16

)HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki
Page 2: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

1

PENGENALAN WAJAH MANUSIA MENGGUNAKAN PRINCIPAL

COMPONENT ANALYSIS DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

ADAPTIVE RESONANCE THEORY TWO (ART-2)

Fendi Setia Budi

Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Komunikasi dan Informatika, Universitas

Muhammadiyah Surakarta

Email : [email protected]

Abstract :

Face recognition is a process to recognize someone by his face. The

development of image processing technology now provides the possibility of

human beings to create a system that can recognize a digital image. Every human

being has special characteristics that distinguishes between one man and the

other man called biometric. These traits such as DNA, fingerprints, retina, and

face shape. Face recognition can be used for many things for example: security,

airport security system, employee identity recognition, and crime subject

identification. Face recognition also can be used to make many things more

efficient and effective by reduce the using of password and identity card.

Identification system implemented using a Feature Extraction method

principal component Analysis and the recognition process Adaptive Resonance

Theory Neural network. Performed by first detecting the face and cut to the

facefind library and then a pre-processing and feature extracting before entering

to the Neurall network.

Feature Extraction with Principal Component Analysis to get the

important feature information from face image and it value is taken as input to

neural network. The face image recognized by comparing weight training image

with the test image. From the testing result is obtained by level accuracy of face

recognition system with the best classification is 90 % for can be recognized

agenuine face image.

Key word : Principal Component Analysis, Adaptive Resonance Theory, Neural

network, Biometric, Feature Extraction, Pre-processing

Abstrak:

Pengenalan wajah merupakan proses untuk mengenali seseorang.

Perkembangan teknologi image processing sekarang ini menyediakan

kemungkinan manusia untuk membuat suatu sistem yang dapat mengenali suatu

citra digital. Setiap manusia memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan antara

manusia satu dan manusia yang lainya yang disebut dengan biometric. Ciri-ciri

tersebut berupa DNA, sidik jari, retina, dan bentuk wajah. Pengenalan wajah

dapat digunakan dalam berbagai hal, diantaranya untuk keamanan, pengenalan

identitas, meningkatkan efisiensi dan efektifitas berbagai kegiatan, yaitu dengan

mengurangi pemakaian kartu identitas dan kata sandi.

Page 3: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

2

Sistem pengenalan yang diimplementasikan ini menggunakan feature

extracting dengan metode Principal Component Analysis (PCA) dan proses

pengenalan menggunakan jaringan syaraf tiruan Adaptive Resonance Theory.

Dengan terlebih dahulu dilakukan pendeteksian bagian wajah dan pemotongan

dengan library facefind yang selanjutnya dilakukan preprocessing dan feature

extracting sebelum masuk kedalam jaringan syaraf tiruan. Proses ekstraksi ciri

dengan Principal Component Analysis (PCA) bertujuan untuk mendapatkan

informasi ciri yang penting dari citra wajah dan nilainya diambil untuk inputan

dalam pembelajaran jaringan syaraf tiruan.

Citra wajah dikenali dengan cara membandingkan bobot citra latih dengan

citra uji, dimana citra wajah yang dikenali akan masuk kedalam salah satu kelas

yang terbentuk dalam proses pelatihan. Dari hasil pengujian diperoleh tingkat

keakuratan sistem pengenalan citra wajah dengan klasifikasi terbaik adalah sekitar

90 % untuk bisa mengenali citra wajah asli.

Kata kunci : Principal Component Analysis, Adaptive Resonance Theory, JST,

Biometric, Feature Extraction, Preprocessing

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi

image processing sekarang ini

menyediakan kemungkinan manusia

untuk membuat suatu sistem yang

dapat mengenali suatu citra digital.

Setiap manusia memiliki ciri-ciri

khusus yang membedakan antara

manusia satu dan manusia yang

lainya yang disebut dengan

biometric. Ciri-ciri tersebut berupa

DNA, sidik jari, retina, dan bentuk

wajah. Diantara ciri-ciri tersebut

bentuk wajah merupakan bentuk

yang paling mudah untuk dikenali

dan diamati karena bagian tersebut

tidak tersembunyi.

Untuk membangun program

aplikasi pengenalan wajah

menggunakan komputer tedapat

berbagai metode yang bisa

digunakan, tetapi dalam penelitian

ini penulis menggunakan metode

Principal component analysis (PCA)

dan Adaptive Resonance Theory

(ART) yang berbasiskan Jaringan

Syaraf Tiruan (JST). PCA digunakan

karena mampu mereduksi dari suatu

obyek sehinggga ukuran obyek akan

menjadi lebih ringkas dan mampu

mengambil karakteristik yang

penting dari obyek yang diolah

(Smith, 2002). Jika dimensi obyek

lebih kecil dan informasi yang

terkandung lebih padat, maka obyek

tersebut akan lebih spesifik

dibandingkan obyek yang masih asli

dan belum diolah sebelumnya. Hal

Page 4: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

3

ini tentunya akan mempermudah

dalam pemrosesan pengenalan obyek

tersebut. JST digunakan karena

memiliki kemampuan untuk belajar

dari pengalaman berupa data-data

contoh yang pernah diberikan

kepadanya.

Penelitian ini bertujuan untuk

membuat program aplikasi yang

dapat mengenali wajah manusia

dengan pengambilan ciri penting dari

citra wajah menggunakan metode

principal component analysis (PCA)

dan proses pembelajaran

menggunakan jaringan syaraf tiruan

dengan metode Adaptive Resonance

Theory (ART-2)

METODE PENELITIAN

1. Metode principal component

analysis

Flowchart pembentukan PCA

dapat digambarkan sebagai berikut :

start

Masukan normalisasi

Mencari matriks covariance

Pencarian eigenvalue

Pencarian eigenvektor

Penentuan eigenfaces

stop

Gambar 1. Flowchart PCA

1) Normalisai Input

Dalam normalisasi input hal

pertama yang harus dilakukan adalah

memasukkan pixels setiap image

kedalam bentuk matriks. Cara

memasukkan pixel image kedalam

matriks adalah dengan memasukkan

kolom kedalam satu baris sampaim

jumlah baris tersebut terisi atau

habis, baru kemudian pindah ke

kolom pada baris berikutnya.

Misalkan ada M image yang masing-

masing berdimensi 150 x 150

=22.500 pixels. Maka matriks baru

yang memppresentasikan image-

image training tersebut berdimensi

jumlah wajah baris x 22.500 kolom.

u=

[ 𝑢1,1 𝑢1,2 . . 𝑢1,𝑚

𝑢2,1 𝑢2,2 . . 𝑢2,𝑚

. . . . .

. . . . .

𝑢22500,1 𝑢22500,2 . . 𝑢22500,𝑚

]

2) Mencari Covariance Martiks

Setelah data dari setiap pixels

dimasukkan, kemudian rata-rata dari

matriks u dapat dicari. Langkah

pertama adalah mencari jumlah total

dari tiap baris matriks u, kemudian

dirata-ratakan dengan dibagi 22.500.

Kemudian semua pixels pada baris

Page 5: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

4

itu dikurangi dengan rata-ratanya.

�̅� = 1

𝑚∑ 𝑈1,𝑘

𝑚

𝑘 = 1

Semua variasi yang memungkinkan

diperoleh dari perpasangan vektor

kolom dinyatakan sebagai

covariance matriks. Covariance

didapat dengan cara mengalikan

matriks u dengan transpose-nya.

Matriks baru yang dihasilkan

berdimensi jumlah wajah baris x

jumlah wajah kolom.

𝐶 = 𝑢𝑇 × 𝑢

3) Mencari EigenValue Dan

EigenVektor

Setelah matriks covariance

dihitung, langkah selanjutnya adalah

mencari eigen value dan eigen

vektor.

a) Eigen value

Nilai eigen merupakan nilai

karakteristik suatu matriks. Secara

sederhana nilai eigen merupakan

nilai yang mempresentasikan suatu

matriks dalam perkalian suatu vektor,

dapat ditulis sebagai :

𝐴𝑥 = 𝜆𝑥

Dimana A merupakan suatu matriks,

x merupakan vektor dan 𝜆

merupakan nilai egen dari matrik A.

Nilai eigen A dicari dengan

(𝐴𝑥 − 𝜆𝑥) = 0

(𝐴 − 𝜆)𝑥 = 0

b) Eigen vektor

Vektor eigen(x) merupakan

solusi dari matriks (A-𝜆) untuk nilai

A yang ada dimana x ≠ 0. Setelah

nilai-nilai eigen diketahui maka nilai

eigen dimasukkan kedalam

persamaan:

(𝐴 − 𝜆)𝑥 = 0

Untuk memperoleh vektor eigan x

yang bersesuaian dengan nilai eigen

𝜆.

Selanjutnya dilakukan

dekomposisi eigen sehingga berlaku

rumus sebagai berikut :

𝐶 × 𝑣 = �̈� × 𝑣

Keterangan :

�̈� = matriks eigen value

𝑣 = matriks eigen vektor

Dimana V dan �̈� adalah matriks

berdimensi n x n (n adalah jumlah

pixels image ), sebagai berikut :

V =

[ 𝑉1,1 . . . 𝑉1,𝑛. . . . .. . . . .. . . . .𝑉𝑛,1 . . . 𝑉𝑛,𝑛]

,

Page 6: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

5

�̈� =

[ 𝜆1 0 0 0 00 𝜆2 0 0 00 0 . 0 00 0 0 . 00 0 0 0 𝜆𝑛]

Eigen value yang didapat diurutkan

mulai yang terbesar sampai yang

terkecil, dan eigen vector yang

bersesuaian dengan eigen value

tersebut juga diurutkan. Hasil dari

operasi ini adalah matriks V yang

berdimensi 22.500 x 22.500. Matriks

ini selanjutnya disimpan dalam file

untuk kemudian dapat dipanggil

kembali ke memori sehingga tidak

perlu melakukan proses training

setiap kali akan mendeteksi suatu

image.

4) Eigenface PCA

Matriks eigenface dihitung

dengan cara mengalikan matriks u

dengan meatriks eigen vektor dan

dengan satu dibagi akar eigen value-

nya.

𝐸𝑖𝑔𝑒𝑛𝑓𝑎𝑐𝑒 = 1

√𝐸𝑖𝑔𝑒𝑛𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒∗ 𝐸𝑖𝑔𝑒𝑛𝑣𝑒𝑐𝑡𝑜𝑟 ∗ 𝑢

Matriks u merupakan matriks

berdimensi jumlah wajah baris x

22.500 kolom, sedangkan matriks

eigenvektor berdimensi jumlah wajah

baris × jumlah wajah kolom.

2. Metode Adaptive Resonance

Theory

Algoritma ART menurut

James A. Freeman dan David M.

Skapura adalah sebagai berikut :

Inisialisasi bobot awal top-

down dengan :

𝑡 (0) = 0

Inisialisasi bobot awal

bottom-up dengan:

𝑏 (0)≤1

(1−𝑑)√𝑛 ,

Dari bobot-bobot awal

tersebut kemudian, data diproses

dengan algoritma sebagai berikut :

1) Lakukan inisialisasi parameter-

parameter:

a, b ,c d, e, , ,

2) Lakukan langkah 2 sampai 9

sebanyak N epoch.satu epoch

merupakan satu iterasi pelatihan

untuk seluruh data masukan.

3) Untuk setiap vektor masukan S,

lakukan langkah 4 sampai 12.

4) Perbarui aktifasi-aktifasi unit F1.

𝑈 = 0

𝑊 =

= 0

𝑥 =

‖ ‖

𝑞 = 0

𝑣 = 𝑓 (𝑥 )

Perbarui kembali aktifasi-

aktifasi unit F1:

Page 7: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

6

𝑢 =

‖ ‖

𝑊 = + 𝑎𝑢

𝑝 = 𝑢

𝑥 =

‖ ‖

𝑞 =

‖ ‖

5) Menghitung sinyal-sinyal

kedalam unit-unit F2:

= ∑𝑏 𝑝

6) Apabila terjadi reset, maka

lakukan langkah g sampai i.

7) Cari unit F2 dengan nilai

terbesar, misalkan dinotasikan

. Tentukan sehingga

untuk = 1, 2, 3, ..., m.

8) Cek kondisi reset:

𝑢 =

‖ ‖

𝑝 = 𝑢 𝑑𝑡

Jika |𝑟| − 𝑒, maka

𝑥 =

‖ ‖

𝑊 = + 𝑎𝑢

𝑞 =

‖ ‖

𝑣 = 𝑓(𝑥 ) 𝑏𝑓(𝑞 )

Jika tidak terjadi reset, maka

dilanjutkan ke langkah 9.

9) Mengerjakan langkah 10 sampai

12 sebanyak N iterasi.

10) Perbaharui bobot-bobot untuk

pemenang j.

𝑡 = 𝑑𝑢 *1 𝑑(𝑑 − 1)+𝑡

𝑏 = 𝑑𝑢 *1 𝑑(𝑑 − 1)+𝑏

11) Perbarui aktifasi-aktifasi F1:

𝑢 =

‖ ‖

𝑊 = + 𝑎𝑢

𝑝 = 𝑢 𝑑𝑡

𝑣 = 𝑓(𝑥 ) 𝑏𝑓(𝑞 )

𝑞 =

‖ ‖

12) Pengujian kondisi untuk

perbaruan bobot.

13) Pengujian penghentian kondisi

untuk epoch setelah jaringan

mengalami kesetabilan.

Flowchart dari

keseluruhan proses diatas dapat

dilihat sebagai berikut :

Page 8: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

7

start

Inisialisasi awal

Parameter ART2

a,b,c,d,e,θ

Inisialisasi awal

Bobot BU dan TD

Input data

Memodifikasi aktifasi

F1 w,x,u,v,p,q

Hitung sinyal unit F2

Apakah kondisi

RESET ?

Cari bobot terbesar unit

F2 yang layak ikut

kompetisi

Masih ada unit F2

lain dengan bobot

terbesar ?

Apakah unit F2

tersebut

dapat diterima ?

Update aktifasi

w,x,u,v,p,q,BU,TD

Buat unit F2 (neuron)

baru

Proses iterasi

Apakah kondisi

berhenti ?

stop

ya

tidak

tidak

ya

ya

tid

ak

tidak

ya

Gambar 2. flowchart proses

pembelajaran ART

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Urutan proses pengujian

sistem yang dilakukan pada tugas

akhir ini adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Diagram Blok urutan

pengujian

1) Pemotongan Bagian Wajah

Citra input sistem adalah citra

wajah dengan berbagai latar

belakang. Untuk memudahkan sistem

pengenalan maka citra masukan

dilakukan pendeteksian untuk

mengambil bagian wajah yang akan

dijadikan inputan sistem. Bagian

wajah yang terdeteksi kemudian

dipotong yang nantinya akan dipakai

sebagai inputan.

Gambar 4. Pemotongan Bagian

Wajah

2) Pembuatan citra grayscale

Untuk mempermudah

algoritma dan proses perhitungan,

maka sistem dirancang untuk terlebih

dahulu memproses citra masukan

yang berupa citra RGB kedalam

level grayscale (tingkat abu-abu).

Pembuatan citra grayscale bertujuan

agar proses selanjutnya dapat

dilakukan dengan komputasi dengan

waktu yang cepat.

Citra

format JPG

200x180 pixelDeteksi dan

pengambilan

bagian wajah

Citra abu-abu

pengontrasan

Deteksi tepi dengan

algoritma sobelEktraksi ciri PCA

pengenalan

Pemrosesan awal

klasifikasi

Output wajah yang

dikenali

JST ART

Page 9: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

8

Gambar 5. Pembuatan Citra

Grayscale

3) Pengontrasan

Citra wajah hasil akuisisi

terkadang memiliki tingkat

pencahayaan yang sangat rendah,

terutama pada detail obyek citra yang

terlalu tipis dan terlihat kabur.

Pengontrasan berfungsi untuk

meningkatkan pencahayaan pada

obyek citra, dengan mendistribusikan

histogram citra pada daerah obyek

yang diinginkan.

Gambar 6. proses pencahayaan

4) Deteksi tepi sobel

Pendeteksian tepi (Edge

Detection) merupakan proses untuk

menghasilkan tepi-tepi pada obyek-

obyek citra, dengan tujuan untuk

menandai bagian yang menjadi detail

citra.dengan pendeteksian tepi dari

wajah maka akan diperoleh letak-

letak mata, hidung, dan mulut yang

menjadi ciri dari citram wajah

seseorang.

Gambar 7. proses deteksi tepi Sobel

5) Ektraksi ciri dengan PCA

Cirta hasil pedeteksian tepi

selanjutnya digunakan untuk ektraksi

ciri. Hasil dari proses ektraksi ciri

dengan menggunakan Principal

Component Analysis (PCA) adalah

vektor berukuran 50x1, vektor inilah

yang dipakai untuk pengenalan dan

pelatihan. Vektor ciri uji dapat

dikenali apabila vektor ciri tersebut

memiliki vektor yang mendekati

vektor ciri citra latih dan memiliki

kesamaan pola dengan citra latih.

Vektor ciri yang dihasilkan sangat

menentukan tingkat keakuratan

sistem identifikasi.

6) Pembuatan Eigenfaces

Proses PCA yang dilakukan

akan menghasilkan vektor ciri.

Vektor ciri diperoleh dengan mencari

eigenface dengan menggunakan

metode PCA. Vektor ciri yang

dipakai yaitu 50 vektor, dimana

setiap vektor tersebut merupakan

vektor dengan nilai eigen terbesar.

7) Selisih eigenfaces citra latih

dengan citra uji

Page 10: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

9

Beigenfaces citra latih

dengan citra uji memiliki perbedaan,

perbedaan vektor antara keduanya

ditunjukkan dengan selisih nilai

vektor antara keduanya. Selisih

vektor ciri inilah yang

mempengaruhi tingkat keakuratan.

Semakain kecil selisih antara vektor

ciri latih dengan vektor ciri citra uji

maka akan menghasilkan tingkat

keakuratan yang semakin besar pula.

Pola ciri untuk citra wajah masing-

masing orang sangat menentukan

perbedaan ciri wajah antara orang

satu dengan orang yang lainya.

Gambar 8 menunjukkan grafik

selisih antara ciri vektor latih

terhadap ciri citra uji.

Gambar 8. Grafik Perbandingan Ciri Citra Latih dan Citra Uji

Berdasarkan jarak antar pola yang

didapat dari hasil principal

component analysis didapatkan hasil

pengenalan dengan cara

membandingkan jarak (eauclidean

distance) seperti berikut:

Tabel 1. hasil pengenalan dengan perbandingan jarak

Jumlah vektor

input

Jumlah yang

teridentifikasi

Jumlah yang

salah identifikasi

Presentase

keberhasilan

30 (1 set) 36 citra 114 citra 24 %

150 (5 set) 56 citra 94 citra 37,33 %

300 (10 set) 83 citra 67 citra 55,33 %

450 (15 set) 99 citra 51 citra 66,00 %

Page 11: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

10

8) Pengujian harga learning

rate( )

Parameter dalam penentuan

kecepatan belajar sangatlah penting,

dalam hai ini adalah harga learning

rate. Dalam algoritma ART ini harga

learning rate berpengaruh pada unit

cluster pemenang pada hasil

kompetisi pada layer F2. Hal ini

dapat dilihat pada persamaan

berikut:

𝑡 = 𝑑𝑢 *1 𝑑(𝑑 − 1)+𝑡

𝑏 = 𝑑𝑢 *1 𝑑(𝑑 − 1)+𝑏

Dari persamaan diatas dapat

diketahui bahwa semakin besar harga

learning rate maka semakin besar

pula perubahan bobot yang

didapatkan dalam setiap epoch.

Tabel 2. pengaruh harga learning

rate dengan 1 epoch

Waktu (s)

150

citra

300

citra

450

citra

0.1 0.39 0.69 0.90

0.2 0.41 0.69 0.93

0.3 0.41 0.69 0.93

0.5 0.42 0.70 0.94

0.8 0.44 0.72 1.73

0.9 0.49 0.73 1.75

1 0.71 0.75 1.82

Dari data pada tabel 2.,

dimana semakin rendah harga

learning rate maka waktu yang

dibutuhkan dalam setiap epoch akan

semakin sedikit. Apabila nilai

learning rate besar maka jaringan

akan cenderung pada mode

“pembelajaran lambat”, sehingga

memerlukan banyak waktu untuk

mencapai kesetabilan klasifikasi.

Apabila harga learning rate kecil

maka jaringan akan bekerja pada

mode “pembelajaran cepat”

sehingga jaringan akan semakin

cepat mencapai kesetabilan dan

berresonansi. Pada saat proses

belajar dengan harga learning rate

dan jumlah data tertentu jaringan

sedikit mengalami kesulitan dalam

mencapai kesetabilan karena hasil

operasi lapis F1-F2 yang tidak

sesuai sehingga mempengaruhi

proses kompetisi yang terjadi

sampai terjadinya reset. Jika hal

tersebut sering terjadi maka akan

mempengaruhi banyaknya epoch

yang dibutuhkan.

9) Analisa nilai vagilance

parameter

Parameter vigilance dapat

Page 12: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

11

mempengaruhi hasil klasifikasi

vektor input yang dimasukkan.

Pengaruh parameter ini adalah

ketika nilai parameter yang dipakai

semakin kecil, maka pola vektor

input yang memiliki perbedaan yang

cukup besar bisa jadi ditempatkan

dalam satu clusster yang sama,

sehingga jumlah klaster yang

terbentuk semakin sedikit. Pada

kondisi ini jaringan akan dikatakan

dalam kondisi plastis. Apabila nilai

rho semakin besar, maka perbedaan

vektor input yang sekecil sekalipun

jaringan akan cenderung

mengaktifkan klaster baru, sehingga

klaster yang terbentuk akan semakin

banyak. Pada kondisi ini maka

jaringan dikatakan bersifat sangat

plastis. Oleh karena itu agar

mendapatkan hasil pelatihan yang

maksimal, maka nilai rho yang

dipakai antara 0.90 < rho < 0.97.

Tabel 3. hasil klasifikasi dengan nilai rho yang berbeda

Vigilance parameter ( )

Rho= 0.90 Rho = 0.91 Rho = 0.92 Rho = 0.94

Hasil Klasifikasi

1 1,5,29 1,5,29 1,5,29 1,5,29

2 2,6 2 2 2

3 3,9 3 3 3

4 4,7 4 4 4

5 8 6,17 6 6

6 10,14,28 7,14 7,14 7,14

7 11 8 8 8

8 12,22,24,25,26 9,24 9,24 9

9 15,18 10,28 10,28 10

10 13,16 11 11 11

11 17 12,25,26 12 12

12 19 13,16 13,16 13,16

13 20 15 15 15

14 21,23 18 17 17

15 27 19 18 18

16 30 20 19 19

17 21 20 20

18 22 21 21

19 23 22 22

20 27 23 23

21 30 25,26 24

22 27 25

Page 13: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

12

23 30 26

24 27

25 28

25 30

Jumlah klaster

16 21 23 25

Pada tabel 3. nilai rho yang

memiliki kekonsistenan paling bagus

adalah 0.94, hal ini terjadi karena

jarak antar vektor sangatlah kecil

sehingga membutuhkan nilai rho

yang mendekati 1, untuk

mendapatkan toleransi antar vektor

input yang sempit. Sehingga hak

akses untuk setiap inputan samakin

ketat, sehingga hanya inputan orang

yang samalah yang memiliki hak

untuk ditempatkan dalam satu

klaster.

10) Analisa pengujian

identifikasi dengan citra uji asli

Pada pengujian identifikasi

dengan citra uji asli, parameter yang

dipakai sebagai inputan jaringan

adalah nilai-nilai bobot yang

diperoleh selama proses

pembelajaran dengan sejumlah citra

latih. Jumlah citra yang dipakai

sebagai inputan pengujian adalah

150 citra, dengan masing masing

orang 5 citra foto.

Tabel 4. hasil pengenalan untuk citra uji asli

Jumlah

Vektor input

Jumlah

Vektor uji

Jumlah

teridentifikasi

Jumlah tidak

teridentifikasi

Presentase

keberhasilan

30 (1 set) 150 (5 set) 53 97 35,33 %

150 (5 set) 150 (5 set) 97 53 64,67 %

300 (10 set) 150 (5 set) 129 21 86 %

450 (15 set) 150 (5 set) 135 15 90 %

Dari hasil pengujian ART

dengan citra uji asli yang terlihat

pada tabel 4. diperoleh presentase

pengenalan paling tinggi adalah 90%

dengan jumlah vektor inputan

berjumlah 450 dan vektor uji

berjumlah 150. Dari hasil ini dapat

Page 14: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

13

terlihat bahwa semakin banyak citra

yang dilatih maka akan semakin

tinggi pula tingkat pengenalanya, hal

ini juga terpengaruh dengan

perbedaan ekpresi antara citra latih

yang akan mempengaruhi bobot yang

dihasilkan.

Dari hasil pengujian yang

telah dilakukan maka pengenalan

dengan inputan vektor dari hasil

ektraksi ciri menggunakan PCA dan

pembelajaran menggunakan jaringan

syaraf tiruan adaptive resonance

theory (ART) memiliki hasil yang

lebih baik dibandingkan dengan

pengenalan dengan PCA dan

euclidean distance. Hal ini seperti

tampak pada gambar 9., yaitu grafik

perbandingan hasil pengujian antara

keduanya.

Gambar 9. grafik perbandingan pengenalan dengan euclidean distance dan ART

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil analisis terhadap

pengujian yang dilakukan pada

sistem pengenalan citra wajah

mengunakan Principal Component

Analysis dan Jaringan Syaraf Tiruan

Adaptive Resonance Theory maka

dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut :

1. Tingkat keakuratan sistem

pengenalan wajah dengan hasil

terbaik adalah 90% untuk

pengenalan wajah asli.

2. Keberhasilan sistem dalam

pengenalan citra wajah pada

0%

20%

40%

60%

80%

100%

30 150 300 450

euclidean Distance

ART

X = jumlah citra latih

Y = presentase pengenalan

X

Y

Page 15: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

14

dasarnya sangat dipengaruhi

oleh jarak antar pola-pola vektor

ciri citra wajah yang

dimasukkan. Jika jarak antar

vektor ciri dari orang yang

berbeda sangat dekat maka dapat

terjadi kesalahan pengenalan

citra.

3. Ektraksi ciri menggunakan PCA

cocok digunakan untuk

pengambilan ciri dari teksture

alami seperti wajah manusia,

untuk mendapatkan ciri

berdasarkan bentuk tektur citra.

4. Dengan memberikan parameter-

parameter jaringan yang sesuai,

jaringan syaraf tiruan Adaptive

Resonance Theory dapat

memberikan hasil klastering

yang maksimal, sehingga dapat

digunakan sebagai pengenalan

dengan hasil maksimal pula.

5. Pemilihan contoh citra wajah

pada proses pelatihan sebagai

inputan database dapat

mempengaruhi tingkat akurasi

proses pengenalan. Semakin

banyak citra tiap orang yang

dipakai untuk disimpan dalam

database latihan, maka sistem

akan semakin baik dalam

melakukan proses pengenalan.

6. Waktu yang dibutuhkan dalam

proses pengenalan citra wajah

adalah 1.2035 detik, sehingga

sistem diharapkan dapat bekerja

secara waktu nyata (real time).

Saran

Saran dari penulis untuk

pengembangan yang dapat

dilakukan dari tugas akhir ini

adalah :

1. Penggunaan metode lain dalam

melakukan ektraksi ciri sehingga

dapat menghasilkan ciri yang

lebih komplek dan berbeda antar

citra-citra yang

dimasukkan,sehingga memiliki

jarak antar pola ciri yang cukup

jauh.

2. Pengembangan aplikasi dengan

menggunakan sistem secara

waktu nyata (real time) dengan

menggunakan webcam.

3. Penggunaan sampel wajah yang

digunakan lebih banyak dan

lebih bervariasi sehingga sistem

akan lebih komplek.

4. Pembelajaran menggunakan

jaringan syaraf tiruan yang lain.

Page 16: )HQGL6HWLD%XGL - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/24208/10/publikasi_ilmiah.pdfini tentunya aka n mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki

15

DAFTAR PUSTAKA

Atalay, Ilker.January. 1996. Faces Recognition Using Eigenfaces:Thesis-Istanbul

Technical Unifersity.

Carpenter, Gail A. and Grossberg, Stephen. 1987 ART2: Selft-organization of

Stable Category Recognition Codes For Analog Input Patterns. Applied

Optics. Volume 26, No. 23. pp.4919-4930.

Demuth, Howard and Beale, Mark. 1994. Neural Network Toolbox For Use with

Matlab. The Math Work.

Fatta, Hanifal. 2009. Rekayasa Sistem Pengenalan Wajah. Yogyakarta: CV Andi

Offset.

Hecht-Nielsen, R.1988.Neurocomputer applications. In R.Eckmiller & C. von der

Malsburg(Eds.),Neural Computers(pp.445-453).Berlin: Springer-Verlag.

Hidayat Zayuman, Iman Santoso, Rizal Isnanto. “Pengenalan Wajah Manusia

Menggunakan Analisa Komponen Utama Dan Jaringan Syaraf Tiruan

Perambatan-Balik”. Skripsi. Semarang:Universitas Diponegoro

Hoo, Robert. 2003. “Face Recognition Menggunakan metode Principal

Component Analysis Dan Jaringan Syaraf Tiruan” Skripsi. Surabaya:

Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra.

Hotelling, H. 1933. ”The Most Predictable Criterion”. J.Educ.Psychol.26, 139-

142.

Kurniawan, Eddy. 2006. “Pengenalan Citra Wajah Dengan Menggunakan

Principal Component Analysis Dan Local Feature Analysis” Skripsi.

Surabaya: Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra.

Lily. 2003. ”Perancangan Program Aplikasi Pengenalan Wajah Berbasiskan

Jaringan Syaraf Tiruan Dengan Menerapkan Metode Principal Component

Analysis”. Skripsi. Jakarta : Universitas Bina Nusantara

Marvin & agus Prijono.Juli 2007.Pengolahan Citra Digital Menggunakan

Matlab.Bandung:Informatika

Nilsson. M, Nordberg.J, and Ingvar. C.2007.Face Detection Using Local SMQT

Features And Split Up Snowclassifier:Sweden-Blekinge Institute of

Technology.

Pratomo, Dedi. 2002. “Rancang Bangun Perangkat Lunak Pengenalan Wajah

Dengan Menggunakan Hopfield Network”. Skripsi. Surabaya: Sekolah

Tinggi Manejemen Informatika & Teknik Komputer

Smith, Lindsay. february 2002. A tutorial on Principal Components Analysis.

Suyanto. 2008. Soft Computing. Bandung: Informatika.

T Sutojo. 2009.Aljabar linier & Matriks:Andi

Turk, Matthew And Pantland, Alex.Eigenfaces For Recognition:Visio and

Modeling Group.