12
Jurnal Akuntansi & Manajemen Akmenika Vol. 16 No. 2 Tahun 2019 IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Zulfatun Ruscitasari Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta Jl. Lowanu No.47, Sorosutan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta 55162. Email: [email protected] This research is motivated by the demand to improve accountability of government performance. The purpose of this study is to evaluate the suitability of information from planning documents to reporting document, as well as to identify factors that contribute in the implementation of a performance measurement system. The analytical tools used in this study include a blueprint performance model used to analyze the accuracy of indicators that have been prepared and thematic analysis for interview results data. This research uses a qualitative method. The results of the research show that the performance measurement system from planning to performance achievements at the PUP-ESDM office, Yogyakarta Special Region has not fully demonstrated the suitability of information. In addition, the performance indicators of the official of PUP-ESDM DIY in 2016 they were still oriented for service providers. Factors that caused problems in performance accountability of PUP-ESDM office were: quality of personnel, regulations, leadership commitments, data availability and information systems, rewards and punishment. Keywords: performance accountability, performance indicators, performance blueprint

IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN …

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN …

Jurnal Akuntansi & Manajemen Akmenika Vol. 16 No. 2 Tahun 2019

IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA

SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

Zulfatun Ruscitasari

Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta

Jl. Lowanu No.47, Sorosutan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta 55162.

Email: [email protected]

This research is motivated by the demand to improve accountability of

government performance. The purpose of this study is to evaluate the suitability of

information from planning documents to reporting document, as well as to

identify factors that contribute in the implementation of a performance

measurement system. The analytical tools used in this study include a blueprint

performance model used to analyze the accuracy of indicators that have been

prepared and thematic analysis for interview results data.

This research uses a qualitative method. The results of the research show

that the performance measurement system from planning to performance achievements at the PUP-ESDM office, Yogyakarta Special Region has not fully demonstrated

the suitability of information. In addition, the performance indicators of the

official of PUP-ESDM DIY in 2016 they were still oriented for service providers.

Factors that caused problems in performance accountability of PUP-ESDM office

were: quality of personnel, regulations, leadership commitments, data availability

and information systems, rewards and punishment.

Keywords: performance accountability, performance indicators, performance

blueprint

Page 2: IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN …

Jurnal Akuntansi & Manajemen Akmenika Vol. 16 No. 2 Tahun 2019

226

LATAR BELAKANG

Pemerintah sebagai organisasi

publik memiliki tanggung jawab untuk

meningkatkan kesejahteraan

masyarakat guna mewujudkan sistem

tata kelola yang yang lebih efektif dan

efisien. Akan tetapi, saat ini instansi

cenderung mengabaikan aspek efisiensi

(Hafiez & Akbar, 2013). Oleh sebab

itu, pemerintah mulai berfokus untuk

peningkatan sistem akuntabilitas publik

agar instansi pemerintah lebih

memperhatikan aspek efektif dan

efisien. Akuntabilitas di Indonesia telah

diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres)

No 7 th 1999. Dalam Inpres tersebut

mengatur mengenai pelaporan

akuntabilitas kinerja di instansi

pemerintah. Peraturan tersebut

selanjutnya disempurnakan dengan

adanya Peraturan Pemerintah No 8 th

2006. Peraturan tersebut menjelaskan

mengenai pelaporan keuangan dan

kinerja instansi pemerintah.

Sistem Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah (SAKIP)

merupakan sistem yang bertujuan

untuk meningkatkan akuntabilitas

kinerja pemerintah yang akan

berorientasi pada outcome. Dimana

SAKIP di Indonesia telah diatur

dalam Peraturan Presiden No 29 th

2014 dan PermenPAN dan RB No 12

th 2015. Kedua peraturan tersebut

mengatur perihal pedoman dalam

melaksanakan evaluasi atas

implementasi SAKIP yang

dilaksanakan oleh pemerintah.

Pelaksanaan SAKIP disajikan dalam

bentuk Laporan Kinerja Instansi

Pemerintah (LAKIP). Tetapi, saat ini

instansi pemerintah cenderung hanya

melaporkan kinerja yang baik dan

meminimalkan informasi yang

berlebihan tentang kegagalan program

(Ahyaruddin & Akbar, 2016). Hal

tersebut mendorong munculnya suatu

tuntutan baru untuk menilai kinerja

dari suatu instansi pemerintah, yaitu

dengan menggunakan suatu sistem

pengukuran kinerja (SPK). Saat ini

organisasi publik didorong untuk

memperkenalkan reformasi birokrasi

yang baru, yaitu New Public

Management (NPM). Reformasi ini

bertujuan untuk meningkatkan

efisiensi dan efektivitas kinerja

organisasi yang didasarkan pada

pengukuran berbasis keluaran (output)

dan hasil (outcome). Dengan adanya

NPM, diharapkan kinerja pemerintah

akan lebih transparan, akuntabel, dan

lebih bermanfaat bagi masyarakat.

Namun demikian, beberapa tahun

terakhir banyak organisasi publik

telah di bawah tekanan besar untuk

meningkatkan efisiensi dan

transparansi output,

merasionalisasikan penggunaan

sumber daya publik, dan

meningkatkan kualitas pelayanan

(Gomes et al. 2008).

Berdasarkan Perpres nomor 29

tahun 2014 menyebutkan bahwa

penyelenggaraan SAKIP meliputi

proses rencana strategis, perjanjian

kinerja, pengukuran kinerja,

pengelolaan data kinerja, pelaporan

kinerja, reviu dan evaluasi kinerja.

Penelitian ini akan berfokus pada

evaluasi terhadap seluruh komponen

dari SAKIP (perencanan kinerja,

pengukuran, pelaporan, evaluasi

internal dan capaian kinerja/sasaran)

yakni dengan menggunakan pendekatan

Performance Blueprint. Selanjutnya

akan dianalisis terkait faktor-faktor

yang berperan dalam penerapan SPK

Dinas PUP-ESDM DIY. Tujuan dari

penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi

indikator kinerja utama (IKU) dengan

Page 3: IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN …

Jurnal Akuntansi & Manajemen Akmenika Vol. 16 No. 2 Tahun 2019

227

menggunakan pendekatan Performance

Blueprint dan mengidentifikasi faktor-

faktor yang berperan sistem

pengukuran kinerja di Dinas PUP-

ESDM DIY.

Motivasi Penelitian

Dengan adanya penelitian ini

diharapkan akan membantu SKPD

untuk bekerja lebih berorientasi pada

outcome yang akan berdampak pada

kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Oleh karena itu, penelitian ini penting

untuk dilakukan agar dapat

memberikan kontribusi solusi dan

rekomendasi atas permasalahan

tersebut dengan memperoleh

pemahaman yang mendalam terkait

implementasi SPK baik dalam

evaluasinya maupun analisis faktor-

faktor yang berpengaruh sehingga

kedepannya kinerja instansi semakin

lebih baik.

LANDASAN TEORI

Akuntabilitas Publik

Akuntabilitas digambarkan sebagai

suatu konsep emas yang tidak bisa

dilawan siapapun karena dapat

menggambarkan suatu bentuk

transparansi dan kepercayaan (Bovens,

2006). Bovens (2006), juga

menjelaskan bahwa secara umum

akuntabilitas publik merupakan suatu

bentuk pertanggungjawaban dalam

ranah publik. Sedangkan menurut

Mardiasmo (2009), akuntabilitas adalah

suatu kewajiban pemerintah untuk

melaporkan segala aktivitas yang telah

dilaksanakan kepada masyarakat. Oleh

karena itu, pemerintah dituntut untuk

meningkatkan akuntabilitas kinerja agar

kinerjanya semakin lebih baik dari

tahun ke tahun. Dengan begitu tingkat

kepercayaan masyarakat terhadap

kinerja instansi pemerintah semakin

tinggi. Selain itu, instansi pemerintah

akan lebih bertanggungjawab untuk

melaksanakan tugas dan fungsinya

yang manfaatnya akan dapat dirasakan

masyarakat.

Implementasi Sistem Pengukuran

Kinerja

Kinerja merupakan suatu

gambaran tingkat pencapaian dari suatu

aktivitas atau program guna

mewujudkan visi dan misi organisasi

(Mahsun, 2013). Kinerja haruslah

memiliki indikator keberhasilan sebagai

dasar penilaian. Menurut Perpres No 29

th 2014, menjelaskan bahwa indikator

kinerja merupakan sebuah ukuran

keberhasilan dari program atau

kegiatan yang akan dicapai sesuai

dengan apa yang direncanakan.

Implementasi sistem

pengukuran yang telah berjalan hingga

saat ini, masih saja menunjukkan hal

yang buruk (Jurnali & Nabiha, 2015).

Hal tersebut juga didukung oleh

penelitian Sofyani et al. (2018), yang

menyatakan bahwa pelaksanaan SPK di

Indonesia belum mampu mencapai

tujuan untuk meningkatkan kinerja.

Sedangkan menurut Spékle dan

Verbeeten (2009), SPK harusnya dapat

membantu dalam peningkatan

efektivitas organisasi.

Menurut Mardiasmo (2009),

tujuan dari pengukuran kinerja instansi

pemerintah yaitu untuk memperbaiki

kinerja agar lebih efektif dan efisien,

sebagai dasar dalam pengambilan suatu

keputusan dan alokasi sumber daya,

serta menciptakan komunikasi antar

lembaga dan pertanggungjawaban

publik. Dengan adanya SPK yang

komprehensif, diharapkan dapat

memberikan manfaat untuk jangka

panjang. Oleh sebab itu, perlu

Page 4: IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN …

Jurnal Akuntansi & Manajemen Akmenika Vol. 16 No. 2 Tahun 2019

228

dilaksanakan evaluasi secara

menyeluruh dari perencanaannya,

penyusunan program, penganggaran

hingga pelaksanaan yang dilakukan

secara berkelanjutan (Mahsun, 2013).

Evaluasi tersebut diatur dalam

Permenpan dan RB No 12 th 2015.

Dalam peraturan tersebut dijelaskan

bahwa evaluasi dari penerapan SAKIP

bertujuan untuk meningkatkan

akuntabilitas kinerja pemerintah.

Evaluasi SAKIP yang telah

berjalan hingga saat ini,

menggambarkan bahwa belum

optimalnya instansi-instansi pemerintah

dalam dalam melaksanakan sistem

akuntabilitas kinerja. Salah satunya

dikarenakan pelaksanaan SAKIP saat

ini hanya sebatas formalitas semata.

Akbar et al. (2012) mengatakan bahwa

implementasi SPK di Indonesia lebih

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

regulasi daripada membuat organisasi

tersebut lebih efektif dan efisien.

Padahal saat ini instansi pemerintah

dituntut untuk meningkatkan efisiensi

dan transparansi output, merasionalisasi

penggunaan sumber daya publik, dan

meningkatkan kualitas pelayanan

(Gomes et al. 2008). Oleh sebab itu,

pelaksanaan SPK harus dievaluasi agar

dapat berjalan secara optimal.

Hasil dari penelitian

sebelumnya, menyatakan bahwa SPK

masih memiliki kendala dalam

pengembangan dan implementasi

(Akbar et al. (2012); Wijaya & Akbar,

2013). Beberapa diantaranya

disebabkan karena kurangnya

pelatihan, ketidakmampuan sistem

informasi untuk menyediakan data,

kesulitan memilih dan menafsirkan

ukuran kinerja yang tepat, kurangnya

komitmen organisasi untuk mencapai

hasil, dan pengambilan keputusan

terbatas wewenang (Cavalluzzo &

Ittner, 2004). Hal tersebut juga di

dukung oleh penelitian Akbar et al.

(2015) yang menyatakan bahwa

komitmen manajemen, kurangnya

keterampilan karyawan, motivasi dan

campur tangan politik merupakan

faktor-faktor yang dapat

memperngaruhi pelaksanaan SPK.

Performance Blueprint

Performance Blueprint

merupakan gabungan dari logic model

(model logika) dan Pendekatan Empat

Kuadran milik Friendman (Longo,

2002). Friedman (2005), mengatakan

bahwa pendekatan empat kuadran dapat

digunakan untuk mengukur sistem

akuntabilitas kinerja dengan

mengkategorikan indikator kinerja.

Dalam model ini menggunakan model

logika standar (input, aktivitas, output,

dan outcome) yang outputnya dianalisis

dengan menggunakan Pendekatan

Empat Kuadran Friedman Selain itu,

performance blueprint juga

menawarkan strategi untuk

mengidentifikasi dan memprioritaskan

empat jenis ukuran kinerja yang terkait

dengan upaya (effort) dan hasil (effect)

yang masing-masing akan terbagi lagi

dalam kuantitas (jumlah /individu) dan

kualitas (tingkat dan presentase).

Performance Blueprint juga

membedakan antara outcome penyedia

layanan dan outcome masyarakat.

Menurut Longo (2002), Peta Kategori

Pengukuran Kinerja ialah sebagai

berikut

Page 5: IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN …

Jurnal Akuntansi & Manajemen Akmenika Vol. 16 No. 2 Tahun 2019

229

Gambar 1 Peta Kategori Pengukuran

Kinerja Output

Pengelompokan dilakukan

dengan mengacu pada pertanyaan

berikut:

1. Kuantitas upaya: seberapa banyak

pelayanan yang diberikan?

2. Kualitas upaya: seberapa baik

pelayanan yang diberikan?

3. Kuantitas hasil: seberapa banyak

konsumen yang menjadi lebih baik?

4. Kualitas hasil: berapa persen

konsumen yang menjadi lebih baik dan

bagaimana mereka menjadi lebih baik?

Dalam hal ini, identifikasi

dilakukan dengan melihat satuan target

sebagai berikut:

a. Dalam kuantitas: jumlah layanan,

jumlah aktivitas, dan jumlah manfaat

yang diterima pelanggan.

b. Dalam kualitas: persentase layanan

yang baik, tingkat atau rasio capaian

aktivitas, persentase kepuasan

pelanggan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan pendekatan kualitatif

deskriptif. Pendekatan ini dipilih karena

bertujuan untuk memberikan

pemahaman yang mendalam tentang

isu penelitian dan dapat digunakan

untuk menjelajahi topik baru atau

memahami masalah yang kompleks

(Hennink et al. 2012). Creswell (2015)

juga mengatakan bahwa pendekatan

kualitatif dapat digunakan untuk

menyelidiki dan memahami makna

masalah sosial yang berasal dari

individu atau kelompok. Hal tersebut

sesuai dengan penelitian yang akan

dilakukan yakni untuk menemukan data

yang dapat dipercaya dalam upaya

mengeksplorasi implementasi sistem

pengukuran kinerja.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan

teknik wawancara dan dokumentasi.

Wawancara dilakukan dengan

melakukan sesi tanya jawab langsung

terhadap narasumber yang berkaitan

dengan penelitian. Responden yang

diwawancarai dipilih dengan teknik

snowball sampling karena bertujuan

untuk menemukan informan-informan

kunci yang memiliki banyak informasi

(Hennink et al. 2012). Teknik

wawancara yang digunakan adalah

semi terstruktur (semistructured

interview). Kemudian, pihak yang

diwawancara diantaranya dari

Inspektorat, Bappeda, dan Dinas PUP-

ESDM DIY. Sedangkan dokumen yang

digunakan akan disesuaikan dengan

kebutuhan untuk membantu menjawab

pertanyaan penelitian, seperti RPJMD

(Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah), Renstra (Rencana

Strategis), RKT (Rencana Kerja

Tahunan), PK (Penetapan Kinerja),

LAKIP, serta dokumen terkait lainnya.

Alat Analisis

Penelitian ini menggunakan alat

analisis tematik. Braun & Clarke,

(2006) menjelaskan bahwa analisis

tematik dapat digunakan untuk

mengidentifikasi, menganalisis dan

menyajikan pola atau tema berdasarkan

data-data yang telah diperoleh.

Page 6: IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN …

Jurnal Akuntansi & Manajemen Akmenika Vol. 16 No. 2 Tahun 2019

230

Beberapa tahapan-tahapan dalam

analisis ini diantaranya:

1. Mentranskripkan data

Data yang diperoleh dari hasil

wawancara dikumpulkan

kemudian kemudian diubah dari

bentuk lisan ke bentuk tulisan.

2. Membuat kode data awal

Membuat kode data awal

kemudian data-data tersebut

dikelompokan dan disusun

sesuai kodenya masing-masing.

3. Mencari tema

Selanjutnya dilakukan analisis

terhadap kode-kode data awal

tersebut untuk pencarian tema

yang selanjutnya digabungkan

menjadi tema.

4. Melakukan evaluasi tema

Meninjau kembali dan

disempurnakan sehingga tema

yang dihasilkan menjadi relevan

dengan topik.

5. Menamakan dan

mendefinisikan tema

Mengidentifikasi esensi dari

setiap tema secara keseluruhan

dan menentukan aspek data

pada tiap tema.

6. Pembuatan laporan

Laporan analisis disajikan

ringkas dan menjelaskan

tentang argumen dalam

kaitannya dengan pertanyaan

penelitian.

HASIL ANALISIS DAN

PEMBAHASAN

Analisis Empat Kuadran Friedman

(Four Quadran Analysis)

Analisis tersebut akan

menggambarkan kondisi indikator

kinerja Dinas PUP-ESDM DIY dalam

suatu peta indikator sehingga akan

terlihat prioritas indikator kinerja yang

telah ditetapkan, apakah telah

berorientasi pada manfaat pelayanan

yang diberikan kepada masyarakat

(community outcomes) atau masih

sebatas penyediaan layanan (services

delivery outcomes). Indikator kinerja

yang akan dianalisis berasal dari data

LAKIP tahun 2016. Pada LAKIP tahun

2016, jumlah indikator kinerja sasaran

sebanyak delapan indikator dan 33

indikator kinerja program.

Gambar 2 Identifikasi Peta Indikator

Empat Kuadran Friedman

Sedangkan urutan prioritas

indikator kinerja ialah sebagai berikut:

1. Kualitas hasil: 10 (24,39%)

2. Kuantitas hasil: 9 (21,95%)

3. Kualitas upaya: 12 (29,27%)

4. Kuantitas upaya: 10 (24,39%)

Berdasarkan hasil analisis

empat kuadran Friedman, sebagian

besar indikator kinerja yang digunakan

pada Dinas PUP-ESDM DIY tahun

2016, sebagian besar indikator kinerja

yang digunakan masih berada dalam

kategori kualitas upaya. Hal tersebut

menandakan bahwa kinerja yang

dilakukan Dinas PUP-ESDM DIY

masih berada dalam upaya penyediaan

layanan. Oleh sebab itu, perlu

dilakukan peningkatan kinerja agar bisa

berada pada kategori kualitas hasil.

ANALISIS IMPLEMENTASI

SISTEM AKUNTABILITAS

KINERJA INSTANSI

PEMERINTAH

Analisis Perencanaan Strategis

Dalam menganalisis alur logika

perencanaan, dokumen yang digunakan

ialah Renstra, RKT, dan PK. Dokumen-

Page 7: IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN …

Jurnal Akuntansi & Manajemen Akmenika Vol. 16 No. 2 Tahun 2019

231

dokumen tersebut dievaluasi dengan

melihat kesesuaian atau keselarasan

dari komponen-komponen yang ada di

dalamnya. Komponen-komponen

tersebut meliputi; misi, tujuan, sasaran

dan indikator kinerja. Dari sisi

kesesuaian dan keselarasan, komponen-

komponen ini telah tergolong cukup

baik. Akan tetapi, masih terdapat

kendala penyusunan Renstra terutama

mengenai pengumpulan data informasi

karena penyusunan Renstra harus

disesuaikan dengan kondisi terkini.

Namun, secara keseluruhan,

komponen-komponen dalam dokumen

perencanaan sudah sangat baik dan

sudah menunjukkan alur berpikir yang

logis.

Analisis Pengukuran Kinerja Dalam menganalisis alur logika

pengukuran, komponen yang dievaluasi

antara lain indikator kinerja utama

(IKU), implementasi pengukuran dan

hasil pengukuran atau capaian. Dinas

PUP-ESDM telah memiliki IKU yang

penyusunannya dilakukan bersama

dengan bappeda. Penyusunan IKU

haruslah berdasarkan pada IKU

gubernur, karena kinerja dari SKPD itu

merupakan bentuk upaya perwujudan

dari visi misi gubernur. Meskipun

Dinas PUP-ESDM DIY telah

melaksanakan pengukuran kinerja

secara terstruktur dari unit terbawah,

akan tetapi masih terdapat kendala-

kendala pada saat melakukan

pengukuran kinerja kendala dalam

pengukuran kinerja adalah data yang

diserahkan tiap-tiap bidang kurang

valid dalam perhitungannya. Oleh

sebab itu, diperlukan koordinasi yang

baik antar bidang agar tidak terjadi

kesalahan dalam melakukan

pengukuran kinerja. Secara

keseluruhan, analisis alur logika

pengukuran kinerja telah dilaksanakan

dengan baik dengan menggunakan

indikator-indikator yang telah

ditetapkan.

Analisis Pelaporan Kinerja

Komponen yang digunakan

dalam menganalisis pelaporan kinerja

yaitu LAKIP. Dalam mencapai sasaran,

ditempuh dengan melaksanakan

strategi, kebijakan, program, dan

kegiatan seperti yang dirumuskan

dalam Renstra. Hal-hal yang dijadikan

dasar dalam menganalisis alur logika

pelaporan yakni dari sisi ketaatan

pelaporan, pengungkapan, dan

penyajian serta pemanfaatan informasi

kinerja untuk perbaikan kinerja. Dinas

PUP-ESDM DIY telah menyusun

LAKIP sesuai dengan PermenPAN dan

RB No 53 th 2014 dan Pergub DIY No

94 th 2016. LAKIP yang disusun oleh

Dinas PUP-ESDM DIY juga telah

meliputi perencanaan, penyajian

akuntabilitas kinerja, evaluasi, dan

capaian kinerjanya.

Analisis Evaluasi Internal

Dalam melakukan evaluasi

internal, komponen yang dievaluasi

ialah LAKIP. Sebagai bentuk penilaian

atas kualitas kinerja, LAKIP juga

bertujuan untuk mendorong

peningkatan kinerja agar instansi

pemerintah di lingkungan Pemda DIY

semakin akuntabel. Evaluasi ini

bertujuan untuk memperoleh informasi

tentang sejauh mana hasil dari

pelaksanaan program-program dan

kegiatan yang telah direncanakan.

Dalam evaluasinya, Dinas PUP-ESDM

DIY dinilai telah cukup baik dalam

menjalankan akuntabilitas kinerja. Hal

tersebut dibuktikan dengan perolehan

peringkat BB dengan jumlah nilai yang

meningkat dari tahun sebelumnya.

Page 8: IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN …

Jurnal Akuntansi & Manajemen Akmenika Vol. 16 No. 2 Tahun 2019

232

Analisis Capaian Kinerja/Sasaran

Dalam melaksanakan

kinerjanya, Dinas PUP-ESDM DIY

memiliki tugas dan fungsi untuk

masing-masing bidangnya. Banyaknya

bidang yang dinaungi berimplikasi

pada tuntutan untuk saling bersinergi

antara satu bidang dengan yang lainnya

semakin tinggi karena terkadang satu

program itu bisa diampu oleh beberapa

bidang. Tahun 2016, Dinas PUP-

ESDM DIY menerima rekomendasi

dari inspektorat untuk meningkatkan

capaian kinerjanya. Penilaian kinerja

yang berkaitan dengan SAKIP untuk

SKPD di lingkungan pemda DIY

didasarkan pada data-data capaian

setiap program dan kegiatan SKPD

yang telah dilaporkan. Oleh sebab itu,

penilaian dari inspektorat yang

menyatakan bahwa capaian belum

optimal dikarenakan beberapa program

dan kegiatan yang direncanakan

targetnya masih belum optimal dalam

pencapaiannya. Dalam pengukuran

kinerja instansi pemerintah, instansi

diharapkan dapat mencapai kinerjanya

hingga 100%. Akan tetapi, sering kali

yang diekspektasikan tidak sesuai

dengan realita, sehingga untuk

meningkatkan capaian kinerja pada

Dinas PUP-ESDM DIY, maka perlu

dilakukan pengawasan-pengawasan

terhadap program dan kegiatan yang

dilaksanakan. Selain itu, juga

diperlukan evaluasi internal untuk

memperbaiki kinerja-kinerja yang

belum optimal.

Faktor-Faktor yang Berperan dalam

Implementasi SPK

Berdasarkan hasil wawancara, dapat

disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

berpengaruh dalam implementasi SPK,

diantaranya:

1. Kualitas Pegawai

Kualitas sumber daya manusia

sangatlah berperan penting dalam

implementasi SPK. Akan tetapi, masih

ada pegawai-pegawai yang kesulitan

dalam pendistribusian pekerjaan.

Beberapa pegawai hanya menguasai

apa yang biasa mereka kerjakan.

Apabila terjadi mutasi pegawai,

pegawai tersebut akan kesulitan

beradaptasi pada pekerjaan barunya.

Oleh sebab itu, ketika terjadi mutasi

atau rotasi harus dilakukan pelatihan

ulang bagi pegawai yang baru. Hal ini

juga sejalan dengan hasil temuan dalam

penelitian (Syachbrani & Akbar,

2013) yang menyatakan bahwa kondisi

pegawai memiliki pengaruh terhadap

implementasi SPK.

2. Peraturan-peraturan

Peraturan juga merupakan salah

satu faktor pendukung dalam

implementasi SPK. Temuan ini

diperoleh dari hasil wawancara.

Meskipun peraturan berdampak pada

sebuah pemaksaan, tetapi dengan

adanya peraturan-peraturan yang

mengikat akan lebih mendorong

instansi untuk bekerja lebih baik lagi.

Selain itu, peraturan yang jelas dapat

dimanfaatkan sebagai pedoman atau

acuan dalam melaksanaan SPK,

sehingga akan memperjelas arah gerak

dalam pelaksanaan kinerja.

3. Komitmen Atasan

Peran pimpinan sangatlah

penting dalam peningkatan kinerja

instansi. Hal tersebut dikarenakan,

pimpinan merupakan teladan atau

motivasi bagi pegawai untuk terus

meningkatkan kinerja pegawai.

Komitmen pimpinan memberikan

dampak yang positif terhadap

peningkatan kinerja SKPD. Dengan

pimpinan yang senantiasa memegang

komitmennya, maka akan memotivasi

Page 9: IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN …

Jurnal Akuntansi & Manajemen Akmenika Vol. 16 No. 2 Tahun 2019

233

pegawai untuk memberikan kinerja

yang optimal. Hal tersebut sesuai

dengan penelitian yang dilakukan

(Akbar et al., 2012) yang menyatakan

bahwa komitmen dari atasan dapat

membantu dalam pelaksanaan SPK.

4. Ketersediaan Data dan Sistem

Informasi

Ketersediaan sistem informasi

berkaitan dengan pengumpulan data

kinerja dan ketepatan waktu. Sistem

informasi itu merupakan salah satu

faktor pendukung yang dapat

membantu proses implementasi SPK.

Dengan adanya sistem tersebut, data

kinerja dapat dikumpulkan secara

terstruktur. Hal tersebut juga didukung

oleh penelitian (Syachbrani dan Akbar,

2013) yang menyatakan bahwa jika

sistem informasi tidak tersedia,

pelaksanan SAKIP akan dilaksanakan

secara manual dan hal tersebut dapat

menghambat alur komunikasi

informasi.

5. Reward and Punishment

Reward dan punishment akan

memotivasi pegawai untuk senantiasa

meningkatkan kinerjanya dan lebih

bertanggungjawab terhadap tugas dan

kewajibannya. Hal tersebut juga

didukung oleh penelitian (Syachbrani

& Akbar, 2013) yang menyatakan

bahwa insentif memiliki dampak

terhadap implementasi SPK karena

dapat mendorong pencapaian kinerja

instansi. Dengan adanya insentif, perlu

juga diterapkan punishment agar

pegawai lebih bertanggungjawab

terhadap kinerja yang telah dilakukan

dan lebih terpacu untuk memberikan

kinerja yang terbaik.

KESIMPULAN

1. Implementasi SPK Dinas PUP-

ESDM DIY dari mulai

perencanaan kinerja,

pengukuran kinerja, pelaporan

kinerja, evaluasi internal hingga

pencapaian kinerjanya masih

belum sepenuhnya optimal.

2. Hasil analisis performance

blueprint dari indikator kinerja

tahun 2016 masih berorientasi

pada penyediaan layanan

(services delivery outcomes).

3. Faktor-faktor yang berperan

dalam implementasi SPK yakni:

a. Kondisi kualitas SDM yang

masih kesulitan dalam

pendistribusian pekerjaan.

a. Peraturan perundang-

undangan yang dijadikan

sebagai acuan pelaksanaan

SAKIP.

b. Komitmen atasan untuk

terus berusaha

meningkatkan akuntabilitas

kinerja instansi.

c. Ketersediaan data dan

sistem informasi yang

memadai agar pelaporan

dapat berjalan tepat waktu.

d. Reward and punishment

untuk memotivasi kinerja

pegawai

Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan dari

hasil penelitian sebagaimana telah

dijelaskan pada bagian sebelumnya,

maka direkomendasikan untuk

melakukan hal-hal berikut

1. Melakukan perbaikan dengan

menyusun rencana tidak lanjut

yang realistis.

2. Melaksanakan perbaikan

dengan penuh kesadaran dan

tanggungjawab terhadap

beberapa faktor-faktor diatas

yang dirasa belum optimal,

seperti kualitas pegawai dengan

Page 10: IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN …

Jurnal Akuntansi & Manajemen Akmenika Vol. 16 No. 2 Tahun 2019

234

mengadakan pelatihan.

3. Menyusun sistem pengumpulan

data melalui Standard

Operating Procedure (SOP)

mengenai mekanisme

pengumpulan data dari masing-

masing bidang terutama dalam

pelaporan data kinerja.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ahyaruddin, M. & Akbar, R.

2016. The relationship between

the use of a performance

measurement system,

organizational factors,

accountability, and the

performance of public sector

organizations. Journal of

Indonesian Economy and

Business, 31(1): 1–22.

[2] Akbar, R., Pilcher, R. & Perrin,

B. 2012. Performance

measurement in Indonesia: The

case of local government.

Pacific Accounting Review,

262–291.

[3] Akbar, R., Pilcher, R. & Perrin,

B. 2015. Implementing

Performance Measurement

Systems: Local Government

under Pressure. Qualitative

Research in Accounting and

Management (QRAM), Vol. 12

(1), 3-33.

[4] Bovens, M. 2006. Analysing

and Assessing Public

Accountability: A Conceptual

Framework. European

Governance Papers

(EUROGOV), No. C-06-01.

[5] Braun, V. & Clarke, V. 2006.

Using thematic analysis in

psychology. Qualitative

Research in Psychology. 3: 77–

101.

[6] Cavalluzzo, K. S., & Ittner, C.

D. 2004. Implementing

Performance Measurement

Innovations: Evidence From

Government. Accounting,

Organizations and Society.

[7] Creswell, J.W. 2015. Penelitian

Kualitatif & Desain Riset. 1st

ed. Yogyakarta: Pustaka

Belajar.

[8] Friedman, M. 2005. Trying

Hard is Not Good Enough: How

to Produce Measurable

Improvements for Customers

and Communities. Washington

D.C.: FSPI.

[9] Gomes, P., Mendes, S. &

Carvalho, J. 2008. Use of

performance measurement in

the public sector: the case of the

police service. Implementing

Reforms in Public Sector

Accounting, 407–426.

[10] Hafiez, S. & Akbar, R. 2013.

Hubungan Faktor Internal

Institusi dan Implementasi

Sistem Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah (SAKIP) di

Pemerintah Daerah. Jurnal

Akuntansi dan Keuangan

Indonesia (JAKI), Vol.10, No.2,

p.184-205.

[11] Hennink, M., Hutter, I. &

Ajay Bailey 2012. Qualitatif

Research Methods.

Washington D.C.: SAGE.

[12] Instruksi Presiden (Inpres)

Nomor 7 Tahun 1999 tentang

Page 11: IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN …

Jurnal Akuntansi & Manajemen Akmenika Vol. 16 No. 2 Tahun 2019

235

Pelaporan Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah.

[13] Jurnali, T. & Nabiha, S. 2015.

Performance management

system for local government:

The Indonesian experience.

Global Business Review, 16(3),

351-363.

[14] Kellogg, W. 2004. Logic Model

Development Guide. Battle

Creek, Michigan.

[15] Keputusan Kepala Lembaga

Administrasi Negara (LAN)

Nomor 589/IX/6/Y/1999 tentang

Pedoman Implementasi

Pelaporan Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah.

[16] Keputusan LAN Nomor

239/IX/6/8/2003 tentang

Perbaikan Pedoman

Penyusunan Pelaporan

Akuntabilitas kinerja Instansi

Pemerintah.

[17] Longo, Paul J. 2004. “Logic

Models in Evaluation Design.”

Ohio Program Evaluator Group,

Evaluation Basic Workshop,

November 15&16, 2004, 2011.

An Approach to performance

Measurement: Using the

performance blueprint and

Related Ongoing performance

Measurement & Management

(OPM&M) Techniques). Lates

Version.http://paullongo.org/pro

ducts.html.

[18] Mahsun, M. 2013. Pengukuran

Kinerja Sektor Publik.

Yogyakarta: BPFE.

[19] Mardiasmo. 2009. Akuntansi

Sektor Publik. Yogyakarta:

ANDI.

[20] Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 12 Tahun

2015.

[21] Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 53 Tahun

2014 tentang Petunjuk Teknis

Perjanjian Kinerja, Pelaporan

Kinerja, dan Tata Cara Reviu

atas Laporan Kinerja Instansi

Pemerintah.

[22] Peraturan Pemerintah Nomor 8

Tahun 2006 tentang Pelaporan

Keuangan dan Kinerja Instansi

Pemerintah.

[23] Peraturan Presiden Nomor 29

Tahun 2014 tentang Sistem

Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah.

[24] Sofyani, H., Akbar, R. & R.D.

Ferrer. 2018. 20 Years of

Performance Measurement

System (PMS) Implementation

in Indonesian Local

Governments: Why is Their

Performance Still Poor?. Asian

Journal of Business and

Accounting (AJBA), Vol.11,

No.1, p.151-183.

[25] Syachbrani, W. & Akbar, R.

2013. Faktor-faktor Teknis dan

Keorganisasian yang

Mempengaruhi Pengembangan

Sistem Pengukuran Kinerja

Pemerintah Daerah. Jurnal

Reviu Akuntansi.

[26] Speklé, R. F., & Verbeeten

Frank H.M., 2009. The Use of

Performance Measurement

Systems in The Public Sector:

Page 12: IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN …

Jurnal Akuntansi & Manajemen Akmenika Vol. 16 No. 2 Tahun 2019

236

Effects on Performance.

Nyenrode Research &

Innovation Institute (NRI)

Research Paper, No. 09-08

(JRAK), Vol.3, No.2, p.447-

463.

[27] Wijaya, A. C. H., & Akbar, R.

2013. The Influence of

Information, Organizational

Objectives and Targets, and

External Pressure towards the

Adoption of Performance

Measurement System in Public

Sector. Journal of Indonesian

Economy and Business (JIEB),

Vol.28, No.1, p.62-83.