Upload
eric-gibson
View
49
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
b
Citation preview
1
EFEKTIVITAS STERILISASI DAN EFISIENSI MEDIA MORASHIGE
SKOOG TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN LIDAH BUAYA
THE EFECTIVITY OF STERILIZATION AND THE EFFICIENCY OF
MORASHIGE SKOOG MEDIA ON THE GROWTH OF Aloe vera L.
EXPLANT
Maria Theresia Darini1
ABSTRACT The study aims to know the efectivity of sterilization and the efficiency of
Morashige Skoog media on the growth of Aloe vera L. explant, has been done in tissue culture laboratory, Faculty of Agriculture Sarjanawiyata Tamansiswa University. The experiment is factorial 4 x 3, arranged in a Completely Randomized Design with three replication. The first factor was sterilization methode (S) consist of four levels, those are: sterilization methode 1 (S 1), methode 2 (S2), methode 3 (S3), and methode 4 (S4). The second factor was concentration of MS media consist of three levels those are : full media (M1), ½ media (M2), and ¼ media (M3). The variables observed were : date of shoot emerge, number and height of shoots, number of leaves and roots, root length, shoot and root fresh weight, shoot – root dry weight and viability potensial of the explant. The result of analysis uses analysis of varians on the significant level 5%, and continued with Duncan’s Multiple Range Test significant level 5%. The conclution of experiment are interaction between sterilization 3, 4 methode, and full and ½ media concentration on viability of explant variable observed. The better of explant growth was gained the efectivity on alcohol of 96% and hyphocloric of 50% as long as 3 minutes sterilization methode, likewise the better of explant growth was gained the efficiency on ½ consentration MS media treatment. Key words: efectivity, efficiency, explant of Aloe vera, MS media, sterilization
1 Staff Pengajar Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa, E-mail [email protected]
2
PENDAHULUAN Tanaman lidah buaya
merupakan salah satu komoditas
hortikultura daerah tropis yang
mempunyai peluang besar untuk
dikembangkan di Indonesia sebagai
usaha agribisnis . Salah satu sentra
produksi lidah buaya di Indonesia
adalah Kalimantan Kabupaten
Pontianak. Realisasi ekspor pelepah
lidah buaya 3.066.47 ton / tahun,
dengan negara tujuan Malaysia,
Hongkong, Singapura dan sebagian
dipasarkan di dalam negeri 1021,2
ton/tahun (Sulaeman, 2005). Nilai
penjualan komoditas tanaman lidah
buaya di dunia mencapai US $ 60
milyar/tahun (Anonim, 2006).
Bagian dalam daun lidah
buaya yang berwarna putih jernih
disebut gel, di dalam gel ini
mengandung 96 % air, dan 4 %
elemen. Elemen- elemen ini tersusun
oleh karbohidrat 0,04 %, lemak 0,06
%, protein 0,04%, 17 asam amino
essensiil , 8 macam enzim, 4 macam
vitamin dan 11 macam mineral
(Akinyele and Odiyi, 2007 ; Kane,
2007). Selain itu gel ini juga
mengandung metabolit sekunder
yang umumnya dapat berperan
sebagai obat, berupa antraquinon,
aloin atau barbaloin (Anggraeni,
2007), sterol dan saponin ( Anonim,
2007 ), serta kardiak glukosida
(Anonim, 2008 ). Oleh karena itu
tanaman ini dapat berfungsi sebagai
tanaman hias, makanan kesehatan
dan farmasi ( Kane, 2007 ; Lewey,
2007), kosmetik (Anonim, 2007 )
dan obat ( Bunyapraphatsara et
al.,2007 ; Tenny et al.,2005 ;
Yongchiyunda et al.,2007 ).
Berdasarkan manfaatnya maka
tanaman ini ditetapkan sebagai
3
tanaman multifungsi dan tanaman
abadi atau tanaman yang
menakjubkan (Miracle Plant)
(Boundrea and Beland, 2006).
Perbanyakan vegetatif yang
terbaru (mulai 1962) yaitu kultur
jaringan. Kultur jaringan (Tissue
Culture) adalah membudidayakan
suatu jaringan tanaman menjadi
tanaman kecil yang mempunyai sifat
seperti induknya. Keunggulan
metode kultur jaringan dapat
menghasilkan tanaman dalam
jumlah banyak, sifat seragam dan
dalam waktu singkat. Tidak kalah
pentingnya adalah metode sterilisasi
bahan tanam yang akan
mempengaruhi keberhasilan
pertumbuhan bahan tanamn tersebut.
Beberepa peneliti mampu
membentuk kalus dari bahan tanam
yang tumbuh dalam kondisi aseptik
dengan sterilisasi untuk mengurangi
perrmasalahan kontaminasi
mikroorganisme (Nasir, 2002;
Altman, 2004; Bhojwani & Soh,
2004).
Media tanam kultur
jaringan adalah suatu media di mana
bahan tanam ditempatkan agar dapat
tumbuh menjadi tanaman baru
melalui proses pembentukan kalus,
differensiasi dan organogenesis.
Oleh karena itu media tanam kultur
jaringan memerlukan persyaratan
kandungan unsur-unsur hara berupa
garam anorganik, bahan organik,
vitamin dan zat pengatur tumbuh.
Perkembangan kalus dikendalikan
oleh zat pengatur tumbuh yang
ditambahkan ke dalam medium,
khususnya zat pengatur tumbuh
golongan auksin dan sitokinin.
Perubahan kadar zat pengatur
tumbuh dapat mempengaruhi kalus
apakah akan membentuk tunas atau
4
akar. Keseimbangan hormon yang
diperlukan merupakan hal penting
untuk setiap spesies dan sering
sangat beragam antara kultivar satu
dengan yang lain. Jenis- jenis zat
pengatur tumbuh yang banyak
beredar dari jenis auksin dapat
berupa Indole Acetic Acid (IAA),
Naphthalene Acetic Acid (NAA),
Indole Butiric Acid (IBA) dan 2.4.
Dichlrophenoxyacetic Acid (2.4.D).
Jenis sitokinin dapat berupa kinetin,
zeatin dan Benzylamino Purin (BAP)
(Nasir, 2002). Tehnik kultur jaringan
tidak hanya diteliti aspek tehnik
regenerasinya tetapi juga perlu
diteliti aspek penghematan bahan
kimia dalam media. Adapun tujuan
dalam penelitian ini :
1. Untuk mengetahui efektifitas
metode seterilisasi pada
pertumbuhan eksplan lidah
buaya.
2. Untuk mengetahui efisiensi
media MS pada pertumbuhan
eksplan tanaman lidah buaya..
3. Untuk mengetahui interaksi
antara perlakuan metode
sterilisasi dan konsentrasi media
MS terhadap pertumbuhan
eksplan lidah buaya.
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan : bibit
lidah buaya (tinggi 20 cm, dengan 8
daun), media MS yang terdiri dari
larutan stock makro dan mikro,
stock besi, stock mioinositol, larutan
stock vitamin, agar, sukrosa, zat
pengatur tumbuh NAA dan BAP
serta aquades. Bahan sterilisasi
detergen, fungisid, bakterisid, clorox,
aquadest, alkohol 70% dan 96%.
Peralatan laboratorium kultur
jaringan. Percobaan disusun dalam
Rancangan Acak Lengkap faktorial,
5
dengan 3 ulangan. Faktor pertama
metode sterilisasi di ruang kultur (S)
terdiri dari 4 aras, yaitu perendaman
bahan eksplan dalam alkohol 70%
selama 5 menit, dipindahkan ke
larutan clorox 20% selama 5 menit
sambil digoyang (S1); bahan
eksplan dicelup dalam alkohol 70%
kemudian dibakar di atas lampu
spirtus 3 X, dpindahkan ke larutan
clorox 20% selama 5 menit, sambil
digoyang (S2); bahan eksplan
direndam dalam alkohol 96%
selama 3 menit, kemudian ke larutan
clorox 20% selama 5 menit, sambil
digoyang (S3) bahan eksplan
direndam dalam alkohol 96% selama
3 menit, kemudian ke larutan clorox
50% selama 3 menit, sambil
digoyang (S4). Faktor ke dua
konsentrasi media MS (M) terdiri
dari 3 aras yaitu; media MS penuh
(M1); ½ media MS (M2) dan ¼
media MS (M3), sehingga diperoleh
12 unit kombinasi perlakuan dan 3
ulangan.
Pelaksanaan Penelitian:
Sterilisasi alat, mempersiapkan
media MS sesuai perlakuan,
berbagai metode sterilisasi eskplan
sesuai perlakuan dan penanaman
eksplan (bahan tanam) pada media.
Pengamatan dilakukan terhadap
sampel setelah 2 (dua) bulan
meliputi variabel : Waktu munculnya
tunas (hst), jumlah tunas, jumlah
daun, tinggi tunas, jumlah akar,
panjang akar, bobot segar dan kering
tunas, bobot segar dan kering akar
dan viabilitas eksplan . Analisis hasil
dengan sidik ragam pada jenjang
5%, kemudian dilanjutkan dengan
uji Duncan’s Multiple Range Test (
DMRT) pada jenjang 5 %.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Tabal1. Rerata umur tumbuh tunas, jumlah tunas, jumlah daun, bobot
segar dan kering tunas.
No Variable
Perlakuan
Umur tubuh tunas
Jumlah tunas/eksplan
Jumlah daun/tunas
Bobot segar /tunas (g)
Bobot kering /tunas (g)
1 S1 - - - - -
2 S2 - - - - -
3 S3 8,1 a 2,3 a 3,6 a 5,7 a 1,6 a
4 S4 8,4 a 1,9 a 3,0 a 5,4 a 1,6 a
5 M1 7,8 q 2,2 p 3,8 p 7,1 p 2,2 p
6 M2 7,7 q 2,5 p 3,5 p 6,1 p 1,6 p
7 M3 9,3 p 1,7 q 2,5 q 3,5 q 1,0 q
Reaksi ( - ) ( - ) ( - ) ( - ) ( - )
Angka rerata yang diikuti huruf pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji DMRT jenjang 5%
7
Tabel 2. Rerata panjang akar, jumlah akar, bobot segar dan bobot kering akar
No Variable
Perlakuan
Panjang
akar/eksplan
Jumlah
akar/eksplan
Bobot
segar/tunas (g)
Bobot
kering/tunas (g)
1 S1 - - - -
2 S2 - - - -
3 S3 3,8 a 2,8 a 3,4 a 1,1 a
4 S4 3,6 a 2,4 a 3,3 a 0,9 a
5 M1 4,2 q 3,2 p 3,9 p 1,2 p
6 M2 3,8 q 2,5 p 3,5 p 1,1 p
7 M3 3,0 p 2,2 q 2,5 q 0,7 q
Reaksi ( - ) ( - ) ( - ) ( - )
Angka rerata yang diikuti huruf pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji DMRT jenjang 5%
8
Gambar 1. Potensi viabilitas planlet lidah buaya pada perlakuan metode sterilisasi dan konsentrasi media MS
Berdasarkan hasil analisis
terjadi interaksi antara perlakuan
metode sterilisasi dan konsentrasi
media MS terhadap variabel
viabilitas eskplan, sedangkan
terhadap variabel lain tidak terjadi
interaksi. Pada variabel viabilitas
planlet (Gambar 1.) ada beda nyata
antar kombinasi perlakuan dan
terbaik mencapai 91,7% pada
kombinasi perlakuan sterilisasi
metode 4 dan ½ konsentrasi media
MS, hasil viabilitas rendah pada
kombinasi perlakuan sterilisasi
metode 1, 2 dengan media MS semua
konsentrasi ( MS penuh, ½ MS dan
¼ MS). Pada sterilisasi metode 1 dan
2 terjadi komtaminasi media,
sehingga eskplan menjadi busuk dan
tidak tumbuh, maka viabilitas 0 %.
Hal ini tidak sesuai dengan laporan
Harahap (2001); Avivi & Ikrarwati
(2004); Emawati (2005); Nasution
(2006), yang berhasil melakukan
Pote
nsi V
iabi
litas
Pla
nlet
(%)
(e) (e) (e) (e) (e) (e)
(b) (b)
(d)
(a) (b)
(c)
9
sterilisasi eskplan dengan alkohol
70% dan larutan clorok 20%, diduga
macam dan populasi jamur berbeda
sehingga daya tahan jamur lebih
kuat, maka dengan menggunakan
alkohol konsentrasi 70% dan kloroks
10-20% tidak mampu membunuh
jamur, sehingga masih terjadi
komtaminasi dan menyebabkan
eskplan tidak tumbuh. Pada variabel
umur tumbuh tunas, jumlah tunas,
jumlah daun, bobot segar dan bobot
kering tunas (Tabel 1.) pada
perlakuan metode sterilisasi ada
beda nyata antar perlakuan, hasil
yang baik diperoleh pada sterilisasi
metode 3, 4 dan keduanya tidak
berbeda nyata, hasil yang rendah
diperoleh pada perlakuan sterilisasi
metode 1,2 dan keduanya tidak
berbeda nyata. Hal ini tidak sesuai
dengan laporan Harahap (2001)
bahwa dalam penelitiannya
sterilisasi eskplan dengan larutan
HgCl 0,1% selama 8-10 menit dapat
berhasil dengan baik. Demikian juga
hasil penelitian Avivi (2004);
Emawati (2005); Malia (2005)
melaporkan bahwa sterilisasi eskplan
dengan alkohol 70% selama 3 menit
kemudian larutan clorok 20 % dan
10% masing- masing 5 menit dapat
diperoleh hasil yang baik.
Sedangkan hasil penelitian
Nasution (2006) dapat diperoleh
hasil yang baik pada sterilisasi
dengan alkohol 90%, kemudian
dengan larutan Clorox 10% dan
25%, kemudian dengan larutan HgCl
0,1%. Hasil analisis pada variabel
umur tumbuh tunas, jumlah tunas,
jumlah daun, bobot segar dan kering
tunas (Tabel1.), pada perlakuan
konsentrasi media MS terjadi beda
nyata serta hasil yang tinggi pada
media MS penuh dan ½ media MS
10
dengan ¼ media MS hasil terendah.
Hasil penelitian tidak sesuai dengan
laporan penelitian Harahap (2001)
yang menyatakan bahwa hasil
pertumbuhan eskplan lidah buaya
terbaik pada media 2XMS, demikian
juga hasil penelitian Supriati (2010)
yang melaporkan bahwa media
terbaik untuk multiplikasi eskplan
lidah buaya pada media ¼ MS.
Tabel 2. menunjukkan
perlakuan metode sterilisasi pada
variabel panjang akar, jumlah akar,
bobot segar dan kering akar, ada
beda nyata antara perlakuan
sterilisasi metode 1, 2 dan metode
3,4. Hasil komponen pertumbuhan
akar yang baik dan tidak berbeda
nyata diperoleh pada sterilisasi
metode 3 dengan alkohol 96%
selama 3 menit, kemudian dengan
larutan Clorox 20% selama 10 menit
serta sterilisasi metode 4 dengan
alcohol 96% selama 3 menit
kemudian larutan Clorox 50%
selama 3 menit. Hasil ini tidak
sesuai dengan hasil penelitian
Harahap (2001) yang melaporkan
hasil penelitian pertumbuhan
eskplan lidah buaya dengan
sterilisasi dalam larutan HgCl 0,1%
selama 8-10 menit, juga laporan
Avivi & Ikrarwati (2004); Emawati
(2005) ; Malia (2005) yang
menyatakan bahwa dalam
penelitiannya sterilisasi eskplan lidah
buaya dengan menggunakan alkohol
70%, kemudian larutan hipoklorit 20
dan 10%, sedangkan hasil penelitian
Nasution (2006) melaporkan bahwa
sterilisasi eskplan lidah buaya yang
digunakan adalah alkohol 90%,
kemudian larutan clorox 10% dan
25% serta larutan HgCl 0,1%. Pada
variabel komponen pertumbuhan
akar (Tabel 2.) pada perlakuan
11
konsentrasi media MS diperoleh
hasil bahwa pada panjang akar, bobot
segar dan kering akar ada beda nyata
antara media ¼ MS dengan media
MS dan media ½ MS, sedangkan
antara media MS dengan media ½
MS merupakan hasil tinggi dan tidak
beda nyata. Pada variabel jumlah
akar ada beda nyata antara perlakuan
media MS dengan media ½ MS dan
¼ MS, hasil tertinggi diperoleh pada
perlakuan media MS. Hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan
hasil penelitian Harahap (2001) yang
menyatakan komponen pertumbuhan
akar terbaik pada media 2XMS,
sedangkan hasil penelitian Supriati
(2010) yang menyatakan bahwa
media yang optimal untuk
multiplikasi tunas lidah buaya in
vitro adalah media dengan
konsentrasi ¼ MS.
KESIMPULAN
1. Terjadi interaksi antara perlakuan
metode sterilisasi dan konsentrasi
media MS terhadap variabel
potensi viabilitas eksplan,
sedangkan terhadap variabel lain
tidak terjadi interaksi.
Potensi viabilitas tertinggi
diperoleh pada kombinasi
perlakuan sterilisasi metode 4
yaitu dengan alkohol 96%
selama 3 menit, kemudian
larutan clorox 50% selama 3
menit, dengan media MS.
2. Metode sterilisasi 4 paling efektif
terhadap pertumbuhan eksplan
lidah.
3. Media pertumbuhan eskplan
lidah buaya yang efisien pada
media MS konsentrasi ½.
12
DAFTAR PUSTAKA Akinyele, B. O. and A .C. Odiyi,
2007. Comparative Study of Vegetative Morphology and Exiting Taxonomic Status of Aloe vera L. Journal of Plant Sciences 2 (5): 558563 ISSN 1816 – 49
Altman, A. 2003. Plant and
Agricultural Biotechnology Revolution. In Agrobiotechnology and Plant Tissue Culture. Bhojwani, S. S. and Woong Young Soh. Published by Inc. Enfield, NH.USA. Printed in India
Anggraini, S. A. 2007. Kajian
Penggunaan Lidah Buaya ( Aloe vera L.). Diarsipkan dalam LAPORAN.
Anonim, 2006. Nilai Penjualan
Lidah Buaya US$ 60 Miliar/ tahun. Jakarta Badan Pengembangan Ekonomi Nasional Departemen Perdagangan.R. I.
Anonim, 2007. Final Report on
Safety Assessment of Aloe Extract Aloe leaf juice, Aloe flower extract, Aloe leaf polysaccharida, Aloe leaf juice extract. Published in International Journal of Toxicology.26 : 1 – 50. http:/ www.informaworld.com/smmp/content - db = all ? content= 10.1080/ 1091581070135118611/17/2008.
Anonim, 2008. Aloe. From wikipedia. The free encyclopedia. http:/ en. Wikipedia. org. wiki/ Aloe. 11/17/2008.
Avivi, S. & Ikrarwati, 2004.
Mikropropagasi Pisang Abaca (Musa textilllis Nee) Melalui teknik Kultur Jaringan. Jurnal Ilmu Pertanian 11(2): 27 – 34.
Bhojwani, S. S. & W. Y. Soh, 2004.
In Agrobiotechnology and Plant Tissue Culture. Published by Inc. Enfield, NH.USA. Printed in India
Boundreau B. D. & F. A. Beland,
2006. An Evaluation of The Biologycal and Toxicology Propetis Aloe barbadensis, Aloe vera . Journal of Enviroment Sceince and Health Part C. 24 (1): 153 – 158.
Bunyapraphatsara ,N., S.
Jongchaiyudha, V. Rungpitarangsi and O. Chokechiyarauporn, 2007. Antidiabetic Activity of Aloe vera L. Juice II. Clinical Trial In New Cases of Diabetis Mellitus. Journal of Phytomedicine l 3: 245 – 248.
Emawati, 2005. Stimulasi Tunas
Lidah Buaya (Aloe vera L.) Pada Beberapa Taraf Konsentrasi BAP dan 2. 4. D. Secara In Vitro . http://www.bdpunib.org.
Harahap, A. M. 2001. Optimasi
Konsentrasi Media MS dan
13
Konsentrasi Sukrosa dalam Perbanyakan In Vitro Lidah Buaya ( Aloe vera Linn.) Jurusa Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB.
Kane, E. A. 2007. Aloe for Acid
Reflux You´ ve Seen Aloe Juice at the Health Food Store, Now learn how it helps heal acid reflux, also called heartburn. http: / findarticess. Cmp/ p/articles/mi – MOFKA/ 15 – 4 – 69/ ai – n 18791510.11/17/200
Lewey, S. 2006. Food Lectins in
Health and Disease. An Introduction., file : // I ; /internet/ KYG. 34 Sya. Htm.part. htm. http : // www.the fooddoc. Com.
Malia, A. 2005. Pertumbuhan
Eksplan Lidah Buaya (Aloe vera L.) secara In Vitro Pada Beberapa Taraf Konsentrasi BAP. http://www.bdpunib.org.
Nasir, R. 2002. Bioteknologi Potensi
dan Keberhasilannya dalam Bidang Pertanian. Raja Gravindo Perkasa Jakarta.
Nasution, H. M. 2006. Penggunaan
Pupuk Organik Cair pada Anakan Lidah Buaya (Aloe vera L.) Secara in Vitro.
Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian UMM.
Sulaeman, S. 2005. Model
Pengembangan Agribisnis Komoditas Lidah Buaya (Aloe vera L.) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian UKMK. http://www.deptan.go.id/info-daerah/kalbar/42 htm diakses 10 Agustus 2008
Supriati, Y. 2010. Efisiensi
Mikropropagasi Pisang Kepok Amorang melalui Modifikasi Formula Media dan Temperatur. Jurnal Agro Biogen ISSN 1907 – 1094. 6(2): 91-100.
Tenny, S., E. Sari & K. Usri, 2005.
Penggunaan Daun lidah buaya (Aloe vera ) untuk Pengobatan Stomatis Aftosa ( sariawan ) di desa Ciburial Kec. Cimenyan Kab. Bandung. Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Padjajaran.
Yongchaiyudha, S., V.
Rungpitarangsi, N. Bunyapraphatsara & O. Chokechayaranporn, 2007. Antidiabetic Activity of Aloe vera L. Juice I Clinical Trial In New cases of Diabetis Mellitus. Journal of Phytomedicine 3: 241 -243.