13
Mila Karmila Adi. Hakim sebagai Pembentuk Hukum ... Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis Realisme bagi Kebebasan Hakim Indonesia dalam Pengambilan Putusan Mila Karmila Adi . Abstrak The freedom oflndoriesian Judges /nmaking decision isstiil askedat this moment. Judge has the duty to maintain justice. He has to have the freedom to do his duty. Yet, the Indonesian Judge is facing some internal and external problems. Inthelegalreasoningof Pragmatis Realism believes that the Judicial decision-making is a creative activity, so it needed a qualified thinking from thejudgethatcanbe supported bythe high technology. Judge is not only ascertain and apply the law also must be makers of law. The legal reasoning of PragmatisRealismis been hoping to make a goodsolution that is related to the freedom of Indonesian Judge. Pendahuluan Pasal 24 UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Iain-Iain Badan Keha kiman menurut undang-undang. Pernyataan tersebut kemudian dijelaskan lebih lanjut Penjelasan Pasal 24 dan 25 UUD 1945, yaitu Kekuasaan kehakiman lalah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh ke kuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang- undang tentang kedudukan hakim. Ketentuan tersebut merupakan landasan konstitusional bagi suatu kekuasaan keha kiman Indonesia yang bebas dan mandlri. Hal ini diatur lebih lanjut di dalam UU No.UTahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Ke hakiman, Pasal 1 bahwa kekuasaan keha kiman adalah kekuasaan negarayang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan, guna menegakkan hukum dan keadilan berdasar- kan Pancasila,demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia, kemudian Pasal 4 ayat (3) menentukan lag! bahwa segala campur-tangan dalam urusan peradilan di- iarang, kecuall dalam hal yang.disebut dalam Undang-Undang Dasar. Kemerdekaan kekuasaan kehakiman dipandang sebagai pilar untuk mencegah 121

Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis

Mila Karmila Adi. Hakim sebagai Pembentuk Hukum ...

Hakim sebagai Pembentuk Hukumdalam Pandangan Pragmatis Realisme

bagi Kebebasan Hakim Indonesiadalam Pengambilan Putusan

Mila Karmila Adi

. Abstrak

The freedom oflndoriesian Judges /nmaking decision isstiil askedat this moment. Judgehas the duty to maintain justice. He has to have the freedom to do his duty. Yet, theIndonesian Judge is facing some internal andexternalproblems. InthelegalreasoningofPragmatisRealism believes that theJudicial decision-making is a creative activity, so itneeded a qualified thinking from thejudgethatcanbesupported bythehigh technology.Judge is not only ascertain and apply the lawalso must be makers of law. The legalreasoning of PragmatisRealismis been hoping tomake a goodsolution that is related tothe freedom of Indonesian Judge.

Pendahuluan

Pasal 24 UUD 1945 menyatakan bahwakekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah

Mahkamah Agung dan Iain-Iain Badan Kehakiman menurut undang-undang. Pernyataantersebut kemudian dijelaskan lebih lanjutPenjelasan Pasal 24 dan 25 UUD 1945, yaituKekuasaan kehakiman lalah kekuasaan yangmerdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan ituharus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan hakim.

Ketentuan tersebut merupakan landasankonstitusional bagi suatu kekuasaan kehakiman Indonesia yang bebas dan mandlri. Hal

ini diatur lebih lanjut didalam UU No.UTahun1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, Pasal 1 bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negarayangmerdekauntuk menyelenggarakan peradilan, gunamenegakkan hukum dan keadilan berdasar-kan Pancasila,demi terselenggaranya negarahukum Republik Indonesia, kemudian Pasal4 ayat (3) menentukan lag! bahwa segalacampur-tangan dalam urusan peradilan di-iarang, kecuall dalam hal yang.disebut dalamUndang-Undang Dasar.

Kemerdekaan kekuasaan kehakiman

dipandang sebagai pilar untuk mencegah

121

Page 2: Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis

penyelenggaraan negara atau pemerintahsecara sewenang-wenang dan menjamin ke-bebasan anggota masyarakat negara, seba-gaimana yang dikemukakan oleh Montesquieuyang dikutip oleh Bagir Manan^:

"When the legislative and executive powers are unitedinthesame person, orinthesame bodyofmagistrates, therecanbe noiiberty; becauseapprehensions mayarise;lest the same monarch or senate should

enact tyranicallaws, to execute than in atyranical manner. Again, there isnolibertyifthejudiciarypowerbe notseparatedfromthelegislative andexecutive. Were itjoinedwith the legislative, the live andliberty ofthe subjectwould be exposed toarbitrarycontrol; for the judge would be then thelegislator. Were it joined to executive

• power, the judge might behave with violence and oppression".

Apabila kekuasaan kehakiman digabung-kan dengan kekuasaan iegislatif, maka ke-hidupan dan kebebasan seseorang akan beradadalam suatu kendali yang dilakukan secara'sewenang-wenang. Di lain pihak, kaiau kekuasaan kehakiman bersatu dengan kekuasaaneksekutif, maka hakim mungkin akan selaiubertindak tidak semena-mena dan menindas.Jadi ditinjau dari ajaran pemisahan kekuasaan, kekuasaan kehakiman yang merdeka me-rupakan bagian dari upaya untuk menjaminkebebasan dan mencegah kesewenang-wenangan.2

Waiaupun secara konstituslonai kekuasaankehakiman telah diakui oleh UUD 1945 dan

peraturan pelaksanaan di bawahnya, kemer-dekaan kekuasaan kehakiman di Indonesia

selama ini banyak dipertanyakan bahkan dira-gukan oleh berbagai pihak, baik karena tidakadanya pemisahan yang tegas antara lem-baga-lembaga negarayaitu iegislatif, eksekutifdan yudikatif karena tidak dianutnya triaspolitika secara tegas sehlngga menimbuikancampurtanganpihak eksekutifterhadap pihak

•yudikatif (perut hakim di Departemen Kehakiman, sedangkepalanya di Mahkamah Agung),ataupun juga karena kualitas dan kuantitassumber daya. manusianya atau moral hakim-nya, misai "isu" adanya mafia peradiian.

Kedudukan hakim {tingkat Pengadiian Ne-geri dan Pengadiian Tinggi) yang berada dibawah duakekuasaan (Departemen Kehakimandan Mahkamah Agung) oleh banyak pihakdianggap sebagai masaiah utama dari keti-dakmandirian kekuasaan kehakiman secara

umum. Teiah banyak usulan untuk menem-patkan kedudukan hakim hanyaada di bawahnaungan Mahkamah Agung baik secara ad-ministratif, finansiii maupun pengawasannya,sehlngga campur tangan pihak eksekutif terhadap kekuasaan kehakiman menjadi ter-hapuskan. Hakim menjadi pejabat negarayang mempunyai kedudukan tinggi sejajardenganpihak eksekutifdan Iegislatif, bukannyadi bawah eksekutif.

Menurut Bagir Manan, berdasarkan sis-tern yang beriaku daiam UUD 1945 waiaupun

'Bagir Manan. 1995. Kekuasaan Kehakiman RepublikIndonesia. Bandung: LPPM-UNiSBA. Him. 2-3.'Ibid. Him. 3.

122 JURNAL HUKUM. NO. 12 VOL 6. 1999: 121 - 133

Page 3: Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis

Mila KarmilaAdi. Hakim sebagai Pemb'enfuk Hukum

tidak menganut ajaran pemisahan kekuasaan,kekuasaan kehakiman yang merdeka tetapharus ditegakkan baik sebagai asas dalamnegara berdasarkan atas hukum maupun un-tuk memungkinkan kekuasaan kehakimanmenjamin agar pemerintahan tidak terlaksanasecara sewenang-wenang dan menindaSvDe-ngan demiklan, kehadiran kekuasaan kehakiman yang merdeka tidak lagi ditentukan olehstelsel pemisahan atau pembagian kekuasaan, tetapi sebagai suatu conditio sine qua nonbag! tenwujudnya negara berdasarkan atashukum. terjaminnya kebebasan, serta pengen-dalian atas jalannya pemerintahan negara.^

Berdasarkan pendapat dari Bagir Manantersebut, keberadaan kekuasaan kehakimanyang merdeka tidak ditentukan oleh dianut atautidaknya ajaran pemisahan kekuasaan, tetapikarena Indonesia merupakan suatu negarayang berdasarkan atas hukum, maka dalamtulisan in! akan dibahas masalah kemerde-kaan hakim tersebut dari sisi yang berbeda,yaitu dari sudut pandang filsafat. Daiam ha! iniadalah kemerdekaan hakim'dalam memu-tuskan suatu perkara berkaitan dengan kekuasaan hakim untuk membentuk hukum me-nurut pandangan dari gerakan reaiisme hukum,khususnya di Amerika Serikat, dan kemung-kinan penerapannya untuk kebebasan hakimIndonesia dalam mengambil putusan.

Hakim sebagai Pembentuk Hukumdalam Pandangan Reaiisme Hukum

Gerakan realis dalam ilmu hukum barutimbul belakangan, terutama di Amerika Serikat walaupun gerakan-gerakan walaupuntertentu di Eropa-Kontinental menunjukkankecenderungan yang agak lama.^ Gerakan inladalah positivlsme versl baru yang disebutTragmatisme" yang menurut Williams James,adalah "nama baru untuk beberapa cara pe-mikiran yang sama." Pandanganriya jelas po-sitivis®:

Seor^ang pragmatis menolak abstraksi danhal-hal yang tidak memadai. penyelesai-an-penyelesaian secara verbal, alasan-aiasari a priori yang tidak baik, prinsip-prinsip yang ditentukan, sistem-sistemyang tertutup, dan hal-hal yang dianggapmutiak dan asli. la berbalik menentangkelengkapan dan kecukupan, fakta-fakta,perbuatan-perbuatan, kekuasaan-kekua-saan. Itu berarti sifat memerintah berdasarkan pengalaman, dan sifat rasionalismeiepaskan dengan sungguh-sungguh,itu berarti udaraterbuka dari kemungkinan-kemungkinan yang berbeda dari dogma,kepalsuan, dan anggapan final dari ke-benaran.

^Ibid, Him. 7. .. , i «W Friedmann. 1996. Teori dan Filsafat Hukum (telaah kritis atas teon-teori hukum). Susunan

Jakarta: Raja Grafindo Persada. Him. 187.5/faW.HIm.189.

123

Page 4: Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis

Jadi, pragmatisme memang rumusan barudari filsafat yang sangat tua. Pragmatismemendorong pendekatan baru pada hukumyang "melihat ke arah barang-barang yangterakhir, hasil-hasll dan akibat-akibaf.®

Teori kebenaran pragmatik tercakup da-lam ungkapan "benaradalahapa yang efektif{waaris wat iverW). Ini adalah varian dari pe-nentuan kebenaran oleh salah seorang prag-matlkus pertama Willian James: what is goodin the wayofbelief/ Tokoh-tokoh realisme an-tara lain adalah Oliver Wendell Holmes, KarlLlewellyn, Jerome Frank dan John ChipmanGray.

Hukum adalah hasil dari kekuatan-ke-kuatan sosial dan alat kontrol sosial. Sesuaidengan itu, bidang program ilmu hukum realishampir tak- terbatas..Keprlbadjan rnan.usia,lingkungan sosial, keadaan ekonpmi, kepen-tingan-kepentingan bisnis, gagasan yangsedang berlaku, dan emosi-emosi yangumum, semua ini adalah pembentuk hukumdan hasil hukum dalam kehidupan. Benarapayang dikatakan oieh salah seorang realis yanglerkemuka, bahwa hal yang pokok dalam ilmu•hukum realis adalah "gerakan dalam pemi-kiran dan keija tentang hukum". Ciri-ciri darigerakan ini, Llewellyn menyebut beberapa hal;yang terpenting di antaranya iaiah:

1. Tidak ada mazhab realis; realisme adalahgerakan dalam pemikiran dan 'kerja tentang hukum;

2. Realisme adalah konsepsi hukum yangterus berubah dan alat untuk tujuan-tujuansosial, sehingga tiap baglan harus diujitujuan dan akibatnya. Realisme mengan-dung konsepsi tentang masyarakat yangberubah lebih cepat daripada hukum;

3. Realisme menganggap adanya pemisahansementara antara hukum yang ada danyang seharusnya ada untuk tujuan-tujuanstudi. Pendapat-pendapat tentang nilaihams selalu diminta agar tiap penyelidikanada sasarannya, tetapi selama penyelidikan, gambaran harus tetap sebersihmungkin karena keinginan-keinginan pe-ngamat atau tujuan-tujuan etis;

4. Realisme tidak percaya pada ketentuan-ketentuan dan konsepsi-konsepsi hukum,sepanjang ketentuan-ketentuan dan konsepsi hukum menggambarkan apa yangsebenarnya dilakukan oleh pengadllan-pengadilan dan orang-orang. Realismemenerima definisi peraturan-peraturansebagai "ramalan-ramalan umum tentangapayang akan dilakukap oleh pengadilan-pengadilan". Sesuai dengan kepercayaanini, realisme menggolongkan kasus-kasuske dalam kategori-kategori yang lebih kecildaripada yang terdapat dalam praktek dimasa lampau; dan

5. Realisme menekankan pada evolusi tiapbagian dari hukum dengan mengingatakibatnya.®

'Ibid.

^J.J.H Bmggink. Refleksi tentang Hukum:m bahasa Arief Sidharta. 1996. Bandung: Citra Aditya BaktiHim. 211.

®W.Frledmann. Op.Cit. Him. 191-192.

124 JURNAL HUKUM. NO. 12 VOL 6. 1999: 121 - 133

Page 5: Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis

Mila KarmilaAdi. Hakim sebagai Pembentuk Hukum

Hakim menemukan dan menerapkan hukum. Ini adalah apa yang dipikirkan hampirsetiap orang dan para penulis hukum yangberpandangan hukum seperti William Black-stone dan Jeremy Bentham yang setidaknyatelah mengemukakan pendapat ini. Blackstoneberpikir bahwa segalasesuatuyang dianggapsesuai sebagai hukum manusia (hukum po-sitif) adalahsesuai dengan hukum alam, yangdiperintahkan oleh Tuhan "adalah mengikatatas seluruh dunia, di setiap negara, dan disetiap waktu." Tugas seorang hakim, menurutBlackstone. adalah untuk menemukan apahukum ini dan untuk menerapkannya padakasusyang dihadapinya. Hakim tidak mungkinmembuat hukum. Sebaliknya, Bentham me-nyatakan bahwa pada kenyataannya banyakhukum yang dibuat oleh hakim, walaupun diaberpikir itu tidak seharusnya terjadl. Semuahukum yang mengatur perllaku manusiadalam masyarakat adalah ciptaan manusia,danseharusnya dibuat oleh lembaga pembuatundang-undang sesuai dengan prinsip'manfaaf. Jadi menurut Bentham, hakim jugamenemukan hukum—hanya pemberlakukandalam legislatif—dan tidak membuatnya.®

Dalam persetujuannya dengan Benthamdan penolakannya terhadap Blackstone,kelompok penulis hukum yang disebut realishukum Amerika, menyatakan bahwa kenyataannya hakim-hakim membuat hukum. Te-tapi dengan menolak Bentham, mereka

menyatakan bahwa hakim seharusnya' Ikutserta dalam pembuatan hukum, dan dalammenolak balk Bentham maupun Blackstone,merekamenyatakan bahwaseharusnya hakimmenjadi pembuat hukum—dan dengan kata"harus" berarti bahwa hakim perlu membuathukum, yang hal ini termasuk dalam prosesatau kegiatan awal dari pemeriksaan.'*'

All law is judge-made law (hukum adalahputusan hakim) demikian ungkapan yangterkenal dari John C. Graysebagai eksponenterkemuka dari gerakan realis Amerika. Dengan ungkapan Ini, Gray ingin menunjukkanbahwa hakim bukan hanya menemukan danmenerapkan hukum yang diambil begitu sajalangsung dari suatu buku undang-undang, te-tapi hakim membuat atau membentuk hukum.Hakim adalah sosok yang paling sentral dalamsistemhukum." Sedangkan UU bukanlah hukum, akan tetapi saiah satu dari sumberhukum sebagaimanajugasuatu yurisprudensi(putusan hakim sebelumnya), yangmendasariputusannya.

Karl Llewellyn menggariskan pokok-pokokpendekatan kaum realis sebagai berikut(Dias):'2

1.

2.

Hendaknya konsepsi hukum itu menying-gung hukum yang berubah-ubah danhukum yang diciptakan oleh pengadilan;Hukum adalah alat untuk mencapai tu-juan-tujuan sosial;

^Theodore M.Benditt. 1978.Lawas Ruleand Principle(Problems of LegalPhilosophy). California:Stanford University. Him. 1.

'%/£/. Him, 1-2,

"/f)/d,Hlm.6.'̂ SatjiptoRahardjo, 1986.///nu Hukum. Bandung: Alumni. Him. 269.

125

Page 6: Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis

3. Masyarakal berubah lebih cepat dari hu-kum dan oleh karenanya selalu ada kebu-tuhan untuk menyelidiki bagaimana hu-kum itu menghadapi problema-problemasosial yang ada;

4. Guna keperluan studi, untuk sementarahams ada pemisahan antara isdan ought;

5. Tidak mempercayai anggapan, bahwaperaturan-peraturan dan konsep-konsephukum itu sudah mencukupl untuk me-nunjukkan apa yang hams dilakukan olehpengadilan. Hal in! selalu merupakan ma-salah utama dalam pendekatan merekaterhadap hukum;

6. Sehubungan dengan butir dl atas,merekajuga menolak teori tradisionai, bahwaperaturan hukum itu merupakan faktorutama dalam mengambil keputusan;-

7. Mempelajari hukum hepdaknya dalamlingkup yang lebih sempit, sehlngga leblhnyata. Peraturan-peraturan hukum itumellputi situasl-situasi yang banyak dankonkrit dan tIdak nyata;dan

8. Hendaknya hukum itu dinilai dari efekti-vltasnya dan kemanfaatannya untuk me-nemukan efek-efek tersebut.

Semua Inl membawa pada kesimpulanbahwa pasti ada tekanan yang jauh lebih kuatpada akibat-akibat sosial dari hukum, dantemtama dari keputusan-keputusan berdasar-kan hukum, yaltu dalam hubungannya denganbaglan yang khusus dari masyarakat yang

"W.Friedmann. Op.CitHim. 192-193."Satjipto Rahardjp. Op.Cit. Him. 271.'Vb/d. Him. 271-272.

dipengaruhinya. Akhimya, seorang realls setujudengan ajaran-ajaran mengenai sosiologiyang leblh radlkal dan Freirechtslehre bahwahakim mempunyai kebebasan yang leblhbanyak dalam memutuskan perkara-perkaradarlpada menurut yurisprudensi tradisionai.Hal Ini dikarenakan kekuasaan untuk meng-adakan seleksi antara preseden-presedenyang bertentangan dan kemampuan ahli hukum untuk menemukan alasan expost untuktiap keputusan.'^

Realisme ini telah melahirkan suatu carapendekatan yang bersifat teknologis terhadaphukum, di Amerika Serikat. Dengan pendekatan yang demikian itu dimaksudkan suatupenggarapan problem-problem hukum se-cara ilmiah dengan menggunakan metodologidan alat-alat yang dipersembahkan oleh ilmudan teknologi akhir-akhir inl."'

Pendekatan lain yang juga dapat dikatakansebagai kelanjutan dari aliran realisme, adalahbehavioralism. Pendekatan tersebut untukbagian terbesar bersumber pada realisme, ka-rena mempercayai, bahwa tingkah laku yudi-sial bisa diramalkan dan berkehendak untukmengembangkan cara-cara meramalkap keputusan-keputusan. Pada akhjrnya, ke dalamgolongan pendekatan sosiologis ini bisadisebut pendekatan khusus memperhatikanhubungan antgra hukum dan ekonorrii.'s

Di bawah ini dikemukakan beberapa tpkphrealis dan pendapat-pendapatpya:

126 JURNAL HUKUM. NO. 12 VOL 6. 1999: 121 - 133

Page 7: Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis

Mila Karmila Adi. Hakim sebagai Pembentuk Hukum ...

1. Hagerstrom (1868-1939), pendiri aliranrealis di Swedia, mengingkari adanyanilai-nilai objektif. Tidak ada sebetulnyaapa yang disebut "kebaikan" dan "ke-jelekan" di dunia Ini. Ide tentang "hak" tidakmempunyai landasanfaktual tetapi datangdari perasaan akan kekuasaan yang me-lekat padanya, sesuatu yang bisadijelas-kansecara psikologis. Sehingga la mengingkari adanya iimu tentang the ought,karenasemua persoalan tentang keadllan,tujuan hukum, adalah soal penilaianpribadi dan tidak bisa dijadikan objekpengamatan iimiah;

2. Vilhelm Lundstedt (1882-1955), ahlihukum Swedia, berpendapat bahwahukum semata-mata merupakan faktadarikenyataan sosial yang berwujud dalamkelompok-kelompok terorganisasi dankondisi-kondisi yang memungkinkankoeksistensi antara orangbanyak. Hukumitu semata-mata terdiri dari peraturan-peraturan tentang penerapan dari kekuatanyang terorganisasi;

3. Olivecroha (1897), memandang peru-musan tentang hukum bukan sesuatuyang perlu, karenayang diperlukan hanyasuatu penggambaran dan analisa tentangfakta-fakta; dan

4. Alt Ross (1899), ahli hukum Denmark,berpendapat bahwa norma adalah pe-ngarahan yang berada dalam kaitan ko-respondensinya denganfakta-fakta sosial.Suatu norma ada, berarti suatu faktasosialtertentu ada. Ross menjunjung tinggi

kedudukan pengadilan. Norma benaf-benarbekerja, karena benar-benar dirasa-kanoleh parahakim mempunyai daya ikatsosial dan karenanya dipatuhi.

Kaum realis tersebut mendasarkan pe-mi.kirannya pada suatu konsepsi radikalmengenai proses peradilan. Menurut mereka,hakim itu lebih layak untuk disebut sebagaimembuat hukum darlpada menemukannya.Hakim harus selalu melakukan pillhan, asasmana yang akan diutamakan dan pihak manayang akandimenangkan. Menurut mereka Ini,keputusan tersebut sering mendahului di-temukan dan digarapnya peraturan-peraturanhukum yang menjadi landasannya. Aliran realisini selalu menekankan pada hakikat ma-nusiawi dari tindakan tersebut. Jerome Frank

khusus menekankan, agar pendidikan hukumhendaknya memasukkan pengenalan terha-dap pengadilan dan kegiatannya dan segi-segimanusia dan kebijakan dari hukum {Schui).^^

Gray, walaupun seorang eksponen yangterkemuka dari kecenderungan analitis dalamllmu hukum, dengan ketegasannya memenuhigagasan-gagasannya dalam hukum yangdidefinisikan secara tajam, dan tantangannyaterhadap.ideologi yang dimaksudkan dalamllmu hukum, mulai menggoyahkan posisi iimuhukum analitis dengan memisahkan pem-buatan undang-undang dari lingkungan hukum ke salah satu dari beberapa sumber yangada, dan menempatkan hakim sebagai ganti-nya. Walaupun Gray sendiri maslh memandang pembentukan hukum dari sumber-

'̂ Dirangkum dari Satjipto Rahardjo. Ibid. Him. 269-170."//)/d.Hlm.269.

127

Page 8: Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis

sumber itu sebagai proses logis yang esensial,definisinya sendiri dankomentar-komentamyamembenarkan dan menekankan atas banyak-nyapengaruh darikepribadian, prasangka danfaktor-faktor lain yang tidak logis atas pem-bentukan hukumJ®

Hakim sebagai Pembentuk Hukum bag!Kebebasan Hakim Indonesia dalam

Pengambllan Putusan

Dalam mengadili sesuatu perkara me-nurut hukum ada tiga langkah yang harusdilakukan:'^

1." Menemukan hukum, menetapkan mana-kah yang akanditerapkan diantarabanyakkaidah di dalam sistem hukum, atau jikatidak ada yang dapat diterapkan, menca-pai satu kaidah untuk perkara itu (yangmungkin atau tidak mungkin dipakai sebagai suatu kaidah untuk perkara lainsesudahnya) berdasarkan bahan yangsudah ada menurut sesuatu cara yangditunjukkan oleh sistem hukum;

2. Menafsirkan kaidah yangdipilih atau dite-tapkan secara demikian, yaitu menentu-kan maknanya sebagaimana ketika kaidahitu dibentuk dan berkenaan dengan ke-luasannya yang dimaksud;dan

3. Menerapkan pada perkara yang sedangdihadapi kaidah yang ditemukan danditafsirkan demikian.

Ketiga langkah tersebut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh seorang

hakim dalam menyelesaikan suatu perkarayang diajukan kepadanya. Dalam usahanyauntuk menyelesaikan perkara inllah, sebagaimana pandangan kaum realis, maka hakimmembentuk hukum. .

Tugas pokok hakim adalah menerlma,memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya(Rasa! 2 ayat (1) UU No.14 Tahun 1970).Perkara-perkara yang diajukan kepada seorang hakim tidak boleh ditolak, sekalipundengan dalih bahwa hukum tidak atau kurangjelas (Pasal 14ayat (1)), karenaada anggapanbahwa hakim tahu akan hukumnya {ius curianovifj.

Hakim Indonesia mempunyai kebebasanyang cukup besar untuk membentuk hukumapabila la tidak dapat menemukan hukumuntuk diterapkan pada suatu perkara dalamhukum tertulls, yaitu "Hakim wajib menggall,mengikuti dan memahami niiai-nilai hukumyang hidup dalam masyarakat" (Pasal27 ayat(1) UU No.14/1970).

Dari ketentuan-keten.tuan yang diaturdalam UU Pokok-pokok Kekuasaan Kehakimantersebut dapat dislmpulkan bahwa hakimadalah tumpuan bagi para pencari keadilandalam menyelesaikan masalah merekasecara tuntas.Hakim diberi kewenangan untukmenemukan hukum, balk yangtertulis maupunyang tidak, yang dapat diterapkan pada suatuperistiwa konkrit. Tindakan hakim untuk men-carl dan menemukan hukum yang sesuaiuntuk diterapkan pada suatu peristiwa yangkonkrit tidaklah mudah dalam kenyataannya,

'®W.Friedmann. Op.C/f. Him. 188."Roscoe Pound. PengantarFilsafat Hukum. Te[\emhan Moh.Radjab. 1972. Jakarta; Bhratara. Him. 62.

128 JURNAL HUKUM. NO, 12 VOL 6. 1999:121 - 133

Page 9: Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis

Mila KarmilaAdL Hakim sebagai Pembentuk Hukum ...

karena tidak hanya sekedar menerapkanperaturan hukum terhadap peristiwanya saja,lebih-lebih kalau peraturan hukumnya tidaktegas dan juga tidak jelas. Sehingga dalamhal ini hakim tidak hanya menemukan hukumnya tetapi menciptakan hukum, sebagaimanayang dikemukakan oleh Hakim Cardoso :Thelaw which is the resulting product is not foundbut made. The process In its highest reachesisnotdiscoveiy, butcreation.^

Kedudukan hakim menurut pandanganpragmatis realisme dalam pembentukan hukum sangatkuat. Hakim mempunyai kekuasa-an untuk menafsirkan undang-undang sesuaidengan fakta-fakta yang ada di dalam ma-syarakat atau dalam suatu kasus yang dita-nganinya. Suatu aturan perundang-undanganbukanlah hukum, kecuali peraturan tersebutsudah diinterpretasikan oleh hakim dalamsuatu putusannya.

Menurut penulis pandangan ini meru-pakan kelemahan dari pandangan pragmatisrealisme, sebab hal ini akan menimbulkankesulitan bagi negara dalam melaksanakantugasnya, karena peraturan perundang-undangan, apabila menurut para realis bukanlahsebagai hukum, maka negara akan sulit dalammengatur rakyatnya. Peraturan perundang-undangan berkedudukan sebagai kebijakannegara (pemerintah/eksekutif) dalam mengaturkehidupan bernegara untuk mencapai ke-sejahteraan masyarakat, maka apabila ini

tidak dianggap sebagai suatu hukum {yangdiartikan sebagai aturan tingkah laku manusia),maka kehidupan dalam masyarakat tidak akanteratur dan tertib sebagaimana yang dicita-citakan oleh hukum. Selain itu dengan tidakdiakuinya undang-undang sebagai suatu hukum, maka masing-masing kasus akan mempunyai penyelesaian sendiri menurut putusanhakim yang bersangkutan, sehingga akanterjadi keanekaragaman putusan yang tidakdapat dijadikan oleh masyarakat pencarikeadilan mengenai kepastian hukumnya.

Hakim adalah pembentuk hukum, dalamhal ini hukum yang konkrit, namun la dibatasioleh undang-undang. laterikat padaapa yangtelah ditentukan oleh undang-undang danpada asasnya tidak wenang untuk mengabairkan atau menganggap-tidak berlaku suatuundang-undang.2^

Berkaitan dengan model sistem hukummodem M.Galanter mengemukakan ciri-cirihukum yang modem sebagai berikut:"

a) Sistem hukum tersebut terdiri dari per-aturan-peraturan yangseragam, baikdarisegl isi maupun dari segi pelaksanaannya;

b) Sistem hukum tadi bersifat.transaksional;^artinya, bahwa hak-hak dan kewajiban-kewajiban timbul dari perjanjian-perjan-jian yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor usia, kelas, agama ataupun per-bedaan kelamin;

20Sudlknc Mertokusumo. 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia. Edisi Ketiga. Cet.1. Yogyakarta:Liberty. Him. 88.

2'/Wd.Hlm.89.

^Soerjono Soekanto. 1994. Pokok-Pokok SosiologI Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Him.190.

129

Page 10: Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis

c) Sistem hukum yang modem bersifat universal, artinya dapat dilaksanakan secaraumum.

d) Adanya hirarki peradilan yang tegas;e) Birokratis, artinya melaksanakan prosedur

sesuai dengan peraturan-peraturan yangtelah ditetapkan;

f) Rasional;g) Pelaksanaan sistem hukum tersebutterdiri

dari orang-orang yang sudah berpe-ngalaman;

h) Dengan berkembangnya speslalisasidalam masyarakat yang kompleks, harusada penghubung antara bagian-baglanyang ada sebagai akibat adanya suatupengkotakan;

1) Sistem ini mudah diubah untuk menye-suaikan diri dengan perkembangankebutuhan masyarakat;

j) Lembaga-iembaga pelaksana dan pe-negak hukum adalah lembaga-iembagakenegaraan, oleh karena negaralah yangmempunyal monopoli kekuasaan; dan

k) Pembedaan yang tegas antara tugas-tugaseksekutif, legislatif dan yudlkatif.

Dalam proses pengambilan putusan dipengadilan, peraturan perundang-undangandapat menjadi salah satu sumber hukum bagihakim untuk mengambil putusan atas kasusyang ditanganinya, tetapi peraturan perundang-undangan ini'(temtama pada tingkatankonstitusi) adalah pedoman pokok yang me-muat asas-asas universal bagi hakim di dalammengambil keputusannya.

Di samping uhsur logika sebagai faktorpenting dalam pembentukan perundang-undangan juga unsur kepribadian, prasangka,dan unsur-unsur 'lain di luar logika berpe-ngaruh sangat besar. Gray telah mempeloporicara pendekatan tidak semata-mata padafaktor proses berdasarkan eksperimen dimana unsur logika hanya merupakan salahsatu dari sejumlah unsur-unsur yang memberipetunjuk ke arah satu kesimpulan tertentu.^^

Hal Inl merupakan suatu kelebihan darigerakan realis, sebagaimana dinyatakan olehFriedmann" bahwa ilmu hukum realis dalam

perspektif yang sebenarnya, yakni sebagaiusaha untuk merasionalisasikan dan memo-

dernisasikan hukum—balk administrasihukum maupun materinya untuk perubahanlegislatif—tampak menggunakan metode-metode ilmiah dan hasil-hasiinya yang dicapaidalam bidang-bidang kehidupan sosial, yangdengannya hukum sosial, tak terelakkan,berkaitan. Tuntutan selalu harus diberikanolehclta-cita sosial, yang mengatur tata hukumtertentu. Tetapi dengan penggunaan alat-alatilmiah ini, hukum dapat dibuat lebih rasional,jelas, Ilmiah, dan objektif.

Kelebihan ini dapat diterapkan dalampraktek pembentukan hukum oleh hakim Indonesia untuk meningkatkan kualitas putusanhakim dan sekaligus untuk lebih meningkatkan objektivitas putusan hakim. Ilmu penge-tahuan hukum khususnya merupakan salahsatu sumber untuk mendapatkan bahan gunamempertanggung-jawabkan putusan hakimdalam pertimbangannya.

^^Lili Rasjidi. 1985. Dasar-dasarFilsafat Hukum. Bandung: Alumni. Him. 53-54.^^W.Prledmann. Ofj.Cit Hlm.199.

130 JURNAL HUKUM. NO. 12 VOL 6. 1999:121 - 133

Page 11: Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis

Mila KarmilaAdi. Hakim sebagai Pembentuk Hukum ...

Namun W. Friedmann^® mengajukan kritikterhadap cara para realis dalam menerapkanmetode ilmiah dalam pengamatan studihukum, bahkan dalam ha! pembentukan hukum, para realls menolak konsepsi-konsepsihukum yang diberlkan oleh (terutama) teorihukum alam. Kritik itu diberikan denganmengungkapkan hasil-hasil penelitian ahli-'ahli sosiologi, para ilmuwan dan ahli hukumyang lain, sebagai berikut:

1. Adatah tidak mungkin untuk membuateksperimen tanpa mempertimbangkangagasan, dan tidak ada eksperimen yangmemberikan hasil-hasil ilmiah tanpageneralisasi yang memberikan prediksidari eksperimen lainnya. Teorl-teori per-ubahan mengenai asal-usul atom meng-gambarkan pentingnya teori dalam ilmualam;

2. Sebaliknya tidak ada ilmu sosial yangdapat bereksperimen dengan segalasesuatu yang tingkat ketepatannya sepertifisika atau kimia. Alam manusia adalah

kurang stabil, dan objek eksperlmennyaleblh kompleks daripada persoalan di iuarkita;

3. Fungsi studifakta dari eksperimen, dalampersoalan sosial tampaknya menjadipenyelidikan atau fakta-fakta dalam hu-bungannya dengan suatu dalil tertinggi.Fakta-fakta sosial berdasarkan peng-alaman-pengalaman tidak mudah men-capai ketepatan seperti fakta-fakta alami,tidak merintangi diadakannya studi mengenai fakta dalam hukum, yang dengantidak terbatas memberi data yang leblh

25/b/d Him. 194-195.

^®Theodore M. Benditt. Op.Cit. Him.16.

dapat dipercayadaripada penyamarataanyang samar sampai sekarang.

4. Akibatnya iaiah, bahwa bagi studi hukumatas fakta-fakta. harus dipelajari dalamhubungannya dengan peniiaian-pe-niiaian, tujuan-tujuan, maksud-maksud.

Hal tersebut di atas juga berkaitan eratdengan pemisahan kaum realls atas "hukumyang ada" dan "hukum yang seharusnya".Realis hanya percaya pada hukum yang adaatau yang senyatanya saja, dalam hal iniadalah hukum yang dibuat oleh hakim'dipengadilan. Tentu saja hal ini tidak mungkinterjadi, karena hukum yang ada, baik yangdibuat hakim di pengadilan maupun yang adadi dalam masyarakat, adalah juga didasarioleh konsepsi apa yang seharusnya hukumitu. Hal Ini dikarenakan konsepsi tentang apayang seharusnya hukum itu akan menjadipedoman bagi masyarakat dalam bertingkahlaku sehari-hari atau mendasari hukum yangsenyatanya.

Hakim harus berusaha untuk mendapatkejelasan tentang akibat pemutusan dengansatu 'jalan atau dengan jaian lainnya, dankemudian mencapal putusannya sesuai dengansuatuevaluasi dari akibat-akibat tersebut.Dalam mengevaluasi akibat dan memilihkebijakan ini, tujuannya seharusnya untukmenyeimbangkan persaingan kepentinganyang terilbat dalam suatu kasus, yaitu khu-susnya hakim seharusnya bertujuan untukmeningkatkan kesejahteraan sosial.^® Se-hingga dalam hal ini, hakim tidak bisa terlepasdari hukum yang seharusnya.

. 131

Page 12: Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis

Jerome Frank, dengan metode psiko-analitis mengadakan analisa tentang hukumuntuk menghancurkan mitos tentang keper-cayaan kepada kepastian. Para ahli hukumpada umumnya dan para hakim khususnyasetia pada "dongengan" tentang kepastianhukum dengan membina suatu sistim (yangsesungguhnya tentang kebenarannya hanyaterletak pada angan-angan para hakim saja)putusan-putusan hakim atau peraturan-per-aturan lengkap. Dengan demikian merekamenyembunyikan keadaan yang sesungguhnya bahwa tiap-tiap perkara pada hakikatnyamerupakan masalah tersendiri yang memer-lukan penciptaan suatu putusan khusus."

Pernyataan dari Jerome Frank ini samadengan Freirechtslehre, yang memberikankebebasan yang seluas-luasnya kepadahakim dalam mengambil putusan tanpa terikatkepada peraturan perundang-undangan yangada. Hal ini akan menimbulkan putusan hakimyang berbeda-beda pada kasus yang mirip ataubahkan pada kasus yang sama, sehingga ma-syarakat tidak akan memiliki gambaran apayang akan diputuskan oleh hakim terhadapperkara yang diajukan kepadanya. Dalamkenyataannya, hakim-hakim di Amerika tidakbisa begitu saja bebas untuk memutus perkara, karena terikat oleh putusan hakimsebelumnya {the binding force ofprecedenfj.

Bagi hakim Indonesia,, walaupun untuklebih dapat mempertanggung-jawabkanputusan sering mencari dukungan pada yuris-prudensi, tidak berarti bahwa hakim terikatpada atau harus mengikuti putusan mengenaiperkara yang sejenis yang pernah dijatuhkan

^^W.Friedmann. Op.Cit. Hlm.54.^®Sudikno Mertokusumo. Op.Clt. Him. 13.

oleh Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi,atauyang telah pemah diputuskannya sendiri.Indonesia tidak menganut asas precedent,tetapi sebaliknya hakim harus mengikuti danmemahami nilai-nilai hukum yang hidupdalam masyarakat. la harus berani mening-galkan yurisprudensi yang sudah usang dantidak lagi sesuai dengan zaman atau keadaanmasyarakat.^®

Simpulan

Pembentukan hukum dalam pandangangerakan realisme hukum akan memberikankebebasan dan kemerdekaan bagi hakiiridalam mengambil suatu putusan. Kualitashakimlah yang akan menentukan putusanyang dibuatnya, karena hakim dipengaruhioleh pandangan dan perilakunya.

Dalam mengambil suatu putusan hakimdapat menggunakan metode-metode ilmiahuntuk meningkatkan kualitas dan objektivitasputusannya, sehingga putusan tersebut ber-wibawa karena didukung oleh ilmu penge-tahuan yang cukup. Gerakan realis telahmembawa kemajuan dalam proses pembentukan hukumsecara rasional, ilmiah dan modern, dengan meiibatkan aspek-aspek laindalam pembentukan hukum oleh hakim.

Hakim Indonesia sebagai pembentukhukum sangat didukung dengan peluang bagimereka untuk mengambil putusan secarabebas tanpaterikat oleh yurisprudensi, karenatidak dianutnya asas the binding force ofprecedent, yang dalam hal ini merupakan bagian

132 JURNAL HUKUM. NO. 12 VOL 6. 1999: 121 - 133

Page 13: Hakim sebagai Pembentuk Hukum dalam Pandangan Pragmatis

Mila KarmilaAdi. Hakim sebagai PembentukHukum ...

dari pandangan pragmatis reaiisme. Di Indonesia sendiri kebebasan untuk mengambilsuatu putusan juga-terkandung dalamketentuan Pasal 27 ayat (1) UU Pokok-PokokKekuasaan Kehakiman tentang kewajibanuntuk menggali nilai-niiai hukum yang hidupdalam masyarakat, dalam ha! tidak dlaturdalam peraturan perundang-undangan.

Untuk Itu diperlukan kualitas para hakimyang tinggi agar dalam kemandirian dankebebasannya dalam pengambllan putusanakan menghasilkan kualitas putusan yangtinggi pula.Kualitas para hakim ini tidak hanyadalam tingkat pendidikan. akan tetapi jugakualitas moral dan sikap tindaknya, dengandemikian diperlukan suatu sistem penerimaandan pengangkatan hakim yang baik karena ditangan hakimlah keadilan akan tegak danterlaksana. •

Daftar Pustaka

Manan, Bagir. 1995. Kekuasaan KehakimanRepublikIndonesia. Bandung: LPPM-UNISBA.

Bruggink, J.J.H. Refleksi tentang Hukum.alih bahasaArief Sidharta. 1996. Ban

dung: CitraAdityaBakti.

Rasjidi, Lili. 1985. Dasar-dasar FilsafatHukum. Bandung: Alumni.

Pound, Roscoe. Pengantar Filsafat Hukum.terjemahan Moh.Radjab. 1972.Jakarta:Bhratara.

"Rahardjo, Satjipto. 1986. Ilmu Hukum.Bandung: Alumni.

Soekanto, Soerjono. 1994. Pokok-PokokSosiologiHukum. Jakarta: Raja GrafindoPersada.

Mertokusumo, Sudikno. 1988. Hukum Acara

Perdata Indonesia. Edisi Ketiga. Cet.l.Yogyakarta: Liberty.

Benditt, Theodore M. 1978. Law as Rule andPrinciple (Problems of Legal Philosophy). California: Stanford University.

Friedmann, W.1996. Teoridan FilsafatHukum.Susunan i. Jakarta: Raja GrafindoPersada.

• ••

133