19
BA,f It: ) ,A I t t i 'l til I Er i. I I I I I il us n L" L,. I \ \ \ 2 77 I I {:^I I I 7 I J -r.- I II s E Editor I G N I ; E ) :3 ) F \ { I a / la Gil Udayana U 'ar.*m .".\,'.. r,t r 11.P-.-+6 j T qteE; I I Ir. tit Pascasariifue I a I I I ! tnireriitas

I I I t E - Parahyangan Catholic University

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BA,fIt:)

,A

I

tt

i

'l til I Eri.I I

II

I

ilus n L"

L,.I

\\\

2 77II

{:^I

I

I

7IJ

-r.-

I II s

E

Editor

I GNI;

E

)

:3)

F

\

{

I a

/

la

Gil

Udayana U

'ar.*m.".\,'.. r,t r 11.P-.-+6j

TqteE;

II

Ir.

tit

Pascasariifue I

aI

I

I !

tnireriitas

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan

Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana

Prosiding Seminar Nasional Reinterpretasi ldentitas Arsi-tektur NusantaraDenpasar: Penerbit Universitas Udayana, 20'13

xii, 356 hlm; 2 cm

BibliografiI S B N : 978-602-7 7 7 6-68-5

'1 . Reinterpretasi ldentitas Arsitektur Nusantara

l. Judul

Seminar NasionalNusantara

Reinterpretasi Identitas Arsitektur

Penerbit:

Universitas Udayana, 201 3

Desain Sampul:

I Gede Restuyasa

Kontributor Foto Sampul Depan dan Belakang:

I Gede Restuyasa, Ni Ketut Ayu Siwalatri

Pracetak:

Ni Made Swanendri, I Wayan Wiryawan, I Wayan Yuda Manik, T.jokorde GedeDalem Suparsa, lGede Restuyasa, I Putu Yoga Adhitya, Putu lssnadewi ParamitaWirya, I Gede Banyu Priautama, Ni Putu Ratih Pradnyaswari Anasta Putri

Semnas Reinterpretasi ldentitas Arsilektur Nusantara, Bali-2013, ISBN No. 978-602-7776-68-5

Hak Cipta pada Masing-Masing Kontributor

Dilarang memperbanyak sebagian dan/atau seluruh isi buku inidalam bentuk apapun, tanpa ijin tertulis dari Kontributor danEditor

SUSUNAN PANITIA

Pengarah:Prof.Dr.dr.Ketut Suastika,Sp.PD-KEMDProf. Dr. drh. I Made Damriyasa MSProf. Dr. lr. Ketut Budi Susrusa MSlr. I Made Suarya, M.T.lr. Anak Agung Gde Djaja Bharuna S., M.T.I Ketut Mudra, S.T., M.T.

(Rektor UNUD)(PR I UNUD)(PR II UNUD)(Kajur Arsitektur FT-UNUD)(Sekjur Arsitektur FT-UNUD)(Sekjur Arsitektur FT-UNUD)

Ketua:Prof. lr. Ngakan Putu Sueca, M.T., Ph.D

Wakil Ketua:Dr. lr. lda Bagus Gede Wirawibawa Mantra, M.T.

Sekretaris:Ni Made Swanendri, S.T., M.T.

Sie Naskah dan Proseding :

I Wayan Wiryawan, S.T., lvl.T.

I Wayan Yuda Manik, S.T., M.T.

Dr. lr. Putu Rumawan Salain, M.Si.Dr. lr. Syamsul Alam Paturusi, MSPDr. lr. Widiastuti, M.T.

Sie Acara dan Sidang :

Ni Ketut Pande Dewi Jayanti, S.T., M.Eng.Sc., Ph.D.Gusti Ayu Made Suartika, S.T., M.Eng.Sc., Ph.D.lr. I Wayan Gomudha, M.T.

Dr. lr. I Made Adhika, MSP.I Nyoman Widya Paramadhyaksa, S.T., M.T., Ph.D.

Sie Ruang dan Perlengkapan :

lr. lKetut Muliawan Salain, M.T.lr. I Gusti Bagus Budjana, M.T.lr. Nengah Keddy Setiada, M.T.Dr. Ir. lda Ayu Armeli, M.Si.

Sie Akomodasi dan Transportasi:lr. lda Bagus Gde Primayatna, M.Erg.I Gusti Agung Bagus Suryada, S.T., M.T.

lr. I Nengah Lanus, M.T.lr. lda Bagus Ngurah Bupala, M.T.

Semnas Reinterpretasi ldentitas Arsitektur Nusantara, Bali-2o13, ISBN No. 978-602-7776-68-5

Bendahara:I Nyoman Susanta, ST., M.Erg.

Sie Publikasi dan Dokumentasi:Dr. I Wayan Kastawan, S.T., IM.T.

Putu Gede Sukarsana, S.T., ML.Arch.lr. I Nyoman Surata, [/.T.

Reviewer:Prof. Josef PrijotomoDr. Putu Rumawan SalainGusti Ayu Made Suartika, S.T., M.Eng.Sc., Ph.D.Dr. lr. Syamsul Alam Paturusi, MSP.Dr. lr. Widiastuti, M.T.

(rrs)(UNUD)(UNUD)(UNUD)(UNUD)

Pembantu Umum :

Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Arsitektur Udayana

iV Semnas Reinterpretasi ldentitas Arsitektur Nusantara, Bali-2013, ISBN No. 978-602-7776-68-5

Om Swastyastu,

Puji syukur kita panjatkan kehadapan lda Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan YangMaha Esa, karena atas rahmat-Nya proseding Seminar Nasional "Reinterpretasi

ldentidas Arsitektur Nusantara" tahun 2013 ini dapat diselesaikan dengan baik.

Seminar Nasional merupakan kegiatan tahunan Jurusan Arsitektur Fakultas TeknikUniversitas Udayana yang bertujuan untuk meningkatkan minat dan aktifitas dosendalam penelitian, penulisan, dan publikasi ilmiah.

Arsitektur Nusantara merupakan salah satu kekayaan bangsa lndonesia yang tidakternilai harganya. Permasalahannya adalah bagaimana agar Arsitektur Nusantaratetap eksis di tengah{engah gempuran pengaruh perkembangan arsitekturtermasuk teknologi dan material bangunan. Disinilah diperlukan Reinterpretasildentitas Arsitektur Nusantara, agar Arsitektur Nusantara dapat dikembangkandengan arif, sehingga dapat tumbuh dan berkembang setidak{idaknya di bumiNusantara ini.

Seminar Nasional ini merupakan media untuk menjalin kerjasama diantara peneliti,

saling berbagi pengalaman dan diskusi ilmiah di kalangan dosen arsitektur sehinggadapat meningkatkan kompetensi pendidik. Dengan diselenggarakannya SeminarNasional ini, diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dosen, mengeratkanjejaring kerjasama di antara Pendidikan Tinggi Arsitektur di lndonesia. Disamping ituterjalin kerja sama antara Perguruan Tinggi dengan Pemerintah Daerah selakupengampu kebijakan serta asosiasi profesi arsitek selaku praktisi di dalammenyelamatkan Arsitektur Nusantara. Semoga pikiran yang baik datang dari segalaarah.

Om, Cantih, Cantih, Cantih, Om.

Denpasar, 7 Oktober 2013Ketua Jurusan

lr. I Made Suarya, M.T.

Semnas Reinterpretasi ldentitas Arsitektur Nusantara, Bali-2o13, ISBN No. 978-602-7776-68-5

SAMBUTAN KETUA JURUSAN ARSITEKTURFAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

DAFTAR ISI

SUSUNAN PANITIA.,

SAMBUTAN DAN PENGANTAR

1. Sambutan Ketua Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, UniversitasUdayana

DAFTAR ISI

MAKALAH UTAMA

Esensi Arsitektur Nusantara. Studi Kasus: Bangunan Tradisional diBawomataluo, Nias Selatan; Malimbong, Toraja Utara, dan BayungGede, Bali, lndonesia(T. Yoyok Wahyu Subroto) ..............

Memilih ldentitas(Hanson Endra Kusuma).............

SUB TOPIK A. ARSITEKTUR KOTA, IDENTITAS, DAN ISU LINGKUNGAN

1. Re-dentifikasi Kinerja Bangunan Paon di Desa Penglipuran dan Trunyandalam Membentuk Karakteristik Termal Ruang Dalam Bangunan(Desak Putu Damayanti, I Ketut Suwantara)...........................

2. Material Berkelanjutan pada Arsitektur Kampung Adat. Kajian terhadapPenerapan Arsitektur Hijau pada Kampung Naga KabupatenTasikmalaya(Lilis Widaningsih, Diah Cahyani P.)........................

3. Universalitas versus Lokalitas untuk ldentitas Sebuah Tempat. StudiKasus Kota Denpasar(Ni Ketut Ayu Siwalatri, Josef Prijotomo, Purwanita Setijanti)

4. Koia Bandung: Kota Pendidikan antara Citra dan ldentitas kota(Asep Yudi Permana, Karto Wijaya).......

5. Reinterpretasi ldentitas Arsitektur Kota Air Pasang-Surut. Studi Kasus:Transformasi Kawasan Tepian Sungai Pusat Kota Lama Banjarmasin(Y. Karyadi Kusliansjah, Uras Siahaan, Rumiati R.Tobing)

6. Model Tata Ruang Unit Hunian Berdasarkan Preferensi Masyarakat.Studi Kasus: Rumah Susun Bidara Cina, Jakarta Timur(Ratih Budiarti)

7. Kenyamanan Aspek Teknis Bangunan Publik Ber-Arsitektur Jawa. StudiKasus: Masjid Sulthoni Plosokuning, Yogjakarta(Jarwa Prasetya Sih Handoko)......

Halaman

.............iii

1-1

1-9

1-17

1-27

1-35

1-45

'l -53

IX

1

2

Semnas Reinterpretasi ldentitas Arsitektur Nusantara, Bali-2013, ISBN No. 978-602-7776-68-5 tx

2. Pengantar Panitia Seminar Nasional Arsitektur UNUD 2013.............................vii

8 Fasilitas Transportasi sebagai ldentitas Arsitektur(Basauli Umar Lubis)..................

SUB TOPIK B: PENELUSURAN IDENTITAS ARSITEKTUR NUSANTARA

1. Keberlanjutan Ruang Halan-Halan pada Perubahan Denah Bagas diDesa Singengu(Cut Nuraini, Achmad Djunaedi, Sudaryono, T. Yoyok W. Subroto)........................

2. Memahami Arsitektur Lokal dari Proses lnkulturasi pada Arsitektur GerejaKatolik di lndonesia(Joyce Marcella Laurens)

3. Membaca Tilu Sapamulu melalui Jejak Spasial Karuhun Ciptagelar(Susilo Kusdiwanggo, Jakob Sumardjo) ...........

4. Rumah Tinggal Bali Aga. Arsitektur Minimalis dan Fungsionalis(Ni Made Yudantini, Kadek Wisnawa) ........................

5. Arsitektur lndonesia, yang Mana? Sebuah Pendekatan Kebudayaan(J. Lukito S. Kartono)..........

6. Simbol Arsitektur Kota Religi. Studi Kasus: Kota Demak([Iarwoto, Agus Maryono)

Simbol pada Elemen Rumah Tradisional Buton di Permukiman PesisirSulaa Kota Baubau(lshak Kadir, Achmad Djunaedi, Sudaryono, Bambang Hari Wibisono)

Perbedaan dan Persamaan antara Bangunan Vernakular dan ArsitekturTradisional di Nusantara(Titien Saraswati)

The Ambivalence of Space Between Buildings in Bali Aga's HouseCompound(Himasari Hanan, Dwinik Winawangsari, Elya Santa Bukit) ..................

10. Eksistensi "Sou Ri-Pogara" pada Masyarakat Petani Garam di KawasanWisata Teluk Palu(Muhammad Bakri, Nindyo Soewarno, Wiendu Nuryanti, Budi Prayitno)

1 1 . Elemen Pembentuk Ruang Publik pada Rumah Tradisional Jawa(Sumardiyanto) ...

12. Pola Bermukim To Kaili di Sulawesi Tengah(Zaenal, Nindyo Soewarno, Sudaryono, Ahmad Sarwadi)..

13. ldentifikasi Kawasan Kampung Batik Kauman, Pekalongan, Jawa Tengah(Etty R Kridarso) .

14. Religi dan Arsitektur Bangunan Peribadatan Masyarakat Jawa. Studitentang Sinkretisme(Ashadi) ..............

15. Konsep "Ruang Komunal" pada Permukiman Bali Aga. Kasus: Desa AdatJulah, Pengotan, Tenganan Pengringsingan Bali(lndah Widiastuti, Himasari Hanan, Wanita Subadra Abioso)................

16. Struktur Rangka Atap Rumah Tradisional Sumba(Esti Asih Nurdiah, Agus Dwi Hariyanto)

1-61

2-1

2-9

2-17

2-25

2-39

7

8

I

2-47

2-55

2-63

..2-73

..2-81

..2-89

..2-95

2-101

2-109

2-117

X Semnas Reinterpretasi ldentitas Arsitektur Nusantara, Bali-2013, ISBN No. 978-602-7776-68-5

17. Pengetahuan Lokal dalam Desain Rumah Tinggal VernakularPermukiman Kepulauan di Sulawesi Tengah(Ahda Mulyati, Nindyo Soewarno, Arya Ronald, Ahmad Sarwadi) .

'18. Kori sebagai Kearifan Lokal di Karangasem. Studi Kasus di Desa AdatPerasi(l Nyoman Susanta)..............

19. Arsitektur Majapahit sebagai Salah Satu Karya Bangsa PengayaArsitektur Nusantara(Tjahja Tribinuka)

20. Transformasi Rumah Tradisional Bali di Kawasan Wisata: SebuahProses Perjalanan Arsitektur Tradisional Bali(l Dewa Gede Agung oiasana Putra)..................

2'1. Penelusuran ldentitas Arsitektur Nusantara melalui Sebuah ProsesBerkarya(l Wayan Wiryawan, A.A. Gde Dharma Yadnya, lWayan Yuda Manik, Putu GedeSukarsana, Ni Made Swanendri).........................

SUB TOPIK C.NUSANTARA

PELESTARIAN DAN PENGGLOBALAN ARSITEKTUR

"Buffer Conservation of Place" dari Kearifan Lokal. Kasus PenataanBangunan dan Lingkungan di Kampung Kimak Distrik llaga, sebagaiKampung yang Berpotensi Pusat Wisata dan Budaya di KabupatenPuncak-Jayapura(lmam Santoso, Amir Salifu)..........

Pelestarian Arsitektur Peninggalan Kolonial Belanda Gedung Aula Baratlnstitut Teknologi Bandung(Alwin Suryono, Antariksa Sudikno, Purnama Salura).................

Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakansebagai Kawasan Wisata Budaya(Diana Susilowati)

Otentrsitas Tak Benda dalam Tradisi Konservasi di Kompleks Ki BuyutTrusmi, Cirebon(Timoticin Kwanda)..............

Upaya Arus Balik - Mengglobalkan "Arsitektur Nusantara". TelaahSosiologis Mengglobalkan Arsitektur Nusantara pada Saat Kini(Udjianto Pawitro)...............

World Heritage di Jatiluwih: Untuk Siapa dan Untuk Apa?(Syamsul Alam Paturusi, Widiastuti)...........

SUB TOPIK D. KREATIFITAS DAN INOVASI YANG BERIDENTITAS

1. lnovasi Desain Bangunan Arsitektur Tradisional Sunda sebagai UpayaPenyelarasan dengan Lingkungan(Agung Wahyudi)

2-125

2-133

2-141

2-149

2-159

2

3

4

5

3-1

3-15

3-25

3-41

3-496

4-1

Semnas Reinterpretasi ldentitas Arsitektur Nusantara, Bali-2013, ISBN No. 978-602-7776-68-5 Xl

2. Transformasi Ornamen Bungong Seulanga dengan lvlenggunakanTeknologi Digital Berbasis Fraktal untuk Perancangan ArsitekturKontemporer(Zulhadi Sahputra, Agus S. Ekomadyo, Aswin lndraprastha)........................................4-9

3. Menentukan Elemen Arsitektur Jawa sebagai Aksen Rancang dalamKonteks Arsitektur Kiwari(Mohamad Muqoffa) 4-17

4. Arsitektur Nusantara dengan Pendekatan Tektonika(Albertus Sidharta Muljadinata)......................

5. Arsitektur Nusantara sebagai Daya Tarik WisataKasus: Jawa, Bali, Sumatra, Sulawesi

4-31

.4-23

lnternasional. Studi

Xii Semnas Reinlerpretasi ldentitas Arsitektur Nusantara, Bal!2013, ISBN No. 978-602-7776-68-5

Alwin Suryono1), Antariksa2), dan Purnama Salura3)-Pelestarian Arsitektur Peninggalan Kolonial Belanda -

Gedung Aula Barat Institut Teknologi Bandung [Footer Ganjil: Arial 8pt] 1

PELESTARIAN ARSITEKTUR PENINGGALAN KOLONIAL BELANDA

GEDUNG AULA BARAT INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Alwin Suryono ¹, Antariksa Sudikno², Purnama Salura ³

1 Doctoral Candidate, Architecture Department, Parahyangan Catholic University

[email protected] Senior lecturer of Architecture Department, Brawijaya University

[email protected]

³ Senior lecturer of Architecture Department, Parahyangan Catholic University

[email protected]

ABSTRACT

This study aims to reveal the relationship between architecture and conservation of West Aulabuilding of Bandung Institute of Technology, categorized as cultural heritage building. Thisstudy used qualitative method, through the steps: 1) Revealing the building culturalsignificance of the form-function aspects. 2) Revealing the significant architectural elements tobe conserved. 3) Describing the need of conservation treatment. The analysis was based onarchitectural theory (function-form-meaning) and conservation theory (value-based approach,ethics). The finding of this study: a) Cultural significance of ITB’s West Aula consisted ofarchitectural significance (Indies architecture that was synthesis of Sundanese-Javanesearchitecture and Europe architecture) that was still steady, and historical significance (the firstInstitute of Technology in Indonesia since 1920, the campus of the first Indonesia’spresident). b) The significant architectural elements were: building envelope in Indiesarchitectural style (Sundanese architecture at the roof, European style columns at verandah,temple architecture at the entrances), interior (the Gothic architecture room order, Europeanmodern structure). Conservation treatment on building envelope was preservation, on theinterior was preservation and adaptation of electrical equipments, and on the exterior wasprevention (drainage system, vegetation, vandalism). All of those should be maintainedperiodically.

Keywords: architectural conservation, function, form, meaning.

ABSTRAK [dalam Bahasa Indonesia: Arial 10pt Bold]

Studi ini bertujuan mengungkap relasi antara arsitektur dan pelestarian pada bangunan AulaBarat Institut Teknologi Bandung, yang dikatagorikan sebagai bangunan Cagar Budaya. Studiini memakai metode kualitatif, melalui langkah-langkah: 1) Mengungkap makna kulturalbangunan dari aspek bentuk-fungsi. 2) Mengungkap elemen arsitektur signifikan untukdilestarikan. 3) Mendeskripkan tindakan pelestarian yang dibutuhkan. Analisis berdasarkanpada teori arsitektur (fungsi-bentuk-makna) dan teori pelestarian (pendekatan nilai dan etika).Temuan dari studi ini: Makna kultural Aula Barat ITB berupa makna arsitektural (arsitekturIndis yaitu sintesa arsitektur tradisional Sunda-Jawa dengan arsitektur Eropa) yang masihbertahan, dan makna sejarah (Sekolah Tinggi Teknik pertama di Hindia Belanda tahun 1920,tempat kuliah presiden pertama RI Ir. Soekarno). b) Elemen arsitektur Signifikan ialahselubung bangunan bergaya Arsitektur Indis (arsitektur Sunda pad atap, kolom-kolom selasargaya Eropa, gaya arsitektur candi pada entrance), ruang dalam (tata ruang arsitektur Gotik,struktur modern Eropa dimasanya). Tindakan pelestarian pada selubung bangunan ialahpreservasi, pada ruang dalam ialah preservasi dan adaptasi kelengkapan listrik, dan padaruang luar ialah preventif (drainasi, vegetasi, vandalism). Semua itu perlu perawatan rutin.

Kata kunci: Pelestarian arsitektur, fungsi, bentuk, makna.

2 Seminar Nasional Reinterpretasi Identitas Arsitektur Nusantara, Bali-2013, ISBN No. 1234-5678

PENDAHULUAN

Politik Etis (Balas Budi), yang diawali pidato Ratu Wihelmina tahun 1901, telah

mengubah politik kolonial Belanda menjadi peduli pada kemakmuran rakyat

Indonesia [1]. Kebijakan Etis juga mempengaruhi gaya arsitektur colonial, seperti

Arsitektur Indis (sintesa dari unsur-unsur arsitektur lokal Nusantara dengan

arsitektur Eropa, menjadi bentuk baru) dan Arsitektur modern Nieuwe Bouwen

(sisntesa arsitek-tur modern Eropa dengan alam/budaya lokal Nusantara) [2]. Gaya

arsitektur ini diakui bermutu tinggi oleh tokoh arsitek dunia (HP Berlage, Grampre’

Moliere), dan juga sebagai awal Arsitektur Modern di Indonesia [3, 4].

Kota Bandung memiliki ratusan bangunan kolonial yang dikatagorikan Bangunan

Cagar Budaya, namun banyak diantaranya dikonservasi dengan cara yang kurang

tepat. Beberapa difokuskan pada keaslian sementara mengorbankan kebutuhan

pengguna, atau sebaliknya, difokuskan pada aspek manajerial [5].Dalam beberapa

kasus, upaya konservasi tanpa disadari telah telah merusak situs bangunan

peninggalan [6]. Makna kultural belum dihargai sebagaimana semestinya. Satu

bangunan yang relatif masih utuh dan asli adalah Aula Barat ITB, yang fisik dan

keberfungsiannya masih baik.

Isu sentral dalam studi ini adalah Pelestarian Arsitektur gedung Aula Barat ITB.

yang berfokus pada aspek Arsitektur (makna, bentuk, fungsi) dan aspek Pelestarian

(makna kultural, etika-pedoman pelestarian) untuk masa kini dan masa datang.

Makna kultural (aspek makna) dipertahankan melalui tindakan pelestarian pada

aspek bentuk dan fungsi, berdasarkan etika konservasi. Kebaruan dari studi ini ada-

lah fokus pada aspek arsitektur bentuk-fungsi-makna yang dikombinasikan dengan

aspek pelestarian, sementara studi sebelumnya difokuskan pada aspek bentuk saja.

Tujuan studi ini adalah mengungkap relasi antara arsitektur dan pelestarian,meliputi:

1) Mengungkap esensi pelestarian arsitektur, dan wujudnya pada kasus studi. 2)

Mengungkap elemen-elemen arsitektur signifikan untuk dilestarikan. 3)

Mendeskripsikan tindakan pelestarian yang sesuai. Manfaat studi ini: 1)

Menjelaskan relasi antara arsitektur dan pelestarian. 2) Memberi kontribusi

pengetahuan baru pada pelestarian arsitektur, pada aspek teoritik dan empirik. 3)

Mengedepankan cara melihat pelestarian arsitektur yang baru, yaitu melihat seluruh

susunan dari elemen-elemen pembentuknya. 4) Menyusun metoda baru pelestarian

arsitektur, berupa teori dan implementasi. 4) Sebagai rekomendasi untuk masukan

strategi pelestarian arsitektur untuk praktisi.

MATERI DAN METODE

Studi Kasus

Technische Hoogeschool te Bandoeng (kampus ITB. tahap awal, Aula Barat dan

Aula Timur di bagian muka) dirancang oleh Henri Maclaine Pont pada tahun 1918 -

Alwin Suryono1), Antariksa2), dan Purnama Salura3)-Pelestarian Arsitektur Peninggalan Kolonial Belanda -

Gedung Aula Barat Institut Teknologi Bandung [Footer Ganjil: Arial 8pt] 3

1 Maret 1919. Pont berkonsultasi pada Prof. Klinkhamer sebagai panutannya

(dosennya di Utrecth, berwawasan modernis, pengagum arsitektur Gotik, anti Neo-

Klasik yang menonjolkan dimensi kekuasaan). Fleksibilitas ruang terinspirasi dari

tatanan massa keraton di Jawa, yaitu massa-massa tersebar dengan selasar

penghubung [7].

Aula Barat ITB berdiri pada akhir Juni 192, dan digunakan pertama kali untuk acara

Dies Natalis pertama TH te Bandoeng pada tanggal 2 Juli 1921 [wikipedia.org]. Saat

itu Aula Barat adalah bangunan Fakultas Teknik ITB., terdiri dari ruang kuliah,

laboratorium, ruang dosen, perpustakaan, studio gambar/ aula. Soekarno (presiden

RI pertama) ialah 1 dari 6 mahasiswa pribumi Fakultas Teknik tahun akademik ke-

2, dan pada Dies Natalis ke- 6 (3 Juli 1926) di Aula Barat ITB., Soekarno lulus

sebagai Insinyur Sipil.

Tahun 1942 Aula Barat ditutup selama beberapa bulan oleh pemerintah Jepang, lalu

dibuka kembali dan diberi nama Institute of Tropical Sciences. Pada tanggal 1 April

1944, Aula Barat kembali difungsikan sebagai Perguruan Tinggi Teknik dengan

nama Bandung Kogyo-Daigaku. Pada tanggal 21 Januari 1946 status Perguruan

Tinggi Teknik menjadi Fakultas Teknik, bagian dari Nood Universiteit (yang lalu

menjadi Universiteit van Indonesia, atau Universitas Indonesia) di Jakarta.

Pada tanggal 2 Maret 1959 Fakultas Teknik UI. diresmikan menjadi Institut

Teknologi Bandung [7], dan Aula Barat difungsikan sebagai aula kampus, sampai

saat ini. Jadi, gedung Aula Barat yang semula sebagai gedung Fakultas Teknik

berganti fungsi menjadi aula (ruang serbaguna) kampus ITB.

Metode

Studi kasus dilihat sebagai objek arsitektural, yang tersusun dari aspek bentuk-

fungsi-makna [8, 9] yang perlu dilestarikan. Studi ini memerlukan metodologi kualita-

tif, seperti observasi, interview, analisis data, dan menghasilkan data deskriptif [10].

Tahap pertama, mengungkap esensi pelestarian arsitektur, yaitu pelestarian yang

berfokus pada aspek Arsitektur (fungsi, bentuk, makna) dan aspek Pelestarian (nilai-

nilai, etika, pedoman). Aspek makna (makna kultural) akan diungkap dan dievaluasi

berdasarkan aspeknya, yaitu makna arsitektural, kelangkaan, simbolik (dari aspek

bentuk) dan makna sejarah, spiritual, sosial (aspek fungsi). Makna kultural ini

dilestarikan melalui tindakan pelestarian pada aspek bentuk dan aspek fungsi,

mengacu pada nilai-nilai kultural, etika/pedoman pelestarian.

Tahap ke-2, mengungkap elemen-elemen arsitektur signifikan untuk dilestarikan

berdasarkan aspek bentuk dan aspek fungsi. Elemen-elemen aspek bentuk:

selubung bangunan (atap, fasad, elemen struktur, entrance, jendela, ornamen),

interior (tata ruang, plafon, dinding, pintu, lantai, ornamen), ruang luar (lingkungan,

tapak, ornamen). Elemen-elemen ini dievaluasi berdasarkan nilai arsitektural,

simbolik. Elemen aspek fungsi meliputi kegiatan/kumpulan kegiatan, yang dievaluasi

berdasarkan nilai sejarah dan nilai sosial. Skala nilai-nilai tersebut adalah dalam

rentang tingkat rendah sampai tinggi.

4 Seminar Nasional Reinterpretasi Identitas Arsitektur Nusantara, Bali-2013, ISBN No. 1234-5678

Tahap ke-3, mendeskripsikan tindakan pelestarian yang dibutuhkan pada elemen-

elemen arsitektur signifikan berdasarkan kondisi fisik dan kebutuhan masa kini dan

masa datang, yang terdiri dari: tindakan preventif, preservasi, konsolidasi, restorasi,

rehabilitasi, adaptasi dan rekonstruksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan dikelompokkan berdasarkan tahapan studi, yaitu esensi pelestarian

arsitektur, elemen-elemen arsitektur signifikan dan tindakan pelestarian.

Esensi Pelestarian Arsitektur

Esensi Pelestarian Arsitektur ialah melestarikan aspek Makna suatu objek, yaitu

makna kultural, untuk dilestarikan melalui tindakan pelestarian pada aspek Fungsi

(kegiatan masa lalu dan masa kini) dan aspek Bentuk (bangunan dan ruang

luarnya). Makna kultural Aula Barat ITB. adalah ‘menghargai budaya lokal’, terkait

spirit zaman Politik Etis. Wujudnya pada aspek fungsi ialah kegiatan (masa lalu,

masa kini), yang dievaluasi berdasarkan makna sejarah, sosial dan spiritual. Wujud

pada aspek bentuk adalah bangunan dan ruang luar (masa lalu, masa kini), yang

dievaluasi berdasarkan makna arsitektural, kelangkaan dan simbolik.

Makna sejarah: Fungsi asal Aula Barat adalah Fakultas Teknik dan tempat upacara

Dies Natalis ITB (ruang aula) sejak bulan Juni 1921 sampai tahun 1942 (saat jepang

mulai berkuasa). Presiden pertama RI studi dan diwisuda (tahun 1926) di Aula Barat

(Fakultas Teknik). Sejak Institut Teknologi Bandung diresmikan tanggal 2 Maret

1959, Aula Barat difungsikan sebagai aula kampus ITB. (Gambar 1).

Makna Sosial: Aula Barat mewadahi berbagai kegiatan kampus (ceramah/diskusi,

pameran, lomba/workshop/pertemuan ilmiah, pertemuan kampus) (Gambar 1), dan

kegiatan umum (pertunjukan musik, pameran, pertemuan alumni/tokoh masyarakat,

lomba pelajar/mahasiswa) baik yang rutin ataupun insidental. Aula Barat juga sering

dijadikan objek kegiatan penelitian, fotografi, sketsa/melukis.

Makna Spiritual: Aula Barat didesain menghormati alam lokal, yaitu orientasi massa

bangunan ke arah Utara-Selatan (gunung Tangkuban Perahu di Utara,

memaksimalkan masukan cahaya-ventilasi alami dengan dampak minimal

silau/panas cahaya matahari), penggunaan material lokal berupa batu alam, pohon

rambat lokal) (Gambar 1).

Taman Ganesha

GunungTangkuban

Gambar 1. Wujud makna kultural aspek fungsi

Kiri: Upacara Dies Natalis pertama ITB bulan Juni 1921 (makna sejarah). Tengah: Seminar ITB. tahun 2012

(makna sosial). Kanan: Posisi Aula Barat dan Aula Timur memanjang arah Timur-Barat dan simetris meng-

apit sumbu kampus arah Utara-Selatan (gunung Tangkuban Perahu – taman Ganesha)(makna spiritual).

Alwin Suryono1), Antariksa2), dan Purnama Salura3)-Pelestarian Arsitektur Peninggalan Kolonial Belanda -

Gedung Aula Barat Institut Teknologi Bandung [Footer Ganjil: Arial 8pt] 5

Makna Arsitektural: Sintesa arsitektur atap Sunda (dapat juga dianggap atap Minang

atau Batak) dengan susunan kolom gaya Eropa, tata ruang dan struktur bangunan

gaya Gotik, tangga entrance serti candi, dinding pasangan batu bulat seperti

arsitektur kampong Naga (Gambar 2).

Makna Kelangkaan: Bangunan kembar Aula Barat – Aula Timur hanya ada satu

buah. Makan Simbolik: Bangunan Aula Barat telah menjadi simbol kampus ITB.

Makna Simbolik: Bangunan Aula Barat telah menjadi simbol kampus ITB.

Elemen Arsitektur Signifikan untuk Dilestarikan

Elemen-elemen arsitektur Aula Barat ITB yang signifikan untuk dilestarikan

adalah elemen-elemen aspek bentuk (bangunan, ruang luar) dan aspek fungsi

(kegiatan) yang memiliki Nilai-nilai kultural. Elemen ‘bangunan’ meliputi: Selubung

luar (atap, fasad, struktur, jendela, entrance, ornamen); ‘ruang dalam (tata ruang,

plafon, dinding, struktur, pintu, lantai, ornamen/dekorasi). Elemen ‘ruang luar’

meliputi: tapak bangunan, lingkungan alam, ornamen. Sedangkan elemen dari

aspek ‘fungsi’ arsitektur ialah kegiatan pada objek studi, berupa kegiatan

‘semula/asal’ dan kegiatan ‘masa kini’.

Elemen arsitektur dari selubung bangunan pada Gambar 3.

Gambar 2. Wujud makna kultural pada aspek bentuk

Atas-kiri: Arsitektur Sunda. Tengah-kiri: Arsitektur Aula Barat. Tengah-kanan: Arsitektur Batak. Kanan:

Ar-sitektur Minangkabau. Bawah-kiri: Rumah di Kampung Naga. Tengah-kiri: Dinding pasangan batu Aul a

Barat. Tengah: Tangga masuk pasangan batu (mirip candi). Tengah-kanan: Sketsa arsitektur Gotik (Ruang

pola 3 busur lancip). Kanan: Tata ruang Aula Barat, mirip tata ruang Gotik.

6 Seminar Nasional Reinterpretasi Identitas Arsitektur Nusantara, Bali-2013, ISBN No. 1234-5678

Nilai kultural berupa nilai arsitektural dan nilai simbolik, yaitu:- Sintesa arsitektur atap Sunda Besar dengan arsitektur Yunani (deretan

kolom selasar keliling bangunan). Bentuk atap ini dapat diinterpretasikan

sebagai arsitektur atap Minang/Batak.

- Atap utama (terbesar) dikelilingi atap yang lebih kecil-rendah sebagai simbol

hirarki ruang.

- Tangga entrance pasangan batu mengapresiasi tangga candi di pulau

Jawa.

- Susunan jendela kaca patri-teralis memaksimalkan penerangan-ventilasi

alami.

- Material batu pada kolom selasar keliling dan bagian bawah dinding adalah

simbol adaptasi terhadap material dan seni konstruksi lokal.

Ruang dalam, meliputi tata-ruang, struktur bangunan pada Gambar 4.

Nilai kulturalnya adalah nilai arsitektural dan nilai simbolik:- Susunan ruang utama bentuk busur lebar 15 meter diapit ruang kiri-kanan

bentuk busur lebar 8 meter, serupa tata-ruang arsitektur Gotik (gambar

tengah). Sebagai bentuk apresiasi arsitektur Jawa, tata-ruang dibuat

memusat dengan ruang utama sebagai pusat.

- Fleksibilitas ruang lebih baik (partisi dilepas), dapat berupa 1 ruang besar

atau 3 ruang terpisah.

- Struktur busur kayu lapis bentang 15 meter merupakan teknologi konstruksi

modern di masanya.

- Seluruh ruang dalam dapat nyaman alami (termal, visual, audial), simbol

apresiasi alam lokal.

Ornamen-dekorasi berupa elemen struktur busur, pintu, ragam hias kaca patri,

tangga batu (Gambar 5).

Gambar 3. Elemen Signifikan Selubung BangunanAtas-kiri: Atap-fasad muka/Timur (atap hall utama diapit atap hall kiri-kanan dan atap lobby, atap bersusun

mirip atap arsitektur Sunda besar). Atas-kanan: Atap-fasad Utara (atap hall utama diapit atap lobby dan ruangpendukun, bentuk atap arsitektur Sunda besar (mirip atap Minang/ Batak). Celah atap bawah – atap atas untukpenerangan dan ventilasi alami, teritis lebar pencegah tampias dan silau sinar matahari.

Gambar 4. Ruang DalamKiri: Tata ruang semula tahun 1921 (Fakultas Teknik), Aula di tengah dibatasi partisi. Tengah:Struktur busur (lebar 15 meter, area aula, dibatasi partisi) diapit struktur rangka dari ruang kiri-kanan (lebar 8 meter), tetap bertahan. Kanan: Tata-ruang tahun 2013 (partisi dilepas, ruangutama dan ruang kiri-kanan menerus). (Sumber: Sumalyo,1993)

Perpustakaa

Lab. Mektan, RapatFakultas

RuangKuliah

RuangGambar, Aula

RuangKuliah

Ruang Utama

Ruang Kiri

Ruang Kanan

Alwin Suryono1), Antariksa2), dan Purnama Salura3)-Pelestarian Arsitektur Peninggalan Kolonial Belanda -

Gedung Aula Barat Institut Teknologi Bandung [Footer Ganjil: Arial 8pt] 7

Nilai Kultural berupa Nilai Kekriyaan:- Pengolahan bentuk elemen struktur busur kayu seperti ukiran, pengerjaan

yang cermat-rapih.

- Ragam hias kaca patri membentuk pola estetika tertentu, tidak monoton.

Ruang luar, yaitu sub-sistem sumbu kampus ITB dan halaman Selatan, pada

Gambar 6 dibawah ini:

Nilai Kulturalnya ialah Nilai Arsitektural dan simbolik:- Aula Barat dan Aula Timur ITB mengapit sumbu utama kampus (arah

Utara/gunung Tangkuban Perahu – Selatan/taman Ganesha). Sumbu

Utara-Selatan ialah simbol apresiasi pada alam lokal.

- Halaman Rumput yang luas dengan pohon-pohon besar memberikan

kesejukan-kesegaran lingkungan setempat, sekaligus untuk jarak pandang

ke bangunan dari jalan di muka kampus.

Susunan elemen-elemen arsitektur signifikan Aula Barat ITB. pada Tabel 1.

TG

Gambar 6. Ruang luarKiri- Ruang luar Aula Barat ITB.: Aula Barat (AB) dan Aula Timur (AT) mengapit sumbu kampus Utara-

Selatan (arah Selatan Taman Ganesha (TG), arah Utara ke Gunung Tangkuban Perahu/TP). HR = halamanrumput di muka Aula Barat dan Aula Timur. Tengah: Halamanula Barat. Kanan-atas: Pandangan ke arah gunungTangkuban Perahu. Kanan-bawah: Sumbu kampus ke arah Utara (gunung Tangkuban Perahu).

Gambar 5. Ornamen dan DekorasiKiri: Alas kolom-rangka busur kayu, sekaligus ornamen. Tengah-kiri: Elemen gapit dan klem baja konstruksi

busur kayu lapis. Tengah: Pintu utama kaca-rangka kayu jati dan bilah-bilah ornamen. Tegah-kanan: Dekorasiragam hias kaca patri jendela dan ventilasi ruji-ruji baja. Kanan: Tepi tangga pasangan batu mirip tangga candi dipulau Jawa.

HR

U

AB AT

HR

TP

TG

8 Seminar Nasional Reinterpretasi Identitas Arsitektur Nusantara, Bali-2013, ISBN No. 1234-5678

Tabel 1. Elemen Arsitektur Signifikan Aula Barat ITB.

Aspek Elemen Elemen Arsitektur Signifikan untuk dilestarikan NilaiKultural

Bentuk Bangunan:

-Selubung

luar

-Arsitektur atapSunda Besar mirip

Minang/Batak)

-Selasar keliling berkolom bundar pasangan

batu

-Jendela kaca patri dan ventilasi atas-bawah

- Dinding pasangan bata dan batu bulat.

-NilaiArsitektural

-Nilai Simbolik

-Nilai Kekriyaan

-Nilai Arsitektural

-Ruang

dalam

-Tata-ruang arsitektur Gotik, yang memusat

seperti arsitektur Jawa.

-Struktur busur kayu bentang 8,15 dan 8 meter

-NilaiArsitektural

-Nilai Simbolik

-Ornamen/

dekorasi

-Alas rangka busur, elemen konstruksi kayu

-Pola ragam hias kaca patri jendela, tepian

tangga batu pada entrance

-Nilai Kekriyaan

-Nilai Kekriyaan

Ruangluar:

-Tapak

-Halaman luas di Selatan dan Barat bangunan,

pohon-pohon besar

-Nilai Arsitektural

-Lingkung-

an alam

- Sistem sumbu Utara-Selatan kampus ITB (ter-

buka ke arah gunung Tangkuban Perahu dan

Taman Genesha)

-Nilai Arsitektural,

nilai simbolik

Fungsi Kegiatan -Kegiatan akademik, wisuda.

-kegiatan dies natalis, kegiatan umum

-Nilai sejarah,

-nilai sosial

Tindakan Pelestarian

Tindakan pelestarian pada elemen-elemen signifikan arsitektur Aula Barat (Tabel 2).

Aspek Elemen

signifikan

Kondisi

Saat ini

Tindakan

pelestarian

Deskripsi

Bentuk

selubung

Atap Utuh, asli

penutup baru

Preservasi, pengu

atan struktur atap

Preservasi diikuti pera-

watan rutin, penutup

atap diganti berkala

selubung Selasar

keliling

Utuh, asli, Preservasi, adap

tasi tanaman

Preservasi disertai

perawatan rutin

selubung Jendelakaca,

ventilasi atas

Utuh, asli,

sedikit pecah

Preservasi Preservasi disertai

perawatan rutin

selubung Lubang angin

bawah

Utuh, asli Preservasi Preservasi disertai

perawatan rutin

selubung Dinding batu Utuh, asli Preservasi Preservasi disertai

perawatan rutin

selubung Entrance Utuh,asli, pintu

seperti baru

Preservasi Preservasi disertai

perawatan rutin

Ruang

dalam

Tata-ruang Utuh, asli,

partisi dibuka

Preservasi Preservasi disertai

perawatan rutin

Ruang

dalam

Struktur

bangunan

Utuh, asli, tam-

pilanbelum tua

Preservasi Preservasi disertai

perawatan rutin

Ruang

dalam

Ornamen ele-

struktur

Utuh, asli, tam-

pilanbelum tua

Preservasi Preservasi disertai

perawatan rutin

Alwin Suryono1), Antariksa2), dan Purnama Salura3)-Pelestarian Arsitektur Peninggalan Kolonial Belanda -

Gedung Aula Barat Institut Teknologi Bandung [Footer Ganjil: Arial 8pt] 9

Ruang

luar

Halaman luas Utuh,asli, seba

gianperkerasan

Preservasi,

Adaptasi

Preservasi disertai

perawatan rutin

Ruang

luar

Sumbu

kampus

Tidak utuh, terha

dang bangunan

Adaptasi Adaptasi prasarana

kampus (gunung Tang-

kuban Perahu terlihat)

Fungsi

Kegiatan

Akademik,

wisuda

Ceramah, dies

natalis

Restorasi Wisuda,dies natalis di

AulaBarat(nilai sejarah)

Dies Natalis, Kegiatan umum,

mahasiswa

Preservasi,

adaptasi

Kegiatan di Aula Barat

disesuaikan dengan ke

selamatan bangunan.

Deskripsi umum:- Bangunan Aula Barat masih asli, utuh dan berfungsi baik. Setelah penggan-

tian cat struktur rangka busur dengan cat transparan, tampilannya lebih baik

namun tidak terlihat tua.

- Kegiatan yang ditampung dalam Aula Barat masih dalam batas aman untuk

bangunan, namun perlu dicermati keselamatan bangunan dari perilaku

pengguna yang dapat merusak bangunan.

- Kegiatan-kegiatan yang bernilai sejarah (wisuda, dies natalis, ceramah

akademik) perlu sering diadakan, agar makna sejarahnya dapat bertahan.

KESIMPULAN

Studi ini menyimpulkan tiga hal penting sebagai berikut:1. Esensi pelestarian arsitektur: menggunakan pendekatan arsitektur (aspek

fungsi-bentuk-makna) dan pelestarian (nilai, etika, pedoman). Makna cultural

Aula Barat adalah: Makna sejarah (semula Fakultas Teknik, tempat kuliah dan

wisuda presiden RI pertama); makna sosial (kini sebagai aula kampus ITB.,

tempat kegiatan akademis dan umum; makna spiritual (didesain dengan rasa

hormat pada lingkung alamnya); makna arsitektural (sintesa arsitektur atap

Sunda– struktur bangunan Eropa); makna kelangkaan (hanya satu-satunya di

dunia); makna simbolik kampus ITB.

2. Elemen-elemen signifikan: a) Selubung bangunan, berupa sintesa arsitektur

atap Sunda dengan selasar keliling (kolom bundar) arsitektur Yunani, susunan-

bentuk atap memusat (arsitektur Jawa), tangga batu (arsitektur candi. b) Ruang

dalam, yaitu tata-ruang arsitektur Gotik (3 ruang busur lancip) dipadukan

dengan susunan memusat arsitektur Jawa, dan struktur busur kayu lapis ben-

tang 15 meter (teknologi modern di masanya. c) Ornamen-dekorasi berupa

elemen struktur busur, pintu, ragam hias kaca patri dan tangga batu. d) Ruang

luar berupa sub-sistem sumbu kampus ITB dan halaman Selatan, bernilai

simbolik dan arsitektural. e) Kegiatan berupa kegiatan kademik (ceramah,

wisuda) dan non-akademik (dies natalis) yang bernilai sejarah dan sosial.

3. Tindakan pelestarian pada elemen-elemen signifikan arsitektur Aula Barat

adalah: preservasi pada selubung bangunan dan ruang dalam, preservasi-

10 Seminar Nasional Reinterpretasi Identitas Arsitektur Nusantara, Bali-2013, ISBN No. 1234-5678

adaptasi pada ruang luar, dan restorasi-preservasi-adaptasi pada kegiatan

(fungsi). Tindakan pelestarian perlu disertai dengan perawatan rutin, yang

merupakan faktor penting dalam pelestarian arsitektur.

PUSTAKA

1. Ricklefs, MC. (1993), A History of Modern Indonesia since c. 130, Stanford UniversityPress, 2nd edition.

2. Kusno, Abidin (2009), Gaya Imperium yang Hidup Kembali Setelah Mati, PT. GramediaPustaka Utama, Jakarta.

3. Handinoto (2010), Arsitektur dan Kota-kota di Jawa pada masa Kolonial, Graha Ilmu,Yogyakarta.

4. Sachari, Agus (2001), Wacana Transformasi Budaya, Penerbit ITB, Bandung.

5. Dibyohartono, H. (2005), Strategi Kegiatan Konservasi Bangunan Bersejarah periode

Kolonial di Jakarta, Bandung dan Surabaya, Disertasi, Bandung.

6. Sudikno, Antariksa (2010), Pendekatan Deskriptif-Eksploratif dalam Pelestarian Arsi-tektur Bangunan Kolonial di Kawasan Pecinan Kota Pasuruan, proseding SeminarNasional Metode Riset dalam Arsitektur, Udayana University Press, Denpasar.

7. Van Leerdam, Ben F. (1998). Henri Maclaine Pont : Architect Tussen Twee Werelden.Delft : Delftse Universitaire Pers.

8. Capon, David Smith (1999), Le Corbusier’s Legacy, John Willey & Sons Ltd, BaffinsLane, Chichester, West Sussex.

9. Salura, Purnama (2010), Arsitektur yang Membodohkan, CSS Publishing, Bandung.

10. Moleong (2010), Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakaarya, Bandung.