31
EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 1 EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH YANG BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN TEGAKAN LEDA DI AREAL HPHTI PT ITCI HUTANI MANUNGGAL, KALIMANTAN TIMUR Evaluation of Physical and Chemical Characteristics Affected to the Growth of Eucalypts Stand in the Concession of PT ITCI Hutani Manunggal, East Kalimantan AGUS SARJONO 1) , DADDY RUHIYAT 2) DAN MAMAN SUTISNA 2) ABSTRACT Soils in the study area were acid to slightly acid in reaction (pH 4.545.73), contained low exchangeable Ca and Mg (0.140.29 meq/100 g and 0.070.15 meq/100 g, respectively), low to medium available P (14.6120.76 ppm), very low to medium total N (0.040.30%), and very low to high total organic-C (0.333.19%). Even if the effective CEC of the soils in the study area ranged from very low to low (2.3411.49), their potential CEC ranged from medium to high. This may imply that success of fertilizing application is promising; in particular if the soil reaction has been improved prior to the fertilization. Beside by the soil nutrient content, the growth of Eucalyptus deglupta stand might also be determined by the pore distribution of the soil where they were planted. This was indicated by the decrease of the slope of growth curve of the stand grown on the soil having more than 30% clay content. At the depth of 020 cm, soil clay content did not directly correlated to stand growth, but the C:Si ratio and (C+S):Si ratios were positively correlated with stand growth (r = 0.71 and 0.61, respectively). In the mean time, at the depth of 050 cm, the soil clay content was positively correlated with stand growth, although the curve gradient decreased after the clay content reached the value of 30%. Soil nutrients playing an important role in determining the stand growth were total N, available P and _______ 1) Fakultas Pertanianan Universitas Mulawarman, Samarinda 2) Laboratorium Ilmu Tanah Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda 3) Laboratorium Silvikultur Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda

EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 1

EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH YANG BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN

TEGAKAN LEDA DI AREAL HPHTI PT ITCI HUTANI MANUNGGAL, KALIMANTAN TIMUR

Evaluation of Physical and Chemical Characteristics Affected

to the Growth of Eucalypts Stand in the Concession of

PT ITCI Hutani Manunggal, East Kalimantan

AGUS SARJONO1)

, DADDY RUHIYAT2)

DAN MAMAN SUTISNA2)

ABSTRACT

Soils in the study area were acid to slightly acid in reaction (pH

4.54–5.73), contained low exchangeable Ca and Mg (0.14–0.29 meq/100 g

and 0.07–0.15 meq/100 g, respectively), low to medium available P (14.61–

20.76 ppm), very low to medium total N (0.04–0.30%), and very low to

high total organic-C (0.33–3.19%). Even if the effective CEC of the soils in

the study area ranged from very low to low (2.34–11.49), their potential

CEC ranged from medium to high. This may imply that success of

fertilizing application is promising; in particular if the soil reaction has been

improved prior to the fertilization.

Beside by the soil nutrient content, the growth of Eucalyptus

deglupta stand might also be determined by the pore distribution of the soil

where they were planted. This was indicated by the decrease of the slope of

growth curve of the stand grown on the soil having more than 30% clay

content. At the depth of 0–20 cm, soil clay content did not directly

correlated to stand growth, but the C:Si ratio and (C+S):Si ratios were

positively correlated with stand growth (r = 0.71 and 0.61, respectively). In

the mean time, at the depth of 0–50 cm, the soil clay content was positively

correlated with stand growth, although the curve gradient decreased after

the clay content reached the value of 30%. Soil nutrients playing an

important role in determining the stand growth were total N, available P and _______

1) Fakultas Pertanianan Universitas Mulawarman, Samarinda

2) Laboratorium Ilmu Tanah Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda

3) Laboratorium Silvikultur Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda

Page 2: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

2

K, exchangable C, K and Mg. Out of those nutrients, Ca seemed to play a

leading factor indicated by a coefficient correlation of 0.80 both at the depth

of 0–20 cm and 0–50 cm. However, considering the relatively high

correlation between soil organic-C and other soil nutrient content, the

established correlation between soil nutrient content and stand growth might

essentially be determined by the organic-C content of the soil in the study

area.

Kata kunci: sifat fisik, sifat kimia, profil tanah, tinggi pohon, hara tanah.

I. PENDAHULUAN

Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan program pembangunan di bidang kehutanan yang diprioritaskan di Indonesia saat ini. Pembangunan HTI yang telah dilaksanakan sejak tahun 1984, selain untuk penghutanan kembali areal-areal yang kurang produktif juga sebagai upaya untuk menjaga kelestarian hutan alami dan untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan secara berkelanjutan.

Untuk menyukseskan pembangunan HTI tersebut, maka potensi tanah sebagai media pertumbuhan tanaman harus dapat dipertahankan dan ditingkatkan daya dukungnya terhadap produktivitas tanaman pokok secara lestari. Upaya-upaya ke arah itu perlu didukung oleh pemahaman yang mendalam mengenai sifat-sifat tanah, yakni morfologi, sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah, serta pertumbuhan tanaman.

Salah satu jenis pohon yang banyak diusahakan sebagai tanaman HTI adalah leda (Eucalyptus deglupta Blume). Jenis ini tergolong bagur (fast growing) dan menjadi jenis unggulan di HTI karena memiliki sifat kayu dengan berbagai kemungkinan penggunaan, antara lain: untuk kayu arang, pertukangan, perabotan rumah tangga, papan partikel dan core kayu lapis serta pulp dan kertas (Sutisna, 1995).

Hasil beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa per-tumbuhan suatu jenis tanaman hutan berbeda pada kondisi lahan yang berlainan seperti yang dilaporkan oleh Ruhiyat (1989), Zech dan Drechsel (1992), Mackensen (1998). Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa faktor edafik (tanah) berpengaruh terhadap perbedaan pertumbuhan tanaman di suatu areal pengusahaan hutan.

Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan reevaluasi terhadap sifat-sifat tanah yang mencakup: morfologi, fisik dan kimia tanah yang diduga merupakan penyebab timbulnya perbedaan pertumbuhan leda di lapangan. Penelitian dilakukan dengan cara memeriksa profil tanah dan penarikan contoh-contoh tanah yang representatif untuk pengujian sifat-sifat fisik dan kimia tanah di laboratorium dari sejumlah tapak yang menunjukkan pertumbuhan tegakan leda yang berbeda.

Page 3: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 3

Tujuan penelitian adalah: (1) untuk mengetahui kondisi sifat-sifat morfologi, fisik dan kimia tanah pada lahan pengusahaan hutan tanaman leda, (2) untuk melakukan pengujian terhadap parameter-parameter sifat-sifat morfologi, fisik dan kimia tanah di berbagai tempat tumbuh leda yang paling berhubungan dengan peninggi, dan (3) untuk mendapatkan faktor pembatas pada pertumbuhan tanaman leda.

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat berupa: (1) informasi tentang sifat-sifat tanah di bawah tegakan leda yang pertumbuhannya paling baik sebagai acuan sementara untuk pengembangan pengusahaan jenis tanaman leda maupun jenis tanaman lain dan (2) tersedianya suatu informasi tentang upaya peningkatan produktivitas lahan melalui pengelolaan tanah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman leda, khususnya bagi jenis-jenis tanah yang secara alamiah mempunyai pembatas tertentu.

II. METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 1997 hingga September 1998, meliputi: tahap persiapan, orientasi lapangan, pembuatan profil tanah, pengukuran tinggi pohon, pengambilan contoh tanah, kemudian dilanjutkan dengan analisis tanah di laboratorium. Penelitian lapangan dilaksanakan di areal HTI PT ITCI Hutani Manunggal (IHM), Kenangan, Kalimantan Timur, khususnya di blok-blok tanaman leda (Eucalyptus deglupta) yang berumur 2 dan 3 tahun, hasil penanaman tahun 1994/95 dan tahun 1993/94. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Samarinda.

B. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: peta kerja HTI penanaman 1993/94 dan 1994/95 skala 1:20.000, peta tanah tinjau mendalam HTI skala 1:100.000, peta areal kerja HPH skala 1:100.000 dan peta geologi skala 1:250.000 yang semuanya diperoleh dari PT IHM serta contoh tanah yang diambil dari profil tanah yang dibuat di tiap plot penelitian leda berumur 2 dan 3 tahun. Peralatan penelitian yang digunakan terdiri atas: kompas, meteran, bor tanah, catok/pisau lapangan, core sampler 100 cm³, buku warna tanah Munsell, spidol dan karton, kamera, daftar isian dan label.

Page 4: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

4

C. PROSEDUR PENELITIAN

1. Tahap Persiapan Dengan berpedoman pada peta-peta tematik yang telah disiapkan, tahap persiapan diawali dengan kegiatan orientasi lapangan, khususnya di blok tanaman leda berumur 2 tahun. Selanjutnya dalam petak-petak tersebut dibuat masing-masing 1 plot penelitian berukuran 0,1 ha yang akan digunakan untuk pengukuran tinggi pohon penyusun tegakan, pembuatan dan pendeskripsian ciri-ciri morfologi dan fisik tanah, penarikan contoh-contoh tanah untuk pengujian sifat fisik dan sifat kimia tanah di laboratorium.

2. Tahap Penelitian Lapangan 2.1. Penetapan plot penelitian Dalam 9 petak tanaman yang terpilih untuk penelitian dibangun masing-masing 1 plot berbentuk lingkaran dengan jari-jari (r) = 17,80 m, sehingga ukuran luasnya adalah 0,1 ha. Mengingat bentuk fisiografi petak-petak tanaman umumnya berbukit, maka plot-plot penelitian ditempatkan pada bagian tengah lereng. Tiap plot penelitian diupayakan dapat mencerminkan kerapatan dan kondisi pertumbuhan tegakan yang ada di tiap petak tanaman. 2.2. Pengukuran tinggi pohon Mengingat umur tanaman leda yang diteliti masih muda dan tingginya tidak lebih dari 17 m, maka pengukuran tinggi dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa tongkat yang dapat dipanjangkan (diulur) dan dipendekkan. Tongkat tersebut mempunyai ukuran panjang 16 m dan dilengkapi dengan skala dalam satuan cm. 2.3. Pendeskripsian profil tanah Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m atau lebih dangkal bila lapisan bahan induk telah ditemukan. Sebelum dilakukan pemeriksaan ciri-ciri morfologi dan fisik profil tanah, terlebih dahulu dilakukan pengamatan dan pencatatan data yang menyangkut kondisi lingkungan di sekitar profil tanah yaitu: bentuk fisiografi, ketinggian tempat, kemiringan lapang, erosi (tipe dan derajat erosi), kemungkinan banjir dan lain-lain. 2.4. Pengambilan sampel tanah Pengambilan sampel tanah dilakukan berdasarkan tujuan analisis sifat tanahnya. Uji sifat fisika tanah, sampel tanah utuh diambil dari masing-masing horison pada setiap profil tanah yang dibuat di setiap plot penelitian dengan menggunakan core sampler, sedangkan uji sifat kimia tanah dilakukan pengambilan sampel tanah dengan cara pemboran di sebelah utara, selatan, timur, barat dengan radius 15 m dari profil tanah pada kelas-kelas kedalaman 0–10 cm, 10–20 cm, 20–50 cm dan 50–100

Page 5: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 5

cm. Contoh tanah untuk uji kimia diambil masing-masing sebanyak 1 kg dan selanjutnya dibawa ke laboratorium. Di samping contoh-contoh tanah untuk uji fisika, dari tiap profil tanah sesuai dengan kelas kedalaman yang ditetapkan untuk uji kimia, diambil pula contoh-contoh tanah untuk pengujian tekstur di laboratorium.

3. Tahap analisis tanah di laboratorium

Analisis sifat fisik tanah di laboratorium mencakup pengujian tekstur, bulk density dan penyebaran pori. Analisis sifat kimia tanah meliputi pengujian pH H2O, organik karbon, nitrogen total, fosfor tersedia, kalium tersedia dan kation-kation dapat tukar (kalsium, magnesium, natrium, kalium, hidrogen, aluminium) dan kejenuhan basa. Metode analisis fisika tanah a). Tekstur tanah: tekstur tanah ditetapkan dengan metode Hydrometer

after Bouyocos menggunakan larutan Calgon (pH 9). Pembagian kelas tekstur ditetapkan berdasarkan segitiga tekstur USDA.

b). Bulk Density tanah: berat isi tanah ditentukan dari rasio berat tanah kering konstan dengan volume padatan contoh tanah tak terganggu. Berat isi dihitung dengan persamaan sebagai berikut: BD tanah

(g/cm3) = (berat kering tanah konstan) / (volume padatan). c). Jumlah pori dan distribusi ukuran pori: porositas tanah ditentukan dari

perbandingan antara berat isi tanah dengan berat isi partikel padatan. Porositas tanah ditentukan dengan persamaan: total pori = {1 – (BD tanah : berat padatan)} x 100 %. Penentuan distribusi ukuran pori mengacu pada Dewis dan Freitas (1976) dan Anonim (1983) yaitu berdasarkan persentase pori pada masing-masing tekanan 0,06 bar, 0,3 bar dan 15 bar dengan pressure plate apparatus.

d). Kandungan air tanah adalah persentase kandungan air pada beberapa kondisi lapang. Kandungan air tanah pada tekanan 0,06 bar (setara pF 1,8) merupakan persentase kandungan air jenuh lapang, pada tekanan 0,3 bar (setara pF 2,5) merupakan persentase kandungan air kapasitas lapang dan pada tekanan 15 bar (setara pF 4,2) merupakan persentase kandungan air titik layu permanen. Kemampuan tanah menahan air ditentukan dari hasil kali kandungan air tersedia (kapasitas lapang - titik layu permanen) dengan kedalaman zone perakaran.

Metode analisis kimia tanah a) Reaksi tanah (pH): ditetapkan berdasarkan ekstraksi H2O, mengguna-

kan alat ukur pH meter (gelas elektrode) dengan perbandingan antara ekstraksi dan contoh tanah = 1 : 2,5.

b) Nitrogen total: ditetapkan berdasarkan metode destilasi Kjeldahl dilanjutkan dengan titrasi menggunakan 0,01 N H2SO4.

Page 6: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

6

c) P tersedia: ditetapkan berdasarkan metode Bray dengan ekstraksi 10 gr tanah dalam 5 ml HNO3 dan 10 ml HClO4 dan selanjutnya ekstrak diukur secara kolorimetrik dengan alat Spectrophotometer.

d) K tersedia ditetapkan berdasarkan metode Bray dengan ekstraksi 10 gr tanah dalam 5 ml HNO3 dan 10 ml HClO4 dan selanjutnya ekstrak diukur dengan menggunakan alat Flamephotometer.

e) KTK dan kation basa: Pengukuran KTK dan kation-kation basa dapat tukar (Ca, Mg, K dan Na) dilakukan dengan metode Mehlich melalui penjenuhan dengan larutan TEA BaCl2 0,02 N pH 8,2. Kation Ca, Mg, Na dan K pada ekstrak tanah selanjutnya diukur dengan alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).

f) Kejenuhan basa dihitung berdasarkan perbandingan jumlah kation basa dengan KTK .

g) Aluminium diukur dengan metode titrasi. h) Hidrogen diukur dengan metode titrasi.

D. ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari penelitian ini pada dasarnya terdiri atas data lapangan berupa riap pohon peninggi dilengkapi dengan data deskripsi profil tanah di setiap plot penelitian serta data hasil uji laboratorium terhadap sifat fisik dan sifat kimia tanah. Analisis data diarahkan untuk mencari hubungan antara pertumbuhan pohon peninggi (variabel terikat, Y) dengan parameter sifat fisik dan kimia tanah (variabel bebas, X). Sifat-sifat fisik tanah yang diselidiki mencakup BD, penyebaran pori dan tekstur, sedangkan sifat-sifat kimianya mencakup reaksi tanah, kation dapat tukar, P tersedia, K tersedia, total N dan C-organik.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Di dalam Land Feasibility Study PT IHM (Anonim, 1989)

dilaporkan bahwa areal HTI PT ITCI terbentang antara 0o23’04”–

1o06’29” LS dan 116

o25’21”–116

o52’15” BT.

PT IHM merupakan perusahaan patungan antara PT ITCI dengan PT Inhutani I yang arealnya adalah bekas sebagian areal PT ITCI. Batas-batas PT ITCI dibentuk oleh Sungai Mahakam di sebelah utara, Sungai Semoi dan Loahaur di sebelah timur, Sungai Karnain di sebelah selatan dan di sebelah barat berbatasan dengan Sungai Bongan.

Page 7: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 7

1. Iklim Bremen dkk. (1990) dan Ohta dkk. (1992) melaporkan, bahwa

iklim daerah penelitian diklasifikasikan ke dalam tipe Aafw’ berdasarkan sistem Köppen (1931), dengan dua kali curah hujan maksimum setahun yaitu pada bulan April–Mei dan Desember–Januari. Rataan curah hujan tahunan daerah tersebut berkisar antara 2.000 mm di bagian utara dan 2.500 mm di bagian selatan (Voss, 1982). Curah hujan tahunan rataan di Kenangan yaitu lokasi base-camp PT IHM, dari tahun 1973 sampai 1979 sebesar 2.165 mm. Biasanya pada bulan-bulan Juni sampai Oktober merupakan bulan-bulan dengan curah hujan yang relatif rendah, namun demikian masih melampaui nilai 100 mm. Selanjutnya dikemukakan, bahwa rataan intensitas curah hujan adalah sebesar 12 mm/jam. Intensitas hujan ekstrim dapat dialami selama berlangsungnya hujan badai sampai dengan 90 mm/jam selama lebih dari 15 menit (Bremen dkk., 1990).

Temperatur rataan bulanan di Balikpapan selama periode 1960–1975 adalah sebesar 27

oC (Anonim, 1987

a). Di daerah Kenangan selama

periode 1976–1977 temperatur tertinggi pada siang hari mencapai 35 oC

dan temperatur terendah di malam hari mencapai 19 oC (Voss, 1979).

Rejim kelembapan tanah areal ini tergolong ke dalam udic (Bremen dkk., 1990), di mana setiap tahun tanah-tanah di areal studi pada kedalaman 10–30 cm tidak pernah mengalami kekeringan selama 90 hari kumulatif (Anonim, 1987a). Ohta dkk. (1992) melaporkan, bahwa rejim kelembapan areal studi adalah typic tropudic. Rejim temperatur tanah-tanah di daerah ini termasuk ke dalam isohypertermic (Bremen dkk., 1990 dan Ohta dkk., 1992). Artinya bahwa rataan temperatur tanah tahunan sebesar 22

oC atau lebih dengan perbedaan

temperatur tanah tertinggi dan terendah pada kedalaman 50 cm kurang dari 5

oC (Anonim, 1987

a).

2. Geologi Formasi geologi daerah Kalimantan Timur terdiri atas Batuan

Sedimen Tersier, sementara itu di bagian timur dari Kalimantan Timur didominasi oleh lipatan Batuan Sedimen Miocene (Voss, 1982).

Pada areal PT ITCI, formasi geologinya didominasi oleh Batuan Miocene awal dan Batuan Miocene tengah. Batuan-batuan tersebut mempunyai tebal sekitar 2.100–8.000 m. Batuan Miocene Tengah di daerah Balikpapan sampai Samarinda terutama terdiri atas batuan pasir dan mudstone. Selain itu juga banyak dijumpai lapisan batu bara. Batuan Miocene awal sebagian besar terdiri atas calcareous mudstones dengan sisipan limestones, batu pasir dan kadang-kadang juga tuff beds (Voss, 1983 dan Ohta dkk., 1992).

Page 8: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

8

Secara umum, litologi areal PT ITCI didominasi oleh lapisan-lapisan yang saling bergantian antara batu pasir, batu liat, mudstone dan batu debu dengan ketebalan yang bervariasi. Kadang-kadang pada areal yang terbatas juga terdapat marls, limestones dan batuan pasir kasar.

3. Topografi dan geomorfologi Dataran bagian timur Kalimantan Timur sebagian besar memiliki

bentuk fisiografi lembah Kutai dan perbukitan lipatan. Daerah ini didominasi oleh pegunungan tinggi berlipat tajam dan kasar, hogbacks dan cuestas, piedmont, pegunungan rendah dan bukit-bukit curam dan perbukitan tajam hingga landai (Voss, 1982 dan Ohta dkk., 1992) dengan ketinggian berkisar antara 50 m sampai dengan 1.500 mdpl.

Areal PT IHM memiliki bentuk geomorfologi yang kompleks. Perbukitan berorientasi paralel dengan ketinggian 10 m sampai 300 mdpl sering dijumpai. Geomorfologi areal PT IHM didominasi oleh perbukitan tajam dan hillock dengan lereng pendek curam sampai sangat curam serta lembah dan punggung sempit (Bremen dkk.,1990).

4. Tanah

Dilaporkan oleh Bremen dkk. (1990), bahwa tanah-tanah dataran

Kalimantan Timur telah mengalami pelapukan lanjut dengan drainase agak baik sampai baik dan kedalaman sangat dalam sampai ekstrim dalam. Berbeda dengan yang dilaporkan Bremen dkk. (1990), bahwa tanah-tanah di areal studi dalam beberapa kasus agak dangkal dan belum mengalami pelapukan lanjut. Secara umum, tanah-tanah di areal studi memiliki lapisan tanah atas (horison A) berwarna kecoklatan dan bertekstur lempung, sedangkan lapisan eluviasinya (horizon E) relatif tipis (hanya beberapa cm), berwarna kekuningan dan bertekstur lempung sampai lempung berliat. Pada bagian yang lebih dalam dijumpai lapisan B yang berwarna kemerahan dan bertekstur liat. Tanah-tanah ini berkesuburan rendah terutama bila lapisan tanah atasnya tipis atau telah terkikis habis. Hal ini terutama dikarenakan oleh rendahnya cadangan mineral dari bahan induk pembentuk tanah yang bersangkutan. Tanah-tanah ini tergolong ke dalam order Ultisols (Anonim, 1987

b) yang

hampir mencakup 80 % dari tanah-tanah di Kalimantan Timur (Grüneberg, 1978). Di areal PT ITCI, Ultisols juga merupakan order tanah yang dominan (Voss dkk., 1979; Anonim, 1987b). Pada daerah-daerah dengan kelerengan yang sangat curam, tanah-tanah yang relatif belum berkembang dan juga relatif dangkal dari order Inceptisols dan Entisols sering dijumpai.

Bremen dkk. (1990) dan Ohta dkk. (1992) melaporkan, bahwa Typic Paleudults dan Typic Hapludults merupakan sub group tanah yang

Page 9: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 9

dominan. Selain kedua sub group tersebut, Aquic Paleudults, Aquic Hapludults, Typic Dystropepts, Aquic Dystropepts, Lithic Dystropepts, Typic Tropaquepts, Lithic Troporthents, Troporthods, Histic Tropaquods dan Histic Lithic Tropaquods juga merupakan sub group tanah yang sering ditemukan di daerah ini.

Tanah-tanah Ultisols memiliki mineral liat campuran yang terdiri atas kaolinit, klorit, vermikulit dan oksida-oksida besi dan aluminium. Ruhiyat (1989) melaporkan, bahwa fraksi-fraksi pasir dan debu tanah-tanah areal ini didominasi oleh kuarsa.

B. TINGGI POHON Parameter tegakan hasil inventarisasi jumlah pohon per hektar, pohon peninggi dan riap tinggi dari masing-masing plot penelitian disajikan pada Tabel 1. Pada tabel ini terlihat, bahwa riap tinggi pohon peninggi umur 3 tahun lebih kecil daripada umur 2 tahun. Berdasarkan kesamaan tapak, perbedaan riap tinggi tersebut disebabkan oleh meningkatnya umur tanaman, artinya tanaman umur 3 tahun telah melewati masa kulminasi riap tinggi sesuai dengan kondisi kesuburan alamiah tanahnya. Secara grafis hubungan antara riap tinggi pohon peninggi dengan umur tanaman disajikan pada Gambar 1.

Tabel 1. Jumlah pohon per hektar, pohon peninggi dan riap tinggi pada

masing-masing plot penelitian (jarak tanam awal 3 x 3 m)

Nomor plot penelitian

Umur tegakan (bulan)

Jumlah pohon ( n/ha )

Pohon peninggi (m)

Riap tinggi (m/th)

21 C 37 670 8,24 2,67 24 I 33 590 7,76 2,82 22 C 35 670 10,34 3,55 23 B 35 720 12,43 4,26 35A 25 700 10,52 5,05 36 F 21 950 8,19 5,78 36 A 22 660 7,71 5,78 39 A 22 740 8,13 6,10 41A 25 960 14,75 7,08

Page 10: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

10

Rentang jumlah pohon per hektar dan tinggi pohon rataan yang diperoleh dari hasil studi ini masih berimpitan dengan hasil-hasil studi peneliti lain, seperti ditampilkan pada Tabel 2. Jumlah pohon per ha tanaman berumur 2 tahun berada pada kisaran yang relatif lebar yaitu antara 660–960 pohon, sedangkan jumlah pohon per ha tanaman berumur 3 tahun hanya berkisar antara 590–720 pohon (Tabel 1), lebih rendah dibandingkan dengan hasil studi Syahrinudin (1997

a).

Perbedaan kerapatan tegakan antara plot-plot studi diduga berhubungan erat dengan praktek pemeliharaan tanaman yang kurang konsisten, di samping sebagai akibat dari kompetisi antar individu penyusun tegakan yang bersangkutan. Meskipun hasil pengukuran tinggi pohon pada studi ini relatif sebanding dengan hasil pengukuran tinggi pohon tertinggi yang dilakukan oleh Anonim (1996), hasil ini masih lebih rendah bila dibanding dengan hasil studi Syahrinudin (1997

a), yang mana pada studi

tersebut data tinggi menunjukkan tinggi rataan dari seluruh pohon penyusun tegakan.

Tabel 2. Jumlah pohon per hektar, tinggi dan diameter leda di PT IHM

Umur (tahun) N/ha Diameter

(cm) Tinggi (m) Peneliti

2 620 4,83 7,26

Anonim, 1996

700 8,24 10,52 960 8,41 14,75

3

780 7,92 11,53 710 11,08 11,95 720 12,32 12,43 670 9,18 10,34 590 8,79 10,35

2 870,91 8,46 8,97 Syahrinudin, 1997a

3 990,00 12,05 14,09

0

2

4

6

8

10

12

14

16

36 F 36 A 39 A 35A 41A 24 I 22 C 23 B 21 C

Plot

Tin

ggi

(m)

& r

iap

tin

ggi

(m/t

h)

po

ho

n p

en

inggi

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Um

ur

(bula

n)

T inggi Riap umur

Gambar 1. Umur, tinggi dan riap tinggi pohon

peninggi

Page 11: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 11

Perbedaan tinggi pohon penyusun tegakan pada plot-plot di areal studi pada umumnya kurang dipengaruhi oleh kerapatan tegakan (Ruchaemi, 1994; Sutisna, 1999). Hal ini terbukti dari besarnya pertambahan tinggi pohon pada plot-plot yang kerapatannya lebih dari 900 pohon/ha (Tabel 1 dan 2). Namun demikian, perbedaan tinggi pohon di antara plot-plot penelitian tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kerapatan tegakan, tetapi juga oleh faktor-faktor lain seperti tingginya kompetisi dengan gulma pada periode awal setelah penanaman, sehingga tanaman muda tertekan pertumbuhannya, yang mana hal tersebut mengakibatkan gagalnya pemanfaatan potensi tempat tumbuh secara optimal oleh tanaman muda (Evans, 1982; Syahrinudin, 1997

a dan 1997

b).

Selain yang telah dikemukakan di atas, sifat-sifat tanah tempat tumbuh tegakan diduga memainkan peranan yang sangat besar dalam menentukan tinggi pohon, dalam hal ini terutama tinggi rendahnya konsentrasi unsur kalsium dan kehadiran konkresi pada plot-plot berumur 2 tahun dan unsur-unsur kalsium, kalium, fosfor serta konkresi pada plot-plot berumur tiga tahun. Kehadiran konkresi mulai kedalaman 38 cm pada plot 21C diduga merupakan faktor penting yang turut menentukan rendahnya pertumbuhan tegakan pada plot tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil studi Alexander dan Thomas (1985), bahwa sifat fisik tanah merupakan penentu pertumbuhan tegakan Eucalyptus di Kondazhi dan Muthanga, India. Selain pada plot 21C, konkresi juga ditemukan pada plot 36A dan 39A yang merupakan plot-plot yang mempunyai riap tinggi rataan terendah untuk kelas umur 2 tahun. Namun demikian, karena kehadiran konkresi pada kedua plot ini dimulai dari kedalaman 50 cm, maka pengaruhnya tidak sebesar pada plot 21C. Pengaruh sifat kimia tanah, terutama ketersediaan unsur hara terhadap pertumbuhan tegakan Eucalyptus deglupta telah dilaporkan oleh Lamb (1977) di Papua New Guinea, Zech dan Drechsel (1992) di Liberia serta Syahrinudin dan Ruhiyat (1998) di Kalimantan Timur. Berbeda dengan hasil studi Lamb (1977) yang melaporkan, bahwa N cenderung menjadi faktor pembatas pertumbuhan tegakan E. deglupta di Papua New Guinea, unsur hara yang mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan tinggi pohon peninggi di areal studi adalah kalsium. Cadangan kalsium dapat tukar pada kedalaman 0–20 cm berkorelasi sangat erat dengan tinggi rataan pohon peninggi. Hal ini mendukung temuan Syahrinudin dan Ruhiyat (1998) yang melaporkan bahwa cadangan kalsium dapat tukar di bawah 2 ton per ha pada kedalaman 0–50 cm merupakan titik kritis bagi E. deglupta, sedangkan pada cadangan di bawah 400 kg per ha pada kedalaman yang sama akan mengakibatkan jenis tanaman ini menderita defisiensi kalsium. Pada tegakan berumur 3 tahun, kalium dapat tukar dan fospor tersedia juga berkorelasi positif terhadap tinggi rataan pohon peninggi. Namun demikian, korelasi cadangan kalium dapat tukar terhadap tinggi

Page 12: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

12

ini mesti dicermati dengan sangat hati-hati, karena Syahrinudin dan Ruhiyat (1998) melaporkan, bahwa tidak ada korelasi antara cadangan K dapat tukar dengan konsentrasi hara daun E. deglupta. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa tinggi rataan pohon peninggi di areal studi ditentukan oleh sifat-sifat tanah tempat tumbuhnya, terutama kehadiran konkresi dan cadangan Ca tanah, kerapatan tegakan dan praktek pemeliharaan pada saat awal setelah penanaman.

C. TANAH Tanah-tanah di areal studi didominasi oleh subgroup Typic Paleudults dan Typic Hapludults. Jenis tanah di mana plot-plot penelitian berada seluruhnya tergolong Typic Paleudults, kecuali plot 22C, 35A dan 41A yang tergolong subgroup Typic Hapludults. Kedua subgroup ini dicirikan oleh adanya horison penimbunan liat (argilik) dan nilai kejenuhan basanya yang kurang dari 35 % (NH4OAc).

1. Profil tanah

Data yang diperoleh dari lapangan meliputi data lingkungan plot penelitian yang dihimpun bersamaan dengan saat pendeskripsian profil tanah yaitu: 1.1. Kondisi lingkungan profil tanah plot-plot penelitian Bentuk wilayah di mana plot-plot penelitian berada bervariasi antara berbukit sampai berbukit tajam dengan kemiringan lapangan antara 20–40% (Anonim, 1990). Dari segi bahan induknya, tanah-tanah di semua plot penelitian terbentuk dari batuan sedimen berupa batu liat (clay stone) yang menghasilkan tanah dengan ketebalan solum antara 60 sampai >150 cm. Kedalaman efektif berkisar antara 6–40 cm, sehingga termasuk sangat dangkal sampai dangkal (Anonim, 1990), sedangkan kedalaman akar maksimum berkisar antara 103 sampai >140 cm. Semua profil tanah mempunyai sifat drainase baik dan kedalaman air tanah >150 cm (sangat dalam) (Anonim, 1990). Hasil penelitian terhadap bentuk wilayah, bahan induk dan kedalaman efektifnya sesuai dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya, antara lain: Ohta dkk. (1991); Bremen dkk. (1990) dan Mackensen (1998).

Informasi selengkapnya mengenai kondisi lingkungan profil tanah pada masing-masing plot penelitian ditampilkan pada Tabel 3.

Page 13: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 13

Tabel 3. Kondisi lingkungan profil tanah tiap plot penelitian

Lingkungan profil

Nomor profil tanah

21 C 24 I 22 C 23 B 35 A 36 F 36 A 39 A 41 A

Nomor profil 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Bentuk wilayah

Bbkt Bbkt Bbkt Bbkt Bbkt Bbkt Bbkt Bbkt Bbkt

Lereng (%) 40 30 25 35 20 20 20 30 25 Bahan induk Cs Cs Cs Cs Cs Cs Cs Cs Cs Drainase Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Erosi Berat Berat Sedang Berat Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Kedalaman solum (cm)

106 92 60 110 102 90 103 150 150

Kedalaman akar eff. (cm)

38 10 6 15 20 7 30 20 40

Kedalaman

akar max

(cm)

133 103 108 120 120 106 130 120 140

Kedalaman

air tanah

(cm)

>155 >155 >150 >150 >150 >140 >160 >150 >150

Keadaan

banjir Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Bbkt = berbukit. Cs = Clay stone

1.2. Deskripsi profil tanah tiap plot penelitian Umumnya tanah-tanah di areal studi mempunyai kedalaman

solum >100 cm, kecuali untuk plot 24I, 22C dan 36F yang masing-masing hanya 92 cm, 60 cm dan 90 cm. Namun demikian sebagian besar tanah-tanah tersebut telah kehilangan lapisan Ah yang diduga berkaitan erat dengan kehilangan lapisan tersebut saat praktek penyiapan lahan (Gunawan, 1996; Fuliana, 1996; Hardwinarto, 1999; Priyono dkk., 1999).

Tekstur tanah di plot-plot penelitian bervariasi antara Silty Loam (SiL) atau Loam (L) sampai Clay Loam (CL) di lapisan top soil dan berubah menjadi Clay (C) di lapisan sub soil (Tabel 4). Warna tanah lapisan atas yang dipengaruhi oleh bahan organik, umumnya lebih gelap (10YR) daripada tanah lapisan bawah (5YR–7,5YR). Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Bremen dkk. (1990) dan Ohta dkk. (1991). Struktur tanah lapisan atas bervariasi antara remah sampai gumpal membulat, sedangkan lapisan bawah umumnya gumpal bersudut. Konsistensi tanah lapisan atas yang ditetapkan dalam keadaan lembap, tergolong cukup, sedangkan lapisan bawah tergolong teguh.

Page 14: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

14

Sebagian profil tanah khususnya profil tanah nomor 21C, 24I, 36A, 39A mengandung fragmen batuan konkresi berukuran kerikil pada kedalaman bervariasi antara 38–150 cm. Data deskripsi profil tanah di tiap plot penelitian disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Deskripsi profil tanah ditiap plot penelitian

Nomor

plot Horison Kedalaman

(cm) Warna tanah Tekstur Struktur Konsis-

tensi Keterang-

an

21C EA 0–38 10YR3/4, 10YR 7/4

LS Granuler Gembur

B1 38–79 7,5YR5/8 SCL Gumpal

membulat Teguh Kerikil

B2 79–106 5YR5/8, 10YR

7/3 SCL

Gumpal bersudut

Teguh Kerikil

Bt 106–>155 10YR6/8, 10YR 6/4

SCL Gumpal bersudut

Teguh Kerikil

24 I AE 0–10 10YR4/1, 7,5YR 5/4

Clay Gumpal

membulat Gembur

E 10–47 7,5YR 5/4 Clay Gumpal

membulat Teguh

Bt1 47–92 7,5YR5/4, 10YR 6/8

Clay Gumpal bersudut

Teguh

Bt2 92–>150 5YR5/1, 5YR

8/1 Clay - Teguh Kerikil

22C A 0–6 10YR 3/4 SL Granuler Gembur

E 6–25 10YR 6/8 SCL Gumpal

membulat Teguh

Bt1 25–60 7,5YR 5/8 CL Gumpal bersudut

Teguh

Bt2 60–130 5YR 5/8 Clay Gumpal bersudut

Teguh

Bt2 130–>150 5YR 5/8, 10

YR 7/3 Clay

Gumpal bersudut

Teguh

23B E 0–15 10YR 7/8, 10YR 5/4

SL Gumpal

membulat Gembur

Bt1 15–60 10YR 5/8 SCL Gumpal

membulat Teguh

Bt1 60–110 7,5YR 5/6 SCL Gumpal bersudut

Teguh

Bt2 110–>150 5YR 5/8 CL Gumpal bersudut

Teguh Berbatu

35A E 0–36 10YR 5/4, 10YR 6/4

Loam Granuler Remah

Bt1 36–76 10YR 6/8 CL Gumpal

membulat Teguh

Bt1 76–102 7,5YR

5/6,10YR 5/8 Loam

Gumpal bersudut

Teguh

Page 15: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 15

Tabel 4 (Lanjutan)

Nomor

plot Horison

Kedalaman (cm)

Warna tanah Tekstur Struktur Konsis-

tensi Keterang-

an

Bt2 102–>150 10YR 5/4, 7,5YR5/6

Loam Gumpal bersudut

Teguh

36F E 0–7 10YR 5/3, 10YR 7/6

SCL Granuler Gembur

EB 7–43 10YR 5/8 SCL Gumpal

membulat Teguh

Bt1 43–90 5YR 5/8 SCL Gumpal

membulat Teguh

Bt1 90–125 5YR 5/8, 10

YR 6/8 CL

Gumpal bersudut

Teguh

Bt2 125–>140 2,5YR 5/8 CL - Kuat Padas

36A E 0–30 10YR 3/1, 10YR 7/4

SiL Gumpal membulat

Gembur

EB 30–50 10YR 5/8,2,5YR

4/8

Loam Gumpal membulat

Teguh

Bt 50–103 10YR 5/8, 10YR 6/4

CL Gumpal bersudut

Teguh Kerikil

Bt1 103–>150 10YR 5/4, 10YR 6/4

CL Gumpal bersudut

Teguh Kerikil

39A E 0–21 10YR 7/6 Loam Gumpal

membulat Gembur

EB 21–50 7,5YR

5/6,2,5YR4/6 Loam

Gumpal membulat

Teguh

Bt1 50–66 10YR

5/8,7,5YR 5/6

Loam Gumpal bersudut

Teguh Kerikil

Bt1 66–115 7,5YR

5/8,1OYR5/8 CL

Gumpal bersudut

Teguh Kerikil

Bt2 115–>150 10 YR 5/4 CL - Teguh Batuan

41A AE 0–18 10YR 3/4 SCL Granuler Gembur

E 18–58 10YR 6/8 CL Gumpal

membulat Teguh

Bt1 58–100 10YR 5/8 CL Gumpal bersudut

Teguh

Bt2 100–>150 10YR 5/8, 10YR 7/2

Clay Gumpal bersudut

Teguh

2. Hasil uji laboratorium 2.1. Sifat fisik tanah

Distribusi pori

Hasil uji laboratorium terhadap distribusi pori (pF) dan bulk

density disajikan pada Tabel 5.

Page 16: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

16

Tabel 5. Penyebaran pori (%), bulk density (gr/cm3) pada setiap plot

penelitian

No. ring

Nomor plot

Kedalaman (cm)

<1,8 1,8–2.5

2,5–4,2

>4,2 Jumlah KL KKA BD

57 21C 0-10 13,07 3,51 26,39 7,93 50,90 34,32 26,39 1,30

105 10-20 15,41 4,68 23,01 7,80 50,90 30,81 23,01 1,30

118 20-50 7,25 4,65 26,40 5,10 43,40 31,50 26,40 1,50

247 50-100 10,10 3,92 26,60 6,58 47,20 33,18 26,60 1,40

59 24I 0-10 6,22 4,56 36,60 7,32 54,70 43,92 36,60 1,20

173 10-20 24,50 4,60 29,00 4,20 62,30 33,20 29,00 1,00

239 20-50 18,90 4,62 29,92 5,06 58,50 34,98 29,92 1,10

264 50-100 2,09 4,29 39,45 5,07 50,90 44,52 39,45 1,30

56 22C 0-10 4,40 3,75 26,85 8,40 43,40 35,25 26,85 1,50

29 10-20 9,96 4,48 27,66 5,46 47,56 33,12 27,66 1,40

248 20-50 6,46 3,50 30,36 6,86 47,18 37,22 30,36 1,40

281 50-100 6,06 4,35 30,22 6,58 47,21 36,80 30,22 1,40

33 23B 0-10 12,42 3,51 28,47 6,50 50,90 34,97 28,47 1,30

71 10-20 13,85 3,90 27,30 5,85 50,90 33,15 27,30 1,30

80 20-50 11,22 3,78 24,50 7,70 47,20 32,20 24,50 1,40

234 50-100 10,94 4,48 24,64 7,14 47,20 31,78 24,64 1,40

30 35A 0-10 8,62 4,68 35,52 5,88 54,70 41,40 35,52 1,20

39 10-20 5,66 4,16 36,14 4,94 50,90 41,08 36,14 1,30

46 20-50 7,02 3,64 31,64 4,90 47,20 36,54 31,64 1,40

125 50-100 9,12 4,48 27,30 6,30 47,20 33,60 27,30 1,40

42 36F 0-10 15,34 3,48 31,32 4,56 54,70 35,88 31,32 1,20

66 10-20 9,96 5,88 25,48 5,88 47,20 31,36 25,48 1,40

128 20-50 9,95 3,77 31,20 5,98 50,90 37,18 31,20 1,30

176 50-100 4,64 4,62 30,80 7,14 47,20 37,94 30,80 1,40

1 36A 0-10 20,22 4,55 17,03 9,10 50,90 26,13 17,03 1,30

159 10-20 5,92 5,20 34,58 5,20 50,90 39,78 34,58 1,30

194 20-50 12,70 5,28 30,00 6,72 54,70 36,72 30,00 1,20

284 50-100 5,76 3,64 30,66 7,14 47,20 37,80 30,66 1,40

155 39A 0-10 12,22 3,72 32,40 6,36 54,70 38,76 32,40 1,20

198 10-20 7,22 4,94 32,11 6,63 50,90 38,74 32,11 1,30

243 20-50 16,15 4,51 32,12 5,72 58,50 37,84 32,12 1,10

245 50-100 6,65 4,20 24,90 7,65 43,40 32,55 24,90 1,50

7 41A 0-10 13,84 4,62 35,09 4,95 58,50 40,04 35,09 1,10

27 10-20 11,86 5,40 32,40 5,04 54,70 37,44 32,40 1,20

30 20-50 4,08 4,76 34,02 4,34 47,20 38,36 34,02 1,40

182 50-100 7,61 3,90 32,37 7,02 50,90 39,39 32,37 1,30

KL = Kapasitas Lapang. KKA = Kapasitas Ketersediaan Air. BD = Bulk Density

Pada Tabel 5 terlihat, bahwa jumlah penyebaran pori terbesar (pori makro, pF 2,5–4,2), berkisar antara 17,03–36,60 %, sedangkan jumlah penyebaran pori paling kecil (pori mikro, pF 1,8–2,5) berkisar antara 3,50–5,40 %. Jumlah pori berkisar antara 35,00–58,10 %. Tanah pada kedalaman

Page 17: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 17

10–20 cm mempunyai jumlah pori paling tinggi kemudian menurun pada kedalaman selanjutnya. Hal ini terjadi hampir di semua plot penelitian. Dari 9 plot penelitian, kapasitas lapang berkisar antara 26,13–44,52 %, sedangkan kapasitas ketersediaan air sama dengan pori pada pF antara 2,5–4,2 yaitu berkisar antara 23,1–39,45 %. Penyebaran pori mempunyai arti penting dalam menentukan pertumbuhan tanaman, yang mana untuk dapat tumbuh secara optimal, tanaman memerlukan penyebaran pori yang seimbang baik makro, meso maupun mikro. Pori makro memainkan peranan penting dalam sirkulasi udara tanah, sedangkan peranan penting dari pori meso adalah dalam hal menentukan ketersediaan air bagi tanaman. Meskipun pori mikro tidak menentukan ketersediaan air dan udara bagi perakaran tanaman, tetapi secara tidak langsung bertanggung jawab terhadap ketersediaan unsur hara. Bulk density (BD)

Pada Tabel 5 terlihat, bahwa BD tanah dalam plot-plot penelitian berkisar antara 1,00–1,50 gram/cm

3 dengan pola nilai makin meningkat

pada lapisan tanah yang makin menjauhi permukaan kecuali pada plot nomor 24I dan 22C. Fenomena ini tidak dapat dijelaskan dengan data yang terkumpul. Bulk Density tidak berkorelasi dengan pertumbuhan tanaman, hal ini mengisyaratkan bahwa data BD tanpa disertai penyebaran pori tidak banyak mengungkapkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa data BD dengan pertumbuhan tinggi tegakan tidak ada hubungan selama BD tanah-tanah di areal studi masih berada pada rentang toleransi dari jenis tanaman yang diusahakan.

Tekstur Hasil uji laboratorium terhadap distribusi fraksi pasir, liat dan debu serta kelas tekstur disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Fraksi debu, liat dan pasir serta kelas tekstur tiap plot penelitian

Nomor

plot

penelitian

Kedalaman

(cm)

Pasir

ksr + sdg

Pasir

halus Debu Liat Tekstur

21C

0–38 18,02 61,74 11,59 8,65 LS

38–79 15,06 43,30 13,31 28,33 SCL

79–106 5,77 52,64 21,39 20,20 SCL

106–>155 5,85 46,44 19,55 28,16 SCL

24I

0–10 2,47 19,93 28,29 49,31 Clay

10–47 2,18 18,07 26,69 53,06 Clay

47–92 0,34 18,64 19,02 62,00 Clay

92–>150 0,93 19,02 33,76 46,29 Clay

Page 18: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

18

Tabel 6 (Lanjutan)

Nomor

plot penelitian

Kedalaman (cm)

Pasir ksr + sdg

Pasir halus

Debu Liat Tekstur

22C

0-6 7,35 67,59 14,41 10,65 SL 6–25 4,41 54,44 19,80 21,35 SCL

25–60 1,84 36,73 23,10 38,33 CL 60–130 1,36 30,97 22,12 45,55 Clay

130–>150 2,02 33,74 19,22 45,02 Clay

23B

0–15 8,78 57,02 18,00 16,20 SL 15–60 6,07 48,58 19,76 25,59 SCL

60–110 6,09 41,58 21,02 31,31 SCL 110–>150 7,82 36,96 18,00 37,22 CL

35A

0–36 1,69 40,39 31,96 25,96 Loam 36–76 7,10 34,98 30,49 27,43 CL

76–102 4,12 34,58 36,08 25,22 Loam 102–>150 3,40 44,64 37,47 14,49 Loam

36F

0–7 2,46 49,99 25,14 22,41 SCL 7–43 16,46 41,90 14,37 27,27 SCL

43–90 14,04 47,75 16,29 21,92 SCL 90–125 1,19 41,54 26,33 30,94 CL

125–>140 1,56 37,91 21,88 38,65 CL

36A

0–30 2,01 23,95 51,02 23,02 SiL 30–50 4,45 30,00 40,41 25,14 Loam

50–103 2,43 20,96 42,61 34,00 CL 103–>150 10,45 28,90 29,22 31,43 CL

39A

0–21 3,13 43,12 31,63 22,12 Loam 21–50 7,32 36,89 31,55 24,24 Loam 50–66 2,09 34,60 39,96 23,35 Loam

66–115 2,40 36,29 33,31 28,00 CL 115–>150 10,08 28,74 27,55 33,63 CL

41A

0–18 1,78 48,59 25,18 24,45 SCL 18–58 0,80 37,73 24,29 37,18 CL

58–100 5,56 35,59 29,71 29,14 CL 100–>150 1,44 28,35 24,82 45,39 Clay

L = Loam, LS = Loamy Sand, SL = Sandy Loam, SCL = Sandy Clay Loam, SiL =

Silty Loam, C = Clay

Dominasi fraksi liat tanah di plot-plot penelitian berkisar antara 8,65–62,00 %, fraksi debu 11,59–42,61 % dan fraksi pasir 18,98–74,94 % (Tabel 6), sehingga kelas teksturnya SiL, L, LS, SL, SCL, CL, C.

Informasi tentang tekstur tanah sangat bermanfaat untuk menaksir kemampuan tanah menahan air, menyerap unsur hara,

Page 19: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 19

sirkulasi udara tanah dan tingkat kesukaran pengolahan tanah. Sementara itu di bidang pedogenesis dan klasifikasi, informasi tentang sebaran butir tanah sangat berguna untuk menduga kemungkinan adanya translokasi liat yang dicirikan oleh meningkatnya ratio liat halus terhadap liat kasar dalam profil tanah, jenis dan proses pembentukan tanah, kemungkinan adanya “lithogic discontinuity” yang diindikasikan oleh adanya perubahan tekstur yang tiba-tiba dan penentuan kategori tingkat famili.

Berbagai sifat fisik dan morfologi tanah-tanah Typic Paleudults dan Typic Hapludults yang banyak mendominasi di bawah hutan Dipterocarpaceae dataran rendah, seperti: formasi bercak, perkembangan struktur tanah, distribusi vertikal ukuran partikel dan porositas, terutama dipengaruhi oleh kandungan liatnya, meskipun pada kondisi tertentu topografi juga turut menentukan (Ohta dkk., 1992).

Tekstur tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, baik secara langsung melalui pengaruhnya terhadap sistem perakaran tanaman dan ketersediaan air tanah maupun secara tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur hara.

Mengingat dominannya ukuran butir liat dalam menentukan hubungan dengan pertumbuhan tinggi tegakan, maka dapat dipastikan bahwa dalam hal ini peranan utama tekstur terhadap pertumbuhan tanaman adalah melalui pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur hara. Namun demikian perlu dicermati, bahwa kandungan liat yang terlalu tinggi (>35 %) juga berakibat kurang baik bagi pertumbuhan tinggi tanaman.

Pengaruh partikel berukuran debu dan pasir terhadap pertumbuhan tinggi relatif kurang signifikan, hal ini diduga karena kehadiran partikel-partikel tanah ukuran tersebut masih dalam rentang yang dapat ditoleransi oleh jenis tanaman leda (kedua ukuran partikel tersebut mempunyai peranan utama dalam persediaan air dan sirkulasi udara tanah).

Pada kedalaman 0–20 cm, korelasi positif terjadi antara kandungan liat dengan C-organik, Na

+, N, JKB, KTKE, OM dan KBP, sedangkan korelasi

negatif terjadi pada hubungan antara kandungan liat dengan K tersedia. Hal ini dapat dipahami karena semakin tinggi kandungan liat, maka semakin banyak K yang terjerap pada koloid tanah, sehingga konsentrasi K larut pada asam lemah menurun.

Pada kedalaman 0–50 cm, korelasi positif terjadi antara kandungan liat dengan total N dan C-organik, sedang korelasi negatif terjadi antara kandungan liat dengan K tersedia dan Na dapat tukar. 2.2. Sifat kimia tanah

Data hasil analisis sifat kimia tanah tiap plot penelitian disajikan pada Tabel 7, sedangkan nilai rataan unsur hara makro pada kelas umur 2 dan 3 tahun dibandingkan dengan data peneliti lainnya disajikan pada Tabel 8.

Page 20: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

20

Dilihat dari distribusi vertikal setiap unsur hara, tampak bahwa konsentrasi tertinggi berada pada lapisan teratas, kecuali unsur P yang nilai terbesarnya ada di lapisan 50–100 cm dan unsur Al yang nilai terbesarnya ada di lapisan 10–20 cm. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Syahrinudin (1997

a) dan Rahmawati (1999).

Tabel 8. Rataan unsur hara makro pada kelas umur 2 dan 3 tahun

dibandingkan dengan data peneliti lainnya

Kedalam-

an (cm)

Umur

(tahun) PH

Jumlah

C (%)

Jumlah

N (%)

P

tersedia

(ppm)

K+ Ca2+ Mg2+ Al3+

Peneliti Meq/100 g

0-10

2

5,12 2,30 0,18 10,79 78,39 1,17 0,12 0,04

Hasil

studi ini

10-20 5,25 1,25 0,12 13,38 68,13 0,81 0,09 0,10

20-50 4,96 0,60 0,06 15,75 56,91 0,52 0,10 0,06

50-100 5,14 0,38 0,04 18,64 46,51 0,37 0,15 0,05

0-10

3

5,18 2,23 0,20 17,67 84,30 1,46 0,42 0,23

10-20 5,18 1,06 0,10 16,31 78,69 1,07 0,31 0,17

20-50 5,06 0,66 0,06 18,28 68,41 0,76 0,37 0,20

50-100 5,14 0,38 0,04 18,64 46,51 0,37 0,15 0,05

0-20

2

5,39 1,44 0,11 21,24 1,04 8,26 2,15 1,65

Rahma-

wati

(1999)

20-40 5,38 0,78 0,06 15,14 0,68 4,63 0,84 3,83

40-60 5,19 0,60 0,05 23,02 0,62 4,57 1,17 4,85

60-100 5,28 0,50 0,04 21,46 0,70 4,90 1,59 5,10

0-20

3

5,13 1,47 0,08 14,90 0,68 5,04 1,22 3,09

20-40 4,93 0,80 0,08 17,16 0,43 2,74 0,84 5,55

40-60 4,80 0,56 0,04 18,97 0,36 1,88 0,62 7,05

60-100 4,74 0,43 0,04 18,07 0,39 1,63 0,60 7,56

Reaksi tanah (pH) Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen di

dalam tanah, makin tinggi H+ dalam tanah, semakin masam tanahnya,

dengan kata lain nilai pH-nya semakin rendah. Nilai pH pada plot-plot penelitian berkisar antara 4,54–5,73,

secara umum lapisan tanah teratas mempunyai pH lebih tinggi dari pada lapisan di bawahnya dan sebaran vertikal nilai pH umumnya berkisar antara 4,5–5,5, suatu rentang nilai pH yang banyak dilaporkan peneliti terdahulu (Ruhiyat, 1989; Hernawati, 1993; Syahrinudin, 1997

a; Rahmawati, 1999). Informasi tentang pH tanah sangat bermanfaat untuk

memprediksi tingkat ketersediaan hara tanaman, kemungkinan adanya unsur yang meracuni tanaman dan tingkat perkembangan organisme tanah. Dengan demikian pH dapat dijadikan salah satu parameter dalam menduga pertumbuhan tanaman. Namun demikian pada plot-

Page 21: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 21

plot studi, hubungan antara pH tanah dengan pertumbuhan tinggi tanaman relatif sangat lemah, yang mana hal ini mengindikasikan bahwa nilai pH pada areal studi masih dalam rentang yang dapat ditoleransi oleh jenis tanaman ini, meskipun belum tentu optimal.

C-organik Pengaruh bahan organik terhadap struktur tanah sangat penting dan menentukan banyaknya kation-kation basa yang dapat tersedia bagi pertumbuhan tanaman (Poore dan Fries, 1985).

Konsentrasi C-organik pada kedalaman 0–20 cm dalam plot-plot penelitian relatif lebih tinggi dibanding dengan lapisan-lapisan tanah di bagian bawahnya dengan kata lain nilai C-organik pada lapisan-lapisan yang menjauhi permukaan semakin menurun. Keadaan tersebut terjadi pada 9 plot penelitian. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik di permukaan tanah khususnya yang bersumber dari serasah baik dari tumbuhan bawah maupun serasah dari tegakan itu sendiri. Konsentrasi C-organik tanah di semua plot penelitian pada kedalaman 0–10 cm berkisar antara 1,76–3,19 % termasuk sedang sampai tinggi; 10–20 cm berkisar antara 0,80–1,67 % termasuk sangat rendah sampai rendah; 20–50 cm berkisar antara 0,51–0,78 % termasuk sangat rendah; 50–100 cm berkisar antara 0,33–0,48 % termasuk sangat rendah (Anonim, 1983).

Bahan organik mempunyai pengaruh yang luas terhadap sifat-sifat tanah, baik fisik maupun kimia. Dua fungsi penting bahan organik yang hampir tidak dapat digantikan oleh bahan-bahan artifisial yaitu sebagai stabilisator agregat tanah dan sebagai pendongkrak kemampuan tanah dalam menjerap hara-hara yang diperlukan tanaman. Selain itu bahan organik juga memainkan peranan penting dalam meningkatkan kemampuan tanah menyerap air, sebagai sumber hara-hara tanaman dan sumber energi bagi organisme tanah.

C-organik tanah mempengaruhi pertumbuhan tegakan melalui peranannya dalam menentukan sifat-sifat tanah lainnya terutama yang berkaitan dengan ketersediaan hara-hara tanaman. Ohta dkk. (1992) menyatakan, bahwa perbedaan secara horisontal unsur C pada permukaan terjadi karena adanya perbedaan tingkat dekomposisi bahan organik, sedangkan pada tanah-tanah lapisan bawah dipengaruhi oleh perbedaan kandungan liat dan jenis liatnya.

Nitrogen Bahan organik merupakan sumber nitrogen yang utama di dalam tanah.

Selain itu N dalam tanah juga berasal dari pengikatan N udara oleh mikroorganisme (bakteri bintil akar (Rhizobium) untuk yang bersimbiosis, sedangkan yang non simbiosis bakteri Azotobacter dan Clostridium). Nitrogen di dalam tanah terdapat dalam berbagai bentuk yaitu protein (bahan organik), senyawa-senyawa amino, ammonium (NH4) dan nitrat (NO3) (Hardjowigeno,

Page 22: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

22

1992a dan 1992

b). Dari hasil studi dapat diketahui adanya variasi total N

pada kedalaman tanah 0–10 cm, nilai terendah 0,14 %; nilai rataan 0,19 % dan nilai maksimum 0,30 % (rendah sampai sedang), pada kedalaman berikutnya nilai N rataannya semakin menurun yaitu 0,11 %; 0,06 %; 0,04 % (sangat rendah sampai rendah) (Anonim, 1983).

Pola konsentrasi vertikal total N cenderung serupa dengan unsur C, di mana konsentrasi N tertinggi terdapat pada lapisan permukaan dan kemudian menurun pada lapisan berikutnya. Hal tersebut terjadi pada semua plot penelitian (Tabel 8). Pola konsentrasi vertikal yang demikian ini banyak dilaporkan oleh para peneliti sebelumnya seperti Bremen dkk. (1990); Ohta dkk. (1991); Syahrinudin (1997a) dan Mackensen (1998). Terjadinya penurunan kandungan N pada lapisan yang semakin menjauhi permukaan berkaitan erat dengan sumber dari unsur ini yaitu bahan organik yang berupa jatuhan organ vegetasi, sehingga umumnya terkonsentrasi di dekat permukaan tanah.

Fosfor tersedia Fosfor merupakan unsur hara yang sering membatasi pertumbuh-an tanaman di daerah tropis. Di dalam tanah sumber fosfor adalah bahan organik, pupuk buatan dan mineral apatit. Fosfor di dalam tanah dapat digolongkan ke dalam dua bentuk yaitu organik dan anorganik. Fosfor diserap oleh akar tanaman dalam bentuk ion HPO4-

2 dan H2PO4-

(Subagyo, 1970; Hardjowigeno, 1992b).

Nilai rataan konsentrasi P tersedia pada plot penelitian, pada kelas kedalaman 0–10 cm sampai 50–100 cm cenderung meningkat yaitu dari 14,61 ppm; 15,00 ppm; 17,16 ppm; 20,76 ppm (rendah sampai sedang) (Anonim, 1983). Nilai terendah konsentrasi P tersedia ada di plot 35A dengan nilai 8,85 ppm (sangat rendah) (Anonim, 1983) dan nilai yang tertinggi ada di plot 39A 24,82 ppm (sedang) (Anonim, 1983) seperti disajikan pada Tabel 8. Hasil ini menunjukkan, bahwa unsur P merupakan unsur penting yang sering menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan tegakan di daerah tropis. Kecenderungan ini sesuai dengan hasil percobaan pemupukan P pada tegakan E. deglupta di Serawak yang menunjukkan response yang positif (Cromer dkk., 1992). Fosfor merupakan unsur hara yang perlu ditangani dengan hati-hati dalam manajemen suatu lahan, karena unsur ini sulit tersedia, baik pada kondisi basa maupun masam. Oleh sebab itu dalam usaha perbaikan tanah sebagai tempat tumbuh tanaman haruslah diupayakan pada tingkat penyediaan P yang optimal. Hubungan antara reaksi tanah (pH) dengan P pada plot-plot penelitian hanya ditemukan pada kedalaman 0–50 cm, sedangkan pada lapisan atasnya (0–20 cm) tidak ditemukan adanya korelasi antara pH dan P. Hal ini diduga berkaitan erat dengan kehadiran hara organik, di mana pada lapisan atas pH

Page 23: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 23

menjadi kurang berpengaruh karena Al membentuk komplek dengan bahan organik.

Kalium tersedia dan kalium dapat tukar Rataan konsentrasi K pada plot-plot penelitian cenderung semakin menurun yaitu 81,67 ppm (0–10 cm), 74,00 ppm (10–20 cm), 63,30 ppm (20–50 cm) (sangat tinggi) dan 51,39 ppm (50–100 cm) (tinggi) (Anonim, 1983). Sumber K adalah mineral-mineral silikat seperti muskovit, biotit, ortoklas, felsfat, mika dan leusit. Kalium tidak memiliki ikatan kovalen dengan persenyawaan organik seperti N dan P, sehingga tanaman menyerap unsur ini dalam bentuk K

+ (Subagyo, 1970). Kalium tersedia

bagi tanaman sebagai ion-ion dapat dipertukarkan pada koloid tanah. Walaupun K sangat banyak dalam tanah-tanah mineral, kelarutan yang rendah dari mineral primer mengakibatkan rendahnya ketersediaan unsur K. Namun demikian selalu terdapat pembaharuan yang terus menerus dari mineral primer kedalam bentuk yang dapat dipertukarkan. Laju pencucian K bervariasi tergantung pada tipe liat dan jumlah bahan organik dalam tanah (Harjadi, 1983). Meskipun berdasarkan kriteria Anonim (1962 dan 1983), Landon (1984) kandungan kalium tanah di beberapa tempat di Kalimantan Timur relatif tinggi, namun jumlahnya sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah unsur tersebut yang disimpan pada biomassa di atas permukaan tanah, sistem hutan tanaman (Ruhiyat, 1989; Syahrinudin, 1997

a). Dengan

demikian dalam menentukan ketersediaan unsur K seyogyanya tidak mengacu pada kriteria tersebut di atas, melainkan berdasarkan rasio K vegetasi terhadap K tanah baik pada sistem vegetasi hutan alam maupun hutan tanaman. Secara vertikal rataan konsentrasi K dapat tukar pada plot-plot penelitian cenderung semakin menurun yaitu 1,33 meq/100 g, 0,95 meq/100 g, 0,66 meq/100 g dan 0,43 meq/100 g (sedang sampai sangat tinggi) (Anonim, 1962 dan 1983; Landon, 1984). Kalsium dan Magnesium dapat tukar Berdasarkan hasil analisis laboratorium, konsentrasi Kalsium dan Magnesium semakin menurun di lapisan yang semakin menjauhi permukaan tanah. Konsentrasi Ca dapat tukar: 0,29 meq/100 g (0–10 cm), 0,21 meq/100 g (10–20 cm), 0,25 meq/100 g (20–50 cm) dan 0,14 meq/100 g (50–100 cm) tergolong sangat rendah (Anonim, 1962 dan 1983; Landon, 1984). Konsentrasi Mg dapat tukar adalah: 0,15 meq/100 g (0–10 cm), 0,14 meq/100 g (10–20 cm), 0,14 meq/100 g (20–50 cm) dan 0,07 meq/100 g (50–100 cm) tergolong sangat rendah (Anonim, 1962 dan 1983; Landon, 1984).

Page 24: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

24

Penelitian terhadap peranan kalsium dalam fisiologi tanaman secara umum telah menghangat sejak beberapa tahun terakhir, namun demikian hanya sedikit data yang menginformasikan mengenai pengaruh peningkatan suplai kalsium terhadap fisiologi tanaman. Rendahnya konsentrasi kalsium di dalam sitoplasma mengindikasikan, bahwa jalur symplastic tidak berperan penting dalam penyerapan unsur ini, melainkan jalur apoplastic (Kirkby, 1979; Haüssling dkk., 1988). Penyerapan kalsium oleh akar-akar non-mikoriza hanya bergantung pada suplai external dan tidak secara aktif menghambat atau merangsang penyerapan unsur ini (Türk dkk., 1993; Türk dkk., 1994; Gülpen dkk., 1995). Bahkan pada akar-akar halus yang bermikoriza, kalsium terikat dalam dinding sel korteks oleh pertukaran ion permanen dalam keseimbangan dengan konsentrasi hara kalsium larutan sekitar akar (Kuhn, 1993).

Sehubungan dengan penyerapan kalsium yang hanya bergantung pada suplai ini, terjadilah pembentukan kalsium oksalat sebagai mekanisme perlindungan terhadap tidak terkendalikannya penyerapan kalsium dalam jumlah besar pada tanah-tanah kapur (Lapeyrie, 1990). Bangerth (1979) mengemukakan, bahwa kalsium sebagai elemen yang mobil di dalam xylem, translokasinya tergantung pada pergerakan air dalam tanaman. Namun demikian, studi dengan menggunakan

45Ca

menunjukkan bahwa pergerakan kalsium bebas dari aliran massa. Sejumlah besar kalsium yang diperlukan untuk proses pertumbuhan di dalam akar dan terikat di dalam dinding sel (Haüssling dkk., 1988) juga sepenuhnya dapat dipertukarkan.

Pertumbuhan jaringan tanaman berasosiasi dengan peningkatan pembentukan dinding sel dan laju pembelahan sel. Hal ini menggambarkan kebutuhan kalsium yang akan terikat sebagai Ca-pektat dan Ca dapat tukar pada dinding sel (Burström, 1968; Tomlinson, 1987). Akumulasi kalsium dalam jumlah relatif tinggi terjadi pada titik-titik pertumbuhan apikal (Türk dkk., 1993) dan pada jaringan di mana terjadi pertumbuhan aktif (Wieneke dan Führ, 1973; Wieneke, 1979). Perbedaan kandungan Ca-oksalat dan asam oksalat pada bagian sel yang berbeda masih belum dapat dijelaskan dengan tepat. Namun demikian, hal tersebut sepertinya mengindikasikan proses aktivitas biosintetik yang lebih tinggi dan transformasi cadangan protein ke dalam berbagai macam asam amino yang diikuti oleh peningkatan produksi asam oksalat pada jaringan-jaringan pertumbuhan (Ziegler, 1983).

Konsentrasi Ca2+

bebas di dalam sitoplasma sangat rendah (<1 M) (Williamsen, 1981), sehingga dengan demikian memungkinkan ion ini berfungsi sebagai co-messenger, misalnya dalam rantai calmodulin signal (Haiech dkk., 1986; Cheung, 1990). Konsentrasi yang lebih tinggi akan berakibat pada presipitasi Ca-fosfat yang akan menyebabkan degenerasi sel-sel yang dipengaruhi oleh penghambatan energi metabolisme yang berakar pada ikatan fosfat (Bangerth, 1979).

Page 25: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 25

Mengingat rendahnya keperluan kalsium untuk kepentingan efektivitas fisiologi dan penyerapan unsur ini yang berlangsung sebagai proses yang pasif, sehingga penyerapan kalsium dalam jumlah yang berlebihan tak dapat dihindarkan, maka untuk menjaga keseimbangan di dalam sel tanaman, kelebihan kalsium dinetralkan dan didetoksinkan ke dalam bentuk Ca-oksalat pada daun dan kulit tanaman (Gülpen dkk., 1995). Berbeda dengan kalsium, Mg relatif mobil di dalam tanaman, sehingga gejala defisiensi sering diawali dari daun-daun yang lebih tua. Unsur ini memainkan peranan penting dalam pertumbuhan tanaman mengingat fungsinya sebagai bagian penyusun khlorofil.

Aluminium dapat tukar Peningkatan aluminium secara nyata dengan bertambahnya kedalaman lapisan tanah telah terdeteksi, sementara variasinya menurun. Ohta dkk. (1992) melaporkan, bahwa aluminium dapat tukar berasosiasi erat dengan kandungan liat tanah. Namun demikian, tingkat kelarutan aluminium di dalam larutan tanah pada saat yang bersamaan dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, karena bahan organik membentuk kompleks stabil dengan aluminium (Kamprath, 1972 dalam Syahrinudin, 1997

a). Oleh

karena itu tingkat bahaya keracunan aluminium akan tetap rendah, sekurang-kurangnya pada beberapa centimeter lapisan tanah teratas. Hal ini merupakan satu di antara alasan mengapa sistem perakaran hutan tropika terkonsentrasi pada lapisan tanah yang dangkal saja. Namun demikian dari hasil uji regresi, aluminium dapat tukar tidak berkorelasi baik dengan pertumbuhan tinggi tegakan maupun dengan sifat kimia lainnya.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 1. Tanah-tanah di areal studi didominasi oleh subgrup Typic Hapluduts

dan Typic Paleudults yang dicirikan oleh kehadiran horison argilik dan kejenuhan basa NH4Oac <35 %.

2. Secara vertikal total pori tanah menurun pada kedalaman yang semakin dalam dengan kisaran 35–58%. Sebagian besar pori merupakan pori meso.

3. Secara umum tekstur tanah-tanah di areal studi berupa lempung berpasir (SL) sampai lempung liat berpasir (SCL) pada lapisan topsoil dan lempung liat berpasir (SCL) sampai liat (C) pada lapisan subsoil.

4. Tanah-tanah di areal studi pada umumnya bereaksi masam sampai agak masam (pH 4,54–5,73), kandungan Ca dan Mg dapat tukar sangat rendah, kandungan total N sangat rendah, kandungan P tersedia rendah sampai sedang, kandungan C-organik rendah sampai tinggi, kandungan K dapat tukar sedang sampai tinggi. KTK efektif tanah-tanah di areal

Page 26: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

26

studi berkisar sangat rendah sampai rendah, KTK potensialnya berkisar antara sedang sampai tinggi yang merupakan indikasi peluang keberhasilan pemupukan asalkan reaksi tanahnya diperbaiki dulu.

5. Secara umum karakteristik tanah di areal studi terutama ditentukan oleh kandungan liat dan kandungan bahan organiknya, yang diindikasikan oleh tingginya korelasi dari kedua parameter ini terhadap sifat-sifat tanah lainnya. Di satu sisi, kandungan liat tanah terutama sangat mempengaruhi kapasitas tukar kation dan penyebaran pori, di sisi lain kandungan C-organik sangat menentukan suplai hara tanaman. Di samping itu kandungan liat tanah menentukan kandungan C organik, Na dapat tukar, jumlah kation basa, kapasitas tukar kation efektif dan kejenuhan basa potensial pada kedalaman 0–20 cm. Sementara kandungan bahan organik menentukan kandungan N total, P tersedia, Ca dapat tukar, K dapat tukar dan Mg dapat tukar untuk kedalaman 0–20 dan 0–50 cm.

6. Selain ditentukan oleh kandungan hara tanah, pertumbuhan tegakan leda juga ditentukan oleh sebaran pori tanah tempat tumbuhnya, kandungan liat >30 % menghambat aerasi tanah. Pada kedalaman 0–20 cm kandungan liat tanah tidak berkorelasi langsung dengan pertumbuhan tinggi tegakan, tetapi rasio antara C : Si dan rasio (C+S) : Si berkorelasi positif dengan tinggi tegakan. Sementara itu pada kedalaman 0–50 cm kandungan liat tanah berkorelasi positif dengan pertumbuhan tinggi tegakan, meskipun gradiennya menurun setelah kandungan liat >30 %. Kandungan hara tanah yang memainkan peranan penting dalam pertumbuhan tegakan antara lain N total, P tersedia, K tersedia, K dapat tukar, Ca dapat tukar dan Mg dapat tukar. Dari unsur-unsur hara tersebut yang memiliki korelasi terbesar adalah Ca. Walaupun demikian, mengingat tingginya korelasi antara C-organik tanah dengan unsur-unsur hara tersebut. Maka terbentuknya korelasi antara unsur-unsur hara dengan pertumbuhan tinggi tegakan sesungguhnya ditentukan oleh kandungan bahan organik tanah tempat tumbuhnya.

DAFTAR PUSTAKA Alexander, T.G. and T.P. Thomas. 1985. Physical Properties of Soils in

Relation to Eucalypt Growth. Kerala Forest Research Institute. Peechi-680 653 Kerala.

Anonim. 1962. Soil Survey Manual. Agricultural Handbook 23. Soil

Conservation Service, United States Department of Agriculture, Washington DC, USA.

Page 27: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 27

Anonim. 1983. Terms of Reference Klasifikasi Lahan. Departemen Pertanian rap. No. 59b/1983. P3MT, Soil Research Institute. Bogor.

Anonim. 1987

a. Regional Physical Planning Programme for Transmigration.

Review of Phase I: Results, East and South Kalimantan. Direktorat Bina Program. Direktorat Jenderal Penyiapan Pemukiman, Departemen Transmigrasi, Jakarta, Indonesia.

Anonim. 1987

b. Keys to Soil Taxonomy. Third Printing. SMSS Technical

Monograph 6. Agency for International Development. United States Department of Agriculture, Cornell University, Ithaca, USA.

Anonim. 1989. Land Feasibility Study of PT IHM Samarinda. Tidak

dipublikasikan. Anonim. 1990. Guidelines for Soil Description. Soil Resources, Management

and Conservation Service. Land and Water Development Division. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Bangerth, F. 1979. Calcium-related Physiological Disorders of Plants. Ann.

Rev. Phytopathol. 17: 97-122. Bremen, H.V.; M. Iriansyah and W. Andriesse. 1990. Detailed Soil Survey

and Physical Land Evaluation in a Tropical Rain Forest, Indonesia. A Study of Soil and Site Characteristics in Twelve Permanent Plots in East Kalimantan. The Tropenbos Foundation-Ede, The Netherlands.

Burström, G. 1968. Calcium and Plant Growth. Biol. Rev. 43: 287-316. Cheung. 1990. Calmodulin Plays a Provital Role in Cellular Regulation.

Science 207: 19-27 Cromer, R.N.; K.T. Tan; E.R. Williams and W.H.M. Rawlins. 1992.

Response of Eucalyptus deglupta to Phosphate Fertilizer. JTFS 5(1): 74-89.

Dewis, J. and F. Freitas. 1976. Physical and Chemical Methods of Soil and

Water Analysis. FAO, Rome. Evans, J. 1982. Plantation Forestry in the Tropics. Clarendon Press. Oxford. Fuliana, D. 1996. Pengukuran limpasan permukaan pada lahan alang-alang

yang ditanami sengon dengan teknik pengolahan minimum. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda.

Page 28: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

28

Grüneberg, F. 1978. The Main Soil of East Kalimantan. TAD Report 17. TAD, Samarinda.

Gülpen, M.; S. Türk and S. Fink. 1995. Der Effekt von Kalkung und

Magnesiumdüngung auf die Aufnahme, den Transport und die Chemische Bindungsform von Calcium und Magnesium in Koniferen. III. Wasserstrom, Nährelementransport und funktionalle Bedeutung von Calcium und Magnesium in Fichten. FZKA-PEF-Berichte 130: 75-86.

Gunawan, M. 1996. Pengukuran Limpasan Permukaan dan Erosi Tanah pada

Areal Hutan Bekas Kebakaran di Taman Hutan Raya (TAHURA) Bukit Suharto. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda.

Haiech, J.; N. Vidal; J. Salantin and J.C. Cavadore. 1986. Ca

2+ Binding to

Calmodulin and Interactions with Enzymes. Dalam: Mollecular and Cellular Aspects of Calcium in Plant Development (A.J. Trewavas, Ed.) NATO ASI Series A: Life Science 104: 27-32.

Hardjowigeno, S. 1992a. Ilmu Tanah. Melton Putra. Jakarta. Hardjowigeno, S. 1992b. Ilmu Tanah. Edisi III. Penerbit PT. Mediyatama

Sarana Perkasa, Jakarta. Hardwinarto, S. 1999. Assessment of Soil Erosion on the Rehabilitated Land

After Forest Fire by Taungya Planting System in Bukit Soeharto, East Kalimantan.

Harjadi, S.M.M. 1983. Pengantar Agronomi. Faperta IPB, Bogor. Gramedia,

Jakarta. Haüssling, M.; C.A. Jorns; G. Lehmbecker; Ch. Hecht-Buchholz and H.

Marschner. 1988. Ion and Water Uptakes in Relation to Root Development in Norway Spruce, Plant Physiol. 113: 486-491.

Hernawati, E. 1993. Status Unsur Hara pada Tegakan Eucalyptus deglupta

Blume dan Tanah Tempat Tumbuhnya di Areal Hutan Tanaman Industri PT ITCI Kenangan, Kabupaten Pasir.

Kirkby, E.A. 1979. Maximizing Calcium Uptake by Plants. Commun. Soil

Sci. Plant Anal. 10: 89-113. Köppen, W. 1931. Die Klimate der Erde. Walther de Gruyter Co., Berlin,

Germany.

Page 29: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 29

Kuhn, A.J. 1993. Mikrosonden-Analysen zur Ionenaufnahme in Fichten

(Picea abies [L.] Karst.). Berichte des Forschungszentrums Jülich 2744. Ph.D. Dissertation Universität Hamburg.

Lamb, D. 1977. Relationship between Growth and Foliar Nutrient Concentrations in Eucalyptus deglupta. Plant Soil 47: 495-508.

Landon, J.R. 1984. Booker Tropical Soil Manual. Longman Inc., New York,

USA. Lapeyrie, F. 1990. The Role of Ectomycorrhizal Fungi in Calcareous Soil

Tolerance by Symbiocalciole Woody Plants. Ann. Sci. For. 21: 579-589.

Mackensen, J. 1998. Integrated Nutrient Management in Tropical Plantation

System. Ph.D. Dissertation Faculty of Forestry University of Göttingen.

Ohta, S.; S. Effendi; N. Tanaka and S. Miura. 1991. Soils of Lowland

Dipterocarp Forest in East Kalimantan, Indonesia. The Tropical Rain Forest. PUSREHUT Annual Report. Samarinda.

Ohta, S.; S. Effendi; N. Tanaka and S. Miura. 1992. Characteristics of Major

Soils Under Lowland Dipterocarp Forest in East Kalimantan, Indonesia. Pusrehut Special Publication 2: 72 h.

Poore, M.E.D. and C. Fries. 1985. The Ecological Effects of Eucalyptus.

Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. Priyono, C.N.S.; C. Anwar dan S. Siswamartana. 1999. The Trend of Soil

Erosion on the Area of Clear Cutting Pine (Pinus merkusii) Forest Plantation. Proceedings of 3

rd International Symposium on Asian

Tropical Forest Management. Pusrehut, Universitas Mulawarman Samarinda. h 193-199.

Rahmawati, 1999. Distribusi Unsur Hara pada Tanah dan Tegakan

Eucalyptus deglupta Blume pada Umur 1, 2, 3, 4 dan 6 tahun di HPHTI PT IHM Kenangan Kabupaten Pasir.

Ruchaemi, A. 1994. Riap Eucalyptus deglupta setelah Penjarangan Pertama.

Mulawarman Forestry Reports No.4. Faculty of Forestry Mulawarman University, Indonesia-German Forestry Project/GTZ Samarinda. Kalimantan Timur.

Page 30: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

Sarjono dkk. (2002). Evaluasi Sifat Fisik dan Kimia Tanah

30

Ruhiyat, D. 1989. Die Entwicklung der Standörlichen Nährstoffvorräte bei Naturnaher Waldverwirtschaftung und im Plantagenbetrieb, Ostkalimantan-Indonesien. Disertasi Doktor Fakultas Kehutanan Univ. Göttingen. 135 h.

Subagyo. 1970. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Soeroengan, Jakarta. Sutisna, M. 1995. Silvikultur Hutan Tanaman di Indonesia. Buku Pembantu

Kuliah pada Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman di Samarinda. 72 h.

Sutisna, M. 1999. Budidaya Kebun Kayu di Indonesia. Buku Pembantu

Kuliah pada Program Pascasarjana Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. 72 h.

Syahrinudin. 1997

a. The Role of Undergrowth on Timber Estate of

Eucalyptus deglupta in East Kalimantan. Master Thesis, Göttingen University, Germany. 61 h.

Syahrinudin. 1997

b. Contribution of Undergrowth on the Nutrient

Management of Eucalyptus deglupta in East Kalimantan. Proceedings of 2

nd International Symposium on Asian Tropical Forest

Management. Pusrehut, Universitas Mulawarman, Samarinda. Syahrinudin dan D. Ruhiyat. 1998. Growth and Nutritional of Eucalyptus

deglupta Plantation in East Kalimantan. Forestry Faculty, Mulawarman University Research Report, Samarinda.

Tomlinson, J.H. 1987. Nutrient Deficiencies and Forest Decline. Pulp and Paper

Canada 88: 50-55. Türk, S.; M. Gülpen and S. Fink. 1993. Aufnahme, Transport und Verbleib

von Calcium und Magnesium in Fichten (Picea abies) und Kiefern (Pinus sylvestris L) bei unterschiedlicher Ernährung und Schadstoff-belastung. Forstw. Cbl. 112: 191-208.

Türk, S.; M. Gülpen and S. Fink. 1994. Der Effekt von Kalkung und

Magnesiumdüngung auf die Aufnahme, den Transport und die chemische Bindungsform von Calcium und Magnesium in Koniferen

II. Bedeutung interner und externer Faktoren als Steuergröen der Ca- und Mg-dynamik in Fichten. KfK-PEF-Berichte 117: 73-86.

Voss, R.; S. Priasukmana and M. Iriansyah. 1979. Soil Characteristics under Several Plantation Species in East Kalimantan, Indonesia. Dalam:

Page 31: EVALUASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAHjurnalequator.zohosites.com/files/Agus Sarjono.pdf · Profil tanah dibuat dengan menggali tanah berukuran lebar 1 m, panjang 1,5 m, dalam 1,5 m

EQUATOR 1 (2), Oktober 2002 31

Forest Site Evaluation and Long-term Productivity (D.W. Cole and S.P. Gessel, Eds.). University of Washington Press, Seattle, USA.

Voss, R. 1979. Soils and Land Use on the PT ITCI Concession. Weyerhauser

Tropical Forest Technical Report 042-1208/79/15. Weyerhauser Company, Tacoma, Washington, USA.

Voss, F. 1982. Atlas of East Kalimantan, Indonesia. East Kalimantan

Transmigration Area Development Project (TAD) HWW A-Institut für Wirtschaftsforschung, Hamburg, Federal Republic of Germany.

Voss, F. 1983. Natural Resources Inventory, East Kalimantan. TAD-Report 9,

Revised Edition. Transmigration Area Development Project (TAD) HWW A-Institut für Wirtschaftsforschung, Hamburg, Federal Republic of Germany.

Wieneke, J. and F. Führ. 1973. Untersuchungen zur Translokation von

45Ca

im Apfelbaum. I. Transport und Verteilung in Abhãngigkeit vom Aufnahmezeitpungkt. Gartenbauwiss 38: 91-108.

Wieneke, J. 1979. Calcium Transport and Its Microautoradiographic

Localization in the Tissue. Commun. Soil Sci. Plant Anal. 10 (1 and 2): 237-250.

Williamsen, R.E. 1981. Free Ca

2+ Concentration in the Cytoplasm: A

Regulator of Plant Cell Function. What’s new in Plant Physiology 12(12): 45-48.

Zech, W. and P. Drechsel. 1992. Multiple Mineral Deficiencies in Forest

Plantations in Liberia. For. Ecol. Manag. 48: 121-143. Ziegler, R. 1983. Pflanzenphysiologie in: Straßburger. Lehrbuch der Botanik

für Hochschulen 32. Neubearbeite Auflage Gustav Fischer Verlag. 1161 h.