Hemolytic Uremic Syndrome

Embed Size (px)

Citation preview

Referat

Hemolytic Uremic Syndrome

Disusun oleh:

Dian Destriyanah, S.Ked (04104705307)

Pembimbing: Dr. H. Ian Effendi, Sp.PD, KGH

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2011

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Hemolytic uremic syndrome (HUS) adalah sekelompok gangguan heterogen dengan gejala klinis yang beragam dan berat. Sindrom ini pertama kali dikenalkan oleh Gesser dkk pada tahun 1955 dan merupakan penyebab gagal ginjal akut tersering pada anak. Sindrom ini ditandai dengan tiga gejala klinis yaitu : anemia hemolitik mikroangiopati, trombositopeni dan gagal ginjal akut. Pada fase akut merupakan penyakit yang serius dan memerlukan penanganan yang intensif guna mencegah penderita terhindar dari bahaya kematian atau kerusakan fungsi ginjal.1 HUS biasanya berhubungan dengan epidemi dan penyakit gastroenteritis (GE) diare berdarah yang disebabkan oleh Shigella dysentriae sebagai penghasil toksin shiga dan E.coli terutama yang tergolong jenis STEC, VTEC atau EHEC yang dapat menghasilkan verotoksin atau shiga-like toksin. Di Amerika serikat sendiri, E.coli 0157:H7 adalah penghasil shiga-like toksin yang paling dikenal, bahkan paling penting sebagai penyebab HUS.2 Di negara-negara Asia dan Afrika yang masih berkembang, HUS biasanya disebabkan shiga-like toksin yang dihasilkan Shigella dysentriae serotype 1.3 Organisme tersebut hidup dalam usus hewan ternak tanpa menimbulkan gejala. Penularan antara manusia terjadi secara fekal oral bila menyantap daging yang tidak dimasak, air minum, buah buahan dan sayuran yang terkontaminasi, susu yang tidak dipasteurisasi. Dalam saluran cerna toksin bakteri menghancurkan usus dan menghasilkan diare lendir darah. Toksin dapat menyebar melalui pembuluh darah dan menyerang ginjal sehingga menyebabkan kerusakan pada glomerulus dan menyebabkan gagal ginjal akut.1,2 HUS ditemukan di banyak negara, HUS dengan diare biasanya menyerang anak di bawah usia lima tahun dengan insidensi yang sama pada kedua jenis kelamin dan semua ras. Di Argentina, ditemukan kejadian HUS sekitar 30 kasus per 100.000 anak, sedang di Amerika Serikat berkisar antara 0,3 10 kasus per

2

100.000 anak. Di Kanada rata rata insiden HUS pada anak di bawah usia 5 tahun adalah 3 per 100.000 anak.3 Variasi musim dan pengelompokan geografis juga memegang peranan dalam prevalensi HUS. Prevalensi HUS mencapai puncaknya pada musim panas atau musim gugur. Sedang HUS tanpa diare dapat menyerang anak yang lebih besar, tanpa ada hubungan dengan musim atau epidemi diare di negara tersebut.3,4 Di Indonesia sendiri penyakit gastroenteritis akut dengan diare tanpa atau darah merupakan penyakit infeksi yang biasa dijumpai pada anak anak dan merupakan masalah penting di masyarakat karena berhubungan dengan kurangnya kebersihan dalam lingkungan dan penyediaan makanan. Sehingga penularan pada manusia melalui kontak fekal oral mudah terjadi.

1.2 Tujuan dan Manfaat 1) Tujuan Untuk mengetahui lebih dalam tentang Hemolytic uremic syndrome

2) Manfaat Manfaat dari pembuatan referat ini adalah untuk membantu memahami Hemolytic uremic syndrome dan sebagai proses belajar bagi penulis.

3

BAB II HEMOLYTIC UREMIC SYNDROME

2.1 Definisi Hemolytic Uremic Syndrome Hemolytic uremic syndrome adalah salah satu bentuk anemia hemolitik mikroangiopatik. Sindrom ini pertama kali digunakan Gasser et al pada tahun 1955 untuk mendeksripsikan hubungan antara anemia hemolitik intravaskular akut dan gagal ginjal pada bayi dan anak-anak. Sindrom ini merupakan mikroangiopati renal yang melibatkan arteriole kecil dan kapiler glomerulus, dan destruksi trombosit yang menyebabkan trombositopenia dalam berbagai derajat.2,5

2.2 Etiologi Hemolytic Uremic Syndrome Sindrom ini terjadi secara predominan terjadi pada bayi-bayi yang sehat dan didahului oleh diare berdarah yang disebabkan oleh berbagai serotipe Escherichia coli atau Shigella dysenteriae serotype I. Organisme-organisme tersebut menyediakan kapasitas untuk menghasilkan bentuk yang serupa dengan exotoxin, prototipe dari toxin Shiga yang dihasilkan oleh S. dysenteriae dan disandikan pada DNA tersebut. Shigalike toxins 1 (SLT-1) dan 2 (SLT-2) berhubungan erat dengan exotoxin yang disandikan pada DNA dari bakteriofag pada beberapa serotipe E.coli, yang paling banyak yaitu serotipe 0157:H7. SLT-1 bereaksi dengan toksin Shiga secara antigen dan dibedakan dengan satu asam amino pada subunit A. SLT-2 secara antigen tidak bereaksi dengan SLT- 1 dan toksin Shiga, dan memperlihatkan sedikit homologi struktur dengan toksin terakhir. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) dapat menghasilkan SLT-1, SLT-2, atau keduanya. EHEC terdapat pada sapi dan biasanya ditularkan melalui daging mentah, susu yang tidak terpasteurisasi, atau makanan dan air yang terkontaminasi kotoran sapi.2,6,7

4

2.3. Klasifikasi Hemolytic Uremic Syndrome Berdasarkan etiologinya, Hemolytic Uremic Syndrome diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok2,7: 1. HUS Klasik (HUS D+) Pada jenis ini terdapat fase prodromal gastroenteritis akut dengan diare tanpa atau berdarah. Merupakan bentuk HUS yang paling sering dijumpai dan hampir 90 % HUS didahului dengan fase prodromal gastroenteritis akut. HUS D+ berkaitan dengan infeksi Shigella dysentriae yang menghasilkan toksin shiga atau E.coli serotype O157:H7 jenis STEC, VTEC atau EHEC yang menghasilkan verotoksin atau shiga like toksin. Jenis ini biasanya mempunyai prognosis yang cukup baik dengan perbaikan fungsi ginjal dan biasanya jarang terjadi relaps.

2. HUS Atipikal (HUS D-) Pada jenis ini tidak terdapat fase prodromal gastroenteritis akut dan dapat menyerang anak yang lebih besar, jenis ini jarang terjadi dan mempunyai pronosis yang lebih jelek. Gambaran Patogenesis D+ HUS D- HUS

Shiga-like toxin, biasanya Infeksi Streptococcus pneumonia berhubungan dengan E.coli Obat-obatan (0157:H7) dysentriae dan Shigella tacrolimus) Glomerulopati primer Tidak ada, dapat berupa gejala pernapasan Rendah (30%) (siklosporin,

Gejala prodromal Morbiditas Penyakit ginjal lanjut Rekurensi Tatalaksana tahap

BAB cair, disertai darah

Jarang Suportif, dialisis

Sering (>50%) Suportif, dialisis, plasmaferesis

5

Etiologi HUS : Etiologi HUS D+ : Tipikal : E. Coli O157:H7 (penghasil VT-1, VT-2) Shigella dysentriae (penghasil toksin shiga) Agen infeksi lain penyebab diare (Tabel II) Idiopatik

Etiologi HUS D- : Infeksi Streptokokus pneumoniae Agen infeksi lain : Faktor keturunan : - Autosomal dominan Autosomal resesif Kehamilan Obat : Cyclosporin A, kontrasepsi oral, kemoterapi, mitomycin Post transplantasi Keganasan Idiopatik

Agen infeksi lain : Salmonella typhii Campylobacter jejuni Yersinia sp Pseudomonas sp Portillo, virus Coxsachie, virus Influenza, virus Epstein Barr, Rota virus, HIV Aeromonas hydrophila, Microtabiotes

6

2.4 Patologi Hemolytic Uremic Syndrome Lesi utama terdapat pada ginjal, terutama pada glomerulus ginjal, dapat sebagian atau seluruhnya. Pada keadaan yang lebih parah, kerusakan dapat menyebar ke pembuluh darah otak, miokardium, dan organ-organ vital lainnya. Pada pemeriksaan bedah mayat, ginjal tampak bengkak dan pucat, dengan banyak bintik-bintik hemoragik pada permukaannya.8

Gambar 1. Pewarnaan HE : penebalan difus dinding kapiler glomerulus dan pembengkakan sel endotel. Penumpukan fibrin dan trombus serta sel darah merah tampak di lumen (anak panah)

Gambar 2. Pewarnaan PAS : menunjukkan penebalan difus dinding kapiler glomerulus dan pembengkakan sel endotel Pada analisis mikroskopik, terdapat dua pola berbeda meskipun terkadang terjadi overlapping pada beberapa kasus. Pola pertama yaitu pola glomerular, berlawanan dengan mikroangiopati trombotik arteriolar, berhubungan dengan bentuk klasik HUS pada bayi. Pola yang berbeda terdapat pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa, dimana terjadi mikroangiopati arterial dan arteriolar lebih dominan. Pola glomerular memiliki prognosis yang lebih baik dan tahap pemulihan dapat lebih sempurna, berbeda dengan pola dimana mikroangiopati arterial lebih dominan yang memiliki prognosis yang buruk. Pada kebanyakan glomerulus yang terkena, lesi terdiri dari kongesti dan infark dengan trombosis hialin pada kapiler. Pada beberapa kasus, glomerulus 7

yang terkena menunjukkan penebalan dinding kapiler dengan eosinofilik, sedikit materi hialin Schiff-positive asam periodik di antara sel-sel endotel dan membran basalis. Hipertrofi dan proliferasi dari sel endotel mesangial juga terlihat. Pada pemeriksaan mikroskopik elektron, tampak kerusakan sel endotel, terutama pada kapiler glomerulus dan arteriole renalis, juga terdapat materi padat elektron granular atau fibrin di dalam sel-sel endotel dan di antara sel-sel endotel dan membfran basalis. Sejumlah besar platelet juga didapat di dalam kapiler glomerulus. Pada studi immunofluoresensi didapatkan deposisi fibrin sepanjang dinding kapiler, di mesangium, di subendotel dari kapiler, dan di dalam sel endotel. Terlihat juga adanya nekrosis fibrinoid pada dinding arteriole glomerulus afferen dan terkadang arteri interlobaris yang terlibat. Pelepasan dari endotelium dengan akumulasi deposit endotel yang halus terlihat pada mikrosop elektron. Trombosis luminal lebih sering dibandingkan di glomerulus, dimana terjadi formasi aneurisme yang mirip dengan yang terjadi pada TTP, yang secara khas terdapat pada jalan masuk arteriole ke glomerulus. Nekrosis pada fokus atau korteks ginjal sering terjadi pada sejumlah kasus yang cukup parah.2

2.5 Patofisiologi Hemolytic Uremic Syndrome Kerusakan sel endotel vaskular merupakan patogenesis utama pada semua bentuk HUS, dimana terjadi juga kerusakan pada sel tubular ginjal. Toksin Shiga yang diproduksi Escherichia coli dan Shigella dysentriae adalah penyebab umum dari colitis hemoragik dan merupakan salah satu penyebab HUS. Dalam saluran cerna toksin bakteri menghancurkan sel usus dan menyebabkan diare lendir darah. Toksin kemudian menyebar melalui pembuluh darah dan menyerang endotel glomerulus ginjal sehingga terjadi penumpukan fibrin dan trombosit di tempat kerusakan. Kerusakan sel endotel disebabkan oleh proses inflamasi dan non inflamasi. Proses inflamasi ditandai dengan leukositosis yang terjadi pada fase awal penyakit, temuan infiltrasi leukosit yang bersifat sementara pada glomeruli, dan aktivasi neutrofil. Toksin shiga menghasilkan lipopolisakarida yang mengaktivasi neutrofil yang melepaskan TNF , IL1, elastase, dan radikal bebas. Adhesi leukosit distimulasi oleh Toksin Shiga1 (Stx1),

8

dimana terjadi interaksi antara leukosit dan endotelium in vitro dan meningkatkan adhesi leukosit melalui regulasi protein yang bersifat adhesif pada permukaan sel endotel. TNF- atau LPS menyebabkan apoptosis sel endotel yang terpapar toksin Shiga. Proses non inflamasi terjadi karena peranan faktor-faktor koagulasi. Pada HUS,studi koagulasi menunjukkan prothrombin dan waktu paruh tromboplastin yang normal, faktor V dan VII dapat normal ataupun meningkat, turnover fibrinogen normal, dan peningkatan produk pecahan fibrin. Trombositopenia terjadi karena peningkatan penggunaan dan destruksi platelet. Usia platelet memendek dan berakhir pada tingkat degranulasi. Aktivasi platelet dapat menurunkan fibrinolisis glomerular lokal melalui produksi PAI-1. Fragmentasi eritrosit disebabkan oleh pelepasan radikal bebas oleh neutrofil yang memediasi peroksidasi lipid pada membran sel darah merah. Akibatnya, membran sel darah merah menjadi lebih kaku sehingga saat melewati kapiler glomerulus yang sempit akan mengakibatkan sel darah merah menjadi lisis dan rusak sehingga terjadi anemia hemolitik mikroangiopati dan penurunan laju filtrasi glomerulus serta insufisiensi ginjal.

Gambar 3. Kerusakan ginjal pasien dengan toksin Shiga dari kondisi normal (atas) menjadi HUS(bawah).

9

RTE, renal tubular epithelium; RBC, red blood cell; TNF, tumor necrosis factor; IL-1, interleukin-1; Gb3, globotriaosylceramide; GEC, glomerular endothelial cell; GepC, glomerular epithelial cell; PMN, polymorphonuclear cell; mes cell, mesangial cell.

Gambar 4. Patofisologi HUS : A. Kapiler glomerulus normal yang dilapisi sel endotel B. Gambaran sel endotel normal yang terdiri dari kutub negatif dan PGI2 dalam jumlah normal di endotel sehingga trombosit yang bersirkulasi di lumen kapiler tidak menempel ke endotel. C. Setelah kerusakan endotel terjadi, sel menjadi bengkak dan terjadi kehilangan kutub negatif serta PGI2, menyebabkan penempelan trombosit dan fibrin ke dinding endotel serta terjadi pemisahan sel endotel dari dinding pembuluh darah D. Akibat penyempitan kapiler glomerulus oleh penumpukan fibrin dan trombus, maka eritrosit yang melewati kapiler menjadi lisis dan rusak dan terjadi anemia hemolitik mikroangiopati, penurunan laju filtrasi glomerulus, insufisiensi ginjal dan trombositopeni.4

10

Beberapa serotype E. Coli yang berhubungan dengan HUS telah dapat diidentifikasi. Karmali et al menemukan toksin E. Coli pada 75% pasien dengan HUS. Toksin dari E.coli ini menyebabkan kematian terhadap sel Vero yaitu sel epitel ginjal monyet hijau sehingga kemudian dinamai sebagai verotoksin. Salah satu dari verotoksin ini (VT-1) secara struktural identik dengan toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentriae dan jenis toksin lain VT-2 mempunyai 55% - 60% asam amino yang mirip dengan toksin shiga. Verotoksin yang dihasilkan oleh E.coli O157:H7 juga menyebabkan diare berdarah. Verotoksin terdiri dari sub unit sentral (A) dan lima sub unit perifer (B). Sub unit perifer (B) membawa reseptor glikoprotein permukaan sel. Ketika verotoksin berikatan dengan permukaan sel, terbentuk endositosis dan subunit sentral (A) dilepaskan ke dalam sitosol, yang kemudian larut dalam bentuk fragmen (A1). Sub unit A1 berikatan dengan ribosom 60S, menghambat transkripsi RNA sehingga menyebabkan kematian sel.(Gambar 2).

11

Gambar 5. Verotoksin sub unit B melekat di permukaan sel dan verotoksin masuk ke dalam sel melalui endositosis . Sub unit A kemudian dilepaskan ke dalam sel dan terpecah menjadi fragmen A1. Sub unit A1 berikatan dengan ribosom 28S menghambat transkripsi RNA dan mengganggu pembentukan sintesis protein menyebabkan kematian sel.4

Berdasarkan patofisologi ini, hipotesis perkembangan HUS klasik dapat disusun sebagai berikut : 1. Infeksi verotoksin dari E. Coli/S. dysentriae menghasilkan diare berdarah 2. Penyebaran toksin melalui pembuluh darah dan perlekatan verotoksin ke endotel sel glomerulus

12

3. Pembentukan endositosis dan pelepasan fragmen sub unit sentral dari verotoksin mengakibatkan gangguan sintesis protein sehingga

menyebabkan kematian dan kerusakan sel endotel 4. Penempelan fibrin dan mikrotrombus ke sel endotel yang rusak menghasilkan koagulasi intravaskular lokal dan mikroangiopati 5. Penyempitan kapiler glomerulus oleh trombus dan fibrin menyebabkan lisis dan kerusakan sel darah merah yang melewati kapiler. Sehingga menyebabkan anemia hemolitik mikroangiopati, penurunan laju filtrasi glomerulus dan insufisiensi renal.

2.6 Manifestasi Klinis Hemolytic Uremic Syndrome Bentuk klasik HUS pada bayi atau anak biasanya didahului oleh masa prodromal muntah dan diare, dengan atau tanpa darah. Biasanya dapat disertai nyeri abdomen atau kram hebat sehingga sering didiagnosis sebagai kolitis atau kegawatan abdomen. Fase prodromal biasanya berlangsung 4 sampai 15 hari dengan rata rata 7 hari, kemudian muncul trias HUS.2,9 Ketika gejala HUS muncul, penderita tampak pucat, ikterik, kadang dapat timbul kejang atau penurunan kesadaran. Namun manifestasi neurologik lbih sering terjadi pada TTP. Edema, oligouria, hipertensi, kongesti vaskular dapat dijumpai oleh karena beratnya proses penyakit atau kelebihan cairan akibat kurangnya pengawasan terhadap balans cairan sedang anak biasanya menderita oligouria.2,9 Hepar dan limpa dapat teraba membesar. Pada kulit dapat dijumpai petekiae dan purpura. Perdarahan kulit berupa hematom dan ekimosis sering juga dijumpai di tempat bekas suntikan. Tekanan darah yang meningkat juga didapat pada sekitar separuh pasien yang membantu membedakan sindrom ini dari penyebab gagal ginjal lainnya yang berhubungan dengan diare, seperti dehidrasi dan renal vein thrombosis.3 Hemolisis dengan fragmentasi sel darah merah ditemukan pada pasien HUS, pemeriksaan darah tepi perlu dilakukan untuk melihat adanya proses mikroangiopati. Gambaran darah tepi pada pasien dengan HUS dijumpai

13

schystocytes, sel helmet dan sel burr. Hemolisis dapat cepat terjadi ditandai oleh menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit secara drastis. Trombositopenia dibawah 40.000/mm3 biasanya berlangsung sekitar 7 14 hari disusul dengan munculnya gejala klinis berupa petekiae, purpura dan hematom di tempat bekas suntikan. Meningkatnya nilai trombosit menunjukkan pemulihan proses mikroangiopati.2,3 Gagal ginjal akut dengan peningkatan serum urea nitrogen dan kreatinin serta penurunan jumlah urin muncul seiring dengan terjadinya proses hemolisis dan anemia, derajat insufisiensi ginjal bervariasi secara luas. Penyulit yang berhubungan dengan gagal ginjal akut adalah gangguan elektrolit, hipertensi, edema, kongesti vaskular, asidosis metabolik dan hiperurisemia.

Gangguan sistem saraf pusat dapat terjadi berupa iritabilitas, letargi, kejang atau koma. Keterlibatan SSP disebabkan proses multifaktorial dan berhubungan dengan mikroangiopati yang terjadi di pembuluh darah otak. Dimana terjadi pembentukan fibrin dan mikrotrombus yang menyebabkan iskemi serebral. Keterlibatan SSP lebih sering terjadi pada Atipikal HUS (HUS D- ).

Gejala klinis HUS Masa prodromal diare Antara 4 15 hari Dengan atau tanpa darah Dapat disertai nyeri perut

Anemia Muncul setelah fase prodromal diare mulai hilang Berhubungan dengan penurunan hematokrit dan trombosit

Insufisiensi renal Oligouria dapat muncul selama 4 12 hari Sering terjadi edema, hipertensi dan edema pulmo bila balans cairan tidak dilakukan

14

Pemulihan Peningkatan angka trombosit Peningkatan urin output Peningkatan hematokrit

2.7 Temuan Laboratorium Hemolytic Uremic Syndrome Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan kadar hemoglobin menurun berkisar antara 3 -10 gram% dan terdapat gambaran anemia hemolitik mikroangiopati (Coombs test negatif), Gambaran apusan darah tepi menunjukkan bentuk abnormal dari sel eritrosit berupa schystocytes, fragmentosit, sel topi, tear drops, burr sel (Gambar 6). Jumlah leukosit dapat meningkat sampai 20.000/ mm3. Jumlah retikulosit dapat normal atau meningkat, jumlah trombosit menurun berkisar antara 20.000 100.000/ mm3. Pada beberapa pasien nilai PT / PTT biasanya normal dan terdapat peningkatan FDP.4,6

Gambar 6. Gambaran darah tepi terdapat: schystocytes / sel helmet dan trombositopeni Kadar elektrolit bervariasi, biasanya kadar kalium rendah oleh karena adanya kehilangan melalui gastrointestinal yang mengikuti prodromal diare. Tetapi bisa juga meningkat oleh karena adanya penurunan laju filtrasi glomerulus dan gejala gagal ginjal akut. Kadar natrium, kalsium, bikarbonat dan albumin serum dapat rendah. Kadar trigliserida, kolesterol dan fosfolipid dapat meningkat, tetapi patogenesisnya belum diketahui. Kelainan kimia darah yang sering dijumpai adalah peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Peningkatan kedua kadar 15

ini dapat dimungkinkan oleh adanya gagal ginjal akut intrinsik atau hipovolemi yang mengikuti prodromal diare.7 Pada pemeriksaan urin dijumpai oligouria, hematuria dan proteinuria ringan sampai sedang. Secara mikroskopis urin dijumpai adanya dismorfik sel darah merah dan adanya cast (seluler, granular, hyaline). Kultur feses perlu dilakukan pada setiap penderita dengan diare berdarah untuk mencari penyebabnya. Biasanya kultur untuk E.coli O157:H7 ditumbuhkan dalam media agar Mac Conkey Sorbitol. Anak-anak dengan diare HUS klasik dan dewasa dengan HUS terkait obat memilki multimer faktor von Willebrand (ULVWF) besar yang tidak biasa dalam plasma. Hal ini dapat disebabkan adanya pelepasan dari sel endotel yang rusak atau terstimulasi dalam jumlah yang melebihi kapasitas sistem reduktase ULVWF plasma, dimana secara normal menngurangi ukuran ULVWF menjadi multimer VWF yang biasa. Sebagai tambahan, penurunan relatif dari multimer ULVWF terjadi saat hitung trombosit rendah yang dapat disebabkan adanya ex vivo proteolysis. Platelet activating factor (PAF) juga dilepaskan oleh sel endotel yang terkena, ditemukan dalam jumlah yang meningkat pada urine penderita serangan HUS akut, sedangkan prostaglandin I2 yang seharusnya menekan aggregasi platelet malah menurun.2

Pemeriksaan Laboratorium HUS Hematologi Trombositopenia Anemia hemolitik (coombs test negatif) Leukosit (PMN) meningkat Retikulosit normal atau meningkat PT/PPT dapat memanjang FDP (fibrinogen degradation product) biasanya menurun Faktor V, VIII, dan fibrinogen plasma dapat normal atau meningkat Plasminogen-activator inhibitor (PAI) dapat meningkat Fibronectin plasma dapat menurun atau meningkat

16

Antithrombin III menurun

Kimia darah Peningkatan BUN Peningkatan creatinin Hipokalemi, Hiponatremi, Hiperurisemia Penurunan serum protein Peningkatan fungsi hati Peningkatan asam urat

Urine Proteinuria Hemoglobinuria dan hemosiderinuria Leukosit esterase positif Bilirubin positif Dijumpai cast atau granul

2.8 Tatalaksana Hemolytic Uremic Syndromen 1 _t id UTF-8 2

Keberhasilan pengelolaan hemolytic-uremic syndrome (HUS)

dimulai dengan pengenalan awal dari penyakit dan dukungan perawatan. Manajemen mencakup kontrol yang baik dari hidrasi, kelainan elektrolit, hipertensi, dan anemia. Langkah-langkah perawatan suportif berlaku untuk sindrom hemolitik uremik terkait diare (D + HUS) dan sindrom hemolitik uremik non-diare (D-HUS).

1. Terapi cairan Hidrasi awal dan cukup dengan garam isotonik intravena dikaitkan dengan risiko lebih rendah terhadap progresivitas oligoanuric hemolytic-uremic syndrome pada pasien dengan diare8. Studi terapi cairan pada pasien

17

dengan hemolytic-uremic syndrome masih kurang, namun, berdasarkan data di atas, penulis merekomendasikan pemberian garam isotonik intravena untuk mempertahankan keadaan euvolemic pada pasien dengan hemolytic-uremic syndrome Memonitor status hidrasi secara ketat dan sering. Ini mencakup pengukuran serial terhadap berat badan, asupan cairan dan output, denyut jantung, dan tekanan darah. Fungsi ginjal dapat turun secara cepat, sehingga hasil tes laboratorium yang diperoleh di pagi hari mungkin tidak mencerminkan fungsi ginjal pasien atau status elektrolit di kemudian hari. Pasien dapat mengalami kelebihan cairan atau hiperkalemia jika tidak dikelola dengan hati-hati. Memantau elektrolit. Tes kadar elektrolit mungkin perlu dilakukan sering pada tahap awal penyakit atau saat dialisis. Pada fungsi ginjal stabil, pengujian dapat dilakukan setiap hari. Gunakan cairan bebas potasium sampai fungsi ginjal telah stabil. Hipokalemia ringan ditoleransi dan lebih baik daripada hiperkalemia. Atasi hipokalemia berat atau simptomaik dengan penggantian kalium secara hati-hati. Setelah defisit cairan teratasi, tetap pantau asupan cairan

2. Pengelolaan gagal ginjal akut Sekitar 50% pasien dengan D + hemolytic-uremic syndrome memerlukan dialisis. Pertimbangkan dialisis dini jika pasien mengalami overload cairan, hiperkalemia, asidosis, hiponatremia, atau oligoanuria yang tidak responsif terhadap diuretik. Setiap jenis dialisis atau teknik terkait (misalnya, hemofiltration) dapat digunakan, tergantung pada ketersediaan lokal dan faktor-faktor individu pasien. Teknik yang sesuai meliputi dialisis peritoneal, hemodialisis, atau terapi penggantian ginjal (continous renal replacement therapies CRRT-).

18

-

Dialisis peritoneal banyak digunakan untuk pasien anak. Dialisis peritoneal biasanya ditoleransi dengan baik, dan secara teknis lebih mudah, terutama pada bayi kecil.

-

Hemodialisis juga cocok untuk anak-anak. Hemodialisis mungkin lebih disukai pada pasien dengan nyeri perut yang berat.

-

Nyeri perut sulit menilai pada pasien dengan kateter peritoneal baru. Nyeri bisa disebabkan komplikasi terkait kateter, peritonitis terkait dialisis, atau komplikasi hemolytic-uremic syndrome seperti perforasi usus.

-

CRRT mungkin lebih dipilih untuk pasien dengan hemodinamik tidak stabil. CRRT memungkinkan kontrol yang sangat tepat status volume.

-

Bukti-bukti dari pasien sakit kritis menunjukkan bahwa overload volume merupakan penyumbang utama terhadap morbiditas dan mortalitas.11,12 Dialisis dimulai saat pasien mulai mengalami keadaan overload cairan.

-

Dialisis tidak mengubah perjalanan penyakit, hanya mendukung pasien sementara menunggu resolusi penyakit. Dialisis dini sebagai tindakan preventif atau terapeutik tidak dibenarkan. Data saat ini tidak mendukung teori sebelumnya bahwa dialisis peritoneal dapat meningkatkan hasil dengan menghilangkan plasminogen aktivator tipe inhibitor-1 (PAI-1). Namun, beberapa studi awal mendukung penggunaan dialisis bila ada indikasi untuk mengoptimalkan cairan, elektrolit atau status gizi.

-

Pasien yang memerlukan dialisis biasanya perlu 5-7 hari terapi, meskipun angka ini bervariasi secara luas.

3. Manajemen kelainan hematologi Kebanyakan pasien dengan hemolytic-uremic syndrome -memerlukan transfusi PRC. PRC dapat diberikan untuk anemia simtomatik (misalnya, takikardia, perubahan ortostatik pada tekanan darah atau denyut jantung, gagal jantung kongestif) atau jika hematokrit jatuh dengan cepat. Para penulis menyarankan untuk mempertahankan hemoglobin sekitar 7 g / dL, atau jumlah terendah yang dibutuhkan untuk mencegah anemia simtomatik. Mempertahankan keadaan anemia relatif untuk menjaga darah

19

tetap dalam viskositas yang rendah secara teoritis membantu mencegah pembentukan trombus lebih lanjut. Transfusi trombosit diperlukan jika pasien mengalami perdarahan aktif. Indikasi lain untuk transfusi trombosit tetap kontroversial. Kebanyakan dokter mencoba untuk menghindari transfusi trombosit karena dapat menyebabkan agregasi platelet dan pembentukan trombus, memperburuk penyakit. Ambang batas umum digunakan adalah dengan transfusi yang diperlukan untuk mempertahankan jumlah trombosit dekat 20.000 / mcL. Trombosit juga dapat diberikan sebelum prosedur bedah atau penempatan kateter.

4. Pengelolaan hipertensi Berbagai macam obat antihipertensi tersedia, dan pengobatan harus disesuaikan dengan keadaan pasien. Calcium channel blocker seperti amlodipine atau isradipine banyak digunakan di pediatri. ACE inhibitor sangat efektif namun harus digunakan dengan hati-hati pada individu dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) atau dengan hiperkalemia

5. Dukungan gizi Menyediakan protein yang cukup dan asupan energi enteral atau parenteral adalah penting untuk mencegah katabolisme dan memajukan

penyembuhan. Pasien mungkin memerlukan pemberian nutrisi intravena akibat diare berkepanjangan, radang usus, sakit perut, ileus usus, atau anoreksia. Pasien yang menerima CRRT mungkin memerlukan tambahan nutrisi karena pengeluaran asam amino oleh CRRT.13 Pasien yang menerima hiperalimentasi dengan CRRT memerlukan protein 3-4. g / kgBB.

Konsultasikan dengan ahli gizi untuk bantuan.

20

6. Manajemen nyeri D + hemolytic-uremic syndrome menyebabkan kolitis yang intens yang dapat sangat menyakitkan. Nyeri perut dapat menyerupai akut abdomen. Nyeri berat atau perubahan akut nyeri harus dievaluasi sebagai darurat bedah. Acetaminophen dapat digunakan. -

Hindari

obat

anti-inflammatory

drugs

(NSAID)

karena

bersifat

nefrotoksik, yang sangat berisiko. Banyak pasien memerlukan obat-obatan opioid. Observasi tindakan pencegahan khusus bila menggunakan opioid pada pasien dengan insufisiensi ginjal atau gagal. Mulailah dengan dosis rendah, titrasi untuk efek, dan amati dengan hati-hati untuk tanda-tanda toksisitas.13 o Fentanil tidak memiliki metabolit aktif dan merupakan pilihan yang sangat baik untuk pasien dengan disfungsi ginjal. Fentail memiliki onset yang cepat dengan durasi relatif singkat. o Hydromorphone memiliki metabolit aktif tetapi tidak secara konsisten menimbulkan gejala pada gangguan ginjal. Kebanyakan penulis menganggap hydromorphone relatif aman pada pasien ginjal, dengan pemantauan hati-hati untuk efek samping, paling sering neuro-eksitasi. o Metadon memiliki metabolit yang diekskresi terutama melalui tinja. Methadone adalah analgesik yang baik pada gangguan ginjal, namun onsetnya lebih lambat dan waktu paruh yang panjang sehingga kurang cocok untuk nyeri akut.

Jangan menggunakan morfin, kodein, atau meperidin pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Di dalam tubuh, obatobat ini dikonversi menjadi banyak metabolit yang tidak memiliki fungsi analgesik tetapi menyebabkan banyak efek samping. Pasien dengan gagal ginjal tidak dapat mengekskresikan metabolit ini, sehingga terjadi akumulasi dan menyebabkan mual, muntah, perubahan status mental, halusinasi, dan efek buruk lainnya.

21

7. Pertimbangan khusus untuk D- hemolytic-uremic syndrome Manajemen D-hemolitik uremik sindrom-sangat sulit dan masih kurang dipahami. Hentikan penggunaan agen pada hemolytic-uremic syndrome terkait obat. Mengobati infeksi bakteri (misalnya, S pneumoniae) segera dan agresif. Peran terapi plasma pada pneumococcal hemolytic-uremic syndrome (PHUS) atau neuraminidase-mediated hemolytic-uremic syndrome masih kontroversial. Plasma mungkin berisi antibodi terhadap antigen T, yang, dalam teori, bisa memperburuk proses hemolitik. Bergantian, pertukaran plasma dapat menghapus neuraminidase dan mengurangi jumlah sirkulasi antibodi anti-T. Beberapa penulis menganjurkan pertukaran plasma menggunakan pengganti albumin. Terapi plasma merupakan andalan pengobatan untuk sebagian besar bentuk D- hemolytic-uremic syndrome .Terapi ini menggunakan produk donor plasma untuk menggantikan kekurangan faktor von Willebrand atau abnormal (vWF) metaloproteinase atau faktor komplemen. Tidak ada pengobatan yang lebih efektif daripada pertukaran plasma terapeutik /therapeutic plasma exchange (TPE), yang juga disebut plasmaferesis.14 TPE adalah terapi paling efektif untuk D- hemolytic-uremic syndrome -. TPE menghilangkan plasma pasien dan menggantikan dengan plasma beku segar/ fresh frozen plasma (FFP) atau produk serupa. Albumin tidak boleh digunakan untuk penggantian karena tidak mengandung vWF metaloproteinase atau faktor pelengkap, kecuali dalam kasus P-hemolytic-uremic syndrome atau

neuraminidase mediated hemolytic-uremic syndrome Tidak ada konsensus atau pedoman berbasis bukti mengenai panduan dosis terapi atau jadwal. Kebanyakan dokter

menggunakan jadwal tapering, dengan beberapa sesi setiap hari diikuti dengan alternatif-hari perawatan. Interval antara perawatan

22

yang diperpanjang berdasarkan respon pasien. Rejimen individu bervariasi secara luas. Beberapa penulis menganjurkan TPE dua kali sehari untuk kasus-kasus refrakter tetapi perhatikan bahwa manfaat dari pendekatan ini tidak dapat dikonfirmasi. TPE dapat menurunkan kreatinin serum karena menghilangkan pasien serum dan menggantikan dengan serum dari donor dengan nilai kreatinin yang normal. Ini tidak berarti fungsi ginjal pasien membaik. Jumlah trombosit adalah penanda respon lebih handal. Dalam teori, FFP mungkin mengandung beberapa vWF multimers besar. Beberapa penulis menganjurkan menggunakan

cryoprecipitate-reduced plasma. Namun, beberapa TPE sesi dengan cryoprecipitate-reduced plasma saja bisa menghabiskan faktor koagulasi lain dan menempatkan pasien pada risiko untuk perdarahan.

8. Infus Plasma Infus Plasma terdiri dari plasma donor, seperti FFP atau cryoprecipitatereduced plasma. Keuntungan infus plasma satu-satunya adalah karena dapat dilakukan di fasilitas medis hampir semua dan tidak memerlukan peralatan khusus, akses vena sentral, atau staf khusus terlatih. Studi telah membuktikan hasil yang memuaskan dengan TPE. Infus biasanya terdiri dari 20-30 mL FFP atau cryoprecipitate-reduced plasma. per kg. 15 Overload Volume dapat mempersulit infus plasma, terutama pada pasien dengan fungsi ginjal berkurang. Sebagai contoh, seorang anak 50-kg menerima 40 ml / kg plasma akan membutuhkan infus 2000 ml, kira-kira sama dengan seluruh kebutuhan cairan setiap hari untuk pasien dengan fungsi ginjal normal. Risiko kelebihan volume dapat membatasi volume dikelola, mengurangi efektivitas terapi.

23

-

Hyperproteinemia, seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan total protein serum, telah dilaporkan pada pasien yang menerima infus plasma kronis. Secara teori, seseorang dapat menggunakan secara eksklusif kriopresipitatmengurangi plasma untuk infus plasma karena faktor pasien sendiri koagulasi tidak dihapus.

-

Eculizumab: Eculizumab (Soliris) adalah pengobatan pertama yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) (September, 2011) untuk orang dewasa dan anak-anak dengan sindrom uremik hemolitik atipikal (Ahus). Persetujuan ini berdasarkan pada data dari orang dewasa dan anak-anak yang tahan atau toleran terhadap, atau menerima, jangka panjang pertukaran plasma / infus. Data juga termasuk anak-anak (usia 2 bulan sampai 17 y) yang menerima eculizumab dengan atau tanpa plasma sebelum pertukaran / infus. Eculizumab menunjukkan peningkatan yang signifikan jumlah trombosit dari baseline (P = .0001). Peristiwa microangiopathy trombotik berkurang, dan fungsi ginjal yang terpelihara atau membaik juga dilaporkan.16,17,18

9. Pengelolaan stadium akhir penyakit ginjal/end-stage renal disease (ESRD) - Pasien yang mengalami gagal ginjal permanen karena D+ hemolyticuremic syndrome memiliki risiko rendah kekambuhan dan dapat melanjutkan ke transplantasi ginjal mirip dengan kebanyakan pasien dengan penyakit ginjal lainnya.

-

Transplantasi ginjal pada pasien dengan D- hemolytic-uremic syndrome lebih sulit karena risiko tinggi kambuh dan kehilangan allograft, dengan tingkat keberhasilan hanya 18-33% .19,20 risiko kekambuhan bervariasi dengan mutasi komplemen; tes semacam ini adalah penting adalah perencanaan dan konseling pasien tentang pilihan transplantasi: Mutasi Faktor H: rekurensi 80-100%

24

Mutasi Faktor I : 80 kekambuhan% Mutasi Membran kofaktor protein: rekurensi 10-20% Tidak ada mutasi teridentifikasi: rekurensi 30% Kombinasi transplantasi hati-ginjal telah dilaporkan pada pasien dengan risiko tinggi seperti faktor mutasi H. Ttransplantasi hati sendiri adalah suatu pilihan bagi pasien tanpa gagal ginjal.21

2.9 Komplikasi Hemolytic Uremic Syndrome Hemolytic Uremic Syndrome memiliki berbagai komplikasi yaitu anemia, asidosis, hiperkalemia, kelebihan cairan, gagal jantung, hipertensi, dan uremia. Manifestasi ekstrarenal meliputi sistem saraf pusat, saluran pencernaan, jantung, dan otot rangka mungkin mengancam nyawa. Disfungsi sistem saraf pusat meliputi iritabilitas, kejang, infark dari ganglion basal dan korteks serebral, kebutaan kortikal, dan koma. Manifestasi gastrointestinal termasuk kolitis, perforasi usus, intususepsi, dan hepatitis. Nekrosis pankreas focal dapat mengakibatkan intoleransi glukosa, insulin-dependent diabetes mellitus, dan kadar lipase tinggi. Perikarditis, disfungsi miokard, dan aritmia dapat dilihat dalam kasus-kasus dengan keterlibatan jantung. Komplikasi lain seperti nekrosis kulit, parotitis, disfungsi adrenal, dan rhabdomyolysis jarang terlihat.2,8

2.10 Prognosis Hemolytic Uremic Syndrome Pada umumnya prognosis HUS baik dan mortalitas pada fase akut turun secara drastis dari 34% pada dekade terakhir menjadi 2,5% pada tiga dekade terakhir. Hal ini disebabkan oleh fasilitas pengobatan yang lebih baik dan fasilitas ICU yang memadai. Prognosis HUS akan lebih buruk pada beberapa keadaan tertentu Kematian pada fase akut biasanya berhubungan dengan gangguan metabolik yang terkait dengan gagal ginjal akut, hipertensi berat, miokarditis dan gangguan sistem saraf pusat. Angka kematian lebih tinggi terjadi pada HUS Atipikal.6,7

25

Prognosis HUS buruk pada : HUS D- (Atipikal HUS) Anuria atau oliguria persisten Hipertensi berat Kelainan SSP (koma, kejang, hemiparesis/ stroke) Keterlibatan glomerular yang ekstensif (>80%) Leukositosis > 20.000/mm3

26

BAB III KESIMPULAN

Hemolytic uremic syndrome (HUS) adalah kumpulan gejala meliputi anemia hemolitik, trombositopenia, dan gagal ginjal akut. Sindrom ini disebabkan oleh adanya toksin yang dihasilkan berbagai serotipe Escherichia coli atau Shigella dysenteriae serotype I. Sindrom ini diklasifikasikan menjadi HUS klasik (D+ HUS) yang didahului dengan gejala gastrointestinal berupa diare dan HUS Atipikal (D-HUS) dimana tidak terdapat gejala gastrointestinal. Sindrom ini terjadi akibat toksin yang masuk melalui saluran cerna menyebar melalui pembuluh darah dan menyerang endotel glomerulus ginjal sehingga terjadi penumpukan fibrin dan trombosit di tempat kerusakan. Hal ini menyebabkan penyempitan kapiler dan mengakibatkan lisisnya sel darah merah, sehingga terjadi anemia hemolitik mikroangiopati dan penurunan laju filtrasi glomerulus serta insufisiensi ginjal. Pada HUS klasik, gejala prodromal berupa muntah dan diare, dengan atau tanpa darah, dapat disertai nyeri abdomen atau kram. Fase prodromal biasanya berlangsung 4 sampai 15 hari dengan rata rata 7 hari, kemudian muncul trias HUS, yaitu anemia hemolitik, trombositopenia, dan gagal ginjal akut. Hemolisis dapat cepat terjadi ditandai oleh menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit secara drastis. Pada pemeriksaan darah tepi, dijumpai schystocytes, sel helmet dan sel burr. Trombositopenia dibawah 40.000/mm3 biasanya berlangsung sekitar 7 14 hari disusul dengan munculnya gejala klinis berupa petekiae, purpura dan hematom di tempat bekas suntikan. Gagal ginjal akut dengan peningkatan serum urea nitrogen dan kreatinin serta penurunan jumlah urin muncul seiring dengan terjadinya proses hemolisis dan anemia, derajat insufisiensi ginjal bervariasi secara luas. Tatalaksana HUS meliputi kontrol yang baik dari hidrasi, kelainan elektrolit, hipertensi, dan anemia. Pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena memperberat keadaan penyakitnya. Prognosis HUS bergantung jenis HUS, usia penderita, progresivitas penyakit, dan ketepatan pemberian terapi.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Rinaldi, Ikhwan dan Sudoyo Aru W. Anemia Hemolitik non Imun. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. V. 2009. Jakarta: Balai Penerbit FK UI 2. Greer, JP, Foerste J, Lukens J. Wintrobe's Clinical Hematology, 11th Ed. 2003. New York: Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 3. Noris M, Remuzzi G. Hemolytic Uremic Syndrome. J Am Soc Nephrol 16: 1035-1050, 2005 Published online before print February 23, 2005, doi: 10.1681/ASN.2004100861 JASN April 1, 2005 vol. 16 no. 4 1035-1050 Diakses di http://jasn.asnjournals.org/content/16/4/1035.short tanggal 26 September 2011. 4. Noris M, Remuzzi G. Hemolytic Uremic Syndrome. J Am Soc Nephrol 16: 1035-1050, 2005 Published online before print February 23, 2005, doi: 10.1681/ASN.2004100861 JASN April 1, 2005 vol. 16 no. 4 1035-1050 Diakses http://jasn.asnjournals.org/content/16/4/1035/F1.expansion.html 27 September 2011 5. Kasper, Et Al. 16th Edition Harrisons Principles Of Internal Medicine. 2005. United State Of America. Mcgraw-Hill Companies, Inc.. 6. Grabowski Eric F. The Hemolytic Uremic Syndrome Toxin, Thrombin, Thrombosis. Engl J Med, Vol. 346, No. 1 January 3, 2002 Diakses di www.nejm.org tanggal 27 September 2011. 7. Corrigan JJ. Boineau, Frank G. Hemolytic-Uremic Syndrome. James J., Jr, MD,* and Frank G., MD. Pediatrics in Review Vol.22 No.11 November 2001. Diakses di http://pednephrology.stanford.edu/ secure/documents di tanggal

/Hemolytic-uremic-Syndrome.pdf tanggal 27 Septemmber 2011. 8. Ake JA, Jelacic S, Ciol MA, Watkins SL, Murray KF, Christie DL. Relative nephroprotection during Escherichia coli O157:H7 infections:

28

association

with

intravenous

volume

expansion.

Pediatrics.

Jun

2005;115(6):e673-80. 9. Bahrun Dahler. Sindrom Hemolitik Uremik. Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak ; 2002 Jakarta, FK UI. 10. Beutler, et al. Williams Hematology 6th edition. 2006. New York:

McGraw-Hill Professional11. Gillespie RS, Seidel K, Symons JM. Effect of fluid overload and dose of

replacement fluid on survival in hemofiltration. Pediatr Nephrol. Dec 2004;19(12):1394-9. 12. Foland JA, Fortenberry JD, Warshaw BL, Pettignano R, Merritt RK, Heard ML. Fluid overload before continuous hemofiltration and survival in critically ill children: a retrospective analysis. Crit Care Med. Aug 004;32(8):1771-6. 13. Murphy EJ. Acute pain management pharmacology for the patient with concurrent renal or hepatic disease. Anaesth Intensive Care. Jun 2005;33(3):311-22 14. [Best Evidence] Michael M, Elliott EJ, Craig JC, Ridley G, Hodson EM. Interventions for hemolytic uremic syndrome and thrombotic

thrombocytopenic purpura: a systematic review of randomized controlled trials. Am J Kidney Dis. Feb 2009;53(2):259-72. 15. Filler G, Radhakrishnan S, Strain L, Hill A, Knoll G, Goodship TH. Challenges in the management of infantile factor H associated hemolytic uremic syndrome. Pediatr Nephrol. Aug 2006;19(8):908-11. 16. Soliris (eculizumab) [package insert]. Cheshire, CT: Alexion

Pharmaceutical; 2011. 17. Loirat C, Babu S, Furman R, Sheerin N, Cohen D, Gaber O, et al. Eculizumab Efficacy and Safety in Patients With Atypical Hemolytic Uremic Syndrome (aHUS) Resistant to Plasma Exchange/Infusion [poster]. Presented at the 16th Congress of European Hematology Association (EHA). 2011;London, UK.

29

18. Loirat C, Muus P, Legendre C, Douglas K, Hourmant M, Delmas Y, et al. A Phase II Study of Eculizumab in Patients With Atypical Hemolytic Uremic Syndrome Receiving Chronic Plasma Exchange/Infusion [poster]. Presented at the 16th Congress of European Hematology Association (EHA). 2011;London, UK. 19. Sellier-Leclerc AL, Fremeaux-Bacchi V, Dragon-Durey MA, et al. Differential impact of complement mutations on clinical characteristics in atypical hemolytic uremic syndrome. J Am Soc Nephrol. Aug 2007;18(8):2392-400. 20. Zimmerhackl LB, Besbas N, Jungraithmayr T, et al. Epidemiology, clinical presentation, and pathophysiology of atypical and recurrent hemolytic uremic syndrome. Semin Thromb Hemost. Mar 2006;32(2):11320. 21. Saland JM, Ruggenenti P, Remuzzi G. Liver-kidney transplantation to cure atypical hemolytic uremic syndrome. J Am Soc Nephrol. May 2009;20(5):940-9.

30