24
EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA PERSAINGAN PASAR GLOBAL Small-Scale Agriculture Existence in Global Market Competition Era Sumaryanto Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT For small scale farmers, globalization and liberalized trade not only perform some opportunities but also some threats. There are some opportunities for supplying more products to international market, but at the same time some imported commodities also overwhelm domestic market. It will imply to widen aspects as the existence of small scale farming play significant role on food security, poverty reduction, and employment. This paper assess the Indonesian small scale farmer and its dynamics in the globalization era which they are faced some dilemmatic choice. Are they still exist or even more developed? The answer is highly depend on the success of empowering them through employing their potential advantage and effective deterrent from expansion of the multinational agribusiness which are intensively invading the whole developing countries. Key words : agriculture, small scale farmer, liberalized trade ABSTRAK Bagi petani kecil, globalisasi dan liberalisasi perdagangan bukan hanya berisi peluang tetapi juga ancaman. Peluang ekspor mungkin lebih terbuka, namun pada saat yang sama ancaman dari serbuan komoditas impor juga semakin deras. Implikasinya sangat luas karena eksistensi pertanian skala kecil memainkan peran penting dalam ketahanan pangan, kemiskinan, dan penyerapan tenaga kerja. Tulisan ini membahas karakteristik dan dinamika petani kecil Indonesia yang di tengah era pasar global saat ini berhadapan dengan sejumlah pilihan yang dilematis. Sejauhmana pertanian skala kecil dapat mempertahankan atau mengembangkan eksistensinya akan sangat tergantung pada keberhasilan memberdayakan petani kecil melalui pendayagunaan keunggulan potensialnya dan perlindungan yang efektif atas ancaman yang timbul dari ekspansi bisnis perusahaan- perusahaan agribisnis raksasa lintas negara yang semakin menggurita di berbagai pelosok negara berkembang. Kata kunci : pertanian, petani kecil, liberalisasi perdagangan PENDAHULUAN Pertanian adalah Ibu Peradaban. Eksistensinya mengawali lahirnya peradaban manusia dan menjadi bagian sentral perkembangan peradaban. Menurut Gupta (2004), pertama kali manusia mengenal pertanian (transisi dari

EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECILDALAM ERA PERSAINGAN PASAR GLOBAL

Small-Scale Agriculture Existencein Global Market Competition Era

Sumaryanto

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan PertanianJl. A. Yani No. 70 Bogor 16161

ABSTRACT

For small scale farmers, globalization and liberalized trade not only perform someopportunities but also some threats. There are some opportunities for supplying moreproducts to international market, but at the same time some imported commodities alsooverwhelm domestic market. It will imply to widen aspects as the existence of small scalefarming play significant role on food security, poverty reduction, and employment. This paperassess the Indonesian small scale farmer and its dynamics in the globalization era whichthey are faced some dilemmatic choice. Are they still exist or even more developed? Theanswer is highly depend on the success of empowering them through employing theirpotential advantage and effective deterrent from expansion of the multinational agribusinesswhich are intensively invading the whole developing countries.

Key words : agriculture, small scale farmer, liberalized trade

ABSTRAK

Bagi petani kecil, globalisasi dan liberalisasi perdagangan bukan hanya berisipeluang tetapi juga ancaman. Peluang ekspor mungkin lebih terbuka, namun pada saatyang sama ancaman dari serbuan komoditas impor juga semakin deras. Implikasinyasangat luas karena eksistensi pertanian skala kecil memainkan peran penting dalamketahanan pangan, kemiskinan, dan penyerapan tenaga kerja. Tulisan ini membahaskarakteristik dan dinamika petani kecil Indonesia yang di tengah era pasar global saat iniberhadapan dengan sejumlah pilihan yang dilematis. Sejauhmana pertanian skala kecildapat mempertahankan atau mengembangkan eksistensinya akan sangat tergantung padakeberhasilan memberdayakan petani kecil melalui pendayagunaan keunggulan potensialnyadan perlindungan yang efektif atas ancaman yang timbul dari ekspansi bisnis perusahaan-perusahaan agribisnis raksasa lintas negara yang semakin menggurita di berbagai pelosoknegara berkembang.

Kata kunci : pertanian, petani kecil, liberalisasi perdagangan

PENDAHULUAN

Pertanian adalah Ibu Peradaban. Eksistensinya mengawali lahirnyaperadaban manusia dan menjadi bagian sentral perkembangan peradaban.Menurut Gupta (2004), pertama kali manusia mengenal pertanian (transisi dari

Page 2: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Pasar Global

37

berburu dan mengumpulkan bahan makanan) terjadi sekitar 10 000 tahun SM danberdasarkan data Arkeologi, pertama kali ditemukan di Timur Tengah. Komunitaspertanian mulai terjadi sekitar 5300 tahun SM di kalangan orang-orang Sumeria dikawasan Timur Tengah dan sementara ini dianggap sebagai akhir dari zamanprasejarah Neolitik dan awal mula hadirnya zaman sejarah.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi makateknik budidaya, sistem pengelolaan, dan orientasi petani mengalami perubahan.Perkembangan paling spektakuler terjadi pascaperang dunia kedua. AdalahNorman Ernest Bourlag1 dengan penemuan galur gandum (1953) berdaya hasiltinggi mengawali terjadinya Revolusi Hijau, yakni suatu sistem budidaya pertanianintensif dengan memanfaatkan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan rekayasalingkungan tumbuh tanaman (pemupukan, pengairan, pengendalian gulma) agarmenghasilkan produksi maksimal. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya,sampai saat ini Revolusi Hijau masih menjadi arus utama sistem pertanian global,meskipun sejak dua dekade terakhir mulai berkembang dua kutub yang salingberseberangan: (i) industri pertanian berbasis rekayasa genetik dan lingkungantumbuh yang sangat intensif, dan (ii) sistem budidaya pertanian berbasis prinsippelestarian lingkungan.

Dalam konteks ekonomi, pada saat ini sistem pertanian berada dalamkontinuum dari sistem pertanian subsisten skala mikro dengan luas lahan hanyabeberapa meter persegi dan atau penguasaan ternak beberapa ekor sampaidengan perusahaan agribisnis skala raksasa dengan luas penguasaan lahanpertanian puluhan ribu hektar yang lokasi usaha maupun pasar produknyatersebar di berbagai negara (multi national corporation – MNC). Meskipundemikian pertanian skala kecil masih memegang peran sentral (von Braun, 2004).Jauh dari gemerlap, sampai saat ini pertanian skala kecil masih tetap merupakanandalan penyerapan tenaga kerja dan pemain utama pendukung ketahananpangan negara-negara berkembang yang merupakan bagian terbesar pendudukukdunia.

Pada era pasar global sekat-sekat isolasi pasar tersingkirkan. Pasar lokal– nasional – regional – internasional semakin terintegrasi sehingga arus transaksisemakin deras dan secara agregat volume perdagangan meningkat. Hasil simulasiRosegrant et al (2001) dengan pendekatan partial equilibrium menunjukkan bahwajika semua subsidi pertanian dan rintangan perdagangan (trade barier) di seluruhdunia dihilangkan maka harga beras dunia meningkat sekitar 14 persen, dankemudian diikuti dengan tingkat kenaikan yang lebih kecil pada komoditas jagung,gandum, dan serealia lainnta. Selanjutnya, hasil simulasi dengan pendekatangeneral equilibrium (Diao et al., 2001) menunjukkan bahwa secara umum indeksharga komoditas pertanian meningkat 11 persen lebih tinggi dari komoditaslainnya. Hasil simulasi dari kedua pendekatan tersebut menunjukan bahwa secaraagregat surplus konsumen dan surplus produsen meningkat cukup significant.

Sejak dua dasawarsa terakhir ini sistem pasokan pangan global berubah.Liberalisasi perdagangan dan regim investasi mengakibatkan negara berkembang

1 Norman Ernest Bourlag (lahir di Cresco, Iowa 25 Maret 1914), seorang ahli mikro biologi yang bekerjadi suatu perusahaan agribisnis (1942 – 1944) dianggap sebagai Bapak Revolusi Hijau.

Page 3: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Sumaryanto

38

semakin terintegrasi dalam pasar pangan internasional maupun investasi asinglangsung (Foreign Direct Investment – FDI) di bidang agribisnis pangan. Terkaitdengan itu, berbagai aturan teknis yang berkenaan dengan standar kualitaspangan juga diciptakan. Sebagian dari aturan itu merupakan implikasi logis dariatribut permintaan dari masyarakat negara-negara maju, namun sebagian lainnyadimanfaatkan pula sebagai barier to entry oleh sejumlah MNC agribisnis; dan itumerupakan ancaman bagi eksistensi pertanian skala kecil yang merupakanmayoritas usahatani negara-negara berkembang karena menurunkan daya saingekspornya (Swinnen and Maertens, 2007). Secara umum menyebabkan tekananyang lebih besar bagi pertanian skala kecil karena negara-negara maju yangpangsa pasarnya sangat besar enggan memotong subsidinya yang ternyataselama ini lebih tinggi dari negara-negara berkembang (Howe et al., 2004;Edelman, 2005; Pérez et al., 2008).

Tak banyak berbeda dengan negara berkembang lainnya, prospekpertanian Indonesia akan sangat ditentukan oleh keberhasilan memberdayakanpertanian skala kecil karena lebih dari 90 persen petani Indonesia adalah petanikecil. Peluang dan ancaman terpenting berasal dari: (i) implikasi liberalisasiperdagangan internasional, dan (ii) implikasi dari perubahan iklim. Di sisi lain,kekuatan ataupun kelemahan pertanian di Indonesia terkait dengan skalapengusahaan, penguasaan teknologi prapanen – pascapanen, permodalan,manajemen produksi dan pemasaran (input maupun output).

Keberhasilan dalam pemberdayaan pertanian skala kecil akan berdampakpada pembangunan dalam konteks yang lebih luas dari eksistensi pertanian itusendiri karena berimplikasi langsung pada ketahanan pangan, pengentasankemiskinan, penyerapan tenaga kerja, dan sosial budaya suatu bangsa. Olehsebab itu, upaya pemberdayaan pertanian skala kecil tidak hanya berkenaandengan peningkatan produktivitas, produksi, mutu, dan daya saing produknya dipasar lokal – nasional – global; namun mencakup pula aspek-aspek sosial-ekonomi dan kelembagaan yang kondusif untuk meningkatkan pendapatan,harkat, dan martabat petani dalam eksistensinya sebagai bagian dari bangsa ini.

Tulisan ini ditujukan untuk membahas keragaan dan dinamika pertanianskala kecil di Indonesia dalam kaitannya dengan implikasi dari globalisasiperdagangan komoditas pertanian. Mengingat bahwa secara empiris pertanianskala kecil Indonesia didominasi petani yang mengusahakan komoditas panganmaka pembahasannya juga akan ditekankan pada pertanian tanaman pangan.

KARAKTERISTIK DAN DINAMIKA PERTANIAN SKALA KECIL

Konsep dan Definisi

Membahas pertanian skala kecil pada dasarnya membahas petani kecil.Sulit untuk membahas pertanian skala kecil tanpa mengetahui karakteristik petanikecil; di sisi lain sulit pula menjelaskan makna tentang petani kecil tanpamenghubungkannya dengan skala usahataninya. Oleh karena itu, dalam tulisan inikedua istilah tersebut digunakan secara bergantian disesuaikan dengankonteksnya.

Page 4: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Pasar Global

39

Sampai saat ini belum ada suatu rumusan yang secara ringkas dan tegasdapat menjelaskan definisi petani kecil (pertanian skala kecil). Lazimnya definisipetani kecil yang selama ini banyak diacu terkait dengan smallness dari size lahanusahatani dan atau jumlah ternak yang dimiliki atau dikelolanya (von Braun, 2004).Salah satu keterbatasan pendefinisian seperti itu adalah tiadanya suatu ukuranyang dapat berlaku umum (untuk semua wilayah dan jenis komoditas). Untuk luasusahatani yang sama, petani tanaman pangan seperti pada umumnya tentulahtidak sebanding dengan petani yang memproduksi komoditas pertanian bernilaiekonomi tinggi dengan akses pasar modern yang sangat baik. Dengan luasgarapan yang sama, petani yang lahan usahataninya sangat subur danberpengairan teknis yang canggih adalah berbeda dengan petani yang lahanusahataninya tak terfasilitasi pengairan yang memadai dan kualitas kesuburannyarata-rata.

Alternatif lain yang ditempuh untuk mendefinisikan petani kecil adalah darisudut pandang tenaga kerja dan pendapatan. Dari sudut pandang tenaga kerja,petani kecil adalah rumah tangga yang mata pencaharian utamanya berusahatanidan dalam usahataninya itu mayoritas tenaga kerjanya adalah tenaga kerja dalamkeluarga (Narayana and Gulati, 2002). Dari sudut pandang pendapatan, petanikecil lazimnya diasosiasikan dengan tingkat pendapatannya yang rendah. Secarateoritis memang terdapat konvergensi antara skala usaha–penggunaan tenagatenaga kerja upahan–penerapan teknologi–akses pasar–pendapatan, namunsampai saat ini data yang diperlukan untuk itu belum tersedia sehingga dengansegala keterbatasannya, yang lazim dipergunakan masih mengacu pada skalausaha.

Pengertian mengenai skala usaha mengacu pada konsep retuns to scale.Selama ini konsep tersebut telah banyak diterapkan sebagai pendekatan teoritismengenai skala optimal usahatani (Chavas, 2001). Penerapannya dalam studiempiris menghasilkan beragam kesimpulan.

Di negara maju terdapat kecenderungan increasing returns to scale.Sebagai contoh, studi Kumbhakar (1993) tentang profitabilitas usahatani sapiperah di Utah ataupun analisis Hall and Le Veen (1978) mengenai hubunganantara skala usaha dan efisiensi usahatani di California diperoleh kesimpulanbahwa secara rata-rata profitabilitas usahatani skala kecil relatif lebih rendahdaripada usahatani skala menengah–besar. Menurut Hall and Leveen (1978),sumber keunggulan skala besar tersebut terletak pada penghematan biayapengadaan input.

Untuk kasus di negara berkembang kondisinya berbeda. Sebagai contoh,studi Sen (1962) di India menemukan adanya hubungan terbalik antara luasgarapan dengan produktivitas pada usahatani di India. Kemudian, pada dekade70-an, studi Yotopoulos and Lau (1973) dan Berry and Cline (1979) memperolehkesimpulan bahwa pada usahatani di India ternyata skala kecil relatif lebih efisiendaripada skala besar; dan tidak disarankan untuk mengkondisikan konsolidasiusahatani karena secara umum ternyata berada pada kondisi constant returns toscale. Menurut Binswanger and Rozensweig (1986) hal itu disebabkan karenatenaga kerja keluarga lebih murah dan efisien daripada tenaga kerja luar keluarga

Page 5: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Sumaryanto

40

(buruh) karena: (i) tenaga kerja keluarga memperoleh bagian dari keuntungansehingga curahan perhatian dan kualitas pekerjaannya lebih baik, (ii) dengantenaga kerja keluarga tidak diperlukan adanya biaya pencarian tenaga kerja, (iii)setiap individu tenaga kerja dalam keluarga menganggap bahwa apa yangdikerjakan dalam usahataninya berimplikasi pada risiko yang akan dihadapi dalamusahataninya. Senada dengan berbagai temuan tersebut, Hayami (1998) jugamenyatakan bahwa dalam banyak kasus ternyata usahatani skala rumah tanggaadalah optimal. Namun "outcomes" yang terjadi tidaklah paralel dengan berbagaikeunggulan tersebut. Meskipun usahatani rumah tangga mempunyai labor costadvantage tidak demikian halnya dengan masalah pendanaan usahatani danberbagai implikasinya terhadap akses pasar dan lobi politik. Usahatani skala besarmemiliki credit cost advantage yang jauh lebih besar daripada usahatani rumahtangga. Demikian pula dengan pemanfaatan peluang-peluang pengembangandalam interaksinya dengan sektor nonpertanian (Binswanger and Rozensweig,1986).

Kesimpulan umum berbagai hasil analisis tersebut menunjukkan bahwaberbekal keunggulannya masing-masing, pertanian skala kecil maupun skala besarakan terus eksis. Baik yang besar maupun yang kecil akan mengalami pasangsurut dan dinamika lingkungan strategis global akan mempengaruhi eksistensinyamasing-masing. Namun demikian, satu hal penting yang harus digaris bawahiadalah bahwa pasang surut pertanian skala kecil di negara-negara berkembangberimplikasi lebih serius terhadap perekonomian sebagian besar negara-negaraberkembang karena berkaitan erat dengan masalah kemiskinan, ketahananpangan, dan kesempatan kerja sebagian besar penduduknya.

Di Indonesia studi tentang hubungan antara skala usaha dengan efisiensijuga telah banyak dilakukan (paruh kedua dekade 70-an – paruh awal dekade 90-an), baik melalui pendekatan ekonometrik maupun akunting sederhana2. Namunterkait dengan kurangnya tindak lanjut konkrit dari rekomendasi kebijakan yangdisampaikan maupun "isu-isu kebijakan" yang menjadi arus utama (main stream)dalam paradigma pembangunan maka sejak awal dekade 90-an, studi seperti itujarang dilakukan. Padahal terkait dengan kemajuan teknologi dan perkembangandalam kelembagaan pengelolaan usahatani mungin saat ini kondisinya berbeda.Secara umum, hasil-hasil penelitian tersebut memperoleh kesimpulan bahwausahatani tanaman pangan di Indonesia berada dalam kondisi constant returns toscale; dan mungkin terkait dengan itu pula maka sampai saat ini konsolidasiusahatani secara mandiri oleh petani belum menjadi trend.

Petani Kecil Indonesia: Karakteristik dan Dinamikanya

Gambaran Lingkup Makro

Pola penggunaan tanah untuk usaha pertanian di Indonesia dapat dipilahmenjadi dua: (a) usaha pertanian skala besar yang umumnya berupa perkebunan

2 Pembaca dapat melacaknya pada berbagai hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal AgroEkonomi periode 1985 – 1994, prosiding hasil penelitian PAE 1985 – 1990, maupun berbagaidisertasi pada periode tersebut.

Page 6: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Pasar Global

41

yang dikelola oleh badan usaha milik negara maupun perusahaan swasta, (b)usaha pertanian rakyat. Meskipun usaha pertanian rakyat umumnya menerapkanpola campuran, tetapi menurut komoditas dominan yang diusahakannya secaragaris besar dapat dipilah lebih lanjut menjadi dua kategori: (i) usaha pertaniantanaman pangan/hortikultura dan (ii) perkebunan rakyat. Usaha pertanian tanamanpangan yang paling berkembang adalah usahatani padi yang umumnya dilakukandi lahan sawah. Secara empiris usahatani tanaman pangan cenderungterkonsentrasi di wilayah berpenduduk padat, sedangkan perkebunan rakyatberkembang di wilayah yang tingkat kepadatan penduduknya rendah3.

Menurut data SUSENAS, jumlah rumah tangga pertanian pengguna lahandi Indonesia pada tahun 2003 adalah sekitar 24,05 juta, sedangkan pada tahun1993 adalah sekitar 20,5 juta (Tabel 1). Jadi, selama sepuluh tahun bertambah17,2 persen, atau rata-rata per rata-rata per tahun bertambah 1,7 persen. Angkaini lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk yang diperkirakansekitar 1,3 – 1,5 persen per tahun. Ini menunjukkan bahwa pertanian masih tetapmenjadi penyerap tenaga kerja terbesar. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2004 daritotal penduduk yang bekerja (93,7 juta orang) yang bekerja di pertanian (termasukkehutanan, perburuan, dan perikanan) adalah sekitar 40,6 juta orang. Pada tahun2007 sektor ini menyerap sekitar 42,6 juta orang dari seluruh penduduk yangbekerja (97,6 juta orang).

Tabel 1. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Pengguna Lahan, 1993 dan 2003

Tahun 1993 Tahun 2003 Perubahan (%)Pulau Jawa 11 564 13 262 14.7

Luar Pulau Jawa 8 954 10 789 20.5

Indonesia 20 518 24 051 17.2Sumber: Sensus Pertanian 1993 dan 2003

Di sisi lain, pertambahan luas lahan pertanian tidak sebanding denganpertambahan jumlah rumah tangga pertanian sehingga rata-rata luas penguasaanlahan garapan usahatani yang sejak semula relatif kecil menjadi semakin kecil.Gambaran terkini dapat disimak dari hasil pendataan usahatani yang dilakukanoleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009 (PUT09). Meskipun pendataannyahanya mencakup usahatani empat komoditas (padi, jagung, kedelai, dan tebu)namun dapat dianggap representatif karena mencakup sekitar 70 persen daripopulasi rumah tangga pertanian Indonesia.

3 Terkait dengan produk yang dihasilkan, orientasi pemasaran produk perkebunan adalah pasar eksporsedangkan produk pertanian tanaman pangan adalah pasar domestik. Indonesia adalah eskportirpenting dalam pasar internasional untuk komoditas karet, kakao, CPO (crude palm oil), teh, kopi, danlada. Namun untuk komoditas pangan (beras, jagung, kedelai, gula, daging, telur, dan susu) produkyang dihasilkan petani Indonesia baru mencukupi kebutuhan domestik, bahkan untuk komoditaspangan strategis (beras) Indonesia masih harus impor.

Page 7: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Sumaryanto

42

Menurut data tersebut, pada tahun 2009 ini jumlah rumah tanggausahatani penghasil komoditas pertanian utama adalah sekitar 17,8 juta (jikapetani mengusahakan lebih dari satu jenis komoditas maka tetap dihitung satu,mengacu pada komoditas utamanya). Rincian jumlah unit usahatani menurut jeniskomoditas yang diusahakan adalah sebagai berikut. Untuk komoditas padi, jagung,kedelai masing-masing adalah sekitar 14,99, 6,71, 1,16 juta unit usahatani;sedangkan tebu adalah sekitar 195 ribu unit usahatani. Sebarannya menurut(kelompok) pulau adalah sebagai berikut (Tabel 2). Sebagian besar (58,6%)berada di Pulau Jawa. Di Luar Pulau Jawa, yang terbanyak adalah di Sumatera(18,6 persen), sedangkan yang terkecil adalah di Maluku dan Papua (1,3%).

Tabel 2. Jumlah Rumah Tangga Petani Padi, Jagung, Kedelai, dan Tebu di Indonesia, 2009

Padi Jagung Kedelai Tebu Total*) Mix_index**)Sumatera 20,1 9,3 3,9 7,3 18,6 111,8Jawa 59,4 65,4 78,5 91,4 58,6 137,8Bali & NT 6,4 11,5 11,4 0,1 7,7 135,6Kalimantan 7,3 2,0 0,8 0,5 6,3 110,2Sulawesi 6,3 9,3 3,2 0,6 7,6 118,8Maluku & Papua 0,5 2,5 2,2 0,1 1,3 117,4

Indonesia100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 129,4

14.992.137 6.714.695 1.164.477 195.459 17.830.832Sumber: Diolah dari data BPS "Pendataan Usahatani 2009 (PUT09)"

*) Total 100 karena sebagian petani mengusahakan lebih dari satu jenis komoditas

**)1 0 0

j u m la h p e ta n i m e n u r u t k o m o d i ta sM ix _ in d e x =

ju m la h p e ta n i

. Pola pengusahaannya bersifat monokultur dan campuran. Dengan mix-index sebagai proksi, dapat diketahui bahwa pola campuran lebih banyakdilakukan oleh petani di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, sedangkan polamonokultur lebih populer di wilayah Kalimantan. Sisanya berada dalam kisaranantar kedua tipe tersebut.

Sebaran petani menurut luas penguasaan menunjukkan bahwa bagianterbesar adalah petani dengan luas penguasaan antara 0,1 – 0,49 hektar.Penelusuran lebih lanjut lanjut dengan pendekatan kumulatif menghasilkankesimpulan sebagai berikut (Tabel 3). Jika angka 2 hektar (1,99) digunakansebagai batas untuk mendelienasi cakupan petani kecil maka lebih dari 90 persenpetani Indonesia termasuk dalam kategori tersebut, namun jika angka yangdigunakan adalah 1 hektar, maka jumlahnya sekitar 76 persen; bahkan jika angkaditurunkan lagi menjadi 0,5 hektar ternyata jumlahnya masih lebih dari separuh(53%).

Kondisi paling "gurem" adalah di Pulau Jawa, lokasi dimana 58 persenpetani Indonesia berada. Dengan batas atas 1 hektar saja sekitar 90 persendiantaranya sudah termasuk dalam kategori petani kecil, dan selanjutnya jika batasatas yang digunakan adalah 0.5 hektar maka persentase petani yang tercakupdalam kelompok tersebut juga masih lebih dari dua pertiga (69 persen).

Page 8: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Pasar Global

43

Tabel 3. Sebaran Rumah Tangga Petani Padi, Jagung, Kedelai, dan Tebu di IndonesiaMenurut Kelompok Penguasaan Lahan, 2009

Kelompokpenguasaan

lahan

WilayahIndonesia

Sumatera Jawa Bali & NT Kali-mantan Sulawesi Maluku &

Papua<0.1 3,16 9,33 4,30 1,54 3,16 20,96 6,99

0.1-0.49 30,56 59,28 38,16 19,21 21,72 31,18 46,59

0.50-0.99 25,55 21,26 27,04 19,57 23,36 13,68 22,46

1.00-1.99 25,53 7,90 21,15 26,33 30,90 21,51 15,27

2.00-2.99 9,39 1,40 5,89 15,60 12,26 8,26 5,04

>=3.00 5,81 0,82 3,46 17,75 8,59 4,41 3,65

Total 100 100 100 100 100 100 100

Kumulatif

< 0.1 3,16 9,33 4,30 1,54 3,16 20,96 6,99

< 0.5 33,73 68,61 42,46 20,75 24,88 52,14 53,58

< 1.0 59,27 89,87 69,50 40,32 48,25 65,82 76,04

< 2.0 84,80 97,77 90,65 66,65 79,14 87,34 91,31

< 3.0 94,19 99,18 96,54 82,25 91,41 95,59 96,35

All 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00Sumber: diolah dari data BPS "PENDATAAN USAHATANI 2009 (PUT09)".

Usahatani padi adalah bagian terbesar usahatani Indonesia dan terkaitdengan program penelitian dan pengembangan serta penyuluhan pertanian yangterjadi selama ini mungkun menggambarakan wilayah "frontier" aplikasi teknologibudidaya pertanian yang sebagian besar petani Indonesia. Terkait dengan itu,dengan asumsi bahwa pemanfaatan varietas dan penggunaan pupukmencerminkan derajat intensifikasi usahatani, hasil analisis data PUT09menyajikan sejumlah temuan berikut.

Dari seluruh petani padi di Indonesia, jumlah petani yang menggunakanbenih padi berdaya hasil tinggi adalah sekitar 76 persen dengan rincian varietasunggul non-hibrida 73 persen dan hibrida sekitar 3 persen, sedangkan yangmemanfaatkan varietas lokal adalah sekitar 24 persen. Gambaran menurut wilayahagak paralel dengan sebaran jumlah total petani antarwilayah tersebut. Sebagaicontoh, dari seluruh petani yang menggunakan benih hibrida tersebut sekitar 55persennya adalah petani padi di Pulau Jawa. Peringkat berikutnya adalah diSumatera (33 persen) dan Sulawesi (6 persen). Untuk varietas unggul non hibrida,sekitar 70 persen ada di Pulau Jawa, sedangkan untuk varietas lokal yangterbanyak adalah di kalangan petani padi di Sumatera (33 persen). Khusus untukvarietas lokal ini fenomena yang menarik adalah di Kalimantan karena sekitar 80persen dari seluruh petani padi di pulau besar ini memanfaatkan varietas lokal(Tabel 4).

Page 9: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Sumaryanto

44

Tabel 4. Distribusi Rumah Tangga Petani Padi Menurut Varietas Benih yang Ditanam, 2009

Hibrida Varietas Unggul Varietas LokalTotal(% baris ) (% kolom ) (% baris ) (% kolom ) (% baris ) (% kolom )

Sumatera 4,77 33,40 56,27 15,51 38,96 32,54 100Jawa 2,65 54,84 86,66 70,49 10,69 26,33 100Bali dan NT 1,58 3,53 69,54 6,14 28,89 7,73 100Kalimantan 0,59 1,50 19,47 1,94 79,94 24,17 100Sulawesi 2,79 6,09 65,70 5,65 31,52 8,21 100Maluku danPapua 4,04 0,64 42,01 0,26 53,95 1,02 100

Indonesia 2,87 100 73,02 100 24,10 100 100Sumber: diolah dari data BPS "PENDATAAN USAHATANI 2009 (PUT09)".*) Jumlah N (rumah tangga petani padi) Indonesia 14.992.137

Dalam pemupukan, jumlah petani padi pengguna versus nonpenggunaadalah sekitar 92 persen versus 8 persen (Tabel 5). Dari seluruh petani petanipengguna pupuk, sekitar 74 persen diantaranya hanya mengandalkan pupukanorganik saja, sekitar 25 persen lainnya menggunakan campuran pupukanorganik dan organik, dan sekitar 1 persen menggunakan pupuk organik saja.Fakta ini menunjukkan tingginya ketergantungan petani terhadap ketersediaanpupuk anorganik (Urea, SP16, SP18, NPK, ZA) dan karena itu kebijakan subsidiharga pupuk merupakan salah satu agenda terpenting dalam kebijakan pertanianIndonesia.

Tabel 5. Tingkat Partisipasi Petani dalam Penggunaan Pupuk(persen)

Tidakmeng-

gunakanPupuk

Menggunakan pupukJenis pupuk yang digunakan Total

( % )Anorganiksaja

Organiksaja

Anorganik+ Organik Sub total

Sumatera 12.8 72.0 1.1 14.1 87.2 100

Jawa 0.1 67.0 0.1 32.8 99.9 100Bali dan NT 20.0 71.6 1.1 7.2 80.0 100Kalimantan 46.0 46.3 2.8 4.9 54.0 100Sulawesi 11.1 83.8 0.5 4.6 88.9 100Maluku danPapua

46.0 44.8 5.0 4.1 54.0 100

Indonesia 8.2 67.7 0.6 23.5 91.8 100*)Sumber: diolah dari data BPS "PENDATAAN USAHATANI 2009 (PUT09)".*) Jumlah N (rumah tangga petani padi) Indonesia 14.992.137

Dalam pembiayaan usahatani, gambaran makro yang diperoleh darianalisis PUT09 ini juga mengkonfirmasi berbagai hasil penelitian empiris lingkupmikro yang selama ini memperoleh kesimpulan bahwa peranan perbankan dalampembiayaan usahatani tanaman pangan masih sangat kecil. Tabel 6 menunjukkanbahwa lebih dari 94 persen petani padi mengandalkan biaya usahataninya dari

Page 10: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Pasar Global

45

modal sendiri. Bagi petani yang mengandalkan modalnya dari pinzaman, ternyatasumber utama berasal dari perorangan (sesama petani, famili, tetangga, tengkulak,pemilik lahan, dan sebagainya). Secara keseluruhan, peranan lembaga perbankandalam pembiayaan usahatani kurang dari satu persen.

Tabel 6. Sebaran Petani Padi Menurut Sumber Utama Pembiayaan Usahatani(persen)

Modalsendiri

Modal utama berasal dari pinzaman dirincimenurut sumber utama pemberi pinzaman Total

Per-orangan Koperasi Bank lainnya N ( % )

Sumatera 91,72 6,71 0,61 0,13 0,83 3.018.172 (100)

Jawa 95,45 3,23 0,37 0,51 0,43 8.904.913 (100)

Bali dan NT 93,24 5,04 0,74 0,19 0,79 966.398 (100)

Kalimantan 97,90 1,35 0,13 0,06 0,56 1.092.682 (100)

Sulawesi 89,63 9,14 0,27 0,13 0,83 941.837 (100)

Maluku danPapua 90,75 0,65 0,81 1,69 6,10 68.135 (100)

Indonesia 94,35 4,27 0,42 0,36 0,59 14.992.137 (100)Sumber: diolah dari data BPS "PENDATAAN USAHATANI 2009 (PUT09)".

Dengan struktur pertanian yang didominasi usahatani skala kecil (skalarumah tangga) maka pasar tenaga kerja pertanian bersifat multidimensi. Faktor-faktor yang bekerja dibalik permintaan dan penawaran tidak hanya mencakupvariabel ekonomi semata namun terkait pula dengan struktur sosial dan budaya,terkait pula dengan pasar lahan dan pasar kredit, dan dinamikanya dipengaruhioleh perubahan teknologi berproduksi. Situasi dan kondisi tersebut mewarnaidinamika produktivitas tenaga kerja (kompensasi tenaga kerja) di sektor pertanian.

Dengan asumsi bahwa nilai tambah per pekerja dapat digunakan sebagaiproksi dari produktivitas kerja tampak bahwa produktivitas tenaga kerja di sektorpertanian adalah sangat rendah jika dibandingkan dengan sektor-sektorperekonomian lainnya. Untuk melihat lebih jauh ketimpangan kompensasiterhadap tenaga kerja antar sektor, misalkan rataan agregat 1980 dijadikan basis(indeks 1980 = 1) maka gambaran yang diperoleh adalah sebagai berikut (Tabel7). Pada tahun 1980, rata-rata gaji dan upah tenaga kerja di sektor pertanianhanya sepertiga dari rataan agregat. Rataan tertinggi adalah di sektor lembagakeuangan dan perbankan yang besarnya sekitar lebih dari 12 kali lipat rataanagregat. Sepuluh tahun kemudian, rata-rata agregat gaji dan upah (berdasarkanharga berlaku) meningkat menjadi 3,7 kali lipat, dan dua puluh tahun kemudian(tahun 2000) menjadi sekitar 25 kali lipat. Dengan urutan yang sama di sektorpertanian meningkat dari 0,3 menjadi 1 (naik 3 kali lipat) pada tahun 1990 dan naikmenjadi 6,5 kali lipat. Kesemuanya itu merupakan bukti bahwa kompensasi tenagakerja di sektor pertanian bukan hanya terkecil, tetapi peningkatannyapun lebihrendah dari sektor lain maupun rataan agregat.

Page 11: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Sumaryanto

46

Tabel 7. Perkembangan Tingkat Gaji dan Upah Sektoral per Pekerja, 1980 – 2000

1980 1990 2000(Rp.000/orang) Indeks (Rp.000/

orang) Indeks (Rp.000/orang) Indeks

Pertanian 56,5 0,32 174,7 1,00 1.143,5 6,51Kehutanan 623,6 3,55 717,7 4,09 4.893,4 27,88Perikanan 122,0 0,69 483,5 2,75 4.346,9 24,76Pertambangan 763,4 4,35 2.592,8 14,77 30.983,6 176,51Agroindustri1(27_34) 303,6 1,73 671,3 3,82 9.127,7 52,00Industri lainnya 235,1 1,34 1.094,8 6,24 9.378,9 53,43Listrik, gas, air minum 862,7 4,91 2.192,7 12,49 10.100,8 57,54Bangunan 613,6 3,50 1.708,7 9,73 8.876,5 50,57Perdagangan 101,2 0,58 347,0 1,98 3.075,1 17,52Restoran dan hotel 776,8 4,43 2.227,7 12,69 6.203,2 35,34Pengangkutan dankomunikasi

343,3 1,96 876,4 4,99 3.465,0 19,74

Lembaga keuangan 2.250,7 12,82 5.246,6 29,89 14.745,9 84,01Pemerintahan danpertahanan

969,8 5,52 3.275,9 18,66 10.733,5 61,15

Jasa-jasa 216,4 1,23 692,7 3,95 5.440,5 30,99Kegiatan lain 94,3 0,54 867,4 4,94Total 175,5 1,00 652,9 3,72 4.374,0 24,92Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Produktivitas usahatani tanaman pangan, khususnya padi dan jagung diIndonesia sebenarnya termasuk tinggi. Rata-rata produktivitas petani padiIndonesia memang masih lebih rendah daripada petani Cina ataupun Jepang,setara dengan petani India, namun lebih tinggi daripada petani Thailand ataupunVietnam. Bahwa sampai saat ini untuk Indonesia seringkali masih harusmengimpor beras terutama karena sangat kecilnya garapan usahatani. Sekedarilustrasi, rata-rata luas lahan usahatani padi per kapita (total luas lahan usahatanipadi dibagi total jumlah penduduk) Indonesia hanya sekitar 646 M2/kapita.Bandingkan dengan Vietnam (986 M2/kapita), Cina (1.120 M2/kapita), ataupunIndia (1.590 M2/kapita); apalagi Thailand (5.230 M2/kapita) (Pasaribu, 2009).

Terkait dengan banyaknya jumlah rumah tangga petani, skala usahanyayang kecil, lokasinya yang tersebar di berbagai pelosok, infrastruktur pertanian danperdesaan yang belum cukup, dan kurang berkembangnya kelembagaan asosiasipetani maka sebagian besar petani di Indonesia berada pada posisi tawar yanglemah. Petani dihadapkan pada pasar masukan usahatani yang ologopolistik danpasar keluaran usahatani yang oligopsonistik. Secara sendiri-sendiri ataupunbersamaan, struktur pasar tersebut menciptakan perilaku pasar yang kurangmenguntungkan petani karena di pasar input berhadapan dengan harga yang lebih

Page 12: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Pasar Global

47

tinggi dan di pasar output menerima harga jual hasil panen yang lebih rendah darinormatifnya.

Dalam rangka melindungi produsen (petani kecil) maupun konsumen(yang sebagian besar juga miskin), pemerintah meluncurkan kebijakan hargaterutama untuk komoditas pangan strategis. Sebagai contoh, untukmengkondisikan agar harga gabah pada saat panen tidak merosot tajam makapemerintah menetapkan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah(dahulu Harga Dasar gabah) dan untuk menstabilkan harga beras agar pada saatpaceklik tidak melonjak tajam maka pemerintah menetapkan Harga EceranTertinggi Beras. Bekerja sama dengan Departemen Pertanian serta departementerkait lainnya, lembaga yang secara khusus ditugaskan untuk mengeksekusinyaadalah Badan Urusan Logistik (BULOG).

Gambaran Lingkup Mikro

Penguasaan lahan mengacu pada pemilikan maupun penggarapan. Dalamberusahatani, sebagian besar petani menggarap miliknya sendiri. Namundemikian, tidak sedikit pula yang lahan garapannya adalah milik orang lain dengancara menyewa, bagi hasil, menggadai, dan sebagainya. Mereka adalah petaniyang tidak memiliki lahan sendiri ataupun jika memiliki lahan sendiri tetapi luasnyarelatif sangat kecil untuk digarapnya. Bahkan ditemukan pula kasus-kasus petaniyang menyewa atau menyakap (bagi hasil) lahannya sendiri yang telah digadaikanatau disewakan secara tahunan kepada orang lain.

Hasil analisis data PATANAS 1995 dan 2007 menunjukkan bahwa seiringdengan bertambahnya rumah tangga petani maka rata-rata luas penguasaanlahan usahatani mengecil. Pada usahatani sawah di Jawa, rata-rata luas lahanmenurun dari 0,49 ha pada tahun 1995 menjadi 0,36 ha tahun 2007. Menurunnyarata-rata luas penguasaan lahan secara konsisten juga terjadi pada agroekosistemlahan kering yang berbasis tanaman pangan dan hortikultur maupunagroekosistem lahan kering berbasis perkebunan. Secara umum, rata-rata luaspemilikan lahan petani di Luar Pulau Jawa lebih besar daripada di Pulau Jawa,namun juga cenderung semakin kecil (Tabel 8)4.

Gambaran tentang distribusi pemilikan lahan dapat disimak dari sebaranrumah tangga menurut kelompok pemilikan. Tampak bahwa jumlah petani denganpenguasaan lahan kurang 0,5 hektar ke bawah adalah sekitar 44 persen. Padakelompok ini, jumlah terbanyak adalah pada luasan seperempat hektar ke bawah(27%), sedangkan petani tunakisma (tidak memiliki lahan sendiri sehinggamenggarap milik orang lain adalah sekitar 9%). Di Pulau Jawa, jumlah petani yangluas pemilikannya 0,5 hektar ke bawah mencapai 57 persen, sedangkan di LuarPulau Jawa adalah sekitar 37 persen. Demikianpun halnya dengan petanipenggarap murni, di Pulau Jawa mencapai 12 persen sedangkan di Luar PulauJawa sekitar 7 persen (Tabel 9). Secara umum distribusi pemilikan lahan usahatani

4 Sebagai bahan perbandingan, rata-rata skala usahatani (pada awal 1990) di beberapa negara di Asiaadalah sebagai berikut. Rata-rata skala usaha petani di Thailand adalah sekitar 3,36 ha, sedangkandi India, Jepang, Korea Selatan,dan China masing-masing adalah 1.55, 1.37, 1.23, 0,43 hektar (Fanand Chan-Kang, 2003).

Page 13: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Sumaryanto

48

di Indonesia berada pada tingkat ketimpangan sedang (indek gini berkisar 0,42 –0,64) dan dalam sepuluh tahun terakhir ini cenderung semakin timpang(Sudaryanto et al., 2009).

Tabel 8. Rata-rata Luas Penguasaan Lahan Usahatani pada Berbagai Tipe Agroekosistemdi Indonesia, 1995 dan 2007

Wilayah dan agroekosistem Average size (ha)1995 2007

Pulau Jawa, agroekosistem sawah 0,493 0,360

Pulau Jawa, agroekosistem lahan kering berbasis tanamanpangan/hortikultura

0,397 0,298

Luar Pulau Jawa, agroekosistem sawah 1,491 1,347

Luar Pulau Jawa, agroekosistem lahan kering berbasistanaman pangan/hortikultura

0,987 0,985

Luar Pulau Jawa, agroekosistem lahan kering berbasiskomoditas perkebunan

1,283 1,202

Sumber: diolah dari data Panel (PATANAS 1995 dan Survey Tahun 2008).

Tabel 9. Distribusi Rumahtangga Petani menurut Kelompok Pemilikan Lahan, 2007.

Kelompok pemilikanJumlah rumah tangga petani ( persen)

Pulau Jawa Luar Pulau Jawa Total

Tunakisma 12,40 7,05 8,840-0.25 40,50 20,75 27,350.25-0.50 16,53 16,60 16,570.50-1.00 14,05 9,13 5,251.00-2.00 7,44 10,37 4,141.00-1.25 1,65 9,96 1,931.25-1.50 3,31 6,22 10,771.50-1.75 3,31 4,56 9,391.75-2.00 0,83 2,49 7,18

>2.00 - 12,86 12,86Sumber: diolah dari data survey dalam kerja sama penelitian PSEKP – IFPRI – JBIC 2009.

Secara garis besar penyebab utama makin mengecilnya skala usahataniterkait dengan pertambahan jumlah rumah tangga pertanian yang jauh lebih tinggidari pertambahan luas areal pertanian baru, konversi lahan pertanian kenonpertanian, dan pewarisan. Itu adalah gambaran rata-rata, sedangkan yangterjadi di lapangan beragam. Sejumlah besar petani luas pemilikannya bertambahkecil karena dibagi-bagikan kepada keturunannya (warisan) atau sebagian dijual,sebagian lainnya tak lagi memiliki lahan pertanian dan beralih profesi (tidak lagi

Page 14: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Pasar Global

49

menjadi petani), dan sebagian lainnya (sebagian kecil) lahan pertaniannyabertambah luas karena membeli dari petani lainnya baik di dalam desa maupun diluar desa.

Peningkatan jumlah petani kecil menyebabkan: (1) posisi tawar petani dipasar input maupun pasar output pertanian menjadi semakin lemah, (2)kemampuan untuk melakukan investasi dalam usahatani menurun, (3) adopsiteknologi melambat, (4) kontribusi usahatani dalam pendapatan rumah tanggasemakin kecil, dan (5) meningkatnya alokasi tenaga kerja rumah tangga petani kesektor nonpertanian dan migrasi tenaga kerja kerja ke kota. Secara keseluruhanhal tersebut menyebabkan berimplikasi pada suksesi usahatani maupun terjadinyainvolusi pertanian.

Melemahnya posisi tawar petani di pasar input maupun output pertaniantidaklah mudah diatasi. Meskipun secara teoritis dapat diatasi melaluipengembangan asosiasi petani, namun secara empiris tidak mudah diwujudkankarena: (1) kepentingan petani sangat heterogen, (2) secara agregat, net benefitdari pengembangan kelambagaan asosiasi petani sangat kecil (bahkan dibeberapa kasus negatif), sementara itu campur tangan pemerintah untuk menekansocial cost dari pengembangan kelembagaan seperti itu sangat tidak memadai.

Rendahnya kemampuan petani untuk melakukan investasi dalamusahatani tercermin dari beberapa fenomena berikut. Pada komunitas petani diwilayah agroekosistem pesawahan, khususnya komunitas petani yang secara rutinmenghadapi ancaman kekeringan ternyata tingkat partisipasinya dalampengadaan pompa irigasi hanya sekitar 8 persen. Pada komunitas petani diwilayah agroekosistem lahan kering tanaman perkebunan, upaya untuk melakukanperemajaan tanaman perkebunan dan penanaman komoditas perkebunan yangproduktivitasnya lebih tinggi adalah relatif rendah.

Semakin melambatnya adopsi teknologi petani antara lain tercermin darilevelling off pertumbuhan produksi padi di Indonesia (Simatupang, 2000). Sejakawal dasawarsa 90-an berbagai terobosan di bidang teknologi usahatani padisebenarnya cukup banyak dihasilkan oleh lembaga-lembaga penelitian terkait diIndonesia. Cukup banyak varietas-varietas padi yang baru dengan produktivitasyang lebih tinggi telah berhasil diciptakan, namun adopsinya di kalangan petanirelatif rendah. Saat ini diperkirakan lebih dari 70 persen pertanaman padi diIndonesia didominasi oleh varietas IR 64 dan Ciherang; dan hal itu telahberlangsung kurang lebih dalam periode 10 tahun terakhir ini.

Semakin rendahnya kontribusi usahatani dalam struktur pendapatanrumah tangga dapat dilihat dari fenomena berikut. Di perdesaan Pulau Jawakontribusi pendapatan dari pertanian terhadap total pendapatan rumah tanggaturun dari 50 persen menjadi 25 persen dalam periode 1995 – 2007 (Sudaryantodan Sumaryanto, 2008). Khusus untuk rumah tangga petani, kontribusipendapatan dari usahatani terhadap pendapatan rumah tangganya adalah sebagaiberikut. Di agroekosistem pesawahan di Pulau Jawa dan Luar Jawa masing-masing adalah 58 dan 46 persen. Dengan urutan yang sama, pada agroekosistemlahan kering berbasis usahatani tanaman pangan dan hortikultura adalah 52 dan

Page 15: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Sumaryanto

50

48 persen. Sedangkan di lahan kering barbasis tanaman perkebunan, di Luar P.Jawa adalah 67 persen (PSEKP, 2008).

Meningkatnya alokasi tenaga kerja rumah tangga petani ke pekerjaannonpertanian berimplikasi menguatnya sifat part time dalam aktivitas usahatani.Hasil penelitian (PSEKP, 2008) menunjukkan bahwa partisipasi rumah tanggapetani pada kegiatan berburuh tani, usaha nonpertanian, dan berburuh di sektornonpertanian masing-masing adalah 61, 36, dan 22 persen. Jika unit analisisnyaadalah individu maka terdapat tiga kelompok kegiatan yang partisipasinya sangatmenonjol yaitu: (i) di usahatani sendiri saja (37%), (ii) di usahatani sendiri +berburuh tani (20%), dan (iii) di usahatani + usaha rumah tangga sektornonpertanian (12%).

Meningkatnya jumlah petani kecil (dan mengecilnya rata-rata land size)juga mendorong migrasi tenaga kerja rumah tangga petani ke luar desa, terutamayang berpendidikan lebih tinggi. Hasil analisis data PATANAS 2007 (di-"up date"pada tahun 2008) menunjukkan bahwa (multinomial logit) probabilitas individuanggota rumah tangga petani untuk memilih bekerja didalam desa, di dalam dan diluar desa, dan di luar desa masing-masing adalah 78,5, 7,1, dan 14,4 persen.Faktor-faktor yang berpengaruh nyata adalah luas lahan milik (negatif), tingkatpendidikan (positif), dan fragmentasi lahan garapan (negatif).

Keseluruhan kondisi tersebut kondusif tidak untuk suksesi usahatani.Probabilitas petani ingin, ragu-ragu, dan tidak ingin mewariskan usahataninyakepada generasi penerusnya masing-masing adalah sekitar 24, 63, dan 13 persen.Faktor-faktor yang mempengaruhi peluang tersebut lebih banyak berada dalamdimensi sosial – budaya yakni: pendidikan kepala keluarga (negatif), kesukaanterhadap pekerjaan di pertanian (positif), dan faktor sosial budaya yang berkenaandengan wasiat/pewarisan (positif). Artinya, jika pendekatan yang ditempuh adalahbusiness as usual maka instrumen ekonomi tidak akan afektif. Diperlukan lebihbanyak pelibatan aspek-aspek sosial budaya dalam instrumen kebijakan dalamrangka mengembangkan sistem pertanian yang lebih tangguh (diisi tenaga-tenagakerja pertanian produktif). Fenomena ini perlu diantisipasi mengingat tantangan dimasa mendatang (terutama implikasi dari perubahan iklim) semakin berat.

Dalam kaitannya dengan suksesi usahatani tersebut, persepsi petanitentang usahataninya menarik untuk disimak karena secara tidak langsungmerefleksikan dimensi kualitatif eksistensi pertanian skala kecil. Meskipunprersentase petani yang menyukai pekerjaan usahatani jauh lebih banyak dariyang tidak menyukai (48% vs 3%), namun proporsi petani yang menginginkanketurunannya melanjutkan usahataninya hanya sekitar 23 persen. Sementara ituyang justru menginginkan agar keturunannya bekerja di luar pertanian justrumencapai 24 persen. Jika cukup modal, petani yang ingin mengembangkanusahataninya juga hanya sekitar 37 persen. Cukup banyak (45%) petani yangmenyatakan bahwa usahatani merupakan katup pengaman ekonomi keluarga danuntuk subsistensi. Jumlah petani yang menyatakan bahwa latar belakangmelakukan usahatani adalah terkait dengan warisan/wasiat adalah sekitar 32persen, dan yang melakukannya karena tidak ada pilihan lain (terpaksa) adalahsekitar 37 persen. Secara keseluruhan, sebagian besar petani meragukan prospek

Page 16: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Pasar Global

51

usahataninya dapat dijadikan andalan untuk memperbaiki taraf hidup keluarganyadi masa mendatang (Tabel 10).

Tabel 10. Jumlah Petani (Persen) Menurut Persepsinya terhadap Usahatani yangDijalankannya, 2008

Tidak Ragu-ragu Ya

Petani (Kepala Keluarga) menyukai pekerjaan di usahatani 3,3 48,8 47,9Berkeinginan usahataninya diterukan keturunannya 13,4 64,0 22,6Lebih suka keturunannya bekerja di nonpertanian saja 7,0 69,0 24,0Jika cukup modal, akan mengembangkan usahataninya 8,9 54,0 37,1Merupakan katup pengaman ekonomi keluarga dansubsistensi

4,8 50,6 44,7

Merupakan warisan/wasiat 22,8 45,4 31,8Tidak ada pilihan lain 7,5 55,3 37,2

Sumber: Diolah dari hasil survei (N = 360) dalam penelitian "Konsorsium PenelitianKarakteristik Petani Kecil Pada Berbagai Tipe Agroekosistem", PSEKP 2008.

Gejala involusi pertanian tampaknya masih belum hilang. Kondisi initercipta sebagai akibat dari kombinasi enam faktor berikut: (i) pertumbuhanangkatan kerja yang tinggi (ii) ekspansi lahan pertanian yang berlangsung sangatlambat, (iii) pelaksanaan reforma agraria yang tersendat, (iv) investasi sektornonpertanian di perdesaan yang rendah, dan (v) transmigrasi ke pulau-pulau yangjarang penduduknya tersendat, dan (vi) ketidakharmonisan antara pengembangansistem pendidikan dengan pasar tenaga kerja. Kondisi tersebut di atasdikhawatirkan mempersulit pengembangan kapasitas adaptasi dan mitigasiterhadap perubahan iklim dan dalam jangka panjang berdampak negatif terhadapketahanan pangan dan penanggulangan kemiskinan.

ERA PASAR GLOBAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAPPERTANIAN SKALA KECIL

Cara paling sederhana untuk membayangkan implikasi era pasar globalterhadap pertanian skala kecil dapat dilakukan dengan tiga langkah berikut. Padahari pertama, cermatilah beragam komoditas buah-buahan, daging, susu, danberbagai bentuk pangan olahan impor yang tersaji rapi di supermarket yang kinimenjamur di Indonesia. Disitulah salah satu jejak langkah MNC agribisnis skalaraksasa dapat dilihat dan diamati dengan cara paling sederhana. Dibalik pajanganberagam komoditas impor tersebut, bekerja suatu sistem manajemen rantai pasok(supply chain management – SCM) yang disainnya ditunjang teknologi informasiyang sangat maju, infrastruktur yang canggih, modal yang besar, dan sistemmanajemen perusahaan berbasis pengetahuan (knowledge management) yangselalu diperbaharui.

Page 17: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Sumaryanto

52

Hari kedua, belanjalah bahan masakan di pasar tradisional (wet market).Perhatikan tempat penjajaannya, kualitas barangnya, volume barangdagangannya, harganya, dan perhatikan pula penjualnya karena dari sorotmatanya akan dapat ditangkap suka duka kehidupan yang diarunginya. Ingat pula,bahwa sebagian dari mereka pada waktu-waktu tertentu harus bermain "petakumpet" dengan petugas "tramtib" karena dianggap menyebabkan kemacaten lalulintas dan kota tidak bersih.

Hari ketiga, mengingat bahwa sumber pasokan barang dagangan dari parapedagang di pasar tradisional tersebut adalah para pedagang pengumpul ataupunlangsung dari petani kecil maka bayangkanlah bagaimana nasib petani kecil.Secara keseluruhan dari tiga langkah tersebut akan dapat dibayangkan apasesungguhnya yang tengah dihadapi para petani kecil dalam era persaingan pasarglobal saat ini5.

Liberalisasi Perdagangan dan Kehadiran Perusahaan Agribisnis SkalaRaksasa6

Berpangkal pada asimetri penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi,modal, kemampuan lobi politik, dan mungkin juga jejak kolonialisme masa lalu;sistem perdagangan komoditas pertanian di pasar internasional kurang adilterhadap negara berkembang. Upaya untuk menciptakan sistem perdaganganbebas yang adil (fair trade) telah banyak dilakukan melalui serangakainperundingan namun belum membawa hasil yang sesuai dengan harapan. PutaranDoha (2001) berlangsung sangat alot dan belum berhasil mencapai kesepakatanuntuk menciptakan sistem perdagangan yang lebih adil7.

Sampai saat ini pangsa pasar internasional komoditas pangan didominasinegara maju dan cenderung mengerucut ke sejumlah kecil yakni Amerika Serikat(jagung, minyak kedelai, gandum, daging unggas, beras, kedelai, buah dansayuran, daging sapi, susu bubuk skim, dan keju), Uni Eropa (buah dan sayuran,jagung, gula, gandum, daging sapi, daging unggas, susu bubuk skim, mentega,dan keju), Australia (jagung, gula, gandum, daging sapi, susu bubuk skim, dankeju), Selandia Baru (daging sapi, susu bubuk skim, mentega, dan keju), danKanada (mentega, daging sapi, buah dan sayuran, minyak kedelai, gandum, danjagung) (Sawit, 2007; Sawit, 2008).

Selain keunggulannya dalam akses pasar, dominasi negara-negaratersebut sebenarnya juga karena ditopang subsidi yang ternyata jauh lebih besardaripada subsidi yang diterapkan oleh negara-negara berkembang. Pendapatanpetani produsen beras, petani produsen gula, dan petani produsen daging sapi

5 Agar lebih lengkap, perhatikan pula konsumennya agar tahu segmen pasar masing-masing.6 Bagian tulisan ini banyak mengacu pada Sawit (2007), Sawit (2008), Hutabarat (2009), von Braun

(2004), dan beberapa tulisan terkait lainnya. Atas masukannya dalam serangkaian diskusi informaldengan kedua penulis yang tersebut dahulu, penulis makalah ini mengucapkan terima kasih.

7 Deklarasi Doha (WTO, 2001) menyebutkan: (i) substancial reduction in trade-distorting domesticsupport, (ii) the reduction of, with a view to phasing out, all forms of export subsidies, (iii) substantialimprovements in market acces, (iv) special and differential treatment for developing members in allelements of the negotiations. Kerangka kerja persetujuan disepakati anggota WTO pada Bulan Juli2004 dengan menyisakan agenda menyangkut aspek negosiasi pertanian (WTO, 2004).

Page 18: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Pasar Global

53

yang berasal dari subsidi pemerintah mencapai masing-masing 78, 51, dan 33persen (Sawit, 2007).

Belum lagi sistem perdagangan internasional yang fair terbentuk, ekspansiperusahaan agribisnis skala raksasa dari negara-negara maju semakin dalammenancapkan dominasinya di berbagai negara berkembang. Melalui integrasivertikal dari hulu – hilir, dominasinya sangatlah kokoh sehingga ruang persainganyang terbuka untuk negara-negara berkembang menjadi sempit. Di hulu, merekamenguasai pasar peralatan pertanian, agrokimia, dan benih; di tengahmendominasi industri pengolahan (agro-processing dan agro-manufacturing); dandi hilir membanjiri pasar eceran (supermarket) dengan beragam produk pertaniansegar maupun olahannya di seluruh dunia baik di negara maju maupun negara-negara berkembang. Dua dekade yang lalu, Top Ten MNC penghasil benihmengendalikan sekitar 30 persen dari nilai perdagangan benih internasional (US$24,4 milyar) dan Top Ten perusahaan agrokimia mengendalikan sekitar 84 persenpangsa pasar agrokimia (US$ 30 milyar) di pasar global. Kini (setelah prosesakuisisi dan merger dari sejumlah perusahaan agribisnis raksasa) lima teratasperusahaan raksasa yang bergerak di bidang bioteknologi pertanian mendominasipasar: Pharmacia (Monsanto), DuPont, Syngenta, Aventis, dan Dow (Mariano,2002).

Tidaklah mudah memahami kompleksitas permasalahan yang ditimbulkanakibat dari kondisi tersebut di atas. Konstelasi hubungan antarpemain di pasarglobal tidak lagi dapat diterangkan dengan pendekatan teoritis berbasis konsepkeunggulan komparatif; dan penggunaan negara (state) sebagai unit analisisdalam beberapa hal menjadi kurang relevan. Penerapan konsep keunggulankompetitifpun tidak cukup karena strategi yang ditempuh oleh perusahaan-perusahaan agribisnis skala raksasa dalam mengembangkan eksistensinya dipasar global tidak hanya mengandalkan instrumen ekonomi tetapi jugamenggunakan jalur diplomasi yang berdimensi politik. Secara ringkas, Hutabarat(2009) menggambarkan situasi dan kondisi yang tercipta terkait dengan globalisasidan liberalisasi perdagangan, perlunya pendekatan baru dalam perumusan konsepuntuk disain kebijakan, dan bagaimana negara berkembang (Indonesia) harusmenyikapinya.

Implikasi Terhadap Eksistensi Pertanian Skala Kecil

Interaksi agribisnis skala besar dari negara-negara maju dengan pertanianskala kecil dari negara-negara berkembang bersifat asimetris. Terkendala olehisolasi geografis, terbatasnya penguasaan informasi, penguasaan modal yangterbatas, penguasaan teknologi yang kurang berkembang, dan dukunganinfrastruktur yang kurang memadai maka sebagian besar pertanian skala kecil dinegara-negara berkembang tetap berkutat pada persoalan internalnya yaknirendahnya pendapatan usahatani. Di sisi lain, berbekal penguasaan informasi danteknologi maju, modal yang besar, sistem manajemen usaha yang canggih, danlobi politik yang kuat maka perusahaan-perusahaan agribisnis skala raksasa darinegara maju mengembangkan eksistensinya secara ekspansif. Bagaikan duamakhluk dari alam yang berbeda, sebagian besar petani kecil di negara-negara

Page 19: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Sumaryanto

54

berkembang tidak menyadari bahwa di hadapannya telah berdiri sosok pesaingyang siap mengancam eksistensinya.

Secara agregat liberalisasi perdagangan memang berdampak positifterhadap surplus konsumen maupun surplus produsen. Namun efeknya terhadapdistribusi pendapatan dan pengentasan kemiskinan belum jelas karena penelitianbidang ini masih sangat langka. Namun satu hal yang pasti adalah bahwa padasaat ini petani kecil berada pada situasi yang kritis. Kondisi yang dihadapinyadilematis. Sementara sebagian besar petani masih tetap berkutat denganpendapatan usahataninya yang rendah, tenaga kerja muda semakin tidak tertarikuntuk menekuni pertanian. Stagnasi ekonomi dan terbatasnya kesempatan kerja diperdesaan mendorong tenaga kerja perdesaan usia muda bermigrasi di kotameskipun tanpa jaminan bahwa di lokasinya yang baru itu akan dapat hidup lebihbaik (Huvio et al., 2004).

Keragaman adalah warna dasar eksistensi. Implikasi liberalisasiperdagangan terhadap eksistensi petani kecil tidaklah homogen. Dari sudutpandang akses petani terhadap pasar (Torero and Gulati, 2004), eksistensi petanikecil dapat dipilah menjadi tiga tipe: (1) petani kecil subsisten dengan akses pasarlokal, (2) petani kecil dengan akses pasar domestik, dan (3) petani kecil denganakses pasar internasional. Fenomena tersebut perlu dipertimbangkan secaraseksama dalam perumusan kebijakan dan program pemberdayaan petani kecilyang antara lain mencakup trade financing, perbaikan infrastruktur, inovasikelembagaan, serta penguatan koperasi dan contract farming (Huvio et al., 2004).

Pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap eksistensi pertanian skalakecil dalam ekonomi domestik tergantung pada kondisi keterkaitan pasar domestik– pasar internasional sebelum liberalisasi dan kapasitas aktor utama (pertanianskala kecil) untuk meresponnya. Efeknya muncul dari: (i) perubahan tingkat hargainput dan output, (ii) perubahan volatilitas harga, (iii) efek tak langsung melaluiproteksi relatif di pertanian versus sektor lain dalam keseluruhan sektorperekonomian, dan (iii) nilai tukar dan pengaruh makro ekonomi lainnya (vonBraun, 2004).

Secara teoritis, pengaruh jangka pendek diakibatkan oleh terjadinyaperubahan harga relatif (produksi dan pola konsumsi tetap). Karena itu kajiantentang dampak liberalisasi perdagangan terhadap petani kecil harus didekatimelalui sisi produksi dan konsumsi secara simultan. Dalam konteks ini,karakteristik household economy yang melekat pada sebagian besar petani kecilbeserta implikasinya dalam perilaku produksi dan konsumsi harus dielaborasikandengan baik dalam pemodelan.

Dalam jangka menengah dan jangka panjang, pola usahatani akanbergerser ke arah komoditas yang menghasilkan keuntungan yang lebih besar,atau setidaknya yang tidak menyebabkan pendapatan riilnya turun. Respon jangkapanjang akan mencakup pula investasi dan migrasi. Sejumlah pertanian skala kecilyang dapat memanfaatkan peluang yang terbuka dari liberalisasi perdaganganakan melakukan investasi untuk mengembangkan eksistensinya. Di sisi lain,sejumlah petani tidak mampu bertahan dan karena itu beralih profesi ke sektorlainnya. Di tengah (mungkin bagian terbesar) akan berada pada situasi yang

Page 20: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Pasar Global

55

dilematis: tetap berusahatani dengan pendapatan yang rendah dan prospeknyakurang jelas atau beralih profesi ke bidang lain tetapi tak pula ada jaminankehidupannya akan membaik.

Terkait dengan itu, strategi yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut(von Braun, 2004): (i) mengembangkan usahatani bernilai ekonomi tinggi(spesialisasi, diversifikasi, dan komersialisasi), (ii) mencari tambahan pendapatandari luar usahatani dan menjadi part-time farmer, dan (iii) beralih profesi ke sektornonpertanian (termasuk migrasi). Jalur (i) dapat ditempuh oleh petani yang dapatmengakses pasar modern yang terintegrasi dengan pasar internasional misalnyamelalui pola kemitraan dengan perusahaan agribisnis, agro-processing, agro-manufacturing, ataupun supermarket. Kelembagaannya dapat berupa contractfarming ataupun melalui suatu sistem koordinasi vertikal. Jalur (ii) adalah strategiyang mungkin paling populer karena secara historis – empiris telah merupakanpola dominan dalam strategi rumah tangga petani mempertahankan eksistensinya.Namun berbeda dengan pola yang selama ini ditempuh, upaya-upaya untukmeningkatkan produktivitas kerja di usahataninya maupun pada kegiatan luarpertanian harus terus dilakukan karena jika berada dalam status quo maka dalamjangka menengah peranan usahataninya dalam ekonomi rumah tangga akan terusmenyusut. Jalur (iii) merupakan strategi yang paling layak ditempuh oleh rumahtangga petani yang skala usahanya sangat kecil dan selama ini kontribusinyauntuk menopang ekonomi rumah tangga sangat minor.

Peran Pemerintah

Sesungguhnya kewajiban pemerintah untuk memberdayakan pertanianskala kecil tidak hanya didasari pertimbangan logis dari ketidak berdayaan petanikecil menghadapi era pasar global. Adalah fakta bahwa pertanian Indonesiadidominasi pertanian skala kecil, sedangkan peran sektor pertanian sangatstrategis karena berkaitan erat dengan aspek-aspek sentral dalam pembangunannasional yakni ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan, dan penciptaanlapangan kerja.

Pemberdayaan pertanian skala kecil sangat membutuhkan adanyapengembangan infrastruktur pertanian dan perdesaan yang kondusif untukmemperlancar arus distribusi, komunikasi, penyebaran informasi, dan akses pasar.Berbagai studi memperoleh kesimpulan bahwa selama ini sumber utamakelemahan pertanian skala kecil berasal dari tingginya biaya transaksi "transactioncost" dalam pemasaran input dan output pertanian. Penyebabnya terkait dengansangat terbatasnya infrastruktur pertanian dan perdesaan, kurang lancarnya aruskomunikasi dan penyebaran informasi, dan distribusi spatial unit-unit sentraproduksi pertanian yang terserak dan tak terkonsolidasi serta tidak match dengansentra-sentra pemasaran.

Selain infrastruktur, kebijakan dan program yang kondusif untukmeningkatkan akses petani kecil terhadap lembaga perbankan sangat diperlukan.Selama ini rendahnya kapasitas petani kecil untuk melakukan inovasi maupunmengadopsi teknologi yang lebih maju disebabkan oleh keterbatasannya dalampermodalan. Stigmatisasi kalangan perbankan komersial terhadap pertanian skala

Page 21: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Sumaryanto

56

kecil sebagai unit usaha penuh risiko dan kurang layak sebagai nasabah penerimakredit harus diubah dan pemerintah berkewajiban menetapkan kebijakan danprogram yang dapat mengubah kondisi tersebut.

Bersamaan dengan pemberdayaan kekuatan dan eliminasi sejumlahkelemahan pertanian skala kecil tersebut, kebijakan dan program perlindunganterhadap petani kecil mutlak diperlukan. Investasi asing langsung (FDI) memangdiperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja;namun fasilitasi dan perijinan yang terkait dengan FDI tersebut harus disertaikajian yang sangat cermat, cerdas, forward looking; terlebih-lebih jika menyangkutsektor pertanian dan eksploitasi sumber daya lingkungan. Dalam rangkamemanfaatkan kesempatan yang terbuka maupun untuk melindungi kepentingandomestik diperlukan peningkatan kemampuan diplomasi dalam perundingan WTO;dan itu sangat membutuhkan bekal informasi yang komprehensif dan mendalammengenai implikasi dari setiap perubahan aturan main dalam perdaganganinternasional terhadap sistem pertanian domestik.

KESIMPULAN

Pertanian skala kecil merupakan bagian terbesar pertanian Indonesia dankarena itu eksistensinya menentukan masa depan pertanian negeri ini.Eksistensinya berimplikasi pada dimensi yang lebih luas karena sektor pertanianmempunyai peranan strategis dalam ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan,dan penyerapan tenaga kerja.

Era pasar global serta liberalisasi perdagangan telah terjadi dan akansemakin berkembang dan implikasinya terhadap pertanian skala kecil sangatserius. Sejumlah peluang muncul karena pasar ekspor semakin terbuka; namunpada sisi yang lain ancaman terhadap eksistensi pertanian skala kecil jugasemakin nyata seiring dengan membanjirnya komoditas pertanian impor.Diperkirakan sejumlah petani akan mampu mengembangkan eksistensinya denganmelalui pengembangan usahatani bernilai ekonomi tinggi namun sebagian lainnyatak akan mampu bertahan dan karena itu harus beralih profesi ke sektornonpertanian. Bagian terbesar, yakni berada diantara kedua kutub tersebut adalahpertanian skala kecil yang setidaknya dalam jangka pendek – menengah masihakan berkutat dengan situasi dan kondisi seperti saat ini.

Adalah kewajiban pemerintah untuk memberdayakan pertanian skala kecil.Untuk itu diperlukan adanya akselerasi pengembangan infrastruktur perdesaandan pertanian, peningkatan akses petani terhadap lembaga perkreditan,peningkatan akses petani terhadap pasar masukan maupun keluaran pertanian,peningkatan penguasaan teknologi prapanen – pascapanen di tingkat petani, danpengembangan agroindustri berbasis pertanian di perdesaan. Pada saat yangsama, diperlukan pula adanya peningkatan kemampuan diplomasi dalam berbagaiputaran perundingan WTO dan kehati-hatian dalam fasilitasi investasi asinglangsung di sektor pertanian.

Page 22: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Pasar Global

57

DAFTAR PUSTAKA

Berry, A. and W. Cline. 1979. Agrarian Structure and Productivity in Developing Countries.Baltimore and London: John Hopkins University Press.

Binswanger, H. P. and M. R. Rosenzweig. 1986. Behavioral and Material Determinants ofProduction Relations in Agriculture. The Journal of Development Studies 22(3):503 - 539.

Chavas, J. P. 2001. Structural Change in Agricultural Produstion: Economics, Technologyand Policy. In Gardner, B. L. and G. C. Rausser (Eds), Handbook in AgriculturalEconomics. Amsterdam: Elsevier.

Diao, X., A. Somwaru, and T. Roe. 2001. A Global Abalysis of Agricultural Trade Reform inWTO Member Countries. Economic Development Center Bulletin 01 - 1.Minneapolis: University of Minesota, Economic Development Center.

Edelman, M. 2005. Global Trade Rules and Smallholding Agriculture: Problems forSustainability. Paper prepared for the Queen Elizabeth House 50th AnniversayConference on "New Development Threats and Promises," Oxford University, 3-4July 2005. [email protected].

Fan. S.. C. Chan-Kang. 2003. Is Small Beautiful? Farm Size. Productivity and Poverty inAsian Agriculture. Paper to be presented at the 2003 International Association ofAgricultural Economists. Durban.

Gupta, A. K. 2004. Origin of Agriculture and Domestication of Plants and Animals Linked toEarly Holocene Climate Amelioration (Review Articles). CURRENT SCIENCE,VOL. 87, NO. 1, 10 JULY 2004.

Hall, B. F. and P. Le Veen. 1978. Farm Size and Economic Efficiency: The Case ofCalifornia. American Journal of Agricultural Economics 60(4): 589 - 600.

Hayami, Y. 1998. The Peasant in Economic Modernization. In Eicher, C. K. and J.M. Staatz(Eds). International Agricultural Development. Baltimore and London: John HopkinsUniversity Press.

Howe, G., N. Favia, D. Lohlein, S. Haralambou, and E. Heinemann. 2004. Trade, TradeLiberalisation and Small-Scale Farmers in Developing Countries: Beyond the DohaRound. In Huvio, T., J. Kola, and T. Lundström (Eds.). Small-Scale Farmers inLiberalised Trade Environment. Proceeding of the Seminar on October 2004 inHaiko Finland. Publication No. 38 Agricultural Policy, Department of Economicsand Management, University of Helsinki, Helsinki.

Hutabarat, B. F. 2009. Kebangkitan Pertanian Nasional: Meretas Jebakan Globalisasi danLiberalisasi Perdagangan. Naskah Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang SosialEkonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, DepartemenPertanian.

Huvio, T., J. Kola, and T. Lundström. 2004. Small-Scale Farmers in Liberalised TradeEnvironment. Proceeding of the Seminar on October 2004 in Haiko Finland.Publication No. 38 Agricultural Policy, Department of Economics and Management,University of Helsinki, Helsinki.

Kumbhakar, S. C. 1993. Short Run Returns to Scale, Farm-Size and Economic Efficiency.The Review of Economics and Statistics 75 (2): 336 - 341.

Page 23: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Sumaryanto

58

Narayanan, S. and A. Gulati. 2002. Globalization and the smallholders: a Review of Issues,Approaches and Implications. Markets and Structural Studies Division 50,International Food Policy Research Institute (IFPRI). Washinton, D.C: IFPRI.

Pasaribu, B. 2009. Peran Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan MenunjangTata Ruang dan Kedaulatan Pangan. Bahan Presentasi yang disampaikan padaLokakarya Pembaruan Agraria Pertanian Nasional pada 3 September 2009 diJakarta.

Perez, M. Schesinger, and T.A. Wise. 2008. The Promise and the Perils of AgriculturalTrade Liberalization: Lesson From Latin America. Washington Office of LatinAmerica (WOLA), Washington, DC. www.wola.org.

PSEKP. 2008. Konsorsium Penelitian Karakteristik Sosial Ekonomi Petani pada BerbagaiTipe Agroekosistem. Laporan Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi danKebijakan Pertanian (PSEKP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,Departemen Pertanian.

Rosegrant, M., M. Paisner, S. Meijer, and J. Witcover. 2001. Global Food Projections to2020. Emerging Trends and Alternatives. International Food Policy ResearchInstitute, Washington, D.C.

Sawit, M. H. 2007. Liberalisasi Pangan: Ambisi dan Reaksi Dalam Putaran Doha WTO.Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sawit, M. H. 2008. Perubahan Perdagangan Pangan Global dan Putaran Doha WTO:Implikasi Buat Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 3, No. 6, September2008: 199 - 221.

Sen, A. 1962. An Aspect of Indian Agriculture. Economic Weekly February: 243 - 246.

Simatupang, P. 2000. Fenomena Perlambatan dan Instabilitas Pertumbuhan Produksi BerasNasional: Akar Penyebab dan Kebijakan Pemulihannya. Pusat Penelitian SosialEkonomi Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan PengembanganPertanian.

Sudaryanto, T., and Sumaryanto. 2008. Changing Household Income in Rural Indonesia:1995 - 2007. Paper presented at the 6th Asian Association of AgriculturalEconomist International Conference: Asian Economy Renaissance: What is in It forAgriculture?. Manila, Philipinnes, 28 - 20 August, 2008.

Sudaryanto, T., S.H. Susilowati, and Sumaryanto. 2009. Increasing Trend of Small Farmsin Indonesia: Causes and Consequences. Paper presented at the 111th EAAE -IAAE Seminar " Small Farms: Persistence or Declined?". University of Kent,Canterbury, UK, 25 - 26 June, 2009.

Swinnen, Johan F.M. and M. Maertens. 2007. Globalization, Agri-Food standards andDevelopment. RIVISTA DI ECONOMIA AGRARIA / a. LXII, n. 3, settembre 2007(pp. 413 - 421).

Torero, M. and A. Gulati. 2004. Conecting Small Holder to Markets: Role of Infrastrucureand Institutions. Policy Brief, International Food Policy Reserach Institute (IFPR).Washington, DC.

von Braun, J. 2004. Small-Scale Farmers in Liberalised Trade Environment. In Huvio, T.,J. Kola, and T. Lundström (Eds.). Small-Scale Farmers in Liberalised TradeEnvironment. Proceeding of the Seminar on October 2004 in Haiko Finland.

Page 24: EKSISTENSI PERTANIAN SKALA KECIL DALAM ERA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MU_2_2010.pdf · farming play significant role on food security, ... Pada era pasar global

Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Pasar Global

59

Publication No. 38 Agricultural Policy, Department of Economics and Management,University of Helsinki, Helsinki.

Yotopoulos, P. A. and L. J. Lau. 1973. A Test for Relatif Economic Efficisncy: Some FurtherResults. The American Economic Review 63(1): 214 - 223.