the two crops. The predicted time span to

remediate the nickel contaminated land (Ni content 84,37-

91,54 mg/kg) to reach the normal condition (nickel content of

50 mg/ha) is 144 years.

Keywords: Land, nickel mining, remediation, accumulators, soybeans.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 71

MEMPERCEPAT SWASEMBADA DENGAN MERAKIT VARIETAS KEDELAI UNGGUL (POTENSI HASIL 3 T.HA), BERUMUR GENJAH (PANEN 73-76 HARI)

DAN TAHAN PENYAKIT UTAMA KEDELAI (Phakopsora pachyrhyzi SYD.)

ACCELERATING SOYBEAN SELF-SUFFICIENCY THROUGH

VARIETAL IMPROVEMENT FOR HIGH YIELD (3 T/HA), EARLY

MATURITY (73-76 DAYS), AND RESISTANCE TO IMPORTANT

PEST (Phakopsora pachyrhyzi SYD.)

Nurul Sjamsijah1), Endang Budi Trisusilowati2), Titik Sundari3), Moh. Setyo Poerwoko3)

1) Politeknik Negeri Jember

2) Universitas Jember 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Penyakit karat yang disebabkan oleh Phakopsora pachyrhizi

merupakan salah satu penyakit penting pada kedelai di

negara-negara penghasil kedelai di Asia, Australia, dan

Amerika Serikat. Penelitian untuk mengetahui ketahanan

beberapa genotipe kedelai terhadap penyakit karat telah

dilakukan. Percobaan menggunakan empat genotipe kedelai,

yaitu Polije-2 dan Polije-3 untuk tetua yang berdaya hasil

tinggi dan berumur pendek serta varietas Rajabasa dan Dering

1 untuk tetua yang tahan penyakit karat daun. Persilangan

dilakukan pada pot-pot percobaan untuk memperoleh 16

keturunan persilangan yang terdiri atas 12 hibrida dan empat

tetua hasil selfing. Selanjutnya, 16 genotipe benih F1 ditanam

72 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

di lapangan dengan menggunakan rancangan acak kelompok,

diulang tiga kali. Pada tanaman F1 dilakukan pengujian

ketahanan terhadap penyakit karat dengan metode IWGSR.

Parameter yang digunakan sebagai dasar seleksi genotipe hasil

persilangan ialah umur masak polong (R7), hasil biji per

tanaman, umur berbunga (R1), dan jumlah polong per

tanaman. Dari 16 genotipe terseleksi empat genotipe, yaitu

genotipe 1x2 (Rajabasa x Dering-1), 2x4 (Dering-1 x Polije-4),

2x1 (Dering-1 x Rajabasa), dan 2x3 (Dering-1 x Polije-3).

Keempat genotipe tersebut memiliki sifat sebagai berikut:

genotipe Rajabasa x Dering-1 tahan karat, umur masak polong

73 hari, dan hasil biji per tanaman 53,32 g; Dering-1 x Polije-4

tahan karat, umur masak polong 73 hari, dan hasil biji per

tanaman 50,73 g; Dering-1 x Rajabasa tahan karat, umur

masak polong 75 hari, dan hasil biji per tanaman 52.19 g;

serta Dering-1 x Polije-3 tahan karat, umur masak polong 74

hari, dan hasil biji per tanaman 51,38 g. Keempat genotipe

tersebut diharapkan dapat diseleksi lebih lanjut untuk

menghasilkan varietas unggul kedelai berdaya hasil tinggi,

umur genjah, dan tahan penyakit karat.

Kata kunci: Kedelai, perakitan varietas, hasil tinggi, umur

genjah, ketahanan penyakit, Phakopsora

pachyrhyzi.

ABSTRACT

Rust disease caused by Phakopsora pachyrhizi Syd. is one of

the important diseases on soybean in soybean producing

countries in Asia, Australia and USA. Research on soybean

genotype resistance had already been conducted. The

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 73

experiments used four soybean genotypes namely Polije-2 and

Polije-3 for parent with high yield and early maturity and

varieties of Rajabasa and Dering-1 for donor parent of rust

disease resistance. Crosses were conducted on the

experimental pots to obtain 16 cross offsprings consisting of

12 hybrids and four selfing of parents. The sixteen genotypes

of F1 seeds were planted in the field using a randomized block

design, repeated three times. F1 plants were then tested for

their resistance to rust disease using IWGSR method.

Parameters used as the basis of genotype selection from

crosses were age of maturity (R7), seed yield per plant, days

to flowering (R1), and the number of pods per plant. Four

genotypes were selected among the 16 genotypes, namely 1x2

(Rajabasa x Dering-1), 2x4 (Dering-1 x Polije-4),2x1(Dering-1

x Rajabasa), and 2x3 (Dering-1 x Polije-3). Genotype Rajabasa

x Dering-1 was resistant to rust, plant maturity 73 days, and

seed yield per plant 53.32 g; genotype Dering-1 x Polije-4 was

resistant to rust, plant maturity 73 days and seed yield per

plants 50.73 g; genotype Dering-1 x Rajabasa was resistant to

rust, plant maturity 75 days and seed yield per plants 52.19 g;

and genotype Dering-1xPolije-3 was resistant to rust, plant

maturity was 74 days and seed yield per plants 51.38 g. The

four genotypes are expected tobe selected further for

generating soybean varieties having high yield, early maturity,

and resistance to rust disease.

Keywords: Soybean, varietal improvement, high yield, early

maturity, disease resistance, Phakopsora

pachyrhyzi.

74 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

IDENTIFIKASI GEN PENANDA MOLEKULER KADAR ISOFLAVON KEDELAI HITAM ADAPTIF

PERUBAHAN IKLIM

IDENTIFICATION OF MOLECULAR MARKER GENES FOR

ISOFLAVONE CONTENT ON BLACK SOYBEAN ADAPTIVE TO

CLIMATE CHANGE

Tati Suryati Syamsudin Subahar1), Adi Pancoro2), Agung Karuniawan3), Joko Prasetiyono4),

Dadang Sumardi2)

1) Institut Teknologi Bandung

2) Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati 3) Universitas Padjajaran

4) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Kedelai hitam mengandung metabolit sekunder, di antaranya

isoflavon yang bermanfaat untuk mengatasi penyakit kanker,

kardiovaskuler, osteoporosis, dan efek menopause. Kandungan

isoflavon pada tanaman juga berperan penting untuk

pertahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik dan sebagai

chemoatractant bakteri Rhizobium. Kadar isoflavon mudah

berubah karena pengaruh lingkungan, terutama perubahan

suhu. Kondisi seperti ini menyulitkan proses pemuliaan secara

konvensional sehingga diperlukan pemuliaan berbantuan

marka. Identifikasi gen pengatur kadar isoflavon kedelai pada

kondisi suhu lingkungan yang berbeda diperlukan sebagai

tahap awal proses pemuliaan. Penelitian ini merupakan tahap

pertama dari tiga tahap penelitian yang bertujuan untuk (1)

memperoleh informasi mengenai gen pengendali kadar

isoflavon yang berekspresi stabil pada kondisi suhu yang

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 75

berbeda, dan (2) memperoleh genotipe kedelai yang

menunjukkan kadar isoflavon stabil pada kondisi suhu yang

berbeda. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas

Pertanian Unpad, lahan petani, Laboratorium Genetika ITB,

Laboratorium Biologi Molekuler BB Biogen, dan Laboratorium

Farmasi Unpad. Penentuan genotipe terpilih dilakukan melalui

evaluasi karakter hasil, analisis kekerabatan dalam populasi

koleksi kedelai hitam lokal, dan analisis kadar isoflavon 39

genotipe kedelai hitam. Tiga puluh sembilan genotipe kedelai

hitam ditanam di kebun percobaan Fakultas Pertanian Unpad

dengan menggunakan rancangan acak kelompok, dua

ulangan. Evaluasi karakter hasil dilakukan dengan analisis

varian dan uji beda Least Significant Increase. Analisis

kekerabatan dilakukan dengan analisis fragmen terhadap hasil

PCR dan analisis kadar isoflavon dengan HPLC. Analisis

ekspresi gen dilaksanakan melalui penanaman 35 genotipe

kedelai hitam pada lingkungan dataran menengah dan dataran

rendah. RNA untuk analisis ekspresi gen diisolasi dari sampel

daun dan sampel biji dan ekspresi gen dianalisis menggunakan

PCR kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan gen CHS7,

CHS8, IFS1, dan IFS2 merupakan gen pengendali utama kadar

isoflavon biji yang ekspresinya dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan dan genotipe. Genotipe UP128 (KBI 4), UP117(KA-

2) dan UP130 (KH-3) memiliki kadar isoflavon tinggi, sedang

dan rendah pada lokasi dataran menengah, sedangkan

genotipe UP114, UP134, UP135, dan Malika menunjukkan hasil

yang stabil. Genotipe-genotipe tersebut dapat digunakan

sebagai calon tetua persilangan pada penelitian tahap II.

Kata kunci: Kedelai hitam, penanda molekuler, gen, isoflavon,

hasil.

76 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

ABSTRACT

Black soybean contains secondary metabolites including

isoflavones that have benefits to cope with some types of

cancer, cardiovascular disease, osteoporosis and menopause

syndrome. Isoflavones are also beneficial for soybean plant as

chemical defense against biotic and abiotic stress and as

chemoatractant for Rhizobium. Isoflavone content prone to

changes due to environmental influences, especially

temperature. High-temperature stress can affect soybean

isoflavone content. Plant breeding using conventional methods

to improve the isoflavones character will take a long time.

Breeding using molecular markers can help to solve these

problems. Identification of genes controlling the levels of

isoflavones at the different temperature conditions, is still at

the initial stage of the breeding process. At the first of the

three-year study aimed to (1) obtain the information about the

genes that showed stable expression at different temperature

conditions, and (2) obtain soybean genotypes showed stable

levels of isoflavones in different temperature conditions. The

study was conducted at the Research Station of Faculty of

Agriculture of Padjadjaran University, farmer’s land, Genetics

Laboratory of ITB, Molecular Biology Laboratory of

ICABIOGRAD, and Pharmacy Laboratory of Padjadjaran

University during February-November 2013. The genotypes

were selected based on yield character, genetic diversity

analysis within black soybean collection, and isoflavone

content of 39 genotypes. The genotypes were planted at the

experimental garden using a randomized block design with two

replications. Evaluation of yield character used analysis of

variance and least difference test. Genetic diversity was

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 77

analyzed using fragment analysis and isoflavone content was

analyzed by HPLC. Gene expression was analyzed using

quantitative PCR. The results showed that genes CHS7, CHS8,

IFS1, and IFS2 were the primary genes controlling isoflavone

content, and their expreessions were influenced by

environmental conditions and soybean genotypes. Genotypes

UP128 (KBI 4), UP117 (KA-2) and UP130 (KH-3) respectively

had high, medium and low isoflavone contents in medium

elevation areas, while genotypes UP114, UP134, UP135 and

Malika had stable yield. These genotypes could be used as

parents of crossing in the second year study.

Keywords: Black soybean, molecular marker, genes,

isoflavones, yields.

Gambar 2. Genotipe UP128 (KBI-4)

78 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PERAKITAN KEDELAI UNGGUL BARU BERDAYA HASIL TINGGI, BERUMUR GENJAH, DAN TAHAN

HAMA UTAMA KEDELAI (ULAT GRAYAK)

IMPROVEMENT OF SOYBEAN CULTIVARS FOR HIGH YIELD, EARLY MATURITY, AND RESISTANCE TO MAIN PEST

(ARMYWORM)

Mohammad Setyo Poerwoko1), Titik Sundari2), Dyah Nuning Erawati3)

1) Universitas Jember

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Politeknik Negeri Jember

ABSTRAK

Ulat grayak (Spodoptera litura) adalah salah satu hama

pemakan daun yang menyebabkan kerusakan berat pada

tanaman kedelai. Hama ini bersifat polifag, dengan kisaran

inang yang luas, tidak hanya tanaman pangan, tetapi juga

tanaman perkebunan, sayuran, dan buah-buahan. Hama

tersebut umumnya dikendalikan dengan menggunakan

insektisida kimia sehingga dapat memicu terbentuknya strain-

strain baru yang tahan terhadap pestisida. Penelitian bertujuan

untuk merakit varietas kedelai berdaya hasil tinggi, berumur

genjah, dan tahan hama ulat grayak. Tetua persilangan adalah

dua adapted cultivar NSP (GHJ-7) dan GHJ-6 (UNEJ-2) dengan

tiga tetua donor tahan ulat grayak, yaitu W/80-2-4-20, IAC-80,

dan IAC-100. Persilangan menghasilkan 12 hibrida dan lima

tetua hasil selfing, yaitu (1) 1x3 = NSP x W/80-2-4-20, (2) 1x4

= NSP x IAC-80, (3) 1x5 = NSP x IAC-100, (4) 2x3 = GHJ-6 x

W/80-2-4-20, (5) 2x4 = GHJ-6 x IAC-80, (6) 2x5 = GHJ-6 x

IAC-100, (7) 3x1 = W/80-2-4-20 xNSP, (8)3x2 = W/8-2-4-20 x

GHJ-6, (9) 4x1 = IAC-80 x NSP, (10) 4x2 = IAC-80 x GHJ-6,

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 79

(11) 5x1 = IAC-100 x NSP, dan(12) 5x2 = IAC-100 x GHJ-6.

Selanjutnya 17 genotipe tersebut ditanam di lapangan

menggunakan rancangan acak kelompok dan diulang tiga kali.

Pemaparan tanaman terhadap ulat grayak instar tiga diberikan

pada dua percobaan lapangan, yaitu tanpa pilihan dan dengan

pilihan. Berdasarkan tiga parameter yang diamati, yaitu

ketahanan, jumlah polong sehat per tanaman, dan berat 100

biji, peringkat pertama genotipe terseleksi adalah 1x5 (GHJ-

6/UNEJ-2 x IAC-100) dengan kategori ketahanan sangat tahan

(ST), jumlah polong sehat per tanaman 146,33, dan berat 100

biji 10,57 g. Urutan kedua ialah 1x4 = GHJ-6/UNEJ-2 x IAC-80

dengan kategori ketahanan agak tahan, jumlah polong sehat

per tanaman rata-rata 57,17, dan berat 100 biji 11,40 g.

Urutan ketiga ialah 1x3 = GHJ-6/UNEJ-2 x W/80-2-4-20,

dengan kategori ketahanan agak tahan, jumlah polong sehat

rata-rata 89,50, dan berat biji per tanaman 9,40 g. Biji-biji F2

dari tiga genotipe terpilih selanjutnya akan disilang-balik

dengan adapted cultivar, GHJ-6 (UNEJ-2) untuk meningkatkan

daya hasil dan memperpendek umur masak polong.

Kata kunci: Kedelai, perakitan varietas, hasil, umur genjah,

tahan hama, ulat grayak.

ABSTRACT

Armyworm (Spodoptera litura) is one of leaf-eating pests that

cause serious damage on soybean. This pest is polifag, which

has a broad-range of hosts, not only on food crops, but also

estate crops, vegetables and fruits. This pest is commonly

controlled by using pesticide which potentially form new strains

that are more resistant to pesticide. The study aimed to

improve soybean cultivars for high yield, early maturity and

resistant to armyworm. Parents for the crosses were two

80 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

cultivars of adapted NSP (GHJ-7) and GHJ-6 (UNEJ-2) with

three armyworm resistant donors based on the results of

previous research, i.e. W/80-2-4-20, IAC -80 and IAC-100.

Crosses resulted in 12 hybrids and five selfing of parents,

namely (1) 1x3 = NSP x W/80-2-4-20, (2) 1x4 = NSP x IAC -

80, (3) 1x5 = NSP x IAC-100, (4) 2x3 = 6 x W/80-2-4-20 GHJ,

(5) 2x4 = 6 x GHJ-IAC-80, (6) 2x5 = 6 x GHJ-IAC-100, (7) 3x1

= W/80-2-4-20 x NSP, (8) 3x2 = W/8-2-4-20 x GHJ-6, (9) 4x1

= IAC-80 x NSP, (10) 4x2 = IAC -80 x GHJ-6, (11) 5x1 = IAC -

100 x NSP, and (12) 5x2 = IAC - 100 x GHJ-6. The 17

genotypes were grown in the field using a randomized block

design (RBD) repeated three times. Exposes to instar 3 of

armyworm larvae were given toward two field trials, i.e. with

and without choices. Based on three parameters, namely plant

resistance, average number of healthy pods per plant, and

weight of 100 seeds, the ranks of the selected genotypes were

(1) = 1x5 (GHJ-6/UNEJ-2 x IAC-100) categorized as very

resistant, average number of healthy pods per plant was

146.33, and weight of 100 seeds was 10.57g; (2) 1x4 = GHJ-

6/UNEJ-2 x IAC-80 categorized as moderately resistant and

had the average number of healthy pods per plant 57.17 and

weight of 100 seeds 11.40 g; and (3) 1 x 3 = GHJ-6/UNEJ-2 x

W/80-2-4-20, categorized as moderately resistant with the

average number of healthy pods 89.50 and weight of 100

seeds 9.40 g. F2 seeds of the three selected genotypes would

be subsequently back-crossed with adapted cultivars, GHJ-6

(UNEJ-2) to recover the good properties of adapted cultivars,

to improve yields and shorten pods maturity.

Keywords: Soybeans, varietal improvement, yields, early

maturity, pest resistance.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 81

Gambar 1. Hasil persilangan 3 x 5

Gambar 2. Kedelai varietas Sumbersari

82 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PERAKITAN GALUR JAGUNG BERUMUR GENJAH, TOLERAN KEKERINGAN DAN PENYAKIT BULAI

BREEDING OF EARLY MATURING INBRED LINES OF MAIZE

TOLERANT TO DROUGHT AND DOWNY MILDEW

Muhammad Azrai1), Junaedi2), Abdul Kadir Bunga3)

1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2) Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

3) Universitas Islam Makassar

ABSTRAK

Lahan kering merupakan salah satu sumber daya lahan

potensial untuk pengembangan komoditas pertanian,

khususnya jagung. Permasalahan budi daya jagung di lahan

kering ialah terbatasnya ketersediaan air, terutama pada

daerah yang periode hujannya singkat sehingga tanaman

terancam kekurangan air. Penelitian ini bertujuan untuk

menghasilkan galur jagung berumur genjah, toleran

kekeringan dan penyakit bulai. Penelitian terdiri atas tiga

kegiatan. Pertama, pembentukan galur-galur S2 dan hibrida

silang puncak dari progeni WAL01/Nei9008DMR dan

WAL02/DMRYCML. Kedua, evaluasi daya gabung hibrida silang

puncak pada lingkungan tercekam kekeringan di KP Muneng,

Jawa Timur dan KP Bajeng, Sulawesi Selatan. Penelitian

menggunakan rancangan acak kelompok, dua ulangan. Hibrida

ditanam pada kondisi pengairan normal, yaitu diari setiap dua

minggu sejak tanam hingga masak fisiologis, dan pada kondisi

cekaman kekeringan yaitu diberikan pengairan sama dengan

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 83

perlakuan pengairan normal hingga umur 35 hari setelah

tanam dan setelah itu tanaman tidak diairi lagi hingga panen.

Setiap hibrida ditanam pada dua baris setiap plot dengan

panjang 5 m dengan jarak tanam 0,7 m x 0,2 m, satu tanaman

per lubang. Ketiga, penyaringan galur-galur S2 dan

pembentukan galur-galur S3 toleran penyakt bulai. Hasil

penelitian menunjukkan 20 galur dari masing-masing progeni

WAL01/Nei9008DMR dan WAL02/DMRYCML memiliki daya

gabung umum yang baik pada kondisi tercekam kekeringan

dan telah diperoleh masing-masing 150 galur S3 hasil

penyaringan penyakit bulai dari kedua progeni tersebut.

Kata kunci: Jagung, perakitan galur, umur genjah, toleransi

kekeringan, toleransi penyakit bulai.

ABSTRACT

Dry land is one of potential land resources for agricultural

development, in particular for maize cultivation. The main

problem of maize cultivation in dry land is limited water

availability, particularly in regions with short rainy season. The

objective of this reserach was to develop early maturing inbred

lines of maize that are tolerant to drought and downy mildew

disease. The research consisted of three activities. First,

producing S2 inbred lines and top cross hybrids of the

WAL01/Nei9008DMR and WAL02/DMRYCML progenies.

Second, evaluation of the combining ability of top cross hybrid

maize at drought stress environment in Muneng, East Java and

Bajeng, South Sulawesi. This experiment arranged in a

randomized block design with two replications. The hybrid lines

were planted in normal condition, i.e. irrigated every two

weeks until they reached the physiological mature stage, and

84 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

drought stress condition, i.e. no irrigation after the plant

reached 35 days after planting. Each hybrid line was planted in

a two-row plot of 5 m long with planting distance of 0.70 m x

0.20 m, one plant per hill. Third, selection of S2 inbred lines

and development of S3 inbred lines resistant to downy mildew.

Results showed that the 20 selected inbred lines of each

progeny of WAL01/Nei9008DMR and WAL02/DMRYCML have

reasonably well general combining abilities under water stress.

One hundred fifty S3 inbred lines resistant to downy mildew

for each progeny of WAL01/Nei9008DMR and WAL02 were

also obtained.

Keywords: Maize, breeding, early maturity, drought tolerance,

downy mildew disease tolerance.

Gambar 1. Hibrida uji TC toleran Gambar 2. Hasil panen hibrida

kekeringan di KP. MUneng peka kekeringan di KP. Bajeng

Gambar 3. Hasil penen hibrida peka kekeringan di KP. Muneng

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 85

86 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PEMBENTUKAN JAGUNG SINTETIK TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN DAN EFISIEN

PENGGUNAAN NITROGEN

BREEDING OF SYNTHETIC MAIZE TOLERANT TO DROUGHT

STRESS AND EFFICIENT IN NITROGEN USE

Yunus Musa1), Muh. Farid1), Roy Efendi2),Abdul Haris3)

1) Universitas Hasanudin 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Universitas Muslim Indonesia Makassar

ABSTRAK

Di Indonesia jagung sebagian besar dibudidayakan di lahan

kering dan sawah tadah hujan masing-masing sekitar 79% dan

10%. Masalah dalam budi daya jagung di lahan kering ialah

ketersedian air terbatas dan hasil jagung pada lahan kurang

subur menurun sekitar 17-80%. Salah satu alternatif

pemecahan masalah tersebut ialah merakit varietas jagung

sintetik toleran cekaman kekeringan dan efisien penggunaan

pupuk N. Perakitan varietas jagung sintetik toleran cekaman

kekeringan dan efisien penggunaan pupuk N meliputi (1)

observasi homozigositas, keragaman genetik, dan penetapan

klaster dari 51 galur jagung dengan mengunakan 36 marka

mikrosatelit atau simple sequence repeats (SSRs); dan (2)

penapisan 30 galur hasil kegiatan pertama (homoziogositasnya

di atas 80%) di dua lokasi, yaitu Maros dan Gowa. Perlakuan

untuk seleksi di lapangan adalah tingkat cekaman kekeringan

(medium dan berat) serta tingkat pemupukan N (0, 75, dan

150 kg N/ha). Hasil analisis molekuler menunjukkan, dari 51

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 87

galur yang diuji, 30 galur mempunyai tingkat homosigositas

>80%. Berdasarkan tingkat kemiripan, 30 galur tersebut

terbagi menjadi empat kelompok, kecuali dua galur 1044_30

dan G2013631 tidak termasuk ke dalam salah satu dari empat

kelompok tersebut. Kedua galur tersebut sangat potensial

menjadi tetua dalam pembuatan jagung sintetik atau hibrida

karena secara genetik jauh. Namun, dari seleksi pada kondisi

cekaman kekeringan dan pemupukan N rendah, hanya 14

galur yang toleran atau medium toleran cekaman kekeringan

dan pemupukan N rendah, yang menunjukkan efisien

penggunaan pupuk N. Berdasarkan jarak genetik, terpilih 12

galur yaitu CML161NEI9008, CY11, CY15, CLRCY039, MR14,

Nei9008, DTPYC9_F46_1_2_1_2_B, DTPYC9_F46_3_9_1_1_B,

G2013631, G20133077, G2013649, dan 1044_30 sebagai tetua

persilangan.

Kata kunci: Jagung, varietas sintetik, toleran kekeringan,

pemupukan nitrogen.

ABSTRACT

Maize in Indonesia is mostly cultivated in dry land and rainfed

area, which are about 79% and 10%, respectively. The

problems of maize cultivation in this area are limited water

availability and less fertile soil with yield losses in tropical area

about 17-80%. An alternative solution of these problems is by

developing synthetic maize varieties with drought tolerance

and efficient in nitrogen use. Research in developing synthetic

maize varieties tolerant to drought and efficient in nitrogen use

included (1) observing the homozygosity, genetic variability,

and cluster determination of 51 inbred lines using 36 SSR

markers, and (2) screening of 30 inbred lines (homozygosity of

88 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

above 80%) at two locations, Maros and Gowa. The

treatments for field selection at two drought stress conditions

(medium and severe drought) and three N fertilizer levels (0,

75, and 150 kg N/ha). Molecular analysis showed that 30

inbred lines had homozygosity of above 80%. The lines were

classified into four genetic clusters, except for lines 1044_30

and G2013631 which were not fit in either one of the clusters.

These two lines are potential to be used as the candidates of

synthetic or hybrid parents since they were genetically

distance. Meanwhile from the field screening, 14 inbreed lines

were selected, which were tolerant and moderately tolerant to

drought stress and poor N fertilizer, indicating the efficiency of

nitrogen use. Based on the genetic distance, 12 inbred lines

were selected to be use as parents, i.e. CML161NEI9008,

CY11, CY15, CLRCY039, MR14, Nei9008,

DTPYC9_F46_1_2_1_2_B, DTPYC9_F46_3_9_1_1_B,

G2013631, G20133077, G2013649, dan 1044_30.

Keywords: Maize, synthetic variety, drought tolerance,

nitrogen use.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 89

Gambar 1. Galur CY 14 Gambar. Galur DTPYC9 (peka kekeringan)

Gambar 3. Pemupukan nitrogen Gambar 4. Penggulungan daun

lokasi di KP. Bajeng pada galur peka (CY14)

90 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PERAKITAN PADI TOLERAN SALINITAS MELALUI KULTUR ANTERA

BREEDING OF SALINITY TOLERANT RICE THROUGH ANTHER

CULTURE

Bambang S. Purwoko1), Iswari S. Dewi2), Sucipto3)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Trunojoyo Madura

ABSTRAK

Pengembangan padi di lahan salin menghadapi masalah antara

lain terbatasnya kultivar padi toleran salinitas. Saat ini baru

ada dua varietas padi toleran lahan salin, yaitu Dendang dan

Lambur. Pemuliaan melalui metode konvensional memerlukan

waktu lebih dari 4 tahun untuk memperoleh galur-galur

harapan. Kultur antera dapat memperpendek waktu untuk

memperoleh galur murni (doubled-haploid/dihaploid/DH)

hanya dalam 1-2 musim. Penelitian bertujuan untuk merakit

galur-galur padi toleran salinitas dan berdaya hasil tinggi

melalui kultur antera. Penelitian akan dilakukan selama 3

tahun (2013-2015). Pada tahun 2013, kegiatan penelitian

meliputi perbanyakan materi genetik untuk tetua persilangan,

seleksi materi genetik terhadap salinitas, persilangan tetua

berdaya hasil tinggi dengan tetua toleran salinitas, dan kultur

antera F1. Perbanyakan benih dilakukan di lapangan dan

pengamatan dilakukan terhadap hasil gabah. Seleksi materi

genetik terhadap salinitas dilakukan di rumah kaca dan

lapangan. Pengamatan di rumah kaca mengikuti Standard

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 91

Evaluation System of Rice untuk menskor kerusakan tanaman

pada fase bibit. Pengamatan lapangan meliputi tinggi

tanaman, jumlah anakan produktif, panjang dan eksersi malai,

fertilitas spikelet, bobot 100 biji, dan hasil. Pembentukan

populasi F1 sebagai tanaman donor pada kultur antera

dilakukan melalui persilangan antara genotipe berdaya hasil

tinggi dengan genotipe toleran salinitas. Pengamatan

dilakukan terhadap jumlah benih setiap persilangan. Sebanyak

150 antera dari 25 spikelet ditanam pada media induksi kalus

dan jumlah kalus dicatat setiap minggu. Kalus yang berukuran

kecil dengan struktur globuler diregenerasikan untuk

membentuk plantlet hijau. Plantlet lalau diaklimatisasi di rumah

kaca untuk diamati lebih lanjut. Penelitian telah menghasilkan

lebih dari 100 g benih untuk pembentukan populasi F1. Melalui

skrining terhadap 15 genotipe diperoleh lebih dari empat

genotipe yang toleran salinitas pada fase bibit. Genotipe padi

yang sensitif terhadap salinitas (skor 7-9) yaitu Inpara 4,

Banyuasin, Mendawak, dan IR72046-B-8-3-1-2; dan yang

moderat toleran salinitas dengan skor 5 yaitu Inpari 30,

IR78788-B-B-10-1-2-4-AJY1, Siak Raya, Cilamaya Muncul, dan

IR64. Genotipe padi toleran terhadap salinitas (skor 3) yaitu

Inpara 5, Inpari 29 IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2, Dendang,

Pokkali, dan genotipe yang sangat toleran (skor 1) yaitu

IR81493-B-B-B-6-B-2-1-2. Dua belas populasi F1 telah

diperoleh, yaitu Inpari 30/Inpari 29, Inpari 29/Inpari 30,

Inpara 5/IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2, Inpara 5/IR81493-B-B-

B-6-B-2-1-2, IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2/Inpara 5, IR81493-

B-B-B-6-B-2-1-2/Inpara 5, Inpari 29/IR77674-3B-8-2-2-14-4-

AJY2, Inpari 29/IR81493-B-B-B-6-B-2-1-2, IR77674-3B-8-2-2-

14-4-AJY2/Inpari 29, IR81493-B-B-B-6-B-2-1-2/Inpari 29,

92 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Inpari 30/Inpara 5, dan Inpari 30/IR77674-3B-8-2-2-14-4-

AJY2.

Kata kunci: Padi, pemuliaan, salinitas, kultur antera.

ABSTRACT

Rice development in saline soil faces constraints among others

limited rice cultivars tolerant to saline condition. So far only

two varieties moderately tolerant to salinity, i.e. Dendang and

Lambur. Rice breeding through conventional method needs

more than 4 years to obtain advanced lines, while anther

culture can shorten the time to 1-2 seasons. The study aimed

to develop salinity tolerant and high yielding rice lines using

anther culture. The research will be done in three years (2013-

2015). In the first year (2013) the study include multiplication

of genetic materials, selection of rice genotypes tolerant to

salinity, crosses high-yielding cultivars with salinity tolerant

cultivars, and anther culture of F1 plants. Seed multiplication

was done for rice genotypes from IRRI and ICRR and then the

yields were observed. Selection of rice genotypes tolerant to

salinity was conducted in the greenhouse and the field.

Observation in the greenhouse was done according to

Standard Evaluation System of Rice for scoring visual injury at

seedling stage, while in the field it was done based on

agronomic characters such as plant height, tiller number,

length and exertion of panicles, spikelet fertility, 100 grain

weight, and yields. F1 population was developed as donor

plants for anther culture by crossing tolerant salinity genotypes

with high yielding genotypes and then the seed number was

observed. About 150 anthers from 25 spikelets were cultured

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 93

in callus induction medium and the calli produced were

recorded every week. The small and globular calli were

selected and regenerated to form green plantlets. The green

plantlets were then acclimatized in the greenhouse. The study

produced more than 100 g seeds for developing F1 population.

More than four genotypes toleran to salinity were obtained

from screening of 15 genotypes at seedling stage, while field

testing was still on going. Rice genotypes sensitive to salinity

(score 7-9) were Inpara 4, Banyuasin, Mendawak, and

IR72046-B-8-3-1-2; and those moderately sensitive (score 5)

were Inpari 30, IR78788-B-B-10-1-2-4-AJY1, Siak Raya,

Cilamaya Muncul, and IR64. The tolerant genotypes (score 3)

were Inpara 5, Inpari 29, IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2,

Dendang, and Pokkali, while the highly tolerant were IR81493-

B-B-B-6-B-2-1-2 (score 1). Twelve F1 population were

obtained, i.e. Inpari 30/Inpari 29, Inpari 29/Inpari 30, Inpara

5/IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2, Inpara 5/IR81493-B-B-B-6-B-

2-1-2, IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2/Inpara 5, IR81493-B-B-B-

6-B-2-1-2/Inpara 5, Inpari 29/IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2,

Inpari 29/IR81493-B-B-B-6-B-2-1-2, IR77674-3B-8-2-2-14-4-

AJY2 Inpari 29, IR81493-B-B-B-6-B-2-1-2/Inpari 29, Inpari

30/Inpara 5, and Inpari 30/IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2.

Anther culture of F1 plants was still on going and has been

applied on 12 F1 plants. To induce callus formation and

regeneration, anthers were planted in N6 medium containing

NAA 2.0 mg/l and kinetin 0.5 mg/l and incubated in the dark

room (25 + 2 oC).

Keywords: Rice, breeding, anther culture, salinity.

94 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN

SERTA BERDAYA HASIL TINGGI

BREEDING OF BLACK RICE VARIETY FOR DROUGHT

TOLERANCE AND HIGH YIELD

I Gusti Putu Muliarta Aryana1), Muhammad Zairin2), Bambang Budi Santoso1), Suwarto3),

Siti Permatasari1)

1) Universitas Mataram 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRAK

Padi beras hitam asal Bali “Baas Selem” memiliki kandungan

antosianin tinggi, aroma baik, dan rasa nasi pulen, namun

hasilnya rendah (2,7 t/ha). Oleh karena itu, varietas ini perlu

disilangkan dengan varietas unggul berdaya hasil tinggi Situ

Patenggang yang toleran kekeringan dengan potensi hasil 6

t/ha. Penelitian dilaksanakan selama 3 tahun. Pada tahun I

(2013), penelitian bertujuan untuk memperoleh pendugaan

keragaman genetik dan peran gen sifat kekeringan sebagai

dasar penentuan metode seleksi. Kegiatan terdiri atas dua

percobaan. Percobaan 1 adalah pembentukan populasi hasil

persilangan P1 Situ Patenggang dan populasi P2 Baas Selem.

Persilangan pertama dilakukan secara silang tunggal antara

Situ Patenggang sebagai tetua jantan (P1) dan Baas Selem

sebagai tetua betina (P2) untuk menghasilkan F1. Persilangan

kedua dilakukan dengan metode back cross antara F1 sebagai

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 95

tetua betina dan P1 dan P2 sebagai tetua jantan sehingga

dihasilkan F1BC1.1 dan F1BC1.2. F1 sebagian dibiarkan selfing

untuk membentuk populasi F2. Percobaan 2 adalah evaluasi

keragaman genetik sifat kekeringan padi beras hitam toleran

kekeringan dan daya hasil tinggi. Tetua P1 dan P2 ditanam di

lapangan masing-masing 50 tanaman. F1, F1BC1.1, dan

F1BC1.2 ditanam masing-masing 25 tanaman dan F2 ditanam

250 tanaman. Untuk penentuan nilai heritabilitas dan peran

gen pengendali kekeringan berdasarkan indeks kering pucuk

dan penyembuhan menurut standar IRRI dilakukan

penanaman di pot. Pengamatan dilakukan terhadap umur

berbunga, tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai,

jumlah gabah isi dan gabah hampa per malai, bobot 100 butir

gabah, dan bobot gabah per rumpun. Evaluasi keragaman

genetik diduga dengan menggunakan nilai heritabilitas. Peran

gen yang mengendalikan sifat kekeringan dengan derajat

dominansi dihitung dari potensi ratio. Hasil penelitian

menunjukkan dari percobaan 1 penanaman pertama diperoleh

917 gabah persilangan tunggal F1 antara Baas Selem (tetua

betina) dan Situ Patenggang (tetua Jantan). Dari penanaman

kedua, populasi hasil selfing (F2) populasi F1 Baas Selem X

Situ Patenggang menghasilkan 601 gabah F1BC1.1 (back cross

antara F1 Baas Selam x Situ Patenggang dengan Situ

Patenggang (P1)) serta 702 gabah F1BC1.2 (back cross antara

populasi F1 Baas Selem x Situ Patenggang dengan Baas Selem

(P2)). Pada populasi F1 hasil persilangan Baas Selem x Situ

Patenggang, aksi gen sifat kekeringan berdasarkan indeks

kering pucuk dan penyembuhan bersifat dominan tidak

sempurna. Persilangan Baas Selem x Situ Patenggang memiliki

heritabilitas arti luas tergolong sedang dan heritabilitas arti

sempit tergolong rendah pada sifat kekeringan berdasarkan

96 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

indeks kering pucuk dan penyembuhan. Berdasarkan nilai

heritabilitas dengan tindak gen dominan yang tidak sempurna

pada sifat kekeringan hasil persilangan Baas Selem x Situ

Patenggang maka metode seleksi bulk dapat diterapkan pada

tahun kedua untuk menghasilkan varietas unggul padi gogo

beras hitam toleran kekeringan dan berdaya hasil tinggi.

Kata kunci: Beras hitam, perakitan varietas, toleran

kekeringan, hasil tinggi.

ABSTRAK

Balinese black rice "Baas Selem" cultivar has high anthocyanin

content, good aroma and taste, but lower yield (2,7 t/ha),

therefore it needs to be crossed with superior variety Situ

Patenggang, an upland rice germplasm having drought

tolerance and high yield potential (6 t/ha). Research will be

conducted for three years. The objective of year I (2013) was

to obtain estimation of genetic diversity and character of

drought genes that will be used as the basis for determining

method of selection. The research consisted of two

experiments. Firstly, establishment of crossed populations of

P1 Situ Patenggang and P2 Baas Selem. The first crossing was

single cross between Situ Patenggang as a male parent (P1)

and Baas Selem as female parent (P2) to produce F1. The

second crossing was back cross between F1 as female parent

and P1 and P2 as male parents to produce F1BC1.1 and

F1BC1.2. Part of the F1 population was selfed to produce F2

population. Secondly, evaluation of the genetic diversity of rice

paddy for drought tolerance and high yield potential.

Determination of heritability and gene character for drought

was based on shoot drought indexes and healing follow IRRI

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 97

standard by planting in pots. Variables observed were

flowering age, plant height, panicle length, total filled and

empty grains per tiller, grain weights per 100 seeds and per

clump. Method to find out genes controlling character of

drought tolerant was based on degree of dryness dominant

properties which calculated through potential ratio. The results

showed that from the first experiment and the first planting

produced 917 grains of F1 single cross between Baas Selem

(female) and Situ Patenggang (male). The first experiment and

second planting of F2 population (selfed population) of Baas

Selem x Situ Patenggang F1 produced 601 grains of F1BC1.1

and 702 grains of F1BC1.2. In the F1 population crosses of

Baas Selem x Situ Patenggang, no perfect gene action was

found based on shoot drought index and healing dominant

traits. Crossing beetwen Baas Selem x Situ Patenggang had

medium heritability in broader sense and low heritability in

narrow sense based on shoot drought index and healing.

Implication of this result is that bulk method will be used for

selection in the second year of experiment to produce

promising black paddy rice lines with drought tolerance and

high yield potential.

Keywords: Black rice, breeding, drought tolerance, high yield.

98 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

SELEKSI VARIETAS LOKAL JAGUNG NTT TAHAN STRESS KEKERINGAN DAN UMUR GENJAH

SELECTION OF EAST NUSA TENGGARA LOCAL MAIZE

TOLERANT TO DROUGHT STRESS AND EARLY MATURING

Kusumadewi Sri Yulita1), Charles Y. Bora2), Tri Murniningsih1), I.G.B.

Adwita Arsa3)

1) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Universitas Nusa Cendana

ABSTRAK

Di NTT terdapat beberapa jagung ras lokal yang belum terdata

dengan baik, namun disukai petani setempat karena tahan

terhadap serangan hama sejenis kumbang dan beradaptasi

dengan baik pada lingkungan kering. Informasi mengenai

keragaman plasma nutfah jagung ras lokal sangat penting

untuk pengembangan plasma nutfah jagung. Kegiatan ini telah

berhasil mengoleksi 33 aksesi jagung ras lokal Pulau Timor

NTT, 11 di antaranya, menurut informasi petani setempat,

berumur genjah (1,5-2 bulan). Uji agronomi telah dilakukan

untuk memverifikasi umur panen dan mengetahui performa

tanaman. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sembilan aksesi

berumur genjah dan dua di antaranya (aksesi 08 dan 33)

tergolong sangat genjah, masing-masing memiliki umur

matang fisiologis 73 dan 68 hari. Aksesi yang berumur genjah

umumnya memiliki habitus yang lebih kecil dibanding ras lokal

yang berumur dalam. Hasil panen tertinggi diperoleh pada

aksesi 08 yaitu 5,41 t/ha. Estimasi keragaman fenotipik

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 99

berdasarkan data agronomi dan keragaman genetik

berdasarkan profil ISSR menunjukkan bahwa kesebelas aksesi

memiliki keragaman fenotipik dan variasi genetik yang cukup

rendah, masing-masing memiliki koefisien 1,34-2,00 dan 0,57-

0,81. Uji fisiologi cekaman kekeringan menunjukkan bahwa

semakin menurun kandungan air, semakin meningkat

kandungan prolin pada daun maupun akar. Dengan demikian,

terdapat korelasi positif antara akumulasi prolin dengan

adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan. Dapat

disimpulkan bahwa sembilan ras lokal jagung di Pulau Timor

berumur genjah sampai sangat genjah, dan aksesi yang

berumur sangat genjah memiliki ketahanan terhadap cekaman

kekeringan.

Kata kunci: Jagung, varietas lokal, seleksi, cekaman

kekeringan, umur genjah, Nusa Tenggara

Timur.

ABSTRACT

In East Nusa Tenggara, there are several local races of maize

that have not been recorded properly, but these local maize

are preferred by local farmers because they are resistant to

pests such as beetles and adapted well to the arid

environment. Information on the diversity of maize germplasm

of local races is very important for the development of maize

germplasm. Thirty three accessions of local maize races have

been collcetd from Timor Island, East Nusa Tenggara, 11 of

them were early maturing (1.5-2 months old) based on

farmers information. Agronomic trials had been conducted to

verify the harvesting age and determine crop performance.

The test results showed that nine accessions were early

100 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

maturing and two of them (the accession of 08 and 33) was

very early maturing which have physiological maturity ages of

73 and 68 days, respectively. The early maturing accessions

had smaller plant performance compared to the old local races.

Accession 08 produced the highest yields of 5.41 t/ha.

Estimates of phenotypic diversity based on agronomic data and

genetic diversity based on ISSR profiles indicated that the

eleven accessions had low phenotypic diversity and genetic

variation, each having a coefficient of 1.34-2.00 and 0.57-0.81.

The drought stress physiological test showed proline content in

leaves and roots increased as the water content decreased.

There was a positive correlation between the accumulation of

proline with the adaptation of plants to drought stress. Nine

local races of maize in Timor Island are early and very early

maturing, and the very early maturing accessions are resistant

to drought stress.

Keywords: Maize, local varieties, selection, drought stress,

early maturity, East Nusa Tenggara.

Gambar 1. Memetik jagung Gambar 2. Varietas Pena Pnais

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 101

Gambar 3. Varietas Pena Tunu Gambar 4. Penjemuran Ana

102 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL “GREEN SUPER RICE” PRODUKSI TINGGI (>12 T/HA) DAN

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI AEROB UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA BERAS

BERKELANJUTAN

BREEDING OF "GREEN SUPER RICE" FOR

HIGHYIELD(>12T/HA) AND DEVELOPMENT OF AEROBIC RICE

CULTIVATION TECHNOLOGY TO SUPPORT SUSTAINABLE RICE

SELF-SUFFICIENCY

Suwarto1), Untung Susanto2), Bambang Suryotomo3)

1) Universitas Pekalongan 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRAK

Green Super Rice (GSR) adalah varietas unggul padi yang

memiliki kemampuan unggul dalam kondisi optimal dan tetap

stabil di bawah kondisi input rendah sehingga ramah

lingkungan ("hijau") dan toleran terhadap cekaman biotik dan

abiotik ("super"). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan

varietas GSR yang berdaya hasil tinggi (> 12 t/ha) dan cocok

untuk kondisi agroklimat Indonesia, serta memperoleh

teknologi budi daya padi aerobik unggul dan efisien dalam

penggunaan air. Genotipe GSR yang akan dirakit memiliki latar

belakang genetik yang adaptif untuk kondisi wilayah

Indonesia, sesuai dengan preferensi petani dan konsumen,

berdaya hasil tinggi, efisien dalam penggunaan pupuk, dan

toleran cekaman abiotik. Genotipe F1 GSR diperoleh melalui

persilangan antara tetua varietas unggul adaptif Indonesia

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 103

sebagai resipien dengan donor sifat GSR dari galur introduksi.

Galur-galur GSR asal introduksi terpilih tidak memiliki latar

belakang genetik yang adaptif untuk kondisi Indonesia. Tetua

resipien yang digunakan ialah Ciherang, sedangkan untuk

tetua donor yaitu Zhongzu14 dan Huanghuazhan (tahan hama

utama), ZX117 dan Wanxian77 (efisien hara), serta WTR1 dan

HHZ17-DT6-SAL3-DT1 (toleran kekeringan). Persilangan

dilakukan pada musim tanam pertama (MT I) untuk

mendapatkan biji F1 dengan menggunakan metode silang

tunggal (single cross). Benih F1 hasil persilangan pada MT I

ditanam pada MT II 2013 untuk mendapatkan benih F2. Benih

F2 selanjutnya digunakan untuk penelitian lanjutan untuk

seleksi genotipe F2 GSR dan pembentukan biji BC1F2.

Kata kunci: Green super rice, perakitan varietas, hasil tinggi,

teknologi budi daya.

ABSTRACT

”Green Super Rice” (GSR) variety is a superior rice variety

designed to have high yielding ability under optimum condition

and remains stable under low input condition, so that it is

environmentally-friendly (”green”) and tolerant to abiotic and

biotic stresses (”super”). This study aimed to get GSR varieties

those are high yielding (> 12 t/ha) and suitable for Indonesia

agro-climate condition, and to obtain invention of aerobic rice

cultivation for high yielding and efficient in water utilization.

GSR to be assembled have a genetic background that is

adaptive to the Indonesia conditions and in accordance with

farmers and consumers preferences, high yielding, efficient in

fertilizers use, and tolerant to abiotic stress. GSR F1 genotype

was obtained through a cross between parental varieties

104 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

adaptive to Indonesia conditions as a recipient with introduced

lines as a donor. The introduced GSR lines selected did not

have a genetic background that is adaptive to Indonesia

conditions. Recipient parents used was Ciherang, while for the

donor parents were Zhongzu14 and Huanghuazhan (main pest

resistant,; ZX117 and Wanxian77 (efficient in nutrient use),

and WTR1 and HHZ17-DT6-SAL3-DT1 (drought tolerant).

Crosses were made in the first growing season (MT I) to

obtain F1 seed using a single cross. F1 seeds from crosses in

the first growing season were planted in 2013 to obtain F2

seeds. F2 seeds were subsequently used for further research

for the selection of GSR F2 genotypes and formation of BC1F2

seed

Keywords: Green super rice, breeding, high yield, cultivation

technology.

Gambar 1. Hasil persilangan Gambar 2. Hasil perilangan Varietas Ciherang x Huanghuazhan varietas Ciherang x Wanxian 77

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 105

SELEKSI GALUR MUTAN KEDELAI TOLERAN KEKERINGAN ADAPTIF DI ACEH DAN BERPOTENSI

HASIL TINGGI

SELECTION OF SOYBEAN MUTANTS OF ACEH CULTIVARS FOR

DROUGHT TOLERANCE AND HIGH YIELD POTENTIAL

Zuyasna1), Efendi1), Arwin2), Chairunas3)

1) Universitas Syiah Kuala 2) Badan Tenaga Atom Nasional

3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Budi daya kedelai yang toleran terhadap kekeringan dan

berumur genjah serta berbiji besar merupakan salah satu

upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas lahan.

Salah satu strateginya ialah melalui pemuliaan untuk

menghasilkan varietas unggul baru yang lebih toleran terhadap

kekeringan. Penelitian bertujuan untuk (1) menyeleksi galur

murni suksesi Aceh (Kipas Merah dan Kipas Putih), (2)

membentuk populasi M2 asal iradiasi galur M1 suksesi Aceh

dan melakukan seleksi pada populasi tersebut, (3) menyeleksi

galur mutan G1-G5 suksesi Aceh toleran kekeringan secara in

vitro dan analisis fisiologis untuk cekaman kekeringan, serta

(4) membentuk populasi M4 asal iradiasi galur M3 varietas

Muria serta melakukan seleksi pada populasi tersebut.

Penelitian melalui beberapa tahap, yaitu seleksi galur mutan

M3 asal iradiasi untuk mendapatkan populasi M4 secara in

vitro, seleksi galur mutan G1‐G5 kedelai suksesi Aceh secara in

vitro dan analisis fisiologis untuk cekaman kekeringan, seleksi

106 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

galur mutan M6 secara in vitro menggunakan agen seleksi

PEG, uji ketahanan mutan M6 terhadap kekeringan melalui

analisis prolin dan gula total, serta analisis molekuler galur

mutan. Hasil penelitian menunjukkan mutan M4‐E dan M4‐A

memiliki potensi tahan kekeringan, sedangkan mutan M4‐5,

M4‐9, dan M4‐F medium tahan. Mutan M4‐B dan M4‐C memiliki

potrensi hasil tinggi. Kemampuan mutan kedelai M2 asal

suksesi Aceh ( Kipas Merah dan Kipas Putih) untuk cekaman

kekeringan dan potensi hasilnya perlu dievaluasi pada tahun

berikutnya (2014).

Kata kunci: Kedelai, galur mutan, seleksi, toleransi kekeringan,

hasil, Aceh.

ABSTRACT

Cultivation of soybeans that are tolerant to drought, early

maturing and have large seeds is one of the efforts to increase

soybean production and land productivity. One strategy is

through breeding to produce new varieties that are more

tolerant to drought. The study aimed to (1) select pure strains

of Aceh successions (Kipas Merah and Kipas Putih), (2)

establish the M2 population from irradiated M1 and select this

population, (3) select the mutant strains G1 - G5 of Aceh

succession tolerant drought in vitro and physiological analysis

of drought stress, and (4) establish the M4 population from

irradiated M3 Muria variety and select this population.

Research was conducted through several stages, namely

selection of irradiated mutant M3 to form M4 population in

vitro, selection of mutants G1-G5 of Aceh successions in vitro

and physiological analysis for drought stress, selection of

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 107

mutant M6 in vitro using selection agent PEG, testing M6

mutant resistance to drought through the analysis of proline

and total sugar, and molecular analysis of the mutant strains.

The results showed that the mutants M4-A and M4-E were

drought resistant, while the mutants M4-5, M4-9 and M4-F

were medium resistant. Mutants M4-B and M4-C had high

yields. The ability of mutant M2 of Aceh successions (Kipas

Merah and Kipas Putih) for drought tolerance and yield

potential needs to be evaluated in the next year (2014).

Keywords: Soybeans, mutant strains, selection, drought tolerance, yield, Aceh.

108 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 109

PENGEMBANGAN SISTEM IDENTIFIKASI DAN ANALISIS SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISME

UNTUK PEMULIAAN KEDELAI

DEVELOPMENTOF A SYSTEM FOR IDENTIFICATION AND

ANALYSIS OF SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM FOR

SOYBEAN BREEDING

Wisnu Ananta Kusuma1), I Made Tasma2), Agus Buono1), Mukhlis Hidayat3)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK

Informasi genotipe khususnya Single Nucleotide Polymorphism

(SNP) dapat digunakan untuk mendukung aktivitas pemuliaan

tanaman. Informasi SNP yang sangat penting bagi pemuliaan

tanaman dapat diidentifikasi dengan menganalisis asosiasi

antara SNP dan fenotipenya. Pada penelitian ini dibangun

suatu perangkat lunak yang dapat digunakan untuk

mendukung proses identifikasi dan analisis SNP untuk

memperoleh galur kedelai unggul. Penelitian dilaksanakan

dalam tiga tahun (2013-2015). Pada tahun pertama (2013),

aktivitas difokuskan pada pembangunan perangkat lunak

aplikasi pengidentifikasi SNP yang ramah pengguna (user

friendly). Perangkat lunak dibangun dengan menerapkan

teknik multiple sequence alignment (MSA) untuk menjajarkan

sekuen-sekuen kedelai dengan sekuen referensinya, untuk

selanjutnya dilakukan proses identifikasi SNP. Pada tahun

kedua (2014), penelitian akan difokuskan pada pembangunan

110 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

perangkat lunak untuk menganalisis asosiasi SNP dan

fenotipenya. Kinerja dari perangkat lunak akan dievaluasi

dengan suatu populasi kedelai yang disiapkan untuk pemuliaan

dalam rangka mendapatkan karakteristik unggul tertentu. Pada

tahun ketiga (2015), dilakukan integrasi perangkat lunak

menjadi suatu aplikasi dan diharapkan dapat diperoleh calon

galur unggul kedelai berdasarkan informasi yang diperoleh dari

penelitian sebelumnya. Aplikasi berbasis web untuk identifikasi

SNP telah berhasil dibangun dengan mengintegrasikan

beberapa program bioinformatika. Sistem telah diuji dengan

fragmen DNA dan SNP berhasil diidentifikasi. Implementasi

algoritma pairwise alignment secara parallel dengan

menggunakan OpenMP dapat meningkatkan kinerja dua kali

lipat pada pengujian dengan prosesor Intel Core i3-2330M.

Sebuah program untuk menyelesaikan masalah MSA juga telah

dibangun menggunakan GPU. Paralelisasi dengan

menggunakan GPU memiliki kinerja yang lebih tinggi

dibandingkan dengan menggunakan CPU. Untuk perangkat

lunak pipeline, identifikasi SNP dapat menggunakan data

sekuens DNA kedelai. Aplikasi perangkat lunak MSA secara

paralel dengan menggunakan sekuen DNA lengkap sedang

dilakukan.

Kata kunci: Kedelai, pemuliaan, pengembangan sistem, single

nucleotide polymorphism.

ABSTRACT

Genotype information, particularly Single Nucleotide

Polymorphism (SNP) can be used to support plant breeding

activity. The target SNPs, which are useful for plant breeding,

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 111

can be identified by analyzing the association between SNPs

and the phenotypes. By applying information technology, the

identification of SNP is more easily implemented. In this

research, the SNP identification and analysis softwares were

developed to support breeding for developing superior

soybean lines. To achieve the above objectives, the research

will be implemented in three years (2013-2015). In the first

year (2013), activities were focused on developing a user-

friendly software application based on a multiple sequence

alignment (MSA) technique for identifying SNP to support

soybean breeding. In the second year (2014), research will be

focused on developing software for associating SNP and

phenotype. The performance of the softwares will be tested

using a breeding population of soybean for particular superior

traits. In the third year, integration of both softwares into a

single application will be finished and new soybean lines will be

produced by utilizing the information from the previous

research. Web-based applications for SNP identification has

been successfully constructed by integrating multiple

bioinformatics program. The system has been tested with DNA

fragment and the SNP had been identified. Implementation of

pairwise alignment algorithms parallely using OpenMP could

improve performance doubled in the test with an Intel Core i3-

2330M. A program to solve the MSA problem has also been

built using GPUs. Parallelization by using the GPU had a higher

performance than that by using CPU. For pipeline software,

SNP identification could use soybean DNA sequence data. MSA

software applications in parallel by using the complete DNA

sequences were being done.

Keywords: Soybeans, breeding, system development, single

nucleotide polymorphism.

112 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Sequence

alignment

•Bowtie2Alignm

ent post-

processing

•Samtools

Variant calling

•Samtools

Filtering

•VCFutils

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 113

PERAKITAN VARIETAS PADI LOKAL SULAWESI SELATAN (ASE LAPANG) BERUMUR GENJAH DAN

BERDAYA HASIL TINGGI DENGAN RADIASI SINAR GAMMA

VARIETAL IMPROVEMENT OF SOUTH SULAWESI LOCAL RICE

VARIETY (ASE LAPANG) FOR EARLY MATURING AND HIGH

YIELDING CHARACTERS WITH GAMMA IRRADIATION

St. Subaedah1), Sudirman Numba1), Andi Takdir Makkulawu2), Since

Erna Lamba3)

1) Universitas Muslim Indonesia Makassar 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Sulawesi

Selatan

ABSTRAK

Salah satu varietas padi lokal yang disenangi di Sulawesi

Selatan ialah Ase Lapang yang merupakan varietas lokal

Kabupaten Pangkep dengan rasa nasi enak. Namun, varietas

Ase Lapang saat ini hanya dapat dijumpai pada daerah

tertentu. Pembudidayaan yang terbatas ini disebabkan varietas

ini berdaya hasil rendah, berbatang tinggi, mudah rebah, dan

berumur dalam/panjang. Oleh karena itu, perlu dilakukan

perbaikan terhadp varietas lokal tersebut. Induksi mutasi

dengan radiasi sinar gama merupakan salah satu cara merakit

varietas lokal menjadi varietas baru yang mempunyai sifat

lebih baik dari tetuanya. Penelitian ini bertujuan menganalisis

pengaruh induksi radiasi sinar gama untuk menghasilkan

mutan padi lokal Ase Lapang yang mempunyai karakter

morfologi tanaman pendek, berumur genjah, dan berdaya hasil

114 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

tinggi. Penelitian dilaksanakan dengan menanam mutan Ase

Lapang generasi M2 di rumah kaca. Penelitian dirancang

dengan menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri

atas empat taraf perlakuan radiasi sinar gama, yaitu tanpa

radiasi (R0) serta radiasi 100 gray (R1), 200 gray (R2), dan

300 gray (R3). Setiap perlakuan diulang enam kali. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa induksi radiasi sinar gama

dengan dosis 200 gray menghasilkan tanaman 13% lebih

pendek, umur panen lebih genjah, bobot biji per malai lebih

berat 28%, dan bobot biji per rumpun lebih berat

dibandingkan dengan tanpa radiasi sinar gama. Hal ini berarti

perlakuan induksi radiasi sinar gama berpotensi menghasilkan

mutan Ase Lapang yang berumur genjah, postur tanaman

pendek, dan berdaya hasil lebih tinggi.

Kata kunci: Perakitan varietas, varietas lokal, Ase Lapang,

umur genjah, hasil tinggi, iradiasi sinar gama.

ABSTRACT

One of the favoured local rice varieties in South Sulawesi is the

Ase Lapang which is a local variety of rice in Pangkep District

with good eating quality. Unfortunately, Ase-lapang rice,

nowadays can only be found at certain areas. Limited

cultivation of this variety is caused by its low yield, long stem

and easy to fall, and long maturity. Therefore, it is necessary

to improve the local varieties. Induction of mutations by

gamma irradiation is one the ways to improve the local variety

that has better properties than the parent. The study aimed to

analyze the effect of gamma irradiation on the rice mutant of

Ase Lapang. The research was conducted by growing the Ase

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 115

Lapang mutant of M2 generation in the greenhouse. The study

was arranged in a completely randomized design with four

levels of gamma ray doses, namely without irradiation (R0)

and irradiation with 100 gray (R1), 200 gray (R2) and 300 gray

(R3). Each treatment was repeated six times. The results

showed that the induction of gamma irradiation at 200 gray

generated plants with 13% shorter, early maturing, heavier

seed weight per panicle by 28%, and heavier seed weight per

clump compared with without gamma irradiation. This

indicates that induction of gamma irradiation could potentially

generate Ase Lapang mutant which has early maturing, short

plant, and high yielding characters.

Keywords: Varietal improvement, local variety, Ase Lapang,

early maturity, high yield, gamma ray irradiation.

116 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PELACAKAN GEN CHYB DAN KANDUNGAN KAROTENOID PADA PADI LOKAL PULAU JAWA:

UPAYA KOLEKSI PADI TAHAN KEKERINGAN KAYA PROVITAMIN A BERBASIS KERAGAMAN GENETIK

TRACKING CHYB GENE AND CAROTENOID CONTENT IN JAVA

LOCAL RICE:

COLLECTING DROUGHT TOLERANT RICE RICH IN PRO-

VITAMIN A BASED ON GENETIC DIVERSITY

Hermin Pancasakti Kusumaningrum1), Triwibowo Yuwono2), Wahyu Purbowasito S. Waskito3), Sri Rustini4)

1) Universitas Diponegoro

2) Universitas Gadjah Mada 3) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

4) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Kekeringan merupakan salah satu penyebab utama penurunan

produksi padi. Informasi genetik tentang toleransi padi lokal

Pulau Jawa terhadap kekeringan dilengkapi dengan kandungan

karotenoid, ABA, gen penyandi karotenoid, keragaman genetik,

dan pemetaannya belum tersedia. Toleransi terhadap

kekeringan ditentukan oleh gen β-carotene hydroxylase

(Chyb). Informasi ini akan menjadi dasar dalam melacak

ketersediaan dan keunggulan padi lokal untuk beradaptasi

terhadap perubahan iklim (kekeringan) dan ketahanan pangan.

Tujuan penelitian pada tahun pertama adalah melacak gen

Chyb pada padi lokal Pulau Jawa diikuti pengukuran

kandungan karotenoid dan didukung data xantofil terkait ABA.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 117

Pada tahun kedua akan dilakukan identifikasi dan analisis

keragaman genetik berbasis gen Chyb dan marka kloroplas.

Pada tahun ketiga, kegiatan difokuskan pada analisis dan

pemetaan padi toleran kekeringan terkait gen Chyb dan

kandungan karotenoid. Hasil penelitian tahun pertama

menunjukkan sebagian besar padi isolat lokal Pulau Jawa

memperlihatkan keberadaan gen ChyB dan kandungan

karotenoid yang berimplikasi pada perolehan jenis padi tahan

terhadap kekeringan. Beberapa isolat padi memiliki potensi

besar untuk ditingkatkan kemampuannya melalui pemuliaan

dan aplikasi lapangan sehingga selain toleran kekeringan,

kandungan provitamin A juga lebih tinggi. Hal ini didukung

oleh kondisi lingkungan Pulau Jawa khususnya Jawa Tengah

yang menawarkan kestabilan maupun variasi genetik yang

mampu meningkatkan keragaman spesies unggul. Penelitian

lebih lanjut diperlukan untuk menelusuri keragaman genetik

beberapa isolat padi unggul potensial yang diperoleh dengan

menggunakan marka genetik. Selain akan memperoleh

informasi yang lebih akurat, upaya pemuliaan di lapangan juga

akan lebih terarah, efektif, dan efisien, khususnya untuk

mendukung ketahanan pangan dan upaya mitigasi kekeringan

akibat perubahan iklim.

Kata kunci: Padi lokal, keragaman genetik, gen Chyb,

karotenoid, tahan kekeringan, pro-vitamin A,

Jawa.

118 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

ABSTRACT

Drought is a major factor declining rice production. Genetic

information about drought tolerance in Java local rice

completed with carotenoid content, ABA, carotenoid-coding

genes, genetic diversity and their mapping has so far not

available. Tolerance to drought in rice is determined by the β-

carotene hydroxylase gene (Chyb). Carotenoids are essential

components for photosynthesis, and photoprotection and

production of abscisic acid (ABA) and their biosynthesis occurs

in plastids through the MEP pathway. This information is the

basic source of tracking the availability and capacity of local

rice to adapt to climate change and to support food security.

The objectives of the study in the first year were to detect

Chyb gene followed by analyses of ABA and carotenoid content

in selected Java local rice relating with drought tolerance. The

second year study will identify and analyze genetic diversity

using Chyb gene and chloroplast marker. The third year study

will analyze and map drought tolerant rice associated with

Chyb gene, ABA and carotenoid content. The results showed

the most of Java local rice showed the presence of ChyB gene

and high carotenoid content which implies the acquisition of

rice varieties tolerant to drought. Some isolates of Java local

rice had a great potential to be improved through breeding

and field applications in addition to resistance to drought and

higher provitamin A content. This results supported by

environmental conditions of Java, especially in Central Java

which offer stability and genetic variations that can increase

superior species diversity. Further study is needed to explore

the genetic diversity of some isolates that have been obtained

using genetic markers. In addition to obtain more accurate

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 119

information, breeding in the field will also be more focused,

effective and efficient especially for supporting food security

and mitigating drought due to climate change.

Keywords: Java local rice, genetic variation, gen Chyb, carotenoid, drought tolerance, pro-vitamin A.

120 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENDUGAAN DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI MENGGUNAKAN MODEL

DINAMIK

DEVELOPMENTOF TECHNOLOGY FOR ESTIMATINGSOYBEANSEEDSTORABILITYUSINGA

DYNAMICMODEL

Abdul Qadir1), Faiza C. Suwarno1), Agustiansyah2), Baran Wirawan1), Agus Hasbianto3)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Universitas Lampung 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Viabilitas benih kedelai cepat menurun karena tingginya kandungan protein dan kondisi lingkungan tropis dengan kelembapan tinggi. Upaya mempertahankan viabilitas benih tetap tinggi pada sistem penyimpanan terbuka dapat dilakukan dengan menggunakan kemasan. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi perilaku benih kedelai selama penyimpanan dengan menggunakan kemasan yang berbeda dan mengembangkan model pendugaan daya simpan benih kedelai. Penenelitian terdiri atas tiga kegiatan, yaitu (1) evaluasi perilaku benih selama penyimpanan, (2) pengembangan model penyimpanan benih, serta (3) simulasi dan verifikasi model. Penyimpanan dan pengujian benih kedelai pada sistem penyimpanan terbuka dilakukan pada kadar air berbeda (7-8%, 9-10%, dan 11-12%) serta menggunakan jenis kemasan yang berbeda (botol kaca, plastik PP, dan karung plastik). Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap lima ulangan dengan menggunakan kedelai

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 121

varietas Detam-1, Anjasmoro, Tanggamus, dan Wilis. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perilaku benih selama penyimpanan dipengaruhi oleh kadar air benih dan kondisi lingkungan simpan, sehingga kadar air benih dapat dijadikan input model. Penyusunan model terdiri atas: (a) penyusunan diagram air, (b) penentuan hubungan antarpeubah dan konstanta model, dan (c) perangkaian hubungan antarpeubah dan konstanta model dengan menggunakan perangkat lunak pemodelan komputer. Kegiatan penyusunan model berhasil memperoleh submodel kadar air dan submodel deteriorasi benih. Model disusun dan dijalankan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excell 2010 dan perangkat lunak Stella V.9.0.2. Simulasi model dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excell 2010 dengan input permeabilitas kemasan, varietas, kadar air, suhu, kadar air awal, dan viabilitas awal benih dapat memprediksi secara logis kadar air benih, daya simpan benih, konduktivitas benih, dan periode simpan benih. Kata kunci : Kedelai, sistem penyimpanan, model dinamis,

daya simpan benih.

ABSTRACT

Soybean seed viability declined rapidly due to the high protein

content and high humidity of the tropical environment.

Packaging techniques could be applied to maintain high

viability of the soybean seeds. This research aimed to study

the behavior of soybean seeds during storage with different

packaging and soybean seeds varieties, and to develop model

of soybean seed storage. The study was conducted in three

stages, (1) evaluation of soybean seed behaviour during

storage, (2) development of seed storage model, and (3)

simulation and verification of the model. The first stage

consisted of two experiments, namely soybean seed storage at

122 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

different seed water contents (7-8%, 9-10% dan 11-12%) and

different types of packaging (glass bottle, polypropilen plastic,

and sacks plastic), and seed storage and testing. The

experiment was arranged in completely randomized design

with five replications, using four soybean varieties (Detam-1,

Anjasmoro, Detam-2 and Wilis). The results showed that the

seed behaviour during storage period was affected by seed

moisture content and environmental conditions, so that seed

moisture content can be used as input of the model and seed

storability vigor and seed conductivity as outputs.

Development ofthe modelconsisted of: (1) preparation offlow

diagrams, (2) determination ofthe relationship between

parameters andconstantsof the model, and(3) correlating

paramaters and constantsof themodelsby using computer

modeling software. Modeling activities successfully obtained

moisture sub model and seed deterioration sub model. Model

compiled and run using Microsof tExcel 2010 software and

software StellaV.9.0.2. Simulation of seed storability vigor

prediction model with Microsoft Excell 2010 software and the

Model of Construction Layer-Stella (MCLS) with permeability

and surface area of packaging, varieties, relative humidity,

temperature, initial moisture content, and initial viability as

inputs could predict logically the seed moisture content, seed

storability vigor, seed conductivity, and storage period.

Keywords: Soybean, storage system, dynamic model,

storability.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 123

Gambar 1. Benih Anjasmoro, Gambar 2. Pengujian viabilitas Wilis, Detam-1, Detam-2

Gambar 3. Pengujian KA Gambar 4. Pengujian feroksida value

124 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGELOLAAN VIRUS-VIRUS PENTING TANAMAN PADI

IDENTIFICATION AND STRATEGY OF MANAGING IMPORTANT

VIRUSES ON RICE

Sri Hendrastuti Hidayat1), Sri Sulandari2), Fauziah T. Ladja3)

1) Institut Pertanian Bogor 2) Universitas Gadjah Mada

3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Penyakit padi yang disebabkan oleh virus masih merupakan

kendala produksi yang utama di Indonesia. Penelitian

dilakukan untuk membangun pengetahuan dasar yang

komprehensif guna menyusun strategi pengendalian penyakit

utama padi yang disebabkan oleh virus tungro, virus kerdil

rumput, dan virus kerdil hampa. Penelitian diharapkan dapat

memberikan rekomendasi strategi pengendalian melalui kajian

mengenai keragaman dan virulensi virus, ketahanan tanaman

padi, dan kemampuan serangga vektor menularkan virus.

Penelitian pada tahun pertama bertujuan untuk (1)

memetakan distribusi virus tungro, virus kerdil hampa, dan

virus kerdil rumput di beberapa daerah di Indonesia; (2)

memperoleh informasi mengenai keragaman genetik virus padi

dari beberapa daerah; (3) memperoleh metode deteksi virus

yang cepat dan akurat menggunakan teknik polymerase chain

reaction (PCR); dan (4) mengetahui potensi gulma sebagai

inang alternatif virus padi. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa gejala penyakit yang ditemukan di lapangan sangat

beragam dan tidak dapat memberikan kepastian agens

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 125

penyebab penyakitnya. Gejala mirip tungro yang selama ini

selalu berasosiasi dengan infeksi virus tungro ternyata juga

dapat disebabkan oleh infeksi virus kerdil rumput yang

disebabkan oleh Rice grassy stunt virus (RGSV). Dengan

menggunakan metode PCR berhasil dideteksi infeksi Rice

tungro baculo virus (RTBV) dari Jawa Barat, Jawa Tengah,

Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat; RGSV dari Bali,

Lombok, Sulawesi Utara, dan Sumatera Barat, sementara Rice

ragged stunt virus (RRSV) hanya terdeteksi di Jawa Tengah.

Berdasarkan analisis homologi basa nukleotida, isolat virus dari

daerah yang berbeda memiliki kesamaan di atas 80% sehingga

dapat digolongkan dalam satu kelompok/spesies virus. Hal ini

dapat menjadi pertimbangan dalam penentuan strategi

pengendalian virus di setiap lokasi.

Kata kunci: Padi, virus tungro, virus kerdil hampa, virus kerdil

rumput, wereng hijau.

ABSTRACT

Viral disease is one of important constraints in rice production

in Indonesia. Research was conducted to build basic

information needed to develop disease control strategy,

especially those caused by rice tungro virus (RTV), rice grassy

stunt virus (RGSV), and rice ragged stunt virus (RRSV), based

on understanding of genetic diversity and virulence of viruses,

the role of insect vectors on disease spread, and the

availability of resistant varieties. Research in the first year

aimed to (1) map geographic distribution of tungro virus

(RTBV), RGSV), and RRSV in Indonesia; (2) obtain information

on genetic diversity of viruses collected from several locations

in Indonesia; (3) develop fast and accurate detection method

126 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

based on polymerase chain reaction (PCR) technique; and (4)

identify the role of weeds as alternative host for the virus.

Field observation showed that disease symptoms were very

diverse and it was very difficult to identify the problem based

only on the symptoms. Symptoms similar to tungro virus

infection were in fact associated with other virus infection, i.e.

RGSV. Using PCR-based technique, three different viruse

isolates were detected from different locations, i.e. RTBV from

West Java, Central Java, East Java, Bali, and West Nusa

Tenggara; RGSV from Bali, Lombok, North Sulawesi, and West

Sumatra; whereas RRSV was only detected from Central Java.

Based on nucleotide sequence analysis, isolates from different

locations in Indonesia had homology of >80%, indicated that

the viruses are having very closed relationship and probably

they are the same species. This identification is very important

for developing disease control strategy in each rice growing

area.

Keywords: Rice, rice tungro virus, rice grassy stunt virus, rice ragged stunt virus, leafhopper.

.

Gambar 1. Tanaman padi terkena virus

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 127

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL UBI JALAR MADU TIPE BARU BERUMUR GENJAH DAN BERDAYA HASIL TINGGI SEBAGAI BAHAN PANGAN DAN

BAHAN BAKU INDUSTRI

BREEDING OF NEW TYPE OF SWEET POTATO MADU VARIETY

FOR EARLY MATURING AND HIGH YIELD FOR FOOD AND

INDUSTRIAL MATERIALS )

Agung Karuniawan1), M. Jusuf2), Budi Waluyo3)

1) Universitas Padjajaran

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Brawijaya

ABSTRAK

Ubi jalar memiliki kandungan karbohidrat tinggi dengan kadar

glisemik rendah, sumber vitamin A, sumber unsur hara mikro

Zn, Fe, Ca, dan K, serta sumber antioksidan berkualitas tinggi

pada bagian akar ubi dan daun. Ubi jalar berpotensi sebagai

sumber tepung dan pati karena mempunyai karakteristik yang

sesuai untuk dijadikan sebagai bahan baku industri. Selain itu

potensi hasil tinggi, umur genjah dan kandungan pati yang

tinggi memungkinkan ubi jalar dijadikan sebagai sumber

bioetanol. Konsep perakitan ubi jalar madu tipe baru ini

didasarkan pada pelestarian dan penggunaan plasma nutfah

ubi jalar lokal sebagai sumber perbaikan genetik berdasarkan

warna daging ubi krem putih, kuning, jingga, dan ungu

sehingga mendukung terbentuknya pangan fungsional yang

didasarkan pada kebutuhan pangan, pakan, industri dan energi

yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat disamping

128 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

meningkatkan nilai jual dan pendapatan petani. Pembentukan

koleksi inti dapat dilakukan melalui identifikasi morfologi

dengan pendekatan analisis statistik yang diperkuat dengan

identifikasi marka molekuler, menganalisis keragaman kultivar-

kultivar ubi jalar dari wilayah agroekologi yang berbeda

menggunakan karakter morfologi dan marka SSR untuk

analisis genetik yang berguna dalam program pemuliaan

tanaman ubi jalar. Pada penelitian ini akan dilakukan kegiatan

intercrossing menggunakan metode polycross pada plot koleksi

aksesi-aksesi ubi jalar, serta identifikasi morfologi, kandungan

gula, pati, dan bahan kering yang didukung oleh penggunaan

marka molekuler SSR pada aksesi tetua-tetua dan keturunan

F1 potensial madu tipe baru.

Kata Kunci: Ubi jalar, pemanfaatan plasma nutfah,

persilangan, pemuliaan berbantuan marka

ABSTRACT

Sweet potato contains high carbohydrates but low glycemic

contents, source of vitamin A, micronutrients Zn, Fe, Ca, and

K, and high quality antioxidant in the roots and leaf. It can be

used as flour and starch sources due to its chemical

characteristics suitable for industrial materials. Beside its high

potential, early maturing, and its high starch content makes it

potential for bioethanol. The concept of new Madu type

sweet potato varietal improvement was based on the

conservation and utilization of local sweet potato genetic

resources as sources for improvement of flesh colour i.e

creamy white, yellow, orange, purple to support functional

food, feed, industry and energy, to improve human welfare,

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 129

market value and farmers earning. Core collection was

developed through identification of morphological characters,

with statistical analyses supported by molecular markers,

analysing variability of cultivars from different agroecological

condition using morphological and SSR markers to analyse

useful genetic for breeding program. This research will

intercross sweet potato accessions using polycross method,

and identification of morphological charaters, sugar and starch

contents and dry biomass supported by the use of SSR

markers on parents and F1 progenies of potential new Madu

type.

Key words: Ubi jalar, germplasm utilization, intercrossing, marker assisted breeding.

130 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

EKSPLORASI DAN SELEKSI VARIETAS LOKAL SERTA PERAKITAN VARIETAS UNGGUL KACANG

BAMBARA (VIGNA SUBTERRANEA) BERUMUR GENJAH DAN BERDAYA HASIL TINGGI SEBAGAI

SUMBER PANGAN BERPROTEIN TINGGI

EXPLORATION AND SELECTION OF LOCAL VARIETIES OF

BAMBARA GROUNDNUT (VIGNA SUBTERRANEA) AND

DEVELOPMENT OF EARLY MATURING AND HIGH YIELDING

VARIETY FOR HIGH PROTEIN FOOD SOURCE

Noladhi Wicaksana1), Hakim Kurniawan2), Budi Waluyo3), Meddy Rachmadi1), Agung Karuniawan1)

1) Universitas Padjajaran

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Brawijaya

ABSTRAK

Kacang bambara (Vigna subterranea) potensial dikembangkan

untuk mendukung program percepatan penganekaragaman

konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal, serta penguatan

ketahanan pangan dan sumber energi terbarukan dalam

sistem pertanian berkelanjutan. Tanaman ini memiliki

kandungan protein, karbohidrat, dan mineral relative tinggi

dengan kandungan lemak rendah. Tanaman ini juga dapat

berproduksi baik pada lahan-lahan marginal. Kacang Bambara

ditemukan di hampir seluruh wilayah tetapi dibudidayakan

tidak intensif serta mempunyai nama daerah lokal berbeda.

Untuk itu perlu upaya pelestarian dan pengelolaan plasma

nutfah serta pengembangan varietas lokal untuk meningkatkan

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 131

produksi dan peningkatan kapasitas genetik tanaman. Tujuan

penelitian tahun pertama ialah (i) mengoleksi aksesi kacang

bambara lokal dari berbagai lokasi di Jawa Barat, (ii)

mengetahui keragaman genetik aksesi-aksesi kacang bambara

lokal unggul berdasarkan karakter morfologi, agronomis,

kandungan gizi, dan marka molekuler, (iii) memperoleh aksesi-

aksesi unggul potensial kacang bambara lokal. Pengambilan

bahan genetik kacang Bambara di Jawa Barat dilakukan

berdasarkan metode eksplorasi lapang. Identifikasi morfo-

agronomi bahan genetik hasil eksplorasi dilakukan di Kebun

Percobaan Fakultas Pertanian Unpad berdasarkan penanaman

barisan tunggal. Identifikasi dilakukan berdasarkan deskriptor

Kacang Bambara. Identifikasi keragaman berdasarkan marka

molekular dengan pendekatan marka SSR dan marka

fungsional PBA dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas

Pertanian Unpad. Analisis kandungan protein dan pati

dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hasil Balitsa. Berdasarkan

hasil eksplorasi diketahui bahwa Kacang Bambara

dibudidayakan secara luas di Kabupaten Sumedang, Kota dan

Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, dan Kabupaten

Sukabumi. Sedangkan di Kabupaten Bandung, pertanaman

ditemukan dalam skala luasan yang tidak terlalu besar. Di

Kabupaten Bogor, meskipun kacang Bambara dikenal dengan

nama kacang Bogor, sangat sulit menemukan pertanaman

tanaman ini. Tetapi cukup mudah ditemukan kacang Bambara

di pasar, seperti juga yang ditemukan di Kabupaten Cirebon.

Keragaman genetik kacang Bambara di Jawa Barat sangat

tinggi, terutama di ditemukan di daerah-daerah pusat

pertanaman kacang Bambara. Berdasarkan hasil analisis data

dan pembahasan yang dilakukan, diketahui bahwa karakter

komponen hasil dan hasil, serta memiliki tingkat keragaman

132 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

yang luas. Sebaliknya variasi yang sempit ditemukan pada

karakter umur berbunga. Core collection yang dibentuk

mewakili keragaman genetik yang ada di Jawa Barat. Pada

umumnya kacang Bambara asal Jawa Barat memiliki

kandungan protein sedang dengan kisaran antara 11-17%.

Kata kunci: Eksplorasi, seleksi, kacang bambara, sumber

pangan.

ABSTRACTS

Bambara groundnut (Vigna subterranea) is potential food crop

in supporting the acceleration of diversification of food

consumption program based on local resources, strengthening

food security and renewable energy resources in sustainable

agricultural systems. This crop contains high proteins,

carbohydrates, and minerals contents and low in fatty acid

content. Also, it can grow and produce in the marginal soils.

Bambara groundnut can be found in almost all regions of West

Java, but not intensively cultivated. This underutilized crop has

a different local varieties names depend on location. It is

necessary to conserve and manage the germplasm, to develop

the local varieties and to improve the genetic capacity. The

objectives of the first year research are: (i) collecting Bambara

groundnut accessions from various locations in West Java, (ii)

determining the genetic diversity of superior local Bambara

groundnut accessions based morphological, agronomic,

nutritional content, as well as molecular markers, (iii) obtaining

the superior local verieties of Bambara groundnut accessions.

Collection of genetic material of Bambara groundnut in West

Java was performed through field exploration methods.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 133

Identification accessions based on morpho-agronomic traits

carried out in the Experimental Field of Faculty of Agriculture

Unpad, by cultivate the accession in a single row and

characterized based on the descriptors of Bambara groundnut.

Genetic diversity analysis based on SSR markers and functional

markers PBA were conducted in the Laboratory of

Biotechnology Faculty of Agriculture, Padjadjaran University.

Analysis of protein and starch content were conducted at the

Laboratory of Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang.

Exploration showed that Bambara groundnut is cultivated

extensively in Sumedang, Tasikmalaya, Garut, and Sukabumi.

While in Bandung, the cultivation were found in the medium

scale. In Bogor, although Bambara groundnut famous as the

Bogor bean, the planting crops is rarely found. But it is quite

easy to find Bambara groundnut in the market, as also found

in the market in Cirebon. The genetic diversity of Bambara

groundnut in West Java was high, especially in the center of

Bambara groundnut cultivation. Based on the result, the yield

components and yields characters have a wide degree of

variability. Conversely, narrow variation was found in the

flowering characters. Core collection was developed by

representation of the genetic variability of Bambara groundnut

in West Java. Generally, Bambara groundnut from West Java

contained protein in the range between 11-17%.

Keywords: Exploration, selection, bambara groundnut, food source.

134 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN GALUR PADI UNGGUL AROMATIK DENGAN POTENSI HASIL TINGGI MELALUI TEKNOLOGI MARKA BERBASIS GEN

MENUJU UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN (UDHP)

DEVELOPMENT OF AROMATIC AND HIGH YIELD ELITE

LINES OF RICE BY USING GENE-BASED MARKERS

Sutoro1), Djarot Sasongko Hami Seno2), Enung Sri Mulyaningsih3)

1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

2) Institut Pertanian Bogor 3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Pengembangan Galur Padi Unggul Aromatik dengan Potensi

Hasil Tinggi Melalui Teknologi Marka Berbasis Gen. Aromatik

merupakan salah satu karakter penting dari padi berkualitas.

Gen badh2 adalah gen yang bertanggung jawab untuk sifat

aroma. Penggunaan marka molekuler berbasis gen badh2

untuk seleksi dapat mengurangi waktu dan biaya penelitian.

Pengembangan galur padi unggul aromatik dengan potensi

hasil tinggi melalui teknologi marka berbasis gen sangat perlu

untuk dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah 1) menyeleksi

galur-galur BC5F1-C/M dan BC5F1-C/P dengan marka berbasis

gen dan melakukan selfing untuk mendapatkan padi BC5F2-

C/M dan BC5F2-C/P, dan 2) menyeleksi galur BC5F2-C/M dan

BC5F2-C/P dengan marka berbasis gen, pengujian aroma

secara kimiawi, evaluasi karakter agronomi dan selfing untuk

mendapatkan galur BC5F3-C/M dan BC5F3-C/P.

Pendekatan bioteknologi dan konvensional digunakan dalam

penelitian ini. Marka berbasis gen yang terpaut dengan

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 135

karakter aromatic (gen badh2) telah dikembangkan. Galur-

galur BC5F1 BC5F1 Ciherang/Pandanwangi atau

Ciherang/Mentikwangi merupakan galur-galur yang heterosigot

untuk alel aromatik, sedangkan karakter aromatic akan

terekspresi pada kondisi homosigot resesif. Karakter aromatik

pada galur-galur tersebut tidak bisa dideteksi dengam

pengujian aromatik (organoleptik). Oleh karena itu aplikasi

marka berbasis gen untuk mendeteksi galur-galur tanaman

BC5F1 yang membawa alel aromatik sangat diperlukan dan

digunakan dalam penelitian ini. Kombinasi marka berbasis gen

dan pengujian aromatic secara kimia diaplikasikan dalam

menyeleksi galur-galur BC5F2. Evaluasi karakter agronomi

juga dilakukan sehingga padi unggul aromatic dan mempunyai

potensi hasil tinggi dapat diperoleh.Hasil penelitian

menunjukkan bahwa seleksi secara molekuler menggunakan

teknik PCR pada galur-galur BC5F1 silangan

Ciherang/Pandanwangi atau Ciherang/Mentikwangi dengan

primer spesifik aromatik (P1/P2 atau Bradbury) telah berhasil

mengidentifikasi individu-individu tanaman yang membawa alel

aromatik. Evaluasi karakter agronomi individu-individu

tanaman yang membawa alel aromatik menunjukkan bahwa

individu tanaman BC5F1 sudah mendekati genetik padi

Ciherang. Analisis molekuler dengan teknik PCR menggunakan

primer spesifik yang dikombinasikan dengan pengujian

aromatik menggunakan KOH 1,7% pada tanaman-tanaman

padi galur BC5F2-Ciherang/Pandanwangi juga telah berhasil

mengidentifikasi dan menghasilkan 28 tanaman generasi

BC5F2 yang membawa alel aromatik dan mempunyai karakter

wangi.

Kata kunci : Padi (Oryza sativa, L.), aromatik, marka berbasis

gen

136 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

ABSTRACT

Aroma is one of the important characters of rice quality. Badh2

gene is responsible for the fragrant character. The use of

gene-based molecular markers for selection badh2 can reduce

the time and cost of research. Development of aromatic and

high yield elite lines of rice by using gene-based markers is

necessary. The objectives of the research were: 1) to screen

BC5F1 Ciherang/Mentikwangi or BC5F1

Ciherang/Pandanwangilines by using gene-based markers and

develop BC5F2 population, dan 2) to screen the BC5F2

Ciherang/Mentikwangi or BC5F2 Ciherang/Pandanwangi lines

by using gene-based markers, chemically test of aromatic

character, evaluate agronomy charactersanddevelop BC5F3

population. Biotechnology and conventional approaches were

used for this research. Gene-based markers that linked with

aromatic character (badh2 gene) have been developed. These

markers will be applied to screen aromatic allele of BC5F1-

Ciherang (non aromatic)/MentikWangi (aromatic) and BC5F1-

Ciherang (non-aromatic)/PandanWangi (aromatic) lines by

using PCR approach.In BC5F1 Ciherang/Mentikwangi or BC5F1

Ciherang/Pandanwangi lines are heterozygous genotypes for

the aromatic alleles, but actually in the case of

aromaticcharacters will be expressed in recessive homozygous

pattern. The aromatic (fragrant) characterof those lines will

not be able to detectby testing the aroma. Therefore, gene-

based markers application to detect BC5F1 lines carrying

aromatic allele is necessary and will be used in this research.

Combination of gene-based markers and chemically aromatic

testing will be applied toscreen BC5F2 lines. The selected

aromatic rice lines also will be evaluated for the agronomic

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 137

characters so that the aromatic and high yield elite rice lines

will be gained. The results showed that the selection using

PCR techniques of in BC5F1-Ciherang /Pandanwangi or

Ciherang/Mentikwangi lines with specific primers (P1/P2 or

Bradbury) has been successfully identify plants carrying

aromatic alleles. Evaluation of agronomic traits of plants

carrying the aromatic allele suggests that individual BC5F1

plants were similar genetically with Ciherang. PCR analysis by

using specific primers in combination with aromatic testing

using KOH 1.7% in rice line BC5F2-Ciherang/Pandanwangi

have also been able to identify and produce 28 BC5F2

generation plants carrying aromatic allele and have fragrant

character. The activities are still in progress and should be

completed are 1) PCR analysis of lines of rice plants BC5F2-

CM, 2) testing of selected aromatic rice lines BC5F2-CM lines,

and 3) observations agronomic characters of selected plants

BC5F2-C/P and BC5F2-C/M lines.

Key words : Rice (Oryza sativa L.), aromatic, gene-based marker.

138 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PROFIL KEDELAI LOKAL DIBANDINGKAN KEDELAI GMO DAN NON-GMO IMPOR UNTUK MENDUKUNG INTERNASIONALISASI TEMPE DAN SWASEMBADA

KEDELAI INDONESIA

PROFILES OF LOCAL SOYBEAN COMPARED WITH IMPORTED GMO AND NON GMO TO SUPPORT INTERNATIONALIZATION

OF TEMPE AND INDONESIAN SELF SUFFICIENT SOYBEAN

Made Astawan1), Tutik Wresdiyati1), Sri Widowati2), Siti Harnina Bintari3)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Badan Tenaga Atom Nasional

ABSTRAK

Kedelai memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan,

khususnya untuk mencegah berbagai penyakit degeneratif.

Indonesia merupakan negara konsumen kedelai terbesar di

Asia Tenggara, dan sebagian besar kedelai berasal dari impor,

yang umumnya berupa kedelai Genetically Modified

Organism/GMO (hasil rekayasa genetika). Sebagian besar

kedelai di Indonesia diolah menjadi tempe, yaitu produk

fermentasi kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus

oligosporus. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1)

membandingkan karakteristik fisik dan kimia kedelai varietas

impor (GMO dan non-GMO) dan kedelai varietas lokal

(Grobogan, Anjasmara, dan Argomulyo); (2) membandingkan

karakteristik fisik dan kimia antara tempe yang dihasilkan dari

kedelai varietas impor dan varietas lokal; (3) mengevaluasi

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 139

nilai gizi protein yang terkandung di dalam tepung tempe, (4)

mengatasi masalah daya simpan dengan membuat tepung

tempe. Evaluasi terhadap kualitas protein tepung tempe

dilakukan dengan menggunakan tikus putih Sprague-Dawley

sebagai hewan model. Tikus diberi makan tepung tempe dari

kedelai impor GMO, kedelai impor non-GMO, kedelai lokal

grobogan, dan kasein sebagai standar. Parameter yang diukur

pada penelitian ini adalah protein efficiency ratio (PER), feed

conversion efficiency (FCE), net protein ratio (NPR), true

protein digestibility (TPD), biological value (BV), dan net

protein utilization (NPU). Hasil analisis menunjukkan bahwa

kedelai lokal Grobogan memiliki karakteristik fisik terbaik dan

efektivitas biaya tertinggi (0.73) dalam pembuatan tempe.

Varietas kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen

tempe yang dihasilkan (p>0.05). Tempe yang dihasilkan dari

kedelai Grobogan memiliki kadar air, protein, dan lemak yang

sama dengan tempe dari kedelai impor. Kapasitas antioksidan

tempe dari kedelai impor dan lokal berkisar antara 186-191 mg

AEAC/kg tempe. Hasil analisis sensori, pada tempe mentah

maupun goreng, tempe dari kedelai lokal memperoleh tingkat

kesukaan yang sama dengan tempe dari kedelai impor. Umur

simpan tempe Grobogan pada suhu ruang mencapai 2 hari,

sedangkan pada suhu refrigerator mencapai 7 hari. Hasil

analisis terhadap tepung tempe tidak terdapat perbedaan yang

nyata pada nilai FCE (rata-rata 20,45%) dan PER (rata-rata

2,04) dari semua jenis tepung tempe, tetapi nilai-nilai tersebut

lebih rendah dari kasein. Nilai NPR semua jenis tepung tempe

tidak berbeda nyata (rata-rata 2,80) tetapi lebih rendah dari

kasein (3,67). Nilai TPD tepung tempe kedelai Grobogan dan

non-GMO impor tidak berbeda nyata (rata-rata 82,62%), nyata

lebih tinggi dari tepung tempe kedelai GMO (80,27%), dan

140 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

lebih rendah dari kasein (87,33%). Tidak terdapat perbedaan

yang nyata pada nilai BV (rata-rata 89,59%) dan NPU (rata-

rata 74,55%) dari semua sampel tepung tempe. Secara

umum nilai gizi protein dari tepung tempe kedelai lokal

Grobogan tidak berbeda dengan tepung tempe kedelai non-

GMO impor, lebih tinggi dibandingkan tempe kedelai GMO

impor (khususnya pada daya cerna protein), tetapi masih lebih

rendah dibandingkan kasein sebagai standar.

Kata kunci: Tempe, kedelai GMO, kedelai non-GMO,

fermentasi, kualitas protein.

ABSTRACT

Soybean is beneficial to health, particularly to prevent from

degenerative diseases. Indonesia is the biggest soy

consumption in South East Asia. Most of the soybeans used in

Indonesia was originated from import, and mostly in the form

of Genetically Modified Organism/GMO (transgenic). Majority

of soybean in Indonesia, is processed into tempe – a

fermentation product of soybean with mold mycelium of

Rhizopus oligosporus. The objectives of this research were:

(1) to compare physical and chemical properties of soybean

import varieties (GMO dan non-GMO) and local soybean

varieties (Grobogan, Anjasmara, dan Argomulyo); (2) to

compare physical and chemical properties of tempe made from

import and local soybean varieties; (3) to evaluate protein

nutritional quality of tempe powders made from import and

local soybean varieties; (4) to evaluate shelf life of tempe. To

prolong shelf life, tempe is processed into flour. Evaluation of

protein nutritional quality was done by using Sprague-Dawley

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 141

albino rats as a model. The rats were fed with imported GMO

and non-GMO soybean,, local Grobogan soybean tempe flours

and casein as a standard. Observations were made on protein

efficiency ratio (PER), feed conversion efficiency (FCE), net

protein ratio (NPR), true protein digestibility (TPD), biological

value (BV), and net protein utilization (NPU). The result

showed that Grobogan local variety showed the best physical

properties soybean grain and the highest cost effectiveness

(0.73) in producing tempe. The tempe yields from all soybean

varieties were not significantly different (p>0.05). Tempe

made from Grobogan local variety had moisture, protein, and

fat contents as high as tempe made from imported soybean.

The antioxidant capacity of tempe from import and local

soybeans were about 186-191 mg AEAC/g tempe, respectively,

but were not significantly different (p>0.05). Based on sensory

evaluation of raw and fried tempe, overall tempe made from

local or imported soybean had the same preference. Tempe

made from Grobogan local variety had shelf life until 2 days at

room temperature and 7 days at refrigerator based on sensory

quality measurement. The results from shelf life evaluation

showed that, there were no significantly different of FCE

(average 20,45%) and PER (average 2,04) values from all of

tempe flour, but lower than casein. NPR values of all soybean

tempe flours were not significantly different (average 2,80) but

lower than casein (3,67). TPD value of grobogan soybean

tempe flour and non-GMO were not statistically different

(average 82,62%), significantly higher than GMO soybean

tempe flour (80,27%), and lower than casein (87,33%). There

were no significantly different of BV (average 89,59%) and

NPU (average 74,55%) values from all of samples. In general,

the nutritional quality of protein from local Grobogan soybean

142 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

tempe flour was not different from import non-GMO, but

higher than GMO soybean tempe flour (especially in protein

digestibility), and was still lower than casein as a standard.

Keywords: Tempe, GMO soybean, non-GMO soybean, fermentation, protein quality.

PERAKITAN VARIETAS JAGUNG YANG TAHAN TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI STEWART

(PNSS) MELALUI INDUKSI MUTASI

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 143

IMPROVEMENT OF MAIZE RESISTANCE TO STEWART WILT

(PNSS) THROUGH MUTATION INDUCTION (English)

Yulmira Yanti1), Muhammad Djazuli2), Zurai Resti1), Zulfi Desi3)

1) Universitas Andalas

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Eka sakti Padang

ABSTRAK

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditas

strategis dan bernilai ekonomi, serta mempunyai peluang

untuk dikembangkan sebagai sumber karbohidrat setelah

beras. Namun produktivitas jagung rendah antara lain karena

adanya serangan patogen penyebab penyakit, diantaranya

hawar daun Stewart yang disebabkan oleh bakteri Pantoea

stewartii subsp. Stewartii (Pnss). Penyakit layu stewart telah

menimbulkan masalah besar bagi pertanaman jagung di

Indonesia yang mengakibatkan kehilangan hasil sampai 100%.

Penyakit layu stewart merupakan penyakit tular benih yang

penting pada jagung, dan sulit dikendalikan karena menyerang

tanaman pada berbagai fase pertumbuhan, bersifat tular benih

dan tular tular serangga. Sampai saat ini usaha pengendalian

penyakit ini diluar negeri masih menggunakan pestisida sintetis

yang mengandung senyawa kimia yang berbahaya bagi

kehidupan manusia. Perakitan kultivar atau klon yang tahan

penyakit tersebut merupakan salah satu langkah strategis

untuk mengendalikan penyakit tersebut. Salah satu metoda

yang dapat digunakan adalah menggunakan teknik transfer

gen atau induksi mutasi. Teknik induksi mutasi lebih

memungkinkan dilakukan dari pada rekayasa genetika karena

belum tersedianya gen tahan. Induksi mutasi pada tanaman

144 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

sudah umum dilakukan untuk tujuan perbaikan sifat genetik,

terutama untuk peningkatan produksi, ketahanan terhadap

suatu hama atau penyakit dan toleransi terhadap cekaman

lingkungan. Induksi mutasi memiliki banyak keuntungan

karena sifat ketahanan yang terinduksi dapat diwariskan ke

generasi berikutnya, perbaikan sifat-sifat agronomis and

peningkatan produksi baik kuantitas maupun kualitas.

Kata Kunci: Jagung, Zea mays, stewart wilt, mutation.

ABSTRACT

Maize (Zea mays L.) is one of the strategic and economically

valuable commodities, and has the potential to be developed

as carbohydrate source after rice. Maize productivity is low

due to Stewart wilt disease caused by Pantoea stewartii subsp.

Stewartii (Pnss). Stewart wilt is a major disease causing crop

loss until 100%. Stewart wilt difficult to control because attack

all phases of plant growth. It is a seed and insect borne

disease. Control efforts still rely on synthetic pesticides, which

are hamful to human health. Improvement of crop resistant to

the disease is an important strategy to control the disease. The

method used can be gene transfer or mutation induction.

Mutation induction appeared to be more appropriate than

genetic engineering since there are no resistance gene

available. Mutation induction has commonly been done to

improve genetic traits, especially yield, resistance characters

to pests and diseases, and environmental stresses. Mutation

induction has many advantages, i.e. the resistance characters

induced by mutation can be inherited to the next generations,

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 145

improve agronomic characters, and improve yield

quantitatively and qualitatively.

Key words : Maize, Zea mays, Stewart wilt, resistance,

mutation.

146 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PERAKITAN VARIETAS KEDELAI UNGGUL YANG TINGGI ATAU RENDAH KANDUNGAN ASAM FITAT

DAN MODIFIKASI PROTEIN GLOBULIN 11S MELALUI MUTASI SECARA KIMIAWI

IMPROVEMENT OF SUPERIOR SOYBEAN WITH HIGH AND

LOW PHYTIC ACID CONTENT AND MODIFICATION OF

PROTEIN THROUGH CHEMICAL MUTATION

Miswar1), Novita Nugrahaeni2), Mochamat Bintoro3)

1) Universitas Jember 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Politeknik Negeri Jember

ABSTRAK

Kedelai merupakan bahan pangan yang mengandung protein

dan lemak yang tinggi. Disamping itu juga mengandung

senyawa anti nutrisi yang dapat mengikat beberapa mineral,

enzim dan karbohidrat. Mineral-mineral yang terikat pada

asam fitat tidak dapat diserap oleh alat pencernaan bayi

manusia dan hewan non ruminansia. Beberapa enzim yang

terikat pada asam fitat antara lain alfa-amilase, protease,

lipase dan enzim-enzim pencernaan, dan menyebabkan

aktivitasnya menurun. Hal ini memberikan manfaat untuk

mengatasi beberapa penyakit, seperti diabetes, jantung

koroner dan batu ginjal. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mendapatkan mutan kedelai dengan kandungan asam

fitat yang tinggi/rendah dan memodifikasi protein globulin 11S.

Dalam penelitian ini digunakan tiga varietas kedelai yang di

dapat dari Balitkabi Malang, yaitu var. Panderman, Burangrang

dan grobogan. Benih kedelai dimutasi dengan menggunakan

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 147

sodium azide (SA) dengan konsentrasi 1 dan 2 mM dan

ethylmethane sulfonate (EMS) dengan konstrasi 20 mM. Benih

yang telah dimutasi ditanam pada media tanah dalam polibag.

Biji lalu dianalisis kandungan asam fitat, kandungan protein

globulin 11S dan 7S. Hasil penelitian menunjukan bahwa

mutasi dengan EMS pada kedelai var. Panderman, Grobogan

dan Burangrang diperoleh mutan yang mempunyai kandungan

asam fitat yang rendah dan tinggi. Mutan yang rendah

kandungan asam fitatnya, mempunai kandungan P anorganik

yang tinggi atau sebaliknya. Juga diperoleh mutan dengan

kandungan protein globulin fraksi 11S meningkat untuk ketiga

varietas. Terjadi perubahan morfologi daun pada sebagian

kedelai mutan.

Kata kunci: Kedelei, mutasi, EMS, asam fitat, modifikasi

protein.

ABSTRACT

Soybean (Glycine max L.) contains protein and high fat. It also

contains anti-nutritional compounds that can bind to some

minerals, enzymes and carbohydrates. Minerals bind to phytic

acid can not be absorbed by the baby's digestive tract of

humans and non-ruminant animals. Some enzymes that bound

to the phytic acid are alpha-amylase, protease, lipase and

digestive enzymes, and led to decrease activity. This provides

benefits to overcome some diseases, such as diabetes,

coronary heart disease and kidney stones. The research aimed

at obtaining soybean mutant with high and low phytic acid

content and modify 11S globulin protein. This study used three

soybean varieties obtained from Balitkabi Malang, namely

148 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Panderman, Burangrang and Grobogan varieties. Soybean

seeds were treated with sodium azide (SA) with 1 and 2 mM

concentration and 20 mM ethylmethane sulfonate (EMS). The

mutated seeds then planted in the soil media in polybags.

Seeds were then analyzed for the content of phytic acid,

protein content of 11S globulin and 7S. The results showed

that mutation with EMS on soybean var. Panderman, Grobogan

and Burangrang obtained mutants with low and high phytic

acid content. Mutant with low phytic acid content, has high

content of inorganic P or vice versa. Beside that, protein

content of 11 S globulin fraction increased in all mutant of the

three varieties. Changes in leaf morphology was also observed

in some soybean mutant.

Keywords: Soybean, mutation, EMS, phytic acid, protein

modification.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 149

PENINGKATAN KUALITAS FORMULA KONSORSIUM MIKROB RAMAH LINGKUNGAN UNTUK PENGENDALI

PENYAKIT BLAS, HAWAR DAUN BAKTERI, DAN HAWAR PELEPAH PADI DAN UJI MULTILOKASI DI SULAWESI

SELATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PADI ORGANIK DAN

SEMIORGANIK

QUALITY IMPROVEMENT OF ENVIRONMENTALLY-FRIENDLY

BACTERIAL CONSORTIUM FORMULA FOR CONTROLLING

BLAST, BACTERIAL LEAF BLIGHT AND SHEATH BLIGHT,AND

MULTILOCATION TRIALS IN SOUTH SULAWESI FOR

INCREASING ORGANIC AND SEMIORGANIC RICE

PRODUCTIVITY

Nisa Rachmania Mubarik1), Yadi Suryadi2), Suharyanto3), Nurjanani2)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) PT. Riset Perkebunan Nusantara

ABSTRAK

Penggunaan konsorsium bakteri sebagai agen biokontrol

berperan melindungi tanaman dari serangan patogen dan

menjadi pengendalian alternatif untuk menggantikan bahan

kimia. Penelitian bertujuan untuk meningkatkan kualitas

formulasi konsorsium bakteri ramah lingkungan dalam hal

viabilitas dan pengemasan serta melakukan uji multilokasi di

Sulawesi Selatan. Hasil penelitian tahun sebelumnya

menunjukkan konsorsium bakteri A5 (Bacillus firmus E 65,

Pseudomonas aeruginosa C32b), A6 (B. firmus E 65, P. aeruginosa C32b, B. cereus II 14), dan A8 (B. firmus E 65,

Serratia marcescens E31, P. aeruginosa C32b, B. cereus II 14)

150 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

mampu menghambat pertumbuhan patogen. Hasil uji

formulasi berbahan dasar talek dari konsorsium A5, A6, dan A8

di lapangan menunjukkan intensitas serangan hawar pelepah

daun (HPD) lebih rendah daripada tanpa aplikasi. Formulasi A5

juga mampu menekan panjang lesi hawar daun bakteri (HDB)

dengan nilai penghambatan 45,76% dibandingkan formulasi

lainnya, dan sangat berbeda nyata dibandingkan kontrol. Hasil

uji in vivo menunjukkan konsorsium bakteri mampu

menurunkan intensitas blas leher mencapai 39,5%

dibandingkan kontrol (79,47%) atau mengindikasikan efikasi

yang tinggi. Hasil penelitian tahun 2013 menunjukkan formula

A6 yang diuji di dua lokasi penanaman padi organik dan

semiorganik mampu menekan perkembangan penyakit blas

dan HPD, serta menghasilkan gabah basah tertinggi 7,68 t/ha.

Efek formulasi terhadap penekanan penyakit HPD berkisar

3,67-19,96%, tetap tidak menekan penyakit kresek atau HDB.

Di laboratorium, konsorsium A8 dengan bahan pembawa talek

mampu menekan pertumbuhan cendawan Pseudomonas oryzae, Rhizoctonia solani, dan Xanthomonas oryzae pv oryzaeoo, dan persentase penghambatan paling tinggi

terhadap P. oryzae. Formulasi talek sangat efisien digunakan

dan diproduksi, serta efektif karena memiliki kemampuan

penyerapan yang baik. Viabilitas formulasi A6 selama

penyimpanan 3 bulan cenderung stabil, jumlah sel berkisar

108-109 cfu/ml. Secara in vivo, formulasi A6 talek setelah

penyimpanan 2 bulan efektif menekan penyakit blas daun dan

HPD masing-masing 59,20% dan 69,44%.

Kata kunci: Mikrob, pengendalian penyakit, blas, hawar daun

bakteri, hawar pelepah daun, padi.

ABSTRACT

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 151

Application of beneficial bacterial consortium as a biocontrol

agent to protect the plant from diseases may serve as an

alternative strategy for replacing the chemical control. The

study aimed to improve the quality of environmentally-friendly

bacterial consurtium formula especially in viability and package

and conducted multi-location trial in South Sulawesi. Results of

the previous study showed that bacterial consortium A5

(Bacillus firmus E 65, Pseudomonas aeruginosa C32b), A6 (B.

firmus E 65, P. aeruginosa C32b, B. cereus II 14), and A8 (B.

firmus E 65, Serratia marcescens E31, P. aeruginosa C32b, B.

cereus II 14) significantly showed higher inhibition against

plant pathogen growth. The formulation of A5, A6, and A8 with

talc carrier agent was able to reduce sheath blight infestation

in the field. A5 also showed better effect than other treatments

in reducing the length of lesion by 45.76% of inhibition. The

A5 in vivo test showed higher reduction of neck-blast attack

(39.5%) compared with control (79.47%). The results of the

on going experiments showed that A6 applied at organic and

semiorganic rice cultivation could reduce blast and sheath

blight infestation. The formulation produced wet grain of 7.68

t/ha and effectivity controlled sheath blight by 3.67-19.96%,

even it was not attack toward bacterial blight. In laboratory,

A8 with talc carrier agent could reduce the growth of P.

oryzae, R. solani, and Xoo. Talc carrier agent was efficient to

be used and produced and had good absorbing characteristic.

Viability test of A6 showed that in 3 months storage the

formula was stable with the cell number of 108-109 cfu/ml. The

survival rates of A6 after 2 months storage were good in

suppressing sheath blight and neck blast viz. 69.44% and

59.20%, respectively.

152 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Keywords: microbes, disease control, blast, bacterial leaf

blight, bacterial sheat blight, rice.

Gambar 1. Penanaman padi Gambar 2. Penanaman padi

di Desa Bontomatene, Kec. Segeri di Desa Pangrengreng, Kec. Kab. Pangkep, Sulawesi Selatan Segeri, Kab. Pangkep, Sulawesi

Selatan

RANCANG BANGUN DAN IMPLEMENTASI ELECTRONIC TRACEABILITY SYSTEM UNTUK

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 153

PERBAIKAN RANTAI PASOK KOMODITI EKSPOR PERTANIAN

DESIGN AND IMPLEMENTATION OF ELECTRONIC SYSTEM

FOR IMPROVED TRACEABILITY SUPPLY CHAIN COMMODITIES EXPORT AGRICULTURE

Iwan Vanany1), Kuntoro Boga Andri2),Niniek Fajar Puspita1), Ronny

Mardiyanto1), Wiwik Heny Winarsih1)

1) Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Sistem penelusuran untuk komoditi pertanian menjadi persyaratan utama di beberapa negara seperti Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. Perusahaan pengekspor hasil pertanian perlu menerapkan sistem penelusuran untuk memenuhi persyaratan yang ada. Sistem penelusuran memiliki kemanfaatan untuk mengurangi product racall dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas persediaan. Electronic Traceability System merupakan alat yang relatif baru namun diyakini memiliki kelebihan dibanding paper/manual traceability system. Kelebihannya adalah dalam hal integrasi data ke beberapa pengguna, akurasi data input dan kontrol, serta pemantauan yang lebih mudah dan cepat. Penelitian ini berupaya mengembangkan produk Electronic Traceability System terutama perangkat lunaknya. Metode Unified Modelling Language (UML) digunakan untuk merancang model sistem traceability dengan usecase diagram, state diagram dan sequence diagram. Berdasarkan model tersebut, perangkat lunak Electronic traceability system dikembangkan dengan mengadopsi panel kontrol XAMPP. Studi kasus untuk buah maggis dan mangga dipilih untuk mengimplementasikan produk Electronic traceability system. Hasilnya menunjukkan

154 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

bahwa produk Electronic traceability system relatif membantu para pelaku rantai pasok untuk melengkapi kemampuan sistem penelusuran mereka untuk kepentingan ekspor buah manggis dan mangga. Disamping itu, validasi dari beberapa pakar juga menunjukkan bahwa produk perangkat lunak Electronic traceability system sudah sesuai dengan desain, fitur-fitur, dan kelengkapan fungsi-fungsinya yang dibutuhkan untuk traceability system yang memuat kelengkapan aliran produk dari petani sampai dengan pihak eksportir. Kata kunci: Electronic traceability system, rantai pasok,

manggis, mangga.

ABSTRACT Tracking system for agricultural commodities becomes a major requirement in some countries such as Japan, the US and some European countries. Companies exporting agricultural products need to implement tracking systems to meet existing requirements. Tracking system has the benefit of reducing product racall and improve the efficiency and effectiveness of supply. Electronic Traceability System is a relatively new tool but it is believed to have advantages over paper/manual traceability system. Those advantages are in terms of data integration to multiple users, the accuracy of data input and control, and monitoring easier and faster. This study seeks to develop products Electronic Traceability System especially software. Method of Unified Modeling Language (UML) is used to design the model traceability system with usecase diagrams, state diagrams and sequence diagrams. Based on the model, the software Electronic traceability system was developed by adopting the XAMPP control panel. Maggis case study for fruit and mango chosen to implement Electronic product traceability system. The results show that product traceability system Electronic relatively assist actors supply chain to complement

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 155

the capabilities of their tracking system for the export interests of the mangosteen fruit and mango. In addition, validation of some experts also pointed out that the software products Electronic traceability system is in conformity with the design, features, and completeness of the required functions for complete traceability system which includes the product stream from the farmer to the exporters.

Keywords: Electronic traceability system, supply chain,

mangosteen, mango.

Gambar 1. Penyerahan plakat Gambar 2. Mempresentasikan pada ETSZ 40th GS1 produk ETS 40th GS1 Indonesia

156 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PERCEPATAN PERAKITAN VARIETAS UNGGUL DURIAN DENGAN PENDEKATAN MOLECULAR ASSISTED BREEDING DAN TOP-INTERSTEM

WORKING

ACCELERATION FOR IMPROVEMENT OF DURIAN SUPERIOR

VARIETY THROUGH MOLECULAR ASSISTED BREEDING AND

TOP-INTERSTEM WORKING APPROACHES

Adi Pancoro1), Panca Jarot Santoso2), Ni Luh Putu Indriyani2), Hadi

Purwanto3)

1) Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Universitas Mulawarman

ABSTRAK

Upaya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas durian

dapat dilakukan dengan merakit varietas dengan

penggabungan sifat unggul dari berbagai sumberdaya genetik,

dengan bantuan marka molekuler (Molecular Assisted Selection), dan teknik memperpendek masa juvenile melalui

sambung batang antara. Penelitian dilaksanakan di

Laboratorium Genetika Molekuler SITH-ITB KP.Subang dan Loa

Janan, Kalimantan Timur, mulai bulan Maret sampai Desember

2013. Kegiatan meliputi: 1. Duplikasi progeny F1 hibrida

Matahari-Lai secara sambung batang antara, 2. Pembentukan

populasi pemetaan durian, 3. Isolasi motif dan perancangan

primer mikrosatelit durian, 4. Aplikasimarka SSR untuk analisa

keragaman dan parentage progeny durian. Hasil penelitian

menunjukkan: 1) Duplikasi progeni Matahari-Lai secara

sambung batang antara di lokasi KP. Subang, terdiri atas 28

progeni dengan jumlah 51 tanaman, sedangkan di Loa Janan

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 157

terdiri atas 22 progeni dengan jumlah 33 tanaman. Sisanya

belum disambung karena tunas sampingnya belum cukup tua

untuk dijadikan entres, 2) Pembentukan populasi (baru) Fi

durian Matahari-Lai melalui persarian buatan antara durian

Matahari dan Lai Mahakam telah dilaksanakan di Kebun

Subang dan Loa Janan Kaltim. Di Subang telah berhasil

disarikan 69 bunga dari 4 pohon induk durian Matahari,

sedangkan di Kaltim dilaksanakan terhadap 15 bunga dari tiga

induk lai Mahakam. Bunga Mahakam yang disarikan relatif

sedikit karena merupakan bunga sela, sedangkan musim

utama diperkirakan terjadi pada bulan Desember. 3) Isolasi

motif mikrosatelit dari genom D. Kutejensis sedang

dilaksanakan sampai pada tahap pembentukan linker 2 utas.

4) Aplikasi marka SSR untuk analisa keragaman dan parentage progeny durian. Sebanyak 30 dari 79 pasang primer telah di

disintesis melalui pihak ketiga (IDT), 10 primer diantaranya

digunakan untuk analisa diversitas dan parentage. Marka SSR

dapat digunakan untuk identifikasi keragaman genetik plasma

nutfah durian dan analisa parentage progeni F1 hasil

persilangan.Telah diperoleh duplikat progeni Matahari-Lai di

dua lokasi KP. Subang dan Loa Janan Kaltim. Persilangan

resiprokal durian Mataharai vs. Lai Mahakam telah

dilaksanakan pada 15 bunga Lai Mahakam dan 69 bunga

durian Matahari. Isolasi motif SSR dari pustaka genom Lai

Mahakam sedang dilaksakan sampai pada tahap ligase lingker

dua utas. Marka SSR dari genom durian dapat digunakan

untuk identifikasi keragaman genetik plasma nutfah durian dan

analisa parentage progeni F1 hasil persilangan durian.

Kata kunci: Durian, lai, seleksi berbantuan marka, top

interstem working

158 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

ABSTRACT

Efforts to improve durian productivity and quality can be done

by improving varieties through breeding program to combine

the advantages of various existing genetic resources. As

perennial crop, durian breeding program will take longer time,

therefore it requires tools to early selection based on molecular

markers (Molecular Assisted Selection), and techniques to

shorten the juvenile phase through top-interstem working. The

experiment was conducted at the Laboratory of Molecular

Genetics SITH-ITB, Subang Experimental Farm, and Loa

Janan, East Kalimantan, from March to December 2013. The

activities included : 1. Duplication of F1 hybrid progeny of

Matahari-Lai through top-interstem working, 2. Establisment of

durian mapping population, 3. Isolation of microsatellite motifs

and primer design of durian, 4. Applications of SSR markers for

diversity and parentage analysis. Results showed that 1).

duplication of Matahari-Lai have been conducted at Subang,

which is consisting of 28 progenies with 51 seedlings, while in

Loa Janan consisting of 22 progenies with 33 plants, 2).

establishment of F1 Matahari-Lai population have been carried

out by artificial pollination between durian Matahari and Lai

Mahakam at the Subang and Loa Janan. In Subang pollination

has been successfully conducted on 69 flowers from 4 durian

Matahari trees, while in East Kalimantan conducted on 15

flowers from three lai Mahakam trees. Pollination on Mahakam

flower was relatively few because the flowers was not at the

optimum season. The highest season is estimated will occur in

December, 3) Isolation of microsatellite motif from genomic of

D. Kutejensis, was conducted using Nunome protocol which

based on the magnetic-beads technique. Microsatellite isolation

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 159

is ongoing and not result produced yet, 4) Application of SSR

markers for diversity and parentage analysis. Thirty of 79

primer pairs has been synthesized via a third party (IDT). Ten

primers were applied on diversity and parentage analysis. The

results showed that the application of SSR markers can be

used to identify the genetic diversity of durian germplasm and

parentage analysis of F1 progeny from durian crosses. The F1

progeny of Matahari-Lai were obtained at Subang and Loa

Janan. Resiprocal crossing between durian Matahri vs. Lai

Mahakam was conduted on 69 flowers of durian Matahari and

15 of Lai Mahakam. Isolation of SSR motifs of Lai Mahakam

genomic library is ongoing. SSR markers from genomic durian

can be used for identification of durian germplasm genetic

diversity and parentage analysis of F1 durian progeny.

Key words: Durian, marker assisted selection, top-interstem

working.

Gambar 1. Dikastrasi bunga di- Gambar 2. Progeni bungkus kertas minyak warna

putih

DETEKSI DINI KARAKTER SEEDLESS, RASA

MANIS, DAN WARNA MENARIK TANAMAN JERUK

160 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

F1 HASIL FUSI PROTOPLASMA SIAM MADU + MANDARIN SATSUMA DALAM UPAYA

PERCEPATAN PEMBENTUKAN VARIETAS BARU JERUK MELALUI MARKA MOLEKULER,

SITOGENETIK, DAN MARKA MORFOLOGI

EARLY DETECTION OF SEEDLESS, SWEET AND ATTRACTIVE

COLOUR CHARACTERS OF F1 CITRUS RESULTING FROM

PROTOPLAST FUSION BETWEEN SIAM MADU AND MANDARIN

SATSUMA AND EFFORTS TO ACCELERATE DEVELOPMENT OF

NEW VARIETY THROUGH MOLECULAR, CYTOGENETIC AND

MORPHOLOGICAL MARKERS

Sumeru Ashari1), Arry Supriyanto2), Lilik Sulistyowati1), Ali Husni2), Tri

Muji Ermayanti3)

1) Universitas Brawijaya 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Universitas Islam Kediri

ABSTRAK

Konsumsi nasional jeruk sebagai buah segar sangat besar

yang ditandai oleh kecenderungan peningkatan jumlah buah

segar yang diimpor. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa

jeruk lokal masih belum mampu bersaing dengan buah impor

baik secara kuantitas maupun kualitas. Konsumen Indonesia

lebih memilih buah-buahan dengan karakter tanpa biji, manis

dan warna yang baik (kuning-oranye). Peningkatan kualitas

jeruk lokal untuk mencapai preferensi konsumen telah

dilakukan pada jeruk Siam Madu melalui fusi protoplasma.

Siam Madu memiliki rasa manis (tingkat brix 11-12) tetapi

dengan jumlah biji banyak. Satsuma Mandarin telah dipilih

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 161

sebagai donor tanpa biji dan karakter kulit kuning. Karakter

tanpa biji pada Satsuma telah dikenal dikontrol oleh gen yang

disebut Cytoplasmic Male Sterility (CMS) yaitu suatu Gen

dalam mitokondria. Dengan kondisi itu, diharapkan bahwa

dengan menggunakan fusi protoplasma karakter tanpa biji

dapat ditransfer ke Siam Madu. Tanaman F1 dari fusi

protoplasma yang berusia 3 tahun dan siap untuk diseleksi

secara genetik, sitogenetik, dan morfologis. Seleksi

sitogenetika dan genetik bertujuan untuk memilah-milah

tanaman F1 yang mengekspresikan potensi tanpa biji

dibandingkan dengan tetuanya yang didasarkan pada

keragaman genetik dan tingkat ploidi. Seleksi pada buah

morfologi akan memilah buah berdasarkan karakter rasa manis

dan warna kulit kuning buah. Tujuan penelitian ini adalah

mendapatkan: (1) Mendapatkan informasi genetik dan tipe fusi

yang dihasilkan dari setiap individu tanaman hasil fusi (hibrid,

sibrid, dan non hibrid) marka, molekuler SSR untuk genom inti,

kloroplas (cpSSR), mitokondria (mtSSR), (2) Mendapatkan

informasi tingkat ploidi dari setiap individu tanaman hasil fusi

dan tetuanya, (3) Mendapatkan duplikat in vitro setiap individu

tanaman hasil fusi protoplas. Analisis molekluer menggunakan

SSR marker, cpSSR, dan CAPS berbasis amplifikasi primer pada

mesin PCR. Tingkat ploidi akan dideteksi menggunakan mesin

flowcytometry. Data yang diperoleh dari penelitian 1 dan 2

dianalisis untuk menentukan tanaman (F1) dari fusi protoplas

Siam Madu + Mandarin Satsuma yang termasuk dalam hybrid

atau pabrik cybrid. Tanaman F1 dinyatakan hibrid jika tanaman

memiliki genom inti dari kedua orang tuanya. Telah diperoleh

informasi genetik individu tanaman hasil fusi berdasarkan

marka molekuler SSR untuk genom inti, kloroplas (cpSSR),

mitokondria (mtSSR). Terdapat 10 tanaman hibrida (FS 1, FS

162 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

3, FS 4,FS5, FS 6, FS 22, FS 39, FS 41, FS 55, FS 61), 4 sibrid

(FS 8, FS 10, FS 45, FS 57), dan 7 hybrid - sibrid ( FS 11, FS

34, FS 36, FS 48, FS 50, FS 54 dan FS 56). Hasil identifikasi

pada 35 dari 90 tanaman hasil fusi menunjukkan tingkat ploidi

2N. Melalui perbanyakan klonal telah diperoleh populasi tunas

tanaman hasil fusi.

Kata kunci: Jeruk, fusi protoplas, marka molekuler, sitogenetik

ABSTRACT

Huge citrus consumption as a fresh fruit is indicated by an

increase volume of imported fresh fruit. This showed that local

citrus cannot compete with the imported fruits either in

quantity or quality. Indonesian prefer seedless, sweet and

good color (yellow-orange) characters. To imrove local citrus

quality, protoplast fusion betweenSiam Madu and tangerine

has been undertaken. Madu has sweet taste (brix level 11-12),

lots of seeds and yellow peel character, while Mandarin

Satsuma has seedless and yellow peel character. Seedless

character on Satsuma has been known to be controlled by a

gene called Cytoplasmic Male Sterility (CMS). The gene is in

mitochondria, therefore it is expected that by using protoplasm

fusion the seedless character may be transferred to Madu.

Three years old of F1 plants from protoplasm fusion were

ready to be selected genetically, cytogenetically, and

morphologically. Selection on genetic and cytogenetic will sort

out the F1 plants that express the seedless character in

comparison to the parents based on the genetic diversity and

ploidy level. Selection on fruit morphology will sort out the

fruits based on the preferred characters (sweet, yellow peel).

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 163

This research will be done in two years with different activities.

In the first year, there are 3 activities, which are: 1) Molecular

analysis using Simple Sequence Repeat (SSR), Chloroplast

Simple Sequence Repeat (cpSSR) and Cleaved Amplified

Polymorphic Sequence (CAPS) on citrus plants resulted from

protoplasm fusion between Madu and Satsuma, 2) Ploidy level

analysis of each individual plant resulted from protoplasm

fusion between Madu and Satsuma, and 3) In vitro clonal of

each individual plant resulted from protoplasm fusion between

Madu and Satsuma. The objectives of this year are:(1) One

set information of genetic and type of fusion of each individual

plant resulted from fusion (hybrid and cybrid) based on

molecular marker SSR for nuclear genome, chloroplast

(cpSSR), mitochondria (mtSSR), (2) One set information on

ploidy level of each individual plant resulted from fusion and

their parents, (3) An in vitro population of duplicate from each

individual plant resulted from fusion. Analysis using SSR

marker, cpSSR, and CAPS base on primer ampification on PCR

machine. Ploidy level will detect by Flowcytometry machine.

Data obtained from research 1 and 2 are analyzed to

determine the plant (F1) from protoplast fusion Siam Madu +

Mandarin Satsuma which is included in hybrid or cybrid plant.

Genetic information on individual plant resulted from fusion

has been obtained based SSR molecular markers for the

nuclear genome, chloroplast (cpSSR), mitochondria (mtSSR).

Ten hybrid plants (FS 1, FS 3, FS 4,FS5, FS 6, FS 22, FS 39, FS

41, FS 55, FS 61), 4 sibrid (FS 8, FS 10, FS 45, FS 57), and 7

hybrid - cybrid ( FS 11, FS 34, FS 36, FS 48, FS 50, FS 54 and

FS 56) were obtained. Identification on 35 out of 90 fusion

plants indicated ploidy level 2N. Through clonal propagation,

shoots population derived from fusion.

164 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Key words: Citrus, protoplast fusion, molecular markers,

cytogenetic.

INDUKSI MUTASI KRISAN STANDAR UNTUK PERBAIKAN KARAKTER KETAHANAN TERHADAP

PENYAKIT KARAT MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 165

MUTATION INDUCTION ON STANDARD CHRYSANTHEMUM TO

IMPROVE RESISTANCE TO RUST USING GAMMA IRRADIATION

Lia Sanjaya1), Budi Marwoto1), Anas Zubair2), Ita Dwimahyani3),

Indijarto Budi Rahardjo1)

1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

2) Universitas Padjajaran 3) Badan Tenaga Atom Nasional

ABSTRAK

Perakitan varietas unggul krisan berbunga standar dan tahan

penyakit karat serta disukai konsumen melalui mutasi, akan

lebih cepat dan efektif karena teknik ini hanya mengubah satu

atau beberapa karakter tanpa merusak karakteristik utama

varietas asalnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk

memperbaiki karakter ketahanan terhadap penyakit karat

pada krisan komersial tipe standar warna putih dan kuning.

Iradiasi dilakukan pada planlet dan kalus krisan pada dosis, 15,

20, 25, 30, 35, 40, 45 dan 50 Gy. Tunas dan kalus diinduksi

dari eksplan ray floret menggunakan media ½ MS dengan 5

mg/l BA dan 0.1 mg/l NAA. Tunas dan kalus yang telah

diradiasi disubkultur menjadi generasi MV1 - MV6 lalu

diaklimatisasi menjadi MV7 untuk seleksi diplontik.

Pengamatan dilakukan pada karakter morfologi tanaman,

anatomi jaringan daun, kandungan metabolit sekunder

termasuk fenol dan derivatnya serta ketahanannya terhadap

penyakit karat. Informasi kandungan fenol akan digunakan

untuk seleksi ketahanan pada populasi mutan generasi MV7.

Hasil penelitian telah diperoleh (1) informasi LD50 pada

166 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

genotip Fiji Yellow dan Sakuntala yaitu 37.49 Gy dan 31.96 Gy.

Tingkat kematian planlet kedua varietas mengikuti model

fungsi rasional yaitu Y=7.1421 – 1.6073X – 4.2384X2 +

5.7800X3 (S= 10.6135; r = 0.9839) pada Fiji Yellow dan

Y=5.3393 – 1.2522X – 5.9788X2 + 1.1536X3 (S= 8.5733; r =

0.9912) pada Sakuntala. (2) Materi planlet generasi MV1, MV2

dan MV3 berturut-turut sebanyak 4.466, 7.894, dan 4.556

planlet dari genotip krisan standar warna putih dan kuning (Fiji

Yellow, Fiji Gold, Fiji White, Lokal Tomohon, Hibkii, dan

Sakuntala. (3) Dari 69 genotip krisan yang dievaluasi

kestabilan karakter ketahanan penyakit karat, telah diperoleh 6

genotipe termasuk tahan dan 8 genotip tergolong moderat

tahan. Sisanya sebanyak 54 genotip berada dalam kategori

peka. Enam genotipe yang termasuk tahan yaitu 16-30, Tsb-

20, Limeron, Salemar, FC-20 dan Alfa. Sedangkan 8 genotipe

yang tergolong moderat tahan adalah 16-25, Yuroo, 20-10-25,

K-20, Maqita, KK-25, Jaguar dan Yellow Malaysia. (4) Genotipe

yang tahan umumnya memiliki warna batang kecoklatan serta

daun yang agak tebal berwarna hijau gelap. Sedangkan

ukuran stomata pada daun tidak berkorelasi dengan ketahanan

tanaman terhadap penyakit karat. (5) Hasil analisis senyawa

phenolic, flavoid dan saponin dari ekstrak petal bunga dan

daun krisan menunjukkan senyawa phenol terdeteksi pada

genotip Tsb-20 dan Dark-F dari ekstrak daun, sedangkan dari

ekstrak petal bunga tidak terlacak. Senyawa flavoid terdeteksi

pada hampir semua genotip yang diuji kecuali pada genotip

yana dan 9-25. Senyawa saponin juga terdeteksi pada hampir

semua genotip yang diuji, kecuali pada genotip alfa, yana dan

9-25. Senyawa Furanokumarin terdeteksi pada genotip PN, FC-

Dark, FC-light, Tsb-20, Dark-F (dari ekstrak daun), alfa, yana,

dan 9.25 dan tidak terdeteksi pada genotip Dark-F (dari

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 167

ekstrak petal bunga) dan Light-F. Semua genotip mengandung

tannin dengan kisaran konsentrasi 2.0-6.7 persen kecuali

genotip Tsb-20, alfa dan 9-25. Tiga genotip mengandung

anthosianin, yaitu genotip PN, FC-light dan Light-F. Senyawa

anthosianin pada genotip PN adalah sianidin3-glikosida, pada

genotip FC-light yaitu sianidin 3-ramnosilglukosida dan sianidin

3-(26-glukosil ramnosil glukosida) dan pada genotip Light-F

ialah pelargonidin-3-glukosida. Keterkaitan antara kandungan

senyawa-senyawa tersebut dengan karakter ketahanan

terhadap penyakit karat pada krisan masih dalam proses

evaluasi.

Kata kunci : Krisan, sinar gamma, LD50, penyakit karat, hak

PVT, fenol dan derivatnya.

ABSTRACT

Development of superior Chrysant having standard flower,

resistant to rust and preferred by consumer using mutation will

be faster and more effective because this technique is able to

change single or a few characters withouth changing the main

characters of the original variety. The objective of this research

was to improve resistant to rust on commercial chrysant with

white and yellow flower. Irradiation was undertaken on calli

and plantlets at 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 and 50 Gy. Shoot

and calli were induced from ray floret explants using ½ MS

medium supplemented with 5 mg/l BA and 0.1 mg/l NAA.

Shoot and calli were sub cultured to become MV1 - MV6 then

acclimatized at MV7 for diplontic selection. Observation was

made on morphology, leaf anatomy, content of secondary

metabolite including phenol and its derivatives and its resistant

to rust. Phenol content will be used to resistance marker for

168 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

selection at MV7. Results indicated that 1) LD50 on Fiji Yellow

and Sakuntala genotypes were 37.49 Gy and 31.96 Gy. 2).

Dead plantlets on the two genotypes followed the model

Y=7.1421 – 1.6073X – 4.2384X2 + 5.7800X3 (S= 10.6135; r =

0.9839) for Fiji Yellow and Y=5.3393 – 1.2522X – 5.9788X2 +

1.1536X3 (S= 8.5733; r = 0.9912) for Sakuntala. Number of

planlets obtained from MV1, MV2 and MV3 were 4.466, 7.894,

and 4.556, with white and yellow colour (Fiji Yellow, Fiji Gold,

Fiji White, Lokal Tomohon, Hibkii, dan Sakuntala. 3). From 69

chrysant genotypes evaluated, 6 genotypes were resistant and

8 were moderately resistant. 54 genotypes were susceptible.

The resistant genotypes were 16-30, Tsb-20, Limeron,

Salemar, FC-20 and Alfa. The moderately resistant genotypes

were 16-25, Yuroo, 20-10-25, K-20, Maqita, KK-25, Jaguar and

Yellow Malaysia. (4) The resistant genotypes had brownish

stem, thick and dark green leaf. Stomata size was not related

to resistant to rust. (5) Phenolic, flavonoid and saponin

extacted from flower petal and leaf, showed that phenol was

detected at Tsb-20 and Dark-F from leaf extract, and not

detected from petal. Flavonoid was detected in almost all

genotypes except yana and 9-25. Saponin was also detected

from almost all genotypes except alfa, yana and 9-25.

Furanocoumarin was detected from PN, FC-Dark, FC-light, Tsb-

20, Dark-F (from leaf extrcat), alfa, yana, and 9.25 and not

detected from Dark-F (petal extract) and Light-F. All

genotyoes contained tannin 2.0-6.7 % except at Tsb-20, alfa

and 9-25. Three genotypes contained anthocyanin, i.e PN, FC-

light and Light-F. Anthocyanin content at PN was sianidin3-

glicoside, at FC-light was sianidin 3-ramnosilglucosideand

sianidin 3-(26-glucosil ramnosil glucosida) and Light-F was

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 169

pelargonidin-3-glucosida. Relationship between these

compunds with resistant to rust is still under evaluation.

Gambar 1. Gambar 2. MV3 Sakuntala 30GY

Gambar 3. Genotip krisan rentan Gambar 4. Genotif krisan terpilih penyakit

170 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Gambar 5. Evaluasi ketahanan Gambar 6. Genotif krisan

Penyakit karat penyakit karat

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 171

PERAKITAN VARIETAS MUTAN CABAI TAHAN BEGOMOVIRUS, BERKUALITAS DAN BERDAYA

HASIL BAIK (12T/HA)

DEVELOPMENT OF CHILLI PEPPER MUTANT RESISTANT TO

BEGOMOVIRUS, GOOD QUALITY, AND HIGH YIELD (12T/HA)

Muhamad Syukur1), Sri Hendrastuti Hidayat1), Wiwin Setiawati2),

Deviona3)

1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Universitas Riau

ABSTRAK

Penyakit Begomovirus pada cabai menyebabkan kehilangan

hasil 20-100%. Penularan di lapangan terjadi oleh vektor

Bemisia tabaci. Berbagai upaya pengendalian penyakit belum

efektif. Induksi mutasi dengan sinar gamma dilakukan untuk

meningkatkan keragaman ketahanan terhadap Begomovirus.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan varietas

mutan cabai tahan Begomovirus, berkualitas buah baik dan

berdaya hasil tinggi (12 t/ha) dengan sasaran dapat

diaplikasikan di daerah sentra produksi cabai yang sering

terinfeksi penyakit tersebut. Penelitian terdiri atas 5 kegiatan

percobaan lapangan dan laboratorium, dari bulan Maret 2013

sampai dengan awal Desember 2013. 1. Kegiatan eksplorasi

isolat dan vektor Begomovirus dilakukan di Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, dan Riau. 2. Identifikasi kisaran inang

dan virulensi tiap isolat dilakukan di rumah kassa laboratorium

virologi tumbuhan Departemen Proteksi Tumbuhan IPB Bogor.

172 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

3. Iradiasi sinar gamma pada benih cabai dilakukan di Pusat

Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi,

Pasar Jum’at-Jakarta. 4. Evaluasi keragaman dan seleksi

individu genotipe mutan cabai M2 untuk ketahanan terhadap

Begomovirus kualitas, dan kuantitas hasil dilakukan di kebun

percobaan Balai Penelitian Tanaman-Lembang. 5. Optimasi

metode penularan virus secara massal menggunakan vektor

kutu kebul, evaluasi pengaruh fisiologi iradiasi sinar gamma

pada populasi M1. Secara visual tiap isolat Begomovirus yang

dikoleksi dari tiap daerah memiliki gejala yang berbeda dari

segi intensitas warna, tingkat keriting daun, serta insiden dan

keparahan penyakit di lapang. Isolat Brebes memiliki tingkat

virulensi yang lebih tinggi dibandingkan isolat lainnya dengan

kisaran inang pada beberapa tanaman indikator seperti kacang

panjang, buncis, tomat, cabai, dan babadotan, namun tidak

dapat ditularkan pada tanaman bayam dan sawi. Efektifitas

penularan Begomovirus menggunakan vektor B. tabaci secara

massal sangat dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban

lingkungan mikro tempat berlangsungnya penularan,

perbandingan kapasitas ruang tempat dengan jumlah tanaman

uji, keberadaan angin untuk terjadinya aktifitas vektor, serta

jumlah vektor veruliferous yang digunakan. Nilai LD50 untuk

varietas cabai yang benihnya diiradiasi sinar gamma pada

penelitian ini berada pada kisaran 400-600 Gy. Iradiasi sinar

Gamma menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis-

agronomis terhadap tanaman cabai M1 seiring dengan

peningkatan dosis, diantaranya daya kecambah, tinggi benih,

fenomena daun variegata, sterilitas pollen, waktu berbunga,

tinggi tanaman saat berbunga, panjang buah, diameter buah,

bobot per satu buah, dan jumlah buah per tanaman. Terdapat

individu-individu tanaman dari genotipe mutan cabai M2 yang

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 173

tahan terhadap Begomovirus yang menjadi modal berharga

untuk dikembangkan menjadi galur mutan cabai tahan

Begomo virus.

Kata kunci: Cabai, Begomovirus, perakitan varietas, iradiasi

sinar gamma.

ABSTRACT

Begomovirus in Chile pepper has caused crop lost 20-100%.

Field infection occurred due to Bemisia tabaci vector. Efforts

to control the disease have not been effective. Mutation

induction was undertaken to broaden resistance variation

against Begomovirus. The objectives of this study was to

obtain pepper mutant resistant to Begomovirus, with good fruit

quality and high yield (12 t/ha) and can be implemented in

endemic pepper production centers. The research consisted of

five activities, including field and laboratory activities, carried

out from March to December 2013. 1. Exploration of isolates

and vector of Begomovirus in West, Central and East Java and

Riau. 2. Identification of host range and virulence of each

isolate was carried out in kassa house and Plant Virology Lab,

Department of Plant Protection IPB, Bogor. 3. Gamma

irradiation of pepper seeds was undertaken in Pusat Penelitian

dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Pasar

Jum’at-Jakarta. 4. Evaluation of variation and individual

selection of pepper mutant genotypes at M2 for resistance to

Begomovirus, yield quality and quantity was conducted at

experimental garden Balai Penelitian Tanaman-Lembang. 5.

Optimizing method of mass infection using vector kutu kebul,

and evaluation of physiological effect of gamma irradiation at

M1 population. Visually each Begomovirus isolate collected

174 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

from each location has specific symptom in terms of colour

intensity, level of leaf curl, and field disease incidence and

intensity. Isolate from Brebes showed the highest virulence

compared to others with host range in indicator plants such as

long bean, French bean, tomato, pepper, and Goat weed, but

cannot be infected to spinach and Brassica. Effectivity of

Begomovirus mass infection using B. tabaci vector was

influenced by temperature and humidity of microenvironment

where infection was carried out, ratio between space and

number of plants, wind for vector activity and number of

veruliferous vector used. LD50 of pepper seeds was 400-600

Gy. Gamma irradiation caused physio-agronomic changes at

M1 pepper plants in accord with irradiation dosage, i.e. seed

viability, leaf variegation phenomenon, pollen sterility, time to

flowering, plant height at flowering, fruit length and diameter,

fruit weight, and number of fruit per plant. There were

individual plants from M2, which show resistant to

Begomovirus, which can be developed into Begomovirus

resistant mutant.

Key words: Chile pepper, Begomovirus, crop improvement,

gamma irradiation.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 175

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK CABAI (Capsicum annuum L.) DI INDONESIA MELALUI MARKA

MORFOLOGI DAN MOLEKULER

GENETIC VARIABILITY ANALYSES OF INDONESIAN CHILLI

PEPPER (Capsicum annuum L.) USING MORPHOLOGICAL AND

MOLECULAR MARKERS

Nono Carsono1), Hayati Minarsih2), Rinda Kirana3), Farida

Damayanti1), Erni Suminar1)

1) Universitas Padjajaran 2) PT. Riset Perkebunan Nusantara

3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Keragaman genetik suatu spesies tanaman memegang

peranan yang sangat penting dalam kegiatan pemuliaan,

terutama berkaitan dalam menentukan tetua untuk

persilangan/rekombinasi genetik dan menentukan kemajuan

genetik suatu program pemuliaan tanaman. Penelitian ini

bertujuan untuk memperoleh data keragaman genetik cabai

koleksi Balitsa (dari berbagai lokasi di Indonesia) dan Unpad.

Keragamanan genetik diestimasi melalui data morfologi dan

data molekuler menggunakan coefficient dissimilarity eucledian

(koefisien ketidakmiripan eucledian). Untuk analisis marka

morfologi, sebanyak 45 genotip ditanam berdasarkan

rancangan acak kelompok, diulang 3 kali dan sebanyak 10

tanaman per ulangan. Pengamatan dilakukan untuk 45

karakter fenotipe. Pada percobaan molekuler, isolasi DNA, dan

reaksi PCR telah dilakukan untuk 45 genotipe. Sebanyak 27

pasang primer (marka SSR dan EST-SSR) telah diskrining dan

176 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

diperoleh 10 marka yang menunjukkan polimorfisme

(perbedaan ukuran fragmen DNA) dengan kisaran antara 2-13

alel dari total 62 alel. Dendrogram marka morfologi

menunjukkan bahwa kekerabatan genetik cabai tergolong luas,

berdasarkan hasil coefficient dissimilarity eucledian, marka

morfologi sebesar 2.61 - 15.36 (terjadi variasi genetik sebesar

12.75). Rata-rata tingkat ketidakmiripan yang didapatkan

sebesar 8.99 dengan nilai rata-rata ketidakmiripan <nilai

variasi genetik (8.99<12.75) maka dapat disimpulkan bahwa

kekerabatannya luas. Hasil analisis marka molekuler

menunjukkan sebesar 1.43-7.46 (terjadi variasi genetik

sebesar 6.03). Rata-rata tingkat ketidakmiripan yang

didapatkan sebesar 4.45 dengan nilai rata-rata ketidakmiripan

<nilai variasi genetik (4.45<6.03), maka dapat disimpulkan

bahwa kekerabatannya luas. Berdasarkan dendrogram

morfologi dan molekuler, terungkap bahwa genotip no.1

memiliki koefisien ketidakmiripan eucledian yang jauh dengan

genotip no. 30, 28, 13 dan 37. Genotip-genotip ini dapat

dijadikan sebagai tetua untuk persilangan guna perakitan cabai

unggul.

Kata Kunci: Cabai, Coefficient Eucledian Dissimilarity,

Dendrogram, Kekerabatan, Morfologi, Marka

Molekuler.

ABSTRACT

Genetic variability of plant species has a vital role in plant

breeding activities, this is because it help in selecting of

parents for crossing as well as in obtaining a high genetic gain

of plant breeding program. The objective of this experiment

was to obtain genetic variability data of some red pepper

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 177

genotypes of Balitsa (derived from several locations in

Indonesia) and of Unpad. Genetic variability was estimated by

coefficient dissimilarity eucledian based on morphology as well

as molecular markers (10 markers). Forty five genotypes were

grown and arranged in randomized block design, replicated 3

times and consisted of 10 plants per replication. Forty five

phenotypic characters were observed, meanwhile 27 markers

(SSR and ETS-SSR) were initially screened, and finally 10

markers were selected on the basis of their polymorphic bands

found in 45 genotypes. DNA isolation was done accoding to

lab’s protocol, PCR reaction and optimization of each marker

were performed. Dendrogram of morphology data was

constructed, we found that morphological genetic variablity

estimated by coefficient dissimilarity eucledian (CDE) ranged

from 2.61 – 15.36 (with range 12.75) which was classified to

be broad since average of dissimilarity 8.99 was lower than

range of genetic dissimilarity 12.75 (8.99<12.75). From 10

SSR and SST-SSR markers applied, number of allele ranged

from 2-13 with total 62 alleles. Dendrogram that constructed

from molecular marker data found that CDE ranged from 1.43-

7.46 (with range 6.03) which was classified to be broad also

since average of dissimilarity 4.45 was lower than range of

genetic dissimilarity (4.45<6.03). According to dendrogram of

morphology and molecular data, genotype #1 showed very far

CDE with genotype #30, 28, 13 and 37. These genotypes are

recommended as parents for crossing in development of red

pepper superior cultivar.

Keywords : Red pepper, Coefficient Eucledian Dissimilarity,

Dendrogram, Genetic relationship, Morphology

traits, Molecular markers.

178 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENINGKATAN POTENSI MIKROBA SEBAGAI PUPUK HAYATI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN MEREDUKSI PUPUK NPK PADA KENTANG DI FAKFAK,

IRIAN JAYA

INCREASING MICROBES POTENTIAL AS BIOFERTILIZER TO

INCREASE PRODUCTIVITY AND REDUCTION OF NPK USED IN

POTATO CULTIVATION IN FAKFAK, IRIAN JAYA

Rakhmat Sutarya

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura

ABSTRAK

Tingkat ketergantungan petani kentang terhadap pupuk

sintetik sangat tinggi. Teknologi penggunaan mikroba sebagai

sebagai pupuk dapat mengurangi penggunaan pupuk sintetik.

Tujuan dari percobaan adalah untuk mengetahui pengaruh

penggunaan pupuk hayati dalam peningkatan produksi dan

mengurangi penggunaan pupuk NPK pada budidaya tanaman

kentang. Penelitian dilaksanakan di Desa Makmur, kecamatan

Kramomongga, Kabupaten Fakfak, Papua Barat pada

ketinggian ± 600 m diatas permukaan laut, dari bulan Maret

sampai dengan Desember 2013. Rancangan yang digunakan

adalah rancangan acak kelompok dengan perlakuan sebagai

berikut: (A) 800 kg NPK/ha (kontrol); (b) pupuk hayati

(biotricho) + 300 kg/ha NPK; (C) teh kompos + NPK 300

kg/ha; (D) pupuk hayati + teh kompos + 300 kg/ha NPK; (E)

pupuk hayati (biotricho); (F) Teh kompos; (G) Pupuk hayati +

teh kompos. Setiap perlakuan diulang 4 kali, kentang yang

digunakan adalah generasi nol (Go) dari varietas Granola.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 179

Pupuk kandang yang digunakan adalah kotoran kambing

dengan dosis 20 t/ha. Sistem tanam kentang dengan pola 3

baris dalam setiap bedeng dengan jarak tanam 30 x 25 cm.

Populasi tanam untuk sertiap bedengnya adalah 24 tanaman.

Parameter yang diamati dari percobaan ini adalah

pertumbuhan vegetatif, serangan hama/penyakit, produksi

tanaman, mikroba pelarut posfat dan Trichoderma spp sebagai

mikroba antagonis. Hasil penelitian menunjukkan: (1)

perlakuan pupuk NPK sintetik dengan dosis 800 kg/ha

(perlakuan A) menghasilkan bobot umbi kentang paling tinggi

(0.78 kg/5 tanaman), (2) tanaman kentang yang diberi

perlakuan pupuk hayati menghasilkan bobot umbi kentang

yang relatif lebih rendah dari perlakuan A; (3) pupuk hayati

yang diduga memiliki harapan untuk masa mendatang adalah

perlakuan teh kompos + starter pupuk hayati yaitu perlakuan

D dan G; (4) Sampel tanah yang berasal dari likasi percobaan

memperlihatkan adanya bakteri pelarut posfat dan cendawan

Trichoderma spp sebagai cendawan antagonis. Bakteri yang

memiliki index melarutkan posfat yang tinggi adalah FP-4 dan

FP-5 dengan index melarutkan posfat masing-masing sebesar

9.88 dan 7.4. Cendawan Trichoderma spp yang memiliki daya

hambat yang cukup tinggi terhadap cendawan pathogen

Fusarium spp adalah Tf-1, Tf-4 dan Tf-7 dengan daya hambat

berkisar 60.9% - 75.29%.

Kata kunci: Kentang, pupuk hayati, mikroba

ABSTRACT

Reliance of farmers on synthetic fertilizer is very high. Microbes

may be used as biofertilizer to reduce synthetic fertilizer. The

objective of this research was to observe the effect of

180 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

biofertilizer on the productivity improvement and reduction of

NPK fertilizer used in potato cultivation. This study was

conducted in Desa Makmur, kecamatan Kramomongga,

Kabupaten Fakfak, Papua Barat at ± 600 m above sea level,

from March to December 2013. The reseach was designed

using a randomized block with seven treatments: (A) 800 kg

NPK/ha (control); (B) biofertilizer (biotricho) + 300 kg/ha NPK;

(C) compost tea + NPK 300 kg/ha; (D) biofertilizer + compost

tea + 300 kg/ha NPK; (E) biofertilizer (biotricho); (F) Compost

tea; (G) Biofertilizer + Compost tea. Each treatment was

replicated four times. Potato variety used was null generation

(Go) from Granola. Cowdung manure was used 20 t/ha.

Cultivation using three rows in each bed with plant spacing 30

x 25 cm. Each consisted of 24 plants. Parameters observed

were vegetative growth, pest and disease attacksyield, P

dissolving microbes, and Trichoderma spp as the antagonist

microbes. Results indicated that (1) NPK 800 kg/ha (treatment

A) yielded the highest popato tuber (0.78 kg/5 plants), (2)

Potato plants treated with biofertilizer produce lesser yield than

NPK treatment; (3) Propsective biofertilizer was compost tea +

starter of biofertilizer (D and G); (4) Soil samples from the

experimental sites showed the existence of P dissolving

bacteria and Trichoderma spp. FP-4 and FP-5 were the

highest index in dissolving of P, 9.88 and 7.4, respectively.

Trichoderma spp showing the highest inhibition against

pathogenic Fusarium spp was Tf-1, Tf-4 and Tf-7, with

inhibition between 60.9% - 75.29%.

Keywords: Potato, biofertilizer, microbe

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 181

KAJIAN OPTIMASI PEMANFAATAN CENDAWAN ENDOFIT DALAM MENGINDUKSI KETAHANAN TANAMAN CABAI TERHADAP PENYAKIT LAYU

BAKTERI

OPTIMIZING THE USE OF ENDOPHYTIC FUNGI IN INDUCING

RESISTANCE TO BACTERIAL WILT IN CHILLI PEPPER

Widodo1), Yudi Sastro2), Sulastri3), Kikin Hamzah Mutaqin1), Maggy

Tenawidjaja Suhartono1)

1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

ABSTRAK

Salah satu faktor pembatas dalam budidaya cabai adalah

gangguan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh

Ralstonia solani. Pengendalian menggunakan pestisida kimia

sintetik hingga saat ini merupakan cara yang paling efektif,

namun dinilai tidak ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mengkaji pemanfaatan cendawan endofit

dalam menginduksi ketahanan tanaman cabai terhadap

patogen penyebab layu bakteri, guna mendukung upaya

penggunaan strategi pengendalian hama-penyakit terpadu

yang berwawasan lingkungan. Penelitian meliputi (1)

eksplorasi cendawan endofit dilakukan terhadap sampel

tanaman cabai sehat yang diperoleh dari Brebes-Jateng dan

Cipayung-Jakarta Timur, (2) seleksi terhadap isolat-isolat

cendawan endofit di lakukan berdasarkan uji patogenisitas, (3)

uji efek isolat cendawan terhadap pertumbuhan bibit dan (4)

182 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

uji efikasi awal (untuk melihat pengaruh isolat cendawan

endofit dalam menekan perkembangan penyakit layu bakteri

cabai). Parameter pengamatan meliputi persentase

perkecambahan benih, variabel pertumbuhan dan hasil

tanaman. Data pengamatan dianalisis secara deskriptif dalam

bentuk tabel. Hasil eksplorasi menunjukkan bahwa cendawan

endofit yang terdapat pada perakaran cabai sangat beragam.

Berdasarkan uji patogenesis, cendawan endofit yang berasal

dari perakaran tanaman cabai tersebut cenderung didominasi

oleh cendawan endofit yang bersifat nonpatogenik. Hasil uji

efek aplikasi cendawan endofit terhadap bibit juga

menunjukkan bahwa sebagian besar isolat-isolat tersebut

mampu memicu pertumbuhan tanaman. Diperoleh cendawan

endofit yang potensial menekan kejadian penyakit layu bakteri

cabai, yaitu hingga penekanan sebesar 98%. Pengamatan

terhadap mekanisme terjadinya pengimbasan ketahanan

tanaman cabai terhadap layu bakteri belum dapat dilakukan

hingga laporan ini disusun. Hal tersebut dikarenakan terjadinya

keterlambatan dalam pelaksanaan kegiatan, terkait dengan

hasil uji efikasi awal. Namun hal ini akan segera dilakukan

setelah diperoleh isolate-isolat yang dinilai berpotensi dalam

mengendalikan penyakit layu bakteri.

Kata kunci: Cabai, layu bakteri, cendawan endofit,

pengendalian hayati.

ABSTRACT

One of the limiting factors in chilli production was bacterial wilt

caused by Ralstonia solani. Control measure whit synthetic

chemical bactericides until nowis probably effective, but it is

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 183

not economical and environment-friendly. The research aimed

at evaluating the use of endophytic fungi to increase plant

resistance to pathogens, to suppport environmentally friendly

integrated pest management. The activities included (1)

exploration of endophytic fungus, conducted on healthy

pepper plant samples obtained from the Brebes-Central Java

and Cipayung-East Jakarta, (2) selection to endophytic fungi

isolates was done based on the pathogenicity test, (3) trial to

see the effect of fungi on the growth of seedlings and (4)

initial efficacy trials (to see the effect of endophytic fungi

isolates to suppressed the development of bacterial wilt

disease on chili). Parameters of observation were the

percentage of seed germination, plant growth and yield

variables. Data were analyzed descriptively in tabular form.

Exploration results indicate that endophytic fungi are very

diverse in chili roots. Based on pathogenesis test, endophytic

fungus derived from the root chilli’s tend to be dominated by

non pathogenic of endophytic fungi. The results of the effects

of application of endophytic fungi on seedlings also showed

that most of the isolates were able to trigger the growth of

plants. There was endophytic fungus that potential to suppress

incidence of bacterial wilt disease of chili up to 98 %.

Observation of the mechanisms of induction of plants

resistance against bacterial wilt has not be done, due to delays

in the implementation of activities related to the initial efficacy

test results. However this will be done after acquired isolates

were considered potential for controlling bacterial wilt disease.

Key words: Chilli pepper, bacterial wilt, endophyticfungi, biocontrol.

184 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

EFIKASI BIOEKSTRAK ELETTARIOPSIS SLAHMONG UNTUK MENGENDALIKAN TRIGONA

MINANGKABAU VEKTOR BAKTERI PENYAKIT DARAH PISANG DI SUMATERA BARAT

EFFICACY BIOEKSTRAK ELETTARIOPSIS SLAHMONG TO

CONTROL TRIGONA MINANGKABAU BANANA BLOOD DISEASE

VECTOR BACTERIA IN WEST SUMATRA

Nasril Nasir1), Ishak Manti2), Erniwati3), Mairawita1), Jumjunidang2)

1) Universitas Andalas 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Penyakit darah pisang Blood Disease Bacterium (BDB)

disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum Phylotype 4,

dimana serangan dapat berasal dari tanah yang sudah

tercemar oleh R. solanacearum. Serangan yang paling

berbahaya justru melalui serangga vektor. Trigona

minangkabau adalah vektor yang paling tinggi frekuensinya

mendatangi jantung/bunga pisang untuk menghisap nektar, di

antara 8 jenis serangga vektor lainnya yang terdata. Sejauh ini

pengendalian terhadap serangga vektor ini belum pernah

dilakukan. Dari penelitian tahun 2009, telah didapatkan bahwa

tanaman jahe liar Elettariopsis slahmong memiliki potensi

sebagai pestisida nabati/biopestisida. Penelitian tahun 2013 ini

merupakan penelitian lanjutan yang dilakukan di kebun petani

di Kota Pariaman dan Kota Bukittinggi (Sumatera Barat).

Kedua wilayah ini dibedakan atas ketinggian tempat dan

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 185

kultivar pisang yang menjadi objek penelitian. Wilayah kota

Pariaman berada dekat pantai dengan ketinggian 5 m dpl dan

pisang yang diperlakukan adalah pisang kepok ABB,

sedangkan Kota Bukitinggi adalah dataran tinggi yang berada

pada ketinggian 830 m dpl dan pisang yang diperlakukan

adalah pisang buai/Ambon hijau AAA. Hasil penelitian

menunjukkan, populasi Trigona minangkabau dan serangan

Ralstonia solanacearum pada pisang kultivar kepok di

Pariaman dapat ditekan dengan biopestisida Elettariopsis

slahmong. Populasi Trigona minangkabau pada jantung pisang

kultivar buai juga dapat ditekan dengan pemberian minyak

Elettariopsis slahmong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

tidak ditemukan serangan BDB pada pisang kultivar buai di

Bukittinggi, baik pada tanaman yang diperlakukan maupun

kontrol.

Kata kunci: Penyakit darah pisang, bakteri Ralstonia

solanacearum Phylotype 4, minyak Elettariopsis

slahmong.

ABSTRACT

Blood Disease banana blood disease bacterium (BDB) is

caused by the bacterium Ralstonia solanacearum Phylotype 4,

where attacks can come from soil that has been contaminated

by R. solanacearum. The most dangerous attacks precisely

through insect vectors. Trigona minangkabau is a vector of

the most high-frequency heart went/banana flower to suck

nectar, among 8 other types of insect vectors recorded. So far

the control of insect vectors has not been done. From the

study in 2009, it has been found that the wild ginger plant

Elettariopsis slahmong has potential as a botanical

186 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

pesticide/biopesticide. This is a study in advanced research

carried out in the farmer field in Pariaman and Bukittinggi

(West Sumatra). The second area is distinguished on the

altitude and banana cultivars are the object of research.

Pariaman city region located near the coast with a height of 5

m above sea level and bananas which are treated kepok ABB

bananas, while the city of Bukittinggi is a plateau at an altitude

of 830 m above sea level and bananas which are treated

bananas Buai/green Ambon AAA. The results showed that

Trigona minangkabau population and attacks on banana

cultivars Ralstonia solanacearum kepok in Pariaman can be

suppressed with biopesticides of Elettariopsis slahmong.

Trigona minangkabau population on banana cultivars Buai can

also be suppressed by addition of Elettariopsis slahmong oil.

The results showed that banana cultivars Buai from Bukittinggi

can not be attach by BDB, both in the treated and or control

plants.

Keywords: Banana blood disease, Ralstonia solanacearum

Phylotype 4, essential oil, Elettariopsis slahmong.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 187

PENERAPAN TEKNOLOGI “LOW INPUT/HIGH OUTPUT” (LI/HO) DALAM USAHA TANI CABAI MERAH UNTUK

MENGHASILKAN PRODUK YANG AMAN DIKONSUMSI DAN RAMAH LINGKUNGAN

TECHNOLOGY APPLICATION "INPUTHIGH LOW OUTPUT"

(LIHO) RED CHILI IN BUSINESS FARM PRODUCTS ARE SAFE

TO PRODUCE CONSUMED AND FRIENDLY ENVIRONMENT

Wiwin Setiawati1), Agus Susanto2), Evita Boes3), Bagus Kukuh

Udiarto1), Nani Sumarni1)

1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

2) Universitas Padjajaran 3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Penggunaan input produksi yang tinggi pada budidaya cabai

merah mengancam kesehatan dan lingkungan. Salah satu

teknologi alternatif yang ramah lingkungan adalah teknologi

low input/high output (LI/HO). Penelitian bertujuan untuk

memperoleh paket teknologi pengelolaan hara dan tanaman

dan produk kompos plus untuk usahatani tanaman cabai

merah yang mensubtitusi pupuk NPK lebih dari 50%, serta

teknologi PHT bio yang bercirikan intensif, efektif dan efisien

sesuai LI/HO dan mengurangi penggunaan pestisida kimia

sampai lebih dari 50%. Penelitian dilaksanakan di Balitsa

Lembang, pada bulan Maret sampai Nopember 2013

menggunakan Rancangan Petak Terpisah tiga ulangan. Petak

utama berupa sistem tanam monokrop, tumpangsari cabai

merah + kubis bunga, dan tumpangsari cabai merah + buncis

188 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

tegak. Anak petak adalah pengelolaan hara 30 t/ha pupuk

kandang + 1000 kg/ha NPK, 30 t/ha kompos pupuk kandang +

750 kg/ha NPK, 30 t/ha kompos sisa tanaman + 500 kg/ha

NPK, dan 30 t/ha kompos campuran pupuk kandang dan sisa

tanaman yang diperkaya + 250 kg/ha NPK. Anak petak kedua

berupa pengelolaan OPT, menggunakan Rancangan Acak

Kelompok terdiri 6 perlakuan diulang 4 kali yaitu penggunaan

insektisida secara konvensiaonal, Agonal (10.0 ml/l) secara

rutin, Atecu (10.0 ml/l), Atecu + spinoteram, dan kontrol. Hasil

penelitian menunjukkan, tidak terjadi interaksi antara sistem

tanam dan pengelolaan hara terhadap pertumbuhan tanaman,

serapan hara, dan hasil buah cabai merah. Perbedaan

pengelolaan hara hanya berpengaruh terhadap serapan hara P

dan Mg, serta hasil cabai merah. Tumpang sari cabai merah +

buncis, dan 30 ton/ha kompos sisa tanaman + 500 kg/ha

pupuk NPK merupakan perlakuan yang paling menguntungkan.

Sementara, penggunaan biopestisida Atecu (10 ml/l) menekan

biaya pestisida sebesar 96.39% dengan keuntungan Rp.

292.830.000.

Kata kunci: Capsicum annuum, sistem tanam, pupuk organik,

NPK, biopestisida, hama dan penyakit, hasil

produksi.

ABSTRACT

The use of high production input in red pepper cultivation

threaten health and the environment. One of the alternative

technologies that are environmentally friendly is the

technology of low input/high output (LI/HO). The research

aims to obtain packets and plant nutrient management

technologies and products for farming compost plus red

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 189

pepper plant NPK fertilizer substitute more than 50%, as well

as bio IPM technology which is characterized by an intensive,

effective and efficient in accordance LI/HO and reduce the use

of chemical pesticides until more of 50%. Research conducted

at Balitsa Lembang, from March to November 2013 using a

design plot Separated three replications. The main plot in the

form of cropping systems monokrop, red peppers + cabbage

intercropping flowers, and red chili + bean intercropping

upright. The subplots were nutrient management 30 t/ha

manure + 1000 kg/ha of NPK, 30 t/ha of compost manure +

750 kg/ha of NPK, 30 t/ha of compost crop residues + 500

kg/ha of NPK, and 30 t/ha compost mixture of manure and

crop residues enriched + 250 kg/ha of NPK. The second

subplot form of pest management, using a randomized block

design comprised 6 treatment was repeated four times,

namely the use of insecticides on conventional, Agonal (10.0

ml/l) on a regular basis, Atecu (10.0 ml/l), Atecu +

spinoteram, and control. The results showed no interaction

between cropping systems and nutrient management on plant

growth, nutrient uptake, and results of red chilies. Differences

in nutrient management only affect the nutrient uptake of P

and Mg, as well as the results of red chili. Intercropping chilli

red + green beans, and 30 tons/ha of compost crop residues

+ 500 kg/ha of NPK fertilizer is the most favorable treatment.

Meanwhile, the use of biopesticides Atecu (10 ml/l) reduce the

cost of pesticides by 96.39% with a profit of Rp. 292 830 000.

Keywords: Capsicum annuum, Planting system, Organic

matters, NPK, biopesticide, pest and diseases,

Yield.

190 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Gambar 1. Tanaman cabai merah Gambar 3. Tanaman cabai dengan buncis merah

Gambar 3. Penelitian pengelolaan Gambar 4. Pengelolaan OPT Hara dan tanaman cabai merah

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 191

APLIKASI PENGAIRAN SEPARUH DAERAH AKAR UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS HASIL DAN

EFISIENSI PENGGUNAAN AIR TANAMAN JERUK SIOMPU

APPLICATIONS IRRIGATION HALF OF ROOTS TO IMPROVE

QUALITY AND EFFICIENCY

OF USE OF WATER PLANTS CITRUS SIOMPU

Andi Bahrun1), Abd Wahab2), Umarsul3)

1) Universitas Haluoleo

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Wuna Raha

ABSTRAK

Jeruk Siompu merupakan komoditas unggulan di provinsi

Sulawesi Tenggara, namun produksi dan kualitasnya masih

rendah yang disebabkan karena kondisi tanah dan

keterbatasan air saat musim kemarau. Penelitian

bertujuanmengetahui pengaruh pengairan separuh daerah

akar untuk memperbaiki kualitas hasil dan efisiensi

penggunaan air. Penelitian dilaksanakan di Desa Wabula

(Wasuemba) Kecamatan Wabulan Kabupaten Buton, Sulawesi

Tenggara. Sesuai dengan perkembangan tanaman di

lapangan, dimana buah sudah terbentuk sejak bulan Januari

(sebelum musim kemarau), oleh karena itu penelitian

dilakukan menjadi dua tahap. Tahap pertama dimulai awal

April sampai dengan Juli 2013 yang difokuskan pada efek

pengairan separuh daerah akar terhadap perubahan asam

absisat daun, perkembangan buah, dan kualitas buah.

192 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Penelitian tahap kedua berlangsung dari bulan Agustus sampai

dengan akhir Oktober 2013 dengan mengamati efek pengairan

separuh daerah akar terhadap perubahan asam absisat (ABA)

dan kalium (K) daun serta pertumbuhan daun. Penelitian

menggunakan rancangan acak kelompok tiga ulangan, yaitu

cara pengariran yang terdiri atas: (1) seluruh daerah akar

volume 20 l air/tanaman, (2) separuh daerah akar volume 20 l

air/tanaman, (3) separuh daerah akar volume 15 l

air/tanaman, (4) separuh daerah akar volume10 l air/tanaman,

dan (5) separuh daerah akar volume 20 l air/tanaman. Hasil

penelitian tahap pertama (April-Juli 2013) menunjukkan

pengairan separuh daerah akar (PSDA) meningkatkan ABA

daun dan mempertahankan ukuran buah, sari buah, dan brix

pada perlakuan pengairan seluruh daerah akar (PDA). Hasil

penelitian tahap kedua (Agustus-Oktober 2013) menunjukkan

PSDA mengurangi kadar K daun, meningkatkan kandungan

ABA daun dan mempertahankan pertumbuhan daun, meskipun

PSDA diairi dengan volume air 25-75% lebih rendah dibanding

dengan PDA. Dapat dismpulkan, bahwa pengairan separuh

daerah akar (PSDA) merupakan salah satu strategi baru yang

perlu dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan

air tanaman jeruk, dan efektif diaplikasi saat musim kemarau.

Kata Kunci: Perubahan asam absisat, Jeruk, teknik pengairan,

efisiensi penggunaan air.

ABSTRACT

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 193

Siompu citrus is one of excellent citrus in Southeast Sulawesi.

However, the quantity and quality of the citrus is low due to

soil conditions and limited water availability during dry season.

Therefore, the enhancement of siompu citrus quality including

improving irrigation in order to fullfil water need of the plant

and increasing water use efficiency is needed to be done. One

of the promising irrigation method to be test on siompu citrus

is partial root zone irrigation. The advantage of this irrigation

method was that water uptake from the wet side of the root

system maintain a favorable plant water status, while the roots

in the dry side promote the increase in absisic acid (ABA)

production that decrease the stomatal conductance and

increase water use efficiency. The aims of this research to

determine the effect of partial root zone irrigation on siompu

citrus during dry season in improving yield quality and water

use efficiency. The experiment was held at Wabula

(Wasuemba) village, Wabula District in Buton Regency

Southeast Sulawesi.The experiment was designed as a

Randomized Complete Block Design with three replications.

The experiment consisting of five treatments, namely (1) the

whole root zone system was irrigated with 20 L water plant -1

(P0); (2) the partial root zone system was irrigated with 20 L

water plant-1 (P1); (3) the partial root zone system was

irrigated with 15 L water plant -1 (P2); (4) the partial root zone

system was irrigated with 10 L water plant -1 (P3) and (5) the

partial root zone system was irrigated with 5 L water plant -1

(P4).Partial root zone irrigation treatments was done by every

two days watering one side of the crop root zone while the

other side was allowed to dry and irrigation to be shifted to the

dry side while the wet side was allowed to dry every 8 days

irrigation interval, respectivey.K and abscisic acid leaf content,

194 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

fruit development, fruit quality and water use were recorded.

Data was analyzed using Anova, if significant defference,

followed by DMRT test at 95% confidence level.The

experiment, due to citrus plant already forming fruit on

January (before dry season), was decided two steps as follow:

first research step was started early of April until July 2013

which focused on the effect of different water volume of partial

root zone irrigation on leaf [ABA], fruit development dan

quality of fruit siompu citrus and the second step was started

on August until November 2013 which focused on the effect of

different water volume of partial root zone irrigation on leaf

[ABA] and [K] and leaf growth.

The first step research result (from April until July 2013)

showed that partial root zone irrigation (PRI) increased leaf

ABA content and maintained fruit size, juice, brix at the level of

the whole root zone irrigation (FRI) treatment, however, PRI

was not increase fruit quality yet. The second step research

(from August until November 2013) showed that PRI

decreased leaf K content, increased leaf ABA content and also

mantained leaf growth, nevertheless, PRI was irrigated with

water volume 25-75% lower than the FRI treatment. PRI is a

new irrigation strategy have to be developed to increase water

use efficiency of citrus, however, PRI effectively should be

done during dry season.

Keywords: ABA, citrus, irrigation,partial root zone and water

use efficiency.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 195

PERBANDINGAN TEKNOLOGI LEISA DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENURUNAN

ORAGANISME PENGGANGU TANAMAN (OPT) PADATANAMAN CABAI MERAH (CAPSICUM

ANUUM)

LEISA TECHNOLOGY COMPARISON OF CONVENTIONAL AND

DECREASE SPAM PLANT ORGANISMS (OPT) RED CHILI

PEPPER PLANT (CAPSICUM ANUUM)

Yayan Sanjaya1), Rakhmat Sutarya2), Mimi Halimah3)

1) Universitas Pendidikan Indonesia

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Pasundan

ABSTRAK

Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura penting di

Indonesia dengan permintaan konsumsi cukup tinggi.

Meskipun memiliki resiko besar, namun tingkat keuntungan

cabai dapat lebih dari dua ratus persen. Kekuatiran terhadap

kegagalan panen menyebabkan petani menggunakan pestisida

kimia sintetik secara berlebihan. Nilai pestisida yang digunakan

mencapai 40 persen dari biaya produksi. Ekstrak tanaman

dapat menjadi salah satu fungisida alternatif untuk mengontrol

serangga dan fungi fitopatogen, karena mengandung bahan

bioaktif yang tinggi untuk mengendalikan Bactocera.

Penggunaan sumber daya hayati lokal perlu dioptimalkan

untuk menekan mahalnya biaya produksi, namun tetap mampu

menjamin produksi dan mutu produk. Tujuan penelitian ini

adalah: (1) Mengetahui efektivitas jamur entomopatogen lokal

196 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

terhadap Spodoptera litura, (2). Mengetahui bahan aktif/toxin

terhadap larva Bactocera dorsalis, (3). Mengetahui pengaruh

biofungisida dan jamur antagonis terhadap Fusarium dan

Coletotrichum. Penelitian ini dilakukan di laboratorium

mikrobiologi, laboratorium struktur hewan, laboratorium hama

dan penyakit di Balitsa dan Lahan sekitar Balai Penelitian

Sayuran (Balitsa Lembang Kabupaten Bandung Barat serta

pada lahan petani setempat. Hasil penelitian ini adalah jamur

entomopatogen lokal seperti Metarhizium anisopliae,

Trichoderma sp., Aspergilus niger, Aspergilus flavus, dan

Beauveria bassiana mampu mengendalikan larva Spodoptera

litura setelah melalui isolasi, karakterisasi dan melalui uji

postulat koch. Selain itu, racun laba-laba dari Nephila sp

mampu mengendalikan larva Spodoptera litura instar 3

menekan mortalitas Bactocera dorsalis mulai dari konsentrasi

75% - 100% sebesar lebih dari 50% dan mencapai 78%.

Secara in vitro, biofungisida dari cemara, kemangi, sereh dan

akar wangi dapat menghambat pertumbuhan Fusarium

sebesar 75%. Di lapangan ditemukan dimana tinggi tanaman

dan panjang akar tanaman cabai yang diberi bio fungisida dari

cemara, kemangi, sereh dan akar wangi; lebih tinggi dari

tanaman kontrol. Diperoleh pula jamur antagonis Trichoderma

sebanyak 12 isolat dari Lembang, serta isolat dari Tasikmalaya

dan Banjar yang mampu menghambat pertumbuhan Fusarium

yang cukup tinggi.

Kata Kunci: Cabai Merah, Teknologi Leisa, Pestisida Organik,

Bio Fungisida.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 197

ABSTRACT

Red chili is an important horticultural plant species in

Indonesia with consumption demand is quite high. Although it

has a big risk, but the level of profit chili can be more than two

hundred percent. Concerns regarding crop failure causing

farmers to use synthetic chemical pesticides excessively. Value

pesticide used at 40 percent of production costs. The plant

extracts may be one alternative fungicide to control insects

and fungi fitopatogen, because it contains high bioactive

substance to control Bactocera dorsalis. The use of local

biological resources need to be optimized to suppress the high

cost of production, but still able to guarantee the production

and quality of product. The study was conducted in Lembang.

The result showed that local entomopathogen fungi like

Metrahizium anisopliae, Trichoderma sp., Aspergillus niger,

Aspergillus flavus and Beauveria bassiana was able to control

the larvae of Spodoptera litura after the isolation,

characterization and testing through Koch's postulates. In

addition, the venom of spiders of the Nephila sp capable of

controlling mortalities of Bactocera dorsalis at concentration of

75% until 100% up to 78%. Research found that bio-fungicide

from pine, basil, lemongrass and vetiver can inhibit fusarium in

the laboratory by 75%. The court found that plant height and

root length pepper plants by pesticides from pine, basil,

lemongrass and vetiver; higher than the control plants. It was

found 12 isolates of Trichoderma originating Lembang and

Tasikmalaya and Banjar which has a high inhibition against

Fusarium.

198 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Keywords: Red chili, leisa technologies, organic pesticides, bio-fungicides.

Gambar 1. Kandang rearing Gambar 2. Bibit tanaman cabai

Bactocera

Gambar 3. Persiapan perlakuan Gambar 4. Persiapan perlakuan Aspergilus plapus Verticillium

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 199

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI EMBRIOGENESIS

SOMATIK BERBASIS BIOREAKTOR UNTUK PERBANYAKAN MASAL BIBIT BERKUALITAS

DENDROBIUM

TECHNOLOGY DEVELOPMENT BASED ON SOMATIC

EMBRYOGENESIS BIOREACTOR FOR MASS HIGH QUALITY

BREEDING OF PROPAGATION DENDROBIUM

Budi Winarto1), Ni Made Armini Wiendi2), Reni Indrayanti3)

1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2) Institut Pertanian Bogor

3) Universitas Negeri Jakarta

ABSTRAK

Impor bibit anggrek, termasuk jenis dendrobium, yang terus

mengalir ke Indonesia menghambat kemajuan peranggrekan

di Indonesia. Meski Indonesia kaya akan sumber daya genetik

dendrobium, namun daya saing produk-produk anggrek yang

dihasilkan petani di Indonesia masih tergolong rendah.

Rendahnya daya saing tersebut disebabkan oleh terbatasnya

ketersediaan varietas unggul, kurang tersedianya benih

bermutu, penerapan sistem produksi yang kurang efisien,

serangan hama dan penyakit, serta terbatasnya informasi

supply, demand, dan market intelligent yang dapat dipercaya.

Terkait dengan masalah penyediaan benih bermutu,

pengembangan teknologi perbanyakan masal bibit anggrek

secara in vitro dapat menjadi solusi yang paling potensial

untuk mengatasi masalah dan menjawab tantangan pasar

200 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

global. Penelitian ini merupakan peneliian lanjutan. Pada

hakekatnya tujuan jangka panjang penelitian ini adalah

mendapatkan protokol embriogenesis somatik berbasis

bioreaktor yang efektif dan efisien untuk memproduksi bibit

dendrobium berkualitas yakni seragam, bebas virus dan true to

type. Diharapkan dapat diproduksi dalam jumlah yang besar

dalam waktu yang singkat dan berkesinambungan, serta bibit

denrobium berkualitas.Tujuan penelitian tahun 2014 ini

adalah: (1) mengoptimasi produksi embrio somatik

menggunakan bioreaktor (tingkat aerasi, kepadatan inokulum,

periode subkultur, dan komposisi media); (2) mengevaluasi

kualitas bibit yang dihasilkan; (3) mendapatkan 1.000.000 bibit

dendrobium berkualitas; (4) satu naskah yang siap diterbitkan

dijurnal internasional dan jurnal nasional terakreditasi. Hasil

penelitian yang sudah diperoleh adalah bahwa metode induksi

kalus embriogenik/pembentukan embrio pada dendrobium,

baik D.’Sonia-Earsakul’, D.’Indonesia Raya-Ina’ dan D.’Gradita

10’ dapat dilakukan dengan mengkultur tunas pucuk maupun

tunas lateral pada medium ½ MS semi-padat yang ditambah

dengan 1,5 mg/l TDZ dan 0,5 mg/l BA (Medium FI-3) yang

diinkubasi pada 16 jam fotoperiode dibawah lampu fluoresen

dengan intensitas 13 µmol/m2/s selama 1-3 bulan. Sementara,

metode proliferasi dilakukan dengan mensubkultur kalus

embriogenik/embrio pada medium ½ MS semi-padat yang

ditambah dengan 1 mg/l TDZ, 1 mg/l BA dan 150 ml/l air

kelapa (medium FI-2+) dan yang mengandung 1,5 mg/l TDZ,

0,5 mg/l BA dan 150 ml/l air kelapa (Medium FI-3+) yang

diinkubasi pada kondisi inkubasi terang dan disubkultur setiap

1 bulan. Sementara pada medium ½ MS cair yang ditambah

dengan 0,5 mg/l TDZ, 0,5 mg/l BA dan 150 ml/l air kelapa

dengan kepadatan eksplan 2-3 g/25 ml medium dan subkultur

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 201

setiap 1 bulan. Respon kultur pada medium semi-padat adalah

dimana laju pertambahan bobot basah kultur lebih cepat,

tingkat kontaminasi dan pencoklatan rendah, namun kurang

seragam dan vigor. Konversi dari kalus menjadi embrio

maupun embrio menjadi kecambah berlangsung lebih cepat.

Respon kultur pada medium cair menghasilkan kalus dan

embrio yang lebih seragam dan vigor. Pola pertumbuhan

masih dalam proses penyelesaian. Fase pertumbuhan lambat

(log phase) terjadi pada periode kultur 1-4 bulan, mulai

meningkat cepat pada periode kultur ke-5 (awal log phase),

hingga periode kultur ke-8 laju pertumbuhan kalus masih terus

meningkat, sementara fase stasioner dan fase kematian

belum diketahui. Dari penelitian ini sudah diperoleh beragam

kultur mencakup D.’Sonia-Earsakul’ dan D.’Indonesia Raya-

Ina’.

Kata kunci: Teknologi embriogenesis, bioreaktor, bibit

dendrobium.

ABSTRACT

Import orchid seedlings, including types of dendrobium, which

continues to flow into Indonesia peranggrekan impede progress

in Indonesia. Although Indonesia is rich in genetic resources

dendrobium, but the competitiveness of the products produced

by orchid growers in Indonesia is still relatively low. The lack of

competitiveness due to the limited availability of improved

varieties, lack of availability of quality seeds, implementation of

production systems that are less efficient, pests and diseases, as

well as limited information about supply, demand, and market

intelligent trustworthy. Issues related to the provision of quality

seeds, mass propagation technology development orchid

202 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

seedlings in vitro can be most potential solutions to tackle the

problem and respond to the challenges of global markets. This

study is a continuation peneliian. In effect the long-term goal of

this research is to get somatic embryogenesis protocol-based

bioreactor that effectively and efficiently to produce the quality

of dendrobium seedlings uniform, virus-free and true to type.

Expected to be produced in large quantities in a short time and

continuous, as well as seeds plantlet berkualitas.Tujuan 2014

study are: (1) optimize the production of somatic embryos using

bioreactors (level of aeration, inoculum density, the period of

subculture, and the composition of the media); (2) evaluate the

quality of seeds produced; (3) obtain quality dendrobium

seedlings 1,000,000; (4) a prepared manuscript published

journalized accredited international and national journals. Results

of the research that has been obtained is that the method of

induction of embryogenic callus/embryo formation on

dendrobium, either D.'Sonia-Earsakul ', D.'Indonesia Kingdom-

Ina' and D.'Gradita 10 'can be done by culturing shoot tips and

lateral buds on medium ½ MS semi-solid coupled with 1.5 mg/l

TDZ and 0.5 mg/l BA (Medium FI-3) were incubated at 16 hour

photoperiod under fluorescent lights with the intensity of 13

mol/m2/s for 1-3 months. Meanwhile, the method performed by

the proliferation of embryogenic callus mensubkultur/embryos on

medium ½ MS semi-solid plus 1 mg/l TDZ, 1 mg/l BA and 150

ml/l of water coconut (medium FI-2 +) and containing 1 , 5 mg/l

TDZ, 0.5 mg/l BA and 150 ml/l coconut water (Medium FI-3 +)

were incubated at incubation conditions of light and subcultured

every 1 month. While on ½ MS liquid medium supplemented

with 0.5 mg/l TDZ, 0.5 mg/l BA and 150 ml/l coconut water with

a density of explants 2-3 g/25 ml of medium and subculture

every 1 month. Response culture in semi-solid medium is that

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 203

the rate of weight gain faster wet culture, the level of

contamination and the low browning, but less uniform and vigor.

Conversion of embryos and embryonic callus became more rapid

germination. Response culture in a liquid medium to produce

callus and embryos were more uniform and vigor. The growth

pattern is still in the process of completion. Slow growth phase

(log phase) occurs in 1-4 months culture period, began to

increase rapidly in the period to the culture-5 (early log phase),

until the culture period 8th callus growth rate is still increasing,

while the stationary phase and a death phase not yet known.

This research has gained diverse cultures include D.'Sonia-

Earsakul 'and D.'Indonesia Kingdom-Ina'.

Keywords: Embryogenesis technology, bioreactors, seeds dendrobium

204 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 205

APLIKASI TEKNOLOGI KULTUR IN VITRO UNTUK MEMPRODUKSI BIBIT UNGGUL LANSEK MANIH

(LANSIUM SPP.) ENDEMIK SIJUNJUNG

APPLICATIONOF IN VITRO CULTURETECHNOLOGYTO

PRODUCE SEEDS OFEXCELLENCELANSEKMANIH(Lansium

Spp.) ENDEMICSIJUNJUNG

Benni Satria1), Irmansyah Rusli2), Zulman Harja Utama3)

1) Universitas Andalas 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Universitas Muhammadiyah Lampung

ABSTRAK

Tanaman Lansek Manih (Lansium spp.) merupakan tanaman

buah spesifik unggulan Kabupaten Sinjunjung (Sumatera

Barat), yang terkenal dengan rasanya yang manis dan sedikit

masam. Namun, semenjak 5 tahun terakhir ini, rasanya

banyak yang sudah berubah menjadi asam akibat serangan

hama dan penyakit dan perubahan iklim. Saat ini populasinya

semakin menurun. Sampel penelitian diperoleh di Nagari

Muaro kecamatan Sijunjung Kabupaten Sijunjung dengan

mengamati morfologi bunga, buah dan biji. Penelitian

dilakukan di laboratorium Bioteknologi dan Kultur Jaringan

Fakutas Pertanian Universitas Andalas, dari bulan Maret

sampai Desember 2013. Penelitian terdiri dari tiga seri dimana

seri pertama merupakan penelitian pengamatan morfologi

dengan menggunakan metode survey dengan jalan

pengambilan sampel secara proposive sampling. Penelitian seri

kedua merupakan pengamatan karakterisasi genetik dengan

206 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

menggunakan molekuler melaui teknik SSR. Penelitian seri

ketiga berupaya mendapatkan jenis eksplan dan media kultur

yang tepat guna pertumbuhan dan perkembangan eksplan

tanaman Lansek manih. Hasil penelitian mendapatkan bahwa

ada keragaman genotip tanaman Lansek Manih berdasarkan

penciri molekuler dengan analisis SSR; dimana terdapat empat

kelompok utama pada pada presentse kemiiripan 32,92-100%

(variasi sebesar67,08%). Telah diidentifikasi pula sampel

pohon lansek yang berpotensi untuk dijadikan pohon induk

untuk perbanyakan secara in vitro. Penelitian juga

mendapatkan bahwa eskplan embrio merupakan eksplan yang

dapat tumbuh dan berkembang lebih baik dibandingkan

dengan eksplan pucuk, ibu tulang daun dan petiole. Media MS

merupakan media yang terbaik dalam mendorong

pertumbuhan dan perkembangan dan perkembangan eksplan

menjadi kalus, tunas dan plantlet, sedangkan media WPM

merupakan media yang terbaik dalam perkembangan plantlet.

Kata kunci: Lasek manih (Lansium spp.), morfologi bunga dan

buah, karakterisasi molekuler, metode SSR.

ABSTRACT

Lansek Manih (Lansium spp.) is a specific fruit crop seed

Sinjunjung district (West Sumatra), which is famous for its

taste is sweet and a little sour. However, since the last 5 years,

it seems many have been turned into acid by pests and

diseases and climate change. Currently the population is

declining. Samples were obtained at Nagari Muaro districts

Sijunjung Sijunjung by observing the morphology of flowers,

fruits and seeds. The study was conducted in the laboratory of

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 207

Biotechnology and Tissue Culture Faculty of Agriculture,

University of Andalas, from March to December 2013. The

study consists of three series where the first series is a

research morphological observation using survey method with

the sampling proposive sampling. The second series is an

observational study genetic characterization using molecular

techniques through SSR. The third series of research seeks to

get the kind of explant and culture medium appropriate growth

and development of plants Lansek manih explants. Results of

the study found that there is a diversity of plant genotypes

Lansek Manih based identifier molecular analysis of SSR;

where there are four main groups in the presentse kemiiripan

32.92 to 100% (variation sebesar67,08%). Has been identified

also sample lansek trees with the potential to be used as

parent trees for propagation in vitro. The research also found

that embryos are eskplan explants that can grow and thrive

better than the bud explants, midrib and petiole. MS medium

was the best medium to promote growth and development and

the development of the explant into callus, shoots and

plantlets, while the WPM media is media that is best in the

development of plantlets.

Keywords: Lansium spp., flower and fruit morphology,

molecular characterization, methods of SSR.

208 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBENTUKAN PIGMEN JINGGA DAN FITONUTRIENT PADA KULIT

BUAH JERUK INDONESIA

DEVELOPMENT OF TECHNOLOGY AND FORMATION OF

PIGMENT ORANGE CITRUS FITONUTRIENT ON FRUIT SKIN

Roedhy Poerwanto1), Sri Yuliani2), Andria Agusta3), Y. Aris Purwanto1)

1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Tingginya permintaan jeruk keprok impor terjadi karena cita

rasanya dan berwarna jingga yang lebih disukai, dibandingkan

dengan jeruk siam yang berwarna hijau. Usaha degreening

jeruk yang sudah dilakukan oleh berbagai lembaga penelitian

di Indonesia menghasilkan jeruk berwarna kuning yang kurang

disukai konsumen karena dianggap hampir busuk. Untuk itu

perlu dikembangkan teknologi degreening yang mampu

menjadikan jeruk tropika berwarna jingga. Penelitian ini untuk

mempelajari: (1) suhu efektif untuk degreening pada beberapa

varietas jeruk, (2) konsentrasi dan waktu pemaparan etilin

serta suhu yang efektif untuk degreening jeruk keprok, (3)

konsentrasi ethephon dan suhu saat aplikasi yang efektif untuk

degreening jeruk keprok, dan (4) kandungan fitonutrien pada

beberapa varietas jeruk. Peubah yang di amati antara lain

kualitas warna kulit, skoring warna berdasarkan skor

menggunakan Citrus Color Chart, skoring kesegaran kulit,

susut bobot, klorofil A dan B, pigmen karetenoid, analisis

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 209

flavonoid, analisis cryptoxantin, analisis beta citraurin, bobot

buah jeruk, kekenyalan kulit buah, kadar air kulit buah, uji

organoleptik meliputi rasa dan penampilan buah jeruk,

kandungan asam tertitrasi, serta padatan terlarut total (0 brix).

Penelitian telah memberikan hasil yang cukup baik, mampu

merubah warna kulit buah jeruk siem menjadi berwarna

jingga, namun teknik degreening tersebut masih perlu

disempurnakan. Nilai L, a dan b mengalami peningkatan pada

semua perlakuan kecuali pada perlakuan degreening pada

suhu ruang. Hal ini menunjukkan bahwa buah jeruk

mengalami perubahan warna menuju jingga, namun pada

suhu ruang buah jeruk mengalami pembusukan. Perlakuan

degrening dengan menggunakan etilen tidak menurunkan

kualitas buah jeruk.

Kata kunci: Jeruk, pigmen jingga, degreening.

ABSTRACT

The high demand for tangerine imports occurred because the

orange flavor and are preferred, compared with citrus green.

Citrus degreening effort has been done by various research

institutions in Indonesia produces yellow orange less preferred

by consumers because they are almost rotten. For it is

necessary to develop technology capable of making

degreening tropical citrus orange. This research is to study: (1)

the effective temperature for degreening in several varieties of

oranges, (2) ethylene concentration and exposure time and

temperature effective for degreening tangerines, (3) Ethephon

concentrations and temperatures when effective applications

for degreening tangerines, and (4) the content of

210 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

phytonutrients in some varieties of citrus. The observed

variables include quality color, the color of the scoring is based

on the score using Citrus Color Chart, scoring the freshness of

the skin, weight loss, chlorophyll A and B, pigments

carotenoids, flavonoids analysis, analysis cryptoxantin, beta

analysis citraurin, citrus fruit weight, suppleness fruit, fruit skin

moisture content, organoleptic test covering the taste and

appearance of citrus fruits, tertitrasi acid content, as well as

total dissolved solids (0 brix). Research has given good results,

is able to change the color of orange rind becomes orange

siem, but the degreening techniques still need to be refined.

The value of L, a and b increased in all treatments except on

degreening treatment at room temperature. This suggests that

the citrus fruit color changes toward orange, but at room

temperature for citrus fruit decay. Degrening treatment using

ethylene does not degrade the quality of citrus fruit.

Keywords: Orange, orange pigment, degreening.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 211

TEKNOLOGI FERMENTASI KAKAO UNTUK PENINGKATAN MUTU BIJI KAKAO RAKYAT DI

KULON PROGO YOGYAKARTA DENGAN APLIKASI MIKROBA UNGGULAN PENGHASIL SENYAWA

ANTIKAPANG

COCOA FERMENTATION TECHNOLOGY FOR IMPROVED

QUALITY COCOA BEANS PEOPLE IN YOGYAKARTA KULON

PROGO APPLICATIONS WITH ANTI MICROBIAL COMPOUNDS

MOLD LEADING MANUFACTURER

Sony Suwasono1), Misnawi2), Sri Yuliani3), Suharwadji4), Mukhamad

Angwar4)

1) Universitas Jember

2) Kementerian Riset dan Teknologi 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

4) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Biji kakao rakyat masih dihargai rendah karena kadar kotoran

tinggi, serta kontaminasi serangga, jamur dan mikotoksin.

Namun keberadaan bakteri dalam proses pengolahan basah

biji kakao merupakan sesuatu yang alami dan dapat

menghasilkan anti-kapang sebagai bakteri antagonis. Dengan

cara ini memungkinkan proses penghambatan pertumbuhan

kapang Aspergillus dan Pencillium penghasil mikotoksin

(Ochratoxin A dan Aflatoxin) dalam biji kakao. Penelitian

bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi mikroba

unggulan penghasil senyawa antikapang potensial dari

fermentasi alami biji kakao, sebagai starter dalam proses

212 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

fermentasi. Penggunaan starter unggulan diharapkan dapat

meningkatkan kualitas biji kakao kering dengan mengurangi

kontaminasi oleh kapang dan menurunkan kandungan

mikotoksin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji kakao

dari proses fermentasi kakao rakyat di Jogyakarta selama 6

hari masih ditumbuhi kapang A. flavus, A. ochraceus dan

Penicillium. Beberapa bakteri hasil isolasi dari fermentasi kakao

memiliki kemampuan dalam penghambatan terhadap kapang.

Hasil pengujian fenotype dan genotype dengan API 50 CH

menunjukan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri asam laktat

dan asam asettat dari genus Lactobacillus. Biji kakao yang

diperoleh memiliki warna coklat 56,33-63,00%, warna ungu

35,00-42,00%, dan slatty 1,67-2,00%.

Kata kunci: Kakao, fermentasi kakao, senyawa anti kapang.

ABSTRACT

Cocoa beans people still undervalued because of high levels of

dirt and contamination insects, fungi and mycotoxins.

However, the presence of bacteria in the process of wet

processing of cocoa beans is natural and can produce anti-

mold as bacterial antagonists. In this way allows the inhibition

of the growth of Aspergillus and Pencillium producer of

mycotoxins (ochratoxin A and Aflatoxin) in cocoa beans. The

study aims to isolate and identify the seed-producing microbes

potential antikapang compounds of natural fermentation of

cocoa beans, as a starter in the fermentation process. The use

of seed starter expected to improve the quality of dried cocoa

beans with reduced contamination by mold and reduce the

content of mycotoxins. The results showed that the cocoa

beans from cocoa fermentation process of the people in

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 213

Yogyakarta for 6 days is still overgrown with fungus A. flavus,

A. ochraceus and Penicillium. Some of the bacteria isolated

from the fermentation of cocoa has the ability in the inhibition

of the fungus. Fenotype and genotype testing results with the

API 50 CH indicates that the bacteria are lactic acid bacteria

and acid asettat of the genus Lactobacillus. Cocoa beans have

a brown color obtained from 56.33 to 63.00%-42.00% 35.00

purple color, and slatty 1.67 to 2.00%.

Keywords: Cocoa, cocoa fermentation, anti-mold compound.

Gambar 1. Penjemuran kakao Gambar 2. Perkebunan kakao

milik PT. Pagilaran

214 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN PROSES REFINING (DEGUMMING, BLEACHING, DAN DEODORISASI) MINYAK SAWIT

UNTUK REDUKSI SENYAWA 3-MONOCHLORO-PROPANE-1,2-DIOL ESTER (< 0,02 PPM)

DEVELOPMENT PROCESS REFINING (DEGUMMING, BLEACHING, AND DEODORIZATION) PALM OIL FOR

REDUCTION OF COMPOUND 3-MONOCHLORO-PROPANE-1,2-DIOL ESTERS (<0.02 PPM)

Andi Nur Alam Syah1), Yazid Bindar2), Djajeng Sumangat1), Asaf

K. Sugih3)

1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2) Institut Teknologi Bandung

3) Universitas Parahyangan

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit mentah (CPO) terbesar bersama dengan Malaysia. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pertumbuhannya paling pesat pada dua dekade terakhir. Walau pertumbuhan kelapa sawit demikian pesat, daya saing komoditas CPO di pasar internasional masih lemah. CPO Indonesia hanya unggul pada daya saing tingkat on-farm (comparative advantages), tetapi keunggulan kompetitif atau daya saing riilnya sangat rendah. Potensi lain yang juga perlu diperhatikan dalam pengembangan produk minyak kelapa sawit adalah tingginya tingkat kesadaran konsumen terhadap isu kesehatan. Minyak kelapa sawit mengandung senyawa 3-monochloro-propane-1,2-diol (3-MCPD) ester pada kisaran 0,04-0,05 ppm, dimana senyawa 3-MCPD ester merupakan salah satu kontaminan yang termasuk kedalam kelompok chloropropanol yang

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 215

bersifat genotoxin carcinogen. Kelompok chloropropanol merupakan senyawa karsinogenik yang dapat menyebabkan terjadinya tumor dan kanker pada hewan dan manusia. Scientific Committee on Food-Europe Commission tahun 2001 telah menetapkan batas maksimum tolerasnsi kandungan 3-MCPD ester pada produk pangan adalah 0,02 mg/kg atau 0,02 ppm (Commission Regulation 466/2001). Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan mengembangkan metode refining (degumming, bleaching dan deodorisiasi) untuk reduksi 3-MCPD ester (< 0,02 ppm/Standar Codex) pada minyak sawit untuk reduksi senyawa 3-Monochloro-Propane-1,2-Diol Ester (< 0,02 ppm). Dengan diperolehnya minyak sawit yang bebas dari senyawa 3-MCPD diyakini akan meningkatkan daya saing dan nilai tambah minyak sawit Indonesia. Teknologi yang dihasilkan merupakan solusi terhadap issue terbentuknya senyawa 3-MCPD ester pada minyak sawit yang sudah menjadi barrier dalam perdagangan internasional. Kata kunci: Refining minyak sawit, senyawa kontaminan.

ABSTRACT

Indonesia is the largest producer of crude palm oil (CPO) along with Malaysia. Palm oil is one of the fastest growing commodities in the last two decades. Although rapid growth of palm oil, the competitiveness of Indonesian CPO in the international market is still weak. Indonesian CPO superior on the competitiveness level of on-farm (comparative advantages), but the competitive advantage is still low. Another potential which also need to be considered in the development of palm oil production is the high level of consumer awareness of health issues. Palm oil contains a compound 3-monochloro-propane-1,2-diol (3-MCPD) esters in

216 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

the range of 0.04 to 0.05 ppm, where the compound 3-MCPD esters is one of the contaminants are included in groups that are chloropropanol genotoxin carcinogen. Chloropropanol group is carcinogenic compounds that can cause tumors and cancer in animals and humans. Scientific Committee on Food-Europe Commission in 2001 has set a maximum limit tolerasnsi content of 3-MCPD esters in food products is 0.02 mg/kg or 0.02 ppm (Commission Regulation 466/2001). The research aims to obtain data on the identification and develop methods refining (degumming, bleaching and deodorisiasi) for the reduction of 3-MCPD esters (<0.02 ppm/Codex Standard) on palm oil for the reduction of the compound 3-Monochloro-Propane-1,2-diol Ester (<0.02 ppm). By obtaining palm oil that is free of the compound 3-MCPD is thought to increase the competitiveness and added value of palm oil in Indonesia. The resulting technology is a solution to the issue of the formation of 3-MCPD ester compound in palm oil that has become a barrier to international trade. Keywords: Palm oil refining, contaminant compounds.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 217

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM PEMASARAN EKSPOR KELAPA SAWIT BERBASIS

KLASTER

ANALYSIS OF DEVELOPMENT STRATEGY PALM OIL EXPORT

MARKETING SYSTEM

Jono Mintarto Munandar1), Bambang Drajat2),M.Syaefudin

Andrianto1), Sri Nuryanti3),

E. gumbira Said4)

1) Institut Pertanian Bogor

2) PT. Riset Perkebunan Nusantara 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

4) Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia

ABSTRAK

Pengembangan kelapa sawit Indonesia membutuhkan

peningkatan daya saing. Dalam rangka meningkatkan daya

saing diperlukan suatu analisis manajemen rantai pasok.

Pemasaran produk kelapa sawit dari hulu ke hilir untuk

membutuhkan bauran pemasaran, yaitu bauran produk, harga,

promosi dan tempat (distribusi). Studi bauran harga diamati

dari dinamika fluktuasi harga di pasar domestik dan

internasional, dimana fluktuasi harga minyak sawit di pasar

domestik dan internasional membutuhkan pemahaman yang

komprehensif tentang perilaku pasar, termasuk promosi dan

distribusi komoditas. Terkait dengan pembuat kebijakan,

model ekonometrik dapat digunakan untuk menyesuaikan arah

kebijakan nasional kelapa sawit di Indonesia. Penelitian

dilakukan dua tahun. Tujuan penelitian tahun pertama adalah

218 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

mengkaji ketersediaan bahan baku dan prospek harga minyak

sawit (CPO), mengkaji posisi daya saing CPO dan olahannya,

mengkaji bauran harga dan olahannya, serta mengembangkan

segmentasi dan bauran produk turunan minyak sawit.

Selanjutnya, tujuan tahun kedua adalah mengevaluasi efisiensi

sistem manajemen rantai nilai produk turunan CPO untuk

ekspor, mengevaluasi efektivitas promosi produk turunan CPO,

dan membangun website informasi pemasaran produk turunan

minyak sawit (Wipakes). Analisis yang dilakukan dalam studi

mencakup metode RCA, AR, TSR, analisis ekonometrik, analisis

IFE-EFE, IE Matrix, analisis SWOT, AHP, dan Blue Ocean

Strategy. Hasil analisis menunjukkan bahwa orientasi

kebijakan ekspor CPO perlu dirubah dengan

mempertimbangkan pasokan industri dalam negeri. Peramalan

menunjukkan bahwa bahan baku masih mencukupi dengan

beberapa pertimbangan antara lain pertumbuhan hilirisasi. Di

pasar China, Pakistan, dan India baik volume maupun nilai

ekspor produk minyak sawit HS 151110 dari Indonesia lebih

berdaya saing dibandingkan produk Malaysia. Namun, di pasar

Belanda produk minyak sawit HS 151110 dari Malaysia lebih

tinggi daya saingnya. Bauran harga CPO masih ditentukan oleh

pasar asing (Rotterdam), karena itu strategi pengembangan-

pengembangan seperti bursa berjangka perlu diprioritaskan.

Pengembangan Oleo kimia perlu ditingkatkan karena memiliki

harga dan nilai tambah yang cukup tinggi. Bauran produk

perlu dikembangkan mengingat harga ekspor CPO

berfluktuatif, dan pengembangan produk hilir akan

mengurangi resiko pasar.

Kata kunci: Minyak sawit, ekspor minyak sawit, sistem rantai

pasok.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 219

ABSTRACT

Indonesian palm oil development requires increased

competitiveness. In order to improve the competitiveness

required an analysis of supply chain management. Marketing

of palm oil products from upstream to downstream to require

the marketing mix, namely product mix, price, promotion and

place (distribution). Study mix of observed price dynamics of

price fluctuations in the domestic and international markets,

where the palm oil price fluctuations in the domestic and

international markets requires a comprehensive understanding

of the behavior of the market, including the promotion and

distribution of commodities. Associated with policy makers,

econometric models can be used to adjust the direction of

national policy palm in Indonesia. The study was conducted

two years. The research objective is to assess the first year of

raw material availability and price outlook palm oil (CPO),

examines the competitive position of CPO and processed

products, reviewing pricing and dairy mix, as well as develop

segmentation and product mix of palm oil derivatives.

Furthermore, the purpose of the second year is to evaluate the

efficiency of the value chain management system of derivative

products for export, evaluate the effectiveness of the

promotion of derivative products, and building a marketing

information website of palm oil derivative products (Wipakes).

Analysis carried out in the study include RCA method, AR, TSR,

econometric analysis, analysis of IFE - EFE, IE Matrix, SWOT

analysis, AHP, and the Blue Ocean Strategy. The analysis

showed that the CPO export policy orientation should be

changed taking into account the supply of the domestic

industry. Forecasting shows that the raw material is still

220 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

insufficient, with some consideration, among others, the

growth of the downstream. In the Chinese market, Pakistan

and India both the volume and value of exports of palm oil

products HS 151 110 from Indonesia more competitive than

Malaysia products. However, in the Dutch market products of

palm oil from Malaysia HS 151 110 higher competitiveness.

CPO price mix was determined by foreign markets

(Rotterdam), because the strategy developments such as

futures exchanges need to be prioritized. Oleo chemical

development needs to be improved because it has a price and

added value is quite high. Product mix should be developed

considering the price of CPO exports fluctuated, and the

development of downstream products will reduce the market

risk.

Keywords: Palm oil, palm oil exports, supply chain system.

Gambar 1. Presentasi sawit Gambar 2. Seminar Tahunan

berbasis klasterisasi MAKSI

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 221

POTENSI FRAKSI BIOAKTIF DAN BIOMOLEKUL DARI REMPAH LADA BATAK (ZANTHOXYLUM ACANTHOPODIUM) DALAM PENGEMBANGAN

PANGAN DUAL FUNGSIONAL ANTIDIABETES DAN ANTIOBESITAS BERBASIS KEARIFAN LOKAL

POTENTIAL BIOACTIVE FRACTION OF SPICES PEPPER AND

BIOMOLECULES BATAK (ZANTHOXYLUM ACANTHOPODIUM)

DUAL FUNCTIONAL FOOD IN DEVELOPING AND ANTIOBESITY

ANTIDIABETIC BASED LOCAL WISDOM

Yanti1), Maggy Tenawidjaja Suhartono2), Otih Rostiana3)

1) Universitas Atma Jaya

2) Institut Pertanian Bogor 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Tingkat prevalensi diabetes dan obesitas di Indonesia semakin

meningkat, terutama pada generasi muda usia produktif

sehubungan dengan perubahan pola diet dan gaya hidup.

Strategi terapetik berbasis rempah alami yang mengandung

fitokimia dan biomolekul dengan potensi antiobesitas dan

antidiabetes dapat dijadikan alternatif baru. Penelian ini

menggunakan sampel lada Batak yang dikumpulkan dari

daerah Tapanuli, Sumatera Utara dan diidentifikasi di

Herbarium Bogoriense. Fraksi bioaktif (polifenol dan minyak

atsiri) dari lada Batak dilakukan dengan ekstraksi solven, fraksi

biomolekul (protein dan polisakarida) diperoleh dengan

ekstraksi air panas. Semua fraksi diidentifikasi untuk konten

222 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

senyawa utamanya dengan GC-MS pirolisis. Seluruh fraksi lada

Batak pada konsentrasi 1-250 µg/ml diuji lanjut untuk efek

toksisitasnya terhadap model sel hepatosit (sel Chang) dan

adiposa (sel 3T3-L1) secara in vitro. Fraksi biomolekul dan

bioaktif pada berbagai konsentrasi (1-100 µg/ml) diuji untuk

efek antidiabetes dan obesitasnya pada modulasi ekspresi

mediator pro-inflamasi dan protein lipogenik, seperti IL-6, TNF-

a, leptin, adiponectin, MCP (monocyte chemoattractant

protein)-1, dan CRP (C-reactive protein) dalam sel hepatosit

dan adiposa dengan menggunakan asai ELISA and Real Time-

PCR. Hasil penelitian menunjukkan fraksi bioaktif lada Batak,

yaitu fraksi polifenol dan minyak atsiri berpotensi sebagai dual

agen antidiabetes dan antiobesitas pada model sel kultur

hepatosit dan adiposa.

Kata kunci: Lada Batak, Zanthoxylum acanthopodium, sitokin

pro-inflamasi, protein lipogenik, obesitas, diabetes.

ABSTRACT

The prevalence rate of diabetes and obesity in Indonesia is

increasing, especially in the younger generation of productive

age in connection with changes in diet and lifestyle. Natural

herb-based therapeutic strategies that contain phytochemicals

and biomolecules with potential antiobesity and antidiabetic

can be used as an alternative. This study presented using

pepper samples collected from local Batak Tapanuli, North

Sumatra and identified in the Herbarium Bogoriense. Bioactive

fractions (polyphenols and essential oils) from pepper Batak

done by solvent extraction, the fraction of biomolecules

(proteins and polysaccharides) obtained by hot water

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 223

extraction. All the fractions were identified to content main

compounds by GC-MS pyrolysis. All factions pepper Batak at a

concentration of 1-250 ug/ml were tested further for toxicity

effects on hepatocyte cell model (Chang cells) and adipose

(3T3-L1 cells) in vitro. Biomolecules and bioactive fractions at

various concentrations (1-100 ug/ml) were tested for the

effects of antidiabetic and obesity in modulating the expression

of pro-inflammatory mediators and lipogenic proteins, such as

IL-6, TNF-a, leptin, adiponectin, MCP (monocyte

chemoattractant protein) -1, and CRP (C-reactive protein) in

hepatocytes and adipose cells using ELISA assay and Real

Time-PCR. The results showed Batak pepper bioactive

fractions, namely fraction of polyphenols and essential oil has

potential as a dual antidiabetic and antiobesity agents in cell

culture models of hepatocytes and adipose.

Keywords: Pepper Batak, Zanthoxylum acanthopodium, pro-

inflammatory cytokines, proteins lipogenic, obesity,

diabetes.

224 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

DESAIN DAN PABRIKASI PENGERING ADSORPSI BERBASIS ZEOLIT UNTUK PRODUKSI TEH HIJAU

KAYA POLIFENOL

DESIGN AND FABRICATION ADSORPTION DRYER BASED

ZEOLITE FOR PRODUCTION OF GREEN TEA RICH IN

POLYPHENOLS

Priyono Kusumo1), Vita Paramita2), Andi Nur Alam Syah3)

1) Lembaga Penelitian Universitas Tujuh Belas Agustus

2) Universitas Diponegoro 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Proses pengeringan dalam produksi teh merupakan hal yang

penting karena akan menentukan tingkat mutu teh. Produksi

teh hijau tinggi katekin (polifenol) menjadi menguntungkan di

Indonesia karena efek sehat setelah mengkonsumsinya.

Sayangnya, banyak kendala, seperti rendahnya kualitas

kandungan katekin karena aktivitas enzim oksidase polifenol,

degradasi termal atau epimerization selama pengeringan dan

kadar air yang tinggi pada teh hijau kering. Penelitian ini

mempelajari kinerja alat pengering untuk pengurangan kadar

air dan aktivitas enzimatik, serta degradasi ternal, dan

epimerization katekin untuk mendapatkan produksi teh hijau

tinggi katekin. Secara lebih detail, juga dipelajari pengaruh

suhu pengeringan dan waktu, laju aliran udara panas,

kelembaban dan kapasitas daun teh. Penelitian ini

menggunakan zeolite untuk adsorpsi air yang berada dalam

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 225

daun teh dengan menggunakan udara panas selama

pengeringan. Sementara, proses pengeringan akan

menggunakan konsep fluideized bed untuk mendapatkan

koefisien perpindahan panas tinggi dalam waktu yang efektif

dan optimal. Penelitian ini akan fokus pada phenomena

perpindahan air dalam daun teh ke dalama fase udara dan

fase zeolite yang substansial terhadap penurunan kadar air

untuk produksi teh hijau tinggi katekin. Penelitian dilakukan

dalam beberapa tahap, untuk mempelajari cara produksi teh

hijau kaya katekin. Skala laboratorium mixed-adsorption dibuat

kapasitas 10 kg/hari. Studi produktivitas teh hijau akan

menentukan pengaruh suhu pengeringan dan waktu, laju

aliran udara panas, kelembaban, dan kapasitas daun teh.

Variabel dalam penelitian ini termasuk suhu pengeringan,

perbandingan berat daun teh dan zeolit, laju aliran udara

panas dan kelembaban sebagai fungsi waktu. Penelitian telah

berhasil mengembangkan alat pengering fluidized bed berbasis

adsorpsi untuk mendapatkan produk teh hijau dengan kadar

katekin relatif tinggi 14,57% dan kadar air relatif rendah 2%.

Secara garis besar alat pengering tipe FBD terdiri dari tiga

bagian utama, yaitu: bagian pemanas (heater), terdiri dari:

heater listrik dan penghisap/penarik udara panas (blower),

termokopel, saluran udara panas (ducting), merupakan ruang

pengering terdiri dari bagian pemasukan, bagian tengah,

bagian pendinginan dan pengeluaran, dengan bagian-bagian

mesin lainnya: lantai berlubang (grid plate/perforated plate),

spreader, katup pengatur dan pengarah aliran udara, ruang

pengering. Hasil tela’ah laju pengeringan daun teh hijau

dengan laju alir udara pengering 15, 20, dan 30 liter/menit,

dan suhu tetap 60 oC mempunyai pola yang sama yaitu

mempunyai constant drying rate dan falling drying rate

226 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

periods. Makin tinggi laju alir udara pengering, makin besar

harga laju pengeringan konstan, makin pendek periodenya,

dan makin besar harga critical moisture content nya.Hasil

kajian menunjukkan bahwa minuman ringan teh hijau hasil

penelitian ini disukai konsumen baik dari segi warna maupun

rasa. Namun demikian, mengalami perubahan total padatan

terlarut, total gula dan warna minuman selama penyimpanan.

Kata kunci: Mesin pengering adsorpsi, zeolit, teh hijau,

polifenol.

ABSTRACT

The drying process in the production of tea is important

because it will determine the level of quality tea. Production of

high green tea catechins (polyphenols) became profitable in

Indonesia because of the healthy effects after taking it.

Unfortunately, a lot of constraints, such as poor quality of

catechin content due to the activity of the enzyme polyphenol

oxidase, thermal degradation or epimerization during drying

and high water content in dry green tea. This research studies

the performance of the dryer to the reduction of water levels

and enzymatic activity, as well as the degradation ternal, and

epimerization catechin green tea to get high production

catechins. In more detail, also studied the effect of drying

temperature and time, hot air flow rate, humidity and capacity

of tea leaves. This study uses a zeolite for the adsorption of

water that is in the tea leaves using hot air for drying.

Meanwhile, the drying process will use the concept fluideized

bed to get a high heat transfer coefficient in the effective and

optimal. This study will focus on the phenomenon of

displacement of water in the tea leaves into the air phase and

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 227

phase dalama zeolite substantially to the decrease of water

content for the production of high green tea catechins. The

study was conducted in several stages, to learn how the

production of green tea is rich in catechins. Laboratory scale

mixed-adsorption capacity made 10 kg/day. Studies of green

tea productivity will determine the effect of drying temperature

and time, hot air flow rate, humidity, and the capacity of the

tea leaves. The variables in this study include the drying

temperature, the weight ratio of tea leaves and zeolite, hot air

flow rate and humidity as a function of time. Research has

succeeded in developing a tool-based fluidized bed adsorption

dryer to obtain a green tea product with relatively high levels

of catechins, 14.57% and relatively low water content of 2%.

Broadly speaking FBD-type dryer consists of three main parts,

namely: the heating section (heater), comprising: an electric

heater and the vacuum/towing hot air (blower), thermocouple,

hot air duct (ducting), the drying chamber consists of income

sections, the middle section, cooling section and expenses,

with the other engine parts: a perforated floor (grid

plate/perforated plate), spreader, regulator valve and

directional air flow, the drying chamber. Results tela'ah green

tea leaf drying rate with a flow rate of air dryers 15, 20, and

30 liters/minute, and the temperature remained 60 °C has the

same pattern that has a constant drying rate and falling rate

drying periods. The higher the flow rate of air conditioning, the

greater the price constant drying rate, the shorter the period,

and the greater the price of its critical moisture content.

Results of the study showed that green tea soft drink

consumers preferred the results of this study in terms of both

color and flavor. However, changes in total dissolved solids,

total sugars and color drinks during storage.

228 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Keywords: Adsorption dryer machine, zeolite, green tea,

polyphenols.

PEMODELAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI GULA

DEVELOPMENT MODEL OF SUGAR PRODUCTION

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 229

Suyoto Hadisaputro1), Sri Yuniasturi2), Ariffin3), Hermono

Budhisantosa1), Sri Winarsih1)

1) PT. Riset Perkebunan Nusantara

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Brawijaya

ABSTRAK

Pemodelan produksi tebu dan gula dapat dijadikan sebagai alat

bantu penentu kebijakan dalam upaya pengembangan tebu

berkelanjutan, dengan memanfaatkan data iklim, tanah, dan

teknologi budidaya yang telah tersedia. Penelitian dilakukan

pada bulan Februari sampai Desember tahun 2013, di

Pasuruan dan Malang. Pasuruan mewakili tipologi geografi BPL

(tanah berat, berpengairan, drainase lancar), BPJ (tanah berat,

berpengairan, drainase jelek), BHL (tanah berat, tadah hujan,

drainase lancar) dan BHJ (tanah berat, tadah hujan, drainase

jelek). Sementara Malang mewakili tipologi RPL (tanah ringan,

berpengairan, drainase lancar), RPJ (tanah ringan,

berpengairan, drainase jelek) dan RHL (tanah ringan, tadah

hujan, drainase lancar). Percobaan menggunakan rancangan

acak kelompok terdiri dari 3 varietas, yaitu PS 881 (masak

Awal), Kidang Kencana (masak Tengah) dan PS 864 (masak

Lambat) diulang 3 kali. Konsep model dibangun melalui

penggabungan antara Model Potensi Waktu Tumbuh (PWT),

Model Shierary dan Climatological Index (CI) dari ISSCT. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa pertumbuhan tebu pada

tipologi BPL lebih optimal dibandingkan tipologi lain. Pada

230 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

tipologi BHL, BHJ, RPL, RPJ, dan RHL pertumbuhan tebu

kurang optimal, kekurangan air dalam masa pertumbuhan

sangat berdampak pada pertumbuhan tinggi batang. Pada

tipologi BHL, BHJ dan RHL dimana pengairan mengandalkan

hujan, penambahan tinggi batang tidak optimal. Pada lahan

RPL dan RPJ, pengairan tidak efektif karena tekstur tanahnya

yang ringan dan berpori sehingga evapotranspirasi cukup

tinggi. Selain itu pada drainase yang jelek, pertumbuhan

tanaman mengalami hambatan. Jumlah anakan berbeda-beda

pada masing-masing tipologi lahan dan umur tanaman. Pada

tipologi BPL, anakan muncul pada umur 1 bulan, sedangkan

pada BPJ, BHL, BHJ dan RHL muncul pada umur 2 bulan.

Sedangkan pada tipologi RPL dan RHJ, anakan baru muncul

pada umur 3 bulan. Secara umum rata-rata anakan pada

semua tipologi berjumlah 3, hanya pada tipologi BPJ dan RPL

tanaman mempunyai rata-rata anakan 2. Dalam kurun waktu 5

bulan percobaan, diperoleh model awal mengikuti kurva

sigmoid. Sementara untuk model produksi gula, peubah cuaca

yang digunakan untuk menghitung index iklim yang diusulkan

Moreno tidak dapat teramati karena keterbatasan peralatan,

sehingga perlu penyederhanaan model pendugaan.

Kata kunci: Pemodelan, pertumbuhan, produksi tebu, gula.

ABSTRACT

Modeling cane and sugarcane can be used as a tool for policy

makers in developing sustainable sugarcane, using climate

data, soil, and cultivation technologies which has been

provided. The study was conducted from February to

December 2013, in Pasuruan and Malang. Pasuruan represent

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 231

typologies BPL (heavy soils, irrigation, drainage well), CPM

(heavy soils, irrigation, poor drainage), BHL (heavy soil,

rainfed, drainage well) and BHJ (heavy land, rainfed, poor

drainage). While Malang represent typologies RPL (light soils,

irrigation, drainage well), RPJ (light soils, irrigation, poor

drainage) and RHL (light soil, rainfed, drainage well).

Experiments using a randomized block design consisted of

three varieties, namely PS 881 (Early ripe), Kidang Kencana

(Middle ripe) and PS 864 (Slow ripe) was repeated 3 times.

The concept of the model constructed through the

incorporation between Time Growth Potential Model (PWT),

Model Shierary and Climatological Index (CI) of ISSCT. The

results showed growth of sugarcane on the BPL typology more

optimal than other typologies. In the typology of BHL, BHJ,

RPL, RPJ, and RHL cane growth not optimal, lack of water in

its infancy greatly high impact on the growth of the stem. In

the typology of BHL, BHJ and RHL where relied on rainfall

irrigation, plant height growth was not optimum. While on RPL

and RPJ area, irrigation did not effective because of soil

texture was mild and porous so that evapotranspiration high

enough. In addition, on bad drainage stunted plant growth.

The number of tillers varies in each typologies area and plant

age. In the typology of BPL, tillers appeared at the age of 1

month, while on CPM, BHL, BHJ and RHL appeared at the age

of 2 months. While on typologies RPL and RHJ, tillers appeared

at the age of 3 months. In general, the average of tillers at all

typologies amounted 3, just on typologies CPM and RPL plant

tillers had on average 2. Within 5 months of the experiment,

the model was obtained in the form of a sigmoid curve. While

for the sugar production model, the weather variables used to

compute climate index Moreno may did not observed in

232 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Indonesia due to the limited of equipment, so it have to

simplification of model of prediction.

Key words: Modeling, growth, production, sugar cane, sugar

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 233

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI APLIKASI FORMULA PESTISIDA NABATI DAN AGENS HAYATI UNTUK

MENGENDALIKAN PENYAKIT JAMUR AKAR PUTIH (>80%) DAN MENINGKATKAN (>50%)

PRODUKSI KARET

DEVELOPMENT OF APPLICATION TECHNOLOGY

BIOPESTICIDE FORMULATION AND BIO-AGENT TO CONTROL

WHITE ROOT ROT DISEASE (>80%) AND INCREASE (>50%)

RUBBER PRODUCTION

Nasrun1), Chrisnawati2), Milda Ernita3), Nurmansyah1)

1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2) Universitas Muhaputra Muhammad Yamin Solok

3) Universitas Taman Siswa Padang

ABSTRAK

Produktivitas karet rakyat masih rendah yaitu 700-900

kg/ha/tahun, salah satunya disebabkan oleh penyakit Jamur

Akar Putih (JAP) (Rigidoporus microporus), pestisida nabati

dan agens hayati berpotensi untuk pengendaliannya. Penelitian

bertujuan mendapatkan teknologi pemanfaatan formula

pestisida nabati dan agens hayati dalam pengendalian JAP

karet dilakukan di Laboratorium KP. Balitro Laing Solok dan

Kebun Karet di Desa Limo, Kabupaten Sijunjung Sumatera

Barat pada Maret-November 2013. Perlakuan berupa

konsentrasi formulasi pestisida nabati berbahan aktif

sitronellal, geraniol, eugenol dan katechin dengan bahan

pelarut berbeda dan agens hayati Pseudomonad fluoresen dan

Bacillus spp disusun dalam rancangan acak kelompok, 4 kali

234 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

ulangan/perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan, secara in

vitro semakin tinggi dosis pestisida nabati semakin tinggi

efektifitas menekan pertumbuhan koloni jamur patogen JAP

dengan daya kendali 80,12-80,68%, dan semakin tinggi dosis

agens hayati P. fluoresen dan Bacillus spp, semakin tinggi

efektiftas penekanan pertumbuhan koloni jamur JAP dan

optimal pada dosis 75 dan 100 g/liter dengan daya kendali

73,98-78,21%. Pengujian di lapang menunjukkan, kombinasi

formula pestisida nabati dan agens hayati P. fluoresen dan

Bacillus spp. dapat menekanan intensitas penyakit JAP karet

dari 65,55% menjadi 0-16,66% , meningkatkan tajuk dari nilai

sekor 1,75 menjadi 3,25-4,00 dan akar dari nilai sekor 1,25

menjadi 3,25-4,00. Kombinasi formula Pestisida nabati

berbahan aktif sitronella, geraniol, eugenol dan katekin dengan

dosis 8 dan 12mg/l dengan agens hayati P. fluoresen PF55 dan

Bacillus spp BC 94 dosis 75-100ml/l merupakan formula

pestisida nabati dan agens hayati terbaik dalam

mengendalikan penyakit JAP karet di lapang.

Kata kunci: Formula, pestisida nabati, agens hayati,

pengendalian, JAP.

ABSTRACT

The productivity of smallholding rubber are still low at 700-900

kg/ha/year, one of which due to white roots fungi (JAP)

(Rigidoporus microporus), botanical pesticides and biological

agents potential to control this fungi. The research aims to

obtain utulization technologies of botanical pesticides and

biological agents in controls of JAP carried out in the laboratory

of KP. Balitro Laing Solok and rubber gardens in the village of

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 235

Limo, Sijunjung West Sumatra in March to November, 2013.

The treatments were concentrations of active ingredient bio

pesticide formulations of sitronellal, geraniol, eugenol and

katechin with different solvents and biological agents

Fluorescent pseudomonads and Bacillus spp arranged in a

randomized block design, 4 replications/ treatment. The results

showed, the higher the dose of botanical pesticides the higher

effectiveness its to suppress the growth of pathogenic fungi

colonies JAP, with optimal inhibitation from 80.12 to 80.68%,

and the higher the dose of biological agents P. fluorescent

and Bacillus spp, the higher the suppression to JAP fungal

colony growth and optimal doses of 75 and 100 g/liter with

inhibition of 73,98 to 78,21%. Applications in the field showed

that the combination formula botanical pesticides and

biological agents P. fluorescent and Bacillus spp. Could inhite

the rubber JAP disease intensity of 65.55% to 0 to 16,66%,

increasing the crown of the value scores 1,75 to 3,25 to 4,00

and the roots growth of value scores 1,25 to 3,25 to 4,00.

Combination of active ingredient bio pesticide of formula

sitronella, greraniol, eugenol and catechins with a dose of 8

and 12 mg/l with biological agents P. fluorescent PF55 and

Bacillus spp Bc 94 dosage 75-100ml/l wa the best botanical

pesticides formula and biological agent in controlling the

disease JAP rubber in the field.

Keywords: Formula, botanical pesticides, biological agents,

control, JAP.

236 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Gambar 1. Koloni jamur patogen Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus)

Gambar 2. Formula

pestisida nabati

Gambar 3. Koloni Bacillus sp pada medium TSA (A) dan

Pseudomonad fluoresen pada Medium King’sB (B) hasil isolasi dari rizosfer karet.

A

B A

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 237

PENGENDALIAN HAYATI HAMA KUTU KEBUL BEMISIA TABACI SECARA SIMULTAN

MENGGUNAKAN CENDAWAN PAECILOMYCES FUMOSOROSEUS DAN NEMATODA PATOGEN

SERANGGA

BIOLOGICAL CONTROL OF WHITEFLY BEMISIATABACIBY

SIMULTANEOUS APPLICATION OF ENTOMOPATHOGENIC

FUNGI PAECILOMYCESFUMOSOROSEUS AND NEMATODES

Hari Purnomo1), Marwoto2), Ponendi Hidayat3), Hardian Susilo Addy1),

Abdul Majid1)

1) Universitas Jember

2) Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRAK

Bemisia tabaci (Genn) adalah serangga polifagus yang

mempunyai sebaran inang yang sangat luas, menyerang lebih

dari 350 jenis tanaman dan dapat menularkan virus pathogen

tanaman. Oleh karena itu, perlu ditemukan alternatif

pengendalian yang ramah lingkungan diantarnya

menggunakan. P. fumosoroseus dan Nematoda patogen

serangga/NPS. Penelitian dilakukan di laboratorium

pengendalian hayati Fakultas Pertanian Universitas Jember dan

di pertanaman kedelai, untuk mengseleksi isolat cendawan dan

NPS terhadap kutu kebul menggunakan methode leaf disc

bioassays dengan variabel pengamatan adalah mortalitas

setelah 48 jam setelah inokulasi : LC50, serta cara aplikasi di

lapang terdiri dari, aplikasi sendiri-sendiri, aplikasi cendawan

238 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

dahulu 24 jam kemudian nematoda, aplikasi cendawan dahulu

48 jam kemudian aplikasi nematoda dan di aplikasi bersamaan

menggunakan filter paper bioassayas, parameter pengamatan

adalah mortalitas kutu kebul. Hasil identifikasi di 3 wilayah

didapatkan 3 isolat positif P. fumosoroseus di Jember

(Sumbersari 1 dan 2) dan Lumajang (Tempeh). Jumlah konidia

dan ukuran konidia paling tinggi yaitu Tempeh, untuk laju

perkecambahan paling cepat yaitu pada Sumbersari 1, dan

untuk pertumbuhan radial miselium pada Sumbersari 2. Isolat

terbaik dari Tempeh memiliki daya kecambah lebih cepat.

Nematoda pathogen serangga Steinernemasp, isolate Kediri

lebih virulen dibandingkan dengan nematoda isolate yang

lainya yaitu Jember (Kalisat) dan Banyuwangi (Jatirono).

Nematoda pathogen serangga mempunyai efek mortalitas

yang lebih besar terhadap nimfa kutu kebul dibandingkan

cendawan P. fumosoroseus bila diapliksikan secara tunggal.

Kombinasi P. fuumosoroseus dan nematoda pathogen

serangga jika aplikasi bersama-sama dan atau simultan

mempunyai efek sinergisme dan mampu meningkatkan

kematian hama kutu kebul dibandingkan dengan perlakuan

tunggal. Nematoda pathogen serangga Steinernemasp isolate

Kediri menunjukkan superioritas ketika diaplikasikan secara

tunggal maupun bersama sama dan atau simultan.

Kata kunci: Pengendalian, hayati, B.tabaci, P. fumosoroseus,

Nematoda, Patogen.

ABSTRACT

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 239

Bemisia tabaci (Genn) is poliphagus insect that has a very wide

distribution of host, attack more than 350 types of plants and

can transmit the virus plant pathogens. Therefore, it is

necessary to find an environmentally friendly method to

control thos pathogen such as use. P. fumosoroseus and insect

pathogenic nematodes/NPS. The study was conducted in the

laboratory of biological control of the Faculty of Agriculture,

University of Jember and in field of soybean, to select isolates

of the fungus and NPS against whitefly using the method of

leaf disc bioassays with the observation variables: mortality

after 48 hours after inoculation: LC50, as well as the way

applications in the field, consisted of : the application

individually, applications fungus first and 24 hours later

nematodes, fungi application first 48 hours later nematodes

application, and pplications bioassayas simultaneously using

filter paper, observation parameter is whitefly mortality. The

identification results in three regions obtained 3 positive

isolates of P. fumosoroseus in Jember (Sumbersari 1 and 2)

and Lumajang (Tempeh). The highest isolates number and size

of conidia obtained from Tempeh, the most rapid germination

rate was isolate from Sumbersari 1, and the radial growth of

the mycelium from Sumbersari 2. Isolate from Tempeh has a

faster germination. Isolate Steinernemasp insect pathogenic

nematodes from Kediri more virulent compared to the other

isolates of nematodes from Jember (Kalisat) and Banyuwangi

(Jatirono). Insect pathogenic nematodes had a greater effect

on the mortality of whitefly nymphs compared to the fungus P.

fumosoroseus when application singly. Steinernemasp insect

pathogenic nematodes isolate Kediri showed superiority when

applied singly or jointly and or simultaneously.

240 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Keywords: Control, biological, B.tabaci, P. fumosoroseus,

nematodes, pathogens

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 241

PEMANFAATAN ABU TERBANG BAGAS LIMBAH INDUSTRI GULA SEBAGAI MEDIA PUPUK SLOW-

RELEASE DAN REMEDIASI TANAH

UTILIZATION OF ASH INDUSTRIAL SUGAR WASTE AS

MEDIA OF SLOW-RELEASE FERTILIZER AND SOIL

REMEDIATION

Chandra Wahyu Purnomo1), Muchamad Yusron2), Hens Saputra3),

Wisnu Ananta Kusum4), Fathur Rahman Rifai5)

1) Universitas Gadjah Mada

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

4) Institut Pertanian Bogor 5) Dosen Lembaga Pendidikan Perkebunan Yogyakarta

ABSTRAK

Limbah industri gula yaitu abu terbang bagas (BFA) dan

molase, memiliki potensi besar untuk pembuatan pupuk lepas

lambat. BFA dapat berfungsi sebagai matrik/pengisi,

sedangkan molase berfungsi sebagai perekat. Kegatan

penelitian ini juga merancang alat pembuat pelet pupuk lepas

lambat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar molase

berperan dalam memperlambat pelepasan unsur nitrogen

dalam pupuk lepas lambat yang mengandungi Urea maupun

NPK. Semakin besar kandungan molase maka kecepatan

pelarutan pupuk cenderung semakin lambat. Disimpulkan

bahwa : molases dapat dipakai sebagai perekat yang baik

dalam pembuatan pupuk lepas lambat. kandungan molase

dalam matriks mempengaruhi laju pelepasan unsur nitrogen

pupuk lepas lambat sesuai nilai difusivitas efektif (DE), alat

242 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

pelet jenis roller press sangat tepat untuk memproduksi pupuk

lepas lambat skala kecil sampai skala industri, namun

pembuatannya membutuhkan ketelitian tinggi.

Kata kunci : Limbah, abu terbang, pupuk, slow-release

ABSTRACT

Waste material of sugarcane industry, such as bagasse fly ash

(BFAa) and molases, have a great potential as material for

producing slow release fertilizer. BFA could be as a matrix of

the fertizer, while molases could be as a binder. This reseach

activity also designed pellet slow released fertizer mechanical

machine. It was observed that the release speed of nitrogen

from Urea or NPK slow release fertilizer was affected by the

molases concentration. Higher molases concentration was tend

to reduce the dillution speed of the fertilizer. The conclussion

were : molases was a good binder for slow released fertilizer,

molases content would affect to dillution speed of fertilizer as a

value of DE, the pelleting machine was able to produce slow

release fertilizer in the small to medium production scale,

though is still to be improved in accurately.

Keywords: Waste, fly ash, fertilizers, slow-release

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 243

Gambar 1. A. Lokasi penimbunan abu bagas di PG. Madukismo, Yogyakarta. B. Pengambilan sampel abu terbang di PG.

Bunga Mayang, Lampung.

B A

244 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN PADI DAN SAPI DI ANTARA TANAMAN KELAPA SAWIT DALAM RANGKA

SWASEMBADA BERAS PADA KONDISI PERUBAHAN IKLIM

DEVELOPMENT OF RICE AND CATTLE AMONG PALM OIL

PLANT IN ORDER TO SELF SUFFICIENCY OF RICE IN

CONDITIONS OF CLIMATE CHANGE

Abdul Hadi1), Dedi Nursyamsi Affandi2), Abrani Sulaiman3),

Meina Wulansari1), Mukhlis2)

1) Universitas Lambung Mangkurat

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdatul Ulama

Kalimantan Selatan

ABSTRAK

Budidaya padi integrasi dengan sapi di antara tanaman kelapa

sawit di lahan pasang surut diharapkan dapat mendukung

swasembada beras sekaligus mengantisipasi kondisi

perubahan iklim. Tujuan penelitian adalah mendorong

berkembangnya sawah sebagai bisnis jangka pendek petani

tanaman sawit menuju kehidupan petani rawa pasut Kalsel

yang lebih sejahtera. Kegiatan penelitian meliputi perakitan

model pengendalian pencemaran dengan aplikasi bio-

amelioran pada sawah di antara kelapa sawit pada TSM,

pengujian model terpilih yang layak secara teknis dan

ekonomis serta diterima secara sosial, serta pengembangan

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 245

model yang terpilih pada wilayah yang berbeda dengan

menitikberatkan pada kemandirian petani. Hasil penelitian

mendapatkan bahwa umumnya petani calon plasma kebun

kelapa sawit PT. PBB berada pada usia produktif dengan

namun tingkat pendidikan rendah. Responden memahami

pembudidayaan padi sebagai tanaman sela di antara kelapa

sawit dan mengetahui tentang peluang pemanfaatan jerami

padi sebagai pakan ternak. Namun pada penerapannya, hanya

37,5% responden mempraktekkan integrasi padi dan sawit dan

hanya 20,8 % yang memanfaatkan jerami padi sebagai pakan

ternak. Pupuk hayati Biosure atau Biotara sangat berperan

dalam meningkatkan pH baik pH tanah maupun pH air tanah.

Pemberian pupuk hayati Biosure atau Biotara dengan pupuk

NPK ¾ dosis rekomendasi memperlihatkan tinggi tanaman dan

jumlah anakan yang lebih tinggi.

Kata kunci: Padi, sapi, kelapa sawit, usahatani itegrasi,

perubahan iklim

ABSTRACT

Rice cultivation integration with cows in the oil palm

plantations in the tidal area is expected to support self-

sufficiency in rice and anticipating climate change conditions.

The research objective is to encourage the development of rice

as a short-term business to the oil palm crop farmers tidal

marsh farmers Kalsel life more prosperous. Research activities

include assembling a model of pollution control with the

application of bio-ameliorant on rice fields in between palm on

TSM, testing the model chosen that are technically feasible and

economically viable and socially acceptable, and the

246 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

development model chosen in different areas with emphasis on

self-reliance of farmers. Results of the study found that the

farmers generally plasma prospective oil palm plantations PT.

The UN is in the productive age with low levels of education

yet. Respondents understand the cultivation of rice as a crop

gap between palm and find out about the opportunities

utilization of rice straw as animal feed. But in practice, only

37.5% of respondents practice the integration of rice and oil,

and only 20.8% who use rice straw as animal feed. Biosure

biological fertilizer or Biotara very important role in improving

both the pH of the soil pH or pH groundwater. Giving Biosure

or Biotara biological fertilizer with NPK fertilizer dose

recommendation ¾ shows plant height and number of tillers

were higher.

Keywords: Rice, beef, palm oil, farming integration, climate

change

Gambar 2. Sampling gas Gambar 1. Penampakan permukaan tanah

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 247

Gambar 3. Kondisi tanaman

248 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI PROTEIN-PROTEIN PENENTU TERKAIT PODUKSI GULA PADA TANAMAN TEBU SACCARUM OFFICINARUM DALAM

MERESPON CEKAMAN KEKURANGAN AIR

IDENTIFICATION AND CHARACTERIZATION OF PROTEINS

DETERMINED SUGAR PRODUCTION ON SUGAR CANE

(SACCARUMOFFICINARUM) IN RESPONDING TO WATER

STRESS

Jamsari1), Ishak Manti2), Renfiyeni3)

1) Universitas Andalas 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Universitas Mahaputra Muhammad

ABSTRAK

Tebu merupakan sumber utama produksi gula. Namun,

produksi tebu nasional masih belum mampu memenuhi

kebutuhan. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas tebu

menjadi langkah penting dan prioritas dalam upaya mencapai

swasembada gula. Namun, perubahan iklim global menjadi

masalah serius dan ancaman keberhasilan program

peningkatan produksi gula nasional. Salah satu dampak dari

perubahan iklim global ialah defisit air. Dalam merespons

cekaman lingkungan ini, tanaman mengembangkan

mekanisme pertahanan yang dapat ditelusuri melalui protein

yang merespons terhadap cekaman kekurangan air.

Pemahaman terhadap protein spesifik yang responsif terhadap

cekaman air akan mengungkap mekanisme pertahanan

tanaman yang pada gilirannya dapat digunakan dalam

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 249

pengembangan klon-klon tebu toleran kekeringan. Penelitian

ini akan dilakukan selama tiga tahun. Pada tahun pertama

(2013), aktivitas penelitian difokuskan untuk memahami profil

protein yang diekspresikan selama tanaman tercekam

kekeringan (defisit air). Pada tahun kedua, penelitian

difokuskan pada karakterisasi protein spesifik responsif

terhadap stres defisit air. Akhirnya pada tahun ketiga,

penelitian akan diarahkan untuk memahami interaksi protein

dan gen terkait dengan toleransi terhadap kekurangan air yang

akan dikembangkan sebagai penanda untuk mengidentifikasi

status toleransi klon-klon tebu selama seleksi. Bahan yang

digunakan yaitu enam klon tebu yang terdiri atas tiga klon

toleran dan tiga klon peka kekeringan. Semua klon yang diteliti

diperlakukan dengan empat status kadar air, yaitu 0%

(kontrol), defisit air 20%, defisit air 50%, dan defisit air 80%.

Protein dari semua sampel diekstraksi berdasarkan protokol

presipitasi TCA-aseton. Penampilan morfologi dan fisologis

tanaman selama stres defisit air diamati, yang meliputi jumlah

batang, tinggi batang, panjang akar, berat akar segar dan

kering, panjang internodus, diameter batang, jumlah daun,

dan jumlah stomata. Penelitian berhasil mengekstrak protein

dari sampel. Namun, konsentrasi yang diperoleh masih rendah

sehingga optimasi ekstrak protein masih terus dilakukan.

Kata kunci: Tebu, Saccarum officinarum,protein, produksi gula,

cekaman air.

ABSTRACT

250 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Sugarcane is the main source of sugar production. However,

sugar productionis still not able to meet the national demand.

Therefore, an increase in sugar cane productivity is a critical

step and priorities in order to achieve sugar self-sufficiency.

However, global climate change becomes a serious problem

and a threat to the success of the national sugar production

improvement program. One of the impacts of global climate

change is a water deficit. In response to the environmental

stress, the plant develops a defense mechanism that can be

traced through the proteins that respond to stress of water

shortages. Understanding of the specific proteins that are

responsive to water stress will reveal the plant defense

mechanisms which in turn can be used in the development of

sugarcane clones tolerant to drought. This study will be

conducted over three years. In the first year (2013), the

research was focused on understanding the protein profiles

expressed during plant gripped by drought (water deficit). In

the second year, the study was focused on the characterization

of specific proteins responsive to water deficit stress. Finally in

the third year, the study will be directed to understand the

interaction of proteins and genes associated with tolerance to

water stress which will be developed as a marker to identify

the status of tolerance of sugarcane clones during the

selection. Materials used were six clones of sugarcane

consisting of three clones tolerant to drought and three clones

sensitive to drought. All the clones studied were treated with

four status of waterlevels, namely 0% (control), 20% water

deficit, 50% water deficit, and 80% water deficit. Proteins of

all samples were extracted by TCA-acetone precipitation

protocol. Morphological and physiological appearances of

sugarcane during water deficit stress were observed, which

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 251

include stem number, plant height, root length, fresh and dry

root weight, internode length, stem diameter, leaf number,

and stomata number. The study successfuly extracted the

proteins from the samples. However, the concentration is still

low so protein extract optimization is still underway.

Keywords: Sugarcane, Saccarum officinarum, protein, sugar

production, water stress.

252 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

MENINGKATKAN EFISIENSI FOTOSINTESIS TEBU MENGGUNAKAN TEHNIK CISGENIK MOLEKUL

CHAPERON (GEN TUF)

IMPROVING PHOTOSYNTHESISEFFICIENCY OF

SUGARCANEUSING

CISGENICMOLECULARCHAPERONESTECHNIQUES(TUF GENE)

Sony Suhandono1), Eri sofiari2), Hayati Minarsih3)

1) Institut Teknologi Bandung

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) PT. Riset Perkebunan Nusantara

ABSTRAK

Produksi tebu harus ditingkatkan untuk mewujudkan

swasembada gula. Salah satu kendalanya ialah perubahan

iklim yang meningkatkan suhu yang diterima daun seiring

dengan kenaikan suhu udara. Penelitian ini bertujuan merakit

varietas tebu yang memiliki kemampuan lebih tinggi dalam

fotosintesis dengan menggunakan gen tuf, yaitu suatu protein

yang berperan sebagai molecular chaperon dalam kloroplas

sehingga kloroplas tidak mudah rusak akibat cekaman panas

terik matahari. Pada tahun pertama, penelitian bertujuan

untuk melakukan optimasi proses tranformasi genetik tebu

menggunakan varietas Kidang Kencana dan PS881. Inisiasi

kalus pada varietas Kidang Kencana lebih cepat berproliferasi

dibandingkan dengan varietas PS881. Transformasi genetik

secara transien menggunakan Agrobacterium tumefaciens

berhasil dilakukan pada eksplan tebu. Perlakuan penggunaan

silwet pada saat transformasi secara kualitatif tidak

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 253

memberikan perbedaan nyata pada kedua varietas tebu yang

digunakan. Secara kualitatif, varietas tebu tidak memberikan

perbedaan hasil transformasi secara transien. Secara transien,

strain A. tumefaciens AGL1 lebih baik dibandingkan dengan

strain lainnya sebagai agen transformasi. Pada tahun kedua

diharapkan dapat dilakukan transformasi tebu dengan gen tuf

dan pada akhirnya dapat diperoleh tranforman transgenik

untuk dianalisis lebih lanjut.

Kata kunci: Tebu, efisiensi fotosintesis, cisgenic molecular

chaperon, gen tuf.

ABSTRACT

Sugarcane production must be increased to meet the sugar

self-sufficiecy. One of major problems is the climate change

which increases leaf temperature during hot season. High

temperature will damage the photosynthetic enzyme. In order

to improve plant peformance against heat shock, an over-

expression of tuf gene will transform sugarcane. However,

transformation technique is still facing major problem. The first

year research attempts to optimize the tranformation

technique using two varieties Kidang Kencana and PS881.

Callus initiation from Kidang Kencana was proliferate faster

than that of PS881. Transient genetic transformation using

Agrobacterium tumefaciens was successfully transforming

sugarcane callus. Application of silwett-77 surfactan was not

significantly different. Qualitatively transient transformation did

not give preference to either varieties. It lookslike the AGL1

could transform callus better than other Agrobacterium strain.

254 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

In the second year, research will be focussed on

transformation of sugarcane with tuf gene to generate several

transgenic lines that can be analized further.

Keywords: sugarcane, photosynthesisefficiency,

cisgenicmolecularchaperones, tufgene.

Gambar 1. Embriogenik LBA Gambar 2. Stomatik embrio LBA (tidak terwarnai)

Gambar 3. Stomatik embrio LBA

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 255

APLIKASI TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN DAN CRYOTHERAPY UNTUK PRODUKSI BENIH TEBU BEBAS VIRUS DALAM MENDUKUNG PROGRAM

SWASEMBADA GULA

APPLICATIONS OF TISSUE CULTURE AND CRYOTHERAPY

TECHNOLOGY FOR PRODUCING VIRUS-FREE SUGARCANE

SEED TO SUPPORT SUGAR SELF-SUFFICIENCY PROGRAM

Roostika1), Hartono2), Efendi3), Sukmadjaja1)

1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

2) Universitas Gadjah Mada 3) Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK

Salah satu faktor yang menentukan produksi gula ialah

penggunaan benih sehat. Virus mosaik merupakan salah satu

virus penting yang dapat menurunkan produksi gula hingga

20%, bahkan penurunan produksi akibat serangan virus SCMV

and SCSMV dapat mencapai 60%. Salah satu upaya untuk

mengatasi masalah tersebut ialah dengan menggunakan benih

tebu bebas virus. Pada umumnya, kultur meristem diterapkan

untuk mengeradikasi virus. Namun, teknik tersebut memiliki

tingkat kesulitan yang tinggi, terutama untuk tanaman

monokotil karena meristem sangat kecil, serta bergantung

pada genotipe dan strain virus. Oleh karena itu, meristem sulit

diisolasi dan diregenerasikan menjadi planlet dan virus sulit

dieliminasi. Virus-virus tertentu bahkan memerlukan kombinasi

perlakuan termoterapi atau kemoterapi pada kultur meristem.

Krioterapi dapat diterapkan untuk eradikasi berbagai patogen,

termasuk virus. Metode tersebut tidak memerlukan teknik yang

sulit untuk isolasi meristem dan efikasi teknik tersebut lebih

256 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

tinggi daripada kultur meristem. Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan protokol eliminasi virus yang aplikatif dan

memperoleh benih tebu bebas virus yang siap diproduksi

secara massal. Kegiatan yang dilakukan meliputi (1) deteksi

virus secara RT-PCR, (2) optimasi teknik termoterapi dan

kemoterapi pada kultur apeks, (3) optimasi teknik termoterapi

dan kemoterapi pada kultur meristem, (4) optimasi metode

dehidrasi jaringan apeks, dan (5) optimasi metode pembekuan

jaringan apeks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus

mosaik telah menginfeksi beberapa varietas tebu, yaitu PS

862, PSBM 901, dan PSJK 922, bahkan dijumpai infeksi ganda

SCMV and SCSMV pada PS 862 berdasarkan analisis RT-PCR.

Termoterapi secara tidak langsung dengan menggunakan

saringan merupakan cara terbaik untuk termoterapi apeks.

Suhu terbaik untuk termoterapi adalah 50 oC sehingga suhu

tersebut diterapkan untuk termoterapi tunas in vitro sebelum

isolasi meristem. Tidak terdapat pengaruh yang nyata dari

kemoterapi menggunakan Ribavirin hingga 25 ug/l. Pengaruh

termoterapi lebih dominan dibanding kemoterapi.

Pertumbuhan meristem sangat lambat sehingga kurang efisien

diterapkan untuk eliminasi virus. Waktu dehidrasi yang terbaik

adalah selama 30 menit. Kombinasi perlakuan prakultur

dengan sukrosa 0,3 M dan loading selama 10 menit

merupakan perlakuan terbaik untuk pembekuan jaringan.

Persentase hidup dan tumbuh eksplan mencapai 100%, namun

kemudian menurun hingga 20% ketika eksplan direndam

dalam nitrogen cair. Pada tahap selanjutnya, perlu dilakukan

optimasi krioterapi dengan menerapkan teknik droplet-

vitrification.

Kata kunci: Tebu, kultur jaringan, krioterapi, benih bebas virus.

ABSTRACT

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 257

One factor that determines sugar production is the use of

healthy seedlings. Among the sugarcane diseases, mosaic

viruses become very important pathogens that reduces sugar

yield until 20%. SCMV and SCSMV may cause severity more

than 60%. The one way to overcome these problems is using

virus-free plants. Mostly, meristem culture is applied to

eradicate virus. However, this technique is enough complicated

because of the very small size of meristem to be isolated, plant

genotype- and virus strain-dependent. Thus, the tissues are

difficult to be regenerated become plantlets and the viruses

are difficult to be eliminated. Certain viruses even need

combined treatment between thermotherapy and

chemotherapy on meristem culture, and the other virus is

almost impossible to be eliminated by applying that

combination treatment. Recently, cryotherapy can be applied

to eradicate many pathogens, including viruses. This method

does not need complicated technique of meristem isolation.

The efficacy of this method is higher than meristem culture.

The study aimed to obtain standard protocol of cryotherapy for

virus eradication and to obtain virus-free cultures and

seedlings that are ready to be multiplied for mass production

of sugarcane seedlings. The study consisted of five activities:

(1) virus detection through RT-PCR analysis, (2) optimization

of thermotherapy and chemotherapy on apex culture, (3)

optimization of thermotherapy and chemotherapy on meristem

culture, (4) optimization of dehydration method of sugarcane

tissue, and (5) optimization of freezing method of sugarcane

tissue. The results showed that mosaic viruses have infected

several sugarcane varieties (PS 862, PSBM 901, and PSJK

922), even with mixed infection between SCMV and SCSMV in

PS 862 based on RT-PCR analysis. The use of an indirect

258 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

method with metal sieve was the best treatment for

thermotherapy of apex cultures. The optimum temperature

was 50 oC, therefore this rate was applied during

thermotherapy of shoots before meristem culture. There was

no significant effect of chemotherapy with Ribavirin up to the

rate of 25 ug/l. The effect of thermotherapy was more

dominant than the effect of chemotherapy. The growth of

meristem was quite low. It indicated that meristem culture is

not efficient to be applied for virus elimination. The optimal

dehydration was 30 minutes. The optimal condition for

freezing was the combined treatment of preculture with 0.3 M

sucrose and loading for 10 minutes. The percentage of survival

and regrowth reached to 100%. However, the rate of survival

dan regrowth reduced to 20% when the explants were

plunged to liquid nitrogen. The success of cryotherapy will be

increased by applying droplet-vitrification method.

Keywords: Sugarcane, tissue culture, cryotherapy, virus free

seeds.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 259

Gambar 1. Dehidrasi Gambar 2. Krioterapi

Gambar 3. Mosaik jati Gambar 4. Termoterapi

260 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

ANALISIS SISTEM DINAMIK KETERSEDIAAN SAGU

YANG BERKELANJUTAN DALAM MEWUJUDKAN

KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI KALIMANTAN

BARAT

DYNAMIC SYSTEMS SUSTAINABLE AVAILABILITY SAGO ON

ACHIEVING FOOD SECURITY IN WEST KALIMANTAN

Novira Kusrini1), Evi Gusmayanti1), Rusli Burhansyah2), Rudy

Setyo Utomo3), Hendarto4)

1) Universitas Tanjung Pura

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Balai Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi

Kalimantan Barat 4) Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Barat

ABSTRAK

Tanaman sagu merupakan salah satu tanaman penghasil pati

yang berpotensi menunjang ketanahan pangan dan ketahanan

energi masyarakat. Jumlah pati yang besar dalam batang sagu

merupakan sumber bahan baku berbagai jenis makanan dan

sebagai sumber bahan baku bioetanol. Tujuan penelitian

adalah untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor yang

mempengaruhi sistem ketersediaan sagu dengan pendekatan

sistem dinamik, dan mengukur keberlanjutan usahatani sagu

yang secara multidimensi. Dari sisi ekonomi, usahatani sagu

masih dapat dikategorikan layak (di Desa Madusari) meskipun

dengan pemeliharaan yang minimal. Biaya produksi yang kecil

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 261

(mendekati nol) merupakan faktor utama sehingga nilai

perhitungan kelayakan usaha menjadi cukup baik secara

ekonomi. Namun secara riil, produktivitas sagu masih belum

optimal dan masih berpeluang untuk ditingkatkan. Hasil

perhitungan menunjukkan bahwa produktivitas pati berkisar

antara 25-50% dari kandungan pati yang terdapat dalam

empulur sagu. Saat ini, sistem pemasaran sagu tergolong

sederhana. Batang sagu yang dihasilkan petani ditampung

oleh pabrik pengolahan pati basah. Selanjutnya pati basah

sebagian besar dikirim ke luar Kalimantan Barat untuk

memasok industri makanan, hanya sebagian kecil saja yang

dijual di pasar lokal sebagai pati kering. Pati kering lokal ini

memiliki kualitas yang jauh berbeda dengan pati kering

kemasan yang didatangkan dari luar pulau. Dalam model

dinamik sederhana yang dibangun dalam kegiatan ini,

menunjukkan bahwa luas areal sagu mengalami penurunan

yang disebabkan oleh alihfungsi lahan sagu menjadi non sagu,

bahkan sagu diperkirakan akan habis dalam 100 tahun. Jumlah

pati sagu mencapi nilai maksimum pada sekitar tahun ke-20,

dan setelah itu mengalami penurunan mengikuti berkurangnya

luas areal sagu. Analisis Indeks Keberlanjutan Sagu (IKS)

multidimensi menunjukkan nilai cukup berkelanjutan di tiga

kecamatan di Kab. Kubu Raya, yaitu Kec. Sungai Raya, Kec.

Sungai Ambawang, dan Kec. Kuala Mandor B. Atribut atau

variabel yang paling dominan mempengaruhi IKS adalah

atribut dalam dimensi, sedangkan atribut atau variabel dari

empat dimensi lainnya, yaitu dimensi ekologi, dimensi sosial

budaya, dimensi kelembagaan dan dimensi teknologi relatif

sama.

Kata kunci: Tanaman sagu, ketahanan pangan, sistem dinamik

262 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

ABSTRACT

Sago palm is one of the starch-producing plants that could

potentially support ketanahan food and energy security

community. A large amount of starch in the corn stalks are a

source of raw material for various types of food and as a

source of raw materials bioethanol. The research objective was

to analyze the relationship between the factors that affect

system availability sago with dynamical systems approaches,

and measure the sustainability of farming sago which is

multidimensional. In terms of economics, farming corn can still

be categorized as feasible (in the Village Madusari) albeit with

minimal maintenance. Production costs are small (close to

zero) is the main factor so that the value of business feasibility

calculations become quite well economically. However, in real

terms, productivity is still not optimal sago and is still likely to

be increased. The calculations show that the productivity of

starch ranges between 25-50% of the starch content

contained in sago pith. Currently, the marketing system sago

quite simple. Sago produced by farmers accommodated by wet

starch processing plants. Furthermore, most of the wet starch

was sent into West Kalimantan to supply the food industry,

only a small portion is sold in the local market as dry starch.

Local dry starch has a quality that is far different from the

packaging of dry starch imported from outside the island. In

simple dynamic model built in this activity, indicate that the

total area of sago decline caused by alihfungsi land into non

sago sago, sago even expected to be exhausted in 100 years.

Number of sago starch mencapi maximum value at about the

20th year, and after that decreased following the reduction in

corn acreage. Analysis Sago Sustainability Index (IKS)

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 263

multidimensional show sustained considerable value in three

sub-districts in the district. Kubu Raya, that district. Sungai

Raya, district. Ambawang river, and district. Kuala foreman B.

Attributes or the most dominant variable affecting the IKS is

the dimension attributes, while attributes or variables of the

other four dimensions, ie the dimensions of the ecological,

socio-cultural dimension, the institutional dimension and the

dimension is relatively the same technology.

Keywords: Sago, food security, dynamic system

264 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENDEKATAN GENOMIK DAN MOLEKULER UNTUK PENGEMBANGAN KULTIVAR UNGGUL KELAPA EKSOTIK ASAL INDONESIA DAN PENYEDIAAN

BIBITNYA

GENOMIC AND MOLECULAR APPROACH FOR DEVELOPING

EXOTIC COCONUT CULTIVARS FROM INDONESIA AND

PROPAGATION OF THE PLANTING MATERIALS

Sudarsono1), Novarianto Hengki2), Meldy L. A. Hosang2), Yuliasti2),

Dini Dinarti3)

1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Badan Tenaga Atom Nasional

ABSTRAK

Pemuliaan kelapa kopyor perlu diinisiasi untuk

mengembangkan varietas kelapa kopyor unggul baru yang

berdaya hasil tinggi, mempunyai kuantitas endosperma yang

tinggi, endosperma tidak mudah rusak, memiliki karakter yang

sesuai dengan permintaan konsumen, serta resisten atau

toleran terhadap hama dan penyakit. Selain itu, ketersediaan

benih atau bahan tanaman telah menjadi salah satu kendala

dalam pengembangan kelapa kopyor di Indonesia. Tujuan

jangka panjang dari penelitian ini adalah untuk

mengembangkan industri bibit kelapa kopyor true-to-type,

memproduksi buah kelapa kopyor secara berkelanjutan, dan

mengidentifikasi varietas unggul baru kelapa kopyor di antara

breeding opulations yang dihasilkan melalui hibridisasi

terkontrol antara tetua kelapa terpilih dengan aksesi kelapa

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 265

kopyor, mengembangkan breeding populations sehingga

identifikasi kultivar baru kelapa kopyor dapat terus dilakukan

sesuai dengan permintaan konsumen, mengeksplorasi

penggunaan teknologi genomik dan marka molekuler untuk

mempercepat pencapaian tujuan pemuliaan tanaman,

mengadopsi teknik perbanyakan tanaman secara in vitro untuk

perbanyakan klonal secara massal dari benih kelapa kopyor

unggulan, dan mensisntesis alternatif senyawa feromon yang

lebih murah untuk pengendalian hama kumbang badak dan

kumbang sagu. Tiga kegiatan utama penelitian ini adalah: (1)

pemuliaan tanaman dan hibridisasi untuk mengembangkan

varietas kelapa kopyor unggul baru, (2) studi genetik untuk

menentukan jumlah lokus atau gen yang mengendalikan sifat

kopyor pada kelapa, (3) produksi massal bibit kelapa kopyor

heterosigot Kk true-to-type melalui polinasi terkontrol, (4)

studi genomik dan marka molekuler untuk mendukung

program pemuliaan tanaman dan hibridisasi untuk kelapa

kopyor, dan (5) penggunaan perangkap serangga dan

senyawa feromon untuk mengembangkan metode

pengendalian hama utama (Oryctes sp. dan Rhynchophorus

sp.). Penelitian telah berhasil melakukan persilangan terkontrol

dengan menggunakan induk betina tanaman kelapa genjah

kopyor untuk menghasilkan: (1) introgresi sifat-sifat unggul

dari plasma nutfah lokal ke dalam back ground genetik kelapa

genjah kopyor Pati; (2) persilangan terkontrol untuk

pendugaan jumlah dan identitas lokus/gen pengendali sifat

kopyor pada kelapa; dan (3) persilangan terkontrol antara

kelapa kopyor Pati heterosigot Kk dengan kelapa kopyor

homosigot kk untuk mendapatkan populasi bibit kelapa kopyor

heterosigot Kk true-to-type. Selain itu, telah dilakukan

kegiatan: (1) identifikasi lokasi pertanaman kelapa kopyor

266 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

dengan berbagai tingkat serangan hama sebagai target lokasi

pengendalian hama utama yang menyerang kelapa kopyor; (2)

isolasi nucleotide sequences gen SUS (sucrose synthase), ABI3

(absicisic acid insensitive), WRKY, dan SACPD dari genomic

library dan runutan nukleotidanya; (3) evaluasi sejumlah

aksesi kelapa yang digunakan dalam penelitian dengan

menggunakan marka SSR yang telah dikembangkan

sebelumnya dan dengan marka SNAP yang diperoleh dari

analisis keragaman empat gen yang diidentifikasi; selanjutnya,

dari data marka yang digunakan, aksesi yang dianalisis telah

dikelompokkan berdasarkan tingkat kesamaan antaraksesi;

serta (4) kultur in vitro sejumlah embrio sigotik yang diisolasi

dari buah kelapa kopyor dari berbagai sentra kelapa kopyor di

Jawa dan Lampung.

Kata kunci: Kelapa kopyor, perakitan varietas, analisis

genomik, analisis molekuler, penyediaan benih

ABSTRACT

Breeding for kopyor coconut needs to be initiated to develop

new and superior kopyor coconut varieties that are high

yielding, having more quantity of endosperm which is not

easily spoiled, suitable to consumer demand, and resistant or

tolerant to pests and diseases. In addition, availability of

planting materials (seedlings) has become one of the

constraints for kopyor coconut development in Indonesia. The

long-term objectives of this study were to develop true-to-type

kopyor coconut seedling industries, to sustainably produce

kopyor coconut fruits, and to develop new and superior kopyor

coconut varieties, to generate breeding populations that can

be used to identify new superior kopyor coconut varieties in

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 267

the future, to explore the use of genomic technology and

molecular markers to speed up the progress of breeding

objectives, to adopt in vitro propagation techniques for mass

production of kopyor coconut seedlings, and to synthesize

cheaper alternative than commercially available insect

pheromones for controlling major pests infesting kopyor

coconut. The three major activities of this study were: (1)

breeding and hybridization to develop new and better kopyor

coconut varieties; (2) conducting genetic study to determine

the loci or genes controlling kopyor phenotype in coconut; (3)

mass producing true-to-type kopyor coconut seedling through

controlled pollinations; (4) conducting genomic and molecular

studies to support breeding and hybridization program for

kopyor coconut; and (5) utilizing insect trap and pheromones

to develop control for major insect pests (Oryctessp. and

Rhynchophorussp.). Controlled crossing has been conducted

using dwarf kopyor coconut as a female parent which resulted

in (1) introgression of superior traits from local germplasm to

the genetic background of Pati dwarf kopyor coconut; (2)

controlled crossing to estimate the number and identity of

loci/genes controlling the kopyor traits; and (3) controlled

crossing between Pati kopyor coconut heterozygotes Kk and

the homozygotes to obtain seedling population of

heterozygotes of true-to-type kopyor coconut. In addition, the

following activities have been done, i.e.: (1) identification of

kopyor coconut plantation with various degree of pest

infestations as target location for pest control; (2) nucleotide

sequences of the SUS (sucrose synthase), ABI3 (absicisic acid

insensitive), WRKY, and SACPD genes isolated from the

genomic library and determination of its nucleotide sequences;

(3) evaluation of some coconut accessions used in this study

268 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

using SSR markers that have been previously developed and

with the SNAP marker obtained from the four identified genes ,

in which the accessions have been clustered based on the

marker data; (4) in vitro culture of some zygotic embryos

isolated from kopyor coconut fruit found in production center

in Java and Lampung.

Keywords: Kopyor coconuts, varietal development, genomic

analysis, molecular analysis, seeding

Gambar 1. Persilangan kelapa genjah kopyor Kk dan dalam kopyor kk: hasil buah kopyor (50%) dan buah normal (50%)

untuk produksi bibit Hibrida Kopyor true-to-type (T3)

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 269

Gambar 2. Contoh keragaman nukleotida (SNP) pada fragmen

genomic gen sucrose synthase (SUS) asal kelapa kopyor

Gambar 3. Representasi hasil analisis dua marker SNP pada kelapa

Dalam Kopyor Banten

270 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Gambar 4. Hasil analisis klaster berdasarkan data marker SSR untuk

aksesi kelapa Dalam Kopyor Jember (DKJ), Dalam Kopyor

PAti (DKP), dan Dalam Kopyor Sumenep (DKS)

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 271

EVALUASI KARAKTER HASIL DAN MUTU SERTA KETAHANAN TERHADAP HAMA PENYAKIT KLON

KAKAO HASIL SAMBUNG SAMPING DI KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA

EVALUATION OF SIDE-GRAFTED COCOA FOR YIELD, QUALITY

AND RESISTANCE TO POD BORER N KOLAKA REGENCY

SOUTHEAST SULAWESI

Rubiyo1), Tati Nurmala2), Sudarsono3), Imran1)

1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2) Universitas Padjajaran

3) Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK

Produktivitas dan mutu biji kakao di Sulawesi Tenggara

rendah, antara lain karena sistem budi daya yang tidak

optimal, dan serangan hama penggerek buah kakao (PBK,

Conopomorpha cramerella Snellen). Penelitian ini bertujuan

untuk: (1) mendapatkan klon kakao yang dapat meningkatkan

produksi dan mutu kakao hasil sambung samping, (2)

mendapatkan klon kakao hasil sambung samping yang tahan

terhadap hama dan penyakit, serta (3) meningkatkan produksi,

pendapatan, dan kesejahteraan petani untuk mempercepat

penerapan komponen teknologi sambung samping tanaman

kakao. Penelitian terdiri atas dua kegiatan, yaitu: (1) evaluasi

karakter mutu beberapa klon kakao hasil sambung samping

umur tiga tahun dan 2) evaluasi gejala serangan hama dan

penyakit pada beberapa klon kakao hasil sambung samping.

Penelitian dilaksanakan di Desa Lambandia, Kecamatan

272 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Lambandia, Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara,

mulai bulan Februari sampai Oktober 2013 dengan luas areal

1 ha. Bahan yang digunakan yaitu tanaman kakao klonal umur

tiga tahun hasil perbanyakan sambung samping dengan klon

Sulawesi 1, Sulawesi 2, ICCRI 03, ICCRI 04, KKM 22, PT

Ladongi M04, Amirudin, Lambandia 01, BAL 209, dan MT. Hasil

evaluasi mutu tanaman kakao hasil sambung samping

menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan pada

beberapa variabel yang diamati, seperti luas kanopi, jumlah

cabang produksi, diameter batang sambungan, jumlah buah

panen per pohon, jumlah buah per pohon, buah busuk, berat

buah panen, kadar kulit ari, rendemen biji, jumlah biji per 100

g, bobot 100 biji, jumlah lubang masuk larva PBK, jumlah

lubang keluar larva PBK, jumlah buah terserang Phytopthora

palmivora, jumlah biji sehat, jumlah biji lengket, bobot basah,

bobot kering. Kadar air maksimum dan kadar biji pecah

maksimum, indeks pod, jumlah biji per pod, dan biji kempes

tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hasil

pengamatan pada ukuran biji kakao kering per buah

menunjukkan nilai rata-rata Anova pada klon K12 (MT)

40,66% dan klon K6 (M04) 38,85% dengan berat rata-rata per

satu biji kering masing-masing 1,55 g dan 1,64 g. Bobot biji

yang dinyatakan dengan jumlah biji per 100 g contoh

menunjukkan K12 (MT) memiliki 76 biji per 100 g dan K6

(M04) 83 biji per 100 g. Rata-rata intensitas busuk buah

tertinggi (15-21%) terdapat pada klon K8 (Sulawesi 2), K3

(ICCRI 03), K4(ICCRI 04), dan K1 (Sulawesi 1), sedangkan

untuk intensitas busuk buah sedang (10-12%) adalah klon K9

(Lambandia 01), K12(MT), K2(M01), K11(KKM 22), K7

(Amirudin) dan K6 (M04), serta intensitas busuk buah rendah

6% pada klon K10 (BAL 209) dan K5 (PT Ladongi). Tingkat

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 273

serangan penyakit sangat bervariasi, tetapi serangan hama

PBK tertinggi terdapat pada K2 (M02) 61,3% dan terendah

pada K8 (Sulawesi 2) 16,0%. Jumlah buah per pohon yang

paling banyak terdapat pada K8 (Sulawesi 2) 37% dan

terendah pada K5 (PT Ladongi. Demikian juga dengan rata-

rata jumlah buah panen per pohon, paling banyak pada K8

(Sulawesi 2) 21% dan terendah pada K10 (BAL 209).

Kata kunci: Kakao, sambung samping, hasil, mutu, penggerek

buah kakao

ABSTRACT

Cocoa productivity and quality in Southeast Sulawesi were low,

probably due to suboptimal cultivation system and pod borer

(Conopomorpha cramerella Snellen) infestation. The study

aimed to (1) obtain cocoa clones which can improve

production and quality via side grafting, (2) obtain cocoa

clones resistant to pests and diseases resulted from side

grafting, and (3) improve production, farmer’s income and

wealth to accelerate application of side grafting technology.

Two steps of research were: (1) evaluation of cocoa plant

quality from side grafting on several clones at three years old,

and (2) evaluation of pest and disease attacks on side grafted

cocoa clones. The study was conducted in Lambandia Village,

Lambandia Subdistrict, Kolaka Regency, Southeast Sulawesi

Province, from February to October 2013 at 1 ha area. Cocoa

plants were resulted from side grafting with clones Sulawesi 1,

Sulawesi 2, ICCRI 03, ICCRI 04, KKM 22, PT Ladongi M04,

Amirudin, Lambandia 01, BAL 209, and MT. Quality of cocoa

plants resulted from side grafting was significantly different on

274 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

canopy area, number of productive branches, diameter of

grafted stem, number of harvested fruits, number of fruits per

plant, rotten fruits, fruit weight, aril content, seed yield,

number of seeds per 100 g, weight of 100 seeds, number of

pod bores’ entry and exit holes, number of pods infected by

Phytopthora palmivora, number of healthy seeds, fresh and

dry seed weights. Maximum water content, broken seed

contents, pod index, seeds per pod, and imperfect seeds were

not significantly different. Seed size of dry seeds per pod

indicated that in clone K12(MT) was 40.66% and in K6(M04)

38.85% with an average dry seed weight was 1.55 g and 1.64

g, respectively. Seed weight which was determined by the

number of seeds per 100 g showed that K12 (MT) had 76

seeds per 100 g and K6 (M04)had 83 seeds. The highest

percentage of rotten fruit (15-21%) was shown by K8

(Sulawesi 2), K3 (ICCRI 03), K4(ICCRI 04) and K1 (Sulawesi 1)

while the medium percentage of 10-12% was obtained on K9

(Lambandia 01), K12 (MT), K2 (M01), K11(KKM 22), K7

(Amirudin) and K6 (M04) and the lowest percentage of 6%

was obtained on K10 (BAL 209) and K5 (PT Ladongi). Disease

incidence and pod borer attacks varied and the highest was

shown by K2 (M02) 61.3% and the lowest was on K8

(Sulawesi 2) 16.0%. The highest number of fruits was shown

by K8 (Sulawesi 2) 37% and the lowest was K5 (PT Ladongi).

The highest number of harvested fruits per plant was obtained

on K8 (Sulawesi 2) 21% and the lowest was K10 (BAL 209).

Keywords: Cocoa, side grafting, yield, quality, pod borer.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 275

276 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN VARIETAS KAKAO BERPRODUKSI TINGGI DAN BERKARAKTER LEMAK TINGGI MELALUI INTEGRASI MARKER ASSISTED

SELECTION DAN INDUKSI KERAGAMAN SINAR GAMMA

DEVELOPMENT OF HIGH YIELD AND HIGH FATTY ACID

COCOA VARIETY THROUGH INTEGRATION OF MARKER

ASSISTED SELECTION AND INDUCTION OF GENETIC

DIVERSITY WITH GAMMA RAYS

Muhamad Arif Nasution1), Syafaruddin2), Sobir3)

1) Universitas 45 Makassar

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK

Lemak kakao (cocoa butter) dan coklat bubuk (cocoa powder)

merupakan produk kakao yang digunakan sebagai bahan baku

industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Kadar lemak

dipengaruhi oleh aspek budi daya, antara lain benih, curah

hujan, suhu, intensitas sinar matahari, dan seleksi bahan

tanaman pada waktu penyambungan. Untuk itu perlu

dilakukan optimalisasi produktivitas dan kandungan lemak

melalui pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan bahan tanaman (klon) kakao unggul. Kegiatan

penelitian terdiri atas observasi plasma nutfah serta analisis

molekuler dan mutasi dengan iradiasi sinar gama. Kegiatan

observasi dilakukan di lima kabupaten, yaitu Pinrang, Luwu,

Bone, Soppeng, dan Bulukumba, dari Maret sampai Desember

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 277

2013. Analisis molekuler dilaksanakan di Laboratorium

Molekuler Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) pada

September 2013. Penelitian iradiasi sinar gama dilaksanakan di

Kebun Tajur Pusat Kajian Hortikultura Tropika LPPM IPB dan

untuk radiasi dilakukan di PATIR BATAN. Bahan tanaman yang

digunakan yaitu klon kakao M01, M04, M045, M06, CCN51, AP,

ARDI, KSOP, KBN, BTG, MY01, BR25, Jakumba, BR25, dan

PBC. Hasil karakterisasi terhadap 14 klon kakao unggul lokal

menunjukkan perbedaan pada karakter daun, kecuali pada

bentuk daun, yaitu semua klon kakao yang diamati mempunyai

daun berbentuk elips. Bentuk pangkal daun meruncing dan

ada beberapa yang membulat. Warna daun tua hijau, namun

intensitasnya bervariasi. Warna daun muda pada semua klon

merah. Hasil ini menunjukkan bahwa klon-klon kakao tersebut

termasuk kelompok kakao lindak. Hasil pengukuran terhadap

buah dari 14 klon kakao lokal unggul sangat bervariasi dan

sebagai besar memenuhi syarat sebagai klon unggul. Hasil

analisis molekuler memperoleh 10 primer, yang meliputi primer

forward dan reverse yang mendekati delapan kode gen FAE1.

Hasil optimasi menunjukkan bahwa suhu annealing 450C

menghasilkan pita pada primer ke-7 (FFAE7) dan ke-10

(NFAE10) di ukuran 800 bp, sesuai dengan harapan target

ukuran untuk primer ke-7 yaitu 814 bp dan untuk primer ke-10

adalah 793bp. Berdasarkan suhu annealing 45oC ini, dilakukan

amplifikasi primer ke-7 dan ke-10 terhadap 13 klon kakao.

Amplifikasi memperoleh pita tunggal pada ukuran 800 bp,

kecuali untuk aksesi Soppeng, M05, AP, 08, Bulukumba, dan

07. Ketidakmunculan pita dapat diartikan tidak memiliki rantai

asam lemak panjang atau pendek. Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh kondisi DNA yang kurang baik sehingga perlu

dilakukan konfirmasi dengan menggunakan marka ISSR. Hasil

278 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

konfirmasi menunjukkan bahwa secara kualitatif DNA masih

memenuhi syarat untuk diamplifikasi. Hasil iradiasi sinar gama

menunjukkan bahwa lethal dose (LD) rata-rata tanaman yang

menghasilkan daya tumbuh 50% untuk aksesi BB, BR25, M04

dan M01 adalah 33,3 Gy. Pengamatan pada 9 minggu setelah

tanam menunjukkan bahwa bentuk daun normal meskipun

ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Pada

perlakuan radiasi 20 Gy, bentuk daun mulai sempurna pada

daun ke-4 dan ke-5 dengan ukuran yang lebih besar

dibandingkan dengan perlakuan 60 Gy. Perlakuan 40 Gy masih

menunjukkan bentuk daun yang tidak sempurna, tetapi tinggi

tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 60 Gy.

Kata kunci: Kakao, klon lokal, lemak kakao, analisis molekuler,

iradiasi sinar gama.

ABSTRACT

Cocoa butter and cocoa powder are cocoa products used as a

raw material for food industry, pharmaceuticals and cosmetics.

Fat content is influenced by cultivation aspects, such as plant

material, rainfall, air temperature, solar radiation, and selection

of plant material at the time of grafting. Therefore, it is

necessary to optimize productivity and fat content through

breeding. The study aimed to obtain planting materials

(clones) of superior cocoa. These efforts included germplasm

observation, molecular analyses and mutation through gamma

ray irradiation. Observation was carried out in five districts,

namely Pinrang, Luwu, Bone, Soppeng and Bulukumba, from

March to December 2013. Molecular analysis was carried out in

the Laboratory of Molecular Research Center for Tropical

Horticulture in September 2013. The gamma irradiation was

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 279

conducted at PATIR BATAN. The plant materials or clones used

were M01, M04, M045, M06, CCN51, AP, ARDI, KSOP, KBN,

BTG, MY01, BR25, Jakumba, BR25, and PBC. The results from

characterization of the 14 superior local cocoa clones showed

that they differed in leaf parameters, except leaf shape, which

were the leaf of all cocoa clones observed was elliptic with

tapered shape at the base and some rounded. Color of mature

leaf was green, but varied in intensity. Color of young leaf of

all clones was red. This suggested that these cocoa clones

belonged to bulk cocoa. Size of fruit of 14 local cocoa clones

highly varied, which fulfill the superior character. Results of

molecular analysis obtained 10 primers, included forward and

reverse primers and closed to 8 FAE1 gene code. Optimization

results showed at annealing temperature of 450C, band

appeared at the 7th (FFAE7) and 10th ( NFAE10) primers in

800 bp size, in accordance with the expectations of the target

size for the 7th and for 10th primers of 814 bp and 793 bp,

respectively. Annealing temperature of 45oC was then used for

amplification of the 7th and 10th primers, which was

conducted on the 13 clones. Amplification obtained single band

at 800 bp, except for accessions Soppeng, M05, AP, M08,

Bulukumba and M07. Disappearance of band indicated the

absence of long or short fatty acid chains. The absence of

band may be due to low quality of DNA, so it needed to be

confirmed using ISSR markers. The result confirmed that

quality of DNA was still eligible to be used for amplification.

Lethal dose 50 calculated using curve fit showed that average

value of crops for accession BB, BR25, M04 and M01 was 33.3

Gy. At 9 weeks after planting, leaf shape was normal but the

size was smaller compared to control. Irradiation at 20 Gy, leaf

shapes became perfect especially at the 4th and 5th leaves,

280 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

with leaf size larger than that at 60 gray. Iradiation at 40 Gy

showed imperfect leaf shape, but plant height was higher than

that at 60 Gy.

Keywords: Cocoa, local clones, cocoa butter, molecular analyses, gamma irradiation.

Gambar 3. Pohon kakao yang sedang berbuah

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GEN KETAHANAN VANILI (VANILLA PLANIFOLIA

Gambar 1. Biji kakao dari

beberapa varietas

Gambar 2. Buah kakao dari

beberapa varietas

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 281

ANDREW) HASIL VARIASI SOMAKLON DAN MUTASI TERHADAP PENYAKIT BUSUK BATANG

(BBV) SECARA MOLEKULER

IDENTIFICATION AND MOLECULAR CHARACTERIZATION OF

RESISTANCE GENE TO STEM ROT DISEASE IN VANILLA

(VANILLA PLANIFOLIA ANDREWS) SOMACLONES AND

MUTANTS

Yuliana Maria Diah Ratnadewi1), Endang Hadipoentyanti2), Laba Udarno2),

Tri Muji Ermayanti3)

1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Penyakit busuk batang vanili (BBV) yang disebabkan oleh

Fusarium oxysporum f.sp. vanillae menyebabkan produktivitas

dan mutu vanili rendah. Upaya mengatasi penyakit telah

dilakukan dengan pembentukan varietas tahan melalui

hibridisasi dan mutasi serta induksi keragaman somaklonal.

Untuk mengetahui sifat ketahanan perlu dilakukan analisis

secara molekuler. Gen (atau gen-gen) yang bertanggung

jawab untuk sifat ketahanan tanaman vanili terhadap BBV oleh

F. oxysporum f.sp. vanillae sejauh ini belum ditemukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gen yang

mungkin berperan dalam sifat ketahanan tanaman vanili

terhadap BBV. Pada penelitian awal, fokus diberikan kepada

gen yang menyandi dua jenis enzim, yaitu β-(1,3)-D-

glukosidase dan kitinase. Kedua enzim ini merupakan bentuk

282 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

pertahanan alamiah pada tumbuhan yang terinfeksi cendawan

patogen. Sepuluh klon digunakan pada penelitian ini, yaitu

satu klon kontrol tahan BBV (L), satu klon yang sangat peka

BBV (K), dan delapan klon dengan tingkat ketahanan terhadap

BBV yang beragam (S, H, M). Analisis keragaman klon diuji

menggunakan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD).

Duapuluh jenis primer decamer (OPU dan OPA dari Integrated

DNA Technologie/IDT, Singapura) digunakan dalam penapisan

pertama. Sembilan primer terpilih kemudian digunakan untuk

analisis RAPD 10 klon tersebut. Satu sampai delapan pita DNA

dideteksi pada masing-masing klon, kecuali pada klon L.

Polimorfisme klon L masih terus diupayakan dengan

melakukan perbaikan metode dan menggunakan kombinasi

primer yang berbeda. Tanaman yang terinfeksi cendawan

patogenik akan mengekspresikan mekanisme pertahanannya

melalui mRNA tertentu. Galur FP2 F. oxysporum f.sp. vanillae

telah diinokulasikan ke 10 klon. RNA total dari klon kontrol (L)

telah berhasil diisolasi dan dimurnikan. Dengan SuperScript III

First-Strand Synthesis System for RT-PCR (Invitrogen), cDNA

dari RNA klon L telah dikonstruksi. Kemudian isolasi gen

penyandi β-(1,3)-D-glukosidase atau kitinase dilakukan melalui

PCR dengan menggunakan primer spesifik untuk kedua gen

tersebut, di mana cDNA berfungsi sebagai template. Namun

hasil PCR belum cukup baik untuk dilanjutkan ke tahap

sekuensing. Demikian pula pembuatan probe yang akan

digunakan dalam differential screening melalui hibridisasi non-

radioaktif belum dapat dilakukan. Keberadaan gen penyandi

kitinase pada tanaman vanili klon L sudah berhasil dipastikan

pada tahap ini. Namun gen penyandi β-(1,3)-D-glukosidase

masih membutuhkan tambahan waktu untuk diketahui

ada/tidaknya pada klon tersebut.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 283

Kata kunci: Vanili, variasi somaklon, mutasi, gen ketahanan,

penyakit busuk batang

ABSTRACT

Stem rot disease caused by Fusarium oxysporum f.sp. vanillae caused low productivity and quality of vanilla. Attempts to control the disease have been done by developing resistant varieties through hybridization, mutation and induction of somaclonal variation. To determine resistant character, it needs to be analyzed using molecular technology. Gene(s) controlling resistance in vanilla against F. oxysporum f.sp. vanillae have no been found. This study aimed at identifying gene controlling resistance to stem rot disease. Focus at the preliminary research was on two enzymes namelyβ-(1,3)-D-

glucosidase and chitinase, which have been reported to show natural resistance in plants infected by pathogenic fungi. Ten clones were used in this study, i.e one resistant clone (L), one susceptible clone BBV (K), and eight clones which vary in resistance to stem rot (S, H, M). Variation in clones was analyzed using Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD) with 20 decamer primers (OPU and OPA). Nine primers were selected and used to analyze the ten clones. One to eight bands were detected in each clone, except in L. Polymorphism in clone L was improved by modifying method in DNA extraction and different primer combinations. Plants infected by pathogenic fungi will express their resistance mechanism via certain mRNA. Straint FP2 F. oxysporum f.sp. vanillae had been inoculated to the ten clones. Total RNA from control resistant clone (L) had been isolated and purified. By using SuperScript III First-Strand Synthesis System for RT-PCR (Invitrogen), cDNA and RNA from clone L had been constructed. Isolation of gene controlling β-(1,3)-D-glucosidase

or chitinase was conducted using PCR with specific primer for the two enzymes, where cDNA was used as template. Results

284 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

from PCR was not good enough to be persued to sequencing. Probe development using differential screening through non-radioactive hybridisation cannot be done. The existence of gene controlling chitinase should have been identified at this stage. More time was needed to detect whether gene controlling β-(1,3)-D-glucosidase is available in this clone.

Keywords: Vanilla, somaclonal variation, mutation, resistance

gene, stem rot disease

KEEFEKTIFAN FORMULASI AGENS HAYATI MIKROBA ENDOFIT UNTUK MENGENDALIKAN

PENYAKIT KUNING DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LADA

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 285

EFFECTIVENESS OF ENDOPHYTIC MICROBES FORMULATION

AS BIOLOGICAL CONTROL AGENTS OF YELLOW DISEASE FOR

INCREASING PEPPER PRODUCTIVITY

Abdul Munif1), Risfaheri2), Rita Harni2), Luluk Suci Marhaeni3)

1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Universitas Borobudur

ABSTRAK

Salah satu kendala dalam peningkatan produksi lada adalah

tingginya kehilangan hasil akibat serangan penyakit kuning

yang disebabkan oleh nematoda Meloidogyne incognita dan

Radophulus similis. Teknik pengendalian nematoda parasit

yang umum digunakan petani ialah dengan pestisida kimia.

Oleh karena itu sangat penting untuk mencari strategi

pengendalian yang lebih ramah lingkungan untuk

meningkatkan mutu lada dan menekan biaya produksi melalui

pemanfaatan agens hayati dan bahan organik. Penelitian ini

bertujuan untuk menguji keefektifan formulasi isolat bakteri

endofit terhadap penyakit kuning dan pengaruhnya terhadap

produktivitas lada. Penelitian difokuskan pada pengujian

formulasi cair dan kompos dari tiga isolat bakteri endofit AA2,

MER, dan MSJ yang berdasarkan hasil penelitian sebelumnya

mampu menekan serangan Meloidogyne spp. dan memacu

pertumbuhan tanaman. Pengujian formulasi bakteri endofit

pada tanaman lada dilaksanakan di rumah kaca, semi-

lapangan, dan di lapangan di Bangka. Formulasi bakteri endofit

yang dihasilkan diharapkan dapat berfungsi sebagai salah satu

komponen penting dalam pengendalian terpadu nematoda

286 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

parasit yang ekonomis dan ramah lingkungan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa formulasi cair dan kompos dari tiga isolat

bakteri endofit yang diuji dapat menekan jumlah puru akar

Meloidogyne spp. atau indeks puru akar dan meningkatkan

pertumbuhan tanaman lada, yang ditunjukkan dengan jumlah

daun dan jumlah cabang tanaman lada pada percobaan di

rumah kaca dan semi-lapangan. Hasil pengujian di lapangan di

Bangka menunjukkan bahwa aplikasi formulasi bakteri endofit

dapat menekan persentase penyakit kuning pada tanaman

lada, meningkatkan jumlah bunga pada cabang produktif, dan

menekan populasi nematoda dalam tanah. Hasil peneiltian

mengindikasikan bahwa bakteri endofit merupakan agens

hayati yang dapat dibuat dalam formulasi cair maupun kompos

dan efektif mengendalikan nematoda parasit pada tanaman

lada.

Kata kunci: Lada, penyakit kuning, pengendalian penyakit,

mikroba endofit, agen hayati.

ABSTRACT

One of the constraints in increasing black pepper production in

Indonesia is yellow disease caused by plant parasitic

nematodes Meloidogyne incognita and Radophulus similis.

Currently, the nematodes are generally controlled by using

chemical pesticides. Therefore, it is very important to find out

control strategy that is more environmentally-friendly to

improve the quality of blak pepper and reduce the cost of

production, namely the use of biological agents and organic

materials. The main objective of this research was to evaluate

the effectiveness of the formulation of endophytic bacterial

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 287

isolates against plant parasitic nematodes Meloidogyne spp.

and its effect on the plant growth and productivity of pepper.

The study was focused on testing the liquid and compost

formulation from three endophytic bacterial isolates AA2, MER,

and MSJ which have been known able to suppress

Meloidogyne spp. and increase plant growth on previous

research. Endophytic bacteria formulation testing was

conducted in the greenhouse, semi-field, and in the field in

Bangka. It is expected that the resulting formulation of

endophytic bacteria can serve as a component of integrated

control of parasitic nematodes in an economical and

environmentally-friendly manner. The results showed that the

formulation of endophytic bacteria was able to reduce the

number of galls Meloidogyne spp. or gall index and improve

plant growth, as indicated by the number of leaves and

branches in the greenhouse experimet. Results of field testing

in Bangka indicated that application of endophytic bacteria

formulation could reduce the incidence of yellow disease on

pepper and increase the amount of flowers on the primary

branches as well as the number of nematode populations in

the soil. Based on the results of this research, formulation of

endophytic bacteria is expected to be an alternative integrated

management for controlling parasitic nematodes on pepper.

Keywords: Pepper, yellow disease, disease control, endophytic microbes, biological agents.

288 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 289

PEMBUATAN ANTI-VIRUS FLU BURUNG BERBASIS

NANOTEKNOLOGI UNTUK MENDUKUNG

SWASEMBADA DAGING NASIONAL

MAKING ANTI-BIRD FLU VIRUS BASED ON

NANOTECHNOLOGY TO SUPPORT NATIONAL MEAT SELF

SUFFICIENCY

Hendri Widiyandari1), Muhammad Indro Cahyono1), Agus

Purwanto1), Fajar Wahyono1),

Putut D. Purnomo1)

1) Universitas Diponegoro - Semarang

ABSTRAK

Ketahanan dan keamanan pangan, khususnya industri

peternakan mengalami tantangan hebat akhir-akhir ini karena

adanya endemi flu burung. Selain itu, penanganan penyakit

karena bakteri dan timbulnya bau juga menjadi masalah

krusial. Sterilisasi kandang dengan bahan fotokatalis berbasis

tungsten oksida (WO3) dapat menjadi terobosan baru dalam

pemeliharaan kandang. Teknik ini menjanjikan efek jangka

panjang dan dapat pula menginaktivasi bakteri, bahan organik

dan bahan polutan yang lain. Kegiatan penelitian meliputi

produksi fotokatalis nanopartikel dan aplikasi fotokatalis untuk

inaktivasi virus flu burung. Penelitian berhasil membuat

material fotokatalis berbasis WO3, meliputi WO3, WO3/Fe dan

WO3/Pt. Teknik yang digunakan untuk mendeposisikan

material ko-katalis Pt dan Fe pada permukaan WO3

menggunakan teknik fotodeposisi dengan perbantuan sumber

cahaya tampak dari lampu halogen. Untuk pengujian

290 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

efektivitas inaktivasi virus AI, terlebih dahulu material

dideposisikan di atas substrat kaca dengan metode spray

deposition. Analisa XRD (X-ray deffractometer) menunjukkan

bahwa material WO3 mempunyai fase kristal monoklinik.

Penambahan Fe pada matrik WO3 menghasilkan material

dengan struktur percampuran dua fase antara WO3 dan

Fe2O3. Uji SEM-EDX menunjukkan bahwa Fe telah terdeposisi

dalam matrik WO3. Sedangkan penambahan Pt pada WO3 dari

pengujian XRD menunjukkan bahwa kehadiran Pt

menyebabkan orientasi dominan dari kristal WO3 mengalami

perubahan namun tidak mengubah struktur WO3 secara

umum. Dari hasil pengujian SEM menunjukkan bahwa film

WO3/Pt telah berhasil terdeposisi di atas permukaan gelas

kaca, penambahan Pt mempengaruhi ukuran butir (graind

size). Penelitian telah berhasil melakukan pengujian awal

efektivitas material fotokatalis untuk inaktivasi virus flu burung.

Jenis virus AI yang digunakan untuk pengujian adalah HPAI

H5N1 isolat A/Chicken/Jawa Barat/2011 koleksi Laboratorium

Virologi, Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor. Metode titer

virus AI dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan menghitung

TCID (Tissue Culture Infectious Dose) menggunakan sel Vero

sebagai media dan menggunakan uji HA (Hemmaglutinasi)

menggunakan telur ayam tertunas SAN (Spesific Antigen

Negative) sebagai media. Dari pengujian ini diperoleh bahwa

fotokatalis WO3 dan WO3/Fe mampu mengeliminasi secara

total seluruh virus AI setelah diaktivasi dengan cahaya selama

10 menit serta WO3 dan WO3/Fe memiliki efektifitas

mengeliminasi dan mereduksi virus yang sama, tetapi lapisan

WO3/Fe mampu mereduksi virus AI lebih cepat dibandingkan

WO3.

Kata kunci: Antivirus flu burung, nanoteknologi, produk

desinfektan berbasis material fotokatalis.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 291

ABSTRACT

Resilience and food security, particularly the livestock industry

experienced a great challenge lately because of the bird flu

endemic. In addition, the handling of the disease because the

bacteria and odor is also a crucial issue. Sterilization cage with

tungsten oxide-based photocatalyst material (WO3) may be a

new breakthrough in the maintenance of the enclosure. This

technique promises long-term effects and may also inactivate

bacteria, organic matter and other pollutants. Research

activities include the production and application of

nanoparticles photocatalyst photocatalyst for the inactivation

of the avian flu virus. In the first year has been successfully

created WO3-based photocatalysts. In the second year of

dosing will be tested on a laboratory scale. Being in the third

year will be field tested in poultry, especially chickens. In the

first year have been created based WO3 photocatalyst

material, include WO3, WO3/Fe and WO3/Pt. The technique

used to deposit material co-catalyst Pt and Fe on the surface

of WO3 using techniques fotodeposisi with perbantuan source

of visible light from a halogen lamp. To test the effectiveness

of the inactivation of the AI virus, the first material deposited

on a glass substrate with a spray deposition method. Analysis

of XRD (X-ray deffractometer) indicates that the material has a

crystalline phase monoclinic WO3. The addition of Fe in the

matrix material with the structure of WO3 produces a two-

phase mixture between WO3 and Fe2O3. SEM-EDX test

showed that Fe has been deposited in the matrix WO3. While

the addition of Pt on WO3 XRD examination showed that the

presence of Pt causes the dominant orientation of WO3

crystals undergo change, but not change the structure of WO3

292 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

in general. From the test results of SEM show that the films

WO3/Pt have been successfully deposited on the surface of

glass, the addition of Pt affect grain size (graind size).

Research has successfully conducted the initial testing of the

effectiveness of the photocatalyst material for inactivation of

the avian flu virus. AI virus types are used for testing is the

HPAI H5N1 isolate A/Chicken/Jawa Barat/2011 collection of the

Laboratory of Virology, Central Veterinary Research, Bogor. AI

virus titer method is done in 2 ways to calculate TCID (Tissue

Culture Infectious Dose) using Vero cells as the media and

using the HA test (Hemmaglutinasi) using chicken eggs

tertunas SAN (Specific Antigen Negative) as a medium. From

this test was obtained that the photocatalyst WO3 and

WO3/Fe able to eliminate completely the whole AI virus once

activated by light for 10 minutes and WO3 and WO3/Fe has to

eliminate and reduce the effectiveness of the same virus, but a

layer of WO3/Fe can reduce AI virus more faster than WO3.

Keywords: Antiviral avian flu, nanotechnology, material-based

disinfectant products photocatalyst.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 293

Gambar 1. Low magnification SEM image WO3/Pt murni (atas);

Spektra EDX WO3/Fe (2 wt% Fe)(bawah).

Gambar 2. Produk material foto katalis WO3/Pt yang terdisperse di

dalam air.

294 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU KERBAU DI SUMATERA UTARA MENJADI PRODUK

KEJU MOZZARELLA PROBIOTIK UNTUK MENINGKATKAN NILAI TAMBAH HASIL TERNAK

INDONESIA

BUFFALO MILK PROCESSING TECHNOLOGY DEVELOPMENT IN

NORTH SUMATRA TO PRODUCE MOZZARELLA CHEESE

PROBIOTIC TO IMPROVE THE ADDED VALUE OF INDONESIA

LIVESTOCK

Evy Damayanthi1), Hasanatun Hasinah2), Yopi3), Triana

Setyawardani4), Heni Rizqiati5)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

4) Universitas Jenderal Soedirman 5) Universitas Diponegoro

ABSTRAK

Pengolahan susu kerbau di Indonesia pada umumnya masih

bersifat tradisional dan pemasaran produknya masih terbatas.

Produk olahan susu kerbau berupa “dali” di Sumatera Utara

dicirikan oleh kurangnya tingkat produksi dan lemahnya

pengetahuan untuk meningkatkan mutunya. Penelitian

bertujuan untuk mengindentifikasi keragaman susu, gen k-

kasein dan mikrobiologi susu, mengembangkan susu menjadi

keju mozzarella, mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri asam

laktat, serta mengaplikasikan bakteri terbaik untuk mendapat

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 295

produk keju mozzarella probiotik sehingga dapat meningkatkan

nilai tambah susu kerbau. Penelitian berupaya menambah

keragaman produk dan menyediakan pangan fungsional

probiotik berbasis susu kerbau. Hasil penelitian menunjukkan

terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar berat kering

tanpa lemak dan kadar protein (P<0,05) dan kadar abu

(P<0.05) pada keju mozzarella dan perbedaan yang sangat

signifikan pada kekerasan (hardness) keju dari ketiga tempat

peternakan. Pada uji organoleptik, terdapat perbedaan yang

signifikan pada nilai tekstur uji hedonik (P<0,05) dan sangat

signifikan pada tekstur dan rasa pada uji mutu hedonik

(P<0,01). Kualitas susu dipengaruhi oleh manajemen

pemeliharaan. Perbedaan daerah dan cara pemeliharaan

ternak berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan

dan pengolahan keju. Perubahan sedikit dalam pH dan kadar

kimia susu akan sangat berpengaruh terhadap kualitas keju.

Gen k-Kasein pada kerbau sungai di Sumatera Utara bersifat

polimorfik dengan dua alel, yaitu alel T dan C serta tiga

genotipe, yaitu genotipe TT, TC, dan CC. Gen k-Kasein pada

kerbau rawa bersifat monomorfik karena hanya ditemukan

satu alel, yaitu alel T. Nilai heterozigositas kerbau sungai

(0,350) dan rawa (0,000) termasuk rendah. Kadar lemak dan

protein susu kerbau sungai dengan genotipe CC lebih besar

dibandingkan dengan individu genotipe TT. Susu kerbau rawa

memiliki kadar lemak, SNF, protein, laktosa, dan mineral lebih

tinggi dibandingkan dengan susu kerbau sungai. Pada

pembuatan keju mozzarella, kombinasi bahan baku yang

digunakan adalah asam sitrat 3,5 g per liter susu, renet 0,065

gper liter susu dengan titik kritis pada saat streching, yaitu

dilakukan dua kali streching pada suhu 70 dan 95 C selama 3-

4 menit. Pada pembuatan keju, pH awal sangat berpengaruh

296 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

terhadap kuantitas curd dan keju yang dihasilkan. pH susu

juga memengaruhi kadar lemak curd yang akan di-stretching,

penurunan pH jauh di bawah 5,2 menyebabkan curd

kehilangan banyak lemak yang membuat tekstur keju keras.

Kata kunci: Kerbau, k-Kasein, keju mozzarella, Sumatera

Utara.

ABSTRACT

Buffalo milk processing in Indonesia in general is still

traditional and marketing of its products is still limited. Buffalo

dairy products in the form of "dali" in North Sumatra is

characterized by a low production and a weak knowledge for

improvement of its quality. Research to identify milk diversity,

k-casein gene and microbiology of milk, processing milk into

mozzarella cheese, isolation and identification of lactic acid

bacteria and appling best bacteria to obtain best probiotic

mozzarella cheese so as to increase the added value of local

buffalo milk. Research aimed to increase diversity of products

and availability of dairy buffalo-based probiotic functional food.

The results showed that there were significant differences in

the levels of nonfat dry weight and proteins (P <0.05) and ash

content (P <0.05) in mozzarella cheese and highly significant

differences in hardness of cheese from three farms.

Organoleptic test showed a significant difference in texture of

the test hedonic value (P <0.05) and highly significant on

texture and taste of the hedonic quality test (P <0.01) in. Milk

quality is affected by livestock management. Differences in

regional conditions and livestock raising ways affected the

quality of milk and cheese processing. Slight changes in pH

and chemical levels of milk would greatly affect cheese quality.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 297

K-casein gene in buffalo river in North Sumatra was

polymorphic with two alleles, the allele T and C as well as the

three genotypes, namely genotype TT, TC and CC. K-casein

gene in swamp buffalo was monomorphic because it found one

allele only, namely allele T. Heterozygosity values of river

buffalo (0.350) and swamp buffalo (0,000) were low. Fat and

protein content of milk of buffalo river with CC genotype was

greater than that with TT genotype. Swamp buffalo milk had

higher levels of fat, SNF, protein, lactose, and minerals than

river buffalo milk. Mozzarella cheese was produced by the

combination of citric acid 3.5 g per liter of milk, rennet 0.065 g

per liter of milk with critical point during stretching, which is

conducted two times stretching at 70 and 95 oC for 3-4

minutes. In making cheese initial pH affected the quantity of

curd and cheese produced. pH also affected fat content of milk

curd which will be stretched. Decreasing pH far below 5.2

caused the curd to lose a lot of fat that make hard cheese

texture.

Keywords: Buffalo, K-Casein, Mozzarella Cheese, North

Sumatra.

Gambar 1. Keju Mozarella Gambar 2. Pasteurisasi susu kerbau

298 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN CS-ANALYZER, PERANGKAT

PORTABEL CERDAS BERBIAYA RENDAH UNTUK

IDENTIFIKASI SECARA CEPAT TINGKAT

ABNORMALITAS MOTILITI DAN MORFOLOGI SPERMA

SAPI MENUJU SWASEMBADA SAPI UNGGUL DI

INDONESIA

CS-ANALYZER DEVELOPMENT, PORTABLE DEVICE FOR

INTELLIGENT LOW COST IDENTIFICATION OF

ABNORMALITIES MOTILITI ARE FAST AND SPERM

MORPHOLOGY COW CALF SUPERIOR TO SELF SUFFICIENCY

IN INDONESIA

I Ketut Eddy Purnama1), Lukman Affandhy2), Slamet Hartono3),

I Nyoman Tirta Ariana4),

Muhtadin1)

1) Institut Teknologi Sepuluh Nopember

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Bali

4) Universitas Udayana

ABSTRAK

Pengembangan sistem CS-Analyzer, perangkat cerdas

berbiaya rendah untuk identifikasi cepat tingkat abnormalitas

motiliti dan morfologi sperma sapi sangat penting untuk

mendukung penyediaan bibit sapi bakalan yang berkualitas.

Kegiatan penelitian menghasilkan prototipe awal aplikasi

(perangkat lunak) CS-Analyzer yang berhasil

mengimplementasikan fungsi penentuan ketidaknormalan

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 299

morfologi dan motiliti spermatozoa, dan sudah digunakan

untuk mengambil citra dan video pergerakan spermatozoa di

loka sapi potong Grati. Penyempurnaan perangkat keras

akuisisi akan menjadi fokus penelitian lanjutan agar perangkat

ini dapat lebih sempurna.

Kata kunci: CS-Analyzer, spermatozoa, morfologi spermatozoa,

motiliti spermatozoa.

ABSTRACT

Building a prototype of a system called CS-Analyzer low-cost

smart devices to analyze the abnormality of morphology and

motility of spermatozoa is very important in supporting high

quality of cattle seeds. The initial prototype of CS-Analyzer has

already built succesfuly. The software part of CS-Analyzer can

be used to determine the abnormality of sperm morphology

and sperm motility. Moreover, the early prototype of the

hardware of CS-Analyzer, has been used to take images and

video of the movement of spermatozoa. One manuscript for

international journals and a draft patent have also been

created for registration. Completion of the acquisition

hardware will be the focus in the next research so that the

hardware can be used to obtain images and video with higher

quality.

Keywords: CS-Analyzer, sperm, sperm morphology, sperm

motiliti.

300 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PEMETAAN TOTAL GENOM MENGGUNAKAN BOVINE SNP50 BEADCHIP UNTUK

MENGHASILKAN PEJANTAN UNGGUL SAPI BALI

GENOME MAPPING TOTAL USED BOVINESNP50 BEADCHIP TO PRODUCE SUPERIOR MALE OF BALI

CATTLE

Jakaria1), Hartati2), Subandriyo2), Maskur3)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Mataram

ABSTRAK

Penelitian pemetaan total genom bertujuan mengetahui (1)

karakteristik fenotipik sapi Bali jantan, (2) keragaman

(polimorfisme) total genom sapi Bali pejantan, dan (3) potensi

genetik sapi Bali jantan di BPTUi p. Bali dni Serading NTB.

Penelitian dilakukan pada 48 ekor sapi Bali dari BPTU Bali dan

BPT-HMT Serading NTB a 24 ekor. Data bobot lahir dianalisis

secara deskriptif, juga dihitung nilai heritabilitas, nilai

pemuliaan dan bobot lahir sebagai kriteria seleksi dengan

intensitas 25% terbaik dan terendah. Sapi Bali jantan yang

terpilih secara fenotipik dan genetik (nilai pemuliaan)

selanjutnya dianalisis DNAnya dengan metode bovineSNP50

Beadchip (Iscan Illumina). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa data fenotipik bobot lahir, nilai heritabilitas, nilai

pemuliaan dan respon genetik sapi Bali jantan berbeda di

lokasi di BPTU Bali dan BPT-HMT NTB. Ditemukan 52277 SNP

pada sapi Bali jantan yang terdapat di BPTU Bali dan BPT-HMT

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 301

NTB baik dalam keadaan homosigot maupun heterosigot.

Keragaman pada total genom sapi Bali jantan potensial untuk

dilakukan analisis keterkaitan dengan sifat produksi terutama

bobot badan dan kemungkinannya digunakan sebagai penciri

untuk seleksi berdasarkan penciri SNP.

Kata kunci: Sapi Bali, SNP, total genom.

ABSTRACT

The purpose of this study is (1) determine the fenotypic

characteristic (body weight), (2) determine the diversity

(polymorphisms) of total genome for Bali cattle bull in Bali

cattle Breeding Center (BPTU) in Bali and Sumbawa islands,

and (3) determine the genetic potential of Bali cattle in Bali

and Sumbawa islands. The samples used 48 individuals Bali

cattle from BPTU Bali and NTB. Birth weight data of Bali cattle

was analyzed descriptively. Heritability and breeding values

culculated based on birth weight as a selection criterion (25 %

selection intensity). Male Bali cattle selected based on

phenotypic and genetic (breeding value) methodes. Whole

genome was analyze by bovineSNP50 BeadChip (Illumina

Iscan) . The results showed that the phenotypic data of birth

weight in Bali cattle bull in BPTU Bali and BPT-HMT NTB as

well as with different heritability, breeding values and genetic

response from both locations. Total 52.277 SNPs also found in

Bali cattle bull that covered on the chormosome. Polymorphic

SNPs that found in Bali cattle bull that may be can used as a

candidate marker for marker assisted selection (MAS).

Key words: Bali cattle, SNP, whole genome.

302 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENINGKATAN KINERJA REPRODUKSI SAPI BALI

MELALUI SELEKSI PEJANTAN, PRESELEKSI DAN

PREPARASI PADA SPERMA CAIR UNTUK

MEMPERTAHANKAN KUALITAS SPERMATOZOA

THE IMPROVEMENT OF BALI CATTLE PRODUCTIVITY BASED

ON THE SELECTION, PRESELECTION AND PREPARATION ON

THE SPERM TO MAINTAIN OF SPERM QUALITY

Abyadul Fitriyah1), Nurul Hilmiati2), Lalu Muhammad Kasip3),

Sukmawati1), Totok B. Julianto2)

1) Universitas Nahdlatul Wathan Mataram

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Mataram

ABSTRAK

Penelitian untuk meningkatkan produktivitas dan populasi sapi

Bali melalui perbaikan performan reproduksi sapi jantan

diharapkan dapat menurunkan impor nasional. Penelitian

dilakukan pada 30 ekor sapi jantan umur ± 3 tahun dalam 3

kelompok ukuran skrotum masing-maisng 10 ekor, K1 =

ukuran skrotum rata-rata +1 standar deviasi (sd); K2 =

ukuran > rata-rata +1 s/d +2 sd; K3 = ukuran >i rata-rata +2

sd s/d +3 sd. Parameter: ukuran dan kualitas sperma secara

makroskopis dan mikroskopis. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa kondisi lingkungan mempengaruhi kemampuan

reproduksi sapi Bali. Sapi Bali di Lombok Barat (LB) memiliki

ukuran fisik lebih baik dibandingkan sapi Bali di Lombok

Tengah (LT) dan Lombok Utara (LU). Ukuran skrotum tertinggi

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 303

pada K1 terdapat pada sapi Bali di LB, sedangkan di LT dan

LU, tidak berbeda. Rata-rata volume sperma dan motilitas

spermatozoa pada setiap kelompok ukuran skrotum di lokasi

penelitian tidak berbeda nyata, tetapi konsentrasinya berbeda

nyata. Terdapat perbedaan temperatur udara di dalam

kandang dan di luar kandang antara Klimat Tipe E (Kab. LU

dan Kab. LT) dengan Tipe C (Kab. LB), tetapi RH tidak berbeda

nyata. Terdapat korelasi antara ukuran skrotum dengan

kemampuan reproduksi sapi Bali (bobot dan panjang badan,

lingkar dada), dan antara lingkar skrotum dengan kualitas

sperma. Kemampuan reproduksi sapi Bali juga dipengaruhi

oleh temperatur dan kelembaban udara.

Kata kunci: Reproduksi sapi Bali, seleksi pejantan, preseleksi

dan kualitas spermatozoa.

ABSTRACT

Research to improve the productivity and Bali cattle population

through improved reproductive performance of bulls is

expected to reduce the national import. The study was

conducted on 30 bulls aged ± 3 years in 3 groups scrotal size

each for the regions 10 individuals, K1 = average scrotal size

+1 standard deviation (sd); K2 = size> average + 1s / d +2

sd; K3 = size> i mean +2 sd s / d +3 sd. Parameters: size and

quality of sperm macroscopically and microscopically. The

results showed that environmental conditions affect

reproductive capacity Bali cattle. Cows Bali in Lombok Barat

(LB) has the physical size better than Bali cattle in Central

Lombok (LT) and North Lombok (LU). The highest scrotal size

on K1 contained in Bali cattle in LB, whereas in LT and LU, is

304 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

no different. The average volume of sperm and sperm motility

in any size group scrotum at the study site were not

significantly different, but the concentration is significantly

different. There are differences in air temperature inside the

enclosure and outside the cage between Climate Type E (Kab.

LU and the District. LT) by Type C (Kab. LB), but not

significantly different RH. There is a correlation between the

size of the scrotum with the reproductive ability of Bali cattle

(weight and body length, chest circumference), and between

scrotal circumference and sperm quality. Bali cattle

reproductive capacity is also affected by temperature and

humidity.

Keywords: Bali cow reproduction, selection of bulls, pre-selection and quality of spermatozoa

Gambar 1. Spermatozoa sapi Gambar 2. Spermatozoa sapi

Bali Ramli dari preparat apus Bali Kaliman dari preparat apus

Gambar 3. Spermatozoa sapi Gambar 4. Spermatozoa sapi Bali Rahmat 2 dari preparat apus Bali Rahmat dari preparat apus

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 305

PRODUKSI REKOMBINAN PLANTARICIN YANG MENGKODE BAKTERIOSIN DARI LACTOBACILLUS PLANTARUM S34 ASAL ISOLAT BEKASEM DAGING

SAPI SEBAGAI BIOPRESERVATIF PANGAN DAN PAKAN

RECOMBINANT PRODUCTION OF PLANTARICIN WHICH

ENCODES BACTERIOCINS OF Lactobacillus plantarum

S34 ORIGIN BEKASEM BEEF ISOLATE AS

BIOPRESERVATIF FOOD AND FEED

A. Zaenal Mustopa, M.Si1), Dr. Hasim 2), Deliana Putri Agriawati3)

1) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

2) Institut Pertanian Bogor 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Penelitian untuk meningkatkan kualitas dan kontinyuitas pakan

ruminansia telah dilakukan dengan meningkatkan kualitas

silase pakan komplit Sapi PO melalui inokulasi Lactobacillus

plantarum. Tahap penelitian : (1) Mengisolasi bakteri asam

laktat (BAL) dari habitat padi lokal dan membandingkannya

dengan L. plantarum komersial sebagai inokulan ensilase dari

strain terbaik. (2) Uji in vitro silase pakan komplit (total mixed

ration/TMR). Diperoleh 21 koloni bakteri asam laktat pada

varietas padi (Membrano, Ciherang, Rojolele, dan Impari 13.

Berdasarkan morfologi, gram stain, pH, dan tipe fermentasi

BAL terseleksi 3 isolat potensial sebagai inokulan pada silase

TMR. Penambahan isolat BAL pada silase TMR sangat nyata

306 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

menurunkan populasi mikroba yang tidak diharapkan

(coliform,bacillus, bakteri aerob, dan jamur). Kemampuan BAL

hasil isolasi setara dengan BAL komersial L. plantarum dalam

menekan populasi mikroba patogen. BAL hasil isolasi yang

paling mendekati kemampuan L. plantarum adalah isolat asal

varietas Ciherang B. Inokulan BAL pada silase TMR mampu

mempertahankan komposisi kimia TMR, meningkatkan

kandungan energi, meningkatkan kandungan serat kasar,

meningkatkan kandungan asam laktat dan menekan produksi

asam asetat. Tetapi secara umum tidak ada peningkatan

kualitas dari TMR dengan atau tanpa inokulan.

Kata kunci: Biopreservatif, bakteri rekombinan, bacteriosin.

ABSTRACT

The research objectives were (1) to see E. coli plantaricin

recombinant expression dan characterization, and (2)

bacteoricin (plantaricin) mass production of lactat acid and

application of bacteoricin as food and feed preservatives.

Lactat acid bacteri producing bacteriosin was isolated from

bekasam, traditional food of Lampung, Indonesia. The one of

isolates producing bacterioksin potencial (isolate S34) was

identified as Lactobacillus plantarum S34 base on 16S rRNA

sequent showing 99% homology with some strains of L.

plantarum S34 (plantaricin S34) showed ability to inhibit some

pathogens, mainly Listeria monocytogenes, and

Staphylococcus aureus. Bacteriosin L. plantarum 34 has

already been characterized. Plantaricin S34 was tend to be

stable at temperature 121 oC in 15 seconds. Weight of

plantaricin S34 molecule was about 10 kDa base on SDS-PAGE

analysis. Plantaricin EF gene coding plantaricin S34 has

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 307

already been identified and cloned into vector pGEMT-easy.

Plantaricin F has already been expressed on bacteri E. coli

BL21 (DE3) pLys. Rekombinan plasmid (pET21a-plnF) telah di

konstruk. After induction to IPTG (isopropy1-β-D-

thiogalactopyranoside), plantaricin recombinant expressed

was signed by protein band sizes 9 kDa. Plantaricin F is

included bacteriosin class II potential for food biopreservative.

Keywords: Biopreservative, recombinant bacteri, bacteriosin.

308 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENINGKATAN KUALITAS SILASE PAKAN KOMPLIT (TOTAL MIXED RATION/TMR) SAPI PO DENGAN

INOKULASI Lactobacillus plantarum LOKAL : UPAYA MENJAMIN KUALITAS DAN KONTINYUITAS

PAKAN RUMINANSIA

IMPROVING OF PO TOTAL MIXED RATION (TMR) BY Lactobacilus plantarum) INOCULATION : STRIVE FOR

RUMINANT’S FEED QUALITY ANDCONTINUITY ASSUREDNESS

Ahmad Wahyudi1), Dicky Pamungkas2), Roy Hendroko Setyobudi3),

Listiari Hendraningsih1)

1) Universitas Muhamadiyah Malang

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) PT. Sinarmas Agroresources & Technology Tbk

ABSTRAK

Penelitian untuk meningkatkan kualitas dan kontinyuitas pakan

ruminansia telah dilakukan dengan meningkatkan kualitas

silase pakan komplit Sapi PO melalui inokulasi Lactobacillus

plantarum. Tahap penelitian : (1) Mengisolasi bakteri asam

laktat (BAL) dari habitat padi lokal dan membandingkannya

dengan L. plantarum komersial sebagai inokulan ensilase dari

strain terbaik. (2) Uji in vitro silase pakan komplit (Total Mixed

Ration/TMR). Diperoleh 21 koloni bakteri asam laktat pada

varietas padi (Membrano, Ciherang, Rojolele, dan Impari 13).

Berdasarkan morfologi, gram stain, pH, dan tipe fermentasi

BAL terseleksi 3 isolat potensial sebagai inokulan pada silase

TMR. Penambahan isolat BAL pada silase TMR sangat nyata

menurunkan populasi mikroba yang tidak diharapkan

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 309

(coliform,bacillus, bakteri aerob, dan jamur). Kemampuan BAL

hasil isolasi setara dengan BAL komersial L. plantarum dalam

menekan populasi mikroba patogen. BAL hasil isolasi yang

paling mendekati kemampuan L. plantarum adalah isolat asal

varietas Ciherang B. Inokulan BAL pada silase TMR mampu

mempertahankan komposisi kimia TMR, meningkatkan

kandungan energi, meningkatkan kandungan serat kasar,

meningkatkan kandungan asam laktat dan menekan produksi

asam asetat. Tetapi secara umum tidak ada peningkatan

kualitas dari TMR dengan atau tanpa inokulan.

Kata kunci : Peningkatan, kualitas, pakan, ruminansia, Lactobacillus plantarum

ABSTRACT

Research to improve the quality and continuity of ruminant feed has been done by improving silage quality complete feed cows PO via inoculation of Lactobacillus plantarum. Stage of research: (1) To isolate lactic acid bacteria (LAB) from local rice habitat and compared with commercially as the best inoculants ensilase L. plantarum strains. (2) Test in vitro complete feed silage (Total Mixed Ration / TMR). Obtained 21 colonies of lactic acid bacteria on rice varieties (Membrano, Ciherang, Rojolele, and Impari 13). Based on morphology, gram stain, pH, and the type of fermentation BAL 3 isolates selected potential as inoculants on silage TMR. The addition of LAB isolates in TMR silage very significantly reduced microbial populations that are not expected (coliform bacillus, aerobic bacteria, and fungi). Isolated BAL have capability equivalent to commercial isolation of L. plantarum in suppressing pathogenic microbial populations. BAL isolation that most closely that ability of L. plantarum isolated from Ciherang B origin.

310 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Inoculum BAL at TMR silage TMR able to maintain the chemical composition, increasing the energy content, increase the content of crude fiber, increasing the content of lactic acid and suppresses the production of acetic acid. But in general there is no increase in the quality of TMR with or without inoculant. Keywords: Improvement, quality, feed, ruminants,

Lactobacillus plantarum

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 311

WAFER SUPLEMEN PAKAN UNTUK MEMACU PRODUKTIVITAS PEDET SAPI UNGGULAN

PROPINSI NTB DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING

WAFER OF FEED SUPPLEMENT TO STIMULATE PRODUCTIVITY

OF BALI CALVES IN NTB PROVINCE IN SUPPORT OF MEAT

SELF-SUFFICIENCY

Yuli Retnani1), Chairussyuhur Arman2), Syahruddin Said3), Andi

Saenab4), Idat Galih Permana1)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Universitas Mataram 3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

4) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kandungan nutrisi,

kecernaan wafer suplemen pakan serta produktivitas sapi

pedet bali yang diberi perlakuan wafer suplemen pakan.

Penelitian ini terdiri dari 2 tahap. Tahap 1, evaluasi kualitas

nutrisi dan kecernaan wafer suplemen pakan, dengan

komposisi wafer suplemen pakan mengandung daun lamtoro

(T1), lamtoro dan daun pepaya (T2), daun kelor (T3), daun

gamal (T4), daun jagung dan jagung (T5). Tahap 2, evaluasi

produktivitas sapi pedet bali dengan wafer suplemen terbaik

hasili penelitian tahap pertama, dengan RAK,4 perlakuan dan 3

ulangan. Level pemberian wafer suplemen pakan adalah 0, 5,

10 dan 15%. Hasil penelitian menunjukkan, kandungan nutrisi

dan kecernaan wafer suplemen pakan pada T1 paling tinggi,

312 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

dengan kadar protein kasar 32,34 %, abu 7,24%, serat kasar

16,85 %, lemak kasar 4,52 %, BETA-N 39.05 kal/g, kecernaan

bahan kering 82,87%, kecernaan bahan organik 81,78%, NH3

9,33% dan VFA 164,55%. Perlakuan berpengaruh nyata

terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian

dan bobot badan sapi pedet bali. Rataan konsumsi pakan sapi

pedet bali pada perlakuan level wafer dari 0, 5, 10 dan 15

berturut-turut 7,39; 9,33; 9,57 dan10,33 kg/ekor/hari, dan

pertambahan bobot badan harian sapi pedet bali pada

perlakuan wafer tersebut berturut2 59,75; 267,30; 342,77;

515,72 g/ekor/hari dan rataan bobot badan sapi pedet bali

berturut-turut 91,36; 113,33; 117,14 dan126,45 kg/ekor.

Rataan bobot badan sapi pedet dengan pemberian wafer

suplemen pakan pada taraf 15% mencapai 27.75% lebih tinggi

dibandingkan dengan rataan bobot sapi pedet tanpa

pemberian wafer.

Kata kunci: Pakan, produktivitas, sapi pedet, suplemen, wafer.

ABSTRACT

The aim of this research was to evaluate the nutrient content

and digestibility on wafer of feed supplement,also productivity

of Bali calves. This research had two steps experimental, the

first step experiment to evaluate the nutrient content and

digestibility on wafer of feed supplement. The composition

wafer of feed supplement i.e. T1 = wafer containing lamtoro

leaf, T2 = wafer containing lamtoro and papaya leaf, T3 =

wafer containing moringa leaf, T4 = wafer containing gamal

leaf, T5= wafer containing corn leaf and corn. The second step

of this research was evaluate productivity of Bali calves by

feeding wafer of feed supplements with the best result of the

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 313

nutrient content and digestibility in the first step. The

experimental design used Randomized Block Design with four

treatments and three replications. Level of wafer containing

lamtoro leaf ,i.e R1 =0%, R2 =5%, R3 =10%,

R4=15%.Nutrient content and digestibility of T1 had highest

compared among the others, i.e. 32.34% of crude protein,

7.24% of ash, 16.85% of crude fiber, 4.52% of crude fat,

39.06 cal/g of NFE, 82.87% of digestibility of dry matter,

81.78% of digestibility of organic matter, 9.33% of NH3 and

164.55% of VFA. The treatments had significant effect

(P<0.05) on feed comsumption, daily weight gain, and body

weight. The average of feed consumption of bali calves during

this research was 7.39 kg/head/day of R1, 9.33 kg/head/day

of R2, 9.57 kg/head/day of R3, 10.33kg/head/day of R4. The

average of body weight gain (g/head/day) was 59.75 of R1,

267, 30 of R2, 342.77 of R3, 515.72 of R4. The average of

body weight (kg/head) was 91,36 of R1, 113,33 of R2, 117,14

of R3, 126,45 of R4. It was concluded that by feeding wafer of

feed supplement with level of 15% had average body weight

of calves 27,75% higher than conventional feed.

Keywords: Calves, feed, productivity, supplement, wafer.

314 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Gambar 1. Pakan sapi pedet Gambar 2. Pakan sapi pedet Bali Bali sebelum percobaan di BIB Banyumulek, NTB

Gambar 3. Percobaan wafer Gambar 4. Sapi pedet Bali Peneli- Suplemen pakan untuk sapi pedet tian di BIB Banyumulek, NTB

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 315

FORMULASI PAKAN BERBASIS LIMBAH PERKEBUNAN DAN PERTANIAN YANG RENDAH

EMISI GAS METANA UNTUK SAPI POTONG

FEED FORMULATION BASED OF PLANTATION AND

AGRICULTURAL BY PRODUCT LOW METHANE GAS EMISSIONS

FOR CATTLE

Yeni Widiawati1), Wisri Puastuti1), Anuraga Jayanegara2), Windu

Negara3)

1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

2) Institut Pertanian Bogor 3) Badan Pengkajian Penerapatan Teknologi

ABSTRAK

Limbah pertanian, pelepah/daun sawit, pucuk tebu, daun

jagung, jerami padi, dicirikan berkandungan serat tinggi,

dengan tingkat kecernaan rendah, dan menghasilkan gas

metana tinggi. Proses pengolahan dengan senyawa aktif

saponin/tanin dari leguminosa dan kombinasi keduanya

diharapkan dapat menekan produksi gas metana dari pakan

sapi potong tersebut. enelitian laboratorium dilakukan dua

tahap, yaitu (1) menguji kombinasi proses pengolahan pakan

berupa pembuatan silase dan seleksi senyawa aktif terbaik

tanin/saponin, (2) Menguji senyawa aktif terpilih dalam

pembuatan pakan komplit dari limbah sebagai pakan sapi

potong pada 3 level protein 10, 12, 14%.

Hasil pengujian, proses pembuatan silase keempat jenis limbah

mampu menurunkan produksi gas metana dan meningkatkan

daya cerna. Walau responnya tidak sebesar penambahan

316 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

saponin dan tanin. Tanin secara umum masih yang terbaik.

Peningkatan level protein pakan komplit mampu menurunkan

produksi gas metana selama proses fermentasi secara in vitro.

Peningkatan konsentrasi ammonia sejalan dengan peningkatan

kandungan level protein pada semua jenis pakan. Dampak

penambahan tanin dan peningkatan protein terhadap produksi

gas metana tidak terlihat pada bahan pakan dari pelepah/daun

sawit. Produksi gas metana pakan berbahan pucuk tebu,

pelapah/daun sawit, daun jagung dan jerami padi dapat

diturunkan dengan proses silase dan penambahan tanin.

Peningkatan level PK pada formulasi pakan komplit mampu

meningkatkan daya cerna dani menurunkan produksi gas

CH4. Penurunan produksi CH4 pakan komplit dengan bahan

dasar Pucuk Tebu, daun jagung dan jerami padi > 15%, untuk

bahan dasar pelepah/daun sawit penurunan <10%.

Peningkatan nilai kecernaan pakan komplit >15% hampir

semua formula pakan yang diuji.

Peningkatan daya cerna pelepah/daun sawit, pucuk tebu,

jerami padi dan daun jagung yang dibuat pakan komplit

berpotensi untuk diaplikasikan secara luas, mengingat

ketersediaan limbah-limbah tersebut yang cukup tinggi di

banyak wilayah di Indonesia. Bahan-bahan lain yang menjadi

penyusun pakan komplit merupakan bahan lokal sehingga

memudahkan peternak untuk mendapatkannya. Formulasi

pakan komplit yang disusun dan diuji pada kegiatan ini

menunjukkan adanya peningkatan nilai kecernaan sekaligus

menurunkan emisi gas metana selama proses fermentasi di

dalam rumen yang diuji secara in vitro.

Kata kunci : Formulasi, pakan, limbah, pertanian, perkebunan,

sapi

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 317

ABSTRACT

One consecuency of self-sufficient beef meet program is

increasing in beef cattle population. Continuous of feed supply

both quality and quantity are required. Plantation and

agricultural by-product are alternative of fibrouse feed sources

for ruminant

The study was undertaken throught two steps, first step was

evaluate the feed processing that combined with secondary

compounds of tannin and saponinAt the second step, 4

complete feed formulations consisted of basal diet from palm

oil leaves, top-sugar cane, corn leaves and rice straw that

combine with konsentrat were testedThe protein levels were

10% (2% below requirement); 12 % (requirement) and 14%

(2% above the requirement).

Results show that both processing of feed and addition of

secondary compounds (tannin and saponin) reduce methane

production and improve feed digestibility of the four feeds

being tested.The increasing of those parameters is higher

when secondary compounds were added compared to that

when the feed are ensilage. Between the two secondary

compounds, tannin gave more positive response in all the feed

sources being tested than saponin. Increasing protein level of

complete feeds tested reduce methane produce during ruminal

digestion. Increasing in ammonia concentration was recorded

following the increasing of protein content (10%, 12% and

14%) of complete feed. There were positive effect on methane

production when tannin was added as well as when protein

content of the complete feed increased. These positve

responses recorded in complete feed with top-sugarcan, corn

318 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

leaves, and rice straw as a bases component. However these

responses are uncleare on palm oil leaves based diet. The

conclusion is that methane production of feed consisted of top-

sugarcan, palm oil leaves, corn leaves and rice straw can be

reduced by feed processing (ensilage) and tanin addition.

Increasing protein level of complete feeds testedimprove

digestibility but reduce methane production. Decreasing of

methane production of top-sucar can, corn leaves and rice

straw were recorded > 15%. However the decresing is only <

10% for palm oil leaves. Increasing in digestibility of feed was

>15 % for all the feed complete being tested.

The feed completes based on palm oil leaves, top-sugarcan,

corn leaves and rice straw are potential to be developed and

applied in many location in Indonesia, where those plantation

and agricultural exist.Other materials used as ingridient of

complete feeds are local sources so can be eassy found by

small farmers. The results reported are based on in vitro study,

therefore in order to determine the animal response on

complete feeds, in vivo study is required.

Keywords: Formulation, feed, waste, agriculture, plantation,

cow

Gambar 1. Proses fermentasi Gambar 2. Sampel gas dianalsia pakan dalam RUSITEK

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 319

PEMANFAATAN ECENG GONDOK DALAM PEMBUATAN SILASE COMPLETE FEED DAN

SUPLEMENTASI SENG ORGANIK

THE INCLUSION OF WATER HYACINTH (ECENG GONDOK) IN

COMPLETE FEED SILAGE

AND ZN-ORGANIC SUPPLEMENTATION TO IMPROVE THE

PRODUCTIVITY OF SMALL FARMERS

Anis Muktiani1), Budi Utomo2), I Komang Gede Wiryawan3)

1) Universitas Diponegoro

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK

Masalah utama pengembangan usaha ternak ruminansia

adalah penyediaan pakan murah, berkualitas dan

berkesinambungan. Eceng gondok mempunyai potensi besar

sebagai pakan ternak. Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan teknologi praktis dalam memanfaatkan eceng

gondok sebagai bahan pakan. Kegiatan penelitian ini dilakukan

dalam 3 tahap percobaan yaitu (1). menganalisiskandungan

nutrient dan mineral Ca, P dan Zn dan logam Pb eceng gondok

dari 3 lokasi (Rawa Pening di Kabupaten Semarang, Waduk

Cengklik di Kabupaten Boyolali, Kanal di pinggir jalan

Semarang Demak), masing-masing diulang 9 kali, (2)

mendapatkan level eceng gondok terbaik dalam silase

complete feed, (3) mengetahui fermentabilitas ransum di

dalam rumen dibandingkan dengan ransum konvensional

sebagai kontrol. Limabelas ekor domba berumur 8 bulan

320 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

dengan bobot badan yang relatif sama digunakan dalam

percobaan ini. Ransum percobaan diberikan selama 12

minggu, terdiri dari 2 minggu masa pendahuluan dan 10

minggu pengambilan data. Peubah yang diamati meliputi

konsumsi nutrien, kecernaan, pertambahan bobot badan dan

efisiensi ekonomis. Hasil penelitian pendahuluan mendapatkan

Eceng gondok dari Rawapening dan Waduk Cengklik aman

digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Kandungan serat

kasar eceng gondok diatas 20% dengan kadar protein sedang

9-12%, cocok dijadikan pakan ruminansia sebagai pengganti

rumput. Perbandingan eceng gondok segar : konsentrat 67% :

33% (2 : 1) menghasilkan kualitas silase terbaik dengan

kandungan bahan kering, protein dan serat kasar relatif stabil

serta fermentabilitas yang optimal di dalam rumen. Silase

complete feed eceng gondok mampu menggantikan ransum

konvesional berbahan rumput, dan bila disuplementasi Zn

proteinat akan menghasilkan konsumsi, kecernaan dan

pertambahan berat badan yang lebih tinggi dengan biaya

ransum yang lebih murah.

Kata kunci : Eceng gondok, silase, suplementasi, seng, organik

ABSTRACT The main problem in theruminant business development are cheap feed supply, quality and sustainability. Water hyacinth has great potential as livestock feed. This study aims to gain practical technology to utilize water hyacinth as a feed ingredient. The research activities carried out in 3 stages of the experiment, namely (1). analyzing the content of nutrients and minerals Ca, P and Zn and Pb hyacinth from 3 locations (Rawa Pening in Semarang District, Waduk Cengklik in

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 321

Boyolali, Kanal roadside Semarang Demak), each repeated 9 times, (2) obtain water hyacinth best level in the complete feed silage, (3) knowing fermentability ration in the rumen compared with a conventional diet as a control. A preliminary study indicated that Hyacinth from Rawa Pening and Waduk Cengklik safe to be used as feed for ruminants. Hyacinth crude fiber content of over 20% with moderate protein content 9-12%, suitable as ruminant feed as a substitute for grass. Formulation of fresh water hyacinth: concentrate 67%: 33% (2 : 1) produced the best quality silage with a dry matter content, protein and crude fiber was relatively stable and optimal fermentability in the rumen. Complete feed silage hyacinth could replace conventional diets made from grass, and when supplemented with Zn proteinat will generate consumption, digestibility, higher weigth gain and diets cheaper costs. Keywords: Hyacinth, silage, supplementation, zinc, organic

322 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PEMANFAATAN SILASE RANSUM KOMPLIT BERBASIS HIJAUAN RAWA DALAM MENGATASI

KRISIS PAKAN KERBAU PAMPANGAN DI SUMATERA SELATAN

UTILIZATION SILAGE COMPLETE DIETARY BASED OF FORAGE

IN THE CRISIS OF SWAMP BUFFALO FEED IN PAMPANGAN-

SOUTH SUMATRA

Asep Indra Munawar Ali, Riswandi, Sofia Sandi, Toto Toharmat,

Agung Prabowo

Universitas Sriwijaya

ABSTRAK

Kerbau Pampangan merupakan salah satu kerbau rawa yang

tersebar di Indonesia khususnya di Provinsi Sumatera Selatan.

Populasi Kerbau Pampangan cenderung menurun diakibatkan

oleh ketersediaan pakan yang rendah serta in-breeding.

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Memberi informasi baru

tentang pendayagunaan bahan pakan berbasis hijauan rawa

sebagai bahan pakan potensial; 2) Meningkatkan produktivitas

kerbau pampangan; 3) Membuat ransum komplit berbasis

silase hijauan rawa. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap yaitu

1) Identifikasi jenis rumput dan legum rawa yang paling

dominan serta penentuan kandungan nutrisinya, 2) Pengujian

kualitas silase rumput rawa dengan penambahan legum rawa

secara invitro, 3) Pembuatan formulasi ransum komplit

berbasis silase hijauan rawa. Penelitian ini dilaksanakan di

Lahan rawa, laboratorium nutrisi dan makanan ternak

Fakultas Pertanian UNSRI serta di laboratorium Nutrisi Ternak

Perah, Fakultas Peternakan. Penelitian in-vivo dilaksanakan di

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 323

Kandang petani peternak dengan menggunakan Rancangan

Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, yaitu P0

= Rumput rawa + tanpa legume, P1 = Rumput rawa + 10 %

legume, P2 = Rumput rawa + 20 % legume, P3 = Rumput

rawa + 30 % legume. Dari 23 spesies vegetasi lahan rawa

yang teridentifikasi, 14 spesies dikonsumsi ternak. Tingginya

kandungan fraksi serat, rendahnya kandungan protein kasar

serta adanya defisiensi dan toksisitas mineral tertentu

mengakibatkan rendahnya produktifitas ternak kerbau di lokasi

penelitian. Kualitas fisik, nutrisi dan serat silase hijauan rawa

termasuk termasuk dalam kualitas silase yang baik. Konsumsi

ransum dan pertambahan bobot badan kerbau menunjukkan

hasil yang relatif yang sama antar perlakuan silase hijauan

rawa.

Kata kunci : Silase, ransum, hijau rawa, kerbau, pampangan

ABSTARCT Pampangan buffalo is one of the swamp buffalo spread across

Indonesia, especially in the province of South Sumatra. Buffalo

Pampangan population tends to decline caused by low food

availability and in-breeding. The purpose of this study were: 1)

Provide new information about the utilization of forage-based

feed ingredients swamp as a potential feed ingredient; 2)

Increasing productivity pampangan buffalo; 3) Creating a

complete diets of silage forage-based swamp. This research

was conducted in three stages: 1) Identify the type of marsh

grasses and legumes are the most dominant and determining

the nutritional content, 2) Testing the quality of grass silage

with the addition of legumes swamp marsh in vitro, 3)

Preparation of a complete ration formulation based silage

forage swamp. This study was conducted in swamp land, in

324 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

the laboratory of nutrients and animal feed as well as the

Faculty of Agriculture UNSRI in Dairy Cattle Nutrition

Laboratory, Faculty of Animal Husbandry. Research in-vivo

held in cages livestock farmers using completely randomized

design with 4 treatments and 4 replicates, ie P0 = grass marsh

+ without legume, P1 = grass marsh + 10% legume, P2 =

grass marsh + 20% legume, P3 = marsh grass + 30%

legume. Of the 23 species of vegetation wetlands were

identified, 14 species are consumed by livestock. High content

of fiber fraction, low crude protein content and the presence of

certain mineral deficiencies and toxicities resulting in low

productivity of buffaloes at the sites. Physical qualities,

nutrients and fiber forage silage included in the swamp

including good quality silage. Feed intake and body weight

gain of buffalo showed Of the 23 species of vegetation

wetlands were identified, 14 species are consumed by

livestock. High content of fiber fraction, low crude protein

content and the presence of certain mineral deficiencies and

toxicities resulting in low productivity of buffaloes at the sites.

Physical qualities, nutrients and fiber forage silage included in

the swamp including good quality silage. Feed intake and body

weight gain of buffalo showed similar results between

treatments silage forage swamp.

Keywords: Silage, diets, forage swamp, buffalo, pampangan

Gambar 1. Kerbau Rampangan Gambar 2. Pemberian silase

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 325

326 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

KAJIAN EPIDEMOLOGI DAN PENGEMBANGAN PROBE DIAGNOSTIK BERBASIS KLONING GEN

UNTUK DIAGNOSIS SHIGA LIKE TOXIN-1 (STX-1) DARI ESCHERICHIA COLI O157:H7 PADA

SAPI

EPIDEMIOLOGY STUDY AND DEVELOPMENT OF

DIAGNOSTIC PROBE FOR DIAGNOSIS BASED GENE

CLONING SHIGA LIKE TOXIN-1

(STX-1) OF Escherichia coli O157: H7 IN CATTLE

I Wayan Suardana1), I Nyoman Suyasa1), Dyah Ayu Widiasih2),

Widagdo Sri Nugroho3), Michael Haryadi Wibowo2)

1) Universitas Udayana

2) Universitas Gadjah Mada 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Sapi diketahui sebagai reservoir utama agen zoonosis

Verocytotoxin-producing Escherichia coli O157:H7, sekaligus

sebagai sumber penularan utama dari agen ini ke manusia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih mendalam

tentang faktor resiko yang memberikan kontribusi terhadap

penyebaran agen untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam

pengambilan langkah-langkah antisipasi lebih lanjut. Pada

Tahap I, penelitian diawali dengan pengumpulan data

epidemiologi 238 ternak sapi yang diambil dari seluruh

Kecamatan di Kabupaten Badung. Isolasi E. coli dilakukan

melalui pemupukan sampel feses yang diambil dari ke-238

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 327

ternak yang disurvei pada media Eosin Methylene Blue Agar

(EMBA), dilanjutkan dengan tahap identifikasi menggunakan

uji Indol Methyl-Red Voges Proskauer (IMVIV), dan uji

konfirmasi E. coli O157 menggunakan media Sorbitol Mac

Conkey Agar (SMAC) dan uji aglutinasi lateks O157 yang

diakhiri dengan uji antiserum H7 untuk kepastian strain E. coli

O157:H7. Uji molekuler strain E. coli O157:H7 dilakukan

dengan analisis gen 16S rRNA yang dilanjutkan dengan

tahapan sekuensing. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi

infeksi Escherichia coli O157:H7 pada sapi di Kabupaten

Badung sebesar 6,30% yang tersebar di 4 Kecamatan yaitu

Petang, Abiansemal, Mengwi, dan Kuta dengan tingkat

prevalensi masing-masing sebesar 8,62; 10; 3,33; dan 3,33%.

Analisis terhadap faktor resiko diketahui bahwa faktor dominan

yang berkontribusi terhadap penyebaran infeksi E. coli

O157:H7 adalah sistem pemeliharaan, jenis lantai kandang dan

kebersihan lantai kandang. Kajian analisis molekuler terhadap

strain lokal E. coli O157:H7 menunjukkan bahwa beberapa

strain lokal memilki similaritas yang tinggi (>99,5%)

terhadap strain referen ATCC 43894, sehingga sangat penting

untuk dikaji lebih jauh terutama terhadap marka-marka

virulensinya.

Kata kunci: Epidemiologi, shiga like toxin-1, Escherichia coli

ABSTRACT

Cows are known as the main reservoir of zoonotic agents

Verocytotoxin-producing Escherichia coli O157: H7, as well as

the main source of transmission of the agent to humans. This

study aims to assess the depth of the risk factors that

contribute to the spread of the agent to be considered in

328 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

taking measures further anticipation. In Phase I, the study

begins with the collection of epidemiological data 238 cattle

were taken from throughout the District in Badung. Isolation of

E. coli is done through the fertilization of faecal samples taken

from all 238 cattle were surveyed on media Eosin Methylene

Blue Agar (EMBA), followed by a phase identification using test

Indol Methyl-Red Voges Proskauer (IMVIV), and a confirmation

test of E. coli O157 using media Sorbitol Mac Conkey Agar

(SMAC) and latex agglutination test that ends with a test O157

antiserum for certainty H7 strain of E. coli O157: H7. Molecular

test strain of E. coli O157: H7 is done by analysis of 16S rRNA

gene followed by sequencing stage. Results showed the

prevalence of infection of Escherichia coli O157: H7 in cattle in

the Badung regency of 6.30% spread in 4 Districts that

evening, Abiansemal, Mengwi, and Kuta with prevalence rates

of respectively 8.62; 10; 3.33; and 3.33%. Analysis of risk

factors is known that the dominant factor contributing to the

spread of infection with E. coli O157: H7 is a maintenance

system, the type of floor of the cage and cage floor hygiene.

Study of molecular analysis against local strains of E. coli

O157: H7 shows that some local strains have the high

similarity (> 99.5%) to the referent strain ATCC 43 894, so it is

important to be studied further, especially against the

virulence markers.

Keywords: Epidemiologi, shiga like toxin-1, Escherichia coli

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 329

Gambar 2. Reaksi positif E. coli

O157 pada uji aglutinasi latex

Gambar 1. Hasil elektroforesis Gen 16S rRNA

330 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN NANO TEKNOLOGI LOGAM TERSERAP TUBUH SEBAGAI ANTI PENYAKIT

SURRA PADA TERNAK

DEVELOPMENT OF BIODEGRADABLE METAL NANO

TECHNOLOGY AS AN ANTI SURRA FOR LIVESTOCK

Cahyaningsih1), Noviana1), Fakhrul1), Hari2), Taufiqu3)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Trypanosomiasis akibat infeksi Trypanosoma evansi

menyebabkan kerugian ekonomi pada peternakan, karena itu

perlu pencegahan dan pengobatannya. Obat yang ada pada

saat ini kurang efektif, maka perlu mencari obat anti T.evansi /

anti Surra. Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan partikel

nano dari logam terserap tubuh sebagai anti T.evansi/anti

Surra pada ternak. Logam terserap tubuh tersebut dibuat

dengan “mechanical milling” dan zero valen yang disintesa

dengan etanol dan natrium borohydride. Hasil uji in vitro

menunjukkan bahwa logam Co, Fe, Mn dan Zn berpotensi

sebagai anti T.evansi / anti Surra.

Kata kunci : Trypanosoma evansi, sapi, logam terserap tubuh,

anti Surra.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 331

ABSTRACT

Trypanosomiasisis caused byTrypanosoma evansi infections

that resulting in economic losses in livestock and needs

prevention and treatment. Existing drugsare less effective at

this time and it is necessary to look for an antiT.evansi / anti

Surra. The purpose of this study was to produce nano particle

from biodegradable metals as an anti T.evansi / anti Surra in

cattle. These metals were produced by mechanical milling and

zero valent synthesized with ethanol and sodium borohydride.

Results of in vitro assays showed that Co, Fe, Mn and Zn

metals were potential as anti T.evansi / anti Surra.

Key words : Trypanosoma evansi, biodegradablemetals, anti

Surra.

Gambar 1. Pembuatan partikel zero Gambar 2. Produk dan hasil valen “model peroral”

332 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN AGROWISATA TERPADU DENGAN

MODEL ABGC (ACADEMICIAN-BUSSINESS-

GOVERNMENT-COMMUNITY) DI WILAYAH TOMOHON

SULAWESI UTARA

INTEGRATED DEVELOPMENT MODEL OF AGROTOURISM ABCG

(ACADEMICIAN-BUSSINESS-GOVERNMENT-COMMUNITY) IN

THE REGION TOMOHON NORTH SULAWESI

Afra D. N. Makalew1), Ai Dariah2), Qodarian Pramukanto1),

Lientje Karamoy3), Josea Singgano3)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Sam Ratulangi

ABSTRAK

Agrowisata merupakan salah bentuk usaha jasa berbasis

pertanian yang menjadikan pertanian, aktivitas, dan

lingkungannya sebagai objek dan daya tarik utama dalam

industri wisata. Dalam model kolaborasi agrowisata ke dalam

sistem agribisnis (sub sistem on farm, hulu hilir dan

penunjang), setiap komponen akademisi-bisnis-pemerintah-

komunitas (ABGC) mempunyai peran dan tanggungjawab

masing-masing. Akademisi (A) dan bisnis (B) sebagai innovator

dan inkubator, pemerintah (G) sebagai fasilitator, sedangkan

komunitas (C) sebagai implementor. Perencanaan

pembangunan pertanian di wilayah Tomohon (Sulawesi Utara)

melalui pengembangan agrowisata terpadu dengan Model

Kemitraan ABGC merupakan upaya yang perlu dikembangkan

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 333

sebagai alternatif dalam peningkatan perekonomian dan

kesejahteraan petani. Dalam mengembangkan agribisnis,

diperlukan komitmen untuk membangun sinergi antar aktivitas

sistem agribisnis yang meliputi sub sistem on-farm, off-farm

(up stream, down stream dan pendukung) dengan fungsi agro-

based services berdasarkan model integrasi peran dan

tanggungjawab antar komponen stakeholder dalam model

ABGC. Potensi pengembangan agrowisata terpadu sangat

tinggi di wilayah Kota Tomohon, terutama komoditi tanaman

hias (bunga) dan tanaman sayuran. Agrowisata tanaman

bunga berpotensi dikembangkan di Kakaskasen dan tanaman

sayuran di Rurukan. Dukungan masyarakat dan pemerintah

setempat sangat baik sehingga implementasi konsep akan

sangat diharapkan untuk dilakukan di tempat terpilih

(Kakaskasen dan Rurukan) dimana peran kelompok tani terkait

sangat mendukung. Keterlibatan atau dukungan oleh

pemerintah, swasta, dan masyarakat pertanian di Kota

Tomohon akan menjadi kunci keberhasilan proses

implemnetasi pengembangan agrowisata terpadu.

Kata kunci: Agrowisata, agribisnis, manajemen terpadu.

ABSTRACT

Agro-tourism is one form of agriculture-based business

services that make agriculture, activities and objects and the

environment as a major attraction in the tourism industry. In a

collaborative model of agro into agribusiness system (sub

system on farm, upstream and downstream support), each

component of the business-academia-government-community

(ABGC) has the role and responsibilities of each. Academics (A)

334 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

and businesses (B) as an innovator and incubator, the

government (G) as a facilitator, while community (C) as

implementor. Agricultural development planning in Tomohon

area (North Sulawesi) through the development of integrated

agro ABGC Partnership Model is an effort that needs to be

developed as an alternative in the improvement of the

economy and the welfare of farmers. In developing

agribusiness, required a commitment to build synergies

between agribusiness system activity that includes sub-system

on-farm, off-farm (up stream, down-stream and supporters)

with the function of agro-based services based on a model of

integration between the components of the roles and

responsibilities of stakeholders in the model ABGC. Integrated

agro-tourism development potential is very high in the region

of Tomohon, especially commodity ornamental plants (flowers)

and vegetable crops. Agrotourism plants could potentially be

developed in Kakaskasen flower and vegetable crops in

Rurukan. Support communities and local government is very

good so that implementation of the concept will be expected to

do in a place chosen (Kakaskasen and Rurukan) where the role

of farmer groups linked very supportive. Involvement or

support by governments, private sector, and the agricultural

community in Tomohon will be key to the success of the

integrated agro implemnetasi development.

Keywords: Agrotourism, agribusiness, integrated deveopment

management.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 335

PENGARUH POLA USAHATANI TERPADU PADI-TERNAK

TERHADAP PRODUKTIFITAS, PENDAPATAN DAN NILAI

TUKAR PETANI

THE EFFECT OF INTEGRATED FARMING RICE-ANIMALS TO

PRODUCTIVITY, INCOME AND FARMER’S EXCHANGE RATE

Nunung Kusnadi1), Sri Utami Kuntjoro1), Dewa Ketut Sadra

Swastika2), Lindawati3)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Islam Sumatera Utara

ABSTRAK

Pola usahatani terpadu merupakan pola usahatani campuran

dari berbagai komoditas yang diharapkan mampu

meningkatkan sinergi antara tanaman dan ternak sehingga

meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Pola ini

diharapkan juga menjadi solusi bagi sistem pertanian yang

bebas bahan kimia. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi

dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan

petani, pemodelan, dan pengaruh usaha tani terpadu terhadap

pendapatan dan Nilai Tukar Petani. Kegiatan dilakukan di tiga

Kabupaten di Jawa Barat yaitu Kabupaten Subang, Sumedang

dan Tasikmalaya, dengan jumlah reponden 200 orang. Alat

analisis yang digunakan adalah model ekonometrika, dan

model Linear Programming Pola Usahatani Terpadu Padi-

Ternak (MLUPT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adopsi

usahatani terpadu Padi-Ternak cukup tinggi, dibuktikan

336 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

besarnya jumlah petani yang mengadopsi (70%). Faktor-faktor

yang secara signifikan mempengaruhi petani dalam

mengadopsi adalah penggunaan pupuk organik dan tenaga

kerja suami untuk usaha ternak sapi, serta pendapatan

usahatani dan produksi padi. Simulasi MLPUT Padi-Ternak

menunjukkan penambahan nilai salah satu peubah mampu

meningkatkan pendapatan secara optimal. Peningkatan luas

lahan adalah hal yang sulit dilakukan karena lahan yang ada

terkonversi untuk kegiatan lain. Peningkatan jumlah sapi

adalah pilihan yang paling logis, karena hasil simulasi

menunjukkan dengan luas lahan minimal di lokasi penelitian

(0,028 Ha) dengan kepemilikan ternak 2 ekor sapi, telah

mampu meningkatkan pendapatan menjadi Rp 20,1 juta dari

sebelumnya hanya Rp 12,45 juta, meskipun hanya memiliki 1

ekor sapi.

Kata kunci: Sistem usahatani terpadu, padi, sapi, pendapatan

petani.

ABSTRACT

Integrated farming pattern is the pattern of farming mix of

various commodities are expected to increase the synergies

between crop and livestock thereby increasing the productivity

and income of farmers. This pattern is expected to also be a

solution for the agricultural system that is free of chemicals.

This study aims to identify and analyze the factors that affect

farmers' decisions, modeling, and integrated farming effect on

revenues and Farmers Exchange Rate. The activities carried

out in three districts in West Java, namely Subang, Sumedang

and Tasikmalaya, the number of respondents 200 people. The

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 337

analytical tool used is an econometric model, and the model of

Linear Programming Patterns Integrated Rice-Livestock

Farming (MLUPT). The results showed that the adoption of

Integrated Rice-Livestock farming is high, evidenced the large

number of farmers who adopted (70%). Factors significantly

affecting farmers in adopting the use of organic fertilizer and

labor husband's cattle business, as well as farm income and

rice production. Rice-Livestock MLPUT simulation shows the

addition of the value of one variable is able to increase

revenue optimally. Increased land area is a difficult thing to do

because the land is converted to other activities. Increasing

the number of cows is the most logical choice, because the

simulation results show with a minimum land area of the study

sites (0.028 Ha) with livestock ownership two cows, has been

able to increase revenue to Rp 20.1 million from the previous

Rp 12.45 million, despite only having one head of cattle.

Keywords: Integrated farming systems, rice, beef, farmers'

income.

338 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

MODEL KELEMBAGAAN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI

PANGAN SKALA UMKM UNTUK MEMPERKUAT

KEMITRAAN DAN JARINGAN DI PROVINSI LAMPUNG

MODEL INSTITUTIONAL FOOD SUPPLY CHAIN

AGROINDUSTRI SMES SCALE FOR STRENGTHENING

PARTNERSHIPS AND NETWORKS IN THE PROVINCE LAMPUNG

Muhammad Irfan Affandi1), Sussi Astuti1), Firdausil A. Ben2)

1) Universitas Lampung

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Agroindustri pangan memiliki peluang dalam peningkatan

pendapatan petani, nilai tambah produk tanaman pangan dan

perluasan kesempatan kerja di perdesaan. Peningkatan

pendapatan baik individu maupun kelompok usaha skala UKM

akan menekan kemiskinan, sehingga pengembangan

agroindustri pangan skala UKM mendukung konsep

pemerataan dan pertumbuhan ekonomi. Data statistik

menunjukkan bahwa dari jumlah industri sebanyak 51,26 juta

unit, industri menengah dan kecil berturut-turut adalah 39.660

unit (0,08%) dan 520.220 unit (1,01%), sedangkan sebanyak

50,7 juta unit (98,9%) adalah industri skala mikro. Sebanyak

53,57% dari semua usaha kecil dan mikro bergerak pada

bidang pangan dan pertanian. DiProvinsi Lampung,

berdasarkan analisis Tabel Input-Output Provinsi Lampung

tahun 2005, sumbangan output sektor-sektor agroindustri

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 339

adalah sekitar 28 persen. Pentingnya sektor agroindustri juga

terlihat dari nilai tambah yang diciptakan, yakni sebesar 23.3%

dari total nilai tambah sektor industri tahun 2004. Tujuan

penelitian adalah mengkaji model kelembagaan rantai pasok

agroindustri pangan skala UMKM guna memperkuat kemitraan

dan jaringan. Hasil penelitian mendapatkan bahwa nilai

tambah agroindustri pangan skala UKM berbasis klaster

memberikan rasio nilai tambah cukup besar. Besarnya nilai

tambah tergantung pada bahan baku yang digunakan, tenaga

kerja, upah tenaga kerja, harga output, harga bahan baku,

dan nilai input lain. Diversifikasi produk agroindustri pangan

skala UKM berbasis klaster di Propinsi Lampung layak secara

finansial. Kelayakan masih terjaga meskipun terjadi

peningkatan biaya produksi dan penurunan harga produksi

sebesar 20%. Pola rantai pasok bahan baku agroindustri

pangan skala UKM berkait dengan mitra tani dan pedagang

pengumpul/pemasok. Kelompok usaha bersama (KUB)

pengusaha agroindustri skala UKM mempunyai peranan yang

besar dalam mengembangkan agroindustri, sehingga dapat

berperan dalam introduksi teknologi. Introduksi teknologi yang

berhasil akan memperbesar skala usaha dan jaringan.

Kelembagaan rantai pasok agroindustri pangan skala UMKM

pada taraf informal model yaitu kontrak bahan baku dan

produksi secara informal dan musiman. Untuk agroindustri

pangan skala kecil didorong untuk kontrak farming yang lebih

maju.

Kata kunci: Agroindustri, rantai pasok, nilai tambah, provinsi

Lampung.

340 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

ABSTRACT

Food agro-industry has the opportunity to increase farmers'

income, value-added products of food crops and expansion of

employment opportunities in rural areas. Increased revenue

both individual and group business scale of SMEs will reduce

poverty, so the development of agro-food SMEs scale supports

the concept of equity and economic growth. Statistics show

that of the total amount of 51.26 million units industry, small

and medium industries are respectively 39 660 units (0.08%)

and 520 220 units (1.01%), while as many as 50.7 million

units (98, 9%) are micro-scale industries. A total of 53.57% of

all micro and small enterprises engaged in the field of food and

agriculture. In Lampung Province, based on the analysis of the

Input-Output Tables of Lampung Province in 2005, the

contribution of the sectors of agro-industry output is about 28

percent. The importance of agro-industry sector is also visible

from the value added created, which amounted to 23.3% of

the total value added of industrial sector in 2004. The purpose

of the study is to assess the institutional model of agro-food

supply chain scale of SMEs in order to strengthen partnerships

and networks. Results of the study found that the value-added

agro-food scale cluster-based SME provides added value ratio

is quite large. The amount of added value depending on the

raw materials used, labor, labor, output prices, raw material

prices and other input values. Diversification of agro-food

products based clusters scale SMEs in Lampung province

financially feasible. Feasibility still maintained despite an

increase in production costs and a decrease in the price of

production by 20%. Raw material supply chain pattern scale

agro-food SMEs in relation to farm partners and traders. Group

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 341

joint venture (KUB) SME scale agro-industry entrepreneurs

have a major role in developing agro-industry, so that it can

play a role in the introduction of technology. Successful

introduction of technology will increase the scale of operations

and jaringan.Kelembagaan agro-food supply chain at the level

of informal SMEs scale models of raw materials and production

contracts are informal and seasonal. For small-scale agro-food

encouraged to contract farming more advanced.

Keywords: agro-industry, supply chain, value-added, Lampung

province.

Gambar 1. Pembuatan keripik Gambar 2. Keripik singkong

Singkong dalam kemasan

342 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN SISTEM KETAHANAN PANGAN

RUMAH TANGGA MISKIN DAN RAWAN PANGAN PADA

TIGA TIPE AGROEKOSISTEM DI SULAWESI SELATAN

DEVELOPMENTOF FOOD SECURITYSYSTEMSOF

POORANDVULNERABLEHOUSEHOLDSINTHREE TYPES

OFAGROECOSYSTEMSINSOUTHSULAWESI

Mais Ilsan1), Nurliani Karman1), Azis Bilang2), Tajidan3)

1) Universitas Muslim Indonesia Makassar

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Mataram

ABSTRAK

Ketahanan pangan menurut UU No. 18 tahun 2012 adalah

kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan

perseorangan, yang tercermin dari ketersediaan pangan yang

cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi,

merata, terjangkau sesuai dengan keyakinan dan budaya

masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif

secara berkesinambungan. Penelitian ini bertujuan mengkaji

karakteristik sosial ekonomi dan kearifan lokal yang terkait

dengan ketahanan pangan rumah tangga, menghasilkan

indikator ketahanan pangan rumah tangga, serta mengkaji

kebijakan dalam pengembangan ketahanan pangan rumah

tangga miskin dan rawan pangan di Sulawesi Selatan. Lokasi

penelitian ditentukan dengan metode multistage sampling,

sedangkan untuk responden menggunakan systematic

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 343

sampling. Metode analisis data yang digunakan meliputi

analisis deskriptif, analisis derajat ketahanan pangan rumah

tangga, serta analisis statistik dengan menggunakan

persamaan ekonometrik dan simulasi kebijakan. Komponen

sosial ekonomi yang terkait dengan pengembangan ketahanan

pangan rumah tangga yaitu pendidikan, jumlah tanggungan

keluarga, pendapatan, dan pekerjaan. Kearifan lokal yang

menonjol yaitu penyimpanan pangan, alokasi pendapatan istri

hanya untuk pangan, pola makan yang tidak beragam,

penganekaragaman pangan masih rendah, dan tudang

sipulung yang terkait dengan aspek budaya lokal sebelum

petani turun ke sawah. Tingkat ketahanan pangan rumah

tangga pada agroekosistem pesisir masih agak rawan,

sedangkan pada agroekosistem persawahan dan pegunungan

agak tahan pangan. Secara simultan ketahanan pangan rumah

tangga yang terdiri atas empat komponen dan 18 indikator

saling berpengaruh sehingga dalam menyusun kebijakan

ketahanan pangan rumah tangga perlu memerhatikan

variabel-variabel yang signifikan. Untuk meningkatkan

ketahanan pangan rumah tangga, pemerintah diharapkan

dapat merumuskan kebijakan berdasarkan agroekosistem.

Kata kunci: Ketahanan pangan, rumah tangga miskin, rumah

tangga rawan pangan, agrosistem, Sulawesi

Selatan.

ABSTRACT

According to Law No 18-2012, food security is a condition

when the need for food is fullfiled for the state and the people,

reflected in the availability of food both in quality and quantity,

344 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

safe, varied, nutritious, equal and reachable in accordance with

community culture and religion for sustainable healthy, active

and productive live. This research aimed to study the socio-

economic characters and indigenous knowledge related to

household food security, and to analyze the policy on

developing food security of poor household in South Sulawesi.

The locations of the survey were determined by multistage

sampling, whereas the respondents were determined by

systematic sampling. The data were analyzed by descriptive

method, household degree of food security analysis and

econometrics, and policy simulation. The socio-economic

components related to household food security are education,

number of dependants, income, and work performance. The

significant indigenous knowledges are food reserve, wife’s

income allocated only for food, non-diverse food pattern and

less food diversity, and the tudangsipulung, a local tradition of

farmers before going to the field. Results of the study

indicated that food security of household in coastal

agroecosystem was still weak, whereas that in paddy-field and

mountaineous agroecosystem was relatively strong. The four

components and 18 indicators of food security were

simultaneously affecting food security, so that to formulate

policy for household food security we need to include

significant variables. To strengthen the household food

security, the government needs to formulate policy based on

agroecosystem.

Keywords: Food security, poor households, food vulnerable

household, agroecosystems, South Sulawesi

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 345

346 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN DESAIN POMPA RODA AIR UNTUK

PETANI DAERAH RAWA PENING KABUPATEN

AMBARAWA

DEVELOPMENT DESIGN WHEEL PUMP WATER FOR FARMERS

OF SWAMP REEL

DISTRICT AMBARAWA

Sunarwo1), Indrie Ambarsari2), Sahid3), Yusuf Umardani1), Agus

Sutanto3)

1) Politeknik Negeri Semarang

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Diponegoro

ABSTRAK

Petani di daerah Rawa Pening-Ambarawa sangat tergantung

pada bahan bakar minyak untuk memompa air, untuk itu perlu

dikembangkan Desain Pompa roda air memanfaatkan angin

sebagai sumber tenaga. Pompa roda air dirancang dan dibuat

dengan bahan dari stainless steel, corong atau mangkok air

dari pipa PVC, selang fleksibel, katub searah, silinder

pengumpul, poros utama dari ST 60, dudukan poros, dan roda

gigi. Dimensi ditentukan berdasarkan hasil uji turbin angin.

Pengukuran yang dilakukan pada musim kemarau bulan Mei-

Agustus 2013 didapatkan rata-rata kecepatan angin adalah 5

m/s hingga 12 m/s. Potensi ini cukup memadai untuk

menggerakkan sebuah turbin angina yang akan dijadikan

sebagai penggerak pompa roda air. Berdasarkan alat uji

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 347

Blower yang terdapat di Laboratorium Teknik Konversi Energi

POLINES, diperoleh dimensi dan jenis bahan sesuai dengan

harapan. Komponen utama turbin angin terdiri dari sudu turbin

NACA 4415, poros turbin, system transmisi roda gigi, dan

rangka. Diameter turbin angin 70 cm. Hasil uji di

representasikan dalam bentuk grafik karakteristik turbin

angina. Coeffitient power turbin angin horisontal tertinggi yang

di hasilkan adalah ketika sudu terpasang pada sudut serang 50

dan pada kecepatan angin 9 m/s yaitu 0,156. Daya mekanik

tertinggi pada turbin angin horisontal terjadi ketika sudu

terpasang pada sudut serang 50 dan pada kecepatan angin 12

m/s dengan daya mekanik 49,316 watt. Uji terhadap system

pompa roda air didapatkan pompa roda air dengan jumlah

masukan 5 buah memiliki kinerja paling baik. Hal ini bisa

dilihat dari debit air yang dihasilkan, yaitu 0,14 liter per detik.

Kata kunci: Desain, Pompa, Air, petani, Rawa Pening,

Ambarawa.

ABSTRACT

Farmers in the area of Rawa Pening (Ambarawa) highly

dependent on fuel oil for pumping water, so that, it was

necessary to develop a water wheel pump design utilizing wind

as an energy source. Pump water wheel was designed and

made with materials from stainless steel, funnel or bowl of

water from pvc pipes, flexible hoses, unidirectional valve,

cylinder collectors, the main axis of st 60, the holder axis, and

gears. Dimensions determined based on the results of the test

wind turbine. Measurements which conducted during the dry

season from may to August 2013 obtained an average wind

348 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

velocity was 5 m/s to 12 m/s. This potency sufficient to drive a

wind turbine which will used as a water pump impeller wheels.

Based on test equipment blower located polines energy

conversion engineering laboratory, acquired dimensions and

types of materials in line with expectations. The main

components of a wind turbine consisted of turbine blade naca

4415, the turbine shaft, gear transmission system, and frame.

Wind turbine diameter of 70 cm. The test results be

represented in graphic form the wind turbine characteristics.

Coefficient highest horizontal wind turbine power generated

when the blade was mounted on the angle of attack of 50 and

at a wind velocity 9 m/s which was 0.156. The highest

mechanical power at wind turbine blades installed horizontally

occurs when the attack angle of 50 and on wind speed of 12

m/s with 49.316 watts of mechanical power. Trials to the

system pumps water wheel obtained that the best

performance pump water wheels by the number of pieces of

input 5. This could be seen from the debit water produced,

which is 0.14 liters per second.

Keywords: Design, Pumps, Water, Farmers, Rawa-Pening,

Ambarawa.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 349

350 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

RANCANG BANGUN SISTEM PENGERING GABAH

BERBAHAN BAKAR SEKAM DENGAN MEDIA UDARA

YANG DIDEHUMIDIFIKASI ZEOLITE

SYSTEM DESIGN BASED FUEL SEKAM GABAH DRYER WITH

THE MEDIA AIR DIDEHUMIDIFIKASI ZEOLITE

Mohamad Djaeni1), Jumali2), Laeli Kurniasari3), Wiratno2),

Ratnawati1)

1) Universitas Diponegoro

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Wahid Hasyim Semarang

ABSTRAK

Pengeringan gabah sangat menentukan kualitas beras yang

dihasilkannya. Kualitas gabah hasil pengeringan matahari

sangat dipengaruhi oleh cuaca baik kontinyuitas maupun

kualitasnya. Sementara pengering unggun terfluidisasi

(konvensional) boros energi serta kualitas gabah mengalami

penurunan akibat intervensi panas. Penelitian bertujuan

meningkatkan energi efisiensi proses pengeringan gabah dari

50% menjadi 90%, meningkatkan mutu gabah kering (kadar

air 12%) dengan meminimalisasi kebutuhan energi dan

terjadinya degradasi nutrisi, serta mendesain unit pengeringan

yang fisibel, serta handal untuk industri dan UKM. Kegiatan ini

bertujuan meningkatkan kualitas dan efisiensi pengeringan

gabah. Dalam penelitian ini digunakan zeolite untuk

meningkatkan driving force pengeringan serta bahan bakar

gabah untuk menghemat biaya. Kegiatan penelitian tahun

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 351

pertama telah berhasil mendesain pengeringan berkapasitas 5

kg, evaluasi pengeringan yang meliputi kualitas fisik, kimia dan

bilogi beras, serta energi efisien. Pada tahun kedua meliputi

modifikasi sekam sebagai bahan bakar, scale-up pengering

berkapasitas 500 kg/jam, optimasi proses, dan evaluasi

fisibilitas. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa pengering gabah

dengan zeolite telah mampu mempertahankan mutu gabah

pada suhu operasi dibawah 80oC. Semakin tinggi suhu maka

proses pengeringan semakin cepat, namun kualitas fisik dan

nutrisi gabah akan menurun. Hasil telah menunjukkan bahwa

prosentase beras kepala mampu mencapi 80%, dan

kandungan nutrisi tidak berubah. Bahkan swelling power beras

menjadi nasi tetap tinggi yaitu sekitar 4. Energi efisieni juga

telah dilakukan evaluasi yang menunjukkan bahwa energi

efisiensi akan meningkat dengan bertambahnya padi dalam

unggun pengering. Namun semakin banyak padi, proses

fluidisasi tidak terjadi, dan hasil kadar air padi menjadi tidak

homogen, dan tidak kering (belum mencapai 14%). Hasil yang

paling rasional didapat dengan kapasitas 2.0/batch atau 5.0

kg/jam, dengan kecepatan udara 10 m.s-1 dan kisaran suhu

50- 60oC. Pada kondisi ini, kadar air dalam gabah mampu

mencapai 14%, dengan waktu operasi 40 menit, serta efisiensi

energi 70-75%.

Kata kunci: Mesin pengering gabah, bahan baku sekam,

zeolite.

ABSTRACT

Grain drying largely determines the quality of the rice it

produces. Sun dried grain quality results strongly influenced by

352 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

the weather both continuity and quality. While fluidized bed

dryer (conventional) energy-intensive and grain quality has

decreased due to the intervention of heat. Research aimed at

improving the energy efficiency of the drying process of grain

from 50% to 90%, improve the quality of dried grain (moisture

content 12%) to minimize energy requirements and nutrient

degradation, as well as designing the drying unit feasible and

reliable for industry and SMEs. This activity aims to improve

the quality and efficiency of grain drying. Zeolite used in this

study to enhance the driving force of grain drying and fuel to

save costs. The first year of research activities have been

successful in designing a drying capacity of 5 kg, drying

evaluation covering physical, chemical and biology of rice, as

well as energy efisienai. In the second year includes

modifications husk as fuel, scale-up Dryer capacity of 500

kg/h, process optimization, and evaluation of feasibility.

Results of the evaluation showed that grain dryers with zeolite

have been able to maintain the quality of grain at

temperatures below 80 °C operation. The higher the

temperature the faster the drying process, but the physical

and nutritional quality of grain will decrease. Results have

shown that the percentage of head rice is able to peak at

80%, and nutrient content has not changed. Even the swelling

power of rice into the rice remained high at around 4. Efisieni

energy has also been carried out evaluation shows that energy

efficiency will be increased by increasing the rice in the dryer

bed. But more and more rice, fluidization process does not

occur, and the results of the water content of the rice becomes

not homogeneous, and not dry (not yet reached 14%). The

most rational results obtained with a capacity of 2.0/batch or

5.0 kg/hour, with the air speed of 10 ms-1 and a temperature

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 353

range of 50 - 60 °C. In this condition, the water content in the

grain is able to reach 14%, with an operating time of 40

minutes, as well as energy efficiency of 70-75%.

Keywords: Grain dryers machines, raw materials chaff, zeolite.

Gambar 1. Alat pengering adsorpsi Gambar 2. Periksaan alat dengan zeolite

354 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PERANCANGAN KERTAS AKTIF PEMBRONGSONG

MANGGA SERTA MESIN PEMBRONGSONG DAN

PEMANEN MANGGA BERBASIS MIKROKONTROL

DESIGN ON PAPER AS WRAPPING MANGO FRUIT, AND

MICROCONTROL ENGINE FOR WRAPPING AND HARVESTERS

MANGO

Margaretha Tuti Susanti1), Rostaman2), Dwi Nugraheni3)

1) Universitas Diponegoro

2) Universitas Jenderal Soedirman 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Abstrak

Salah satu melindungi buah mangga dari serangan hama

penyakit adalah melalui pembrongsongan, dimana ada banyak

bahan yang secara teoritis dapat digunakan. Penelitian ini

mempelajari penggunaan kertas aktif sebagai bahan

pembrongsong mangga untuk menghambat pertumbuhan

jamur C. Gloesporoides dan melindungi buah dari serangan

lalat buah melalui peningkatan kekuatan serat kraft dengan

1,5% kitosan melalui pengikatan silang. Bahan penelitian

mencakup campuran minyak serai, kemangi, cengkeh, dan

kayumanis dengan perbandingan 1:1:1:2 dan konsentrasi

2,5%. Bahan ini digunakan untuk inkorporasi dengan selulosa-

kitosan untuk menghasilkan kertas aktif. Kantong

pembrongsong dari kertas aktif berukuran 20 x 25 cm

diaplikasikan di kebun mangga di daerah Rembang. Kertas

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 355

aktif yang dihasilkan mempunyai karakteristik tebal 0,19 mm,

gramatur 123,76 gr/m2; kuat tarik 5217,56 x 106 N/m2;

densitas 662,34 gr/mm3; ketahanan sobek 836 mN;

ketahanan pecah 299,82 Kpa, ketahanan lipat 17 kali; WVTR

12,52 gr/m2/24 jam, konstanta laju, k : -0,4232/hari; koefisien

difusi : 0,757 x 10-6 mm2/hari; bilangan Savoie kl2/D =

16,1516. Angka-angka tersebut mennjukkan karakteristik

kertas aktif, dimana senyawa aktif dapat diserap dan dapat

dimanfaatkan untuk penghambatan jamur C. Gloesporoides.

serta mampu digunakan sebagai bahan pembrongosng. Hasil

penelitian mendapatkan bahwa mangga yang dibrongsong

berwarna hijau bersih, tidak timbul spot hitam oleh C.

Gloesporoides maupun busuk oleh lalat buah dibandingkan

mangga kontrol (tidak dibrongsong). Kantong pembrongsong

tidak mengalami kerusakan setelah digunakan selama 2 bulan.

Kata kunci: Buah mangga, kertas aktif, pembrongsong buah

mangga.

ABSTRACT

One protect mangoes from pest attack is through packaging,

where there is a lot of material that could theoretically be

used. This research studied the use of the active paper as

wrapping material mangoes to inhibit the growth of fungi C.

Gloesporoides and protect the fruit from fruit fly attacks

through increased strength kraft fibers with 1.5% chitosan via

crosslinking. The research material includes a mixture of

citronella oil, basil, clove, and cinnamon with a ratio of 1: 1: 1:

2 and a concentration of 2.5%. This material is used for the

incorporation of the cellulose-chitosan to produce active paper.

356 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Wrapping paper bags of active measuring 20 x 25 cm was

applied in a mango orchard in the area of Rembang. The

resulting active paper has the characteristics of 0.19 mm thick,

grammage 123.76 gr/m2; 5217.56 x tensile strength of 106

N/m2; the density of 662.34 gr/mm 3; 836 mN tear resistance;

299.82 kPa breakage resistance, folding endurance 17 times;

WVTR 12.52 g/m2/24 h, the rate constant, k: -0.4232/day;

diffusion coefficient: 0.757 x 10-6 mm2/day; Savoie numbers

kl2/D = 16.1516. Those figures mennjukkan active paper

characteristics, wherein the active compound can be absorbed

and can be used for inhibiting fungal C. Gloesporoides. and

capable of being used as a wrapping material. Results of the

study found that green mango wrapped in clean, do not arise

by C. Gloesporoides black spots and rot than mango fruit fly

control (not dibrongsong). Wrapping bag suffered no damage

after being used for 2 months.

Keywords: Mango, active paper, mangoes wrapping.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 357

RANCANG BANGUN PIRANTI LUNAK CERDAS YANG

DILENGKAPI DENGAN GPS (GLOBAL POSITIONING

SYSTEM) UNTUK MENDETEKSI DAN PENANGANAN

DINI PENYAKIT SAPI

DEVELOPING MOBILE INTELLIGENT SOFTWARE WITH

GLOBAL POSITIONING SYSTEM FOR COW DESEASES

DIAGNOSIS AND FIRST AID ACTION SUGGESTION

Wiwik Anggraeni1), Darminto2), Sudjono3), M. Adji Firmansyah4),

Fahri Reza3) 1) Institut Teknologi Sepuluh Nopember

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Kementerian Riset dan Teknologi

4) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Malang, Jawa Timur

ABSTRAK

Kebutuhan daging dan susu Indonesia masih tergantung dari

impor. Penggunaan teknologi informasi yang tepat guna, yaitu

dengan piranti lunak cerdas yang dapat digunakan oleh

peternak sapi untuk mendeteksi penyakit dan membantu

melakukan penanganan dini pada penyakit sapi, dan

memantau tingkat perkembangan penyakit sapi di suatu

daerah sehingga bantuan yang diberikan dapat tepat sasaran.

Piranti lunak cerdas dikembangkan dengan menggunakan

metodologi prototyping. Sedangkan metode yang digunakan

adalah sistem cerdas dengan teknik representasi yang yang

dihasilkan dari Fuzzy Neural Network pada penelitian

sebelumnya dan dikembangkan sebagai piranti lunak GIS

358 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

(Geographic Information System) berbasis mobile dalam

sistem operasi berbasis android dengan menggunakan

teknologi Google Maps. Hasil dari penelitian ini adalah piranti

lunak sistem cerdas berbasis mobile yang dikembangkan

dalam sistem operasi android sehingga bisa diakses dengan

menggunakan handphone pintar berbasis android. Dengan

piranti lunak ini dapat dilihat persebaran penyakit sapi dalam

bentuk peta. Dari hasil uji coba didapatkan bahwa sistem

cerdas ini mampu mendeteksi posisi penyakit sapi secara tepat

dan akurat.

Kata kunci: Rancang bangun, piranti lunak cerdas, penyakit

sapi.

ABSTRACT

Demand for meat and dairy Indonesia is still dependent on

imports. The use of appropriate information technology, ie

with intelligent software that can be used by cattle breeders to

detect diseases early and help handling the cow disease, and

to monitor disease progression rates of cattle in an area so

that the assistance provided can be precisely targeted.

Intelligent software developed using prototyping methodology.

While the methods used are intelligent systems with

techniques generated representation of Fuzzy Neural Network

on previous research and software developed as GIS

(Geographic Information System) based mobile operating

system based on Android using Google Maps technology.

Results from this study are software-based intelligent mobile

system developed in the android operating system that can be

accessed by using a smart phone based on Android. With this

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 359

software can be spread cow disease in the form of maps. From

the test results showed that the intelligent system is able to

detect the position of the cow disease and accurately.

Keywords: Design, intelligent, software, treatment, disease,

cattle.

360 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN SISTEM PENGERINGAN GABAH MANDIRI ENERGI MENGGUNAKAN SISTEM HEAT

PUMP ABSORPSI DAN PENGOPERASIAN TERKENDALI BERENERGI GASIFIKASI SEKAM

GABAH DRYING SYSTEM DEVELOPMENT SYSTEM USING

ENERGY SELF ABSORPTION HEAT PUMP AND OPERATION OF

CONTROLLED ENERGETIC GASIFICATION SEKAM

Leopold O. Nelwan1), I Dewa Made Subrata1), Dyah Wulandani1), Lilik

Tri Mulyantara2),

M. Jusuf Djafar3)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

ABSTRAK

Faktor utama keberhasilan operasional pengering artifisial

ditentukan oleh kondisi suhu, kelembaban udara dan laju

aliran udara. Sedangkan tingkat adopsi teknologi pengeringan

artifisial di masyarakat umumnya dipengaruhi oleh besarnya

biaya operasional. Penelitian ini untuk mendapatkan sistem

pengering berbiaya rendah dan mandiri energi. Alat pengering

menggunakan metode sub sistem heat pump absorpsi (hpa)

dan sub sistem gasifikasi menggunakan sekam. Hpa

merupakan sistem yang dapat memberikan output termal yang

lebih besar dibandingkan dengan input termal. Sub sistem

gasifikasi digunakan agar pengering tidak bergantung pada

bahan bakar konvensional ataupun jaringan listrik. Selanjutnya

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 361

sub sistem kendali digunakan untuk pemanfaatan yang hemat

energi. Pada tahun pertama penelitian, dilakukan simulasi

pengeringan gabah, hpa gasifikasi sekam dan membuat model

fisik dari sistem hpa. Hasil simulasi pengeringan menunjukkan

bahwa penurunan kelembaban mutlak yang sama akan

memberikan pengurangan waktu pengeringan yang jauh lebih

besar pada suhu udara yang rendah dibandingkan pada suhu

udara yang tinggi. Pada simulasi hpa, dengan laju aliran

larutan 4-10 g/s, total panas yang dapat dihasilkan dari input

0.93 kw adalah berkisar antara 1.5-1.75 kw pada suhu kira-

kira 37oc dengan suhu udara input 27oc. Enurunan kelembaban

mutlak udara oleh fungsi dehumidifier dari evaporator juga

terjadi dengan input 0.018 kg/kg u.k. Menjadi 0.0168 kg/kg

u.k. Hasil simulasi gasifikasi menunjukkan bahwa dengan laju

konsumsi sekam sebesar 0.83 kg per jam, limbah termalnya

memadai untuk sub-sistem hpa pada sistem pengering ini.

Laju gas yang dihasilkan setara dengan daya 1.8 kw yang

memadai untuk menggerakkan kipas pada sistem pengering.

Selain mandiri energi, walaupun sekam dihitung harga

komersialnya, biaya energi dari pengering ini lebih rendah (rp.

63.5/kg gabah) dibandingkan pengering konvensional (rp.

92/kg gabah). Alat pengering ini layak direkomendasikan ke

pengguna

Kata Kunci: Pengering artifisial, sistem gasifikasi, sistem heat

pump absorpsi.

ABSTRACT

The main factors of success is determined by artificially dryer

operating conditions of temperature, humidity and air flow

rate. While the adoption rate artificially drying technology in

362 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

society in general is influenced by the amount of operating

costs. This research is to obtain a low-cost system dryer and

energy independent. Drier using absorption heat pump sub-

system (HPA) and sub-systems using rice husk gasification.

HPA is a system that can provide greater thermal output than

the thermal input. Sub gasification system is used so that the

dryer did not rely on conventional fuels or electricity network.

Further sub control system used for the utilization of energy.

In the first study, conducted simulations of drying grain, husk

gasification HPA and create a physical model of the HPA

system. The simulation results showed that the decrease in

humidity drying the same absolute reduction in drying time will

provide much greater at low temperatures than at high

temperatures. In the simulation HPA, the solution flow rate of

4-10 g/s, the total heat that can be generated from 0.93 kW

input is ranging between 1.5-1.75 kW at a temperature of

approximately 37 °C with input air temperature 27 oC. A

decrease in the absolute humidity of air by a dehumidifier

function of the evaporator is also the case with the input of

0.018 kg/kg uk be 0.0168 kg/kg u.k. The simulation results

showed that the rate of gasification of rice husk consumption

of 0.83 kg per hour, waste thermal sub-system is adequate for

the HPA in this dryer system. The rate of gas produced is

equivalent to 1.8 kW power sufficient to drive the system fans

dryers. In addition to energy self-sufficient, although the husk

calculated commercial price, the cost of energy is lower dryer

(Rp. 63.5/kg of grain) than conventional dryers (Rp. 92/kg of

grain). This dryer worth recommended to the user.

Keywords: Artificial dryers, gasification systems, absorption

heat pump system

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 363

Gambar 1. Konstruksi pembangkit Gambar 2. Komponen- Udara terkendali komponen pembangkit udara

Gambar 3. Sistem HPA yang telah dikonstruksi

364 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN FLUIDIZED BED COMBUSTOR

DENGAN EFISIENSI PEMBAKARAN TINGGI UNTUK

RECOVERY SILIKA DARI LIMBAH SEKAM PADI

SEBAGAI FILLER KARET ALAM

DEVELOPMENT FLUIDIZED BED COMBUSTOR FIRING WITH

HIGH EFFICIENCY SILICA FOR THE RECOVERY OF WASTE

HUSK RICE AS NATURAL RUBBER FILLER

Andri Cahyo Kumoro1), Deddy Alharis Nasution2), Adi Cifriadi3)

1) Universitas Diponegoro

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) PT. Riset Perkebunan Nusantara

ABSTRAK

Sekam padi yang merupakan limbah industri penggilingan padi

terus melimpah seiring dengan meningkatnya produksi padi

dari tahun ke tahun. Setiap ton gabah kering giling

menghasilkan sekitar 200 kg sekam padi, dimana setiap ton

sekam padi setara dengan 84 gallon minyak bakar yang

mempunyai nilai kalor 140.000 BTU/gal. Sekam padi dapat

dimanfaatkan sebagai bahan bakar, sedangkan abu dari

pembakaran sekam dapat digunakan sebagai pupuk.

Walaupun dalam jumlah yang terbatas, sekam padi juga

digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pakan untuk

ternak potong dan unggas. Abu sekam padi yang merupakan

hamper 20% bagian dari sekam padi, sangat kaya akan

kandungan silica amorf dengan kadar SiO2 hidrat antara 70-

98%. Selain digunakan sebagai ameliorant pada tanah untuk

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 365

membantu memecah partikel butir tanah liat dan memperbaiki

strukturnya, abu sekam padi biasanya digunakan sebagai

sumber silika dalam pembuatan isolator pada industri baja dan

sebagai pozzolan pada industri semen. Silika juga dapat

dipergunakan sebagai filler dalam penguatan karet alam untuk

menghasilkan karet olahan yang transparan, mempunyai sifat

fisik dan mekanik yang bagus dan bernilai ekonomi tinggi.

Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh teknologi yang

unggul untuk memungut silika alami dari sekam padi dan

memanfaatkan silika alami sebagai filler penguat karet alam.

Sebagai penelitian tahun pertama, penelitian ini hanya

ditujukan untuk menghasilkan teknologi pembakaran sekam

padi dalam fluidized bed combustor (FBC), memperoleh abu

sekam padi yang kaya akan silica amorf dan memperoleh

kondisi operasi yang baik dan efisien untuk pembakaran sekam

padi dalam FBC. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap

yang meliputi karakterisasi sekam padi, perancangan dan

fabrikasi FBC, conditioning dan commissioning FBC,

pembakaran sekam padi dalam FBC dan karakterisasi abu

sekam padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan

mengubah nilai ketinggian pasir, suhu, laju alir udara dan

kelebihan udara, sekam padi dapat dibakar dalam FBC dengan

sangat efisien. Selain itu, abu sekam padi yang diperoleh dari

pembakaran sekam padi juga kaya akan silika amorf dan tidak

tercemar arang sekam padi. Kondisi operasi yang cukup baik

untuk membakar sekam padi dalam FBC adalah dengan

menggunakan kelebihan udara 20%, laju alir udara 3× laju

fluidisasi minimum campuran pasir-sekam padi (90:10-85:15),

ketinggian pasir 0,5 × diameter kolom FBC dan suhu 600oC.

Pada kondisi operasi tersebut FBC mampu bekerja dengan

efisiensi sekitar 99% dan menghasilkan abu sekam padi yang

366 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

kaya silika amorf (±93,75%) dengan cemaran arang sekam padi

kurang dari 3%. Penerapan teknologi FBC untuk membakar

limbah sekam padi diharapkan dapat mengurangi pencemaran

lingkungan oleh sekam padi. Penyempurnaan terhadap FBC

yang ada masih perlu dilakukan dengan memodifikasi

pengumpanan udara dan sekam padi, serta mengkaji lebih

detail peubah-peubah proses lain yang belum dikaji dalam

penelitian ini.

Kata kunci: Sekam padi, silika, filler karet alami.

ABSTRACT

Which is a waste rice husk rice milling industry continues to

overflow with the increase rice production from year to year.

Every ton of dry milled grain to produce about 200 kg of rice

husk, where each ton of rice husks is equivalent to 84 gallons

of fuel oil that has a calorific value of 140,000 BTU/gal. Rice

husk can be used as fuel, while the ash from burning husk can

be used as fertilizer. Although in limited amounts, rice husk is

also used as a raw material in the manufacture of feed for

cattle and poultry. Rice husk ash which is almost 20% share of

the rice husk, very rich in silica amorphous SiO2 hydrate levels

between 70-98%. Besides being used as ameliorant on the

ground to help break up the grains of clay particles and

improve its structure, rice husk ash as a source of silica is

typically used in the manufacture of insulators on the steel

industry and as a pozzolan in cement industry. Silica can also

be used as filler in natural rubber reinforcement to produce

processed rubber transparent, have physical and mechanical

properties are excellent and high economic value. This study

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 367

aimed to obtain superior technology to collect natural silica

from rice husk and utilize natural silica as a reinforcing filler

natural rubber. As the first year of the study, this research is

intended only to produce rice husk combustion technology in a

fluidized bed combustor (FBC), obtain rice husk ash rich in

silica amorphous and obtained good operating condition and

efficient for burning rice husk in FBC. The study was conducted

in several stages that include the characterization of rice husk,

the design and fabrication of FBC, FBC conditioning and

commissioning, the burning of rice husk in FBC and

characterization of rice husk ash. The results showed that by

changing the height sand value, temperature, air flow rate and

the excess air, rice husks can be burned in FBC with very

efficient. In addition, rice husk ash derived from burning rice

husks is also rich in amorphous silica and not tainted rice husk.

The operating conditions were pretty good for burning rice

husk in the FBC is to use 20% excess air, air flow rate of 3 ×

minimum fluidization rate-sand mixture of rice husk (90: 10-

85: 15), a height of 0.5 × diameter sand column FBC and

temperature of 600oC. In the operating conditions of the FBC is

able to work with an efficiency of around 99% and produce

rice husk ash-rich amorphous silica (± 93.75%) with rice husk

contamination of less than 3%. Application of FBC technology

to burn waste rice husk is expected to reduce environmental

pollution by rice husks. Completion of the FBC that there still

needs to be done by modifying the air feed and rice husks, as

well as examine in more detail the other process variables that

have not been examined in this study.

Keywords:Rice husks, silica, natural rubber filler.

368 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Gambar 1. Abu sekam padi hasil Gambar 2. Fluidized bed Hasil pembakaran pada suhu combustor sistim panas

550-600 ºC

Gambar 3. Fluidized bed combustor sistim dingin

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 369

POTENSI BAHAN PANGAN LOKAL BERBASIS TEPUNG (UBI JALAR, PISANG AMBON, KACANG MERAH BESAR)

SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN DARURAT UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN NASIONAL

POTENTIAL BASED LOCAL FOOD INGREDIENTS FLOUR

(SWEET POTATOES, BANANAS, RED BEANS LARGE) AS AN ALTERNATIVE TO FOOD EMERGENCY SUPPORT FOR

NATIONAL FOOD DIVERSIFICATION

Widi Hastuti1), Ridwan Rachmat2), Bonita Anjarsari3), Suparman1)

1) Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Pasundan

ABSTRAK Pangan darurat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan harian

energy dan zat gizi manusia bila terjadi bencana, terutama

untuk bayi dan balita, setara kandungan protein 10-15%,

lemak 35-45%, dan karbohidrat 40-50% dari total energi.

Penelitian pembuatan produk Banaris Bar dilaksanakan di

Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung,

sedangkan pembuatan tepung dilakukan di Laboratorium

Teknologi Pangan Universitas Pasundan, uji mutu dilakukan di

Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor. Formulasi

optimasi perlakuan suhu dan waktu pemanggangan dilakukan

dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM)

diperoleh 13 formula.Formulasi optimasi komposisi tepung

dilakukan dengan menggunakan mixture design diperoleh 16

370 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

formula. Hasil pengolahan dihasilkan tepung ubi jalar, pisang

ambon, dan kacang merah dengan masing2 rendemen

berurutan 20,0;16,0 dan 18,6%. Kondisi optimum suhu dan

waktu pemanggangan Banaris bar diperoleh pada suhu 105ºC

dan waktu 60 menit, menghasilkan tekstur agak renyah, warna

kuning kecoklatan, aroma langu sangat ringan, dan cocok

untuk bayi dan balita. Formula yaitu komposisi tepung ubi jalar

26%, tepung pisang ambon 19% dan tepung kacang merah

55% dengan nilai desirability 0,671, nilai sumbangan

makronutrien protein 8,3% (9,1 x 4 kkal/440) kandungan

lemak 43,2% (21,1 x 9 kkal/440) dan karbohidrat 48,6% (53,5

x 4 kkal/440),kandungan beta karoten 805 RE dan

fruktooligosakarida 0,5 g/100 g mencukupi untuk kebutuhan

bayi dan anak balita. Hasil uji organoleptik pada panelis balita

mmenyatakan suka sebanyak 56,0%, sangat suka 37,3% dan

tidak suka sebanyak 6,7%., hal ini menunjukkan produk

Banaris bar dapat diterima dan disukai oleh anak balita.

ABSTRACT

Emergency food is expected to fulfill daily nutricious energy for

human being during catastrophe, especially for babies and

infant, containing about 10-15% protein, 35-45% fat , and 40-

50% carbohidrate of totale energy. Research on Banaris Bar

(traditional food) product as emergency food has been carried

out, and continued in making process as well as testing of the

quality. On temperature and time baking optimation treatment

of formulation of the product using Response Surface

Methodology (RSM) were created 13 formulas, while on

powder composition optimation treatment using mixture

design were created 16 formulas. Rendement of sweet potato,

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 371

ambon banana, and red bean were respectivelly 20,0; 16,0

and 18,6%. Optimum temperature and baking time of Banaris

bar at 105 0C in 60 seconds were resulted product to be more

crispy texture, yellow brownish collor, very soft unpleasant

odor, which were very suitable for babies and infant. The

formula compossed sweet potatoes powder 26%, ambon

banana powder 19% and red bean powder 55% with

desirability value 0,671, value of macronutrient protein 8,3%

(9,1 x 4 kkal/440), fat content 43,2% (21,1 x 9 kkal/440) and

carbohidrate 48,6% (53,5 x 4 kkal/440), beta caroten 805 RE

and fruktooligosacharide 0,5 g/100 g are enough for babies

and infant nutrient. Organoleptic test to infant showed 56,0%

likely, 37,3% much like and 6,7% unlike, it means the product

of Banaris bar were accepted by infant.

Keywords: Emergency food, banaris bar, traditional food.

Gambar 1. Ubi jalar Gambar 2. Pisang Ambon

372 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Gambar 3. Kacang merah besar

Gambar 1. Ubi jalar

merah

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 373

PRODUKSI NANOPARTIKEL BERBASIS PATI GARUT, TAPIOKA DAN SAGU UNTUK BAHAN

PEMBAWA (CARRIER MATRIX) BAHAN AKTIF HERBAL DAN BAKTERI ASAM LAKTAT

PRODUCTION OF ARROWROOT, CASSAVA AND SAGO

STARCHES-BASED NANOPARTICLES FOR CARRIER MATRIXES

OF HERBAL ACTIVE COMPOUND AND LACTIC ACID BACTERIA

Titi Candra Sunarti1), Nur Richana2), Muhammad Nur Cahyanto3),

Christina Winarti2)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK

Pati alami mempunyai beberapa kelemahan sehingga perlu

dimodifikasi agar mempunyai karakteristik yang sesuai sebagai

bahan industri, antara lain dengan pembentukan nano partikel,

sehingga potensial sebagai bahan pembawa (carrier matrix).

Penggunaan matriks dapat melindungi bahan aktif dari oksidasi

serta mudah terdegradasi selama pengolahan, penyimpanan

atau dalam sistem pencernaan setelah dikonsumsi. Inkorporasi

komponen aktif dalam matriks dapat meningkatkan stabilitas

komponen, melindunginya dari lingkungan asam dari

pencernaan, dan menjamin pelepasannya dalam usus halus.

Enkapsulasi dapat mencegah persepsi rasa yang tidak

dikehendaki (pahit, sepat) dari komponen bioaktif.Tujuan dari

penelitian ini adalah: (1) Menghasilkan pati termodifikasi yang

sesuai untuk bahan matriks enkapsulasimelalaui modifikasi

374 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

ganda pati tapioka dan sagu, (2) Mengkarakterisasi pati

nanopartikel yang dihasilkan, (3) Menguji stabilitas dan

penghambatan enzim alfa glukosidase mikrokapsul ekstrak

sambiloto berbasis pati garut nanopartikel. Penelitian terdiri

dari:1. Penyiapan pati nano kristalin dari pati garut, sagu dan

tapioka, 2. Karakterisasi pati nano kristalin, yang meliputi

swelling power, kelarutan, morfologi, tipe kristalin dan

kapasitas pengikatan air dan minyak3. Produksi

nano/mikrokapsul menggunakan pati nanokristalin dan bahan

aktif menggunakan spray drier, 4. Karakterisasi

mikro/nanokapsul yang meliputi distribusi ukuran partikel,

morfologi dan efisiensi enkapsulasi. Partikel pati berukuran

nano, dihasilkan dari presipitasi menggunakan pelarut etanol.

Pada proses lintnerisasi, asam kuat menghidrolisis ikatan

glikosidik sehingga terbentuk amilosa dengan rantai lebih

pendek dan bobot molekul lebih rendah. Pengaruh lama waktu

lintnerisasi menghasilkan pati dengan sifat-sifat yang berbeda

dengan pati alami. Tingkat kelarutan dan swelling power pati

sagu yang telah mengalami proses lintnerisasi menjadi lebih

rendah dibandingkan dengan pati alaminya, sedangkan daya

serap pati terhadap air dan minyak cenderung meningkat.

Pada tapioka, tingkat kelarutan dan swelling power meningkat,

namun pada lama waktu lintnerisasi 2 jam sifat tersebut lebih

rendah dibandingkan pati alaminya. Untuk daya serap

terhadap air dan minyak, cenderung menurun apabila semakin

lama dihidrolisis.Ukuran partikel matrix nanopartikel yang

digunakan untuk mikrokapsul ekstrak sambiloto

memperlihatkan ukuran 150-160 nm, dan masih

memperlihatkan kemampuan untuk menekan kerja dari enzim

amiloglukosidase.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 375

Kata kunci: Pati nano kristalin, pati garut, pati sagu, tapioka,

matrix carrier

ABSTRACT

Limitations in native starch application need modification to

meet the industrial characteristics, by forming of nanoparticles

so that it is potential to be used as matrix carrier. Matrix

application for protecting the active compounds which is

sensitive to heat and oxidation, and easy to be degraded

during processing, storage, or in digestive system. Active

compounds incorporated into matrix can improve the

component stability, and protect it from acid condition in

digestive system, and control its release in duodenum which

usually absorb. Encapsulation can protect the undesirable of

bitterness of active compounds.The objectives of this study

were: (1) To obtain modified starch suitable for material matrix

for encapsulation, through dual modification of tapioca and

sago starch; (2) To characterize the nano particles obtained,

(3) To examine stability and alfa glucosidase enzyme inhibition

of andrographilide extract microcapsul based on arrowroot

starch nanoparticles. Four steps of researches were

undertaken: (1). Improvement of the preparation methods of

modified arrowroot, tapioca and sago starch by dual

modification methods, (2). Characterization of modified

starch/starch nanoparticles including swelling power, solubility,

morphology, crystalline type, water and oil binding capacity,

(3). Production of selected starch nanoparticle into

nano/microcapsul by incorporating active herbal ingredient and

lactic acid bacteria, using spray drying, (4). The resulted

nanoparticles are characterized their particle size distributions,

376 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

morphology, encapsulation efficiency and swelling properties.

Results indicated that the modified starch produced from two

step process, namely lintnerization and precipitation.

Lintnerization attacked the amorphous region of starch, and

remained in crystalline starch. This process did not change the

starch form and size. But for nano particles production,

precipitation conducted by organic solvent especially

ethanol.For lintnerization process, mineral acid hydrolyzed the

glycosidic linkages produced short-amylose chains and low

molecular polymer. Hydrolysis changes the starch

characteristics especially solubility and swelling power, and

water & oil binding capacity. Low degree of solubility and

swelling power of sago starch produced after lintnerization

compared to tapioca. Nano particles matrix carrier for

nano/micro encapsulation of andrografolid extract produced

150-160 nm of particles size, and the product showed the

ability to inhibit the amyloglucosidase activity.

Keywords: Starch nano crystalline particles, arrowroot starch,

sago, tapioca, matrix carrier.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 377

Gambar 1. SEM matriks pati nano kristalin dari pati garut presipitasi Etanol-Lintnerisasi 2,4, 6 dan 24 jam

Gambar 2. Penampakan morfologi mikrokapsul matriks pati

campuran maltodekstrim dan pati kristalin (perlakuan

dan lintnerisasi 24 jam) dan presipitasi nutanol 5% (A) dan 10% (B) dengan pembesaran 1000x

Gambar 3. Hasil FTIR pati alami, apti nano kristalin

dan mikrokapsul ekstrak sambiloto

A B

378 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

PENGEMBANGAN PANGAN FUNGSIONAL : BISKUIT

PROBIOTIK BERBASIS BLONDO UNTUK

PENINGKATAN STATUS GIZI DAN IMUN BALITA

GIZI KURANG DI PROPINSI SULAWESI SELATAN

DEVELOPMENTAL FORMULATION OF FUNCTIONAL BISCUIT:

PROBIOTIC AND BLONDO-BASED BISCUIT TO IMPROVE

NUTRITIONAL STATUS AND IMMUNITY OF UNDER FIVE

YEARS OLD CHILDREN IN SOUTH SULAWESI PROVINCE

Rimbawan1), Ikeu Tanziha1), Sri Usmiati2), Slamet Widodo3)

1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Universitas Negeri Makasar

ABSTRAK

Masalah gizi kurang, khususnya pada anak balita sering

dijumpai di beberapa wilayah Indonesia. Program intervensi

gzi melalui pemberian pangan merupakan salah satu alternatif

yang dapat diterapkan. Biskuit mempunya potensi untuk dapat

dimanfaatkan dalam program, karena proses distribusi yang

mudah, umur simpan yang relatif lama dan dapat diperkaya

dengan berbagai zat gizi. Blondo merupakan produk samping

pembuatan minyak kelapa yang mengandung banyak zat gizi.

Telah dilakukan penelitian pengembangan biskuit fungsional

berbasis blondo dan probiotik diperkaya dengan tepung ikan

gabus. Berdasarkan analisis organoleptik terpilih biskuit

dengan subsitusi blondo terhadap margarin sebesar 50% dan

tepung ikan gabus terhadap terigu sebesar 10%, dan

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 379

berdasarkan analisis proksimat secara umum memenuhi

standar nasional untuk biskuit dalam hal kadar air, abu, lemak,

energi dan protein. Dibandingkan dengan biskuit formula

standar dan biskuit substitusi blondo, hasil uji daya terima

formula biskuit dengan penambahan blondo, tepung ikan

gabus dan probiotik menunjukkan bahwa secara atribut

keseluruhan perlakuan tidak berpengaruh terhadap kesukaan

panelis. Analisis TPC keempat sampel biskuit menunjukkan

bahwa nilainya masih dibawah angka kritis (1,0 x 106 koloni/g)

berkisar < 2,5 x 102 sampai 6,0 x 104 koloni/g. Hasil analisis

bilangan TBA menunjukkan penyimpanan pada suhu 25, 35

dan 45 oC tidak mempengaruhi daya simpan biskuit. Biskuit

formula standar dan biskuit substitusi blondo mempunyai umur

simpan 41 minggu dan 54 minggu. Penambahan ikan gabus

menurunkan masa simpan biskuit menjadi 26 minggu pada

suhu penyimpanan 25 oC, 35oC dan 45 oC. Masa simpan ini

masih layak digunakan sebagai dasar untuk rencana intervensi

pemberian biskuit pada anak balita kurang gizi selama tiga

bulan.

Kata kunci: Biskuit, blondo, tepung ikan gabus, probiotik, masa

simpan.

ABSTRACTS

Under nutrition problems among children under five years old

are still prevalent in some areas of Indonesia. Undernutrition is

related to low immunity status. Food intervention is often

stability and applied to overcome nutrition problem. Biscuit is

potential to be used in this case because of its stability and

possibility to be enriched with many nutrients. Blondo is a side

product obtained from coconut oil extraction process. Nutrients

380 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

contained in blondo are potential to be used as one of raw

materials for making functional biscuit. Blondo can be included

to substitute margarine. In order to increase the functional

properties of biscuit, microencapsulated L. casei probiotic and

Channa striata fish flour are also included. Probiotic is applied

in the biscuit cream. Functional biscuit is expected to improve

nutrition status of under five years old children in South

Sulawesi Province. This research is aimed to develop functional

biscuit by including blondo, probiotic and Channa striata fish

flour a in various biscuit formulas. Organoleptic and

acceptability tests are performed by involving mothers who

have toddler in Pare-pare South Sulawesi as panelists.

Chemical, microbiological and storability are conducted as well

by performing proxymate analysis, TBA (2-thiobarbituric acid)

values, total plate count and storability estimation by using

mathematical approach using Arrhenius method. Proxymate

analyses reveals that moisture, ash, fat, calories, and protein

content of the selected biscuit comply with Indonesia’s

National Standard for Biscuits. The selected biscuit formula

based on organoleptic test are those with 50% substitution of

blondo to margarine, and 10% substitution of wheat flour to C.

striata fish flour. Based on acceptability test, the selected

biscuit formula has no effect for hedonic test of panelists

compared to standard formula. TPC analysis of the biscuit

samples indicates that its value remains below the critical

numbers (1.0 x 106 colonies/g). Results of the TBA numbers

and storage time analysis show that storing temperature at 25,

35 and 45 oC generally do not affect storability. Storability of

standard formula biscuit and blondo-based formula biscuit are

about 41 weeks and 54 weeks,respectively. C. striata fish flour,

however reduces the storability of biscuit. The blondobased

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 381

prebiotic biscuit resulted from this study has maximum

storability of 26 weeks. This period of storability is still suitable

for food intervention program that will last for 3 (three)

months in the next step of research.

Keywords: Biscuit, blondo, Channa striata fish flour, probiotic,

storability.

382 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

SINTESIS PRODUK MONO DAN DIASILGLISEROL (MDAG) DARI MINYAK BIJI PALA PAPUA

(MYRISTICA ARGENTEA) SEBAGAI EMULSIFIER DAN PENGAWET ALAMI

SYNTHESIS OF MONO AND DIACYLGLYCEROL (MDAG) FROM

PAPUA’S NUTMEG FIXED OIL (MYRISTICA ARGENTEA) AS

EMULSIFIER AND NATURAL PRESERVATIVE

Hernani1), Iceu Agustinisari1), Prima Luna2), Herlina Marta3)

1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

2) Institut Pertanian Bogor 3) Universitas Padjajaran

ABSTRAK

Pala Papua menghasilkan biji pala, fuli, minyak atsiri, daging

buah pala yang digunakan dalam industri pangan dan

minuman. Namun, pemanfaatan minyak pala sebagai

emulsifier dan pengawet alami belum dikembangkan. Minyak

pala jika disintesis dalam bentuk Mono dan Diasil Gliserol

(MDAG) melalui suatu reaksi gliserolisis enzimatis akan

menghasilkan suatu emulsifier yang bernilai tambah ekonomis

tinggi. Minyak pala sebagai minyak nabati merupakan

trigliserida yang kaya akan komponen bioaktif sehingga dalam

bentuk MDAG akan lebih efektif sebagai pengawet

alami.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan

emulsifier dan pengawet alami dari minyak pala dan gliserol.

Proses gliserolisis dilakukan dengan mereaksikan substrat yaitu

minyak pala dan gliserol. Minyak pala dan gliserol direaksikan

dalam tabung erlenmeyer sebanyak 1:5 (mol/mol substrat),

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 383

ditambah campuran pelarut heksan dan etanol (pelarut :

minyak 4:1), kemudian diagitasi menggunakan orbital shaker

dengan kecepatan 200 rpm. Reaksi dilakukan pada suhu 50ºC.

Setelah suhu reaksi yang diinginkan dalam rotary shaker

tercapai, ditambahkan enzim lipase dengan perbandingan 5%

(w/w minyak). Reaksi dibiarkan berjalan hingga 24 jam.

Kemudian produk dari enzim dipisahkan dengan cara disaring,

filtrat disentrifuse untuk memisahkan dari pelarut. Kemudian

larutan paling atas dipisahkan dan di uapkan dengan

pengurangan tekanan. Ekstrak kental yang di hasilkan

didiamkam selama 16-18 jam pada suhu 7oC untuk

mendapatkan kristal. Kristal yang di hasilkan merupakan

produk campuran MDAG. Response Surface Methodology

(RSM) dengan bantuan Central Composite Design (CCD).

Variabel yang digunakan pada perlakuan penelitian utama

adalah suhu dan waktu reaksi. Kondisi reaksi yang telah

didapatkan pada penelitian pendahuluan akan digunakan

sebagai titik optimum pada RSM. Berdasarkan kromatogram

spektrometri massa, MDAG yang dihasilkan masih tercampur

dengan senyawa lainnya. Hasil identifikasi menunjukkan

bahwa senyawa yang ada sebagian besar berupa asam lemak,

miristrin, safrol dan elemisin. Monoasilgliserol dari asam

miristat akan memberikan induk pada m/z 302. MDAG pada

penelitian ini merupakan hasil sintesa reaksi esterifikasi butter

oil dari biji pala dan gliserol dengan katalisator enzim lipase

Novozyme 435. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan,

pada perlakuan menggunakan enzim lipase 10% dengan

perbandingan pelarut 1:5 didapatkan MDAG dalam komposisi

produk sekitar 23,35% (dari hasil analisis GC-MS) dengan

waktu retensi yang diberikan adalah pada 12,72 menit.

384 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Kata kunci: Myristica argentea, gliserolisis, MDAG, emulsifier,

pengawet alami

ABSTRACT

Nutmeg produced seed, mace, oleoresin, and essential oil

which are used in food and beverage industry. Nutmeg oil has

not been utilized as a natural emulsifier and preservative.

Mono and Diacyl Glycerol (MDAG) from nutmeg oil can be

synthesized through enzymatic glicerolysis which generated

emulsifier which has high economic added value. Emulsifier

from MDAG is now a very important product in the food and

non food industry. Nutmeg oil as a vegetable oil rich in

triglycerides in the form of bioactive components that will be

more effective MDAG as a natural preservative instead. The

objectives of this study were to get emulsifiers and natural

preservative from nutmeg oil and glycerol. Gliserolisis process

is carried out by reacting the substrate nutmeg oil and

glycerol. Nutmeg oil and glycerol were reacted in erlenmeyer

tube as much as 1:5 (mol / mol substrate), then added a

mixture of hexane and ethanol, then agitated by using an

orbital shaker at a speed of 200 rpm. The reaction was

conducted at a temperature of 45-50o C. After reaching the

desired reaction temperature theh added by lipase enzyme

with a ratio of 5% ( w/w oil ). The reaction was allowed to

proceed up from 4-24 hours. Then the product of the enzyme

was filtered, the filtrate was centrifuged to separate from the

solvent. The supernatant was separated and evaporated. The

yield of extraction crystalized for 16-18 hours at a temperature

7 oC to obtain crystals. Crystal that produced a mixture of

products MDAG. Research variables were used in the

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 385

treatment of primary research were the temperature and

reaction time. Central Composite Design from Response

Surface Methodology (RSM) was employed to find optimum

point of primary research. Based on mass spectrometry

chromatogram, the MDAG produced was still low in purity, it

was still mixed with other compounds. Results from

identification of compounds showed fatty acids, myristrin,

safrole and elemisin. Monoacylglycerol of myristic acid was

available at m/z 302. Based on the results of preliminary

studies, the treatment using the enzyme lipase 10% with a

solvent ratio of 1: 5 MDAG in the composition of the products

obtained approximately 23.35% (from analysis of GC-MS) with

a retention time given is at 12.72 minutes.

Keywords: Myristica argentea, glyserolisis, MDAG, emulsifier,

natural preservatives

386 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

SIFAT FUNGSIONAL PROTEIN BLONDO VCO

(Virgin Coconut Oil) DAN HIDROLISATNYA SERTA

APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BISKUIT

FUNCTIONAL PROPERTIES OF PROTEINS BLONDO VCO

(VIRGIN COCONUT OIL) AND ITS HYDROLISATE AND

UTILIZATION IN MAKING BISCUITS

Siti Permatasari1), Pudji Hastuti2), Zainuri1), Setyadjit3)

1) Universitas Mataram 2) Universitas Gadjah Mada

3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Blondo VCO merupakan hasil samping dari pengolahan VCO

yang mengandung protein tinggi dan komposisi asam amino

yang cukup lengkap. Tujuan penelitian ini adalah untuk

memperoleh cara isolasi protein blondo yang memiliki sifat

fungsional protein yang terbaik. Penelitian ini terdiri atas tiga

tahapan : Tahap pertama yaitu pemisahan blondo pada

pembuatan VCO. Dalam penelitian ini akan menggunakan dua

metoda pembuatan VCO, yaitu pancingan dan pengadukan.

Tahap kedua yaitu pembuatan tepung blondo rendah lemak

dan tahap ketiga adalah pembuatan isolat protein blondo VCO.

Pembuatan isolat protein blondo VCO berdasarkan prinsip

pelarutan dan pengendapan pada titik isoelektrik, dengan

melihat profil kelarutan protein. Analisis yang dilakukan pada

blondo basah, tepung blondo rendah lemak antara lain kadar

protein, kadar lemak/minyak, dan N terlarut, analisis sifat-sifat

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 387

fungsional protein seperti aktivitas dan stabilitas emulsi,

aktivitas dan stabilitas buih, kemampuan penyerapan air,

kemampuan penyerapan minyak pada isolat protein blondo

VCO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 1). Cara

pancingan memberikan hasil blondo VCO sedikit lebih rendah

dari cara pengadukan, namun tepung blondo rendah lemak

yang dihasilkan lebih banyak dari cara pengadukan. 2). Kadar

air blondo dan tepung blondo rendah lemak baik cara

pancingan maupun pengadukan relatif sama, demikian juga

kadar lemak dan rendemennya sama. 3). Kadar protein pada

blondo dan tepung blondo rendah lemak cara pancingan lebih

tinggi dari cara pengadukan. 4). Pada tepung blondo rendah

lemak cara pancingan, diperoleh protein terlarut paling banyak

pada pH 10 dan protein terlarut paling sedikit pada pH 3,

sedangkan cara pengadukan pada pH 4. 5) Daya serap air

pada isolat protein blondo VCO cara pancingan sebesar

246,87% dan pada cara pengadukan 221,51%, keduanya

mirip dengan isolat protein kedele, sedangkan daya serap

minyaknya cukup rendah sekitar 93,93-98,36%. 6). Nilai

aktifitas emulsi dan stabilitas emulsi pada isolat protein cara

pancingan lebih tinggi dari cara pengadukan.

Kata Kunci: Nlondo, isolat protein, sifat fungsional protein.

ABSTRACT

Blondo VCO is a byproduct of the processing of VCO which

contains high protein and amino acid composition quite

complete. The purpose of this study was to obtain method for

protein isolation from blondo that has the best functional

properties as proteins. This study consists of three stages :

The first stage is to separate the blondo on making the VCO.

388 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

This research will use two methods of making the VCO , i.e

inducement and stirring, the second stage is the manufacture

of low-fat blondo flour, and third stage is the manufacture of

blondo VCO isolated protein. Preparation of protein isolates

blondo VCO based on the principle of dissolution and

precipitation at the isoelectric point by looking at the protein

solubility profile. The analysis is performed on fresh blondo

and low-fat blondo flour, on levels of protein, fat / oil , and N

dissolved, the functional properties of proteins such as activity

and emulsion stability, activity and foam stability, the ability of

water absorption, and oil absorption capability VCO blondo

isolated protein. The results showed that: 1 ). inducement

yielded blondo VCO is slightly lower than by stirring method,

but yield of low-fat blondo flour was more than stirring; 2 )

water, fat content and yield of blondo and low fat blondo flour

resulted from both inducement and stirring was similar; 3 ).

protein content in the blondo flour and low-fat blondo flour

produced through inducement was higher than stirring. 4 ) In

the low-fat blondo flour obtained by inducement, the highest

solubility of protein obtained at pH 10 , while on by stirring

was at pH 11. The lowest solubility of proteins by inducement

occurred at pH 3 while stirring at pH 4. 5 ) water absorption of

protein isolated blondo VCO produced by inducement was

246.87 % and 221.51 % respectively, both similar to soy

protein isolate, while the oil absorption is quite low at around

93.93 to 98.36 % . 6 ) . Value emulsion activity and emulsion

stability of the protein isolates from inducement was higher

than stirring. Stability of the emulsion on blondo protein isolate

from inducementis is more stable than from stirring.

Keywords: Blondo (VCO byproduct), protein isolate, the

functional properties of proteins.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 389

FORTIFIKASI TEPUNG CAKALANG DAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PADA BERAS ANALOG

DAN BERAS ANALOG INSTAN BERBASIS

KARBOHIDRAT DARI TEPUNG LOKAL (SAGU DAN

AREN)

TUNA FLOUR FORTIFICATION AND ESTIMATING AGE

STOREGA OF RICE AND INSTANT RICE ANALOGUES BASED

ON CARBOHYDRATES OF LOCAL FLOURS

Indah Rodianawati1), Muhammad Assagaf2), Hamidin Rasulu3),

Marliani1), Erna Rusliana M. Saleh4)

1) Universitas Khairun Ternate 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3) Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Maluku Utara

4) Universitas Muhammadiyah Maluku Utara

ABSTRAK

Potensi sumber karbohidrat lokal (sagu dan aren) untuk

dijadikan beras analog dan beras analog instan sebagai

pengganti beras sangatlah menjanjikan untuk mengatasi

kekurangan beras di Maluku Utara. Tingginya kandungan

karbohidrat dan rendahnya nilai protein dan mineral dari beras

analog ini, menjadikan perlunya usaha peningkatkan nilai gizi

terutama protein dan mineral dengan cara fortifikasi

menggunakan tepung ikan cakalang (unggulan di Maluku

Utara). Tahap pertama penelitian ini dilakukan optimasi

formulasi dan ekstrusi proses untuk memproduksi beras

390 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

analog, kemudian dilanjutkan tahun ke dua dengan

pembuatan beras analog instan dan perkirakan umur simpan

beras dan analog analog beras instan aman untuk dikonsumsi

oleh konsumen. Analisis dilakukan terhadap beras analog yang

dihasilkan yaitu sifat fisik (kekerasan, warna, granula pati

menggunakan SEM, pengembangan volume dan penyerapan

air termasuk WSI (Water solubility Index) dan WAI (Water

Absorbance Index)), sifat kimia (kandungan karbohidrat,

protein, abu, lemak, serat makanan, amilosa dan amilopektin)

dan sifat organoleptik (tekstur, rasa, warna, dan aroma) beras

analog dan beras analog instan yang dihasilkan. Hasil

penelitian diperoleh formulasi dasar beras analog terbuat dari

tepung komposit (tepung mocaf + tepung jagung) 75% dan

tepung sagu 25% atau tepung aren 25% yang diekstruder

dengan kondisi hot ekstrusion. Nilai organoleptik dari beras

analog yang diperoleh adalah: aroma (2,80-3,40); bentuk

(2,53-3,60); warna (2,07-3,67) dan tekstur (3,20-4,13),

sedangkan nilai organoleptik untuk nasi beras analoh adalah:

rasa (2,33-3,20); aroma (2,53-3,27); warna (2,25-3,25); dan

tekstur (2,59-3,61). Dari kombinasi perlakuan kadar air dan

tepung ikan cakalang dengan metode RSM (Response Surface

Methodology) dan CCD (central composite design) nilai

organoleptik dapat ditingkatkan menjadi lebih disukai (4-5)

dengan memberikan perlakuan pada formula 1 kadar air

54,1421 % dan tepung ikan 2,17157%, sedangkan untuk

formula 2 dengan perlakuan kadar air 54,1421% dan tepung

ikan 7,82843 %. Pemberian perlakuan membuat beras analog

yang dihasilkan memiliki kadar air, kadar protein, kadar lemak

dan kadar amilopektin yang lebih rendah, sedangkan kadar

abu, kadar serat total, karbohidrat, kadar serat, dan kadar

amilosa yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan beras

sosoh. beras analog yang memiliki sifat kimia terbaik adalah

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 391

beras analog dengan formula A4 (kadar air 50 % dan tepung

ikan 7%). Hasil analisa SEM menunjukkan struktur permukaan

dari beras analog yang dibuat mewakili kombinasi dari struktur

bahan baku pembuatnya.

Kata kunci: Beras analog, beras analog instant, fortifikasi

tepung ikan cakalang, umur simpan

ABSTRACT

Potential local sources of carbohydrate (sago and palm) to be

made as rice and instant rice analogues as rice substitute is

very promising to solve the rice shortage in North Maluku. The

high content of carbohydrates and low in protein and mineral

values from the analog rice, made it important to enhance the

nutritional value especially protein and minerals by way of

using tuna flour fortification (which is abundant in North

Maluku ). Besides that estimating the shelf life of rice and

instant rice analogues is required for safe consumption by

consumers. The first phase of this research, was optimization

of formulation and extrusion process to produce analog rice,

then proceed to two years with the manufacture of analog

instant rice and estimate the shelf life of rice and instant rice

analog for safe consumption by consumers. Analysis was

conducted on physical properties (hardness, color, starch

granules using SEM, development and water absorption

volume includes WSI (Water solubility index) and WAI (Water

Absorbance Index)), chemical properties (carbohydrate,

protein, ash, fat, dietary fiber, amylose and amylopectin ) and

organoleptic properties ( texture , flavor , color , and aroma ).

Results of preliminary studies obtained conditions are hot

extrusion extruder screw speed is the speed of 45 Hz , 20 Hz

Cutter speed and temperature 73 ° C. Formula basic flour used

392 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

is two, fomula 1 consisted of 75 % composite flour ( mocaf

and corn ) flour plus palm 25 % and formula 2 consists of 75

% of composite flour ( mocaf and corn ) flour plus Sago 25 %.

The results of this study were obtained in the basic formulation

of rice flour is made from composite analog (mocaf flour +

corn flour) 75% and 25% corn starch 25% sugar or flour

extrusion diextruder with hot conditions. Organoleptic value of

rice obtained analogues are: aroma (2.80-3.40); forms (2.53-

3.60), color (2.07-3.67) and texture (3.20- 4.13), while the

organoleptic value for rice is rice analoh: flavor (2.33-3.20);

aroma (2.53 - 3.27), color (2.25 - 3.25), and texture (2,59 -

3.61). Of combined treatment of water content and starch

tuna with methods RSM (Response Surface Methodology) and

CCD (central composite design) organoleptic value can be

increased to more favored (4-5) to give preferential treatment

to the formula 1 (S) 54.1421% water content and 2.17157%

fish flour, while for formulas with treated water content 2

54.1421% and 7.82843% fish flour. The treatment resulted

moisture content, protein content, fat content and lower levels

of amylopectin lower than, in contrast to the ash content, total

fiber content, carbohydrates, fiber content, and amylose

content was higher than rice milling. The analog rice which has

the best chemical properties of rice is analogous to the formula

A4 (water content 50% and 7% fish flour). The SEM analysis

showed the surface structure of the rice analog represents a

combination of the structure of the raw material.

Keywords: Rice analog, instant rice analog, tuna fish

fortification, shelf life

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 393

PEMANFAATAN DFA III (DIFRUCTOSE ANHYDRIDE) DARI INULIN UMBI DAHLIA UNTUK MENINGKATKAN PENYERAPAN KALSIUM SEBAGAI

PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS

USING DFA III (DIFRUCTOSE ANHYDRIDE) FROM DAHLIA

TUBER INULIN TO IMPROVE CALCIUM ABSORPTION AS

OSTEOPOROSIS PREVENTION

Budi Setiawan1), Ainia Herminiati2), Sri Pudjiraharti3)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Umbi dahlia mempunyai potensi yang prospektif untuk

dikembangkan sebagai sumber bahan baku inulin yang bersifat

pangan fungsional. Salah satu produk turunan dari inulin

adalah Difructose Anhydride (DFA III), suatu senyawa

disakarida siklik yang dihasilkan melalui reaksi enzimatis dari

inulin menggunakan enzim inulinfruktotransferase

Nonomuraea sp. ID 06-A0189. DFA III memiliki karakteristik

yang baik sebagai bahan pangan, yaitu memiliki tingkat

kemanisan separuh kemanisan sukrosa, stabil terhadap panas,

asam, dan kadar air tinggi serta tahan terhadap reaksi

Maillard, juga terbukti dapat meningkatkan penyerapan

kalsium pada usus tikus, sapi, dan manusia. DFA III memiliki

prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai nutraceutical

pencegah osteoporosis. Penelitian bertujuan h untuk

394 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

memanfaatkan komponen bioaktif DFA III yang difortifikasikan

pada pangan fungsional sebagai pencegahan terhadap

osteoporosis. Tujuan khususnya adalah: (1) menganalisis

aplikasi DFA III dari inulin umbi dahlia dibandingkan dengan

DFA III dari inulin umbi chicory, yang difortifikasikan pada

yoghurt instan, (2) menduga umur simpan yoghurt instan yang

telah difortifikasi DFA III dengan metode akselerasi, dan (3)

menganalisis pembuatan model tikus jenis Sprague dawley

usia pramenopause yang mengalami defisiensi kalsium.

Metode penelitian meliputi: (1) pembuatan Difructose

Anhydride III (DFA) dari umbi dahlia; (2) pembuatan yoghurt

instan yang difortifikasi dengan DFA III dan tanpa fortifikasi,

pengujian sifat fisiko kimia, dan pengujian organoleptik

berdasarkan tingkat kesukaan/hedonik; (3) pengujian daya

simpan produk yoghurt instan yang difortifikasi DFA III

menggunakan metode akselerasi; dan (4) pembuatan model

tikus defisiensi kalsium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

umbi dahlia dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku

pembuatan DFA III. Pembuatan DFA III dari umbi dahlia

dalam bentuk tepung menghasilkan rendemen 9,3%. Yoghurt

instan yang difortifikasi dengan DFA III dari umbi dahlia

menghasilkan rendemen 12,04%, kadar air 7,89%, kadar abu

3,43%, kadar protein 12,43%, kadar lemak 1,22%, kadar

karbohidrat 75,02%, pH 3,9, keasaman sebagai asam laktat

0,47%, dan viabilitas bakteri asam laktat 1,20 x 107 cfu/g.

Pengujian organoleptik menggunakan 45 panelis semitrlatih

untuk penilaian aroma dan warna menunjukkan kriteria suka,

untuk tekstur dan rasa menunjukkan kriteria agak suka.

Berdasarkan hasil analisis daya simpan, fortifikasi dengan DFA

III mampu meningkatkan daya simpan produk yoghurt instan

hingga dua kali lipat pada yoghurt instan yang difortifikasi

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 395

dengan DFA III dari umbi dahlia. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa yoghurt yang difortifikasi dengan DFA III mempunyai

dugaan daya simpan lebih lama dibandingkan dengan kontrol

(tanpa fortifikasi). Yoghurt instan yang difortifikasi dengan DFA

III dari umbi dahlia mempunyai dugaan daya simpan paling

lama yaitu 18,2 bulan pada suhu 30oC (suhu ruang),

dibandingkan dengan yoghurt instan yang difortifikasi dengan

DFA III dari umbi chicory yang mempunyai dugaan daya

simpan 11,3 bulan pada suhu yang sama. DFA III berfungsi

sebagai prebiotik pada produk yoghurt instan. Dengan adanya

fortifikasi tersebut, bakteri asam laktat sebagai probiotik

mempunyai kemampuan hidup lebih lama karena ada media

prebiotik. Pada akhir perlakuan kadar kalsium plasma 7,72 ±

1,25 mg/dL pada kelompok tikus defisiensi kalsium dan 11,60

± 1,20 mg/dL pada kelompok tikus normal.

Kata kunci: Umbi dahlia, inulin, Difructose Anhydride III (DFA

III), pangan fungsional, osteoporosis.

ABSTRACT

Dahlia tuber has a prospective potential to be developed as a

source of inulin that is a functional food. One derivative of

inulin is Difructose Anhydride (DFA III), a cyclic disaccharide

compounds produced through enzymatic reaction of inulin

using inulinfructotransferase Nonomuraea sp. ID 06-A0189

enzyme. DFA III has a good characteristic as food ingredient,

which has a half of sucrose sweetness level, stable to heat,

acids and high water levels and resistant to the Maillard

reaction, also increases calcium absorption in the intestine of

mice, cows and humans. DFA III has a good prospect for

396 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

development as nutraceutical prevention of osteoporosis. The

objectives of the study were to utilize the bioactive component

of DFA III fortified on functional food to prevent osteoporosis.

The specific objectives were: (1) to analyze application of DFA

III from dahlia tuber inulin compared with DFA III from chicory

tuber inulin, which was fortified on instant yoghurt, (2) to

predict shelf life of instant yoghurt fortified with DFA III using

acceleration methods, and (3) analyze the manufacture model

on premenopausal age Sprague Dawley rat deficient in

calcium. Research methods included: (1) making DFA III from

dahlia tubers; (2) making an instant yoghurt fortified with DFA

III and without fortification, and testing physical and chemical

properties as well as organoleptic properties based on the level

of A/hedonic; (3) testing the shelf life of instant yogurt fortified

with DFA III using acceleration method; and (4) developing a

model of mice deficient in calcium. The results showed that

dahlia tubers can be used as raw material for producing DFA

III. Production of DFA III from dahlia tubers in the form of

flour obtained 9.3% yield. Instant yogurt fortified with DFA III

from dahlia tuber had 12.04% yield, 7.89% water content,

3.43% ash content, 12.43% protein content, 1.22% fat

content, 75.02% carbohydrates, pH 3.9, acidity as lactic acid

0.47%, and viability of lactic acid bacteria 1.20 x 107 cfu/g.

Organoleptic testing using 45 semi-trained panelists to the

aroma and color indicated the like criteria and for texture and

flavor showed rather liked criteria. Based on the storability

analysis, fortification with DFA III was able to increase the

shelf life of instant yogurt until doubled in an instant yogurt

fortified with DFA III from dahlia tubers. Yogurt fortified with

DFA III had a longer shelf life compared to control (without

fortification). Instant yogurt fortified with DFA III from dahlia

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 397

tuber had the longest shelf life of 18.2 months at 30 °C (room

temperature), compared to instant yogurt fortified with DFA III

from chicory tubes that had a shelf life of 11.3 months at the

same temperature condition. DFA III serves as a prebiotic in

an instant yogurt. By fortification, lactic acid bacteria as

probiotics have the ability to live longer because there is a

prebiotic media. At the end of the treatment, plasma calcium

level was 7.72 ± 1.25 mg/dL in group of mice deficient in

calcium and 11.60 ± 1.20 mg/dL in group of normal mice.

Keywords: Dahlia tubers, difructose anhydride III (DFA III),

functional food, osteoporosis.

398 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

NANO-ENKAPSULASI EKSTRAK SAMBILOTO YANG BANYAK MENGANDUNG ANDRAGLAFOLIDA DENGAN CASEIN MICELLE UNTUK SEDIAAN

ANTIDIABETIK

NANOENCAPSULATION OF ANDROGRAPHIS PANICULATA

EXTRACT BY CASEIN MICELLE AS ANTIDIABETIC

PREPARATION

Muhamad Sahlan1), Veronica Dewi1), Kamarza Mulia1), Niken

Harimurti1)

1) Universitas Indonesia

ABSTRAK

Adanya efek samping yang ditimbulkan oleh obat-obatan oral

untuk penderita diabetes mendorong berkembangnya

pengobatan alternatif dengan menggunakan tanaman herbal.

Sambiloto (Andrographis paniculata) merupakan salah satu

herbal yang dapat mengatasi diabetes. Senyawa aktif

sambiloto yaitu andrografolida memiliki aktivitas antidiabetes.

Tujuan penelitian adalah untuk: (1) mendapatkan produk

nanosambiloto yang dienkapsulasi oleh kasein dari susu sapi,

(2) Memperoleh produk yang berfungsi sebagai antidiabetes,

(3) mengetahui daya inhibisi enzim α-glukosidase pada ekstrak

sambiloto, dan (4) mengetahui efisiensi penyalutan ekstrak

sambiloto oleh kasein susu. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa ekstrak sambiloto memiliki aktivitas antidiabetes

sebagai inhibitor enzim α-glukosidase dengan daya inhibisi

95%. Kasein susu efektif menyalut senyawa aktif dalam

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 399

ekstrak sambiloto yaitu andrografolida, neoandrografolida, dan

14-deoksi-11,12 dihidroandrografolida dengan efisiensi

penyalutan masing-masing senyawa sebesar 68,83%; 89,15%;

dan 81,69%. Nanosambiloto yang dihasilkan memiliki diameter

rata-rata 120,57 nm dan dapat dikatergorikan sebagai

nanopartikel. Loading capacity dari kasein untuk menyalut

ekstrak sebesar 28,85%.

Kata kunci: Sambiloto, Andrographis paniculata,

andrografolida, antidiabetes, kasein,

nanopartikel.

ABSTRACT

Side effects caused by oral medications for people with

diabetes make the development of alternative medicine using

herbs. Andrographis paniculata is one of herbs that can cope

with diabetes. Bitter active compounds namely andrografolida

have antidiabetic activity. The study aimed to: (1) get

nanobitter products encapsulated by casein from cow's milk,

(2) obtain a product that functions as an antidiabetic, (3) know

the amount of inhibition power of α-glucosidase enzyme in

bitter extract, and (4) analyze efficiency of bitter extracts

coating by casein milk. The results showed that bitter extract

had antidiabetic activity as an inhibitor of α-glucosidase the

enzyme with inhibition power of 95%. Milk casein effectively

coated the active compounds in bitter extract namely

andrografolida, neoandrografolida, and 14-deoxy-11,12

dihidroandrografolida with coating efficiency of 68.83%,

89.15%, and 81.69%, respectively. Nanobitter produced had

400 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

an average diameter of 120.57 nm and could be catergorized

as nanoparticles. Loading capacity of casein to coat the extract

amounted to 28.85%.

Keywords: Bitte, Andrographis paniculata, andrografolida,

antidiabetic, casein, nanoparticles.

Gambar 1. Hasil analisis morfologi Gambar 2. Hasil analisis

kasein sebelum enkapsulasi morfologi nanosambiloto sebelum enkapsulasi

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 401

PRODUKSI NANO HERBAL TEMULAWAK DAN JAHE MENGGUNAKAN KOMBINASI EKSTRAKSI DAN

PRESIPITASI

PRODUCTION OF NANOHERBS OF TURMERIC AND GINGER

USING COMBINATION OF EXTRACTION AND PRECIPITATION

Erliza Noor1), Muchamad Yusron2)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Kandungan bahan aktif seperti kurkumin dalam temulawak dan

gingerol dalam jahe berkisar antara 1-2% dan 6-10%.

Peningkatan penggunaannya terkendala oleh jumlah bahan

baku dan penanganan pascapanen. Salah satu upaya pada

proses pascapanen adalah meningkatkan perolehan senyawa

aktif baik kualitas maupun kuantitasnya. Teknologi nano untuk

membuat partikel berukuran nanometer antara 10-100 nm

diharapkan dapat mengatasi kendala tersebut. Materi

berukuran mikron dapat diserap oleh tubuh sebanyak 50%,

sedangkan dalam ukuran nano dapat terserap 100%.

Penelitian bertujuan merekayasa proses ekstraksi untuk

mendapatkan rendemen senyawa aktif kurkumin dan gingerol

tertinggi serta rekayasa proses pembentukan nano kurkumin

dan gingerol melalui proses presipitasi untuk temulawak dan

metode inversi komposisi dan temperatur untuk jahe.

Rendemen kurkumin temulawak dapat diperoleh sebesar 64%

dengan ekstraksi menggunakan pelarut aseton pada nisbah

402 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

1:7 selama 7 jam, sedangkan rendemen ekstrak jahe tertinggi

diperoleh sebesar 49% dengan waktu ekstraksi 3 jam

menggunakan pelarut etanol. Konsentrasi senyawa bioaktif

tertinggi dalam ekstrak jahe diperoleh saat ekstraksi 4 jam

menggunakan pelarut heksana. Rendemen tertinggi setiap

senyawa aktif, yaitu 6, 8, 10-gingerol dan 6-shagaol diperoleh

pada kondisi ekstraksi, jenis pelarut, dan waktu ekstraksi yang

berbeda. Pemakaian konsentrasi emulsi (minyak) 30% dengan

kecepatan putar 20.000-24.000 rpm dan waktu putar 30 menit

menghasilkan partikel nano temulawak ukuran <100 nm. Nano

partikel jahe dengan ukuran lebih kecil 100 nm diperoleh

menggunakan larutan emulsi >30% dan suhu 30oC.

Kata kunci: Temu lawak, jahe, senyawa aktif, kurkumin,

gingerol, partikel nano.

ABSTRACT

The active ingredients such curcumin in turmeric and gingerol

in ginger ranged between 1-2% and 6-10%. Increased use is

constrained by the amount of raw material and post-harvest

handling. One effort in the post-harvest process is to improve

the acquisition of active ingredient compounds both quality

and quantity. Nano technology to create nanometer-sized

particles between 10-100 nm is expected to overcome the

obstacle. Micron-sized materials can be absorbed by the body

as much as 50%, and that in nano size can be absorbed

100%. The strudy aimed to engineer extraction process to

obtain highest yield of active compound curcumin and gingerol

and a process of forming nano-curcumin and gingerol through

a precipitation process for turmeric and composition and

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 403

temperature inversion method for ginger. The highest yield of

curcumin could be obtained at 64% of solvent extraction using

acetone in a ratio of 1: 7 for 7 hours, while the highest yield of

ginger extract was obtained at 49% with a 3-hour extraction

using ethanol. The highest concentration of bioactive

compounds in ginger extracts was obtained during the

extraction for 4 hours using hexane solvent. The highest yield

of active compounds of 6, 8, 10-gingerol and 6-shagaol was

obtained in different extraction conditions, solvent types, and

extraction times. The use of emulsion (oil) concentration by

30%, with a rotational speed of 20,000-24,000 rpm and

rotating time of 30 minutes produced turmeric nanoparticles of

<100 nm. While ginger nanoparticles with a smaller size of 100

nm was obtained using emulsion solvent > 30% and

temperature of 30oC.

Keywords: Curcuma, ginger, active compounds, curcumin,

gingerol, nanoparticles.

404 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

REKAYASA SIMULATED RICE SEBAGAI UPAYA SUBSTITUSI BERAS

ENGINEERING OF SIMULATED RICE AS AN EFFORT FOR RICE

SUBSTITUTION

Sutrisno1), Iyus Hendrawan2), Reni Yuliani Gultom3)

1) Institut Pertanian Bogor

2) Institut Teknologi Indonesia 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK

Permintaan pangan akan meningkat sejalan dengan

pertumbuhan penduduk. Salah satu upaya untuk memenuhi

kebutuhan pangan adalah dengan melakukan diversifikasi

pangan dari berbagai sumber karbohidrat non-beras, yang

diharapkan dapat menggantikan kebutuhan beras. Penelitian

ini bertujuan untuk menghasilkan simulated rice dengan

menggunakan bahan baku non-beras berbasis lokal. Ada tiga

langkah yang dilakukan untuk memproduksi simulated rice,

yaitu: (1) mengoptimalkan formulasi bahan untuk

menghasilkan simulated rice dengan karakteristik yang sama

dengan beras standar, dari beberapa jenis bahan baku non-

beras dengan menggunakan model optimasi, (2) merancang

dan membuai alat pencetak yang mampu menghasilkan

simulated rice dengan karakteristik yang sama dengan beras

standar, dan (3) melakukan proses optimasi pencetakan

dengan menggunakan alat pencetak bulir tunggal (SGM) untuk

menghasilkan simulated rice. Dari hasil penelitian telah

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 405

diketahui 10 macam sifat fisiko-kimia berbagai bahan

karbohidrat non-beras. Sifat fisiko-kimia dan karakteristik beras

varietas Ciherang baik untuk bulir maupun bentuk tepung

digunakan sebagai standar. Dengan linear programming telah

diformulasi simulated rice dari pati garut 0,5365 (30,01%),

tepung talas beneng 0,5902 (33,01%), dan tepung sorgum

0,6611 (36,98%). Dengan memerhatikan model fisiko-kimia

sifat dan karakteristik beras telah dirancang alat pencetak

Single Grain Machine (SGM) yang dapat dioperasikan pada

tekanan 10-60 kg force, lama tekan 1.500-5.000 milisekon,

dengan kadar air bahan simulated rice masing-masing 22, 24,

dan 26%.

Kata kunci: Diversifikasi pangan, beras simulasi, sifat

fisikokimia, optimasi, Single Grain Machine.

ABSTRACT

Food demand increases in line with population growth. An

attempt to meet the basic needs of food is by food

diversification of various sources of carbohydrates in

Indonesia, which is expected to substitute rice needs today.

The study aimed to produce simulated rice by using non-rice

materials composed from several local raw materials. There

were three steps toward achieving the objectives, namely: (1)

optimizing formulation of raw materials to produce simulated

rice with characteristic similar with standard rice, from several

kinds of non-rice raw materials by using optimation model; (2)

designing and manufacturing grain machine that was able to

produce simulated rice with characteristics similar with

standard rice; and (3) finding optimization process by using

406 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

manufactured grain machine to produce simulated rice

acceptable by comsumers. From the researches it have been

obtained 10 kinds of physico-chemical properties of various

materials and carbohydrates characteristics. Physico-chemical

properties of rice variety Ciherang both as whole kernel and

powder was used as a standard of final product. With inear

programming, it had been formulated simulated rice from

arrowroot starch 0.5365 (30.01%), beneng taro flour 0.5902

(33.01%), and sorghum flour 0.6611 (36.98%). Based on

physical chemical properties and characteristics of rice, a single

grains machnine (SGM) had been designed which can be

operated at a pressure of 10-60 kg force, the press of 1500-

5000 milliseconds, and water content of simulated rice

materials were 22, 24 and 26%, respectively.

Key words: Food diversification, simulated rice, optimization,

physicochemical properties, Single Grain Machine.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 407

INOVASI PRODUK OLAHAN PANGAN BERBASIS JAGUNG SERTA INTRODUKSI KE MASYARAKAT

MELALUI UKM UNTUK MEMPERCEPAT DIVERSIFIKASI PANGAN

INNOVATION OF CORN-BASED X PROCESSED FOOD AND

INTRODUCTIONS TO THE COMMUNITY THROUGH SMALL AND

MEDIUM BUSINESSES TO ACCELERATE FOOD

DIVERSIFICATION

Nur Aini1), Joni S. Munarso2), Suherman3), Ana Nurhasanah2), Indah

Widyarini1)

1) Universitas Jenderal Soedirman

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Diponegoro

ABSTRAK

Persepsi masyarakat Indonesia bahwa belum makan jika

belum mengonsumsi nasi membuat diversifikasi pangan

tersendat. Untuk mengatasi hal tersebut perlu pangan

alternatif yang menyerupai beras, yang dinamakan beras

analog. Penelitian bertujuan untuk memperoleh formula dan

teknologi pembuatan beras analog berbahan baku jagung dan

kacang merah; mempelajari sifat fisik, kimia dan sensoris

beras analog; serta mempelajari pengemas dan memodifikasi

umur simpan beras analog. Penelitian terdiri atas beberapa

tahap, yaitu (1) formulasi beras analog dan analisis sifat fisik,

kimia dan sensoris; (2) penetapan formula terbaik dengan

metode RSM (Response Surface Method) yang akan digunakan

408 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

pada tahap selanjutnya; dan (3) pengujian kemasan dan umur

simpan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula beras

analog jagung-kacang merah memiliki komposisi tepung

jagung 70%, tepung kacang merah 30%, dengan penambahan

tapioka 10% dari total tepung, serta penambahan glukomanan

sebagai binder 1,% dari total tepung. Beras analog yang

dihasilkan memiliki kadar air 4,16%, kadar protein 13,6%,

karbohidrat 78,9%, kadar lemak 1,9%, dan kadar abu 1,3%.

Beras analog tersebut memiliki rendemen 83%, densitas

kamba 0,521 g/ml, koefisien rehidrasi 2,99, dan adsorbsi air

1,99. Kesukaan panelis terhadap beras analog berbeda nyata

dengan kesukaan terhadap beras IR64, masing masing 2,6

(agak suka) dan 3,2 (suka). Aroma dan tekstur,beras analog

tidak berbeda nyata dengan beras IR64. Pengemasan terbaik

adalah menggunakan aluminium foil. Kadar air, protein, dan

lemak beras analog tidak banyak berubah selama

penyimpanan.

Kata kunci: Beras analog, jagung, kacang merah, diversifikasi

pangan.

ABSTRACT

Indinesia people perception that they have not yet eaten if not

cumsumed rice constrains food diversification. To overcome

this problem it needs to develop analog rice. The study aimed

to obtain formula and technology of rice analog processing

from corn and red bean; evaluate physical and chemical

properties and sensory of analog rice; and evaluate packacging

and modify storage period of analog rice. The study consisted

of several steps, namely (1) formulation of analog rice and

studying physical, chemical and sensory of analog rice; (2)

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 409

determination of best formula using RSM (Response Surface

Method) method to be used in further steps; and (3) testing

package and storage period. The results showed that best

analog rice formula was corn-red bean with corn starch

composition of 70%, red bean flour 30%, and tap[ioca 10%,

and addition of 1% glucomannan as a binder. Analog rice had

water content of 4.16%, protein content 13.6%, carbohidrate

78.9%, fat content 1.9%, and ash 1.3%. Analog rice had

rendement of 83%, density 0.521 g/ml, rehydration coefficient

2.99, and water adsorbtion 1.99. Panelist acceptance to analog

rice was different than that to IR64 rice, namely 2.6

(moderately like) and 3.2 (like). Aroma and texture of analog

rice was not significantly different with IR64 rice. Best

packaging was using aluminium foil. Water content, protein,

and fat of analog rice were not differed during storing.

Keywords: Analog rice, corn, red bean, food diversification.

Gambar 1. Produk akhir beras Gambar 2. Beras analog dalam analog kemasan

410 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

Gambar 3. Perose pengukusan Gambar 4. Proses pencetakan

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 411

MI DAN BERAS SEHAT FUNGSIONAL DARI UMBI-UMBIAN LOKAL INFERIOR SEBAGAI ALTERNATIF

PENGGANTI BERAS DAN MI TERIGU

HEALTHY AND FUNCTIONAL NOODLE AND RICE FROM LOCAL

TUBERS AS ALTERNATIVES TO SUBSTITUTE RICE AND

WHEAT NOODLE

Teti Estiasih 1), Erliana Ginting 2), Widya Dwi Rukmi Putri 1), Jaya

Mahar Maligan1),

Kgs Ahmadi3)

1) Universitas Brawijaya

2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang

ABSTRAK

Diversifikasi pangan merupakan salah satu strategi untuk

mencapai ketahanan pangan. Salah satu upaya peningkatan

diversifikasi pangan yaitu Gerakan Percepatan

Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), yang

diwujudkan melalui pola konsumsi pangan yang beragam,

bergizi seimbang, dan aman. Umbi-umbian keluarga

Dioscoraceae (gembili, gadung, ubi kelapa) sebagai umbi-

umbian lokal mengandung karbohidrat dan senyawa bioaktif

yang berkhasiat obat. Pada saat ini tanaman tersebut belum

dimanfaatkan secara optimal. Penelitian ini terdiri atas tujuh

tahap, yaitu uji sensoris metode deskriptif, formulasi adonan,

formulasi beras sehat, uji penerimaan sensoris, uji khasiat

beras sehat, analisis senyawa bioaktif, dan analisis kelayakan

ekonomi. Umbi-umbian lokal yang digunakan yaitu umbi

412 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

kimpul, garut, gembili, gadung, dan ubi kelapa putih. Umbi

tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda sehingga

penepungan untuk masing-masing umbi juga berbeda dan

pada gadung harus dilakukan detoksifikasi terlebih dahulu. Uji

deskriptif untuk membandingkan beras sehat, nasi dingin, dan

nasi hangat dengan kontrol beras IR36 menunjukkan kualitas

beras sehat di bawah beras IR36 sehingga proses pengolahan

beras sehat perlu diperbaiki. Perbaikan proses pengolahan

beras sehat dapat meningkatkan tingkat penerimaan beras

sehat umbi-umbian dengan daya terima terhadap beras dan

nasi kimpul “agak suka”, beras dan nasi garut “netral”, beras

dan nasi gembili “agak suka, beras dan nasi gadung “netral”,

serta beras dan nasi ubi kelapa “netral”. Analisis terhadap

pihak-pihak yang mendukung produksi beras sehat yang

meliputi masyarakt, petani, dan pedagang menunjukkan ketiga

komponen tersebut mendukung pengembangan beras sehat

dari umbi-umbian, namun peran pemerntah perlu ditingkatkan

untuk meningkatkan ketersediaan umbi-umbian.

Keywords: Beras fungsional, umbi-umbian, pengganti beras

dan mi terigu.

ABSTRACTS

Food diversification is one of the strategies to achieve food

security. The efforts to increase food diversification, namely

Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan

(P2KP), were realized through diversed, nutritionally balanced,

and safe food consumption patterns. Dioscorea family tubers

(gembili, gadung, sweet coconut) as a local tubers contain

carbohydrate and bioactive compounds. At the moment the

tubers are not used optimally. This study consisted of seven

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 413

stages, namely descriptive sensory test, dough formulation,

healthy rice formulation, sensory acceptance test, healthy rice

test, analysis of bioactive compounds, and analysis of

economic feasibility. Local tubers studied (purse, arrowroot,

yam, yam, and white sweet coconut, have different bulb

characteristics so flouring of each tuber is also different and

gadung detoxification should be done first. Descriptive test to

compare healthy rice, cold rice, and warm rice with IR36 rice

as a control indicated that quality of healthy rice was under

IR36 rice so that healthy rice processing needs to be improved.

Improvement of healthy rice processing could increase

acceptance of helathy rice with acceptance of rice and purse

rice was "rather like"; rice and arrowroot rice was "neutral";

rice and yam rice was "rather like; rice and gadung rice was

"neutral"; and rice and sweet coconut rice was "neutral".

Analysis of the parties that support the healthy rice production

including the public, farmers, and traders showed that all the

three components supported the development of healthy rice

from tubers. Tole of the government needs to be improved to

increase the availability of tubers.

Keywords: Functional rice, tubers, non-rice and non-wheat

noodles.

414 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

LAMPIRAN 1

Daftar Judul Kegiatan KKP3N 2013 yang tidak terdapat

dalam buku ini.

No Judul Kegiatan

1 Analisis Ketersediaan dan Pola Konsumsi Pangan Masyarakat di Daerah Rawan Pangan.

2 Fermentasi Biji Kopi Lokal (Coffea spp) Kalimantan Timur oleh Bakteri Asam Laktat (Non Fermentasi Fesses Luwak) Untuk Menghasilkan Bahan baku Biji Kopi Yang Berkualitas.

3 Hidrogel Polimer Sebagai Soil Conditioner Untuk Pertanian.

4 Kajian Stabilitas Bubuk Batubara Tidak Produktif dan Bahan Humatnya yang Diekstrak dengan Pupuk Buatan Untuk Meningkatkan Efisiensi Pemupukan dan Produktivitas Lahan Kering Sub Optimal.

5 Karakterisasi, Seleksi Ketahanan dan Upaya Perbaikan Kualitas Hasil Beberapa Varietas Lokal Padi Hitam dengan Pemanfaatan Cekaman Kekeringan.

6 Pengamatan Keragaan Tebu Secara Periodik Menggunakan Kamera dan GPS Smart Phone Untuk Mengoptimalkan Produksi Gula Nasional.

7 Pengembangan “Solar Power Irrigation” di Lahan Kering dengan Menggunakan “Disc Irrigation System”.

8 Pengembangan Produk Wijen Sebagai Minuman Fungsional Kaya Antioksidan Alami.

Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 415

No Judul Kegiatan

9 Pengembangan Rizobakteria Pemacu Tumbuh dan Toleran Kekeringan untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Jagung di Lahan Kering.

10 Pengembangan Sistem Irigasi Cerdas dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan (ANN) Untuk Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim Yang Semakin Ekstrim.

11 Pengembangan Sistem Prakiraan Iklim Musiman Berbasis Kearifan Lokal Untuk Penguatan Sistem Kalender Tanam Padi Palawija di Pulau Lombok NTB.

12 Perakitan Kultivar Tomat Toleran Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum) dan Pecah Buah Berbasis Plasma Nutfah Lokal.

13 Perakitan Teknologi Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Lingkungan di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit Untuk Menduukung Pencapaian Swasembada Pangan Yang Berkelanjutan.

14 Potensi, Aplikasi dan Produksi Ligno-Bioherbisida Berbahan Baku Limbah Pertanian Berlignoselulosa Dengan Rekayasa Hidrolisa Menggantikan Herbisida Sintetik Menuju Sistim Pertanian Berkelanjutan.

15 Stabilisasi Bahan Organik: Usaha Untuk Mempertahankan Produktivitas Tanah Tukungan di Lahan Rawa Pasang Surut.

416 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013

No Judul Kegiatan

16 Teknologi Inovasi Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus L.) dan Rumput Kebar (Biophytum petersianum) Sebagai Sumber Antioksidan Dalam Industri Dendeng dan Abon untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kebar, Manokwari, Papua Barat.

17 Total Reklamasi Lahan Sulfat Masam Potensial.