7
Hukum Kedokteran Hukum kedokteran merupakan bagian dari hukum di bidang Kesehatan, secara definisi menurut W.B. Van Der Mijn (1986), dapat dijelaskan sebagai berikut : Hukum medik / hukum kedokteran (“medical law”) is the study of the juridical relation to which the doctor is a party, is a part of health law, sedangkan hukum kesehatan (“health law”) is the body of rules that relates directly to the care for health, as to the application of general civil, criminal, and administrative law. Jadi, hukum kedokteran di batasi pada hukum yang mengatur profesi dokter. Permasalahan yang biasanya dilontarkan oleh kalangan profesi medis, yaitu mengapa hukum mencampuri masalah etik yang sudah ada dan berlaku di kalangan profesi medis ?, sejarah perkembangan peradaban manusia ini diawali dengan lafal sumpah Hipocrates yang secara rasional melatarbelakangi kegiatan professional itu dengan tujuan kuratif, rehabilitatif, preventif dan promotif. Perlu dibedakan antara etik profesi dengan hukum, diantara keduanya terdapat persamaan dan juga perbedaan. Perbedaan terutama etik dikontrol dan penilaiannya dilakukan oleh penyandang profesi itu sendiri berdasarkan kesepakatan yang tidak tertulis, hal ini tidak cukup kuat bila kita akan menyelenggarakan pembangunan di bidang kesehatan. Hubungan pasien dan dokter yang semula bersifat “vertikal paternalistik” berangsur-angsur bergerak ke arah hubungan yang bersifat horizontal konstraktual, dimana dokter dan pasien berkedudukan sama sebagai subjek hukum. Ini berarti masing- masing pihak dibebani dengan berbagai hak dan kewajiban.( dr. Anton Darsono Wongso, MM, MH, SpAnd ) Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat agar masyarakat bisa teratur. Hukum perdata mengatur subjek dan antar subjek dalam hubungan interrelasi (kedudukan sederajat) (1887) Hukum pidana adalah peraturan mengenai hokum KUHP di Indonesia (1

Hukum Kedokteran.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hukum Kedokteran.docx

Hukum Kedokteran

Hukum kedokteran merupakan bagian dari hukum di bidang Kesehatan, secara definisi menurut W.B. Van Der Mijn (1986), dapat dijelaskan sebagai berikut : Hukum medik / hukum kedokteran (“medical law”) is the study of the juridical relation to which the doctor is a party, is a part of health law, sedangkan hukum kesehatan (“health law”) is the body of rules that relates directly to the care for health, as to the application of general civil, criminal, and administrative law. Jadi, hukum kedokteran di batasi pada hukum yang mengatur profesi dokter.

Permasalahan yang biasanya dilontarkan oleh kalangan profesi medis, yaitu mengapa hukum mencampuri masalah etik yang sudah ada dan berlaku di kalangan profesi medis ?, sejarah perkembangan peradaban manusia ini diawali dengan lafal sumpah Hipocrates yang secara rasional melatarbelakangi kegiatan professional itu dengan tujuan kuratif, rehabilitatif, preventif dan promotif. Perlu dibedakan antara etik profesi dengan hukum, diantara keduanya terdapat persamaan dan juga perbedaan. Perbedaan terutama etik dikontrol dan penilaiannya dilakukan oleh penyandang profesi itu sendiri berdasarkan kesepakatan yang tidak tertulis, hal ini tidak cukup kuat bila kita akan menyelenggarakan pembangunan di bidang kesehatan. Hubungan pasien dan dokter yang semula bersifat “vertikal paternalistik” berangsur-angsur bergerak ke arah hubungan yang bersifat horizontal konstraktual, dimana dokter dan pasien berkedudukan sama sebagai subjek hukum. Ini berarti masing-masing pihak dibebani dengan berbagai hak dan kewajiban.( dr. Anton Darsono Wongso, MM, MH, SpAnd)

Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat agar masyarakat bisa teratur.Hukum perdata mengatur subjek dan antar subjek dalam hubungan interrelasi (kedudukan sederajat) (1887)Hukum pidana adalah peraturan mengenai hokum KUHP di Indonesia (1 Januari 1918)Hukum kesehatan (No. 23 tahun 1992) adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan / pelayanan dan penerapannya. Yang diatur menyangkut hak dan kewajiban baik perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasi, sarana pedoman standar pelayanan medic, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya.Hukum kesehatan mencakup komponen-komponen yang berhubungan dengan kesehatan, contohnya hukum pelayanan kesehatan terhadap keluarga miskin (Gakin).http://catatankuliahnya.wordpress.com/category/semester-3/etika-dan-hukum-kesehatan/

Page 2: Hukum Kedokteran.docx

Definisi Hukum Kesehatan

Friday, February 18, 2011 11:08:03 PM

Hukum Kesehatan, Definisi Hukum Kesehatan

Hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI), adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan / pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini menyangkut hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya. Hukum kedokteran merupakan bagian dari hukum kesehatan, yaitu yang menyangkut asuhan / pelayanan kedokteran (medical care / sevice)Hukum kesehatan merupakan bidang hukum yang masih muda. Perkembangannya dimulai pada waktu World Congress on Medical Law di Belgia pada tahun 1967. Perkembangan selanjutnya melalui World Congress of The Association for Medical Law yang diadakan secara periodik hingga saat ini.

Di Indonesia perkembangan hukum kesehatan dimulai dari terbentuknya Kelompok studi untuk Hukum Kedokteran FK-UI / R.S. Ciptomangunkusumo di Jakarta pada tahun 1982. Perhimpunan untuk Hukum Kedokteran Indonesia (PERHUKI), terbentuk di Jakarta pada tahun 1983 dan berubah menjadi Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI) pada kongres I PERHUKI di Jakarta pada tahun 1987.

Hukum kesehatan mencakup komponen-komponen hukum bidang kesehatan yang bersinggungan satu dengan yang lainnya, yaitu hukum Kedokteran / Kedokteran Gigi, Hukum Keperawatan, Hukum Farmasi Klinik, Hukum Rumah Sakit, Hukum Kesehatan Masyarakat, Hukum Kesehatan Lingkungan dan sebagainya (Konas PERHUKI, 1993).http://my.opera.com/Prasko/blog/2011/02/18/definisi-hukum-kesehatan

Page 3: Hukum Kedokteran.docx

ALASAN ABORTUS PROVOKATUS

Abortus Provokatus ialah tindakan memperbolehkan pengaborsian dengan syarat-syarat

sebagai berrikut:

Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus

menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).

Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.

Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.

Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan

adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya

pada tubuh seperti kanker payudara.

Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.

Telah berulang kali mengalami operasi caesar.

Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung

organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif,

toksemia gravidarum yang berat.

Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai

komplikasi vaskuler, hipertiroid, dll.

Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.

Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.

Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti

ini sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.

Secara umum penyebab aborsi dibedakan menjadi :

1. Penyebab aborsi maternal

a. Infeksi akut

1. Virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.2. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.3. Parasit, misalnya malaria.

b. Infeksi kronis

1. Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.2. Tuberkulosis paru aktif.Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll

Ditulis oleh:

Page 4: Hukum Kedokteran.docx

Nama : Nurul Tir Rahayu.

NIM : D0310051.

Jurusan : Sosiologi.

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

SURAKARTA

2010.

http://fisip.uns.ac.id/blog/rahayu/2011/01/07/perilaku-aborsi-pada-remaja-pranikah/

Page 5: Hukum Kedokteran.docx

Bayi Ditahan Rumah Sakit, Bentuk Pelanggaran Nilai Kemanusiaan

Kasus yang menimpa Suharni dan Santi berikut dua bayi mereka. Keempatnya masih tertahan - 4 bulan dan 2 minggu -di RS Bersalin Sofa Marwa, Jagakarsa, Jakarta Selatan, karena tak mampu membayar biaya persalinan. Mereka tak sanggup membayar biaya operasi caesar masing-masing Rp 5 juta. Selama dalam “penyanderaan”, mereka juga diwajibkan membayar biaya Rp 100.000 per hari. Kasus serupa menimpa Gatot dan istrinya. Bayi mereka disandera oleh Rumah Sakit Surabaya Medical Service (SMS) karena tak mampu membayar biaya operasi melahirkan isterinya. Pihak Rumah Sakit juga memberikan surat pernyataan, jika Gatot menyatakan mau menitipkan bayi ke rumah sakit selama paling lama 2 hari. Bila selama 2 hari tidak datang untuk mengambil bayi dan melunasi biaya, akan diserahkan ke pihak III (polisi). Yang paling menggegerkan adalah kasus yang menimpa pasangan Nurul Istiqomah (25) dan Abdul Karim (40) warga Kab. Probolinggo. Bayi perempuannya yang berusia 3 hari meninggal di RSUD Waluyo Jati. Ironisnya jenazah bayi tersebut tidak boleh dibawa pulang sebelum membayar biaya perawatan.

Kasus-kasus diatas sebenarnya tidak perlu terjadi apabila pihak penyedia layanan kesehatan menyadari betul apa arti pelayanan kesehatan. Pasal 28 H (1) UUD ‘45 amandemen 2002 jelas menyebutkan “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan

hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan” . Ini diperkuat dengan Pasal 2 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa ‘ Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama”.

Dalam pelayanan kesehatan selau mengandung dua fungsi: fungsi social dan fungsi ekonomi. Artinya selain member pelayanan juga mendapatkan keuntungan. Jika kita merujuk pada UU No 36 Tahun 2009 Sudah jelaslah bahwa dalam upaya pelayanan kesehatan maka asas perikemanusiaan menjadi factor yang utama. Artinya fungsi social kemanusiaan lebih diutamakan dripada fungsi ekonomi. Pertanyaannya: apakah dokter boleh mendapatkan mendapatkan imbalan? Tentu saja boleh. Pasal 50 (d) UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik kedokteran menyebutkan bahwa “dokter berhak mendapatkan imbalan atas jasa pelayanan kesehatan yang diberikan”. Asalkan imbalan itu tidak lepas dari nilai perikemanusiaan dan kejujuran.

Jika kita kembali dalam kasus penahanan bayi, pihak Rumah Sakit tentu sudah melanggar nilai-nilai kemanusiaan dan nilai social. Selain itu juga dalam konteks perdata, yang disita jika seseorang tidak mampu membayar adalah barang (yang mempunyai nilai ekonomis). Pertanyaannya adalah apakah bayi itu barang? Bahkan menurut saya dalam kasus-kasus tersebut pihak pasien bias menuntut Rumah Sakit atas kasus penyanderaan yang dilakukan terhadap bayinya.

Akhirnya, apakah Hipokrates masih bias tersenyum melihat nilai-nilai yag dia tanamkan dulu disesatkan oleh generasi saat ini.?

Page 6: Hukum Kedokteran.docx

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/02/20/bayi-ditahan-rumah-sakit-bentuk-pelanggaran-nilai-kemanusiaan/