Upload
-
View
189
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
TK-3004 Laboratorium Operasi Teknik Kimia
Semester II-2010/2011
Modul BAK
PEMBAKARAN
LAPORAN SINGKAT
Disusun oleh:
Kelompok B.01.2.40
Azka Azkiya Choliq (13008048)
Vincentius Dito Krista Holanda (13008064)
Pembimbing:
Dr. Tirto Prakoso
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2011
ABSTRAK
Pembakaran adalah peristiwa bertemunya bahan bakar dengan senyawa oksidan berupa
udara yang terjadi secara eksotermal dan disertai dengan pelepasan energi berupa panas dan
konversi senyawa kimia. Bahan bakar yang biasanya digunakan adalah senyawa organik
seperti hidrokarbon. Tujuan umum percobaan pembakaran adalah mendapatkan pengetahuan
tentang proses pembakaran dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tujuan khusus
percobaan pembakaran adalah mengetahui pengaruh laju alir udara dan bahan bakar
terhadap efisiensi pembakaran, panas yang hilang, panas yang terbawa gas buang serta
pengaruh perubahan temperatur air terhadap efisiensi pembakaran. Sasaran percobaan
modul pembakaran adalah melakukan pengamatan visual terhadap kondisi flame dalam
tungku pembakaran, mengetahui pengaruh faktor laju alir bahan bakar dan udara terhadap
proses pembakaran, serta mampu menyusun neraca energi pada percobaan pembakaran.
Percobaan pembakaran ini dilakukan dengan menggunakan variasikan laju alir LPG dan Udara
sebanyak 6 macam. Laju alir LPG yang digunakan adalah 1,2; 1,4; 1,6; 1,8; 2,0; 2,2 g/s.
Sedangkan laju alir udara yang digunakan adalah 65, 75, 90, 100, 115, dan 120 kg/h.
Percobaan pembakaran ini dilakukan pada temperatur dan tekanan sebesar 25,5 ± 0,5 °C dan
693,85 ± 0,43 mmHg.
Hasil percobaan pembakaran kali ini menunjukkan bahwa efisiensi pembakaran tertinngi
dicapai dengan menggunakan laju alir udara dan gas berturut-urut sebesar 75 kg/h dan 1,4
g/s. efisiensi terendah diberikan oleh laju udara dan gas sebesar 115 kg/h dan 1,2 g/s. udara
berlebih juga memengaruhi efisiensi pembakaran. Pada percobaan kali ini, efisiensi tertinggi
diperoleh ketika nilai persen udara berlebih kurang dari 5% dengan laju alir udara sebesar 1,4
g/s. Laju alir udara juga berpengaruh terhadap bersarnya panas yang terbuang karena terbawa
aliran gas buang. Percobaan kali ini menunjukkan hubungan laju alir udara yang sebanding
dengan persen panas yang terbawa gas buang. Semakin besar laju alir udara, semakin besar
pula panas yang terbawa gas buang.
Kata kunci: pembakaran, efisiensi, panas, udara berlebih, laju alir udara.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Pernyataan Masalah
Pembakaran merupakan suatu reaksi kimia eksotermal antara bahan bakar dan
oksigen dalam udara untuk menghasilkan energi panas, cahaya, dan konversi kimia.
Pembakaran merupakan salah satu proses yang penting dalam industri kimia karena panas
yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai energi untuk menjalankan proses-proses kimia
lain, seperti penggerak boiler, pemanas turbin uap, pengeringan, dll. Untuk itu, diharapkan
proses pembakaran menghasilkan energi panas yang seefisien mungkin tanpa banyak kalor
yang hilang atau bahan bakar yang tidak terbakar sempurna. Perancangan reaksi pembakaran
memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang perbandingan laju alir udara dan bahan
bakar yang optimal sesuai stoikiometri reaksi.
Untuk mencapai pembakaran sempurna, dibutuhkan jumlah oksigen yang sesuai
dengan stoikiometri reaksi sehingga laju alir udara diatur sedemikian. Namun, di dunia nyata
hal ini sangat susah untuk dijaga karena keterbatasan desain alat pembakaran. Udara yang
masuk tidak semuanya tercampur sempurna dengan bahan bakar sehingga akan ada yang
tidak terbakar. Untuk itu, laju alir udara dibuat lebih banyak untuk memasukkan excess air.
Asumsi yang dipakai dalam percobaan kali ini adalah rekasi pembakaran berjalan sempurna.
Bahan bakar yang terbakar sempurna akan melepaskan sejumlah kalor yang dinamakan kalor
pembakaran. Akan terdapat juga kalor yang terbuang ke lingkungan karena dinding alat
pembakaran tidak terisolasi sempurna dari lingkungan. Efisiensi pembakaran didefinisikan
sebagai persen kalor yang digunakan terhadap kalor pembakaran.
1.2.Ruang Lingkup Percobaan
Percobaan ini menggunakan bahan bakar LPG Pertamina dengan komposisi 30%
propana dan 70% butana. Sebenarnya terdapat juga pentana di dalam tabung tapi
kandungannya sangat kecil sehingga bisa diasumsikan bahwa komposisi bahan bakar hanya
terdiri dari propana dan butana.
Percobaan ini mengukur 6 variasi laju alir gas bahan bakar dengan masing-masing laju
alir gas menggunakan 6 variasi laju alir udara sehingga total dilakukan 36 kali run. Setiap run
dilakukan dengan laju alir air pendingin konstan, yaitu 220 gram/detik. Efisiensi percobaan
dilakukan dengan mengukur temperatur gas buang (radiasi dan nonradiasi), temperatur air
pendingin keluaran, dan temperatur dinding alat pembakaran. Alat ukur yang digunakan
merupakan rotameter untuk mengukur laju alir air pendingin dan laju alir gas, air mass flow
meter untuk mengukur laju alir udara, termometer untuk mengukur temperatur dinding alat
pembakaran, dan termokopel untuk mengukur temperatur gas buang.
1.3.Tujuan Percobaan
Percobaan reaksi pembakaran ini bertujuan untuk:
1. Menentukan hubungan laju alir gas bahan bakar dan udara dengan efisiensi pembakaran.
2. Menentukan hubungan udara berlebih dengan efisiensi pembakaran.
3. Menentukan hubungan laju alir udara dengan banyaknya kalor yang terbawa oleh gas
buang.
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1. Alat dan Bahan
2.1.1. Alat
1. Unit pembakaran
2. Tabung LPG
3. Termometer
4. Termokopel
5. Stopwatch
6. Gelas ukur 1000 mL
2.1.2. Bahan
1. Bahan bakar LPG (30% propane dan 70% butane)
2. Air keran
2.2. Kalibrasi Rotameter
Rotameter digunakan untuk mengukur laju alir air pendingin. Untuk kalibrasi alat
tersebut, selang untuk input air pendingin dihubungkan dengan keran. Keran dibuka penuh
untuk mengalirkan air melewati rotameter. Skala rotameter dibaca dari pelampung yang
memiliki luas permukaan paling besar, yaitu di bagian atas peluru. Skala dibuat tetap,
kemudian volume air keluaran ditampung dengan gelas ukur untuk waktu tertentu. Dilakukan
variasi skala rotameter dari 120-300 gram/detik dengan kelipatan 20, kemudian diregresi linier
untuk mendapatkan persamaan kalibrasi rotameter.
2.3. Start Up Unit Pembakaran
Unit pembakaran dibawa keluar ruangan karena temperatur gas buang dapat mencapai
6000 C sehingga harus dibuang ke udara bebas. Sumber air pendingin berasal dari keran Lab
OTK dan sumber listrik berasal dari Lab Pilot. Air pendingin dialirkan melalui rotameter dan
diatur dengan valve yang tersambung. Selang keluaran air pendingin dihubungkan dengan
selokan. Main Switch dinyalakan, kemudian udara dialirkan masuk ke unit pembakaran
menggunakan kompresor dengan menekan tombol Start. Laju alir udara diatur dengan valve
yang tersambung dengan air mass flow meter. Selang tabung LPG disambungkan dengan
regulator pada unit pembakaran dan pressure valve dari tabung dibuka. Gas LPG dialirkan
dengan membuka valve yang tersambung dengan rotameter laju alir gas. Setelah laju alir air
pendingin, gas, dan udara cukup besar, tombol Ignition ditekan untuk menyalakan reaksi
pembakaran. Setelah temperatur gas buang yang dilihat pada skala termokopel mencapai
kestabilan, pengukuran dapat dimulai. Seiring dengan percobaan, tabung LPG disiram dengan
air keluaran yang bersuhu tinggi untuk memanaskan tabung karena sebagian gas LPG
membeku.
2.4. Pengambilan Data
Laju alir air pendingin dibuat konstan dengan skala rotameter sebesar 220 gram/detik.
Dibuat 6 variasi laju alir bahan bakar, yaitu 2,2; 2,0; 1,8; 1,6; 1,4; dan 1,2 gram/detik, dimulai
dari laju alir gas yang paling tinggi. Untuk setiap laju alir bahan bakar, divariasikan laju alir
udara sebanyak 6 kali, yaitu 65, 75, 90, 100, 115, dan 120 kilogram/jam. Total run sebanyak 36
kali.
Untuk setiap run, dilakukan pengukuran temperatur pada tiga titik dinding unit
pembakaran dan melalui termokopel. Temperatur yang diukur dengan termokopel terdiri dari
temperatur gas buang radiasi dan nonradiasi. Temperatur air keluaran dapat dilihat secara
langsung pada skala unit pembakaran.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengaruh Laju Alir Udara dan LPG terhadap Efisiensi Pembakaran
Grafik 3.1 menunjukkan plot pengaluran data laju alir udara terhadap efisiensi
pembakaran. Terdapat 6 variasi laju alir udara, yaitu 65, 75, 90, 100, 115, dan 120 kg/jam.
50 60 70 80 90 100 110 120 1302526272829303132333435
Pengaruh Laju Alir Udara (kg/h) terhadap % Effisiensi
LPG 1,2 g/sLPG 1,4 g/sLPG 1,6 g/sLPG 1,8 g/sLPG 2,0 g/sLPG 2,2 g/s
Gambar 3.1 Hubungan laju alir udara terhadap efisiensi pembakaran
Dari gambar, terlihat bahwa laju alir udara sebesar 75 kg/h memberikan efisiensi
pembakaran paling tinggi. Efisiensi paling tinggi sebesar 34% dicapai pada laju alir udara
sebesar 75 kg/h baik pada laju alir gas 1,4 g/s dan 1,8 g/s. Efisiensi paling rendah sebesar 25%
terjadi pada laju alir udara sebesar 115 kg/h dengan laju alir gas 1,2 g/s. Di bawah 75 kg/h, laju
alir udara tidak mencukupi kebutuhan pembakaran gas secara sempurna sehingga masih ada
bahan bakar yang tidak bereaksi. Panas yang dihasilkan menjadi tidak maksimal. Laju alir udara
yang semakin besar juga akan menurunkan efisiensi karena panas yang terbawa aliran udara
dan ikut terbuang bersama exhaust gas akan semakin besar. Panas tersebut akan lebih dahulu
diserap oleh exhaust gas tanpa sempat digunakan untuk memanaskan air. Kapasitas panas
yang dapat diserap oleh udara dinyatakan dalam Cp.
Pengecualian terdapat pada laju alir gas sebesar 2,2 g/s dan 2,0 g/s dengan pola yang
menunjukkan pertambahan efisiensi seiring dengan meningkatnya laju alir udara. Hal ini
disebabkan pada saat laju alir gas sangat tinggi, jumlah udara yang dibutuhkan untuk
pembakaran bahan bakar secara sempurna juga semakin meningkat sehingga laju alir udara
harus semakin tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan puncak efisiensi yang terletak pada laju alir
udara 90 kg/h. Laju alir udara yang lebih besar dari ini berakibat pada menurunnya efisiensi.
Faktor lain yang berpengaruh adalah kondisi alat masih dalam keadaan start-up sehingga
reaksi pembakaran belum berjalan dengan baik. Percobaan dimulai dari laju alir gas yang
paling tinggi, 2,2 g/s, ke laju alir gas yang paling rendah, 1,2 g/s.
Gambar 3.2 menunjukkan plot data laju alir LPG terhadap efisiensi pembakaran. Laju alir
LPG yang digunakan adalah 1,2; 1,4; 1,6; 1,8; 2,0; dan 2,2 g/s.
1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.42526272829303132333435
Pengaruh laju alir LPG (g/s) terhadap % Efisiensi Pembakaran
ud 65 kg/hud 75 kg/hud 90 kg/hud 100 kg/hud 115 kg/hud 120 kg/h
Gambar 3.2 Hubungan laju alir LPG terhadap efisensi pembakaran
Grafik ini memperkuat analisis yang telah diambil sebelumnya, yaitu untuk laju alir LPG di
bawah 2,0 g/s, laju alir udara sebesar 75 kg/h memberikan efisiensi tertinggi. Namun, untuk
laju alir LPG yang besar, 2,2 g/s, dibutuhkan udara yang lebih banyak untuk mencapai reaksi
pembakaran sempurna. Hal ini ditunjukkan dengan efisiensi tertinggi yang diberikan oleh laju
alir udara 90 kg/h.
Dari gambar 3.1 dan 3.2 dapat disimpulkan bahwa reaksi pembakaran yang paling efisien
dicapai dengan laju alir udara sebesar 75 kg/h dan laju alir LPG sebesar 1,4 g/s. Hal ini
menunjukkan pembakaran berlangsung sempurna. Reaksi pembakaran yang paling tidak
efisien diberikan oleh laju alir udara 115 kg/h dan laju alir LPG sebesar 1,2 g/s. hal ini
menunjukkan aliran udara yang berlebih membawa sebagian besar panas keluar bersama
exhaust gas.
3.2. Pengaruh Excess Air terhadap Efisiensi Pembakaran
Gambar 3.3 menunjukkan plot data kelebihan udara terhadap efisiensi pembakaran.
Grafik ini digunakan untuk menentukan efisiensi tungku ketika diberikan jumlah udara yang
berlebih.
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.0020.000
22.000
24.000
26.000
28.000
30.000
32.000
34.000
36.000
Pengaruh % Udara Berlebih terhadap Efisiensi
LPG 1,2 g/sLPG 1,4 g/sLPG 1,6 g/sLPG 1,8 g/sLPG 2,0 g/sLPG 2,2 g/s
Gambar 3.3 Hubungan udara berlebih terhadap efisiensi pembakaran
Secara teoritik, reaksi pembakaran akan berlangsung optimal dengan excess air sebesar 5-
10%. Hal ini dibuktikan dengan grafik 3.3. Pada jumlah excess air di bawah 15%, efisiensi
pembakaran mencapai puncaknya. Bahkan pada laju alir LPG 1,4; 1,6; dan 2,2 g/s, excess air di
bawah 5% memberikan efisiensi yang paling besar. Secara umum, semakin besar jumlah udara
berlebih, efisiensi pembakaran semakin turun. Hal ini disebabkan apabila jumlah udara terlalu
banyak, panas yang diserap aliran udara dan dibawa keluar oleh exhaust gas sebelum sempat
digunakan untuk memanaskan air akan semakin banyak pula sehingga efisiensi alat semakin
sedikit.
Beberapa fluktuasi efisiensi pada jumlah udara berlebih yang tinggi dapat diabaikan
karena hal tersebut tidak mempengaruhi trend awal peningkatan efisiensi dengan excess air di
bawah 15%. Hal yang lebih penting adalah puncak-puncak efisiensi tertinggi pada jumlah
excess air tertentu.
3.3. Pengaruh Laju Alir Udara terhadap Kalor Gas Buang
Gambar 3.4 dan 3.5 menunjukkan hubungan laju alir udara terhadap persen panas gas
buang radiasi dan nonradiasi dari panas yang masuk. Secara teoritik, semakin besar laju alir
udara, semakin besar panas yang terbawa keluar oleh exhaust gas sebagai perbandingan
terhadap panas yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran. Hal ini tidak dikehendaki karena akan
semakin banyak panas yang tidak digunakan untuk meningkatkan suhu air.
50 60 70 80 90 100 110 120 13020
25
30
35
40
45
50
55
60
Pengaruh Laju Alir Udara (kg/h) terhadap % Q Fluegas Radiasi
LPG 1,2 g/sLPG 1,4 g/sLPG 1,6 g/sLPG 1,8 g/sLPG 2,0 g/sLPG 2,2 g/s
Gambar 3.4Hubungan laju alir udara terhadap % Q flue gas radiasi
50 60 70 80 90 100 110 120 13010
15
20
25
30
35
Pengaruh Laju Alir Udara (kg/h) terhadap % Q fluegas non Radiasi
LPG 1,2 g/sLPG 1,4 g/sLPG 1,6 g/sLPG 1,8 g/sLPG 2,0 g/sLPG 2,2 g/s
Gambar 3.5 Hubungan laju alir udara terhadap % Q flue gas nonradiasi
Pada gambar 3.4, semakin besar laju alir udara, semakin kecil kalor flue gas radiasi yang
terbentuk. Hal ini tidak sesuai dengan teori karena seharusnya kalor gas buang radiasi
meningkat. Penyebabnya adalah pada saat mengukur temperatur gas buang radiasi,
termokopel telah dipindah ke bagian gas buang nonradiasi sebelum skala pada display telah
stabil. Grafik yang lebih cocok untuk referensi adalah gambar 3.5 di mana semakin besar laju
alir udara, semakin besar kalor gas buang nonradiasi di setiap laju alir LPG. Hal ini sesuai
dengan teori, karena semakin besar udara berlebih yang masuk ke unit pembakaran, semakin
banyak kalor yang dibawa keluar oleh aliran udara bersama exhaust gas tanpa sempat
digunakan terlebih dahulu. Kalor gas buang nonradiasi ini mempunyai efek yang lebih
signifikan dibanding radiasi karena merupakan gabungan dari panas yang terbawa keluar oleh
proses konveksi dan konduksi di dalam unit pembakaran. Aliran udara dan dinding unit
pembakaran mentransfer panas melalui proses konveksi dan konduksi sehingga panas terukur
pada kalor gas buang nonradiasi.
3.4. Pengaruh ΔTair terhadap Efisiensi
Gambar 3.6 menunjukkan pengaliran data ΔTair terhadap efisiensi pembakaran untuk
setiap laju alir LPG. Diharapkan dengan semakin tinggi selisih suhu air keluaran dan air masuk,
semakin besar efisiensi dari alat.
20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 7025
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
Pengaruh ΔT air terhadap Efisiensi
LPG 1,2 g/sLPG 1,4 g/sLPG 1,6 g/sLPG 1,8 g/sLPG 2,0 g/sLPG 2,2 g/s
Gambar 3.6 Hubungan ΔTair terhadap efisiensi pembakaran
Berdasarkan grafik, semakin besar beda temperatur air di setiap laju alir LPG, semakin
besar efisiensi yang diberikan oleh alat. Hal ini karena perbedaan temperatur air keluaran dan
air masukan menunjukkan besarnya kalor yang diterima oleh air. Semakin tinggi ΔTair, semakin
banyak kalor yang diterima oleh air untuk menaikkan suhunya dari suhu awal air. Hal ini
berarti reaksi pembakaran memberikan kalor lebih banyak kepada air. Efisiensi pembakaran
pun meningkat seiring meningkatnya kalor yang digunakan untuk memanaskan air.
3.5. Kondisi Api Pembakaran
Keadaan api merefleksikan besarnya energi yang dikeluarkan oleh reaksi pembakaran
tersebut. Hal ini berkorelasi juga dengan temperatur pembakaran dan kebutuhan oksigen
perlu disuplai. Tabel 3.1 menunjukkan keadaan api di setiap run.
Tabel 3.1 Kondisi api di setiap run
Run m LPG (gr/s)
m ud (kg/jam)
warna api Run m LPG (gr/s)
m ud (kg/jam)
warna api
1
1.2
65 BH 19
1.8
65 BH2 75 BH 20 75 BH3 90 B 21 90 BH4 100 B 22 100 BH5 115 B 23 115 BH6 120 B 24 120 B7
1.4
65 BP 25
2
65 BP8 75 BH 26 75 BP9 90 BH 27 90 BP10 100 B 28 100 BP11 115 B 29 115 BH12 120 B 30 120 BH13
1.6
65 BH 31
2.2
65 BP14 75 BH 32 75 BP15 90 B 33 90 BP16 100 BH 34 100 BP17 115 B 35 115 BP18 120 B 36 120 BH
Keterangan:
B : biru
BH : biru hijau
BP : biru putih
Berdasarkan teori, nyala api dengan suhu biru hijau memberikan suhu sekitar 16000 C,
biru sekitar 18000 C, dan biru putih di atas 20000C. Pada tabel 3.1, terlihat bahwa di setiap run
dijumpai warna nyala api biru. Hal ini sesuai dengan keadaan nyata, bahwa setiap LPG yang
digunakan untuk memasak menghasilkan warna biru. Warna merah oranye hanya akan timbul
saat LPG mulai habis. Sementara kandungan LPG dalam tabung masih banyak.
Perbandingan antarlaju alir LPG memperlihatkan bahwa temperatur api pembakaran
paling tinggi terdapat pada laju alir LPG 2,2 g/s. Hal ini sesuai dengan pengamatan pada
gambar 3.6, yaitu perbedaan temperatur air paling tinggi terdapat pada laju alir LPG sebesar
2,2 g/s. semakin banyak bahan bakar yang diberikan, semakin besar panas dihasilkan. Hal ini
berakibat pada meningkatnya temperatur api pembakaran. Hambatan dalam menghasilkan
pengamatan yang tepat ada pada ketidakjelasan jendela sight glass tempat melihat kondisi
api. Kaca telah buram dan susah untuk mengamati keadaan api.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
1. Efisiensi pembakaran dipengaruhi oleh laju alir gas dan udara. Efisiensi tertinggi
diperoleh dengan menggunakan laju alir gas dan udara yang optimal, yaitu dengan
menggunakan laju alir udara sebesar 75 kg/h dan laju alir LPG sebesar 1,4 gr/s.
2. Efisiensi pembakaran paling tinggi diperoleh pada saat persen udara berlebih kurang
dari 5 %.
3. Laju alir udara sebanding dengan banyaknya panas yang terbawa oleh gas buang.
Semakin besar laju alir udara semakin besar persen panas yang terbawa oleh gas
buang.
4.2. Saran
1. Seharusnya pada unit pembakaran dilengkapi dengan wet test meter yang digunakan
untuk mengkalibrasi volume udara yang masuk tungku.
2. Seharusnya terdapat alat pengaman pada termokopel sehingga praktikan tidak perlu
takut terkena panas dari termokopel.
3. Orifice meter harus diperbaiki sehingga pengukuran laju alir udara menjadi lebih
presisi.
DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, Christie J..1993.Transport Process and Unit Operations.New Jersey: Prentice Hall
Perry, Robert H..1984.Perry’s Chemical Engineering’s Handbook, 4th ed..Singapore:Mc Graw-
Hill