21
1 PENGARUH EKSTRAK ETANOL 70% BAWANG MERAH (Allium cepa L) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIBEBANI GLUKOSA Dewi Aryanti 1 , Linda Rosita 2 ABSTRACT It has been proven from the last studies that onion (Allium cepa L.) has a hypoglycemic effect from its polyphenolic antioxidant especially quersetin in high concentration. To know the hypoglycaemic effect of 70% ethanolic extract of onion (Allium cepa L.) was studied in glucose-loaded male white rats. This study was laboratory experimental study. Twenty five male Wistar rats with 170-260gr of body weight were divided into five groups, group I: aquadest, group II: 30mg/200gBW dose of onion extract, group III: 60mg/200gBW dose of onion extract, group IV: 120mg/200gBW dose of onion extract, and group V: glibenclamide. Blood glucose level measured at 20 minutes before glucose loading and at 30 th , 60 th , 120 th , and 180 th minutes after glucose loading. Treatment were administered orally right after the measurement of first blood glucose level. At the end of experiment, AUC 0-180 were counted. Data were analyzed by oneway-ANOVA and post-Hoc test using SPSS 17. The result shown that AUC 0-180 of the highest doses of onion extract (120mg/200gBW) significantly lower than an aquadest group (21.342±1.216,68 vs 25.665±2.574,69, p=0,01). Conclusion: The 70% ethanolic extract of onions at single doses of 120mg/200gBW could lowering blood glucose in glucose-loaded male white rats significantly. Keywords: onion-blood glucose level-white rats. ABSTRAK Telah dibuktikan pada penelitian terdahulu bahwa bawang merah memiliki efek hipoglikemik, karena kandungan polifenol antioksidan, terutama kuesertin dalam jumlah yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol 70% bawang merah mempunyai efek hipoglikemik pada tikus putih jantan yang dibebani glukosa. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium menggunakan 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar jantan dengan berat badan 170-260g yang dibagi menjadi lima kelompok. Kelompok I: aquades, kelompok II: ekstrak bawang merah dosis 30mg/200gBB, kelompok III: ekstrak bawang merah dosis 60mg/200gBB, kelompok IV: ekstrak bawang merah dosis 120mg/200gBB, dan kelompok V: glibenklamid. Perlakuan diberikan secara peroral segera setelah pengukuran kadar glukosa darah awal. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan 20 menit sebelum pembebanan glukosa, serta pada menit ke- 30, 60, 120, dan 180 setelah pembebanan glukosa. Setelah itu dilakukan perhitungan AUC 0- 180 , kemudian dianalisis menggunakan uji oneway-ANOVA dan post-Hoc test dengan SPSS 17. Hasilnya nilai AUC 0-180 ekstrak bawang merah dosis tertinggi (120mg/200gBB) secara signifikan lebih rendah daripada kelompok aquades (21.342±1.216,68 vs 25.665±2.574,69, p=0,01).Ekstrak etanol 70% dosis 120mg/200gBB dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan yang dibebani glukosa. Kata Kunci: bawang merah-kadar glukosa darah-tikus putih 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia 2 Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia

e. Etanol Bawang Merah

  • Upload
    qqq

  • View
    36

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penelitian ilmiah

Citation preview

Page 1: e. Etanol Bawang Merah

1

PENGARUH EKSTRAK ETANOL 70% BAWANG MERAH (Allium cepa L)

TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

JANTAN YANG DIBEBANI GLUKOSA

Dewi Aryanti1, Linda Rosita

2

ABSTRACT

It has been proven from the last studies that onion (Allium cepa L.) has a hypoglycemic effect

from its polyphenolic antioxidant especially quersetin in high concentration. To know the

hypoglycaemic effect of 70% ethanolic extract of onion (Allium cepa L.) was studied in

glucose-loaded male white rats. This study was laboratory experimental study. Twenty five

male Wistar rats with 170-260gr of body weight were divided into five groups, group I:

aquadest, group II: 30mg/200gBW dose of onion extract, group III: 60mg/200gBW dose of

onion extract, group IV: 120mg/200gBW dose of onion extract, and group V: glibenclamide.

Blood glucose level measured at 20 minutes before glucose loading and at 30th

, 60th

, 120th

,

and 180th

minutes after glucose loading. Treatment were administered orally right after the

measurement of first blood glucose level. At the end of experiment, AUC0-180 were counted.

Data were analyzed by oneway-ANOVA and post-Hoc test using SPSS 17. The result shown

that AUC0-180 of the highest doses of onion extract (120mg/200gBW) significantly lower

than an aquadest group (21.342±1.216,68 vs 25.665±2.574,69, p=0,01). Conclusion: The

70% ethanolic extract of onions at single doses of 120mg/200gBW could lowering blood

glucose in glucose-loaded male white rats significantly.

Keywords: onion-blood glucose level-white rats.

ABSTRAK

Telah dibuktikan pada penelitian terdahulu bahwa bawang merah memiliki efek

hipoglikemik, karena kandungan polifenol antioksidan, terutama kuesertin dalam jumlah

yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol 70% bawang

merah mempunyai efek hipoglikemik pada tikus putih jantan yang dibebani glukosa.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium menggunakan 25 ekor tikus putih

(Rattus norvegicus) galur Wistar jantan dengan berat badan 170-260g yang dibagi menjadi

lima kelompok. Kelompok I: aquades, kelompok II: ekstrak bawang merah dosis

30mg/200gBB, kelompok III: ekstrak bawang merah dosis 60mg/200gBB, kelompok IV:

ekstrak bawang merah dosis 120mg/200gBB, dan kelompok V: glibenklamid. Perlakuan

diberikan secara peroral segera setelah pengukuran kadar glukosa darah awal. Pengukuran

kadar glukosa darah dilakukan 20 menit sebelum pembebanan glukosa, serta pada menit ke-

30, 60, 120, dan 180 setelah pembebanan glukosa. Setelah itu dilakukan perhitungan AUC0-

180, kemudian dianalisis menggunakan uji oneway-ANOVA dan post-Hoc test dengan SPSS

17. Hasilnya nilai AUC0-180 ekstrak bawang merah dosis tertinggi (120mg/200gBB) secara

signifikan lebih rendah daripada kelompok aquades (21.342±1.216,68 vs 25.665±2.574,69,

p=0,01).Ekstrak etanol 70% dosis 120mg/200gBB dapat menurunkan kadar glukosa darah

pada tikus putih jantan yang dibebani glukosa.

Kata Kunci: bawang merah-kadar glukosa darah-tikus putih

1 Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia

2 Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia

Page 2: e. Etanol Bawang Merah

2

PENDAHULUAN

Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu tanaman herbal yang populer

digunakan di seluruh dunia untuk mengurangi efek dari faktor resiko penyakit metabolik,

salah satunya adalah diabetes melitus. Bawang merah yang merupakan tanaman dari famili

Liliaceae, secara umum digunakan sebagai bumbu dan efek herbalnya dimanfaatkan untuk

pengobatan tradisional.1 Sejak ribuan tahun yang lalu, umbi dari tanaman ini telah digunakan

sebagai bahan pangan dan obat.2 Berbagai penelusuran literatur mengatakan bahwa bagi

orang Mesir kuno, terutama kelas pekerja, termasuk para budak, bawang merah merupakan

obat yang efektif untuk berbagai masalah kesehatan, seperti mengobati sakit kepala, gigitan

hewan, flu, maupun menguatkan otot, disamping juga digunakan dalam berbagai ritual

pemujaan maupun tradisi pemakaman.3,4,5

Telah disebutkan bahwa bawang merah memiliki banyak manfaat terapeutik. Kandungan

sulfurnya seperti S-methyl cysteine sulphoxide (SMCS), allicin atau diallyl disulphide oxide,

dan allyl propyl disulphide menyebabkan bawang merah memiliki bau yang tajam sekaligus

memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan.6 Sesungguhnya, bawang merah mengandung

berbagai macam komponen yang efektif sebagai komponen sinbiotik,7 antioksidan,

8 agen

hipokolesterolemia,9 hipoglikemia,

6,10 antihiperglikemia,

11 antialergi,

12 dan antifertilitas.

13

Kadar flavonoid yang tinggi pada umbi bawang merah menjadikan bawang merah

sebagai antioksidan yang baik untuk menghambat radikal bebas dan ternyata beberapa

penyakit kronis yang ditemui saat ini banyak yang disebabkan oleh radikal bebas yang

berlebihan. Bawang merah diyakini mengandung komponen kimia yang mempunyai efek

antiinflamasi, antikolesterol, antikanker, dan antioksidan seperti kuersetin. Beberapa

penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi bawang, baik bawang merah

maupun putih dapat menurunkan resiko kanker. Dalam semua varietas bawang merah,

Page 3: e. Etanol Bawang Merah

3

semakin banyak fenol dan flavanoid yang terkandung di dalamnya maka semakin besar

aktivitas antioksidan dan antikankernya.14

Kebanyakan tumbuhan yang mengandung senyawa bioaktif seperti glikosida, alkaloid,

terpenoid, flavonoid, dan ceratenoid mempunyai aktivitas antidiabetes.15

Begitu pula dengan

bawang merah, kandungan flavonoid yang dominan di dalam umbi bawang merah, terutama

kuersetin, diduga memiliki efek hipoglikemik dan bermanfaat bagi penderita diabetes

melitus.10

Penelitian mengenai bawang merah tidak sebanyak penelitian mengenai tanaman

serumpunnya, yaitu bawang putih (Allium sativum). Adanya informasi pengobatan herbal

dengan bawang merah (Allium cepa L.) sebagai agen antihiperglikemik merupakan hal yang

cukup menarik untuk dijadikan perhatian. Akan tetapi, akses informasi, data-data, dan

penelitian mengenai khasiat hipoglikemik maupun khasiat antihiperglikemik bawang merah

(Allium cepa L.) masih terbatas. Padahal, jika bawang merah dapat digunakan sebagai salah

satu pengobatan diabetes melitus, maka hal ini akan sangat bermanfaat bagi masyarakat.

Selain mudah didapat dengan harga yang cukup terjangkau, bawang merah umum digunakan

di masyarakat sebagai bagian dari berbagai macam masakan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui efek bawang merah dalam menurunkan kadar glukosa darah yang diujicobakan

pada tikus putih jantan yang dibebani glukosa. Sediaan bawang merah dibuat dalam bentuk

ekstrak etanol 70% dengan harapan kuersetin yang terkandung di dalamnya dapat tertarik dan

berefek terhadap penurunan kadar glukosa darah.

METODE PENELITIAN DAN CARA KERJA

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian true experimental

dengan desain penelitian adalah pretest-posttest dengan kelompok kontrol (pretest-posttest

Page 4: e. Etanol Bawang Merah

4

with control group) yaitu dilakukan randomisasi pada kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan.

Preparasi Ekstrak

Ekstrak etanol bawang merah diperoleh dari umbi bawang merah lokal. Sebanyak 1kg

bawang merah dicuci terlebih dahulu, kemudian dilakukan pemotongan menjadi kecil-kecil,

lalu dikeringkan dengan lemari pengering dengan suhu 38˚C sampai kering. Setelah itu

dilakukan penyerbukan sampai umbi berbentuk serbuk kering dan ditimbang.

Langkah berikutnya adalah proses maserasi dengan menggunakan magnetic strirrer.

Kemudian dilakukan separasi dan pemurnian untuk menghilangkan senyawa yang tidak

dikehendaki sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses ini menggunakan corong

Buchner. Filtrat hasil proses tadi kemudian dikeringkan dengan menggunakan rotary

evaporator selama 5 jam. Dengan demikian, dihasilkan ekstrak etanol 100% yang pekat.

Prosedur Perlakuan

Prosedur pengujian dalam penelitian ini menggunakan metode uji toleransi glukosa

dengan sedikit modifikasi. Subjek penelitian yang digunakan adalah tikus putih (Rattus

norvegicus) galur Wistar jantan dengan berat 170-260 gr (induk dari Laboratorium

Farmakologi Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia) dan secara

keseluruhan dibagi menjadi lima kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari lima ekor

tikus yang dipilih secara acak . Perlakuan terhadap tiap kelompok adalah sebagai berikut:

Kelompok I (kelompok kontrol negatif): diberi aquades 2ml/200gBB peroral, 20 menit

kemudian dibebani glukosa

Kelompok II: diberi fraksi etanol bawang merah dosis 15,42mg/2ml (setara

30mg/200gBB), 20 menit kemudian dibebani glukosa

Kelompok III: diberi fraksi etanol bawang merah dosis 30,84mg/2ml (setara

60mg/200gBB), 20 menit kemudian dibebani glukosa

Page 5: e. Etanol Bawang Merah

5

Kelompok IV: diberi fraksi etanol bawang merah dosis 61,68mg/2ml (setara

120mg/200gBB), 20 menit kemudian dibebani glukosa.

Kelompok V (kelompok kontrol positif): diberi suspensi glibenklamid dosis 0,084mg/2ml

(setara dengan 0,189mg/200gBB), 20 menit kemudian dibebani glukosa.

Hewan uji yang akan digunakan terlebih dahulu diadaptasi di kandang hewan minimal

selama 1 minggu, kesehatan setiap hewan uji dipantau dengan memperhatikan kelincahan

gerak tikus, warna feses, serta kehalusan ekornya.

Sebelum percobaan, tikus dipuasakan selama 18 jam, tetapi tetap diberi air minum.

Setiap tikus ditimbang dan diberikan larutan percobaan sesuai kelompok perlakuan masing-

masing, kemudian diambil cuplikan darah ekor dan glukosa darah diukur. Dua puluh menit

kemudian diberi larutan glukosa sebanyak 2g/kgBB. Kemudian dilakukan pengukuran darah

berikutnya pada menit ke-30, 60, 120, dan 180 dihitung dari saat pembebanan glukosa.

Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

Penentuan kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan alat GlucoDr.TM

Biosensor AGM-2100 Blood Glucose Test Meter. Prinsip uji alat ini adalah glucose oxydase

biosensor. Alat akan mendeteksi reaksi warna antara glukosa darah dan reagen yang terdapat

pada elektrode emas strip, sehingga saat strip dimasukkan, alat penguji glukosa darah akan

menunjukkan kadar glukosa darah yang dinyatakan dalam mg/dl.

Darah diambil dari luka sayatan ekor, kemudian diteteskan pada strip, selanjutnya

dimasukkan ke dalam alat penguji. Akan terjadi reaksi antara gula dalam darah dengan

reagen yang terdapat pada strip, maka kadar glukosa darah dapat diketahui secara langsung

dengan membaca angka yang tertera di alat penguji.

Page 6: e. Etanol Bawang Merah

6

Analisis Statistik

Data glukosa darah dari tiap tikus diperhitungkan AUC0-180nya (Area Under Curve 0-

180, yaitu luas area di bawah kurva hubungan kadar glukosa darah (mg/dl) terhadap waktu

pencuplikan (0-180 menit) dengan metode trapezoid. Harga AUC dihitung dengan rumus:

Keterangan:

t1= menit ke-0 k1= kadar glukosa darah pada menit ke-0

t2= menit ke-30 k2= kadar glukosa darah pada menit ke-30

t3= menit ke-60 k3= kadar glukosa darah pada menit ke-60

t4= menit ke-120 k4= kadar glukosa darah pada menit ke-120

t5= menit ke-180 k5= kadar glukosa darah pada menit ke-180

Data kadar glukosa darah diplotkan ke dalam kurva kadar glukosa darah (mg/dl) versus

waktu (menit). Kemudian dihitung AUC 0-180 pada tiap-tiap kelompok perlakuan. Data AUC

0-180 semua perlakuan dianalisa dengan bantuan piranti lunak SPSS® 17 pada sistem operasi

Windows® menggunakan uji One way ANOVA dilanjutkan dengan post-Hoc test dengan

interval kepercayaan 95%. Semakin kecil nilai AUC 0-180, berarti semakin baik efek bahan uji

yang diberikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama penelitian, didapatkan subjek penelitian sejumlah 25 ekor tikus yang memenuhi

kriteria berat badan yang sesuai dengan rentang yang telah disepakati, yaitu 170-260g. Tabel

1 menunjukkan bahwa masing-masing kelompok memiliki berat badan yang bervariasi. Dari

hasil penimbangan berat badan, didapatkan rerata±simpang baku berat badan untuk

kelompok I-V masing-masing sebesar 199,80±21,18, 213,80±24,71, 233,60±21,05,

241,40±23,78, dan 198,80±19,96.

Page 7: e. Etanol Bawang Merah

7

Selain berat badan, pemilihan hewan uji juga berdasarkan kondisi kesehatan. Indikator

kesehatan tikus yang mudah diamati adalah aktivitas dan feses, sehingga dipilih tikus yang

aktif dengan feses berwarna hitam padat.

Tabel 1. Berat Badan Tikus

Tikus Kelompok I

(Kontrol Negatif)

Kelompok

II

Kelompok

III

Kelompok

IV

Kelompok V

(Kontrol

Positif)

Berat

Badan

1 194 208 258 224 209

2 187 255 255 227 224

3 226 195 217 255 204

4 217 216 222 257 180

5 175 195 216 224 177

Rerata(g) SD 199,80 ± 21,18 213,80 ±

24,71

233,60 ±

21,05

241,40 ±

23,78

198,80 ±

19,96

Keterangan:

Kelompok I : aquades (kontrol negatif).

Kelompok II : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 30mg/200gBB (perlakuan 1).

Kelompok III : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 60mg/200gBB (perlakuan 2).

Kelompok IV : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 120mg/200gBB (perlakuan 3).

Kelompok V : suspensi glibenklamid dosis 0,189mg/200gBB (kontrol positif).

Sementara itu, rerata hasil pengukuran kadar glukosa darah masing-masing kelompok

selama 180 menit perlakuan dapat dilihat pada tabel 2.

Page 8: e. Etanol Bawang Merah

8

Tabel 2. Rerata Kadar Glukosa Darah Tikus selama 180 Menit Pasca Pembebanan

Menit

ke- Rerata Kadar Glukosa Darah (mg/dl) ± SD

Kelompok I

(Kontrol

Negatif)

Kelompok

II

(Perlakuan

1)

Kelompok III

(Perlakuan 2)

Kelompok

IV

(Perlakuan

3)

Kelompok V

(Kontrol

Positif)

0 120,20±15,02 112,20±6,69 108,60±10,92 101,20±8,93 105,00±11,16

30 132,80±17,57 132,00±9,03 133,40±10,09 130,40±7,96 127,60±9,81

60 142,80±15,11 131,00±9,08 132,60±8,62 124,80±5,63 114,40±9,39

120 150,40±16,99 131,60±8,29 131,40±8,35 118,60±7,73 101,20±16,60

180 147,60±14,79 116,40±8,62 112,00±10,79 106,00±7,65 95,40±16,59

Keterangan:

Kelompok I : aquades (kontrol negatif).

Kelompok II : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 30mg/200gBB (perlakuan 1).

Kelompok III : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 60mg/200gBB (perlakuan 2).

Kelompok IV : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 120mg/200gBB (perlakuan 3).

Kelompok V : suspensi glibenklamid dosis 0,189mg/200gBB (kontrol positif).

Dari hasil pengukuran kadar glukosa darah pada menit-menit tertentu, dibuat kurva

hubungan antara rerata kadar glukosa darah dengan waktu pengambilan darah yang

ditunjukkan oleh gambar 1.

Page 9: e. Etanol Bawang Merah

9

Gambar 1. Kurva Rerata Kadar Glukosa Darah Versus Waktu Pengambilan Darah.

Keterangan:

Kelompok I : aquades (kontrol negatif).

Kelompok II : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 30mg/200gBB (perlakuan 1).

Kelompok III : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 60mg/200gBB (perlakuan 2).

Kelompok IV : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 120mg/200gBB (perlakuan 3).

Kelompok V : suspensi glibenklamid dosis 0,189mg/200gBB (kontrol positif).

Tabel 2 dan gambar 1 menunjukkan bahwa kelompok I memiliki rerata kadar glukosa

darah paling tinggi dibandingkan kelompok lain. Melalui gambar 1 dapat dilihat bahwa

kurva kelompok I semakin naik dari menit ke menit dan mencapai puncaknya pada menit ke-

120, setelah itu kurva mulai turun meskipun tidak secara tajam.

Berbeda dengan kelompok I, nilai rerata kadar glukosa darah pada kelompok II, III, IV,

dan V mencapai puncaknya pada menit ke-30 setelah pemberian glukosa kemudian menurun

sampai menit ke-180. Kurva kelompok V menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang

paling banyak dibandingkan kelompok lain.

Page 10: e. Etanol Bawang Merah

10

Pada ketiga perlakuan dengan ekstrak etanol 70% bawang merah (kelompok II, III, dan

IV) juga terlihat penurunan kadar glukosa darah meskipun tidak sebaik kontrol positif

(kelompok V). Penurunan kadar glukosa darah yang paling baik dari ketiga perlakuan

tersebut adalah pada kelompok IV, atau kelompok yang diberi ekstrak etanol 70% bawang

merah dosis 120mg/200gBB (dosis tertinggi).

Kemudian, untuk mengetahui aktivitas hipoglikemik ekstrak etanol 70% bawang merah

dosis 30mg/200gBB, 60mg/200gBB, dan 120mg/200gBB dapat dilihat dari nilai Area Under

Curve (AUC) yang semakin kecil. Nilai AUC0-180 dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Nilai AUC0-180 (menit.mg/dl) dan Rerata AUC0-180 (menit.mg/dl) ± SD

No Tikus

Kelompok I

(Kontrol

Negatif)

Kelompok

II

(Perlakuan

1)

Kelompok

III

(Perlakuan

2)

Kelompok

IV

(Perlakuan

3)

Kelompok

V

(Kontrol

Positif

1 24.555 22.725 22.800 20.115 17.685

2 29.370 23.535 24.720 20.625 21.090

3 25.335 23.790 21.360 23.280 19.245

4 26.640 23.985 23.700 21.615 21.840

5 22.425 20.595 21.630 21.075 17.565

Rerata Nilai

AUC0-180

(menit.mg/dl)

± SD

25.665 ±

2.574,69

22.926 ±

1.388,59

22.842 ±

1.408,02

21.342 ±

1.216,68

19.485 ±

1.943,33

Keterangan:

Kelompok I : aquades (kontrol negatif).

Kelompok II : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 30mg/200gBB (perlakuan 1).

Kelompok III : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 60mg/200gBB (perlakuan 2).

Kelompok IV : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 120mg/200gBB (perlakuan 3).

Kelompok V : suspensi glibenklamid dosis 0,189mg/200gBB (kontrol positif).

Page 11: e. Etanol Bawang Merah

11

Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa rerata nilai AUC0-180 terbesar terdapat pada

kelompok I, diikuti penurunan secara berturut-turut oleh kelompok II, III, dan IV. Kemudian,

nilai AUC0-180 terkecil terdapat pada kelompok V.

Nilai AUC0-180 dari setiap kelompok kemudian diuji secara statistik menggunakan uji

One way ANOVA dengan interval kepercayaan 95%. Syarat untuk uji ini adalah sebaran data

harus normal dan varians data juga harus normal.16

Oleh karena itu, tahap pertama dilakukan

uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk menentukan apakah data tersebar

normal atau tidak dengan memperhatikan nilai p. Sebaran data dikatakan normal bila nilai p

lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Hasil analisis menunjukkan bahwa data variabel penelitian

berdistribusi normal. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov untuk Pengujian Sebaran Data AUC0-180

Kelompok Nilai p Status Distribusi

I (Kontrol Negatif) 1,000 Normal

II (Perlakuan 1) 0,861 Normal

III (Perlakuan 2) 0,984 Normal

IV (Perlakuan 3) 0,979 Normal

V (Kontrol Positif) 0,965 Normal

Keterangan:

Kelompok I : aquades (kontrol negatif).

Kelompok II : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 30mg/200gBB (perlakuan 1).

Kelompok III : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 60mg/200gBB (perlakuan 2).

Kelompok IV : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 120mg/200gBB (perlakuan 3).

Kelompok V : suspensi glibenklamid dosis 0,189mg/200gBB (kontrol positif).

Selanjutnya dilakukan uji untuk melihat apakah varians data normal atau tidak. Varians

data dikatakan normal bila nilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Hasil analisis menunjukkan

bahwa data AUC0-180 memiliki varians normal karena p bernilai 0,44. Dengan demikian,

analisis statistik menggunakan One way ANOVA dapat dilanjutkan.

Page 12: e. Etanol Bawang Merah

12

Hasil analisis One way ANOVA dengan interval kepercayaan 95% menunjukkan bahwa

paling tidak terdapat dua kelompok yang berbeda secara bermakna, hal ini ditandai dengan

nilai p <0,05, yaitu p=0,00. Meskipun hasil AUC0-180 tiap kelompok berbeda, tetapi belum

dapat dipastikan kelompok mana saja yang perbedaan nilai AUC0-180-nya bermakna. Oleh

karena itu, diperlukan analisis lanjutan menggunakan uji post-Hoc. Hasilnya dapat dilihat

pada tabel 5.

Tabel 5. Analisis Uji Post-Hoc Nilai AUC0-180

Kelompok Kelompok Pembanding Nilai p

I

II 0,24 a

III 0,21 a

IV 0,01 b

V 0,00 b

II

III 1,00 a

IV 1,00 a

V 0,06 a

III IV 1,00

a

V 0,07 a

IV V 1,00 a

Keterangan:

Kelompok I : aquades (kontrol negatif).

Kelompok II : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 30mg/200gBB (perlakuan 1).

Kelompok III : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 60mg/200gBB (perlakuan 2).

Kelompok IV : ekstrak etanol 70% bawang merah dosis 120mg/200gBB (perlakuan 3).

Kelompok V : suspensi glibenklamid dosis 0,189mg/200gBB (kontrol positif).

a: tidak berbeda bermakna

b: berbeda bermakna

Hasil analisis uji post-Hoc menunjukkan bahwa perbedaan nilai AUC0-180 yang bermakna

hanya terdapat pada kelompok IV terhadap kelompok I dan pada kelompok V terhadap

kelompok I. Kelompok IV memiliki nilai AUC0-180 4.323 lebih rendah daripada kelompok I,

yang berarti kadar glukosa darah pada kelompok yang diberi ekstrak etanol 70% bawang

Page 13: e. Etanol Bawang Merah

13

merah dosis 120mg/200gBB berkurang lebih banyak daripada kelompok yang hanya diberi

aquades. Sementara itu, kelompok V memiliki nilai AUC0-180 6.180 lebih rendah daripada

kelompok I, yang berarti kadar glukosa darah pada kelompok yang diberi glibenklamid dosis

0,189mg/200gBB berkurang lebih banyak daripada kelompok yang hanya diberi aquades.

Terkait dengan penelitian terdahulu, kemampuan hipoglikemik bawang merah, meskipun

lemah, dapat disandingkan dengan kemampuan tolbutamid dalam menurunkan kadar glukosa

darah pada kelinci.17

Sementara itu, berdasarkan hasil beberapa penelitian, efek bawang

merah terhadap glukosa darah puasa dan uji toleransi glukosa oral menunjukkan bahwa

bawang merah merupakan suatu agen antihiperglikemik dan bukan merupakan agen

hipoglikemik, karena bawang merah tidak mempengaruhi kadar glukosa darah puasa,

melainkan secara efektif hanya menurunkan kadar glukosa darah pada kondisi hiperglikemia

kelinci.17

Begitu pula yang terjadi pada penelitian ini, bawang merah tidak menyebabkan kondisi

hipoglikemik melainkan hanya berperan sebagai agen antihiperglikemik, menurunkan kadar

glukosa darah pada kondisi hiperglikemia tikus putih. Hal ini menunjukkan bahwa bawang

merah memiliki sifat mirip dengan biguanid, seperti metformin dan fenformin yang memiliki

sifat euglikemik.18,19

Berdasarkan kurva rerata kadar glukosa darah versus waktu (gambar 1), tampak bahwa

kelompok perlakuan (kelompok II, III, dan IV) memiliki pola kurva yang hampir sama, yaitu

meningkat hingga mencapai puncak pada menit ke-30, kemudian menurun perlahan-lahan

hingga menit ke-120. Pada menit ke-120 menuju menit ke-180, penurunan kadar glukosa

darah terjadi cukup tajam hingga mendekati kadar glukosa darah awal. Diantara ketiga

kelompok perlakuan tersebut, kelompok IV (kelompok dengan dosis perlakuan terbesar)

merupakan kelompok dengan penurunan kadar glukosa darah yang paling besar. Sementara

itu, pada kelompok kontrol positif (kelompok V), kurva meningkat hingga mencapai puncak

Page 14: e. Etanol Bawang Merah

14

pada menit ke-30, kemudian menurun secara cepat hingga berada di bawah kadar glukosa

darah awal pada menit ke-120. Menuju menit ke-180, penurunan kadar glukosa darah tidak

begitu tajam, tetapi rerata kadar glukosa darah turun hingga di bawah kadar glukosa darah

awal. Hal berbeda ditunjukkan oleh kelompok kontrol negatif (kelompok I). Pada kelompok

ini, terjadi peningkatan kadar glukosa darah selama 120 menit pengukuran, setelah itu terjadi

sedikit penurunan kadar glukosa darah ketika menuju menit ke-180.

Seperti telah disampaikan sebelumnya, penurunan kadar glukosa darah pada kelompok

perlakuan yang tidak mencapai batas bawah atau dibawah rerata kadar glukosa darah pada

menit ke-0 atau kadar awal menunjukkan bahwa bawang merah merupakan suatu agen

antihiperglikemik dan bukan merupakan agen hipoglikemik. Sementara itu, pada kelompok

kontrol positif, pola penurunan kadar glukosa darah mirip dengan kelompok perlakuan, tetapi

penurunan terjadi secara drastis, sehingga mencapai kadar yang lebih rendah daripada kadar

glukosa darah awal. Hal ini mengindikasikan bahwa glibenklamid merupakan suatu agen

hipoglikemik dan lebih kuat efeknya dibandingkan tolbutamid, suatu sulfonilurea generasi

pertama yang memiliki efek seperti bawang merah (meskipun tolbutamid juga memiliki efek

samping hipoglikemia). Oleh karena itu, dibandingkan dengan tolbutamid maupun

glibenklamid, lebih tepat bila kemampuan bawang merah disandingkan dengan metformin,

karena tidak menyebabkan hipoglikemia pada individu normal yang puasa.18

Namun, perlu dicermati bahwa kadar glukosa darah pada penelitian ini merupakan rerata.

Rerata kadar glukosa darah yang rendah ini tidak disebabkan oleh semua tikus, melainkan

disebabkan oleh perhitungan kadar glukosa darah yang terlalu rendah dari dua tikus, yaitu

tikus 3 dan tikus 5, masing-masing mengalami penurunan hingga di bawah kadar awal selama

180 menit perlakuan. Hal ini bisa jadi merupakan efek samping dari glibenklamid atau

kondisi kelaparan dari tikus yang dipuasakan.

Page 15: e. Etanol Bawang Merah

15

Sementara itu, keadaan hampir serupa ditemukan pada penelitian terhadap bahan alam

lain, yaitu ekstrak etanol daun sambiloto dengan pembanding glibenklamid.20

Kurva

kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol positif meningkat tajam pada menit ke-15

kemudian menurun hingga mendekati normal sampai menit ke-180. Sedikit berbeda dengan

penelitian ini, kadar glukosa darah juga diukur pada menit ke-15 dan pada menit tersebut

kadar glukosa darah berada pada titik tertinggi, sedangkan pada penelitian ini, tidak

dilakukan pengukuran pada menit ke-15 dan kadar glukosa darah tertinggi berada pada menit

ke-30. Selain itu, perbedaan juga ditemukan pada kelompok kontrol positif, dimana rerata

penurunan kadar glukosa darah tidak berada di bawah kadar glukosa darah awal, seperti

halnya pada kelompok kontrol positif penelitian ini.

Peningkatan kadar glukosa darah pada menit awal perlakuan ternyata juga ditemukan

pada penelitian lain dengan metode penelitian yang sama. Hal ini menandakan bahwa

pemberian glukosa dosis tinggi dapat meningkatkan kadar glukosa darah, meskipun tidak

menyebabkan kondisi diabetik.20

Sementara itu, penurunan kadar glukosa darah pada menit-

menit setelahnya menunjukkan bahwa kemungkinan dalam ekstrak yang diteliti, terdapat zat

aktif yang mampu menurunkan kadar glukosa darah disamping terdapat mekanisme normal

kontrol glukosa darah yang diperantarai oleh insulin dari sel β-pankreas. Pada menit-menit

terakhir (menit ke-120 menuju menit ke-180) terjadi penurunan kadar glukosa yang lebih

tajam. Hal ini ternyata menyebabkan kadar glukosa darah mendekati kadar glukosa darah

awal. Mengingat bahwa subjek penelitian dipuasakan sebelum dilakukan perlakuan, tentunya

penurunan kadar glukosa darah yang tidak sampai ke kadar awal mengindikasikan bahwa

tubuh melakukan respon fisiologis untuk mengembalikan kadar glukosa darah ke kondisi

normal sebelum puasa.

Pada kontrol negatif, baik pada penelitian ini maupun pada penelitian dengan ekstrak

daun sambiloto, kadar glukosa darah meningkat hingga menit ke-120 kemudian menurun

Page 16: e. Etanol Bawang Merah

16

secara bertahap sampai menit ke-180. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kondisi normal

terdapat mekanisme kontrol terhadap peningkatan kadar glukosa darah melalui kerja insulin

yang dihasilkan oleh sel β pankreas, meskipun prosesnya lebih lama bila dibandingkan

dengan penurunan kadar glukosa darah kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan.

Pada kedua penelitian, baik ekstrak etanol 70% bawang merah maupun ekstrak etanol

daun sambiloto menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif memiliki persentase nilai

AUC0-180 yang paling rendah (lihat tabel 3). Sementara itu, kelompok perlakuan dosis

tertinggi memiliki persentase nilai AUC0-180 yang paling rendah di antara kelompok

perlakuan, tetapi kedudukannya tidak dapat menandingi kelompok kontrol positif. Pada

penelitian menggunakan ekstrak etanol 70% bawang merah, hal ini dimungkinkan karena zat

aktif yang terlarut dalam dosis tertinggi (120mg/200gBB ) lebih banyak daripada dalam dosis

60mg/200gBB dan 30mg/200gBB. Bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif, baik

glibenklamid maupun ekstrak etanol 70% bawang merah dosis tertinggi, secara bermakna

memiliki nilai AUC0-180 yang lebih rendah.

Penelitian dengan menggunakan metode dan bahan uji yang sama belum pernah

dilakukan. Biasanya, peneliti melakukan penelitian jangka panjang dengan membuat kondisi

diabetik pada subjek penelitian, seperti dengan induksi aloksan atau induksi streptozotosin.

Sementara itu, pada penelitian ini, subjek penelitian tidak diinduksi diabetik, melainkan

hanya dibuat menjadi hiperglikemik dan ekstrak bawang merah diberikan untuk mengetahui

efek dalam jangka pendek.

Pada tahun 1976, Gupta et al. membuat penelitian yang hampir serupa dengan penelitian

ini, yaitu melakukan uji toleransi glukosa intravena (Intravenous glucose tolerance test/

IVGTT) dan induksi hiperglikemia menggunakan adrenalin (AIH/Adrenaline Induced

Hyperglycemia) pada lima pria sehat usia 20-30 tahun. IVGTT dilakukan pada hari pertama

dengan menyuntikkan 0,5 mg glukosa secara intravena dan glukosa darah probandus diukur

Page 17: e. Etanol Bawang Merah

17

secara periodik pada menit ke-10, 30, 50, 70, 90, dan 110. Keesokan harinya, masih dengan

lima pria yang sama, dilakukan IVGTT, tetapi 30 menit sebelumnya kelima subjek diberi

perlakuan berupa 100 g jus bawang merah secara peroral, kemudian glukosa darah diukur

secara periodik. Hari ketiga dan keempat dilakukan AIH dengan langkah-langkah yang sama

dengan IVGTT.17

Hasil pada penelitian tersebut menunjukkan kemiripan pada hasil penelitian ini. Efek

bawang merah terlihat pada menit ke-20 untuk IVGTT, sementara itu, efek bawang merah

pada AIH muncul lebih awal, yaitu pada menit ke-15. Pada dasarnya, penurunan kadar

glukosa darah oleh bawang merah, baik pada penelitian ini, maupun penelitian dengan

IVGTT maupun AIH selalu kembali ke kadar awal atau kadar normal.

IVGTT menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah melalui efeknya secara langsung,

yaitu menambah jumlah glukosa dalam darah. Hal ini juga terjadi pada uji toleransi glukosa

oral (UTGO) yang dilakukan dalam penelitian ini. Perbedaannya, kondisi hiperglikemik pada

IVGTT lebih cepat muncul. Sementara itu, pada AIH, adrenalin meningkatkan kadar glukosa

darah melalui dua fase, pertama meningkatkan glikogenolisis di hepar, kedua melepaskan

ACTH dari hipofisis anterior sehingga menyebabkan pelepasan glukokortikoid dari korteks

adrenal. Pelepasan glukokortikoid menyebabkan glukoneogenesis sehingga kadar glukosa

darah meningkat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mekanisme antihiperglikemik

pada bawang merah terjadi akibat perubahan metabolisme glukosa, yaitu dengan menurunkan

aktivitas glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hepar.17

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian ini didapatkan nilai AUC0-180 ekstrak etanol 70% bawang merah dosis

tertinggi (120mg/200gBB) secara bermakna lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol

negatif, meskipun nilainya belum dapat mengalahkan glibenklamid yang telah dikenal

Page 18: e. Etanol Bawang Merah

18

sebagai obat penurun kadar glukosa darah. Hal ini menunjukkan bahwa bawang merah dapat

digunakan sebagai obat pilihan dalam menurunkan kadar glukosa darah.

Dari hasil penelitian ini, dapat disarankan adalah:

1) Perlu diteliti lebih lanjut tentang kemampuan bawang merah dalam menurunkan kadar

glukosa darah dengan menggunakan cara ekstraksi dan pelarut yang berbeda.

2) Perlu dilakukan penelitian mengenai bawang merah dengan menggunakan metode

perlakuan yang berbeda, misalnya dengan membuat kondisi diabetik pada hewan uji,

menggunakan induksi streptozotosin atau aloksan.

3) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek hipoglikemik atau efek

antihiperglikemik sekaligus efek toksik ekstrak etanol bawang merah dengan rentang dosis

yang lebih besar dan dengan pemberian dosis berulang.

4) Perlu dilakukan uji kualitatif dan kuantitatif kandungan senyawa aktif yang terkandung

dalam ekstrak etanol 70% bawang merah yang menggunakan metode maserasi dan

membandingkannya dengan senyawa yang terkandung jika menggunakan pelarut dan

metode ekstraksi yang lain.

5) Perlu dilakukan orientasi penetapan dosis ekstrak etanol bawang merah oleh peneliti

sendiri.

6) Metode penelitian menggunakan tes pembebanan glukosa dapat dilakukan kembali untuk

bahan herbal lain, karena pemberian perlakuan pada subjek dengan pembebanan glukosa

akan membantu peneliti melihat apakah obat atau bahan uji memiliki efek hipoglikemik

atau hanya bersifat antihiperglikemik saja.

7) Metode pengukuran kadar glukosa darah dapat menggunakan alat yang memiliki metode

enzimatis dengan prinsip glukosa oksidase karena pengukuran dapat dilakukan dengan

lebih akurat.

Page 19: e. Etanol Bawang Merah

19

REFERENSI

1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), Inventaris Tanaman Obat

Indonesia (I) Jilid 1, Jakarta: Depkes RI, 2000.

2 Astuti, S. M, Teknik pengeringan bawang merah dengan cara perlakuan suhu dan tekanan

vakum, Buletin Teknik Pertanian, 2008, vol 13, no 2.

3 Dhyayi, Bawang Merah. Dalam: Dhayayi’s Information Center, diakses 19 April 2010 dari

http://information-centre-dhyayi.blogspot.com/2008/04/bawang-merah.html, 2008.

4 Anonim, About the Onion. Diakses 20 Desember 2009 dari

http://www.magicvalleygrowers.com/history.html, 2000.

5 National Onion Association. About Onions: History. Diakses 20 April 2010 dari

http://www.onions-usa.org/about/history.php, 2008

6 Kumari, K, dan Augusti, K.T. Journal of Ethnopharmacology. Lipid lowering effect of S-

methyl cysteine sulfoxide from Allium cepa Linn in high cholesterol diet fed rats 2007;

109: 367-371.

7 Nunung, K, Ekstraksi Inulin dari Bawang Merah (Allium cepa) dan Uji Bioaktivitasnya

sebagai Komponen Sinbiotik Bersama Lactobacillus Casei Strain BIO 251 terhadap

Bakteri Penyebab Diare (Tesis), Surabaya: ITS, 2008.

8 Vinson, J. A, Flavonoids in Foos as in vitro and in vivo Antioxidants, dalam: Ma, B (Ed).

Flavonoids in the Living Systems, New York: Plenum Press, 1998.

9 Sibuea, P, Kuersetin, Senjata Pemusnah Radikal Bebas, diakses 27 Desember 2009 dari

http://www.kompas.com/komp as-cetak/0402/10/utama.htm, 2004.

10 Azuma, K., Minami, Y., Ippoushi, K., dan Terao, J. Lowering effects of onion intake on

oxidative stress biomarkers in streptozotocin-induced diabetic rats. J.Clin Biochem Nutr

2007. 40:131-140.

Page 20: e. Etanol Bawang Merah

20

11

Nyyer, M.A.H., Siddqui, A.A, dan Athar, H.S.A. Hypoglycemic effect of allium sativum

on oral glucose tolerance test in rabbits. Pakistan J.Pharm.Sci 1989. 2(1):29-53.

12 Sherlly, S., Andreanus, dan Pramudji, J.S., Formulasi Losio Perasan Bawang Merah dan

Uji Efek Antialerginya, Diakses 30 Mei 2010 dari Sekolah Farmasi ITB http://bahan-

alam.fa.itb.ac.id, 2005.

13 Thakare, V.N., Khotavade, P.S., Dhote, V., dan Deshpande, A.D. Antifertility activity of

ethanolic extract of Allium cepa Linn in rats. Int.J.PharmTech Res 2009. 1:73-78

14 Galeone, C., Pelucchi, C., Levi, F., Negri, E., Franceschi, S., Talamini, R., Giacosa, A., dan

La Vecchia, C. Onion and garlic use and human cancer. Am J Clin Nutr 2006. 84: 1027-

1032.

15 Kim J.S., Ju J.B., Choi C.W.,dan Kim S.C. Hypoglycemic and antihyperlipidemic effect of

four Korean medicinal plants in alloxan induced diabetic rats. Am J Biochem and Biotech

2006. 2: 154-160.

16 Dahlan, S., Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan

Multivariat, Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS, Jakarta: Salemba Medika,

2009

17 Gupta, S., Warma, K., dan Gupta, R.K. Studies on antihyperglycaemic effect of onion

(Allium cepa Linn): some observations on the mechanism of its antihyperglycaemic effect

in man-a preliminary report. Ind.J.Pharmac 1976. 8(2):163-165.

18 Nolte, M.S. dan Karam, J.H., Hormon Pankreas dan Obat Anti Diabetes, dalam Betram G,

Katzung, penyunting. Farmakologi Dasar dan Klinik, Jakarta, EGC, p 671-710, 2002.

19 Powers, A, Diabetes Mellitus., dalam J. Larry Jameson, penyunting Harrison’s

Endocrinology, US: McGraw-Hill Companies Inc, p 283-331, 2006.

Page 21: e. Etanol Bawang Merah

21

20

Maryuni, Efek Ekstrak Etanol Daun ceplukan (Physalis angulata L.) terhadap Kadar

Glukosa Darah pada Tikus Betina Galur Wistar yang Dibebani Glukosa., Yogyakarta:

Farmasi UII, 2005.