6
Repository FMIPA 1 INDUKSI TUNAS DARI EKSPLAN BONGGOL PISANG UDANG (Musa acuminata Colla) SECARA IN VITRO PADA MEDIA MS DENGAN PENAMBAHAN BAP DAN KINETIN Ririn Sari Wati 1 , Mayta Novaliza Isda 2 , Siti Fatonah 2 1 Mahasiswa Program S1 Biologi 2 Dosen Bidang Botani Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus BinaWidya Pekanbaru, 28293, Indonesia [email protected] ABSTRACT Musa acuminata Colla has many adventages and unique characteristics, such as high calium content 400 mg and low calorie. Therefore, this species is potential to be widely cultivated that need the availability of the banana seedlings. The occurance of this species in Riau is very scarce, especially in Kampar district due to the conventional cultivation method, so that in vitro propagation is necessary. The most important step in the in vitro propagation is shoot induction. This research used a randomized block design (RBD), which included two groups of treatment i.e. the variation of BAP concentrations (2, 4, 6, 8 mg/l) and the the combination between BAP and kinetin concentrations (2 mg/l BAP+0,4 mg/l kinetin, 4 mg/l BAP+0,4 mg/l kinetin, 6 mg/l BAP+0,4 mg/l kinetin, 8 mg/l BAP+0,4 mg/l kinetin) on MS medium with 5 replications. The result showed that the addition of BAP and combination between BAP and kinetin were the best results with 100% explant growth and shoot induction. The group with 8 mg/l BAP + 0,4 mg/l kinetin showed only needs 10,40 hst for shoot induction. Keywords: BAP, shoot induction, in vitro, kinetin, Musa acuminata Colla ABSTRAK Pisang udang (Musa acuminata Colla) memiliki kelebihan dan keunikan tersendiri, diantaranya mengandung 400 mg kalium dan rendah kalori, sehingga membuat pisang ini potensial untuk lebih dikembangkan. Pengembangan potensi juga harus diimbangi dengan ketersediaan bibit pisang tersebut. Pada saat sekarang ini, pisang udang sudah cukup sulit ditemui di Riau khusus nya di Kabupaten Kampar, hal ini dapat disebabkan oleh kelemahan pengembangan pisang secara konvensional. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan perbanyakan secara in vitro. Salah satu tahapan yang penting dalam perbanyakan secara in vitro adalah induksi tunas. Induksi tunas dari eksplan bonggol pisang udang menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan pemberian konsentrasi BAP (2, 4, 6, 8 mg/l) serta kombinasi BAP dengan kinetin (2 mg/l BAP+0,4 mg/l kinetin, 4 mg/l BAP+0,4 mg/l kinetin, 6 mg/l BAP+0,4 mg/l kinetin, 8 mg/l BAP+0,4 mg/l Kinetin) pada media MS dengan 5 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan, pemberian BAP dan kombinasi BAP dengan kinetin memberikan hasil terbaik pada persentase ekplan hidup dan pembentukan tunas sebesar 100%. Penggunaan 8 mg/l BAP + 0,4 mg/l kinetin memberikan waktu muncul tunas tercepat yaitu 10,40 hari setelah tanam. Kata kunci: BAP, induksi tunas, in vitro, kinetin, pisang udang (Musa acuminata Colla)

INDUKSI TUNAS DARI EKSPLAN BONGGOL PISANG UDANG …

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: INDUKSI TUNAS DARI EKSPLAN BONGGOL PISANG UDANG …

Repository FMIPA 1

INDUKSI TUNAS DARI EKSPLAN BONGGOL PISANG UDANG (Musa acuminata

Colla) SECARA IN VITRO PADA MEDIA MS DENGAN PENAMBAHAN BAP DAN

KINETIN

Ririn Sari Wati1, Mayta Novaliza Isda

2, Siti Fatonah

2

1Mahasiswa Program S1 Biologi

2Dosen Bidang Botani Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Kampus BinaWidya Pekanbaru, 28293, Indonesia

[email protected]

ABSTRACT

Musa acuminata Colla has many adventages and unique characteristics, such as high calium

content 400 mg and low calorie. Therefore, this species is potential to be widely cultivated

that need the availability of the banana seedlings. The occurance of this species in Riau is

very scarce, especially in Kampar district due to the conventional cultivation method, so that

in vitro propagation is necessary. The most important step in the in vitro propagation is shoot

induction. This research used a randomized block design (RBD), which included two groups

of treatment i.e. the variation of BAP concentrations (2, 4, 6, 8 mg/l) and the the combination

between BAP and kinetin concentrations (2 mg/l BAP+0,4 mg/l kinetin, 4 mg/l BAP+0,4

mg/l kinetin, 6 mg/l BAP+0,4 mg/l kinetin, 8 mg/l BAP+0,4 mg/l kinetin) on MS medium

with 5 replications. The result showed that the addition of BAP and combination between

BAP and kinetin were the best results with 100% explant growth and shoot induction. The

group with 8 mg/l BAP + 0,4 mg/l kinetin showed only needs 10,40 hst for shoot induction.

Keywords: BAP, shoot induction, in vitro, kinetin, Musa acuminata Colla

ABSTRAK

Pisang udang (Musa acuminata Colla) memiliki kelebihan dan keunikan tersendiri,

diantaranya mengandung 400 mg kalium dan rendah kalori, sehingga membuat pisang ini

potensial untuk lebih dikembangkan. Pengembangan potensi juga harus diimbangi dengan

ketersediaan bibit pisang tersebut. Pada saat sekarang ini, pisang udang sudah cukup sulit

ditemui di Riau khusus nya di Kabupaten Kampar, hal ini dapat disebabkan oleh kelemahan

pengembangan pisang secara konvensional. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan

perbanyakan secara in vitro. Salah satu tahapan yang penting dalam perbanyakan secara in

vitro adalah induksi tunas. Induksi tunas dari eksplan bonggol pisang udang menggunakan

rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan pemberian konsentrasi BAP (2, 4, 6, 8

mg/l) serta kombinasi BAP dengan kinetin (2 mg/l BAP+0,4 mg/l kinetin, 4 mg/l BAP+0,4

mg/l kinetin, 6 mg/l BAP+0,4 mg/l kinetin, 8 mg/l BAP+0,4 mg/l Kinetin) pada media MS

dengan 5 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan, pemberian BAP dan kombinasi BAP

dengan kinetin memberikan hasil terbaik pada persentase ekplan hidup dan pembentukan

tunas sebesar 100%. Penggunaan 8 mg/l BAP + 0,4 mg/l kinetin memberikan waktu muncul

tunas tercepat yaitu 10,40 hari setelah tanam.

Kata kunci: BAP, induksi tunas, in vitro, kinetin, pisang udang (Musa acuminata Colla)

Page 2: INDUKSI TUNAS DARI EKSPLAN BONGGOL PISANG UDANG …

Repository FMIPA 2

PENDAHULUAN Pisang udang (Musa acuminata

Colla) merupakan kultivar pisang yang

unik di karenakan pisang ini memiliki kulit

buah bewarna ungu-kemerahan dan dari

beberapa sumber menyebutkan bahwa

pisang udang memiliki legenda tersendiri,

membuat pisang udang kerap dijadikan

bahan baku pengobatan bagi masyarakat

tradisional. Pisang udang memiliki

kandungan kalori yang rendah yaitu 110

kalori, mengandung 400 mg kalium,

vitamin C dan kaya akan vitamin B6

(Anonim 2014). Pisang udang juga

merupakan pisang yang awet sehingga

dapat bertahan lama. Beberapa kelebihan

dan keunikan yang dimiliki, membuat

pisang ini potensial untuk lebih

dikembangkan.

Pengembangan potensi pisang

udang juga sangat bergantung pada

ketersediaan bibit pisang udang itu sendiri.

Provinsi Riau merupakan salah satu daerah

yang memiliki keanekaragaman pisang

yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian

Manurung (2012) tentang analisis

hubungan kekerabatan pisang (Musa spp.)

di Kabupaten Kampar berdasarkan

Karakter Morfologi didapatkan 33 kultivar

pisang yang ada pada 5 Kecamatan di

Kabupaten Kampar Provinsi Riau, hal ini

menunjukkan tingkat keanekaragaman

kultivar pisang yang masih tinggi.

Beragamnya jenis pisang ini tidak

menjamin banyaknya kelimpahan setiap

jenis pisang tersebut. Pisang udang

merupakan salah satu jenis pisang yang

saat sekarang ini sudah cukup sulit ditemui

di Riau khususnya di Kabupaten Kampar

(Manurung 2012).

Kelangkaan pisang udang terkait

dengan minimnya pengetahuan masyarakat

mengenai pisang ini baik cara pengolahan

maupun kandungan nutrisi. Selain itu

ukuran buah pisang yang terlalu besar

membuat pisang udang kurang diminati

untuk dijadikan pisang meja (dessert type).

Hal ini membuat pisang udang jarang

dimanfaatkan oleh masyarakat dan

dibudidayakan petani. Kelangkaan pisang

udang juga di sebabkan oleh genom AAA

yang memiliki homozigositas tinggi,

variasi rendah sehingga rentan terhadap

kepunahan. Kelangkaan pisang udang

juga disebabkan oleh kelemahan

perbanyakan pisang secara konvensional.

Pisang biasanya diperbanyak secara

vegetatif menggunakan anakan atau

bonggolnya. Ukuran anakan yang cukup

besar menyulitkan transportasi benih dari

suatu tempat ke tempat penanaman.

Anakan yang diproduksi oleh satu induk

pisang secara alami hanya 1-10 anakan

dalam satu tahun dengan ukuran dan umur

beragam, sehingga sangat sulit diperoleh

anakan berukuran seragam dan dalam

jumlah memadai. Bila ini tidak ada

penangganan serius maka spesies pisang

termasuk pisang udang akan kehilangan

plasma nutfah pisang di Indonesia. Oleh

karena itu perbanyakan klonal pisang

dengan teknik kultur jaringan (in vitro)

dapat mengatasi kendala tersebut.

Teknik in vitro sebagai salah satu

cara untuk memperbanyak tanaman

memiliki prospek yang lebih baik daripada

metode perbanyakan vegetatif

konvensional. Teknik in vitro sangat tepat

dalam upaya pelestarian pisang udang

karena teknik ini dapat menyediakan bibit

tanaman dalam jumlah besar, seragam dan

dengan kualitas baik. Selain itu, menurut

Hutami (2008) bahwa konservasi

menggunakan teknik in vitro juga

meminimalisir kehilangan genotype akibat

cekaman biotik maupun abiotik dan

mempermudah dalam pertukaran plasma

nutfah. Eksplan yang digunakan berasal

dari bonggol, penggunaan bonggol juga

mempengaruhi kecepatan pembentukan

tunas karena pada bonggol pisang terdapat

mata tunas yang mengandung jaringan

meristematik sehingga aktif membelah dan

akan tumbuh menjadi anakan baru (Liana

2007).

Media MS (Murashige dan Skoog)

merupakan media yang sering digunakan

dalam kultur in vitro tanaman pisang.

Keistimewaan media MS adalah

kandungan nitrat, kalium, dan

Page 3: INDUKSI TUNAS DARI EKSPLAN BONGGOL PISANG UDANG …

Repository FMIPA 3

amoniumnya yang tinggi. Modifikasi

media kultur in vitro dengan penambahan

zat pengatur tumbuh dilakukan untuk

menaikkan persentase keberhasilannya.

Zat pengatur tumbuh yang digunakan

dalam induksi tunas ialah sitokinin jenis

Benzil Amino Purin (BAP ) dan kinetin.

Berdasarkan penelitian Shirani et al.

(2010) pada induksi tunas beberapa

kultivar pisang dengan pemberian

sitokinin menunjukkan bahwa pemberian

BAP dan kinetin berpengaruh terhadap

induksi dan multiplikasi tunas pisang

Berangan Intan (AAA), Berangan(AAA),

dan Rastali (AAB). Tujuan dari penelitian

ini adalah menentukan pengaruh

pemberian BAP dan kombinasi BAP

dengan kinetin terhadap induksi tunas

pisang udang serta menentukan

konsentrasi terbaik kombinasi BAP dan

kinetin yang sesuai terhadap induksi tunas

pisang udang.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan

pada bulan November 2014 - Maret 2015

di Laboratorium Kultur Jaringan Dinas

Pertanian dan Peternakan Provinsi Riau Jln

Kaharudin Nasution KM.10 Padang

Marpoyan, Pekanbaru.

Bahan-bahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah media MS

(Murashige Skoog), 7 g agar, 30 g gula,

BAP, kinetin, asam askorbat, akuades,

alkohol 70%, HCl 1 N, NaOH 1 N,

bayclin, kertas saring, tissue, aluminium

foil, karet gelang, eksplan bonggol pisang

udang yang berasal dari Kabupaten

Kampar.

Alat-alat yang digunakan adalah

Laminar air flow cabinet (LAFC) (Lab

Tech) tipe K.S.025, autoclaf (All

American) tipe HL-36Ae, timbangan

analitik (Kern) tipe ABJ 120-4M, pH

meter, erlenmeyer, botol kultur, gelas

ukur, gelas kimia, pipet tetes, cawan petri,

pinset, spatula, scalpel, lampu bunsen.

Penelitian ini menggunakan

Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang

terdiri dari 9 perlakuan dengan 5 kali

ulangan. Pelaksanaan penelitian meliputi

sterilisasi alat, pembuatan media tanam,

persiapan dan penanaman eksplan.

pemeliharaan dilakukan dengan menjaga

ruang inkubasi agar kondisinya selalu

bersih dan steril. Pemeliharaan ruang

inkubasi dengan menyemprotkan 70 %

alkohol 2 hari sekali. Suhu ruang diatur

23-25°C dan diberi penyinaran lampu

selama 90 hari.

Parameter dalam penelitian

meliputi: persentase eksplan hidup(%),

persentase yang membentuk tunas (%) dan

waktu terbentuknya tunas (hst). Data

dianalisis statistik menggunakan ANOVA,

apabila terdapat pengaruh nyata

dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf

5%. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Tunas Eksplan Bonggol

Pisang Udang

Pengaruh pemberian konsentrasi

BAP tunggal serta kombinasi dengan

kinetin yang diberikan terhadap

pertumbuhan tunas dapat dilihat pada tabel

1.

Tabel 1. menunjukkan bahwa

perlakuan BAP dan kombinasi dengan

kinetin memberikan pengaruh nyata

terhadap persentase pembentukan tunas

dan waktu muncul tunas namun tidak

berpengaruh nyata terhadap persentase

eksplan hidup. Pemberian BAP maupun

kombinasi dengan kinetin serta kontrol

(Tabel 1) pada eksplan bonggol pisang

udang menunjukkan tidak memberikan

pengaruh nyata terhadap persentase

eksplan hidup yaitu 100%. Menurut Isda

dan Fatonah (2014) bahwa persentase

hidup eksplan yang tinggi disebabkan

nutrisi pada media pertumbuhan tersedia

cukup untuk beberapa minggu penanaman.

Media berperan dalam penyediaan unsur

hara yang dibutuhkan eksplan untuk

tumbuh sehingga mampu menginduksi

tunas

Page 4: INDUKSI TUNAS DARI EKSPLAN BONGGOL PISANG UDANG …

Repository FMIPA 4

Fenol pada pisang udang yang

bergenom AAA diduga juga berpengaruh

terhadap persentase eksplan hidup.

Menurut Damayanti (2010) umumnya

varietas pisang yang mempunyai genom A

pada ploidinya menghasilkan fenol yang

lebih sedikit dibandingkan varietas yang

memiliki genom B, dengan begitu diduga

pada pisang udang peristiwa browning

tidak berpengaruh terhadap tingkat

penyerapan nutrisi eksplan dari media

tanam. Selain itu, ukuran eksplan diduga

juga berpengaruh terhadap peristiwa

browning. Ukuran eksplan pisang udang

yang cukup besar membuat peristiwa

browning hanya terdapat pada permukaan

seludang sehingga tidak mengenai bagian

meristematik dari eksplan. Hal ini terlihat

pada penelitian Nisa dan Rodinah (2005)

pada beberapa kultivar pisang yaitu pisang

raja, pisang mauli dan pada pisang kepok

yang bergenom BBB menunjukkan tingkat

persentase hidup yang tidak mencapai

90%.

Induksi tunas merupakan salah satu

tahapan penting dalam mendapatkan bahan

tanam yang aseptik. Dalam induksi tunas

terdapat beberapa tahapan pembentukan

tunas (Gambar 1). Persentase

pembentukan tunas pada eksplan yang

ditanam pada media yang menggunakan

ZPT baik BAP secara tunggal maupun

yang dikombinasikan dengan kinetin

menunjukkan persentase pembentukan

tunas sebesar 100%. Hal ini di sebabkan

Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah

senyawa organik bukan hara yang

mempunyai peran yang sangat penting di

dalam perkembangan kultur.

Gambar 1. Tahapan pembentukan tunas

pada eksplan bonggol pisang

udang a: warna awal

seludang putih (awal

penanaman), b: seludang

merekah 3 hst, c: seludang

berubah warna hijau 5 hst, d:

tonjolan (nodul) calon tunas

45 hst (pembentukan tunas

tidak langsung), e: kuncup

tunas 45 hst (pembentukan

tunas langsung), f: tunas

dewasa 65 hst

Penambahan zat pengatur tumbuh

sitokinin eksogen akan mempengaruhi zat

pengatur tumbuh endogen dalam

pembentukan tunas. Penggunaan sitokinin

antara 0,1-10 mg/l mampu menginduksi

pembentukan tunas sesuai dengan

spesifikasi kultivar (Pierik 1987).

Kode

Perlakua

n

Konsentrasi Eksplan

Hidup

Pembentukan

Tunas (%)

Waktu Muncul

Tunas ±sd (hst)

BAP Kinetin (%)

B0 - - 100 60 63,80 ± 35,9d

B1 2 mg/l 0 mg/l 100 100 12,20 ± 1,30abc

B2 4 mg/l 0 mg/l 100 100 12,20 ± 1,78abc

B3 6 mg/l 0 mg/l 100 100 10,80 ± 2,16ab

B4 8 mg/l 0 mg/l 100 100 11,80 ± 1,64abc

B1K1 2 mg/l 0,4 mg/l 100 100 11,40 ± 1,94ab

B2K1 4 mg/l 0,4 mg/l 100 100 13,40 ± 0,54bc

B3K1 6 mg/l 0,4 mg/l 100 100 14,40 ± 1,67c

B4K1 8 mg/l 0,4 mg/l 100 100 10,40 ± 2,88a

Tabel 1. Persentase eksplan membentuk tunas, waktu muncul tunas, jumlah tunas dan

tinggi tunas

f

Page 5: INDUKSI TUNAS DARI EKSPLAN BONGGOL PISANG UDANG …

Repository FMIPA 5

Sitokinin berperan dalam pengaturan

pembelahan sel dan morfogenesis.

Pertumbuhan eksplan dalam kultur

in vitro dipengaruhi oleh interaksi dan

keseimbangan zat pengatur tumbuh pada

media dengan hormon endogen yang

terdapat dalam eksplan. Berbeda dengan

perlakuan kontrol persentase pembentukan

tunas hanya mencapai 60%. Hal ini

diduga hormon endogen yang berada pada

eksplan belum cukup mampu untuk

menginduksi tunas.

Rata–rata waktu muncul tunas pada

semua perlakuan berbeda nyata terhadap

Untuk perlakuan BAP tunggal tidak

berpengaruh nyata terhadap waktu muncul

tunas namun pada perlakuan 6 mg/l BAP

(B3) waktu muncul tunas lebih cepat

dibandingkan perlakuan yang lain sebesar

10,80 hst.

Perlakuan kombinasi dari hasil

didapatkan rata-rata waktu muncul tunas

tercepat adalah pada pemberian 8 mg/l

BAP yang dikombinasikan dengan 0,4

mg/l kinetin dengan rata-rata 10,40 hst.

Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi

perlakuan tersebut memberikan hasil

terbaik dari semua perlakuan untuk waktu

terbentuknya tunas. Menurut Lestari

(2011) penambahan zat pengatur tumbuh

yang tepat akan mempengaruhi dan

meningkatkan aktifitas pembelahan sel

baik pada proses morfogenesis amaupun

organogenesis.

Golongan sitokinin efektif untuk

induksi tunas. Diduga BAP dan kinetin

yang diberikan secara bersamaan akan

lebih meningkatkan atau memacu induksi

tunas, dan diduga penggunaan dua jenis

sitokinin ini mampu menekan jumlah

auksin endogen. Salisbury dan Ross

(1992) menyatakan zat pengatur tumbuh

pada konsentrasi tertentu mampu

menghambat kerja hormon endogen.

Penambahan sitokinin eksogen akan

mengubah kadar hormon endogen yang

dikandung eksplan. Pemberian sitokinin

mampu mempercepat waktu muncul tunas,

dengan rasio sitokinin lebih tinggi

dibandingkan dengan rasio auksin

endogen. Hariyanti et al. (2004)

menyatakan bahwa semakin tinggi rasio

auksin maka pengaruh hambatannya

terhadap waktu muncul tunas semakin

meningkat pula. BAP yang digunakan

mampu meningkatkan pembentukan tunas

karena memiliki efektifitas memicu

pembelahan sel dan diferensiasi tunas pada

kultur in vitro. Selain BAP, penambahan

kinetin juga efektif dalam meningkatkan

waktu terbentuknya tunas. Diduga kinetin

dapat bersinergis dan menstimulir

pembentukan serta mengakumulasi

sitokinin endogen pada sel meristem

eksplan sehingga mampu mengoptimalkan

peranan BAP dalam pembelahan sel dan

pembentukan tunas. Hal ini sesuai dengan

pendapat Maulida (2005) yang

menyatakan kinetin berpengaruh dalam

mempercepat induksi tunas.

Menurut Darmono (2003) bahwa

keberhasilan kultur in vitro juga ditentukan

oleh sumber dan ukuran dari eksplan yang

digunakan . Kecepatan pembentukan tunas

secara umum pada tanaman juga dapat

dipengaruhi oleh jenis eksplan dimana

pada penelitian ini eksplan yang

digunakan berasal dari bonggol. Bonggol

merupakan bagian dari pisang yang

memiliki mata tunas yang meristematik

sehingga aktif membelah dan dapat

tumbuh menjadi bibit-bibit pisang yang

baru (Nisa et al. 2011)

KESIMPULAN

Perlakuan pemberian BAP tunggal dan

kombinasi dengan kinetin berpengaruh

nyata terhadap persentase pembentukan

tunas dan waktu terbentuknya tunas

eksplan bonggol pisang udang.

Perlakuan pemberian BAP dan

kombinasi BAP dengan kinetin

memberikan hasil terbaik pada persentase

ekplan hidup dan pembentukan tunas

sebesar 100%, pada pemberian BAP 8

mg/l yang dikombinasikan dengan 0,4

mg/l kinetin menunjukkan hasil

pembentukan tunas tercepat yaitu 10,40

hari setelah tanam.

Page 6: INDUKSI TUNAS DARI EKSPLAN BONGGOL PISANG UDANG …

Repository FMIPA 6

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini terselenggara atas

bantuan dana penelitian program

kreatifitas mahasiswa (PKM) yang

dibiayai oleh Dikti.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Red Bananas.

http://www.red bananas information,

recipes and facts.html. [Diakses

tanggal 01 Oktober 2014]

Damayanti F dan Samsurianto. 2010.

Konservasi In vitro Plasma Nutfah

Pisang untuk Aplikasi di Bank Gen.

Bioprospek. 7(2):86-91

Darmono W. 2003. Menghasilkan Anggrek

Silangan. Jakarta: Penebar Swadaya

Hariyanti E, R Nirmala, Rudarmono.

2004. Mikropropagasi Tanaman

Pisang Talas dengan Napthalene

Acetic Acid (NAA) dan Benzyl

Amino Purine (BAP). Jurnal

Budidaya Pertanian. 10(1):26-34

Hutami S. 2008. Ulasan Masalah

Pencoklatan pada Kultur Jaringan.

Jurnal Agro Biogen. 4 (2): 83-88

Isda MN dan Fathonah S. 2014. Induksi

Akar pada Eksplan Tunas Anggrek

Grammatophylum scriptum var.

Citrinum secara In vitro pada Media

MS dengan Penambahan BAP dan

NAA. Jurnal biologi lingkungan.

7(2):53-52

Lestari E. 2011. Peranan Zat Pengatur

Tumbuh dalam Perbanyakan

Tanaman Melalui Kultur Jaringan.

Jurnal Agrobiogen. 7(1):63-68

Liana R. 2007. Respon Pisang Talas

(Musa paradisiaca var. Sapientum)

terhadap pemberian zat pengatur

tumbuh IAA (Indole Acetic Acid)

dan BAP (Benzyl Amino Purine)

melalui Teknik Kultur Jaringan

[Skripsi]. Banjarbaru: Fakultas

Pertanian, Universitas Lampung

Manurung NM. 2012. Analisis Hubungan

Kekerabatan Pisang (Musa spp.) di

Kabupaten Kampar Berdasarkan

Karakter Morfologi [Skripsi].

Pekanbaru: Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Riau

Maulida. 2005. Kombinasi Zat Pengatur

Tumbuh IBA dan BAP pada

Perbanyakan Tanaman Jarak Kaliki

(Ricinus comunis L.) Varietas

Bangkok secara In vitro

Nisa C dan Rodinah. 2005. Kultur

Jaringan Beberapa Kultivar Buah

Pisang (Musa paradisiaca L.) dengan

Pemberian Campuran NAA dan

Kinetin. Bioscientiae. 2(2):23-36

Nisa C, Rodinah, Annisa. 2011.

Formulasi Zat Pengatur Tumbuh

pada Pisang Talas secara In vitro.

Agroscientiae. 19(2):107-111

Pierik RLM. 1997. In vitro Culture of

Higher Plants. Boxton. Martinus

Nijhoff Publisher

Salisbury FB dan Ross CW. 1992.

Fisiologi Tumbuhan III edisi ke-4.

Penerjemah Lukman, D.R. dan

Sumaryono. Bandung: ITB

Shirani M, Sariah W, Zakaria M, Maziah.

2010. Scalp induction rate responses

to cytokinins on proliferating shoot-

tips of banana cultivars (Musa spp.).

Am. J. Agric. B