Human Rights Advocacy In

  • Upload
    xcode

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    1/20

    Buku Catatan tentang TaktikDiterbitkan oleh Proyek Taktik Baru

    Pusat Korban Penganiayaan

    Oleh: Mashadi Said

    Disunting oleh: Nancy L. Pearson

     

    PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA MELALUI PEMANFAATAN PERSPEKTIFAGAMA DAN TOKOH MASYARAKAT:

    Pemajuan Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) secara Nasional di Indonesia

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    2/20

    Diterbitkan olehPusat Korban Penganiayaan

    Taktik Baru dalam Proyek HAM717 East River RoadMinneapolis, MN 55455 USAwww.cvt.org, www.newtactics.org

    Penyunting naskahNancy L. Pearson

    Penyunting CetakanNick Gardner

    RancanganSusan Everson

    Tata LetakJennifer Meelberg

    © 2006 Pusat Korban PenganiayaanTulisan ini dapat diproduksi kembali secara bebas baik dalam bentuk cetak atau dalambentuk elektronik selama label hak cipta terdapat dalam setiap cetakannya

    PenegasanPandangan dalam tulisan ini tidak harus merefleksikan taktik-taktik baru dalam kegiatan HAM.Proyek ini tidak mengangkat taktik atau kebijakan khusus.

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    3/20

    Pusat Korban PenganiayaanTaktik Baru dalam Proyek HAM

    717 East River RoadMinneapolis, MN 55455 USA

    www.cvt.org, www.newtactics.org

      4Tentang Penulis

    5Surat dari Manajer Pelatihan Taktik Baru  6Pendahuluan

      6Latar Belakang: Peran Kelompok Kerja (POKJA)

    8Pengembangan Taktik: Tantangan dan Aset10Peran Tokoh Masyarakat dan Agama dalam Masyarakat  16Pelajaran yang Dipelajari17Saran Penerapan Taktik  18Simpulan 

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    4/20

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    5/20

    Pemajuan Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) secara Nasional di Indonesia  5

    Mei 2006

    Teman-teman yang terhormat,

    Selamat datang di Seri Buku Catatan Taktik Baru mengenai Hak Asasi Manusia! Di setiap buku catatan, praktisiHak Asasi Manusia menjelaskan taktik yang berhasil dalam pemajuan Hak Asasi Manusia. Para penulis berasal dariberbagai kalangan penganjur HAM yang meliputi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pemerintah, pendidik, pe-negak hukum, komite kebenaran dan rekonsiliasi, dan pembela hak-hak wanita dan kesehatan mental. Mereka telahmengadaptasi dan memelopori taktik-taktik yang telah berkontribusi terhadap penegakan HAM di negara mereka.Selanjutnya, taktik itu telah mereka gunakan dan dapat diadaptasi untuk diterapkan di negara lain pada situasi yang

    berbeda untuk menangani berbagai macam masalah.

    Setiap buku catatan berisi informasi rinci tentang bagaimana penulis dan organisasinya berhasil menerapkan taktiktersebut. Kami ingin memberi inspirasi kepada praktisi HAM lain untuk berpikir secara taktis- serta memperkayataktik mengenai pemajuan HAM secara efektif.

    Buku catatan ini berisi pandangan mengenai cara Kelompok Kerja (POKJA HAM) di Indonesia mengembangkankurikulum pendidikan HAM untuk semua tingkat umur baik di sekolah swasta maupun di sekolah negeri. Untukmendapatkan dukungan agar kurikulum HAM dapat dilembagakan ke dalam lembaga pendidikan agama, maka tak-tik yang digunakan adalah melibatkan agen perubahan yang dipercaya masyarakat yang terdiri atas tokoh masyarakatdan pemuka agama serta para guru dalam pengembangan dan pelatihan kurikulum HAM. Meskipun membutuhkan waktu dan usaha dalam proses melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat, POKJA mendapat dukungan danmengintegrasikan keinginan dan kepedulian mereka mengatasi rintangan dan tantangan mengenai pendidikan HAM.Taktik ini diharapkan dapat mengilhami orang lain yang sedang mencari dukungan pada tingkat lokal dan nasionaldalam usaha penegakan HAM.

    Seluruh seri buku catatan taktik ini dapat diakses di www.newtactics.org., sedangkan buku catatan tambahan telahtersedia dan akan terus bertambah untuk waktu yang akan datang. Di website kami pun Anda akan menemukan fitur-fitur lain termasuk database mengenai taktik, forum diskusi tentang para praktisi HAM dan informasi mengenai loka-karya dan simposium kami. Untuk berlangganan laporan berkala taktik baru, kirimkan e-mail ke: [email protected].

    Proyek Taktik Baru HAM adalah inisiatif internasional yang didirikan oleh berbagai macam kelompok organisasidan para praktisi dari seluruh dunia. Proyek ini dikoordinasikan oleh Center for Victims of Torture (Pusat Korban

    Penganiayaan). Kemudian, dari pengalaman kami muncul suatu ide sebagai pencipta taktik baru sekaligus sebagaipusat pembelaan untuk perlindungan HAM dengan posisi yang unik, yaitu sebagai tempat untuk memulihkan danmemperoleh kembali kepemimpinan sipil.

    Kami berharap informasi dalam buku kecil ini dapat memberikan aspirasi untuk menemukan ide baru bagi Anda.

    Salam hormat,

      Nancy Pearson  Manajer Pelatihan Taktik Baru

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    6/20

    6

    tegrasikan HAM ke

    dalam kurikulum.Juga telah dibentukkomite Panitia RANHAM di 31 propinsiuntuk memberikan

    pelatihan dan dukung-an secara terus menerusuntuk para pelatih.

    Buku panduan pelaksanaan RANHAM juga telah dikembangkan dan sesegera mung-kin akan diterbitkan. Materi itu berisi nilai-nilai HAM

    sesuai dengan konteks budaya dan agama. Hal inidilakukan dengan melibatkan tokoh masyarakat dantokoh agama untuk menghilangkan persepsi bahwanilai-nilai HAM adalah nilai-nilai yang berasal dariBarat yang dapat merusak nilai-nilai budaya Indonesia

    dan agama. Walaupun sesungguhnya nilai-nilai HAM

    itu berisi nilai-nilai dasar kemanusiaan yang diterimasecara umum.

    Karena hal ini merupakan usaha baru, perubahan si-kap dan perilaku tentunya memerlukan waktu seperti

    halnya dengan pengenalan nilai-nilai lainnya. Penge-nalan nilai-nilai HAM di Indonesia menggunakanbanyak agen perubahan untuk mengiternalisasikandan menyosialisasikan nilai-nilai tersebut ke seluruhbangsa Indonesia dan hasilnya baru terlihat setelahmelalui waktu yang panjang. Setelah murid (tentu saja

    bersama orang tua dan masyarakat lainnya) dipajan-kan kepada mereka melalui media, tokoh masyarakat,

    dan tokoh agama selama beberapa tahun, diharap-kan perubahan akan mulai terlihat. Yang palingsulit adalah memanfaatkan sebanyak mungkin agenperubahan. Melalui evaluasi yang dilakukan secara

    terus menerus, pandangan baru yang diperlukan olehmurid akan diberikan oleh guru di sekolah negeri danswasta tempat kurikulum HAM diterapkan.

    Dalam buku catatan ini saya akan menguraikan prosesdan pelajaran yang kami pelajari dalam melaku-

    kan usaha besar ini, dan yang terpenting adalahbagaimana kami melibatkan tokoh masyarakat dantokoh agama dalam pengembangan kurikulum serta

    keseluruhan proses sosialisasi HAM.

    SEKILAS TENTANG LATAR BELAKANGHAM: Peran Kelompok Kerja (POKJA)Di bawah pemerintahan mantan presiden Soehartodan setelah jatuhnya pada tahun 1998, pemerintahIndonesia memiliki catatan HAM yang sangat buruk.Menurut catatan Departemen Luar Negeri AmerikaSerikat tahun 2004, agen-agen pemerintah terus

    terlibat dalam penganiayaan, dan yang paling parahadalah penganiayaan yang terjadi di daerah-daerahkonflik beberapa tahun belakangan ini. Petugas ke-amanan telah membunuh,menyiksa, memperkosa,

    memukuli masyarakat sipil dan kelompok separatis,khususnya di Aceh dan sebagian kecil di Papua. Petu-

    PendahuluanSetelah tiga dekade di bawah pemerintahan yang re-fresif dan otoriter, Indonesia mulai menyadari bahwamasa transisi ke arah masyarakat yang lebih bersifat

    demokratis dan pluralistik membutuhkan rencana danusaha jangka panjang. Melakukan perubahan bagi

    generasi mendatang, sangatlah penting membangundan mencapai visi ini. Pada tahun 2000, pemerintahIndonesia membentuk Kelompok Kerja Nasional Pen-diseminasian Hak Asasi Manusia (POKJA HAM) untuk

    mengimplemetasikan pendidikan HAM di seluruh jenjang pendidikan di Indonesia. Pemerintah beker- jasama dengan akademisi, Komisi Nasional Hak AsasiManusia (KOMNAS HAM), Departemen Pendidikan,dan Departemen Agama.

    Indonesia saat ini mulai menerapkan nilai-nilai de-mokrasi. Tujuan kami adalah mempersiapkan generasiyang akan datang untuk menangani berbagai masalah

    berdasarkan nilai-nilai HAM, termasuk bagaimanamenangani masyarakat usia tidak produktif, masyara-kat terbelakang, serta masalah etnik agar dapat meng-

    hentikan berbagai macam kekerasan seperti yangterjadi di masa lampau. Karena itu, strategi mengatasiberbagai macam masalah berdasarkan nilai-nilai HAMperlu diciptakan. Taktik yang cukup efektif untukmembuat masyarakat sadar mengenai pentingnya

    mempelajari HAM adalah melibatkan agen perubahanyang terdiri atas tokoh agama serta tokoh masyarakattermasuk guru dalam pengembangan serta pelatihanpengimplemetasian kurikulum HAM di sekolah negeridan swasta dalam semua tingkatan.

    Sebagai anggota POKJA, kami bekerjasama denganpara pemilik kepentingan untuk menentu-

    kan inti kurikulum HAM yang sedangdiintegrasikan ke semua tingkat

    pendidikan, baik di sekolah negeri,swasta, dan pendidikan non-

    formal.

    Dengan mempertimbangkanpendapat para tokoh agamadan tokoh masyarakat, POKJA

    berhasil mendapatkan dukung-

    an dan mengintegrasikan kebu-tuhan serta kepentingan mereka

    untuk memuluskan diseminasi nilai-nilai HAM ke semua jenjang pendidikan.

    Hasilnya adalah nilai-nilai HAM dapat diin-tegrasikan ke dalam berbagai mata pelajaran, yaitu

    pendidikan kewarganegaraan, ilmu pengetahuansosial, pendidikan agama, geografi, dan sosiologi.

    Hingga kini, sekitar 400 tokoh masyarakat termasuktokoh agama telah mendapat pelatihan HAM olehDirektorat Jenderal Perlindungan HAM dan sekitar

    1000 guru pendidikan kewarganegaraan di sekolah

    negeri dan swasta telah mendapat pelatihan HAMoleh Departemen Pendidikan Nasional untuk mengin-

    “Saya sangat senangmengetahui bahwa tugas

    penting kita untuk meningkatkanpenghargaan terhadap harkat dan

    martabat manusia diakui secarainternasional.”

    — Pemuka Agama

    “Baru pada saat ini saya memahami maknaHak Asasi Manusia. Dulu, saya pernah

    berpikir bahwa HAM hanya dapat dilanggaroleh pemerintah, bukan oleh individu.”

    —Guru Kewargenaraan Indonesia

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    7/20

    Pemajuan Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) secara Nasional di Indonesia  7

    gas kepolisian melaku-

    kan penyiksaan ketikamenangkap para ter-sangka guna mendapat-kan informasi ataupengakuan. Kesulitan-

    kesulitan lainnya yangharus terus berlanjutadalah sistem pengadi-lan yang korup gagalmembela korban keja-hatan HAM atau mena-han pelaku kejahatan

    yang bertanggung jaw-ab. Petugas keamananmenggunakan intimida-si dan sogokan sehinggakeadilan tidak dapat

    dicapai. Percekcok-an

    mengenai masalah ta-nah mengakibatkanbanyak kejahatan HAM

    dan seringkali diikuti dengan pengusiran bahkan be-berapa diselesaikan dengan tindak kekerasan.1

    Beberapa tahun belakangan, pemerintah memenjara-kan beberapa orang anti-pemerintah yang memproteskarena dianggap ‘menghina presiden’ atau ‘menye-barkan kebencian kepada negara.2 Para politisi dangembong politik menunjukkan usaha besar-besaranguna mengambil tindakan hukum menentang pers,

    ketika mereka menganggap berita yang ditayangkan

    atau dilaporkan menghina atau menyerang, dantindakan semacam ini merupakan cara untuk mere-dam atau menghambat laporan-laporan investigasi.Beberapa anggota keamanan dan kelompok lain

    kadang-kadang membatasi kebebasan berekspresidengan mengintimidasi dan menyerang wartawanketika mereka menganggap berita yang ditulis tidakobjektif. Pemerintah pun dalam beberapa kesempa-tan membatasi peliputan wartawan asing ke daerahkonflik seperti Aceh, Papua, Sulawesi, dan Maluku

    (2002-2003).3 

    Secara umum, ketika diskriminasi dan penganiayaan

    oleh kelompok agama tertentu dan orang-orangyang berkuasa terjadi, pihak yang berwenang meng-abaikan tindakan mereka atau tidak berbuat sesuatu

    untuk menghalangi mereka bertindak demikian.Contoh, kelompok Islam beraliran ekstrim menyerangklub malam (secara nyata menghukum pemiliknyakarena dianggap menoleransi atau mempromosikanperbuatan asusila) atau seperti meningkatnya pe-nyerangan ke aliran kecil Islam yang dikenal dengan

    Ahmadiyah.4  Pemerintah telah membatasi aktivitaslembaga swadaya masyarakat (LSM) terutama di Acehdan Papua. Wanita telah menjadi korban kekerasandan diskriminasi seperti mutilasi terhadap wanita yang

    dipraktekkan di beberapa daerah. Anak-anak korbankekerasan dan pelecehan seksual, demikian pula pe-

    kerja anak-anak masih menjadi masalah yang serius.

    Penjualan anak dan perempuan masih menjadi topikhangat sekarang ini, selain masalah diskriminasi ter-hadap golongan lemah dan perlakuan yang tidak adilterhadap masyarakat adat. Pemerintah meng-ijinkanpembentukan serikat buruh gagal memperbaiki

    standar gaji buruh atau membela atau melindungihak-hak pekerja.

    Bentuk diskriminasi dan korupsi yang ”melembaga”ditemukan di Indonesia. Orang Indonesia keturunanCina tidak bisa bekerja sebagai pegawai negeri sipil

    ketika masa pemerintahan Soeharto. Selanjutnya,pada tahun 1995, para pegawai negeri, termasukdosen, profesor, dan rektor, diharuskan menjadianggota partai pemerintah (GOLKAR) dan harus me-nyertakan kartu keanggotaan bila ingin mengajukankenaikan pangkat/jabatan. Bentuk diskriminasi yang

    menyakitkan ini memberikan dampak yang amat

    besar pada banyak orang. Namun, situasi seperti initelah berkurang sekarang ini.

    Pemerintahan Indonesia sekarang melakukan ge-rakan melalui berbagai macam institusi seperti Komisi

    Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) yang dibentukberdasarkan keputusan presiden (No.50/1993). Kepu-tusan itu diikuti dengan pengesahan Komisi AntiPenganiayaan Terhadap Wanita (keputusan peme-rintah No. 181, 15 Oktober 1998), dan pembentukanmenteri HAM (1999) yang akhirnya diubah menjadi

    Direktorat Jenderal Perlindungan HAM dalam naung-an Departemen Hukum dan HAM. Pada tahun 1999,

    Undang-Undang HAM No. 39 diterapkan, diikutiUndang-Undang pengadilan HAM No. 26 pada ta-hun 2000. Undang-Undang lain mengenai HAM jugadimuat dalam amandemen Undang Undang Dasar

    1945. Akhirnya, keputusan presiden tahun 1998 No.129 yang terdapat dalam Gerakan Rencana NasionalHAM di Indonesia direvisi melalui keputusan presidenNo. 61 tahun 2003.

    Penting untuk dicatat bahwa keruntuhan pemerintah-

    an Soeharto menyuburkan tumbuhnya banyak partaiberbasis agama dan munculnya tokoh-tokoh yang sebe-lumnya hanya duduk di posisi kedua dalam pemerintah-

    annya. Agama kini memegang peranan penting dalamkehidupan masyarakat. Karena itu, pengenalannilai-nilai HAM harus memperhatikan ajaran agama

    dan kebudayaan yang terdapat di Indonesia. Pada saatyang sama, persepsi mengenai HAM di masyarakatumum harus dicermati. Sejumlah langkah pengem-bangan HAM yang dilakukan dan sosialisanya diang-gap hanya untuk memperkaya diri para penganjurHAM karena banyaknya dana yang tersedia untuk

    itu.

    Dalam pengamatan kami, keinginan yang meningkatdi kalangan warga, khususnya kaum mayoritas muslim

    dan minoritas, untuk melaksanakan dan mengintegra-sikan nilai-nilai agama mereka ke dalam kehidupan

    Tokoh agama yang terkenal, A.A.Gym, sedang berceramah pada

    ceramah rutinnya setiap minggukepada ibu-ibu. A.A. Gym telah

    banyak mengangkat nilai-nilaiHAM dalam ceramahnya.

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    8/20

    8

    mereka, maka nilai-nilai agama harus diperhatikan

    dalam proses pendidikan HAM. Akhirnya, karenasemakin kuatnya pengaruh tokoh agama dalam ke-hidupan masyarakat, maka taktik yang diterapkandi sini untuk mengenalkan nilai-nilai HAM dalampendidikan sangat tepat.

    Rencana Aksi HAM Nasional (2004-2009) dimaksudkansebagai panduan dan rencana umum untuk mening-katkan penghormatan, pemenuhan, serta perlindung-an HAM termasuk di dalamnya perlindungan bagikelompok masyarakat rentan terhadap kejahatanHAM. Rencana tersebut sesuai dengan Undang-un-

    dang nasional HAM, pengenalan sadar hukum, danpemberantasan kemiskinan yang telah mendapatkanperhatian khusus dalam pembangunan. Program uta-manya dibagi menjadi 6 bagian:

    • Membentuk dan memperkuat lembaga RAN HAM

    secara nasional;• Mempersiapkan ratifikasi instrumen internasional

    tentang HAM;• Mendiseminasikan dan mengajarkan HAM;• Menerapkan standar dan norma HAM;

    • Memonitor, mengevaluasi, dan melaporkan.

    Usaha yang kami lakukan di POKJA khususnya diarah-kan pada “Pendiseminasian dan pendidikan HAM”untuk mencapai tujuan sosialisasi. Pada tahun 2000,pemerintah Indonesia telah memberi mandat kepada

    Direktur Jenderal HAM untuk memajukan, mengim-plementasikan, dan menyosialisasikan nilai-nilai HAM

    melalui pendidikan formal maupun non-formal untukgenerasi mendatang.5  Tujuan POKJA yang dibantuoleh Dirjen HAM mengembangkan rencana untukmenyebarluaskan HAM melalui sistem pendidikanke seluruh Indonesia. Untuk melaksanakan mandat

    ini POKJA yakin bahwa keterlibatan tokoh agamadan masyarakat merupakan cara yang terbaik untukmemperkuat dukungan penuh dari masyarakat. Hasilyang diharapkan adalah menyiapkan siswa di seluruhsistem pendidikan melalui kurikulum dan buku ajar

    mengenai HAM serta meningkatkan nilai-nilai terse-but dalam diri siswa.

    PENGEMBANGAN TAKTIK:Tantangan dan AsetUntuk mencapai tujuannya, POKJA melakukan

    sejumlah langkah-langkah untuk melakukan kon-sultasi dan melibatkan pemuka agama dan tokohmasyarakat dalam pengembangan kurikulum.POKJA, melalui diskusi intensif, berhasil membangundan mengorganisisakan respon mereka ke dalamstrategi umum pemerintah untuk memperkenal-

    kan HAM kepada seluruh masyarakat Indonesia:

    • Menciptakan kesadaran dan melibatkandukungan tokoh masyarakat dan gama

    memahami relevansi pengenalan HAM.

    • Memperoleh masukan dari tokoh masyarakatdan agama dalam pengembangan kurikulumHAM.

    • Melatih tokoh masyarakat dan agama untuk

    melatih teman sejawat dan guru-guru.• Membantu membentuk jaringan kerja secara

    nasional untuk memampukan para tokohagama dan masyarakat membagi pengalamankepada orang lain serta menyiapkan dukungansecara terus menerus.

    • Memanfaatkan sistem pendidikan yang terpu-sat untuk mendiseminasikan kurikulum yangakan dilaksanakan pada pendidikan formal dannon formal dengan dukungan tokoh agamadan masyarakat.

    Dukungan tokoh masyarakat dan

    agama untuk memahami relevansi

     pengenalan nilai-nilai HAM 

    Salah satu tantangan berat adalah anggapan ma-syarakat dan para tokoh bahwa nilai-nilai HAMadalah nilai impor dari Barat. Karena nilai-nilai HAMresmi diterima dan digunakan pada tahun 1999 oleh

    pemerintah, maka tugas selanjutnya adalah me-nyosialisasikan nilai-nilai ini ke berbagai kalanganmasyarakat dengan cara yang dapat diterima sesuaidengan nilai-nilai budaya dan agama.

    Salah satu aset positif adalah sistem pendidikan yangtersentralisasi. Semua lembaga pendidikan termasuk

    swasta diharuskan mengintegrasikan kurikulum na-sional dalam sistem pendidikannya. Hal ini membuatsistem pendidikan menjadi tempat yang efektif men-genalkan nilai-nilai hak-hak asasi manusia.

    Untuk menghindari anggapan mengenai nilai-ni-lai impor dari Barat tersebut, POKJA mengangkatnilai-nilai HAM yang terdapat dalam amandemenUndang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No.39 tahun 1999 tentang HAM. POKJA menyimpulkan

    bahwa opini tokoh masyarakat termasuk tokoh agamamerupakan kunci suksesnya pengenalan nilai-nilaiHAM melalui pendidikan formal dan non formal. Na-

    mun, mereka perlu memiliki pengetahuan yang lebihdalam mengenai HAM sebagai mediasi dalam prosespenyosialisasian nilai-nilai HAM tersebut.

    POKJA mengidentifikasi pemahaman yang lebihluas di antara tokoh masyarakat mengenai nilai-nilaiHAM khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilaiIslam. POKJA membutuhkan untuk mencapai keseim-bangan antara mempromosikan nilai-nilai HAM dan

    mempromosikan nilai-nilai Islam tanpa lebih banyakmenyebutkan istilah HAM. Kami perlu menjawabsatu pertanyaan penting: “Apakah kurikulum yangakan merujuk pada nilai-nilai HAM secara terpisah

    atau tidak?”Akhirnya kami menggabungkan keduanilai-nilai itu dengan menggunakan bahasa HAM dan

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    9/20

    Pemajuan Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) secara Nasional di Indonesia  9

    bahasa agama. Tantangan lain adalah bagaimana

    merangkul dan melatih tokoh masyarakat dan agamaserta ribuan guru di seluruh Indonesia termasuk guruagama, sosiologi, kewarganegaraan dan geografi untuk mengajarkan nilai-nilai ini. Akhirnya, tugas inimenjadi tugas utama panitia lokal yang telah dibentuk

    untuk tujuan ini dan untuk menyiapkan dukunganpenuh bagi proses pendidikan dan penyosialisasianHAM. Hal ini kemudian akan dibicarakan dalam bukucatatan ini.

    Banyak tokoh masyarakat setelah menerima undanganPOKJA untuk berpartisipasi dalam proses pengenalan

    HAM berusaha menunjukkan bahwa nilai-nilai Islamlebih komprehensif daripada nilai-nilai HAM. Awalnyamereka tidak mengerti maksud pemerintah untukmenekankan, mengangkat dan mengimplemetasikannilai-nilai HAM. Pada awalnya mereka ingin berdebat

    tentang relevansi pengenalan nilai-nilai HAM di In-

    donesia karena mereka percaya bahwa nilai-nilai inidiimpor dari Barat. Akhirnya mereka mau menerimaalasan kami mengundang mereka.

    Taktik ini bisa dikembangkan karena tokoh masyara-

    kat dan agama di Indonesia merupakan agen peruba-han yang berpatisipasi aktif dalam kegiatan sosialkemasyarakatan. Mereka memiliki dan mengelolasekolah, rumah sakit dan lembaga lain, dan karenapendapat mereka diikuti oleh masyarakat. Para to-koh ini berpengaruh di masyarakat. Bantuan mereka

    diperlukan untuk menjamin keberhasilan integrasinilai-nilai Hak Asasi Manusia.

    Meninjau kembali filosofi tradisional dan Islam, pen-yebaran nelalui tokoh masyarakat telah membantumembuat nilai-nilai HAM cocok bagi seluruh masyara-

    kat Indonesia. Dengan menyediakan contoh-contohfi-

    losofi tradisional dan Islam, kami mampu memasukkancontoh filosofi ini dalam program pendidikan HAM.Orang lain mungkin memandang tradisi agama dan

    budaya mereka sendiri untuk membantunya mem-bingkai HAM atas dasar budaya dan cara yang dapatditerima. Nilai-nilai budaya Indonesia yang memper-mudah pengenalan nilai-nilai HAM meliputi solidari-tas, persaudaraan, saling menghargai, kebebasan.

    Kami menyadari kondisi ini sebagai hal khusus bagiIndonesia selama Indonesia terdiri atas mayoritasMuslim. Apalagi budaya tradisional sering digunakanoleh tokoh agama sebagai media sosialisasi Islam.Namun, taktik ini lebih membantu bagi penganjur

    HAM yang bekerja pada lingkungan dengan populasimuslim yang lebih besar, seperti Pakistan, Banglades,Malaysia, dan Filipina. Hal ini dapat digunakan jugauntuk konteks yang lain untuk mendapatkan du-kungan tokoh masyarakat guna memanfaatkan nilai-nilai dan filosofi tradisional untuk mempromosikan

    nilai-nilai HAM.

    Secara khusus, POKJA mengidentifikasi sejumlahpotensi pendukung dan penantang dalam programsosialisasi. Pendukung meliputi tokoh masyarakat danagama yang bekerja pada Departemen Pendidikan

    Nasional dan Departemen Agamadan Lembaga Ilmu PengetahuanIndonesia.

    Di antara penantang meliputibeberapa tokoh muslim termasuk

    guru agama yang tidak percaya

    bahwa nilai-nilai HAM perlu dia- jarkan secara khusus. Satu hal

    yang sulit dihadapi oleh POKJAadalah kepercayaan dan persepsi

    bahwa Al-Qur’an telah mencakupseluruh nilai-nilai HAM yang di-perlukan. Saya harus menekank-an sekali lagi bahwa umumnyamasyarakat menganggap bahwanilai-nilai HAM merupakan ni-

    lai-nilai impor dari Barat. Padaawal diadakannya lokakarya,

    beberapa tokoh agama menge- jek bahwa tidak ada hal barudalam HAM karena semuanya

    Tabel 1Contoh perbandingan filosofi yang ditemukan di Indonesia dan yang

    relevan dengan HAM dalam kurikulum agama: Islam dan Kristen

    Mengadopsi identitas sebagai

    pengikut kristiani dengan

    menghormati orang lain yang

    berbeda kepercayaan.

    Memiliki rasa simpati dan empati

    kepada orang lain.

    Mengadopsi kelakuan kristus agarhidup secara ”benar” dan hidup

    dalam lingkungan yang bersahabatdan damai.

    Menjelaskanmakna

    kebersamaan

    dengan orang lain

    yang berbeda

    pendapat, agama,

    ras, kekayaan yang

    berbeda tanpa

    menghilangkan

    identitas kristiani.

    Menghargai orangyang berbeda

    pendapat, agama,

    ras, jenis kelamin,

    dan

    kekayaan/harta.KRISTEN

    Membaca Al-Quran dengan benar

    yang mengacu pada dua versi 40-41.

    Mengerti isi maksud toleransi

    terhadap pendapat, agama, ras,

    umur, harta benda, dan jenis

    kelamin.

    Mengadopsi sikap toleran.

    Membaca dan

    mengerti toleransiyang dimaksudkan

    dalam Al-Quran.

    Menghargai orang

    yang berbedapendapat, agama,

    ras, jenis kelamin,

    dan harta bendaISLAM

    Indikator KompetensiDasar 

    Konsep HAM Agama

    Beberapa persepsi yang sulit dihadapi oleh POKJAHAM.

    • “Sebenarnya, Islam lebih universal [daripada nilai-nilaihak asasi manusia].”

    • Apabila Islam dapat diimplementasikan dengan baik,tidak akan ada orang yang melanggar hak-hak oranglain. Karena itu, berbicara mengenai hak-hak asasimanusia tidaklah relevan.”

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    10/20

    10

    telah ada dalam Islam. Beberapa tokohmuslim termasuk guru agama belum

    mau menerima nilai-nilai HAM itusendiri karena mereka menilai bahwanilai-nilai itu lebih rendah statusnyadibandingkan dengan nilai-nilai

    dalam Al-Qur’an. Apalagi, nilai-nilaiHAM dibuat oleh manusia semen-

    tara nilai-nilai yang ada dalam Al-Qur’an merupakan buatan Tuhan.

    Pada saat yang sama, tidak ada ham-batan khusus untuk mendatangkan paratokoh agama dan tokoh masyarakat dalam

    lokakarya tersebut. Perlu diketahui bahwaterdapat berbagai kategori tokoh muslim, darialiran tradisional (yang membaca kitab kuning, atauinterpretasi Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammadsebelum abad ke-10) sampai pada intelektual muslim

    yang berpendidikan tinggi. Tokoh muslim tradisionallebih tertutup terhadap konsep-konsep baru daninterpretasi Al-Qur’an, sedangkan golongan kedualebih terbuka. Namun, semua menerima undanganitu karena atas perintah atasan mereka dan dukunganPOKJA, sehingga mereka dapat mengikuti pelatihan.

    Tetapi, mereka masih tetap percaya bahwa nilai-nilaiHAM lebih rendah daripada nilai-nilai Islam. Kamimemperhatikan kritikan mereka dan berusaha meya-kinkan mereka dengan cara merujuk ke terminologiIslam secara eksplisit dan nilai-nilai Islam yang secara

    nyata mendukung konsep HAM.

    Memperoleh masukan dari tokoh

    masyarakat dan agama dalam pengem-

    bangan kurikulum HAM 

    Kami memandang bahwa tokoh masyarakat di Indo-

    nesia meliputi tokoh formal dan non formal. Tokohformal terdiri atas orang-orang yang bekerja di sektorpemerintah mulai dari pusat, propinsi, kabupaten,kecamatan, dan tingkat desa. Mereka bertugas dalampembangunan dan mendistribusikan keuangan daripemerintah pusat, walaupun telah terjadi beberapa

    perubahan dalam usaha ke arah disentralisasi. Orang-

    orang ini umumnya dihargai dan disegani olehmasyarakat. Dengan kedudukan ini mereka tentu-nya didengarkan bagi implementasi proyek-proyekpemerintah.

    Tokoh informal meliputi guru, mereka yang berpen-didikan, individu-individu yang kharismatik di tingkatdesa, dan pemimpin berbagai kelompok etnis, agama(ulama), para pensiunan, kelompok bela diri, tabib,dan pegawai pemerintah lainnya. Mereka padaumumnya dianggap sebagai “tokoh informal” yang

    aktif dalam lembaga kemasyarakatan, pembelahak-hak wanita, apakah dia sebagai anggota aktif

    atau para pemimpin.

    POKJA menyadari bah-wa tokoh agama mem-

    butuhkan perhatian

    khusus dan memilikiperan yang berva-riasi. Mereka adalah

    guru dari berbagailatar belakang. Kyai6 atau ulama7dididik

    di pesantren8  danmembaca kitab-kitab

    kuning. Sebagian ulamamenyelesaikan pendidikan-

    nya dari lembaga modern,dan ilmuwan ini berkhutbah di

    masjid-masjid dan kelompok pe-nga- jian. Tokoh agama juga memimpin gereja dan kuil.Selanjutnya, tokoh agama memimpin kelompok dis-kusi agama dan organisasi agama, dan telah menjadi

    teladan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

    PERAN TOKOH MASYARAKAT DAN AGAMADALAM MASYARAKATSebagai tokoh agama dan tokoh masyarakat merekadihargai dan dipercaya oleh masyarakat pada umum-nya. POKJA merasa bahwa keterlibatan mereka sangatpenting dalam program sosialisasi HAM dan POKJA

    berkonsentrasi tentang bagaimana memberi informasidan membina mereka mengenai nilai-nilai HAM.

    Selanjutnya, agama terintegrasi ke dalam kehidupansosial masyarakat Indonesia dan umumnya aktivitas

    sosial melibatkan da’i sebagai agen perubahan dalampengembangan masyarakat. Peran agen ini amatpenting untuk menyebarluaskan pemahaman barutentang agama dalam kaitannya dengan modernisasidan pembangunan termasuk pemahaman dan imple-mentasi nilai-nilai HAM.

    Pentingnya kedudukan tokoh masyarakat dan agamadapat dilihat dengan keterlibatan mereka dalampencegahan dan penyelesaian konflik. Mereka dihargaibaik di kalangan masyarakatnya dan pemerintah dandiminta secara khusus untuk membantu menyelesaikan

    konflik di Ambon, Poso, dan Kalimantan.9

    POKJA juga menggunakan kemampuan tokoh-tokohini untuk menggerakkan orang-orang karena keber-hasilan mereka memperkenalkan dan memajukanProgram Keluarga Berencana di Indonesia pada tahun1980 an dan 1990an. Dengan demikian, taktik yang

    sama digunakan untuk memperkenalkan HAM. [LihatTabel: “Pelajaran yang dipelajari dari masa lampaudimana tokoh agama sebagai mediasi bagi ProgramKeluarga Berencana.”]

    Perlu juga dikemukakan di sini mengapa tokoh agamadan tokoh masyarakat ikut dalam usaha POKJA. Menu-

    rut tradisi, seseorang tidak etis menolak undangan daripemerintah. Juga, menerima undangan dari pemerin-

    “HAM relevan denganIslam […] Filosofi dasar HAM

    berdasarkan suatu premis bahwa semuamanusia sama, diakui dalam Islam sebagai

    ajaran yang sangat penting, tidak ada seorang

    pun yang lebih baik dari yang lain baik

    berdasarkan kewarganegaraan, ras, keturunan, warna kulit, jenis kelamin, kekayaan

    maupun status. Semua orang sama tanpamemandang statusnya.”

    —Tokoh masyarakat

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    11/20

    Pemajuan Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) secara Nasional di Indonesia  11

    tah dapat berdampak positif bagi

    dirinya di kemudian hari. Terpilih se-bagai salah seorang yang mewakiliorganisasi merupakan kehormatan.Selanjutnya, dengan bantuan DirjenPerlindungan HAM, mereka disiap-

    kan dana transportasi, akomodasihotel selama 3 hari, dan insentif ke-cil (Rp. 250.000 atau setara dengan25 USD) atas partisipasi mereka.

    LANGKAH-LANGKAH DALAMUNDANGAN, KONSULTASI DAN

    PROSES PELATIHAN (LIHATJADWAL PADA TABEL 2)Untuk mengundang tokoh ma-syarakat, POKJA terlibat dalamproses yang cukup panjang. POKJA

    mengi-dentifikasi organisasi sosial

    kemasyarakatan yang terkemuka.Dua organisasi muslim yang terke-muka memiliki fasilitas pendidikan,klinik, rumah sakit, dan panti asuhan, dan mengor-ganisasi pelatihan secara reguler dan kegiatan lain-

    nya. Kegiatan ini mempengaruhi kehidupan muslim,muslimat, dan anak-anak di Indonesia. Di antaraorganisasi terkemuka ini, 40 orang diundang. Merekadiminta untuk mengirim utusan yang dapat berkon-tribusi dalam lokakarya dan menyumbangkan idenya.

    Semua organisasi yang diundang mengirim utusannya.Bersama dengan utusan ini, POKJA membicarakandan setuju untuk memasukkan nilai-nilai HAM kedalam kurikulum pendidikan. Dengan menunjukkanminat dan perhatian untuk memasukkan nilai-nilaiHAM ke dalam kurikulum agama pada khususnya,

    POKJA menjelaskan nilai-nilai ini dan perlunya men-ciptakan kesamaan standar antara Indonesia dengandunia pada umumnya. Sesungguhnya, dengan mema-suki proses demokratisasi, Indonesia saat ini sedangmengikuti masyarakat dunia dan menarik untukdilihat bahwa kita semua, termasuk muslim Indone-

    sia, berbagi nilai, yang kita pilih dengan nama nilai-nilai HAM. Juga didiskusikan relevansi HAM dengannilai-nilai Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha,yang kenyataannya menjungjung tinggi nilai-nilaikemanusiaan dalam tradisi keagamaannya dan kitab

    sucinya. Terakhir, POKJA mengundang guru agama(SD, SMP, SMA, dan dosen, yang juga sering memimpin

    kelompok diskusi agama) untuk berpartisipasi dalamfase penyosialisasian HAM.

    POKJA mengintegrasikan pertanyaan-pertanyaan,

    kepentingan-kepentingan, dan ide-ide ke dalamkurikulum baru. Dengan cara ini tokoh masyarakatberkontribusi terhadap pengintegrasi nilai-nilai HAMke dalam kurikulum kewarganegaraan mata pelajar-an etika, yang merupakan mata pelajaran wajib disemua tingkat pendidikan baik negeri maupun swasta.

    POKJA telah menerbitkan buku kumpulan cerita HAMyang dapat digunakan di SD dan SMP, baik negerimaupun swasta.

    PELAJARAN YANG DIPELAJARI DARI MASA

    LAMPAU DARI TOKOH AGAMA SEBAGAI

    MEDIASI PADA PROGRAM KELUARGA

    BERENCANA

      Untuk menjamin bahwa program keluarga

    berencana yang dipelopori oleh pemerintahberhasil, pemerintah pertama-tamamenamakannya program keluarga berencanadan kesejahteraan keluarga dengan penekanan

    utama pada kesejahteraan. Kemudiantokoh agama ditugaskan oleh negara untukmemberikan pemahaman kepada masyarakatmengenai program keluarga berencana.Tokoh agama menganjurkan agar orang tuamempersiapkan anak-anak mereka untuk

    menjalani kehidupan yang lebih baik sertamenghargai hak-hak wanita dan anak-anakuntuk mendapatkan kehidupan yang lebihbaik berdasarkan Al-qur’an. Keterlibatantokoh agama pertama-tama dipandang olehtokoh agama lainnya sebagai bagian dari

    propaganda barat untuk mengurangi jumlahumat islam di dunia. Namun, karena kemampuanbeberapa tokoh agama yang terlibat dalamproses sosialisasi keluarga berencana mampumenjadikan Al-qur’an sebagai referensinya, paratokoh lainnya ikut serta. Sebenarnya, banyak

    orang Indonesia pada awalnya menolak konsepini karena kurangnya pemahaman mereka.Namun, ketika didasarkan pada agama danbudaya, masyarakat dapat menerimanya denganbaik.

    Tabel 2: Jadwal Proses Diseminasi HAM

    TOT Agustus 2001 sampai saat

    ini

    Umpan balik dari guru agama: guru

    menyarankan pelatihan

    Juli, 19-21, 2004

    Lokakarya: Pengembangan kurikulum tingkat

    universitas

    Juli, 14-15, 2004

    Lokakarya: Penulisan buku ajar (tahap 2) Agustus-November, 2003

    Survei analisis kebutuhan pendidikan HAM di

    Universitas

    Juni, 2003

    Lokakarya: Penulisan buku ajar (tahap 1)Oktober 21,22, 2002

    Lokakarya: Pengembangan kurikulum (tahap 2)Januari 10, 12, 2002

    Lokakarya: Pengembangan kurikulum (tahap 1)November 13,14 2001

    KonsultasiOktober-November 2001

    Undangan konsultasiSeptember 2001

    Pembentukan POKJA Agustus 2001

     AgendaWaktuNo.

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    12/20

    12

    Langkah selanjutnya, POKJA meminta pendapat

    guru termasuk guru agama (Islam dan Kristen) untukmelihat relevansi konsep HAM yang ada dalam kuri-kulum berdasarkan agama mereka. Karena DIRJENHAM bekerja sama dengan Departemen PendidikanNasional , dan Departemen Agama dan Pemerintah

    Daerah (pendidikan menjadi tanggung jawab peme-rintah daerah dalam era otonomi), maka melibatkanguru dalam proses sosialisasi HAM tidaklah sulit. Paraguru senior diundang oleh pemerintah untuk berpar-tisipasi dalam lokakarya. Guru-guru ini merasa senangdan terhormat karena dilibatkan dalam proses. Dan,transportasi lokal disiapkan.

    Komentar dan saran guru dipertimbangkan untukmenyesuaikan kebutuhan mereka guna revisi kuriku-lum pada tahun 2006. Di antara saran mereka adalahmenyiapkan pelatihan kepada semua guru-guru

    tanpa memandang agama mereka. Terakhir, POKJA

    mendapatkan kontribusi para tokoh ini untuk meru-muskan buku panduan yang akan digunakan olehpelatih HAM pada sektor non formal.

    MELATIH TOKOH MASYARAKAT DAN AGAMA

    UNTUK MELATIH REKAN SEJAWAT DAN GURUSejak tahun 1999, pemerintah telah mencanang-kan program aksi yang lebih luas melalui pelatihanHAM kepada anggota dewan, dan para eksekutif.Selanjutnya untuk menyebarluaskan nilai-nilai HAM

    ditempuh melalui sistem pendidikan yang

    bersifat sentralistik dan melakukanpelatihan terhadap penganjur HAM

    baik di luar negeri maupun dalamnegeri di bawah koordinasi de-part-emen hukum dan HAM,dan departemen yang terkait.

    Pada fase implementasi, tokohmasyarakat dilatih tentang nilai-nilai HAM. Para peserta terdiri

    atas guru-guru dari SD sampai keuniversitas, negeri maupun swas-

    ta, dan tokoh masyarakat adat danminoritas, termasuk kelompok penga-

     jian, organisasi wanita dan non pemerintah.

    Kenyataannya, salah satu insentif yang digunakanuntuk melibatkan para tokoh masyarakat adalah

    mengirim mereka ke luar negeri (Australia, AfrikaSelatan, Swedia, dan Norwegia). Yang lain dilatihdalam negeri. Mereka yang ke luar negeri meli-hat hal-hal yang dilakukan di sana tentang HAMdan setelah mereka pulang ke tanah air, merekamenjadi pelatih. Mereka menghadiri temuan deng-

    an tokoh-tokoh dari negara lain, sehingga mer-eka memperoleh informasi dan wawasan tambahan.Mereka dapat melihat diri mereka sebagai wargadunia, dalam konteks internasional yang lebih luas.

    Pengalaman ini juga membantu mereka mema-hami motivasi awal pemerintah Indonesia untukmenyebarluaskan nilai-nilai HAM. Setelah merekadilatih, mereka diharapkan menjadi pelatih. Mer-eka juga termasuk dalam suatu jaringan kerja yangmemungkinkan mereka mendapatkan dukungan

    dalam melatih individu pada lingkungan merekamasing-masing. Jaringan kerja ini memungkinkanmereka untuk membandingkan kemajuan usahapelatihan mereka dalam pelatihan HAM terhadapguru-guru, polisi, dan tokoh masyarakat lainnya.

    Walaupun POKJA tidak terlibat langsung dalam pelati-han yang bersifat internasional, berikut ini contoh pela-tihan yang dilakukan di luar negeri dan di Indonesia.

    Musda Mulia, tokoh agama yang bekerja sebagaipeneliti utama di LIPI, dipilih karena dia telah menun-

     jukkan pengaruhnya terhadap organisasi wanita. Dia

     juga pemimpin di Nahdatul Ulama (NU), salah satuorganisasi Islam terbesar di Indonesia. Dia juga istridirektur bidang keuangan program pasca sarjanaUniversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta. Dia telah menerbitkan buku dari hasil pene-litiannya tentang masalah hak-hak wanita dan berbi-cara dalam berbagai forum, seminar, dan lokakarya.

    Pada tahun 2002, ia mengikuti TOT selama tigaminggu di Swedia. Bersama dengan 40 orang to-

    koh Indonesia lainnya, Musda Mulia mendapatkanpelatihan mengenai Deklarasi Universal Hak AsasiManusia; UU No. 39 tahun 1999 tentang Deklarasi

    Universal Hak Asasi Manusia; Islam dan Hak AsasiManusia; Golongan Minoritas; Relevansi KebudayaanIndonesia dan Hak Asasi Manusia; Strategi sosialisasi

    Hak Asasi Manusia; Universalisme dan Relativisme.Pelatihan ini dipersiapkan untuk para ahli Indonesiadan mendapatkan pelatihan di luar negeri, umumnyadi Swedia dan Kanada.

    Setelah pelatihan, Musda bergabung di Kelompok

    Kerja Nasional (POKJA). Ia mengintegrasikan gaga-san hak asasi manusia pada ceramah-ceramahnya dimajelis taklim NU dan di seminar-seminar lainnya. Iatelah menerbitkan sebuah buku yang sangat populer

    mengenai kesetaraan jender, termasuk pembahasanmengenai poligami menurut Islam. Buku ini digam-

    barkan sebagai suatu kemajuan penting oleh harianThe Jakarta Post. Tokoh religius ini juga adalah pelatihdi Departemen Hukum dan HAM.

    Tokoh religius lainnya adalah Anisa Basleman. Diatelah mendapatkan pelatihan yang serupa di luar

    negeri. Seorang profesor wanita dari UniversitasNegeri Jakarta (UNJ) yang juga sering berceramahdalam majelis taklim, khususnya di Muhammadiyah,dan organisasi sosial-keagamaan nasional lainnya.Pada tahun 2002, ia mengikuti pelatihan selama

    sebulan di Norwegia bersama dengan 20 orang tokohIndonesia lainnya. Topik-topik yang diikutinya antara

    “Sesungguhnya Islam mengakuinilai-nilai ini [nilai-nilai HAM].”

    -Tokoh Agama

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    13/20

    Pemajuan Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) secara Nasional di Indonesia  13

    lain: Instrumen Internasiaonal Hak Asasi Manusia

    (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; CEDAW;RCCPR); Universalisme dan Relativisme; MekanismeHak Asasi Manusia Sedunia; Sejarah Hak AsasiManusia.

    Seperti halnya Musda Mulia, pelatihan di luar negeriini membuat Profesor Basleman memperoleh pan-dangan yang berbeda tentang Hak Asasi Manusiadari para pelatihnya. Ditambah lagi, seluruh pesertapelatihan dapat bertukar pandangan dengan para

    staf mengenai sistem peradilan Hak Asasi Manusia,termasuk Mahkamah Agung dan juga mengunjungi

    penjara dan para tahanan setempat.

    Sekembalinya ke tanah air, Profesor Baslemanmengintegrasikan pengetahuan barunya ke dalam

    diskusi-diskusi yang dia adakan terhadap kelompokibu-ibu. Ia mendirikan Pusat Studi HAM di Universitas

    Negeri Jakarta. Lembaga ini mengadakan penelitiandan pelatihan mengenai hak asasi manusia untukpegawai negeri setempat dan organisasi-organisasinon-pem-erintah. Selain itu badan ini juga mengada-kan pelatihan bagi para guru sekolah dasar sampaimenengah yang diutus oleh pemerintah. Prof. Basle-

    man kini terlibat dalam pengembangan kurikulumhak asasi manusia pada tingkat universitas.

    Tokoh masyarakat Indonesia lainnya juga mengikutipelatihan di luar negeri bersama dengan para tokoh

    dari berbagai negara lain, sehingga memperolehwawasan yang lebih luas mengenai HAM di berbagainegara. Natsir Zubaidi, tokoh MUI (Majelis UlamaIndonesia) mendapatkan pelatihan di Jakarta padatahun 2001. Ia dipilih berdasarkan peranannya yangbesar dalam majelis ini. Ia mengajar di Universitas

    Hamka, bagian dari Universitas Muhammadiyah. Ia juga sering berbicara di berbagai pertemuan sosial-keagamaan. Pelatihan yang diperoleh Natsir meliputi:Islam dan Hak Asasi Manusia, Deklarasi Universal ten-

    Mashadi di tengah-tengah guru sekolah menengahmempimpin kelompok diskusi Pengenbangan Kurikulumuntuk Sekolah Menengah (SMP & SMA). November 2001.

    KURIKULUM HAM:Proses Implementasi melalui Sistem Pendidikan di IndonesiaPemajuan HAM meliputi :

    Pendidikan

    Sistem Pendidikan

    NegeriSwasta

    Formal  

    * Umum   ** Islam

    Islam**

    Kristen

    Katolik

    Catatan:

    * Sistem pendidikan negeri di Indonesia mengajarkan 5 agama yang diakui meliputi: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha

    ** Pada sektor negeri maupun swasta ada sekolah dan universitas mengadopsi pendekatan Islam dalam belajar pada dasarnya

    topik yang menjadi bahasan dalam lembaga ini meliputi: filsafat Islam dam ilmu-ilmu sosial.

    Catatan Singkatan:HAM: Hak Asasi Manusia; SD: Sekolah Dasar; SMP: Sekolah Menengah Pertama; SMA: Sekolah Menengah Atas

    Tabel 3

     

     

     

       

     

    • Sekolah dasar 

    • Sekolah Menengah Pertama

    • Sekolah Menengah Atas

    Sekolah Kejuruan

    • Universitas/ Perguruan Tinggi

    • Sekolah dasar 

    • Sekolah Menengah Pertama

    • Sekolah Menengah Atas

    • Sekolah Kejuruan

    • Universitas/ Perguruan Tinggi

    • Tingkat Sekolah Dasar 

    • Tingkat Sekolah Menengah

    Pertama

    • Tingkat Sekolah Menengah

     Atas

    • Sekolah Dasar 

    • Sekolah Menengah Pertama

    • Sekolah Menengah Atas

    Sekolah Kejuruan

    • Universitas/ Perguruan Tinggi

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    14/20

    14

    tang Hak Asasi Manusia, UU Hak Asasi Manusia No.39, 1999; Hak-hak Sosial, Kebudayaan dan Ekonomi,Diskriminasi, Universalisme dan Relativisme, Kebuday-aan Indonesia dan Hak Asasi Manusia, Sejarah HakAsasi manusia, Instrumen Internasional dan NasionalHak asasi Manusia, CEDAW, RCCPR. Setelah pelatihan,

    Natsir bergabung di POKJA untuk memajukan pendi-dikan hak asasi manusia.

    Contoh terakhir tokoh yang mengikuti pelatihan hakasasi manusia adalah Afdal Mangkuraga, perwakilan

    dari Habibie Center. Ia mendapatkan pelatihan diSidney, Australia pada tahun 2003 bersama dengan18 orang Indonesia lainnya.

    Habibie Center dikenal sebagai badan penyeleng-gara seminar dan pelatihan hak asasi manusia. Afdal

     juga mengajar di universitas swasta di Jakarta, yaituUniversitas Mercu Buana.

    Tambahan lagi, POKJA juga perlu melatih orang-orangyang memiliki peran dalam pengembangan kurikulumdan buku ajar karena keduanya akan selalu dijadikan

    sebagai pedoman. Tentu saja, pengembangan kuriku-lum dan penulisan buku ajar dibimbing oleh pakarpendidikan dari lembaga pendidikan yang sekarangmenjadi Universitas Negeri di Jakarta. Para penulisterdiri dari akademisi dan guru (termasuk guru agama)yang telah terlatih. POKJA memberikan penyuluhan

    dan supervisi.

    Membantu dalam pembentukan

     jaringan nasional yang memungkinkan

    mereka berkonsultasi dan membagi

     pengalaman memberikan dukungan

     secara terus menerus.

    Demi menyempurnakan pelatihan para tokoh masyara-kat dan agama, serta untuk memastikan keberlangsun-gan usaha pelatihan ini, para peserta dilibatkan dalamberbagai diskusi melalui jaringan nasional yang diada-kan pemerintah. Mereka membentuk panitia daerahhak asasi manusia dan menjadikan tokoh agama se-

    bagai bagian dalam perencanaan program hak asasimanusia, bersamaan dengan usaha memajukan hakasasi manusia dalam bidang pendidikan. Pada awal-nya, ada 31 komite propinsi yang berjalan, termasuktokoh agama dan masyarakat (khususnya guru dan

    dosen) yang terlibat dalam usaha memperkenalkandan mendukung pendidikan, juga memajukan hakasasi manusia di lingkungan mereka. Tokoh-tokoh inidiharapkan dapat melatih para tokoh setempat.

    Usaha mereka menciptakan pondasi yang baik dalam

    program pendidikan.

    Proses ini akan membantu penyusunan kurikulumuntuk pengajaran hak asasi manusia yang akan digu-nakan di semua tingkat, baik dalam sistem pendidikannasional, institusi swasta, maupun dalam sektor pen-

    didikan non-formal. Pemerintah daerah menyediakandana untuk setiap komite propinsi daerah. Komiteini baru dibentuk pada tahun 2005. Tetapi saat inimereka telah melatih pegawai PEMDA dan pesertapelatihan lainnya menggunakan buku panduan yangdisediakan oleh POKJA. Mereka telah melatih guru-

    guru SD, SMP, dan SMA, juga tokoh-tokoh dari sek-tor non-formal. Panitia daerah memberikan laporantahunan kepada komite pusat di Direktorat Jenderal

    Perlindungan Hak Asasi Manusia. Panitia pusat melihatkesenjangan antara rencana dan hasil yang dicapai.Pada awalnya, tidak ada rencana untuk mengadakan

    pelatihan lanjutan.

    Memanfaatkan sistem pendidikan yang

    terpusat untuk menyusun kurikulum

    untuk digunakan dalam

     pendidikan formal dan

    non-formal dengan du-

    kungan tokoh masyar-

    akat dan agama.

    Terlepas dari kebijakan desen-tralisasi terhadap seluruh insti-tusi pemerintah, dalam beberapabidang, khususnya pendidikan,

    masih bersifat sentralistik. Bagan 3menunjukkan ruang lingkup kerjaPOKJA bekerja sama dengan berb-agai badan pemerintah (DirektoratJenderal Perlindungan Hak AsasiManusia, Departemen Hukum dan

    Hak Asasi Manusia, Komisi HakAsasi Manusia, Departemen Pen-didikan, dan Departemen Agama

    KURIKULUM HAM: INTEGRASI DALAM MATA KULIAH

    KEWARGANEGARAAN

    PortofolioTaktik

    memajukan

    melindungi, dan

    membela HAM di

    tingkat nasional

    Kemampuan

    memajukan,

    melindungi, dan

    membela HAM

    Kemampuan

    memajukan,

    melindungi, dan

    membela HAM

    Klasifikasi nilai,

    teknik, studi

    kasus,

    obeservasi,

    interviu

    Kasus

    pelanggaran

    HAM

    Menyadari

    pentingnya HAM

    Kemampuan

    menjelaskan

    pentingnya HAM

    Kuliah, diskusi,

    analisis referensi

    HAM, instrumen,

    dan resume

    Def. HAM, ruang

    lingkup, sejarah

    HAM, teori, nilai,

    prinsip dasar,

    Instrumen HAM

    Menjelaskan

    kemerdekaan

    dasar manusia

    Kemampuan

    menjelaskan

    kemerdekaan

    dasar manusia

    MetodeMateri UtamaIndikator Kompetensi

    dasar 

    Tabel 4

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    15/20

    Pemajuan Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) secara Nasional di Indonesia  15

    bersama dengan para akademisi) untuk memperke-nalkan pendidikan hak asasi manusia ke dalam sistem

    pendidikan pemerintah maupun swasta.

    POKJA berhasil mendapatkan dukungan dan kerja samadengan Departemen Pendidikan yang memiliki hubun-

    gan dengan para gurudan tokoh yang tersebar

    di negara ini; Departe-men Agama yang memi-liki hubungan dengantokoh-tokoh agamayang bekerja di bawah

    departemen ini; danLembaga Ilmu Penge-tahuan Indonesia (LIPI)yang memiliki hubun-gan dengan akademisidan tokoh masyarakat,

    termasuk tokoh agamaterkemuka.

    Hasil dan

    Dampak TaktikEmpat ratus tokoh telahdilatih, termasuk to-

    koh masyarakat, agama,pegawai negeri sipil,akademisi, polisi dananggota militer dariakademi kepolisian dan

    militer. Pelatihan sebel-umnya diadakan di luarnegeri seperti Kanada,Norwegia, Australia,Swedia, Afrika Selatan,

    Perancis, dan di dalamnegeri. Selanjutnya,direncanakan pula un-

    tuk mengirim para tokohke pelatihan internasionalyang akan diadakan di Jer-man, Jepang, dan Mesir.

    Sekembalinya dari sana,mereka akan menjadi pela-tih resmi hak asasi manusiadalam komunitas mereka.

    Meskipun para tokoh

    agama berperan pentingdalam pengembangan danpelatihan kurikulum hakasasi manusia, mereka ti-dak diminta secara khususuntuk berpartisipasi dalam

    program sosialisasi. Tentusaja, dalam pernyataanpublik, pemerintah Indone-sia memilih untuk bersikaptidak merujuk secara lang-

    sung ke agama tertentu.

    Sebagai bentuk nyata intervensi tokoh agama adalahketika salah seorang dari mereka mengatakan bahwaakan lebih baik jika nilai-nilai hak asasi manusia dima-sukkan ke dalam pelajaran agama dan kurikulum pe-

    lajaran agama, tetapi tidak menggunakan terminologihak asasi manusia. Contohnya: tidak menggunakanistilah: hak hidup, tetapi mencari padanan dalam kebu-dayaan dan agama. Tambahan lagi, pembicaraan awaldengan para tokoh agama menghasilkan momentumuntuk memasukkan nilai-nilai hak asasi manusia ke

    dalam wacana mereka.

    Tindak lanjut dimasukkannya nilai-nilai hak asasi ma-nusia ke dalam kurikulum adalah dengan memperke-nalkan siswa dari berbagai tingkat baik formal maupunnon-formal terhadap prinsip-prinsip dasar hak asasi

    manusia, terutama yang berkaitan dengan: UU No. 39,1999 tentang HAM, dan Deklarasi Universal Hak AsasiManusia. Secara khusus, nilai-nilai ini telah diintegrasi-kan ke dalam kurikulum ilmu pengetahuan sosial danagama di tingkat SD, kurikulum kewarganegaraan dan

    agama di tingkat SMP, kurikulum agama, geografi

    ,sosiologi di tingkat SMA, dan ke dalam mata kuliahkewiraan dan agama di tingkat universitas. Sebagaitambahan, kurikulum hak asasi manusia telah diran-cang bagi mahasiswa hukum. Totalnya, 1000 orangguru kewarganegaraan telah dilatih oleh DepartemenPendidikan untuk mengintegrasikan nilai-nilai hak asasi

    manusia. Para guru ini dilatih oleh para pelatih yangtelah pergi ke luar negeri dan guru kewiraan seniorlainnya yang telah mengikuti pelatihan TOT. (Lihat con-toh kurikulum pada Bagan 4, 5, dan 6). 31 panitia hakasasi manusia tingkat propinsi telah dibentuk untukmengadakan pelatihan dan memberi dukungan bagi

    para pelatih daerah.

    KURIKULUM HAM UNTUK MAHASISWA FAKULTAS HUKUM

    HAM dalamperspektif agama,

    budaya, dan politik

    Menganalisis HAM (perspektif agama);memabdingkan HAM dengan relativitas

    budaya; membandingkan HAM dengan

    politik Intl.

    Kemampuan menjelaskanHAM dalam perspektif 

    agama, budaya, dan

    politik

    Sejarah dan

    perkembangan HAM

    Menjelaskan Media Charter; Bill of Rights;

    Deklarasi Prancis; DUHAM

    Kemampuan menganalisis

    sejarah dan

    perkembangan HAMinternasional

    Hak

    dasar/kemerdekaan

    dasar manusia

    Menganalisis HAM dasar (DUHAM);

    menjelaskan kemerdekaan dasar manusia

    (DUHAM)

    Kemampuan menjelaskan

    kemeredekaan dasar 

    manusia

    Definisi dan Prinsipdasar HAM

    Memberikan definisi HAM; menganalisisistilah HAM; menjelaskan prinsip dasar 

    Kemampuan menganalisisdefenisi dan prinsip dasar 

    HAM

    Kemerdekaan dasar 

    manusia

    Menganalisis kemerdekaan individu;

    menjelaskan kemerdekaan kolektivitas;menjelaskan HAM yang melekat kepada

    setiap orang

    Kemampuan menjelaskan

    kemerdekaan dasar manusia

    MATERI UTAMAINDIKATORKOMPETENSI DASAR

    Tabel 5

    “Hak dasar mereka terhadappendidikan terabaikan.” –

    Dimuat di koran terkemuka ,Kompas (23 Juli, 2005)

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    16/20

    16

    Bersamaan dengan itu, sebuah buku panduan diterbit-

    kan oleh para pelatih hak asasi manusia (sektor non-formal) sebagai pedoman bagi semua guru hak asasimanusia (tingkat dasar, menengah, negeri dan swas ta)Pada tahap ini, dampak strategi ini mulai nampak dikalangan publik, media — seperti surat kabar — dankhususnya di antara para tokoh masyarakat. Kami

    percaya strategi ini telah meningkatkan kesadaranpara tokoh dan mereka dapat melihat relevansi an-tara nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai tradisional, dankemanusiaan. Contohnya, sejumlah tokoh agama diIndonesia menjadi pembicara dalam acara televisi danradio membahas mengenai aspek-aspek dalam Islam,

    dari filosofi  sampai hukum. Seorang tokoh agama

    yang sangat terkenal juga pemandu acara televisi,A.A. Gym contohnya. Ia mempunyai stasiun televisi danradio, memproduksi rekaman dan vcd, juga memanduacara harian di televisi dan siaran radio yang disebutsebagai acara interaktif. Ia cukup disukai masyarakat.

    Dalam dua tahun terakhir, ceramah A.A. Gym lebihmenekankan nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan sepertiyang lainnya, kini ia juga menggunakan istilah hak asasimanusia dan mengeritik kekerasan di Indonesia danluar negeri. Meskipun A.A. GYM tidak terlibat secaralangsung dalam POKJA, perwakilan dari organisasinya

    telah diutus ke lokakarya. Ditambah lagi, referensinyaterhadap hak asasi manusia telah menghadirkan iklim

    baru di Indonesia. Sebuah contoh pengintegrasiangagasan hak asasi manusia ke dalam wacana publikadalah yang dibuat sebelum invasi Amerika ke Irak.

    A.A. Gym menggendong seorang anak dan bersama se- jumlah pengikutnya pergi ke Kedutaan Besar Amerika.Ia menyerahkan surat permintaan agar Amerika tidakmenginvasi Irak. Ia menyatakan agresi itu akan mem-bunuh wanita dan anak-anak, dan yang terutama,tindakan itu akan melanggar hak asasi manusia. Ini

    tentu saja merupakan istilah dan pendekatan baruyang dilakukan oleh tokoh ini. Dengan demikian, kamiterdorong untuk melihat bahwa hak asasi manusiatelah dipahami dan dapat mempengaruhi orang-orang

    yang berkata bahwa mereka juga memajukan hakasasi manusia.

    Hal lebih sulit dievaluasi adalah dampak kurikulumhak asasi manusia pada siswa dari berbagai tingkat.Wacana para siswa, demonstran, khususnya kalanganmahasiswa, pada umumnya merujuk kepada pelang-garan hak asasi manusia. Saat ini kurikulum untuk

    berbagai kelompok usia disusun dalam bentuk ceramah

    dengan bahan bacaan dan permainan peran. Beberapaaspek juga diajarkan untuk menolong siswa mema-hami bagaimana cara mengaplikasikan gagasan ini kedalam kehidupan nyata. Contohnya, mereka diajarkantentang bagaimana mengajukan keberatan atas dasar

    hak asasi manusia, dan badan-badan yang bergerakdalam bidang pelanggaran hak asasi manusia (sepertikekerasan polisi, diskriminasi, kekerasan dalam rumahtangga, isu perumahan, dan tanah, dll.)

    PELAJARAN YANG DIPELAJARI

    Kami telah memanfaatkan pengetahuan para tokohmasyarakat mengenai komunitasnya untuk membuat

    kurikulum yang konsisten terhadap nilai-nilai kebu-dayaan dan agama. Melalui proses itu, kami telahmemahami bahwa kami tidak hanya harus memadukan

    semua saran dalam pengembangan kurikulum, dan juga harus melakukan dialog secara terus menerusmelalui pelatihan. Karena pendapat mereka dihargaidan diikuti oleh komunitasnya, maka dialog tambahandan pelatihan akan memiliki dampak yang berkesinam-bungan. POKJA akan mengerjakan tugas yang sangat

    ambisius di tingkat nasional, dan kini kami menyadaribahwa pelatihan para tokoh masyarakat Indonesiaakan membutuhkan waktu yang sangat lama dari suatuusaha yang berkelanjutan.

    Bahkan kami yakin bahwa taktik yang memanfaatkan

    tokoh masyarakat sangat efektif. Menyebarluaskanhak-hak Asasi Manusia dalam pendidikan merupakanpendekatan yang terbaik selama sistem pendidikanterpusat. Dan pendekatan yang lain adalah kamimenggunakan tokoh masyarakat untuk mencapaitujuan kami. Mereka terdiri atas akademisi, guru,

    tokoh masyarakat baik formal maupun non-formal,dan kepala sekolah. Kami tidak hanya memperolehdukungan yang lebih besar untuk mendiseminasikannilai-nilai HAM tetapi juga melakukan dialog tentangHAM dengan mereka.

    Mashadi (kiri) memimpin lokakarya tentang PenyusunanKurikulum HAM tingkat Universitas, Juli, 2004

    Pelatihan TOT untuk Tokoh Masyarakat, agama, serta tokohlainnya di Jakarta, Mei, 2003.

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    17/20

    Pemajuan Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) secara Nasional di Indonesia  17

    Akhirnya kami menyadari bahwa akan lebih efektifuntuk memulai dari proyek percontohan, dana, kom-

    petensi, dan klien dalam satu daerah. Sehingga kamidapat berhubungan dengan tokoh masyarakat ditingkat daerah. Dan kami juga dapat menggunakanumpan balik mereka untuk mencapai tujuan kami.

    Untuk meningkatkan hasil kerja kami dalam penyosia-

    lisasian nilai-nilai HAM pada tingkat perguruan tinggi,kami mendiskusikan konsep-konsep HAM di kalanganmasyarakat, individu, dan tokoh. Akhirnya, kami perlumengadopsi Deklarsi Internasional mengenai HAM.

    TANTANGAN YANG TERUS BERLANJUT

    Menjalankan program POKJA, kami membutuhkanbanyak referensi tentang HAM dan kami perlu menulisbuku tentang terminologi dan konsep-konsep HAMuntuk setiap guru dan pelatih di Indonesia. Kami perlumengintegrasikan nilai-nilai HAM ke dalam kurikulum

    dan meminta tokoh masyarakat dan agama untuk men-diseminasikannya. Nilai-nilai HAM perlu didefinisikansecara jelas, sehingga guru agama akan mendapatkanpemahaman yang komprehensif.Karena itu kami perlumenyiapkan pelatihan dan seminar bagi guru-guruagama.

    Gambaran kompetensi dasar yang diharapkan darisiswa perlu dikembangkan lebih jauh. Karena kuriku-lum berbasis kompetensi perlu diterapkan di Indone-sia, kompetensi mengenai HAM perlu dibuat secaraeksplisit agar dapat dimengerti. (lihat bagan 4 dan 5

    sebagai contoh kurikulum).

    Kompetensi dan konsep nilai-nilai HAM saat itu ti-dak sesuai dengan kurikulum. Namun waktu yangdisediakan oleh Departemen Hukum dan HAM untukmenulis kurikulum itu sangat sedikit. Penekanan

    utama dilakukan pada proses konsultasi yang tentunyasangat penting dan mendesak betul; Namun waktuyang cukup diperlukan untuk merevisi isi kurikulumberdasarkan konsultasi itu.

    Karena terbatasnya dana dan pemanfaatan otonomi

    daerah, panitia lokal (termasuk tokoh masyarakat,agama, dan selainnya) bertanggung jawab untuk

    memajukan HAM, pendidikan dan pelatihan HAMbagi para pendidik di wilayah mereka masing-masing.Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, panitia inidibentuk tahun 2005, sehingga hasilnya belum dapat

    dilihat. Data rinci akan dikumpulkan pada tahun 2006.Evaluasi jangka panjang akan dilakukan pada tahun2006 oleh para ahli pendidikan dari DepartemenPendidkan Nasional dalam hal ini Universitas NegeriJakarta. Rencana ini adalah untuk mengukur dampakimplementasi kurikulum baru dalam bidang pengeta-

    huan, sikap, dan perilaku.

    REKOMENDASI PENERAPAN TAKTIK INI

    Berdasarkan pengalaman kami di POKJA, keberhasi-lan menyebarluaskan nilai-nilai HAM membutuhkan

    konsultasi dan pendapat tokoh masyarakat sebanyak

    mungkin di segala bidang melalui dialog terbuka.Faktor terpenting adalah memastikan partisipasi aktifpemerintah dalam memperkenalkan HAM. Memper-tahankan arus informasi yang stabil dan berkoordinasidengan segala cabang pemerintahan dalam proses

    sosialisasi harus ditekankan. Penggunaan taktik kamidi lingkungan pendidikan juga menuntut kami melatihmereka yang terlibat dalam penulisan kurikulum danbuku ajar, selama perangkat ini nantinya akan digu-nakan sebagai referensi. Hal ini merupakan hal yangsangat penting bagi orang lain untuk diperhatikan.

    Bersamaan dengan itu kampanye media yang gencar(TV, radio, koran) akan menjadi efektif untuk menyatu-kan nilai-nilai budaya, agama dan HAM. Tujuannyauntuk melahirkan wacana populer pada tradisi, agama,dan HAM di seluruh masyarakat. Walaupun kami tidakmenggunakan metode ini dalam kasus kami, kami yakin

    bahwa metode ini merupakan pilihan yang tepat.

    Tokoh masyarakat harus dilibatkan dalam semua jen- jang, termasuk POKJA itu sendiri, pada tahap imple-mentasi dan seterusnya. Mereka harus mampu tetapberhubungan melalui jaringan kerja di mana mereka

    dapat mendiskusikan pandangan dan usaha suksesmereka dalam memperkenalkan HAM di masyarakatmereka.

    Kesinambungannya akan dipastikan melalui pem-bentukan komite HAM yang bersifat multibudaya,

    multi-etnis,dan multi-agama di lingkungan masyarakat

    tentang HAM. Cara ini telah dilaksanakan di Indonesiamelalui LSM yang bersifat multietnis, multi-budaya, danantar penganut umat beragama. Kesimpulannya, pem-bentukan kelompok yang anggotanya bersifat hetero-

    gen untuk membicarakan dan mengimplementasikanHAM akan membantu penerapan HAM di Indonesiadan mungkin akan sangat membantu dunia lainnyauntuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan.

    Sejumlah faktor perlu dipertimbangkan sebelum

    mengimplementasikan taktik yang serupa.10Pertama,analisis lengkap mengenai konteks sosial merupakan

    kunci sukses taktik ini. Tokoh masyarakat perlu di-

    identifikasi secara jelas, dan hubungan antara HAMdan budaya lokal perlu dijelaskan secara rinci untukmerelevansikan konsep HAM dengan nilai-nilai budayamasyarakat. Yang terakhir adalah perlunya memastikantingkat komitmen berbagai cabang pemerintahan.

    Hal ini harus dinilai , dianalisis, dikembangkan, dandikonsolidasikan.

    KETERBATASAN TAKTIKTaktik ini memiliki keterbatasan-keterbatasan jika

    ditinjau dari berbagai sudut pandang. Sesungguhnyakeinginan politik yang tinggi dan atmosfir yang sesuaidalam tubuh pemerintahan membantu suksesnya ke-

    berhasilan taktik ini di Indonesia. Untungnya faktor iniada di Indonesia dan membuat pengimplementasian

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    18/20

    18

    program sosialisasi HAM dapat terlaksana. Di negara

    lain mungkin sulit dilakukan karena tidak adanya du-kungan dari pemerintah atau karena pemerintah bersi-fat resisten terhadap pengenalan nilai-nilai HAM.

    Sebagai tambahan, taktik ini telah membuat meluasnya

    penggunaan kurikulum HAM dan mendapat manfaatyang besar dari sistem pendidikan yang tersentralisasi diIndonesia yang memungkinkan kurikulum dapat dite-rapkan baik pada sekolah negeri maupun swasta. Sen-tralisasi ini merupakan aset besar bagi Indonesia, tetapisistem seperti ini mungkin tidak berlaku di negara laindimana kurikulum dikembangkan dan diimplementa-

    sikan oleh tiap-tiap lembaga. Taktik kami juga sangatbergantung pada penghargaan mayoritas pendudukterhadap pemuka agama dan tokoh masyarakat.

    Pada akhirnya, di antara keterbatasan-keterbatasannya

    adalah taktik ini sulit diterapkan di negara dengan

    mayoritas yang kurang homogen (baik budaya, etnis,maupun agama).

    Sebagaimana disebutkan sebelumnya, variasi taktiktelah digunakan di Indonesia di waktu lampau untuk

    mengimplementasikan Keluarga Berencana. Pada saatitu pemuka agama di seluruh Indonesia ditugaskandi seluruh Indonesia untuk mendiskusikannya de-ngan anggota masyarakat mengenai relevansi kelu-arga berencana dengan ajaran Islam. Hasilnya positifkarena kebanyakan bangsa Indonesia memahami dan

    secara sukarela menggunakan alat kontrasepsi saatini. Mereka percaya manfaat yang mereka peroleh

    untuk kesejahteraan keluarga mereka. Namun, padasaat yang sama ada pula cara-cara pemaksaan olehagen pemerintah di daerah agar target mereka dapattercapai sehingga mereka bisa mendapatkan imbalan

    berupa uang. Di bawah pemerintahan baru yang lebihdemokratis dan karena kebebasan berbicara di Indo-nesia saat ini lebih terjamin, faktor ketakutan untukmenerima konsep-konsep baru relatif tidak terjadi.

    Hasil dari pengalaman dengan kebijakan Keluarga

    Berencana, POKJA membuat perubahan yang signifi-kan dengan proses sosialisasi HAM. Tidak ada pemukaagama dipekerjakan, walaupun mereka banyak

    dilibatkan dalam proses dan penerapan program.Karena banyaknya jumlah dosen di Universitas Islammemainkan peran ganda sebagai pemuka agama,

    berceramah di masjid-masjid dan memimpin kelompokdiskusi agama secara teratur, mereka menduduki posisikunci dalam keberhasilan penerapan program. Namun,karena mereka tidak direkrut oleh pemerintah, makakonflik kepentingan kurang terdengar dan oleh sebabitu mereka tetap dipatuhi oleh pengikutnya.

    Taktik ini memiliki potensi besar untuk digunakanpada situasi lain hal mana konsep-konsep baru akansangat mudah diterima jika disampaikan oleh tokoh

    yang mereka kenal, memahami nilai-nilai budayamereka dan kepentingannya. Khusus pada konteks

    Indonesia, faktanya adalah bahwa populasi umat be-ragama sangat homogen. Namun penting pula dicatatbahwa di Indonesia terdapat pandangan dan praktekkeagamaan yang sama di sejumlah penduduk muslim.masyarakat Indonesia sangat bergantung pada tradisi

    yang sudah mengakar selama berabad-abad dan ma-

    sih tetap hidup, dan masih sangat tergantung padapemimpin yang mereka percaya. Hal ini tidak jauhberbeda dengan negara dan masyarakat di belahandunia lainnya.

    Untuk memperoleh kebermaknaan dan kekuatan taktikini, kunci utamanya adalah memahami latar belakangpolitik dan sosial keagamaan suatu negara. Bagi kamidi Indonesia, faktor lain yang perlu dipertimbangkanadalah kebanyakan masyarakat Indonesia tinggal di

    desa. Kehidupan mereka sangat terjalin dengan baik.Pemuka agama dan tokoh masyarakat memainkanperan yang sangat aktif dalam kehidupan sehari-hari.

    Pandangan, dukungan, dan bimbingan dari tokohmereka didengar oleh masyarakatnya. Hal ini mungkintidak berlaku pada negara-negara yang terlibat dalam

    perang dan konflik internal yang berkepanjangan.Dalam kasus seperti itu mungkin sangat sulit untukmengidentifikasi pemuka agama dan tokoh masyarakatdi luar jaringan politik yang dapat meredam konflik.Pada saat yang sama, masyarakat umumnya menemu-kan cara-cara untuk mencari pemimpin yang mereka

    hargai. Mencari pemimpin yang dipercayai memerlu-kan waktu yang cukup lama dan yang dapat berperansebagai pemimpin yang terpercaya.

    Kerja sama yang kuat dan terus menerus antara POKJAdan seluruh lapisan masyarakat, dan tokoh agama

    memungkinkan terintegrasinya nilai-nilai HAM kedalam kurikulum nasional di Indonesia. Hal ini mem-fasilitasi dan memajukan sosialisasi nilai-nilai HAMsecara konkret kepada masyarakat umum. Karenapemuka agama dan tokoh masyarakat telah dilatih diluar negeri dan di tanah air, mereka telah memperoleh

    pandangan luas mengenai HAM yang membuatnyamampu menerjemahkan nilai-nilai HAM tersebut gunapendidikan masyarakat. Pendekatan seperti ini terbuktisangat efektif untuk memperoleh dukungan dari paratokoh ini yang peran dan kredibilitasnya masih sangat

    dihargai oleh masyarakat.

    SIMPULANPertimbangan lain mengenai taktik ini adalah perlunyadibuat penyesuaian-penyesuaian dengan realitas sistemdan lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta.Perlu pula dipahami tingkat dukungan pemerintah,

    nilai-nilai lokal, dan kepercayan masyarakat. Jugakeuntungan dan kerugian melibatkan tokoh agamadan masyarakat ke dalam proses sosialisasi HAM.

    Akhirnya, saya berharap bahwa contoh yang kamiutarakan untuk membudayakan sosialisasi HAM de-

    ngan mempertimbangkan konteks politik, budaya,dan agama di Indonesia akan bermanfaat bagi orang

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    19/20

    lain yang sedang mencari ide bagi strategi pendidikanHAM yang lebih luas. Bagi kami, kemampuan untukmemperoleh dukungan dan pengaruh pemuka agama

    dan tokoh masyarakat memungkinkan tersusunnyakurikulum HAM yang lebih baik bagi sistem pendidikanformal dan non formal dan membuatnya lebih dapat

    diterima dan seirama dengan nilai-nilai budaya ma-syarakat dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhanmereka sehari-hari.

    ___________________________________

    1 Laporan Negara tentang Praktek HAM - 2004, Dikeluarkanoleh Biro Demokrasi, HAM, dan Perburuhan, 28 Februari,2005. U.S. Department of State. Sumber: http://www.state.gov/g/drl/rls/hrrpt/2004/41643.htm. Diambil pada tanggal13 November, 2005.

    2 Laporan Negara tentang Praktek HAM - 2004, Dikeluarkanoleh Biro Demokrasi, HAM, dan Perburuhan, 28 Februari,2005. U.S. Department of State. Sumber: http://www.state.gov/g/drl/rls/hrrpt/2004/41643.htm. Diambil pada tanggal13 November, 2005.

    3 Laporan Negara tentang Praktek HAM - 2004, Dikeluarkanoleh Biro Demokrasi, HAM, dan Perburuhan, 28 Februari,2005. U.S. Department of State. Sumber: http://www.state.gov/g/drl/rls/hrrpt/2004/41643.htm. Diambil pada tanggal13 November, 2005.

    4 Muslim Ahmadiyya ditemukan oleh Ghulam Ahmed,tahun 1889, pemenuhan harapan Messiah Kristen, YahudiIslam dan agama lain.

    5 Sumber: http://www.ham.go.id/ran.asp. Diambil Novem-ber 13, 2005.

    6 Kyai: Cendekiawan Muslim atau Pemimpin Pesantren.

    7 Ulama: Cendekiawan Muslim yang menginterpretasikansains dan doktrin, serta hukum Islam, dan Pewaris atas Ke-berlangsungan Islam.

    8 Pesantren: sekolah islam yang menyiapkan asrama bagistrinya dan dipimpin oleh seorang Kyai.

    9 Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:: www.kompas/kompas-cetak/0112/21/UTAMA/kedu01.htm Di ambil pada

    tanggal 2 December 2, 2005.

    10 Untuk contoh tambahan mengenai tokoh agama, lihatbuku taktik: Persuasi Handal (http://www.newtactics.org/main.php/PowerfulPersuasion)

  • 8/16/2019 Human Rights Advocacy In

    20/20

    Untuk mencetak atau mengunduh publikasi ini dan publikasi lainnya dalamserial buku catatan taktik, silakan kunjungi http://www.newtactics.org

    Jika Anda mengunjungi alamat di atas, Anda juga dapat menemukan kum-pulan data menganai taktik, forum untuk berdiskusi dengan para praktisiHAM lainnya dan bergagai piranti dan sumber daya lainnya untuk meng-

    aplikasikan pemikiran strategis dan taktiks.

    Pusat Korban Penganiayaan

    Taktik Baru dalam Proyek HAM

    717 East River Road

    Minneapolis, MN 55455 USAwww.cvt.org, www.newtactics.org