149

kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi C

ahyo

no’s

Expe

rienc

e: [

http

://ww

w.ge

ociti

es.c

om/e

dica

hy ]

Razif

Edi Cahyono’s experiencE

“Bacaan Liar”Budaya Dan Politik Pada

Zaman Pergerakan

Page 2: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Modified & Authorised by: Edi Cahyono, WebmasterDisclaimer & Copyright Notice © 2005 Edi Cahyono’s Experience

“Bacaan Liar”Budaya Dan Politik Pada

Zaman Pergerakan

Razif

e-mail Razif: [email protected]

Page 3: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- iii -

I S IPengantar

Ekonomi Politik Bacaan

Dimulai Dengan “Perang Soeara”

“Bacaan Liar” Dalam Panggung Politik Pergerakan

“Bacaan Liar” vis a vis Balai Poestaka

Produksi “Bacaan Liar”

Dari Bacaan, Menuju “Pemberontakan”

101

3850

9271

106

Page 4: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 1 -

“Bacaan Liar”Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan

Razif

“... More and mores writers will be drawn becauseof their simpathy with the working people andideas of socialism, and not because ofconsideration of gain or personal ambition. It willbe a literatur freedom, for instead of serving afew spoiled ladies or the fat and bored “upperten thousand,” it will be written for the millionsof working people who a represent country’spride, its strenght and its future.”

Pengantar

Tulisan ini akan menganalisa produksi bacaan kaumpergerakan yang sering disebut oleh negara kolonial

sebagai “Bacaan Liar.” Untuk itu akan dibahas bagaimanaproduksi “Bacaan Liar” tersebut tumbuh dan dikembangkan,disebarluaskan, sampai dengan kematiannya. Adalah sangatpenting untuk melihat pergeseran dari bacaan yang belumdianggap ‘liar’ sampai pada tahap sebuah bacaan dianggapsebagai ‘liar.’ Sementara itu para pemimpin pergerakan sendirimemandang produksi bacaan mereka sebagai bagian yangtak terpisahkan dari mesin pergerakan: untuk mengikat danmenggerakkan kaum kromo–kaum buruh dan kaum tani yangtak bertanah. Produksi bacaan dapat berbentuk surat kabar,novel, buku, syair sampai teks lagu. Bagi kaum pergerakan,bacaan merupakan alat penyampai pesan dari orang-orangatau organisasi-organisasi pergerakan kepada kaum kromo.Oleh spektrum revolusioner dan radikal dari kaumpergerakan, bacaan diisi pesan tentang jaman yang telah

Page 5: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 2 -

berubah dan penindasan kekuasaan kolonialisme. Tujuan daripesan-pesan tersebut adalah agar dapat mengajak rakyat–kaum kromo–melawan penjajah, sebagaimana pernahdinyatakan Marco:

“...kapitalist Europa, dia orang soedah sama bersepakatdengan bangsanya kapitalis alias membikin Maatschappijjang besar-besar, dan akalnja menggaroek oeang, jaitoemenghisap darahnja kromo, soedah amat pintar sekali.”

Penjelasan tersebut jelas berusaha agar kaum kromo sadardan mengerti makna kolonialisme–karena mereka sadarbahwa pengetahuan tentang masyarakat koloni-negarakolonial merupakan persyaratan yang dimiliki bangsapemenang atas bangsa yang dikalahkan.

Kurun 1920-1926 merupakan masa membanjirnya “bacaanliar,” saat terbukanya celah-celah yang relatif “demokratis”bagi pentas pergerakan. Misalnya, pada Kongres IV tahun1924 di Batavia, PKI mendirikan Kommissi BatjaanHoofdbestuur PKI. Komisi ini berhasil menerbitkan danmenyebarluaskan tulisan-tulisan serta terjemahan-terjemahan“literatuur socialisme”–istilah ini dipahami oleh orang-orangpergerakan sebagai bacaan-bacaan guna menentang terbitandan penyebarluasan bacaan-bacaan kaoem modal. Semaoenadalah orang yang pertama kali memperkenalkan pengertian“literatuur socialistisch.” Dalam artikelnya, “Klub kominis!,”dikatakan: “socialisme jalah ilmoe mengatoer pergaoelanidoep, soepaja dalem pergaoelan idoep itoe orang-orangnjadjangan ada jang memeres satoe sama lain.”1 Tujuan memilih,menerbitkan dan menyebarluaskan tulisan yang mengajarkansosialisme adalah; Pertama, untuk menghapuskan hubungan-hubungan sosial lama–yang telah usang yang tetapdipertahankan oleh kekuasaan kolonial–seperti aturan

1 Semaoen, “Klub Kominis,” Masa Baroe, 10 Mei 1921; perlu jugadiketahui dalam Hikajat Kadiroen sebelum dibukukan dan diterbitkanoleh Drukkerij VSTP, dimuat secara bersambung di Sinar Hindia tahun1920, dalam sub-judulnya disebutkan “batjaan socialisme.”

Page 6: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 3 -

sembah jongkok ketika bertemu dengan pejabat ataupembesar kolonial. Kedua, “literatuur socialisme” melakukanoposisi untuk melawan dominasi penerbitan barang-cetakanyang diproduksi oleh Balai Poestaka.2 Dengan kata lain, diatas pentas politik pergerakan, “literatuur socialisme”merupakan “hati dan otak” dari gerakan massa. Denganproduksi bacaan tersebut, rakyat jajahan diperkenalkan dandiajak masuk ke dalam pikiran-pikiran baru yang modern,dan karena itulah “literatur socialisme” harus ditulis denganbahasa yang dipahami oleh kaum kromo. Runtuhnya ̀ bacaanliar’ sendiri tak dapat dipisahkan dari perkembangan pentaspolitik pergerakan khususnya ketika terjadi pemberontakannasional dalam tahun l926/l927. Ketika diberangusnyaorganisasi-organisasi radikal oleh diktaktor kolonial, terjadipula pemberangusan produksi bacaan liar. Meskipun berbagailembaga dihancurkan, namun praktek dan gagasanpergerakan yang telah hidup pada tahun 1920-an tetap hidupwalau dengan bentuk dan isi yang berbeda. Hal ini, misalnya,dapat dilihat dari tetap hidupnya serikat buruh–sekalipuntidak dengan intensitas dan kegarangan yang sama–maupungerakan-gerakan radikal lainnya yang tumbuh pada tahun1930-an. Sudah tentu bentuk bacaan pun mengalamiperubahan. Sebagai contoh pada tahun 1933 Sutan Sjahrirmasih menulis buku Pergerakan Sekerdja. Buku Sjahrir inidimaksudkan untuk membangkitkan kembali gerakanburuh.3 Tulisan Sjahrir ini secara jernih mengetengahkan:“Di dalam masa kemerdekaan beloem tentoe kaoem boeroehdjoega merdeka.”4 Tulisan lain yang dapat ditemui adalahkarya Moesso, Djalan Baroe, yang terbit tahun 1948, yangmencoba mengembalikan gerakan politik seperti tahun 1920-

2 Untuk aktivitas produksi bacaan yang diproduksi oleh penerbit BalaiPoestaka, lihat Hilmar Farid Setiadi, “Kolonialisme dan Budaya: BalaiPoestaka di Hindia Belanda,” Prisma no. 10, 1991.3 Sebelum dicetak menjadi buku dimuat di dalam jurnalnya P.B.K.A.(Persatoean Boeroeh Kereta Api Indonesia) secara bersambung.4 Sjahrir, Pergerakan Sekerdja, Djakarta, Daulat Ra’jat, 1933, hal. 4.

Page 7: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 4 -

an–di mana aspirasinya sangat demokratis.

Berangkat dari pijakan bahwa “literatuur socialitisch” tidakterlepas dari aktivitas politik pergerakan, dalam penelitianini pandangan akan lebih diarahkan pada para pemimpinpergerakan yang memproduksi bacaan tersebut; apa yangmereka bayangkan tentang pergerakan; apa yang merekahadapi dalam situasi pergerakan; dan bagaimana usahamereka memecahkan kontradiksi antara penjajah dan yangdijajah. Persoalan-persoalan di atas lalu menimbulkanberbagai pertanyaan: Bagaimana “literatuur socialitisch”pertamakali disebarluaskan? Bagaimana distribusi bacaantersebut? Bagaimana hubungan percetakan dengan bacaantersebut? Bagaimana pendapat kaum pergerakan baik yangterlibat langsung ataupun tidak terhadap bacaan tersebut?Seberapa jauh tindakan pemerintah kolonial dalammengantisipasi derasnya bacaan tersebut–terutama BalaiPustaka yang men-cap-nya sebagai “bacaan liar?” Dan jugapertanyaan yang cukup penting: mengapa “bacaan liar”seringkali dihasilkan di penjara? Selanjutnya untukmemperjelas dapatkah terbitan-terbitan Balai Poestakamelakukan pencegahan terhadap bacaan liar, maka saya akanmengkonfrontasikan “bacaan liar” di sana-sini denganproduk-produk bacaan Balai Poestaka.

Untuk lebih memahami “bacaan liar” secara komprehensif,maka perlu diteliti karya-karya pemimpin pergerakan, sepertiRaden Darsono yang melakukan perang suara (perang pena)dengan Abdoel Moeis. Serangan Darsono terhadap AbdoelMoeis berjudul “Moeis telah mendjadi Boedak Setan Oeang.”Atau karya Darsono lainnya yang menentang peraturankolonial yang berjudul “Pengadilan Panah Beratjun.” Danjuga Karya Semaoen Hikayat Kadiroen–buah karya di dalampenjara. Dan juga yang menjadi pertanyaan dalam penulisanini bagaimana makna hikayat dipahami oleh parapendukungnya?

Tulisan ini berupaya mencari jawaban atas kehadiran

Page 8: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 5 -

fenomena tersebut melalui penelusuran basis material dariproduksi dan reproduksi “bacaan liar.” Dari sini kemudianakan dianalisis sejarah “literatuur socialistisch” denganmenelusuri makna dan nilai teks “bacaan liar.” Dengandemikian akan terbongkar berbagai gagasan, pandangan,bayangan dan ideologi yang mendasari serta unsur yangmenentukan “bacaan liar”–sambil menjajaki kerangkahubungan antara negara dan masyarakat kolonial, serta responrakyat jajahan terhadap “bacaan liar.”

C.W. Watson (1971, 1982) dalam kajiannya tentang “bacaanliar” telah memperlihatkan bahwa bacaan liar yang diproduksioleh kaum nasionalis radikal dalam bentuk novel secara sadaratau tidak sadar telah mengajarkan kepada kaum bumiputrasuatu hal yang modern dari produk masyarakat kapitalis. Padasatu pihak Watson berhasil mendemonstrasikan fungsi bacaanliar sebagai ekspresi perlawanan terhadap ketimpangankebudayaan. Namun di pihak lain ia tidak begitu tegasmenelusuri proses hegemoni, dalam pengertian, bagaimanacounter-hegemony “bacaan liar” bergerak menentang bacaan-bacaan kaum intelektual orientalis kolonial.

Sementara seorang peneliti lain, Paul Tickell, melakukansebuah studi komprehensif tentang novel Student Hidjo karyaMas Marco Kartodikromo dan Hikayat Kadirun buah penaSemaoen.5

Tickell menguraikan struktur analisis antar teks, yakni StudentHidjo sebagai sebuah karya politik yang ditulis oleh seorangpenggerak pergerakan dengan Salah Asoehan yang ditulis olehAbdoel Moeis dan diterbitkan oleh Balai Poestaka. Dalamtesisnya ini Tickell berhasil mengungkapkan hubungan“bacaan liar” dengan pembacanya dan sekaligusmembeberkan value (nilai) yang terkandung di dalam teksStudent Hidjo. Artinya, Student Hidjo merupakan sebuah

5 Paul Graham Tickell, “Good Books, Bad Books, Banned Books:Literature, Politics and The Pre-War Indonesian Novel,” Thesis MA padaMonash University, 1982, tidak diterbitkan.

Page 9: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 6 -

karya hasil hubungan kausal antara estetika dan kehidupansosial, antara kesadaran dan basis material. Selain itu Tickelljuga berhasil menjawab bagaimana perspektif negara kolonialdalam memandang “bacaan liar.” Kekuasaan kolonialmemberi pandangan dan makna untuk “bacaan liar” sebagaibacaan yang mengagitasi rakyat untuk melakukan“pemberontakkan,” sehingga penulisnya pun diberi “cap”pengarang liar.

Pendekatan Paul Tickell sebenarnya bisa lebih dikembangkan.Ia memperlakukan bacaan liar sebagai suatu “class expriences,”6

di mana di dalamnya bisa dilihat bentuk-bentuk dandinamika multi-hubungan antara teks, perusahaan percetakandan pembacanya. Hal terpenting yang kurang disentuh olehTickell adalah hubungan bayangan penulisnya tentang situasipergerakan dengan pembacanya. Dengan lebih menekankanpada saling hubungan ini, maka dapat dipertemukan estetika,asal-usul dan ideologi penulisnya. Dengan kata lain PaulTickel melupakan analisa historis, dalam pengertian ia tidakmemperhatikan panggung politik pergerakan.

Sebagai bacaan atau novel politik maka imajinasi penulisnyaharus mencerminkan situasi dan kondisi pada zamannya, danpenulis bacaan politik itu sendiri bisa memberikanpemecahan kontradiksi untuk resolusi sejarah masadepankepada pembacanya. Sebagaimana Engels mengkritik novelyang ditulis Minna Kautsky:

I think however that the solution of the problem mustbecome manifest from the situation and the action

6 Class expriences, pertama kali diperkenalkan oleh E.P. Thompson, klasdipahami sebagai sebuah fenomena sejarah, penggabungan sejumlahpemisahan dan dilihat sebagai peristiwa-peristiwa yang tidakberhubungan, keduanya merupakan pengalaman dari basis material dankesadaran. Tekanannya pada fenomena sejarah. Klas tidak dapat dilihatsebagai sebuah “struktur” maupun sebagai sebuah “kategori,” tetapisesuatu fakta yang terjadi dalam keterhubungan sosial manusia. LihatE.P. Thompson, The Making of the English Working Class, Penguin Books,1974, hal. 9-10.

Page 10: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 7 -

themselves without being expressly pointed out and thatthe author is not obliged to serve the reader on a platterthe future historical resolution of the social conflicts whichhe describes.7

Bagi teoritikus budaya Marxis seperti Raymonds Williams,atau Terry Eagleton, teks dianalisis dengan apa yang disebutsebagai “general mode production” dan “literary modeproduction,” yang dijelaskan dalam model dialektika sebab-akibat, artinya ada unsur “determinasi” di dalamnya. Yangmenandai masuknya unsur marxian untuk membaca teksadalah diterapkannya konsep nilai (value) sebagai barangdagangan untuk menganalisa masyarakat kapitalis. Sebagaiakibatnya, apa yang disebut “structure of values”8 sifatnyaideologis, di mana produksi bacaan yang dikonsumsikankepada para pembaca akan menghasilkan produksi bacaanyang baru–sehingga terdapat pertukaran nilai antara yangmemproduk bacaan dan yang mengkonsumsinya.9

Sebagaimana Raymonds Williams menegaskan bahwaliteratur yang berisi bacaan politik dalam bentuk novel, suratkabar, pamflet, brosur, merupakan produk kebudayaan yangharus diletakkan dalam konteks perkembangan kebudayaandan politiknya. Lebih lanjut ia menjelaskan “produkkebudayaan berhubungan dengan tiga hal: kebutuhan,kebutuhan baru, dan reproduksi.”10

Dalam tulisan ini, saya paling tidak akan menghubungkanpengetahuan yang dimiliki oleh pemimpin pergerakan yang7 Surat Engels kepada Minna Kaustky pada tanggal 26 November 1886.8 Untuk penjelasan tentang ‘structure of value,’ lihat Tony Bennett,Formalist and Marxism, New York, Methueî & Co Ltd, hal. 83.9 Bandingkan dengan Karl Marx, Capital, Vol.I, International Publisher,hal. 73.10 Raymonds Williams, Marxist and Literature, Oxford University Press,1977, hal. 14. Penegasan Williams hampir senada dengan pernyataanPerry Anderson, “kelahiran literatur di Eropa berkaitan denganpertumbuhan ekonomi yang melahirkan sensibilitas modern. Artinyasetelah burjuasi merevolusionerkan segenap hubungan dalam masyarakat,

Page 11: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 8 -

memproduksi bacaan politik dengan panggung politikpergerakan (konteks historis) serta mengkaitkan analisisstruktur teks dan bagaimana “literatuur socialistisch”disajikan; dan yang juga cukup penting bagaimana bacaanini yang dicap sebagai “bacaan liar” dapat menjadi bacaankaum pergerakan dan dapat dipahami oleh kaum kromo. Disini saya menggunakan pendekatan yang digunakanRaymond Williams, yang menegaskan bahwa hegemonibukanlah hal yang statis–tetapi konsep hegemoni mempunyaiproses: adaptive, extensive dan incoporative. Denganmemandang bahwa hegemoni bukan konsep yang statis–literatuur socialistich merupakan perlawanan terhadapstruktur organisasi kekuasaan kolonial. Atau denganperkataan lain “literatuur socialistisch” merupakan counter-hegemoni atau alternatif terhadap hegemoni kekuasaankolonial.

Selanjutnya tulisan ini akan dibagi kedalam beberapa bagian.Pada bagian pertama saya akan menguji sifat dari aktivitas

disapu bersihnya segala hubungan sosial yang lama yang telah ditetapkanmulai membeku dan berkarat, prasangka-prasangka serta pendapat-pendapat kuno yang disegani pada zaman sebelumnya. Pendek kata segalayang padat hilang larut dan menguap ke udara, segala yang suci dinodai.Sementara itu pertumbuhan ekonomi burjuasi senantiasa butuhmengembangkan pasar, demi meluaskan barang-barang yang dihasilkanburjuasi ke seluruh muka bumi. Ia harus bersarang di mana-mana,bertempat di mana-mana, mengadakan hubungan-hubungan di mana-mana. Dan sebagaimana produksi material, demikian jugalah keadaannyadalam hal produksi gagasan. Ciptaan-ciptaan gagasan dari satu nationmenjadi milik bersama. Keberpihakan serta kesempitan pandangannasional menjadi tidak mungkin, dan dari sejumlah literatur nasionaldan lokal timbulah literatur dunia, dan bermunculan literatur dunia,dan bermuculan lah industri cetak kapitalisme. Tetapi di belakang industripercetakan itu melekat dengan kental bahasa kekuasaan yang menguasaipara pembacanya. Kebudayaan adalah sebagai kesadaran yang dirumuskandengan aktivitas bahasa. Bahasa adalah praktek kesadaran, sebagaimanakesadaran, hanya muncul dari kebutuhan; kebutuhan terhadap pergaulandengan manusia lainnya. Dengan kata lain kesadaran tertentu merupakanproduk hubungan sosial tertentu. Lihat Perry Anderson, “Modernity andRevolution,” New Left Review, no. 144, Maret-April 1984, hal 97-123.

Page 12: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 9 -

kreatif dari kaum pergerakan dalam menyerap gagasan dariluar, dan mereka tuangkan dalam bentuk bacaan–sebagai basisperluasan hubungan antara general mode production denganliterary mode production. Sehingga dari sini akan terlihatbagaimana kaum pergerakan dengan gagasan yangsebelumnya tidak dianggap sebagai “literatuur socialistisch”dapat mendobrak gagasan atau bacaan kapitalisme yang olehkaum pergerakan disebut sebagai bacaan kaoem modal.

Bagian kedua akan membahas bagaimana panggungpergerakan menjadi bagian dari perkembangan “bacaan liar”(literatuur socialistisch). Terutama, bagaimana surat kabarmenjadi organ yang mendidik kaoem kromo–sehingga merekadapat ikut dalam perdebatan atau perang soeara di antara kaumpergerakan sendiri maupun terhadap kebijaksanaan negarakolonial. Mulai dan masuknya gagasan sosialisme terbentukdari sini, terutama dengan pecahnya revolusi Bolsjevik di Rusiapada tahun 1917 yang sangat mempengaruhi bentuk “bacaanliar.”

Dalam bagian ketiga dari tulisan ini, saya akanmembandingkan produk “bacaan liar” dengan produk BalaiPoestaka, baik dari segi produksi, konsumsi, distribusimaupun pertukaran. Balai Poestaka yang sangat eratberhubungan dengan Het Kantoor voor Inlandsze Zaken(Kantor Urusan Bumiputra) turut mewarnai surat kabar danbacaan bumiputra dengan semangat politik etisnya. Denganmensejajarkan Balai Poestaka dengan produk “bacaan liar”akan terlihat bagaimana proses tumbuh dan berkembang yangkompleks dari “bacaan liar” yang sebelumnya tidak diarahkanuntuk menyerang Balai Poestaka. Baru pada tahun 1924berdiri institusi Kommisi Batjaan Dari Hoofdbestuur PKI yangsecara terus-terang menentang produk bacaan Balai Poestakasebagai geest kapitalisme (kapitalisme jiwa). Dengan berdirinyakomisi batjaan ini maka terlihat bahwa proyek negara kolonialtidak dapat melakukan hegemoni terhadap pendudukkolonial Hindia, tetapi yang dapat dilakukan hanyalah

Page 13: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 10 -

dengan dominasi–hal ini terbukti dengan dihancurkannyainstitusi-institusi pendukung “bacaan liar.”

Bagian terakhir dari tulisan ini, saya akan menguji berbagaiproduk bacaan Kommisi Batjaan Dari Hoofdbestuur PKI yangperanannya tidak terbatas semata-mata untuk menyebarkanide-ide, pendidikan politik dan merangkul sekutu-sekutupolitik. Karena makna sebuah bacaan bukan sekedarsekumpulan propagandis dan agitator, akan tetapi jugasekumpulan organisatoris. Dalam pengertian ini, bagaikanmeniti tangga ke sebuah bangunan, yang dapat lebihmempertajam lengkung-lengkung struktur bangunan, bacaanmenjadi fasilitas komunikasi di antara kaoem kromo,mempermudah mereka membagi-bagi kerja, dan memandanghasil bersama yang mereka capai dengan tenaga kerja yangterorganisir. Namun demikian apa yang dicapai oleh PKIsebagai sebuah partai tidaklah demikian. Sehingga saya sangatberkepentingan untuk menggali apa yang sebenarnya terjadipada tahun 1925 dan 1926?

Ekonomi Politik Bacaan

Soal ekonomi-politik bacaan di Hindia Belanda, tidak dapatdilepaskan dari general mode production dan literary modeproduction. Hal pertama membicarakan perkembangan caraproduksi kapitalisme di Hindia Belanda yangpertumbuhannya sangat berbeda dengan di negeri jajahanlain dan di negeri induk sendiri. Sedangkan yang keduaberhubungan erat dengan produksi barang cetakan daninstitusi yang mengkontrol distribusi dan pertukarannya.Pengertian general mode production adalah kesatuan daya danhubungan-hubungan sosial produksi. Masing-masing formasisosial dicirikan dengan penggabungan cara produksi yangsecara normal mendominasi.Untuk keperluan itu marilah kitamembahas persoalan yang pertama. Perkembangan yangmendorong kapitalisme modern (monopoli) di Indonesiamenurut Boejoeng Saleh adalah, ketika negara kolonial

Page 14: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 11 -

memberlakukan Undang-undang De Waal pada 9 April 1870dan diperkuat dengan Undang-Undang pertambangan 28Mei 1899 (minyak, timah, batu bara, emas dll). Yang pertamamencoba menghapuskan Domeinverklaring, yang telahmemberi dasar kapitalisme,11 dengan cara mengobral tanahdengan harga murah atas dasar erpacht (selama 75 tahun)dan menekan upah buruh serendah mungkin. Sedangkanundang-undang kedua, memperkuat kemungkinan-kemungkinan berkembangnya kapitalisme di HindiaBelanda, yang mengundang investasi modal dari negeri lain,meskipun masih dibatasi,12 tetapi bekerjanya kapital mulaimembuahkan hasil. Dengan dibukanya perkebunan-perkebunan besar (Cultuur-gebied), pertambangan minyakyang dipelopori oleh perusahaan minyak patungan Inggrisdan Kerajaan Belanda, Royal Dutch Shell Oil Company, halini mengakibatkan semakin meresapnya hubungan-hubungan sosial produksi kapitalis hingga ke desa-desa,terutama setelah dibangunnya jalan-jalan raya, pelabuhanmodern, dan jalan-jalan kereta api yang merapatkanhubungan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.

Kebijaksanaan negara kolonial tersebut menimbulkanimplikasi-implikasi ekonomi-politik. Pada satu pihak, sikapNederland sebagai pengatur negeri jajahan mempunyai“otonomi relatif ”13 untuk melindungi industrinya sendiri

11 Domeinverklaring adalah kekuasaan kolonial yang memanfaatkanpenguasa-penguasa pribumi untuk melakukan represi politik ke bawah,sehingga hanya menggunakan secarik kertas dari Gubernur Jenderal dapatmenaklukkan Jawa dan daerah-daerah luar Jawa. Meskipun setelahbekerjanya modal-monopoli, namun sistem kulturstelsel (tanam paksa)masih diteruskan secara tidak resmi, hingga menimbulkan penghisapanberganda. Lihat, Boejoeng Saleh, “Beberapa Pandangan TentangKebudayaan Indonesia,” Indonesia, no. 8, th. V, Agustus 1954, hal. 422.12 Politik ekslusif negara kolonial Hindia-Belanda terhadap masuknyamodal asing, dapat dicairkan dengan desakan Inggris pada 1904, untukmemberlakukan open deur politiek. Lihat, Nicholas Tarling, A ConciseHistory of Southeast-Asia, New York: Praeger, 1966.13 Otonomi dilakukan untuk melindungi industri negeri induk sendiri.

Page 15: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 12 -

dengan menekan tumbuhnya industri di Indonesia danmemaksa negeri jajahan hanya sebagai penghasil bahan-bahanmentah. Hal itu menghasilkan politik-drainage. Di pihak lainnegeri-negeri metropolis lainnya yang ingin mendapatkansecara langsung bahan-bahan mentah dari Hindia Belandatidak dikirim langsung ke negeri-negeri metropolis tersebut,tetapi terlebih dahulu ditimbun di Nederland. Demikian pulaberbagai negeri industri yang ingin memasarkan hasilproduksinya harus melalui Nederland,14 dengan maksudmemberikan untung sebanyak-banyaknya kepada Nederlanddari perdagangan transito.

Akibat semuanya itu tidak tumbuh klas burjuis dan klasproletariat yang kuat.

Kolonialisme sengaja dengan teratur menekan tumbuhnyaburjuis nasional dengan cara berkejasama dengan sendi-sendifeodalisme yang terdapat di dalam susunan masyarakat danorganisasi desa. Tidak adanya burjuis nasional yang kuat dansadar mengakibatkan perkembangan kebudayaan burjuisbumiputra tak mempunyai arti sama sekali. Sebaliknya amatbesar pengaruh pseudo-kultur burjuis yang kolonial.

Sementara itu, padatnya penduduk desa menimbulkanurbanisasi yang pesat ke kota-kota modern kolonial sepertiBatavia, Surabaya, Semarang, Bandung dan Surakarta.Penduduk Batavia saja pada tahun 1905 telah mencapai173.000 orang dan pada tahun 1930 telah meningkat hingga533.000 orang. Sedangkan untuk Semarang yang merupakankota perdagangan dan industri pada tahun 1905 mencapai97.000 orang dan pada tahun 1930 telah mencapai 218.000orang. Sementara itu untuk Surabaya sebagai kota buruhpertama di Hindia pada tahun 1905 jumlahnya mencapai150.000 orang dan pada tahun 1930 meningkat pesat hingga342.000 orang. Sedangkan untuk Surakarta, pusat industribatik pada tahun 1905 telah mencapai 118.000 orang dan

14 Lihat, Ir. S.J. Rutgers. Indonesie, het Koloniale Systeem in de periodstussen de eerste en de tweede wereldoorlog , Amsterdam 1947, hal. 24.

Page 16: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 13 -

pada tahun 1930 meningkat hingga 165.00 orang.15 Tapipenduduk yang mengalir dari desa tak dapat ditampung dikota akibat lemahnya industri seperti disebutkan di atas.

Sementara itu penetrasi modal yang lebih dalam ke HindiaBelanda, terutama dengan masuknya mesin-mesin baru yangmenggerakan Jawa pada umumnya. Mesin adalah modal.Dan zaman modal, zaman baru kebijaksanaan kolonial liberaldan kapitalisme swasta baru dimulai pada tahun 1870. Padatahun yang sama, pertamakali diresmikannya jalan kereta-api dari Vorstenlanden ke Semarang, yang dikelola sepenuhnyaoleh Nederlandsch Indies Spoorweg (NIS) untuk mengangkutproduksi gula perkebunan-perkebunan swasta yangberoperasi di Vorstenlanden dan sekitar Jawa Tengah.16

Dalam tahun-tahun depresi 1880-an para tuan kebun swastaterpaksa mempertahankan perkebunannya denganmeminjam modal dari institusi-institusi keuangan. Bankperkebunan yang paling aktif di Vorstenlanden dan sekitarnyaadalah Dorrepaal Co. yang pada tahun 1884 mendanai 22perkebunan gula, 38 perkebunan kopi dan 33 perkebunanlain yang beroperasi di seluruh Jawa.17

Karena setiap perusahaan perkebunan memiliki modal yangterbatas dan tingkat bunga yang tinggi, mereka guncangdengan jatuhnya harga produksi perkebunannya–ditambahpula dengan tidak mampunya mereka membangun modalintensif dalam pabrik-pabrik gulanya. Depresi pada paruhtahun 1880-an menyapu bersih perkebunan-perkebunanswasta yang tidak mampu membayar kreditnya. DorrepaalCo. yang bangkrut pada tahun 1884 diubah menjadi

15 Lihat, The Siauw Giap, “Urbanisatieproblema in Indonesie,” BKI, deel115, 3e Afleveringó 1959 hal. 249-276.16 Perkebunan-perkebunan swasta yang beroperasi di sekitar Jawa Tengahjumlahnya sebanyak 104 perkebunan. Lihat J.S. Furnivall, NetherlandsIndia: A Study of Plural Economy, Cambridge University Press, 1944, hal.197-198.17 Ibid., hal. 199.

Page 17: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 14 -

Dorrepaalsche Bank, dan kemudian melakukan rekonstruksipada tahun 1887 sebagai Cultuur Maatschappij derVortenlanden yang mengkontrol hampir seluruh perkebunandi Jawa. Sekarang korporasi modal mengambilalihperkebunan-perkebunan. Perusahaan-perusahaan yangdibentuk kembali sebagai perusahaaan terbatas, pengusaha-pengusaha perkebunan swasta diberi gaji manajer yangbertanggung jawab sebagai direktur perusahaan. Bank-bankperkebunan melanjutkan pemberian dana kepda perusahaan-perusahaan perkebunan, tetapi mereka sekarang jugamengadakan kontrol ketat. Mempekerjakan penasehat-penasehat yang di antaranya kebanyakan para manajerperkebunan yang kompeten, mereka mempunyaikemampuan memperbaiki teknik-teknik dan pembenihanserta produksi ekonomi dan turut campur dalam bidangpenanaman dan bisnis.18

Bank-bank perkebunan pada gilirannya berhubungan denganinstitusi-institusi perbankan yang berpusat di Nederland.Korporasi modal yang mengontrol perkebunan-perkebunanitu makin besar sehingga mempunyai kekuasaan politik yangbesar sekali di metropolis.

Dengan melakukan reformasi-reformasi ini korporasi modalberhasil menekan negara kolonial untuk memperluas periodepenyewaan tanah untuk selama 30 tahun, membangun modalintensif yang tinggi pada pabrik-pabrik gula denganmenggunakan tenaga mesin uap, penanaman modal untukmemperbaiki teknik penanaman dan pembenihan sertamendirikan lemabaga-lembaga penelitian.

Reformasi kapitalisme di Jawa yang dilakukan oleh kaumliberal ini menimbulkan diferensiasi sosial, terutama denganditambahnya penyewaan tanah selama 30 tahun, yangberakibat banyaknya petani yang kehilangan tanahnya dandipaksa untuk menjual tenaga kerjanya di pabrik-pabrik gula.

18 Ibid., hal. 200.

Page 18: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Sekarang, kita beranjak pada persoalan kedua yang masihberkenaan dengan ekonomi politik bacaan, yakni literarymode production (LMP). Kaitan LMP dengan GMP harusdipahami dalam pengertian, bahwa all printed matters(seluruh barang cetakan, termasuk buku, koran, teks lagu,novel) akan diletakkan dalam kerangka kekuatan danhubungan sosial produksi yang dominan. Denganmeletakkan produksi bacaan dalam konteks general modeproduction, maka dapat dirinci perkembangan produksi,konsumsi, distribusi dan pertukaran barang cetakan (bacaan).Hal ini penting untuk melihat bagaimana proses gagasansosialisme (literatuur socialisticsh) mendobrak bacaan-bacaankapitalisme (geest kapitalistisch). Untuk keperluan itu sayaperlu menelusuri perkembangan bacaan dan institusi-institusiyang memproduksi bacaan sebelum masuknya gagasansosialisme.

Pembanjiran produksi barang cetakan dalam kekuatan danhubungan produksi sosial kapitalisme tidak telepas daripersoalan kekuasaan dan modal. Semenjak Hindia Belandadiserahkan kembali oleh Inggris pada tahun 1812, rumahpercetakan dipegang oleh percetakan negara yang disebutLandsdrukkerij. Keberadaan Landsdrukkerij ini terus bertahanhingga invasi Jepang pada tahun 1942. Adapun yangpertamakali mereka cetak adalah surat kabar mingguanBataviaasch Koloniale Courant yang dikonsumsi oleh parapejabat kolonial. Sedangkan pengawasan penerbitan koranini dilakukan oleh Secretarie Hooge Regeering, sedangkanbahan-bahan dan dana untuk menerbitkan surat kabar inidiberikan cuma-cuma oleh Bataviaasch Genootschaap.19

Secara bertahap ruang lingkup kegiatan penerbitanLandrukkerij diperluas termasuk penerbitan untuk beberapadaerah dan departemen-departemen yang diciptakan oleh

- 15 -

19 Bataviaasch Genootschap lahir tahun 1778 sebagai lembaga penelitian.Pada masa Raffles lembaga ini berkembang pesat karena perhatian besaryang diberikan oleh pemerintahan Inggris.

Page 19: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

pemerintah di Batavia. Yang paling penting adalah penerbitansecara bertahap Koloniale Courant (berganti nama pada tahun1828 menjadi Javasche Courant) kemudian Staatsblad vanNederlandsch Indie, Regeerings Almanak, dan selanjutnyaVerhandelingen.20

Sementara itu perdagangan buku yang dikelola secara semi-komersial (dalam pengertian pendistribusiannya masih diaturDepartemen Landsdrukkerij) dengan berdirinya Vereenigingter Bevordering van de Belangen den Boekhandels danperusahaan ini pun didirikan di Nederland, karena kesulitanmemperoleh kertas yang bermutu tinggi.21

Perdagangan buku saat itu masih terbatas dalam rangkapenginjilan. Dan baru pada tahun 1835 DirekturLandsdrukkerij, L.D. Brest van Kempen mengeluarkan izinkhusus untuk menjual buku-buku dalam bidang ilmupengetahuan dan sastra untuk publik di Hindia. Semuapersediaan buku yang dijual adalah buku impor dankebanyakan dari negeri Belanda.

Sedangkan perusahaan percetakan buku yang dikelolasepenuhnya oleh swasta dimulai tahun 1839, dipelopori olehCijfveer and Company. Pada tahun 1842 perusahaan berubahnama menjadi Cijveer and Knollaert, karena sebagian sahamrumah perusahaan percetakan dijual kepada Knollaert.Kemudian perusahaan percetakan swasta pertama ini dijualkepada perusahaan dan berganti nama menjadi Ukeno &Company, dan pada tahun 1846 dijual lagi kepada Lange enCompagnie. Dan akhirnya perusahaan ini karena kerugianyang terus-menerus, dijual kepada Bruyning en Wijt.22

Seiring dengan masuknya modal swasta ke Hindia Belanda

- 16 -

20 “Printing and Publishing In Indonesia: 1602-1970,” disertasi, tidakditerbitkan, 1972, hal. 38-39.21 Wytzå G. Hellings, Copy and Print in Netherlands, an Atlas of HistoricalBibliography, Amsterdam, North-Holland Publishing Co, 1962, hal. 54.22 Lihat, “Drukpers,” Encyclopaedia Netherlands Indie, Jilid I, hal. 643.

Page 20: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

ke perkebunan-perkebunan dan pertambangan pada tahun1870, maka diperlukan pembangunan badan-badanpenelitian untuk mengembangkan dan mengakumulasikanmodal mereka. Suikersyndicaat mempunyai badan penelitiansendiri dan mereka membutuhkan barang cetakan agarpenanaman modal di Hindia Belanda mengetahui seberapajauh kesehatan finansial mereka. Demikian pula Javasche Bankjuga membutuhkan barang cetakan bagi keperluan yangsama, yakni untuk mengundang modal asing ke HindiaBelanda, brosur atau buku-buku perkenalan mereka dicetakdi G.C.T. van Dorp & Co. yang mempunyai rumah cetak diSemarang, Batavia dan Surabaya. Pada saat yang samaberjamuran barang-barang cetakan seperti Indische Gids dansurat kabar yang pertamakali beredar secara massal di HindiaBelanda, De Locomotief, berdasarkan namanya dapat dilihatbahwa suratkabar itu diterbitkan untuk memperingatimasuknya kereta-api di Hindia Belanda, dan dicetak olehN.V. Dagblad de Locomotief.23

Barang cetakan ini kebanyakan dikonsumsi oleh orang-orangyang bekerja di perkebunan: asisten perkebunan dan parainsinyur perkebunan. Isi barang-barang cetakan yang merekaperoleh masih lebih bersifat cerita-cerita nasehat danpendidikan untuk para insinyur perkebunan.

Suratkabar-suratkabar komersial kepunyaan orang Eropahingga 1870 banyak sekali memuat advertensi (iklan),24

- 17 -

23 Lihat, Von Faber...24 Sebagai contoh, surat kabar pertama yang beredar di Hindia, BataviascheNouvelles, yang diterbitkan dan dicetak oleh VOC pada bulan Agustus1744, hampir setiap lembarnya banyak memuat advertensi. KemudianBataviaasch Advertentieblad yang berdiri pada tahun 1827. SelanjutnyaNederlands-Indisch Handelsblad berdiri tahun 1829. Surat kabar inimerupakan organ dari perusahaan swasta komersil yang dipimpin olehDu Bus de Gisignies. Dua terakhir surar kabar di atau riwayatnya singkat,karena negara kolonial Hindia Belanda pada tahun 1833 sangat memberitekanan pada perusahaan percetakan swasta. Nederlandsch-IndischHandelsblad pada tahun 1858 berusaha untuk tumbuh kembali, tetapi

Page 21: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

setelah itu baru suratkabar-suratkabar berbahasa Belandamemuat tidak hanya berita-berita lokal tetapi juga mencakupberita-berita dari Eropa. Sedangkan barang cetakan berbahasadaerah, lebih banyak menyoroti peristiwa-peristiwa lokal.

Sementara itu rumah-rumah cetak Tionghoa peranakanmuncul tidak berbeda jauh dari rumah-rumah percetakankepunyaan orang-orang Eropa. Memang untuk pertamakalimereka masih mencetak di perusahaan percetakan Van Dorp,dan hanya menterjemahkan dan menerbitkan Boekoe tjeritaTjioe Koan Tek anak Tjioe Boen Giok, terkarang oleh SoeatoeOrang Tjina. Tetapi kemudian mereka, pada paruh abad ke-19 telah menerbitkan suratkabar berbahasa Melayu dengantulisan Latin yang terbit di Jawa: Soerat Chabar Betawie terbittahun 1858, Selompret Melajoe muncul pertamakali tahun1860 dan Bintang Soerabaja tahun 1860.25

Namun diperkirakan semua suratkabar Tionghoa peranakanini dicetak di rumah cetak Van Dorp mengingat tempat ituadalah rumah cetak komersil pertama di Hindia Belanda.

- 18 -

dimatikan kembali oleh negara kolonial pada tahun 1870. BataviaaschAdbertensiblad terbit kembali pada tahun 1851, tetapi pada 1852mengubah namanya menjadi Java Bode dengan Conraä Buskeî Hueôsebagai editor kepala. Surat kabar ini dicetak oleh W. Buining, yang datangke Batavia pada tahun 1848 sebagai pengusaha percetakan. Suratkabarini dilarang oleh negara kolonial untuk menyiarkan berita pelelangan,sebab ditakutkan akan terjadi persaingan. Bagaimanapun juga, Java Bode,bertahan selama 90 tahun hingga invasi Jepang ke Hindia. Pada tahun1833 Soerabaja Courant mulai terbit seminggu sekali. Pada tahun 1837menjadi harian kota Surabaya, dan surat kabar ini juga dikehendaki padatahun 1863. Pada tahun 1845 Oliphanô en Compagnie, penerbit swastadi Semarang mulai meulaé menerbitkan suratkabar mingguan,Semarangsch Nieuws-en Advertentieblad, dan kemudian ketikakemenangan kaum liberal-demokrat di Belanda, suratkabar ini bergantinama De Locomotief dan terbit setiap hari. Karena kemenangan kaummodal di Belanda suratkabar-suratkabar komersil tidak dibatasi olehnegara kolonial. Untuk deskripsi ini lihat, Furnival, Netherlands-Indie...,hal. 610; “Drukpers,” Encyclopaedia Nederland-Indie, hal. 642-43.25 Claudine Salmon, Sastra Cina Peranakan dalam Bahasa Melayu, BalaiPoestaka 1985, hal. 15.

Page 22: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Rumah cetak Van Dorp berhasil mengeruk keuntungan padatahun 1914 sebesar 200.000 florin.26

Tahun 1877 Tjiong Hok Long mendirikan rumah cetak GoanHong dan Liem Kim Hok pada tahun 1885 membelipercetakan kepunyaan seorang Belanda, Van der Linden.Banjirnya rumah-rumah cetak Tionghoa peranakan dimulaipada penutup abad ke-19 seperti Goei P.H., Jo Tjiam Goan,L.S.T. & T.H.L., Oei Tjoen Bin, Thio Tjeng Teng, dan ThioTjoe Eng, Tiong Hoa Wi Sien Po yang berdiri tahun 1906.

Sementara itu bentuk-bentuk bacaan yang diproduksi olehpenulis dan rumah cetak Tionghoa peranakan lebih beragamketimbang produk penulis dan rumah cetak Eropa yang yangdisebutkan di atas. Lebih beragamnya barang cetakan dariorang Tionghoa peranakan seperti saduran karya-karya prosaShair Ong Tjiauw Koen Ho (1888) yang mengisahkanpetualangan Putri Wang Zhaoajun; Boekoe Elmoe Peladjaran,tersalin dari Boekoe Tjina Tjoe Ke Hoen, njang amat bergoenasekalie boeat kasie mengertie pada sekalian orang (1888), ceritayang bersifat nasehat dan pendidikan; Sair dari hal datengnjaPoetra Makoeta keradjaan Roes di Betawi dan pegihnja (1891),cerita-cerita mengenai kejadian semasa. Selanjutnya karya-karya yang dimaksudkan sebagai hiburan semata, sepertiRodja Melati Oleh Si Nonah Boto (1891), terjemahan novelKisah Hanwan dan Ular Putih (1893), tulisan-tulisankeagamaan dan pendidikan Peladjaran Keloearga Guru Zhu(1897), tulisan-tulisan revolusioner “Oeroesan Tiongkok” 15tahoen di moeka (1909).27

Kertas untuk mencetak diimpor dari Jepang, sebab harganyasangat murah ketimbang mereka memesan dari The Big Fiveyang harganya jauh lebih mahal. Penterjemahan danpenyaduran karya-karya revolusioner yang diproduksi olehTionghoa peranakan sangat membantu dan mendorong

- 19 -

26 Lihat, Verslag Congress Drukpers, hal. 23.27 Ibid., Claudine Salmon... hal. 30-47.

Page 23: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

penerbitan tulisan-tulisan “bacaan liar” pada tahun 1924-25di bawah naungan Kommisi Batjaan Hoofdbestuur PKI.Karena itu tidak terjadi sebuah pertarungan antara penulisdan penerbit “bacaan liar” dengan penulis dan penerbitTionghoa peranakan. Selain itu para penerbit Tionghoaperanakan turut memberikan sumbangan dana untukpergerakan melalui pemasangan iklan. Hal ini akan saya bahasdalam akhir tulisan ini.

Reaksi dalam bentuk “literatur” ini dibagi dalam dua babak.Babak pertama teks bacaan yang pertamakali dimulai olehgolongan peranakan Eropa (Indo) dan Tionghoa. Dalamperiode yang kedua bacaan ditulis dan diterjemahkan olehorang bumiputera sendiri.

Babak pertama dimungkinkan karena adanya orang-orangperanakan Belanda dan Tionghoa yang memiliki rumah cetakdan surat kabar.28 Teks bacaan yang diproduksi dimulai

- 20 -

28 Karya penulis mana yang harus didahulukan: penulis Pribumi,peranakan Eropa atau Tionghoa. Secara garis besar dapat dinyatakandengan fakta bahwa golongan Eropa atau Peranakan Eropa yang lebihdahulu memiliki penerbitan. 14 Suratkabar (dalam edisi tengahmingguan, mingguan, tengah bulanan, ataupun harian) yang terbit diBetawi dari 1858-1900 semua milik dan dikelola oleh orang Eropa danperanakan Eropa, termasuk percetakaannya. 6 Suratkabar yang terbit diSurabaya dalam jangka waktu yang sama sepenuhnya milik dan kelolaanmereka. Pada terbitan-terbitan tersebut Pribumi dan Peranakan Tionghoahanya membantu tulisan atau bekerja sebagai tenaga redaksional. Setelahgolongan Eropa dan peranakan Eropa, menyusul golongan Tionghoayang memiliki penerbitan sendiri. “Memiliki penerbitan sendiri” dapatdiartikan: lebih punya kebebasan sendiri, atau pilihan sendiri dan dengantanggung jawab sendiri, dalam tanda petik, kebebasan pers sebelum 1906hanya memiliki setengah titik kebebasan. Penerbitan itu ialah Khï TjengBie & Co dan Tjoeé Toeé Yang dan lain-lain di Betawi menjelang tutupabad 19 dan Firma Siå Dhiaî Hï di Surakarta pada 1902. Selain itu bahkanpada tahun 1880-an Liå Kií Hoë yang mendapat julukan bapak “bahasaMelayu Betawi” di Bogor sudah punya percetakan dan penerbitan sendiri,bahkan pernah menerbitkan syair “Orang Perempoean,” tapi pada 1886pindah ke Betawi di bawah Meulenhoff. Dikutip dari Pramoedya AnantaToer, Tempo Doeloe, Jakarta, Hasta Mitra 1982, hal. 6-8.

Page 24: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

dengan terjemahan novel-novel fiksi Eropa, seperti karyaRobinson Crusoe dan Jules Vernes yang masing-masingditerjemahkan oleh F. Wigeers dan Lie Kim Hok.29

Kemudian ditambah dengan terjermahan fiksi-fiksi populerdi antaranya Hikayat Sultan Ibrahim, Hikayat Amir Hamzahdan Hikayat Jan Pieterzooncoen. Cerita-cerita tradisional inidisebarluaskan melalui berbagai surat kabar. Selanjutnyabacaan-bacaan ini juga diterbitkan dalam edisi buku teks olehsarjana-sarjana Belanda, seperti H.C. Klinkert dan A.F. vonde Wall.

Tetapi terobosan penting dilakukan oleh tiga jurnalis yakni,F.H. Wiggers, H. Kommer dan F. Pangemanan. Dua orangpertama dari golongan peranakan Eropa dan yang terakhirkelahiran Menado. Ketiga orang ini yang mendorong danmengarahkan penulisan-penulisan ceritera asli dengan latarbelakang sejarah Indonesia. Mereka menulis dengan lancardalam Melayu pasar dan karya-karya mereka dapat diterimabaik di kalangan Indo maupun Tionghoa peranakan. Tetapidi antara ketiga orang tersebut yang paling produktif(menerbitkan tiga tulisan) adalah F. Wiggers; di samping itudia juga menterjemahkan berbagai buku perundang-undangan resmi ke dalam bahasa Melayu, membantu LiemKim Hok dalam menterjemahkan karya Michael Strogoff,Le Comte de Monte Cristo. Terjemahan paling penting yangia buat adalah karya Melati van Java’s (nama pena NicolinaMaria Christina Sloots yang hidup dari 1853-1927, seorangwanita Belanda yang banyak menulis tentang kehidupanHindia semasa penjajahan Belanda), Van Slaaf Tot Vorst.Ceritera ini merupakan sebuah rekonstruksi imajinatif darilegenda Surapati yang dibumbui dengan mengacu pada kerissuci dan djampe-djampe dan alur cerita penuh dengan intrikdan romantika dalam keluarga kerajaan.30

- 21 -

29 Lihat C.W. Watson, “Antecedents of Modern Indonesian Literature”dalam BKI Deel 127, tahun 1971.30 Dari Boedak Sampe Djadi Radja menurut karangannya Melati Van

Page 25: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Sedangkan H. Kommer lebih dikenal sebagai sastrawan padamasanya dengan karya “Nji Paina” terbit di Batavia pada 1900dan “Tjerita Njonja Kong Hong Nio” yang terbit di Betawitahun 1900, dikeluarkan oleh penerbit terkenal pada masaitu: A. Veit & Co dan W.P. Vasques. H. Kommer dengan NjiPaina-nya, sadar atau tidak, telah melancarkan kecaman tajamterhadap kaum pemilik pabrik gula, yang saat itu merupakantulang punggung Hindia Belanda dalam mendapatkan devisa.Sedangkan karyanya yang lain Njonja Kong Hong Nio yangbaik dari bentuk maupun isi bisa disebut modern, adalahsebuah dokumen tentang kehidupan di tanah partikelir danswasta. Karyanya ini mengisahkan tragedi kejatuhanbangsawan pribumi yang diukiskan secara dramatis, sehinggakenyataan fiksi di sini terasa lebih mencekam daripadakenyataan sosial sendiri.

F. Pangemanan berasal dari marga Minahasa yang maju padamasanya, yang banyak menghasilkan kaum terpelajar, yangpada umumnya dipersamakan (gelijkgesteld) dengankomunitas Eropa di Hindia. Karyanya adalah Tjerita Si Tjonatdan Sjair Rossina. Tjerita Si Tjonat berkisah tentang seorangbandit yang beraksi di sekitar Batavia dan melakukanserangkaian pembunuhan, penculikan dan perampokanterhadap orang-orang Eropa. Cerita ini adalah kisahpertualangan yang romantis. Si Tjonat, walaupun seorangbandit, tidak pernah melakukan pemerkosaan. Ia bahkandigambarkan oleh F. Pangemanan sebagai seorang pahlawan.Sjair Rossina melukiskan seorang budak wanita yangmelarikan diri dari majikannya, tetapi jatuh ke dalamperangkap seorang perampok. Dan tulisan ini juga diramudalam bentuk petualangan romantis.

- 22 -

Java’s ditulis dalam bahasa melayu rendah oleh F. Wiggers, 2 jilid.,Albrechô & Co, Betawi 1898. Menurut penelitian C.W. Watson, duanovel Abdoel Moeis, Surapati dan Robert Anak Surapati secara selintassebagian besar berpijak pada kedua jilid Melati Van Java’s. Lihat, C.W.Watson, “Antecedents of Modern Literature, dalam BKI Deel 127, tahun1971, hal. 419.

Page 26: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Sebaliknya literatur golongan Tionghoa peranakan dimulaioleh Liem Kim Hok yang memulai karirnya dengan menulisSiti Akbari, yang menceritakan penyebaran agama Hindu diHindia. Dalam sejarah pers di Hindia ia pernah menyusunaturan bahasa “Melayu Betawi” yang terbit tahun 1891.Kemudian disusul oleh Nio Joe Lan yang menyadur HikayatSultan Ibrahim, yang mengisahkan penyebaran agama Islamdi Hindia. Karya yang lebih maju dari golongan Tionghoaperanakan ditulis oleh Liem Koen Hian dengan judul NiHoe Kong Kapitein Tionghoa di Betawi dalem Tahoen 1740terbit tahun 1912. Tulisan ini menggambarkan peristiwapembunuhan orang-orang Cina pada tahun 1740.

Tulisan-tulisan orang Indo maupun Tionghoa peranakanyang digambarkan secara singkat di atas, masihmenampakkan wataknya asimilatif atau pembauran.Meskipun dalam beberapa hal mulai kritis terhadap sistemkolonial, tetapi secara keseluruhan isinya masih tetapmempertahankan segi-segi moral kolonial, terutama tulisan-tulisan yang diproduksi oleh golongan Eropa. Ini yangmembuat bacaan-bacaan tersebut masih dikategorikansebagai bacaan yang menyenangkan, untuk mengisi waktuluang para pembacanya.31

- 23 -

31 Lihat Liang Liji, “Masalah Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia,” dalamReview Of Indonesian and Malaysian Affairs (RIMA), Vol 21 (no. 2),1987. Sementara itu kenapa tulisan-tulisan golongan-golongan Indo danperanakan Cina masih bernafaskan romantis-humanisme, hal inidisebabkan mereka sangat dipengaruhi oleh pengarang-pengarangBelanda pada era sebelumnya. Pengarang-pengarang Belanda menuliskarya-karya sastra karena mereka membutuhkan uang. Selain itu seorangpengarang di negeri Belanda seringkali sebagai pekerjaan sampingan,supaya keuangan terjamin. Bagi pengarang Belanda keadaan itu sebagaiadalah keadaan yang umum. Jadi keadaan sosial pengarang Belanda sulitsekali ditentukan: mereka dapat dibagi dalam beberapa golongan dansecara garis besar akhirnya sebagai sesuatu yang abstrak. Di negeri Belandahanya sedikit jabatan-jabatan intelektuil dan jabatan-jabatan kebudayaan.Penghargaan masyarakat pada mereka tiada lebih dari uang rokok. Sebab-sebabnya sangatlah banyak, salah satunya adalah jurang yang memisahkanantara masyarakat dan seniman, berkurangnya tenaga pembeli, proses

Page 27: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Namun demikian sumbangan penulis-penulis Tionghoaperanakan cukup besar, terutama dalam memperkayakosakata bahasa Melayu-Pasar misalnya, “loteng,” “bihun,”“ketjap,” “toko” dan lainnya, yang terutama sangat dimengertioleh kaum buruh. Hal ini didasari keadaan masyarakatTionghoa-Peranakan pada saat itu. Kekuasaan kolonialBelanda di Hindia tidak memperkenankan anak Tionghoamemasuki sekolah Belanda untuk anak Belanda dan jugatidak memperbolehkan anak Tionghoa menjadi muridsekolah yang diadakannya untuk orang Indonesia. Sebagaiperkecualian anak Tionghoa yang dapat diterima adalah anakseorang Tinghoa yang diangkat menjadi “opsir Tionghoa”(“mayor Tionghoa,” “kapten Tionghoa” dan “letnanTionghoa”). Dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakanbahasa yang mirip dengan bahasa yang digunakan kaumburuh. Sumbangan lainnya terhadap dunia bacaan adalahcerita-cerita bersambung.32

Namun demikian penerbit Tionghoa-Peranakan tidakmenetapkan harga berdasarkan satu buku cerita, tapi

- 24 -

kebatinan yang merata–dan pendeknya sekalian sebab-musabab dariperkembangan pada masa itu, yang menjadikan kesenian makin lamamakin menjadi barang mewah. Lebih lanjut pengarang-pengarang dinegeri Belanda dapat dibagi menjadi tiga golongan. Golongan yangterbesar mempunyai pekerjaan sampingan: yang mereka terima denganmengarang, harus dimasukkan dalam surat-pajak di bawah “pendapatan-tambahan.” Golongan yang kedua, yang melulu dapat hidup dari hasilsastra kecil sekali. Golongan yang ketiga, yaitu golongan “literatorbayaran” mencoba mendapatkan jalan antara panggilan dan makaî denganumpamanya mendapat ruangan undian yang tetap dalam harian danmingguan, dengan copy writing, dengan readership atau penterjemahan(penawaran jauh melebihi permintaan), pendeknya dapat mencari nafkahdengan tak perlu menyerahkan diri sama sekali kepada pekerjaansampingan yang pendapatannya sama dengan buruh rendahan. Untukargumentasi ini lihat, Gerris Kouwenaar. “Kedudukan PengarangBelanda,” Indonesia: Majalah Kebudayaan, no. 10. tahun IV, Oktober1953, hal. 570-573.32 Niï Joå Lan, Sastera Indonesia-Tionghoa, Gunung Agung, Jakarta,MCMÌ XII, hal.

Page 28: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

berdasarkan bab. Harga produksi bacaannya bermacam-macam f.0,75, f. 0,80, dan f.1–walaupun ada juga yangmemasang harga f. 0,50, f. 1,25 atau bahkan lebih, f. 2,50.33

Harga cerita bersambung Sam Kok, f.0,50 per jilid. Untukmengkonsumsi cerita ini orang harus mengeluarkan uang65 x f.0,50 = f.32,50. Demikian pula, cerita See Joe yangterdiri dari 24 jilid dan dijual f.0,80 untuk setiap jilidnya,sehingga para pembacanya harus membayar f.19,20; ceritabersambung “Gak Hui” tarifnya f.1,- untuk satu jilidnya,sehingga orang harus membayar f.22,- untuk membacaseluruh cerita.34

Teknik berdagang buku semacam ini pertama-tama untukmeringankan beban beli pembaca dan sekaligus untukmerangkul lebih banyak pembeli. Teknik memecah-mecahbuku cerita menjadi beberapa jilid kemudian ditiru oleh parapemimpin pergerakan, misalnya Marco yang menjual MataGelap (terdiri dari tiga jilid) setiap jilidnya f.0,15,- atauKommunisme serie I dan II masing-masing perjilid f.0,25,-.

Babak kedua adalah bacaan-bacaan yang ditulis oleh orangbumiputra sendiri pada awal abad ke-20. Yang menarik dariperkembangan produksi bacaan yang dilahirkan oleh orang-orang bumiputra adalah penggunaan “Melayu Pasar” yangrupanya juga mengikuti para pendahulunya, golongan Indo

- 25 -

33 Distribusi buku ini terutama sangat didukung oleh penemuan mesin-mesin cetak baru seperti Linotype dan Monotype, jenis mesin cetak yangtidak begitu berubah sejak dimulainya aktivitas percetakan di Eropa.Namun demikian alat cetak ini tidak hanya mempengaruhi perubahanmobilitas orang, tetapi juga mempercepat hasil percetakan, ketimbangabad sebelumnya. Sebagai contoh yang baik Sjair Rempah-rempah dariMas Marco Kartodikromo begitu cepat didistribusikan, bahkan sampaidicetak dua kali. Ada dua hal penting yang menjadi tulang punggungindustri percetakan selain mesin cetak yakni: kertas dan air. Hal inidibuktikan oleh pusat industri percetakan di Jawa (Batavia, Solo danBatavia) yang sangat membutuhkan air, mengambil tempat pada aliransungai Ciliwung, Bengawan Solo dan Brantas.34 Ibid., hal. 22

Page 29: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

dan Tionghoa peranakan. Kenapa demikian? Karena “MelayuPasar” adalah bahasa para pedagang dan kaum buruh yangtidak pernah mengenyam pendidikan sekolah denganpengajaran bahasa Melayu yang baik.35 Selain itu bacaan-bacaan yang ditulis dalam bahasa Melayu Pasarmempergunakan bahasa lisan sehari-sehari yang terasa lebih

- 26 -

35 Perlu diketahui bahwa pada tahun 1848 Pemerintah Kolonial Belandamendapat kekuasaan dari Raja untuk mempergunakan uang sebesarf.25.000 setiap tahun buat keperluan sekolah-sekolah. Sekolah itudidirikan terutama untuk para priyayi yang akan dijadikan pegawaikolonial. Lihat D.M.G. Koch, Batig Slot: Figures uit het Oude Indie, DeBrug-Djambatan, Amsterdam 1960, hal. 18. Selain itu untuk menjelaskanmengapa bahasa melayu pasar telah menjadi bahasa kaum buruh danpara pedagang, hal ini berhubungan dengan antara sifat dan dampakimperialisme Belanda, perkembangan kapitalisme-penerbitan danberlakunya lingua franca pribumi antar pulau (yang oleh orang Belandadisebutnya dengan cemooh sebagai bahasa Melayu-kacau). Penjelasankedua, sejak tamatnya Kultuurstelsel kedudukan bahasa Jawa telah jatuhdan disadari kedudukannya hanya sebagai bahasá daerah, seperti begitubanyak bahasa daerah yang lain. Dengan diperluasnya jaringanpendidikan pada awal abad ke-20, bahasa Melayu menjadi semakinpenting guna mencetak kader-kader pribumi bawahan yang diperlukanuntuk menanggulangi birokrasi negara dan organisasi yang berkembangdengan pesat. Kedua-duanya memerlukan tenaga untuk menanganimasalah-masalah dagang dan hubungan antar pulau, dan seringkali jugauntuk bekerja di daerah-daerah di luar kampung halaman dan lingkunganlinguistiknya sendiri. Akhirnya, kapitalisme-cetak pun memberikanperanan dalam proses ini, karena pasar yang ada maupun yang terpendambagi nasskah-naskah tercetak berbahasa “Melayu” jelas lebih besarketimbang buat yang berbahasa Jawa. Untuk penjelasan ini lihat B.R.Anderson, “Sembah-Sumpah, Politik Bahasa dan Kebudayaan Jawa,”dalam Prisma, no. 11, tahuî 1982, hal. 70-71. John Hoffmaan, senadadengan Ben Anderson, menyatakan bahwa kekuasaan kolonial Belandaitulah justeru pendekar paling gigih dan paling terdepan sekaligusterhadap apa yang kelak dinamakan bahasa Indonesia; di satu pihak samasekali tak ada maksud untuk menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasakehidupan kolonial antara suku, di pihak lain memerlukan discoursekomunikasi tunggal untuk kawasannya yang hetrogen itu. Lihat, JohnHoffman “A Colonial Invesment,” Indonesia, 27 Apriì 1979, hal. 65-92.Sementará itu surat kabar pergerakan seperti Si Tetap secara tegas dalamhalaman mukanya mencatumkan kalimat “Tertjitak dalam Melajoe Pasar.”

Page 30: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

spontan dan kadang-kadang lebih hidup, lebih bebas dariikatan tatabahasa. Perkembangan produk bacaan bumiputrasangat didukung dengan meriapnya industri pers pada awalabad ke-20.36

Golongan bumiputra yang bisa disebut perintis fiksi modernadalah R.M. Tirtoadhisoerjo dengan karyanya DoeniaPertjintaan 101 Tjerita jang soenggoe terjadi di Tanah Prianganditerbitkan pada tahun 1906. Kemudian disusul dengankarya-karyanya yang lain: Tjerita Njai Ratna, terbit tahun1909, Membeli Bini Orang, terbit pada tahun yang sama danBusono terbit tahun 1912. Sedangkan tulisan-tulisan non-fiksi R.M. Tirtoadhisoerjo, atau lebih tepat tulisan politiknyaadalah, “Gerakan Bangsa Tjina di Soerabaja melawanHandelsvereniging Amsterdam” yang dimuat dalam SoendaBerita pada tahun 1904; “Bangsa Tjina di Priangan” dimuatdalam media yang sama pada tahun 1904; “Peladjaran BoeatPerempoean Boemipoetera” yang juga dimuat dalam mediayang sama dan tahun yang sama; “Soeratnja Orang-OrangBapangan,” dimuat dalam Medan Prijaji (MP), tahun 1909;“Persdelict: Umpatan,” diumumkan dalam MP tahun 1909,“Satoe Politik di Banjumas,” disiarkan di MP tahun 1909;“Drijfusiana di Madioen” dimuat di MP tahun 1909;“Kekedjaman di Banten” dimuat di MP tahun 1909;“Omong-Omong di Hari Lebaran,” disiarkan di MP tahun1909; “Apa jang Gubermen Kata dan Apa jang GubermenBikin” dimuat di MP tahun 1910 dan “Oleh-Oleh dariTempat Pemboeangan” yang pertamakali disiarkan di harianPerniagaan, kemudian diumumkan kembali di MP tahun1910.37

- 27 -

36 Golongan bumiputra baru mempunyai penerbitan sendiri pada 1906-1912 dengan munculnya N.V. Javaanche Boekhandel en Drukkerij enHandel in Schrijfboeten “Medan Prijaji,” pimpinan R.M. TirtoAdhisoerjo di Buitenzorg, Bandung dan Batavia.37 Untuk hal ini lihat Pramoedya Ananta Toer, Sang Pemula, Jakarta:Hasta Mitra, 1985.

Page 31: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

R.M. Tirtoadhisoerjo sebagai seorang pelopor pergerakannasional yang memproduksi bacaan-bacaan fiksi dan non-fiksi, telah mendorong beberapa tokoh pergerakan untukmelakukan hal yang sama, seperti Mas Marco Kartodikromo,Soeardi Soerjaningrat, Tjipto Mangoenkoesoemo, Semaoen,Darsono dan lainnya. Mereka semua menghasilkan bacaan-bacaan populer yang terutama ditujukan untuk mendidikbumiputra yang miskin (kromo). Bacaan-bacaan yang merekahasilkan merupakan ajakan untuk mengobati badanbangsanya yang sakit karena kemiskinan, juga jiwanya karenakemiskinan yang lain, kemiskinan ilmu dan pengetahuan.Penyebaran gagasan dalam bentuk bacaan-bacaan politikberkenaan dengan konsep pergerakan, sebagaimanaditegaskan oleh Marco pada tahun 1918:

Soenggoehpoen amat berat orang bergerak memihakkepada orang yang lemah, lihatlah adanja pemogokanjang beroelang-oelang diwartakan dalam Sinar ini.Di sitoe soedah menoendjoekkan bilangannja berpoeloeh-poeloeh korban itoe pemogokan, inilah memang soedahseharoesnja. Sebab melawan kaoem jang mempoenjaipabrik pabrik itoe sama ertinja dengan melawanpemerentah jang tidak adil.... Lantaran hal ini, maka disitoe timboellah peperangan soeara (soerat kabar) jaitoefehaknja pemerentah dan fehaknja ra’jat. Apakahpeperangan mentjari makan di Hindia sini achirnja djoegaseperti peperangan mentjari makan di Zuid Afrika? Inilahmisih djadi pertanjaan jang tidak moedah didjawab! Kamitahoe ada djoega bangsa kita anak Hindia jang lebih soekamemehak kaoem oeang dari pada memehak bangsanjajang soedah tertindas setengah mati, maar... djanganpoetoes pengharapan pembatja! disini ada banjak sekalianak anak moeda jang berani membela kepada ra’jat, dankalau perloe sampai berbatas jang penghabisan. Dari itoekita orang tidak oesah takoet dengan bangsa kita mahloekjang lidahnja pandjang, lidah mana jang hanja, perloediboeat mendjilat makanan jang tidak banjak, dan diabekerdja diboeat masih melawan bangsanja sendiri jang

- 28 -

Page 32: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

ini waktoe masih djadi indjak-indjakan. Sekarang ada lagipertanjaan, jaitoe tidak saban orang bisa mendjawab itoepertanjaan: Apakah di Hindia sini ada soerat kabar jangdibantoe oleh kaoem oeang, soepaja itoe soerat kabar bisamelawan soerat kabarnja rajat? Ada! tetapi nama soeratkabar itoe pembatja bisa mentjari sendiri. Lain dari itoe,kita memberi ingat kepada saudara-saudara, djanganlahsoeka membatja sembarang soerat kabar, pilihlah soeratkabar jang betoel-betoel memihak kepada kamoe orang,tetapi jang tidak memihak kepada kaoem oeang. Sebabkalau tidak begitoe, soedah boleh ditentoekan, achirnjakita orang Hindia tentoe akan terdjeroemoes di dalamlobang kesengsara’an jang amat hina sekali.

Achir kalam, kami berkata; NGANDEL, KENDELBANDEL, itoelah gambar hatinja manoesia jang tidakmemandjangkan lidahnja, tetapi menoendjoekkan giginjajang amat tadjam, dan kalau perloe...38

Ilustrasi pergerakan yang diberikan oleh Marco menunjukkansituasi pergerakan yang kompleks. Ia menghubungkanpergerakan di Afrika Selatan yang menghadapi kekuasaankolonial Inggris dengan pergerakan di Hindia Belanda yangdikungkung oleh kekuasaan kolonial Belanda. Namun sudahtentu ia lebih menitikberatkan pada situasi kekuasaan kolonialdi Hindia, yang dipandangnya sebagai situasi yang kompleks.Sebagaimana kebanyakan kaum pergerakan melihat situasipergerakan, ia melihat banyaknya rintangan, Dikatakannya“kami tahu ada juga anak Hindia yang lebih suka memihakkaum uang daripada memihak bangsanya yang sudahtertindas.” Makna dari perkataan ini, bahwa selainmenghadapi kolonialisme, pergerakan juga menghadapikalangan bumiputra (yang juga terlibat dalam duniapergerakan) sendiri yang berpihak kepada kekuasaan kolonial.Selain itu juga disebutkan dalam teks di atas, bahwa kaumuang untuk menjaga kepentingan modalnya juga perlumemiliki surat kabar yang dibaca pula oleh kaum muda, kaum

- 29 -

38 Marco, “Djangan Takoet,” Sinar Djawa, 11 April 1918 No. 82

Page 33: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

pergerakan. Kesan teks di atas adalah bahwa banyak kaumpergerakan yang tidak kritis membaca surat kabar kaummodal, dalam arti tidak melacak kandungan kepentingan-kepentingan pemilik modal dalam isi surat kabar tersebut,39

ini juga salah satu rintangan dalam pergerakan.

Untuk menghadapi rintangan ini Marco sebagaimanapemimpin pergerakan lainnya, mengajak perang suara atauperang pena di surat kabar, untuk membuka mata kaumbumiputra terhadap tatanan kekuasaan kolonial serta untukdapat menilai “mana yang kotor dan bersih.”40

Maka demi menghela rintangan-rintangan bagi pergerakandiperlukan bacaan-bacaan politik, agar kaum kromomengetahui, memahami dan menyadari politik kekuasaankolonial. Bacaan-bacaan yang dihasilkan oleh para pemimpinpergerakan di atas dapat dikategorikan sebagai “bacaanpolitik.” Hampir semua bacaan yang diproduksi oleh parapemimpin pergerakan apakah bentuknya novel, roman, suratperlawanan persdelict dan cerita bersambung, isinyamenampilkan kekritisan dan perlawanan terhadap tata-kuasakolonial. Sejarah mencatat, sesungguhnya sastra Indonesiasejak mula sejarahnya merupakan sastra protes.

- 30 -

39 Hampir rata-rata perusahaan pabrik gula di Jawa mempunyai suratkabar sendiri, yang digunakan sebagai corong kepentingan modalnya.Suratkabar ini biasanya banyak memuat cerita-cerita bersambung tentangkejayaan pabrik gula yang keuntungannya juga dinikmati oleh bumiputradengan dapat mengenyam pendidikan Barat atau kisah-kisah nyai di Jawa.Salah satu contoh sindikat pabrik gula yang mempunyai surat kabar adalahTijdemaî & Van Kercheí (TVK) yang memiliki pabrik-pabrik gulaTulangan, Tjandi dan Krembong, semua di Sidiardjo. Surat kabarnyaadalah Soerabaiasch Handelsblad. Untuk hal ini lihat, G.H. Von Faber, AShort of Journalist iné the Dutch East Indies, G. Kolff & Co., Soerabaja,tanpa tahun terbit, hal. 77.40 Perang Suara atau Perang Pena adalah istilah yang hidup dalam erapergerakan. Perang suara juga dilakukan oleh Raden Darsono denganAbdoel Moeis, pada tahun 1918. Lebih lanjut tentang hal ini, lihattulisan saya, “Marco Kartodikromo: Perintis Jurnalis Pemegang PrinsipPergerakan,” Prisma, No. 9, Tahun XX, September 1991.

Page 34: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Pada awal abad ke-20 rumah-rumah cetak di Hindia tumbuhdengan pesat, di Semarang saja ada delapan rumah cetak, diantaranya firma Benjamin & Co, firma Bisschop & Co, firmaMasman & Stroink, N.V. Dagblad “De Locomotief ”, de N.V.Hap Sing Kongsie, de firma Misset & Co.41

Dan barang cetakan yang mereka keluarkan sangat beragam,misalnya firma Masman & Stroink mau menerbitkan tulisanSneevliet yang berjudul Pertoendjoekan Kekoeasaan dan BahajaKelaparan. Sementara itu orang bumiputra yang mempunyairumah cetaknya sendiri adalah R.M. Tirtoadhisoerjo, yangbekerjasama dengan Hadji Moehammad Arsjad dan PangeranOesman–N.V. Javaanche Boekhandel en Drukkerij en Handelin Schrijfboeten “Medan Prijaji,” yang kemudian disusuldengan berdirinya rumah cetak Insulinde yang sebagian besardananya disokong oleh H.M. Misbach. Rumah cetakInsulinde ini antara lain menerbitkan Mata-Gelap-nya Marco.

Tidak lama berselang berdiri rumah cetak VSTP yangmenerbitkan suratkabar Si Tetap. Berbeda dengan rumahcetak Eropa yang selalu cari untung, rumah cetak bumiputralebih menekankan pendidikan “ra’jat djadjahan” dan memberiharga murah agar dapat dijangkau oleh pembaca. Karenaitulah proses pencetakannya dibuat lebih sederhana, misalnyaMata Gelap dibagi menjadi 3 jilid. Ada dua “keuntungan”dari teknik menerbitkan seperti ini. Pertama, harganya lebihmurah yang berarti jangkauan pembacanya pun lebih luas,dan kedua ada semacam ikatan antara pembaca dan bacaanyang dibangun dalam proses itu. Sulit membayangkan bahwaorang mau membaca hanya jilid kedua atau ketiganya saja.Dengan teknik ini maka pembaca dibentuk hidup dalam satulingkaran, yaitu lingkaran pembaca.

Satu-satunya rumah cetak milik orang Arab, yakni HasanAli Soerati adalah N.V. Setia Oesaha yang kemudian diambilalih oleh Tjokroaminoto untuk menerbitkan organ CSI–

- 31 -

41 Verslag van het Eerste Congress... hal. 66.

Page 35: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Oetoesan Hindia. Pada awal tahun 1920-an dengan berdirinyaPPPB, mereka mempunyai rumah percetakan sendiri denganmenerbitkan organnya Doenia Merdeka pada tahun 1924untuk menggantikan organ sebelumnya, jurnal Pemimpinyang terbit sejak tahun 1921.

Membanjirnya barang-barang cetakan ini sejak tahun 1910-an hingga 1920-an, terjadi bagaimanapun setelahdikeluarkannya undang-undang pers yang baru pada tahun1906 yang menetapkan sensor represif sebagai penggantisensor preventif. Tetapi undang-undang pers yang baru inilebih jauh dapat diterjemahkan menjadi pen-sensoran dirioleh pemimpin redaksi yang khawatir bacaannya bisa dilarangatau dibredel oleh negara kolonial.

Dalam perspektif ini, barang cetakan maupun surat kabarsemata-mata adalah sebuah “bentuk ekstrem” dari buku, bukuyang dijual dalam skala massal, meskipun popularitasnyahanya berlangsung sebentar.42 Pertumbuhan dan peredaransurat kabar di Hindia pada tahun 1910-1920-an jauhketinggalan dibandingkan dengan di Eropa, karenalambatnya perkembangan industri percetakan. Hal ini tentuberkaitan dengan ketidak-matangan tumbuhnya kapitalismedi Hindia. Meskipun demikian, suratkabar, novel, bukumerupakan hal yang modern di Hindia Belanda, sebabbarang-barang cetakan tersebut menciptakan upacara massalyang luar biasa, yang melibatkan sejumlah besar orang. Satuupacara kolosal.43

Dengan meletakkan bacaan pada struktur produksi,distribusi, pertukaran dan konsumsi dalam kekuatan dan

- 32 -

42 Untuk contoh misalnya Mata Gelap-nya Marco Kartodikromo yangditerbitkan tahun 1914 dan dicetak kurang-lebih 5.000 eksemplar, habisdalam waktu 3-5 bulan. Lihat Doenia Bergerak, no. 4, 1914.43 Ben Anderson, menyebutkan hal ini sebagai rangsangan bagipembacanya “membayangkan” suratkabar sebagai fiksi. Lihat, ImaginedCommunities: Reflections of the Origin and Spread of Nationalism, Verso1983, hal. 39.

Page 36: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

hubungan produksi sosial tertentu (organisasi penulis,kerjasama di antara para producer, percetakan dan organisassipenerbit), maka akan terlihat jelas aktivitas kaum pergerakandalam memberikan respons dan reaksi terhadap kekuasaankolonial.

Pada zaman pergerakan, seorang revolusioner sepertiSemaoen, Darsono, Marco, juga seorang jurnalis. Banyakwaktu mereka digunakan untuk menulis artikel, menyuntingdan mendistribusikan suratkabar-suratkabar kecil. Membacasurat kabar ini, adalah suatu langkah yang baik untukmerekonstruksi kisah perjuangan internal dan eksternal darikaum pergerakan. Dengan suratkabar dan barang cetakanlainnya kaoem kromo dapat membentuk kesadaran kolektifuntuk membayangkan masa depan yang mereka hadapi.Sarekat Islam (SI) Semarang menerbitkan Sinar Hindia yangperedarannya mencapai 20.000 hingga 30.000 eksemplar.44

Dengan demikian, suratkabar bukan hanya propagandakolektif, tetapi juga organizer kolektif. Bagaimanapun, merekajuga memerlukan pemasukan untuk mempertahankanproduksi dengan menerima pemasangan reklame dariberbagai perusahaan, baik produksi yang dihasilkan di Hindiamaupun produk luar negeri. Selain itu dana juga diperolehdari para pendukungnya (pelanggan) sebesar f. 0,50,- setiaporang.

Pada saat itu juga muncul buku-buku bacaan kecil (booklets),yang biasanya dimuat di dalam suratkabar-suratkabar secarabersambung yang diproduksi oleh institusi-institusipergerakan, mengambil contoh dari bacaan yang diproduksioleh orang Tionghoa peranakan. Dan yang cukup penting,para pemimpin pergerakan yang sekaligus menjadi jurnalismendirikan perhimpunan atau organisasi untuk menentangkebijaksanaan kolonial yang kebanyakan didanai olehsaudagar-saudagar batik, seperti Hadji Samanhudi yang

- 33 -

44 Lihat Sinar-Hindia, 3 Januari 1920.

Page 37: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

mendanai Sarotomo atau H.M. Bakri yang mendanai DoeniaBergerak serta Hadji Misbach yang mendanai MedanMoeslimin dan Islam Bergerak.45

Hal yang juga turut mendorong perkembangan pers danbarang cetakan lainnya adalah suatu kebijaksanaan penting,yakni politik etis yang dicanangkan tahun 1901. Politik inimerupakan hasil dari perubahan dalam parlemen di Belanda,yaitu kemenangan koalisi partai-partai kristen di Belanda,yang terdiri dari Partai Katolik, Partai Perkumpulan Kristendan Partai Anti Revolusioner. Dengan kemenangan koalisiini, berdasarkan kepercayaan moral, mereka merasa perlumemperbaiki kondisi hidup di Hindia melalui pendidikan,irigasi dan transmigrasi. Namun semua kebijaksaan politikini, senantiasa dijalankan untuk kepentingan negeri induk.Politik Etis dapat dikatakan demi kepentingan komoditi,dalam pengertian pendidikan sebagai salah satu elemen politiketis tidak diterapkan untuk seluruh lapisan masyarakat diseluruh Hindia–pendidikan di Hindia dilelang mahal.46

Politik Etis ini merupakan momen dalam suatu critical periodketika rakyat Hindia memasuki dunia modern danpemerintah berusaha memajukan rakyat bumiputra dansekaligus menjinakkannya.

Bersamaan dengan itu, negara kolonial, untuk meredamkonflik yang lebih tajam antara aparat negara dan rakyat,merasa berkewajiban secara moral untuk mengajar paraaristokrat dan menjadikannya partner dalam kehidupanbudaya dan sosial. Partner semacam ini diharapkan akanmenutup jurang pemisah antara negara dan masyarakatkolonial. Dr. Snouck Hugronje salah seorang ilmuwanorientalis mendambakan dibangunnya suatu ikatan Belanda

- 34 -

45 Lihat Takashi Siraishi, An Age in Motion, Popular Radicalism in Java,1912-1926, Cornell University Press, Ithaca, 1990, hal. 54.46 Untuk hal ini, lihat Amry Van Den Bosch. The Dutch East Indies, ItsGoverment, Problems, and Politics. University California Press, 1941, hal.57.

Page 38: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Raya (Pax Nerderlandica). Untuk itu rakyat Hindia harusdituntun agar bisa berasosiasi dengan kebudayaan Belanda,dan setiap kecenderungan bumiputra untuk berasosiasi harusselalu disambut dan dibantu. Atas inisiatifnya dibanguninstitusi kolonial yang mengurus persoalan-persoalanpribumi, yang dikenal dengan nama Het Kantoor voorInlandsche Zaken.47

Antara Balai Poestaka dengan Het Kantoor voor InlandscheZaken ada hubungan yang sangat erat. Di dalam Kantoorvoor Inlandsche Zaken bercokol ahli-ahli bahasa yang bertugasmengadakan penelitian terhadap bahasa-bahasa di Hindia-Belanda.48

Institusi Balai Poestaka memberikan pertimbangan dan jugaturut memberi pertimbangan kepada negara kolonial tentangpemilihan naskah bacaan bagi perpustakaan sekolah danmasyarakat kolonial umumnya. Pengurusnya terdiri darienam orang dan diketuai oleh Hazeu, Advizeur voor InlandsheZaken. Setelah kedatangan Rinkes ke Hindia Belanda tahun1910, maka pekerjaannya diambil alih oleh orang ini sejak 8November 1910. Rinkes sebelumnya telah aktif sebagai

- 35 -

47 Het Kantoor voor Inlandsche Zaken (Kantor Urusan Bumiputra) adalahkantor yang dikepalai oleh Penasehat Gubernur Jenderal UrusanBumiputra. Instruksi penasehat ini bertahun 1899, namun kantornyasendiri baru dapat didirikan pada tahun 1918. Sebenarnya kantor inipada waktu berdirinya diarahkan untuk melancarkan politik Islam diHindia Belanda, namun pada tahun-tahun berikutnya mulai merambatmengontrol seluruh aspek kehidupan masyarakat kolonial, termasukbacaan yang dibaca oleh bumiputra. Untuk gambaran yang cukupmemadai tentang Kantor Urusan Bumiputra ini, lihat H. Aqib Suminto,Politik Islam Hindia Belanda, LP3ES, Jakarta, 1985.48 Mereka adalah Dr. J.L.A. Brandes dan Dr. J.C.C. Jonkes (1899 s/d1905), Dr. G.A.J. Hazeu (1905 s/d 1907), Dr. D.A. Rinkes (1911 s/d1913), Dr, Hoesein Djajadiningrat (1914 s/d 1918), Dr. B.J.O. Schrieke(1918-1920), Dr. Th.G.Th, Pigeaud (1925-1926), Dr. J.G. Rypeî (1926),Dr. G.W.J. Drewes (1926-1928), Dr. G.F. Pijpes (1927-1931), Dr. A.A.Censå (1929-1930) dan Dr. L. de Vries (1932-36). (Lihat RegeeringsAlmanak van Nederlandsch Indie, 1899-1942.)

Page 39: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

pegawai bahasa di Kantoor voor Inlandsche Zaken. Keduakantor ini secara administratif berada di bawah DirekturDepartement van Onderwijs (Departemen Pendidikan).Namun demikian menurut Aqib Soeminto yang mendapatsumber dari Dr. G.W.J Drewes menegaskan “...secaraorganisatoris tidak terdapat hubungan kerjasama antarakeduanya.”49

Menurut saya ini penegasan yang keliru; pertama, yangdiwawancarai oleh Soeminto adalah bekas pegawai kolonialdan sekaligus seorang ilmuwan orientalis sehinggaketerlibatannya dalam dunia kolonial banyak menimbulkanbias dalam pandangannya; kedua, baik Balai Poestakamaupun Kantoor voor Inlandsche Zaken merupakan institusiyang berusaha mendominasi dan mensubordinasi prosesorganisasi sosial dan mengontrol perkembangan masyarakatHindia Belanda. Hal ini dibuktikan dengan tugas pegawaibahasa di Kantoor voor Indlandsche Zaken untuk menelitibahasa-bahasa masyarakat kolonial. Dari penelitian inimereka kemudian menetapkan tata bahasa daerah sesuaidengan pengetahuan mereka. Pengetahuan seorang ilmuwanbagaimanapun tidak pernah netral, dan dalam kontekskolonial, pengetahuan para ilmuwan ini harus ditempatkandalam konteks kolonialisme. Sementara itu tugas utama BalaiPoestaka adalah menyiapkan bahan bacaan bagi masyarakat,antara lain menggunakan hasil penelitian dan pikiran parailmuwan orientalis ini, sehingga jelas kedua institusi ini tidakdapat terpisahkan secara organisasi apalagi dari segikepentingan politik dan ideologi. Kesalahan Soemintomenjadi kelas karena ia melihat kedua institusi kolonial inihanya sebagai organisasi yang mengurus masalah-masalahbumiputera. Konteks kolonialisme dengan eksploitasiekonominya, kepentingan politiknya, dan ideologi hampir-hampir tidak dipertimbangkan.

Tidak dapat disangkal lagi kalau ada aksi pasti ada reaksi.

- 36 -

49 Aqib Soeminto, Politik Islam Di Hindia Belanda, hal. 138.

Page 40: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Pemerintah kolonial mulai bereaksi mengatasi derasnyabacaan yang mulai menyinggung kekuasaan kolonial, baikyang dihasilkan oleh pemimpin pergerakan, orang Indomaupun Tionghoa peranakan, melalui kedua institusinya,Commissie voor de Inlandsche School en Volkslectuur danKantoor voor Inlandsche Zaken. Yang terpenting dari reaksipemerintah kolonial ini adalah–terutama setelah BalaiPoestaka direformasi pada tahun 1917–pemberian label“bacaan liar” untuk tulisan-tulisan pemimpin pergerakan.Label ini pertamakali diberikan oleh Rinkes, direktur BalaiPoestaka. Image “bacaan liar” yang diproduksi oleh kaumpergerakan ini diungkapkan Rinkes karena kekhawatirannegara kolonial terhadap barang-barang cetakan seperti suratkabar, jurnal, novel dan bentuk-bentuk bacaan lainnya,sebagaimana dijelaskan olehnya pada tahun 1914:

The only publication that dominated all those, withDarma Kanda as the exception, and something more thana local newspaper with personal slanging match (metpersonlijke scheld partijen) was Medan Prijaji...whichbesides sharing the character with others showed itself asmore energetic, gifted, cunning and more poisonous andwhich declared Java as its territory of action (terrein vanactie)

In beginning it was published as a weekly an after beingdevelop, within 2 years it had been converted into a daily,constantly loved, and according to some it has 2000subscribes. In itself for a European newspapers in the indiesthat is not a bad figure, which is even more so for a Malaynewspaper....

In the weekly and later daily newspaper... The govermentand goverment regulations were ridiculed and at same timethose half–baked groups (de kringen van half-ontwikkelen) were captivated and influenced by [its]deception, by pushing [them] to improve their lot andthe like)50

- 37 -

50 D.A. Rinkes, “De Imhemse pers” dalam Dr, S.L. van de Wal, De

Page 41: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Dengan Rinkes menyatakan surat kabar harian maupunmingguan isinya seringkali provokatif–menyerangpemerintah kolonial, mengejek aturan-aturan pemerintah danmenyerang pejabat pemerintah–maka bacaan-bacaan tersebutdianggap telah melanggar kekuasaan kolonial dan mengganguketertiban. Lebih jauh pernyataan Rinkes ini merupakan hasilperdebatannya dengan Marco pada tahun 1914 tentang hasil-hasil kerja Mindere Welvaart Commissie, yang dianggap Marcosebagai usaha mempertahankan mitos politik etis.

Namun demikian bagaimana sebenarnya kedudukan bacaandalam masyarakat? Bagaimana proses know how daripemimpin pergerakan untuk berpikir tentang terbitan sebagaiorganizer? (gagasan yang dipraktekkan)? Dan bagaimanasuratkabar dan barang-cetakan lainnya dalam realitas menjadiunsur penggerak massa?

Dimulai Dengan “Perang Soeara”

Pertanyaan-pertanyaan di atas menuntun saya menelusuriperkembangan pemikiran para pengarang dengan mengacupada konteks pergerakan. Orang yang pertama kali merintisperlunya bacaan bagi rakyat Hindia yang tidak terdidik adalahTirtoadhisoerjo. Ia memulainya dengan menerbitkan artikel“Boycott” di surat kabar Medan Priyayi. Artikel “Boycott”dijadikannya senjata bagi orang-orang lemah untuk melawanpara pemilik perusahaan gula. Tindakan boikot pertamakalidilakukan oleh orang-orang Tionghoa terhadap perusahaan-perusahaan Eropa, yang menolak permintaan mereka untukmemperoleh barang. Tindakan para pengusaha Eropa inidibalas oleh orang-orang Tionghoa dengan memboikotproduk perusahaan-perusahaan Eropa, sehingga hampirsekitar 24 perusahaan Eropa di Surabaya gulung tikar.

Makna dan nilai artikel boikot ini sangat penting bagi produkpenulisan bacaan yang menentang kediktaktoran kolonial51

- 38 -

Opkomst van de Nationalistische Beweging in Nederlands Indie, eenBronenpublikatie, J.B. Wolters/Groningen, 1962, hal. 71.

Page 42: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

di masa selanjutnya, sebab artikel ini merupakan pendorongbagi orang bumiputra lainnya, menyadarkan bahwa bacaan-bacaan politik sangat diperlukan untuk membuka mata dandaya kritis orang bumiputra, yang dikungkung oleh cerita-cerita kolonial yang senantiasa ingin mengawetkan tata kuasakolonial.

Gaya penulisan bacaan politik yang dipelopori oleh Tirtokemudian diikuti oleh para pemimpin pergerakan,umpamanya Mas Marco Kartodikromo dan TjiptoMangoenkoesoemo, yang sama-sama perintis jurnalis dansama-sama kukuh memegang prinsip pergerakan, sekalipunkeduanya berbeda dalam memandang pergerakan.52

Marco Kartodikromo adalah orang yang paling produktifdalam menghasilkan “bacaan liar,” dan akan menjadi salahsatu fokus penulisan ini. Karya-karya yang dikenal adalahMata Gelap, yang terdiri dari tiga jilid yang diterbitkan diBandung pada tahun 1914; Student Hidjo diterbitkan tahun1918; Matahariah diterbitkan tahun 1919; Rasa Mardikaditerbitkan tahun 1918, kemudian dicetak ulang tahun 1931di Surakarta. Marco juga menerbitkan sekumpulan syair, Sairrempah-rempah terbit di Semarang pada tahun 1918 dan “SairSama Rasa Sama Rata” terbit di suratkabar Pantjaran Wartatahun 1917. Kemudian “Babad Tanah Djawa” yang dimuatdi jurnal Hidoep tahun 1924-1925. Dari karangan-karangannya ini, belum lagi dari karya jurnalisnya, nampakketegangan-ketegangan dalam cara berpikirnya. Untukmengetahui ketegangan-ketegangannya kita perlu membaca

- 39 -

51 Dalam kongres SI pertama (1913), Marco menulis artikel “DjanganDatang,” yang diarahkan untuk memboikot pemilihan Tjokroaminotosebagai ketua SI. Lihat Sarotomo, 13 Februari 1913. Hingga tahun 1925kata boikot masih dipergunakan untuk menentang tirani kolonial (lihatmisalnya Api, 17 Juli 1925.)52 Meskipun demikian Tjipto pada waktu “pemberontakan” 1926-27,adalah satu-satunya orang yang melakukan analisa pertanggung-jawabanterhadap kegagalan “pemberontakan,” dengan tulisannya, HetCommunisme in Indonesie Naar Aanleiding Van De Relletjes.

Page 43: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

teks-teksnya secara teliti, yakni dengan menelusuri alur cerita,karakter, dan bahasa yang digunakannya. Dalam Mata Gelapia melukiskan hal-hal modern yang terjadi di tanah Jawa(terutama Semarang dan Bandung) dengan dengan gamblangbahwa orang sudah keranjingan membaca surat-kabar, senanghidup bebas, dan berliburan. Ini semua menunjukkan bahwamasyarakat kolonial telah mempunyai kebutuhan baru. Tetapidi pihak lain Marco melukiskan bahwa kebudayaan Eropayang bersinggungan dengan kebudayaan bumiputramenimbulkan persoalan demoralisasi dan dekadensi. Marcomenggambarkan bagaimana kaum bumiputera juga telahmulai menyukai perjudian, melacurkan diri, mainperempuan, minum dan sebagainya. Karya ini menjadi ajangpertempuran dan ketegangan ide Marco. Setelah terbit, MataGelap mendapat tanggapan dari pembacanya dan jugamenjadi bahan perdebatan. Apa yang menjadi perdebatandan bagaimana pengaruh perdebatan itu bagi para pembacabumiputra juga akan menjadi fokus penelitian. Dalam karyalainnya, Student Hidjo, yang menceritakan perjalanan Hidjo,seorang pelajar HBS yang melanjutkan sekolah ke NegeriBelanda. Waktu di Jawa ia sudah bertunangan, tetapi setelahtinggal di Belanda ia tertarik pada gadis Belanda. Tema dalamStudent Hidjo adalah tema umum pada masanya, yangternyata masih bisa juga menjadi bahan untuk sepuluh-duapuluh tahun kemudian: orang muda (student) Indonesia,yang pergi belajar ke Belanda, sudah punya tunangan, tapidi tanah dingin sana kemudian jatuh cinta pada gadis kulitputih.53

Sebaliknya Sair Sama Rasa dan Sama Rata, merupakankumpulan syair yang mengkritik negara kolonial dan sekaligusmenggambarkan kontradiksi-kontradiksi dalam masyarakatkolonial. Dari ketiga karya fiksinya ini nampak ia masihdilingkupi oleh pemikiran Multatuli, artinya semangat dan

- 40 -

53 Untuk telaah singkat tentang novel Student Hidjo, lihat Prof. BakriSiregar, Sedjarah Sastera Indonesia Modern, Akademi Sastera dan Bahasa“Multatuli,” Jakarta, 1964, hal. 26-27.

Page 44: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

bangunan pikirannya senantiasa meledak-ledak dalammelihat ketimpangan dan ketidak-adilan kolonial. Selain itu,ia selalu memberi sub-judul “kedjadian jang benar-benarterdjadi di tanah Djawa.” Ungkapan ini juga harus dilihatsebagai hasil bagaimana ia memandang struktur masyarakatkolonial. Makna ungkapan ini sangat penting, karenaperkataan “kedjadian jang benar-benar terdjadi di tanahDjawa” adalah ungkapan pengalaman praktek politik penulisatau lebih luas lagi pengalamannya ketika mengamatiperubahan sosial yang terjadi pada awal abad ke-20. Ini sangatberbeda dengan karya terakhirnya “Babad Tanah Djawa,” dimana ia melakukan penelitian terhadap karya-karya sarjanaBelanda yang menelaah babad. Dalam karyanya yang terakhirini nampak puncak ketegangan dalam pemikirannya, yaitusaat ia melakukan putus hubungan dengan cara pikirMultatulian, dan menuju ke pemikiran yang lebih radikal.Yang menjadi pertanyaan untuk penelitian ini apakah dalam“Babad Tanah Djawa” ia mempunyai obsesi untukmembongkar dan menjungkir balikkan cerita-cerita babadyang ditulis oleh sarjana-sarjana Belanda untuk memperkuatlegitimasi kekuasaan kolonial? Dalam bagian pengantar jelasdisebutkan bahwa ia ingin “mengambil kembali” masa laluorang Jawa yang selama ini ada di tangan orang Belanda.Caranya adalah dengan menulis ulang babad-babad.

Bagaimanapun, sebagai seorang penulis dan pemimpinpergerakan, Marco tidak lepas dari proses belajar untukmemahami kekuasaan kolonial. Dalam novel Mata Gelap,Marco menunjukkan kejadian-kejadian yang melukiskanbetapa kompleksnya pengaruh pemikiran Barat dalammasyarakat tanah Jawa di bawah kapitalisme pada awal abadke-20. Mata Gelap harus dibaca dengan teliti, sembari terusmengingat tahap-tahap pemikiran Marco pada saat itu.Pembacaan atas Mata Gelap kalau tidak dilihat sebagai produkdan dilepaskan dari politik zamannya, akan tampil sebagaisebuah bacaan “picisan”.54

- 41 -

Page 45: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Untuk membaca dan memahami tulisan seseorang harusdilihat perasaan dan pikiran si penulis, nafsu-nafsunya,kecenderungannya, impiannya, ketololan dan kekurangan-nya, kecerdasannya, kecerdikannya, pengetahuannya danbanyak hal lain yang jalin-menjalin seperti benang-benangkaca yang jernih. Ingin saya tekankan bahwa setiap tulisanmengandung dunia kenyataan dan dunia impian. Itu tahappertama. Tahap kedua, memperlakukan bacaan sebagaisebuah senjata, sehingga dapat menimbang dunia-dunia kecilantara impian dan kenyataan itu, ibarat membidikkan sebuahpeluru ke arah tertentu. Seandainya bobot pelurunyadiarahkan ke negara kolonial atau pengusaha, maka akantimbul reaksi politik.55

Mata Gelap menceritakan skandal hubungan antara seorangnyai yang bernama Retna Permata yang sedang ditinggal olehmajikannya ke Eropa dengan Soebriga yang bekerja sebagaiseorang klerk (jurutulis) di sebuah perusahaan Eropa. Settingcerita mengambil tempat di Semarang dan Surabaya, yangkala itu merupakan pusat kantor-kantor dagang dan industribeberapa negeri metropolis, dan juga di tempat peristirahatandi sekitar daerah Parahiangan. Untuk mempertajampembacaan terhadap Mata Gelap, perlu dipertanyakanmengapa Marco memilih kota pusat perdagangan, industridan tempat peristirahatan sebagai setting novelnya? Dan yangjuga penting, kenapa Marco memberi nama Mata Gelap untulnovel tersebut? Jawaban yang pertama berkaitan dengandicanangkannya open deur politik (politik pintu terbuka)pada tahun 1904, kekuatan-kekuatan modal metropolis,terutama Inggris, Prancis, Amerika Serikat yang berhasilmencairkan politik perdagangan eksklusif pemerintah Hindia

- 42 -

54 Istilah ini pertama kali digunakan oleh Roolvinë yang kemudian sangatberpengaruh di kalangan kritikus sastra di Indonesia seperti H.B. Jassindan Sapardi Djoko Damono. Untuk lebih lanjut tentang istilah ini, lihattulisan Roolvinë dalam A. Teeuw, Pokok dan Tokoh, Jajasan Pembangunan,Jakarta, 1952.55 Lihat Walter Benjamin, Illuminations, Fontaná 1970, hal. 220.

Page 46: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Belanda. Kekuatan modal metropolis serta perusahaanBelanda sendiri lebih menyukai menancapkan kakinya dikota-kota pelabuhan seperti Surabaya dan Semarang.Alasannya jelas karena transportasi dan sarana modern lainnyalebih memadai. Selain itu kedua kota besar inilah yangpertamakali berbenturan dengan gagasan modern yangberasal dari Eropa, baik dalam surat kabar, novel, teater danpraktek kebudayaan lainnya. Sedangkan soal yang keduaberkaitan dengan hasil praktek kebudayaan Eropa tersebutyang menguasai tata-pergaulan kaum bumiputera. Pada satupihak, Marco menjelaskan bahwa gagasan modern yangberasal dari Eropa dan dipraktekkan di Hindia Belandamengajarkan hal yang modern, seperti kalangan pedagangdan pegawai rendahan perusahaan swasta mulai keranjinganmembaca koran, buku, mengenal waktu dan jadwal danmelakukan plesiran dan beristirahat sebagai yang dilakukanoleh pengusaha-pengusaha Eropa.56

Tetapi di pihak lain, ia melukiskan sisi negatif dari praktekkebudayaan tersebut di Hindia, yaitu kehidupan seks yangbebas, seperti Soebriga, sebagai seorang yang bermata gelap,yang bukan hanya melakukan hubungan intim dengan nyaiRetna Permata, tapi juga dengan Retna Poernama, adiknyaRetna Permata.

Kembali kepada tahap kedua dalam membaca tulisanseseorang, yakni harus menimbang ke arah mana peluru MataGelap-nya Marco ditujukan. Karangan ini ditujukan kepada

- 43 -

56 Mengapa dalam novel-novel politik pergerakan seringkali diawalidengan perkataan yang menunjuk seperti waktu, misalnya “pada suatuketika,” “sekali peristiwa kira jam...,” ini tidak dapat dijelaskan secarasederhana, bahwa mereka mengenal waktu karena mengikuti tradisiEropa, tetapi para penulisnya memahami sejarah sebagai subyek daristruktur tempat tanpa dilepaskan dari waktu, waktu adalah yang mengisimasa sekarang. Sedangkan masa sekarang dibentuk oleh masa lalu, lihatWalter Benjamin. “Theses On The Philosophy Of History” dalamIlluminations, Fontaná 1982, hal. 265. Mengenai makna keteranganwaktu ini juga ditegaskan oleh Ben Anderson, Imagines Communities,London, 1983, khususnya bagian “Apprehension of Time.”

Page 47: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

perusahaan surat kabar Tjhoen Tjhioe yang terbit di Surabaya.Akibatnya suratkabar Tjhoen Tjhioe bereaksi dan terjadiperselisihan yang hebat antara jurnal Doenia Bergerak yangdi pimpin Marco dengan suratkabar Tjhoen Tjhioe.

Apa yang sebenarnya yang menyebabkan surat kabar TjhoenTjhioe begitu berang terhadap Mata Gelap? Hal ini dapatdibaca dalam surat kabar Tjhoen Tjhioe sebagai berikut:

Ini hati kita trima satoe boekoe tjerita, jang pake namaMata Gelap, terkarang oleh M. Marco, Redacteur DoeniaBergerak di Solo. Sabetoelnja itoe boekoe ada begitoe rendaderadjatnja, hingga bermoela kita tida ada ingetan boeatbitjaraken isinja di ini soerat kabar. Tetapi sebab di sitoepenoelisnja soeda terlaloe njataken ia poenja pembrasa’anrenda pada orang Tionghoa, kita merasa terpaksa djoegatoelis ini recensie, dengan perminta’an, soepaja toeanMarco, kalo dibelakang hari menoelis lagi satoe boekoe,djanganlah ia bikin orang Tionghoa djadi sakit hati sepertisekarang ia soeda bikin, antara mana di dalem kalimat:“Bah! minta stroop ijs,”. Ingetlah, bangsa Tionghoa adasatoe bangsa manoesia djoega, hingga tida pantes kaloetoean Marco pandang begiote renda pada marika.... OrangTionghoa merasa dan mengakoe, di ini djadjahan ia orangada seperti orang menoempang dan memang ingin hidoeproekoen dan demi dengan orang Boemipoetra. Tetapiorang Boemipoetera, seperti toean roema, djoega haroesoendjoek itoe kahormatan dan perendahan pada orangTionghoa, seperti diantara orang-orang sopan, toeanroema memang wadjib oendjoekkan pada tetamoenja

Isinja itoe boekoe ada begitoe tida berharga, hingga kitamerasa sajang kaloe moesti boeang lebi banjak lagi darikita poenja tempo, boeat menoelis lebi djaoeh tentangitoe. Kita hendak kirim poelang boekoe itoe padapenoelisnja, tetapi merasa sajang boeat itoe 2 1/2 centjang kita bajar boeat porto. Djadi boeang sadja di dalemkrandjang kotor. Memang di sitoe, menoeroet haroesnja,itoe boekoe mesti dapet tempat.57

- 44 -

57 Lihat Tjhoen Tjhioe, no. 84, tahun 1914, lembar 2-3.

Page 48: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Penegasan dari pihak Tjhoen Tjhioe sebenarnya mengandungtiga hal dan keberatan mereka terhadap Mata Gelap-nyaMas Marco. Tulisan kemudian mendapat balasan yang cukuptegas pula dari Mas Marco:

Itoe perkataan tidak saja doeloe telah lazim boeatseseboetan atau memanggil bangsa Tjina, djoega sampesekarang itoe perkataan misih kami pakai boeat memanggilbangsa Tjina yang tidak soeka kami panggil Babah atauBah? O! tidak ada. Sebab kalau kami bertjampoer gaoeldengan orang Tjina, itoe seboetan selaloe kami goenakan,en toch tidak ada seorang yang menjangkal.

Apakakah koerang tjoekoep orang Djawa menghormatitetamoenja?! Apakah orang Djawa koerang Tjoekoepmenoendjoekkan keroekoenannja kepada tetamoenja?!Apakah orang Djawa koerang rendah dan mengalah?!

Kalau kami menjeboet Babah of Bah atau menjebut orangTjina dikata: menghina kepada itoe bangsa,sesoenggoehnja kami tida mengerti. Apakah sebabnjadikaart (Atlas) misih selaloe ditoelis: China (Tjina Mal ofJav)?

Kalau betoel-betoel toean tamoe tidak mengharapperselisihan dengan toean romah, kami harep ini perkaradjangan dibikin pandjang. Ingatlah, ini waktoe, waktoejang koerang baik diseloeroeh doenia.... Lain roepa kalautoean tamoe tjari-tjari perkara dengan toean romah, itoelain perkara. Kalau toean tamoe tidak dapat hidoeproekoen dengan toean romah, seharoesnja kami toeanromah mendjalankan bagaimana adilnja.58

Perdebatan ini terus berkepanjangan hingga menjadiperselisihan soal kebangsaan atau nasionalisme, antaranasionalis Jawa berdasarkan versi Marco dengan nasionalismebangsa Tionghoa. Kalau kita perhatikan konteksnya,perdebatan ini berkaitan dengan kebangkitan nasional bangsaHindia dan kebangkitan nasionalis Tionghoa. Pada tahun

- 45 -

58 Marco, “Mata Gelap: Boleh djadi lantaran seboeah boekoe bisa djadiperselisihan jang berat,” Doenia Bergerak, no. 28, tahun 1914, hal. 2-4.

Page 49: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

1911 banyak pelarian kaum muda nasionalis Tionghoa keHindia Belanda. Gelombang pelarian ini tiba di HindiaBelanda secara gelap dan mereka menyebar ke beberapatempat, terutama Surabaya, Semarang dan Batavia. Merekadatang ke Hindia untuk mengabarkan kepada orang-orangTionghoa lainnya bahwa sedang terjadi perubahan besar diTiongkok. Namun aktivitas mereka mendapat rintangan yangcukup besar baik dari negara kolonial maupun golonganTionghoa lainnya yang tidak menginginkan perubahan diTiongkok.

Kebanyakan orang Tionghoa yang menolak perubahan dinegerinya sendiri adalah golongan yang dikategorikan kaumtua atau kolot. Mereka membentuk kelompok teror Cina,yang dikenal dengan sebutan Thong. Dengan teror merekamendominasi kehidupan orang-orang Tionghoa kawulaHindia Belanda. Pusat gerakan Thong ada di Surabaya.59

Rupa-rupanya perdebatan ini tidak kunjung selesai, sebabbaik dari pihak Doenia Bergerak maupun Tjhoen Tjhioe tidakdapat menerima masing-masing posisi. Marco dengan MataGelap-nya langsung mengarahkan serangan terhadappengusaha-pengusaha Tionghoa yang berperan sebagai lintahdarat yang terus-menerus mencekik petani bumiputra. Danjustru inilah yang merupakan hal pokok dari keberanganpihak Tjhoen Tjhioe.

Mata Gelap dijual dengan harga f.0,5 tiap jilidnya dan dicetakoleh Insulinde Drukkerij di Bandung. Pendistribusiannyamelalui toko-toko buku milik beberapa perusahaansuratkabar, seperti Kaoem Moeda, Sinar Djawa, WartaPerniagaan, Taman Pewarta, Tjahja Sumatra dan Sarotomo.Mata Gelap terjual hampir mencapai 500 eksemplar.60

- 46 -

59 Untuk penjelasan bagaimana kerusuhan dilakukan oleh kelompokThong, lihat Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa, hal. 192-194.60 Lihat, Doenia Bergerak, no. 30, 1914, hal. 4-6.

Page 50: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Pembaca Mata Gelap kebanyakan kaum bumiputra yangtidak dapat mengenyam pendidikan Eropa. Memang,walaupun politik etis salah satu elemennya adalah“mengemban pendidikan”, namun dalam kenyataanpendidikan dilelang mahal oleh negara kolonial.61

Mata Gelap idenya sangat dipengaruhi gagasan Tirto dalamkaryanya, “Cerita Nyai Ratna”, yang merupakan karya Tirtoyang diumumkan secara bersambung di Medan Prijaji padatahun 1909. “Cerita Nyai Ratna” dilatar belakangi kehidupankota-kota modern kolonial, seperti Bandung, Batavia danBuitenzorg, di mana kota-kota tersebut menjadi tempattinggal para pengusaha perkebunan gula. Nyai Ratna adalahsalah satu gundik seorang pengusaha perkebunan yang padasaat itu ditinggal pergi oleh tuannya ke Eropa, sehingga iajadi rebutan kaum muda di kota Bandung. Kalau ditilik lebihteliti cerita ini melukiskan keadaan orang untuk mendekatiseorang Nyai harus mempunyai power, dalam pengertian iaharus mempunyai pengetahuan Eropa, seperti membacakoran, buku, dan sudah tentu harus punya uang.

Dari sini terlihat bahwa pertumbuhan dunia cetak-mencetakpada zaman pergerakan tidak terlepas dari pertumbuhan kota-kota besar, di mana para penghuni kota-kota besarmembutuhkan bacaan-bacaan yang menyenangkan danmenghibur mereka. Seiring dengan itu bacaan-bacaan sepertiStudent Hidjo, Semarang Hitam atau Tjermin Boeah Kerojalanmengambarkan bagaimana orang-orang desa yang berpindahke kota besar sangat terkesima dengan lampu-lampu gas,jalan-jalan beraspal, dan hasil-hasil program “pembangunan”kolonial lainnya. Sifat modern bukan hanya sesuatu yang

- 47 -

61 Berdasarkan catatan S.L. van der Wal pada tahun 1914-1915 lulusansekolah bumiputra klas dua tanpa mendapat pelajaran bahasa Belandahanya berjumlah 320.974 orang yang kebanyakan diserap sebagai tenagakerja murah di perusahaan-perusahaan Eropa. Pada tahun yang samalulusan ELS hanya mencapai 25.808 orang, sementara HBS dan MULO406 orang. Lihat S.L. van der Wal, ed., Het Onderwijs in Nederlands-Indie, 1900-1940, J.B. Wolters, Groningen, 1963, hal. 7.

Page 51: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

menghantam dunia rakyat Hindia tapi juga sesuatu yangdengan cepat dikunyah dan dimuntahkan kembali dalambentuk-bentuk yang sangat beragam.

Pada masa-masa awal pertumbuhannya produksi “bacaanliar” tidak mendapat rintangan yang berarti dari negarakolonial. Tapi ada perkecualian untuk tulisan SoeardiSoerjaningrat “Seandainya Saya Seorang Belanda,” yangditulisnya dalam rangka menyambut perayaan bebasnyaNederland dari kekuasaan Prancis. Dalam menulis karangantersebut Soeardi dibantu oleh kedua sahabatnya, DouwesDekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Tulisan inidiumumkan dalam suratkabar Indissche Partij, De Expres,yang saat itu tirasnya mencapai 1.500.

Karangan Soeardi cs ini dimulai dengan mengisahkan tahun1811 ketika Gubernur Jenderal Daendels menerima beritabahwa Nederland menjadi bagian dari Prancis. Ini berartiRaja Belanda pada saat itu Lodewijk Napoleon, saudarakandung Kaisar Napoleon, menerima baik pencaplokan itu.Pengibaran Triwarna Prancis di Hindia dilakukan setelahDaendels menerima persetujuan dari Raad van Indie (DewanHindia). Daendels yang benaknya penuh adegan-adeganperang, mengerahkan pribumi membangun infrastruktur danbangunan-bangunan perang untuk menghadapi serbuanInggris, musuh utama Prancis yang dengan nafsu kolonialnyasangat mengincar tanah Hindia yang kaya. Ia memprakarsaipembangunan jalan militer Anyer-Banyuwangi dan bentengbesar di Ngawi. Serbuan armada Inggris ternyata tidak terjadiselama Daendels berkuasa di Hindia. Daendels kemudiandipanggil oleh Napoleon untuk ikut menggempur Rusia. Iadigantikan oleh Gubernur Jendral Janssens. Baru beberapabulan Janssens berkuasa, Inggris sebagai musuh Prancisdatang ke Hindia untuk merampasnya. Armada Inggrismendarat dan menyerbu Sumatra dan Jawa. BalatentaraHindia Belanda kocar-kacir, Janssens tertangkap dan ditawan.Sejak itu Hindia menjadi jajahan Inggris. Pada tahun 1813

- 48 -

Page 52: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Napoleon Bonaparte jatuh menghadapi keroyokanbalatentara negara-negara Eropa. Nederland bebas kembalidari kekuasaan Prancis, dan untuk itu negeri jajahannyadiserahkan kembali pada tahun 1813. Seratus tahunkemudian, tahun 1913, kebebasannya dirayakan secara besar-besaran, baik di Nederland dan Hindia. Pesta tahun itu harusdirayakan lebih besar ketimbang pesta hari ulang tahun SriRatu Wilhemina.

Melihat perayaan semacam ini, “tiga serangkai” IPmengajukan beberapa pertanyaan yang sangat sengit kepadakekuasaan kolonial di Hindia. Jatuhnya Napoleon Bonaparteberarti kemerdekaan kembali bagi Nederland dan kembalinyaHindia di dalam kekuasaannya, lalu mengapa kita mesti ikutmerayakan? Lebih lanjut mereka mempertanyakan bukankahpada waktu Triwarna Belanda naik kembali ke angkasa untukkejayaan Nederland, bendera kita justru diturunkan ke tanah?Dan mengapa kebebasan Nederland dan naiknya kembaliTriwarna harus menyebabkan setiap keluarga membiayaipesta yang bukan pestanya dengan iuran sepicis?62

Dan mengapa bila kepala-kepala keluarga ini tidak kuat bayar,mereka harus tetap bayar dengan tenaganya? Bukankahpenghasilan bumiputra hanya sebenggol sehari, sehinggauntuk meriahnya pesta itu mereka harus serahkan tenagaselama empat hari, sementara anak bininya kelaparan berpestasendiri dalam perut dan rumahnya?

Bacaan ini ditujukan kepada dua pihak, yakni kekuasaankolonial dan rakyat Hindia. Gugatan di atas dianggapmenghina kekuasaan kolonial, meskipun disampaikandengan bahasa Belanda yang indah, penuh perasaan, murnidan mengharukan Nederlanders als Kolonialen. Dan gugatanyang membikin panas telinga pejabat kolonial inilah yangmenggiring Soeardi, Douwes Dekker dan Tjipto ke kandang

- 49 -

62 Pada saat itu, buruh-tani Jawa dikenakan pajak kepala sebesar 60 sensetiap orang, lihat, Creutzberg, Economic Policy in Nederlands-Indie, Eerstestuk, 1972, hal. 42.

Page 53: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

singa kolonial, De Exorbitante Rechten.63

Sebaliknya bagi kaum bumiputra gugatan Tiga Serangkai itutidak dapat dipahami maknanya. Meskipun IP merupakanorganisasi politik pertama di Hindia, tetapi karena anggotanyamayoritas orang-orang peranakan Eropa yang merupakangolongan yang tidak pernah terbukti punya gairah untukmembikin aksi besar. Selain itu gugatan mereka diungkapkandengan menggunakan bahasa Belanda yang tinggi, sehinggamuntahan-muntahan kata-kata tiga serangkai terhadapkekuasaan kolonial tidak dapat dimengerti oleh rakyatbumiputera. Ditambah pula mesin otak IP, De Expres hanyadibaca oleh golongan Indo dan tirasnya pun tidak lebih dari1500.64

“Bacaan Liar” Dalam Panggung PolitikPergerakan

Pada awalnya negara kolonial tidak begitu keras menghalangiproduksi bacaan liar, dalam pengertian tidak dilakukanpelarangan tehadap produksi bacaan liar. Hal ini berkaitandengan politik etis kolonial Belanda di Hindia yang mau“membimbing” rakyat jajahan memasuki dunia modern.

- 50 -

63 Berdasarkan besluit gubernur jenderal tanggal 18 Agustus 1913,Douwew Dekker dibuang ke Kupang, Tjipto dibuang ke Bangka danSoeardi ke Ambon. Namun ketiganya di depan pengadilan mendapattawaran untuk pergi ke negeri Belanda. Tawaran ini langsung dariGubernur Jendral Idenburg, sebuah tawaran yang bisa dimengerti karenapolitik kolonial memberlakukan Forum Privilegiatum, sebuah forumyang memperlakukan bangsawan bumiputra sampai ke bawah gelarRaden Mas atau setarafnya dan anak sampai cucunya sederajat denganorang Eropa di depan pengadilan. Saat pengadilan Tjipto yang palingbersikeras untuk dibuang ke Bangka, namuî entah kenapa ia harusmenerima tawaran pergi ke Negeri Belanda. Lihat Paulus HendrixCornelis Jongmans, De Exorbitante Rechten van Den Gouveneur-Generalin Praktijk, Drukkerij En Uitgeverij J.È De Bussy, Amsterdam, 1921,hal. 197.64 Lihat, G.H. Von Faber, A Short History of Journalist in the Dutch EastIndies, Soerabaja. G. Kolff & Co, tanpa tahun terbit, hal. 143.

Page 54: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Negara kolonial Belanda memang tidak melarang bacaannya,tetapi menyekap para pengarangnya di penjara melalui alat-alat kolonialnya, seperti pasal 161 dan 171 bis serta pasal153 bis dan ter. Undang-undang kolonial ini menyatakan“barang siapa dengan sengaja menyiarkan kabar bohong danmenimbulkan kabar yang meresahkan di kalangan rakyatakan dikenakan hukuman penjara maksimum 5 tahun ataudenda 300 rupiah”.65

Tetapi dalam kenyataannya kebijaksanaan negara kolonialini jarang dilakukan secara ekstrim. Marco, Semaoen,Darsono atau yang lainnya tidak pernah dihukum selama 5tahun, tapi rata-rata hukumannya antara 1 sampai 2 tahun.Semangat politik etis maunya dijadikan simbol netralitasnegara kolonial terhadap kaum pergerakan sepanjang merekatidak menentang kekuasaan kolonial. Politik Etis jugamengemban kepentingan menjinakkan pergerakan–agartidak cenderung mengarah pada radikalisme.

Namun demikian dalam struktur kelas masyarakat kolonialyang penuh ketimpangan. Tentu kelas yang tersubordinasiakan melakukan reaksi terhadap kekuasaan kolonial tersebut.Tapi negara kolonial dapat mengontrol atau menghambatpraktek gagasan yang berasal dari luar, seperti vergadering(pertemuan), sosialisme, nasionalisme, imperialisme,demokrasi, kapitalisme, pemogokan dan seterusnya. Contohyang paling baik adalah “Soerat Perlawanan Persdelict” yangdilancarkan oleh Marco. Di situ ia tetap memegangprinsipnya “Berani karena benar takoet karena salah,”sebagaimana ia rumuskan perlawanannya sebagai berikut:

... disitoe saja hanja memoedji kebraniaan, tetapi boekanbolehnya mmelakoekan pekerdjaan jang disertai dengankeberanian (durven) itoe. Semoea orang mempoenjaikeberaniaan, itoelah saja katakan mempoenjaikemanoesiaan. Djadi dengan singkat, kemanoesiaan sama

- 51 -

65 Lihat, Dr. A.D.A De Kat Angelino, Colonial Policy: The Dutch EastIndies, Vol. II. The Hague, Martinus Nijhoff, 1931, hal. 136-137.

Page 55: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

dengan keberaniaan.

Sepandjang faham saja, keberanian itoe tidak djahat dandjoega tidak baik. Karena itoe kebraniaan tergantung daripekerdjaan jang didjalankan seperti: berani mati (adakeberanian boeat mati); Brani menoeloeng orang (adakebraniaan boeat menoeloeng orang) begitoe seteroesnja.Djadi terang sekali kebraniaan itoe tergantoeng pekerdjaanjang dilakoekan.66

Di sini Marco secara sadar memperoleh pengetahuan dariMultatuli bahwa keberanian untuk menyelamatkan semuamanusia. Dan dengan keberanian itu diharapkan semuamanusia bisa damai.

Namun demikian gugatan Marco selanjutnya terhadapkekuasaan kolonial di Hindia tidak berhenti di situ saja.Bahkan ia semakin sengit dan kritis ketika menghubungkan“Babad Tanah Djawa” dengan kekuasaan kolonial, sebagailegitimasi negara kolonial:

Kalau orang jang pernah tinggal didalam ResidentieRembang tentoe tahoe itoe wajang jang mentjeritakanbabad tanah Djawa dan Belanda jang doeloe samaberperang, seperti: Oentoeng Soerapati; Troenodjojo; dannama-nama Belanda: Moerdjangkoeng, jaitoe G. GeneraalJan Pieters Zoon Coen; Baron Sekender, jaitoe G. GeneraalMr. G.A. Ph. Baron van der Cappellen.67

Kalau kita tilik secara teliti, di sini hadir Marco yang begitumembenci kolonialisme, terutama perkebunan gula. Hal initerutama kelihatan ketika ia membicarakan Van derCappellen, orang yang pernah menjadi Menteri Jajahan danorang yang membuat kebijaksanaan Domeinverklaring untukkepentingan modal pabrik gula.68

- 52 -

66 Persatoean Hindia, 7 Agustus 1920.67 Ibid.68 Lihat risalah anonim, Onze Kolonialå Modderpoel (Politik KolonialComberan Kita) tanpa penerbit dan tahun terbit. Buku ini adalah bukuterlarang.

Page 56: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Pengetahuan Marco tentang kekuasaan pabrik gula diperolehdari bukunya H.E.B. Schmalhausen yang berjudul Over JavaEn De Javanen, terbit tahun 1916. Buku ini mengisahkancara pabrik gula menyewa tanah orang-orang desa tanpamengeluarkan banyak ongkos yang besar untuk menyewatanah melalui polisi desa, lurah, dan carik desa. Dengan carademikian pabrik gula tidak mengalami kesulitan berarti untukkeluar masuk rumah-rumah orang desa yang tanahnyahendak disewa pabrik. Sebahu tanah sawah disewa oleh pabrikselama 18 bulan (seumur tebu yang sudah dapat dipanen)dengan harga f.66,- (enam puluh rupiah), sedangkan kalaupara petani menanam beras dan hasil panennya dijual akanmencapai f.300 (tiga ratus rupiah), sehingga orang desa rugif.234 (dua ratus tiga puluh empat rupiah).69

Untuk lebih mempertegas kedudukan bacaan politik yangdiproduksi oleh para pemimpin pergerakan untuk menentangpolitik negara Hindia Belanda, maka perlu dibandingkandengan tulisan-tulisan lainnya, misalnya perang suara antaraRaden Darsono dengan Abdoel Moeis tahun 1918.Perdebatan ini masih mempersoalkan dominasi kekuasaanpabrik gula di Jawa. Awal perdebatan ini dimulai karenaadanya perluasan pabrik gula yang terus-menerus di Jawa,sehingga areal untuk menanam padi terus berkurang. Denganberkurangnya areal penanaman padi, maka beras harusdiimpor dari negeri lain, sehingga harga beras melonjak tinggi.

Tentang hal ini Abdoel Moies menulis di Neratja pada tahun1918:

Hal menanami padi keboen-keboen goela dengan padiitoe soedah mendjadi boeah pikiran dalam beberapagolongan, malah pemerentah djoega lagi menimbang-nimbang, apakah tidak baik kalau disoeroeh tanami 20atau 30 persen dari keboen-keboen teboe boeat tahoenini sadja dengan padi.

- 53 -

69 Untuk hal ini, lihat penjelasan Marco, “Apakah Pabrik Goela ItoeRatjoen Boeat Bangsa Kita?!,” Sinar Djawa, 26 Maret 1918.

Page 57: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Fikiran pemerentah ini soenggoeh moelia sekali. Dimoesim ini haroeslah ada beras, beras, dan fabriek-fabriekgoela itoe memang kelebihan goela jang tidak bisa didjoeal,djadi patoetlah sebagian dari pada tanah-tanah sawah, jangfabriek soedah sewa boeat tanaman goela, ditanami denganpadi.

Boleh Djadi Suikersyndicaat, makanja sekarang tinggaldiam, tidak kedengaran protes lagi, soedah mendapat poelaketerangan ini dan berasalah mereka itoe, bahwa sebenar-benarnja atoeran menanam padi itoe, beloem tentoe akanmenjoesahkan benar-benar kepala fabriek, sebab, sebagaidiseboetkan di atas, goela jang berdjoeta-djoeta tonnoempoek di Hindia, beloem tentoe bisa lekas terdjoeal,djadi beloem tentoe fabriek-fabriek goela maoe atau bisabertanam goela sebanjak biasa, sebab beloem tentoe apamodalnja ada tjoekoep.

Marilah kita pandang, berapa banjaknja oeang oepahanitoe jang akan djatoeh ketangan kaoem boeroeh, kalausekiranja fabriek bertanam padi.

Rata-rata pendapatan 1 baoe sawah ialah 12 picol beras,tapi baiklah diambil rojaal, jaitoe 15 pikoel beras sebaoe.

Bagian jang mengerdjakan sawah (koeli-koeli), selamanjahanja setengah dari pendapatan, jang setengah lagi ialahbagian jang poenja sawah (di dalam hal ini toean pabriek).

Djadi njatalah bahwa bagian penjawah (koeli-koeli), hanja7 setengah pikoel beras dalam 1 baoe, jang mana, kalaudidjoeal dengan harga f. 10 sepikoel, akan memberi oeangf. 75 kepada koeli-koeli.

Dari pada perbandingan jang sederhana ini sahadja soedahnjata bahwa lebih baik fabriek bertanam teboe (kalautjoema boaet setahoen sadja) dari pada bertanam padi,sebab goela memberi oepahan f. 250 dari pada tjoema f.75.70

Pernyataan Abdoel Moeis ini mendapat tanggapan yang serius

- 54 -

70 Abdoel Moeis, “Pendjaga Bahaja Kelaparan,” Neratja, no. 64, 3 Apriltahun 1918.

Page 58: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

dari R. Darsono yang menyatakan:

Setelah membatja kalimat di atas ini, tentoelah toean-toeanpembatja mempoenjai fikiran, bahwa didalam kalimat itoeada permoehoenan dan pengemisan, boekan perminta’an.Teranglah djika toean Abdoel sama sekali tidakmempoenjai hati kekerasan, selamanja berlakoe mendjilat.

..... Boeat ini tahoen moesti di kembalikan pada si taniboat ditanami padi.

Djadi di tahoen-tahoen akan jang datang ta’ perloedikoerangkan adanja teboe, boeat ini tahoen sadja bolehdjaga. Boekan begitoekah maksoed kalimat terseboet?Akan tetapi toean Abdoel poeter sadja, boekan boeat initahoen, katanja, akan tetapi boeat selama-lamanja diamoefakat djika keboen teboe dikoerangi. Ja, Kareltje, gaje gang maar, itoelah namanja menipoe pembatjanja.

..... Tanaman teboe satoe bahoe kasih penghasilan samakromo f. 250, lain-lainnja taneman tjoema f. 720 (inimenoeroet itoengannja Doel ngemis). Boekan f. 720 tetapif. 120.

Satoe tandalah djika toean Abdoel sama sekali tidak tahoeapa jang dipikir dan ditoelis. Dia mengatjo sadja danmengamoek; menoelis karangan lebar pandjang jangkeloear dari kepalanja lain orang, boaet membikinbingoengnja pembatja.

Selamat djalan di lapang pergerakan toeankoe Abdoel!71

Bantahan Darsono terhadap Abdoel Moeis, ditujukan untukmemberikan pengetahuan yang benar tentang kesengsaraanbumiputra yang diakibatkan oleh kekuasaan modal.Sebenarnya kesengsaraan rakyat jajahan bukan akibat perang,tetapi berdasarkan istilahnya, kesengsaraan diakibatkan olehsetan oeang. Pengertian setan oeang di sini diarahkan padapara pemilik pabrik gula atau para pemilik modal. Lebihlanjut Darsono mengatakan, “...di Hindia selama toemboeh-

- 55 -

71 Lihat Darsono, “Boedak Setan Oeang Abdoel Moeis Angkat Bitjara!,”Sinar Djawa, 16 April 1918.

Page 59: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

toemboehan bisa hidoep, SETAN OEANG, jang dengan rapidilindoengi oleh pemerintah, soedah membikin sengsaranjara’jat.”72

“Setan Oeang” adalah kosakata politik pada zamanpergerakan. Istilah ini tidak hanya mengacu pada pabrik gula,tetapi meliputi segala bidang di mana modal dapat berkuasa,seperti pendidikan, perkebunan, ataupun pajak. Pengertian“Setan oeang” ini diperkenalkan oleh kaum sosialisrevolusioner Belanda, yang kemudian mendirikan ISDV padatahun 1913 di Surabaya. Tulisan-tulisan mereka tentangmodal yang senantiasa ditentangkan dengan kaum buruhditerjemahkan oleh Semaoen,73 sebagai salah seorangbumiputra yang menjadi anggota ISDV.

Dalam hal pendidikan di Hindia Belanda, orang-orangpergerakan seperti Darsono melihat institusi ini sebagaibarang yang dilelang mahal. Mahalnya pendidikan tak dapatdilepaskan dari Politik Etis dan pinjaman dana pendidikansejumlah f.40.000.000,- florin dari Parlemen Belanda padatahun l905.74

Jika ditempatkan pada tempatnya (kolonialisme dan geraklaju modal) dapat dipahami mengapa pendidikan dijadikanbarang dagangan. Sebagaimana ditegaskan saudara Darsonodalam tulisannya yang berjudul “Giftige Waarheidspijlen”:

Djika saja berani membilangkan, bahwa hampir semoeasekolahan jang diadakan di Hindia sini tjoema boeatmembesarkan keontoengan setan oeang Asing, itoelahsebenarnja djoega, itoelah boekan omong kosong.

Sekolah machinist boeat pabrik-pabrik atau spoor dan

- 56 -

72 Darsono, “Abdoel Moeis Boedak Setan Oeang,” Sinar Djawa, 8 April1918.73 Banyak tulisan politik orang-orang ISDV diterjemahkan oleh Semaoen,misalnya persdelict Sneevliet, atau artikel Sneevliet lainnya “Zegepraal,”yang menceritakan kemenangan Revolusi Sosialis pertama di Rusia danhubungannya dengan keadaan di Hindia.74 Lihat Amry Van de Bosch, The Dutch East Indies, hal. 51.

Page 60: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

tram, kepoenjaan setan oeang asing. Sekolah Opzichterbegitoe djoega; sekolah dagang idem; opleidingsschoolboeat ambternaar idem; H.B.S. idem; cultuurschool diSoekaboemi idem; sekolah dokter setali tiga oeang, danbegitoe sebagainja.75

Pengetahuan Darsono mengenai hal ini ia peroleh sesudahmembaca karya Clive Day, The Policy and Administration ofthe Dutch in Java, yang terbit tahun 1902. Dalam karyatersebut ditegaskan bahwa banyak para pemuda Jawa yangtidak mampu masuk Kweekschool untuk pendidikan guruatau untuk masuk HIS, sebab ongkos sekolahnya selamaempat bulan sebesar f.50,- dengan masa belajar 6 tahun.

Perdebatan antara Darsono dan Abdoel Moeis tidak selesaisampai di situ, tetapi meluas hingga menjadi pertentanganterbuka dalam bentuk tulisan. Darsono tahu bahwa tulisanyang dikarang Abdoel Moeis tidak ke luar dari isi kepalanyasendiri, tetapi ada orang lain yang turut campur dalamtulisannya.76

Hampir seluruhnya tulisan politik Darsono pada tahun 1918memakai judul “Giftige Waarheidspijlen” (Panah PengadilanBeratjoen). Judul tulisan ini ia gunakan untuk menentangkeputusan-keputusan kekuasaan kolonial di Hindia yangsenantiasa menjaga kepentingan modal. Tulisan-tulisanpolitik semacam ini lahir dari dan karena zamannya, di manapuncak Perang Dunia I telah melahirkan situasi politik yangbaru di Negeri Belanda. Perubahan situasi ini kemudian ikutmempengaruhi kebijaksanaan-kebijaksanaan kolonial diHindia Belanda.

- 57 -

75 Darsono, “Giftige Waarheidspijlen” (Panah Pengadilan Beratjoen),”Sinar Hindia, 2 Mei 1918.76 Dalam salah satu tulisannya Darsono mempertanyakan, apakahkarangan Abdoel Moeis yang berjudul “Pendjaga Bahaja Kelaparan”merupakan hasil buah pikiran Hadji Agoes Salim, orang yang dekatdengan Gubernur Jenderal Idenburg (1909-1916). Idenburg adalah ketuaPartai Anti Revolutioner di Belanda. Mengenai riwayat singkat Idenburg,lihat Amry Van den Bosch, The Dutch East Indies.

Page 61: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE

Akhir tahun 1918 dan awal tahun 1919 merupakan awalzaman pemogokan–terutama terjadi di kota Semarang, yangmerupakan kota besar pada zaman kolonial. Naiknya hargakebutuhan pokok merupakan pendorong aksi pemogokandi beberapa pabrik, seperti PFB, VSTP, buruh cetak danPPPB. Kekurangan beras juga terjadi akibat perluasan pabrik-pabrik gula yang merajah areal penanaman padi. Untuk ituberas harus diimpor dari luar negeri.

Untuk mempertahankan Hindia Belanda, pemerintahmelibatkan rakyat bumiputra dengan membentuk sebuahkomite pertahanan Hindia yang disebut dengan IndieWeerbaar. Keputusan ini ditolak oleh kalangan pergerakan,seperti Semaoen yang menulis sebuah brosur Anti-IndieWeerbaar, atau Marco yang menulis sajak Anti-Indie Weerbaar.Pada tahun 1918, pemerintah kolonial membentuk Volksraad(Dewan Rakyat). Pembentukan Volksraad ini menimbulkanpertentangan di kalangan pergerakan. Volksraad merupakansebuah wadah untuk merangkul orang-orang pergerakan danagar bumiputra dapat lebih akrab dengan proyek serta gagasanpenguasa kolonial. Namun hal yang paling penting daripendirian Volskraad adalah proses dominasi dan subordinasiatas berbagai organisasi sosial-politik dan keinginan untukmengontrol perkembangan masyarakat kolonial baik secaralangsung maupun tidak.

Pemogokan-pemogokan pada tahun 1918-1919 yangdilancarkan oleh beberapa organisasi serikat buruh berhasildengan baik, dalam pengertian tuntutan-tuntutan kenaikanupah dapat dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan Belanda.Negara kolonial memandang pemogokan ini sebagai“perjuangan ekonomi,” karena itu tidak ada usaha untukmenekannya. Lagipula jika rakyat buta terhadap hak-hakpolitiknya, mereka tidak dapat berbuat banyak untukmengejar keterbelakangan ekonominya. Ini berarti rakyatjajahan selalu kekurangan pengetahuan untuk meningkatkandiri mereka sendiri dari keterbelakangan–mereka tidak akan

- 58 -

Page 62: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

pernah mengembangkan dirinya sendiri baik secara cepat ataubertahap–dan akan menjadi mangsa di dalam perselisihandiri mereka sendiri. Oleh karena itu keinginan perjuanganekonomi, jika berhasil baik, merangsang perkembanganpolitik. Kira-kira begitulah pikiran pemerintah kolonial.Posisinya didasari sikap “grooten onbekende” (kebajikan yangnetral), membatasi peranannya untuk mengurus tata tertibdan akan menengahi hanya jika diminta oleh serikat-serikatburuh untuk menyelesaikan konflik-konflik perburuhan.77

Kebijakan kolonial dalam mengatasi pemogokan-pemogokantersebut mendapat sambutan baik dari beberapa pemimpinpergerakan, seperti R.M. Soerjoepranoto, Abdoel Moeis,Agoes Salim, Dwijosewojo dan Tjokroaminoto. Namun dipihak lain, juga ada orang-orang pergerakan yang menentangkebijakan kolonial tersebut seperti Semaoen, Darsono danMarco. Kebijakan ini dipandang dapat menyesatkan kaumburuh agar hanya berhenti pada “perjuangan ekonomi”semata dan tidak menghindarkan kaum buruh dariperjuangan politik.

Dengan latar belakang situasi yang penuh kontradiksi inimuncul tulisan politik Darsono yang berjudul “GiftigeWaarheidspijlen” (Pengadilan Panah Beratjoen). Tulisan inidiarahkan langsung kepada negara kolonial. Darsonomemulai “Giftige Waarheidspijlen”-nya denganmempersoalkan pendidikan kolonial yang dilaksanakan diHindia Belanda, yang semata-mata hanya untuk kepentinganpemilik modal:

Djika saja berani membilangkan, bahwa hampir semoeasekolahan jang diadakan di Hindia sini tjoema boeatmembesarkan keoentoengan setan oeang asing, itoelahsebenarnja djoega, itoelah boekan omong kosong.

Sekolahan machinist boeat pabrik-pabrik atau spoor dantram, kepoenjaan setan oeang asing. Sekolah opzichter

Edi Cahyono’s experiencE- 59 -

77 Mededeeling den Regeering Omtrent enkele Onderwepen van AlgemeenBelang, 1919, hal. 3.

Page 63: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

begitoe djoega; sekolah dagang idem; opleidings schoolboeat ambtenaar idem; cultuurschool di Soekaboemiidem; sekolah dokter setali tiga oeang, dan begitoesebagainja.78

Apabila dibandingkan dengan India dan Filipina, pergerakandi Hindia Belanda dimulai sangat terlambat. Ada beberapafaktor yang menentukan hal tersebut. Pertama, pergeseransistem merkantilisme ke kapitalisme baru berlangsung setelahsistem tanam paksa dihapuskan tahun 1870. Sementara itukepulauan-kepulauan di daerah luar Jawa baru dapat dikuasaisecara efektif setelah tahun 1900. Akibatnya, pengaruhpengetahuan Barat belum dapat berkembang. Danpendidikan gaya Barat diperkenalkan oleh Belanda jugasangat lambat. Di India pendidikan gaya Barat telahdiintroduksi oleh Inggris pada akhir abad ke-17, sedang diFilipina malah telah dimulai oleh Spanyol pada abad ke-15.Sementara di India dan Filipina pada awal abad ke-20 jumlahpelajar sekolah menengah dan universitas telah mencapairibuan orang, di Hindia hanya berkisar ratusan orang danitu hanya untuk ELS dan HIS atau HBS. Hanya beberapaanak Hindia yang dapat melanjutkan sekolahnya lebih majuke tingkat universitas dan itu hanya untuk beberapa tahun.Pada tahun 1906 hanya 8 pelajar Hindia yang studi di Leidendan pada tahun 1908 hanya 5 orang yang belajar di Belanda.79

Maka tidak heran jika di Filipina pada paruh abad ke-19telah muncul organisasi modern yang bernama Katipunan(Kataastaasang Kagalang-galang na Katipunan ng mga Anakng Bayan) yang dipimpin oleh Dr. Jose Rizal. Sedangkan diHindia pemberontakan petani terus menerus kalah, karenamenunggu datangnya sang ratu adil.

Selain itu pelajar-pelajar Hindia yang dapat meneruskan

Edi Cahyono’s experiencE- 60 -

78 Darsono, “Giftige Waarheidspijlen (Panah Pengadilan Beratjoen),”Sinar Hindia, 2 Mei 1918.79 Noto Soeroto, “De eerste organisatie van Indonesieró in Nederlands,”Indische Gids, Januari 1929, hal. 238.

Page 64: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

sekolahnya ke negeri Belanda dipilih dari kalangan keluargakerajaan, seperti R.M. Soerjosoeparto (kemudianMangkunegara VII), R.M. Woerjaningrat, Pangeran Ngabehi(kemudian Pakubuwana XI), dan Pangeran Hadiwidjaja.Semuanya adalah orang yang memainkan peranan pentingdi dalam tubuh Boedi Oetomo pada tahun 1910-1920. Merekadi Belanda hanya mempelajari kebudayaan Jawa untukkepentingan kekuasaan kolonial di Hindia Belanda.80

Sebagaimana kata Darsono, bahwa berdirinya sekolah-sekolah di Hindia Belanda juga hanya untuk kepentingan“setan oeang.”

Selanjutnya dalam tulisan yang sama Darsono jugamengecam tindakan kekuasaan kolonial Belanda dalammembatasi pendidikan di luar sekolah yang resmi, sepertimenghadiri rapat-rapat umum yang diadakan olehperhimpunan-perhimpunan:

Pada tanggal 9 Mei jang laloe di gedong Oost Javabioscoop Semarang diadakan openbare vergadering olehperhimpoenan I.S.D.V. Maka atas perminta’an idzin boeatitoe vergadering bermoela toean asistent resident dari kotaSemarang mendjawab tidak boleh diadakan. Kedoeakalinja I.S.D.V. minta idzin lagi di djawab: boleh djoegadiadakan, akan tetapi orang jang terpeladjar dari kepolowargo S.I sadja jang boleh datang mengoendjoengi, sedanglain-lainnja orang masih bodo dilarang mendengarkan itoevergadering I.S.D.V. tidak setoedjoe sama ini poetoesan.

Pendjawaban toean A.R. jang kedoea kali jaitoe: “bolehdiadakan vergadering, akan tetapi orang jang terpeladjardan kepolo worgo S.I. sadja jang boleh mengoendjoengiitoe vergadering, si bodo dilarang oentokmendengarkannja,” ini pendjawaban sedikit maoe sajaterangkan.

Sedang toean A.R. sendiri tahoe, bahwa pemarentahtentang pengadjaran boeat ra’jat berdjalan begitoe pelan

Edi Cahyono’s experiencE- 61 -

80 Takashi Siraishi, An Age in Motion, Popular Radicalist in Java, 1912-1926, hal. 6-7.

Page 65: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

seperti keong (slak) dia maoe mengelarang si bodo boeatmendengarkan itoe vergadering jang dapat menambahkankepandaian dan melebarkan pemandangannja. Djikatoean A.R. betoel maoe menoeloeng ra’jat, maka sajaharaplah jang ia maoe dengar lekas memintakan padapemerentah sekolahan-sekolahan jang tjoekoep boeatra’jat, djangan sampai boleh dikatakan di sini ada orangbodo.81

Kenapa negara kolonial tidak mau mengadakan sekolah-sekolah tinggi bagi kemajuan bangsa Hindia? Karenakekuasaan kolonial di Hindia tidak mau mendatangkanpengajar-pengajar dari Eropa yang bayarannya sangat tinggi.Alasan kedua yang lebih penting karena sampai saat ituperkembangan modal tidak menuntut tenaga kerja bumiputra(yang jelas lebih murah) yang berpendidikan tinggi karenarelatif masih bisa diatasi oleh orang Belanda sendiri, Untukpendidikan mereka lebih suka memakai tenaga pengajarpribumi lulusan Kweekschool yang bayarannya murah. DiHindia guru-guru sekolah lulusan Kweeksschool setelahbelajar selama 6 tahun hanya dibayar f. 35, sedangkan guru-guru sekolah Tionghoa dibayar f. 100,-. Keadaan semacamini yang menyebabkan para pemuda bumiputra menolakmasuk Kweeksschool. Secara politik negara kolonial jugamembatasi pengetahuan Eropa yang harus diajarkan disekolah-sekolah, terutama setelah Dr. Snouck Hugronjemenemukan formulasinya dengan menerapkan gagasanasosiasi. Inti konsep tersebut: bahwa pribumi akan ikutberpatisipasi dalam proses kemajuan Hindia di bawahbimbingan orang Eropa, karena dari segi peradaban orangHindia jelas ketinggalan. Kemajuan ini sangat ditopang olehpendidikan Eropa, dan hanya pribumi yang dapat menghayatiilmu pengetahuan Eropa dapat ikut berpartisipasi dalam“pembangunan” koloni. Hal lain yang juga sangatmendukung terseok-seoknya sistem pendidikan di Hindia

Edi Cahyono’s experiencE- 62 -

81 Darsono. “Giftige Waarheidspijlen, hal Pemerentah dan Ra’jatOnderwijsstelsel”, Sinar Hindia, 14 Mei 1918.

Page 66: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Belanda adalah pemisahan pendidikan sekolah berdasarkanras. Keturunan Tionghoa mengenyam pendidikan di sekolahTionghoa, sedangkan Eropa totok dan keturunan Eropa sertakeluarga priyayi atau keturunan bangsawan Jawa dapatmengenyam pendidikan ELS, HBS atau MULO, sedangkanuntuk orang pribumi atau anak priyayi rendahan hanya dapatmenikmati tweede klass (sekolah bumiputra klas dua tanpabahasa Belanda).82

Kemudian hal lain yang diungkapkan dalam tulisan GiftigeWaarheidspijlen-nya Darsono, adalah tentang tulang-punggung ekonomi Hindia Belanda, yakni gula dankekuasaannya. Membicarakan persoalan gula berartimembicarakan politik kekuasaan kolonial. Sebab seandainyaterjadi krisis gula, pasti akan terjadi krisis politik danakibatnya bursa saham di Amsterdam akan goyah. Jadi,apabila orang membicarakan gula, apalagi soal kekuasaannya,maka harus siap dengan senjatanya, yakni pengetahuannyatentang gula dan harus siap menanggung resikonya untukmasuk bui. Seorang administratur pabrik gula di Jawa adalahorang yang sangat berkuasa, lebih berkuasa dari bupati, asistenresiden atau residen sekalipun. Sebagaimana ditegaskanSemaoen dalam novel politik-nya Hikajat Kadiroen yangterbit tahun 1920, “sa-orang administratur fabriek goela adaberpangkat besar, kaja, dan semoea orang kenal sama dia sertapertjaja kepadanja, tetapi sa-orang “Soeket”, (Soeket adalahpolisi desa.)se-orang ketjil, tidak dikenali oleh orang banjak,apalagi oleh sa-orang ambtenaar sebagai Assitent-Wedonojang membawahkan sampai 10.000 orang ketjil.”

Dalam masa sulit pada tahun 1918, ketika muncul bahayakelaparan, akibat bertambahnya areal penanaman tebu,beberapa pemimpin pergerakan berusaha dengan jalankompromis berembuk dengan Gubernur Jenderal yanghasilnya sia-sia, sebagaimana Darsono mengungkapkan:

Edi Cahyono’s experiencE- 63 -

82 Dr. A.D.A. De Kat Angelino. Colonial Policy: The Dutch East Indies,Vol. II. The Hague, Martinus Nijhoff 1931, hal. 231-233.

Page 67: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Bagaimana telah dikabarkan, maka saudaraTjokroaminoto bersama-sama S.S. Hassan Djajaningratdan Sosrodanoekoesoemo pergi ke Bogor boeatberemboek sama toean Gouvernur Generaal van LimburgStirum tentang kekoerangan makan, jang sekarangmeneradjang penghidoepannja anak Boemipoetera diTanah Djawa sini. Akan tetapi sia-sia belaka!Permintaan-permintaan tentang hal itoe, jang telah dilahirkan olehperh. perh S.I., I.S.D.V., dan Insulinde akan dipikirkandan ditimbang doeloe oleh pemerentah. Ataspermintaannja saudara Tjokroaminoto, jang soepajakeboen teboe moelai ini tahoen dikoerangi separo (50%)toean van Limburg Stirum menjaoet, djika temponjabeloem datang boeat mengoerangkan itoe. Temponjabeloem datang of beloem temponja boeat mengoerangkanitoe keboen teboe.83

Meskipun Gubernur Jendral Van Limburg Stirum adalahgubernur jendral yang paling liberal, dalam arti mau mengertidan mentolerir pergerakan, tetapi untuk mengambilkeputusan yang merugikan kongsi gula, Suikersyndikaat,adalah hal yang tidak mungkin. Sebab Suikersyndikaat dengankekuatan modalnya dapat mengatur seorang gubernurjenderal. Tanpa mengikuti watak kekuasaan modalSuikersyndikaat, ia dapat dimutasi ke daerah koloni lainnyayang sulit dan jauh dari kemewahan. Dan yang lebihmenyedihkan lagi, lelang barang-barang miliknya akandibayar murah sekali atau samasekali tidak dibeli oleh parapemilik pabrik gula.84

Edi Cahyono’s experiencE- 64 -

83 Darsono. “Giftige Waarheidspijlen,” Sinar Hindia,14 Mei 1918.84 Pabrik-pabrik gula biasanya mempunyai koran lelang, yakni untukkeperluan mengumumkan pelelangan barang-barang pejabat gubermenyang pindah ke tempat yang baru. Para pengusaha Eropa, Tionghoa dankaum modal onderneming akan menilai penting kedudukan pejabattersebut dalam urusan-urusan melancarkan perdagangan dan perkebunan.Lebih menentukan kedudukannya dan sering membela kepentinganonderneming, lebih tinggi hasil lelangannya. Seorang gubenur jendralyang membela kepentingan kongsi pabrik gula bisa mengantongi 300.000gulden lebih untuk sebuah bola dunia penghias kamar studinya. Seorang

Page 68: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Melihat tindakan yang diambil oleh Gubernur Jenderal vanLimburg Stirum, dengan menolak pengurangan arealpenanaman tebu hingga 50%, Darsono mengguratkansikapnya:

Pada politiek jang didjalankan oleh pemerentah-pemerentah jang sekarang kebanjakan masih terpegangoleh kaoem kapitalist!Saja masih ingat saja beloem loepatelegram satoe minggoe jang telah laloe, bagaimanaperminta’annja Centraal Sarekat Islam pada pemerentahtjilaka Belaka. Minta soepaja keboen teboe dikoerangkan50% atau separo, G.G. tidak moefakat, BELOEMtemponja, sedang van Limburg Stirum tahoe djikasemangkin lekas regeering menanam hatsil jang dapatdimakan, ra’jat tambah senangnja dan selamatnja. Akantetapi tidak! Atas perminta’annja S.I. tentang membikinkoerang keboen teboe dikasih pembalasan, jang terangsekali tindasan dan kekoeasaan jang didjalankan setanoeang di atas pemerentah.”Indie Weerbaar’’ bermaksoedjang soepaja Hindia hidoepnja tidak tergantoeng dari lainnegeri??? jang mendjadi lid dari itoe Indie Weerbaarhampir semoea kapitalisten, jang sekarang mengoerangkansawah boeat tanami padi sampai sekarang apa bahajakekoerangan makanan djika kita tergantoeng dari lainnegeri tentang hal tjandoe dan alcohal, na itoe apa bolehboeat! Maar neen, kita tergantoeng dari lain negeri tentanghal padi dan lain-lain hal makanan dari sebab tabiat-tabiatsetan oeang.85

Darsono, kemudian selalu mengaitkan perkembangan

Edi Cahyono’s experiencE- 65 -

Residen dapat memperoleh 43.000 gulden untuk sebuah botol tinta danmistar meja tulis. Yang membelinya pengusaha-pengusaha besar yangberkepentingan dengan sang pejabat. Barang-barang lelangan itu bahkanbisa mencapai harga lebih tinggi lagi, apabila diketahui pejabat itu mampubersikap keras terhadap bumiputra dan menguntungkan para pengusahabesar dalam tindakan-tindakannya. Untuk deskripsi yang sangat baiktentang persekongkolan kaum modal dengan para pejabat kolonial melaluimedia koran lelang, lihat Brosur Mr. J. Van Den Brand, De MillioenenUit Deli, Amsterdam. Hoevekeò & Wormser, 1902, hal. 267-268.85 Darsono, “Giftige Waarheidspijlen,” Sinar Hindia, 8 Mei 1918.

Page 69: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

industri gula denagan persoalan Indie Weerbaar. Inimerupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari modal.Rakyat bumiputra diharuskan ikut membantu peperanganantar imperialisme. Perang Dunia I adalah peperangan diantara negeri-negeri imperialisme yang berebut tanah-tanahjajahan. Untuk itu negeri Belanda yang merasa terancamtanah jajahannya jatuh ke tangan Jerman, bersekutu denganInggris dan Amerika. Karena Nederland tidak punyabalatentara yang kuat, maka perlu diadakan mobilisasi rakyatbumiputra agar ikut berperang, dengan dalihmempertahankan “kemerdekaan” Hindia.Namun yangpaling pokok kenapa Darsono menghubungkan gula denganIndie Weerbaar adalah antusiasme beberapa anak bumiputraseperti Abdoel Moeis dan Dwijosoewojo yang mendukungMilisi Bumiputra dan menjadi alat dari kelas pemilik modal.Sebagaimana ia ungkapkan dalam tulisannya:

Boleh djoega toean-toean pembatja mengira, bahwaperkoempoelan ,,Indie Weerbaar’’ itoe soedah mati. O,beloem malah semakin lama semakin koeat, koeat sebabsetan-setan oeang jang mempoenjai pabrik-pabrik,sekarang tahoe betoel, keperloeannja itoe ,,IndieWeerbaar’’, jaitoe boeat mendjaga kantongnja.Bagaimanaorang soedah tahoe, maka diramai-ramai itoe IndieWeerbaar semoea perkoempoelan di Hindia setoedjoesekali sama maksoed Indie Weerbaar itoe, tjoema I.S.D.V.,S.I. Semarang, Insulinde dan perkoempoelan bangsaTiong Hwa jang tidak maoe moemet kepada didalam itoehal: Toean Abdoel Moeis pergi di negeri Belanda boeatmembikin propaganda Indie Weerbaar, mengartinjamendjoeal bangsanja, begitoe joega toean Dwijosewojo.86

Artikel “Giftige Waarheidspijlen” maksudnya untukmengadili kebijaksanaan-kebijaksanaan negara kolonialdalam bidang apapun, karena gula sudah pasti berkaitandengan bidang lainnya, mulai dari pendidikan, pemerintahansampai pada penjagaan keamanan di Hindia. Khusus untuk

Edi Cahyono’s experiencE- 66 -

86 Ibid.

Page 70: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

penjagaan keamanan di Hindia, kekuatan tentara Belandatidaklah begitu kuat. Sejak tahun 1901 di Hindia hanya adatiga hirarki yang menjaga keamanan di Hindia, yakni polisilokal, polisi lapangan dan polisi militer. Maka ketika pecahPD I kerajaan Belanda begitu ngotot agar bumiputra jugaberpartisipasi mempertahankan negeri induk, karenamahalnya ongkos pengeluaran untuk membiayai danapertahanan di Hindia.87 “Giftige Waarheidspijlen”-nyaDarsono merupakan tindakan politik yang sadar, artinyadalam menyusun tulisannya ia mempergunakan beberapaliteratur untuk membangun argumentasinya bahwakolonialisme telah menciptakan sumber kemiskinan bagikaum kromo. Pertama untuk memahami kolonialisme iamempergunakan buku Het Process Sneevliet yang terbit tahun1917 dan merupakan buku pegangan para pemimpinpergerakan. Buku ini termasuk dilarang untuk dibaca disekolah-sekolah resmi pemerintah. Kemudian buku karanganClive Day yang berjudul The Policy and Administration of theDutch in Java yang terbit pada tahun 1904. Kedua buku inipenting bagi Darsono, karena dapat memberikan peneranganterhadap kaum kromo yang bergerak, bahwa kemiskinan yangmereka derita bukan hal yang begitu saja terjadi, tetapimempunyai sejarah yang panjang. Dalam Het Process Sneevlietdijelaskan sumber kemiskinan tersebut dimulai dari zamanVOC yang menjalankan politik merkantilisme. Untukmenjalankan kebijaksanaan ini VOC melakukan pemecah-belahan di kalangan raja-raja. Dengan kemenangan VOC,

Edi Cahyono’s experiencE- 67 -

87 Baru pada tahun 1919 negara kolonial memperkuat angkatankepolisiannya, karena semakin meningkatnya aktivitas SI. Tetapi danauntuk memperkuat angkatan kepolisian masih dibatasi dan diperdebatkandi Staten General Belanda, karena biayanya yang mahal. Dan baru padatahun 1936 kerajaan Belanda mau mengesahkan bantuan sebanyakf.47.000.000,- Kemenangan ini terutama karena keputusan MenteriPertahanan Belanda, H. Colijn, orang konservatif yang berpengaruh diStaten General. yang sebelumnya berhasil melakukan kebijaksananpengetatan uang pada tahun 1923, sewaktu ia menjabat menterikeuangan.

Page 71: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

maka bangsa Belanda mengkonsolidasi kekuatannya untukmemerintah Hindia dengan membuat bermacam-macamaturan monopoli dan pajak untuk mengeduk keuntunganbagi negeri metropolis. Selanjutnya setelah Hindia diambilalih oleh negeri Belanda, terjadi perubahan besar, yaknimasuknya modal-modal besar seperti pabrik gula danmasuknya barang-barang produksi Eropa seperti tekstil halusbuatan Belanda. Semua ini menghancurkan kegiatanekonomi bumiputra, seperti membatik atau pandai besi.Kemudian pada tahun 1870 terjadi perubahan besar diHindia, saat modal swasta boleh beroperasi di tanah Hindia.Latar belakang yang melandasi hal ini adalah kejenuhanindustri di Eropa, akibat semakin berlimpahnya produk-produk, sehingga perlu dipasarkan di Hindia. Sebenarnyaini juga terkait dengan krisis politik yang terjadi di Eropa(Bagaimana perkembangan industri di Eropa, bila dikatakanrelokasi industri, jenis industri apa saja, dan bagaimanahubungannya dengan industri departemen pertama) Dengandialihkannya pabrik-pabrik di Hindia maka sejak itudibangun jalan kereta api, pabrik gula, perusahan percetakanpabrik kertas, sehingga kekuatan modal ini mendesak kebelakang para petani dan mengharuskan mereka untukmenjadi buruh-buruh pabrik tersebut.88

Darsono mengutip langsung Het Procees Snevliet untukmenjelaskan sumber kemiskinan di Hindia:

Sekarang ini di Hindia timboel doea golongan manoesia,jaitoe satoe golongan jang mempoenjai fabriek-fabriek,Maatschappij-Maatschappij Spoor dan tram, toko-tokodan sebagainja; dan jang kedoea golongan kaoem boeroehmatjam-matjam bangsa atau orang-orang jang bekerdja

Edi Cahyono’s experiencE- 68 -

88 Proletarianisasi di Jawa terjadi dengan munculnya petani tak bertanah,yang menjual tenaga kerjanya untuk memperoleh upah. Karena tidakmemiliki tanah mereka lebih mobil berpindah-pindah pekerjaan untukmencari upah. Untuk hal ini, lihat G.R. Knight, “Wage Labour inColonial Indonesia: Sugar Industry Workers in North Java in The EarlyTwentieth Century,” makalah tidak diterbitkan, 1991.

Page 72: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

di peroesaha’an peroesaha’annja golongan jang kesatoeitoe. Ini golongan kaoem boeroeh ialah asalnja dari orang-orang tani, toekang membatik, toekang menenoensoedagar ketjil-ketjil macam-macam bangsa dansebagainja, mereka mendjoeal tenaganja karena terdesakoleh oleh fabriek atau mesin dan oleh perdagangan besar.89

Sementara itu dengan membaca karya Clive Day, ia dapatmempresentasikan bagaimana “perintah halus” yangdiputuskan dari atas akan menjelma menjadi “perintah kasar”,setelah mencapai ke tangan para kepala-kepala desa (lurah).Selain itu Darsono juga dapat menjelaskan bagaimana paraambtenaar Binnenlandsch Bestuur (pegawai negeri) menjaditulang punggung pabrik gula, berperan sebagai perantara (dipihak pabrik) untuk penyewaan tanah. Melalui instruksi parabupati, lurah-lurah di desa-desa menjalankan perintah halusdari para bupati dengan cara memberikan uang muka(voorschot) kepada para petani untuk menyewakan tanahnyakepada para pengusaha perkebunan. Untuk lebih jelasnyaDarsono secara langsung mengutip Clive Day:

Toean Clive Day. Ph.D Professor di sekolah tinggi di Yalemembilangkan bahwa politiek jang didjalankan olehNederland jaitoelah membikin soepaja anak Boemidiperentah oleh bangsanja sendiri, soepaja pekerdjaan lebihkeras didjalankan oleh pembesar Boemipoetera, makaambtenaar Boemipoetera dibajar jang tjoekoep dan diberikekoeasaan jang sepatoetnja. Djika Nederland tidak djalanbegini, tidak moedahlah bisa memerentah seloeroehHindia.90

Tulisan-tulisan politik Darsono ini tidak hanya merupakansebuah pengadilan terhadap politik kolonial Belanda yangdianggapnya sebagai racun bagi kaum kromo. Sikapnya lebihjauh merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebangkitanrakyat jajahan. Artinya ekses-ekses pergerakan seperti,penyelewengan, kompromi terhadap negara kolonial,

Edi Cahyono’s experiencE- 69 -

89 Darsono, “Giftige Waarheidspijlen,” Sinar Hindia, 13 Mei 1918.90 Ibid.

Page 73: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

pembuangan, keberanian mengambil sikap, berani dalamfikiran menentang kebijakan negara kolonial, perbedaandengan orang-orang pergerakan, dapat diteropong daritulisan-tulisan pemimpin pergerakan. Produk “bacaan liar”lebih diradikalkan terutama akibat pengaruh Revolusi Russia1917, kemenangan ini diekspos oleh Sneevliet dengankarangannya yang berjudul Zegepraal (diterjemahkan kedalam bahasa Melayu oleh Semaoen). Tulisan ini berceritatentang keberhasilan revolusi Bolshevik yang gaungnya akanmembawa pengaruh besar di Hindia Belanda. KaranganSneevliet lainnya, yang juga berpengaruh dalam menyinarikesadaran kolektif pergerakan adalah Kelaparan danPertoendjoekan Koeasa. Karangan ini kemudian diterjemahkanoleh Semaoen ke dalam bahasa Melayu. Akibatnya, Semaoenharus masuk penjara selama 2 bulan. Hal penting yangdiajarkan oleh Sneevliet adalah sebuah sikap bahwa “soldadoemesti brani mati, tetapi misti brani mati djoega boeatkeperloeannja sendiri dan keperloeannja kaoem danbangsanja, orang ketjil.”91 Adapun maksud karangan iniadalah: pertama, untuk mengkritik perkara kelaparan, akibatkebijakan kolonial yang lebih mendahulukan kepentinganpemilik modal dan menomer duakan soal makanan bagirakyat jajahan; kedua, mencela pengerahan balatentara untukmenanggulangi bahaya kelaparan. Untuk itu ia mengajakbalatentara supaya bersatu hati dengan rakyat danbekerjasama demi keselamatan umum; ketiga, Sneevlietmeramalkan bahwa bahaya kelaparan sulit untuk dipecahkanoleh negara kolonial, yang pada kenyataannya telahmenimbulkan pencurian, perampokan ataupun tindakankriminal lainnya. Dari pemaparan di atas Sneevliet secaralangsung mulai mempengaruhi bagaimana bacaan dapatmenjadi instrumen politik untuk kesadaran kolektifmasyarakat kolonial.

Edi Cahyono’s experiencE- 70 -

91 Sneevliet, “Kelaparan dan Pertoendjoekkan Koeasa,” Sinar Hindia,16 November 1918.

Page 74: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

“Bacaan Liar” vis a vis Balai Poestaka

Bacaan yang diproduk oleh pemimpin pergerakan, padaawalnya tidak ditujukan untuk melakukan counter-hegemony terhadap produk-produk Balai Poestaka. Produksibacaan lebih ditujukan kepada para pembaca kaum kromountuk berbicara tentang banyak hal dengan kata-kata “sihir”seperti kapitalisme, beweging, vergadering, imperialisme, stakingdan Internasionalisme. Istilah-istilah seperti ini seringdiperkenalkan melalui rapat-rapat umum dan lingkaranpembahasan (prapat) untuk memecahkan persoalan dikalangan buruh dan petani.92 Contohnya, dalam HikajatKadiroen, ketika tokoh Tjitro yang digambarkan olehSemaoen sebagai propagandis PKI bertutur:

...Orang-orang yang bermodal mempoenjai fabriek-fabriek, kapal dan spoor, toko-toko dan sebagainya, orang-orang itoe doeloenja satoe sama lain reboetan ke-oentoengan sehingga sering sama tidak dapat oentoeng,oempamanja begini; “mereka sama bersaingan berdjoealanmoerah-moerahan asal sadja barangnja lekas habis danlakoe, djadi meskipoen oentoeng sedikit tetapi bisaseringkali, achirnja oentoengnja banjak djoega. Selamanyagolongan soedagar diatas itoe berhaloean bersainganbegitoe, tentoelah rajat atau pendoedoek masih enak,sebab bisa beli berbeli barang-barang dengan hargamoerah, sedang jang beroesaha tambah roegi.’’ Tetapikaoem soedagar besar-besar tambah lama tambah pinterdjoega, achirnja mereka laloe B e r k o e m p o e l - R o ek o e n dengan golongannja masing-masing, sehinggamereka laloe Rokoen Menaikkan Bersama-sama semoeaharganja barang-barang keperloeannja manoesia,oempama sadja sekarang semoea fabriek goela di Hindiaberkoempoel dalam “Java-Suiker-Syndikaat’’, dan itoeperkoempoelan soedagar jang besar tentoe laloe bisaRoekoen Menaikkan Harganja Goela Bersama-sama ataumenoeroenkan kalau ada perloenja. Begitoelah adanja

Edi Cahyono’s experiencE- 71 -

92 Lihat Takashi Shiraishi, An Age in Motion, terutama bagian tentangHadji Misbach.

Page 75: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

dengan semoea hal, sehingga rajat bertambah lamabertambah soesah hidoepnja, karena semoea barang-barang keperloeannja menaik-naik sadja keperloeannja,sedang hatsilnja rajat itoe tidak bisa menaik jangbersepadan karena mereka reboetan pekerdjaan sebagaitadi soedah saja terangkan.

Pemaparan dari seorang propagandis rupanya tidak sekedarmemperkenalkan istilah, tetapi juga membahas pengertiandari kapitalisme. Yang menarik dari pemaparan Semaoen,bahwa ia membentuk semacam common sense baru untukmenentang common sense yang lama. Dengan menunjuk JavaSuiker-Syndikaat, ia membuka mata para pembacanya bahwayang menyebabkan kemiskinan adalah pabrik gula. Dengandemikian “common sense” yang baru lebih menyatukan danmengkoherenkan konsepsi dunia yang baru. Dalam konteksHikajat Kadiroen, Semaoen berpikir bagaimana common senseyang baru dapat membentuk aksi politik yang kolektif, danuntuk itu harus dibangun common sense yang baru, mengikiscommon sense yang lama, warisan masalalu yang diawetkanoleh negara kolonial melalui bacaan-bacaan. Tentang inidikatakannya

“kaoem kapital sekarang menerbitkan matjam-matjamboekoe jang tidak terhingga banjaknja. Itoe semoeamaksoednja tidak lain jaitoe oentoek menjesatkan danmembingoengkan kaoem boeroeh, soepaja ia tidak bisamelawan keras-kerasan sebagaimana mestinja.”93

Di sini Semaoen tidak secara langsung menuding BalaiPoestaka sebagai lembaga aparatus negara kolonial. Rata-ratapelajar sekolah di Hindia Belanda membaca terbitan BalaiPoestaka dan harus diingat bahwa Balai Poestaka sebagaibenteng dari Politik Etis dan lebih jauh kekuasaan kolonial,langsung berhubungan dengan kepentingan modal. Dengankata lain melalui produksi bacaan Balai Poestaka–penerbit

Edi Cahyono’s experiencE- 72 -

93 Semaoen, “Menentang Literatuur Menjesatkan,” Keras Hati, Februari1920, no. 7.

Page 76: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

kolonial yang menikmati berbagai fasilitas terbaik untukoperasinya–tidak dapat disangsikan lagi sangat berperanuntuk menjamin stabilitas kedudukan kaum modal diHindia.

Tetapi sebagaimana dikatakan sebelumnya, pada awalnya“bacaan liar” yang dicetak dan diterbitkan oleh KomisiBatjaan Hoofdbestuur PKI belum ditujukan untuk melawandominasi Balai Poestaka, namun untuk melakukanpendidikan bagi kaoem kromo. Hal ini bukan berarti PKImengabaikan produk-produk bacaan Balai Poestaka yangsangat berhubungan dengan semangat Politik Etis, duniapergerakan semakin ramai karena banyak orang-orangpergerakan yang bekerja dalam kerangka Politik Etis, misalnyaAbdoel Moeis selagi masih aktif di CSI, karya-karyanyaditerbitkan dan dicetak oleh Balai Poestaka. Begitu pula HadjiAgoes Salim yang terus menerus menerbitkan bacaan melaluiBalai Poestaka, dan disadari maupun tidak karya-karyamereka telah turut menunjang dominasi kolonial terhadapkesadaran kaoem kromo. Semangat Politik Etis harus tetapdijaga oleh negara kolonial dengan slogan “justice andequality” untuk seluruh rakyat Hindia dan Balai Poestakasebagai benteng kolonial yang memproduksi bacaan dengangencar mengedarkannya. Baru di akhir tahun 1921 diadakankongres PKI dan Bergsma menyatakan “kita memerloekanliteratuur-literatuur socialisme oentoek keperloean pergerakankaoem kromo.”94

Semaoen, pada bulan Oktober 1921, di depan PresidiumKomintern sehubungan dengan kesulitan yang dihadapikaum pergerakan di Hindia merumuskan hambatan-hambatannya:

In the labor movement, as in the political and cooperativespheres, we encounter enourmous difficulty due to thefact that 95% of the population of the Netherlands Indiesis illiterate; and, we might add, the majority of the

Edi Cahyono’s experiencE- 73 -

94 Lihat Sinar Hindia, 20 Desember 1921.

Page 77: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

members of our movement are also illeterate. Aside fromthis, it is generally characteristic for Asia, in contrast toEurope, that the movement there has more emotion thanreal organization–that is to say more spirit than substance.Thanks to this quality our organizations often appears very stable and the strong on the outside, in spite of is undoubtedly still immature.95

Referensi Semaoen dalam merumuskan hambatan-hambatanpergerakan di Hindia, selain didapat selama perjalannya keRusia, juga didapat dari pengalaman pemogokan-pemogokanburuh pada tahun 1919-20. Periode pemogokan seringkalimembicarakan peningkatan upah atau “perjuangan ekonomi”dan didukung oleh kekuasaan kolonial di Hindia Belanda.Bahaya tersembunyi dari “perjuangan ekonomi” semataadalah merusak moral dan politik kelas buruh dan akanmenyeret mereka ke dalam politik burjuis. Namun Semaoenmaupun para pemimpin pergerakan dari Partai KomunisIndonesia menyadari bahwa kelas buruh di Hindia Belandasangat beragam, beragam dalam pengertian belum mencapaitingkat class for itself: buruh yang menyadari posisinya sebagaikelas dan memiliki organisasi politik yang otonom.Sebaliknya kelas buruh di Hindia saat itu masih pada tingkatclass in itself (kelas ekonomi yang semata-mata ditentukanoleh proses produksi). Maka untuk meningkatkan kesadarankelas buruh dan penduduk bumiputra lainnya yang tertindasuntuk mencapai tingkat class for itself, seksi propaganda danagitasi PKI sudah waktunya membentuk Komisi Bacaanuntuk Rakyat Bumiputera. Sebagaimana ditegaskan olehSemaoen sendiri, “kaoem tertindas disini haroeslah membatjaboekoe-boekoenja sendiri jang ditoelis oleh orang dari klasnjasendiri. Begitoelah klas yang tertindas di sini nanti djadi insjafbetoel akan nasibnja.”96

Edi Cahyono’s experiencE- 74 -

95 Semaoen, “An Early Account of the Independence Movement,”diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris oleh Ruth. T. McVey, dalamIndonesia, no. 1, April 1966, hal. 46-75.96 Semaoen, ”Warta dari Hoofdbestuur Drukkerij Kita”, Si Tetap, 24

Page 78: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Penegasan Semaoen hampir senada dengan harapanSoekindar, salah seorang redaktur Sinar Hindia yangmenegaskan bahwa pada zaman bergerak sekarang inidiperlukan literatur sosialisme untuk kaoem kromo, “Kitabergerak, tidak sadja sebab kita merasai tindasan dankesoekaran, tetapi pertama-tama sebab kita soedah sadar akanmengetahoei keadaban doenia.” Lebih lanjut ia menegaskan“bahwa tindesan jang timboelkan oleh stelsel doenia sekarangini, ialah kapitalisch,” dan “moelai timboelnja djamankapitalisme, maka peratoeran pergaoelan hidoep itoesoedahlah membawa tindesan dan kesoekaran, tetapipengetahoean wetenschap itoe beloem dipoenjai oleh kaoemkromo.” Tulisan Soekindar ini telah mendorong HoofbestuurPKI menerbitkan literatur-literatur bagi kaoem kromo gunamemahami pergaulan hidup kapitalisme:

Memang wetenschap itoe ada begitoe lebar, kadang-kadang ia ada melampaui landjoetnja daripada boekti-boekti jang ada pada alam. Dari itoe perloe sekalilahoentoek menerangi perkataan-perkataan jang soelit itoedengan katjamata wetenchap. Begitoe, djoega pergerakankita haroeslah djangan melalaikan ilmoenja.

Soedah ada 9 tahoen lamanja pergerakan kaoem kromodi Hindia sini dapat dibangoenkan. Maka hingga sekarangtenaganja pergerakan itoe soedahlah terhitoeng lebihlandjoet, kalau dibandingkan dengan pergerakan ra’jat diEropa jang soedah berpoeloeh tahoenan oesianja. Tetapidi Hindia sini jang masih di ketjiwakan, ialah masih amatkoerang sekali adanja socialistische litteratuur (kitab-kitabsocialisme), jang sesoenggoehnja bergoena sekali bagipergerakan kita. Pada hemat kami, maka wetenschapplijkeliiteratuur itoe adalah kami oempamakan sebagai hati danotak pergerakan. Maka tiada dengan itoe, soesahlahdapatnja tersebar ilmoe pergerakan kedalam hati Ra’jat.Dan Djikalau kejakinan Ra’jat beloem tebal, makapergerakan beloem bisa tebal, maka pergerakan beloembisa koeat betoel, karena segala kata Ra’jat masih bisa

Edi Cahyono’s experiencE- 75 -

Juli 1922.

Page 79: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

bergojang haloeannja.

Kepada saudara kawan bergerak, kami berseroe, soekalahkiranja bekerdja sekeras-kerasnja oentoek menjalin kitab-kitab socialisme dalam bahasa Melajoe atau membikinorigineel sendiri. Teroetama poela kami berseroe padahoofdbestuur P.K.I. soekalah mengoempoelkan adanjakitab-kitab dalam bahasa Belanda jang soedah ada dansoepaja mengichtiarkan dapatnja kitab-kitab dalam bahasaMelajoe atau bikinan origineel.

Sekarang ini sebagian besar, Ra’jat masih penoeh dengangeest kapitalisme, karena ia itoelah jang sekarangmempoenjai wetenschap baroe ini, kita bisa menanamdalam geest Ra’jat, nistjajalah doenia baroe akan lekaslahir.97

Tetapi tulisan ini belum mendapat sambutan dari kalanganpergerakan, tidak lain akibat semangat Politik Etis yang masihtetap masih bertahan.

Berangkat dari sini, maka pada kongres PKI bulan Desember1921 diputuskan untuk memperbanyak “literatuursocialistisch.” Tetapi bacaaan ini pun masih belum diarahkanuntuk menentang produk bacaan Balai Poestaka. Merekamasih sekadar mengharapkan melalui bacaan ini dapatdijelaskan kepada kaoem kromo kontradiksi yang aneh:bertambahnya kekayaan bagi satu golongan juga berartibertambahnya kemelaratan bagi golongan lain. Dari sini jugadipikirkan bahwa bacaan tersebut dapat membangkitkanmassa untuk aksi politik atas ketidak-samarata-an. Pekerjaankomisi dengan begitu terus-menerus mengadakan pendidikanteori, tidak saja kepada anggota sendiri, tetapi juga massa diluar partai.

Bacaan sosialisme yang pertamakali terbit adalah HikajatKadiroen yang mulanya dijadikan fouilleton di Sinar Hindiatahun 1920, yang kemudian dicetak menjadi buku pada

Edi Cahyono’s experiencE- 76 -

97 Soekindar, “Socialistische Litteratuur di Hindia,” Sinar Hindia, 17Desember 1921.

Page 80: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

tahun 1921 dengan harga jual f.0,25 kemudian disusul olehTan Malaka, Parlemen atau Soviet yang terbit pada tahunyang sama dan dijual dengan harga yang sama pula. Komisibacaan dari partai ini berhubungan erat dengan sekolah SISemarang yang didirikan oleh Tan Malaka dan “literatuursocialisme”-nya seperti Parlement atau Soviet yang menjadibacaan wajib sekolah SI Semarang.98

Derasnya produksi “literatuur socialisme” mengungkapkanrealitas masyarakat kolonial yang jelas meresahkan kekuasaankolonial Belanda. Dr. D.A. Rinkes, direktur pertama BalaiPustaka dengan watak kolonialnya dalam peringatanWilhemina 25 tahun di atas Tahta (1923) mengemukakan:

Hasil pengadjaran itu boleh djuga mendatangkan bahaja,kalau orang jang telah tahu membatja itu mendapat kitab-kitab batjaan jang berbahaja dari saudagar kitab jangkurang sutji hatinja dan dari orang-orang jang bermaksudhendak mengatjau. Oleh sebab itu bersama-sama denganpengajaran itu maka haruslah diadakan kitab-kitab batjaanjang memenuhi kegemaran orang kepada pembatja danmamadjukan pengetahuannja, seboleh-bolehnja menuruttertib dunia sekarang. Dalam usaha itu perlu didjauhkansegala jang dapat merusakkan kekuasaan pemerintah danketentraman negeri.99

Penegasan Rinkes ini menjadi policy dasar dari Balai Pustakadalam menerbitkan buku-buku bacaan, yang perludikemukakan agar dapat menilai secara tepat buku-bukuterbitan Balai Pustaka dan lebih jauh mempertanyakansampai mana terbitan-terbitan ini merupakan karya suatuzaman. Dengan garis kebijakan dari suatu pemerintahanjajahan seperti itu, amat sukar mengharapkan produk-produkbacaan yang menjadi juru bicara zaman, dan masyarakatnyamenghadapi dua kepentingan yang saling bertentangan:

Edi Cahyono’s experiencE- 77 -

98 Lihat Sinar Hindia, 4 Desember 1921.99 Dikutip dari Prof. Bakri Siregar, Sedjarah Sastera Indonesia Modern,djilid I. Akademi Sastera dan Bahasa “Multatuli,” 1964, hal. 32.

Page 81: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

negara jajahan yang ingin mempertahankan kekuasaannyadan pergerakan yang ingin membebaskan rakyat.

Adapun garis kebijakan Balai Poestaka yang ditegaskan olehRinkes ini pada satu pihak ditujukan untuk membendungbacaan-bacaan politik produk para pemimpin pergerakanseperti Semaoen dengan Hikajat Kadiroen-nya yangpertamakali terbit di Sinar Hindia tahun 1920, danditerbitkan kembali menjadi buku kecil oleh Drukkerij VSTPtahun 1921, atau Soemantri dengan Rasa Mardika yang terbittahun 1924,100 Matahariah yang ditulis Marco tahun 1918atau Apakah Maoenja Kaoem Kommunist? yang dikarang olehAxan Zain dan diterbitkan oleh Kommissi BatjaanHoofdbestuur PKI pada tahun 1925.

Buku ini adalah saduran dari buku Manifesto Komunis danbeberapa kali pernah dimuat di suratkabar Proletar pada tahun1924. Dunia “bacaan liar” tidak dimonopoli oleh PartaiKomunis Indonesia. Bacaan seperti itu juga diproduksi olehSoerjopronoto dan Hadji Fachroedin yang menggunakanpercetakan PFB (setelah pecah dengan Sosrokardono, keduaorang itu mengambil alih percetakan tersebut).101

Edi Cahyono’s experiencE- 78 -

100 Rasa Mardika: Hikajat Soedjanmo yang ditulis oleh Soemantri menjadiperdebatan hingga sekarang untuk mencari tahu siapa pengarangsebenarnya, apakah Marco atau Soemantri sendiri? Benedict Andersondalam Imagines Communities menegaskan bahwa Soemantri adalah temandekatnya Marco, sedangkan Takashi Siraishi mengatakan bahwa RasaMardika ditulis oleh Soemantri. Mendiang Professor Bujung Saleh yangkompeten dalam bidang ini menegaskan bahwa Rasa Mardika ditulisoleh Marco. Dalam kesempatan ini saya menegaskan bahwa buku ituditulis oleh Soemantri sendiri. Ada dua alasan. Pertama, Marco padatahun 1924 sedang sibuk menulis “Babad Tanah Djawa,” satu naskahyang memerlukan konsentrasi dan waktu yang banyak. Kedua, Soemantriadalah sebagai Pemimpin Redaktur Si Tetap, organ VSTP. Ia ditangkapketika ada pemogokan buruh kereta api di seluruh Jawa tahun 1923,dan mendekam dalam penjara di Semarang selama 1 tahun. Kenyataanini sangat sesuai dengan pernyataan di dalam Rasa Mardika, bahwa bukuitu ditulis ketika pengarangnya berada dalam penjara di Semarang.101 Lihat Proletar, 3 Juni 1923.

Page 82: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Ketika Rinkes menyatakan “harus dijauhkan bacaan yangdapat merusakkan kekuasaan pemerintah dan ketentramannegeri,” berarti perlu “diperkencang” dan diperluas bacaan-bacaan yang diproduksi oleh Balai Poestaka. Untuk itupemerintah kolonial melalui Balai Poestaka menerbitkanmajalah-majalah seperti Sri Poestaka (1918) dan PandjiPoestaka (1923). Terbitan yang pertama memberikanpenyuluhan kepada para tani untuk bercocok tanam yangbaik, sedangkan yang kedua adalah laporan kejadian sehari-hari baik di dalam maupun luar negeri. Pemberitaan luarnegeri yang dianggap akan menganggu ketentraman negeritidak disiarkan, seperti gejolak perubahan di Tiongkokataupun di Russia. Balai Poestaka di akhir 1910-an dan awal1920-an semakin gencar memproduksi bahan-bahan bacaanuntuk konsumsi kaum bumiputera. Pada tahun 1918 terbitTjerita Si Djamin dan Si Djohan yang disadur oleh MerariSiregar dari Jan Smees karangan J. van Maurik. Dua tahunkemudian terbit roman dalam bahasa Indonesia yang pertamaditerbitkan Balai Poestaka, karangan Merari Siregar juga, yangberjudul Azab dan Sengsara Seorang Anak Gadis (1920).Menyusul dua tahun kemudian terbit roman Marah Rusliyang berjudul Siti Nurbaja (1922), yang disusul Muda Terunakarangan Moehammd Kasim.

Dominasi Balai Poestaka yang ditentang oleh kalanganpergerakan sangat erat hubungannya dengan usaha-usaha PKIuntuk memberikan kalangan pergerakan sebuah sense disiplinproletariat. Pimpinan partai selama tahun l923-24, penuhsemangat terus mengkampanyekan perbaikan ideologi dantingkat organisasi pada cabang PKI dan SR. Selain itu, secaragencar diselenggarkan kursus-kursus teori Marxis, seperti yangdijalankan di sekolah-sekolah SI yang mengubah namanyadengan Sekolah Ra’jat pada bulan April 1924,102 serta kursus-kursus buta huruf untuk orang dewasa. Rekaman-rekaman

Edi Cahyono’s experiencE- 79 -

102 Hal ini diputuskan pada Kongres PKI di Semarang pada 22-24 April1924 dan Sekolah Ra’jat ini dibantu sepenuhnya oleh Dana Umum untukPendidikan SI. Lihat IPO, no. 18, 1924, hal. 198-199.

Page 83: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

tentang program Komunis dan prinsip-prinsip bahan bacaanyang diterbitkan, termasuk penterjemahan pertama ManifestoKomunis ke dalam bahasa Melayu telah menambah sirkulasiterbitan-terbitan berkala yang disponsori PKI.103 Pusatpropaganda revolusioner didirikan di Semarang yang diketuaioleh Soebakat (Axan Zain). Bacaan-bacaan yang diproduksidijual untuk mencari dana dan sekaligus sebagai propagandapartai. Penyebaran biasanya melalui sekolah-sekolah.104

Keputusan tentang pentingnya bacaan politik kembaliditegaskan pada kongres PKI 1924 yang merasakankurangnya jumlah jurnal dan bahan bacaan.

Kebutuhan bagi kedisiplinan adalah tema yang dibicarakanpada konvensi PKI 7 Oktober 1924. “Kongres ini tidakseperti kongres sebelumnya, dengan titik perhatian padamembangkitkan massa dan kemenangan hati mereka, yangakan memperoleh kekuatan-kekuatan revolusioner menjadisebuah organisasi yang diatur oleh disiplin yang ketat,” dankekuatan revolusioner hanya dapat dibentuk denganpenyediaan literatuur partai. Lebih lanjut kongresmemutuskan bahwa “zaman agitasi adalah zaman membuatsuara satu hati dengan rapat umum dan surat kabar, yangakan mendatangkan bentuk sebuah organisasi yang kuat.”105

Yang terpenting dari kongres ini adalah dibentuknya KommisiBatjaan Hoofdbestuur PKI.106

Tema-tema bacaan yang diterbitkan Komisi Bacaan berkisar

Edi Cahyono’s experiencE- 80 -

103 Manifesto Komunis diterjemahkan pertama kali pada tahun 1923 olehPartondo. Tetapi sebelum diterbitkan dalam bentuk buku kecil, terlebihdahulu diterbitkan secara bersambung di Soeara Ra’jat. Teks ini kemudiandicetak dalam bentuk buku sebanyak 2.000 eksemplar dan terjual habisselama satu tahun. Edisi kedua dicetak tahun 1925 dengaî pengantarAxan Zain (Soebakat) di Drukkerij VSTP, di bawah naungan KommisiBatjaan Hoofbestuur PKI.104 Lihat Indische Courant, 1924.105 IPO, No. 25, 1924, hal. 568-69.106 Ruth T. McVey, The Rise of Indonesian Communism, Ithaca, CornellUniversity Press, hal. 192.

Page 84: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

pada kedisiplinan, internasionalisme dan Proletarianisme.Darsono dalam kongres tersebut menegaskan: “Partai tanpadisiplin, bagaikan tembok tanpa semen, mesin tanpa baut.”

Tentangan yang hebat terhadap dominasi produk bacaanBalai Poestaka dilancarkan oleh Moeso pada tahun 1925dalam surat kabar Api yang menyatakan:

Volksalmanak-volksalmanak dan almanak-almanak taniitoe soedah tentoe memoeat hal-hal wetenschappenlijk,jang kelihatannja tidak bersangkoetan dengan politiek.Tetapi orang jang mengerti sedikit tentang politiekmengerti djoega, bahwa boekoe-boekoe dan almanak-almanak itoe nomer satoe dibikin tidak memboeatmendidik Ra’jat, tetapi boeat menjesatkan pikiran Ra’jat.Systematisch, dengan tjara jang haloes sekali boeah-boeahpikiran pihak sana dimasoekkan dalam kepala Ra’jat.

Sekarang kewadjiban sekalian saudara jaitoe melawanpengaroeh Balai Poestaka.

Sekarang kita haroes menerbitkan boekoe jang perloe, danboekoe-boekoe tjerita sendiri, soepaja Ra’jat tidak terlepasdari pergerakan kita.

Karena itoe Ra’jat haroes tidak menoeroet nasehat-nasehatjang ,,baik’’ dalam boekoe-boekoe dari volkslectuur itoe,karena ,,baik’’ disitoe boekan baik boeat klas jangmiskin.107

Serangan Moeso ini mencerminkan garis politik kaumpergerakan yang secara frontal menentang Balai Poestakasebagai institusi kolonial yang hendak menghambatpergerakan melalui produk-produk bacaannya. Produk-produk bacaan Balai Poestaka mengemukakan konsepsiPolitik Etis tentang negara jajahan, memupuk ambtenaar-dan pegawai-isme. Lembaga ini menjual produk bacaannyadengan harga murah, agar para buruh dan tani juga dapatmengkonsumsinya dan dengan begitu tentu jangkauannya

Edi Cahyono’s experiencE- 81 -

107 Moeso, “Kita Haroes Mendirikan Bibliothiek Sendiri!!,” Api, 25 Juli1925.

Page 85: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

jadi lebih luas pula. Pernyataan Moeso di atas adalah satulangkah membangun common sense yang baru melalui“literatuur sosialistisch”. Para pemimpin pergerakanmenyadari bahwa produk-produk Balai Poestaka yangdidukung oleh kaum kapital dan negara dapat merusak,membingungkan dan menyesatkan kaum buruh serta taniyang menjadi pendukung atau aktivis pergerakan.Sebagaimana ditegaskan Moeso sekali lagi mengenai karya-karya Balai Poestaka:

Dengan boekoe-boekoenja, soerat-soerat kabarnja, goeroe-goeroenja dan lain-lainnja orang jang pandai dan terbajar,kaoem kapital bisa menanam pikiran dalam kepala kaoemboeroeh, bahwa kekoeasa’an kaoem kapital itoe soedahseperti disahkan dari langit dan tidak boleh diroebah lagi.

Begitoelah Ra’jat tertindas djadi diam, ia tidak bisaberboeat apa-apa jang keras, karena pikirannja di’ikat olehboeah-boeah pikiran dan nasehat-nasehat jang diadakandari pihak sana itoe.

Apabila kaoem tertindas hendak bertanding denganmengharap kemenangan, haroeslah ia melepaskanpikirannja dan pengaroeh pihak sana. Ra’jat jangbertanding mereboet kemerdeka’annja sendiri, haroesmempoenjai pikrannja sendiri tentang baik dan djelek.Tidak seharoesnja ia memakai nasehat-nasehat jangdiberikan dari pihak sana.108

Moeso mendapat pengetahuannya dari Revolusi RusiaOktober 1917, di mana bacaan politik untuk kelas buruhmempunyai peranan penting dalam revolusi itu. PenegasanMoeso di atas bukan hanya serangan terhadap Balai Poestaka,tapi juga timbul dari rasa khawatir karena semakin dalamnyaperpecahan di kalangan pergerakan sendiri, di mana AgoesSalim cs dan Politik Ekonomi Bond (PEB) terus-menerusmemborbardir pergerakan buruh yang radikal di bawahpimpinan Semaoen dan kawan-kawan.

Edi Cahyono’s experiencE- 82 -

108 Moeso, “Boekoe-Boekoenja Sendiri, pikiran-pikiran Sendiri. MoraalSendiri,” Api, 23 Juli 1925, no. 161, tahoen 26.

Page 86: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Semaoen, pada tahun l920 menulis sebuah karangan yangkhusus ditujukan untuk pergerakan buruh, dengan judulPenoentoen Kaoem Boeroeh, yang diterbitkan dan dicetak olehDrukkerij VSTP. Kelihatan dari judulnya bahwa buku inigunanya untuk memandu kaum buruh mendirikan organisasidan mengurus soal-soal keuangannya sendiri. Atau sepertidiungkapkan Semaoen sendiri bahwa buku ini, “teroetamaboeat propaganda, dan boeat kaoem boeroeh jang beloempoenja koempoelan vakbond atau jang vakbondnja beloemteratoer beres, maka boekoe ini akan mendatengken faedahnjakalau dipikir dan dioesahakan betoel oleh kaoem boeroeh.”109

Penyebarannya hampir pasti untuk kalangan buruh, karenadijual dengan harga yang sangat rendah agar dapat dijangkaukaum buruh, yaitu f.0,15 dan dapat dibeli di toko-toko bukuVSTP.110

Penoentoen Kaoem Boeroeh memberikan penjelasan kepadakaum buruh di Hindia tentang beberapa sumber kemiskinanyang mereka hadapi. Pertama, dengan ditemukannya mesinuap, kapal api, persenjataan yang lebih maju bangsa Eropadapat lebih mudah mencapai dan menguasai negeri-negeriterbelakang termasuk Hindia Belanda. Dengan kekuatantenaga produksi negeri kapitalis Eropa dapat membangunspoor (kereta api) dan tram (trem). Spoor dan tram telahmembuka lebar-lebar negeri Hindia Belanda bagiperdagangan dan penanaman modal negeri kapitalis maju,seperti Inggris, Amerika dan lainnya. Dengan kekuatan tenagaproduksinya kaum kapitalis Eropa dapat menyelenggarakanpertukaran yang tidak seimbang dengan barang-barang yangdihasilkan oleh bangsa Hindia. Kedua, dengan kekuatantenaga produksinya negeri kapitalis maju dapat mendesakmundur industri-industri tradisional yang telah berlangsunglama di Hindia, seperti batik dan kerajinan-kerajinan tangan

Edi Cahyono’s experiencE- 83 -

109 Semaoen, Pendahoeloean Penoentoen Kaoem Boeroeh, Drukkerij VSTP1920.110 Lihat mingguan Si Tetap, 3 Juni 1920.

Page 87: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

lainnya. Akibat kemunduran dari produk-produk industritradisional ini, maka para produsennya kehilanganpekerjaannya . Sementara itu negeri-negeri kapitalis majudengan tenaga produksinya dapat membuka berbagaionderneming besar, seperti gula, teh, kopi, tembakau, karetdan sebagainya, sedangkan para produsen industri tradisionalyang kehilangan pekerjaannya dipaksa untuk bekerja dionderneming-onderneming tersebut sebagai buruh-upahan.Berarti, secara sistematis berlangsung proses pemiskinanrakyat bumiputera, sekaligus mendesak seluruh hubungankerja yang merdeka yang telah diupayakan oleh pendudukbumiputra sendiri.

Semaoen, seorang pelopor pemimpin pergerakan buruh diHindia dengan pengetahuannya menyadari bahwa inilahyang menyebabkan kaum buruh di Hindia hidup sengsara.Dan untuk mengatasi itu mereka harus mendirikanperkumpulan yang kuat, seperti dikatakannya:

“Djadi njatalah, bahwa kemadjoean dan kerameian diHindia pada djaman sekarang ini mendesak antjoerkemerdikaan pentjarian pengidoepan jang koeno, sahinggakesabaran, ketentreman, kesenengan dan ajemnja nenekmojang kita sama toeroet terdesek mati djoega, danpendoedoek Boemipoetera sekarang laloe riboet hari berharidalem kahidoepan soekar serba soesah.”111

Penoentoen kaoem Boeroeh dicetak dan diedarkan sebanyak3.000 eksemplar dengan bahasa yang mudah dimengerti olehpara pembacanya. Ide penerbitan buku ini sangat dipengaruhioleh keberhasilan revolusi sosialis di Russia. Di samping ituSemaoen juga mendapat tambahan literatur dari Belanda,yang banyak mengkritik pola gerakan buruh yangmengandalkan spontanitas dan reformis seperti “TroelstraRevolution” di Nederland. Dalam gerakan itu pihak buruhkonservatif di Nederland berusaha mencegah pengaruhgagasan revolusioner dari pergerakan buruh di Rusia yang

Edi Cahyono’s experiencE- 84 -

111 Semaoen, Penoentoen Kaoem Boeroeh, Drukkerij VSTP 1920, hal. 10.

Page 88: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

telah diramalkan akan juga menyusup ke Hindia.112

Sebagai “literatuur socialistisch,” Penoentoen Kaoem Boeroehdisajikan dengan bahasa yang mudah dimengerti serta denganmengajukan persoalan yang dihadapi kaum buruh sehari-hari. Dengan begitu kaum buruh dan penduduk bumiputerayang tertindas dapat berpikir tentang dan memahamiproblem-problemnya dengan bahasa yang sudah biasa merekagunakan, yaitu Melayu Rendah. Bacaan ini juga ditujukanuntuk mengikis karakteristik budaya bangsa-bangsa Asia padaumumnya, yang lebih mengandalkan semangat emosionalketimbang organisasi yang nyata dan pengetahuan untukmelakukan perubahan.

Perkembangan organisasi kaum buruh di Hindia Belandaberjalan sejajar dengan kebangkitan kebangsaan. Kebangunankebangsaan ini menjelma dalam organisasi, partai politik atauserikat-serikat buruh. Gerakan ini jelas menghadapi musuhyang sama: partai politik menghadapi pemerintah kolonialdan serikat buruh menghadapi kapitalisme, yang disokongpemerintah kolonial. Sebagaimana ditegaskan Boedisoetjiro:“serikat-serikat buruh sejak awalnya, bukan saja bergerak dilapangan sosial-ekonomi, tetapi turut berkecimpungdigelanggang politik”.113

Sementara itu ahli ekonomi Belanda Colijn, yang menjabatsebagai Menteri Keuangan serta juga wakil dari sebuahperusahaan minyak, mengambil keputusan tentangtunjangan kemahalan bagi kaum buruh. Kebijaksanaan inidimaksudkan untuk mengejar “pertumbuhan ekonomi” yangmemungkinkan orang mempengaruhi unsur ongkos produksimelalui negara dan pasar, sehingga mempengaruhiperkembangan kegiatan perdagangan, sementara negarakolonial mendapat keuntungan melalui hak memungut pajak

Edi Cahyono’s experiencE- 85 -

112 F. Tichelman, Socialisme in Indonesie: De Indische Sociaal-DemocratischeVereeniging 1897-1917, Foris Publication, 1986, hal. 242.113 Boedisoetjitro, “Pergerakan Buruh Hindia,” Sinar Hindia, 10 Juni1921.

Page 89: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

terhadap proses tersebut. Akan tetapi,

“sebetoelnja tjara ini hanja memoengkinkan orang oentoekmengetahoei hoeboengan-hoeboengan pasar antaraperoesaha’an dan tjabang-tjabangnja. Tjara itoe tidakmenoendjoekkan wet-wet dan pertentangan-pertentangandalam produksi kapitalistisch.”114

Dari keterangan di atas dapat dilihat bagaimana beragamnyatema dan persoalan yang dibicarakan dalam “literatuursocialistisch”. “Peluru-peluru” dilancarkan ke segala arah yangdianggap penting, dan kadang pilihannya sangat bergantungpada kondisi politik yang spesifik. Bagi para pengarang danpenulis proses ini bukan hanya melatih dan mengasah pikiranmereka tentang keadaan di Hindia, tapi secara nyata memaksamereka mengatur strategi penulisan dan penerbitan,singkatnya mengelola sebuah organisasi besar yang terdiriatas ribuan pembacanya.

Hubungan antara pembaca dan pengarang dalam lingkup“literatuur socialistisch” bukan sekadar hubungan antarapenerima dan pemberi pesan. Dalam konteks sosial politikyang panjang lebar dijelaskan di atas, hubungan merekamenjadi lebih erat dan terorganisir. Hal ini dapat dibuktikanmisalnya dari berita pemogokan atau catatan pengadilanterhadap Sneevliet yang terus digunakan sebagai panduanorang-orang pergerakan. Berita pemogokan bagaimanapunmenciptakan satu pengetahuan bagi rakyat Hindia bahwasesuatu sedang terjadi di tanah Hindia, di mana buruhmemegang peranan. Berita pemogokan tentu tidak langsungharus menyulut buruh-buruh lain untuk ikut mogok, tapipaling tidak terus menginformasikan orang lain, terutamaburuh lainnya bahwa zaman terus bergejolak dan denganbegitu memungkinkan mereka berpikir tentang orang lainyang memiliki dan hidup dalam persoalan yang sama.115

Edi Cahyono’s experiencE- 86 -

114 Darsono, “Ma’loemat Kommunist India,” Sinar Hindia, 27 September1920.115 Lihat Ben Anderson, Imagines Communities, Verso, London, 1983.

Page 90: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Balai Poestaka sebagai benteng kolonial menyebut “literatuursocialisme” sebagai “bacaan liar.” Untuk membendungpengaruh “literatuur sosialistisch,” maka diproduksi berbagaibacaan. Untuk keperluan itu, Balai Poestaka, yang awalnyaadalah Komisi Bacaan Rakyat, pada tahun 1921mengembangkan sayapnya dan makin kokoh karenamemiliki percetakan sendiri. Sejak tahun 1923 Balai Poestakamenerbitkan majalah Pandji Pustaka yang terbit tiap minggu.Majalah ini berisi berita-berita penerangan dari pihakpemerintah kolonial dan memuat cerita-cerita pendek.Cerita-cerita pendek itu kebanyakan reproduksi dari sastralisan tradisional yang sudah dikenal sejak lama sebagai ceritapelipur lara. Sifatnya adalah hiburan semata dan dapatdikategorikan sebagai bacaan di waktu senggang. Meskipunbacaan-bacaan politik yang dihasilkan oleh para pemimpinpergerakan seperti Hikajat Kadiroen atau Rasa Mardika jugadimaksudkan untuk menghibur para pembacanya, tetapiposisinya sangat berbeda. Penghibur yang pertama adalahuntuk melupakan derita dan lari ke alam khayal semata-mata,sedangkan fungsi menghibur yang kedua adalah untukmengajak berfikir dan serta memberi pengetahuan kepadapara pembacanya tentang kontradiksi-kontradiksi kolonialkepada para pembacanya.116

Cerita-cerita pendek Pandji Pustaka ini mengambil bahandari kehidupan sehari-hari yang disajikan secara ringan dansambil lalu. Ceritanya sering dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa atau perayaan-perayaan yang berulang setiap tahun,seperti Hari Lebaran dan Tahun Baru. Sumber inspirasinyaumumnya didapat dari tokoh-tokoh cerita rakyat lama sepertisi Kabajan, si Lembai Malang, Djaka Dolok dll. Lelucon-lelucon dalam kehidupan sehari-hari yang disebabkan olehsalah paham, perbedaan bahasa, salah dengar dan anekdotbanyak dijadikan tema-tema cerita. Pandji Poestaka pada

Edi Cahyono’s experiencE- 87 -

116 Untuk argumentasi ini lihat Prof. Bakri Siregar, Sedjarah SasteraIndonesia Modern, djilid I, Akademi Sastera dan Bahasa “Multatuli,”Jakarta, 1964, hal. 62.

Page 91: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

tahun 1923 dicetak sebanyak 1.500 eksemplar dan dijualdengan harga yang sangat murah f.0,20. Pada tahun yangsama Balai Poestaka mulai menerbitkan majalah Kadjawendan Parahiangan yang pada penerbitan pertamanya dicetakdengan tiras yang sama seperti Pandji Poestaka. Kadjawenyang terbit dalam bahasa Jawa dan Belanda (bilingual) selalumenonjolkan nasionalisme Jawa yang mengagung-agungkanzaman keemasan sejarah Jawa pada masa kerajaan Majapahit.Di samping itu Balai Posetaka juga mencetak danmenyebarkan naskah-naskah terjemahan cerita rakyat sepertiHikajat Sri Rama yang dikarang oleh W. G. Shellabear.Kebanyakan cerita rakyat ini diterjemahkan ke berbagaibahasa daerah. Sejak tahun 1920 Balai Poestaka menerbitkandan menyebarkan karangan-karangan yang ditulis oleh orangbumiputera sendiri, seperti Abdoel Moeis, Merari Siregar danNur Sutan Iskandar yang pada tahun 1919 bekerja padaredaksi Melayu, dan kemudian menjadi anggota redaksiselanjutnya menjadi kepala redaksi Balai Poestaka. Untukpenerbitan buku, Balai Poestaka menaikkan anggarannyasejak tahun 1921 sebanyak 10%, sedangkan anggaranpendapatannya terus menurun.117

Dari produk-produk Balai Poestaka nampak jelas eksploitasiyang dilakukan oleh kekuasaan kolonial tidak ditunjukkanapalagi ditonjolkan. Yang lebih dominan justru sikapmenyerah terhadap nasib dan mengikuti aturan. Dalambanyak novel ditunjukkan bagaimana “kebaikan”mengalahkan “kejahatan”. Pihak yang “baik” diwakili olehtokoh kolonial atau pro-kolonial. Wataknya memangdigambarkan baik, sabar, bijaksana dan sebaiknya (tentudalam ukuran dunia kolonial), sedangkan lawannya sepertiDatuk Meringgih dalam Sitti Noerbaja digambarkan sebagaitokoh yang luar biasa jahat. Dengan gambaran ini posisiDatuk Meringgih sebagai orang yang menentang pajak dankekuasaan kolonial secara terbuka pupus.

Edi Cahyono’s experiencE- 88 -

117 Balai Pustaka Sewadjarnja 1908-1942, hal. 21-22.

Page 92: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Untuk mengawasi perkembangan pers orang-orangpergerakan, Balai Poestaka mengikuti mendokumentasitulisan jurnalis-jurnalis bumiputra dan berita-berita. Usahaini dimulai pada tahun 1918, dan menjelang tahun l925 adasekitar 200 terbitan yang didokumentasikan. Bahan-bahanyang dikumpulkan ini kemudian terbit dengan judulInlandsche Pers Overichten.

Dalam penulisan sejarah maupun kritik sastra Indonesia adaberagam pandangan tentang dunia bacaan di Hindia. ProfesorTeeuw yang mempertahankan sangat tekun mengikutiperkembangan sastra Indonesia, mengatakan bahwa sastradi Hindia Belanda dimulai oleh Balai Poestaka, dan tanparagu-ragu ia tegaskan bahwa “literatuur socialisme”–terutamayang ditunjuk adalah Hikajat Kadiroen–”....ditinjau darikesusastraan semata-mata buku itu amat lemah.” Lebih jauhia mengemukakan pendapatnya tentang Hikajat Kadiroen:

...memandang dibeberapa tempat buku itu semata-matamerupakan risalah komunis, dibagian lain lagi merupakansemacam laporan. Perkembangan peristiwanya kadang-kadang amat mustahil, dan watak-wataknya jika tidakhitam seluruhnya maka putihlah seluruhnya. Nmaundemikian buku ini merupakan sebuah dokumentasi yangmenarik, yang memperlihatkan propaganda PKI diIndonesia pada zaman permulaan itu, dan bahasapembujuk rayu yang digunakannya untuk mencobameyakinkan pemerintah dan rakyat bahwa komunismesama sekali tidak bersifat revolusioner.118

Ia juga mengecam bahasa yang digunakan oleh “literatuursocialisme” adalah bahasa pra-Balai Poestaka, yang amat kacauejaan serta tatabahasanya dan penuh dengan bahasapercakapan sehari-hari, bahasa Melayu Pasar, bahasa Jawadan bahasa Belanda. Di sini jelas Teeuw samasekalimengabaikan konteks pergerakan, dan bahkan dengan

Edi Cahyono’s experiencE- 89 -

118 A. Teeuw. Sastra Baru Indonesia I, Yayasan Ilmu Sosial, Jakarta, 1978,hal. 34.

Page 93: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

gampang ia berusaha mereduksi kontradiksi-kontradiksimasyarakat kolonial yang diungkapkan dalam “literatuursocialism.” Dalam zaman bergerak setiap orang bebasberdebat tentang tata-kuasa kolonial, sebagaimana ditegaskanoleh Semaoen:

“Goepermen Belanda datang di Hindia moelai mengatoernegeri Hindia bersama-sama dengan pembesar-pembesarboemipoetera (prijaji) jang ada pada itoe waktoe, dansifatnya peperintahan di Hindia laloe beroebah-oebah.”

Selain itu A. Teeuw tidak mengerti bagaimana bahasa MelayuPasar dijadikan bahasa untuk meyampaikan kontradiksi-kontradiksi kolonial. Dengan bahasa Melayu Pasar gagasansocialisme dapat diterima dengan mudah. Dengan demikianposisi A. Teeuw bisa digambarkan dengan frasa berikut: “Thebelief in art for art’s sake arises wherever the artist is out ofharmony with his social environment.” Disadari atau tidakia mempertahankan pemikiran reaksioner dari Rinkes tentang“literatuur socialisme” yang melihat rakyat bumiputra“...harus dijauhkan dari segala yang dapat merusak kekuasaanpemerintah dan ketentraman negeri,” di mana “literatuursocialistisch” termasuk di dalamnya.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya kenadap dan bagaimanaanggaran Balai Poestaka yang terus ditingkatkan pada tahun1921, pendapatannya terus merosot hingga pendudukanJepang tahun l941. Hal ini diakibatkan karena adanyakecenderungan dari para petugas Balai Poestaka untukmemupuk para ambtenaar negara kolonial denganmemberikan harga cicilan produk-produk bacaannya. Padapihak lain Balai Poestaka gagal menembus area audience parapendukung bacaan politik pergerakan, karena Balai Poestakamenjual produknya dengan harga yang lebih mahalketimbang produk “literatuur socialisme.”

Bila dilihat dari angka-angka, produksi bacaan Balai Poestakapada tahun 1923 saja mencapai dua ribu judul lebih. Jumlahini memang mendukung usaha Balai Poestaka membendung

Edi Cahyono’s experiencE- 90 -

Page 94: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

gagasan-gagasan progresif dalam “bacaan liar.” Namun sejaklahir Balai Poestaka tidak mempunyai hubungan yang nyatadengan para pembacanya–tidak ada ikatan politik antarapembaca dan pengarangnya. Berbeda halnya dengan penulisdan penerbit pergerakan yang jelas membentuk ikatan melaluiorganisasi formal. Balai Poestaka sendiri tidak pernah secaraterbuka menyatakan diri sebagai corong pemerintah dankepentingan kolonial, sehingga tidak membuka kesempatanbagi pembacanya untuk membentuk satu ikatan sebagai“pembaca terbitan Balai Poestaka”. Jika kita lihat motto-mottoyang terpampang di halaman depan suratkabar pergerakanmaka perbedaannya jelas. Balai Poestaka bisa dibilang tidakpunya pembaca yang well-organized, dan hanya terbatassebagai langganan yang tidak “terjamin” aspirasi politiknya.Produk Balai Poestaka tidak dapat disejajarkan dengan produkbacaan politik, sebab struktur produksi, konsumsi, distribusidan konsumsi berbeda dengan bacaan pergerakan yang lebihdekat dengan kehidupan para pembacanya.119

Sejak dimulainya pergerakan pada awal abad ini kalanganpergerakan telah menghasilkan puluhan suratkabar danbacaan, yang tidak dapat dipisahkan dari pembentukanperkumpulan atau partai politik yang disuarakannya, sepertiSI Semarang yang memiliki Sinar Hindia, SI Surabaya denganOetoesan Hindia, IJB dan Doenia Bergerak, Insulinde danMedan Muslimin, IP dan De Exprees, NIP-SH denganPersatoean Hindia, dan PKI dengan Njala.120

Cara Balai Poestaka mendistribusikan produknya di sampingpenjualan, juga melalui Taman Poestaka. Sejak tahun 1912telah ada 170 Taman Poestaka dan tahun 1916 telah mencapai700.121

Edi Cahyono’s experiencE- 91 -

119 Paul Graham Tickell, op.cit., hal. 96.120 Saya hanya memberi gambaran tentang kondisi di Jawa. Di pulau-pulau lain juga muncul banyak organisasi dengan suratkabarnya masing-masing bahkan sampai ke Kepulauan Halmahera.121 Buku-buku yang dipinjam dari taman-taman pustaka Balai Poestaka

Page 95: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Namun produknya tidak bersambut dengan parapembacanya. Banyak produk yang saat beredar mengalamikemacetan, karena gagasan dan bentuk yang dilontarkan telahusang, seperti kawin paksa, kisah-kisah babad yangdireproduksi serta cerita-cerita yang tidak mencerminkanpada kenyataan. Sulit bagi terbitan Balai Poestaka yang “halusdan lembut”–karena senantiasa disensor dan dipaksa bersuaradalam bahasa Melayu Tinggi yang terbatas–untuk bersuaradi tengah dunia pergerakan yang “keras dan garang.”

Paul Tickell menegaskan bahwa Balai Poestaka dapatmenguasai barang bacaan untuk rakyat pribumi. Saya pikirpenegasan ini mesti diragukan, karena ternyata sirkulasiproduk Balai Poestaka dan hubungan dengan parapembacanya, macet. Kemacetan ini makin jelas ketika negarakolonial dipaksa untuk menghancurkan institusi-institusiyang memproduksi bacaan-bacaan politik setelah tahun1926-1927.

Produksi “Bacaan Liar”

Sekembalinya dari perjalanan ke Rusia, Semaoen menyatakanbahwa partai sekarang telah memiliki beberapa buku danmasih memerlukan beberapa bacaan politik yang pokok-pokok untuk memperkuat perjuangan. Tentang itu iamenulis:

Lectures, in the sense of regular series or courses, are stillextremly limited: they often come down to short report.We also still possess very few books and libraries. TheNIP (National Indies Party) owns a better library, andpublishes books written by leaders of that party. Asignificant number of books have also been published bythe PKI: Among the are Het Process Sneevliet (in Dutch),authored by Sneevliet and Baars, published in 500 copies;Indie Weerbaar, in Indonesian, by Semaun, 3,000 copies;

Edi Cahyono’s experiencE- 92 -

dipungut biaya dua setegah sen untuk satu buku dalam sebulan, kemudiandijadikan satu sen seminggu atau 2 sen dalam dua minggu, lihat BalaiPustaka Sewadjarnja 1908-1942, hal. 7-8.

Page 96: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Soviet dan Parlemen [sic: Parlemen atau Sovjet?], by TanMalaka, 1,000 copies. In addition, we have a number ofbooks by well-know European Communist and Socialistwriters–Marx, Engels, Lenin, Trotsky, Gorter, RolandHolst, Radek, Kautsky and many others. Books in Dutchare extremely important for our party. We by no meanshave a complete library, but what we do own is studiedextremely carefully, both by the leaders and the rank andfile of the membership, as well as by members of the SI.

However, something that is very important and whichwe do not have enough of is Communist books that arewell translated into the Indonesian language. At Presentwe are busy working on this problem.122

Sebenarnya pendukung “literatuur socialistisch” terdiri dua“strata” yakni, anggota atau kader partai yang jumlahnyaribuan orang dan simpatisan yang mendukung pergerakan,yang tergabung dalam berbagai organisasi serikat buruh danlainnya. Jumlah anggotanya mencapai puluhan ribu orang.123

Sarana pendukung yang amat vital dalam produksi bacaanadalah percetakan. Percetakan yang sangat membantu danberperan dalam mencetak buku dan bahan-bahan “literatuursocialistisch” adalah Drukkerij VSTP Semarang, yangmencetak terbitan-terbitan Kommissi Batjaan HoofdbestuurPKI. Sementara percetakan swasta yang juga turut membantuadalah Van Dorp, yang juga berlokasi di Semarang. Anggotapartai dan para simpatisan mendapat potongan ketikamembeli buku. Sebagaimana dapat dibaca dalam advertensiSi Tetap pada tanggal 30 September 1925:

Kaoem Boeroeh mesti tahoe!Soedah dikeloearkan boekoeP A D O M A NPartai Kommunist Indonesia

Edi Cahyono’s experiencE- 93 -

122 Semaoen, “An Early Account of the Indonesian IndependenceMovement,” Indonesia, no. 1, 1966, hal. 74.123 Lihat Ruth T. McVey, The Rise Indonesian Communism, CornellUniversity Press, Ithaca, 1965, hal. 435.

Page 97: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Dalam mana ada diterangkan tentangazas-azas Communisme dengan maksoed-maksoednjasampai djelas hingga begitoe bisa boeat mempeladjari;theorie jang tinggih-tinggih.Harga oentoek oemoem f. 0,30Harga oentoek anggota dan simpatisan f.0,25.

Setelah terjadi pemogokan besar-besaran di percetakan VanDorp pada akhir tahun 1920 yang melibatkan kurang lebih3000 buruh percetakannya, percetakan Van Dorp tidak lagimau mencetak buku-buku untuk kepentingan pergerakan.Pemogokan buruh percetakan Van Dorp kemudian diikutidengan pemogokan di percetakan Marsman & Co yangmencetak koran De Locomotief. Pemogokan ini terjadi karenasemakin mahalnya biaya hidup akibat kebijaksanaan Colijnyang mengharuskan upah buruh ditekan serendah mungkin.Akibat dari pemogokan ini juga cukup merugikan peredaran“literatuur socialisme”, dengan disitanya buku-buku danditutupnya toko-toko yang menjual bacaan tersebut.124

Marco menurunkan daftar dan jumlah bukunya yangdiberslag pada tahun 1920:

I. Sair rempah-rempah 180 dan 218= 398 St.II. Mata Gelap 40III. Sairnja Sentot 45IV. Student Hidjo 120V. Doenia Bergerak (Ini boekoe pada

tanggal 18-3-20 dikembalikanpada saja. Marco) 120

VI. Regent Bergerak 246VII.Maanblad Soero-Tamtomo 476

Totaal 1445125

Dalam persoalan ini Marco berhadapan dengan hukumkekuasaan kolonial Hindia Belanda: yakni, Art. 113 dan 115,yang menyatakan bahwa orang yang menunjukkan dan

Edi Cahyono’s experiencE- 94 -

124 Lihat Soeara Bekelai, 30 Agustus 1920.125 Lihat Marco, “Soerat Terboeka,” Pemimpin, 10 Juli 1921, hal. 9-11.

Page 98: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

memberitahukan selebaran-selebaran, tulisan-tulisan yangmenghasut, gambar-gambar yang mengganggu keselamatankekuasaan kolonial harus ditindak.

Setelah percetakan Van Dorp tidak mau lagi mencetak bacaanpolitik kaum pergerakan, maka pencetakannya dialihkankepada Drukkerij VSTP yang kemudian menjadi percetakanbuku-buku dan bacaan-bacaan yang dikeluarkan olehKommissi Batjaan Hoofdbestuur PKI.”

Setelah terjadinya pemogokan besar-besaran buruh VSTP,di mana para pemimpinnya yang juga aktif dalam penyebaran“bacaan liar” ditangkap dan dibuang, maka untuk penyebaranbuku-buku dan bacaan-bacaan politik perannya diambil aliholeh dua pemuka penting, yakni S. Goenawan anggota PKIdi Bandung dan Mas Marco Kartodikromo pemimpin SarekatRakjat di Solo. Peranan S. Goenawan dalam penyebaran“bacaan liar” dapat dibaca dalam adtevensi Si Tetap, 30September 1925:

Satoe Roepiah Sadja

Lekas toean kirim wang f. 1,- (satoe roepiah),

nanti toean-toean akan mendapat 5 roepa boekoe

1. Boekoe: Regent nekat2. ,, : Semaoen3. ,, : Manoesia mesti Berani4. ,, : Sair Kerontjong Merah5. ,, : Saja dengen Setan

Itoe Semoea soedah dihitoeng ongkost kirim

Lekas pesan adres:

S. Goenawan

Bandoeng.

Peranan S. Goenawan dalam memproduksi “bacaan liar”sangatlah penting menjelang pemberontakan. C.W. Watsonmenegaskan bahwa S. Goenawan adalah orang partai yangmenulis buku Semaoen Pengadjar Pergerakan Ra’jat, yang

Edi Cahyono’s experiencE- 95 -

Page 99: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

sangat berpengaruh di kalangan pergerakan. Sementara itubeberapa karangannya yang lain seperti Manoesia Mesti Beranimencerminkan situasi yang dihadapi kaum pergerakanmenjelang pemberontakan 1926-27.

Orang yang juga sangat berperan dalam menyebarkan buku-buku dan bacaan politik adalah Marco Kartodikromo,pemimpin senior pergerakan yang paling produktif menulisdan menyebarkan bacaan politik. Perannya dalam penyebaranbuku-buku dan bacaan politik pada masa menjelangpemberontakan dapat dibaca pada advertensi Mawa, 3 Juli1925:

Djoeal Boekoe-Boekoe

Bahasa Melajoe aksara Latin:

Manifest Kommunist f.0,65Kommunisme I (Apakah maoenja kaoemkommunist?) f.0,30Kommunisme II (P.K.I. dan kaoem boeroeh) f.0,35Rasa Mardika (Hikajat Soedjanmo) f.0,95De strijd Tusschen Twee Krachten f.0,40Pemogokan Besar di Shanghai f.0,30Kehilangan ketjintaan Kita (Rosa luzemburg dan KarlLiebnecht) f.0,30Student Hidjo f.1,60Sjair Internationale f.0,15

Dapet diperoleh di Boekhandel & Bibliothiek

“Mardika” Lawean Solo

Pesanlah kepada:

Marco

Solo

Hampir semua nama buku yang disebutkan di atasditerbitkan oleh Kommisi Batjaan Dari Hoofdbestuur PKI dandicetak oleh Drukkerij VSTP serta dijual oleh toko-toko bukuyang dikendalikan oleh serikat buruh atau partai. Kalau

Edi Cahyono’s experiencE- 96 -

Page 100: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

dibandingkan dengan harga penjualan produk-produkbacaan Balai Poestaka maka harga “bacaan liar” untukzamannya cukup murah, rata-rata di atas f.0,30,- dan bahkanuntuk Sjair Internationale yang diterjemahkan oleh SoeardiSoerjaningrat tahun 1921 menjadi Darah Ra’jat, dijualdengan harga f. 0,15. Jelas harga yang murah merupakankesengajaan dari para penulis dan penerbit buku-buku“bacaan liar” agar bisa bersaing dengan penerbit BalaiPoestaka. Dalam hal distribusi bacaan, pesan-pesan penerbit“bacaan liar” lebih dapat diterima oleh para pembaca.Penyebaran bacaan, biasanya beriringan dengan rapat-rapatumum. Misalnya saja Sjair Internasionale dinyanyikan padarapat-rapat umum, sebagaimana ditegaskan Marco dalamRasa Merdika “berbareng dengen keloeranja orang-orang itoemaka terdengerlah soeara dalem vergadering itoe lagoe-lagoesocialisme dinjanjikan orang, jang maksoednjamembangoenkan hati persaudaraan bersama.” Syair ini jugadidengungkan pada saat pemogokan besar di Solo pada tahun1923, di mana massa Sarekat Islam menyanyikan SjairInternasionale.126

Cara yang menarik bisa dilihat pada penerbitan bukuManifest Komunis yang disadur dan disampaikan sesuaidengan tingkat pemahaman pembaca pribumi oleh AxanZain. Buku itu dibagi menjadi dua jilid. Bagian pertamaberjudul “Apakah Maoenja Kaoem Kommunist?” Tujuannyaseperti dijelaskan oleh Axan Zain: “Dalem boekoe jang tipisini maoe diterangken dengen pendek dan djelas apa maoenjakaoem kommunist dan perkoempoelannja, jaitoe PartaiKommunist Indonesia, atau dengen pendek P.K.I.” Bagiankeduanya berjudul “PKI dan Kaoem Boeroeh.” Dalam bukuini Axan Zain menegaskan siapa yang dimaksud kaum buruh:

Siapakah jang bekerdja di paberik-paberik dan membikinbarang-barang jang matjem-matjem itoe? Jang bekerdjadi sitoe jaitoe golongan manoesia lain. Golongan manoesia

Edi Cahyono’s experiencE- 97 -

126 Takashi Shiraishi, An Age in Motion, hal. 293.

Page 101: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

ini kita namaken kaoem boeroeh atau dinamaken djoegakaoem proletar. Djoega di Indonesia banjak orang Proletar,jaitoe orang orang jang bekerdja di paberik-paberik goela,paberik-paberik kopi, teh, kina, karet, jang bekerdja dibingkil-bingkil, pelaboeahan, spoor, train, jang bekerdjadi roemah-roemah pertjetakan dan lain-lainnja.127

Manifest Komunis sendiri pertama kali diperkenalkan olehSemaoen dalam Persdelict Semaoen tahun 1919, ketika iamenyatakan “...bapaknja socialisme KARL MARX dalamboekoenja “Het Communistisch Manifest’’ dimana dalampermoelaannja ia bilang: Hikajatnja satoe satoenja pripengidoepan bersama sama jalah hikajatnja perlawanandradjat atau ‘klas’.” Ia juga menekankan dalam pembelaannyabahwa buku ini telah dibaca dan diakui oleh beberapakalangan: “Pengatahoeannja toean KARL MARX adatjoekoep, krana diakoei kabenarannja oleh Dokter²,Ingeneur², Mesteer², Professor² di Europa sebagi oepamasadja Meester Mendels dinegri Belanda, dll”.128

Dengan demikian dapat dilihat bahwa penyaduran ManifestKommunis merupakan pem-populer-an gagasan bahwaperubahan pergaulan hidup tidak akan statis seperti sekarang,pergaulan hidup akan terus berubah-ubah. Dengan kata lainbacaan tersebut merupakan pesan propaganda bagibumiputra untuk memahami seluk-beluk perjalanan modalyang mengeksploitasi rakyat bumiputra dan sekaligus sebagaibacaan untuk mengajar rakyat jajahan, dan juga tentang caraberorganisasi untuk menuju pembebasan diri darikapitalisme.

Selanjutnya penyebaran gagasan dalam buku ManifestKomunist diperluas oleh Hadji Misbach dalam menjelaskankapitalisme, proletarianisasi, dan perubahan kapitalisme ke

Edi Cahyono’s experiencE- 98 -

127 Axan Zain, PKI dan Kaoem Boeroeh, Kommissi Batjaan DariHoofdbestuur PKI, Juni 1925, hal. 4-5.128 Semaoen, Persdelict Semaoen, dikeloearkan olih Sarikat-IslamSemarang, Maret 1919, hal. 13-14.

Page 102: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

dalam perang imprealisme. Tulisan ini banyak dipengaruhioleh Hikajat Kadiroen-nya Semaoen.129

Misbach menjelaskan proletarianisasi di Hindia Belandasebagai akibat perkembangan modal-modal besar Eropa. Iamengutip Manifest Komunis:

Waktoe toewan Karl Marz [sic!] memegang pimpinanJaurnalis beliau memperhatikan betoel-betoel akannasibnja ra’jat, beliau ketarik sekali pada adanja soeal-soealtentang Economie dan doedoeknja kaoem miskin; dari itoetoewan Karl Marx dapat tahoe dengan terang pokok atausoember² jang menimboelkan kekaloetan doenia. Sebabatau soember kepaloetan itoe sebagai berikoet.

1e. Doenia kemiskinan di sebabkan adanja Kapitalisme.Kapitalisme jalah ilmoe mentjahari kahoentoengan bersamahanja mendjadi hak miliknja (kepoenjaanja) sedikit orang.

Kamiskinan sebab adanja isapan dan tindasan jang kaloeardari kapitalisme. Manoesia jang miskin mendjadi roesakbadannja, dan moedah di hinggapi roepa-roepa penjakitjang toemboeh roepa-roepa jang toemboeh daribadannja....

2e. Manoesia dalam zaman kapitalisme mendjadi roesakmoralnja (Boedinja) atau Humaniteitsgevoei(kemanoesiaannja) walaupoen mereka mendapatpengadjaran jang tinggi. Sebab keroesaannja moedah sekalimereka di permain-mainkan olih kapitalisme kepadamereka, mereka lantas merasa wadjib mendjalaninjamaskipoen perentah itoe membikin hina dan tjelakakepada dirinja. Boekti jang terang di Europa berlioenanmanoesia djiwanja melajang sebab diboeat permainan olihkapitalisme, di boeat korban memoeliakan dan menjokongkedjahatannja kapitalisme jang senantiasa Concirentiegoena meloeaskan kemoerkaan jang tida berbatas itoe,kemoerkaan mana mereka mereboet Ekonomi danbeberapa Indoestri {beberapa fabrik jang menghasilkanbarang² bermatjam-matjam seperti barang goena

Edi Cahyono’s experiencE- 99 -

129 Lihat Hikajat Kadiroen, hal. 98-99.

Page 103: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

kaperloean pakaian, roemah tangga dan alat-alat jang lainjang mendjadi kaperloean dan kasenangan manoesia} dansebagainja.130

Artikel yang dibuat oleh Misbach dalam pembuangannya diManokwari ini sebenarnya merupakan penglihatan terhadappertumbuhan kapitalisme di Hindia dan pembacaannyaterhadap Manifesto Komunis. Di sini Misbach dengan jelasingin menyatakan bahwa dengan berkembangnya kapital,berkembang pula proletariat, kelas buruh modern–kelas kaumpekerja yang hanya hidup selama mereka mendapatpekerjaan, dan hanya mendapat pekerjaan selama kerjamereka memperbesar modal.

Pada tingkat itu kaum buruh merupakan massa yang tersebardi seluruh negeri dan terpecah-belah oleh persaingan dikalangan mereka sendiri, satu hal yang membuat kaum buruhmenjadi lemah karena tidak ada organisasi yang kuat. Watakkapitalis adalah mengeduk keuntungan sebanyak-banyaknyayang hanya dibagikan untuk golongannya sendiri,sebagaimana ditegaskan Misbach kembali: “Orang jangmempoenjai barang2 perkakas oentoek menghasilkankaoentoengan jang kaoentoengan itoe hanja bagi sedikit orangsadja, dan dia jang bisa menentoekan semoea harga. (Ditoeroenkan atau di naikkan),” oleh karena itu, “koeboerkankapitalisme.”131

Sehingga dengan jelas buku Manifesto Komunis merupakanbuku acuan para pemimpin pergerakan untuk memahamikontradiksi-kontradiksi di dalam masyarakat kolonial. Danmengapa harus memilih buku Manifesto Komunis? Selainuntuk mempertegas garis politik terhadap kelompok “serikatburuh putih” yang banyak memberikan konsesi politikterhadap Suikersyndicaat yang dipimpin oleh Agus Salim cs.juga untuk menentang dominasi bacaan-bacaan yang

Edi Cahyono’s experiencE- 100 -

130 H. Misbach. Islam dan Kommunisme, Medan Moeslimin, hal. 4, 1925.Garis miring dari aslinya.131 Ibid., hal. 5.

Page 104: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

diproduksi oleh Balai Poestaka. Untuk menghadapi “bacaanliar” Balai Poestaka menerbitkan beberapa karya yang ditulisoleh orang bumiputra sendiri yang menyatakan sikap simpatiterhadap kalangan Islam–terutama Agus Salim cs.–denganharapan bisa sampai pada kompromi dalam membangkitkankonsepsi nasionalisme Islam. Ini diwakili oleh tulisan AbdoelMoeis, Salah Asoehan. Dari sini diharapkan timbul bentrokandi antara para pendukung produksi “bacaan liar”, terutamapara pendukung H. Misbach.132

Sementara Darsono, propagandis SI Surabaya yang barukeluar dari penjara tahun 1920 juga menulis “Ma’loematPartai Kommunist India” yang disahkan oleh A. Baars. Iaantara lain mempersoalkan nama partai:

“Apakah sebabnja maka perhimpoenan I.S.D.V. digantinama P.K.I., jaitoelah perkataan Sociaal Democraat digantidengan perkataan Kommunist?” Lebih lanjut iamenjelaskan “sebenarnya maka isinja, jaitoe maksoed jangdalam dari berdoea perkataan terseboet, tidak berbeda.Jang berbeda hanjalah pakaiannja sadja.”133

Penjelasan Darsono ini agar lebih mudah dipahami dan jugauntuk rendah hati kepada para anggota partai. Ditekankanbahwa perubahan nama itu tidak begitu penting, tetapi lebihpenting bahwa dalam konteks itu, yakni setelah PD I usai,terjadi zaman susah di mana harga barang membubungtinggi, sebab para imperialis yang terlibat peperangan merusakharga-harga barang.

Dari tema-tema “literatuur socialiatisch” dapat dijelaskanformasi ideologi para penulisnya yang bersandar pada kondisikongkret yang dihadapi kaum pergerakan. Penulis “literatuursocialistich” selalu menyesuaikan tulisannya dengankebutuhan para pembacanya (pendukung), sehingga bahasamaupun ungkapan yang ditampilkan dalam bacaan, sarat

Edi Cahyono’s experiencE- 101 -

132 Pandji Poestaka, no.4, 1924, hal. 11.133 Sinar Hindia, 27 September 1920.

Page 105: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

dengan ekpresi dan ideologi pendukungnya. Umpamanyauntuk menjelaskan perkembangan modal, diciptakan istilah“setan oeang” atau kebebasan diganti dengan “mardika”,istilah-istilah yang akrab untuk pendukung “bacaan liar”.Tanpa mengubah istilah-istilah ini pesan yang akandisampaikan sulit dipahami oleh pembacanya. Dengan begitupenjelasan Paul Tickell bahwa individu-individu ataupemimpin-pemimpin pergerakanlah yang membentuklingkungannya, saya pikir sangat keliru, karena Tickell tidakmempertimbangkan panggung pergerakan. Yang terjadisebenarnya malah sebaliknya, bahwa kondisi dan situasipergerakanlah yang mendorong produksi bacaan untukkaoem kromo.

Produksi “literatuur socialistisch” oleh para penulisnyaditujukan untuk mendidik rakyat jajahan, agar berpikirbagaimana jalan pergerakan tidak jatuh ke arah yang anarkis,dan sekaligus mengajak kaum terpelajar bumiputra untukturut memikirkan pergerakan sebagaimana ditegaskanAliarcham:

Ada kaoem intelektuil jang tida soeka tjampoer denganpergerakan kita karena merasa maloe, tetapi mereka djoegaakan berhoeboengan dengan fihak sana djoega tidak lakoe,paling² djadi orang soeroehan. Tapi kita kaoem intelektuilproletar berdjoeang oentoek mendirikan koeltoer baroe,dimana tida terdjadi orang minoem darah orang lain. Darisekarang pendidikan haroes dimoelai dari sekolahrendahan. Kita haroes banjak mengeloearkan batjaanoentoek anak² Ra’jat kita. Batjaan ini boekannja mengadjarorang takoet sama pemerentah tapi mendidik rasa mardikadan rasa berkoempoel dan nafsoe berdjoeang melawanbatjaan² jang dikeloearkan pemerentah.134

Jelas pernyataan “batjaan² jang dikeloearkan olehpemerentah” mengacu pada Balai Poestaka. Ini merupakanpropaganda anti bacaan yang diproduk oleh Balai Poestaka,

Edi Cahyono’s experiencE- 102 -

134 Aliarcham, “Bagaimana Mengadjar Ra’jat,” Sinar Hindia, 28 Maret1923.

Page 106: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

yang berusaha mentransmisi nilai-nilai politik dan sosialdengan harapan dapat mempengaruhi pemikiran, emosi dansekaligus tingkah laku rakyat bumiputra. Aliarcham dan parapemimpin pergerakan yang menulis di bawah naunganKommisi Batjaan Hoofdbeestuur PKI menyadari bahwa kelasburjuasi senantiasa menciptakan kebudayaannya sendiri dandi Hindia melalui produk-produk Balai Poestaka berusahamenghegemoni rakyat bumiputra. Untuk menentang bacaankelas burjuasi, “intelektual proletar” harus merekonstruksikebudayaan proletariat. Aliarcham juga menyatakan bahwamenciptakan kebudayaan yang baru bukanlah hal yangmudah, karena akan selalu mendapat halangan darikebudayaan burjuis yang telah berakar berabad-abad di kepalaproletar sekalipun. Tetapi kultur baru ini harus dicapai.135

Rumusan Aliarcham dalam menentang dominasi BalaiPoestaka agak mirip dengan seorang pemikir kebudayaanRussia yang memberi rumusan bagaimana kebudayaanproletariat itu diciptakan,

“...the proletariat, however, will reach its highest tensionand fullest manifestation of its class character during thisrevolutionary period and it will be within such narrowlimits that possibility of plantful, cultural reconstructionwill be confined”.136

Dari sini terlihat bahwa produk dan penyebaran bacaanmerupakan hal pokok dari pergerakan–sebagai pengikat danroda penggerak mesin sosial demokrasi. Penerbitan buku-buku seperti Pemogokan Besar Di Shanghai, SjairInternationale, “Hilangnja Rasa Ketjintaan Rosa Luxemburgdan Karl Liebnecht” merupakan petunjuk dari gerakperubahan yang terjadi pada wajah pergerakan. Dari gerakyang berwatak kompromi ke gerak yang menentang negarakolonial. Hal ini terjadi karena pergerakan sudah tidak dapat

Edi Cahyono’s experiencE- 103 -

135 Aliarcham, “Lagi Oentoek Mengadjar Ra’jat,” Sinar Hindia, 4 April1923.136 Leon Trotsky, Literature & Revolution, 1960, hal. 185.

Page 107: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

menempuh jalan parlementer maupun diplomasi.137

Produk “literatuur socialistich” sering menggunakan istilah“Hikajat”. Kata ini memberi pemahaman kepadapendukungnya tentang sejarah kekuasaan masyarakatkolonial. Sebagaimana dikatakan Semaoen bahwa HindiaBelanda adalah negeri di mana “Hikajatnyj drajat² jangberkoeasa dalam peprintahan negri didalam pripengidoepanbersama-sama”. Makna dari ungkapan ini adalah untukmemperlihatkan tahap-tahap perkembangan masyarakat.Pada zaman purbakala tingkat pengetahuan masyarakatterbatas pada kepala atau pemimpin yang mempunyaikekuasaan. Pemimpin ini begitu berkuasa di atas golongan-golongan masyarakat lainnya, sehingga apa yang dikehendakiharus diturut oleh yang di bawah. Dan kaum yang berkuasaini sering mempertunjukkan kekuasaannya (dramaturgi), danmenciptakan perbedaan dengan menamakan dirinya kaumotokratis.138

Tahap selanjutnya adalah kedatangan bangsa-bangsa Eropayang selanjutnya menjejakkan kekuasaannya. Karena adanyakekuasaan kolonial Belanda, tentulah sejarah Hindia harusmeneruskan sejarah kekuasaan di Eropa terutama setelahtumbuhnya perdagangan besar-besaran. Pertumbuhanperdagangan ini dipercepat dengan mesin-mesin dan pabrik-pabrik, sehingga kaum burjuis dapat melepaskan sandarannyapada rezim otokratis. Dalam sejarah kemudian timbulRevolusi Prancis dari tahun 1789 sampai 1793. Revolusi inimemunculkan kekuatan-kekuatan politik kaum burjuis diseantero Eropa, seperti Jerman, Inggris, Belanda dan lainnya,hingga Raja Belanda Willem I pun pada tahun 1848 dipaksamengadakan perubahan undang-undang pertanahan yang

Edi Cahyono’s experiencE- 104 -

137 Tjipto Mangoenkoesoemo, Het Communisme In Indonesie: NaarAanleiding Van De Relletjes, Indonesia Moeda, Bandoeng, hal. 13-14.bandingkan pula dengan penegasan Semaoen yang tidak percaya denganVolksraad yang ia katakan sekarang ini bukan tempat wakil rakyat sejati.138 Michel Foucault, Dicipline and Punish, Vintage Books, New York.

Page 108: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

baru serta perubahan hak pilih.139

Hikajat dengan begitu merupakan message kepada parapembacanya untuk memahami tahap-tahap perkembangansejarah hubungan-hubungan produksi dan kekuasaankolonial Hindia Belanda. Tema ini diangkat untuk melawanpenyebaran buku Sedjarah Djawa yang diterbitkan oleh BalaiPoestaka. Buku ini menjadi bacaan wajib di sekolah-sekolahrakyat. Isinya mengajarkan bahwa orang pribumi tidakmampu memerintah sehingga bangsa Timur termasuk HindiaBelanda harus dibimbing ke arah pengetahuan Barat. Jelasbahwa terjadi pertarungan praktek kebudayaaan antara yangmempertahankan hubungan sosial produksi lama denganyang ingin mengubah hubungan sosial produksi yang telahusang.

Pertentangan antara kaum buruh dan pemilik modal,menurut seorang penulis pergerakan ibarat pertentangan“andjing dan koetjing,” sebuah antagonisme yang tidakmungkin terdamaikan. Lebih jauh ia menjelaskan:

...lamalah Suikerbond loepa selamanja kaoem Kapitaaltiada berdamai dengan kaoem boeroeh. Loepalah ia djoegabahwa ia dapat ketjintaan dari kaoem kapitaal selamakapitaal menindas boeroeh Boemipoetera. Daja oepajaapakah jang akan didjalankan boeat kalahkan Kapitaal?Apa lagi nistjaja tiada lama lagi gadji kaoem boeroehSuikerbond akan ditoeroenkan karena harga goelatoeroen.140

Penegasan ini dapat diinterpretasikan bahwa kaum buruhtidak dapat mengabaikan bentuk khusus aktivitasproduksinya. Diperlihatkan bagaimana dalam hubungan ini,hasil kerja buruh yang terkandung dalam barang daganganhanya diperhitungkan dari segi kuantitas. Padahal dalam

Edi Cahyono’s experiencE- 105 -

139 139. E.J. Hobsbawm, The Age of Revolution, 1789-1848, Abacus,London, hal. 42-43.140 Wirjosoekarto, “Kapitaal dan Kaoem Boeroeh di Hindia,” Pemimpin,10 Juli 1921, hal. 24-26.

Page 109: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

perhitungan nilai tukar harus secara kualitatif, karena majikantidak membayar sepenuhnya hasil kerja seorang buruh danmengambil surplus yang dihasilkan oleh tenaga buruh.Pertanyaan untuk nilai pakai memang sebatas “Bagaimana”dan “Apa,” tetapi pertanyaan untuk nilai tukar jauh lebihrumit: Bagaimana dan Berapa? Berapa banyak waktu yangdipergunakan? Pada periode pergerakan pertanyaan danpersoalan seperti ini tidak pernah dipersoalkan olehpemerintah kolonial maupun pendukungnya. Pembicaraantentang proses produksi dalam bacaan tidak menyinggungdimensi di atas, dan sangat terbatas pada masalah teknis. Bagiorang-orang pergerakan, persoalan-persoalan yang “tidakterlihat” ini hanya dapat dijelaskan melalui bacaan dan rapat-rapat umum.

Dari Bacaan, Menuju “Pemberontakan”

Untuk menjawab pertanyaan di sekitar kematian “bacaanliar.” Tak dapat dipisahkan dari masa-masa menjelangpemberontakan l926-27. Sebagaimana ditunjukan, bahwa“bacaan liar” justru mengalami perkembangan pesat padatahun-tahun l920-an. Apakah ada hubungan diantaraproduksi “bacaan liar” dengan pemberontakan melawandiktaktor kolonial tersebut ? Pertanyaan ini untuk menggiringsaya ke pertanyaan selanjutnya adakah dalam bentuk maupunisi “bacaan liar” memberikan kontribusi bagi pengkondisian“pemberontakan 1926-27?” Karena dalam bacaan-bacaantersebut terlihat emosi, keyakinan, ekspresi yang menentangkediktaktoran kolonial. Dan untuk itu juga pentingdiperbandingkan dengan laporan-laporan kolonial, hal inipenting untuk menduga seberapa jauh pengkondisian“pemberontakan 1926-27” turut diprovokasi oleh negarakolonial. Dan juga bagaimanakah hubungan produksi dankonsumsi “bacaan liar” dengan bacaan yang diterbitkan dandicetak oleh peranakan Tionghoa? Soal ini juga pentingmemperlihatkan mengapa penulis dan percetakan peranakanTionghoa tidak menentang “bacaan liar” dan “mengecam

Edi Cahyono’s experiencE- 106 -

Page 110: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

pemberontakan 1926-27?”

Untuk soal yang pertama saya akan mempersoalkanhubungan penulis dan pembacanya, sehingga harus dilihatdari ideological formations, yaitu bagaimana ideologi dibangundari sejarah yang dihadapi, norma, nilai dan gagasan.

Selain itu, “bacaan liar” pada satu pihak, merupakancerminan “pemberontakan” sebagaimana telah ditegaskan diatas.”Bacaan liar” mempunyai cog and screw dengan parapembacanya. Selain melukiskan situasi pergerakan, sertaeksploitasi kolonial,”bacaan liar” turut mendorongpembacanya untuk berpatisipasi dan bergerak bersamapergerakan untuk menentang kediktaktoran kolonial. Dalambacaan juga digambarkan perbedaan-perbedaan derajatkolonial yang dihasilkan oleh kedikdaktoran kolonial (periode1921-1926). Kondisi rakyat jajahan ini jelas bertolak belakangdengan pengetahuan Eropa yang mengajarkan demokrasi danmenuntut ditinggalkannya perbedaan-perbedaan derajat yangtelah berukat-berakar dalam tata-susun kolonial.

Hikajat Kadiroen, Rasa Mardika, Parlement atau Soviet, SjairInternasionale, Apa Maoenja Kaoem Koemunist, PenoentoenKaoem Boeroeh, “Kaoem Merah,” “Ma’loemat KommunistIndia,” “Babad Tanah Djawa,” “Hilangnja Rasa Ketjintaanoleh Rosa Luxemburg dan Karl Liebnecht,” Soerat TerboekaKepada Kaoem Intellect atau Kaoem Terpeladjar. Meskipunmasing-masing penulisnya mempunyai latar-belakang sosialyang berbeda, namun semuanya melukiskan situasipergerakan dan memantulkan harapan-harapan masa depantanah airnya. Selain itu tulisan-tulisan ini mengandungpenglihatan baru atas dunia, sebagai akibat dari aruspemikiran baru, bacaan-bacaan ini berisi penolakan terhadapgagasan-gagasan lama.

Untuk menghubungkan ideological formations antarapembaca dan penulis, saya akan memulai bagaimana parapenulis “bacaan liar” didefinisikan oleh bacaan tersebut.

Edi Cahyono’s experiencE- 107 -

Page 111: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Semaoen dalam Penoentoen Kaoem Boeroeh, menegaskanbahwa, “batjaan-batjaan ini oentoek menentang boekoe-boekoe jang menjesatkan pemikiran para pembatjanja”, lebihlanjut ia menyatakan “semoea peladjaran itoe sekarang [jangdiboeat pemerentah] sekarang terisi dengan ratjoenkemodalan jang bisa menjempitkan angen-angen boeroeh.”Dalam tulisannya yang lain, Hikajat Kadiroen, “bacaan liar”ia tegaskan untuk keperluan menentang “banjak soerat-soeratkabar (di Hindia) boekan kepoenjaan rajat, jang selaloememoeat kabar-kabar Bohong boeat Meroesak gerakannjarajat, boeat Mengadjak pada Pembatjanja soepaja merekabentji pada pergerakan itoe, teroetama pada pemoeka-pemoekanja.” Sementara itu Marco Kartodikromo dalamtulisannya “Babad Tanah Djawa,” lebih berkeinginan untukmenjernihkan makna babad itu sendiri, yang telahdiselewengkan oleh para pujangga pribumi sendiri dandipertahankan oleh para ilmuwan Belanda, sebagaimana iategaskan:

Babad itoe soeatoe pengetahoean (wetenschap), tetapitidak sedikit toekang-toekang babad jang sama memalsoekarangannja. Perkara ini ternjata seperti kata orangTsjeccho Slowak: “Diantara orang-orang djoeroe babad,ada djoega memalsoe babad jang dibikinnja. Babad manajang seharoesnja ditoelis dengen sebetoel-betoelnja apajang telah terdjadi’’. Begitoe djoega orang bangsa Turkejeada pepatah: ,,jang menoelis atau membikin babad itoeboekan tempat tinta’’.141

Tujuan Marco menulis “Babad Tanah Djawa” adalah untukmenyusun sebuah buku sejarah Hindia Belanda yangpembacanya kaoem kromo, agar mereka mereka mengetahuitahap-tahap perkembangan sejarah masyarakatnya. TitikBerangkat Marco dalam menyusun “Babad Tanah Djawa,”ini berhubungan dengan konflik ia dengan Semaoen danDarsono. Konflik ini dimulai ketika Darsono menyerang

Edi Cahyono’s experiencE- 108 -

141 Marco, “Pendahoeloean untuk Babad Tanah Djawa,” Hidoep, 1 Juni1924.

Page 112: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Tjokroaminoto yang menggelapkan uang kas S.I. untukkepentingan pribadi dan menurut Marco ini bukan tindakanyang ksatria dan pada 11 September 1920 Marco secara resmimengundurkan diri dari arena pergerakan selama 2-3 tahun.Persoalan ini, selain berhubungan dengan konflik, jugaberhubungan dengan Marco yang dianggap tidak dapatmengurus dengan baik surat kabar Swara Tamtomo yangmerupakan organ Serikat Buruh Kehutanan. Dalam suratpengundurannya Marco menegaskan:

Saja telah berkata hendak mengoendoerkan diri, sebab:,,saja tidak banjak teman jang sehati, setoedjoean,semaksoed enz, enz.’’ Perkataan, saja itoe banjak saudarakita jang salah mengerti dan dia berkata: ,,kamoe jangmeninggalkan saja!’’ Itoe perkataan soedah tentoe sajadjawab: “Kamoe jang meninggalkan saja!’’ Mana jangbetoel, itoelah hanja Toehan jang mengetahoei, danachirnja tentoe akan berboekti, siapa jang salah.!

... Penoetoep ini toelisan, saja minta poedji doa darisekalian saudara kaoem pergerakan jang semaksoed dansetoedjoean dengan saja. Moedah-moedahan saja diberikekoeatan oleh Toehan, karena saja hendak mentjobamengasingkan diri dari kalangan pergerakan.

Ingatlah, perkataan diatas: ,,Ada waktoenja datang, dandjoega: Ada waktoenja poelang!’’ Itoelah memang soedahdjadi wetnja doenia jang tidak bersih ini.142

Dari pernyataan Marco “keluar dari pergerakan,” tidak dapatditerjemahkan sebagai orang yang tidak bertanggung Jawabterhadap pergerakan. Sebagaimana ia tenegaskan lebihgamblang,”Boeat djalan jang gampang sendiri ataspemandangan saja membersihkan diri, keloear dari kalangandoenia jang kotor itoe.” Pernyataannya ini merupakanrumusan Marco yang ingin menyatakan bahwa dia sudahsemakin sulit untuk membaca situasi pergerakan. Dan jalankeluarnya ia harus belajar kembali untuk mengusut kekeliruan

Edi Cahyono’s experiencE- 109 -

142 Marco, “Keloear dari Pergerakan,” Sinar Hindia, 26 Agustus 1921.

Page 113: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

dalam pergerakan. Untuk itu selama 3 tahun ia mempelajaridan membaca buku-buku yang lebih menunjangmemperbaiki kondisi pergerakan. Setelah itu Marco kembalike dalam arena pergerakan–dan memberikan kontribusiuntuk “pemberontakan 1926-27.” Sehingga dengan sangattepat Ben Anderson, menyatakan bahwa Marco merupakansalah seorang pemimpin pergerakan yang telah dapatmembayangkan masa depan tanah airnya.

Penyusunan Babad Tanah Djawa ini telah direncanakan olehMarco sejak tahun 1921, sebagaimana ia tegaskan pada kataPendahoeloean “Babad Tanah Djawa”: “Kami telah ada tjita-tjita aken membikin boekoe Babad Tanah Djawa, teroetamaSarekat Islam, seperti yang telah kami lahirkan di soerat-soeratkabar waktoe tahoen 1921. Dari Sebab roepa-roepa halanganjang telah menjerang diri kami, terpaksa pekerdjaan itoe kamitoenda sampe ada waktoe jang baik.” Yang dimaksud olehMarco dengan membikin boekoe “Babad Tanah Djawa” yangdimuat tahun 1921 adalah tulisan seorang yangmenggunakan nama anonim O. Soerapati, yang menegaskan:

Boekoe Tjerita Babad tanah Djawa, banjak djin-djin dansetan-setan jang menggangoe kedatangan orang Toerkie,sehingga sejumlah orang Toerkie jang ingin bertetap ditanah Djawa kembali belajar ke negerinja. Dan kemoedianSri Sultan seroekan lagi ke pada patih oentoek soepajataroek lagi orang Kelling jang disertai dengan pendita SechAboebakar oentoek mengoesir djin dan setan.Selandjoetnja orang Kelling selamat dan bertjoetjoektanam dan beroemah tangga di tanah Djawa sini. Lantasanak beranak sampe sekarang, mendjadi kita orang Djawaini toeronnja orang Kelling.

Srenta saja rasa-rasakan jang dalam-dalam maka pantassadja kita orang Djawa ini selamanja melarat sendiri, danrendah sendiri deradjatnja karena kita toeroennja orangrendah. Pindahnja orang Kelling ka tanah Djawa, samasadja dengan pindahnja orang Djawa ke Deli lantarankoerang makan lantas masoek Contract koeli ke Deli; djadi

Edi Cahyono’s experiencE- 110 -

Page 114: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

selamanja boeat isap-isapan dan enggoek-enggoekkansadja.143

Dengan menulis “Babad Tanah Djawa,” Marco bermaksudmenyusun sebuah buku sejarah Hindia-Belanda secara ilmiah.Dan karyanya ini, menurut saya, merupakan hasil studiMarco yang paling serius, sebab ia menggunakan referensihasil penelitian dari Professor Veth dan lainnya. “Babad TanahDjawa” dibagi dalam beberapa babak yang ditata secarasistematis. Bagian pertama tentang “Asalnja Nama Djawa,”bagian keduanya, tentang “Tanah Djawa Dalem DjamanHindoe.” Selanjutnya bagian ketiganya mengenai “IgamaHindoe Ditanah Djawa,” dan kemudian dilanjutkan tentang“Djatoehnja Keradjaan Modjopahit,” selanjutnya “Orang-Orang Portugal diTanah Djawa dan Keradjaan Demak”.Selanjutnya “Bantam, Jacatra dan Compagnie,” yangkesemua ditulis pada tahun 1924 di Salatiga.144

Pendapat Marco yang tertuang dalam “Babad Tanah Djawa,”sebagai sebuah karya yang telah membenam ke dalam benakmasyarakat Jawa sekarang, digambarkan Marco sebagaikekalahan kebudayaam Jawa terhadap kolonialisme Barat danini diperkuat dengan pendidikan kolonial di Hindia. Sehinggaberdasarkan penilaiannya, Marco memberi makna Babadsebagai “soeatoe pengetahoean (wetenschap).” Dan untuk itu“babad haroes ditoelis berdasarkan fakta-fakta danpengetahoean jang tjoekoep.” Sebagaimana ia memberikancontoh, bahwa sejarah Jawa pertamakali disusun oleh Raffles,yang juga menggunakan bahan dari para raja-raja Jawa, dankemudian diperluas dan dibakukan oleh BataviaschGenootschap pada tahun 1843. Marco memandang penulis“Babad Tanah Djawa” sebagai kekalahan kebudayaan Jawaterhadap ekspansi kolonial. Belanda tidak hanya membawakolonialisme, tetapi juga ilmu orientalis-nya–gagasan kolektiforang Eropa yang mengidentifikasikan dirinya berbeda

Edi Cahyono’s experiencE- 111 -

143 O. Soerapati. “Babad Tanah Djawa,” Sinar Hindia, 5 Januari 1921.144 Lihat Hidoep, 1924-25.

Page 115: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

dengan orang-orang pribumi. Dengan diintrodusirnya TanamPaksa oleh Van den Bosch, pejabat-pejabat kolonialmembutuhkan kerjasama yang erat dengan pembesar-pembesar pribumi, sehingga muncul kebutuhan baru, yaknidibutuhkan lebih banyak orang Belanda yang ahli Jawa, dapatberbahasa Jawa dan dapat mengetahui tentang seluk-belukkebudayaan Jawa. Yang kemudian didirikan Instituut voorhet Javaansche Taal (Lembaga Bahasa Jawa) di Surakarta, yangmendidik ahli-ahli Jawa Belanda untuk mempelajari bahasaJawa dan melakukakan darmawisata seperti Dieng,Borobudur dan Prambanan untuk melihat tradisi Jawa kuno.Pada tahun 1840-an institusi ini dipindahkan ke Delftdibawah naungan Kerajaan (Koninklijke Academie) yangkemudian dipindahkan kembali ke Leiden dan terkait denganUniversitas Leiden. Tokoh yang membangun landasanlembaga studi Jawa di Netherland adalah, Taco Roorda, yangmenjadi bapak pendiri Javanologi Belanda di UniversitasLeiden. Di lembaga ini bahasa Jawa Surakarta dankebudayaannnya dipelajari dan akhirnya dapat dikuasaidengan baik oleh para Javanologi Belanda. Kamus-kamusJawa-Belanda dan teks tentang tata bahasa Jawa yang disusunberdasarkan Jawa Surakarta dan jenis naskah Jawa dihasilkandidasarkan atas Istana Sunan.145

Kraton Surakarta menjadi standar Jawa, dan Surakarta,khususnya Istana Sunan, disetujui menjadi lambang status

Edi Cahyono’s experiencE- 112 -

145 Kamus besar bahasa Jawa-Belanda diterbitkan pertama kali tahun 1901disusun oleh J.F.C. Gericke, seorang linguist Jerman yang mempelajaribahasa Jawa sejak tahun 1827 dan menjadi anggota Netherlands BiblåSociety, dan seorang lagi Tacï Roorda sendiri. Dan seorang lagi yangturut menyumbangkan rekonstruksi sejarah Jawa adalah J.A. Wilkensseorang keturunan Eropa-Asia yang lahir di Gresik dan meninggal diSurakarta, ia sahabat dekat Ronggowarsito dan menghasilkan karya risalahtentang wayang dan Sejarah Jawa. Ketiga orang ini sebenarnya pendiriinstitute Javanologi. Untuk hal ini, lihat Kenji Tsuchija, “Javanology andthe Age of Ranggawarsita: An Introduction to Nineteenth-CenturyJavanese Culture,” dalam Reading Southeast Asia, Cornell Southeast AsiaProgram. 1990, hal. 75-108.

Page 116: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

kebudayaan Jawa oleh kekuasaan dan Javanologi Belanda.Lebih lanjut, para Javanologi Belanda mempelajari literatuurJawa Kuno, bahasa Jawa Kuno, dan sejarah Jawa Kuno, yanguntuk waktu yang lama telah hilang dan dilupakan oleh orangJawa sendiri. Para Javanologi Belanda mengubah danmerkonstruksi tradisi Jawa Kuno dan kemudian dikaitkandengan istana Surakarta. Kerajaan-kerajaan Surakarta–terutama Kasunanan diwajibkan oleh Javanolog Belandamengklaim sejarah Jawa yang mereka rekonstruksi dansekaligus Belanda mengklaim untuk legitimasi kebudayaan.

Proses legitimasi kebudayaan Surakarta oleh Belanda,bagaimanapun mempunyai sisi lain. Javanologi Belanda,dengan membawa kepentingan mempelajari seluk-beluk JawaKuno dan dilengkapi dengan dana, metode, dan Lembagayang terus-menerus mempelajari tentang Jawa, dengandemikian mereka dapat membeberkan pokok kedangkalanterhadap pemahaman literatuur Jawa dan dengan cara inipula mereka dapat menaklukkan tradisi Jawa kuno. Untukitu para Javanolog Belanda “menemukan,” “memugar,” danmemberi bentuk dan makna untuk masalalu orang Jawa. Jikaorang Jawa ingin kembali ke masalampau mereka, merekapundapat membaca karya-karya penulis Javanologi Belandadalam bahasa Belanda dan, jika mungkin, melalui latihanJavanologi di Netherland.146

Namun dalam “Babad Tanah Djawa”-nya, Marco secaraeksplisit ingin mengutarakan bahwa raja-raja Jawa terlalukompromi dan tak kenal batas. Hal ini dikarenakan bangsaini mempunyai watak selalu mencari-cari kesamaan,keselarasan, melupakan perbedaan untuk menghindaribentrokan sosial. Akhirnya dalam perkembangan selanjutnyaseringkali terjatuh pada satu kompromi ke kompromi laindan kehilangan prinsip-prinsipnya. Watak raja-raja Jawa lebihsuka penyesuaiaan daripada cekcok urusan prinsip. Karakterkehilangan prinsip pada raja-raja Jawa dapat terlihat dari

Edi Cahyono’s experiencE- 113 -

146 Ibid., Kenji Tsuchija.... hal. 90.

Page 117: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

penggambaran Marco tentang perjanjian kontrakperdagangan antara Belanda dan raja Jakatra yangditandangani oleh pada tahun 1610:

Radja memberi kemerdikaan kepada orang-orang Belandaboeat berdagang di Jakatra dan dia orang memberi beasepantasnja; memberiken sebedang tanah dengan harga1200 realen lebarnja 50 depa pesagi jang terletak dikampoeng Tjina; mengizidkan boeat membikin roemahbatoe disitoe oentoek tempat tinggal dan menjimpenbarang-barangnja, membantoe kalau orang-orang diserangmoesoeh.147

Dengan kekalahan budaya berarti bangsa Jawa juga kalahdalam bidang lainnya seperti politik, ekonomi dan ilmupengetahuan dan mereka taat dengan watak komprominya,yang mana Marco dalam sajaknya yang lain menyebut bangsaBelanda adalah bangsa Badjak Laoet:

Si badjak Laoet tinggal tertawa,Karena dia bisa memerentahnja,Orang Boemi jang djadi Kepala,Djoega di pandang seperti Radja,Si Badjak menanam pengaroehnja,Pada orang jang dibawahkannja,Agar dia gampang di pidjatnja,Dan merampasi harta bendanja.148

Sajaknya yang ditulis tahun 1918 ini, bagi telinga pejabatkolonial Belanda amatlah panas, dan tulisan ini dianggapoleh para pejabat Belanda sebagai penghasut untukmenggerakkan Ra’jat Kromo. Dan sekaligus menolak bahwabangsa Jawa yang menurut para Javanolog Belanda adalahlebih rendah dari bangsa kulit putih. Sebagaimana jugaDarsono menulis dalam Soeara Ra’jat, bahwa “peradaban JawaKuno seperti misalnya kisah Candi Borobudur, sebenarnya

Edi Cahyono’s experiencE- 114 -

147 Marco, “Babad Tanah Djawa,” dalam Hidoep 1924, VSTP Drukkerij,hal. 133.148 Marco, “Badjak Laoet,” Sinar Hindia, 23 Desember 1918.

Page 118: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

telah direkonstruksi oleh raja-raja Jawa dan para ilmuwanBelanda.”149

Dalam novel Matahariah-nya Marco (yang lebih dikenalsebagai Novel Kromo Bergerak) ia secara tegas mengemukakanpendapatnya bagaimana caranya untuk keluar dari kekalahanbudaya ini:

Sekarang saja soedah sama bermoefakat akan membikinperkoempoelan jang kita kasih nama: KROMOBERGERAK, maksoednja perkoempoelan, berdaja oepajabangsa kita anak Hindia bisa roekoen menjadi satoe hati,soepaja kita tidak selaloe dperas oleh bangsa-bangsa boeas.Lagi poela kita anak Hindia bisa roekoen djadi satoe,disitoelah waktoenja kita bisa mengilangi lakoe sawenang-wenang. Sekarang saja soedah mendjadi orang particuliersoedah tentoe sadja saja akan beroesaha keras soepaja kitaanak Hindia bisa naik deradjatnja seperti bangsa Europajang ada ditanah kita. Saudara-saudara tahoe sendiri,bahwa kita anak Hindia selaloe dihina oleh bangsa Europajang ada sama disini, sja kira ini perkara pemerintah tentoesoedah mengetahoei, tetapi dia poerak-poerak tidakmengerti, karena itoelah memang boeat menaikkankehormatannja bangsa itoe....150

Hampir dalam setiap kesempatan Marco terus menulisbagaimana menaikkan derajat bangsa Jawa yang telahdikalahkan oleh bangsa penjajah. Dalam sjair Sama rasa danSama rata, ia dengan sinisnya mengejek keangguhan penguasakolonial di Hindia Belanda dan menyindir inferioritas raja-raja Jawa, “Ejang Djendral! Bopo Resident! Prestige toeroen!Prestige Toeroen! Prestige Toeroen!!! Kamoe orang toeroenatau kita naik!! Kalau orang pernah ada di Solo tentoe bisamengerti maksoednja toelisan saja jang terseboet diatas itoe

Edi Cahyono’s experiencE- 115 -

149 Dikutip dari Takashi Siraishi, “‘Satria’ vs. ‘Pandita’ Sebuah DebatDalam Mencari Identitas,” dalam Akira Nagazumi dan Taufik Abdullah(peny.), 1986, Indonesia Dalam Kajian Sarjana Jepang, hal. 158-188.150 Marco, “Matahariah,” dimuat secara bersambung di Sinar Hindiapada tahun 1918.

Page 119: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

- jaitoe bila HINGKANG SINOEHOEN (KandjengSoesoehoenan Solo) menjeboet atau kirim soerat kepadaGouveneuur Generaal memakai seseboetan EJANG (embah,Jav) groot vader; kalau kepada Resident Bopo (Papah),vader.”151

Makna sebutan Ejang untuk Gubernur Jenderal dan Bopountuk Resident disini dapat ditafsirkan sebagai produksimakna, tanda-tanda dan nilai kehidupan sosial untukmelindungi raja-raja Jawa yang lemah dan kompromistis.Atau gagasan yang membantu kekuasaan politik yangdominan dan sekaligus gagasan palsu yang membantukekuasaan politik yang dominan, yang secara sistematismendistorsi komunikasi dengan bentuk-bentuk pemikiranyang dimotivasi oleh kepentingan-kepentingan sosialkekuasaan kolonial. Marco dengan lugas memberontakterhadap belenggu kekusaan kolonial, ia secara sadar tidakmengacu pada situasi konkrit bikinan Javanolog Belandatetapi pada sebuah formasi ideologi (dan yang menyebabkania memencongkan sejarah Jawa) yang “situasi konkritnya”secara aktual diproduksi melalui studi sejarah Jawa yangdilandasi dengan membongkar sejarah (babad) yangdirekonstruksi oleh para Javanolog Belanda.

Dengan “Babad Tanah Djawa”-nya, Marco telahmenciptakan common sense atau common belief yang barutentang sejarah Jawa yang penuh dengan sejarah penaklukkanatau perang-perang kolonial di Hindia Belanda. Dengancommon sense yang baru, Marco menolak untuk menerimakepasifan orang Jawa terhadap sejarahnya, ia secara langsungingin mengatakan bahwa seseorang yang tidak mempunyaidaya kritis dan konsepsi yang koherent terhadap dunia tidakdapat memahami kesadaran dan sejarahnya dan sekaligustidak mengetahui dirinya merupakan produk dari prosessejarah yang panjang. Melalui pemahaman sejarah Hindiayang cukup baik, Marco dapat merumuskan historiographi

Edi Cahyono’s experiencE- 116 -

151 Marco, “Sama rasa dan Sama rata,” Sinar Hindia, 28 Mei 1918.

Page 120: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Hindia Belanda untuk meng-counter historiographi yangditulis oleh para orientalis Eropa tentang Jawa. Marco dengantepat merumuskan kapan dan bagaimana kekuasaan kolonialBelanda melebarkan sayapnya:

Pada tanggal 20 Maart 1602 Vereenigde Oost-IndischeCompagnie (V.O.C.) itoe diberi idzin (oetradi) oleh negeri(Algemeene Staten) boeat dibilang permoelaan berdirinyapeperentahan Belanda di Hindia. Itoe waktoe jangdiperloeken hanja perdagangan dan membikin beberapakantor-kantor dagang dimana-mana tempat. Tetapi moelaiitoe waktoe ada tanda-tanda djoega boeat melebarkanpeperentahan Belanda aken menakloekken Hindia, danmaksoed itoe poen bisa kesampean, jang sekarang dimanaNederlandsch-Indie; jaitoe seloeroeh tanah Djawa dan 3/4 (tiga perempat) dari poelau-poelau Hindia.152

“Babad Tanah Djawa” ditulis Marco pada tahun 1924,dimana zaman pergerakan dalam keadaan yang memuncak,terpecah-pecah dan penuh provokasi baik dari pihak negarakolonial sendiri maupun dari kalangan pergerakan sendiri.Dan untuk itu perlu untuk merombak sejarah Hindia Belandaversi kolonialisme dengan merekonstruksi sejarah Indonesiaberdasarkan padangan nasionalis–sebagaimana Marcomenamakan jurnal Hidoep karena: “HIDOEP’’, tidak lainsoepaja jang merasa ‘’hidoep” kita sedjati, jang gilanggoemilang dan soetji, tidak tertjampoer dengen pikiran jangkedji.” Dengan Hidoep dapat dimaksudkan sebagaimenjalakan pengetahuan kepada kaum kromo karenapergerakan membutuhkan pendidikan massa. Denganperkataan lain “literatuur socialisme” untuk menghindarikekuatan massa menjadi tidak terorganisir (disorganizes), apayang dikatakan Marco “tidak tertjampoer dengan pikiran jangkedji” (anarkisme). Meskipun “Babad Tanah Djawa”direncanakan akan ditulis hingga periode pergerakan, tetapikarena Marco sendiri telah kembali aktif ke panggungpergerakan, maka karya itu hanya sampai periode VOC,

Edi Cahyono’s experiencE- 117 -

152 Marco, “Babad Tanah Djawa,” Hidoep, 1924-1925, hal. 148.

Page 121: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

namun demikian ia dalam membangun argumentasinya tidakberangkat dari definisi-definisi tentang sejarah kebudayaanJawa, tetapi sebaliknya ia bertitik tolak dari fakta-fakta bahwadengan masuknya kolonialisme maka kebudayaan Jawamengalami kekalahan dan taat dengan kompromi-kompromi.“Babad Tanah Djawa,” boleh dikatakan merupakan sebuahkarya sejarah kebudayaan politik.

Berbeda dengan Hikajat Kadiroen atau Rasa Mardika (HikajatSoedjatmo) keduanya merupakan novel politik, yangmenggambarkan suasana pergerakan. A. Teeuw secaraberlebihan menegaskan bahwa “Dari ringkasan cerita sertapetikan-petikan yang dikemukakan dalam buku Bakri Siregar,maka saya memperoleh kesan bahwa roman Mas Marco rapatbenar persamaannja dengan Hikajat Kadiroen Semaun padasegala seginya.” Seharusnya A. Teeuw sebagai seorangintelektual harus membaca kedua novel tersebut, dari segialur cerita memang sama tetapi tidak pada keseluruhan.Apalagi dengan mengikuti klise lama bahwa Rasa Mardikadikarang oleh Marco, padahal Marco pada tahun 1924 sedangsibuk-sibuknya di Solo membangun Sarekat Ra’jat. Sekalilagi A. Teeuw melupakan konteks sejarah pergerakan, dimanaseringkali diselenggarakan Rapat Umum, perdebatan,pemogokan buruh dan menolak tradisi sembah-jongkok.Penegasan A.Teeuw tidak berbeda jauh dengan denganpernyataan Henk Maeir yang meninjau Hikajat Kadiroen:

Apakah Hikayat Kadiroen adalah buku yang bermanfaatbagi pembaca Barat yang modern? Sudah pasti tidak kalaudiartikan sebagaimana dilakukan Semaoen: campuranyang khas antara unsur-unsur Islam, Komunis dan Jawatidak dapat dijadikan teladan bagi kita dan sudah pastitidak akan mendorong kita beraksi.153

Di sini penegasan Maier juga melupakan konteks pergerakandan masih terpengaruh dengan konsep sejarah ortodoks yang

Edi Cahyono’s experiencE- 118 -

153 H. Maier, “Di Bawah Penerangan Penjara, Semaoen Menulis ‘HikayatKadiroen,’” Tanah Air, No. 5, 1990, hal. 7-26.

Page 122: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

diajukan oleh Peter Blumberger yang milah-milah IdeologiIslam, Nasionalisme dan Komunisme, sehingga seluruhindividu organisasi yang bergerak dipahami sebagai pelopor.Dan dengan Maier memahami Hikajat Kadiroen semacamini, maka ia telah mereduksi makna “pergerakan” dimanabacaan menjadi unsur penting bagi penggerak dan pengikatgerakan massa dan konteks pergerakan yang memerlukanrapat umum, debat, novel dan penghapusan tradisi Jawa yangtelah usang. Sebagaimana dalam Hikajat Kadiroen ditegaskan:

Sampai disini adanja debat-debat jang hanja diambilmaksoednja sadja dalam ini verslag. Karena tidak ada jangdebat lagi, maka President laloe berdiri dan menerangkanbahwa toean Tjitro maoe mendjawab semoea toean toeanjang soedah bitjara.

Balasan debat: Toean Tjitro kata poela ,,Saudara-saudara,vergadering jang terhormat! Soenggoehlah saja ada senanghati, bahwa ada lima toean yang bantah-berbatah ini makaperkara kita laloe bisa tambah terang lagi baiknja, jaitoemaksoednja P.K.154

Dengan melakukan perdebatan akan melahirkan sebuahpendidikan kolektif untuk massa atau kaum kromo, atauuntuk menegakkan demokrasi bagi gerak massa danmenggeser keseimbangan kekuatan dalam mengarahkankekuatan progresif, yang dalam jangka panjang bertujuanuntuk kemenangan sosialisme.

Sementara itu dalam Rasa Mardika yang ditulis olehSoemantri salah seorang propagandis VSTP yang menolakadat-adat lama seperti sembah-jongkok yang dianggapnyasudah tidak dapat diterima pada zaman modern ini:

Seketika itoe djoega maka air moeka Soedjamoe poetjet,djalan darahnja mendjadi deres, detik djantoengnjamendjadi keras, hatinja berdebar-debar seolah-olah orangketakoetan aken barang sesoeatoe jang ada dalampikirannja. Dalem hatinja berpikirlah ia: Magang? apakah

Edi Cahyono’s experiencE- 119 -

154 Semaoen, Hikajat Kadiroen, hal. 117.

Page 123: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

saja mesti berdjongkok-djongkok sambil merangkak-rangkak sebagai katak sakedar mentjari moeka manis?Benar djoegalah kata orang, bahwa adat jang demikianitoe sekarang soedah ta’ patoet didjalanken.155

Penolakan Soemantri terhadap aturan adat lama yangdijelmakan melalui sembah-jongkok, memberitahukankepada kaum kromo bahwa pada jaman modern keadaantelah berubah menjadi sama rendah-sama tinggi bukan dalampengertian “penyamakan ratakan kaoem setan uang dengankaoem kromo,” melainkan dengan “memaksoedkandemocrasie.” Masing-masing orang yang datang ke“vergadering boleh berbantah-bantahan.”156

Istilah “bacaan liar” merupakan pembahasan dari BalaiPoestaka. Sebaliknya bagi pemimpin pergerakan merekamendiskusikannya sebagai “literatuur socialism”–sebagaimana telah disinggung pada bagian pengantar tulisanini. “Literatuur socialism” menjelang meletusnya“pemberontakan” produksi semakin meningkat “menoeroetstatistiek maka dalam tahoen 1917 ada disiarkan 8-kitab,tahoen 1918 ada 15 kitab, tahoen 1919 ada 26 kitab, tahoen1920 ada 32 kitab dan dari tahoen 1921 hingga tiga kwartaldalam tahoen 1925 ada 70 kitab.”157

Meskipun jumlah produksi “litteratuur Socialitisch” lebihrendah ketimbang produksi bacaan Balai Poestaka, namundibandingkan pendistribusiannya lebih tinggi “litteratuursosialistich.” Bagaimana prosesnya hingga demikian?

Hal ini merupa akibat konsep “orientalisme” Balai Poestakayang tetap mejalankan politik bahasa dari kekuasaan politikkolonial dengan tidak menginginkan adanya bahasa

Edi Cahyono’s experiencE- 120 -

155 Soemantri, Rasa Mardika Hikajat: Soedjanmo, hal. 4.156 Darsono, “Ma’loemat Kommunist India,” Sinar Hindia, 27 September1921.157 Soekindar, “Socialistische Litteratuur di Hindia,” Sinar Hindia, 17Desember 1921. Perlu diketahui pada tahun 1924 menjadi Secretarishoofbestuur PKI.

Page 124: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

persatuan, dan lebih dititik-beratkan pada usahamengobarkan perasaan kesukuan, dengan caramenghidupkan sentimen bahasa daerah secara tidak wajardan mempertentangkannya dengan bahasa Melayu Pasar,disamping usaha untuk menjadikan bahasa Belanda menjadibahasa pengantar di Indonesia. Strategi Balai Poestaka inisangat erat hubungannya dengan hegemoni kolonial,sebagaimana Dr. G.J. Nieuwenhuis dalam kesimpulanbukunya Het Nederlands in Indie (1925):

Kalau lambat laun semiliun bangsa Hindia jang terpeladjarpandai berbitjara dan mengerti bahasa kita (hal itu baru2% dari segala anak negeri), maka buku Belanda, pekerjaBelanda, pikiran Belanda akan tetap mendjalankanpengaruhnja dan barang-barang Belanda akan tetap lakuselama tanah djadjahan ini masih lama lagi akan djadinegeri Belanda.158

Sementara itu dalam zaman bergerak buku yang dicetak dandidistribusikan oleh penerbit “litteratuur Socialistisch” lebihmengenai sasarannya, yakni kaoem kromo dan selain itudengan harga yang murah dapat dijangkau. Para penerbit“litteratuur socialistich” tetap mempertahankan bahasaMelayu-Pasar yang menjadi bahasa kaum buruh. Di tambahpula produksi “litteratuur socialitisch” terus memegang teguhuntuk mengajak kaoem kromo untuk mengadakan perubahansosial demi kemerdekaan kaoem kromo. Sebagaimana Marcomenulis untuk pendahoeloean Soerat teboeka pada KaoemIntelect Atau Kaoem Terpeladjar karangan R.M. Soetjipto:

Kita manoesia jang sama hidoep di dalem djaman sekarangini moestail sekali kalau bisa merasa seneng di dalam hati,walaupoen di dalem golongan fehak jang mana. Kalaukita mendenger dari keloeh kesahnja, kerna marika itoetakoet bila barang jang dimakannja itoe tidak bisalangsoeng di dapetnja, jaitoe terboekti, tjonto-tjonto dikanan kirinja jang dihinggapi bahaja kekoerangan itoe.

Edi Cahyono’s experiencE- 121 -

158 Dikutip dari Prof. Bakri Siregar, Sedjarah Sastera Indonesia Modern,hal. 36.

Page 125: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Bila kita tilik ada digolongannja kapitalisten, jalah kaoemmenoempoek-noempok harta doenia disitoe poen adatanda-tanda ketakoetan itoe, kalau-kalau milik jang telahdiakoeinja itoe kepoenjaan diri sendiri itoe bisa terlepasdari genggamannja, kerna terdampar oleh gelombangkeriboetan manoesia jang sama kekoerangan makan, dantidak ada lain lagi ketjoeali minta kepada orang-orang jangmempoenjai milik lebih dari mestinja, soedah tentoe sadjapermintaan itoe djarang kalau memaksa.159

Penegasan Marco ini sebenarnya untuk mengajak kaoemkromo untuk merubah hidupnya dengan cara merebut ataumemperjuangkan hak-hak kaoem kromo, tidak dengan carameminta terhadap kaum kapitalis, tetapi merebutnya darikekuasaan keditaktoran kapitalisme. Selain itu penegasan inimencerminkan laju perubahan sosial pada zaman pergerakan,oleh sebab itu orang yang terlibat dalam pergerakan satu-sama lain untuk menguji kembali secara kritis posisinya dalamdunia pergerakan dan bertanggung-jawab terhadap massayang diajak untuk bergerak. Dengan kata lain, dalam keadaanyang sulit ini penulis bacaan untuk kaoem kromo menjadisadar bahwa sifat nyata dari produksi bacaannya menitikberatkan pada aspek realitas, sehingga commitment-nya tidakdapat terpisahkan dari bacaan yang diproduksinya.

Sasaran dari tulisan R.M. Soetjipto adalah untuk mengajakkaum terpelajar ikut serta dalam pergerakan dan saling bahumembahu dengan kaum buruh dan tani:

Pada kaoem boeroeh dan kaoem tani sekarang dikasihsegala kekoeasaan dan segala keoentoengan, agar soepajamereka bisa menghantjoerkan kaoem kapital. Pada kaoemboeroeh dan kaoem tani dikasih makanan jang hoetamadan jang mengoeatkan badan, soepaja badannja mendjadikoeat-koeat. Pada kaoem boeroeh dan kaoem tani dikasihroemah jang padang dan sehat. Lagi pada kaoem boeroehdan tani dikasih boedi jang soetji, kepandaian dan

Edi Cahyono’s experiencE- 122 -

159 Marco, “Pendahoeloean Soerat Terboeka pada Kaoem Intellect AtauKaoem Terpeladjar” dalam Hidoep 25 Februari 1925.

Page 126: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

pengetahoean, soepaja darahnja kemanoesiaan bisaberdjalan di seloeroeh toeboehnja dan bisa mendatengkenkultuur jang socialistisch, jang baroe dan jang tinggi.

Sehingga dengan jelas Soetjipto merumuskan bahwapersekutuan antara kaum terpelajar dengan kaum buruh dantani akan mendatangkan apa yang ia sebut dengan “kultuursocialistisch.” Pernyataan ini menekankan pada proses sosial–yang menentang kediktaktoran kaum modal, sebagaimanaia nyatakan “Hai kaoem kapital atau toean-toean bourgeoislepaskanlah kapitalmoe seperti orang pintjang jang tidakmaoe memakai tongkatnja lagi.” Kalau ditilik secara ideologispenjabaran Soetjipto berusaha menyadarkan kaum buruh dantani bahwa dalam kekuasaan kolonial terdapat konflik antaramodal dan kerja–antara yang dipertuan dan yangdipekerjakan. Oleh karena itu untuk mendatangkan “kultuursocialistich” diperlukan kemajuan kebudayaan yangtergantung atas kemajuan kondisi material, terutamaorganisasi sosial, sehingga dibutuhkan interaksi konstanantara kebudayaan dan organisasi sosial. Dengan “kultuursocialistich,” maka “ia membikin pemeliharaan baroe jangberkehendak akan memperbaiki nasibnja badan dan nasibnjadjiwa pemboeroehan dan lagi menghilangkan perbedaan klas-klas.”

Dari judul tulisannya Soetjipto–Soerat Terboeka kepada kaoemintellect, ia bermaksud mengkritik kaum terpelajar yangmenjadi alat kaum modal untuk menunjang kekuasaannya:

Akan tetapi pada moesim perang doenia nasib kaoemsosialist itoe laloe ganti, sebab mereka soedah tidakdiperdoeli oleh kaoem dipertoean, lantaran perboeatankaoem letterkundig (ahli-ahli bahasa) jang termashoer danjang tidak masoek dalem kalangan kaoem sosialist itoe.Djadi persahabatan antara kaoem sosialist dan kaoemkoeasa soedah tidak tebel lagi, sebab kaoem koeasa itoesoedah dapat moeter-moeter otaknja kaoem letterkundig,sampe ia djadi perkakasnja boeat keperloeannja sendiri.Semoea djoeroe ngarang (schrijvers), misalnja Anatole

Edi Cahyono’s experiencE- 123 -

Page 127: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

France, Verhaeren, Wells, Bernard Shaw dan lain-lain jangsoedah termashoer di seloeroeh doenia soedah mendjadipemboedjoeknja kaoem koeasa itoe.

Tulisan yang dikarang tahun 1925 dan dimuat di majalahHidoep serta dicetak oleh Drukkerij VSTP Semarang,merupakan peringatan akan semakin didaktornya kekuasaankolonial, terutama masalah kemiskinan yang akan meledakmenjadi kekerasan, “Awas kaoem terpeladjar, pada masa inigelombang kemiskinan soedah berdengoeng-dengoeng akenmendampar ke tepi laoet keriboetan, kalau bahaja jang akendatang ini tidak lekas kamoe tolak dengen akalmoe jang sehat,soedah tentoe achirnja kamoe orang akan merasai doronganjang amat haibat itoe; kalau tidak kamoe sendiri tentoe anakatau tjoetjoemoe jang aken merasai kekoeatan gelombangitoe.” Kalimat-kalimat ini dikutip oleh Soetjipto dari suratterbuka Henriete Rolland Holst kepada Maxim Gorky waktumenjelang meletusnya revolusi Oktober di Rusia.160

Gagagasan inilah yang mendorong Soetjipto untukmengkritik kaum terpelajar, sedangkan alur cerita yang iakonstruksi diperoleh dari pembacaannya tentang revolusisosialis di Russia–terutama bagaimana bacaan yangdiproduksi oleh kaum terpelajar dengan realitasnyamempunyai komitmen sosial. Soerat terboeka kepada kaoemterpeladjar menjabarkan sosialisme adalah masyarakatmasadepan untuk kaum buruh dan tani, dan kaoemterpeladjar harus mempunyai kommitment untuk tujuantersebut: “Apa lagi kalau kamoe bisa memimpin rajat jangada di goea koeno ini ke istana jang padang jalah goea istanaSowjetregeering, itoelah jang nanti kamoe diberi kesoargaandoenia oleh rajat.” Jelas masyarakat yang dituju adalahsosialisme–sebuah masyarakat yang bertujuan menyingkirkanpemilikan pribadi yang didominasi oleh klas tertentu, tetapimembangun kondisi-kondisi yang mana seluruh masyarakat

Edi Cahyono’s experiencE- 124 -

160 Lihat Maxim Gorky Letters, Progress Publishers, Moscow 1966 hal,18.

Page 128: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

berpatisipasi secara aktif dalam mengurus danmengembangkan sumber-sumber produktifitas mereka,termasuk menggunakan tenaga-kerja yang mereka miliki.

Sementara itu tulisan Soetjipto yang lain yang berjudul“Kehilangan Ketjintaan Kita: Rosa Luxemburg Dan KarlLiebnecht,” yang ditulis dalam rangka memperingatimeninggalnya kedua tokoh pergerakan Jerman tersebut.Tulisan ini menjadi penting, karena memperbandingkanpergerakan buruh di Jerman dengan pergerakan di di Hindia:

Sekonjong-konjong kedoea orang itoe mati lantaranperkelaian ketjil sadja, perkelaian mana jang didapeti olehkaoem djoemlah sedikit, tapi moerka, hendakmenakloekkan kaoem djoemlah banjak jang mengalatkanilmoenja jang djahat jalah pada kalanja marhoem kawan-kawan itoe mengasih ilmoenja pada kaoem Blanquist.Maka sekonjong-konjong kaoem idjadjil menjerangnjadengen sendjata seperti jang soedah kedjadian disini,mitsalnja di Bandoeng, di Sidomoeljo (res. Madioen) danlain-lain.

Yang dimaksud oleh “kaoem idjadjil” di sini adalah SerikatHidjo yang mendapatkan dana dari Suikersyndikaat untukmemprovokasi pergerakan, agar dengan demikian pergerakandapat meningkatkan suhunya untuk melakukan pemogokan-pemogokan buruh dan yang pada akhirnya melancarkan“pemberontakan.” Selain itu Serikat Hidjo tidak hanyamelakukan gerakan teror, tetapi juga berupaya memberikanuang sogok kepada lid-lid Sarekat Ra’jat agar mereka dapatditarik menjadi anggota Serikat Hidjo–uang yang ditawarkansebesar f. 750 sebulannya.161

Sedangkan yang dimaksud dengan kaoem Blanquist adalahseorang tokoh konspirasional pada revolusi 1848 di Eropa.Di sini Soetjipto mencoba memunculkan kembali kaoemBlanquist yang untuk pada masa pergerakan di Jermangagasan Kaoem Blanquist dipergunakan kembali oleh

Edi Cahyono’s experiencE- 125 -

161 Api, 23 Juli 1925.

Page 129: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

penguasa Jerman saat itu telah merasa takut dengan gerakanLiga Spartakus yang dipimpin oleh Rosa dan Liebknecht.Penguasa Jerman memakai Ebert-Scheidmann–seorang tokohyang tidak mempercayai kekuatan pergerakan buruh untukmelakukan perubahan sosial, tetapi melalui komplotansegelintir intelektual “...sekonjong-konjong Spartakus itulantas terdjoen di kalangan rajat dan mendjadi katjau darikaoem Ebert-Scheidmann, jalah kaoem regeerders ataukaoem dipertoean.”

Tulisan Soetjipto ini sangat dipengaruhi oleh situasipergerakan yang semakin memanas, terutama rapat-rapatumum yang dilakukan PKI pada tahun 1924-25 senantiasadituduh oleh negara kolonial telah banyak membuatkerusuhan,

“Openbare-vergadering P.K.I afd. Semarang pada tanggal3 februari 1924 dihadiri kira-kira 4000. Mendengarpembitjaraan-pembitjaraan tentang tjaranja fihak politietoean Soesatjito dan spion Hardjosoemarto mengoeroesorang-orang jang terdakwa perkara bom, mengetahoei,bahwa apabila soenggoeh benar hal itoe terdjadi demikian,adalah akan mendjeroemoeskan orang jang tidakbersalah.”162

Pemberitaan ini dengan jelas menunjukkan bahwa negarakolonial mulai melakukan aksi-aksi provokasi, terutamasetelah kegelisahan Suikersyndikaat melihat perkembanganPKI yang terus menerus memperbanyak organ-organpemersatunya (suratkabar, jurnal, literatur)163 termasuk jugapendirian Serikat Buruh Gula pada tahun 1924 untukmemaksa negara kolonial membubarkan PKI beserta seluruhpendukungnya dengan cara apapun.164

Edi Cahyono’s experiencE- 126 -

162 Doenia Merdeka, 15 Februari 1924.163 Berdasarkan pencatatannya Ruth McVey, bahwa organ PKI untuk diJawa saja telah mempunyai 8 buah baik dalam bentuk suratkabar danjurnal. Sedangkan di Sumatra dan Kalimantan jumlahnya mencapai 18buah. Ibid., hal. 426.164 Pada awal tahun 1923 PKI mulai mengorganisasi buruh-buruh gula

Page 130: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Sebagaimana juga Soetjipto memperingatkan kepada kaumpergerakan dengan adanya tindakan provokasi dari kaummodal:

Maka kaoem kommunist jang tidak sedar akenketjoerangannja kaoem kapital, masih teroes-meneroesmenamen keberanian dan menjokong perboeatannjakaoem boeroeh dengen djalan membikin pemogokan-pemogokan dimana-mana tempat berserta mendengerkenrisanan-risanan dan ia masih kerdja teroes akenmempersatoeken segala partij oentoek menentangkekoeasaan, teroetama menentang kaoem kapital danmemoekatken ditaktornja (jang terkoeasa pada moesimperang) kaoem proletar.

Perbandingan yang dilakukan oleh Soetjipto antara keadaanpergerakan di Hindia dan pergerakan di Jerman tidaklahmempunyai perbedaan jauh–kedua pergerakan sama-samamenuju kepada masyarakat yang dicita-citakan–masyarakatsosialisme, dan untuk menuju ke sana banyak rintangan yang

Edi Cahyono’s experiencE- 127 -

di wilayah Surabaya dan Kediri, tetapi dengan segerakan mendapattentangan dari negara kolonial dan pemilik-pemilik perkebunan.Selanjutnya pada tahun 1924 partai menegaskan pendirianPerkoempoelan Ontoek Kaoem Boeroeh Onderneming Goela, yangbagaimanapun terbukti sangat lemah; Overzicht 1924, hal. 31. Dalamupaya yang bary di antara buruh-buruh gula, nama perkumpulan digantimenjadi Sarekat Boeroeh Goela (SBG) Moesso salah seorang yangmemberikan dorongan untuk membentuk SBG ini. Pada awal 1924 partaijuga mendirikan Sarekat Kaoem Boeroeh Onderneming (SKBO), untukmengorganisasi buruh-buruh untuk seluruh jenis perkebunan kecualiperkebunan gula. Pemisahan dua serikat buruh perkebunan ini, karenáperkebunan gula berada di dataran rendah, di desa-desa yangpenduduknya padat, sedangkan yang lainnya pada umumnya bertempatdi daerah perbukitan, di mana penduduknya jarang. Satu tahunkemudian, menurut Moesso SKBO anggotanya di Jawa Barat telahmencapai 12.000 orang, tetapi di Jawa Timur dan Jawa Tengah negarakolonial melakukan penekanan agar organisasi tidak dapat membesar.Ketika PKI mulai melakukan “pemberontakan” pada tahun 1926pemimpin-pemimpin SKBO dimasukkan ke dalam penjara dan serikatburuhnya secara otomatis mengalami kehancuran. Ruth T. McVey, TheRise Indonesian Communism, hal. 282.

Page 131: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

harus dilalui. Cita-cita mereka mendapat tekanan keras darikaum pemilik modal, dan cara kaum modal menekanpergerakan kaum buruh ini dengan cara yang terang-terangandan juga bisa secara halus. Secara terang-terangan denganmembuat kegaduhan pada saat diadakan rapat umum, sepertiyang diberitakan oleh Doenia Merdeka, dimana dua agenpolisi yang sebenarnya terlibat dalam mengacaukan rapatumum PKI. Sedangkan secara halus dengan membentukSarekat Hidjo untuk mengganggu jalannya pertemuan, rapatumum–dalam rapat umum atau pertemuan partai SarekatHidjo memprovokasi dengan pertanyaan-pertanyaan yangtidak dimengerti oleh kaum kromo.165

Sementara itu tulisan lain dari R.M. Soetjipto–”Awas, Listrik.Inkwisisi (Fitnahan) Djalan di Indonesia” dan dimuat puladi jurnal Hidoep yang nadanya hampir serupa dengan tulisan-tulisan sebelumnya, yakni memperingatkan kaum pergerakanburuh akan ditumpas oleh kaum modal, “Dari itoe rajatIndonesia haroes awas, apa jang aken terdapet kaoem kapitalmelinjapkan ilmoe kommunist.”166

Titik pangkal Soetjipto menulis tulisan ini adalah untukmemperingati kematian Sekretaris kedua dan Voorzitter PKIcabang Ternate pada tahun 1925 yang meninggal di penjaraSanana tanpa mendapat pengurusan yang layak. SelanjutnyaSoetjipto mengkaitkannya dengan kekuasaan kolonial yangditopang oleh kaum modal. Makna dari Inkwisisi itumempunyai perjalanan sejarah yang panjang–Inkwisisimerupakan punish (penyiksaan) berasal dari Spanyol padaabad ke 13–di mana para padri Katolik mengadakanpengadilan untuk menumpas orang yang menganut agamaKristen. Sementara Soetjipto sendiri memandang Inkwisisi:

Edi Cahyono’s experiencE- 128 -

165 Lihat deskripsi yang baik dari Takashi Siraishi tentang pengacauanyang dilakukan oleh Sarekat Hidjo dalam rapat-rapat umun dan jugamelakukan tindakan teror terhadap pimpinan-pimpinan PKI, An age inMotion..., hal. 337.166 R.M. Soetjipto, “Awas, Listrik. Inkwisisi (Fitnahan) Djalan diIndonesia,” Hidoep, No. 10, 1 April 1925, hal. 9.

Page 132: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Inkwisisi itoe jang terkenal djahatnja jaitoe InkwisisiSpanjol pada tahoen 1484. Adapoen inkwisisi itoe tidakmemihak paus, aken tetapi memihak radja. Sebab rajaitoe jang djadi pengandjoernja kaoem inkwisisi (GrootInkwisiteur). Dan raja itoe jang mengadaken HoogenRaad der Inkwisisi seperti di sini hooge recht hof atau raadvan justitie dan lain-lain.

Petolnja kaoem inkwisisi jaitoe radja Spanjol jang bernamaThomas de Tooquemada. Dari 100.000 orang ada 9000orang jang dipoetoes oleh raja itoe dihoekoem bakar(brandstapel) dan dianiaja sampai mati.167

Dengan pembacaan dan penguasaan sejarah Eropanya yangcukup baik Soetjipto dapat merumuskan hukuman danpenyiksaan yang sewenang-wenang dapat diperintahkan olehkaum modal, dan ia juga dapat merasakan bahwa penyiksaaninkwisisi juga akan menjalar ke Indonesia, tetapi inkwisisiini tidak dilancarkan kepada golongan agama tertentu,melainkan kepada kaum Komunis di Indonesia. Sebagaimanaia tegas:

...Doeloe kala inkwisisi itoe merintangi ilmoe protestantdan dikerdjaken oleh padri-padri kristen Katholiek. Akantetapi sekarang ini inkwisisi dikerdjaken oleh hamba-hamba negeri oentoek membinasa ilmoe kommunist.Melainken inkwisisi didjatoehken pada Marhoem kawanDatis, maka kawan-kawan Zainoedin dan H.D.T. Batoeahdjoegapoen mesti menderita beban inkwisisi itoe. Adapoenkawan Zainoedin dan H.D.T. Batoeah itoe semoeanjaorang Sumatra jang diboeang ke Timoer, seperti kawanMisbach ke Manoekwari di poelau Nieuw Genea.168

Semangat Soetjipto untuk menguraikan secara panjang lebartentang hal-ihwal inkwisisi tidak lain ia ingin memberikanpengetahuan kepada kaoem kromo bahwa pergerakan semakinmengarah kedalam kondisi yang membahayakan: “Disini kita

Edi Cahyono’s experiencE- 129 -

167 Ibid. hal. 6. Bandingkan dengan penjelasan Michael Foucoault tentangpenyiksaan inkwisisi dalam Disiplined and Punished, hal. 112.168 Ibid., hal. 5.

Page 133: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

mengoeraikan hal inkwisisi itoe, soepaja ra’jat djangan sampaiterkedjoet, apabila inkwisisi itoe hendak dilahirkan diIndonesia sini. Sebab kini telah tampaklah awan-awan jangtebal dan tidak lama lagi hoedjan inkwisisi aken datang.”Penegasan Soetjipto ini mempunyai argumen yang kuat–bahwa tirani kekuasaan kolonial hanya dapat ditentangdengan pemberontakan (revolt)–dan tentunyapemberontakan yang kalah akan mendapatkan ganjaranpenyiksaan dari kekuasaan tirani tersebut.

Sejak De Fock memangku jabatan Gubenur Jendral padatahun 1921, ia banyak melakukan tindakan kekerasanterhadap kaum pergerakan–terutama Spreek dan Persdelicht.Pada tahun 1921 saja untuk seluruh Jawa telah 3638 oranglebih yang dikenakan tahanan dalam preventif dan danhukuman perkara Spreek dan Persdelicht dan karesudenantertinggi yang terkena hukuman Spreek dan Persdelicht adalahSurakarta, sebanyak 331 orang yang ditahan dan 134 tidakdibawa ke pengadilan. Sedangkan di tahun 1925 jumlahnyasemakin meningkat, untuk seluruh Karesidenan Jawa saja6118 orang dan untuk luar Jawa–terutama Sumatera 4279orang.169

Selain itu merosotnya nilai upah dan meningkatnya hargakebutuhan pokok untuk kaum buruh, dan menimbulkanbanyak jumlah pemogokan di beberapa jawatan pemerintahdan perusahaan swasta, maka negara kolonial mengeluarkandan memperkuat art. 161 bis, undang-undang yang tidakhanya dapat melarang pemogokan, tetapi juga dapatmembubarkan Sekolah Ra’jat, memberhentikan danmelarang rapat umum, pertemuan–dan bahkan landasanuntuk menangkap dan memenjarakan orang yangdiperkirakan akan membuat kegaduhan. Dan ditambah puladengan pecahnya Vakcentrale menjadi dua kubu pada tahun1921: Kubu pertama, Revolutionair Vakcentrale terdiri dari

Edi Cahyono’s experiencE- 130 -

169 Marco, “Lain Doeloe, Lain Sekarang,” Pemimpin, No.2, 10 Juli 1921,hal. 41-44; Soeara Kita, 17 Januari 1925.

Page 134: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because
Page 135: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

angkara moerka ... mengertilah soedah, bahwa hakmiliknja akan terganggoe. Oleh karena itoe tidaklahpoetoes-nja mereka itoe berdaja oepaja, soepaja pergerakanjang sematjam... berhoeboengan dengan itoe timboellahP.E.B. jang amat doer ... P.E.B. saudara-saudara ... O.H.boelan ini jang dikarangkan bekas propagandisnja P.E.Bdengan ... sendiri, maka perhimpoenan ... dan seboelan-seboelannja menloearkan ... tidak koerang dari f. 10.000,-, oentoek moebaligh dan kepala moebaligh (...danpropagandisten), goena ongkos perdjalananberpropaganda ke kampoeng-kampoeng, boeatmendirikan matjam-matjam perhimpoenan: DjameiHasanah dll. Wai! Rojal betoelkah?172

Sikap politik ini jelas menentang kapitalisme yangmendominasi kesadaran (geest) kaum kromo–untukmembebaskan dari proses dominasi masyarakat burjuis yangmana kekuasaan modal kapitalisme harus dibatasi. Denganmenyatakan Politik Economie Bond (PEB) telahmengeluarkan uang setiap bulannya 10.000 florin untukpropaganda anti komunisme, maka ia sebagai sebuah institusikolonial sangat berkepentingan untuk mempertahankanideologi rulling class. Kekuasaan kolonial senantiasa berusahamempertahankan terus-menerus hubungan dominasi dansubordinasi, dalam bentuk praktek kesadaran yangmengakibatkan penyeragaman (generalized) seluruh proseskehidupan masyarakat kolonial–tidak hanya aktivitas politikdan ekonomi, maupun perwujudan dari aktivitas sosial, tetapiseluruh substansi hubungan dan identitas sebagai masyarakattertindas. Untuk merombak hubungan yang tidak setara inidiperlukan keberanian menyatakan pikiran dan sikap politikyang dituangkan dalam bentuk tulisan: “Begitoelah pikiransaudara Semaoen. Tetapi tiada sebagai kapiterannja seorangjang fikirannja soedah bobrok dan letjek, hanjalah pintargoena mengisi peroetnja sendiri, pintar menjadi boedak,pintar membesarkan kapitaal kapitaal di Hindia seolah-seolah

Edi Cahyono’s experiencE- 132 -

172 Mhd. Kasan. “Pergerakan Ra’jat Dan Rintangan-Rintangannja,”Medan Moeslimin, 24 Juli 1924.

Page 136: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

meroesakkan rajat, pintar menegoeh-negoehkanpemerintahan sekarang ini, menjadi penakoet memberi pelitarajat, enz.”173

Tan Boen San salah seorang jurnalis yang memimpin jurnalTjamboek, setelah “pemberontakan” 1926 mempertanyakanApa Communisme Bisa Idoep Soeboer di Indonesia?: “Denganmadjoenja Communisme di Indonesia, pemerentah poen tidatinggal diam. Pro dan Contra sekarang djadi bentrokandengen membawa hasil perwatesan-vergadering dan banjakpemimpin didjebloesken ke dalam boei”. Lebih jauh iamempertanyakan keberadaan kaum komunisme diIndonesia–terutama setelah dikeluarkannya art 153 bis danter, “Tapi apa bisa djadi Communisme di Indonesia kalelepbetoel-betoel?” Ataukah “Apa bisa djadi Communisme akenditanem dengen tida bertenaga lagi?”174

Menurut Tan Boen San, kekeliruan PKI adalah dengan tidakmembuang unsur-unsur burjuis kecil, dimana massa besarpetani ketika diminta untuk menunjang organisasi Partaidengan kontibusi yang minimal mereka masih tidakkeberatan, tetapi ketika mereka diharuskan untukmenyumbang keuangan yang lebih besar, mereka akan laridari organisasi. Selain itu, PKI terlalu berorientasi kepadakeberhasilan komunisme di Rusia sebagaimana dikatakanoleh Nene Rundscheu:

Toch zou het onjuist zijn den boer anti-communist tenoemen Veeleer is hij acommunitsch. Openlijkevijandigheid tegen de Sovjet regeering toont hij niet meer,sedert de stad niet meer gewelddadig in zijn leven in grijpt,geen beslag meer legt op dingen die zijn arbeid heeftvoortgebracht, of zelfs op dingen die hij voor zijn productienoodig heeft, en met de betaling in geld van degraanbelasting tevreden is. De pogingen om hem door

Edi Cahyono’s experiencE- 133 -

173 Marco, “Semaoen Korban Pergerakan Ra’jat,” Hidoep, 20 Juli 1924.174 Tan Boen San, “Apa Communisme bisa Idoep soeboer di Indonesia?,”Tjamboek No. 1, 4 September 1926. Tahoen I, hal. 31.

Page 137: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

redeneering voor de Bolsjewistische beginselen te winnenhoort hij met echt boersch lachend wantrouwen aan.175

(Meskipun demikian, keliru, jika dikatakan kaum tanianti-komunis. Mereka malahan setuju dengan itu. Tanda-tanda permusuhan terhadap pada pemeintah Sovjet tidakmereka tunjukkan lagi, sesudah kota tidak lagimengganggu lebih jauh penghidupannya, mereka punyahasil pekerjaan dan barang-barang keperluan untukpekerjaannya tidak dirampas lagi, mereka merasa senangdengan pembayaran uang untuk pajak gandum.Percobaan-percobaan untuk mengambil hatinya denganpidato-pidato Bolsyewistisch, mereka cumamendengarkan dan curiga, sebagaimana biasa orang taniberbuat.)

Pernyataan Tan Boen San (TBS) sebenarnya mengabaikansemangat jaman, dimana pada waktu itu referensi bacaandan tindakan kaum pergerakan mau tidak mau dipengaruhioleh revolusi besar Rusia. Kesimpulan TBS terhadapkegagalan pemberontakan PKI hampir mirip dengan konklusiAdviseur voor Inlandse Zaken–R.A. Kern yang suratnya pada3 Januari 1925 kepada gubernur jenderal Fock:

“Intusschen, zoover is het nog niet en daarom zou deontbinding van de Sarikat’s Rajat op dit oogenblik ontijdigzijn. Gingen de leden van den onderbouw in massa naarde PKI over, dan zouden de gelederen, meende men welworden versterk maar met klein-burgelijke elementen diePKI met de ziekte der klein-burgerlijheid kondenaantasten. Hield men, omgekeerd, aan strenge eischen vantoelating tot de PKI vast, dan zouden de leden der Sarikat’sRajat wel eens een prooi kunnen worden van de SI ofandere vereeniging met klein-burgelijk program.”176

Sementara itu literatur lainnya yang juga pentingsumbangannya untuk pengkondisian jalannya pergerakan

Edi Cahyono’s experiencE- 134 -

175 Wetenschappelijke bladen, 4 Juli 1926, hal. 12-19.176 Drs. R.C Kwantes, De Ontwikkeling van de Nationalistische Bewegingin Nederlandsch-Indie, Tweede Stuë Mediï 1923-1928, hal. 264-65.

Page 138: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

untuk menuju suatu masyarakat yang diperjuangkan adalahtulisan seorang jurnalis dan pemimpin redaktur Senopati–Rangsang dengan karyanya “Kaoem Merah.” Dalam “KaoemMerah,” Rangsang mendeskripsikan bagaimana buku ataubacaan untuk kaum pergerakan didistribusikan dari tanganke tangan tanpa mempergunakan advertensi di suratkabar.Selain itu bagaimana pertentangan antara tradisi lama danzaman modern juga turut dibahas di dalam tulisan ini.177

Yang menariknya dari tulisan Rangsang ini, memperlihatkanbagaimana buku pegangan kaum pergerakan didiskusikanbersama-sama. Selain itu Rangsang dalam tulisannya inimengangkat tokoh seorang wanita yang bernama R.A Miyang berasal dari kalangan bangsawan dan dengan kesadaranyang dibentuk oleh lingkungannya mau berkecimpungdiarena pergerakan. Jelas dalam “Kaoem Merah” bukupegangan kaum pergerakan adalah Manifesto Komunist:

Empat orang itoe selaloe membitjaraken perkarapergerakan, jang djadi alesan pembitjaraan itoe jalah isinjaboekoe Communistisch Manifest. Boekoe mana jangmengataken bahwa kaoem boeroeh itoe haroes mereboethaknja jang pada sekarang ini ada di tangan kapitalisten.Rame sekali dia orang membitja-raken itoe hal, soepajadia orang itoe bisa sehaloen sehati, semaksoed.

Apakah adinda soedah membatja CommunistischManifest? tanja Brodjo kepada R. Adjeng Mi jang baroedateng di sitoe membawa makanan dan wedang boeatmendjamoe tamoenja.

Raden Adjeng tertawa sedikit mendengerken perkataanitoe boeat tanda kesoekaannja dan mendjawab: ,,ja’’.

Kedoea tamoe lainnja merasa heran jang seorangperempoean telah membatjai boekoe pergerakan itoe,soedah tentoe dia mengerti betoel lakoe-lakoenjapergerakan, begitoe pikirannja.178

Edi Cahyono’s experiencE- 135 -

177 Tulisan Rangsang ini juga dimuat dalam jurnal HIDOEP secarabersambung dari tahun 1924 hingga 1925.

Page 139: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because
Page 140: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

banjak sekali jang berpikiran rendah.”180

Bentrokan cara berfikir yang baru dengan yang lama inisangat diperlukan untuk mengikis yang lama. Denganperkataan periode kritis adalah perubahan seluruh hubungan-hubungan sosial produksi yang terdiri dari struktur ekonomimasyarakat–fondasi ril, terutama munculnya hukum dansuperstruktur politik yang berkesesuian dengan bentuk-bentuk kesadaran sosial tertentu. Cara produksi dalamkehidupan material yang menentukan karakter umum dariproses kehidupan spritual, sosial dan politik–bukan kesadaranmanusia yang menentukan keberadaannya, tetapi sebaliknya,keberadaan sosial mereka yang menentukan kesadaranmereka.181

Dalam “Kaoem Merah” dengan tegas perbenturan antara carahidup yang baru dan yang lama dipaparkan:

Menoeroet keadaan doenia pada ini wektoe,seharoesnjalah kita kaoem perampoean menoeloengpakerdjaan kaoem lelaki, jaitoe pakerdjaan menoedjoekeperloean oemoem. Soedah berabad-abad lamanja kitakaoem perampoean boleh dikata tidoer poeles, tidakpernah melihat sinar matahari. Sebab moelai djamandoeloe sampai sekarang kita kaoem perampoean dipandang seperti perhiasan romah tangga, dan mendjadikepalanja koki. Tetapi boeat ini djaman itoe atoeran haroesdirobah. Boeat kaoem kita perampoean jang memang adakoewadjiban romah tangga dan lelaki boleh melakoekenitoe pakerdjaan, tetapi boeat kaoem perampoean jang tidakmempoenjai itoe koewadjiban, haroes sekali menoeloengpakerdjaan kaoem lelaki jang menoedjoe kegoenaanoemoem. Kita tahoe ada banjak orang perempoean jangmemilih doedoek diem sambil makan angin, maskiperampoean jang terpeladjar djoega, ada jang soekamelakoekan itoe tabeat.

Sekarang kita kira soedah waktoenja kita orang toeroet

Edi Cahyono’s experiencE- 137 -

180 Lihat Hidoep, no. 4, 1 October 1924, hal. 56.181 Raymond Williams, Culture and Society 1780-1950, hal. 259.

Page 141: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 138 -

bergerak bersama-sama dengen soedara kita kaoem lelaki.Kita tahoe djoega, bangsa kaoem kolot tentoe mengsemmendenger perkataan kita ini. Baiklah kaoem jang tidakmenoedjoei itoe kita sisihkan sadja.182

Rangsang dengan mengungkapkan pergulatan cara hidupyang baru dn yang lama, ia secara langsung telah meliputrealitas pergaulan sosial pada masa periode yang kritis–terutama bagaimana proses demokrasi itu harus ditegakkantidaklah jatuh dari langit, tetapi penuh pengorbanan dengandarah dan api.

“Kaoem Merah” telah memberitahukan kepada pembacanyabahwa zaman telah berubah, dan perubahan zaman ini perludiantisipasi dengan ilmu-pengetahuan yang cukup dikalanganpergerakan. Atau dengan pernyataan yang senada, “kejakinanmareka itoe melawan ilmoe kapitalisme aken diganti, ataumendatengkan doenia Communisme”. Lebih lanjut, “kaoempergerakan haroes membatja soerat-soerat chabar S.R. danApi jang dikeloearken oleh orang-orang jang aken merobahdoenia kapitalisme mendjadi doenia Communisme.”183

Sehingga nampak jelas kaoem kolot yang dimaksudkan diatas adalah golongan yang menentang perubahan zaman.

Pengetahuan yang diperoleh Rangsang untuk menyusun“Kaoem Merah” dengan pembacaannya terhadap asal-usulpergerakan buruh di Eropa yang dipimpin oleh Karl Marxpada abad ke-19:

Atas ia poenja ichtiar dalem tahoen 1864 di London telahberdiriken satoe Internasionale Arbeiders Associate atauperserikatan kaoem boeroeh oemoem, jang bermaksoedaken mengoempoelken semoea kaoem proletariers disegenap doenia. Jang membikin statuten dari itoeperserikatan adalah Marx dan segala pemberian tahoeanjang goena kaoem pekerdjaan selaloe dimoelai dengen

182 Rangsang, “Kaoem Merah,” Hidoep, no. 4, 1 Oktober 1924, hal. 58.183 R. Vos-Tel. “Koewadjiban orang Perampoean: Boeat Menanem BenihCommunisme,” Hidoep, no. 10, 1 April 1925, hal. 1-8.

Page 142: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 139 -

perkataan: ‘’Hei kaoem proletariers dari semoea negeriberserikatlah kamoe.’’184

Kalau kita intrograsi penterjemahan “kaum buruh seduniabersatu-lah” menjadi “Hei kaoem proletariers dari semoeanegeri berserikatlah kamoe,” nampaknya selain suasana atausemangat jaman yang berbeda, namun dipihak lain Rangsangingin menonjolkan karakter pergerakan rakyat yangdemokratis, hal ini ditunjukkan ia menggunakan istilahproletariers yang maknanya sangat demokratis.185

Hal penting adalah tulisan Salimoen tentang Intellectueelenyang intisarinya adalah:

“Lain daripada itoe intellectueelen! Ketahoeilah bagimoe,bahwa didoenia ini berisi beroepa-roepa kapitaal jangberpengaroeh, sedang kapitaal-kapitaal itoe samabertjepat-tjepatan membesarkan pengaroehnja. Barangsiapa mempoenjai pengaroeh jang terbesar, maka ialahjang akan mendjadi radja doenia.”186

Kalau kita perhatikan secara teliti satu-persatu bacaan(literatuur socialistisch) yang diproduksi oleh pemimpinpergerakan dibawah naungan Komissi Batjaan HoofdbestuurPKI, semuanya mengaspirasikan kepada para pembacanya(audience) pengetahuan, gagasan demokrasi, sepertivergadering (rapat umum), perdebatan, hak berserikat. Danyang terpenting produksi bacaan ini mengajarkan kepadapembacanya bahwa politik itu adalah untuk semua lapisanmasyarakat: “Oleh karena itoe, maka kemerdeka’an politiekharoes dikedjar oleh segenap Ra’jat Indonesia, kalau mereka

184 Ibid., Ransang... hal. 119.185 Pengertian demokrasi di sini mengacu pada penghapusan halpemilikan, dan kaum pergerakan mempergunakan kata proletariat adalahuntuk menyatakan “tidak ada majikan tetapi yang ada hukum yangmengatur pemilikan dan berorganisasi bagi kaum bumiputera”. Untukargumentasi ini, lihat “Keperloean Bergerak Di Lapang Politiek”, Api,15 Agustus 1925.186 Salimoen, “Intellectuellen,” Sendjata Ra’jat, 15 Djanuari 1924.

Page 143: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 140 -

maoe hidoep senang.”187

Semua novel atau bacaan untuk kaum buruh ini ditulis olehklas menengah yang mempunyai simpati dan mempunyaiketerlibatan dengan aktivitas gerakan buruh. Tulisan iniadalah untuk memberikan pemahaman kepada kaum buruhtentang hubungan-hubungan produksi sosial kapitalisme.Sebagaimana Raymond Williams menegaskan:

“The argument is precisely challenged at that point, forsocialism is not really to do with that. It is to do withunderstanding social relations, understanding the system.If experience alone will not teach, then experience andteaching will teach.”188

Produksi “bacaan liar” mempunyai pengaruh besar baikterhadap pendukungnya maupun terhadap negara kolonial.Bagi para pendukungnya, mereka tidak perlu khawatir untukmenyatakan pendapatnya dalam rapat umum dan kaumburuh mendapatkan pengetahuan serta peng-absahan untukmelakukan pemogokan. Pada tahun 1924-25 hampir setiaphari terjadi pemogokan di kota-kota industri di Jawa–terutama Semarang dan Surabaya. Keberanian kaum buruhuntuk melakukan tindakan pemogokan dipengaruhi olehpemogokan yang berlangsung di China, dan terlebih denganberedarnya buku Pemogokan Besar di Shanghai.189

Sebaliknya negara kolonial menanggapi peredaran produksibacaan ini dengan memukul sumbernya, namun untuklangsung menghantam sumber produksi “bacaan liar” negarakolonial harus mempunyai dalih yang kuat. Untuk kebutuhanitu diperlukan memanaskan situasi pergerakan dengan caramemberhentikan dan melarang vergadering dan menangkapserta membuang para jurnalis yang dianggap menghasut dan187 Ibid.188 Raymond Williams, “The Robert Tressell Memorial Lecture, 1982,”dalam Historical Workshop, Issue 16, Autumn 1983, hal. 74-83.189 Semaoen, “The Revolt In Indonesia,” dalam Bob Hering (ed.), ThePKI’s Aborted Revolt: Some Selected Documents, hal. 24-25.

Page 144: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 141 -

menyiarkan kabar bohong. Selain itu yang juga penting untukdiperhatikan negara kolonial dengan sengaja mendirikanorgan-organ baru yang cukup segar untuk melawan arus“bacaan liar”, seperti surat kabar Hindia Baroe yang dibiayaisepenuhnya oleh Suikersyndikaat, di sini para penulisnyaadalah Agoes Salim cs.190

Dalam satu kesempatan Agoes Salim menulis tentangpemogokan para pegawai rumah sakit umum (CBZ) diSemarang, menurut Agoes Salim pemogokan itu tidak perluterjadi kalau seandainya ada kemulian dari pengelola rumahsakit, tetapi menurut Darsono pengamatan seperti seorang“Hadji berhati moelia tetapi menghapoesi keadaan kaoemboeroeh.” Selanjutnya tanggapan tidak datang dari AgoesSalim sendiri, melainkan organ lain yang juga baru dibentukoleh negara kolonial, yakni Algemeen Indisch Dagblad danNieuw Soerabaja Courant, kedua surat kabar ini mendakwaDarsono sebagai achter de schermen191 (orang dibelakanglayar) dari pemogokan-pemogokan Serikat BoeroehPelaboehan dan pegawai ruma sakit umum di Semarang.Berdasarkan tuduhan ini Darsono dikenakan exorbitanterechten. Dan mulai 6 Agustus 1925 negara kolonialmemberlakukan pembatasan rapat umum melalui artikel 161bis, dan sebaliknya tindakan ini disambut oleh parapemimpin pergerakan yang sebenarnya telah terpecah-pecahuntuk melakukan pemogokan secara besar-besaransebagaimana Kadarisman sendiri menyatakan:

“De Staking zal zich nog altijd uitbreiden, zoolang hetkapitalisme de arbeiders harnekkig uitbuiten uitmergelt,welke uitbuitingen uitmergelling de arbeiders totontervrendenheld aanspoort.” (Pemogokan akan terusmenjalar, selama kapitalisme menghisap dan memeras

190 Darsono, “Agoes Salim dan Hindia Baroe,” Api, 8 Agustus 1925.191 Setelah produksi “bacaan liar” dihancurkan maka bermunculan cerita-cerita roman detektif yang diproduksi oleh Balai Poestaka, dan dari tema-temanya mengungkapkan bagaimana orang di belakang layar memainkanperanannya.

Page 145: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 142 -

kaoem boeroeh, sementara penghisapan dan pemerasanitoe membangkitkan hatinya kaum buruh, yang padaakhirnya mengambil sikap mogok karena nasibnya yangterpojok). Lebih lanjut ia menegaskan “De externeeringversterkt de leiding in organisatie” (Pembuanganmenguatkan pimpinan organisasi).192

Dalam situasi yang memakin memanas ini, dimana delikperssemakin diperkuat, rapat umum diberhentikan dandiperkacau dengan mempergunakan bom yang jelaspelakunya para polisi, keadaan ini tidak memperlemahjalannya pergerakan rakyat, tetapi malah sebaliknya.Sementara itu terjadi pergeseran acuan pengetahuan parapemimpin pergerakan, yang sebelumnya mengacu padarevolusi Rusia, sekarang bergeser ke pergerakan di Tiongkok.Marco Kartodikromo muncul kembali dan memimpin rapat-rapat umum serta pertemuan di sekitar Jawa Tengah. Padarapat umum yang diselenggarakan pada 2 Februari 1925 digedung pertunjukan wayang orang Purwaodinigratan (Solo),Marco memutuskan untuk menyuarakan PKI dari partaikader ke partai massa. Dan bersamaan dengan kepemimpinanpusat PKI mulai mengkampanyekan dukungan “revolusiTiongkok”. Pada rapat umum 19 Juli 1925 yang dihadirioleh beberapa organisasi Tionghoa peranakan seperti KongSing, Komite sumbangan insiden Shanghai, Tiong Hoa HweeKwan, Marco bersama Alimin dan Njo Joe Tik dari Kongsingmenegaskan mendukung pergerakan revolusioner di China.Dalam rapat umum tersebut secara terang-terangan merekamenyatakan bahwa Republik Cina Selatan yang dipimpinoleh mendiang Dr. Sun Yat Sen, dan kawan-kawan partaiKuo Min Tang yang revolusioner akan mengusirimperialisme-imperialisme yang bercokol di seanteroTiongkok.193

192 Drs. R.C. Kwantes, De Ontwikkeling Van De Nationalistische BewegingIn Nederlandsch-Indie, Tweede Stuë Mediï 1923-1928, hal. 149.193 Api, 20 Juli 1925.

Page 146: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 143 -

Dan agar buku, novel bacaan liar ini tidak direproduksi, makapemerintah kolonial mengambil tindakan untuk merampasbuku-buku tersebut di toko-toko, yang kebanyakan dibakaroleh pemerintah kolonial, sehingga buku, novel dan bacaanliar lainnya sulit ditemukan pada dewasa ini.194

Keberhasilan rapat umum ini terutama para propagandisberhasil meyakinkan bahwa untuk mengusir kekuasaanBelanda diperlukan kekuatan bersenjata, sebagaimana jugadilancarkan di Tiongkok. Di mana dalam rapat umum diatas juga dinyatakan bahwa barisan Kuo Min Tangmemperoleh kemenangan, karena semakin lama Ra’jat makinterbuka matanya oleh pelajaran Dr. Sun almarhum–terutamapara pemuda tamatan sekolah tinggi, banyak yang masukmenjadi tentara dengan kemauannya sendiri. Kemudian Dr.Sun Yat Sen mendirikan universitas “Whampoa” untukmendidik “officier-officier jang gagah berani. Moelai saatitoelah makin hari tjahaja kemenangan barisan Dr. Sun YatSen makin menjala.”195

Proses inilah yang menyebabkan pergerakan Ra’jat bumiputradan Tionghoa di Hindia dapat seiring sejalan dan dalam halbacaan pun keduanya saling menyokong. Contoh yang baiksurat kabar Sin Po memberikan catatan nama-nama suratkabar Belanda yang netral dan reaksioner sehubungan dengansituasi pergerakan yang makin memanas. Sin Pomenunjukkan bahwa surat kabar De Locomotief (Semarang),Indische Courant (Batavia dan Surabaya), Preanger Post(Bandung) dan De Indische Telegraaf (Bandung) adalah suratkabar yang netral terhadap pergerakan. Sedangkan yangreaksioner adalah Het Nieuws (Batavia), Algemeen IndischDagblad (Bandung), Nieuwe Soerabaja Courant (Surabaya),Soerabaja Handelsblad (Surabaya), Java Bode (Batavia).196

194 Untuk pemberangusan buku-buku tersebut, lihat, Marco, “Diberslagjang Kedoea Kali,” Pemimpin, 10 Juli 1921, hal.55-56.195 Marco, “Soatoe Kesadaran Jang Haroes Memboeka Mata Ra’jat DiSini!!,” Api, 24 Juli 1925.

Page 147: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 144 -

Sebaliknya surat kabar bumiputra yang berpihak kepadapergerakan Tiongkok membantah berita-berita bohong yangmasuk ke Hindia Belanda–terutama yang disiarkan oleh suratkabar Algemeen Indisch Dagblad yang memberitakan revolusidi Tiongkok adalah sebuah bentuk terorisme, karena kaumrevolusioner di Tiongkok melakukan pembunuhan polisiInggeris di Shanghai.197

Kalau kita interpretasikan pernyataan AID ingin mengatakanbahwa imperialisme Ingggeris tidaklah begitu buruk, malahsebaliknya kaum revolusioner yang berkelakuan kejam.

Sama halnya dengan kelakuannya Java Bode yang menuduhkaum Komunis di Tjiamis memperoleh perintah dariHoofdbestuut PKI di Batavia untuk bekerja keras dan jikaperlu membakar rumah-rumah para ambternaar dan merusakjembatan. Provokasi Java Bode ini kemudian dibantah olehMoesso: “Itoelah sifatnya klas jang maoe hantjoer sendiri!Karena tidak bisa bertanding lagi dengan kebenaran, laloemenggoenakan kedoesta’an dan tipoean.” Lebih lanjut iamenegaskan:

Saudara-saudara Kommunist haroes bekerdja lebih keraspoela, soepaja soerat-soerat kabar kita bisa dibatja di mana-mana tempat. Begitoe djoega boekoe-boeko kita harosdibatja di kampoeng-kampoeng dan desa-desa, soepajaRa’jat tidak teroes-meneroes disesatkan pikirannja.

Pengaroehnja pers kapital dan boekoe-boekoenja kapitalsoenggoehlah tidak ketjil.

Apabila kita tidak bisa melepaskan pikiran Ra’jat daripengaroeh kapital, kitapoen ta’ akan bisa menghantjoerkankapitalisme.198

Untuk membantah penegasan-penegasan semacam ini NieuwSoerabaja Courant melakukan provokasi kepada pimpinan

196 Sin Po, 25 Juli 1925.197 Soeara Kita, 2 Agustus 1925.198 Moesso, “Begitoelah Memang Kelakoeannja,” Proletar, 26 Juli 1925.

Page 148: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 145 -

sentral partai, bahwa tanggal 22 Juli 1925 telah diadakanpertemuan penting yang dihadiri oleh para pejabat kolonialtermasuk gubernur jendral. Pertemuan ini membicarakanlangkah-langkah apa yang diambil untuk menindak kaumKomunis, dan hal lain yang cukup penting mengambil sikapterhadap “extremisten” (kaoem revolusioner) Tionghoa.Dengan maksud yang sama AID bersama Katholiek SocialeBond di Bandung menyelenggarakan pertujukkan toonneelyang mengambil tema Degefopte Kommunist (Komunis yangtertipu).

Dengan demikian peran bacaan tidak terbatas semata-matauntuk menyebarkan ide-ide, pendidikan politik danmerangkul sekutu-sekutu politik. Makna dan nilai dari sebuahbacaan bukan sekedar sekumpulan propagandis dan agitator,akan tetapi juga sekumpulan organisatoris. Dalam pengertian,bagaikan tembok yang bersemen kuat di satu bangunan, yangdapat memperkuat struktur bangunan organisasi,memfalitisasi komunikasi di antara kaoem kromo,mempermudah mereka membagi-bagi kerja organisasi, danmemandang hasil bersama yang mereka capai dengan tenagakerja yang terorganisir. Bantuan dari, dan dalamhubungannya dengan bahan bacaan (koran, novel dan bentukcetakan lainnya): secara otomatis akan mengembangkan satuorganisasi permanen, yang akan mengajak bukan sajaaktivitas-aktivitas lokal, akan tetapi juga aktifitas-aktifitasumum secara tetap, melatih anggota-anggotanya secara hati-hati dan mengamati kejadian-kejadian politik, menilaisignifikansi dan pengaruh mereka yang ditempatkan dikalangan berbagai lapisan penduduk, serta memikirkan alatyang tepat bagi partai revolusioner agar dapat mempengaruhiperistiewa-peristiwa tersebut.199

Tugas teknis itu sendiri–untuk menjamin distribusi tetaplembar demi lembar bahan bacaan secara tepat. Hal inidiperlukan untuk menciptakan satu jaringan agen-agen lokal

199 Deskripsi ini oleh Raymond Williams disebut sebagai critical periods.

Page 149: kalamkopi.files.wordpress.com · Edi Cahyono’s experiencE - 1 - “Bacaan Liar” Budaya Dan Politik Pada Zaman Pergerakan Razif “... More and mores writers will be drawn because

Edi Cahyono’s experiencE- 146 -

satu partai, agen-agen ini harus menghidupkan kontak satusama lain, yang akan diperkenalkan dengan keadaan umumperistiwa-peristiwa yang terjadi. Sehingga akan terbiasamenganalisa situasi politik yang konkrit.

Dengan terciptanya pengkondisian semacam ini, negarakolonial memandang sudah saatnya untuk menghancurkanpergerakan berserta institusinya–yakni produksi “bacaan liar,”sebagaimana A.E. Van der Lely kepala departemen intelegennegara kolonial Hindia Belanda menegaskan setelah“pemberontakan” berhasil dihancurkan:

“What has happened has, according to my opinion, madeit clear it is absolutely necessary for the Goverment totake strong measures especially against those who feelthemselves called upon to introduce into this country thesystem of propaganda....”