25
1 Ekowisata Hutan Mangrove : Wahana Pelestarian Alam Dan Pendidikan Lingkungan Made Sudiarta 1 Abstract : The research is aimed at analyzing the ecotourism potencies which may be developed as ecotourism attractions and work sections owned by the Mangrove Information Center in giving environmental education to the society. Data are collected through field research using purposive sampling. The research shows that the Mangrove Information Center has many potencies to be developed as ecotourism attractions such as; varies of mangrove trees, birds, crabs, lizard, mangrove information building, monitoring pool, nursery area, touch pool, wooden trail, resting points, floating deck, and viewing towers. There are many kinds of tourist attractions offered at the mangrove forest ecotourism object such as; mangrove educational tour and trekking, bird watching, canoeing, boating, and mangrove tree plantation or adoption. In applying its programs, the Mangrove Information Center has six work sections such as; Environmental Education Section, Ecotourism Section, Training Section, Research Section, Information Section, and Management Section. Keywords : ecotourism, tourist attraction, and environmental education. 1 Made Sudiarta adalah Dosen Politeknik Negeri Bali

Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

1

Ekowisata Hutan Mangrove :

Wahana Pelestarian Alam Dan

Pendidikan Lingkungan

Made Sudiarta

1

Abstract : The research is aimed at analyzing the ecotourism potencies

which may be developed as ecotourism attractions and work sections

owned by the Mangrove Information Center in giving environmental

education to the society. Data are collected through field research using

purposive sampling.

The research shows that the Mangrove Information Center has many

potencies to be developed as ecotourism attractions such as; varies of

mangrove trees, birds, crabs, lizard, mangrove information building,

monitoring pool, nursery area, touch pool, wooden trail, resting points,

floating deck, and viewing towers. There are many kinds of tourist

attractions offered at the mangrove forest ecotourism object such as;

mangrove educational tour and trekking, bird watching, canoeing, boating,

and mangrove tree plantation or adoption. In applying its programs, the

Mangrove Information Center has six work sections such as;

Environmental Education Section, Ecotourism Section, Training Section,

Research Section, Information Section, and Management Section.

Keywords : ecotourism, tourist attraction, and environmental education.

1 Made Sudiarta adalah Dosen Politeknik Negeri Bali

Page 2: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 2

PENDAHULUAN

Kerusakan hutan tropis yang terjadi di berbagai negara di dunia semakin

meningkat dari tahun ke tahun dan bahkan mengalami ancaman kepunahan

yang disebabkan karena penebangan liar (illegal logging), pengalihan fungsi

lahan, eksploitasi hutan yang berlebihan, dan lain-lain. Sehingga pada awal

tahun 1990-an para ahli lingkungan dari seluruh dunia mengadakan

pertemuan di Rio de Jenero, Brasil yang pada intinya membahas mengenai

langkah-langkah dan strategi yang harus dilakukan untuk mengurangi laju

kerusakan atau penyelamatan hutan tropis tersebut.

Di Indonesia, laju kerusakan hutan mencapai 2,8 juta hektar per tahun

dari total luas hutan yaitu seluas 120 juta hektar yang tersebar di seluruh

pelosok Indonesia. Dari total luas hutan tersebut, sekitar 57 sampai 60 juta

hektar sudah mengalami degradasi dan kerusakan sehingga sekarang ini

Indonesia hanya memiliki hutan yang dalam keadaan baik kira-kira seluas

50% dari total luas yang ada. Kondisi semacam ini apabila tidak disikapi

dengan arif dan segera dilakukan upaya-upaya penyelamatan oleh pemerintah

dan seluruh warga negara Indonesia maka dalam jangka waktu dua dasawarsa

Indonesia akan sudah tidak memiliki hutan lagi. Indonesia merupakan salah

satu negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia mencapai 25%

dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia (18 juta hektar) yaitu seluas

4.5 juta hektar atau sebanyak 3,8 % dari total luas hutan di Indonesia secara

keseluruhan. Sedikitnya luas hutan mangrove ini mengakibatkan perhatian

Pemerintah Indonesia terhadap hutan mangrove sangat sedikit juga,

dibandingkan dengan hutan darat. Kondisi hutan mangrove juga mengalami

kerusakan yang hampir sama dengan keadaan hutan-hutan lainnya di

Indonesia (Mangrove Information Center, 2006).

Menyikapi fenomena tersebut, Pemerintah Indonesia melalui

Departemen Kehutanan mengeluarkan beberapa kebijakan (policy) yang

diharapkan mampu menyelamatkan kekayaan alam berupa hutan tropis yang

tersebar di seluruh penjuru nusantara. Salah satu kebijakannya adalah

mengenai upaya penyelamatan hutan mangrove. Sehingga pada tahun 1992

dibentuk Pusat Informasi Mangrove (Mangrove Information Center).

Mangrove Information Center (MIC) merupakan proyek kerjasama antara

Pemerintah Indonesia melalui Proyek Pengembangan Pengelolaan Hutan

Mangrove Lestari dan Pemerintah Jepang melalui Lembaga Kerjasama

Page 3: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 3

Internasional Pemerintah Jepang melalui Japan International Corporation

Agency (JICA).

Proyek kerjasama ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahap pertama

dimulai pada tahun 1992 dan berakhir tahun 1997. Pada tahapan ini,

Pemerintah Jepang mengirim team untuk melakukan identifikasi hal-hal apa

saja yang dibutuhkan dan dilakukan. Dari hasil identifikasi ini, dibentukalan

team bersama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang dan

selanjutnya sepakat untuk membangun Proyek Pengelolaan Hutan Mangrove

Lestari. Proyek ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengekplorasi

teknik-teknik reboisasi yang bisa dilakukan untuk pemulihan (recovery)

kondisi hutan mangrove yang sudah mengalami kerusakan. Teknik yang

ditemukan adalah tentang bagaimana cara persemaian bibit dan penanaman

mangrove. Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman mangrove.

Hasil yang dicapai pada tahap ini adalah penentuan model pengelolaan hutan

mangrove lestari, penerbitan beberapa buku seperti; buku panduan (guide

book) persemaian bibit dan penanaman mangrove, buku-buku yang berkaitan

dengan mangrove, dan reboisasi atau penanaman mangrove seluas 253 hektar

di kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA).

Tingginya biaya operasional proyek yang dilaksanakan di Mangrove

Information Center (MIC) mengakibatkan terjadinya kekhawatiran terhadap

kurangnya dana proyek dan pemeliharaan dan pelatihan hutan mangrove di

Kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai khususnya di Kawasan Mangrove

Information Center (MIC) melahirkan ide dan terobosan baru yang

diharapkan bisa membantu menutupi kekurangan dana tersebut. Ide

cemerlang tersebut selanjutnya diimplementasikan dengan pengembangan

obyek ekowisata di Kawasan Mangrove Information Center (MIC).

Mangrove Information Center (MIC) memiliki berbagai potensi untuk

mengembangkan obyek ekowisata antara lain; sumber daya manusia yang

handal dan berkompetensi dalam bidang botani yang mampu

menginterpretasikan alam dengan pengunjung, sumber daya alam flora dan

fauna yang indah dan menarik, dan infrastuktur yang memadai untuk

mengembangkan obyek ekowisata.

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) untuk mengetahui

potensi dan fasilitas pendukung ekowisata di objek ekowisata hutan mangrove

di Kawasan Mangrove Information Center, (2) untuk mengetahui produk-

Page 4: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 4

produk ekowisata yang ditawarkan di objek ekowisata di Kawasan Mangrove

Information Center, dan (3) untuk mengetahui seksi dan sistem kerja

pendidikan lingkungan di Kawasan Mangrove Information Center.

LANDASAN TEORI

Perkembangan dalam sektor kepariwisataan pada saat ini melahirkan

konsep pengembangan pariwisata alternatif yang tepat dan secara aktif

membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara

berkelanjutan dengan memperhatikan segala aspek dari pariwisata

berkelanjutan yaitu; ekonomi masyarakat, lingkungan, dan sosial-budaya.

Pengembangan pariwisata alternatif berkelanjutan khususnya ekowisata

merupakan pembangunan yang mendukung pelestarian ekologi dan

pemberian manfaat yang layak secara ekonomi dan adil secara etika dan sosial

terhadap masyarakat.

Ekowisata merupakan salah satu produk pariwisata alternatif yang

mempunyai tujuan seiring dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan

yaitu pembangunan pariwisata yang secara ekologis memberikan manfaat

yang layak secara ekonomi dan adil secara etika, memberikan manfaat sosial

terhadap masyarakat guna memenuhi kebutuhan wisatawan dengan tetap

memperhatikan kelestarian kehidupan sosial-budaya, dan memberi peluang

bagi generasi muda sekarang dan yang akan datang untuk memanfaatkan dan

mengembangkannya.

Menurut The International Ecotourism Society (2002) dalam

www.world-toirism.org.omt/ecotourism2002.html mendifinisikan ekowisata

sebagai: Ecotourism is "responsible travel to natural areas that conserves the

environment and sustains the well-being of local people." Dari definisi ini,

disebutkan bahwa ekowisata merupakan perjalanan wisata yang berbasiskan

alam yang mana dalam kegiatannya sangat tergantung kepada alam, sehingga

lingkungan, ekosistem, dan kerifan-kearifan lokal yang ada di dalamnya harus

dilestarikan keberadaanya.

Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam

yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan

partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-

budaya. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu;

Page 5: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 5

keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan

secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi,

kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk

melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan

budaya masyarakat lokal (Khan, 2003). Ekowisata memberikan kesempatan

bagi para wisatawan untuk menikmati keindahan alam dan budaya untuk

mempelajari lebih jauh tentang pantingnya berbagai ragam mahluk hidup

yang ada di dalamnya dan budaya lokal yang berkembang di kawasan tersebut.

Kegiatan ekowisata dapat meningkatkan pendapatan untuk pelestarian alam

yang dijadikan sebagai obyek wisata ekowisata dan menghasilkan keuntungan

ekonomi bagi kehidupan masyarakat setempat.

Drumm (2002) menyatakan bahwa ada enam keuntungan dalam

implementasi kegiatan ekowisata yaitu: (1) memberikan nilai ekonomi dalam

kegiatan ekosistem di dalam lingkungan yang dijadikan sebagai obyek wisata;

(2) menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan;

(3) memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para

stakeholders; (4) membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal,

nasional dan internasional; (5) mempromosikan penggunaan sumber daya

alam yang berkelanjutan; dan (6) mengurangi ancaman terhadap

kenekaragaman hayati yang ada di obyek wisata tersebut.

Atraksi ekowisata dapat berupa satu jenis kegiatan wisata atau

merupakan gabungan atau kombinasi kegiatan wisata seperti; flora dan fauna,

marga satwa, formasi geomorfologi yang spektakuler dan manifestasi budaya

yang unik yang berhubungan dengan konteks alam.

Kesuksesan pengembangan ekowisata sangat ditentukan oleh peran dari

masing-masing pelaku ekowisata yaitu; industri pariwisata, wisatawan,

masyarakat lokal, pemerintah dan instansi non pemerintah, dan akademisi.

Para pelaku ekowisata mempunyai peran dan karakter tersendiri yaitu: (1)

industri pariwisata yang mengoperasikan ekowisata merupakan industri

pariwisata yang peduli terhadap pentingnya pelestarian alam dan

keberlanjutan pariwisata dan mempromosikan serta menjual program wisata

yang berhubungan dengan flora, fauna, dan alam; (2) wisatawannya

merupakan wisatawan yang peduli terhadap lingkungan; (3) masyarakat lokal

dilibatkan dalam perencanaan, penerapan dan pengawasan pembangunan, dan

pengevaluasian pembangunan; (4) pemerintah berperan dalam pembuatan

Page 6: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 6

peraturan-peraturan yang mengatur tentang pembangunan fasilitas ekowisata

agar tidak terjadi eksploitasi terhadap lingkungan yang berlebihan; (5)

akademisi bertugas untuk mengkaji tentang pengertian ekowisata dan

mengadakan penelitian untuk menguji apakah prinsip-prinsi yang dituangkan

dalam pengertian ekowisata sudah diterapkan dalam prakteknya.

Pembangunan ekowisata yang berkelanjutan dapat berhasil apabila karakter

atau peran yang dimiliki oleh masing-masing pelaku ekowisata dimainkan

sesuai dengan perannya, bekerjasama secara holistik di antara para

stakeholders, memperdalam pengertian dan kesadaran terhadap pelestarian

alam, dan menjamin keberlanjutan kegiatan ekowisata tersebut (France, 1997).

Lebih lanjut Drumm (2002) menyatakan bahwa dalam pengembangan

ekowisata harus: (1) memiliki dampak yang rendah terhadap sumber daya

alam yang dijadikan sebagai obyek wisata; (2) melibatkan stakeholders

(perorangan, masyarakat, eco-tourists, tour operator dan institusi pemerintah

maupun non pemerintah) dalam tahap perencanaan, pembangunan, penerapan

dan pengawasan; (3) menghormati budaya-budaya dan tradisi-tradisi lokal; (4)

menghasilkan pendapatan yang pantas dan berkelanjutan bagi para

masyarakat lokal, stakeholders dan tour operator lokal; (5) menghasilkan

pendapatan untuk pelestarian alam yang dijadikan sebagai obyek wisata; (6)

dan mendidik para stakeholders mengenai peranannya dalam pelestarian alam.

Pengembangan obyek ekowisata harus selalu berpedoman pada prinsip-

prinsip ekowisata dan pariwisata berkelanjutan agar tercapai tujuan

pengembangan ekowisata yakni ekowisata yang berkelanjutan (sutainable

ecotourism). Menurut Wood (2002), prinsip-prinsip dasar pengembangan

ekowisata adalah sebagai berikut :

1. meminimalisasi dampak-dampak negatif terhadap alam dan budaya yang

dapat merusak destinasi ekowisata;

2. mendidik wisatawan terhadap pentingnya pelestarian (conservation) alam

dan budaya;

3. mengutamakan pada kepentingan bisnis yang peduli lingkungan yang

bekerjasama dengan pihak berwenang dan masyarakat setempat untuk

memenuhi kebutuhan lokal dan mendapatkan keuntungan untuk

konservasi;

4. menghasilkan pendapatan yang dipergunakan untuk pelestarian dan

pengelolaan lingkungan dan daerah-daerah yang dilindungi;

Page 7: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 7

5. mengutamakan kebutuhan zonasi pariwisata daerah dan perencanaan

penanganan wisatawan yang didesain untuk wilayah atau daerah yang

masih alami yang dijadikan sebagai destinasi ekowisata;

6. mengutamakan kepentingan untuk studi yang berkaitan dengan sosial-

budaya dan lingkungan, begitu juga pemantauan jangka panjang terhadap

obyek ekowisata untuk mengkaji dan mengevaluasi kegiatannya serta

meminimalisasi dampak-dampak negatif;

7. memaksimalkan keuntungan ekonomi untuk: negara yang bersangkutan,

bisnis dan masyarakat lokal, khususnya masyarakat yang tinggal

berdekatan dengan destinasi ekowisata;

8. menjamin bahwa pembangunan ekowisata tidak mengakibatkan

perubahan lingkungan dan sosial-budaya yang berlebihan sebagaimana

ditentukan oleh para ahli dan peneliti;

9. membangun infrastruktur yang harus ramah lingkungan dan menyatu

dengan budaya masyarakat setempat, tidak menggunakan bahan bakar

yang terbuat dari fosil, dan tidak menggangu ekosistem flora dan fauna.

Menurut Wood (2002), setiap pengelola ekowisata wajib menerapkan

dan mematuhi prinsip-prinsip dasar pengembangan ekowisata. Selain itu,

pengelola ekowisata juga disarankan untuk melakukan hal-hal sebagaimana

tersebut di bawah ini agar pengembangan ekowisata dapat berhasil dengan

lebih optimal dan berkualitas, yaitu :

1. memberikan informasi tentang lingkungan dan budaya yang akan

dikunjungi sebelum keberangkatan;

2. memberikan panduan informasi tertulis mengenai pakaian yang harus

dipakai dan hal-hal yang boleh dilakukan dan mengingatkannya kembali

secara lisan pada saat keberangkatan dan berwisata;

3. memberikan pra-informasi secara singkat kepada wisatawan sebelum

kedatangannya tentang geografi destinasi, karakteristik sosial dan politik

destinasi, begitu juga tantangan-tantangan yang berhubungan dengan

alam, sosial-budaya dan politik;

4. memberikan pelayanan dan pemanduan yang menyeluruh dengan

menggunakan pramu wisata yang memiliki pengetahuan dan keahlian

khusus;

Page 8: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 8

5. memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk berinteraksi langsung

dengan masyarakat lokal untuk mengetahui secara lebih mendalam

mengenai kehidupan sosial-budayanya;

6. menumbuhkembangkan pemahaman baik kehidupan sehari-hari

masyarakat dan tradisinya maupun isu-isu terkini yang muncul

sehubungan dengan pengembangan ekowisata yang selanjutnya

didiskusikan secara bersama-sama untuk menghindari konflik

kepentingan di antara para stakeholders;

7. memberikan kesempatan kepada lembaga swadaya masyarakat lokal

untuk berpartisipasi dan memberikan kontribusi pembangunan ekowisata;

8. menjamin bahwa semua biaya masuk ke obyek ekowisata dikelola secara

transparan dan accountable;

9. menyediakan akomodasi yang ramah lingkungan.

Perubahan paradigma wisatawan baik wisatawan manca negara,

wisatawan domestik maupun wisatawan nusantara dalam memilih obyek-

obyek wisata dari wisata konvensional beralih ke wisata alternatif yang ramah

lingkungan dan peka terhadap kearifan budaya lokal semakin menuntut para

pebisnis pariwisata untuk menyediakan keinginan wisatawan tersebut. Hal ini

disebabkan karena meningkatnya kesadaran para wisatawan terhadap

pentingnya konservasi lingkungan dan meningkatnya keinginan untuk

menikmati secara langsung kehidupan dari suatu lingkungan dan

ekosistemnya. Wisatawan yang mengunjungi obyek-obyek ekowisata atau

yang lebih lazim disebut ecotourist umumnya mencari pengalaman ke obyek-

obyek yang memberikan kesempatan untuk lebih dekat dan secara langsung

berinteraksi dengan alam dan kehidupan sosial budaya. Untuk menjaga dan

melindungi keaslian kawasan yang dijadikan sebagai daya tarik ekowisata

maka peran pemerintah sangat diperlukan dalam melindungi aset-aset alam

dan budaya yang ada di kawasan tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan

perencanaan yang bagus, pemetaan kawasan tepat, dan pengeluaran kebijakan

yang mampu melidungi kekayaan alam dan budaya yang bisa dijadikan

sebagai obyek dan daya tarik ekowisata.

Letak Indonesia yang berada di daerah tropis sangat kaya dengan

beranekaragam flora, fauna dan biodiversitas lainnya. Kekayaan alam yang

berlimpah ini dapat dijadikan sebagai obyek dan daya tarik wisata khususnya

ekowisata. Menurut Sudarto (1999), secara umum kekayaan alam yang dapat

Page 9: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 9

dijadikan obyek dan daya tarik ekowisata adalah; hutan hujan tropis, hutan

mangrove, hutan sagu, pegunungan es, dan fauna langka seperti; gajah,

komodo, orang utan, harimau, badak, burung cendrawasih, jalak putih dan

lain-lain.

Potensi dan keanekaragaman alam dan budaya ini belum sepenuhnya

bisa dikelola dan dikembangkan sehingga masih besar peluang untuk

mengembangkan berbagai jenis obyek dan daya tarik ekowisata di Indonesia.

Apabila indonesia mampu memanfaatkan kekayaan alam dengan baik dan

mengelolanya dengan bijaksana maka tidak menutup kemungkinan akan

menjadi daerah tujuan ekowisata terbesar di dunia.

WTO (2002) memberikan batasan mengenai pengembangan obyek dan

daya tarik ekowisata sebagai berikut :

1. semua jenis pariwisata yang berbasiskan alam yang mana tujuan utama

dari wisatawan adalah untuk mengamati dan memberikan apresiasi

terhadap alam, tradisi dan budaya yang ada di kawasan tersebut;

2. mengandung unsur pendidikan dan enterpretasi;

3. dikelola oleh pelaku pariwisata lokal dan pangsa pasarnya adalah

kelompok-kelompok kecil;

4. meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan alam dan kehidupan

sosial budaya;

5. membantu pelestarian atau konservasi alam;

6. memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal, organisasi terkait

dan pihak berwenang;

7. memberikan lapangan kekerjaan dan pendapatan alternatif kepada

masyarakat lokal;

8. Meningkatkan kesadaran terhadap pelestarian aset-aset alam dan budaya

bagi para wisatwan dan masyarakat lokal.

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di obyek ekowisata hutan mangrove di Kawasan

Mangrove Information Center (MIC) yang terletak di dalam Kawasan Taman

Hutan Raya di Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar -

Bali.

Page 10: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 10

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini mengunakan satu jenis data yaitu data primer yang

diperoleh dari pejabat pengelola ekowisata hutan mangrove di Kawasan

Mangrove Information Center (MIC). Total responden yang diambil dari

pejabat pengelola ekowisata hutan mangrove adalah sebanyak tujuh (7)

responden yang diambil dari: Pimpinan, Seksi Informasi, Seksi Pelatihan,

Seksi Penelitian, Seksi Pendidikan Lingkungan, Seksi Ekowisata, dan Seksi

Manajemen masing-masing satu (1) responden. Responden yang diambil dari

pejabat pengelola ekowisata diambil dengan menggunakan metode purposive

sampling, yaitu respondenya ditentukan terlebih dahulu oleh peneliti sebelum

melakukan penelitian ke lapangan.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dan dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh

melalui beberapa cara yaitu sebagai berikut :

1. Obervasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap subyek

dan obyek ekowisata untuk mengetahui secara pasti tentang lokasi dan

aktivitas sehari-hari di obyek ekowisata hutan mangrove di Kawasan

Mangrove Information Center (MIC).

2. Wawancara, yaitu mengumpulkan informasi melalui wawancara

terstruktur dengan responden yaitu pengelola ekowisata hutan mangrove

di Kawasan Mangrove Information Center (MIC).

3. Dokumentasi, yaitu dengan mengabadikan dokumen-dokumen dan foto-

foto dari subyek dan obyek ekowisata. Peneliti juga mendokumentasikan

informasi yang diberikan oleh petugas di bagian informasi yang berupa

brosur-brosur dan bulletin tentang hutan mangrove dan ekowisata hutan

mangrove di Kawasan Mangrove Information Center (MIC).

PEMBAHASAN

Potensi dan Fasilitas Pendukung Kegiatan Ekowisata Hutan Mangrove

Page 11: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 11

Gedung Pusat Informasi Mangrove (Mangrove Information Center (MIC)

Building)

Gedung ini dijadikan sebagai kantor operasional Mangrove Information

Center (MIC). Ada beberapa ruangan di dalam gedung ini yang berfungsi

sebagai ruang informasi, ruang seminar, ruang pameran, museum,

perpustakaan, aquarium, dan arboretum.

Kolam Monitor (Monitoring Pool)

Kolam monitor ini dibuat untuk penangkaran biawak yang ditangkap

oleh warga di sekitar kawasan Mangrove Information Center (MIC). Tempat

ini dijadikan sebagai atraksi wisata yang sangat menarik terutama bagi

pengunjung anak-anak yang sama sekali tidak pernah berinteraksi dengan

alam secara langsung.

Areal Persemaian (Nursery Area) Beberapa saat beranjak dari gedung Mangrove Information Center

(MIC) akan ditemukan areal persemaian. Lahan yang dipergunakan sebagai

areal persemaian seluar 7.700 m2. Bagi para peneliti lingkungan, tempat ini

biasanya dipergunakan sebagai lokasi penelitian yang sangat menarik.

Sedangkan bagi pengunjung, di tempat ini akan diperkenalkan proses

pembibitan pohon mangrove dan perawatan sebelum pohon-pohon mangrove

tersebut ditanam, sehingga pengunjung mengetahui secara pasti tentang

proses pembibitan, penanaman dan pemeliharaan mangrove.

Kolam Sentuh (Touch Pool) Kolam ini didesain secara khusus agar fauna hutan mangrove seperti

kepiting dan mulusca dapat hidup sebagaimana habitat aslinya. Dengan

demikian maka para pengunjung dapat berinteraksi secara langsung dan

menyentuh fauna-fauna hutan mangrove tersebut dengan mudah. Di kolam ini

sering kali diadakan lomba menangkap kepiting sebagai atraksi wisata

tambahan terutama bagi pengunjung anak-anak.

Page 12: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 12

Jembatan Kayu (Wooden Trail) Jembatan sepanjang kurang lebih 2,5 kilometer ini dirancang dengan

konsep nature-based development. Keseluruhan konstruksi jembatan ini

termasuk tiang pancang, rangka dan geladaknya menggunakan bahan baku

kayu yang tahan terhadap panas dan air dan hanya bagian-bagian tertentu saja

terutama pada tempat keluar masuknya air dibangun dengan menggunakan

semen dan batu sehingga walaupun jembatan ini dibuat di sepanjang hutan

mangrove tidak menimbulkan tekanan-tekanan terhadap ekologi hutan

mangrove. Jembatan kayu ini merupakan jalan yang digunakan untuk jalur

trekking, olahraga, pengamatan burung, memancing, dan kegiatan ekowisata

lainya di kawasan Mangrove Information Center (MIC).

Pondok Peristirahatan (Resting Hut) Di sepanjang jembatan kayu terdapat pondok-pondok peristirahatan yang

berjarak kurang lebih 500 meter dari satu pondok peristirahatan dengan

pondok peristirahatan yang lainnya. Total jumlah pondok peristirahatan

sebanyak 5 buah. Tempat peristirahatan pertama bernama Pond Heron Hut,

terletak di gerbang masuk jembatan kayu menuju ke hutan mangrove. Tempat

ini biasanya digunakan sebagai tempat berkumpul bagi pengunjung yang

datang secara berkelompok sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan

ekowisata di kawasan Mangrove Information Center (MIC). Tempat

peristirahatan kedua bernama Purple Heron Hut, terletak kira-kira 500 meter

dari starting point. Di tempat ini, pengunjung bisa melihat berbagai pohon

mangrove yang indah dan beberapa jenis kepiting dan ikan. Sering kali tempat

ini juga dijadikan sebagai tempat istirahat bagi pengunjung yang melakukan

kegiatan memancing di sekitar pondok peristirahatan ini. Tempat

peristirahatan ketiga bernama Spotted Dove Hut, terletak kira-kira 300 meter

ke arah kiri dari Menara Little Egret. Di sekitar pondok peristirahatan ini

banyak tempat-tempat pemancingan. Tempat peristirahatan keempat bernama

Wimbrel Hut, terletak kira-kira 600 meter ke arah kanan dari Menara Little

Egret. Di sekitar tempat ini dimanfaatkan sebagai tempat pencarian udang

bagi masyarakat lokal dan tempat memancing bagi para pengunjung. Tern Hut

merupakan tempat peristirahatan terbesar dan terakhir, letaknya kira-kira 500

meter dari Wimbrel Hut. Dari tempat ini bisa melihat pemandangan laut yang

Page 13: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 13

sangat indah dan kegiatan para nelayan di sekitar pelabuhan benoa. Tempat

ini berkapasitas kira-kira 30 orang dan sering digunakan untuk melaksanakan

acara out door activity bagi para pengunjung yang datang dalam kelompok

kecil. Di sekitar Wimbrel Hut terdapat beberapa tempat pemancingan ikan dan

penangkapan kepiting.

Di masing-masing pondok peristirahatan tersebut dilengkapi dengan

papan informasi tentang ekologi hutan mangrove, papan himbauan, papan

larangan, dan tempat sampah.

Geladak Terapung (Floating Deck) Geladak terapung dibangun dengan konstruksi khusus dan dilengkapi

dengan beberapa pelampung di bawah geladak sehingga bisa naik turun sesuai

dengan pasung surut permukaan air laut. Letaknya kira-kira 700 meter dari

starting point jembatan kayu. Pengunjung yang berkunjung secara langsung

dapat menikmati dan merasakan pasang surutnya air laut sambil melihat

berbagai flora hutan mangrove seperti kepiting, udang, dan ikan. Geladak

terapung ini sering dipergunakan untuk tempat pengambilan gambar dan foto

karena di sekelilingnya terdapat pemandangan hutan mangrove yang sangat

indah. Daya tampung geladak terapung ini seberat satu (1) ton atau 18 orang

dewasa.

Menara Pandang (Viewing Tower) Sebagai fasilitas pendukung dan untuk menambah fasilitas-fasilitas

ekowisata yang sudah ada di kawasan Mangrove Information Center (MIC),

dibangun dua menara pandang yang terbuat dari kayu yaitu; Little Egret

Tower dengan ketinggian 10,25 meter dengan daya tampung maksimal

sebanyak 20 orang dewasa dan Sun Bird Tower dengan ketinggian 8 meter

dengan daya tampung maksimal sebanyak 4 orang dewasa. Dari kedua

menara ini dapat melihat pemandangan hutan mangrove yang sangat luas dan

hijau dengan udara yang sangat segar. Selain digunakan untuk melihat

kawasan hutan mangrove dari atas, menara-menara ini juga digunakan sebagai

tempat untuk program pengamatan burung (bird watching). Di masing-masing

menara terdapat papan informasi, tempat duduk, larangan, dan tempat sampah.

Page 14: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 14

Produk-Produk Ekowisata Hutan Mangrove

Produk-produk ekowisata yang ditawarkan di Kawasan Mangrove

Information Center (MIC) adalah tour pendidikan mangrove dan lintas alam

(mangrove educational tour and trekking), pengamatan burung (bird watcing),

bermain kano (canoeing), bermain perahu (boating), dan penanaman atau

pengadopsian pohon mangrove (mangrove tree plantation or adoption).

Berikut ini adalah penjelasan lengkap mengenai bentuk-bentuk produk

ekowisata dan model kegiatan ekowisata yang ada di Kawasan Mangrove

Information Center (MIC).

Mangrove Educational Tour and Trekking Mangrove educational tour and trekking diawali dengan pemberian

informasi pra tour (pre-tour information) selama 30 menit di dalam kelas.

Pengunjung diberikan informasi tentang arti, fungsi, jenis, dan ekologi

mangrove yang ditayangkan dengan menggunakan video dan presentasi dari

staf yang bertugas di bagian ekowisata. Di akhir presentasi juga diadakan

acara tanya jawab, sehingga pengunjung yang ingin mendapatkan informasi

yang lebih banyak tentang mangrove dan ekowisata bisa bertanya kepada

petugas yang memberikan presentasi.

Selama dalam perjalanan, pengunjung akan diajak berkeliling di

kawasan Mangrove Information Center (MIC) dan sepanjang jembatan kayu

yang dipandu oleh seorang pemandu wisata yang memiliki kompetensi dalam

bidang mangrove sehingga mampu mengkomunikasikan hutan mangrove

beserta ekologinya dengan pengunjung. Di sepanjang jalur trekking,

pengunjung dapat melihat berbagai jenis pohon mangrove, kepiting, ikan,

udang, burung dan lain-lain.

Biaya yang harus dikeluarkan untuk mengikuti program ini sebesar

Rp.50.000 bagi pengunjung asing dan sebesar Rp. 35.000 bagi pengunjung

domestik. Harga tersebut sudah temasuk pelayanan, informasi pra tour dalam

bentuk presentasi, pemanduan di lapangan, snack dan makan siang.

Pengunjung juga dapat melakukan kegiatan trekking dengan hanya membayar

tiket masuk sebesar Rp.5.000, tetapi tidak mendapatkan informasi,

pemanduan, dan makan.

Page 15: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 15

Bird Watching Berbeda dengan kegiatan mangrove educational tour and trekking,

kegiatan pengamatan burung diawali dengan kegiatan lapangan yaitu dengan

melihat langsung burung-burung yang ada di kawasan Mangrove

Informationn Center (MIC) selama dua jam, setelah itu dilanjutkan dengan

kegiatan dalam ruangan untuk mendapatkan penjelasan yang lebih mendalam

tentang burung-burung yang baru saja dilihat atau burung-burung yang sudah

teridentifikasi oleh team peneliti di Mangrove Information Center (MIC).

Program ekowisata pengamatan burung diadakan di pagi hari sebelum jam

enam pagi, ini disebabkan karena karakteritik dari burung-burung pantai atau

yang berada di kawasan hutan mangrove berbeda dengan burung darat.

Burung pantai biasanya keluar untuk mencari makan sebelum matahari terbit

sedangkan burung darat mencari makannya setelah matahari terbit karena

sebelum matahari terbit burung darat tidak akan keluar dari sarangnya. Biaya

untuk mengikuti program ini sebesar Rp.75.000 per orang. Biaya tersebut

termasuk jasa pelayanan, pemandu wisata, dan snack. Kegiatan pengamatan

burung di obyek ekowisata di kawasan Mangrove Information Center (MIC)

memiliki karakteristik tersendiri dan sangat berbeda dengan kegiatan

pengamatan burung konvensional lainnya yang ditawarkan oleh operator-

operator pengamatan burung yang ada di Bali yang burung-burungnya

biasanya sengaja dikurung dan dipelihara di suatu areal tertentu untuk

dipertontonkan. Lain halnya dengan pengamatan di Mangrove Information

Center (MIC), burung-burungnya merupakan burung lepas dan memiliki

karakteristik burung laut yang alami yang memiliki keterikatan dengan

ekologi hutan mangrove. Artinya, walaupun burung-burung tersebut tidak di

kurung namun burung-burung tersebut akan terus berada di dalam hutan

mangrove. Dua menara pandang yang ada di dalam kawasan Mangrove

Information Center (MIC) sangat membantu dalam pengamatan burung dari

jarak jauh. Namun sangat disayangkan karena belum ada alat pengamatan

burung seperti binakuler yang disewakan di obyek ekowisata ini, sehingga

hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melakukan pengamatan burung di

obyek ekowisata ini. Pemandu ekowisata pengamatan burungnya juga

memiliki kompetensi (pengetahuan, keahlian, dan prilaku) yang sangat bagus

sehingga mampu menginterpretasikan dan menjelaskan secara keseluruhan

tentang burung-burung habitat hutan mangrove dengan baik.

Page 16: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 16

Fishing Memancing merupakan salah satu aktivitas untuk berinteraksi dengan

alam yang sangat menyenangkan. Di kawasan Mangrove Information Center

(MIC) terdapat beberapa tempat untuk memancing yang terletak di sepanjang

jembatan kayu dan tempat-tempat peristirahatan. Di tempat-tempat tersebut

bisa memancing ikan, kepiting, dan udang. Pengunjung yang berkeinginan

untuk memancing harus membawa pancing dan umpan sendiri sesuai dengan

kebutuhannya. Bagi pengunjung asing yang ingin mengikuti program

memancing dikenakan biaya sebesar Rp.50.000 per orang, sedangkan

pengunjung domestik hanya dengan membayar tiket masuk kawasan

Mangrove Information Center (MIC) yaitu sebesar Rp.5.000 per orang.

Canoeing Kegiatan ekowisata bermain kano dilakukan dengan menelusuri aliran

air yang menyerupai sungai yang ada di kawasan mangrove Information

Center (MIC) yaitu dari blok I sampai III. Ada empat kano yang disewakan

kepada pengunjung. Masing-masing kano berkapasitas dua orang yaitu satu

pengemudi yang merangkap sebagai pemandu ekowisata dan satu pengunjung.

Dalam perjalanan akan dijelaskan jenis-jenis pohon mangrove, waktu pasang

dan surutnya air laut, dan prilaku dan cara hidup berbagai fauna yang

ditemukan selama perjalanan. Perjalanan ini berlangsung kurang lebih selama

dua jam. Pengunjung yang mengikuti program ini dikenakan biaya sebesar Rp.

80.000 per orang. Biaya tersebut termasuk jasa pelayanan, pemandu wisata,

dan snack.

Boating Waktunya sama dengan canoeing tetapi jarak yang dilalui lebih jauh.

Dari kantor ke Patung Ngurah Rai, kemudian ke dekat pelabuhan benoa, ke

blok III sampai blok I kemudian kembali ke kantor. Ada dua jenis boat (besar

dan kecil) yang disediakan untuk program ini. Boat kecil berkapasitas 3 orang

dengan harga Rp.150.000 per boat, sedangkan boat besar berkapasitas 5 orang

dengan harga Rp.300.000 per boat.

Page 17: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 17

Mangrove Tree Plantation or Adoption Program ini ditujukan kepada pengunjung yang mempunyai keperdulian

yang tinggi terhadap hutan mangrove. Pengunjung diberikan kesempatan

untuk menanam atau mengadopsi salah satu jenis pohon mangrove. Bagi

pengunjung yang melakukan pengadopsian pohon mangrove, di pohon yang

ditanam tersebut akan ditempelkan nama penanam dan pengadopsi dan

diberikan sertifikat pengadopsian mangrove. Pemeliharaan pohon mangrove

tersebut dibebankan kepada pengelola program mangrove tree adoption dan

pengunjung tersebut akan diberikan informasi pertumbuhan dan foto

perkembangannya secara berkala melalui media internet. Bagi pengunjung

yang memilih kegiatan ini dikenakan biaya sebesar Rp.750.000 per tahun

untuk pengadopsian satu pohon mangrove. Nama pengadopsi pohon

mangrove tersebut akan masih ditempel apabila pengadopsi masih membayar

iuran tahunan yang ditentukan, apabila pengadopsi tidak membayar iuran

tersebut maka namanya akan dilepas. Namun, penanaman mangrove bisa juga

dilakukan dengan tanpa mengadopsinya. Pengunjung diberikan kesempatan

untuk menanam pohon mangrove di lokasi yang telah ditentukan. Kegiatan

penanaman mangrove biasanya dilakukan oleh sekolah-sekolah atau

universitas yang memiliki keperdulian terhadap pentingnya pelestarian hutan

khususnya hutan mangrove. Sebelum melakukan penanaman pohon mangrove,

pengunjung harus mengkordinasikan rencananya dengan pengelola kegiatan

ekowisata agar memudahkan penyiapan jumlah bibit pohon mangrove yang

akan ditanam. Pengunjung-pengunjung tersebut dapat berinteraksi langsung

dengan mangrove dengan cara diberikan kesempatan untuk menanam

mangrove sendiri sehingga mampu meningkatkan keperduliannya terhadap

pentingnya konservasi dan pelestarian hutan khususnya hutan mangrove.

Penanaman pohon mangrove juga dapat memotivasi pengunjung untuk

melakukan kunjungan ulang (repeated visit) ke obyek ekowisata hutan

mangrove di kawasan Mangrove Information Center (MIC). Ini membuktikan

bahwa dengan cara melibatkan pengunjung secara aktif dalam penanaman

pohon mangrove maka kesadaran terhadap pentingnya perlindungan hutan

mangrove akan muncul dengan sendirinya dari pengunjung. Jadi, daya tarik

ekowisata penanaman mangrove atau pengadopsian pohon mangrove dapat

dijadikan sebagai salah satu media pendidikan lingkungan yang efektif.

Page 18: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 18

Seksi dan Sistem Kerja Pendidikan Lingkungan di Objek Ekowisata

Hutan Mangrove Dalam menjalankan programnya, Mangrove Information Center (MIC)

membagi ruang lingkup kerjanya menjadi enam seksi kerja yaitu; Seksi

Pendidikan Lingkungan, Seksi Ekowisata, Seksi Pelatihan, Seksi Penelitian,

Seksi Informasi, dan Seksi Manajemen. Tujuan pembagian seksi kerja ini

adalah untuk mengoptimalkan kinerja dan meningkatkan profesionalisme

serta mempertajam kompetensi sumber daya manusia yang bekerja di

Mangrove Information Center (MIC). Berikut ini adalah penjelasan mengenai

masing-masing seksi kerja berdasarkan fungsi dan ruang lingkup kerjanya.

Seksi Pendidikan Lingkungan Seksi Pendidikan Lingkungan berfungsi untuk menyebarluaskan

informasi tentang lingkungan hidup khususnya ekosistem mangrove kepada

masyarakat, baik kalangan sekolah dari tingkat taman kanak-kanak sampai

perguruan tinggi maupun kalangan umum seperti masyarakat dan wisatawan;

meningkatkan keperdulian masyarakat terhadap pelestarian lingkungan; dan

merubah prilaku masyarakat untuk ikut serta menjaga dan melestarikan

lingkungan khususnya ekosistem mangrove. Bentuk pendidikan lingkungan

yang diberikan bersifat informal berupa events. Events tersebut dapat

dibedakan menjadi dua yaitu; event regular dan event non reguler. Event

regular yang sering disebut sebagai class in the field yaitu menerima tamu

yang berasal dari sekolah dan travel agent dengan memberikan presentasi

tentang mangrove di dalam ruangan untuk mendapatkan informasi awal atau

gambaran umum tentang mangrove kemudian diajak ke lapangan. Intinya

belajar tentang mangrove di lapangan untuk dapat berinteraksi langsung

dengan lingkungan dan ekosistemnya. Konsep pendidikan yang diterapkan

adalah “tak kenal maka tak sayang”. Diharapkan dengan mengenal mangrove

dan berinteraksi secara langsung akan tumbuh keperdualian dan rasa sayang

dengan mangrove. Sedangkan event non regular yang dilaksanakan berupa

lomba berpidato (speech contest), lomba fotografi, lomba menggambar,

lomba mewarnai, dan Summer Camp yang mana semua kegiatan tersebut

bertemakan mangrove. Lomba berpidato menggunakan dua bahasa yaitu

Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang. Lomba berpidato Bahasa Inggris sudah

Page 19: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 19

diadakan sebanyak empat kali, sedangkan lomba berpidato Bahasa Jepang

sudah diadakan sebanyak lima kali. Segmen pasar lomba berpidato adalah

siswa-siswi sekolah menengah atas, mahasiswa, dan pramu wisata. Melalui

bahasa diharapkan juga bisa meningkatkan kepedulian para peserta lomba

terhadap mangrove. Selain lomba berpidato, lomba lain yang diadakan adalah

lomba fotografi yang diikuti oleh siswa-siswi sekolah menengah atas,

mahasiswa, dan umum, lomba menggambar, lomba mewarnai, dan lomba

menangkap kepiting yang diikuti oleh siswa-siswi sekolah dasar. Selain

lomba-lomba tersebut di atas, diadakan juga Summer Camp yaitu kegiatan

berkemah di kawasan Mangrove Information Center (MIC). Kegiatan

perkemahan sudah diadakan dua kali. Segmen pasar Summer Camp adalah

siswa-siswi sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Kegiatan-kegiatan

tersebut merupakan alat atau media pendidikan lingkungan yang dikemas

untuk mendekatkan mereka kepada mangrove secara lebih menarik. Sekarang

ini, segmen pasar utama dari program pendidikan lingkungan di Mangrove

Information Center (MIC) adalah sekolah-sekolah yaitu dari taman kanak-

kanak sampai perguruan tinggi, tetapi tidak tertutup kemungkinan diberikan

juga kepada wisatawan yang berkunjung ke Mangrove Information Center

(MIC) khususnya yang membeli dan mengikuti salah satu produk ekowisata

yang ditawarkan.

Promosi yang dilakukan untuk melakukan events tersebut dengan cara

mengundang sekolah-sekolah. Model promosi ini hanya berlangsung selama

dua tahun. Namun sekarang ini sudah datang dengan sendirinya kecuali untuk

events non regular. Sistem penanganan pengunjung dalam jumlah banyak

(group) dilakukan dengan cara bekerjasama dengan seksi lain yaitu Seksi

Ekowisata.

Pendidikan lingkungan idealnya dilakukan dengan menggunakan

permainan, peralatan pengenalan lingkungan yang menarik sehingga pemberi

informasi hanya sebagai fasilitator bukan sebagaimana layaknya sekolah-

sekolah formal. Komunikasi yang dilakukan yang dilakukan dengan para

wisatawan adalah komunikasi dua arah, yaitu fasilitator memberikan

presentasi dan tayangan mengenai ekologi hutan mangrove kemudian para

wisatawan diberikan kesempatan untuk bertanya tentang hal-hal yang

berkaitan dengan mangrove.

Page 20: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 20

Pelayanan informasi dan pendidikan lingkungan diberikan secara gratis

kepada semua masyarakat selama hari kerja (Senin sampai Jumat). Sedangkan

di luar hari kerja dikenakan biaya sebesar Rp. 1.500 bagi siswa-siswi taman

kanak-kanak sampai sekolah menengah pertama dan Rp. 2.000 bagi siswa-

siswi sekolah menengah atas, mahasiswa, dan masyarakat umum.

Komposisi materi yang didesain untuk pendidikan lingkungan dan

diberikan kepada para masyarakat diharapkan mampu meningkatkan

keperdulian masyarakat terhadap pentingnya pelestarian lingkungan

khususnya ekologi hutan mangrove yang pada akhirnya bermuara pada

perubahan prilaku masyarakat untuk senantiasa mencintai mangrove.

Mangrove Information Center (MIC) juga memberikan pendidikan

lingkungan kepada masyarakat lokal khususnya di Desa Pemogan dengan cara

memberikan presentasi tentang cara pembuangan dan pengelolaan sampah

sehingga tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan di lingkungannya

khususnya di Kawasan Mangrove Information Center (MIC).

Staf yang bertugas dalam bidang pendidikan lingkungan berjumlah

empat orang. Dalam pemberian pendidikan lingkungan, keempat staf ini

secara bergantian memberikan pendidikan lingkungan kepada masyarakat

yang membutuhkan. Namun diharapkan di masa yang akan datang Mangrove

Information Center (MIC) bisa merubah narasumber menjadi fasilitator yang

bisa memfasilitasi dan menggugah masyarakat untuk perduli terhadap

lingkungan.

Seksi Ekowisata Tingginya biasa operational proyek yang dilaksanakan di Mangrove

Information Center (MIC) mengakibatkan terjadinya kekhawatiran terhadap

kurangnya dana proyek dan pemeliharaan dan pelatihan hutan mangrove di

kawasan Taman Hutan Raya khususnya di kawasan Mangrove Information

Center (MIC) melahirkan ide dan terobosan baru yang diharapkan bisa

membantu menutupi kekurangan dana tersebut. Ide cemerlang tersebut

selanjutnya diimplementasikan dengan pengembangan obyek ekowisata di

kawasan Mangrove Information Center (MIC).

Mangrove Information Center (MIC) memiliki berbagai potensi untuk

mengembangkan obyek ekowisata antara lain; sumber daya manusia yang

Page 21: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 21

handal dan berkompetensi dalam bidang botani yang mampu

menginterpretasikan alam dengan wisatawan, sumber daya alam flora dan

fauna yang indah dan menarik, dan infrastuktur yang memadai untuk

mengembangkan obyek ekowisata.

Produk-produk ekowisata yang ditawarkan di obyek ekowisata hutan

mangrove di Kawasan Mangrove Information Center (MIC) adalah

pendidikan lingkungan dan lintas alam di sekitar mangrove

(mangroveeductional tour and trekking), pengamatan burung (bird watching),

bermain kano (canoeing), berlayar menggunakan perahu (boating), dan

pengadopsian pohon mangrove (mangrove tree adoption).

Seksi Pelatihan

Fungsi Seksi Pelatihan mendistribusikan kajian yang ditemukan pada

periode 1992-2001. Ruang lingkup kerja Mangrove Information Center (MIC)

adalah di seluruh Indonesia. Ada tiga jenis pelatihan yang diberikan

Mangrove Information Center (MIC) yaitu; kursus berkala (regular course),

pelatihan yang tempatnya berpindah-pindah (mobile training) dan pelatihan

yang sesuai dengan permintaan (on demand training). Pelatihan regular

dibedakan menjadi tiga jenis yaitu; (1) Course A, yang ditujukan kepada staf

Departemen dan Dinas Kehutanan, staf teknis kehutanan, dan lembaga

swadaya masyarakat. Ada sembilan topik yang diberikan kepada para peserta

Course A seperti; kebijakan dan aturan perundang-undangan, ekologi

mangrove, pemanfaatan sumber daya mangrove, teknik rehabilitasi, tekhnik

survei, pemberdayaan masyarakat, pengenalan jenis mangrove, Capita Selecta

dan filed trip. Pelatihan ini sudah dilaksanakan lima belas kali atau angkatan;

(2) Course B, yang ditujukan kepada pengambil kebijakan yaitu; gubernur,

bupati, anggota DPRD, dan kepala Dinas Kehutanan. Topik yang diberikan

kepada peserta Course B seperti; ekologi mangrove dan pengelolaan

mangrove berkelanjutan. Pelatihan ini sudah dilakukan tiga kali atau

angkatan; (3) Course C, yang ditujukan kepada guru dan informal leader

seperti lurah, sekertaris desa dan ketua kelompok tani. Materi yang diberikan

berhubungan dengan ekologi mangrove, pengenalan jenis mangrove,

pemanfaatan sumber daya mangrove dan teknik rehabilitasi mangrove.

Page 22: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 22

Tujuan pelaksanaan mobile training adalah untuk menekan biaya yang

harus dikeluarkan. Dengan mendatangi daerah-daerah yang memerlukan

pelatihan tentang mangrove diharapkan mampu mengurangi biaya pelatihan

karena dengan cara ini Mangrove Information Center (MIC) hanya mengirim

beberapa staf ahli sehingga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk

penginapan, konsumsi dan transportasi bagi para peserta sebagaimana yang

dilakukan pada regular training. Seksi Pelatihan Mangrove Information

Center (MIC) sudah melaksanakan mobile training beberapa kali seperti di

Samarinda, Aceh, Kendari, dan Papua. Kedua bentuk pelatihan tersebut di

atas direncanakan, diselenggarakan dan dibiayai sepenuhnya oleh Mangrove

Information Center (MIC).

Bentuk pelatihan lainnya yang diberikan oleh Mangrove Information

Center (MIC) adalah on demand training, pelatihan ini ditawarkan untuk

semua pihak dan instansi yang memerlukan pelatihan tentang mangrove

seperti; travel agent, hotel, dan perusahaan atau industri yang di

lingkungannya terdapat mangrove. Materi yang diberikan sesuai dengan

kebutuhannya.

Seksi Penelitian Fungsi Seksi Penelitian di Mangrove Information Center (MIC) adalah

untuk menyediakan data-data ilmiah tentang dunia mangrove yaitu data

tentang flora, fauna, dan ekologi mangrove. Penelitian yang sudah dilakukan

masih bersekala kecil seperti survei dan pengumpulan data yang bertujuan

intuk mengidentifikasi jenis-jenis flora dan fauna. Penelitian ilmiah yang

sudah dilakukan di Kawasan Mangrove Information Center (MIC) antara lain:

pengukuran kadar garam dan pengukuran parameter pertumbuhan mangrove.

Penelitian yang sudah dilakukan selama ini dilakukan sendiri oleh team dari

Mangrove Information Center (MIC) tanpa melibatkan pihak-pihak lain

seperti kalangan akademisi atau pusat-pusat penelitian lainnya. Frekuensi

penelitian sangat tergantung dari dana yang tersedia, sehingga dapat dikatakan

bahwa penelitian dilakukan hanya jika ada dana. Selama ini, penelitian-

penelitian dibiayai oleh Departemen Kehutanan Republik Indonesia dan Japan

International Cooperation Agency (JICA). Semua hasil penelitian selalu

didokumentasikan dan beberapa di antaranya dipublikasikan dalam bentuk

Page 23: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 23

brosur, bulletin dan buku. Hasil-hasil penelitian ini juga sering dipergunakan

oleh para peneliti dari kalangan akademisi yang melakukan penelitian secara

mandiri sebagai data sekunder.

Penelitian khusus tentang pengembangan ekowisata di Kawasan

Mangrove Information Center (MIC) belum pernah dilakukan oleh staf pada

Seksi Penelitian di Mangrove Information Center (MIC).

Akses penelitian bagi para peneliti dari dalam dan luar negeri dibuka

secara luas. Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Institute

Pertanian Bogor, Universitas Gajah Mada, dan Universitas Udayana

umumnya mengkaji tentang lingkungan. Setiap peneliti diwajibkan untuk

memberikan hasil penelitiannya kepada Mangrove Information Center (MIC)

sebagai sebuah konsekuensi.

Seksi Penelitian selalu selektif memilih peneliti yang akan mengadakan

penelitian di Mangrove Information Center (MIC), artinya bahwa peneliti satu

dengan yang lainya tidak boleh melakukan penelitian dengan pokok

permasalahan yang sama. Dengan cara ini diharapkan tidak terjadi duplikasi

kajian dan para peneliti tersebut dapat membantu untuk menambah

kekasanahan ilmu dan kajian tentang mangrove dan ekologinya.

Staf yang bertugas pada Seksi Penelitian sebanyak lima orang yaitu satu

koordinator dan empat anggota.

Seksi Informasi Seksi Informasi berfungsi untuk penyebaran informasi tentang mangrove

yang bertujuan untuk pengenalan, pengetahuan dan manfaat mangrove.

Informasi yang diberikan mengenai persemaian, manajemen, dan data base

mengenai flora dan fauna. Ada beberapa cara penyebaran informasi yang

dilakukan oleh Mangrove Information Center (MIC) seperti penyebaran

pamplet, talkshow melalui radio, televisi, dan pameran-pameran yang

berbasiskan lingkungan hidup.

Sumber daya manusia yang betugas di Mangrove Information Center

(MIC) masih sangat kurang, sekarang ini hanya ada tiga orang staf yaitu

seorang koordinator dan dua anggota. Kompetensi sumber daya manusia yang

bertugas pada seksi ini cukup baik dan memiliki kemampuan yang rata-rata

dan belum mencapai advanced.

Page 24: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 24

Pada dasarnya semua sumber daya manusia yang bekerja di Mangrove

Information Center (MIC) termasuk di dalamnya Seksi Informasi diberikan

keterampilan dan pelatihan bahasa asing seperti Bahasa Inggris dan Bahasa

Jepang secara berkala, namun untuk pemberian informasi kepada wisatawan

asing secara khusus dilakukan oleh pramu wisata dari Seksi Ekowisata yang

khusus dididik dan diberikan pengetahuan mengenai ekologi mangrove dan

keterampilan mengenai cara melayani dan berinteraksi dengan wisatawan

asing dengan baik. Model pelatihan pemanduan wisatawan ini merupakan

hasil studi komparatif dari negara lain yaitu Brunai Darusalam yang sudah

berpengalaman dalam mengembangkan ekowisata hutan mangrove. Usaha

yang dilakukan untuk menjamin kualitas kemampuan dalam berbahasa asing

bagi staf Mangrove Information Center (MIC) adalah dengan cara

mengadakan test yang bertaraf internasional setiap tahun.

Seksi Manajemen Seksi Manajemen berfungsi untuk mengorganisir dan mendukung semua

kegiatan yang dilakukan oleh Mangrove Information Center (MIC) seperti;

kegiatan pendidikan lingkungan, pelatihan, penelitian, penanaman mangrove,

dan kegiatan ekowisata. Pembentukan Seksi Manajemen merupakan salah

satu upaya yang dilakukan oleh Mangrove Information Center (MIC) untuk

menjamin setiap kegiatan yang dilakukan dapat berjalan dan terkordinasi

dengan baik dan merupakan upaya untuk menciptakan pelaksanaan kegiatan

yang profosional dan akuntabel. Dengan pengelolaan yang baik dalam setiap

kegiatan diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan semua pihak yang

berkepentingan untuk terus bekerjasama dalam upaya pelestarian mangrove di

seluruh Indonesia khususnya di Bali.

KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan di atas, maka dapat ditarik tiga simpulan antara

lain:

1. The Mangrove Information Center (MIC) memiliki beberapa potensi alam

asli dan buatan yang bisa dijadikan sebagai daya tarik dan atraksi

ekowisata. Potensi-potensi alam tersebut antara lain; beraneka ragam

Page 25: Ekowisata Hutan Mangrove Wahana Pelestarian Alam Dan …pathfinderhutanmangrove.weebly.com/uploads/1/2/5/4/... ·  · 2015-04-19Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman

JURNAL MANAJEMEN PARIWISATA, JUNI 2006, VOLUME 5, NOMOR 1 25

tumbuhan mangrove, burung, kepiting, ikan, biawak, gedung pusat

informasi mangrove, kolam monitor, areal persemaian, kolam sentuh,

jembatan kayu, pondok peristirahatan, geladak terapung, dan menara

pandang.

2. Jenis kegiatan ekowisata yang ditawarkan antara lain; lintas alam

(mangrove educational tour and trekking), pengamatan burung (bird

watcing), bermain kano (canoeing), bermain perahu (boating), dan

penanaman atau pengadopsian pohon mangrove (mangrove tree

plantation or adoption). Semua kegiatan ekowisata tersebut berbasiskan

pendidikan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan keperdulian

masyarakat terhadap pentingnya pelestarian lingkungan.

3. Dalam menjalankan programnya, Mangrove Information Center (MIC)

membagi ruang lingkup kerjanya menjadi enam seksi kerja yaitu; Seksi

Pendidikan Lingkungan, Seksi Ekowisata, Seksi Pelatihan, Seksi

Penelitian, Seksi Informasi, dan Seksi Manajemen. Tujuan pembagian

seksi kerja ini adalah untuk mengoptimalkan kinerja dan meningkatkan

profesionalisme serta mempertajam kompetensi sumber daya manusia

yang bekerja di Mangrove Information Center (MIC).

DAFTAR PUSTAKA

Drumm, Andy and Alan Moore. 2002. Ecotourism Development. An Introduction to

Ecotourism Planning. The Nature Conservancy. Arlington, Virginia, USA.

France, Lesley. 1997. The Earthscan Reader in Sustainable Tourism. Earthscan

Publication Ltd. UK.

Khan, Maryam. 2003. Ecoserv. USA: Howard University.

Sudarto, Gatot. 1999. Ekowisata: Wahana pelestarian Alam, Pengembangan Ekonomi

Berkelanjutan dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta:

Wood, Megan Epler. 2002. Ecotourism: Principles, Practices and Policies for

Sustainability. United Nation Publication.

World Tourism Organization (WTO). 2002. Tourism and poverty Alleviation. Spain.

www.mangrovecentre.or.id

The Ecotravel Center (2002). dalam www.world-

oirism.org.omt/ecotorism2002.html