19
Evaporative Cooling di Tangerang Edward Edberg 1400510026 Physics - Energy Engineering Faculty of Clean Energy and Climate Change Univerity of Surya 2016

Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

Evaporative Cooling di Tangerang

Edward Edberg

1400510026

Physics - Energy Engineering

Faculty of Clean Energy and Climate Change

Univerity of Surya

2016

Page 2: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ i

1. PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1

1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................................................. 1

2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................. 2

2.1. Dasar Teori ....................................................................................................................... 2

2.1.1. Grafik Psychrometric (GP) ................................................................................................ 2

2.1.2. Proses Evaporative Cooling .............................................................................................. 6

2.1.3. Tipe Evaporative Cooling .................................................................................................. 7

2.1.4. Perbandingan Indirect, Direct, dan Kombinasi................................................................. 8

3. PENELITIAN .......................................................................................................................... 9

3.1. Pembahasan ..................................................................................................................... 9

3.1.1. Direct vs. Indirect ............................................................................................................. 9

3.1.2. Perbandingan 2 Tahap Pendinginan ................................................................................ 9

3.1.3. Perbandingan Indirect-Indirect dengan perbedaan RH ................................................. 10

3.1.4. Cuaca di Tangerang ........................................................................................................ 11

3.2. Hasil Desain .................................................................................................................... 15

4. Penutup .............................................................................................................................. 16

4.1. Kesimplan ....................................................................................................................... 16

4.2. Saran ............................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 17

Page 3: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tangerang memiliki lingkungan yang bersuhu tinggi dan lembab yang

mengakibatkan masyarakat mudah berkeringat. Dibutuhkan teknologi untuk

menciptakan kenyamanan dalam menjalankan aktifitas setiap hari. Ruangan yang

dikatakan nyaman adalah suhu rungan yang lebih dingin daripada suhu lingkungan dan

memiliki kelembapan yang rendah. Air Conditioner (AC) sudah menjalankan peranannya

dengan baik, yaitu menurunkan suhu ruangan. AC memakan banyak sekali energi listrik

yang mungkin mengganggu pengeluaran dari masyarakat.

Evaporative Cooling (EC) merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan

untuk mendinginkan ruangan dengan memanfaatkan angin dan air. Biaya operasional

EC lebih rendah dibandingkan dengan AC. Berdasarkan cara kerja yang berbeda dengan

AC dan biaya operasional yang lebih murah, penulis tertarik untuk meneliti EC.

1.2. Rumusan Masalah

- Bagaimana proses kerja EC?

- Seberapa besar pengaruh EC di Tangerang?

1.3. Tujuan Penelitian

- Mengetahui bagaimana EC bekerja.

- Mengaplikasikan prinsip EC sebagai produk pendingin alternatif.

Page 4: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori

2.1.1. Grafik Psychrometric (GP)

Pengetahuan dasar dari EC adalah Psychrometric. Psychrometric merupakan

interaksi panas, cairan, dan udara. Secara mendasar mempelajari campuran air

dengan udara, bagaimana udara dapat berubah dari kondisi awal menjadi

kondisi lain. Hubungan campuran udara dengan panas dapat dikombinasikan ke

dalam sebuah grafik.

Page 5: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

3

Berikut adalah kumpulan gambar yang menjelaskan cara membaca GP.

Page 6: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

4

Page 7: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

5

Dry-Bulb Temperature (DBT) adalah suhu lingkungan yang diukur dengan

termometer biasa tanpa dipengaruhi oleh air pada udara. Saat DBT

meningkat, kapasitas udara membawa air meningkat.

Wet-Bulb Temperature (WBT) adalah suhu lingkungan yang diukur dengan

termometer yang sudah ditutup kain basah. WBT sangat berguna dalam

proses EC sebagai perbedaan WBT dan DBT untuk menghitung efisiensi

penurunan suhu. Saat Relatif Humidity 100%, suhu WBT sama dengan DBT.

Page 8: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

6

Humidity (kelembapan) adalah jumlah air pada udara. Saat udara membawa

80% kapasitas air, berarti kelembapan 80%. Humidity Ratio (HR) adalah

perbandingan antara massa air dan massa udara kering.

Relatif Humidity (RH) adalah perbandingan jumlah aktual air pada udara

dengan jumlah maksimum air pada udara di suhu tertentu. RH ditentukan

dari titik pertemuan garis WBT dan DBT pada GP.

Dewpoint Temperature (DP) adalah suhu dimana uap air yang terkondensasi

keluar dari udara. Di atas suhu ini maka uap air akan tetap dibawa udara.

Specific Enthalpy (SE) adalah energi panas yang dibutuhkan untuk

mengubah kondisi udara.

Specific Volume (SV) adalah perbandingan antara volume dan massa.

2.1.2. Proses Evaporative Cooling

Page 9: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

7

Sensible Cooling dalam proses pendinginan ini, suhu bergerak dari titik A ke

C, menjaga perbandingan kelembapan tetap. Suhu berkurang sebanyak T(A)

- T(C) dan Twb berubah.

Evaporative Cooling dalam proses pendinginan ini, suhu berkurang dari titik

A ke B sepanjang garis Twb.

2.1.3. Tipe Evaporative Cooling

Direct Cooling (DC) : air mengalami penguapan pada saat bertemu dengan

aliran udara secara langsung, menurunkan suhu dan melembapkan udara.

Saat air menyerap panas dari udara, air menguap dan mendinginkan udara.

Pada proses ini, DBT turun tetapi WBT tetap.

Sistem ini dimulai dari kipas menarik udara ke bagian media evaporasi

(pad) yang sudah dibasahi. Sepanjang perjalanan melalui media, udara

disaring, didinginkan, dan dilembapkan. Sirkulasi air tetap terjaga dengan

adanya pompa dan tempat penampungan air. Efisiensi DC tergantung

dengan media. Media selulosa yang berkualitas baik dapat memberikan

efisiensi 90%, sedangkan serat kayu aspen memberikan 50 - 60%.

Page 10: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

8

Indirect Cooling (IC) : udara didinginkan melalui heat exchanger (HX). Dalam

kasus ini menggunakan radiator karena berhubungan dengan udara. Aliran

udara kedua didinginkan secara langsung (DC) lalu aliran ini mendinginkan

aliran pertama secara tidak langsung melalui HX. Pada proses ini DBT dan

WBT berkurang. IC tidak menambah kelembapan tetapi membutuhkan biaya

yang lebih mahal dan beroperasi dengan efisiensi yang lebih kecil

dibandingkan dengan DC. Efisiensi IC sekitar 60 - 70%.

Kombinasi 2 tahap dapat dilakukan dalam proses pendinginan ini. Indirect-

Indirect, Direct-Indirect, atau Direct-Direct. Proses tetap sama seperti

penjelasan di atas, hanya saja dikombinasikan.

2.1.4. Perbandingan Indirect, Direct, dan Kombinasi

Untuk membandingkan proses dibutuhkan formula :

Temperature Drop Achievable (TDA) = [DBT - WBT] x [efficiency of the media]

Achievable Temperature (AT) = DBT - TDA

Page 11: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

9

BAB III

ANALISIS

3. PENELITIAN

3.1. Pembahasan

Berikut terdapat 3 tabel proses pendinginan. Suhu lingkungan (DBT) yang saya

gunakan 31 0C, efisiensi direct 90%, dan efisiensi indirect 70%. Rumus yang digunakan

dapat dilihat di dasar teori pada bagian 2.1.4.

3.1.1. Direct vs. Indirect

Jenis Td (⁰C) RH (%) Tw (⁰C) Eff (%) TDA (⁰C) AT (⁰C) Tw2 (⁰C) RH2 (%)

Direct 31 60 24.67 90 5.70 25.30 24.67 95.02

Indirect 31 60 24.67 70 4.43 26.57 23.5 77.53

Hasil perhitungan pendinginan udara secara langsung dengan suhu lingkungan 310C

dan RH 60% mendapatkan 24.67 0C dengan RH 95%. Pendinginan secara tidak langsung

mendapatkan udara dengan suhu 26.57 0C dengan RH 77.53%. Hal ini menunjukkan

bahwa pendinginan secara langsung lebih dingin daripada tidak langsung tetapi

memiliki RH yang lebih besar. Semakin besar RH, semakin tidak nyaman karena mudah

berkeringat.

3.1.2. Perbandingan 2 Tahap Pendinginan

Jenis Direct-Direct Direct-Indirect Indirect-Direct Indirect-Indirect

Proses I Direct Direct Indirect Indirect

Td (⁰C) 31 31 31 31

RH (%) 60 60 60 60

Tw (⁰C) 24.67 24.67 24.67 24.67

Eff 90% 90% 70% 70%

TDA (⁰C) 5.70 5.70 4.43 4.43

AT2 (⁰C) 25.30 25.30 26.57 26.57

Tw2 (⁰C) 24.67 24.67 23.5 23.5

Page 12: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

10

RH2 (%) 95.02 95.02 77.53 77.53

Proses II Direct Indirect Direct Indirect

Eff 90% 70% 90% 70%

TDA2 (⁰C) 0.57 0.44 2.76 2.15

AT3 (⁰C) 24.73 24.86 23.81 24.42

Tw3 (⁰C) 24.67 24.55 23.5 22.9

RH3 (%) 99.51 97.55 97.46 88.01

Hasil perhitungan dengan suhu lingkungan 310C dan RH 60% menunjukkan apabila

dalam proses pendinginan terdapat salah satu proses langsung maka hasil keluaran

akan memiliki RH yang sangat tinggi, pada kasus ini Direct-Direct 99.51%, Direct-Indirect

97.55%, Indirect-Direct 97.46%, dan Indirect-Indirect 88%. Proses Indirect-Indirect

sangat menguntungkan memiliki kelembapan paling rendah, walaupun penurunan suhu

tidak sebaik proses pendinginan Indirect-Direct.

3.1.3. Perbandingan Indirect-Indirect dengan perbedaan RH

Jenis Indirect-Indirect

Proses I Indirect

Td (⁰C) 31 31 31 31

RH (%) 60 70 80 90

Tw (⁰C) 24.67 26.4 28.03 29.55

Eff 70% 70% 70% 70%

TDA (⁰C) 4.43 3.22 2.08 1.02

AT2 (⁰C) 26.57 27.78 28.92 29.99

Tw2 (⁰C) 23.5 25.61 27.55 29.33

RH2 (%) 77.53 84.23 90.11 95.26

Proses II Indirect

Eff 70% 70% 70% 70%

TDA2 (⁰C) 2.15 1.52 0.96 0.46

AT3 (⁰C) 24.42 26.26 27.96 29.53

Tw3 (⁰C) 22.9 25.22 27.32 29.23

Page 13: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

11

RH3 (%) 88.01 92.04 95.27 97.81

Hasil perhitungan proses Indirect-Indirect dengan RH yang berbeda-beda

menunjukkan bahwa semakin besar RH, suhu dan kelembapan menjadi lebih tinggi.

3.1.4. Cuaca di Tangerang

Berikut data dari accuweather.com untuk daerah Tangerang :

Minggu, 6-3-16

Page 14: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

12

Senin, 7-3-16

Page 15: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

13

Selasa, 8-3-16

Rabu, 9-3-16

Page 16: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

14

Berdasarkan data cuaca dalam beberapa hari di atas, dapat dilihat mayoritas

kelembapan menyentuh 80% pada waktu 9am-5pm. Kisaran jam ini termasuk paling

optimal untuk mengoperasikan EC. Tetapi dengan RH 80%, dari hasil perhitungan 3.1.3.

proses pendinginan Indirect-Indirect hanya dapat menurunkan suhu menjadi 27.960C

dan kelembapan menjadi 95.27%.

Page 17: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

15

3.2. Hasil Desain

Desain Evaporative Cooling Indirect-Indirect.

I : Kipas untuk memasukkan udara

II : Kipas untuk membuang udara proses direct

III : Kipas untuk mendistribusikan hasil pendinginan proses Indirect-Indirect

IV, VI : udara masuk untuk menjalani proses direct

V : udara masuk untuk mejalani proses Indirect

VII, VIII : tempat pertukaran udara

Gambar 3.1 : Tampak Depan Gambar 2.2 : Tampak Isometric 1 Gambar 1.3 : Tampak Isometric 3

I

II III

IV V VI

VIII

VII

Page 18: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

16

BAB IV

PENUTUP

4. Penutup

4.1. Kesimplan

Evaporative Cooling tidak cocok untuk daerah Tangerang karena dengan rata-rata

RH 80% dan suhu lingkungan 310C, penurunan suhu dengan proses Indirect-Indirect

hanya 3.040C dan kelembapan mencapai 95%.

4.2. Saran

Proses Dehumification perlu dipelajari dan digabungkan dengan proses Evaporative

Cooling.

Page 19: Edward Edberg Halim_1400510026_Evaporative Cooling

17

DAFTAR PUSTAKA

Peralta, P. The Psychrometric Chart : Theory and Application. Diunduh pada 1 Februari

2016 dari http://www.swst.org/meetings/AM05/peralta.pdf

Bhatia, A. Principles of Evaporative Cooling System. 2012. Diunduh pada 27 Januari 2016

dari http://www.pdhonline.org/courses/m231/m231content.pdf