Upload
valentinomscg
View
99
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Jurnal Penelitian Satwa Liar Endemik Sulawesi Tengah
Citation preview
1
DISTRIBUSI JEJAK ANOA (Bubalus spp) DI KAWASAN CAGAR
ALAM PANGI BINANGGA KABUPATEN PARIGI MOUTONG
Mario Valentino
1*), Wardah
2*), Sustri
3*)
1*)
Mahasiswa 2*)
Dosen Pembimbing
Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako Palu - Sulawesi Tengah 94112
Telp: (0451)- 422611 Fax: (0451)- 422844
ABSTRACT
Anoa (Bubalus spp) is one of the endemic wildlife that are found in the Nature Reserve
of Pangi Binangga Central Sulawesi Province. On the island of Sulawesi, there are two
types of Anoa, the Lowland Anoa (Bubalus depressicornis) and mountain Anoa
(Bubalus quarlesi). This study aims to determine clearly the place or area to trace the
distribution of Anoa (Bubalus spp). Determination of trace disrtibusi Anoa using line
transect method and chosen purposively. Based on the data obtained from the location
observation research, traces the distribution point Anoa (Bubalus spp) amounted to as
many as 10 different places with the coordinates and varying heights. The highest point
is the observation trail Anoa about 1300 meters above sea level, while the lowest point
about 885 meters above sea level, spread on two riverside and mountain slopes. Total
all traces were found in two different areas of the riverside and the mountain slopes
amounted to about 280 footprints, with maximum nail length 5,4 cm, width of nail
maximum 6,4 cm and has an average depth trail of approximately 2,3 cm.
Key words: Anoa, Endemic, Trace, Pangi Binangga Nature Reserve
ABSTRAK
Anoa (Bubalus spp) merupakan salah satu satwa liar endemik yang terdapat di Cagar
Alam Pangi Binangga Provinsi Sulawesi Tengah. Di Pulau Sulawesi terdapat dua jenis
Anoa, yaitu Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan Anoa pegunungan
(Bubalus quarlesi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas tempat atau
wilayah yang menjadi sebaran jejak Anoa (Bubalus spp). Penentuan disrtibusi jejak
Anoa menggunakan metode transek jalur dan ditentukan secara purposive. Berdasarkan
data yang diperoleh dari pengamatan dilokasi penelitian, titik sebaran jejak Anoa
(Bubalus spp) berjumlah sebanyak 10 tempat yang berbeda dengan titik koordinat dan
ketinggian yang bervariasi. Titik tertinggi pengamatan jejak Anoa berada sekitar 1300
mdpl sedangkan titik pengamatan terendah sekitar 885 mdpl yang tersebar di dua tempat
yakni tepi sungai dan lereng-lereng gunung. Total seluruh jejak yang ditemukan di dua
wilayah berbeda yakni tepi sungai dan lereng-lereng gunung berjumlah sekitar 280 jejak
kaki, dengan panjang kuku maksimum 5,4 cm, lebar kuku maksimum 6,4 cm dan
memiliki kedalaman jejak rata-rata kurang lebih 2,3 cm.
Kata kunci: Anoa, Endemik, Jejak, Cagar Alam Pangi Binangga
2
I. PENDAHULUAN
Sulawesi merupakan salah satu
pulau yang cukup besar dan penting di
Indonesia, karena secara biogeografi
pulau Sulawesi termasuk dalam
kawasan Wallacea. Kawasan Wallacea
terdiri atas pulau Sulawesi, sebagian
Maluku, kepulauan Banda, dan
kepulauan Nusa Tenggara Barat.
Wilayah ini sangat terbilang unik
karena merupakan tempat
bercampurnya tumbuhan, hewan, yang
endemik dan merupakan kawasan
peralihan antara benua Asia dan
Australia (Mittermeier et al., 1999).
Satwa liar Anoa merupakan salah
satu sumberdaya alam yang harus
dipertahankan kelestarian dan
populasinya. Anoa (Bubalus spp)
merupakan salah satu satwa jenis
endemik Pulau Sulawesi yang memiliki
ketergantungan yang kuat terhadap
hutan karena Anoa merupakan hewan
pemalu dan sensitif yang mana
habitatnya tidak boleh terganggu dari
segala aktivitas yang dapat mengancam
kelangsungan hidupnya. Anoa termasuk
satwa yang dilindungi berdasarkan
peraturan binatang liar tahun 1931 No.
266 dan Undang Undang No. 5 tahun 1990 yang dipertegas Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No : 301/KPTS-
II/1992.
Menurut Groves (1969), di
Sulawesi terdapat dua jenis Anoa, yaitu
Anoa dataran rendah (Bubalus
depressicornis) dan Anoa pegunungan
(Bubalus quarlesi). Anoa dataran
rendah ukurannya lebih besar jika di
bandingkan dengan Anoa dataran
tinggi. Kedua jenis satwa liar ini dapat
ditemukan di kawasan hutan Cagar
Alam Pangi Binangga yang merupakan
salah satu kawasan konservasi yang
berada di Provinsi Sulawesi Tengah.
Perusakan habitat berupa
perambahan, perburuan dan
penangkapan secara liar yang terjadi
saat ini merupakan penyebab utama
menurunnya angka populasi Anoa di
kawasan Cagar Alam Pangi Binangga.
Dombo, (2008) menyatakan bahwa
Anoa di kawasan Cagar Alam Pangi
Binangga masih bisa ditemukan yang
dibuktikan dengan adanya ditemukan
jejak dan kotoran Anoa serta potensi
pakan yang masih cukup tersedia di
kawasan hutan ini. Kawasan Cagar
Alam Pangi Binangga secara
administrasi pemerintah terletak di Desa
Binangga dan Desa Pangi Kecamatan
Parigi Moutong Propinsi Sulawesi
Tengah. Sedangkan administrasi
pengelolaannya, berada dibawah
wilayah Sub Balai Konservasi Sumber
Daya Alam Sulawesi Tengah, Balai
Konservasi Sumber Daya Alam VI,
Propinsi Sulawesi Tengah.
Cagar Alam Pangi Binangga
memiliki keanekaragaman berupa flora
dan fauna yang dilindungi, namun
fungsi utama ditetapkannya Cagar Alam
Pangi Binangga sebagai kawasan
konservasi yakni perlindungan
Ebony/Kayu hitam (Diospyros celebica
Bakh) yang tumbuh secara alami.
Kawasan ini juga memiliki
keanekaragaman satwa berupa Anoa
(Bubalus spp), Babirusa (Babiroussa
babirusa), Monyet hitam (Macaca
tongkeana), Rusa (Cervus timorensis),
Kuskus Sulawesi (Phalanger ursinus),
Rangkong Sulawesi (Penelopides
exarhatus), (Balai Konservasi
Sumberdaya Alam, 2010).
3
P1 P2 P3
T0 5 km Arah lintasan pengamat 5 km T1
P4 P5 P6
II. METODE PENELITIAN
2.1 Metode Transek Jalur
Metode ini merupakan salah
satu metode yang sering digunakan
dalam pengumpulan data jenis serta
jumlah individu satwaliar. Panjang jalur
pengamatan yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu sepanjang 10 Km.
Titik awal pengamatan terbagi menjadi
dua tempat yaitu sungai dan lereng
dengan panjang jalur masing-masing +
5 Km. Arah jalur pengamatan
ditentukan berdasarkan jejak di lokasi.
Menurut Mistar (2003), metode transek
jalur cocok digunakan untuk
menjangkau areal yang luas dengan
waktu yang relatif singkat pada daerah
atau habitat yang merupakan tempat
dijumpainya satwa.
Bentuk transek jalur disajikan pada
Gambar 1.
Gambar1. Pengamatan satwa liar dengan
metode transek jalur TO = titik awal
jalur pengamatan, T1 = titik akhir
jalur pengamatan, P = titik
pengamatan
2.2 Penentuan Titik Pengamatan
Titik pengamatan sampel
ditentukan secara purposive yang
merupakan teknik penentuan sampel
yang didasarkan pada tujuan tertentu.
Sampel pengamatan ditentukan
berdasarkan jejak kaki atau kotoran
Anoa.
2.3 Teknik Pelaksanaan
Lapangan
Pengamatan jejak Anoa
dilakukan selama kurang lebih 30 hari
pada areal yang terpilih untuk mewakili
luas kawasan Cagar Alam Pangi
Binangga yakni seluas 6000 Ha.
Inventarisasi jejak Anoa dilakukan
secara purposive yaitu dengan
mengikuti serta menelusuri punggung -
punggung gunung dan pesisir sungai
dengan luas rata rata sampel perhari = 40.000 m
2 = + 4 ha. Dengan
demikian, luas sampel populasi selama
30 hari yaitu = 30 x 4 ha = 120 ha.
Hal ini dapat diartikan bahwa intensitas
sampling yang digunakan yaitu :
2.4 Analisis Data
Analisis data yang digunakan
untuk mengetahui komponen distribusi
jejak Anoa yaitu dengan menggunakan
analisi deskriptif. Komponen sampel
yang diamati berdasarkan jejak kaki,
jumlah jejak, kondisi jejak, kubangan,
serta tempat tempat dimana ditemukannya jejak dari satwa liar
Anoa. Menurut Nasir (2003), analisis
deskriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan dan menggambarkan
suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem
ataupun karakteristik dari sebuah
sampel ataupun populasi yang teramati
dan dapat digambarkan lewat tabel dan
gambar. Manfaat dilakukannya analisis
deskriptif yaitu dapat melukiskan secara
akurat sifat sifat dari beberapa individu.
= 120 ha
6000 x 100 % = 2 %
4
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh
dari pangamatan dilokasi penelitian,
ditemukan kurang lebih sebanyak 10
titik pengamatan sebaran jejak Anoa
(Bubalus spp). Jejak yang ditemukan
pada umumnya tersebar di dua tempat
yakni di sekitar lereng - lereng gunung,
dan di sekitar tepi sungai. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Titik Koordinat Pengamatan Jejak Anoa (Bubalus spp) di Kawasan
CagarAlam Pangi Binangga
No Titik Titik Koordinat Ketinggian (mdpl) Keterangan Lokasi
1. I S 00
0 49 22, 9
E 1200 00 06,3
934 Lereng - lereng
2. II S 00
0 49 24, 0
E 1200 00 10,2
960 Lereng - lereng
3. III S 00
0 49 20, 7
E 1200 00 24,2
1063 Lereng - lereng
4. IV S 00
0 49 36, 6
E 1200 00 45,8
1300 Lereng - lereng
5. V S 00
0 48 23, 8
E 1200 00 53,9
885 Tepi sungai
6. VI S 00
0 48 17, 4
E 1200 00 57,2
897 Tepi sungai
7. VII S 00
0 48 54, 3
E 1200 01 00,7
925 Tepi sungai
8. VIII S 00
0 49 43, 6
E 1200 01 48,3
983 Tepi sungai
9. IX S 00
0 49 46,7
E 1200 02 00,6
1128 Tepi sungai
10. X S 00
0 49 51, 4
E 1200 02 01,2
1252 Tepi sungai
Ket : mdpl = Ketinggian dari permukaan Laut
Berdasarkan pada tabel 1 di
atas dapat di lihat bahwa titik sebaran
jejak Anoa yang ditemukan pada
umumnya banyak terdapat di sekitar tepi
sungai dan di lereng - lereng
pegunungan. Titik pengamatan sebaran
jejak Anoa berjumlah sebanyak 10
tempat yang berbeda - beda dengan titik
koordinat dan ketinggian yang
bervariasi. Titik tertinggi pengamatan
jejak Anoa + 1300 mdpl sedangkan titik
pengamatan terendah + 885 mdpl yang
tersebar di dua tempat yakni pimggir
sungai dan lereng-lereng gunung.
Sepanjang pengamatan di lapangan,
pada umumunya jejak kaki Anoa lebih
banyak di temukan di sepanjang tepi
sungai dibanding dengan yang di lereng
atau bukit hal ini disebabkan karena
Anoa merupakan jenis satwa yang selalu
bergantung akan air yang menyebabkan
setiap satwa liar ini selalu turun ke
sungai untuk keperluan minum dan
berendam diri serta menjelajah dari satu
sungai ke sungai yang lain.
5
3.1 Spesifikasi Jejak Anoa
3.1.1 Ukuran Jejak
Dari hasil identifikasi di
lapangan, ditemukan kurang lebih
berbagai jenis bentuk ukuran jejak Anoa
mulai dari bentuk panjang, lebar dan
kedalaman jejak yang tersebar di dua
tempat yakni sungai dan lereng.
Selanjutnya setiap jejak Anoa yang
ditemukan kemudian di ukur dan di
analisa. Menurut Alikodra (1990), jejak
merupakan salah satu indikator yang
membuktikan serta menandai adanya
keberadaan dan pergerakan satwa liar
dari satu tempat ke tempat lain.
Tabel 2. Spesifikasi Jejak Anoa (Bubalus spp) di Kawasan Cagar Alam Pangi
Binangga.
No Titik Koordinat Ketinggian
(mdpl)
Ukuran Jejak
(Panjang, Lebar, Kedalaman) Ket
Lokasi P (cm) L (cm) K (cm)
Jumlah
Jejak
1. S 00
0 49 22, 9
E 1200 00 06,3
934 mdpl 4 5 2 13 Lereng
2. S 00
0 49 24, 0
E 1200 00 10,2
960 mdpl 7 8 4 22 Lereng
S 000 49 24, 0
E 1200 00 10,2
960 mdpl 4 5 3 30 Lereng
S 000 49 24, 0
E 1200 00 10,2
960 mdpl 6 7 2 12 Lereng
S 000 49 24, 0
E 1200 00 10,2
960 mdpl 5 6 1 16 Lereng
3. S 00
0 49 20, 7
E 1200 00 24,2
1063 mdpl 4 5 1 6 Lereng
4. S 00
0 49 36, 6
E 1200 00 45,8
1300 mdpl 7 8 4 9 Lereng
5. S 00
0 48 23, 8
E 1200 00 53,9
885 mdpl 5 6 1,5 32 Sungai
6. S 00
0 48 17, 4
E 1200 00 57,2
897 mdpl 7 8 3,5 22 Sungai
7. S 00
0 48 54, 3
E 1200 01 00,7
925 mdpl 6 7 3 46 Sungai
S 000 48 54, 3
E 1200 01 00,7
925 mdpl 3 4 1 9 Sungai
S 000 48 54, 3
E 1200 01 00,7
925 mdpl 5 6 2 7 Sungai
8. S 00
0 49 43, 6
E 1200 01 48,3
983 mdpl 4 5 2 11 Sungai
9. S 00
0 49 46,7
E 1200 02 00,6
1128 mdpl 7 8 3 13 Sungai
10. S 00
0 49 51, 4
E 1200 02 01,2
1252 mdpl 7 8 2,5 32 Sungai
Estimasi Nilai Rata-Rata () 5,4 cm 6,4 cm 2,3 cm
Total Jumlah Jejak 280 Jejak kaki
6
Dari hasil spesifikasi jejak kaki
Anoa pada tabel diatas dapat dilihat
secara rinci berbagai jenis bentuk ukuran
jejak Anoa yang tersebar disepanjang
tempat pengamatan. Penelusuran jejak
awal Anoa dimulai dengan menelusuri
lereng-lereng dan punggung gunung
tepatnya pada ketinggian + 934 mdpl 1300 mdpl yang merupakan titik akhir
yang berada di puncak gunung.
Sepanjang pengamatan dan penelusuran
jejak yang berpusat di lereng-lereng,
ditemukan kurang lebih sekitar 172
jejak. Setelah pengamatan di puncak dan
di lereng gunung pengamatan jejak
kemudian dipusatkan ke sepanjang
pesisir sungai sebab pada umumnya
satwa liar Anoa selalu bergantung akan
ketersediaan air.
Jejak awal ditemukan pada
ketinggian + 885 mdpl, sebaran jejak
Anoa berada tepat di tepi sungai arah
jejak bertebaran dari satu tempat ke
tempat yang lain. Jumlah total jejak yang
ditemukan pada kedua tempat
pengamatan ini yaitu sebanyak 280 jejak
dengan panjang rata - rata kurang lebih
5,4 cm lebar 6,4 cm dan kedalaman rata-
rata jejak sekitar 2,36 cm. Selama
pengamatan dilapangan seluruh jejak
yang ditemukan masih dalam keadaan
utuh dan masih baru. Jarak antar jejak
satu dan yang lainnya saling berdekatan
yaitu + 15 cm, dengan pola beriringan,
berjalan dan menuju ke satu tempat.
Pada ketinggian 960 mdpl tepatnya di
lereng-lereng, dengan tingkat kecuraman
+ 75 % ditemukan sekitar empat jenis
jejak Anoa yang memiliki ukuran yang
ber beda-beda, mulai dari jejak yang
besar hingga yang terkecil. Kondisi
wilayah di tempat tersebut sangat
lembab vegetasinya cukup terbuka dan
terdapat banyak tumpukan seresah
dedaunan pohon. Dari penemuan
beberapa jenis jejak ditempat tersebut
dapat disimpulkan bahwa wilayah
tersebut merupakan habitat tempat
bermain, berlindung dan beristirahat.
Aktivitas pergerakan Anoa pada
umumnya adalah mencari makan,
minum, serta menjelajah ke tempat-
tempat tertentu dengan ketentuan
ditempat tersebut tidak terjamah baik
aktivitas manusia maupun satwa jenis
lain. Menurut Mustari (1997), secara
umum karakteristik wilayah yang sangat
disenangi Anoa yaitu terdapatnya hutan
yang rapat, kawasan lereng bukit yang
terdiri dari beberapa strata dan tajuk.
Dikatakan pula meskipun Anoa
ditemukan pada radial yang agak jauh
dari sumber air namun Anoa akan selalu
turun menjelajah di tempat-tempat yang
ada air seperti sungai untuk keperluan
minum dan lain sebagainya.
Gambar 2. Kawasan Sungai Tempat
yang disenangi Anoa.
3.1.2 Kriteria Jejak Anoa
Berdasarkan data yang diperoleh
terhadap ukuran dan pola jejak, dapat
ditentukan beberapa kriteria umur Anoa
mulai anak, remaja, dan dewasa.
Menurut Tikupadang dan Gunawan
(1996) untuk menentukan kelas umur
dari suatu jenis satwa liar khususnya
Anoa adalah dengan ukuran jejak
kakinya, mulai dari panjang dan lebar
kuku. Kriteria kelas umur yang
didasarkan pada ukuran jejak dapat
dilihat pada Tabel 3.
7
Tabel 3. Standar Deviasi Kelas Umur Anoa Menurut Jejak oleh Tikupadang dan
Gunawan (1996)
Dari Tabel 3 diatas dapat
dilakukan penentuan kriteria umur
Anoa yang didasarkan pada ukuran
jejak kaki menurut penetapan kriteria
umur oleh Tikupadang dan Gunawan
(1996). Adapun kriteria kelas umur
Anoa yang berada di Kawasan Cagar
Alam Pangi Binangga antara lain
sebagai berikut :
Tabel 4. Standar Deviasi Kelas Umur Anoa di Kawasan CA Pangi Binangga
No Titik
Ukuran Jejak Kelas Umur
Panjang Lebar
1 I 4 cm 5 cm Anak
2 II 7 cm 8 cm Dewasa
4 cm 5 cm Anak
6 cm 7 cm Remaja
5 cm 6 cm Anak
3 III 4 cm 5 cm Anak
4 IV 7 cm 8 cm Dewasa
5 V 5 cm 6 cm Anak
6 VI 7 cm 8 cm Dewasa
7 VII 6 cm 7 cm Remaja
3 cm 4 cm Anak
5 cm 6 cm Anak
8 VIII 4 cm 5 cm Anak
9 IX 7 cm 8 cm Dewasa
10 X 7 cm 8 cm Dewasa
Kelas Umur/Ekor Total Jenis/Ekor
Anak 8
Remaja 2
Dewasa 5
Total Individu 15 ekor
Ket : Titik yang sama
Pada beberapa pengamatan jejak
di lapangan, ditemukan ukuran jejak
yang berbeda-beda. Kelompok jejak
yang terdiri dari delapan macam ukuran
dengan pola beriringan dan ada juga
yang individu. Panjang maksimum dan
minimum jejak yang ditemukan antara
lain rata - rata + 7 - 3 cm dan lebar
maksimum jejak lain rata - rata + 8 - 4
cm. Dari pengamatan jejak pada tabel
diatas menunjukkan bahwa terdapat +
15 ekor individu yang terdiri dari enam
(6) jenis individu anak, dua (2) jenis
individu remaja serta lima (5) jenis
individu dewasa.
No Kelas Umur Ukuran Jejak
Lebar / Panjang
1 Anak < 6,0 cm
2 Remaja 6,0 7,5 cm
3 Dewasa > 7,5 cm
8
Pada kasus ini ditemukan dua
macam jejak yaitu yang berukuran
besar dan kecil, dengan pola jejak
beriringan, berdampingan serta
individu. Dengan demikian diketahui
bahwa satwa liar Anoa (Bubalus spp)
hidup secara berkelompok pada masa
mengasuh anak. Setelah dewasa dan
mampu mandiri anak Anoa akan
meninggalkan induknya, selanjutnya
anak dan induk tersebut hidup secara
soliter sampai menemukan
pasangannya untuk kawin.
Semua jejak kaki yang
ditemukan pada umumnya berada di
dalam kawasan hutan dengan vegetasi
rapat, berseresah, dengan topografi
datar sampai curam berbukit. Lebih
lanjut Bismark dan Gunawan (1996),
melaporkan bahwa berdasarkan
aktivitas harian individu Anoa dewasa
dan remaja lebih bersifat soliter dalam
mencari makan sedangkan yang
berpasangan besar kemungkinan terjadi
pada saat betina birahi.
3.2 Daerah Jelajah dan Pola
Pergerakan
3.2.1 Daerah Lereng
Wilayah sebaran dan lintasan
jejak satwa liar Anoa (Bubalus spp) di
Kawasan Cagar Alam Pangi Binangga
terdapat di dua temapat yaitu lereng dan
pesisisr sungai. Pada kawasan lereng
gunung, daerah jelajah tersebar di 4
lokasi. Titik lintasan jejak pertama
ditemukan tidak jauh dari bawah
pinggiran sungai kurang lebih berjarak
sekitar 30 meter dan berada pada
ketinggian 934 mdpl. Kondisi topografi
pada titik awal sangat curam dan terjal.
Ditempat tersebut banyak ditumbuhi
tanaman anakan rotan yang merupakan
salah satu pakan Anoa. Titik kedua dan
ketiga lintasan jelajah Anoa berada
tepat pada topografi dengan tingkat
kecuraman 75 % dengan ketinggian 960
mdpl berada tidak jauh dari titk awal
penemuan. Jejak yang ditemukan di
lereng seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Jejak Anoa di Sekitar
Lereng Gunung
Vegetasi di sepanjang lereng-
lereng sangat didominasi oleh sejumlah
pepohonan yang besar dan kurang di
tumbuhi vegetasi tingkat bawah seperti
pancang dan semai. Pada wilayah
tersebut banyak terdapat bekas tanda -
tanda kehadiran Anoa seperti adanya
ditemukan jejak yang beragam bentuk
dan ukurannya, adanya bekas-bekas
gesekan-gesekan pada tanah, terdapat
juga sejumlah kotoran (Feses). Untuk
memperjelas daerah sebaran jejak di
lereng dapat dilihat pada Tabel 5.
9
Tabel 5. Pengamatan Jejak Anoa di Kawasan Lereng
No Titik Titik Koordinat Ketinggian
(mdpl) Keterangan
1. I S 00
0 49 22, 9
E 1200 00 06,3
934 Jejak Kaki, Jalur Jelajah dan
Bekas Makan
2. II S 00
0 49 24, 0
E 1200 00 10,2
960 Tempat Bermain, dan Berlindung
di Temukan Kotoran Anoa
3. III S 00
0 49 20, 7
E 1200 00 24,2
1063 Jejak Kaki serta Jalur Jelajah
4. IV S 00
0 49 36, 6
E 1200 00 45,8
1300 Habitat Makan, Tempat
Berlindung, dan Tempat tidur
Setelah dilakukan pengamatan
disekitar lokasi serta wawancara dengan
pemandu lapangan dapat disimpulkan
bahwa, tempat tersebut merupakan
tempat salah satu jalur jelajah
pertemuan, bermain, serta berlindung
oleh sekelompok Anoa. Diduga di
tempat ini merupakan tempat yang
terdiri dari sekelompok anak dan induk.
Menurut Tikupadang dan Gunawan
(1994), pada dasarnya anak Anoa akan
hidup beriringan atau berdampingan
dangan induknya selama masa
pertumbuhan.
Setelah dewasa dan mampu
mandiri anak Anoa akan meninggalkan
induknya, selanjutnya anak dan induk
hidup secara soliter sampai menemukan
pasangannya untuk kawin. Pada titik
pengamatan ke 3 dan 4 yang merupakan
titik akhir dari daerah jelajah Anoa yang
berada tepat dipuncak gunung dengan
ketinggian yang berkisar antara 1063 1300 mdpl, didapati wilayah yang
merupakan habitat dari satwa liar Anoa.
Kondisi topografi di tempat tersebut
cukup datar dan banyak ditumbuhi
tanaman tingkat bawah seperti paku -
pakuan dan sejenisnya.
3.2.2 Daerah Tepi Sungai
Daerah tepi sungai merupakan
daerah yang terdapat tepat dibawah kaki
gunung dan lereng. Aliran sungai
membentang luas dari arah timur dan
barat dan mengalir ke pelosok bebatuan
yang cukup besar. Keadaan topografi
sungai pada umumya sekitar 70% datar
dan 30 % lainnya menanjak. Pada
kawasan pesisir sungai, daerah jelajah
jejak tersebar di 6 titik lokasi dengan
jarak yang berbeda - beda. Pengamatan
daerah lintasan jejak titik 1 dan 2
dimulai pada ketinggian + 885 - 897
mdpl dengan jarak lokasi + 200 meter.
Jejak yang ditemukan tepat di
pinggiran sungai dengan kondisi masih
sangat baru dan basah. Arah jejak
mengarah kedalam sungai untuk
berendam dan membasahi badan dan
ada juga yang menyeberangi sungai dan
menjelajahi vegetasi disekitar sungai.
Adapun jejak Anoa yang ditemukan di
sekitar tepian sungai seperti pada
Gambar 4.
10
Gambar 4. Jejak kaki Anoa yang Berada di Sekitar Tepi Sungai (a dan b)
Setelah penemuan jejak pada
titik 1 dan 2, penelusuran arah lintasan
jejak Anoa dilanjutkan ke titik 3 dan 4
dengan melihat arah jejak awal yaitu
mengarah ke sungai yang lebih
diatasnya dengan ketinggian + 925 983 mdpl. Di area lintasan ini terdapat
juga beberapa kotoran Anoa yang
ditemukan dengan bentuk yang
berbeda. Kotoran (Feses) yang
ditemukan berbentuk panjang lonjong
dan ada yang membentuk bulat seperti
lingkaran kecil memiliki panjang dan
lebar sekitar + 9 cm 12 cm.
Aktivitas Anoa di tempat ini
antara lain menjelajah ke beberapa
tempat sekitar pinggiran sungai. Pada
titik pengamatan ke 5 dan 6 yang
merupakan titik akhir dari daerah
jelajah Anoa yang berada di sungai,
jejak sudah mulai tersebar dan
menghilang di seresah dedaunan pohon.
Kondisi sungai wilayah di titik akhir
semakin kecil, terjal dan sangat lembab
karena tertutup rapat oleh pepohonan.
Untuk memperjelas sebaran jejak Anoa
di sekitar tepi sungai dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Pengamatan Jejak Anoa di Tepi Sungai
No Titik Titik Koordinat Ketinggian
(mdpl) Keterangan
1. V S 00
0 48 23, 8
E 1200 00 53,9
885 Tempat Mencari Makan dan
Tempat Berendam
2. VI S 00
0 48 17, 4
E 1200 00 57,2
897 Tempat Mencari Makan, dan
Tempat Berendam
3. VII S 00
0 48 54, 3
E 1200 01 00,7
925 Jalur Jelajah, Terdapat Beberapa
Kotoran
4. VIII S 00
0 49 43, 6
E 1200 01 48,3
983 Jalur Jelajah
5. IX S 00
0 49 46,7
E 1200 02 00,6
1128 Tempat Mencari Makan, dan
Jalur Jelajah
6. X S 00
0 49 51, 4
E 1200 02 01,2
1252 Jalur Jelajah dan Habitat Pakan
(A) (B)
11
Dari tabel diatas dapat dilihat
secara jelas bahwa aktivitas Anoa
disepanjang daerah lintasan meliputi
beberapa hal antara lain mencari makan,
minum, berendam atau berkubang,
membuang kotoran serta menjelajah
dari satu sungai ke sungai yang lain
dengan jarak yang cukup jauh. Pada
umumnya jumlah jejak kaki yang
ditemukan di sungai dominan lebih
banyak dibanding dengan yang di
lereng. Hal ini disebabkan karena
Anoa merupakan
satwa yang selalu bergantung pada air
dan membuat seluruh Anoa akan turun
untuk keperluan minum dan lain
sebagainya. Menurut Syam (1977), pola
jelajah Anoa, saling berhubungan erat
dengan kegiatan mencari makan,
minum, dan berlindung. Anoa keluar
dari tempat istirahatnya dengan sasaran
menuju tempat makan, kemudian
kembali ke tempat istirahatnya namun
tidak melalui jalur semula.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
sebaran atau distribusi jejak Anoa
(Bubalus spp) di Kawasan Cagar Alam
Pangi Binangga, dapat dikemukakan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Distribusi jejak Anoa (Bubalus spp) khususnya di Kawasan Cagar Alam
Pangi Binangga, menyebar pada
kedua tempat yakni pada lereng lereng dan tepi sungai pada
ketinggian rata - rata 885 - 1300
mdpl.
Total jejak yang ditemukan baik di lereng maupun tepi sungai
berjumlah kurang lebih sekitar 280
jejak kaki yang dimiliki oleh 8
ekor Anoa kelas umur anak, 2 ekor
kelas umur remaja, dan 5 ekor
kelas umur dewasa.
4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian
lanjutan tentang distribusi atau
sebaran jejak Anoa (Bubalus spp)
pada Cagar Alam yang berbeda
khususnya di Pulau Sulawesi, agar
dapat diketahui secara rinci
tempat - tempat yang menjadi
daerah jelajah dari satwa liar
tersebut dan sebagai data
tambahan untuk keperluan
mendatang.
12
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H.S., 1990. Pengelolaan
Satwa Liar. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Riset Antar
Universitas Ilmu Hayat. IPB.
Bogor.
BKSDA (Balai Konservasi Sumber
Daya Alam), 2010. Rencana
Pengelolaan Jangka Panjang
Cagar Alam Pangi Binangga.
Kantor Wilayah Propinsi
Sulawesi Tengah.
Dombo., R. 2008. Potensi Jenis
Tumbuhan Pakan Anoa di
Kawasan Cagar Alam Pangi
Binangga. Program Studi
Manajemen Hutan Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Tadulako. (Tidak di
Publikasikan).
Groves, C.P. 1969. Systematics of the
Anoa (Mammalia, Bovidae).
Beaufortia Zoological Museum
of University of Amsterdam. 17
(223): 1-12.
Mistar, 2003. Panduan Lapangan
Amfibi di Kawasan Ekosistem
Leuser. The Gibbon Foundation
and PILI-NGO Movement,
Bogor.
Mittermeier, R.A., Myers, N., Gil., P.R
dan C.G. Mittermeier. 1999.
Hotspot. Earths Biologically Richest and Most Endangered
Terresterial Ecoregions. Mexico
City: CEMEX, S.A. Printed in
Japan by Toppan Company.
Mustari, A.H. 1997. Kebutuhan Nutrisi
Anoa (Bubalus sp.) di Kebun
Binatang Ragunan Jakarta.
Laporan Penelitian Institut
Pertanian Bogor. (Tidak di
Publikasikan)
Nasir, M. 2003. Metode Penelitian.
Jakarta, Ghalia Indonesia.
Syam, A., 1977. Studi Habitat dan
Populasi Anoa (Bubalus sp) di
Cagar Alam Gunung Tangkoko
Batuangus. Thesis. Fakultas
Kehutanan. IPB, Bogor (Tidak
di Publikasikan).
Tikupadang, H. dan Misto, 1994.
Beberapa Aspek Ekologi Satwa
Langka Anoa. Makalah
penunjang pada seminar sehari
konservasi sumberdaya alam dan
ekosistem Wallacea. Manado.
Tikupadang, H. dan Guanawan, 1996.
Kajian Habitat dan Populasi
Anoa Pegunungan (Buballus
quarlessi). Di Hutan Kambuno
Katena Kabupaten Luwu
Sulawesi Selatan. Buletin
Penelitian Kehutanan. Bogor.