Upload
hatta-ata-coy
View
94
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Motivasi Berprestasi Pada Atlet
Citation preview
Gi GAMBARAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA ATLET BULUTANGKIS
YANG BERUSIA REMAJA
Putri Kristina Arisanti & Henny E. Wirawan
ABSTRACT
Badminton is a popular sport in Indonesia which it bring Indonesian to international world.
In badminton, training is requited since their childhood. So then, when they reach
adolescent and have achievement, they can be trained to follow what their seniors have
contributed to the country. There is so much factors from psychology who influence
achievement, one of them is motivation to achieve. That is why this research want to see
achievement motivation in badminton athlete who are adolescent. Subject in this research is
three boys and girls, whose age 16 until 20 years old. This research began from 20
December 2009 until 14 April 2010. In this research found that all subjects prefer
badminton because they see that their achievement in badminton is better than their school.
They also said that in a game the most important thing is to play with the best possible,
although still have a target to become the champion. All subjects in this research also
possess the characteristic of excellent athletes. In addition, the factors affecting their
achievement is that parents, coaches, technical factors, physical and mental.
Key words: achievement motivation, badminton, adolescent athlete
Bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga yang sangat digemari dan menjadi
andalan masyarakat Indonesia. Melalui olahraga ini nama Indonesia terkenal di dunia
internasional (Adisasmito, 2007). Indonesia memiliki komposisi atlet yang variatif di
Pelatnas (Pemusatan Latihan Nasional). Adanya begitu banyak variasi atlet di dalam
Pelatnas maka perlu diperhatikan apakah atlet yang masuk dalam Pelatnas mempunyai
kemungkinan berprestasi, masih dapat dilatih, dan juga apakah dipersiapkan untuk program
atau tujuan tertentu (Gunarsa, 2000).
Dalam PBSI atlet diberikan peringkat dengan pengumpulan poin berdasarkan
keikutsertaan dalam kejuaraan, sesuai dengan yang ditentukan dalam 12 bulan terakhir
(Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia, 2007). Indonesia memiliki
1
banyak atlet dalam peringkat PBSI. Atlet yang masuk dalam Pelatnas melalui proses seleksi
nasional adalah atlet dengan peringkat nasional yang tinggi. Dalam Pelatnas atlet yang
paling muda berusia 16 tahun karena latihan dipusatkan untuk atlet yang berusia minimal 16
tahun. Pada usia tersebut atlet dianggap telah menyelesaikan SMP sehingga memiliki
keberanian untuk tinggal di asrama dan kemampuan yang sesuai dengan Pelatnas (L.S.
Adisasmito, komunikasi pribadi, September 29, 2009).
Menurut Erikson (dikutip dalam Santrock, 2008), usia remaja dimulai dari 10 sampai 20
tahun. Remaja mengalami banyak perubahan dalam hidup dan perubahan tersebut
mempengaruhi perkembangan kemampuan dan motivasi mereka. Pada masa ini individu
menghadapi keputusan yang penting mengenai hidup mereka, seperti pendidikan atau
pekerjaan mereka (Wigfield & Wagner, 2005). Atlet remaja selain disertai minat dan
dukungan orangtua juga memerlukan dukungan dengan tersedianya klub-klub bulutangkis
berkualitas. Hal ini bertujuan untuk memberikan peluang bagi atlet untuk mengembangkan
kemampuan bulutangkis menjadi profesi (Kurniawan, 2009). Menurut ketua Persatuan Olah
Raga (POR) Djarum, prestasi bulutangkis di Indonesia mengalami penurunan sehingga
perlu dicari bibit unggul pemain berusia dini. Para pemain juga harus diberikan motivasi
yang besar untuk memenangkan pertandingan yang dapat membuat Indonesia meraih
kembali prestasi internasional (“PB Djarum Bina Pemain Bulu Tangkis Usia Dini”, 2009).
Menjelang tahun 1999 sampai saat ini prestasi bulutangkis Indonesia mengalami
penurunan secara drastis. Hal ini terlihat dari banyaknya pertandingan yang diikuti oleh
Indonesia, tetapi jarang sekali mendapatkan gelar juara (Adisasmito, 2007). Menurut
Gunawan (dikutip dalam Adisasmito, 2007), kemampuan faktor fisik, taktik, dan teknik
yang dimiliki atlet Indonesia sama dengan atlet-atlet negara lain. Namun, ketika dalam
kondisi pertandingan atlet Indonesia sering tidak dapat mengeluarkan seluruh kemampuan
yang dimiliki secara maksimal.
Hadinata (dikutip dalam Adisasmito, 2007) menyatakan bahwa atlet Indonesia kurang
memiliki keyakinan akan kemampuan, kurang memiliki motivasi yang kuat untuk menjadi
juara, merasa takut kalah, tegang, dan takut tidak dapat bermain dengan bagus. Rudy
Hartono (dikutip dalam Adisasmito, 2007) seperti kedua rekannya, menyatakan bahwa atlet-
atlet Indonesia kurang mempunyai motivasi untuk menjadi juara sehingga dalam latihan
terlihat kurang bersemangat dan kurang berdisiplin. Banyak atlet yang sudah merasa puas
dengan masuk menjadi anggota tim nasional tetapi juga kurang yakin terhadap kemampuan
yang dimiliki.
2
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa kurangnya keyakinan diri
(self-efficacy) terhadap kemampuan dan motivasi berprestasi menjadi penyebab utama
penurunan prestasi atlet-atlet bulutangkis Indonesia. Banyak upaya yang diarahkan untuk
meningkatkan motivasi atlet dengan tujuan atlet dapat lebih termotivasi untuk berprestasi.
Saat ini dampak dari pemberdayaan motivator masih belum juga terlihat atau dirasakan. Hal
ini mungkin juga disebabkan rumusan motivasi sendiri tidak terlalu jelas bagi sebagian
orang. Banyak orang yang menganggap dengan membangkitkan semangat juang saja sudah
cukup untuk memunculkan motivasi untuk berprestasi, padahal belum cukup (Satiadarma,
2001). Sumber motivasi dan tingkat motivasi pada atlet dapat mempengaruhi daya juang
mereka. Atlet dengan motivasi yang rendah, berdaya juangnya juga rendah (Susilowati,
2008).
Dalam penelitian Sudarwarti (2006), ditemukan tidak adanya hubungan yang signifikan
antara self-efficacy dan motivasi berprestasi dengan prestasi atlet bulutangkis. Hal ini
mungkin disebabkan adanya faktor psikologi lain yang berperan, seperti ketegangan, stres,
kecemasan, strategi, dan sebagainya. Pengalaman gagal yang berulang dan jauh dari
orangtua juga menjadi faktor yang menyebabkan tidak berperannya self-efficacy dan
motivasi berprestasi terhadap prestasi atlet. Dalam penelitian yang bersifat kuantitatif
tersebut terdapat kekurangan karena menggunakan pilihan ragu-ragu yang memungkinkan
subyek memilih ragu-ragu. Pilihan jawaban tersebut menyebabkan tidak terlihatnya self-
efficacy dan motivasi berprestasi subyek yang sebenarnya. Untuk itulah, Sudarwati (2006)
menyarankan untuk melakukan penelitian kualitif sehingga mendapatkan hasil yang lebih
akurat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi atlet.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi bagi atlet remaja untuk
berprestasi. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat diketahui hal-hal yang
mempengaruhi prestasi atlet. Penelitian ini dimaksudkan untuk membantu perkembangan
psikologi di Indonesia, terutama perkembangan psikologi olahraga dan psikologi remaja.
Penelitian ini diharapkan dapat dapat membantu para atlet untuk mengetahui motivasi apa
yang mendorong seorang atlet untuk berprestasi. Penelitian ini juga diharapkan dapat
membantu remaja untuk mempunyai motivasi berprestasi dalam bidang yang diminatinya.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu atlet untuk mengetahui apa yang
dapat membantu mereka berprestasi. Orangtua atlet juga dapat mengetahui gambaran
mengenai cara terbaik untuk mendukung anak mereka dan pentingnya peranan mereka
dalam mengambangkan karir anak.
3
KERANGKA BERPIKIR
Bulutangkis merupakan salah satu olahraga yang menjadi andalan masyarakat Indonesia
karena melalui olahraga inilah nama Indonesia dikenal di Internasional. Dalam Pelatnas
Indonesia terdapat sejumlah atlet yang saat ini sedang berada dalam prestasi puncak, yang
mempunyai potensi atau yang sedang dipersiapkan untuk program tertentu. Atlet yang
berada dalam Pelatnas adalah atlet yang telah melewati seleksi nasional yang diadakan oleh
PBSI. Atlet yang mengikuti seleksi nasional umumnya adalah atlet remaja.
Masa remaja merupakan masa indvidu untuk membuat keputusan mengenai hidup
mereka, misalnya pekerjaan atau sekolah. Pada masa remaja juga, motivasi individu
menentukan sukses atau tidak individu tersebut di masa depan. Motivasi berprestasi sangat
penting dalam pencapaian individual atau sosial. Motivasi berprestasi dimulai dari masa
kecil yang kemudian dipengaruhi oleh pengalaman selanjutnya.
Seorang atlet yang menghadapi pertandingan baik itu nasional maupun internasional
memerlukan rasa percaya diri, bakat, pengalaman, dan juga motivasi untuk berprestasi.
Dengan adanya semua hal tersebut maka individu akan berusaha untuk melakukan atau
mengeluarkan kemampuan yang terbaik. Motivasi untuk berprestasi pada seseorang
mungkin berasal dari diri sendiri maupun berasal dari orang lain. Orang-orang yang
berperan dalam motivasi atlet adalah orang-orang yang berada di sekitarnya, mulai dari
orangtua, saudara, teman, sesama rekan atlet, dan pelatih. Adanya reward yang diberikan
dalam bentuk penghargaan atas apa yang dicapai atlet juga mempengaruhi motivasi atlet.
Mungkin juga disebabkan adanya keinginan untuk melakukan atau mengeluarkan yang
terbaik dari dalam dirinya yang membuat atlet berusaha untuk mencapai suatu hal yang
diinginkannya.
Untuk itulah perlu adanya motivasi berprestasi pada atlet remaja yang berperan dalam
pencapaian kariernya. Atlet yang sejak awal telah memiliki motivasi berprestasi akan
menghasilkan prestasi daripada atlet yang sama sekali tidak memiliki motivasi.
MOTIVASI BERPRESTASI
Motivasi merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin, ”movere” yang artinya
bergerak (Satiadarma, 2000). Alderman (dikutip dalam Satiadarma, 2000), mengatakan
bahwa ”motivasi sebagai suatu kecenderungan untuk berperilaku secara selektif ke suatu
4
arah tertentu yang dikendalikan oleh adanya konsekuensi tertentu, dan perilaku tersebut
akan bertahan sampai sasaran perilaku dapat dicapai” (h. 71). Sifat selektif dalam
berperilaku berarti individu membuat keputusan mengenai tindakannya yang mempunyai
suatu arah tujuan tertentu. Gage dan Berliner (dikutip dalam Djiwandono, 2006)
menyamakan motivasi seperti mesin (intensitas) dan kemudi (direction) sebuah mobil.
Motivasi melibatkan proses di mana energi, langsung, dan tingkah laku didorong. Dapat
disimpulkan motivasi adalah suatu hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu
atau mendapatkan sesuatu. Menurut Maslow (dikutip dalam Gunarsa, 2008), setiap perilaku
manusia didasari sumber yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.
Dimensi motivasi menurut Weinberg dan Gould (dikutip dalam Satiadarma, 2000)
terbagi menjadi tiga, yaitu: (a) dari dalam diri individu, sumber motivasi berasal dari diri
sendiri; (b) lingkungan atau situasional, lingkungan harus memberikan kesempatan bagi
individu untuk mengembangkan motivasinya; dan (c) interaksional, adanya kombinasi
antara faktor pelaku dan faktor lingkungan. Selain ketiga dimensi tersebut dikenal juga
adanya motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan suatu dorongan atau
keinginan kuat yang berasal dari dalam diri seseorang. Jenis motivasi ini merupakan bawaan
atau kepribadian yang ada di dalam diri individu sejak lahir (Gunarsa, 2008). Adisasmito
(2007) mengatakan bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ditimbulkan dari
berbagai sumber yang ada di luar diri, misalnya dengan lingkungan, penonton reward atau
punishment.
Reward dan punishment dapat mempengaruhi motivasi seseorang. Saat seseroang
mendapat imbalan atas keberhasilan yang didapatnya maka hal tersebut akan memacu atlet
untuk berprestasi. Imbalan untuk atlet perlu diperhatikan apakah masih cukup kuat atau
melemah daya tariknya. Hukuman sering digunakan untuk menyadarkan tingkah laku atlet
yang salah. Hukuman-hukuman tertentu, seperti latihan tambahan atau latihan fisik, dapat
berdampak positif pada atlet (Gunarsa, 2008). Dalam Gould dan Weinberg (2007),
disebutkan bahwa motivasi ekstrinsik berasal dari orang lain atau dari luar, dapat bersifat
positif atau negatif.
Menurut Murray (dikutip dalam Gould & Weinberg, 2007), motivasi berprestasi adalah
”a person’s efforts to master a task, achieve exellence, overcome obstacles, perform better
than others, and take pride in exercising talent” (h. 61). Motivasi dapat juga diartikan
sebagai usaha seseorang untuk menguasai tugasnya, mencapai kesuksesan, mengatasi
rintangan, penampilan yang lebih baik dari orang lain, dan mendapatkan penghargaan atas
bakatnya. Gill (dikutip dalam Gould & Weinberg, 2007), menyatakan bahwa ”achievement
5
motivation is a person’s orientation to strive for task success, persist in the face of failure,
and experience pride in accomplishment” (h. 61). Dalam hal ini motivasi berprestasi
diartikan sebagai orientasi individu untuk berusaha mencapai kesuksesan, bertahan saat
gagal, dan mendapatkan penghargaan saat mencapai prestasi. Hal ini disebabkan individu
merasa bangga untuk mampu menyelesaikan tugasnya dengan sebaik mungkin (Satiadarma,
2001).
Satiadarma (2001), menyebutkan ada empat jenis motivasi, yaitu: (a) achievement
motivation, (b) power motivation, (c) effectance motivation, dan (d) self-actualization
motivation. Cox (dikutip dalam Satiadarma, 2000) menyatakan bahwa, dalam diri individu
terdapat kebutuhan untuk berprestasi yang dikenal sebagai achievement motivation. Pada
motivasi ini ada dua orientasi, yaitu ego-oriented dan mastery oriented. Individu yang
berorientasi pada ego cenderung untuk mepersepsi kemenangan berdasarkan kesuksesan
atau kemampuan untuk mengungguli orang lain. Pada mastery oriented atau penguasaan
keterampilan maka individu merasakan kepuasan melalui keterlibatan atau partisipasi dalam
suatu kegiatan. Motivasi untuk berprestasi berbeda dengan kebutuhan untuk berprestasi.
Individu yang mempunyai kebutuhan untuk berprestasi tetapi tidak memiliki motivasi tidak
akan menghasilkan apapun (Satiadarma, 2000).
Power motivation merupakan suatu motivasi yang berorientasi atau bertujuan untuk
menguasai orang lain. Individu dengan motivasi ini akan merasa puas apabila telah memiliki
kekuasaan terhadap orang lain. Motivasi untuk bertindak secara kompeten dalam
menghadapi situasi yang ada merupakan motivasi berdasarkan effectance motivation.
Individu yang mempunyai motivasi ini akan merasa puas apabila mampu menyelesaikan
masalah yang ada dalam suatu situasi dengan sebaik mungkin. Untuk individu yang
memiliki motivasi untuk mengaktualisasi diri disebut memiliki self-actualization motivation
(Satiadarma, 2000). Menurut Maslow (dikutip dalam Santrock, 2008), self-actualization
motivation adalah dorongan yang dimiliki untuk berkembang dengan potensi yang penuh
sebagai manusia.
Menurut Elliot dan Church (dikutip dalam Lahey, 2007) ada tiga elemen penting dalam
motivasi berprestasi. Pertama, menguasai tujuan. Orang yang menguasai tujuan akan
termotivasi secara intrinsik untuk mempelajari informasi yang baru dan menarik. Kedua,
pendekatan pelaksanaan tujuan. Orang yang memiliki pendekatan pelaksanaan tujuan tinggi
bermotivasi untuk melakukan yang terbaik untuk mendapatkan rasa hormat dari orang lain.
Ketiga pendekatan menjauhi tujuan. Orang yang tinggi pada area ini bermotivasi untuk
bekerja keras agar dapat menghindari hasil yang buruk. Ketiga hal tersebut membantu
6
individu untuk sukses dengan hasil akhir yang berbeda-beda. Pada umumnya, individu yang
menguasai tujuan mereka sangat menikmati proses mencapai tujuannya dibandingkan
hasilnya (Lahey, 2007).
Menurut McClelland (dikutip dalam Beck, 2000) motivasi berprestasi adalah dorongan
seseorang untuk sukses atau berhasil dalam kompetisi dengan ukuran keunggulan berupa
prestasi orang lain maupun prestasi sebelumnya. Motivasi berprestasi adalah motif yang
mendorong individu untuk berpacu dengan ukuran keunggulan. Adapun ukuran keunggulan
itu dapat berupa diri sendiri, orang lain, atau kesempurnaan tugas (Beck, 2000).
Prestasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
Menurut Chaplin (1995/1968), prestasi adalah pencapaian yang dicapai oleh seseorang
atau satu tingkatan khusus dari kesuksesan karena telah mempelajari tugas-tugas yang ada
dalam satu bidang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), prestasi adalah hasil
yang telah dicapai seseorang dari yang telah dilakukan. Menurut Adisasmito (20007),
prestasi atlet merupakan kumpulan dari hasil-hasil yang dicapai oleh atlet dalam
melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Prestasi atlet dapat diukur melalui seberapa
sering dia bertanding dan mencatatkan kemenangan. Dapat disimpulkan bahwa pengertian
prestasi adalah suatu hal yang dicapai berdasarkan hal yang dilakukan oleh individu.
Seorang atlet yang berprestasi atau atlet bintang umumnya memiliki beberapa sifat yang
berbeda daripada atlet biasa. Atlet bintang memiliki keberanian untuk mengambil risiko
karena ada kecenderungan untuk menguasai gelanggang (Satiadarma, 2000). Atlet dengan
motivasi berprestasi yang tinggi cenderung untuk memilih aktivitas yang menantang. Atlet
tersebut juga cenderung untuk menghindari tugas yang terlalu mudah karena tidak
mendapatkan kepuasan dari hal tersebut. Selain itu, atlet dengan motivasi berprestasi tinggi
akan melakukan evaluasi terhadap pertandingan mereka. Mereka akan meminta umpan balik
dari pelatih mengenai penampilan mereka (Adisasmito, 2007). Mereka juga cenderung
mencari tantangan karena hal tersebut merupakan motivator tindakan mereka. Mereka
memiliki keinginan untuk berkompetisi dan tampil sebaik mungkin, tidak sekadar menang
atau memperoleh penghargaan atas kemenangannya (Satiadarma, 2000).
Dengan adanya motivasi berprestasi yang tinggi, atlet akan menjalankan program latihan
yang diberikan dengan sungguh-sungguh dan disiplin tinggi (Adisasmito, 2007). Atlet juga
memiliki rasa percaya diri terlihat dari keyakinan untuk memenangkan pertandingan. Ini
terkait dengan upayanya mempertahankan kendali emosi, konsentrasi, dan membuat
keputusan yang tepat, mampu untuk membagi konsentrasi kepada beberapa keadaan
7
sekaligus. Dengan adanya kematangan dalam persiapan, mereka lebih memiliki harapan
untuk sukses. Terakhir, atlet mampu mengatasi tekanan yang dihadapi, baik saat latihan
maupun pertandingan, serta mampu mengendalikan diri saat gagal (Satiadarma, 2000).
Ada tiga faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi atlet, yaitu faktor fisik, teknis,
dan psikologis. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan dalam memunculkan prestasi yang
optimal. Ketiganya merupakan modal untuk seorang atlet menjadi atlet unggul dan
mencapai prestasi puncak dalam bidangnya. Apabila ada salah satu faktor yang tidak
optimal maka prestasi yang dicapai juga tidak optimal (Adisasmito, 2007).
Faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan bentuk tubuh dan kemampuan
atlet. Bentuk tubuh yang ideal berpengaruh terhadap prestasi atlet. Idealnya tinggi badan
seorang atlet adalah 165 cm untuk atlet perempuan dan 170 cm untuk atlet laki-laki. Selain
itu, diperlukan juga fisik yang prima, daya tahan, fleksibilitas, koordinasi gerak, dan
kekuatan, baik itu untuk latihan maupun untuk pertandingan. Bulutangkis merupakan
olahraga dengan berbagai kemampuan dan keterampilan gerak yang rumit, sehingga sangat
diperlukan atlet yang mempunyai kondisi fisik yang baik (Adisasmito, 2007).
Teknik berhubungan dengan keterampilan khusus yang dimiliki atlet dan latihan yang
dilakukan atlet. Dengan latihan yang teratur dan intensif maka keterampilan yang dimiliki
dapat dikembangkan atau dioptimalkan. Teknik dapat mempengaruhi prestasi atlet, sehingga
dengan menguasai teknik bermain yang baik maka prestasi yang dicapai atlet dapat
maksimal. Dalam bulutangkis sangat diperlukan atlet dengan variasi pukulan yang baik
sehingga lawan mengalami kesulitan untuk menebak pukulan-pukulan atlet yang
bersangkutan dan permainan tersebut menjadi lebih menarik. Variasi pukulan yang baik
dihasilkan dari latihan yang ketat (Adisasmito, 2007).
Faktor psikologis merupakan penggerak atau pengarah penampilan atlet. Faktor
psikologis antara lain akal, taktik, motivasi, tekanan, atau hal yang menghambat. Hal yang
menghambat prestasi atlet itu, antara lain kecemasan, ketegangan, hilangnya konsentrasi,
dan tidak percaya diri. Dalam olahraga yang sangat kompetitif seperti bulutangkis, sangat
penting bagi atlet untuk dapat mengendalikan emosinya, sehingga hal tersebut dapat
menjadi motivator bagi atlet untuk berprestasi. Pada umumnya saat belum bertanding, atlet
sering mengalami ketegangan yang memuncak (Adisasmito, 2007). Masalah ketegangan
yang dihadapi oleh atlet sangat penting untuk diatasi sehingga tidak menjadi faktor yang
menyebabkan kegagalan atau penampilan tidak optimal pada atlet (Gunarsa, 2008).
Salah satu faktor penting dalam pembentukan atlet andal adalah faktor bakat. Apabila
seseorang memiliki bakat khusus maka harus ditentukan bagaimana bakat dapat
8
dikembangkan sampai mencapai suatu prestasi tertentu (Gunarsa, 2008). Orangtua yang
mempunyai anak yang berbakat dapat mendukung anak berprestasi dengan cara
menfasilitasi bakat yang dimiliki anaknya. Bakat anak dapat difasilitasi dengan memberikan
atau mencarikan pembinaan yang sesuai dengan bakatnya. Sikap orangtua juga dapat
mempengaruhi perkembangan motivasi berprestasi anaknya (Adisasmito, 2007).
Pelatih sering berinteraksi dengan atlet, karena itulah pelatih mempunyai peluang dan
tanggung jawab yang besar untuk mengoptimalkan motivasi atlet untuk berprestasi
(Adisasmito, 2007). Dalam hubungan atlet dengan pelatih perlu ditekankan adanya
komunikasi yang baik. Dengan adanya komunikasi yang baik dan kasih sayang antara
pelatih dengan atlet dapat meningkatkan motivasi pada diri atlet (Gunarsa, 2000). Pelatih
yang menerapkan hukuman fisik saat atlet melakukan kesalahan memungkinkan atlet
menasosiasikan aktivitas fisik sebagai hukuman. Tambahan porsi latihan bagi sebagian atlet
terasa menyenangkan, bagi sebagian lagi sama sekali tidak berdampak positif. Pelatih yang
memperlakukan atlet tertentu lebih baik akan menimbulkan ketidakkonsistenan dalam
menerapkan aturan yang dapat menyebabkan motivasi atlet menurun (Satiadarma, 2000).
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah motivasi berprestasi atlet
bulutangkis remaja di Pelatnas?.
METODE
Subyek Penelitian
Karakteristik subyek penelitian ini dipilih sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Usia
subyek penelitian antara 16 tahun sampai dengan 20 tahun yang disesuaikan dengan usia
remaja yang ada di Pelatnas (Pemusatan Latihan Nasional). Atlet memiliki prestasi dalam
pertandingan nasional.
Instrumen Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain adalah alat perekam ( tape
recorder), baterai, kaset kosong, pedoman wawancara, alat tulis, informed consent,
komputer, dan printer. Teori atau referensi yang digunakan untuk mengolah data didapatkan
dengan mengumpulkan referensi yang mendukung.
9
Prosedur Penelitian
Penelitian bersifat kualitatif sehingga pengambilan data yang diperlukan dilakukan
secara wawancara. Penelitian ini dilakukan sejak tanggal 20 Desember 2009 hingga 14
April 2010. Jumlah subyek yang diperlukan dalam penelitian ini adalah enam orang, yaitu
tiga laki-laki dan tiga perempuan. Subyek yang didapatkan dalam penelitian ini melalui
kenalan penulis yang memberikan nomor telepon subyek yang diperlukan. Penulis juga
mendapatkan subyek dengan cara menghubungi contact person PBSI. Kemudian penulis
membuat jadwal untuk bertemu dengan atlet di tempat dan waktu yang telah ditentukan.
Hambatan yang dihadapi oleh penulis adalah saat subyek mengikuti pertandingan sehingga
tidak mempunyai waktu untuk wawancara.
HASIL PENELITIAN
Persepsi subyek mengenai prestasi
Pengertian prestasi menurut Chaplin (1995/1968), adalah suatu hal yang diperoleh
seseorang setelah mempelajari tugas-tugas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008),
prestasi adalah hasil yamh dicapai dari apa yang dilakukan oleh individu. Hal ini sesuai
dengan pengertian kelima subyek mengenai prestasi. Menurut mereka prestasi adalah hasil
yang dicapai melalui kerja keras atau sesuatu yang telah mereka lakukan. Subyek kedua
menyatakan bahwa prestasi berarti melakukan hal yang lebih baik dari yang telah dicapai.
Ciri-ciri atlet yang berprestasi
Seorang atlet yang berprestasi umumnya memiliki beberapa sifat yang berbeda dari atlet
biasa. Mereka memiliki keberanian untuk mengambil risiko dan berusaha tampil sebaik
mungkin daripada sekedar menang (Satiadarma, 2000). Atlet dengan motivasi berprestasi
tinggi akan menjalankan program latihan dengan sungguh-sungguh dan disiplin tinggi.
Mereka juga akan melakukan evaluasi terhadap pertandingan mereka serta meminta umpan
balik dari pelatih mengenai penampilan mereka (Adisasmito, 2007).
Keenam subyek dalam penelitian memiliki ciri-ciri atlet yang berprestasi. Pada subyek
pertama terlihat dari adanya keberanian untuk menghadapi siapapun yang dilawan,
melakukan latihan sehari dua kali disertai dengan latihan tambahan, dan pentingnya
tanggapan dari pelatih mengenai hasil pertandingannya. Subyek kedua terlihat dari adanya
target untuk bermain sebaik mungkin dalam pertandingan, pentingnya program latihan,
melakukan evaluasi saat target tidak tercapai, dan adanya kepercayaan bahwa dirinya
10
mampu. Pada subyek ketiga terlihat dari mempunyai target bermain sebaik mungkin dan
melakukan evaluasi diri. Dengan meminta nasehat kepada pelatih saat mengalami kesulitan,
subyek keempat memperlihatkan adanya ciri-ciri atlet berprestasi. Pada subyek kelima
terlihat dari mengikuti program latihan dengan sungguh-sungguh. Subyek keenam terlihat
dari dengan melakukan evaluasi terhadap hasil pertandingan.
Berdasarkan pengertian motivasi berprestasi
Keenam subyek memiliki motivasi berprestasi apabila dilihat dari pengertian motivasi
berprestasi. Hal ini terlihat dari mengikuti pertandingan dengan tujuan mendapatkan
peringkat yang bagus, menjadi lebih baik dari orang lain, berusaha bermain dengan sebaik
mungkin agar tidak menyesal saat kalah, mempunyai target sesuai dengan kemampuannya,
dan adanya rasa puas saat menang dari orang lain. Selain itu terlihat juga mereka
mengorbankan sekolah dikarenakan latihan yang dilakukan sehari-hari serta terlihat bahwa
prestasi di dunia bulutangkis lebih baik daripada di sekolah.
Motivasi intrinsik dan ekstrinsik
Motivasi intrinsik merupakan suatu dorongan atau keinginan kuat yang berasal dari
dalam diri seseorang. Motivasi ini mungkin berasal dari bawaan atau sejak lahir (Gunarsa,
2008). Pada subyek pertama, kedua, kelima, dan keenam menyatakan bahwa dalam
bulutangkis yang paling penting adalah adanya kemauan. Kemauan diri penting agar dapat
berlatih tanpa terpengaruh orang lain, untuk tetap semangat, dan untuk menjadi lebih baik.
Pada subyek ketiga yang palin penting adalah adanya pola permainan. Pada subyek keempat
adalah adanya rasa ingin juara.
Adisasmito (2007) mengatakan bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang
ditimbulkan dari berbagai sumber yang ada di luar diri, misalnya dengan lingkungan,
penonton, reward, atau punishment. Menurut keenam subyek dalam penelitian penting
untuk berada dalam Pelatnas. Pada subyek pertama dengan berada di Pelatnas merupakan
awal menjadi pemain dunia. Subyek kedua, ketiga, keempat, dan keenam dengan berada di
Pelatnas berarti mengikuti pertandingan-pertandingan yang lebih baik. Subyek ketiga juga
menambahkan dengan berada di Pelatnas latihan yang diikuti lebih keras. Pada subyek
kedua, keempat, dan kelima menyatakan keberadaan penonton penting untuk
membangkitkan semangat dan menunjukkan kemampuan.
Menurut subyek pertama, kedua, dan ketiga dalam pertandingan yang paling penting
adalah prestasi yang didapat, siapa yang dihadapi, atau pengalaman yang didapat. Pada
11
subyek keempat, kelima, dan keenam bonus dalam pertandingan penting untuk membantu
keluarga mereka dan kehidupan sehari-hari. Subyek pertama menyatakan tidak pernah
mengalami hukuman. Subyek kedua menyatakan saat dihukum akan merasa kesal tetapi
berusaha untuk mencapai target. Pada subyek ketiga, keempat, dan kelima tergantung pada
kondisi bagaimana dihukum dan apa hukumannya. Hukuman yang diberikan saat atlet
sedang lelah atau penyitaan barang pribadi dapat menurunkan semangat. Pada subyek
keenam ada rasa kesal saat dihukum sehingga berusa untuk menghindari hukuman dengan
tidak berbuat kesalahan yang sama.
Ego oriented versus mastery oriented
Menurut Cox (dikutip dalam satiadarma, 2000) motivasi berprestasi terbagi menjadi (a)
ego oriented, di mana individu mempersepsi kemenangan berdasarkan kesuksesan atau
kemampuan untuk mengungguli orang lain; dan (b) mastery oriented, yaitu ketika individu
merasakan kepuasan dengan keterlibatan atau partisipasi dalam suatu kegiatan. Subyek
kedua, kelima dan keenam memiliki ego oriented. Pada subyek kedua terlihat dari
mengikuti pertandingan karena ingin menjadi juara. Subyek kelima ego oriented karena
mempunyai keinginan untuk menjadi lebih baik dan juga mencapai target yang ditetapkan.
Pada subyek keenam terlihat dari mengikuti pertandingan untuk menjadi lebih baik.
Keenam subyek dalam penelitian ini mempunyai mastery oriented. Pada subyek pertama
adanya keinginan untuk bertanding karena tanpa bertanding dia akan merasa malas untuk
latihan. Pada subyek kedua terlihat dari bertanding karena ingin mengetahui bagaimana
rasanya bertanding. Subyek ketiga bertanding karena ingin mendapatkan pengalaman dan
prestasi. Subyek keempat mengikuti pertandingan karena didorong oleh alasan bahwa
bertanding hanya terjadi satu kali dan tidak dapat diulang kembali. Subyek kelima
bertanding karena ingin bertemu dengan orang-orang baru dan untuk mengukur sejauh mana
kemampuannya. Subyek keenam karena dalam bertanding selalu berusaha untuk menikmati
pertandingan itu sendiri.
Elemen berprestasi menurut Elliot dan Chruch
Menurut Elliot dan Church (dikutip dalam Lahey, 2007) ada tiga elemen penting dalam
motivasi berprestasi: (a) menguasai tujuan, yaitu termotivasi secara intrinsik untuk
mempelajari informasi yang baru dan menarik; (b) pendekatan pelaksanaan tujuan, yaitu
bermotivasi untuk melakukan yang terbaik untuk mendapatkan rasa hormat dari orang lain;
(c) pendekatan menjauhi tujuan, yaitu bermotivasi untuk bekerja keras agar dapat
12
menghindari hasil yang buruk (Lahey, 2007). Keenam subyek dalam penelitian ini memiliki
elemen motivasi berprestasi Elliot dan Church.
Subyek pertama sesuai dengan menguasai tujuan karena bertanding dengan tujuan untuk
mencari tahu dimana kekurangannya. Pendekatan pelaksanaan tujuan karena mengikuti
pertandingan dilihat dari seberapa penting pertandingan itu. Pada subyek kedua menguasai
tujuan karena bertanding untuk mendapatkan pengalaman. Subyek ketiga menguasai tujuan
karena adanya keinginan untuk melakukan evaluasi saat target tidak tercapai dan merasa
pertandingan penting untuk mencari pengalaman.
Subyek keempat memiliki ketiga elemen motivasi berprestasi yang terlihat dari adanya
keinginan untuk belajar dari kesalahan yang dilakukannya, menjadi lebih termotivasi saat
direndahkan, dan melakukan latihan tambahan agar dapat menyamakan kemampuannya
dengan atlet lain. Subyek kelima termasuk pendekatan menguasai tujuan karena ingin
mengetahui perkembangannya dengan cara mengikuti pertandingan. Menjauhi tujuan karena
memilih untuk bermain di tunggal agar tidak terlibat dalam salah paham yang mungkin
terjadi pada pasangan ganda. Subyek keenam termasuk yang memiliki ketiga elemen.
Menguasai tujuan karena mengikuti pertandingan untuk menambah pengalaman dan
melakukan evaluasi saat target tidak tercapai. Pendekatan pelaksanaan tujuan yang terlihat
dari adanya keinginan untuk membuktikan bahwa dirinya bisa menjadi lebih baik.
Pendekatan menjauhi tujuan karena adanya keinginan untuk menang baik siapapun
lawannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi atlet
Ada tiga faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi atlet, yaitu faktor fisik, teknis,
dan psikologis. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan dalam memunculkan prestasi yang
optimal (Adisasmito, 2007). Salah satu faktor penting dalam pembentukan atlet andal adalah
faktor bakat (Gunarsa, 2008). Orangtua yang mempunyai anak yang berbakat dapat
mendukung anak berprestasi dengan cara menfasilitasi bakat yang dimiliki anaknya. Sikap
orangtua juga dapat mempengaruhi perkembangan motivasi berprestasi anaknya. Pelatih
juga mempunyai peluang dan tanggung jawab yang besar untuk mengoptimalkan motivasi
atlet untuk berprestasi karena pelatih sering berinteraksi dengan atlet (Adisasmito, 2007).
Keenam subyek dalam penelitian ini menyatakan mempunyai kelebihan dan kekurangan
dalam aspek teknik, fisik, dan psikologis. Pada subyek pertama kelebihannya dalam aspek
teknik adalah pada bola depan atau netting yang bagus. Subyek kedua adalah penguasaan
lapangan bagian kanan, pukulan, dan penempatan bola. Subyek ketiga pada power. Pada
13
subyek keempat adalah pukulan yang bagus. Subyek kelima merasa kelebihannya adalah
pada netnya. Subyek keenam merasa kelebihannya terletak pada smash dan block.
Kekurangan subyek pertama pada teknik adalah power dari pukulannya. Pada subyek kedua
adalah penguasaan lapangan bagian kiri dan pertahanan. Subyek ketiga pada penempatan
bola dan pertahanan. Pada subyek keempat kepada bola tanggung yang akhirnya merugikan
dirinya. Subyek kelima pada tidak terlalu bagus pada bola depan. Subyek keenam
menyatakan kekurangannya adalah pertahanan yang kurang.
Kelebihan keenam subyek dalam fisik adalah terletak pada tinggi badan yang telah sesuai
untuk pemain bulutangkis. Subyek pertama dan kedua juga menambahkan bahwa mereka
memiliki daya tahan fisik yang bagus. Kekurangan subyek pertama dalam fisik adalah
dalam kecepatan. Pada subyek kedua terletak pada tidak cepat menyesuaikan kondisi fisik
dengan lingkungan. Subyek ketiga menyatakan kekurangannya adalah kurangnya
kelincahan. Pada subyek keempat tidak bisa berlari di mesin treadmile. Subyek kelima
kekurangannya adalah sprint. Pada subyek keenam adalah pada fitness.
Keenam subyek dalam penelitian ini mempunyai kelebihan karena masing-masing
memiliki cara untuk mengatasi ketegangan yang dialami saat akan bertanding. Subyek
pertama juga menambahkan kelebihannya dalam psikologis adalah kemampuannya untuk
fokus untuk mengingat cara bermain lawannya dan berfokus untuk melawannya. Pada
subyek pertama kekurangannya dalam aspek mental adalah adanya rasa enggan yang
muncul saat ketinggalan poin. Subyek kedua dan keempat menyatakan suka melakukan
kesalahan-kesalahan sendiri saat situasi kritis. Subyek ketiga dan kelima menyatakan akan
merasa tertekan dan tegang saat tertinggal poin. Pada subyek keenam kekurangannya adalah
pada saat hilang konsentrasi dia tidak tahu bagaimana cara mengembalikannya.
Keenam subyek dalam penelitian ini menyatakan orangtua sangat mendukung mereka.
Orangtua membantu dalam biaya dan memberi semangat secara verbal. Subyek pertama,
ketiga, keempat, dan kelima menyatakan kehadiran orangtua saat mereka bertanding sangat
penting. Akan tetapi apabila saat dalam keadaan kritis akan membuat mereka tambah
tegang. Subyek kedua dan keenam menyatakan yang penting adalah dukungan dan doa dari
orangtua. Keenam subyek penelitian ini juga menyatakan bahwa kehadiran pelatih penting
bagi mereka karena pelatih yang paling mengetahui apa yang menjadi kelebihan dan
kekurangan mereka. Pada subyek kedua kehadiran pelatih yang memperlakukan atlet lain
lebih baik membuatnya tidak bisa menceritakan apa yang tidak disukainya. Hal ini
mempengaruhi permainannya dalam pertandingan.
14
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Kesimpulan
Empat subyek dalam penelitian ini menyatakan kemauan diri yang paling penting dalam
dunia bulutangkis. Dua lainnya menyatakan yang penting adalah adanya pola permainan
dan rasa ingin juara. Keenam subyek penelitian ini juga menyatakan keberadaan Pelatnas
dapat mendukung mereka menjadi atlet yang lebih baik. Tiga dari enam subyek penelitian
menyatakan kehadiran penonton penting dalam pertandingan. Menurut tiga dari enam
subyek penelitian bonus yang didapatkan saat menang penting untuk membantu orangtua
dan untuk kehidupan sehari-hari. Tiga lainnya menyatakan yang penting adalah prestasi,
siapa yang menjadi lawan, dan pengalaman yang didapatkan. Faktor teknik, fisik, mental,
orangtua, dan pelatih berprengaruh terhadap prestasi keenam subyek penelitian ini.
Diskusi
Dalam teori evaluasi kognitif dinyatakan bahwa dalam motivasi terdapat motivasi
intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik lebih bertahan dibandingkan dengan motivasi
ekstrinsik (Gunarsa, 2008). Keenam subyek dalam penelitian memiliki motivasi intrinsik
dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah suatu dorongan yang berasal dari dalam diri
individu (Gunarsa, 2008). Motivasi intrinsik dapat berasal dari dalam diri individu sendiri
seperti pada keenam subyek peneltian. Pada empat dari enam subyek penelitian ini adalah
adanya kemauan diri sendiri untuknya menjadi lebih baik dalam bulutangkis. Dua subyek
lainnya menyatakan adanya pola permaian dan rasa ingin juara. Terlihat bahwa atlet yang
menyatakan pentingnya kemauan diri dalam bulutangkis menunjukkan prestasi yang lebih
baik dibandingkan dengan lainnya.
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar yang dapat bersifat positif atau
negatif atau berasal dari orang lain (Gould & Weinberg, 2007). Adisasmito (2007),
menyatakan motivasi ekstrinsik ditimbulkan dari hal-hal yang berasal dari luar diri seperti
reward atau punishment. Dengan adanya suatu lingkungan untuk mengembangkan bakat
yang dimiliki atlet maka hal tersebut dapat mendukung atlet menjadi lebih baik. Seperti
yang dialami oleh keenam subyek yang berada dalam Pelatnas untuk menjadi atlet yang
lebih baik. Pada tiga subyek hadiah yang didapatkan dari pertandingan penting untuk
kehidupan yang lebih baik.
15
Hukuman sendiri dapat meningkatkan keinginan atlet untuk menjadi lebih baik akan
tetapi hal itu dapat berpengaruh negatif apabila hukuman yang diberikan tidak sesuai.
Seperti pada subyek keenam yang menyatakan apabila dihukum karena target tidak tercapai
maka akan merasa kesal. Untuk menghilangkan rasa kesal maka akan melakukan latihan
sebaik mungkin. Hal ini menyebabkan atlet tidak dapat menikmati latihan yang dilakukan.
Pada tiga subyek lainnya berbeda, semakin semangat atau menurunnya semangat tergantung
pada hukuman yang diberikan oleh pelatih. Untuk kedua saat dihukum maka dia akan lebih
bersemangat lagi agar targetnya tercapai. Subyek pertama merupakan satu-satunya atlet
yang tidak pernah dihukum. Pelatih perlu memperhatikan hukuman yang diberikan saat atlet
melakukan kesalahan sehingga tidak menurunkan semangat atlet.
Atlet bintang memiliki keberanian mengambil risiko dan berusaha untuk tampil sebaik
mungkin (Satiadarma, 2000). Selain itu, mereka akan melakukan latihan dengan sungguh-
sungguh dan meminta feedback dari pelatih (Adisasmito, 2007). Ciri-ciri tersebut dimiliki
oleh keenam subyek dalam penelitian ini. Prestasi atlet juga dipengaruhi oleh orangtua,
pelatih, faktor-faktor teknik, fisik, dan mental (Adisasmito, 2007). Keenam subyek dalam
penelitian ini menyatakan orangtua mereka sangat berperan dalam karier mereka karena
sejak awal telah mendukung mereka dalam bulutangkis. Bagi keenam subyek kehadiran
pelatih sangat penting dalam pertandingan untuk membantu mereka melakukan evaluasi
mengenai kelebihan dan kekurangan mereka. Hal itu yang membuat keenam subyek
mengetahui semua kelebihan dan kekurangan mereka baik dalam segi mental, teknik,
maupun fisik. Selain itu, perlu diperhatikan pelatih yang tidak memperlakukan atletnya
dengan sama. Hal tersebut dapat menimbulkan kurang baiknya komunikasi antara atlet
dengan pelatih.
Saran
Berdasarkan penelitian ini penulis menyarankan untuk melakukan penelitian yang
difokuskan pada atlet dewasa. Dapat juga dilakukan penelitian terhadap pola pengasuhan
orangtua atau pelatih yang berperan dalam memotivasi atlet agar berprestasi. Penulis juga
menyarankan untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai peran hubungan
pasangan pada atlet yang bermain secara berpasangan atau dalam tim. Pada atlet ganda
disarankan untuk lebih membina komunikasi dengan pasangannya. Untuk semua atlet
penulis menyarankan pentingnya memberitahukan keinginannya kepada orangtua, pelatih,
keluarga, dan teman-temannya. Bagi orangtua penulis menyarankan untuk selalu
mendukung minat yang ditunjukkan oleh anak. Untuk pelatih penulis menyarankan untuk
16
lebih memperhatikan hukuman yang diberikan sert menjelaskan alasan pemberian hukuman
tersebut. Baik pelatih maupun pengurus juga diharapkan tidak membedakan satu atlet
dengan atlet lain sehingga tidak menimbulkan rasa iri. Penulis menyarankan agar pengurus
memberikan kesempatan yang lebih banyak bagi atlet untuk bertanding.
Daftar Pustaka
Adisasmito, L. S. (2007). Mental juara modal atlet berprestasi. Jakarta: RajaGrafindo
Perasada.
Beck, R. C. (2000). Motivation: Theories and principles (4th edition). New Jersey: Prentice-
Hall.
Chaplin, J. P. (Ed.). (1995). Kamus lengkap psikologi (K. Kartono, Penerj.). Jakarta:
RajaGrafindo Persada. (Karya asli dipublikasikan 1968).
Djiwandono, S. E. W. (2006). Psikologi pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Gould, D., & Weinberg, R. S. (2007). Foundations of sport and exercive psychology (4th
edition). Champaign, IL: Human Kinetics.
Gunarsa, S. D. (2000). Psikologi olahraga dan penerapannya untuk bulutangkis. Jakarta:
Universitas Tarumanagara.
Gunarsa, S. D. (2008). Psikologi olahraga prestasi. Jakarta: Gunung Mulia.
Kurniawan. (2009, Juni). Pebulutangkis Kalsel mana?. Diunduh 11 September 2009, dari
http://202.146.4.120/read/artikel/15750.
Lahey, B. B. (2007). Psychology: An introduction (9th edition). New York: McGraw-Hill.
PB Djarum Bina Pemain Bulu Tangkis Usia Dini. Diunduh 29 September 2009, dari
http://www.mediaindonesia.com/read/2009/06/06/82702/5/3/PB_Djarum_Bina_Pe
main_Bulu_Tangkis_Usia_Dini .
Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Indonesia (2007). Sistem rangking PBSI. Diambil
September 29, 2009, dari www.pb-pbsi.org .
Santrock, J. W. (2008). Educational psychology (3rd edition). New York: McGraw-Hill.
Satiadarma, M. P. (2000). Dasar-dasar psikologi olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Satiadarma, M. P. (2001). Paradigma motivasi: Sebuah pertimbangan untuk program
pembinaan dan pengembangan motivasi atlet dalam upaya meningkatkan prestasi
olahraga nasional. ARKHE. 1, 1-6.
17
Sudarwarti, L. (2006). Hubungan self-efficacy dan motivasi berprestasi terhadap prestasi
atlet pelatnas Cipayung. Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.
Sugono, D. (Ed.). (2008). Kamus besar bahasa Indonesia pusat bahasa (edisi ke-4). Jakarta:
Gramedia Pustaka.
Susilowati, P. (2008, Juni). Membangun kesiapan mental pada atlet. Diunduh 24 Juni 2009,
dari http://www.e-psikologi.com.
Wigfield, A., & Wagner, A., L. (2005). Competence, motivation, and identity development
during adolescence. In A. J. Elliot, & C. S. Dweck (Eds.), Handbook of competence
and motivation (pp. 222-239). New York: The Guilford Press.
18