Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
HUBUNGAN ANTARA PEER ATTACHMENT DENGAN KONTROL DIRI
SISWA SMA
Arin Shifa Widdatul Ummah
Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Malang
Email: [email protected]
Abstract: The purpose of this study was to determine (1) level of student peer attachment, (2)
level of student self-control, (3) is there a correlation between peer attachment and self-control of
high school students. This study uses a correlational descriptive approach. The study population
amounted to 63 students, Subjects retrieval was done using total sample techniques by taking all
students of class XI. There are two data collection instruments used, namely (a) the peer
attachment scale with 40 valid items And has a 0,855 value of reliability and (b) self control scale
with 47 valid items And has a 0,879 value of reliability. There are two data analysis techniques
used, namely descriptive analysis and product moment correlation. The results showed that (1) the
level of peer attachment students is in the high category, (2) the level of self-control of students is
in the high category, (3) there is a positive correlation between peer attachment and student self-
control. On the results of the analysis of the product moment correlation shows value = 0.552
with p = 0.000 <0.05 then H0 is rejected and H1 is accepted. This means that there is a significant
positive relationship between peer attachment and self-control. The suggestions that can be given
are for (a) students can be more directing peer attachments towards the positive side, increased
peer attachments are expected to improve self-control so that students are able to consider and
control actions well, (b) the school guides students to better enhance their social interaction, and
help students improving self-control by approaching personally to students who experience
problems, (c) further researchers are advised to use other variables that affect self-control both
internal factors such as age, emotions, and external factors such as family environment, parenting,
and so forth .
Keywords: peer attachment, self control.
Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui (1) tingkat peer attachment siswa, (2) tingkat
kontrol diri siswa, (3) adakah korelasi antara peer attachment dengan kontrol diri siswa SMA.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif korelasional. Populasi penelitian berjumlah 63
siswa, pengambilan subjek dilakukan dengan menggunakan teknik sampel total dengan mengambil
seluruh siswa kelas XI. Terdapat dua instrumen pengumpulan data yang digunakan yaitu (a) skala
peer attachment dengan 40 aitem valid memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,855 dan (b) skala
kontrol diri dengan 47 aitem valid memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,879. Ada dua teknik analisis
data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan korelasi product moment. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (1) tingkat peer attachment siswa berada dalam kategori tinggi, (2) tingkat
kontrol diri siswa berada dalam kategori tinggi, (3) ada korelasi positif antara peer attachment
dengan kontrol diri siswa SMA. Pada hasil analisis uji korelasi product moment menunjukkan nilai
= 0,552 dengan p = 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya ada hubungan
positif yang signifikan antara peer attachment dengan kontrol diri. Saran yang diberikan untuk (a)
siswa lebih mengarahkan peer attachment kearah positif, peningkatan peer attachment diharapkan
mampu meningkatkan kontrol diri sehingga siswa mampu mempertimbangkan dan mengendalikan
tindakan secara baik, (b) pihak sekolah membimbing siswa agar lebih meningkatkan interaksi
sosialnya dengan baik, dan membantu siswa dalam meningkatkan kontrol diri dengan melakukan
pendekatan secara personal pada siswa yang mengalami permasalahan, (c) peneliti selanjutnya
disarankan menggunakan variabel lainnya yang mempengaruhi kontrol diri baik faktor internal
seperti usia, emosi, maupun faktor eksternal seperti lingkungan keluarga, pola asuh, dan lain
sebagainya.
Kata Kunci: peer attachment, kontrol diri.
2
Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Rentang usia remaja menurut Santrock (2012) di mulai pada sekitar usia 10
hingga 12 tahun dan berakhir pada usia sekitar 18 hingga 22 tahun. Pada usia
remaja yang masih labil banyak ketidakseimbangan terjadi, remaja berusaha
memahami diri sendiri dan pencarian jati diri yang di harapkan agar mampu
mengontrol diri. Kontrol diri digunakan untuk pertimbangan dalam berperilaku
terutama dalam mengambil keputusan sehari-hari. Kontrol diri merupakan satu
potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses
dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terdapat di
lingkungan yang berada di sekitarnya. (Hurriyati, 2017). Ghufron (2014) kontrol
diri adalah kemampuan individu dalam menyusun, membimbing, mengatur dan
mengarahkan bentuk perilaku menuju kearah konsekuensi yang positif.
Kontrol diri menurut Averill (dalam Ghufron, 2014) memiliki beberapa aspek
didalamnya yaitu: kontrol perilaku, kontrol kognitif, dan mengontrol keputusan.
Aspek kontrol perilaku merupakan upaya seseorang dalam mengungkapkan atau
menunjukkan perasaan kepada orang lain secara wajar. Kontrol perilaku
mengarah pada kesiapan dalam merespon secara langsung untuk mengendalikan
keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku terbagi
menjadi dua komponan, yaitu mengatur pelaksanaan dan kemampuan
memodifikasi stimulus (Ghufron, 2014). Aspek kontrol kognitif merupakan
kemampuan seseorang dalam berpikir secara logis untuk mengatur keinginannya
dan dapat menerima pendapat orang lain. Kontrol kognitif berkaitan dengan
kemampuan seseorang dalam mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan
cara menginterpretasi, menilai, atau mengaitkan suatu kejadian melalui proses
kognitif untuk mengurangi tekanan. Ghufron (2014) menyebutkan dua komponen
kontrol perilaku yaitu, memperoleh informasi dan melakukan penilaian. Aspek
kontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang dalam mengambil suatu
tindakan atau sikap berdasarkan sesuatu yang diyakini. Mengontrol keputusan
berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam mengambil tindakan atas masalah
yang dihadapi secara tepat dan mengambil tindakan berdasarkan pertimbangan
matang. Ghufron (2014) menyebutkan dua komponen kontrol perilaku yaitu,
memperoleh informasi dan melakukan penilaian. Individu yang memiliki kontrol
3
diri yang baik maka (1) akan mempertimbangkan perilakunya, mengatur pola
pikir yang akan di ambil, (2) dapat mengubah perilaku untuk menyesuaikan aturan
dan norma yang berlaku dimana ia berada, (3) menjadi pribadi yang efektif,
dengan mampu menerima diri sendiri, (4) minimnya melakukan kenakalan
remaja, (5) lebih cepat dalam menyelesaikan masalah dan (6) dapat diterima
lingkungan sosialnya. Dari pendapat Aroma & Suminar (2012) bahwa remaja
yang memiliki kontrol diri yang baik maka akan mampu menahan kebutuhan
kesenangan sesaat dan mampu berpikir logis bahwa perbuatannya yang
menyimpang akan menimbulkan risiko bagi dirinya. Sebaliknya bagi individu
kontrol diri rendah maka: (1) akan kesulitan dalam mengarahkan dan
mengendalikan perilakunya, (2) Kurang bisa menerima diri sendiri, (3) kesulitan
dalam menyelesaikan masalah, (4) mengalami kesulitan dalam berinteraksi
dengan lingkungannya, dan (5) tidak mampu berpikir logis mengenai
perbuatannya. Widodo (2013) juga menyampaikan individu yang kurang mampu
mengontrol diri akan cenderung untuk bertingkah laku negatif atau cenderung
menunjukan gejala perilaku yang melanggar/menyimpang.
Hurlock (2000) Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan
teman-teman sebaya, maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman
sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar
daripada pengaruh keluarga. Bagi remaja, lingkungan teman memiliki peran
penting mempengaruhi perilaku individu. Faktor teman, orang tua dan juga
lingkungan dapat mempengaruhi individu dalam berperilaku. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kontrol diri menurut Marpaung (2016) terdapat 2 faktor yaitu: (1)
Faktor Internal Merupakan faktor yang mempengaruhi kontrol diri seseorang
adalah faktor usia dan kematangan. Semakin bertambahnya usia maka akan
semakin baik kontrol dirinya. Individu yang matang secara psikologis juga akan
mampu mengontrol perilakunya karena telah mampu mempertimbangkan mana
hal yang baik dan yang tidak baik bagi dirinya. (2) Faktor Eksternal, Meliputi
faktor yang datang dari luar diri seseorang seperti lingkungan keluarga atau teman
disekitarnya. Menurut Marpaung dalam penelitiannya, dampak yang akan
ditimbulkan dari kurangnya kontrol diri siswa adalah: emosi yang meledak-ledak,
kurang mampu mengendalikan diri, kurang menempatkan diri dalam kegiatan belajar
4
maupun bermain. Di lingkungan sekolah tentulah banyak sekali permasalahan yang
akan terjadi diantaranya teman yang tidak menyukai jika berkelakuan seperti yang
tidak diharapkan oleh orang-orang di sekitar.
Kontrol diri dapat pula berupa tanggung jawab yang paling besar ketika
seseorang berada dalam lingkungan sekolah agar mampu mengendalikan suasana
hati karena suasana hati bisa sangat berkuasa atas pikiran, ingatan dan wawasan
(Marpaung, 2016). Lingkungan sekolah merupakan tempat siswa menghabiskan
banyak waktu setiap harinya bersama guru dan teman. Pada masa remaja, figur
attachment banyak memainkan peran penting adalah teman sebaya (peer) dan
orang tua (Santrock, 2003). Kelekatan dengan teman sebaya di dapat dari
komunikasi yang intens, kepercayaan, dan peneriman yang di rasakan. Menurut
Armsden & Greenberg (dalam Barrocus, 2009) menjelaskan terdapat tiga aspek
dalam peer attachment yaitu: komunikasi, kepercayaan, dan keterasingan. Aspek
komunikasi ditunjukkan dengan ungkapan perasaan, meminta pendapat teman
sebaya dan teman sebaya berbalik membantu individu untuk memahami diri
sendiri, komunikasi yang baik akan membuat ikatan emosional antara remaja dan
teman sebaya semakin kuat. Aspek kepercayaan berhubungan dengan perasaan
aman dan yakin bahwa orang lain akan sensitif dan responsif dalam memenuhi
kebutuhan atau membantu individu dengan penuh kepedulian, sehingga
kepercayaan muncul ketika suatu hubungan terjalin dengan kuat. Aspek
keterasingan ketika seseorang merasa atau menyadari ketidakhadiran figur, maka
akan berakibat pada buruknya attachment yang dimiliki. Kelekatan dengan teman
sebaya (peer attachment) dapat menjadi sumber keamanan psikologis (Armsden
& Greenberg, 2007).
Kelekatan dengan teman sebaya (peer attachment) merupakan suatu
hubungan seorang individu saat remaja dengan teman sebayanya yang dapat
menjadi sumber keamanan psikologis bagi diri individu tersebut (Noviana &
Sakti, 2015). Remaja cenderung mencari kedekatan dan kenyamanan dalam
bentuk saran atau nasihat kepada teman sebayanya ketika mereka merasa
membutuhkannya (Barrocas, 2009). Remaja yang memiliki persahabatan atau
kelekatan dengan temannya (peer attachment) tinggi maka: (1) mampu
mengungkapkan perasaan, (2) remaja tidak mudah stres karena mampu
5
mengkomunikasikan hal-hal yang negatif yang dirasakan dengan terbuka, seperti
diluapkan dengan bermain bersama teman ataupun bercerita pada teman apa yang
dirasakan, (3) tidak merasa kesepian. Buhrmester dalam Papalia (2014) juga
menyampaikan remaja yang memiliki kelekatan dengan teman sebaya akan jauh
lebih baik dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Kualitas peer
attachment yang tinggi akan berdampak pada meningkatnya prestasi akademik,
harga diri, pola pikir, perilaku dan kesejahteraannya (Wardhani, 2017).
Kusdiyati, Halimah, & Faisaluddin (2011) mengatakan bahwa teman sebaya
dapat menggeser pengaruh-pengaruh positif yang didapat remaja dari orangtua
dan guru dengan pengaruh negatif sehingga dapat membentuk sikap anti sosial,
namun teman sebaya juga dapat memberikan pengaruh yang positif dan sehat bagi
remaja sehingga memunculkan perilaku yang adaptif dibandingkan perilaku
maladaptive. Sedangkan remaja yang tidak mempunyai kelekatan dengan teman
sebaya maka: (1) akan memisahkan diri dari lingkungan, (2) lebih sering
menyendiri (3) selalu berfikir negatif. Bowlby dan Ainsworth (dalam Santrock,
2003), menyebutkan attachment style terbagi ke dalam dua kelompok besar yaitu
secure attachment dan insecure attachment, individu yang mendapatkan secure
attachment adalah percaya diri, optimis, serta mampu membina hubungan dekat
dengan orang lain, sedangkan individu yang mendapatkan insecure attachment
adalah menarik diri, tidak nyaman dalam sebuah kedekatan, memiliki emosi yang
berlebihan, dan sebisa mungkin mengurangi ketergantungan terhadap orang lain.
Desmita (dalam Monks & Knoers 2004) pengaruh buruk peer attachment pada
remaja yang merasa ditolak oleh sebayanya akan memunculkan rasa permusuhan
dan kesepian. Rasa kesepian yang berlebihan dapat memunculkan keinginan dan
usaha-usaha untuk bunuh diri dan melakukan hal-hal yang negatif. Selain itu
Desmita (2009) menambahkan bahwa penolakan oleh figur lekatnya dapat
menimbulkan masalah-masalah kejahatan dan berhubungan dengan kesehatan
mental. Remaja yang memiliki kelekatan dengan teman sebaya tidak akan mudah
stres karena mereka mampu mengkomunikasikan hal-hal negatif yang dirasakan
secara tebuka (Rasyid, 2012). Selain itu remaja yang menjalin kelekatan dengan
teman sebaya akan merasakan adanya dukungan sosial dan merasa tidak kesepian.
6
Gambaran kontrol diri siswa kelas XI SMA 1 Simanjaya Lamongan dapat
dilihat dari seringnya siswa melanggaran peraturan sekolah, siswa tidak jera
ketika mendapat sanksi dari sekolah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
dengan guru BK dan beberapa siswa pada 21 februari dan 2 agustus 2018. Guru
BK memberi pernyataan (a) siswa-siswa sering telat, (b) siswa sering membolos,
(c) siswa ramai ketika guru mengajar, (d) beberapa siswa merokok di toilet. Siswa
tidak memikirkan konsekuensi yang didapat jika melakukan tindakan tersebut.
Ketika ada siswa yang melanggar peraturan tersebut pihak sekolah akan
memberikan teguran dan hukuman yang sesuai. Sedangkan dari wawancara
beberapa siswa, (a) siswa menyadari bahwa belum bisa mengendalikan diri ketika
melakukan tindakan yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. (b) Siswa
kurang mampu mengendalikan perilaku kearah yang positif. (c) Ketika ada
beberapa siswa lain melanggar peraturan sekolah bersama-sama dan diberi
hukuman, siswa tersebut tidak takut dan jera. (d) Siswa merasa tidak sendirian
ketika di hukum, karena bersama-sama dengan teman yang melakukan
pelanggaran. Sebagai contoh ketika ada siswa yang berangkat sekolah bersama
dengan teman, mereka sering terlambat ketika sampai di sekolah, sedangkan jika
siswa tersebut berangkat sekolah sendirian ia tidak terlambat.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, mendorong peneliti untuk
meneliti lebih lanjut mengenai peer attachment dan bagaimana kaitannya dengan
kontrol diri siswa SMA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) tingkat
peer attachment siswa SMA, (2) tingkat kontrol diri siswa SMA, serta (3) melihat
apakah ada hubungan antara peer attachment dengan kontrol diri siswa SMA.
METODE
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA 1 Simanjaya
Lamongan tahun ajaran 2018/2019 yang berjumlah 63 siswa, yang terdiri dari 3
kelas. Karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah (1) Remaja berusia 15-17
tahun, (2) terdaftar sebagai siswa kelas XI-IPA 1, XI-IPA 2, dan XI-IPS di SMA 1
Simanjaya Lamongan, (3) berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan, (4)
bukan anak berkebutuhan khusus, (5) masuk tahap operasional formal Piaget.
Sampel penelitian menggunakan teknik total sampling.
7
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan
deskriptif korelasional. Analisis deskriptif yang digunakan untuk mendeskripsikan
secara umum hasil penelitian. Pendeskripsian dilakukan dengan mengkonversikan
skor subjek ke dalam skor z berdasarkan rata-rata hipotetik, rata-rata empirik, dan
nilai standart deviasi empirik. Analisis korelasional menggunakan teknik product
moment, digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel-
variabel dalam penelitian. Apabila ada, seberapa besar derajat hubungannya.
Dalam penelitian ini pendekatan deskriptif kuantitatif digunakan untuk
menjelaskan (a) peer attachment siswa SMA dan untuk menjelaskan (b) kontrol
diri siswa SMA. Sedangkan korelasional digunakan untuk mengetahui hubungan
peer attachment dengan kontrol diri siswa SMA.
Pengumpulan data yang digunakan dua instrumen penelitian diantaranya: 1)
Skala peer attachment yang mengacu pada aspek-aspek peer attachment menurut
Armsden dan Greenberg (dalam Barrocus, 2009) yaitu (a) komunikasi, (b)
kepercayaan, (c) keterasingan. Skala peer attachment memiliki 40 aitem valid
dengan nilai reliabilitas sebesar 0,855. 2) skala kontrol diri yang mengacu pada
aspek-aspek kontrol diri menurut Averill (dalam Ghufron, 2014) yaitu (a) kontrol
perilaku, (b) kontrol kognitif, (c) mengontrol keputusan. Skala kontrol diri
memiliki 47 aitem valid dengan nilai reliabilitas sebesar 0,879.
Kriteria skor yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan model skala
likert untuk pernyataan favorable yaitu skor 4 jika jawaban sangat sesuai (SS), 3
jika jawaban sesuai (S), 2 jika jawaban tidak sesuai (TS), dan 1 jika jawaban
sangat tidak sesuai (STS). Sedangkan untuk pernyataan unfavorable yaitu
sebaliknya, skor 1 jika jawaban sangat sesuai (SS), 2 jika jawaban sesuai(S), 3
jika jawaban tidak sesuai (TS), dan 4 jika jawaban sangat tidak sesuai (STS).
Tahap pertama pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu mengadakan
perizinan. Tahap kedua penyusunan instrumen penelitian yang dimulai dengan
penelaahan teori dan definisi yang tepat, membuat definisi operasional dan
menentukan aspek-aspek dari variabel yang akan diteliti, lalu membuat blueprint
untuk menyusun aitem-aitem dalam skala peer attachment dan skala kontrol diri.
Tahap ketiga melakukan pra uji coba dan uji coba instrumen penelitian untuk
menguji validitas dan reliabilitas instrumen. Setelah validitas dan reliabilitas
8
instrumen diketahui, instrumen penelitian disusun kembali untuk disebarkan pada
subjek penelitian. Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan penelitian di SMA 1
Simanjaya Lamongan pada tanggal 23 Juli 2018. Peneliti terlebih dahulu
menentukan seluruh kelas XI yaitu kelas XI-IPA 1, kelas XI-IPA 2, dan kelas XI-
IPS yang menjadi subjek penelitian karena jumlah subjek kurang dari 100 yaitu 63
siswa. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian skala oleh siswa yang
bersangkutan pada jam pelajaran. Tahap terakhir mengumpulkan kembali
instrumen yang telah diisi untuk kemudian dianalisis.
Analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif. Untuk mendeskripsikan
variabel skor skala peer attachment dan skor skala kontrol diri dalam penelitian
ini dengan menggunakan rumus skor Z, dengan kategorisasi tinggi dan rendah. Uji
asumsi pada penelitian ini ialah uji normalitas dan uji linieritas. (1) Uji normalitas
untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran data penelitian, dengan
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. (2) Uji linieritas untuk mengetahui
apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier atau tidak, dengan
menggunakan Test for Linearity. Sedangkan Uji Hipotesis untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antara variabel X yaitu peer attachment dengan variabel Y
yaitu kontrol diri, menggunakan teknik analisis korelasi sederhana dengan rumus
korelasi Product Moment dari Pearson.
HASIL
1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan dua instrumen yaitu skala peer
attachment dan skala kontrol diri. Uji coba yang di lakukan di SMA 1 Simanjaya
Lamongan dengan hasil uji validitas yang diperoleh peneliti yaitu: a) skala peer
attachment dari 60 aitem terdapat 40 aitem yang valid dan 20 aitem yang tidak
valid (gugur). b) skala kontrol diri dari 60 aitem terdapat 47 aitem yang valid dan
13 aitem yang tidak valid (gugur). Hasil uji reliabilitas skala peer attachment dan
skala kontrol diri adalah sebagai berikut: a) skala peer attachment dari 60 aitem
ada 40 aitem reliable dengan koefisien reliabilitas 0,855. b) skala kontrol diri dari
60 aitem ada 47 aitem yang reliabel dengan koefisien reliabilitas 0,879.
9
2. Hasil Deskripsi Data
Deskripsi data penelitian mengenai variabel peer attachment dan variabel
kontrol diri pada siswa kelas XI SMA 1 Simanjaya Lamongan dilakukan dengan
perhitungan statistik deskriptif. Hasil yang diperoleh sebagai berikut.
Tabel 1 Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif
No Variabel Skor Empirik Skor Hipotetik
Min Max Mean SD Min Max Mean SD
1 Peer Attachment 104 149 123,87 11,324 40 160 100 20
2 Kontrol Diri 103 173 140,40 15,528 47 188 117,5 23,5
Berdasarkan tabel 1 hasil perhitungan statistik deskriptif dipeloreh informasi
bahwa pada variabel peer attachment rata-rata empirik subjek yaitu 123,87
dengan rata-rata hipotetik yaitu 100. Pada variabel kontrol diri rata-rata empirik
subjek yaitu 140,40 dengan rata-rata hipotetik 117,5. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa secara umum peer attachment dan kontrol diri siswa cukup baik karena
rata-rata yang dihasilkan berada di atas rata-rata yang diharapkan.
Data hasil penelitian pada variabel peer attachment dan kontrol diri
dikategorisasikan menggunakan perhitungan statistik dengan rumus skor Z.
Berikut rumus untuk mencari skor Z.
Keterangan :
X = Mean skor hipotetik
M = Mean skor kelompok
SD = Deviasi Standar skor kelompok
Tabel 2 Deskripsi Peer Attachment dan Kontrol Diri
Peer Attachment
Kontrol Diri
Kategori Jumlah % Kategori Jumlah %
Tinggi 33 51,74% Tinggi 36 57,08%
Rendah 30 48,26% Rendah 27 42,92%
SD
MXz
10
Berdasarkan tabel 2 diperoleh informasi bahwa: (1) Siswa yang memiliki peer
attachment tinggi sebanyak 33 dengan persentase 51,74% dan siswa yang
memiliki peer attachment rendah sebanyak 30 dengan persentase 48,26%. (2)
Siswa yang memiliki kontrol diri tinggi sebanyak 36 dengan persentase 57,08%
dan siswa yang memiliki kontrol diri rendah sebanyak 27 dengan persentase
42,92%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa kelas XI SMA
1 Simanjaya Lamongan memiliki tingkat peer attachment dan kontrol diri yang
berada pada kategori tinggi.
3. Hasil Uji Asumsi dan Uji Hipotesis
Uji asumsi yang digunakan yaitu uji normalitas dan uji linieritas. Uji
normalitas untuk mengetahui data hasil pengukuran dalam penelitian berdistribusi
normal atau tidak. Adapun hasil dari uji normalitas dengan menggunakan teknik
One Sample Kolmogorof-Amirnov Test dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3 Hasil Uji Normalitas
Variabel Statistik Signifikansi (p) Keterangan Kesimpulan
Peer Attachment 0,105 0,079 P > 0.05 Normal
Kontrol Diri 0,070 0,200 P > 0.05 Normal
Berdasarkan tabel 3 hasil uji normalitas menunjukkan (a) Data variabel peer
attachment dalam penelitian ini berdistribusi normal. Hal tersebut dapat dilihat
dari signifikansi Kolmogorov Smirnov variabel peer attachment sebesar 0,079
(p>0,05). (b) Data variabel kontrol diri dalam penelitian ini berdistribusi normal.
Hal tersebut dapat dilihat dari signifikansi Kolmogorov Smirnov variabel kontrol
diri sebesar 0,200 (p>0,05).
Langkah selanjutnya yaitu uji linieritas untuk mengetahui hubungan linier atau
tidak dari variabel peer attachment dan kontrol diri. Adapun hasil uji linieritas
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4 Hasil Uji Linieritas
Variabel F Signifikansi (p) Kesimpulan
Hubungan Peer Attachment
dengan Kontrol Diri 1,554 0,117 Linier
11
Berdasarkan tabel 4 diatas hasil uji linieritas variabel peer attachment dengan
variabel kontrol diri menghasilkan Deviation from Linearity sebesar 0,117 (p >
0,05). Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bersifat linier antara variabel
peer attachment dengan kontrol diri pada siswa.
Langkah terakhir yaitu korelasional untuk menentukan ada atau tidak adanya
hubungan antara variabel peer attachment dengan variabel kontrol diri dengan
menggunakan teknik Product Moment. Adapun hasil uji korelasi dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 5 Hasil Uji Hipotesis
Variabel X Variabel Y
Korelasi
(rxy)
Signifikansi
(p) Keterangan Kesimpulan
Peer attachment Kontrol Diri 0,552 0,000 P < 0,05 Hipotesis
diterima
Berdasarkan tabel 5 hasil uji hipotesis diperoleh informasi bahwa koefisien p
0,000 < 0,05 (signifikan), berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Koefisien korelasi
antara variabel peer attachment dan variabel kontrol diri sebesar = 0,552.
Dapat disimpulkan dari uji hipotesis ini bahwa ada hubungan positif yang
signifikan antara peer attachment dengan kontrol diri siswa. Hal ini berarti bahwa
semakin tinggi peer attachment maka akan semakin tinggi pula kontrol diri.
PEMBAHASAN
Gambaran Peer Attachment Siswa Kelas XI SMA 1 Simanjaya Lamongan
Berdasarkan hasil analisis deskriptif peer attachment siswa kelas XI SMA 1
Simanjaya Lamongan menunjukkan bahwa sebanyak 33 siswa dengan persentase
51,74% memiliki peer attachment yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian siswa kelas XI SMA 1 Simanjaya Lamongan yang memiliki peer
attachment. Siswa yang memiliki peer attachment yang baik akan lebih mudah
menerima diri sendiri dan menyesuaikan diri. Hal ini sejalan dengan penelitian
Noviana (2015) bahwa peer attachment memberikan kesempatan kepada siswa
untuk belajar melakukan perilaku sosial yang didapatkan ketika berinteraksi sosial
dengan teman-teman sebayanya dilingkungan sekolah, dan hal ini akan
berpengaruh terhadap terbentuknya penerimaan diri pada siswa.
12
Penelitian yang lain dari Rasyid (2012) remaja yang memiliki peer attachment
yang baik akan mampu mengkomunikasikan secara terbuka mengenai emosi
negatif yang ia rasakan. Siswa kelas XI SMA 1 Simanjaya Lamongan yang
memiliki peer attachment yang baik mampu membangun relasi yang baik dengan
teman, mampu mengungkapkan pendapat dan perasaan yang dirasakan sebagai
bentuk rasa kepercayaan terhadap teman. Disekolah teman sebaya menjadi satu-
satunya tempat bagi remaja dalam mencurahkan pikiran dan perasaannya.
Karakteristik perkembangan sosial remaja yang beralih dari orangtua ke teman
sebaya semakin menguatkan asumsi bahwa teman sebaya memberi pengaruh
yangbesar pada penyesuaian sosial remaja dibanding faktor yang lain (Monks &
Knoers, 2004). Kualitas peer attachment yang tinggi akan berdampak pada
meningkatnya prestasi akademik, harga diri, pola pikir, perilaku dan
kesejahteraannya (Wardhani, 2017).
Penelitian dilapangan menunjukkan bahwa siswa yang memiliki peer
attachment dapat dilihat dari seringnya siswa melakukan aktifitas-aktifitas diluar
rumah dengan teman, terutama dilingkungan sekolah. Berdasarkan pengalaman
peneliti ketika bersekolah di SMA 1 Simanjaya Lamongan ketika berangkat
sekolah bersama-sama teman, terlambat sekolah karena menunggu teman, ketika
pergi ke kantin dan mengerjakan tugas sekolah bersama dengan teman. Hal ini
menunjukkan peer attachment melekat pada diri remaja sebagai bentuk
perkembangan sosial remaja. Remaja lebih banyak tergantung pada kawan-kawan
daripada orang tua untuk memenuhi kebutuhan mereka atas kebersamaan,
ketentraman hati, dan intimasi (Santrock, 2012).
Sebanyak 30 siswa dengan persentase 48,26% siswa yang memiliki peer
attachment rendah. Hal ini dapat dikatakan bahwa di kelas XI SMA 1 Simanjaya
Lamongan terdapat siswa yang memiliki peer attachment rendah. Siswa yang
memiliki peer attachment rendah tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan.
Kurang mampu menyesuaikan diri di sekolah sehingga siswa kurang bisa
memberikan timbal balik ketika berinteraksi dengan teman, guru dan lingkungan
sekolah. Peer attachment yang rendah membuat siswa lebih suka menyendiri dan
kurang adanya kepercayaan terhadap teman sehingga melakukan banyak kegiatan
secara sendiri selama hal itu tidak membutuhkan bantuan. Penelitian lain dari
13
Kartika (2016) menyampaikan bahwa ketidakmampuan individu dalam
melakukan penyesuaian sosial membuat individu memandang negatif dunia di
sekelilingnya, interaksi yang terjalin dengan teman sebaya kurang dekat dan
intens sehingga membuat hubungan dengan teman sebaya menjadi rendah.
Desmita (dalam Monks & Knoers 2004) pengaruh buruk peer attachment pada
remaja yang merasa ditolak oleh sebayanya akan memunculkan rasa permusuhan
dan kesepian. Rasa kesepian yang berlebihan dapat memunculkan keinginan dan
usaha-usaha untuk bunuh diri dan melakukan hal-hal yang negatif. Selain itu
Hasil analisis deskriptif ditemukan bahwa beberapa siswa yang memiliki peer
attachment rendah dapat juga dipengaruhi karena individu yang lebih suka
melakukan apapun secara sendirian, hanya ketika perlu meminta tolong pada
orang lain. Hal ini sejalan dengan penelitian Muntamah (2016) bahwa peer
attachment rendah disebabkan karena lebih cenderung meraih pencapaian
individual, bukan berpusat pada hubungan dengan orang lain. Siswa kelas XI
SMA 1 Simanjaya Lamongan terlihat siswa yang memiliki peer attachment
rendah lebih suka menyendiri dan kurang aktif ketika dikelas. Siswa yang
mendapat penolakan dariteman cenderung merasa tidak betah berada di sekolah
atau di lingkungan pergaulannya.Seperti yang disampaikan oleh Desmita (2009)
bahwa penolakan oleh teman sebaya dapat menimbulkan masalah-masalah
kejahatan dan berhubungan dengan kesehatan mental.
Gambaran Kontrol Diri Siswa Kelas XI SMA 1 Simanjaya Lamongan
Berdasarkan hasil analisis deskriptif kontrol diri pada siswa kelas XI SMA 1
Simanjaya Lamongan menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu ada 36 siswa
dengan persentase 57,08% siswa yang memiliki kontrol diri tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas XI SMA 1 Simanjaya Lamongan
mampu mengotrol diridalam melakukan berbagai aktifitas terutama saat di
sekolah. Siswa yang mampu mengontrol diri dengan baik akan lebih
mempertimbangkan atau memikirkan secara matang sebelum melakukan
tindakan, siswa juga akan mudah dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
sedang di alaminya.
14
Penelitian dilapangan menunjukkan siswa yang memiliki kontrol diri yang
tinggi akan mampu berperilaku sesuai dengan aturan yang berlaku disekolah,
mampu menjadi siswa yang aktif mengikuti kegiatan sekolah. Berdasarkan
pengalaman peneliti ketika bersekolah di SMA 1 Simanjaya, terdapat siswa-siswa
yang selalu tepat waktu menyelesaikan tugas yang diberikan guru, aktif mengikuti
kegiatan ekstrakulikuler, namun terdapat juga siswa-siswa jika merasa bosan
dikelas siswa memilih keluar kelas, merokok di toilet, sering terlambat berangkat
sekolah, sering melanggar peraturan sekolah. Hal ini menunjukkan kontrol diri
yang baik penting bagi remaja untuk dapat bergaul dengan orang lain dan untuk
mencapai tujuan pribadi. Skinner menyatakan bahwa kontrol diri merupakan
tindakan diri dalam mengontrol variable-variabel luar yang menentukan tingkah
laku, dan tingkah laku dapat dikontrol melalui beberapa cara yaitu menghindar,
penjenuhan, stimuli yang tidak disukai, dan memperkuat diri (Alwisol, 2009).
Penelitian Marpaung (2016) mengatakan bahwa siswa dengan kontrol diri
tinggi akan mampu memberikan respon yang membangun, bisa membentuk
hubungan yang lebih positif dan mampu mengantisipasi masalah, dan mampu
menenangkan diri sendiri dan orang lain. Siswa kelas XI SMA 1 Simanjaya yang
memiliki kontrol diri tinggi mampu mengontrol dorongan-dorongan yang tidak
baik semisal ketika ada teman yang merokok, individu bisa mengontrol untuk
tidak ikut merokok.Siswa juga dapat membangun hubungan yang baik dengan
guru dan siswa-siswa yang lainnya, dapat juga mengantisipasi masalah dan mudah
dalam menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi atau yang terjadi
disekitarnya.
Sebanyak 27 siswa dengan persentase 42,92 % siswa memiliki kontrol diri
rendah. Hal ini dapat dikatakan bahwa di kelas XI SMA 1 Simanjaya Lamongan
masih ada siswa yang memiliki kontrol diri rendah.Siswa yang kontrol dirinya
rendah sulit dalam mengendalikan emosinya. Hal ini di kemukakan oleh
Marpaung (2016) bahwa dengan kontrol diri rendah akan mudah kehilangan
kendali, mudah frustasi, mudah meluapkan ekspresi emosi secara meledak-ledak,
dan tidak tahan terhadap tekanan. Sehingga perlu adanya pembenahan untuk
meningkatkan kontrol diri siswa agar siswa memiliki kontrol diri yang baik.
Temuan lain dari Runtukahu (2015) remaja yang memiliki kontrol diri rendah
15
tidak mampu melepaskan diri dari dorongan-dorongan untuk merokok dan secara
terus-menerus terjadi peningkatan jumlah rokok yang dihisap tiap hari, tanpa
dapat mempertimbangkan akibat-akibat negatif yang ditimbulkan, baik terhadap
dirinya sendiri, ataupun orang-orang di sekitarnya.
Hasil analisis deskriptif juga ditemukan bahwa beberapa siswa yang
mempunyai kontrol diri rendah dipengaruhi oleh faktor internal yaitu faktor dari
dalam dirinya sendiri, dan faktor eksternal yaitu faktor dari orangtua, teman, dan
lingkungan.Hal tersebut diperkuat oleh keterangan guru BK SMA 1 Simanjaya
Lamongan yang mengungkapkan bahwa sebagian siswa kelas XI mampu
mengontrol diri dengan baik ketika disekolah.Menurut Marpaung (2016) kontrol
diri siswa dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor
internal yang mempengaruhi kontrol diri ialah usia dan kematangan, dengan
bertambahnya usia akan bertambah pula kematangan pada diri seseorang. Seorang
remaja akan lebih mampu memahami diri dan kondisi yang sedang dialaminya
dibanding ketika masih kanak-kanak dalam relasi dengan keluarga dan kawan
sebaya (Santrock 2012).Faktor lain yaitu faktor eksternal yang datang dari luar
diri individu seperti lingkungan keluarga atau teman disekitarnya. Orangtua
sangat berperan penting dalam pembentukan kontrol diri individu di
rumah.Sedangkan faktor lingkungan seperti teman, dan keadaan disekitar individu
dapat juga membentuk dan mempengaruhi individu dalam menghadapi situasi
yang sedang dihadapi.
Mekanisme Psikologi Peer attachment dengan Kontrol Diri Siswa Kelas XI
SMA 1 Simanjaya Lamongan
Berdasarkan uji hipotesis penelitian ada hubungan positif yang signifikan
antara peer attachment dengan kontrol diri pada siswa kelas XI SMA 1 Simanjaya
Lamongan. Hubungan yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi peer
attachment maka semakin tinggi kontrol diri, dan sebaliknya semakin rendah peer
attachment maka semakin rendah pula kontrol diri pada siswa kelas XI SMA 1
Simanjaya Lamongan. Hasil penelitian menunjukkan korelasi yang signifikan
antara peer attachment dengan kontrol diri siswa kelas XI SMA 1 Simanjaya
Lamongan. Siswa yang memiliki peer attachment yang baik mudah dalam
16
menyesuaikan diri, cenderung mampu mempertimbangkan sebelum bertindak, dan
mampu mengontrol diri sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di lingkungan
sekitarnya.
Peer attachment membuat terbentuknya komunikasi yang baik dengan teman
yang menimbulkan kedekatan dan kepercayaan antar individu, memudahkan
individu dalam melakukan kegiatan-kegiatan diluar rumah. Noviana (2015)
menjelaskan kelekatan dengan teman sebaya (peer attachment) merupakan suatu
hubungan seorang individu saat remaja dengan teman sebayanya yang dapat
menjadi sumber keamanan psikologis bagi diri individu tersebut. Berdasarkan
konsep peer attachment sebagai suatu hubungan dengan teman, peer attachment
yang baik dapat diukur dengan bagaimana kemampuan individu dalam
mengontrol tindakannya sesuai dengan lingkungannya.
Wardhani (2017) membuktikan bahwa peer attachment dapat meningkatkan
penyesuaian sosial siswa, dengan hasil peer attachment yang baik memberikan
sumbangan yang cukup besar bagi penyesuaian sosial saat masa remaja, teman
sebaya adalah figur yang paling sering berinteraksi bersama dibandingkan dengan
faktor lain seperti guru dan peraturan sekolah. Sehingga individu mampu
memahami lingkungannya dan mempertimbangkan perilakunya apakah sesuai
dengan lingkungannya dan keyakinannya. Peer attachment berhubungan dengan
kontrol diri siswa terutama dalam berinteraksi sosial. Siswa yang mempunyai
kontrol diri yang tinggi mengelola informasi terlebih dahulu sebelum bertindak,
memodifikasi perilaku dan potensi yang dapat digunakan dalam menghadapi
kondisi di lingkungan sekitarnya.
Penelitian tentang kontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalan
remaja yang dilakukan oleh Aroma & Suminar (2012) yang membuktikan remaja
yang memiliki kontrol diri yang baik akan mampu menahan kebutuhan
kesenangan sesaat dan mampu berpikir logis bahwa perbuatannya yang
menyimpang akan menimbulkan risiko bagi dirinya.Seperti yang dikemukakan
oleh Marpaung (2016) bahwa salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi
kontrol diri ialah teman. Siswa yang memiliki banyak teman akan mudah
mengembangkan diri didalam lingkungan sosial, tentunya individu akan lebih
memahami keadaan dan mengendalikan tindakan sesuai dengan tuntutan yang
17
berlaku dalam lingkungan tersebut. Sebaliknya, kurangnya peer attachment dapat
menjadi penyebab kurangnya dalam mengontrol diri yang sesuai dengan
lingkungan sekitarnya.Individu lebih cenderung menyendiri, tidak adanya rasa
kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain, lebih suka membolos, dan lain-lain.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peer attachment subjek penelitian
berada dalam kategori tinggi dan kontrol diri subjek penelitian berada dalam
kategori tinggi. Hal tersebut menandakan bahwa sebagian besar kelas XI SMA 1
Simanjaya Lamongan memiliki peer attachment yang tinggi dan memiliki kontrol
diri yang tinggi dalam lingkungan sekolah, hal tersebut dapat terjadi karena
pengaruh lain selain kontrol diri.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan peneliti
diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Peer Attachment pada siswa SMA berada pada kategori tinggi.
2. Kontrol diri pada siswa SMA berada pada kategori tinggi.
3. Ada korelasi positif yang signifikan antara peer attachment dengan kontrol
diri pada siswa SMA. Artinya semakin tinggi peer attachment maka semakin
tinggi kontrol diri siswa.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan berikut ini disampaikan
beberapa saran.
Siswa diharapkan mengarahkan peer attachment untuk melakukan hal-hal
yang positif dan meningkatkan interaksi sosial. Peningkatan peer attachment
diharapkan mampu meningkatkan kontrol diri siswa, sehingga siswa mampu
mempertimbangkan dan mengendalikan tindakannya secara baik dan sesuai
dengan nilai dan norma yang berlaku dilingkungannya.
Pihak sekolah diharapkan dapat membimbing siswa untuk meminimalisir
pelanggaran dengan melibatkan siswa pada kegiatan yang positif untuk
meningkatkan sosialnya. Disarankan pula bagi pihak sekolah untuk melakukan
18
pendekatan secara personal pada siswa yang mengalami permasalahan dan
berusaha untuk mendampingi siswa salama proses penyelesaian masalah.
Peneliti selanjutnya yang tertarik meneliti tema yang sama, diharapkan lebih
menggunakan variabel-variabel seperti peran orangtua, emosi, usia, dan
sebagainya yang dapat mempengaruhi kontrol diri. Selain itu dapat mengganti
subjek agar memperoleh hasil yang dapat digeneralisasikan dan memperbaiki
instrumen yang kurang baik.
DAFTAR RUJUKAN
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Armsden & Greenberg. 2007. Inventory of parent & peer attachment (ippa)
manual 07 2007.
Aroma & Suminar. 2012. Hubungan Kontrol Diri dengan Kecenderungan
Kenakalan Remaja. Jurnal psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 1
(2), 1-6. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Barrocas. 2009. Adolescent Attachment to Parents and Peers. The emory center
for Myth and Ritual in American Life Working Paper (50).
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Ghufron, M & Risnawati, R. 2014. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media
Hurlock, E. B. 2000. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Rentang
Kehidupan . Edisi Kelima. Surabaya: Erlangga.
Hurriya, D. & Arisandy, D. 2017. Hubungan antara Kontrol Diri dengan
Impulsive Buying pada Mahasiswi Fakultas Psikologi di Perguruan Tinggi
Wilayah Palembang yang Melakukan Belanja Online. Jurnal Psikologi, 3
(1): 31-39. Dari (http://proceeding.unisba.ac.id/index.php/kesehatan
article/view/1000/pdf), diakses: 09 Mei 2018.
Kartika, E.A. 2016. Hubungan antara parental attachment dan Peer Attachment
pada siswa kelas VIII SMPIT As-Syifa Boarding School Subang. Skripsi.
Bandung: Universitas Padjajaran.
Kusdiyati, S., Halimah, L., & Faisaluddin. 2011. Penyesuaian diri di lingkungan
sekolah pada siswa kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung. Jurnal Psikologi
Humanitas, 8 (2): 172-194. Dari:
(http://journal.uad.ac.id/index.php/HUMANI TAS/article/view/463),
19
diakses: 12 Mei 2018.
Marpaung, J. 2016. Kurangnya Kontrol Diri Siswa di Lingkungan SMK Negeri 2
Batam. Jurnal Bimbingan Konseling, 5 (3): 1-7. Dari
(https://www.journal.unrika.ac.id/index.php/jurnaldms/article/view/60/0),
diakses 19 Mei 2018.
Monks, F. J., Knoers, A. M. P. 2004. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam
Berbagai Bagian (Haditono, S. R). Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Muntamah. 2016. Hubungan Antara Kelekatan Terhadap Teman Sebaya Dengan
Kematangan Karir Pada Siswa Kelas XI SMK Negeri 1 Trucuk Klaten.
Jurnal Empati, 5 (4): 705-710. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas
Diponegoro.
Noviana, S. 2015. Hubungan Antara Peer Attachment Dengan Penerimaan Diri
Pada Siswa-Siswi Akselerasi. Jurnal Empati, 4 (2): 114-120. Yogyakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.
Rasyid. 2012. Hubungan antara Peer Attachment dengan Regulasi Emosi Remaja
yang Menjadi Siswa di Boarding School SMA Negeri 10 Samarinda.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 1 (3): 01-07. Surabaya:
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Runtukahu, G. C, dkk. 2015. Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Merokok
Kalangan Remaja Di Smkn 1 Bitung. Jurnal e-Biomedik, 3 (1): 84-92.
Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
Santrock, J. W. 2012. Life-span Development: Perkembangan Masa Hidup.
Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. 2003. Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta:
Erlangga.
Wardhani, E. P. 2017. Hubungan antara Peer Attachment dengan Penyesuaian
Sosial pada Remaja Putri di Sekolah Homogen dan Tinggal di Asrama.
Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Widodo, B. 2013. Perilaku Disiplin Siswa Ditinjau Dari Aspek Pengendalian Diri
(Self Control) dan Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Pada Siswa SMK
Wonoasri Caruban Kabupaten Madiun. Jurnal Widya Warta. No. 01
Tahun XXXXV II/Januari, pp. 140-151.