gangguan elektrolit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah anestesi - gangguan elektrolit

Citation preview

GANGGUAN ELEKTROLIT Putri Lestari Gabrilasari* , Donni Indra Kusuma** ABSTRACT1 Electrolytes are ionized molecules found throughout the blood, tissues, and cells of the body. These molecules, which are either positive (cations) or negative (anions), conduct an electric current and help to balance pH and acid -base levels in the body. Electrolytes also facilitate the passage of fluid between and within cells through a process known as osmosis; and play a part in regulating the function of the neuromuscular, endocrine, and excretory systems. Electrolyte disturbance is an imbalance of certain ionized salts (i.e., sodium, kalium, calsium, and magnesium) in the blood. Medications, chronic diseases, and trauma (i.e., burns, fractures, etc.) may cause the concentration of certain electrolytes in the body to become too high (hyper-) or too low (hypo-). When this happens, an electrolyte imbalance, or disturbance, results. Keywords: electrolyte disturbances; electrolyte; sodium; potassium; calsium; magnesium; chloride

ABSTRAK Elektrolit merupakan molekul ionisasi yang ditemukan dalam darah, jaringan, dan selsel tubuh. Molekul ini, baik yang bermuatan positif (kation) dan negatif (anion), mengkonduksi aliran listrik serta membantu keseimbangan pH dan nilai asam basa dalam tubuh. Elektrolit juga memfasilitasi aliran cairan di antar dan di dalam sel melalui proses yang dikenal sebagai osmosis; serta berperan serta dalam fungsi regulasi sistem neuromuskular, endokrin, dan ekskresi. Gangguan elektrolit merupakan ketidakseimbangan antara garam ionisasi tertentu (seperti, natrium, kalium, kalsium, dan magnesium) dalam darah. Obat-obatan, penyakit kronik, dan trauma (seperti luka bakar, fraktur, dan lain-lain) dapat menyebabkan konsentrasi elektrolit tertentu dalam tubuh menjadi terlalu tinggi (hiper-) atau terlalu rendah (hipo-). Jika hal ini terjadi, dapat menghasilkan ketidakseimbangan atau gangguan elektrolit. Kata kunci: gangguan elektrolit; elektrolit; natrium; kalium; kalsium; magnesium; klorida

1

PENDAHULUAN Terdapat beberapa elektrolit seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan klorida yang secara normal terdapat dalam tubuh. Elektrolit tersebut, yang juga dikenal sebagai garam tubuh, diperlukan dalam jumlah tertentu di dalam tubuh. Namun, terkadang kadar elektrolit dapat meningkat atau menurun dalam keadaan tertentu. Hal ini yang dikenal sebagai gangguan elektrolit.2

NATRIUM Natrium mengatur jumlah total air dalam tubuh. Selain itu, transmisi natrium keluar dan masuk sel juga berperan penting dalam fungsi tubuh. Banyak proses dalam tubuh, terutama di otak, sistem saraf, dan otot, yang memerlukan sinyal listrik untuk komunikasi. Perpindahan natrium sangat penting dalam menyalurkan sinyal-sinyal listrik. Terlalu banyak atau sedikit natrium dapat menyebabkan kerusakan sel.3 Kadar normal natrium dalam serum adalah 135145 mEq/L.4 Sedangkan kebutuhan asupan natrium per hari ialah 12 mEq/kgBB/hari.5 HIPERNATREMIA4 Hipernatremia hampir selalu disebabkan oleh kehilangan air melebihi kehilangan natrium (kehilangan cairan hipotonik) atau retensi natrium dalam jumlah yang besar. Bahkan ketika kemampuan ginjal untuk memekatkan urine rusak, rasa haus paling efektif mencegah hiponatremia. Hipernatremia sering terjadi pada pasien yang sakit dan tidak bisa minum, sangat tua, sangat muda, dan pasien tidak sadar. Pasien dengan hipernatremia dapat memiliki jumlah total natrium tubuh yang rendah, normal, atau tinggi.

Hipernatremia dan Jumlah Total Natrium Tubuh yang Rendah Pasien ini kehilangan baik natrium maupun air, tetapi kehilangan air melebihi kehilangan natrium. Kehilangan hipotonik dapat disebabkan oleh renal (diuresis osmotik) atau ektrarenal (diare atau berkeringat). Pada kasus lainnya, pasien biasanya memiliki manifestasi berupa tanda-tanda hipovolemia. Konsentrasi natrium dalam urine biasanya lebih dari 20 mEq/L pada sebab renal dan kurang dari 10 mEq/L pada sebab ekstrarenal.

2

Hipernatremia dan Jumlah Total Natrium Tubuh yang Normal Pasien ini umumnya bermanifestasi dengan kehilangan air tanpa hipovolemia berlebih kecuali jika terjadi kehilangan air yang masif. Jumlah total natrium biasanya normal. Kehilangan air yang murni dapat terjadi melalui kulit, traktus respiratorius, atau ginjal. Penyebab utama hipernatremia dengan jumlah total natrium tubuh yang normal adalah diabetes insipidus (pada pasien sadar). Diabetes insipidus ditandai dengan rusaknya kemampuan ginjal untuk memekatkan urine baik karena menurunnya sekresi ADH (diabetes insipidus sentral) ataupun karena kegagalan ginjal untuk berespon normal terhadap ADH sirkulasi (diabetes insipidus nefrogenik). Selain itu, hipernatremia esensial dialami oleh pasien dengan gangguan sistem saraf. Pasien ini memiliki osmoreseptor dengan ambang batas osmolalitas yang tinggi.

Hipernatremia dan Jumlah Total Natrium Tubuh yang Tinggi Kondisi ini kebanyakan merupakan hasil dari pemberian larutan saline hipertonik (NaCl 3% atau NaHCO3 7.5%). Pasien dengan hiperaldosteronisme primer dan sindroma Cushing dapat mengalami sedikit peningkatan konsentrasi natrium serum sejalan dengan peningkatan retensi natrium.

Manifestasi Klinis Hipernatremia Manifestasi neurologis mendominasi pasien dengan hipernatremia dan biasanya diakibatkan oleh dehidrasi selular. Kelemahan, letargi, dan hiperrefleksi dapat berlanjut menjadi kejang, koma, bahkan kematian. Gejala ini lebih berhubungan dengan perpindahan air keluar dari sel otak daripada kadar absolut hipernatremia. Penurunan cepat dari volume otak dapat menyebabkan rupturnya vena cerebral dan mengakibatkan perdarahan fokal intraserebral atau subarakhnoid. Kejang dan kerusakan neurologis serius biasa terjadi, terutama pada anak dengan hipernatremia akut ketika kadar natrium plasma melebihi 158 mEq/L. Hipernatremia kronik biasanya lebih dapat ditoleransi daripada bentuk akut. Setelah 2448 jam, osmolalitas intraseluler mulai meningkat akibat peningkatan konsentrasi inositol dan asam amino (glutamin dan taurin). Sejalan dengan peningkatan zat terlarut intraseluler, cairan dalam sel saraf pun mulai kembali normal.

Pengobatan untuk Hipernatremia Pengobatan untuk hipernatremia bertujuan mengembalikan osmolalitas plasma ke nilai normal sejalan dengan koreksi masalah yang mendasarinya. Kekurangan air sebaiknya3

dapat dikoreksi dalam waktu 48 jam dengan larutan hipotonik seperti dekstrosa 5% dalam air. Abnormalitas volume ekstraseluler juga harus dikoreksi. Pasien hipernatremia dengan penurunan jumlah total natrium tubuh sebaiknya lebih dahulu diberi cairan isotonik untuk mengembalikan volume plasma ke normal daripada terapi dengan larutan hipotonik. Pasien hipernatremia dapat berujung pada kejang, edema otak, kerusakan neurologis permanen, bahkan kematian.

Pertimbangan Anestesi Hipovolemia dapat mencetuskan vasodilatasi atau depresi kardiovaskular dari agen anestesi serta merupakan predisposisi untuk hipotensi dan hipoperfusi jaringan. Adanya penurunan volume distribusi dari obat mengakibatkan perlunya penurunan jumlah obat untuk kebanyakan agen intravena, di mana penurunan cardiac output dapat mempertinggi uptake dari anestesi inhalasi. Operasi elektif sebaiknya ditunda pada pasien dengan hipernatremia signifikan (>150 mEq/L) sampai sebabnya dapat diperbaiki dan kekurangan cairan dikoreksi. Kekurangan air maupun cairan isotonik sebaiknya dikoreksi lebih dahulu daripada pelaksanaan operasi. HIPONATREMIA4 Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik oleh peningkatan absolut dari TBW (Total Body Water) ataupun kehilangan natrium melebihi kehilangan air. Kapasitas normal ginjal untuk mengencerkan urine dengan osmolalitas serendah 40 mOsm/kg dapat mengekskresikan lebih dari 10L air per hari, jika diperlukan. Oleh karena kemampuan yang hebat ini, hiponetremia hampir selalu diakibatkan oleh defek pada kapasitas pengenceran urine (osmolalitas urine 100mOsm/kg). Hiponatremia tanpa abnormalitas dari kapasitas pengenceran ginjal (osmolalitas urine 2.5 mg/dL). Kebanyakan 90% dari semua hiperkalsemia disebabkan oleh keganasan atau hiperparatiroidisme. Test laboratorium yang paling baik untuk membedakan kedua kategori hiperkalsemia ini ialah dengan double-antibody PTH assay. Konsentrasi serum PTH biasanya akan menurun pada keganasan dan meningkat pada hipotiroidisme.

Pertimbangan Anestesi Hiperkalsemia merupakan kedaruratan medis yang harus diperbaiki, jika memungkinkan, diutamakan daripada pemberian anestesi tertentu. Kadar ion kalsium sebaiknya diawasi dengan ketat. Jika operasi harus tetap dilaksanakan, diuresis saline sebaiknya tetap dilanjutkan intraoperatif dengan perawatan yang baik untuk mencegah hipovolemia. Ventilasi sebaiknya dikontrol saat pembiusan umum. Asidosis sebaiknya dihindari sehingga tidak terjadi peningkatan kadar kalsium plasma lebih jauh. HIPOKALSEMIA4 Hipokalsemia akibat hipoparatiroidisme biasanya berhubungan dengan hipokalsemia simptomatik. Hiperparatiroidisme dapat disebabkan oleh pembedahan, idiopatik, atau bagian dari defek endokrin multipel (kebanyakan akibat insufisiensi adrenal), atau berhubungan dengan hipomagnesemia. Defisiensi magnesium berhubungan dengan kegagalan sekresi

PTH dan efek antagonisnya pada tulang. Hipokalsemia selama sepsis juga dipikirkan akibat supresi pelepasan PTH. Hipokalsemia oleh karena defisiensi vitamin D dapat diakibatkan oleh berkurangnya intake (nutrisi), malabsorpsi vitamin D, atau abnormalitas metabolisme vitamin D. Pembentukan kelat antara ion kalsium dan ion sitrat pada pengawetan darah merupakan sebab yang penting dari hipokalsemia perioperatif; mirip dengan penurunan14

transien kadar kalsium plasma yang menyertai infus cepat dari albumin volume besar. Hipokalsemia yang menyertai pankreatitis akut disebabkan oleh presipitasi kalsium dengan lemak (penyabunan) yang diikuti oleh pelepasan enzim lipolitik dan nekrosis lemak; hipokalsemia yang menyertai emboli lemak juga memiliki dasar yang serupa. Penyebab lainnya dari hipokalsemia meliputi calcitonin-secreting medullary carcinoma dari tiroid, penyakit metastase osteoblastik (kanker payudara dan prost t), dan a pseudohipoparatiroidisme (tidak respon terhadap hormon paratiroid). Hipokalsemia transien juga dapat menyertai pemberian heparin, protamin, dan glukagon serta transfusi darah masif (dari sitrat).

Manifestasi Klinis Hipokalsemia Manifestasi meliputi parastesia, konfusi, stridor laringeal (laringospasme), spasme karpopedal, spasme masseter, dan kejang. Iritabilitas jantung dapat menuju aritmia. Penurunan kontraktilitas jantung dapat mengakibatkan gagal jantung, hipotensi, dan keduanya. Penurunan respon terhadap digoxin dan -adrenergik agonis juga dilaporkan.

Pengobatan Hipokalsemia Hipokalsemia simptomatik merupakan kedaruratan medis yang harus diterapi nsegera dengan kalsium klorida (larutan 10% 35 ml) atau kalsium glukonat (larutan 10% 1020 mL). Untuk mencegah presipitasi, kalsium intravena sebaiknya tidak diberikan dengan larutan yang mengandung bikarbonat dan fosfat. Pada hipokalsemia kronik, kalsium oral (CaCO3) dan penggantian vitamin D biasanya diperlukan.

Pertimbangan Anestesi Hipokalsemia sebaiknya dikoreksi preoperatif. Kadar ion kalsium serial sebaiknya diawasi intraoperatif pada pasien dengan riwayat hipokalsemia. Alkalosis sebaiknya dihindari untuk mencegah penurunan kadar kalsium lebih lanjut. Kalsium intavena dapat di erikan b menyertai tansfusi cepat dari produk darah berupa sitrat atau larutan albumin volume besar. Efek potensiasi inotropik negatif dari barbiturat dan anestesi volatil sebaiknya dapat diperkirakan. Respon terhadap NMBAs tidak konsisten dan memerlukan pengawasan ketat dengan stimulator saraf.

15

MAGNESIUM Magnesium merupakan kation intraseluler yang penting, berfungsi sebagai kofaktor berbagai jalur enzim. Hanya 12% dari total magnesium tubuh yang disimpan di cairan ekstraseluler, 67% terdapat di tulang, dan sisanya 31% ada di intraseluler.4 Kadar magnesium normal dalam serum adalah 1.72.1 mEq/L.4 Sedangkan kebutuhan asupan magnesium ialah 0.20.5 mEq/kgBB/hari.5 HIPERMAGNESEMIA4 Peningkatan kadar magnesium plasma hampir selalu berhubungan dengan kelebihan intake (antasida atau laksatif yang mengandung magnesium), kerusakan ginjal (GFR < 30 mL/menit), atau keduanya. Hipermagnesemia iatrogenik juga terjadi selama terapi magnesium sulfat pada hipertensi gestational yang berpengaruh pada ibu dan janin. Penyebab lainnya berupa insufisiensi adrenal, hipotiroidisme, rhabdomiolisis, dan pemberian lithium.

Manifestasi Klinis Hipermagnesemia Hipermagnesemia simptomatik biasanya meliputi manifestasi neurologis,

neuromuskular, dan jantung. Hiporefleksia, sedasi dan kelemahan otot skeletal merupakan tanda hipermagnesemia. Hal ini terjadi akibat kegagalan pelepasan asetilkolin dan penurunan sensitivitas motor end-plate terhadap asetilkolin di otot. Vasodilatasi, bradikardi, dan depresi miokardium dapat berakhir dengan hipotensi pada level > 10 mmol/dL (>24 mg/dL). Tanda EKG tidak konsisten tetapi termasuk pemanjangan interval PR dan pelebaran kompleks QRS. Hipermagnesemia dapat menyebabkan henti napas.

Pengobatan Hipermagnesemia Semua sumber intake magnesium (kebanyakan akibat antasida) sebaiknya dihentikan. Kalsium intravena (1 g kalsium glukonat) dapat secara sementara mengantagonis sebagian besar efek dari hipermagnesemia. Loop diuretic yang disertai dengan -normal saline dalam dekstrosa 5% dapat meningkatkan ekskresi magnesium.

Pertimbangan Anestesi Hipermagnesemia memerlukan pengawasan yang ketat terhadap EKG, tekanan darah, dan fungsi neuromuskuler. Potensiasi dari vasodilatasi dan inotropik negatif agen anestesi sebaiknya diperhatikan. Dosis NMBAs sebaiknya dikurangi 2550%. Kateter urine

16

dibutuhkan ketika infus diuretik dan saline digunakan untuk meningkatkan ekskresi magnesium. HIPOMAGNESEMIA4 Hipomagnesemia penting diperhatikan pada pasien yang sakit. Hipomagnesemia umumnya berhubungan dengan defisiensi dari komponen intraseluler seperti kalium dan fosfor. Defisiensi magnesium disebabkan oleh intake yang tidak adekuat, penurunan absorpsi gastrointestinal, dan peningkatan ekskresi ginjal. -adrenergik agonis dapat menyebabkan hipomagnesemia transien di mana ion magnesium diambil oleh jaringan adiposa. Obat-obatan yang dapat menyebabkan pengeluaran magnesium oleh ginjal meliputi etanol, teofilin, diuretik, cisplatin, siklosporin, dan amfoterisin-B.

Manifestasi Klinis Hipomagnesemia Kebanyakan pasien dengan hipomagnesemia tidak menunjukkan gejala, tetapi anoreksia, kelemahan, fasikulasi, parestesia, konfusi, ataksia, dan kejang dapat menonjol. Hipomagnesemia biasanya berhubungan dengan hipokalsemia (kerusakan sekresi hormon paratiroid) dan hipokalemia (akibat pembuangan oleh ginjal). Manifestasi jantung meliputi iritabilitas listrik dan potensiasi intoksikasi digoxin; kedua faktor ini diperburuk oleh hipokalemia. Hipomagnesemia juga berhubungan dengan peningkatan insiden fibrilasi atrium. Pemanjangan interval PR dan QT dapat nampak seiring dengan hipokalsemia.

Pengobatan Hipomagnesemia Hipomagnesemia asimptomatik dapat diterapi per oral (magnesium sulfat heptahidrat atau magnesium oksida) atau intramuskular (magnesium sulfat). Menifestasi serius seperti kejang harus diterapi dengan magnesium sulfat intravena, 12 g (816 mEq atau 48 mmol) diberikan secara lambat selama 1560 menit.

Pertimbangan Anestesi Walaupun tidak ada interaksi anestesi spesifik yang disebutkan, gangguan elektrolit yang menyertainya seperti hipokalemia dan hipokalsemia sering terjadi dan harus dikoreksi lebih dahulu dibandingkan dengan pelaksanaan operasi. Hipomagnesemia isolasi sebaiknya dikoreksi sebelum prosedur elektif sebab dapat menyebabkan aritmia jantung. Lebih lanjut, magnesium nampaknya memiliki efek antiaritmia intrinsik dan protektif terhadap otak, di mana seringkali diberikan pada operasi bypass kardiopulmonar.17

KLORIDA Klorida, anion utama dari cairan ekstraseluler, ditemukan lebih banyak pada kompartemen interstitial dan cairan limfoid daripada dalam darah. Klorida juga merupakan bagian dari cairan sekresi lambung dan pankreas, keringat, kantung empedu, dan air liur. Natrium dan klorida merupakan komposisi elektrolit terbesar dalam cairan ekstraseluler dan berperan dalam menentukan tekanan osmotik. Klorida diproduksi dalam lambung, yang dikombinaksikan dengan hidrogen untuk membentuk adam hidroklorida. Kontrol klorida tergantung dari intake klorida, ekskresi, dan absorpsi ion tersebut dari ginjal. Klorida dalam jumlah kecil dibuang dalam feses.6 Kadar klorida dalam serum mencerminkan pengenceran atau pemekatan yang terjadi di cairan ekstrseluler serta menunjukkan secara langsung proporsi konsentrasi natrium. Osmolalitas serum paralel dengan kadar klorida. Sekresi aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium, yang juga meningkatkan reabsorpsi klorida. Pleksus koroid, yang mensekresi cerebrospinal fluid di otak, bergantung pada natrium dan klorida untuk menarik air dan membentuk proporsi dari cerebrospinal fluid.6 Bikarbonat memiliki hubungan dengan klorida. Saat klorida berpindah dari plasma menuju sel darah merah (disebut dengan chloride shift), bikarbonat berpindah kembali ke plasma. Ion hidrogen terbentuk, yang kemudian membantu pelepasan oksigen dari hemoglobin.6

Ketika kadar salah satu dari elektrolit ini terganggu (natrium, bikarbonat, dan klorida), kedua elektrolit lainnya pun akan terpengaruh. Klorida berperan dalam menjaga keseimbangan asam basa dan bekerja sebagai buffer dalam pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam sel darah merah. Klorida diperoleh dari makanan seperti garam dapur. Kadar normal klorida dalam serum ialah 97107 mEq/L.6 Sedangkan kebutuhan asupan klorida ialah 12 mEq/kgBB/hari.5 HIPERKLOREMIA6 Kadar klorida serum yang tinggi dapat mengakibatkan hiperkloremia asidosis metabolik oleh karena iatrogenik pemberian klorida seperti larutan NaCl 0.9%, larutan NaCL 0.45%, atau larutan Ringer Laktat. Kondisi ini dapat pula disebabkan oleh kehilangan ion bikarbonat dari ginjal dan saluran pencernaan yang diikuti dengan peningkatan ion klorida. Ion klorida dalam bentuk garam asam terakumulasi, dan asidosis terjadi dengan menurunnya ion bikarbonat. Trauma kepala, peningkatan produksi keringat, kelebihan hormon

18

mineralokortikoid, dan penurunan filtrasi ginjal dapat menuju peningkatan kadar klorida serum.

Manifestasi Klinik Hiperkloremia Tanda dan gejala dari hiperkloremia hampir menyerupai asidosis metabolik; hipervolemia dan hipernatremia. Takipneu; kelemahan; letargi; napas yang dalam dan cepat; kemampuan kognitif yang menurun; dan hipertensi dapat terjadi. Jika tidak diterapi, hiperkloremia dapat menuju pada penurunan cardiac output, disaritmia, dan koma. Kadar klorida yang tinggi diikuti dengan kadar natrium yang tinggi serta retensi cairan.

Pengobatan Hiperkloremia Koreksi penyakit yang menyebabkan hiperkloremia serta mengembalikan keseimbangan elektrolit, cairan, dan asam-basa sangatlah penting. Larutan hipotonik intravena dapat diberikan untuk mengembalikan keseimbangan. Larutan Ringer Laktat dapat diberikan supaya laktat diubah menjadi bikarbonat di hati, sehingga dapat meningkatkan kadar bikarbonat dan mengoreksi asidosis. Natrium bikarbonat intravena dapat diberikan untuk meningkatkan kadar bikarbonat yang menuju pada ekskresi ginjal terhadap ion klorida akibat kompetisi bikarbonat dan klorida untuk berikatan dengan natrium. Diuretik dapat diberikan untuk mengeliminasi klorida. Natrium, klorida, dan cairan dibatasi. HIPOKLOREMIA6 Hipokloremia dapat terjadi akibat drainase tube gastrointestinal, suction lambung, pembedahan lambung, muntah berat, dan diare. Pemberian larutan intravena dengan kadar klorida rendah, intake natrium yang rendah, penurunan kadar natrium, alkalosis metabolik, transfusi masif darah, terapi diuretik, luka bakar, dan demam dapat menyebabkan hipokloremia. Pemberian aldosteron, ACTH, kortikosteroid, bikarbonat, dan laksatif dapat menyebabkan penurunan kadar klorida serum. Saat klorida menurun (biasanya karena penurunan volume), ion natrium dan bikarbonat ditahan oleh ginjal untuk menyeimbangkan kehilangan klorida. Bikarbonat terakumulasi di cairan ekstraseluler, yang meningkatkan pH dan berujung pada hiperkloremia asidosis metabolik.

Manifestasi Klinik Hipokloremia Tanda dan gejala dari hipokloremia berhubungan dengan ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit. Tanda dan gejala dari hiponatremia, hipokalemia, dan alkalosis metabolik19

dapat terjadi. Alkalosis metabolik merupakan gangguan akibat kelebihan intake alkali atau kehilangan ion hidrogen. Hipereksibilitas otot, tetani, kelemasan, dan kram otot juga dapat terjadi. Hipokalemia dapat menyebabkan hipokloremia sehingga terjadi disritmia jantung. Selain itu, oleh karena rendahnya kadar klorida paralel dengan rendahnya kadar natrium, kadar air dapat menjadi berlebihan. Hiponatremia dapat menyebabkan kejang dan koma.

Pengobatan Hipokloremia Terapi meliputi koreksi penyebab hipokloremia serta ketidakseimbangan asam-basa dan elektrolit. Larutan normal saline (NaCl 0.9%) atau normal saline (NaCl 0.45%) diberikan intravena untuk menggantikan klorida. Jika pasien menerima diuretik (loop, osmotik, atau thiazid), dapat dihentikan atau diberikan diuretik tipe lain. Amonium klorida, sebuah agen yang bersifat asam, dapat diberikan untuk mengatasi alkalosis metabolik; dosisnya tergantung dari berat pasien dan kadar klorida serum. Agen ini dimetabolisasi oleh hati dan berefek sekitar 3 hari. Amonium klorida ini sebaiknya dihindari pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.

KESIMPULAN Elektrolit merupakan substansi berupa ion dalam larutan yang dapat mengkonduksi muatan listrik di dalam tubuh. Keseimbangan elektrolit dalam tubuh sangat esensial untuk menjalankan fungsi normal dari sel dan organ tubuh. Elektrolit yang umumnya diperiksa oleh dokter dengan tes darah meliputi natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan klorida. Elektrolit serum meliputi: natrium, elektrolit bermuatan positif yang membantu keseimbangan cairan dalam tubuh dan berhubungan dengan fungsi neuromuskular; kalium, komponen utama cairan intraseluler yang membantu regulasi fungsi neuromuskular dan tekanan osmotik; kalsium, kation yang mempengaruhi kerja neuromuskular dan membantu pertumbuhan tulang serta koagulasi darah; magnesium, mempengaruhi kontraksi otot serta aktivitas intraseluler; klorida, elektrolit bermuatan negatif yang membantu regulasi tekanan darah. Terapi dari gangguan elektrolit tergantung dari penyakit yang mendasarinya serta jenis elektrolit yang terlibat. Jika gangguan ini disebabkan oleh kurangnya konsumsi atau intake cairan yang tidak tepat, perubahan nutrisional dapat dianjurkan. Jika pengobatan seperti diuretik mencetuskan gangguan elektrolit ini, maka penghentian atau pengaturan terapi obat dapat memperbaiki kondisi tersebut secara efektif. Terapi penggantian cairan atau

20

elektrolit, baik melalui oral alatu intravena, dapat mengembalikan penurunan elektrolit menjadi normal. Dokter seharusnya berhati-hati dalam pemberian obat yang mempengaruhi kadar elektrolit serta keseimbangan asam-basa tubuh. Individu dengan penyakit ginjal, masalah tiroid, dan kondisi lainnya yang dapat mencetuskan gangguan elektrolit sebaiknya diedukasi tentang tanda dan gejala gangguan elektrolit ini.

DAFTAR PUSTAKA 1. Martin PF. Electrolyte Disorders. Available Diunduh from: tanggal: 18 http://www.healthline.com/galecontent/electrolyte-disorders. Januari 2011 2. Pandit M. Electrolyte Imbalance Symptoms. Available from: Diunduh

http://www.buzzle.com/articles/electrolyte-imbalance-symptoms.html. tanggal: 26 Januari 2011 3. Stppler MC. Electrolytes. Available

from:

http://www.medicinenet.com/electrolytes/article.html. Diunduh tanggal: 18 Januari 2011 4. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Managemen of Patiens with Fluid and Electrolyte Disturbances. Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2006; 28:662-689 5. 6. Tashiro T. Buku Saku Nutrisi Klinik. 2nd ed. Jakarta: PT. Otsuka Indonesia; 2003; 94. Smeltzer SC, Bare BG, Hinkle JL. Fluid and Electrolytes: Balance and Disturbance. Brunner and Suddarth's Textbook of Medical-Surgical Nursing. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003;14:292-293

21