Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    1/20

    PENENTUAN KOEFISIEN RUNOFF  DENGAN MODEL PENDUGAAN

    WEPP (WATER EROSION PREDI CTION PROJECT ), SUB DAS JE’NEBERANG HILIR,

    KECAMATAN PARANGLOE, KABUPATEN GOWA

    Determine of runoff Coeff icient at various of Condition with M odel of Prediction

    WEPP (Water Erosion Prediction Project), Je’neberang sub-Watershed Downstream,

    Parangloe sub-distr ict, Regency of Gowa  

    HAIDAR AMZAR (G 621 08 265)

    1

    Suhardi dan Abdul Waris2

    ABSTRAK

    Kondisi DAS semakin memprihatinkan seiring dengan semakin tingginya frekuensi banjir,

    kekeringan, dan tanah longsor serta degradasi lahan. Beragamnya pemanfaatan lahan di kawasan DAS

    memiliki konstribusi yang sangat besar terhadap laju runoff .  Runoff  adalah air yang mengalir di atas

     permukaan tanah yang menjadi awal mula terjadinya erosi. Koefisien runoff menjadi indikator suatu

    DAS mengalami gangguan. Model Hidrologi WEPP (Water Erosion Prediction Project ) merupakan

    model yang aplikatif dalam melakukan pendugaan erosi, sedimen dan runoff karena dapat diatur sesuaidengan kondisi di Lapangan. 

    Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui besarnya nilai koefisien runoff   hutan produksi

    di areal INHUTANI I sub DAS Jeneberang Hilir, kecamatan Parangloe, kabupaten Gowa

     pada berbagai tingkat kemiringan dengan metode plot (petak kecil) dan model pendugaan berbasis

    Hidrologi WEPP. Metode yang digunakan adalah pengukuran volume runoff   pada plot berukuran

    22 m x 4 m dengan tingkat kemiringan yang berbeda. Kemudian dilakukan pendugaan runoff

    dengan model hidrologi WEPP. Hasil pendugaan runoff dikalibrasi dengan metode  solver   sebagai

    upaya memperkecil penyimpangan. Penelitian ini diperuntukkan pada pengetahuan tentang runoff  

    yang ditimbulkan pada berbagai tingkat kelerengan yang berbeda dan pengetahuan tentang pendugaan

    runoff  dengan model Hidrologi WEPP.

    Hasil penelitian menunjukan bahwa pada plot 1, plot 2 dan plot 3 dengan tingkat kelerengan

    masing-masing 24,57%, 27,33%, dan 32,24% diperoleh runoff   rata-rata sebesar 0,746 mm/kejadian

    hujan, 0,876 mm/kejadian hujan, dan 1,119 mm/kejadian hujan dengan nilai pengukuran koefisien

    runoff sebesar 0,021-0,036. Hasil pendugaan dengan model hidrologi WEPP diperoleh besar runoff  

    rata-rata pada plot 1, plot 2 dan plot 3 yaitu sebesar 0,504 mm/kejadian hujan, 0,818 mm/kejadian

    hujan, dan 0,929 mm/kejadian hujan dengan nilai pendugaan koefisien runoff sebesar

    0,013-0,029.

    Kata Kunci: Runoff, WEPP, Koefi sien Runoff , Plot, Kelerengan

    ABSTRACT

    Watershed conditions worsening along with the high frequency of floods, droughts,

    and landslides and land degradation. The diversity of land use in the watershed has a very large

    contribution to the rate of runoff. Runoff is the water that runs off the land surface into the beginning

    of the erosion. Runoff coefficient is an indicator of a disturbed watershed. WEPP (Water Erosion

     Prediction Project) Hydrology Model is a model applied in making prediction of erosion, sediment

    and runoff because it can be adjusted according to the conditions in the field.

    The research objective was to determine the value of the runoff coefficient of production

     forests in areas INHUTANI I Jeneberang sub-watershed Downstream Parangloe sub-District,

     Regency of Gowa at different levels of the slope by the method of plot (small plots) and model-based

     prediction WEPP Hydrology. The method used is the measurement of the volume of runoff on plotsmeasuring 22 m x 4 m with a different slope. Then conducted a runoff prediction model WEPP

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    2/20

    hydrology. Calibrated runoff prediction results Solver method in an effort minimize aberrations. This

     study intended to knowledge of runoff generated at different levels of different slopes and the

    knowledge of runoff prediction model WEPP Hydrology.The results showed that at Plot 1, Plot 2 and Plot 3 with degree slope respectively 24,57%,

    27,33% and 32,24% runoff obtained an average of 0.746 mm/rain event, 0.876 mm/rain event,

    and 1.119 mm/rain event with measurement values of runoff coefficient from 0.021 to 0.036.

     Estimation results obtained by the hydrological model WEPP runoff average on plot 1, plot 2 and plot

    3 is equal to 0,504 mm/rain event, 0,818 mm/rain event, and 0,929 mm/rain event with a value

    estimation of runoff coefficient from 0,013 to 0,029. 

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) saat ini semakin memprihatinkan dengan

    semakin tingginya frekuensi banjir, kekeringan, dan tanah longsor serta laju degradasi

    hutan akibat alih fungsi lahan (BPDAS Jeneberang, 2010).

    Penggunaan dan pengelolaan tanah yang kurang sesuai dengan teknik konservasi

    akan mempercepat proses terjadinya kerusakan lahan akibat laju runoff . Kondisi

    tersebut akan mempengaruhi peran DAS sebagai PLTA, irigasi, sumber air minum

    dan kebutuhan domestik lainnya (Sylviani, 2010).

    Berdasarkan uraian di atas maka dianggap perlu dilakukan penelitian tentang

     penentuan koefisien runoff  dengan model pendugaan WEPP (Water Erosion Prediction

     Project ), sub DAS Jeneberang Hilir Kabupaten Gowa pada kawasan hutan INHUTANI

    I Unit III, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa sebagai indikator untuk

    menunjukkan bahwa DAS mengalami gangguan.

    Tujuan dan Kegunaan

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya nilai koefisien

    runoff   hutan produksi di areal INHUTANI I sub DAS Jeneberang Hilir, Kecamatan

    Parangloe, Kabupaten Gowa pada berbagai tingkat kemiringan dengan metode plot

    (petak kecil) dan model pendugaan berbasis Hidrologi WEPP (Water Erosion

     Prediction Project).Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai salah satu sumber informasi

     pengaruh penggunaan lahan (hutan produksi) terhadap nilai koefisien aliran pada DAS

    Jeneberang.

    METODOLOGI PENELITIAN

    Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2012 di areal hutan

    INHUTANI I Unit III, sub DAS Jeneberang Hilir, Kecamatan Parangloe, Kabupaten

    Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    3/20

    Alat dan Software

    Alat yang digunakan yaitu petak ukur (plot), pipa PVC, bak runoff , plastik, GPS(Global Position System), penakar hujan manual, volumetrik, selang air, rol meter,

     parang, skop, cangkul, linggis, ring sampel, alat tulis, kalkulator, dan kamera digital.

    Software yang digunakan adalah Arc View, GIS 3.3, WEPPwin 2012 dan Solver

    Excel 2010.

    Data Primer dan Data Sekunder

    Data primer yang digunakan yaitu data tingkat kelerengan, curah hujan harian,

    dan volume runoff . Data sekunder yang digunakan yaitu peta administrasi Parangloe

    skala 1 : 127.183 tahun 2011, peta jenis tanah DAS Jeneberang Parangloe

    skala 1 : 127.183 tahun 2011, peta kelerengan Parangloe skala 1 : 127.183 tahun 2011, peta landuse 1 : 127.183 tahun 2011 oleh BPDAS Jeneberang Walanae.

    Metode dan Tahapan Penelitian

    Observasi Lapangan 

    Observasi lapangan dilakukan untuk memperoleh informasi dengan melihat

    survei kemiringan lereng, kondisi vegetasi dan merupakan wilayah sub DAS Jeneberang

    Hilir.

    Pengukuran Kemiringan Lereng

    Pengukuran kemiringan lereng dilakukan dengan menggunakan  Leveling  

    yang terbuat dari bahan-bahan seperti selang, patok pendek, patok panjang, rol meter

    dan tali rapia.

    Pembuatan Petak atau Plot Runoff

    Petak dibuat dengan berukuran 22 m x 4 m. Terdapat pembatas daerah tangkapan

    air setinggi 40 cm di atas tanah dan 15 cm ke dalam tanah. Pada masing-masing plot,

    terdapat penampung yang harus tertutup untuk menghindari masuknya air hujanmaupun percikan tanah. Plot runoff   ini digunakan untuk mengukur besarnya air

    limpasan.

    Gambar 1. Sketsa Plot (Petak) Runoff

    Pengukuran Curah Hujan

    Pengukuran besarnya curah hujan menggunakan penakar curah hujan manual,

    terbuat dari toples dan terpasang corong sebagai penakar hujan. Alat ini berdiameter

    19,5 cm yang diletakkan di tempat terbuka sehingga air hujan akan diterima langsung.

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    4/20

    Δh S

    D

    Z

    Pengukuran curah hujan dilakukan dengan mengukur banyaknya air yang tertampung

     pada alat tersebut. Pengukuran dilakukan sekali sehari setiap kejadian hujan.

    Pengukuran dilakukan sekali sehari setiap kejadian hujan pada pukul 14.00 WITA bersamaan dengan sampel runoff  dengan interval waktu 1 x 24 jam.

    Gambar 2. Alat Penakar Curah Hujan Manual

    Pengukuran Aliran Permukaan

    Pengukuran volume air limpasan dilakukan sekali sehari setiap kejadian hujan.

    Untuk menghitung volume air limpasan pada penampung I dan II digunakan rumus

    volume tangki segitiga terpancung sedangkan untuk penampung III digunakan rumus

    volume silinder.

    Pengambilan Sampel Tanah

    Pengambilan sampel tanah dilakukan untuk memperoleh data % Pasir, % liat,

    kadar air tanah, tekstur tanah, BO (bahan organik), dan KTK (kapasitas tukar kation).

    Pengambilan sampel tanah menggunakan ring sampel berukuran diameter 5,2 cm

    dan tinggi 7 cm. Selanjutnya dianalisis di Laboratorium Kimia dan Fisika Tanah.

    Analisis Data

    Perhitungan Kemiringan Lahan

    Untuk menghitung persen kemiringan dapat digunakan persamaan berikut

    (Hidayat, 2001):

    Kemiringan slope (S) =

     %  …………………………..  (1) 

    Keterangan:

    S = kemiringan lahan (%)

    D = jarak titik tertinggi dengan terendah (m)

    Δh  = beda tinggi (m)

    Z = panjang lereng (m)

    Perhitungan Volume Air Limpasan Permukaan

    Besarnya volume air limpasan dihitung dengan persamaan berikut (Van, 1953):

    Volume Air pada P.I dan P.II berbentuk kerucut

    (V =

      ( +  + ())) …………………………  (2) 

    Volume Air pada P.III berbentuk silinder

    (V =   ) …………………………………………………... (3)

    Z

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    5/20

    Keterangan:

    V = volume air limpasan (ml)

    H = tinggi permukaan air pada penampung (cm)R = jari-jari permukaan penampung kerucut (cm)

    r = jari-jari alas penampung kerucut (cm)

    r = jari-jari penampung silinder (cm)

    Perhitungan Runoff

    Besarnya runoff   dihitung dengan persamaan berikut (Ziliwu (2002) dalam

    Purnamasari (2011):

    Ro =

      ………….……..………………………………. (4) 

    Keterangan:Ro = runoff (mm)

    V = volume air limpasan (ml)

    A = luas permukaan penampang petak (m2)

    Perhitungan Curah Hujan

    Besarnya curah hujan yang terdapat pada areal hutan dihitung dengan persamaan

     berikut (Ziliwu (2002) dalam Purnamasari (2011)):

    CH =

      ………….……..……………………………….  (5)

    Keterangan:CH = curah hujan (mm)

    V = volume air pada penakar hujan (ml)

    A = luas permukaan penakar hujan (m2)

    Perhitungan Intensitas Curah Hujan

    Besarnya intensitas curah hujan dihitung dengan persamaan berikut (Ziliwu

    (2002) dalam Purnamasari (2011)):

      ………….……..……………………………….  (6)

    Keterangan:I = intensitas curah hujan (mm/jam)

    CH = curah hujan harian (mm)

    t = durasi curah hujan (menit)

    Analisis Runoff Berbasis Model Hidrologi WEPP

    WEPP membutuhkan input empat kelompok data untuk dapat dijalankan seperti

     berikut ini (USDA, 2012):

    1. Data klimatologi

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    6/20

    2. 

    Data topografi

    3. Data tanah

    4. 

    Data tanaman dan lahan disesuaikan kondisi tata guna lahan dan pengolahanyang ada.

    Perhitungan Koefisien Runoff

    Untuk menghitung nilai koefisien runoff   pada petak atau plot digunakan

     persamaan berikut (Asdak, 2010):

    C =

      ………….……..……………………………….  (7)

    Keterangan:

    C   = koefisien aliran/runoff (tak berdimensi)

     Ro  = Runoff  (mm/kejadian hujan)CH   = Curah Hujan (mm/kejadian hujan)

    Diagram Alir

    Dari metode yang telah diuraikan, dapat digambarkan dalam diagram alir yang

    disajikan pada Gambar 18.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Letak Administrasi dan Batas Geografis

    Luas wilayah Kecamatan Parangloe yaitu 221,26 km2 atau 11,75% dari luas

    Kabupaten Gowa. Lokasi penelitian merupakan kawasan hutan INHUTANI I yang

    mencakup wilayah sub DAS Jeneberang Hilir yang terletak di Kelurahan Lanna,

    Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa. Secara geografis terletak pada posisi sebagai

     berikut:

    a.  Plot 1 terletak pada 119038.339’-119038.342’ BT dan 5

    014.352’- 5

    014.366’ LS. 

     b. Plot 2 terletak pada 119038.634’-119038.928’ BT dan 5

    014.244’- 5

    014.250’ LS. 

    c. 

    Plot 3 terletak pada 119038.923’-119038.926’ BT dan 5

    014.255’- 5

    014.265’ LS. 

    Gambar 3. Peta Administrasi kecamatan Parangloe

    Lokasi penelitian memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

    a. 

    Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Belapunranga

     b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Borisallo

    c. 

    Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Manuju

    d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Bontoparang

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    7/20

    Vegetasi dan Penggunaan Lahan

    Terdapat beberapa jenis tanaman utama dan tanaman sisipan pada lokasi penelitian. Tanaman utama seperti Akasia ( Acacia Mangium a.k.a) dan Pinus

    (Casuarina Equisetifolia) sedangkan tanaman sisipan seperti Gmelina Arborea, Gamal

    (Cliricidia Sepium), Johar (Cassia Siamea).

    Jenis vegetasi yang bervariasi dalam suatu lahan memberi pengaruh terhadap

     besar kecilnya air limpasan permukaan (runoff ) yang berdampak pada tingkat erosi.

    Vegetasi berperan penting dalam mengurangi pukulan air hujan sehingga akan

    mengurangi pemadatan tanah.

    Topografi

    Hasil pengukuran kemiringan lereng pada plot 1, plot 2 dan plot 3 menunjukkankemiringan lereng masing-masing 24,57%, 27,33%, dan 32,24%. Kemiringan lereng

    yang berbeda-beda pada plot runoff  berukuran 22 m x 4 m menghasilkan rata-rata air

    limpasan permukaan (runoff ) yaitu 0,77 mm, 0,92 mm, dan 1,27 mm. Hasil tersebut

    menunjukkan bahwa semakin curam suatu lereng semakin besar air limpasan

     permukaan (runoff ) yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan Arsyad (2010) bahwa

    kemiringan lereng memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curam lereng juga

    memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar energi

    angkut aliran permukaan. Hal ini pun didukung oleh Kartasapoetra et al  (2010) bahwa

    landslope  atau kemiringan lahan merupakan faktor yang sangat perlu diperhatikan,

    karena lahan yang mempunyai kemiringan itu dapat dikatakan lebih mudah terganggu

    atau rusak, lebih-lebih kalau derajat kemiringannya demikian besar.

    Tanah

    Berdasarkan data yang diperoleh dari Balai Pengelolaan DAS

    Jeneberang-Walanae bahwa jenis tanah pada lokasi penelitian ini yaitu

    Latosol/Kambisol/Laterik.

    Gambar 4. Profil Tanah pada Lokasi Penelitian

    Tabel 1, 2, dan 3 merupakan hasil pengujian enam sampel tanah pada HutanProduksi di ketiga plot. Sampel tanah diambil pada dua kedalaman yang berbeda yakni

     pada kedalaman 0-10 cm dan 0-20 cm. Tabel tersebut menunjukkan bahwa tanah

    memiliki persen liat yang berbeda di setiap plotnya. Secara umum tekstur tanah pada

    lokasi tersebut adalah lempung liat. Tanah yang mengandung liat dalam jumlah yang

    tinggi mempengaruhi kemampuan tanah untuk melewatkan air. Hal ini mengakibatkan

    terjadinya aliran permukaan dan erosi yang lebih tinggi.

    Tabel 1. Parameter Sifat Tanah pada Plot 1 

    Tabel 2. Parameter Sifat Tanah pada Plot 2 

    Tabel 3. Parameter Sifat Tanah pada Plot 3

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    8/20

    Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan

    Data curah hujan pada Gambar 5 merupakan data curah hujan yang diambil pada bulan Januari-April 2012. Selama periode ini, terjadi 37 kali kejadian hujan pada lokasi

     penelitian. Grafik menunjukkan adanya pola curah hujan yang tidak seragam.

    Gambar 4. Hubungan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan

    Pola curah hujan selama pengukuran yang tidak seragam karena lama hujan tiap

    waktu tidak selalu sama dan besarnya kedalaman curah hujan akan semakin besar

    dengan meningkatnya volume, begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai dengan Silahooy

    (2010) bahwa intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan

    durasi atau lama kejadian hujan yang pendek dan meliputi daerah yang kurang luas.

    Air Limpasan Permukaan (Runoff ) pada Pengukuran

    Gambar 6 merupakan hubungan curah hujan dan air limpasan (runoff ) terhadap

    tingkat kemiringan yang berbeda. Secara umum, runoff  pada setiap plot mengikuti

    tingkatan curah hujan. Plot 1 dan 2 dengan kemiringan 24,57%, 27,33%, menghasilkan

    runoff   tertinggi yaitu sebesar 2,008 mm, 2,227 mm, dan dengan curah hujan sebesar

    71,694 mm, sedangkan plot 3 dengan kemiringan 32,24% menghasilkan runoff  tertinggi

    sebesar 3,401 mm dengan curah hujan sebesar 67,004 mm.  Runoff  terendah yang terjadi

     pada plot 1, 2, dan 3 yaitu sebesar 0,00017 mm, 0,00045 mm, dan 0,00057 mm dengan

    curah hujan sebesar 0,017 mm.

    Gambar 6. Hubungan Curah Hujan dan Air Limpasan Terhadap Tingkat

    Kemiringan yang Berbeda

    Gambar 7. Hubungan Curah Hujan dan Runoff   Terhadap Plot 1 dengan

    Kemiringan Lereng 24,57%

    Gambar 8. Hubungan Curah Hujan dan Runoff   Terhadap Plot 2 dengan

    Kemiringan Lereng 27,33%

    Gambar 9. Hubungan Curah Hujan dan Runoff   Terhadap Plot 3 dengan

    Kemiringan Lereng 32,24 %

    Gambar 7, 8, dan 9 merupakan hubungan curah hujan dan air limpasan pada plot1, 2, dan 3. Gambar menunjukkan perbedaan besarnya runoff di setiap plot. Hasil ini

    dapat dikatakan bahwa semakin curam suatu lahan maka akan semakin besar air

    limpasan permukaan yang terjadi. Hal ini juga menunjukkan semakin tinggi curah hujan

    maka semakin besar kemungkinan terjadi air limpasan yang lebih besar. Hal ini sesuai

    Arsyad (2010) bahwa banyaknya air yang mengalir di atas permukaan tanah bergantung

     pada hubungan antara jumlah, intensitas hujan dengan kapasitas infiltrasi tanah dan

    kapasitas penyimpanan air tanah. Kemiringan lereng memperbesar jumlah aliran

     permukaan, semakin curam lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan

    yang dengan demikian memperbesar energi angkut aliran permukaan.

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    9/20

    Air Limpasan Permukaan (Runoff ) Pendugaan WEPP

    Gambar 10 merupakan hubungan curah hujan dan air limpasan (runoff ) pendugaan WEPP terhadap tingkat kemiringan yang berbeda. Gambar tersebut

    menunjukkan bahwa hasil pendugaan model WEPP cenderung melewati hasil estimasi

     pengukuran. Hal ini disebabkan karena kurangnya input data yang dimasukkan

    ke dalam model sehingga hasil estimasi lapangan dan model kurang akurat. Pendugaan

    runoff yang  digambarkan pada Gambar 11, 12, dan 13 merupakan hasil pendugaan

    runoff yang melalui penginputan data klimatologi, tanah, topografi dan vegetasi dengan

    software pendugaan berbasis hidrologi WEPP (Water Erosion Prediction Project ).

    Gambar 10. Hubungan Curah Hujan dan Runoff   Pendugaan Terhadap Tingkat

    Kemiringan yang Berbeda

    Gambar 11. Hubungan Curah Hujan dan Runoff   Pendugaan pada Kelerengan24,57%

    Gambar 12. Hubungan Curah Hujan dan Runoff   Pendugaan pada Kelerengan

    27,33%

    Gambar 13. Hubungan Curah Hujan dan Runoff   Pendugaan pada Kelerengan

    32,24%

    Hasil pendugaan runoff yang telah dilakukan selanjutnya dikalibrasi dengan

    menggunakan metode Solver Excel dan diperoleh koefisien  sensitifity Solver pada plot

    1, 2, dan 3 masing-masing sebesar 0,32, 0,45, dan 0,43. Besar koefisien sensitivity

    Solver  yang semakin mendekati angka 1 berarti bahwa hasil pendugaan semakin akurat.

    Kalibrasi dilakukan sebagai proses penyesuaian parameter model yang berpengaruh

    terhadap kejadian aliran dan upaya untuk memperkecil penyimpangan yang terjadi.

    Pengujian ketelitian/validasi model dapat dilakukan jika terdapat data terukur

    yang digunakan sebagai data masukan model yang kemudian menghasilkan data

    simulasi. Hasil simulasi model dapat dikatakan teliti jika terdapat nilai korelasi yang

    tinggi antara data hasil simulasi dan terukur. Penelitian ini menggunakan koefisien

     sensitivity dan kesalahan volume sebagai kriteria uji ketelitian model. Plot 1 diperoleh

    koefisien sensitivity sebesar 0,32 dengan kesalahan volume sebesar 10,67 mm. Plot 2

    diperoleh koefisien sensitivity sebesar 0,45 dengan kesalahan volume sebesar 10,87 mm

    dan plot 3 diperoleh koefisien sensitivity sebesar 0,43 dengan kesalahan volume sebesar

    17,52 mm. Koefisien  sensitivity tersebut sebagai faktor pengali nilai model pendugaanyang diperoleh pada WEPP sehingga dapat diperoleh nilai model pendugaan yang telah

    terkalibrasi. Secara umum, air limpasan permukaan hasil pendugaan WEPP pada setiap

     plot mengikuti tingkatan curah hujan. Plot 1 dengan kemiringan 24,57% menghasilkan

    runoff  pendugaan tertinggi yaitu sebesar 2,02 mm dengan curah hujan sebesar 67,00

    mm, plot 2 dengan kemiringan 27,33% menghasilkan runoff  pendugaan tertinggi

    sebesar 2,65 mm dengan curah hujan sebesar 66,17 mm, sedangkan plot 3 dengan

    kemiringan 32,24% menghasilkan runoff pendugaan tertinggi sebesar 2,46 mm dengan

    curah hujan sebesar 51,59 mm.

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    10/20

    10 

    Pendugaan runoff   Berbasis Model Hidrologi WEPP

    Berdasarkan hasil pendugaan runoff  yang telah dilakukan dengan menggunakanmodel berbasis hidrologi WEPP (Water Erosion Prediction Project ) kemudian

    dilakukan kalibrasi data dengan menggunakan metode Solver Excel dan diperoleh

    koefisien sensitifity Solver pada Plot 1, Plot 2, dan Plot 3 masing-masing sebesar 0,32,

    0,45, dan 0,43. Kalibrasi dilakukan sebagai proses penyesuaian parameter model

    yang berpengaruh terhadap kejadian aliran. Proses kalibrasi ini merupakan upaya untuk

    memperkecil penyimpangan yang terjadi. Sesuai dengan Setiawan (2010) bahwa

     pengujian ketelitian/validasi model dapat dilakukan jika dan hanya jika terdapat data

    terukur yang digunakan sebagai data masukan model yang kemudian menghasilkan data

    simulasi. Hasil simulasi model dapat dikatakan teliti jika terdapat nilai korelasi

    yang tinggi antara data hasil simulasi dan terukur. Pada penelitian ini digunakan

    koefisien  sensitivity dan kesalahan volume sebagai kriteria uji ketelitian model.Koefisien tersebut diperoleh dengan menggunakan Solver  pada Microsoft Office Excel

    add ins yang merupakan kesalahan volume pada perbandingan hasil model pendugaan

    dan hasil pengukuran.

    Setelah dilakukan pendugaan runoff dengan berbasis Hidrologi WEPP maka

     pada penelitian ini dilakukan validasi model dengan membandingkan hasil pengukuran

    dan hasil pendugaan WEPP. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa perbandingan

    nilai hasil pengukuran lapangan dan metode pendugaan memiliki korelasi yang cukup  

     signifikan. Gambar 14, 15 dan 16 menunjukkan hubungan perbandingan hasil

     pendugaan dan hasil pengukuran di lapangan dengan hasil analisis regresi yang

    dilakukan diperoleh nilai masing-masing R 2 = 0,744 dan R 2 = 0,760, dan R 2 = 0,493.

     Nilai regresi tersebut menunjukkan tingkat keakuratan antara hasil pengukuran dan hasil

     pendugaan.

    Gambar 14. Hubungan Air Limpasan (Runoff ) Pengukuran dan Pendugaan

    pada Plot 1

    Gambar 15. Hubungan Air Limpasan (Runoff ) Pengukuran dan Pendugaan

    pada Plot 2

    Gambar 16. Hubungan Air Limpasan (Runoff ) Pengukuran dan Pendugaan

    pada Plot 3

    Tabel 4. Patokan Angka Regresi Berdasarkan Korelasinya

    Dari Gambar 14, 15, dan 16 memberikan informasi bahwa adanya hasil

     pendugaan runoff   yang sangat jauh dari hasil pengukuran runoff disebabkan oleh

     beberapa faktor penting dalam penginputan data pada WEPP. Faktor-faktor tersebut

    terdapat pada data vegetasi dan data tanah. Data tanah yang di-input  ke dalam WEPP

    yaitu  Initial Saturated   (kejenuhan tanah). Berdasarkan USDA  summary  (2012) bahwa

     besar nilai  Initial Saturated   pada kondisi kapasitas lapang yaitu berkisar antara

    55 - 70%. Hal ini menjadi parameter bahwa hasil pendugaan runoff   yang agak jauh

    disebabkan karena WEPP menghitung besarnya runoff  berdasarkan kondisi kejenuhan

    tanah. WEPP dapat berhenti menghitung besarnya runoff sebelum sampai pada titik

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    11/20

    11 

     jenuh tanah sehingga volume runoff   pendugaan kecil dan WEPP juga dapat terus

    menghitung besarnya runoff melewati batas titik jenuh tanah sehingga jumlah runoff

    semakin besar. Faktor-faktor input dalam WEPP seperti vegetasi, tanah, klimatologi,dan topografi saling mempengaruhi sehingga dalam pengolahannya, WEPP

    membutuhkan data yang sangat lengkap agar hasil yang diperoleh lebih akurat.

    Hasil pendugaan model WEPP yang diperoleh tidak sesuai dengan hasil

     pengukuran tetapi masih cukup mendekati dari hasil pengukuran. Data input  

    yang digunakan dalam simulasi WEPP yang kurang lengkap merupakan salah satu

    faktor yang menyebabkan hasil pendugaan yang kurang akurat. Hal ini karena terdapat

     beberapa data yang tidak tersedia.

    Koefisien Air Limpasan Permukaan (Runoff Coeff icient )

    Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 17 merupakan hubungan koefisien air

    limpasan permukaan (runoff ) pengukuran dan pendugaan WEPP terhadap kemiringanlereng 24,57%, 27,33%, dan 32,24%. Koefisien tersebut diperoleh dari hasil

     perbandingan runoff dan curah hujan baik dari pengukuran maupun pendugaan. Pada

     pengukuran di lapangan diperoleh nilai koefisien air limpasan permukaan (runoff

    coefficient ) pada kelerengan 24,57%, 27,33%, dan 32,24% masing-masing yaitu 0,021,

    0,027, dan 0,036. Sedangkan dari hasil pendugaan diperoleh nilai koefisien runoff  

     pendugaan pada tingkat kelerengan 24,57%, 27,33%, dan 32,24% yaitu masing-masing

    sebesar 0,013, 0,025, dan 0,029.

    Gambar 17. Koefisien Air Limpasan (C) Pengukuran dan Pendugaan pada

    Tingkat Kelerengan yang Berbeda

    Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan nilai koefisien air limpasan permukaan

    yang diperoleh baik dari hasil pengukuran secara langsung maupun hasil pendugaan

    dipengaruhi oleh kemiringan lereng. Semakin curam suatu lereng semakin besar nilai

    koefisien air limpasan permukaan yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan Suripin (2004)

    mengemukakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi

    tanah atau persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutupan tanah dan

    intensitas hujan. Koefisien ini juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah. Hal ini juga

    sesuai dengan Asdak (2010) bahwa angka koefisien air larian ini merupakan salah satu

    indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami gangguan (fisik). Nilai

    C yang besar menunjukkan bahwa lebih banyak air hujan yang menjadi air larian. Hal

    ini kurang menguntungkan dari segi pencagaran sumberdaya air karena besarnya airyang akan menjadi air tanah berkurang. Kerugian lainnya adalah dengan semakin

     besarnya jumlah air hujan yang menjadi air larian, maka ancaman terjadinya erosi

    dan banjir menjadi lebih besar.

    Berdasarkan hasil nilai koefisien runoff  baik dari hasil pengukuran maupun hasil

     pendugaan yang diperoleh dapat dikatakan bahwa areal INHUTANI I Unit III di sub

    DAS Jeneberang Hilir, kecamatan Parangloe, kabupaten Gowa termasuk dalam kondisi

    yang belum kritis. Hal ini berdasarkan U.S Forest Service (1980) dalam Silahooy (2010)

     bahwa batas kritis koefisien runoff  pada penggunaan lahan hutan bervegetasi yaitu

    0,05 –  0,25.

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    12/20

    12 

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Kesimpulan dari penelitian ini yaitu:

    1. Faktor kemiringan lereng memiliki pengaruh terhadap nilai koefisien air limpasan

     permukaan. Semakin curam suatu lereng maka akan semakin besar nilai koefisien air

    limpasan permukaan (C).

    2.  Nilai koefisien air limpasan permukaan (runoff coefficient ) pada areal INHUTANI I

    Unit III, sub DAS Jeneberang Hilir yaitu 0,013 –  0,036.

    3. Areal INHUTANI I Unit III di sub DAS Jeneberang Hilir termasuk dalam kondisi

     belum kritis namun diperlukan teknik pengendalian erosi, sedimen dan limpasan

    yaitu dengan mempertahankan keberadaan vegetasi penutup tanah.

    DAFTAR PUSTAKA

    Arsyad, S, 2010, Konservasi Tanah dan Air , Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Asdak, C, 2010,  Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada

    University Press, Yogyakarta.

    BPDAS Jeneberang Walanae, 2010, Review Karakteristik DAS Jeneberang Tahun 2010,

    Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jeneberang Walanae, Makassar.

    BPDAS Jeneberang Walanae, 2012,  Data dan Informasi  Kecamatan Parangloe, Balai

    Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jeneberang Walanae, Makassar.

    BPS Gowa, 2012,  Kecamatan Parangloe dalam Angka Tahun 2010, Badan Pusat

    Statistik Kabupaten Gowa, Gowa.

    Hidayat Y. 2001.  Aplikasi Model ANSWERS dalam Mempredikasi Erosi

    dan Aliran Permukaan di DTA Bodong Jaya dan DAS Way Besay Hulu, Lampung

     Barat [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

    Kartasapoetra, A.G, dan M.M. Sutedjo,  2010, Teknologi Konservasi Tanahdan Air , Rineka Cipta, Jakarta.

    Purnamasari, R, G, 2011,  Prediksi Erosi pada Lahan Kakao di Kabupaten Soppeng

    (Skripsi), Universitas Hasanuddin, Makassar.

    Sarwono, J, 2006, Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 14, Andi: Yogyakarta.

    Setiawan, E, 2010, Penggunaan Solver Sebagai Alat Bantu Kalibrasi Parameter Model

     Hujan Aliran. Journal Spektrum Sipil, Vol 1, No 1.

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    13/20

    13 

    Silahooy, 2010, Prediksi Debit Aliran Permukaan dan Pengendaliannya pada DAS Wai

     Ila, Desa Ama Husu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Jurnal Budidaya

    Pertanian, Universitas Pattimura, Ambon. 

    Sylviani, 2010,  Potensi dan Pemanfaatan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai

     Jeneberang Dan Kawasan Hutan Lindung (Studi Kasus di Kabupaten Gowa,

     Propinsi Sulawesi Selatan), Jurnal Penelitian, Makassar.

    USDA, 2012, WEPP User Summary, USDA, West Lavayette.

    Van Thijn, A, Kobus, M.L, dan Rawuh, Rd, 1953,  Ilmu Ukur Ruang , J.B Wolters,

    Jakarta.

    http://kelembagaandas.wordpress.com/kelembagaan-pengelolaan-%20sda,%20%20diakseshttp://kelembagaandas.wordpress.com/kelembagaan-pengelolaan-%20sda,%20%20diakseshttp://kelembagaandas.wordpress.com/kelembagaan-pengelolaan-%20sda,%20%20diakseshttp://kelembagaandas.wordpress.com/kelembagaan-pengelolaan-%20sda,%20%20diakseshttp://kelembagaandas.wordpress.com/kelembagaan-pengelolaan-%20sda,%20%20diakseshttp://kelembagaandas.wordpress.com/kelembagaan-pengelolaan-%20sda,%20%20diakseshttp://kelembagaandas.wordpress.com/kelembagaan-pengelolaan-%20sda,%20%20diakses

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    14/20

    14 

    LAMPIRAN GAMBAR

    Gambar 1. Sketsa Plot (Petak) Gambar 2. Alat Penakar Curah Hujan Manual

    Gambar 3. Peta Administrasi kecamatan Parangloe

    Gambar 4. Profil Tanah pada Lokasi Penelitian

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    15/20

    15 

    Gambar 5. Hubungan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan

    Gambar 6. Hubungan Curah Hujan dan Air Limpasan Terhadap Tingkat Kemiringan

    yang Berbeda

    Gambar 7. Hubungan Curah Hujan dan  Runoff  Terhadap Plot 1 dengan Kemiringan

    Lereng 24,57%

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    16/20

    16 

    Gambar 8. Hubungan Curah Hujan dan  Runoff  Terhadap Plot 2 dengan KemiringanLereng 27,33%

    Gambar 9. Hubungan Curah Hujan dan  Runoff  Terhadap Plot 3 dengan Kemiringan

    Lereng 32,24 %

    Gambar 10. Hubungan Curah Hujan dan  Runoff   Pendugaan Terhadap Tingkat

    Kemiringan yang Berbeda

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    17/20

    17 

    Gambar 11.  Hubungan Curah Hujan dan Runoff  Pendugaan pada Kelerengan 24,57%

    Gambar 12. Hubungan Curah Hujan dan Runoff  Pendugaan pada Kelerengan 27,33%

    Gambar 13.  Hubungan Curah Hujan dan Runoff  Pendugaan pada Kelerengan 32,24%

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    18/20

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    19/20

    19 

    Gambar 17. Koefisien Air Limpasan (C) Pengukuran dan Pendugaan pada Tingkat

    Kelerengan yang Berbeda

    Gambar 18. Diagram Alir Pengukuran dan Pendugaan Air Limpasan Permukaan

    ( Runoff ) Menggunakan Model Berbasis Hidrologi WEPP

  • 8/19/2019 Idar-Jurnal plot erosi metode wepp

    20/20

    20 

    LAMPIRAN TABEL

    Tabel 1. Parameter Sifat Tanah pada Plot 1Sifat Tanah Kedamanan Tanah (cm)

    0-10 10-20

    Tekstur Liat Berdebu Lempung Liat

    Pasir (%) 15 33

    Debu (%) 45 32

    Liat (%) 40 35

     Interrill Erodibility 3,849e+006 9,067e+006 Rill Erodibility 1,148e+19 0,016e+19

    Critical Shear 3,5 3,031

     Eff. Hydr. Conductivity 0,98 1,556

    Albedo 0,221 0,304

    CEC 19,7 16,5

    Sumber: Data primer setelah diolah, 2013

    Tabel 2. Parameter Sifat Tanah pada Plot 2

    Sifat Tanah Kedamanan Tanah (cm)

    0-10 10-20

    Tekstur Lempung Liat Liat

    Pasir (%) 26 29

    Debu (%) 39 31

    Liat (%) 35 40

     Interrill Erodibility 4,125e+006 3,849e+006

     Rill Erodibility 1,00455e+19 1,14806e+19

    Critical Shear 3,5 3,5

     Eff. Hydr. Conductivity 1,332 1,428

    Albedo 0,292 0,357CEC/KTK 23,5 18,5

    Sumber: Data primer setelah diolah, 2013

    Tabel 3. Parameter Sifat Tanah pada Plot 3

    Sifat Tanah Kedamanan Tanah (cm)

    0-10 10-20

    Tekstur Liat Berdebu Lempung Liat

    Pasir (%) 20 28

    Debu (%) 40 38

    Liat (%) 40 34

     Interrill Erodibility 3,849e+006 4,180+006

     Rill Erodibility 1,148e+19 9,759e+19

    Critical Shear 3,5 3,5

     Eff. Hydr. Conductivity 1,14 1,396

    Albedo 0,248 0,281

    CEC 28,5 19,5

    Sumber: Data primer setelah diolah, 2013

    Tabel 4. Patokan Angka Regresi Berdasarkan Korelasinya

     Nilai Regresi Korelasi

    0-0,25 sangat lemah

    >0,25-0,5 cukup

    >0,5-0,75 kuat

    >0,75-1 sangat kuat

    Sumber: Sarwono (2006)