Upload
aria-kapriyati
View
254
Download
5
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
distonia
Citation preview
SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL
(DRUG INDUCED DYSTONIA)
Disusun Oleh :
NABIL HARIZ
1102010196
Pembimbing :
Dr. Donny H. Hamid Sp.S
Kepaniteraan Klinik Neurologi
RSUD. Pasar Rebo
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Jakarta 2014
DRUG INDUCED DYSTONIA
PENDAHULUAN
Kerjasama yang terpadu antara sistem piramidal dan sistem ekstrapiramidal diperlukan
dalam fungsi motorik yang sempurna pada otot rangka, keduanya mempunyai andil besar dalam
gerakan yang terjadi pada tubuh, meskipun demikian keduanya memiliki fungsi yang berbeda
dalam menghasilkan gerakan.
Sistem piramidal berperan dalam gerakan volunter, yaitu gerakan sadar yang harus
dilakukan, sedangkan sistem ekstrapiramidal menentukan landasan untuk dapat terlaksananya
suatu gerakan volunter yang terampil dan mahir.
Sistem Piramidal
Sistem piramidal merupakan jalur desending yang terdiri dari serabut yang berasal dari korteks
motorik pada otak yang kemudian disalurkan ke batang otak dan turun ke spinal cord.
Mekanisme kerja sistem piramidal
Mekanisme kerja sistem piramidal diawali pada korteks motorik, impuls gerakan yang
diinginkan di teruskan menuju bagian posterior kapsula interna,kapsula interna meneruskan
impuls kepada medula oblongata, setelah mencapai medulla oblongata impuls diteruskan menuju
medula spinalis substansi kelabu, yaitu bagian integral dari neuron motorik, respon kembali
diteruskan menuju ujung-ujung akson yaitu efektor hingga akhirnya menjadi suatu gerakan yang
sadar.
Traktus piramidal dibagi 2:
Traktus piramidal (kortikospinal) lateral
Neuron dari motorik korteks serebral. Akson akan berdescenden ke medulla . Diperbatasan
antara medulla oblongata dan medulla spinalis, 85% serabut kortikospinal akan berdekusasi dan
terus memanjang sampai tanduk posterior untuk bersinapsis langsung atau melalui interneuron
dengan neuron motorik bawah dalam tanduk anterior. Akson akan berterminasi pada lempeng
ujung motorik otot rangka.
Traktus piramidal (kortikospinal) ventral / anterior
1
Neuron dari motorik korteks serebral. Akson akan berdescenden ke medulla . Diperbatasan
antara medulla oblongata dan medulla spinalis, 15% serabut kortikospinal akan menyilang, lalu
secara langsung atau melalui interneuron dengan neuron motorik bawah dalam tanduk anterior.
Akson akan berterminasi pada lempeng ujung motorik otot rangka.
Fungsi sistem piramidal adalah:
1. Memulai timbulnya suatu gerakan volunteer atau suatu gerak sadar yang bersifat halus.
2. Kontraksi otot distal, khususnya pada tangan dan jari.
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke LMN atau melalui
interneuronnya, tergolong dalam kelompok UMN. Neuron-neuron tersebut merupakan penghuni
girus presentralis . Oleh karena itu, maka girus tersebut dinamakan korteks motorik. Mereka
berada dilapisan ke-V dan masing-masing memiliki hubungan dengan gerak otok tertentu.
Melalui aksonnya neuron korteks motorik menghubungi motoneuron yang membentuk inti
motorik saraf kranial dan motoneuron dikornu anterius medulaspinalis.
Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar dan kortikospinal. Sebagai berkas
saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan ditingkat thalamus dan ganglia basalia
mereka terdapat diantara kedua bangunan yang dikenal sebagai kapsula interna.
Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar meninggalkan kawasan mereka
untuk menyilang garis tengah dan berakhir secara langsung dimotoneuron saraf kranial motorik
atau interneuronnya disisi kontralateral. Sebagian dari serabut kortikobulbar berakhir di inti-inti
saraf kranial motorik sisi ipsilateral juga.
Diperbatasan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, serabut-serabut
kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk jaras kortikospinal lateral yang berjalan
di funikulus posterolateral kontralateralis. Sebagian dari mereka tidak menyilang tapi
melanjutkan perjalanan ke medula spinalis di funikulus ventralis ipsilateralis dan dikenal sebagai
jaras kortikospinal ventral atau traktus piramidalis ventralis.
Sistem ekstrapiramidal
Sistem ekstrapiramidal meupakan jalur antara corteks serebal, basal ganglia, batang otak, spinal
cord yang keluar dari traktus piramidal.
Traktus ekstrapirimidal dibagi menjadi:
2
Traktus retikulospinal, dari formasio reticular dan berujung pada sisi yang sama di neuron
motorik bagian bawah dalam tanduk anterior medulla spinalis.
Traktus vestibulospinal lateral, dari nucleus vestibular lateral dan berujung pada sisi yang
sama di neuron motorik bagian bawah dalam tanduk anterior medulla spinalis
Traktus vestibulospinal medial, dari nucleus vestibular lateral dan berujung pada sisi yang
sama di neuron motorik bagian bawah dalam tanduk anterior medulla spinalis. Tanduk ini
tidak berdescenden ke bawah area serviks.
Traktus rubrospinal, dari nucleus merah otak tengah, traktus olivispinal dari olive inferior
medulla, traktus tektospinal dari tektum otak tengah.
Fungsi sistem ekstrapiramidal untuk :
1. mempertahankan tonus otot
2. gerakan kasar.
3. Perencanaan suatu gerakan
Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum ,globus palidus, inti-inti talamik,
nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang otak,serebelum berikut dengan
korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan area 8. komponen-komponen tersebut
dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian
terdapat lintasan yang melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum
merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit
tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3 sirkuit
striatal penunjang (aksesori).
Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan segenap
neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan korpus striatum/globus
palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba
diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus striatum/globus paidus/thalamus
untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan
korteks motorik tambahan. Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya
menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuit-sirkuit
itu disebut sirkuit striatal asesorik.
Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan stratum-globus
palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari globus
3
palidus-korpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk
oleh hubungan yang melingkari striatum-subtansia nigra-striatum.
GANGGUAN EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT
Definisi
Sindrom ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan
oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik golongan tipikal. Obat
antipsikotik tipikal yang paling sering memberikan efek samping gejala ekstrapiramidal yakni
Haloperidol, Trifluoperazine, Pherpenazine, Fluphenazine, dan dapat pula oleh Chlorpromazine.
Gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigiditas, tetapi gejala-gejala
tersebut di luar kendali traktus kortikospinal (piramidal).
Gangguan pada ekstrapiramidal dapat timbul gerakan otot involunter,yaitu gerakan otot
secara spontan dan tidak dapat dikendalikan dengan kemauan dan gerak otot tersebut tidak
mempunyai tujuan. Efek dari gangguan sistem ini dapat memberikan efek defisit fungsional
primer yang merupakan gejala negatif dan efek sekunder yaitu gejala positif.
Epidemiologi
Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonia akut, akhatisia, dan sindrom
parkinsonism umumnya terjadi akibat penggunaan obat-obat antipsikotik. Lebih banyak
diakibatkan oleh antipsikotik tipikal terutama yang mempunyai potensi tinggi.
Reaksi distonia akut terjadi pada kira-kira 10% pasien, biasanya pada pria muda. Tardive
dyskinesia berupa gerakan involunter otot seperti mulut, rahang, umumnya terjadi akibat
penggunaan antipsikotik golongan tipikal jangka panjang. Sekitar 20-30% pasien telah
menggunakan antipsikotik tipikal dalam kurun waktu 6 bulan atau lebih, berkembang menjadi
tardive dyskinesia. Sindrom parkinson umumnya timbul 1-3 minggu setelah pengobatan awal,
lebih sering pada dewasa muda, dengan perbandingan perempuan:laki-laki
Etiologi
Penyebab utama ekstrapiramidal sindrom termasuk obat-obatan seperti:
4
1. Antipsikotik – obat antipsikotik seperti haloperidol, thioridazine, dan chlorpromazine
merupakan obat yang digunakan untuk mengobati psikosis atau skizofrenia. Antipsikotik
turut digunakan dalam manajemen gejala-gejala penyakit Alzheimer. Penggunaan obat
antipsikotik menurunkan level dopamine dalam otak mengakibatkan efek samping
ekstrapiramidal. Antipsikotik tipikal penyebab tersering EPS dibanding dengan
antipsikotik atipikal.
2. Antidopaminergik anti-emetik – Obat ini mengurangi fungsi dari neuron-neuron
dopaminergik. Contoh obatnya ialah metoclopramide.
3. Trisiklik antidepresan – Amoxapine, obat trisiklik antidepresan juga bisa mengakibatkan
EPS.
Antara penyebab lain EPS termasuklah serebral palsi dan kerusakan otak yang efeknya pada
system ekstrapiramidal. EPS sering terjadi setelah pengambilan obat-obatan diatas dalam
beberapa jam atau bisa beberapa tahun setelah pengobatan (pengobatan jangka panjang)
Gejala Klinis & Klasifikasi
Pada ganguan dalam fungsi traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu menimbulkan
dua jenis sindrom yaitu :
1. Sindrom hiperkinetik-hipotonik : asetilkolin menurun, dopamine meningkat
Tonus otot menurun
Gerak involunter/ireguler
Pada : chorea, atetosis, distonia, ballismus
2. Sindrom hipokinetik-hipertonik : asetilkolin meningkat, dopamine menurun
Tonus otot meningkat
Gerak spontan/asosiatif menurun
Gerak involunter spontan
Pada : parkinson
Gejala negative dapat berupa :
5
1. Bradikinesia
Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali. Gejala ini
merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit Parkinson.
2. Ganguuan sikap postural
Merupakan hilangnya reflex postural normal. Paling sering ditemukan pada penyakit
Parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena penderita tidak dapat
mempertahankan keseimbangan secara tepat. Penderita akan terjatuh bila berputar dan
didorong.
Gejala positif dapat berupa :
1) Gerakan involunter
Tremor
Athetosis
Chorea
Distonia
Hemiballismus
2) Rigiditas
Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan ekstremitas secara pasif.
Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut dan mengenai gerakan fleksi
maupun ekstensi sering disebut sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila disertai
dengan tremor maka disebut dengan tanda cogwheel. Pada penyakit Parkinson terdapat
gejala positif dan gejala negative seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada chorea
Huntington lebih didominasi oleh gejala positif, yaitu : chorea.
Patofisiologi
Pada keadaan normal terdapat arus rangsang kortiko-kortikal yang melalui inti-inti basal
(basal ganglia) yang mengatur kendali korteks atas gerakan volunter dengan proses inhibisi
secara bertingkat. Inti-inti basal juga berperan mengatur dan mengendalikan keseimbangan
antara kegiatan neuron motorik alfa dan gamma. Di antara inti-inti basal, maka globus pallidus
merupakan stasiun neuroaferen terakhir dan yang kegiatannya diatur oleh asupan dari korteks,
nucleus kaudatus, putamen, substansia nigra dan inti subtalamik.
6
Gerakan involunter yang timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus pallidus
disebabkan oleh terganggunya kendali atas reflex-refleks dan rangsangan yang masuk, yang
dalam keadaan normal turut mempengaruhi putamen dan globus pallidus. Keadaan tersebut
dinamakan Release phenomenon, yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi yang normal.
Adapun lesi di substansia nigra (penyakit Parkinson), di inti dari luysi (hemiballismus),
bagian luar dari putamen (atetosis), di nucleus kaudatus terutama dan nucleus lentiformis
sebagian kecil (korea) dan di korteks serebri piramidalis berikut putamen dan thalamus
(distonia).
Berbagai neurotransmitter turut berperan dalam fungsi dan peran system neurotransmitter,
meliputi :
a. Dopamine, bekerja pada jalur nigostriatal (hubungan substansia nigra dan korpus
striatum) dan pada system mesolimbik dan mesokortikal tertentu.
b. GABA (Gama Aminobutiric Acid), berperan pada jalur / neuron-neiron striatonigral.
c. Glutamate, bekerja pada jalur kortikostriatal
d. Zat-zat neurotransmitter kolinergik, digunakan untuk neuron-neruon talamostriatal.
e. Substansia P dan metenfekalin, terdapat pada jalur striatopalidal dan striatonigral.
f. Kolesistokinin, dapat ditemukan bersama dopamine dalam sistem neural yang sama.
DRUG-INDUCED DYSTONIA
Definisi
Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya menyebabkan gerakan atau
postur yang abnormal, termasuk krisis okulorigik, prostrusi lidah, trismus, tortikolis, distonia
laring-faring, dan postur distonik pada anggota gerak dan batang tubuh.
Distonia lebih banyak diakibatkan oleh APG I (Antipsikoti generasi 1) terutama yang
mempunyai potensi tinggi, dan umumnya terjadi di awal pengobatan (beberapa jam sampai
beberapa hari pengobatan) atau pada peningkatan dosis secara bermakna.
Gejala Klinis
7
Gejala distonia berupa gerakan distonik yang disebabkan oleh kontraksi atau spasme otot, onset
yang tiba-tiba dan terus menerus, hingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol. Otot yang
paling sering mengalami spasme adalah otot leher (torticolis dan retrocolis), otot rahang
(trismus,gaping, grimacing), lidah (protrusion, memuntir) atau spasme pada seluruh otot tubuh
(opistotonus). Pada mata terjadi krisis okulogirik. Distonia glosofaringeal yang menyebabkan
disartria, disfagia, kesulitan bernapas, hingga sianosis. Spasme otot dan postur yang abnormal,
umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di daerah kepala dan leher, tetapi terkadang juga
daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah. Distonisa laring dapat menyebabkan asfiksia dan
kematian. Sering terjadi pada penderita usia muda (usia belasan atau dua puluhan) dan
kebanyakan pada laki-laki.
Manifestasi sebagai postur tubuh yang abnormal untuk waktu yang lama, yang diakibatkan
oleh spasme otot-otot besar yang terdapat di badan dan ekstremitas. Misalnya retraksi pada
kepala. Distonia dapat terjadi umum pada distonia muskulorum atau lokal pada torticolis.
1. Dystonia Musculorum Deformans
Onset terjadi pada masa anak-anak dan diturunkan secara autosomal resesif. Pada
awalnya terjadi deformans pada kaki berupa fleksi ketika berjalan. Lalu kelainan ini
bertambah menjadi generalisata. Dengan postur kepala, badan, dan ekstremitas yang
abnormal.
Diagnosis ditegakkan jika pada pasien memiliki riwayat perinatal normal dan tidak
terdapat bukti laboratorium adanya penyakit Wilson. Pengobatan penyakit ini dapat dengan
8
levodopa atau Karbamazepin. Namun pada beberapa pasien tidak ditemukan peningkatan
yang berarti sehingga dapat diganti dengan anti kolinergik.
2. Spasmodik Tortikolis (Why neck)
Deviasi kepala unilateral dan etiologinya belum diketahui. Pada pemeriksaan
didapatkan kelainan vestibular, namun hal ini tidak jelas apakah disebabkan oleh tortikolis
atau postur kepala yang tidak normal.
Kontraksi distonik dari M. Sternokleidomastoideus yang nyeri dan dapat terjadi
hipertrofi pada otot tersebut dan otot-otot leher lainnya, yang menyebabkan kepala berputar
ke satu sisi secara involunter, juga kadang ke arah depan (antekoli) dan ke belakang
(retrokoli)
Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik menurut DSM- IV adalah
sebagai berikut :
9
Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang tubuh yang
berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan dosis medikasi neuroleptik
(atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal).
A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang berhubungan dengan medikasi
neuroleptik :
1. Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya dengan tubuh (misalnya tortikolis)
2. Spasme otot rahang (trismus, menganga, seringai)
3. Gangguan menelan (disfagia), bicara, atau bernafas (spasme laring-faring, disfonia)
4. Penebalan atau bicara cadel karena lidah hipertonik atau membesar (disartria, makroglosia)
5. Penonjolan lidah atau disfungsi lidah
6. Mata deviasi ke atas, ke bawah, ke arah samping (krisis okulogirik)
7. Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh
B. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah memulai atau
dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau menurunkan medikasi yang
digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidal akut (misalnya obat
antikolinergik
C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental (misalnya gejala
katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala lebih baik diterangkan oleh gangguan
mental dapat berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik
atau tidak sesuai dengan pola intervensi farmakologis (misalnya tidak ada perbaikan setelah
menurunkan neuroleptik atau pemberian antikolinergik)
D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi neurologis atau medis
umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi medis umum dapat berupa berikut :
gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik, terdapat tanda neurologis
fokal yang tidak dapat diterangkan, atau gejala berkembang tanpa adanya perubahan
medikasi.
10
Diagnosis Banding
1. Akatisia
Sejauh ini EPS ini merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan terjadi pada sebagian
besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik, terutama pada populasi pasien lebih
muda. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap
bergerak. Juga telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat mengeluh karena
anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang
memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik akibat perasaan
tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari
akatisisa hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang ditemukan pada
parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi setiap gejala objektif akatisia.
Akatisia sering timbul segera setelah memulai medikasi neuroleptikdan pasien sudah pada
tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman. Yang dirasakan ini dengan medikasi sehingga
menimbulkan masalah ketidakpatuhan pasien.
2. Sindrom Parkinson
Merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis pertama
neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur
setelah pengobatan bertahun-tahun.
Manifestasinya meliputi berikut :
Akinesia: yang meliputi wajah
topeng, kejedaan dari gerakan spontan,
penurunan ayunan lengan pada saat berjalan,
penurunan kedipan, dan penurunan
mengunyahyang dapat menimbulkan
pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang
lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai
suatu status perilaku dengan jeda bicara,
penurunan spontanitas, apati dan kesukaran
11
untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala negative
skizofrenia.
Tremor : khususnya saat istiraha, secara klasik dari tipe penggulung pil. Tremor dapat
mengenai rahang yang kadang-kadang disebut sebagai “sindrom kelinci”. Keadaan ini dapat
dikelirukan dengan diskenisia tardiv, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih ritmik,
kecerendungan untuk mengenai rahang daripada lidah dan responya terhadap medikasi
antikolinergik.
Gaya berjalan membungkuk : menyeret kaki dengan putaran huruf en cetak dan hilangnya
ayunan lengan.
Kekuan otot : terutama dari tipe cogwheeling
3. Tardive Diskinesia
Dari namanya sudah dapat diketahui merupakan sindrom yang terjadi lambat dalam bentuk
gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan otot
abnormal, involunter, menghentak, balistik, atau
seperti tik. Ini merupakan efek yang tidak
dikehendaki dari obat antipsikotik hal ini
disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif
akibat supersensitif reseptor dopamine di
puntamen kaudatus. Wanita tua yang diobati
jangka panjang mudah mendapatkan gangguan
tersebut walaupun dapat terjadi di perbagai
tingkat umur pria ataupun wanita. Prevalensi
bervariasi tetapi tardive diskinesia diperkirakan
terjadi 20-40% pasien yang berobat lama.
Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar 5% pasien memperlihatkan gerakan berat
nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan,
berbicara, bernapas, dan makan. Factor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin
wanita, dan pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang.
Pasien dengan gangguan afektif atau organikjuga lebih berkemungkinan untuk mengalami
diskinesia tardive. Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu dan
12
umumnya memburuk dengan penarikan neuroleptik. Diagnosis banding jika mempertimbangkan
diskinesia tardive meliputi penyakit Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan
diskinesia yang ditimbulkan obat (contohnya levodopa, stimulant dan lain-lain). Perlu dicatat
bahwa diskinesia tardive yang diduga disebabkan oleh kesupersensitivitasan reseptor dopamine
pasca sinaptik akibat blockade kronik dapat ditemukan bersama dengan sindrom Parkinson yang
diduga disebabkan karena aktifitas dopaminergik yang tidak mencukupi. Pengenalan awal perlu
karena kasus lanjut sulit di obati. Banyak terapi yang diajukan tetapi evaluasinya sulit karena
perjalanan penyakit sangat beragam dan kadang-kadang terbatas. Diskinesia tardive dini atau
ringan mudah terlewatkan dan beberapa merasa bahwa evaluasi sistemik, Skala Gerakan
Involunter Abnormal (AIMS) harus dicatat setiap enam bulan untuk pasien yang mendapatkan
pengobatan neuroleptik jangka panjang.
4. Chorea
Gerakan involunter pada anggota gerak (lengan/tangan) yang eksplosif. cepat berganti sifat dan
arah gerakan secara tidak teratur yang hanya berhenti waktu tidur. Berasal dr bhs Yunani yg
berarti "menari". Jenis gerakan involunternya: (1)Causa kelebihan dopamin atau kekurangan
asetilkolin, (2) Gerakan korea mulainya tiba-tiba, cepat dan sebentar (3) Dpt timbul pd salah satu
anggota gerak saja, pd kedua lengan/pd lengan & tungkai sesisi saja. (4) Lebih jelas pd keadaan
emosinil
A. Chorea Huntington (Chorea Mayor)
Merupakan gangguan herediter yang bersifat autosomal dominan, onset pada usia
pertengahan dan berjalan progresif sehingga menyebabkan kematian dalam waktu 10 – 12 tahun.
Dapat terjadi pada usia muda (tipe juvenile) dimana gejalanya kurang tampak dan didominasi
oleh gejala negative (rigiditas).
Patologi
Kehilangan neuron pada striatum berhubungan dengan berkurangnya hubungan dengan
struktur ganglia basalis lainnya. Selain itu juga, ditemukan hilangnya sel pada korteks
frontal dan temporal. Dasar neurokimia dari penyakit ini adalah defisiensi GABA dan
asetilkolin sebagai neuromodulator enkephalin dan substansi P.
Gejala
Chorea
Demensia
13
Gangguan mental: perubahan kepribadian, gangguan afektif, psikosis.
Hipotonus
Refleks primitive
Diagnosis
Pada pasien dengan gejala chorea dan didapatkan riwayat keluarga, singkirkan dari
penyakit benign hereditary chorea di mana terdapat intelektual pada penyakit tersebut.
Pada Huntington’s Choreal biasnya intelektual terganggu. Bedakan dengan chorea senilis
dimana terjadi biasanya pada usia yang lebih tua dan terdapat demensia. Singkirkan juga
berbagai penyebab chorea yang lain seperti chorea syndenam, chorea gravidarum, dan
chorea akibat obat-obatan.
Pengobatan
Pada stadium awal dapat digunakan fenotiazin, haloperidol atau tetrabenazin.
B. Chorea Sydenham (Chorea Minor)
Onset akut, berhubungan dengan infeksi streptokokus. Lebih sering terdapat pada anak-anak.
Terdapat gejala rematoid lain (jantung)
C. Chorea Gravidarum
Onset saat kehamilan, merupakan reaktivasi chorea Sydenham.
Tatalaksana
Pedoman umum :
1. Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga banyak ahli menganjurkan terapi
profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien dengan riwayat EPS atau para pasien
yang mendapat neuroleptik poten dosis tinggi.
2. Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat menyebabkan
komplians yang buruk. Antikolinergik umumnya menyebabkan mulut kering, penglihatan
kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. Amantadin dapat mengeksaserbasi
gejala psikotik.
3. Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan untuk menarik
medikasi anti-EPS pasien dengan pengawasan seksama terhadap kembalinya gejala.
Reaksi Distonia Akut (ADR)/ Drug Induced Dystonia
14
Medikasi antikolinergik merupakan terapi ADR bentuk primer dan praterapi dengan salah
satu obat-obat ini biasanya mencegah terjadinya penyakit. Paduan obat yang umum meliputi
benztropin (Congentin) 0,5-2 mg dua kali sehari (BID) sampai tiga kali sehari (TID) atau
triheksiphenidil (Artane) 2-5 mg TID. Benztropin mungkin lebih efektif daripada
triheksiphenidil pada pengobatan ADR dan pada beberapa penyalah guna obat triheksiphenidil
karena “rasa melayang” yang mereka dapat daripadanya. Seorang pasien yang ditemukan dengan
ADR berat, akut harus diobati dengan cepat dan secara agresif. Bila dilakukan jalur intravena
(IV) dapat diberikan benztropin 1 mg dengan dorongan IV. Umumnya lebih praktis untuk
memberikan difenhidramin (Benadryl) 50 mg intramuskuler (IM) atau bila obat ini tidak tersedia
gunakan benztropin 2 mg IM. Remisi ADR dramatis terjadi dalam waktu 5 menit.
Prognosis
Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut masih baik bila gejala langsung
dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada EPS yang kronik lebih buruk. Pasien
dengan tardive distonia sangat buruk. Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien
yang mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan H.I.MD, Saddock B.J.MD, Grebb J.A.MD. Sinopsis Psikiatri Jilid 1 .Bagian psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.1997
2. Kaplan H.I.MD, Saddock B.J.MD, Grebb J.A.MD. Sinopsis Psikiatri Jilid 2 .Bagian psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.1997
3. Katzung, BG. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI. EGC. 1997
4. Maramis, WE.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Airlangga University Press.2007
5. Mardjono, M.Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. 2006
6. Maslim.R,SPKJ. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi ketiga. Bagian
ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.2007
7. Maulany, RF. Buku Saku Psikiatri. EGC.2008
15