80
Edisi 109 TH. XLIV, 2014

Edisi 109 TH. XLIV, 2014

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

Edisi 109 TH. XLIV, 2014

Page 2: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

2 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

PENGAWAS UMUM:Pimpinan DPR-RI

PENANGGUNG JAWAB/KETUA PENGARAH:Dr. Winantuningtyastiti, M. Si(Sekretaris Jenderal DPR-RI)

WAKIL KETUA PENGARAH: Achmad Djuned SH, M.Hum(Wakil Sekretaris Jenderal DPR-RI)

PIMPINAN PELAKSANA: Drs. Djaka Dwi Winarko, M. Si. (Karo Humas dan Pemberitaan)

PIMPINAN REDAKSI: Dadang Prayitna, S.IP. M.H.(Kabag Pemberitaan)

WK. PIMPINAN REDAKSI: Dra. Tri Hastuti (Kasubag Penerbitan), Mediantoro, SE (Kasubag Pemberitaan)

REDAKTUR: Sugeng Irianto, S.SosM. Ibnur KhalidIwan Armanias Rizka Arinindya

SEKRETARIS REDAKSI: Suciati, S.Sos

ANGGOTA REDAKSI: Nita Juwita, S.Sos Supriyanto Agung Sulistiono, SH

PENANGGUNGJAWAB FOTO:Eka Hindra

SEKRETARIAT REDAKSI: I Ketut Sumerta, S. IP

SIRKULASI: Abdul Kodir, SH

ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA: BAGIAN PEMBERITAAN DPR-RI, Lt.II Gedung Nusantara III DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta Telp. (021) 5715348,5715586, 5715350 Fax. (021) 5715341, e-mail: [email protected]; www.dpr.go.id/berita

Page 3: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

3EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Tahun Baru, Semangat Baru. Itu­lah tema pokok yang diangkat Par­lementaria memasuki tahun politik 2014. Tema tersebut diangkat untuk meng ingatkan kita semua agar dalam memasuki tahun baru kita mempu­nyai komitmen menatap masa depan penuh optimisme sehingga tetap ber­semangat untuk bekerja keras.

Semangat baru perlu ditanamkan mengingat tahun 2014 adalah tahun pemilu baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Dua momen itulah akan menentukan arah masa depan bangsa ke depan menuju Indonesia baru.

Karena itulah patut disimak permin­taan Pimpinan DPR kepada para ang­gota Dewan untuk tetap fokus menye­lesaikan tugasnya hingga akhir masa jabatan tanggal 30 September 2014. Meski di tahun politik, para anggota Dewan diminta pintar­pintar membagi waktu menyelesaikan tugas politiknya. Apalagi sejumlah RUU menanti untuk segera dituntaskan.

Di rubrik pengawasan, Parlemen­taria Edisi 109 ini menurunkan laporan tentang Laporan Timwas Otsus Aceh dan Papua serta upaya meminimalisir kecelakaan di perlintasan kereta api. Bidang anggaran, diturunkan Sorotan terhadap APBN 2014 dari berbagai sektor.

Sedangkan dalam rubrik legislasi, diturunkan laporan mengenai Proleg­nas Prioritas tahun 2014 dan uraian mengenai RUU tentang Desa yang telah disetujui DPR pada masa per­sidangan II pertengahan Desember tahun lalu.

Dalam rubrik sorotan diturunkan laporan mengenai demo penghulu lantaran “ dituduh” menerima gratifika­si atau memungut pungli biaya nikah. Sejauh ini sudah ada solusi multi tarif yang disetujui Kemenag, Kemenku dan KPK. Namun belum sepenuhnya diterima DPR karena masih ada hal yang perlu dibahas bersama sehingga biaya nikah tidak memberatkan dan benar­benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Pengantar redaksi

Page 4: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

4 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Dapatkan di:

Loby Gedung Nusantara 1 DPR RILoby Gedung Nusantara 2 DPR RILoby Gedung Nusantara 3 DPR RILoby Gedung Setjen DPR RIRuang Loby KetuaRuang Loby Wakil KetuaRuang Yankes

Terminal 1 dan 2Bandara Soekarno Hatta

Semua Majalah dan Buletin Parlementaria dibagikan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun. Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi Bagian Sirkulasi Majalah dan Buletin Parlementaria di Bagian Pemberitaan DPR RI, Lt.II Gedung Nusantara III DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta, Telp. (021) 5715348,5715586, 5715350 Fax. (021) 5715341, e-mail: [email protected].

Page 5: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

8

12

14

27

29

32

34

36

41

44

47

49

55

65

67

70

74

77

79

Pesan PiMPinan

PrOLOg

LaPOran UtaMa

rakYat BiCara

PengaWasan

anggaran

LegisLasi

FOtO Berita

kiat seHat

PrOFiL

kUnJUngan kerJa

sOrOtan

LiPUtan kHUsUs

seLeBritis

Pernik

OPini

POJOk ParLe

Kedaulatan Dan Kepemimpinan Bagi Pembangunan Indonesia

Fajar Harapan Dari Senayan

Mengejar Mimpi, Aparatur Sipil Negara Berkelas Dunia

Audit, Penggunaan Dana Otsus Aceh dan Papua

Pemerintah Dan Pemda DimintaSinergi Bangun Pengaman Perlintasan

Realisasi Anggaran Minim Swasembada Pangan Terancam

DPR Akan Tuntaskan 56 RUU Prioritas 2014

DPR Setujui RUU Desa: Satukan Langkah Menuju Indonesia Sejahtera

Awas Kuman Mengancam

Adjeng Ratna SuminarMengabdi dan Peduli Masyarakat

Perlu Langkah Bijak Dalam Pelayanan Pernikahan

Hanung Bramantyo: Idealisme Sang Sutradara Muda

Keuntungan Kiprah Politik Luar Negeri Dipertanyakan Signifikansinya

Setjen DPR RI Jadi Contoh Parlemen Negara Lain

Konflik Tanah Berkepanjangan Resahkan Masyarakat

Repot Di Tahun Politik

PrOLOg

PrOFiL

FaJar HaraPan dari senaYan

adJeng ratna sUMinar

PengaWasan

aUdit, PenggUnaan dana OtsUs aCeH dan PaPUa

Inilah Adjeng Ratna Suminar Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat. Bicara bagaimana membangun kepedulian dan menyejahterakan masyarakat, Adjeng adalah orang yang tepat untuk diajak bicara.

Tahun baru, semangat baru, harapan baru. Itulah yang banyak diteriakkan dalam acara peringatan menyambut per­gantian baru di sejumlah tempat di tanah air. Harapan itu seperti gayung bersambut ketika memperhatikan

sejumlah produk legislasi usul inisiatif DPR yang telah diselesaikan sampai menjelang akhir 2013.

Tim Pemantau Pelaksa­naan Otonomi Khusus Aceh dan Papua DPR­RI meminta Badan Pemer­iksa Keuangan(BPK) untuk secara cermat melakukan audit dan menyampaikan hasil­nya terhadap penggu­naan dana otsus, baik di Papua dan Papua Barat, maupun Aceh, sehingga tepat sasasan.

| 12

| 29

| 49

Page 6: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

6 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

ASPIRASI

Sebagai Direktur Center for Islam and Democracy Studies (CIDe) atau Pusat Kajian Islam dan Demokrasi, saya menyampaikan kekecewaan dan keprihatinan terkait penanganan kasus korupsi yang terjadi di Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur dan ketidakberdayaan penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan dan KPK dalam memberikan efek jera terhadap para pelaku korupsi.

Bahwa masyarakat maupun LSM telah berulang kali melaporkan kasus korupsi, baik ke Polres Bangkalan maupun ke Polda Jawa Timur, namun

tidak satupun pengaduan tersebut diproses dan diusut dengan tuntas di pengadilan, bahkan pelakunya pun dapat dengan bebas berkeliaran melakukan tindak pidana korupsi yang baru.

Saya menganggap bahwa para petinggi di institusi terkait di Madura yang terlibat korupsi, sepertinya kebal hukum dan tidak ada satupun aparat penegak hukum yang berani mengusutnya.

Mathur Husyairi, Bangkalan

Sebagai warga masyarakat, saya menyampai­kan aspirasi dan masukan mengenai permohonan diadakan Sidang MPR untuk mencabut Amande­men UUD 1945 dan segera kembali kepada UUD 1945 dan Pancasila dalam menjalankan roda pemerintahan.

Selain itu, saya juga meminta agar segera mencabut segala UU dan peraturan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila, baik yang berlaku di Pusat maupun di Daerah.

Karena menurut saya telah terjadi ideologi negara Pancasila menjadi ideologi negara AS yang menganut demokrasi langsung.

Saya berharap agar kiranya DPR RI dapat mempertimbangkan aspirasi dan masukan tersebut demi kelangsungan kehidupan Negara Indonesia.

Supardi , Solo

Pencabutan Amandemen UUD 1945

Kasus Korupsi Bangkalan Mangkrak di Polda Jatim

Page 7: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

7EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Sebagai pensiunan pegawai Departemen Agama Tahun 2007, saya menyampaikan pengaduan mengenai adanya oknum di Bandara Soekarno Hatta yang melakukan pemerasan terhadap para TKI yang baru saja kembali ke Indonesia.

Kejadiannya, pada tanggal 22 September 2013 pulang ke Indonesia menggunakan pesawat Emirates dari Bandara King Abdul Aziz Saudi Arabia, saya bersama­sama dengan seorang TKI dari Cidaun Cianjur, Jabar, yaitu Sdr. Masruroh beserta dengan 20 orang lainnya. Mereka mengatakan takut menghadapi calo yang berada di Bandara Soekarno Hatta karena seringkali memeras para TKI.

Saya mendarat di Bandara Soekarno Hatta pada pukul 00:30 WIB dan masuk ke Terminal 2 sambil menunggu pengambilan barang. Saya

melihat para TKI tersebut dikumpulkan di suatu tempat dengan cara paksa. Kami berusaha untuk menolong Sdr. Masruroh dan TKI lainnya, namun dilarang untuk mendekat, selain itu saya juga dihardik dan diancam untuk tidak ikut campur mengurusi masalah kepulangan TKI, karena yang mereka lakukan tersebut sudah sesuai peraturan dari Kemenakertrans.

Kenyataan yang terjadi, para TKI tersebut telah dimintai uang untuk membayar ongkos pulang masing­masing sebesar Rp. 1.500.000,­ dan cek yang merupakan hasil jerih payah mereka bekerja ditukar oleh oknum tersebut. Saya merasa sangat prihatin terhadap para TKI tersebut. Mereka adalah pahlawan devisa yang seharusnya dilindungi, namun pada kenyataannya mereka diperlakukan tidak manusiawi.

Taufiq Basyir, Bandung

Saya adalah anggota veteran pejuang Kemerdekaan RI menyampaikan aspirasi mengenai perlunya keikutsertaan anggota veteran untuk ditempatkan pada setiap institusi pemerintah baik dipusat maupun di daerah dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan untuk mencegah tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Bahwa saat ini, di setiap lembaga pemerintah telah memiliki Badan Kehormatan (BK) yang memiliki fungsi melakukan pengawasan, meskipun hingga saat ini fungsi tersebut tidak berjalan dengan baik, dikarenakan bahwa orang­orang yang duduk di BK tersebut tidak amanah

dan tidak dapat menjalankan peran dan fungsinya karena adanya hubungan kekeluargaan dan rasa “korpsgeest”.

Untuk itu saya menyampaikan masukan bahwa sebaiknya Pemerintah menempatkan atau menyediakan satu kursi untuk Anggota Veteran/LVRI pada lini pengawasan di lembaga­lembaga atau institusi pemerintah karena pelapor berpendapat bahwa Anggota Veteran memiliki sikap tegas dan berani memberantas perilaku KKN.

Chairul Ahmady, Bogor

Veteran sebagai Badan Kehormatan

Perlakuan Petugas Bandara Soekarno Hatta terhadap TKI

Page 8: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

8 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Landasan Gagasan

Seluruh aliran pandangan atau mazhab teori ilmu ekonomi hing­ga saat ini sepakat bahwa tujuan mendasar dan utama dari berbagai upaya dan strategi pembangunan adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat. Apabila ditelisik dari sudut pandang teori ilmu pemerin­tahan, kita juga akan menemuke­nali bahwa target utama dari fungsi layanan organisasi pemerintahan adalah mendorong ke arah layanan publik bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan bermartabat.

Berdasarkan konstitusi kita, maka sejatinya masyarakat Indonesia ha­ruslah menjadi masyarakat yang sejahtera, unggul, dan berkeadilan. Dengan demikian, maka masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang bermartabat. Kesejahteraan tersebut tidak hanya diukur dari capaian besaran angka indikator perekonomian, namun juga dilihat dari berbagai indikator di luar ang ka makro ekonomi, seperti rerata pen­didikan masyarakat, tingkat kese­hatan, dan juga demokratisasi.

Kesejahteraan masyarakat dan kedaulatan bangsa, merupakan amanah konstitusi yang harus kita upayakan untuk tercapai. Hanya saja, bagaimana memenuhi amanah konstitusi tersebut, kita harus bersa­ma­sama mencari solusi yang baik dan dapat diterima bersama. Dis­kusi akan semakin menantang, apa­bila sudah mengarah pada strategi

dalam pencapaian tujuan dasar pembangunan tersebut. Kita semua memaklumi bahwa tiada satu tipe strategi pembangunan yang te­pat untuk semua tantangan yang sangat beragam. Untuk itu perlu dikenali bagaimana kondisi dan tan­tangan pembangunan yang ada di Indonesia, agar dapat dirumuskan strategi yang memadai dan efektif dalam mendorong upaya pencapai­an kese jahteraan masyarakat secara luas.

Didasarkan pada pemahaman tersebut di atas, maka perlu ki­ranya kita diskusikan bersama apa tantangan pembangunan terkait dengan terwujudnya amanah kon­stitusi mengenai masyarakat yang sejahtera, unggul, dan berkeadilan dalam rangka mewujudkan ma­syarakat yang bermartabat. Ragam

tantangan tersebut memiliki ben­tang spektrum yang cukup luas, mu­lai dari kecukupan atau kesejahtera­an di bidang kebutuhan pokok ekonomi, pemerataan pendidikan, peningkatan standar kesehatan ma­syarakat, pelaksanaan demokrati­sasi, implementasi desentralisasi, ketersediaan infrastruktur dasar, pembangunan kawasan perbatasan, konflik sosial, dan yang paling kru­sial dalam era reformasi saat ini adalah korupsi yang semakin masif dan semakin canggih, dan lain seba­gainya.

Sudah tentu tidak secara naif kita katakan bahwa kita akan sanggup menanggulangi sebuah tantangan dengan tanpa menghiraukan tan­tangan atau permasalahan di sek­tor lainnya. Karena memang pada dasarnya, sebuah tantangan pem­bangunan, akan berupa multifa­ceted layaknya berlian yang harus dipandang dari seluruh sisinya. Ti­dak ada tantangan pembangunan di satu bidang, yang steril dari isu pada bidang pembangunan lainnya. Misalnya, tantangan keberhasilan bidang ekonomi, akan memerlu­kan pemecahan pada bidang tata kelola administrasi dan peraturan, serta pada kapasitas kinerja pamong pemerintahan yang terkait.

Ragam Tantangan

Menuju tercapainya welfare society tentu saja tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek ataupun segmented atau hanya

Setiap pemimpin bangsa ini, sejak era Soekarno hingga SBY, sudah mencoba menerjemahkan amanah konstitusi dalam bentuk kerja-kerja di setiap periode kepemimpinannya. Masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan yang saling melengkapi. Oleh karena itu, kepemimpinan berikutnya, tentu merupakan kelanjutan yang tidak dapat dipisahkan dari kepemimpinan sebelumnya, dan harus terus diperbaiki. Berikut ini adalah gagasan pemikiran saya mengenai kedaulatan dan kepemimpinan bagi pembangunan Indonesia.

OLeH dr. MarzUki aLie

PESAN PIMPINAN

Page 9: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

9EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

fokus pada sektor tertentu saja. Hal ini karena berbagai tantangan seringkali mengharuskan adanya pendekatan penyelesaian yang terintegrasi, bahkan beberapa tantangan pembangunan tidak dapat diselesaikan hanya dalam satu periode pemerintahan saja. Didasarkan pada hal tersebut, maka menjadi penting bagi kita untuk mampu mengenali permasalahan pembangunan yang ada, serta menetapkan skala prioritas dalam penyelesaiannya.

Salah satu contoh permasalahan yang menyangkut kesejahteraan ekonomi masyarakat dan layak dija­dikan prioritas adalah adanya gejala inflasi kebutuhan pokok yang terus menggerus daya beli rakyat. Layak sebagai prioritas karena inflasi yang terlalu tinggi akan mengganggu kapasitas pemenuhan hajat hidup masyarakat, dan juga karena ter­kadang permasalahan inflasi ini me­nyangkut hal­hal yang paradoksal. Salah satu contoh paradoksal dalam inflasi adalah, Indonesia sebagai negara dengan kapasitas pertanian yang luas, ternyata sangat bergan­tung pada impor hasil­hasil perta­nian seperti kedelai, bawang putih, beras, dan bahkan tergantung pada pasokan daging sapi. Dipahami bahwa pembelian barang dan jasa dari luar negeri merupakan hal yang lumrah, namun menjadi tidak lumrah apabila telah terjadi keter­gantungan atas produk luar negeri, atau bahkan apabila justru menjadi salah satu pendorong depresiasi mata uang rupiah maupun menjadi penyebab inflasi.

Rasanya kita semua sependapat bahwa bentangan ragam tantang­an pembangunan sangat lebar, mu­lai dari hal­hal yang sangat kuan­titatif dan mudah terukur hingga hal­hal yang kualitatif. Seringkali kita membaca berita bahwa GDP/kapita kita membaik, juga mende­ngar pernyataan mengenai rendah­nya rasio defisit APBN (berbanding GDP), atau mungkin juga membaca mengenai turunnya defisit neraca pembayaran. Namun pertanyaan lanjutannya adalah apakah secara

riil kesejahteraan ekonomi masyara­kat secara luas, juga ikut membaik? Berbagai contoh pertanyaan dari masyarakat yang juga seringkali muncul antara lain; apakah tingkat kesehatan dan pendidikan sudah merata dijangkau seluruh lapisan masyarakat? Apakah telah terwujud demokratisasi sebagaimana seha­rusnya? Apakah kesetaraan gender sudah membaik di Indonesia? Apa­kah teori yang menyatakan trick­le­down effect telah terwujud di daerah­daerah Indonesia di luar ka­wasan industri? Bagaimana keterse­diaan infrastruktur dasar khususnya wilayah luar Jawa dan Sumatera, serta berbagai pertanyaan lainnya, merupakan contoh dari ragam tan­tangan pembangunan baik yang bisa mudah diukur secara kuanti­tatif, maupun yang lebih bersifat kualitatif. Yang pasti, tantangan tersebut harus segera terjawab oleh pemimpin bangsa, melalui kete­ladanan kepemimpinan yang kredi­bel, amanah, dan cekatan.

Tentu saja, sebagaimana disam­paikan di atas, bahwa penyelesaian ragam tantangan pembangunan ini tidaklah mudah dan tidak dapat diselesaikan secara serentak. Perlu komitmen nasional yang melibatkan beragam sektor dan beragam aktor pembangunan di seluruh Indone­sia, yang dilandasi oleh kesadaran berbangsa bersama, serta dito­pang dengan adanya kemandirian bangsa. Sebagai gambaran umum dalam diskusi wacana kali ini, be­

berapa contoh cluster tantangan pemba ngunan dapat disampaikan di bawah ini:

Tantangan dalam bidang ekono­mi: mencakup antara lain (besaran makro), inflasi yang didorong oleh naiknya harga­harga kebutuhan pokok, defisit APBN dan utang in­ternasional, serta defisit transaksi perdagangan internasional maupun jatuh temponya utang internasional yang akan mendorong pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang kuat dunia yang pada ak­hirnya secara tidak langsung akan mengganggu kapasitas daya beli masyarakat.1

Tantangan rendahnya sebaran layanan pendidikan yang memadai: mencakup kurangnya fasilitas pendidikan dasar di remote areas, kurangnya rasio tenaga didik yang cakap, serta masih belum meratanya pendidikan dasar yang murah.2

1 Inflasi sepanjang 2013 sebe-sar 8,38% (yoy), di atas target inflasi yang ditetapkan sebesar 4,5%. Kurs tengah BI per tanggal 3 Januari 2014, telah mencapai Rp 12.226/USD, dan cadangan valuta asing Indonesia per 29 November 2013 menjadi sebesar 96,960 milyar USD yang berarti telah turun dibandingkan pada 31 Januari 2012 (111,990 milyar USD) dan posisi per 31 Januari 2013 (108,780 milyar USD). Besar kecilnya cadangan valuta asing ini akan menentukan kapasi-tas daya tahan kurs Rupiah terhadap hard currencies, dan akan menentukan kredibilitas mata uang Rupiah dalam transaksi internasional. Adanya de-fisit transaksi berjalan Indonesia peri-ode Jan-Nov 2013 (-11.837,3 milyar USD), yang jauh lebih besar diband-ingkan periode yang sama Tahun 2012 (-4.848,4 milyar USD), diperkirakan juga menjadi salah satu pendorong melemahnya nilai tukar Rupiah terha-dap mata uang asing kuat (hard curren-cies).2 Dibandingkan dengan nega-ra-negara ASEAN utama lainnya (Phil-ippine, Thailand, Singapore, Brunei dan Malaysia) Indonesia masih jauh terting-gal dari sisi pembangunan manusianya. Menurut laporan Human Development Index (HDI UNDP), tahun 2012 posisi Indonesia masih pada urutan ke 121 dunia (naik 3 peringkat dibandingkan

Perlu komitmen nasional yang

melibatkan beragam sektor dan beragam

aktor pembangunan di seluruh Indonesia, yang dilandasi oleh kesadaran

berbangsa bersama, serta ditopang dengan adanya kemandirian

bangsa.

Page 10: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

10 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Tantangan minimnya sebaran layanan kesehatan masyarakat: antara lain diindikasikan kurangnya jumlah tenaga medis di luar Jawa dan Sumatera, baik untuk layanan yang terkait dengan penyakit, maupun yang terkait dengan kecukupan gizi, kesehatan balita, dan kehamilan.3

Infrastruktur dasar yang belum memadai: buruknya kualitas dan rendahnya kuantitas infrastruktur (misalnya ketersediaan transpor­tasi masal, jalan dan jembatan), akan mendorong tingginya biaya ekonomi atas penyediaan barang dan jasa bagi masyarakat. Disam­ping tingginya biaya ekonomi bagi masyarakat, buruknya kualitas in­frastruktur akan menghambat laju penyebaran informasi dan penge­tahuan serta teknologi kepada ma­syarakat, khususnya di luar wilayah Jawa dan Sumatera.4

Demokratisasi dan desentralisasi pembangunan daerah: beberapa kajian dari beberapa perguruan tinggi menyatakan bahwa proses demokratisasi di Indonesia sudah posisi Tahun 2011), yang berarti sangat jauh tertinggal dibandingkan Malaysia (posisi 64), apalagi Singapore (posisi 18). Lebih menyedihkan lagi karena, dari sisi pendidikan, skor HDI kita turun dari 0,584 (Tahun 2011) menjadi 0,577 (Tahun 2012).3 Didasarkan pada capaian HDI 2012, skor atau penilaian Indonesia dari sisi kesehatan, naik sedikit diban-dingkan HDI Tahun 2011 (dari 0,779 menjadi 0,785). Hanya saja, secara to-tal HDI kita masih rendah (peringkat di atas 100 dunia, dan lebih rendah dari 5 negara utama ASEAN lainnya). Apa-bila ditinjau dari target MDGs 2015 (kesepakatan dunia atas Millennium Development Goals di PBB), meskipun menunjukkan peningkatan kinerja ke-sehatan pada beberapa indikator dan pada beberapa daerah, namun dapat dikatakan kita juga sangat sulit men ca-pai target kesehatan keseluruhan yang dimaksudkan dalam MDGs. 4 Sangat mudah untuk diper-bandingkan dari sisi ketersediaan jalan nasional di Indonesia. Untuk wilayah Jawa dan Sumatera, maka dapat di-katakan kita sangat tertinggal, apalagi di luar wilayah tersebut.

sangat ‘bebas’, yang dapat dikatakan sebagai tahap yang berlebihan. Prasyarat dasar dari terwujudnya demokratisasi yang baik, masih be­lum dapat dipenuhi. Prasyarat terse­but antara lain, tingkat pendidikan dasar masyarakat yang baik (untuk memudahkan proses edukasi kesa­daran keterwakilan politik dan ber­negara), ketersediaan media yang berimbang (untuk meminimalkan asymmetric information), keterse­diaan dukungan kelembagaan yang kredibel bagi proses demokrasi (lembaga pemilu, dan peraturan pendukungnya), serta kapasitas sumber daya manusia pelaksana kunci proses demokratisasi. Perma­salahan yang senada juga muncul dari sisi pelaksanaan desentralisasi/otonomi daerah. Dari sisi desentrali­sasi ternyata masih menyisakan pe­kerjaan rumah yang sangat banyak, seperti pemekaran wilayah dan be­ban biaya pembangunan, korupsi yang ‘terdesentralisasi’, koordinasi pembangunan antara wilayah yang menjadi lebih rumit, serta muncul­nya kooptasi dari ‘elit lokal’ terhadap target pembangunan.

Korupsi dan penegakan hukum: sangat banyak tantangan pada upaya penanggulangan korupsi dan penegakan hukum. Korupsi yang masih merajai para penegak hu­kum, serta para pimpinan lembaga pemerintahan, menjadi salah satu bukti kondisi buruknya penyalah­gunaan wewenang, dan lemahnya

mental para penyelenggara peme­rintahan/negara. Proses penegakan hukum, disertai contoh kepemimpi­nan yang kredibel, dan edukasi masyarakat mengenai korupsi dan dampaknya, akan menjadi upaya yang cukup ampuh dalam menang­gulangi kejahatan korupsi. Edukasi masyarakat untuk mewujudkan “budaya disiplin dan jujur”, menjadi mendesak, mengingat secara ‘sa­mar’ telah ada budaya permisif atas abuse of power baik dalam upaya adanya keuntungan finansial mau­pun non-finansial.

Last but not least: lemahnya wibawa diplomasi internasional; Posisi Indonesia sebagai negara be­sar de ngan bentang luas wilayah, kekayaan potensi alam, dan jum­lah penduduk yang ada, sangat memungkinkan Indonesia menjadi negara yang berpengaruh dalam di­plomasi internasional dan bermarta­bat diantara bangsa­bangsa lain di dunia.

Pokok Gagasan

Pada dasarnya, tantangan pem­bangunan dapat diatasi dengan le­bih baik, apabila kita mampu melihat permasalahan pembangunan se­cara holistik serta dilandasi dengan pemahaman ke­Indonesia­an yang menyeluruh. Cara berfikir ini, diser­tai hadirnya teladan kepemimpinan yang kuat, akan mendorong terwu­judnya perencanaan pembangunan yang tepat dan efektif,

Kepemimpinan yang layak dite­ladani, harus memenuhi prasyarat: (1) kemampuan menemukenali tan­tangan bersama, (2) kemampuan untuk mendorong terwujudnya ke sadaran kolektif atas tantangan pembangunan tersebut, (3) kemam­puan untuk mencari solusi bersama atas tantangan tersebut, (4) ke­mampuan untuk secara koordinatif mampu memimpin terlaksananya solusi yang ada, dan (5) Kemam­puan berpikir dan bertindak secara dinamis dan sistematis.

Di bawah kepemimpinan yang efektif dan patut diteladani terse­

Edukasi masyarakat untuk mewujudkan

“budaya disiplin dan jujur”, menjadi

mendesak, mengingat secara ‘samar’ telah ada

budaya permisif atas abuse of power baik dalam upaya adanya keuntungan finansial

maupun non-finansial.

Page 11: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

11EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

but, akan hadir perencanaan pem­bangunan dengan penetapan target dan prioritas pembangunan yang efektif, disertai pemahaman atas penetapan periode penyelesaiannya apakah jangka panjang atau jangka pendek.

Tanpa menganggap ringan ter­hadap berbagai tantangan pem­bangunan nasional tersebut, maka perlu kiranya disepakati bahwa gagasan­gagasan solusi bagi tan­tangan pembangunan haruslah: (1) berakar pada konstitusi bangsa, (2) mencakup berbagai tantangan dan peluang dari kinerja pembangunan selama ini, serta (3) memiliki konsi­deran akademik yang tepat. Melalui proses forum dialog yang luas dan kredibel, maka berbagai gagasan tersebut dapat diuji untuk ditetap­kan sebagai alternatif solusi bangsa.

Inti dari gagasan yang dapat di­sampaikan adalah, keharusan ter­wujudnya “Kedaulatan Bangsa dan Teladan Kepemimpinan yang tang­guh serta efektif” bagi tercapainya masyarakat yang bermartabat, me­lalui masyarakat yang unggul, se­jahtera dan berkeadilan. Gagasan tentang Kedaulatan dan Teladan Kepemimpinan ini bukan berarti menutup gagasan lainnya yang mungkin ada, dan juga bukan be­

rarti meniadakan tantangan di sek­tor lainnya, namun justru dua ga­gasan ini diharapkan akan menjadi simpul yang mampu menjadi pere­kat sinergi berbagai potensi bangsa yang ada. Kepemimpinan yang efektif serta patut diteladani, bu­kan sebatas retorika, namun ha rus mampu diwujudkan dengan kerja nyata yang implementatif. Seorang pemimpin diharapkan secara ideal memiliki pemahaman konsepsi yang sangat kuat, namun secara bersamaan mampu menyampaikan secara komunikatif dan teknis atas isu­isu permasalahan yang dihada­pi masyarakat. Seorang pemimpin juga harus mampu memberi dan membawa kesamaan pemahaman atas permasalahan bangsa, seka­ligus mampu meyakinkan adanya kepemimpinan yang mampu me­mimpin untuk secara bersama me­nyelesaikan permasalahan bangsa.

Kedaulatan yang diajukan sebagai alternatif solusi pembangunan nasional, mencakup:

Kedaulatan Ekonomi (green econo­my, antara lain mencakup kedaulatan atas kebutuhan pangan pokok ma­syarakat, dan kedaulatan energi);

Kedaulatan Pengelolaan Potensi Bangsa (potensi manusia, potensi

budaya, potensi iptek, potensi alam termasuk di dalamnya potensi kelautan nasional dan lainnya);

Kedaulatan wilayah, dan keaman­an dalam negeri serta pencegahan korupsi.

Adanya kedaulatan ini, juga men­cerminkan kemandirian atas sektor yang terkait. Kedaulatan ini juga akan mampu menciptakan efisiensi pemanfaatan dana pembangunan (APBN), memperkuat posisi transaksi neraca perdagangan Indonesia, serta mendukung ketersediaan pangan dan energi dengan lebih baik di tengah masyarakat. Diperkuat dengan Kedaulatan Budaya, maka Indonesia akan mampu lebih cepat berbenah dalam menyongsong masa depan bangsa yang lebih ber daulat (sebagaimana amanah konstitusi), serta lebih sejahtera.

Penguatan dari sisi kedaulatan, juga memerlukan adanya kepe­mimpinan nasional yang tangguh, cakap, dan berwibawa. Hal ini bu­kan sekadar retorika istilah saja, na­mun sudah terbukti secara praktis sangat diperlukan. Keputusan akan perlunya kedaulatan bangsa, serta berbagai keputusan bagi strategi pembangunan nasional, sangat me­merlukan hadirnya kepemimpinan nasional yang tangguh. Tantangan utama dalam hal ini adalah, bukan dalam mencari landasan teori kepe­mimpinan, namun sudah pada tata­ran implementasi kecakapan praktis dari pemimpin nasional yang ada. Kata kunci yang perlu dalam isu kepemimpinan nasional adalah, ke­cakapan manajerial yang dibekali pengetahuan komprehensif, diiringi kecakapan bersikap dan dilandasi visi kenegarawanan, mempunyai integritas yang teruji serta mampu memberikan keteladanan yang dapat menginspirasi anak bangsa.

Demikian paparan gagasan ini disampaikan, semoga dapat dija­dikan bahan pemikiran dan diskusi bersama, demi terwujudnya Bangsa Indonesia yang Bermartabat. Terima kasih.***

Page 12: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

12 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

PROLOG

Tahun baru, semangat baru, harapan baru. Itulah yang banyak diteriakkan dalam acara peringatan menyambut pergantian baru di sejumlah tempat di tanah air. Harapan itu seperti gayung bersambut ketika memperhatikan sejumlah produk legislasi usul inisiatif DPR yang telah diselesaikan sampai menjelang akhir 2013. Undang-undang ini disebut Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso monumental, karena memberikan dampak luar biasa dalam upaya membangun Indonesia yang lebih baik. Ini seiring sejalan dengan harapan masyarakat yang mengawal proses pembahasannya baik di dalam maupun di luar gedung DPR, lewat aksi unjuk rasa.

Mari kita lihat daftar undang­undang yang masuk kate­gori monumental itu. Pertengahan

Desember lalu ada 2 undang­un­dang yang diketok dalam rapat pari­purna DPR yaitu RUU ASN (Aparatur Sipil Negara) dan RUU Desa. Belajar dari keberhasilan sejumlah negara yang bangkit setelah melakukan penataan birokrasinya, DPR segera tergerak melakukan perubahan mendasar pada UU no.43/1999 ten­tang Pokok­Pokok Kepegawaian. “Sebenarnya DPR sudah mempersi­lahkan pemerintah untuk mengam­bil inisiatif dalam menuntaskan UU ASN ini tetapi tidak jalan. DPR perlu mengambil inisiatif karena ini ke­sempatan emas menata, merefor­masi birokrasi kita sehingga menjadi world class civil service, pelayanan

publik kelas dunia,” kata Wakil Ketua Komisi II Abdul Hakam Naja.

Salah satu kunci utama dalam UU ASN adalah hadirnya lembaga in­dependen yang diberi nama Komi­si Aparatur Sipil Negara (KASN). Anggotanya dipilih dengan syarat ketat diantaranya tidak boleh men­jadi anggota parpol dan berusia minimal 55 tahun. Fokus kerjanya adalah mengawasi proses pemilih­an dan penetapan Jabatan Pimpin­an Tinggi ditingkat pusat maupun daerah. Saat ini terdata puluhan ribu jabatan setingkat eselon 1 dan 2 yang akan berubah menjadi Jabatan Pimpinan Tinggi. Pengisian jabatan dilakukan oleh panitia seleksi yang dibentuk pemerintah yang berlang­sung secara terbuka, akuntabel dan transparan atau sekarang populer dengan istilah lelang jabatan. Apa­

bila terdapat penyimpangan, proses tidak transparan maka KASN mem­punyai kewenangan untuk mem­batalkan.

“KASN menjadi palang pintunya, dia melakukan pengawasan ter­hadap proses seleksi untuk pejabat tinggi di Kabupaten, Kota, Provinsi dan Pusat. Ini telah diujicobakan oleh Pemprov DKI dan BKN, kita nilai cukup berhasil. KASN seba­gai pengawas bisa membatalkan apabila prosesnya tidak sesuai aturan perundang­undangan, tidak memenuhi syarat atau capable pada jabatan tertentu. Misalnya bupati di daerah tiba­tiba mempromosikan mantan tim suksesnya menjadi ke­pala dinas, ini tidak bisa lagi. KASN bisa bertindak,” kata wakil rakyat dari dapil Jateng X ini. Kompetisi atau lelang jabatan berdasarkan UU

Page 13: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

13EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

ASN hanya diatur sampai Jabatan Pimpinan Tinggi tapi tidak menutup kemungkinan apabila setiap kantor Aparatur Sipil Negara juga mene­rapkannya pada jabatan administra­si atau fungsional dibawahnya. Kita berharap sejumlah aturan dibawah UU yang harus segera diselesaikan pemerintah, dapat sejalan dengan semangat UU ini. Sehingga pada saatnya kita akan melihat aparat yang bekerja benar­benar melayani.

Terkait UU Desa ada tulisan men­arik dari Irawan Rumekso seorang mantan camat, di harian Jawa Pos, 24 Desember 2013. Ia menyebut pengesahan UU Desa yang meru­pakan usul inisiatif DPR menjadi tonggak sejarah yang penting bagi pemerintahan desa yang kini men­capai 73 ribu desa di seluruh Indo­nesia. Baru kali ini ada UU Desa yang menunjukkan komitmen yang nyata dari negara untuk memberdayakan desa dan meningkatkan kesejahte­raan seluruh aparatur desa. Komit­men itu cukup membesarkan hati.

UU Desa lanjut Irawan patut dia­presiasi karena mencantumkan kebijakan­kebijakan yang strategis bagi kemajuan serta perkemba­ngan desa. Selain itu, UU tersebut menghargai eksistensi desa dan peran aparatur desa. Mengingat, kedudukan dan peran desa dalam sistem ketatanegaraan sangat pen­ting. UU Desa yang baru merupakan terobosan yang fenomenal dari DPR dan pemerintah yang bakal menjadi tonggak sejarah bagi perkemba­ngan serta kemajuan desa dan di­catat dengan tinta emas dalam seja­

rah pemerintahan Indonesia.

Ada perdebatan menarik men­jelang Presiden SBY meluncurkan BPJS (Badan Penyelenggara Jamin an Sosial) dan Jaminan Kesehatan Nasi­onal (JKN) 31 Desember lalu. Sejum­lah pihak yang tentu pendukung setia menyatakan BPJS yang memberikan jaminan layanan kese hatan bagi se­luruh rakyat Indonesia sebagai ba­gian ‘SBY Care’. Klaim ini segera di­luruskan oleh anggota Komisi IX DPR Indra. “UU nomor 24 tahun 2011 ten­tang BPJS itu bukan RUU inisiatif Pre­siden tetapi inisiatif DPR. Pemerintah iya ikut membahas namun dalam prosesnya lebih ba nyak menghalan­gi,” tandas politisi dari FPKS ini. Tapi ya sudahlah, mari sekarang konsen­trasi pada upaya bagaimana produk legislasi ini benar­benar memberi­kan kemaslahatan nyata bagi ma­syarakat, se suai amanat pasal demi pasal yang memang menjanjikan. BPJS sudah bergulir mulai 1 Januari 2014. Kita tentu tidak ingin aturan itu hanya indah didengar tapi tidak pernah dapat direalisasikan. “Saya juga sadar, di awal pelaksanaan BPJS ini akan babak belur. Tapi, setidaknya ada upaya dari pemerintah dan DPR untuk terus mengawal. Program ini fenomenal selama pemerintahan SBY,” ujar Okky Osokawati anggota Komisi IX dari FPPP.

Sejalan dengan upaya mem­berikan layanan kesehatan yang lebih baik lewat program BPJS, DPR kemudian memandang perlu melangkah lebih maju kali ini me­nyelesaikan sengkarut permasalah­an yang menyebabkan kurangnya jumlah tenaga dokter di tanah air. Masalah utama dilingkari; pendidi­kan dokter mahal. Maka dirancang­lah RUU usul inisiatif Pendidikan Kedokteran. “Pendidikan dokter di Indonesia termasuk kategori sangat mahal. Semangat dalam penyusun­an RUU Dikdok ini adalah berangkat dari mahalnya biaya Pendidikan Ke­dokteran. Salah satu solusi untuk menekan biaya kuliah dokter, DPR meminta Pemerintah menggelon­torkan dana Bidikmisi. Hal ini diatur dalam Undang­undang Pendidikan Tinggi,” ujar Ketua Komisi X DPR RI

Agus Hermanto.

Harapannya dengan disahkannya UU Dikdok ini, jutaan anak Indo­nesia pintar yang bercita­cita jadi dokter tetapi tidak berdaya secara ekonomi bisa kembali tersenyum. Selain itu, Indonesia semakin siap menghadapi AFTA, dengan jumlah dokter yang tersebar merata ke se­luruh wilayah Indonesia. “Sebentar lagi kita memasuki AFTA, jika kita tidak melahirkan dokter­dokter un­tuk daerah terpencil atau terluar, bisa saja nanti dokter dari negara lain yang bisa masuk ke wilayah In­doensia. Kita harus mempersiapkan hal itu. Kita tidak hanya memfokus­kan Pendidik an Kedokteran bukan hanya di Jakarta, tapi juga dengan daerah lain di wilayah Indonesia,” papar politisi FPD ini.

Kabar baik lain yang diharapkan dapat menghadirkan semangat baru bagi masyarakat adalah disahkan­nya UU Administrasi Kependudukan. Produk legislasi ini memang bukan usul inisiatif DPR tetapi pemerintah, tetapi peran para legislator dalam pembahasan telah mendorong berdirinya tonggak penting bagi terwujudnya data kependuduk an handal guna proses pembangunan demokrasi yang lebih baik. “Nilai signifikan dengan adanya UU Ad­minduk ini adalah negara sangat memperhatikan kewajibannya un­tuk melayani publik, baik itu data kependudukan dan identitas bagi setiap warga negaranya. Semua pelayanan itu diberikan secara gra­tis. Baik itu Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, Akta Kelahiran, termasuk yang baru yaitu Akta Ke­matian. Supaya jumlah penduduk itu ada kepastian,” kata Ketua Komi­si II Agun Gunanjar. Dalam pemba­hasan UU Adminduk diputuskan pula, KTP elektronik yang sudah berjalan dan berlaku saat ini, masa berlakunya menjadi seumur hidup pemilik. Ini memudahkan rakyat. Lebih jauh rangkaian produk legis­lasi ini menerbitkan harapan baru laksana fajar harapan dari Senayan yang mewarnai awal tahun 2014. (iky/mh/sf) Foto: Iwan Armanias /Parle.

Page 14: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

14 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Bayangkan apa jadinya ketika Pasar Bebas Asean 2015 mulai dijalankan. Barang dan jasa dari 11 negara rumpun Asia Tenggara ini akan saling bertanding merebut hati masyarakat yang berdasarkan data pada

saat itu akan berjumlah 633 juta jiwa. Siapa yang paling berkualitas maka dipastikan dialah yang akan masuk menerobos pintu­pintu yang nantinya akan terbuka lebar. Namun apa jadinya ketika pintu telah dibuka tetapi birokrasi sebagai jangkar utama pelayanan masih melempem, miskin inovasi dan berjiwa komisi. Tuntutan kerja yang semakin tinggi dipastikan akan menggerus mereka. Bukan tidak mungkin ketika layanan servis

kelas dunia sudah menjadi kebutuhan, aparat birokrasi ini tergusur dengan tambahan tenaga dari negara­negara yang sudah teruji dan terbukti cepat dan efisien dalam melayani.

Kondisi inilah yang menjadi perhatian DPR sehingga memaksa pemerintah untuk segera menuntaskan pembahasan UU ASN (Aparatur Sipil Negara) dan diketok dalam rapat paripurna akhir Desember lalu. UU ini menetapkan Aparatur Sipil Negara sebagai sebuah profesi, yang terdiri dari 2 kelompok besar yaitu PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). “UU ini inisiatif DPR untuk

MENGEJAR MIMPI, APARATUR SIPIL NEGARA BERKELAS DUNIA

LAPORAN UTAMA

Abdul Hakam Naja, Wakil Ketua Komisi II DPR RI.

Page 15: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

15EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

menciptakan suasana kompetisi yang akan memaksa ASN lebih melayani, diuji kompetensinya, integritasnya. Mendorong kualitas pelayan publik semakin meningkat. Kalau ada investasi di daerah akan dilayani lebih baik, waktu pelayanan terukur. Selama ini kan tidak jelas, berapa meja, biayanya berapa. Sekarang tidak bisa lagi, sebentar lagi ada Pasar Bebas Asean 2015, kita bisa kalah bersaing kalau kultur birokrasi kita masih seperti masa lalu,” tekan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Abdul Hakam Naja, kepada Parle dalam percakapan di Jakarta beberapa waktu lalu.

Politisi FPAN ini kemudian menunjuk contoh sukses, bagaimana Singapura menata birokrasi yang melayani dan kemudian tumbuh sebagai negara maju dengan hanya mengandalkan sektor barang dan jasa. Negeri singa mengaum yang memiliki kultur hampir sama dengan Indonesia, birokrasinya tumbuh cukup pesat sekitar 4 persen dari jumlah penduduk. Bandingkan dengan Indonesia yang aparat birokrasinya masih dibawah 2 persen. Pelayanan yang prima membuat banyak negara mempercayakan barang dan produk unggulannya kepada Singapura, mulai dari minyak, gas sampai kepada ikan hias. Peternak ikan hias di Depok sangat bangga berhasil mengekspor beragam jenis varitas unggul ke Singapura tapi berubah manyun ketika tahu ikan mereka dirawat di kolam yang lebih canggih. Setelah sisiknya lebih mengkilap, lebih sehat, diekspor kembali ke negara lain dengan harga berkali lipat tapi kali ini dengan label berubah dan diaku sebagai budi daya negeri Singa.

“Tidak ada yang menyangka kita itu devisit dengan Singapura dalam impor minyak dan gas , padahal negeri itu tidak punya tambang minyak dan gas. Tetapi karena unggul dalam pelayanan publik, membangun kilang yang mampu melayani produsen minyak dunia. Indonesia yang kekurangan pasokan, akhirnya mengimpor minyak dan gas dari Singapura,” tandasnya. Hakam juga menggarisbawahi keberhasilan Cina dalam mereformasi birokrasi sehingga mengantar negeri itu menjadi kekuatan ekonomi dunia nomer 2. Semua contoh sukses itu menunjukkan birokrasi yang melayani itu penting. Fakta itu menurutnya sudah cukup bagi Indonesia untuk segera menata diri, kalau ingin bangkit. Aparat birokrasi harus ditata ulang menjadi lebih melayani dan selalu siap berkompetisi.

“Sebenarnya DPR sudah mempersilahkan pemerintah untuk mengambil inisiatif dalam menuntaskan UU ASN

ini tetapi tidak jalan. DPR perlu mengambil inisiatif karena ini kesempatan emas menata, mereformasi birokrasi kita sehingga menjadi world class civil service, menjadi pelayan publik kelas dunia,” lanjut wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Tengah X ini. Dalam pembahasannya para pakar dari sejumlah perguruan tinggi dilibatkan, termasuk mantan pimpinan Badan Kepegawaian Negara yang tentu telah berpengalaman dalam bongkar pasang organisasi birokrasi negara ini.

KASN

Salah satu kunci utama dalam UU ASN yang merupakan revisi UU nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok­Pokok Kepegawaian ini adalah hadirnya lembaga independen yang diberi nama Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Anggotanya dipilih dengan syarat ketat diantaranya tidak boleh menjadi anggota parpol dan berusia minimal 55 tahun. Fokus kerjanya adalah mengawasi proses pemilihan dan penetapan Jabatan Pimpinan Tinggi ditingkat pusat maupun daerah. Saat ini terdata puluhan ribu jabatan setingkat eselon 1 dan 2 yang akan berubah menjadi Jabatan Pimpinan Tinggi. Pengisian jabatan dilakukan oleh panitia seleksi yang dibentuk pemerintah yang berlangsung secara terbuka, akuntabel dan transparan atau sekarang populer dengan istilah lelang jabatan. Apabila terdapat penyimpangan, proses tidak transparan maka KASN mempunyai kewenangan untuk membatalkan.

“KASN menjadi palang pintunya, dia melakukan pengawasan terhadap proses seleksi untuk pejabat tinggi di Kabupaten, Kota, Provinsi dan Pusat. Ini telah diujicobakan oleh Pemprov DKI dan BKN, kita nilai cukup berhasil. KASN sebagai pengawas bisa membatalkan apabila prosesnya tidak sesuai aturan perundang­undangan, tidak memenuhi syarat atau capable pada jabatan tertentu. Misalnya bupati di daerah tiba­tiba mempromosikan mantan tim suksesnya menjadi kepala dinas, ini tidak bisa lagi. KASN bisa bertindak,” paparnya. Kompetisi atau lelang jabatan berdasarkan UU ASN hanya diatur sampai Jabatan Pimpinan Tinggi tapi tidak menutup kemungkinan apabila setiap kantor Aparatur Sipil Negara juga menerapkannya pada jabatan administrasi atau fungsional dibawahnya.

Pada bagian lain anggota Panja RUU ASN Gamari Sutrisno menjelaskan sempat muncul perdebatan panjang perlu tidaknya anggota KASN melalui proses fit and proper test di DPR, serta dorongan sejumlah

Kalau ada investasi di daerah akan dilayani lebih baik, waktu pelayanan terukur. Selama ini kan tidak jelas, berapa meja, biayanya berapa. Sekarang tidak bisa lagi, sebentar lagi ada Pasar Bebas Asean 2015, kita bisa kalah bersaing kalau kultur birokrasi kita masih seperti masa lalu.

Page 16: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

16 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

pihak agar institusi ini ditetapkan menjadi lembaga negara yang mandiri. KASN akhirnya ditetapkan menjadi lembaga nonstruktural karena ada preseden hanya institusi yang disebutkan dalam konstitusilah yang dapat diputuskan menjadi lembaga negara. “DPR akhirnya mengalah dapat memahami, kita mencari kompromi­lah kalau tidak bisa deadlock. Ini UU sudah dibahas terlalu lama, kalau tidak selesai dalam masa sidang kemaren bisa tidak selesai selamanya,” tandas politisi FPKS ini.

Lebih jauh ia menekankan pentingnya kompetisi dalam penetapan jabatan adalah agar aparatur sipil negara menjadi lebih fokus pada upaya melayani publik lebih baik. UU ASN mengamanatkan berlangsungnya merit system yang terbuka dan kompetitf. Penghargaan diberikan kepada siapa saja berhasil membangun prestasi kerja, sementara untuk yang gagal memenuhi target kerja diatur pemberian sanksi sampai kepada dipensiunkan dini. Ia menepis UU ASN akan memunculkan aksi saling sikut karena kompetisi yang dimaksud mencakup kompetensi dalam melakukan pelayanan publik dan berlangsung fair dan terbuka, semua pihak bisa dipastikan bisa memberikan penilaian. Orang tidak bisa lagi menjabat karena uangnya, karena saudaranya atau karena KKN. “Selama ini kita mengenal istilah PGPS ­ Pintar Goblok Penghasilan Sama, hal

seperti itu harus kita rubah agar ASN berada dalam zona kompetisi dalam melaksanakan tugasnya untuk utamanya melakukan pelayanan publik,” paparnya.

Salah satu poin penting dalam ruh lahirnya UU ASN adalah amanat untuk menjaga ke­Indonesiaan dan NKRI. Setiap Aparatur Sipil Negara di seluruh tanah air mendapat kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan apapun dan di instansi manapun. Kursi pejabat bukan monopoli orang pusat atau dari daerah tertentu, peluang untuk mengikuti proses seleksi terbuka bagi siapapun yang memenuhi persyaratan dan kompetensi. “Misalnya saja ada jabatan pimpinan tinggi disatu daerah kosong, silahkan dari mana saja Papua, Sulawesi, Sumatera, Jawa, kalau memenuhi syarat untuk jabatan itu dan ternyata lulus, maka dia bisa mutasi ke mana saja. Ini untuk membangun semangat ke­Indonesiaan yang luar biasa serta untuk mempererat kesatuan dan persatuan dalam bingkai NKRI,” ujarnya bersemangat.

Pensiun Diperpanjang

Khusus mengenai batas usia pensiun, DPR mem­perjuangkan sudah sepatutnya diperpanjang. Alasan utamanya sederhana yaitu usia harapan hidup orang Indonesia terus bertambah dan usia produktif juga meningkat. Setelah melalui forum lobi, disepakati batas usia pensiun bagi Pejabat Administrasi adalah 58 tahun, Pejabat Pimpinan Tinggi 60 tahun dan Pejabat Fungsional seperti dosen, peneliti dsbnya sesuai peraturan perundangan­undangan yang sudah berlaku. Kebijakan ini menurut Gamari akan mendorong setiap ASN untuk selalu menjaga kompetensinya, apabila tidak berkembang opsi pensiun dini selalu terbuka kapan saja.

“Usia 58 tahun masih tergolong usia produktif karena ketika masih menjabat sebagai ASN mereka selalu dijaga kompetensinya karena kalau tidak punya kompetensi mereka memang harus diperingatkan, tidak lagi bisa dikembangkan nanti akan berlaku pensiun dini. Tapi ketika kompetensinya masih bisa dipertahankan, dia masih punya hak pada batas usia 58 tahun. Jadi bukan berarti kerja nggak kerja, tidak berkompentisi serta merta bisa mencapai usia 58 tahun. Jadi ini hanya bagi mereka yang berkompetensi,” demikian Gamari. (iky) Foto: Iwan Armanias, Rizka/Parle.

Setelah melalui forum lobi, disepakati batas usia pensiun bagi Pejabat Administrasi adalah 58 tahun, Pejabat Pimpinan Tinggi 60 tahun dan Pejabat Fungsional seperti dosen, peneliti dsbnya sesuai peraturan perundangan-undangan yang sudah berlaku.

LAPORAN UTAMA

Page 17: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

17EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Namun, anggapan itu ditepis oleh Ketua Komisi X DPR RI Agus Hermanto. Ia menilai, kesempatan untuk

menempuh Pendidikan Kedokteran bisa dialami oleh siapa saja. Dengan disahkannya Rancangan Undang­undang Pendidikan Kedokteran pada 11 Juli 2013 lalu, membuat ke­sempatan itu semakin terbuka lebar.

“Pendidikan Dokter di Indonesia termasuk kategori sangat mahal. Semangat dalam penyusunan

RUU Dikdok ini adalah berangkat dari mahalnya biaya Pendidikan Kedokteran. Salah satu solusi untuk menekan biaya kul iah dokter, DPR meminta Pemerintah menggelontorkan dana Bidikmisi yang cukup banyak. Hal ini diatur dalam Undang­undang Pendidikan Tinggi,” jelas Agus.

Politisi Demokrat ini memastikan, Bidikmisi ini bisa diterima oleh mahasiswa biasa, walaupun tidak memiliki prestasi yang signifikan. Kriteria calon penerima Bidikmisi

a d a l a h m a h as i s w a t e r s e b u t memiliki tingkat ekonomi yang kurang memadai. Namun, Agus menyayangkan Bidikmisi ini tidak berlaku untuk Perguruan Tinggi Swasta.

“Sayangnya, beasiswa Bidikmisi kurang tepat untuk di Perguruan T inggi Swasta (P TS). Karena dalam Bidikmisi , ada k lausul mahasiswa tidak boleh dipungut biaya satu rupiah pun. Sedangkan, pembayaran di PTS itu lebih besar daripada Bidikmisi yang diterima,

Pendidikan Kedokteran mungkin menjadi setiap impian setiap anak Indonesia dari berbagai kalangan. Namun, biaya yang cukup tinggi, seringkali menjadi kendala untuk “makan bangku” di Fakultas Kedokteran. Muncul anggapan, bangku Fakultas Kedokteran hanya bisa diduduki oleh kaum berduit.

LAPORAN UTAMA

KETIKA BANGKU KULIAH KEDOKTERAN TAK MAHAL LAGI

Page 18: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

18 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

sehingga Yayasan t idak mau menerima Bidikmisi,” jelas Agus.

Seb enarny a B id ik mis i juga diterapkan kepada PTS, namun PTS itu sendiri yang tidak mau menerima B idikmisi . A lasannya, karena Yayasan merasa dirugikan, dimana besarnya bayaran lebih besar daripda Bidikmisi yang diperoleh. Dalam hal ini, Agus mengakui, baik DPR maupun Pemerintah tidak bisa mengatur PTS.

Agus mengaku, sebagian kan­dungan dalam UU Dikdok ini inline dengan UU Pendidikan Tinggi. Mi­salnya untuk penerimaan maha­siswa, menggunakan pola seperti SNMPTN. Bahkan, formulir maupun pendaftarannya harus gratis, kare­na dibayar oleh pemerintah dan ditanggung oleh APBN. Selain itu, biaya operasional PTN yang sudah ditanggung APBN pun kini tak men­

jadi beban mahasiswa.

Persiapan Menuju AFTA

Disahkannya UU Dikdok ini, tambah Agus, diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Per tama, seleksi penerimaan mahasiswa menjamin adanya kesempatan bagi calon dari daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya, kesetaraan gender, dan kondisi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Seleksi ini dilakukan melalui jalur khusus yang ditujukan untuk menjamin pemerataan penyebaran lulusan di seluruh wilayah NKRI.

“Kedua, dalam rangka proses pendidikan dan peningkatan mutu, penyelenggaraan pendidikan profesi bertempat di rumah sakit setelah rumah sakit yang dimaksud ditetapkan terlebih dahulu menjadi

rumah sakit pendidikan. Fakultas kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi hanya dapat bekerja sama dengan 1 rumah sakit pendidikan utama. Adapun Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi yang menyelenggarakan program pendidikan Dok ter Spesial is ­subspesial is dan Dok ter Gigi spesialis­subspesialis dapat bekerja sama dengan maksimal dua Rumah Sakit Pendidikan Utama,” papar Agus.

Berikutnya, adanya nomenklatur baru tentang Dokter Layanan Primer sebagai bagian dari pendidikan profesi, dan merupakan salah satu pilihan karir program profesi Dokter, yang setara dengan program dokter spesialis.

“Dokter Layanan Primer ini adalah suatu pendidikan kedokteran diatas pendidikan kodekteran yang biasanya, setingkat dengan pendidikan dokter spesialis. Tapi kan kalau pendidikan dokter spesialis itu kan spesifik ke satu penyakit, kalau yang ini lebih ke umum. Jadi, tingkatan Dokter Layanan Primer ini lebih tinggi dibanding dokter biasa,” jelas Agus.

Tahapannya, tambah Politisi asal Dapil Jawa Tengah ini, setelah ma­hasiswa selesai menempuh pendidi­kan dokter umum, dia melanjutkan mengambil Dokter Layanan Primer, yang mencakup seluruh penyakit. Pendidikan Dokter Layanan Primer ini setara dengan pendidikan dokter spesialis.

“Biasanya, minat untuk menjalani dokter layanan primer kan kurang bersemangat, maka ini harus di­berikan perhatian yang khusus. Nanti ijazahnya setara atau seting­kat dengan dokter spesialis, begitu juga dengan gajinya. Jika dia sedang menempuh pendidikan Dokter La­yanan Primer, maka ini akan diper­hatikan sepenuhnya,” jelas Agus.

Manfaat berikutnya, program in­ternship diselenggarakan bersama oleh kementerian yang menyeleng­garakan urusan pemerintahan di

LAPORAN UTAMA

Disahkannya UU Dikdok ini, tambah Agus, diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Pertama, seleksi penerimaan mahasiswa menjamin adanya kesempatan bagi calon dari daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya, kesetaraan gender, dan kondisi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Page 19: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

19EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

bidang pendidikan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, asosiasi institusi pendidikan kedok­teran, asosiasi rumah sakit pendi­dikan, dan berkoordinasi dengan organisasi profesi. Disamping itu, penempatan wajib sementara pada program internship diperhitungkan sebagai masa kerja.

“Dengan internship itu supaya prakteknya benar­benar bagus, betul­betul terdidik, dan ditugaskan di rumah sakit pendidikan dengan pengawasan dokter yang bertang­gungjawab. Mungkin sebelumnya dokter yang melakukan internship itu menemui banyak kendala. Tapi sekarang sudah ditetapkan bah­wa seluruh RS Pendidikan ha­

rus menyelenggarakan internship. Dan internship itu juga diberikan uang saku yang memadai. Temuan saya, untuk mendapatkan intern­ship itu cukup sulit. Kalau sekarang sudah jelas diatur dalam UU Dikdok, itu mendapatkan honor atau uang saku dan disiapkan rumah sakit in­ternship­nya,” jelas Agus.

Agus berharap dengan disah­kannya UU Dikdok ini, wajah Ke­dokteran kembali tersenyum dan menghasilkan lulusan dokter yang berkualitas dan memenuhi jumlah yang diharapkan. Selain itu, Indone­

sia semakin siap menghadapi AFTA (Asean Free Trade Area), dengan jumlah dokter yang tersebar merata ke seluruh wilayah Indonesia.

“Sebentar lagi kita memasuki AFTA, jika kita tidak melahirkan dok­ter­dokter untuk daerah terpencil atau terluar, bisa saja nanti dokter dari negara lain yang bisa masuk ke wilayah Indoensia. Kita harus mem­persiapkan hal itu. Kita tidak hanya memfokuskan Pendidikan Kedok­teran bukan hanya di Jakarta, tapi juga dengan daerah lain di wilayah Indonesia,” tutup Politisi asal Dapil Jawa Tengah ini. (sf) Foto: HR/Naefur­

oji /Parle.

Page 20: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

20 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) resmi berjalan pada 1 Januari lalu. Lewat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan, diharapkan layanan akses kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia bisa terpenuhi dengan baik. Layanan kesehatan bagi warga miskin menjadi perhatian khusus.

LAPORAN UTAMA

SEMANGAT AWAL TAHUN, MENYEHATKAN WARGA BANGSA

Dari DPR RI produk UU BPJS Kesehatan terse­but dihasilkan. Inilah produk monumental DPR yang bertujuan

menyehatkan seluruh rakyat Indo­nesia. DPR berada di garda terdepan dalam mengawal layanan kesehat­an ini. Tak kurang dari Ketua DPR RI Marzuki Alie, sempat menegaskan bahwa DPR yang merumuskan UU ini, maka DPR pula yang menyuk­seskan BPJS Kesehatan.

“DPR yang mengawasi pelaksa­

naan BPJS Kesehatan, agar rakyat mendapat pelayanan kesehatan yang baik.” Pernyataan Marzuki ini disampaikan di hadapan pimpi­nan BPJS Kesehatan dan masyara­kat miskin yang mendatangi DPR, pertengahan Januari lalu. Bila dulu asuransi kesehatan dibatasi usia, kini peserta di atas usia 80 tahun pun bisa ikut layanan BPJS Kesehat­an.

Di awal pemberlakuan program JKN oleh BPJS Kesehatan, DPR se­lalu membuka diri sekaligus mem­

Page 21: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

21EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

fasilitasi keluhan rakyat miskin untuk mendapatkan layanan kese­hatan terbaik. Seperti terjadi pada pertengan Januari lalu, Ketua DPR Marzuki Alie tak hanya menggelar pertemuan dengan Kepala BPJS Ke­sehatan Fahmi Idris dan jajarannya, lebih dari itu ia juga mengundang rakyat miskin di Jakarta untuk me­nyampaikan keluhannya langung di hadapan pimpinan BPJS Kesehatan dan Pimpin an DPR RI.

Di masa awal pemberlakuan JKN ini, kerap ditemukan kesimpang­siuran layanan kesehatan. Adalah wajar, kata Marzuk, bila ada sedikit masalah di sana sini. Sosialisasi pro­gram kesehatan yang satu ini tidak optimal, karena dilakukan di waktu yang sempit. Padahal, UU BPJS su­dah disahkan sejak 2011. Peraturan turunannya baru keluar 26 Desem­ber lalu berupa Perpres No. 105 dan 106. Itu pun ditarik kembali, karena dihujani kritik tajam.

Satu bulan pertama pelaksanaan BPJS kesehatan, banyak warga masih bingung bagaimana harus mengurus kartu sehatnya bila ingin berobat ke rumah sakit. Warga miskin malah be­lum mendapat penjelasan memadai. Bahkan, ada yang belum mengerti tentang BPJS. Masyarakat miskin ta­hunya program ini gratis. Padahal, ini adalah program asuran si kesehatan yang mewajibkan iur an.

Anggota Komisi IX Okky Asokawa­ti mengeritisi pelaksanaan BPJS. Untuk urusan sosialisasi, pemerin­tah selalu tidak optimal dan efektif melakukannya. Bila ada masyarakat miskin yang menyangka bahwa JKN gratis, itu indikasi dari sosialisasi yang tidak optimal. Betapa pun se­benarnya masyarakat miskin akan ditanggung negara iurannya lewat penerima bantuan iuran (PBI).

“JKN ini, sifatnya asuransi sosial. Setiap warga negara harus me­ngiur,” jelas politisi PPP itu. Di Ja­karta, misalnya, ada program Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diterapkan Gubernur Jokowi. Dan itu gratis bagi kaum miskin Jakarta. Begitu pula ada Jamkesmas yang gratis. Saat

semuanya diintegrasikan ke dalam BPJS Kesehatan, masyarakat tetap melihat program ini gratis.

“Ketika BPJS mulai disuarakan, masyarakat masih punya persepsi bahwa itu gratis. Padahal, sebena­rnya tidak. Jadi, memang menurut hemat saya, ini kesalahan ada di pihak pemerintah, karena pemerin­tah juga terlambat menyelesaikan beberapa peraturan pemerintah atau peraturan presiden,” tandas Okky. Setelah UU BPJS disahkan (November 2011), harusnya semua peraturan turunan itu sudah selesai pada November 2012.

Ternyata, peraturan turunannya baru selesai 26 Desember 2013 lalu berupa Perpres No.105 dan 106 yang kemudian ditarik kembali. Jadi, akar masalahnya adalah ketidak­sanggupan pemerintah membuat aturan turunan UU BPJS tepat wak­tu. Rakyat harus diberi penjelasan yang cukup bahwa ini tidak gratis.

Namun demikian, di tengah kekurangan pemerintah dalam me­nyosialisasikan BPJS Kesehatan, pro­gram ini patut mendapat dukungan

luas. Awal tahun 2014 ini, harus menjadi awal semangat menyehat­kan warga bangsa. Inilah program impian yang diharapkan mampu menutupi kebutuhan layanan kese­hatan, terutama bagi warga miskin atau hampir miskin di seluruh Tanah Air.

Jumlah PBI

Tahun 2014 ini, Pemerintah me­matok jumlah orang miskin pene­rima bantuan iuran (PBI) sebesar 86,4 juta jiwa. Padahal, bila me­ngacu pada data BPS 2011, jumlah keluarga miskin 25,2 juta. Bila dia­sumsikan satu keluarga terdiri dari 4 orang, mestinya jumlah penerima PBI dikalikan 4 menjadi 100,8 juta jiwa. Ada selisih jumlah yang perlu mendapat perhatian. Soal data, me­mang, selalu tidak akur dan seirama antara pemerintah dan DPR.

Okky sendiri mengaku tidak pu­nya data yang valid menyangkut jumlah PBI. Namun, menurutnya, warga miskin yang belum tercover dalam JKN ini bisa dicover oleh Pemda di seluruh Indonesia. Ketika kuota pemerintah terbatas, Pemda

Di Jakarta, misalnya, ada program Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diterapkan Gubernur Jokowi. Dan itu gratis bagi kaum miskin Jakarta. Begitu pula ada Jamkesmas yang gratis. Saat semuanya diintegrasikan ke dalam BPJS Kesehatan, masyarakat tetap melihat program ini gratis.

Page 22: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

22 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

sangat dibutuhkan perannya selama masa transisi di awal pemberlakuan JKN ini, hingga betul­betul tercover semuanya pada 2019.

Jangan sampai ada warga miskin yang tercecer yang tidak menerima layanan kesehatan. “Dalam UU BPJS, pemerintah baru bisa melakukan universal coverage pada 2019. Kami di Komisi IX mengaharapkan selisih orang miskin itu bisa dicover oleh pemerintah daerah lewat Jamkesda. Pemda mungkin sudah punya kuota BPJS kesehatannya sendiri, sehingga rakyat miskin bisa dicover sementa­ra oleh Jamkesda,” harap Okky.

Persoalannya, selama ini Peme­rintah menetapkan jumlah PBI ber­dasarkan hitungan per keluarga miskin, bukan per jiwa. Wajar bila kemudian pemerintah mematok 86,4 juta. Sementara kalangan di DPR mengasumsikan dalam satu ke­luarga miskin ada 4 jiwa yang harus discover sebagai PBI. Dengan begitu jumlahnya mencapai 100,8 juta jiwa yang harus ditanggung negara.

Soal kontroversi jumlah PBI ini, Okky berpendapat, “Yang jelas pemerintah saat ini belum mampu mengcover kesehatan semua rak­yat. Namun, sekali lagi janganlah membuat masyarakat jadi malas ikut BPJS kesehatan. Bagaimana pun ini program yang sangat baik untuk kesejahteraan rakyat. Di negara mana pun asuransi sosial ini, me­mang, perlu waktu untuk menjadi lebih baik.”

Setidaknya, setiap 6 bulan sekali akan ada evaluasi data menyangkut PBI sekaligus pelayanannya. Dengan evaluasi ini diharapakan kesalahan­kesalahan di lapangan bisa diperbai­ki. “Saya juga sadar, di awal pelaksa­naan BPJS ini akan babak belur. Tapi, setidaknya ada upaya dari peme­rintah dan DPR pun selalu menga­wal. Program ini fenomenal selama pemerintahan SBY,” nilai Okky.

Kontroversi Perpres

Presiden SBY sempat mengeluar­kan Peraturan Presiden No.105/2013

dan No.106/2013 tentang jaminan pemeliharaan kesehatan bagi men­teri dan pejabat tertentu. Pelayanan kesehatan bagi para pejabat juga mencakup berobat ke luar negeri dengan mekanisme penggantian biaya. Perpres inilah yang menuai kritik tajam, karena Presiden dini­lai tidak memiliki sensitivitas ter­hadap rakyat miskin yang kesulitan mendapat akses layanan kesehatan.

Perpres tersebut sebetulnya men­jadi peraturan turunan dari UU BPJS. Namun, karena isinya sangat eksklu­sif dengan mementingkan layanan kesehatan bagi para pejabat, ak­hirnya masyarakat dan pers meng­hujaninya dengan kritik. Perpres itu berumur pendek. Presiden mena­riknya kembali. “Saya agak prihatin juga dengan Perpres ini. Ada sedikit keteledoran atau kurangnya empati pemerintah terkait berjalannya BPJS kesehatan,” keluh Okky.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI M. Sohibul Iman yang ditemui terpisah awal Januari lalu, me­nyatakan, Perpres tersebut naif. Pa­dahal, sudah jelas isi kedua Perpres itu bertentangan dengan UU BPJS. Sohibul Iman kepada pers mengaku tak habis pikir, bagaimana tim ahli yang ada di lingkungan Presiden bisa menyodorkan konsep Perpres seperti itu.

Ketika didesak, apakah dalam hal ini Presiden juga bersalah, Sohibul Iman hanya menjawab, “Kasihan Presiden,” kilahnya dengan penuh senyum. Perpres tersebut jelas ti­dak populis di awal pemberlakuan JKN oleh BPJS Kesehatan. Di saat rakyat miskin masih bertanya­tanya bagaimana mendapatkan kartu BPJS Kesehatan, Presiden malah mem­permudah layanan kesehatan untuk para pejabat.

“Ketika Pak SBY sudah me nge­luarkan Pelpres tentang jaminan kesehatan bagi pejabat publik yang memungkinkan berobat keluar negeri, kemudian direvisi dengan alasan bahwa ternyata setelah dikaji, Perpres itu berpotensi bertabrakan dengan UU BPJS, menurut saya ini naif. Kasihan sekali Pak SBY. Mengapa beliau disodori konsep Pelpres yang sejak awal sudah diketahui akan bertabrakan dengan UU BPJS,” tandas politisi PKS itu.

Senada dengan Sohibul Iman, Okky juga menyesalkan, mengapa perlu ada fasilitas berobat ke luar negeri bagi para pejabat publik. Ia sendiri bila diberi fasilitas bero­bat ke luar negeri oleh Perpres itu, mengaku tak mau menggunakan­nya. “Pakai biaya negara itu tidak etis. Yang jelas sebagai pejabat saya akan ikut BPJS kesehatan. Menjadi anggota DPR, kan, tidak selamanya. Suatu saat nanti saya akan menjadi warga negara biasa. Saya pernah sakit parah. Tapi, saya tetap bero­bat di dalam negeri. Lebih nyaman berobat di dalam negeri,” aku Okky. (MH) Foto: HR, Iwan Armanias, Naefur­oji/Parle.

Perpres tersebut naif. Padahal, sudah jelas isi kedua Perpres itu

bertentangan dengan UU BPJS. Sohibul Iman

kepada pers mengaku tak habis pikir, bagaimana

tim ahli yang ada di lingkungan Presiden bisa

menyodorkan konsep Perpres seperti itu.

LAPORAN UTAMA

Page 23: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

23EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

LAPORAN UTAMA

Menjadi suatu hal yang ironis jika anak yang lahir t anp a m emi lk i ak ta kelahiran,

masa depannya terancam karena mengalami kesulitan saat memasu­ki dunia pendidikan. Demikian pula terkait dengan perkawinan, kema­tian, dan status anak. Sebuah akta perkawinan yang diterbitkan oleh pejabat Kantor Catatan Sipil, memi­

liki arti yang sangat besar di kemudi­an hari. Misalnya untuk kepentingan menentukan ahli waris, menentu­kan dan memastikan mukrimnya, hingga masalah pengajuan cerai.

Rancangan Undang­undang Administrasi Kependudukan hadir sebagai tonggak bagi terwujudnya data kependudukan yang lebih baik guna proses pembangunan demokrasi yang lebih baik bagi

N e g a r a K e s a t u a n R e p u b l i k Indonesia. RUU Adminduk disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa 26 november 2013. Banyak kalangan menunggu disahkannya RUU yang cukup monumental ini.

Ketua Komisi II Agun Gunanjar Sudarsa menyatakan dampak dari disahkannya RUU ini sangat signifi­kan. Dengan adanya Undang­un­dang Adminduk, negara memperha­

Mulai Tahun Ini, Semua Pengurusan Dokumen Dijamin Gratis

Pencatatan sipil merupakan hak dari setiap warga negara, yang dalam artian ini merupakan hak autentik setiap warna negara dari negara. Walaupun hal ini sudah menjadi hak setiap warga negara, masih jarang masyarakat menyadari betapa pentingnya sebuah akta bagi warga negara dalam menjalani kehidupan, yang bisa berakibat tak didapatnya hak-hak lain sebagai warga negara.

Page 24: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

24 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

tikan kewajibannya untuk melayani seluruh warga negaranya.

“Nilai signifikan dengan adanya UU Adminduk ini adalah negara sa­ngat memperhatikan kewajibannya untuk melayani publik, baik itu data kependudukan dan identitas bagi setiap warga negaranya. Semua pelayanan itu diberikan secara gra­tis. Baik itu Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, Akta Kelahir an, termasuk yang baru yaitu Akta Ke­matian. Supaya jumlah penduduk itu ada kepastian,” jelas Agun.

Dampak lainnya, tambah Agun, KTP elektronik yang sudah ber­jalan dan berlaku saat ini adalah masa berlakunya menjadi seumur hidup pemiliknya, sehingga se­makin memudahkan, karena tidak perlu pembaruan setiap 5 tahun sekali. KTP­el ini dilengkapi chip, yang merupakan identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana Kabupaten/Kota.

“Dampak dari KTP yang berlaku seumur hidup ini dan diterapkannya UU Adminduk ini adalah menghe­mat biaya negara yang mencapai triliunan rupiah. Karena pemerintah tidak perlu menciptakan kepi ngan KTP untuk perpanjangan, yang di­perbarui setiap 5 tahunnya. Itu makan biaya mencapai Rp. 1 trili­unan. UU ini menjamin KTP berlaku seumur hidup,” yakin Politisi Golkar ini.

Sedangkan, terkait dengan akta

kelahiran, Agun menyatakan hal ini sangat berpengaruh, karena menggunakan single identity num­ber. Sehingga, dapat menghindari terjadinya penyalahgunaan data­data kependudukan yang berkaitan dengan keperluan pelayanan publik serta data privasi lainnya.

Wakil Ketua Komisi II Arif Wibowo menambahkan, dengan adanya UU Adminduk ini adalah dipermudah­nya urusan pembuatan akta kela­hiran melalui pelaporan kelahiran kelahiran oleh penduduk yang dilak­sanakan di Instansi Pelaksana tem­pat penduduk berdomisili. Namun, untuk penulisan tempat lahir di dalam Akta Kelahiran tetap merujuk pada tempat terjadinya kelahiran.

“Sedangkan, terkait dengan pengakuan anak, disepakati bahwa pengakuan anak hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama, tapi belum sah menurut hukum negara. Tapi, untuk pengesahan anak, disepakati pengesahan anak hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah

menurut hukum agama dan hukum negara. Artinya, bagi anak yang sudah memperoleh pengakuan anak dari negara akan memperoleh pengesahan, jika perkawinan orang tuanya telah sah menurut negara,” jelas Arif.

Politisi PDI Perjuangan ini juga menegaskan, segala pengurusan dan penerbitan dokumen kepen­dudukan tidak dipungut biaya atau gratis. Yang dimaksud dengan pe­ngurusan dan penerbitan ini meli­puti penerbitan baru, penggantian akibat rusak atau hilang, pembetu­lan akibat salah tulis, dan perubahan elemen data.

“Pendanaan penyelenggaraan a d m i n i s t r a s i ke p e n d u d u k a n dianggarkan dalam APBN. Sehingga, untuk segala pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan tidak dipungut biaya alias gratis. Dengan demikian diharapkan, semua warga negara dapat dengan mudah memiliki segala dokumen kependudukan yang diperlukan,” tutup Politisi asal Dapil Jawa Timur IV ini. (sf) Foto: Rizka /Parle.

Nilai signifikan dengan adanya UU Adminduk ini adalah negara sangat mem-perhatikan kewajiban-nya untuk melayani publik, baik itu data kependudukan dan identitas bagi setiap warga negaranya.

LAPORAN UTAMA

Page 25: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

EDISI 109 TH. XLIV, 2014 25PARLEMENTARIA

Menjelang pergan­tian tahun baru lalu, Parle berke­s e mp at an m e ­wawancari Priyo

Budi Santoso, Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Politik dan Ke­amanan. Fokus pembicaraan kali ini adalah tentang keberhasilan menuntaskan sejumlah produk

HASIL KARYA DPRYANG MONUMENTAL

PRIYO BUDI SANTOSO, WAKIL KETUA DPR RI

LAPORAN UTAMA

Page 26: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

26 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

legislasi yang benar­benar ditunggu publik seperti UU Desa, UU ASN, UU Adminduk, dll. Ia juga memberi catatan tentang UU BPJS yang disahkan 2011 lalu dan akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2014. Diantara UU yang disahkan itu terdapat usul inisiatif DPR, yang menunjukkan kesungguhan wakil rakyat untuk mem­bangun Indonesia yang lebih baik. Apresiasi diberikan­nya kepada publik yang telah mengawal kelahiran UU baik dari dalam maupun dari luar gedung lewat aksi un­juk rasa yang tentu konstitusional. Politisi FPG ini juga memberikan sejumlah catatan memasuki tahun politik 2014. Berikut petikan wawancaranya;

2013 usai, ada catatan tentang produk legislasi yang telah disahkan sampai akhir tahun?

Iya, ada beberapa undang­undang hasil karya kita yang bisa disebut monumental. Misalnya, UU tentang Desa, UU ASN. Ada juga UU BPJS yang mengubah sistem sosial kita. Negara kini punya tanggung jawab untuk memberikan asuransi kesehatan kepada seluruh warganya tidak peduli pekerjaannya apa. Tidak pernah kita bayangkan Indonesia melaksanakan sistem sosial semacam ini. Monumental sekali itu. Kemudian, publik tentu mencatat sebelumnya sudah ada UU KPK yang monumental, itu juga karya kita.

Khusus BPJS bagaimana pandangan anda terhadap persiapan pemerintah?

Sudah ada maklumat dalam UU kemarin bahwa Januari 2014 pemerintah harus melaksanakan BPJS itu. Dan pemerintah sudah banyak mengumumkan bahwa Januari, BPJS Kesehatan sudah diberlakukan. Belum lagi BPJS ketenagakerjaan. Ada lagi nanti BPJS untuk pensiun. Para tenaga kerja yang terpinggirkan harus mendapat perhatian. Memang, tidak mudah. Saya tahu itu. Ini pekerjaan yang tidak bisa semalam jadi. Tapi bahwa itu menjadi tanggung jawab negara ketika sudah diputuskan dalam UU, ya semua orang tahu. Mau tidak mau ini jadi tanggung jawab pemerintah

Agenda legislasi yang jadi sorotan pada 2014?

Soal wacana perubahan sistem politik kita dalam pemilihan gubernur dan bupati/wali kota. Sekarang, kan, pemilihannya langsung. Ada wacana pemilihan bupati/wali kota nanti dikembalikan ke DPRD. Sementara pemilihan gubernur dipertahankan secara langsung. Posisi wakil gubernur perlu ada atau dihapus, itu juga masih dalam pembahasan. Tapi, bila semua itu disahkan, akan menjadi karya monumental, karena mengubah wajah politik kita. Ini hal yang menarik.

Sejumlah pihak mengkhawatirkan kinerja DPR pada tahun politik 2014?

Iya, tahun 2014 adalah tahun politik, karena ada 2 pehelatan penting, yaitu Pemilu Legislatif (Pileg) dan

Pemilu Presiden (Pilpres).Karena tahun ini menentukan perubahan peta politik dan perubahan kepemimpinan nasional,sudah tentu DPR kena imbas, karena sebagian besar dari anggota DPR ini akan terserap energi dan waktunya untuk kerja politik tersebut. Sebagian terserap ke Pileg, di mana banyak anggota DPR RI yang mencalonkan atau dicalonkan kembali. Dan satu lagi Pilpres sudah pasti banyak tokoh yang ada di DPR ini menjadi tim inti pemenangan.Atau jangan­jangan ada dari anggota DPR yang dicalonkan jadi presiden atau wakil presiden. Nah, karena itu, saya akan mengajak kepada seluruh lini, baik kepada seluruh Pimpinan DPR, maupun pimpinan fraksi­fraksi,dan seluruh anggota DPR untuk pintar­pintar membagi waktu menyelesaikan tugas­tugas yang masih tersisa di parlemen ini, yang masih membutuhkan pikiran dan tenaga kita. Sementara panggilan lain juga tidak tercecer, yaitu menyelesaikan kerja poltik.

Optimis bisa menye lesaikan 2 agenda penting itu?

Ada sekian tugas DPR untuk membuat UU, merancang anggaran negara, melakukan pengawasan, dan menampung aspirasi. Ini sudah tentu perlu pengaturan ketat, karena ada sekian banyak RUU yang masuk prioritas memerlukan perhatian, energi, dan pikiran kita untuk segera ketuk palu. Misalnya,RUU tentang Pemda, RUU tentang Pilkada. Belum lagi RUU lainnya yang masih menggantung dan perlu penanganan serius. Ini memerlukan tingkat keandalan dan seni dalam membagi waktu. Terus terang saya sendiri tidak boleh pesimis.Tetapi, saya mengatakan di tahun politik betapa sulitnya waktu yang terbatas ini dimanfaatkan. Mudah­mudahan kita bisa melaksanakannya dengan cara yang baik.

Timwas Century masih berjalan, bagaimana menyikapi temuan baru audit BPK?

Itu bukan hal yang baru (kerugian negara dari bailout menjadi Rp7,4 triliun). Tapi, menjadi berita yang mengejutkan karena temuan audit investigatif BPK ini langsung diberikan ke KPK, justru di saat KPK sangat membutuhkan. Ini bedanya. Di saat KPK membutuhkan, BPK membuat audit investigatif itu. Ini jadi berita yang mengejutkan. Dengan data itu jadi tambahan vitamin bagi KPK untuk bisa menuntaskan kasus itu. Ini kan skandal besar yang sampai hari ini belum tuntas.Saya berharap semua baik­baik saja. Audit tersebut diserahkan ke KPK langsung. Lazimnya BPK, memang,memberi ke DPR atas permintaan audit. Tapi karena ini bersifat hukum, bisa saja BPK memberikan itu hanya ke KPK. Saya tidak dalam posisi meminta. Silakan saja. Tidak masalah. (mh) Foto: Iwan Armanias /Parle.

LAPORAN UTAMA

Page 27: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

27EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Penderita Kanker Payudara Belum Terlayani JKN

Masa transisi dari peng­gunaan Jamkesmas ke Jaminan Kesehatan Nasio­nal (JKN) belum berjalan dengan baik. Di awal pem­berlakuan JKN oleh Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, pelayan­an kesehatan di beberapa rumah sakit mengalami banyak perubahan. Ber­bagai kartu layanan kese­hatan gratis seperti Askes, Jamkesmas, Jamkesda, Jampersal, Jamsostek, hingga Kartu Jakarta Sehat (KJS) tidak berlaku lagi.

Sejak Januari 2014, se­mua akses layanan kese­hatan terintegrasi dalam satu layanan kesehatan bernama JKN. Program kesehatan bagi rakyat In­donesia ini bersifat iuran yang mewajibkan semua pemegang kartu anggota BPJS tersebut mengiur se­tiap bulannya. Inilah yang

tidak banyak diketahui rakyat miskin. Selama ini, rakyat miskin hanya tahu bahwa layanan kesehatan bagi mereka gratis, walau pun iurannya ditanggung negara.

Ketika rakyat miskin membawa kartu kesehat­an lamanya ke rumah sakit, tentu saja rumah sakit me­nolak. Rumah sakit hanya mau mener ima kar tu peserta BPJS Kesehatan. Inilah yang membingung­kan sebagian besar rakyat miskin yang dahulu me­megang kartu akses kese­hatan lamanya. Adalah Yati Yuningsih, janda miskin (48 tahun) ini, menderita kanker payudara stadium 4. Sebagai pemegang KJS, ia selalu mendapat layanan kesehatan gratis di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih, Jakarta.

Delapan tahun men­dapat layanan kemoterapi, tiba­tiba harus dihentikan seiring pemberlakuan JKN pada 1 Januari 2014. “Saya

bingung. Rumah sakit langsung menolak dan ti­dak melayani lagi,” keluh­nya di hadapan Ketua DPR RI dan Kepala BPJS Kese­hatan di DPR, pertengah an Januari lalu. Bila dihitung biaya kemoterapinya se­lama perawatan terma­suk obat­obatan menca­pai Rp43.583.700. Tidak mungkin janda miskin se­perti Yati menjangkau bi­aya sebesar itu.

Sebagai penderita kan­ker payudara stadium 4 tentu penanganannya harus segera. Ia belum tersentuh layanan BPJS Kesehatan, karena belum tahu bagaimana harus mengurus kartu BPJS Ke­sehatan. “Sekarang di pa­

yudara saya tumbuh ben­jolan lagi dan kepala saya perlahan mulai mengalami kebotakan,” ungkap Yati. Penderitaan seorang Yati kian bertambah, karena tak ada anggota keluarga­nya yang bisa membantu mencari nafkah sepening­gal suaminya.

Warga Bidara Cina, Ja­karta Timur ini, telah meng­hentikan anak sulungnya bersekolah di sebuah SMK, lantaran tak sanggup lagi membiayai. Sementara anak keduanya masih terlalu kecil untuk bisa membantu mencari nafkah. Ironi de­rita rakyat miskin di tengah semangat bangsa ini ingin menyehatkan warganya. Perlahan semua keluhan masyarakat miskin ini segera teratasi dengan pendekatan proaktif BPJS Kesehatan. Memberi penjelasan yang memadai merupakan ke­butuhan mendesak saat ini. Mereka harus secepatnya mendapat layanan dari BPJS Kesehatan. (mh) Foto: Dok.

Putusan Positif DPR Kurang Diliput Media

Bagi Adek Dhahman sejumlah keputusan pen­ting yang diputuskan DPR menjelang berakhirnya ta­hun 2013 sangat menentu­kan bagi perjalanan bang­sa ini ke depan. Hanya saja informasi positif itu kurang banyak dibahas dalam halaman utama media se­hingga ia harus berupaya lebih banyak, tanya sana sini, untuk memperoleh informasi lebih lengkap. “ Iya saya fikir putusan seperti UU ASN, UU Desa, itu sa ngat baik karena pro publik. Hanya kurang diek­spos media ya, yang mun­

cul kebanyakan informasi negatif,” katanya kepada Parle dalam kesempatan wawan cara di Depok be­berapa waktu lalu.

Guru SDN Cipayung 2, Cipayung Jaya, Depok ini menyebut salah satu produk legislasi yang menarik perhatiannya adalah RUU ASN (Apara­tur Sipil Negara). Pasalnya sebagai guru honorer ia

melihat ada ruang untuk pengakuan statusnya un­tuk masuk pada Pegawai Pemerintah dengan Perjan­jian Kerja sambil menung­gu proses pengangkatan sebagai PNS.

Keharusan berkom ­p et i s i b ag iny a t i dak masalah karena sudah memang seharusnya apa­lagi menjelang Pasar Bebas Asean 2015, yang bisa jadi akan membuka peluang bagi guru dari kawasan Asia Tenggara lain, mere­but peluang yang ada di Indonesia. Guru honor di Depok menurutnya harus sudah berijazah S1, ini su­dah lebih tinggi dari sejum­lah guru PNS yang belum

menyesuaikan. Ia berharap peraturan terkait UU ASN dapat memberikan pe­ngakuan kepada para guru honor.

“Kita guru honor bekerja di kantor pemerintah de­ngan jam kerja yang sama, tanggung jawab yang sama. Saya sudah sekian tahun mengawal kelas VI menghadapai UN. Tetapi perlakuan kepada kami sangat jauh dari guru PNS dan swasta. Gaji masih dibawah UMR, sertifikasi tidak diberikan. Kalau UU ASN mengamanatkan un­tuk saling berkompetisi dalam melayani kami sa­ngat siap sekali dan yang tidak berkompeten diafkir­

RAKYAT BICARA

Page 28: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

28 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

kan saja,” ujarnya.

Ia secara khusus mem­berikan apresiasi apabila setiap ASN yang berkom­peten diberi kesempatan untuk mengisi jabatan diseluruh Indonesia. Kebi­jakan ini menurutnya akan sangat baik untuk menjaga semangat ke­Indonesiaan. Adek mengkhawatirkan era otonomi banyak meng­ungkung aparat di dae­rahnya. “Untuk menjaga

ke­Indonesiaan, semangat NKRI saya dukung PNS itu harus siap ditempatkan dimana saja, ini yang dulu pada era orde baru sangat ketat diterapkan. Ada per­tukaran, ada pemerataan. Otonomi sekarang ini malah membuat PNS ha­nya diterima didaerahnya, kerja di daerahnya. Pada akhirnya suka­suka rezim yang berkuasa kemudian membuat dinasti sendiri. Ini menurut saya untuk

kejayaan Indonesia berba­haya juga,” paparnya.

Terkait UU Desa yang memberikan penekanan untuk membangun Indo­nesia dari desa menurutnya sangat baik untuk mence­gah urbanisasi. Kebijakan anggaran desa sampai Rp.700 juta agar digunakan me­modernisasi pengelo­laan lahan pertanian, iri­gasi, dsbnya. “Jangan sam­pai penambahan ang garan

desa malah membuat ko­rupsi semakin merakyat. Sekarang para pemimpin di pusat, kabupaten/kota banyak yang sudah terjerat kasus korupsi, yang saya takutkan dana desa turun, malah membuat aparat di desa juga tergoda korupsi apabila pengawasan tidak efektif. Ini yang juga harus difikirkan anggota DPR, as­pek pengawasan. Apakah UU dilaksanakan dengan baik,” pungkas Adek. (iky)

UU Dikdok Cerahkan Mahasiswa Kedokteran

Gusti Ayu Sawitri, maha­siswi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Lampung, menilai de ngan disah­kannya Undang­undang Pendidik an Kedokteran dapat mempermudah ma­hasiswa kedokteran untuk mendapatkan internship di RS. Selain itu, de ngan s e m a k i n m u d a h n y a mendapatkan internship, semakin mempercepat mahasiswa untuk me­nyelesaikan pendidikan­nya di kedokteran. UU Dikdok menjamin setiap

mahasiswa mendapatkan RS Pendidikan untuk in­ternship.

Terkait dengan adanya beasiswa Bidikmisi untuk mahasiwa kedokteran, Ayu sangat menyambut baik hal ini. Pasalnya, ia melihat selama ini, ada bebarapa temannya yang tidak bisa menempuh pendidikan kedokteran, karena terbentur biaya.

“Ini bagus buat maha­siswa kedokteran, jadi bukan hanya dari menen­gah ke atas saja, tapi juga golongan bawah juga bisa. Semua orang dari berbagai tingkatan bisa menempuh kuliah kedok­teran. Tentu ini sangat ba­gus dan positif sekali,” ujar Ayu dengan senang.

Namun, terkait dengan biaya, salah satu maha­siswi Fakultas Kedokteran Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Lampung, Serti Denny mengaku untuk beasiswa belum bisa di­rasakan oleh mahasiswa FK di PTS. Padahal, biaya pendidikan kedokteran di PTS bisa jauh lebih mahal dibanding PTN.

“Di Perguruan Tinggi Swasta belum ada bea­

siswa. Biaya untuk men­jalani pendidikan kedok­teran di swasta bisa lebih tinggi dibanding dengan PTN. Kalau swasta bisa dua kali lipatnya PTN,” ke­luh Serti.

Untuk itu, ia berharap UU Dikdok bisa juga me­ngatur pemberian bea­siswa kepada mahasiswa FK di PTS. Walaupun biaya tidak seluruhnya, tapi seti­daknya ada keringanan bi­aya pendidikan.

“Maunya sih buat ma­hasiswa di swasta diberi­kan keringanan biaya, walaupun tidak semurah negeri. Di swasta kalau bisa ada keringanan bi­aya atau beasiswa untuk mahasiswa yang kurang mampu atau berprestasi. Juga diberi keringanan bi­aya SPP per semesternya. Setidaknya ada keringan­an,” harap Serti.

Terkait dengan intern­ship, Serti menilai, Peme­rintah harus memberikan peluang sebesar­besarnya kepada mahasiswa FK un­tuk menjalankan intern­ship di RS Pendidikan.

“Soal internship, peme­rintah harusnya memberi­kan peluang sebesar­be­

sarnya kepada mahasiswa untuk internship, jangan menyulitkan. Jangan sam­pai ada RS yang menolak. Mahasiswa kedokteran kan sekarang semakin banyak, sehingga akan semakin berebut,” harap mahasiswa kelahiran 23 Desember ini.

Sebagai penutup, kedua mahasiswi yang sama­sama berasal dari SMA Negeri 1 Metro, Lam­pung ini menyambut baik disahkannya UU Dikdok ini. Mereka berharap, UU ini dapat mencerahkan mahasiswa FK dan mem­berikan kemudahan untuk menyelesaikan pendidik­an kedokteran. (sf)

RAKYAT BICARA

Page 29: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

29EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Audit diperlukan mengingat dana yang disalur­kan untuk Otonomi Khusus jumlahnya cukup besar. Khusus untuk Propinsi Papua dan Propin­

si Papua Barat, total anggaran otonomi khusus sejak ta­hun 2002 hingga tahun 2013 berjumlah Rp 33,7 triliun untuk Propinsi Papua dan sebesar Rp 7,1 triliun untuk Propinsi Papua Barat.

Demikian disampaikan Pimpinan Tim Pemantau DPR­RI terhadap Pelaksanaan UU No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Pelaksanaan UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua, Yorris Raweyai di depan Sidang Paripurna DPR, 17 Desember 2013 lalu.

Laporan Tim Pemantau juga menyebutkan, selain dana­dana tersebut juga dialokasikan dana tambahan untuk infrastruktur sejak tahun 2008 sebesar Rp 3,9 triliun untuk Propinsi Papua dan Rp 3,3 triliun untuk Propinsi Papua Barat. Bahkan untuk tahun 2014, terdapat penambahan dana otsus yang sangat signifikan yaitu sebesar Rp 2,7 triliun dibandingkan APBN 2013 menjadi Rp 16,14 triliun. Alokasi dana tersebut diperuntukkan bagi Propinsi Papua sebesar Rp 4,7 triliun, Propinsi Papua Barat Rp 2,04 triliun dan Propinsi Aceh sebesar Rp 6,82 triliun.

Dalam APBN 2014 juga dialokasikan dana tambahan infrastruktur sebesar Rp 2,5 triliun yang diperuntukkan

PENGAWASAN

Tim Pemantau Pelaksanaan Otonomi Khusus Aceh dan Papua DPR-RI meminta Badan Pemeriksa Keuangan(BPK) untuk secara cermat melakukan audit dan menyampaikan hasilnya terhadap

penggunaan dana otsus, baik di Papua dan Papua Barat, maupun Aceh, sehingga tepat sasasan.

Audit, Penggunaan DanaOtsus Aceh dan Papua

Page 30: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

30 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

khusus untuk Propinsi Papua sebesar Rp Rp 2 triliun dan Propinsi Papua Barat Rp 500 miliar.

Renegosiasi PT Freeport

Terkait dengan usulan Gubernur Papua mengenai kontrak karya PT Freeport Indonesia (PT FI), perusahaan ini telah berkoordinasi dengan Gubernur Papua. Menurut Tim Pemantau DPR, hasil komunikasi dengan Gubernur akan dibentuk sebuah Tim independen gabungan dari unsure­unsur perusahaan dan pemerintah daerah dan selanjutnya akan membahas poin­poin dari Gubernur Papua secara detil.

Saat ini negosiasi sudah sampai pada tahap finalisasi. “Pada prinsipnya PT FI tidak keberatan dilakukan renegosiasi sepanjang menghormati kedua belah pihak. Hanya ada beberapa poin yang sedikit krusial dalam pembahasan yaitu pada item luas wilayah dan tariff royalty yang saat ini sedang dibahas kesepakatan antara Tim negosiasi pemerintah dan manajemen PT FI,” ungkapnya.

Dilaporkan pula, melalui Master plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Pemer intah juga memperhatikan percepatan pembangunan di kedua propinsi tersebut. Di kedua propinsi itu telah ditetapkan 5 Kawasan Perhatian Investasi (KPI), 6 KPI Potensial dan Pengembangan Infrastruktur Utama. Penetapan 6 KPI dan infrastruktur utama tersebut telah menampung aspirasi yang disampaikan Pemda. Disamping itu, dalam r a n g k a p e n g e m b a n g a n SDM dan IMTEK MP3EI juga menetapkan program­program khusus seperti pengembangan Institute Seni Budaya,politeknik serta akademi komunitas.

Ada 6 butir permasalahan bidang ekonomi yang akan ditindaklanjuti kementerian terkait dari 20 butir aspirasi Gubernur Papua kepada Presiden yaitu, Pemda ikut dalam renegosiasi PT Freeport Indonesia, pembukaan jalur internasional melalui Bandara Frans Kasiepo, Biak, Papua Barat, Perencanaan Trans Papua, Pencanangan landmark jembatan Hollekamp­Kota Jayapura, Peningkatan Dana tambahan Infrastruktur Otsus Papua dan Pembangunan Rumah dan Air Bersih untuk orang asli Papua.

Lima PP dan 1 Perpres

Disepakati bahwa prioritas Tim Pemantau Otsus Aceh

adalah mendorong Pemerintah untuk menyelesaikan peraturan perundang­undangan yang diamanatkan UU No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh yakni 5 Rancangan Peraturan Pemerintah dan 1 Rancangan Perpres. Pr ior itas lainnya adalah mengawasi pelaksanaan dana otsus, dimana sejak tahun 2008 hingga tahun 2012 kucuran dana telah mencapai Rp 20,8 triliun.

Peruntukan dana tersebut diprioritaskan untuk pembangunan sector infrastruktur, ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, pendidikan, sosial dan kesehatan. Tim Pemantau juga memandang perlu untuk mengawasi pelaksaaan kebijakan lain yang menyangkut kesejahteraan rakyat Aceh seperti pembangunan Kawasan Pelabuhan Bebas Sabang dan pengelolaan sumber daya alam Aceh.

Kepada Tim Pemantau DPR, Pemda Aceh melaporkan bahwa kendala yang dihadapi dalam proses penggunaan dana otsus adalah ketiadaan lahan dalam kegiatan pembangunan fisik, keterlambatan usulan penunjukan Kuasa Penggunan Anggaran, dan penyedia barang/jasa yang terlambat memulai pelaksanaan kontrak. Dalam kaitan ini DPR memandang perlu persiapan lebih awal

dan pemangkasan birokrasi dalam pelaksanaan program Pemerintah Daerah.

Berkaitan dengan likuidasi B a d a n R e k o n t r u k s i d a n Rehabilitasi (BRR), Pemerintah A ce h m e l ap o r k an b ahw a terdapat oknum yang tidak berhak ikut menempati barak yang ditujukan bagi korban tsunami. Pemerintah Aceh juga menyampaikan, data dari BRR NAD­Nias masih tidak tepat sehingga penyerahan rumah menjadi tidak tepat sasaran dan terdapat satu keluarga yang memperoleh lebih dari satu rumah.

Upaya yang dilakukan Pemda adalah memfasilitasi proses

penyerahan rumah bantuan kepada yang memang berhak menerima. Karena lokasi bermasalah tersebut, sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Aceh Besar, maka Pemkab telah membentuk Tim Verifikasi lintas instansi. Hasil verifikasi telah diumumkan di kantor kecamatan setempat. “ Saat ini banyak rumah yang telah dikembalikan kepada yang berhak untuk menerimanya,” ungkap Yorris.

Tim DPR juga berkesempatan mengunjungi Kabupaten Aceh Timur, sehubungan timbulnya masalah investasi PT Triangle Pase, Inc­perusahaan tambang minyak dan gas

PENGAWASAN

Page 31: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

31EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

asal Australia yang beroperasi di Aceh Timur dan Aceh Utara. Kontrak perusahaan ini dalam mengelola Blok Pase telah berakhir 23 Pebruari 2013, tetapi perusahaan ini masih terus melanjutkan proses pengelolaan atas blok tersebut. Masyarakat Aceh Timur dan Aceh Utara menganggap, selama ini perusahaan tersebut tidak member manfaat apapun kepada masyarakat, maupun Pemkab Aceh Utara dan Aceh Timur.

Kepada Tim Pemantau DPR, Wakil Bupati Aceh Timur menjelaskan, potensi pertambangan terutama minyak dan gas bumi di Kabupaten Aceh Timur ditandai dengan banyaknya perusahaan yang berminat untuk berinvestasi di daerah tersebut.

Pada Februari 2013, kontrak PT Triangle Pase Inc telah habis dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melakukan perpanjangan kontrak. Tetapi sifat kontrak ini hanya sementara hingga tercapai kesepakatan dengan Pemkab Aceh Timur dan Aceh Utara. Mayoritas masyarakat menolak perpanjangan kontrak atas Triangle Pase Inc karena keberadaan perusahaan ini dinilai tidak membawa kesejahteraan bagi masyarakat sekitar.

Perusahaan tersebut juga sering tidak melaksanakan kewajiban Corporate Social Responbility (CSR) sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja sama. Padahal seharusnya perusahaan tambang mengacu

pada UU No.11/2006 agar dapat mensejahterakan masyarakat pada umumnya dan masyarakat Aceh Timur pada khususnya.

Tim DPR­RI, tambah Yorris, berkomitmen untuk membantu menyelesaikan permasalahan di Blok Pase. Tim DPR juga mengharapkan masukan dari Pemerintah Kabupaten tepat sasaran. Kepada Pemkab Aceh Utara dan Aceh Timur, Tim Pemantau DPR berharap dapat meninjau langsung kondisi masyarakat sekitar Blok Pase menjaring aspirasi masyarakat mengenai jenis CSR yang tepat bagi mereka.

Masih kata Yorrys, Tim Pemantau DPR berhasil mendorong pemindahan Terminal LNG Apung di Pelabuhan Belawan Medan ke Propinsi Aceh, yaitu Receiving Terminal Gas Arub dan rencana ke depan adalah pembangunan kilang minyak bumi di Arun­Kota Lhokseumawe. (mp) Foto: Agung /Parle.

Perusahaan tersebut juga sering tidak melaksanakan kewajiban corporate social responbility (CSR) sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja sama.

Page 32: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

32 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

PENGAWASAN

Pasca Kecelakaan Kereta Rel Listrik dengan Truk BBM di Bintaro mendapat tangapan keras dari Komisi yang membidangi transportasi ini, Komisi V DPR mendesak pemerintah meningkatkan kewaspadaannya dalam mengatasi bencana di sektor transportasi sehingga tidak terjadi lagi kecelakaan yang menimpa korban jiwa.

“Kita harapkan pada tahun 2014 angka kecelakaan mulai berkurang. Ten­

tunya semua elemen harus men­jaga dan berkerjasama. Masyarakat harus sadar dan taat aturan. Peme­rintah harus segera mengantisipasi kemungkinan­kemungkinan penye­bab terjadinya kecelakaan,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR Michael Watimena kepada wartawan dalam catatan akhir tahunnya.

Dia mengatakan, Kementerian Perhubungan harus segera me­

ne laah penyebab terjadinya kece­lakaan. Misalnya, soal rambu­rambu lalu lintas hingga pendidikan bagi sopir dan lain­lain. “Sehingga ke depan tidak lagi terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa dan kerugian lainnya,” harap politisi asal Papua Barat ini.

Terkait kecelakaan KRL Serpong­Tanah Abang, DPR RI menyesalkan terjadinya kecelakaan Kereta Rel Lis­trik jurusan Serpong­Tanah Abang dengan truk tangki berisi premium di Bintaro yang merenggut nyawa

masinis dan sejumlah penumpang, Senin 9 Desember 2013 lalu.

Kronologisnya, saat itu truk tang­ki berada di tengah rel ketika KRL melintas sehingga tabrakan tak te­rhindarkan. Truk langsung meledak dan api membakar truk serta ger­bong depan kereta. Mayoritas para penumpang yang menjadi korban adalah perempuan, karena gerbong khusus wanita terletak paling depan di rangkaian kereta itu.

“Kami minta agar gerbong perem­

PEMERINTAH DAN PEMDA DIMINTA

SINERGI BANGUN PENGAMAN

PERLINTASAN

Page 33: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

33EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

puan jangan di depan. Kalau bisa di tengah­tengah rangkaian kereta,” kata Ketua Komisi V Bidang Trans­portasi dan Perhubungan DPR, Lau­rens Bahang Dama, di Gedung DPR RI, Jakarta.

Kecelakaan maut ini, ujar Laurens, sudah pasti kesalahan manusia. “Truk tangki menerobos, padahal sudah ada sinyal kereta hendak lewat,” kata politisi Partai Amanat Nasional itu.

Kebijakan Salah

Wakil Ketua DPR Pramono Anung menilai adanya kebijakan perkere­tapian yang salah. Pasalnya, sudah muncul wacana membangun un­derpass di perlintasan kereta api namun sampai sekarang belum te­realisir juga.

“Pasti ada kebijakan yang salah di sini. Wacana membangun under­pass di perlintasan kereta api sudah lama digaungkan, tapi belum juga dilakukan,” kata Pramono

Dia meminta tanggung jawab dari pihak terkait atas kecelakaan tragis ini. “Ada Direksi yang membawahi, ada Menteri yang ambil kebijakan. Jangan dibiarkan. Harus ada yang merasa bersalah dan bertanggung jawab,” jelasnya

Karena itu, lanjut Pram, DPR me minta Menteri Perhubungan, Menteri BUMN, dan PT KAI segera melakukan investigasi bersama

untuk mengungkapkan penyebab kecelakaan yang sesungguhnya. “Apakah human error atau karena sistem. Kalau masalahnya di sistem, pihak yang harus bertanggung ja­wab tak hanya direksi KAI,” ujar Pra­mono.

Kecelakaan kereta listrik dan truk tangki di Bintaro harus jadi bahan in­strospeksi aparat pemerintah mau­pun masyarakat agar meningkatkan kesadaran berlalu­lintas.

Sementara Anggota Komisi V DPR lainnya, Nusyirwan Soejono dari Fraksi PDIP mengatakan, perlu adanya kedisiplinan dari semua pihak untuk mencegah terulangnya kembali kecelakaan transportasi darat.

“Jujur saja, selama ini banyak ma­syarakat yang membawa sepeda motor atau mobil memaksakan diri menerobos perlintasan kereta. Tak peduli palang pintu sudah ditutup dan sirene sudah dibunyikan,” ka­tanya

Anggota Fraksi PDIP ini menilai pemerintah lalai mengantisipasi po­tensi terjadinya kecelakaan. “Peme­rintah seharusnya tahu perlu segera dibangun jalan layang dan terowo­ngan untuk menghindari persing­gungan lintasan kereta dengan jalan umum, fasilitas itu tak juga dibikin. Nyaris tak nampak usaha peme­rintah pusat maupun daerah untuk merealisasikannya,” tegasnya.

Menurut dia, pembangunan jalan layang dan terowongan bukanlah tanggung jawab PT Kereta Api In­donesia. Hal itu merupakan tang­gung jawab pemerintah pusat ter­kait infrastruktur transportasi. “Baik pemerintah pusat maupun daerah, dalam UU Perkeretaapian disebut­kan mempunyai tanggung jawab demikian, membuat pengaman per­

lintasan,” katanya.

Bangun 15 titik

Direncanakan, Pemerintah pusat bersama dengan Pemprov DKI akan membangun underpass ataupun elevated di 15 titik perlintasan di Jakarta. “Perlintasan sebidang sudah direncanakan belum jalan semua. Ketika dengan Jokowi bicarakan sudah diajukan ke DPRD untuk dapat persetujuan anggaran untuk paling penting 15 titik yang perlu diadakan underpass,” kata Menhub EE Mangindaan kepada wartawan baru­baru ini.

Menurutnya, anggaran pemba­ngunan underpass itu tidak meng­

gunakan APBN karena jalur di­maksud adalah milik propinsi DKI, sehingga gunakan APBD. “Saat ini belum tahu sudah sampai mana (progres anggaran di DPRD DKI),” ujarnya.

Mangindaan menyatakan, selain untuk menghindari kecelakaan karena dibuat terpisah dari jalur umum, juga untuk mempercepat mobilisasi kereta. “Ada 15 titik, sehingga kalau mau per 10 menit, sekarang setengah saran kami buat underpass atau elevated seperti di Gambir, jadi kita coba gimana yang terbaik, mereka DKI setuju underpass,” tambahnya. (si) Foto: HR/Naefuroji /Parle.

Kecelakaan maut ini, ujar Laurens, sudah pasti kesalahan manusia. “Truk tangki menerobos, padahal sudah ada sinyal kereta hendak lewat,” kata politisi Partai Amanat Nasional itu.

Page 34: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

34 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

ANGGARAN

Tahun 2013, kementerian tersebut mendapat alokasi anggaran dari APBN sebe­

sar Rp17,81 triliun. Sementara di tahun 2014, Kementerian Pertanian mendapat alokasi anggaran dari APBN sebesar Rp15,47 triliun, ke­mudian anggaran untuk subsidi pupuk mencapai Rp.21,05 triliun, nilai ini termasuk kurang bayar di tahun se­belumnya sebesar Rp3 triliun.

Adapun anggaran subsidi benih mencapai Rp1,56 triliun atau naik 7,6% dari tahun sebelumnya yang hanya Rp1,45 triliun. Sementara itu, DAK atau dana alokasi khusus seni­lai Rp2,57 triliun atau naik 4,9% dari tahun sebelumnya.

“Kita akan meminta penjelasan berkai­tan dengan realisasi serapan anggaran Kementerian Per­tanian untuk ta­hun 2013, yang selalu terlambat realisasinya,”ujar

W a k i l

Ketua Komisi IV DPR Firman Subagio kepada wartawan.

Pasalnya, keterlambatan pe nyerap­an tentunya akan berdampak kepada target swasembada pangan yang di­canangkan atau digembor­gembor­

REALISASI ANGGARAN MINIM

Komisi IV DPR menyoroti serapan anggaran Kementerian Pertanian pada tahun 2013 lalu yang hanya 85,57% atau lebih rendah dibandingkan dengan realisasi tahun lalu yang mencapai 92,76%. Pasalnya rendahnya serapan tersebut akan berdampak melesetnya program Swasembada Pangan yang didengung-dengungkan oleh Pemerintah.

Kita juga ingin tahu target

swasembada pangan yang dicanang kan oleh Kementerian Pertanian hingga tahun 2014 untuk realisasinya seberapa

besar yang bisa dicapai

Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagio.

Page 35: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

35EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

kan oleh Pemerintah. “Kita juga in­gin tahu target swasembada pangan yang dicanang kan oleh Kementerian Pertanian hingga tahun 2014 untuk realisasinya seberapa besar yang bisa dicapai,” tambahnya.

Menyinggung swasembada ke­delai, Firman juga secara terang­terangan menunjuk bahwa gejolak harga kedelai kerap dimainkan oleh para pelaku kartel. Sayangnya, para pejabat yang terkait dengan otori­tas tata niaga kedelai sering tutup mata terhadap praktek kartel yang terjadi saat ini. Bahkan, kebijakan yang muncul semakin menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap petani kedelai semakin jauh dengan menurunkan bea masuk importasi kedelai dari 5% menjadi 0%. “Siapa pun akan menilai kebijakan terse­but telah berlawanan arah dengan cita­cita pemerintah sendiri untuk meraih swasembada pangan,” tan­dasnya.

Dirinya berharap kebijakan terse­but semoga disertai kebijakan lain yang bisa merangsang petani ke­delai dalam negeri untuk tetap bisa berproduksi.

Saat ini Program swasembada pangan masih bergantung pada luasan lahan yang tersedia. Dalam menuju swasembada pangan nasio­nal seperti kedelai, jagung, padi, gula, semuanya masih bergantung pada luas lahan yang ada. Tanpa ada realisasi perluasan lahan, mustahil target swasembada pangan 2014 terwujud.

Dalam memenuhi swasembada pangan, Indonesia masih membu­tuhkan lahan sekitar 3 juta Ha. Tar­get produksi padi (GKG) pada 2014 adalah 75 juta ton dari 64 juta ton sekarang. Jagung dari 17 juta ton menjadi 29 juta ton, kedelai pada 2014 ditargetkan 2,7 juta ton. Be­gitu industri gula sekarang baru

2,3 juta ton ditargetkan naik men­jadi 3,6 juta ton pada tahun 2014. Target semua di atas tentu memer­lukan tambahan lahan yang cukup signifikan.

Ketua Komisi IV DPR M. Romahur­muzy mengatakan, Karena tidak optimalnya mekanisme penyedia­an benih selama beberapa tahun anggaran. Akhirnya, Komisi IV DPR meminta pemerintah untuk mem­pertimbangkan terbitnya kembali Peraturan Presiden sebagai payung hukum pelaksanaan bantuan benih kepada petani pada APBN tahun anggaran 2014 melalui penugasan kepada BUMN terkait.

Komisi IV DPR, lanjut Romi biasa dipanggil, telah menyetujui anggar­an dan kriteria teknis dana alokasi khusus (DAK) Kementerian Perta­nian tahun anggaran 2014 sebesar Rp. 2.5 Triliun yang akan digunakan untuk mendukung pencapaian tar­get surplus beras 10 juta ton.

“Selain itu juga untuk mendukung penyediaan kebutuhan infrastruk­tur, dan pelayanan dasar pertanian pada kawasan pengembangan strate gis nasional, penyediaan sa­rana dan prasarana laboratorium skala prioritas, kesiapan SDM labo­ratorium dan memperhatikan asas manfaat,” jelasnya.

Pada tahun 2014, Komisi IV DPR telah menyetujui anggaran subsidi benih Rp. 1 Triliun untuk beberapa komoditas diantaranya Padi Inbrida, Jagung Komposit, Kedelai, Padi hib­rida, jagung hibrida. Anggaran ter­besar diperuntukkan untuk padi In­brida sebesar 746 Miliar. (si/as) Foto: Iwan Armanias/Parle.

Saat ini Program swasembada pangan masih bergantung pada luasan lahan yang tersedia.Dalam menuju swasembada pangan nasional seperti kedelai, jagung, padi, gula, semuanya masih bergantung pada luas lahan yang ada. Tanpa ada realisasi perluasan lahan, mustahil target swasembada pangan 2014 terwujud.

Page 36: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

36 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

LEGISLASI

Selain 66 judul RUU yang ditetapkan sebagai Proleg­nas RUU Prioritas Tahun

2014, telah disepakati pula 5 RUU yang bersifat kumulatif terbuka.

Sementara, saat penyusunan Pro­legnas RUU Prioritas 2014 di Badan Legislasi (Baleg), telah diperoleh 50 RUU usulan baru untuk dipertim­bangkan masuk dalam RUU Prioritas 2014, terdiri dari 26 RUU usulan yang berasal dari DPR (Komisi, Fraksi dan masyarakat), 12 RUU usulan peme­rintah, dan 12 RUU usulan DPD. Se­

hingga, ada 117 RUU (67 RUU Pri­oritas 2013 dan 50 RUU Baru) untuk dipertimbangkan masuk dalam Pro­legnas RUU Prioritas 2014.

“Dari 117 RUU tersebut, Baleg dan Menteri Hukum dan HAM sepakat menetapkan 66 judul RUU. Karena kita menyadari ini tahun politik, bu­tuh satu pemikiran dan konsentrasi,” kata Wakil Ketua Baleg, Abdul Kadir Karding.

Menurut Karding, RUU yang ma­suk dalam RUU Prioritas 2014 adalah

yang memenuhi urgensi secara substansi dan kriteria teknis, yaitu telah disusun naskah akademis dan draftnya, serta telah masuk dalam proleg nas sebelumnya.

“Mengingat waktu dan masa poli­tik, Baleg secara obyektif melihat mana yang betul­betul perlu dan mana yang betul­betul mampu. Ja­ngan kita menentukan terlalu ba­nyak RUU tetapi kita tidak mampu menyelesaikannya. Itu akan memu­kul balik kepada kita ke depannya,” kata Karding.

Di tahun terakhir masa bhakti anggota DPR RI periode 2009-2014, Dewan menetapkan Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2014 sebanyak 66 judul RUU, yang terdiri atas 34 RUU yang sedang dalam tahap Pembahasan Tingkat I, 6 RUU dalam tahap harmonisasi di Baleg, 13 RUU dalam tahap akhir penyusunan di DPR, 7 RUU dalam tahap akhir penyusunan di pemerintah, 4 RUU baru disiapkan DPR, 1 RUU baru disiapkan pemerintah, dan 1 RUU disiapkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

DPR Akan Tuntaskan 56 RUU Prioritas 2014

Page 37: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

37EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Selain itu, kata Ketua Panja Proleg­nas RUU Prioritas 2014, Baleg juga membatasi satu Komisi maksimum 2 RUU. “Jangan sampai satu komisi terlalu banyak, nanti besar pasak dari tiangnya. Kita membuat krite­ria yang ketat, RUU itu harus ada naskah akademik, dia harus masuk prolegnas sebelumnya, dia memang betul­betul istilahnya prosedur for­malnya sudah dilampaui, tidak tiba­tiba diusulkan oleh Panja dan diteri­ma. Saya ketat kemarin se bagai ketua Panja,” paparnya.

Menurutnya, saat penyusunan RUU Prioritas di Baleg, ada komisi yang mengusulkan sampai 6 RUU. Karding menilai, hal itu tidak logis. Idealnya setiap Komisi maksimum 2 RUU. “6 RUU dalam waktu sete ngah tahun, tidak logis. Maksimum 2 RUU itu sudah bagus, suatu prestasi.

Makanya kita batasi betul, dari pada nanti kelihatannya besar tapi penca­paiannya kecil,” pungkasnya.

Dijelaskan Karding, bahwa 34 RUU Prioritas 2014 saat ini sedang dalam proses pembahasan tingkat pertama, baik dalam bentuk pan­sus maupun pembahasan di Komisi. Dirinya optimis ke­34 RUU tersebut dapat diselesaikan. Sehingga si­sanya tinggal 32 RUU, paling tidak setiap komisi dapat menyelesaikan 1 sampai 2 RUU.

Dari 32 RUU Pr ior itas 2014 tersebut, kata Karding, Insyaallah sekitar 10 RUU dapat diselesaikan. Sementara, yang 34 RUU mulus lancar tanpa ada halangan dan tanpa ada satu pihak antara peme­rintah dan DPR ada yang tidak setuju, sudah selesai lebih dulu.

Karding menilai dari 32 RUU Priori­tas 2014, ada beberapa RUU yang relatif mudah akan diselesaikan pembahasannya dengan cepat tanpa mengurangi substansinya karena tidak ada kepentingan poli­tik didalamnya, selain itu, peme­rintah dan DPR tidak ada masalah. Misalnya, RUU Sistem Perbukuan Nasional dan RUU Hukum Disiplin Prajurit TNI.

Diakui Karding, 6 RUU Prioritas 2014 masih dalam proses harmo­nisasi di Baleg dan sisanya, 20 RUU dalam tahap akhir penyusunan di DPR dan Pemerintah, 6 RUU masih disiapkan DPR, Pemerintah dan DPD.

Namun, ujar Karding, Dewan su­dah minta jaminan dari pemerintah dan pemerintah telah menyanggupi bahwa semua draft RUU selesai se­belum Masa Sidang III Tahun Sidang 2013­2014. “Yang penting syaratnya sudah terpenuhi, yaitu naskah aka­demik dan draftnya ada”, paparnya.

Mengingat waktu yang relatif pendek sekitar lima sampai enam bulan setelah Pemilu April 2014, Karding berharap, tiap komisi dapat menyelesaikan satu RUU. Karena, menurutnya setelah Pemilu, relatif anggota Dewan tidak ada pekerjaan. “Mudah­mudahan para anggota Dewan tetap bersemangat, karena dalam pembahasan­pembahasan kesejahteraan mereka diperhati­kan”, imbuh Ketua Panja Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2014.

Adanya asumsi RUU yang disele­saikan di tahun politik tidak berkua­litas, dibuat tergesa­gesa dan terke­san dipaksakan, politisi dari Fraksi Partai Kebangsaan DPR ini menepis anggapan tersebut. Sebagai pimpin­an Baleg, dirinya menyatakan bah­wa kualitas Undang­undang yang dihasilkan Dewan adalah yang ber­bobot dan berkualitas maksimum dengan mengedepankan kepenti­ngan yang ada.

Page 38: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

38 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

“Soal asumsi orang saya t i ­dak peduli, mau dibilang ada kepentingan politik didalamnya. Yang penting dari kita berniat baik, berusaha semaksimal mungkin ten tu dengan memperhatikan se luruh kepentingan yang ada. Dengan bobot dan kualitas yang maksimum,” tegasnya.

“Kualitas kita utamakan dan pasti masyarakat sekarang ini juga tidak bisa diremehkan, artinya yang dapat merugikan betul, mereka akan lang­sung teriak,” tambahnya.

Karding berharap semua RUU yang diprioritaskan itu bisa dilam­paui, paling tidak 45 sampai 56 RUU yang realistis akan diupayakan.

“Harapan saya, komisi­komisi, pansus dan pemerintah terutama itu menyusun kesepahaman realis­tik, jangan nanti mengusulkan dan kemudian ditarik lagi”, ujar Karding.

Seperti yang terjadi pada RUU Per­cepatan Pembangunan Daerah Ter­tinggal. RUU itu diusulkan pemer­intah, namun saat pembahasan kemudian ditarik kembali. Menurut Karding, hal ini membuang­buang waktu dan tenaga.

Oleh karena itu, Karding berharap baik saat penyusunan maupun pembahasan harus betul­betul su­dah dipikirkan dengan matang dan tidak perlu terlalu banyak kepenti­ngan politik di dalamnya, walaupun hal tersebut sah­sah saja. Tetapi ini untuk kepentingan masyarakat, im­buhnya. Karding berjanji akan men­dorong pansus dan komisi­komisi untuk memperhatikan hal tersebut. “Baleg akan bekerja keras untuk ke­pentingan itu,” janji Karding.

“Kami sadar, bahwa beban le­gislasi yang diambil DPR dan peme­rintah pada tahun 2014 sangat be­rat, namun kami optimis dengan dukungan semua pihak kinerja le­gislasi dapat mencapai target yang diharapkan”, tegasnya.

Sementara itu terhadap RUU Ke­

lautan, Ketua DPR RI menyarankan kepada Dewan Kelautan untuk me­narik draf RUU tentang Kelautan dari Dewan Perwakilan Daerah RI, diganti menjadi inisiatif Pemerin­tah. “Rancangan Undang­Undang tentang Kelautan sudah lama tidak mampu diselesaikan, maka saya sarankan kepada Dewan Kelautan untuk itu ditarik saja kemudian di­ganti menjadi inisiatif Pemerintah,” kata Ketua DPR RI Marzuki Alie di­dampingi Ketua Baleg Ignatius Mu­lyono ketika menerima Dewan Ke­lautan Dedy H.Sutisna dan Syahroni R.Nasir, hadir pula Ketua Badan Le­gislasi Ignatius Mulyono, Rabu (8/1), di Gedung DPR RI.

Dikaji Ulang

Sementara, saat Rapat Paripurna DPR penetapan Prolegnas RUU Pri­oritas Tahun 2014, Selasa (17/12), beberapa anggota Dewan meminta sejumlah RUU Prioritas 2014 untuk dikaji ulang.

Anggota Komisi III, Nurdiman Mu­nir meminta RUU Tentang Perubah­an atas UU No. 2 Tahun 2002 ten­tang Kepolisian Negara RI ditunda pembahasan untuk periode DPR yang akan datang. Pasalnya, beban kerja Komisi III DPR terlalu berat untuk menuntaskan RUU tersebut pada Tahun 2014 ini. Saat ini Komisi III sedang membahas RUU KUHAP.

Anggota Komisi XI, Kamaruddin Sjam meminta Pimpinan DPR un­

tuk mengembalikan draft RUU Ja­ring Pengaman Sistem Keuangan kepada pemerintah. Menurutnya, Dewan menolak untuk membahas draft RUU ini sebelum dicabutnya UU lama.

Hal senada disampaikan, Anggota Komisi X, Reni Marlinawati. Reni menolak RUU Kawasan Pariwisata Khusus menjadi RUU Prioritas 2014. Pasalnya, kawasan pariwisata khusus tidak pernah dibahas secara utuh di Komisinya, dan menurutnya, banyak Anggota Dewan yang keberatan ser­ta tidak merasa adanya pengambilan keputusan terkait RUU itu.

Sementara, Anggota Komisi IX, Okky Asokawati meminta substansi RUU Pertembakauan harus mem­pertimbangkan peningkatan indeks pembangunan manusia yang mem­prioritaskan kepada kesehatan ibu hamil, bayi dan orang miskin serta para petani tembakau di Indonesia.

Menurutnya, apabila RUU ini dike­tok tanpa mempertimbangkan fak­tor tersebut maka sama saja jauh api dari panggang.

Sedangkan, Anggota Komisi VI, Atte Sugandi menolak RUU Per­tembakauan. Menurutnya, per­tum buhan industri rokok begitu pe sat dibandingkan roadmap per­industrian. Oleh karena itu, rakyat yang terkena dampak rokok perlu dilindungi. (sc) Foto: Rizka, Naefuroji /Parle.

LEGISLASI

Page 39: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

39EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

1. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No-mor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi I

2. RUU tentang Perjanjian Internasional

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi I

3. RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah

Pemerintah RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi II

4. RUU tentang Pertanahan DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi II

5. RUU tentang Mahkamah Agung

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi III

6. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi III

7. RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pemerintah RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi III

8. RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Pemerintah RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi III

9. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi IV

10. RUU tentang Jalan DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi V

11. RUU tentang Perdagangan Pemerintah RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi VI

12. RUU tentang Jaminan Produk Halal

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi VIII

13. RUU tentang Tenaga Kesehatan

Pemerintah RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi IX

14. RUU tentang Keperawatan DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi IX

15. RUU tentang Kesehatan Jiwa

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi IX

16. RUU tentang Pengurus-an Piutang Negara dan Daerah

Pemerintah RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi XI

17. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No-mor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

Pemerintah RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi XI

18. RUU tentang Jaring Penga-man Sistem Keuangan

Pemerintah RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Komisi XI

19. RUU tentang Keamanan Nasional

Pemerintah RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

20. RUU tentang Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

21. RUU tentang Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

22. RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

23. RUU tentang Pemerintahan Daerah

Pemerintah RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

24. RUU tentang Tabungan Perumahan Rakyat

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

25. RUU tentang Keinsinyuran DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

26. RUU tentang Pengakuan Dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

27. RUU tentang Kepalang-merahan

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

28. RUU tentang Perubahan Harga Rupiah

Pemerintah RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

29. RUU tentang Panas Bumi Pemerintah RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

30. RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian

Pemerintah RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

31. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No-mor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

32. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No-mor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

33. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No-mor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Pemerintah RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I di Pansus

34. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No-mor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Per-wakilan Rakyat Daerah

DPR RUU dalam tahap Pembicaraan Tk. I

NO. JUDUL RANCANGAN UNDANG-UNDANG

DRAFT NA DAN RUU DISIAPKAN OLEH

KETERANGAN

NO. JUDUL RANCANGAN UNDANG-UNDANG

DRAFT NA DAN RUU DISIAPKAN OLEH

KETERANGAN

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRIORITAS TAHUN 2014

Page 40: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

40 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

35. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No-mor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

DPR Proses harmonisasi di Baleg

36. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No-mor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi

DPR Proses harmonisasi di Baleg

37. RUU tentang Pengelolaan Ibadah Haji

DPR Proses harmonisasi di Baleg

38. RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

DPR Proses harmonisasi di Baleg

39. RUU tentang Sistem Perbu-kuan Nasional

DPR Proses harmonisasi di Baleg

40. RUU tentang Hukum Disiplin Militer

DPR Proses harmonisasi di Baleg

41. RUU tentang Radio Televisi Republik Indonesia

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Komisi I

42. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No-mor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Komisi III

43. RUU tentang Konservasi Tanah dan Air

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Komisi IV

44. RUU tentang Pencarian dan Pertolongan

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Komisi V

45. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No-mor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Komisi VI

46. RUU tentang Kesetaraan Gender

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Komisi VIII

47. RUU tentang Kebudayaan DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Komisi X

48. RUU tentang Kawasan Pariwisata Khusus

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Komisi X

49. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang- Un-dang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Komisi XI

50. RUU tentang Peruba-han atas UU Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu LintasDevisa dan Sistem-NilaiTukar

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Komisi XI

51. RUU tentang Pertem-bakauan

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Baleg

52. RUU tentang Pengaturan Minuman Beralkohol

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Baleg

53. RUU tentang Peruba-han atas UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Baleg

54. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Baleg

55. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Baleg

56. RUU tentang Etika Pe-nyelenggara Negara

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Baleg

57. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.

DPR RUU dan NA disiap-kan oleh Baleg

58. RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji

Pemerintah RUU dan NA disiap-kan oleh Kement-erian Agama

59. RUU tentangPenerimaan Negara Bukan Pajak.

Pemerintah RUU dan NA disiap-kan oleh Kement-erian Keuangan

60. RUU tentang Administrasi Pemerintahan

Pemerintah RUU dan NA disiapkan oleh Kementerian PAN dan RB

61. RUU tentang Rahasia Negara

Pemerintah RUU dan NA disiap-kan oleh Kement-erian Pertahanan

62. RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana

Pemerintah RUU dan NA disiapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM

63. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No-mor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Pemerintah RUU dan NA disiapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM

64. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No-mor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pemerintah RUU dan NA disiap-kan oleh Kement-erian Keuangan

65. RUU tentangPeruba-hanatas UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.

Pemerintah RUU dan NA disiap-kan oleh Kement-erian Keuangan

66. RUU tentangKelautan DPD RUU dan NA disiap-kan oleh DPD

NO. JUDUL RANCANGAN UNDANG-UNDANG

DRAFT NA DAN RUU DISIAPKAN OLEH

KETERANGAN

NO. JUDUL RANCANGAN UNDANG-UNDANG

DRAFT NA DAN RUU DISIAPKAN OLEH

KETERANGAN

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRIORITAS TAHUN 2014

1. RUU Kumulatif Terbuka tentang pengesahan perjanjian internasio-nal.

2. RUU Kumulatif Terbuka akibat putusan Mahkamah Konstitusi.3. RUU Kumulatif Terbuka tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara.4. RUU Kumulatif Terbuka tentang pembentukan, pemekaran, dan-

penggabungan daerah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota.5. RUU Kumulatif Terbuka tentang penetapan/pencabutan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

DAFTAR KUMULATIF TERBUKA

Jakarta, 16 Desember 2014 BADAN LEGISLASI DPR RI.

Page 41: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

41EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

LEGISLASI

Ketua Panitia Khusus (Pan­sus) RUU Desa, Ahmad Muqowam, mengatakan,

Undang­Undang yang terdiri dari 16 bab dan 121 pasal ini akan me­ngubah cara pandang mengenai pembangunan bangsa. Menurut dia, kali ini pembangunan Indone­sia tidak hanya terjadi di perkotaan, tapi juga dimulai di desa.

“Undang­Undang ini akan mem­buat bangsa menjadi kokoh mem­bangun desa berarti membangun bangsa,” kata politisi dari Partai Persatuan Pembangunan itu dalam pidatonya di sidang paripurna.

Ia menambahkan, kelahiran UU Desa ini dapat menjadikan desa­desa di Indonesia adalah desa yang

Satukan Langkah Menuju Indonesia SejahteraUndang-Undang Desa telah disetujui DPR untuk disahkan menjadi Undang-undang dalam Sidang Paripurna yang digelar pada akhir tahun yang lalu. Pengesahan UU Desa merupakan tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia. Bagaimana tidak, baru kali ini sejak bangsa ini ada, lahirlah UU yang secara khusus mengatur tentang desa dan desa adat.

DPR SETUJUI RUU DESA:

Page 42: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

42 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

bertenaga secara sosial, berdaulat secara politik, berdaya secara eko­nomi, bermartabat secara budaya, yang dikenal sebagai Catur Sakti Desa.

“Dan dengan pengundangan RUU Desa ini dapat menjadi momentum bagi masyarakat Bangsa Indonesia untuk menyatukan langkah menuju Indonesia yang sejahtera,” tegasnya.

Sementara itu, menurut Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Desa, Ibnu Munzir mengatakan pengesahan Rancangan Undang­Undang Desa menjadi Undang­Undang mendapat sambutan yang sangat luar biasa dari masyarakat pedesaan. Undang­Undang ini di­anggap sebagai titik awal kebangkit­an ekonomi masyarakat di tingkat desa.

“UU Desa ini salah satu karya besar dari DPR. Sebab, UU ini pertama kali ada di sepanjang republik ini berdiri. Bahkan, beberapa kali kunjungan saya ke daerah pemilihan (dapil­red) termasuk dapil teman­teman DPR dari fraksi lain yang mengun­dang saya untuk sosialisasi UU ini, sambutannya sangat antusias,” kata Ibnu Munzir kepada Parlementaria, di Gedung DPR.

Menurut Ibnu Munzir, kehadiran UU Desa bukan sekadar pemberian keluasan bagi rakyat di desa untuk lebih berkembang, melainkan juga sebagai tonggak sejarah. Masyara­

kat desa berkesempatan untuk memperbaiki kehidupannya, se­hingga tidak lagi berbondong­bon­dong hijrah ke kota untuk mencari lapangan pekerjaan.

“Yang saya tangkap dari masyara­kat desa atas UU ini adalah bahwa UU ini merupakan ini titik awal ke­bangkitan ekonomi di desa. Saya melihatnya bahwa UU ini secara pelahan akan mencegah urbanisasi ke kota yang begitu deras, meski memang harus ada UU lain yang mengatur agar proses pemerataan pembangunan bisa berjalan baik,” katanya.

Meski disambut secara antusias, Ibnu Munzir mengakui ada kesan yang bergema di ruang publik ter­kait kekhawatiran banyak kalangan soal “potensi korupsi” yang juga akan merambah dalam pemerintah­an desa terkait ketentuan dalam UU Desa tentang pengalokasian dana APBN untuk desa.

Seperti diketahui, 72.000 desa akan mendapat alokasi anggaran APBN sebesar 10 persen dari dana transfer daerah dalam APBN. Se­tiap desa bisa mengelola anggaran hingga Rp1,4 miliar setiap tahun, meski tidak sama setiap desa karena didasarkan pada jumlah penduduk, luas wilayah, kondisi desa, dan ke­sulitan geografis.

Bukan hanya itu, dalam anggaran APBD, setiap desa juga dimung­kinkan mendapat kucuran dana dari APBD provinsi dan kabupaten/kota. Menurut UU Desa, setiap provinsi

dan kabupaten/kota wajib meng­anggarkan pembangunan desa di APBD sesuai kemampuan masing­masing daerah.

Politisi dari Partai Golkar itu me­nganggap perlu ada langkah­lang­kah preventif dalam pengelolaan anggaran desa yang begitu besar, seba gaimana yang diamanatkan dalam UU tersebut. “Kalau selama ini mere ka (desa­red) mengelola Alokasi Dana Desa (ADD) 100 juta sampai 200 juta bahkan ada satu desa yang hanya memiliki ADD cuma 50 juta rupiah, tiba­tiba seka­rang mereka dapat 1,4 milyar, tentu ini harus ada perencanaan­perenca­naan yang baik,”ujarnya.

Ibnu Munzir meyakini jika pelak­sanaan bimbingan teknis penggu­naan anggaran itu berjalan secara transparan, dirinya yakin masyara­kat desa bisa mengelola dana itu se­cara baik. “Kalau musyawarah desa berjalan secara baik ditambah me­kanisme kontrol dari masyarakat se­tempat juga berjalan, saya rasa tidak perlu dikhawatirkan. resiko itu tetap ada, sepanjang aparat desa bekerja sesuai prosedur,” katanya.

Sementara itu Wakil Ketua Pansus RUU Desa, Budiman Sudjatmiko, menyatakan jumlah 10 persen dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khu­sus (DAK). “Sepuluh persen bukan diambil dari dana transfer daerah,” kata Budiman. Artinya, kata Budi­

UU Desa ini salah satu karya

besar dari DPR. Sebab, UU ini pertama kali ada di

sepanjang republik ini berdiri.

LEGISLASI

Page 43: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

43EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

man, dana sekitar Rp104,6 triliun ini dibagi sekitar 72.000 desa. Se­hingga total Rp1,4 miliar per tahun per desa. “Tetapi akan disesuaikan geografis, jumlah penduduk, jumlah kemiskinan,” ujarnya.

Dana itu, kata Budiman, diaju­kan desa melalui Badan Pemusya­waratan Desa (BPD) yang anggota­nya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara de­mokratis.

BPD merupakan badan per mu­syawaratan di tingkat desa yang turut membahas dan menyepa­kati berbagai kebijakan dalam pe­nyelenggaraan Pemerintah Desa. “Mereka bersidang minimal setahun sekali,” ujar Budiman.

Hindari Bancakan

Menurut Budiman, bancakan dana desa ini, bisa dihindari karena dana ada di kabupaten. Sementara pe­nyusunan proposal pengajuan ang­garan ini, tidak berjalan sendiri. Ada pemerintah kota dan peme rintah ka­bupaten yang melakukan pendam­pingan, termasuk penyusun an bud­geting.

Dalam pengambilan keputusan UU Desa ini pun sempat terjadi hujan interupsi. Salah satunya me­ngenai definisi desa dan persoalan masa jabatan kepala desa. Ang­

gota DPR dari Fraksi Partai Golkar Nudirman Munir mengatakan perlu adanya pendefinisian ulang menge­nai desa. Karena dalam definisi desa dalam UU itu, menurut Nudirman Munir, berpotensi merugikan sistem nagari atau yang mirip dengan desa di Provinsi Sumatera Barat, terutama dalam anggaran.

Dalam draft UU Desa, disebutkan bahwa anggaran diberikan kepada desa.“Sementara sistem nagari di Sumatera Barat, satu nagari bisa terdiri dari beberapa desa,” ujarnya.

Namun kekhawatiran Nudirman itu dijawab oleh Budiman Sudjat­miko. Menurut dia, UU Desa sama sekali tidak mengganggu eksis­tensi nagari di Sumatera Barat atau pemerintahan adat di daerah lain, karena ada tiga pilihan yang bisa dipilih oleh sebuah daerah untuk mengatur sistem pemerintahannya, yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah atau desa masing­masing.

Pilihan model pertama adalah implementasi penuh dari azas re­kognisi, yakni pengakuan dan peng­hormatan terhadap hak asal usul desa yang bersangkutan. Artinya, desa mempunyai kewenangan yang bersumber dari asal usul yang me­nyangkut sistem sosial dan budaya, politik dan hukum melalui institusi demokrasi komunitarian.

Pilihan kedua, adalah model desa

administratif, yakni unit birokrasi se­bagai kepanjangan tangan negara di tingkat lokal. Pada model ini, desa menjalankan tugas­tugas adminis­tratif dan pelayanan ditugaskan pemerintah. Artinya, desa tidak me­miliki institusi demokrasi dan tidak ada otonomi.

Sedangkan pilihan ketiga adalah model desa otonom, yakni unit pemerintahan lokal otonom yang berada dalam subsistem peme­rintahan NKRI. Dalam model ini, pemerintah memberikan penyerah­an urusan­urusan menjadi ke­wenangan desa. Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran untuk membiayai kewenangan. Sampai tahapan tertentu, perangkat desa pun bisa menjadi PNS.

Budiman melanjutkan, desa tidak­lah sekadar pemerintahan desa. Ke­bijakan dan regulasi tentang desa ke depan harus lebih dari sekadar pemerintahan desa itu. kebijakan dimaksud haruslah mengarah pada realisasi pengakuan atau hak asal usul yang melihat desa sebagai persekutuan sosial budaya, yakni, desa sebagai persekutuan hukum, politik, dan pemerintahan dan desa sebagai persekutuan ekonomi, seba gai ekspresi dari penguasaan desa atas sumber­sumber kehidup­an yang menjadi ulayatnya.

Untuk Sumatera Barat, lanjut Budi­man, jumlah desa berdasarkan jum­lah nagari, yakni 754. Oleh karena itu, alokasi anggaran untuk Suma­tera Barat lebih besar dari daerah lain. Untuk tiap nagari di Sumbar, anggaran secara garis besarnya se­banyak Rp 1,8 miliar setahun, bila dibanding dengan Aceh yang hanya Rp 1,1 miliar dan Bengkulu yang hanya Rp 1 miliar setahun.

Namun jumlah ini belum pasti, kare­na sedang dibikin Peraturan Pemerin­tahnya, yang selesai paling lambat pada tahun 2015. Saat ini, ada tiga PP yang sedang dibentuk, yakni PP masa jabatan kepala desa, PP teknik alokasi anggaran, dan Perpu desa adat.(nt) Foto: HR/Naefuroji /Parle.

Page 44: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

44 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

FOTO BERITA

Page 45: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

45EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Bukan Kuis Jari-Jari

Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso yang juga Ketua Tim Pemantau Pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh, Wakil Ketua Tim Marzuki Daud dan Gubernur Aceh Zaini Abdullah berbicara serius sambil memainkan jari usai rapat di Pendopo, Gubernur Aceh, Kamis (23/1). Foto: iky/Parle

Page 46: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

46 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

KOMISI V TINJAU INFRASTRUKTUR JAKARTA

Tim Komisi V DPR dipimpin Ketua Komisi V Laurens Bahang Dama, didampingi beberapa orang anggota Komisi V melakukan peninjauan terhadap penambahan pintu air Mang­garai dan jembatan TB. Simatupang yang sempat terputus akibat banjir yang melanda DKI Jakarta belum lama ini., Jakarta, Selasa, 21 Januari 2014. Foto : HR/Perle/Andri*.

FOTO BERITA

Page 47: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

47EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut

ISPA disebabkan oleh bakteri, virus dan berbagai mikroba yang tumbuh ditempat yang lembab dan basah. Penyakit ISPA dapat ditandai dengan batuk, demam, Pilek, disertai sesak napas, nyeri dada. Salah satu tempat yang dapat menimbulkan terjangkitnya penyakit ISPA adalah pengungsian, karena disana tempat berkumpulnya banyak orang yang notabene memiliki kondisi tubuh dan kesehatan yang berbeda­beda. Disini sangat memungkinkan bakteri dan virus berkembang dan menular ke orang lain.

“Masa inkubasi bakteri atau virus penyebab ISPA berbeda­beda. Kalau daya tahan tubuh rendah, sudah pasti inkubasi virus akan cepat berkembang biak di dalam tubuh orang tersebut,” ungkap Rini.

Penangganan penyakit ini dilakukan dengan meningkatkan daya tahan tubuh dengan meng­konsumsi lebih banyak vitamin, makan yang teratur, untuk anak­anak diusahakan agar orangtua melarang anak untuk main air hujan atau banjir. Selain itu untuk penderita ISPA, agar tidak menularkan ke orang lain diusahan untuk menutup mulut ketika batuk dan tidak meludah sembarangan.

KIAT SEHAT

Di tengah hujan yang terus mengguyur ibukota dan sebagian besar kota di Indonesia, hujan dan banjir malah membawa keceriaan tersendiri buat sebagian anak-anak. Main air di tengah banjir jadi selingan yang mengasyikkan untuk mereka. Namun dibalik itu, terdapat ancaman yang cukup mengkhawatir. Ya, bibit penyakit siap menyerang masyarakat, khususnya anak-anak. Menurut dr Rini Purnamasari, SpA, Divisi hematologi onkologi bagian anak RSU Tangerang berikut beberapa penyakit yang rentan diderita anak-anak saat musim hujan, diantaranya adalah :

Page 48: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

48 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Diare

Diare atau Gastro Enteritis Akuta adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Gejala­gejala awal yang dapat dilihat dari anak yang terkena penyakit diare adalah cengeng (Lebih sering menangis tanpa sebab), gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan menurun, buang air besar lebih dari tiga kali dalam satu hari.

Bila hal ini terjadi maka tubuh anak akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua. Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Diare menjadi penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).

Diare sangat erat kaitannya dengan kebersihan. Kondisi demikian yang sangat jarang ditemui di saat musim hujan dengan curah hujan yang sangat tinggi seperti saat ini. Apalagi disertai banjir. Dapat dipastikan saat banjir tingkat kebersihan individu dan keluarga sangat menurun drastis. Sumber­sumber air minum khususnya yang berasal dari sumur dangkal akan ikut tercemar, sehingga ketersediaan air bersih menjadi terbatas dan potensial menimbulkan penyakit Diare disertai penularan yang cepat.

Cara penanganan Diare menurut Rini adalah de­ngan pola hidup sehat. Dalam kondisi darurat da­lam pengungsian misalnya, usahakan untuk tetap membiasakan cuci tangan dengan sabun setiap kali ingin makan. Perbanyak konsumsi air bersih yang sudah dimasak, dan tidak lupa untuk tetap mengkonsumsi vitamin. Jika memiliki gejala Diare segera hubungi petugas kesehatan terdekat atau yang tersedia di posko­posko pengungsian.

Leptospiriosis

Penyakit ini termasuk salah satu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri leptospira dan di­tularkan melalui hewan. Di Indonesia hewan yang dapat menularkan penyakit tersebut adalah tikus, melalui kotoran air kencingnya. Seseorang yang ada luka, kemudian bermain/terendam air banjir yang sudah tercampur dengan kotoran/kencing tikus yang mengandung bakteri lepstopira, maka orang tersebut potensi terinfeksi dan akan jatuh sakit.

Langka­langkah untuk mengantisipasi penyakit Leptospirosis adalah dengan menjaga kebersihan

lingkungan sekitar dan hindari bermain air pada saat banjir, terutama pada saat luka. Gunakan pelindung misalnya sepatu bila ke daerah banjir; dan Segera berobat ke sarana kesehatan apabila sakit dengan gejala panas tiba­tiba, sakit kepala disertai menggigil.

Chikunguya

Penyakit ini sangat marak lagi setiap musim hu­jan. “Penyakit ini disebabkan oleh virus cikungunya, juga ditularkan ke manusia oleh nyamuk Aedes aegypti. Gejalanya demam mendadak, nyeri pada persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang, serta ruam (kumpulan bintik­bintik kemerahan) pada kulit,”ujar dr. Rini.

Gejala lainnya penyakit ini adalah nyeri otot, sakit kepala, menggigil, kemerahan pada selaput mata, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, mual, muntah, dan kadang­kadang disertai gatal pada ruam. Orang terkadang sering terkecoh dengan demam yang disebakan oleh Chikunguya karena mirip dengan demam berdarah dengue (DBD). Tetapi, dalam penyakit ini selain demam juga disertai dengan nyeri sendi merupakan gejala yang menonjol. Penyakit ini juga dapat menyerang anak­anak.

Kutu air

Penyakit sepertinya sangat sepele dan ringan, tetapi sangat mengganggu dan ‘memalukan’. Penyakit ini tidak disebabkan oleh kutu, melainkan infeksi jamur, umumnya jenis Trycophyton, yang banyak ditemukan di lingkungan yang lembap dan basah. Di lingkungan tersebut, jamur dapat menyebar secara langsung dari satu orang ke orang yang lain atau saat melakukan kontak dengan objek­objek yang disebutkan di atas.

Infeksi jamur dapat terjadi di semua bagian tubuh, termasuk lengan, kaki, tangan, area lipatan payudara, selangkangan, dan area tertutup lainnya. Pakaian tidak kering betul alias masih lembap bisa menjadi ‘rumah’ yang sempurna bagi jamur untuk berkembang subur dan kemudian kontak dengan kulit manusia. Penyakit ini ditandai dengan pengelupasan atau kerusakan di bagian tersebut, ditambah rasa nyeri, gatal, berbau, juga panas seperti terbakar.

Sebagai pengobatan pertama, gunakan salep yang mengandung antijamur miconazole, clotrimazole, atau cetoconazol. Kebanyakan keluhan gatal karena jamur bisa berkurang atau bahkan hilang sama sekali dalam waktu 3­5 hari. Namun, sebaiknya pengobatan dilanjutkan 1­2 minggu sebagai pencegahan agar infeksi jamur tidak datang lagi. (Ayu) Foto: HR/Parle/Andri*.

Page 49: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

49EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Mengabdi dan Peduli

Masyarakat

Adjeng Ratna Suminar Sosoknya begitu lugas dan apa adanya. Saat Parlementaria berkunjung ke kediamannya, ia menyambut dengan sangat baik, penuh keramahan. Inilah Adjeng Ratna Suminar Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat. Bicara bagaimana membangun kepedulian dan menyejahterakan masyarakat, Adjeng adalah orang yang tepat untuk diajak bicara.

Page 50: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

50 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Saat ditemui, wanita berdarah sunda ini, senang bisa berbagi cerita tentang masa ke­cilnya di kampung. Ke­

nangan indah dan kegetiran hidup menjadi warna­warni tersendiri dari sepenggal kisah hidupnya di Ban­dung. Mendengar kisah hidupnya, tampak ia seorang pengabdi ma­syarakat yang tulus. Penuh kesabar­an, tekun, dan merakyat.

Anak Seorang Wedana

Kota Bandung 1961. Di kota ini, te­patnya di Jl. Telaga Bodas 54, ting­gal keluarga terpandang yang san­gat dihormati masyarakat. Adalah seorang wedana di Pandeglang, Banten, bernama R.A.G. Adhiwi­jaya, yang sehari­hari bertugas di Gedung Sate Bandung. Dahulu Ban­ten masih menyatu dengan Provinsi Jawa Barat. Ia seorang wedana yang penuh di siplin dan berdedi­kasi. Adhiwijaya adalah pejuang ke­merdekaan. Ia dekat dengan Hasan Sadikin, pendiri rumah sakit Hasan Sadikin, Bandung.

Di masa pemerintahan Soekarno, Adhiwijaya aktif mengikuti berbagai pertemuan penting. Tercatat, ia per­nah mengikuti Konfrensi Asia­Afrika di Bandung, tahun 1955. Bahkan, Adhiwijaya sempat mengikuti pe­rundingan Linggarjati di Kuningan. Ia menguasai 7 bahasa asing. Ber­sama Hasan Sadikin, ia juga mene­tapkan UNPAD, Bandung sebagai universitas negeri.

Hari itu, Adhiwijaya bersama is­tri tercinta R.H. Djulaeha, sedang menanti kelahiran anaknya yang kesepuluh di RS Hasan Sadikin yang dahulu bernama RS. Rancabadak, Bandung. Ia dan istri dikarunia ba­nyak keturunan. Awalnya, karena 5 anak pertamanya perempuan, ia ingin sekali punya anak laki­laki. Akhirnya, anak keenam pun laki­laki. Anak laki­laki baginya sangat diharapkan. Kini, tiba saatnya kela­hiran anak kesepuluh.

Pagi itu, tangis bayi memecah ke­sunyian. Tangis pertama dari jabang

bayi berjenis kelamin perempuan. Kelahirannya bertabur sinar mentari pagi yang indah. Tahmid dan takbir tiada henti ter ucap. Hari itu, kalen­der yang tergantung di din ding menunjukkan 2 November 1961. Ayah dan ibu sang bayi kemudian memberi nama Adjeng Ratna Sumi­nar. Setelah kelahiran Adjeng, masih ada 5 adiknya yang lahir kemudian. Jadi, Adjeng adalah anak ke­10 dari 15 bersaudara.

Kini, rumah Adhiwijaya dan Dju­laeha kedatangan “bidadari kecil” yang menggemaskan. Adjeng hi­dup di tengah keluarga religius dan penuh disiplin. Adjeng pun tumbuh menjadi anak cerdas dan mudah bergaul. Bersama sahabat­sahabat kecilnya, Adjeng suka sekali ber­main. Walau anak seorang wedana, tapi ia tetap bisa menyatu dengan warga setempat. Permainan favorit masa kecilnya adalah bermain karet dan sundah (taplak). Menurut Ad­jeng, permainan tradisional masa lalu sangat menarik dan mencerdas­kan. Ia juga suka sekali bermain di tengah hamparan sawah.

Sebelumnya, karena perbedaan pandangan politik dengan Peme­rintahan Soekarno, membuat Ad­hiwijaya mengajukan pensiun dini. Dan kemudian menetap di sebuah kampung, di Bandung Selatan. Di sinilah Adjeng meng habiskan masa kecilnya mulai kelas 2 SD. Kawasan Bandung selatan dahulu indah menghijau. Udaranya masih sejuk menyegarkan. Hamparan sawah membentang sepanjang mata me­mandang. Ada sungai Citarum yang masih jernih mengalir. Begitulah kondisi Bandung selatan di tahun 1960­an.

Senang rasanya mengingat masa kecil di kampung. “Sejak kecil sudah tinggal di kampung. Jadi, saya me­nikmati saja hidup di kampung itu,” ungkap Adjeng. Tinggal di sebuah kampung di Bandung selatan, mem­buat keluarga Adjeng tampak me­nonjol sendiri dari lingkungan ma­syarakat sekitar. Maklum, ayah nya adalah pejabat daerah dan tokoh masyarakat. Secara ekonomi, kelu­

arga Adjeng dari kalangan berada. Para tetangganya begitu hormat.

Karena besar di tengah masyara­kat kampung yang miskin dan sederhana, Adjeng terbiasa hidup bersama kesederhanaan orang­orang kampung. Ia mudah berbaur, bermain, bahkan, berbagi. Dari sini­lah empati dan kepeduliannya pada masyarakat miskin tumbuh. Sedari kecil, Adjeng sudah banyak menyak­sikan kesulitan hidup orang­orang miskin di sekitarnya. Dan bila di­tanya cita­citanya sewaktu kecil, ia menjawab ingin mensejahterakan orang­orang miskin. Sebuah cita­ci­ta mulia yang dipengaruhi pengala­man hidup bersama warga miskin di kampungnya.

Memasuki usia sekolah, Adjeng kecil memulai pendidikan formal­nya di SDN Nagrek, Pacet. Jaraknya 1 km dari rumah. Ia biasa berjalan kaki ke sekolah bersama sahabat­sahabat kecilnya. Kenangan semasa SD dahulu tak pernah terlupakan dari memori hidup Adjeng. Ternya­ta, di sekolahnya hanya Adjeng yang mengenakan sepatu. Selebihnya, tanpa alas kaki. “Waktu itu sepatu saya terbuat dari bahan karet sehar­ga Rp400,” ungkapnya, penuh tawa.

Bahkan, di kelasnya tidak banyak siswa yang mampu berbahasa Indonesia dengan baik. Dan yang menarik lagi, dahulu teman­teman sekelas Adjeng yang miskin selalu membayar iuran sekolah dengan pasir dan batu kali. Hanya Adjeng yang membayar iuran sekolah dengan uang. Pasir dan batu diambil

Ternyata, di sekolahnya hanya Adjeng yang mengenakan sepatu.

Selebihnya, tanpa alas kaki. “Waktu itu sepatu saya terbuat

dari bahan karet seharga Rp400,” ungkapnya, penuh

tawa.

Page 51: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

51EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

dari sungai Citarum. Dibawa ke sekolah untuk diberikan kepada guru sebagai pengganti uang. Pasir dan batu tersebut dikumpulkan oleh guru untuk dijadikan bahan dasar bangunan atau dijual kembali.

Sejak duduk di kelas 1 sampai 3, bangku kelas masih terisi penuh. Tapi, begitu naik ke kelas 4­6, bang­ku kelas makin sepi ditinggal para siswa perempuan. Adjeng merasa kehilangan teman­teman seko­lahnya. Ternyata, para siswa perem­puan kelas 6 banyak yang menikah. Padahal, para siswa yang menikah itu tergolong pintar di sekolahnya. “Saya suka berpikir, kelak kalau su­dah besar saya ingin membantu orang­orang kecil. Teman­teman saya yang pinter itu pada hilang, karena dinikahkan,” ceritanya, me­ngenang masa SD.

Melihat realitas di sekolahnya itu, empati selalu tumbuh, ingin mem­bantu teman­teman sekolahnya yang miskin. Selepas SD, Adjeng kecil lalu melanjutkan ke SMP Mu­hammadiyah. Jaraknya 5 km dari rumah. Di SMP Muhammadiyah, Adjeng lebih intens belajar agama. Pelajaran favoritnya adalah PMP dan ekonomi. Lulus dari SMP, Adjeng melanjutkan ke SMA Negeri Baleen­dah, Bandung.

Keprihatinan Masa Kuliah

Lulus SMA tahun 1980, Adjeng melanjutkan studi S1 di Fakultas Hu­kum, Universitas Islam Nusantara (UNINUS), Bandung. Sementara S2 hingga S3, ia selesaikan di Universi­tas Negeri Jakarta (UNJ) yang dahulu bernama IKIP Jakarta. Karena ada 15 bersaudara seayah dan seibu, apala­gi ayahnya pensiunan wedana, maka anak perempuan di rumahnya hanya mendapat biaya kuliah hingga sar­jana muda. Sedangkan anak laki­laki bisa kuliah hingga sarjana penuh.

Begitulah kebijakan ayahnya, seorang pensiunan wedana yang sangat jujur. Di tengah himpitan biaya kuliah itu, Adjeng sering di­am­diam berdagang di beberapa SMA untuk menutupi biaya kuliah. Padahal, saat itu lingkungan ke­luarganya berpandangan bahwa menjadi pegawai atau pekerja lebih dihargai daripada menjadi peda­gang. Dalam perjalanan menuntas­kan kuliah sarjana mudanya, Adjeng kerap rebutan biaya kuliah dengan saudara­saudaranya. Di masa ini, ia menghadapi liku­liku perjuangan yang berat, bahkan fitnah.

Pengalaman masa kuliah yang memprihatinkan, membuatnya sa­ngat toleran dan berbelas kasih pada orang­orang kecil. “Saya se­lalu ikhlas menghadapi fitnah. Dari kejadian itu, saya semakin berusaha

hidup mandiri,” ucap Adjeng. Lagi­lagi ia mendapat pelajaran dari ke­hidupan. Fitnah yang mendera tak harus dibalas dengan fitnah dan kebencian. Ia hadapi semuanya de­ngan kesabaran dan doa.

Setelah menamatkan sarjana mudanya, Adjeng disunting oleh Lettu. Ir. Suharno yang sekarang berpangkat Mayjen TNI Dr. Ir. Su­harno, MM. Adjeng langsung terjun ke masyarakat dan membuka kursus keterampil an. Sempat pula mem­buka usaha properti dan makanan. Sarjana S1­nya sendiri baru dise­lesaikan pada tahun 1993, ketika ia sudah menikah dan punya satu anak. Dan yang patut diteladani dari sosok Adjeng, ia selalu menabung untuk merealisasikan cita­cita mu­lianya membangun yayasan yang diperuntukkan bagi orang­orang miskin.

Terjun ke Panggung Politik

Membantu si miskin jadi kesehari­annya. Peduli pada orang­orang terpinggirkan jadi komitmennya. Menolong tanpa pamrih jadi filoso­finya. Begitulah potret pendiri Yaya-san Adjeng Suharno ini. Kenangan masa kecil menyaksikan kegetiran hidup kaum dhuafa, menemukan momentumnya. Saatnya melakukan aksi nyata bagi orang­orang yang ingin ia bantu.

Jauh sebelum menjadi politisi, Adjeng sudah banyak berbuat bagi si miskin. Uniknya, setiap kali mem­beri bantuan, ia tak perlu kenal siapa dan di mana ia memberi. Semuanya dilakukan dengan spontanitas tanpa interaksi. Saat berada di jalan raya, ia bagikan sembako lalu pergi. Saat berada di pasar, ia bagikan beras lalu pergi. Saat bertemu tukang be­cak, ia bagikan uang lalu pergi.

“Saat membagi uang, saya disem­bah­sembah tukang becak. Seha­bis ngebagi, saya langsung kabur,” cerita mantan anggota Dewan Pakar ICMI Jabar itu. Jauh sebelum ada program BOS, Adjeng juga sudah memberikan dana bantuan ke setiap SD sebesar Rp1 juta.

Page 52: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

52 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Caranya memberi bantuan meng­ingatkan kita pada sosok hero dalam film-film. Menolong lalu pergi. Ada dasar teologi yang ia pahami dari Al Quran bahwa saat tangan ka­nan memberi, tangan kiri tak boleh tahu. Adjeng jadi sosok misterius di Bandung. Sosoknya jadi perbincan­gan ramai kaum miskin di Bandung. Banyak orang ingin tahu siapa ge­rangan wanita dermawan yang be­gitu peduli pada kehidupan orang­orang miskin.

Akhirnya, sosok Adjeng terbong­kar juga secara luas di Bandung. Karena sudah mulai dikenal luas itu, banyak partai menawarinya bergabung untuk menjadi politisi. Awalnya, mantan dosen Universi­tas Darma Persada itu, tak tertarik pada dunia politik praktis. Ia belum mengerti bagaimana harus berki­prah menjadi anggota dewan. Ia masih ingin lebih dekat dengan ma­syarakat miskin yang membutuhkan pertolongannya.

Bahkan, ia tak segan­segan me­nolong para TKW yang tersiksa di luar negeri. Saat mendapat kabar ada kekerasan terhadap para TKW, Adjeng langsung bergerak me­nemuinya dan memberi bantuan. Naluri kemanusiaannya terusik bila mendengar kabar ada saudara se­bangsa yang tersiksa dan menga­lami kesulitan hidup di luar negeri.

Tahun 2005, di Malaysia, ia pernah membantu memulangkan Siti Hodi­jah TKW asal Sumenep ke Tanah Air. Hodijah disiksa majikannya lalu dilempar ke tempat sampah.

Melihat penderitaan Hodijah, Adjeng menjemputnya di RS. Ke­bangsaan Malaysia, lalu menyewa 10 kursi pesawat Garuda untuk diterbangkan ke Surabaya. Ada juga nama Nirmala Bonet yang disiksa majikannya di Malaysia. Sebelum­nya, 2003, Adjeng juga pernah menolong TKW yang tidak dibayar upahnya selama 3 tahun di Singa­pura. Ada juga TKW yang stres di Malaysia, karena terus menerus menerima kekerasan.

Masih banyak TKW lainnya di

ber ba gai negara yang pernah mendapat sentuhan tangan kasih sayang seorang Adjeng Ratna Sumi­nar. Begitulah kiprah kemanusiaan­nya jauh sebelum ia memutuskan menjadi politisi. Setelah melalui pertimba ngan panjang, akhirnya pada Pemilu 2009 ia resmi menjadi caleg DPR RI dari Partai Demokrat. Adjeng ditempatkan di dapil Jawa Barat II (Kab. Bandung dan Kab. Bandung Barat). Ia meraih suara ter­banyak untuk seluruh partai yang ada di dapilnya.

Setelah terpilih dan dilantik men­jadi Anggota DPR RI, Adjeng masih sempat bertanya­tanya tentang ki­prahnya lewat gedung parlemen. “Sebagai anggota dewan bagaima­na saya bisa membantu dan mem­bangun dapil. Apa yang bisa saya bawa untuk membangun Bandung. Waktu itu, belum mengerti apa peran dewan. Pikiran saya masih sempit. Padahal, kalau jadi anggota DPR RI harus mewakili semua rakyat Indonesia,” kata Adjeng.

Adjeng lalu menjadi anggota Komisi I DPR RI yang membidangi politik luar negeri, pertahanan, mi­liter, intelijen, dan Kemenkominfo. Ia memilih Komisi I, lantaran ingin membawa Indonesia lebih maju di dunia internasional. Adjeng tak ingin Indonesia mengirim banyak pembantu ke luar negeri. Mestinya, Indonesia mengirim banyak orang cerdas ke luar negeri.

Namun, orang­orang cerdas Indo­nesia itu, kerap tak mau kembali ke Tanah Air. Persoalannya, gaji besar dan semua fasilitas yang mema­dai, membuatnya betah bekerja di luar negeri. Apalagi, gaji di Indo­nesia tidak sebesar di luar negeri. Akhirnya, pembangunan di negeri sendiri terabaikan. Bagitulah sedikit masalah nasionalisme orang­orang terdidik kita di luar negeri.

Berada di Komisi I berarti berada di jantung kebijkan makro NKRI. Kiprahnya selama di Komisi I cukup menonjol. Sekretaris Dewan Pembi­na Partai Demokrat ini, selalu mem­perkenalkan khasanah kekayaan

Melihat penderitaan Hodijah,

Adjeng menjemputnya di RS. Kebangsaan Malaysia, lalu

menyewa 10 kursi pesawat Garuda untuk diterbangkan ke Surabaya. Ada juga nama Nirmala Bonet

yang disiksa majikannya di Malaysia.

Page 53: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

53EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

budaya Indonesia bila melakukan kunjungan kerja ke berbagai negara. Adjeng prihatin banyak produk asli Indonesia yang diklaim oleh negara lain. Menurut Adjeng, ini bisa di­katakan sebagai kejahatan ekonomi.

Yang menarik, ketika ia bersama delegasi Komisi I dan Ketua DPR RI Marzuki Alie berkunjung ke Palesti­na. Di sana Adjeng ikut meletakkan batu pertama pembangunan masjid dan rumah sakit di Jalur Gaza. Pa­dahal, Jalur Gaza waktu itu dalam kondisi tidak kondusif keamanan­nya. Sempat pula menengok nasib para TKI di Jordania yang dilanda perang saudara.

Sementara mengomentari heboh kasus penyadapan, mantan Ketua DPD Partai Demokrat itu, menilai, penyadapan adalah hal biasa. “Diplomat dan atase pertahanan di setiap kedubes harus punya ilmu sadap. Misalnya, Presiden kita ingin

berkunjung ke Australia, maka kita harus menyadap dulu untuk mengetahui kondisi keamanan di sana. Yang salah itu, aksi sadap diumumkan ke publik. Itu sangat tidak etis,” jelas Adjeng.

Khusus soal ini, Adjeng dan dele­gasi Komisi I sempat berkunjung ke sebuah markas intelijen di Amerika, bukan FBI atau CIA. Ada semacam badan intelijen baru di sana. Dele­gasi komisi I diperkenankan ma­suk untuk mengetahui bagaimana teknik intelijen bekerja. Ternyata, di ruang khusus ada layar raksasa untuk menyadap dan menerima gambar dari berbagai negara. Bah­kan, para pagawainya kadang lupa makan saat bekerja menyadap.

Semuanya akan terlihat sangat jelas berikut audionya. Luar biasa, ketika Adjeng menyaksikan lang­sung kecanggihan teknologi sadap. Bahkan, ia sempat meminta me­

ngarahkan layar sadap itu ke kedia­mannya di Bandung. Semua detail rumahnya terlihat jelas dari ruang sadap di Amerika.

Sementara itu, walau duduk di Komisi I, alumni LEMHANAS ini, tetap aktif memberi bantuan pendi­dikan, kesehatan, bahkan memper­juangan nasib TKI di berbagai nega­ra dengan berkoordinasi bersama komisi­komisi terkait di DPR RI. Saat terjadi gempa 2009 di Jawa Barat, misalnya, Adjeng menjadi ketua yang menggalang bantuan korban gempa bersama para anggota DPR RI lainnya dari dapil Jawa Barat.

Ada Rieke Dyah Pitaloka (F­PDI Perjuangan), Agun Gunanjar (F­PG), Inggrid Kansil (F­PD), Rachel Maryam (F­Gerindra), dan lain­lain. Tak ada misi partai di sini. Yang ada hanya misi kemanusiaan. Tak ada warna partai. Yang ada hanya warna keikhlasan membantu. Se­

Page 54: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

54 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

bagai ketua misi kemanusiaan, ia mendatangi para pimpinan daerah untuk turut bergabung dalam satu wadah, memberi bantuan kemanu­siaan bagi para korban gempa.

Hobi Menulis Buku

Kesibukan mantan Ketua Umum Forum Mahasiswa Pascasarjana UNJ ini, luar biasa. Selain sibuk sebagai Anggota DPR RI, ia juga selalu be­rada di tengah masyarakat kecil. Hampir separuh waktunya bersama masyarakat. Tapi, saat di rumah, ia tetaplah seorang ibu dan istri yang baik. Di rumahnya ada Suharno, suami tercinta yang juga anggota TNI aktif berpangkat Mayor Jen­deral.

Sang suami adalah kawan dekat dari kakak kandung Adjeng. Ia per­nah tinggal satu asrama dengan ka­kak Adjeng yang juga TNI. Bersama TNI Suharno, Adjeng dikaruniai 3 buah hati tercinta, masing­masing Isa Agus Wicaksono (lulusan DNA Jepang, semacam Akmil), Anissa Permata Sari (lulusan UNPAD), dan Almira Nindya Artha (lulusan ac­counting UI, pernah SMU di Singa­pura). Kini, ketiganya sudah berke­luarga.

Ketika ditanya soal hobi, Adjeng menjawab singkat, “Saya suka nu­lis.” Inilah sisi lain dari sosok Ad­jeng. Ia suka sekali menulis buku. Karya­karya bukunya merupakan buah pikiran dan kontemplasinya dalam mengarungi hidup. Bagi Ad­jeng, menulis menjadi wahana men­curahkan isi hati sekaligus membagi pengalaman hidup.

“Hobi saya nulis. Kadang, ada orang marah­marahin saya, ya udah saya nulis. Ada jeleknya nulis itu. Saya jadi kurang olahraga,” akunya dengan derai tawa. Puluhan buku sudah ia hasilkan. Adjeng penulis buku yang produktif. Perhatikan karya­karyanya ini: “Bunga­bunga Himah Dari Bandung Selatan”, “Yang Terpendam Di Balik Ritual Haji”, “Cara Bijak Mengatasi Realitas Hidup Remaja Muslim”, dan “Dzikir Untuk Kerukunan Rumah Tangga”.

Ada juga buku politik seperti, “Peranan Perempuan Dalam Pem­bangunan”, “Cara Praktis Menuju Good Governance”, dan “Peranan Berpartai Politik”. Bahkan, kumpulan puisi islami ia kemas pula dengan judul “KepadaNya Ku Pasrahkan”. Di tengah kesibukannya, Adjeng ma­sih sempat melahirkan karya­karya monumental.

Sementara itu, ketika ditanya soal lagu favorit, Adjeng sangat menyu­kai lagu­lagu sunda. Tapi, jangan menyuruhnya menyanyi. Ia tak bisa sama sekali. “Saya enggak bisa

nyanyi. Kalau disuruh nyanyi, men­ding disuruh ngepel aja,” akunya, seraya tertawa. Tapi, kalau pun ter­paksa diminta menyanyi, ia paling suka mendendangkan lagu Bubuy Bulan. Lagu tersebut, katanya, enak didengar.

Dan ke mana Adjeng akan berki­prah, bila kelak tidak lagi berada di gedung parlemen? Ia akan kembali ke masyarakat secara penuh. “Saya ke yayasan. Ngebina anak yatim dan mendekat pada Yang Mahakuasa,” tuturnya, mengakhiri perbincangan. (M. Husen) Foto: HR/Parle.

Page 55: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

55EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

KUNJUNGAN KERJA

Tujuan Kunjungan Spe­sifik ini adalah dalam rangka melihat secara langsung pembangun­an infrastruktur dan

akses transportasi di kawasan Indo­nesia Timur khususnya di daerah Bulukumba, Bau Bau dan Buton.

Di Bulukumba, Tim Kunjungan Spesifik berjanji akan memper­juangkan anggaran terkait rencana Pemerintah Kabupaten Bulukumba membangun berbagai infrastruktur sebagai p enunjang kegiat an pembangunan di Bulukumba.

“Kami lihat potensi daerah Bulu­

kumba sangat luar biasa terutama dari segi ekonomi. Diper lukan pe­ningkatan infrastruktur yang mema­dai terutama dengan adanya wisata pantai yang begitu indah. Ini harus ditunjang oleh infrastruktur udara dan jalan. Bah kan masalah perbaik­an sungai­sungai yang mengancam Kota Bulukumba, termasuk juga iri­gasi,” kata Ketua Tim, Roem Kono di sela­sela peninjauan berbagai infrastruktur, di Bulukumba, Selasa (10/12).

Pemerintah Kabupaten Bulu­kumba berencana membangun berbagai infrastruktur sebagai penunjang pembangunan di Bu­

lukumba yang memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi, antara lain pembangunan Bandara Perin­tis di Desa Ara, Bontobahari, pem­bangunan Pelabuhan Bira sebagai pintu masuk menuju Pulau Selayar dari Pulau Sulawesi, pembangunan Waterfront City, pembangunan Bu­lukumba Tower dan pembangunan Bendung Bayang­Bayang/Proyek Air Baku, serta pembangunan ring road di Bulukumba.

Roem menyatakan, aspirasi Kabu­paten Bulukumba akan dibahas ber­sama Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Kementerian Perhubungan pada saat pembahasan anggaran

DPR Janji Perjuangkan Anggaran Pembangunan Infrastruktur Bulukumba

Beberapa waktu lalu, Komisi V DPR RI yang membidangi perhubungan dan infrastruktur mengirimkan 2 (dua) Tim Kunjungan Spesifik ke Kabupaten Bulukumba di Sulawesi Selatan dan Kota Bau Bau serta Kabupaten Buton di Sulawesi Tenggara.

Page 56: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

56 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

yang akan datang.

“Saya kira kebutuhannya menu rut Pemerintah Kabupaten Bulukum­ba mencapai sekitar Rp 200 Milyar, karena itu akan kita lihat sampai sejauh mana masalah anggaran in­frastruktur ini. Apakah anggaran untuk mensupport terutama pem­bangunan bandara dan irigasi, bisa mencapai Rp 200 Milyar atau tidak,” ujar Roem.

Lebih lanjut, politisi Daerah Pemi­lihan Gorontalo ini menyatakan, se­bagai wakil rakyat harus betul­betul bisa memperjuangkan suatu kebi­jakan politik anggaran, agar daerah­daerah mendapatkan satu porsi dari pada anggaran dalam rangka untuk meningkatkan pertumbuhan daerah tersebut.

“Kalau hanya terpusat di salah satu daerah, dan tidak memperhatikan daerah lain apalagi yang memiliki potensi pembangunan ekonominya tinggi, itu harus diperhatikan. Ha­rus ada affirmative action,” tandas Roem.

Dijelaskan Roem, keberhasilan pembangunan infrastruktur teru­

tama di Kabupaten Bulukumba, se­lain dari sisi anggaran, akan sangat tergantung pada Kabupaten Bulu­kumba itu sendiri dalam menyiap­kan berbagai bahan­bahan sebagai persiapan awal penunjang pemba­ngunan, termasuk studi kelayakan untuk lokasi yang akan dibangun.

“Perlu ada supporting pada peme­rintah daerah khususnya Kabupaten Bulukumba,” imbuhnya.

Sementara, Anggota Tim Kunju­ngan Spesifik, Hetifa Sjaifudian me­nyatakan, lokasi strategis Bulukum­ba di daerah paling Selatan Pulau Sulawesi dengan potensi ekonomi yang tinggi, terutama wisata dan pertanian, selayaknya dikembang­kan menjadi pusat pengembangan baru di Sulawesi Selatan.

“Bulukumba ini nantinya menjadi penyeimbang Kota Makasar yang sudah semakin padat,” kata politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Dari sisi infrastruktur dasar teruta­ma jalannya, kata Hetifah, memang sudah ada upaya perbaikan dari pemerintah daerah setempat. Tapi hal tersebut, bisa dilakukan melalui

upaya pelebaran jalan. Kemudian adanya pusat­pusat pengembangan di tepi pantai seperti Waterfront City yang memang juga direncanakan Pemerintah Kabupaten Bulukumba.

“Di situ bukan saja akan dibangun pusat pemerintahan, tapi juga pusat rekreasi dan real estate, serta pusat­pusat pengembangan lain untuk pengembangan pariwisata dan budaya setempat,” paparnya.

Lebih jauh Hetifa menyatakan, rencana pembangunan pelabuhan sebagai pusat penghubung ke NTT dan NTB, maupun ke pulau­pulau sekitar seperti Pulau Selayar.

Terkait pembangunan bandara, Hetifah menilai, sebaiknya bukan hanya bandara perintis, tapi bandara yang berprospek internasional.

“Harusnya diupayakan pem ba ng­un an bukan hanya bandara perintis tapi diprospekkan untuk bandara in­ternasional yang menjadi alternatif Bandara Hasanudin kedepannya,” kata Hetifah.

Menurutnya, pembangunan ban­dara membutuhkan satu perenca­

KUNJUNGAN KERJA

Page 57: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

57EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

naan yang baik. Oleh karena itu Hetifah meminta Pemerintah Ka­bupaten untuk menyusun DEDnya, kemudian memastikan pembebasan lahan sesuai dengan kebutuhan dan mengurus perijinan­perijinan.

“Setelah itu semua diurus, baru nanti pembangunan di tahun berikut, tidak harus di 2014 tapi segala persyaratannya kita sudah persiapkan bersama. Sehingga nanti tidak menunda terlalu lama 2015. Jadi ini sifatnya jangka panjang, tidak bisa semuanya langsung instan, rata­rata ini semua bisa dilakukan,” tegas Hetifah.

“Jadi memang Bulukumba ini sa­ngat prospek pengembangan eko­nominya, karena sudah menunjuk­kan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kabupaten Bulukumba ter­masuk daerah dengan pertumbu­han ekonomi tertinggi, 8,9% dalam

tahun ini,” papar Hetifah.

Artinya ada kegiatan­kegiatan yang perlu difasilitasi, sehingga nantinya iklim investasi akan lebih berkembang lagi.

Disisi lain, kata Hetifah, dirinya melihat kepemimpinan dari Bupati Bulukumba yang bersifat Enterpre­neurshift Goverment. Jadi tata kelo­la yang berwatak enterpreneur. Jadi betul­betul ingin menjadi daerah yang berkembang secara ekonomi dan tentunya infrastruktur menjadi prasyaratnya.

“Nanti setelah kita memasuki Masa Sidang ini, tentunya catatan hasil Kunjungan Spesifik ini akan menjadi pertimbangan serius,” imbuhnya.

T im Kunjungan Spesif ik ke Bulukumba antara lain Roem Kono

(F­PG/Ketua Tim), Hetifah Sjaifudian (F­PG), Nova Iriansyah (F­PD), Yasti Soepredjo Mokoagow (F­PAN), A. Taufan Tiro (F­PAN), Andi Muawiyah Ramly (F­PKB), dan Yudi Widiana Adia (F­PKS).

Optimalkan Aspal Buton untuk Jalan Negara

Di hari yang sama, Tim Kunjungan Spesifik Komisi V DPR RI ke Kabupa-ten Buton, Sulawesi Tenggara me­minta pemerintah mengoptimalkan aspal Buton untuk jalan negara.

Pasalnya, Tim menilai pemerintah belum optimal dalam mengelola aspal yang merupakan salah satu Sumber Daya Alam (SDA) poten­sial dari Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Pemerintah lebih memilih impor untuk memenuhi kebutuhan aspal dalam negeri.

Page 58: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

58 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

“Kabupaten Buton sebagai daerah dengan tambang aspal terbesar di Indonesia, depositnya luar biasa. Saat ini kebutuhan nasional untuk aspal kita sekitar 1,2 juta ton per tahun. Produksi Pertamina baru sekitar 300 ribu ton, 800 ribu ton lainnya impor. Kalau dengan harga sekarang berarti sekitar Rp.7­8 tri­liyun kita membayar untuk impor,” papar Ketua Komisi V Laurens Ba­hang Dama saat memimpin Kun­jungan Spesifik ke Kawasan Industri Pertambangan Aspal Terpadu di Ka­bupaten Buton, Rabu (11/12).

Sejumlah kajian pakar menyebut pulau di bagian tenggara Sulawesi ini menyimpan sekitar 80 persen dari total cadangan aspal alam dunia, sisanya berada di Trinidad, Meksiko dan Kanada. Laurens berharap pemerintah serius untuk mengopt imalkan p otens i in i terutama untuk membangun jalan negara.

“Kita perlu memaksimalkan as­pal Buton. Pemerintah pusat su­paya mengurangi impor karena kita punya potensi aspal yang luar biasa. Kalau soal kualitas, itu bisa ditingkatkan dengan pendekatan teknologinya. Sekian persen dari potensi ini bisa digunakan untuk ja­lan negara atau jalan yang dibiayai APBN,” ujarnya.

Wakil rakyat dari Dapil NTT ini berjanji setelah melihat secara lang­sung permasalahan Kawasan Indus­tri Pertambangan Aspal Terpadu dan percepatan pembangunan di Kota Baubau ini akan segera membicara­kan dengan kementerian terkait mi­tra Komisi V.

Sementara itu Bupati Buton, Sam­su Umar Abdul Samiun mengakui

pemanfaatan aspal dari daerahnya yang memiliki potensi sekitar 700 juta ton belum optimal. Jika dikalku­lasi harga material aspal 1 ton sebe­sar Rp 300 ribu, maka kekayaan SDA ini bisa mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus mem­buka lapangan kerja. Pembangunan kawasan industri terpadu diharap­kan akan memberikan kemudahan bagi pengusaha untuk berinvestasi.

Selain melakukan peninjauan ke Kawasan Industri Pertambangan Aspal Terpadu di Kabupaten Buton, Tim Kunjungan Spesifik Komisi V

ke Buton juga meninjau Pelabuhan Laut Murhum di Bau Bau.

Tim Komisi V DPR RI mendu­kung penyelesaian pengembangan Pelabuhan Laut Murhum di Kota Bau Bau, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Pasalnya aktivitas di salah satu kawasan strategis di Indonesia Timur ini terus menunjukkan pe­ningkatan baik penumpang maupun barang.

“Dengan melihat situasi di lapa­ngan ini, kami akan rekomendasi­kan ke pemerintah supaya pemba­ngunan pelabuhan di Kota Bau Bau ini tidak hanya dilanjutkan, tapi diselesaikan. Jadi harus ada target dari pemerintah, seberapa lama pe­nyelesaiannya,” kata Laurens saat melakukan kunjungan spesifik ke lokasi Pelabuhan Laut Murhum.

Ia menyayangkan kurangnya per­hatian pemerintah, terbukti pejabat dari Kementerian Perhubungan be­lum pernah mengunjungi lokasi ini. Baginya kunjungan itu penting un­tuk dapat mengetahui persoalan se­benarnya di lapangan seperti yang dilaporkan kepada Tim Komisi V. “Kalau dari pemerintah atau dirjen

belum datang untuk meninjau dan melihat pelabuhan ini, lebih baik di­tutup buku saja,” tegasnya.

Politisi Fraksi PAN ini menam­bahkan Pelabuhan Laut Murhum Kota Baubau ini sangat strategis, dapat menghubungkan Makassar, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku Utara hingga Maluku. Itu­lah sebabnya pengembangannya harus lebih baik, apalagi pelabuhan ini menjadi pelabuhan pengumpul, baik dari dermaga, terminal dan fasilitas­fasilitas lainnya. “Pelabuhan ini sebaiknya dikembangkan sesuai ciri daerah, menunjukkan kebesaran pelaut kita. Apalagi nenek moyang kita terkenal sebagai pelaut ulung,” imbuhnya.

Ia juga mengaku, pihaknya akan secepatnya mengirimkan surat ke­pada Menteri Perhubungan, khusus­nya Dirjen Perhubungan Laut untuk segera menyelesaikan pembangun­an pelabuhan laut ini.

“Kita melihat kondisi langsung di lapangan, yang harus dilakukan adalah penyelesaian pembangunan pelabuhan ini. Ini menjadi hak di Kawasan Timur, karena kawasannya yang strategis dan ini merupakan kerajaan tertua di Buton,” ujarnya.

Politisi dari Dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) ini menyatakan kebi­jakan APBN 2014 adalah untuk me­nyelesaikan pelabuhan­pelabuhan yang sudah masuk di anggaran, dari 2010 hingga 2014. Selain itu pemerintah juga akan membangun banyak pelabuhan, namun di satu sisi masih menyelesaikan pekerjaan yang masih berjalan.

“Di tahun depan, banyak sekali pelabuhan­pelabuhan kita mau ba­ngun baru, padahal banyak yang ha­rus diperhatikan penyelesaian dan lanjutannya. Yang perlu diperhati­kan dengan serius adalah persoalan tanah. Pasalnya, pembebasan tanah sering menjadi permasalahan. Se­hingga pembangunan dapat disele­saikan dengan baik di tahun 2014,” tekan Laurens. (sc/iw)

Sejumlah kajian pakar menyebut pulau di bagian tenggara Sulawesi ini menyimpan sekitar 80 persen dari total cadangan aspal alam dunia, sisanya berada di Trinidad, Meksiko dan Kanada.

KUNJUNGAN KERJA

Page 59: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

59EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Komisi V Michael Wattimena, saat berlangsung pertemuan dengan mitra kerja dan Pemerintah Daerah Provinsi Maluku, Senin (16/12), di Ambon.

Tim Kunjungan spesifik di Provinsi Maluku, Komisi V mengharapkan kepada Balai Pelaksanaan Jalan Na­sional IX untuk mempertimbangkan fly over dan under pass supaya tidak ada kemacetan yang berlebihan di kota Ambon. “Kami mendukung pembangunan fly over dan under­pass di kota Ambon,” kata Michael.

Selain itu, Komisi V DPR RI meng­keluhkan kendala Pasokan Listrik, di Kota Ambon, tercatat ada pengala­man, bahwa pasokan listrik untuk mengfungsikan instrumen navigasi sebagai sarana di suplay kepada Ang kasa Pura, jangan sampai men­jadi terkendala. “Pasokan Listrik ter­

Komisi V Tinjau Kesiapan Infrastruktur di Akhir Tahun

KUNJUNGAN KERJA

Dalam rangka persiapan penyelenggaraan Hari Natal Tahun 2013 dan Tahun Baru 2014, Komisi V DPR RI yang meliputi bidang Pekerjaan Umum, Perhubungan, BMKG dan SAR, melakukan kunjungan spesifik ke Provinsi Maluku, Medan, Bali, dan Banten.

Komisi V menginginkan kelancaran dan ke­amanan lalu l intas dan angkutan jalan se­hingga pelayanan ter­

hadap rakyat terpenuhi. Saat kunju­ngan spesifik tersebut berlangsung, Komisi V mengadakan pertemuan dengan mitra kerja dan Pemerintah Daerah Provinsi serta melakukan kunjungan ke bandara, pelabuhan, stasiun kereta api dan infrastruktur jalan.

Hal ini dilakukan sekaligus untuk mengetahui sarana dan prasarana terkait infrastruktur dan transpor­tasi, selanjutnya hasil kunjungan

kerja tersebut akan dilaporkan dalam rapat Komisi V, untuk ditentu­kan tindak lanjutnya serta menjadi salah satu pembahasan Rapat Kerja dengan Kementerian dan Lembaga terkait.

DPR mengharapkan kepada Peme­rintah untuk meningkatkan kerjasa­ma agar kegiatan ini dapat berjalan dengan baik. “Komisi V berharap kepada semua pihak Pemerintahan dan stakeholder terkait agar selalu meningkatkan peran aktif dan ker­jasama, sehingga rangkaian ke­giatan persiapan natal 2013 dan tahun baru 2014 dapat diselengga­rakan dengan optimal,” Wakil Ketua

Page 60: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

60 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

jadi terkendala, maka akan terjadi kejadian yang fatal terhadap pener­bangan,” keluhnya.

Untuk mengatasi kendala pasokan lintrik Bandara Pattimura melakukan proses penambahan fasilitas kapasi­tas genset 1.000 KVA, untuk me­ngantisipasi kendala pasokan listrik.

Lebih lanjut, Komisi V DPR RI me­nilai banyak kejadian musibah di laut, mengingat Maluku adalah wilayah atau provinsi kepulauan. Ini juga menjadi perhatian serius bagi Komisi V memperjuangkan pe­ningkatan kelas Kantor SAR Ambon menjadi grade A. “Kelas dari Kantor SAR Ambon harus ditingkatkan gra­denya. Kalau sekarang grate Kan­tor SAR Ambon adalah B, harusya A karena melihat begitu luasnya wilayah Maluku,” kata ungkapnya.

Kepala Kantor SAR Ambon Suhri Noster Nobertus Sinaga melaporkan data musibah dari kantor SAR, dari Januari­November 2013 penerban­gan nihil, pelayaran rakyat ba nyak mengalami musibah di perairan laut antar pulau, evakuasi penduduk sekitar DAM Wai Ela, Operasi SAR musibah DAM Wai Ela desa Negeri lima, Penanganan Banjir dan long­sor Ambon.

Untuk mengantisipasi Siaga SAR Natal dan Tahun Baru, kantor SAR

Ambon telah berupaya untuk melak­sanakan siaga SAR natal 2013 kantor SAR Ambon, dengan mengerahkan seluruh anggotanya yang hanya 108 orang terbagi 3 Pos. Oleh karena itu, Suhri Noster Nobertus merasa per­sonil SAR yang ada di Ambon untuk menangani musibah dan bencana lainnya hanya ada 76 personil yang dirasakan sangat kurang untuk menangani bila terjadi musibah dan bencana.

Setiap pergantian tugas akan standby 15 personil, dengan sa­rana resgue truk, mobil max box, 1 resque boad 2116 panjang 36 meter yang bersandar didermaga LIPI. Dia memohon dukungan Komisi V un­tuk mendapatkan kapal 40 meter. “Mohon dukungan Komisi V untuk berkoordinasi dengan pusat agar kapal tersebut bisa ditempatkan di Ambon untuk mendukung bila ter­jadi musibah di perairan laut Malu­ku,” pintanya. Sarana minim dirasa minim. Untuk mengantisipasi dan merespon yang akan perbuat dalam melaksanakan operasi sangat terba­tas.

Suhri Noster mengatakan perlu adanya penambahan Pos SAR, kan­tor SAR di Kabupaten dan Kota agar respon time terhadap penanganan musibah dapat lebih maksimal.menurutnya kabupaten Dobo, Bula, dan Saumlaki, perlu dibuka Pos

SAR untuk menangani bila terjadi musibah. “Kalau kami berangkat dari Ambon dengan alat yang ada dirasa terlalu jauh,” keluhnya. Selain itu, Kantor SAR Ambon mengusul­kan pembangunan dermaga SAR, yang saat ini masih menumpang pada Dermaga LIPI.

D i A m b o n, Ko mis i V ju g a mendapatkan masukan dari Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Pat­timura Ambon, Mahubessy George, yang menyampaikan masalah BMKG dalam memberikan data kepada publik belum efektif, karena tidak ada server SMS di BMKG. “Sms ha­nya diberikan kepada instansi yang terkait. Sebaran informasi sangat kecil, sementara masyarakat tidak mendapatkan informasi yang cepat dan akurat,” keluhnya.

Komisi V DPR RI setuju usulan ter­kait desiminasi produk BMKG dalam rangka memberikan informasi me­lalui SMS. Namun jika dalam rangka darurat, BMKG melalui pemerintah daerah, kepolisian dan lembaga lain dapat membantu penyebaran infor­masi tersebut.

“Saya Setuju ini penting sekali karena kalau BMKG menghasilkan produk yg berkualitas, informasi yang baik jika tidak di sebarkan tidak ada artinya,” kata Anggota Komisi V Yoseph Umar Hadi.

Banten

Tim kunjungan spesifik di Provin­si Banten, Komisi V mengunjungi Pelabuhan Bakauheni yang meru­pakan sebuah pelabuhan penye­berangan yang terletak di Ke­camatan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan. Dan terletak di ujung selatan dari jalan raya Lin­tas Sumatera, pelabuhan Bakauheni menghubungkan Sumatera dengan Jawa melalui angkutan penyebera­ngan.

Ratusan trip feri penyeberangan yang berjumlah 44 buah armada dari beberapa operator, belayar mengarungi Selat Sunda yang meng hubungkan Bakauheni de­

KUNJUNGAN KERJA

Page 61: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

61EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

ngan Merak di Provinsi Banten. Ka­pal Feri ini terutama melayani jasa penyeberangan angkutan darat seperti bus­bus penumpang antar kota antar provinsi, truk­truk barang maupun mobil pribadi.

Rata­rata durasi perjalanan yang diperlukan Antara Bakauheni–Merak atau sebaliknya dengan Feri ditempuh sekira 2 jam, demikian paparan Direktur Operasional PT. ASDP, Prastyo Budi Utomo saat menerima kunjungan spesifik Komi­si V DPR yang dipimpin Nusyirwan Soejono di Pelabuhan Bakauheni. Selasa (17/12).

“Kita memiliki 44 armada kapal. Namun empat di antaranya akan masuk docking. Sementara dua ka­pal kondisinya rusak, sehingga yang siap operasi ada 38 kapal,” katanya. Ia menyatakan optimistis pelayanan penyeberangan dengan kapal feri pada libur Natal dan Tahun Baru akan berjalan lancar.

Terkait Rencana pembangunan dan pengembangan Jembatan Selat Sunda (JSS) dituangkan ke dalam Keputusan Presiden Nomor 36 Ta­hun 2009 tentang Pembentukan Tim Nasional Persiapan Pemba­ngunan JSS dan Peraturan Presiden No. 86 Tahun 2011 yang ditetap­kan pada tanggal 2 Desember 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strate gis dan Infrastuktur Selat Sun­da (KISS).

Sesuai dengan pasal 21 dan pasal 22 Peraturan Presiden No. 86 Ta­hun 2011, maka pihak yang melak­sanakan pengembangan kawasan strategis dan infrastruktur Selat Sunda adalah pemrakarsa proyek dan pemrakasa berkewajiban mem­biayai dan menyelesaikan penyiap­an proyek. Pelaksanaan pemba­ngunan JSS dilakukan melalui Pola Kerjasama Pemerintah dan swasta. Hal tersebut tertuang dalam Lem­baran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 126.

Tidak jelasnya rencana realisasi pembangunan jembatan selat Sun­da (JSS) memunculkan pesimisme dari pelbagai kalangan. Salah sa­tunya dari anggota Komisi V DPR RI Nuriswanto dari Fraksi Gerindra.

Ia mengaku ragu atas mega­proyek tersebut yang diperkirakan menghabiskan dana Rp 200 triliun itu, bisa terealisasi. Bahkan, ia me­nyatakan mendukung rencana pem­bangunan JSS tersebut dibatalkan, asalkan PT ASDP dapat menjamin pelayanan penyeberangan tidak ada kemacetan seperti yang kerap terjadi selama ini.

“Saya dukung rencana pem­bangun an JSS dibatalkan, jika me­mang PT ASDP dapat menjamin tidak ada lagi kemacetan di Merak dan Bakauheni, seperti yang selalu dikeluhkan pengusaha jasa angkut­an barang selama ini,” ungkapnya saat kunjungan kerja ke Pelabuhan Bakauheni awal pekan ini.

Page 62: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

62 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Menurutnya, kelancaran pelayan­an penyeberangan menjadi syarat utama jika JSS dibatalkan. Dengan ketersediaan 44 armada kapal di jalur penyeberangan Selat Sunda, Nuriswanto menganggap jumlah armada sebanyak 44 buah itu sudah cukup memadai.

Terkait fasilitas pelabuhan, Nur­iswanto menyarankan PT ASDP un­tuk segera melakukan pembenahan, terutama sarana dan prasarana ser­ta pelayanan di Pelabuhan Bakauhe­ni yang sudah tidak memadai lagi. Dan juga penyelesaian pembangu­nan dermaga VI dan gang way di Pelabuhan Bakauheni. Sebab, target utama pelayanan adalah kelancaran arus penyeberangan.

Pelayanan penyeberangan harus maksimal. Jika memang ada sarana yang kurang baik atau rusak, segera mengusulkan perbaikannya. Se­hingga pelayanan dapat berjalan lancar. “Pembangunan dermaga tersebut sudah dianggarkan. Se­hingga PT ASDP perlu secepatnya menyelesaikan pembangunan,” kata Nuriswanto.

Sementara anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Zulkifli Anwar mengingatkan bahwa ren­cana pembangunan JSS haruslah benar­benar memperhatikan karak­teristik perairan Selat Sunda dan keberadaan Gunung Anak Krakatau (GAK). “Selat Sunda memiliki karak­teristik yang berbeda. Dan ke­beradaan GAK benar­benar harus dikaji secara mendalam. Sebab, GAK merupakan gunung api yang memi­liki sifat letusan sangat eksplosif. Seperti tergambar pada letusan ta­hun 1883,” jelasnya.

Lebih lanjut Zulkifli Anwar mene­gaskan, sampai saat ini pembangun­an JSS masih dalam tahap studi ke­layakan. Dalam perkembangannya, Menteri Perekonomian menyatakan bahwa Pemerintah belum menentu­kan opsi yang tepat terkait dengan pelaksanaan studi kelayakan. Ada 2 opsi pelaksanaan yaitu pertama di­lakukan oleh BUMN dan pihak Swas­ta, dan kedua, dilakukan Pemerintah

dengan mengambil dana dari APBN. Pemerintah lebih menginginkan pelaksanaannya adalah BUMN/pihak Swasta sebab untuk TA 2014, tidak ada anggaran APBN untuk JSS.

Sumatera Utara

Pada kunjungan di Provinsi Suma­tera Utara, Komisi V mengunjungi Bandara Kualanamu yang dinilai merupakan layanan transportasi modern. Hal ini karena bandara per­tama di Tanah Air yang memadukan layanan transportasi udara dan kereta api.

Bandara Kualanamu, berada di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut). menggantikan Ban­dara Polonia di Kota Medan. Sejak beroperasi, Kualanamu juga ikut menggairahkan ekonomi masyara­kat setempat.

Layanan moda transportasi terpa­du antara bandara dan stasiun kelak menjadi tren masa depan, terutama di kota­kota besar di Indonesia. Ban­dara Internasional Soekarno­Hatta juga sedang membangun layanan terpadu yang sama. Antara bandara dan stasiun saling bergantung dan melengkapi untuk meningkatkan layanan masyarakat dalam bertrans­portasi.

Komisi V DPR RI pada akhir Desem­ber 2013 lalu, sempat meninjau mo­dernitas Kualanamu. Melihat desain arsitektur bandaranya, Kualanamu tampak mewah dengan sentuhan

teknologi mutakhir. Luas dan nya­man. Ketua Tim Delgasi Komisi V yang berkunjung ke Kualanamu, Ali Wongso Sinaga, mengatakan, Kualanamu, memang, didesain un­tuk menyaingi bandara Changi di Singapura.

“Kota­kota besar di Indonesia perlu mencontoh Kulanamu dalam membangun proyek transportasi terpadu ini,” kata Ali. Usai menda­rat di Kualanamu, para penumpang pesawat bisa langsung naik kereta api ke Medan, tanpa dipungut bi­aya lagi dengan menunjukkan tiket pesawatnya. Saat masuk ke stasiun kereta api, hampir tak ada bedanya. Stasiun kereta api, ya bandara juga. Ia tampak menyatu. Stasiun kereta api juga tampak mewah dan megah.

Moda transportasi kereta api di Kualanamu juga terasa nyaman.

Gerbong keretanya mewah, full acc. Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi V sempat menaiki kereta ini dari Kualanamu menuju Medan. Per­jalanan ditempuh sekitar 1 setengah jam. Para penumpang, baik yang ke atau dari badara segera dimanjakan dengan layanan transportasi ter­padu ini.

Menurut Ali Wongso, kelak ter­minal bus juga bisa diintegrasikan dengan bandara. Hal ini demi ke­mudahan dan efektifitas transpor­tasi. Selain meninjau bandara Kuala­namu, infrastruktur jalan menuju Kualanamu juga dipantau delegasi

KUNJUNGAN KERJA

Page 63: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

63EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Komisi V. Tampak Pemda setempat sedang membangun jalan tol dan non tol. Berbagai persoalan pem­bangunan jalan terekspose saat Komisi V menyisir jalan tersebut dari Medan hingga Kualanamu.

Pembebasan lahan masih jadi per­soalan di beberapa titik. Tampak pembangunan jalan terus digiatkan. Bahkan, infrastruktur jalan harus membelah perkebunan sawit di dekat Bandara Kualanamu. Di perkebunan sawit Kualanamu tersebut, pemba­ngunan jalan masih pada tahap mem­bangun pondasi cakar ayam.

Saat Komisi V meninjau langsung ke lokasi, para teknisi dan kontrak­tor di lapangan langsung memberi penjelasan berupa road map dan master plan infrastruktur jalan menuju Bandara Kualanamu. Di lo­kasi pembangunan jalan, ada pula tenaga ahli dari Cina yang ikut ter­libat membangun konstruksi jalan.

Nova Iriansyah (F­PD), Anggota Tim Komisi V yang ikut memantau pembangunan bandara dan infra­struktur jalan di Kualanamu, ber­harap, Bandara Kualanamu kelak menjadi etalase Indonesia bagian barat. Untuk itulah, Kualanamu ha­rus berbenah dan memperbaiki laya­

nannya. Kulanamu harus lebih baik daripada Polonia. Bahkan, Kulanamu harus menjadi proyek percontohan bagi banyak bandara di Tanah Air.

Nova sendiri mengaku sudah memantau setiap sudut bandara. Yang mungkin masih dikeluhkan saat berada di Bandara Kualanamu ialah produk jajanan dan barang da­gangan yang terasa masih sangat mahal. Ia meminta kepada otori­tas bandara untuk mengawasinya. Namun demikian, secara umum, Nova mengapresiasi pembangun­an bandara tersebut. “Komisi V mendukung penuh pembangunan Bandara Kualanamu,” katanya saat melakukan pertemuan dengan oto­ritas bandara.

Bali

Provinsi Bali tidak luput dari per­hatian, menjelang akhir tahun, menyambut libur Natal dan Tahun Baru, diprediksi terdapat titik kera­maian arus mudik, dan diperkirakan akan dipadati oleh wisatawan, baik asing maupun lokal.

“Tujuan kunjungan ini untuk melihat persiapan infrastruktur menjelang Natal dan Tahun Baru. Komisi V memilih Bali karena biasan­

ya menjelang Natal dan Tahun Baru sangat padat sekali, baik turis dalam maupun luar negeri,” jelas Wakil Ketua Komisi V Muhidin Mohamad Said saat memimpin tim kunjungan spesifik Komisi V di Denpasar, Bali (18/12).

Muhidin menambahkan, pantauan diarahkan ke persiapan­persiapan alat­alat transportasi maupun infra­struktur, baik di darat, laut, maupun udara di Bali. Kunjungan ini, kata Muhidin, diharapkan dapat diman­faatkan Pemerintah Daerah Bali un­tuk diskusi terkait permasalah an di Provinsi yang dikenal juga dengan nama Pulau Dewata.

“Sebagaimana kita tahu, kondisi Bali saat ini sangat padat sekali. Masalah infrastruktur jalan, baik jalan Provinsi maupun jalan Kabupaten, Pemerin­tah Daerah Bali secara tidak langsung menyatakan tidak punya kemampuan untuk menyelesaikan keseluruhan se­cara langsung, sehingga dibutuhkan bantuan dari Pemerintah Pusat,” im­buh Muhidin.

Politisi Golkar ini menyatakan, aki­bat dari padatnya jalan, imbasnya ke macet, sehingga untuk menempuh perjalanan di Bali, membutuhkan waktu tempuh yang lebih lama. Pa­

Komisi V DPR RI meninjau Pelabuhan Penyeberangan Padangbai, Bali.

Page 64: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

64 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

dahal, di Bali bukan hanya dipenuhi oleh wisatawan, namun juga seba­gai tuan rumah acara­acara interna­sional, seperti APEC dan WTO.

“Kita bisa memahami bagaimana kondisi Bali saat ini, oleh karena itu kita persilahkan Pemda Bali un­tuk mempersiapkan, baik dari sisi administrasi, maupun penyiapan lahan. Hasil persiapan ini, bisa di­presentasikan ke Kementerian Per­hubungan,” imbuh Muhidin.

Jika dikatakan layak oleh Kemen­hub, hasilnya bisa disampaikan ke­pada Komisi V. Nantinya di Komisi V dapat didiskusikan sekaligus untuk persiapan tahap berikutnya. Pasal­nya, Ada aturan administratif dan perundang­undangan yang menga­tur, sehingga perlu disinkronisasikan.

“Bali bukan hanya tujuan wisata, namun juga sebagai tempat kegi­atan bertaraf internasional. Jadi, wajar jika Bali perlu mendapat per­hatian khusus. Karena Bali meru­pakan wujud citra negara bangsa kita juga. Seharusnya Pemerintah Pusat juga harus memahami ini. Walaupun ini menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Bali, namun juga ini merupakan aset wisata nasional, sehingga Pusat perlu memahami hal ini,” jelas Muhidin.

Tujuan pemantauan dalam kunju­ngan spesifik ini di Pelabuhan Penye­berangan Padangbai, Underpass Dewa Ruci, Jalan Tol Bali Mandara, dan Ban­dara Internasional Ngurai Rai Bali.

Dalam kesempatan ini, Komisi V DPR RI mengapresiasi berbagai pem­bangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Pada penghujung Sep­tember lalu, Presiden Susilo Bam­bang Yudhoyono telah meresmikan Jalan Tol Bali Mandara, dimana tol ini merupakan tol yang berada di atas laut, dan menghubungkan tiga dae­rah penting, yakni Nusa Dua, Ngurah Rai dan Benoa.

Selain itu, dengan selesainya pembangunan underpass Simpang Dewa Ruci diharapkan dapat men­

gurai kemacetan yang sering terjadi pada jam­jam sibuk. Simpang yang dulu dikenal dengan Simpang Siur ini memiliki panjang 450 meter, yang terdiri dari akses 2 arah, dan 4 lajur. Bandara Ngurah Rai juga ber­benah dengan menambah terminal baru untuk kedatangan internasi­onal per 19 September lalu.

Anggota Komisi V Sadarestuwati menyatakan rasa bangganya terha­dap pembangunan infrastruktur di Bali. Anggota Dewan yang akrab di­panggil Estu ini bertambah bangga ketika mengetahui desain Jalan Tol Bali Mandara dirancang oleh putra­putra Indonesia.

“Kalau saya melihat tol Bali Manda­ra, saya sangat bangga. Putra bangsa sendiri bisa mendesain jalan tol yang sangat fenomenal di bangsa ini, dan ini satu­satunya di Indonesia. Ini benar­benar ditangani oleh tangan putra­putri Indonesia sendiri, tanpa bantuan dari negara lain,” kata Estu.

Politisi PDI Perjuangan ini yakin, kontribusi yang diberikan oleh putra bangsa terhadap Tol Bali Mandara bukan hanya menjadi contoh untuk Badan Penyelenggara Jalan Tol (BPJT) saja. Kementerian Pekerjaan Umum juga bisa menggandeng putra bang­sa sendiri, mulai dari mendesain, hingga proses membangun.

“Jika kita ingin mengembangkan putra­putri Indonesia, kita berikan ruang dan tempat, agar mereka bisa menyalurkan pikiran­pikiran yang mereka punya. Saya yakin, ahli­ahli asal Indonesia tidak kalah dengan ahli dari luar negeri,” imbuh Politisi asal Jawa Timur ini dengan bangga.

Ia juga mengaku bangga dengan pembangunan terminal baru di Ban­dara Ngurah Rai. Hal ini membukti­kan bahwa Indonesia mampu bersa­ing dengan negara lain.

“Jujur saya katakan juga di Bandara Ngurah Rai ini, saya sangat bangga. Kita bisa katakan bangsa ini mampu bersaing dengan bangsa yang lain­nya. Bandara ini buktinya. Bangsa Indonesia tidak kalah dengan negara lain. Kita bangga de ngan bangunan bandara yang megah ini, selain Ban­dara Kualanamu di Sumatera Utara. Sebentar lagi kita juga akan memi­liki bandara internasional Juanda di Jawa Timur,” jelas Estu.

Pembangunan ini, tambah Estu, diharapkan bisa menjadi inspirasi untuk Provinsi lain. Berbagai pem­bangunan di Bali ini sekaligus men­jadi tolak ukur untuk pengembangan dan membangkitkan ekonomi suatu daerah.

Hal senada disampaikan Ketua Komisi V Laurens Bahang Dama. Ia menilai, dengan berbagai pembangu­nan infrastruktur ini dapat menambah citra Indonesia di mata dunia. “Bali ini menjadi perhatian dunia, dan berkali­kali juga masuk daftar The Best Island in The World, dengan adanya jem­batan itu, pasti akan menambah citra Indonesia di mata dunia. Semoga ini menjadi inspirasi untuk daerah lain,” jelas Politisi F­PAN ini.

Ia juga mengingatkan agar ter­minal baru di Bandara Ngurai Rai perlu melakukan koordinasi dengan pihak terkait, sehingga arus mudik akhir tahun ini tidak mengalami gangguan. “Sarana prasarana dan infrastruktur sudah cukup bagus. Untuk Bandara Ngurai Rai yang me­miliki terminal baru, mungkin nanti perlu koordinasi antara Angkasa Pura, maskapai penerbangan, ban­dara, kepolisian, kesehatan, apa­lagi menghadapi Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Dari setiap stake­holder yang melayani masyarakat ini yang penting,” pesan Laurens. (as,hr,mh,sf)

“Kalau saya melihat tol Bali Mandara, saya sangat bangga. Putra bangsa sendiri bisa mendesain jalan tol yang sangat fenomenal di bangsa ini, dan ini satu-satunya di Indonesia.

KUNJUNGAN KERJA

Page 65: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

65EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

SOROTAN

Sayangnya keterhor­matan itu “terluka” de­ngan ucapan Inspek­torat Jenderal (Irjen) Kementerian Agama, M

Yasin yang mengategorikan pem­berian sesuatu yang lebih dari ma­syarakat kepada Penghulu, baik itu yang berbentuk uang atau bing­kisan diluar biaya nikah sebagai se­buah bentuk gratifikasi. Maksud M Yasin yang notabene pernah men­jadi anggota KPK adalah melakukan pengawasan kepada seluruh jajaran di Kementerian Agama termasuk Penghulu untuk berlaku profesional,

jujur dan bersih.

Namun di sisi lain, hal tersebut dianggap para penghulu sebagai sebuah bentuk “tuduhan”. Pasalnya, selama ini tidak ada ketentuan yang jelas tentang kategori gratifikasi. Padahal selama ini tidak jarang para penghulu memberikan layanan ni­kah di luar KUA (Kantor Urusan Aga­ma) dan di luar jam kantor seperti yang diamanatkan oleh peraturan menteri. Maka untuk menjaga mar­wah mereka sebagai penghulu, para penghulu khususnya yang be­rada di Kediri, Jawa Timur beberapa

Penghulu menjadi satu-satunya pihak yang oleh undang-undang diberikan wewenang untuk melakukan tugas pernikahan. Janji ikatan pernikahan bagi masyarakat dianggap sebagai sebuah momen yang sangat sakral. Mengingat hal itu, tak sedikit penghulu yang berasal dari kalangan ulama atau tokoh agama. Tak heran jika kemudian profesi penghulu begitu “terhormat” di mata masyarakat Indonesia.

Perlu Langkah Bijak Dalam Pelayanan Pernikahan

Page 66: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

66 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

waktu lalu berunjuk rasa. Mereka bersepakat hanya melakukan perni­kahan di KUA dan hanya dalam hari dan jam kerja saja.

Sementara menurut Ketua Komisi VIII DPR RI, Ida Fauziyah kepada Par­lementaria pertengahan Desember lalu, tidak sedikit masyarakat yang memilih menikah di luar KUA dan di luar jam kantor. Hal tersebut tentu menjadi sebuah problem besar di masyarakat. Oleh karena itu pihaknya mendesak Kemenag untuk merumus­kan langkah­langkah yang bijak dan cepat dalam pelayanan menikahkan di luar KUA dan di luar jam kerja.

Dijelaskan politisi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ini langkah­langkah yang bijak untuk mengatasi hal tersebut diantaranya dengan mengalokasikan APBN Kemenag untuk pembayaran insentif para penghulu yang menikahkan di luar

KUA dan di luar jam kantor. Untuk hal tersebut Kemenag harus melakukan pembicaraan dengan Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas.

“Selain itu, Komisi VIII juga men­desak Kementerian Agama untuk mengusulkan kepada KPK penetap­an batasan maksimal pemberian

imbalan kepada penghulu yang me­nikahkan di luar KUA dan di luar jam kantor sebagai sebuah bentuk grati­fikasi. Sehingga ada pemahaman di masyarakat apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh penghulu. Termasuk di dalamnya sosialisai terhadap ketentuan­keten­tuan tersebut,” jelas Ida Fauziyah.

Awal Januari kemarin, jajaran di Kementerian Agama termasuk Ir­jen Kemenag, M Yasin mengadakan pertemuan dengan Kementerian Agama, Bappenas dan KPK untuk membahas hal tersebut. Dari perte­muan tersebut disepakati beberapa ketentuan yang menyangkut tarif menikah. Pertama adalah nikah gra­tis alias tidak dikenakan biaya apa­pun bagi masyarakat tidak mampu. Kebijakan kedua adalah berupa tarif pelayanan nikah di KUA bagi yang mampu dikenakan biaya sebesar 50 ribu rupiah, dan ketiga adalah bi­

aya nikah di luar KUA dan jam kerja sebesar 400 ribu rupiah. Sementara bagi yang ingin menikah di dalam gedung dikenakan tarif sebesar satu juta rupiah.

Dirumuskan Kembali

Menanggapi kebijakan multi tarif

tersebut, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Mahrus Munir menganggap hal itu menjadi solusi yang tepat untuk keadaan darurat seperti saat ini. Paling tidak dikatakannya dengan ketentuan tersebut ada pegangan bagi penghulu dalam memberikan pelayanan publik. Pasalnya sempat ada wacana dari para penghulu untuk tidak menerima permintaan pelayanan nikah diluar jam kerja dan di luar KUA. Meski demikian, kesepakatan multi tarif tersebut menurut politisi dari Fraksi Partai Demokrat ini tetap harus dikaji ulang atau dirumuskan kembali.

“Ada poin yang masih kurang jelas. Salah satunya adalah poin ke empat, dimana untuk pelayanan menikah yang dilakukan di gedung akan dike­nakan tarif atau biaya sebesar 1 juta rupiah. Gedung itu kan kategorinya beda­beda, ada gedung besar, ho­tel, namun ada gedung yang hanya berupa aula pertemuan RW atau Ke­lurahan yang tidak seberapa besar. Apa itu juga disamakan tarifnya, sementara kedua kategori tersebut jelas berbeda dari kesiapan biaya penyelenggaraan pernikahannya,” ungkap Mahrus.

Sementara itu Ketua Komisi VIII Ida Fauziyah mengatakan bahwa dengan perumusan kebijakan terse­but akan menjadi payung hukum yang jelas bagi penghulu dalam bekerja sesuai amanat yang diper­cayakan negara kepadanya. Keje­lasan payung hukum itu juga bisa menjawab keresahan para penghu­lu akan tudingan miring masyara­kat sebagai pene rima gratifikasi, setelah keluarnya ucapan Irjen Ke­menag akan sebutan gratifikasi jika Penghulu menerima pemberian dari masyarakat.

Meski demikian,ditambahkan Mahrus Munir, Komisi VIII tetap akan melakukan pengawasan terhadap kebijakan tersebut. Bahkan, jika me­mang di masyarakat hal tersebut be­lum sesuai, maka pihaknya bersama Kementerian Agama akan meninjau ulang kesepakatan multi tarif terse­but. (Ayu) Foto: Rizka/Parle.

Page 67: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

67EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Sidiq :

Politik Luar Negeri Indonesia pada dua periode berjalan ini telah mam­pu tampil sebagai aktor panggung baru di tengah kancah pertarungan baik regional maupun global.

Indonesia dianggap telah berha­sil memiliki peran yang signifikan dalam sejumlah pertemuan Interna­sional tingkat tinggi seperti APEC, WTO Ministerial Meeting dan Bali Democracy Forum. Namun signifi­kansi keuntungan bagi masyarakat atas berbagai kiprah politik luar negeri Indonesia masih harus diper­

tanyakan.

Demikian dikatakan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Sidiq, pada diskusi Publik “ Menuju Peran Strategis In­donesia di Lingkungan Regional dan Global”, yang diselenggarakan Komisi I DPR di Gedung Nusantara II DPR baru­baru ini.

Faktanya, sambung Mahfudz Sidiq, saat ini peringkat Indeks Pem­bangunan Indonesia masih sangat buruk di peringkat 121. Selain itu, berdasarkan Failed States Index

(Indeks Negara gagal), Indone­sia termasuk dalam kategori “Very High Warning”, atau rentan menjadi nega ra gagal atas indikakor­indika­tor Sosial & Ekonomi serta Politik & Militer.

Kiprah diplomasi ekonomi Indo­nesia juga menjadi fokus perta­nyaan dalam diskusi tersebut, di te­ngah peran Indonesia yang semakin strategis di lingkungan regional dan global. Indonesia terkesan belum mampu memanfaatkan aset dan networking yang dimiliki secara

Keuntungan Kiprah Politik Luar Negeri Dipertanyakan Signifikansinya

LIPUTAN KHUSUS

Page 68: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

68 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

maksimal bagi kepentingan eko­nomi Indonesia. Output diplomasi ekonomi Indonesia diharapkan ha­rus jelas dan terukur.

Politik Luar Negeri Indonesia seti­daknya harus dapat membaca dan mengkalkulasi perubahan­peruba­han yang demikian cepat sehingga dapat mencapai kepentingan nasi­onal yang membawa kesejahteraan pada rakyat Indonesia. Ketertlibatan Indonesia dalam forum­forum In­ternasional seharusnya dapat mem­berikan keuntungan bagi kepenti­ngan ekonomi domestik Indonesia, bukan sebaliknya.

Mahfudz Sidiq menambahkan, bahwa pengakuan dari banyak pi­hak sudah kita dengar, di Indonesia sebagai aktor baru yang cantik, yang tampan, yang menarik dan mungkin orang melihat ini memiliki banyak potensi sebagai aktor baru.

“Nah ini yang perlu kita bedah, disatu sisi pengakuan dunia interna­sional terhadap Indonesia luar biasa

mengalami peningkatan sangat he­bat. Pada saat saya ada kesempatan bertemu dan berbincang dengan banyak anggota Parlemen, dari to­koh pemerintahan maupun tokoh politik di banyak negara bukan hanya sekedar mengapresiasi, bah­kan mereka menarik suatu proyeksi dan ekspetasi tentang peran­peran Indonesia yang lebih progresif dan lebih kuat dalam konteks percaturan di dunia Internasional,” ujarnya

Hal inilah ungkap Mahfudz, ia dengar langsung dari sejumlah pemimpin­pemimpin negara di ka­wasan Afrika misalnya, yang be­berapa waktu lalu mengalami satu proses demokratisasi awal. Tetapi sekarang cuacanya sudah mulai berubah mendung, ada satu indikasi feedback ke fase­fase sebelumnya.

Kemudian munculah pertanyaan, adakah gap antara realitas pang­gung dengan realitas diluar pang­gung ini masih ada. Pertama politisi PKS ini tertarik pada suatu ungkapan dan mungkin aktor pertama yang

menyebabkan masih munculnya gap itu. Yaitu pandangan atau prin­sip bahwa kita di tengah perubahan sistem dunia mengambil posisi se­bagai bangsa bagaimana menguasai kapal di tengah lautan yang ganas.

Artinya orientasi kita didalam menjalani kehidupan ini memang masih cenderung mengkonsolidasi semua elemen­elemen kekuatan yang kita miliki, bagaimana me­nyelesaikan persoalan­persoalan sehingga bisa dipastikan kapal akan selamat dan aman.

Lebih jauh, Pimpinan Komisi yang membidangi politik luar negeri dan hankam ini mengatakan, ada struk­tur­struktur yang berkelanjutan dan terus terbentuk walaupun telah menjadi sesuatu yang tertutup oleh karpet yang kemudian tidak semua orang bisa melihatnya dengan jelas. Dia mencontohkan dalam panas di­ngin hubungan bilateral kita dengan Australia dan bagaimana respon, reaksi, profokasi, para pejabat poli­tik di Australia hari­hari ini sesung­guhnya menunjukan bahwa kontinu dari polarisasi kekuatan­kekuatan politik beserta semua aliansinya dengan bentuk posisi sikap agenda dan target­target politiknya yang memang masih berjalan.

Hari ini Australia masih teriak lagi soal Papua, walaupun tidak heran juga karena kalau kita flashback ke belakang. Catatan kita cukup pan­jang soal ini, tetapi hal ini menun­jukkan bahwa masih satu kelanjutan dimana pergerakan­pergerakan di permukaan itu adalah suatu kon­sekuensi dari pergerakan­perge­rakan di bawah permukaan lem­pengan­lempengan bumi yang jauh sekian kilometer dibawah kaki kita itu terus bergerak dan itu tidak bisa kita anggap tidak ada.

“Ini yang perlu kita berikan catatan penting sehingga kita tidak melihat dunia ini betul­betul baru tanpa ada keterkaitan dengan polarisasi struk­tur­struktur yang terbentuk pada masa­masa sebelumnya,” ungkap Mahfudz.

Politik Luar Negeri Indonesia setidaknya harus dapat membaca dan mengkalkulasi perubahan-perubahan yang demikian cepat sehingga dapat mencapai kepentingan nasional yang membawa kesejahteraan pada rakyat Indonesia.

LIPUTAN KHUSUS

Page 69: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

69EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Lonjakan Dinamika

Sementara Guru Besar Hukum In­ternasional FISIP UI Prof. Zainuddin Djafar mengatakan, peran strategis Indonesia dan kebijakan luar nege­rinya mengalami dinamika konteks­tual dari waktu ke waktu. Hakekat dan dimensi politik luar negeri Indo­nesia mengalami lonjakan dinamika kontekstual yang demikian jauh kedepan.

Menurutnya, dua hal yang men­jadi penekanan dimensi strategis sebagaimana disampaikan oleh salah satu pendiri bangsa­ Wakil Presiden Mohammad Hatta bahwa politik luar negeri Indonesia akan benar­benar menjadi amat strategis jika Indonesia tidak tergantung pada dua hal yaitu pangkalan militer as­ing, dan kapital (bantuan asing).

Namun kata Zaunuddin, harapan Mohammad Hatta tersebut tam­pak tidak dihiraukan, baik di era Soe karno yang ternyata melaku­kan politik “pengkiblatan” ke pihak “Timur”, ditambah utang­utang un­tuk mengatasi berbagai soal penge­luaran negara.

Hal tersebut lebih drastis lagi di­lanjutkan oleh mantan Presiden Soe­harto dengan pinjaman pemerintah di IMF yang mencapai 200 milyar dolar (1997­99, Krismon), ditambah lagi dengan utang­utang swasta, sehingga Indonesia terjerat dengan

“konspirasi” kepentingan ekonomi politik Internasional (terutama dari AS dan negara barat lainnya),” tegas Zainuddin.

Di sini kita harus mengacung­kan jempol pada M.Hatta bahwa ketergantungan kita yang terlalu jauh dalam hal kapital ternyata hanya membawa malapetaka saja (Krismon 1997­99). Hal tersebut jelas kalau Indonesia tidak mampu melakukan introspeksi dan menga­wal benar-benar efisiensi dari tran­saksi utang­utang yang dilakukan­nya, maka kebocoran dan berbagai kebijakan manajemen yang salah tampak menjadi beban Indonesia.

Di era awal pemerintahan Soehar­to yang pada waktu itu kita demiki­an yakin bahwa, tidak mungkin akselerasi pembangunan nasional dapat digerakkan dan dilaksanakan dari satu Pelita ke Pelita lainnya – tanpa utang atau dengan apa yang disebut sebagai “bantuan asing” dari negara­negara donor di Barat. Kebijakan luar negeri yang demikian dekat dengan Barat tidak saja bersi­fat “paradox” dengan rencana awal pemerintahan Orde Baru, tapi juga membuat Indonesia sekaligus terpu­ruk dalam konteks kondisi ekonomi­politik Indonesia secara global.

Kita tidak dapat duduk sejajar dengan Barat yang terus membantu utangnya pada Indonesia, namun Indonesia pun sampai kini belum mampu keluar dari jeratan­jeratan bunga yang harus dilunasi dalam se­tiap tahun kepada pihak Bank Dunia, dan diyakini sampai tahun 2014, kita masih wajib mencicil bunga hutang yang menjadi kebijkan masa lam­pau. Kebijakan yang tampak terlalu

elit sentris pada pemerintahan Orde Baru­(yang mengatas namakan ke­pentingan pembangunan semata, jelas tidak strategis.

Namun dunia umumnya tidak mau tahu dengan masalah yang dihadapi Indonesia, dunia terus bergerak de­ngan berbagai institusi­institusi yang bersifat regional maupun global.

Sementara Peneliti Badan Pengka­jian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perda­gangan Miftah Farid mengemu­kakan, bahwa kecenderungan ker­jasama regional maupun bilateral semakin meningkat, tidak hanya karena kebutuhan tetapi tidak ja­rang karena tuntutan perkemba­ngan kerjasama perdagangan yang dilakukan oleh negara lain.

Termasuk Indindonesia, selain su­dah melakukan kerjasama perdaga­ngan non­multilateral, saat ini juga sedang gencar melakukan studi ke­mungkinan kerjasama perdagangan dengan negara lain, baik itu dalam kerangka regional maupun bilateral.

Akhir­akhir ini, kerjasama region­al maupun bilateral tidak hanya sebagai komplemen kerjasama multilateral, tetapi menjadi suatu kerjasama alternatif akibat stagnan­nya perkembangan perundingan di tingkat kerjasama multilateral.

Miftah Farid menambahkan, seja­lan dengan semakin meningkatnya kerjasama regional dan bilateral, pro kontra pun bermunculan. Pada pihak yang pro, adanya kerjasama regional dan bilateral akan men­dorong secara politik perundingan dalam tingkat multilateral.

Satu demi satu kerjasama regional dan bilateral akan menciptakan arus perdagangan yang semakin terbuka seperti yang dicita­citakan dalam kerjasama perdagangan multirateral. Pada pihak yang kontra, adanya ker­jasama regional dan bilateral dapat menciptakan blok­blok diskriminatif sehingga terjadi sistem perdagangan yang tertutup atau tidak efisien.(spy) Foto: HR/ Parle/Andri*.

Kebijakan luar negeri yang demikian dekat dengan

Barat tidak saja bersifat “paradox” dengan rencana awal pemerintahan Orde Baru, tapi juga membuat

Indonesia sekaligus terpuruk dalam konteks kondisi ekonomi-politik Indonesia secara global.

Page 70: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

70 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Muda, kreatif dan idealis, itulah gambaran yang terlihat dari sosok Ha­

nung Bramantyo. Tak ayal beberapa film besutannya masuk dalam box office. Sebut saja Film Ayat­ayat Cin­ta, Get Married dan Perahu Kertas. Namun, akibat keidealisannya terse­but, belakangan di Film Soekarno, sutradara jebolan Institut Kese nian

Jakarta ini sempat tersandung ma­salah. Berikut kisah yang diungkap­kan pria kelahiran Yogyakarta 1 Ok­tober 1975 ini kepada Ayu dan Andri dari Parlementaria.

Beban Film Sang Proklamator

Sejak tercetus ide membuat film Soekarno, tepatnya tiga tahun se­

belum film tersebut rilis di berbagai bioskop tanah air, Hanung me­nyadari bahwa untuk membuat film biopic alias sejarah tidaklah mudah. Apalagi film tersebut mengisahkan tentang sang proklamator, tokoh yang notabene sangat dikagumi bahkan diagung­agungkan oleh se­bagian besar rakyat Indonesia.

SELEBRITIS

Page 71: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

71EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

“Sebenarnya ada beban tersendiri sebelum membuat film Soekarno, dimana Bung Karno sudah terlan­jur dianggap “dewa”. Ada resistensi. Terlalu besar image nya sebagai to­koh, sehingga mengaburkan dirinya sebagai manusia. Sebagaimana Evita Peron dan Aun San Sukyi. Di­mana ketika Evita digambarkan oleh Hollywood seperti itu, maka Argen­tina menolaknya hingga akhirnya film tersebut tidak boleh tayang di negara itu. Bahkan Rasulullah pun mengatakan bahwa saya bukan ma­nusia yang sempurna, yang banyak kekurangannya juga. Lalu kenapa ketika saya mengangkat film Bung Karno dikira melecehkan? Toh yang saya tampilka n juga bukan sesuatu yang melecehkan. Bahkan itu pun ada di buku Penyambung Lidah Rakyat karangan Cindy Adams,” jelas Hanung yang mengaku juga sebagai pengidola Soekarno.

Penolakan justru datang dari salah satu anak kandung Soekarno sendiri, Rachmawati Soekarno Putri. Namun menurut Hanung, hal terse­but tidak mewakili keluarga Bung Karno. Karena sebelum dilakukan syuting film tersebut, pihaknya su­dah mendatangi beberapa anak kandung Bung Karno, bahkan putra sulung Soekarno, Guntur Soekarno Putra sebagai penasehat ikut mem­beri masukan untuk film tersebut. Hanung juga menggali dari ber­bagai buku dan sumber sebagai ba­han refe rensinya. Salah satu buku yang dijadikan sumber referensinya adalah buku Penyambung Lidah Rakyat karangan Cindy Adams.

Kini, Hanung sudah bisa berna­fas lega, bertepatan dengan ber­langsungnya wawancara dengan Parlementaria, Senin (7/1) melalui penetapan Nomor 93/Pdt.Sus­Hak Cipta/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst ter­tanggal 7 Januari 2014 pengadi­lan telah memutuskan untuk me­nolak gugatan pihak Rachmawati Soe karnoputri terkait pelarangan penayangan film Soekarno: Indone­sia Merdeka dan tetap memperbo­lehkan penayangan film tersebut di bioskop di tanah air.

Setelah Pengadilan mempelajari, ternyata tidak ada adegan yang menjadi gugatan pihak Rachmawati yaitu adegan tangan polisi militer berkali­kali menampar Soekarno hingga terjatuh dan adegan popor senjata ke wajah Soekarno. Hingga akhirnya pengadilan memutuskan untuk memperbolehkan film be­sutan Hanung itu untuk bisa tetap beredar luas di masyarakat. Belakan­gan, Sukmawati Soekarno putri memberikan penghargaan kepada suami dari Zaskia Adya Mecca ini sebagai sutradara dengan nasiona­lis tinggi karena mampu membuat film tokoh-tokoh bangsa seperti film Soekarno ini. Walau begitu Hanung mengakui bahwa film ini masih be­lum sempurna.

Takut Berharap

Dibalik kasus tersebut Hanung mengaku bahwa film tersebut seyog yanya dapat dijadikan cer­min bagi para pemimpin Indonesia saat ini. Para pemimpin kita dahulu seperti Bung Karno, Bung Hatta

dan Bung Syahrir tidak jarang ber­seberangan, berbeda pendapat bahkan hingga pernah berselisih, namun tujuan mereka semua adalah satu, yaitu untuk Indonesia merdeka, bukan partai, kelompok dan golongannya. Ketika Indonesia merdeka, ketiganya pun saling su­pport untuk terus mempertahankan dan membangun bangsa ini.

Sementara untuk pemimpin saat ini, Hanung melihat ketika melakukan sebuah pembelaan untuk rakyat, selalu ada warna­warni di belakangnya. Dengan kata lain, ketika mereka mengungkapkan suatu hal yang berkaitan tentang rakyat, pasti yang diunggulkan adalah warna atau partainya saja.

Malah, untuk proses demokrasi yang akan berlangsung beberapa bulan mendatang lewat pemilihan legislatif dan pemilihan presiden (pilpres), Hanung mengaku tidak terlalu optimis akan ada perubahan besar atas bangsa ini. Pengalaman terdahulu ketika kejatuhan Presiden

Page 72: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

SELEBRITIS

72 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

kedua Indonesia, Soeharto pada ta­hun 1998 dengan eforia yang tinggi ia berharap agar ada perubahan be­sar dari bangsa ini. Nyatanya yang tampak justru korupsi yang dilaku­kan secara berjamaah.

“Terus terang saya katakan, saya takut berharap pada Pileg dan Pil­pres tahun ini. Karena saat tahun 1998, saya sangat berharap ketika terjadi perubahan Presiden maka In­donesia akan menjadi lebih baik lagi. Dan ketika kejatuhan Pak Harto, dan terjadi pemilihan umum di masa re­formasi dimana saya melihat di DPR terjadi Pemilihan Presiden dengan voting seperti pemilihan ketua kelas atau ketua Osis dulu di sekolah, hal itu menjadi luar biasa sekali untuk saya, karena sepanjang saya hidup di Indonesia belum pernah saya me­lihat proses demokrasi seperti tahun 1998 dulu. Saat itu timbul harapan baru sebagai bagian dari bangsa ini. Harapan akan Indonesia yang lebih baik lagi. Tapi nyatanya setelah itu, apa yang terjadi? Malah yang se­makin nampak adalah korupsi yang

dilakukan secara berjamaah,” papar Hanung.

Ditambahkan Hanung, meski ia sedikit pesimis akan Pileg dan Pil­pres mendatang, namun dirinya tidak akan masuk dalam golongan putih (golput) yang tidak akan me­milih satu kandidat. Hanung me­ngaku tetap akan menggunakan hak pilihnya sebagai warga Negara Indonesia. Ia tetap akan memilih kandidat yang menurutnya lebih baik dari seluruh kandidat yang ada. Baginya, Golput hanya bagian dari jiwa pengecut yang tidak berani ikut andil dalam menentukan nasib bangsa ini.

“Kalau saya Golput, maka saya tidak boleh protes akan kebijakan yang disusun oleh pemerintahan se­lanjutnya. Dengan begitu hak saya akan terampas. Oleh karenanya saya tetap akan menggunakan hak pilih saya, memilih yang terbaik dari kandidat yang ada,” aku Hanung.

UU Perfilman Belum Ada Permen

M e nur ut p ut r a d ar i S a l im Purnomo dan Mulyani ini, banyak PR (pekerjaan rumah­red) yang harus diperbaiki oleh pemerintahan mendatang, salah satunya yang cukup urgent adalah adanya sebuah supremasi dan kepastian hukum. Tidak menetapkan hukum di atas satu golongan saja. Namun sebagai insan film, Hanung berharap adanya kepastian hukum yang tetap atas perfilman Indonesia.

Adanya UU Perfilman No.33 Ta­hun 2009 diakuinya memang sa­ngat melindungi perfilman Indo­nesia juga pekerja film Indonesia. Bahkan sutradara atau film maker

Sementara untuk pemimpin saat ini, Hanung melihat ketika melakukan sebuah pembelaan untuk rakyat, selalu ada warna-

warni di belakangnya.

Page 73: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

73EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

biopik tidak harus ijin keluarga ter­lebih dahulu ketika akan membuat film tersebut. Meski demikian, sam­pai saat ini Hanung mengaku belum adanya Permen (peraturan menteri) atau PP (peraturan pemerintah) menjadi satu bukti akan kesetengah hatian pemerintah dalam melin­dungi insan film.

“Sejak disahkan tahun 2009, UU Film belum ada Permen atau PP se­bagai turunannya. Sehingga sampai saat ini belum bisa dilaksanakan. Ini menjadi satu bukti kesetengah ha­tian pemerintah dalam melindungi pekerja film dan perfilman Indone­sia secara keseluruhan,” ujar ayah tiga orang anak ini.

Bahkan lanjutnya, saat film Soe­karno yang merupakan film biopic ini mendapat persoalan, tidak ada komentar apalagi back up dari pemerintah maupun legislatif. Pada­hal saat ini tidak sedikit para pekerja seni atau artis yang notabene per­nah menjadi bagian dari perfilman Indonesia yang masuk dalam lem­baga legislatif. Walau begitu ia ti­dak ingin berburuk sangka, Hanung memaklumi hal tersebut, ia yakin masih ada persoalan lain yang lebih besar daripada memikirkan artis dan dunia perfilman Indonesia. Seperti masalah HAM, Hukum, Energi, Pa­ngan dan Pendidikan.

“Mas Miing sering berdiskusi de­

ngan saya tentang bagaimana me­lindungi perfilman nasional. Ia sa­ngat memproteksi ketika ada asing yang ingin masuk dan menanamkan modal untuk film Indonesia. Walau hal tersebut dilakukan secara pribadi atau personal dan bukan mewakili sebuah lembaga, namun saya sangat mengapresiasi hal itu,” ungkapnya.

Lebih jauh sutradara terbaik dalam Festival Film Indonesia Tahun 2005 dan 2007 ini berharap agar Komisi X yang membidangi perfilman untuk menyusun sebuah kebijakan yang mengembalikan pajak tontonan un­tuk perfilman Indonesia secara ke­seluruhan. Misalnya untuk pemba­ngunan gedung bioskop di luar 21 teater yang notabene milik swasta.

“Film itu berkaitan erat dengan bioskop, film tidak akan jalan kalau tidak ada bioskop. Sementara yang ada saat ini adalah 21 teater yang merupakan pihak swasta. Kalau bi­cara tentang swasta yang ada tentu hukum dagang. Sehingga mau tidak mau dan suka tidak suka film maker juga harus mempertimbangkan sisi komersil dalam membuat sebuah film, termasuk juga film biopic. Namun dengan adanya bioskop pemerintah bahkan bantuan dana dari pemerintah, tentu akan mem­buat film maker lebih independen dalam membuat film tanpa harus mempertimbangkan sisi komersil. Semua itu bisa diambil dari 10 per­

sen pajak tontonan dari sebuah film,” jelas ayah tiga anak.

Masih diingat Hanung bebera­pa waktu silam, pihaknya pernah mendapat janji dari pemerintah akan mendapatkan bantuan dana untuk pembuatan film sejarah Soe-karno. Namun hingga film tersebut diputar di berbagai bioskop janji tersebut tidak terbukti. Lagi­lagi ini menjadi salah satu bukti dari peme­rintah belum ada upaya yang positif untuk ikut memajukan perfilman In­donesia.

Karir

Berbicara tentang karir, pemilik nama lengkap Setiawan Hanung Bramantyo ini awalnya mengenyam pendidikan di Fakultas Ekonomi Uni­versitas Islam Indonesia di Yogya­karta. Sayangnya, di semester ke lima kuliahnya, Hanung tidak bisa meny­embunyikan jiwa seni yang semakin bergejolak dalam dirinya. Ia kemudian hijrah ke Jakarta untuk mempelajari dunia film di Jurusan Film Fakultas Film dan Televisi di Ins titut Kesenian Jakarta. Tahun 2000 ia mulai mem­produksi film secara komersil, sebut saja film Topeng Kekasih, Gelas-gelas berdenting,dan lewat film Brownies dan Get Married lah Hanung sempat meraih penghargaan sebagai sutrada­ra terbaik Festival Film Indonesia ta­hun 2005 dan 2007.

Namun tak dapat dipungkiri di film Ayat­ayat Cinta lah namanya semakin dikenal masyarakat luas. Maklum, film yang sangat feno­menal ini tidak hanya mampu me­nyedot 2,5 juta penonton, namun juga film ini sempat diputar di be­berapa negara. Bahkan akibat film tersebut, tidak sedikit mengubah tatanan sosial di masyarakat. Salah satunya dengan semakin bertam­bahnya kaum hawa untuk berhijab. Kini, setelah film biopiknya “Soe­karno” yang rencananya akan dibuat sekuelnya, awal Februari 2014 ini film teranyarnya bertitel 2014 yang sengaja ditujukan menjelang pemilu ini akan segera beredar di berbagai bioskop tanah air. (Ayu) Foto: HR/ Parle /Andri*.

Page 74: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

74 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Memasuki tahun baru 2014, awal Januari lalu, atas saran dan masukan dari Sekjen DPR RI, Wi­nantuningtyastiti, Pimpinan DPR RI mengundang Menteri Pendayagu­naan Aparatur Negara dan Refor­masi Birokrasi (Menpan & RB) Az­war Abubakar. Tujuannya tak lain untuk membahas penyempurnaan reformasi dan reorganisasi struktur di bagian kesekretariatan jenderal (Setjen DPR­RI).

Sebagaimana diketahui tugas Kesetjenan DPR RI saat ini adalah berkaitan dengan seluruh persoalan

yang menyangkut dukungan terha­dap pelaksanaan tugas dan fungsi dewan. Belum lagi, hal lain yang terkait dengan persoalan internal Kesetjenan itu sendiri, diantaranya urusan kepegawaian seperti golo­ngan, pangkat dan gaji serta tunjan­gan dari ribuan PNS (pegawai negeri sipil) maupun honorer yang ada di Kesetjenan DPR.

Sementara itu tuntutan jaman le­wat reformasi birokrasi mengharus­kan Kesetjenan untuk melakukan perubahan. Dari tiga fokus perubah­an di tahun 2008, yaitu SDM, Tata

PERNIK

“Tahun baru, Semangat baru”, inilah salah satu slogan yang sangat familiar di masyarakat dalam memasuki tahun baru, termasuk halnya bagi Kesekertariatan Jenderal (Kesetjenan) DPR RI. Tentu hal tersebut tidak semata sebagai sebuah slogan, namun juga harapan akan peningkatan atau perbaikan kualitas hidup.

SETJEN DPR RI JADI CONTOH PARLEMEN NEGARA LAIN

Page 75: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

75EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Laksana dan Kelembagaan, tahun 2010 berubah lagi menjadi delapan area perubahan, hingga 2011 lalu bertambah menjadi sembilan area perubahan, yaitu SDM, Tatalaksana, Kelembagaan, sampai pada perun­dang­undangan, kemudian akun­tabilitas, pelayanan publik, sampai monitoring dan evaluasi. Hal terse­but tentu bukan hal yang mudah.

Sembilan Area Perubahan

Namun dibawah kepemimpinan Win ­ begitu Sekjen DPR RI ini biasa disapa, Kesetjenan bertekad untuk dapat melaksanakan Sembilan area perubahan tersebut. Salah satu buk­ti nyatanya adalah dengan melaku­kan restrukturisasi bagian atau or­ganisasi. Misalnya perekrutan CPNS (calon pegawai negeri sipil) melalui akses (online) yang sangat transpa­ran, serta promosi pejabat yang juga dengan menggunakan prose­dur asessment.

Bahkan usai pertemuan tertutup dengan Menpan & RB Azwar Abuba­kar, Ketua DPR RI, Marzuki Alie yang didampingi Wakil Ketua DPR, So­hibul Iman kepada pers mengatakan keinginannya untuk menyelesaikan periode reformasi Kesetjenan DPR, diantaranya dengan reorganisasi Kesetjenan DPR menjadi tiga eselon. Masing­masing adalah menyangkut kinerja DPR, administrasi keuang­an, SDM, dan terkait infrastruktur, dan Kesek jenan yang ketiga adalah Inspekto rat jenderal (Irjen).

“ Sebenarnya kami melapor k e p a d a p i m p i n a n t e n t a n g perkembangan reformasi birokrasi di tubuh Kesetjenan DPR, kemudian pimpinan meresponnya hingga akhirnya terjadilah per temuan kami, Kesetjenan DPR, Pim pinan

DPR dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi birokrasi ,” jelas Sekjen DPR RI, Winantuningtyastiti.

Win menyambut positif pemben­tukan Irjen yang akan ikut menga­wasi kesetjenan DPR. Menurutnya pembentukan Irjen akan menjadi partner atau mitra bekerja di DPR, bahkan hal tersebut akan meri­ngankan tugas dan beban kerja dari Kesetjenan DPR.

“Saya menyambut positif rencana pembentukan Irjen, karena akan menjadi partner yang akan me­ringankan beban kerja kami di Ke­setjenan. Jadi kalau Sekjen salah itu berarti salah Irjen juga,” tambahnya.

Sejauh ini Win belum mengetahui secara pasti kapan rencana pem­bentukan Irjen itu akan terealisasi, dan siapa yang akan menjadi mitra kerjanya sebagai Irjen. Menurutnya, berbagai kemungkinan bisa saja ter­jadi. Artinya, Irjen bisa berasal dari pejabat karir yang ada dalam Ke­setjenan DPR saat ini, namun tidak tertutup kemungkinan juga berasal dari kalangan professional lainnya di luar Kesetjenan DPR.

Dukung Prolegnas

Meski demikian, pihaknya tidak ingin terjebak dalam rencana pem­bentukan eselon satu saja sebagai salah satu bentuk reformasi birokra­si, namun yang tidak kalah penting­nya adalah tekadnya untuk terus mendukung kinerja dewan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di bidang legislasi, pengawasan dan budgeting. Sebagaimana diung­kapkan Ketua DPR RI, Marzuki Alie saat penutupan masa sidang sebe­lumnya, dimasa sidang saat ini DPR telah menetapkan target 66 Prog­ram Legislasi Nasional atau Proleg­nas yang akan diselesaikan dalam masa sidang yang tinggal beberapa bulan lagi ini. Oleh karena itu, Win bertekad agar Dewan dapat menye­lesaikan dengan baik target terse­but.

“Saat ini masyarakat banyak yang salah kaprah, mereka menggang­gap kalau produk Undang­undang itu dibentuk hanya oleh DPR saja, padahal kan DPR membahas hal tersebut juga dengan pemerintah. Perdebatan yang panjang dengan pemerintah bisa membuat penge­sahan Undang­undang menjadi terhambat,” ungkap Win menya­yangkan.

Masih diingat Win, UU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang baru­baru ini disahkan itu terbentuk setelah mele­wati Sembilan kali perpanja ngan, karena deadlock di peme rintah dalam hal ini Kementerian dalam negeri, Kementerian Keua ngan dan Bappenas. Bahkan Mendagri konon sampai dipanggil tiga kali oleh Wa­pres (wakil pre siden) untuk memba­has hal tersebut. Jadi tertundanya pengesahan UU ASN itu bukan sema­ta­mata karena lambannya kinerja

Win menyambut positif pembentukan Irjen yang akan ikut mengawasi kesetjenan DPR. Menurutnya pembentukan Irjen akan menjadi partner atau mitra bekerja di DPR, bahkan hal tersebut akan meringankan tugas dan beban kerja dari Kesetjenan DPR.

Page 76: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

76 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

DPR, melainkan pembahasan yang belum menemui kata sepakat oleh pihak pemerintah.

Prestasi Kesetjenan DPR RI

Win juga menyayangkan penilaian sebagian orang yang menilai target DPR hanya dari produk legislasi yang dihasilkan. Karena ada fungsi dan tugas DPR lainnya yang tidak kalah pentingnya, yaitu fungsi budgeting dan pengawasan. Bahkan dalam hal pengawasan, awal Desember lalu DPR pernah mendapat penghargaan dari KPK (Komisi Pemberantasan Ko­rupsi) sebagai lembaga yang terban­yak melaporkan Gratifikasi.

“Pak Abraham Samad (Ketua KPK) pernah mengatakan kepada saya, bahwa penghargaan ini diartikan se­bagai lembaga yang paling banyak menerima hadiah kemudian dikem­balikan ke Negara melalui KPK, tidak hanya anggota dewan saja, melain­kan juga meliputi pejabat­pejabat

dikesetjenan DPR. Ini artinya banyak Anggota DPR dan Pejabat serta staf di Kesetjenan DPR yang bersih­ber­sih. Dengan begitu terbukti adanya moral yang baik di DPR,” paparnya.

Tentu saja penghargaan yang di­raih DPR tidak hanya itu, dalam ke­setjenan sendiri berbagai prestasi telah diraih Kesetjenan DPR RI, baik

dalam bidang olahraga, seni dan bu­daya. Bahkan empat kali DPR meraih predikat WTP (Wajar Tanpa Pengec­ualian) oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Bahkan yang sangat membanggakan adalah semakin tumbuhnya kepercayaan dunia in­ternasional akan kinerja Kesetjenan DPR RI.

Kepercayaan tersebut ditandai dengan semakin banyaknya Ke­setjenan Parlemen Negara lain yang ingin datang dan belajar tentang sistem perundang­undangan di In­donesia. Seperti sistem pengambilan keputusan, struktur DPR, serta ten­tang kesetjenan. Parlemen Myanmar misalnya, mereka pernah berkun­jung ke DPR RI dan mena nyakan tentang proses keluarnya Fraksi ABRI yang pernah ada di DPR sebelumnya.

“Saat ini kan di Myanmar, posisi Mi­liter di dunia politik masih kuat sama seperti Indonesia sebelumnya. Oleh karena itu mereka menanyakan kena­pa ABRI keluar dari DPR dan bagaima­na proses keluarnya fraksi ABRI dari DPR, ya saya jelaskanlah seperti yang saya ketahui,” tambah Win.

Tidak hanya itu, dalam Assosia­tion Sekretariat Jendral di Swiss, Win mendapati beberapa Sekjen parlemen Negara lain yang ingin bekerja sama dan datang ke Indone­sia. Bahkan sekjen dari Uganda dan Turki yang mengaku pernah belajar ke negara yang ada di Eropa, namun justru Parlemen itu menganjurkan untuk belajar ke Indonesia. Menurut mereka, Indonesia dengan berbagai etnis, budaya dan agama yang ada berhasil mengelola ekonomi, stabili­tas politiknya.

“Hal itu tentu sangat membang­gakan. Namun, disisi lain, kami juga belajar bagaimana sistem perundang­undangan negara lain dan bagaimana proses kerja dari Kesetjenan parlemen negara lain,” pungkas Win sambil berharap kede­pannya Kesetjenan DPR RI dapat lebih baik lagi dan lebih maksimal dalam mendukung kinerja dewan.(Ayu) Foto: HR/ Parle/Naefuroji*.

PERNIK

Bahkan empat kali DPR meraih predikat

WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) oleh BPK

(Badan Pemeriksa Keuangan).

Page 77: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

77EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

T a n a h m e r up ak an k a r u n i a Tuhan Yang

Maha Esa, yang harus disyukuri keberadaannya. Tanda syukur ini kalau kita bisa melestarikan dan memanfaatkan tanah sesuai dengan kebutuhan, tanpa harus merusak keberadaannya. Tanah yang berada di bumi Indonesia sungguh menjanji­kan bagi penghuninya, karena semua kandungan tersedia, dan tingkat kesu­burannya tidak diragukan lagi. Banyak Negara lain yang iri atas potensi dan kesuburan alam Indonesia. Potensi dan keseburan tanah ini akan mem­pengaruhi eksistensi makhluk hidup yang ada di dalamnya.

Untuk meningkatkan kesejah­teraan warga, dalam pengelolaan dan kepemilikan tanah dibutuhkan aturan yang simple, fleksibel dan aplikabel, yang bisa menjembatani semua per­masalahan pertanahan. Kalau hal itu bisa terwujudkan bisa dikatakan, kaedah hukum sudah valid. Walau­pun setelah adanya hukum yang valid masih dibutuhkan lagi supremasi hu­kum, dan pemegang kekuasaan per­tanahan yang selalu berorientasi ke­pada kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Kenyataan yang ada sampai saat kini, permasalahan agraria masih tetap banyak dan tetap meng ambang, artinya tidak sampai titik penyelesaian yang optimal. Kalau dilihat dari aspek normatif, dasar hukum pertanahan yang akan menentukan bisa tidaknya pe nyelesaian permasalahan perta­nahan. Berar ti Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 yang merupakan peraturan dasar agraria menjadi acuan dari segala hal yang menyangkut masalah pertanahan.

Salah satu pemicu permasalahan tanah untuk saat ini adanya pena­

nganan pertanahan dilakukan bebe­rapa lembaga, dan tiap­tiap lembaga mempunyai kewenangan berbeda, se­perti Badan Pertanahan, Kemen terian Kehutanan, Pemerin tah Daerah dan lembaga lainnya. Kewenangan ma­sing masing lem baga seringkali tidak sinkron antara satu dengan lainnya dalam menentukan kebijakan, atau lebih dikenal dengan mempertahan­kan ego sektoral. Hal yang demikian akan menghambat pembaharuan pertanahan. Untuk menghindari tum­pang tindih kewenangan dalam pem­baharuan bidang pertanah an, perlu kiranya adanya lembaga sentral yang berfungsi sebagai pusat pengendal­ian, pembinaan dan pe ngaturan per­tanahan.

Sengketa pertanahan selama ini bisa terjadi, antara masyarakat ver­sus masyarakat, masyarakat versus pe ngusaha dan masyarakat versus pemerintah. Dari semua sengketa pertanahan penyelesainnya akirnya bermuara di pemerintah. Kalau meli­hat kasus tanah belakangan ini sung­guh memprihatinkan, yang tidak se­dikit menelan korban jiwa dan harta. Kondisi demikian ini bisa berkepan­jangan, apabila norma hukum perta­nahan itu sendiri tidak dilakukan per­baikan yang mengakomodir semua permasa lahan dan penyelesaian .

Pembahasan

Penggunaan lahan atau tanah prin sipnya harus sesuai dengan pe­rencanaan Negara yang disebut Ren­cana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW), hal ini untuk menghindari rusaknya lingkungan dan penggu naan tanah yang tumpang tindih.

Penggunaan dan pemanfaatan ta­nah yang optimal, akan menghasilkan kesejahteraan yang optimal pula ter­hadap makhluk hidup khsusunya ma­nusia. Karena tanah merupakan prin­sip dasar dari semua aktivitas makluk

hidup, oleh karena itu rusaknya tanah sama halnya rusaknya kehidupan makluk hidup, khususnya manusia.

Permasalahan yang pelik dalam per tanahan saat ini jenis Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB). Kedua jenis penguasaan lahan ini yang hampir pasti timbul permasalahan. Seperti Pembangunan proyek Sport Center di Bukit Hambalang, Desa Hambalang, Kec. Citeureup. PT Buana Estate milik Probosutedjo dengan mendapatkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) seluas 7.050 Ha. Penguasaan lahan berdasarkan Keputusan Mendagri/Dirjen Agraria No. SK.I/HGU/DA/77 tgl 31 Desember 2002. Pada 2008 Probustedjo kembali mengurus perpanjangan HGU, namun tidak lagi seluas 7.050 Ha. akan tetapi berkurang 32 Ha dan ternyata diambil alih Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora). Sesuai surat permohonan Kemenpora ke BPN untuk membangun gedung Pendidikan dan Latihan Olahraga. Pihak Buana Estate menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan keputusan TUN membatalkan perpanjangan HGU dan semua HGU. Artinya Probosutedo dan Kemenpora harus mengembalikan lahan itu ke negara dan selanjutnya dapat digarap warga. Tapi, Buana Estate ngotot min­ta kompensasi sesuai NJOP Rp 20.000 permeter.

Kasus tanah dengan jenis HGU­HGB, merupakan sumber permasalahan di bidang per tanahan. Jenis hak tanah itu memang membutuhkan kurun waktu berpuluh­puluh tahun. Permasalahannya, dalam proses pembuatan hak, khususnya yang menggunakan tanah warga sering tidak melibatkan pemilik secara keseluruhan. Ditambah lagi setelah berakhirnya hak, seringkali tidak diperpanjang atau tidak diperbaharui hak kepemilikannya. Akan tetapi

Mudakir Iskandar SyahDosen Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta

OPINI

Page 78: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

78 EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

fisik tanah dalam penguasaan bekas pemegang hak, dalam kondisi de­mikian terjadilah. Kontradiktif an tara pemegang hak dengan masyarakat sebagai pemilik lahan.

Terjadinya sengketa tanah pe­nyebabnya antara lain, adanya oknum pemegang kewenangan per tanahan tidak tegas dalam menerapkan hukum pertanahan. Oleh karena itu untuk menegakkan kepastian hukum diperlukan penegak hukum yang handal,norma hukum yang yang ap­likabel dan fleksibel, serta adanya peran masyarakat.

Dari ketiga unsur tersebut harus saling interaktif positif, karena keti­ganya merupakan suatu sistem yang tidak bisa dipisahkan. Untuk menjadi penegak hukum memang diperlukan mental yang tangguh, tahan godaan dari berbagai godaan.

Dari penegak hukumlah awal ter­jadinya kepastian, atau kemerosotan hukum, baru kemudian disusul dari unsur yang lain. Anehnya tidak se­dikit para penegak hukum yang asal mulanya mempunyai ketangguhan mental yang handal, lama kelamaan karena desakan dan rayuan maut berbagai macam, mentalitas menjadi luntur. Kalau sudah begini, siapa yang harus disalahkan, penegak hukum, masyarakat, atau sistem di kelem­bagaan? Dikhawatirkan, kalau pene­gak hukum tidak kondusif, masyakat bisa mengambil alih peran penegak hukum, dengan membentuk penga­dilan jalanan, main hakim sendiri.

Peran masyarakat terhadap pe­negakan hukum pertanahan itu sendiri masih lemah. Terbukti ma sih adanya masyarakat yang menempati tanah negara, yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan tanah garapan. Mereka telah menempati dalam kurun waktu yang lama, suatu saat bila pemerintah akan mempergunakan, maka mereka tetap ngotot, seperti

yang pernah ter jadi di daerah Rawasari, Jakarta Pusat.

Kesimpulan

1. Hukum agraria saat kini dirasakan tidak valid lagi, kurang bisa me­ngakomodir segala permasalah an agraria, yang akibatnya tidak ako­modatif terhadap permasalahan agraria, yang timbul dengan jenis yang beragam.

Permasalahan agaria yang ter­jadi hampir pasti diawali antara masyarakat dengan perusahaan, yang akhirnya lama kelamaan beralih antara masyarakat dengan pemerintah. Karena perusahaan sering berkelit di balik pemerintah. Seperti kasus tanah di Mesuji Lampung, yang memakan banyak korban jiwa. Semula benturan murni antara perusahaan pengelola dengan masyarakat. Status tanah di Mesuji Lampung saat itu Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB).

2. Penegak hukum agraria tidak ta­han banting/rayuan ,urusan agraria seringkali diidentikkan dengan nilai sejumlah uang. Dan yang paling susah adanya prinsip urusan barang hanya bisa diselesaikan dengan ba­rang atau uang.

3. Masyarakat kita masih awam terha­dap kepemilikan tanah, dianggap­nya tanah yang dimilikinya tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun termasuk oleh pemerintah, seakan kepentingan pribadi lebih prinsip dari pada kepentingan umum atau negara.

Padahal sesuai dengan hu kum yang berlaku, tanah mem punyai fungsi sosial, artinya dalam pemanfaatannya lebih mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi atau golongan. Termasuk bila negara akan menggunakan tanah masyarakat

untuk pembangunan kepentingan umum, kepentingan negara harus diutamakan. Di negara lain bila negara akan menggunakan tanah demi kepentingan umum tidak mengalami kesulitan. Terlebih di Cina semua tanah adalah milik negara, sedangkan masyarakat tidak mempunyai hak atas tanah.

Saran

1. Melihat kondisi permasalahan agra­ria yang semakin hari semakin run­cing, mau tidak mau, senang tidak senang, norma hukum agraria harus diperbaharui. Reformasi agraria ha­rus dimulai terlebih dahulu diawali reformasi hukum yang paling dasar yang digunakan untuk mengatur masalah agararia, kemudian disusul dengan perangkat lainnya.

2. Dalam penegakan hukum, kalau terlalu toleran atau bijaksana pasti mengakibatkan tidak berlakunya norma hukum, yang berlaku kebi­jakan. Tegasnya hukum bukan be­rarti hukum tidak manusiawi, justru dengan ketegasan hukum mempu­nyai arti memanusiawikan manusia.

3. Peningkatan mentalitas penegak hukum. Jadi penegak hukum meru­pakan sosok yang selalu diawasi oleh berbagai pihak. Demi untuk menciptakan penegak hukum mempunyai mentalitas yang tahan banting, dan mempunyai jiwa me­ngabdi kepada negara dan bang­sa. Untuk melakukan pembinaan terhadap penegak hukum harus dilakukan setiap saat dan sepan­jang masa. Pembinaan penegakan hukum harus mengandung unsur, sanksi, reward dan punishment.

4. Awamnya pengetahuan masyara­kat di bidang pertanahan, menjadi penyumbang permasalah an bidang pertanahan. Berdasarkan kenyataan demikian, edukasi, publikasi, dan sosialisasi tentang pertanahan tidak bisa dikesampingkan. Lemahnya pengetahuan masyarakat terbukti sebagian besar masyarakat dalam kepemilikan tanahnya tanpa diser­tai dengan bukti administrasi yuri­dis (tanpa surat).

Terjadinya sengketa tanah penyebabnya antara lain, adanya oknum pemegang kewenangan pertanahan tidak tegas dalam menerapkan hukum pertanahan.

Page 79: Edisi 109 TH. XLIV, 2014

79EDISI 109 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

a k u r u n g , k a r e n a merupakan komoditas s t rategis yang me ­nyangkut hajat hidup orang banyak, Presiden

bahkan menggelar rapat kabinet khusus menyoroti kenaikan harga Elpiji ini. Presiden meminta Pertamina meninjau kembali kenaikan itu dengan berkonsultasi lebih dulu dengan BPK dan setelah itu diumumkan hasilnya kepada masyarakat.

Karena reaksi keras masyarakat itulah akhirnya harga Elpiji 12 kg diturunkan kembali, semula naik Rp 3.500/kg menjadi Rp 1.000/kg.

Apa komentar Ketua DPR atas

kisruh kenaikan Elpiji ini?

Ketua DPR Marzuki Alie menjawab pers baru­baru ini mengatakan, kalau mengaitkan kenaikan Elpji dengan politik, itu semakin tidak jelas lagi.

Kalau bicara politik, di tahun politik ini serba repot, seolah­olah ada politik yang menunggangi.

“Bagi partai oposisi, mereka bi­lang langkah ini mau mencari pencitraan. Setelah menaikkan, terus menurunkan lagi. Sementara pemerintah bilang, ini ada yang menunggangi dan Pemerintah semakin dibenci,” kilah Pimpinan DPR dari Partai Demokrat ini.

Oleh karena menurut Marzuki, tidak tepat jika saat ini harga Elpiji dinaikkan di awal tahun politik ini menjelang pemilu legislatif dan pemilu presiden.

Komentar senada juga disam­paikan Wakil Ketua DPR Sohibul Iman. Mestinya, Pertamina menaik­kan harga elpiji secara bertahap, tidak langsung menaikkan harga­nya hingga 68%. “Sebetulnya kenaikan tersebut logis seperti direkomendasikan oleh BPK. Hanya saja, kenaikannya begitu drastis. Itulah yang memicu kontroversi,” kata Sohibul menambahkan. (mp) Foto: Iwan Armanias/Parle.

POJOK PARLE

Kenaikan harga Elpiji 12 kg sebesar 68% pada awal tahun 2014 memperoleh tanggapan luas dari berbagai kalangan. Bagi masyarakat menengah kebawah, “ kado tahun baru” itu jelas menambah berat beban hidup, termasuk pedagang makanan yang sehari-hari memasak menggunakan bahan bakar gas elpiji 12 kg.

Page 80: Edisi 109 TH. XLIV, 2014