12
1 DISTRIBUSI JEJAK ANOA (Bubalus spp) DI KAWASAN CAGAR ALAM PANGI BINANGGA KABUPATEN PARIGI MOUTONG Mario Valentino 1*) , Wardah 2*) , Sustri 3*) 1*) Mahasiswa 2*) Dosen Pembimbing Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako Palu - Sulawesi Tengah 94112 Telp: (0451)- 422611 Fax: (0451)- 422844 ABSTRACT Anoa (Bubalus spp) is one of the endemic wildlife that are found in the Nature Reserve of Pangi Binangga Central Sulawesi Province. On the island of Sulawesi, there are two types of Anoa, the Lowland Anoa (Bubalus depressicornis) and mountain Anoa (Bubalus quarlesi). This study aims to determine clearly the place or area to trace the distribution of Anoa (Bubalus spp). Determination of trace disrtibusi Anoa using line transect method and chosen purposively. Based on the data obtained from the location observation research, traces the distribution point Anoa (Bubalus spp) amounted to as many as 10 different places with the coordinates and varying heights. The highest point is the observation trail Anoa about 1300 meters above sea level, while the lowest point about 885 meters above sea level, spread on two riverside and mountain slopes. Total all traces were found in two different areas of the riverside and the mountain slopes amounted to about 280 footprints, with maximum nail length 5,4 cm, width of nail maximum 6,4 cm and has an average depth trail of approximately 2,3 cm. Key words: Anoa, Endemic, Trace, Pangi Binangga Nature Reserve ABSTRAK Anoa (Bubalus spp) merupakan salah satu satwa liar endemik yang terdapat di Cagar Alam Pangi Binangga Provinsi Sulawesi Tengah. Di Pulau Sulawesi terdapat dua jenis Anoa, yaitu Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas tempat atau wilayah yang menjadi sebaran jejak Anoa (Bubalus spp). Penentuan disrtibusi jejak Anoa menggunakan metode transek jalur dan ditentukan secara purposive. Berdasarkan data yang diperoleh dari pengamatan dilokasi penelitian, titik sebaran jejak Anoa (Bubalus spp) berjumlah sebanyak 10 tempat yang berbeda dengan titik koordinat dan ketinggian yang bervariasi. Titik tertinggi pengamatan jejak Anoa berada sekitar 1300 mdpl sedangkan titik pengamatan terendah sekitar 885 mdpl yang tersebar di dua tempat yakni tepi sungai dan lereng-lereng gunung. Total seluruh jejak yang ditemukan di dua wilayah berbeda yakni tepi sungai dan lereng-lereng gunung berjumlah sekitar 280 jejak kaki, dengan panjang kuku maksimum 5,4 cm, lebar kuku maksimum 6,4 cm dan memiliki kedalaman jejak rata-rata kurang lebih 2,3 cm. Kata kunci: Anoa, Endemik, Jejak, Cagar Alam Pangi Binangga

Distribusi Jejak Anoa (Bubalus spp) Di Kawasan Cagar Alam Pangi Binangga Kab Parigi Moutong.pdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Penelitian Satwa Liar Endemik Sulawesi Tengah

Citation preview

  • 1

    DISTRIBUSI JEJAK ANOA (Bubalus spp) DI KAWASAN CAGAR

    ALAM PANGI BINANGGA KABUPATEN PARIGI MOUTONG

    Mario Valentino

    1*), Wardah

    2*), Sustri

    3*)

    1*)

    Mahasiswa 2*)

    Dosen Pembimbing

    Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako Palu - Sulawesi Tengah 94112

    Telp: (0451)- 422611 Fax: (0451)- 422844

    ABSTRACT

    Anoa (Bubalus spp) is one of the endemic wildlife that are found in the Nature Reserve

    of Pangi Binangga Central Sulawesi Province. On the island of Sulawesi, there are two

    types of Anoa, the Lowland Anoa (Bubalus depressicornis) and mountain Anoa

    (Bubalus quarlesi). This study aims to determine clearly the place or area to trace the

    distribution of Anoa (Bubalus spp). Determination of trace disrtibusi Anoa using line

    transect method and chosen purposively. Based on the data obtained from the location

    observation research, traces the distribution point Anoa (Bubalus spp) amounted to as

    many as 10 different places with the coordinates and varying heights. The highest point

    is the observation trail Anoa about 1300 meters above sea level, while the lowest point

    about 885 meters above sea level, spread on two riverside and mountain slopes. Total

    all traces were found in two different areas of the riverside and the mountain slopes

    amounted to about 280 footprints, with maximum nail length 5,4 cm, width of nail

    maximum 6,4 cm and has an average depth trail of approximately 2,3 cm.

    Key words: Anoa, Endemic, Trace, Pangi Binangga Nature Reserve

    ABSTRAK

    Anoa (Bubalus spp) merupakan salah satu satwa liar endemik yang terdapat di Cagar

    Alam Pangi Binangga Provinsi Sulawesi Tengah. Di Pulau Sulawesi terdapat dua jenis

    Anoa, yaitu Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan Anoa pegunungan

    (Bubalus quarlesi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas tempat atau

    wilayah yang menjadi sebaran jejak Anoa (Bubalus spp). Penentuan disrtibusi jejak

    Anoa menggunakan metode transek jalur dan ditentukan secara purposive. Berdasarkan

    data yang diperoleh dari pengamatan dilokasi penelitian, titik sebaran jejak Anoa

    (Bubalus spp) berjumlah sebanyak 10 tempat yang berbeda dengan titik koordinat dan

    ketinggian yang bervariasi. Titik tertinggi pengamatan jejak Anoa berada sekitar 1300

    mdpl sedangkan titik pengamatan terendah sekitar 885 mdpl yang tersebar di dua tempat

    yakni tepi sungai dan lereng-lereng gunung. Total seluruh jejak yang ditemukan di dua

    wilayah berbeda yakni tepi sungai dan lereng-lereng gunung berjumlah sekitar 280 jejak

    kaki, dengan panjang kuku maksimum 5,4 cm, lebar kuku maksimum 6,4 cm dan

    memiliki kedalaman jejak rata-rata kurang lebih 2,3 cm.

    Kata kunci: Anoa, Endemik, Jejak, Cagar Alam Pangi Binangga

  • 2

    I. PENDAHULUAN

    Sulawesi merupakan salah satu

    pulau yang cukup besar dan penting di

    Indonesia, karena secara biogeografi

    pulau Sulawesi termasuk dalam

    kawasan Wallacea. Kawasan Wallacea

    terdiri atas pulau Sulawesi, sebagian

    Maluku, kepulauan Banda, dan

    kepulauan Nusa Tenggara Barat.

    Wilayah ini sangat terbilang unik

    karena merupakan tempat

    bercampurnya tumbuhan, hewan, yang

    endemik dan merupakan kawasan

    peralihan antara benua Asia dan

    Australia (Mittermeier et al., 1999).

    Satwa liar Anoa merupakan salah

    satu sumberdaya alam yang harus

    dipertahankan kelestarian dan

    populasinya. Anoa (Bubalus spp)

    merupakan salah satu satwa jenis

    endemik Pulau Sulawesi yang memiliki

    ketergantungan yang kuat terhadap

    hutan karena Anoa merupakan hewan

    pemalu dan sensitif yang mana

    habitatnya tidak boleh terganggu dari

    segala aktivitas yang dapat mengancam

    kelangsungan hidupnya. Anoa termasuk

    satwa yang dilindungi berdasarkan

    peraturan binatang liar tahun 1931 No.

    266 dan Undang Undang No. 5 tahun 1990 yang dipertegas Surat Keputusan

    Menteri Kehutanan No : 301/KPTS-

    II/1992.

    Menurut Groves (1969), di

    Sulawesi terdapat dua jenis Anoa, yaitu

    Anoa dataran rendah (Bubalus

    depressicornis) dan Anoa pegunungan

    (Bubalus quarlesi). Anoa dataran

    rendah ukurannya lebih besar jika di

    bandingkan dengan Anoa dataran

    tinggi. Kedua jenis satwa liar ini dapat

    ditemukan di kawasan hutan Cagar

    Alam Pangi Binangga yang merupakan

    salah satu kawasan konservasi yang

    berada di Provinsi Sulawesi Tengah.

    Perusakan habitat berupa

    perambahan, perburuan dan

    penangkapan secara liar yang terjadi

    saat ini merupakan penyebab utama

    menurunnya angka populasi Anoa di

    kawasan Cagar Alam Pangi Binangga.

    Dombo, (2008) menyatakan bahwa

    Anoa di kawasan Cagar Alam Pangi

    Binangga masih bisa ditemukan yang

    dibuktikan dengan adanya ditemukan

    jejak dan kotoran Anoa serta potensi

    pakan yang masih cukup tersedia di

    kawasan hutan ini. Kawasan Cagar

    Alam Pangi Binangga secara

    administrasi pemerintah terletak di Desa

    Binangga dan Desa Pangi Kecamatan

    Parigi Moutong Propinsi Sulawesi

    Tengah. Sedangkan administrasi

    pengelolaannya, berada dibawah

    wilayah Sub Balai Konservasi Sumber

    Daya Alam Sulawesi Tengah, Balai

    Konservasi Sumber Daya Alam VI,

    Propinsi Sulawesi Tengah.

    Cagar Alam Pangi Binangga

    memiliki keanekaragaman berupa flora

    dan fauna yang dilindungi, namun

    fungsi utama ditetapkannya Cagar Alam

    Pangi Binangga sebagai kawasan

    konservasi yakni perlindungan

    Ebony/Kayu hitam (Diospyros celebica

    Bakh) yang tumbuh secara alami.

    Kawasan ini juga memiliki

    keanekaragaman satwa berupa Anoa

    (Bubalus spp), Babirusa (Babiroussa

    babirusa), Monyet hitam (Macaca

    tongkeana), Rusa (Cervus timorensis),

    Kuskus Sulawesi (Phalanger ursinus),

    Rangkong Sulawesi (Penelopides

    exarhatus), (Balai Konservasi

    Sumberdaya Alam, 2010).

  • 3

    P1 P2 P3

    T0 5 km Arah lintasan pengamat 5 km T1

    P4 P5 P6

    II. METODE PENELITIAN

    2.1 Metode Transek Jalur

    Metode ini merupakan salah

    satu metode yang sering digunakan

    dalam pengumpulan data jenis serta

    jumlah individu satwaliar. Panjang jalur

    pengamatan yang digunakan dalam

    penelitian ini yaitu sepanjang 10 Km.

    Titik awal pengamatan terbagi menjadi

    dua tempat yaitu sungai dan lereng

    dengan panjang jalur masing-masing +

    5 Km. Arah jalur pengamatan

    ditentukan berdasarkan jejak di lokasi.

    Menurut Mistar (2003), metode transek

    jalur cocok digunakan untuk

    menjangkau areal yang luas dengan

    waktu yang relatif singkat pada daerah

    atau habitat yang merupakan tempat

    dijumpainya satwa.

    Bentuk transek jalur disajikan pada

    Gambar 1.

    Gambar1. Pengamatan satwa liar dengan

    metode transek jalur TO = titik awal

    jalur pengamatan, T1 = titik akhir

    jalur pengamatan, P = titik

    pengamatan

    2.2 Penentuan Titik Pengamatan

    Titik pengamatan sampel

    ditentukan secara purposive yang

    merupakan teknik penentuan sampel

    yang didasarkan pada tujuan tertentu.

    Sampel pengamatan ditentukan

    berdasarkan jejak kaki atau kotoran

    Anoa.

    2.3 Teknik Pelaksanaan

    Lapangan

    Pengamatan jejak Anoa

    dilakukan selama kurang lebih 30 hari

    pada areal yang terpilih untuk mewakili

    luas kawasan Cagar Alam Pangi

    Binangga yakni seluas 6000 Ha.

    Inventarisasi jejak Anoa dilakukan

    secara purposive yaitu dengan

    mengikuti serta menelusuri punggung -

    punggung gunung dan pesisir sungai

    dengan luas rata rata sampel perhari = 40.000 m

    2 = + 4 ha. Dengan

    demikian, luas sampel populasi selama

    30 hari yaitu = 30 x 4 ha = 120 ha.

    Hal ini dapat diartikan bahwa intensitas

    sampling yang digunakan yaitu :

    2.4 Analisis Data

    Analisis data yang digunakan

    untuk mengetahui komponen distribusi

    jejak Anoa yaitu dengan menggunakan

    analisi deskriptif. Komponen sampel

    yang diamati berdasarkan jejak kaki,

    jumlah jejak, kondisi jejak, kubangan,

    serta tempat tempat dimana ditemukannya jejak dari satwa liar

    Anoa. Menurut Nasir (2003), analisis

    deskriptif bertujuan untuk

    mendeskripsikan dan menggambarkan

    suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem

    ataupun karakteristik dari sebuah

    sampel ataupun populasi yang teramati

    dan dapat digambarkan lewat tabel dan

    gambar. Manfaat dilakukannya analisis

    deskriptif yaitu dapat melukiskan secara

    akurat sifat sifat dari beberapa individu.

    = 120 ha

    6000 x 100 % = 2 %

  • 4

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Berdasarkan data yang diperoleh

    dari pangamatan dilokasi penelitian,

    ditemukan kurang lebih sebanyak 10

    titik pengamatan sebaran jejak Anoa

    (Bubalus spp). Jejak yang ditemukan

    pada umumnya tersebar di dua tempat

    yakni di sekitar lereng - lereng gunung,

    dan di sekitar tepi sungai. Untuk lebih

    jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Titik Koordinat Pengamatan Jejak Anoa (Bubalus spp) di Kawasan

    CagarAlam Pangi Binangga

    No Titik Titik Koordinat Ketinggian (mdpl) Keterangan Lokasi

    1. I S 00

    0 49 22, 9

    E 1200 00 06,3

    934 Lereng - lereng

    2. II S 00

    0 49 24, 0

    E 1200 00 10,2

    960 Lereng - lereng

    3. III S 00

    0 49 20, 7

    E 1200 00 24,2

    1063 Lereng - lereng

    4. IV S 00

    0 49 36, 6

    E 1200 00 45,8

    1300 Lereng - lereng

    5. V S 00

    0 48 23, 8

    E 1200 00 53,9

    885 Tepi sungai

    6. VI S 00

    0 48 17, 4

    E 1200 00 57,2

    897 Tepi sungai

    7. VII S 00

    0 48 54, 3

    E 1200 01 00,7

    925 Tepi sungai

    8. VIII S 00

    0 49 43, 6

    E 1200 01 48,3

    983 Tepi sungai

    9. IX S 00

    0 49 46,7

    E 1200 02 00,6

    1128 Tepi sungai

    10. X S 00

    0 49 51, 4

    E 1200 02 01,2

    1252 Tepi sungai

    Ket : mdpl = Ketinggian dari permukaan Laut

    Berdasarkan pada tabel 1 di

    atas dapat di lihat bahwa titik sebaran

    jejak Anoa yang ditemukan pada

    umumnya banyak terdapat di sekitar tepi

    sungai dan di lereng - lereng

    pegunungan. Titik pengamatan sebaran

    jejak Anoa berjumlah sebanyak 10

    tempat yang berbeda - beda dengan titik

    koordinat dan ketinggian yang

    bervariasi. Titik tertinggi pengamatan

    jejak Anoa + 1300 mdpl sedangkan titik

    pengamatan terendah + 885 mdpl yang

    tersebar di dua tempat yakni pimggir

    sungai dan lereng-lereng gunung.

    Sepanjang pengamatan di lapangan,

    pada umumunya jejak kaki Anoa lebih

    banyak di temukan di sepanjang tepi

    sungai dibanding dengan yang di lereng

    atau bukit hal ini disebabkan karena

    Anoa merupakan jenis satwa yang selalu

    bergantung akan air yang menyebabkan

    setiap satwa liar ini selalu turun ke

    sungai untuk keperluan minum dan

    berendam diri serta menjelajah dari satu

    sungai ke sungai yang lain.

  • 5

    3.1 Spesifikasi Jejak Anoa

    3.1.1 Ukuran Jejak

    Dari hasil identifikasi di

    lapangan, ditemukan kurang lebih

    berbagai jenis bentuk ukuran jejak Anoa

    mulai dari bentuk panjang, lebar dan

    kedalaman jejak yang tersebar di dua

    tempat yakni sungai dan lereng.

    Selanjutnya setiap jejak Anoa yang

    ditemukan kemudian di ukur dan di

    analisa. Menurut Alikodra (1990), jejak

    merupakan salah satu indikator yang

    membuktikan serta menandai adanya

    keberadaan dan pergerakan satwa liar

    dari satu tempat ke tempat lain.

    Tabel 2. Spesifikasi Jejak Anoa (Bubalus spp) di Kawasan Cagar Alam Pangi

    Binangga.

    No Titik Koordinat Ketinggian

    (mdpl)

    Ukuran Jejak

    (Panjang, Lebar, Kedalaman) Ket

    Lokasi P (cm) L (cm) K (cm)

    Jumlah

    Jejak

    1. S 00

    0 49 22, 9

    E 1200 00 06,3

    934 mdpl 4 5 2 13 Lereng

    2. S 00

    0 49 24, 0

    E 1200 00 10,2

    960 mdpl 7 8 4 22 Lereng

    S 000 49 24, 0

    E 1200 00 10,2

    960 mdpl 4 5 3 30 Lereng

    S 000 49 24, 0

    E 1200 00 10,2

    960 mdpl 6 7 2 12 Lereng

    S 000 49 24, 0

    E 1200 00 10,2

    960 mdpl 5 6 1 16 Lereng

    3. S 00

    0 49 20, 7

    E 1200 00 24,2

    1063 mdpl 4 5 1 6 Lereng

    4. S 00

    0 49 36, 6

    E 1200 00 45,8

    1300 mdpl 7 8 4 9 Lereng

    5. S 00

    0 48 23, 8

    E 1200 00 53,9

    885 mdpl 5 6 1,5 32 Sungai

    6. S 00

    0 48 17, 4

    E 1200 00 57,2

    897 mdpl 7 8 3,5 22 Sungai

    7. S 00

    0 48 54, 3

    E 1200 01 00,7

    925 mdpl 6 7 3 46 Sungai

    S 000 48 54, 3

    E 1200 01 00,7

    925 mdpl 3 4 1 9 Sungai

    S 000 48 54, 3

    E 1200 01 00,7

    925 mdpl 5 6 2 7 Sungai

    8. S 00

    0 49 43, 6

    E 1200 01 48,3

    983 mdpl 4 5 2 11 Sungai

    9. S 00

    0 49 46,7

    E 1200 02 00,6

    1128 mdpl 7 8 3 13 Sungai

    10. S 00

    0 49 51, 4

    E 1200 02 01,2

    1252 mdpl 7 8 2,5 32 Sungai

    Estimasi Nilai Rata-Rata () 5,4 cm 6,4 cm 2,3 cm

    Total Jumlah Jejak 280 Jejak kaki

  • 6

    Dari hasil spesifikasi jejak kaki

    Anoa pada tabel diatas dapat dilihat

    secara rinci berbagai jenis bentuk ukuran

    jejak Anoa yang tersebar disepanjang

    tempat pengamatan. Penelusuran jejak

    awal Anoa dimulai dengan menelusuri

    lereng-lereng dan punggung gunung

    tepatnya pada ketinggian + 934 mdpl 1300 mdpl yang merupakan titik akhir

    yang berada di puncak gunung.

    Sepanjang pengamatan dan penelusuran

    jejak yang berpusat di lereng-lereng,

    ditemukan kurang lebih sekitar 172

    jejak. Setelah pengamatan di puncak dan

    di lereng gunung pengamatan jejak

    kemudian dipusatkan ke sepanjang

    pesisir sungai sebab pada umumnya

    satwa liar Anoa selalu bergantung akan

    ketersediaan air.

    Jejak awal ditemukan pada

    ketinggian + 885 mdpl, sebaran jejak

    Anoa berada tepat di tepi sungai arah

    jejak bertebaran dari satu tempat ke

    tempat yang lain. Jumlah total jejak yang

    ditemukan pada kedua tempat

    pengamatan ini yaitu sebanyak 280 jejak

    dengan panjang rata - rata kurang lebih

    5,4 cm lebar 6,4 cm dan kedalaman rata-

    rata jejak sekitar 2,36 cm. Selama

    pengamatan dilapangan seluruh jejak

    yang ditemukan masih dalam keadaan

    utuh dan masih baru. Jarak antar jejak

    satu dan yang lainnya saling berdekatan

    yaitu + 15 cm, dengan pola beriringan,

    berjalan dan menuju ke satu tempat.

    Pada ketinggian 960 mdpl tepatnya di

    lereng-lereng, dengan tingkat kecuraman

    + 75 % ditemukan sekitar empat jenis

    jejak Anoa yang memiliki ukuran yang

    ber beda-beda, mulai dari jejak yang

    besar hingga yang terkecil. Kondisi

    wilayah di tempat tersebut sangat

    lembab vegetasinya cukup terbuka dan

    terdapat banyak tumpukan seresah

    dedaunan pohon. Dari penemuan

    beberapa jenis jejak ditempat tersebut

    dapat disimpulkan bahwa wilayah

    tersebut merupakan habitat tempat

    bermain, berlindung dan beristirahat.

    Aktivitas pergerakan Anoa pada

    umumnya adalah mencari makan,

    minum, serta menjelajah ke tempat-

    tempat tertentu dengan ketentuan

    ditempat tersebut tidak terjamah baik

    aktivitas manusia maupun satwa jenis

    lain. Menurut Mustari (1997), secara

    umum karakteristik wilayah yang sangat

    disenangi Anoa yaitu terdapatnya hutan

    yang rapat, kawasan lereng bukit yang

    terdiri dari beberapa strata dan tajuk.

    Dikatakan pula meskipun Anoa

    ditemukan pada radial yang agak jauh

    dari sumber air namun Anoa akan selalu

    turun menjelajah di tempat-tempat yang

    ada air seperti sungai untuk keperluan

    minum dan lain sebagainya.

    Gambar 2. Kawasan Sungai Tempat

    yang disenangi Anoa.

    3.1.2 Kriteria Jejak Anoa

    Berdasarkan data yang diperoleh

    terhadap ukuran dan pola jejak, dapat

    ditentukan beberapa kriteria umur Anoa

    mulai anak, remaja, dan dewasa.

    Menurut Tikupadang dan Gunawan

    (1996) untuk menentukan kelas umur

    dari suatu jenis satwa liar khususnya

    Anoa adalah dengan ukuran jejak

    kakinya, mulai dari panjang dan lebar

    kuku. Kriteria kelas umur yang

    didasarkan pada ukuran jejak dapat

    dilihat pada Tabel 3.

  • 7

    Tabel 3. Standar Deviasi Kelas Umur Anoa Menurut Jejak oleh Tikupadang dan

    Gunawan (1996)

    Dari Tabel 3 diatas dapat

    dilakukan penentuan kriteria umur

    Anoa yang didasarkan pada ukuran

    jejak kaki menurut penetapan kriteria

    umur oleh Tikupadang dan Gunawan

    (1996). Adapun kriteria kelas umur

    Anoa yang berada di Kawasan Cagar

    Alam Pangi Binangga antara lain

    sebagai berikut :

    Tabel 4. Standar Deviasi Kelas Umur Anoa di Kawasan CA Pangi Binangga

    No Titik

    Ukuran Jejak Kelas Umur

    Panjang Lebar

    1 I 4 cm 5 cm Anak

    2 II 7 cm 8 cm Dewasa

    4 cm 5 cm Anak

    6 cm 7 cm Remaja

    5 cm 6 cm Anak

    3 III 4 cm 5 cm Anak

    4 IV 7 cm 8 cm Dewasa

    5 V 5 cm 6 cm Anak

    6 VI 7 cm 8 cm Dewasa

    7 VII 6 cm 7 cm Remaja

    3 cm 4 cm Anak

    5 cm 6 cm Anak

    8 VIII 4 cm 5 cm Anak

    9 IX 7 cm 8 cm Dewasa

    10 X 7 cm 8 cm Dewasa

    Kelas Umur/Ekor Total Jenis/Ekor

    Anak 8

    Remaja 2

    Dewasa 5

    Total Individu 15 ekor

    Ket : Titik yang sama

    Pada beberapa pengamatan jejak

    di lapangan, ditemukan ukuran jejak

    yang berbeda-beda. Kelompok jejak

    yang terdiri dari delapan macam ukuran

    dengan pola beriringan dan ada juga

    yang individu. Panjang maksimum dan

    minimum jejak yang ditemukan antara

    lain rata - rata + 7 - 3 cm dan lebar

    maksimum jejak lain rata - rata + 8 - 4

    cm. Dari pengamatan jejak pada tabel

    diatas menunjukkan bahwa terdapat +

    15 ekor individu yang terdiri dari enam

    (6) jenis individu anak, dua (2) jenis

    individu remaja serta lima (5) jenis

    individu dewasa.

    No Kelas Umur Ukuran Jejak

    Lebar / Panjang

    1 Anak < 6,0 cm

    2 Remaja 6,0 7,5 cm

    3 Dewasa > 7,5 cm

  • 8

    Pada kasus ini ditemukan dua

    macam jejak yaitu yang berukuran

    besar dan kecil, dengan pola jejak

    beriringan, berdampingan serta

    individu. Dengan demikian diketahui

    bahwa satwa liar Anoa (Bubalus spp)

    hidup secara berkelompok pada masa

    mengasuh anak. Setelah dewasa dan

    mampu mandiri anak Anoa akan

    meninggalkan induknya, selanjutnya

    anak dan induk tersebut hidup secara

    soliter sampai menemukan

    pasangannya untuk kawin.

    Semua jejak kaki yang

    ditemukan pada umumnya berada di

    dalam kawasan hutan dengan vegetasi

    rapat, berseresah, dengan topografi

    datar sampai curam berbukit. Lebih

    lanjut Bismark dan Gunawan (1996),

    melaporkan bahwa berdasarkan

    aktivitas harian individu Anoa dewasa

    dan remaja lebih bersifat soliter dalam

    mencari makan sedangkan yang

    berpasangan besar kemungkinan terjadi

    pada saat betina birahi.

    3.2 Daerah Jelajah dan Pola

    Pergerakan

    3.2.1 Daerah Lereng

    Wilayah sebaran dan lintasan

    jejak satwa liar Anoa (Bubalus spp) di

    Kawasan Cagar Alam Pangi Binangga

    terdapat di dua temapat yaitu lereng dan

    pesisisr sungai. Pada kawasan lereng

    gunung, daerah jelajah tersebar di 4

    lokasi. Titik lintasan jejak pertama

    ditemukan tidak jauh dari bawah

    pinggiran sungai kurang lebih berjarak

    sekitar 30 meter dan berada pada

    ketinggian 934 mdpl. Kondisi topografi

    pada titik awal sangat curam dan terjal.

    Ditempat tersebut banyak ditumbuhi

    tanaman anakan rotan yang merupakan

    salah satu pakan Anoa. Titik kedua dan

    ketiga lintasan jelajah Anoa berada

    tepat pada topografi dengan tingkat

    kecuraman 75 % dengan ketinggian 960

    mdpl berada tidak jauh dari titk awal

    penemuan. Jejak yang ditemukan di

    lereng seperti pada Gambar 3.

    Gambar 3. Jejak Anoa di Sekitar

    Lereng Gunung

    Vegetasi di sepanjang lereng-

    lereng sangat didominasi oleh sejumlah

    pepohonan yang besar dan kurang di

    tumbuhi vegetasi tingkat bawah seperti

    pancang dan semai. Pada wilayah

    tersebut banyak terdapat bekas tanda -

    tanda kehadiran Anoa seperti adanya

    ditemukan jejak yang beragam bentuk

    dan ukurannya, adanya bekas-bekas

    gesekan-gesekan pada tanah, terdapat

    juga sejumlah kotoran (Feses). Untuk

    memperjelas daerah sebaran jejak di

    lereng dapat dilihat pada Tabel 5.

  • 9

    Tabel 5. Pengamatan Jejak Anoa di Kawasan Lereng

    No Titik Titik Koordinat Ketinggian

    (mdpl) Keterangan

    1. I S 00

    0 49 22, 9

    E 1200 00 06,3

    934 Jejak Kaki, Jalur Jelajah dan

    Bekas Makan

    2. II S 00

    0 49 24, 0

    E 1200 00 10,2

    960 Tempat Bermain, dan Berlindung

    di Temukan Kotoran Anoa

    3. III S 00

    0 49 20, 7

    E 1200 00 24,2

    1063 Jejak Kaki serta Jalur Jelajah

    4. IV S 00

    0 49 36, 6

    E 1200 00 45,8

    1300 Habitat Makan, Tempat

    Berlindung, dan Tempat tidur

    Setelah dilakukan pengamatan

    disekitar lokasi serta wawancara dengan

    pemandu lapangan dapat disimpulkan

    bahwa, tempat tersebut merupakan

    tempat salah satu jalur jelajah

    pertemuan, bermain, serta berlindung

    oleh sekelompok Anoa. Diduga di

    tempat ini merupakan tempat yang

    terdiri dari sekelompok anak dan induk.

    Menurut Tikupadang dan Gunawan

    (1994), pada dasarnya anak Anoa akan

    hidup beriringan atau berdampingan

    dangan induknya selama masa

    pertumbuhan.

    Setelah dewasa dan mampu

    mandiri anak Anoa akan meninggalkan

    induknya, selanjutnya anak dan induk

    hidup secara soliter sampai menemukan

    pasangannya untuk kawin. Pada titik

    pengamatan ke 3 dan 4 yang merupakan

    titik akhir dari daerah jelajah Anoa yang

    berada tepat dipuncak gunung dengan

    ketinggian yang berkisar antara 1063 1300 mdpl, didapati wilayah yang

    merupakan habitat dari satwa liar Anoa.

    Kondisi topografi di tempat tersebut

    cukup datar dan banyak ditumbuhi

    tanaman tingkat bawah seperti paku -

    pakuan dan sejenisnya.

    3.2.2 Daerah Tepi Sungai

    Daerah tepi sungai merupakan

    daerah yang terdapat tepat dibawah kaki

    gunung dan lereng. Aliran sungai

    membentang luas dari arah timur dan

    barat dan mengalir ke pelosok bebatuan

    yang cukup besar. Keadaan topografi

    sungai pada umumya sekitar 70% datar

    dan 30 % lainnya menanjak. Pada

    kawasan pesisir sungai, daerah jelajah

    jejak tersebar di 6 titik lokasi dengan

    jarak yang berbeda - beda. Pengamatan

    daerah lintasan jejak titik 1 dan 2

    dimulai pada ketinggian + 885 - 897

    mdpl dengan jarak lokasi + 200 meter.

    Jejak yang ditemukan tepat di

    pinggiran sungai dengan kondisi masih

    sangat baru dan basah. Arah jejak

    mengarah kedalam sungai untuk

    berendam dan membasahi badan dan

    ada juga yang menyeberangi sungai dan

    menjelajahi vegetasi disekitar sungai.

    Adapun jejak Anoa yang ditemukan di

    sekitar tepian sungai seperti pada

    Gambar 4.

  • 10

    Gambar 4. Jejak kaki Anoa yang Berada di Sekitar Tepi Sungai (a dan b)

    Setelah penemuan jejak pada

    titik 1 dan 2, penelusuran arah lintasan

    jejak Anoa dilanjutkan ke titik 3 dan 4

    dengan melihat arah jejak awal yaitu

    mengarah ke sungai yang lebih

    diatasnya dengan ketinggian + 925 983 mdpl. Di area lintasan ini terdapat

    juga beberapa kotoran Anoa yang

    ditemukan dengan bentuk yang

    berbeda. Kotoran (Feses) yang

    ditemukan berbentuk panjang lonjong

    dan ada yang membentuk bulat seperti

    lingkaran kecil memiliki panjang dan

    lebar sekitar + 9 cm 12 cm.

    Aktivitas Anoa di tempat ini

    antara lain menjelajah ke beberapa

    tempat sekitar pinggiran sungai. Pada

    titik pengamatan ke 5 dan 6 yang

    merupakan titik akhir dari daerah

    jelajah Anoa yang berada di sungai,

    jejak sudah mulai tersebar dan

    menghilang di seresah dedaunan pohon.

    Kondisi sungai wilayah di titik akhir

    semakin kecil, terjal dan sangat lembab

    karena tertutup rapat oleh pepohonan.

    Untuk memperjelas sebaran jejak Anoa

    di sekitar tepi sungai dapat dilihat pada

    Tabel 6.

    Tabel 6. Pengamatan Jejak Anoa di Tepi Sungai

    No Titik Titik Koordinat Ketinggian

    (mdpl) Keterangan

    1. V S 00

    0 48 23, 8

    E 1200 00 53,9

    885 Tempat Mencari Makan dan

    Tempat Berendam

    2. VI S 00

    0 48 17, 4

    E 1200 00 57,2

    897 Tempat Mencari Makan, dan

    Tempat Berendam

    3. VII S 00

    0 48 54, 3

    E 1200 01 00,7

    925 Jalur Jelajah, Terdapat Beberapa

    Kotoran

    4. VIII S 00

    0 49 43, 6

    E 1200 01 48,3

    983 Jalur Jelajah

    5. IX S 00

    0 49 46,7

    E 1200 02 00,6

    1128 Tempat Mencari Makan, dan

    Jalur Jelajah

    6. X S 00

    0 49 51, 4

    E 1200 02 01,2

    1252 Jalur Jelajah dan Habitat Pakan

    (A) (B)

  • 11

    Dari tabel diatas dapat dilihat

    secara jelas bahwa aktivitas Anoa

    disepanjang daerah lintasan meliputi

    beberapa hal antara lain mencari makan,

    minum, berendam atau berkubang,

    membuang kotoran serta menjelajah

    dari satu sungai ke sungai yang lain

    dengan jarak yang cukup jauh. Pada

    umumnya jumlah jejak kaki yang

    ditemukan di sungai dominan lebih

    banyak dibanding dengan yang di

    lereng. Hal ini disebabkan karena

    Anoa merupakan

    satwa yang selalu bergantung pada air

    dan membuat seluruh Anoa akan turun

    untuk keperluan minum dan lain

    sebagainya. Menurut Syam (1977), pola

    jelajah Anoa, saling berhubungan erat

    dengan kegiatan mencari makan,

    minum, dan berlindung. Anoa keluar

    dari tempat istirahatnya dengan sasaran

    menuju tempat makan, kemudian

    kembali ke tempat istirahatnya namun

    tidak melalui jalur semula.

    IV. KESIMPULAN DAN SARAN

    4.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian

    sebaran atau distribusi jejak Anoa

    (Bubalus spp) di Kawasan Cagar Alam

    Pangi Binangga, dapat dikemukakan

    beberapa kesimpulan sebagai berikut:

    Distribusi jejak Anoa (Bubalus spp) khususnya di Kawasan Cagar Alam

    Pangi Binangga, menyebar pada

    kedua tempat yakni pada lereng lereng dan tepi sungai pada

    ketinggian rata - rata 885 - 1300

    mdpl.

    Total jejak yang ditemukan baik di lereng maupun tepi sungai

    berjumlah kurang lebih sekitar 280

    jejak kaki yang dimiliki oleh 8

    ekor Anoa kelas umur anak, 2 ekor

    kelas umur remaja, dan 5 ekor

    kelas umur dewasa.

    4.2 Saran

    Perlu dilakukan penelitian

    lanjutan tentang distribusi atau

    sebaran jejak Anoa (Bubalus spp)

    pada Cagar Alam yang berbeda

    khususnya di Pulau Sulawesi, agar

    dapat diketahui secara rinci

    tempat - tempat yang menjadi

    daerah jelajah dari satwa liar

    tersebut dan sebagai data

    tambahan untuk keperluan

    mendatang.

  • 12

    DAFTAR PUSTAKA

    Alikodra, H.S., 1990. Pengelolaan

    Satwa Liar. Departemen

    Pendidikan dan Kebudayaan

    Direktorat Jenderal Riset Antar

    Universitas Ilmu Hayat. IPB.

    Bogor.

    BKSDA (Balai Konservasi Sumber

    Daya Alam), 2010. Rencana

    Pengelolaan Jangka Panjang

    Cagar Alam Pangi Binangga.

    Kantor Wilayah Propinsi

    Sulawesi Tengah.

    Dombo., R. 2008. Potensi Jenis

    Tumbuhan Pakan Anoa di

    Kawasan Cagar Alam Pangi

    Binangga. Program Studi

    Manajemen Hutan Jurusan

    Kehutanan Fakultas Pertanian

    Universitas Tadulako. (Tidak di

    Publikasikan).

    Groves, C.P. 1969. Systematics of the

    Anoa (Mammalia, Bovidae).

    Beaufortia Zoological Museum

    of University of Amsterdam. 17

    (223): 1-12.

    Mistar, 2003. Panduan Lapangan

    Amfibi di Kawasan Ekosistem

    Leuser. The Gibbon Foundation

    and PILI-NGO Movement,

    Bogor.

    Mittermeier, R.A., Myers, N., Gil., P.R

    dan C.G. Mittermeier. 1999.

    Hotspot. Earths Biologically Richest and Most Endangered

    Terresterial Ecoregions. Mexico

    City: CEMEX, S.A. Printed in

    Japan by Toppan Company.

    Mustari, A.H. 1997. Kebutuhan Nutrisi

    Anoa (Bubalus sp.) di Kebun

    Binatang Ragunan Jakarta.

    Laporan Penelitian Institut

    Pertanian Bogor. (Tidak di

    Publikasikan)

    Nasir, M. 2003. Metode Penelitian.

    Jakarta, Ghalia Indonesia.

    Syam, A., 1977. Studi Habitat dan

    Populasi Anoa (Bubalus sp) di

    Cagar Alam Gunung Tangkoko

    Batuangus. Thesis. Fakultas

    Kehutanan. IPB, Bogor (Tidak

    di Publikasikan).

    Tikupadang, H. dan Misto, 1994.

    Beberapa Aspek Ekologi Satwa

    Langka Anoa. Makalah

    penunjang pada seminar sehari

    konservasi sumberdaya alam dan

    ekosistem Wallacea. Manado.

    Tikupadang, H. dan Guanawan, 1996.

    Kajian Habitat dan Populasi

    Anoa Pegunungan (Buballus

    quarlessi). Di Hutan Kambuno

    Katena Kabupaten Luwu

    Sulawesi Selatan. Buletin

    Penelitian Kehutanan. Bogor.