12
EKSPRESI VERBAL DAN NONVERBAL ANAK AUTIS PROGRAM AWAL, MENENGAH, DAN PENGAYAAN Autistic Children’s Verbal And Non-Verbal Expressions In Primary, Intermediate, And Advanced Program Rita Novita Balai Bahasa Sumatra Barat Pos-el: [email protected] Diajukan: 20 September 2019, direvisi: 21 November 2019 Abstract This paper shows the findings of neurolinguistics research on autistic children’s verbal and non-verbal expressions. The subjects of this study were the autistic children at primary, intermediate, and advanced program who were able to use verbal and non-verbal expressions. The research showed the primary level autistic children’s verbal expression were limited phonologically, whereas, the children with autism at intermediate program were able to use verbal expression at the level of words. The autistic children at advanced program showed their verbal capacity expressed in sentences or clauses. Nonverbal expressions from the subject at elementary program were limited in terms of the capacity or the proficiency to use them in communication. There were only five categories of non-verbal expressions found in the group of elementary program such as anger, fear, enjoyment, love, and anxiety. Six types of non-verbal expressions from the autistic children in intermediate program includeed anger, sadness, fear, enjoyment, love, and anxiety are more improved than those of the elementary ones. Non verbal expressions from those in advanced program showed more improvement than the previous two groups did. Keywords: autism, expression, verbal, non-verbal, program Abstrak Makalah ini menyajikan hasil penelitian tentang ekspresi verbal dan nonverbal a nak a utis melalui kajian neurolinguistik. Subjek penelitian ini adalah anak autis pada program awal, menengah, dan pengayaan, yang dapat menggunakan ekspresi verbal dan nonverbal.Subjek penelitian ini adalah tiga penutur autisme di YPPA Padang yang pemgikuti program awal, menengah, dan pengayaan. Pemilihan tersebut didasarkan pada kajian yang bersifat studi kasus. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak. Dalam penganalisisan, penulis menggunakan metode padan. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa ekspresi verbal pada program awal cenderung sebatas tataran bunyi atau fonogis. Anak autis pada program menengah telah dapat menyampaikan ekspresi verbalnya pada tataran kata. Selanjutnya, anak autis pada program lanjut s udah dapat menyampaikan ekspresi verbalnya pada tataran kalimat. Ekspresi nonverbal subjek program awal masih terbatas. Penulis hanya menemukan lima jenis ekspresi nonverbal pada subjek tersebut, yaitu amarah, takut, kenikmatan, cinta, dan jengkel. Ekspresi nonverbal subjek program menengah lebih baik daripada subjek program awal. Penulis menemukan enam jenis ekspresi nonverbal pada subjek tersebut, yaitu amarah, sedih, takut kenikmatan, cinta, dan jengkel. Ekspresi nonverbal subjek program pengayaan lebih baik daripada subjek program awal dan menengah. Penulis menemukan tujuh jenis ekspresi nonverbal pada subjek tersebut, yaitu amarah, takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Kata kunci: autis, ekspresi verbal, ekspresi nonverbal

EKSPRESI VERBAL DAN NONVERBAL ANAK AUTIS PROGRAM …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

EKSPRESI VERBAL DAN NONVERBAL ANAK AUTIS PROGRAM AWAL, MENENGAH, DAN PENGAYAAN
Autistic Children’s Verbal And Non-Verbal Expressions In Primary, Intermediate, And Advanced Program
Rita Novita
Abstract
This paper shows the findings of neurolinguistics research on autistic children’s verbal and
non-verbal expressions. The subjects of this study were the autistic children at primary, intermediate,
and advanced program who were able to use verbal and non-verbal expressions. The research
showed the primary level autistic children’s verbal expression were limited phonologically, whereas,
the children with autism at intermediate program were able to use verbal expression at the level of
words. The autistic children at advanced program showed their verbal capacity expressed in
sentences or clauses. Nonverbal expressions from the subject at elementary program were limited in
terms of the capacity or the proficiency to use them in communication. There were only five
categories of non-verbal expressions found in the group of elementary program such as anger, fear,
enjoyment, love, and anxiety. Six types of non-verbal expressions from the autistic children in
intermediate program includeed anger, sadness, fear, enjoyment, love, and anxiety are more
improved than those of the elementary ones. Non verbal expressions from those in advanced
program showed more improvement than the previous two groups did.
Keywords: autism, expression, verbal, non-verbal, program
Abstrak
Makalah ini menyajikan hasil penelitian tentang ekspresi verbal dan nonverbal a nak a utis
melalui kajian neurolinguistik. Subjek penelitian ini adalah anak autis pada program awal, menengah,
dan pengayaan, yang dapat menggunakan ekspresi verbal dan nonverbal.Subjek penelitian ini adalah
tiga penutur autisme di YPPA Padang yang pemgikuti program awal, menengah, da n pengaya an.
Pemilihan tersebut didasarkan pada kajian yang bersifat studi kasus. Metode pengumpulan da ta
yang digunakan adalah metode simak. Dalam penganalisisan, penulis menggunakan metode padan.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa ekspresi ve rbal pada program awal cenderung
sebatas tataran bunyi atau fonogis. Anak autis pada program menengah telah dapat menyampaikan
ekspresi verbalnya pada tataran kata. Selanjutnya, anak autis pa da progra m lanjut s udah da pat
menyampaikan ekspresi verbalnya pada tataran kalimat. Ekspresi nonverbal subjek progra m a wal
masih terbatas. Penulis hanya menemukan lima jenis ekspresi nonverbal pada subjek tersebut, yaitu
amarah, takut, kenikmatan, cinta, dan jengkel. Ekspresi nonverbal subjek program menengah lebih
baik daripada subjek program awal. Penulis menemukan enam jenis ekspresi nonverbal pada subjek
tersebut, yaitu amarah, sedih, takut kenikmatan, cinta, dan jengkel. Ekspresi nonverbal subjek
program pengayaan lebih baik daripada subjek program awal dan menengah. Penul is menemukan
tujuh jenis ekspresi nonverbal pada subjek tersebut, yaitu amarah, takut, kenikmatan, cinta,
terkejut, jengkel, dan malu.
Kelasa, Vol. 14, No. 2, Desember 2019: 193—204
194
1. Pendahuluan Anak autis merupakan salah satu
bentuk gangguan perkembangan pada anak. Gangguan tersebut dapat terjadi sejak anak tersebut dilahirkan. Akan tetapi, orang tua baru dapat me- ngetahuinya setelah si anak berusia sekitar tiga bulan. Pada usia itulah adanya kemampuan komunikasi anak dengan orang lain. Salah satu tanda terjalinnya komunikasi antara anak dan orang tua adalah adanya kontak mata yang dilakukan oleh si anak. Apabila anak tersebut asyik sendiri atau tidak melakukan kontak mata dengan orang tua, saat itulah orang tua hendaknya memerhatikan apakah anak tersebut dikategorikan autis atau tidak. Akan tetapi, ia memiliki potensi untuk berkembang atau meningkatkan ke- mampuannya dalam berkomunikasi (Siegel, 1996:43).
Orang tua terkadang tidak meperhatikan perkembangan si anak. Dia menganggap itu hanya ke- terlambatan yang biasa saja terjadi sehingga ia tidak menyadari ada masalah dalam perkembangan pada anak tersebut. Orang tua tersebut baru menyadari anaknya mengalami gangguan setelah ia berusia sekitar tiga—lima tahun. Berbagai usaha hendaknya dilakukan oleh orang tua agar anak tersebut dapat mengatasi gangguan yang ia alami. Misalnya, orang tua dapat memasukkan anaknya ke sekolah khusus yang menangani anak autis.
YPPA merupakan salah satu yayasan yang menangani anak autis. Yayasan ini menjalankan tiga program yang disesuaikan dengan kemampuan anak, yaitu program awal, menengah, dan lanjutan. Pada program awal anak diharapkan dapat menirukan bunyi bahasa, motorik halus, motorik kasar, dan menyebutkan beberapa kata. Pada program menengah anak diharapkan
dapat menguasai kosakata yang lebih banyak dan menjawab beberapa per- tanyaan yang bersifat kontekstual. Selanjutya, pada kurikulum akhir anak diharapkan mampu berkomunikasi lebih kompleks dan memiliki ke- mampuan pragmatik. Di samping itu, yayasan tersebut juga menjalankan program pengayaan. Pada program ini yayasan membantu subjek dalam mengerjakan tuga-tugas di sekolah (Tim Profil, 2000:2). Komunikasi yang terjadi tentunya memperhatikan aspek fonologis, kata, dan kalimat.
Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi. Secara etimologis, kata fonologi berasal dari dua kata, yaitu fon memiliki arti bunyi dan logi memiliki arti ilmu (Chaer, 2003:102). Klasifikasi bunyi antara lain adalah bunyi vokal, bunyi diftong, dan bunyi konsonan.
Kata adalah rangkain bunyi yang memiliki makna. Saat kita mencoba memahami makna suatu kata, kita akan berhadapan dengan sejumlah kata yang secara struktur fonetik-fonoliginya sama, tetapi memiliki kandungan makna yang berbeda (Saifullah, 2018:24).
Kalimat adalah rangkaian kata yang mengungkapkan pikiran secara lengkap. Kalimat dasar terdiri atas subjek dan predikat (Wisnu, 2016:18).
Paul Bronca menemukan bahwa satu bagian dari belahan otak kiri mengendalikan kemampuan berbicara. Bagian otak kiri berpikir secara berurutan, unggul dalam menganalisisi, dan menangani kata-kata. Anak autis mengalami gangguan otak pada bagian kiri. Oleh sebab itu, perkembangan kemampuan berbahasa tidak sama seperti anak normal lainnya (Pink, 2019:18).
Ekpresi emosional sesorang dapat diwujudkan dalam sebelas bentuk. Kesebelas ekspresi tersebut
Ekspresi Verbal...(Rita Novita)
195
adalah 1) Ekspresi Emosi Jujur: salah satu cara untuk mengetahui apakah seseorang bersifat terbuka dan jujur adalah dengan melihat posisi telapak tangannya. Misalnya, seseorang yang ingin bersikap terbuka atau jujur, ia akan menghadapkan satu atau dua telapak tangannya ke arah lawan bicaranya, 2)Ekspresi Gembira: rasa gembira dapat diperlihatkan dengan menggosok telapak tangan dan menggerakkan lengan dan kaki. Di samping itu, gerakan tubuh semakin intensif, misalnya bibir ditarik ke atas, berteriak, bertepuk tangan, melompat- lompat, dan kadangkala memeluk sesuatu benda, 3) Ekspresi Benci: ekspresi benci dapat dilihat dari posisi jari yang dijalin dan memucat. Kadang kala ekpresi tersebut juga diikuti dengan bibir yang mengerut. Ekspresi emosi ini mempunyai posisi utama menjalin jari-jari di depan muka, tangan diletakkan di atas meja atau di atas pangkuan apabila seseorang duduk dan di muka tubuh apabila berdiri, 4) Marah: ekspresi marah biasanya berteriak keras-keras, meronta-ronta, menendang kaki, mengibas tangan, dan memukul. Isyarat lain adalah semakin tinggi tangan diangkat menunjukkan seseorang semakin marah, 5) Sombong: ibu jari yang menggambarkan superioritas, tampak sangat jelas apabila seseorang berbicara sebaliknya. Misalnya, orang tersebut menyatakan bahwa ia adalah orang biasa saja, tetapi ibu jarinya memegang kerah kemejanya, 6) Bohong: Seorang anak yang berbohong atau menyembunyikan sesuatu, telapak tangannya disembunyi- kan di belakang punggungnya. Demikian pula, seseorang suami yang ingin menutupi kepergiannya bersama teman-temannya akan sering memasuk- kan tangan di saku celana atau melipatkan lengan sewaktu mencoba menjelaskan ke mana ia pergi. Di samping itu, ekspresi ini dapat juga dilihat dengan posisi tangan menutup
mulut dan jempol menekan pipi. Selanjutnya, kadang kala ekspresi emosi ini hanya berupa jemari menutupi mulut atau bahkan kepalan tangan, 7)Bosan: Apabila pendengar mulai menggunakan tangannya untuk menopang kepalanya, itu pertanda ia mulai bosan. Tingkat kebosanan pendengar berhubungan dengan sejauh mana tangannya menopang kepalanya. Rasa sangat bosan dan kurang perhatian terlihat apabila kepalanya sepenuhnya ditopang oleh tangan. Kebosanan tersebut mencapai puncaknya apabila kepala sudah diletakkan di atas meja dan orang itu tidur mendengkur, 8) Jengkel: Ekspresi emosi ini terlihat apabila seseorang menarik-narik leher baju dan mengusap telapak tangan pada punggung leher. Orang yang menggunakan ekspresi emosi ini sewaktu berbohong biasanya meng- alihkan pandangan dan menatap ke bawah, 9) Takut: Seseorang merasa takut dapat ditandai dengan posisi lengan yang disilangkan. Kadang kala lawan bicaranya menggantikannya dengan cara yang tidak begitu jelas, yaitu menyilangkan sebagian lengan. Satu lengan di depan tubuh untuk memegang atau menyentuh lengan satunya untuk membentuk penghalang, 10) Cemas: Ekspresi ini terlihat dengan menyilangkan lengan secara ter- selubung, misalnya orang-orang yang senantiasa berhadapan degan orang banyak. Di samping itu, satu lengan disilangkan di depan tubuh untuk memegang lengan satunya. Sebagai ganti melipat tangan, satu tangan memegang tas, gelang, jam tangan, manset, atau benda lain yang ada pada lengan satunya. Mereka tidak ingin khalayak mengetahui bahwa ia sedang cemas, 11) Malu: Ekspresi ini terlihat dengan posisi lengan atau tungkai bersilang, memalingkan wajah, me- mejamkan kedua mata, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Di samping itu, ekspresi ini
Kelasa, Vol. 14, No. 2, Desember 2019: 193—204
196
juga diikuti dengan bibir yang selalu terkatup (Piece dalam Taufik 2007:14— 29).
Penulis membandingkan bentuk ekspresi verbal dan nonverbal anak autis pada setiap program. Dengan demikian, penulis mendapatkan gambaran yang lengkap tentang perkembangan anak autis. Apakah ada peningkatan kemampuan verbal dan nonverbal anak autis program awal apabila dibandingkan dengan anak autis pada program menengah dan anak program pengayaan. Penelitian tentang ekspresi verbal anak autis telah pernah dilakukan oleh Lubis (2002). Akan tetapi, penelitian tersebut tidak disandingkan dengan ekspresi nonverbalnya. Hasil penelitian ini sangat penting untuk memberikan gambaran pada masyarakat umum, khususnya orang tua yang memiliki anak autis. Bagaimana mereka harus bersikap adil terhadap anak autis. Para orang tua harus segera bersikap ketika mengetahui anaknya menderita penyakit tersebut.
2. Metode Penelitian
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak yang dilanjutkan dengan teknik simak bebas libat cakap dan simak libat cakap dan teknik rekam. Penulis menyimak sambil merekam dialog yang terjadi dalam kegiatan terapi. Pada saat tertentu, penulis juga terlibat dalam pengumpul- an data. Metode analisis yang digunakan adalah metode padan. Metode padan, alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian yang bersangkutan (Sudaryanto, 2015:15). Metode padan referensial digunakan dalam menentukan kemampuan ekspresi verbal anak autis. Selanjutnya, metode padan pragmatis digunakan dalam menentukan ekspresi nonverbal anak autis.
Subjek penelitian ini terdiri atas
tiga orang. Ketiga orang tersebut
berasal dari program awal, dari
program menengah, dan dari program pengayaan. Subjek program lanjutan
tidak ada karena tidak terdapat anak yang mengikuti program tersebut.
3. Hasil dan Pembahasan Berikut ini akan diuraikan ekspresi verbal dan nonverbal anak autis pada program awal, menengah, dan pengayaan. A. Eksperesi Verbal dan Nonverbal
Program Awal
Ekspresi verbal dan nonverbal anak autis program awal lebih terbatas. Subjek pada program awal baru mampu mengucapkan bunyi bahasa pada tataran yang paling rendah, yaitu bunyi-bunyi bahasa. Ekspresi non- verbalnya ditemukan dalam lima bentuk, yaitu amarah, takut, kenikmat- an, cinta, dan jengkel. Berikut salah satu contoh bentuk ekpresi verbal dan nonverbal anak autis program awal. Ekspresi nonverbal subjek program awal masih terbatas. Penulis hanya menemukan lima jenis ekspresi nonverbal pada subjek tersebut, yaitu amarah, takut, kenikmatan, cinta, dan jengkel. Dari kelima ekspresi tersebut, ekspresi amarah yang paling sering ditemukan. Hal tersebut dapat terlihat pada uraian berikut ini. A. Ekspresi Anak Autis Program Awal
Ekspresi Marah
anak autis marah karena ia tidak dapat
mengungkapkan keinginannya kepada lawan tutur dengan bahasa lisan yang
dapat dimengerti oleh orang lain. Di saat
itulah ia akan mengalami tantrum.
Berbagai bentuk tantrum akan di-
Ekspresi Verbal...(Rita Novita)
membenturkan kepala ke dinding, atau memekik dengan keras. Ekspresi marah
tersebut terlihat bervariasi. Hal itu dapat terlihat pada uraian berikut ini.
Gambar 1: Ekspresi Nonverbal
diminta dapat menyebutkan anggota tubuh. Subjek memperlihatkan
kemaraha karena terapis memintanya untuk menyebutkan anggota tubuh yang
disuruh oleh terapis. Ia memukul
kepalanya sebagai ekspresi kesal dan
mengeluarkan ekspresi verbal dalam bentuk fonologis, yaitu A…!
Ekspresi Takut
ekpresi takut cenderung tidak diikuti
dengan ekpresi verbal. Hal itu dapat terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2: Ekspresi Nonverbal Takut
pada Subjek Program Awal
mendengar suara mobil yang lewat di
depan sekolah. Saat itu subjek sedang
istirahat di kelas dan tiba-tiba terdengar suara mobil yang melintasi sekolah
tersebut. Dalam mengekspresikan
tangannya. Akan tetapi, eskpresi
yang telah jelaskan pada bagian
gambaran umum anak autis bahwa anak
autis akan merasa takut dengan kebisingan.
Ekspresi Kenikmatan
A…!
E…..
198
Salah satu terapi yang diberikan kepada anak autis adalah dengan menari. Tarian yang sedang diajarkan adalah tari Indang. Mereka menari mengikuti gerakan terapis yang dengan diiringi musik dari tape. Subjek telihat senang dalam mengikuti kegiatan tersebut. Gerak tangannya mengikuti gerakan yang dicontohkan oleh terapis. Ekspresi wajah bahagia subjek dari bentuk mulut yang tersenyum. Selain itu, sorot mata subjek terlihat redup. Akan tetapi, subjek tidak melihat ke arah terapis. Kebahagian subjek tersebut terlihat pada gambar (3).
Subjek merasa nyaman men- dengarkan musik dan mengikuti tarian. Musik memberikan rangsangan yang baik bagi emosional subjek. Dengan demikian, kegiatan itu dapat menjadi salah satu cara untuk menurunkan amarah subjek dalam mengikuti terapi.
Ekspresi Cinta
beberapa ekspresi cinta tersebut adalah
sebagai berikut.
pada Subjek Program Awal
Postur tubuh subjek terlihat lunglai dan menyandarkan kepala di kursi tempat ia duduk. Di samping itu,
ekspresi wajah subjek memperlihatkan kebosanan. Pada saat itu subjek juga tidak mengeluarkan sepatah kata pun untuk mennyatakan bahwa dia sudah bosan.
Pada saat istirahat, subjek duduk di pangkuan penulis. Hal tersebut memperlihatkan persahabatan subjek kepada penulis. Subjek menyandarkan kepadanya ke bahu penulis dan tangannya memegang tangan penulis. Ekspresi wajah subjek tidak mem- perlihatkan kemarahan. Subjek tidak akan melakukan hal tersebut apabila tidak senang dengan orang didekatknya. Jangankan untuk duduk tenang di pangkuan seseorang, dipegang saja tanganya subjek tidak mau. Ekspresi cinta subjek tersebut terlihat pada gambar (4) di atas.
Ekspresi Jengkel
bosan untuk melakukan sesuatu.
Adapun beberapa ekspresi nonverbal
pada Subjek Program Awal
sekitar satu jam mengikuti terapis.
Ekspresi Verbal...(Rita Novita)
sekitar lima belas menit. Ekspresi kebosanan tersebut dapat terlihat dari
tatapan matanya kosong.
Anak autis pada program menengah telah dapat menyampaikan
ekspresi verbalnya pada tataran kata.
Ekspresi nonverbal subjek program menengah lebih baik daripada subjek
program awal. Penulis menemukan enam jenis ekspresi nonverbal pada
subjek tersebut, yaitu amarah, sedih,
takut kenikmatan, cinta, dan jengkel.
Dengan demikian, satu ekspresi yang berbeda dengan anak pada program
awal adalah adanya ekpresi sedih.
Ekspresi marah masih dominan terlihat.
Hal itu dapat disebabkan oleh masih
terbatasnya kemampuan subjek untuk mengungkapkan keinginan kepada
orang lain. Satu ekspresi anak program menengah yang tidak ditemukan pada
program awal adalah ekpresi sedih.
Berikut ekpresi marah dan sedih pada
anak autis program menengah.
Gambar 6: Ekspresi Nonverbal Amarah pada Subjek Program Menengah Gambar (6) memperlihatkan
kemarahan subjek kepada temannya.
Ekspresi kemarahan tersebut terlihat
temannya tersebut. Ekspresi wajah subjek terlihat tegang dan kesal. Subjek
juga berteriak keras. Hal itu terlihat pada gambar (7). Perlakuan tersebut
tidak membuat teman subjek berhenti mengganggunya. Temannya terus
mendekati subjek dan mengejek (sambil berkata “Wahyu…”). Hal tersebut
membuat kemarahan subjek semakin
memuncak. Ia mendorong dan duduk di atas punggung temannya. Pada saat itu
subjek juga mengeluarkan ekspresi
verbal tersebut muncul karena terapis berkata “Wahyu nakal….”.
Ekspresi Sedih
Gambar 7: Ekspresi Nonverbal Sedih
pada Subjek Program Menengah
Gambar (7) memperlihatkan bahwa subjek sedih di hadapan terapis. Awalnya, subjek berkelahi dengan salah seorang temannya yang sering meng- ejeknya. Terapis melihat peristiwa
Wahyu
200
ketika mereka berkelahi. Selanjutnya, terapis memarahi subjek dan mengatakan subjek adalah anak nakal. Hal tersebut membuat subjek sedih dan menangis. Kesedihan subjek terlihat dari ekspresi wajah yang suram. Di samping itu, air mata subjek juga keluar dari kedua matanya.
Pada saat itu subjek juga mengeluarkan ekspresi verbal, yaitu “Wahyu baik”. Pernyataan tersebut disampaikannya kepada guru agar guru tidak menilainya sebagai anak yang tidak baik dan meminta guru berhenti untuk menyatakan bahwa ia anak yang nakal.
C. Program Pengayaan
menengah. Penulis menemukan tujuh
tersebut, yaitu amarah, takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan
malu. Berikut uraian ketujuh ekspresi nonverbal tersebut.
Ekspresi Amarah
Subjek program pengayaan memperlihatkan ekspresi nonverbal amarah yang berbeda daripada kedua subjek yang lain. Ketika marah, ia tidak lagi merusak lingkungan dan memukul dirinya sendiri atau orang lain. Di samping itu, subjek kadang-kadang menggunakan ekspresi verbal secara baik bersamaan ekspresi nonverbalnya. Terapis mencoba membujuk subjek dengan menyatakan bahwa ia tidak belajar dengan temannya. Dalam keadaan tersebut, subjek tidak mau melihat terapis dan ia menatap keluar jendela. Tanganya memegang lemari yang ada di dekatnya. Subjek juga menanggapi bujukan terapis tersebut dengan ekspresi verbal, yaitu “Iya?”. Ekspresi kemarahan subjek sangat jauh berbeda dengan anak autis yang berada
pada kurikulum awal dan menengah. Subjek tidak mengekspresikan ke- marahannya dengan tindakan ke- kerasan dan menjerit atau berteriak. Akan tetapi, terapis harus membujuk agar ekspresi kemarahan tersebut hilang. Apabila guru tidak menjelaskan bahwa ia tidak bergabung dengan temannya tersebut, berkemungkinan subjek tetap marah dan tidak mau belajar dengan terapis. Ekspresi Takut
Subjek pada program lanjutan juga memperlihat ekspresi takut. Salah
satu ekspresi takut itu ditujukan kepada
salah seorang terapis. Subjek merasa takut karena akan ditanya oleh terapis
mengapa kemarin ia marah kepada
terapis yang mengajaknya bercanda. Hal
itu diketahui pihak sekolah karena orang tuanya menanyakan perihal
tersebut kepada salah seorang terapis. Ketidaksenangan subjek diperlihatkan
dengan ekspresi kontak mata yang tidak
ingin melihat terapis. Tangan kiri subjek memegang kepala dan tangan kirinya
seakan menutupi pandanganya
terhadap terapis tersebut.
etika subjek akan menuliskan jawaban
yang diberikan terapis kepadanya di atas kertas. Secara spontan, subjek
mengambil pensil terapis yang terletak di atas meja. Terapis mengambil pensil
tersebut dan menanyakan kepada subjek apakah ia membawa pensil.
Subjek menjawabnya dengan nada senang, yaitu “Bawa”. Ekpresi nonverbal
senang subjek diperlihatkan dengan wajah bahagia. Bibirnya terlihat
Ekspresi Verbal...(Rita Novita)
Ekspresi Cinta
memperlihatkan ekspresi cinta yang
kalimat. Dia sudah dapat mengungkatpkan rasa cinta dengan
jelas kepada lawan bicara. Hal itu dapat
terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 7: Ekspresi Nonverbal Cinta
pada Subjek Program Pengayaan
melihat lawan bicaranya dengan tatapan yang cerah. Bibir subjek pun
terlihat tersenyum lebar. Ia sedang
menanyakan sesuatu kepada lawan bicaranya. Hal itu memperlihatkan
bahwa subjek bersahabat dengan lawan bicaranya. Betapa subjek mengharapkan
jawaban lawan bicaranya. Ia tetap melihat lawan bicaranya sampai lawan
bicaranya tersebut memberikan jawaban atas pertanyaan subjek.
Ekspresi Terkejut
memperlihatkan bahwa subjek terkejut
Terapis mengatakan bahwa banyak
menggunakan kunci jawaban dalam
Ujian Akhir Nasional. Matanya langsung melihat ke arah terapis tersebut. Subjek
memiringkan badanya menghadap terapis . Hal itu dilakukan untuk
meyakinkan apa yang dikatakan oleh terapis tersebut. Pada saat itu subjek
juga menggunakan ekspresi verbal untuk menimpali apa yang dikatakan
oleh terapis tersebut, yaitu “Tidak lulus?”.
Ekspresi Jengkel
belajar. Terapis meminta subjek mendengarkan soal yang akan
dibacakan oleh terapis. Tangan kanan
subjek menuliskan jawaban pertanyaan
yang berikan oleh guru,, sedangkan
tangan kirinya menopang kepalanya. Mata subjek mengarah ke arah apa yang
ditulisnya.
Ekspresi malu tidak ditemukan pada program awal dan menengah. Subjek ini memperlihatkan rasa malunya kepada penulis. Satu minggu sebelumnya penulis pernah memperlihatkan sebuah buku yang bergambar gadis cantik. Minggu berikutnya, subjek dan penulis bercerita tentang buku tersebut. Subjek terlihat malu-malu untuk menceritakan gambar gadis tersebut. Subjek tampak tersenyum tipis dan tatapan matanya sayu melihat penulis. Kedua tangannya disilangkan di atas paha. Dengan demikian, subjek juga telah menggunakan ekspresi verbal dan nonverbal secara bersamaan.
Ekspresi verbal anak autis ketiga subjek tidaklah sama. Ekspresi verbal anak autis program pertama cenderung dalam bentuk fonologis atau bunyi- bunyi tertentu. Eskpresi nonverbalnya
Ada buku ADHD yang
202
masih juga sangat terbatas, yaitu amarah, takut, kenikmatan, cinta, dan jengkel. Subjek belum memperlihatkan ekspresi nonverbal sedih, terkejut, dan malu. Ekspresi yang dominan terlihat adalah ekspresi amarah. Pada saat marah subjek cenderung untuk berteriak dan melakukan gerak tubuh yang tidak terkontrol. Ekspresi kemarahan subjek bukan saja dilampiaskan kepada dirinya sendiri, lingkungan, melainkan juga menyakiti orang lain. Kemarahan tersebut sering terjadi apabila subjek diminta untuk mengerjakan sesuatu yang tidak ia sukai, misalnya menulis. Ia tidak dapat mengemukakan pendapatnya secara baik. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi adalah tidak adanya pemerolehan bahasa pertama atau akusisi bahasa pada anak autis (Lubis, 2003:53). Subjek masih terbatas dalam menggunakan ekspresi nonverbal, subjek jarang menggunakan ekspresi verbal yang mengiringi ekspresi nonverbal. Ia hanya mengoceh dan ocehan tersebut tidak jelas atau mengucapkan kata yang tidak ada hubungannya dengan apa yang sedang terjadi. Hal itu sejalan dengan pendapat Taufik (2007:425) yang menyatakan bahwa komunikasi verbal dan nonverbal merupakan aspek sentral dalam semua interaksi dalam kelas. Oleh karena itu, guru harus mem- perhatikan kedua aspek tersebut dalam proses belajar-mengajar. Di samping itu, Orang tua harus mem-berikan perhatian khusus untuk mengatasi masalah perilaku yang dialami anak autis.
Ekspresi verbal anak autis program menengah sudah bisa dalam bentuk kata. Untuk ekspresi non- verbalnya, subjek program menengah sudah memperlihatkan ekspresi sedih. Ia merasa sedih apabila dimarahi oleh guru. Dengan demikian, subjek ini memiliki kemajuan dapat merespons apa yang dikatakan oleh orang lain atau
sudah mulai terjadi kontak sosial dengan lingkungan.
Ekspresi verbal anak autis program pengayaan sudah dalam tataran kalimat. Subjek program pengayaan sudah memiliki ekspresi nonverbal lebih baik daripada kedua subjek yang lain. Ia sudah dapat mengekspresikan rasa sedih, terkejut, dan malu. Di samping itu, penulis juga melihat adanya ekspresi verbal yang digunakan secara bersamaan dengan ekspresi nonverbal.
Pendapat penulis tentang ekspresi verbal anak autis hampir sama dengan hasil penelitian lubis. Pendapat yang sama terdapat pada program menengah dan lanjutan. Akan tetapi, pendapat yang sedikit berbeda terjadi pada subjek program awal. Lubis (2003) menyatakan bahwa anak autis program pertama hanya memiliki kemampuan meniru, sedangkan dalam penelitian ini ditemukan bahwa subjek program pertama memiliki ekspresi verbal pada tataran fonologis atau bunyi-bunyi tertentu. Keterbatasan berbahasa menimbulkan terjadinya inkoheren dalam komunikasi anak autis. Penyebabnya antara lain adalah tidak fokus pada lawan bicara dan hilangnya konsentrasi lawan bicara (Himyati, 2008:72).
Berdasarkan uraian ekpsresi nonverbal ketiga subjek tersebut, penulis menyimpulkan bahwa ekpsresi nonverbal dapat ditingkatkan melalui terapi. Oleh sebab itu, subjek tidak hanya menghandalkan ekspresi verbal, melainkan lambat laun dapat menggunakan ekspresi verbal dan nonverbal secara bersamaan.
Adanya gangguan pada ekpresi nonverbal memperlihatkan bahwa subjek mengalami gangguan pada bagian otak kanan. Di samping itu, Ekspresi nonverbal yang mem- perlihatkan emosional subjek dapat disebabkan oleh gangguan pada bagian otak. Denckla (dalam Murni, 2003:8)
Ekspresi Verbal...(Rita Novita)
203
menyatakan bahwa adanya gangguan pada cerebellum mengakibatkan se- seorang terkadang menggunakan bahasa tubuh yang aneh. Di samping itu, system sensorik yang tidak berfungsi dengan baik menuntut anak-anak autisme berjuang setiap hari agar terhindar dari stimulus yang berlebihan dan demi rasa nyaman (Ginanjar, 2007:11). Hal itulah yang menyebabkan anak autis program pertama cenderung mewujudkan ekpsresi emosionalnya dalam bentuk marah. Akan tetapi, hal itu sedikit tidak sesuai dengan pendapat Smitth (2009:343) yang menyatakan bahwa lebih banyak anak autisme mengalami gangguan pencernaan daripada gangguan syaraf. Akan tetapi, gangguan tersebut tetap membuka kemungkinan anak autis dapat ber- kembang atau meningkatkan ke- mampuan verbal dan nonverbalnya. Hal itu dapat terlihat dari penjelasan yang menyatakan bahwa setiap tingkatan memilki peningkatan kemampuan verbal dan nonverbal. Oleh sebab itu, harus ada tindakan sesegera mungkin untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Keterbatasan ekspresi wajah pada subjek dapat disebabkan oleh adanya gangguan pada batang otak. Subjek program awal belum dapat memperlihatkan ekspresi wajah sedih. Ekspresi nonverbal yang cenderung di- perlihatkannya adalah ekspresi marah. Di samping itu, agresivitas dan perilaku subjek yang aneh juga disebabkan adanya gangguan pada lobus temporalis.
4. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa ekspresi verbal pada program awal cenderung sebatas tataran bunyi atau fonogis. Anak autis pada program menengah telah dapat menyampaikan ekspresi verbalnya pada tataran kata. Selanjutnya, anak autis pada program lanjut sudah dapat
menyampaikan ekspresi verbalnya pada tataran kalimat. Ekspresi nonverbal subjek program awal masih terbatas. Penulis hanya menemukan lima jenis ekspresi nonverbal pada subjek tersebut, yaitu amarah, takut, ke- nikmatan, cinta, dan jengkel. Ekspresi nonverbal subjek program menengah lebih baik daripada subjek program awal. Penulis menemukan enam jenis ekspresi nonverbal pada subjek tersebut, yaitu amarah, sedih, takut kenikmatan, cinta, dan jengkel. Ekspresi nonverbal subjek program pengayaan lebih baik daripada subjek program awal dan menengah. Penulis me- nemukan tujuh jenis ekspresi nonverbal pada subjek tersebut, yaitu amarah, takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa kemampuan verbal dan nonverbal akan mengalami peningkatan setelah men- jalani terapi pada setiap program.
Daftar Acuan
Rineka Cipta
Gangguan-Gangguan Komunikasi
Pemeriksaan Komunikasi Hemisfer
Hillyard. Jakarta: Djambatan.
Psikologi Universitas Indonesia.
Verbal Penderita Autis di Kota
Padang”. Padang: Balai Bahasa
204
Pemikiran yang Benar-Benar Baru dan
Komplet. Jakarta: Gramedia.
Dinamika. Jakarta: Bumi Aksara.
Kalimat. Jakarta: Pusat
Pengembangan dan Pembinaan
Child: Understanding and Teating
Austistic Spectrum. Oxford. Oxford
Symptoms in Children with Autis m
Compared to Normal Children and
Children with other
Unsur Nonverbalnya dalam I nteraksi
Guru--Siswa di Kelas I Sekolah da sar
1—10 Padang. Disertasi. Malang:
Pascasarjana (S-3) Universitas Negeri
Padang.