24
SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL (DRUG INDUCED DYSTONIA) Disusun Oleh : NABIL HARIZ 1102010196 Pembimbing : Dr. Donny H. Hamid Sp.S Kepaniteraan Klinik Neurologi RSUD. Pasar Rebo

Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

Embed Size (px)

DESCRIPTION

distonia

Citation preview

Page 1: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL

(DRUG INDUCED DYSTONIA)

Disusun Oleh :

NABIL HARIZ

1102010196

Pembimbing :

Dr. Donny H. Hamid Sp.S

Kepaniteraan Klinik Neurologi

RSUD. Pasar Rebo

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Jakarta 2014

Page 2: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

DRUG INDUCED DYSTONIA

PENDAHULUAN

Kerjasama yang terpadu antara sistem piramidal dan sistem ekstrapiramidal diperlukan

dalam fungsi motorik yang sempurna pada otot rangka, keduanya mempunyai andil besar dalam

gerakan yang terjadi pada tubuh, meskipun demikian keduanya memiliki fungsi yang berbeda

dalam menghasilkan gerakan.

Sistem piramidal berperan dalam gerakan volunter, yaitu gerakan sadar yang harus

dilakukan, sedangkan sistem ekstrapiramidal menentukan landasan untuk dapat terlaksananya

suatu gerakan volunter yang terampil dan mahir.

Sistem Piramidal

Sistem piramidal merupakan jalur desending yang terdiri dari serabut yang berasal dari korteks

motorik pada otak yang kemudian disalurkan ke batang otak dan turun ke spinal cord.

Mekanisme kerja sistem piramidal

Mekanisme kerja sistem piramidal diawali pada korteks motorik, impuls gerakan yang

diinginkan di teruskan menuju bagian posterior kapsula interna,kapsula interna meneruskan

impuls kepada medula oblongata, setelah mencapai medulla oblongata impuls diteruskan menuju

medula spinalis substansi kelabu, yaitu bagian integral dari neuron motorik, respon kembali

diteruskan menuju ujung-ujung akson yaitu efektor hingga akhirnya menjadi suatu gerakan yang

sadar.

Traktus piramidal dibagi 2:

Traktus piramidal (kortikospinal) lateral

Neuron dari motorik korteks serebral. Akson akan berdescenden ke medulla . Diperbatasan

antara medulla oblongata dan medulla spinalis, 85% serabut kortikospinal akan berdekusasi dan

terus memanjang sampai tanduk posterior untuk bersinapsis langsung atau melalui interneuron

dengan neuron motorik bawah dalam tanduk anterior. Akson akan berterminasi pada lempeng

ujung motorik otot rangka.

Traktus piramidal (kortikospinal) ventral / anterior

1

Page 3: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

Neuron dari motorik korteks serebral. Akson akan berdescenden ke medulla . Diperbatasan

antara medulla oblongata dan medulla spinalis, 15% serabut kortikospinal akan menyilang, lalu

secara langsung atau melalui interneuron dengan neuron motorik bawah dalam tanduk anterior.

Akson akan berterminasi pada lempeng ujung motorik otot rangka.

Fungsi sistem piramidal adalah:

1. Memulai timbulnya suatu gerakan volunteer atau suatu gerak sadar yang bersifat halus.

2. Kontraksi otot distal, khususnya pada tangan dan jari.

Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke LMN atau melalui

interneuronnya, tergolong dalam kelompok UMN. Neuron-neuron tersebut merupakan penghuni

girus presentralis . Oleh karena itu, maka girus tersebut dinamakan korteks motorik. Mereka

berada dilapisan ke-V dan masing-masing memiliki hubungan dengan gerak otok tertentu.

Melalui aksonnya neuron korteks motorik menghubungi motoneuron yang membentuk inti

motorik saraf kranial dan motoneuron dikornu anterius medulaspinalis.

Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar dan kortikospinal. Sebagai berkas

saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan ditingkat thalamus dan ganglia basalia

mereka terdapat diantara kedua bangunan yang dikenal sebagai kapsula interna.

Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar meninggalkan kawasan mereka

untuk menyilang garis tengah dan berakhir secara langsung dimotoneuron saraf kranial motorik

atau interneuronnya disisi kontralateral. Sebagian dari serabut kortikobulbar berakhir di inti-inti

saraf kranial motorik sisi ipsilateral juga.

Diperbatasan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, serabut-serabut

kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk jaras kortikospinal lateral yang berjalan

di funikulus posterolateral kontralateralis. Sebagian dari mereka tidak menyilang tapi

melanjutkan perjalanan ke medula spinalis di funikulus ventralis ipsilateralis dan dikenal sebagai

jaras kortikospinal ventral atau traktus piramidalis ventralis.

Sistem ekstrapiramidal

Sistem ekstrapiramidal meupakan jalur antara corteks serebal, basal ganglia, batang otak, spinal

cord yang keluar dari traktus piramidal.

Traktus ekstrapirimidal dibagi menjadi:

2

Page 4: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

Traktus retikulospinal, dari formasio reticular dan berujung pada sisi yang sama di neuron

motorik bagian bawah dalam tanduk anterior medulla spinalis.

Traktus vestibulospinal lateral, dari nucleus vestibular lateral dan berujung pada sisi yang

sama di neuron motorik bagian bawah dalam tanduk anterior medulla spinalis

Traktus vestibulospinal medial, dari nucleus vestibular lateral dan berujung pada sisi yang

sama di neuron motorik bagian bawah dalam tanduk anterior medulla spinalis. Tanduk ini

tidak berdescenden ke bawah area serviks.

Traktus rubrospinal, dari nucleus merah otak tengah, traktus olivispinal dari olive inferior

medulla, traktus tektospinal dari tektum otak tengah.

Fungsi sistem ekstrapiramidal untuk :

1. mempertahankan tonus otot

2. gerakan kasar.

3. Perencanaan suatu gerakan

Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum ,globus palidus, inti-inti talamik,

nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang otak,serebelum berikut dengan

korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan area 8. komponen-komponen tersebut

dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian

terdapat lintasan yang melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum

merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit

tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3 sirkuit

striatal penunjang (aksesori).

Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan segenap

neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan korpus striatum/globus

palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba

diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus striatum/globus paidus/thalamus

untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan

korteks motorik tambahan. Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya

menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuit-sirkuit

itu disebut sirkuit striatal asesorik.

Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan stratum-globus

palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari globus

3

Page 5: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

palidus-korpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk

oleh hubungan yang melingkari striatum-subtansia nigra-striatum.

GANGGUAN EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT

Definisi

Sindrom ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan

oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik golongan tipikal. Obat

antipsikotik tipikal yang paling sering memberikan efek samping gejala ekstrapiramidal yakni

Haloperidol, Trifluoperazine, Pherpenazine, Fluphenazine, dan dapat pula oleh Chlorpromazine.

Gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigiditas, tetapi gejala-gejala

tersebut di luar kendali traktus kortikospinal (piramidal).

Gangguan pada ekstrapiramidal dapat timbul gerakan otot involunter,yaitu gerakan otot

secara spontan dan tidak dapat dikendalikan dengan kemauan dan gerak otot tersebut tidak

mempunyai tujuan. Efek dari gangguan sistem ini dapat memberikan efek defisit fungsional

primer yang merupakan gejala negatif dan efek sekunder yaitu gejala positif.

Epidemiologi

Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonia akut, akhatisia, dan sindrom

parkinsonism umumnya terjadi akibat penggunaan obat-obat antipsikotik. Lebih banyak

diakibatkan oleh antipsikotik tipikal terutama yang mempunyai potensi tinggi.

Reaksi distonia akut terjadi pada kira-kira 10% pasien, biasanya pada pria muda. Tardive

dyskinesia berupa gerakan involunter otot seperti mulut, rahang, umumnya terjadi akibat

penggunaan antipsikotik golongan tipikal jangka panjang. Sekitar 20-30% pasien telah

menggunakan antipsikotik tipikal dalam kurun waktu 6 bulan atau lebih, berkembang menjadi

tardive dyskinesia. Sindrom parkinson umumnya timbul 1-3 minggu setelah pengobatan awal,

lebih sering pada dewasa muda, dengan perbandingan perempuan:laki-laki

Etiologi

Penyebab utama ekstrapiramidal sindrom termasuk obat-obatan seperti:

4

Page 6: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

1. Antipsikotik – obat antipsikotik seperti haloperidol, thioridazine, dan chlorpromazine

merupakan obat yang digunakan untuk mengobati psikosis atau skizofrenia. Antipsikotik

turut digunakan dalam manajemen gejala-gejala penyakit Alzheimer. Penggunaan obat

antipsikotik menurunkan level dopamine dalam otak mengakibatkan efek samping

ekstrapiramidal. Antipsikotik tipikal penyebab tersering  EPS dibanding dengan

antipsikotik atipikal.

2. Antidopaminergik anti-emetik – Obat ini mengurangi fungsi dari neuron-neuron

dopaminergik. Contoh obatnya ialah metoclopramide.

3. Trisiklik antidepresan – Amoxapine, obat trisiklik antidepresan juga bisa mengakibatkan

EPS.

Antara penyebab lain EPS termasuklah serebral palsi dan kerusakan otak yang efeknya pada

system ekstrapiramidal. EPS sering terjadi setelah pengambilan obat-obatan diatas dalam

beberapa jam atau bisa beberapa tahun setelah pengobatan (pengobatan jangka panjang)

Gejala Klinis & Klasifikasi

Pada ganguan dalam fungsi traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu menimbulkan

dua jenis sindrom yaitu :

1. Sindrom hiperkinetik-hipotonik : asetilkolin menurun, dopamine meningkat

Tonus otot menurun

Gerak involunter/ireguler

Pada : chorea, atetosis, distonia, ballismus

2. Sindrom hipokinetik-hipertonik : asetilkolin meningkat, dopamine menurun

Tonus otot meningkat

Gerak spontan/asosiatif menurun

Gerak involunter spontan

Pada : parkinson

Gejala negative dapat berupa :

5

Page 7: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

1. Bradikinesia

Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali. Gejala ini

merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit Parkinson.

2. Ganguuan sikap postural

Merupakan hilangnya reflex postural normal. Paling sering ditemukan pada penyakit

Parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena penderita tidak dapat

mempertahankan keseimbangan secara tepat. Penderita akan terjatuh bila berputar dan

didorong.

Gejala positif dapat berupa :

1) Gerakan involunter

Tremor

Athetosis

Chorea

Distonia

Hemiballismus

2) Rigiditas

Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan ekstremitas secara pasif.

Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut dan mengenai gerakan fleksi

maupun ekstensi sering disebut sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila disertai

dengan tremor maka disebut dengan tanda cogwheel. Pada penyakit Parkinson terdapat

gejala positif dan gejala negative seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada chorea

Huntington lebih didominasi oleh gejala positif, yaitu : chorea.

Patofisiologi

Pada keadaan normal terdapat arus rangsang kortiko-kortikal yang melalui inti-inti basal

(basal ganglia) yang mengatur kendali korteks atas gerakan volunter dengan proses inhibisi

secara bertingkat. Inti-inti basal juga berperan mengatur dan mengendalikan keseimbangan

antara kegiatan neuron motorik alfa dan gamma. Di antara inti-inti basal, maka globus pallidus

merupakan stasiun neuroaferen terakhir dan yang kegiatannya diatur oleh asupan dari korteks,

nucleus kaudatus, putamen, substansia nigra dan inti subtalamik.

6

Page 8: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

Gerakan involunter yang timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus pallidus

disebabkan oleh terganggunya kendali atas reflex-refleks dan rangsangan yang masuk, yang

dalam keadaan normal turut mempengaruhi putamen dan globus pallidus. Keadaan tersebut

dinamakan Release phenomenon, yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi yang normal.

Adapun lesi di substansia nigra (penyakit Parkinson), di inti dari luysi (hemiballismus),

bagian luar dari putamen (atetosis), di nucleus kaudatus terutama dan nucleus lentiformis

sebagian kecil (korea) dan di korteks serebri piramidalis berikut putamen dan thalamus

(distonia).

Berbagai neurotransmitter turut berperan dalam fungsi dan peran system neurotransmitter,

meliputi :

a. Dopamine, bekerja pada jalur nigostriatal (hubungan substansia nigra dan korpus

striatum) dan pada system mesolimbik dan mesokortikal tertentu.

b. GABA (Gama Aminobutiric Acid), berperan pada jalur / neuron-neiron striatonigral.

c. Glutamate, bekerja pada jalur kortikostriatal

d. Zat-zat neurotransmitter kolinergik, digunakan untuk neuron-neruon talamostriatal.

e. Substansia P dan metenfekalin, terdapat pada jalur striatopalidal dan striatonigral.

f. Kolesistokinin, dapat ditemukan bersama dopamine dalam sistem neural yang sama.

DRUG-INDUCED DYSTONIA

Definisi

Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya menyebabkan  gerakan  atau 

postur  yang  abnormal,  termasuk  krisis okulorigik, prostrusi lidah, trismus, tortikolis, distonia

laring-faring, dan postur distonik pada anggota gerak dan batang tubuh.

Distonia lebih banyak diakibatkan oleh APG I (Antipsikoti generasi 1) terutama yang

mempunyai potensi tinggi, dan umumnya terjadi di awal pengobatan (beberapa jam sampai

beberapa hari pengobatan) atau pada peningkatan dosis secara bermakna.

Gejala Klinis

7

Page 9: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

Gejala distonia berupa gerakan distonik yang disebabkan oleh kontraksi atau spasme otot, onset

yang tiba-tiba dan terus menerus, hingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol. Otot yang

paling sering mengalami spasme adalah otot leher (torticolis dan retrocolis), otot rahang

(trismus,gaping, grimacing), lidah (protrusion, memuntir) atau spasme pada seluruh otot tubuh

(opistotonus). Pada mata terjadi krisis okulogirik. Distonia glosofaringeal yang menyebabkan

disartria, disfagia, kesulitan bernapas, hingga sianosis. Spasme otot dan postur yang abnormal,

umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di daerah kepala dan leher, tetapi terkadang juga

daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah. Distonisa laring dapat menyebabkan asfiksia dan

kematian. Sering terjadi pada penderita usia muda (usia belasan atau dua puluhan) dan

kebanyakan pada laki-laki.

Manifestasi sebagai postur tubuh yang abnormal untuk waktu yang lama, yang diakibatkan

oleh spasme otot-otot besar yang terdapat di badan dan ekstremitas. Misalnya retraksi pada

kepala. Distonia dapat terjadi umum pada distonia muskulorum atau lokal pada torticolis.

1. Dystonia Musculorum Deformans

Onset terjadi pada masa anak-anak dan diturunkan secara autosomal resesif. Pada

awalnya terjadi deformans pada kaki berupa fleksi ketika berjalan. Lalu kelainan ini

bertambah menjadi generalisata. Dengan postur kepala, badan, dan ekstremitas yang

abnormal.

Diagnosis ditegakkan jika pada pasien memiliki riwayat perinatal normal dan tidak

terdapat bukti laboratorium adanya penyakit Wilson. Pengobatan penyakit ini dapat dengan

8

Page 10: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

levodopa atau Karbamazepin. Namun pada beberapa pasien tidak ditemukan peningkatan

yang berarti sehingga dapat diganti dengan anti kolinergik.

2. Spasmodik Tortikolis (Why neck)

Deviasi kepala unilateral dan etiologinya belum diketahui. Pada pemeriksaan

didapatkan kelainan vestibular, namun hal ini tidak jelas apakah disebabkan oleh tortikolis

atau postur kepala yang tidak normal.

Kontraksi distonik dari M. Sternokleidomastoideus yang nyeri dan dapat terjadi

hipertrofi pada otot tersebut dan otot-otot leher lainnya, yang menyebabkan kepala berputar

ke satu sisi secara involunter, juga kadang ke arah depan (antekoli) dan ke belakang

(retrokoli)

Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik menurut DSM- IV adalah

sebagai berikut :

9

Page 11: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang tubuh yang

berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan dosis medikasi neuroleptik

(atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal).

A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang berhubungan dengan medikasi

neuroleptik :

1. Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya dengan tubuh (misalnya tortikolis)

2. Spasme otot rahang (trismus, menganga, seringai)

3. Gangguan menelan (disfagia),  bicara,  atau bernafas  (spasme laring-faring, disfonia)

4. Penebalan  atau  bicara  cadel  karena  lidah  hipertonik  atau membesar (disartria, makroglosia)

5. Penonjolan lidah atau disfungsi lidah

6. Mata deviasi ke atas, ke bawah, ke arah samping (krisis okulogirik)

7. Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh

B. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah memulai atau

dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau menurunkan medikasi yang

digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidal akut (misalnya obat

antikolinergik

C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental (misalnya gejala

katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala lebih baik diterangkan oleh gangguan

mental dapat berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik

atau tidak sesuai dengan pola intervensi farmakologis (misalnya tidak ada perbaikan setelah

menurunkan neuroleptik atau pemberian antikolinergik)

D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi neurologis atau medis

umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi medis umum dapat berupa berikut :

gejala mendahului  pemaparan  dengan  medikasi  neuroleptik,  terdapat tanda neurologis

fokal yang tidak dapat diterangkan, atau gejala berkembang tanpa adanya perubahan

medikasi.

10

Page 12: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

Diagnosis Banding

1. Akatisia

Sejauh ini EPS ini merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan terjadi pada sebagian

besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik, terutama pada populasi pasien lebih

muda. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap

bergerak. Juga telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat mengeluh karena

anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang

memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik akibat perasaan

tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari

akatisisa hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang ditemukan pada

parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi setiap gejala objektif akatisia.

Akatisia sering timbul segera setelah memulai medikasi neuroleptikdan pasien sudah pada

tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman. Yang dirasakan ini dengan medikasi sehingga

menimbulkan masalah ketidakpatuhan pasien.

2. Sindrom Parkinson

Merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis pertama

neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur

setelah pengobatan bertahun-tahun.

Manifestasinya meliputi berikut :

Akinesia: yang meliputi wajah

topeng, kejedaan dari gerakan spontan,

penurunan ayunan lengan pada saat berjalan,

penurunan kedipan, dan penurunan

mengunyahyang dapat menimbulkan

pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang

lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai

suatu status perilaku dengan jeda bicara,

penurunan spontanitas, apati dan kesukaran

11

Page 13: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala negative

skizofrenia.

Tremor : khususnya saat istiraha, secara klasik dari tipe penggulung pil. Tremor dapat

mengenai rahang yang kadang-kadang disebut sebagai “sindrom kelinci”. Keadaan ini dapat

dikelirukan dengan diskenisia tardiv, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih ritmik,

kecerendungan untuk mengenai rahang daripada lidah dan responya terhadap medikasi

antikolinergik.

Gaya berjalan membungkuk : menyeret kaki dengan putaran huruf en cetak dan hilangnya

ayunan lengan.

Kekuan otot : terutama dari tipe cogwheeling

3. Tardive Diskinesia

Dari namanya sudah dapat diketahui merupakan sindrom yang terjadi lambat dalam bentuk

gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan otot

abnormal, involunter, menghentak, balistik, atau

seperti tik. Ini merupakan efek yang tidak

dikehendaki dari obat antipsikotik hal ini

disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif

akibat supersensitif reseptor dopamine di

puntamen kaudatus. Wanita tua yang diobati

jangka panjang mudah mendapatkan gangguan

tersebut walaupun dapat terjadi di perbagai

tingkat umur pria ataupun wanita. Prevalensi

bervariasi tetapi tardive diskinesia diperkirakan

terjadi 20-40% pasien yang berobat lama.

Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar 5% pasien memperlihatkan gerakan berat

nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan,

berbicara, bernapas, dan makan. Factor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin

wanita, dan pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang.

Pasien dengan gangguan afektif atau organikjuga lebih berkemungkinan untuk mengalami

diskinesia tardive. Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu dan

12

Page 14: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

umumnya memburuk dengan penarikan neuroleptik. Diagnosis banding jika mempertimbangkan

diskinesia tardive meliputi penyakit Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan

diskinesia yang ditimbulkan obat (contohnya levodopa, stimulant dan lain-lain). Perlu dicatat

bahwa diskinesia tardive yang diduga disebabkan oleh kesupersensitivitasan reseptor dopamine

pasca sinaptik akibat blockade kronik dapat ditemukan bersama dengan sindrom Parkinson yang

diduga disebabkan karena aktifitas dopaminergik yang tidak mencukupi. Pengenalan awal perlu

karena kasus lanjut sulit di obati. Banyak terapi yang diajukan tetapi evaluasinya sulit karena

perjalanan penyakit sangat beragam dan kadang-kadang terbatas. Diskinesia tardive dini atau

ringan mudah terlewatkan dan beberapa merasa bahwa evaluasi sistemik, Skala Gerakan

Involunter Abnormal (AIMS) harus dicatat setiap enam bulan untuk pasien yang mendapatkan

pengobatan neuroleptik jangka panjang.

4. Chorea

Gerakan involunter pada anggota gerak (lengan/tangan) yang eksplosif. cepat berganti sifat dan

arah gerakan secara tidak teratur yang hanya berhenti waktu tidur. Berasal dr bhs Yunani yg

berarti "menari". Jenis gerakan involunternya: (1)Causa kelebihan dopamin atau kekurangan

asetilkolin, (2) Gerakan korea mulainya tiba-tiba, cepat dan sebentar (3) Dpt timbul pd salah satu

anggota gerak saja, pd kedua lengan/pd lengan & tungkai sesisi saja. (4) Lebih jelas pd keadaan

emosinil

A. Chorea Huntington (Chorea Mayor)

Merupakan gangguan herediter yang bersifat autosomal dominan, onset pada usia

pertengahan dan berjalan progresif sehingga menyebabkan kematian dalam waktu 10 – 12 tahun.

Dapat terjadi pada usia muda (tipe juvenile) dimana gejalanya kurang tampak dan didominasi

oleh gejala negative (rigiditas).

Patologi

Kehilangan neuron pada striatum berhubungan dengan berkurangnya hubungan dengan

struktur ganglia basalis lainnya. Selain itu juga, ditemukan hilangnya sel pada korteks

frontal dan temporal. Dasar neurokimia dari penyakit ini adalah defisiensi GABA dan

asetilkolin sebagai neuromodulator enkephalin dan substansi P.

Gejala

Chorea

Demensia

13

Page 15: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

Gangguan mental: perubahan kepribadian, gangguan afektif, psikosis.

Hipotonus

Refleks primitive

Diagnosis

Pada pasien dengan gejala chorea dan didapatkan riwayat keluarga, singkirkan dari

penyakit benign hereditary chorea di mana terdapat intelektual pada penyakit tersebut.

Pada Huntington’s Choreal biasnya intelektual terganggu. Bedakan dengan chorea senilis

dimana terjadi biasanya pada usia yang lebih tua dan terdapat demensia. Singkirkan juga

berbagai penyebab chorea yang lain seperti chorea syndenam, chorea gravidarum, dan

chorea akibat obat-obatan.

Pengobatan

Pada stadium awal dapat digunakan fenotiazin, haloperidol atau tetrabenazin.

B. Chorea Sydenham (Chorea Minor)

Onset akut, berhubungan dengan infeksi streptokokus. Lebih sering terdapat pada anak-anak.

Terdapat gejala rematoid lain (jantung)

C. Chorea Gravidarum

Onset saat kehamilan, merupakan reaktivasi chorea Sydenham.

Tatalaksana

Pedoman umum :

1. Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga banyak ahli menganjurkan terapi

profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien dengan riwayat EPS atau para pasien

yang mendapat neuroleptik poten dosis tinggi.

2.  Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat menyebabkan

komplians yang buruk. Antikolinergik umumnya menyebabkan mulut kering, penglihatan

kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. Amantadin dapat mengeksaserbasi

gejala psikotik.

3. Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan untuk menarik

medikasi anti-EPS pasien dengan pengawasan seksama terhadap kembalinya gejala.

Reaksi Distonia Akut (ADR)/ Drug Induced Dystonia

14

Page 16: Drug Induced Dystonia (Extrapyramidal Syndrome) BILL

Medikasi antikolinergik merupakan terapi ADR bentuk primer dan praterapi dengan salah

satu obat-obat ini biasanya mencegah terjadinya penyakit. Paduan obat yang umum meliputi

benztropin (Congentin) 0,5-2 mg dua kali sehari (BID) sampai tiga kali sehari (TID) atau

triheksiphenidil (Artane) 2-5 mg TID. Benztropin mungkin lebih efektif daripada

triheksiphenidil pada pengobatan ADR dan pada beberapa penyalah guna obat triheksiphenidil

karena “rasa melayang” yang mereka dapat daripadanya. Seorang pasien yang ditemukan dengan

ADR berat, akut harus diobati dengan cepat dan secara agresif. Bila dilakukan jalur intravena

(IV) dapat diberikan benztropin 1 mg dengan dorongan IV. Umumnya lebih praktis untuk

memberikan difenhidramin (Benadryl) 50 mg intramuskuler (IM) atau bila obat ini tidak tersedia

gunakan benztropin 2 mg IM. Remisi ADR dramatis terjadi dalam waktu 5 menit.

Prognosis

Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut masih baik bila gejala langsung

dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada EPS yang kronik lebih buruk. Pasien

dengan tardive distonia sangat buruk. Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien

yang mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan H.I.MD, Saddock B.J.MD, Grebb J.A.MD. Sinopsis Psikiatri Jilid 1 .Bagian psikiatri

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.1997

2. Kaplan H.I.MD, Saddock B.J.MD, Grebb J.A.MD. Sinopsis Psikiatri Jilid 2 .Bagian psikiatri

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.1997

3. Katzung, BG. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI. EGC. 1997

4. Maramis, WE.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Airlangga University Press.2007

5. Mardjono, M.Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. 2006

6. Maslim.R,SPKJ. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi ketiga. Bagian

ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.2007

7. Maulany, RF. Buku Saku Psikiatri. EGC.2008

15